Ceritasilat Novel Online

Kuda Putih 4

Kuda Putih Ksatria Gunung Karya SD Liong Bagian 4

lagi ia menyumpahi Allah dan para dewa2.

" Demikianlah dengan kematian Gogor. Bahwa bagaimanapun, lambat atau cepat, kita tentu

bakal berpisah dengan orang yang kita cintai. Bagi kita yang ditinggal, selalu sajalah memanjatkan

doa kepada Allah agar arwahnya diterima olehNYA. Kita harus menjalankan sisa kita menurut garis

yang ditentukan, " kata Sukra setelah mengachiri ceritanya.

Wigati tergerak juga hatinya dengan tamsil cerita Sukra. Atas hiburan dan perawatan Sukra

yang tekun, sedikit demi sedikit ia mulai mendapat kekuatan hidup.

Kejadian itu menggirangkan Adipati. Ibu Sukra yang melihat kesempatan itu segera menemui

kakak-sepupu (isteri Adipati ) untuk menganjurkan perjodoan antara Sukra dan Wigati. Adipati dan

permaisuri tak keberatan. Pun karena kekosongan hatinya telah diisi oleh bujuk rayuan Sukra, Wigati

menyerahkan nasibnya manurut kehendak orangtuanya.

" Akang Sukra, sekalipun kau memiliki jasmaniku tetapi jiwaku, hatiku sudah kosong karena

lama hatiku itu telah kuberikan pada akang Gogor, " katanya sewaktu mendengar pinangan Sukra.

" Yayi Wigati, aku tak berani mengharap apa yang tak dapat kuperoleh. Kalau aku dapat

menjadi hambamu, pelindungmu dan tumpahan kedukaanmu, itulah sudah cukup bagiku. Kalau kau

bahagia, akupun turut bahagia walaupun harus kutebus dengan siraman airmataku. "

" Oh, akang, kau baik sekali . . . "

Demikian pernikahan antara Wigati dengan Sukra itu dirayakan dengan serba meriah.

Namun sudah menjadi isteri Sukra, Wigati tetap tak dapat melupakan Gogor.

Hancurnya Rawa Keling.

Bermula Gentonglodong yang mendapat laporan dari Godeksura tentang peristiwa

perselisihan antara Gita dengan Rani tadi, mengira kalau muridnya itu tentu hanya mengambul saja.

Tetapi sehari, dua hari, tiga hari, seminggu, dua minggu hingga sebulan, ternyata Gita tak tampak

pulang. Barulah Gentonglodong sibuk dan suruh orang2nya mencari anakmuda itu, tapi sia2 jua. Gita

ternyata tinggalkan Rawa Keling dengan hati luka.

Diantara luka-hati, adalah luka karena tusukan duri Asmara itulah yang paling menyiksa

batin. Begitulah dengan keadaan Gita. Ia malu, marah, kecewa, sakit hati dan achir-nya setan

membujuk hatinya: " Malu sekali, Gita, kau seorang lelaki sampai ditolak anak gadis. Kau seorang

lelaki jantan, mengapa mandah dihina begitu? Hancurkan saja Riwa Keling dan boyonglah (bawalah)

gadis pujaanmu itu . . . . "Ya, ya, benar. Daripada hidup bercermin bangkai lebih baik mati berkalang tanah. Ya, akan

kusikat habis orang2 Rawa Keling itu, biar mereka tahu siapa Gita ini. Tapi, ah . . . bapak Gentong itu

adalah guruku yang telah melimpahkan budi besar kepadaku. Masakan aku tega menghianatinya. . .

" Gita, jangan kau perlemah semangatmu dengan segala budi kebaikan orang. Budi dan

Gentonglodong bukannya bodo dalani melepas kebaikan padamu itu. Kau sudah diperas tenagamu

untuk membantu usahanya, untuk mencarikan kekayaan baginya. Rasanya yang kauterima itu sudah

himpas dengan bantuan dan jasa2 yang kaubajar kepadanya . . , " sang Setan membujuknya pula.

Demikian Gita ber-dialog sendiri dalam batinnya. Teringat sikap Rani tadi, hatinya sakit dan

perih sekali. Orang yang sakit-hati, mudah membalas dendam. Dendam mudah terbakar dengan api

bujukan iblis yang membayangkan rencana-rencana keji kejam. Demikian Gita yang sedang diamuk

dendam kesumat asmara, akhirnya mengambil putusan berhamba ke Pajang. Ia akan membujuk

Sultan Pajang supaya menggerakkan tentara menggempur Rawa Keling.

Pada waktu itu hubungan antara Pajang dan Mataram sudah mulai retak. Setelah kyai Gede

Pamanahan wafat, sebagai gantinya oleh Sultan Pajang telah ditunjuk Sutawijaya (putera Kyai Gade

Pamanahan yang menjadi anak-angkat Sultan Pajang). Sutawijaya memakai gelar Panembahan

Senopati ing Alogo Sayidin Panotogomo yang ber-kepala balatentara dan pengatur agama. Setelah

Sutawijaya menjadi bupati Matararn maka ia ber-cita2 hendak ierampas kerajaan Pajang.

Kedatangan Gita ke Pajang, adalah pada saat2 ketegangan itu mulai timbul. Sultan memang

memerlukan ksatriya2 yang perkasa, maka Gitapun mendapat kedudukan baik sebagai perwira.

Dalam waktu singkat, Gita berhasil dapat merebut hati Sultan. Saat2 yang sudah lama diharapkan itu

tak di-sia2kan Gita. Ia segera mengajukan permohonan untuk menumpas gerombolan Rawa Keling

agar jangan sampai diraih oleh Mataram. Sultan mengabulkan. Demikianlah Gita memimpin pasukan

Pajang untuk menghancurkan Rawa Keling.

Walaupun Pajang tidak mengirimkan seorang senopati yang selihay Gogor, namun prajurit

Pajang itu jauh lebih terlatih dan berpengalaman dalam peperangan. Fihak Rawa Keling tak berdaya

menghadapi arus serangan prajurit Pajang. Dan celakanya, pos2 rahasia dan seluk beluk keadaan

Rawa Keling diketahui semua oleh Gita. Dengan mudah Gita dapat menyergap, mengepung dan

menghancurkan pertahanan Rawa Keling. Dalam memerangi Rawa Keling itu, Gita mengenakan kain

hitam untuk menutup mukanya.

Gentonglodong, Godeksura, Rani dan beberapa kepala pos, memang sakti. Tapi karena kalah

banyak jumlahnya mereka kewalahan juga menghadapi arus serangan Pajang. Gentonglodong

dikepung oleh beberapa perwira Pajang. Getonglodong berhasil mengocar-ngacirkan mereka, tapi

tiba sebatang anakpanah prajurit Pajang telah nyasar mengenai bahunya. Perwira2 itu serentak maju

menombak Gentonglodong. Pada saat itu Gita menerobos keluar dari gelanggan pertempuran.

Ketika melihat Gentonglodong terluka dan terancam bahaya, ia tersentak kaget. Se-jahat2 hati Gita,

n,amun ia masih mempunyai setitik nurani baik. Ia kalap dan berkhianat karena bujukan dendam

asmara. Terhadap Getonglodong sebenarnya ia tak mempunyai pikiran jahat. Teringat akan budi

kebaikan gurunya selama ber-tahun2 ini, seketika timbullah rasa sesal Gita.

" Berhenti! Jangan dibunuh ! " teriaknya sembari la menghampiri. Tapi sudah terlambat.

Serangan dari muka, kanan dan kiri masih dapat ditangkis oleh Gentonglodong, tapi karena

luka dibahunya itu banyak mengeluarkan darah, ia hampir kehabisan tenaga hingga gerakannya agak

lambat. Cret, punggungnya termakan ujung tombak. Tahu kalau jiwanya takkan tertolong,

Gentonglodong berlaku nekad. Dengan mengerahkan seluruh sisa tenaganya, ia sabatkan pedangnya

kebelakang. Aduh . . . tangan perwira yang menombaknya tadi terpapas kutung. Dan pada lain saat

Gentonglodong berputar tubuh menabas, putuslah jangga (leher) perwira itu menggelinding

ketanah. Gentonglodong mencabut tombak yang menancap dipunggungnya dan laksana manusia

darah, ia menimpukkan tombak itu kepada seorang perwira lain. Aduh, perwira itu menjerit dan

terjungkal. Ketika perwira yang dari muka menyerang, ia menghindar lalu membabat perut orang.Kembali suara mengaduh terdengar dan darah muncrat dari kutungan tubuh. Perwira yang dari

sebelah kanan menusuk, tapi kalah cepat karena Gentonglodong sudah menimpukkan pedangnya.

Aduh, perwira itu menjerit tapi tak dapat langsung karena mukanya sudah terbelah . .

Gita ter-longong2 melihat kesaktian gurunya. lbarat api sang guru itu sudah kehabisan

minyak, namun dengan sisa api yang masih ada gurunya telah mengamuk laksana harimau mencium

darah. Keempat pengeroyoknya dihancurkan semua. Pada lain saat, Gita tersadar dan hendak lari

menghampiri. Maksudnya hendak menolong sang guru yang sudah terhuyung-huyung kehabisan

darah itu. Tapi begitu ia ulurkan kedua tangannya, sebuah tinju telah melayang kedadanya, bluk . . .

Gita terpelanting seperti dibanting ketanah. Gentonglodong loncat menerkamnya terus mencekik

batang leher Gita. Ia meraih kain kerudung muka Gita dan seketika menjeritlah pemimpin Rawa

Keling itu dengan kejutnya: " Oh, kau ..."

Rasa kejut telah membuat mancurnya darah diluka Gentonglodong itu makin keras. Pada

lain kejab kepalanya pening, mata ber-kunang2 dan tenaganya lemas. Melihat cekikan orang mulai

kendor, Gita meronta terus menggeliat bangun. Karena gerakan Gita itu, Gontonglodong terdorong

kebelakang dan jatuh tertelentang.

" Bapak, maafkan aku! " seru Gita sembari loncat menubruk tubuh gurunya yang sudah tak

berkutik itu. Tapi sekonyong2 sesosok tubuh melesat dan tahu2 sebuah ujung golok menusuk

kedadanya. Gita gelagapan, cepat ia loncat mundur lagi.

" Bagus, Gita, kau seorang murid yang ?budiman?. Air susu yang telah diberikan gurumu,

kaubalas dengan air tuba!"

Pucatlah wajah Gita ketika mengetahui yang menyerang itu Rani. Pada saat itu sidara

menubruk ayahnya. Ketika didapati sang ayah sudah tak bernyawa, pecahlah tangis dara itu.

" Rani, maafkan, bukan aku yang membunuh bapak, " Gita meminta maaf.

Sekonyong2 Rani berbangkit. Sebagai ganti airmata yang telah diusapnya, kini wajah dara itu

tampak beringas sekali. " Kutahu mengapa kau menyerang Rawa Keling. Tapi jangankan kau mimpi

memperisterikan aku, sedang menyentuh kulitku saja tentu segera kupotong bagian kulit itu. Gita,

manusia serigala, langsung atau tak langsung, kau tetap pembunuh ayahku. Dan untuk itu aku telah

bersumpah dihadapan jenazah ayah, akan menuntut balas nyawamu "

" Rani . . . "

" Jangan banyak mulut! " teriak Rani sembari menyerang. Gita menghindar sembari

menjelaskan, tapi serangan Rani makin lama makin gencar. " Kena!" teriak dara itu ketika ujung

goloknya menyambar kepala Gita. Untung Gita cepat mundur kebelakang, namun tak urung dahinya

tergurat juga sampai berdarah.

Luka itu telah membuat Gita marah. Dengan menger-tek gigi, ia segera balas menyerang

seru. Kini berbalik Rani yang terdesak. Kalau bermula ber-cita2 hendak mempersunting dara itu, kini

terpaksa ia lepaskan keinginanan dan menganggapnya sebagai musuh. Kalau ia tak berhasil

mendapatkan, lebih baik dara itu dibunuhnya saja.

Bagaimanapun juga akhirnya Rani terdesak juga.

" Rani, jangan sesalkan aku berlaku kejam!" teriak Gita waktu melancarkan sebuah tabasan

yang tak mungkin ditangkis sidara.

Tring . . . se-konyong2 pedang Gita itu terpukul oleh benda berat hingga tersisih kesamping.

dan berbareng itu Gita rasakan punggungnya mengencang. Buru2 Gita loncat kesamping. Brat . .

bajunya robek, untung punggungnya tak kena apa2. Ketika berpaling, kejutnya bukan main.

" Gogor, kau . . " teriaknya.

" Akang Gogor . . !" Ranipun berteriak kaget. ya, ia hampir lupa melepaskan senopati itu.

Tapi memang tak sempat, karena serangan prajurit Pajang itu dilakukan pada tengah malam buta

sehingga orang2 Rawa Keling gelagapan kalang kabut. Ranipun tersentak kaget dari tidurnya,

menyambar golok terus lari keluar. Sudah tentu ia tak sempat memikirkan Gogor lagi." Rani, bukalah jalan darah dan lari dari belakang gunung. Serahkan jahanam ini padaku,"

sahut Gogor sembari perhebat serangannya. Rani menurut.

"Hayo, maju semua, bekuk bangsat ini!" Gita meneriaki anakbuahnya. Sepuluh orang

serentak maju menyerang. Gogor mengamuk laksana banteng ketaton. Dalam beberapa kejab saja

5-6 pengerojoknya rubuh, tapi anehnya setelah kepungan itu longgar, ternyata Gita sudah tak ada.

Gogor terkejut, ia duga Gita tentu lari mengejar Rani. Cepat ia desak pengerojoknya, terus loncat

lari. Karena sebenarnya jeri terhadap anakmuda itu maka beberapa prajurit tadi tak mau

mengejarnya.

Ternyata yang melepaskan Gogor dan Jogelo itu, adalah Karsa. Setelah melesat tak berapa

jauh, dibelakang hutan Gogor melihat Godeksura sedang dikepung oleh belasan prajurit Pajang.

Perwira mereka, seorang setengah tua yang tubuh tinggi besar dan bertenaga kuat. Senjatanya

sepasang gada besi yang beratnya tak kurang dari 100- an kati. Godeksura harus ber-hati2 sekali

melayani orang itu, tapi celakanya ia masih harus menjaga serangan pedang dan tombak dari kiri,

kanan dan belakang.

" Aduh! " tiba2 sitinggi besar yang bersenjata gada itu menjerit karena begitu hantamannya

luput, dadanya kena tertinju Godeksura hingga remuk. Tapi dalam pada itu, Godeksurapun harus

menahan kesakitan karena bahunya kanan terbacok pedang. Untung ia cepat menghindar, coba

tidak perutnya tentu akan termakan ujung tombak.

Tapi luka itu makin mempercepat kekalahan Godeksura. Karena gerakannya agak lambat.

kakinya kena tersapu batang tombak hingga terpelanting jatuh, berbareng pada saat itu pedang

lawan melayang ketubuhnya. Dalam saat2 yangg berbahaya itu, Godeksura timpukkan pedangnya,

cret, perut orang tertancap. Benar lawanpun dapat membacok tubuh Godeksura, tapi karena kalah

dulu jadi tenaga orang itu sudah tak seberapa. Dengan mendekap perutnya, orang itupun terjungkal

rubuh . . . . ,

Prajurit yang memegang tombak segera angkat tombaknya hendak ditanamkan ditubuh

Godeksura, tapi tiba2 ia mengaduh terus jatuh ngelumpruk. Gogor loncat datang, tadi dari jauh ia

lontarkan sebuah belati. Setelah berhasil merubuhkan sipemegang tombak, iapun segera menerjang

belasan musuh. Seketika bubarlah kawanan prajurit Pajang itu. Gogor cepat memondong Godeksura

kesebuah hutan. Markas Rawa Keling dibakar, api berkobar merah menerangi malam yang gelap.

Hiruk pikuk orang mengaduh, menjerit dan menggembor, terdengar disana sini.

" Bagaimana keadaanmu, pak? " tanya Gogor setelah meletakkan tubuh Godeksura didalam

semak.

Godeksura memandang anakmuda yang pernah mennjadi lawannya itu dengan sorot

keharuan dan terima kasih. Kalau tak diselamatkan anakmuda itu, jiwanya tentu sudah melayang.

" Aku terluka dan banyak mengeluarkan darah. Tinggalkan aku disini, anakmuda, larilah kau

menolong Rani, " kata Godeksura.

" Tidak, pak, jangan putus asa. Aku membawa obat mujarab, " kata Gogor sembari

mengambil pil pemberian Tungguljati. Setelah dicairkan dengan air lalu dilumur pada Iuka

Godeksura. Selama itu Godeksura melihati saja gerak gerik Gogor yang merawatnya. Hampir saja tak

dapat ia menahan ketesnya airmata karena terharu.

" Anakmuda, " tiba2 Godeksura berkata dengan suara sember. Gogorpun terkesiap kaget

mendengar nada suara orang yang berlainan. " Aku, Godeksura, telah berhutang jiwa padamu.

Godeksura bukan manusia serigala, teapi manusia yang tahu kebaikan orang . . . . "

" Ah, pak, jangan memikirkan hal itu. Manusia hidup wajib tolong menolorg, " tukas Gogor.

" Tidak, anakmuda, sekararg tergugahlah hatiku. Barangsiapa yang menepuk air didulang,

tentu akan memecik mukanya sendiri. Barangsiapa yang merencanakan kejahatan tentu akan

tertimpa akibat kejahatannya itu. Gogor, dengarlah, aku hendak memberitahukan sebuah rahasiakepadamu. Yang mencelakai dirimu selama ini adalah Sukra! kata Godeksura. Ia lalu memutarkan

apa yang telah terjadi ini, dari malam perjamuan ketika diadakan sayembara hingga sampai Gogor

'dibikin ' supaya pergi dari Wirosobo untuk menumpas Rawa Keling. Selama itu Gogor hanya tenang

saja mendengari.

" Dalam pertempuran kugunakan obat bius untuk menjatuhkan kau. Syarat yang kuajukan

supaya kau jangan kembali kekabupaten Wirosobo kemudian bajumu kulumuri dengan darah

kambing dan kukirimkan kepada Sukra itu, semuanya adalah atas perintah anak demang itu. Gor,

maafkan aku, aku telah berbuat suatu kedosaan besar kepadamu . . "

" Pak, jangan memikirkan yang tidak2. Lupakan segala kejadian yang telah lalu. Marilah kita

bersahabat maukah? " sahut Gogor.

" Ah, tidak, anakmuda. Dosaku yang ini tentu tak dapat kau ampuni. Dan untuk itu akupun

rela menebus dengan jiwaku. Aku malu, aku menyesal , . . . "

" Pak, katakanlah, Tiada dosa yang tak berampun apabila orang sudah mengakui
Kuda Putih Ksatria Gunung Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesalahannya. "

" Ya, anakmuda, memang hendak kukatakan karena setelah itupun aku hendak menghimpas

dosa. Dengarlah: karena mengira kau terbunuh, Wigati jatuh sakit, Dengan segala rayuan, achirnya

Sukra dapat menghidupkan semangatnya dan kini mereka telah menikah . . .

" Apa?! Wigati menikah dengan Sukra.... , " Gogor tak dapat melanjutkan kata2nya karena

kepalanya serasa disambar petir, bumi yang dipijaknya serasa amblong. Seketika ia terhuyung jatuh

untung buru2 disambar Godeksura.

" Anakmuda, memang telah kuduga bahwa kau tentu menderita sekali mendengar berita itu.

Tapi, nak, kuatkanlah hatimu. Kau seorang pemuda jantan. rebutlah kembali gadismu itu dan

unjukanlah kejantananmu. Semoga kau berhasil dan selamat tinggal....

" Godeksura, jangan! " Gogor tersentak kaget dan cepat menebas tangan Godeksura yang

ternyata hendak bunuh dengan menusuk perutnya sendiri. Habis menebas, Gogor mencabut belati

yang menancap diperut Godeksukra, Cepat ia melumurinya dengan ramuan daun obat lagi. Setengah

jam kemudian, karena darahnya sudah berhenti mengucur, Godeksura dapat siuman.

" Pak, mengapa kau berbuat begitu? Kau menasehatkan aku supaya bersikap jantan, tapi

mengapa kau sendiri begitu lemah? Demi kehormatanku, aku mengampunimu karena kau sudah

diampuni oleh kesalahanmu itu sendiri. Yang dapat memberi ampun itu hanya dirinya sendiri, yalah

jika orang sudah bertobat lahir bathin. Nah, pak, hendak kutitipkan kau pada seorang desa didekat

sini untuk merawat lukamu. Kelak apabila sudah sembuh datanglah mencari aku ke Wirosobo. " kata

Gogor. Demikian atas persetujuan Godeksura, ia ditinggalkan pada sebuah keluarga didesa situ.

Setelah itu Gogor mencari Rani dan Jogelo.

Markas besar Rawa Keling sudah menjadi tumpukan puing. Tempat yang dalam beberapa

jam berselang masih merupakan gelanggang adu jiwa, sekarang berobah sunyi senyap. Beberapa

sosok mayat bergelimpangan disana sini. Pasukan Pajang sudah pergi dengan membawa

kemenangan. Gogor mencari Rani dan Jogelo, tapi kedua orang itu tak kelihatan batang hidungnya.

Sampai terang tanah, ternyata Rani dan Jogelo tak kelihatan bayangannya. Pun si Putih tak ada di
kandangnya. Terpaksa Gogor turun gunung. Ditengah jalan ia mendengar kuda meringkik, datangnya

dari tengah hutan. Cepat ia menyusup masuk dan ternyata ia dapatkan si Putih berada disitu.

Girangnya bukan kepalang. Kiranya waktu melihat si Putih, orang Pajang hendak mengambilnya. Tapi

begitu dituntun keluar dari kandang, si Putih berontak. Ia menyepak beberapa prajurit Pajang laku

mencongklang lolos.

Demikian dengan naik si Putih, Gogor menuju ke Wirosobo.T A K L A R I G U N U N G D I K E J A R.

Kulik, kulik, kulik . . . tuhuuu . . . .

" Akang, mengapa ada burung kulik berbunyi begini sore? " tanya sebuah suara wanita dari

dalam sebuah gedung besar.

Malam masih belum larut, namun suasana dikabupaten Wirosobo sudah sepi, Hujan yang

sejak sore tadi mencurah, masih belum reda. Disebuah rurnah besar masih terdengar percakapan

antara seorarg wanita muda dengan seorang pria. Rupanya mereka itu sepasang suami isteri. Ya,

memang mereka adalah Sukra dan Wigati. Hari masih sore, mereka belum tidur.

" Jangan percaya yang tidak2, yayi, Burung kulik memang hanya berkeliaran pada waktu

malam maka sudah jamak kalau mereka berbunyi itu, " kata Sukra.

" Tapi, akang, entah bagaimana memang sejak siang tadi mataku sebelah kiri itu selalu

keduten (berdetak) saja. kata orang, itu alamat bakal menangis, " kata Wigati pula.

" Ah, Wigati, jangan percaya akan segala tachayul. Mungkin semalam kau kurang tidur dan

banyak pikiran. Tapi entah, apa yang kaupikirkan saja itu, " sahut Sukra.

"Ya, memang, akang. Tadi malam aku bermimpi, akang Cogor datang kemari dengan pakaian

compang camping. Ia tersenyum padaku lalu lenyap lagi. Aku menjerit, memburunya dan tersadarlah

aku tidurku . . "

" Ah, Wigati, kutahu kau tetap tak dapat melupakan Gogor. Setiap kali kau masih sering

bermimpi berjumpa padanya. Impian itu hanya kosong belaka, hanya kembangnya tidur. Yang nyata

Gogor itu sudah meninggal di Rawa Keling, kalau tidak tentu dulu2 ia sudah ada kabar beritanya. Ah,

mungkin arwahnya itu masih belum sempurna, masih berkeliaran tak berketentuan. Maka baiklah

besok kusuruh adakan slametan agar arwahnya dapat menghadap kehadirat Tuhan."

Wigati tak menyahut melainkan diam dan menangis.

" Ah, Wigati, jangan kaumakan hatimu sendiri. Kalau kau bersedih, akupun turut menderita.

Lupakan dia. Anggaplah itu sebagai bayangan dalam impian kehidupanmu. Wigati, cintaku padamu

bagaikan kuku hitam, sore dipotong pagi tumbuh, pagi dipotong sore tumbuh lagi. Kebahagiaanmu

adalah kebahagiaanku juga. Demi kehormatanku, apabila Gogor betul2 masih hidup, kurela

menyerahkan kau kepadanya lagi, Asal hal itu kaukehendaki dan membahagiakan dirimu. . . . "

" Bagus, Sukra, kau benar2 seorang jahanam jantan! " tiba2 terdengar sebuah seruan. Sukra

dan Wigati tersentak kaget. Dan lebih terkejut lagi ketika sesosok tubuh melesat keluar dari balik

daun pintu.

" Gogor . . . . " teriak Sukra tersurut mundur.

" Akang Gogor, kau . . . . ! " Wigati menjerit dan rubuh pingsan dilantai.

" Ya, Sukra, memang ini Gogor. Gogor yang kaufitnah, kaucelakai dan kaubikin supaya

ditawan dan dibunuh orang Rawa Keling. Tapi Allah rupanya masih memelihara jiwaku dan

mengutus aku kemari untuk membikin perhitungan dosamu. "

Ternyata waktu tiba dikabupaten, hari sudah petang. Gogor tak langsung menuju kegedung

kabupaten tapi menemui patih Donoreja dulu, Patih yang baik budi itu tak kurang kejutnya

menerima kedatangan Gegor. Singkat jelas Gogor menuturkan peristiwa yang dialami selama berada

di Rawa Keling. Patih Donorejapun menceritakan semua kejadian yang berlangsung dikabupaten

sejak ditinggal Gogor. Setelah memadu kebenaran keterangan Godeksura tentang tipu muslihat

Sukra, Gogor segera menuju kerumah kediaman menantu Adipati itu. !

Pernikahan Wigati dengan Sukra baru berlangsung dua bulanan. Bekas2 peralatan dan bau2

temanten masih menyelubungi tempat kediaman Sukra itu. Dengan gunakan ilmu Condromowo,

Gogor melompati pagar tembok dan menyelinap masuk. Ia bersembunyi dibalik pintu. Apa yangdibicarakan Sukra dengan Wigati didengar jelas oleh Gogor. Ia hendak mengetahui dulu bagaimana

hati Wigati. Waktu mengetahui Wigati masih tetap setia-janji kepadanya, Gogor hendak muncul.

Tapi ia tahankan diri. Baru setelah mendengar ucapan ?ksatrya' dari Sukra, ia loncat keluar.

" Bohong si Godeksura itu! Mengapa aku harus memfitnah kau? " seru Sukra.

" Kau tentu memegang ucapanmu tadi, bukan? " Gogor beralih percakapan.

" Ya . . tetapi Wigati . . , " ia beralih memandang Wigati yang ternyata sudah sadar ditolong

Donoreja. Ternyata patih itu diam2 menguntit Gogor. Waktu Wigati pingsan buru2 ia mengangkatnya

bangun.

" Keris pulang ke kerangkanya. Dahulu Wigati milik Gogor, sekarangpun tetap miliknya. Baik

ia menerimanya atau tidak, " Wigati memberi penegasan.

" Nah, kau dengar sudah, Sukra. Aku dapat mengambil kembali Wigati, tetapi aku tak mau

merebutnya dengan percuma. Aku hendak mengambilnya secara ksatrya, yalah bertempur dengan

kau. Ini suatu kemurahan bagimu. Siapa tahu kau beruntupg dapat menangkan aku dan Wigati tetap

milikmu. Tetapi kau harus menerima syaratku. "

" Apa syarat itu, sebutkanlah! " cepat2 Sukra bertanya dengan penuh harapan.

" Sukra, kau seorang lelaki. Seorang lelaki berani berbuat berani tanggung akibatnya. Akuilah

bahwa apa yang di katakan Godeksura itu benar! "

Sukra tertegun. Ia tak menduga mendapat pertanyaan begitu, Memandang kearah Wigati,

dilihatnya sorot mata jelita itu mendakwanya. Rasanya untuk mendapatkan hati Wigati lagi terang

tak mungkin. Achirnya ia nekad. "Ya, memang keterangan Godeksura itu benar semua. Cintaku

kepada Wigati telah mendarah daging. Jangankan hanya menyingkirkan kau, sedang menentang

dewa2 aku takkan mundur setapak pun untuk mendapatkan puspita jiwaku itu, "

" Bagus, kau seorang, jantan. Aku takkan mengecewakan semangatmu itu. Nah,siapkanlah

senjatamu dan seranglah aku lebih dulu!" seru Gogor sembari bersiap.

Sukra mengambil pedangnya dan mulai menyerang sementara Gogor sembarangan

menyambar sebatang tongkat kayu. Sukra mempertaruhkan jiwanya untuk memenangkan

pertandingan itu. Gogorpun tak mau memberi hati. Sukra keluarkan ilmu aji2 Bolo-seketi untuk

membingungkan lawan dengan suara2nya yang memenuhi empat penjuru.

" Kena! " tiba2 Sukra berteriak dan terpapaslah ujung tongkat Gogor. Mendapat hati Sukra

makin beringas. Pada lain saat ia berseru pula dan kutunglah tongkat Gogor menjadi dua.

" Bagus! " seru Gogor sembari menyambar kutungan tongkat. Dengan begitu kini sepasang

tangannya mencekal dua batang tongkat pandak. Dalam suatu gerak tipu yang indah, tiba2 Gogor

dapat menyapit padang Sukra dengan kedua tongkatnya. Betapapun Sukra hendak menarik

pedangnya, tetapi sia2.

" Mampus kau!" Sukra lepaskan pedangnya dan kirim sebuah tendangan. Gogor terdupak

mundur dengan membawa pedang lawan. Ia letakkan pedang dan kutungan tongkat di-meja lalu

maju menghadapi Sukra dengan tangan kosong. Sukra tahu dengan tangan kosong tak nanti ia

mampu merebut kemenangan. Ia berlari sambi mengisar diri. Waktu Gogur menghantam, Sukra

loncat menghindar mundur dan menjemput pedangnya tadi.

" Sukra, kau curang!" tiba2 Wigati berteriak.

" Ha, ha, Wigati, untuk mendapatkan seorang bidadari, kecurangan itu dihalalkan.

Semboyanku, lebih baik Sukra lenyap daripada tak memboyong Wigati, " sahut Sukra yang makin

kalap. Ia menyerang Gogor dengan gencar. Gogor berlincahan menghindari sambil menunggu

kesempatan untuk membalas.

Kesempatan itu achirnya tiba. " Mampus kau!" teriak Sukra sembari membabat perut Gogor.

Gogor enjot tubuhnya berjumpalitan keudara.

Cret, luput membabat orang, pedang Sukra menancap ditiang rumah yang besar, Belum

sempat ia menariknya, lehernya terasa dicekik tangan kuat dan disentakkan kebelakang, Bluk,kepalanya terbanting kelantai. Masih sang kepalanya pusing tujuh keliling, lehernya kembali dicekik

sampai ia tak dapat bernapas.

" Akang Gogor, lepaskanlah. Beri ampun padanya, ia sudah mendapat hukuman yang

setimpal. Ia manusia yang sudah bangkai karena namanya akan dinista seluruh rakyat Wirosobo. Dan

yang lebih hebat, aku akan minta cerai dan pulang kekabupaten, " tiba2 Wigati memburu datang.

Gogor lepaskan cekikannya tapi Sukra sudah tak ingat orang lagi.

" Wigati . . . ," Gogor tak dapat melampiaskan kata-katanya. Ia hanya memandang ter
longong2 kepada sijelita. Girangkah ia karena bertemu kembali dengan dewi pujaan-nya itu? Terharu

atau kecewakah? Entah, entah, ia tak tahu. Pikiran melayang, semangat terbang.

" Akang Gogor . . . . " Gogor tersentak dari kehampaan demi dadanya terasa dingin ketetesan

air. Ia dapatkan Wigati berada dalarn pelukannya dan menangis.

" Wigati, mustika pujaanku. Prasetyaku padamu tak-kan goncang walaupun ada halilintar

berbunyi ditengah hari, matahari bersinar ditengah malam. Lupakanlah kejadian2 yang telah lalu,

mari kita menghadap sang Adipati.

" Akang Gogor, " se-konyong2 Wigati lepaskan diri dari pelukan Gogor." Sebagai orang lelaki

memuja kegagahan, pun kaum wanita mengagungkan kesucian. Walaupun kau tak meminta seperti

sang Rama kepada dewi Sinta, tetapi aku akan mengikuti jejak dewi Sinta itu. Aku hanya suka

menjadi isterimu, apabila diriku sudah bersih. Untuk itu aku meminta waktu tiga tahun menyucikan

diri . . . . "

" Wigati, jangan beranggapan begitu. Bunga melati dipuja karena keharumannya, bukan

kecantikannya. Cinta murni cinta rochaniah bukan cinta kenafsuan. Bagiku, dulu maupun sekarang,

Ayu Wigati itu tetap dyah permata Wirosobo yang menjadi pujaan hidupku. "

" Tidak, akang Gogor. Jangan coba merintangi keputusanku. Demi untuk ketenangan hatiku,

demi untuk kebahagiaan kita. Apakah kau merasa terlalu lama, akang?"

Karena nyata2 keptuusan Wigati itu tak dapat dirobah, apa boleh buat Gogor menerimanya

juga: " Jangankan tiga tahun, sekalipun sampai dunia berhenti berputar, tetap akan kunantimu."

Demikianlah Wigati pulang kembali kekabupaten. Adipati marah dan girang. Marah karena

mengetahui tipu musligat Sukra. Girang karena mendapatkan Gogor pulang dengan selamat. Ia

menjanjikan kepada senopati muda itu, tiga tahun kemudian akan dinikahkan dengan Wigati.

Sukra yang sudah terbongkar rahasianya itu, buru2 minggat dari kabupaten. Pertama ia takut

akan mendapat hukuman clari Adipati. Kedua ia merasa malu bertemu orang Wirosobo.

Demang Toyoreka kasihan dengan nasib puteranya. Ia marah dan sakit hati kepada Adipati,

Wigati dan Gogor. Diam2 ia bersumpah, apabila ada kesempatan, ia akan menuntut balas.

Badai yang menggoncangkan kabupaten Wirosobopun menjadi reda kembali. Karena

kawanan Rawa Keling sudah hancur maka Adipati tak perlu lagi mengirim pasukan kesana.

Pada suatu hari Gogor menghadap Adipati. Karena keadaan kabupaton sudah tenang, maka

ia hendak mohon menjenguk ayahnya, kegunung Dieng. Mipati meluluskan bahkan ia memberi

beberapa barang tanda mata supaya disampaikan kepada kyai Tungguljati.

Demikianiah setelah minta diri kepada Wigati, Gogor berangkat dengan naik si Putih

D A R I B U A Y A K E H A R I M A U .

Penghidupan manusia adalah sebagai samudera. Samudera acapkali mengalami badai

taufan, gelombang ombak. Tak selamanya sarnudera itu tenang selalu. Demikian dengan kehidupan

manusia. Apa yang tak diharap, sering datang pada kita. Sebagai bintang2 dilangit yang tak diketahui

jumlahnya pun manusia tak dapat menghitung perjalanan yang tak menentu itu.Pada suatu hari, datang sebuah perutusan Pajang ke Wirosobo. Ivlereka diutus Sultan Pajang

meminang puteri Adpati untuk dijadikan penari serimpikeraton Pajang.

Memang sudah lama Sultan Pajang mendengar slentang slenting tentang kecantikan Ayu

Wigati yang termasyur. Diam2 timbul keinginannya mempersunting puspa jelita untuk menghias

keraton. Memang dalam pinangan dikata untuk menjadi serimpi tapi pada hakekatnua, apabila

Sultan berkenan dihati, tentu dipungut menjadi selir.

Setelah mempersilahkan perutusan itu beristirahat, Adipati segera memanggil Donoreja

untuk diajak runding.

" Sungguh berat sekali hatiku, paman, menghadapi persoalan ini. Pertama Wigati sudah

pernah menikah. Kedua aku sudah berjanji menikahkannya kepada Gogor nanti tiga tahun lagi. Tapi

ini adalah permintaan dari Kanjeng Sultan. Permintaan raja berarti suatu perintah. Kalau ditolak, aku

tentu dianggap membangkang. Hukumannyaa ditumpas. Namun kalau kuberikan, bagaimana

jawabku kepada Gogor nanti? "

Donoreja termenung. Ia anggap persoalan itu memang berat dan pelik.

Jilid IV

?Gusti, memang berat sekali persoalan ini. Tetapi berat atau tidak, tetap harus diselesaikan.
Kuda Putih Ksatria Gunung Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan penjelesaiannya memerlukan kebijaksanaan yang mendalam. Permintaan Kanjeng Sultan harus

dipenuhi. Ini sesuai dengan kewajidan kita terhadap seorang junjungan. Setya raja. Namun tak boleh

kita selaiu memandang keatas, tak menghiraukan bawah. Gusti adalah junjungan Gogor. Apa yang

Gusti janjikan, memang sukar, menariknya. Sabda pandita ratu. Tulah ini harus kita pertahankan.

Tetapi sang Ayu Wigati hanya seorang, sudah tentu tak dapat diperduakan menurut hemat hamba

baiklah Gusti mengganti janji Gusti itu. Anugerahilah Gogor dengan puteri menurut pilihannya serta

pangkat dan tanah. Dalam hal ini hamba sediakan diri untuk membujuknya."

Demikianlab akhirnya patih Donoreja berdatang sembah.

? Dono, pikiranmu itu sesuai benar dengan pendapatku, Baiklah kita membagi tugas. Aku

sendiri yang akan mengantarkan Wigati ke Pajang dan kau kupercayakan mengurus Gogor, " kata

Anipati.

Demikianlah setelah didapat persepakatan kata, patih Donorejapun mengundurkan diri.

Betapa kejut Ayu Wigati ketika diberitahukan ayah-andanya, dapat dibayangkan. Serasa

bumi yang dipinjaknya amblong.

? Duh, rama Bupati . , . bagaimana rama tega merampas kebahagiaan anakda. Anakda dan

kakang Gogor itu ibarat ikan dengan air, mimi dau mintuna. Mengapa ayahanda hendak

mencampakkan ikan itu? Tidakkah ayahanda kuatir ia kan mati kekeringan? Duh, batara agung . . .

mengapa tak kau relakan perjodohanku dengan kakang Gogor? Apakah salah dan dosa kami . . "

Demikianlah Wigati me rintih2, meratapi nasibnya yang dirundung malang. Adipati ter sayat2

hatinya. Namun ia tak dapat berbuat apa2 kecuali membujuk dan menghiburi puterinya,

? Wigati, putriku, " ? kata Adipati, " rama cukup menyadari penderitaanmu. Tetapi aku

adalah bupati bawahan Kanjeng Sultan. Apakah kau menghendaki aku menolaknya? Dan tahukah

kau apa akibatnya? Kanjeng Sultan tentu tak senang dan mungkin mengirim balatentara untuk

menghukum aku. Hendak kulawan? Hm, tidakkah ini berarti mencampakkan kayu kering kedalam

unggun api belaka? Baiklah, jika hukuman itu hanya terbatas pada diriku, aku terima saja. Tetapi

kalau sampai seluruh rakyat kabupaten kita menderita kesengsaraan akibat gempuran Pajang,

sampaikah hatimu melihatnya Wigati? Memang Wigati, kutahu perasaanmu terhadap Gogor. Tetapi

heandaknya kita menyelami nilai kepentingan negara dan kepentingan peribadi. Dalam saat 2 dimana

kita diminta memberi pertanggungan jawab, sebagai seorang ksatrya, sebagai putra utama, kitaharus menjungjung kepentingan negara. Dan puteriku, arti dari pada asmara murni tiada terletak

pada ikatan jasmaniah, melainkan pada rochaniah. Jika Gogor benar2 suci cintanya, ia tentu merasa

bahagia kalau kau bahagia. Bahkan ia harus melepaskan keangkaran peribadinya dan merasa bangga

untuk pengorbananmu kepada rakyat dan negara. "

Tak kurang2 Adipati memberi penjelasan dan pengertian tentang kewajiban dan perilaku dari

seorang puteri utama. Dan achirnya menyerahlah Wigati. Demi untuk kecintaannya terhadap rakyat

kabupaten dan kebaktiannya kepada ajahandanya.

Demikian setelah lengkap perkemasannya. Adipati berangkat bersama Wigati ke Pajang.

Rakyat kabupaten ber bondong2 mengiring sampai diluar kota. Berat rasa hati mereka ditinggal

puteri cantik yang berbudi itu. Banyak yang mengucurkan airmata. Mereka baru balik ketika

diperintah oleh Adipati. Sekalipun begitu, peristiwa Wigati itu masih tetap menjadi buah

pembicaraan rakyat Wirosobo.

Selama dalam perjalanan, Adipati dan rombongannya tiada mengalami gangguan suatu apa

dan pada suatu hari tibalah mereka dikerajaan Pajang. Adipati membawa puterinya menghadap

Kanjeng Sultan.

Sultan tak terperi girangnya demi melihat kecantikan Wigati. Diam2 ia berkenan dalam hati

untuk mengambil putri jelita itu sebagai selir. Adipati Wargontomo mendapat hadiah besar dan

makin mendapat kepercayaan.

Demikian setelah tinggal beberapa hati di Pajang, Adipati segera mohon diri pulaug,

? Dendam berdendam. ?

Peristiwa Wigati diantar ke Pajang oleh Adipati, diketahui juga oleh demang Toyoreka.

Demang yang sudah lama menunggu kesempatan untuk membalas dendam itu, kini berseri girang.

? Tak boleh kulepaskan kesempatan yang bagus ini. Jika kubuka rahasia dihadapan Sultan

bahwa Wigati itu sudah bukan gadis lagi, sudah menjadi isteri anakku, Adipati tentu dianggap

menipu raja. Menipu raja adalah suatu hinaan besar yang dapat dijatuhi hukuman mati " ?

Demikian demang Toyoreka menimang akal menyelami hukum2 kerajaan.

Sebagaimana diketahui, Ayu Wigati telah dinikahkan dengan Sukra, putra demang Toyoreka

tetapi pernikahan itu putus karena munculnya Gogor yang dikira tentu sudah mati akibat fitnah
Sukra. Sukra dihajar Gogor dan melarikan diri karena takut dihukum Adipati. Sekalipan anaknya yang

salah namun demang Toyoreka, tetap mendendam pada Adipati dan Gogor.

Demikian setelah mematangkan rencananya, berangkatlah Toyoreka ke Pajang. Ia

mangambil jalan dari utara dan Adipati Wargontomo menempuh jalan pantai selatan. Jadi keduanya

tak berpapasan.

Kedatangin Toyoreka segera dilaporkan pada Sultan Pajang yang segera menyuruhnya

menghadap.

Setelah menghaturkau sembah baktinya kepada Sultan, demang Toyoreka mulai

melancarkan lidah la'natnya.

,,Ampun beribu ampun Gusti junjungan hamba," sembah Toyoreka " se -kali2 hamha tiada

bermaksud hendak memfitnah sang Adipati. Jauh dari tujuan hamba hendak menyanggah perintah

Gusti junjungan hamba Namun saksi masih hidup, rakyat Wirosobo mengetahui semua bahwasanya

puteri Ayu Wigati itu adalah menantu hamba..."

,, Apa katamu hai demang Toyo? Wigati menantumu? Bila dan bagaimana hal itu terjadi?!"

Sultan Pajang berseru.

,,Daulat tuanku!" Toyoreka ter sipu2 memberi sembah. se-kali2 hamba tak berani berdusta. "

Pabila keterangan hamha ini tiada berpangkal kebenaran, hamba rela dipancung kepala. Adapunpada suatu hari sang Ayu Wigati jatuh sakit yang ber-larut2. Tiada tabib dan dukun yang pandal

sanggup mengobati. Akhirnya atas ketekunan putra hamba yang bernama Sukra merawat dan

menghiburi, dapatlah puteri itu sembuh. Akhirnya sang Adipati berkenan menikahkan puteri kepada

anak hamba . . . .

?Kurang ajar ! Berani benar Wargontomo mengelabuhi aku, Dapatkah keteranganmu itu

diuji demang? "

? Hamba pertaruhkan jiwa dan raga bamba, gusti!" Toyoreka menghaturkankepastiannya.

?Baik, demang, kau boleh pulang. Akan kuurus persoalan ini . Aku tak memandang bulu.

Wargtomo tentu kuhukum keras, " kata Sultan. Kemudian ia mengutus seorang gandek ( pegawai

keraton ) untuk, mengejar jejak Wargontomo.

,,Gandek, inilah keris Pasopati, salah sebuah pusaka keraton yang amat bertuah. Kejarlah

Wargotomo, simunafik yang berani mempermainkan raja. itu. Habisi jiwanya dengan keris ini! "

? Daulat tuanku, akan hamba laksanakan segala perintah paduka, " sahut sigandek.

Sementara persidangan dibubarkan, maka bergegaslah gandek ayunkan langkahnya

kepantai selatan. Karena sang Adipati menempuh perjalanan dengan kuda, maka gandek itupun naik

kuda juga.

*

Gogor pulang kegunurg Kendil dipegunungan Dieng timur menjenguk kyai Tungguljati. Dari

jauh tampak pesanggrahan kyai itu indah sunyi dibawah naungan pohon jambu. Alam disekeliling

pegunungan situ membangkitkan kenangan Gogor akan masa kanak 2nya. Sungai ,dimana dahulu tiap

hari ia ber-main2, masih menyusur diantara lembah dan ngarai. Pohon lo tua dimana ia biasa tiduran

dibawahnya, tetap tegak menjulang bagai raksasa perkasa.

Ah, masih membekas segar segala peristiwa itu. Rasanya baru saja terjadi kemarin. Padahal

ia tinggalkan pertapaan itu sudah hampir dua tahun lamanya

,,Ha, apakah, ayah tiada dirumah?" pikirnya ketika mendorong pintu. Didalam ruangan

sunyi2 saja. Heran, biasanya pondok pertapaan itu selalu semerbak dengan bau harum radus

cendana. Memang Tungguljati suka membakar bubuk cendana diwaktu bersemedhi malam. Bukan

saja bau harum itu dapat mennygarkan semangat, pun dapat menanangkan perasaan.

? Kyai! " ia berseru seraya melangkah keruangan dalam. Namun tiada penyahutan suatu apa.

,, Ah, mungkin ia pergi," Akhirnya setelah menjelajahi seluruh pondok ia menarik kesimpulan.

Ia lepaskan lelah berbaring dibalai. Ia duga kyai Tungguljati tentu sedang pergi mencari obar

kesekitar gunung itu, Tak lama tentu kembali. Tetapi sampai siang berganti malam, kyai itu tetap

belum muncul. Karena lapar Gogor mencari makan. Untung masih terdapat beberapa butir ubi kayu,

pada waktu ia menyiapkan makanan dimeja, tiba2 matanya tertumbuk akan sepucuk kertas yang

terletak disitu. Ketika dijemput, ternyata surat tulisan kyai Tungguljati, ber-bunyi:

Gogor.

Kutahu pada suatu hari kau tentu menjenguk kemari. Sayang aku harus keluar karena ada

tugas penting. Mencari sebuah pohon keramat di Karangkobar dan mencari ayahbundamu. Agar aku

dapat melengkapi kuajibanku. Perjalananmu menempuh matahari. Gemilang dan terang. Tapi masih

harus mengalami beberapa ujian berat lagi. Hadapilah kesemuanya itu dengan ketabahan dan

keutamaan. ? Tungguljati.

AH, kiranya Kyai Tungguljati pergi mengembara. Malam itu Gogor tidur dipertapaan. Si Putih

dimasukkan kegubuk dibelakang rumah, Tengah malam tiba2 ia dikejutkan oleh bunyi lemparan batu

kerikil diatas atap rumah. Cepat ia duduk bersila 'mantek aji' atau memusatkan seluruh indera untuk

mendengarkan. Kembali timpukan batu terdengar untuk yang kedua kali. Ia mulai curiga.Kecurigaannya makin besar ketika samar2 didengarnya ayun kaki orang. Terang bukan orang baik.

Cepat ia bertindak. Ia menumpuk bantal dan diselimuti sehingga tampak seperti orang tidur.

Kemudian dengan ber indap2 ia menyelinap keluar dari belakang. Tepat pada waktu ia bersembunyi

dibalik pohon, tiga sosok tubuh tampak berada diambang pintu. Yang dua masuk, yang satu mejaga

dipintu,

? Mampus kau! . . . Celaka, kita tertipu, ayo lekas keluar . . . . ! " dari dalam pondok

terdengar suara orang mengeluh dan pada lain kejab, ketiga orang itupun lari.

? Tahan, kawan! " Gogor loncat membentak mereka.

Ketiga orang itu tersentak mundur. Dua dari mereka segera menghunus keris tapi dicegah

oleh kawannya yang satu.

? Siapa kalian ini? Apa maksud kalian malam2 masuk kepondok kyai Tungguljati " tegur

Gogor.

? Siapa kau ini? lekas bilang sebelum terlanjur kuhajar! " balas orang yang mencegah

kawannya tadi. Rupanya dia memang pemimpinnya.

? Aku Gogor, murid kyai Tungguljati. Sekarang kalian harus menjawab pertanyaanku tadi! "

? Bagus,! Tiada rabung upihpun jadilah. Tiada gurunya murid Tungguljati. Aku adalah kyai

Suromowo dari lereng gunung Merapi. Kedatanganku kemari hendak meminta pertanggungan jawab

gurumu yang telah melukai muridku. Kalau Tungguljati menang dari muridku itulah jamak Tapi

cobalah tandingi gurunya. Warok datuk ) lawan warok. Dan kedua kali, aku memang bendak menguji

sampai dimana kesaktain gurumu yang kabarnya, tak tedas tapak li-maning pande, (tak mempan

dipalu besi ). Aku mau mencobanya.! "

,, Tetapi mengapa kau menyerang secara galap?" tegur Gogor.

Kyai jagoan itu ter sipu2 merah. .. Kurangajar. jangan banyak mulut! Ayo siapkan dirimu.

Gurumu menghina muridku, sekarang aku hendak melabrakmu. Ini berimbang namanya."

,, Jangan kuntir, tak nanti kau kecewa. Tapi lebih dulu aku hendak minta keterangan tentang

masalahnya," sahut Gogor

Pada waktu pak Kromo, petani desa Canggal mencangkul sawah, ia telah mendapatkan

sebuah pelat ( papan ) legam yang bertuliskan huruf 2 Sanskerta. Dan sebuah arca emas. Kedua

benda itu diserahkan kepada lurah. Sebenarnya pelat legam itu berisi tulisan2 yang menyatakan

bahwa raja Sanjaya dari kerajaan Mataram ( Medang Kamulan) amat dimulyakan rakyatnya. Sedang

arca itu adalah arca raja Sanjaya sendiri.

Sedikit tentang riwayat raja Sanjaya, dapat dituturkan sabagai berikut :

Pada abad ke 5 berdirilah di Jawa Tengah sebuah ke rajaan bernama Kalingga ( Kaling ).

Nama itu disesuaikan dengan daerah asal orang2 Hindu yakni Keling di India. Ibu kerajaan Kalingga

tidak tetap tetapi kerajaan itu amat makmur dan kaya. Pelabuhan Jepara amat maju karena

penjualan padinya. Kota itu diperkuat dengan pagar kayu dan disitu ada Istana bersinggasana gading.

Pernah disitu memerintah seorang raja perempuan bernama Sima.

Agama pada waktu itu dipentingkan juga. Hampir tiap2 raja sekali2 memberi tempat

sembahyang atau tempat , memuja kepada dewa2. Itulah yang menyebabkan adanya candi 2. Candi

Sewu di gunung Dieng dan Candi Gedungsanga digunung Ungaran dibuat orang selama masa

Kerajaan Kalingga. Pada th 732 yang memerintah dt Kalingga, ialah raja Sanjaya Baginda mengganti

nama kerajaan Kalingga dengan Mataram dan ibukotanya di Medang Kemulan yang terletak didekat

kota Wirosari ( sekarang ditepi sungai Lusi ).

Selama memerintah itu baginda t adil dan bijaksana. Ia mendirikan sebuah lingga akan

penghormatan agama Syiwa dan agar rakyat dan kerajaan Kalingga senantiasa selamat, ( Catatan: di

Musium Jakarta terdapat sebuah batu bertulis yang menyatakan tahun 654 Ajisaka atau tahun 742

Masehi tentang pemerintahan raja Sanjaya).Berita tentang penemuan benda kuno itu, tersiar luas. Bejo seorang benggolan rampok yang

merajai daerah Karangpucung, mendengar juga berita itu, Segera ia mengajak beberapa

anakbuahnya menuju kedesa Canggal. Dengan secara paksa ia minta lurah Canggal menyerahkan

arca emas itu. Lurah menolak karena benda itu hendak di persembahkan kepada Sutawidiala, bupati

Mataram.

Pertempuran Segera terjadi. Lurah coba melawan tapi kalah sakti. Lurah Canggal dibunuh

dan arca digondol pergi oleh Bejo. Peristiwa perampokan itu terjadi diwaktu malam. Kentungan ber

talu2 dipukul dalam nada 3 kali. Pertanda raja pati atau pembunuhan. Bejo terpaksa melarikan diri.

Ketika diluar desa ia terkejut melihat sesosok tubuh menghadang ditengah jalan.

,, Kurangajar, kau!. " Bentak Bejo yang diiringi 10 anakbuah. Ternyata yang menahadang itu

seorang tua memakai baju hitam dan ikat kepala wulung, menyekal sebatang tongkat bambu.

,, Hai, tulikah kau! " teriak Bejo sambil maju mendorongnya. Tapi ia terbeliak kaget karena

orangtua itu sedikitpun tak terkisar. Dan yang menambah keheranannya, tubuh oran tua itu

walaupun kurus tapi keras sekali.

,, Siapa kau? sebelum kucincang! " bentak Bejo seraya menghunus parangnya.

? Aku Tungguljati dari gunung Dieng Kebetulan aku tiba dalam kelanaanku menolong rakyat

"

? Bagaimana caramu menolong?"

" Memberi obat yang sakit, menolong yang kesusahan, membantu yang tertindas dari
Kuda Putih Ksatria Gunung Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kawanan manusia yang jahat!"

? 0 , apakah aku manusia jahat? Mengapa kau menghadangku? "

? Bukan aku yang menilai, tetapi kau sendiri yang menyatakan jenis dirimu? "

? Aku menyatakan sendiri? "

? Kalau tidak kau, siapa lagi? Siapa yang membunuh lurah Canggal dan melarikan arca emas?

Siapa yang suka mengganggu keamanan didaerah Kedu sini? "

,, Hai, bagaimana kau tahu? "

Tiada perbuatan jahat yang tak diketahui manusia! Kalau tak ingin diketahui rahasiamu,

janganlah berbuat kejahatan!

? Kurangajar tua bangka! " Bejo berseru marah dan membacok. Tring, Tungguljati

menangkIskan tongkatnya dan ketika itu Bejo meringis karena tangannya kesemutan.

? Maju, keroyok! " Bejo memberi perintah kepada anakbuahnya. Serempak menyerbulah

kesepuluh anakbuahnya masing2 dengan senyatanya. Kyai Tungguljati putar tongkatnya dalam gerak

Angin lesus. Tongkat itu berobah menjadi segumpal sinar yang mengeIuarkan angin ber desis 2. Tring,

tring, tring, terdengar gemerincing senyata beradu dan menyusul jerit rintihan dari tubuh yang jatuh

bergelimpangan. Dalam beberana kejab saja anakbuah Bejo itu sudah rubuh. Tinggal Bejo seorarg

yang rupanya masih dapat bertahan. Namun itu hanya penundaan waktu saja. Karena dalam

beberapa gebrak lagi. benggolan parampok itu achirnya dapat tak berdaya. Sebuah sodokan,.

membuat Bejo jatuh pingsan.

Arca diserahkan kembali kepada kelurahan oleh Tungguljati. kemudian melanjutkan

perjalanan lagi. Bejo malu dan marah, Selama menjadi jagoan belum pernah ia mendapat hinaan

sebesar itu. Kali itu benar2 ketemu batunya. Ia menuju kelereng gunung Merapi mengadu kepada

guranya kyai Suromowo. Dan berangkatlah Suromowo ke Dieng untuk menuntut balas.

,,Gurumu lancang mencampuri urusan lain orang. Dia menghina muridku, berarti menghina

aku juga. Kau muridnya wajib membayar hutang, kata Suromowo

,, Baik untuk hutang kebenaran yang dilakukan guruku, aku bersedia membayar

pertanggungan jawabnya , " sahut Gogor.

Waktu kyai Suromowo hendak maju, salah seorang kawannnya yang ternyata muridnyacepat mendahului minta iijin. Pak biarlah aku yang menempur dulu, " Suromowo mengangguk.

,, Hai, bung kau hendak berkelahi dengan tangan kosong apa pakai senyata?" tanya orang itu

atau si Wiro.

,, Untuk potong ayam, tak perlu pakai senyata, cukup tangan kosong saja! "

,, Bedabah berani mulut besar, ni rasakanlah ketupatku, " Wiro membuka serangan dengan

sebuah jotosan kedada,

Dalam hal tenaga, memang Wiro kuat sekali. Apalagi ia mendapat latihan dari gurunya ilmu Lindur

geni, yani suatu ilmu pukulan yang berhawa panas. Bagian tubuh yang kena terpukul, akan gosong.

Cara latihannya memang isurnewa. Lahar dimasukkan kedalam kolam air, tiap kali tangan direndam

di situ sehingga peka ( mati rasa ) . Memang ilmu itu chas ciptaan kyai Suromowo yang mempelajari

tentang khasiat dari lahar.

? Krak . . . " , Gogor hendak menguji kekuatan lawan. Ia menangkis tapi segera cepat 2

menarik pulang tangannya karena orang terasa panas sekali. Ia tak menghirauka tertawa ejekan

Wiro, dan segera keluarkan iimupukulan Kera putih.

Pertempuran segera berobah. Wiro dipaksa ber-putar2 mengikuti Gogor yang merangsang

dari empat penjuru. Sebagai penutup, Gogor memberinya tempeleng yang membuat Wiro pusing

tujuh keliling dan jatuh mencium tanah . .

? Keparat! " teriak Dipo, anakmurid kedua dari Suromowo, yang loncat menikam dengan

kerisnya. Tapi ia tersentak kaget, karena anakmuda yang dihadapannya itu tiba2 menghilang. Ia

cepat2 berpaling kebelakang. Kagum2 benar ia dengan kegesitan lawan yang ternyata sudah berada

dibelakangnya.

Dipo menyerang kalap. Tapi ia tak pernah menemui sasarannya. ? Bedebah, jangan nnain

kucingan saja, ayo, hadapilah seranganku! " dampratnya.

,, Baik, kalau kau meminta begitu! " sahut Gogor. Ia mengelak kesamping sembari lintangkan

kakinya. Dipo menyerang se-kuat2nya. karena luput tubuhnya menjorok kemuka bluk , . ,

termakanlah ia dengan kaitan kaki Gogor. Dipo ter huyung2 mau menyosor tanah, untung cepat di
Sambuti gurunya.

? Anakmurid Tungguljati, hebat sekali kepandaianmu. Sekarang biarlah aku yang meminta

giliran, Mari kita main2 senyata, tapi jangan keras2 terhadap orangtua, ya!' Surourowo mengejek dan

mencabut senyatanya. Senyatanya itu agak istimewa. Bentuknya seperti gada, tapi dengan ujung 2

runcing seperti duri, Diberi nama gada rujak polo. Tapi yang lebih istimewa lagi adalah bahannya

bukan dari besi atau baja tapi dari lahar.

Untuk mennyempurnakan ilmunya mantra aji 2, tiap pagi Suromowo naik kepuncak Merapi

memandang matahari. Pada suatu hari ketika turun dari latihannya, tiba2 matanya tertumbuk akan

sebuah batu yang aneh bentuknya. Hitam tapi ber kilat2 menyilaukan mata. Setelah diperiksa,

ternyata batu dari lahar yang sudah membeku. Kerasnya bukan main. Memang lahar terdiri dari

campuran logam yang berasal dari perut bumi Dan yang diketemukan Surotnowo itu sebenarnya

logam emas hitam yang keras. Berani diadu dengan besi atau baja. Dengan girang dibawanya batu

itu pulang dan dibuatnya semacam gada berduri. Dengan gada berduri itu entah sudah berapa

banyak jiwa yang melayang, jagoan2 yang menyerah.

Suromowo membuka serangan dengan memukul kepala orang. Untung Gogor melincah

kesamping. Tak mau ia adu kekerasan. Lawan kuat tenaga dan kuat senyatanya. Ia hendak memeras

tenaga orang lebih dulu baru nanti memberi pukulan yang semestinya. Ia ber putar 2 menghindar dan

menusuk dengan pedangnya.

Suromowo bukan anak kemaren sore. Tiap kali, orang menyelinap kebelakang, iapun loncat

kemuka, kemudian berputar tubuh Dengan begitu Gogorpun gagal untuk mengocoknya. Akhirnanya

ambil putusan untuk adu kesaktian, Tapi ia menjadi kaget ketika menangkis, pedangnya rompalterhantam gada. Cepat ia loncat kebelakang .

,, Ho. senyatamu kurang keras, anak! " Gantilah yang lebih kokoh! " Suromowo tertawa

mengejek. Eh, mengapa melolos sabuk? Apa mau melawan dengan sabuk? "

Memang Gogor sudah melolos sabuk. Sabuk bukan sembarang sabuk tetapi dari kulit

binyawak tua. Kyai Teluhbraja remak tulang bahunya karena tersabat sabuk itu. Untuk mtnghadapi

gada istimewa, Gogor memutuskan memakai sabuk pusakanya. Ia tak hiraukan ejekan orang dan

terus mainkan sabuknya dalam gerak putaran sepesat angin puyuh

Plak, plak . . . . terdengar suara tamparan dahsyat dari beradunya sabuk dan gada.

Suromowo terperanjat. Sabuk lawan tak kena apa2 sebaliknya ia malah rasakan tangannya tergetar

kesakitan. Mau tak mau ia harus mengakui kekuatan tenaga lawannya, Ia kerahkan seluruh

tenaganya untuk menyerang

Plak, huh, huh . . dalam sebuah adu senyata, se-konyong2 Gogor melibat gada dengan sabuk

dan terus menariknya. Gada tak mampu lepas dan kini mereka saling menarik. Muka Suromowo

tampak merah sekali. Rupanya ia mengerahkan seluruh tenaganya. Se konyong 2 ia melihat api

berkobar dari arah pondok pertapaan kyai Tungguljati.

,,Api! Ha, ludaslah pertapaanmu!" serentak berserulah Suromowo. Sebagai reaksi, tanpa

disadari Gogor berpaling ke belakang Daa benarlah Pondok pertapaan gurunya dimakan api Karena

perhatiannya terpencar, ia agak lengah. Dan kelengahan itu harus dibayarnya mahal.

Duk, Suromowo ayunkan kakinya. Gogor terkejut dan cepat miringkan tubuh namun tak

urung pahanya termakan tendangan juga. Ia terpaksa harus menahan kesakitan. Bukan melain itu

saja. tetapi hampir saja Suromowo berhasil menarik lepas gadanya. Dan sebagai puncak

kedahsyatan, Suromowo menggembor keras seraya mengirim sebuah tendangan lagi.

Gogor dipaksa harus memilih satu diantara dua. Lepaskan sabuknya atau perutnya

menerima tendangan. Dan seba-bagai klimaks bahaya, Wiro yang gemas menderita kekalahan tadi,

melihat Gogor dalam posisi yang berbahaya itu, tak mau men sia2 kan kesempatan. Tanpa menunegu

perintah gurunya lagi, ia segera loncat menikamkan kerisnya dari belakang .. .

Aduh . . . kurangajar . . . . terdengar jeritan mengaduh dan teriakan memaki dari . . . Wiro

dan Suromowo. Menyusul terdengar pula jeritan ' tolong, tolong .

Apa yang terjadi?

Kiranya dalam detik2 yang genting tadi, Gogor bertindak cepat dan tepat. Ia lepaskan

sabuknya dan melejit kesamping. Tendangan Suronowo itu tepat bersamaan dengan datangnya

tusukan Dipo. Jaraknya amat dekat sekali. Luput mengenai perut Gogor ujung keris bersarang

kebetis Suromowo. Tapi tendangan Suramowo itupun mengenai juga lambung Dipo. Dipo mengaduh

dan jatuh pingsan karena dua buah tulang rusuknya patah. Sedang Suromowopun memaki 2 karena

betisnya tertusuk keris. Sebelum ia sempat mencabut keris, tahu2 tengkuknya dicengkeram orang se
kuat2nya hingga ia tak dapat bernapas. Kemudian ia merasa seperti dicampakkan ketanah. Hanya itu

saja, selebihnya ia tak ingat apa2 lagi karena pingsan.

Dan siapa yang tolong2 tadi? Itulah si Wiro. Setelah siuman, ia melihat gurunya sedang

bertempur seru dengan Gogor. Diam2 ia melakukan rencana sendiri. Ia tinggalkan mereka dan masuk

kedalam pondok. la hendak membakar pondok itu untuk melampiaskan kemarahannya. Dan api itu

disulutnya dari bagian belakang rumah. Ia terkejut mendengar suara kuda meringkik. Tapi ia menjadi

girang karena melihat seekor kuda putih mulus yang tegar bagus. Cepat ia lari rnenghampirl tapi

belum sampai menjamab, tahu2 ia disepak terpelanting. Dan sebelum ia dapat berbangkit,

tengkuknya didigigit dan diangkat, diseret keluar.

,,Bagus. Putih letakkan ditanah " Gogor memuji kuanya. Tapi setelah dilepaskan, ternyata

Wiro sudah tak ingat diri lagi. Tubuhnya berlumuran darah, tulang tengkuknya remuk. Kelak i a akan

cacat menjadi orang tengeng.

Gogor mengambil gada Suromowo dan meninggalkan sepucuk surat. Tiga bulan kemudianSuromowo boleh datang lagi mengambil senyatanya kepertapaan siru. Tapi dengan syarat harus

lebih dulu membangun kembali pondok pertapaan seperti sediakala.

Gogor dan si Putih kembali menuju ke Wirosobo.

*

,,Nanda Gogor, ada suatu hal yang bendak paman sampaikan padamu, Tapi dengan

permintaan agar nanda bersikap , tenang dan sabar," demikian kata patih Donorejo kepada Gogor.

Sejak mengenal peribadi dan tahu akan kisah Gogor Wigati Sukra, makin besarlah

kepercayaan dan kesayangan Donoreja terhadap Gogor. Persahabatan mereka begitu akrab

sehingga Donoreja dan Gogor berbabasa ( a ) nanda - paman. Donoreja menganggap Gogor itu

sebagai puteranya sendiri.

Donoreja perintahkan orangnya, begitu Gogor datang kekabupaten wajah terus dipersilakan

kegedung Patih. Dan kini Gogor tengah berbicara empat mata dengan Donoreja.

Sebagaimana diketahui Donorejo mendapat tugas Adipati wajah memberitahukan tentang kepergian

Wigati ke Pajang. Agar Gogor dapat dihibur dan dibujuk memilih lain puteri serta akan dianugerhi

pangkat dan tanah oleh Adipati.

?Maukah kau berjanji? " Donorejo meminta pene-gasan yang oleh Gogor segera diberikan. ,,

Baiklah, tetapi lebih dahulu paman hendak mengajukan empat buah pertanyaan. Pertama diantara

banyak macam tugas, tugas apakah yang paling mulia?"

Tugas untuk negara!" sahut Gogor.

?Bagus! Kedua. diantara sekian kepentingan2, kepentingan manakah yang harus diutamakan.

Artinya kepentingan peribadi, keluarga, negara atau umum?"

?Kupentingan umum diatas kepentingan peribadi. Kepentingan negara diatas segala. "

,, Benar. Yang ketiga. diantara bakti, mana2 yang harus kita lakukan?"

,, Bakti kepada orang tua, negara dan Yang Maha Kuasa. "

? Lagi2 kau menjawab tepat. Sekarang yang keempat atau yang terachir Mana lebih berat: ?

Cinta atau kewajiban?"

,, Ini . . . , " Gogor tak dapat menjawab lancar. Ia meragu.

? Jelasnya, relakah kau mengorbankan cinta demi untuk kewajibanmu terhadap negara?

Atau lebih jelas lagi, kalau kau disuruh memilih: cintamu kepada kekasihmu dengan kewajibanmu

terhadap negara, bagaimana kau jatuhkan pilihanmu? "

? Tapi mengapa paman bertanyakan soal itu ? Apa hubungannya dengan diriku? " Gogor

heran.

? Sudah tentu ada, bahkan besar sekali hubungannya. Tapi sebelum kuuraikan, aku ingin

lebih dulu mendengar pendirianmu. "

? Baiklah, paman, Jika tiada lain jalan laqi kecuali sudah dihadapkan dengan persimpangan

jalan begitu. Sebagai ksatrya aku harus menepati dharma keutamaan sebagai rakyat aku harus

memberi bakti-kewajiban kepada negara. Ya, aku memilih kewajiban negara! "

? Benarkah itu, Gog! " Donorejo menegas.

? Apakah paman menyangsikan peribadiku? " ?

,, Aku percaya penuh padamu. Tetapi tidakkah kau akan mengorbankan cintamu,

mensia2kan gadis yang kau-kasihi? "

? Cinta murni harus rela berkorban. Bukan asmara suci jika masih dipengaruhi rasa ambisiperibadi dan pamri perseorangan. Dan kupercaya, kekasihku itu tentu bangga dan rela menerima

keputusanku. "

? Nanda Gogor, falsafah hidup, nilai cintamu setinngi dengan sifat kesatryaanmu, " Donoreja

tertawa sambil menepuk-nepuk bahu Gogor.

? Tetapi apakah maksud paman yang sebenarnya. Jsngan membuatku selaiu berselubung

kabut kegelapan, "akhirnya Gagor mendesak.

,,,Begini, nanda Gogor. Setelah mendengar keyakinanmu legalah hatiku. Sekarang

dengarkanlah dengan tenang, Sekali alagi kuperingatkan, janganIah terpengaruh oleh emosi dan

kemarahan. Pada beberapa waltau berselang, Kanjeng Sultan Pajang mengirim utusan kemari dan

meminta Wigati untuk dijadikan serimpi keraton. Kini Adipati telah berangkat mengantarnya ke

Pajang . . .

,, Paman . . . .!" Gogor berteriak dan rubuh tak sadarkan diri. Berita itu dite rimanya sebagai

halilintar berbunyi ditengah siang. jauh lebih dahsyat dari palu godam dihantamkan kepalanya.

?Gogor, mengapa kau?" Donoreja ter gopoh2 menyadarkannya. ? Mengapa selemah itu

batinmu? Bukankah kau sudah menyatakan pendirianmu? Dimana sifat2 ksatryaanmu tadi?"

Gogor membuka mata wajahnya tampak pucat.

? Gogor mengapa begitu tiada satunya kata dengan perbuatanmu? Bukankah masih belum

kering kata2 jawabanmu tadi?"

?Tutup mulut Donoreja!" tiba2 Gogor membentak dan beringas sekali. Tapi pada lain saat ia

mendekap muka dam menangis " maafkan, paman. . . "
Kuda Putih Ksatria Gunung Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

?Oh, tak jadi apa, Gor," Donoreja meng elus2 bahu anakmuda. Yang hancur semangat itu.

,,Memang telah kuduga semula bagaimara reaksimu. Ak berusaha untuk meniadakan. se kurang 2nya

nya mengurangkan derita batinmu dengan mengajukan pertanyaan2 tadi. Tapi ternyata aku gagal .."

,, Tidak, paman, kau tak gagal. Aku amat berterima kasih sekali atas pertolonganmu itu.

disamping aku harus meminta maaf kepadamu karena telah mengecewakan harapanmu. Aku malu

menjadi kastrya, aku takut melihat kenyataan, aku lari menghadapi ujian, percuma sajalah . . .

,,Tidak nanda." cepat Donoreja menukas. ? kau tetap seorang ksatrya , kau tetap Gogor

senopati Wirosobo yang gagah perkasa. Dan kau adalah seorang lelaki dengan segala sifat

kelakiannya. Akupun seorang lelaki juga maka tahulah aku menyelami jiwa seorang lelaki. Memang

dikatakan orang bahwa se kokoh2nya benteng hati lelaki, akan tembus juga dengan panah hyang

Kumajaya' Dan kau, Gogor, salah seorang d ari ratusan korban yang jatuh ..

,, Paman Donoraja, kau adalah orang tuaku yang kumuliakan, tempat kuteguk petuah

dimana aku kehausan derita, beringin tempat kuberlindung dikala aku kelelahan didera panas terik

penghidupan," Gogor meng iba2. ? Berilah lagi paman, petunjuk kearah mana harus kutempuh."

? Nanda Gogor, "kata Donoreja, " marilah kita tenangkan pikiran dalam alam yang dingin

tenteram dahulu. Bahwa Hidup dan Kehidupan insan dimayapada ini, adalah Tuhan yang menjadikan

Dia yang memberi, Dia yang mengatur dan Dia pula yang memanggil Tidakah nanda sependapat

dengan paman bahwa ke-semua2nya itu sudah digariskan olehNYA. Bahwa garis perjalanan hidup

nanda berikut perjodohanmu, juga sudah ditentukan olehNYA?. Bahwa aku, kau dan kita sekalian

hanya sekedar menjalankah saja? "

? Tapi paman . .

,, Dengarlah dulu, Gogor, " Donoreja tak memberi kesempatan, ? kau tentu pernah

mendengar cerita sang Rama dengan permaisurinya Shinta. Yang kumaksudkan peribadi Lesmana,

adik Rama itu. Ia patuh dan setya menjaga puteri jelita Shinta yang menjadi ayunda iparnya. Bahkan

ia rela memotong kelakiannya sebagai prasetya kepada kakandanya Tindakan pengorbanan itu patut

kita hargai? Dan bukankah akhirnya Hyang Batara menurunkan kasihannya sehingga dalam

penjelmaan yang datang, Lesmana dijodohkan dengan panjelmaan Shinta? Mengapa kau tak dapat

meniru sifat pendambaannya kepada yang Maha Kuasa? "Gogor termenung beberapa jenak. Sesaat kemudian ia berkata: ? Tapi paman mengapa

paman tak menyebut kisah Gatotkaca dengan pergiwa misalnya? Bukankah Gatot-kaca itu juga

banteng kaum pandawa yang paling diandalkan? Tetapi mengapa ia jatuh dari dirgantara karena

terpanah lirikan mata Pergiwa . , .

? Ah, nanda Goor . . . "

? Dan apa kata sang Kresna. paman? Kresna mengannjurkan ksatrya Pringgoadani itu jangan

lekas putus asa. Gondol saja puteri itu, demikian seruan Kresna. Mengapa paman tak meniru sang

Kresna? Mengapa paman tak menganjurkan aku mengejar jejak Wigati? Apakah paman tak percaya

akan kemampuanku? "

Donoreja ter longong2 menerima ' serangan ' yang ber tubi 2 dari Gogor. Mau tak mau ia

harus akui ketajaman lidah anak muda itu, Namun masih ia berusaha lagi untuk mengengkang

kemauan Gogor. Pertama karena ia harus menjalankan titah Adipati Kedua, karena i a sayang dengan

anakmuda itu. Mana Gogor mampu melawan kekuasaan Sultan Pajang? Bukankah tak ubah seperti

anai anai menggempur api 1

,, Tidak salah kata2mu itu Gor. Tapi ada lebih tepat ,kalau kita dapat menyesuaikan dengan

tempat dan waktu. Tidak selamanya contoh dari kejadian yang lampau dapat kiita pakai sekarang

Kedua kali, tidakkah kita akan meninggalkan laku setya raja jika kita berbuat begitu hanya

dikarenakan seorang wanita saja? Apakah dunia ini hanya sedaun kelor sadia? Tidakah ada lain

puteri yang dapat menggantikan tempat Wigati dalam hatimu? Kau muda, gagah, cakap dan

berpangkat, Gadis mana yang takkan rnenerima pinanganmu dengan jari sepuluh? "

,,Paman, cinta itu bukan semacam barang yang dapa t kita tukar ganti. Dimana dua hati

menjadi satu, hanyaa darah, ya, darah saja yang akan menyiram jasad di hibang kubur! "

,, Gogor jangan melantur jauh Mengapa begitu pikiranmu begitu lemah jiwamu, begitu

sempit pandangmu? Haridepanmu masih panjang dan gilang gemilang. mugapa kau coba

menghapus mataharimu dengan kedua belah tanganmu? Tidak, Gor, aku tak setuju dengan

tindakanmu, Beginilah, Adipati telah memikirkan kepentinganmu. Beliau mengijinkan kau memilih

puteri Wirosobo yang mana saja. Dan kau akan diganjar gedung diatas tanah bahu. "

,, Terima kasih paman atas budi kebaikan Adipati. Sayang aku tak berani menerima.

Setelungkup luas bumi, setebar jagat raya, hanya Ayu Wigati yang terukir dalam tahta hatiku.

Jangankan hanya puteri insani, dewi Rati menjelma diduniapun tak nanti menggoyahkan imanku "

,, Tapi bukankah kau menjungjung kepentingan negara dan taat kepada raja? "

,,Kepentingan negara tetap menjadi jiwaku. Untuk negara dan rakyat, kupersembahkan jiwa

ragaku, Tapi apakah penyerahan Wigati itu bertalian paut dengan kepentingan negara? Benarkah

negara akan sejahtera dengan pengorbanan itu? "

? Setidak2nya Adipati bermaksud hendak menyelamatkan negara dan kawula kabupaten

WIrosobo. "

,, Mengapa harus Wigati yang dikorbankan? Belum cukupkah para binti dayang, serimpi dan

puteri cantik dalam kraton Pajang? Apa hubungan puteri cantik dengan kepentingan negara? "

? Sultan Paijang adalah raja dipertuan. Raja adalah jungjungan yang harus ditaati dan

dihormati rakyat. Kepentingan raja, kepentingan negara. "

,, Perindahan dan kepatuhan rakyat diletakkan pada sifat2 seorang raja Sifat2 yang dijiwai:

kebijaksanaan memerintah. Keadilan memimpin, keutamaan menjadi contoh dan pengayoman

rakyat. Raja dan rakyat adalah ibarat ikan dengan air. Dapatkah ikan hidup tanpa air? Tetapi apakah

air akan kering tanpa ikan? Aku tetap setia pada Kanjeng Sultan. Tapi akupun takkan meninggalkan

kewajiban terhadap suara hatiku . . . Terhadap puteri yang mempercayakan nasibnya padaku " Tapi

Gogor, Wigati tak mengijinkan kau menyusul ke Pajang la rela berkorban dan percaya kau tentu

menghargai keputusanya. Ni. ia meninggalkan surat untukmu. kata Donoreja sembari menyerahkansebuah sampul.

Gogor ter gopoh2 menyambuti dan membacanya:

Akang Gogor pujaanku.

Warkah adalah irama kalbuku. Kalbu yang merana, menjerit dan ter lara2 dalam kehangusan

bara. Duhai akang, telah kuanyam serabut hatiku se lapang2nya. untuk menyambut nista

cercamu. Telah kusiapkan pedupaan untuk mengantar sumpah kutukmu. Duh batara agung .

. . . kabulkanlah seperti yang diingin akang Gogor. Segera cabutlah nyawa Wigati ini . Insan

yang mengkhianati hati Gogor . . . . Akang Gogor. Aku tak mau mengrmukakan dalih apapun,

karena tentu tiada bersambut pada hatimu, Kuserahkan kesemuanya pada Hyang Widi,

karena hanya Dialah yang maha tahu Akang Gogor, jangan menyumpahi nasib, jangan

mencegah Dewata, jangan pula bertindak sendiri. Terimalah dengan kerendahan hati akan

segala yang diberikan oleh Yang Kuasa. Kita manusia hanya sekedar menjalankan titahNya

saja. Tapi jangan kecewa, jangan putus asa, akang. Apapun yang terjadi, jiwa dan hati Wigati

tetap milikmu. Dahulu sekarang dan se-lama2nya. Akang Gogor, bersabar hatilah, Kutunggu

kau dipintu Nirwana . . . .

Surat itu menjadi lencu karena terbasah oleh airmata Gogor. Sampai lama sekali Gogor te rpaku ter

mangu2. Tiba2 . . .

,, Selamat tinggal, paman,: katanya seraya melangkah pergi.

?Hai hendak kemana kau?" seru Donoreja

,, Menurutkan suara hatiku, paman."

? Apakah hendak ke Pajang?"

?Restuilah. paman, agar langkahku menjelang matahari,!'

?Gogor , . !" teriak Donoreja. Namun anak muda itu sudah mengaburkan kudanya.

Donoreja menghela napas dan gelengkan kepala, ia memungut surat Wigati. Sejenak

membaca. ber-linang2lah airmatanya. Ia kasihan dengan nasib yang menimpah kedua insan muda itu

Namun apa daya. ia tak dapat berbuat apa-apa.

Patih yang baik budi itu memandang cakerawala, Bintang2 bertaburan laksana permata

bergemerlapan ?

P E P A L I

Setelah demang Toyoreka mengundurkan diri. Sultan membubarkan sidang dan masuk

kedalam keputerian. Wajahnya merah padam. Nyi Sekarbusana, kepala dayang yang mengurus selir 2

Sultan, dipanggil menghadap.

? Ampun gusti, mana2 yang paduka hendak titahkan kepada hamba?" nyi Sekar berdatang

sembah.

?Nyi. Sekar, " kata Sultan ? bagaimana si -Wigati itu?

? Ampun gusti,'' sembah Sekar. mohon diampunkan hamba melapor, Sang Ayu memang

benar2 se-orang puteri yang pilihan. Cantik lemah lembut dan pandai dalam seni tari serta gending 2 (

lagu2 ), Dalam waktu singkat, ia tentu akan menjadi penari serimpi yang terbaik. Tetapi, gusti. ada

suatu yang hamba herankan."

?Apa? katakanlah," titah Sultan.

? Mohon diampunkan sekiranya penglihatan hamba ini khilaf. Tapi sejak pertarna datang

sampai sekarang, sang Ayu itu bermuram durja saja. Senyumnya pelit tertawanya mahal sering ter-menung2 . . .

? Ter menung2 katamu? Tentu memikirkan sesuatu. Hm, benar kiranya laporan Toyoreka itu.

Ia tentu masih teringat ... panggil ia kemari!" .Sultan marah.

Ter sipu2 nyi Sekar memberi hormat untuk mengundurkan diri. Tak berapa lama kembali

dengan mengiring Ayu Wigati. Lemah gemulai langkah sang sikapnya laksana burung merpati

terbang2 jinak. Derap2 kakinya bagaikan mendebur urat hati Sultan. Bebetnya kain cinde hijau,

menambah kelangsapan kulitnya, terang jernih bagai pualam kenanga. Parasnya melayung pipih,

berseri laksana bulan malam purnama. Sayang seri cahaya itu suram dengan gurat 2 kerutan dahinya.

,, Wigati, mengapa kau tampak murung? Apakah tak puas dengan busana ( pakaian ) dan

lain2 perhiasan? " tegur Sultan yang entah bagaimana, ketika menghadapi kecantikan puteri

Wirosobo itu, amarahnya seperti lilin dilumer api.

,, Duh, jeng Sultan junjungan hamba. Hamba se-orang puteri kabupaten luar daerah, takkan

memanjakan diri dengan banyak permintaan. Hamba tahu diuntung tahu dipadan. Cukup bahkan

berkelebihanlah keadaan yang gusti karuniakan kepada diri hamba, " Wigati merangkai kata 2- nya

tutur bahasa yang halus dan hormat.

? Begitulah Wigati, hendaknya kau bilang saja apa yang kaurasa kurang Tak baik kalau

disimpan dihati saja. Karena kau bermuram durja "

? Terima kasih, gusti. Hamba tak kekurangan suatu apa. Hanya kadang2 terkenang . . ."

? Terkenang? Terkenang pada . . . hm. Wigati memang aku hendak menanyakan sesuatu

padamu? Benarkah kau sudah pernah menikah dengan anak demang Toyoreka? Benarkah sampai

saat ini kau masih menjadi menantu demang itu? "

,, Wigati terbeliak. Dan ini diartikan benar bersalah oleh Sultan, ? Ayah mertuamu demang

Toyoreka datang kemari sendiri mengadu padaku. Ayahmu terang menipu aku, " kata Sultan.

,, Tetapi gusti, apakah demang Toyoreka mangatakan apa2 lagi? " akhirnya Wigati berani

juga membuka suara.

,, Barang sudah terbukti, "apalagi yang harus ditanyakan kepadanya. Tadi telah kusuruh

seorang gandek untuk menghukum Wargontomo . ., .

,, Duh kanjeng Sultan, junjungan hamba. Mengapa paduka buru 2 menjatuhkan laknat kepada

ayah ham ba yang tak berdosa? Mengapa paduka tak berkenan memeriksa hamba dahulu dan hanya

mempercayai keterargan sefihak? " Wigati agak pecah suaranya karena linang penyesalan.

,, Hai, Wigatl, mengapa kau katakan aku terburu2 menjatuhkan keputusan? Bukantah sudah

jelas? Bukankah ,kau tak menyangkal? Bukankah kau termenung karena terkenang akan suamimu

itu? "

? Ampun jeng Sultan, diperkenankanlah kiranya hamba mempersembahkan keterangan.

Memang hamba pernah diperisterikan anak demang Toyoreka tapi hanya beberapa bulan saja

hamba sudah diceralkan secara resmi. Adapun hamba terkenang kepada ayah bunda hamba yang

berada di Wirosobo. Tidakkah sudah lebih dari pantas kalau seorang anak perempuan

mengenangkan orang tuanya yang berpisah jauh? Mohon gusti menjatuhi hukuman berat kalau

sekiranya hamba bersalah karena menanggung rindu kepada orangtua itu ! "

? Jadi kau sudah bercerai lama? " Sultan menegas.

,, Hamba tak pernah diajar membohong, lebih2 terhadap seorang junjungan raja. Semoga

Tuhan menjatuhkan kutuk kepada hamba jika keterangan hamba ini ada sepatah yang tidak benar.

Dan sekiranya gusti belum puas, hamba rela dihukum mati bila hamba berani berdusta ."

? Oh. Wigati, aku khilaf. Aku kurang bijaksana menelan laporan orang tanpa meneliti

kebenarannya. Keparat demang Toyoreka! Dia harus menerima ganjaran yang setimpal ! ?

Bergegas2 Sultan keluar dari keputerian, Dipanggilnya seorang gandek lagi.

? Susul Gandek Suta, harus lekas2 jangan terlambat. Katakan kalau Adipati Wargontomo

jangan dibunuh karena tak bersalah! titahnya.Gandek Truna pontang panting melakukan titah itu. Ia kaburkan kudanya sekencang angin.

Ia harus mencegah gandik Suta Kalau Suta sampai membunuh Adipati, celakalah. Ia ( Truna ) tentu

mendapat hukuman dari Sultan.

*

Setelah menghaturkan Wigati, dengan girang Adipati Wargontomo pulang ke Wirmobo

Karena tiada urusan penting, maka Adipati mengambil jalan dari pantai selatan. Sekalian untuk

meninjau daerah2 yang jarang didatangi.

Pada hari itu tibalah ia dengan pengiringnya didesa Bener ( wilayah kawedanan Ambal

kabupaten Kebumen ). Hari itu jatuh hari Sabtu Paig tengah hari. Untuk melepaskan lelah. Adipati

beristirahat dalam sebuah yang berbentuk bale malang atau rumah yang berbentuk gudang sebagai

pendopo, membujur kemuka.

Untuk menghormati kunjungan Adipati, lurah setempat menghidangkan makanan yang

istimewa, yani pindang banyak ( angsa dimasak dengan buah pucung) Kuda tunggangan Adipati.

berbulu daw uk- bang ( kelabu campur merah ). Kuda itu diikat dekat rumah

Ketika Adipati tengah menikmati hidangan, tiba2 salah seorang pengiringnya masuk memberi

laporan: Gusti, ada seorang gandek dari pajang diutus Kanjeng Sultan menghadap gusti "

,, Oh, suruh dia masuk!"

Gandekpun dibawa menghadap la duduk menghadapi. Ad;pati, tapi tak segera

menyampaikan berita kedatangannya. Ia menunggu sampai Adipati selesai makan, Dalam pada itu ia

siap2 mengatur rencananya untuk menghabisi jiwa Adipati itu.
Kuda Putih Ksatria Gunung Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Adipati agak tersirap demi melihat wajah gandek itu lain dari orang biasa. Mukanya sebentar

merah sebentar lesi. Matanya ber kilat2 tajam dan mulutnya merapat kencang seperti menahan

desak napasnya yang berombak.

,, Ah, mungkin dia tentu lelah menempuh perjalanan Biarkan, nanti tentu baik sendiri," kata

Adipati dalam batin Setitikpun ia tak menaruh kecurigaan apa2. Ia agak mempercepat daharnya

wajah dapat lekas2 menanyai gandek itu.

Tak berapa lama muncullah gandek yang kedua, Dari jauh ia sudah melihat seekor kuda

dawuk bang terikat di-samping rumah bale malang Dan dilihatnya pula Adipati tengah menyudahi

daharannya. Dihadapan Adipati duduk ber-sila gandek Suta dengan wajah beringas.

Untuk berlari secepat mungkin, terang tak keburu. Untuk meneriakinya, dikuatirkan

membikin kaget Adipati dan gandek Suta sendiri. Bingung ia mencari akal untuk mencegah Ah,

kabetulan . . . Suta berpaling kemari. Buru2 Truno memberi isyarat dengan tangan. Maksudnya

jangan membunuh Adipati. Tetapi ah, gandek kesatu itu salah tafsir.

Ia mengira kalau gandek kedua, menyuruh lekas2 membunuh, Maka tanpa banyak pikir lagi,

ia serentak mencabut keris dan secepat kilat ditikamnyalah Adipati. Adipati jatuh terlentang , . .

Gandek kedua ter-gopoh2 lari mendatangi.

?Kakang, celaka! Kau salah besar, kanjeng Sultan titahkan jangan membunuh sang Adipati!"

kata gandek ke-dua.

,, Oh, gusti . . tetapi aku tak mengerti. Titah yang kubawa yalah supaya membunuhnya. Dan

bukankah tadi kau memberi isyarat supaya lekas2 membunuhnya?" balas gandek kesatu.

?Aduh, kakang . . , isyaratku tadi justera sebaliknya, jangan membunuh sang Adipati!" kata

gandek kedua.

Gandek kesatu menjerit dan menangis ter sedu2 menyesali dirinya. Tiba1 Adipati tersadar.

,, Hai, gandek, saya telah rela akan kematianku karena itu adalah takdir Tuhan. Tak usah kau

menangis . . kau hanya pesuruh dari jeng Sultan .. . kau hanya menjalankan tugas . , " Adipatiberhenti sejenak untuk mengambil napas.

? Keberangkatanku kehadirat Tuhan, tak usah disesalkan. Memang sudah janjinya, Hanya

pesanku kepada anak cucu dan keturunanku:

Pertama: tidak boleh bepergian dan barhajat pada hari Saptu Paing.

Kedua: Tidak boleh makan pindang angsa.

Ketiga: Tidak boleh membuat rumah berbentuk bale malang.

Keempat: Tidak boleh naik kuda yang barbulu dawuk-bang.

Sehabis meninggal pepali (larangan ), maka mangkatlah Adipati dari Wirosobo itu, Jenazahnya

dibawa pulang ke Wirosobo oleh kepala desa Bener dan para pengiringnya. Dengan diantar oleh

rakyat kabupaten. dimakamkanlah jenazah Adipati dimakam Pakiringan sebelah timur Banyumas

sekarang,

Catatan: sampai sekarang sementara rakyat Banjurnas masih mentaati pepali itu

Sementara itu ketika kedua gandek pulang ke Pajang dan memberi laporan pada Sultan

Pajang baginda sangat terkeljut dan sangat menyesali kekeliruan tindakannya, Sultan lalu menyuruh

seorang Bupati dengan beberapa orang pengiring pergi ke Wirosobo untuk mernanggil putera2

Adipati Wargontomo almarhum. Sultan berkehendak memberi anugerah sebagai ganti kematian

ayah mereka. Akan tetapi para putera sang Adipati tak ada yang berani menghadap ke Pajang.

Mereka takut barangkali kena fitnah seperti ayahnya.

Akhirnya anak menantu Sang Adipati almarhum ( anak Ki Meranggi Semu di desa Kejawar )

memberanikan diri menghadap Sultan. Tetapi sebelumnya ia menemui para iparnya ( putera 2 Adipati

) untuk melaksanakan maksudnya itu. Jika sampai terjadi hal yang naas macam seperti yang dialami

Adipati almahum, ia bersedia menanggung akibatnya sendiri. Tetapi kalau sampai diberi anugerah

Sultan, para putera Adipati itupun tak boleh irihati. Para putera sang Adipati setuju dengan

perjanjian itu.

Maka berangkatlah menantu Adtpati itu menghadap ke-Pajang. Dan ternyata ia beruntung

Sultan Pajang menetapkannya menljadi Adipati Wirosobo, menggantikan almarhum mentuanya

dengan gelar Adipati Wirosobo II .

Adipati Wirosobo II itu sangat luhur budinya. Atas kerelaan hatinya, daerah kabupaten

Wirosobo dibagi menjadi empat bagian, dibagi2kan kepada putera2 Adipati Wargontomo almarhum.

Daerah2 yang dibagi itu ialah Wirosobo, Merdan, Banjarpatambahan dan Kejawar. Adipati

Wargontomo I I memilih daerah Kejawar yang kemudian diganti dengan nama Banyumas. Adipati

Wargontorno I I boleh dianggap sebagai pendiri dari kabupaten Banyumas, karena beliaulah yang

menjadi Adipati yang pertama.

Dalam sejarah Adipati Wargontomo II itu terkenal dengan sebutan Adipati Marapat:. yalah

asal dari perkataan ? mara papat ' atau dibagi empat.

*

Gogor biarkan dirinya dibawa si Putih. Pikirannya melayang2, semangatnya serasa merana.

Plkirannya hanya pada Wigati.

? Ah, Wigati kau salah tafsir. Aku tak mencaci, tak mengutuk. Aku hanya penasaran.

Penasaran, mengapa nasib selalu mempermainkan kita. Belum cukupkah kiranya Dewata menguji

coba kita? Apakah kita memang ditakdirkan tak berjodo? Ah, tidak, tidak. Aku bersumpah, selama

hayat masih dikandung badan, aku tetap berjoang melaksanakan cita2 kita. Apapun yang terjadi . . . .

demikian jerit lolong hati Gogor. Jerit lolong yang menemukan kebulatan tekadnya.Hari itu ia tiba di desa Banjarnegara. Setelah singgah sebentar, ia melanjutkan perjalanannya

lagi. Ketika tengah berjalan ditengah hutan, tiba2 ia berpapasan dengan serombongan orang yang

tengah memikul tandu.

,, Hai, den Gogor, hendak kemana gerangan tuan? " tiba2 salah seorang rombongan yang

berpakaian seperti hamba kabupaten menegurnya.

Gogor terkesiap, Memang sejak pulang dari tawanan di Rawakeling, atas jasanya, Gogor

telah dianugerahi pangkat bangsawan ?raden ' oleh Adipati.

? Hai. kau Katang! " sahut Gogor yang mengenali orang itu sebagai tamtama pengawal

Adipati, " mengapa kau? "

? Duh, ketewasan, senopati. Gusti Adipati tewas . . . "

? Apa? Gusti Adipati tewas? Dimana sekarang? Apa sebabnya? " teriak Gogor karena terkejut

sekali.

Tamtama itu segera menuturkan apa yang telah terjadi.

? Jadi yang didalam tandu itu jenazah gusti Adipati? " tanya Gugor. Pada waktu Katang

mengiakan, Gogor segera menghampiri dan berlutut menyembah dihadapan.

? Duh, gusti junjungan hamba . Tak nyana gusti mengalami malapetaka yang sedemikian

mengenaskan. Hamba mohon gusti memberi berkah dan melapangkan jalan bagi hamba untuk

membalas simunafik yang memfitnah gusti itu, " demikian Gogor meminta kekuatan dihadapan

jenazah Adipati.

,, Baik tamtama, " katanya kepada Katang, ? bawalah baik2 jenazah jeng Adipati ini pulang

dan serahkan pada paman Donoreja. Aku terpaksa tak dapat mengantar karena ada lain kewajiban

penting, "

Demikian mereka segera berpisah dan Gogorpun meneruskan perjalanannya lagi.

*

Petang hari dijalanan Lawangawu ( daerah Kedu ) yang beralamkan pegunungan, amat indah

merawankan. Tiba2 kesunyian alam itu dipecahkan oleh derap kaki kuda yang mencongklang dari

arah selatan, Seorang letaki setengah tua, berada diatas pelana seekor kuda hitam, Dari pakaian dan

kuluk ( kopiah ) yang dikenakannya, nyata ia seorang ponggawa kerajaan yang berpangkat. Ya,

memang orang itu adalah demang Toyoreka, dengan diiring oleh lima orang yang berjalan kaki.

Sehabis mengadukan Adipati Wargontomo kepada Sultan, maka pulanglah demang itu

dengan penuh kegembiraan. Ia anggap Adlipati tentu akan dibukum berat oleh Sultan. Dengan

demikian terhimpaslah sakit hatinya kepada Adipati itu

,, Ah, kalau awak ditimpa untung, siapa tahu kanjeng Sultan berkenan mengembalikan

Wigati kepadaku. Dan betapakah bahagia puteraku Sukra nanti . , . " tiba2 ia tersirap dari

lamunannya. ? Ah, dimanakah sekarang Sukra? Mengapa sudah lama dia tak pulang dan tak

memberi warta padaku? Ob, Sukra puteraku .. . sial sekali nasibmu, Mengapa kau ditampik seorang

wanita? Apakah yang kurang padamu? Dan kaupun putera demang yang kaya . . eh, eh . . . Apakah

ini pembalasan Tuhan kepadaku yang telah men sia2kan seorang gadis? Duh, Gusti Allah, ampunilah

dosa harnba . . . "

Pada saat Toyoreka memikirkan tentang nasib anaknya, teringatlah ia akan perjalanan

hidupnya dimasa muda. Ya. la pernah menyiderai ( melantarkan ) seorang gadi s yang menyerahkan

diri kepadanya.

Toyoreka ter menung2 memandang cakrawala yang sudah mulai gelap .

? Ki Demang, kalau tak lekas2 menempuh perjalanan dikuatirkan kita akan kemalaman

ditengah hutan nanti."' salah seorang pengikut yang menjadi kepercayaan memberanikan diri untuk

memberi peringatan.

,, Eh, ya, ya. Naya, ayoh kita percepatkan langkah supaya dapat menginap disebuah desa, 'Toyoreka tersentak dari lamunannya dan segera keprak kudanya.

Rembulan belum lagi keluar dan jalan disepanjang hutan itu gelap. Coba tidak membawa

pengiring, Toyoreka tentu merasa serarn dalam keheningan lelap itu. Burung han tu ( kukukbelek )

mengukuk, ditanggapi suara burung kulik.

? Ai, burung kulik biasanya alamat tidak baik. ' Toyoreka membatin. la bersiap waspada. Saat

itu ia melintasi serumpun pepohonan. Hatinya berdebar.

? Hurda! " tiba2 sesosok tubuh loncat keluar dari balik pohon dan membentak.

Kuda Toyoreka menyurut kaget dan meringkik. Kelima pengiringnya serentak mencabut keris

dau loncat menerjang. Penggertaknya tadi bertubuh pendek gemuk, tapi gesit juga, ia bersenjata

tombak. Menghindar kesamping, ia ayunkan tombaknya menyapu kebawah. Aduh, aduh. .. dua

pengiring Toyoreka menjerit dan terpelanting jatuh. Yang tiga cepat berputar tubuh dan me nyerang

lagi. Tapi dikarenakan senjatanya kalah panjang dengan tombak lawan, lagi 2 mereka harus menelan

pil pahit. Kembali yang dua orang kena kesodok dengan tangkai tombak dan harus mendekap perut

sambil berjongkok. Tinggal satu coba2 mau lari. Tapi kena dikait oleh sigemuk. Auh, pengiring

Toyoreka itu jatuh meloso.

,,Hayo. sekarang ,giliranmu! '' seru sigemuk sembari maju merangsang Toyoreka.

,, Tahan, kawan! Siapa kau dan apa maksudmu? Hai Jogelo!" keadaan yang gelap

membuat Toyoreka tak mengenali orang itu. Tapi demi memperhatikan dengan seksama, segera

tahulah ia

?Hai siapa kau?" teriak sigemuk yang memang Jogelo sigila dari Wirosobo.

? Masakan kau lupa padaku?"

? Siapa?" Jogelo maju mengawasi. Mungkin matanya tak begitu terang. .. Ah, kiranya

kidemang Toyoreka, maaf, karena gelap sampai aku tak mengenali."

? Mengapa tanpa bertanya tanya kau lantas menyerang?" Toyoreka setengah mendamprat.

?Bukankah aku tadi menegur ' hurda '? Mengapa kidemang tak menyahut sebaliknya

pengiring2 kidemang lantas menyerang aku?" Jogelo tak mau disalahkan.

? Ah, sudahlah Jogelo, Baik juga kau tak melukai orang2-ku. Memang tempat yang segelap

ini, sukar mengenal muka orang, " kata Toyoreka. Kemudian ia bertanya mengapa Jogelo datang

kesitu.

,, Anu, Ki demang. Aku hendak menyusul mas Gogor!' sahut Jogelo.

? Gogor? Kemana dia?"

? Ia datang kepondokku, kebetulan aku tak dirumah, Kepada orang rumah, ia meninggalkan

pesan kalau hendak pergi ke Pajang. "

? Gogor ke Pajang? Menyusul Wigati atau diutus patih Donoreoja?" tanya Toyoreka pula.

? Entah, ia tak memberi keterangan apa2. Kuduga ia tentu menyusul Wigati. Dia baru pulang

dari menjenguk ayahnya digunung Dieng. Mungkin ki patih Donoreja memberitahukan tentang

peristiwa Wigati. Dan andaikata berjumpa dengan aku, akupun tentu mengabarkan hal itu juga

kepadanya."

?Perlu apa?"

? Supaya ia menyusul ke Pajang dan aku Ikut, Kalau pergi bersama senopati muda itu, wah,

aku merasa tenteram sekali."

,,Tidak seenak jaug kau sangkaa, Jogelo, Wigati sudah ditangan Sultan, mana Gogor berani

sembarangan menemuinya. Salah2 dia bisa diringkus dan dihukum. Berikut kau juga kalau kau

menemaninya. Apa kau tak takut? Apa kau tak kasihan pada isterimu si Tomblok yang cantik itu? Ai,

Jogelo mengapa kau harus cari sakit, Tak usah menyusul Gogor mari ikut aku saja pulang nanti

kuhadiahi tuak istimewa "

? Tuak? Jadilah . . . eh, tidak, tidak jadi. Aku sehidup semati dengan Gogor. Dia banyak

melepas budi padakti. Dan aku merasa kasihan atas kisahnya dengan sang Ayu Wigati. Hm, mengapaAdipati menyerahkan puterinya kepada sultan? Bukankah ia sudah berjanji menikahkan pada

Gogor?"

? Jogelo, jangan, gampang2 menyalahkan orang, Kalau gusti Adipati menyerahkan puterinya

kepada Sultan itu sudah jamak. Bukankah Sultan itu seorang raja agung binatara ( raja yang besar

kekuasaannya ) ? Siapa Gogor? Tidak lebih seorang anak gunung yang tak tahu diri.

Seorang pemuda desa yang karena kebetulan diterima menjadi ponggawa kabupaten, berani

memikat puteri sang Adipati, hm .

?Jangan menghina mas Gogor, ki demang! Dia adalah. senopatiku, Menghina dia berarti


Dewi Ular 71 Kupu Kupu Iblis Joko Sableng 43 Karma Manusia Sesat Raja Petir 06 Upacara Maut

Cari Blog Ini