Ceritasilat Novel Online

Tunangan 1

Tunangan Karya Arini Suryokusumo Bagian 1

Arini Suryokusumo

TUNANGAN

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Jakarta, 1994

Ebook by Syauqy_Arr

(http://hana-oki.blogspot.com)

Gatot yang kelas 111 SMA ditunangkan dengan

Andina yang kelas 11 SMA. Tapi pertunangan ini terjadi

bukan karena kemawan mereka. Malahan pertunangan

tersebut selalu saja diwarnai dengan pertengkaran sengit

di antara mereka.

Masalahnya memang menyangkut masa lalu. Dua belas tahun yang lalu ketika mereka masih kanak-kanak,

Gatot mengambil koleksi karet gelang Andina. Karena

keduanya keras kepala, pertengkaran itu merambat terus

sampai mereka remaja.

Lalu muncul Gaby. Yang sangat cantik dan mempesona. Yang nekat berbuat apa saja untuk memiliki apa

yang diingininya. Dan kini jatuh cinta kepada Gatot.

Mungkinkah Gaby dapat memiliki Gatot? Bagaimana

dengan Andina? Apakah pertunangannya dengan Gatot

berlanjut terus? Atau putus di tengah jalan? Lalu, bagaimana dengan perasaannya? Dan juga perasaan Gatot?

Yuk, kita ikuti saja cerita kocak ini. Dijamin asyik

punya deeeh!

KATA PENGANTAR

Tunangan pernah dimuat sebagai cerita bersambung

di majalah Hai pada awal tahun 1989.

Untuk memuaskan pembacanya, cerita ini dikembangkan oleh pengarangnya dan ditulis kembali dalam

bentuk novelet seperti yang sekarang ini.

Novelet ini bisa dinikmati baik oleh yang belum

pernah membaca versi cerita bersambungnya, maupun

oleh mereka yang sudah pernah membacanya. Karena

walaupun pada dasarnya inti ceritanya sama, tetapi jalan

ceritanya dikembangkan menjadi lebih mengasyikkan.

Selamat membaca!

Penerbit

Juli 1989

Satu

SUASANA di ruangan itu mendadak sepi. Semua mata

tertuju penuh pada satu arah. Pada kedua remaja yang

sangat belia yang tengah berdiri kaku di tengah ruangan.

Gatot menelan ludahnya ketika bantalan merah, tempat kedua cincin emas itu terletak manis, disodorkan ke

arahnya. Kemudian dengan perasaan enggan dia mencoba

mencuri pandang kepada wajah ayu di depannya.

Tuhan..., bisik hatinya kikuk, kenapa hal ini harus

secepat ini terjadi? Paling tidak...kenapa dengan Andin?

Kenapa tidak dengan...ngg ...misalnya, misalnyaaa...dengan Debbie Gibson? Atau... dengan...

Sodokan halus yang mampir di pinggangnya, entah

dari mana datangnya, membuatnya gelagapan. Untuk

kedua kalinya dia menelan ludahnya. Lalu memasukkan

cincin, yang ukurannya jauh lebih kecil daripada yang

satunya, ke jari manis Andina.

Tepukan yang riuh segera berkumandang di dalam

ruangan itu. Lalu seperti dikomando, berhenti secara serempak.

Sepi lagi.

Andina menelan ludahnya. Kini giliranku, pikirnya

dengan hati berdebar. Ingin benar dia saat itu menjilati

7

bibirnya yang kering karena grogi. Tapi... uff... lipstik

yang membebani bibirnya rasanya sungguh tak enak!

Amit-amit lah dia kalau disuruh memakai lipstick untuk yan kedua kalinya! Apalagi demi kunyuk jelek di

depannya ini! Ohoo... no way saja deh!

Huh, kenapa dirinya harus terperangkap di dalam

situasi yang seperti ini? Dirinya dengan Gatot di dalamnya? Kenapa?

Andina menarik napas panjang. Kenapa? Harusnya

dia tau kenapa. Harusnya... tapi, betulkah itu jawaban

yang sesungguhnya?Apakah aku demikian lemahnya?

"Andin... hayo, jangan malu-malu..."

Bisikan lembut di telinganya membuat dirinya gelagapan. Matanya segera melihat anggukan pelan Bu Widodo di dekatnya.

Tanpa sadar Andina tersenyum. Tapi senyum itu segera hilang begitu melihat wajah Gatot. Uh, ingin betul

dia menjitak kepala jelek itu! Tapi tentu saja untuk saat

ini hal itu tak mungkin dia lakukan.

Menyadari bahwa kekesalannya tidak dapat disalurkan dengan leluasa, Andina mencoba dengan cara lain.

Ketika dia memasukkan cincin ke dalam jari manis

Gatot, dia memajukan kaki kanannya selangkah sehingga

hak sepatunya, yang luar biasa tinggi dan runcingnya;

mendarat manis di atas kaki Gatot.

Gatot mengaduh pelan dan langsung membelalakkan

matanya tanda protes.

Andina tersenyum manis.

"Aduuuh, kasihan! Sakit

ya?"

Gatot semakin melotot. Tapi tak mampu berbuat apaapa.

Ditahannya rasa kekinya itu sampai semua orang

memberi mereka selamat dan meninggalkan mereka berdua di ruang tamu Andina. Lalu

"Terus aja injek! Yang punya lagi ke Irian kok!" bentaknya berapi-api dengan mata melotot marah.

Andina balas melotot.

"Kembalikan cincinku!" bentaknya pura-pura tak mendengar sindiran Gatot.

"Curang! Cincinmu lebih gede dari punyaku! Padahal itu aku

yang beli. Tau nggak sih kalo emas itu mahal?!"

"Niiih... aku tak butuh!" Lalu dengan penuh semangat, Gatot menarik cincin yang melekat di jarinya itu.

Tapi ternyata cincin keparat itu tak mau bergeser sedikit

pun. Hati Gatot semakin panas.

"Huh! Cincin jelek! Pasti

imitasi! Nggak sanggup beli yang gedean ya???"

"Eeeh kok cincinnya yang disalahin?! Siapa suruh

punya jari kayak jahe begitu?!"

"Aaah... sirik lo! Bagusan juga yang beginian daripada

yang model sedotan kayak begitu!" balas Gatot sengit.

""Anak-anak... ayo makan dulu!" suara merdu yang

tiba-tiba muncul di antara mereka itu membuat Andina

yang melotot marah berubah memamerkan senyumnya

yang manis.

"Ya, Ma sebentar," jawab Andina manis.

"Makan

yuk, Tot? Pasti kamu sudah lapar ya?" lanjutnya lembut

pada Gatot.

Gatot yang tadinya begitu garang pun mendadak berubah sikap. Dengan mesranya dia menggandeng Andina.

"He-eh nih, aku kok lapar ya? Kamu juga harus banyak

makan lho, Din. Supaya tambah tambah cantik."

Lalu dia tersenyum ke arah Bu Widodo. Matanya

yang dilindungi kaca itu memperhatikan dan menunggu

sampai Bu Widodo tersenyum dan berbalik meninggalkan

mereka. Setelah itu sifat aslinya muncul lagi....

"Ya... kau harus banyak makan supaya nggak kayak

tengkorak jalan!" lanjutnya ketus.

Andina membelalak marah. Dengan perasaan kesal

ditendangnya kaki Gatot. Dan tawanya segera tergores

manis di wajahnya melihat Gatot meringis kesakitan.

10

Dua

DENGAN sedikit gelisah Andina melirik jam tangannya.

Jam delapan lebih empat puluh empat menit. Dan semenit lagi Bu Swasti yang cantik dan sedikit seksi itu akan

muncul dengan segudang rumus dan latihan-latihannya

yang mematikan.

Duh, segannya! Yaa... dia harus segera minggat dari

kelas yang kini sudah mulai terasa gerah dan juga lari dari

sindiran sindiran tajam yang akan diperolehnya kalau

ternyata dia memperoleh giliran untuk maju ke depan.

"Gelisah amat sih, An?" Tiba-tiba Ratri menyenggol

tungkainya.

"Lagi anu, ya?"

Andina menoleh dan menatapnya kesal."Pikiranmu

jelek betul sih?" bentaknya jengkel sambil berdiri.

"Eh,

kalau si Bo Perek itu nanyain aku, bilang saja aku sakit

perut dan ada di UKS, ya."

Ratri menatap bingung.

"Gila... kau mau ke mana?

Ngabur lagi? Sebentar lagi Bu Swasti datang, An Nanti

kalau papasan gimana?"

Andina mengangkat bahu tak acuh. Lalu dengan sedikit bergaya, dilompatinya tembok kelas setinggi satu

meter itu sambil melambai genit pada Ratri.

"Don't worry

dear! too smart to do such a Silly flying like (.*/mt! "

11

Lalu dengan lenggang ringannya yang khas dia berjalan mengitari sekolah dan berhenti di depan kantin.

Roti satu, donat dua, dua kantong permen Pindy, satu es

lilin rasa kari ayam eh rasa jeruk dan, ya ampuun!!!

Andina tertawa terbahak-bahak. Akan jadi apa nanti jika

semuanya bercampur aduk di dalam perutnya?

Hm, sebaiknya dia cuek saja untuk sementara ini.

Yang penting sekarang mengobati rasa laparnya dulu!

Sambil mengamati anak-anak SMP bermain basket

di lapangan, dikunyahnya pelan-pelan roti coklatnya

sepotong demi sepotong. Dan pada saat potongan terakhir dilemparnya masuk ke dalam mulut, tiba-tiba dia

tersedak. Matanya membelalak lebar-lebar melihat pemandangan di depannya. Oh God! Setan mana pula

yang telah menggiring lenggak lenggok Bu Swasti ke

arahnya?!

Dengan perasaan gugup Andina memutar otaknya.

Pura-pura sakit? Tapi, bagaimana dengan belanjaannya?

Disembunyikan di mana ini semua?

Atau pura-pura nggak kenal? Ah, si Judes itu pasti

tau! Dia tak akan pernah melupakan gadis kecil bernama

Andina yang pernah dengan sengaja menaruh permen

karet di kursinya!

Bingung mencari alasan, akhirnya Andina memutuskan untuk lari saja. Dikebutnya langkahnya tanpa mem

pedulikan wajah-wajah bengong di sekitarnya. Kamu

12

harus lari, Andin, kalau kamu tidak ingin bercengkerama

seharian penuh dengan si Judes itu! pikirnya.

Tikungan demi tikungan dilaluinya. Satu tikungan

...dua tikungan tiga ti... Gedubraaak!!!

Andina melotot kaget dengan tubuh terduduk lemas

di atas lantai. Dan laki-laki itu laki-laki itu? Lho?
Tunangan Karya Arini Suryokusumo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan berang, dia semakin memperlebar matanya.

"Heh, kunyuk! Lihat-lihat dong kalau jalan! Matanya

ditarok di mana sih? Di dengkul "kali, ya?!?"

Laki-laki itu terpaku ketika dimaki, tapi sedetik kemudian dia balas melotot.

"Kamu??"

"Ya, aku! Kenapa? Mau bertengkar lagi ya kayak kemaren?! Hayo... aku nggak takut!" Andina membentak

sambil melompat berdiri. Setengah mati ditahannya rasa

sakit yang menyerang pinggangnya karena jatuh tadi.

"Setan cilik!" desis Gatot gemas sambil ikut berdiri.

"Eh, eh... enak saja kalau ngomong! Kamu yang setan!

Ngaca dong... ngaca! Jangan Cuma bisa ngatain orang

doang!"

"Dasar perempuan! Cerewet! Enak saja nyuruh-nyuruh orang ngaca! Ngaca aja sendiri ..... biar sadar tuh

muka nggak lebih cakep dari BA! Ih, kayak yang kecakepan aja!"

"Kamu yang kecakepan!" bentak Andina sewot.

Tiba-tiba Gatot tersenyum.

"Memang aku cakep

kok!"

13

Merasa salah ngomong, Andina bersungut kesal.

"Enak saja! Nenek lo kiper!"

Senyum itu segera hilang.

"Biarin! Nenek lo boxer!"

Mendengar ledekan Gatot yang semakin menggebu,

Andina semakin sewot. Dengan

gagah dia melangkah mendekat.

"Kamu kalau ngomong hati-hati, ya!? Kamu pikir..."

"Andina! Gatot! Ada apa ini?"

Suara yang mengeletar marah itu membuat mereka

serentak terbungkam seribu bahasa. Wajah mereka berubah pucat.

Bu Swasti tersenyum tipis sambil membetulkan letak

kacamatanya.

"Ratri bilang kamu sakit, Andina. Betul?"

tanyanya sinis dengan mata menelusuri rok Andina yang

menggembung karena penuh jajanan.

Andina menelan ludahnya. Nasiiib!

"Tadi kamu dicari Pak Yos, Gatot," lanjut Bu Swasti

mengalihkan pandangannya.

"Katanya kamu menghilang

secara mendadak. Betul?"

Andina memandang Gatot kaget. Jadi ...kunyuk itu

juga ngabur?

"Hm...rupanya kalian mulai bikin janji ya di sini?

Ck...ck ck pasangan baru rupanya!"

Andina tersentak mendengar sindiran Bu Swasti. Pasangan? Bweh enak saja! "Kami tidak membuat janji,

Bu! protesnya cepat.

14

Bu Swasti melotot marah.

"Saya tidak menyuruh kamu

berbicara, Nona! Kamu berdua, ikut saya ke kantor!"

Dengan lesu mereka melangkah mengikuti Bu Swasti

ke kantor guru. Andina mengeluh pelan. Lebih baik dia

mati saja daripada harus dikuliahi panjang-lebar bersama

kunyuk satu ini. ..

Bel istirahat berdering nyaring. Ratri keluar dengan

langkah ringan. Dan begitu dilihatnya Andina melangkah

lesu menuju kantor guru, dia berlari mendekat.

"Kenapa kamu, An?" tanyanya dengan napas memburu.

Andina menoleh tak bergairah.

"Biasa "

Ratri melirik ke arah Gatot dengan tatapan menyelidik.

"Siapa dia?"

"Musuh besarku!" jawab Andina mendadak ketus.

"Namanya Gatolol!"

Gatot menoleh cepat.

"Siapa yang tololl?!" desisnya

dengan nada marah.

"Kamu!"

"Heh... mentang-mentang kamu tolol, bukan berarti

kamu bisa seenaknya mencari pengikut begitu, ya!"

"Aku? Tolo"?! Enak saja!"

"Memang enak!"

Andina melotot makin lebar. Gatot membalas dengan

sengitnya.

"Heh! Buaya! Kamu yang tolol!"

"Kamu!"

15

"Ka..."

"Ya, ampuuun apa-apaan ini?" bentak Bu Swasti

melerai. Matanya melotot sebesar buah duku "Kalau

mau berantem di dalam! Jangan bikin ramai di sini!"

Dengan perasaan sebal Andina menatap biji mata

Gatot. Gatot tidak mau kalah. Mata mereka terus beradu

sampai akhirnya Andina tak tahan lagi menahan amarahnya.

"Jelek lu!"

"Kamu yang jelek!"

"Kamu!"

"Kamu!"

"Andina! Gatot!"

16

Tiga

"TUNANGAN. . .?!"

Andina menutup telinganya sambil menggerutu.

"Aduuuh pekikanmu itu! Bisa mati muda aku!!"

"Kau bertunangan dengan cowok itu? Astaga!" suara

Ratri berubah menjadi bisikan. Kedua matanya yang sedikit sipit itu menyorot aneh.

Dan Andina hafal betul sorot mata itu. Sorot calon

pengedar gosip khas cewek! "Tapi jangan sampai kausebarkan pada anggota IWAPI lainnya lho!" buru-buru

dia menimpali.

"IWAPI?" Dahi Ratri berkerut heran.

"Ya .. Ikatan Wanita Penyebar Isyu ."

"Setan!" desis Ratri kesal.

"Aku serius nih'

"Ya... dan aku lebih serius lagi," Andina menimpali

cepat-cepat.

"Camkan baik-baik nih... aku benci dia!

Titik!"

"Tapi kenapa?

Wajah Andina berubah suram ketika hendak menjawab.

"Kisah lama sih. Waktu itu umurku baru delapan

tahun dan dia sembilan tahun. Kami dulu akrab sekali.

Mungkin karena mamanya dan mamaku begitu akrab

sejak mereka gadis, lalu kami jadi keseret akrab juga. . ."

17

"Lalu?" potong Ratri nggak sabaran.

"Lalu lalu kami musuhan. Ya, sejak itu kami "

"Sejak kapan ?" sela Ratri penasaran.

"Sejak sejak kami .main utik.

"

"Apaa...??!" mata yang nyaris sipit itu membelalak tak

percaya. Main utik? Apa pula itu?

"Tapi dia curang, Tri! Curang!" Andina setengah memekik karena semangatnya yang menggebu-gebu. Matanya menyorotkan dendam.

Ratri memandangnya setengah linglung, dengan mulut terkatup rapat-rapat. Shock dia mendengarnya. Main

utik?!?....Astaga....

"Waktu itu aku menang terus," sambung Andina

berapi-api tanpa peduli melihat reaksi Ratri. Jiwanya

bagai kembali pada masa silamnya.

"Dan Gatot tidak

terima. Lalu dia curang! Bayangin coba, Tri... gimana

aku nggak kesel.... Dengan cara-caranya yang norak dia

kemudian menang terus. Aku nggak terima! Dengan sekuat tenagaku dia kutinju sampai... sampai matanya

biru sebelah dan aku tertawa... dan dia marah ...dan

dia...dia merebut semua karetku, Tri!" Suara Andina

semakin serak karena kesal. Matanya mulai berkaca-kaca

karena menahan perasaannya.

"Semuanya, Tri! Harta

yang kukumpulkan dengan susah-payah sejak aku masih

di dalam kandungan diambilnya begitu saja! Bayangin,

Tri! Bayangin!!!"

18

Ratri bengong.

***

"Main utik???"

"Ya, main utik," jawab Gatot tersinggung.

"Kenapa

memangnya?"

Aldy tertawa terbahak-bahak.,

"Tapi... aduuuh, sadar,

Tot... sadar! Kamu tuh sudah kelas tiga es em a.. masak

yang begituan saja diributin? Ya kamu memang masih

ingusan kalau menyangkut masalah tunangan itu. Tapi. ..

hi....hi...hi... main utik?!

"Tapi dia egois, Dy!" Gatot mencoba membela diri.

Dalam hati kecilnya dia memang mulai merasa lucu, tapi

dia berusaha untuk serius. Ya, kalau itu bukan masalah

yang serius, tentunya permusuhan antara dirinya dengan

Andina tidak akan berlangsung begitu lama, bukan?

"Dia tidak mau menerima kemenanganku!" sambungnya berapi-api.

"Dia malah meninjuku sampai mataku

membiru selama beberapa hari

"Meninjumu?" Tawa Aldy kembali meledak.

"Oh...

my God!!! "

"Dy, aku serius!" bentak Gatot mulai kesal.

Melihat gelagat yang tidak baik itu, cepat-cepat Aldy

menutup mulutnya. Walaupun dia masih ingin tertawa,

dia mencoba untuk serius.

"Oke... Jadi...hi. . .hi..sori, Tot!

19

Ehm " Aldy diam sebentar untuk mengatur napasnya.

"Kalian saling tidak menyukai. Itu sudah jelas. Lalu,

kenapa kalian tidak protes saja? Gampang, kan? Dan

pertunangan itu bubar Hehe... good idea, eh?"

"Idea dengkulmu!" semprot Gatot keki.
Tunangan Karya Arini Suryokusumo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Itulah masalahnya. Mamaku sakit jantung, Dy. Sepele mungkin

ya... tapi aku tak mau mengecewakannya. Aku takut bila

terjadi sesuatu pada dirinya hanya karena aku. Sedikit

munafik memang, tapi ku berkewajiban untuk membahagiakannya ...."

"Dan musuh cantikmu itu dengan senang hati mau

membantumu dengan mengorbankan perasaannya? Kok

aneh ...."

"Bukan demi diriku tapi demi dirinya sendiri! Gatot

meralat cepat-cepat.

"Sejak mamanya meninggal dua

belas tahun yang lalu, dia mulai mencari kasih sayang dari

wanita lainnya. Dan Mama yang memang juga sangat

menyayanginya menjadi pilihannya. Andin, seperti juga

aku, sangat mencintai Mama. Mama merupakan satusatunya wanita di dunia ini yang paling kami cintai, dan

kami mau berbuat apa saja untuknya ...."

Aldy mencubit-cubit bibir bawahnya, berlagak berpikir.

"Hm... mamamu aneh betul sih? Apa alasannya

dengan pertunangan itu?"

"Yah... sepele saja sebetulnya," desah Gatot pasrah.

"Mama tidak ingin "anak gadisnya, itu jatuh ke tangan

20

orang lain selain diriku. Mama sangat menyayangi

Andina, dan dia tidak ingin orang lain merebut Andina

darinya. Kalau Andina dengan aku, otomatis dia menjadi

anak Mama juga, kan?"

"Tapi umur kalian?"

Gatot mengangkat bahu.

"Yah... itulah! Aku juga tak

mengerti. Tapi untuk mengatakannya pada Mama, aku

tak berani. Selain karena aku tak ingin menyakitinya,

Mama tak akan bisa mengerti. Dulu Mama menikah

muda, Dy bertunangan seumur kami saja, dia sudah

menganggapnya terlambat."

"1h... mamamu itu kolot juga, ya?" cetus Aldy

mendadak kesal karena bingung sendiri.

"Itu sih... siapa

suruh jadi anak tunggal? Nggak semua yang enak saja yang

jatuh ke tanganmu, Tot! Eh, tapi Andina itu kayaknya

baik anaknya. Apalah artinya sebuah pertunangan? Kalian toh tidak menikah? Ya setengah terikatlah begitu.

Kalaupun kalian nanti jatuh cinta pada orang lain

hi...hi... melihat tingkah kalian yang kekanak-kanakan

begitu, aku rasa hal itu akan lama sekali terjadinya Tapi

kalau sampai... ha... ha ...terjadi, Mungkin segalanya bisa

berubah sejalan dengan waktu."

"Huh, lagakmu!" sungut Gatot sebal.

Aldy mengangkat bahu sambil tertawa.

"Sudah, ah! Ceritamu membuatku lapar dunia-akhirat! Aku mau ke kantin, mumpung belum bel masuk.

Ikut?"

21

Gatot menggeleng lesu.

"Ya sudah tapi hati-hati, ya," teriak Aldy sambil

berlari pergi.

"Lama-lama bisa jatuh cinta kau padanya!"

Jatuh cinta? Hampir saja Gatot terjatuh dari bangku

taman sekolah yang didudukinya karena hebatnya dia tertawa. Jatuh cinta pada setan cilik itu?! Tak mungkin dan

tak akan dia perbolehkan penyihir nyinyir itu merebut

hatinya!

***

Sosok mungil yang melangkah ringan dengan jarak dua

ratus meter dari tempat Gatot berjalan membuat dia

menghentikan langkahnya. Ah, dia belum juga pulang....

Tapi kenapa? Aneh. Apa dia baru dari perpustakaan?

Atau goblok!!! Kenapa jadi merhatiin dia? Mana harga

dirimu, Tot? Dia kan si setan cilik itu! Tolol!!!

Dengan kesal Gatot membuang muka. Tapi, lambaian

ikat rambutnya yang berkibar manis seiring dengan

langkahnya yang unik membuat hatinya goyah. Tibatiba saja dia diserbu keinginan-keinginan aneh untuk

memperhatikan Andina lebih saksama.

Cantik? ih masak yang begituan dibilang cantik?

Gatot buru-buru mencibir. Masih cantikan juga Mama.

Dia itu mungil. Hidungnya yang mencuat ke atas menandakan kekerasan hatinya. Bibirnya yang merah, matanya

22

yang bulat, alisnya yang hitam, tubuhnya ih, semuanya

mungil amat! Mendadak saja Gatot merasa gemas, dan

tiba-tiba saja hati laki-lakinya merasa tertantang untuk

menjaga dan melindungi si barang mungil itu.

Tapi ya, ampuuuun! Gatot menepak dahinya kesal.

Huh, perasaan norak begitu kok bisa muncul sih, di hati?!

Kehadirannya selalu saja membuatku jengkel! Dia berhasil membangkitkan amarahku dalam waktu secepat ini!

Dan aku tak kuat menahannya!!!

"Heh... jelek!" tiba-tiba saja makian itu meluncur manis dari mulut Gatot. Gatot sendiri juga kaget. Astaga,

Gatot! Apa yang kau lakukan? Tapi terlambat

Kepala mungil itu menoleh kaget. Dan serentak saja

matanya yang bulat melotot marah.

"Kamu manggil siapa?!" bentaknya ketus.

"Siapa lagi kalau bukan kamu! Apa ada yang lebih

jelek lagi dari kamu di sekolah ini?"

"Ya, ada. Kamu!"

Gatot berjalan mendekat. Perempuan! Begitu pandainya mereka memainkan lidahnya!

Andina semakin memperbesar matanya.

"Kenapa?

Mau ngajak berantem? Hayo, aku nggak takut!"

"Berantem denganmu?" Gatot tertawa meledek.

"Bisa

apa cewek selain ngegosip?!"

"Bilang saja kamu takut! Bisanya cuma mencari gara

gara saja!"

23

"O ya?!" teriak Gatot sengit.

"Lalu siapa yang menaruh permen karet di sepatuku?Siapa? Hayo!"

"Ya... ya... dan yang memasukkan batubatu ke dalam

tasku?"

"Dan yang melempar batu-batu kecil ke arahku?"

"Tapi kau yang duluan menyembunyikan tasku!"

"Aku tak akan begitu kalau kau tidak "

"Gatot!" Sebuah suara dari kejauhan yang begitu

mereka kenal membuat mereka serempak diam. Gatot

membelalak kaget. Mama! Mau apa dia kemari?

Bu Widodo tersenyum manis lalu turun dari Accord

putihnya. Baju putihnya yang ujung-ujung kainnya berkibar anggun dan juga gaya jalannya yang gemulai membuat tukang es di seberang jalan lupa mengatupkan mulutnya.

"Ya ampuuun, Gatot! Sudah jam dua siang dan kamu

belum pulang-pulang juga!" Suara halus tapi tajam itu

membuat Gatot menunduk menyesal.

Tanpa sadar dia melirik Andina. Astaga! Gadis menyebalkan yang tadi begitu garang itu kini berubah menjadi

"si anak manis"!

"Selamat siang, Ma ...."

Gatot membuang mukanya sebal. Betapa cantiknya

kamu kalau sedang baik hati! gerutunya dalam hati.

"Siang, Din," balas Bu Widodo sambil membelai lembut rambut Andina.

"Ya, ampun... sudah siang begini.

Pasti Gatot yang menahanmu sampai kau terlambat

24

makan, ya? Anak nakal! Dia pasti lupa kalau kau sakit

maag ...."

Persetan dengan maag-nya! umpat Gatot sebal. Bahkan dia mau mati pun aku tak peduli.

"O ya, lusa malam nanti jangan lupa lho, Din. Kamu

juga, Tot," sambung Bu Widodo berpaling ke arah Gatot.

"Pertunangan itu harus dirayakan. Kecil-kecilan memang, tapi memang harus, bukan?"

"Nggak usah repot-repot deh, Ma!" tukas Andina

cepat. Ada nada khawatir yang ditangkap Gatot lewat

suaranya.

"Ya, Ma! Kenapa sih pakai pesta segala!" sambut Gatot

bersemangat. Rasanya dia lebih merasa khawatir daripada

Andina.

Bu Widodo menggeleng.

"Tapi ini merupakan suatu

peristiwa penting dalam hidupmu, Yang ."

"Tapi, Ma... kami masih es em a! Masih bau kencur!

Malu dong, Ma, kalau sampai orang banyak tau!" protes

Gatot nekat.

"Sejak kapan kamu mulai suka membantah, Gatot?"

tajam Bu Widodo memutuskan semangat Gatot. Gatot

menunduk putus asa. Ah, percuma, bisik hatinya pasrah.

"Ma.

" Andina membuka suaranya perlahan. Gatot

memandangnya penuh harap.

"Ya, Gatot memang begitu, Din seperti anak kecil.

Tapi pesta itu memang penting, bukan?" potong Bu Widodo membuat Andina tergagap.

25

"O ya, ya... Ma, tapi.

"

"Ah, ah... hari sudah begini siang. Sebaiknya kita

pulang saja. Andin makan di rumah, ya? Nanti biar Gatot

yang mengantarkanmu pulang."

Lalu dengan lenggangnya yang khas, Bu Widodo berjalan mendahului menuju mobil yang terparkir tidak

jauh dari mereka.

"Ma..."

Protes Gatot tertahan oleh sentuhan lembut di lengannya, Gatot menoleh dan mendapati tatapan aneh

Andina.

"Kita belum kalah, Tot. Ada saatnya kita akan menang

melawan takdir," suara Andina terdengar begitu lembut

dan tenang. Sejuk dan terasa asing di telinga Gatot yang

biasa mendengarnya membentak.

Lalu sambil tersenyum manis dia membalik dan

melangkah masuk mobil.

Gatot bengong. Dia tak pernah bisa mengerti isi hati

perempuan.

26

Empat

KHRISNA yang tengah tidur-tiduran di atas sofa di

tengah ruang keluarga mengangkat kepalanya begitu

mendengar langkah-langkah kecil memasuki ruang itu.

Andina yang dipandangi malah nyengir.

"Dari mana aja kamu? Makan siang di mana? Kok
Tunangan Karya Arini Suryokusumo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pulangnya terlambat? Kenapa nggak telepon dulu? Tau

nggak Papa khawatir nungguin kamu? Kenapa nggak "

Cengiran Andina semakin lebar diberondongi pertanyaan yang begitu banyak. Ciri khas kakak sulungnya.

Selalu memperhatikan dirinya sampai sekecil-kecilnya.

Selalu kebingungan kalau ada yang salah pada diri Andina. Padahal, kali ini, hanya karena terlambat pulang

sekolah.

"Din, Udin jangan nyengir melulu! Entar kudakuda pada naksir, kita yang berabe!"

Cengiran Andina langsung hilang. Diganti dengan

melotot galak.

Arya, yang baru masuk ruang keluarga, hanya tertawa

dipelototi adiknya. Ledekannya justru semakin menghebat."Naah sekarang rada mendingan! Udah nggak

kayak kuda. Melotot lebih lebar sedikit lagi... kamu bisa

ikutan "Kontes Mirip Ikan Koki', Din!"

27

"Brengsek!"

"Andin. . .anak cewek nggak boleh ngomong kasar begitu!" tegur Khrisna menengahi.

"Emang Mas Arya brengsek kok!"

"Jangan suka ngatain brengsek sama orang yang sudah

brengsek!"

Kali ini Arya yang melotot. Andina cekikikan.

"Sudah deh, berantemnya dilanjutin tahun depan aja.

Kamu belum menjawab. pertanyaanku, Din. Kamu dari

mana?"

"Dari rumah Gatot " jawab Andina mlas.

"Ngapain?"

"Diajak makan siang..."

"Makan siang atau mojok?" celetuk Arya masih juga

usil.

"Emangnya perangko, pake mojok segala?

"Tapi kamu cinta, kan?"

"Amit-amit!"

"Tapi kan udah tunangan!"

"Sebodo!"

"Gue doain lu kawin sama dia!"

Andina cemberut. Arya makin senang.

Khrisna jadi kesal.

"Udah ah. Gue mau tidur aja. Pusing ngelihat kamu berdua ribut melulu kerjaannya!"

Lalu dengan langkah lebar dia masuk kamar dan

membanting pintunya keras-keras.

28

"Gimana kabarnya Gatot?" tanya Arya masih dengan

tertawa.

"Tambah jelek aja tampangnya."

"Nyokapnya?"

""Baik-baik aja. Tambah cantik. Tambah anggun. Tambah baek. Tambah "

"Udah akur belum sama Gatot?"

"Belum."

"Sampai kapan?"

"Sampai kiamat."

"Kok kamu mau tunangan sama dia?"

Andina terdiam beberapa detik.

"Rahasia perusahaan!"

jawab Andina akhirnya.

"Ah, kurasa kamu mau tunangan sama dia gara-gara

kamu emang cinta. Cuma gengsi aja!"

"Enak aja!"

"Entar kalo sampai kawin sama dia?"

"Over my dead body! "

"Eeeh... sok yakin! Entar kualat lho!"

"Sebodo!" teriak Andina kesal.

"Udah deh. Kenapa

harus ngomongin Gatot melulu? Yang lain aja kenapa

sih?"

Arya mesem.

"Yang punya masalah kan kamu? Aku

sih lagi bebaaaas .....

"

"Terus kabarnya Tari gimana?"

"Tari? Tari yang mana?"

29

"Itu tuuuh... tetangga depan rumah yang naksir Mas

Arya! Kan cakep tuh!"

Arya nyengir.

"Cakep sih cakep. Cuma sayangnya dia

SGM siiih!"

"SGM???"

"He-eh. Sikil Gebuk Maling ...." Lalu Arya tertawa

ngakak.

Andina bengong.

"Apaan tuh?"

"Huh! Dasar anak bego! Udin, Udin ...ngakunya orang Jawa tapi nggak ngerti bahasa

Jawa. Gimana sih?

"Cerewet! Mau nerangin apa nggak sih?"

"Artinya kaki untuk menggebuk maling. Yaa... yang

sebangsanya kaki tukang-tukang beca!"

"Wah! Mas jahat!"

"Lho,... fakta, Non! Fakta yang berbicara!" nyengir

Arya sambil merentangkan tangannya lebar-lebar.

"Huh! Kayak kakinya kebagusan aja!"

"Emang bagus. Kayak yang punyanya peragawati peragawati Ibukota," senyum Arya genit sambil berdiri.

Lalu dia berlenggak-lenggok mengelilingi ruangan. Tak

lupa pinggulnya digoyangkan ke kiri dan ke kanan sehingga Andina tak tahan untuk tidak tertawa.

"Dasar sableng!" tawanya ngakak.

"Emangnya Mas Arya kalo pacaran sama cewek lihat

kakinya atau hatinya sih?"

30

Arya berhenti bergaya.

"Semuanya dong. Sesempurna

mungkin kalau bisa. Mana ada sih orang yang pingin

dengan sesuatu yang nggak sempurna? Ya kecuali

kepepet sih lain soal dong!"

"Ih! Kayak sendirinya sempurna aja! Enak aja pingin

yang sempurna!" cibir Andina keki.

"Lho... sempurna menurut kamu kan belum tentu

sempurna menurutku! Biar misalnya cewek yang kutaksir

cacat atau jelek sekalipun .kalau menurutku dia sempurna, ya sempurna aja! Kesempurnaan kan relatif, Din.

Kesempurnaan bagi setiap orang itu berbeda.

"Misalnya aja... kenapa Pangeran Charles mau sama

Lady Di? Karena itu cewek sempurna di hatinya. Nah,

apa bagi Pangeran Andrew, Lady Di itu sempurna? Kan

nggak. Kalo iya... mereka bisa rebutan cewek dong? Bagi

Andrew, cewek yang rada tomboy dan pernah kumpul

kebo, itu justru yang sempurna. Buktinya, dia milih

Fergie.

"Bingung, kan?"

"Nggak. Nggak bingung. Cuma sebel aja. Orang pingin tidur malah diceramahin!"

"Lho...?"

"Udah ah. Gue ngantuuuk nih! Mau tidur aja.

"Kok gitu? Aku kan belum selesai ngomong!"

Andina melangkah malas ke kamarnya.

"Bangunin aja Mas Khrisna. Siapa tau dia mau diajak

ngomong." Lalu Andina menutup pintu.

31

Arya cemberut. Kesel sendiri. Dasar anak sableng!

umpatnya keki.

32

Lima

SAMBIL menyilangkan tangan di atas meja, Aldy menikmati pemandangan menarik itu. Gila! Cewek itu sungguh-sungguh luar biasa.

"Dy, sudah buat soal nomor tiga belum?"

Aldy semakin kelihatan asyik.

"Dy...!" bentak Gatot kesal.

"Eh... iya? Apa? Kenapa?"

"Jangan berlagak tolol begitu!" sungut Gatot keki.

"Nomor tiga sudah selesai belum?"

Aldy mengibaskan tangannya tak peduli.

"Ah, kau

buat saja dulu. Nanti aku nyalin saja deh!"

"Nyalin gundulmu!" umpat Gatot semakin jengkel.

"Justru karena aku nggak bisa ngerjain makanya nanya

kamu! Kamu sedang ngapain sih?"

"Mengagumi pahatan Tuhan yang demikian sempurna

tercipta."

"Apa?" Gatot bengong.

"Anak ayam satu itu ck...ck...ck... cantik betul!"

decak Aldy penuh perasaan sambil menunjuk Gaby dengan dagunya.

Cantik? Dengan penasaran Gatot mengamati gadis

itu. Cantik? Hidungnya mancung dengan pucuknya

33

yang sedikit naik ke atas. Bibirnya, merah, sedikit lebar,

dan sedikit basah. Melihat bibir Gaby, Gatot jadi ingat

komentar Yoshua suatu kali tentang bibir Gaby yang

katanya menantang itu. Gatot benar-benar tak habis pikir

mendengar kata "menantang" yang diucapkan Yoshua

dengan penuh semangat itu. Menantang? Ih, menantang

apaan? Menantang ditinju? Dijitak? Ditendang? Di ah,

kayaknya Gaby nggak sesangar itu!

"Gimana?"

"Hus! Diam dulu!" sentak Gatot semakin penasaran

mengamati Gaby.

Rambutnya yang keriting kayak mie itu dihiasi dengan

jepit besar warna merah mencolok. Warnanya hitamlegam bagai dijatuhi sekarung arang. Alisnya yang juga

hitam melengkung hampir bertaut menghiasi wajahnya

yang kuning bersih berbentuk bulat telur. Ya mungkin

itu yang dinamakan cantik. Tapi ah, dia tak pernah

menyukai kecantikan yang bak dipoles begitu. Ada

gadis yang lebih alami dan menarik dari itu. Menarik

lengkap dengan cibiran dan tingkah yang menjengkelkan

hatinya. Dih tuh kan mikirin dia lagi! sungut Gatot

keki sendiri.

"Cantik, kan?" desak Aldy penasaran.

"Cantik? Bolehlah," jawab Gatot ala kadarnya.

"Bolehlah?" cetus Aldy keki.

"Gampang betul?! Huh,

kalau kau lebih mengenalnya lagi, baru tau rasa!"
Tunangan Karya Arini Suryokusumo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

34

"Mengenalnya lebih dekat?" cibir Gatot tak acuh.

"Nggak. Nggak minat deh. Sori "

"Nggak minat atau nggak berani?" tantang Aldy penasaran.

Gatot menoleh dengan pandangan tersinggung.

"Takut? Pada makhluk lemah begitu? Berani bertaruh apa?!"

"Dua bungkus Jie Sam Soe?"

"Nggak, ah! Kamu kan tau kalau aku tidak merokok,"

protesnya cepat.

"Bagaimana kalau sebatang coklat Toblerone?"

"Coklat?! Ih!!" Aldy memiringkan bibirnya jijik.

"Itu

sih makanannya anak-anak ayam!"

"Mau atau tidak nih?" tantang Gatot ngotot.

Malas malasan Aldy akhirnya mengangguk.

Gatot tersenyum menang sambil bangkit dari bangkunya. Dengan jalan yang digagah gagahkan didekatinya

Gaby.

"Halo, Gab! Bisa nggak?" sapanya penuh senyum.

Serentak Gaby dan Dian, teman sebangkunya, mendongak kaget. Mereka menatap takjub. Terlebih Gaby.

Gatot menyapa dirinya? Tuhan ....mimpi apa dia semalam

sampai Gatot yang terkenal paling dingin dan kaku di

kelas itu dengan ramah menyapanya?

"Ih kok bengong?" Masih dengan senyum mata

Gatot menelusuri buku Gaby yang masih kosong melompong itu.

"Eh, kok belum dikerjain? Susah, ya? Mau

kubantu?"

35

Gaby semakin bengong. Tapi akhirnya dia menggeser

duduknya agar Gatot bisa duduk di sisinya. Melihat itu

Dian langsung protes.

"Hei... aku juga mau diajarin!

Kamu duduk di tengah dong!"

Gatot gelagapan untuk beberapa detik. Tapi akhirnya

dia mengangguk dan duduk di tengah dengan enggan.

Terus terang saja, dia memang sedikit alergi kalau dekat

dengan cewek-cewek, apalagi yang seperti Gaby dan Dian

tapi, melihat lirikan Aldy yang penuh rasa iri itu, Gatot

sudah tak peduli dengan alerginya!

Lalu, dia mulai mengambil pensil dari tangan Gaby

dan mulai memperhatikan soal di hadapannya. Ah, tidak

begitu sukar. Tadi sudah dikerjakannya sendiri tanpa

bantuan Aldy yang hobinya melamun itu. Mengulangnya

lagi rasanya masih bisa.

"Gini " Gatot memulai dengan caranya sendiri.

"Untuk soal yang nomor satu ini, kita pakai rumus yang ini...

harus begini dan begini. Nah, dari situ lalu, begini

beginiii ...terus begini. Gampang, kan?"

Serempak Gaby dan Dian menggeleng polos.

Gatot menarik napasnya.

"Hm...atau bisa juga begini

deh. Lebih gampang kalau kamu mencari di kalkulator.

Itu juga ada rumusnya. Begini dulu . . ..terus begini dan..."

Kedua gadis manis di samping Gatot mengangguk berulang kali tanpa mengerti satu pun,

"begini... begini ..."nya Gatot. Ada yang lebih menarik untuk diperhatikan

bagi kedua gadis itu.

36

Sambil menopangkan dagunya pada kedua belah

tangannya, Dian asyik memperhatikan gerak gemulai

jemari Gatot yang kuning dan ramping, juga tulisan Gatot

yang khas cowok itu. lh, seandainya Gatot jadi pacarnya,

seharian penuh akan dipegangnya tangan-tangan menarik

itu. Kalau perlu akan dibungkusnya rapat-rapat supaya

tak ada cewek lain yang bisa menikmati selain dirinya.

Dian lalu tersenyum sendiri membayangkan kalau

khayalan konyolnya itu menjadi kenyataan. Gaby lebih

ngawur lagi ngelanturnya.

Sambil mengamati raut muka Gatot dari samping, dia

mulai sibuk berpikir bagaimana caranya agar dia bisa menaklukkan cowok yang terkenal angkuh itu. Sekali saja

dilihatnya wajah Gatot yang penuh wibawa itu, dia sudah

mulai merasa jatuh cinta! Sudah berapa saja cowok yang

berhasil ia taklukkan dengan kecantikannya itu... hanya

seorang Gatot saja... apa salahnya?

"Yak! Gitu aja." Strata Gatot yang tegas membuat

kedua gadis itu gelagapan kaget.

"Ngerti, kan?"

"Eh... he-eh, ngerti," jawab merekahampir bersamaan.

Gatot tertegun sebentar melihat wajah keduanya yang

terlihat begitu merah entah kenapa. Tapi akhirnya dia

hanya mengangkat bahu sambil melirik jam tangannya.

Sebentar lagi istirahat," gumamnya, perlahan.

"Yuk deh!

Ke kantin dulu, ya?"

37

Dian berdiri memberi jalan. Matanya terus menatap

punggung Gatot sampai dia menghilang.

"1ih... nggak

nyangka ya kalau Gatot ternyata menarik juga, ya?"

Gaby tersenyum setuju.

"He-eh. Anaknya baik

banget, ya? Seneng deh kalau lihat cowok yang rapi dan

gentle begitu ...."

"Iya ya rapi banget. Nggak kayak Dido yang rambutnya panjang awut-awutan begitu." Dian bergidik

pelan sambil melirik ke arah Dido yang kebetulan lewat

di depan mereka.

"Iih, aku kalau lihat dia, bawaannya

pingin ngepangin melulu. Biar rapian dikit, gitu!"

Gaby tertawa geli.

"Masak cowok dikepang, sih?"

Dian mengangkat bahu sambil tertawa.

"Itu kan cuma

ngekhayal doang. Ngekhayal itu enak lho, Gab. Nggak

mahal dan kayaknya selalu mungkin saja. Niiih, misalnya

saja kalau Gatot jadi cowokku "

"Lho, lho... Ade gimana?"

"Itu kan cuma ngekhayal doang" senyum Dian genit.

"Aku sih masih cinta Ade dooong!"

Gaby hanya tersenyum sambil menopangkan dagunya

di atas kepalan tangan kirinya. Matanya menerawang

jauh seperti tengah berpikir keras.

Dian menatap curiga.

"Heh, kamu lagi mikirin apa

sih?"

"Nggaaaak. Nggak mikirin apa-apa kok!"

38

"Bener?"

"Bener"

***

"Gab, ke kantin yuk?"

Gaby dan Dian serempak menoleh mendengar ajakan

itu.

Doni tersenyum.

"Ke kantin yuk, Gab?" katanya mengulang ajakan.

Gaby memandang Dian sesaat lalu tersenyum kecil

kepada Doni.

"Nggak ah. Males. Ajak aja Dian."

Dian melotot. Merasa dirinya dijadikan tumbal. Tapi

tak mampu membantah karena tak tega pada Doni.

"Waaah kalau aku ngajak Dian, bisa habis gue dihajar Ade," jawab Doni nyengir.

"Emangnya kenapa sih

pake males segala? Tumben."

Amin..., bisik hati Dian lega.

"Males aja. Emangnya orang nggak boleh males ya?"

Doni gelagapan. Duile galak betul nih cewek!

"Ng . boleh aja. Terserah kamu. Ya udah deh, aku pergi

dulu ya ...." Lalu dia buru-buru ngeloyor pergi.

"Kok kamu gitu amat sih sama Doni, Gab? Kasihan

dong!" serbu Dian begitu Doni menghilang dari pandangan mereka.

"Aku lagi males lihat dia!"

39

"Pasti kamu sudah bosen ya sama dia?" tuduh Dian

semakin sengit.

"Mau ninggalin dia? Mau cari cowok

baru? Siapa korban berikutnya"

Gaby diam saja. Kepalanya malah celingukan seperti

mencari seseorang.

"Gatot mana ya, Yan?"

"Peduli amat!"

Gaby menopang dagunya sambil tersenyum kecil.

"Cowok itu susah betul didekati. Aku kok jadi penasaran"

"Tumben... Biasanya kamu yang minta didekati!"

"Yan... kalau misalnya aku jatuh cinta pada Gatot,

menurutmu bagaimana?"

"Hah???" Dian yang tadinya acuh tak acuh berubah

jadi bengong. Betul-betul bengong. Gaby jatuh cinta?

Jatuh cinta duluan? Dan pada Gatot? Ya Tuhan

***

"Yan, jadi nggak kita pergi?"

Dian memandang Ade bimbang.

"Berdua saja?"

"Lho... katanya mau berempat sama Gaby dan Doni.

Gimana sih?"

"Doni dan Gaby baru aja putus kemaren. Belum

denger ya?"

"Hah??? Kan baru setengah bulan pacaran?"

40

Dian mengangkat bahu dan menunjuk Gaby yang

duduk sendirian di pojok ruangan dengan dagunya.

Ade menoleh ke arah Gaby sekilas.

"Kenapa tuh anak?

Patah hati ya?"

"Gaby? Patah hati? Ngawur! Kapan Gaby patah hati?"

"Lho... lalu kenapa dia jadi bengong begitu?"

"Gaby lagi naksir cowok."

Ade makin bengong.
Tunangan Karya Arini Suryokusumo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hah?? Jatuh cinta lagi?"

"Nggak. Kupikir, dia nggak pernah jatuh cinta selama

ini. Kamu kan tau sendiri, banyak cowok, termasuk Doni,

yang naksir Gaby. Nah, cowok-cowok itu dilayani Gaby.

Dijadikan pacarnya, untuk sementara. Terus ditinggalin.

Gitu teruuus.

"Doni nggak ada artinya, De. Seperti juga mantanmantan pacar lainnya. Gaby nggak pernah peduli."

"Lho... jadi dalam rangka apa dia bengong begitu?"

"Tadi sudah kubilang, dia lagi naksir cowok! Kupingnya ditarok di mana sih?"

Ade menggaruk kepalanya walau tidak gatal.

"Aduuuh

aku kok bingung sih! Katanya Gaby banyak yang naksir. Katanya Gaby suka ninggalin. Katanya Gaby "

"Aduuuh pacar gue kok bego betul siiih?!"

"Biarin deh dikatain bego! Yang penting kamu nerangin yang bener! Apa hubungannya Gaby yang banyak

pacarnya dan Gaby yang lagi naksir cowok???"

"Masalahnya adalah bahwa kali ini Gaby yang naksir

41

duluan. Gaby yang suka duluan. Ini nggak pernah terjadi,

De..."

"Oooh... gitu aja

"Tapi aku kok jadi takut, De "

Ade bingung lagi.

"Lho... emangnya kenapa? Orang

kan boleh aja jatuh cinta. Masak Gaby nggak boleh.

Harusnya kamu suka, kali ini Gaby nggak main-main!"

"Tapi, De.. cowok yang dia taksir itu lain daripada

yang lainnya, De. Sangat lain."

Ade nyengir.

"Wah... tuh cowok pantes masuk Guinness Book dong ya?"

"Aku takut kalau cowok itu tak membalas cinta

Gaby..."

"Lho... terus kenapa? Emangnya semua cowok pasti

suka sama Gaby? Buktinya aku nggak! Yaaa... itung-itung

sekali ini Gaby yang disakiti. He, he, he... biar impas

gitu!"

"Kamu nggak tau Gaby, De. Aku "

"Yan, kalau kamu mau pergi, pergi aja deh bareng

Ade. Aku males ah..."

Ade dan Dian berbareng menoleh mendengar suara

Gaby di pojok ruangan. Dian mengedipkan matanya dan

menggandeng Ade mendekati Gaby.

"Kenapa males, Gab?"

"Ya, males saja. Belom pernah lihat orang males ya

De?"

42

Ade mesem.

"Pernaaah tapi, kalau orang males

yang gara-gara jatuh cinta tambah males dan merugikan

kawan sih baru kali ini," sindirnya sembari nyengir.

Gaby bukannya marah, malah menoleh dan memandang Ade dengan mata berbinar.

"Kamu pernah jatuh

cinta, De? Maksudku, benar-benar jatuh cinta? Pernah?

Gimana rasanya?Apa berdebar-debar?Males makan males

minum? Jadi rajin belajar?"

"Yaaa... mana aku tau! Aku kan nggak pernah eeeh,

maksudku hanya sekali jatuh cinta," jawabnya gelagapan

begitu menyadari tatapan tajam dari Dian.

"Ya, Dian ya?"

"Kalau cowok senengnya sama cewek yang kayak

gimana, De?" kejar Gaby semakin bersemangat.

"Eeeng...yang kayak kayak...yang kayak Dian dong!"

"Kalau Gatot?"

"Gatot? Hmmm... Hah?! Gatot? Lho? Kamu naksir

Gatot?" Ade membelalak kaget.

"Lho,Yan? Gaby naksir

Gatot? Gatot???"

Dian ngangguk.

Ade jadi salah tingkah.

"Ya nggak apa-apa sih. . ."

"Nggak apa-apa gimana?"

"Eeeng..." perasaan baru setengah bulan yang lalu

kamu bilang kamu lagi cinta berat sama Doni ...." Ade

mencoba membelokkan pembicaraan. Waduh, kalau

Gaby naksir Gatot sih susah deh!

"Sekarang udah nggak lagi."

43

"Nggak kasihan sama Doni?"

"Nggak."

"Kenapa?"

"Karena aku lagi cinta Gatot."

"Nanti kalau cintanya cuma dua minggu?"

"Nggak mungkin."

"Kalau misalnya Kamu nggak kasihan sama Gatot?"

"Emangnya, menurut kamu Gatot itu gimana?"

"Waduuh! Mana gue tau? Emangnya gue homo apa??"

Gaby cemberut.

Dian buru-buru menimpali.

"Gini lho, Gab. Maksudnya Ade begini. Kamu kan tau sendiri Gatot itu

kayak gimana. Anaknya rada-rada jauh deh dari masalah

percintaan. Entar kalau dia jatuh cinta juga sama kamu

gimana?"

"Ya bagus!"

"Tapi, Gab kamu kan tau sendiri kalau kamu itu,

terus terang aja nih, cepet bosen. Kamu pacaran gantiganti melulu. Kalau cowok-cowok kamu yang dulu sih

nggak apaapa kamu tinggalin. Emang kayaknya mereka

juga happy-happy aja ditinggalin kamu. Tapi Gatot kan

lain. Dia anak yang baik. Masih polos. Kasihan ...."

"Aku nggak bakalan bosen sama dia kok!"

Dian menelan ludahnya.

"Kalau dianya nggak cinta

sama kamu?"

"Nggak mungkin."

"Kalau "

44

"Nggak mungkin!"

Dian terdiam. Ade yang duduk di sebelahnya jadi

gemas.

"Kemungkinan kan selalu ada, Gab!" celetuknya

gemas.

"Nggak mungkin. Aku kan cantik. Aku menarik ..Aku

kaya. Nggak mungkin Gatot nggak suka sama aku."

Ade semakin gemas. Duh, ini cewek! Nggak pernah

dijitak kali ya "Kalau misalnya biar kamu cantik, menarik,

kaya tapi Gatot tetap nggak suka?!"

"Nggak mungkin! Nggaaak! Nggaaaaaak!!!" tiba-tiba

Gaby berteriak keras. Keras sekali.

Ade bengong.

"Lho?"

Dian blingsatan.Wah, gawat! pikirnya mendadak

cemas.

Dian bergerak cepat.

"Gab, sudah. Sudah," hiburnya

sambil mencoba memeluk tubuh Gaby. Mencoba memberi Gaby ketenangan.

"Iya. Gatot suka sama kamu.

Gatot cinta sama kamu. Sudah. Sudah."

Gaby teriak semakin keras. Dan semakin tak beraturan

yang keluar dari bibirnya. Lalu air matanya mulai keluar.

Teriakannya berubah menjadi tangisan. Meraung-raung.

Histeris.

Ade semakin bengong. Perlahan dia mundur ketakutan.

Dian semakin erat memeluk tubuh Gaby. Erat sekali.

"Sudah, Gab. Gatot cinta kamu, Gab. Betul. Kamu nggak

usah khawatir."

45

Ade menggaruk-garuk kepalanya bingung. Dia benar-benar tak tau harus berbuat apa. Dan pikirannya

semakin bingung lagi ketika Dian dengan nada berbisik

menyuruhnya menelepon seseorang.

Seseorang yang ternyata mempunyai suara lembut

dan mengaku bernama Dokter Pradini.

46

Enam

ANDINA menyambut tangan ayahnya begitu ayahnya

turun dari mobil. Diliriknya sekilas rumah besar yang

berdiri megah di hadapannya. Ditariknya napas panjang

sebelum akhirnya menggandeng tangan ayahnya dan

mulai berjalan menuju rumah itu.

Khrisna dan Arya mengikuti di belakangnya. Jalannya begitu perlahan sehingga Pak Hartono, yang digandengnya, merasa sedikit kesulitan karena tak biasa

berjalan sepelan itu.

Kedua kakaknya yang merasa tak pantas berjalan

mendahului, terpaksa menggerutu diam-diam. Palingpaling, kalau sudah demikian kesalnya, mereka berpurapura menendang kaki Andina tanpa sengaja.

Andina diam saja diusili begitu. Malam yang sudah

jatuh diiringi gerimis hujan, malah membuat Andina semakin menggigil.

Ah, malam tidak begitu dingin sebetulnya. Yang

membuatnya menggigil sebetulnya rumah besar yang kini berdiri megah dihadapannya.

Rumah Gatot. Ya, rumah di mana tunangan keparatnya itu berteduh. Ah, Andina tiba-tiba saja merasa

begitu konyol. Dia begitu membenci Gatot, tapi dia sudi

47

bertunangan dengannya. Mana cinta yang umumnya

hadir di antara tunangan-tunangan lainnya?

Cinta? Ah, sebetulnya Andina tidak begitu peduli

dengan masalah itu. Sampai bosan rasanya dia kadangkadang kalau mendengar teman-temannya membicarakan

soal itu. Apalagi kalau dia sudah mendengar Karin yang

selalu jatuh cinta pada setiap cowok yang ditemuinya.

Edan!

Dia lebih suka memakai akalnya untuk membuat

suatu permainan konyol untuk guru atau teman-temannya ketimbang memikirkan soal cinta. Karena itu dia

sebetulnya tidak begitu peduli dengan keinginan Mama

Deasy begitu dia memanggil Bu Widodo yang sangat dia

cintai itu. Dia rela berbuat apa saja untuk beliau.

Tapi, betulkah dia sudah tidak peduli? Lalu Gatot?

Ih, benci dia kalau mengingat kunyuk satu itu. Apalagi

karena akhir-akhir ini dia begitu sering melintas dalam

benaknya. Padahal Andina sudah berusaha keras untuk

membunuh semua perasaan itu. Tapi, mana hasilnya?!
Tunangan Karya Arini Suryokusumo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Huh, setan itu memang betul-betul kurang aj...

"Aah... selamat malam, Mas." Tiba-tiba Bu Widodo

yang cantik gemulai itu sudah berdiri menyambutnya.

"Aduuuh, Andin! Malam ini kamu cantik sekali!"

Andina tersipu dipuji begitu. Dengan malumalu

diciumnya kedua pipi Bu Widodo.

"Tidak ada yang lebih

cantik daripada Mama, Ma," bisiknya perlahan di telinga

Bu Widodo.

48

Bu Widodo tertawa senang mendengarnya. Kalau

sudah melihatnya tertawa seperti itu, entah kenapa Andina merasakan adanya aliran sejuk di hatinya. Dan kalau

sudah begitu, Andina merasa sangat iri pada Gatot.

"Mas Wid mana, Deas?" tanya Pak Hartoyo, memutuskan tawa panjang itu. Uh dia paling tidak tahan

kalau melihat kaum perempuan sudah bertemu begitu.

Apalagi kalau melihat tatapan mata Andina kalau

memandang Deasy. Kasihan anak itu. Andai saja Lastri

masih ada...

Bu Widodo tersenyum manis.

"Papamu itu lho, Din..

nggak bisa lihat orang senang," katanya bercanda.

"Sebentar ya, Yang... aku harus mengantar papamu dulu.

Biasa... urusan orang-orang tua!"

Lalu dengan gayanya yang khas dia menggandeng Pak

Hartoyo pergi.

"Ini lho, Mas Har... kemarin ini Mas Wid

baru saja pulang dari Jepang. Kasihan dia. Dia sakit, lalu

Andina mengangkat bahu malas, lalu mengambil gelas

berisi air jeruk yang terletak di sampingnya. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan ketika menyadari

bahwa kedua kakaknya pun sudah menghilang dari

sampingnya. Dasar laki-laki! umpatnya kesal. Kerjanya

cuma cuci mata saja!

Diedarkannya pandangannya ke seluruh ruangan.

Masih sepi, pikirnya tak bersemangat. Lalu dia melang

49

kahkan kakinya menuju taman yang lumayan luasnya itu

di belakang rumah.

Andina menoleh ke kiri dan kanan. Lalu dengan mata

berbinar dipandanginya dengan penuh perasaan pohon

mangga di sudut taman itu. Pohon kenangan, bisiknya

dalam hati sambil tersenyum.

Dulu Oom Wid membuatkan sebuah rumah kecil

di atas kedua dahan paling besar pada pohon itu. Baik

Andina maupun Gatot sangat menyayangi rumahrumahan itu.

Hampir setiap hari Minggu atau hari-hari libur mereka dihabiskan di sana. Bermain rumah-rumahan, Gatot

jadi bapaknya, Andina jadi ibunya. Bermain warungwarungan, Andina jadi penjualnya, Gatot jadi pembelinya. Bermain dokter-dokteran, Gatot jadi dokternya,

Andina jadi susternya. Begitu seterusnya.

Lalu setelah menjelang malam, mereka masuk rumah

untuk makan malam. Kemudian kembali lagi ke rumahrumahan mereka. Membereskan mainan, lalu tidur di

sana.

Dan hampir setiap tengah malam saat mereka tidur

di sana, Andina akan terbangun dengan menggerutu

lalu pindah tidur bersama Oom Wid dan Mama Deasy.

Alasan dia pindah juga yang itu-itu juga. Gatot yang

dalam tidurnya selalu menjadikan Andina "sparring

tinju"-nya.

50

Andina tersenyum geli sambil mendekati pohon itu.

Dibelai-belainya batang pohon itu dengan penuh perasaan.

Tanpa sengaja dilihatnya lubang kecil yang tampak

tersembunyi di balik rerumputan. Dahinya berkerut

dalam. Rasanya lubang itu tidak ada sebelumnya.

Dengan penasaran dia jongkok dan menyibak rerumputan yang menutupinya.

Gelap.

Andina semakin penasaran. Tanpa rasa takut tangannya dirogohkan ke dalam. Hatinya berdebar-debar ketika

tangannya kemudian menyentuh benda lunak berbulu.

Dengan nekat ditariknya benda lunak itu keluar.

Dipandanginya benda hasil tangkapannya itu dengan

dahi yang berkerut lebih dalam. Ini pasti sebuah boneka.

Tapii bentuknya sungguh tidak keruan. Kainnya sudah

begitu kumal dan banyak terdapat robekan di sanasini, sehingga isinya yang berupa kapuk nampak sudah

berceceran. Dan bulunya ya, Tuhan!!!

Andina menepuk dahinya kaget. Dadanya langsung

berdebar-debar kencang. Dengan gemas bercampur

marah di dadanya dia berdiri dan berlari menuju pintu

kamar Gatot yang kebetulan menghadap ke arah taman,

tidak jauh dari situ.

Digedor-gedornya pintu itu dengan perasaan ber

campur-aduk karena marahnya. Bahkan juga diselingi

51

dengan tendangan-tendangan mautnya yang bertubitubi.

Gatot yang tengah asyik menyisir rambutnya tersentak

kaget. Dengan bingung dia membuka pintu kamarnya.

"Ya, ya... sebentar. Ada ap... Kamu ...???" Matanya

membelalak kaget melihat Andina.

Andina melotot marah.

"Kamu memang biang ribut!"

pekiknya berapi-api. Matanya berkaca-kaca menahan

emosinya yang meluap.

Gatot bengong.

"Lho... ada apa?"

"Lihat ini! Lihaaat!!!" teriak Andina sambil menyodorkan benda lunak yang dipegangnya ke depan hidung

Gatot.

Gatot tertegun.

Matanya menyipit memperhatikan benda itu. Butut.

Kucel. Kotor. Nggak berbentuk.

Gatot bingung.

"Apaan tuh?" ceplosnya polos.

Mata Andina semakin melotot.

Lalu mata bulat itu nampak berkaca-kaca sehingga

Gatot gelagapan. Wah, gawat! "Aduuuh, Din... emangnya

kenapa sih? Barang butut begitu aja diributin?"

Kini Andina betul-betul marah. Marah sekali.

"Kamu

jahat! Kelewatan! Nggak berperasaan!" semprotnya sambil memeluk barang itu erat-erat.

"Hah???"

"Kamu kebangetan, Tot! Waktu Teddy hilang... kita

kan belum musuhan. Kita kan..."

52

"Teddy? Ted Ya, Tuhan!! !" Gatot menepak dahinya

kaget. Sangat kaget. Ingat dia sekarang! "Lho... lho! Itu

Teddy, Din? Teddy Bear punyamu???"

"Kamu kamu keterlaluan, Tot! Kamu ...kamu

kamu memang dasarnya begitu! Selalu... selalu menyakiti

aku! Kenapa, Tot? Kenapa?" Kalimat Andina mulai tersendat sendat menahan tangis.

Gatot semakin salah tingkah. Perasaan bersalah tibatiba saja mendesak dadanya.

"Tapi... tapi waktu itu aku

kesel sekali, Din. Kamu nggak mau menemaniku ehm

tidur di rumah-rumahan kita itu. Kamu malah ..."

"Tapi kenapa harus Teddy yang jadi korban?" potong

Andina serak.

"Kamu kan tau kalau Teddy boneka kesayanganku! Kamu kan tau kalau kalau aku mencarinya setengah mati! Kamu... kamu... kamu kan tau kalau

...hk ...Teddy satu-satunya ...hk ...pemberian Mama...

Lastri " Dan tangis itu sudah benar-benar pecah sekarang. Andina kecewa sekali. Kesal sekali. Marah sekali.

"Andin ...," bisik Gatot lembut. Dari sekian tahun

permusuhannya dengan Andina, baru sekali ini Gatot

bersikap selembut ini.

Gatot merasa sangat bersalah.

Tak enak rasanya melihat Andina menangis tanpa dia

mampu berbuat apa-apa. Menghibur dan memeluk tubuhnya seperti dulu, sekalipun.

53

Apalagi karena Andina menangis gara-gara dia. Garagara dia merasa cemburu pada Teddy Gara gara dia ingin

ditemani tidur. Gara-gara dia lupa mengembalikan Teddy

kepada Andina dulu. Ah...

Gatot sangat mengenal sifat Andina. Gadis galak itu

memang gampang sekali terkait emosinya. Gampang

sekali tertawa. Gampang sekali menangis. Gampang sekali marah. Walaupun juga gampang sekali memaafkan.

Tapi kali ini Gatot merasa sangsi apakah Andina

marah seperti biasanya dia marah. Pancaran dari matanya

begitu lain. Seperti sangat, sangat terluka.

Dan, duh hati Gatot tiba-tiba terasa sakit.

Gatot pernah melihat sorot luka itu. Dulu. Dulu

sekali. Dua belas tahun yang lalu. Ketika Andina kehilangan Mama Lastri-nya. Kehilangan sebagian kasih

sayang orang tuanya.

Dulu dia masih dapat menghiburnya. Memeluknya.

Membuatnya tersenyum. Membalut lukanya, walau tak

utuh.

Tapi sekarang? Dia sendiri yang membuat luka itu

"Andin ...."

Andina semakin histeris.

"Kamu... kamu aku benci

kamu!" jeritnya sambil memukul dada Gatot dengan sekuat tenaganya.

Gatot kaget. Diserang dengan tiba-tiba seperti itu,

dia kehilangan keseimbangan badannya dan tanpa sadar

meraih tangan Andina sebagai pegangan.

54

Andina menjerit kaget dan juga kehilangan keseimbangannya.

Akhirnya mereka pun jatuh bergulingguling di atas

karpet hijau di kamar Gatot.

Andina semakin panik dan memberontak membabibuta. Gatot yang ingin menghindar dari pukulan-pukulan, justru semakin memegang erat kedua tangan

Andina. Mereka semakin bersemangat mempertahankan

diri sehingga tidak menyadari kalau sudah berguling ke

sana kemari dengan hebatnya.

"Ya ampuuuuun! Jadi sumber keributannya tuh dari

sini to?"

Suara lantang yang tiba-tiba menyela di tengah perkelahian mereka itu membuat mereka serempak berhenti.

Andina menoleh ke arah pintu dan mendapati cengiran khas kedua kakaknya.

"Apa yang lucu?" bentaknya galak, lupa pada perkelahiannya dan lupa pada tangisnya.

Khrisna tersenyum penuh arti.

"Aduh, aduh segitu

ramainya! Sudah nggak sabar, ya?"

"Sabar apanya ?" tanya Gatot mengerutkan dahinya.

Arya menyahut cepat-cepat sambil tersenyum usil,

"Ih... tunangan sih tunangan! Tapi kalian kan belum
Tunangan Karya Arini Suryokusumo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

married. He...he...he nggak boleh tuh! Kata Nenek

juga berbahahahaya!"

55

Andina melotot marah.

"Apa hubungannya mar...

ya, ampun!" Tiba-tiba saja Andina merasa begitu bodoh

dan tolol. Wajahnya serentak menjadi merah padam.

Dengan kasar didorongnya Gatot yang masih juga belum

mengerti. Lalu Andina bangkit dan mendekati kedua

kakaknya.

"Kalian semua memang kurang ajar! Brengsek semuanya! Nggak bisa lepas dari pikiran-pikiran kotor

yang memuakkan! Dasar otak gatelan semua! Nggak

tau malu! Kalian pikir kalian sudah demikian hebatnya

sampai merasa boleh berpikiran begitu kotornya?! Dasar

otak buaya semua!" serbunya berapi-api.

"Pokoknya aku

nggak mau tau! Minta maafsekarang juga!"

Arya dan Khrisna bengong. Maksudnya cuma bercanda, kok begini jadinya???

56

Tujuh

GATOT termenung di bangku taman sekolah. Dia sungguh tidak habis mengerti dengan sikap Andina ketika

pesta pertunangan mereka dirayakan minggu lalu itu.

Dia begitu marah-marah, bahkan menangis di kamarnya.

Tapi begitu mereka dikenalkan pada tamutamu Mama,

walaupun bajunya demikian kusutnya, tapi toh dia masih

sempat mengobral senyumnya yang manis.

Ih, perempuan. Mungkin benar kata Aldy kalau anakanak ayam begitu paling bisa bersandiwara.

Ah, tapi kali ini dia betul-betul menyesal. Kenakalannya

waktu dia masih kecil ternyata berakibat buruk.

Sejak itu permusuhan mereka berlanjut semakin parah. Tak ada lagi maki-makian kasar yang keluar dari

mulut mereka, selain hanya diam membisu tapi dengan

mata saling berpandangan penuh benci. Dan bagi Gatot,

tatapan sinis dan tajam dari si mata bulat mungil itu lebih

mengena di hatinya daripada sekadar makian. Dia ingin

sekali mengakhiri permusuhan ini.

Tapi setan cilik itu memang galak dan kadangkadang menyebalkan. Gatot mendengus kesal. Mau ditaruh di mana mukaku kalau harus meminta maafdulu?

"Gatot..."

57

Panggilan lembut itu membuat Gatot mendongak

kaget.

Gaby tersenyum. Bibirnya dimain-mainkan dengan

ahlinya, sehingga Gatot mengerutkan dahinya heran.

"Ada apa, Gab? Kamu sariawan, ya?" tanyanya polos.

Gaby merengut kesal. Dasar tolol! umpatnya keki.

"Nggak," jawabnya menahan perasaannya.

"Oh," gumam Gatot tak acuh. Lalu dia kembali lagi

pada posisinya semula. Melamun.

Gaby semakin kesal dicuekin begitu. Dengan jengkel,

dientakkannya kakinya.

Gatot menoleh merasa terganggu.

"Kamu kenapa sih,

Gab? Kemasukan kerikil, ya?" tanyanya heran melihat

sikap Gaby.

Gaby menggeleng jengkel. Diamatinya sorot mata

Gatot, kalau-kalau saja ada maksud lain dari ucapan tadi.

Tapi ternyata Gatot masih polos sepolos bayi.

"Kamu sedang ngapain sih, Tot?" tanyanya manja

sambil duduk di sisinya. Gemas dia melihat sikap Gatot

yang cuek itu. Semakin penasaran dia.

Gatot tertegun melihat sikap Gaby yang aneh. Lalu dia

celingukan kalau-kalau saja Aldy ada di sekitar mereka.

Gatot menarik napas perlahan. Malas dia berbincang

dengan Gaby kalau tidak ada Aldy di dekatnya. Tidak

ada gunanya. Gaby suka aneh-aneh sih. Lebih baik dia

bertengkar sehari penuh dengan Andina, daripada harus

menemani Gaby walau hanya sekadar duduk-duduk saja.

58

"Melamun," jawab Gatot akhirnya.

"Ngelamunin siapa sih?"

Gatot mengangkat bahu tak acuh.

"Cewek, ya?" desak Gaby penasaran. Hatinya mulai

panas.

Malas-malasan Gatot mengangguk jujur. Siapa lagi

kalau bukan Andina? Si setan cilik ini belakangan ini

sering sekali mengisi lamunannya. Dan Gatot benci sekali kalau dia tidak bisa menghapuskan semua itu dari

dalam benaknya.

Gaby semakin panas.

"Siapa sih, Tot? Boleh tau nggak?"

"Nggak," jawab Gatot sambil melirik sebal. Anak

ayam satu ini usil betul sih?

Gaby kesal. Gaby keki. Gaby malu. Tapi dia tidak tau

harus bagaimana. Baru sekali ini dia benar-benar merasa

jatuh cinta. Baru sekali ini dia begitu tertarik pada cowok.

Dan baru sekali ini dia disakiti hatinya oleh cowok. Dan

dia tidak terima!

Diliriknya Gatot. Pandangannya jauh lurus ke depan.

Kosong dan tidak menanggapi kehadirannya. Mikirin

apa sih dia? Cewek katanya? Ih, Gaby semakin gemas.

Kok bisa sih dia naksir orang lain? Masak sih ada cewek

yang lebih menarik daripada dia?

Tiba-tiba Gaby tertegun. Pandangan Gatot yang tadi

kosong itu kini tampak berbinarbinar. Penasaran Gaby

59

mengikuti arah matanya. Dan Gaby semakin jengkel

ketika melihat siapa yang telah begitu berhasilnya menarik perhatian si cuek itu.

Namanya kalau tidak salah Andina. Anak kelas IIA3

yang kelasnya terletak di pojok dekat susteran itu. Gaby

hafal betul dengan wajah itu, karena dulu dia pernah

mencakmencak gara-gara Pram, mantan pacarnya yang

kesekian itu, memandangi Andina seperti ingin menelannya bulat-bulat.

Gaby menelan ludahnya dengan perasaan marah.

Dipandanginya Andina dengan sorot mata dendam.

Gadis itu membuat gara-gara lagi, pikirnya sambil terus

memandangi gadis yang sedang sibuk menjitaki temantemannya karena melihat suster bule lewat.

Kekanakan! Tanpa sadar Gaby mencibir sebal. Gaby

merasa betul-betul marah sekarang. Dan Gaby berjanji

sebulat tekadnya untuk tidak tinggal diam.

***

"Gatot naksir Andina?" tiba-tiba Foresti menoleh ke

belakang ketika tanpa sengaja mendengar pembicaraan

Gaby dengan Dian.

Dian mengangkat bahu.

"Tau tuh si Gaby! Ngawur

aja kalo ngomong!"

"hai siapa yang ngawur.

60

"Aku nggak percaya! Nggak mungkin Gatot naksir

Andina. jangankan Andina, cewek lain pun dia ogah

ngelirik. Gimana bisa dia naksir cewek? Lihat saja kalau

sudah berdua dengan Aldy. Pake nempel-nempel segala.

Dia sih hombreng ...."

"Kamu yang ngawur!" bentak Gaby kesal.

"Dia sehat

kok!"

"Eeeh... yang bilang dia sakit siapa? Hayo?"

"Tapi tadi kamu bilang "

"Aku kan cuma bilang kalau dia hombreng," potong

Dian cepat.

"Aku kan nggak bilang kalo gay itu penyakit!

Tanya saja sama WHO kalo penasaran! Mereka kan sama

seperti kita. Sama-sama manusia. Sama-sama makhluk

Tuhan. Sama-sama dari darah dan daging. Sama-sama ..."

"Ini ngomongin Gatot atau hombreng sih?" potong

Foresti nggak sabaran.

"Sama saja. Toh ..."

"Gatot nggak hombreng," celetuk Gaby ngotot.

"Iya deeh. Gatot-mu tidak hombreng," akhirnya Dian

mengalah.

"Tapi aku tetap tak percaya kalau Gatot naksir

Andina!"

"Tapi aku melihatnya sendiri!"

"Ngeliatin apa sih kamu sampai ngotot begitu?"

"Gator memandangi Andina dengan mesraaaa sekali!"

"Ini gosip terbarumu ya?"

"Aku nggak suka gosip. Ini sungguhan!" protes Gaby

dengan wajah merah.

61

"Aku tak percaya. Nggak ada bukti, nggak ada cerita!"

"Masak aku mesti nyeret Gatot ke..."

Kalimat Gaby terhenti karena kaget mendengar Foresti yang tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.

"Apa yang lucu?" bentak Gaby keki.

"Gaby betul! Kamu harus percaya, Yan!" tawa Foresti

keras.

"Justru kalau Gatot nggak naksir Andina, itu yang

namanya hal yang mustahal!"

Dian mengerutkan dahinya.

"Kenapa mustahil?" tanyanya curiga.

Foresti mengikik geli.

"Kau tau adikku Ratri? Dia kan

sahabatnya Andina."

"Ya... terus?" Dian semakin penasaran.

"Yaaah jadi ..." Foresti mengerling genit. Susan

yang pendiam dan yang biasanya tak mempan gosip

menoleh dan menatap tajam teman sebangkunya. Tadi

dia sudah menahan dirinya untuk tidak ikut campur.

Tapi ini masalah Gatot. Masalah hidup dan mati cowok

yang diam-diam dia taksir!

"Jadi kenapa, Res?" tanyanya perlahan dan malumalu.

Foresti menoleh heran.

"Lho... kok tumben kamu

doyan gosip?"

Susan menunduk salah tingkah. Mukanya merah

padam.

Tiba-tiba Dian memukul mejanya keraskeras sehingga
Tunangan Karya Arini Suryokusumo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengagetkan ketiga anggota "seminar" lainnya.

"Res...

62

cepetan dong jawabnya!" bentaknya nggak sabaran.

"Jadi

kenapa?"

Foresti gelagapan sebentar. Masih kaget dia.

"Jadi..."

Foresti menelan ludah.

"Wajar saja Gatot naksir Andina

jungkir-balik duniaakhirat! Wong tunangannya sendiri

kok!"

"Tunangan...!?!" serempak ketiga temannya koor

mendadak.

Wajah Foresti berubah pucat. Sebagian besar penghuni

kelas 111A1 yang isinya dirajai kaum cowok itu menoleh.

Untung Pak Wendy yang jarang melanglang buana itu

sedang keluar.

"'Kamu-kamu bisa sedikit tau diri nggak

sih?" bisiknya sambil melirik ke arah Gatot.

Gatot sedang melihat ke arahnya dengan pandangan

curiga. Foresti semakin tidak enak. Setengah nyengir dia

mengangkat bahu berlagak nggak tau apa-apa.

Gatot mengangkat bahu tak acuh dan kembali pada

pekerjaannya semula. Dia sedang sibuk memikirkan soalsoal yang diberikan Pak Wendy sambil sebentar-sebentar

memainkan cincin emas yang tak bisa dilepaskannya karena kesempitan.

Aldy melirik curiga melihat kesibukan Gatot dengan

cincinnya. Tumben dia begitu memperhatikan cincinnya

itu. Padahal dulu, hampir setiap saat dia nganggur, dia

akan selalu menarik-narik cincinnya dengan gemas agar

bisa lolos dari jarinya. Kini, jangankan ditarik, kalau

63

misalnya cincin itu bergesekan dengan benda-benda keras

saja, Gatot dengan mesranya akan membelai-belai cincin

itu sampai dirasakannya betul-betul tidak ada apa-apa.

Aldy tersenyum geli. Gatot telah jatuh cinta pada

Andina. Itu sudah jelas! Entah bagaimana gadis galak itu

bisa mengubah hatinya, tapi Aldy yakin bahwa dugaannya

itu seratus persen betul. Persetan dengan segala sanggahan

Gatot bila setiap kali digodanya. Dia lebih percaya pada

kebiasaan bawah sadar Gatot itu daripada polesan wajah

apa pun.

"Ih, tuh cewek-cewek pada ngapain sih?" cetus Agus

yang duduk di depan Aldy dengan kesal. Sudah bingung

dia memikirkan soalsoal kimia yang ruwet begini, kok

mereka nggak ikut prihatin sih? hatinya menggerutu

jengkel.

'Aaaah... namanya juga cewek," sahut Gatot malasmalasan. Tangannya masih sibuk memutar-mutar cincinnya.

"Apa lagi kalau bukan ngegosip?"

""Paling-paling yang digosipin kita-kita juga," timpal

Aldy nyengir.

"Apa sih yang diomongin cewek selain

cowok?"

"Huh! Ge-er!" protes Nane dan Rina berbarengan.

Mereka duduk tepat di seberang Aldy.

"Memangnya nggak ada kerjaan lain selain ngomongin

monyet-monyet kayak kamu?" timpal Fani yang duduk

sebangku dengan Agus.

64

"Ya... kami memang sering ngomongin kamu," Anggie

yang kebetulan sedang "meninjau' ke daerah situ ikut-ikut

nyeletuk.

"Misalnya tentang bagaimana kamu bisa punya

hidung jelek segede pepaya begitu..."

"Bagaimana orangtua kamu bisa salah 'memproduksi'

sehingga kamu bisa jelek dan ajaib begitu...," sambung

Fani berapi-api.

"Bagaimana kamu sering ditolak cintanya oleh kaum

kita karena nggak bisa menghilangkan hobi kamu yang

doyan ngupil...," ledek Rina semakin menjadi.

Nane membuka mulutnya ikut bergabung menyudutkan Aldy.

"Ya... bagaimana "

"Sudah! Sudah! Kok semuanya menyudutkan aku

sih?!" protes Aldy memotong.

"Kaum kalian memang

tempatnya kamus makian ya? Kok pada jahat-jahat begitu sih?"

"Cewek-cewek zaman sekarang itu lain lho dibandingkan cewek-cewek zaman dulu," celetuk Agus tibatiba sambil membetulkan letak kacamatanya yang merosot turun.

"Bedanya apa?" bentak Anggie dan Fani mulai meradang.

"Ya, jelas beda ...," jawab Agus sambil memasang wajah serius.

"Cewek zaman sekarang kalau memilih cowok,

yang pertama kali dilihat ya pribadinya itu!"

65

"Apa...! Nga..." protes Aldy segera tertutup oleh riuhnya cewek-cewek yang bersorak kegeeran. Semua ribut

memberi komentar.

"Aduuuuh, Gus! Kamu cakep deh!" Nane melonjaklonjak kesenangan.

"Jelas... cewek memang begitu!" Fani berlagak serius

walau hatinya melambung tinggi tinggi mencapai awan.

"Gus, pinter bener sih kamu bisa nebak setepat itu?"

pekik Anggie bertepuk tangan.

"Aku memang sudah mengira kalau Agus tuh memang bener-bener pinteeeer!" sambung Rina tak kalah

ramainya.

Agus cengar-cengir.

"Jelas,... Betul, kan? Memang pribadinya dulu yang dilihat," senyumnya sambil melirik ke

Aldy dan Gatot minta dukungan.

"Contohnya nih ya...

mobil pribadi... tanah pribadi... vila pribadi ..."

"Apa??!" teriak cewek-cewek itu serempak.

"Kurang

ajar!!!!"

Lalu tak ampun lagi, diiringi tawa Aldy dan Gatot,

Agus diserbu cubitan-cubitan pedas yang serentak menyerang dari berbagai penjuru.

"Wah, Gus! Kalau aku sih lebih baik hujan ciuman


Sapta Siaga 11 Bermain Api Dewa Naga Karya Anang Widyan Bocah Sakti Karya Wang Yu

Cari Blog Ini