Aneh Tapi Nyata Spooky Kids Karya Bruce Nash And Allan Bagian 1
IKATAN FINE
Sambil bermalas-malasan di kursi sofa, Lisa Fine yang berusia
enam belas tahun sedang menonton video terakhir Janet Jackson di
MTV saat ia mengalami perasaan yang sungguh aneh.
Saat ia menonton Janet menyanyikan "Where Are You Now,"
Lisa tiba-tiba mendengar lagu yang sama sekali lain ? "Can't Help
Falling in Love" oleh grup UB40.
Kok, jadi begini? pikir Lisa. Apa ada yang tidak beres dengan
pemancarnya? Apakah ada siaran lain yang masuk?
Namun ia kemudian menyadari bahwa nada-nada itu bukan
berasal dari TV. Kedengarannya datang dari kepalanya!
Saat ia menatap ke TV, remaja yang kebingungan itu mulai
melihat sekelebatan cahaya yang melintas dalam pikirannya.
Tampaknya seperti videotape yang tidak fokus dari sebuah mobil yang
lepas kendali, menabrak pohon, lalu meluncur ke dalam jurang. Tiga
kali adegan itu muncul di depan matanya selama beberapa detik, lalu
menghilang saat matanya terfokus kembali ke video Janet Jackson.
Tetapi dari kilasan cahaya itu, Lisa masih tetap mendengar lagu UB40
yang sama.
Sebelum remaja yang keheranan itu sempat memikirkan apa
yang sedang terjadi, kepala dan lehernya terasa sangat nyeri dantangan kirinya malah lebih sakit lagi. Tiba-tiba semuanya menjadi
jelas baginya. Ia bangkit dari sofa dan dengan suara panik berteriak,
"Ya Tuhan! Laura cedera!"
**********
Sebagaimana kembar identik lainnya, hubungan Lisa dan
saudara kembarnya Laura Fine sangat dekat. Mereka berpikir sama,
berpakaian serupa dan tertawa bersama. Rambut mereka panjang,
pirang dan dikepang, yang mereka lakukan secara bergantian sebelum
berangkat sekolah. Mereka memakai makeup sama untuk memberi
rona pada wajah mereka yang putih dan mata berwarna biru. Bertubuh
jangkung dan semampai, namun atletis, keduanya ikut sebagai pemain
basket dan tim pelari di sekolah.
Pada tahun pertama sekolah, Lisa ikut dalam pemilihan untuk
menjadi ketua OSIS dan Laura sebagai wakilnya. Mereka menang.
Tahun berikutnya, Laura ikut dalam pemilihan sebagai ketua OSIS
dan Lisa sebagai wakilnya. Mereka menang lagi.
Kedua gadis remaja itu senang melakukan segala sesuatu
bersama-sama, seperti bekerja paruh waktu di toko yoghurt. Hampir
setiap minggu para tetangga bisa melihat mereka bermain sepatu roda
di taman dan bermain ski di musim dingin di lapangan, beberapa blok
dari rumah mereka di Milwaukee, Wisconsin.
Keduanya senang nonton bioskop dan ke pesta-pesta dansa,
atau sekedar bercengkerama dengan teman-teman mereka. Lisa dan
Laura begitu mirip satu sama lain, hingga kadang-kadang mereka suka
bertukar tempat untuk menggoda teman-teman mereka dengan
menyaru sebagai kembarannya. Seringkali, teman-teman mereka juga
bingung apakah mereka sedang bicara pada Lisa atau Laura.********
Sejak kecil, si kembar Fine sudah memperlihatkan ikatan yang
sangat kuat di antara mereka ? sebuah ikatan yang kelak mereka
namakan "Ikatan Fine." Ebukulawas.blogspot.com
Pernah, waktu mereka berusia empat tahun dan sedang bermain
di taman, Lisa berada di atas papan jungkat-jungkit dengan kakaknya
Larry, saat ia terjatuh dan lututnya cedera. Pada saat itu, beberapa
ratus meter dari situ dan tidak kelihatan dari tempat Lisa berada, Laura
sedang berjalan-jalan dengan ibunya ketika tiba-tiba ia berteriak,
"Aduh, lututku sakit, Bu."
Dalam kesempatan lain, waktu mereka berusia delapan tahun
dan sedang berlibur bersama keluarga di Walt Disney World, Laura
tersesat di Tomorrowland (Negeri Esok). Katanya ia hendak ke kamar
mandi, tapi tak seorang pun mendengarnya. Waktu akhirnya mereka
menyadari bahwa Laura tidak berada bersama mereka, mereka
mencarinya dengan sia-sia. Sementara itu Laura juga mencari-cari
mereka. Akhirnya ia berhenti di depan Space Mountain (Gunung
Angkasa Luar) dan berkonsentrasi keras, mengirimkan pesan kepada
Lisa. Dua menit kemudian, Lisa mengantarkan keluarganya ke Laura.
Lalu tentang mimpi. Kira-kira setahun sekali, salah seorang
gadis kembar itu mendapat mimpi buruk yang entah bagaimana bisa
berhubungan dengan mimpi kembarannya yang lain. Pernah, waktu
mereka berusia sepuluh tahun, Laura bermimpi bahwa ia dibekap dari
sekolah oleh dua laki-laki bertopeng. Mereka mendorongnya ke
sebuah mobil kuning dan melaju ke arah mercu suar. Di sana Laura
diikat dan dibungkam oleh para penculiknya, yang meminta sejumlah
uang tebusan kepada orangtuanya.Sementara Laura sedang mimpi buruk tentang penculikannya,
Lisa bermimpi ia sedang melihat ke luar jendela kelasnya dan melihat
dua lelaki bertopeng mendorong kembarannya ke dalam sebuah mobil
kuning. Lisa berlari ke luar sekolah, melompat ke atas sepedanya dan
mengejar mereka. Tetapi sebelum mimpi Lisa berlanjut, Laura
terbangun dari tidurnya sambil menjerit yang membuat Lisa
terbangun.
"Tadi aku mimpi seram sekali," kata Laura kepada
kembarannya. "Dua lelaki jahat menyekapku..."
"Dari halaman sekolah?" tanya Lisa.
"Iya. Mereka mendorong aku ke dalam bagasi mobil..."
"Apakah warna mobil itu kuning?" tanya Lisa.
"Iya, mereka membawaku ke mercu suar dan ..." Laura
berhenti, menatap kembarannya dan bertanya, "Kamu pasti mimpi
yang sama, kan?"
"Aku pasti bisa menyelamatkan kamu kalau kamu tidak
berteriak dan membangunkan kita berdua," kata Lisa tertawa geli.
Kemampuan untuk berpikir sama si kembar nyata sekali waktu
mereka bermain basket untuk tim wanita SMU Guilford. Tanpa
melihat, Laura selalu tahu di mana saudaranya berada di lapangan.
Waktu salah seorang mendapat bola, yang lainnya sudah siap
menyambut dan memasukkan bola itu ke dalam keranjang. Begitu
eratnya kerja-sama mereka yang menguntungkan. "Kami
berkomunikasi melalui 'Ikatan Fine,'" kata si kembar selalu.
***********
Pada malam yang tak dapat dilupakan kedua gadis remaja itu,
Lisa pulang sore-sore sehabis bekerja sebagai pengasuh bayi di ujungjalan. Ia masuk dari pintu belakang dan menggosok pipinya yang
merah terkena angin dingin.
"Wah, senang kamu pulang persis pada waktunya," kata Laura
kepadanya. Aku baru saja akan keluar untuk bertemu Kim dan Sara,
dan beberapa teman cowok lain di rumah Stacy yang baru. Ayo, ikut."
"Tak usahlah," kata Lisa sambil membuka mantel dan sarung
tangannya. "Aku capek. Anak-anak keluarga Manning itu benar-benar
membuatku lelah hari ini. Lain kali giliranmu untuk menjaga mereka;
Ada yang penting di rumah?"
"Larry memutuskan tidak akan pergi malam ini karena pileknya
tambah parah," kata Laura. "Tapi kupikir, alasan sebenarnya adalah
kakak kita sedang bertengkar dengan Alycia. Dia ada di kamarnya
sedang nonton pertandingan tinju. Dan, o iya, Ibu tadi menelepon. Ibu
dan Ayah senang sekali berada di New York, dan mereka akan pulang
dengan pesawat hari Minggu sore. Nah, cuma itulah kabar keluarga
Fine. Kamu yakin, tak mau ikutan?"
Lisa menggelengkan kepala. "Malas, ah. Karena rumah Stacy
sekarang begitu jauh, pasti akan makan waktu paling sedikit setengah
jam ke rumahnya. Sampai di sana kamu cuma punya waktu kira-kira
satu jam untuk ngobrol supaya kamu bisa pulang sebelum tengah
malam ? kecuali, kalau kamu mau melanggar pesan Ibu dan Ayah."
"Aku akan pulang pada waktunya. Tapi kalau aku agak
terlambat, pasti ada alasan penting."
Lisa mengangkat alisnya dan tersenyum. "Alasan itu pasti
bukan teman sekelas kita Jason, kan?"
"Yah, dia memang cakep sekali," kata Laura. "Dan Stacy
mengatakan Jason menanyakan apakah aku akan datang malam ini."Sambil bercanda Lisa menggelitik pinggang kembarannya dan
berkata, "Dia pasti bingung. Jangan-jangan yang dia tanyakan aku."
"Dalam mimpi, barangkali!" Sambil membawa kunci mobil ke
salah satu dari dua mobil keluarga itu, Laura menambahkan, "Masih
ada kesempatan lho, kalau mau ikut."
"Aku di rumah saja malam ini. Selamat bersenang-senang... dan
titip salam juga buat Jason."
Laura tertawa saat ia menutup pintu rumah dan menuju ke
garasi. Tiba-tiba Lisa merasakan sesuatu yang aneh di dalam perutnya
? rasa perih kalau ia merasa khawatir. Namun ia tak dapat
menjelaskan mengapa. Ia berbalik, membuka pintu dan berteriak,
"Hei, Laura!"
"Berubah pikiran?"
"Tidak," jawab Lisa. "Hati-hati di jalan, ya? Terutama sekitar
Belokan Sloan."
"Belokan Sloan? Itu kan di High Crest Road. Aku kan tidak
lewat sana kalau ke rumah Stacy, kamu tahu kan?"
"Iya juga, sih," Lisa membenarkan, merasa heran mengapa ia
menyebut belokan tajam yang berbahaya itu. "Aku tidak tahu apa
yang kupikirkan."
"Jangan khawatir," kata Laura. "Aku kan sopir yang
berpengalaman. SIM-ku saja sudah berlaku selama enam bulan!"
Lisa masuk ke dapur dan membuat secangkir cokelat. Lalu ia
masuk ke kamar Larry dan bertanya, "Siapa yang menang?"
"Holyfield," sahut Larry.
"Bukan, yang kumaksud kamu dan Alycia."Larry melemparkan bantalnya ke Lisa, namun Lisa cepat-cepat
menutup pintu sebelum bantal itu mengenainya. Dengan mengenakan
celana panjang santai dan kemeja longgar, Lisa turun ke lantai bawah,
bermalas-malasan di kursi sofa, meraih majalah Teen, dan memutar
MTV. Entah mengapa, dia sering merasakan kekhawatiran melanda
dirinya. Lisa berusaha mengabaikannya, tapi perasaan itu tak kunjung
hilang.
Kira-kira beberapa saat sesudah tengah malam, sedang
mendengarkan video Janet Jackson, Lisa mulai membayangkan suatu
kecelakaan mobil yang mengerikan. Mula-mula bayangan itu kabur,
namun makin lama menjadi makin jelas: gambar pelangi di pintu
gudang... seekor kijang melintas di jalanan... sebuah mobil sedan putih
yang lepas kendali, menabrak pagar pengaman jalan, terpelanting ke
jalan, menghantam pohon, dan masuk ke dalam jurang. Selama itu,
Lisa masih terus mendengar lagu UB-40 "Can't Help Falling in Love."
Remaja yang bingung dan ketakutan itu tiba-tiba merasakan
sakit yang luar biasa di sisi kiri tubuhnya. Tangannya serasa patah,
dan kepala serta lehernya serasa pecah. Sakit itu makin lama makin
kuat, dan lagu itu semakin keras. Bayangan itu menjadi semakin
jelas... sampai akhirnya Lisa menyadari apa artinya itu: Laura
terbaring cedera di dalam mobil Ford Escort putih mereka yang
terbalik di jurang!
Mula-mula, Lisa berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu hanya
khayalannya saja. Tapi ia tak dapat membohongi dirinya. Ia tahu
bahwa ia sedang berhubungan dengan kembarannya melalui "Ikatan
Fine." Dan inilah saatnya!Mungkin ini hanya suatu peringatan, pikirnya. Mungkin masih
ada waktu untuk mencegah kecelakaan itu. Lisa bergegas ke telepon
dan menghubungi Stacy. Saat ia memutar nomor telepon Stacy dengan
panik, Lisa memohon, "Duh Laura, semoga kamu masih ada di sana."
"Halo?"
"Stacy? Ini Lisa," katanya dengan suara gemetar. "Apa Laura
ada di sana?"
"Tidak, dia sudah pulang kira-kira seperempat jam yang lalu.
Kamu khawatir, ya? Ada apa, sih?"
"Kupikir, Laura mendapat kecelakaan!" Tanpa penjelasan lebih
lanjut, Lisa meletakkan telepon. Ia berlari ke lantai atas dan
menerobos masuk ke kamar Larry. "Larry! Cepat! Laura mendapat
kecelakaan! Kita harus mencarinya!"
"Apa maksudmu kita harus mencarinya?" tanya kakaknya yang
terperanjat. "Kalau kamu tak tahu di mana dia, bagaimana kamu tahu
dia mendapat kecelakaan?"
"Aku tahu, itu saja! Ayo cepat! Kita harus segera
menolongnya!"
Begitu mereka masuk ke mobil orangtua mereka, Larry
bertanya, "Ke mana kita?"
"Ke Spring Creek Road, arah rumah Stacy."
Saat mereka melaju di jalan, Lisa menceritakan kepada Larry
tentang kecelakaan mobil yang melintas dalam pikirannya. "Aku
yakin, Laura berusaha berkomunikasi denganku untuk mencarinya,"
jelas Lisa. Larry sudah sering melihat ikatan batin si kembar yang
begitu kuat, hingga ia percaya pada Lisa.Tetapi setelah berkendaraan selama setengah jam di Spring
Creek Road yang menuju ke rumah Stacy, Larry dan Lisa mulai
merasa sangsi. Tak ada tanda-tanda kecelakaan mobil: tak ada bekas
rem, tak ada pagar pembatas yang penyok, tak ada pohon yang roboh,
dan tak ada mobil di semak-semak.
"Aku tidak mengerti," kata Lisa. "Bayangan yang kulihat dan
sakit yang kurasakan begitu nyata. Ini benar-benar tak masuk akal.
Aku yakin dia pasti ada di suatu tempat, dan dia cedera."
"Mari kita pakai telepon Stacy," usul Larry. "Kita telepon ke
rumah, siapa tahu Laura sudah ..."
"Belokan Sloan!" teriak Lisa. "Pasti Laura ada di sana, aku
yakin!"
"Tapi tempat itu kan di High Crest Road, beberapa mil jauhnya
dari tempat ini. Untuk apa dia ke sana?"
"Aku tak tahu mengapa. Tapi dia ada di sana! Cepat!"
Sepuluh menit kemudian, mereka melewati sebuah gudang yang
pintunya bergambar pelangi.
"Perlahan!" kala Lisa. "Itu gudang yang kulihat. Lebih jauh
sedikit kita akan temukan Laura."
Sesaat kemudian, mereka sampai di Belokan Sloan ? suatu
kelokan tajam yang berbahaya berbentuk huruf S di mana sering
terjadi kecelakaan. "Itu pagar pembatas yang penyok!"
"Lihat!" seru Larry. "Bekas-bekas rem!" Ia menginjak rem dan
memundurkan mobil hingga cahayanya menerangi bekas-bekas ban di
jalanan. Mereka mengarahkan mobil ke tepi jalan di mana tampak
sebuah pohon yang patah. Larry dan Lisa keluar dari mobil. Waktu
mereka melongok ke bawah dari tepi jalan, Lisa gemetar. Kira-kiratiga puluh kaki di bawah, tidak kelihatan dari jalan, tergeletak mobil
Ford Escort putih mereka dengan keempat rodanya di atas.
"Itu mobil kita ? persis seperti yang kulihat!"
Dengan setengah merangkak, mereka menuruni semak-semak
yang tertutup salju ke mobil yang terbalik itu. Larry masuk melalui
jendela dekat pengemudi yang pecah.
"Aku menemukan Laura!" serunya. "Dia pingsan, tapi masih
hidup!"
"Jangan pindahkan dia. Aku rasa ada cedera yang serius di
kepala dan lehernya. Kukira tangannya juga patah. Cepat, Larry,
carilah pertolongan! Aku akan tinggal di sini bersama Laura."
Larry merangkak keluar dari mobil, membuka mantelnya dan
memberikannya kepada Lisa. "Tutupi dia dengan ini. Aku akan ke
rumah pertanian itu untuk memanggil ambulan."
Lisa merangkak ke mobil itu dan mulai menangis waktu ia
melihat Laura terbujur seperti boneka rusak di langit-langit mobil
yang terbalik. Dengan hati-hati Lisa menutupi kembarannya yang
cedera dengan mantel itu. "Bertahanlah, Laura, bertahanlah,"
gumamnya. "Pertolongan akan segera datang."
Waktu itu Lisa baru menyadari bahwa tape deck mobil masih
menyala.
Lagu itu membuat Lisa merinding, sebuah lagu UB40 "Can't
Help Falling in Love"!
Aneh Tapi Nyata Spooky Kids Karya Bruce Nash And Allan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
**********
Lisa dan Larry berjalan hilir mudik di depan ruang gawat
darurat yang terasa berjam-jam lamanya. Sinar matahari pagi baru sajamemancar melalui jendela waktu Lisa melihat Dr. Springer ke luar
ruangan itu.
"Laura akan segera sembuh," kata Dr. Springer. Lisa
menjatuhkan dirinya dalam pelukan Larry, dan mereka berdua
bertangis-tangisan karena merasa lega. "Tangan kanannya patah,
gegar otak, dan lehernya retak," tambah dokter itu. "Untung waktu
kamu menemukannya, kamu tidak mengangkatnya. Itulah yang
terbaik yang bisa kamu lakukan untuknya. Bagaimana kamu tahu,
bahwa kamu tidak boleh mengangkatnya?"
"Hanya perasaan saja," sahut Lisa.
"Seandainya kamu memindahkan dia dengan cara yang salah,
pasti lehernya akan cedera lebih parah," jelas dokter itu. "Dia malahan
bisa jadi lumpuh sebagian."
"Kapan kami boleh menengoknya?" tanya Larry.
"Kalian boleh masuk sebentar," kata dokter itu. "Dia masih
agak teler akibat operasi."
Waktu Larry dan Lisa masuk ke dalam ruangan, mereka terkejut
melihat saudara mereka. Kepalanya diperban, matanya lebam hitam
dan biru, lehernya menggunakan penyangga, dan tangannya digips.
"Eh, apa kabar," kata Laura lemah. "Aku ada alasan lho, untuk
tidak masuk sekolah, iya kan?"
"Apa yang terjadi?" tanya Larry.
"Yah, aku sedang dalam perjalanan pulang, dan persis waktu
aku melewati Belokan Sloan, seekor kijang melintas di depan mobil.
Aku menginjak rem tiba-tiba dan kehilangan kendali. Mobil
menghantam pagar pengaman jalanan, terpelanting di jalan, menabrak
pohon lalu masuk ke dalam jurang. Aku keluar dari mobil, dan waktuaku bangun aku tergantung terbalik. Untung aku pakai tali pengaman.
Aku mencoba membuka tali pengaman, lalu aku terjatuh dari tempat
duduk. Kemudian aku pingsan, dan cuma itu yang kuingat."
"Kenapa kamu lewat High Crest Road?" tanya Lisa. "Bukankah
rumah Stacy di Spring Creek Road?"
"Aku harus mengantarkan Jason pulang," sahut Laura. "Soalnya
dia tak membawa mobil."
"Kamu harus?" tanya Lisa sambil tersenyum nakal. "Laura,
hampir saja kamu tinggal berhari-hari di jurang itu, tanpa seorang pun
menemukan kamu."
"Aku tahu kamu akan menemukan aku," kata Laura. "Aku
memanfaatkan 'Ikatan Fine' kita."MISTERI WILLIE BAKER
Siapakah Willie Baker?
Mengapa dia selalu tersembunyi begitu dalam di ingatan Corey
Douglas?
Dan mengapa Willie selalu muncul dalam ingatan Corey, setiap
kali ia selalu mempraktekkan deja vu ? perasaan pernah melakukan
sesuatu padahal ia belum pernah melakukannya?
Baru setelah berusia empat belas tahun, akhirnya Corey dapat
mengungkapkan suatu penemuan luar biasa yang meyakinkan
kecurigaannya yang besar.
*********
Sejak di SD dan kemudian melanjutkan di SMP Corey
memperlihatkan bakat besar untuk menggambar. Dengan pensil dan
kertas gambar ia bisa membuat sketsa pakaian-pakaian dan peralatan
olahraga yang ada di pojok kamarnya, sampai pada kantor pemadam
kebakaran yang ada di ujung blok rumahnya.
Sketsa-sketsanya umumnya mengenai benda-benda yang pernah
dilihatnya ? kecuali kalau ia membiarkan pikirannya melayang
waktu pelajaran yang membosankan. Maka ia akan mencoret-coret
dalam buku catatannya, biasanya satu dari dua pemandangan yang
sangat berbeda. Pemandangan pertama adalah tangga depan sebuahapartemen tua yang kumuh. Yang kedua adalah sebuah rumah dari
bata-bata merah yang indah dari jaman dulu. Dan hampir setiap kali ia
teringat, biarpun hanya sekejap, pada Willie Baker. Entah siapa dia.
Seingat Corey, Willie seolah-olah melekat dalam ingatannya,
seperti wajah atau nama seorang keluarga jauh yang lama tak
dijumpainya sejak ia masih kecil. Kerapkali ia berusaha mengingat
rupa Willie, tetapi ingatan itu sangat kabur. Namun, ia merasa begitu
kenal dengan Willie, meskipun Corey belum pernah bertemu dengan
dia. Corey merasa aneh juga bahwa tanpa sengaja ia bisa
menggambar kedua pemandangan itu, karena seingatnya belum
pernah ia melihat kedua bangunan itu selama hidupnya. Namun semua
itu terungkap ketika ia berlibur ke New York City bersama kedua
orangtuanya dan dua orang kakak perempuannya.
Suatu hari Corey dan ayahnya sedang berjalan di Hester Street
di Lower East Side Manhattan ketika Corey tiba-tiba terkesiap. Ia
menatap dengan heran sebuah apartemen tua dari bata-bata merah
berlantai empat yang kumuh dan telah dimakan usia.
Banyak bangunan semacam itu di daerah itu, namun yang ini
mempunyai pintu masuk yang bentuknya unik. Di atas pintu terdapat
jendela setengah lingkaran yang dilingkari batu-batu persegi berwarna
abu-abu. Di atas jendela terdapat ukiran besar dari semen ? patung
mitos seekor monster yang sebagian berbentuk singa dan sebagian lagi
burung elang.
Corey hampir tak percaya apa yang dilihatnya. "Hei, Yah, lihat!
serunya. "Aku pernah menggambar gedung ini! Bentuknya persisseperti sketsa yang sering kubuat. Pernahkah aku ke sini? Mungkin
waktu aku masih kecil?"
"Tidak, Corey, baru sekali ini kamu ke New York."
"Kalau begitu rasanya aku sedang mengalami deja vu."
Seolah-olah ditarik suatu kekuatan gaib, Corey berjalan menaiki
tangga bangunan itu yang menuju ke lantai dasar sebuah apartemen.
Yah, sesuatu pernah terjadi di sini yang tidak aku mengerti. Rasanya
tempat ini menyeramkan sekali. Benar-benar mengerikan. Tapi jangan
tanya mengapa.
Corey menuruni beberapa anak tangga waktu ia merasa sangat
muak akan tempat itu. Ia teringat akan kesepian, lapar, dan sakit.
Tetapi ia tak mengerti mengapa. Ia belum pernah ke tempat ini. Selain
itu, ia berasal dari keluarga yang penuh cinta-kasih dan hangat dan ia
belum pernah merasakan hal-hal yang sangat tidak nyaman seperti
yang ia rasakan sekarang. Benar-benar aneh!
"Corey, kamu baik-baik saja?" tanya ayahnya.
"Kamu kelihatan pucat sekali."
"Tidak apa-apa, kok," sahut Corey, dengan agak ragu-ragu.
"Mungkin karena udaranya panas dan sumpek di sini." Mereka
melanjutkan perjalanan dengan berdiam diri sampai Corey bertanya,
"Pernahkah Ayah mendengar tentang Willie Baker?"
Ayahnya berpikir sejenak dan menjawab, "Tidak, Nak, rasanya
Ayah tak ingat nama itu."
Mereka menuju ke Baxter Street, beberapa blok jauhnya dari
situ waktu Corey mengalami sesuatu yang paling aneh dalam
hidupnya. Ia tidak lagi mendengar hiruk-pikuk lalu-lintas New York
yang ramai, atau mencium bau asap mobil, atau melihat orang yangberjalan lalu-lalang di sekitarnya. Apa yang dilihatnya adalah ratusan
anak-anak berwajah kumuh dan berpakaian compang-camping dari
abad lain. Ada yang berdiri termangu-mangu, ada yang sedang
berkelahi, ada yang berlari-larian keluar masuk gang-gang. Ia melihat
kuda-kuda berpeluh menarik gerobak bermuatan penuh, laki-laki
mengenakan topi pet dan baju panjang mengangkut keranjangkeranjang berisi buah-buahan dan sayuran. Ia melihat anak-anak
tertidur di gang-gang, di bawah tangga-tangga rumah, dan di dalam
kotak-kotak kosong. Ia sendiri merasa begitu kesepian, takut dan
lapar.
Terkesiap dari lamunannya, Corey berkata, "Yah, mari cepat
kita pergi dari sini. Saya merasa tidak enak."
***********
Beberapa bulan kemudian, ayah Corey, seorang professor
Bahasa Inggris mendapat tugas mengajar di Ball State University.
Karena itu seluruh keluarganya meninggalkan Kansas untuk pindah ke
Muncie, Indiana. Saat mereka mendekati batas kota, Corey merasakan
suatu perasaan hangat dan menenangkan ? seakan-akan pulang ke
rumah. Sungguh aneh, sebab selama hidupnya ia belum pernah ke
Muncie. Namun, pemandangan itu seolah-olah sudah sangat
dikenalnya: gazebo di dekat kolam angsa, patung tembaga pendiri
kota itu, jembatan dengan pilar-pilar batu hitam.
"Nah, mari kita lihat," kata Professor Douglas waktu mereka
memasuki batas kota. "Kita harus menuju ke Chelsea Avenue. Apa
kita harus membelok ke kiri atau ke kanan di Jefferson Street?"
"Aku rasa ke kiri," sahut Corey. Lalu sambil bercanda ia
melihat ke jam tangannya dan berkata, "Dengan peralatan lacakcahaya satelit yang ada dalam jamku, aku melihat belokan tajam di
depan yang menuju ke taman. Lalu ada dua belokan lagi dan kita akan
sampai."
"Oke, mari kita lihat," kata ayahnya, menanggapi canda
anaknya.
Sungguh aneh, jalan itu memang membelok tajam dan menuju
ke sebuah taman! "Kamu menyembunyikan peta, ya?" tanya ayahnya
curiga.
"Tidak, sumpah!" kata Corey yang keheranan, sama seperti
anggota keluarga lainnya.
"Bagaimana kamu bisa tahu?"
"Aku... aku tidak tahu. Rasanya jalannya memang begitu."
"Habis ini ke mana, Mr. Navigator?" tanya ayah Corey.
"Belok ke kanan. Rasanya kita akan sampai ke suatu pertigaan
di mana ada restoran dengan patung anjing raksasa di pojoknya."
Kedua kakaknya tertawa. "Iya, betul," kata mereka.
Sesaat kemudian, mobil mereka sampai ke suatu pertigaan,
persis seperti kata Corey. Tetapi tak ada restoran dengan patung
anjing di pojoknya, hanya sebuah bank, pompa bensin, dan beberapa
toko antik.
"Nah, mana anjing raksasa itu?" goda Katey, kakaknya.
"Sepertinya dulu memang ada."
Esok harinya, setelah pindah ke rumah sewaan mereka, Corey
menyelidiki keadaan sekitarnya dengan naik sepeda. Rasanya ia kenal
benar kota itu ? seakan-akan ia sudah lama tinggal di situ. Ke mana
pun ia pergi, ia tak pernah tersesat karena semuanya serasa sudah
dikenalnya, meskipun ia baru pindah ke kota ini.Ia bersepeda ke Elmwood Park, di mana anak-anak sedang
memilih-milih teman untuk bertanding bisbol di lapangan. Corey suka
main bisbol dan selalu jadi bintang pitcher di liganya sewaktu masih
di Kansas.
"Hei, mau ikut main?" teriak salah seorang anak kepada Corey.
"Mau, tapi aku tidak bawa sarung tangan."
"Tak apa. Kamu bisa pinjam dari salah satu anak di sini. Kiri
atau kanan?"
"Sama saja," sahut Corey. "Aku bisa melempar dengan tangan
mana saja." Lalu ia membuktikannya dengan melempar tiga inning
dengan tangan kiri dan tiga lagi dengan tangan kanan.
Setengah permainan, saat menunggu untuk bat, Corey
tenggelam dalam lamunan lain yang singkat. Ia melihat anak-anak
tanpa baju, hanya bercelana pendek dan mengenakan pet butut
bermain bisbol dengan bertelanjang kaki. Sarung tangan mereka
semuanya kebesaran dan terbuat dari kain-kain perca bekas.
Dalam perjalanan pulang setelah bermain, Corey bertanya-tanya
mengapa ia selalu teringat akan daerah lain, mula-mula di New York
dan sekarang di Muncie. Dan mengapa Willie Baker selalu
menghantuinya begitu sering?
Tanpa memperhatikan ke mana ia pergi, Corey tidak menuju ke
arah rumahnya di Chelsea Avenue, tetapi ke suatu daerah beberapa
blok dari situ. Saat ia menyeberangi sebuah sungai yang melintasi
sungai yang tenang, ia gemetar karena merasa takut pada air.
Meskipun ia menguasai beberapa cabang atletik, Corey tak pernah
belajar berenang. Ia memang merasa tak ingin belajar berenang.Sampai di persimpangan Parker dan Highview Avenue, hatinya
bergetar karena gembira. Rumah-rumah di situ tampaknya sangat
dikenalnya. Anggun, berlantai dua dan terbuat dari bata merah ?
modelnya seperti rumah-rumah pada pergantian abad. Apakah ini deja
vu? pikirnya. Di mana aku pernah melihat rumah-rumah ini
sebelumnya? Di majalah? Di film? Atau mungkin gambar dalam buku
yang aku lupa judulnya. Atau mungkin... ah, tak mungkin.
Highview adalah suatu jalan panjang berjalur dua yang berawal
di puncak bukit di Parker dan melintas sampai Busby Avenue. Corey
menuruni jalan Highview, memperhatikan dengan saksama setiap
rumah dengan rasa seolah-olah pernah melihatnya. Sampai di rumah
kedua di ujung jalan itu, ia mengerem sepedanya dan memperhatikan
rumah itu dengan heran.
Rumah itu persis sama dengan rumah yang telah begitu sering
digambarnya! Rumah tua berlantai dua dari bata-bata merah dengan
cerobong asap dan sebuah beranda tinggi dengan dinding yang terbuat
dari batu-batu pipih.
Yang lebih mengherankan adalah perasaan ngeri bahwa ia
pernah berada di rumah itu, dan malahan, bahwa ia pernah tinggal di
situ!
Dalam pikirannya, ia bisa melihat interior rumah itu. Di sebelah
kiri pintu masuk, ruang makan; di sebelah kanan, ruang duduk;
dapurnya dari tembok dan lantai batu di bagian belakang; tangga ke
lantai atas menuju dua ruang tidur dan sebuah kamar mandi.
Ingin sekali aku masuk, tapi aku tak berani, pikir Corey. Apa
yang akan kukatakan nanti? "Maaf, saya ingin melihat-lihat rumah
Anda untuk melihat apakah saya masih ingat, meskipun saya belumpernah ke sini. Dan, ngomong-ngomong, apakah nama Willie Baker
ada hubungannya dengan Anda?" Pasti mereka akan mengira aku
orang gila.
Akhirnya Corey mengayuh sepedanya pulang, memotong jalan
tanpa berpikir bagaimana ia tahu jalan terdekat menuju ke rumahnya.
***********
Lamunannya, gambar-gambarnya, serta deja-vu. Semuanya
mengarahkan Corey ke suatu penjelasan yang hampir tak masuk akal
? bahwa ia seorang anak bernama Willie Baker dalam kehidupan
masa lalu! Entahlah, ia tidak tahu apakah ia sudah menjadi gila. Tetapi
Corey perlu bukti lebih banyak sebelum ia bisa menceritakannya
kepada orangtuanya.
Secara kebetulan, ia menemukan beberapa bukti waktu ia pergi
ke perpustakaan kota untuk membuat riset tentang keadaan sekolah
pada awal tahun 1900-an sampai 1940-an dalam rangka peringatan
sejarah kota. Saat ia memperhatikan foto-foto dengan santai, ia
terkejut setengah mati. Ia langsung mengenali tiga foto pertama tanpa
membaca keterangan gambar di bawahnya! Itu penjara lama, gedung
First National Bank, dan Hotel Wilkins. Menurut keterangan
gambarnya, semua bangunan itu sudah dibongkar bertahun-tahun yang
lalu, namun Corey masih mengingatnya dengan baik.
Lalu matanya menatap sebuah gambar yang langsung
dikenalinya. "Yes!" serunya keras-keras, lalu meringis malu waktu
orang-orang di perpustakaan itu melihat padanya. Ia melihat foto
Bulldog Cafe ? sebuah bangunan berbentuk anjing raksasa!
Bangunan itu ada di pertigaan jalan ? persis seperti yang dikatakan
Corey waktu keluarganya baru sampai di Muncie! Menurutketerangan gambarnya, Bulldog Cafe dibangun tahun 1920 dan
merupakan ciri khas kota itu sampai terbakar di tahun 1967. Itu terjadi
sepuluh tahun sebelum Corey lahir, meskipun ingatannya tentang
bangunan itu masih sangat jelas.
Dengan rasa ingin tahu ia melihat-lihat foto lainnya ?
kebanyakan masih dikenalinya ? sebelum ia berhenti pada sebuah
foto yang membuat air matanya menetes jatuh.
Foto itu memperlihatkan puluhan anak-anak ? kebanyak anak
lelaki dengan pakaian yang sudah usang ? turun di stasiun kereta api
Muncie. Wajah-wajah mereka memperlihatkan ketakutan bercampur
kegembiraan, persis seperti yang dirasakan Corey pada saat itu.
Aneh Tapi Nyata Spooky Kids Karya Bruce Nash And Allan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia membaca keterangan gambar itu: "Empat puluh tujuh anak
gelandangan, miskin dan yatim-piatu dari bagian kota paling kumuh di
New York City tiba dengan kereta api untuk memulai kehidupan baru
di Muncie pada tahun 1908. Kedatangan mereka disponsori oleh
Yayasan Bantuan untuk Anak-anak untuk menempatkan ribuan anakanak gelandangan di rumah-rumah orangtua angkat di daerah
pertanian dan kota-kota di jantung negara Amerika."
Corey masih belum mengerti apa maksud semuanya itu. Tetapi
dengan bantuan pustakawan di situ, ia membaca beberapa keterangan
lain tentang Yayasan Bantuan untuk Anak-anak. Sekitar akhir tahun
1800-an, jalan-jalan di New York City dipenuhi ribuan anak-anak
gelandangan.
Menurut sebuah berita, "Mereka adalah gadis-gadis kecil
berpakaian compang-camping yang tidak tahu harus tidur di mana,
anak-anak yang diusir dari rumah para pemabuk, anak-anak yatim
piatu yang tidur di mana mereka bisa menemukan kotak atau kolongtangga, anak-anak lelaki yang disiksa oleh ibu atau ayah tirinya, anakanak yang menjawab atas pertanyaan, 'Di mana kamu tinggal?' selalu
berkata: 'Tak tahu di mana.'
"Meskipun mereka mempunyai keluarga, anak-anak keluarga
miskin mengalami tekanan yang menakutkan. Kejahatan, mabukmabukan di luar batas, serta kepadatan penduduk yang luar biasa
membuat kehidupan di New York tak tertahankan. Di beberapa
perumahan kumuh di Lower East Side, beberapa keluarga sering
tinggal bersama dalam sebuah kamar. Sebuah barak besar ? gedung
'Old Brewery' di Five Points, di mana Worth, Baxter dan Park Street
bertemu ? merupakan 'rumah' untuk sekitar 1,500 orang laki-laki,
wanita dan anak-anak."
Itu dia! pikir Corey. New York... perasaan mual melihat gedung
apartemen itu... lamunan tentang anak-anak jalanan di pergantian
abad... mengapa aku merasa mual di Baxter Street... mengapa aku
ingat kota Muncie!
Corey bergegas ke luar perpustakaan, melompat ke atas
sepedanya, dan mengayuh kembali ke rumah dari bata-bata merah di
Highview Avenue. Ia menaiki tangganya dan membunyikan bel pintu.
Waktu seorang wanita tua membukakan pintu, Corey menjadi panik
untuk sesaat, tak tahu apa yang harus dikatakannya.
"Maaf, Nyonya, nama saya Corey Douglas. Saya, uh, saya ingin
tanya sesuatu. Saya kira rumah ini dulu milik salah seorang keluarga
saya yang tinggal di sini bertahun-tahun lalu," katanya berbohong.
"Tapi entah betul, entah tidak. Apakah rumah ini mempunyai tangga
begitu Anda masuk dan kamar makan di sebelah kiri dan ruang dudukdi sebelah kanan dan dapur di belakang berlantai batu dan dinding
tembok?"
"Kenapa, memang betul," sahut wanita itu.
"Berapa umur rumah ini kira-kira?" tanya Corey.
"Wah, tunggu sebentar. Rasanya rumah ini dibangun tahun
1908."
"Apakah lantai ruang duduk dan ruang makan terbuat dari kayu
dan ada dua kamar tidur di atas?"
"Betul, bagaimana kamu tahu? Apa kamu pernah kemari?"
Corey tidak menjawabnya, sebab ia begitu bersemangat. Kini ia
akan mengajukan satu pertanyaan penting. Ia sudah tak sabar untuk
mendengar jawabannya. "Apakah Anda kenal dengan Willie Baker?"
Wanita itu berpikir sejenak. "Rasanya belum pernah kudengar.
Apakah itu nama saudaramu?"
"Yah, begitulah," sahut Corey, kecewa mendengar jawabannya.
Ia tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya. "Mungkin Anda tahu
siapa yang mula-mula menempati rumah ini."
"Rasanya tidak. Mungkin kamu bisa mencarinya di arsip
jawatan perumahan."
"Terima kasih, Nyonya." Corey berjalan pergi, waktu ia
berbalik dan bertanya, "Apakah masih ada gambar ukiran bunga besar
di langit-langit kamar makan?"
"Oh, tentu saja."
**********
Corey begitu bersemangat waktu ia menceritakan semua yang
terjadi pada kedua orangtuanya, sampai mereka memintanya berbicara
agak tenang karena ia berbicara begitu cepat.Saat ia selesai bercerita, ia berkata, "Bu, Yah, aku tahu kalian
pasti mengira aku sudah gila, tapi mungkinkah bahwa aku... bahwa
aku adalah Willie Baker dalam kehidupan lain?"
Meskipun kedua orangtuanya mempunyai pandangan luas,
mereka agak ragu-ragu juga. Maka Corey memperlihatkan mereka
rumah di Highview, lalu berkata, "Beberapa gambarku masih
terbungkus dalam kotak waktu kita pindah. Yah, masih ingatkah Ayah
apartemen kumuh di New York itu? Kalau aku bisa menemukan
sketsa yang kugambar tahun lalu sebelum kita ke New York dan
kepindahan kita ke Muncie, dan gambar itu sama dengan apartemen
itu dan rumah di Highview, apakah Ayah akan percaya padaku?"
"Nak, itu pasti bisa mengungkapkan persoalan ini," sahut
Professor Douglas.
Corey dengan cemas membongkar kotak-kotak di garasi dan
mengeluarkan buku catatannya tahun lalu. Ia berteriak gembira waktu
menemukan sebuah gambar lengkap gedung apartemen di New York
dan rumah di Highview, Muncie.
"Corey, ini sebuah masalah yang kuat, tapi Ayah tak tahu
apakah kamu punya bukti yang nyata," kata Professor Douglas.
"Tunggu sebentar. Salah seorang rekan Ayah pernah melakukan riset
dalam regresi hipnotik ? yaitu menghipnotis seseorang hingga ia
dapat menceritakan tentang kehidupan masa lalunya. Kalau kamu
mau, Ayah bisa membuat janji supaya kamu bisa bertemu."
"Mau, Yah!" seru Corey. "Biar kita tahu kepastiannya!"
Minggu berikutnya, Corey mengunjungi tempat praktek
psikolog Dr. Joel Feldman, yang bersedia menghipnotis Corey dan
merekam pembicaraannya.Sementara Corey duduk dengan santai di sofa, Dr. Feldman
berkata dengan nada suara lembut, "Rileks, Corey, pejamkan matamu
dan ambil napas dalam dan perlahan. Sekarang bayangkan dirimu
berjalan di sebuah lorong yang kosong dan gelap. Berjalan terus...
terus... sekarang kamu sampai di sebuah pintu. Kalau kamu buka pintu
itu, kamu akan memasuki waktu lain dan kamu akan menyaksikan
kehidupanmu di masa lampau. Sekarang, buka pintu itu perlahanlahan... berjalanlah melaluinya... dan katakan apa yang kamu lihat."
"Aku ada di New York," gumam Corey dibawah hipnotis.
"Tahun 1908... umurku sepuluh tahun... aku kedinginan, kelaparan
dan sendirian di jalanan."
"Siapa namamu?" tanya Dr. Feldman "Baker. Willie Baker."
"Kenapa kamu kedinginan, kelaparan dan sendirian?"
"Aku diusir dari rumah. Tapi tak mengapa. Aku pasti akan lari
juga. Ibuku meninggal dan Ayah ? seorang buruh pelabuhan ?
selalu memukuli aku kalau dia mabuk. Kami miskin sekali. Kami
tinggal di gudang bawah tanah sebuah apartemen berkamar satu di
Hester Street. Aku lebih baik di berada jalanan. Aku mendapat
segobang sehari dari menjual koran World Telegram. Banyak anak
yang nasibnya lebih buruk dari aku. Aku mengais tempat-tempat
sampah untuk mencari makan atau kadang-kadang mencuri makanan
dari gerobak sayur. Aku sering dipukuli anak-anak lain yang lebih
besar untuk memperebutkan makanan atau tempat untuk tidur. Aku
ingin pergi dari tempat ini, tapi tak tahu harus ke mana.
"Polisi menangkap aku karena mencopet dompet, dan
membawaku ke pekerja sosial. Wanita itu menceritakan tentang kereta
api yang mengangkut anak-anak yatim piatu dan bagaimana banyakanak-anak lain seperti aku dikirim ke Midwest untuk mulai kehidupan
baru dengan keluarga angkat, rumah sendiri dan makanan hangat serta
sekolah. Kedengarannya menyenangkan juga. Apa pun akan lebih
baik daripada kehidupanku sekarang.
"Lebih dari empat puluh anak termasuk aku berangkat dengan
kereta api uap menuju ke Indiana! Perjalanan itu adalah peristiwa
terbesar dalam hidupku. Belum pernah aku naik kereta api sebelum
itu. Belum pernah kulihat bagian lain negara ini.
"Apa itu, Tuan?" aku bertanya kepada seorang bapak yang
mengantarkan kami ke Indiana. Ia berkata, 'Pohon jagung.' 'Oh, iya,
jagung. Itu yang dibuat menjadi bubur, ya? Apa di Indiana ada kebun
jagung juga? Oh, lihat! Apa itu yang berwarna oranye dan
kelihatannya lucu-lucu itu?' Dia berkata, 'Labu.' 'Apa itu labu?'
"Kami sampai di Muncie hari Minggu. Hari itu sangat cerah di
musim gugur dan aku ketakutan setengah mati. Kami semua turun dari
kereta, semuanya terdiam, bertanya-tanya siapa yang akan menjemput
kami. Apakah dia seseorang yang sama kejamnya seperti ayahku?
Atau seseorang yang baik, bahkan mungkin kaya? Oh, kuharap dia
seorang kaya. Kami membersihkan badan dan menyisir rambut, dan
bapak itu berpesan agar kami bersikap sopan. Lalu dia membawa
kami ke halaman sebuah gereja, dan orang-orang dewasa berpakaian
bagus-bagus berdatangan dan menanyakan kami macam-macam.
"Seorang lelaki agak tua yang berjanggut dan berjas gelap
melihat padaku. 'Siapa namamu, Nak?' ia bertanya. 'Willie Baker,
tuan.' 'Halo Willie, namaku Donald Henry Lowry. Ini Grace, istriku.'
Wanita itu mengenakan pakaian berwarna pink dan baunya harum.Aku menjawab pertanyaan mengenai diriku ? tak ada banyak yang
dapat kuceritakan.
"Lalu Pak Lowry bertanya, 'Adakah yang ingin kau tanyakan
mengenai kami?' Maka aku berkata, 'Nyonya, apakah nyonya pintar
masak?' Mereka tertawa-tawa. Kelihatannya mereka orang-orang baik.
Wanita berkata, 'Apa kau mau ikut kami pulang? Kami tidak
mempunyai anak sendiri. Kami punya sebuah rumah baru dengan
kamar tidur yang masih kosong dan bisa jadi kamarmu sendiri. Apa
kamu suka anjing? Kami punya tiga bulldog yang bisa kau ajak
bermain di kebun.'
"Rasanya aku seperti menang lotere. Sebuah rumah ? bukan
sebuah kamar di bawah tanah ? dan sebuah kamar sendiri untukku,
kebun, anjing, dan segalanya! Tapi, aku masih takut. 'Berapa lama aku
boleh tinggal?' tanyaku. 'Untuk selamanya, sayang,' kata wanita itu.
Aku masih takut, tapi aku merasa senang.
"Belum pernah kulihat begitu banyak rumah dan pohon yang
begitu bagus. Jalan-jalannya sepi dan bersih. Akhirnya kami sampai di
rumah mereka. Aku tak dapat mempercayainya. Megah sekali! Jauh
lebih bagus dari yang pernah kuimpikan. Bata-bata merah dengan
beranda tinggi dan pilar-pilar dari batu serta cerobong asap yang
tinggi di depan. Aku berlari dari kamar yang satu ke kamar yang lain.
Yang satu lebih bagus dari yang lain. Kamar tidurku ada di atas, dan
aku bisa melihat kebun yang hijau di bawah. Dari situ pun tampak
tempat orang berjalan kaki di Hester Street.
"Malam itu aku tak dapat tidur. Aku sangat gelisah. Aku takut
kalau ini semua takkan berlangsung lama. Maka diam-diam aku
masuk ke dalam gudang. Aku menemukan pisau memancing PakLowry, lalu kukerat inisial namaku dengan huruf besar-besar di
dinding gudang: W.B. Aku ingin meninggalkan sebuah tanda di situ."
Di bawah pengaruh regresi hipnotik, Corey menceritakan
bagaimana keluarga Lowry membesarkan Willie dengan penuh cinta
kasih yang tak pernah ia dambakan sebelumnya ? dan dia pun
membalas cinta kasih mereka. Willie mengikuti pelajaran dengan baik
di sekolah, meskipun ia harus mulai dua kelas di bawah karena ia tak
pernah bersekolah di New York. Dia menjadi seorang pemain bisbol
yang tangguh yang bisa menembakkan bola secara tepat dengan
tangan mana saja. Permainan bisbol, bulldog dan teman-temannya
membuat hidupnya sangat bahagia.
Tapi kemudian pecahlah Perang Dunia I. Willie mendaftarkan
dirinya tahun 1917 pada usia 19 tahun dan bertempur di Perancis. Ia
selamat dalam peperangan tanpa cedera yang berarti. Tahun
berikutnya, Donald Lowry meninggal waktu berjangkit epidemi
influenza yang mematikan. Setelah perang, Willie kembali ke Muncie
untuk mengurus Grace. Tahun 1920 Willie membangun sebuah
restoran kecil berbentuk bulldog di Simpang Tiga. Dia
menamakannya Bulldog Cafe.
Pada tahun 1926, secara tragis, pada usia dua puluh enam tahun,
hanya beberapa bulan sebelum pernikahannya, Willie meninggal. Dia
sedang memancing dengan seorang temannya di Sungai Buck yang
sedang pasang dan beraliran deras sehabis badai. Ketika temannya
tergelincir dari tepi sungai, Willie melompat untuk menolongnya. Tapi
sayang keduanya tak dapat berenang, hingga akhirnya mereka tewas.
***********Ketika Corey disadarkan kembali dari hipnotis, ia merasa begitu
lega ? dan kagum. Akhirnya, ia telah menemukan Willie Baker!
Semua ingatan dan perasaan aneh yang terus bermunculan dalam
pikirannya memang pernah terjadi pada dirinya di masa lampau!
Sekarang ia mengerti hubungan antara apartemen di Hester Street dan
rumah di Highview. Sekarang ia tahu mengapa ia bisa melakukan
pitch dengan kedua belah tangan. Dan sekarang ia tahu mengapa ia
begitu takut pada air!
Kalau masih ada keraguan, maka hal itu dapat disingkirkan oleh
dua penemuan yang diperoleh orangtua Corey ketika melihat-lihat
arsip tua di Jawatan Perumahan Kota. Mereka menemukan iklan
kematian Willie Baker, usia dua puluh enam, meninggal karena
tenggelam pada tanggal 15 Agustus 1926. Mereka juga menemukan
bukti bahwa Donald dan Grace Lowry membangun sebuah rumah di
Highview 707 pada tahun 1908. Hanya ada satu pertanyaan lagi yang
ingin dipecahkan Corey. Dia dan kedua orangtuanya mengunjungi
rumah di Highview dan diberi izin oleh si pemilik rumah untuk
melihat gudang bawah tanah. Dinding gudang, yang dibuat dari batu
gamping telah beberapa kali dicat selama bertahun-tahun. Corey
sangat berharap agar cat itu jangan sampai menutupi tanda pengenal
yang begitu ingin ditemukannya.
Perlahan-lahan dan sangat teliti ia memeriksa semua dinding,
berusaha menemukan goresan sekecil apa pun.
Akhirnya, setelah menggeser sebuah lemari file tua, Corey
menemukan apa yang dicarinya di sebuah sudut yang hampir tak
kelihatan. "Ini dia!" teriaknya. "Ini tandanya!"
Terukir dalam di tembok tampak huruh-huruf W.B.SI PEMBACA MATA UANG
Ketika Pak Tua Crimmins meninggal, semua orang merasa
yakin bahwa dia meninggalkan sejumlah besar uang. Tetapi tak
seorang pun tahu di mana dia menyimpannya.
Bagaimanapun juga, dia meninggalkan pesan yang aneh
mengenai uang itu kepada sahabatnya yang baru, seorang bocah lelaki
berusia tiga belas tahun bernama Sean Davis. Petunjuk itu merupakan
misteri yang hanya dapat dipecahkan dengan keahlian khusus Sean,
yaitu kekuatan psikisnya.
*********
Walter Crimmins adalah lelaki paling aneh yang pernah ditemui
Sean.
Menurut desas-desus orang-orang di sekitar situ, Crimmins
boleh dikatakan seorang jutawan dengan membuat peruntungannya di
pasar saham. Lelaki bertubuh pendek, berambut putih dan berusia
tujuh puluh tahun itu kikir dan tak suka bergaul. Dia tinggal sendirian
di sebuah rumah kecil berlantai dua yang tak pernah dicat selama
bertahun-tahun. Dia menggunting rumput di kebunnya dengan mesin
pemotong rumput yang didorong, tidak punya mobil dan membeli
pakainnya di toko pakaian bekas.Seorang lelaki yang jarang berbicara, Crimmins tak pernah
membiarkan seorang pun masuk ke rumahnya dan tak pernah
menginjakkan kakinya di rumah orang lain. Dia hanya keluar kalau
perlu membeli sesuatu. Jika tidak, dia akan tinggal di rumah dengan
gorden ditutup. Tentu saja anak-anak di sekitar situ mengarang
bermacam-macam cerita yang aneh mengenai dia dan selalu
menjauhinya.
Sean adalah satu dari hanya beberapa anak yang pernah
berbicara dengan Crimmins, sebab rumah pak tua itu termasuk
wilayah antaran korannya. Dan Sean merasa kasihan padanya.
"Yang dia butuhkan hanya seorang teman," kata anak itu pada
Aneh Tapi Nyata Spooky Kids Karya Bruce Nash And Allan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
teman-temannya.
"Yang dia butuhkan adalah perawatan di rumah sakit jiwa," kata
mereka.
"Dia cuma seorang lelaki tua yang kesepian," kata Sean.
"Dengan banyak uang yang disembunyikan di rumahnya," sahut
mereka.
"Jangan begitu, dong, kata Sean. "Mana ada sih, orang yang
punya banyak uang hidupnya seperti itu."
Suatu hari, tak lama setelah Sean ke rumah Crimmins untuk
menagih pembayaran langganan koran, anak itu menyadari bahwa
tanpa sadar ia telah menyertakan koin keberuntungannya dalam uang
kembalian kepada pak tua itu.
Koin itu ? sebuah uang logam dari nekel buatan tahun 1913
dengan gambar kerbau pada satu sisi dan kepala Indian di sisi lainnya
? dihadiahkan kepada Sean oleh ayahnya, yang mendapat uang itu
dari kakek Sean. Sejak itu Sean selalu membawa uang itu di dalamsakunya agar ia beruntung. Entah bagaimana, koin itu tercampur
dengan uang kembalian lain di dalam sakunya.
Esok harinya, Sean kembali ke rumah Crimmins. Pintu
membuka. Sebelum anak itu mengatakan sesuatu, pak tua itu berkata,
"Kamu kembali karena kamu memberi aku koin yang keliru sebagai
uang kembalian. Benar, kan?"
"Kok, Anda tahu?" tanya Sean heran.
"Koin itu mengatakan padaku."
"Huh?"
Sambil menunjuk kepala kerbau itu, Crimmins bertanya dengan
lembut, "Pernahkah kamu berhenti sebentar untuk memikirkan
kehidupan sebuah koin yang khusus? Berapa banyak orang yang
pernah menyentuhnya sebelum kamu? Barang apa saja yang dapat
dibelinya? Siapa yang terakhir memilikinya? Betapa pentingkah
artinya, jika ada, bagi pemiliknya? Ambil saja koinmu ini sebagai
contoh. Bagi kebanyakan orang, ini hanya lima sen. Tapi bagi kamu,
mungkin tak ternilai. Kupikir, koin ini sudah ada di tangan
keluargamu selama bertahun-tahun."
"Kakek saya ?"
Crimmins menyelanya. "Oh, iya, ayahnya memberikannya
kepadanya pada hari ia dilahirkan tahun 1913. Lalu kakekmu
memberikannya kepada ayahmu pada hari ia dilahirkan, dan ayahmu
memberikannya padamu pada hari kamu dilahirkan. Benarkah?"
Sean yang terdiam, karena apa yang dikatakan pak tua itu
semuanya benar, hanya mengangguk perlahan.
"Nah, ini uang nekelmu." Crimmins menyodorkan koin itu
kepada Sean. "Oh, ngomong-ngomong, ini tip buatmu karena selalumengantarkan koran pagi-pagi sebelum aku bangun." Crimmins lalu
memberikannya uang setalen.
Setalen, pikir Sean. Pelit amat sih orang ini. Kebanyakan orang
yang berlangganan memberiku lima dollar waktu Natal. Tapi setalen?
Crimmins melihat pandangan Sean yang kecewa. "Belajarlah
membaca koin itu, Nak, belajarlah membaca koin itu." Pak tua itu
tersenyum dan menutup pintu.
Apa maksudnya dengan "membaca koin"? pikir Sean. Dan
bagaimana dia tahu semua hal mengenai koin nekelku? Duh, orang ini
benar-benar aneh.
Malam itu di tempat tidur, Sean memperhatikan uang talenan
yang diberikan Crimmins kepadanya. Membaca koin, huh? Yah, coba
kita lihat. Ini uang talenan buatan tahun 1932, dan huruf D pada
tahunnya berarti uang ini dibuat di Denver. Gambar George
Washington ada pada satu sisi dengan kata-kata "Liberty" dan "In
God We Trust." Sisi lainnya bergambar elang dengan kata-kata
"Seperempat Dollar," "The United States of America," dan "E
Pluribus Unum." Entah apa artinya. Membaca koin?
Saat ia memegang koin itu, ia mulai melihat kilasan-kilasan
dalam pikirannya tentang suatu koleksi koin, tentang Crimmins yang
sedang mempelajari koin dengan kaca pembesar. Hei, mungkin koin
ini mempunyai nilai khusus. Apa benar?
Esok harinya, Sean mengunjungi sebuah toko koin dan meminta
uang telenan itu dinilai. Pemilik toko itu mengatakan bahwa tahun
1932 adalah tahun pertama uang talenan dicetak bergambar George
Washington pada satu sisi. Itu membuat telenannya berharga. Karena
kondisinya baik sekali, nilainya $60!Sean tergoda untuk menjualnya, tapi entah mengapa, akhirnya
ia menyimpannya. Sambil memegang koin itu di tangannya, Sean
mendapat gambaran lain tentang pak tua itu: sulit dimengerti, sedih,
dan kesepian. Ternyata dia tak sekikir seperti dikatakan orang.
Malahan, Sean menduga bahwa Crimmins adalah seorang lelaki yang
sangat murah hati. Dan ia merasa pak tua itu ingin menjumpainya lagi.
*********
"Aku berharap kamu akan kembali," kata Crimmins pada Sean.
"Mari masuk."
Itulah pertama kalinya Sean masuk ke dalam rumah pak tua itu.
Ruang tamunya apik dan bersih, dengan perabotan kuno dari jaman
dulu.
"Pak Crimmins, mengenai uang talenan yang Bapak berikan itu,
saya rasa Bapak tahu banyak tentang koin."
"Benar sekali, Nak, benar sekali. Aku seorang numismatist ?
kata yang aneh untuk seorang kolektor koin."
"Tapi koin itu bernilai..."
"...antara $50 sampai $60. Aku tahu."
"Wah, terima kasih. Saya senang sekali dengan tip sebanyak itu.
Belum pernah saya mendapat tip sebesar itu."
"Duduklah, Sean. Apa yang akan kukatakan mungkin akan
membuatmu terkejut, tapi jangan khawatir." Sean duduk di sofa dan
Crimmins menarik sebuah kursi menghadapi anak itu. "Aku percaya
kamu punya bakat khusus, tapi mungkin kamu sendiri tidak
mengetahuinya," kata Crimmins. "Pernahkah kamu dengar tentang
ESP?""Extrasensory Perception (Pemahaman Indera Khusus)," sahut
Sean. "Masalah psikis."
"Persis. Beberapa orang mempunyai kemampuan untuk
berkomunikasi melalui pikiran dan perasaan. Ada juga yang bisa
meramal atau melihat masa lampau. Ada pula yang bisa menceritakan
hal-hal aneh tentang dirinya melalui getaran suatu benda. Aku punya
kemampuan psikis itu, Sean. Dan kukira kamu juga punya ? hanya
kamu tidak tahu."
Sean mulai bangkit dari kursinya dan berkata gugup, "Maaf,
saya harus pergi sekarang."
"Aku tahu apa yang kau pikirkan, Sean. Kamu mengira aku
seorang pembual, seorang tua yang bicaranya ngawur. Dan kamu
ingin pergi tanpa menyinggung perasaanku. Benarkah?"
"Yah..."
"Duduklah dulu sebentar. Aku ingin memberikan sesuatu untuk
kau simpan." Crimmins melepas kalung perak dari lehernya.
Gandulannya adalah sebuah uang dollar perak kuno yang penyok,
seperti bekas diketuk seseorang. Crimmins menyerahkannya kepada
Sean dan berkata, "Oke, pejamkan matamu dan katakan apa yang
terlintas dalam pikiranmu. Tenang saja."
Sean melakukan apa yang dikatakannya. Perlahan-lahan, mulai
tampak gambaran dalam pikirannya. "Saya melihat seorang perajurit
dalam peperangan, seperti mungkin dalam Perang Dunia II. Dia
tertembak ? dia berdarah. Dia dipegangi seorang prajurit lain, yang
berusaha keras untuk tidak menangis..." Sean membuka matanya.
"Kenapa, itu Bapak ya? Bapak adalah prajurit yang berusaha
menolong dia!"Tanpa menyahut ya atau tidak, Crimmins dengan lembut
berkata pada Sean, "Pejamkan matamu dan berceritalah lagi."
"Perajurit yang hampir tewas itu memberi Bapak sesuatu. Itulah
koinnya. Bapak berjanji untuk menyimpannya selama-lamanya... dan
dia pun tewas..." Suara Sean bergetar. Penglihatan itu seakan-akan
begitu nyata. Tapi dia takut untuk mempercayainya, karena itu dia
berusaha menghapusnya. "Kata orang, saya punya imajinasi yang
bagus."
"Itu bukan imajinasimu, Nak. Dollar perak itu diberikan sahabat
karibku, Charley Butler, sesaat sebelum dia tewas dalam Perang
Korea tahun 1951." Crimmins membungkuk ke depan dan dengan
nada gembira berkata, "Betul, kan? Kamu punya bakat itu!"
Sean begitu terperanjat hingga ia tak dapat berkata-kata. Dia
menjatuhkan koin itu dan berkata, "Maaf, saya harus pergi sekarang.
Bye, Pak Crimmins." Lalu ia bergegas ke luar rumah itu dan cepatcepat pulang ke rumah. Apakah orang ini gila? pikir Sean. Apakah dia
main tipu-tipnan? Bisa saja dia mengiyakan apa yang kukatakan. Pasti
dia orang tua iseng yang mau main-main denganku.
Pagi-pagi keesokan harinya, Sean melempar koran ke anak
tangga Pak Crimmins waktu lampu gerbang menyala dan si pak tua
berjalan ke luar. "Sean, punya waktu sebentar? Aku ingin
memperlihatkan sesuatu padamu, lalu kamu bisa langsung pergi."
Akhirnya Sean masuk ke dalam dan mengikuti Crimmins ke
ruang kerjanya di mana ia menunjukkan sebuah foto hitam-putih yang
tergantung di dinding. Di foto itu tampak dua orang prajurit saling
berdampingan dengan celana loreng dan kaos oblong tersenyum di
depan bunker dari karung pasir."Pernahkah kamu ke kamar ini sebelumnya atau melihat foto
ini?" tanya Pak Crimmins.
"Belum, Pak."
"Bagus. Sekarang, perhatikan baik-baik dan katakan apa yang
kamu lihat."
"Wah, itu yang di sebelah kiri kan Bapak!"
Jantung Sean mulai berdebar-debar. Itu adalah prajurit yang
tewas, yang tampak dalam pikirannya kemarin dulu! Sean
mengangguk lemah.
"Ah, tapi ada sesuatu yang lain. Lihat apa yang dia pakai di
lehernya."
"Sebuah dollar perak. Seperti yang Bapak pakai."
"Charley memakainya waktu pertama kali kami berangkat ke
Korea," kata Crimmins. "Beberapa minggu kemudian, waktu
bertempur, dia tertembak dekat jantungnya. Tapi dollar perak ini
menahan peluru itu dan menyelamatkan dia. Itu sebabnya mengapa
ada penyok pada dollar itu. Dollar perak ini adalah jimat
keberuntungannya. Dia bersumpah bahwa tak ada yang bisa
mencelakakan dia selama dia memakainya. Paling-paling dia hanya
luka tergores saja selama berbulan-bulan.
"Kemudian pada suatu malam, aku harus memimpin suatu misi
yang berbahaya. Charley diperintahkan untuk tinggal, jadi dia berikan
padaku dollar perak itu agar selamat. Pasukanku disergap dan
beberapa orang prajurit tewas. Untunglah aku selamat. Kami baru saja
kembali ke kamp, waktu suatu pertempuran dahsyat pecah. Charley
tertembak. Aku mengambil dollar perak itu dan mengalunginya dilehernya. Tetapi dia katakan, sudah terlambat, dan agar aku
menyimpannya saja. Lalu dia tewas dalam pelukanku."
Untuk pertama kalinya, Sean mulai percaya bahwa mungkin ia
punya kemampuan khusus yang tidak dapat dijelaskan. Ia
menceritakan kepada Crimmins waktu ia menemukan sebuah arloji
wanita dekat selokan di pinggir jalan. Meskipun ia belum pernah
melihatnya, ia punya perasaan kuat bahwa arloji itu milik Bu Dixon,
yang tinggal beberapa blok jauhnya dari situ. Ternyata benar dia yang
kehilangan arloji itu.
Kemudian Sean pernah ikut dalam kampanye pengumpulan
pakaian bekas untuk para tuna wisma. Waktu ia membawa dua
bungkusan besar yang disumbangkan oleh Bapak dan Ibu Winston ?
tetangga yang belum begitu dikenalnya ? Sean langsung bisa merasa
terluka, marah dan frustrasi. Ia tak dapat menjelaskan mengapa.
Beberapa minggu kemudian, ia baru tahu bahwa keluarga Winston
telah bercerai.
"Yang kamu miliki itu adalah kemampuan psikis yang
dinamakan psikometri," jelas Crimmins pada Sean. "Itu berarti kamu
bisa mempelajari hal-hal tentang orang lain, hanya dengan memegang
benda milik mereka di tanganmu dan merasakan getaran, pikiran, atau
penglihatan. Ada sebuah teori bahwa segala sesuatu yang pernah ada
sejak permulaan telah meninggalkan suatu jejak tak kelihatan
nengenai keberadaannya. Sama seperti kalau kamu memotret.
Bayangan itu tidak kelihatan sampai film itu diproses. Dalam
psikometri, orang-orang yang berbakat menggunakan pikiran mereka
untuk memperlihatkan atau 'mengembangkan' jejak-jejak yang tak
kelihatan dari suatu benda, dan mengungkapkan siapa pemiliknya.""Begitukah caranya Bapak tahu tentang nekel kerbauku?"
Crimmins mengangguk. "Kita semua mempunyai bakat
istimewa. Aku 'membaca' koin. Dengan kata lain, aku memegang koin
di tanganku lalu menceritakan tentang orang-orang yang pernah
memilikinya. Hal ini hanya mungkin kalau orang itu menyimpan koin
itu untuk waktu cukup lama. Kamu akan heran kalau tahu apa yang
dapat kamu pelajari tentang orang-orang. Rasanya seperti menguping
mereka atau mengintip buku harian mereka tanpa melakukan itu
sebenarnya.
"Nah, kembali ke pertanyaanmu. Aku mula-mula menduga
bahwa kamu punya bakat itu waktu kamu memberikan aku uang nekel
kerbau itu tanpa sengaja. Aku mendapat penglihatan yang sangat jelas
waktu membaca koin itu. Aku pelajari sejarah keluarga si empunya,
dan aku juga 'melihat' beberapa hal pada kamu. Misalnya, kamu
mempunyai rapor yang bagus, menyayangi orangtuamu, dan kamu
naksir seorang gadis manis berambut merah. Benarkah?"
"Hei, itu penglihatan masalah pribadi!"
"Boleh jadi, tapi kamu juga membaca koin yang kuberikan dan
mengetahui sesuatu tentang diriku, kan?"
"Yah, aku memang tidak tahu apa yang kulakukan."
"Memang perlu kesabaran dan konsentrasi untuk membaca
benda-benda. Paling mudah kalau benda itu mempunyai arti khusus
bagi seseorang selama masa yang paling berkesan dalam hidupnya,
ini, cobalah." Crimmins memberikan sebuah cincin emas kepada
Sean. "Apa yang bisa kau ceritakan tentang pemiliknya?"
Sean memainkan cincin itu dalam tangannya. "Yah, saya yakin
pemiliknya seorang wanita... dia manis sekali... baik hati... sukamembantu orang lain. Sebentar, uh, dia mencintai..." Sean menatap
Crimmins. "Dia mencintai Bapak... dia adalah istri Bapak."
Mata Crimmins berkaca-kaca. "Dia seorang malaekat. Waktu
dia tewas dalam kecelakaan mobil tahun 1960, aku merasa tak ingin
hidup lagi. Aku menutup sebagian besar dunia dan menghabiskan
waktu dengan membeli dan menjual koin." Crimmins mulai bersin
dan terbatuk-batuk. "Eh, aku bicara terus tentang hal-hal yang tak
ingin kau dengar. Nah, pergilah sekarang. Aku lelah dan tidak enak
badan."
Beberapa minggu kemudian, Sean memperhatikan bahwa
koran-koran di tangga rumah Crimmins tidak pernah diambil selama
tiga hari. Karena pak tua itu tak pernah pergi ke mana-mana, Sean
menjadi cemas dan mengetuk pintu. Tak ada yang membukakan. Sean
memeriksa jendela-jendela, sampai ia menemukan sebuah jendela
yang tak terkunci. Ia membukanya dan merangkak masuk. "Pak
Crimmins! Pak Crimmins! Bapak di mana?"
Terdengar suara erangan dari lantai atas, dan Sean bergegas
menaiki tangga. Ia menemukan pak tua itu terbaring di tempat
tidurnya dengan sesak napas. "Pak Crimmins! Saya akan mencari
pertolongan!" Sean menelepon 911, lalu duduk mendampingi orang
tua itu.
"Aku tak pernah menyempatkan diri menulis surat wasiat," kata
Crimmins dengan suara lirih dan hampir tak terdengar. "Sekarang
sudah terlambat." Ia membuka tangannya yang kurus dan gemetar,
lalu memberikan dollar perak keberuntungannya kepada Sean. "Ini
buat kamu. Bacalah koin itu. Maka kamu akan tahu apa yang harus
kamu lakukan."Crimmins meninggal dunia keesokan harinya.
Sean sangat sedih hingga ia tak bisa merasakan getaran psikis
dollar perak itu. Malahan, selama seminggu ia tak tega melihatnya.
Aneh Tapi Nyata Spooky Kids Karya Bruce Nash And Allan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun akhirnya ia mencoba membaca koin itu. Setiap hari ia akan
duduk selama beberapa menit, menggenggam dollar itu dalam
tangannya, lalu berkonsentrasi.
Mula-mula, semua yang dilihatnya adalah adegan perang yang
dialami Crimmins dan sahabatnya Charley. Tetapi lama kelamaan,
bayangan lain mulai tampak yang menggambarkan sejarah hidup
Crimmins yang singkat dan mengagumkan: Seorang veteran perang
pulang ke rumah setelah perang usai dan menikah dengan kekasihnya.
Mereka sangat bahagia. Mereka membeli sebuah rumah, dan
Crimmins bekerja sebagai pedagang saham. Pasangan itu terluka
parah dalam sebuah kecelakaan mobil mengerikan, yang menewaskan
istrinya. Crimmins selamat, namun ia mengalami depresi berat,
berhenti bekerja dan hidup menyendiri dengan koleksi uang koinnya.
Namun Sean kemudian "melihat" dua hal mengenai Crimmins:
Pak Tua itu telah menyumbangkan ratusan ribu dollarnya untuk amal
dan masih menyimpan banyak uang. Tetapi di mana? Sean tidak tahu,
tetapi dengan membaca koin itu ia merasa bahwa foto Crimmins
bersama sahabatnya Charley semasa perang itu menyimpan suatu
rahasia.
**********
Sesudah kematian Crimmins, Brent Sanders, seorang
kemenakannya yang lama tak terdengar dan satu-satunya keluarga
Crimmins yang masih hidup, menyatakan dirinya sebagai ahli waris
rumah itu beserta segala isinya ? termasuk koleksi koin pak tua itu,yang dinilai seharga $10,000. Tetapi Sanders yakin bahwa mendiang
pamannya masih menyimpan lebih banyak uang lagi di rumah itu.
Maka ia memeriksa setiap kamar dengan saksama, mencari uang itu.
Ia memeriksa semua laci-laci dan lemari, setiap celah dan lubang,
namun sia-sia. Kemudian Sanders yang frustrasi itu merobek semua
kasur dan bahkan pelapis perabot serta kursi-kursi makan dengan rasa
penasaran dan marah. Namun yang ditemukannya cuma sebuah uang
picisan.
Sanders sedang membongkar lantai di ruang tamu waktu Sean
mengetuk pintu. "Siapa kamu?" bentak Sanders.
"Saya Sean Davis. Saya teman Pak Crimmins."
"Dia tak punya teman," hardik Sanders kesal.
"Saya temannya dan pengantar korannya."
"Eh, saya tak punya waktu untukmu, tahu! Saya sedang sibuk.
Mau apa kamu?"
"Saya hanya ingin tanya. Ada sebuah foto Pak Crimmins yang
tergantung di kamarnya. Kalau boleh, saya mau minta foto itu, yah,
sekedar untuk kenang-kenangan saja."
"Yah, boleh. Ambil sana, tapi cepat."
Sean masuk ke kamar Pak Crimmins dan hati-hati mengambil
foto hitam-putih itu dari dinding. Sampai di rumah, ia meletakkan foto
itu di pangkuannya dan berusaha menangkap getaran-getaran
psikisnya. Dalam bayangannya, ia melihat dua buah koin dan puluhan
ribu dollar lagi. Tapi apa yang dilihatnya berbeda dari yang lain. Sean
merasa bahwa koin-koin itu tak ada hubungannya dengan yang ada
dalam foto, namun waktu ia memegang foto itu, bayangan koin itubegitu kuat dan belum pernah ia merasakannya secara psikis. Dan
akhirnya ia mengerti.
Sean mengambil sebuah obeng dan membuka frame foto itu. Ia
membuka pelapis belakangnya, dan dengan gembira mendapatkan apa
yang dilihatnya dalam bayangannya ? dua buah koin yang serupa,
keduanya dollar perak. Sambil memegang kedua koin itu, ia yakin
bahwa nilainya sangat berharga.
Ia takut ke toko koin karena khawatir si penjualnya ingin
mengeruk keuntungan sendiri, sebab ia hanya seorang anak. Karena
itu Sean pergi ke perpustakaan dan membalik-balik buku tentang
petunjuk nilai koin. Di buku itu ada sebuah gambar koin yang rupanya
persis sama dengan yang ditemukannya ? sebuah dollar perak S.
Morgan buatan tahun 1893. Apa yang dibaca Sean selanjutnya,
hampir membuatnya pingsan. Koin itu, dalam keadaan baik, nilainya
$50,000! Dan ia mempunyai dua koin itu ? keduanya dalam keadaan
baik!
***********
Sean merasa seakan-akan bermimpi. Ia menyembunyikan kedua
koin itu di ujung dalam sepatu tenisnya di lemari. Ia tidak tahu apa
yang harus dilakukannya.
Sean ingin menyimpan koin itu. Tapi kemudian ia teringat katakata terakhir Crimmins kepadanya: "Bacalah koin itu. Maka kamu
tahu apa yang harus kamu lakukan." Ia mengeluarkan dollar perak
Crimmins yang penyok dan berusaha merasakan getaran-getarannya.
Lalu ia melihat sosok seorang lelaki yang dipercaya Crimmins selama
bertahun-tahun. Sean mengenali orang itu sebagai salah satu darihanya beberapa orang yang menghadiri pemakaman Crimmins. Dia
adalah Edward Pollard, wakil direktur City National Bank.
Esok harinya, Sean mengunjungi Pollard dan mereka bicara
tentang pak tua itu.
"Sayalah yang mengurus keuangan Pak Crimmins sejak
pertama kali bekerja sebagai karyawan di sini tahun 1974," kata
Pollard kepada Sean. "Dia seorang lelaki yang kesepian dan
pemurung. Tapi aneh. Hatinya benar-benar emas. Jadi kamu
temannya, ya? Nah, kalau begitu saya akan menceritakan sesuatu yang
besok akan muncul di koran-koran.
"Uang tidak berarti bagi Pak Crimmins secara pribadi. Setelah
istrinya meninggal, dia hanya punya satu kesenangan ?
menyumbangkan uang untuk amal tanpa seorang pun tahu, kecuali
aku. Dia sering menjual koinnya yang langka dan memberikan
uangnya padaku untuk disumbangkan kepada yayasan atau badan
yang membutuhkan, tanpa menyebut namanya. Biasanya untuk anakanak, sebab dia sendiri tak punya anak. Kamu tahu, siapa yang
membiayai perawatan bayi-bayi penderita AIDS, rumah penampungan
para tuna wisma, dan membangun gedung pertemuan untuk para
remaja? Dan kamu kira siapa yang mendanai Pusat Kesejahteraan
Orangtua-Anak dan rumah-rumah yatim-piatu kalau mereka
kekurangan dana? Pak Crimmins. Tapi dia tidak mau seorang pun
tahu hal itu. Dia menyuruh saya bersumpah memegang teguh rahasia
ini. "Sekarang, setelah dia meninggal, saya rasa masyarakat perlu
tahu betapa demawannya dia. Satu-satunya penyesalan saya hanya
bahwa saya tak berhasil memintanya membuat surat wasiat. Jadisekarang keponakannya menjual semua koleksi koinnya dan
mengambil uang itu untuk dirinya sendiri. Saya tahu dia mengobrakabrik seluruh rumah untuk mencari uang yang disembunyikan
pamannya. Dan pasti ada uang di rumah itu, entah berupa uang tunai
atau koin langka, karena Pak Crimmins mengatakan pada saya bahwa
dia ingin memberikan sumbangan dana lagi untuk menolong anakanak yang cacat mental. Wah, rupanya saya bicara terus sedari tadi.
Ada yang bisa saya bantu?"
"Tentu saja, Pak Pollard." Saat itu Sean teringat akan
kemurahan hati Crimmins, dan dia tahu persis apa yang akan
dilakukannya dengan dua dollar perak Morgan buatan tahun 1893 itu.PENYELAMATAN BLACKJACK
Bagi anjing kesayangan Jessica Miller, itu merupakan persoalan
hidup atau mati. Anjing pelacak Labrador hitam itu terbaring nyaris
tewas di dalam hutan, dan tak seorang pun tahu di mana. Jessica
menyadari bahwa hanya ada satu harapan untuk menemukannya pada
waktunya ? menghubungi anjing itu melalui ikatan batin!
*********
Saat pertama kali Jessica melihat Blackjack, dia tahu bahwa
anjing itu sangat istimewa. Hanya dia tak tahu seberapa istimewanya.
Waktu itu, Jessica adalah seorang gadis berusia sebelas tahun
yang pemalu, bertubuh gemuk, dan tidak mempunyai banyak teman di
sekolah. Dibesarkan di Macon, Georgia, dia biasanya sendirian saja
dan menghabiskan waktunya dengan membaca buku dan nonton
televisi.
Orangtuanya ingin memberinya seekor anjing. Mereka berharap
bahwa seekor anak anjing yang bisa dipelihara dan dilatihnya bisa
membawa anak itu keluar dari sarangnya. Lalu mereka pun
membawanya ke penjual binatang peliharaan agar dia dapat memilih
sendiri.
Setelah memeriksa ke beberapa kandang, Jessica belum dapat
memutuskan pilihannya antara seekor anak anjing yang terusmenyalak dan seekor terrier yang sangat lincah. "Susah juga ya, untuk
memilih," katanya. "Dua-duanya begitu lucu dan menggemaskan.
Oke, saya pilih ?"
Tiba-tiba Jessica mendengar sebuah suara kecil dalam batinnya
berkata, "Anak anjing yang hitam. Anak anjing yang hitam." Dari
semua anjing yang dilihatnya hari itu, tak ada yang bulunya hitam.
Tapi waktu Jessica membalik, dia melihat seorang pengurus binatang
menggendong seekor anak anjing Labrador yang ketakutan dan
gemetar untuk dimasukkan ke dalam kandang. Saat mata cokelat anak
anjing itu menatap mata Jessica, dia berhenti gemetar. Ekornya, yang
terselip di antara kedua kaki belakangnya, mulai mengibas-ngibas.
"Bolehkah saya menggendongnya?" pinta Jessica pada lelaki
itu. Waktu Jessica menggendong anak anjing itu dan merasakan
hangatnya lidah anjing yang menjilat dagunya, ia langsung
menyayanginya. "Aku yakin, dialah yang mengatakan agar aku
memilihnya," kata Jessica kepada orangtuanya.
"Yang ini saja. Saya sudah punya nama yang bagus untuknya
? Blakjack."
Keputusan orangtua Jessica untuk memberinya seekor anjing
memang tepat. Dengan Blackjack sebagai sahabat, kehidupan gadis
kecil itu seakan-akan berubah. Jessica tampak jadi gembira dan
bersemangat. Dia mulai berlari-lari pagi dengan Blackjack, bermain
Frisbee di taman, dan berenang dengan anjing itu di kolam. Blackjack
juga sama bersemangatnya untuk mempelajari hal-hal baru yang
diajarkan Jessica.
Anjing itu bukan hanya sekedar binatang peliharaan. Dia adalah
sahabat karib Jessica. Gadis itu bisa menceritakan apa saja danmengenai apa saja kepadanya ? hal-hal yang tidak dapat
diungkapkannya pada gurunya, guru pembimbing, atau bahkan
orangtuanya. Kalau dia merasa sedih atau ingin memecahkan suatumasalah, anjing itu akan bergayut pada Jessica dan meletakkan
kepalanya di pangkuan Jessica untuk mendengarkan ? kadangkadang selama berjam-jam.
Blackjack tahu kapan dia harus memberikan pandangan
bersimpati, mengibaskan ekornya, atau mendengking kecil penuh
pengertian.
Jessica pertama kali tahu bahwa dia dan Blackjack mempunyai
ikatan batin yang kuat setahun setelah dia memiliki anjing itu.
Gadis itu menderita gangguan otak yang disebut epilepsi atau
ayan ? suatu keadaan di mana otak mengalami kejutan-pendek secara
berulang, hingga si penderita mengalami kejang-kejang tak terkontrol
selama beberapa saat. Meskipun Jessica minum obat untuk mengatasi
gangguan itu, sekali-sekali, terutama kalau dia sedang kelelahan,
penyakitnya akan kumat.
Suatu hari, waktu Jessica sedang membereskan meja, Blackjack
mulai mendengking dengan suara tinggi yang belum pernah didengar
Jessica sebelumnya. Anjing itu terus berlari-lari mengelilingi kaki
Jessica, sambil sebentar-sebentar berhenti dan menatap mata gadis itu.
"Ada apa, Blackjack? Kenapa kamu?"
Anjing itu mendengking beberapa kali lagi, lalu menggigit
tangan Jessica dengan lembut dan membimbingnya ke sofa. Tak
sampai semenit kemudian, Jessica mulai kejang-kejang. Sejak saat itu,
Blackjack selalu melakukan kebiasaan itu karena dia seakan-akan tahu
kalau Jessica akan mendapat serangan ayan ? yang bahkan sulitditentukan secara medis! Anjing itu akan mengingatkan Jessica dan
orangtuanya bila gadis itu akan kumat penyakitnya, dan membimbing
Jessica ke sofa atau tempat tidur agar ia tak terjatuh hingga cedera.
Ikatan batin yang luar biasa ini bertambah lama bertambah kuat.
Jessica merasa bahwa dia tak perlu bicara keras-keras untuk
berkomunikasi dengan Blackjack. Kalau dia ingin berjalan-jalan,
anjing itu akan memasuki kamar Jessica dengan membawa tali
pengikat leher di mulutnya. Kalau Jessica merasa depresi dan
mendambakan penghiburan, Blackjack akan menyelipkan kepalanya
di bawah lengan gadis itu sampai ia tertawa.
Kalau Jessica berkonsentrasi, dia dapat merasakan getaran batin
Blackjack. Dia sudah tahu apa yang diinginkan atau dirasakan anjing
itu tanpa perlu mendengking atau menyalak. Ia tahu benar. Suatu kali
Jessica merasa bahwa anjing itu sakit, meskipun tak ada tanda-tanda
luar bahwa dia sakit atau terluka. Karena itu Jessica membawanya ke
dokter hewan. Luar biasa, ternyata anjing itu mengalami penyumbatan
pada ususnya yang memerlukan tindakan operasi secepatnya.
Dalam kesempatan lain, saat Jessica sedang menyelesaikan
ulangan matematika di sekolah, tiba-tiba dia teringat pada Blackjack.
Dia seakan-akan melihat suatu bayangan nyata, dan apa yang
dilihatnya dalam pikirannya itu membuatnya tertawa dan menggumam
pada saat yang sama.
"Blackjack!" serunya.
"Ssst," tegur gurunya. "Jangan bicara."
"Tapi anjingku, dia bikin semuanya jadi kacau-balau."
"Di mana? Apa anjingmu itu di luar?""Tidak, dia... um... saya harus pulang sekarang. Kalau tidak, dia
pasti celaka."
"Jessica, kamu tidak boleh keluar kelas," gurunya
mengingatkan. Teman-teman sekelasnya mulai tertawa cekikikan.
Tetapi perasaan bahwa Blackjack membutuhkan dia begitu kuatnya
dan membuat Jessica tak peduli. Jessica berlari ke luar sekolah dan,
tanpa tahu ke mana dia pergi, akhirnya sampai beberapa blok jauhnya
di kebun belakang Bu Holling. Berhamburan di rumput tampak
seperai, blus, pakaian dalam, dan rok-rok yang tadinya dijemur dan
hampir kering. Dua tali Jemuran terputus, sedang yang ketiga, di mana
tergantung seperai-seperai penuh bekas telapak kaki, masih
tergantung. Di atas lampu kebun Bu Holling bertengger dua ekor
kucing Siam Bu Holling. Dengan punggung melengkung dan bulu
berdiri, kedua kucing itu mendesis pada Blackjack yang sedang
menggong-gong di bawah.
"Ya ampun, Blackjack! Lihat apa yang kamu buat!"
Rupanya Jessica lupa mengunci pintu belakang yang menuju ke
pekarangan rumah Bu Holling. Akibatnya, Blackjack mengendusngendus ke situ dan membuat segalanya menjadi kacau. Meskipun dia
binatang peliharaan yang baik ? penurut, cerdas dan setia ? dia
punya satu kelemahan. Dia akan terangsang bila melihat kelinci,
bajing dan kucing. Dia akan mengejarnya terus, meskipun sudah
diperintahkan untuk berhenti. Itulah satu-satunya saat di mana dia
tidak menurut. Jadi waktu Blackjack memergoki dua kucing Bu
Holling sedang tiduran di pekarangan belakang rumahnya, dia tak
dapat menahan diri lagi. Blackjack mengejar kedua kucing itu dengan
marah, berputar-putar dan melewati jemuran pakaian. Kedua kucingitu akhirnya bertengger di atas tembok, namun pakaian yang dijemur
telah berhamburan ke mana-mana.
Sebagai hukuman karena lupa mengunci pintu belakang, Jessica
harus mencuci dan menyeterika semua cucian Bu Holling.
**********
Betapa kuatnya ikatan batin antara Jessica dan anjingnya
terbukti ketika Jessica mengunjungi sepupunya di Jacksonville,
Florida selama seminggu. Inilah pertama kalinya ia meninggalkan
anjing itu sendiri selama tiga tahun ia memilikinya.
Ketika orangtua Jessica hendak menjemputnya minggu
berikutnya, mereka memutuskan untuk membawa Blackjack sebagai
kejutan bagi Jessica.
Setengah perjalanan yang makan waktu lima jam ke
Jacksonville, keluarga Miller berhenti di sebuah tempat peristirahatan
dan membawa Blackjack ke luar. Tiba-tiba Blackjack melihat seekor
bajing dan langsung mengejarnya. Percuma saja teriakan dan perintah
keluarga Miller kepadanya untuk berhenti. Blackjack terus mengejar
bajing itu hingga masuk ke sebuah hutan yang cukup lebat, hingga
Aneh Tapi Nyata Spooky Kids Karya Bruce Nash And Allan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka tidak bisa mendengar gonggongannya lagi. Waktu anjing itu
tidak kembali, keluarga Miller mulai mencarinya. Tetapi setelah satu
jam berjalan di hutan sambil memanggil-manggil namanya, akhirnya
mereka menyerah. Kedua orangtua Jessica yang sedih itu menulis
pengumuman-pengumuman dan menempelkannya di pintu-pintu
kamar mandi daerah peristirahatan itu, menawarkan hadiah sebesar
$50. Sementara itu, seratus mil jauhnya dari situ, Jessica merasa
bahwa sesuatu yang tak beres telah terjadi. Dia mendapat penglihatanbahwa anjingnya terperangkap dan tersesat di suatu tempat jauh di
dalam hutan.
**********
"Satu ekor babi hutan lagi, baru kita sebut berhasil," kata Floyd
Rymer saat ia dan teman berburunya Skip Noonan sedang menjelajahi
semak belukar, berusaha menembak seekor babi hutan lagi.
"Hei, di sana itu," kata Skip dengan suara perlahan. "Apa itu?"
Di balik semak-semak mereka mendengar bunyi gemerisik. Floyd
mengintip melalui dedaunan yang lebat dan melihat bulu-bulu hitam
yang dikiranya babi hutan. Dia membidikkan senapannya dan
menembak. "Kena!"
Kedua pemburu itu mengejar ke semak-semak dan
menyingkapkan dedaunan untuk melihat korbannya. Tetapi ternyata
bukan babi hutan. Dia adalah Blackjack.
Waktu mengejar bajing, tali pengikat leher anjing itu tersangkut
pada ranting-ranting semak. Blackjack sedang berusaha melepaskan
dirinya saat dia tertembak.
"Bego kamu!" hardik Skip pada Floyd. "Kamu menembak
anjing."
"Yah, siapa suruh dia kemari. Mestinya dia menggonggong,
dong!"
Dengan berdarah-darah karena tertembak di kepalanya, anjing
yang panik itu terus berusaha melepaskan diri dengan menarik
kepalanya dan lari dari situ. Dengan satu renggutan kuat, dia berhasil
melepaskan diri dari tali pengikatnya, lalu lari lebih jauh ke dalam
hutan.
"Anjing siapa, ya?" tanya Floyd.Skip melihat tanda pengenal pada tali pengikat yang
ditinggalkan Blackjack. "Seseorang bernama Miller di Macon."
"Wah, anjing itu pasti tersesat," kata Floyd. "Ayo cepat,"
gumam Skip. "Kita pergi dari sini sebelum kamu menembak sapi
orang."
*********
Orangtua Jessica sangat sedih saat mereka meneruskan
perjalanan ke Jacksonville tanpa Blackjack. Mereka hanya
membicarakan anjing itu dan putri mereka. Bagaimana caranya
mereka harus memberitahukan Jessica bahwa anjingnya telah lari?
Bagaimana reaksinya nanti? Apakah dia akan bisa menerimanya?
Apakah masih ada harapan bahwa ada seseorang yang baik, yang
menemukan Blackjack dan mengantarkannya pulang?
Waktu mereka sampai di Jacksonville, mereka menceritakan
pada putri mereka apa yang telah terjadi. Setelah menangis lama,
Jessica berkata, "Kita harus kembali ke tempat peristirahatan itu.
Kalau bukan aku yang menemukan dia, maka Blackjack yang akan
menemukan aku."
Malam itu Jessica sama sekali tidak dapat tidur. Dia terus
memikirkan anjingnya. Dia berusaha tetap tenang, berusaha menjalin
ikatan batin dengan Blackjack. Sepanjang malam itu ia mendapat
perasaan bahwa Blackjack tersesat dan terluka parah. Tapi perasaan
itu makin lama makin kabur.
Menjelang subuh, Jessica membangunkan orangtuanya dan
minta segera diantarkan ke tempat peristirahatan itu. "Blackjack
memanggil-manggilku sepanjang malam," katanya pada mereka. "Diahampir mati. Kita harus cepat menolongnya. Jangan membuang waktu
lagi!" Ebukulawas.blogspot.com
********
Curtis Smith menjelajahi hutan dengan alat penggaruknya untuk
mencari jamur hutan. Lelaki tua berusia delapan puluh tahun, yang
dulu bekerja sebagai wakil sherif itu biasanya melakukannya
seminggu sekali selama musim semi.
"Binatang apa itu?" ia bertanya keras-keras saat ia melihat
seekor anjing yang berdarah-darah terbujur di tanah. Smith
menggelengkan kepalanya dengan sedih waktu ia membungkuk dan
memeriksa binatang yang tak bernyawa itu. Nadinya tak terasa,
pikirnya. Mungkin sudah mati. Pasti dia tersesat. Kelihatannya terurus
dan terpelihara baik: Kasihan. Biar kukubur dia. Maka Smith
menggali sebuah lubang yang dangkal, meletakkan Blackjack di
dalamnya, dan menutupinya dengan beberapa onggokan tanah.
*********
Waktu Jessica dan orangtuanya sampai di tempat peristirahatan
itu, tak ada tanda-tanda Blackjack. Jadi mereka menuju ke jalan-jalan
di sekitar situ, menanyakan orang-orang yang mereka jumpai apakah
mereka melihat seekor anjing Labrador yang tersesat.
Orang terakhir yang mereka tanyakan adalah Floyd Rymer,
yang sedang menyandang senjatanya waktu ia berjalan di pinggir
jalan. "Tidak, rasanya aku tidak melihat anjing itu," sahutnya. "Maaf."
Waktu mobil mereka mulai jalan lagi, Jessica berteriak, "Ayah,
stop! Dia bohong! Dia tahu sesuatu tentang Blackjack!"
Ayahnya menginjak rem dan berkata, "Sayang, kamu tidak
dapat berpikir jernih karena kamu sedang sedih." Jessica membukapintu mobil dan berlari menghampiri Floyd. Ia merogoh kantungnya
dan mengeluarkan semua isi dompetnya ? lima dollar ? lalu
menyodorkan kepada lelaki itu.
"Tolonglah, Pak, coba ingat baik-baik. Apa Anda melihat
anjing hitam yang berkeliaran di sekitar sini?"
"Maaf," kata Floyd dengan kesal. Saya sudah katakan, saya
tidak melihat anjing apa pun, dan saya tidak ingin uangmu." Ia
menggerutu dan langsung pergi.
Waktu Jessica kembali ke mobilnya, ia berkata kepada
orangtuanya, "Saya punya perasaan aneh tentang laki-laki itu. Dia
pasti tahu di mana Blackjack berada." Jessica memejamkan matanya
dan berusaha berkonsentrasi dengan menghilangkan segala pikiran
lain. Dia menunjuk sebuah jalan kecil yang becek dekat situ dan
berkata, "Mari kita ikuti jalan itu."
Ketika jalan itu berakhir, mereka keluar dari mobil dan
mengikuti sebuah jalan setapak ke dalam hutan. Jantung Jessica mulai
berdebar kencang. "Kita ada di jalan yang benar! Aku bisa
merasakannya. Blackjack pasti ada di sekitar sini!"
Beberapa saat kemudian, Jessica berteriak, "Ibu, Ayah! Lihat!"
Tersangkut pada ranting semak-semak tampak tali pengikat
leher Blackjack. Jessica membungkuk dan melepaskan tali itu.
Tangannya mulai gemetar saat ia memegang tali itu, karena ia bisa
menangkap getaran-getaran psikis rasa takut, panik, bingung dan
sakit.
"Di mana dia?" tangisnya. "Apa yang terjadi pada Blackjack?"
Jessica kemudian melihat darah kering dekat semak-semak. Dia
berlutut dan menyentuhnya. "Ini pasti darah Blackjack. Dia melewatitempat ini!" Sambil memejamkan matanya kembali, Jessica berusaha
mengirimkan pesan-pesan melalui ikatan batin kepada anjingnya: Aku
di sini, Blackjack. Katakan di mana kamu berada. Sambil berbalik
pada orangtuanya, Jessica berkata, "Dia ada di dekat sini. Aku yakin
dia belum mati. Aku bisa merasakannya. Jantungnya masih berdebar."
Pada saat itu, Curtis Smith, mantan wakil sheriff, lewat di dekat
mereka. "Apa kabar, saudara-saudara," sapanya.
"Pak," kata Jessica, "apakah Bapak melihat anjing Labrador
saya berwarna hitam? Dia lari dan..."
Pak tua itu meletakkan tangannya di bahu Jessica dan
menggelengkan kepalanya. "Nona, maaf kalau saya harus mengatakan
ini. Saya menemukan seekor Labrador hitam beberapa jam yang lalu,
tapi dia sudah mati."
"Tidak, dia belum mati," tangis Jessica. "Tidak mungkin."
"Saya khawatir memang begitu, Nak. Dia tertembak, mungkin
oleh pemburu yang ceroboh. Saya menemukan anjing itu pagi ini,
terbujur kaku. Saya raba nadinya, tapi tak teraba. Jadi saya
menguburnya di tempat itu juga."
"Di mana, di mana?"
"Wah, saya tak tahu lagi secara pasti," kata Smith, sambil
menggaruk-garuk janggutnya yang kelabu. "Saya sedang
mengumpulkan jamur dan tidak bisa memastikan benar tempatnya.
Maaf sekali, tapi banyak tempat-tempat yang serupa di hutan ini. Coba
lihat dulu, saya menguburkannya tidak terlalu jauh dari sini. Cobalah
ikuti jalan itu..." Ia berbalik dan menjadi bimbang. "Atau jalan itu
barangkali."Jessica memejamkan matanya dan berkonsentrasi pada
anjingnya. Dia tidak memanggilnya keras-keras, hanya menyebutnya
dalam hati. Blackjack, Blackjack, di mana kamu? Tolong, tolonglah
beri aku petunjuk. Katakan di mana kamu berada.
Seolah-olah mengikuti suatu cahaya yang tak kelihatan, Jessica
cepat-cepat menuju ke semak-semak. "Lewat sini!" dia berteriak.
Dengan menerobos semak belukar dia sampai di suatu tempat terbuka,
lalu mulai memeriksa tanah, mencari bekas galian baru. Sambil
berlutut dia mengais-ngais tanah di sekelilingnya, memeriksa kalau
tanahnya longgar.
Tiba-tiba dia terkesiap. Dari sudut matanya dia merasa melihat
sesuatu bergerak, hanya beberapa kaki dari tempat dia berada. Apakah
ini cuma khayalanku? Tidak, sesuatu bergerak dari dalam dan
menyingkapkan tanah di atasnya. "Di sini!" ia memanggil kedua
orangtuanya. Dengan panik Jessica mengais tanah di tempat itu dan
meraba-raba. Mungkinkah? Ya ? sebuah cakar! Orangtuanya
bergegas menghampiri, dan membantu mengeluarkan anjing itu dari
kuburnya yang dangkal. "Katakan kau masih hidup, Blackjack!" seru
Jessica. "Katakan!"
Blackjack dengan kepala berlumuran darah kering, membuka
matanya dan melengking lemah. "Dia hidup!" teriak Jessica. "Dia
masih hidup!" Dipeluknya anjing itu sambil menangis sampai ia
merasa terlalu lemah untuk menangis lagi. "Blackjack, oh, Blackjack,
aku sayang kamu!" Dengan lemahnya Blackjack menjilati tangan
Jessica dan menggoyangkan ekornya.
Waktu orangtuanya bergegas melarikan Blackjack ke klinik
hewan terdekat, Jessica memeluk anjing itu di pangkuannya sambilmenghibur dan membelainya di kursi belakang mobil. "Blackjack,
bertahanlah," bisiknya, "kamu pasti akan sembuh."
**********
Dr. Mary Gladden, dokter hewan setempat, telah membersihkan
luka Blackjack dan memberinya antibiotik dan zat gizi.
"Blackjack akan sembuh kembali," katanya pada keluarga
Miller. "Mestinya anjing itu sudah mati.
Tapi dia mempunyai tekad kuat untuk hidup dan ada beberapa
faktor yang menguntungkan. Peluru menerjang kepalanya. Hanya
beberapa inci saja meleset, maka dia pasti mati. Setelah tertembak, dia
lari sampai dia pingsan dan lemas. Nadinya sangat lemah. Itu
sebabnya Pak Smith tidak dapat merabanya. Waktu dia dikuburkan,
untunglah Pak Smith tidak memadatkan tanahnya, sehingga masih ada
udara cukup bagi Blackjack untuk bernapas. Sungguh mengagumkan
apa yang sudah dialami anjing itu, dan dia masih bisa bertahan hidup.
Tapi yang lebih hebat lagi adalah bahwa kalian bisa menemukannya!
Benar-benar luar biasa!"
"Tidak terlalu luar biasa juga," kata Pak Miller. "Apalagi kalau
Anda tahu, betapa eratnya hubungan antara Blackjack dan Jessica.
Mereka punya suatu ikatan yang baik, Anda maupun kami tidak dapat
memahaminya."MIMPI MENGERIKAN
Banyak orang mengharap mimpinya akan menjadi kenyataan.
Tetapi tidak demikian halnya dengan Anthony Russo. Apa lagi
sesudah mimpi buruk di mana beberapa anggota keluarganya
meninggal.
Sebenarnya Anthony hampir tak pernah berpikir tentang
kematian. Soalnya, sampai ia menginjak usia sepuluh tahun, ia belum
pernah menghadiri upacara kematian sebab tak seorang pun yang
dekat hubungannya dengan dia ada yang meninggal. Kedua pasang
nenek dan kakeknya masih hidup, dan semua paman dan bibinya
masih muda-muda dan sehat.
Hubungan keluarga besar Russo sangat akrab satu sama lain.
Mereka tinggal di bagian selatan Chicago selama beberapa generasi,
sejak nenek buyut Anthony datang ke situ dari negeri asal mereka di
Italia.
Paling sedikit sebulan sekali, pada hari Minggu siang, seluruh
keluarga Russo ? kakek-nenek, para paman, bibi, keponakan dan
sepupu ? akan berkumpul di salah satu rumah mereka. Mereka akan
bermain kartu, bersorak-sorak kalau tim Chicago sedang bertanding di
televisi, dan makan masakan spaghetti, ravioli dan lasagna buatan
sendiri. Mereka akan makan secara bergantian, anak-anak dulu, baruorangtua. Jika cuaca bagus, mereka semua akan berkumpul di
sekeliling meja kartu di halaman belakang dan makan sampai perut
mereka hampir pecah.
Anthony menyukai acara-acara di hari Minggu itu karena
makanannya, kegembiraan dan perkelahian yang biasanya menyusul
setiap kali ada pertemuan. Paman Manny dan Paman Louie akan
berdebat tentang politik sampai Anthony khawatir perdebatan mereka
akan berlanjut dengan baku-hantam. Paman Sal dan anak-anak lain
lalu mencoba memanas-manasi mereka dengan canda yang kadangkadang keterlaluan. Nana dan Poppa ? itulah sebutan para cucu
kepada Nenek dan Kakek ? akan duduk di kursi malas mereka dan
bercerita tentang masa-masa menegangkan, waktu para gangster yang
menggunakan senjata bedil menguasai jalan-jalan kota Chicago. Dan
di mana-mana, ledakan tawa dan sumpah-serapah terdengar. Tapi sore
hari, mereka yang tadi bertengkar akan saling berangkulan lagi dan
berdamai. Sungguh, keluarga besar yang sangat menyenangkan.
Kemudian datanglah mimpi yang merubah hidup Anthony.
Suatu malam, tak lama setelah pertemuan keluarga besar
mereka, Anthony mendapat mimpi buruk yang aneh sekali. Bukannya
karena dia mimpi hantu atau jin. Suasanya begitu gelap, suram dan
menyedihkan. Dalam mimpinya, dia melihat seorang wanita tua
berpakaian mantel panjang dengan scarf di kepalanya berjalan
sendirian di sepanjang jalan yang berkabut. Wanita itu meninggalkan
bayangan yang mengerikan dari cahaya sebuah lampu jalanan dan
berjalan tertatih-tatih dengan bantuan sebuah tongkat.
Wanita tua itu tersandung dan terjatuh, dan Anthony cepatcepat menghampirinya. Tetapi wanita itu mengangkat tangannya danmemberi aba-aba agar ia menjauh. Dia memalingkan mukanya agar
Anthony tak dapat melihatnya, tetapi Anthony menangkap sekilas raut
mukanya. Dia adalah Nana. Anthony mengulurkan tangannya kepada
wanita itu, namun dengan lembut dia menepiskan tangannya. "Tidak,
tidak, aku harus melakukan ini sendiri," katanya dengan suara mantap.
Dia berusaha berdiri dan melanjutkan perjalanannya. "Aku harus
pergi, waktuku sudah tiba."
"Pergi?" tanya Anthony. "Ke mana?"
"Aku sudah menempuh kehidupan yang harus kulalui," sahut
Nana. "Sekarang aku harus pergi. Jaga Poppa baik-baik. Aku sayang
kamu, mio carissimo (sayangku)."
Anthony mencoba mengikutinya, tapi suatu kekuatan
menahannya di sudut jalan itu. Dia hanya dapat melihat tanpa daya
waktu Nana menghilang dalam kabut malam yang gelap. Waktu
menyadari bahwa Nana takkan pernah kembali lagi, Anthony
menangis tersedu-sedu.
"Anthony! Anthony! Ada apa?"
Adiknya, Mike, yang tidur di bagian bawah tempat tidur mereka
yang bertingkat itu mengguncang-guncang Anthony.
"Huh?" gumam Anthony saat ia membuka matanya.
"Kamu tak apa-apa?" tanya Mike.
Setelah berpikir dengan tenang, Anthony menyadari bahwa
Aneh Tapi Nyata Spooky Kids Karya Bruce Nash And Allan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wajah dan bantalnya penuh air mata. "Aku mimpi buruk sekali,"
katanya. "Tentang Nana. Aku tak bisa menjelaskannya, tapi aku
merasa sedih sekali karena aku merasa takkan pernah melihatnya
lagi.""Wah, jangan bicara begitu, dong," kata Mike. "Kamu cuma
mimpi buruk, itu saja. Cuma mimpi, kok." Mike kembali ke tempat
tidurnya dan tidur kembali.
Tetapi Anthony tak dapat tidur lagi. Ia terus memikirkan Nana.
Ia ingin sekali meneleponnya, tapi hari masih pukul 4.30 pagi. Ia tak
berani membangunkan Nana dan Poppa sepagi itu. Ia harus menunggu
sampai pagi.
Kira-kira sejam kemudian, Anthony masih terbaring di tempat
tidurnya sambil mengingat-ingat semua saat-saat yang menyenangkan
bersama Nana. Selama liburan, Nana sering mengajaknya naik el kereta api bawah tanah - ke pusat kota Chicago untuk melihat-lihat
hiasan-hiasan, terutama pohon Natal raksasa setinggi empat lantai di
Toserba Marshall Field. Pada malam-malam yang hangat di musim
panas, Nana akan mengajarinya bicara bahasa Italia sembari mereka
berjalan dari apartemennya ke toko yang terdekat, di mana neneknya
akan membelikannya sebuah granita, es krim Italia yang sangat lezat.
Nana akan membawanya ke Museum Ilmu Pengetahuan dan Industri,
dan memintanya untuk menceritakan tentang semua penemuanpenemuan baru yang dipamerkan di situ karena dia begitu haus akan
ilmu pengetahuan, meskipun dia tak pernah menyelesaikan SMU-nya.
Masa-masa itu sangat indah, dan Anthony tak ingin semuanya
itu berakhir.
Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa mimpi itu bukannya
apa-apa, hanya sebuah mimpi buruk. Namun dalam hatinya, ia tetap
tak yakin. Oh, kenapa masih belum pagi juga? Ia melihat jam. Baru
pukul 5.42. Masih terlalu pagi untuk menelepon.
***********"Anthony, Michael, bangun, anak-anak," panggil ibunya saat ia
memasuki kamar mereka.
"Huh, jam berapa ini?" tanya Anthony terkejut.
"Hampir jam delapan," sahut ibunya. "Ayo cepat berpakaian
dan turun ke bawah. Kita harus bicara."
Nada suaranya mengingatkan Anthony bahwa ada sesuatu yang
tak beres. Hatinya ciut waktu melihat mata ibunya merah dan
bengkak.
Anthony turun dari tempat tidur. Lututnya gemetar ketakutan,
perutnya terasa perih karena khawatir akan apa yang bakal
didengarnya. Dengan berat hati ia menuruni tangga. Entah mengapa ia
merasa, bahwa begitu ia sampai di ruang makan, hidupnya akan
berubah untuk selamanya.
Duduk di kursi makan, ibunya Rose dan ayahnya, Leonard
menatap ke dinding dengan hampa, masing-masing menggenggam
saputangan. Keduanya tampak habis menangis.
"Anak-anak," kata ayahnya, berusaha keras menahan air
matanya, "ada kabar yang sangat menyedihkan."
"Oh, tidak!" gumam Anthony. "Tentang Nana, ya?" Bibirnya
mulai gemetar, dan air matanya mengalir di kedua pipinya.
"Benar, Nak. Memang begitulah," sahut Leonard dengan suara
terputus-putus. "Nana meninggal tadi malam dalam tidurnya. Kami
mendapat kabar itu kira-kira sejam yang lalu dari Poppa. Dia tak dapat
membangunkan Nana untuk diajak berjalan pagi. Maka dia lalu
memanggil dokter dan menelepon Ayah. Ayah langsung ke
apartemennya, tapi menurut dokter tak ada sesuatu pun yang dapatdilakukannya. Diperkirakan Nana meninggal karena serangan
jantung." Ayahnya mulai menangis lagi.
"Semoga jiwanya beristirahat dengan tenang," gumam Rose.
"Jangan Nana!" tangis Anthony. "Tolong katakan bahwa saya
bermimpi ? mimpi buruk sekali!"
Setelah mereka bertangis-tangisan, Leonard bertanya kepada
putranya, "Anthony, bagaimana kamu tahu kalau itu Nana sebelum
Ayah menceritakannya pada kalian?"
"Saya mimpi buruk tadi malam, Yah. Mimpi itu tentang Nana,
dan katanya dia harus pergi. Saya sudah merasa bahwa sesuatu yang
buruk bakal terjadi, tapi saya tidak tahu apa." Anthony mulai
gemetaran lagi, kali ini karena ia begitu sedih kehilangan neneknya
yang sangat dicintainya dan syok karena mimpi yang mengerikan itu
ternyata menjadi kenyataan.
Sore harinya, semua anggota Russo sudah mendengar tentang
mimpi Anthony. Beberapa orang mengatakan bahwa itu cuma suatu
kebetulan saja. Yang lain hanya mengabaikannya, karena bukankah
Nana tidak meninggal dalam mimpi itu? Dia cuma berjalan ke dalam
kabut malam yang gelap. Tetapi banyak juga paman dan bibinya
merasa bahwa mimpi itu mengandung kebenaran. Mereka berusaha
mengorek semua informasi yang bisa mereka peroleh dari Anthony.
"Apa saja yang dikatakan Nana?"
"Apa dia meninggalkan pesan untukku?"
"Apa dia kelihatannya tenang?"
"Apa dia ketakutan?"
Sungguh keterlaluan rasanya bagi Anthony. Ia menyelinap ke
luar dan berlari secepat ia dapat dan sejauh mungkin sampai dadanyaserasa akan meledak. Waktu ia pulang dan masuk ke ruang makan,
dilihatnya secarik kertas di atas meja. Itu adalah surat keterangan
kematian. Dalam keterangan waktunya, dokter menulis "antara pukul
3.00 dan 5.00 pagi." Waktu itu Anthony baru menyadari bahwa ia
terbangun pagi itu pada pukul 4.30 pagi.
Selama beberapa minggu berikutnya, sebelum tidur Anthony
selalu bertanya-tanya dalam hati apakah ia akan mimpi lagi tentang
Nana. Tetapi ternyata tidak. Akhirnya ia tidak lagi memikirkan mimpi
buruknya, meskipun Nana masih selalu ada dalam ingatannya.
Kira-kira setahun setelah kematian Nana, Anthony mendapat
mimpi buruk lain. Kali ini ia sedang menunggu di rumah jenazah.
Semua orang berpakaian hitam dan menangis. Di bagian depan
ruangan, diterangi cahaya lampu, tampak sebuah peti mati terbuka
yang mengkilap dikelilingi bunga-bunga. Anthony tidak dapat melihat
isi peti mati itu.
Saat ia berjalan mendekati peti itu, ia mendengar kata-kata yang
sangat menyayat hati beberapa anggota keluarganya.
"Rasanya tak percaya bahwa dia telah pergi."
"Aku masih bicara padanya malam sebelum dia meninggal."
"Mestinya kejadian seperti ini tak perlu terjadi."
"Saya akan sangat kehilangan dia."
Anthony masih belum tahu siapa yang mereka bicarakan,
sampai ia menghampiri peti itu dan melihat ke dalamnya. Ternyata dia
adalah Salvatore Russo, paman kesayangannya!
Anthony mundur kembali. "Tidak! Jangan Paman Sal!"
teriaknya kepada orang-orang yang berduka di situ. "Ini tak mungkinterjadi! Dia kan yang paling kuat dan paling sehat di antara mereka
semua. Bagaimana mungkin dia meninggal?"
Waktu Anthony terbangun keesokan paginya, ia bergegas
menuruni tangga. "Ibu! Ayah! Saya benar-benar khawatir tentang
Paman Sal. Saya rasa sesuatu yang buruk akan menimpanya."
"Nak," kata ayahnya. "Paman Sal hanya menjalani operasi kecil
di lututnya, yang sering dilakukan pada para atlet. Cuma operasi kecil
saja. Dia pasti akan sembuh."
"Tapi aku mimpi bahwa Paman Sal meninggal!." seru Anthony
panik. "Saya melihatnya di dalam peti dan..."
"Anthony, jangan bicara begitu," kata ibunya.
"Tapi saya mimpi begitu," ia bersikeras. "Saya tidak ingin
mimpi ini menjadi kenyataan seperti waktu Nana. Tolonglah, jangan
sampai ini terjadi. Paman Sal akan baik-baik saja, bukan?"
"Kamu mungkin terlalu khawatir akan Paman Sal," kata
ayahnya. "Lagi pula, kamu dekat sekali dengan dia, dan mungkin
kamu terus memikirkan dia. Dia sedang di kamar operasi sekarang,
dan dalam waktu satu jam pasti dia sudah keluar. Nanti kita akan
singgah di rumah sakit dan kamu boleh menengoknya."
Anthony mencoba menonton televisi, berharap ia dapat
melupakan mimpi buruknya, tapi sia-sia. Ia terus saja teringat pada
Paman Sal.
Salvatore Russo yang berusia empat puluh tahun melatih
anaknya Sal Junior dan Anthony dalam liga basket gereja dan ia
senang membawa anak-anak itu menonton pertandingan-pertandingan
White Sox, di mana dia bisa berteriak-teriak sepuasnya, yang
membuat anak-anak itu kadang-kadang tercengang. Dia sukatersenyum dan setiap saat selalu bercanda dengan siapa saja yang
dijumpainya, baik di pekerjaannya, maupun di mana saja. Berjiwa
muda, Sal lebih suka bergaul dengan anak-anak daripada dengan
orang-orang dewasa pada acara-acara pertemuan keluarga besar
Russo. Dia selalu menceritakan lelucon-lelucon yang paling buruk,
dan karena begitu buruknya, anak-anak pun sampai tertawa-tawa. Sal
masuk rumah sakit untuk suatu operasi pada lututnya yang cedera
waktu ia mengikuti suatu pertandingan basket.
Anthony telah menonton TV selama satu jam waktu telepon
berdering. Hatinya ciut karena ia tahu, ia tahu benar, bahwa telepon
itu akan mengungkapkan kekhawatirannya mengenai pamannya Sal.
Sambil berusaha berdiri, Anthony berteriak, "Jangan, Bu! Jangan
angkat teleponnya! Pasti itu kabar buruk!"
Namun terlambat.
"Ya, Tuhan!" tangis ibunya. "Aku tidak percaya apa yang
kudengar!" Ia menjatuhkan dirinya di kursi sambil menutupi mulutnya
karena syok. Dengan lemah ia meletakkan gagang telepon dan
menangis tersedu-sedu.
"Apakah tentang Paman Sal?" tanya Anthony, mengharap
bahwa ia keliru.
"Ya, Anthony," katanya, menarik anak itu ke pelukannya untuk
menghiburnya. "Dia meninggal tadi pagi. Ada yang tidak beres waktu
dia diletakkan di meja operasi dan menjalani anestesi. Para dokter
tidak tahu apa yang terjadi. Dia meninggal begitu saja..." Ibunya mulai
menangis dengan sedih sekali.
Sekali lagi mimpi Anthony tentang kematian menjadi
kenyataan.Hingga berminggu-minggu kemudian, Anthony takut untuk
tidur karena ia khawatir akan mendapat mimpi buruk lagi bahwa salah
seorang yang dicintainya akan meninggal. Ia membaca buku-buku
komik kepahlawanan hingga hampir pagi, berharap jika pikirannya
penuh dengan kisah-kisah kepahlawanan, tak ada kesempatan lagi
untuk mimpi tentang keluarganya. Karena selalu kurang tidur hingga
tubuhnya sangat lelah, Anthony mengalami depresi dan gangguan
pada lambungnya.
Namun dengan bimbingan penuh kasih sayang kedua
orangtuanya dan nasihat seorang ahli terapi yang profesional, Anthony
akhirnya bisa melupakan mimpi-mimpi yang mengerikan itu.
Mungkin ia mempunyai semacam kemampuan untuk meramalkan
kematian seseorang yang dicintainya. Mungkin juga itu hanya suatu
kebetulan. Bagaimanapun juga, ia harus menerima semua itu karena
tak ada sesuatu pun yang dapat dilakukannya.
**********
Dua tahun lewat sebelum Anthony mendapat mimpi buruk lain
? kali ini mengenai sepupunya Gino, seorang mahasiswa Universitas
Michigan. Gino yang usianya lima tahun lebih tua dari Anthony,
bersikap seperti seorang kakak kepadanya. Karena keduanya
menyukai sport, Gino sering memberinya petunjuk-petunjuk penting
dalam per m n i na n foo tball, basket dan bisbol. Sebagai anak muda
yang penuh semangat, Gino bekerja menjadi regu penyelamat pada
perkumpulan YMCA di wilayahnya selama liburan musim panas dan
sebagai pembimbing perkemahan.
Dalam mimpinya yang mengerikan, Anthony sekali lagi sedang
menunggui jenazah seseorang, dan kali ini Gino. Namun upacara itutidak dilangsungkan di rumah pemakaman, tetapi di rumah Paman
Manny dan Bibi Sue, orangtua Gino. Anthony melihat sesuatu yang
sangat aneh. Tak seorang pun menangis. Bahkan semua orang di situ
tertawa-tawa, minum-minum dan makan-makan, seolah-olah mereka
sedang berpesta. Meskipun mereka sedang menghadiri upacara
pemakaman! Gino telah meninggal, tetapi Anthony tidak mengerti
mengapa tak seorang pun yang peduli.
Muslihat Sang Durjana 2 Jaka Sembung 7 Lagu Rindu Dari Puncak Ciremai Pendekar Pemetik Harpa 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama