Legenda Pendekar Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 8
"Apakah di Bu-tong-pai masih ada pesilat , tangguh?"
"Jika Wan Fei-yang di sini, pertarungan bisa diulang kembali!"
Lu Tan berkata dengan yakin.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 83
"Wan Fei-yang?" kata Coat-suthay tertawa dingin, "benar-benar
payah! Sebentar menjadi pengkhianat Bu-tong-pai, sebentar
dianggap murid paling berbakat dari Bu-tong-pai! Kalau menikah
itu lebih membuat orang ingin tertawa!"
"Kau tahu apa?" Lu Tan marah.
"Semua orang dunia persilatan tahu hal ini, apakah itu bukan
kenyataan sebenarnya?"
"Di sini kita hanya membahas ilmu silat..."
"Bila pesilat tidak bermoral dalam bidang ilmu silat, untuk apa
membicarakan ilmu silat lagi? Bu-tong-pai sudah tenggelam seperti
sekarang ini, seharusnya kalian instropeksi diri. Ceng Siong sangat
suka perempuan jadi sekarang putra-putrinya seperti ini, mendapat
karma."
Kemarahan Lu Tan membuat tubuhnya terus bergetar. Lo-taikun
segera menyela:
"Suthay, kita harus bisa memaafkan orang. Kau sudah menang
dari Lu Tan, untuk apa lidahmu terus bergerak menggali kehidupan
pribadi orang lain?"
"Apakah kau tidak suka dengan apa yang kukatakan?" Coatsuthay terus melihat Lo-taikun.
"Gosip di dunia persilatan belum tentu bisa dipercaya..." ucap
Lo-taikun.
Dipotong oleh Coat-suthay:
"Ada pepatah, tidak ada angin pasti tidak akan ada gelombang.
Keburukan Bu-tong-pai apakah gossip yang dibuatkan orang dunia
persilatan? Semua keburukan Bu-tong-pai itu walaupun mereka
ada waktu belum tentu berani mengungkapkannya!"
"Apa pun yang terjadi itu adalah masalah Bu-tong-pai, tidak ada
hubungannya sedikit pun dengan Heng-san-pai!" Lu Tan menyela.
"Maksudmu, aku terlalu mengurusi masalah orang lain?" kata
Coat-suthay menggelengkan kepa la, "aku hanya sedih melihat
Kouw Bok Totiang, sampai pada generasi Bu-tong-pai sekarang ini,Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 84
orang yang berbakat tidak ada. Murid yang dikirim kemari pun
tidak berguna!"
"Apa katamu?" Dengan pedangnya Lu Tan menunjuk Coatsuthay.
"Kau harus sopan!" Lo-taikun menekan pedang Lu Tan dengan
tongkatnya.
Lu Tan tidak bisa menarik pedangnya dari tekanan tongkat Lotaikun. Dia membalikkan tubuh dan meninggalkan tempat. Lotaikun tidak menghalanginya, dia hanya menggelengkan kepala.
151-151-151
Sampan sudah mendarat tapi Siau Sam Kongcu tetap duduk di
atas sampan. Sampan La-cai juga sudah mendarat. Dia juga masih
duduk di dalam sampan, tidak bergerak.
"Apakah Tuan orang Keluarga Lamkiong?" Tanya Siau Sam
Kongcu.
"Bukan!" Jawab La-cai dengan santai.
Siau Sam Kongcu menolehkan kepalanya dan melihat. Dia
merasa aneh dan bertanya:
"Apakah Siau-ongya yang menyuruhmu kemari?"
La-cai tertawa:
"Walaupun aku sudah sangat berhati-hati, tapi kau tetap bisa
melihatku datang dari Jepang!"
"Siau-ongya menyuruh membunuhku?"
"Kau harus dibunuh!" La-cai membawa tongkatnya dan berdiri
dengan pelan.
Siau Sam Kongcu mengangguk:
"Aku mengerti..."
"Kau mengerti atau tidak, sama saja!" Tangan La-cai melayang,
ada asap dan kabut meledak di udara, menyebar hingga ke wajah
Siau Sam Kongcu. Siau Sam Kongcu segera mengambil keputusan,
dia meloncat ke darat.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 85
Asap dan kabut dengan cepat menyebar ke mana-mana. La-cai
tiba-tiba keluar dari sampan. Tongkatnya menusuk tenggorokan
Siau Sam Kongcu.
, Pedang patah Siau Sam Kongcu tetap dipegang. Dia
mengayunkan tangan menahannya. La-cai membalikkan tubuhnya
dan masuk ke dalam kabut lalu menghilang.
Tapi hanya sebentar La-cai sudah keluar lagi dari arah lain.
Tongkatnya memukul punggung Siau Sam Kongcu. Walaupun Siau
Sam Kongcu tidak menduganya tapi dia masih bisa mengayunkan
pedangnya untuk menyambut. Saat dia akan membalas, La-cai
sudah menghilang lagi di dalam kabut dan asap.
Kali ini dia mendengar dengan benar, tapi suara baju yang
terbawa angin terus terdengar dari dalam kabut suara baju terus
terdengar dari segala penjuru. Kemudian suara tongkat memukul
udara terdengar. Yang pasti dua suara itu keluar tidak secara
bersamaan.
Dia tidak tahu dengan cara apa La-cai membuat banyak suara,
tapi dia tahu bahwa La-cai ingin memecahkan konsentrasinya agar
mudah menyerang nya.
Sekarang di mana La-cai berada? Siau Sam Kongcu tidak bisa
membedakannya lagi. Sepasang telinganya sudah tidak bisa
berfungsi. Mata hanya bisa melihat asap dan kabut yang
menggulung.
Itu hanya berlangsung sebentar tapi dia seperti sudah sangat
lama merasakannya dan bingung. Sampai tongkat La-cai memukul
tubuhnya membuatnya terkejut dan tersadar.
Tongkat tanpa suara itu tiba-tiba memukul. Begitu Siau Sam
Kongcu merasakan dan ingin menghindar, tongkat itu sudah
mengenai punggungnya. Walaupun dia sudah mengatur nafas
untuk melindungi tubuhnya agar bisa mencairkan sebagian tenaga
yang berada di tongkat itu, tapi dia tetap merasa kalau organ dalam
tubuhnya terus bergolak. Tubuhnya juga terus condong ke depan
dia hampir terjatuh.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 86
Tongkat masih datang untuk memukul sebanyak 3 kali. Semua
ditahan dengan pedang patahnya. Walaupun terlihat repot tapi
masih bisa disambut.
Sekali lagi La-cai muncul dari dalam asap dan kabut. Tubuhnya
penuh dengan asap, dia mengayunkan tongkatnya untuk mengejar.
Sambil menahan Siau Sam Kongcu tenis mundur. Sampai dia
mundur dan keluar dari kungkungan asap, sudah 3 kali tubuhnya
terkena pukulan tongkat. Tubuh, langkah kakinya, dan jurus-jurus
pedangnya mulai kacau.
Tepisan Tiong Toa-sianseng memang tidak mengenai nadi
penting tapi tetap saja mengganggu. Lalu bertemu dengan
pembunuh seperti La-cai, baru pertama kali dialaminya, dia sangat
sulit menghadapinya.
La-cai memang ingin membunuh Siau Sam Kongcu. Mulutnya
dibuka, asap dan kabut tiba-tiba keluar dari dalam mulutnya dan
menyembur ke wajah Siau Sam Kongcu. Awalnya Siau Sam Kongcu
terpaku kemudian dengan cepat membalikkan tubuh dan
menyerang keluar dengan telapaknya agar asap dan kabut itu bisa
berpencar. Tapi tongkat La-cai sudah memukul nadi di pergelangan
tangan kanannya yang sedang memegang pedang.
Terpaksa dia melepaskan pedangnya. La-cai tertawa.
Tongkatnya menyapu pedang patah itu dan menyerang lagi. Tibatiba ujung tongkatnya mengeluarkan sebuah golok tajam.
Ini benar-benar di luar dugaan, baru saja telapak Siau Sam
Kongcu ingin menyambut serangan tongkat yang datang. Begitu
melihat kalau di tongkat itu tersimpan golok tajam, dia segera
menghindar. Membuat tangan kanannya tergores dan
mengeluarkan darah.
La-cai masih terus menyerang. Setelah 36 kali menyerang, di
tubuh Siau Sam Kongcu sudah ada 4 goresan kemudian menyapu
dan membuat Siau Sam Kongcu terjatuh, lalu menusuk dadanya.
Siau Sam Kongcu tidak bisa menghindar lagi. Dengan telapak
tangan kirinya dia menyambut, telapak tangan kanan siapLegenda Pendekar Ulat Sutra - 3 87
menyerang. Dia siap mengorbankan tangan kirinya untuk melawan
La-cai.
La-cai melihat keinginan Siau Sam Kongcu. Tongkatnya tidak
berhenti menyerang. Dia percaya dengan membacok putus tangan
kiri Siau Sam Kongcu, baru mencabut nyawanya.
Waktu itu ada sebuah batu terbang menghampirinya dan
memukul golok yang ada di ujung tongkat. La-cai mendengar suara
angin, dia bisa mengira-ngira kecepatan batu itu dan tenaganya.
Tongkat tergetar ke samping. La-cai segera menendang
tenggorokan Siau Sam Kongcu. Dengan kedua telapaknya Siau Sam
Kongcu menahan dan membalikkan tubuh lalu meloncat berdiri,
tongkat La-cai masih datang untuk menusuknya. Tapi pedang Su
Yan-hong sudah datang. Pedang menahan tongkat La-cai.
Su Ceng-cau bergerak dengan cepat. Dia meloncat mengambil
pedang patah Siau Sam Kongcu, menahannya di depan Siau Sam
Kongcu, karena pedang sudah diambil oleh Su Yan-hong.
Walaupun pedang itu tidak sebagus pedang biasa, tapi tongkat
La-cai juga bukan Ceng-hong- kiam yang biasa dipakai Coat-suthay.
Begitu ilmu silat Thian-liong-kiam-hoat digunakan, La-cai sulit
maju selangkah pun. Kalau tidak ada Su Ceng-cau yang datang
menahan dengan pedang patah, ingin menyerang Siau Sam Kongcu
sudah tidak ada kesempatan lagi.
Siau Sam Kongcu bisa melihat semuanya. Dia mengambil pedang
patahnya dari tangan Su Ceng-cau dan siap mencegat La-cai.
Setelah menyerang dengan tongkat dan golok, La-cai tetap tidak
bisa memaksa Su Yan-hong mundur. Dia sadar telah bertemu
dengan lawan kuat. Tempat ini masih merupakan wilayah keluarga
Lam-kiong, bila dia masih terus bertarung, bagi keluarga Lamkiong
tidak akan ada kebaikannya, dia segera mundur. Ada asap dan kabut
meledak lagi di bawah kakinya.
Su Yan-hong melihat La-cai tidak berhasil, dia tidak
mengejarnya. Dia diam menunggu hingga asap dan kabut
menyebar. Benar saja La-cai sudah tidak terlihat lagi.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 88
"Mengapa tidak menangkap orang tua itu?" Tanya Su Ceng-cau.
"Bila dia ingin meninggalkan tempat ini, dia mempunyai banyak
cara jadi bukan hal yang mudah menangkapnya!"
"Siau-heng..."
"Tidak apa-apa! Thian-liong-kiam-hoat dari Kun-lun-pai tidak
sia-sia dipelajari. Tadi kalah dari gurumu membuatku kagum dari
dalam hati!"
"Kita kembali dulu ke keluarga Lamkiong!"
"Mengapa Hou-ya masih bicara seperti ini?"
Su Yan-hong tertawa. Su Ceng-cau menyela:
"Guru, lukamu..."
"Tidak apa-apa! Guru adalah orang berpengalaman di dunia
persilatan masa tidak sanggup meng urus diri sendiri?"
Su Ceng-cau tahu seperti apa sifat Siau Sam Kongcu. Dia tidak
banyak berkata lagi:
"Kalau begitu, apa rencana Guru di kemudian hari?"
"Thian sudah menentukan jalan, seumur hidup aku harus
menyendiri dan tinggal di mana saja!" Siau Sam Kongcu menarik
nafas.
"Bisa berkelana di dunia persilatan bukan hal buruk. Kalau ada
kesempatan aku pun..."
Siau Sam Kongcu memotong kata-katanya sambil tertawa:
"Hou-ya adalah pejabat kerajaan, mana boleh hidup seperti
rakyat biasa."
"Guru, benarkah kau akan pergi?"
"Bila harus pergi aku tetap harus pergi!" Siau Sam Kongcu
tertawa.
Su Yan-hong menatap Su Ceng-cau:
"Masing-masing mempunyai cita-cita, hanya gurumu ini masih
terluka dan berjalan pun tidak leluasa..."Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 89
Siau Sam Kongcu tertawa:
"Hidup atau mati adalah nasib. Hari ini aku tidak mati, ke
depannya pasti akan hidup lebih baik. Hanya saja orang-orang
Jepang itu sudah masuk Tionggoan, pasti mereka mempunyai
maksud tertentu. Kelak Hou-ya harus lebih berhati-hati!"
Su Yan-hong terdiam. Walaupun Siau Sam Kongcu tidak
menjelaskannya, tapi dari ucapannya tadi dia sudah tahu.
Hari kedua, perundingan ilmu pedang di Pek-hoa-couw lebih
buruk dari hari pertama. Tiong Toa-sianseng melukai Siau Sam
Kongcu. Coat-suthay menghina Lu Tan dan perkumpulan Bu-tongpai. Kun-lun dan Hoa-san-pai mungkin tidak akan saling dendam
tapi Bu-tong dan Heng-san-pai pasti akan ada permusuhan.
Coat-suthay seperti tidak peduli. Fu Hiong-kun merasa tidak
enak hati. Dia berhubungan baik dengan Bu-tong-pai. Bu-tong dan
Heng-san adalah perkumpulan lurus dan terkenal, kalau harus
saling bunuh, itu bukan hal yang baik.
Tapi semua sudah terjadi seperti ini, dia sudah tidak bisa
menghalanginya lagi. Sikap Coat-suthay terhadap Lu Tan benarbenar di luar dugaannya.
Fu Hiong-kun berpikir seperti ini, yang pasti tidak bisa
membohongi Coat-suthay. Setelah selesai makan malam, dia baru
bertanya:
"Apakah kau tidak suka dengan sikapku pada Lu Tan?"
"Tecu tidak berani!" Fu Hiong-kun hanya bisa menjawab seperti
itu. "Apakah kau anggap aku sudah keterlaluan?"
Fu Hiong-kun memberanikan diri menjawab:
"Apakah Supek-bo tidak merasa keterlaluan?"
"Kalau tidak melakukan dengan sikap seperti itu kapan murid
Bu-tong bisa giat dan bersemangat? Hatimu terlalu lemah!"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 90
"Tecu..."
"Semua sudah berlalu, kau datang kemari untuk apa? Sekarang
ada hal yang harus kau lakukan!"
"Katakan, Supek-bo!"
"Kau cari Lamkiong Po, Tanyakan kepada dia hal yang akan dia
lakukan seperti apa."
"Hal apa?"
"Aku hanya ingin dia melakukan satu hal. Kesempatan hari ini
jarang terjadi, seharusnya dia sudah melakukannya!"
Fu Hiong-kun juga berharap seperti itu.
152-152-152
Lamkiong Po duduk dengan termangu di kamarnya. Dia tidak
terkejut dengan kedatangan Fu Hiong-kun. Setelah tahu maksud
kedatangannya, dia berpikir sejenak baru menjawab:
"Semua hal mulai terbentuk tapi belum bisa dipastikan!"
"Apakah setelah pasti baru bisa kau ceritakan?"
"Tentu saja akan lebih baik seperti itu. Sampai kan kepada
Sutliay, malam ini pukul 3 dini hari bertemu denganku di belakang
kebun."
Fu Hiong-kun melihat Lamkiong Po dengan aneh.
"Sekarang aku tidak tahu apa yang harus kukatakan!"
153-153-153
Saat waktu yang bersamaan Lo-taikun sedang marah kepada
Legenda Pendekar Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kiang Hong-sim:
"Aku sudah berpesan, kau harus berhati-hati! Ada yang
menguntitmu ke Siau-hun-lo (Penjara melebur roh), kau masih
tidak tahu?"
"Mengapa ada orang yang menguntitku? Bukankah semua
peserta sudah pergi ke Pek-hoa-couw, tidak ada yang berada di
keluarga Lamkiong?"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 91
"Kau lupa pada seseorang!"
"Lamkiong Po!" kata Kiang Hong-sim segera terngat, "tapi
kakinya kan sudah terluka oleh pedang Coat-suthay, gerakannya
tidak leluasa!"
"Kau orang berpengalaman di dunia persilatan, apakah kau tidak
melihat lukanya tidak berat?" Lo-taikun menarik nafas.
Sebenarnya Lo-taikun sendiri sebelum mendapat kabar ini, dia
pun tidak bisa melihatnya. Kalau tidak, dia pasti sudah berpesan
harus berhati-hati.
"Maksud Tai-kun, dia dan Coat-suthay bersekongkol..."
"Mungkin saja! Untung sewaktu dia meninggalkan tempat,
diketahui oleh si tua Ciu-ci Lojin, kalau tidak, rahasia akan tersebar
kita akan gagal total!"
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Bunuh sekalian Coat-suthay juga jangan dilepas!" Jawab Lotaikun dengan wajah dipenuhi aura membunuh.
Terlihat Kiang Hong-sim mengalami kesulitan. Ilmu silat Coatsuthay seperti apa dia sangat tahu. Lo-taikun pintar membaca
pikiran. Dia tertawa dingin:
"Hari ini Coat-suthay di depan banyak orang menyingkap
keburukan Bu-tong-pai dan Lu Tan ingin membunuhnya. Kau bisa
memperaiatnya!"
"Lu Tan?" Kang Hong-sim tertawa kecut.
Dalam pikiran Kiang Hong-sim, pengalaman dan ilmu silat Lu
Tan tidak cukup memadai. Walaupun bisa diperalat tidak akan ada
gunanya bagi Coat-suthay.
Lo-taikun seperti tahu apa yang dipikirkan. Dia tertawa dingin:
"Walaupun orang itu ilmu silatnya terbatas, asalkan kita bisa
memperalatnya, dia akan menjadi satu-satunya orang yang bisa
membunuh Coat-suthay!"
"Apakah Lo-taikun sudah..Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 92
Lo-taikun mengangguk, dia menyuruh Kiang Hong-sim
mendekat dan membisikkan rencana yang dia sudah atur.
Di dalam hanya ada mereka berdua tapi dia tetap berbisik.
Terlihat Lo-taikun memang orang yang sangat berhati-hati.
Kiang Hong-sim segera mencari Lu Tan.
Lu Tan mengurung diri di kamarnya. Coat-suthay menghina Butong-pai, mana mungkin dalam waktu singkat dia bisa
melupakannya.
Semua orang mengerti isi hatinya, tapi entah harus mengatakan
apa kepadanya. Setelah menghibur dia dengan beberapa kata,
mereka membubarkan diri.
Lu Tan sangat berharap dia bisa tenang, tapi sampai saat ini
masih belum bisa.
Kedatangan Kiang Hong-sim tentu saja membuatnya terkejut.
Dia tidak senang dengan orang ini. Tapi kedatangannya membuat
dia terpaksa harus melayani. Apalagi kalimat pertama adalah:
"Lo-taikun menyuruhku kemari untuk menengokmu!"
"Lo-taikun benar-benar perhatian padaku!"
"Dengan posisi Coat-suthay, dia benar-benar keterlaluan!"
"Semua sudah berlalu, tidak perlu berkata apa-apa lagi!"
"Baik, kita tidak perlu mengungkit-ungkitnya lagi, tapi mengapa
Ceng-hong-kiam yang tajam itu di tanganmu tidak ada gunanya?"
"Karena aku memakai pedang Hou-ya. Pedang itu adalah
pemberian baginda kepada Hou-ya, namanya Liong-im-kiam.
Pedang itu dipinjamkan Hou-ya kepadaku!"
"Ternyata itu pedang pemberian Hou-ya, pasti bukan barang
biasa. Apakah aku bisa melihatnya?"
Lu Tan tidak menaruh curiga. Pedang segera dicabut. Di bawah
terpaan cahaya lampu, ujung pedang terlihat seperti air. Sekali
melihat saja sudah tahu kalau itu adalah pedang pusaka.
Sambil melihat pedang, Kiang Hong-sim memuji:Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 93
"Pedang yang bagus!" Ibu jari tangan kirinya segera memegang
punggung pedang dan jarinya meraba pedang hingga ke ujung
pedang dan menyentil sekali.
Ujung pedang mengeluarkan suara TING! Kiang Hong-sim
mendengarnya dengan seksama baru memuji:
"Pedang bagus!" lalu mengembalikan pada Lu Tan.
Punggung pedang sampai ke ujung pedang tempat di mana
Kiang Hong-sim memegang sudah terbersit warna hijau yang
sangat tipis, tapi Lu Tan tidak melihatnya, memang sulit terlihat
jelas.
Lu Tan mengembalikan pedang itu ke dalam sarungnya dan
bertanya:
"Apakah ada hal lainnya?"
"Tidak! Menang atau kalah adalah hal yang biasa!" Jawab Kiang
Hong-sim tertawa.
"Aku mengerti!" Lu Tan acuh.
Akhirnya Kiang Hong-sim meninggalkan tempat. Begitu
membuka pintu dan keluar dari kamar dia bertemu dengan Siau Cu.
Kiang Hong-sim tertawa, Siau Cu terpaksa balas tertawa. Setelah
Kiang Hong-sim sudah berjalan cukup jauh, Siau Cu segera masuk
ke kamar Lu Tan.
"Untuk apa perempuan itu ke sini?" Tanya Siau Cu sambil
melihat Lu Tan dari atas hingga ke bawah. Sepertinya dia takut
kalau Lu Tan diapa-apakan oleh Kiang Hong-sim.
"Lo-taikun menyuruhnya datang dan menanyakan keadaanku!"
Siau Cu menghembuskan nafas:
"Sedang apa kau? Apakah masih ingat masalah yang terjadi tadi
pagi?"
"Apakah aku bisa melupakan begitu cepat?"
"Kalau terjadi padaku, aku pun tidak bisa melupakannya. Bila
ada kesempatan, aku harus memberi pelajaran kepada dia!"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 94
"Tapi sayang, teknik dan ilmu silat kita tidak bisa menandingia!"
"Kita lihat besok!"
"Maksudmu, Tiong-cianpwee!"
"Menurutku, Tiong-cianpwee pasti sanggup mengalahkannya.
Begitu berhasil mengalahkannya, dengan sifat Coat-suthay, cukup
membuatnya sedih!" Siau Cu melihat Liong-im-kiam:
"pedang ini harus dikembalikan pada Hou-ya. Besok saat
bertarung Tiong-cianpwee pasti akan menggunakan pedang ini!"
"Kau masih memanggilnya Tiong-cianpwee?"
"Aku harus memanggilnya guru. Oh tidak! Harus memanggilnya
ayah angkat!"
Setelah itu Siau Cu bersalto keluar, hanya sekejap sudah
menghilang. Lu Tan menarik nafas.
Dia merasa nasib Siau Cu lebih baik darinya. Datang ke keluarga
Lamkiong tidak hanya mendapatkan guru yang baik masih
mendapatkan seorang kekasih yang cantik.
Saat dia akan menutup pintu, seseorang muncul di hadapannya.
"Kau?" Dia sama sekali tidak menyangka kalau orang itu adalah
Su Ceng-cau.
"Hal yang terjadi tadi pagi, aku sudah mengetahuinya. Apa pun
yang dikatakan oleh Coat-suthay, jangan dianggap serius, akan
membuatmu sakit hati. Jaga dirimu baik-baik!"
Walaupun Lu Tan tidak setuju dengan ucapan Su Ceng-cau, tapi
melihat dia begitu memperhatikannya, hatinya merasa hangat.
Su Ceng-cau menggelengkan kepala:
"Penandingan ilmu pedang seperti ini tidak akan ada
kebaikannya, malah keburukan terlihat di mana-mana!"
"Bagaimana dengan gurumu?"
"Aku rasa dia tidak akan muncul lagi!" Su Ceng-cau merasa
sedih.
"Apakah dia..." Lu Tan terkejut.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 95
"Lukanya tidak apa-apa, hanya saja dia akan terus berkelana!
Guru pergi jauh, kau mau menjadi pendeta, ke depannya kalian
tidak akan bisa menemaniku lagi!"
Lu Tan terdiam, dalam hatinya terjadi pertentangan, entah apa
yang harus dia katakan sekarang.
Su Ceng-cau tidak bucara apa-apa lagi, dia segera membalikkan
tubuh dan meninggalkan kamar. Lu Tan ingin mengejarnya tapi
pada akhirnya tidak jadi.
Tiong Toa-sianseng tidak enak hati. Su Yan-hong di sisinya tidak
tahu harus berkata apa. Saat Siau Cu mengembalikan Liong-imkiam, dia melihat Tiong Toa-sianseng seperti itu, dia tidak berani
banyak bicara dan diam-diam keluar.
Entah sudah berapa lama Tiong Toa-sianseng baru menarik
nafas dan berkata pada dirinya sendiri:
"Dalam hatinya Bok-lan pasti membenciku. Mungkin aku sudah
keterlaluan tapi aku adalah ayahnya. Aku percaya mereka bersih,
tapi apa gunanya? Orang lain tidak akan berpikir seperti itu!"
Su Yan-hong terharu:
"Tecu tidak bisa melihatnya tapi merasa kalau Siau Sam Kongcu
bukan orang seperti itu. Apalagi dia sudah pergi, Guru harus
menunda masalah ini dan bersiap untuk pertarungan esok."
Tiong Toa-sianseng menggelengkan kepala:
"Selama dua hari ini hati semua orang tidak enak, besok pun
tidak terkecuali!"
Su Yan-hong berkata dengan khawatir:
"Ucapan Coat-suthay terkadang terlalu berat, harap Guru jangan
menyimpannya di dalam hati!"
"Kalau yang dia katakan adalah kenyataan, biarkan dia bicara
seperti itu. Orang yang percaya kepada Budha tidak akan
sembarangan bicara!" Kata Tiong Toa-sianseng.
Su Yan-hong mengangguk. Sorot mata Tiong Toa-sianseng
menerawang ke depan. Dia teringat pada Tiong Bok-lan lagi.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 96
Pastinya pikiran Tiong Bok-lan sedang tidak enak. Dia sama
sekali tidak punya tempat untuk berbagi perasaan. Kebetulan Su
Ceng-cau datang. Dia merasa senang, apalagi dia bisa mendapatkan berita mengenai Siau Sam Kongcu dari mulut Su Cengcau. Su Ceng-cau menutup pintu lalu melihat Tiong Bok-lan.
Sikapnya terlihat aneh tapi dia tidak berkata apa-apa.
Tiong Bok-lan menunggu. Akhirnya bertanya:
"Bagaimana dengan keadaan gurumu?"
"Untuk apa kau bertanya tentang guruku? Dia hidup atau mati
pun ada hubungan apa denganmu?"
"Apakah terjadi musibah padanya?"
"Bukan hal besar. Dia terluka oleh pedang ayahmu dan hampir
dibunuh oleh hweesio Jepang!"
"Bagaimana keadaannya sekarang?"
"Lukanya bertambah berat, tapi tidak akan membuatnya mati.
Untung aku dan kakak sepupu datang tepat pada waktunya!"
"Aku yang bersalah!" Air mata Tiong Bok-lan menetes lagi.
"Kau yang mencelakainya? Semalam ada apa kau mencarinya?"'
"Tidak ada apa-apa..."
"Pasti ada! Katakan sejujurnya, kalau tidak, aku tidak akan
melepaskanmu!"
Akhirnya Tiong Bok-lan menjawab:
"Aku hanya memintanya jangan melukai ayahku!"
"Sepertinya ayahmu sudah salah paham pada kalian!"
"Yang sudah berlalu biarlah berlalu. Beritahu aku di mana
gurumu sekarang? Aku ingin bertemu dengannya sekali lagi..."
"Menurutku, dia belum tentu mau bertemu denganmu!"
"Apa pun yang terjadi, aku harus bertemu dengannya!"
"Baiklah! Aku' akan beritahu padamu!"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 97
"Di mana dia?"
"Dia sudah mengambil keputusan untuk berkelana terus,
mungkin kita tidak akan pernah menjumpainya lagi!" Su Ceng-cau
segera berlari keluar.
Tiong Bok-lan duduk dengan sedih. Air matanya mengalir.
Tidak lama kemudian dia berdiri dan berjalan mendekati meja
kemudian mengambil kertas dan koas.
Air matanya sudah mengering. Dia bertekad harus pergi dan
mengambil keputusan meninggalkan surat, meninggalkan keluarga
Lamkiong untuk mencari Siau Sam Kongcu sekalipun berada di
ujung langit dan di penjuru laut!
*** Surat diantar oleh pelayan dan sampai di tang an Tiong Toasianseng. Tiong Toa-sianseng belum tidur. Sewaktu dia membaca
surat itu, wajahnya segera berubah dan menggebrak meja.
Surat dirobek, meja hancur berantakan. Pelayan ketakutan
hingga gemetar, hampir terjatuh.
"Perempuan jalang!" kata Tiong Toa-sianseng marah.
Su Yan-hong berada di kamar sebelah. Dia terkejut dan segera
datang ke sana untuk melihat keadaan yang terjadi. Dia segera
berpesan kepada pelayan agar keluar dan kembali ke tempatnya.
Setelah pelayan itu pergi, Su Yan-hong menarik nafas:
"Maafkan Tecu..."
"Di antara kita tidak ada yang perlu dibicarakan, Bok-lan sudah
pergi!"
"Pergi?" Su Yan-hong terkejut.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 98
"Siau Sam! Siau Sam!" Kata Tiong Toa-sianseng, "di antara kita
tidak ada dendam, mengapa kau harus mencelakaiku?"
"Apakah Bok-lan mencari Siau Sam? Orang yang saling cinta
pada akhirnya akan menikah..."
"Apa yang kau katakan barusan?" Tiong Toa-sianseng melotot.
"Maafkan Tecu..."
"Apakah kau anggap mereka tidak bersalah?"
"Jika Suhu bertanya, Tecu harus terus terang!"
"Baiklah, aku ingin dengar pendapatmu!"
"Keluarga Lamkiong kaya raya, wibawa Lo-taikun sangat
terkenal di dunia persilatan, yang melayani Sumoi sangat banyak,
dia masih begitu muda. Puluhan tahun kemudian bagaimana cara
dia melewatinya?"
"Memang seperti itu. Aku selalu sedih melihat Bok-lan tapi itu
namanya nasib..."
"Nasib bisa menguasai manusia tapi manusia bisa memutar
balikkan nasib itu. Sumoi mempunyai keberanian, suhu harus
memberinya kesempatan!"
"Orang lain akan bicara apa?"
"Siapa yang tidak pernah dijelekkan orang lain? Untuk apa Suhu
menyimpannya dalam hati?"
"Apa pun yang terjadi, seharusnya dia berunding dulu
denganku!" Tiong Toa-sianseng masih marah.
"Mana mungkin Sumoi berani melakukannya? Jika dia berani
bicara kepada Suhu, apakah Suhu akan menyetujuinya?"
Tiong Toa-sianseng terdiam. Kata Su Yan-hong lagi:
"Lo-taikun pasti akan cepat mendapatkan kabar, Bok-lan pasti
memberitahu mereka!"
"Dia datang!" Kata Tiong Toa-sianseng.
Suara orang berjalan terdengar.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 99
Tiong Toa-sianseng tidak salah duga. L'o-taikun pun menerima
Legenda Pendekar Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
surat yang diantar pelayan. Dia membawa Cia Soh-ciu, menemui
Tiong Toa-sianseng.
Setelah menyapa Lo-taikun segera bertanya:
"Hou-ya belum istirahat?" Maksudnya adalah menyuruh Su Yanhong keluar dari kamar.
Setelah Su Yan-hong keluar, tanya Lo-taikun:
"Apakah Tiong Toa-sianseng sudah tahu?"
Tiong Toa-sianseng mengangguk tanpa bicara sepatah kata pun.
Kata Lo-taikun:
"Hal ini terjadi sangat tiba-tiba, ingin menghalangi pun tidak
sempat. Harap Tiong Toa-sianseng memaafkan kami!"
"Bok-lan yang bersalah!"
"Jangan berkata seperti itu. Aturan keluarga Lamkiong tidak
ketat, kami harus bertanggung jawab! Sebenarnya Bok-lan masih
muda, menyuruhnya tinggal di keluarga Lamkiong pun tidak baik.
Tapi tidak bisa membiarkan dia meninggalkan keluarga Lamkiong
dan menikah!"
"Maksud Lo-taikun..."
"Aku tidak apa-apa, hal ini sudah terjadi asalkan jangan sampai
tersebar keluar..."
"Tapi lambat laun..."
"Benar, kita berusaha saja, bisa berapa lama ya berapa lama!"
Lo-taikun seperti sudah pasrah.
"Untung Lo-taikun pengertian. Kami ayah dan anak sangat
berterima kasih karenanya!" Ucapan ini keluar dengan nada pasrah.
154-154-154
Su Yan-hong tidak kembali ke kamarnya. Dia bertemu dengan
Liu Hui-su dan Cia Ceng-hong. Itu bukan kebetulan, mereka
diperintah Cu Kun-cau untuk mengundang Su Yan-hong.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 100
Su Yan-hong tahu Cu Kun-cau pasti mempunyai tujuan tapi dia
tidak bisa menebaknya jadi dia mengambil keputusan berjalan ke
sana.
Disuguhkan arak oleh pelayan termasuk Cia Ceng-hong dan Liu
Hui-su. Su Yan-hong bertanya:
"Ke mana Ceng-cau?"
Cu Kun-cau tertawa:
"Masalah orang dewasa, anak kecil tidak akan mengerti. Malam
ini kita berdua berkumpul, tidak ter masuk dia, silakan!" Dia
mengangkat cangkirnya.
Setelah minum 3 cangkir arak, Cu Kun-cau baru buka suara:
"Dengan nama, ilmu silat dan sastramu, seharusnya kau bisa
terus naik jabatan!"
"Aku tidak berniat mencari nama dan jasa. Setelah jadi An-lekhou, aku sudah merasa sangat puas!" Ini adalah ucapan yang
sungguh-sungguh.
"Pertentangan dengan Liu Kun, kau yang paling banyak
mengeluarkan tenaga. Jika membahas soal jasa, kau menjadi nomor
satu. Tapi baginda sama sekali tidak melakukan tindakan apa pun!"
"Itu ideku, sampai posisi komandan pasukan pun kuserahkan
kembali!"
"Hanya jabatan sebagai komandan, kau tidak akan menaruhnya
di hati, bagaimana jika menjadi perdana menteri?" Cu Kun-cau
menggelengkan kepala lagi, "apakah posisi sebagai perdana menteri
masih rendah juga?"
"Apakah bisa tinggi lagi jabatannya?"
"Mengapa tidak? Apakah kau benar-benar tidak mengerti?" Cu
Kun-cau tertawa.
Su Yan-hong segera marah:
"Kau sendiri yang ingin mengungkapkannya atau menyinggung
paman?"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 101
Cu Kun-cau segera berhenti dan menutupi wajahnya:
"Coba lihat aku, setelah mabuk langsung sem-barangan bicara!"
"Untung kau bicara padaku, kalau tidak, bisa minum lebih baik
jangan minum!" Su Yan-hong berdiri dan keluar.
Setelah Su Yan-hong pergi, mata Cu Kun-cau memancarkan
sorot benci, dia benar-benar menyesal mengundang Su Yan-hong.
Siapa itu Su Yan-hong? Seharusnya dia tahu dan tidak perlu
mencari tahu.
Kepergiannya Tiong Bok-lan sudah diketahui orang-orang
keluarga Lamkiong. Selain Beng-cu, yang paling merasa terharu
adalah Bwe Au-siang.
Yang datang memberitahu adalah Kiang Hong-sim, ditambah
komentar tentang hal ini.
"Lihat dia, biasa terlihat lugu, siapa yang tahu dia orang seperti
itu. Jika tersebar luas, maka nama keluarga Lamkiong..."
Lamkiong Po yang berdiri di sisi mendengar itu. Akhirnya dia
memotong:
"Orangnya sudah pergi, tidak perlu dibicarakan lagi!"
"Apakah Lo-taikun sudah tahu tentang hal ini?" Tanya Bwe Ausiang.
"Aku mendengar darinya!"
"Apakah sudah menyuruh orang mengejar nya?"
"Tidak, hanya bertemu dengan Tiong Toa-sianseng. Semua
sepakat jangan sampai tersebar keluar!" Jelas Kiang Hong-sim.
"Aku melihat hati Tiong Toa-sianseng bergejolak. Dia tidak
kembali ke kamar untuk beristirahat malah pergi seorang diri ke
Ciu-ci-tong."
Hati Lamkiong Po bergerak tapi pura-pura seperti tidak terjadi
apa-apa. Kiang Hong-sim melihat nya dan berkata:
"Aku pamit dulu!"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 102
Dari tadi Lamkiong Po berharap dia cepat pergi dari sana. Bwe
Au-siang tidak bermaksud menyuruhnya terus di sana.
Sesampainya di depan pintu, Kiang Hong-sim membalikkan
tubuh:
"Ingat, jangan katakan kepada siapa pun!"
Setelah dia menjauh, Lamkiong Po baru tertawa dingin:
"Selain dia siapa lagi yang akan sembarangan bicara?"
Bwe Au-siang menarik nafas:
"Sebenarnya Bok-lan sangat senang membaca dan tahu aturan,
mengapa melakukan semua ini?"
"Aku malah merasa kasihan padanya!" Kata Lamkiong Po.
Bwe Au-siang menatap dengan aneh.
"Sewaktu dia menikah dengan adik kelima, sebenarnya dia
sudah mempunyai kekasih. Hanya saja ini perintah dari ayahnya,
dia tidak berani membantahnya!"
"Tapi pada akhirnya dia mau menikah. Sekarang dia menjadi
janda dari keluarga Lamkiong..."
"Janda pun manusia. Sebagai orang tua seharusnya memikirkan
kebahagiaan putra-putrinya. Apa lagi orang yang menikah masuk
keluarga Lamkiong kebanyakan menjadi janda..."
Bwe Au-siang menutup mulut Lamkiong Po:
"Kau tidak boleh berkata seperti itu!"
Lamkiong Po dengan hati yang bergejolak menyingkirkan tangan
Bwe Au-siang:
"Ini bukti nyata, generasi atas pun seperti itu sampai generasi
kami pun begitu."
Bwe Au-siang menarik nafas:
"Apakah dalam waktu dekat ini mengalami hal yang tidak enak
hati? Mengapa setiap kali hatimu selalu bergejolak?"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 103
Lamkiong Po mengangguk. Akhirnya dia bisa tenang. Bwe Ausiang terus bertanya:
"Apa yang terjadi?"
"Belum bisa dipastikan tapi dalam waktu dekat ini pasti akan ada
jawabannya. Nanti aku akan memberitahumu. Berharap nasib
keluarga Lamkiong akan berubah dan ada penerusnya!"
"Aku lihat sekarang sudah mulai berubah!" Bwe Au-siang
berkata dengan sikap malu.
Lamkiong Po merasa aneh. Bwe Au-siang berkata lagi:
"Aku sudah punya..."
"Punya? Punya apa?" Lamkiong Po merasa aneh, dia terus
bertanya. Tiba-tiba dia teringat sesuatu dan berteriak:
"Benarkah kau hamil?"
"Jangan ribut!" Bwe Au-siang menutup mulut Lamkiong Po lagi.
Lamkiong Po memeluknya dengan senang dengan tegang
berkata:
"Ini sangat baik! Kau harus berhati-hati, jangan berlatih silat
lagi!"
"Jangan terlalu tegang!"
"Aku benar-benar tegang!" Lamkiong Po memeluk Bwe Au-siang
semakin erat.
Baru saja Lama Bwe Au-siang bisa terlepas dari pelukan
Lamkiong Po. Sambil terengah-engah berkata:
"Aku sudah buatkan sup ginseng untukmu!"
"Kau saja yang minum!"
"Kau menyuruhku menjaga diri, kau sendiri pun harus menjaga
diri. Aku akan ke dapur dulu, jika sudah matang aku akan
membawanya kemari."
"Kau boleh menyuruh pembantu mengerjakannya. Jangan
terlalu lelah!"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 104
Bwe Au-siang mengangguk, dia keluar dari kamar. Tawa
Lamkiong Po segera membeku, dengan cepat dia berjalan ke depan
meja, buru-buru menulis sepucuk surat lalu melipatnya dan
menyimpannya di bawah bantal. Dia mengambil pedang, membuka
jendela dan melihat ke sekeliling tidak ada siapa pun dan dia
meloncat pergi!
Lamkiong Po meninggalkan kamar. Kiang Hong-sim pun sama.
Tapi dia ingin mencari surat yang ditulis Lamkiong Po, itu bukan
hal yang sulit karena dia selalu berada di luar kamar mengawasi
gerak-gerik Lamkiong Po.
Lamkiong Po tidak tahu akan hal ini. Jika tidak, beban hatinya
pasti akan lebih berat lagi.
Setelah ada pengalaman, ingin masuk Siau-hun-lo (penjara) di
bawah Ciu-ci-tong bagi Lamkiong Po bukan hal yang sulit.
Siang hari dia melihat Kiang Hong-sim masuk dan keluar dari
sana, gara-gara ada Ciu-ci Lojin dan waktunya sempit, dia tidak bisa
masuk.
Sekarang Ciu-ci Lojin sudah kembali ke kamar yang letaknya di
samping untuk tidur. Di Ciu-ci-tong tidak ada orang lain. Lamkiong
Po melihat dengan teliti keadaan kemudian membuka pintu rahasia,
masuk melalui jalan rahasia itu.
Jalan rahasia yang ada di bawah tanah itu sangat terang
benderang tapi di Siau-hun-lo gelap. Lamkiong Po mendengar
dengan seksama tidak ada yang bisa dia temukan.
Apakah Lo-taikun sudah pergi? Dia menunggu sebentar,
akhirnya baru masuk. Di dalam kegelapan, dia mencari jalan dengan
meraba, mengenai tirai mutiara. Diam-diam dia menyibakkan ke
sisi dan maju.
Waktu itu pintu batu Siau-hun-lo tertutup.
Lamkiong Po terkejut, dia menoleh, dia lihat hanya kegelapan,
sampai arah pun tidak terlihat lagi.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 105
Tapi itu hanya berlangsung sebentar, tiba-tiba lampu yang ada
di penjara menyala. Lamkiong Po melihat ke arah lampu, tirai
mutiara berlapis-lapis. Mutiara-mutiaranya tembus pandang dan
berkilau.
Terdengar suara Lo-taikun:
"Akhirnya kau datang juga!"
Hati Lamkiong Po bergetar. Kata Lo-taikun lagi:
"Kalau tidak bisa bersembunyi lagi, lebih baik kemari!"
Terpaksa Lamkiong Po berjalan ke sana melalui tirai mutiara.
Lo-taikun duduk di kursi di antara 4 peti mati. Sikapnya terlihat
sangat tenang.
4 tutup peti itu sudah dibuka. Tampak 4 orang gadis sedang
memejamkan mata, masing-masing terbaring di dalam peti mati.
Wajah mereka mengeluarkan warna merah muda. Di bawah cahaya
lampu terlihat sangat menarik.
Lo-taikun melihat Lamkiong Po dengan teliti:
"Tadi pagi kau tidak mempunyai kesempatan untuk masuk
diam-diam, sekarang kau boleh melihat semuanya dengan jelas dan
teliti!"
Lamkiong Po mengelilingi 4 peti mati itu. Dia menggelengkan
kepala:
"Putramu tidak mengerti!"
"Tujuanmu kemari adalah mencari tahu satu hal!"
"Bukan satu hal saja tapi beberapa hal!"
"Tidak ada bedanya!"
Lamkiong Po baru mengerti:
"Ucapan ibu benar. Asal satu hal kau tahu jelas, yang lainnya juga
akan menjadi jelas!"
"Sekarang bukankah sudah jelas semuanya?"
"Hanya sedikit!"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 106
"Bagaimana kalau sampai di sini saja?"
"Putramu ingin kalau perkara ini tuntas sam pai pada a kilirnya!"
Lo-taikun menggelengkan kepala:
"Lebih baik kau lepas tangan. Hidupmu hanya beberapa puluh
tahun saja untuk apa harus begitu serius menjalaninya?"
"Yang menginginkannya adalah ananda sampai kan juga kepada
ibu kata-kata ini!"
"Kita mempunyai perbedaan!"
"Ibu dan anak hatinya sama, seharusnya tidak ada perbedaan
yang mencolok!"
"Apa yang kulakukan semua itu demi menjaga nama baik dan
kedudukan keluarga Lam-kiong di dunia persilatan!" Suara Lotaikun tetap terdengar begitu baik dan tenang.
"Itu memang berbeda. Tujuan putramu hanya ingin
mengembalikan nama dan kedudukan nenek moyang keluarga
Lamkiong yang susah payah diperoleh."
"Aku tidak akan melepaskan begitu saja, bagaimana denganmu
sendiri?"
"Putramu seperti Ibu!"
"Aku pasti akan berhasil!" Kata Lo-taikun dengan penuh rasa
percaya diri.
Lamkiong Po terpaksa berkata:
"Aku juga!"
"Ada kemenangan pasti akan ada kegagalan. Kembalilah ke
tempatmu, kau masih memiliki jalan hidup!" Kata Lo-taikun.
"Orang-orang keluarga Lamkiong tidak akan berjalan baik!"
"Baik, kau patut disebut orang keluarga Lamkiong. Aku akan
membantumu mencapai tujuanmu!" Lo-taikun mengeluarkan
peluit dan meniupnya.
Empat gadis yang berbaring di dalam peti mati segera membuka
mata mereka. Sama-sama berdiri.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 107
"Kalahkan dulu Bwe (Mawar), Lan (Anggrek), Ju (krisan), dan
Tiok (bambu). Ada kesempatan melihat karya terbaikku Hen-losat!" Lo-taikun meniup peluit lagi.
Empat orang gadis itu segera menyerang Lamkiong Po. Setiap
kali menyerang mereka selalu menyerang ke tempat-tempat
penting. Lamkiong Po melihat empat gadis itu bukan orang
sederhana deng an cepat dia memegang pedang dengan tangan
kanan nya. Kakinya juga mulai menendang. Dia berharap bisa
dengan cepat menyelesaikan pertarungan ini.
Legenda Pendekar Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi begitu bertarung, dia terkejut dan semakin bertarung
semakin membuat hatinya dingin. Karena saat kepalan, pedang, dan
kaki memukul dan mengenai keempat gadis ini, mereka sama sekali
tidak bereaksi apa-apa. Sampai-sampai alis mereka pun tidak
dikerutkan. Bila terkena tendangan mereka akan roboh tapi segera
meloncat berdiri lagi. Tenaga mereka tiada habisnya malah semakin
kuat.
Dari posisi di atas angin akhirnya Lamkiong Po jadi berada di
bawah angin, dari menyerang hanya bisa bertahan.
"Po-ji, apakah cukup sampai di sini saja?"
"Tidak!" Jawab Lamkiong Po. Dia menyerang lagi.
Tapi serangannya selalu digagalkan oleh ke empat gadis itu.
Empat gadis itu menyerang gila-gilaan. Akhirnya menepis dia
hingga terjatuh.
Suara peluit terdengar lagi, empat gadis itu mundur sambil
menyimpan pedang mereka. Tubuh Lamkiong Po sudah penuh
dengan darah. Dia merangkak bangun. Tongkat Lo-taikun sudah
berada di depan mata. Sewaktu dia mengangkat kepala, yang dia
lihat adalah sepasang mata yang tidak dikenalnya dan sangat kejam.
Hatinya bergetar lagi.
"Empat pembunuh itu saja kau tidak sanggup melayani, masih
ingin mengatakan apa lagi?" Nada bicara Lo-taikun mulai terdengar
kejam.
"Mereka benar-benar bukan manusia..."Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 108
"Betul. Bisa dikatakan mereka jenis antara manusia dan setan,
seperti kau sekarang ini!"
Lo-taikun menarik nafas:
"Sayang, sayang sekali, keluarga Lamkiong sampai sekarang ini
harus tidak punya keturunan!"
Hati Lamkiong Po bergerak:
"Siapa kau sebenarnya?"
Lo-taikun tertawa:
"Akhirnya kau menaruh curiga juga!"
"Harimau ganas tapi tidak akan memakan anaknya! Siapa kau
sebenarnya?"
"Bagimu siapa aku, tetap tidak ada bedanya!"
Lamkiong Po tidak bertanya lagi, dia meloncat tinggi dan
mengayunkan pedang menepis Lo-taikun. Dia sadar kalau dia tidak
akan bisa lolos dari Lo-taikun, hanya ingin mencoba melawan untuk
terakhir kalinya.
Tongkat kepala naga Lo-taikun melayang. Menyapu Lamkiong
Po beserta pedangnya kemudian memukul punggung Lamkiong Po.
Lamkiong Po menjerit memilukan. Kemudian dari 7 indra
Lamkiong Po keluar darah. Dia roboh dan langsung tewas, tapi
sepasang matanya membuka dengan lebar. Dia mati tidak menutup
mata.
Lo-taikun hanya tertawa.
Harimau galak tapi tidak akan memakan anak nya. Dia bukan
Lo-taikun asli, siapakah dia sebenarnya?
Kiang Hong-sim sudah menunggu di pintu rahasia. Tanya Lotaikun:
"Ada masalah apalagi?"
"Sepertinya dia tidak bicara dulu kepada Au-siang, kalau tidak,
dia tidak akan meninggalkan surat itu!" Kiang Hong-sim berkata
dengan senang.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 109
"Apa Au-siang sudah membaca suratnya?"
"Surat itu kuambil dulu!"
Lo-taikun membaca surat itu dan tertawa:
"Kau memang pintar dan lincah. Aku tidak salah memilih
orang!"
Dipuji Lo-taikun, Kiang Hong-sim senang:
"Untung Au-siang belum membacanya, kalau tidak, akan
bertambah repot!"
"Berarti kau sudah menolong nyawanya!" Kata Lo-taikun sambil
tertawa.
"Apakah kita bisa mengambil kesempatan ini menuliskan
sepucuk surat palsu untuk memindahkan musibah kepada orang
lain?"
"Pasti bisa!"
"Tapi tulisannya harus mirip, kalau tidak, semuanya malah akan
jadi berantakan. Akan merepot kan Anda lagi!"
"Hanya masalah kecil, tidak apa-apa!" Lo-taikun tertawa
sombong.
Bakat dan kemampuan orang ini benar-benar banyak.
Pukul 3 dini hari sudah lewat. Coat-suthay terus berjalan
mondar-mandir menunggu. Dia memang bukan orang yang sabar,
apalagi malam ini entah mengapa hatinya merasa gundah!
"Apakah sudah terjadi sesuatu?" Begitu terpikir akan hal itu,
Coat-suthay segera berlari keluar menuju tempat perjanjian.
Bwe Au-siang yang ada di dalam kamar duduk dan berdiri tidak
tenang. Sewaktu dia membawa sup ginseng, Lamkiong Po sudah
tidak ada di sana. Dia mengira Lamkiong Po berjalan-jalan di luar
dan akan segera kembali tapi setelah ditunggu sampai sekarang ini,
tetap tidak terlihat jejaknya.
Hatinya tidak enak, saat dia sedang bingung, dari luar terdengar
suara Coat-suthay memanggil:Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 110
"Tuan Lamkiong!"
"Siapa?" Bwe Au-siang membuka pintu. Begitu melihat Coatsuthay, wajahnya berubah marah.
"Di mana Lamkiong Po?" Tanya Coat-suthay.
"Ada apa kau mencari dia?" Bwe Au-siang balik bertanya.
"Dia mengajakku bertemu pukul 3 subuh ada masalah yang ingin
dia sampaikan kepadaku. Tapi sampai sekarang dia belum datang,
jadi aku kemari!"
"Ada masalah apa yang ingin disampaikan dia kepadamu?"
"Aku adalah nikoh dan tidak akan berbohong!"
"Tadinya dia ada, tapi saat aku mengambil sup ginseng untuknya
dan kembali ke sini dia sudah tidak ada..."
"Kapan itu terjadinya?"
"Sebelum pukul 3 subuh..."
"Sudah 1 jam lebih, ke mana dia? Jangan sampai musibah
muncul!"
"Musibah?"
"Aku benar-benar khawatir jadinya!"
"Terima kasih dengan pedang kau telah melukainya, aku tidak
akan percaya pada kata-katamu!" Bwe Au-siang segera menutup
pintu.
Coat-suthay ingin mendobrak pintu hingga hancur, tangannya
sudah diangkat tapi diturunkan kembali, dia menghentakkan kaki
dan lari keluar.
Bwe Au-siang membuka pintu kamar lagi. Sebenarnya dia
sedang marah tapi dia tidak percaya kepada Coat-suthay dan tidak
mau bertanya kepadanya. Dia keluar mencari Lo-taikun.
Tentu saja dia sama sekali tidak terpikir Lo-taikun yang ini bukan
yang asli dan orang yang telah membunuh suaminya.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 111
Lo-taikun kembali ke kamarnya. Melihat Bwe Au-siang datang
dia sudah tahu maksudnya, dia bersikap seperti tidak terjadi
sesuatu.
"Tadi pukul 2 dini hari, Po-ji mencariku ke sini, katanya dia
melihat ada orang berpakaian malam datang ke keluarga Lamkiong.
Seperti mempunyai maksud tertentu. Dia bertanya apakah harus
mengejarnya." Lo-taikun bisa bicara seperti itu.
"Apakah Anda membiarkannya mengejar?"
"Saat kita mengadakan perundingan ilmu pedang, keluarga
Lamkiong menjadi tuan rumah yang baik dan jangan mengganggu
tamu."
"Tapi sekarang sudah pukul 3 dini hari..."
"Tenanglah! Yang bisa mengalahkan ilmu silat Po-ji, palingpaling Coat-suthay, Tiong Toa-sianseng, dan beberapa pesilat
tangguh. Mungkin dia terus mengejar orang itu dan tidak bisa
cepat-cepat pulang!" Nada bicara Lo-taikun sangat tenang.
"Tapi Coat-suthay..."
"Nikoh tidak akan berbohong?" Lo-taikun ter tawa, "apakah kau
lupa apa yang dia katakan mengenai keluarga Lamkiong dan Butong-pai? Dan melukai Po-ji?"
155-155-155
Bwe Au-siang tertawa.
Coat-suthay tidak bisa tertawa. Wajahnya seperti tertutup oleh
lapisan salju. Sampai Fu Hiong-kun pun merasa takut.
Dia duduk, mencabut pedang dan memasukkannya kembali ke
dalam sarung. Fu Hiong-kun men coba mencari tahu:
"Siapa yang telah membuat Supekbo marah?"
"Aku sedang mencari tahu rencana busuk!"
"Apakah sudah ada hasilnya?"
"Kalau ada aku tidak akan seperti ini! Apakah Lamkiong Po
berhasil mendapatkan buktinya? Seharusnya dia bicara duluLegenda Pendekar Ulat Sutra - 3 112
denganku baru mengejar orang yang masuk ke keluarga
Lamkiong!"
"Dia tidak pergi ke tempat yang perjanjian?"
"Tidak! Dia juga tidak berada di kamarnya. Aku takut musibah
menimpanya!"
"Tidak akan! Di sini keluarga Lam-kiong..."
"Justru karena keluarga Lamkiong maka mudah terjadi musibah.
Lo-taikun itu semakin dilihat semakin tidak nyaman!"
"Apakah Supek-bo terus mengingat hal yang terjadi di masa
lalu?"
"Sembarangan bicara! Kau harus mengerti jika di keluarga
Lamkiong tidak terjadi masalah, mana mungkin Lamkiong Po mau
bekerja sama denganku mencari bukti?"
Fu Hiong-kun setuju. Coat-suthay terpaksa berkata:
"Sudahlah! Kita lihat besok saat bertanding ilmu pedang!"
Sebenarnya semua itu sudah terlambat!
Hari ketiga adalah hari terakhir bertanding ilmu pedang. Semua
orang datang ke Pek-hoa-couw lebih awal karena takut melewatkan
pertarungan antara Tiong Toa-sianseng dan Coat-suthay. Kedua
orang itu adalah pesilat pedang paling tangguh sekarang ini. sudah
pasti pertarungannya akan sangat seru.
Lu Tan pun tidak terkecuali. Walaupun dia tidak suka dengan
sikap Coat-suthay tapi dia tetap kagum dengan ilmu silat Coatsuthay. Dia berharap bisa menyadari kekurangannya apa saja.
Kebetulan dia belum pergi dari keluarga Lam-kiong bertemu
dengan Coat-suthay. Walaupun tidak menyukainya, tapi masih
berusaha menyapa.
"Kau masih di keluarga Lamkiong?" Coat-suthay menatapnya
dengan dingin, nada bicaranya pun sama.
"Hari ini adalah hari terakhir!"
"Apakah di sini masih ada hal yang bisa kau lakukan?"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 113
"Bisa, dari pertarungan antar 2 Lo-cianpwee nanti bisa
mendapatkan pelajaran ilmu pedang. Itu adalah keberuntunganku!"
Lu Tan berkata dengan sungkan.
"Dengan kemampuan ilmu silatmu sekarang ini, kau bisa sadar
dan mengerti?"
Fu Hiong-kun sama sekali tidak menyangka kalau Coat-suthay
akan berkata seperti itu. Dia ingin melarang tapi sudah tidak
sempat.
Lu Tan segera membalikkan tubuh dan pergi dari sana.
Waktu itu juga Coat-suthay merasa dirinya kelewatan. Ingin
memanggil Lu Tan kembali tapi tidak jadi keluar suara.
Fu Hiong-kun tidak memperhatikan sikap Coat-suthay. Dia
menarik nafas:
"Supek-bo!"
"Apa pun yang terjadi, hari ini jangan membuatku marah!" Coatsuthay berkata dengan dingin dan berjalan ke depan. Hari ini dia
benar-benar tidak enak hati.
Mengapa Lamkiong Po belum muncul juga? Sudah terjadi apa
padanya? Mana mungkin Coat-suthay bisa tenang.
Tiong Toa-sianseng pun demikian. Tapi begitu pedang sudah di
tangan, hatinya segera menjadi tenang, dia bisa menjadi pesilat
pedang yang kuat semua karena pedang yang ada di tangannya.
Hatinya bisa masuk. Pedang adalah nyawa keduanya.
Dia menghormati pedang yang ada di tangannya juga
menghormati pedang di tangan musuh.
Bukan karena musuhnya adalah Coat-suthay, karena pedang
yang dipakai adalah Ceng-hong-kiam.
Dia sangat tahu sepak terjang menjadi seorang pesilat tangguh
bukan hal yang mudah dilakukan.
Yang pasti terhadap pesilat tangguh seperti Coat-suthay,
membuatnya merasa senang. Ilmu mere ka hampir setara. Reaksi
seperti ini tidak sulit dimengerti.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 114
Coat-suthay juga senang. Apalagi melihat pedang yang dicabut
Tiong Toa-sianseng adalah Liong-im-kiam.
"Suthay, apakah kau akan memberi maaf untukku!"
"Aku akan mmpertimbangkan. Putrimu pergi yang pasti hati
sedang tidak enak, jadi keahlianmu pun tidak bisa dikeluarkan
dengan sempurna!"
Bok-lan pergi ternyata Coat-suthay juga tahu.
Walaupun ini bukan hal aneh, tapi kata-kata ini membuat Tiong
Toa-sianseng sedikit terkejut.' dia dengan tidak senang segera
berkata:
"Jika harus memberi maaf, berilah maaf!"
"Apakah kata-kata tadi bukan sejujurnya?"
"Kalau kau ingin dengan cara seperti itu memancingku,
membuatku tidak bisa berkonsentrasi, aku tidak bisa berbuat apaapa!"
"Mulai sekarang aku tidak akan bicara lagi. Seharusnya
pembicaraanku ini tidak akan mengganggu jalan pikiranmu!"
"Kita bertanding ilmu pedang bukan perang mulut!"
"Awas! Pedang!" Coat-suthay sudah mencabut pedangnya.
Sejurus demi sejurus, datang seperti gunung runtuh dan seperti air
laut yang tumpah.
Tiong Toa-sianseng mengerutkan alisnya. Dengan posisi
bertahan lalu menyerang. Jala pedang dengan cepat dianyam
membungkus tubuhnya.
Tidak hanya Tiong Toa-sianseng, orang yang ada di dalam arena
merasa tertekan oleh tenaganya yang kuat. Mereka juga tahu
apakah ilmu silat Tiong Toa-sianseng bisa memecahkan tembok
pedang. Mere ka sangat berharap Tiong Toa-sianseng dengan cepat
mengeluarkan jurusnya.
Tapi reaksi Tiong Toa-sianseng membuat mereka kecewa. Dia
tidak membalas, malah terus mundur.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 115
Ingin mendobrak dinding pertahanan pedang bukan hal yang
mudah. Coat-suthay memang terus maju tapi dia bergeser dengan
sangat lambat, Tiong Toa-sianseng juga mundur tidak cepat. Yang
pasti semua ini tidak mudah.
Kalau dia mundur terlalu pelan membutuhkan tenaga dalam
sangat besar untuk melawan dinding pertahanan pedang. Tapi jika
mundur terlalu cepat, dinding pertahanan pedang bisa cepat roboh.
Tenaga begitu besar dan dasyat tidak bisa ditahan.
Cepat dan lambat saat mundur benar-benar tidak mudah
memilihnya.
Legenda Pendekar Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siau Cu tidak sabar. Dia berkata kepada Su Van-hong:
"Suheng, mengapa sampai sekarang Suhu belum menyerang?"
Su Yan-hong tertawa:
"Tenaga Coat-suthay bisa dikeluarkan tapi tidak bisa ditarik
kembali. Jika sekarang guru mulai membalas, kedua-duanya akan
terluka."
"Guru tidak ingin terjadi hal seperti itu tapi hanya dengan
mundur saja juga bukan cara yang bagus!"
"Serangan Coat-suthay pasti akan melemah!" Ujar Su Yan-hong
sambil terus melihat, "jika guru bisa bertahan sampai waktu itu
balik dari bertahan jadi menyerang. Kalah menang pasti akan
segera terlihat!"
Siau Cu seperti mengerti. Dia terus mengangguk:
"Sulit mencari kesempatan melihat 2 pesilat tangguh bertarung.
Lu Tan harus segera kemari menyaksikan pertarungan ini!"
Su Yan-hong mengangguk:
"Kalau aku seusianya mungkin aku pun akan seperti itu!"
"Coat-suthay selalu bicara seperti itu, dia tidak peduli kalau
orang lain akan sulit menerimanya!" Ucap Siau Cu.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 116
Su Yan-hong hanya bisa menarik nafas. Orang yang mengerti
tata krama tidak akan bicara seperti Coat-suthay karena bicara
seperti itu adalah salah.
Lu Tan sedang berjalan mondar mandir di koridor. Di sekeliling
sana sangat sepi tapi dalam hati nya terus bergejolak. Dia ingin ke
Pek-hoa-couw menyaksikan pertarungan.
Pertarungan antara Coat-suthay dan Tiong Toa-sianseng pasti
akan seru. Mungkin bisa melihat tudak sedikit jurus untuk
digunakan seumur hidup.
Dia merasa sedikit menyesal dengan tindakan nya.
Waktu itu dia mendengar suara peluit. Dia menoleh melihat di
belakangnya di belokan pelan-pelan keluar seorang perempuan
berbaju merah muda.
Kepala perempuan itu ditutup kantung merah muda,
memperlihatkan sepasang mata jernih.
"Siapa?" Lu Tan membentak dengan aneh.
Jika bisa melihat wajahnya, dia bisa mengenali kalau orang itu
adalah Tokko Hong. Sekarang Lu Tan tidak tahu kalau dia adalah
Hen-lo-sat, pembunuh paling lihai dan rahasia dari keluarga
Lamkiong..
Suara peluit terdengar semakin cepat. Hen-lo-sat segera datang.
Sepasang golok keluar dari sarungnya. Pedang Lu Tan juga
dikeluarkan dari sarungnya dan menyerang, sepasang golok Henlo-sat sudah berada di atas pedang.
Golok dan pedang saling beradu mengeluarkan dentingan yang
dasyat. Bunga-bunga api terus terpercik keluar. Lu Tan merasa
tenaga dalam lawan sangat besar mengalir melalui pedang,
menggetarkan tangan kanannya hingga jadi mati rasa.
Sewaktu dia ingin menarik pedangnya, sepasang golok Hen-losat berputar dan menarik, membuat pedangnya terlepas dan
melayang terbang menjauh. Dengan pegangan goloknya dia
menukul dada Lu Tan membuat tubuhnya terbang melayang.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 117
Saat itu Ciu-ci Lojin keluar dari balik semak-semak menyambut
pedang yang terbang mela yang kemudian berputar ke belakang
menyambut tubuh Lu Tan yang terbang datang. Dia menotok 13
jalan darah di punggungnya.
156-156-156
Tiong Toa-sianseng mulai menyerang.
Tenaga dalam Coat-suthay semakin melemah. Dinding
pertahanan pedang mulai terlihat celah. Ingin terus bertahan bukan
hal yang mudah. Tapi Tiong Toa-sianseng bisa melihat celah-celah
itu dan segera mengambil kesempatan ini.
17 jurus sekaligus dikeluarkan. Setiap jurus menyerang celah ini.
Celahnya semakin membesar, akhirnya hancur. Tiong Toasianseng masuk dan membentak:
"Lepaskan pedang!" Dia menggores perge-langan tangan kanan
Coat-suthay.
Tangan kanan Coat-suthay tidak melepaskan pedangnya, malah
membalikkan pergelangan untuk menahan pedang yang datang.
Jika dia melepaskan pedang, dia bisa menghindari pedang, tapi
karena dia tidak melepaskan pedang jadi tidak bisa menghindari
pedang yang datang.
Pedang menggores pergelangan tangannya sepanjang 3 inchi,
hawa pedang masuk. 5 jari Coat-suthay terpaksa jadi longgar dan
pedang akhirnya terjatuh.
Wajah Coat-suthay berubah. Dia tidak bergerak. Tiong Toasianseng tidak menyerang, dia mundur 2 meter dan memasukkan
pedang ke dalam sarungnya.
Coat-suthay melotot kepadanya. Sewaktu dia ingin mengatakan
sesuatu, Cu Kun-cau sudah berteriak:
"Yang menang adalah Tiong Toa-sianseng!"
Fu Hiong-kun lari ke sisi Coat-suthay dan bertanya dengan
cemas; "Supek-bo!"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 118
"Luka luar hanya sedikit, tidak apa-apa!" Coat-suthay
mengacuhkan tangan Fu Hiong-kun yang ingin memapahnya.
Lo-taikun datang ke sisi Tiong Toa-sianseng:
"Selamat Tiong-sianseng, nama Bu-lim-te-it-kiam (Pesilat
pedang nomor 1) dari sekarang sampai 10 tahun kemudian akan
menjadi milik Tiong Toa-sianseng!"
"Lo-taikun bicara terlalu sungkan!" Tiong Toa-sianseng berkata
dengan tidak semangat.
"Menurut aturan keluarga Lamkiong, kami sudah menyiapkan
sebilah pedang emas. Harap Tiong Toa-sianseng menerimanya!"
Kata Lo-taikun.
4 pelayan segera membuka kain sutra yang menutup di atas
meja. Di bawahnya ada sebuah kotak mewah. Di dalam sana ada
sebuah pedang kecil terbuat dari emas. Di atas pedang ada ukiran
huruf 'Thian-sia-te-it-kiam' 5 huruf Han-ji.
Selain Coat-suthay dan Fu Hiong-kun, semua orang tepuk
tangan.
Dalam suara tepuk tangan yang meriah, Cia Soh-ciu membawa
kotak itu ke depan Lo-taikun:
"Harap Lo-taikun menyerahkan pedang kepada Bu-lim-te-itkiam!"
Lo-taikun belum menerima, Tiong Toa-sianseng segera
menggelengkan kepala:
"Marga Tiong seumur hidup tidak suka dengan nama dan
keuntungan. Kali ini datang kemari pun hanya ingin berunding ilmu
pedang. Bu-lim-te-it-kiam atau apa pun, aku tidak tertarik. Lebih
baik pedang emas ini tetap ada di keluarga Lamkiong untuk
pemenang rapat ilmu pedang berikutnya!"
"Tiong Toa-sianseng terlalu sungkan!"
Waktu itu terdengar tawa:
"Dia tidak mau menerimanya, berikan saja kepadaku!"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 119
Lo-taikun dan Tiong Toa-sianseng melihat ke sumber suara.
Terlihat bayangan seseorang terbang. Dia terbang ke arah Cia Sohciu. Tiong Toa-siansengn dan Lo-taikun masing-masing
menyerangnya.
Orang ini berambut dan berjanggut putih, tubuhnya kecil, tapi
kedua tangannya sangat panjang, mulutnya lancip, pipi tirus.
Benar-benar seperti seekor kera. Dialah Wan-tianglo.
Di tengah-tengah udara tapi sekali bersalto sudah berada di
bawah. Kedua tangannya sama-sama keluar untuk menyambut
serangan Lo-taikun dan Tiong Toa-sianseng.
4 telapak beradu, tidak ada suara yang keluar. Lo-taikun dan
Tiong Toa-sianseng tergetar mundur selangkah. Wan-tianglo tidak
peduli pada mereka. Tubuhnya berputar, tangan kiri mengambil
pedang emas kecil itu. Walaupun Cia Soh-ciu melihat semua itu tapi
dia sama sekali tidak bisa menghindar.
Su Yan-hong segera berkata:
"Siapa yang mempunyai ilmu silat begitu lihai?"
"Dia adalah Wan-tianglo!" Siau Cu tertawa kecut.
Bersamaan waktu Tiong Toa-sianseng berkata:
"Ternyata kau!"
Wan-tianglo menatapnya:
"Apakah kau pantas menjadi Bu-lim-te-it-kiam?" Kemudian dia
bertanya kepada Lo-tai-kun,"nenek tua ini dengan alasan apa harus
memberi dia Bu-lim-te-it-kiam?"
"Di luar gunung masih ada gunung yang lebih tinggi lagi. Di luar
manusia masih ada manusia yang lebih tinggi ilmu silatnya. Aku
hanya mempunyai ilmu silat sedemikian rupa, mana berani disebut
sebagai Thian-sia-te-it-kiam?"
"Ucapanmu lumayan!" Dia bertanya kepada Lo-taikun,
"bagaimana denganmu?"
Dengan santai Lo-taikun menjawab:Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 120
"Pertansingan ilmu pedang di Pek-hoa-couw bukan pertama
kalinya!"
"Ternyata rapat Pek-hoa-couw!" Tiba-tiba Wan-tianglo merasa
senang, "kalian berunding ilmu pedang dengan cara apa?
Menggunakan tangan atau mulut?"
"Yang pasti dengan pedang!"
"Itu lebih baik!" kata Wan-tianglo dengan sangat senang, "sudah
beberapa hari aku tidak bertarung. Sekarang kesempatan yang
bagus, aku ingin bertarung dengan Bu-lim-te-it-kiam!"
Dia segera menunjuk Tiong Toa-sianseng dengan pedang emas
kecil itu.
"Maaf, lebih baik setelah 10 tahun..."
"Mengapa harus menunggu 10 tahun lagi?" Wan-tianglo
menggelengkan kepala, "walaupun aku bisa hidup sampai 10 tahun
lagi, tapi aku tidak sabar menunggunya!"
"Tapi pertandingan ilmu pedang kali ini sudah berakhir!" Kata
Lo-taikun.
"Aku belum bertarung tapi sudah berakhir, jelas-jelas kalian
tidak memberiku kesempatan!" Dia memutar pedang kecil itu dan
bertanya lagi kepada Lo-taikun, "kau benar-benar tidak
menganggap keberadaanku?"
"Aku tidak berani!" Jawab Lo-taikun.
"Kalau begitu, jangan di sana. Mari kita bermain-main beberapa
jurus!" Kata Wan-tianglo pada Tiong Toa-sianseng.
Tiong Toa-sianseng menggelengkan kepala belum menjawab,
Lo-taikun sudah menyela:
"Wan-tianglo, bila Tiong Toa-sianseng sudah menolaknya untuk
apa kau masih terus memaksa?"
"Kau banyak omong, apakah karena tertarik bertarung
denganku?" Tanya Wan-tianglo.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 121
Lo-taikun tertawa kecut dan menggelengkan kepala. Sifat Wantianglo seperti apa, dia sudah tahu sangat jelas.
"Kau adalah Bu-lim-te-it-kiam, pasti tidak ingin bertarung
denganku!" Kata Wan-tianglo sambil melotot kepada Tiong Toasianseng.
Tiong Toa-sianseng hanya tertawa. Wan-tianglo marah:
"Aku ingin bertarung, kau tidak bisa menolaknya!"
Setelah itu pedang segera melayang menepis pada Tiong Toasianseng. Serangan ini sangat cepat. Walaupun Tiong Toa-sianseng
bergerak cepat dan lincah, tapi sudut baju tetap tertepis oleh pedang
kecil itu.
"Apa maksudmu!" Seru Tiong Toa-sianseng.
"Kau boleh tidak membalasnya!" Wan-tianglo tertawa, "kalau
begitu, aku akan membeset bajumu selembar demi selembar dan
aku ingin lihat kau yang menjadi Thian-sia-te-it-kiam dengan cara
apa menghadapi semua pesilat di dunia ini!"
Sambil bicara pedang emas di tangannya terus menyerang Tiong
Toa-sianseng. Dari pelan sampai cepat, sampai selesai bicara 12
jurus sudah dikeluarkan, sekali lagi baju Tiong Toa-sianseng
tertepis.
Akhirnya pedang Tiong Toa-sianseng dikeluarkan dari
sarungnya:
"Wan-tianglo, jangan terlalu melecehkan!"
"Kalau aku ingin menghinamu, apa yang akan kau lakukan?"
Wan-tianglo terus tertawa.
"Terpaksa aku akan membuatmu marah!" Tiong Toa-sianseng
mulai mengeluarkan pedang untuk menahan serangan pedang
emas dari Wan-tianglo.
Wan-tianglo malah terlihat senang. Dengan tubuh yang
berguling-guling dia menyerang Tiong Toa-sianseng dari semua
penjuru.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 122
Pedang Tiong Toa-sianseng terus bergerak untuk melilit cahaya
emas yang datang menyerangnya. Caranya berbeda dengan cara dia
saat menghadapi Coat-suthay.
Coat-suthay tertawa:
"Nasib Tiong Toa-sianseng tidak begitu baik, baru mendapat
kehormatan menjadi Thian-sia-te-it-kiam sudah bertemu dengan
Wan-tianglo!"
"Apakah Supek-bo kenal dengan Wan-tianglo?" Tanya Fu Hiongkun terkejut.
"Orang aneh itu 10-20 tahun yang lalu sudah malang melintang
di dunia persilatan. Dia sudah kecanduan berlatih ilmu silat, paling
senang mengajak orang bertarung. Dia sangat terkenal sebagai
orang yang membuat repot. Dia sudah mundur dari dunia
persilatan tapi tidak disangka hari ini dia muncul di sini!"
"Melihat jurusnya seharusnya punya ilmu silat yang lumayan
tapi dia menyerang terus menerus. Untung Tiong-cianpwee bisa
dengan menyerang untuk bertahan, kalau tidak, dia akan kalah!"
"Tiong Toa-sianseng melakukan cara seperti itu karena
terpaksa!" Jelas Coat-suthay.
"Pertarungan antara aku dan Tiong Toa-sianseng sudah
menghabiskan banyak tenaga dalam. Jika dengan posisi bertahan
untuk menyerang, dia tidak akan kuat. Sekarang dia berharap bisa
dengan cepat menyelesaikan pertarungan ini, bisa dengan cepat
mengalahkan Wan-tianglo!"
"Maksud Supek-bo, dalam pertarungan ini Tiong-cianpwee pasti
akan kalah?"
Coat-suthay mengangguk:
"Kalau aku salah menilai, waktu yang sudah kulewati setengah
abad akan sia-sia!"
Su Yan-hong mulai melihat ada yang tidak beres. Dia segera
bertanya kepada Siau Cu:
"Tenaga dalam Wan-tianglo seperti apa sebenarnya?"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 123
"Tenaga dalam orang itu sepertinya tidak ada habis-habisnya!
Walaupun bertarung selama 3 hari 3 malam, dia masih bisa
melayaninya!"
"Benar-benar repot!" Kata Su Yan-hong.
"Bukankah tenaga dalam Guru juga kuat?"
"Masalahnya adalah dia baru saja selesai bertarung dengan Coatsuthay. Tenaga dalam yang dia habiskan, belum pulih kembali.
Sekarang dengan jurus menyerang untuk berjaga."
"Ini tidak adil!" Siau Cu tertawa kecut, "tapi sayang dalam hati
orang aneh itu sama sekali tidak ada yang namanya perlakuan tidak
adil!"
Su Yan-hong menarik nafas.
Lo-taikun mengerutkan alisnya. Dalam hati sangat berharap
Legenda Pendekar Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wan-tianglo bisa membunuh Tiong Toa-sianseng agar di kemudian
hari tidak perlu membuatnya repot lagi.
Pikiran seperti itu baru muncul, di antara Tiong Toa-sianseng
dan Wan-tianglo sudah bisa terlihat siapa yang menang dan kalah.
Terdengar suara baju robek, 2 sosok segera terpisah.
Tangan Wan-tianglo memegang rambut putih yang baru saja dia
tepis dari kepala Tiong Toa-sianseng. Dia tertawa:
"Baik! Ilmu silat yang bagus, kau benar-benar pantas menjadi
ketua Kun-lun!"
Tiong Toa-sianseng menggelengkan kepala:
"Tidak perlu berkata seperti itu. Aku mengaku ilmu silatku tidak
sebaik dirimu!"
Wan-tianglo juga menggelengkan kepala:
"Kaulah orang pertama yang bisa memotong rambutku!"
"Tidak perlu dengan kata-kata ini untuk menutupi rasa malu
yang kurasakan!" Tiong Toa-sianseng membereskan bajunya:Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 124
"Tadi jika kau menyerangku lebih kuat, pundak kiri dan kanan
akan berlubang karena ditepis pedang emas itu, seumur hidup tidak
akan bisa meng gunakan pedang lagi!"
Baju bagian pundak kiri dan kanannya memang terlihat 2 lubang
besar.
Wan-tianglo segera mengacungkan jempolnya:
"Dengan posisimu sekarang ini, di depan banyak orang kau tidak
ragu mengaku kalah. Kau sungguh seorang pesilat sejati. Aku kalah
darimu untuk sikap gagahnu. Aku kagum dari lubuk hatiku!"
Dia menyerahkan kembali pedang emas itu: "Pedang emas ini
kukembalikan. Bu-lim-te-it-kiam tetap menjadi milikmu!"
"Untuk apa Wan-tianglo bicara seperti itu?" Tiong Toa-sianseng
membawa Liong-im-kiam kembali ke sisi Su Yan-hong.
Lo-taikun segera datang:
"Wan-tianglo benar-benar mempunyai ilmu silat bagus. Pedang
emas ini milik Wan-tianglo!"
"Omong kosong! Kau kira aku belum pernah melihat emas dan
peduli pada pedang emas ini? Tiong Toa-sianseng tidak mau, aku
juga tidak tertarik, lebih baik kukembalikan kepadamu agar lain kali
kau bisa menipu orang lagi!" Wan-tianglo melempar pedang emas
itu kepada Lo-taikun.
Lo-taikun terpaksa menyambutnya.
Mata Wan-tianglo berputar. Dia membentak: "Keluar!"
Siau Cu ingin bersembunyi tapi sudah tidak sempat lagi. Wantianglo tertawa aneh:
"Begitu sampai aku sudah melihatmu. Di sekeliling Pek-hoacouw sini adalah air, apakah kau bisa kabur begitu saja?"
"Lo-cianpwee!" Siau Cu terpaksa menyapa.
"Mengapa kau cemberut? Ada kesempatan melayaniku itu sudah
menjadi nasibmu yang bagus!" Kata Wan-tianglo.
Siau Cu tertawa:Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 125
"Dari pagi sampai malam tidak pernah berhenti, ditendang,
dipukul hingga membuat wajahku bengkak, tangan sakit, pinggang
sakit. Aku tidak sanggup menerima nasib baik ini!"
'"Bisa tahan banting baru bisa mempunyai masa depan yang
cerah' Apakah kau tidak mengerti pepatah ini?" Wan-tianglo mulai
marah.
"Lebih baik aku menjadi Siau Cu seperti sekarang ini!"
"Kau benar-benar tidak mempunyai cita-cita tinggi!" Wantianglo berjalan ke arahnya.
Sambil mundur Siau Cu berkata:
"Apa pun yang teijadi, aku menolak mela-yanimu!"
"Nanti jika berlatih aku tidak akan memukulmu keras-keras!"
Wan-tianglo tertawa.
"Tidak mau!"
"Kalau begitu, serahkan Wan Fei-yang!" Tiba-tiba Wan-tianglo
berkata seperti itu.
Semua terpaku. Apalagi Fu Hiong-kun. Dia hampir berteriak,
langsung bertanya kepada Wan-tianglo mengenai keberadaan Wan
Fei-yang.
Siau Cu merasa aneh:
"Apakah Wan-toako tidak ada di tempatmu?"
"Kalau ada untuk apa aku mencarinya ke sana kemari?" Wantianglo terlihat marah.
"Benarkah Wan-toako sudah pergi?" Tanya Siau Cu.
"Kapan aku pernah berbohong? Dilihat dari luar kalau Wan Feiyang sangat lugu dan jujur, ternyata dia licik juga. Dia mendapatkan
cara untuk mengobati dirinya sendiri, gerakannya lincah tapi dia
tidak memberitahuku. Saat aku keluar, dia kabur!"
Siau Cu senang. Dia berkata:
"Thian mempunyai mata. Budha memang baik, akhirnya Wantoako bisa lolos dari maut!"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 126
"Apa?" Wan-tianglo marah besar, "dia tinggal di tempatku tidak
perlu mengkhawatirkan makan dan tempat. Masih ada aku yang
setiap hari berlatih silat dengannya. Orang lain ingin pun tidak akan
mempunyai kesempatan seperti itu. Sebenarnya dia berbahagia,
bagaimana di sana ada bahaya."
Melihat dia benar-benar marah, Siau Cu cepat-cepat berkata:
"Aku salah bicara, Wan-toako berilmu tinggi. Dia adalah teman
baikmu, cepatlah cari dia kembali."
Wan-tianglo tidak sebodoh yang Siau Cu kira. Setelah
mendengar kata-kata Siau Cu tadi, dia segera tertawa:
"Berarti kau sama sekali tidak tahu keberadaannya. Tampaknya
ingin mencari dia bukan hal mudah. Sementara ini lebih baik kau
yang melayani aku!"
Siau Cu terkejut:
"Ilmu silatku tidak bagus..."
"Tidak bagus bisa berlatih sampai bagus!"
"Kalau berlatih seperti itu, sekalipun tidak mati akan menjadi
cacat, harap Anda melepaskan-ku..."
"Benar-benar tidak tahu diri, tapi bukan kau yang bisa
menentukan semuanya!" Dia segera menangkap Siau Cu.
Siau Cu ingin melawan tapi telapak Su Yan-hong sudah
dijulurkan untuk menghadang serangan Wan-tianglo.
Laju tubuh Wan-tianglo berhenti. Dia melotot kepada Su Yanhong:
"Siapa kau?"
"Murid Kun-lun, Su Yan-hong!"
*** "Su Yan-hong? Tidak pernah kudengar nama ini!' ucap Wantianglo sambil mengerutkan alis.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 127
"Boanpwee orang tidak terkenal di dunia persilatan, Cianpwee
pasti tidak pernah mendengarnya!"
"Kau sangat sopan terhadap orang tua, masa depanmu cerah.
Apakah kau ingin membela Siau Cu?"
"Hanya mewakili Siau Cu memikirkan perasaan. Sampai di sini
saja, Cianpwee jangan membuatnya susah!"
"Apakah semua ini ada kebaikan untukmu?"
"Tidak ada, kami..."
"Kalau tidak ada, atas dasar apa kau bicara seperti itu kepadaku?
Kau murid Kun-lun, Tiong Toa-sianseng siapamu? Gurumu?"
"Benar!" Su Yan-hong tetap bersikap sangat sopan.
"Tidakkah kau melihat aku memukul gurumu hingga babak
belur?"
"Aku hanya melihat adanya ketidak adilan. Cianpwee menang
tapi tidak secara sempurna?"
"Apa? Kami satu lawan satu, mengapa tidak adil? Mengapa aku
menang tidak sempurna?"
"Karena guruku sebelumnya sudah bertarung dengan Coatsuthay, tenaga dalamnya sudah terkuras habis dan tidak ada
kesempatan memulihkan diri..."
"Karena ilmu silatnya terbatas, aku bisa menang, tidak perlu
waktu untuk pulih..."
"Benarkah?" Tanya Su Yan-hong.
"Tadi aku sudah bertarung habis-habisan dengan gurumu. Jika
kau sanggup, kau bisa mengambil kesempatan ini!"
"Aku memang ingin menerima jurus-jurusmu!" Su Yan-hong
maju. Siau Cu ingin menghalangi pun sudah tidak sempat.
Su Yan-hong tertawa:
"Kalau Tetua menganggap remeh musuh, mungkin akan ada
banyak hal yang tidak terduga bakal terjadi!"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 128
"Kalau begitu, aku ingin lihat apa yang akan terjadi!" Wantianglo tertawa. Dengan sikap malas-malasan dia mengeluarkan
kepalan tangannya untuk memukul.
Setelah melihat kepalan datang, Su Yan-hong menyerang dengan
2 telapaknya. Semua itu ilmu andalan Kun-lun. walaupun kepalan
tangan Wan-tianglo dijulurkan dengan malas-malasan juga seakan
tidak bertenaga dan tidak terjadi perubahan aneh, benar-benar di
luar dugaannya.
Tidak disangka sekali menyerang langsung berhasil. Dia segera
memperagakan Thian-liong-pat-sut. Kepalan tangan dan telapak
tangannya walau pun tidak setajam pedang tapi tetap bisa
menghasilkan tenaga besar yang bisa membunuh siapa pun.
Wan-tianglo dengan tenang menghadapi:
"Ilmu pedang memang bisa dipakai dalam ilmu telapak dan ilmu
kepalan tangan, tapi tetap saja harus melihat panjang dan kerasnya
pedang. Jadi menyerang dan bertahan tetap tidak akan sama!"
Hati Su Yan-hong tergerak. Dia orang berbakat jadi dia segera
mengerti. Serangan berikutnya juga berbeda.
"Anak pintar!" Wan-tianglo sangat senang. Pembicaraan di
antara mereka pun semakin banyak.
Fu Hiong-kun melihatnya:
"Mengapa dia seperti sedang mengajar muridnya?"
Coat-suthay diam, dia hanya menatap Wan-tianglo tapi keringat
mulai muncul di dahinya.
Fu Hiong-kun tidak memperhatikan karena dia tertarik pada
pertarungan antara Wan-tianglo dan Su Yan-hong.
Terlihat Su Yan-hong bertarung sambil memikirkan ucapan
Wan-tianglo. Gerakannya semakin aneh, dari lambat menjadi cepat,
dari mudah menjadi rumit. Wan-tianglo merasakannya. Dia mulai
merasa senang maka bicara pun semakin banyak. Tapi dari setiap
kata dia melihat titik penting, tidak hanya Su Yan-hong, Tiong Toasianseng sampai gemetar dan hatinya bergetar.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 129
Ilmu silat Kun-lun terlihat begitu banyak celah. Pertama kalinya
Tiong Toa-sianseng mendengar hal ini. Walaupun dia kalah oleh
Wan-tianglo, tapi sampai saat ini dia menerima dalam hati.
Setelah menerima Thian-liong-pat-sut, tiba-tiba Wan-tianglo
mempercepat gerakannya. Tiga jurus perubahan berada di balik
serangan Su Yan-hong. Sepasang telapak tangannya tiba-tiba
dijatuhkan ke kepala. Tenaga dalam mengalir.
Su Yan-hong merasa tubuhnya dibentur, dia berjongkok lalu
berlutut.
Tiong Toa-sianseng berteriak terkejut:
"Taruhlah belas kasih!"
Wan-tianglo tertawa aneh:
"Itu keberuntungan bukan bencana. Kalau bencana tidak akan
bisa menghindar. Kepintaran seumur hidup tidak akan habis
dipakai, yang bodoh tidak akan mendapat apa-apa!"
Tiong Toa-sianseng segera mengerti dan tertawa.
Su Ceng-cau tidak mengerti. Dia yang paling mengkhawatirkan
keselamatan Su Yan-hong. Dia meloncat ke depan tapi dicegat oleh
Tiong Toa-sian- seng. Walaupun tidak bisa menebaknya, dia tetap
ber diri di sana untuk melihat perubahan yang terjadi.
Siapa pun tidak akan percaya tapi dia percaya kepada Tiong Toasianseng.
Coat-suthay menarik nafas:
"Orang itu memang aneh. Dia rela mengorban kan tenaga
dalamnya untuk menembus jalan darah Jin dan Tok untuk murid
orang lain!"
Bila jalan darah Jin dan Tok sudah tembus, tenaga dalam pun
akan terus mengalir dan tidak akan ada habis-habisnya. Pesilat
tangguh yang sudah berlatih selama puluhan tahun bila tidak tahu
jalannya, sampai mati pun belum tentu bisa membuka jalan darah
dan Tok. Walaupun sudah tahu jalannya, butuh waktu selamaLegenda Pendekar Ulat Sutra - 3 130
beberapa puluh tahun baru bisa memindahkan tenaga untuk
mendobrak kedua jalan darah ini.
Meminjam tenaga dalam orang lain adalah jalan pintas. Tapi
ingin mencari orang seperti itu bukan hal mudah.
Orang itu selain tenaga dalamnya harus tinggi, dia harus
mengetahui aliran tenaga dalam lawan, diberitahu baru bisa
mencapai tujuan. Kalau tidak berhati-hati, masuk ke jalan darah
yang salah, akibatnya sulit disuga.
Ilmu pedang Tiong Toa-sianseng sudah tinggi tapi tenaga
dalamnya belum mencapai tahap seperti itu. Jalan darah Jin
danTok-nya pun belum tembus, lebih-lebih tidak mungkin bisa
menembus Jin dan Tok milik Su Yan-hong. Melihat Wan-tianglo
melakukan tindakan ini, dia terkejut sekaligus senang. Diam-diam
dia menjaga mereka, agar tidak ada seorang pun yang mengangggu
hingga akhirnya akan gagal.
Su Yan-hong benar-benar mujur. Dia membiarkan semuanya
berjalan dengan alami dengan tenaga dalam Wan-tianglo
terkumpul dan menyatu, naik ke tingkat 12 dan berputar sekeliling.
Akhirnya mengalir dengan deras membuka jalan darah Jin dan Tok.
Wan-tianglo menarik kembali tenaga dalamnya dan mundur 3
langkah. Dadanya naik dan turun. Setelah beberapa kali mengatur
nafas, baru tenang.
Tenaga dalam Su Yan-hong berputar. Dia bersiul panjang,
berdiri tegak, bajunya bergerak-gerak serasa ada angin walau
sebenarnya tanpa angin, baru berhenti. Dia bersemangat tinggi
seperti baru menjadi sosok lain.
Tiong Toa-sianseng sangat senang. Dia segera membentak:
"Yan-hongng, cepat berterima kasih pada Wan-tianglo!"
Sewaktu Su Yan-hong akan berlutut, lengan baju Wan-tianglo
terangkat. Dia melotot kepada Tiong Toa-sianseng:
"Aku bermain dengan milikku, jangan ikut campur!"
Tiong Toa-sianseng terpaku. Kata Wan-tianglo:Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 131
"Muridmu ini dari sananya berbakat berlatih silat. Kelak kau
harus mengajarkan apa yang kau miliki. Jangan sia-siakan
bakatnya!"
Tiong Toa-sianseng mengangguk:
"Itu sudah pasti!"
Wan-tianglo menatap Siau Cu:
"Hari ini kita bermain sampai di sini. Ayo, pergi!"
"Kita?" Siau Cu bertanya dengan lemas.
"Kau sendiri jalan atau aku harus seperti anak elang menangkap
ayam. Pilih sendiri!"
"Apakah tidak ada pilihan lain?"
"Ada! Dipukul baru digotong pergi dari sini!" Siau Cu diam-diam
melihat Beng-cu. Beng-cu seperti sengaja menoleh ke tempat lain.
Siau Cu mena rik nafas.
"Ayo, kita pergi!" Ajak Wan-tianglo.
"Tunggu!" Tiba-tiba Su Yan-hong menyela."Apa maumu?" Wantianglo bertanya dengan aneh.
Su Yan-hong memberi hormat:
Legenda Pendekar Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Siau Cu tidak mau dan Boanpwee sudah mendapatkan budi dari
Cianpwee. Biar Boanpwee yang melayani Cianpwee!"
Wan-tianglo terpaku. Siau Cu segera berteriak: "Apakah kau
tahu kalau orang aneh ini biasanya selalu menyiksa orang?"
"Aku percaya aku akan kuat bertahan!" Ucap Su Yan-hong.
Siau Cu menggelengkan kepala:
"Aku tahu kau setia kawan..."
"Aku melihat banyak hal yang sudah menung gumu
membereskannya!"
Siau Cu mengangguk. Wan-tianglo seperti mengerti. Dia
tertawa:Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 132
"Tidak disangka orang seperti kau bisa mempunyai teman
seperti dia!"
Siau Cu ingin mengatakan sesuatu. Wan-tianglo bertanya lagi:
"Benarkah masih banyak hal yang harus kau kerjakan?"
"Tentu saja. Kalau tidak aku tidak akan kabur dari tempatmu!"
"Kau kabur bukan sekarang saja, apakah masalah-masalahmu
belum selesai?"
"Mana mungkin secepat itu bisa dibereskan?"
"Kau hanya mempunyai ilmu silat kucing kaki tiga, pasti
masalahmu tidak akan mudah diberes kan!" Wan-tianglo tertawa
aneh.
Siau Cu terpaku. Kata Su Yan-hong:
"Cianpwee!"
"Tidak perlu banyak bicara. Aku tidak akan melepaskan Siau Cu,
aku paling tidak senang dengan murid orang lain!"
"Aku sudah menjadi muridnya!" Tanggap Siau Cu.
"Apa?" Wan-tianglo segera menampar Siau Cu hingga Siau Cu
terpelanting jauh.
Sebenarnya gerakan Siau Cu tidak lambat dan dia bisa
menahannya tapi gerakan Wan-tianglo terlalu kuat.
"Kapan kau meminta ijin kepadaku?"
Siau Cu tertawa kecut. Wan-tianglo marah kepada Tiong Toasianseng:
"Kau sudah mempunyai murid baik seperti Su Yan-hong,
mengapa masih merebut Siau Cu dari ku?"
Tiong-sianseng hanya bisa tertawa kecut. Wan-tianglo berkata
kepada Su Yan-hong:
"Walaupun kau baik, tapi kau tidak sesuai dengan seleraku.
Dilihat dari sudut mana pun Siau Cu lebih nyaman dibandingkan
denganmu. Dia bisa bertahan saat dipukul, selalu banyak bicara, ada
dia di sisiku, aku tidak akan merasa kesepian!"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 133
"Siapa bilang aku banyak bicara?"
"Hari ini aku bicara sampai di sini saja. Ayo kita pergi!" Wantianglo mencengkeram pundak Siau Cu. Semua berlangsung dengan
tiba-tiba dan cepat.
Siau Cu sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk
menghindar. Su Yan-hong melihat semua itu dan berkata:
"Maaf, aku tidak bisa membantu!"
Siau Cu menggelengkan kepala:
"Ucapan sudah keluar, berkelahi pun sudah tapi kayu bakar tua
ini tetap tidak mau kau layani. Aku tidak bisa berbuat apa-apa!"
"Apa kayu bakar tua?" Wan-tianglo melotot kepada Siau Cu.
"Apakah kau tidak merasa tua?" Siau Cu balik bertanya.
"Aku tidak pernah mengaku sudah tua!"
"Kalau begitu, apakah kau akan mengaku kurus seperti kayu
bakar? Kalau disambung bukan kah akan disebut kayu bakar yang
sudah tua?" Tanya Siau Cu.
"Sembarangan bicara!" Wan-tianglo mendorong Siau Cu keluar.
Akhirnya Beng-cu meloncat keluar:
"Kau, Wan-tianglo, mengapa tidak tahu aturan? Orang tidak
mau pergi, kau memaksanya!"
Siau Cu merasa senang. Wan-tianglo melotot:
"Gadis ingusan, kau tahu apa?"
Sewaktu Beng-cu siap berdebat, Lo-taikun menghadang di
depannya.
"Dia masih anak-anak, tidak mengerti apa-apa. Harap Cianpwee
jangan marah!"
"Siapa yang marah?" Wan-tianglo segera men cengkeram Siau
Cu dan lari seperti terbang pergi dari sana.
Semua masih terpaku melihat kepergian mereka tiba-tiba
mereka terkejut karena suara tawa Coat-suthay menggema.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 134
Coat-suthay tertawa dan berteriak:
"Sangat memuaskan!" Dia segera roboh. Keringat dengan
butiran besar menetes. Wajahnya segera berubah menjadi abu dan
gelap.
"Supek-bo, ada apa denganmu?"
Coat-suthay berusaha berdiri. Dia tertawa lagi. Tiong Toasianseng dan Su Yan-hong segera menghampirinya. Kata Tiong
Toa-sianseng:
"Ada apa sehinnga Suthay merasa ingin tertawa?"
"Pertama, aku menertawakanmu yang baru mendapat julukan
Thian-sia-te-it-kiam langsung dikalahkan oleh Wan-tianglo!" Suara
Coat-suthay berubah serak.
Tiong Toa-sianseng dengan santai menjawab:
"Bertarung pedang atau ilmu silat pasti ada yang kalah dan
menang. Itu adalah hal biasa, aku tidak akan menyimpannya di
dalam hati!"
Coat-suthay tertawa:
"Kalau kau tidak menyimpannya di dalam hati, mengapa kau
mengoleskan racun di pedang! Apa yang lebih mudah lagi
dibandingkan mengoleskan racun!"
"Mengoleskan racun?"
"Racun yang sangat ganas. Kalau bukan karena tenaga dalamku
sudah dipecahkan oleh hawa pedang, hingga tidak bisa terkumpul
lagi, memaksa keluar racun bukan hal sulit!" Coat-suthay
mengangkat tangan kanannya. Luka gores karena pedang Tiong
Toa-sianseng terlihat sepanjang 3 inchi dan kondisinya sudah
berubah menjadi ungu kehitaman.
Coat-suthay tertawa lagi. Dari 7 indranya mengeluarkan darah.
Tawanya berhenti. Dan dia menghembuskan nafas terakhirnya.
"Mengapa bisa seperti ini!" Tiong Toa-sian-seng terkejut. Dia
segera merasa semua sorot mata orang melihatnya.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 135
Tidak terkecuali Fu Hiong-kun. Dia mencoba nadi Coat-suthay,
melihat pedang Liong-im-kiam yang ada di tangan Tiong Toasianseng.
"Nona Fu sangat mengenal obat-obatan, coba lihat pedangku!"
Suaranya terputus-putus. Dia melayangkan tangannya. Di bawah
sinar matahari, terlihat ujung pedang hingga punggung pedang
memancarkan warna hijau muda.
Orang seperti dia yang pemah mempunyai pengalaman melihat
banyak hal, tahu kalau itu adalah bekas noda racun.
"Racun! Mengapa di pedang bisa ada racun?"
Fu Hiong-kun melihat di bawah sinar matahari. Kiang Hong-sim
tertawa dingin:
"Harus ditanya kepada Tiong-cianpwee apa yang telah terjadi?"
"Marga Tiong seumur hidup belum pernah menggunakan racun
untuk mencelakakan orang!" Bela Tiong Toa-sianseng.
"Semua hal pasti akan ada pertama kalinya!" Jawab Cu Kun-cau.
Tiong Toa-sianseng masih akan bicara, Fu Hiong-kun bertanya
dengan aneh:
"Mengapa bisa racun ini?"
"Racun apa?" Tanya Su Yan-hong.
"Pi-Iu-cun!"
"Itu nama daun teh!"
"Bentuk racun ini dengan daun teh hampir sama karena itu
diberi nama sama seperti itu!"
"Aku tidak pernah mendengarnya, maafkan aku yang tidak tahu
apa-apa!"
"Sebenarnya racun ini hampir menghilang dari peredaran. Aku
hanya pernah melihatnya di kolam bernama Han-tan yang ada di
belakang Bu-tong-san!"
"Bu-tong-san?" Hati Su Yan-hong segera bergerak.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 136
"Kemarin bukankah Hou-ya yang memberikan Liong-im-kiam
kepada Lu Tan?" Tanya Lo-taikun.
'Maksud Lo-taikun...
Su Yan-hong mengerutkan alisnya.
Lo-taikun tidak menjawab. Dia malah bertanya lagi:
"Selain Siau Cu, apakah Hou-ya pernah meminjamkan pedang
ini kepada orang lain?"
"Tidak pernah!"
"Tidak perlu dibahas lagi, pasti Lu Tan yang mengoleskan racun
itu!" Ucap Cu Kun-cau.
Su Yan-hong malah membela Lu Tan:
"Lu Tan bukan orang seperti itu!"
"Kemarin sikap Coat-suthay kepada Lu Tan begitu buruk, pasti
dia dendam dan meminjam tangan Tiong Toa-sianseng untuk
membalas dendam, apa anehnya?" Cu Kun-cau marah.
"Sebelum memperoleh bukti, harap semua tenang!" Kata Lotaikun.
"Sekarang di mana Lu Tan?" Tanya Cu Kun- cau.
"Menurut Siau Cu, dia ada di kamarnya!" Jelas Su Yan-hong.
Cu Kun-cau tertawa dingin:
"Pertarungan antara Tiong Toa-sianseng dan Coat-suthay sangat
seru, orang yang belajar ilmu pedang tidak akan melewatkan
kesempatan ini."
Fu Hiong-kun menyela:
"Sebelum kemari dia bertemu dengan Supek-bo. Mereka
bertengkar mulut lagi..."
"Kebencian yang baru dan dendam lama. Kalau dia tidak
mengoleskan racun pada pedang malah terlihat aneh!" Kata Cu
Kun-cau.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 137
Fu Hiong-kun dan Su Yan-hong masih ingin membela Lu Tan.
Lo-taikun sudah berkata:
"Kalau Lu Tan masih berada di keluarga Lamkiong, kita bisa
mencarinya untuk ditanya langsung padanya."
"Semoga dia masih berada di keluarga Lamkiong. Tapi
menurutku, dia tidak sebodoh itu!" Kata Cu Kun-cau dengan dingin.
Lu Tan tidak berada di kamarnya, sampai barang bawaannya
pun tidak ada. Ini semua sesuai rencana busuk, Ciu-ci Lojin sudah
terpikirkan akan hal ini.
Apalagi Lo-taikun tahu apa yang harus dia lakukan, dia berpesan
kepada orang-orang keluarga Lamkiong untuk mencari tahu
keberadaan Lu Tan.
Tiong Toa-sianseng dan Su Yan-hong tidak berpangku tangan
begitu saja. Mereka berpisah mencari dan saling berjanji bila
bertemu dengan Lu Tan akan dibawa kembali.
Fu Fliong-kun tidak percaya kalau Lu Tan adalah orang kerdil
dan keji, tapi semua sudah terjadi. Dia sendiri pun tidak bisa
menjelaskan hal ini. Melihat semua sudah bubar, dia segera melihat
peti mati yang berisi jenazah Coat-suthay yang meninggalkan
keluarga Lamkiong kembali ke Heng-san.
Akhirnya perundingan ilmu pedang di Pek-hoa-couw berakhir
seperti ini, semua menyayangkannya. Hanya beberapa orang
keluarga Lamkiong tidak terkecuali apalagi Lo-taikun.
Selain Kiang Hong-sim, siapa sebenarnya Lo-taikun, orangorang keluarga Lamkiong tidak tahu.
Hingga sore, orang-orang yang dikirim untuk mencari Lu Tan
sudah kembali tapi keberadaan Lu Tan tidak ditemukan. Sedangkan
mayat Lamkiong Po berhasil ditemukan.
Sebenarnya maksud Lo-taikun ingin mereka menemukan mayat
dan dibawa kembali. Mayat di atur diletakkan di sebuah kuil tua.
Selain orang baru dari keluarga Lamkiong, tidak semua tahu kuil
ini.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 138
Melihat mayat Lamkiong Po, Lo-taikun pura-pura terpukul.
Pastinya yang terlihat paling sedih adalah Bwe Au-siang.
Dia berlari ke depan mayat, ingin menangis. Tapi belum sempat
menangis dia sudah pingsan. Beng-cu dan Tong Goat-go cepat-cepat
memapahnya.
Lo-taikun segera mendekat. Dengan telapak tangannya dia
menekan punggung Bwe Au-siang. Tenaga dalamnya mengalir
masuk.
Bwe Au-siang bergetar, dia tersadar. Melihat mayat Lamkiong
Po, melihat Lo-taikun, bibirnya terus bergetar, tidak bisa bicara.
"Menantu keluarga Lamkiong kapan berubah menjadi begitu
lemah?" Kata-kata Lo-taikun terucap keluar, air matanya juga
menetes. Akhirnya Bwe Au- siang tidak tahan lagi dan menangis
sejadi-jadinya.
Lama, hati semua baru tenang. Lo-taikun menghapus air
matanya dan berpesan:
"Buka baju Po-ji, aku ingin lihat dengan jelas bajunya!"
Luka terlihat berada di jantung. Masih ada sepotong ujung
pedang yang tersisa. Dengan ujung tongkatnya Lo-taikun
mengeluarkan ujung pedang: "Apakah dia?"
"Siapa?"
"Ini adalah pedang yang dipakai murid Bu-tong-pai. yang datang
kemari hanya murid Bu-tong, bernama Lu Tan!"
"Mengapa dia?" Bwe Au-siang merasa aneh. "Mengapa tidak
boleh dia?" Lo-taikun balik bertanya.
"Bu-tong-pai adalah perkumpulan besar dan terkenal!" Jelas Bwe
Au-siang.
Lo-taikun belum sempat menjawab, Kiang Hong-sim sudah
berteriak:
"Di dalam bajunya terselip sepucuk surat!" "Bawa kemari!"
Perintah Lo-taikun.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 139
Melihat huruf yang ada di surat, Bwe Au-siang segera berkata:
"Itu tulisan suamiku..."
"Coba kau baca!" Lo-taikun memberikan surat itu kepada Bwe
Au-siang.
Dengan kedua tangannya yang gemetar Bwe Au-siang menerima
surat itu.
"Aku tidak kenal orang ini, dia sangat licik dan kelihatannya dia
sudah siap. Aku harus terus mencarinya. Bila terjadi sesuatu bisa
bertanya kepada Lu Tan!"
Setelah Bwe Au-siang selesai membaca,, dia benar-benar marah:
"Ternyata benar dia!"
"Pantas dia tidak datang dalam perundingan ilmu pedang dan
pergi tergesa-gesa." Kiang Hong-sim sedang menghasut.
"Lu Tan, aku pasti akan mencarimu sampai menemukamnu.
Hutang darah harus dibayar dengan darah!" Bwe Au-siang marah.
"Bukan hanya mencari Lu Tan, kalian ingin keluarga Lamkiong
tidak mempunyai keturunan, tidak akan ada anak cucu. Walaupun
keluarga Lamkiong mati semua, tetap akan meminta keadilan
kepada kalian!" Lo-taikun marah.
"Lo-taikun, apa yang telah terjadi?"
"Aku tidak perlu menutupi lagi kepada kalian lagi! Pek-hoa-couw
diadakan untuk berunding ilmu pedang, berawal dari keluarga
Lamkiong. keluarga Lamkiong bisa mengalahkan semua orang dan
berdiri di baris paling depan. Tapi karena itu pula malah membuat
semua perkumpulan iri. Walau pun di luar terlihat sungkan tapi
Legenda Pendekar Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebenarnya mereka mulai menentang keluarga Lamkiong!"
Dengan aneh Beng-cu bertanya:
"Mengapa aku belum pernah mendengar semua itu?"
"Itulah kelicikan mereka. Tapi orang-orang keluarga Lamkiong
tidak pernah memperhatikan semua ini, sampai-sampaiLegenda Pendekar Ulat Sutra - 3 140
menganggap mereka teman baik. Setiap kali bertarung secara
persahabatan selalu terjadi musibah, sampai hari ini!"
'Aku tidak mengerti!' Ini ucapan dari dalam hati Beng-cu, Tong
Goat-go, Bwe Au-siang pun berkata seperti itu "Kau tahu kalau
sampai saat ini tidak ada yang membantah terhadap ilmu silat
semua perkumpulan. Ayahmu menguasainya dan bisa
menggunakannya, bisa dikatakan tidak pernah ada yang bisa seperti
dia!"
"Semua berkata seperti itu, belakangan ayali ke mana?" Tanya
Beng-cu.
"Kalian ikut aku!" Lo-taikun membawa tongkat kepala naga.
"Kemana?" Beng-cu bertanya.
"Kuburan keluarga Lamkiong!" Lo-taikun tiba-tiba menjadi tua.
Kuburan keluarga Lamkiong sangat luas dan megah. Lo-taikun
dan yang lain tiba di sebuah kuburan paling besar. Ciu-ci Lojin
menunggu di sana. Dia sangat tahu seperti apa pekerjaannya dan
tahu kapan dan di mana harus muncul.
Dia segera membuka pintu rahasia di kuburan itu. Terlihat anak
tangga muncul di hadapan semua orang.
Lo-taikun membawa semua orang berlutut, baru berpesan
kepada Beng-cu:
"Kau ke sana dan buka kotak batu yang tersimpan di depan
kuburan kakekmu!"
Beng-cu membuka kotak batu itu. Di sana terlihat sehelai kain
putih tapi sudah menguning. Di atas kain terlihat huruf-huruf yang
ditulis dengan darah. Hurufnya sudah berubah wama karena sudah
lama.
"Ini adalah surat yang ditulis dengan darah sewaktu kakekmu
menghembuskan nafas terakhirnya. Bacakanlah untuk semua
orang!" Kata Lo-taikun dengan nada bergejolak.
"6 ketua perkumpulan melalui 6 jenis ilmu pedang. Semua
mengurung kakek di gunung Coat-liong-leng. Dia terluka parah danLegenda Pendekar Ulat Sutra - 3 141
sadar kalau nyawanya tidak akan selamat, dengan darah dia
menulis surat ini. Berharap orang-orang keluarga Lamkiong
mencari tahu dan menyingkap rencana busuk 6 perkumpulan ini!"
Sau per satu dibacakan oleh Beng-cu, membuat hati orang yang
mendengar bergejolak.
Lo-taikun benar-benar sedih.
"Mengapa kakek bisa lari ke gunung Coat-liong-leng?" Tanya
Beng-cu.
"Setelah dia menguasai 6 ilmu pedang dari 6 perkumpulan, dia
sangat senang dan berkunjung pada 6 ketua perkumpulan, siap
memberitahukan apa yang sudah dia pelajari kepada 6
perkumpulan ini. Tidak disangka setelah dia pergi tidak pernah
kembali lagi! Karena sudah lama tidak terdengar kabarnya dan aku
merasa tidak tenang, baru menyuruh Ciu-ci mencarinya. Setelah
bersusah payah baru mendapatkan jejaknya di gunung Coat-liongleng dan surat darah itu..
"Seharusnya waktu itu juga kita meminta keadilan kepada 6
perkumpulan!" Ucap Beng-cu.
Lo-taikun menggelengkan kepala:
"Hanya dengan kata-kata, kita sulit membuat orang percaya.
Apalagi 6 perkumpulan ini orang-orangnya sangat banyak, keluarga
Lamkiong tidak akan bisa menghadapi mereka. Jadi aku diam-diam
mengirim kelima putraku mencari bukti. Bila bukti sudah cukup
baru bisa mengumumkan ke dunia persilatan untuk hal ini. Tidak
disangka putraku satu per satu meninggal. Po-ji sudah mempunyai
sedikit bukti, tapi dia pun segera dibunuh oleh Lu Tan. Aku selalu
melarang Po-ji terlalu menonjol di luar, tidak disangka diam di
keluarga Lamkiong tetap saja tidak bisa lolos dari motif
pembunuhan!"
Beng-cu menundukkan kepalanya. Lo-taikun melihatnya:
"Ibumu tahu masalah ini dengan jelas. Hanya kau, bibi keempat,
dan bibi kelima yang tidak tahu!" "Seharusnya aku diberi tahu!"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 142
"Semua belum ada bukti, aku tidak berharap di dalam hatimu
dipenuhi dendam!"
Beng-cu terdiam. Kata Lo-taikun lagi:
"Kau tidak diberi tahu karena Po-ji tidak mau kau menjadi
khawatir."
Air mata Bwe Au-siang menetes lagi:
"Bok-lan adalah putri Tiong Toa-sianseng dari Kun-lun yang
terkenal."
Kiang Hong-sim tertawa dingin:
"Putri seorang ketua perkumpulan terkenal tetap saja melakukan
hal memalukan!"
Lo-taikun melayangkan tangan: "Kepergiannya belum tentu
bukan hal bagus. Kita bisa memperhitungkan hutang-hutang ini.
Kita akan menjadi lebih leluasa!"
"Apakah hanya mengandalkan kita-kita..." Bwe Au-siang sangat
khawatir.
"Untuk ini kau tidak perlu merasa khawatir. Demi membalas
dendam, keluarga Lamkiong sudah melatih pembunuh secara
rahasia!"
"Pembunuh?" Bwe Au-siang dan Beng-cu terpaku.
"Pembunuh perempuan yang tidak pernah merasa takut!"
Dengan penuh semangat Cia Soh-ciu menambahkannya.
"Mengapa tidak takut mati?" Tanya Beng-cu.
"Karena kita berhasil mendapatkan sejenis obat yang bisa
membuat mereka kehilangan sifat asli dan rasa takut..."
"Bukankah itu kurang baik?"
"Tidak ada yang tidak baik. Awalnya mereka terluka dan kita
yang menyelamatkan mereka. Sekarang mereka menjual nyawa
mereka untuk kita. Kita tidak akan saling berhutang budi!" Terlihat
Cia Soh-ciu menganggap semua ini sangat masuk akal.
Beng-cu tetap tidak suka. Tanya Bwe Au- siang:Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 143
"Apakah kau tidak mau membalas dendam demi kakek dan
ayahmu?"
"Bukan tidak mau, hanya saja belum mendapatkan bukti dari 6
perkumpulan ini..."
"Diam!" Cia Soh-ciu membentak, "berarti kau curiga dengan
tulisan kakekmu?"
Beng-cu menundukkan kepalanya dan terdiam. Kata Lo-taikun:
"Beng-cu masih kecil. Selain melatih 4 pembunuh ini, kita masih
melatih seorang pembunuh yang kemampuannya di atas 4
pembunuh ini. Tapi sayang, Ling-ong tidak mau bekerja sama
dengan kita jadi belum berhasil!"
"Ling-ong?" Bwe Au-siang merasa aneh. Kare na ayahnya adalah
pejabat terhadap masalah kerajaan dia tahu banyak dan tahu siapa
Ling-ong.
Jawab Lo-taikun:
"Agar dengan cepat bisa tercapai tujuan kita, terpaksa menurut
kepada Ling-ong. Sebenarnya bisa dikatakan saling memperalat
agar masing-masing mendapat kebaikan!"
"Pantas Siau-ongya tiba-tiba datang kemari!" Kata Bwe Ausiang.
"Kali ini pada rapat Pek-hoa-couw dengan kesempatan ini
sebenarnya ingin melihat kekuatan dari 6 perkumpulan. Siapa tahu
karena sikap lengah Po-ji dia malah mendapat musibah. Keluarga
Lam-kiong benar-benar tidak mendapatkan keberuntungan malah
mendapatkan musibah. Tapi dari sini dapat diketahui kalau 6
perkumpulan masih terus menunggu kesempatan mencelakai
keluarga Lamkiong."
"Ide apa yang Lu Tan ambil?" Tanya Bwe Au- siang.
"Itu akan lebih baik. Hari ini Lu Tan tidak pergi ke Pek-hoa-couw
dan tinggal di sini. Dia pasti merencanakan sesuatu, semua orang
harus berhati-hati!"
"Kapan kita bisa mulai bertindak?"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 144
"Secepat mungkin! Dalam rapat Pek-hoa-couw, Heng-san-pai
dan Hoa-san-pai sudah saling dendam. Coat-suthay mati karena
pedang beracun jadi Bu-tong-pai dan Heng-san-pai akan seperti air
dan api. Asalkan mereka tidak bekerja sama, kita bisa menyerang
mereka satu per satu membuat tujuan tercapai."
Memang sudah seperti yang Lo-taikun rencanakan, kapan pun
siap bertindak.
Tujuannya adalah Tiong Toa-sianseng. Dia memperhatikan
Tiong Toa-sianseng dan tahu kalau Tiong Toa-sianseng sendiri
tertipu oleh orang-orang yang dia kirim, Lo-taikun sangat senang.
Kali ini dia ingin mencoba kekuatan Hen-lo-sat.
Tiong Toa-sianseng berputar ke sekeliling lalu dia kembali lagi
ke wilayah keluarga Lamkiong. Dia sama sekali tidak tahu akan hal
ini. Sepanjang perjalanan mengejar dan mencari Lu Tan. Akhirnya
dia bisa menemukan orang berbaju sama dan wajahnya mirip Lu
Tan. Tapi dia tidak tahu orang yang dia kejar itu adalah suruhan Lotaikun. Orang itu membuatnya mengikuti menuju jalan buntu.
Tiong Toa-sianseng tidak mengenal daerah sana, semua ini
sudah diatur dengan teliti oleh Lo-taikun, membuat Tiong Toasianseng tidak merasa berputar-putar di wilayah sana. Lo-taikun
melakukan ini dengan tujuan menghabiskan tenaganya.
Pertama dia bertarung dengan Coat-suthay kemudian bertarung
dengan Wan-tianglo. Tenaga dalam Tiong Toa-sianseng sudah
terkuras banyak.
Tapi dia masih berniat ingin mencari Lu Tan untuk menanyakan
jelas tentang racun di pedangnya. Dia tidak terpikir harus
beristirahat dulu. Setelah melihat Lu Tan di depan, yang pasti dia
ingin mengejarnya.
Dia merasa aneh mengapa Lu Tan bisa ke tempat seperti ini.
Malam sudah larut, dia sampai di jalan buntu.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 145
Di depan terbentang jurang yang curam. Dinding jurang tegak
lurus seperti dipahat. Bagian kiri dan kanan dinding seperti itu. Di
ujung jalan adalah tempat yang dikelilingi oleh jurang.
Dia berjalan ke sana sama sekali tidak merasa tertipu, di depan
selalu ada cahaya terang.
Sekarang dia melihat jelas, cahaya terang itu adalah api unggun,
juga melihat jelas di bawah adalah jurang.
Api unggun dinyalakan di bawah dinding gunung. Di dinding
terukir 8 huruf dengan ukuran besar "Tiong Toa-sianseng Toatbeng-yu-ci" (Tiong Toa-sianseng mati di tempat ini). Akhirnya
Tiong Toa-sianseng merasa dia sudah tertipu. Tapi tetap mengira
semua itu adalah rencana busuk Lu Tan.
"Lu Tan, keluarlah!" Dia berteriak, suaranya yang keras
menggema dengan kuat.
Lu Tan tidak muncul. Yang terdengar suara peluit. 4 orang gadis
berbaju hitam keluar dari arah kiri dan kanan. Mereka adalah 4
pembunuh bernama Bwe, Lan, Ju, dan Tiok. Mereka melayanglayang seperti 4 ekor kupu-kupu hitam besar.
Tiong Toa-sianseng mengerutkan alisnya:
"Sejak kapan Bu-tong-pai mempunyai murid perempuan?"
Dia tidak bisa melihat 4 orang pembunuh perempuan itu dari
perkumpulan mana. Setelah mereka berdiri di depannya, Tiong
Toa-sianseng baru bertanya:
"Siapa kalian sebenarnya?"
4 orang gadis berbaju hitam itu tidak bereaksi sedikit pun. Mata
mereka yang jernih terus menatap Tiong Toa-sianseng. Hawa
membunuh mulai muncul.
Melihat 4 pasang mata itu, Tiong Toa-sianseng merasa dingin.
Entah mengapa tiba-tiba dia merasa kalau keempat orang gadis itu
bukan manusia melain kan 4 ekor binatang.
Tidak ada yang menjawab. Tiong Toa-sianseng bertanya lagi:
"Apa mau kalian sebenarnya?"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 146
Suara peluit terdengar lagi. 4 orang gadis itu sama-sama
mencabut pedang. Mereka mulai menyerang Tiong Toa-sianseng.
"Kalau kalian tidak bicara, jangan salahkan aku sebagai orang
yang tidak mempunyai perasaan!" Pedang Tiong Toa-sianseng
sudah dicabut keluar. Dia menunjuk 4 orang gadis berbaju hitam
itu. Tidak ada yang menjawab. Mereka sudah menyerang tempattempat penting Tiong Toa-sianseng.
Tiong Toa-sianseng mulai marah. Begitu pedang dicabut keluar,
setiap jurus yang dipakai bertujuan membunuh. Niat Tiong Toasianseng adalah memukul pedang mereka hingga jatuh kemudian
menotok nadi mereka baru bertanya lebih jelas.
Setelah beberapa kali beradu pedang, Tiong Toa-sianseng mulai
merasa kalau ilmu silat keempat gadis itu tidak biasa dan merasa
aneh. Usia mereka masih muda tapi mempunyai tenaga dalam yang
kuat. Tapi dia tetap percaya kalau dia bisa menggetarkan pedang
mereka hingga terlepas dari genggaman tangan.
Tenaga dalamnya ditambah, dialirkan ke batang pedang.
Perkiraan Tiong Toa-sianseng adalah keempat gadis itu tidak akan
kuat menahan pedangnya.
5 pedang saling beradu. Di dalam suara dentingan pedang, 4
tangan gadis itu tergetar hingga sobek dan mengeluarkan darah.
Tapi pedang tetap dipegang dengan erat, terus menyerang Tiong
Toa-sianseng.
4 pedang seperti 4 gunting, mengunci pedang panjang Tiong
Toa-sianseng. Ini benar-benar di luar dugaan Tiong Toa-sianseng.
Sekali pukul tidak membuat pedang mereka terlepas, itu di luar
dugaan. Hal ini membuat pedangnya tidak bisa ditarik keluar,
membuatnya terbunuh.
Hen-lo-sat muncul di luar dugaaan. Diiringi suara peluit, dia
bergerak secepat kilat, meloncat datang. Sepasang Wan-yo-to
menyerang tempat penting Tiong Toa-sianseng.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 147
Mendengar ada yang datang, Tiong Toa-sian-seng tahu bila ingin
menarik pedang yang terkunci walaupun sempat tapi tubuhnya
akan bergeser ke belakang. Akibatnya tidak terbayangkan. Dalam
keadaan bahaya ini, dia tidak mundur malah maju dan berputar, dia
juga mulai terhuyung-huyung.
Tiong Toa-sianseng bisa melindungi tempat penting, tapi
punggungnya terbacok 2 kali. Itu di luar dugaan. Sudah lama dia
tidak pernah terluka parah seperti ini.
Akhirnya dia sanggup mencabut pedangnya dari penguncian 4
pembunuh itu dan balik menyerang 3 kali, tapi selalu tertahan oleh
Hen-lo-sat. Tangan kanan dari pergelangan tangannya tergetar
hingga terbelah.
"Kau siapa?" saat kata-kata ini terucap keluar, 4 pedang dari
belakang sudah menyerangnya.
Hen-lo-sat tidak bersuara. 2 Wan-yo-to sudah membacok lagi
Tiong Toa-sianseng, dia benar-benar menyesal dengan katakatanya tadi. Kalau dia tidak bertanya dia bisa lolos dari serangan 4
golok, paling sedikit dia bisa menahannya. Dalam jeda waktu sesaat
dia berhenti dan bertanya, 2 golok dari 4 golok sudah membacok
punggungnya.
Walaupun 2 kali bacokan tidak mengenai tempat penting, yang
mengenai jalan darah penting adalah 2 golok Hen-lo-sat.
Karena dia melayangkan pedang dan ingin memutar tubuh tapi
Legenda Pendekar Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tubuhnya terkunci oleh golok yang menancap di belakangnnya.
Golok panjang Hen-lo-sat sudah menepis jantungnya.
"Kalian siapa? Mengapa membunuhku?" Pertanyaan Tiong Toasianseng belum selesai, nafasnya sudah putus. Tentu sajaa Hen-losat dan 4 pembunuh itu tidak menjawab.
Saat Su Yan-hong mencari sampai ke jalan buntu itu, itu sudah
hari kedua di siang hari.
Sepanjang perjalanan Tiong Toa-sianseng selalu meninggalkan
tanda. Ditambah orang keluarga Lamkiong yang membawa jalan
jadi Su Yan-hong bisa tiba di tempat itu.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 148
Sebenarnya Lo-taikun ingin membunuh Su Yan-hong tapi
terpikir kalau Su Yan-hong adalah Hou-ya juga terpikir mungkin dia
masih bisa diperalat.
Melihat mayat Tiong Toa-sianseng, Su Yan-hong terkejut.
Melihat 4 huruf yang ada di tanah dekat jari Tiong Toa-sianseng, dia
bertambah bingung.
"Lu Tan membunuhku!" itu adalah 4 huruf yang ditulis Tiong
Toa-sianseng di tanah. Sampai huruf terakhir, jarinya pecah dan
mengeluarkan darah.
Su Yan-hong sulit percaya semua ini, tapi sebelumnya dia sudah
mendapat kabar dari keluarga Lamkiong bahwa karena mengejar
Lu Tan dia terbunuh.
Mengapa Lu Tan bisa seperti ini? Su Yan-hong terus berpikir,
tapi tetap saja tidak ada jawabannya. Terpaksa dia membawa mayat
Tiong Toa-sianseng dari sana.
Fu Hiong-kun tidak menyangka bisa begitu cepat bertemu
dengan Su Yan-hong. Dia juga melihat Su Yan-hong seperti
membawa sebuah kereta kuda berisi peti mati. Apalagi setelah tahu
kalau Tiong Toa-sianseng sudah meninggal dan pembunuhnya
adalah Lu Tan.
"Mengapa Lu Tan bisa melakukan semua ini?" Fu Hiong-kun
merasa aneh.
"Racun yang ada di Liong-im-kiam, Lamkiong Po terbunuh,
guruku dibunuh, semua menunjukkan hal ini dengan jelas
kepadanya!"
Fu Hiong-kun tertawa kecut:
"Apakah dia mempunyai ilmu setinggi itu hingga bisa
melakukannya seorang diri?"
"Itu bukan masalah, mungkin dia dibantu seseorang!"
"Kau mulai percaya pada hal ini?"Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 149
"Aku hanya percaya pada keadaan yang terjadi. Sebenarnya
seperti apa kejadiannya, pasti suatu hari akan terungkap dengan
lebar!"
"Aku berharap agar kita jangan terlambat mengerti!" Fu Hiongkun mengelus-elus peti mati Coat-suthay.
"Kali ini kita datang ke rapat Pek-hoa-couw, diam-diam guru
sudah menghitung dan hasilnya adalah cahaya sangat tidak mujur.
Dia terus berpesan kepada bibi guru harus berhati-hati. Tapi bibi
guru tidak mengingatnya!"
"Mengingat pun percuma. Bukankah guruku selalu berhati-hati
juga?" Su Yan-hong menarik nafas.
"Bibi guruku tidak akur dengan guru. Itu karena sifat bibi guru
sangat keras. Pastinya tidak bisa menjaga mulut, membuat semua
orang merasa muak karenanya!"
"Tapi kadang-kadang dia tidak salah menilai orang. Dia tidak
berkata Lu Tan seperti apa, hanya berkata seharusnya Bu-tong-pai
tidak mengirim wakil seperti dia!"
"Orang bersifat keras tidak bisa menjaga mulut!"
"Selain Lu Tan, Bu-tong-pai masih mengirim siapa lagi?"
Fu Hiong-kun terdiam, dia tahu keadaan Bu-tong-pai dengan
jelas. Beberapa kali mengalami musi bah, tidak ada pesilat tangguh
yang tersisa.
"Rapat di Pek-hoa-couw memang tidak peduli siapa yang
menang atau kalah. Kali ini aku datang bersama guru tujuannya
adalah melihat-lihat. Ini semua ide guru!" Su Yan-hong berpikir
jauh, "dulu kalau bukan karena guru menganggapku berbakat
dalam berlatih ilmu silat dan membawaku ke Kun-lun, mungkin
sekarang aku hanya seorang pejabat."
"Supek-bo kali ini membawaku kemari agar bisa melihat-lihat.
Tidak disangka terjadi begitu banyak hal. Aku benar-benar sulit
menerimanya. Setelah pulang nanti entah apa yang harus
kujelaskan!" Kata Fu Hiong-kun.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 150
"Gurumu selalu masa bodoh dalam menghadapi semua masalah.
Memberitahunya tidak akan sulit. Keadaanku malah lebih sulit
darimu. Bila Toan Hong-cu Susiok tahu hal ini, aku tidak tahu apa
yang akan terjadi!"
"Toan Hong-cu? Sifatnya seperti api? It-nu-ciam-thian-hong
(Asal marah pelangi di langit pun akan dibacok), Toan Hong-cu?"
Fu Hiong-kun terkejut, "bukankah dia sedang menutup diri..."
"Sudah 18 tahun. Dihitung-hitung sepertinya sudah sampai
waktunya dia keluar."
"Hubungan Kun-lun dengan Bu-tong-pai pasti akan memburuk!"
Fu Hiong-kun khawatir.
"Lain kali kalau kita bertemu mungkin di Bu-tong-san!"
"Bu-tong-san?" Sorot mata Fu Fliong-kun seperti sedih, "setiap
kali pergi ke Bu-tong-san perasaannya selalu berbeda. Tapi yang
jelek selalu lebih banyak, kali ini pasti seperti itu juga."
"Tapi semua masalah harus ada akhirnya dan menjadi jelas
semua. Walaupun sifat Susioknya seper ti api, rapi aku percaya dia
bukan orang yang tidak pengertian. Aku tidak mengerti mengapa
Lu Tan melakukan semua ini. Mungkin di baliknya ada hal lain tapi
dia benar-benar bukan orang seperti itu!"
"Kalau dia tidak keluar, waktu itu entah apa yang akan terjadi
padanya." Tarikan nafasnya terdengar, Fu Hiong-kun
mengayunkan tangan menyuruh kusir terus berjalan.
Su Yan-hong ingin mengejar tapi jalan yang ditempuh tidak
sama. Begitu cepat bisa bertemu dengan Fu Hiong-kun, baginya
sudah cukup memuas kan.
Tidak hanya Su Yan-hong, Fu Hiong-kun dan Su Ceng-cau pun
tidak percaya kalau Lu Tan adalah orang seperti itu. Di depan Cu
Kun-cau dia terus membela Lu Tan.
Tapi Cu Kun-cau tetap menuduh Lu Tan pembunuh. Dia tidak
mengenal Lu Tan juga tidak menyimpan dendam, tapi dia tidak suka
kepadanya.Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 151
Su Ceng-cau tidak membela Lu Tan. Melihat orang lain tidak
melihatnya, diam-diam dia kabur ke Bu-tong-san untuk
menanyakan dengan jelas pada Lu Tan.
Apakah Lu Tan berada di Bu-tong-san, dia sen diri tidak tahu, dia
juga tidak terpikir hal lain. Sifatnya memang seperti itu, ingin
melakukan apa langsung dikerjakan tanpa berpikir panjang.
Saat Cu Kun-cau mengetahui adiknya menghilang, dia tidak
sempat menghadang, mengejar pun tidak sempat. Dia tidak
menyangka kalau Su Ceng-cau akan mencari Lu Tan.
Su Ceng-cau menyukai Su Yan-hong, Cu Kun cau
mengetahuinya. Su Ceng-cau tidak pernah menutupinya.
*** Malam itu juga Su Yan-hong tinggal di penginapan In-lai. Dia
sulit tidur. Saai mendengar suara seruling, segera keluar untuk
melihat.
Alunan suara seruling itu terdengar sangat sedih. Seperti
mendengar ada sesuatu walaupun Su Yan-hong tidak ingat di mana
tempat itu tiba-tiba dia teringat pada Siau Sam Kongcu.
Yang meniup suling di pekarangan itu memang Siau Sam
Kongcu. Wajahnya pucat seperti baru sembuh dari sakit berat.
Su Yan-hong mendekatinya. Siau Sam Kongcu baru tersadar dan
memanggil:
"Su-heng..."
"Ternyata benar Siau-heng, apa kabar?"
Siau Sam Kongcu tertawa sedih:
"Lumayan! Seharusnya Su-heng berada di Pek-hoa-couw,
mengapa bisa berada di sini?"
"Tampaknya Sisu-heng tidak tahu apa yang telah terjadi."Legenda Pendekar Ulat Sutra - 3 152
"Apa yang terjadi?"
"Rapat di Pek-hoa-couw..."
"Jika aku tidak salah tebak, seharusnya gurumu yang mendapat
kemenangan pada saat terakhir."
"Apakah benar, tidak seorang pun yang merasa yakin."
"Mengapa bisa seperti itu? Apakah terjadi sesuatu?"
"Aku tidak tahu harus menceritakannya dari mana, di mana
Kembalinya Sang Raja 7 Wiro Sableng 137 Aksara Batu Bernyawa Anak Harimau 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama