Ceritasilat Novel Online

Kamis, 07 Februari 2019

Adipati Yuyurumpung 1

Adipati Yuyurumpung Karya Haryono Hp Bagian 1


https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Gunawan Aj
Photo Image : Awie Dermawan, Kurir : Yons
0 1 ADIPATI
YUYURUMPUNG
Dikisahkan Kembali Oleh :
HARJONO HP.
Gambar Luar dan & Dalam
Drs. OYI SOEDOMO
Dicetak dan diterbitkan oleh :
No. Idzin 68/S/4/SK/Idp/196 tgl. 20 April 1961 2
ADIPATI YUYURUMPUNG
???????????????????
BAGIAN I
CERITERA INI terjadi disekitar tahun 1250 mengambil tempat
diwilayah daerah Pati. Sebagian ancar-ancar pada waktu itu
kerajaan yang telah berdiri megah adalah PaJayaran di Jawa Barat
dengan Prabu Ciung Wanara sebagai pemegang jabatan. Kerajaan
Majapahit belum lagi lahir, mungkin sedang dibangun oleh Raden
WiJaya. Dan wilayah Pati adalah meruoakan daerah yang bebas
terlepas dari lingkungan kedua kerajaan itu.
Memang benar dimasa-masa sebelumnya, yaitu sewaktu
PaJayaran berada dibawah kekuasaan aja daerah Pati adalah
termasuk dibawah perintahnya. Namun sesudah Raja Siliwangi
turun dad tachtanya, wilayah Pati mulai membandel dan akhirnya
melepaskan diri. Kemudian daerah-daerah yang bebas ini dikuasai
oleh para adipati, yang merupakan raja-raja kecil memerintah
dilingkungan kadipatennya sendiri-sendiri.
Untuk memperluas daerah kekuasaannya, para adipati sering
pada bentrokan lalu serang menyerang, siapa kuat dialah yang
menang. Hukum pada waktu itu didasarkan atas kekuatan, dan
bukan atas keadilan. Siapa yang kuat dialah yang akan berkuasa.
Sedang yang lemah akan dijadikannya suapan, untuk diinjak-injak
yang berkuasa itu.
Karena itu untuk saling mengimbangi kekuatan, biasanya para
adipati pada memelihara jago-jago gulat yang sakti, yang selalu
akan mengawalnya kemana saja adipati itu pergi. Dan jago-jago
kelalhi inilah yang disebut: SONDONG. 3
Hatta, maka tersebutlah pada waktu itu daerah lingkungan Pati
terbelah menjadi dua persekutuan, ialah persekutuan Barat dan
persekutuan Timur. Masing-masing persekutuan terdiri dari dua
orang adipati.
Persekutuan Barat adipati-adipatinya ialah Adipati Paranggartida dan Adipati dari Kemaguhan. Sebagai kepalanya dimana ia
merupakan pimpinan yang berkuasa tiap harinya yaitu dipegang
oleh Adipati dari Kemaguhan sendiri yang bernama Yuyurumpung.
Mungkin memang telah ditakdirkan, seperti juga namanya yang
jelek, maka keadaan jasmaninya sang Adipati ini juga sangat
menyedihkan. Hidung besar, mulut lebar dengan bibir bergarisgaris. Tubuhnya pendek beserta kepala degil bagai buah kelapa dan
mbendol kebelakang hanya kalau memakai kuluk kebesaran (topi)
niscaya selalu akan jatuh. Belum lagi terhitung yang lain, yaitu
ditiap kakinya ditumbuhi satu mata bubul (semacam penyakit
kapalan).
Namun demikian Adipati Yuyurumpung sangat terkenal serta
ditakuti, sebab selain ia berkuasa, dia adalah juga seorang yang
sakti. Dia pandai mengerjakan barang-barang kegaiban yang tidak
sembarangan orang akan dapat memiliki kepintaran itu.
Adipati Paranggaruda sendiri adalah tak berbeda, tubuh nya juga
cacad, bahkan ia merupakan saudata kembar Yuyurumpung. Ketika
sama-sama berguru dulu keduanyapun tunggal ajaran dan senantiasa
tak pernah berpisah. Begitu-lah disebutkan, apabila kedua Adipati
kembar ini sedang berjalan bersama memeriksa keadaan
wilayahnya, maka orang orang yang kebetulan pada melihat sering
jadi tertawa sebab menurut anggapan mereka seolah-olah sedang
menyaksikan dua jin yang diutus dari Laut Kidul.
Adapun daerah persekutuan Timur terdiri dari Adipati
Carangsaka dan Adipati Maja Asem. Kepala persekutuan Timur 4
bernama Suksmayana. Ia dibantu oleh adiknya yaitu Kembang Jaya.
Berlawanan dengan Adipati-adipati dari persekutuan Barat, maka
Suksmayana ini orangnya cakap, halus budi, cendekiawan serta
wataknya lembah manah, sopan santun terhadap siapa saja. Sampai
kepada bawahannyapun ia selalu menghormat dan menghargai.
Karena itu tak anehlah kalau para kawulanya pada tunduk
dengan taat serta mengagung-agungkan kebijaksanaannya dan rasa
kemanusiaan Adipati yang mulia ini.
Dan Suksmayana kelebihannya ialah karena ia memiliki dua
pusaka wasiat. Pusaka itu yang satu berujud kuluk (topi) yang
disebut Kanigara, dan kedua berujud sebilah keris bernama liambut
pinutung. Kasiat kedua pusaka ini, siapa yang memiliki akan
menjadi Adipati besar didaerahnya! Dan inilah sebabnya maka
setelah tahu akan tuahnya yang besar itu, Adipati Yuyurumpung
dari persekutuan Barat jadi bernafsu sekali ingin merebutnya!
Orang ketiga dari persekutuan Timur adalah Adipati dari
Carangsaka yang bersebutan Puspandengjaya Ia tak banyak
berselisih dengan Suksmayana, hanya bedanya Puspandengjaya
lebih bersifat ketua-tuaan sedikit. Adipati Carangsaka ini tenar
karena mempunyai seorang puteri yang cantik molek. Namanya
Dewi Rajung Wulung Demikianlah seperti disebutkan diatas antara
Adipati itu selalu saling bentrokan karerta ingin metuaskan
Jayahannya Dan dua persekutuan itupun samalah halnya mereka
bermusuhan dan saling mendendam, tontar-maantartah rasa
curiganya.
Kadang-kadang cuma ditimbulkan oleh sebab-sebab yang remeh
namun tak jarang sering dijadikan alasan yang besar, kemudian
disangkut pautkan dengan soal pemerintahan, sampai akhirnya
berperang. 5
Dan salah satu pertandingan yang tersengit yang pemah terjadi
yaitu ketika Adipati Yuyurumpung mengadu ayam dengan Sondong
Singa Jembangan dari persekutuan Timur. Sondong Singa
Jembangan ini adalah seorang brandal, perampok, pemadat dan
penyamun ulung. Semboyan hidupnya hidup bebas, merampoki
orang-orang kaya atau kepala2 kampung yang jahat dan serakah.
Dia memang orang yang nekat tak punya rasa malu lagi
dihadapan umum dan wata.knya yang mblubut adalah kelewat
lewat. Kalau ia mengadu ayam, tidak peduli pada slain sa-ja kalab
atau menang mesti minta bayaran. Jadi betapa gila perbuatannya ini
dan menggelikan!
Begitu juga pada seat berhadapan dengan Adipati Yuyurumpung. Sings Jembangan membopong ayam muds yang baru saja
bisa berkokok. Sedang ayam jago Yuyurumpung adalah benarbenar ayam pilihan yang jarang tertandingi. Baru saja kalangan
dimulai dan kedua ayam turun dari bopongan, tiba-tiba jago si
Singa Jembangan lari tarbirit-birit kemudian dikejar ayam
Yuyurumpung dan dihajar mati-matian. Keruan saja ayam jago
Singa Jembangan kalah karena masih muda dan tak terlatih.
"Nah, ayammu sudah sekarat Singa! Mana duitmu!" tagih
Yuyurumpung.
Tetapi Singa Jembangan menolak untuk memberi bayaran. Tak
malu dimata orang banyak. Bahkan ia berdsi berkacak pinggang.
"Mana duitmu, Singa!" bentak Yuyurumpung, mengulang.
"Aku tak mau membayar!" jawab Singa Jembangan.
"Heh ! Gila kau ini Singa!"
"Tak peduli, ayamku masih muda, tentu saja kalah!"
"Itu salahmu!" 6
"Bukan salahku! Sebab ini berarti kau tak melindungi binatang!"
jawab Singa Jembangan licik.
Dan mendengar jawaban ini, Adipati Yuyurumpung jadi
mendelik dengan bibir gemetar. Ia tahu bahwa dirinya sedang
berhadapan dengan orang linglung. Lalu dengan suaranya yang
kecil melengking. Adipati ini marah dengan keheranan.
"Uwah! Alasanmu ini seperti perbuatan orang sinting Singa!"
Peduli apa?"
"Uwah! Kau harus membayar! Kalau membangkang
kutangkap!"
Oleh gertakan Adipati ini maka darah Singa Jembangan jadi
mendidih. Dengan meninggalkan sopan santun ia maju melangkah,
kemudian menghantam kepala sang Adipati Karuan saja Adipati
yang tak menduga-duga itu jadi seperti disambar petir. Ia mencakmencak dengan suara melengking. Hal ini membuat Singa tambah
bernafsu. lain Adipati yang degil itu diringkus, ditendang dan
dibantingnya.
Dengan gigi meringis Yuyurumpung bangun. Seluruh tubuh linulinu, tulang serasa hendak patah. Sakit hatinya timbal karena
dimalukan dimata umum. Ia mencabut kerisnya. Tetapi sebelum
keris itu tercabut, Singa Jembangan telah sigap atendahului. Adipati
Yuyurumpung dibopong, lalu ditelentangkan ketanah. Sesudah itu
kain dan celananya cepat-cepat ditarik, hingga lepas dari ikat
pinggang. kemudian dibawa lari kencang-kencang. Orang-orang
yang pada melihat Adipatinya hampir telanjang bulat, jadi pada
melengos pura-pura menatap kearalt lain.
Yuyurumpung baru sadar dan cepat-cepat jongkok sambil
merentetkan dart mulutnya kata-kata makian. 7
"Nah, kejarlah saya kalau berani!" tantang Singa Jembangan.
Sudah barang tentu Adipati Jujorumpung cuma kemerahan saja
mukanya dan tak bisa beringset sedikiipun Ia menoteh kiri kanan,
kawatir kalau perawan-perawan pada mengintip dari rumah-rumah
mereka.
Dan segera setelah peristiwa itu terjadi, Adipati Yuyurumpung
menuntut kepada Adipati Maja Asem agar mengembalikan
celananya. (Rumah Singa Jembangan termasuk persekutuan Timor).
Adipati Maja Asem Suksmayana yang lemah hati dan sopan
santun menerima tuntutan itu, dan bermaksud mengganti kerugian
dengan pembayaran berujud hasil bumi, padi ketela atau yang lainlain-nya lagi.
Namun keputusan ini tak disetujui oleh adiknya, yaitu si
Kembang Jaya.
"Jangan diperturutkan tuntutan itu kangmas! Biarlah dia
merasakan, Sebagai Adipati, kenapa mengadu ayam pada
sembarang orang diladeni. Lagi pula perbuatannya ini pasti akan
ditiru orang banyak!"
"Tetapi Kembang Jaya, aku tahu soal yang remeh ini pasti akan
dijadikannya alasan yang besar yang kemudian menyangkut
pemerintaban dierah. Sudah semenyak lama Yuyurumpung mencari
cari sebab untuk memulai berperang. Ke-hendaknya jelas, ia akan
menggempur kadipaten kita. Karena itu biarlah kuganti kerugian,
tentang perbuatannya rendah tentu saja kita takkan mempedulikan,
sebab ia yang akan bertanggung-jawab sendiri!"
"Jadi bagaimana sikap kangmas menghadapi maksudnya yang
kurang-ajar itu?"
Kita belum kuat untuk menerima dia dimedan laga. Lagi pula
kalau soal yang sekecil ini akan menerbitkan peperangan, alangkah 8
lucunya dipandang orang. Karena itu dalam soal celana ini kita
mengalah saja. Perdamaian perlu dari segalanya."
Setelah mencapai kata sepakat, Adipati Suksmayana lalu
mengirim utusan ke Kemaguhan membawa barang-barang basil
bumi beberapa bagor untuk pengganti kerugian. Namun kerfatangan
utusan ini tak berkenan dihati Adipati Yuyurumpung. Malab ia
marah-marah dan menghardik pada uttLan dari Maja Asem itu.
"Uwah! Mengejek ya? Aku tidak butuh padi, jagung atau ketela!
yang kuminta celana yang dibawa tikus busuk itu. Gudang
Kemaguhan sudah penub dengan basil bumi. Ajo minggat, lekas
pulang! Katakan pada Adipatimu, aku minta celana itu!"
Dua utusan yang tak tahu apa apa itu, seluruh tubuhnya jadi
menggigil kena bentakan. Sesudah menyembah lalu pelan-pelan
keluar, dan bagor berisi basil bumi digendongnya dipunggung
dibawa pulang.
Kehendak Adipati Suksmayana memang perdamaian. Ka-rena
itulah maka tuntutan Adipati Kemaguhan Yuyurumpung itu
terpaksa dikabulkan pula.
Suatu pagi beliau datang sendiri kerumah Sondong Singa
Jembangan Serentak melihat Adipatinya datang, Singa Jembangan
yang pagi itu sedang terlentang dibalai balai jadi gugup mendadak
serta menyilkan tamunya masuk penuh hormat yang berlebihlebihan.
"Ada apa gerangan kanjeng berkenan datang kepondok hamba
sepagi ini?"
"Ya, karena ada sesuatu kepentingan, Sondong Singa
Jembaregan." 9
"Aduh, tetapi bukankah gusti bisa utusan saja dan tak perlu
payah-payah datang sendiri."
"Soalnya penting, Singa. Celana Adipati Kemaguhan itu
dimintanya. Kalau aku tak bisa mengembalikan pasti mereka akan
membuat alasan kecil ini untuk memulai berperang, Aku tahu
Yuyurumpung mencari-cari soal saja selama ini."
"Wahh! Tetapi Adipati Kemaguhan itu tak perlu diperhatikan
sampai begitu besar. Ia seorang bangsat, Kanjeng! Pastilah Gusti
tahu benar, bagaimana perangai Yuyurumpung menggencet rakyat
kecil. Menaikkan pajak! Merampas ternak! Mengganggu bini
orang! Dan kikirnya alang kepalang!"
Adipati Suksmayana mengangguk-anggukkan kepala dengan
sabarnya. "Barangkali benar tuduhanmu itu, Sondong Singa Jembangan. Tetapi ini bukan soal pribadinya, melainkan persoalan
gawat yang menyangkut pemeriutahan!"
Sondong Singa Jembangan menyetnbah, dan berkata lagi:
"Sendika, kanjeng. Bila kanjeng yang menghendaki pasti hamba
akan mengembalikannya. Tetapi maaf kanjeng, celana itu sudah ada
agak sepasar saya pakai. Sore nanti hamba akan mengantarkannya
ke Ketanguhan."
Dengan dada rasa lapang Adipati Maja Asem pulang dari
Jembangan. Disepaajang jalan betiau tersenyum-senyum
memikirkan kekuraagajaran salah satu kawulanya yang nekat ini.
Sebaliknya dirt Sondong Singa Jembangan sepeninggal
Adipatinya ia segera membungkus celana itu rapi-rapi. Kemudian
sorenya diantarkan ke Kemaguhan. Tetapi tatkala Adipati
Yuyurumpung membuka bungkusan itu, ia segera menyerit jerit dan
melompat-lompat sekarat. 10
"Uwah! Bangsat! Babi kau!" maki Adipati Yuyurumpung. Dan
ia menatap celauanya yang dtbungkus itu ternyata penuh dilengketi
gula Jawa, ditaburi semut campur kotoran kerbau.
Melihat adegan yang lucu ini, Sondong Singa Jembangan tertawa
terkekeh-kekeh. Samba undur dari muka lawannya, ia menggertak
"Yuyurumpung! Sesungguhnya kau harus malu. Perkara celana
saja, sampai kau bawa ke Adipatiku! Licin benar cara kau mencari
alasan! Nah, sekarang celana itu telah kau terima! Dan bila kau
benar-benar ini sakti kejarlah aku!"
Beserta darah naik sampai dikepala, Adipati Yuyurumpung
menarik keris mengejar lawannya dengan membabi buta. Sondong


Adipati Yuyurumpung Karya Haryono Hp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Singa Jembangan lari bergembira dan meughilang diseberang kali,
Dengan kejadian ini, Yuyurumpung kembali mengajukan
tuntutannya terhadap Maja Asem. Sebagai alasan dikemukakannya,
bahwa Sondong Singa Jembangan dari persekutuan Timur berbuat
kelewat batas terhadap dirinya.
Namun sekali ini tuntutan ini tak lekas dikabulkan. Bahkan Maja
Asem perlu membela diri. Kembang Jaya yang selalu gampang
marah terhadap tindak-tanduk Yuyurumpung yang mencurigakan
itu menyarankan kepada kakaknya, agar hal ini tak usah
diperturutkan. "Kita harus menolak tegas-tegas tuntutan itu
kangmas. Kalau kangmas menuruti juga nafsu setan si
Yuyurumpung, itu, ini berarti akan merendahkan martabat dan
kewibawaan Maja Asem. Sudah terang peristiwa ini tak ada sangkut
pautnya dengan soal pemerintahan!"
Adipati Suksmayana berpikir-pikir sejenak. Sesudah
direnungkan baik-baik bahwa saran adiknya ini benar, akhirnya.
beliau menurut. Dan tentu saja dengan keputusannya ini membuat
Adipati Yuyurumpung jadi tersinggung kehormatannya. Tidak lama
kemudian Adipati yang serakah ini mengajak diadakannya suatu 11
perundingan dengan alasan untuk menetapkan daerah perbatasan
secara nyata-nyata, agar masing masing kadipaten dapat mencegah
adanya kemungkinan kerusuhan-kerusuhan yang bakal terjadi.
Kehendak Yuyurumpung begitu memaksa sehingga Adipati
Maja Asem terpaksa pula mengabulkan. Perundingan itu berjalan
satu minggu dan dihadiri oleh orang orang panting. Segerombolan
duduk wakil-wakil persekutuan Barat dengan orang-orangnya yang
berwatak garang. Segerombolan lagi adalah wakil-wakil dari
persekutuan Timur. orang-orangnya lebih menunjukkan
kesolehanallanya Sondang Singa Jembangan saja yang sebentar
sebentar string manunjukkan kekurangajarannya bernada
menantang.
Dalam perundingan itu akhirnya diputuskan bahwa batas daerah
ditentukan oleh sebuah sungai yang melintasi kedua daerah itu.
Adipati Yuyurumpung amat murka dalam perundingan itu. Gerak
geriknya manunjukkan kepongahan. "Rakyatmu tak boleh melewati
kali ini. Begitu juga rakyat kami. Siapa yang melanggar akan
dihukum sembelih!"
"Tetapi bagaimana bila ada peristiwa pembunuhan yang terjadi
ditepi sungai itu?" tanya Adipati Suksmayana.
"Kita akan mengangkat jaksa secara bersama-sama. Dan jaksa
inilah nanti yang menyelidiki si korban. kalau kepala si korban
menggeletak keseberang Timur sudahlah pasti bahwa pembunuhnya
orang orang dari daerah Barat. Begitu pula sebaliknya. Kalau
kepalanya mengarah kebarat berarti orang timur yang membunuh!"
"Tetapi bila korban itu ternyata seorang pengacau bagaimana
kita akan memutuskan penyelesaiannya?" 12
"Uwah! Bagaimanapun hal itu akan ditentukan oleh jaksa yang
kita angkat. Kemudian saja dan wakil dari Maja Asem yang harus
bertanggung jawab. Kalau si Jaksa menetapkan bahwa pihakku
yang bersalah, maka saya dan semua pengiring harus melepaskan
pakaian dan menyerahkan kepadamu. Dengan demikian kami akan
pulang beramai-ramai kewilayah sendiri dengan telanjang bulat!
Sebaliknya orang kalian juga harus demikian apabila jaksa
menentukan bersalah!"
"Jadi jaksa itu merangkap hakim juga?"
"Nah! Tentu saja demikian. Jelas bukan?"
Kembang Jaya yang berfikiran cerdas jadi curiga, sebab dibalik
kata-kata itu pastilah Yuyurumpung punya maksud-maksudnya
tertentu. Lalu dia membisiki kakaknya.
"Lucu juga buah pikirannya. Tentu ada sesuatu yang
tersembunyi didalamnya."
"Biarkan sajalah! Percaya saja pada keadilan, siapa yang
membuat lobang, dia sendiri akan masuk kedalamnya."
"Akankah kangmas setujui juga usulnya itu?"
"Tak ada alasan untuk menolak. Namun kita harus berjoang
untuk memilih hakim yang paling tidak harus memihak pada kita!"
Dan persidangan jadi memuncak ketika mencapai taraf
pemilihan jaksa. Masing-masing bersitegang mempertahankan
pilihannya sendiri-sendiri. Bantah membantah, serang-menyerang
seperti suasana dalam pertandingan mulut. Dan jerit lengking
Yuyurumpung sexing sering terdengar mengatasi kegaduhan hiruk
pikuk itu. Akhirnya Adipati Maja Asem menang, setelah dibantu
oleh adiknya si Kembang Jaya. 13
"Adipati Yuyurumpung. Saja percaya bahwa tuan adalah orang
yang selalu tahu keadilan. kami sudah menyetujui usul tuan. Apa
tidak sejogjanya bila wan menyetujui pula usul kami?"
Adipati Yuyurumpung melirik kekanan kiri sambil mengerutngerutkan muka berfikir. Sesudah itu bertanya keras-keras.
"Siapa orangnya yang kau pilih tadi?"
"Singapadu!"
"Uwah ! Apa dia masih kerabat Singa Jembangan?"
"O, Tidak. Sama sekali lain. Hanya namanya saja yang hampir
mirip. Seperti juga mangkubumi tuan yang bersebutan Singabangsa
Adipati Yuyurumpung lain menarik mangkubuminya yang bernama
Singabangsa, dan bertanya,
"Betulkah itu Singa?"
"Sebenarnyalah begitu, Gusii"
Oleh keterangan si Mangkubumi, Adipati Yuyurumpung jadi
puas. Dan akhirrija kata sepakat tercapai, dan sidang menetapkan
kesimpulan mengangkat orang yang bernama Singapadu sebagai
jaksa sekaligus merangkap dua tugas, menjabat hakim pula.
Untuk menjaga adilnya, maka rumah jaksa Singapadu didirikan
diatas jembatan yang menghubungkan dua wilayah Timur dan Barat
itu. Sjahdan setelah perundingan itu bubar, maka Adipati
Yuyurumpung tertawa-tawa kemenangan. Sampai dikadipaten ia
berceritera pada mangkubutninya. "Kakang, kita harus membalas
dendam."
"Apa yang akan gusti lakukan?" tanya Mangkubumi
Singabangsa. "Diseberang Barat, jadi termasuk wilayah kita ini ada 14
seorang Sondong jagoan. Namanya Sondong Majeruk. Dia hendak
kuangkat jadi pengawas lalu lintas dengan kekuasaan penuh. Kau
tahu sendiri apa anti kekuasaan bagi seorang Sondong?"
Yuyurumpung diam sejenak lalu selanjutnya, "Masih ingatkah
kau kakang bahwa aku bernafsu sekali memiliki pusaka-pusaka
Suksmayana itu. Kuluk Kanigara dan keris Rambut Pinutung. Siapa
yang memiliki dua pusaka ini akan menjadi Adipati besar yang
menguasai Pesantenan!"
"La!u, gusti?"
"Uwah! Betapa bodoh kau ini! Bukankah kedua barang itu harus
kita miliki?"
"Tetapi caranya, gusti?"
"Tentu saja kita curi!"
"Jadi gusti hendak mencuri pusaka itu." tanya Singabangsa
dengan mata melotot.
"Uwah! Senjata makan tuan! Aku sendiri yang mengadakan
perbatasan daerah, masak harus melanggamya. Goblog amat kau ini
Singa. Apa gunanya aku. mengangkat Sondong.Tentu Soudong itu
yang kusuruh mencuri dan... ...... setelah berhasil ia harus cepatcepat menyeberang jembatan. Dengan hilangnya dua pusaka si
Suksmayana sudah akan terkapar mati!"
"Kalau dia menuntut. Gusli?"
"Tentu saja talk boleh. Dan apa yang kita nantikan pasti datang!
jalan perang!" Wah, bukanaah hebat caraku int?"
Mangkubumi Singabangsa mengangguk-angguk tersenyum
hingga gigpnya yang tak teratur tampak meringis. 15
"Wah, sungguh hebat gusti!" Mangkubumi Singabangsa
mengagunainya. Ia memuji-muji setinggi langit akan buah pikiran
gustinya ini. Namun tiba-tiba ia surut kembali tatkala Adipati
Yuyurumpung berkata dengan suara tandas serta hati-hati : "Singa!
Hanya satu penghalang yang merisaukan hatiku benar. Tidak lain
adalah Singa Jembangan. Kau tahu kakang Singa, dia berada
dibawah kekuasaan Maja Asem!"
Mendengar nama ini disebut, mangkubumi Singabangsa matanya
redup berkedip-kedip seperti lampu kehabisan minjak. Sebentar
ingatannya betbalik mengenang-ngenangkan apa yang pemalt
dilihat. Sondong Singa Jembangan bukan Sondong sembarang
Sondong.
Selain mahir bersilat, pencak dan gulat, membandelnya kelewatlewat. Kalau tak hati-hati, siapa yang berani melawannya pasti akan
dimalukan dimata orang banyak. Dan apabila kelak pecah perang
rasanya dia nanti yang merupakan lawan paling ampuh didaerah
sekitar itu."
"Bagaimana pendapat gusti, andaikata dia kita singkirkan lebih
dulu?" tanya Singabangsa memancing satelah sejenak merenung.
"Nah, itulah soalnya! Tetapi sulitnya bahwa kita tak punya
alasan tertentu untuk mengasingkari orang busuk itu. Tetapi marilah
kita pikirkan saja cara sebaik-baiknya Masakan tidak dapat
menggulung bangsat itu!"
Selama beberapa hari Adipati Yuyurumpung selalu kelihatan
berdiam berpuja sendiri untuk mencari jalan bagaimana cara
menyebak orang yang paling dibencinia itu. Rupa-nya memang sulit
benar mencari-cari alasan, dasar Sondong Singa Jembangan adalah
orang yang paling disegani didaerah itu, jadi kalaupun dapat
ditangkap tentu dia akan melawan, padahal yang terang belum pasti
dia ada difihak yang salah. Namun bagaimana sukamya toh 16
Yuyurumpung tetap tak berputus asa. Suatu kali mesti harus
berhasil.
Tersebutlah isteri Adipati Yuyurumpung yang paling baru
bernama Rubijah. Perkawinannya dengan perawan muda itu
sebenarnya merupakan paksaan. Rubijah sendiri, bahkan juga
ayahnya sebenarnya tidak setuju sewaktu adanya pelama-ran. Tetapi
Adipati yang serakah ini memaksa juga, dan mengancam pada
orang tua si gadis, bahwa kalau anaknya tak diberikan maka seluruh
isi rumah termasuk semua keluarganya hendak dimusnahkan. Tentu
saja mendengar ancaman ini si orang tua jadi menggigil ketakutan.
Dan akhirnya. Rubijah digelandang kekadipaten, dinikahi.
Selama di Kadipaten Kemaguhan, kerja Rubijah cuma menangis
dan termenung. la ingat pada Kudasuwengi kepala desa Jembangan
yang pemah melamamya. Pada lelaki itulah sesungguhnya Rubijah
hendak menggantungkan seluruh hidupnya. Sungguh, tiap kali ia
mengingat nama itu seluruh hatinya malonjak-lonjak hendak babas.
Tetapi pagarKadipaten dan penjagaan begitu kuatnya. Dan Adipati
Yuyurumpung sendiri seperti tak ambit pusing pada kesedihannya.
la biasanya selalu menggoda dengan tertawa terkekeh disertai
tangan yang menjalar kesana kemari menyengkelkan. Dan tiap kali
Rubijah ingin ini semua, ia jadi jijik dan ingin mati saja cepat cepat.
Buat apa hidup meladeni orang yang tak dicintainya. Lebih-lebih
lagi seperti Adipati Kemaguhan ini. Presis setan tampangnya. tubuh
pendek, kepala degil. mata juling dan omongannya melengking
tinggi seperti jerit kuda betina!
Pada suatu hari Rubijah mendengar berita bahwa Kuda suwengi
memasuki Kadipaten Kemaguhan. Ia segera mencari cari
kesempatan, dan apabila penjagaan itu benar-benar lama maka ia
segera menemui Kudasuwengi dan bersama-sama melarikan diri.
Sudah barang tentu ketika Adipati Yuyu-rumpung dilapori hal ini
mendadak ia jadi kalap dan menggebrak-gebrak meja, seperti orang 17
yang kehilangan harta bendanya yang paling mahal. Segera
Mangkubumi Singa-bangsa dan Kepala polisi Gagakpahit
dipanggilnya menghadap.
"Apa kau berdua tidak tabu larinya kedua iblis itu?"
"Siapakah dia?" tanya Gagakpahit.
"Kudasuwengi! Keparat itu melarikan biniku yang paling
muda!"
"Kudasuwengi lurah Jembangan?"
"Ya." Jika demikian terang dia lari pulang kerumahnya."
"Nah! Tangkap kalau begitu!"
Mangkubumi Singabangsa dan Gagakpahit saling menatap,
dengan hati berbimbang-bimbang.
"Uwah, kenapa kalian cuma diam saja? Apa tidak mendengar
perintahku? Saja bilang tangkap iblis itu kata Yuyurumpung
membrondong membuat dua bawahannya jadi tergagap-gagap.
"Penangkapan itu gampang saja Gusti. Tetapi soalnya
Jembangan termasuk wilayah Maja Asem?"jawab Mang-kubumi
sambil menyembah.
"Uwah! Jangan pakai usul-usul begitu! Apa peduliku. Kalau
Adipati Maja Asem menuntut, akulah yang hendak melawannya.
Dia pasti tak bersitegang kalau sudah kuterangkan. Sebab dia orang
alim tentu tak setuju dengan perbuatan rakyatnya yang melarikan
isteri orang lain!"
"Tetapi sendang Singa Jembangan, gusti?"
Kenapa kausebut-sebut si laknat itu?" 18
"Sebab ia adik Kudasuwengi,"
"Adik Kudasuwengi?" Ulang Yuyurumpung dengan mata
mendelik kaget. Seperti disengat kalajengking, ia melompat dari
duduknya lalu mondar-mandir. Mukanya kemudian merah menyalanyala serta jantungnya semakin santer. Teriaknya membabi buta.
"Jahanam betul laknat itu. Uwah, tetapi barangkali inilah suatu
alasan yaug paling bagus untuk melenyapkan ondong sinting itu.
Perintahkan pada si gamel, agar menyiapkan kudaku!!
Kedua bawahannya berebutan mencari si tukang kuda. Setelah
siap, Adipati Yuyurumpung turun dari pendapanya lalu naik keatas
punggung binatang itu dengan ditalap lebih dulu. Tangan kirinya
erat berpegang pada kendali, sedang tangan kanan menyangking
cambuk. Sekali lecut kuda terbang, seperti anak panah lepas dari
busumya. Dan mulailah pengejaran itu terjadi. Disepanjang
perjalanan Yuyu-rumpung mulutnya mengomel memaki-maki.
Marahnya alang-kepalang. Sebab dengan pencurian si Rubijah ini
berarti kehormatan dirinya sebagai Adipati dihina terang-terangan.
"Apakah Kudasuwengi seorang yang cakap !" tanyanya kepada
Mangkubumi Singabangsa. Kabarnya begitu. Orangnya tampan,
pinter dan halus budi." Setan! Kau berani memuji orang lain
dimuka hidungku Apa kau kira aku kalah cakap dengan bang;at
itu?"
Singabangsa tak berani menatap gustinya, ia kelicutan dengan
mengarahkan pandangan kesamping. Lalu sesudah itu menyawab
mengada-ada. "Ah, itu cuma desas-desus orang saja gusti. Hamba
sendiri belum pemah menyaksikan. Tetapi hamba jakin pastilah
orangnya takkan melebihi kaki gusti ini!"
"Huss! Jangan menghina terlampau menghina begitu. Kedua
kakiku ada mata bubulnya!" 19
Mangkubumi Singabangsa mestinya mau ketawa, tetapi ia takut,
lalu mencari-cari.
"Eh maksud hamba maksud hamba tentulah tak bisa
menandingi kecakapan seorang Adipati."
Adipati Yuyurumpung tertawa kesenangan. Kemudian ia
memerintahkan agar memukul kentongan sebagai tanda bahaya.
Setelah ia sendiri mencambuki kudanya membabi buta.
Sewaktu kentongan tanda bahaya terdengar beruntun runtun,
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/


Adipati Yuyurumpung Karya Haryono Hp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sumber Pustaka : Gunawan Aj
Photo Image : Awie Dermawan, Kurir : Yons
Kudasuwengi cepat-cepat menyembunyikan diri memasuki warung
ditepi jalan. Pemilik warung disuap dengan segelintir mas agar mau
pergi meninggalkannya. Tetapi kemudian orang ini melapor pada
rombongan Adipati Yuyurumpung. Sudah barang tentu Adipati
hatinya kesenangan, dua orang itu diganyarinya senyum.
"Apa dia masih berada disana?"tanyanya.
"Ya, gusti dengan seorang perempuan molek!"
"Huss! Dia itu isteriku yang diserobot jangan kausama-kan
dengan perempuan perempuan lain!" jawab Yuyurumpung
cemburu.
"Eh, maksud hamba .. gusti perempuan!"
"Gusti putri! Goblok"
"Oh ya. Gusti putri."
"Masihkah ada disana?"
"Masih. Pintunya ditutup rapat dan masuk kamar berdua dua."
sampai disini Adipati itu tak bertanya-tanya lagi, tetapi terang
hatinya kelewat panas dihinggapi kecurigaan dan kecemburuan
yang menauncak. Seluruh tubuhnya gemetaran dan sambil
menggertak kudanya ia memberi aba: 20
"Singabangsa! Gagakpahit! Ringkus orang biadab itu!"
Kedua bawahan yang diperintah mengikuti dibelakangnya sambil
menyiapkan selaras senapang pada diri masing-masing. Akhirnya
ketiga-tiganya berhenti beberapa meter dimuka sebuah kedai yang
tertutup pintunya dari dalam. Hanya ada sebuah jendela yang
terbuka.
"Hai Kudasuwengi. Kaulah yang berada didalam?" teriak
Yuyurumpung.
Seorang yang berperawakan gagah muncul mukanya di jendela
dengan menyawab:
"Ya, akulah Kudasuwengi."
"Hai, rupanya kaulah bangsat itu. Sekarang turuti perintahku
Kembalikan Rubijah dan kau menyerahlah baik-baik."
"Mudah saja kau memerintah! Mu bukan bawah-anmu, tentu saja
tak mau. Aku orang wilayah Maja Asem."
"Iblis! maid Yuyurumpung. Engkau adalah orang tang memasuki
wilayahku. Bahkan hendak menyerobot isteriku. Isteri seorang
Adipati yang berkuasa didaerah ini."
"Rupanya kau kurang sadar Yuyurumpung. Bukan aku yang
menyerobot, melainkan kaulah yang melarikan tunanganku!" jawab
dari jendela.
"Apa kau bilang? Uwah, iblis kau! Anak kambing kau! Hai
dengarkanlah Kudasuwengi, sekarang ini tak boleh sembarang
orang menyeberangi sungai."
"Tetapi cinta tak bisa diselubungi kali atau gunung. Kami sudah
saling berjanji!" 21
Seorang yang berperawakan tinggi gagah muncul mukanya
di jendela dengan menyawab. "Ya akulah Kudasuwengi!" 22
Adipati Yuyurumpung diam sejenak. Ia menghela napas dengan
pancaran mata yang tajam, menatap kearah kedai itu. Dua
bawahannya hanya melongo saja menyaksikan pertandingan mulut
itu. Agak beberapa saat suasana diam. Kemudian Adipati
Yuyurumpung mengusap-usap mulutnya, lalu berteriak lagi lantang
: "Kudasuwengi! Jangan banyak cerewet. Keluarlah, aku sudah tak
sabar menunggu!"
"Kau sajalah yang masuk, Yuyurumpung!"
"Keluarlah!"
"Masuklah!"
"Setan keparat! Baik aku masuk, kita bertanding dikamar,
disaksikan perawan yang molek itu! He-he!"
Sehabis berkata begitu Adipati Yuyurumpung mengedipkan
matanya sebelah dan mengangguk memberi tanda. Secepat kilat
Gagakpahit yang menangkap bahasa arti aba-aba ini, segera turun
dari kudanya, kemudian lewat menyisi mendekati kedai itu. Adipati
Yuyurumpung dan Singabangsa tersenyum-senyum mengikuti.
Setelah menginjak dibawah jendela yang terbuka, maka
Gagakpahit melompat tinggi-tinggi dengan segenap kekuatannya.
Dengan napas berdegup-degup tidak sabar kedua tangannya sudah
mencengkeram-cengkeram seperti hendak menangkap sesuatu. Lalu
desis kemarahan terdengar berkali-kali.
Namun sayang, baru saja ia masuk menongolkan muka, tiba-tiba
kepalanya sudah dihantam oleh Kudasuwengi dari belakang.
Gagakpahit jatuh tersungkur mencium tanah. Baru saja mencoba
untuk bangun dengan memulihkan kekuatan, tengkuknya sudah
diinjak, lalu ditendang keras-keras kearah dinding. Karuan saja
Gagakpahit mengaduh kesakitan. Mata berkunang- kunang, bumi 23
bergoyang hendak roboh sebab pukulan Kudasuwengi jatuh
beruntun-runtun. Gelap seluruh pengiihatannya.
Ia memutar badan, tetapi, perutnya telah kena tendangan yang
agak keras. Ia jatuh lagi, menggeliat, kemudian merangkak-rangkak
kesamping. Tetapi dasar kemarahan Kuda-suwengi mencapai
puncaknya. Meliliat sasaran yang enak itu, ia segera menendang
pantat, sehingga Gagakpahit jauh terbalik.
"Nah, saya dengar kau kepala polisi. Betulkah ha?"
"Setan kau Kudasuwengi."
"Saya kira kau takkan bisa menangkap seorang pencuripun.
Kasihan juga dengan cara-caramu ini. "
Gagakpahit tak menyawab, ia hanya meringis saja menahan
sakitnya. Seluruh tubuh terasa lungkrah dengan tulang-tulang
hendak patah.
"Hem! Kau remukkan badanku Kudasuwengi."
"Tak peduli, kita bertanding berebut kemenangan." Karena
takutnya si Gagakpahit masih tetap juga merangkak sampai
dihalaman luar, dengan kedua kaki dan tangannya.
Dan melihat pemandangan semacam ini Adipati Yuyu-rumpung
mukanya jadi kecut dengan matanya mendelik kaget.
"Singa, siapakah yang merangkak sepertt kebau itu?"
"Rasanya Adi Gagakpahit, gusti."
"Uwah! Jadi kepala polisiku dikalahkan oleh Kuda-suwengi
rupanya! Jahanam! Anak kambing! Setan!" merentet kata-kata
makian Adipati Yuyurumpung.
Setelah Gagakpahit mendekat, hampir menciumi telapak kaki
kuda yang dinaikinya, Adipati Yuyu-rumpung segera menghardik, 24
"Tolol! Ajo bangun, jangan kasih pertunjukan yang memalukan itu
lama-lama."
Gagakpahit bangun dan tunduk kemalu-maluan ditatap dua orang
yang lain.
"Uwah! pantas dengan lagakmu ya? Tampangmu saja yang
serem, dengan dua kepal kumis. Setelah diadu, baru saja mulai
seluruh muka sudah pucat." tambah Adipati Yuyurumpung
menghajar bawahannya.
Hal ini semakin menjadikan Gagakpahit tak tahan berdiri lama,
matanya redup seperti hendak menangis.
"Nab, Singa! Ikutkan aku. Kita dekati kedai itu!" Yuyurumpung
mencambuk kudanya. Sekejap saja tiba dimuka warung itu. Ia
segera turun dari punggung binatang kendaraannya, dan dengan
kalem memasuki kedai itu beserta langkah jalannya yang agak
pincang.
"Kudasuwengi, bukakan pintu !"
Tak ada sautan dari dalam.
"Kudasuwengi, buka pintu. Kembalikan isteriku!" teriak Yuyurumpung mengulang. Namun suasana sepi, membuat khajal Yuyurumpung menghubungkan dengan kejadian-kejadian yang anehaneh!
Pelan-pelan darah kemarahannya mengalir menyalani seluruh
tubuh, hingga naik sampai dikepala. Giginya menggeletuk-geletuk
penuh kegemasan. Agak sejenak ia bertumpang tangan dengan mata
tertutup. Dari jaub dua orang bawahannya mengawasi saja dengan
keheran-heranan.
Dan memanglah mengagumkan! Seperti kekuatan seorang
raksasa, sehabis ia bersemedi itu Yuyurumpung mendobrak pintu 25
dengan mudahnya. Pintu ambrol dan berderak suaranya. Sesudah itu
Yuyurumpung tenang mencari-cari lawannya.
Ketika mereka berhadapan, segcralah terjadi pertandingan yang
ramai. Dorong-mendorong, hantam-menghantam berkali-kali,
diseling tarikan napas sesak dan keringat yang memancar dari
tubuh.
Kudasuwengi merasa kewalahan melawan Adipati yang degil ini.
Seperti kidang, tiap kali hendak dihantam Adipati Yuyurumpung
sudah melompat dengan aksinya. Bahkan ia kembali mendekat
sambil mengadakan tohokan berat diperut lawannya membuat
Kudasuwengi seperti diperas-peras ususnya dan seluruh isi perut
seakan-akan hendak muntah keluar.
Baru saja ia dapat menyadarkan diri dan akan membuat
serangan, Yuyurumpung sudah melompat tinggi-tinggi dan tangannya menyambar pelipis si lawan. Tetapi sekali ini Kudasuwengi dapat mengelak kesamping. Sekilas ia menatap suatu
sasaran yang baik. Dengan ancang-ancang yang tinggi ia menyejakkan kakinya kearah mata bubul sang Adipati. Keruan saja
Yuyurumpung jadi meringis sambil melengking-lengking. Dan
kutukan makian teruslah hebat keluar dari mulutnya.
Dengan kaki kepincang-pincangan sedikit, Yuyurumpung
melancarkan serangannya bertubi-tubi. Kepalan tangannya sangat
berat terasa, seperti hantaman besi besi geligen. Ada beberapa saat
Kudasuwengi hanya bertahan mengelakkan runtuhan bahaya yang
datang. Rupanya ia memang kalah pintar jika dibanding dengan
Adipati Kemaguhan ini.
Melihat musuhnya kewalahan meladent, Adipati Yuyurumpung
tertawa terkekeh-kekeh dan semakin kalap. Beberapa langkah
Kudasuwengi undur kebelakang, kearah dinding bambu. Tiba-tiba
ia melihat sepotong kayu. Dan inilah yang diharapkan. 26
Segera kayu dapat ditarik, cepat ia pukulkan ketubuh Adipati
yang degil itu. Namun ajaib rupanya! Kudasuwengi seperti hampirhampir tak percaya. Potongan kayu itu patah ditengah serta
Yuyurumpung, sendiri masih tetap tegak berdiri dengan mulut
tertawa kepongahan.
"Nah, cobalah hantam lagi!" tantang Yuyurumpung
Melihat kesaktian musuhnya ini, Kudasuwengi sedikit mulai
disarangi ketakutan. Rasa gentamya timbul. Satu-satunya jalan
untuk menyelamatkan diri, ia harus berlari keluar dan menghindar
dari wilayah Barat sungai.
Tetapi baru saja ia hendak keluar, Yuyurumpung tak memberi
kesempatan. la meloncat dan menotok tengkuk Kudasuwengi.
Kudasuwengi jatuh terhuyung-huyung, disusul dengan hantaman
dipinggangnya berat sekali.
Mengetahui musuhnya benar benar telah jatuh Adipati
Yuyurumpung segera meringkusnya dengan gampang. Dengan
nafas naik-turun kepayahan ia memanggil dua bawahannya:
"Singabangsa! Gagakpahit!"
Mangkubumi Singabangsa dan Gagakpahit datang tergopoh
gopoh.
"Ya, gusti?"
"Ikatkan iblis ini diekor kudaku! Biar nanti kuseret sepanjang
jalan!"
Kudasuwengi digotong, keluar, diikuti oleh Adipati Yuyurumpung.
Setelah telah kuat melilit dan semuanya siap, maka Adipati degil
itu lalu naik dipunggung kudanya. Sekali matanya melirikkan 27
mengawasi tubuh musuhnya yang terlentang diatas tanah.
Ketnudian ia melecutkan cam-buknya sekali. Kuda lari menderapderap seperti jalannya angin, dan tubuh Kudasuwengi terseret
disepanjang jalan ke Kemaguhan.
Waktu itu Rubijah yang mengintip lewat dapur kedai, mendadak
menjerit dan menyebut nama kekasihnya berkali-kali.
Dan setelah ketiga jagoan persekutuan Barat itu hilang ia segera
lari ke Jembangan. Sebab seperti pecan Kudasuwesengi, ia harus
melaporkan kejadian ini kepada adiknya yaitu Sondong Singa
Jembangan.
Sewaktu Rubijah datang, waktu itu Sondong Sirga Jembangan
sedang tidur mendengkur dibalai-balai, sebab semalaman tak pulang
kerumah. Belum sampai bicara apa-apa tangisnya telah terdengar
tagi dengan sedu sedan yang memilukan, hingga membuat isteri
Singa Jembangan jadi gugup bertanya.
"Kenapa mbakyu? Kenapa? Ah, belum-belum kok sudah
menangis, saya kan bisa jadi bingung."
"O Allah di. Siapa yang tahan melihat siksaan yang begitu
berat?" jawab Rubijah dengan menundukkan mukanya, beserta air
mata menetes-netes membasah pipinya yang montok.
"Siapa yang disiksa mbakju? Kenapa mbakju menangis seperti
Ini?"
"Kakang Kudasuwengi yang disiksa. Kasihan dia di, kita harus
cepat-cepat menolongnya."
Tiba-tiba tanpa diketahui lebih dulu, Sondong Singa Jembangan
telah keluar dari kamar dalam, dan mendekati tamunya. Tak sabar ia
bertanya.
"Siapa yang menyiksa kakang Kudasuwengi, mbakju!" 28
"Adipati Yuyurumpung dari Kemaguhan. Dicencangnya
kakangmu diekor kuda, kemudian diseret sepanjang jalan."
"Yuyurumpung, Adipati tak berbentuk itu?"
Rubijah hanya mengangguk sebagai jawabnya.
Sondong Singa Jembangan sendiri sejenak tak dapat birjara,
tetapi kelihatan matanya kemerah-merahan, dan dadanya
berdebaran tertiup api kemarahan. Wataknya memang keras, lebih
lebih lagi apabila mendengar salah satu saudaranya mendapat
celaka. Tanpa perhitungan lebih dahulu ia akan segera pergi
menuntut bela.
"Sudahlah mbakyu, tenangkan dulu fikiranmu. Biar kulabrak si
Yuyurumpung."
Sondong Singa Jembangan cepat menghindar, kemudian setelah
masuk kedalam lalu lari keluar dan menutup pintu pendapa.
Langkahnya keihatan sangat tergesagesa dengan harapan lekas
sampai ditujuannya. Sedang hatinya diliputi rasa kasihan, kasihan
terhadap kakaknya yang menyandang sengsara itu. Dan dendamnya
tiba-tiba memuncak bila ingat nama Adipati Yuyurumpung seorang
Adipati yang serakah, dengki serta suka melakuka siksaan yang
keji.
Disepanjang jalan ketika memasuki wilayah Kemaguhan,
Sondong Singa Jembangan jadi mengamuk. Apa yang ditemui
diperjalanan dirusaknya, dan dihancur luluhkan. Ladang ladang
pertanian penduduk, sawah-sawah dikanan kirinya, semua dibikin
berantakan.
Tiba-tiba ia berpapasan dengan segerombolan penggembala yang
sedang duduk menuggu binatang piaraannya. Begitu Sondong Singa
Jembangan merdekat, tanpa bertanya jawab lebih dulu, ia telah 29
menendangi kambing-kambing yang sedang asjik makan rumput
Keruan saja semua pada bubar dengan penuh ketakutan. Dan
sebagai lontaran ke marahannya orang-orang penggembala pada
berteriak-teriak ramai.
"Larl! Lari! Ada orang gila mengamuk! Ada orang gila


Adipati Yuyurumpung Karya Haryono Hp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengamuk!"
Dan sebagian yang lain mulutnya mengomel dengan kata-kata
memaki maki.
"Setan! Apa salahku terhadapmu ha? Benar-benar sembrono
perbuatanmu!"
Tetapi Sondong Singa Jembangan tak ambil pusing. Ia terus
berlaku dengan langkah-langkah panjang Seperti seorang raksasa
yang menakutkan, ia merajai disepanjang jalan. Kemudian terus
saja ia menuju kearah Barat ke Kadipaten.
Waktu itu sudah sore, matahari tinggal beberapa jengkal diatas
gunung. Tiba-tiba sewaktu Sondong Singa Jembangan menginjak
jalan perempatan tiba-tiba dari arah jauh ia melihat seseorang jang
sedang naik kuda, dengan menyeret sesuatu. Lalu dibelakangnya
mengiringi dua orang yang lain. Debu-debu kelihatan beterbangan
dijalan. Dan ke-tiga ekor kuda yang dinaiki itu arahnya menuju
ketempat Singa berdiri.
Dengan tenang Sondong Singa Jembangan berkacak pinggang
menanti. Kemudian apabila. telah dekat benar, mata Singa
Jembangan segera menghentikannya. Dan orang yang naik kuda itu
ternyata memang Adipati Yuyurumpung. Kemarahan Singa jadi
meledak tambah hebat. Tetapi Yuyurumpung tak memperhatikan
isyarat yang dikeluarkan. Bahkan ia terus mencambuk kudanya. 30
Melihat kenekatannya ini, Sondong Singa Jembangan merasa
seperti ditantang. Cepat ia mengejar, lalu dengan parang yang
terhunus dipotongnya ekor kuda Yuyurumpung. Kudasuwengi
terpelanting lepas ketanah dengan tubuh lecet-lecet mengeluarkan
darah. Adipati Yuyurumpung sendiri, tertawa eleh gejolak kudanya
yang meringkik karena kesakitan jatuh tersungkur mencium batu
Agak sakit juga badannya, kemudian segera bangun kepayahan, dari
mulutnya seperti biasa menyembur kata-kata makian.
"Bedebah betul Singa! Kau tahu sekarang ini kuda mahal
harganya?"
"Apa peduliku, Yuyurumpung? Kau menyiksa orang yang tak
berdosa begini kejam! Ajolah kita bertanding. Aku jemu melihat
tampangmu!"
Sondong Singa Jembangan melangkah maju kedepan, dengan
gigi gemeletuk dan bibir gemetar. Tangannya sudah mengepalngepal tidak sabar.
Adipati Yuyurumpung agak kebingimgan sejenak. Kemudian ia
memerintah : "Singa! Gagakpahit! Tangkap orang gila ini!"
Mangkubumi Singabangsa dan Gagakpahit berpandangpandangan. Hatinya ragu-ragu sadikit takut. Bahkan tubuhnya mulai
menggigil. Adipati Yuyurumpung jadi jengkel melihatt adegan
semacam ini. Lain ia berteiiak lagi diarahkan kepada dua orang
bawahannya.
"Tangkap orang gila ini!" katanya. "Kenapa kalian diam? Tuli
ya? Ajo lekas, tangkap orang ini!"
Singabangsa dan Gagakpahit sama-sama maju kedepan dengan
muka kepucatan. Tetapi belum sampai menyerang, dengan
kekuatannya Sondong Singa Jembangan telah bisa menangkap
mereka berdua. Seorang terpegang ditangan kanan, seorang 31
terpegang ditangan kiri. Kemudian dua orang sahabat ini,
ditumbukkan kepalanya keras-keras. Tiada terdengar jeritan
sekalipun, tetapi tahu-tahu keduanya telah pingsan. Sondong Singa
Jembangan tak puas kalau hanya sampai disini. Kedua orang yang
menelentang itu lalu diseret kesawah, kemudian direndam kepala
masing-masing kedalam parit. Semua itu dikerjakan dengan tawa
tergelak -gelak, membuat Adipati Yuyurumpung mengkal hati dan
darahnya mendidih, beserta kumis pendeknya yang bergerak-gerak
tertarik sedikit keatas. Sesudah dua orang ini dihajamya dengan
sengir, Sondong Singa Jembangan kemudian menyerahkan kepada
kakaknya Kudasuwengi. Lalu ia sendiri ganti maju menghadapi
Adipati Yuyurumpung yang berdiri dengan mengkal hati melihat
adegan yang menghina itu, sebab Mangkubumi Singabangsa dan
Gagakpahit dikalahkan oleh lawannya.
"Nah, marilah sekarang kita bertanding Adipati !" tantang Singa
Jembangan,
"Uwah! Sombong benar kau Singa?"
"Ya, sebab hanya akulah lawanmu yang seimbang. Kakang
Kudasuwengi orang yang tak pintar bergulat. Apa-lagi kau kerubut !
Majulah!"
"Jangan besar mulut begitu! Lihat apa yang kepegang!" Secepat
kilat Adipati Yuyurumpung meloncat kemuka sambil menjojohkan
kerisnya kedada Singa Jembangan, tetapi Sondong Singa
Jembangan orang yang kebal, ia tak mempan ditusuk senjata itu.
"Nab, ulangilah lagi!" perintah Sondong Singa Jembangan,
sambil membuka dadanya lebih lebar.
Adipati Yuyurumpung menusukkan keris itu lagi kuat kuat tetapi
hasilnya sacra saja.
"Nah, sekarang tusukkan kepunggungku!" 32
Sondong Singa Jembangan membalik memberikan punggungnya
Dan Sang Adipati menusuk pula. Tetapi punggung itu justru lebih
keras, hingga pucuk kerisnya jadi patah. Gentar juga ia melihat
kesaktian lawannya ini. Akhirnya setetah puas benar, Singa
Jembangan sekarang maju kedepan. Dengan gigi gemeletuk
mengandung geram ia mengangkat Adipati yang degil itu tinggitinggi kemudian la bantingkan keranah.
Sang Adipati terkapar, mulutnya meringis dengan papas
tersengal sengal.
"Uwah! Kuat betul tenagamu! Iblis!"
Belum sampai sang Adipati bangun dari terlentangnya, Singa
Jembangan telah menginjak-injak lagi. Sang Adipati menggeliatgeliat, seperti potongan batang pisang menggelinding. Singa
Jembangan kemudian lari dengan tertawa terbahak-bahak.
"Kalau benar-benar jantan, kejarlah aku!" kata Singa Jembangan.
Adipati Yuyurumpung bangun mendadak lalu mengejar
musuhnya. Namun larinya pontang-panting dan sebentar sebentar
berhenti, sebab mata bubulnya terasa sakit karena menginjak kerikil
yang tajam. Melihat kejadian ini Singa Jembangan semakin tertawa
latah-latah.
Dengan memaki-maki Adipati Yuyurumpung mengejar lagi,
tetapi Singa Jembangan meloncat kesawab dengan kakinya yang
panjang.
Sang Adipati terpaksa berhenti, sebab dipikimya ia takkan bisa
meloncat selebar itu, maklum kakinya pendek. Salah-salah bisa
terpelanting dan masuk lumpur. Betapa semakin gilanya nanti
musuhnya itu. Akhirnya ia balik lagi dengan hati mengkal serta
sakit. 33
"Nah sekarang tusukkan ke punggungku!" kata Sondong
Jembangan. 34
Hati Singa Jembangan belum puas dengan permainan ini. Ia
mengejar, lalu menubruk, dan sang Adipati jatuh lagi terkapar
ditanah. Begitulah berulang kali pergulatan itu terjadi, sampai
akhirnya sang Adipati merasa kehabisan nafas dan tobat benarbenar. Ia sadar bahwa semakin lama meladeni musuhnya, berarti
dirinya semakin akan menjadi permainan belaka, sebab tingkah laku
Singa Jembangan seperti orang sinting.
Akhirnya sang Adipati bermaksud lari pulang ke Kemaguhan.
Dan menginjak jalan persimpangan dimana dua bawabannya dihajar
oleh Singa Jembangan ternyata dua orang itu sudah tak ada lagi.
Semakin terbirit-biritlah Adipati Ju jurumpung. Dan Singa
Jembangan sendiri semakin tertawa terpingkal-pingkal.
"Sekarang baiklah kita pulang saja kakang Kudasuwengi. Untuk
apa menurutkan Adipati gila itu!
Sondong Singa Jembangan menggendong kakaknya, kemudian
mereka pergi kearah Timur kekampungnya sendiri, Jembangan.
Waktu itu matahari sudah hampir tenggelam, dan jalan yang
dilewati ketihatan remang-remang mengiajak malam.
Setelah Yuyurumpung sampai di kadipaten kembali ternyata
Singabangsa dan Gagakpahit sudah menekur duduk disitu.
Mukanya masih pucat dan tubuhnya kelemasan. Kemudian
terdengar atumya :
"Duh, malang benar gusti. Hamba menjadi bulan-bulanan orang
gila itu."
"Heil! Kau kin aku tidak? Dibantingnia tubuhku, diinjakinjaknya, lalu diajaknya aku berlari diaras kerikil, kemudian
ditantangnya meloncati sawah selebar itu! Iblis! Setan! Anak
kambing si Singa Jembangan!" umpat sang Adipati. 35
"Jadi sebaiknya bagaimana gusti agar orang gila itu bisa kita
musnahkan?"
"Gagakpahit! Besok panggillah Sondong Majeruk datang
kemari! Kutaksir hanya dialah orang yang sanggup menghabisi si
sinting itn!"
"Sendika, gusti!"
"Nah, sekarang kalian boleh pulang. Istirahatkanlah badanmu
agar segar kembali! Punggungku sendiri serasa remuk. Tulangtulangnya."
Pada esok harinya Sondong Majeruk dipanggil dan kemudian
menghadap Adipati Kemaguhan, Yuyurumpung.
Sondong Majeruk adalah seorang yang mempunyai perawakan
agak tinggi. Badannya kukuh, bertenaga dan cekatan tiap kali
mengerjakan tugas. Dadanya yang dempal itu berbulu dan bibimya
dihiasi dengan kumis serta memiliki jenggot runcing pula.
Kalau Sondong Majeruk berjalan, maka terlihat gayanya agak
membungkuk bungkuk sedikit seperti gerak orang yang hendak
memukul lawan dari arah belakang dengan mengendap-endap. Hal
ini mungkin disebabkan karma umumya yang sudah tua dan lagi
sebagai seorang Sondong yang sudah terkenal di daerahnya, disetiap
saat ia selalu berada dalam kesiap-siagaan, kalau sewaktu waktu ada
serangan.
Tatkala dia memasuki regol Kadipaten Kemaguhan, maka pada
waktu itu Adipati Yuyurumpung yang sedang duduk di kursinya,
dipendapa maka segera turun dan menyambut tamunya dengan
sikap ramah sekali.
Biasanya Adipati Yuyurumpung tak pemah tertawa terhadap
siapapun. Namun anehnya pada yang satu ini, sang Adipati 36
kelihatan begitu gembira dan senang hatinya, hingga sehabis
tertawa, maka senyumnyapun lalu berhamburan.
"Ha .... Marilah masuk Sondong Majeruk" sambut Adipati
Yuyurumpung.
Sondong Majeruk tersenyum membalas. Dan senyumnya
mempunyai gema arti yang sangat dalam, seakan-akan
membayangkan kelaki-lakiannya yang sejati.
Sesudah naik kependapa, Sondong Majeruk duduk bersimpuh
dihadapan Adipati Yuyurumpung Sikapnya sangat khidmat,
menandakan ia menjadi orang yang selalu taat serta setia
menyalankan tugas.
Belum sampai sang Adipati menanyakan sesuatu, Sondong
Majeruk sudah menyembah lalu munjuk atur :
"Gusti Adipati. Ada perlu apakah kiranya gusti memanggil saya
datang kemari?"
"Tentu saja ada tugas yang penting, Sondong Majeruk. Tetapi
terlebih dahulu aku hendak mengetahui tentang keluargamu. Dalam
keadaan baik-baik saja bukan?"
Sondong Majeruk tertawa, menggeleng-gelengkan kepala.
Dirasanya sang Adipati selalu menaruh perhatian yang banyak
terhadap lingkungan keluarganya. Oleh karena itulah maka
Sondong itu lalu menyawab tergesa-gesa:
"Keluarga yang mana yang gusti maksud?"
"Yang mana saja." sang Adipati Yuyurumpung menyahut,
kemudian meneruskan, "Yang nomor satu, yang nomor dua, yang
nomor tiga, atau sudah bertambah lagi Sondong Majeruk?" 37
"Memanglah begitu, gusti. Keluarga saya dalam keadaan biasa,
sederhana saja, tetapi kalau gusti hendak menambah gaji saja,
niscaya keluarga saya itu akan bertambah baik."
"Terdiri dari siapa saja isterimu itu, Sondong? Janda atau gadis?"
"Gadis dan janda!" jawab Sondong Majeruk dengan tanpa tedeng
aling-aling.
Adipati Yuyurumpung tertawa terbahak-bahak, membuat
Mangkubumi Singabangsa dan Gagakpahit yang menghadap, ikut
terkekeh-kekeh kegelian juga. Hingga dengan demikian sebentar itu
pendapa Kadipaten kelihatan riult serta ramai, meski hanya berisi
empat orang saja.
Sebentar kemudian pembicaraan agak terhenti, sebab terseling
dengan datangnya suguhan yang dihidangkan. Minuman lebih
dahulu yang keluar. Kemudian diiring dengan nasi dengan laukpauknya yang lezat-lezat cita rasanya.
Sesudah Adipati Yuyurumpung menyilahkan, maka mereka
berempat lain makan bersama-sama dengan lahap, sampai perut jadi
kembung.
Diantara bunyi piring dan cangkir yang berdenting ber sentuhan
kedengaran pula percakapan-percakapan yang diseling gelak tawa
kelegan. Tetapi Sondong Majeruk sikapnya. lebih tenang, tak
banyak tingkah. Lebih-lebih lagi ia tahu kalau dirinya berhadapan
dengan priyayi agung. Apabila semuanya telah selesai, dan semua
sisa-sisa hidangan ditarik kebelakang oleh abdi-abdinya, maka
Adipati Yuyurumpung lalu mulai mengajak bicara tamunya menuju
kearah inti-inti yang sesungguhnya.
"Sondong Majeruk!" katanya. "Semenjak daerah perbatasan
engkau amati ternyata keadaan Kadipaten Kemanguhan sekarang
manunjukkan tanda-tanda yang baik. Semua lalu-lintas sangat 38
lancar, orang-orang menyalankan tugas dengan aman. nya. Nab.
untuk jasa-jasamu yang telah kau buktikan ha, aku tak segan-segan
menaikkan gajimu. Dan dengan demikian kau bisa menaikkan taraf
kehidupan keluargamu."
"Ya. gusti. Tentu saja kalau gusti suka menaikkan pendapatan
saya pastilah isteri-isteri saya juga akan bisa membeli kain-kain
yang baru dengan bedak dan perhiasan-perhiasan yang bagus."
"Ya, atau kau bisa kawin lagi!" sahut Mangkubumi Singabangsa
cepat-cepat. Mereka bertiga pada tertawa riuh. Hanya membuat
Adipati yang sedang memutar otak itu jadi marah dan menggertak
Mangkubuminya.
"Huss! Jangan main-main begitu!"
Singabangsa cepat menutup mulutnya, diikuti dua orang yang
lain.
"Sondong Majeruk! Disamping apa yang sudah kukatakan semua
itu kepadamu, sesungguhnya telah lama aku mempunyai lawan
yang sangat kubenci. Dan bahkan kakak lawanku itu baru-baru ini
melarikan isteri mudaku." kata Adipati Yuyurumpung dengan
tenang, seperti seorang yang sedang melaporkan sesuatu untuk
meminta pembelaan.
"Siapa orang itu Gusti ?"
"Sondong Singa Jembangan."
Sondong Majeruk tunduk menganggukaanggukkan kepalanya
Berkali-kali matanya mengejap-ngejap seperti orang yang sedang
mencari jalan keluar.
"Kau kenal orang itu Sondong Majeruk?" tanya Adipati
Yuyurumpung mengejar terus.
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Gunawan Aj


Adipati Yuyurumpung Karya Haryono Hp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Photo Image : Awie Dermawan, Kurir : Yons
"Dia adalah kawan seperguaran saja yang tertua. " 39
"Dia?" ulang sang Adipati kaget dengan nada kecewa.
"Ya, Gusti. Sesungguhnya saja mempunyai dua saudara
seperguruan. Yang tertua Sondong dari Jembangan. Kemudian yang
kedua Sondong dari Medari. Sondong Medari ini bukan adik
kandung saja sendiri."
"Tetapi bukankah Medari itu termasuk wilayah Maja Asem,
Sondong Majeruk?"
"Memang demikian Gusti."
"Wah, kalau begirtu repot juga rencanaku ini. Dan mungkin bisa
gagal betantakan."
"Gusti punya rencana penting kiranya?"
Untuk menarik perhatian, maka sebentar itu Adipati Yuyurumpung diam tak mengeluarkan banyak suara. la bertopang
dagu, dengan muka kesedih-sedihan. Ketiga orang yang duduk
bersimpuh dihadapannya memang nyata-nyata telah terkena
sandiwara ini. Mereka ikut larut dalam kesedillan serta
menunyukkan sinar wajah yang berbela sungkawa.
Sesudah dipandangnya cukup, maka Adipati Yuyurumpung lalu
mulai lagi bicaranya, membuka kesepian itu.
"Begini Sondong Majeruk. Sekiranya engkau berkelahi melawan
salah seorang saudaramu itu. Apakah kau berani?"
"Oh, gusti, Sebenarnya kami bertiga berikrar tak hendak
bertanding kekuatan seperti itu. Bahkan untuk menjaga
keseimbangan, apabila salah seorang hendak mencuri atau
menyamun orang harus selalu memberi tahu satu sama lain lebih
dahulu. Dengan demikian kegiatan kami masing-masing dapat kami
ketahui bersama-sama."
"Apabila salah satu ada yang melanggar?" 40
"Seumpama salah satu ada yang melanggar, pasti akan
diselesaikan secara laki-laki. Sebab ini memang sudah merupakan
tekad kami semua?"
Sang Adipati mendehem, menghentikan pertanyaannya.
"Tetapi gusti, Sebenarnya saja bisa keluar dari ikrar kami
bersama itu."
"Caranya?"
"Yaitu kalan benar-benar gusti bisa menaikkan gaji saja. Sebab
bukankah dengan gaji yang cukup itu saya tak perlu lagi meramnok,
menyamun atau mencuri lagi? Jumlah pendapatan yang saja terima
dari gusti sudah cukup. Itu kalau gusti benar-benar setuju.
Adipati Yuyurumpung cepat-cepat menyahut.
"Bagus! Bagus! Te.ntu saja aku setuju sekali Sondong Majeruk.
Meskipun dalam soal ini sebenarnya merupakan urusanmu. Seperti
juga aku berurusan dengan Sondong Singa Jembangan, adalah
urusan pribadiku sendiri. Sekarang beginilah yang kumaksudkan,
apa sebenarnya engkau kupanggil kemari. Sudah lama sebenarnya
aku mengidam-idamkan pusaka milik Adipati Maja Asem. Pusaka
itu ada dua macam, Sondong Majeruk. Yang pertama berujud keris
bernama Rambut Pinutung, yang kedua berujud kuluk (topi
mahkota) bernama Kanigara. Hasratku memiliki benda pusakapusaka itu sangat besar, sebab aku tahu bahwa barang siapa yang
bisa memiliki benda-henda itu, dikelak kemudian hari akan menjadi
Adipati Pesantenan yang besar, yang akan mengusai seluruh daerah
yang luas pula. Dan kiranya cuma akulah yang paling tepat untuk
menjadi Adipati Pasantenan itu!
"Bagaimana gusti tahu, bahwa cuma gustilah yang paling tepat
jadi Adipati Pasantenan?" 41
"Ya! Bukankah aku lebih tegas dad pada Adipati Maja Asem?
Aku lebih memiliki darah lelaki dari padanya. Dan buktinya
seandainya aku memegang dua pusaka itu pastilah dalam sebentar
saja Pasantenan telah kukuasai. Tetapi dia? Apa yang kau lihat? Si
Suksmayana itu tak dapat berbuat sesuatu. Sebab penghalangnya
adalah aku!"
Keterangan Adipati Yuyurumpung dengan sombong sambil
menunjuk-nunjuk kearah dadanya sendiri. Mangkubumi
Singabangsa dan Gagakpahit yang semenjak tadi merenung-renung
dengan khajal bebasnya, sekarang ikut pula mengangguk-angguk
seperti baru sadar bahwa kata kata sang Adipati itu memang
mengandung kebenaran yang hebat. Sedang Sondong Majeruk
sendiri tenang saja, namun begitu semua kata-kata Yuyurumpung
dimasukkan dalam hati benar-benar. Sang Adi-pati mulai bicara lagi
menyerah :
"Nah. Sondong Majeruk. Sekarang soal ini aku serahkan
padamu, bagaimana jalannya agar aku bisa memiliki kedua pusaka
itu. Sangguplah kiranya?"
Sondong Majeruk belum menyahut, tetapi segera Adipati
Yuyurumpung meneruskan bicara lagi :
"Apabila kau berhasil, besarlah hadiah yang akan kau terima.
Kau akan bisa mengangkat seluruh keluargamu menjadi kaya.
Bahkan kalau kau mau, kau bisa membuat keluarga baru lagi!"
Sondong Majeruk mendengarkan janji sang Adipati. Sesudah itu
dia sendiri berkata :
"Saja adalah abdi gusti Adipati. Karena itu apabila gusti
memerintahkan tugas kepada saya, tentulah akan saya kerjakan
pula!" 42
"Bagus, Sondong Majeruk: Bagus! Sungguh kau pantas menjadi
contoh bagi kawula-kawula Kemaguhan ini akan taat serta setiamu
terhadap perintahku. Nah, apabila, nanti kau sudah berhasil,
lekaslah lari menyeberang sungai, tentu kau akan selamat, Jika
Adipati Maja Asem berontak akulah yang akan menghadapinya."
Sondong Majeruk mengangguk menyetujuinya.
Atas kegembiraan sang Adipati yang meluap, seketika itu juga
diperintahkan untuk mengadakan pesta besar-besaran secara
mendadak, merayakan si Sondong Majeruk. Untuk kedua kalinya
hidangan yang lezat-lezat membanjir. Lalu beberapa nayaka dan
perajurit-prajurit yang kebenaran sedang sowan bertugas diajaknya
pula bersantap, termasuk peracijurit-prajurit jaga.
Seperti mendapat kehormatan yang besar bagi mereka itu sebab
selamanya belum pemah terjadi sang Adipati kelihatan begitu
bermurah hati. Semuanya bersila menunduk dan makan sekenyangkenyangnya, seperti baru mendapatkan kesempatan yang tak bisa
dicari-cari lagi.
"Nah, ajolah jangan malu-malu dan jangan takut-takut!
Singabangsa! Gagakpahit! Pelopori mereka makan seperti
dirumahmu sendiri kalau dilayani bini-binimu yang kemaju itu! Ha
ha ha!" kedengaran suara sang Adipati yang meleng-king nyaring
itu mengatasi geremang orang orang yang sedang makan dengan
menyodorkan suguhan ganti berganti. Singa-bangsa dan Gagakpahit
tersenyuna malu-malu, namun begitu tangannya kelihatan
menjangkau kesana kemari dengau enak saja. Abdi-abdi wanita
yang bergiliran mengantar minuman dan makanan sebentar-sebentar
disuguhi senyum sang Adipati.
Bahkan kadang kadang tak jarang sang Adipati mencubit pantat
atau pipi mereka yang menggiurkan itu. Dan Abdi-abdi itu terpaksa
diam, meski dalam hati merasa jijik serta muak. 43
Ketika pesta telah selesai, maka kemudian Sondong Majeruk
diberi sebagian dari hadiahnya lebih dulu. Sedang sebagian yang
lain akan dilunasi setelah tugasnya berhasil.
"Sondong Majeruk! Lalu kapan kira-kira kau dapat membawa
pusaka itu ke Kemaguhan?" tanya Adipati Yuyurum pung.
"Dalam minggu ini juga saya berharap dapat menghaturkan
kedua pusaka tersebut. Dan janganlah dipanggil Sondong lagi. kalau
saja tak bisa mempersembahkan kedua pusaka itu kehadapan gusti!"
sumpah Sondong Majeruk dengan lancang serta tegas.
Adipati Yuyurumpung mengangguk-angguk serta sangat kagum
pada keberanian, utusannya ini.
"Sungguh kau hebat, Sondong Majeruk! Belum pemah aku
menemui orang seberani kau ini!" Adipati Yuyurumpung menepuk
nepuk bahu si Sondong Majeruk, disaksikan dua orang bawahannya
yang tersenyum senyum pula kepuasan.
"Sekarang juga saya mohon diri do'a restu gusti."
"Baiklah Sondong Majeruk. Tugasmu akan berhasil dengan
iringan do'a pangestuku."
Cepat Sondong Majeruk keluar dengan langkah yang pasti.
Gayanya membungkuk-bungkuk seperti jago tinju yang terkenal.
Sampai dihalaman diantar orang bertiga. Sondong, itu tak menolehnoleh lagi. terus berjalan mengarah kedesanya.
Yuyurumpung, Singabangsa dan Gagakpahit yang ditinggalkan
senyumnya tersungging dibibir. Sebenrar lagi pusaka itu akan
pindah ketangan sang Adipati, dan Kemaguhan akan menjadi
tampuk pemerirttahan dari seluruh Pesantenan.
Tarkala datang dirumah, Sondong Majeruk tak mau bicara apa
apa lagi. Pikirannya terpusat pada cara-cara tentang pencurian 44
kedua pusaka itu. Bahkan karena terlalu tegangnya dia berfikir,
sampai-sampai makanpun dia agak ogah-ogahan. Padahal hari itu
isterinya memasak sedikit agak diistimewakan. Tentu saja dengan
perobahan yang tak disangka-sangka ini, tak anehlah kalau
kemudian sang isteri itu jadi bertanya keheran heranan.
"Apa kau sedang sakit?"
"Tidak aku sehat walafiat."
"Tetapi kenapa mesei begini! Apa kau baru saja disuguhi gadis
cantik dan sekarang gadis itu masih membayang bajang pula
diangan-angan?"
"Tidak."
"Apa kau baru saja berkelahi dan kalah?"
"Tidak."
Tiba-tiba karma rasa tak sabamya, isterinya jadi mendamprat
menggebrak-gebrak amben dengan marah.
"Jadi apa sebabnya begini ha?" Cobalah bilang terus terang.
Jangan mencoba-coba bersandiwara!"
Sondong Majeruk maklum akan hal ini. Dibiarkannya dulu
isterinya itu melepaskan mengkal hatinya. Apabila sudah tepat
masanya, kemudian ia bilang dengan hati-hati.
"Mirah, aku termenung sebab sedang tirakat!"
"Tirakat? Tirakat? Tirakat apa lagi kini? Alasanmu selalu
macam-macam!"
Seperti perempuan kebanyakan, maka diam-diam isterinya
dihinggapi kecemburuan karena oleh suaminya yang kelihatan
ganjil itu. 45
"Benar Mirah. Aku tirakat. Tetapi jangau kau tanya untuk apa
aku berbuat seperti itu!"
Mirah melengos menyingkiri tatapan pandang Sondong Majeruk. Mukanya kelihatan kembali kemerah-merahan, serta matanya
bersinar-sinar tajam seperti harimau betina hendak mencakar.
"Tak usah banyak ngomong. Aku sudah tahu maksudmu.
Sesukamulah berbuat. Memang sebentar lagi pipiku peot, kulitkulitku keriputan tak bisa menarik lagi. Carilah ganti yang lebih
muda dan genit!"
"Kcnapa kau bilang seperti itu Mirah? Sungguh hanya kaulah
isteri yang paling kusayangi. Apa kau tak merasa bahwa hampir
semua harta benda yang kuperoleh itu kuberikan kepadamu?"
"Ya, tetapi kaupun meladeni yang lain lain itu. Dan tiap kali
pulang selalu muka yang muram itu temui! Aku jadi bosan kalau
mesti seperti ini terus-terusan."
"Ah. jangan begitu Mirah. Mereka sudah kusuruh mengalah.
Mengalah dalam segalanya!"
Sondong Majeruk mendekati isterinya. Tangannya hendak
meraih pipi Mirah yang montok itu. Biasanya Mirah akan selalu
membiarkan saja. Tetapi sekali ini tidak. Sebelum tangan Sondong
Majeruk menyangkau, Mirah telah sigap berdiri, kemudian dengan
geraknya yang kemayu lari masuk kamar. Dan pintu ditutup keraskeras.
Sondong Majeruk tersenyum ketawa melihat tingkah isterinya
yang lucu, cemburuan itu. Lalu ia menggumam sendirian seperti
berpasrah diri."
"Oallah! Perempuan perempuan! Duniamu cinta melulu!" 46
Sementara itu hari telah mendekati sore. Burung-burung telah
pulang kesarangnya Para penggembala beramai-ramai menggiring
ternaknya menuju kekandang. Angin sebentar bertiupan dan dingin
sampai ketulang-tulang.
Sondong Majeruk masih duduk bersidakep diatas ambin
Pandangnya tajam mengarah kedepan. Dan pikiran diputar untuk
mencari jalan. Dirasanya tugas sekali ini sungguh amat berat
dilakukan. Kalau tidak atas permintaan Adipati dae-rahnya niscaya
tak mungkin ia mengabulkan.
Kerja yang akan dia lakukan ini bukan berarti hanya sekedar
mencari pusaka-pusaka Rambut Pinutung dan Kuluk Kanigara saja.
Tetapi lebih luas lagi adalah menyangkut perang tanding dengan
orang-orang persekutuan Timur. Kadipaten Maja Asem. Dan salah
seorang dari Maja Asem iru terdapat Sondong-Medari, adik
kandungnya sendiri :
"Betapa berat! Saudara seketurunan darah hendak bertemu
dimedan perang. Betapa mungkin la hendak membunuh adiknya
sendiri. Adik yang sewaktu masih kecil dalam bimbingan orang tua,
selalu kelihatan rukun dan memberikan kasih sayangnya.
Kehidupan didunia memang aneh. Kadang kadang orang
dipertemukan dalam suasana mengharukan hanya karena di kuasai
oleh uang Seperti dirinya ini. Tetapi dia sudah terlanjur berjanji
dihadapan Adipati itu dan disaksikan sebagian kawulanya.
Kalau ia tak menepati apa yang telah dikatakannya, bagaimana
sorak hinaan dan ejekan yang akan dilampiaskan kepadanya? Lalu
mukanya hendak ditaruh dimana? Sungguh suatu hal yang sulit,
tetapi juga menyangkut perasaan dan kemanusiaan Sampai disini
khayal Sondong Majeruk berjalan, tiba-tiba ia sadar serta bangun
dari duduknya. 47
Dilihatnya diluar sudah gelap remang remang. Sudah saatnya
memulai kerja itu. Pelan ia melangkah mendekati pintu kamar
kemudian memanggil isterinya:
"Hai Mirah! Aku pergi sebentar lagi? Tetapi jangan kau tanya
kemana aku pergi!"
Dari dalam kamar tak terdengar suara apa-apa.
"Kau mendengar suaraku, ha?" ulang Sondong Majeruk lebih
keras. Tetapi kali inipun isterinya belum menjawab juga.
"Kalau nanti kau dengar ketukan empat kali, lekas bukakan
pintu. Itu berarti aku pulang. Kau dengar pesanku ini?"
Isterinya tetap membisu, menyehabkan Sondong Majeruk
berteriak marah-marah :
"Kau tuli hah? Kau dengar tidak bicaraku ini?!"
Oleh teriakan yang dahssyat ini, mirah menyawab gugup dari
dalam kamar.
"Ya ya ya! Aku dengar! Minggatlah sana! Carilah yang baru lagi
dan tak usah pulang!"
Sondong Majeruk tertawa terbahak bahak. "Sadarlah, bukanlah
kalau aku tak pergi kau akan mati kelaparan? O ya Mirah! Apakah
masih ada sisa candu?"
Isterinya muncul diambang pintu, lalu menyawab:
"Kau tahu sendiri, candu itu habis semenjak hari kemarin!"
Sondong Majeruk mengeluh. Kemudian menguap lebar, karena
mulutnya sudah amat haus, ketagihan. Lalu ia berkata. perlahan,


Adipati Yuyurumpung Karya Haryono Hp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti memberi tahu pada dirinya sendiri. 48
"Heh! Belakangan ini candu sudah hilang dari pasaran Pedagang
pedagang yang berada di Kalingga tidak juga punya barang ini.
Barangkali sudah dijualnya ke Pajajaran. Mungkin dikiranya
Kemaguhan tak perlu lagi pada candu. Bedebah betul-betul
pedagang-pedagang itu! Pikiran hanya dipusatkan untuk
menggendutkan perutnya sendiri."
Sondong Majeruk menguap lagi, sambil melebarkan matanya.
Ruas-ruas tulang yang merasa linu-linu dipijit-pijitnya dan ia
menghela napas panjang.
"Mirah! Aku pergi sekarang! Do akan agar aku berbasil ya? Kau
mau oleh-oleh apa hem?"
"Kau mau menyamun lagi?"
"Tidak. Kan aku sudah jadi pegawai Kemaguhan?"
"Mau kemana?"
"Sudahlah! Tutup mulutmu. Nanti malam saja bukakan pintu,
kalau aku pulang!"
"Heh! Mudah mudahan kau disambar geledek kalau cari bini
baru!" umpat isterinya dengan kcsal.
Dengan tertawa terbahak, Sondong Majeruk meninggalkan
rumahnya. Langkahnya pasti, menderap diiringi irama yang gagah.
Dibalik baju-baju tutupnya yang biru tua berpalang lorek,
pundaknya yang besar itu kelihatan datar. Dadanya bidang, serta
gaja jalannya membungkuk-bungkuk ketenangan. Kedua tangan
yang berotot-otot menggurat itu, menggantung kebawah.
Dipinggangnya terselip sebilah keris yang tak pernah ketinggalan,
setiap kali ia bepergian.
Waktu itu hari telah menginjak kesenja, sebentar lagi malam
datang mengembang. Angin bertiupan dingin, membuat Sondong 49
Majeruk sebentar-sebentar menyejapkan mulut serta memeluk leper
baju kutungnya lebih rapat.
Kepekatan mulai turun dari tempat ketempat. Bintang-bintang
dilangit satu dua menampakkan dirinya, berkelip-kelip dengan
sinarnya.
Tetapi ia tak mempedulikan b;ntang-bintang itu. Torus saja
kakinya dilangkahkan dengan pasti, tetapi juga selalu hati-hati serta
waspada.
Apabila ada jalan simpangan menuju kuburan, maka kesanalab ia
membelokkan arahnya. Kemudian diambilnya segenggam tanah
kuburan, sebagai syarat yang utama bagi kebiasaan orang yang
hendak melakukan pencurian.
Tanah-tanah ini nanti akan ditaburkan kerumah yang menjadi
sasarannya itu, agar penghuni-penghuninya lekas tersekat mulutnya
dan kemudian jadi tertidur.
Sesudah dirasanya cukup, Sondong Majeruk lalu balik kembali
mengikuti jalan yang menuju ke Maja Asem. Tidak lama lagi ia
sudah melintasi seberang sungai perbatasan. Matanya mulai
ditajamkan, dan telinganya dijereng lebar agar bisa cermat
menangkap suara. Sebab ia kini berada di daerah musuh. Jalannya
sekarang mengendap-endap, mencari tempat yang sunyi, agar tidak
berpapasan dengan orang. Langkahnya sangat tenang dan dilakukan
dengan diam-diam.
Dan tatkala tengah malam telah tiba, ia sudah memasuki
Kadipaten Maja Asem. Sebentar ia menengadah keatas pagar
perbentengan. Kemudian menoleh kekiri kanan.
Namun waktu ia akan memulai memanjat pagar itu tiba-tiba
tanpa disangka-sangka pantatnya seperti dicocok dengan benda
tajam. Lalu dari belakang menyusul sebuah suara : 50
"Hai turun! Tikus mana pula ini, sore-sore mulai kerja!"
Seperti disengat kalajengking rasanya. Tubuh Sondong Majeruk
menggigil seperti orang yang hendak masuk perangkap. Kemudian
ia turun dan berdiri tenang. Orang tersebut mendekat, meneliti
seluruh tubuh Sondong Majeruk. Ternyata ia seorang perajurit
keliling yang membawa tombak.
Sondong Majeruk berfikir kalau tak lekas-lekas bertindak
tentulah hanya akan memperhambat kerja saja. Dan benarlah.
Sewaktu perajurit itu hendak mencoba menarik keris dipinggang
orang yang dihadapi, Sondong Majeruk telah bergerak dengan
tangkas.
Orang itu disekap mulutnya, kemudian dicekik lehemya. Tetapi
mengeluarkan sesuatu si perajurit telah telentang kaku.
Kemudian majat ini diseret ketempat yang gelap dan ditimbuni
dedaunan.
Sondong Majeruk tak mau mundur kali ini. Pagar benteng
dipanjatnya cepat-ccpat dengan hati yang masih agak berdebaran
pula. Lalu ia melompat masuk. Kini dia telah berada didalam
halaman gedung Kadipaten itu. Tanah pekuburan dilemparkannya
sedikit demi sedikit kearah Renting serta tangga pendapa. Sesudah
habis semua, ia mengundurkan diri untuk menunggu akibatnya.
Duduknya bersimpuh ditempat gelap dibalik kayu yang tertumpuk
dekat kandang.
Matanya tak berkedip melirik kesana kemari.
Dipendapa dilihatnya ada tiga empat orang yang sedang berjaga.
Sondong Majeruk melepas manteranya. Dan seorang demi seorang
lama-lama pada menguap kepayahan dengan tubuh terasa lemas
lunglai. 51
Akhirnya tak lama kemudian mereka jatuh tertidur. Satu-satu
terdengar dengkumya bersengguran, bersahut-sahutan.
Keadaan jadi sunyi senyp, tinggal lampu-lampu pendapa saja
yang tetap dengan sinamya terang kekuning-kuningan.
Sondong Majeruk berdiri membetulkan letak bajunya. Ia berjalan
mendekati pintu samping. Atas khasiat mantra dan tenaga
raksasanya ia dapat menyebol pintu ini. Setelah lewat kamar-kamar
dan longkangan (ruangan kosong) akhirnya ia masuk keruang
dalam.
Langsung ia menuju kekamar peraduan Adipati Suksmayana.
Dilihatnya sang Adipati sedang tidur begitu tenang. Disampingnya
membujur isterinya yang molek. Sungguh suatu pasangan yang
sangat bagus dan serasi, seperti batara Kuma-Jaya dan Dewi Ratih,
yang sedang tidur ditaman Kaindran.
Sondong Madieruk agak berpikir pikir sejenak. Dalam keadaan
yang sesunyi itu, jelas sekali terdengar betapa hatinya berdetak. Ia
menjelajahkan mata mencari-cari dimana kira-kira pusaka itu
disembunyikan. Lalu ia menciapat jalan, biasanya orang-orang Jawa
menaruh benda benda pusaka selalu diletakkan diatas kepala-nya.
Pikirannya itu temjata benar juga. ia melongok-longok-kan kepala,
dan tepat diatas kepala sang Adipati ada dua benda yang
dunaksudkan.
Gemetaran juga tubuh Sondong Majeruk. Jangan-jangan sang
Adipati bangun dengan tiba-tiba. Tetapi untuk tidak menundanunda waktu, segera Sondong Majeruk mendekati dua pusakapusaka itu. Kemudian ia duduk bersimpuh dan menyembah tiga
kali, sesudah itu dengan hati hati diangkatnya Kuluk Kanigara
beserta keris Rambut Pinutung. Sewaktu ia pergi keluar,
langkalauya seperti orang diburu macan. 'T'ergesa-gesa hendak 52
sampai diluar, sebab kawatir kalau ketahuan. Melewati jalan yang
dilalui semula, akhirnya Sondong Majeruk sampai diluar.
Seperti kebiasaan para Sondong-sondong, maka Sondong
Majerukpun ketika menginjak halaman kembali, lalu berteriakteriak menyumbari musuhnya, dengan kedua tangan memeluk
benda keramat itu :
"Hai orang Maja Asem! Bangunlah! Jangan keenakan tidur lelap,
sebab rumahmu kecurian. Dan tahukah kau, barang apa yang hilang
dari tempatnya? Inilah. Kuluk Kani-gara beserta kcris Rambut
Pinutung! Kalau kau tak rela kejarlah aku!"
Setelah berkata begitu Sondong Majeruk melompati pagar,
kemudian menghilang dikegelapan malam, dengan lari membabi
buta.
Larinya seperti lari seorang ksatria yang menang perang. Dijalan,
tak diacuhkan semuanya. Ia mesti cepat-cepat sampai dirumah,
untuk menyimpan kedua pusaka itu, dan kemudian esok harinya
menyerahkan kepada Adipati Kemaguhan si Yuyurumpung.
Sementara itu terbangunlah Adipati Suksmayana. Gugup ia
mencari dua huah pusakanya. Ternyata sudah hilang dari tempatnya
semula. Maka gemetarlah dia. Kenaudian lari kependapa dan
memerintahkan agar kentongan dipukul sebagai tanda adanya
pencurian.
Sebentar saja terbangunlah seluruh penduduk dari Kadipaten
Maja Asem geger seketika. Gema bunyi kentongan be-runtun
runtun meriuh.
Orang orang berdatangan ke kadipaten dan saling bertanya dari
mulut kemulut mencari keterangan. Sedang anak bini ditinggalkan
dirumah, bahkan pada meringkuskan badannya menarik selimut
lebih keatas dengan tubuh menggigil ketakutan. 53
Kembang Jaya yang pada waktu itu sedang enak-enak tidur
dirumahnya juga mendadak terbangun dari tidur lelapnya, kemudian
memerintahkan pelajan untuk memperlengkapi kudanya. Setelah
disiapkan ia segera melompati punggungnya dan melecut kudanya
bertubi-tubi kearah Kadipaten.
Kudasuwengi dan Sondong Singa Jembangan yang sudah
mengabdikan diri pada Adipati Suksmayana, segera menuju ke
Kadipaten pula.
Sebentar saja pendapa telah ramai didatangi orang-orang Dan
tatkala Adipati Suksmayana meneranakan tentang hilangnya dua
buah pusaka Maja Asem, maka seluruh orang jadi tersirap darahnya.
Bahkan karena kagetnya ada sebagian orang yang berdiri tertegun
tegun dengan mulut melongo. Macam-macam tapsiran penduduk
yang diberikan pada adanya kejadian yang tak disangka sangka itu.
Sebagai seorang ahli, Sondong Singa Jembangan segera
memeriksa jejak pencurinya. Sebentar-sebentar ia mencium-cium
seperti laku seekor anjing polisi. Kemudian meledak bicaranya :
"Jagad Dewa Batara! Hamba kenal betul siapa pencurinya!"
Orang orang jadi terkejut serta menoleh, termasuk Kembang
Jaya dan Adipati Suksmajaya sendiri. Lalu mereka bertanya hampir
berbareng:
"Siapa pencuri itu?"
"Orang Kemaguhan, Gusti!
"Orang Kemaguhan? Siapa?"
"Siapa lagi kalau bukan saudara seperguruan hamba sendiri!"
jawab Sondong Singa Jembangan.
Adipati Suksmayana merasa perlu membicarakan soal, ini berdua
saja. Karena itulah kemudian Sondong Singa Jembangan dipanggil 54
masuk kedalam. Setelah Sondong itu menghadap besimpuh, sang
Adipati bergegas bertanya:
"Katakanlah! Aku berjanji takkan menghukumnya asalkan kedua
buah pusaka itu dikembalikan kepada kami!"
Sondong Singa Jembangan menyawab, "Pencurinya adalah
Sondong dari Majeruk!"
Seketika itu juga Adipati Suksmayana terdiam. Juga Kembang
Jaya beserta lain-lain orang yang kebenaran ikut menghadap.
Mereka semua kenal siapa Sondong Majeruk itu!
Mendengar namanya saja orang sudah cukup bergetar
jantungnya. Berkatalah Adipati Suksmayana kemudian: "Apakah
engkau sanggup menangkapnya?"
Sondong Singa Jembangan berdiann diri, dengan muka
menunduk berfikir-fikir. Setelah itu menyawab terus terang apa
adanya.
"Hamba sebenarnya tidak takut terhadapnya. Tetapi hamba
terpaksa menolak untuk berbuat demikian. Harap gusti ketahui,
Sondong Majeruk punya adik kandung sendiri. Andai kata hamba
bertengkar dengan dia, sudah pasti hamba akan dikerubut. Karena
itu hamba menolak."
"Tetapi bukanlah kau bisa menggunakan wadyabala perajurit
Maja Asem, Sondong Singa Jembangan?"
"Ada soal yang lain lagi gusti. Kami telah berikrar tak hendak
berkelahi, kecuali kalau kami melanggar wilayah masing-masing."
Mendengar keterangan ini Adipati Suksmajaya jadi bersedih hati.
Pandangnya runtuh ketanah, menandakan orang berputus asa.
Sondong Singa Jembangan merasa kasihan pula Karena itu ia
memberikan usulnya. 55
"Namun gusti tak perlu cemas hati. Masih ada jalan yang lebih
baik. Sekarang panggil saja Sondong dari Medari. Bukankah
Medari termasuk Maja Asem? Kita adu dia dengan kakaknya. Saya
percaya bahwa dia sanggup menangkap kakaknya sendiri."
"Lalu siapa seyogyanya yang pergi kesana?"
"Perintahkan saja pada Raden Kembang Jaya dan kakak hamba
Kudasuwengi. Pastilah dia akan datang. Tetapi usul hamba, jangan
ditangguhkan sampai besok pagi. Sebab hamba rasa, dua buah
pusaka tersebut pasti sudah akan berpindah tangan!"
Saran Sondong Singa Jembangan memang sangat bagus dan
meyakinkan. Semua diusulkan karena terdorong rasa cintanya pada
Maja Asem. Dan oleh saran yang bersungguh-sungguh itu. maka
Adipati Suksmayana memerintahkan secara mendadak agar malam
ini juga Sondong dari Medari segera dipanggil menghadap ke
Kadipaten.
Siapakah sebenarnya Sondong Medari itu?
Orangnya semampai dengan tubuh kukuh. Matanya Bening
menyinar tajam, tetapi selalu bergerak-gerak. Hal ini menandakan
bahwa ia adalah seorang yang cerdik lagi licin, Pada bibimya
tersungging sebuah kumis yang seleret tipis.
Apabila Sondong Medari tersenyum dia akan kelihatan tampan.
Lebih lebih lagi karena kulit badannya sendiri kekuning kuningan.
Jadi senyumpun lihat saja. karena tampangnya yang bersih itu,
orang takkan mengira kalau ia seorang sondong, jago kelahi dan
gemar pula menyamun. Tetapi dalam tugasnya menyamun atau
merampok itu, ia mempunyai ancar-ancar serta dasar yang baik.
Tidak pada setiap orang dia mau merampok. Orang-orang yang
menjadi mangsanya, adalah orang-orang kaya yang kikir, serakah
atau kejam terhadap sesamanya. 56
Dikabarkan bahwa Sondong Medari mempunyai isteri yang
tersebar dibeberapa tempat. Adapun maksudnya bukan semata-mata
karena didorong nafsu belaka. Melainkan berdasar atas kecerdikan
pikir. Tiap-tiap rumah isterinya itu tentulah akan dijadikan pos
pengungsian atau tempat bersembunyi apabila dia habis mencuri
atau menyamun orang ditengah jalan.
Terhadap isterinya ini, ia selalu berusaha berbuat adil. Semua
dijamin hidupnya serta diberi harta kekayaan. Dan pada mertuanya
iapun bersikap hormat bahkan sering dikunjungi, sebagai umumnya
orang muda yang harus selalu sayang dan patuh kepada orang tua.
Karena kepandaiannya dalam melindungi keluarganya itulah,
maka tak aneh kalau semua isterinya itu senantiasa keli-hatan akur
satu sama lain, apabila kebenaran mereka saling berjumpa.
Medari adalah sebuah pedusunan yang orang-orangnya hidup
dari bertani mengolah tanah.
Kepada sahabat-sahabatnya tetangga kanan-kiri inipun Sondong
itu kelihatan jujur, tak pernah berbuat kesombongan atau perihal
sesuatu yang sekiranya bisa menyakitkan hati.
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Gunawan Aj
Photo Image : Awie Dermawan, Kurir : Yons


Adipati Yuyurumpung Karya Haryono Hp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sondong Medari menyamun bukanlah mengambil tempat
dikampungnya sendiri, melainkan jauh dari Maja Asem dan
mempunyai tempat-tempat tertentu. Jadi bagi para tetangga itu,
mereka tak merasakan adanya kejahatan pada diri Sondong, sebab
Sondong itu tak pemah berbuat kejelekan kepada mereka semua
atau orang-orang kampungnya sendiri.
Malam itu Sondong Medari tidak dapat tidur oleh karena
kehabisan candu. Sudah seminggu ini matanya jadi merah dan
selalu berkunang-kunang.
la menguap sepanjang hari dari waktu-kewaktu. Rintihnya
senantiasa terdengar setengah mati. 57
Makan tidak dayan, minumpun hanya kadang kala saja. Yang
diinginkan hanyalah candu. Kegemaran mengisap cando adalah
dinamakan ?neret?. Apabila penyakit seperti ini telah merasuk dalam
tubuh orang, maka sebenarnya hal itu akarn sangat berbahaya.
Dalam ketagihannya yang memumiak, ia niscaya lupa terhadap
semua harta bendanya. Biasanya orang orang yang terkena penyakit
senaacam ini hidupnya lekas jadi melarat, barang-barang kekayaan
akan dijualnya kemudian dibelikannya candu. Padahal harga candu
amatlah mahalnya.
Seperti bainya penyakit berjudi, maka perempuan, minum
semuanya adalah penyakit-penyakit masyarakat yang berbahaya.
Apabila orang telah terkena salah satu, maka ia akan lupa terhadap
semuanya semuanya, bahkan hanya harta benda tetapi bahkan
termasuk anak isterinya. Orang melakukan kerja kemaksiatan
semacam ini semakin lama bukanlah semakirs jera, melainkan
semakin menjadi-jadi. Ingin terus menerus terlaksana
permintaannya. Apabila rasa ketagihan datang, karena rasa tak
tahan lagi, biasanya mereka berani berbuat apa saja, demi untuk
memperoleb barang yang dibutubkars itu.
Juga Sondong Medari malam itupm demikian. Badannya jadi
lemah lunglai karena ketagihan. Semangatnya bergerak jadi kurang.
la hanya mengumpat-umpat saja tak menentu.
Ia sesungguhnya tahu, dimanakah candu itu bisa diperoleh. Di
Kalingga! Tetapi Kalingga adalah terlalu jauh untuk waktu
sekarang. Sebab tenaganya benar-benar habis dikikis oleh candu.
Sewaktu fikiran Sondong Medari sedang ramai-ramainya
dipenuhi oleh persoalan candu ini, tiba-tiba datanglah utusan dari
Kadipaten Maja Asem. Gugup ia bangun dari tempat duduknya,
kemudian ia menyilahkan tamunya. Apabila Kembang Jaya yang
diantar Kudasuwengi itu menerangkan maksud kedatangannya, 58
maka bersuka citalah Sondong Medari karena dirasanya ia
mendapat jalan untuk memperoleh barang yang diharap-harapkan
itu. "Hamba sanggup mengerjakan perintah itu. Tetapi hamba minta
upah setengah kilo candu Dan nanti apabila telah herhasil hamba
minta dijamin tiga kilo candu setiap bulannya!"
"Tiga kilo candu? Kau sanggup menghabiskannya?" tanya
Kembang Jaya kelesu-lesuan.
"Ya, tiga kilo. Kalau hamba sedang ketagihan seperti malam ini
hamba sanggup menelan setengah kilo candu sekaligus!"
Tanpa tanya jawab lebih panjang, segera Sondong Medari
dibawa ke Kadipaten. Ternyata ia telah membuktikan
kesanggupannya itu. Tatkala dia memperoleh candu setengatt kilo
dari Adipati Suksmayana, maka ditelannya sekaligus dengan lahap,
karena ketagihan itu telah memuncak.
Seketika itu seluruh tubuhnya jadi segar dan kekuatan timbul
kembali. Kemudiau ia menyembah hormat, sambil berjanji hendak
mencuri kembali kedua pusaka yang hilang itu.
"Dapatkah kau mengembalikan ketis Rambut Pinutung dan
kuluk Kanigara itu ? Adipati Suksmayana bertanya menegaskan.
"Hamba sanggup!"
"Kalau gagal?"
"Potonglah leher hamba." jawab Sondong Medari mamap.
"Nah, janjimu didengar dan disaksikan orang banyak. Karena itu
hati-hatilah! Sebaliknya kalau berhasil, pahala besar sekali yang
akan kau terima. Engkau akan kami angkat menyjadi pegawai tetap
Kadipaten serta memperoleh jaminan 3 kilo candu setiap bulan." 59
Gembiralah hati Sondong Medari oleh janji sang Adipati itu.
Apabila demikian, pastilah hari-hari selanjutnya ia tak perlu lagi
merampok atau menyamun. Namun tak sampai hatilah ia
menangkap kakak kandungnya sendiri? Ya, kalau bisa ia hendak
membawa Sondong Majeruk keperundingan saja, atau setidaktidaknya hendak dibujuknya mencari perdamaian. Satu-satunya
jalan yang paling balk hanya inilah. Tetapi kalau ia tetap berikrar,
apa boleh buat. la mesti menghadapi dengan cara kejantanan. Maka
berbalik surut oleh karena kaki telah dilangkahkan serta mulut
terlanjur berjanyi. la harus bertahan sampai salah satu mati terkapar
diatas tanah. Pada perasaannya ia jakin bahwa dirinya duduk diatas
segi kebenaran.
Adipati Suksmayana yang dibela adalah orang jujur. Dan kedua
pusaka yang hendak diambilnya itu ialah milik Kadipa-en Maja
Asem, secara syah. Untuk kejujuran tak dibenarkan apabila orang
tak mau berkorban.
Pada malam itu juga diiring oleh doa puji seluruh kawula Maja
Asem, ia berangkat. Terlebih lulu ia pulang kembali kerumah untuk
membangunkan lembunya yang bernama Gumarang. Lembu ini
adalah merupakan kendaraan yang sering dinaikinya apabila ia
menempub jarak yang jauh. Tetapi malam itu Gumarang nampak
malas, barangkali perutnya lapar atau matanya masih mengantuk.
Sondong Medari tak sabar lagi. Diambiloja cambuk kemudian
Gumarang dilecutnya dengan membabi buta. Mendadak lembu itu
meloncat, keluar kehalaman. Tetapi ia tak juga mau berjalan.
Bahkan berdiri dengan man membesar seperti orang yang sedang
marah.
Sondong Medari lari kedalam rumaah, kemudian diambilnya
sebilah keris. Wah, jika kau ngambek juga tak mau berjalan, kubabisi nyawamu!" ancamnya. Ia mencambuknya lagi, lalu
melompat kepunggung. Lembu Gumarang mundur beberapa 60
langkah. Sondong Medari menusukkan kerisnya kepaha lembunya.
Oleh tusukan rasa sakit mendadak lembu Gumarang melompat
tinggi serta lari membabi buta merobohkan pagar dan merusak
binasakan tanaman pekarangan para tetangga.
Ia terus lari disepanjang jalan dengan nekadnya. Tatkala akan
menyeberang sungai perbatasan, ia tidak mau berjalan lagi.
Sondong Medari memecutnya berkali-kali. Tetapi 1embu
Gumarang tetap bersitegang pada tempatnya. Seakan-akan ia
sedang memperingatkan tuannya bahwa perjalanan malam itu
sangat berbahaya.
Sondong Medari tak hendak memperpanjang waktu, ia mesti
cermat serta harus cepat sampai di Majeruk. Diambilnya lalu
ditusukkan keris kuat-kuat kearah lambung si Gu-marang. Seketika
itu rubuhlah lembunya yang dahulu merupakan sahabat
sepenunggangan.
"Ya, matilah kau sekarang! Tetapi jangan salahkan aku. Aku lagi
menghadapi tugas penting, dan kau ngambek kuajak bekerja. Kalau
saja masih sempat pastilah kumakan dagingmu. Selamat tinggal
Gumarang, sekali ini aku bekerja sendirian!" Kemudian ia
menyebrang kali dan menuju desa Majeruk. Waktu dia memasuki
pedesaan itu malam naasih tetap berlangsung. Keadaannya gelap
pekat. Angin berembus dingin serta dedaunan mulai ditimpa embun
yang basah. Ia berjalan mengendap endap memasuki halaman
perumahan kakaknya. Dari luar hanya terlihat nyala lampu yang tak
seberapa terang. Sinamya menerobos melewati celah-celah dinding
yang rapuh.
Sementara ia berfikir-fikir tiha-tiba terdengar suara. Ia faham
sekali suara itu adalah suara Sondong Majeruk yang sedang bicara
dengan isterinya. 61
"Nab, aku pulang bukan? inilah kepentinganku mengapa aku
pergi!"
"Kalau kau menerangkan maksudmu, tentulah akupun takkan
bersakit hati" jawab isterinya.
"Soalnya, semula memang masih rahasia. Tetapi sekarang tak
ada rahasia lagi. Kau tahu, Adipati Yuyurumpung dari Kemaguhan
sangat bernafsu untuk memiliki keris Rambut Pinutung serta kuluk
Kanigara. Sebab barang siapa yang bisa memiliki dua buah pusaka
ini, niscaya ia akan menjadi Adipati besar yang menguasai daerah
Pesantenan dan sekitarnya."
"Tetapi apa sebab tidak kita miliki sendiri?" tanya isterinya.
Sondong Medari mengintip dari celah dinding. Ia melihat dengan
jelas, kakaknya tiba-tiba menengadah setelah mendengar tanya
isterinya itu. Matanya bersinar-sinar.
"Benar! Benar! Pendapatmu memang bagus! Ya, apa salahnya
kalau kita memiliki sendiri? Dengan demikian kita nanti akan jadi
orang yang berkuasa. Mendadak Adipati Pesantena yang perkasa.
Dan kau akan jadi permaisuriku."
Selesai kicaranya isterinya menyambung lagi tergopoh-go-poh
menyahut perkataannya. "Ah, tetapi jangan! Jangan! Lupakan saja
perkataanku yang tadi."
"Kenapa?"
"Sebab kalau engkau jadi Adipati. tentulah isterimu nanti akan
bertambah tambah. Dan sementara itu pipiku sendiri sudah peyot"
jawab isterinya.
Sondong Majeruk tertawa terkekeh kekeh, sudah itu menguap
lebar--lebar. 62
Percakapan itu hanya sampai disini. Sondong Majeruk kemudian
menghampiri ambin, dan menelentangkan diri. Tidak lama lagi
sudah jatuhf tertidur. Dengkumya bersengguran kedengaran dari
luar, lalu membubung setinggi atap.
Isterinya meletakkan kedua pusaka keramat itu diatas meja
dengan hati-hati sekali, sebab besok sudah akan dipersembahkan ke
Kemaguhan. Sesudah itu dia kemudian tidur pula menyusul,
menyejeri suaminya.
Sondong Medari yang berada diluar berlega hati. Ia
menyabarkan dirinya, menunggu beberapa saat. Setelah dihitungnya
saat yang paling tepat, akhirnya ia menggali tanah, inene-robos
dinding bawah. Apa bila telah berhasil memasuki rumah, kemudian
ia duduk bersimpuh, menyembah tiga kali, lalu kedua pusaka itu
diangkat pelahan-lahan.
Semuanya dikerjakan dengan hati-hati serta waspada tetapi
hatinya tenang saja Lewat pinta depan, ia sampai dihalaman, lalu
menyumbari kakaknya keras-keras.
"Hai Sondong Majeruk, bangunlah! Jangan tidur lelap disisi
isterimu! Ketahuilah bahwa barang curianmu telah kuambil
kembali, Kalau kau tak rela, kejarlah aku!"
Seperti disambar petir, Sondong Majeruk melompat dari ambin.
Dengan napas megap-megap tak teratur ia memeriksa barang
curiannya ternyata telah musnah. Seketika ia lari ke-luar rumah dan
bertanya : "Siapakah kau ha?"
"Adikmu sendiri, Sondong Medari?"
"O, iblis! Kembalikan buyung. Pusaka itu bukan mi1ikku
sendiri." 63
"Aku tahu, kau telah mencurinya dari Maja Asem. Kenapa tidak
lapor kepadaku, bukankah Maja Asem wilayahku?"
"Esok pagi aku hendak melaporkan padamu, buyung. Sekarang
malam telah larut!"
"Tidak! Kau hendak memutar balikkan sumpah kita. Dan lagi
kau berada difihak yang salah."
"Iblis! Kenapa kau bilang begitu padaku?"
"Ya, bukankah pusaka ini milik Adipati Suksmayana secara
sjah? Kenapa kau curi, hanya karena diperintah oleh
Yuyurumpung? Kau tahu Adipatimu orang serakah, tidak jujur dan
licik?"
Sondong Majeruk merasa tak bisa menyawab. la mengakui
kebenaran kata-kata adiknya itu. Tetapi sayangnya ia sudah
terlanjur berjanji pada Adipati Yuyurumpung dan sebagai Sondong
yang sudah tenar di Kemaguhan, tentulah akan malu apabila tugas
ini tak dilaksanakan. Akhimya ia berkata menyawab :
"Sudahlah, bujung. Marilah, berikan pusaka itu padaku. Maafkan
salahku. Kita berdamai saja."
"Aku bisa memaafkan kesalahanmu, kakang. Tetapi pusaka ini
tak bisa kau rebut. Aku mesti membawanya ke Maja Asem kembali,
sebab ini kewajiban!"
Sondong Majeruk tak sabar lagi, meski disekitar hawa dingin,
tetapi darah ditubuhnya mendidih panas. Lalu ia menantang.
"Bedebah! Apa kau kira aku tak tega mengajarmu, Sondong
Medari? Aku bisa berbuat sekehendakku sendiri, kau peduli apa?"
Sondong Medari menyawab tenang:
"Nab kalau begitu kaulah yang telah memulai pertengkaran ini." 64
"Maksudku kita berdamai saja."
"Baiklah, selamat tinggal!" Habis berkata Sondong Medari lalu
melarikan diri mengarah ketempat yang gelap, merunduk-runduk
agar tak dikejar oleh kakaknya.
"Iblis kau, Sondong Medari! Setan kau!" umpat Sondong
Majeruk. Dan ia lalu menyusul memburunya. Apabila sekiranya
hendak terkejar, maka Sondong Medari meletakkan kuluk Kanigara
diatas tanah. Lalu ia maju memapas kakaknya. Dan terjadilah
pergulatan yang seru. Dorong-mendorong, dari tempat ketempat
sambil melancarkan serangan. Keduanya seperti banteng-banteng
muda, yang seimbang kekuatannya.
Tetapi Sondong Medari kelihatan lebih lincah serta cekatan,
hingga menyebabkan Sondong Majeluk agak kerepotan juga.
"Kau begini segar, sudah kemasukan candu barangkali
mulutnya?"
"Ja, setengah kilo, kutelan sekaligus!" jawab Sondong Medari.
"Nah! Pantas gerakanmu cekatan seperti ini!"
Mereka terus serang menyerang, Sondong Medari dapat
menebah dada lawannya. Seperti terkena gumpalan batu besar, dada
Sondong Majeruk terasa sesak, dan tenggorokan seakan akan
disumbat. Lalu batuknya kedengaran beruntun-runtun. Apabila
battik telah habis, dan nafas longgar kembali, kemudian ia berdiri
gagah menyerang adiknya.
Sondong Medari maju, terhantam perutnya. Mendadak ia
meringis ringis serta undur terhuyung-huyung. Serasa diaduk
seluruh isi perut, dan bumi bagai goyang dengan pepohonan
berputar-putar. Namun iapun tegak ketnbali, dan sewaktu totokan
kedua datang ia bisa mengelak kesamping, bahkan lawannya 65
bertanding itu tersungkur karena tertipu. dan akibat kekuatan yang
disentakkan. Dengan menggerana-geram Sondlong Majeruk
bangun. Lalu desisnya keluar.
"Heh! Pintar juga kau buyung. Beserta gigi gemeletuk panas,
sehabis bicara itu secepat kilat ia menghantamkan kepalan
tangannya kearah tengkuk Sondong Medari. Sondong Medari
manbungkuk bungkuk, dengan mata buyar berkunang-kunang. la
merasa malu apabila tak dapat menebus hutangnya yang sekali
Sewaktu kakaknia agak terlena sedikit, ia sudah bisa meloncat
kebelakang silawan, lalu menjejakkan kakinya kearah punggung.
Keruan saja Sondong Majeruk tertelungkup ketanab. Mulutnya
nyeri dan mengeluarkan darah karena mencium batu. Kedua jago
yang sama-sama. tangguhnya berkelahi sampai fajar menyingsing


Adipati Yuyurumpung Karya Haryono Hp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hampir tiba. Waktu itu sadarlah Sondong Medari dan pikimya :
"Kalau aku berkelahi disini, rentu akan dikerubut orang banyak
sebab disini bukan daerahku."
Terbawa oleh pikiran semacam ini maka ia kemudian melarikan
diri dan lari secepat-cepatnya sambil menyahut pusaka yang tadi
dileletakkan ditanah.
Sondong Majeruk jadi mendongkol, dnarahnya naik dengan gigigigi gemeletuk beserta tangan yang mengepal-ngepal. Maka ia.
memburunya.
Dan Sondong Medari berhenti, menyerang, kemudian lari lagi.
Sikapnya terus demikian. Dan tatkala mereka samnpai di sungai
perbarasan perke}ahian semakin tambah sengit, mereka bergulat
melontarkan amarah serta dendamnya yang bertumpuk-tumpuk.
Sondong Medari dengan gigihnya mempertahankan diri. Dan
Sondong Majeruk nampak tambah bernafsu pula, untuk segera
mengalahkan lawannnya. Karena sudah sama-sama jemunya. maka 66
untuk segera mengakhhiri perang tanding yang tak ada habishabisnya itu. keduanya lalu sama-sama melolos sendiata. Kemudian
saling menusuk perutnya, iga-iganya dan tempat yang lain lagi
senjata didaratkan. Namun rupanya kedua orang ini sama-sama
kebal pula, hingga kedua keris itu tak mempan sama sekali, dan
tubuh mereka masih tetap utuh segar bugar. Sondong Medari lari,
lalu berkata menceburkan diri kedalam sungai. Ia berenang secepat
mungkin, pada pikimya asal kedua pusaka itu dapat diselamatkan.
Dan Sondong Majeruk tidak mau ketinggalaan. Iapun meloncat
dan ambjur kebawah. Sekarang perkelahian terjadi dipermukaan air.
Tangan-tangan mereka saling menjangkau, membanting-banting
dan membenamkan. Gemuruh air terdengar menyelingi suara-suara
hantaman mereka.
Keduanya sama-sama agak kepayahan sebab sebenrar sebentar
mesti menghadang arunts air untuk bertahan ditempatnya, itu, apa
lagi keadaan sekeliling sangat gelap. Akhirnya Sondong Medari
berbasil juga mentiapai tepi diseberang. Kemudian lari membabi
buta seperti setan. Sondong Majemkpun meloncat kearah seberang
lalu memburu lagi dengan nafas terengah-engah. Jalan masih
remang-remang, ia kuwatir kalau buruannya hilang.
Akhirnya apabila telah terkejar, kini perkelahian dilanjutkan
didaratan. Tenaga baru seperti timbul kembali, sebab baru saja
tersiram air yang dingin.
Sondong Medari sangat lincah gerakannya, hantamannya bertubi
tubi datang. Bahkan sebentar-sebentar ia bisa menjegal lawannya,
menyebabkan Sondong Majeruk rubuh ketanah.
Namun Sondong Majerukpun adalah orang yang sudah terlatih
menghadapi lawan. Tiap kali jatuh, dengan gagahuja ia bangun
kembali, hingga membuat Sondong Medari jadi keheran-heranan. 67
"Sondong Majeruk! Kuat juga kau bertahan ha?"
"Sampai kiamatpun, aku tetap akan memburumu!" jawab
Sondong Majeruk dengan bengisnya.
Sehabis berkata mereka lalu serang-menyerang. Keduania
berputar-putar membentuk kalangan dengan kaki-kaki mengais
tanah. Daun-daun disekitamya yang terinjak, bunyinya berderakan
beserta debu-debu berterbangan. Nafas saling sama-sama
kedengaran mendesah. Keringat membasahi seluruh tubuh.
Perkelahian didaratan ini berlangsung sampai siang hari. Dan
akhirnya sampai petang hari datang mengembang. Mereka bergulat
dengan tiada henti-hentinya. Sondong Medari menang masih segar
juga nampaknya. Sedang lama-lama Sondong Majeruk semakin
kelihatan letih karena candu yang menggugat dalam dirinya. la
menguap berkali kali. Matanya nampak sangat mengantuk.
Akan tetapi didorong oleh kemauannya yang keras, ia masih
kuasa menghalaukan lawannya dan mendupaknya menyingkir.
Keris masing-masing tinggal satu jengkal panjangnya, karena
sudah satna-sama patah tak bisa mempan ditancapkan dalam kulit
mereka yang wulet. Sekalipun demikian masih, ditusuk-tusukkan
juga.
Sedikit banyak Sondong Medari mengakui, bahwa kakaknya
sesungguhnya mempunyai tenaga raksasa yang kuat. Betapa
menakutkan serangannya, apabila ia tidak diamuk oleh pengaruh
candu itu.
"Habiskan tenagamu, Sondong Medari. Aku sedia menadahi."
"Akupun takkan mnndur kakang. Dan akuyjakin pasti kau akan
mampus nantinya, sebab berada dipiak yang salah." 68
"Jangan banyak cerewet! Cobalah bunuh aku." tantang Sondong
Majeruk jengkel.
Sondong Medari menusukkan keris, dan Sondong Majeruk
menadahi dengan dadanya terbuka lebar beserta mulut menguap
panjang-panjang. Sesudah itu ia sendiri membalas menusukkan
kerisnya kearah mata Sondong Medari.
Seketika itu berkunang kunanglah mata Sondong Medari,
matanya sangat pedih. Lalu dengan geramnya ia ganti
menyarungkan kerisnya kearah perut lawannya. Dan perut Sondong
Majeruk berbunyi berkerinyuk.
"Setan!" maki Sondong Majeruk terhadap perutnya itu sendiri.
"Minta makan juga rupanya dia? Adakah kau melihat warung?"
"Kita bisa makan dulu!"
Sondong Medari tak menyahuti ia melihat sebuah kesempatan.
Dan dengan cepatnya ia menyahut kedua pusaka itu kemudian
dibawa berlari.
"Iblis! Pintar juga kau!" teriak Sondong Majeruk dan ia terus
memburu. Tidak lama antaranya, datanglah Sondong Medari didesa
sahabatnya yang bernama Ki Bandar.
Ki Bandar adalah seorang pedagang kebutuhan sehari-hari. Bagi
Sondong Medari rumah sahabatnya ini menjadi sebuah
perlindungan yang amat baik. yaitu apabila ia dikejar-kejar oleh
polisi atau orang-orang ditengah jalan sehabis menyarum, maka
kerumah Ki Bandar itulah dia sering kali bersembunyi. Begitulah
malam itupun, ketika ia sampai didesa sahabatnya itu, segera saja ia
menuju kerumah dan mengetuk pintunya.
"Siapa diluar?" Tanya suara teguran dari dalam.
"Say. Sondong Medari" 69
"Malam-malam begini lagi datang. Kenapa?" Ki Bandar diiring
isterinya sesudah membuka pintu.
"Lindungilah saya. Badan saya amat lelah. Saya dikejar-kejar
kakang Sondong Majeruk!" jawab Sondong Medari sambil masuk
kedalam terburu-buru.
Tetapi bagi Ki Bandar sendiri, setelah mendengar keterangan itu
jadi terkejut.
"Kenapa berkelahi dengan saudara sendiri? tanya isteri Ki
Bandar dengan nada meninggi.
Sondong Medari lari kebelakang dan bersembunyi digudang
yang penuh dengan hasil bumi, seperti kacang kedele, jagung, beras
dan sebagainya.
Sondong Medari bersembunyi dibalik timbunan padi. Kemudian
tidur bersengguran dengan sembrononya, tanpa kuwatir sedikitpun.
Tidak lama kemudian Sondong Majeruk datang dengan tergopoh
gopoh.
Nafasnya tak teratur. Badannya juga sangat lungkrah karena tak
kemasukan candu. Dengan kasar ia mengetuk pintu. Dan apabila Ki
Bandar telah mencungulkan kepala keluar, ia segera bertanya;
"Hai, kau melihat tikus itu?"
"Tikus yang mana?" tanya Ki Bandar dengan tubuh gemetar.
Tikus yang mana lagi kalau bukan Sondong Medari"
"Saja tidak tahu."
"Jangan bohong! Kau sembunyikan dia bukan?" gertak Sondong
Majeruk ganas, membuat Ki Bandar semakin kaget mendadak,
seperti hendak meletik dari tempatnya berpijak. 70
"Sungguh, saja tidak tahu."
"Awas! Kalau kau ikut campur, kuhabisi nyadiamu!" ancam
Sondong Majeruk.
Tanpa minta ijin lebib dulu, Sondong Majeruk telah menyuruk
masuk, kemudian menyelayahi kamar-kamar serta seluruh sudut
rumah dengan gerak gerik menakutkan. Isteri Ki Bandar sendiri jadi
menangis, namun ia tetap bungkam, sebab benar-benar dalam
keadaan sulit.
Andai kata ia memberi tahukan hal yang sesungguhnya, pasti
Sondong Medari akhiraja nanti akan membalas dendam Sedang
kalau tidak, Sondong Majeruk mengancam dengan ganasnya.
Karena terbawa kebingungan yang memusingkan maka adanya
mereka duduk terhenyak diambin beserta badan menggigil serta
tangan mengelus-elus dada. Lewat pintu tengah, Sondong Majeruk
mendekati gudang, kemudian menyelidik tajam seperti laku seekor
anying pemburu. Setelah jakin benar, ia berkata gembira.
"Nah, inilah tikusnya! Dia tidur didalam gudang rupanya!"
"Bukan! Bukan itu!" teriak isteri ki Bandar menghalangi.
Tetapi Sondong Majeruk tak memperdulikan. Ia terus saja
masuk, setelah pintu roboh didobraknya. Oleh bunyi dobrakan i.tu,
Sondong Medari yang sedang enak-enak mendengkur jadi kaget dan
bangun mendadak. Seketika itu juga ia menyerang dari arah dalam,
Sondong Majeruk mengejarnja lagi. 71
BAGIAN II
DILUAR udara sangat gelap. Awan hitam datang berarak-arak,
kemudian langit diliputi mendung tebal. Tidak lama hujan turun
dengan derasnya. Tetapi kedua jagoan yang sedang berkelahi itu,
tak mempedulikan semuanya. Mereka terus bergumul dari tempat
ketempat. Angin berdesau membawa bunyi yang menderu
bercampur derai hujan yang lebat.
Pakaian mereka sudah basah kuyup tak karuan. Begitu juga
pusaka yang dibawa oleh Sondong Medari. Sondong Medari lari
lagi, kemudian berhenti menusukkan kerisnya, tak lama lagi lari
pula.
Demikian ia berlaku terus menerus disepanjang jalan.
Maksudnya ia hendak mengembalikan dua buah pusaka itu dulu
kepada yang berhak, kemudian nanti Sondong Majeruk hendak
dihadapi dengan sungguh sungguh.
Sebaliknya Sondong Majeruk tambah bernafsu. Ia terus
memburu membabi buta. Matanya setengah terkatup karena
mengantuk, sedang mulutnya menguap terus-menerus.
Kira-kira menyelang tengah malam, Sondong Medari tiba didesa
Jantra. Ingatannya tiba-tiba timbul, bahwa didesa ini ia mempunyai
isteri yang termuda lagi cantik. Dami isterinya itu adalah anak
seorang janda. Badannya langsing, pinter merayu dan gerakgeriknya kemayu sekali. Tiap kali lelaki pada memandang, niscaya
hatinya akan tergiur dan akhirnya jatuh cinta. Oleh ingatan ini maka
Sondong Medari jadi cepat cepat melangkahkan kakinya menuju
kerumah isterinya itu. 72
Kalau pintu muka yang sudah tertutup itu diketuknya. Mertuanya
yang datang membuka, sambil membawa lampu. Dan keluar
tanyanya.
"Siapa ya?"
"Sondong Medari. Menantu Simbok yang tampan!"
Janda Jantra tertawa terkekeh-kekeh, sambil menggeret tangan
menantunya. Kemudian memanggil-manggil anak perempuannya.
"Genduk! Bangunlah! lni suamimu yang datang. Pastilah dia
capai benar."
Tak lama kemudian isterinya nampak keluar dari kamarnya,
sambil menggelung rambutnya yang terurai. Sekalipun matanya
masih redup karena mengantuk, tetapi justru ajunya malah
bertambah-tambah.
"Dami, Maafkan ya, tengah malam aku datang."
"Wah, kakang" sahut isterinya yang manja. "Apakah saja mesti
heran? Hujan sih! Coba kalau tak hujan pasti kakang tak mau
kemari!"
Ibunya tertawa terkekeh-kekeh. Dan tersenyum malu-malu.
Namun hatinya lama-lama tergiur juga setelah menutup isterinya
yang cantik.
"Suamimu kedinginan! Ajolah ambilkan baju. Dan ajak dia
kekamar..... Kasihan!"
Dami mencibirkan bibimya dengan mata melirik ganas, lalu
tersenyum menyindir.
"Ah, jangan tidur sini! Nanti membasahi diriku!" 73
Sondong Medari jadi gemas. la mendekat dan mencubit pipi
isterinya yang montok. lbunya tertawa lagi gelak Katanya:
"O Allah! Kalian orang-orang yang tak waras otak. Masak
bercumbuan dihadapan orang tua begitu!"
Ketiganya tertawa serempak. Sesudah diam beberapa jenak,
Sondong Medari ingat.
"O iya, Mi. Kalau tak salah aku masih punya sebutir candu,
kusisipkan didinding."
"Benar begitu kakang?"
"Cobalah cari!"
"Ajolah, nduk! Barangkali suamimu lagi lemas. Karena kurang
candu. Carikan lekas, biar dia timbul tenaganya!" tambah ibunya
sambil terenyum dan ikut mencari pula dengan membawa dian
kesana kemari.
Setelah sebutir candu itu ditemukan, Sondong Medari lalu
merangkul isterinya dengan kasih. Kemudian ia memberikan
pesannya. Ibunya melotot juga tak tahu apa yang dimaksud. la
hanya menatap saja.
"Nah, sekarang dengarkan, Mi!" kata Sondong Medari.
"Sebentar kakakku datang. Sambutlah dia, dan berikan candu ini.
Layanilah dia. Tetapi kau harus waspada dan hati-hati benar. Kalau
kau ditanya, jangan bilang bahwa aku disini. Aku hendak
bersembunyi dibawah ambenmu!"
Dami menganggukkan kepala menurut dengan wajah sedikit
takut. Sondong Medari sendiri jadi kasihan. Tetapi terpikir bahwa
hanya inilah satu-satunya jalan yang paling baik. Janda Jantra
sendiri jadi penasaran, dan melontarkan tanya tak sabar : 74
"Apa kau berkelahi dengan kakakmu sendiri?"
"Ya!"
"O Allah Tobat! Tobaaaaat !"
Baru saja mereka diam, tiba-tiba terdengar derap kaki diluar
diikuti napas yang tersengal-sengal. Sondong Medari melompat
kedalam dan bersembunyi dibawah ambin isterinya.
Pintu digedor-gedor dari luar Sondong Majeruk segera masuk tak
sabar. Namun matanya mengawasi kesana kemari dengan sinar
kejalangan. Ia segera menanyakan buruannya. Isteri Sondong
Medari yang cantik dan kemaju itu menggoda dengan
mempermainkan sebutir candu sambil berkata :
"Inilah candu adikmu. Dia berjanji malam ini mau datang, tetapi
mana buktinya? Adikmu memang pintar! Huh!" lalu Dami meludah
ketanah dengan gerak-gerik yang menggiurkan hati.
Tatkala Sondong Majeruk menatap candu itu, segera matanya
membesar dan tertawa kegembiraan.
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Gunawan Aj
Photo Image : Awie Dermawan, Kurir : Yons
Dengan kasar ia merampas
candu itu dari tangan Dami. Kemudian dengan beraninia memegang
pergelangan tangan siwanita dan menarik-nariknya.
"Ajo layanilah saya! Biar kuisap candu itu"


Adipati Yuyurumpung Karya Haryono Hp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saya nanti dimarahi adikmu!"
"Jangan takut! Akulah yang bertanggung jawab. Apa-bila dia
marah, suruh dia menemui aku. Dan kalau dia tetap cemburuan, kau
akan kukawin dan kubojong ke Majeruk."
Sondong Majeruk masuk kekamar sambil meminta bedudan
(pipa) dan dian, kemudian menelentangkan diri mengisap candu itu
nikmat-nikmat. 75
Dengan kasar Sondong Majeruk merampas candu dari tangan
Dami. Kemudian dengan beraninya memegang pergelangan
tangan wanita itu dan menarik-nariknya. 76
Sondong Medari yang bersenibunyi dikolong amben, hatinya
semakin gemas sambil mengikuti gerak-gerik kakaknya itu. Dan
ketika ia melihat isterinya ditarik-tarik masuk, hatinya semakin
panas serta nafsu amarahnya memuncak naik sampai dikepala.
Demikianlah, karena terkena pengaruh candu disertai rasa kantuk
yang amat sangat, dalam sekejap saja Sondong Majeruk telah
tertidur pulas, dengan. dengkumya membubung setinggi langit.
Dengan tak sabar Sondong Medari keluar dari tempat
persembunyian ditolong oleh isterinya.
Agak beberapa saat ia menatap kakaknya yang sedang lelap
dalam mimpi. Rasa keheranan datang menghilubau, tetapi kemudian
hitang dan diganti dendam kenaarahan yang amat dalam, lebih.
lebih kdlau dia ingat akan gerak-gerik kakaknya yang baru saja
dilakukan. Akhirnya dengan otot-otot menge-jang dan bibir
gemetaran beserta muka merah ia menarik keris pusaka Rambut
Pinutung. Lalu hatinya berbicara :
"Kakang Sondong Majeruk! Maafkan aku, Kau terpaksa
kubunuh dengan pusaka Rambut Pinutung Karena perbuatanmu
kurang baik.
Pertama : kau mencuri tanpa memberi tahu padaku, itu berarti
mengingkari ikrar kits tanpa perundingan lebih dulu.
Kedua : engkau membujuk isteri adikmu sendiri.
Ketiga : kau membela dan mengabdikan diri pada orang serakah
seperti Yuyurumpung Adipatimu itu."
Sesudah angan-angannya membantui kata-kata ini, Sondong
Medari lalu membangunkan kakaknya. 77
Sondong Majeruk bangun terkejut. Dan sebelum dapat berbuat
sesuatu, dadanya sudah tertembus oleh keris pusaka Rambut
Pinutung yang sakti itu. Ia menggeliat sekali dengan jeritan
mengerikan, sudah itu mati terkapar diatas amben. Darahnya keluar
membanyiri lantai kamar.
Sondong Medari segera bergegas keluar kemudian lari membabi
buta menuju Kadipaten Maja Asem.
Dengan kejadian ini, sudah barang tentu janda Jantra serta
anaknya jadi terkejut. Mereka berdua gemetaran tubuhnya, sebab
ada pembunuhan ditengah malam. Dan memandang tak ada
habisnya. "Apa yang mesti kita kerjakan genduk? Suamimu
membikin susah orang saja."
"Kita buang keperbatasan saja simbok? jawab anaknya. Dan
merekapun bersepakatlah.
Dibawah hujan lebat yang tidak ada henti-hentinya,. mereka
menyeret bangkai itu dari tempat ketempat. Darah sang tercecer
ditanah cepat dapat hilang terbawa air hujan. Dan menyelang fajar
menyingsing mereka telala berada di tepi sungai perbatasan.
Bangkai Sondong Majeruk diletakkan begitu saja, tepat ditepi kali.
Kemudian mereka berlari pulang kerumah dengan ketakutan yang
amat sangat.
Sementara itu Sondong Medari telah menghadap Adipati
Suksmayana dengan mempersembahkan kedua pusaka itu. Adipati
Suksmayana sangat bersuka-cita dan mengucapkam terima kasih
kepada Sondong Medari.
Tak lama kemudian terdengar kentongan jauh dipukul bertalutalu menandakan adanya raja pati. Seluruh kadipaten gager dengan
mendadak. Kemudian dari mulut-kemulut terdengarlah kabar bahwa
Sondong Majeruk meninggal, karena dibunuh orang ditepi kali. 78
Rombongan Adipati Maja Asem segera berangkat diiring
pendereknya menuju ke perbatasan. Sedang Sondong Medari tak
diperkenankan ikut. la sudah menduduki tugasnya yang baru
sebagai pegawai Kadipaten dan mendapat jaminan candu 3 kilo
gram setiap bulan.
Waktu rombongan Maja Asem tiba ditepi sungai, ternyata
rombongan Yuyurumpungpun sudah siap menanti disitu.
pertengkaran segera terjadi untuk mencari keterangan, kenapa
pembunuhan itu sampai terjadi dan siapa pembunuhnya. Adipati
Yuyurumpung dengan sombong menuduh fihak Maja Asem.
Berulang kali bicaranya melengking-lengking mengatasi suara
semua orang.
"Tentu orang-orangmulah yang membunuh! Tak ada lain!"
"Kenapa kau yakin begitu?" tanya Suksmayana.
"Ya. Sebab Sondong Majeruk orang wilayah barat. tak mungkin
dibunuh warga sendiri!"
Tiba-tiba Adipati Suksmayana mendapat akal, kemudian
membelokkan persoalan kearah lain.
"Baiklah kalau tuan menuduh begitu. Tetapi sekarang ini mesti
dicari sebabnya. Kenapa Sondong Majeruk sampai dibunuh? apa
kesalahannya? Nah, cobalah tuan jawab!"
Adipati Yuyurumpung jadi gugup mendadak. Dengan polah dan
gerak-gerik yang menggelikan ia menolak penyelidikan dibidang
itu, sebab nanti akah terbuka rahasianya.
"Saya tak mau sebab-musabab itu dibongkar-bongkar. Porsoalan
pembunuhan ini harus dibatasi. Yang kita cari tetap hanya satu :
"Siapa pembunuh Sondong Majeruk!" 79
Pertengkaran itu tak ada babis-habisnya, kedua rombongan
sama-sama ngotot mempertahankan diri. Akhirnya jaksa Singapadu
terpaksa didatangkan Ia sendiri yang memeriksa bangkai itu yang
lain tak diperbolehkan ikut. Sesudah itu ia bertanya :
"Apakah tuntutan masing-masing?"
"Bagus,-bagus! Bagus! Tentu saja seperti yang dulu. Kalau
bangkai menghadap ke Timur, berarti orang Barat yang membunuh
dan aku yang bertanggung-jawab Tetapi kalau bangkai menghadap
ke Barat tentu orang Tiimur yang membunuh dan bertanggung
jawab!" kata Yuyurumpung kepongahan.
"Lalu apa pidananya?"
"Uwah! Tentu saja seperti yang dulu juga. Masak mau digantiganti!" hardik Yuyurumpung.
Waktu itu Adipati Suksmayana sudah cemas. Karena andaikata
dia dan rombongannya yang kalah berarti harus menyerahkan
pakaian dan pulang dengan telanjang bulat seperti perjanjian yang
dulu diadakan.
"Sudah! Sekarang marilah kita buktikan dan kita lihat bangkai
itu secara bersama-sama." kata jaksa Singapadu. Berdesakan
mereka maju kemuka. Setelah semua menyaksikan maka jaksa
Singapadu kemudian menetapkan bahwa Adipati Yuyurumpung
yang harus bertanggung jawab, sebab bangkai itu menghadap ke
Timur, ini berarti orang barat pembunuhnya.
Seketika itu Adipati Yuyurumpung jadi pucat tak bisa bicara
lagi.
Pelan-pelan membuka bajunya, ikat pinggang. kuluk sampai
celana, diikuti oleh rombongannya termasuk Mangkubumi
Singabangsa dan Gagakpahit. 80
Dengan demikian mereka pada kembali pulang dengan telanjang
bulat. Anak-anak penggembala yang kebenaran berpapasan dengan
rombongan aneh ini, pada ketawa ramai, menyebabkan sang Adipati
marah-marah tak keruan. Kemudian ia memerintabkan agar semua
pintu rumah yang akan dilewati ditutup, agar supaya tak dilihat
orang.
Namun begitu nyatanya banyak yang pada mengintip, lebih-lebih
pan wanita" ingin menyaksikan Adipatinya yang degil itu berjalan
telanjang bulat seperti orang sinting.
Sedang Mangkubumi Singabangsa dan Gagakpahit tak terdengar
cakapnya disepanjang jalan. Mukanya menunduk ketanah, dengan
air mata menetes-netes akibat sedih karena terkena aturan buatan
Adipatinya sendiri.
TAMAT
Dikisahkan kembali oleh : Drs. Harjono. HP
Telah Dimuat Di Harian "Kedaulatan Rakyat" Jogja 81 82 83 84 85
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Gunawan Aj
Photo Image : Awie Dermawan, Kurir : Yons
The Heroes Of Olympus 3 Tanda Athena The Mark Of Athena Kemarin Hari Ini Dan Esok Karya Risnawati Tambunan Pendekar Mata Keranjang 2 Bara Di Jurang Guringring