Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono Bagian 1
1
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono2
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono3
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono4
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
WIDI WIDAYAT & KARSONO
AJI GORA MANDALA
Jilid 1
Cetakan Pertama
1974
Penerbit
Badan Penerbit "MURIA"
YOGYAKARTA5
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono6
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Bingkisan buat
generasiku
generasi mendatang dan yang silam
Kepada : L. Indrianingsih7
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Hiasan Kulit : Oengki
Hiasan Dalam : Widodo NS.
AJI GORA MANDALA8
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG29
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
TERDENGAR berita seorang tumenggung kepercayaan
Sultan Hadiwijaya terbunuh. Peristiwa benar-benar
menggemparkan seluruh isi kerajaan. Siapapun tahu bahwa
tumenggung Aryo Guno adalah seorang sentana kerajaan
yang sangat dikasihi oleh sultan Pajang. Sehingga
kematiannya merupakan berita yang sangat mengejutkan
dan cepat meluas sampai ke sudut-sudut penjuru.
Tumenggung Aryo Guno adalah seorang perwira
prajurit yang memiliki kedigdayaan linuwih. Dia memiliki aji
jaya kawijayan yang pilih tanding. Mengapa sampai
seseorang berhasil membunuhnya? Dengan demikian
dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pelaku dari
pembunuhan itu adalah seorang-orang yang mempunyai
kemampuan tinggi, yang tak terhingga di mana batas
ketinggiannya, sehingga orang itu mampu membuat
tumenggung Aryo Guno tidak berdaya sama sekali.
Menurut keterangan dalam pembunuhan itu memanglah
dapat dikatakan bahwa pembunuhan itu dilakukan oleh
orang yang sakti mandraguna dan mempunyai pukulan
yang dapat membelah kepala. Ya, tumenggung Aryo Guno
mati dengan kepala terbelah. Bukan karena senjata tajam
seperti pedang, parang, dan sebagainya. Melainkan oleh
semacam ilmu pukulan yang dahsyat yang hanya dimiliki
oleh orang-orang sakti.10
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Demikianlah pada hari itu juga jenazah tumenggung
Aryo Guno dimakamkan dengan upacara keprajuritan yang
dihadiri pula oleh Sultan Hadiwijaya. Semua berkabung.
Kematian seorang tumenggung yang memiliki kecakapan
dalam mengatur tugas-tugas yang dibebankan di atas
pundaknya itu benar-benar mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap warga kota. Setiap wajah
membayangkan kedukaan yang menyatakan ikut bela
sungkawa atas kematian ki tumenggung. Sehingga di hari
itu kota Pajang menjadi sepi. Seperti sebuah ibu kerajaan
yang baru saja dilanda oleh pertempuran. Sepi-sepa-
sepah-samun. Hening. Dan tintrim.
Apalagi dengan keluarga yang ditinggalkannya. Nyai
Aryo Guno tak dapat menguasai perasaannya. Dia tak
sadarkan diri sejak jenasah suaminya diberangkatkan ke
peristirahatan terakhir. Begitu pula dengan Kembang Arum
puteri mendiang Aryo Guno yang cuma satu-satunya itu.
Hanya karena gadis itu dijiwai rasa keprajuritan yang
mengalir dari ayahnya, ia sedikit dapat menguasai hatinya.
Sesaat memang peristiwa itu mencengkam hatinya. Tapi
kemudian dia sadar bahwa kematian ayahnya tidak hanya
cukup ditetesi air mata saja. Sampai air mata orang-orang
Pajang ini mengering, ayahnya tak akan hidup kembali. Ia
harus berbuat sesuatu karena kematian ayahnya. Ia harus
mencari pembunuh itu untuk membalas dendam.
Meskipun dia seorang gadis dan tidak pula memiliki
sesuatu kesaktian apapun yang bisa diandalkan, namun dia
berkeyakinan bahwa suatu ketika nanti jejak pembunuh itu
pasti diketahui. Ia harus menggunakan akalnya.11
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Setelah pemakaman tumenggung yang malang itu
beberapa orang lelaki kembali ke rumah keluarga Aryo
Guno untuk mengadakan penyelidikan-penyelidikan lebih
lanjut dengan sebuah pengharapan akan ada petunjuk
yang dapat memberi gambaran tentang pelaku dari
pembunuhan itu. Orang-orang itu adalah Jaka Pandan,
seorang prajurit muda pengawal mendiang Tumenggung
Aryo Guno semasa masih hidup. Kemudian Brajanala,
seorang kepala lurah wiratamtama pendamping Ki Aryo
Guno, seorang lurah wiratamtama yang bertubuh tinggi
besar, berwajah angker wibawa, usianya sekitar
empatpuluh satu atau empatpuluh dua. Lalu seorang
tumenggung yang mempunyai jalinan erat dengan Ki Aryo
Guno, yaitu Tumenggung Ragajaya, seorang laki-laki
berumur enampuluh tahun. Dan masih ada beberapa orang
lagi yang memang secara langsung harus menangani
setiap ada peristiwa pembunuhan.
Sampai sekian saat mereka mengadakan penyelidikan,
tak setitikpun ada gambaran tentang masalah
pembunuhan itu. Hingga akhirnya orang-orang itu
terhempas kelelahan di pendapa. Meskipun demikian otak
mereka terus berputar untuk menyingkap tabir yang kini
menyelimuti Pajang atas kematian Tumenggung Aryo
Guno itu. Peristiwa kali ini bukanlah suatu peristiwa yang
bisa diremehkan. Tetapi harus dijadikan tonggak atas
kewaspadaan terhadap perongrongan dari orang-orang
yang mempunyai maksud buruk pada Pajang.
Pembunuhan atas diri Tumenggung Aryo Guno bukanlah
peristiwa pembunuhan biasa. Melainkan ini merupakan
peristiwa umum, sebab Tumenggung Aryo Guno adalah12
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
seorang penting dalam tata pemerintahan Pajang.
Masalahnya harus benar-benar ditangani secara khusus
oleh fihak kerajaan. Dan apakah ini ada hubungannya
dengan berita yang tersiar akan timbulnya pemberontakan
dari tanah Mentaok atau tidak.
Sejenak orang-orang yang duduk di pendapa itu masih
tenggelam dalam arus pikirannya masing-masing. Tiada
seorangpun yang membuka percakapan meskipun setiap
dada dan setiap orang merasakan kekakuan yang beku
atas keheningan yang mencekam itu.
Akhirnya setelah keheningan itu terasa semakin kaku,
terdengarlah Ragajaya berkata, "Sebenarnya aku telah bisa
menduga tentang siapa pembunuh adimas Aryo Guno.
Setidak-tidaknya orang itu patut kita tuduh sebagal
pembunuhnya."
Dua kalimat yang terlontar dari mulut Ragajaya itu
sangat mengejutkan orang-orang yang ada di pendapa
Aryo Gunan itu. Serentak mereka menatap wajah Ragajaya.
Dan terdengar suara Brajanala bertanya, "Adakah kata-kata
kakang Ragajaya itu benar?"
Sekejap Ragajaya melayangkan pandangannya ke
wajah Brajanala. Lalu satu per satu ke wajah-wajah yang
membayangkan keheranan itu. Ragajaya dapat menduga
bahwa apa yang terkandung dalam dada setiap orang yang
duduk di pendapa itu tidak berbeda dengan apa yang
dirasakan oleh Brajanala. Ialah ketidaktahuan, serta
keheranan. Maka orang tua itu tersenyum penuh arti dan
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemudian berkata dengan nada pasti.13
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Sebenarnya. dugaanku ini telah muncul begitu aku
melihat keadaan adi Aryo Guno dan keadaan di sekitarnya.
Tetapi aku tidak mau berbuat secara gegabah. Aku harus
mencari bukti atas kesimpulanku itu. Bukti harus cukup
kuperoleh sebelum kukatakan di hadapan orang banyak
dan supaya aku tidak dikatakan sebagai orang yang
bertindak membabi buta." Ragajaya berhenti sejenak untuk
melihat kesan dari kata-kata yang diucapkannya pada
wajah Brajanala, wajah Jaka Pandan, dan pada wajah-wajah
lain. Sementara orang-orang itu menanti apa yang akan
dikatakan oleh Ragajaya lebih lanjut dengan hati ingin
tahu. Setelah beberapa saat Ragajaya sengaja membiarkan
orang-orang itu dicekam dan disiksa oleh perasaan ingin
tahu, maka berkatalah tumenggung tua itu, "Dan sampai
akhirnya aku berkeyakinan bahwa apa yang kuduga itu
merupakan suatu kepastian. Mungkin kalian akan
menyangka bahwa pelaku dari pembunuhan ini adalah
seseorang yang cerdik, yang mampu menghilangkan jejak-
jejaknya. Tetapi tidak demikian denganku. Bahkan aku
menilai bahwa pembunuh itu adalah seorang yang bodoh.
Melebihi kebodohan seekor kerbau yang paling tolol
sekalipun."
"Lalu?" desak Brajanala.
"Aku berpendapat ada orang dalam yang tersangkut
dalam masalah ini. Maksudku, orang yang ada serumah
dengan mendiang adi Aryo Guno. Bahkan aku percaya
bahwa salah seorang dari penghuni katumenggungan
inilah yang melakukannya."14
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Semua orang yang mendengar menjadi sangat terkejut
oleh kata-kata Ragajaya itu. Lebih-lebih Jaka Pandan. Anak
itu adalah pengawal pribadi Tumenggung Aryo Guno di
saat-saat dia melaksanakan tugas-tugasnya. Dengan
demikian diapun merupakan penghuni katumenggungan
karena memang iapun tinggal di rumah ini. Dari kecil
malah. Setiap sudut rumah ini dikenalnya dengan baik.
Sebab rumah ini seakan-akan rumahnya sendiri. Dan
orang-orang yang ada dalam rumah inipun dia kenal pula
dengan baik termasuk watak-wantunya. Tanpa
disangkanya kini Tumenggung Ragajaya melemparkan
tuduhan bahwa orang yang membunuh induk semangnya
adalah salah seorang dari penghuni rumah
katumenggungan ini. Padahal yang ada di dalam rumah ini
hanyalah Nyai Aryo Guno, lalu puterinya yang bernama
Kembang Arum itu, dia sendiri serta beberapa orang
prajurit lagi. Tetapi apakah salah seorang dari prajurit itu
yang melakukan pembunuhan? Jaka Pandan ragu-ragu.
Bahkan dia pikir ini tidaklah mungkin. Jaka Pandan tahu
bahwa prajurit-prajurit itu terlampau setia terhadap
tumenggung Aryo Guno dan kepada Pajang pada
umumnya. Lagi pula tiada seorangpun diantara mereka
yang memiliki kesaktian untuk membunuh seseorang tanpa
senjata. Apalagi orang itu adalah tumenggung Aryo Guno
sendiri yang memiliki kedigdayaan pilih tanding. Prajurit itu
hanya memiliki kepandaian menggerakkan senjata dalam
kesatuan tata keprajuritan. Atau hanya sekedar untuk
membela diri pada keadaan mendadak. Jadi tidak mungkin
apabila salah seorang di antara mereka yang melakukan-
nya. Dan seandainya mereka yang melakukannya, Jaka
Pandan pasti melihatnya. Sebab ia selalu ada bersama15
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
mereka setiap saat. Setiap saat. Lalu? Ataukah yang
dimaksudkan oleh tumenggung Ragajaya itu adalah dirinya
sendiri? Sungguh gila. Gila! Sangat gila! Tetapi mata
tumenggung Ragajaya itu bersinar aneh menatap padanya.
Dan ini semakin meyakinkan hati Jaka Pandan bahwa
Ragajaya telah menuduh bahwa dialah yang membunuh
Aryo Guno induk semangnya.
Dada Jaka Pandan tergoncang karenanya. Darahnva
menggelegak memenuhi rongga dadanya. Namun Jaka
Pandan mencoba untuk sedapat mungkin menahan gejolak
perasaannya. Tapi meski bagaimanapun juga apa yang
dikatakan oleh tumenggung Ragajaya itu bagaikan ledakan
petir yang menyambar di sisi telinganya.
"Ki Ragajaya," katanya dengan bibir bergetar, "apakah
yang tuan maksudkan dengan kata-kata tuan itu?"
Tetapi Ragajaya tidak menjawab pertanyaan Jaka
Pandan meskipun orang itu kemudian berkata, "Aku
mempunyai dua bukti yang sangat kuat yang tak mungkin
dapat disanggah oleh pembunuh keji itu. Pertama aku
melihat adanya suatu keadaan yang masih sempurna
dalam rumah ini. Yang kumaksud ialah, tak ada satu
bendapun yang bergeser dari tempatnya. Jika ada orang
lain selain penghuni katumenggungan ini yang masuk,
pastilah ada bagian-bagian yang berobah. Ternyata tak ada
sama sekali. Pintu regol tetap terkunci. Semua pintu masih
tetap. Tiada perubahan. Jika pembunuh itu masuk dan
keluar melalui genteng, pasti ada genteng yang terbuka.
Ataukah pembunuh itu masih sempat meletakkan genteng
itu pada susunannya semula. Terang tidak mungkin,16
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
bukan? Nah inilah yang menguatkan pendapatku bahwa
pembunuh adi Aryo Guno ini adalah orang dalam sendiri.
"Yang kedua, dan inilah yang sangat kuat, yaitu bahwa
kematian adi Aryo Guno dengan kepala yang pecah,
terbelah. Dan kalian tahu bahwa luka itu tidak diakibatkan
oleh senjata tajam seperti pedang dan senjata lain yang
sejenis. Melainkan oleh sebuah pukulan. Aku tahu bahwa
pukulan semacam ini adalah akibat pukulan sakti yang
dinamai Aji Gora Mandala."
Serentak orang itu berpaling ke arah Jaka Pandan yang
kini berdiri dengan tubuh gemetar. Sedang matanya tajam
menatap Ragajaya. Kini darah anak muda itu benar-benar
telah mendidih dan menggelegak ke benak kepalanya.
Mengapa demikian? Siapapun tahu bahwa Aji Gora
Mandala hanyalah Jaka Pandan yang memilikinya. Tak ada
duanya di Pajang ini. Dengan demikian bukankah telah
jelas bahwa tumenggung Ragajaya menuduh Jaka Pandan
bahwa anak itulah yang telah melakukan pembunuhan atas
diri tumenggung Aryo Guno. Ini telah jelas. Dan semua
orangpun dapat menebak bahwa Jaka Pandan sendiri
merasa begitu. Sehingga kemudian anak itu serta merta
berdiri. Marah.
"Ki Ragajaya!" teriaknya dengan lantang, "jadi dengan
demikian tuan menuduh diriku, bahwa akulah yang telah
melakukan pembunuhan keji ini?!"
Ragajaya tidak menjawab. Cuma memandang Jaka
Pandan sambil tersenyum.17
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Dan Jaka Pandan berkata lagi, "Masukkah ini di akal
tuan-tuan? Dan tuan Ragajaya sendiri? Jika tuan dapat
berfikir, tentu tuan akan berfikir sampai sepuluh kali atau
bahkan lebih, untuk melemparkan fitnahan ini pada diriku.
Coba tuan sebutkan alasan tuan mengapa aku melakukan
pembunuhan terhadap induk semangku yang telah
merawatku sejak aku masih kecil?"
Diam sejenak. Apa yang dikatakan oleh Jaka Pandan itu
meresap benar ke dalam hati orang-orang yang ada di
pendapa Aryo Guno itu. Kata-kata Jaka Pandan itu
memang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Sehingga karenanya kebimbangan mulai merayap di dada
mereka atas tuduhan bahwa Jaka Pandan adalah
pembunuh tumenggung Aryo Guno.
Ragajaya juga melihat adanya kebimbangan yang
merayap dalam dada orang-orang itu. Oleh karenanya
segera ia berkata, "Banyak sekali, Jaka Pandan. Banyak
sekali alasan yang dapat mendorongmu untuk melakukan
pembunuhan itu."
"Tetapi tuan lupa siapakah Jaka Pandan dan siapa pula
tumenggung Aryo Guno itu." tukas Jaka Pandan.
"Apa salahnya? Seperti kata pepatah bahwa melik
nggendong lali. Artinya Suatu cita-cita itu kadang-kadang
melupakan segala-galanya. Bukankah seorang anak
membunuh ayahnya bisa terjadi hanya karena soal sepele?
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Atau seorang suami membunuh isterinya yang tercinta
disebabkan oleh suatu persoalan kecil pula? Mengapa aneh
jika engkau membunuh adi Aryo Guno?! Bagiku tidak aneh.18
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Tidak. Mungkin saja engkau menghendaki jabatan adi Aryo
Guno berpindah ke tanganmu. Atau mungkin engkau
menghendaki sesuatu dari dalam rumah ketumenggungan
ini sedang adi Aryo Guno tidak memberikannya."
"Misalnya?"
"Apa saja! Mas-picis-raja-brana, misalnya. Atau bahkan
engkau menghendaki Kembang Arum, mungkin. Dan ini
mendorongmu pada suatu keharusan untuk adi Aryo
Guno.''
"Gila! Suatu pikiran gila!'
"Dan kegilaan itu adalah pikiranmu sendiri, bukan?"
Ragajaya masih saja tersenyum. Senyum sinis. Lalu dia
melanjutkan, "Kau tak dapat menyangkal tuduhan ini, Jaka
Pandan. Betapapun juga. Karena Gora Mandala yang
engkau miliki itulah yang memberi kesaksian. Semua orang
tahu apabila di seluruh Pajang ini hanya engkaulah yang
memilikinya."
Sekali lagi dada Jaka Pandan tergoncang. "Bah!"
teriaknya penuh emosi. Wajah anak itu merah membara,
semerah darah yang mengalir di nadi-nadi tubuhnya,
"Apakah hal itu hanya diakibatkan oleh aji Gora Mandala
saja?"
"Pasti." jawab Ragajaya.
"Bagaimana tuan yakin?"19
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Ragajaya tertawa, "Bukankah beberapa saat yang lalu
engkau pernah membunuh seorang laki-laki yang
mencoba menerbitkan keonaran dengan aji saktimu yang
bernama Gora Mandala itu? Nah, luka di kepala korbanmu
itu sama dengan luka yang membawa kematian adi Aryo
Guno."
"Bagaimana jika ada seorang manusia lain yang juga
mempunyai ilmu untuk membelah kepala! Ingatlah tuan,
bahwa Pajang ini banyak orang-orang sakti yang
mempunyai kepandaian linuwih. Melebihi kemampuanku!"
"Itu mungkin saja, Jaka Pandan. Namun engkau kurang
sempurna dalam melakukan permainan mautmu. Jika saja
engkau melengkapi dengan kesan bahwa yang melakukan
pembunuhan itu orang lain, mungkin sanggahanmu itu
dapat kuterima. Tetapi agaknya engkau kurang teliti dalam
membuang jejakmu, Jaka Pandan."
"Suatu kegegabahan telah tuan perbuat lagi."
"He?" Ragajaya terbeliak.
"Jika tuan telah mempunyai keyakinan bahwa
pembunuhan itu mungkin dilakukan oleh orang lain, orang
yang sangat sakti, segalanya bukan hal yang sulit. Pintu
gerbang masih terkunci, misalnya. Bila orang itu mampu
membunuh Ki Tumenggung Aryo Guno, apa sulitnya untuk
meloncati pagar dinding yang tingginya hanya kira-kira
satu setengah tombak itu? Lalu dia lewat genteng dia
masuk kemudian menutup kembali untuk menghilangkan
jejak sekaligus mengambing hitamkan orang dalam. Serta20
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
keluar lewat pintu tanpa mengunci kembali pintu bilik. Jika
tidak demikian orang itu pasti memaksa kancing pintu dari
dalam.
"Adi Aryo Guno tidak pernah mengunci ataupun
mengancing pintu apabila tidur."
"He? Bagaimana tuan tahu itu? Sedangkan kami
prajurit-prajurit bertugas di katumenggungan Aryo Gunan
tak pernah mengetahuinya?"
Wajah Tumenggung Ragajaya berubah hebat. Tetapi
orang itu berusaha menyembunyikan ekpresi wajahnya
sehingga tiada orang lain yang sempat melihatnya. Akan
tetapi walau hanya sesaat, Jaka Pandan sempat untuk
menangkapnya. Dan ini cukup memberikan pertimbangan
dalam hatinya atas diri Tumenggung Ragajaya itu. Tetapi
semua itu hanya disimpannya dalam hati. Ia ingin
membuktikan bahwa apa yang terbersit dalam benaknya
itu benar-benar suatu kenyataan.
Ketika kemudian sampai sesaat lamanya Tumenggung
Ragajaya tidak juga menjawab pertanyaan Jaka Pandan itu,
maka suasana pun kembali dirayapi oleh keheningan.
Keheningan yang menegangkan.
Untunglah bahwa sebelum ketegangan itu merayap ke
puncaknya, terdengarlah Brajanala yang semenjak tadi
berdiam diri mendengarkan percakapan antara Jaka
Pandan dan Tumenggung Ragajaya itu kini berkata,
"Baiklah, Jaka Pandan. Untuk sementara kami menerima
pendapat kakang Ragajaya dan untuk sementara pula21
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
engkaulah yang menjadi tertuduh utama dalam peristiwa
ini. Meskipun demikian kami akan mempertimbangkan
alasanmu. Untuk itu Jaka Pandan, engkau harus dapat
membuktikan bahwa engkau bukanlah orang yang
melakukannya atau paling tidak tersangkut dalam
pembunuhan Ki Tumenggung Aryo Guno ini."
"Meskipun tuan tidak memintanya, aku akan mencari
pembunuh keparat itu!" jawab Jaka Pandan dengan dada
berkobar-kobar. "Mencari untuk kemudian membuat
perhitungan dengannya."
"Mudah-mudahan engkau berhasil."
"Dan sekarang?"
"Maksudmu?"
"Diriku."
"Kau bebas. Tetapi ingat. Engkau ada dalam
pengawasan. Aku memberikan jangka waktu tiga puluh
hari. Jika dalam waktu itu engkau tidak berhasil
memberikan bukti-bukti bahwa engkau tidak bersalah,
maka kerajaan akan memutuskan bahwa engkaulah
pengkhianat negara."
Jaka Pandan terdiam walaupun dalam dadanya terjadi
pergulatan dahsyat. la sebenarnya tak dapat menerima
keputusan Brajanala itu. Namun ketika kemudian dia
melihat kerdipan mata kepala lurah wiratamtama itu ia
merasa seolah-olah harus menerima keputusan itu. Jaka
Pandan merasa bahwa dengan kerdipan mata itu Brajanala22
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
mempunyai maksud tertentu. Sehingga ketika kemudian
orang-orang itu pergi, tak sepatah katapun keluar dari
mulut Jaka Pandan. Mula-mula Ragajayalah yang
mendahului pergi dari katumenggungan Aryo Gunan
dengan wajah yang menunjukkan kepuasan. Lalu berikut
orang-orang yang lain. Dan yang terakhir adalah Brajanala.
Sebelum orang itu pergi sempat pula berbisik pada Jaka
Pandan.
"Aku akan membantumu." kata orang tinggi besar itu.
"Mengapa?"
"Tak usah bertanya. Aku sudah dapat membaca apa
yang terkandung dalam hatimu. Agaknya akupun
sependapat denganmu."
"Tuan? Benarkah?"
"Kita buktikan bersama."
"Tetapi....."
"Untuk sementara terimalah dirimu dengan keadaan
seperti ini. Dan berbuatlah dengan apa adanya. Kita
buktikan pendapatmu dan pendapatku. Agaknya waktu
yang kuberikan cukup bagimu, bukan? Ingat. Tigapuluh
hari. Dan engkau tidak bekerja sendiri. Orang-orang
tadipun agaknya juga menyangsikan pendapat kakang
Ragajaya pula. Dengan demikian engkau banyak sekali
memperoleh kemungkinan untuk membuat cerahnya
kembali suasana yang saat ini sengaja dibuat kisruh oleh
orang yang ingin mengacau Pajang dan kebetulan ingin23
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
pula menyingkirkanmu. Sekarang aku pulang, Jaka Pandan.
Malam nanti berpikirlah tentang langkah-langkah yang
akan kau tempuh. Besok kita bertemu kembali."
Lalu Brajanalapun segera berlalu. Tinggallah Jaka
Pandan yang masih terduduk di tempatnya semula. Dan
masih sesaat lagi. Kepalanya diliputi oleh persoalan yang
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kini sedang dihadapinya. Tetapi kini masalah yang
menghimpit dan menyudutkannya pada tempat yang sama
sekali tidak disenanginya sudah agak menjadi samar-
samar. Tinggal dia dapatkah membuat yang samar-samar
itu kian menjadi cerah. Waktu yang tersedia untuk itu cuma
tigapuluh hari. Namun seperti apa yang dikatakan oleh
Brajanala, bahwa ia tidak berdiri sendiri. Orang itu berfihak
padanya. Dengan begitu masih ada orang yang
mempercayai dirinya.
Tiba-tiba lamunan Jaka Pandan tersentak manakala
anak itu kemudian mendengar sebuah isak tangis. Ia tahu
pasti siapa yang sedang menangis itu. Puteri mendiang
Tumenggung Aryo Guno.
Perlahan-lahan Jaka Pandan bangkit dari duduknya, lalu
mengayunkan kaki. Di luar, di bawah pohon belimbing itu,
Jaka Pandan melihat Kembang Arum duduk pada sebuah
batu dengan kepala terbenam dalam kedua belah telapak
tangannya. Kedua pundaknya bergerak turun naik seirama
dengan isak tangis yang terdengar oleh telinga Jaka
Pandan. Dengan perlahan-lahan pula didekatinya Kembang
Arum itu dan dipegangnya pundak gadis itu lalu dibelainya
kepalanya. Dan juga rambutnya yang hitam mengurai.24
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Kembang Arum..." bisiknya.
Tetapi Kembang Arum masih menenggelamkan
wajahnya dalam cakupan kedua belah telapak tangannya.
Tiada menjawab.
Sementara di ujung langit sebelah barat menyirat
warna merah jambu. Candik ala. Sesaat yang lalu matahari
baru saja tenggelam. Sehingga warna-warna
lembayungnya masih terlihat jelas. Langit membiru dengan
gumpalan awan putih, yang bagai kapas itu bergerak
berkejaran. Dan bergerombol-gerombol unggas terbang
melintas pulang ke sarang setelah seharian mereka mencari
makan di lembah pertanian sana. Sekarang mereka pulang
dengan tembolok penuh makanan. Sedang anak-anak
mereka yang masih kecil menanti di sarang sambil
mengharap-harap rangsum makan malam. Sejalan dengan
itu keadaan pun menjadi remang-remang gelap. Beberapa
rumah kelihatan telah memasang lampu ketika beberapa
orang prajurit ronda keliling lewat. Seorang anak kecil
menangis ketakutan dan lari dalam pelukan ibunya.
Dan di samping rumah keluarga tumenggung Aryo
Guno, di bawah belimbing itu Kembang Arum masih
tenggelam dalam isak tangisnya. Serta Jaka Pandan tetap
membelainya dengan kemesraan.
"Arum..." bisik Jaka Pandan lagi. "Mengapa sekarang
engkau menangis, adi?"
Belum juga Kembang Arum menjawab. Sehingga
kembali terdengar Jaka Pandan berkata, "Jangan kau sesali25
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
peristiwa yang telah terjadi. Ayahmu telah mendapatkan
tempat yang tenang dan abadi. Tidak seperti kita yang
masih kisruh tak pasti ini. Pula bukankah kematian bagi
seseorang adalah sesuatu yang wajar. Ingatlah bahwa
segala yang ada di dunia ini tidak ada kekekalan. Semua
yang bermula mesti akan berakhir. Kecuali yang tidak
dengan permulaan lah yang tidak mengenal berakhir. Yaitu
Dia, yang telah menciptakan alam semesta ini. Dia, Tuhan
yang Maha Kuasa."
Sekali ini Kembang Arum mengangkat wajahnya.
Sekilas memandang Jaka Pandan lalu membuang mukanya
ke arah lain setelah mendengus pendek sinis sekali.
Jaka Pandan menjadi heran atas sikap Kembang Arum
yang seolah-olah memandang dirinya itu menjijikkan.
Mengapa pula anak ini? pikirnya. Ia tidak tahu mengapa
Kembang Arum bersikap begitu.
"Kembang Arum..." bisiknya lagi.
"Pergilah!" Kembang Arum mendecih seraya
mengibaskan tangan Jaka Pandan.
Jaka Pandan kian menjadi terkejut dan tak habis
mengerti tingkah Kembang Arum yang membingungkan
itu, "Adi?"
"Cih! Siapa sudi kau panggil?"
Sekali lagi Jaka Pandan terbeliak. "Kembang Arum,
mengapa kau?"26
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Pergilah. Jangan sentuh diriku lagi dan pergilah dari
rumah ini!"
Dan sebelum Jaka Pandan dapat mengerti apa yang
dimaksudkan oleh Kembang Arum, sekonyong-konyong
gadis itu bangkit berdiri. Entah dari mana
mendapatkannya, ia telah memegang sebilah patrem yang
ditekankan pada perut Jaka Pandan sembari berkata
dengan mulut bergetar, "Atau aku terpaksa membunuhmu,
Jaka Pandan!"
Dada Jaka Pandan berdesir.
"Kembang Arum...!" serunya tertahan. "Apakah yang
kau maksudkan?"
"Seharusnya kau tahu apa sebab aku bersikap begini
kepadamu." jawab Kembang Arum dengan suara pasti.
Agaknya gadis itu telah mengeraskan hatinya. Matanya
bersinar aneh menatap Jaka Pandan. "Aku tidak sedang
main-main." Lalu melanjutkan, "Cepat pergi jika engkau tak
ingin patrem ini terbenam dalam perutmu!"
"Berilah aku penjelasan, Kembang Arum..." Suara Jaka
Pandan terdengar mengambang.
"Jangan sebut namaku!"
"Ya. Tapi beri aku penjelasan, mengapa?"
Kembang Arum menjulurkan lidahnya untuk
membasahi bibirnya. Serta menelan ludah untuk
melonggarkan kerongkongannya yang terasa tersumbat27
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
kuat. Lalu berkatalah gadis itu sesaat kemudian. "Perlukah
aku memberi penjelasan terhadap seorang pembunuh
ayahku?"
"Oh..."
Jaka Pandan menghela napas panjang. Kini tahulah
sebabnya mengapa kemudian Kembang Arum bersikap
demikian kepadanya. Agaknya gadis itupun menuduh
bahwa dia pula yang membunuh Tumenggung Aryo Guno.
Ketika kemudian mata Kembang Arum itu menyorot
semakin tajam, Jaka Pandan menundukkan kepalanya
seakan-akan anak itu menjadi sangat takut untuk lama-
lama beradu pandang dengan Kembang Arum, puteri
tunggal mendiang tumenggung Aryo Guno itu.
Yang terdengar kemudian adalah suara Kembang Arum
melengking, "Jaka Pandan, kenapa engkau masih berdiri di
tempatmu? Ataukah memang engkau sengaja membiarkan
patrem ini merobek perutmu? Cepat angkat kakimu
sebelum aku kehilangan kesabaranku!"
Jaka Pandan memaksa diri untuk mengangkat
kepalanya. Tetapi mata Kembang Arum itu ... sangat
menakutkan. Namun Jaka Pandan harus mengeluarkan
kalimat yang kini menyesakkan dadanya, "Apakah engkau
juga menyangka bahwa akulah yang telah membunuh
ayahmu?"
"Mengapa tidak? Semua orang akan sependapat
denganku."28
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Berilah kesempatan untuk menjelaskannya padamu,
Arum."
"Tak ada yang masih harus dijelaskan lagi." potong
Kembang Arum.
"Masih, sayang. Aku masih harus menjelaskan
kepadamu supaya engkau tidak terseret oleh pengaruh
fitnahan itu. Aku harus menjelaskan kepadamu. Karena
engkaulah letak tumpuan pengharapanku atas hidup ini."
Tergetar hati Kembang Arum mendengarkan kata-kata
Jaka Pandan itu. Setiap patah kata dapat didengar dengan
jelas oleh anak telinganya. Dan kemudian berdeburan
menggema di dasar hatinya yang paling dalam. Dan
karenanya sebagai seorang gadis, Kembang Arum dapat
merasakan perasaan yang terkandung dalam setiap patah
kata itu. Kasih sayang yang tulus. Kasih sayang yang selama
ini telah diterima dan dirasakannya. Akan tetapi seperti
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kebanyakan sifat perempuan-perempuan yang lain, yang
dalam segala tindakan lebih dikuasai perasaan daripada
pertimbangan nalar yang wening, emosilah yang berbicara
lebih dahulu. Baru kemudian setelah semuanya terjadi,
bermunculanlah penyesalan yang tiada berketentuan.
Penyesalan yang tak berguna. Demikian pula dengan apa
yang melanda Kembang Arum saat ini, manakala terjadi
malapetaka yang merundung hatinya di mana ayahnya
yang tercinta mati dalam keadaan yang mengenaskan.
Kembang Arum kehilangan keseimbangan nalarnya yang
jernih. Mula-mula memang tidak terlintas sama sekali
dalam benak Kembang Arum bahwa Jaka Pandan berbuat
sekeji itu. Namun setelah ia mendengar tuduhan Ragajaya29
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
atas diri Jaka Pandan, tergoncanglah hati gadis itu.
Rupanya semua perkataan tumenggung tua itu benar-
benar termakan di hatinya. Dengan sendirinya iapun
kemudian menjatuhkan tuduhan pada Jaka Pandan pula.
Kembang Arum sudah lupa sama sekali tentang
siapakah diri Jaka Pandan itu. Gadis itu telah tidak ingat
lagi bahwa Jaka Pandan adalah seorang anak laki-laki yang
mempunyai tempat tersendiri di relung hatinya. Atau
dengan kata lain Kembang Arum mencintai Jaka Pandan
seperti perawan itu mencintai dirinya sendiri. Kembang
Arum sudah lupa semuanya. Yang mendengung di hatinya
kemudian ialah bahwa Jaka Pandan telah membunuh
ayahnya. Oleh karena itu Jaka Pandan harus dilenyapkan
pula.
Tetapi kemudian setelah Kembang Arum itu
berhadapan dengan Jaka Pandan serta meskipun di tangan
gadis itu telah pula tergenggam sebilah patrem, kekerasan
hatinya tergoncang juga. Apalagi ketika kemudian
didengarnya Jaka Pandan berkata yang sedemikian
memukul jantungnya itu. Hati Kembang Arum jadi
bingung. Bingung. Dan tak tahu apa yang seharusnya
dilakukan pada saat sekarang. Bahkan akhirnya patrem itu
bergetaran di tangannya.
Dan Jaka Pandan telah melanjutkan kata-katanya, "Aku
percaya, Arum. Seperti pula Ki Brajanala, engkaupun
sesungguhnya menyangsikan tuduhan yang dilontarkan
kepadaku ini. Tetapi karena engkau dipengaruhi oleh
perasaan akibat kematian ayahmu maka engkau tak bisa
berfikir dengan wajar. Aku tahu ini. Dan aku tidak30
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
menyalahkan dirimu sayang..." Jaka Pandan berhenti
sejenak untuk menegaskan apa yang telah dikatakannya.
Ekpresi wajah gadis itu tidak menunjukkan gambaran
sesuatu yang jelas. Bahkan sebaliknya. Wajah itu sangat
dingin menangani setiap patah kata walau Jaka Pandan
tahu bahwa dalam hati kekasihnya itu timbul suatu
pergolakan batin yang sangat dahsyat. Yaitu pergolakan
antara percaya dan tidak. Namun Jaka Pandan tidak peduli.
Ia ingin berkata lebih banyak lagi kepada Kembang Arum
untuk meyakinkan pada gadis itu bahwa sebenarnya ia
benar-benar tidak bersalah dan sama sekali tidak
membunuh Tumenggung Aryo Guno. Oleh karena itu maka
kemudian Jaka Pandan berkata lagi kandati kala itu
Kembang Arum menundukkan wajahnya dalam sekali.
"Ketahuilah, Kembang Arum. Dengan tuduhannya itu
sebenarnya Ki Ragajaya tidak memperoleh pengikut. Ki
Brajanala menyangsikan. Sedang orang yang lainpun masih
menyangsikan pula. Bahkan Ki Brajanala mempunyai
pendapat yang searah dengan jalan pikiranku. Ialah bahwa
di dalam kerajaan Pajang ini ada sementara orang yang
dengan sengaja ingin mengeruhkan suasana. Sebelum
kematian gusti tumenggung pun telah banyak terjadi
peristiwa-peristiwa pembunuhan. Tetapi sekali ini orang-
orang itu telah meningkatkan usahanya dengan
menyisihkan orang-orang yang membahayakan kedudukan
mereka. Seperti halnya dengan gusti Tumenggung Aryo
Guno yang dalam hal ini berusaha sekaligus menyingkirkan
diriku. Aku sendiri tidak tahu mengapa aku termasuk dalam
hitungan mereka. Padahal aku tidak lebih dari seorang
prajurit kecil yang tidak mempunyai kedudukan apa-apa.31
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Agaknya Ki Brajanala mengambil suatu kebijaksanaan
yang sangat tepat. Pada lahirnya ia menyetujui pendapat Ki
Ragajaya. Tetapi ini memberi kelonggaran padaku untuk
membuktikan bahwa aku tidak bersalah dan waktu yang
diberlkan kepadaku adalah tigapuluh hari lamanya.
Mungkin Ki Brajanala mempunyai rencana tersendiri.
Begitu Ki Ragajaya dan orang-orang yang lain pergi, Ki
Brajanala segera berkata padaku. Bahwa lurah
Wiratamtama itu berpihak kepadaku. Serta bersedia
memberikan bantuan seperlunya untuk membongkar
peristiwa pembunuhan gusti Aryo Guno ini."
Belum juga Kembang Arum memberikan tanggapan
atas kata-kata Jaka Pandan. Hanya kepalanya kini tidak lagi
tertunduk meski wajahnya mengalami perubahan-
perubahan hebat. Sebelum berkata lagi, Jaka Pandan
menelan ludah. "Oleh karena itu, Kembang Arum, berilah
aku kesempatan untuk membuktikan bahwa apa yang
dilontarkan oleh Ki Ragajaya atas diriku itu hanya suatu
fitnahan yang kosong. Dan berilah aku kesempatan untuk
mencari jejak pembunuh itu. Aku berjanji padamu, sayang.
Aku akan menyeret pembunuh itu ke hadapanmu."
"Tidak!"
Tiba-tiba Kembang Arum melengking. Serta merta
patrem yang digenggamnya itu menjadi kuat kembali
menekan perut Jaka Pandan. Kembali matanyapun
beringas pula. Mungkin gadis itu kini telah benar-benar
kehilangan pengamatan diri. Oleh teriakan itu Jaka Pandan
terperanjat.32
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Mengapa?" ia bertanya dengan suara tertahan. Jaka
Pandan tidak memperoleh jawaban. Namun dari sinar mata
yang terpancar dari mata Kembang Arum tahulah dia apa
yang tersirat dalam hati perawan itu.
Untuk sesaat lamanya Kembang Arum berdiri dengan
tubuh gemetar menahan perasaan yang bergolak di
dadanya. Ketika kemudian nafasnya menjadi kian
memburu, dadanya pun menjadi sesak bukan main. Dan
nafasnyapun seakan-akan berhenti mengalir seketika itu
juga. Serta dengan suara yang tersendat-sendat karena
kekerasan hati yang dipaksakan, Kembang Arum berteriak
"Tidak! Engkau tidak akan memperoleh kesempatan itu!"
"Mengapa?" sekali lagi Jaka Pandan bertanya.
"Kau akan menggunakan kesempatan yang kau peroleh
itu untuk melarikan diri dari tanggung jawab atas
perbuatan yang telah kau lakukan."
Jaka Pandan menggeleng lemah. "Tidak." katanya
lemah pula.
"Kenapa tidak?"
"Jika aku punya keinginan untuk lari, pasti sudah
kulakukan. Toh aku telah memperoleh kesempatan itu.
Bahkan dari Ki Brajanala sendiri selaku kepala lurah
wiratamtama yang langsung membawahiku. Namun
lintasan untuk lari sama sekali tak ada dalam rongga
benakku, Kembang Arum. Aku ingin membuktikan secara
jantan bahwa aku benar-benar tidak melakukan
pembunuhan terkutuk itu. Dan aku ingin membalas33
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
kebaikan-kebaikan orang yang telah memeliharaku sejak
aku masih kecil. Aku tak dapat mewujudkan dalam bentuk
yang lain kecuali membalaskan dendam kepada orang
yang telah membunuhnya. Di samping aku ingin
menunjukkan kasih sayangku serta cinta suciku pada
seorang gadis yang telah kehilangan ayahnya. Mungkin
dengan menemukan pembunuh ayahnya itulah aku bisa
menunjukkan betapa besarnya cintaku padanya. Sebab aku
sadar bahwa aku tiada mungkin dapat menunjukkan cinta
itu dengan bentuk seperti lazimnya orang-orang
kebanyakan. Sebab aku cuma seorang prajurit yang miskin,
yang tiada mungkin dapat memberikan pitukon dengan
bentuk mas picis rajabrana sebagai tanda cinta. Aku hanya
punya dua kekayaan untuk membuktikan cinta itu. Ialah
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kesetiaan serta tanggungjawab. Hanya itu. Aku tak punya
yang lain."
Sekali lagi dada Kembang Arum tergoncang
mendengar kata-kata Jaka Pandan. Bahkan sedemikian
hebat goncangan itu tubuh Kembang Arum tegetar hebat
sekali. Hingga patrem di tangannya terlepas. Tidak hanya
itu. Tubuhnya perlahan-lahan condong ke muka, semakin
condong dan akhirnya tak bisa berdiri lagi. Untunglah Jaka
Pandan cepat mencegahnya. Dengan demikian tubuh gadis
itu tidak sampai terjerembab ke tanah. Tetapi karenanya ia
malah jatuh dalam dekapan Jaka Pandan yang akhirnya
memeluk dengan penuh kemesraan.
"Kembang Arum..." bisik Jaka Pandan seraya membelai
rambut kekasihnya. "Kuatkanlah hatimu."34
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Kembang Arum membenamkan kepalanya ke dada
Jaka Pandan yang lebar bidang itu. Beberapa butir cairan
meleleh dari pelupuk matanya. Kembang Arum telah
melakukan perbuatan yang biasa dilakukan oleh kaumnya
apabila dalam kebingungan dan keputus asaan. Menangis
terisak-isak dalam pelukan kekasihnya.
Sampai beberapa saat lamanya dua insan remaja itu
berpelukan. Tiada kata. Tetapi detak-detak jantung mereka
yang berdeburan bahasa ingin mengatakan irama yang
terkandung dalam hati mereka masing-masing. Dan Jaka
Pandan yang menahan seluruh berat tubuh kekasihnya
yang seakan-akan tidak mampu berdiri itu, benaknya
menjadi pepat oleh lilitan persoalan yang sedang dan
harus dihayatinya sehubungan dengan kematian tuannya,
Tumenggung Aryo Guno. Sedang Kembang Arum seakan-
akan merasa dirinya mengambang dan tidak berpijak di
atas tanah. Serta pula ia tak tahu apa yang terjadi di
sekitarnya.
"Kakang..." akhimya terdengar suara gadis itu parau,
"apa yang mesti kuperbuat sekarang?"
"Tenangkan hatimu." jawab Jaka Pandan lirih dan
lembut.
"Aku bingung..."
"Oleh karena itu tenangkanlah dirimu. Sandarkan
semuanya pada kekuasaan Raja alam semesta ini. Karena
betapapun dalam tanganNya segala sesuatu akan
berakhir."35
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Tetapi..."
"Jangan berfikir yang bukan-bukan..."
"Maafkan aku, kakang..."
"Tak ada yang harus dimaafkan. Engkau tidak bersalah.
Bahkan dengan peristiwa yang baru saja terjadi ini semakin
mendorongku untuk dapat lebih cepat menangkap
pembuh keparat itu."
"Tuhan akan menyertaimu..."
"Dan memberikan terangNya pada kehidupan alam
semesta ini..."
Akhirnya Jaka Pandan membawa gadis itu ke pendapa
dan langsung mengantarkan ke biliknya.
"Jagalah dirimu baik-baik, kakang..." kata gadis itu
sebelum mereka berpisah, "Setiap saat senantiasa ada
orang yang menghendaki kematianmu."
"Kau tahu?"
"Aku merasa begitu..."
Jaka Pandan tersenyum seraya mencubit bibir Kembang
Arum. Dan katanya, "Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu
apapun atas diri kita masing-masing, Kembang Arum...."
"Mudah-mudahan..."36
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Kita sama-sama memohon pada Hyang Maha
Tunggal..."
"Ya..."
Lalu Kembang Arum menghilang ke dalam biliknya.
Sedangkan Jaka Pandan segera pula mengayunkan langkah
ke biliknya dengan berbagai masalah yang berkacamuk
dalam benaknya. Otaknya sangat pepat. Karenanya ia
mencoba mengendorkan kepepatan itu dengan
menghempaskan tubuhnya ke atas bale-bale tempat
tidurnya meskipun mata Jaka Pandan belum mau untuk
dipejamkan dan masih terlalu sore buat seseorang untuk
tidur.
Dan ternyata Jaka Pandan tak dapat segera tidur
walaupun dia telah berusaha memejamkan mata
sedemikian rapatnya. Bayangan peristiwa seharian tadi jelas
mengambang di pelupuk matanya. Pemakaman jenazah
tumenggung Aryo Guno. Lalu beberapa orang yang masih
tertinggal di rumah ketumenggungan Aryo Gunan
walaupun upacara pemakaman itu telah selesai sesaat yang
lalu. Dia masih ingat jelas betapa wajah-wajah yang ada di
pendapa siang tadi. Yang paling menarik perhatiannya
adalah tumenggung Ragajaya yang dalam setiap gerak-
geriknya selalu menyakiti hatinya. Orang tua itu selalu
memandanginya dengan sinar mata penuh kebencian dan
ejekan.
Dan ia teringat pula betapa orang itu meninggalkan
pendapa Aryo Gunan dengan sebuah kepuasan begitu
mendengar Brajanala menyetujui pendapat yang seakan-37
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
akan memberatkan dirinya, diri Jaka Pandan sebagai
seorang pembunuh. Lalu yang terakhir adalah wajah
Kembang Arum. Dan ini terlalu sulit untuk dapat
dilenyapkannya.
Jaka Pandan sadar bahwa bukan suatu pekerjaan yang
gampang untuk melupakan setiap kenangan atas diri
puteri Ki Tumenggung Aryo Guno itu. Karena gadis itu
adalah seorang gadis yang menduduki singgasana
tertinggi di hatinya. Pada Kembang Arumlah ia
mencurahkan seluruh perasaannya. Dan dari gadis itu pula
dia mengharapkan rangsangan dan gairah akan hidup ini.
Jaka Pandan tidak akan memperolehnya dari orang lain.
Tidak dari ayah maupun ibunya. Karena memang Jaka
Pandan sendiri tidak mengenal siapa ibu yang telah
melahirkannya serta laki-laki mana yang seharusnya
dipanggil sebagai ayah. Sedari Jaka Pandan dapat
mengingat sesuatu atas hidup ini, Jaka Pandan hanya
mengenal ki Aryo Guno dan isterinya sebagai sepasang
suami isteri yang merawatnya. Yang pasti dia bukan anak
dari mereka. Ki Tumenggung Aryo Guno pernah
mengatakan ini pada Jaka Pandan. Tetapi Aryo Guno tidak
mau mengatakan siapa sebenarnya kedua orang tuanya.
Meskipun demikian Aryo Guno mengaharap pada Jaka
Padan agar anak itu mau menganggap suami isteri
Tumenggung Aryo Guno sebagai ibu bapaknya. Maka
kemudian hiduplah Jaka Pandan dalam sebuah keluarga,
yang tak dimengerti aliran darahnya. Sementara Jaka
Pandan tetap buta terhadap orang-orang yang mengukir
jiwa raganya.38
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Sampai akhirnya tumbuhlah Kembang Arum menjadi
seorang gadis remaja sementara diapun telah berubah jadi
seorang perjaka dan menjadi prajurit kinasih sakti
mandraguna. Witing tresna saka kulina. Demikian pepatah
jawa menyebutkan. Cinta itu mungkin datang dari
pergaulan yang intim. Agaknya begitulah kisah cinta yang
terjalin dalam hati Jaka Pandan maupun Kembang Arum.
Cinta mereka mekar sejalan dengan perkembangan jiwa
mereka yang kian hari kian menjadi semakin dewasa.
Karena itulah maka kemudian terasa amat sulit bagi
Jaka Pandan untuk mengusir bayangan Kembang Arum itu
dari pelupuk matanya. Bahkan semakin anak itu berusaha
untuk melupakannya, wajah gadis itu kian terlukis dengan
jelas. Senyumnya selalu menggoda. Dan Jaka Pandan tidak
mau terlalu lama tersiksa. Perlahan-lahan dia bangkit dan
mengayunkan langkahnya.
Di regol, ia melihat beberapa orang bergerombol dan
berkata kecil. Tapi ketika kemudian anak itu sampai ke
tempat mereka, orang-orang itu serta merta menghentikan
pembicaraannya. Mereka berpaling ke arah Jaka Pandan.
Tak sepatah katapun keluar dari mulut orang-orang itu,
menyapa ataupun menegur Jaka Pandan. Anak itu jadi
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perasa.
Ia tahu bahwa apa yang telah dituduhkan oleh
tumenggung Ragajaya pastilah telah tersebar luas. Dan
dengan data-data singkat yang nampaknya meyakinkan
itu, semua orang akan mempercayainya. Dan memang
orang-orang itu sama sekali tidak tahu liku-liku siasat
seorang untuk mencapai maksudnya. Walaupun toh39
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
mereka itu adalah prajurit-prajurit kerajaan. Pikiran mereka
terlalu polos tanpa dibumbui oleh pikiran-pikiran yang
aeng-aeng. Mereka hanya mengenal perintah dari atasan.
Apa yang datang dari atas, mereka terima tanpa komentar
sedikitpun juga. Mereka melakukan sesuatu yang kadang-
kadang tanpa disadari apa akibatnya. Peristiwa ini bukan
saja sering terjadi. Bahkan terlalu sering.
Jaka Pandan menghela napas dalam-dalam. Kini baru
disadari benar-benar akan akibat dari perbuatan
tumenggung Ragajaya. Orang tua itu pasti telah sengaja
menyebarluaskan hasutan dan fitnahan keji pada dirinya.
Sementara Jaka Pandan tidak memperoleh kesempatan
untuk membela diri.
Sekarang dia masih mempunyai dua orang yang
mempercayai dirinya. Yaitu: ki Brajanala dan Kembang
Arum. Tetapi Jaka Pandan sadar bahwa sebagian orang
Pajang ini tidak mempercayai dirinya lagi. Dan jika esok
matahari terbit di timur, jika semua orang telah mendengar
pendapat Ragajaya itu, mereka akan memalingkan muka
bila berpapasan dengannya. Terbayang di matanya
beberapa orang bahkan seluruh masyarakat Pajang
membencinya, mereka memandang dengan tatapan jijik,
mereka akan mengutuknya sebagai seorang pembunuh,
mereka akan mencaci dengan kata-kata yang beraneka
ragam seperti anak tak tahu diuntung, anak setan, dan
sebagainya, dan sebagainya. Jika esok matahari terbit di
ufuk timur berarti ia kehilangan waktu sehari atas waktu
yang diberikan oleh ki Brajanala kepadanya. Ia akan tinggal
memiliki waktu duapuluh sembilan hari lagi.40
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Apakah dalam saat sedemikian itu ia mampu
membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dengan peristiwa
terbunuhnya tumenggung Aryo Guno dengan
menunjukkan pelaku dari pembunuhan itu? Namun
bagaimanapun dia harus berhasil membongkar misteri
pembunuhan tumenggung Aryo Guno itu. Ia telah
menjanjikan ini pada Brajanala, pada Ragajaya, pada
orang-orang lain yang masih tertinggal di pendapa Aryo
Gunan, dan kepada Kembang Arum. Serta yang terpenting
pada dirinya sendiri.
Jaka Pandan segera berlalu. Berlalu dari tempat itu. Ke
mana saja, untuk tidak mendengar dan melihat lagi
prajurit-prajurit yang sedang bergerombol di regol itu.
Ternyata prajurit-prajurit itupun segera membubarkan diri
begitu Jaka Pandan mengayunkan langkah. Apa yang
kemudian akan mereka lakukan tak ada minat dalam benak
Jaka Pandan untuk memikirkannya.
Tetapi Jaka Pandan hanya sesaat mengayunkan
langkahnya menuturkan sepembawa kaki. Segera ia
memutar diri untuk kembali.
Di regol ia mendengar sebuah teguran perlahan,
"Jaka Pandan?"
"Ya." sahutnya.
"Dari mana kau?"
"Hanya sekedar menghentakkan keresahan benakku."41
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Terdengar orang itu mendengus pendek sebelum
berkata, "Tidaklah engkau menyadari bahwa setiap sudut
kota ini akan menghendaki nyawamu dalam setiap saat,
Jaka Pandan?"
Jaka Pandan mengernyitkan keningnya, "Apa
maksudmu, kakang Pamuput?"
"Hm, kau benar-benar tidak menyadari bahwa dirimu
sedang terancam."
"Benarkah itu?"
"Seharusnya engkau merasakannya, Jaka Pandan."
"Aku tidak berfikir sejauh itu, kakang..."
"Namun semua orang tidak lagi mempercayai dirimu.
Setiap gerak-gerikmu selalu ada dalam pengawasan. Maaf,
Jaka Pandan. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya
sekedar memperingatkan dirimu. Karena aku sendiri jika
diketahui bahwa aku berfihak padamu, tak tahu apa yang
akan menimpa diriku."
"Oh...?"
Dan sebenarnya Jaka Pandan terkejut serta terharu
mendengar pernyataan Pamuput itu. Ia tidak menduga
bahwa masih ada juga orang yang masih berpihak
padanya, kecuali Kembang Arum dan Brajanala. Orang itu
adalah seorang prajurit yang bernama Pamuput.42
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Terima kasih atas kebaikanmu itu, kakang..." Jaka
Pandan berhenti sesaat. Termenung. Lalu, "Oh, tak
kusangka bahwa ada juga orang yang memperhatikan
diriku, seorang pembunuh."
"Jangan berkata begitu," potong Pamuput.
"Kenapa? Toh semua orang berkata begitu?"
"Tapi aku tidak mengatakan begitu. Aku mempunyai
pendirian yang bertentangan dengan ki Ragajaya. Engkau
hanya kena lemparan tahi buaya yang disengaja oleh orang
yang membencimu."
"He?"
"Aku yakin akan kebenaran pendapatku ini. Aku tahu
siapakah engkau, Jaka Pandan. Karenanya aku tidak mudah
percaya bahwa engkau telah melakukan suatu
pembunuhan. Apalagi itu adalah ki tumenggung Aryo
Guno, yang aku tahu engkau sangat menghormatinya."
Dalam kegelapan malam yang hanya disinari oleh
taburan bintang yang berhamburan di langit itu, Jaka
Pandan memperhatikan wajah Pamuput. Namun yang
dilihatnya tidak jelas. Samar-samar. Seperti remang-
remangnya misteri pembunuhan tumenggung Aryo Guno.
"Kakang Pamuput," katanya kemudian, "tidakkah
kakang menyadari akibat yang akan menimpa dirimu atas
kata-kata itu?"43
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Aku tahu, Jaka Pandan. Dan aku sadar. Dan aku tidak
takut dengan akibat yang bagaimanapun juga. Karena
nyatanya aku berdiri pada kebenaran."
Jantung Jaka Pandan berdesir oleh kata-kata Pamuput
yang teramat berani itu. "Kakang Pamuput. Aku hanya
dapat mengucapkan kata-kata terima kasih alas
kebaikanmu itu, kakang..."
"Aku tidak menghendaki apa-apa darimu," menjawab
Pamuput. "Apa yang kulakukan ini keluar dari hatiku yang
tulus, tanpa pamrih. Semata mata terdorong oleh hati
untuk ikut menegakkan keadilan yang diinjak-injak oleh
kelaliman-kelaliman yang semakin merajalela di atas bumi
yang sudah cukup tua ini.
'Terima kasih, kakang."
"Aku akan membantumu, Jaka Pandan."
Kedua anak itu segera berpisah manakala sesosok
bayangan muncul dari kejauhan. Pamuput tetap di
tempatnya sedang Jaka Pandan bergegas-gegas mendaki
pendapa.
***
Sekali Jaka Pandan berhenti dan berpaling. Tetapi ia
sudah tidak melihat Pamuput. Dan bayangan orang itu
sudah tidak nampak pula. Jaka Pandan mengerutkan
keningnya. Indera keenamnya memberitahukan adanya
suatu ketidak wajaran atas bayangan tadi. Mungkin44
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Pamuput pun merasa demikian pun sehingga kemudian
anak itu harus bertindak.
Sejurus Jaka Pandan berdiam diri. Namun segera pula
ia melangkah turun kembali dari pendapa. Ia tidak jadi
masuk ke biliknya. Dan dia kini berada di regol halaman.
Suasana sepi. Tak seorang pun dijumpainya. Juga
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
prajurit-prajurit yang seharusnya berjaga di barak regol itu
belum ada di tempatnya. Beberapa kali Jaka Pandan
memalingkan mukanya ke kanan-ke kiri. Tapi yang
dilihatnya cuma kegelapan malam yang remang-remang
karena taburan bintang gemintang di langit. Tak terdengar
suara binatang malam. Seolah-olah ada suatu keharusan
untuk memperdengarkan suara bagi mereka pada malam
itu. Hanya sesaat kemudian keheningan itu ditenggak oleh
suara burung kedasih. Tengkuk Jaka Pandan meremang.
Karena bunyi burung kedasih itu merayaplah sebuah
perasaan di dadanya, perasaan yang biasa dikatakan oleh
orang-orang tua sejak ia masih kecil sehubungan apabila
terdengar suara burung kedasih pada malam hari atau
suara binatang malam lain yang sejenis.
Jaka Pandan menghela napas untuk menghentakkan
perasaan yang merayap di dadanya. Ia menghibur diri
dengan sebuah dengusan pendek. Bukankah burung
kedasih itu hanya bisa berbunyi begitu! Dan tidak yang
lain? Akan tetapi naluriahnya mengharuskan untuk tetap
berwaspada dengan bayangan orang yang muncul sewaktu
dia bersama Pamuput tengah berbicara di regol. Oleh
karena itu maka Jaka Pandan kemudian berdiam diri
menanti perkembangan yang mungkin akan terjadi.45
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Tetapi apa yang dinanti oleh Jaka Pandan itu tidak juga
kunjung datang. Anak itu hampir saja tak dapat
menyabarkan diri lagi. Namun ia masih mencoba tetap
berdiri di tempatnya, meski hingga beberapa saat lagi
suasana masih hening dan sepi.
Manakala kesabaran Jaka Pandan benar-benar
mencapai puncaknya sekonyong-konyong anak itu melihat
sesosok bayangan berkelebat cepat sekali di antara
keremang-remangan gelapnya malam. Dan sekejap
kemudian dia melihat bayangan itu telah bertengger di
atas wuwungan. Seorang manusia.
Jaka Pandan merasa pasti. Dan Jaka Pandan pun tidak
menunggu kesempatan lebih banyak berlalu agar orang
yang berdiri di atas rumah itu tidak sempat berbuat
sesuatu. Dengan beberapa kali loncatan akhirnya Jaka
Pandan telah tiba berdiri beberapa langkah di muka
bayangan itu.
"Siapa?!" hardik Jaka Pandan.
Bayangan itu tidak menyahut. Dan tak bergerak seperti
patung saja layaknya. Ketika sampai sesaat lagi bayangan
itu tiada menyahut, Jaka Pandan pun lalu membentak lebih
keras, "Siapa?!!"
Namun orang itu masih juga diam. Sehingga Jaka
Pandan jadi penasaran.
Selangkah, dua langkah, tiga langkah.... Jaka Pandan
maju ke muka dengan suatu kesiap-siagaan untuk berbuat
sesuatu atas diri orang itu. Karena rasa penasaran itu46
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
mungkin Jaka Pandan telah memutuskan untuk
menangkapnya. Walaupun sesungguhnya dalam hati Jaka
Pandan merasa bahwa apa yang akan dilakukannya
terdorong oleh sebuah prasangka buruk terhadap orang
itu. Akan tetapi betapapun kecurigaan Jaka Pandan cukup
beralasan pula. Tiada mungkin jika orang itu tidak
bermaksud jahat di malam begini berbuat hal-hal yang
mencurigakan di mana ia berada di atas rumah orang.
Seandainya ia mempunyai maksud baik, bertamu misalnya,
pasti dia tidak usah berbuat demikian.
Sementara itu orang itu tetap berdiri di atas sepasang
kakinya. Nampaknya orang itu sama sekali tidak
menghiraukan Jaka Pandan. Tetapi tatkala Jaka Pandan
telah ada dalam jarak kira-kira dua langkah, mendadak
orang itu menjejakkan kakinya melesat menghilang di
kegelapan malam.
Jaka Pandan tersentak. Namun yang dilakukan cuma
mengumpat panjang pendek. Orang itu telah lenyap dari
penglihatannya. Ia tidak memperoleh kesempatan
sedikitpun untuk bergerak karena ia tidak menduga sama
sekali bila orang itu akan melarikan diri. Adalah suatu
perbuatan yang sia-sia untuk mengejarnya. Bahkan sangat
gegabah. Sebab tindakan itu malah bisa mencelakakan diri
sendiri. Bukankah suatu kemungkinan yang bisa saja terjadi
jika orang itu hanya bersembunyi di suatu tempat yang
gelap. Dan bila ia mencoba mengejar, orang itu akan
melancarkan serangan gelap kepadanya. Hal ini tidak
terlalu janggal terjadi. Sebab orang itu dapat melihat
dirinya sedangkan dia tak tahu kedudukan orang itu.47
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Untuk sejenak lamanya Jaka Pandan termangu-mangu.
Ketika kemudian Jaka Pandan menyadari bahwa tak ada
gunanya lama-lama dalam keadaan begitu, lalu anak
itupun lalu melayang turun ke halaman.
Disapukan pandang matanya ke seputar halaman itu
kalau-kalau dilihatnya sesuatu yang mencurigakan. Tetapi
ia tidak menemukan apa-apa.
"Jaka Pandan."
Tiba-tiba sebuah suara memanggilnya. Sebuah suara
yang sangat dikenalnya. Suara Pamuput. Jaka Pandan
berpaling ke arah suara itu. Benarlah.
Seseorang berjalan mendekatinya. Dari goyangan
tangan serta langkah kaki, Jaka Pandan tahu bahwa dan
merasa pasti bila orang itu Pamuput adanya.
"Aku melihat seseorang yang mencurigakan," kata
Pamuput setelah berada di dekat Jaka Pandan.
"Aku mencoba mengikutinya. Tetapi gerakan orang itu
terlampau gesit untuk dapat kuikuti. Bahkan orang itu
sengaja mempermainkan diriku. Ketika aku tengah
kebingungan mencari jejaknya, sekonyong-konyong dia
menepuk bahuku dari belakang. Aku terkejut bukan main.
Aku berpaling. Namun aku tidak melihat sepotong benda
pun di belakang punggungku. Apalagi batang hidung
orang yang mempermainkanku. Tidak sama sekali. Yang
kudengar kemudian adalah sebuah suara tawa lebar dari
kejauhan. Aku mendongkol. Kucoba untuk memancingnya
keluar dari persembunyiannya. Akan tetapi orang itu malah48
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
memperkeras tawanya. Keras sekali. Hampir saja aku mati
beku oleh suara kakak tawanya yang sedemikian
mencekam hati. Anehnya, Jaka Pandan, mengapa suara
yang bekakakan itu dan yang mencekam hatiku itu dan
yang menggeletar itu hanya aku seorang yang
mendengarnya. Orang lain tidak. Betapa lelapnya tidur
mereka toh suara tawa itu mampu membangunkannya.
Tapi nyatanya tak seorangpun yang terbangun.
"Tengkukku bergidik. Serasa bulu-bulu di seluruh
tubuhku berdiri semuanya. Mengapa? Pikiranku kemudian
berkhayal pada dongeng-dongeng hantu yang berkeliaran
di tengah malam yang kadang-kadang suka mengganggu
orang. Adakah yang sedang ketawa itu benar-benar hantu?
Mungkin. Sepanjang dongeng yang pernah kudengar,
hantu tidak mengarahkan kekurangajarannya pada semua
orang. Melainkan terbatas pada orang yang saat itu
digodanya. Aku sendiri kurang mempercayai akan adanya
dongeng-dongeng tentang hantu. Kalau toh mereka ada,
mereka pasti tidak berani gegabah menggoda manusia.
Bukankah manusia itu ciptaan Allah yang tertinggi dalam
segala hal? Jadi seharusnya mereka lebih bodoh dari
manusia. Katakan mereka mempunyai beberapa kelebihan
dari umat manusia, pastilah mereka akan menggunakan
kelebihannya itu untuk menguasai kita. Toh ini tidak
pernah terjadi di sepanjang abad, bukan?"
"Dia bukan hantu." sambung Jaka Pandan memotong
perkataan Pamuput yang nadanya memang mau berhenti
karena batang tenggorokan prajurit itu serasa kekeringan
ludah.49
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Ya. Akupun merasa begitu," sahut Pamuput
melanjutkan setelah menelan ludah. "Tetapi pada saat itu
dongeng akan hantu sangat berkecamuk dalam hatiku
sehingga otakku tidak begitu wajar untuk berfikir. Entah
yang tertawa itu memang hantu atau orang yang semula
kuikuti, namun untunglah dia tidak sampai hati
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membiarkan aku mati ketakutan. Suara tawanya mulai
menurun sedikit demi sedikit. Aku menghela nafas lega
ketika kemudian telingaku sudah tidak mendengar lagi
suara tawa yang mau memecahkan dadaku itu."
Pamuput berhenti sejenak. Tapi segera pula
melanjutkan ketika Jaka Pandan nampak akan berkata.
"Mungkin orang lain mentertawaiku. Termasuk engkau
sendiri, tentunya. Memang. Sedang aku sendiri juga
mentertawai kotololanku itu setelah aku tiada lagi
dipengaruhi oleh dongeng-dongeng hantu, setelah sesaat
gema suara tawa yang menyeramkan itu tak terdengar."
"Dia benar-benar bukan hantu, kakang."
"He?"
"Ya. Dia manusia juga seperti kita."
"Bagaimana mungkin?"
"Aku sendiri melihatnya."
"Kau?"
Jaka Pandan mengangguk meskipun anggukan itu tak
mungkin terlihat oleh Pamuput. Walaupun demikian50
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Pamuput tahu juga jika Jaka Pandan mengiakan
pertanyaannya. Bagaimana mungkin?
Sekali lagi pertanyaan itu terpantul dari relung hatinya.
Untunglah pertanyaan itu segera terjawab oleh Jaka
Pandan, "Aku melihatnya di atas wuwungan itu. Namun
seperti pula engkau, akupun tidak berhasil mengetahui
siapa dia. Orang itu dengan cepatnya menghilang sebelum
aku sempat berbuat sesuatu."
"Bukan main," gumam Pamuput sambil menggoyang-
goyangkan kepalanya.
Dan Jaka Pandan berkata seolah-olah mengeluh,
"Persoalan yang kuhadapi menjadi semakin berlarut-larut."
"Jangan cemas," suara Pamuput pasti dan mantap. "Kau
tidak sendirian. Ingatlah. Di samping aku masih ada
seorang lagi yang mau menolongmu. Yaitu Ki Brajanala.
Orang itu mempunyai kedudukan penting. Oleh karenanya
dia pasti memiliki kecermatan berfikir untuk menolongmu.
Serahkan padanya segala kesulitan."
"Tapi pada malam ini kita dihadapkan pada suatu
persoalan baru dengan munculnya seseorang yang tiada
kita kenal menyatroni rumah ini."
"Kita tak perlu terpancang padanya selama ia tidak
berbuat sesuatu atas kita. Cuma kita harus menjaga segala
kemungkinan yang bisa saja terjadi."
"Karena itu kita jadi gelisah," potong Jaka Pandan.
Pamuput tertawa perlahan. Tertawa untuk ketololannya.51
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Pada saat itu terdengar langkah-langkah kaki memecah
keheningan malam setelah sesaat lamanya Jaka Pandan
dan Pamuput berdiam diri. Serentak kedua anak muda itu
berpaling. Ternyata langkah-langkah itu adalah langkah-
langkah beberapa prajurit yang seharusnya berjaga di Aryo
Gunan.
"Darimana kalian?" bertanya Pamuput pada prajurit-
prajurlt itu.
"Kakang Pamuput?" bertanya pula salah seorang di
antara prajurlt-prajurit itu.
"Ya."
"Oh, sukurlah."
"Kenapa sukurlah?"
"Semula dada kami tegang bukan main manakala kami
melihat dua orang berdiri di regol ini. Kami tidak
menyangka bahwa itu adalah kakang Pamuput dan Jaka
Pandan."
"Suatu peringatan buat kalian untuk tidak berbuat
sembrono dalam tugas."
"Maaf. Kami sedang mengantar kakang Prembun.
lsterinya akan melahirkan."
"Namun toh tidak lima atau enam orang pergi
bersama-sama sehingga barak menjadi kosong. Bagaimana
jika terjadi sesuatu?"52
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Kami takut."
"He? Apa yang kalian takutkan?"
Prajurit itu tidak menjawab.
Dan Pamuput berkata lagi "Apakah kalian takut pada
hantu? Ingatlah. Kalian adalah prajurit-prajurit yang harus
tidak mengenal arti takut. Apalagi terhadap hantu. Yang
sebenarnya hanya ada dalam cerita-cerita khayal saja..."
Namun Pamuput tidak melanjutkan kata-katanya yang
patah di tengah jalan itu. Tak akan dilanjutkannya malah.
Karena apa yang akan dikatakan itu bertentangan dengan
kenyataan atas dirinya sendiri. Dia akan berkata tentang
kenyataan kehidupan hantu. yang sebenarnya tak ada, dan
hanya merupakan dongeng saja. Sedangkan sesaat yang
lalu hampir saja ia mati ketakutan oleh sebuah suara tawa
yang semula diduganya suara tawa hantu. Pamuput tak
ingin menekankan suatu perbuatan pada orang lain jika dia
sendiri tidak mampu melakukannya. Ini adalah suatu tindak
kesewenang-wenangan tanpa mawas diri. Oleh karenanya
kemudian Pamuput itu lalu berkata lain,
"Lain kali jangan kau ulangi lagi kesembronoan ini."
"Baik, kakang." jawab prajurit-prajurit itu hampir
berbareng.
"Dan malam ini kalian harus waspada. Ada sesuatu
yang mencurigakan."53
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Prajurit itu tidak bertanya. Tetapi dalam hati
terbertiklah suatu kesanggupan untuk melakukan tugas-
tugas mereka menjaga Aryo Gunan terhadap segala
kemungkinan buruk.
"Sekarang apa yang akan kita lakukan?" bertanya
Pamuput pada Jaka Pandan.
"Apakah kakang belum mau tidur?"
"Belum."
"Aku sudah ngantuk."
Pamuput mengernyitkan dahinya. Ia tidak tahu
mengapa Jaka Pandan berkata demikian, justru pada saat-
saat yang dikatakannya sendiri merupakan saat-saat yang
berbahaya. Akan tetapi Pamuput hanya menyimpan
keheranannya itu dalam hati saja.
"Tidurlah." kata Pamuput kemudian, "Aku akan ada
bersama-sama dengan mereka."
Jaka Pandan tidak menanti Pamuput berkata untuk
yang ke dua kalinya. Sebenarnyalah anak itu ingin masuk
ke biliknya dan kemudian melemparkan tubuhnya ke atas
balai kayu tempat tidurnya, walaupun sesungguhnya
matanya sama sekali belum mau untuk dipejamkan. Adalah
lantaran Jaka Pandan ingin menenangkan kekalutan yang
kini melilit benaknya saja maka anak itu ingin ke sana.
Dengan langkah gontai ia meninggalkan tempat itu.
Sementara Pamuput yang masih berdiri di halaman54
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
dirayapi oleh pertanyaan atas tindakan-tindakan Jaka
Pandan yang tak dimengertinya itu. Tak sepatah katapun
keluar dari mulut Pamuput sampai akhirnya bayangan Jaka
Pandan hilang ditelan oleh kegelapan malam.
Dalam pada itu Jaka Pandan yang telah naik ke
pendapa sekonyong-konyong menjadi terperanjat bukan
main. Dia melihat seseorang berdiri di sana. Lebih terkejut
lagi ia tahu kala diperhatikannya orang itu dengan
saksama. Orang itu mirip benar dengan Tumenggung Aryo
Guno almarhum. Sikapnya, perawakannya, rambutnya yang
dibiarkan terurai sebatas pundak, semuanya sama. Namun
Jaka Pandan tidak melihat wajahnya sebab orang itu berdiri
membelakangi. Benarkah orang itu Tumenggung Aryo
Guno?
Barangkali saja langkah-langkah kaki Jaka Pandan
mengejutkan orang itu. Karena kemudian orang itu segera
memutar tubuh pergi ketika ia berpaling dan dilihatnya
Jaka Pandan. Sekali ini Jaka Pandan tidak membiarkan
dirinya dipermainkan oleh seseorang. Bersamaan dengan
berkelebatnya bayangan orang itu, secepat itu pula Jaka
Pandan menjejakkan kaki mengejar orang yang
mencurigakan itu,
"Jangan lari!" hardiknya.
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akan tetapi orang itu malah mempercepat larinya.
Sehingga kemudian Jaka Pandanpun mempercepat larinya
pula bagai lajunya anak panah yang terlepas dari busur.
Jarak mereka tidak terlampau banyak terpaut. Karena Jaka
Pandan senantiasa berhasil mengimbangi kecepatan lari55
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
orang itu yang rasanya seperti angin saja. Dan karena
kecepatan Iangkah-langkah mereka, yang tak tampak oleh
tangkapan mata orang biasa dan di malam hari lagi,
meskipun kedua orang itu melintasi gardu penjagaan di
regol, prajurit-prajurit yang sedang jaga di regol itu sama
sekali tidak melihat mereka. Juga Pamuput pun tidak.
Walaupun sesungguhnya Pamuput serta para prajurit itu
tidak sedang tertidur.
Sesaat Jaka Pandan melakukan pengejaran itu. Namun
belum juga menangkap orang itu. Bahkan nampaknya
orang itu seakan-akan malah mempermainkannya. Sesekali
orang itu memperlambat larinya. Tetapi apabila Jaka
Pandan hampir berhasil menangkapnya, orang itu melesat
cepat. Oleh karenanya Jaka Pandan mendongkol
dibuatnya. Orang itu benar-benar dan sengaja
mempermainkan dirinya.
Kini keduanya telah berada di luar kota. Akan tetapi
Jaka Pandan tidak tahu pasti tempat itu. Yang pasti
merupakan tempat yang terbuka dengan gerumbulan
semak belukar di sana-sini.
Tiba-tiba langkah Jaka Pandan terhenti. Anak itu tidak
lagi melihat bayangan orang yang dikejarnya.
"Setan....," desisnya.
Dicobanya untuk mempertajam penglihatannya.
Namun gerumbulan semak belukar itu menghalangi
penglihatan matanya. Dan gerumbul itu memberi
kemungkinan yang sangat baik bagi orang yang dikejarnya56
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
itu untuk menyembunyikan diri. Jaka Pandan menjadi ragu-
ragu untuk mengejarnya kembali. Apakah orang itu
sengaja menyembunyikan diri? Agaknya ini tidak mungkin.
Jaka Pandan tahu pasti bahwa orang itu bukanlah orang
yang sembarangan. Jadi apa yang dikehendaki dengan
menghilang sekonyong-konyong itu?
Jantung Jaka Pandan berdeburan laksana gemuruhnya
kepundan gunung berapi. Dadanya mau meledak oleh
himpitan kemarahan yang mendadak timbul karena
kemendongkolannya dipermainkan orang.
"Tampakkan dirimu!" teriak Jaka Pandan ketika
kemudian anak itu sudah tidak mampu lagi menguasai
kemarahan-nya. Suaranya sedemikian menggema
memecahkan kesunyian malam yang beku. "Jangan
menyembunyikan diri seperti seorang pengecut. Jika
engkau seorang lelaki yang jantan keluarlah kau dari
persembunyianmu. Katakan apa maksudmu dengan
seolah-olah mempermainkan diriku?"
Tak terdengar jawaban. Sehingga suasana kembali
menjadi hening. Dan keheningan ini akan terus
berlangsung demikian seirama dengan perjalanan dewi
malam menuju ke puncaknya. Malampun menjadi semakin
kelam. Bintang-bintang yang bertaburan di langit kian
menjadi banyak. Dan kunang-kunangpun beterbangan
ribuan bahkan jutaan jumlahnya dengan sinarnya yang
berkerdip-kerdipan. Angin malam di musim kering yang
dingin menyapu tubuh Jaka Pandan yang berdiri gelisah
menanti jawaban orang itu. Namun yang dinanti tiada
kunjung muncul. Jaka Pandan kian menjadi gelisah dan57
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
marah. Tetapi segera pula ia menahan perasaannya karena
ia menyadari bahwa kemarahan itu akan membuat suatu
kegegabahan bertindak apabila dia telah benar-benar
kehilangan pengamatan diri. Dan ini bisa membawanya
kepada suatu peristiwa yang mungkin tidak
dikehendakinya. Walau demikian darah muda yang
bergolak di dadanya senantiasa mendidih.
"Setan!" geram Jaka Pandan kemudian menahan marah.
"Ternyata kau tak lebih dari seorang penggecut yang
berjiwa penakut sekalipun. Tampakkan dirimu, heh
pengecut! Jangan menyembunyikan diri. Atau dengan
bersembunyi itu kau akan membunuhku secara gelap?"
Tetap saja tak ada jawaban sehingga sekali lagi Jaka
Pandan menggeram pendek, "Pengecut!"
Buk! Tiba-tiba sesuatu terjatuh beberapa langkah di
samping Jaka Pandan. Dari getaran suaranya Jaka Pandan
bisa menyangka bahwa benda itu adalah sebuah batu
sebesar kepalan tangan orang dewasa.
"Gila!" desis Jaka Pandan. Apa yang dikehendakinya?
katanya pula dalam hati.
Namun Jaka Pandan tidak sempat memikirkannya lagi
karena pada saat itu ia mendengar sebuah ledakan tawa
seseorang yang agaknya tak terlampau jauh dengan
tempat di mana sekarang dia berdiri. Suara tawa itu
sedemikian kerasnya memukul anak telinga. Dada Jaka
Pandan tergetar mendengar suara tawa yang sedemikian
dahsyat itu. Ia merasa akan adanya pengaruh aneh yang58
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
terkandung dalam nada tawa itu. Pengaruh yang
mencekam jantungnya. Dan karena jantung itu rasanya
mau meledak, Jaka Pandan mencoba untuk menguasai
dirinya untuk tidak terlalu dipengaruhi oleh suara itu.
Sehingga dengan demikian maka terjadilah suatu
pergumulan yang dahsyat dalam tubuh Jaka Pandan.
Tubuhnya menggigil disertai ekspresi wajah yang berubah-
ubah tak menentu.
Hingga sesaat lamanya suara tawa itu meledak-ledak
bagai suara halilintar di musim ke sembilan. Tetapi Jaka
Pandan telah berhasil menguasai dirinya dan berhasil pula
menghentakkan pengaruh suara tawa itu dengan
pengerahan tenaga batinnya. Walau begitu Jaka Pandan
tidak berhasil sama sekali untuk menghentikan suara tawa
yang masih menggelitik dan merayapi liang telinganya.
Selang sekali lagi anak itu menggeram. Betapapun, dia
tidak berhasil menahan kesabarannya untuk sesaat lagi,
"Jangan hanya menampakkan suaramu. Tampakkan batang
hidungmu!"
Suara itu berhenti seketika. Di lain saat tanpa diketahui
dari mana datangnya, tahu-tahu di depan Jaka Pandan
telah berdiri sesosok tubuh kehitam-hitaman. Jaka Pandan
segera mengenal orang itu, bukan lain adalah orang yang
ditemuinya ketika ia naik ke pendapa. Jaka Pandan segera
mempersiapkan diri untuk membuka suatu perkelahian
sebab betapapun respeknya terhadap orang itu sudah
tiada sama sekali. Jaka Pandan telah mengambil suatu
kesimpulan atas diri orang itu bahwa dia akan bermaksud
buruk. Bukankah orang itu telah beberapa kali ditemuinya?59
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Sekali ia bertengger di atas rumah. Lalu di dalam rumah
sewaktu ia akan masuk. Dan orang yang mempermainkan
dirinya itu adalah sekarang yang berdiri di hadapannya.
Dalam pada itu orang itu tertawa melalui hidungnya.
Jaka Pandan merasa bahwa tawa itu ditujukan padanya.
Seolah-olah mengejek tingkah lakunya. Kembali untuk
yang kesekian kalinya Jaka Pandan menggeram marah.
Ternyata orang itu bukan hanya mempermainkan dirinya
saja, melainkan juga memandang rendah kepadanya.
"Sebutkan dirimu dan katakan apa maksudmu." hardik
]aka Pandan.
Anak itu menanti sampai sesaat lamanya. Akan tetapi
tak sepotong jawabpun didengarnya.
Kemarahan Jaka Pandan telah memuncak. Sikap orang
yang terlalu merendahkan itu telah megobarkan darah
muda Jaka Pandan. Sehingga karenanya ia tidak akan
menanti lebih lama lagi. Sebuah tendangan ia lancarkan
dahsyat sekali ke lambung orang. Tendangan itu tepat
mengenai sasaran sebab orang itu tidak mengelak. Namun
bukan orang itu yang bergeming. Melainkan Jaka Pandan
sendiri yang terbanting ke tanah seakan-akan kaki Jaka
Pandan itu dihentakkan oleh tenaga yang sangat dahsyat.
Jaka Pandan bergulingan untuk kemudian berdiri
menguasai keseimbangan badannya. Matanya berapi-api
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menatap orang yang masih berdiri mematung. Sementara
suara tawanya yang bernada mengejek itu masih tetap
terdengar.60
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Babi!" mengumpat Jaka Pandan, "Siapa engkau?!"
"Aku Jaka Pandan." jawab orang itu tenang dan pasti.
"He? Jangan mengigau!"
"Mengapa?" bertanya orang itu : "Adakah sesuatu yang
mengherankanmu? Tetapi sebenarnyalah bahwa namaku
memang Jaka Pandan."
Dada Jaka Pandan tergoncang. Orang itu telah
sedemikian gila dengan permainannya. Akan tetapi Jaka
Pandan harus menahan gejolak darah mudanya. Meski
bagaimanapun orang itu adalah seorang yang yang
memiliki kesaktian linuwih. Dia sendiri telah merasakannya.
Betapa tidak? Baru sekejap yang lalu ia harus bergulingan
di tanah karena berusaha untuk menendangnya. Sedang
orang itu tak bergerak sedikitpun juga. Hal ini merupakan
bukti bahwa orang itu memiliki kekuatan dalam tubuh
yang melebihi kekuatan tendangannya. Sehingga karena
itu melahirkan suatu kesadaran di hati Jaka Pandan bahwa
ia tak bisa berbuat secara gegabah atas orang yang telah
menghinanya dengan mengaku bernama Jaka Pandan itu.
Yang tak habis dimengerti oleh Jaka Pandan ialah
mengapa orang itu mengenal namanya. Sedang dia sendiri
tak mengetahui siapa orang itu.
Jaka Pandan termenung sejenak. Namun akhirnya
segera pula terdengar ia berkata, "Jangan main-main,
kisanak. Sadarlah bahwa kau telah menghinaku?"61
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Menghinamu? Aku tak merasa dan bermaksud
demikian."
"Bohong, Aku tidak percaya bahwa ini Cuma suatu
kebetulan belaka."
"Aku tidak tahu maksudmu."
"Namamu..."
"Namaku?" Menegas orang yang mengaku bernama
Jaka Pandan itu dengan suara meninggi.
"Mengapa dengan namaku?"
"Jaka Pandan adalah namaku."
"Jadi kau juga bernama Jaka Pandan? Kalau demikian
kita punya nama yang sama.
"Jangan bergurau!" hardik Jaka Pandan. "Sebut yang
benar, siapa dirimu?"
Orang itu tertawa aneh. Sangat aneh terdengar di
telinga Jaka Pandan. Anak itu mengangkat bahu dan
menegakkan kepalanya. Keningnya berkerut. Serta
matanya menatap tajam mencoba memperhatikan orang
itu. Namun sinar bintang gemintang di langit tidak
membantunya mengenali wajah orang itu dalam keadaan
yang sewajarnya.
"Benarkah bahwa namamu Jaka Pandan?" bertanya
orang itu.62
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Jaka Pandan tidak menjawab sebab ia merasa bahwa
tak ada gunanya menjawab pertanyaan itu, sehingga
kemudian yang berkata adalah orang yang berdiri di
hadapan Jaka Pandan itu.
"Aku menyangsikannya. Sebab jika kau sungguh-
sungguh bernama Jaka Pandan, kau mesti tahu siapa aku."
"Aneh..." desis Jaka Pandan.
"Apa yang aneh?"
"Kita belum pernah saling bertemu selain pada saat-
saat terakhir ini."
Kembali orang itu memperdengarkan tawanya yang
aneh. Dan di ujung suara tawanya ia berkata, "Apa yang
telah membuatmu menjadi seorang anak pelupa, Jaka
Pandan?"
"Jangan menumbuhkan teka-teki dalam benakku."
"Oh .... Tak kusangka kau telah benar-benar
melupakanku. Pandanglah aku dengan seksama. Maka kau
akan tahu siapa aku."
Dengan pandang mata kosong, Jaka Pandan menatap
wajah orang itu dalam-dalam. Tetapi apa yang terkesan
dalam tatapan anak itu adalah bahwa orang itu mirip
dengan mendiang Tumenggung Aryo Guno. Ya, sangat
mirip. Semakin lama ditatapnya wajah orang itu seakan-
akan semakin yakinlah ia bahwa orang itu mempunyai
kesamaan dengan Tumenggung Aryo Guno. Bahkan jika63
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Tumenggung Aryo Guno masih hidup, ia akan menduga
bahwa orang yang kini berdiri di hadapannya itu
Tumenggung Aryo Guno adanya.
"Sebutkan siapa dirimu!" bentak Jaka Pandan akhirnya
tak sabar.
Orang itu mendengus pendek, "Baiklah. Namaku Aryo
Guno."
Kata-kata orang itu sangat mengejutkannya. Selangkah
Jaka Pandan mundur ke belakang sambil menatap orang
itu untuk meyakinkan pendengarannya.
"Jangan membuat suatu lelucon. Atau kau sengaja
membuat suatu permainan maut. Kalau demikian kau telah
berbuat gegabah kisanak. Mula-mula kau menyebut dirimu
dengan nama Jaka Pandan. Tapi segera kau berganti nama
setelah kau tahu bahwa Jaka Pandan itu namaku. Namun
justru karena pengakuanmu yang ngawur itu telah
menjerumuskan dirimu. Tanpa kau sadari engkau telah
menelanjangi dirimu sendiri. Pernahkah kau mendengar
bila ki tumenggung Aryo Guno telah meninggal?"
"Tidak," jawab orang itu menggeleng-gelengkan
kepalanya. "Aryo Guno belum mati."
"Jangan ngoceh seenak perutmu sendiri." Geram Jaka
Pandan.
"Aku berkata sebenarnya. Aryo Guno tidak mati."
"Aku sendiri ikut menanam jenazahnya."64
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Orang aneh yang semula menyebut dirinya dengan
Jaka Pandan dan yang kemudian mengaku bernama
tumenggung Aryo Guno itu tertawa perlahan, "Kau benar,
Jaka Pandan." katanya.
"Memang Aryo Guno telah mati. Tapi kini dia bangkit
dari kuburnya untuk mencekik batang leher orang yang
telah merencanakan pembunuhan atas dirinya itu."
Kini meledaklah tawa Jaka Pandan yang mengejutkan
orang itu, "Mengapa kau tertawa?"
"Aku mentertawakan kebodohanmu, Hahahahaha...
engkau telah mencoba mempengaruhi dengan cerita
khayalmu itu, kisanak. Namun dongengmu hanya dapat
diterima oleh anak-anak kecil atau orang dewasa yang tak
waras otaknya...."
"Aku mengakui keberanianmu, Jaka Pandan.
Sedemikian beranimu engkau sampai berani membunuh
seseorang yang memelihara dirimu sejak kecil dan telah
pula menganggap engkau seperti anaknya sendiri."
Kata-kata orang itu bagaikan suara halilintar yang
meledak di sisi telinganya yang mampu menghanguskan
seluruh isi dada Jaka Pandan. Darah anak itu mendidih dan
bergulung-gulung menuju ke bulatan kepalanya. Serta
tubuhnya menggigil karena kemarahan yang semakin
menghimpit dadanya. Ya, kemarahan. Wajahnya berubah
hebat. Kalau saat itu suasana terang benderang pastilah
wajah Jaka Pandan akan nampak merah padam.65
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Bangsat!" geram Jaka Pandan dengan luapan
emosinya yang menggelegak. "Sebutkan apa yang kau
maksudkan dengan memasuki rumah ketumenggungan
Aryo Gunan?"
"Apa maksudmu? Sebuah pertanyaan yang bodoh.
Bukankah rumah itu adalah rumahku sendiri?"
"Rumahmu sendiri?"
"Ya. Siapapun tahu bahwa rumah itu adalah kediaman
tumenggung Aryo Guno. Mengapa?"
"Hahahahaha ......"
"Mengapa kau tertawa?"
"Rangkaian jawaban yang kau susun kurang masak,
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kisanak. Jika memang itu rumahmu sendiri, mengapa
engkau harus berada di atas wuwungan? Mengapa engkau
harus lari ketika aku memergokimu?"
"Aku sedang memancingmu."
"Alasan yang dicari-cari," tukas Jaka Pandan dengan
kemarahan yang telah tak dapat dikendalikan lagi. "Aku tak
melihat kemungkinan lain selain harus memaksamu untuk
menyebutkan siapa dirimu dan apa yang kau kehendaki
dengan permainanmu itu."
"Apa yang akan kau lakukan?"
"Memaksamu."66
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Sekali lagi orang itu tertawa, "Ingatlah, Jaka Pandan,
bahwa engkau muridku!"
"Persetan!"
Dan pada saat itu Jaka Pandan telah mempersiapkan
diri dengan sikap bertempur. Ia akan menggempur orang
itu walaupun orang itu tidak akan melawannya, Namun
otak Jaka Pandan masih dapat berjalan dengan wajar.
Orang itu tak dapat diremehkan. Sehingga karenanya ia
harus benar-benar mengerahkan seluruh kemampuannya.
Seluruh kekuatan tenaga batinnya dipusatkan ke kedua
belah telapak tangannya. Apabila kemudian Jaka Pandan
telah berhasil menghimpun kekuatannya, maka Jaka
Pandan itu pun lalu meloncat dengan sebuah gempuran
atas orang itu bersama dua sisi telapak tangan
mengandung tenaga dahsyat sedahsyat dua buah besi
yang mampu memecahkan bulatan batu sebesar kepala
manusia jika tenaga itu dilambari dengan aji Gora Mandala.
Tetapi walaupun kini anak itu tidak menggunakan
lambaran aji mautnya, ia akan mampu menggugurkan dan
merombakkan isi dada orang itu.
Duk! Duk!
Terdengar dua buah benturan tenaga beradu dengan
menimbulkan suara yang bergemuruh bagai suara di
angkasa.. Dan akibat yang ditimbulkannya benar-benar
hebat luar biasa. Setapak kedudukan kaki orang itu
bergeser. Sesaat tubuhnya bergetar. Namun ia segera
berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya. Walaupun
kepalanya agak pening. Sedang Jaka Pandan terlontar67
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
begitu pukulannya beradu dengan tangan lawan hingga
beberapa tombak jauhnya.
Tangannya terasa nyeri pada tulang-tulang
persendiannya. Darahnya seketika itu seakan-akan berhenti
mengalir. Dan nafasnya serasa tersekat di tenggorokan.
Kepalanya pening-pening. Dan pusing. Matanya kabur. Apa
yang dilihatnya seperti berputaran. Juga bumi yang
dipijaknya. Hampir saja Jaka Pandan tidak kuasa menguasai
keseimbangan tubuhnya. Akan tetapi Jaka Pandan buru-
buru menebarkan mata mengatur pernafasan. Hingga
sejenak Jaka Pandan berbuat demikian. Sedikit demi sedikit
darahnya mulai mengalir kembali serta nafasnya seperti
semula.
Ketika kemudian Jaka Pandan menyenakkan matanya,
ia masih menampak orang itu tetap berdiri di tempatnya.
Namun anak itu tidak berbuat sesuatu. Dada anak itu mulai
dirayapi oleh kebimbangan. Kebimbangan akan
kemampuan yang mungkin dapat dilakukan atas orang itu
maupun kebimbangan tentang siapa sebenarnya orang itu.
Benarkah dia tumenggung Aryo Guno yang bangkit dari
kuburnya?
Agaknya orang itupun tahu apa yang sekarang terkilas
di benak Jaka Pandan sebab dia segera berkata, "Nah apa
yang akan kau lakukan lagi, Jaka Pandan? Ataukah kau
masih meragukan diriku, he?"
Ternyata kata-kata orang itu telah membangkitkan
kembali kemarahan Jaka Pandan. Urat nadinya menegang
kejang. Dikepalkannya tinjunya kuat-kuat seakan-akan ia68
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
mau menghantam remuk tubuh orang yang telah
menghinanya dan mempermainkan dirinya itu. Lalu dengan
diiringi oleh sebuah geraman pendek ia berkata,
"Betapapun aku tak dapat mempercayaimu."
Dan dalam waktu yang sekejap Jaka Pandan telah
mengeterapkan ilmu pamungkasnya, Aji Gora Mandala.
Sepasang kakinya terbuka berdiri lurus selurus kedudukan
tubuhnya. Tangan kirinya terjulur lurus ke depan datar
dengan pundak, telapak tangannya miring. Sedang tangan
kanannya ditekuk ke atas pada siku dan condong
sedemikian rupa sehingga sisi telapak tangan tepat di
muka hidung. Perlahan-lahan bahu kanannya ditarik ke
belakang seolah-olah ia sedang membuat suatu gerak
awalan untuk melontarkan pukulannya.
Orang itu terperanjat bukan kepalang melihat sikap
Jaka Pandan itu.
"Gora Mandala..." desisnya.
Dan sebelum Jaka Pandan melepaskan ilmu yang
diandalkan, orang itu menjejakkan kakinya berkelebat
menghilang dalam kegelapan malam yang menjadi pekat
oleh lebatnya gerumbul-gerumbul perdu itu.
Pada saat itu Jaka Pandan tengah memusatkan seluruh
perhatiannya dalam menyiapkan Aji Gora Mandala.
Sehingga dengan demikian dia tidak menduga sama sekali
bila orang itu akan meninggalkannya. Karenanya dia tak
dapat mencegahnya. Sedang bertepatan dengan kepergian
orang yang mengaku bernama Jaka Pandan dan Aryo69
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Guno itu, Gora Mandala telah siap untuk dilontarkannya.
Padahal Jaka Pandan tahu bila tenaga yang telah tersalur
itu tidak memperoleh sasaran penyalurannya, akan
membahayakan jiwanya. Sebab tenaga itu akan berbalik
memukul isi dadanya sendiri. Sedang kini sasaran Gora
Mandala telah tiada. Sesaat Jaka Pandan menjadi bingung.
Namun sesaat dalam kebingungannya itu, Jaka Pandan
melihat sebuah bayangan pohon sebesar paha orang
dewasa. Sekejap kemudian Jaka Pandan telah meloncat
melontarkan Aji Gora Mandala pada pohon itu. brusss... !!
pohon malang itu patah di tengah oleh tebasan sisi telapak
tangan Jaka Pandan.
Pada saat itu kembali terdengar suara tawa yang mau
memecahkan anak telinga yang segera disusul oleh
serentetan kalimat, "Tak percuma kau jadi murid Aryo
Guno, anak muda. Tapi jangan coba-coba mencari aku lagi.
Jika ternyata kau tak menuruti pesanku ini. Jangan salahkan
aku apabila kau menemui kesulitan-kesulitan. Aku dapat
berbuat apa saja padamu."
"Setan...!" desis anak itu.
Dadanya kembali akan meledak oleh getaran
kemarahannya yang meluap-luap. Tapi Jaka Pandan kini
hanya bisa berdiri menekan kemarahannya itu sebab orang
itu sudah tak nampak lagi. Bahkan suara tawanyapun tak
didengarnya pula.
Malam telah larut ketika Jaka Pandan mengayunkan
langkahnya meninggalkan tempat itu. Lintang gubug
penceng telah jauh condong ke barat.70
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Sudah pagi..." gumam anak itu.
Angin malam menerpa tubuhnya. Namun kedinginan
malam itu tak mampu menenangkan deburan jantung Jaka
Pandan. Tidak. Hati dan benak anak itu bergolak oleh lilitan
persoalan-persoalan yang kini sedang dan harus
dialaminya. Soal kematian ki Tumenggung Aryo Guno yang
harus dipecahkannya, yang agaknya akan menumbuhkan
rentetan-rentetan peristiwa yang sangat panjang.
Seperti baru sekejap yang lalu ia harus menghadapi
sebuah persoalan yang mungkin merupakan rentetan
peristiwa itu. Dan kini otak Jaka Pandan berputar berfikir
tentang orang yang menyebut namanya dengan Aryo
Guno. Siapakah orang itu? Yang pasti dia bukannya ki
Tumenggung Aryo Guno yang bangkit dari kuburnya. Hal
itu tak dapat masuk di akal Jaka Pandan. Dan pada kata-
katanya yang terakhir, orang itu telah memberi gambaran
bahwa dia bukanlah tumenggung Aryo Guno. Apa pula
yang dikehendaki oleh orang itu? Adakah dia juga memiliki
kaitan persoalan dengan peristiwa kematian ki
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tumenggung Aryo Guno? Atau dia memiliki kemauan yang
lain? Beberapa pertanyaan dan masih banyak lagi
bermunculan di benaknya. Namun tak satupun dari
pertanyaan itu yang dapat dipecahkannya sendiri.
Akhirnya langkah-langkah kaki Jaka Pandan telah
membawa dirinya di depan regol. Tapi anak itu tertegun. Ia
tak mau mengejutkan prajurit-prajurit itu. Dan dia tak mau
dilontari serentetan pertanyaan yang sulit untuk dijawab
dengan keadaan sebenarnya yang dilakukan. Sedang ia71
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
ingin persoalan yang di malam ini tak diketahui oleh orang
lain. Namun dia harus masuk ke rumah.
Jika ia akan mengelakkan pertanyaan-pertanyaan para
prajurit itu berarti harus mencari jalan lain yang tidak
melewati regol, yang berarti pula ia harus meloncati
tembok itu. Akan tetapi ia tak dapat berbuat lain.
***
Menjelang pagi, Jaka Pandan dibangunkan oleh
Pamuput.
"Ki Brajanala mati!" kata Pamuput.
'He?" Jaka Pandan terlonjak.
"Ya. Dan dengan luka yang sama seperti mendiang ki
Tumenggung Aryo Guno..."
"Gila!" Desis Jaka Pandan.
Apa yang dikatakan oleh Pamuput itu terasa bagai petir
yang menyambar di atas kepalanya. Dada Jaka Pandan
tergoncang hebat sekali. Untuk sesaat lamanya anak itu
berdiri mematung. Diam. Sungguhpun dalam kepingan
hatinya bergolak berbagai macam perasaan. Dia mau
berkata banyak. Tapi kata-kata itu cuma menyangkut di
batang tenggorokannya belaka. Dan perubahan wajah Jaka
Pandan sulit untuk ditafsirkan. Yang pasti satu di antara72
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
warna wajah yang berubah-ubah itu melukiskan suatu
kemarahan yang meluap-luap di rongga dadanya.
"Agaknya orang yang membuat keonaran ini tidak
hanya main-main," berkata Pamuput lagi.
Jaka Pandan tidak menjawab. Dan memang Jaka
Pandan tak dapat menjawab karena dia tidak mendengar
apa yang dikatakan oleh Pamuput itu. Karenanya
Pamuputlah yang kemudian terdengar berkata, "Kini dia
tidak hanya sekedar menjatuhkan namamu saja, Jaka
Pandan. Akan tetapi sekaligus akan menggoncangkan
ketenteraman Pajang. Ki tumenggung Aryo Guno dan ki
Brajanala orang-orang yang memiliki pengaruh kuat. Inilah
alasanku bahwa orang itu memusuhi negara."
Sekali ini Jaka Pandan mendengus pendek. Lalu anak
itu bangkit. Diambilnya beberapa bilah pisau kecil yang
tergantung di dinding biliknya serta menyelipkannya di
balik bajunya.
"Apa yang akan kau lakukan dengan pisau-pisau itu?"
bertanya Pamuput.
"Aku tidak tahu," jawab Jaka Pandan. "Tetapi mungkin
ini akan berguna nanti."
"Sebenarnya apa yang akan kau lakukan, Jaka Pandan?
Jaka Pandan menghela nafas dalam-dalam untuk
menghentakkan kesesakan yang menghimpit dadanya.
Kemudian jawabnya, "Aku akan melihat."73
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
"Melihat apa?"
"Ki Brajanala."
Pamuput mengangkat bahunya dan menatap Jaka
Pandan, "Kau akan membunuh dirimu, Jaka Pandan?"
"Hm?"
"Semua orang menuduhmu bahwa engkaulah yang
melakukannya. Ini atas hasutan ki Ragajaya. Kini di rumah
ki Brajanala telah berkumpul beberapa orang yang
berunding untuk menangkapmu. Sedang di halaman
berkumpul prajurit-prajurit yang menantikan perintah
untuk menangkapmu pula."
Dada Jaka Pandan berdesir. Tetapi kemarahan Jaka
Pandan telah menghilangkan segala pertimbangan-
pertimbangan nalarnya yang wening.
"Tidak." katanya agak keras, "Aku akan ke sana."
"Mereka akan menangkapmu ...."
"Aku akan menjelaskan pada mereka bahwa aku tidak
melakukan pembunuhan-pembunuhan yang keji itu."
"Tak ada gunanya. Mereka tak mau percaya. Kenyataan
yang terjadi memang seakan-akan engkaulah yang
membunuh ki Brajanala. Ingatlah. Ki Ragajaya ada di antara
mereka. Tumenggung tua itu pasti mempertahankan
pendapatnya bila Aji Gora Mandala yang kau miliki itu74
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
telah menamatkan kehidupan Ki Aryo Guno dan Ki
Brajanala."
"Aku harus ke sana."
Dan Pamuput tak dapat mencegahnya lagi ketika
kemudian Jaka Pandan melangkah keluar dari bilik.
Pamuput pun lalu membuka pintu bilik lalu keluar dan
turun dari pendapa. Di sana ia masih sempat melihat
bayangan Jaka Pandan yang ditelan oleh keremangan dini
hari.
Dalam pada itu, Jaka Pandan mempercepat langkah
kakinya. Seolah-olah anak itu tidak mau terlambat oleh
datangnya matahari yang akan terbit di timur sesaat lagi.
Ya, Jaka Pandan diburu oleh desakan hatinya untuk melihat
Ki Brajanala, orang yang dapat mengerti perasaannya,
perasaan seorang prajurit yang dituduh telah membunuh
tuannya, perasaan seorang lelaki yang dituduh telah
membunuh ayah kekasihnya, dan yang kemudian
membantu Jaka Pandan untuk mengungkap misteri
pembunuhan Ki Aryo Guno demi kebaikan namanya. Tetapi
orang itu kini telah pula mati terbunuh seperti Ki
Tumenggung Aryo Guno.
Jaka Pandan kini menyadari bahwa kedudukannya
menjadi semakin sulit. Tak ada lagi orang yang bisa
menolongnya. Meskipun ada, apalah artinya mereka itu
bila dibandingkan dengan Ki Brajanala. Pamuput cuma
seorang prajurit kecil yang sama sekali tidak mempunyai
kekuasaan apa-apa dalam tata pemerintahan Pajang.
Sedang Kembang Arum, walaupun gadis itu mempunyai75
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
kedudukan penting dalam hati Jaka Pandan, tetapi dia tak
lebih dari seorang perempuan yang lemah. Yang sudah
pasti tak bisa membantu banyak padanya. Berbeda dengan
Ki Brajanala. Orang itu mempunyai pengaruh atas tata
pemerintahan Pajang oleh sebab kedudukannya sebagai
lurah wiratamtama. Sehingga dari padanya dapat
diharapkan bantuannya yang pasti. Namun kini Ki Brajanala
sudah tiada lagi. Yang ada cuma tinggal Pamuput dan
Kembang Arum, yang ia tahu mereka tidak akan bisa
membantu sebanyak Ki Brajanala. Tetapi ini masih lebih
baik dari pada tak ada sama sekali.
Meskipun demikian suatu kenyataan yang harus
diterima oleh Jaka Pandan ialah bahwa Pamuput telah
berusaha membantu dengan seluruh kemampuan yang
dimilikinya. Dan ini merupakan suatu keuntungan bagi Jaka
Pandan. Patutlah anak itu mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya terhadap Pamuput. Kendati yang
diberikan dan yang akan diberikan oleh Pamuput nanti
belum memadai seperti yang diharapkannya. Jaka Pandan
harus menerima kenyataan yang ada. Bahkan seharusnya
Jaka Pandan mengeraskan hati. Sekalipun tak ada orang
yang mau membantunya, dia harus juga melangkah untuk
menyelesaikan persoalan yang kini dihadapinya demi harga
diri dan kehormatannya. Dan kini memang Jaka Pandan
telah mengeraskan pendiriannya untuk tetap membuktikan
bahwa tangannya bersih dari noda-noda darah Ki
Tumenggung Aryo Guno.
Semantap tekadnya itulah maka kemudian Jaka Pandan
mempercepat langkah kakinya. Semakin cepat. Tetapi76
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
langkah Jaka Pandan itu tiba-tiba terhenti manakala
terdengar serentetan derai tawa yang bergema. Jaka
Pandan mengangkat alis dan mempertajam indera
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pendengarnya.
Akhirnya anak itu berdesis, "Mengapa setan itu
mengganggu lagi?"
Jaka Pandan mencoba untuk tidak menghiraukannya.
Akan tetapi baru tiga langkah anak itu mau melanjutkan
perjalanannya, mendadak di hadapannya berdiri sesosok
tubuh kehitam-hitaman. Orang itu mengenakan cadar
penutup muka. Namun Jaka Pandan tahu pasti siapa orang
itu. Ialah orang yang semalaman dikejarnya.
"Kembalilah, Jaka Pandan." kata orang itu bernada
pasti.
"Apa maumu menghadang perjalananku?" hardik Jaka
Pandan marah.
"Kembalilah. Dan jangan membunuh diri."
"Persetan dengan kata-katamu. Minggirlah. Tak ada
waktu untuk melayanimu."
"Kembalilah."
"He?"
"Ya, Kembalilah jika kau tak mau Ki Ragajaya
menangkapmu."77
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Dada Jaka Pandan berdesir. Apa yang dikatakan orang
itu ternyata seperti apa yang dikatakan oleh Pamuput. Dua
orang berkata sama. Ialah bahwa ia sedang berusaha
membunuh diri apabila pergi menengok rumah Ki
Brajanala. Apakah ini suatu kebetulan yang terjadi atau
memang ada latar belakang tertentu. Yang pasti Jaka
Pandan untuk sesaat lamanya jadi bimbang.
"Kembalilah." berkata orang itu lagi.
Jaka Pandan tersentak, "Apa keuntunganmu dengan
mencegahku?"
"Aku hanya sedang berusaha mencegah seseorang
yang akan membunuh diri dengan ketololannya."
"Lebih tolol lagi apabila aku tidak ke sana."
Kemudian Jaka Pandan melangkah lagi. Tetapi orang
itu menghadangnya.
"He? Apa maumu?" geram Jaka Pandan.
"Sudah kukatakan, kembalilah. Jangan berbuat dengan
ketololanmu...."
"Apa pedulimu. Aku mau bunuh diri, kaupun tak rugi.
Minggirlah jika aku tidak mau membunuhmu."
"Namun aku bertekad mencegahmu."
Jaka Pandan menggeram pendek. "Suatu kebetulan.
Semalam aku berusaha mengejarmu. Tapi temyata kau
bersembunyi, Dan sekarang kau malah menampakkan diri."78
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Dan di ujung kata-katanya itu Jaka Pandan meloncat ke
depan menerjang orang yang berdiri menghadang itu
dengan sebuah tendangan mengarah dada.
Orang itu sedikit terkejut. Akan tetapi masih sempat
baginya untuk mengelakkan tendangan itu. Bersamaan
dengan itu pula orang itu mengulurkan tangannya untuk
meraih kaki Jaka Pandan. Namun tiba-tiba ia terkejut bukan
main. Tiga buah sinar perak berkilauan melayang dari jari-
jari tangan Jaka Pandan dan menuju ke tiga bagian
anggota tubuhnya. Dada, leher dan yang satu ke
pergelangan tangan. Tentu saja orang itu tidak mau mati
konyol menjadi sarang ujung-ujung pisau Jaka Pandan.
Cepat sekali orang itu menjatuhkan diri bergulingan sambil
mendecik pendek. Agaknya kesempatan itu digunakan oleh
Jaka Pandan untuk ambil langkah seribu. Sehingga ketika
orang itu berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya
dengan berdiri, bayangan Jaka Pandan sudah tidak nampak
lagi. Dan orang itu hanya bisa mengeluh panjang serta
bergumam, "Anak yang keras kepala."
Akan tetapi orang itupun segera menyusul Jaka
Pandan.
Di balik cadarnya nampak orang itu membayangkan
suatu kekhawatiran yang memuncak. Apa yang
dikhawatirkan cuma dia sendiri yang tahu.
Pagi segera akan menyingsing dengan ditandai oleh
warna merah menganga di cakrawala timur. Serta dengan
perlahan lintang panjer wengi yang sudah agak tinggi.
Tanda-tanda alam yang boleh dikata abadi. Suara kicau-79
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
kicau burung satu-satu mulai terdengar yang semakin lama
akan menjadi semakin riuh.
Pada saat matahari hampir muncul, sampailah Jaka
Pandan di rumah Ki Brajanala. Tetapi apa yang dihadapi
olehnya, benar-benar membuat hatinya terkejut bukan
alang kepalang, walaupun sejak keberangkatannya dan
kemudian bertemu dengan orang bercadar tadi anak itu
telah merasa bahwa ia akan menghadapi hal semacam ini.
Beberapa orang prajurit dengan senjata telanjang
berlompatan mengurung Jaka Pandan. Sesaat terjadi
kegaduhan pada prajurit-prajurit itu. Beraneka suara dan
beraneka nada berloncatan dari mulut mereka.
Diantaranya: "Ini dia. Pembunuh keji itu telah datang."
Atau : "Ibarat kutuk marani sunduk."
Atau : "Tidak usah banyak suara. Marilah kita ringkus
pengkhianat jahanam ini."
Atau lagi : "Hayo kita gantung."
Dan : "Kita cacah dan dagingnya buat bergedel buat
makanan anjing."
Dan masih banyak lagi suara-suara yang senada
dengan itu, yang memerahkan anak telinga bagi siapapun.
Dan bagi Jaka Pandan. Namun Jaka Pandan mencoba
untuk menekan perasaan yang bergejolak dalam dadanya
sekuasa mungkin. Jaka Pandan menyadari bahwa apa yang
melanda dada prajurit-prajurit itu adalah suatu bara
dendam yang tidak mereka ketahui dari mana sebenarnya80
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
bara itu timbul. Dan Jaka Pandan tahu bahwa Ki
Ragajayalah yang telah mengobarkan bara itu. Entah
disengaja atau tidak, dirinyalah yang dijadikan bahan bakar
dari perapian itu. Dan prajurit-prajurit itu tidak mau atau
bahkan tidak bisa berfikir tentang hal yang sebenarnya
terjadi. Bahwa apa yang dijadikan alasan oleh Ki Ragajaya
untuk menuduh dan melancarkan tuduhan pada dirinya,
dan ini nampaknya masuk akal, mereka terima begitu saja
tanpa mempertimbangkannya dengan hal-hal yang lain.
Dan kemudian mereka berbuat seperti yang terjadi di
halaman rumah ki Brajanala itu. Mengurung Jaka Pandan
dengan sikap mengancam.
Meskipun demikian, Jaka Pandan tak dapat berdiam
diri. Perajurit-prajurit itu telah mulai bergerak, semakin
mendesak maju kian mempersempit lingkaran kedudukan
Jaka Pandan. Suasana menjadi sedemikian tegang. Dan
Jaka Pandan sadar bila sesaat lagi ketegangan itu akan
sampai pada puncaknya. Dan akan meledak.
Jaka Pandan berusaha bersikap setenang mungkin.
Disapukan pandangan matanya berkeliling. Apabila anak
itu kemudian melihat tangan-tangan prajurit-prajurit itu
bergetar dan senjata-senjata mereka tegak ke muka siap
untuk bersama-sama menyobek koyak dan atau mencacah
dagingnya beramai-ramai bagai mencacah daging
kambing dalam rumah pembantaian, dadanya berdebar-
debar juga. Alangkah ngerinya peristiwa itu terbayang
dalam rongga matanya. Dan agaknya peristiwa ngeri itu
bukan hanya sekedar bayangan saja. Tetapi benar-benar81
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
akan terjadi. Tubuhnya akan dicacah beramai-ramai oleh
prajurit-prajurit itu.
Ketika kemudian ketegangan itu semakin memuncak
dengan bergeraknya seorang prajurit yang melintangkan
pedangnya ke muka dada. Dada Jaka Pandan tergetar.
Sekali lagi ia mencoba menekan perasaannya. Dicobanya
pula untuk mengatasi kegaduhan itu dengan suaranya
yang lantang bagai petir di musim penghujan. Tetapi suara
prajurit-prajurit itu tidak juga mereda.
(Bersambung Jilid ke-2)82
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono83
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
AKHIRNYA terdengarlah Jaka Pandan berkata tak bisa
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mempertahankan diri lagi, "Apakah kalian menghendaki
tubuhku? Atau ingin mencacah dagingku? Jika demikian,
silahkan. Gerakkan senjata-senjata kalian. Dan kalian akan
puas melihat darah seorang prajurit Pajang mengalir
membasahi bumi pertiwi karena sebuah fitnahan yang
dilontarkan pada dirinya!"
Sejenak suara Jaka Pandan itu mempunyai pengaruh
juga. Tidak terdengar suara gaduh lagi.
Suasana jadi hening.
Tiada sebuah suarapun yang terdengar. Kecuali desiran
angin dingin dan kicauan burung di atas pepohonan. Akan
tetapi ternyata pengaruh suara Jaka Pandan itu tidak
terlampau lama berlangsung.
Kegaduhan muncul kembali manakala terdengar
seorang prajurit berteriak, "He, kenapa justru kita berdiam
diri oleh kata-katanya? Persetan dengan apa.yang
dikatakannya. Hayo kita cincang dia sebelum sempat
melarikan diri!"
Dan kemudian yang terjadi seperti apa yang
dibayangkan oleh Jaka Pandan. Anak itu tak dapat
mencegahnya. Tak mungkin sama sekali.84
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
Dengan dipelopori oleh prajurit yang tadi berseru,
beberapa prajurit menggerakkan senjata masing-masing.
Jaka Pandan masih sempat menghela nafas panjang
sebelum mengelakkan diri atas serangan-serangan itu.
Memang tak terampau sulit bagi Jaka Pandan untuk
menghadapi prajurit-prajurit yang berjumlah belasan yang
sekarang menyerangnya. Tetapi suatu kenyataan yang
harus dipikirkannya adalah jumlah prajurit itu semakin lama
bertambah banyak. Satu-satu, atau dua-dua, atau
kelompok-kelompok yang lebih banyak lagi. Sedang di
belakang mereka mungkin berdiri orang-orang sakti yang
sulit diukur sampai di mana tingkatannya seperti ki
Ragajaya. Walau seandainya di belakang prajurit-prajurit
itu tidak ada orang-orang seperti ki Ragajaya sekalipun
agaknya bukanlah suatu pekerjaan yang gampang bagi
Jaka Pandan untuk mengatasi kesulitan yang kini sedang
dihadapinya. Benar dalam arti perseorangan prajurit-
prajurit itu sama sekali tidak berarti apa-apa bagi Jaka
Pandan, tetapi jumlah mereka kian lama kian banyak.
Sehingga masalahnya akan menjadi berlarut-larut jika tak
boleh dikatakan kabur dari pokok masalahnya. Soal
kemanusiaan pertama. Betapapun untuk menghadapi
persoalan itu tak mungkin tidak akan menimbulkan korban.
Bahkan sangat mustahil bagi Jaka Pandan untuk melayani
prajurit-prajurit itu hanya mengandalkan kegesitan
mengelakkan diri ke sana ke mari tanpa mengurangi
jumlah lawan. Tenaga yang dimilikinya mempunyai batas
tertentu. Ini logis. Karena toh Jaka Pandan hanyalah
makhluk yang bernama manusia. Meskipun secara
kodratnya anak itu dikaruniai oleh penciptaNya kelebihan85
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
dari kebanyakan manusia sesamanya. Jika sampai terjadi
korban, Jaka Pandan tidak akan sampai hati.
Karena tidak seharusnya prajurit-prajurit itu menemui
kematian. Sebab mereka berbuat sekedar melakukan
perintah dari atasan, yang mungkin tidak mereka ketahui
benar tidaknya perbuatan yang mereka lakukan. Ini soal
kemanusiaan. Dan masalahnya akan menyangkut masalah
kenegaraan tentunya.
Sedang bagi Jaka Pandan sendiri tidak mau melibatkan
diri dengan kerajaan dalam hal ini. Meskipun sebenarnya,
dan dia sendiri mengetahui, saat-saat ini karmanya sedang
menyoroti kehidupannya. Karenanya Jaka Pandan
mencegah sedapat mungkin untuk tidak menyudutkan
dirinya di mata fihak kerajaan dengan kesan yang jelek.
Apa yang kini dihadapi oleh Jaka Pandan adalah suatu
masalah yang tidak mudah diselesaikan demikian saja
tanpa membawa akibat yang betapapun kecilnya. Tidak
semudah membalik tangan. Bahkan ibarat Jaka Pandan
sedang melakukan sebuah perjudian. Perjudian maut,
Sedikit saja anak itu salah langkah, ambang kematian akan
terbuka baginya. jika tidak oleh prajurit-prajurit yang kini
tenggelam dalam nafsu membunuh, pastilah putusan
pengadilan kerajaan yang akan menjatuhkan hukuman
gantung baginya. Semuanya serba sulit. Dan serba tidak
enak untuk dihayati.
Sementara anggota tubuhnya bergerak menghadapi
serangan para prajurit itu arahnya berputar-putar ke
kanan-ke kiri, ke atas dan bawah, ke muka dan belakang,86
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
untuk mencari jalan keluar atas persoalan ini dengan
sebaik-baiknya.
Hampir saja sebuah ujung mata pedang membuat
goresan melintang di dadanya manakala Jaka Pandan
termenung memikirkan sebuah jalan yang mungkin bisa
ditempuhnya. Untunglah sebelum ujung mata pedang itu
benar-benar merobek kulit dadanya, cepat-cepat anak
muda itu sadar akan bahaya yang mengancam
kehidupannya. Sekali dia mendengus pendek. Lalu berkelit.
Dan dengan cepat bagai kepala seekor ular yang mematuk
mangsanya, Jaka Pandan bergerak menangkap
pergelangan tangan prajurit yang nyaris membunuhnya.
Bertepatan dengan itu, Jaka Pandan pun telah memperoleh
suatu kepastian untuk segera menyelesaikan perkelahian
yang tak keruan pokok masalahnya ini. Dan ini suatu
kebetulan. Dengan segenap kemampuan yang dimilikinya,
Jaka Pandan mengangkat prajurit yang tertangkap
tangannya itu sedemikian ringannya seolah-olah tubuh itu
tak lebih dari segumpal kapas belaka.
Melihat tingkah Jaka Pandan, serentak prajurit-prajurit
itu menghentikan semua gerakan mereka, lalu mereka
tertegun menatap Jaka Pandan yang tengah mengangkat
tinggi-tinggi kawan mereka. Sedang prajurit yang ada
dalam kekuasaan Jaka Pandan itu tak berkutik sedikitpun
juga. Dan mereka lalu bersepandang mata saling
bergantian.
Dari pancaran mata prajurit-prajurit itu jelas bahwa
dalam hati mereka timbul suatu pertanyaan. Apa yang akan87
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
dilakukan oleh Jaka Pandan dengan Gomar, prajurit yang
ada di atas sanggahannnya?
Ternyata prajurit itu segera menemukan jawab atas
pertanyaan mereka dari kata-kata Jaka Pandan yang
terdengar kemudian, "Sekali di antara kalian membuat
gerakan yang mencurigakan, aku akan meremukkan tulang
tubuh Gomar ini. Dan apabila kalian tidak mau mendengar
apa yang kukatakan ini, aku tidak dapat melihat cara lain
untuk menghentikan tindakan kalian selain dengan caraku
sendiri. Kalian melihat pedang yang tergantung di
lambungku. Aku akan mampu mematahkan tangan kalian
bahkan mampu pula mematahkan leher kalian sekaligus
dengan pedang ini.
Sekali lagi perkataan yang terucapkan oleh bibir Jaka
Pandan berhasil membekaskan pengaruh yang sangat
hebat di setiap dada prajurit-prajurit itu. Malah sekali ini
lebih besar dari yang terdahulu. Sehingga tak seorangpun
di antara sekian banyak prajurit itu bersuara walau yang
selirih mungkin.
Mereka telah benar-benar dicekam oleh kebimbangan
dan ketakutan. Mereka cukup tahu siapakah Jaka Pandan
itu. Dia adalah prajurit kesayangan dan bahkan murid
tunggal mendiang Tumenggung Aryo Guno. Oleh karena
itu setiap patah kata yang diucapkannya, pastilah dia
mampu membuktikan. Dan apabila seorang atau semua,
mereka itu, membuat suatu gerakan yang bagaimanapun
kecilnya, Gomar akan dibunuhnya. Rasa ketidaktegaan
muncul dalam hati mereka. Gomar akan mati. Dan
berbincang tentang mati, tentu tidak hanya pada Gomar88
Aji Gora Mandala
Widi Widayat & Karsono
saja yang bisa terjadi. Jika Jaka Pandan menghendaki maka
merekapun akan dapat mati juga oleh tangan anak itu
seperti apa yang dikatakannya. Suatu kemungkinan yang
tidak terlalu mustahil akan terjadi apabila anak itu telah tak
bisa menahan diri lagi, anak itu akan melakukan suatu
Aji Gora Mandala Karya Widi Widayat dan Karsono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pembunuhan massal. Ini bukan hal yang sulit bagi Jaka
Pandan yang mereka ketahui sangat sakti mandraguna itu.
Dan mereka belum mau mati sekarang. Mereka masih
kepingin hidup, untuk hidup lebih lama lagi bersama isteri
dan anak mereka.
Atau yang masih jejaka, tak mau melepaskan saat-saat
kebahagiaan bersama kekasihnya nanti. Mereka masih
Pendekar Rajawali Sakti 66 Rahasia Pendekar Mabuk 09 Pusaka Tombak Maut Satria Gendeng 10 Nisan Batu Mayit
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama