Ceritasilat Novel Online

Prahara Di Indraprahasta 4

Prahara Di Indraprahasta Karya Nandar Hidayat Bagian 4



tiada tara.

Apa jadinya bila tokoh sesat ini

menguasai jagat kependekaran? Maka dengan

kekuatan penuh dan tanpa pikir panjang lagi,

ayah dan anak ini harus bisa melenyapkan

lawannya itu.

Sampai sepeminuman teh berlalu.

Sampai tempat itu porak poranda. SampaiPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

379

Nandar Hidayat

pakaian mereka sobek di beberapa tempat.

Udara dingin berubah bagai dalam kobaran

api. Mereka masih terpatok di tempatnya.

Pertarungan tenaga halus masih berlangsung.

Namun kekuatannya semakin lama semakin

mengendur.

Hingga akhirnya

Blarrr!!!

Ledakan amat dahsyat terjadi di tengah-

tengah mereka. Ledakan yang menimbulkan

tenaga hentakan sangat kuat hingga membuat

tubuh mereka terpental ke belakang.

Begitu terjatuh, Birawayaksa segera

membanting tangan hingga keluarlah ledakan

asap hitam. Begitu asap lenyap, lenyap pula

sosoknya.

Di lain pihak Purbasora dan ayahnya

sama-sama bergulingan. Dari mulutnya keluar

darah segar. Mereka saling pandang dan

tersengal-sengal.

***PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

380

Nandar Hidayat

38

Setelah pertarungan melawan ayahnya

sendiri, Santana tidak ikut rombongan

mengawal Prabu Sena menuju kerajaan

Kalingga. Tiba-tiba saja teringat kepada

Kemala dan merindukannya. Maka dia berniat

ke tempat gadis pujaan hatinya itu. Tapi

sesampainya di sana dia hanya menemukan

sehelai daun nipah menempel di pintu rumah.

"Kemala akan digembleng dalam

pengembaraan bersamaku, kesinilah enam

atau tujuh tahun lagi."

Begitu isi tulisan di atas daun nipah itu.

Santana kecewa, kerinduannya tidak terobati.

Malah harus menunggu lama lagi untuk

bertemu. Akhirnya dia meninggalkan rumah

Nyi Gandalaras. Tak tahu mau kemana

lagi...tapi

Melalui suara jarak jauh, Santana

mendapat panggilan dari gurunya. MakaPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

381

Nandar Hidayat

dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh

yang sempurna berkat kekuatan Kembang

Melati Biru, tak butuh waktu lama untuk

sampai ke tempat Ki Jantaka.

Santana bagaikan terbang cepat menem-

bus belantara, mendaki bukit dan gunung,

menelusuri lembah hingga dalam waktu sehari

semalam saja dia sudah sampai di kediaman

gurunya tanpa merasa lelah sedikitpun. Dia

sampai di sana saat mentari pagi baru muncul

dari peraduannya.

Ki Jantaka mengekeh pelan begitu

muridnya tiba, "Sepertinya kau tidak sedang

mempunyai urusan, sehingga cepat kemari,"

"Sebenarnya aku masih ada masa-lah,

aki," jawab Santana.

"Wah, sombongnya kau, makin kesini

kau semakin konyol,"

Santana garuk-garuk kepala yang tak

gatal, "Sepertinya ada hal penting, apa ada

tugas baru?"

"Aku membutuhkanmu, Santana,"

"Oh..."

"Mari, ikut aku!"PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

382

Nandar Hidayat

Ki Jantaka membawa Santana ke bela-

kang pondoknya. Halamannya cukup luas.

Santana baru pertama kali melihat halaman

belakang pondok ini, sebab selama ini kalau

berlatih jurus hanya di halaman depan saja.

Di satu sudut ada sebuah batu sebesar

kerbau yang atasnya rata. Di atas batu itu,

duduk bersila dua orang yang sudah Santana

kenal. Mereka sedang bersemedi.

"Sedang apa mereka?" tanya Santana

bengong.

"Mereka sedang memulihkan kekuatan.

Mereka mengalami luka dalam..."

"Luka dalam!" sela Santana keras-keras

sengaja agar dua orang itu mendengar.

"Ya, mereka habis bentrok dengan

Birawayaksa..."

"Hahaha....., kalah?"

Suara Santana semakin keras dengan

nada mengejek. Ki Jantaka maklum kalau anak

itu tak suka kepada dua orang yang tak lain

adalah Resi Sempakwaja dan Purbasora.

Sementara dalam hati kedua orang itu merasa

sangat dongkol dengan sikap Santana.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

383

Nandar Hidayat

Seandainya mereka tidak sedang terluka,

mungkin akan melabrak anak tak tahu sopan

santun itu. Kenapa Ki Jantaka membawa anak

itu? Pikir mereka dalam hati.

"Ya, begitulah, dan aku memang-gilmu

kesini untuk membantu mereka memulihkan

tenaganya..."

"Apa, saya..." Santana menunjuk hi-

dungnya sendiri, "Membantu mereka?"

"Harus, ini perintahku!"

Santana merengut, bibirnya mengerucut.

"Ayolah, belajarlah berjiwa besar. Ini

adalah perbuatan yang sangat mulia," bujuk Ki

Jantaka.

Lalu kakek ini mendekati dua orang

yang bersemedi ini, "Aku tahu, kalian juga

pasti tidak sudi ditolong anak itu, tapi

ketahuilah hanya dengan kekuatannya kalian

bisa segera pulih,"

Purbasora dan ayahnya tak bergeming.

Masih terpejam memusatkan pikiran. Me-

ngatur hawa murni dan peredaran darah.

Memang benar, seandainya bisa memulihkan

sendiri dengan cepat buat apa memintaPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

384

Nandar Hidayat

bantuan anak tak tau adab itu? Tapi luka dalam

mereka begitu parah. Tidak cukup tiga bulan

untuk menyembuhkannya.

"Baiklah, saya bersedia menolong mere-

ka, tapi saya tak sudi menyentuh mereka!"

seru Santana.

"Lakukan saja caramu!" balas ki Jantaka

tanpa menoleh.

Kemudian Santana mengambil gentong

yang berisi air bersih yang berada di sudut

halam depan. Diletakannya gentong itu di

depan Resi Sempakwaja dan Purbasora. Di

atas tanah, lalu Santana duduk bersila di depan

gentong itu.

Pemuda bongsor ini mulai menarik

nafas. Membangkitkan kekuatan dalam

tubuhnya. Wangi aroma melati menebar di

seantero tempat. Hawa sakti dialirkan ke dua


Prahara Di Indraprahasta Karya Nandar Hidayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


telapak tangannya hingga tampak bercahaya

biru. Lalu diobok-oboknya air dalam gentong

hingga memancarkan cahaya biru juga. Air itu

telah berisi kekuatan Kembang Melati Biru

yang disalurkan melalui telapak tangan San-

tana. Setelah dirasa cukup, SantanaPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

385

Nandar Hidayat

menghentikan pekerjaannya lalu berdiri

menjauh.

"Silahkan, ki."

"Terima kasih anak baik." ujar Ki

Jantaka.

Kemudian sang resi mengangkat gen-

tong dan menguyurkan airnya ke tubuh sau-

daranya itu dilanjut ke Purbasora juga.

Saat diguyur air, kedua tubuh orang itu

bergetar hebat, mengeluarkan kilatan-kilatan

sinar biru dan juga suara seperti sengatan

tawon. Awalnya mereka me-mang merasakan

tubuh seperti disengat, lalu terasa ada hawa

tebal dan sejuk mengalir ke dalam tubuh.

Hawa ini membantu jalan mereka dalam

memulih-kan tenaga.

Begitu selesai diguyur, kekuatan mereka

benar-benar pulih kembali hanya belum begitu

sempurna. Walaupun dongkol terhadap San-

tana tapi anak itu telah berjasa besar.

"Nah, sekarang sempurnakan pemulihan,

tak kan lama." kata Ki Jantaka.

Saat penyempurnaan pemulihan, kedua

mata ayah dan anak ini sudah membuka. Tiba-PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

386

Nandar Hidayat

tiba saja Santana berdiri di depan Purbasora,

agak membungkuk dia menatap tajam wajah

raja Galuh ini.

"Sedang apa kau?" Ki Jantaka heran

melihat muridnya.

"Sedang menakut-nakutinya..."

"Hehehe...apa kau merasa memiliki

wajah seram?"

Santana menggeleng, "tentu tidak,

wajahku sangat tampan,"

"Lalu apa yang dia takutkan darimu?"

"Berita!"

"Berita apa yang kau bawa?"

Santana menarik nafas dalam-dalam.

Matanya tak berkedip menatap Purbasora. Dia

tak peduli walau disebut 'nyalutak' baginya tak

ada peraturan tata krama walau berhadapan

dengan raja. Bebas saja.

"Wahai raja yang mendapatkannya

dengan cara merampas," ujar Santana.

Sebenarnya hati Purbasora sudah sangat

dongkol terhadap anak ini. Tapi dia tidak bisa

apa-apa. Santana telah berjasa besar buatnya.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

387

Nandar Hidayat

Santana melanjutkan, "Ketahuilah,

Raden Sanjaya telah diangkat menjadi raja

Sunda menggantikan Prabu Tarusbawa.

Bergelar dengan nama Prabu Harisdharma..."

Pemuda bongsor ini menarik nafas lagi

sejenak. Purbasora tak bergeming, tapi

Santana yakin suaranya didengar bahkan Resi

Galunggung di sampingnya pun pasti

mendengar.

"Beliau juga telah menguasai Kitab

Ratuning Balasarewu, kitab tempur yang

hebat. Dia akan datang membalas dendam,

menyerbu Galuh dan Indraprahasta!"

Santana berhenti lagi. Sebenarnya

pemuda ini asal bicara saja, dia tahu tentang

yang diutarakannya itu dari sebuah mimpi

yang dia alami. Tapi mimpi itu seolah-olah

sengaja memberi kabar padanya.

Jika benar apa yang dikatakan Santana,

berarti Purbasora harus segera bersiap-siap.

Dia masih yakin dengan kekuatannya. Dia bisa

mengatasi ancaman Prabu Sanjaya. Walaupun

pendekar bayaran yang diutus ke gunungPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

388

Nandar Hidayat

Sawal gagal mendapatkan Pustaka Ratuning

Balasarewu.

"Tapi aku tak peduli, aku tak akan ikut

campur," lanjut Santana lagi.

"Tapi..." Santana menoleh ke arah Resi

Sempakwaja. "Jika dia ikut campur, maka aku

juga akan turun tangan!"

"Ngalunjak! Jurig gelo! Kurang ajar!

Bangkalwarah!" makian-makian itu terlontar

tapi hanya dalam hati saja. Wajah ayah dan

anak ini tampak memerah menahan amarah.

"Sombong teu katulungan sia! Kau kira

dirimu dewa!" itu juga dilontarkan hanya

dalam hati.

Sementara di sana Ki Jantaka hanya

terkekeh mendengarnya. Beruntung di tempat

ini hanya ada mereka. Bagaimana kalau ada

orang lain tahu? Seorang Maharesi dan

seorang raja besar diperlakukan sedemikian

rupa oleh seorang pemuda biasa.

"Santana, kesini kau!" seru Ki Jantaka.

Sang murid segera menghampiri guru-

nya yang sudah berada di dalam pondok.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

389

Nandar Hidayat

"Lihatlah!" tunjuk Ki Jantaka ke dalam

kamar satu-satunya dalam pondok itu.

Santana terkejut. Dia melihat seseorang

sedang bersemedi di dalam kamar itu.

Walaupun penampilan tampak berbeda, tapi

dia sangat mengenalnya. Ayahnya, Kuntawala.

"Kau harus senang dan mendukungnya

dia ingin berubah menjadi orang baik,"

Santana menghela nafas lega, "Terima

kasih, ki,"

Dia hendak menghampiri ayahnya tapi

dicegah sang guru.

"Nanti saja, ada tugas lain untukmu,"

"Apa itu, ki?"

Ki Jantaka melangkah ke ruang tengah

diikuti muridnya.

"Kali ini tugasmu berat, mungkin paling

berat,"

Santana duduk menunduk tak segera

bertanya tapi menunggu gurunya melanjutkan.

"Musnahkan Birawayaksa!"

Santana mengangkat wajahnya, kaget.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

390

Nandar Hidayat

"Aku yakin kau bisa, aku akan mem-

berikan ilmu memanggil jarak jauh. Kirim

tantangan menggunakan ilmu itu,"

"Bukannya dia musuh besar maharesi?"

"Sebenarnya pertarungan mereka im-

bang..."

"Kalah...kalau hanya salah seorang saja

dari mereka yang menghadapi,"

"Benar juga," Ki Jantaka angguk-angguk

kepala.

"Kenapa harus saya, ki?"

"Butuh waktu lama untuk menam-

bahkan kekuatan ilmu raka resi agar bisa

menandingi atau bahkan mengalahkan musuh-

nya itu , sedangkan Birawayaksa sudah ber-

gentayangan lagi, pasti dia akan banyak

berbuat onar. Jadi untuk mencegah malapetaka

lebih besar lagi, maka hanya kaulah saat ini


Prahara Di Indraprahasta Karya Nandar Hidayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


yang mampu,"

"Apa bisa begitu?" Santana merasa ragu,

benarkah kekuatan Kembang Melati Birunya

bisa sehebat itu.

Di saat berfikir seperti itu Santana

dikejutkan oleh Ki Jantaka yang tiba-tiba sajaPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

391

Nandar Hidayat

sudah menghunus pedang lalu menusuk cepat

ke dada pemuda itu.

Trang! Prak!

Tak sempat menghindar, pedang itu

menusuk dadanya tapi yang terjadi malah

pedang itu yang patah jadi dua. Sedangkan

Santana hanya merasa seperti disentuh saja.

"Lihat, tubuhmu kebal, itu salah satu

kehebatan kekuatan yang kau miliki,"

Santana garuk-garuk kepala. Dia baru

tahu walau sudah lama memiliki kekuatan itu.

"Yang penting saat bertarung nanti, kau

selalu tenang, jangan terpancing nafsu, sedikit

demi sedikit saja kau menambahkan tenaga.

Aku yakin kau bisa, setidaknya memusnahkan

kesakti-annya seperti yang kau lakukan kepada

bapakmu."

Santana masih diam, wajahnya menun-

duk lagi.

"Ini bukan membalaskan dendam

mereka" maksud Ki Jantaka kakak dan

keponakannya. "Tugas ini adalah demi

tentramnya dunia, pikirkan ke arah situ!"PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

392

Nandar Hidayat

Setelah lama diam akhirnya Santana

buka suara, "Baiklah, aku akan melakukan

tugas ini, lagi pula untuk apa mempunyai

kekuatan besar kalau tidak digunakan?

Kalaupun nanti aku kalah atau bahkan tewas,

setidaknya aku sudah berbuat untuk

kebenaran."

"Bagus, aku percaya padamu, jadilah

pendekar sejati!"

"Pendekar?"

"Ya, kau memang pendekar!"

"Oh, iya!" Santana menepuk kening-nya.

"Kenapa?"

"Aku lupa, Birawayaksa itu orang yang

aku cari, dia telah melarikan musuhku..."

"Musuhmu, kau punya musuh?"

Lalu Santana menceritakan tentang

Gumara.

"Begitu ceritanya,"

"Oh, dia pasti muridnya dan aku juga

ada yang lupa..."

"Apa itu, Ki?"

"Bapakmu juga pernah jadi muridnya,"

"Ooooh....!"PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

393

Nandar Hidayat

"Sudahlah, kerjakan tugasmu, biar

bapakmu aku yang urus,"

"Terima kasih, Ki, aku senang men-

dengarnya. Aku berharap suatu saat nanti bisa

berkumpul dengan bapak lagi sebagai orang

baik-baik."

"Semoga!"

***PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

394

Nandar Hidayat

39

Setelah mengambil Kitab Ratuning Bala

Sarewu, Raden Sanjaya beserta dua abdinya

kembali ke kerajaan Sunda. Kemudian dengan

menunjuk Ardaya dan Jayana sebagai

senopati, mereka memilih dan mengumpulkan

prajurit-prajurit handal ilmu taktik bertempur

yang berasal dari kitab tersebut.

Ternyata tidak mudah untuk melatih

hingga benar-benar tangguh menguasai

berbagai taktik perang itu. Butuh perjuangan

dan kerja keras.

Sebagai percobaan dan pemantapan

penguasaan, prajurit Sunda terpilih itu

menyerang para bajak laut yang sudah lama

mengganggu keamanan di perairan Sunda.

Hasilnya selalu gemilang. Satu persatu bajak

laut yang berasal dari pulau seberang itu

berhasil ditumpas sehingga keadaan di wilayah

bekerja dengan tenang.

Setelah dirasa sudah benar-benar mantap

dan kuat, kini pasukan Sunda siap menyerbuPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

395

Nandar Hidayat

Galuh. Prabu Sanjaya, setelah dinobatkan

menjadi raja Sunda akan memimpin langsung

penyerangan itu.

Ketika pasukan Sunda sudah sampai di

wilayah Galuh, sebelum melakukan penye-

rangan terlebih dahulu Prabu Sanjaya di

temani dua senopatinya menemui Resi

Wanayasa di kediaman-nya, sesuai perintah

ayahnya. Tentu saja Prabu Sanjaya diberi tahu

oleh ayahnya di mana tempat kediaman sang

resi yang menjadi guru Santana itu.

"Apa pesan ramamu?" tanya Ki Jan-

taka.

"Beliau berpesan agar aku hanya

berurusan dengan Purbasora saja..."

"Ya, ingat hanya Purbasora saja,"

"Baik aki resi, aku tidak akan meng-

ganggu Bimaraksa putra aki."

"Bagus, karena sebenarnya ini hanya

masalah ramamu dan Purbasora. Seperti pesan

ramamu begitulah juga pesanku."

Saat meninggalkan kediaman resi

Wanayasa, Ardaya tampak berbisik kepada

Jayana.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

396

Nandar Hidayat

"Aku tidak melihat Santana, di mana

dia??

"Entahlah, mungkin masih berkelana di

luar sana,"

Mereka pernah bertemu dengan resi itu

ketika hendak membawa Santana yang

tubuhnya merasa panas akibat tak sengaja

memakan bunga Melati Biru.

"Tapi aku tadi melihat seseorang di salah

satu kamar, tapi bukan Santana," kata Jayana.

"Siapa?"

"Sepertinya aku mengenali wajahnya,

seingatku dulu dia berkepala botak, eeeh...

kalau tidak salah dia bapaknya Santana."

Ardaya mengangguk-angguk sambil

bertanya-tanya dalam hati sedang apa orang ini

berada di tempat Ki Wanayasa. Pertanyaan

serupa juga berada dalam benak Jayana.

Begitulah, kemudian Prabu Sanjaya pun

siap menyerbu Galuh. Sebelumnya dia

berpesan kepada bawahannya agar jangan

melukai atau bahkan membunuh Bimaraksa.

"Berikan dia jalan untuk melarikan diri!"

"Baik, paduka!"PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

397

Nandar Hidayat

Berita tentang kedatangan pasukan

Sunda yang hendak menyerbu Galuh sudah

terdengar sampai ke telinga Purbasora.

Sebenarnya Galuh juga sudah mempersiapkan

diri ketika Santana menjelaskan tentang

persiapan Prabu Sanjaya yang hendak


Prahara Di Indraprahasta Karya Nandar Hidayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


membalas dendam ayahnya, sewaktu di

kediaman resi Wanayasa. Itu adalah sekitar

enam tahun yang lalu.

Jadi selama waktu yang panjang itu

dimanfaatkan melatih prajurit untuk

mematang-kan ilmu berperang. Terlebih lagi

dibantu oleh Indraprahasta yang sudah

berpengalaman.

Bagaikan tidak ada lagi waktu, penye-

rangan ke Galuh dilakukan malam hari.

Prajurit Galuh yang sudah siap dan waspada

tidak merasa terkejut akan datangnya serangan

ini.

Perang yang sudah ditunggu-tunggu oleh

prajurit Galuh untuk membuktikan kehebatan

mereka dengan taktik yang mereka pelajari

bersama prajurit Indraprahasta. Mereka juga

ingin menunjukan cara berperang hebat walauPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

398

Nandar Hidayat

bukan dari Kitab Ratuning Bala Sarewu yang

terkenal itu.

Sementara para prajurit sedang bertem-

pur Prabu Sanjaya langsung menghadapi

Purbasora. Dia menerobos masuk menuju

tempat peristirahatan raja. Dia cukup hafal

istana Galuh, karena waktu kecil pernah

tinggal di sini.

"Selamat datang, Sanjaya!" sambut

Purbasora dengan senyum merendahkan.

"Terima kasih sudah memberiku selamat

sedangkan aku tidak mungkin akan mem-

biarkanmu selamat!" balas Prabu Sanjaya yang

membuat senyum Rahyang Sora berganti

kemarahan.

"Aku akan membuatmu malu di sini!"

Purbasora kerahkan tenaga lalu mulai

menyerang Prabu Sanjaya dengan jurus yang

langsung mematikan. Dia merasa yakin putra

Sena ini belum pengalaman dalam hal ilmu

silat.

Namun Prabu Sanjaya telah men-dapat

pengetahuan tentang kepandaian Purbasora

dari ayahnya. Putra dari resi yang terkenalPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

399

Nandar Hidayat

paling sakti di tanah pasundan ini tentu tidak

jauh dari ayah-nya. Mungkin saja dalam hal

olah kanura-gan Prabu Sanjaya masih di

bawah Purbasora. Tapi raja Sunda yang baru

ini sudah mempersiapkan segalanya.

Prabu Sanjaya berusaha setenang

mungkin saat menghadapi jurus-jurus

lawannya. Dia sadar, angin yang menyambar

yang berasal dari gerakan Purbasora

menandakan tenaga dalam lawannya itu

berada di atasnya.

Oleh karena itu Prabu Sanjaya berusaha

menghindari benturan keras dengan lawan.

Lebih baik menghindar selagi bisa. Selain itu,

sambil meng-imbangi serangan Purbasora dia

mencari celah dan kelemahan lawan.

Hal ini juga disadari Rahyang Sora,

lawannya sangat berhati-hati dalam meng-

hadapinya. Dia yang merasa lebih unggul tetap

tak bisa memukul lawan dengan jurus maut.

Gerakan Prabu Sanjaya yang usianya lebih

muda sangat ringan dan cepat. Ini yang

membuat dia sukar melukai lawan karena

gerakannya sendiri terasa lebih lambat akibatPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

400

Nandar Hidayat

umur dan juga bekas luka dalam akibat

bertarung dengan Birawayaksa masih terasa

walaupun sudah dikatakan pulih namun

menyebabkan berkurang-nya tenaga.

Jadi, secara tenaga dalam Purbasora

lebih unggul tapi secara kecepatan gerakan

Prabu Sanjaya lebih unggul. Akhirnya mereka

cukup imbang sampai beberapa jurus berlalu.

Bisa jadi ini taktik Prabu Sanjaya yang

hendak menguras tenaga lawan terlebih dahulu

dan juga mencegah Purbasora untuk

melakukan serangan dengan tenaga halus

seperti saat menghadapi Birawayaksa. Karena

tentu saja ketinggian ilmu Prabu Sanjaya

belum bisa untuk melakukan pertarungan

dahsyat semacam itu. Selain itu pertarungan

semacam itu akan berdam-pak pada sekeliling

tempat itu.

Ini pertarungan balas dendam. Walaupun

secara garis keturunan Prabu Sanjaya juga

berhak atas tahta kerajaan Galuh tapi dia tidak

ada minat untuk menjadi raja di Galuh. Yang

penting sekarang adalah membalaskan dendam

ayahnya.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

401

Nandar Hidayat

Di lain pihak, walaupun tahu Prabu

Sanjaya sengaja hanya menguras tenaga-nya

tapi Purasora tetap menganggap enteng putra

Sena itu. Dia merasa yakin karena tenaga

dalamnya berada di atas lawannya, walaupun

tenaganya akan terkuras dia masih menyimpan

tenaga halusnya yang sewaktu-waktu bisa

dikeluarkannya.

Malam yang mencekam dihiasi suara

gemuruh pertempuran antara pasukan Sunda

dan Galuh di sekitar dan di dalam istana

Galuh.

***PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

402

Nandar Hidayat

40

Latihan selama bertahun-tahun didam-

pingi prajurit tangguh dari Indraprahasta

ternyata tak membuahkan hasil yang baik.

Pasukan Sunda tak mampu dibendung lagi

sehingga berhasil merangsek masuk ke dalam

wilayah istana.

Ini berkat kepiawayan dua senopati

Sunda yang mendampingi Prabu Sanjaya,

Ardaya dan pendekar tangan buntung Jayana.

Bersenjatakan tombak Ardaya terus

merangsek maju menerobos, membabat

prajurit lawan yang ada di depannya. Sampai

ia bertemu dan menghadapi salah seorang

senopati Galuh yang kepandaiannya cukup

mumpuni.

Sama-sama bersenjata tombak terjadilah

pertarungan satu lawan satu.

Ardaya tidak mau menganggap enteng

lawannya. Dengan segenap kepandaian yang ia

dapatkan baik dari Ki Ranggaguna gurunya,

Ki Bantrangsana juga dari Kitab Naga SajatiPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

403

Nandar Hidayat

dan Kitab Ratuning Bala Sarewu ia keluarkan.

Ini saatnya mencoba semua ilmu yang ia

dapatkan.

Trakk!

Wuukk!

Dua tombak beradu keras sampai meng-

getarkan tangan yang memegangnya. Dari sini

bisa mengukur seberapa kuatnya lawan.

Ardaya cukup lega merasakan tenaga lawan

dirasa berada sedikit di bawahnya. Sepertinya

lawannya ini juga berasal dari orang persilatan

yang diambil untuk membantu Galuh.

Akhirnya dengan mantap Ardaya

menyerang lawannya dengan jurus memukau


Prahara Di Indraprahasta Karya Nandar Hidayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


yang membuat lawannya terkagum-kagum

sehingga dia lengah. Akibatnya beberapa

sabetan ujung tombak merobek kulitnya.

Terasa perih dan mengurangi tenaga juga

membuat kepala pusing. Tak ayal lagi, tombak

Ardaya berhasil menembus dadanya.

Jrebb!

Tak sempat berteriak tubuh senopati

Galuh ini ambruk. Tamat riwayatnya.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

404

Nandar Hidayat

Melihat hal itu, prajurit Galuh menjadi

gentar. Ada yang lengah sehingga menjadi

korban lawannya, ada yang kabur dan ada

yang langsung menjatuhkan senjatanya

pertanda menyerah.

Di sisi lain tampak Jayana lebih mantap

dengan Pedang Bentangnya. Kekuatan pedang

Bentang membantunya dalam melakukan

serangan terhadap lawan. Dengan mudah,

pedang, tombak dan senjata lain dia libas dan

dipatahkan sampai bertemu dengan lawan

yang sepadan.

"Apa pedangmu mampu menghadapi

pusakaku ini?" teriak seseorang yang meme-

gang senjata gada berduri.

Orangnya tinggi besar kulit hitam dan

wajah berewokan menyeramkan.

"Coba saja!" sahut Jayana.

Tanpa ragu lagi segera menerang orang

ini.

Trang!

Pedang dan gada berduri beradu. Dua

tangan pemegangnya sama-sama bergetarPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

405

Nandar Hidayat

hebat. Kekuatan mereka sepadan walau tubuh

Jayana lebih kecil dari lawannya.

Tapi sedikitpun Jayana tak gentar meng-

hadapinya. Dia lipat gandakan tenaga ditam-

bah dengan hawa sakti sehingga gerakan

pedangnya menimbulkan sambaran angin yang

lebih kencang lagi.

Begitu juga dengan gada berduri,

sambaran anginnya begitu dahsyat. Orang

tinggi besar itu seperti raksasa yang sedang

mengamuk.

Trang!

Trang!

Setiap beradunya dua senjata membuat

tempat sekitar bergetar dan membuat prajurit

yang tak seimbang berdirinya terjatuh baik itu

prajurit Sunda atau Galuh.

Si tinggi besar ini heran, lawannya

begitu tangguh walau badannya lebih kecil

darinya. Dia seperti menghadapi lawan yang

sama besarnya. Tak mau menganggap enteng

lagi akhirnya dia kerahkan seluruh kekuatan

dan tenaga dalamnya untuk segera menghabisi

lawan.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

406

Nandar Hidayat

Si tinggi besar berteriak kencang.

Wugh!

Trang!

Jreb!

"Uaaakhhhh...!!!"

Saat gada berduri itu beradu dengan

ujung Pedang Bentang yang terisi kekuatan

penuh, gada mental balik, duri-duri yang

beracun menghantam wajah pemiliknya

sendiri.

Hancurlah wajah si raksasa bersama

dengan nyawanya yang lepas.

Kembali ke pertarungan Prabu Sanjaya

dan Purbasora.

Setelah sekian lama bertahan dengan

gaya bertarungnya, akhirnya Prabu sanjaya

bisa menemukan titik kelemahan lawan.

Setidaknya walau bukan kelemahan sesung-

guhnya tapi merupakan celah dari gerakan

jurus Purbasora sehingga dia bisa menyasar

titik-titik rawan.

Dengan memanfaatkan gerakan Purba-

sora yang lebih lambat sehingga membukaPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

407

Nandar Hidayat

kelengahannya, Prabu Sanjaya memukul

bagian-bagian yang menjadi sasarannya.

Bukk!

Dess!

Dess!

Ini mengejutkan Purbasora sehingga

gerakannya jadi tak teratur dan hilang

kesiagaan. Akhirnya tak mampu lagi meng-

hindari pukulan-pukulan lawan. Dia tak me-

nyangka sama sekali tak bisa mengeluarkan

tenaga dahsyatnya. Malah dia menjadi bulan-

bulanan lawan.

Secara ilmu dia lebih sakti dari lawan,

tapi kenapa jadi seperti ini. Purbasora mulai

gelisah dan akhirnya lengah.

Prabu Sanjaya mencabut keris di

pinggangnya, dengan cepat ditusukkan tepat

ke jantung Purbasora.

Jreb!

"Huek!"

Bruk!

Tamatlah riwayat Purbasora, raja Galuh

yang sudah berkuasa enam tahun lebih ini.

"Pubasora pejah!"PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

408

Nandar Hidayat

Teriak Prabu Sanjaya keras-keras se-

hingga membuat pertempuran yang sedang

berlangsung terhenti.

Prajurit Galuh melemparkan senjata

tanda menyerah.

Begitulah akhirnya kekuasaan Purbasora

berakhir di Galuh. Dendam Prabu Sena

terbalaskan oleh Prabu Sanjaya.

Tidak ada keluarga istana Galuh lain

yang terbunuh selain Purbasora. Bimaraksa,

sesuai perintah dibiarkan kabur dari istana.

Sedangkan Demunawan adik Purbasora

sedang berada di Galunggung bersama

ayahnya. Namun berita kematian kakaknya

sampai juga ke sana.

Untuk sementara tampuk kekuasan di

Galuh kosong karena Prabu Sanjaya tak segera

menganggkat diri menjadi raja. Dia masih ada

satu urusan lain yaitu menyerbu Indraprahasta.

Selain dendam karena Indraprahasta ikut

terlibat dalam penggulingan ayahnya, juga

ingin membuktikan kehebatan pasukan Sunda

yang sudah terlatih dengan ilmu taktik tempur

Kitab Ratuning Bala Sarewu.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

409

Nandar Hidayat

Ingin membuktikan bahwa Indraprahasta

yang terkenal tangguh bisa ditaklukan.

***PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

410

Nandar Hidayat

41

Sesuai perjanjian setelah Purbasora ber-

hasil menguasai Galuh maka Indraprahasta

diserahkan kepada Wiratara. Tapi masa ke-

pemimpinannya terasa hambar. Hari-hari di

istana dilalui biasa-biasa saja. Hanya saja

Indraprahasta menjadi kerajaan bawahan yang


Prahara Di Indraprahasta Karya Nandar Hidayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


diistime-wakan, tidak lagi memberikan upeti

kepada Galuh sebagai penguasa. Selain itu

juga prajurit Indraprahasta sering dipanggil ke

Galuh untuk melatih prajurit di sana.

Harapan Wiratara menjadi raja yang

disegani pupus sudah. Dia bagaikan asal

menjadi raja saja yang memimpin rumah

tangga istana. Pernah dia mengirimkan

pendekar bayaran untuk mencari dan

mendapatkan Pustaka Ratuning Bala Sarewu

di gunung Sawal, tapi gagal. Maksudnya dia

ingin memperkuat lagi ketangguhan pasukan

kerajaannya, dan jika mungkin nantinya dia

akan memer-dekakan Indraprahasta sebagaiPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

411

Nandar Hidayat

kerajaan yang berdaulat sendiri, bukan sebagai

bawahan.

Belakangan ini sang raja sering merasa

gelisah tak menentu. Pikirannya seolah di-

hantui sesuatu yang menakutkannya tapi tak

jelas apa itu. Untuk itu dia mengunjungi

tempat pertapaan ayahnya, Prabu Padma-

hariwangsa. Bekas raja Indraprahasta yang

sudah sepuh ini kini memencilkan diri sendiri

menjadi pertapa dan selalu bertapa berharap

dirinya akan moksa atau ngahiyang.

Namun kedatangan putranya telah mem-

buat tapanya sedikit terganggu.

"Maafkan saya, ramanda,"

"Apa yang membuatmu datang kemari,

bukankah tidak ada suatu hal yang meng-

ganggu Indraprahasta?"

"Memang tidak ada, kerajaan dalam

keadaan aman dan tentram, tapi..."

Prabu Padmahariwangsa membuka ma-

tanya. Sekian lama dalam tapa dia tak pernah

membuka mata. Batinnya merasakan kege-

lisahan yang dialami putranya ini.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

412

Nandar Hidayat

"Apa yang membuatmu gelisah?" tanya

sang ayah.

"Itulah yang tak dapat saya mengerti,"

Prabu Padmahariwangsa mendesah pan-

jang sambil terus menatap putranya yang

sedikit tertunduk.

"Coba kau utarakan yang bisa kau

pahami dari kegelisahanmu itu,"

Wiratara merenung sejenak, berusaha

menerjemahkan perasaan gelisah yang bebe-

rapa hari belakangan melanda pikirannya.

"Saya merasa sesuatu akan menimpa

Indraprahasta,"

Kembali sang ayah menghela nafas,

"Aku melihat mendung di wajahmu, anakku,"

Wajah Wiratara terangkat sedikit, kini

dia menatap ayahnya. Sendu.

"Saya merasa takut sekarang, ramanda,"

"Aku hanya berpesan, jangan menyesali

keadaan, terima ketentuan dan takdir Sang

Hyang Wenang..."

"Apa yang akan terjadi, ramanda?"

Sang ayah terdiam, tatapannya menera-

wang kosong. Tak terasa menetes air matanya.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

413

Nandar Hidayat

"Kenapa, ramanda menangis?"

Prabu Padmahaiwangsa tak menjawab.

Hanya di dalam hati dia bicara, "Prahara akan

menimpa Indraprahasta, apakah sampai di

sini keberadaan negeri yang dibangun Resi

Santanu ini?"

"Ramanda Prabu!"

Suara Wiratara menyadarkan lamun-

annya. Kembali dia mendesah.

"Aku tidak bisa menjelaskannya anakku,

aku terlalu takut, sangat takut, biarlah nanti

kau sendiri yang akan mengetahui pada

saatnya. Maka persiapkan saja dirimu seka-

rang,"

"Maksudnya?"

"Persiapkan segala sesuatunya, apa yang

kau ketahui tentang sesuatu di luar sana lalu

coba kaitkan dengan kerajaan yang kau

pimpin. Kau pernah mengirim seseorang untuk

mengambil sebuah kitab perang, bukan?"

Wiratara menunduk lagi. Kitab perang

itu adalah kepunyaan Prabu Tarusbawa dari

Sunda yang di titipkan di Rabuyut Sawal.

Kabar yang dia dapat kemudian SanjayaPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

414

Nandar Hidayat

mewarisi tahta Sunda. Kemungkinan Sanjaya

akan membalas dendam kepada Purbasora,

menyerang Galuh. Lalu, apakah nantinya akan

menyerang Indraprahasta juga?

Oh, mungkin ini yang dimaksud men-

dung oleh ayahnya. Mungkin ini juga yang

membuat hatinya gelisah. Lantas apakah dia

akan takut diserang? Bukankah prajuritnya

adalah pasukan paling tangguh sejak jaman

Tarumanagra? Apa yang dia takutkan?

Saat Purbasora memanfaatkannya untuk

menyerang Galuh, begitu mudahnya Galuh

ditundukkan. Tidak ada yang perlu ditakutkan

seandainya Sanjaya akan menyerbu Indra-

prahasta walaupun pasukan Sunda sudah

terlatih dengan ilmu taktik perang dalam kitab

yang sempat menggegerkan itu.

"Aku memohon agar ramanda selalu

mendoakan keselamatan saya dan ketentraman

Indraprahasta. Saya akan mempersiapkan

segenap kekuatan untuk menghadapi sesuatu

yang akan menimpa kerajaanku,"

"Pergilah."

***PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

415

Nandar Hidayat

42

Berita tentang tewasnya Purbasora di

tangan Prabu Sanjaya sudah terdengar sampai

Indraprahasta. Kekhawatiran Prabu Wiratara

semakin jelas. Bukan mustahil lagi raja Sunda

yang baru itu akan menyerbu negerinya.

Oleh karena itu ia segera mempersiapkan

segenap kekuatannya untuk menghalau atau

bahkan memukul mundur pasukan Sunda.

Seluruh prajurit beserta senopati terlatih dan

tangguh dikumpulkan dipersiapkan sematang

mungkin.

Ratusan prajurit berjaga di luar benteng

istana. Mereka lebih siap menunggu serangan

dari pada harus menyongsong musuh ke

perbatasan. Karena akan menghemat tenaga,

sedangkan musuh setidaknya akan berkurang

tenaga saat dalam perjalanan.

"Pasukan musuh sudah dekat!" teriak

seorang prajurit pengintai yang datang sambil

berlari.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

416

Nandar Hidayat

"Siapkan tenaga dan pikiran kalian, kita

akan menghalau musuh yang belum tahu

kekuatannya!" ujar senopati utama Indra-

prahasta yang bernama Bandawa.

"Hidup Indraprahasta!"

"Hidup!"

Senopati Bandawa memimpin pasu-kan

di luar benteng dibantu oleh tiga senopati

muda yang berada di tempat berbeda.


Prahara Di Indraprahasta Karya Nandar Hidayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Beberapa saat kemudian terdengar

gemuruh di kejauhan. Suara sorak sorai

pasukan Sunda yang dipimpin Prabu Sanjaya.

***

Di dalam wilayah istana tepatnya di

kaputren. Terlihat permaisuri beserta anak-

anak sangat tegang. Sang Prabu Wiratara

masih mendampingi di sana, tapi dia sudah

siap dengan pakaian perangnya sambil

menghunus pedang.

"Masuklah rai, aku pastikan akan baik-

baik saja,"PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

417

Nandar Hidayat

Sang Permaisuri hanya menatap dengan

wajah ketakutan dan mata berkaca-kaca.

"Rai tenang saja, tidak akan terjadi apa-

apa!"

Setelah bicara begitu sang raja bergegas

pergi bersama dua orang pengawal.

Wajah Permaisuri semakin basah. Dia

memeluk erat kedua putranya.

Tiba-tiba saja mereka dikejutkan dengan

kedatangan dua orang wanita yang meloncat

dari atap.

"Siapa kau?"

"Harap tenang Tuan Permaisuri, kami

hendak menolong," sahut salah seorang dari

mereka yang berbadan tinggi yang ternyata

Anting Sari.

"Keadaan sudah tidak aman, kami akan

membawa Tuan Putri beserta putra ke tempat

aman," sambung yang satunya yang tak lain

adalah Sriwuni.

Permaisuri tampak bingung.

"Kami bukan orang jahat, percayalah

kami akan menyelamatkan Tuan Permaisuri,

cepatlah sebelum terlambat!" jelas Anting sari.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

418

Nandar Hidayat

Anting sari segera menarik tangan

Permaisuri sedangkan Sriwuni meng-gandeng

kedua putranya.

"Yang penting sekarang keselamat-an

Tuan Permaisuri beserta putra, jangan pikirkan

hal lainnya, ayolah!"

Masih dalam keadaan bingung akhirnya

sang permaisuri beserta putra-nya mengikuti

dua wanita itu.

Anting Sari dan Sriwuni diperintah oleh

Ardaya secara diam-diam sebelum pasukan

Sunda berangkat menyerang Indraprahasta.

Ardaya merasa berhutang budi kepada

kerajaan itu, karena pertama kali dia mengabdi

adalah di sana.

***

Di luar benteng istana sudah terjadi

pertempuran sengit antar kedua pasukan.

Memang bukan isapan jempol belaka, pasukan

Indraprahasta benar-benar tangguh. Tidak

seperti ketika menyerang Galuh, pertempuranPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

419

Nandar Hidayat

melawan Indra-prahasta harus mengeluarkan

tenaga lebih dan taktik yang lebih matang lagi.

Di satu tempat Ardaya berhasil maju dan

menghadapi senopati Bandawa. Lelaki

setengah baya ini terkejut melihat Ardaya yang

dulu adalah senopati muda Indraprahasta kini

berada di pihak lawan.

"Ardaya, pengkhianat!"

"Pergilah paman, selamatkan dirimu!"

"Kau meremehkanku Ardaya, aku tidak

akan pergi apalagi menyerah, mari kita

bertarung sampai salah satu dari kita mati!?

Sebenarnya Ardaya tak ingin melawan,

tapi ini tugasnya. Sekarang dia adalah senopati

Sunda bukan lagi bagian dari Indraprahasta.

Maka terjadilah pertarungan sengit antar

dua senopati. Ardaya menggunakan senjata

tombak. Secara pengalaman Senopati

Bandawa lebih matang sehingga gerakan

jurusnya tampak mantap dan kuat.

Tapi secara keilmuan dan tenaga dalam,

Ardaya lebih unggul sehingga dia bisa

mengimbangi lawan yang juga sama

bersenjata tombak.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

420

Nandar Hidayat

Berkali-kali tombak saling beradu

menimbulkan suara nyaring karena disertai

tenaga dalam. Tapi semakin Senopati

Bandawa karena getaran yang ditimbulkan

akibat benturan terasa bagai menyerang ke

dalam urat-uratnya.

Lama-lama sang senopati utama mulai

lamban gerakannya dan tak bisa lagi

menghindari sabetan senjata lawan. Akhirnya

ujung mata tombak Ardaya beberapa kali

berhasil merobek kulitnya.

Senopati Bandawa mundur sejenak

untuk menghindar. Perih melanda di setiap

kulit yang tersayat.

"Aku mengadu jiwa denganmu!" teriak

Senopati Bandawa sambil mengerahkan

seluruh kekuatannya lalu melompat dengan

menghujamkan tombaknya ke arah dada

lawan.

Jreb!

Bukan tombaknya yang berhasil

menembus dada lawan, tapi dadanya sudah

tertembus lebih dulu sebelum langkahnya

mencapai Ardaya.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

421

Nandar Hidayat

Ardaya tampak menyesal, terpaksa

melakukannya. Segera ia cabut kembali

tombaknya. Dengan dada berdebar ia melihat

lawannya tumbang dan tewas.

"Maafkan aku!" desis Ardaya.

***

Di tempat lain.

Kehebatan Jayana dengan Pedang

Bentarnya tak mampu dibendung oleh prajurit

Indraprahasta berapapun banyak-nya.

Sehingga memancing para senopati muda

untuk menghadapinya.

Tiga senopati muda yang juga

bersenjatakan pedang mengurung Jayana

dengan jurus gabungan. Jurus pedang yang

dahsyat. Walaupun bukan pedang pusaka tapi

mengandung hawa sakti yang kuat karena

gabungan dari tiga kekuatan.

Ini baru lawan tangguh buat Jayana.

Baginya ini suatu tantangan yang sebenarnya.

Menghadapi lawan yang meng-gunakan jurus

pedang, tiga orang lagi. Sepertinya merekaPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

422

Nandar Hidayat

satu perguruan dan jurus yang diperagakan

merupakan jurus berkelompok.

Jurus pedang berkelompok, tampak

indah gerakannya. Mantap dan kuat bagaikan

tidak ada satu celahpun untuk mem-

buyarkannya. Namun Jayana masih percaya

diri bisa mengatasi mereka. Bahkan jikapun

harus kalah, maka tidak akan membuatnya

penasaran. Karena kalah oleh jurus yang hebat.

Suatu kepuasan tersendiri bagi seorang

pendekar.

Jayana lipat gandakan tenaga, walaupun


Prahara Di Indraprahasta Karya Nandar Hidayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


di dalam pedang pusakanya sudah tersimpan

kekuatan dia menam-bahkan lagi dengan

tenaga dalamnya. Pedang Bentar terasa berat,

begitu juga hawa sakti yang ditimbulkannya.

Saat dikibaskan hawa sakti yang keluar

dari Pedang Bentang bagaikan membentuk

pedang raksasa, menukik menghantam senjata

lawan.

Wusshh!

Prang! Prang! Prang!

Hebat! Walaupun hanya hawa sakti tapi

bisa membuat tiga pedang lawan patahPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

423

Nandar Hidayat

sekaligus ditambah tiga pemiliknya juga

terpental hingga jatuh berguling-guling.

Akibat serangan hawa sakti ini pula beberapa

prajurit ikut terpental jauh.

Dari mulut ketiga senopati muda ini

keluar darah segar pertanda luka di dalam.

Ketika mereka bangkit, mereka tak bisa

melawan lagi karena begitu berdiri dada

mereka sudah tertikam pedang dari prajurit

Sunda. Nyawa mereka pun lepas.

***PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

424

Nandar Hidayat

EPILOG

Pasukan Sunda berhasil menembus

benteng Indraprahasta bahkan pasukan yang

berjaga di dalam juga dibuat kocar-kacir.

Ketangguhan Indraprahasta mulai terkoyak.

Hal ini membuat semangat pasukan Sunda

yang semula melemah karena cerita tentang

kehebatan Indraprahasta kini kuat dan lebih

percaya diri sehingga dengan mudah bisa

mengalahkan prajurit yang menjaga di dalam

gerbang yang pastinya lebih kuat dan lebih

hebat dibanding dengan yang di luar.

Prabu Sanjaya sendiri sudah merangsek

masuk ke istana. Ia membabat setiap prajurit

yang menghalangi jalannya hingga ia pun

berhadapan dengan Prabu Wiratara.

"Akan kulenyapkan semua keluarga

istana dan kubumiratakan Indraprahasta!"

teriak Prabu Sanjaya menggelegar.PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

425

Nandar Hidayat

Lalu dia langsung menghambur me-

nyerang Prabu Wiratara yang sudah siap

dengan pedangnya.

Prabu Sanjaya berpikir setidaknya

kepandaian lawannya berada di bawah

Purbasora. Jika Purbasora yang lebih sakti saja

bisa diakali kenapa yang ini tidak.

Tanpa ragu Prabu sanjaya menye-rang

dengan kerisnya. Mencoba me-mapas

serangan lawan untuk mengetahui seberapa

besar kekuatannya.

Trak!

Deg!

Keris dan pedang beradu disusul

kemudian dua telapak tangan beradu. Dua

tubuh sama-sama terdorong kuat.

Prabu sanjaya girang, ternyata tenaga

lawan cukup seimbang dengan kekuatannya.

Begitu juga Prabu Wiratara menjadi lebih

percaya diri bisa mengalahkan lawannya.

Maka pertarungan dua raja ini pun

dilanjut tanpa ada yang mengganggu. Tapi tak

berlangsung lama karena Raja Indraprahasta

tidak tahu bahwa Prabu Sanjaya bisaPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

426

Nandar Hidayat

menemukan letak celah kelemahan jurus-

jurusnya seperti dilaku-kan kepada Purbasora.

Walaupun tenaga dan kekuatan

seimbang tapi Prabu sanjaya selalu berhasil

memukul ke arah celah yang merupakan

kelemahan. Sehingga akhirnya Raja Indra-

prahasta tak bisa menghindari serangan-

serangan yang menyasar ke bagian yang

mematikan.

Dess!

Brett!

Crass!

Ujung keris Raja Sunda berhasil

menggores di beberapa bagian tubuh Prabu

Wiratara yang membuat tenaganya melemah

dan akhirnya...

Jreb!

Keris Prabu Sanjaya menancap tepat di

jantung amblas hingga ke pangkalnya. Prabu

Wiratara roboh tak bernyawa tak bisa lagi

mempertahankan keutuhan kerajaan Indra-

prahasta.

"Hancurkan istana Indraprahasta sehing-

ga rata dengan tanah!" teriak Prabu SanjayaPRAHARA DI INDRAPRAHASTA

427

Nandar Hidayat

menggelegar disambut gemuruh teriakan

prajurit Sunda.

Di saat sedang terjadi penghancuran

istana, Ardaya berlari menuju kaputren.

Ternyata di sana sudah kosong. Dia lega,

Anting Sari pasti sudah membawa permaisuri

dan putranya pergi. Lalu dia cepat kembali.

Begitulah akhir keberadaan kerajaan

Indraprahasta. Dengan tewasnya Prabu

Wiratara dan dihancurkannya istana hingga

rata maka lenyaplah sudah kerajaan

Indraprahasta.

Indraprahasta Sirna Ing Bhumi.

***

Sampai disini cerita Prahara di

Indraprahasta.

Bagaimanakah dengan perjalanan

Santana yang mengemban tugas dari gurunya?PRAHARA DI INDRAPRAHASTA

428

Nandar Hidayat

Bagaimana pula kisah asmaranya dengan

Kemala gadis pujaannya?

Semuanya akan diceritakan dalam judul

yang berbeda :

SEGERA

TAPAK WANGI




Clurit Bata Putih Karya Suparto Brata Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya

Cari Blog Ini