Horor Sepasang Mata Tengkorak Bagian 2
Alat pengeruk mesin itu membuat bayangan gelap dalam parit,
menghalangi setiap cahaya. Jay menarik lengan jaketnya dan menarik
napas panjang. Karena sesuatu hal ia juga memejamkan matanya. Iamemasukkan tangannya yang telanjang ke dalam kubangan lumpur.
Jari-jarinya menyentuh sesuatu yang dingin dan keras. Sebongkah
batu api? Tidak, lebih besar, lebih besar. Dan ini dia! Dengan
menghela napas, ia menariknya keras-keras keluar. Jay mundur ke
belakang dan saat itu juga membuka matanya. Sinar bulan menyibak
awan dan menyinari tengkorak itu yang pucat seperti marmer
berlumuran lumpur. Matanya kosong tapi Jay bersumpah yakin bahwa
mata itu sedang melihat segalanya. Jay gemetar dan merasa sakit.
Ratusan paku dan jarum seakan-akan menusuk-nusuk lengannya. Dan
kemudian ia menyadari bahwa seluruh tubuhnya terguncang? oleh
ketakutan? Atau oleh keberanian?
Sesaat Jay menimang tengkorak kuno itu ditangannya dengan
canggung tapi kuat, seperti ketika ia pertama kali menggendong bayi
yang baru lahir di rumah sakit mamanya. Kemudian ia mengambil
syal woll dari lehernya dan membungkus tengkorak itu dan ditaruhnya
dalam ransel.
Nah, sekarang saatnya untuk meninggalkan hutan. Ia
menerobos kegelapan di bawah Karang Pengintai dan kemudian
mengambil jalan mengitari kompleks para pekerja. Sekarang bukan
saat yang tepat untuk kembali datang kepada papanya lagi.
Saat Jay berlari, ia tidak lagi berpikir di mana ia menjejakkan
kakinya. Ia mengalir saja, seperti angin sepoi-sepoi yang
menerbangkannya di atas pohon-pohon. Dan keasyikan yang aneh
memenuhi kepala Jay. Rasanya ia sedang berlari mendampingi
seseorang. Seorang pejuang muda dengan rambut merah, pada suatu
malam bulan purnama dahulu kala. Mereka menyanyikan laguEBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
perburuan yang membuat mereka dapat berlari dengan kecepatan yang
sama. Desa ada di depan mereka.
***********
LARI, LARI, LARI!Bukan adikku yang datang untuk
menyelamatkanku, tapi temannya yang muda, pejuang berkulit hitam.
Ia memegangku begitu hati-hati. Tak seorang pun pernah menyentuh
atau memegangku sejak hari kematianku. Aku tak tahu hendak dibawa
ke manakah aku, tapi aku merasa inilah permulaan dari suatu akhir,
akhir masa berjagaku yang panjang di bukit itu.
Inilah seorang sahabat yang baik. Dan ia ringan tangan, tidak
seperti orang tua tolol yang tertidur di hutan, jika ada lebih banyak
orang seperti Jay, hutan-hutan akan selamat dan dewa-dewa akan
beristirahat dalam damai.
Kami berlari seperti aku biasa berlari bersama kawan-kawanku
di bawah cahaya bulan yang dingin, saat angsa-angsa datang dalam
musim dingin dan burung-burung hantu menjerit dan membuat sarang
di hutan. Rohku berpacu bersama pejuang berkulit hitam ini dan aku
bergembira.
Adikku telah membuat pilihan yang baik. Akhirnya aku
kembali ke rumah.
***********
Ketika Jay mencapai pinggir desa, ia melambatkan larinya dan
berjalan. Di rumah Cass, ia melihat mama Cass di depan pintu sambil
berbicara dengan polisi itu lagi. Ia menuruni lembah dan berlari
memutar. Lampu masih menyala di kamar tidur Cass. Ia melemparkan
kerikil di jendela beberapa kali dan kemudian tirainya dibuka."Jay," katanya sambil mencondongkan badannya ke jendela.
"Bagaimana kamu mendapatkannya? Maaf, aku tak dapat pergi
keluar. Aku sedang dipenjara! Mama benar-benar marah!"
Jay menaiki tangki minyak di belakang rumah dan melepaskan
ranselnya. Dikeluarkannya bungkusan itu dan mendongakkan
kepalanya penuh kemenangan. Cass mencondongkan badannya ke
bawah, meraih bungkusan itu dari Jay dan memeluknya di dadanya.EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
BAB 12
SEMBUNYI!
Sementara Jay menyelinap ke dalam rumah untuk mandi dan
tidur, Cass membuka bungkusan itu dan menempatkan tengkorak itu
di meja. Ia memandangnya kagum, mula-mula sungguh menakutkan.
Ia tak pernah memegang tengkorak sebelumnya. Ia membayangkan
ulat-ulat yang menggeliat-geliat di mulutnya yang telah tercabikcabik.
Tapi ia menyingkirkan pikiran-pikiran semacam itu dari
benaknya. Perasaan cinta dan kasih mulai tumbuh di dalam dirinya.
Bagaimanapun juga ini adalah Kerak yang malang, kakaknya dahulu.
Ketika ia memandangi tengkorak itu, Cass tampaknya
memasuki tahap trans. Kamarnya menjadi bagaikan penuh dengan bau
harum hutan semerbak bunga-bunga liar dan asap dari perkemahan.
Poster-poster tertempel di dinding, baju-bajunya bergantungan di
kamar tampak kabur bagaikan dalam kabut. Ia merasa dapat melihat
Kerak hidup lagi, tersenyum dan mengangkat tangannya memberi
salam. Ia mencoba mengajaknya berbicara, tapi dilihatnya Kerak
menempelkan telunjuknya di bibir dan menggelengkan kepala.
Terdengar jelas orang berjalan melalui tangga. Cass cepat-cepat
berguling di ranjang dan menarik sweater dan melemparkannya kemeja menutupi tengkorak. Mamanya masuk dan duduk di ambang
jendela, tangannya terlipat.
"Cass, kita harus berbicara."
Cass meloncat menuju kenyataan yang dingin. "Kita sudah
berbicara. Mama mengurung aku."
" Well, apa lagi yang kau inginkan? Aku tidak ingin kamu
bergabung lagi dengan para pemrotes jalan itu. Sekolah sudah mulai
minggu depan dan aku ingin kamu kuat dan sehat. Jangan berkeliaran
di luar pada malam yang dingin seperti ini. Kau dengar aku?"
"Mama sudah berbicara dengan teman mama yang polisi itu,
kan?"
"Cass, Phil hanyalah seorang kawan biasa. Aku tidak
membicarakanmu dengannya. Yakinlah. Dan aku tidak punya maksud
membicarakanmu dengannya. Aku punya urusanku sendiri. Sekarang,
pembicaraan ini hanya antara aku dan kamu."
"Jalan itu harus dihentikan, Mama tidak mengerti."
"Aku mengerti!"
"Mama TIDAK mengerti! Akan ada bencana, bencana yang
sungguh-sungguh nyata! Yang paling buruk yang pernah dialami desa
ini!"
Lizzie menatap Cass tajam.
"Tidakkah kamu sedang membesar-besarkan masalah? Kamu
tahu aku mendukungmu, Cass. Aku juga tak ingin mereka
membangun jalan raya itu. Dan mungkin akan mengejutkanmu bahwa
Phil pun sependapat denganku. Kamu telah berprasangka buruk
terhadapnya. Tapi urusan jalan ini sudah benar-benar membahayakanEBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
hidupmu, Cass. Mengertikah kamu? Mungkin kamu tidak menyadari
betapa parahnya sakitmu waktu itu."
Cass mengangkat wajahnya. Ia bersiap membantah ketika
cahaya lampu tiba-tiba meredup.
"Aduh, ada apa ini?" gerutu Lizzie Day. "Kenapa listrik ini?"
"Sepertinya sedang ada gangguan tenaga listrik atau..."
Cahayanya meredup kembali dan kemudian mati. Lizzie
memandang keluar dari Jendela.
"Kupikir ini bukan sekringnya. Rumah-rumah yang lainnya
juga mati, tidak hanya kita. Mengapa masih ada pemadaman listrik
sekarang ini? Para ilmuwan ini dapat membawa kita ke bulan, tapi
mereka tak dapat membuat kita yakin bahwa kita menerima pasokan
listrik teratur. Bagaimana dengan lemari es dan pendingin kita,
komputer, pemanas bagi orang-orang jompo?" Angin bertiup kencang
dan alarm mulai berbunyi di toko di bawah.
"Ah. Lebih baik aku mengecek di bawah. Cepat teleponkan
PLN." Lizzie menemukan sebuah senter dan pergi ke bawah.
Suara alarm telah membangunkan Will yang memicingkan mata
karena mengantuk di dekat pintu.
"Ada apa, Kak?"
Cass meletakkan gagang telepon. "Listrik padam, Will. Seluruh
desa."
"Cass, aku takut," kata Will cemas. Tampaknya tidak seperti
dia. "Aku baru saja bermimpi buruk. Ada banyak hantu datang untuk
menangkapku. Mukanya dicat biru. Mereka sedang menungguku di
luar sekolah.""Will, tenang saja. Jangan khawatir, tak ada apa-apa. Sebentar
lagi akan beres."
"Cass, di mana Mama?"
"Mama di bawah. Alarm toko berbunyi karena angin."
"Kak... jika listriknya padam, mengapa ada cahaya di
kamarmu?" kata Will sambil menunjuk.
Cass menoleh. Cahaya pucat memancar keluar melalui pintu
kamarnya.
"Cepat kembali ke tempat tidur!" katanya sambil mendorong
Will, dan segera kembali ke kamarnya. Ia menutup pintu dan
menguncinya.
Tengkorak itu, yang tak lagi tertutup oleh sweater, sekarang
memancarkan cahaya. Tengkorak itu tampak berpijar-pijar dan
diselimuti oleh cahaya biru. Percikan api tampak pada rongga matanya
yang kosong dan menyedihkan. Bayang-bayang menari-nari di
dinding, seperti binatang-binatang buas.
Cass mencoba menyentuh tengkorak itu, tapi ada suatu
kekuatan yang melemparkannya ke tempat tidur. Ia membeku
ketakutan.
"Kerak! Kerak!" ia memanggil.
Suatu suara yang berat menggema di kepalanya, seperti di
dalam gua. "Aku menjawab untuk Kerak. Aku, Sang Dewa
Bertanduk, Rusa di Rimba itu. Aku berbicara kepadamu, yang telah
melakukan sesuatu bagi Putri-bawah-Air. Kamu dan temanmu telah
melakukannya dengan baik. Tapi ingatkanlah teman-temanmu di
zaman modern bahwa kami, para dewa kuno, ingin melanjutkan tidur
kami dalam damai. Dalam damai. Dalam damai..."EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
Suara itu perlahan-lahan menghilang bersama cahaya biru itu.
Cass berpikir ia sekilas telah bertemu Kerak lagi. Hanya kali ini ia
kelihatan tidur dalam damai. Kemudian penampakan itu juga hilang.
Ia menutupi tengkorak itu kembali dan berbaring di ranjangnya karena
kelelahan.
Di luar, angin kencang tiba-tiba menerpa jalan raya Crickstone,
membuat guguran dedaunan bergulung-gulung. Beberapa orang tua
kemudian bersaksi bahwa mendengar lenguhan rusa dan derap kaki
binatang pada malam itu. Sementara orang-orang yang lebih muda
mencemooh mereka. Kata mereka, itu pasti bunyi tutup tempat-tempat
sampah plastik yang berbunyi terkena angin...
*************
Mama Cass kembali masuk ke dalam rumah dan meyorotkan
senter ke kamarnya.
"Cass, aku sudah membereskan alarm toko. Ada angin cukup
besar berhembus di luar sana. Cass, kamu baik-baik saja?"
"Emm, ya..." Suara Cass lirih dan terdengar ragu-ragu. "Tapi
Will baru saja bermimpi buruk. Coba ditengok, Ma ... apakah ia baikbaik saja."
"Sudahkah kamu menelepon PLN?"
"Ya, mereka mengatakan sedang memeriksanya."
Tapi sebentar kemudian lampu kembali menyala. Lizzie
menghela napas dan pergi ke kamar Will. Ia berjalan hati-hati di
antara mainan-mainan dan komik- komik Will. Anak bungsunya
sudah tertidur kembali seolah ia tidak peduli lagi dengan dunia
sekitarnya. Ia menciumnya. Ah, malam yang melelahkan. Sudah
saatnya mereka semua tidur.Mereka memang tertidur, tapi yang jelas malam ini bukan
malam yang tenang. Jay menggeliat dan berbalik, mimpi berkubang
dalam lumpur. Akhirnya Cass tertidur nyenyak, seluruh tenaganya
telah terkuras. Will bermimpi berkelahi melawan seekor dinosaurus
menggunakan pistol airnya, sementara mamanya bermimpi mengenai
seorang polisi. Dan Mr. Bodgett bermimpi mengirimkan istrinya ke
penjara dengan hukuman seumur hidup.
Angin berhembus makin lama makin keras, mengalir dari bukit
dan menerpa reruntuhan Benteng Crickstone. Alarm mobil dibuatnya
kacau. Papan-papan pembatas berjatuhan. Tapi lucunya, angin itu
tidak mengganggu orang-orang pohon yang berkemah di tepi hutan.
Mungkin mereka memang beruntung, karena dinaungi oleh Karang
Pengintai. Atau mungkin karena Sang Dewa Bertanduk melindungi
mereka.
Jika demikian, tentu saja Sang Dewa tidak melindungi para
pekerja. Waktu datang bergiliran jaga di waktu fajar, Ray
Cunningham menemukan bahwa angin telah membawa papan-papan
pembatas dan meninggalkan pecahan-pecahan kayu. Dan sebatang
pohon ek yang besar tumbang menghalangi jalan.
"Sulit dipercaya!" katanya pada diri sendiri sambil mengangkat
topinya dan menaikkan kerah bajunya. "Siapakah pembawa sial dalam
pekerjaan ini, atau apa?"EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
BAB 13
MENJAWAB TEKA-TEKI
Lizzie Day menyadari bahwa Cass mulai mengunci kamarnya,
tapi ia tidak menunjukkan sikap marah. Remaja selalu begitu. Cukup
adil, jika ia menginginkan privasi. Mungkin Cass hanya tak mau buku
hariannya yang berharga dibaca Will.
Jika Lizzie tahu bahwa anak perempuannya mempunyai sebuah
tengkorak kuno di kamarnya, ia tak akan pernah memaafkan ekspedisi
malamnya itu.
Tapi ia tidak tahu dan Cass tidak lagi dikurung. Dua hari
dikurung telah membuatnya gila. Tapi sekarang akhir pekan dan ia
sedang duduk di halte tua bus sekolah di Crickstone bersama Jay.
Bukan karena mereka ingin pergi ke suatu tempat, tapi karena di situ
mereka terlindung dari udara dingin. Agak tak biasa, angin masih
bertiup kencang. Di antara bangku mereka terdapat koran setempat
terbuka karena angin dingin yang bertiup. Cass berusaha
menggelarnya.
PROYEK JALAN RAYA JALAN TERUS
Permohonan pembatalan ditolak, kata pengunjuk rasa.
Judulnya sudah mengatakan semuanya.Jay bersandar pada dinding batu halte itu sambil
menggelembungkan permen karetnya.
Cass memandangnya, "Jay, kita harus kembali ke hutan dan
memakamkan tengkorak Kerak."
Ia tidak menceritakan kepada Jay mengenai cahaya dan suara
pada saat listrik mati. Ia khawatir kalau akhirnya ia kelepasan bicara.
Tapi mungkin Jay sudah berubah sejak menemukan tengkorak itu. Ia
tidak lagi tampak ragu-ragu bahwa masa lalu dan masa kini terikat
erat dalam suatu jalinan. Sejak ia merasa roh Kerak berlari di sisinya
? dan ia tidak memberi tahu Cass mengenai hal ini ? rasanya ia
berada dalam ayunan yang membingungkan di antara dua dunia.
"Kau benar," kata Jay. "Maka apa yang harus kita lakukan?
Dapatkah kau mengingat-ingat sesuatu tentang tempat pemakaman
dari zaman dulu?"
"Tidak," jawab Cass. "Aku sudah mencoba berkali-kali, tapi tak
ingat apa-apa. Kupikir Kerak memberi tahu bahwa hanya laki-laki saja
yang diberi tahu mengenai tempat suci Sang Dewa Bertanduk. Aku
yakin gadis-gadis mempunyai tempat rahasia mereka sendiri. Ketika
aku menjelajahi waktu lampau, kau melihat penampakan orang-orang
berkepala biru menyebar di seluruh penjuru hutan, dan para wanita
dari desa kami diam-diam membawa mayat para pejuang kami yang
gugur ke suatu lubang yang dalam di balik bukit. Mungkin aku
menjadi salah satu dari wanita-wanita itu. Tapi bukit itu sudah begitu
banyak berubah setelah berabad-abad..." Cass melipat koran yang
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terbuka itu dan menggeleng-gelengkan kepalanya seakan-akan ingin
mengusir mimpi-mimpi itu. Dan kemudian ia mengambil tas plastik
lusuh di sampingnya dan mengeluarkan buku hariannya. Buku ituEBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
dipenuhi dengan foto, kartu pos, dan alamat-alamat. Tapi di bagian
belakang buku harian itu masih ada tempat kosong dan ia mencatat
semua yang masih dapat ia ingat dari percakapan-percakapan
mimpinya dengan Kerak.
"Kata-kata pertamanya adalah ?Sang Dewa Bertanduk
menampakkan diri kepada kita pada saat-saat sulit dalam rupa rusa
bermata menyala yang meloncat.? Nah, itu sudah terjadi. Kamu
melihat rusa dan juga gelandangan tua itu." Cass berhenti. "Kita harus
memakamkan tengkorak Kerak dalam tempat tinggal Sang Dewa
Bertanduk yang rahasia. Tempat itu merupakan tempat suci klannya,
eh... klanku. ?Pejuang-pejuang kita yang gagah berani beristirahat
dalam ruang gelap sampai akhir zaman.?"
"Lalu, bagaimana kita bisa menemukannya?"
"Kerak memberi kita beberapa petunjuk. Mirip dengan teka-teki
yang telah ia pelajari dari orang suci suku kita. Suatu tempat yang
tinggi di bukit, tapi jauh di dalam bumi. Mungkin dalam suatu gua
atau lubang."
"Baik, tapi sekarang orang masih membuat lubang-lubang di
sana," potong Jay. "Telah kita pelajari di sekolah mengenai
bagaimana air hujan mengalir melalui kapur dan membentuk gua-gua
dan terowongan-terowongan bawah tanah. Dan ingatkah kamu pada
arkeolog di dalam acara dengar pendapat? Ia mengatakan bahwa para
penambang Zaman Batu menggali parit dan lubang-lubang untuk
mendapatkan batu api di dalam kapur. Aku yakin bukit ini pasti
merupakan semacam sarang lebah di bawah tanah pada masa lampau."
"Benar!" mata Cass berbinar kegirangan. "Tempat yang kita
cari itu basah, tapi kering menurut Kerak," sambungnya. "Kukira ituberarti tempat itu dikelilingi oleh sebuah kolam atau mata air, tapi
mungkin pada suatu pulau atau karang kering. Tapi teka-teki yang
berikut ini agak sulit. Dikatakan, ?di antara akar-akar pohon ek, tapi di
antara awan-awan.?"
Jay menggelembungkan permen karet lainnya. "Kamu telah
membawaku ke sana. Akar-akar pohon ek, baik, pasti di bawah tanah.
Tapi awan-awan? Awan-awan mungkin terpantul di kolam. Tapi ini
berarti di kedalaman bumi. Persis!"
"Ada juga petunjuk-petunjuk lain. ?Untuk mendekati
kediamannya kamu harus menjadi ikan, tikus, laba-laba, dan lalat.?
Ada pemikiran?"
Jay berpikir sambil mengunyah permen karetnya. "Ikan
berenang, tikus membuat terowongan. Laba-laba? Aku tak tahu."
"Laba-laba menganyam jaring. Mungkin kita membutuhkan
sebuah jaring. Atau jerat," kata Cass kegirangan. "Dan lalat?"
"Makan barang-barang kotor!" kata Jay bergaya seperti orang
tua. "Ha, ha!" Cass tertawa sambil memukul bahu Jay. "Lalat terbang? Tapi bagaimana mungkin terbang di dalam tanah?
Mendengung? Atau berkeliaran di langit-langit?"
Jay memotong, "Apakah Kerak mengatakan hal lain lagi?" Cass
mengerutkan dahinya. "Ia mengajariku beberapa mantra. Mirip katakata, sebenarnya. Hanya surga yang tahu apa maksudnya. Tapi ia
berkata bahwa mantra itu harus diucapkan pada ?akhir zaman?."
"Lihat, aku membeku," kata Jay tiba-tiba. "Mari kita bicara soal
lain yang lebih menyenangkan!" Mereka meringkuk dalam jaket
mereka. Cass merebut topi bisbol Jay dan memakainya.EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
"Hei, kembalikan, Miss Flinstone!"
Cass menjulurkan lidah padanya. Mereka turun ke jalan. Awan
hitam berarak melintasi langit yang kuning. Waktu menyeberangi
jalan, Cass menjatuhkan kuncinya. Ia hendak membuka pintu menuju
rumahnya, ketika pintu itu terbuka. Meloncatlah sesosok tubuh
bertengkorak dengan mulut yang meringis. Bagian badannya tertutup
kain putih, seperti kain kafan.
Cass menjerit keras dan panjang, sampai tampaknya setiap
jendela di jalan itu bergetar. Mamanya berlari keluar dari toko.
Seorang pengendara sepeda mempercepat kayuhannya sampai
menabrak sebuah keranjang sampah. Jay menangkap kain kafan itu?
dan ternyata Will.
Will menaikkan topeng tengkoraknya ke atas dahinya.
"Hallowe?en!", teriaknya seperti orang gila. "Kau lupa, malam
ini pesta Hallowe?en. Aku cuma menakut-nakutimu. Ayolah ikutan.
Di luar sana hantu-hantu sedang berkeliaran!"
"Will," kata Cass terengah. "Kamu tak boleh menakut-nakuti
orang seperti itu. Ini tak adil." Ia dan Jay bergegas masuk rumah dan
membanting pintu.
"Ada masalah dengan kakakku," gerutu Will kepada mamanya.
"Ia tidak lagi dapat diajak bercanda."
"Biarkan dia," kata Lizzie Day sambil masuk kembali ke toko.
Kapankah anak-anaknya akan pernah belajar bertingkah laku manis
seperti anak-anak orang lain?
Di dalam rumah, Cass memeriksa kamarnya, apakah masih
terkunci. Ternyata masih terkunci dan tengkoraknya aman."Ada satu hal lain, Cass," kata Jay, yang sekarang duduk di
lengan sofa. "Kau bilang, alur yang berkelok-kelok yang kita lihat
dalam buku perpustakaan itu polanya sama dengan tato Kerak. Dan
mungkin itu kuncinya. Tepatnya apa yang kaumaksud?"
Cass membalik halaman lain dari buku hariannya.
"Aku menyalinnya di sini, lihat." Ia membentangkan selembar
kertas di atas sofa. "Apakah ini kemungkinan sebuah peta? Peta yang
menunjukkan cara menuju tempat suci? Pola ini jelas merupakan
sesuatu yang penting bagi suku itu. Pasti mempunyai arti keagamaan
yang besar bagi mereka."
"Ide yang bagus. Aku agak ragu apakah ini merupakan sebuah
peta terowongan-terowongan dan gua-gua. Menurut buku itu, di
manakah tepatnya gambar itu berada?"
"Itulah kesulitannya," kata Cass. "Dapatkah kau percaya bahwa
buku itu tidak mengatakan di mana gambar itu ditemukan?"
"Dan buku itu dicetak ulang tahun 1930-an. Sekarang ini ukiran
itu pasti sudah tertutup lumut atau tanaman-tanaman liar."
Cass dan Jay pergi ke dapur sehingga mereka tidak mendengar
suara pintu depan terbuka. Mereka kembali dan melihat Will, masih
dengan pakaian hantunya, memegangi gambar dari alur-alur itu.
"Berikan itu, idiot," Cass meledak marah. "Tidak cukupkah
kamu membuat masalah untuk satu hari saja?"
"Eh, ada apa, Kak?" kata Will tertawa. "Apa yang kamu
inginkan dari gambar tua jelek ini?"
"Aku tak akan mengatakannya," bentak Cass. "Kamu tak akan
mengerti."EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
"Tidak mengerti?" seringai Will. Dalam keadaan seperti ini
sebetulnya ia bisa membuat Cass meledak amarahnya. "Aku
mengerti."
"Tunggu sebentar," sela Jay. "Tepatnya apa yang kauketahui?"
"Gambar ini," kata Will bangga, "terdapat pada batu di Hutan
Crickstone."
"Kamu sudah pernah melihatnya?" seru Cass.
"Dengan mataku sendiri. Aku pernah pergi ke sana bersama
Connor. Tahun lalu. Tempatnya betul-betul angker. Aku takut." Tibatiba Will kelihatan agak gemetar seperti bayi.
Cass memeluknya.
"Will, ini benar-benar penting. Aku tak dapat mengatakan
padamu mengapa begitu. Tapi dapatkah kamu memberi tahu di mana
persisnya?"
"Aku kira, aku bisa," kata Will. "Apa upahnya?"
"Cokelat sebanyak yang bisa kaumakan tanpa kau menjadi
sakit," kata Cass.
"Janji!" jawab Will, sambil tersenyum sekali lagi. Cass sudah
memutuskan. Sekolah akan mulai lagi pada hari Selasa. Pada hari
Senin pagi mereka akan membawa tengkorak itu ke tempat yang
layak.BAB 14
MINGGU BADAI
Sekarang acara dengar pendapat tentang jalan raya itu sudah
berubah. Para pengunjuk rasa yang baru membanjiri Crickstone dari
segala pelosok negeri, bahkan dari luar negeri. Ada awak televisi di
jalan besar dan Mrs. Bodgett diwawancarai untuk acara berita
nasional. Mr. Bodgett dengan marah mengempaskan peralatan televisi
mereka bagaikan sampah.
Tenda para pemrotes bertebaran di seluruh batas hutan itu,
dihiasi dengan bendera dan spanduk warna-warni. Para pemborong
telah menambah jumlah petugas keamanan mereka, dan Ray
Cunningham jelas semakin sibuk.
Para pemotong pohon diperintahkan untuk memulai lagi
pekerjaan mereka hari Senin pagi. Saat ini perusahaan itu telah
bertekad untuk menyingkirkan para pengunjuk rasa selama-lamanya
dan segera menjalankan mesin-mesin beratnya tanpa ditunda-tunda
lagi. Mereka telah kehilangan banyak uang akibat dengar pendapat itu.
Polisi-polisi Sheriton juga memastikan supaya kejadiankejadian musim panas yang lalu tidak terulang. Hukum berada di
pihak kontraktor, seharusnya memang demikian. P.C. Phil Sergeant
bisa paham akan hal itu dan akan memenuhi tugasnya. Tapi iamenginginkan seluruh masalah itu diatasi dengan tenang. Ia pun tak
yakin bahwa cara-cara yang dipraktekkan Sersan Hanway merupakan
jalan terbaik untuk menghindari masalah.
Pada hari Minggu siang, polisi dari seluruh propinsi bergerak
menuju wilayah Crickstone. Tak sedikit pun Phil Sergeant merasa
gembira karena ia kehilangan liburan akhir pekannya, juga karena ia
harus bersama Sersan Hanway di dalam mobil patroli. Pada saat
mobilnya meluncur menuju desa, ia melewati van-van dan gerobak
yang basah kuyup terguyur hujan. Semuanya menghadap ke arah
tenda-tenda para pemrotes. Ia berharap anak gadis Lizzie Day tidak
berbuat nakal saat ini.
Cuaca begitu buruk. Air hujan memberondong jendela-jendela
dan atap mobil. Mengapa unjuk rasa selalu menimbulkan cuaca
buruk? Hari tampak mulai gelap padahal baru jam dua siang. Mobil
patroli itu menanjak di belakang sebuah truk besar yang memuat
sebuah buldozer menuju tempat pembuatan jalan itu. Roda-rodanya
melindas genangan-genangan air berlumpur yang menciprat kaca
jendela mereka. Phil Sergeant mendahuluinya dan dengan hati-hati
mengambil jalan memutar sebelum kembali ke Crickstone.
Jalanan yang mereka lewati melintasi ladang-ladang yang baru
dibajak, terendam air dan gelap dalam badai musim gugur itu.
Belukar-belukar duri yang lebat memenuhi pinggir jalanan. Dengan
tiba-tiba Phil Sergeant membanting setir begitu ada sosok gelap dan
besar melompat menyeberangi jalan tepat di muka mereka. Roda-roda
mereka selip sampai mobil terputar ke arah berlawanan.
"Apa itu?" Hanway mengumpat.Lampu mobil patroli itu menyorot sesosok rusa berbulu lebat
berlumuran lumpur, tanduknya besar bercabang-cabang dan matanya
menyinarkan api neraka. Binatang itu melompat menerobos ke dalam
rerimbunan di sebelah kanan jalan dan lenyap dalam tirai hujan yang
tebal.
"Seekor rusa raksasa? Tidak mimpi kan saya?" Hanway
menatap Phil Sergeant. Phil sedang berusaha menghidupkan mesin.
Tak berhasil. Mogok. Mesin berputar menderu lalu mati dengan
raungan lemah. Lampunya mati. Radionya juga mati.
"Padahal mobil ini baru diservis minggu yang lalu!" Hanway
meninju dashboard dengan kepalan tangannya. "Air pasti telah
membuat masalah. Dan rusa keparat itu!"
Sebuah lori besar sedang merayap turun di belakang mereka.
Hanway meloncat keluar dan melambaikan tangan ke arah
pengemudi. Ketika lori itu melambat terdengar suara desis rem
anginnya.
Phil Sergeant mendorong mobilnya ke pinggir jalan. Ia tidak
mengkhawatirkan mobilnya, tapi yang lainnya. Kata-kata Jacko,
gelandangan tua itu, menggema di kepalanya, "Rusa itu besarnya dua
kali rusa biasa dengan mata yang bernyala-nyala menatapku." ?Sang
Dewa Bertanduk?, begitu Jacko menyebutnya. Phil mulai meragukan
pendapatnya sendiri. Tapi jelas ia dan Hanway telah menyaksikan
sesuatu yang bukan berasal dari bumi ini. Ia yakin akan hal itu.
Pengemudi truk menghubungi kantor dengan radionya, tapi
baru satu jam kemudian mobil pengganti bisa datang dan mobil yang
mogok itu ditarik ke Sheriton. Awal yang buruk. Dan ketika mereka
baru saja tiba di Crickstone, situasi tampak memburuk.Kuasa alam mereda kembali dan seluruh desa diliputi
kegelapan. Sungai Crick meluap dan membanjiri lapangan bermain.
Airnya hitam berlumpur bahkan sampai menggenangi jalan besar.
Lizzie Day sibuk di toko dan telah mencoba menutup pintu depan
dengan gulungan-gulungan tirai dan kantung-kantung pasir. Will
bermaksud membantunya, tapi sebetulnya ia lebih ingin berlarian
melintasi jalan sambil bermain-main air dengan sepatu botnya. Di
loteng, Cass sedang duduk di kamar tidurnya. Pintunya terkunci rapat.
Tirai-tirai dibentangkan, tapi derai hujan masih dapat ia dengar
menerpa jendela kamarnya. Cass telah menyalakan lilin di samping
tengkorak Kerak. Kamarnya itu penuh dengan cahaya yang berkelipkelip. Lilin-lilin itu lebih dari sekadar sumber penerangan tapi sebagai
penghormatan bagi Kerak dan sebagai kenangan akan dia. Cahayanya
lebih mirip dengan cahaya lilin tengah malam dalam suatu gereja tua.
Cass menatap tengkorak itu. Tengkorak itu tampak masih
bersinar dalam cahaya biru yang redup, memancarkan daya yang
menyeramkan.
"Besok, Kerak, besok. Penantianmu yang panjang hampir
berakhir." Dalam keadaan seperti mimpi, ia tampak melihatnya lagi
dengan rambutnya yang panjang tergerai diterpa angin di atas Karang
Pengintai.
Ia pun merasa mendengar suara Kerak lagi. "Putri Air-bawahBumi mulai tidak tenang juga. Air mulai pasang, meninggi. Ia
memanggil-manggil engkau untuk memenuhi tugasmu..."
***********
Ia tidak menyadari seberapa buruknya badai sampai ia
memutuskan untuk pergi menemui Cass, untuk membuat rencana-rencana terakhir bagi ekspedisi mereka besok. Kulitnya basah
meskipun ia memakai pakaian rangkap dua. Jeansnya menempel
basah pada kakinya.
Baru saja ia sampai di jalan, seluruh lampu di desa itu padam.
"Ah, ah, Kerak," ia bergumam. "Kamu mulai main-main lagi? Dengan
mengundang dewa-dewa ke dalam kota malam ini?"
Lebih cepat dari yang diharapkannya, ia mendapatkan jawaban.
Air hitam dan dingin telah meluap satu meter di ujung jalan kecil.
"Ah, mungkin itu dia Sang Putri Danau Tua!" Sekarang kakinya
menapaki tanah kering, ketika ia mundur dari jalan kecil.
Ketika berbalik melewati jam desa, Jay melihat kerumunan
orang yang marah. Tanpa mempedulikan pengalaman-pengalaman
yang lalu, ia menuju ke tempat itu untuk melihat apa yang terjadi.
Cahaya senter menyinari wajah dan tubuh orang-orang itu dalam
kegelapan, tapi masih cukup untuk mengenali mereka secara pasti.
Sekelompok petugas polisi menghadapi serombongan
pengunjuk rasa. Anggota-anggota suku Feral yang berasal dari hutan.
Jay melihat Phil Sergeant ada di antara polisi. Mreka dipimpin oleh
seorang sersan yang belum pernah ia lihat. Seorang yang berkumis
hitam yang lebat dan bermuka merah karena marah.
"Keluar!" Hanway membentak. "Aku ingin kalian keluar dari
desa ini segera!"
"Ada apa?" Jay bertanya kepada seorang pengunjuk rasa yang
berwajah pucat, tiga atau empat tahun lebih tua dari dirinya.
"Ia bilang kami harus meninggalkan van-van kami yang
memblokir jalan masuk ke desa. Sebenarnya kami sudah berkemas.
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi hujan. Ini bukan salah kami."Hanway jengkel akan semua itu. Bukankah mereka ini
memprotes pembuatan jalan? Tapi mengapa mereka juga punya mobil
dan van-van? Dan mengapa polisi-polisi itu berurusan dengan
mereka? Bukankah mobil patroli mereka juga tidak bisa jalan karena
hujan, sama seperti mobil para pengunjuk rasa? Ia mendorong dengan
marah pemimpin unjuk rasa itu yang juga balik mendorongnya.
Segera saja keributan berlanjut. Jay melangkah maju berniat
menahan gejolak marah di antara para pemrotes. Hanway bergegas
menuju padanya. "Kamu ditahan," katanya pada Jay.
Phil Sergeant mengangkat matanya ke langit.BAB 15
JAY DITAHAN
Minggu malam. Sebuah van masuk di halaman kantor polisi
Sheriton. Suara radio bersahut-sahutan. Mereka, Jay dan tiga
pengunjuk rasa dibawa keluar dan masuk melewati banyak pintu.
"Kalian membuat kekeliruan. Saya hanya ingin mencoba
menghentikan perkelahian." Jay berusaha menjelaskan kepada
petugas.
"Tentu saja, anak muda." Jay mendapat jawaban tajam. "Nama?
Umur?" dan berbagai pertanyaan yang keluar dengan cepat.
Jay sangat marah. "Berapa lama saya harus begini?"
"Tergantung kamu," kata orang itu sekenanya.
Tapi tampaknya itu tak tergantung pada Jay, tapi pada seberapa
sibuknya polisi itu. Dan mereka cukup sibuk. Laporan-laporan masuk
dari segala penjuru wilayah itu yang terkena banjir dan kerusakan
akibat badai. Jay menunggu berjam-jam, tapi tampaknya tak seorang
pun mempedulikannya. Akankah ditahan semalaman?
Ia harus memberi tahu Cass. Besok adalah hari besar?hari
untuk mengembalikan tengkorak itu ke tempat peristirahatannya, juga
hari para pemborong memulai pekerjaan mereka. Bahkan bila polisipolisi membebaskannya malam itu, mereka akan memberi tahu orangtuanya dan ia pun akan jatuh dalam kesulitan besar. Bahkan walaupun
ia sungguh-sungguh tak bersalah, ia tak akan dapat melihat papanya
menanti-nanti penjelasan. Tapi barangkali mamanya bisa mengerti...
Ahkirnya seorang polisi wanita membawa Jay melewati gang
memasuki ruangan yang terang benderang. Inilah saat untuk membuat
pernyataan. Di kursi duduk P.C. Phil Sergeant.
"Oh, ternyata kamu," kata Jay segera mengenalinya.
"Kamu juga," sahut Phil Sergeant. "Sekarang, aku ingin
mendengar versi kamu tentang apa yang terjadi sore tadi. Ingat, aku
sendiri ada di sana."
Selama setengah jam Jay menjelaskan kejadian sore itu. Tidak,
ia tidak terlibat dalam unjuk rasa. Memang ia telah ada di sana sejak
pertama kali terjadi protes pada saat ia lari dari kejaran polisi.
Memang ia berada di Sheriton pada saat acara dengar pendapat. Tapi
ia berada di sana semata-mata karena tertarik, bukan karena ia
termasuk dalam gerakan. Bagaimanapun juga proyek itu telah
memberi pekerjaan bagi papanya. Memang benar, ia adalah teman
Cass, setiap orang mengetahuinya. Dan Cass cukup dikenal terlibat
dalam protes itu.
Akhirnya secangkir teh disajikan kepada Jay. P.C. Phil Sergeant
meninggalkannya untuk menemui Hanway.
"Tindaklah dia! Sebab ia menghalang-halangi seorang polisi
dalam tugas!" Hanway tak punya banyak waktu untuk mengurusi Jay.
"Sersan, anak itu tak pernah membuat onar sebelumnya," Phil
memohon. "Saya punya laporan-laporan kelakuan baik tentang dirinya
di desa. Ia bukan perusuh. Saya sungguh-sungguh yakin ia takbermaksud jahat. Ia sungguh-sungguh berusaha menghentikan para
pengunjuk rasa itu menghalangimu!"
Hanway mendengus.
"Kau terlalu lunak! Itu yang selalu membuatmu mendapat
masalah."
"Baiklah, kamu tidak lagi tahan bersama saya lebih lama lagi,"
ujar Phil membela diri. "Kamu tahu, saya akan pensiun tahun depan.
Sekarang biarkan saya memperingatkan anak itu. Saya akan berbicara
dengan orang tuanya."
"Oh, baiklah. Lepaskan dia. Kita punya urusan yang lebih
penting yang harus ditangani sekarang. Besok bisa saja unjuk rasa
semakin menjadi-jadi. Tapi dari sekarang aku menginginkan tindakan
yang lebih tegas. Mengerti?"
"Ya, Sersan," jawab Phil kurang yakin.
Ia kembali ke ruang interogasi dan dengan berat duduk di depan
Jay. Ia mulai menasihati Jay.
Tidak lama kemudian lampu-lampu kantor polisi meredup,
menjadi terang lagi, lalu padam.
Jay tersenyum ketika terjadi keributan di gang.
"Nyalakan generator darurat!" Hanway berteriak.
"Komputer mati!" suara lain berseru.
"Selamat datang di Sheriton, Kerak!" Jay bergumam.
"Kamu bilang apa?"
"Tampaknya teman saya Kerak minta Sang Dewa Bertanduk
mengunjungi kalian!" tawa Jay berani.
Di dalam gelap P.C. Sergeant terhenyak. Kata-kata itu muncul
lagi. ?Dewa Bertanduk?. Kata-kata yang diucapkan Jacko di tempatyang sama. Polisi itu semakin tidak mengerti. Tapi sekarang bukan
saatnya bertanya. Ia harus meninggalkan ruang itu untuk
membereskan keributan yang terjadi.
"Diam di sini saja, Jay. Kalau kau mencoba lari, kami akan
menimbunimu dengan setumpuk batu bata."
Setelah lima menit barulah lampu-lampu bisa menyala dan
komputer-komputer mulai hidup lagi. Tapi Phil Sergeant terperangah
tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya dalam layar melalui bahu
operator: sebuah cahaya biru berpendar-pendar dan di bagian tengah
tampak sebuah tengkorak. Tengkorak itu berputar dan menjadi seperti
tembus pandang karena sinar X sehingga menampakkan rongga otak,
gigi-gigi dan akhirnya dua rongga mata yang besar dan kosong.
"Demi Tuhan, apa itu?" teriak Phil.
"Seorang idiot yang kurang kerjaan pasti mempermainkan kita,"
kata operator sambil memencet tombol keluar. "Suatu olok-olokan
dari markas besar. Tadi malam kan malam Halloween."
Gambar tengkorak itu masih terpampang dan perlahan-lahan
lenyap. Di layar monitor hanya tertinggal daftar menu yang biasa. Phil
Sergeant tertawa lega.
Ketika ia kembali ke ruang interogasi, Jay meringkuk di kursi,
setengah tertidur. Ia mengguncang pundaknya.
"Jay, persis ketika kami sedang diganggu, kamu berbicara
tentang seorang temanmu. Kerak, kalau tidak keliru? Apakah ia salah
satu dari para pemrotes? Apakah kamu sedang dikacaukan oleh
sesuatu di luar jangkauanmu?"
Jay menatapnya.
"Bukan.""Bukan apa?"
"Bukan, ia bukan salah satu dari mereka. Dan juga saya tidak
sedang dikacaukan dengan suatu ancaman apa pun."
"Siapa atau apakah Sang Dewa Bertanduk itu? Apakah ini
semacam kata sandi?" Phil Sergeant ingin langsung menyentuh akar
masalahnya.
"Dewa Bertanduk? Entahlah." Tiba-tiba Jay tampak berhatihati. Ia tak boleh menempatkan misi Cass dalam bahaya dengan
memberi informasi terlalu jauh.
Polisi itu melanjutkan seperti anjing yang mengharapkan tulang.
"Kamu menggunakan kata ?Sang Dewa Bertanduk?, aku dengar
itu ketika listrik padam tadi. Aku telah mendengar kata itu. Aku
melihat beberapa hal janggal pada hari ini. Aku menginginkan
penjelasanmu."
"Tidak ada yang bisa dijelaskan." Jay mencoba mencari
jawaban. "Dewa Bertanduk itu hanyalah salah satu nama dalam
sebuah film. Halloween Horror. Kami melihat videonya minggu lalu."
Phil Sergeant tahu bahwa Jay berbohong. Ada sesuatu yang
disembunyikan. Tapi jelas bahwa ia tidak dapat mendapatkan
penjelasan malam ini.
"Bisakah saya pulang sekarang?" tanya Jay.
Phil berpikir sebentar.
"Maaf Jay, aku ingin kamu di sini malam ini. Masih ada
beberapa pertanyaan untukmu besok pagi. Bila aku mendapatkan
jawaban yang kuinginkan, kamu akan bebas."Jay menggelengkan kepala. "Saya harus pergi sekarang. Anda
tidak mengerti. Ini sungguh-sungguh penting. Saya akan sibuk besok
pagi."
"Mau apa?"
"Bukan urusan Anda."
"Justru itu, Jay. Kupikir kamu harus tinggal di sini. Apalagi
sekarang sudah larut malam. Tak ada lagi bus ke Crickstone pada jamjam seperti ini. Aku pun tak sanggup untuk mengantarmu pulang
dengan mobil. Papamu pergi kerja, bukan? Jadi, tinggal di sini saja.
Tak akan ada masalah."
Jay mendesah. Ia tertarik pada maksud baik polisi itu.
"Baiklah, dapatkah Anda menyampaikan pesan kepada Cass
Day? Anda kan teman akrab mamanya beberapa hari ini, kan? Jangan
katakan kepadanya bahwa saya ditahan atau lainnya. Hanya katakan
kepadanya: ?Solo!?"
"Ok, Ok," Phil Sergeant ingin tahu apa maksud pesan itu. Tapi
ia dapat mengetahuinya besok pagi. Bisa jadi anak itu hanya ingin
main-main dengannya, seperti pada saat geng Crickstone mencuri
mobilnya. Dan tentu ia akan menelepon Lizzie bila ia bebas tugas. Ia
perlu ngobrol dengan seseorang.BAB 16
CASS PERGI SENDIRI
Sebelum turun ke toko untuk membereskan koran-koran hari
Senin, Lizzie meninggalkan tulisan untuk Cass di meja makan. Cass
sedang bingung dengan arti kata itu. "Phil menelepon tadi malam. Ia
memberiku pesan dari Jay: SO LOW."
Mengapa Jay menyampaikan lewat polisi itu? Mengapa ia tidak
ke sini seperti yang direncanakan? Apa artinya pesan itu?. Apakah ia
ingin memberitahukan bahwa makam itu tidak berada di atas
perbukitan seperti yang mereka bayangkan? Apa yang telah ia
temukan? Atau apakah ia hanya semata-mata merasa tertekan,
semangatnya sedang turun...?"
"So low (sangat rendah), so low, so low," Cass membacanya
keras-keras. "Solo (sendiri)? Solo!" Barangkali mamanya salah dengar
di telepon. Solo! Jadi ia harus pergi sendiri. Apa yang terjadi pada
Jay? Ia yakin Jay tak akan membiarkannya turun bila ia masih punya
pilihan lain. Tapi ia harus tetap pergi hari ini. Ini kesempatan terakhir.
Besok adalah akhir dari liburan tengah semester. Pohon-pohon akan
ditebang hari ini jika para pemrotes tidak berhasil menghentikan. Dan
dewa-dewa kuno akan marah. Ia tidak ragu bahwa badai dan banjirmerupakan peringatan. Inilah kesempatan akhir untuk memenuhi
tugasnya yang belum terlaksana selama beribu-ribu tahun.
Rasa takut merayapi sekujur tubuhnya. Bagaimana ia bisa
memenuhi tugas besar ini sendirian? Mengapa seluruh klannya
menggantungkan diri hanya padanya seorang, Cass Day, untuk
melayani dewa-dewa yang telah dilupakan setiap orang begitu lama?
Dan kemudian ia ingat dalam hari yang gaib ketika bertemu Kerak
dalam mimpi. Ia harus berhasil demi saudaranya sekarang. Itu tugas
yang harus ia penuhi. Maka ia tidak boleh merasa sendirian. Roh
Kerak akan mendampinginya.
Dan benar. Ia mengisi ransel kecilnya ? sebuah senter yang
dapat diikatkan di kepala, tali nilon yang kuat yang telah ia beli di
Sheriton, sebuah peta Pedoman Penjelajahan Hutan Crickstone
berukuran besar, salinan pola-pola alur yang berliku-liku, dan
sejumlah biskuit cokelat yang akan berguna kalau ia merasa lapar.
Ia mengenakan sweater dan jaket tahan air. Benda terakhir
adalah tengkorak Kerak. Ja memastikan bahwa Will masih tidur.
Kemudian ia mengambil tengkorak dari tempat persembunyian di
kamar tidurnya. Ia mencium tengkorak itu dengan lembut,
membungkusnya dengan syal dan memasukkan ke dalam tasnya.
Sekali lagi ia menengok ke belakang lalu menuruni tangga dan
sampai di trotoar.
"Cass! Kok bangun pagi-pagi?"
Ya Tuhan, mamanya sedang mengambil paket-paket surat kabar
di jalan dan memergokinya.
"Hanya jalan-jalan, Ma. Cuaca terang, lihat saja..." Memang
benar, hari itu dingin tapi angkasa cerah, biru jernih. Pagi yang indah.Lizzie berlalu dan menepuk bahu Cass.
"Tidak sedang berbohong sekali lagi, kan? Tampaknya kau
akan pergi ke bukit."
"Lalu bagaimana kalau memang begitu." Cass memberikan
jawaban bernada memberontak.
"Sebab yang terjadi sekarang ini adalah aksi yang paling besar
dalam protes yang terjadi di bukit itu belakangan ini. Dan kau tahu,
aku sama sekali melarangmu ikut-ikutan lagi. Mulai sekarang aku
ingin kau tetap sehat dan memusatkan perhatianmu pada pelajaranpelajaranmu di sekolah."
"Ma, saya tidak akan ikut unjuk rasa."
"Kamu berjanji?"
"Saya berjanji."
Lizzie masih memandanginya seakan-akan masih minta
diyakinkan lagi. Tapi putrinya yang tersayang telah lari ke jalan
sambil melambaikan tangan.
Cass tidak ingin melakukan kesalahan seperti dalam
ekspedisinya yang terakhir bersama Jay. Ia memutuskan untuk tidak
menyeberangi lapangan Horton atau daerah para pekerja, sebab besar
kemungkinan ia akan dihentikan oleh petugas keamanan atau ditanyai
oleh polisi. Ia mengambil jalan memutar yang panjang, meskipun ia
harus berjalan kaki delapan kilometer atau lebih. Ia akan sampai di
bukit dari sisi yang sebaliknya. Seekor kelinci berlari melintasi jalan
setapak, terkejut oleh seorang penyerbu pada pagi ini.
Setelah satu setengah jam, Cass berhenti dan dapat melihat
lembah jauh di bawahnya. Di sepanjang tepi hutan di bagian bawah
para pengunjuk rasa sudah bersiap-siap. Mereka membentuk garis. Iadapat melihat van-van kecil dengan lampu kilat oranye membawa para
pekerja proyek dan para penebang hutan. Dan agak tersembunyi di
bawahnya, ia dapat menyaksikan van-van polisi berwarna biru.
Mereka jelas mengharapkan adanya masalah.
Pada saat ia mengamati sosok-sosok mirip semut di bawah, ia
menjadi sadar akan tengkorak Kerak di dalam ranselnya. Ia merasa
gemetar dan pusing. Barangkali sebaiknya ia sarapan dulu sebelum
berangkat. Ia mengambil biskuit cokelat dan mengunyahnya.
Tiba-tiba ia merasa seperti sedang melihat ke bawah melalui
mata Kerak, melalui sepasang mata tengkorak. Medan pertempuran
lagi, pertempuran penghabisan yang mengerikan itu lagi. Para pejuang
sukunya menyebar keluar dari desa, menyambar senjatanya dalam
kebingungan. Musuh-musuh mereka yang bermuka biru mengepung
mereka, meneriakkan pekik pertempuran. Saat yang menegangkan.
Dan seperti mimpi, bayangan itu memudar dan Cass kembali
memusatkan perhatiannya pada pagi musim gugur yang cerah di atas
kolam yang meluap dan membanjiri ladang-ladang yang rendah.
Cass gemetar dan menarik peta untuk meneliti posisinya. Ya, di
sana ada jalan setapak ke kiri kira-kira seratus meter di depan. Ia
melipat peta itu dan meninggalkan bibir bukit. Segera ia masuk ke
tengah kegelapan hutan.
Dedaunan masih menempel di ranting-ranting pohon ek dan
pepohonan lain yang tinggi berwarna cokelat dan merah indah, tapi
sebagian ranting-rantingnya sudah tak berdaun lagi, rontok oleh badai
di akhir pekan. Satu dua pohon besar tumbang oleh badai itu. Akarnya
tercabut dari tanah yang berkapur.Jalan setapak itu naik turun. Melintasi semak-semak tebal dan
pohon-pohon berduri yang lebat. Cass menyibakkan semak-semak
dengan tangan kirinya, dan tangan kanannya memegangi dahandahan. Beberapa pencinta alam telah memasuki hutan lewat jalan ini.
Suara keras merobek keheningan pagi itu: kraaak! Berkelebat dan
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jatuh bulu-bulu berwarna merah muda kecokelatan - Jaykah? Sial,
ternyata bukan. Di zaman dulu tentu ada banyak babi hutan, serigala
dan binatang-binatang buas lainnya.
Setelah sekitar lima belas menit, Cass sampai di tempat terbuka
di hutan liar itu. Di situ pohon berri oranye merambat pada sebuah
pohon yang tinggi langsing dan berakar pada tanah yang berbatu-batu.
Di dekat situ, jalan setapak yang dilalui Cass bertemu dengan jalan
setapak yang turun dari Karang Pengintai, berkelok seperti ular. Lewat
situlah Will dan temannya Connor sampai di tempat ini.
Cass berharap bahwa adiknya tidak mengarang cerita konyol
mengenai pahatan berpola spiral itu.
Ia mendaki dan sampai karang dan mencari sisi karang dengan
saksama. Tak ada tanda. Ia minggir ke sisi yang lain dan menyadari
bahwa karang itu mengarah ke dalam sebuah celah retakan. Pipinya
tergores daun-daun pakis. Dan tepat di depan matanya terukir garisgaris yang berputar yang telah ia salin dengan saksama. Pahatan itu
tampak tua dan berlumut. Ia mengambil selembar kertas dari
ranselnya dan membandingkannya. Persis sekali. Inilah rute ke tempat
suci Sang Dewa Bertanduk, makam rahasia suku itu. Atau itulah yang
ia harapkan. Ebukulawas.blogspot.com
Di sebelah pahatan itu ada celah yang dalam dan gelap, berbau
busuk karena lembap dan penuh kotoran rubah. Cass mengeluarkansenter dan memasangnya di kepala. Ia mengambil juga talinya dan
melingkarkannya di pinggang. Sambil menarik napas dalam-dalam ia
menerobos masuk.
**********
Jay akhirnya dibebaskan sekitar jam sepuluh pagi itu dan
langsung pergi ke terminal bus Sheriton. Ia marah karena
diperlakukan begitu. Seandainya saja ia berkulit putih dan kaya,
apakah ia akan ditahan semalaman? P.C. Sergeant ternyata memang
lebih baik dibandingkan Hanway, meskipun ia menghujaninya dengan
pertanyaan-pertanyaan yang menjengkelkan. Jay tetap bersikeras
untuk tidak memberikan petunjuk lebih jauh.
Sekarang apa? Pasti saat-saat sulit menghadapi papanya. Cass
tentu sedang bertindak sekarang, sambil mengandaikan ia sudah
menerima pesannya. Semoga Cass tidak sedang menunggunya di desa.
Ia tidak dapat pergi ke tempat pengunjuk rasa. Itu sudah jelas. Ia tidak
ingin kembali lagi ke kantor polisi. Hanway akan menangkapnya lagi.
Bus ke Crickstone datang dan ia melompat masuk. Saat bus itu
sedang melaju, pikiran Jay melayang membayangkan bagaimana Cass
dapat menemukan gua itu. Ia berharap Cass dapat melakukannya dan
ingin agar ia bisa bersamanya. Untunglah cuaca cerah. Pagi yang
indah. Tapi banjir masih menggenangi ladang-ladang.
Sekarang Jay dipenuhi kekhawatiran. Di benaknya ada
kecemasan yang kian lama kian membesar. Jika air hujan itu meresap
di bukit kapur itu, maka air di bawah tanah akan meluap. Lalu
bagaimana dengan Cass? Cass berada dalam bahaya maut, terjebak air
bawah tanah.BAB 17
KELELAWAR DAN LABA-LABA
Cass mendapati dirinya berada dalam gua yang berlumut, gelap,
dan basah. Air menetes dari langit-langit gua itu, tik, tik, tik. Nyala
senternya memendar ke segala penjuru. Ujung paku raksasa yang
terbentuk dari cucuran larutan kapur menembus dari langit-langit.
Stalaktit, begitukah orang menyebutnya? Atau stalagmit? Ia harus
menyelesaikan PR-nya.
Nyala senter Cass meliuk-liuk ke atas?Ya, Tuhan! Cass
langsung tercekat ngeri. Langit-langit penuh makhluk yang
menjijikkan. Semuanya bersayap selaput dengan cakar-cakar kecil.
Kelelawar! Bergelantungan dalam gerombolan-gerombolan. Jeritanjeritannya menegakkan bulu roma. Merasa diusik, seekor kelelawar
menukik ke arahnya dengan moncongnya yang menyeramkan. Ia
memekik! Ia hanya bisa membayangkan kelelawar itu dengan kepakan
sayapnya yang bercakar meluncur ke arah rambutnya yang panjang
dan memporak-porandakannya! Ia berhenti untuk mengikat
rambutnya. Ia teringat semua film-film vampir saat Drakula kembali
menjadi kelelawar di malam hari...Untunglah, setan kecil itu terbang
hilang dalam kegelapan.Cass menelan ludah. Beberapa sambutan selamat datang
untuknya! Sekarang terang senter menampakkan di depannya sebuah
jalan setapak yang curam menuju ke bawah. "Tinggi tapi rendah,"
kata Kerak. Jadi inilah dia. Ia menyusuri sebuah jalan sempit yang
turun membelok ke kanan.
Ada pahatan-pahatan kuno di dinding. Tak heran. Lama sesudah
manusia berhenti tinggal di gua-gua, orang-orang menggunakannya
untuk tempat berlindung dari cuaca buruk, untuk bersembunyi dari
musuh dan untuk gudang penyimpanan. Ia tahu ada sebuah gua di
hutan ini dipakai untuk gudang amunisi selama Perang Dunia II. Itu
kata kakeknya sewaktu Cass masih kecil.
Beberapa menit kemudian, lorong bawah tanah itu bercabang.
Cass mengamati salinan pahatannya. Ya, sekarang baru tampak
maknanya! Lingkaran di tengah mestinya adalah tanah kuburan. Aluralurnya adalah jalan tembus. Pada cabang berikutnya, ia memilih yang
kiri lalu yang kanan, mengikuti peta.
Semakin ia masuk ke perut bumi, langit-langit lorong semakin
rendah. Sampai akhirnya ia harus merunduk dan akhirnya merangkak.
Jadi inilah yang dimaksud Kerak dengan "menjadi seekor tikus"! Ia
makin merasa seperti disekap seiring dengan bumi yang semakin
merapat dari segala penjuru. Ya, dikubur hidup-hidup.
Ia merayap maju menerobos padas. Mukanya menabrak jaring
laba-laba. Ia memekik ketika seekor laba-laba dengan kakinya yang
berbulu berlari melalui muka dan lehernya. Laba-laba, jauh di bawah
tanah? Astaga!
Tahu-tahu ia bisa leluasa karena gorong-gorong itu melebar.
Dengan segera ia bisa berdiri lagi. Lumayan. Tapi kesulitannya samasekali belumlah berlalu. Di depan sana, lorong itu lenyap dalam
kegelapan. Ia melemparkan sebuah kerikil. Ping! Kerikil itu ditelan
kekosongan. Tak ada yang menahannya.
Ini saatnya "menjadi laba-laba". Ia membuka gulungan talinya
dan mengikatnya pada sebuah karang. Dengan mata tertutup dan
berdoa ia mengencangkan tali. Cukup kuat. Ia pun turun hati-hati.
Segera saja ia menyentuh dasar.
Tapi dasar itu tidak kering. Digenangi air. Sumber air itu
menyembul dari dinding karang dan meluncur turun, hitam dan
sedingin es. Air pun menjadi setinggi pinggang. Kedua kakinya nyeri
sewaktu ia melangkah maju. Air sampai di dadanya. Inilah saatnya
"menjadi ikan".
Cass seorang perenang yang tangguh, tapi situasi yang
dihadapinya tidak memungkinkan dirinya untuk memamerkan diri
sebagai pemegang medali pemenang di kolam renang Sheriton. Dalam
pakaiannya yang basah ia melangkah terhuyung-huyung. Ia
memastikan senternya tidak basah dan kepalanya tetap di atas air.
Bungkusan yang berisi barang-barangnya yang berharga basah oleh
air tapi tetap terikat erat.
Sejenak setelah tenggelam dalam semacam keabadian, Cass
mengira matanya melihat secercah cahaya di depan. Segera saja ia
melihat batu-batu karang di masing-masing tepian lorong itu. Ia keluar
dari air. Ia mengangkang bertumpu pada masing-masing tepian.
Kedua lengannya ia tekan pada dinding karang. Rasa-rasanya ia
seperti merangkak di langit-langit dan ingat kata-kata Kerak: "menjadi
lalat".Di ujung lorong itu, air amblas melalui hamparan batu kapur
yang menyerupai kolam. Cass ambruk dan menggulingkan diri di atas
lantai padas. Ia kehabisan tenaga. Nyala senternya menerangi
serangkaian lukisan di langit-langit. Pelan-pelan ia memusatkan diri.
Lukisan-lukisan itu berhamburan seperti kupu-kupu yang molek
melintasi karang. Gambar binatang-binatang buas, lebih mirip seperti
orang melihat di kebun binatang daripada di sekitar Crickstone. Bison,
kambing liar dan rusa raksasa.
Cass berguling ke kiri. Ada lukisan sosok seorang berjenggot
berpakaian kulit, binatang. Ia memakai tanduk rusa di kepalanya. Di
sekitarnya terdapat banyak cap telapak tangan. Nalurinya mengatakan
bahwa lukisan itu sudah sangat tua. Jauh lebih tua dari desa
Crickstone. Sudah lebih kuno daripada saat ia dan Kerak bertualang di
bukit-bukit itu. Lukisan itu adalah lukisan Sang Dewa Bertanduk.
Cass merangkak maju perlahan-lahan dan segera menarik diri
kembali dengan terengah-engah. Ia terjebak di mulut jurang yang
dalam. Jauh di bawahnya ? kabut? dan rimba akar. Ia ingat
pandangan Jay tentang atas dan bawah, bumi dan langit! Ia pun sadar
bahwa ia melihat sebuah pantulan di dalam air yang gelap dan dalam.
Saat menengadah ia melihat sebuah tangkai menjulur ke atas. Ada
sebuah lubang yang menyerupai cerobong menembus akar-akar yang
berserabutan beratus-ratus meter ke atas, ke angkasa yang cerah. Di
atas sana dalam dunia nyata, sinar matahari memancar ke bawah dan
awan-awan berarak lewat.
Sekarang Cass menatap ke depan. Di sana terbentang sebuah
gua yang luas menyerupai katedral karang penuh kotoran kelelawar. Ia
dapat mendengar makhluk-makhluk kecil itu mencicit lagi di suatutempat dalam kegelapan. Ia mulai terbiasa dan menganggap mereka
sebagai teman. Hanya merekalah makhluk hidup yang menemaninya
jauh dalam perut bumi ini.
Cass membuka bungkusannya. Air mengalir keluar seperti anak
sungai. Ia bersandar pada dinding dan dengan susah payah membuka
ikatan.
Tengkorak Kerak dalam keadaan baik. Cass bernapas lega
ketika ia melepaskan syalnya yang penuh air. Batok kepala tengkorak
itu tampak mengkilap menyala lagi seperti yang terjadi di kamar
tidurnya. Serta merta tengkorak itu dikelilingi lingkaran cahaya biru
yang semakin lama semakin terang hingga memenuhi seluruh gua itu.
Cass sekarang dapat melihat bahwa tonjolan karang yang ia
duduki merupakan suatu cincin pada dinding gua yang mengitari
sebuah danau. Di tengah danau itu menjulang menara karang yang
berpuncak datar. "Basah tapi kering," tepat sekali. Salinan petanya
sudah hilang sewaktu berenang, tapi ia tidak ragu-ragu. Gua luas ini
adalah tempat suci para dewa, tempat peristirahatan terakhir bala
tentara klannya.
Dengan rasa takjub sampai ke ujung kakinya, Cass mengangkat
tengkorak yang bercahaya itu ke bibirnya.
"Selamat tinggal Kerak tersayang!" ia berbisik. "Selamat tidur."
Ia memegangnya dengan satu tangan, lalu melemparkannya ke udara
melintasi air danau, membentangkan busur cahaya yang membelah
kegelapan.
Sekonyong-konyong cahaya matahari dari corong sempit
meredup, demikian juga sinar senter Cass. Di puncak menara karang
muncul seekor rusa besar yang dilingkupi cahaya pelangi dengan matamerah yang berkilat-kilat. Rusa itu menguak. Gemanya menggaung ke
seluruh penjuru gua. Kemudian ia meloncat ke udara dan lenyap.
Sejenak situasi mejadi hening. Lalu sayup-sayup terdengarlah
nyanyian dari kejauhan dan bunyi genderang. Sudah beribu-ribu tahun
ia tak lagi mendengar alunan nada seperti itu. Sebuah nyanyian
perarakan suku hutan. Bermandi cahaya oranye dan biru, ia melihat
wujud-wujud roh bangsanya itu berkumpul di setiap lorong karang,
bermunculan dari air, dengan susah payah memanjat bebatuan.
Naynyian semakin nyaring terdengar sampai seluruh gua itu
berdentam-dentam oleh bunyi-bunyian. Bala tentara klannya itu mulai
berbaris maju lagi, mengikuti panggilan Sang Dewa Bertanduk. Dan
saat ini Kerak berjalan bersama mereka. Mereka maju
mempertahankan hutan untuk terakhir kalinya.
Pada saat prajurit-prajurit itu berarak di dekatnya, Cass merasa
salah satu dari antara mereka membungkuk ke arahnya dan membelai
pipinya.
"Terima kasih, adikku yang gagah berani," bisiknya. "Terima
kasih."
*************
AKU TELAH SAMPAI DI RUMAH. ADIKKU CASS TELAH
MEMPERTARUHKAN NYAWANYA UNTUKKU. IA
MEMBAWAKU KEMBALI KE GUA SUCI. Aku telah bergabung
kembali bersama sahabat-sahabatku, handai taulanku, dan pasukan
tentaraku.
Karena gagal berjaga pada hari naas itu, aku harus mengawasi
hutan itu, melihatnya dihancurkan tahun demi tahun. Itulah tugasku.
Akhirnya sekarang aku mampu menyampaikan peringatanpertempuran penghabisan demi pepohonan. Aku telah memberi pesan
kepada pemimpin-pemimpin kematian dan orang-orang suci
bangsaku.
Sekarang aku telah diampuni. Aku sendiri membawa panji Sang
Dewa Bertanduk. Kami berarak maju melawan pengrusak hutan.BAB 18
TERJEBAK DI BAWAH TANAH
Nyanyian itu telah berlalu dan lenyap. Gua menjadi gelap
gulita. Hanya ada sedikit sinar dari cerobong sempit dan cahaya kecil
senter yang meredup.
Cass menatap ke atas tanpa daya. Seandainya saja ia bisa
terbang seperti burung atau kelelawar. Tak ada jalan untuk mencapai
tebing itu. Dinding-dindingnya mudah longsor dan sangat berbahaya.
Mustahil.
Hanya ada satu jalan keluar. Jalan yang telah ia lalui. Pikiran
untuk mati-matian berjuang kembali mengecutkan hatinya.
"Barangkali aku harus mati di sini," katanya pada diri sendiri.
"Barangkali tengkorakku akan tergeletak di tempat suci ini untuk
selamanya. Barangkali aku dulu telah dikuburkan di sini, beribu-ribu
tahun yang lalu. Diriku yang lama. Mungkinkah seseorang bertatapan
dengan dirinya sendiri?
Ia membayangkan seperti apa tengkoraknya. Tapi pikirannya
malahan melayang kepada mamanya, Will - dan juga Jay... dan
menarik dirinya kepada mereka. Ayolah Nona! Kembalilah ke dunia
nyata. Apa pun yang terjadi! Ia tidak lagi membutuhkanbungkusannya. Ia pun pergi meninggalkan tempat itu. Ia tidak
menyadari bahwa cermin kecilnya terjatuh.
Cass kemudian merangkak kembali seperti seekor lalat pada
tebing karang. Ia mencebur ke air dan berenang.
Di situ air tak terlalu dalam. Sekonyong-konyong ia berada
dalam kesulitan. Kesulitan yang amat besar. Kakinya terperosok dan
terjepit dalam celah karang. Betapa pun besar usahanya, ia tak berhasil
mengeluarkannya. Dengan cepat ia kehabisan tenaga.
Lambat laun ia sadar bahwa permukaan air semakin meninggi.
Menit demi menit. Ia merasakannya naik merayapi tubuhnya,
lehernya. Ia menegang dan mengejang mengeluarkan seluruh
kekuatannya yang terakhir. Air mata keputusasaan mengalir dari
matanya, jatuh ke dalam genangan air pasang.
Cass sudah berada di ambang ketidaksadaran ketika tiba-tiba
dari dalam dirinya tumpahlah sebuah nyanyian kuno. Nyanyian itu
berasal dari lubuk hatinya yang paling dalam. Ini merupakan nyanyian
lain yang belum pernah berkumandang dalam gua bawah tanah itu
selama bertahun-tahun. Itulah madah yang dinyanyikan para imam
wanita sukunya bagi Tuan Putri Air-bawah-Bumi.
"Berang-berang-putri, salamander-putri, belut-putri, salmon
perak, pantulan bintang-bintang, selamatkanlah kami, bantulah kami
di saat-saat kami membutuhkan..."
***********
"Ia telah berbuat APA?"
Phil Sergeant memukul atap mobil patrolinya dengan marah.
Persis pada saat ia harus bergabung dalam operasi melawan parapengunjuk rasa, seorang pemuda, Jay Cunningham, menyeruak ingin
menemuinya dengan berita buruk tentang Cass Day.
"Ia pergi ke dalam saluran-saluran gua di bawah hutan.
Menguburkan tengkorak."
"Demi Tuhan, tengkorak macam apa?" Polisi itu masih
terpengaruh oleh kejadian lain yang harus dihadapinya untuk menegur
si tua Jacko yang mabuk-mabukan.
"Tak ada waktu untuk menjelaskan," kata Jay tergagap. "Kita
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harus segera mengeluarkan Cass. Air akan pasang, bila air hujan
mengendap turun melalui batu-batu karang itu."
"Pernahkah ia mengadakan penggalian dalam lubang atau gua?"
tanya polisi itu. "Apakah ia membawa perlengkapan yang cukup?
Membawa helm dan peralatan lainnya?"
"Tidak," Jay mengaku. "Ia pernah sekali ikut kursus mendaki,
saya kira. Tapi saya ragu-ragu apakah ia memakai helm..."
"Ah, kalian anak-anak tolol," hardik Phil Sergeant dengan
sangat marah. "Apa yang harus kukatakan kepada mamanya bila
mayatnya ditarik keluar? Mengapa orang-orang baik harus
mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan orang bodoh?"
"Cass tahu apa yang harus ia lakukan. Tapi kita harus bertindak.
Bagaimanapun juga ini sungguh-sungguh kesalahan saya," kata Jay
membela diri.
"Tidak," sahut Phil, tiba-tiba tampak kelelahan. "Tidak, kukira
tidak begitu. Kamu telah bertindak benar dengan memberitahukannya
padaku." Lalu ia melaporkan hal itu melalui radio dari dalam
mobilnya. "Oscar Tango, Oscar Tango. Seorang gadis kecil diyakini
terjebak dalam saluran bawah tanah Hutan Crickstone. Berikan tandabahaya bagi Badan Pelayanan Penyelamatan Darurat gua-gua di
Sheriton." Ia melaporkan nama Cass, alamat dan nama mamanya dan
semua detailnya. Ia menyiarkan sebuah mobil polisi untuk menjemput
Lizzie. "Baiklah, Jay. Menurutmu di mana kira-kira temanmu itu
sekarang?"
**********
Mereka diantar Will yang kegirangan ke batu-batu berukir itu.
Lizzie tak dapat berkata apa-apa. Mengapa ia mempunyai anak
perempuan seperti itu? Apa yang mereka pikirkan selama ini?
Beberapa cerita konyol tentang perjalanan waktu dan tengkoraktengkorak dan dewa-dewa, menurut Jay. Itu semua hanyalah pikiran
sinting. Apa yang salah pada diri Cass?
Beberapa helikopter menderu-deru di atas. Tim penyelamat,
semua diperlengkapi dengan tali, usungan, helm dan senter sedang
memasuki lubang karang. Mereka belum pernah menjelajahi loronglorong itu dan tidak mau mengambil banyak risiko.
Jay memisahkan diri menuju ke puncak perbukitan. Ia butuh
menyendiri jauh dari seluruh drama ini... dari para pengunjuk rasa dan
dari regu penyelamat maupun seluruh dunia yang bodoh itu. Mengapa
ia tidak menghentikan Cass yang terseret dalam khayalan sintingnya
itu? Nasi sudah menjadi bubur. Itu semua gara-gara impian-impian
liar gadis tak waras yang terluka kepalanya dan mendapat
penglihatan-penglihatan seram. Baiklah, ia pun melihatnya, beberapa.
Boleh jadi mereka sedang kerasukan. Yang sudah, ya sudah.
"Bagian pertama cukup mudah. Ada tanda-tanda ia lewat jalan
ini. Kami menemukan tali terus terikat pada karang. Tapi kami tak
bisa maju karena air terlalu tinggi untuk dilalui. Tak ada gunanyamengorbankan satu nyawa lagi. Maafkanlah," ia menambahkan ketika
Lizzie Day mulai meratap.
Jauh di atas mereka, Jay duduk di atas sebuah karang kapur. Ia
menyaksikan para penyelamat itu keluar dan mama Cass menangis.
Tidak lain hanyalah menandakan situasi semakin memburuk. Ia
menendang karang itu sampai kakinya berdarah.
Ia berpaling dari pemandangan itu dengan getir. Dan pandangan
tertumbuk pada sebuah lubang tembus ke bawah tanah mirip cerobong
asap. Dapatkah itu menjadi jalan ke dalam lorong gua? Ia menguak
sulur-sulur yang ada di situ untuk melihat ke dalam.
Gelap. Tapi apakah itu yang berkilau samar-samar di bawah
sana? Air? Kemudian, ketika matahari muncul dari balik awan,
sinarnya menembus lubang dan secercah pantulan cahaya tertangkap
oleh mata Jay. Jay penuh dengan harapan baru.
Jay segera meluncur menuruni jalan kecil hutan itu sambil
berteriak melengking.
"Ada jalan lain! Saya menemukannya!"
Regu penyelamat segera mendaki dan memeriksa cerobong
yang menembus ke ruang utama gua itu. Ya, ini pasti bagian lain dari
gua yang sama. Tanpa membuang waktu mereka segera memasang
tali dan katrol, dan seorang wanita menerobos turun ke dalam
kegelapan. Lizzie heran bagaimana seseorang dapat menghadapi nasib
seperti itu. Tapi yah, Cass bisa, hanya ia seorang. Putrinya itu tak
pernah berhenti membuatnya takjub.
Sang penyelamat menemukan Cass dua puluh menit kemudian.
Ia mendengar Cass sebelum ia menemukannya. Alunan nyanyian
seram dalam bahasa aneh menggema di sekeliling lorong gua itu. Cassberdiri dengan mulut persis setinggi permukaan air. Dengan suatu
keajaiban; air itu berhenti pasang untuk menyelamatkan hidupnya.
Cukup lama sebelum Cass berhasil diangkat melalui lubang
cerobong. Ia pucat dan menggigil, tapi lukanya tidak serius. Tidak
serius untuk saat ini. Dengan dibungkus selimut, ia segera pulih dalam
panas matahari dan udara terbuka. Ia memeluk mamanya dan Will.
Lizzie terlalu bersyukur untuk marah.
"Jangan khawatir, Ma, hanya ini saja. Tak akan ada lagi
petualangan. Sekarang sudah berlalu," Cass tersenyum.
Ia berpaling pada Jay dan berkata, "Di mana kamu selama ini,
teman?"
"Aku ditangkap polisi!" jawab Jay. Cass mengangkat alisnya.
"Dan dibiarkan pergi," tambahnya.
"Yah, aku telah melakukannya, lihatlah!" Cass berbisik
kepadanya dengan bangga. "Semuanya telah kulakukan. Aku telah
membawa Kerak ke rumahnya. Dan Jay, kamu katakan kepada
pengunjuk rasa bahwa seluruh angkatan perang hantu akan berarak
bergabung dalam pertempuran. Sang Dewa bertanduk telah
mengatakannya. Ini akan menjadi pertempuran penghabisan untuk
Hutan Crickstone. Saksikan saja!"BAB 19
PERTEMPURAN PENGHABISAN
Awak televisi mendapat kesulitan. Reporter siaran berita tengah
hari itu tergelincir ke dalam lumpur. Wanita dengan clipboard itu
sedang berusaha mencarikan pakaian untuknya. Suara orang mengeluh
karena ada gangguan. Headphonenya dipenuhi suara petasan.
"Ini pasti helikopter-helikopter polisi itu atau mesin berat." Ia
menyumpah-nyumpah.
"Omong kosong," sanggah seorang hippy yang tinggal di atas
pohon. Ia baru saja diwawancarai. "Sebabnya adalah karena berdiri di
dalam garis kuno yang gaib, medan kekuatan magnetik."
Suara itu membuatnya mendongak ke atas. Memangnya siapa
orang-orang yang muram dan lelah ini? Memprotes pembuatan jalan
adalah satu hal tersendiri, tapi menyarungkan pedang dan
membatalkan serangan alam gaib adalah hal yang lain sama sekali.
**********
Cass selamat di rumah, terbungkus selimut nyaman di sofa dan
minum teh manis yang hangat. Mamanya belum berkata apa-apa.
Lizzie bekerja di toko. Tapi Cass tahu ia akan ada di rumah untuk
memasak sore nanti. Sekarang Cass sedang melihat tayangan televisitentang para pengunjuk rasa. Will sedang bermain-main di kamar
tidurnya.
Jay mengawasi para pengunjuk rasa, bertengger di pintu
gerbang sekitar dua ratus meter dari aksi itu. Ia sedang menjaga diri
agar tidak jatuh dalam kesulitan. Dan dari papanya. Agaknya Ray
Cunningham masih ada setiap malam. Baiklah, Jay berharap ia tidak
dimintai pertolongannya pagi ini. Demi papanya dan juga demi
dirinya sendiri.
Di seberang para awak televisi, kericuhan sudah merebak. Para
pengunjuk rasa saling mengapit tangan mereka. Mereka membentuk
baris yang panjang. Beberapa orang meneriakkan yel-yel dan
melambai-lambaikan spanduk. Para polisi, mengenakan pakaian anti
huru-hara, membentuk susunan lancip dan mendobrak pagar para
pemrotes, membelah dan memisahkan mereka menjadi dua bagian.
Lalu Sersan Hanway melangkah maju dan dengan tak sabar memerintahkan lewat sebuah konvoi gerbong dan lori yang diikuti
mesin-mesin berat, melindas tanah basah dengan gandengangandengan yang bergemerincing dan ban-ban raksasa. Bau mesin
diselnya memenuhi udara.
Phil Sergeant berada di antara petugas-petugas lainnya untuk
membantu menguasai massa. Hari yang luar biasa. Penyelamatan Cass
Day sudah menyita perhatiannya dan sekarang, semua keributan ini.
Sergeant melihat di hadapannya, Mrs. Bodgett mengacungkan
tinjunya ke udara. Ia bermaksud menjaga kedamaian, maka ia lebih
baik menghindari tatapan elang Sersan Hanway. Phil mesti kagum
akan keberanian ibu itu. Di belakang Phil seorang anak muda
menerobos benteng polisi dan berlari ke arah seorang penggali. Iadisergap dan dirobohkan ke tanah. Bagus, itu lebih baik daripada
diremukkan dengan mesin berat, pikir seorang agen polisi.
Sekarang van-van itu membuka jendelanya dan orang-orang
dengan topi-topi keras dan pakaian kerja biru muda berbondongbondong menuju pohon-pohon ek. Pergumulan terjadi ketika para
pemrotes dipaksa turun dari dahan pohon. Panggung-panggung
bobrok yang mereka buat segera dibongkar. Cass mengencangkan
tinjunya menahan amarah ketika menyaksikan beberapa temannya
diseret dengan borgol. Yang lain tercerai berai ke dalam hutan, diusir
oleh satuan keamanan.
Segera rentetan gergaji mesin bergemuruh dan serbuk-serbuk
beterbangan ketika mata gergaji menetak batang-batang pohon
berkulit keriput yang telah ratusan tahun umurnya. Pagar-pagar kawat
yang tinggi telah dipancangkan. Pada tengah hari sebuah garis lebar
telah terbentang membelah hutan bagian bawah. Dahan-dahan dan
papan-papan slogan para pengunjuk rasa tergolek di sana-sini seperti
batang-batang korek api. Pada saat itu sejumlah ledakan besar telah
merobek perbukitan itu. Dug, dug, dug, mesin-mesin berat mulai
mengobrak-abrik bukit itu.
Diam-diam Cass menangis. Sia-siakah ia mempertaruhkan
nyawa? Ia telah mengembalikan tengkorak Kerak ke gua, tapi
bagaimana dengan tentara hantu yang telah ia lihat bermunculan di
karang? Apakah semuanya itu hanyalah suatu khayalan pikirannya?
Apakah bulan-bulan terakhir ini hanyalah impian belaka? Ia
mulai bimbang terhadap dirinya sendiri. Dan kemudian ia ingat akan
bagian akhir pelajaran dari Kerak di atas Karang Pengintai. Mantramantra yang diucapkan pada akhir zaman.Ia bangkit berdiri. Selimutnya terjatuh di lantai. Ia mengepalkan
jari jemarinya, menegakkan kepala dan mulai melantunkan lagu
dengan pelan:
"Roh-roh bangunlah, bangunlah roh-roh, bangkitlah dan
bertempurlah, inilah pertempuran penghabisan..."
***********
Di luar sana di hutan itu, Jay melihat para pengunjuk rasa
berkerumun dalam kelompok kecil, memprotes dengan hati pahit dan
kecewa. Tampaknya mereka takluk dalam pertempuran, gagal
menyelamatkan hutan itu. Bahkan beberapa dari mereka mulai
menyingkir pergi. Jay sedang menimbang-nimbang untuk ikut
mereka. Ia ingin melihat keadaan Cass setelah kejadian tadi pagi. Bila
ia masih diizinkan berada di rumahnya.
Phil Sergeant ingin pulang juga. Ia ingin menengok putri Lizzie
Day sebelum kembali ke Sheriton. Hari ini adalah hari yang panjang
dan ia sudah terlambat pulang.
Sore hari di musim gugur itu sedikit demi sedikit berubah
menjadi gelap dan dingin. Matahari yang rendah mengubah langit
menjadi oranye. Kabut yang basah dan dingin tampak merayap
melintasi padang.
Kabut itu bergulung-gulung ke arah hutan dan berpusar
membelit kaki para pekerja. Membubung semakin tinggi memenuhi
udara. Lampu-lampu dinyalakan menembus kepekatan kabut, tapi
segera nyalanya menjadi pudar tak berdaya.
Di rumah, Cass memutar-mutar tombol televisi. Gambar
menjadi kabur dan semakin tak jelas. Dengan marah ia memuntir
tombol-tombol televisi.Gemuruh peralatan mesin di hutan mulai reda, demikian juga
dengan gergaji-gergaji mesin. Para pekerja pembuatan jalan itu
berhenti saling berteriak dan memasang telinga.
"Kamu dengar sesuatu tidak? Semacam bunyi genderang?"
Sersan Hanway menanyai Phil, siapa yang berpatroli di dalam
pembatas, berjalan melalui reruntuhan gubuk-gubuk pohon, terpal dan
dahan-dahan.
"Tidak! Dengarkan baik-baik... Apa itu?" Phil Sergeant
menoleh ke arah bukit yang gelap di belakangnya. Karang Pengintai
tampak bercahaya di atas tebing-tebing yang berkabut dan daerah
hutan yang belum terjamah. Beberapa saat kemudian polisi itu yakin
melihat seekor rusa merah yang besar dengan tanduknya yang
bercabang-cabang. Apakah ini tipuan matahari yang sedang terbenam?
Tidak, rusa itu memiliki surai panjang di sekitar lehernya. Ia berdiri
tegak di atas kakinya yang kokoh. Ia mengangkat kepalanya yang
besar dan menguak tiga kali. Suaranya menggema di seluruh
perbukitan itu.
Sekarang Phil Sergeant bisa mendengar bunyi genderang
menjadi-jadi, membuat para pekerja berhenti di tempat mereka
masing-masing. Kemudian terdengar bunyi gesekan lembut, seperti
gesekan daun-daun kering musim gugur. Bunyi itu semakin keras dan
membahana menjadi sebuah nyanyian. Phil tak dapat mengerti katakatanya, tapi secara naluriah paham maksudnya. Nyanyian itu
mengandung ancaman. Nyanyian perang.
Kabut yang membanjir itu basah, dingin dan lengket, bergerak
menuju para pekerja yang menjadi kebingungan. Mereka mulai
memanjat naik dari galian-galian mereka yang rasanya menyebarkanbau tanah, bau dedaunan basah, bau pekuburan kuno. Jay menoleh dan
mengamati tempat itu. Para pengunjuk rasa saling berpandangan tak
mengerti. Mereka menoleh juga seolah-olah digerakkan sesuatu yang
menarik mereka ke arah hutan. Polisi-polisi, satuan keamanan, semua
berdiri kaku. Mereka membiarkan begitu saja para pengunjuk rasa
berjalan melintasi garis-garis pembatas.
Jay ikut mereka dan berdiri di samping polisi yang
menanyainya malam sebelumnya. Jay menepuk pundak Phil.
"Itu adalah pasukan Kerak!" ia berbisik. "Mereka telah bangkit
untuk menyelamatkan hutan!"
Bagi Phil, pekikan kabut itu sekarang menyerupai manusia
biasa. Oleh secercah cahaya, sosok-sosok berkabut itu tampak seperti
sepasukan tentara purba. Ujung lancip dahan-dahan yang berserakan
tampak seperti tombak-tombak yang menerjang dan anak-anak panah
yang menghujan.
Bagi Jay, pasukan itu sungguh-sungguh sosok yang nyata.
Senyata hantu bisa menampilkan dirinya. Ia sungguh-sungguh tahu
apa yang sedang terjadi.
*************
Reporter televisi memberitakan: "Cuaca tampaknya menjadi
pemenang sore ini, pada saat kita akan menghabisi pelindung Hutan
Crickstone. Kabut tebal telah memaksa para pembuat jalan?dan juga
para pengunjuk rasa? untuk berhenti beraksi hari ini. Laporan berikut
akan disampaikan dalam warta berita pukul sembilan."
Cass duduk di sofa menatap ke arah pemandangan di belakang
kepala reporter yang berkacamata. Di dalam kabut itu ia yakin dapat
menyaksikan lagi sosok-sosok yang mirip dengan yang ia lihat di guatadi pagi. Dengan penuh kemenangan ia meninju sofa. Bala tentara
Kerak berbaris maju untuk memberi pertolongan! Dan bukankah itu
nyanyian perang yang telah ia dengar dari mereka?
Cass memaki ketika tulisan nama-nama awak televisi yang
menutup acara berita itu bermunculan di layar televisi dan film kartun
kesukaan Will tampil di layar. Ia kehilangan kemenangannya.
**********
Jay tidak tahu dengan pasti apa yang bakal terjadi selanjutnya.
Demikian juga para polisi. Juga para pengunjuk rasa, walaupun
sebagian dari mereka kemudian bersumpah bahwa mereka melihat
sepasukan tentara bertato berlarian melintasi kabut, memanjat
pepohonan, merayap pada dinding-dinding karang berduri. Tak
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang manusia pun bisa melakukannya.
Jantung Jay seakan-akan berhenti berdetak beberapa saat. Bumi
pun seakan-akan menjadi hening total. Dan kemudian terdengar
geraman yang kuat di bawah perbukitan dan seluruh bumi bergetar
bersama dengan raungan keras, seperti raungan Sang Dewa Bertanduk
yang beribu-ribu kali kerasnya. Tebing-tebing kapur tampak
berguncang. Batu-batu kerikil rontok, gugur ke sisi-sisi bukit seperti
ribuan peluru yang menghujani pisau-pisau besi buldozer-buldozer itu.
Kemudian terdengar suara seperti akar-akar pohon tercerabut
dan air mulai memancar ke luar dari bumi, mengalir dan meluap
memenuhi galian-galian tambang lama, membanjir seperti sungai
kecil di sela-sela pepohonan. Aliran itu menjadi sungai yang
kemudian menjadi luapan-luapan besar. Di dalam kolam-kolam di
sebelah bawah Hutan Crickstone di mana Jay sering memancing, air
menggelegak dan menyembur-nyembur seolah-olah penuh dengankuda nil. Mesin-mesin penggali segera saja terbenam di dalam air,
terjungkir, terbalik, tak dapat dijalankan.
Pada saat malam tiba, kabut sudah hilang. Peralatan mesin
tergeletak terlantar dan sunyi. Para pengunjuk rasa di atasnya, sinar
lampu-lampu mereka berpantulan di atas kubangan-kubangan yang
dingin dan penuh lumpur itu.
Putri Air-bawah-Bumi tidak hanya menyelamatkan hidup Cass,
ia juga menjawab panggilan Kerak untuk bertempur.BAB 20
SURYA TERBENAM
Selasa pagi adalah hari yang mengagumkan bagi Cass. Ia harus
masuk sekolah lagi setelah ?libur? panjang. Dan mamanya telah
memberinya nasihat dalam kata-kata paling buruk yang pernah ia
dengar selama hidupnya. Tapi segalanya akan normal kembali. Dunia
lain yang telah ia alami sekilas tampak samar-samar menghilang. Ia
kembali menjadi dirinya lagi seratus persen, bukan seorang gadis
Zaman Batu yang terdampar dalam loncatan waktu.
Sangat menyenangkan bertemu dengan teman-temannya lagi,
walaupun sedikit kecewa bahwa sangat sedikit dari mereka yang
menaruh perhatian pada pembuatan jalan itu. Hampir semua temantemannya lebih tertarik soal apakah ia dan Jay masih saling bertemu.
Mereka memang masih bertemu pada saat makan siang.
"Pizza ini rasanya seperti karton. Pizza paling tak enak yang
pernah kumakan!" kata Jay sambil mendorong kursinya mundur.
"Kamu harus makan seladanya," hardik Cass, "yang ini lebih
sehat. Eh, ngomong-ngomong, tahukah kamu apa yang terjadi pada
akhirnya?"
"Yap.""Warta berita jam sembilan menyiarkan bahwa ada semacam
gempa yang mengakibatkan bangunan-bangunan tambang tua runtuh.
Lumpur longsor dan meluap... tak bisa dipercaya."
"Percayakah kamu dengan semua itu, Cass?"
"Yang jelas, sesuatu yang hebat telah terjadi," katanya.
"Agaknya aku cukup beruntung bisa lolos tepat pada waktunya."
"Itu pasukan Kerak, Cass. Pasti. Aku mendengar mereka
bernyanyi. Aku menyaksikan mereka berarak. Saat ini mereka belum
terkalahkan oleh kuasa jahat. Mereka akan menyelamatkan tempattempat liar, pohon-pohon, tanaman-tanaman dan binatang-binatang.
Mereka sendirilah yang merobohkan tiang-tiang dan terowongan
tambang. Mrekalah yang membuat tanah longsor. Dan mestinya ini
perbuatan Dewi Airmu itu, Putri Danau atau apa pun namanya yang
menciptakan air bah. Ini ngeri Cass, ngeri..."
"Aku percaya sekali padamu Jay, kamu tahu itu. Aku melihat
mereka berkumpul di gua Sang Dewa Bertanduk. Tapi apakah mereka
juga yang menghancurkan hutan? Banyak pohon tumbang."
"Pohon-pohon itu akan tumbuh lagi. Alam akan
menyembuhkan lukanya dengan cepat."
"Kamu masih puitis, Jay Cunningham." Cass melemparkan
senyuman padanya. "Tapi apakah semuanya itu sudah berlalu?
Bagaimana kita bisa tahu bahwa pemborong itu tidak kembali dan
mulai lagi?"
"Sudah kamu baca surat kabar hari ini?" Jay menaruh segulung
surat kabar ke atas meja makan.Cass membukanya. "Aku tak punya waktu untuk melihat-lihat
di toko pagi ini. Aku terlalu sibuk berusaha menemukan kembali
perlengkapan sekolahku. Dan aku tak ingin merepotkan Mama."
Cass memandangi artikel dan diagram-diagram serta kolomkolom pendapat. Tampaknya masalahnya adalah seismologi. Salah
satu dari banyak kata dengan ?ologi? yang berasal dari acara dengar
pendapat. Apa ini artinya?"
"Ilmu gempa bumi!" Jay tergelak menyaksikan kerutan di
wajah Cass. Tampaknya getaran bumi kemarin membuktikan satu
poin ilmu yang ditolak dalam acara dengar pendapat itu. Tanah di
daerah itu benar-benar tidak stabil. Tampak hampir bisa terangkat
setiap saat. Para insinyur terdesak untuk mengubah gagasan mereka
dan para akuntan setelah melihat bahwa biaya proyek itu akan berlipat
ganda, bahkan tiga kali lipat memutuskan untuk mengubah rencana
mereka. Itu bukan rute yang cocok sama sekali untuk jalan raya,
tampaknya...
"Maka inikah akhirnya, Jay?" tanya Cass.
"Bagiku begitu."
Cass tersenyum dan meregangkan tubuhnya.
"Sukses, JC."
"Kamu juga, CD."
"Jay"
"Ya?"
"Kukira kita harus mulai mengadakan kampanye lagi supaya
secara resmi hutan itu ditetapkan sebagai hutan lindung. Sehingga
tetap terlindungi selama-lamanya.""Kapan kamu berhenti, Cass?" Jay tertawa. Lonceng tanda
pelajaran berbunyi.
***********
Pada hari Minggu berikutnya surat kabar memastikan bahwa
rencana pembuatan jalan raya resmi dihentikan.
*************
Di ruang depan Ray Cunningham sedang membaca iklan kecil.
"Dibutuhkan seorang penjaga di Sekolah Menengah Sheriton." Hm,
yang satu ini barangkali cukup bagus untuk dilamar. Upahnya tak
terlalu rendah. Bila diterima, ia pun bisa mengawasi anaknya yang
badung itu lebih dekat.
"Bagaimana pendapatmu tentang pekerjaan ini?" tanyanya
kepada istrinya ketika baru tiba dari tugasnya di rumah sakit.
Rose Cunningham mengambil kacamatanya.
"Sangat bagus!" kata Rose Cunningham. "Kita akan bisa
mendapatkan liburan tahun depan!"
***********
Lizzie Day senang mendengar pembuatan jalan dibatalkan.
Akhirnya anak gadisnya bisa mulai bersikap normal seperti yang lainlainnya. Andai saja anak-anak remaja bisa menjadi seperti manusiamanusia sungguhan!
Lizzie menyiapkan hidangan istimewa bagi Phil Sergeant yang
menceritakan kepadanya tentang rencananya untuk meninggalkan
dinas kepolisian dalam bulan Januari. Ia berpikir bahwa Lizzie tampak
cukup tertarik. Tapi Will melihat mereka dengan rasa curiga.
Mrs. Bodgett ada di gereja, yakin berkat dirinyalah protes itu
membuahkan hasil. Mr. Bodgett berada di sebelahnya bersungut-sungut tak sabar. Jemaat itu menyanyikan sebuah madah dan suara
Mrs. Bodgett melengking mengatasi yang lain.
"Di ufuk barat sinar senja keemasan;
Bala tentara beriman bergegas beristirahat;
Betapa manis berkat firdaus penuh kedamaian..."
Apabila Cass dan Jay mendengar kata-kata itu, mereka pasti
teringat akan Kerak.
Kedua bocah remaja itu sedang mendaki Karang Pengintai.
Akhir pekan yang bagus dan sejuk. Ketika matahari terbenam, lidahlidah api berwarna kuning menjilat ujung-ujung awan ungu.
"Apa yang kaulihat, Jay?" tanya Cass.
"Aku melihat pasukan Kerak berbaris pulang menuju matahari.
Dipimpin oleh seekor rusa yang berjalan anggun. Meninggalkan dunia
untuk masyarakat baru, bagi keyakinan-keyakinan baru..."
"Meninggalkan dunia untuk kita, Jay." Cass memandang
punggung-punggung perbukitan yang kelam. Sorak-sorai dari
kejauhan mengambang di udara. "Bala tentara itu telah disambut di
firdaus," ia menambahkan.
"Siapa yang puitis sekarang?" Jay tertawa. "Sorak sorai itu
datang dari lapangan bermain di bawah, tahu tidak? Regu sepak bola
Crickstone sedang bertanding melawan Sheriton siang ini."
"Kalau begitu kita lihat akhir pertandingannya saja," kata Cass.BAB 21
MAKAM TERTUTUP
Salju pertama yang turun di musim dingin menyelimuti
perbukitan itu, meleleh turun ke tebing-tebing dan membanjiri Hutan
Crickstone. Pohon-pohon yang hitam itu berlawanan dengan warna
putih salju, tampak seperti kerangka-kerangka hitam yang beku.
Seluruh dataran itu sunyi. Kesunyian itu sekali-kali terpecah
oleh celoteh sekelompok orang yang berhimpit-himpitan di mulut gua
yang dalam dan gelap. Mereka memakai baju kerja oranye, helm dan
gulungan-gulungan tali, senter dan perlengkapan-perlengkapan
lainnya.
Sudah beberapa minggu tim penjelajah gua Sheriton sedang
melakukan penelitian baru terhadap sistem gua bagian atas, di bawah
perbukitan itu. Pekerjaan yang penuh risiko. Setelah gempa musim
gugur yang lalu, banyak terowongan yang tersumbat reruntuhan tanah
dan pecahan-pecahan batu.
Dengan menelusuri ?lorong Cass?, demikian mereka
menamakannya, mereka telah berjalan melewati dinding penuh
pahatan purba dan lukisan-lukisan misterius yang telah dilihat Cass.
Karena takjub, mereka menghubungi Dinas Purbakala. Maka sekarang
ini Linda Brookes, direktur Dinas itu berdiri gemetar di dekat pahatanmelingkar pada jalan masuk ke dunia bawah tanah. Lorong itu mirip
mulut neraka, pikirnya. Bukan neraka yang bernyala-nyala dan dengan
belerang yang membara, tapi neraka sedingin es dan air hitam
membeku. Bongkah-bongkah es tergantung di pinggir-pinggir
lempengan batu.
Linda Brookes lebih terbiasa dengan galian-galian yang panjang
di udara terbuka dan di terik matahari musim panas. Benteng-benteng
Romawi atau kincir-kincir air dari Abad Pertengahan. Ia belum pernah
berada di bawah tanah dan senang bahwa ekspedisi itu dipimpin
penjelajah-penjelajah yang berpengalaman. Ia merasa aman dalam
rombongan itu. Linda tercengang ketika pertama kali menyaksikan
kelelawar-kelelawar bergelantungan di langit-langit gua pertama.
Kelelawar-kelelawar itu beristirahat, tidur sepanjang bulan-bulan
musim dingin dengan sayap-sayap mengatup menyelimuti tubuh
mereka. Makhluk yang tahu aturan. Ia sendiri saat itu ingin sekali
terbungkus dalam selimut di tempat tidur yang hangat.
Ia turun mengikuti pemimpin rombongan. Mengarungi sungai,
berenang dan meluncur. Ketika mereka sampai di tempat yang lebih
enak, menjelajah melambaikan tangannya ke sisi kiri dinding karang.
Lampu-lampu menyoroti lukisan-lukisan karang di dinding itu. Linda
terperangah. Ini contoh-contoh yang luar biasa yang belum pernah ia
lihat di luar Perancis atau Spanyol. Gambar-gambar binatang
berguling-guling di atas bebatuan dan di bagian bawah dinding
terdapat sosok aneh yang sedang menari. Seorang manusia tapi
bertanduk rusa.
Tapi kejutan yang nyata terjadi ketika mereka memasuki gua
yang besar, pusat semua terowongan dan lorong yang terlukis dalampahatan melingkar-lingkar tadi. Di situ ada reruntuhan karang yang
baru saja terjadi. Reruntuhan itu memperlihatkan sejumlah ruangan
yang sekarang dapat terlihat di dalam dinding gua yang rapuh. Bagi
Linda ruang-ruang itu tampaknya dibangun pada zaman dahulu
dengan alat-alat primitif dari batu dan tulang. Ia mengeluarkan skop
kecil dari bungkusan dan mulai menyingkirkan puing-puing itu.
Cahaya lampunya menerangi tempat gelap itu.
Pertama-tama Linda mengira matanya salah lihat. Mungkinkah
itu... atau tidak? Sebuah tulang paha yang panjang mencuat dari tanah.
Dan di sini ada manik-manik dari kerang dan batu, barangkali sisasisa kalung. Perasaan suka cita menyelimutinya ketika ia sadar bahwa
ia telah menemukan sesuatu yang sangat sulit dipercaya: suatu
ruangan pekuburan Zaman Batu. Dengan sejumlah sisa-sisa kerangka
yang berbaring aman selama beribu-ribu tahun.
Linda tahu ia harus kembali ke tempat itu dengan para ahli.
Sekarang bukan saatnya untuk mengotak-atik tempat itu. Tapi ketika
ia sedang bersusah payah melewati lempeng panjang sebuah batu
karang, senternya menerangi sesuatu yang tak akan pernah ia lupakan.
Sesosok kerangka, barangkali milik seorang gadis muda, telentang di
sebuah ruangan, lengan-lengannya terentang. Di sebelah tulang-tulang
telapak tangannya yang terserak itu tergeletak sebuah tengkorak.
Kerangka tubuhnya tak ada di dekatnya. Liang matanya yang kosong
itu tampaknya menatap ke arah kerangka gadis itu. Anehnya
tengkorak itu bersih tidak ternodai kotoran tanah. Jelas bahwa
tengkorak itu belum lama ditaruh di tempat itu.
Linda mengerutkan dahi, bingung. Ia mulai merangkak menuju
kerangka yang aneh itu ketika pemimpin ekspedisi tiba-tiba menepukpundaknya. Ia menunjuk ke arah liang cerobong di langit-langit yang
menjadi jalan untuk menolong Cass. Pertama-tama Linda mengira
bahwa yang ia lihat adalah salju yang meleleh turun dari lubang
cerobong yang tinggi dan sempit itu. Baginya itu tampak indah. Tapi
kemudian ternyata itu kepulan debu dan tanah yang kemudian diikuti
pecahan-pecahan batu kerikil yang runtuh jatuh ke dalam air es yang
dalam.
Jangan panik! Tim berusaha tetap tenang dan melangkah hatihati kembali menuju pintu masuk ?terowongan Cass?. Linda merasa
seolah-olah tanah di sekelilingnya berusaha meremas dirinya, dan
mulai bergetar mengerikan. Ia dengan tiba-tiba terdorong dengan
keras ke dalam lorong yang gelap.
Mereka tidak bisa segera mencapai permukaan. Jantung mereka
berdetak keras. Mereka mendengar bunyi gemuruh yang hebat di
belakang mereka. Cerobong itu telah runtuh memenuhi gua dengan
batu-batu, tanah dan es. Terowongan di belakang mereka tersekat oleh
reruntuhan karang.
Linda dan para penjelajah gua itu saling berpandangan satu
sama lain tanpa bicara ketika akhirnya kegelapan mengubur dunia
purbakala itu.
********
Sekarang aku sungguh-sungguh dimakamkan, diriku dan
kaumku, bersemayam untuk selamanya, jauh dalam perut bumi.
Tatapan mata tengkorakku yang terakhir adalah saudariku, saudariku
sejak dahulu kala yang merentangkan tangan kepadaku dari
peristirahatannya.Tapi roh Cass bebas, sebab ia hidup kembali di dunia yang
nyata, dunia daging dan darah, hidup, tinta dan derita. Akankah aku
sendiri hidup di dunia itu lagi? Bukan aku yang menentukan. Mulai
sekarang, sementara sisa-sisa tubuhku berbaring tidur, rohku akan
memburu matahari baru, menerobos langit musim dingin yang
berbadai.END
Belalang Kupu Kupu 3 Seruling Sakti Karya Didit S Andrianto Petaka Kerajaan Air 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama