Pendekar Mabuk Korban Asmara Terkutuk Bagian 2
mekar di bibirnya yang sedikit lebar tapi indah dan
menggemaskan kaum lelaki, (termasuk saya).
Nyimas Gandrung Arum buru-buru bangkit dan
menghambur kepada Suto. Tapi baru beberapa langkah la
berhenti karena ingat gejolak batinnya yang menuntut
kemesraan itu. Ia coba kembali alihkan tuntutan batinnya
dengan pandangi kebasahan Suto Sinting.
"ampuun.. ! Kenapa kau hujan-hujanan, Suto? Dari
mana kau keluar masuk kamar ini dan membiarkan dirimu
kehujanan?!"
Suto membatin , "Dadamu itu yang kehujanan!"
"Air yang membasahiku ini bukan air hujan!"
"Lalu air apa?"
"Ini air matamu!" jawab Suto mulai rada-rada
konyol. la coba melangkah dekati Nyimas, tapi Ia limbung
dan hampir jatuh. Nyimas ingin majuu menyergap, tapi tak
berani, sehingga kelihatannya tampak ragu-ragu.60
"Jangan banyak bergerak dulu, Suto. Kau.. kau masih
lemas. Sebaiknya.. sebaiknya minumlah tuakmu lagi."
Nyimas Gandrung Arum merasa heran melihat Suto
siuman, sebab ia belum jadi semburkan napas 'Relung
Sukma'-nya. Karenanya ia tadi kaget dan sedikil panik
melihat Suto sudah berdiri. Tapi di balik keheranan dan
kepanikan , terselip kegembiraan yang tak bisa diungkapkan.
Justru kegembiraan itu ingin dibunuhnya, karena hanya akan
memperbesar hasrat bercumbunya saja.
Saran itu memang tepat. Suto menjadi segar setelah
minum tuaknya. Tuak tinggal sedikit. la harus hemat, maka ia
tak menenggaknya banyak-banyak cukup dua tegak saja
"Basah semua Nyimas," ujar Suto sambil perhatikan
badan sendiri "Keringatku banyak yang keluar. Aku takut
kehabisan keringat. Nanti bagaimana kalau aku ketakutan,
tak bisa keluar keringat dingin lagi. Ohh."
Nyimas tersenyum kaku. "Kau ini ada-ada saja.
Lepaskan bajumu, biar kuperas keringat pada baju itu!"
Suto melepaskannya, lalu menyerahkan baju basah
kepada Nyimas. Perempuan itu menerimanya tanpa berani
menyentuh tangan Suto. Sebab menurutnya, sedikit
sentuhan tubuh dengan Suto akan membuat gairah
asmaranya semakin bengkak. Itu penyiksaan namanya.
Jendela dibuka, angin dingin merambah
masuk.Nyimas memeras baju penuh keringat.
"Krucuk..krucuk..!"
"Ya, ampuun.. banyak sekali keringatmu?"61
"Celanaku juga basah, Nyimas."
"Bukalah, biar kuperas sekalian."
"Yaah... kalau kubuka... masuk angin aku, Nyimas!"
"Hanya sebentar saja!"
"Baiklah, akan kubuka celanaku, tapi.."
"Eeeh, jangan, jangan..." sergah Nyimas Gandrung
Arum. la justru bergerak mundur dan berwajah tegang
"Kalau kau nekad buka celana, aku... aku...!"
"Aku hanya bercanda, Nyimas," sambil Suto
tersenyum. Senyum itu sangat menawan, membuat hati
Nyimas makin memberontak. Nyimas buru-buru palingkan
muka.
"Jangan tersenyum padaku, Suto!"
"Nyimass.. "
Suto berkerut dahi dengan heran. Sekarang baru
jelas olehnya, bahwa kulit tubuh Nyimas menjadi merah
seperti terserang penyakit cacar atau campak. Jika bukan
karena Nyimas berdiri di tempat terang, Suto tak melihat
warna merah pada tubuh Nyimas, termasuk di atas belahan
dadanya yang tak terlalu montok tapi masih sekal itu.
Demikian pula pada perutnya, sekitar pinggang, sekitar paha,
betis, telapak kaki, dan.. lantai tidak ikut merah.
"Apa yang terjadi pada dirimu, Nyimas?!"
"Hmm, eeh.. entahlah. Jangan dekat aku!"
Nyimas Gandrung Arum semakin gelisah, malu dan
kebingungan. la menjauhi Suto Sinting.
"Nyimas, katakan padaku apa yang terjadi padamu!"62
Suara Suto lebih tegas lagi. la seperti tak rela melihat
kulit Nyimas Gandrung Arum menjadi merah.
Perempuan itu tetap menggeleng, Ialu palingkan
wajah. la menghadap ke sudut ruangan, memunggungi Suto
Sinting. Mata anak muda itu memandang tengkuk Nyimas
yang juga berwarna merah.
"Kau terkena racun, Nyimas?"
"Tidak"..
"Kau punya penyakit kusta?"
Suara Suto terdengar mendekat. Nyimas menjawab
dengan hati was-was.
"Juga tidak! Ooh, tolong jangan dekati aku,
Suto.menjauhlah!"
" Kau bicara padaku atau bicara pada dinding kayu
Nyimas?"
"Kepada dindingmu, Suto. Eeh. kepada.. ooh,
sudahlah! Aku tak mau dekat-dekat denganmu, Suto!"
"Apa alasannya?1" desak Suto yang mudah
terpancing oleh rasa penasaran itu.
"Aku tidak Lahu!" sentak Nyimas jengkel sendiri.la
menyentak sambil berpaling memandang Suto di
belakangnya. Murid sinting si Gila Tuak itu pun jadi jengkel.
Pundak Nyimas dicekal dan tubuhnya dipalingkan. Nyimas
tersentak mundur, Suto mendesak
"Katakan..! Kalau tidak kau katakan, persahabatan
kita putus sampai di sini!"63
'Mee . mengapa kau bilang begitu, Suto?" Nyimas
mulai gemetar dan menangis.
"Karena aku tak rela jika kau dilukai orang. Kau telah
selamatkan nyawaku dari si penyerang busuk itu. Aku harus
ganti selamatkan nyawamu, Nyimas!"
Pandangan mata Suto membuat Nyimas menggigil
karena ia mati-matian sekali menahan gejolak birahinya yang
seolah-olah ingin segera memeluk Suto dan mencumbunya
habis-habisan. Dada terasa sesak, napas jantung menyentaknyentak, kepala terasa sakit sekali. Nyimas mengalihkan
perhatian dengan menceritakan siapa si penyerang
sebenanya.
"Orang itu ingin membalas dendam padamu. Ia
bernama Lepak Legong. Aku bertarung melawannya. Nyaris
mati. Tapi untung Dewa Kubur datang membantuku. Aku
disuruh membawamu lari dari tempat itu. Dan..".
"Jadi Lepak Legong yang melukaimu sampai seperti
kepinting rebus ini?" potong Suto.
"Tidak tahu. Tapi.. tapi..." suara Nyimas makin
bergetar hingga ia terkesan menggeragap
"Tapi apa, Nyimas?"
Tapi pukulan Lepak Legong kurasa mampu kutahan
dengan hawa murniku."
"Nyatanya kau masih seperti ini, Nyaimas. Minumlah
tuakku".
"Sud... sud... sudah! Sudah beberapa kali kuminum,
tapi... tapi justru semakin besar."64
"Apanya yang semakin besar?"
"Has.. has... ooh, uhuk, uhuk, uhuk..
Nyimas Gandrung Arum justru menutup wajahnya
dengan bajunya Suto, meredam tangisnya sambil bersandar
tertunduk. Pendekar Mabuk mulai panik karena
kebingungannya. Rasa gemas terhadap Nyimas yang tak mau
bicara terus-terang itu membuatnya jengkel sendiri.
"Teruskan penjelasanmu, Nyimas! Teruskan.. Aku
tak akan marah padamu!" tegas Suto sambil menahan napas
di dada.
"Se...setiap.setiap kuminum tuakmu,
has...hasratiku menjadi makin besar."
"Hasrat apa maksudmu?!"
"Has. hasrat bercumbu, oooh... aku malu, Suto! Ihik,
ihik, ihik, ihik.." tangis Nyimas semakin deras.
Suto Sinting tertegun bengong. "Hasrat
bercumbu...?!" ujarnya pada diri sendiri.
"Ak .. aku memang sudah berbulan-bulan tak
merasakan kenikmatan serta kehangatan seorang lelaki. Aku
berusaha meredam agar tidak seperti dulu lagi. Tap.. tapi
perasaanku sekarang sangat tersiksa, Ooh... Sakit sekali
memendam keinginan yang sangat besar ini, Suto," Nyimas
mencoba bicara dengan memblarkan air mata berderai dan
wajah memandang Suto Sinting.
Dengan badan terguncang-guncang oleh tangis,
Nyimas Gandrung Arum bagaikan mencurahkan segala unekunek hatinya yang menyiksa jiwa itu.65
"Dari dulu sampai sekarang, belum pernah aku
seperti ini! Aku... aku, hhhr.. hrrr..!"
Perempuan itu sulit lanjutkan ucapannya. Tubuhnya
menjadi sangat menggigil dan giginya gemerutuk ketika
ditatap Suto dengan lembut. Tatapan itu tidak bermaksud
memancing gairah Nyimas, tapi ingin melihat kebenaran
ucapan dari air muka Nyimas.
Ternyata Suto menemukan kesungguhan yang tak
bisa dibantah lagi. Gemetarnya tubuh Nyimas bukan hal yang
dibuat-buat, tapi memang suatu perlawanan batin yang
amat berat.
"Kau sangat tersiksa sekali, Nyimas" ucap Suto lirih
sekali, seakan ikut prihatin atas musibah cinta yang dialami
penguasa Bukit Esa itu.
"Se.. sejak.. sejak aku bertemu denganmu di
pertarungan melawan Pawang Setan, debar-debar hatiku
sudah menuntut kemesraan. Tapi masih bisa kutahan.
Kulitku juga belum menjadi semerah ini. Bahkan tadi waktu
tiba di sini, kulitku masih semburat merah. Belum menjadi
begin!"
"Nyimas. " bisik Suto dalam nada desah. Tangannya
meraih pipi Nyimas yang tertunduk Iagi itu. Kini tangan itu
merayap ke dagu, dan mendongakan wajah Nyimas pelanpelan.
"Nyimas, adakah sesuatu yang aneh pada diriku
sehingga kau jadi begini?"66
"Suto " ucap blbir basah yang menghiba hati itu "Ak..
aku tak bisa berpikir lagi. Aku... aku...."
Bibir itu tampak gemetar. Tapi Nyimas berusaha
teruskan ucapannya dengan napas tersendat-sendat.
"Aaakkku... sedang melawannya.. walau sakit dan...dan
membuat batinku menjerit. Di dalam tubuhku, seperti ada
ratusan ulat yang merayap dari kepala sampai kaki
membuatku bergairah sekali, Suto. Tap... tapi.. ooohhh,
kuharap... tinggalkan aku. Tinggalkan sekarang juga, Suto.
Biarkan aku mati dihancurkan oleh gairahku sendiri.
Ooohhwwhh...!".
Guncangan tubuh yang menggigil Itu semakin hebat.
Seperti orang terserang penyakit malaria Suto Sinting
semakin trenyuh. la segera meraih tubuh Nyimas dan
memeluknya dengan dada bidang dan dua tangan yang
kekar.
'Sutoooo... uuhhk, uuhuk, uuhuk..! tangls Nyimas
makin menjadi, Suto dapat rasakan betapa berat dan
besarnya slksaan batin itu. Tapi ia tak tahu harus berbuat apa
kepada penguasa Bukit Esa yang sebenarnya dihormati itu.
Tangan Suto Sinting mengusap-usap tubuh Nyimas
sambll berpikir mencari cara untuk mengatasi masalah
tersebut. Tetap usapan tangan Suto semakin membuat
kobaran gairah Nyimas lebih menyala-nyala lagi. Perempuan
itu mendusalkan wajahnya di dada Suto Sinting. Rasa hangat
tubuh Suto semakin, dikejarnya.
"0ooh, oooh, Sutoo " keluhnya di sela tangis.67
"Apa yang harus kulakukan jlka begini?! Haruskah
kuberikan kehangatan kepada perempuan yang sebenarnya
jauh lebih tua dariku ini?! Ia sahabat guruku, rasa-rasanya
sangat tak baik jika aku mencumbunya. Tapi dia menderita
sekali. Aku tak tega. Ini sudah di luar batas kemampuannya!"
"Sutooo, ooouuh..!"
Nyimas Gandrung Arum mendengus-dengus leher
Suto Sinting. Sebagai lelaki yang normal, gairah sang jantan
pun terbakar oleh sentuhan bibir Nyimas. Akhirnya Suto
sedikit menunduk. Dibiarkan tangan Nyimas meremas-remas
kulit tubuhnya yang licin oleh keringat. Bibir mereka pun
bertemu. Suto Sinting makin terbakar oleh asmara maka
bibir Nyimas pun dikecupnya dengan lembut. bahkan
dilumat dengan pelukan makin erat. Nyimas meraba tubuh
Suto, meremas pinggul pemuda itu seperti menahan kuatkuat debaran yang ingin meledak.
"Oooh. tidak! Tidaak..." tiba tiba Nyimas tersentak,
melawan nafsunya sendiri. la meronta lepas dari pelukan
Suto Sinting. la menangis sambil menatap Suto.
"Aku bukan. bukan pasanganmu! Aku tak mau rusak
kesucianmu kepada Dyah Sariningrum Ak..!"
"Nyimas.. !" Suto maju selangkah, Nyimas mundur
dua langkah.
"Tidak Biarkan aku pergi sekarang juga!"
"Nyimass."
"Wuuut, braaak...!"68
Jendela diterjangnya Nyimas lari dalam derai hujan
lebat.Suto Sinting menyusulnya.
"Wuuut, bruuus. Jebuur..!"
la tak tahu kalau ada di loteng. Sangkanya jarak
tanah dengan jendela cukup dekat. Akibatnya Suto jatuh ke
genangan air yang membanjir di halaman depan rumah
tersebut.
*** DENDAM ASMARA TERKUTUK
KOLEKSI KOLEKTOR EBOO69
6 MALAM bertemu malam, pagi muncul lagi tak ada
bosannya. Siang ikut-ikutan nampang. Pendekar Mabuk
masih belum bisa temukan Nyimas Gandrung Arum.
"Naluriku mengatakan, Nyimas tidak pulang ke Bukit
Esa. Pasti ada di suatu tempat yang tersembunyi," pikir Suto
Sinting Pendekar tampan rada konyol itu ngobrol sendiri
sambil menyusuri tepian hutan.
"Memang tak biasanya Nyimas punya tabiat seperti
Pendekar Mabuk Korban Asmara Terkutuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Selama aku bergaul dengannya, baru sekarang kulihat dia
sangat kasmaran, sepertinya sama sekali tak mampu
menahan gejolak gairah cintanya. Kasihan sekali. Dia sampai
menggigil seperti itu. Pasti sangat tersiksa."
Langkah Suto sengaja dihentikan sejenak di tempat
teduh. Napasnya dihembuskan, seperti sedang membuang
kedongkolan dan kebingungannya.
"Apa penyebab kelainan sikap Nyimas itu?! Aneh
sekali. Sebagai tokoh berilmu cukup tinggi, ia sampai tak bisa
menyingkirkan gairahnya. Jika bukan disebabkan oleh
sesuatu yang aneh, tak mungkin bisa terjadi begitu."70
Kecamuk hati terbungkam, tapi mulut justru
ternganga, Tanpa disengaja pandangan mata Suto singgah di
salah satu pohon, Pohon itu lerletak sekitar Empat puluh
langkah di jalanan depan yang semestinya akan dilalui. Di
salah satu dahan pohon itu, tampak sesuatu yang
menggantung. Bukan kentongan, bukan nangka busuk, tapi
orang.
Berlari Suto ke sana. Semakin terbengong Ia ketika
melihat orang itu ternyata sudah yak bernyawa. Tak jelas
apakah ia digantung orang atau menggantung diri sendiri,
yang jelas Suto bertambah kaget setelah mengetahu, bahwa
orang tersebut adalah seorang gadis berwaJah manis,
berambut pendek, berbaju hijau lumut. Suto memang belum
kenal dengan gadis itu, tetapi melihat senjatanya, Suto jadi
ingat tentang seseorang.
Senjata gadis yang sudah tak bernyawa di tali
gantungan itu adalah ring bergerigi dari logam putih anti
karat. Besarnya seukuran piring nasi, Geriginya sangat tajam.
Dan satu-satunya gadis yang pernah dikenal oleh Suto dan
bersenjata piringan bergerigi seperti itu adalah muridnya si
Gampar Sewu dari Perguruan Telaga Murka. Gadis itu tak lain
adalah Tirai Surga, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam
episode: "DALAM PELUKAN MUSUH")
Apakah gadis yang sudah tak mau bernapas karena
temali tergantung itu memang benar seorang dari Perguruan
Telaga Murka? ltu yang belum dikelahui Suto dengan jelas.71
Persoalan apa yang menyebabkan gadis itu mati dalam
gantungan, Suto pun semakin tak jelas.
"Tapi sangat disayangkan gadis semuda dia, secantik
dia, eeh... matinya gantung diri? Picik sekali dia Kurasa,
persoalannya tak jauh dari cinta monyet! Hmmm.. hanya
orang bodoh yang mau mati karena cinta".
Sebenarnya Suto ingin tinggalkan mayat itu begitu
saja. Tapi hati kecilnya tak tega. la ingin memakamkan
alakadarnya.
"Eeh, siapa tahu suatu saat aku mati tak ditemukan
keluargaku, lalu ada orang lewat menemukan, maka ia pun
akan memakamkan mayatku agar tak dimakan binatang
buas," ujarnya dalam hati.
Kini Suto ada di bawah mayat gadis itu. Untuk
menurunkan mayat, ia harus melepas tambang penjerat
leher. la akan lakukan lompatan ke atas dahan itu untuk
melepas lambangnya. Tetapi dahinya berkerut ketika
memperhatikan kulit wajah si gadis juga kulit lengannya yang
berwarna kemerah-merahan
"Kenapa kulitnya seperti Nyimas Gandrung Arum?
Wabah apa yang sedang menyebar di muka bumi ini
sebenarnya?"
"Wuuut, jleeg..!"
Dengan satu lompatan ringan, Pendekr Mabuk
sudah berada di ketinggian sekitar empat tombak. Ia menjadi
makin penasaran lagi, sehingga harus segera menurunkan
maynt gadis Itu untuk diperiksanya lebih telitl lagi. Kulit yang72
semburat merah itu menurut Suto bukan kulit aslinya. Sebab
kulit di belakang telinga mayat itu masih putih mulus.
"Dia tidak lebih parah dari Nyimas Gandrung Arum.
Tapi apakah...?"
kecamuk balin itu terhenti seketika. Tangan Suto
yang sudah menarik simpul tambang jadi terlepas.
Pada saal itu tiba-tibo ada gumpalan angin padat
yang menerjang Suto dengan sangat cepat. Angin itu
bergulung- gulung hingga tubuh Pendekar Mabuk berjungkir
balik di udara dalam keadaan terlempar tanpa keseimbangan
badan.
"Wuuussss.! Brusssk..!"
"Aaahkkk...!" Pendekar Mabuk jatuh terbanting,
mayat pun jatuh terbanting. Pendekar Mabuk mengerang
kesakitan, tapi mayat diam saja. Cuek!"
Apa yang membual si pemuda perkasa Itu terguling
badai selempat itu tak lain karena kemunculan seorang gadis
rambut sepundak lurus, ikat kepalanya dari lempengan
logam emas, entah asli entah imitasi. Tak jelas. Lempengan
ltu berhias batu-batuan kecil mirip Intan.
Dengan wajah memncarkan kemarahan dan mata
memandang penuh dendam, gadis yang kenakan baju tanpa
lengan warna kuning ketat sama seperli celananya yang
sebetis itu, berdiri tak jauh dari Suto Sinting dengan sikap
sangat bermusuhan.
Si gadis yang memakai jubah merah dari kain beludru
berbentuk seperti jubah drakula itu memang berwajah lebih73
cantik dari mayat yang tadi. Tapi ketiadaan senyumnya
membuat si gadis sama angkernya dengan mayat yang
tergantung itu.
Pendekar Mabuk melirik gelang bergerigi yang ada di
pinggang si gadis. Tak salah lagi dugaannya, gadis itu pasti
dari Perguruan Telaga Murka. Suto Sinting sangat mengenal
si jubah merah yang tak lain adalah Tirai Surga sendiri.
Setelah memeriksa si mayat sebentar, Tirai Surga mulai
menggeram tampakkan kebenciannya terhadap Suto Sinting
Kedua tangannya menggenggam kuat-kuat, napasnya mulai
memburu karena murka.
"Jahanam sekali kau, Suto! Kau bunuh si Pakayuni
dengan cara menggantungnya Cuuuuih..!"
Pendekar Mabuk nyengir salah tingkah. "Apes!"
gumamnya dalam hati, geli-geli Jengkel.
"Kau salah sangka, Tirai Surga!"
"Busuk kau! bentak Tirai Surga, lalu ia melompat
maju dan hantamkan pukulan kedua tangannya secara
beruntun.
"Bet, bet, bet, bet...!"
"Plak, plak, teeb... Deeb...!"
Pendekar Mabuk berhasil tangkap tangan kiri Tiral
Surga, sementara itu siku kanan Tirai Surga yang ingin
menyodok ditahan dengan lengan kiri Pendekar Mabuk
Bumbung tuak masih menyilang di punggung, belum diambil
dari sana.74
"Tirai, jangan salah paham dulu! Aku tidak
menggantung temanmu itu!"
"Omong kosong! Kulihat kau masih di atas pohon!"
"Karena aku mau menurunkan mayatnya untuk
memeriksa!"
"Mulut pembual Hiaah...!" Tiba-tiba lutut Tirai Surga
menyodok ke depan.
"Plook..!"
"A00W...!"
Suto Sinting tak menduga akan mendapat sodokan
mesra tepat di bagian anunya. Kontan saja ia menyeringai
sambil membungkuk dan mendekap perkutut piaraannya.
Langkahnya sempat mundur, tapi Tirai Surga membuatnya
semakin mundur dengan tendangan putar dalam lompatan
pendek.
"Wuut, jeprook..!"
"0ouh...!" Pendekar Mabuk terpental sejauh tujuh
langkah. la sengaja tak mau membalas, karena ia tak mau
layani kemarahan orang yang salah paham. la bukan tak bisa
menangkis, karena ia sibuk menjinakkan perkutut
piaraannya, sehingga tendangan kaki itu tepat kenai
wajahnya dengan telak.
"Kelewatan!" geramnya dongkol. Rupaya Suto sudah
tak mau kasih hati lagi pada Tiral Surga. Maka ketika gadis itu
meelepaskan pukulan dari jarak lima langkah, Suto Sintlng
mendului melepaskan sentilan Jari Guntur-nya.
"Tess..!"75
"Buuuhk...!"
"Uuhkkk...!"
Dihampirinya gadis yang terbungkuk dan terdorong
ke belakang itu. Ditamparnya wajah yang baru saja mau
mendongak dengan langan kanan.
"Plaak..!"
"Aahk..!" pekik Tirai Surga sambil melintir dan jatuh
terhempas di semak-semak. Guzraak..!"
Pendekar Mabuk jalan menjauhinya, tapi berhenti di
samping mayat yang rupanya semasa hidupnya bernama
Pakayuni itu.
Suto terengah-engah akibat tadi menahan sakit pada
sang 'perkutut' tadi. la pandangi sebentar Tirai Surga yang
berusaha bangun sambil menggeliat dan menyeringai susah
payah. Suto sengaja tak mau menolong gadis bandel itu
"Biar sebagai pelajaran!" gumamnya dalam hati.
"Tapi sebenarnya kasihan juga, ya? Ah, sekali tempo kasih
pelajaran sama gadis cantik tak apalah. Daripada perkututku gegar otak?"
Mayat yang tertelungkup itu digulingkan hingga
telentang Kulit wajah dan sekitarnya sampai pada betis
diperhatikan baik-baik. Ternyala memang benar menderita
seperti Nyimas Gandrung Arum.
Ketika Tirai Surga sudah mulai bisa berjalan dan
mendekati mayat Pakayuni, Suto yang masih jongkok di
samping mayat itu tengadahkan wajah tanpa kemarahan.76
"Mengapa dia bisa berkulit merah begini? Apa
penyebabnya?"
Tirai Surga menjawab dengan ketus, "Tanyakan pada
otakmu sendiri. Kau yang membuatnya begitu!"
"Kalau kau masih bermusuhan terus denganku, aku
bisa tak sabar padamu, Tirai Surga"
Pendekar Mabuk bangun, mengambil bumbung
tuaknya. Mata gadis itu memandang dengan tajam dan
wajahnya masih memancarkan kemarahan, tapi sudah tidak
seberang tadi. Suto menenggak tuaknya sedikit. Lalu
menyodorkon bumbung tuak pada Tirai Surga
"Minumlah, biar badanmu tak sakit"
"Hmmh... Tirai Surga mendengus sinis. memeriksa
mayat teman seperguruannya dengan Wajah sedih.
Pendekar Mabuk membiarkannya sebentar. Setelah itu baru
memberi penjelasan ulang secara singkat.
"Aku datang kemari dia sudah bergelantungan di
pohon. Aku bermaksud menguburkannya. Maka kulepas
tambang pengikatnya itu. Kukatakan hal ini yang sebenarnya,
Tirai. Aku tidak mendustaimu. Berani sumpah disambar
bidadari kalau aku bohong padamu!"
Tirai Surga dalam kebimbangan. oleh sebab itu ia
diam saja, masih memeriksa mayat Pakayuni.
"Coba tanyakan pada Pakayuni, dia mati gantung diri
atau digantung orang!" ujar Suto bernada konyol.
Tirai Surga tidak berkomentar. Tapi ia berdiri dan
bertolak pinggang satu tangan. Matanya segera memandang77
ke sekitar tempat itu. Dalam hatinya mulai kurangi tuduhan
kepada Suto Sinting.
Kejap kemudian ia pergi tak jauh dari situ, seperti
mencari seseorang di sekitar tempat itu. Suto hanya
memperhatikan dari tempatnya berdiri. Sesaat kemudian
Tirai Surga kembali lagi.
"Siapa yang kau cari?" tanya Suto.
"Nayomi," jawab Tirai Surga dengan tak ramah. "la
pergi bersama Nayomi, diutus oleh guru untuk sampaikan
pesan kepada seseorang untuk meminta bala bantuan "
"Bantuan untuk apa? Suto mulai berkerut dahi.
"Perguruan kami diganggu oleh seorang pengacau
yang berilmu tinggi. Guru kewalahan menghadapinya,
karena orang itu punya ilmu yang dapat menyedot nyawa
lawannya."
"Pawang Setan, maksudmu?!"
"Benar!" jawab Tirai Surga dengan tegas dan cepat.
"Kau bersekutu dengannya?"
Pendekar Mabuk hanya hembuskan napas, mengusir
kejengkelan atas tuduhan tak langsung itu.
Tapi ia menganggap hal Itu adalah wajar, karena Tirai
Surga masih sakit hati padanya, lantaran cintanya tak
disambut sepenuh hati.
"Berapa orang dari perguruanmu yang telah menjadi
korban?"
"Delapan belas. Guru melarang kami melawannya
tapi guru sendiri merasa kewalahan".78
"Sekarang di mana orang itu?"
"Pergi entah ke mana, Tapi guru yakin dia akan
datang. Karena leluhur guru bermusuhan dengan
leluhurnya".
Pendekar Mabuk tertegun sebentar. Pada saat Suto
ingin bicara lagi, tiba-tiba sekelebat bayangan datang dari
belakang Tiral Surga. Pendekar Mabuk cemas dan bersiap
untuk lakukan sesuatu, karena ia takut Tirai Surga diserang
dari belakang.
"Awas..." serunya kepada Tirai Surga. Ia melompat
menghadang gerakan orang yang baru datang itu.
"Tirai..." seru orang yang baru datang itu.
"Nayomi..?"
Gadis yang baru datang itu menangis, Rambutnya
yang panjang sepunggung dengan ikat kepala logam perak
berukir itu sempat meriap menutupi wajahnya. la memeluk
Tirai Surga dengan suara tangis yang mengharukan hati.
Pendekar Mabuk menghembuskan nafas kembali. Ia merasa
lega karena yang datang adalah Nayomi. Bukan musuh.
Nayomi yang berpakaian rompi panjang warna biru
dan pakaian dalam putih itu akhirnya berhasil menahan
tangisnya.
"Kami bertemu dengan Pawang Setan. Kami
menyerang dan selalu hindari sinar putihnya yang dapat
menangkap nyawa kami itu. Tapi. Pakayuni terkena sinar
kuning. Hanya saja, segera dapat ditahan hingga tak79
Pendekar Mabuk Korban Asmara Terkutuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengakibatkan luka parah. Pakayuni segera kuselamatkan
dan kubawa lari".
"Pawang Setan tidak mengejarnya?"
"Dia ingin mengejar, tetapi ada seorang gadis yang
datang dan menyerang Pawang Setan. Aku tak pernah
melihat gadis itu. Tapi kudengar Pawang Setan
memanggilnya dengan julukan Perawan Sinting!"
"Hahh..?! Perawan Sinting?" sentak Suto kaget, tapi
suara sentakannya tak dihiraukan Nayomi maupun Tirai
Surga. Nayomi melanjutkan ceritanya sambil menatap Tirai
Surga.
"Aku sempat perhatikan pertarungan gadis itu
dengan Pawang Setan. Tapi karena takut Pakayuni semakin
lemah, aku segera pergi mencarikan tempat aman untuk
mengatasi luka dari sinar kuning yadi. Untung Pakayuni bisa
selamat."
"Lalu, mengapa dia tewas begini?" tanya Suto.
"Pakayuni.. Pakayuni menjadi aneh," Nayomi
menjawab kepada Tirai Surga.
"Maksudmu aneh bagaimana?"
"Pakayuni. gila,!" jawab gadis berpedang perunggu
itu. Tapi ia juga punya senjata ring bergerigi seperti milik Tirai
Surga.
Melihat Nayomi menangis lagi, Tirai Surga
menenangkan dengan sabar. Kemudian saat tangis itu
mereda, sebuah pertanyaan lembut diajukan oleh Tirai
Surga.80
"Benarkah Pakayuni gila?"
Nayomi mengangguk. "Kasihan dia"
"Glla bagaimana?"
"Gila. gila cumbuan."
"0oh...!" Tirai Surga tersentak kaget dan dahinya
berkerut tajam menatap Nayomi.
"Gila cumbuan...?! Mana mungkin? Pakayuni gadis
yang dingin terhadap lelakl "
"Itulah yang membuatku heran. Dia sangat bergairah
dan selalu mengejar-ngejar lelaki, dia sempat melakukannya
seperti gadis binal. Aku tak bisa mencegahnya. Akhimya dia
malu sendiri, lalu...dia pergi dariku, memisahkan diri.
Kusangka ia mencari pemuda lain untuk melayani gairahnya.
Ternyata. ternyata ia kutemukan telah gantung diri di sinl.
Ooh..."
Nayoni memeluk Tirai Surga lagi dengan tangis yang
terisak isak. Suto Sinting hanya bisa tertegun setelah tarik
napas dalam-dalam.
"Kau yakin dia bunuh diri? Bukan digantung orang?
tanya Suto Sinting untuk memperjelas pendapatnya
terhadap Tirai Surga tadi.
" Lihatlah di balik pohon itu. Pakayuni meninggalknn
pesan di atas daun!"
Pendekar Mabuk dan Tirai Surga memeriksa tempat
itu. Tenyata di balik pohon tersebut ada daun semak yang
lebar, dan di atas daun itu tertulis pesan yang ditulis dengan
getah pohon. Pesan itu berbunyl:81
"Aku malu menjadi gadis liar. Aku melawannya
dengan kematian."
Selesai membaca pesan tersebut, Tirai Surga
menatap Pendekar Mabuk. Tatapan mata itu seakan punya
satu maksud yang tak bisa diungkapkan lewat bibirnya yang
ranum itu. Mereka kembali temui Nayomi yang masih
menangisi jenazah Pakayuni. Sebelum mereka berdua blcara,
Nayomi sudah lebih dulu berkata.
"Aku mencari orang di sekitar 6sini untuk
menurunkan mayat Pakayuni, karena aku tak tega
menurunkannya sendiri. Namun ketika aku kembali, ternyata
kalian berdua sudah ada di sini"
Sebaiknya kita bawa pulang saja jenazah Pakayuni,
kita jelaskan segalanya pada guru." ujar Tirai Surga.
"Tapi.. tapi aku dan Pakayuni belum sempat tiba di
Bukit Esa untuk meminta bantuan. Sebab....!"
"Bukit Esa.?!" Suto memotong kaget. " Jadi kalian
ingin minta bantuan pada Nyimas Gandrung Arum?"
"Benar" jawab Tiral Surga. "Nyimas Gandrung Arum
adalah sahabat guru kami!"
Suto menggumam sendiri "Sepertinya ada kaitannya
dengan Nyimas."
"Apa maksudmu?" tegas Tiral Surga masih bernada
ketus.
"Nyimas juga diserang oleh Pawang Setan. Empat
muridnya menjadi korban jurus 'Sangkar Iblisnya'"
"Ooh!" Tirai Surga menjadi tegang.82
"Sebaiknya tak perlu minta bantuan kepada Nyimas
Gandrung Arum."
"Kenapa?" sahut Nayomi.
"Nyimass.. . Nyimas mungkin sedang tidak ada di
tempat. Ia sedang selesaikan urusannya sendiri!".
"Mengejar Pawang Setan?!" Tiral Surga menuntut
ketegasan.
"Mungkin juga." jawab Suto sambil manggutmanggut
"Jahanam betul si Pawang Setan itu!" geram Tirai
Surga dengan mata mamandang jauh, memancarkan
kebenclan dan dendam.
"Mengapa orang Pulau Darah itu menyerang Bukit
Esa dan perguruanmu?" tanya Suto kepada Tirai Surga.
"Eyang Ganjar Sowu dan Nyimas Gandrung Arum
pernah bertarung melawan ayah dan ibu si Pawang Setan.
Mungkin rahasia itu sudah didengar oleh Pawang Setan,
sehingga la ingin membalas dendam dengan membuat
hancur kekuasaan Nyimas Gandrung Arum dan Eyang Ganjar
Sewu secara sedikit demi sedikit."
"Oooo..! " Suto Sinting manggut-manggut lagi.
"Aku akan menghadap guru sekarang juga!. Nayomi,
angkat jenazah Pakayuni dan kita bicara pada guru!"
Suto buru-buru bertanya kepada Nayomi, "Di mana
kau temukan Pawang Setan yang terakhir kalinya?"
"Saat ia bertarung melawan Perawan Sinting?."
"Iya Di mana itu?"83
"Di.. di Pantai Bejat! Kuingatkan padamu, jangan
melawan dia sendirian!" ujar Tirai Surga masih saja bernada
ketus.
Suto belum menjawab apa-apa, Tirai Surga sudah
pergi bersama Nayomi tanpa pamit. Pendekar Mabuk hanya
pandangi kepergian gadis cantik yang keras kepala itu
*** KORBAN ASMARA TERKUTUK
KOLEKSI KOLEKTOR EBOOK84
7 SUDAH terbayang sebelumnya di benak Suto, bahwa
Pawang Setan pasti akan temui Perawan Sinting juga. Sebab
secara tak langsung Perawan Sinting juga terlibat dalam
pertarungan dengan Pawang Setan di alun alun kadipaten
Parang Tirta.
Darlingga Prasti, alias Perawan Sinting, termasuk
orang yang ikut menggagalkan perkawinan Pawang Setan
dengan putri Adipat Purbayana yang bernama Rara Inggar
itu. "Mungkin dia tahu kekuatanku dan kekuatan
Perawan Sinting" pikir Suto sambil melangkah menuju Pantai
Bejat.
"Karena ia tahu kekuatanku, maka ia menghilang
untuk mencari ilmu yang dapat untuk menandingiku. Dia
akan lakukan balas dendam kepadaku dan kepada Perawan
Sinting setelah dapatkan ilmu barunya yang menurutnya
lebih dahsyat dari kekuatanku. Rupanya ilmu baru itu telah
diperolehnya, Mungkin ia coba dulu untuk menebuskan85
kematian kedua orang tuanya kepada pihak Nyimas
Gandrung Arum dan pihak Eyang Ganjar Sewu."
Menurut pendapat si murid sintingnya Gila Tuak itu,
pembalasan Pawang Setan tidak dilakukan secara tuntas dan
serentak, karena selain ia hanya tampil seorang diri juga ingin
menciptakan suasana neraka lebih dulu di kedua musuhnya.
Penggunaan Sangkar Iblis' merupakan teror neraka bagi
pihak Bukit Esa maupun pihak Bukit Sawan.
"Pada akhirnya nanti, kadipaten Parang Tirta juga
akan menjadi sasaran pembalasan Pawang Setan. Rara
Inggar akan diculik, tapi keluarganya akan dibantai, atau
diserap kekuatan senjatanya"
Kini yang membingungkan Suto Sinting adalah
keberadaan Nyimas Gandrung Arum. "Di mana dia sekarang
berada? Haruskah di Bukit Esa dulu?! Hmmm 5epertinya, tak
mungkin Perawan Sinting masih lakukan pertarungan
dengan Pawang Setan di Pantai Bejat!. Menurut keterangan
Nayoni, pertarungan itu dilakukan kemarin siang. Kurasa
sekarang mereka sudah tak ada di Pantai Bejat. Atau..akan
kutemukan mayat Perawan Sinting di pantai Itu? Ooh, celaka
cekali kalau sampai roh Perawan Sinting menjadi korban
jurus Sangkar Iblisnya itu"
Debar-debar kecemasan mulai tumbuh di hati
Pendekar Mabuk. Darlingga Prasti bukan orang lain lagi
baginya. Gadis itu punya cinta dan perhatian pada Suto sekali
pun Suto hanya membalasnya dengan sikap persaudaraan86
yang erat, tapi Perawan Sinting tetap menunggu luluhnya
hati Pendekar Mabuk.
Oleh karenanya, kesetiaan Perawan Sinting
membuat kesan sendiri di hati Pendekar Mabuk. Ia tak ingin
Darlingga Prasti tewas atau terluka oleh keganasan si
Pawang Setan.
"Kalau sampai Perawan Sinting jadi korbannya,
kuhancurkan Pulau Darah beserta isinyal" geram Pendekar
Mabuk sambil mempercepat langkahnya.
Mendadak langkah itu harus dihentikan. Dua
bayangan berkelebat di seberang sana. Seakan meka saling
kejar. Bayangan dua orang berlari cepat itu menimbulkan
kecurigaan hati Pendekar Mabuk.
"Yang belakang itu seperti si Perawan Sinting?
Hmmn.. jika benar dia Perawan Sinting. lalu siapa yang
dikejarnya itu? Sialan! Daun-daun ilalang itu menutupi
pandanganku. Sebailknya kucegat dia lewat arah timur saja."
"Zlaap, zlaap..!"
Secepat cahaya melesat, Suto Sinting bergerak
menerabas hutan sebelah timur. Dalam waktu singkat ia
sudah iba di atas gundukan tanah yang membukit, tapi
tingginya hanya sekitar empat tombak. Dari atas sana Suto
Sinting dapat melihat dengan Jelas siapa kedua orang yang
saling berkejaran itu.
Yang belakang memang seorang gadis berompi
cekak warna ungu, dengan celana pendeknya berumbarumbai sexy warna ungu pula. Gadis itu menyandang pedang87
di punggungnya. Sesekali rambutnya yang berpotongan
sheggy sebahu meriap-riap bagai membelai gagang pedang.
Suto tahu persis, pedang itu adalah pedang pusaka yang
bernama Pedang Galih Petir Siapa lagi pemiliknya jika bukan
Perawan Sinting.
Tetapi pemuda yang dikejarnya itu belum dikenal
oleh Suto. Pemuda itu berusia sekitar dua puluh tiga tahun
dan mengenakan pakaian warna putih berbunga-bunga
warna-warni. Selain tampak gagah, la Juga berwajah tampan,
tanpa kumis dan Rambut pemuda itu pendek bagian depan
tapi belakangnya agak panjang, tanpa ikat kepala. la tidak
membawa senjata, Tapi berkalung selendang merah.
"Aku jadi ingin tahu, apa persoalan mereka sehingga
Perawan Sinting harus memburunya sekeras itu? Kulihat si
pemuda yang pakai anting satu di sebelah kanan itu punya
gerakan hebat juga. Larinya cukup cepat. Buktinya Perawan
Sinting sukar mengejarnya!"
Pendekar Mabuk mengikuti mereka dari atas pohon.
Dengan menggunakan jurus Layang Raga dapat melompat
dari daun ke daun tanpa suara. Kemanapun larinya pemuda
itu diikuti oleh Perawan Sinting, dan larinya Perawan Sinting
dikuti oleh Pendekar Mabuk.
Akhirnya si pemuda asing terperangkap di
bentangan sungai lebar tanpa bebatuan. la hentikan
langkahnya sebentar unuk mencari jalan menyeberangi
sungai tersebut. Tetapi Perawan Sinting kerahkan tenaga
dalamnya untuk dapat berlari lebih cepat lagi.88
"Blaas, blaas...!"
Baru saja pemuda itu mau melanjutkan pelariannya,
Ia telah diterjang oleh Perawan Sinting dari belakang.
"Brruuus..!"
Terjangan itu bukan merupakan tendangan maut,
tapi seperti terkaman seekor singa betina. Perawan Sinting
dan pemuda itu berguling-guling menuruni tanggul sungai.
Mereka saling bergelut di sana. Sesaat kemudian sama-sama
berdiri dan masih saling peluk. Tapi tiba-tiba Perawan Sinting
terlempar mundur karena kedua tangan pemuda itu
menyentakkan tubuh Perawan Sinting.
"Wuuut Wesss..!"
Sentakan itu jelas menggunakan tenaga dalam,
karena Perawan Sinting terlempar sejauh lima tombak lebih.
Pemuda Itu segera mengambil selendangnys dengan napas
ngos-ngosan. Selendang merah itu siap disabetkan jika
Perawan Sinting mendekat. Tapi sebelumnya ia berseru
dengan suara lantang.
"Pelacur murahan! Kalau kau tak mau hentikan
niatmu, aku tak segan-segan lagi membunuhmul"
Perawan Sinting bangkit, menggigit bibirnya sendiri
sambil gemetaran. Matanya tampak sayu saat memandang
lawannya. Napasnya terengah-engah hinga sulit bicara untuk
beberapa kejap,
"Tinggalkan aku dan carilah pria lain! Jangan Kau
sangka aku seperti pria lainnya yang sudi melayani
sembarang perempuan!"89
Perawan Sinting mendekat pelan-pelan sambil
keluarkan suara agak keras.
"Selendang Jantan.. Jika kau tak mau melayaniku,
terpaksa aku membunuhmu agar mulutmu tidak berkoar ke
mana-mana"
"Lakukan jika kau mampu!" tantang pemuda itu yang
ternyata bernama Selendang Jantan. Nama yang cukup aneh.
Pendekar Mabuk Korban Asmara Terkutuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi sesuai dengan orangnya. Jantan, dan bersenjata
selendang. Selendangnya itu bukan semata-mata selendang
tanpa Isi. Terbukti ketka Perawan Sinting mencabut Pedang
Galih Petir yang menyala hijau pijar. Pemuda itu sabetkan
selendangnya dalam jarak empat tombak. Selendang yang
panjangnya hanya satu depa itu tenyata bisa keluarkan
cahaya merah lebar mengarah ke tubuh Perawan Sinting.
Gerakan cahaya merah itu seperti ekor naga murka.
"Jegaaarrr...!"
Sinar merah yang seperti ekor naga itu akhirnya
menghantam sebatang pohon. Pohon tersebut pecah
menjudi serpihan kecil-kecil yang cukup mengerikan bagi
lawan yang berilmu rendah. Agaknya dugaan Suto memang
benar, bahwa pemuda yang bernama Selendang Jantan itu
bukan pemuda tanpa isi.
Mungkin ia melarikan diri dari Perawan Sinting untuk
hindari pertarungan. Tapi kata-kata Perawan Sinting dan
Selendang Jantan membuat Suto menjadi terheran-heran
dan mencium gelagat tak beres. Maka ia pun segera muncul
di perlengahan jarak kedua belah pihak.90
"Zlaaap jleeg...!"
"Tahan..!" seru Suto Sinting sambil membentangkan
kedua tangannya saat Perawan Sinting dan Selendang Jantan
ingin mengadu kesaktian senjata masing-masing.
"Sutoo..?! Oooh..!"
Perawan Sinting melompat untuk memeluk
Pendekar Mabuk. Tapi pemuda itu menghindar dan
mencoba hentikan tindakan Perawan Sinting dengan
bentakan tak setulus hati.
"Diam di tempatmu!"
Suto berlagak berang. la segera menalap Selendang
Jantan.
"Tinggalkan kami!"
"Siapa kau?! Di pihak mana kau berada?"
"Tinggalkan kami sekarang juga! Kau akan kulindungi
dari kejaran gadis itu!"
"Hmmm! Lain kali kita harus saling kenal!"
"Blaasss..!"
Selendang Jantan langsung pergi begitu saja.
Perawan Sinting ingin mengejarnya.
"Selendang Jantan... tunggu..!"
"Darling.." sentak Suto sambil mendorong
tangannya ke depan, dan tangan yang keluarkan hawa padat
itu kenai punggung Perawan Sinting. Gadis itu terjungkal
berguling-guling di tanah. Pedangnya terlepas, tapi segera
dipungut oleh Suto Sinting
"Kau kejam sekali, Suto!"91
Perawan Sinting merengek seperti anak kecil yang
manja. la bangkit sambil menyeringai menahan rasa sakit di
pinggang belakang.
"Siapa pemuda itu, Darling?
"Dia kekasihku!"
"Kekasihmu..?!"
"Calon..." sambil Perawan Sinting anggukkan kepala
dengan lagak manja.
"Benarkah dia calon kekasihmu?"
"Kalau dia mau," jawabnya seraya mengangguk lagi.
"Konyol..!"
"Bukan. Dia namanya bukan konyol. Namanya
Selendang Jantan dan..."
"Aku tahu namanya Selendang Jantan!" bentak Suto
memotong. Perawan Sinting diam, bermimik sedih manja.
Melangkah pelan sambil bermainan jari tangan di depan
perutnya. Lalu berhenti dalam jarak dua langkah dari Suto.
"Pedangku.." ia mengulurkan tangan meminta
pedangnya.
"Jelaskan dulu siapa pemuda itu?"
"Sudah kubilang, namanya Selendang Jantan. Dia
muridnya Pendita Delapan Jari, dari Kuil Genta Agung.
Perawan Sinting maju selangkah lagi." Mana
pedangku?" tangannya terjulur, wajahnya cemberut
manja seperti gadis kemarin sore.
"Kenapa sikapmu jadi seperti ini? Di mana
ketegasanmu dan kegalakanmu?" ujar Suto bernada heran.92
"Berikan pedangku!"
Perawan Sinting merampas. Suto menyerahkan.
Pedang itu segera dimasukkan ke dalam sarungnya.
"Darling, kulihat kau mengalami perubahan yang
aneh. Apa yang telah terjadi pada dirimu, Darling?"
"Aku tak pernah galak pada siapa pun. Aku selalu
bersikap manis, terutama padamu. Apakah kau lupa akan hal
itu, Suto?"
Sambil berkala begitu, Perawan Sinting makin
mendekatl Suto. Tangannya meraih rambut Suto dan
membelai-belainya. Sebelum Suto mengatakan sesuatu,
Perawan Sinting sudah memeluknya lebih dulu dan
menciumi wajah Suto
"Cup, cup, cup...!"
"Hei, hei. apa-apaan ini?! Heei... sadar, sadar..!"
Suto berusaha meronta dan melepaskan diri dari
ciuman gencar itu
"Suto, kau telah mengusir si Selendang Jantan.
Sekarang kau harus menjadi penggantinya, nada itu terkesan
manja sekali. Tidak biasanya Perawan Sinting bersikap
seperti itu.
"Pengganti apa maksudmu?"
"Kau harus melayaniku, Suto. Aku butuh
kehangatan".
"Gila..!"
"Apa..ngak apa apa kau bilang aku gila, seperti si
Selendang Jantan tadi. Dia tak pernah mau memberi93
kehangatan. Makanya kukejar dan kupaksa blar dia mau.
Mungkin dia belum pernah melihat keindahan tubuhku, jadi
dia menolak. Katanya dia tak boleh begituan sebelum
menempuh satu ilmu dari gurunya. Tapi... persetan sekali
dengan ilmu itu, bukan?"
Perawan Sinting mendekat, Suto Sinting mundur
menjauhi dengan semakin terheran-heran.
"Sutoo. ooh, peluklah aku! Berilah kepadaku. Aku
ingin bercumbu, Suto. Aku ingin sekali. Sejak kemarin aku
mencari pemuas dahaga hatiku, tapi tak pernah berhasil.
Sekarang kau ada di sini, ooh.. ayolah, kita ke semak-semak,
Suto.."
"Ngapain ke semak-semak ?! Mau bertelur?!" sentak
Suto dengan jengkel.
la segera disergap secara tiba-tiba. Perawan Sinting
menciuminya lagi. Tangannya meraba sekujur tubuh Suto.
Napasnya terengah-engah. Suto Sinting meronta. Tapi justru
keduanya sama-sama jatuh di rerumputan.
"Oooh.. oouuuh..!"
Perawan Sinting makin panas. Suto Sinting
kelabakan. Justru ia takut menghadapi gadis yang seperti itu.
Perawan Sinting menjadi liar dan tak kenal malu lagi. ia
bagaikan ingin memperkosa Pendekar Mabuk,
"Tak beres.." geram Suto. kemudian menotok leher
kiri Perawan Sinting. "Deess..!"
"Aahk...!" Perawan Sinting tersentak kejang, lalu
jatuh terkulai dengan lemas. terpuruk di atas tubuh Suto.94
"Kenapa dia jadi gila cumbu juga?! Hmmm.. pasti
akibat pertarungannya dengan si Pawang Setan itu". ujar
Suto bagaikan bicara sendiri di samping perawan Sinting
yang kini terkapar di bawah pohon.
Suto meletakkannya di sana selama ia mencari jalan
keluar menghadapi keganasan perwwan Sinting.
"jleeg..!"
Suto Sinting terkejut atas kemunculan orang yang
secara tiba-tiba itu. Orang tersebut melompat cepat dari atas
tanggul, tahu-tahu sudah ada di depan Pendekar Mabuk dan
tertawa dengan suara tuanya yang terkekeh-kekeh.
Orang berpakaian model biksu warna hijau tua
berbadan kurus dan rambut putihnya digulung ke atas
berusia sekitar delapan puluh lahun itu mempunyai jenggot
dan kumis yang putih juga. la memegang tongkat kayu yang
ujung atasnya berbentuk tangan menggenggam. Tokoh tua
yang sering tampil cuek dan lucu itu tak lain adalah si Raja
mantra alias Ki Wirambada dari Muara Angker, Baca serial
Pendekar Mabuk dalam episode: (SUKMA WARISAN).
"Hee. Hee, hee, hee... baru sekarang kulihat ada
pemuda mau diperkosa seorang gadis. Heee, heee, hene.
heee...!"
"Eyang Raja Mantra.. rupanya kau mengintip
Perawan Sinting tadi, ya?!"
"Mengintip ? Oh. tidak. Aku mencari Rinayi, muridku.
Aku lewat seberang sana Eeeh... kebetulan ada tontonan
gratis yang cukup aneh. Maka kusimak, baik-baik tiap95
gerakan dan kudengarkan jelas-jelas tiap ucapan. Heeh,
heeeh, heeeh. Pendekar Mabuk kok mau diperkosa? Anehaneh saja!"
"Eyang, apakah Eyang tahu apa yang terjadi pada diri
Perawan Sinting Ini?"
"Yaaaah, dianggap tahu ya tahu, dianggap tidak ya
tidak. Tapi aku dapat penjelasan dari Nyimas Gandrung Arum
yang..!"
"Haah...?! Eyang bertemu dengan Nyimas Gandrung
Arum?!" Suto terkejut.
"Kutemukan dia waktu mau bunuh diri."
"Oooh.. Lalu apa tindakan Eyang?"
"Kusarankan kalau mau bunuh diri jangan nyebur ke
laut. tapl nyebur ke kawah gunung berapi saja!"
"Kenapa Eyang beri saran begitu?"
"Sebab aku tahu Gandrung Arum bisa renang. Buat
apa bunuh diri nyebur ke laut kalau akhirnya berenang ko
tepian. Hee, hee, heee...!"
"Eyang, Ini keadaan bahaya Jangan bercanda terus!"
"Ooh, kau tegang sekali rupanya. Baiklah. Aku tidak
bercanda dulu!"
"Di mana Nyimas Gandrung Arum sekarang, Eyang?"
"Di pondokku Dia kusuruh istirahat di sana sampai
aku datang kembali dari mencari Rinayi. Aku tak mau kalau
Rinayl ikut jadi korbannya si Pawang Setan."
Eyang juga tahu tentang Pawang Setan?!"96
"Lha, ya tahu saja... kau kira aku ini orang tua yang
pikun?"
"Maaf, Eyang...!"
"Maat apa maksudmu?"
"Maaf baru saya belum sempat mengatakan Eyang
pikun!"
"Sembrono kau ini!" gerutu Raja Mantra. "Menurut
penjelasan yang kudengar dari Gandrung Arum, aku bisa
menarik kesimpulan bahwa ia juga dibakar oleh asmara
terkutuk akibat menahan kekuatan jurus 'Racun Rembulan'nya si Pawang Setan.
"Apakah itu sudah pasti, Eyang?"
"Tentu saja pasti, sebab aku tahu, jurus 'Racun
Rembulan' itu kepunyaan si Dedengkot Dewa. Jika dibiarkan
masuk ke tubuh kita akan membuat tubuh kita meledak
menjadi berkeping-keping dan berkelip-kelip. Tapi jika
ditahan dan dilawan, maka di dalam tubuh kita akan berubah
menjadi racun yang dapat membakar titik peka birahi
manusia. Semakin Lama kobaran birahi itu akan semakin
membesar dan membuat semua urat kita menjadi panas,
merah di kulit akhirnya orang itu bisa mati hangus secara
perlahan-lahan. Tapi jika hasrat yang terbakar itu
tersalurkan, orang itu akan awet hidup,"
"Seperti makan buah simalakana kalau begitu ya
Eyang?"
"Entahlah Aku belum pernah makan buah
simalakama, tapi kalau buah mangga, sering!"97
Suto Sinting hanya tersenyum tipis. "Lalu, bagaimana
keadaan Nyimas, Eyang?"
"Syukurlah aku bisa membuat gairahnya terkendali
lagi"
"Hahh..? Maksudnya, Eyang melayani gairah Nyimas
sehingga Nyimas merasa tenang ?"
"Edan kau ini! Orang setua aku kok disangka
melayani gairah gila itu," sambil mulutnya meruncing
Katanya lagi. "Aku berhasil memadamkan racun gairah itu
dengan manteraku."
"Kalau begitu, kumohon Eyang mau menolong
Per?wan Sinting ini. Kasihan sekali dia jika harus menderita
asmara terkutuk itu, Eyang!"
"Baik. Akan kupadamkan api racun asmara terkutuk
yang ada pada dirinya. Tapi kuminta satu syarat padamu."
"Katakan, Eyang!"
"Jangan sampai keganasan si Pawang Setan
memakan korban lebih banyak lagi,merenggut nyawa
muridku: Rinayi dan Utari. Maka kau harus pergi ke lembah
di sebelah utara sana".
"Mengapa aku harus ke sana, Eyang?"
"Karena di sana tadi kulihal si Pawang Setan sedang
dikeroyok oleh orang orangnya Bandar Santet!"
"Ooh..! Lalu, kenapa Eyang tidak tangani si Pawang
Setan?"98
"Baru mau kutangani, kudengar suara ledakan dari
sini. Kusangka si Rinayi dalam bahaya. Ternyata kau mau
diperkosa."
"Kalau begitu, aku akan segera temui si Pawang
Setan, Eyang"
"Hati-hati dengan llmu penyerap nyawa dan ilmu
sangkur lblis milknya. Pergilah sana sekarang juga.
Lumpuhkan dia sebelum menyebarkan racun asmara
terkutuk itu!"
"Mohon doa restu, Eyang!"
Baru mau dijawab oleh Raja Mantra, tapi sudah lebih
dulu melesat pergi menyeberangi sungai dengan gunakan
jurus Gerak Siluman'-nya.
"Zlaaapp...!"
Tiba-tiba la sudah ada di seberang sungai. la
berpaling menatap Raja Mantra sesaat. Raja Mantra
acungkan genggaman ke atas, tanda memberi semangat
Pendekar Mabuk Korban Asmara Terkutuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pada Pendekar Mabuk.
"Zlaaap.. zlaaap...!"
Hilang sudah Pendekar Mabuk dari pandangan mata
si Raja Mantra. Sementara itu, Raja Mantra segera bacakan
mantera saktinya yang dapat untuk menangkal keganasan
racun aneh yang dinamakan racun 'asmara terkutuk' itu.
Perawan Sinting sempat mendengar apa saja yang
dibicarakan oleh Suto Sinting dan Raja Mantra, karena ia
tidak dalam keadaan pingsan. Hanya tertotok dan menjadi
lemas. Maka tak heran lagi jika dalam hati Perawan Sinling99
pun menyimpan ancaman untuk si Pawang Setan yang saat
itu sedang bertarung melawan orang-orangnya Bandar
Santet dari aliran hitam juga.
*** KORBAN ASMARA TERKUTUK
KOLEKSI KOLEKTOR EBOOK100
8 BANDAR SANTET bukanlah bandar judi. Bandar
Santet adalah penguasa Selat Neraka yang pernah bertarung
dengan Pendekar Mabuk dalam rangka memperebutkan
harta karun yang kabarnya ada di Bukit Kembar, (Baca serial
Pendekar Mabuk episode: "KENCAN DI LORONG MAUT").
la berbadan kurus, bermata cekung, sorot
pandangannya dingin, rambutnya abu-abu pendek, alisnya
tebal bergaris naik, kumisnya lengkung ke bawah sampai
dagu, wajahnya lonjong dengan codet di bawah mata kiri,
tulang wajahnya bertonjolan dan... pokoknya angker sekali.
Lebih angker wajahnya daripada kamar mayat.
Lelaki berjubah ungu kusam itu sedang berdiri
berhadapan dengan Pawang Setan. Tangannya yang berkuku
hitam mulai merenggangkan Jari-jarinya, siap mau mencakar
apa saja yang lewat di depannya, termasuk nyamuk. Sebilah
keris terselip di pinggang kanan. Sekali sambar tangan
kanannya dapat mencabut keris itu sewaktu-waktu. Dulu ia
dibuat kabur oleh prajurit Hasta anyiana yang bernama Citra
Bisu. Keris itu sempat terlempar tapi berhasil di pungutnya101
kembali, (Baca serial Pendekar Mabuk : "PENGAWAL
PILIHAN").
Rupanya permusuhan pihak Selat Neraka dengan
Pulau Darah sudah terjadi sejak lama. Setiap mereka
bertemu di mana saja, selalu terjadi peetempuran sengit.
Kini mereka bertemu di Tanah Jawa. Bandar Santet
ingin balas dendam kepada Pendekar Mabuk dan Citra Bisu.
Delapan anak buah Bandar Santet ikut. Tapi rupanya mereka
bertemu dengan Pawang Setan dan terjadilah bentrokan
yang sedang disaksikan oleh Pendekar Mabuk dari balik
persembunyiannya, di atas pohon berdaun lebar.
Tapi pada saat Suto sampai di tempat itu, sudah
enam orangnya Bandar Santet tewas tanpa nyawa
selembarpun. Anehnya, pada mayat mereka tidak ada luka
sedikit pun. Dua orang anak buah Bandar Santet disuruh
mundur oleh Bandar santet sendiri.
Tapi salah salah seorang yang berpakaian biru itu
ngotot dan cari muka di depan ketuanya. la nekat menerjang
Pawang Setan yang sedang memainkan jurus pedang sambil
menunggu kesempatan menyerang.
Kebetulan sekali kesempatan itu datang. Si baju biru
dengan gerakan liar. Sebilah kapak bergagang panjang
diayunkan ke arah Pawang Setan. Tapi tiba-tiba Pawang
Setan rendahkan kaki kiri ke belakang dan pedangnya
dihunjamkan ke depan.
Jarak pedang dengan sasaran masih jauh, masih
sekitar tiga langkah lagi. Tapi ujung pedang itu sudaj102
keluarkan cahaya putih seperti manyilaukan. bentuknya
lurus sebesar jari tangan.
"Claeap..!"
Sinar putih itu kenai tubuh si wajah ngotot.
"Blaaab..!"
"Aaaaahhh...!"
Orang itu memekik panjang. Tubuhnya jatuh ke
tanah. Bruuk.. Tapi bayangan tubuhnya yang berbentuk
seperti asap masih kelihatan di udara, lalu tersedot masuk ke
dalam pedang, dan sisa suara pekikannya itu nggema
sebentar, lalu hilang tanpa suara lagi.
"Ooo.. rupanya begitulah bahayanya jurus Sangkar
iblis' itu?" gumam Suto Sinting. "Sinar putih dari ujung
pedang, kenai lawan langsung roh lawan tersedot, masuk ke
dalam pedang. Hmmm...kalau begitu jurus itu tak bisa
ditangkis. Hanya bisa dihindari."
Suto Sinting manggut-manggut, tapi Bandar Santet
geleng-geleng. Suaranya yang menggeram terdengar sampai
tempat persembunyian Suto Sinting.
"Edan, edan . Rupanya kau punya mainan baru,
nangsat tengik! Pantas aku tiba di sini enam orangku sudah
tak bernyawa semua!"
"Kau pun akan menyusul mereka, Bandar Santet!"
"Claaap... !"
Bandar Santet lenyap Bukan karena disedot oleh
pedang Pawang Setan, tapi karena menghindar dengan103
gerakan sangat cepat sebelum pedang itu keluarkan sinar
putih.
"Wees...!"
Tinggal satu anak buah Bandar Santet yang tersisa. la
memaksakan diri menyerang Pawang Setan ketimbang
dianggap penakut oleh ketuanya lalu ia sendiri dihukum
pancung. ,maka ia lebih memilih nekad menyerang lawan.
Dengan sebuah lompatan bersalto cepat, orang nekad itu
menyerang Pawang Setan.
"Wwuuus.. Brrukkk..!"
Pawang Setan terpental dan berguling-guling di
tanah. Orang nekad itu mengejarnya terus. Tapi Pawang
Setan segera tegak dengan satu lutut, tangan kirinya
menyentak ke depan.
"Claap...!" Sinar kuning sebesar telur burung melesat
dari tangan itu dan menghantam telak kenai dada si orang
nekad.
"Desss. Bruuuk...!" Orang itu jatuh, begitu mau
bangkit tiba tiba,
"Duaaarrrr...!"
Orang itu hancur. Serpihannya sampai ada yang
menempel di dahan belakang Suto. Menjijikkan sekaligus
mengerikan sekali. Bandar Santet berlumur darah dan
wajahnya penuh dengan serpihan daging anak buahnya.
"Gila Rupanya seperti itulah jika jurus Racun
Rembulan' tidak dilawan dengan hawa murni oleh
korbannya. Tapi jika dilawan, akan menjadi racun asmara104
terkutuk seperti yang dialami Nyimas Gandrumg Arum dan
Perawan Sinting?" gumam Suto hati. Ia kembali
menperhatikan ke arah pertarungan. Tapi matanya
terbelalak, sebab Bandar Santet sudah tidak ada di
tempatnya,
"Lho, ke mana si tukang santet tadi? Ooh, itu dia..?
Melarikan diri? "
"Jangan lari kau, Bangsat! " teriak Pawang Setan. "
Pedangku sudah penuh nyawa Kini giliran kau yang harus
merasakan dahsyatnya nyawa-nyawa dalam pedangku ini!"
"Blaasss..!"
"Zlaaap..!"
"Ooh, kau rupanya?!" Pawang Setan terkejut. Di
depan langkahnya sudah berdiri Pendekar Mabuk dengan
tenang dan tersenyum kalem. Pengejaran Bandar Santet
terpaksa ditundanya. Pawang Setan lebih waspada lagi jika
berhadapan dengan musuhnya yang satu ini.
"Kau mengirim nyawa padaku, Pendekar Mabuk!"
"Ambi sukamu, Nyawa yang keberapa yang mau kau
ambil dariku, yang ke sepuluh atau yang ke dua puiuh tiga?"
"Hmn. Memangnya ada berapa nyawamu,?"
"Seratus! jawab Suto kalem, sambil melangkah kekiri
membentuk lingkaran, karena Pawang Setan juga melangkah
ke kiri dalam jarak tetap sama. Bumbung tuak Suto sudah
digenggam talinya dengan tangan kanan. S?ap tempur!105
"Berapa pun nyawamu akan kuserap habis ke dalam
pedangku, Pendekar Mabuk! Kuharap kau tidak melarikan
diri seperti Bandar Santet tadi!"
"Oo, aku lupa cara melarikan diri. Aku bukan Bandar
Santet, yang hanya angker wajahnya tapi nyalinya sebiji
kapuk! Aku justru ingin menagih dendam padamu, Pawang
Setan. Kau celakai para sabatku dengan ilmu iblismu itu,
termasuk Perawan Sinting, dan sekarang kau harus musnah
dari peredaran bumi. Kau tidak boleh terbit lagi di pemukaan
bumi. Kalau kau mau ugal-ugalan, silakan di dalam kubur
saja. Aku tak akan menyusulmu!"
"8anyak mulut kau! Heeaaah..Claaap...!" Sinar putih
berkilauan melesat lurus dari ujung pedang ke tubuh
Pendekar Mabuk.
"Zliap Zlap !"
Pendekar Mabuk hilang. Gerakan cepatnya telah
membuat ia lenyap, tapi muncul lagi di belakang Pawang
Setan.
"Claap..!"
Pendekar Mabuk lepaskan jurus Pukulan Gegana
yang bersinar kuning patah-patah. Tapi Pavang Setan tak
kalah sigap, sehingga ia pun lepaskan jurus Racun
Rembulan'-nya.
"Claap..Blegaaarr!"
Dahsyat sekali ledakan yang timbul pada saat tu.
Bukan hanya Pendekar Mabuk yang terlempar. sebatang106
pohon pun tercabut bersama akarnya dan ikut terlempar
oleh gelombang ledakan tadi.
Melihat lawannya masih berdiri tegak. hanya
limbung sedikit, Pendekar Mabuk buru-buru bangkit untuk
hadapi bahaya yang akan menerjangnya.
"Kurang ajar. Junus 'Pukulan Gegana-ku kalah
dengan jurus Racun Rembulan-nya! Aduuh...kacau begini
badanku!"
Suto menggerutu sendiri dalam hatinya. Ia melihat
tubuhnya memang rusak, terkelupas terkena luka bakar
secara beruntun. Hawa dari ledakan tadi bukan saja
membuat kulit tubuh terkelupas, tapi juga membuat tulangtulang terasa kering dan kurang gesit jika dipakai bergerak.
Sementara itu tanaman di sekitar tempat tersebut
layu, bahkan ada yang langsung kering.
"Bahaya betul jurus itu? Pantas jika Perawan Sinting
sampai gila begitu?"
Pawang Setan berseru. "Kali ini kau tak akan ku beri
kesempatan untuk menyerangku, Pendekar Mabok".
" Claap..!" Sinar putih yang datang. Suto sinting
sedikit menggeragap. la cepat melompat ke samping dalam
gerakan berjungkir balik.
"Wuuut..!"
Sinar itu kena tanaman dan tanaman itu langsung
lenyap tanpa bekas. Pendekar mabuk segera bangkit dan
lemparkan bumbung tuaknya dengan gerakan memutar.107
Jurus Garuda Mudik dipergunakan untuk menghancurkan
lawan.
"Wunggg...!"
Bumbung tuak yang melayang dari samping kiri
Pawang Setan itu disambut dengan tebasan pedang. Pedang
itu mengeluarkan sinar merah yang berbentuk seperti
pedang itu juga. Dua sinar merah itulah roh yang sudah
terhisap ke dalamnya. Dan sinar merah itu membentur
bumbung tuak secara bersamaan.
"Blaarr, jegaaarr..!"
"Weesss...!"
Bumbung tuak terlempar ke arah lain dalam gerakan
berputar seperti baling-baling. Bumbung itu akhirnya jatuh
jauh di semak-semak yang jauh dari tempat Suto Sinting
berdiri. Kini Pendekar Mabuk terpaksa hadapi Pawang Setan
tanpa bumbung tuaknya. Rupanya kekuatan sakti dalam
bumbung tuak itu masih kalah dahsyat dibandingkan dua
nyavwa yang terlepas dari pedang tersebut.
"Rasakan pembalasanku, Bocah kurap! Hiaaaat..!"
Pawang Setan melayang cepat bagaikan terbang.
Pedangnya siap ditebaskan ke leher Suto Sinting.
"Wuuus...!" Suto menggeliat limbung seperti orang
mabuk mau tumbang. Tebasan pedang itu tak bisa kenai
leher Suto Sinting. Tapi pukulan tangan Suto yang ke atas
dapat kenai paha Pawang Setan.108
"Plook..!" Pukulan itu tidak sekedar tangan kosong,
namun berisi tenaga dalam cukup kuat. Buktinya tubuh
Pawang Setan tersentak ke atas dan berjumpalitan di udara.
"Hiah..! " Suto Sinting melompat menyusul lawannya
di udara. Ketika posisinya sejajar, ia melepaskan pukulan
Guntur Perkasa yang keluarkan sinar hijau dari tangannya.
"Beet, byaank.!"
Sinar itu tak sempat melebar karena tangan Suto
sudah lebih dulu beradu dengan tangan si Pawang Setan
yang keluarkan sinar kuning lagi.
"Blannb...Jegaaaarrrr...!"
Keduanya terpental, Bumi berguncang hebat!
Pohon-pohon tumbang. Tanah seperti mau amblas ke dalam.
Angin badai datang mengamuk berat, membuat alam
semakin rusak berantakan.
Pendekar Mabuk terbanting kuat di atas tanah
berongga karena keretakan alam tadi. Sebatang pohon tak
begitu besar tumbang, sebagian dahannya menimpa perut
Suto Sinting.
"Bruuukkk....Heehhkk...!"
Suto mendelik. Dahan itu besarnya sama dengan
besar tubuhnya. la tak bisa bergerak tergencet pohon itu.
Wajahnya merah dengan kulit makin mengelupas. Mulutnya
semburkan darah kental, denikian juga hidungnya. Pohon itu
berusaha didorong, tapi tak ada tenaga yang mampu untuk
mendorong pohon tersebut.109
Pawang Setan sendiri juga terpental, tapi ia jatuh di
semak-semak empuk. la bisa segera bangkit lagi dalam
keadaan berkulit biru lebam. Lukanya dianggap tak
seberapa, karena ia masih bisa berdiri dan berjumpalitan
mendekati Pendekar Mabuk.
"Wuuut, taab, taab, taab, taab.. Jleeg..!"
Pendekar Mabuk Korban Asmara Terkutuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Modar kau sekarang!" geramnya begitu melihat
Suto terjepit pohon. Pedangnya segera dihujamkan ke depan
untuk keluarkan sinar putih dari jurus Sangkar Iblis. Tetapi
sebelum langannya bergerak maju, sekelebat bayangan
menyambarnya dari samping kiri.
"Breesss...!"
Tanpa basa-basi lagi Pawang Setan terlempar sejauh
tujuh langkah dan jatuh di atas pohon yang tumbang.
"Bruuussk...!"
Si penyerang itu tak lain adalah Perawan Sinting yang
sudah terhindar dari racun asmara terkutuk. Raja Mantra
telah membuat gadis itu menjadi ganas lagi dan wajahnya
memancarkan keberingasan.
"Sreet.. Pedang Galih Petir dicabutnya. Nyala hijau
pada pedang itu membuat Pawang Setan mulai gemetar.
"Habis sudah riwayatmu, jahanam!" bentak Perawan
Sinting dengan keras. Pawang setan nekad menyerang
dengan pedangnya.
"Wees.. Clap, clap, clap, clap, clap..!"110
Lima sinar merah keluar dari pedang itu. Tapi pedang
Perawan Sinting juga segera ditebaskan dalam satu
lompatan,
"Hayahh..beet.!!" Dari pedang itu keluar sinar petir
hijau bertaburan ke arah lawan.
"Cralaap blaar, blaab, blaab, blaaab.
Jegaar,blegaaaaaarrrr..!"
Asap membumbung tinggi. Tebal dan hitam
warnanya Untuk sesaat alam menjadl gelap karena ledakan
maha dahsyat itu mengakibatkan hutan terbakar dan asap
menggumpal bagaikan semburat lahar gunung.
Perawan Sinting terlempar di kerimbunan dahan dan
daun-daun dari pohon yang menimpa tubuh Pendekar
Mabuk. la nyuruk di sana bersama pedangnya dan ia buruburu bangkit setelah mendengar suara Pendekar Mabuk
berkata dengan nada berat.
"Desak teruuss..."
Asap mulai menipis. Angin besar datang dari arah
barat. Rupanya di sana si Raja Mantra membaca mantera
saktinya hingga angin datang dan menepiskan asap tebal
tadi.
Pawang Setan tampak berdiri dengan pakaian
tercabik-cabik dan wajah hangus. Matanya merah
mengeluarkan darah, demikian pula hidungnya, mulutnya,
telinganya dan sebagian tubuhnya koyak tercabik-cabik oleh
ledakan petir hijau tadi,111
"Tunggu pembalasanku, Perempuan liar!Blasss...!"
Pawang Setan melarikan diri. la lenyap dalam sekejap.
Rupanya ia terluka sangat parah dan merasa tak mampu
melanjutkan pertarungan. Perawan Sinting mengejarnya
dengan murka.
"Berhenti kau, Pengecuut ! Blasss Blaass..!"
Perawan Sinting dibiarkan mengejar Pawang Setan.
Raja Mantra merasa lebih penting menyelamatkan Pendekar
Mabuk dari gencetan pohon ketimbang mengikuti Perawan
Sinting. Dengan mengangkat Suto dari gencetan pohon, ia
yakin pemuda itu dapat menyusul Perawan Sinting
secepatnya.
Dengan kekuatan tenaga dalam tanpa mantera
pohon itu terangkat pelan-pelan , Merasa longgar sedikit,
Suto paksakan diri bergerak merayap dan akhirnya berhasil
lolos dari gencetan pohon.
"Bumbung tuakku ke mana tadi? Gumamnya sambil
menyeringai. Pada saat itu, Perawan Sinting muncul dari arah
lain. Napasnya terengah-engah, wajahnya memancarkan
murka yang mengganas.
"Bangsat itu lenyap entah ke mana" ujarnya kepada
Suto yang berdiri dengan berpegangan pada pohon yang
masih utuh.
"Aku tahu siapa gurunya. Akan kulabrak guru yang
memberikan jurus keparat itu ! Tapi. tolong carikan
bumbung tuakku dulu. Aku. sakit sekali, Darling!"112
"Huuh.Manja!" geram Perawan Sinting justru duduk
di atas batang pohon yang tumbang sambil cemberut. Raja
Mantra tertawa terkekeh, merasa lucu melihat sikap si gadis
cantik yang berdarah pelipisnya itu.
Menurut Suto, orang yang bertanggung jawab dalam
hal ini adalah si Dedengkot Dewa yang ada di Puncak Gunung
Bangkai. la akan melabrak. Tapi mampukah Pendekar Mabuk
hadapi amukan Dedengkot Dewa jika tokoh sakti itu
melakukan pembelaan terhadap muridnya? Ikuti saja
kelanjutan kisah seru ini.
SELESAI
PENDEKAR MABUK
Segera terbit!
MUSTIKA GERBANG DEWA
Koleksi Kolektor Ebook113
Fear Street Sagas 08 Tarian Kematian Dance Of Dead Goosebumps - Jeritan Kucing Setan Pendekar Gila 18 Dendam Mahesa Lanang
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama