Lupus Kecil Bolos Karya Hilman Bagian 2
TIAP belanja ke pasar, misalnya mo beli cabe keriting, bawang gondol atau kol gepeng, pastilah Marni menemui Mbok Waru.
Mbok Waru ini penjual yang baik hati. Meski sudah cukup tua, dia juga suka bercanda. Makanya Mami senang belanja di tempat Mbok Waru. Mbok Waru juga suka ngasih lebihan tiap Mami belanja. Misalnya Mami beli cabe keriting satu ons, dikasih tambahan beberapa cabe yang nggak keriting.
"Lho, memang ada cabe yang nggak keriting?" tanya Mami waktu itu.
"Ya, jelas ada toh, cabe tidak keriting itu 'cabe yang belum sempat pergi ke salon! Hehehe," canda Mbok Waru.
Mami tersenyum mesem.
Mbok Waru ini pedagang sayur-mayur
yang barangkali sering kalian lihat di pasar pasar tradisional. Mbok Waru sama dengan mbok-mbok lain, sudah tua, dan menopang hidup dengan menjual sayurmayur. __
_Mbok Waru ngontrak di sebuah kamar kecil di ujung jalan dekat rumah Lupus. Ia tinggal sendirian. Sodara-sodaranya semua ada di kampung.
"Wah, mau masak apa nih?" tanya Mbok Waru begitu Mami sampai di depan kios dagangannya.
"Pasti mau masak besar ya?"
"Ah, enggak kok, Mbok. Malah saya lagi
bingung mau masak apa? Uang belanja dikasih dikit tapi orang-orang rumah maunya masakan yang enak-enak."
"Ya, wajar saja toh, namanya saja ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga yang baik kan mesti bisa mengatur uang belanja yang minim tapi tetap bisa menghasilkan masakan yang enak dan bergizi. Sama dengan prinsip ekonomi, dengan pengeluaran kecil tapi bisa menghasilkan sesuatu yang lumayan! Iya, kan?"
"Tapi suami saya ini bukan memakai prinsip ekonomi, Mbok. Dia bawaannya memang sudah ngirit terus!"
"Eh, ndak baik lho menjelek-jelekkan suami."
"Memangnya kenapa, Mbok?"
"Kan, memang sudah jelek. Hehehe."
"Hehehe, Mbok bisa saja."
Itulah Mbok Waru. Orangnya demen bercanda. Dan Mami yang biasa bingung mau masak apa, kalo sudah ketemu Mbok Waru jadi seperti mendapat ilham. Dan hari itu Mami memutuskan masak sayur asem, dengan sambel, tempe goreng, ikan asin, dan kerupuk.
"Lho, kok pake kerupuk?" tanya Mbok Waru.
"Memang kenapa, Mbok? Kan murah meriah."
"O, ta'kira mau bikin lomba tujuh belasan! Hehehe...."
"Ah, Mbok ini, bercanda terus."
Hubungan Mbok Waru dan Mami itu selayaknya hubungan ibu dan anak saja. Mami sendiri yang jarang ketemu ibunya merasa terhibur bisa bertemu dengan Mbok Waru. Tiap ke pasar, bagi Mami sama artinya dengan mengunjungi seorang tua yang menyenangkan.
Tapi, entah kenapa pada suatu ketika, waktu Mami ke pasar lagi, ia mendapati Mbok Waru dalam keadaan merengut.
Ada apa?
"Mbok, kok merengut? Jadi mirip marmut, lho," tegur Mami membangkitkan semangat bercandanya Mbok Waru.
"Ya, gimana Mbok nggak sedih... kamu liat toh bangunan besar di sana itu."
"Ada apa dengan bangunan besar itu, Mbok?"
"Bangunan itu untuk pasar swalayan atau pasar modern. Besok mulai dibuka, jelas Mbok dan orang-orang di sini bakal tersingkir. Kan pembelinya nanti lari ke sana semua."
"Tapi pasti kan ada jalan keluarnya. Nasib Mbok nggak bakal terus ditelantarkan."
"Percuma saja, kalo pasar modern seperti itu dibangun dekat dengan pasar tradisional, pasti lama-lama pasar tradisional kehilangan pembeli. Gimana nggak kehilangan, coba, di pasar modern itu segalanya lebih lengkap. Tempat jualannya enak, bersih, dan sejuk. Ada obral-obralnya segala. Semua pasti akan ke sana, kan? Ya, kemaren-kemaren pedagang di sini sudah protes karena dibangunnya pasar modern itu, tapi ya gitu, protes tinggal protes...."
Mami terdiam. Ada benarnya juga apa yang dikatakan Mbok Waru, bahwa keberadaan pasar modern di kota besar bisa menggusur pasar tradisional. Tapi ya mo gimana lagi? *
Waktu terus bergulir. Dagangan Mbok Waru ternyata benar-benar merosot tajam. Sampai akhirnya di suatu kesempatan, Mami mengajak Mbok Waru main ke rumahnya. Kata Mami, Mbok Waru mo diajak ngobrol-ngobrol sama Papi.
"Ngobrol apa sih?" tanya Mbok Waru.
"Tau deh, mungkin mo dipinjemin modal kali." '
"Lho, katanya suami situ orangnya pelit?"
Sampai di rumah Mbok Waru disambut hangat oleh keluarga Lupus. Keluarga Lupus kenal Mbok Waru dari cerita-cerita yang dibawa Mami.
"Ini lho yang namanya Mbok Waru " Mami memperkenalkan Mbok Waru pada keluarganya.
Mbok Waru langsung disuruh duduk dan disuguhi penganan dan teh manis. Mbok Waru sampai kikuk diperlakukan dengan hormat seperti itu. Soalnya, mungkin selama hidupnya belum pernah ada orang yang memperlakukannya dengan hormat jika ia bertamu. Duduk aja biasanya di lantai. Bersimpuh dengan muka tertunduk.
"Hmm, begini, Mbok," ujar Papi setelah Mbok Waru agak rileks sedikit dan telah makan penganan serta menghirup tehnya.
"Sebenarnya Mbok nggak usah merasa waswas dengan munculnya pasar modern itu."
"Ah, Pak, gimana nggak waswas kalo dagangan Mbok sekarang mulai ditinggalkan pembeli," suara Mbok terdengar memelas.
"Begini, saya pernah baca di sebuah majalah bahwa ada orang yang sengaja menawarkan barang dagangannya dengan cara mengantarkannya langsung ke rumah," Papi menerangkan rencananya.
"Seperti sales, Mbok," tambah Mami.
"Sales? Ooo, yang banyak dijual di Bogor itu?"
Lupus yang ikut mendengarkan jadi tertawa.
"Hahaha. Betul, sales Bogor.... Hahaha!"
Mbok Waru heran diketawain Lupus.
Mami menegur Lupus lewat delikan matanya. Lalu menjelaskan,
"Bukan, Mbok. Itu mah tales. Tales Bogor. Ini sales. Pake 's' depannya. Sales tuh penjaja keliling yang menawarkan dagangannya...."
"iya, tapi ada bedanya," ujar Papi.
"Maksud saya di sini, jangan memaksa orang untuk membeli seperti yang dilakukan para sales nekat itu. Kita berusaha menawarkan dan mengenalkan barang yang kita jual itu dengan baik-baik. Papi telah perhatikan bahwa di kompleks kita ini masih belum ada tukang sayur yang mau menawarkan dagangannya dari rumah ke rumah. Kalo Mbok Waru berminat, Mbok bisa menawarkan sayur-mayur dari rumah ke rumah.
Pertama-tama Mbok ceritakan dulu sayursayur apa saja yang Mbok jual. Kalo mereka sudah tau, nantinya kan bisa pada mesan. Misalnya hari ini mau bikin sayur asem, atau sayur sop, besoknya Mbok tingga mengirimnya. Untuk mencari pelanggan nanti bisa dibantu Lupus, kebetulan temen-temen Lupus juga banyak yang belum langganan sayur. Gimana, Mbok?"
Wajah Mbok Waru langsung berubah cerah,
"Ya, Mbok setuju saja. Daripada Mbok jualan di pasar tradisional yang sepi pembeli, apa salahnya Mbok coba cara ini?"
"Keuntungan lain berjualan dengan cara seperti ini ada juga, Mbok," tambah Papi.
"Apa itu?"
"Mbok akan bebas pajak!"
"Hehehe, masa jualan sayur harus bayar pajak segala. Sampeyan ini bisa saja."
Beberapa hari kemudian, Mbok Waru sudah punya langganan cukup banyak. Dan peran Lupus dalam hal ini tentu tidak bisa dilupakan begitu saja. Karena rayuan Lupus yang dahsyat itulah para ibu kompleks mau membeli sayuran pada Mbok Waru.
Bagaimana Lupus merayunya? Ah, kayak yang nggak tau Lupus aja....
***
8. Lulu idak Ingusan Lagi!
LULU ulang tahun. Jarang-jarang dirayain. Tapi kali ini Lulu boleh bergirang hati. Karena oleh Mami, walaupun kecil-kecilan, ia dipestain. Namanya kecil-kecilan, kue tart-nya juga kecil. Kue-kue yang lain pun kecil-kecil. Seperti kuaci, kacang kulit, donat mungil, dan pritilan berondong jagung!
Mami sudah mempersiapkan masakan dari pagi. Tentunya untuk menjamu para tamu yang nanti diundang. Lupus keliatan ikut sibuk. Pepno juga. Anak ini sebetulnya mau ngajak Lu'pus main sepeda, tapi karena Lupus sibuk membantu maminya, Pepno jadi ikutan. Tentunya dengan harapan ia pun diperbolehkan mencicipi masakannya nanti. Lupus dan Pepno membantu mengiris bawang. Baru beberapa bawang yang diiris. Pepno sudah
mengerjapkan matanya berulang kali Karena matanya perih, lalu mengeluarkan air mata.
"Eh, kok kamu nangis, Pep?" ledek Lupus.
Pepno kaget, lalu dengan asal ia berkilah,
"Saya sedih sekali kalau teringat ayam jago kesayangan saya yang mati dua hari lalu."
Tentu saja Pepno berbohong untuk menutupi rasa malunya, sambil diam-diam mengusap air matanya.
Tapi tak lama kemudian, Lupus juga mengucurkan air mata. Giliran Pepno yang balas meledek,
"Lho, kenapa kamu nangis, Pus?"
Dengan cuek Lupus menjawab,
"Saya sedih karena tak sempat datang pada hari kematian ayam jago kamu...." ,
Untung acara mengupas bawang tak berlangsung lama. Kalau tidak, nggak tau deh berapa banyak lagi kebohongan yang bakal keluar dari mulut anak-anak yang nggak mau kalah itu.
Siang hari, makanan sudah siap. Tamutamu juga sudah datang. Selain Lupus, Mami dan Papi, ada juga Kakek dan Nenek, serta Tante Ila.
Lulu ulang tahun kesembilan. Dan saat itu Mami memberi Lulu hadiah khusus. Sebuah gaun pink yang di belakangnya ada pitanya. Kalo dipake, Lulu bakalan mirip kado.
Sedang Lupus memberinya sebuah diary mungil. Lulu memang sudah mulai suka menulis-nulis. Cita-citanya nanti ingin jadi penulis. Meski Lupus sering menggoda adiknya, sebetulnya ia sayang sekali. Buktinya Lupus sering membangga-banggakan Lulu pada teman-temannya. Contohnya waktu kemaren ketemu Andi ,dan temantemannya. Mereka sedang sama-sama menyombongkan diri.
"Adik gue pernah ketabrak motor, tapi nggak nangis."
"Ah, kami nggak percaya,"
"kata Andi dan teman-temannya.
"Eee, betul. Dia langsung pingsan!"
Hari itu Lulu senang sekali menerima banyak hadiah. Apalagi Kakek dan Nenek, juga Tante Ila, tak lupa memberi kado. '
"Makasih pada semua yang telah memberi kado," ujar Lulu kemudian dalam sambutan ultahnya.
Eh, ngomong-ngomong apa kado dari Papi?
"Pi, kok nggak ngasih kado sih?" selidik Mami.
"Tenang," jawab Papi. _
"Papi mau kasih kejutan ya?" tanya Mami lagi.
Papi mengangguk.
Dan Papi pun lalu maju ke muka.
"Lulu telah mengucapkan terima kasihnya pada setiap orang yang memberi kado, tapi rasa terima kasih yang terbesar pastilah buat Papi. Mengapa? Mungkin Sodara-sodara heran. Jangan heran., Soalnya kado Papi ini pastilah yang paling berharga. Kalo Sodara-sodara telah memberi Lulu kado dalam bentuk barang, Papi lain. Papi akan memberi Lulu sebuah kado yang bermanfaat sekali. Yaitu dalam bentuk wejangan!"
Hah? Lulu pun merengut.
"Eit jangan merengut dulu. Wejangan ini bermanfaat sekali. Dan perlu Lulu ketahui bahwa Papi telah berminggu-minggu menyiapkan wejangan ini. Ya, seperti kita ketahui bersama kalo Lulu sudah sembilan tahun. Nah, apa artinya usia sembilan tahun itu? Artinya dia sudah tidak delapan tahun lagi. Itu harfiahnya. Tapi maknanya, bahwa Lulu telah mulai mengalami babak baru. Yaitu, dari masa dunia anak-anak, ke masa dunia ABG... anak baru gede. Usia sembilan tahun adalah awal anak menjadi gede. Itulah. Dan mengapa Lulu harus berbangga hati? Karena sebentar lagi dia akan dianggap bukan anak kecil lagi. Maka Papi ucap kan selamat!"
Plok, plok, plok! Papi tepok tangan sendirian.
Setelah pesta ulang tahun kelar, ternyata Lulu masih tetap merengut. Sebabnya, ya karena Papi itu. Lulu nggak demen sama hadiah yang berupa wejangan. Meski Lulu bangga juga sudah dianggap anak gede,
meski masih 'baru', dia tetap ngotot minta hadiah sama Papi.
"Semua orang ngasih hadiah, ngasih kado, masa Papi cuma wejangan sih!" tukas Lulu.
"Lho, wejangan itu kan hadiah spesial."
"Wejangan itu jangan dianggap hadiah dong. Wejangan ya wejangan, hadiah ya hadiah!','
"Ayolah, Pi, jangan terlalu pelit begitu sama anak," Mami ikut-ikutan ngebujuk.
"Sekali-sekali ngebeliin kado buat anaknya kan nggak apa-apa. Nggak enak lho sama yang lain."
Karena didesak begitu akhirnya Papi ngalah juga. Ia memberi kado bagi ulang tahun Lulu dengan mengajaknya pergi ke kebun binatang. Kebun binatang tempat rekreasi yang murah meriah. Pilihan Papi memang nggak jauh dari yang murahmurah meriah. Tapi Lulu cukup senang.
Di perjalanan dia sempat nyanyi-nyanyi segala. Dengan gaun pink hadiah dari Mami, Lulu berlenggak-lenggok di dalam mobil seperti penyanyi Aneka Ria Safari.
Sampai di kebun binatang, taunya Papi cuma beli tiga karcis. Untuknya, untuk
Mami, dan untuk Lupus. Tidak beli empat. Padahal yang ikutan berempat.
Pas ditanya petugas penyobek karcis, Papi bilang kalo anaknya yang satu masih kecil. Lulu heran. Ya, Papi liat di peraturan kalo untuk anak masih di bawah umur nggak usah beli karcis. Lulu jelas nggak terima.
Begitu baru melangkahkan kaki dari tempat penyobekan karcis tiba-tiba saja Lulu protes.
"Nggak bisa! Lulu harus dibeliin karcis juga! Lulu kan bukan anak kecil lagi! Lulu udah gede!"
Para penyobek karcis kaget. Papi bingung. Yang lain heran.
"Tadi kata Papi, Lulu udah mulai diakui sebagai anak yang udah nggak kecil lagi. Katanya Lulu perlu bangga. Kenapa sekarang Lulu dianggap anak di bawah umur? Papi bohong! Mengapa Papi bohong?"
Papi jadi malu hati.
"Pokoknya Lulu mesti dibeliin karcis!"
Papi buru-buru beli karcis lagi.
"Eh, buat siapa lagi nih?" tanya si penyobek karcis begitu Papi menyerahkan satu karcis lagi.
"Buat anak saya yang paling kecil...."
"Ajaib, dalam waktu singkat anak di bawah umur Bapak sudah jadi gede!" sindir penyobek karcis.
Dan begitu sampai di rumah lagi, Kakek mendengar cerita dari Lulu. Pada acara makan malam, Kakek kontan memberi wejangan buat Papi.
"Lho, kan saya belum ulang tahun, Kek," protes Papi.
"Wejangan itu bukan cuma pas pada ulang tahun saja, tapi kapan saja," tukas Kakek. '
Yang lain mesem-mesem ngeliat Papi mau dikasih wejangan. Papi emang paling takut sama Kakek. Maklum Kakek ini kan mertuanya Papi.
"Wejangan dari Kakek singkat aja kok. Bahwasanya kita-kita ini yang sudah lebih tua jangan suka mengajarkan kebohongan pada yang lebih muda. Biarpun hanya pada hal-hal kecil."
"Tapi, tapi, saya tidak berniat bohong kok," tangkis Papi.
"Jadi apa dong niatnya?"
"Niatnya cuma mau ngiriiit!"
Hehehe. Semuanya pun tersenyum.
Papi memang kadang nggak kalah gilanya dengan Lupus. Pernah dia marah- marah hanya karena Mami membersihkan meja kerjanya yang penuh debu. Aneh, kan? Dengar saja omelannya.
"Mamiii, mana debu yang ada di atas meja ini?"
Mami tergopoh-gopoh datang.
"Sudah Mami bersihkan. Memangnya kenapa?"
"Di atas debu tadi Papi catat nomor telepon orang yang mau beli mobil Papi!"
"Ya, sudah, nanti Mami kumpulkan lagi deh debu-debunya," ujar Mami kalem.
Dan bukan hanya Mami, Lupus juga sering kena omel kalo nonton tipi sampai larut malam.
"Kenapa kamu nonton tipi sampai larut malam?" bentak Papi.
"Oh, untuk memberi contoh pada Lulu, Pi."
"Supaya adikmu ikutan nonton tipi sampai malam, begitu?" kata Papi tambah marah.
"Bukan, Pi. Saya memberi contoh bahwa nonton tipi sampai malam itu bisa menyebabkan kena marah Papi "
***
Lulu menjalankan hari-hari setelah ulang
tahunnya dengan riang gembira. Di sekolah, ia makin akrab dengan Garsi. Garsi sangat ceria. Karena Lulu juga ceria, jadinya mereka cocok. Kalo lagi berduaan mereka bagai pinang dibelah golok!
Selain ceria, ni dua makhluk juga centilcentil! Kecil-kecil tapi gayanya kayak orang dewasa. Suka ngerumpiin cowok-cowok kece.
"Car, kalo besar nanti kamu mau punya cowok kayak siapa?" tanya Lulu genit.
"Hmm,_kayak siapa ya? Aduh, gak tau deh. Kalo kamu?"
"Kalo saya sih yang biasa-biasa aja, kayak jason Priesley yang jadi Brandon di Beverly Hills."
"Ih, Jason nggak biasa, Lu. Dia keren banget!"
"Tapi kan cocok sama saya!"
"Tapi kalo kamu besar nanti Jason-nya udah tua lho!"
"Yaaa, kalo gitu gak jadi deh sama dia!"
Dan hari itu Garsi main lagi ke rumah Lulu. Belakangan ini Garsi sering main ke rumah Lulu. Soalnya menurut Garsi suasana di rumah Lulu menyenangkan. Penghuninya baik-baik. .
Apalagi saat itu Garsi diajak makan siang segala. Makin betah aja dia. Kebetulan Lupus juga udah pulang.
"Ayo, Garsi, jangan malu-malu, anggap aja kayak di rumah sendiri!" Mami menawari sambil mengunyah tempe goreng.
"Eh, enggak, Tante. Saya gak akan menganggap seperti di rumah sendiri. Soalnya di rumah saya jarang ada ikan asin sih!"
"Lho?"
"Eit, jangan marah, Tante. Cuma bercanda kok."
Semuanya tertawa.
Lupus juga diem-diem salut sama Garsi. Anaknya manis, dan cuek lagi. Tapi Lupus gak bisa apa-apa, karena di situ ada maminya. Jadinya dia gak berkutik.
Hatinya sih pengen juga menggoda-goda.
"Lu, kakak kamu bisu ya?" bisik. Garsi tiba-tiba.
"Emangnya kenapa?"
"Kok dari tadi diem aja."
"Biasanya kalo diem begitu dia lagi nahan kentut!"
"Hihihi." Garsi ketawa manis.
Lupus makin meringis.
Menjelang sore Garsi minta diri.
"Eh, emang diri kamu tadi dipinjem siapa?" canda Lupus begitu Mami pergi ke' belakang. '
"Lho, bisa ngomong toh?" Garsi purapura terkejut.
"Masih sore udah mau pulang?" tegur Lupus lagi.
"Iya, takut dicariin. Abis saya perginya bawa-bawa sendok sih."
"Ih, bisa aja kamu."
Ternyata Lulu mau ikut ke tempatnya Garsi juga. Ya, selama ini Lulu memang belon pernah sekali pun main ke rumah Garsi.
"Udah bilang sama Mami kamu?" tanya Garsi.
"Udah dong."
Dan betapa herannya Lulu pas tau ternyata Garsi kos bersama kakaknya yang SMA.
"Lho, ortu kamu pada ke mana? Apa mereka tinggal di kos ini juga?"
"Enggak," jawab Garsi pendek.
"Jadi mereka tinggal di mana?"
"Di rumah mereka masing-masing."
"Kalian tidak tinggal bersama?"
Garsi lalu menyalakan TV mungil yang ada di kamarnya. Kebetulan sore itu tipi memutar film bagus. Mereka nonton. Tapi
setelah film abis Lulu kembali penasaran. Ya, kenapa Garsi tidak tinggal bersama ortunya dalam satu rumah? Kenapa mereka misah-misah?
Mulanya Garsi males cerita. Tapi lantaran Lulu terus nanya akhirnya Garsi cerita juga,
Lupus Kecil Bolos Karya Hilman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Garsi bilang kalo ortunya sudah berpisah, sudah bercerai, kira-kira setahun lalu.
"Kenapa kamu tidak tinggal dengan salah satu dari. mereka?" tanya Lulu pelan.
"Gak bisa. Saya sayang Mama dan Papa. Begitu juga Kakak. Kita sayang dua-duanya. Kalo kita tinggal sama Mama kasihan Papa, sedang kalo dengan Papa jelas kasihan Mama. Makanya kita berdua nekat pilih kos aja. Dan seminggu sekali kita main ke tempat mereka."
"Kenapa mereka bercerai?" tanya Lulu Iagi.
"Nggak tau juga ya. Saya sendiri tidak tau jelas kenapa mereka berpisah. Mungkin karena saya masih terlalu kecil. Tapi kata Kakak, Mama dan Papa itu orangnya sama-sama keras."
Lulu mendesah. Ia bersandar di dinding kamar Garsi. Lulu merasa kasihan pada
sahabatnya. Lulu sama sekali tidak menduga kalo Garsi tengah mendapat cobaan demikian berat. Lebih-lebih kalo dibanding dengan keluarganya yang senantiasa mesra itu, ah, kasihan sekali Garsi.
Lulu, yang lagi senderan gak sengaja ngeliat kertas-kertas berarakan di atas meja belajar mungil. Tiba-tiba saja ia mendapat ide cemerlang.
"Hei, Garsi!" teriak Lulu tiba-tiba.
"Ada apa?" Garsi kaget.
"Gimana kalo kita kirim surat ke papa dan mama kamu! Surat untuk Mama kita tulis seolah-olah itu dikirim oleh papa kamu, sedang untuk Papa ditulis seolaholah dari mama kamu. Dan nanti dalam Surat itu kita tulis juga agar mereka bertemu di suatu tempat. Pasti mereka akan berpikir bahwa mereka sudah saling kangen. Bagaimana, Garsi?"
"Hm, boleh."
Kebetulan di kamar Garsi ada mesin tik listrik yang biasa dipake bikin paper oleh kakak Garsi. Karena kalo suratnya ditulis tangan bisa ketawan boongnya. Kedua ortu Garsi jelas hapal betul tulisan tangan mereka masing-masing.
Di dalam surat itu kemudian disebutkan agar mereka bertemu di sebuah taman pada sore hari.
"Ya, suratnya gak usah panjang-panjang," ujar Lulu.
"Tapi apa iya mereka mau saling bertemu?" Garsi kurang yakin.
"Kita coba aja."
Dan saat itu juga mereka cepat berpencar untuk mengirimkan surat buat mama dan papa Garsi.
Besoknya, Lulu dan Garsi sudah sembunyi di balik pohon rindang di taman yang dijanjikan dalam surat. Di dalam surat dituliskan bahwa mereka akan bertemu kira-kira pukul lima sore. Garsi jelas berdebar-debar sekali. Garsi udah lama gak ngeliat kedua ortunya bersama-sama di satu tempat.
"Lu, udah pukul lima lebih kok belon keliatan?" tanya Garsi waswas.
"Mungkin sebentar lagi."
"Apa suratnya tidak sampai?"
"Saya yakin surat yang saya kirim buat mama kamu sampe dengan selamat, Gar!"
"Saya juga. Surat itu sudah saya antarkan. Dan pasti Papa sudah menerimanya."
Tapi sudah pukul enam sore kedua ortu Garsi gak keliatan'juga.
"Kenapa mereka tidak muncul ya?" tanya Lulu heran.
"Itulah. Mungkin mereka masih keras, Lu. Mereka masih gengsi untuk saling bertemu." .
"Sayang ya? Padahal kamu dan kakak kamu pengen banget kalo mereka bisa bertemu dan kemudian bersatu kembali."
"Tapi sudahlah, Lu. Belum saatnya kali."
Akhirnya kedua anak manis ini pulang dengan tangan hampa. Di jalan tiba-tiba Garsi berhenti sebentar. .
"Lu, dulu saya ini orangnya manja sekali
lho," ujar Garsi sambil duduk di pinggiran trotoar.
"MakSudmu?"
"Iya, saya juga malas. Kolokan, dan macem-macem lagi. Begitu juga kakak saya. Tapi pas saya tinggal bersama Kakak di kos, saya jadi belajar mandiri. Apa-apa saya kerjakan sendiri. Mulai dari mencuci sampe membereskan buku. Ya, pokoknya semua. Dan mudah-mudahan kalo saya udah mandiri, nggak manja, dan nggak kolokan lagi, Mama-Papa bisa bersatu kembali. Hingga kami semua nanti bisa merasakan hikmah dari perpisahan ini."
"Mudah-mudahan."
"Tapi yang jelas saya sekarang sudah menjadi gadis yang ceriaaa...!"
"Iya saya jugaaa...!"
Kedua gadis mungil itu lalu berdiri dan cepat berlari pulang ke rumah masing masing.
****
Hallo-Wee
KALAU mau tidur malam Lupus suka merenung juga. Ya, sekadar mikirin apa aja yang sudah ia alami seharian. Kadang ia merasa amat beruntunglahir di tengah keluarga yang berbahagia. Papi, Mami, Lulu.... Ya, meski karakter mereka aneh, buat Lupus itu sangat menyenangkan. Entah berapa banyak kejadian konyol ia alami bersama keluarganya. Misalnya aja Lulu suatu ketika mau beli pulpen di warung sebelah. Kebetulan Lupus ikut mengantar.
"Pak, beli pulpen biru yang ada garisgaris putihnya."
"Wah, Nak Lulu. Bapak punyanya pulpen putih yang ada garis-garis birunya."
"Yah kalau begitu nggak jadi deh!" Lulu pun ngeloyor pergi. Dan malamnya ketika Lulu mendengar pukulan ketukan penjual nasi goreng, ia
langsung minta dibelikan pada Mami.
"Mi, beliin nasi goreng dong!"
Mami yang karena tanggung bulan tidak punya uang jadi berkelit.
"Itu bukan tukang nasi goreng, itu cuma orang iseng memukul-mukul penggorengan saja!"
Dijawab begitu, Lulu tidak keabisan akal. Langsung aja ia berkata,
"Mi, beliin penggorengan yang dipukul orang-orang iseng itu dong!"
Mami jadi mati kutu.
Tapi Mami juga punya cerita lain. Waktu konsultasi. ke dokter langganan keluarga Lupus yang dokternya agak konyol (ketularan Lupus kali), Mami berkata,
"Begini, Pak Dokter, kalau bangun tidur kepala saya suka pusing dan perut saya mual-mual."
Pak Dokter bertanya sambil menatap dari balik kacamatanya,
"Keluhan itu dirasakan setiap bangun tidur saja?"
"Betul, Dok."
"Kalau begitu, kalau sudah tidur jangan bangun-bangun lagi ya,"'ujar Pak Dokter yang langsung disambut oleh wajah bengong Mami.
Pak Dokter jadi ketawa.
"Ampun, Bu, gitu aja kok dipikirin "
Lupus jadi senyum-senyum sendiri ketika diceritain. Tapi Lupus juga cerita ke Mami bahwa ia punya pengalaman unik. Ceritanya waktu mereka berlibur ke kampung Kakek. Kakek Lupus biar sudah tua tapi kan hobi sekali menggigit-gigit kukunya. Nah, Lupus pun disuruh mencari jalan keluar agar Kakek tidak lagi menggigit-gigit kuku.
Kemudian Lupus berhasil.
"Bagaimana caranya?" tanya Marni tertarik.
"Gampang, Mi, Lupus umpetin gigi palsunya! Hehehe...." '
Lupus tersenyum. Ya, tapi Kakek juga orang yang agak aneh. Pernah ketika naik bus jurusan Blok M-Grogol, ia berpesan agar diberitahu jika sudah sampai di Ratu Plaza.
Nah, begitu bus sampai Ratu Plaza, sang kondektur langsung memberitahu,
"Kek, sudah sampai Ratu Plaza. Kakek mau turun?"
"Oh, enggak, kemaren ada cewek yang ngelirik Kakek di sini. Apakah cewek itu masih ada?" kata Kakek sambil nengok ke luar jendela bus.
Ding-dong-ding-dong, bunyi jam di dinding kamar Lupus menunjukkan pukul sebelas malam. Lupus tersadar dari lamunannya. Wah, ternyata Lupus belum bisa juga memejamkan matanya. Padahal kan ini sudah cukup larut. Lupus pun berusaha sekuat tenaga untuk tidur. Ia menarik selimut menutupi sekujur tubuhnya. Udara dingin di luar bekas turun hujan menembus ke dalam kamar. Dan hasilnya, Lupus bukannya tidur, ia malah teringat cerita Andi, teman sekelasnya yang terkenal badung.
Andi itu usianya setahun di atas Lupus. Dan ia pernah cerita, di suatu malam ketika habis kenaikan kelas, ia mengatakan berita gembira pada ayahnya.
"Pa, Andi ingin meringankan beban Papa!"
Ayahnya yang sedang membaca koran langsung terkejut. Ia memandang ke arah anaknya dengan senyum mengembang.
"Wah, terima kasih, Andi. Ternyata kau anak yang baik. Bagaimana caranya?"
"Tahun ajaran baru ini, Papa tak perlu membelikan Andi buku-buku pelajaran."
Senyum ayahnya makin mengembang.
"Kamu akan beli dari uang tabunganmu, begitu? Atau kamu akan minta dari kakak kelasmu'?"
"Saya tidak naik kelas." jawab Andi pelan.
Senyum ayahnya langsung kuncup.
Dan di tengah rasa kantuk yang mulai menyerang, tiba-tiba saja Lupus jadi ingat rencana dia dan temen-temennya yang bakal ngegelar pesta Halloween di rumah Pepno besok malam. Ya, ya, ya pasti menarik. Alam pikiran Lupus pun langsung beralih pada persiapan pesta itu. Dan tanpa ia sadari, ia pun terlelap
Besoknya begitu pulang sekolah, Lupus langsung sibuk bikin topeng hantu-hantuan. Rencananya Lupus mau dandan jadi hantu drakula. Selain Lupus udah punya jubah hitam panjang yang dicolongnya dari lemari pakaian Papi, dia juga udah bikin taring-taringan dari gagang kacamata bekas. Terus nanti pake rambut palsu agar penampilannya jadi seram sekali. Karena ini pesta Halloween, tamu yang dandan paling seram bakal disegani dan dihormati. Tapi Lupus belon punya rambut palsu. Ah, itu dia, Lupus melihat sebuah sapu ijuk nganggur di pojokan.
Buru-buru dia copot dan diambil ijuknya untuk dijadikannya rambut palsu. Dan hasilnya... wow, liat aja sendiri....
So pasti Mami yang mau nyuruh Lupus makan siang, begitu kaget melihat drakula muncul dari kamar anaknya. Ia kontan teriak minta lontong eh, tolong! '
"Tolooong, tolooong', ada han-hantuuuu! Hantunya ada t-tolooong!"
"Mami tenang! Ini bukan hantu, ini Lupus! Lupus anak Mami yang kece itu! Lihat, Lupus cuma pake rambut palsu, kok. Naa, Lupus, kan?"
"Ya, ampun! Kamu itu apa-apaan sih? Siang-siang begini main hantu-hantuan. Untung Mami gak jantungan, kalo jantungan pasti Mami sudah pingsan tadi!"
"Nanti malem Lupus mau ikut pesta Halloween, Mi!"
"Halloween? Apaan" tu pesta Halloween?"
"Iya ya, Halloween itu "apa ya?" Lupus bingung.
Lupus emang gak tau arti dan dari mana datangnya Halloween. Dia cuma ikutikutan. Seperti yang lain-lain juga, cuma ikut-ikutan! '
Tapi kalo gak salah, Halloween ini adalah pesta yang mengharuskan orang-orang yang datang berdandan seram seperti hantu. Lupus dan temen-temennya memang pernah liat di film ada orang bikin pesta Halloween. Biasanya pesta Halloween itu digelar pada bulan Oktober atau November. Ya, bagi orang yang suka ikut-ikutan gak salah sih kalo mau ber-Halloween-halloweenan!
Selain Lupus, Pepno dan lko Iko juga tengah sibuk bikin topeng dan kostum hantu. Pepno rencananya mau berdandan seperti hantu pocong. Kostum hantu pocong gak terlalu susah. Cuma kain putih panjang dililit ke seluruh tubuh, maka jadilah hantu pocong.
Sedang Iko Iko, yang sudah cerita sama emaknya mau ikutan.pesta hantu-hantu an, malah disaranin gak usah pake topeng.
_ "Emang kenapa, Mak?" tanya Iko Iko heran.
"Soalnya tampang lo udah serem!" celetuk emaknya cuek. .
Begitu malam tiba, semua anak siap dengan kostum hantu yang seram-seram. Happy tampil dengan dandanan hantu kuntilanak. Sedang Uwi berdandan seperti tuyul. Mereka bergabung dan bergaya aneh-aneh seperti hantu beneran. Happy yang jadi kuntilanak ketawa cekikikan terus-terusan.
"Hap, kenapa sih ketawa terus?" protes Uwi yang keberisikan.
"Biar mirip sama kuntilanak yang asli!"
"'lh, gak usah pake ketawa juga udah mirip."
Pada pesta Halloween memang banyak acara digelar. Tapi yang paling seru adalah acara main takut-takutan. jadi sesama peserta boleh saling menakut-nakuti. Alhasil.
mereka saling menyeringai, melolong, dan menjerit-jerit!
Nah, pada saat acara main takut-takutan itu, ada peserta yang memakai jubah putih berwarna pucat menakut-nakuti Lupus cs.
Siapa hantu ini? _
Ya, yang diundang dalam pesta Halloween itu memang gak cuma temen sekelas aja, tapi tetangga-tetangga Pepno juga banyak yang datang. Barangkali hantu jubah putih ini salah seorang tetangga Pepno. Tapi kenapa anak berjubah putih ini tiba-tiba jadi menarik untuk diperhatikan? Apa istimewanya?
Asal kalian tau aja, cara berdandan anak ini bagus sekali. Kostum yang dipilihnya pun demikian mirip, hingga membuat penampilannya seperti hantu sungguhan. Udah gitu anaknya riang dan hobi bercanda-canda.
"Hikhikhik! Anak perempuan gendut itu saya takutin gak takut. Eh, pas saya kentutin dia langsung pingsan! Sampe sekarang belon bangun-bangun! Hikhikhik...," anak berjubah putih itu terkekeh setelah ngerjain si Happy.
Begitulah, karena anaknya riang dan
konyol, Lupus dan teman-teman gak keberatan kalo dia ikut bergabung dalam kelompoknya. Rupanya anak-anak itu juga punya rencana meneruskan pesta Halloween ke jalanan. Mereka mau nakutnakutin orang-orang yang lewat.
"Hikhikhik, saya ikutan boleh, kan? Soalnya saya hobi banget nih nakut-nakutin orang! Kalo semenit gak nakut-nakutin orang, ih, rasanya badan pada pegel-pegel!"
"Boleh, boleh...," kata anak-anak semangat
Kemudian anak-anak itu nongkrong di pinggir jalan untuk nakut-nakutin orang lewat. Mereka nakut-nakutinnya gantian. Sebagian orang yang ditakut-takutin itu ada yang takut betulan, tapi ada juga yang malah nimpuk pake sendal jepit!
Dan malam semakin larut. Anak-anak tampaknya mulai capek dan bosan berhantu-hantuan. Mereka berniat pulang. Tapi anehnya, anak berjubah putih itu malah ngajakin anak-anak pergi ke tempat yang lebih sepi lagi.
"Masa baru jam segini udah pada mau pulang? Mana terasa pesta Halloweennya? Justru makin malam, Halloween itu makin terasa asyik. Makin seram kan
makin asyik. Gimana kalo kita pindah ke tempat yang makin seram, di ujung jalan sana?"
"Pindah ke ujung jalan sana?" Pepno heran. Ujung jalan yang ditunjuk anak kecil itu adalah jalan menuju pekuburan.
' "Iya, emang kenapa? Kalo di sana kita nakut-nakutinnya enak. Dan orang-orang pasti takut."
"Ah, enggak ah, saya nggak ikutan."
"Hikhikhik, masa kamu jadi hantu takut sih?"
"Eh, ketawa kamu kok makin malem makin seram? lagi pula kenapa mik-ap kamu gak luntur-luntur? Sementara mikap kita dari tadi udah pada luntur?" tanya Lupus heran. '
"Ya, namanya aja mik-ap mahal. Hikhikhik."
"Ih, bau apa nih? Kayak bau bunga kamboja deh," dengus Iko Iko.
"Itu parfum saya...."
"Kamu pake parfum beraroma bunga kamboja?" tanya Iko Iko kaget. .
"Iya, emang gak boleh? Eh jadi gak kita ke sana?" tanya anak kecil berjubah putih untuk mengalihkan perhatian.
"G-gimana ya?" ujar Lupus rada-rada
takut.
"K kita rapat dulu deh. K-kamu di sini aja dulu ya?"
"Oh, pake rapat segala toh? Silakan, silakan...."
Lupus mengajak kedua temannya menjauhi anak kecil berjubah putih itu untuk pura-pura rapat. Ini memang siasat Lupus, karena dia mau ngajak Pepno dan Iko Iko kabur dari situ.
"Satu, dua, tigaaaa...! Yap, cabuuuut...!" teriak Lupus memberi komando.
"Hei, mo ke mana kalian! Kok ngacir begitu?" teriak anak berjubah putih itu.
Tapi Lupus dan kedua temannya gak peduli. Mereka terus aja cabut. Mereka sama sekali gak berani nengok sedikit pun. Soalnya mereka ngerasa ada yang aneh dari teman barunya yang memakai jubah putih berwarna pucat itu.
Hiiiiii.
****
Hartop
HARI masih pagi. Tapi bel SeKOlah sudah berdentang beberapa menit yang lalu. Lupus nampak berlari terburu-buru. Apa ia takut telat? Nggak jelas. Pepno yang langganan telat, dan sedang "berjalan santai menuju sekolah, jadi kaget melihat Lupus berlari-lari melewatinya.
"Hei, Pus, kok lari-larian?" teriak Pepno.
"Kan pelajaran pertama olahraga. Santai aja lah!"
"Saya lari-larian karena ingin menghentikan sebuah perkelahian!" ujar Lupus sambil terus berlari. Pepno kaget. Langsung ikut berlari menjajari Lupus. Ia kagum mendengar niat Lupus.
"Wah, hebat sekali kamu, Pus. Di mana ada orang berkelahi? Terus ngomong-ngomong, siapa yang berantem?"
"Saya sama Andi!" ujar Lupus terus berlari.
Pepno jadi jengkel.
"Huuu... bilang aja lo penakut!" '
Lupus cuma nyengir. Lalu setelah dirasa jauh, ia menghentikan langkahnya. Menarik napas dalam-dalam.
"Lumayan buat pemanasan!"
Pepno berjalan di sebelahnya.
"Pep, orang menanam pisang kelihatan apanya?" tanya Lupus tiba-_ tiba.
Pepno heran menatap Lupus.
"Ya, kelihatan pisangnya dong!" '
"Salah! Yang betul kelihatan begonya. Mana bisa pisang ditanam? Yang ditanam kan pohonnya!" ujar Lupus terkekeh-kekeh.
Begitu masuk gerbang sekolah, Lupus dan Pepno ternyata kepergok sama Bu Sulis yang terkenal cerewet dan galak.
"Hei, kalian! Kemari sebentar!" bentak Bu Sulis.
Lupus dan Pepno langsung terkesiap.
"Dari mana kalian?" ujar Bu Sulis galak.
"Kenapa telat?"
Lupus menjawab gugup,
"Eng, a-anu... semalam saya mimpi ke Bandung. Terus pas saya mau pulang ke Jakarta mobilnya mogok. jadi saya telat, Bu."
Bu Sulis kemudian menatap ke arah Pepno.
"Kamu, Pepno, kenapa telat juga?"
"
"Saya juga mimpi, mimpi mendorong mobil Lupus yang mogok itu, Bu."
Bu Sulis bengong. Sebelum sadar, kedua anak bandel itu sudah berlari menuju kelas sambil tertawa-tawa kecil. Si Pepno ini memang suka asal aja. Bu Sulis apal betul kebandelan Pepno. Pernah waktu Bu Sulis ngajar sejarah, Pepno yang lagi asyik ngobrol di bangku belakang langsung kena setrap. Ia diberi pertanyaan dari soal yang sedang diajarkan.
"Pepno! Di mana Persetujuan Linggarjati ditandatangani?"
Pepno kaget, dan gelagepan.
"Eng... a-anu, Bu, anu... anu..."
"Ayo, cepat jawab!" bentak Bu Sulis.
"Di... di... di atas kertas!" sahut Pepno asal saja.
Langsung tawa anak sekelas meledak, dan Pepno disuruh menunggu di luar sampai pelajaran usai. Kasihan.
Sampai di kelas, guru olahraganya belum datang. Lupus dan Pepno agak lega, karena tak usah mencari alasan lagi, kenapa mereka telat. Guru olahraga di sekolah Lupus adalah guru baru. Tapi nggak baru-baru amat. Udah tiga mingguan lebih. Tapi meski-begitu, beliau sudah menarik perhatian anak-anak. Karena waktu pertama kali masuk, ia sudah langsung bersemangat olahraga. Ceritanya waktu itu, setiap guru masuk kelas, anak-anak pun seperti biasa serentak mengucapkan,
"Selamat pagi, Paaak!"
Pak guru yang baru ini menghentikan langkahnya, dan langsung berkata tegas.
"Kurang keras, anak-anak!"
Anak-anak bengong sejenak. Lalu berteriak lebih keras lagi,
"Selamat pagi, Paaak!"
"Kurang keras," kata guru baru itu lagi.
"Kurang keraaaas, Paaak!" jawab anakanak kemudian.
"Bagus!" Guru itu pun puas.
Hehehe.
Tapi bukan hanya itu. Hal lain yang menarik perhatian anak-anak, guru baru yang mengajar olahraga itu, di mana saja dan kapan saja, selalu minum Coca-Col. eh, maksudnya, di mana saja dan kapan saja selalu pake topi baret! Topi seperti Pak Tino Sidin.
Lupus Kecil Bolos Karya Hilman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ini setelah anak-anak ngeliat pak guru yang akrab dengan panggilan Pak Harry itu, ngajar praktek, ngajar teori di kelas, saat upacara hari Senin, di ruang guru, di kantin, salat di musola, atau juga waktu
berangkat dan pulang ngajar selalu saja pake topi! Kalo salat topi baretnya diganti dengan peci. Tapi tetap selalu pake topi. Pernah juga ia mengganti topinya dengan topi lain, tapi yang paling sering dipake adalah topi baretnya itu.
Itulah sebabnya guru baru yang sudah tiga mingguan ngajar itu jadi perhatian anak-anak. Menurut selentingan yang masuk ke kuping anak-anak, Pak Harry dapat dispensasi dari Kepala Sekolah me ngenai kebiasaannya memakai topi.
"Eh, mungkin palanya bisulan!" terka anak-anak.
"Hus, sembarangan kalo ngomong!"
"Abis, pake topi terus sih!"
"Orang pake topi kan belon tentu bisulan, kali aja pitakan! Hehehe."
"Yee, sendirinya lebih sembarangan lagi!" Begitulah dugaan sementara anak-anak mengenai Pak Harry yang selalu pake topi. Karena tiap hari pake topi, Pak Harry akhirnya dapat julukan "hartop", dari anak-anak. Artinya Pak Harry yang selalu pake topi!
Pak Harry nggak marah, malahan senang. Soalnya ada yang bilang juga kalo
Pak Harry sengaja pake topi biar punya ciri dan gampang dikenali.
Tapi dugaan-dugaan dan selentingan selentingan itu tidak membuat Lupus, Pepno, dan Iko Iko percaya begitu saja. Soalnya masing-masing anak ini punya dugaan sendiri-sendiri. Sampe akhirnya mereka nekat bertaruh. Siapa yang sanggup membuat Pak Hartop eh, Pak Harry, membuka topinya dan keliatan kepalanya, dia yang menang. Pemenang berhak ditraktir lawannya selama setahun penuh!
Jelas untuk bisa membuka topi Pak Harry bukan pekerjaan gampang. Nggak mungkin bagi seorang murid tiba-tiba saja membuka topi yang dipake gurunya. Atau dengan nekat menyambar topinya. Pasti Pak Harry akan marah besar. Artinya, ketiga anak yang bertaruh tadi harus bisa membuka topi Pak Harry dengan siasat!
Nah, karena saat itu Pak Harry belum datang, Lupus dan teman-temannya lalu pada berunding. Merencanakan apa saja yang kudu dipersiapkan untuk mencari tau kenapa Pak Harry pakai topi.
Tak berapa lama, Pak Harry muncul. Anak-anak pun bubar. Tapi di antara
mereka sudah ada kesepakatan, siapa yang harus mencoba duluan.
"Anak-anak, jangan lupa! Nanti sore ada pelajaran renang di Senayan. Siapa yang belum membayar, silakan menghubungi Bapak sekarang!" ujar Pak Harry.
Anak-anak pun berteriak-teriak senang.
Pas sore hari, anak-anak beraksi. Mulamula giliran Pepno, si "Cabe Keriting". Pepno diikuti beberapa anak sebagai saksi untuk melihat sukses atau tidaknya siasat yang mau dijalankannya itu. Kebetulan waktu itu pelajaran renang. Pepno menghampiri Pak Harry yang asyik mencatetcatet. Anak-anak lain, termasuk Lupus dan Iko Iko, mengamati dari kejauhan siasat Pepno ini. Ya, ternyata Pepno berpura-pura ingin belajar renang gaya kupu-kupu. Dia mendesak Pak Harry agar mau mengajarinya langsung di kolam. Inti siasat Pepno, Pak Harry disuruh berenang. Dan perkiraan Pepno, pasti dong Pak Harry akan membuka topinya.
"Boleh " kata Pak Harry.
"Tunggu sebentar, ya, Bapak ganti pakaian dulu!"
Pepno berdebar menunggu. Dan alangkah terkejutnya Pepno, juga yang lain, begitu melihat Pak Harry muncul dengan pakaian renang komplet dengan topi renang segala.
"Ayo, Pep, sudah siap?" tegur Pak Harry.
"S-siap...," jawab Pepno terbata-bata.
Dan gagallah Pepno.
Di hari lain, Iko Iko yang akan menjalankan siasatnya. Iko Iko menjalankan siasatnya waktu pelajaran lari di lapangan. Iko.Iko kebetulan jagoan lari. Dan ia ingin menjajal kejagoannya sama gurunya itu. Pak Harry setuju aja. Apalagi Iko Iko bilang, dia belon pernah berlomba melawan orang dewasa.
Harapan Iko Iko jelas. Bila berlari nanti, topi "Pak Harry pasti akan terlepas dari kepalanya. Iko Iko merasa bakal menang.
"Siap, Ko?" tanya Pak Harry. '
"Siap, Pak."
Lupus, Pepno, dan anak-anak mengamati pertandingan lari dengan perasaan tidak biasa. Soalnya, mereka bukan menunggu kalah-menangnya lomba lari, melainkan apakah topi Pak Harry bisa lepas?
"Satu, dua, tigaaaa! Yap!"
Iko Iko dan Pak Harry pun berlari. Tapi
lagi-lagi Iko Iko dan anak-anak kecewa. Pak Harry dengan cekatannya selalu memegangi topinya. Topi itu jelas tak terlepas.
Tinggal Lupus! Apa siasat anak ini?
Keesokan harinya Pak Harry mengajar teori olahraga di kelas. Lupus tiba-tiba saja mengaku berultah-ria. Sebagian anakanak tadinya heran, tapi Lupus langsung bilang, ini bagian dari siasatnya. Anakanak jadi penasaran dengan siasat yang mau dijalankan Lupus. .
Yang jelas, pulang sekolah nanti Lupus bakal mentraktir anak-anak makan gadogado lontong di dekat pasar sana.
"Pak, saya hari ini 'ulang tahun, nanti ikutan makan-makan ya?" ajak Lupus pada Pak Harry begitu pelajaran olahraga usai.
Pak Harry belum pernah diundang makan sama muridnya. Makanya dia mau saja begitu Lupus ngajak'makan bareng.
Semua anak ditraktir Lupus menikmati gado-gado lontong. Termasuk Pak Harry. Dan semuanya menikmati gado-gado itu dengan nikmat, meski rasanya agak pedas. .
Pedas? Oh, inikah siasat Lupus itu?
Semua orang memang kepedesan. Pak
Harry apalagi. Beliau nampaknya kurang tahan sama makanan pedas. Keringatnya mengucur deras dari kening dan kepalanya. Gerah sekali dia.
Sementara anak-anak pada teriak,.
"Pedes, pedes!" Pak Harry yang juga kepe desan tiba-tiba saja membuka sedikittopinya. Ia kemudian melap keringat yang mengucur dari kening dan kepalanya pake saputangan. Lupus, Pepno, Iko Iko, dan anak-anak yang tadi teriak-teriak pedes, kontan langsung diam!
Ternyata kepala Pak Harry rada botak di tengahnya. Mirip kepala pelawak Darto Helm. Bedanya, rambut Pak Harry mulai banyak ditumbuhi uban.
"Wuah, pedasnya " desah Pak Harry.
Lupus yang tadinya mau teriak girang sejadi-jadinya karena memenangkan pertaruhan, Iangsung merasa nggak enak ati. Karena dilihatnya Pak Harry tersipu malu waktu ia membuka sedikit topinya. Barangkali Pak Harry selalu memakai topi untuk menutupi kepalanya yang botak di tengah itu. Lupus tentu jadi nggak enak ati.
"T-tambah lagi minumnya, Pak?" tawar Lupus.
"Boleh, boleh. Pedes banget ; gadonya."
"I-iya, Pak," ujar Lupus. Tapi merasa tak enak hati....
Tamat
Pendekar Rajawali Sakti 185 Geger Di Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama