Ceritasilat Novel Online

Ancaman Bencana Di Perbatasan 2

Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T Bagian 2

bukan sadja aku akan merdekakan padamu, aku

malah suka bantu kau mentjari balas."

Ang Hay Djle angkat kepalanja, dengan sepasang

matanja jang tjelih, ia awasi itu radja muda, roman

siapa ada keren tapi bersifat djudjur dan agung. Ia

pun ketarik buat itu utjapan sabar. Maka achirnja,

dengan tak merasa, mulutnja terbuka, lalu ia

menangis.

Bhok Kongya lihat itu, ia tertawa.

"Kasi ia bangun!" ia perintah.

Beberapa serdadu lantas pimpin bangun pada

botja itu.

Ang Hay DJie kertak gigi, ia bisa berhenti

menangis.

"Kongya ada berbaik budi, aku berterima kasih,"

ia lalu kata. "kongya ingin aku bitjara terus terang,

baiklah, aku nanti bitjara. Kalau tadi siang akuPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

91

terpaksa tutup mulut, itu disebabkan pemeriksaan

dilakukan dimuka umum, sedang urusan adalah

urusan rahasia. Kongya, aku jang berdosa ada

orang she Tjoh nama Koen, dan ajahku ada Tjoh

Kam Tjoe gelar Kouw Bak Giam-lo, si Giam Lo Ong

Buta. Ia dikatakan buta, tapi sebenamja tidak,

hanja djulukan itu didapat sebab kebetulan bidji

matanja, jang putih, bisa terbalik, mirip sama orang

buta benar2. Kedua matanja ajahku ada lebih

banjak putihnja daripada hitamnja. Ajahku itu ada

djadi pouwtauw, atau pemimpin sersi, dari seluruh

propinsie Soe-tjoan, ia sering bawa surat dinas

pergi ke segala tempat, untuk melakukan tugasnja,

mentjari dan menawan oranga djahat litjin, jang

bisa lolos dari tangannja hamba2 polisi jang biasa.

Kalau ajah lagi bertugas, ia berpuraa buta, ia

bawa2 tungkat, ia mendjadi khoamlah sinshe. Atau

kalau ia pergi ke tempat dimana ada banjak orang

Biauw, ia bawa kelenengan, ia suka gendol

kerandjang obatfan, akan djadi thabib perantauan.

Banjak pendjahat asal Soe-tjoan rubuh ditangan

ajahku, dari itu djulukannja djadi terkenal.

Berbareng pun, ia ada punja banjak musuh

pendjahat. Tapi ajah ada liehay, dengan boegeenja,

ia bisa sanggup pertahankan dirinja. Maka

kemudian di Soe-tjoan, karena adanja ajahku,

kawanan pendjahat djadi sirap, hingga soenboe

pun hargakan ajah. Sekarang ini ajah sudah berusia

lima-puluh lebih, ia ada punja banjak murid. KarenaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

92

usianja jang landjut itu, ajah telah undurkan diri,

tapi ia tak suka berdiam di Soe-tjoan, ia pindah ke

Koeitjioe, dikaki bukit Hoei Poat di Pit-tjiat-koan.

Disana ia hidup dalam ketenangan bersama ibu

dan aku sendiri. Ibuku bukan orang Han, ia ada

orang Biauw suku Kit-loo-tjiong asal bukit Hoei Poat

Hong itu! Adalah karena pikiran ibu, ajah djadi

pindah tinggal ke Pit-tjiat-koan. Tapi, belum ada

satu tahun tinggal dikaki bukit, ajah telah mesti

keluar pula, bekerdja kembali untuk negeri.

Sebabnja adalah begini Di utara Inlam ada satu

suku asing Touw-Hoan, jang termasuk djadjahan

Tionggoan, setiap beberapa tahun sekali, bangsa ini

mesti mengantar upeti, barang-nja ketjuali hasil

dalam negerinja djuga satu atau lebih barang jg.

langka atau aneh atau mustika. Dan sekali ini,

diantaranja, ada barang jang langka sedjak djaman

dahulu dan sekarang djuga, jalah satu pot Ban-lian
tjhee. Ini ada suatu tanaman jang sangat kesohor

di Selatan, daunnja hidjau, buahnja merah, sangat

menarik untuk dipandang. Buat di Kang Lain,

hampir setiap keluarga ada tanam pohon ini,

ditjimtjee atau taman, malah pun diwaktu orang

pindah rumah, pohon in disusut bersih, ditaro

dikepala perahu, untuk chasiat keselamatan.

Tapi Banlian-tjhee upeti Touw-Hoan ini bukan

ada pohon hidup hanja terbikin dari batu hoei-tjoei,

tingginja dua kaki enam dim, dan lebaruja satu kakiPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

93

lebih sedikit, ukirannja sangat indah. Sudah begitu,

potnja pun ada indah luar biasa, sebab pot itu

terbikin dari pualam puti yang-tjie pek-giok,

seputernja diukir lukisan sansoei halus dan sangat

permai. Semua daun Ban-lian-tjhee ini ada hidjau

terang bagaikan air. Jang luar biasa lagi adalah,

ditengahi daun2, ada setangkai buahnja sembilan

bidji, buah itu marong dan mengkilap, menjilaukan

mata. Warna buah itu adalah putih, putih sekali,

hidjau, hidjau sekali, dan merah, merah sekali.

Dipandang seumumnja, Ban-lian-tjhee ini ada

melebihi pohon atau buah jang tulen. Ban-lian
tjhee ini disimpan dalam sebuah peti beling, peti

beling mana dlbungkus pula dengan sebuah peti

kaju lam jang indah, dan achimja dlbungkus

berlapis2 dengan sutera kuning.

Menurut keterangan, ketika Ban-lian-tjhee

hendak dikirim ke Tionggoan, radja Touw-Hoan

sendiri Jang periksa itu, untuk sekalian diakuri

sama lain2nja barang upeti, kemudian dua menteri

besar dikirim selaku pembawa atau utusan. Dengan

selamat barang upeti itu telah lewat didaerah Inlam

dan Koei-tjioe dan sampai di Seng-touw, Soe-tjoan,

diterima baik oleh Soenboe, siapa pun lalu bikin

pemeriksaan sendiri, untuk mengakurinja.

Kemudian Soenboe tetapkan, besuk kedua utusan

Touw-Hoan boleh berangkat kekota radja, guna

sampaikan upeti kepada radja. Untuk ini, Soenboe

telah hundjuk pembesar sebawahannja, guna djadiPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

94

pengantar dari kedua utusan Touw-Hoan itu.

Sedjak itu pun, tanggung-djawab atas

keselamatannja barang^ upeti itu d jatuh atas

kedua utusan itu dan pembesars setempat.

Apamau, itu malam pentjurian sudah terdjadi atas

barang2 upeti itu, dan jang lenjap djusteru ada

Ban-liantjhee melulu! ? Barang2 lainnja, meskipun

berharga, semuanja utuh!

Bukan main kagetnja kedua utusan dan semua

pembesar sebawahan dikota Seng-touw itu,

terutama mereka dari kalangan polisi.

Tatkala itu, Tjhia-pouwtauw ada Tong-pek-wan

Thio Kiat si Monjet Tangguh, dan Hoeipouwtauw

Yong Kim-kong Lou Thian Sin, si Kimkong Gagah.

Mereka ini ada murid2nja ajah, dan ajah adalah

jang tolong angkat mereka. Pentjurian itu

membikin sukar mereka berdua. Mereka sudah

lantas dapat perintah, untuk tjari si pentjuri gagah

dan pintar, Lou Thian Sin ada kuat dan polos tapi

adatnja keras. Dua2 mereka ada terkenal. Tapi

sekali ini, mereka bingung, penjelidikan mereka

siasia sadja, sampai kedua utusan Touw-Hoan dan

utusannja Soenboe hendak gantung diri sadja.

Meraka pun didesak oleh Soenboe. Maka diachirnja,

dengan bawa suratnja Soenboe, mereka berdua

pergi ke Pittjiat-koan, akan minta bantuannja

ajahku. Ajah tidak niat bekerdja pula, tetapi kedua

murid itu memohon dengan sangat dan mendesak,PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

95

sampai achirnja ia tak tega untuk menolak lebih

djauh. Hingga ia tetapkan, besuk ia akan

berangkat, mengikuti kedua murid itu.

Malam itu ajah djamu kedua murianja, jang ia

undang akan nginap di rumah kita. Sembari dahar

dan minum arak, ajah tanjakan duduknja hal jang

djelas. Dan kedua murid itu berikan penuturan

mereka, perihal hasil kosong dari penjelidikan

mereka ber-ulang5. Selama itu, ibu berada

dibelakang, diatas lauwteng, ia sedang benahkan

pakaian dan lainnja barang untuk bekal ajah. Ibu

ada berduka, sampai ia kutjurkan air mata, karena

ia merasa berat akan berpisah dari ajah, terutama

untuk menempuh pekerdjaan stillt itu. Aku sendiri,

itu waktu, sudah tidur njenjak diatas pembaringan.

Tapi, dengan libas aku mendusi dengan kaget. Aku

dengar suara njaring, bagaikan rubuhnja barang

berat. Kapan aku ouka mata, aku tampak ibu

sedang bergelihasan dilantal lauwteng, ia

bergulingan.

Aku segera lompat turun, aku tubruk ibu. Aku

djadi lebih kaget, akan lihat leher ibu terluka,

sebatang panah ketjil nantjap ditenggorokannja,

dari lukanja ada darah mengutjur. Darah itu sudah

lantas sadja berwarna hitam. Ibu pun tidak mampu

buka mulutnja, siasia sadja ia hendak bitjara,

melainkan tangannja bisa menundjuk ke djendela,

tangannja bergemeternn. Habis itu, kaki-tangannjaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

96

berdiam, begitupun tubuhnja, ia rebah dengan

napasnja telah berhenti djalan. Aku kaget dan

mendjerit.

Ajah datang dengan segera, karena ada budjang

jang sudah mewartakan padanja. Ajah datang

bersama dua muridnja. Ajah tak keburu bitjara

sama Ibu. Ketika ia tjabut anak panah, disitu ada

menjelip sepotong kertas, Ajah buka dan batja

kertas Itu, jang ada tulisannja, kemudian kertas

dan anak panah, ia masuki kedalam sakunja, ia

sendiri lontjat kedjendela, akan terus lontjat keluar.

Thio Kiat pun menjusul ajah. Lou Thian Sin belum

bisa berlontjat atau berlari2 diatas genteng, oleh

karena itu, ia berseru saking mendongkol, dengan

banjak berisik, ia lari turun ditangga, untuk keluar,

guna susul guru dan kawannja. Ia bawa sepotong

toja. Diatas lauwteng tinggallah aku dan majat ibu
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serta beberapa budjang orang Kit-lootjiong. Aku

menangis sampai pingsan dan sedar pula.

Sampai sekian lama baharulah ajah kembali

bersama Thio Kiat, bersama mereka ada seorang

tua dengan rambut dan kumis ubanan, djenggotnja

pandjang. Setelah ini baharu aku mengerti

duduknja hal.

Baiklah aku djelaskan, orang Biauw suku Kit-loo
tjiong dibukit Hoei Poat Hong itu terdiri dari kira2

dua-ratus keluarga. Mereka sudah mirip sama

orang Han, baik dari tjara makannja, maupun dariPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

97

tjara berpakaiannja. Mereka tinggal ditanah datar

paling tinggi diatas bukit. Sebaliknja, ajah berdiam

dibawah bukit, mentjil sendirian, djauhnja dari

rombongan suku itu ada belasan lie. Ini sebab apa

jang terdjadi dengan keluarga kita, tidak ada orang

Kit-loo-tjiong lainnja, jang mendapat tahu.

Sesudah ajah lontjat keluar dari djendela, ia

terus melapaj naik keatas wuwungan, dari mana ia

memandang keempat pendjuru. Rembulan dari

musim Tjioe ada permai dan langit pun bersih dari

mega, hingga ajah bisa melihat ketempat djauh.

Ajah tak dapat lihat orang, sekalipun didjalanan

jang ketjii.

Thio Kiat sudah lantas dapat susul ajah, ia lontjat

ketembok, kedepan dan belakang, untuk tjari si

penjerang gelap. Ia tjelingukan keempat pendjuru.

Ia djuga tak lihat apa2 seperti ajah.

Kemudian terdengar suara pintu dibuka dengan

kaget dan seorang lontjat keluar. Ia ada ong-Kim
kong Lou Thian Sin jang sembrono. Tapi dia ini

sudah lantas berteriak: "Bangsat! Kemana kau

hendak kabur?" Lantas ia mengedjar, kedjalanan

ketjii. Tindakan kakinja terdengar njata sekali, dari

suaranja, ia rupanja lari kearah djalanan ketjii itu

Hampir berbareng sama teriakannja Lou Thian Sin,

dari atas wuwungan, ajah lihat satu bajangan orang

lontjat dari arah pintu, lontjatnja djauh satu

turabak lebih, gerakannja gesit luar biasa, bagaikahPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

98

burung terbang sadja Dan dalam beberapa

lompatan, bajangan itu Sudah lantas lenjap. Maka

dengan lontjat turun, ajah lantas tjoba susul itu

bajangan, akan tjari padanja.

Kapan ajah sampai dimulut djalanan ketjil,

ketjuali si bajangan. Thian Sin pun tak kelihatan

lagi. Itu ada djalanan got, banjak tikungannja. Ajah

heran atas lenjapnja demikian tjepat dari Thian Sin.

Tapi sudah tak ada tempo lagi, ia tak perhatikan

muridnja, ia madju, berlari2.

Thio Kiat menjusul belakangan, ketika ia sampai

dimulut dja lanan, ia tidak lihat siapa djuga, ajah

pun tidak. Ia ada orang asing untuk tempat kita itu,

masa itu, karena disatu tidak ada djalanan lain, ia

pun lari didjalanan ketjil itu. Ia djuga pertjaja,

Thian Sin dan ajah mengedjar di itu djalanan. Tapi,

baharu sadja ia mau lari, atau mendadakan ia

dengar satu suara dari atas pohon disamping

djalanan, ketbia ia menoleh dengan lekas, ia

tampak satu bajangan melajang turun, turun

ditempat djauhnja dari ia tjuma tiga tumbak lebih.

Untuk keheranannja, bajangan itu tak menerbitkan

suara apa djuga. dia hanja perlihatkan satu tubun

jang berbangkit sehabisnja djongkok.

Hampir Thio Kiat berseru saking herannja. Ia

pasang matanja. Ia lihat seorang dengan pakaian

gelap dan ringkas, mukanja ditutup dengan topeng

hitam hingga tertampak hanja dua mttanja jangPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

99

tadjam dan bersinar Disebelah kupingnja ada

mengawir sebuah anting?, jang terang mengkilap,

besarnja seperti mulut tjangkir thee. Dia punja

tubuh ada besar dan kekar, dan ia berdiri diam

tanpa membuka suara.

"Dia tentu ada si penjerang gelap," pikir Thio

Kiat. Ia hanja heran, kenapa penjerang itu tidak

terus singkirkan diri. Soehoe dan Yong-Kim-kong

tak ada bersama, ada berbahaja untuk aku lajani

dia setjara sungguh Baik aku gunai akal, akan

lawan ia untuk menang tempo. Soehoe dan Thian

Sin tentu pergi tidak lama dan akan segera kembali,

kalau aku kepung dia bertiga, mustahil dia bisa

lolos.

Karena memikir begini, Thio Kiat lantas

keluarkan ia punja sendjata, jalah sepasang

thletjio, jang ada beda daripaoa thie-tjio jang

kebanjakan, seban ini pun bisa dipakai sebagai

poankoan-pit. Dengan sendjatanja ini. ia ada punja

perjakinan dari banjak tahun. Demikian, ia sudah

lantas siap.

"Sahabat, siapa kau ?" ia menegor. "Kau telah

datangi rumahnja Kouw Bak Giam-lo, kau mestinja

bukan bangsa orang tak ternama! Kenapa kau

bertindak begini rendah, melepas panah setjara

tjurang? Apapula kau panah mati seorang

perempuan, jang tak berdaja! Ini bukan

perbuatannja satu kang-ouw hoohan. Sahabat, kauPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

100

telah berada didjalan buntu, tak usah Kouw Bak

Giam-lo sendiri jang turun tangan, aku punja

thietjio ini sadja akan bikin kau sukar lolos dari

keadilan!"

Orang itu tertawa dingin. Ia diam sadja meskipun

orang telah dekati ia sampai kira sedjarak satu

tumbak satu pada lain. Kemudian, dari dalam

topengnja, ia tertawa.

"Dengari kepandaianmu ini, Thio Kiat, tjara

bagaimana kau hendak banjak laga dihadapanku?"

ia mendjengeki. "Tapi njata, njalimu tidak ketjil.

Baik kau ketahui, sedjak dari Seng-touw, aku telah

bajangi kau orang berdua maka asal aku hendak

turun tangan, kau orang mirip dengan dua ekor

semut sadja ! Bitjara terus terang, untuk dua

manusia tak berguna sebagai kau orang, sungguh

tak ada harganja akan aku turun tangan ! Umpama

kau orang berlutut didepanku dan meratap minta

aku bunuh, aku tetap masih sajangi aku punja

golok mustika! Djikalau kau tidak pertjaja, pergi

kesana, dikaki tembok situ, akan lihat kau punja

kawan!"

Habis kata demikian, orang bertopeng itu

tertawa berkakakan, suaranja seperti suara kokok

beluk, sangat tak sedap masuk nja kekuping.

Tapi Tong-pek-wan kaget, ia menduga Yong
Kim-kong sudah dapat tjelaka. la pun heran untukPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

101

sikap berani luar biasa dari musuh ini. Siapa ini

orang tidak dikenal ? Ia sudah madju, ia tak bisa

mundur, ketjuali ia mau menerima malu. Maka itu,

tanpa kata apa?, ia melonljat kedepan Ia serang

musuh dengan tangan kanan, sesudah dengan

tangan kiri, ia menggeretak. Ia bergerak sangat

tjepat, ia arah iga. Kalau tusukan ini mengenai?

Akan tetapi si orang tak dikenal perdengarkan

suara dari hidungnja, "Hm!" lantas tubuhnja

digeraki, dadanja ditarik, pinggangnja sedikit

membungkuk. Gerakan ini disusul sama tangkisan

tangan kiri jang dibarengi sama madjunja tangan

kanan. Thio Kiat kaget untuk pertjuma2. Ia tadinja

mengharap dengan satu tusukannja itu, ia akan

berhasil, siapa tahu, selagi thietjio tak mengenai

sasaran bahu kirinja terkena ketokan tangan

musuh, berbareng dengan mana, ia merasa sangat

sakit sebagai tangannja dibatjok, lengannja

gemetaran, sendjatanja terlepas, djatuh terlempar

limaenam kaki djauhnja, suara djatuhnja njaring,

sebab jatuhnja ke bawah dan mengenai batu

gunung. Ia kaget, ia kertak gigi, dengan tangan

kirinja, ia menjerang pula, untuk lampiaskan

kemendongkolannja. Tapi ia serang tempat kosong,

musuhnja berkelit dengan gesit ! Sekarang baru ia

insaf, ia segera putar tubuhnja, untuk mundur.

Akan tetapi, sekarang sudah kasepPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

102

"Kemana kau hendak kabur?" membentak

musuh tak dikenal itu. "Kau harus dikasi kenal

dengan keliehayanku!"

"Atau," belum habis itu utjapan, tubuhnja orang

bertopeng ini sudah mentjelat lontjat, berada

dibelakangnja Thio Kiat, sebelah kakinja segera

melajang, guna rampas djiwanja Tong-pek-wan.

"Di saat sangat berbahaja bagi Thio Kiat, dari

sebelah belakang mereka, tiba2 terdengar seruan:

"Awas piauw! Djangan bertingkah, djahanam !"

Dan lantas menjamberlah sebatang Sam-eng

Touw-hong Tjie-kim-so !

Benar liehay ada si orang berkedok. Walaupun

piauw datang sangat tjepat, ia masih bisa putar ia

punja tubuh, bukan untuk berkelit, hanja buat

segera tanggapi sendjata rahasia itu dengan

sebelah tangannja! Hanja dengan demikian, ia djadi

batal menurunkan tangan djahat terhadap Thio

Kiat. Ia lantas sadja tertawa njaring, sambil

bergelak2, ia teruskan berkata: "Sesudah hadjar si

botja, mustahil si tua-bangka tak keluar!"

Sebelum suara edjekan itu sirap, lalu terdengar

samberan angin, jang disusul sama penjerangan

jang ke-dua dari sendjata rahasia tadi.

"Bagus !" berteriak pula si orang bertopeng, jang

angkat tangannja. Setjara gampang sekali
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nampaknja, piauw jang kedua itu sudah kena iaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

103

sambuti. digenggamannja. Kemudian, kapan ia

terusi geraki tangannja jang satunja, piauw

ditangannja itu melesat dengan segera!

Selagi piauw ini menjamber ke arah sasarannja,

dari djurusan lain, ada menjamber sebatang piauw

lain, jang serupa, atas mana, kedua sendjata

rahasia itu beradu satu pada lain, suaranja njaring,

lalu keduanja sama2 djatuh ke tanah. Lantas piauw

dari djurusan ini, disusul muntjulnja satu tubuh

jang besar, maka disitu, si orang bertopeng segera

berhadapan sama seorang setengah tua jang

romannja keren, tubulinja kekar, sikapnja gagali.

Orang ini adalah aku punja ajah, Tjoh Kiam Tjioe.

VI

Masih sadja Ang Hay Djie bertjeritera, karena

orang tak pegat penuturannja:

"Ajah datang disaat jang benar. Ia telah

menjusul kedjalan ketjil, sampai djauhnja dua lie ia

tak dapat menjandak si penjerang. Ia pun tak lihat

Lou Thian Sin. Ia djadi heran dan kaget. Ia sangsi

jang pendjahat ada punja kepandaian lari djauh

lebih tjepat daripada 'kepandaiannja. Ia berkuatir

"kapan ia ingat" djangan2 pendjahat sedang

menggunai akal. Maka itu, ia kembali denganPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

104

tjepat. Dan ia djusteru saksikan, Thio Kiat lagi

terantjam bahaja. Maka, untuk menolong, ia

terpaksa gunai ia punja piauw. Kalau ia berteriak

sadja, itu tak akan dapat menolong, djarak djauh

diantara mereka masih ada selepasan anak panah.

Sesudah itu, ia lepaskan piauw jang kedua, guna

dapat tempo, dengan kesudahan dua piauw beradu

satu pada lain.

Sesudah berdiri berhadapan, ajah lantas awasi

itu penjerang gelap jang bertopeng. Tentu sadja

ajah tak bisa kenali orang punja muka, ketjuali ia

lihat itu anting2 besar dikuping kiri jang

bergemirlapan diantara sinar rembulan. Ia kenal

banjak tjabang atas dari golongan darat dan air

diselttruh Soe-tjoan, ia tak ingat ada orang lelaki

jang memakai anting2 atau gelang seperti itu. Ia

mau pertjaja, orang ini ada djago Rimba Hidjau dari

daerah luar. Tapi djuga orang Han djarang sekali

jang kupingnja pakai barang perhiasan. Atau kalau

ada jang pakai, perhiasannja tak sebesar ini,

hampir mirip dengan gelang tangan orang

perempuan! Maka itu, ajah lantas menduga2 pada

orang Biauw, orang dari Koei-tjioe atau Inlam. Tapi

djusteru karena dugaannja ini, ajah mendjadi

terperandjat sendirinja. Ia ingat, akan tetapi ia

bersangsi, karena itu kedok jang mengalingi muka.

"Sahabat, perbuatan kau ini ada keterlaluan !"

achirnja ajah menegor. "Mengenai Ban-lian-tjhee,PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

105

aku hendak djelaskan, aku tak punja hubungan

suatu apa. Kau tahu sendiri, sudah sedjak lama aku

tak makan gadji dari negara lagi. Benar murid
muridku telah datang kepadaku, untuk minta

bantuan akan tetapi aku belum ambil tindakan, aku

masih sedang pikir2. Maka sajang, kau sudah

turunkan tangan djahat! Kenapa kau binasakan

isteriku, jang tak bersalah-dosa ? Apakah kau kira

aku bisa diamkan ini ? Sahabat, kau mestinja ada

seorang lelaki ? maka, tak perduli untuk urusan

apa ? kau seharusnja bertindak setjara laki2 djuga

! Kalau ada hutang, itu mesti dibajar, kalau ada

sakit hati, itu mesti dibalas, maka heran, kenapa

kau membalas terhadap seorang perempuan

lemah? Kenapa kau bekerdja diwaktu malam gelap
gulita, dan setjara kedji djuga? Sahabat, sebagai

laki2, harus kau djelaskan maksud kedatangan kau

dan kau beritahukan djuga kau punja she dan nama

!"

Mendengar itu, orang berkedok itu tertawa ewah.

"Tuan-bangka, kau sabar!" ia membentak.

"Thayya tentu akan bikin kau kenal siapa aku ini!"

Sambil berkata begitu, orang itu rabah ia punja

muka, bagaikan satu tukang sunglap. Ia sekarang

perhatikan mukanja, jang hitam kemerah2an,

hidungnja bengkok, pipinja lebar, djidatnja

djantuk. alisnja kuning, matanja gedeh, bidji

matanja biru. Rambutnja, jang kusut, dibungkus,PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

106

udjungnja keluar kebelakang kepala. Dia pun ada

kumis dan djenggot jang pendek. Dipandang

seanteronja, itu ada satu muka jang djelek dan

bengis, mirip dengan muka hantu.

Ajah segera kenali itu muka jang keren, ia segera

ingat perkara dahulu, hingga keringat dingin

membasahkan bebokongnja. Karena ini, untuk

sesaat, ajah berdiam sadja. Ia seperti tak tahu

bagaimana harus berbuat.

Orang bertopeng itu tidak berhenti beraksi begitu

lekas ia sudah buka kedoknja. ia punja kedua

tangan merabah kepinggang untuk loloskan serupa

benda jg. melibat tubuhnja. Itu adalah ia punja

sendjata istimewa, jang berbunji njaring, tapi jang

lemah sebagai tali pinggang, pandiangnja kira2 tiga

kaki, tapinja bisa disodorkan mendjadi lempeng,

udjungnja tadjam. Sebab itu ada Bian-too, atau

golok buatan Birma, jang pun disebut Ang-mo Poo
too, golok mustika Bulu Merah. Melainkan achli silat

pandai sanggup gunai sendjata ini.

Lalu dengan goloknja itu, orang beranting2 itu

menuding.

"Tua-bangka!" ia membentak pula, "baharu

beberapa tahun kita orang tidak bertemu, apa

benar kau sudah tidak kenalkan kau punja Thayya

? Mustahil kau lupakan ini sendjatanja kau punja

Thayya ?"PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

107

Ajah berdiam, karena ia tahu, orang datang

dengan maksud jang tertentu jalah untuk mentjari

balas. Ia sekarang mengerti, pentjurian dari Ban
lian-tjhee adalah satu daja sadja, satu djalan untuk

dengan itu mentjari ia. Maka njata sekali, orang ini

ada satu orang jang sangat tjerdik. (a pun kagum

untuk orang punja keberaman, karena musuh telah

datang seorang diri. Dan ini menjatakan, musuh

pasti ada liehay sekali, kedatangannja tentu

dengan keperljajaan penuh bahwa dia akan nerhasil

dengan maksud nja. Maka itu, ajah mesti pikirkan

djalan, untuk bikin perlawanan. Dilain pihak, ajah

teringat pada kedjadian dahulu, jang menjebabkan

tertanamnja bibit permusuhan ini. Maka, Kongya,

untuk bisa menutur lebih djauh perihal ini

pertempuran di Hoei Poat Hong, aku perlu balik

dahuiu pada hal-iehwalnja ajahku. pada halnja ia

djadi bermusuh sama musuh besarnja ini."

Bhok Kongya tidak berkata apa2, djuga Liong

Touwsoe, oleh karena itu, Ang Hay Djie lantas

meneruskan penuturannja, ini kali mengenai

perkara ajahnja dahulu.

"Semasa ajah tinggal di Sengtouw, ia ada punja

satu sahabat kekal jang mendjadi piauwsoe.

plauwtauw dari Hong Wan Piauw Tiam jang

kesohor. Piauwsoe ini ada punja she tergabung

Siangkoan dan namanja Hiok, sendjatanja

sebatang golok Pat-kwatoo, dan peladjaran silatnjaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

108

asal Boe Tong Pay. Itu waktu Hong Wan Piauw Tiam

menerima tugas melindungi sedjumlah saudagar,

jang dari Sengtouw hendak pergi ke Inlam Selatan,

ke Birma dan Wat, guna membeli rupa2 barang

permata, dan untuk pulangnja piauwtiam ini djuga

jang uertanggung-djawab. Untuk ini, Siangkoan

Hiok sendiri jang diminta mendjadi pengantar.

Inilah jang dibilang ampiauw, atau 'piauw gelap,"

karena untuk ini tak dibutuhkan banjak kere?a jg.

ber-lerot2 sebagai arak-"an, melainkan beberapa

kereta jang muat si saudagarz sendiri serta

pauwhok dan uang mereka. Hanja, meski

sederhana se-gala2nja. tanggungannja ada berat

bukan main, karena harganja ada diatas dua-puluh

laksa. Di lain pihak, kawanan pendjahat paling

gemari ini matjam piauw gelap. Maka itu.

perlindungannja djuga mesti istimewa.

In Hay Tjhong-liong terima itu pekerdjaan bagus

tetapi berat, ia berangkat sendiri. Sebagai

pembantu, ia tjuma adjak enam pegawainja jang

tjerdik dan boleh dipertjaja. Orang berangkat

dengan diam2, dengan hati2 orang sampai dengan

selamat di tempat jang ditudju, semua saudagar

berbelandja, kemudian mereka berangkat pulang.

Pada suatu hari, Siangkoan Hiok singgah dikaki

bukit Pek Tjouw Nia, di Goan-bouw-koan, Boe
teng-tjioe. Ini ada kota ditapal batas Inlam, jang

dekat dengan berbatasan Soe-tjoan. PegununganPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

109

ada berbahaja, djalanannja sukar. Dlhari ke-dua,

perdjalanan dilandjuti.

Daerah pegunungan ini ada luas dan pandjangnja

djalanan ada lima-puluh lie lebih, maka itu,

Siangkoan Hiok djalan pagi2, dengan pengharapan

ia bisa lewat disitu dalam satu hari. Ia kenal

djalanan jang tak rata, jang sukar dan berbahaja.

Tjoba djalanan ada rata dan bukan digunung,

djarak lima-puluh lie lebih tak membutuhkan tempo

seharian. Orang terutama mesti djaga djangan
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai tergelintjir ke djurang. Untuk bertindak,

bantuan tungkat ada diperlukan. Barang2 dibanduli

dibebokong keledai. jang diiringi oleh

pembantu2nja Siangkoan Hiok. Orang mesti

beristirahat setiap kali melalui empat atau lima lie.

Dengan djalan ajal dan lambat2an sebagai itu,

siapa bisa melalui perdjalanan lima-puluh lie lebih

dalam sehari, sudah djempol bukan main.

Beda daripada si saudagar dan orang2nja, selain

berhati2 atas djalanan, Siangkoan Hiok pun

berhati2 buat barang2 berharga jang berada dalam

tanggung-djawabnja. Ia ada djauh terlebih berhatis

daripada waktu pergiuja, untuk mana pun ia telah

ambil ini djalan sukar. Selama singgah didalam kota

Boan-bouw, ia sudah dengar jang di Pek Tjo Nia ada

berkumpul sekawanan bandit bangsa Biauw, jang

baharu datang dari lain tempat, hanja berapa

banjak djumlahnja dan siapa pemimpinnja, takPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

110

dapat diketahui djelas. Tentang pendengarannja

ini, ia tidak omongkan sama si saudagar, ia

melainkan pesan orang2nja, akan djalan setjepat

mungkin, untuk mereka waspada. Ia ingin, sebelum

matahari turun, sudah lewatkan bukit itu.

Pada waktu tengah-hari, rombongan itu telah

berhasil melalui separuh lebih perdjalanan, malah

tempati jang paling berbahaja, juga telah bisa

dilewatkan, maka itu, piauwsoe she Siangkoan itu

bisa singgah dengan pikiran legah. Orang

beristirahat untuk sekalian makan rangsum kering

dan minum air. Kemudian orang bersiap akan

djalan lebih djauh. Disebelah depan, djalanan ada

djauh terlebih rata, maka kaum saudagar berlomba

naik tandu mereka, dan orang2 piauwtiam lontjat

keatas kuda mereka. Mereka pertjaja, sebelum

matahari turun, jnereka akan bisa sebrangkan

sungai Kim See Kang, akan sampai didaerah

mereka sendiri. Sekalipun Siangkoan Hiok, ia punja

hati telah djadi sedikit legah, hingga dari atas

kudanja, ia bisa pandang alam disekitarnja.

Sekarang pun djalanan ada mudun turun, orang

bisa djalan dengan djauh terlebih lekas. Djusteru si

piauwtauw ada pimja kuda pilihan, jang bisa

dipakai untuk perdjalanan djauh.

Satu kali naik ke tempat jang tinggi, Siangkoan

Hiok merasai suasana jang melegahkan hatinja,

sedang kudanja, sampai perdengarkan suaraPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

111

berbengernja. Tapi dengan mandjat ke tempat

tinggi, ia sebenarnja mau lihat daerah sekitamja,

ada atau tidak orang djahat di dekat2 situ. Ia masih

sadja pikirkan si kawanan bandit bangsa Biauw.

Disebelah belakangnja sebuah selat, dimana ada

banjak tandjakan dan pepohonan, jang lebat dl

sana-sini, Siangkoan Hiok lihat asap mengebul. Ia

pun sawata dengar suara andjing dan ajam. Ia

pertjaja, disana ada rumahpenduduk daerah itu.

Tapi ia berpikir hanja sebentar, lantas hatinja

bertjekat, kekuatirannja muntjul pula. Disitu,

dimana katanja ada bersarang berandal, mana bisa

djadi penduduk bisa tinggal dengan tenteram!

"jangan2 itu ada sarang bandit" pikir ia achirnja.

Tatkala ia menoleh ke arah rombongannja, ia lihat

mereka itu sudah memasuki daerah jang rata

dibawah bukit, tanah disitu ada rada luas, dan

didepannja ada lembah jang dalam dimana ada

banjak pepohonan. Disebabkan rimba itu, ia djadi

tak mampu melihat dengan njata.

Tatkala itu, Siangkoan Hiok terpisah dari

rombongannja kiraz setengah lie. Selagi orang2nja

berdjalan terus, ia masih berdiri dl tandjakan! Dan

beda dari ia, adalah pegawainja jang djalan

dimuka, djadi sangat gembira, hingga ia teriaki

kawan2nja. Ini adalah kebiasaan dikalangan piauw,

untuk mereka teriaki kawan sendiri, jang djalan

disebelah belakang, kapan mereka sedang lewatiPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

112

selat atau gunung, djembatan atau kampung.

Kebiasaan ini berlaku bagi rombongan jang

oerterang atau bergelap, asal rombongan itu ada

punja piauw-kie. jalah benderanja piauw-tiam

Teriakan itu berkumandang di selat2 atau lembah.

Tiba2 diantara suara berbalik itu, ada terdengar

suara, jang lain. Itu ada suara suitan, atau

terompetnja bangsa Biauw. Hatlnja Siangkoan Hiok

tergerak. Ia 6egera larikan kudanja, akan susul ia

punja rombongan, lalu ia lewatkan mereka, akan

mendulukan, hingga ia berada di mulut lembah,

dimana ada segundukan pepohonan, jang

merupakan rimba ketjil, antaranja ada pohon siong,

jang tak dapat terpeluk oleh dua orang. Di tengaha

rimba siong itu ada terdapat sebuah djalanan, jang

ditawungi banjak tjabang dan daun, hingga

djalanan di tengah2 itu, pada mulanja, tak dapat

dilihat.

Sembari djalankan kudanja, Siangkoan Hiok

berpikir, hatinja bertjekat. Ia mulai bertjuriga pula.

"Apakah diwaktu pergi kita ada ambil djalanan

ini?" achirnja ia tanja satu orangnja, jang ia dekati.

Pegawai itu tertawa karena itu pertanjaan aneh.

"Looya-tjoe main2 !" ia menjahut. Itu toch selat

Kee Beng Kiap, djalanan jang mesti dilalui, di waktu

pergi dan di waktu pulang djuga! Kenapa looya-tjoe

menanja begini? Hanja di waktu kita pergi, dariPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

113

barat kita menudju ke timur dan di waktu masih

pagi sekali, matahari baru mimIjul di timur,

tjahajanja menjorot ke arali rimba, hingga kita

mendapati sinar terang. Dan sekarang kita dari

timur menudju ke barat, waktu pun ada tengah

hari, diatas ada tjabang siong, didepan ada selat,

sinar matahari, tak menembus kemari. Lihat, rimba

ada begini gelap!

Tak heran kalau looya-tjoe bersangsi. Selewatnja

rimba ini, melewati Kee Beng Kiap, disebelah depan

ada djalanan tjagak dua. Jang kanan ada djalanan

ketjil dan balah, iang nembus ke Tay-yauw, tapi

disana ada banjak rumah guhanja suku Koo-lo dan

sangat djarang orang lalui Jang kiri adalah djalanan

kita, jang langsung menudju ke Kim See Kang"

Selagi pegawai itu bitjara, dengan gembira,

mendadakan dari dalam rimba ada terdengar suara

apa2, jang disusul sama berkelebatnja satu

bajingan, sebagai bajangan orang, jang dari atas

pohon lontjat turun ke bawah, lalu lenjap. Pegawai

itu terperandjat, ia bungkam dengan lantas.

Siangkoan Hiok tapinja lantas lontjat ke depan,

masuk ke dalam rimba. Rombongan, atas tandanja

si pegawai, segera berhenti di mulut rimba itu.

In-Hay-Tjhong-liong masuk sampai djauhnja

empat atau lima tumbak, ia buka matanja, tetapi ia

tidak lihat suatu apa, disitu tidak ada seorang

manusia djuga. Maka ia menduga pada orangPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

114

bangsa Koo-lo, jang tentunja sedang tjari telur

burung atau bebuahan, jang kabur kapan mereka

itu lihat ada datang rombongan piauwsoe ini.

Karena ini, piauwsoe itu mau lantas keluar, akan

beritahukan rombongannja, agar mereka tak usah

kuatir. Tapi djusteru itu, dan lembah Kee Beng Kiap

segera terdengar suara terompet tanduk jang

njaring dan riuh, mendengar mana, Siangkoan Hiok

kaget, hingga segera ia lari keluar, akan ulapkan

tangannja pada ia punja rombongan. 'Awas !' ia

teriaki mereka. Maka semua pegawai lantas

bersiap.

Sesudah atur orang2nja, Siangkoan Hiok

menoleh pula ke arah rimba. Sekali ini, ia segera

saksikan pemandangan jang mengerikan, jalah dari

atas banjak pohon, dengan beruntun ada lompat

turun orang suku Koo-lo, dengan pakaian aneka
warna, dengan rambut riap-an. Ada jang tubuhnja

telandjang, ketjuali kulit harimau melibat

dipinggangnja, ada jang separuh tubuhnja

ketutupan kain. Jang hit u adalah jang pakai koen

rampasan, hingga pahanja jang hitam kelihatan

tegas. Dan mereka semua bersendjata, goloknja

matjam2, ada djuga jang menggondol tumbak

pendek, sebagai piauw. Jang paling banjak adalah

jang menjesal tumbak pandjang. Dengan banjak

berisik, dengan bahasanja jang asing, mereka

madju mendekati.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

115

Siangkoan Hiok awasi itu rombongan orang liar,

djumlahnja ada seratus lebih. Ia tidak takut, ia

pertjaja, dengan goloknja, ia bisa labrak dan

bubarkan mereka. Ia hanja heran, mereka itu

separti djuga tak ada pemimpinnja. Ia tak

mengerti, kenapa orang pegat ia punja rombongan.

Tapi, ia tak usah men-duga2 lama Segera

terdengar pula suara berisik, suara dari tindakan

kaki, lalu kawanan orang liar itu memetjah diri,

kekiri dan kanan, hingga djauh dibelakang mereka,

kelihatan datangnja serombongan lain, djumlahnja

kira2 tigapuluh orang, semua muda dan keren,

pakaiannja ringkas, kepalanja digubet dengan tjita

kembang, semua memegang golok atau tumbak.

Kapan mereka im pun berseru, dari dalam rimba

keluar sebuah pajung merah, dlbelakang mana ada

satu tandu, jang digotong madju dengan tjepat,

berhenti dimuka barisannja, menghadapi
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rombongannja sl piauwsoe.

Mau atau tidak, Siangkoan Hlok heran kapan ia

tampak orang jang duduk diatas tandu itu, tandu

jang dialas dengan kulit harimau. Dia itu memakai

kopia jang ditantjapi bulu, tubuhnja ditutup djuba

merah, mukanja hitam, kuping kirinja pakai anting
anting emas besar berupa gelang, hidungnja

bengkok, pipinja lebar, djidatnja djantuk, matanja

gedeh dan tadjam, kumisnja pendek, sedang

betisnja berbulu. ia punja umur diduga belum

melebihi tiga-puluh tahun.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

116

"Matanja orang ini ditudjukan kepada bendera

piauw, dimana ada terlukis seekor naga dengan

garis2 benang emas, semua kakinja duduk atas

mega. Disitu pun, dengan samar2, ada tersulam

gelarannja Siangkoan Hiok, jalah In Hay Tjhong
liong. Dia mengawasi sekian lama pada bendera itu,

achirnja, sambil menundjuk, ia tertawa terbahak2.

"Ha, djadinja ini ada barang2nja Hong Wan Piauw

Tiam dari Seng-touw?" berkata ia dengan njaring.

"Diantara kau orang ada satu jang sebut dirinja In

Hay Tjhong-liong, apakan dia itu berada disini?

Djikaiau dia tidak turut bersama, nah, orang

sematjam dia ini pun boleh madju, untuk pasang

omong sama aku!"

Sambil berkata demikian, ia tundjuk Siangkoan

Hiok.

Mendengar demikian, In Hay Tjhong-liong lantas

madjukan dirinja. Ia angkat kedua tangannja,

untuk memberi hormat.

"Aku adalah In Hay Tjhongliong sendiri," ia kata.

"Siapa kau, tuan? Ada pengadjaran apa dari kau

untuk aku?"

Lantas sadja itu orang aneh mengawasi dengan

tadjam sekali, ia punja tubuh tidak bergerak sekali,

ia tak membalas hormatPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

117

"Kiranja kau ada In Hay Tjhong-liong?" kata ia

dengan suaranja jang njanng sekali. "Aku merasa

beruntung sekali jang aku telah bertemu sama kau!

Aku ada Goh Pit Kyee dari Keegok-tjloe, gelaranku

ada Hoei Thian Ho, si Rase Terbang. Aku bukan

sebagai kau orang bangsa Han, bitjara selalu pakai

banjak aturan, aku pun tak bisa berpura2. Buat

aku, asal aku buka pintu, aku melihat gunung!

Maka sekarang aku hendaK lantas djelaskan! Sudah

lama aku dengar namanja Hong Wan Piauw Tiam,

jang telah mendjadi madju karena kepandaian kau,

ketika barusan ini kau orang lewat disini, aku tahu,

tapi aku bukannja bangsa Rimba Hidjau, aku tak

biasanja ambil benda orang dengan paksaan!

Laginja, barang jang biasa sadja, tak ada dikelupak

mataku, tak ada dalam pikiranku. Tapi barang2 kau

sekarang ini, ada lain. Selama beberapa hari ini,

aku ada keperluan jang mendesak, dari itu, aku

hendak memindjam, buat sementara waktu.

Djikaiau kau mengerti selatan, kita orang

berpisahan setjara baik, jalah semua barang kau,

kau tinggalkan disini, kau orang sendiri, boleh

berdjalan pulang dengan merdeka. Dibelakang hari

kalau kita orang bertemu pula, aku nanti ingat kau

punja budi. Tapi, umpama kata kau tak puas dan

kau hendak main2 sama aku, boleh djuga!"

Bukan kepalang mendongkolnja Siangkoan Hiok,

tapi ia masih bisa tertawa besar.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

118

"Bagus benar kau punja pikiran!" ia kata. "Sajang

aku bukannja satu botja umur tiga tahun! Aku telah

ketemui banjak tjabang atas kalangan kang-ouw

tetapi belum pernah sebagai kau, bisa menggertak

aku ?"

Sepasang alisnja si Rase Terbang djadi berdiri

dengan tiba2.

"Sudah, tutup mulutmu!" ia berteriak. Dengan

kedua tangannja, ia tekan tandu dikiri-kanannja,

atas mana, tnbuhnja mentjelat turun seperti

terbang dari tandunja itu. Jang aneh, kopianja tak

terbang djauh meskipun ia bergerak setjara tiba2

itu.

Keduanja sudah lantas berdiri berhadapan.

Disebelah belakang sana, rombongannja Goh Pit

Kwee lantas terbitkan suara berisik sekali, agaknja

mereka hendak madju mengurung. Karena ini,

Siangkoan Hiok segera geraki goloknja kebelakang,

selaku tanda buat orang-"nja, untuk mereka siap,

sebab ia hendak menerdjang. Ia pikir, menangkap

pendjahat mesti tawan kepalanja paling dahulu.

Hoei Thian Ho berlaku tenang dengan satu

gerakan tangan kebelakang, ia bikin rombongannja

mundur pula. Kemudian, sambil menundjuk si

piauwsoe, sembari tertawa, ia kata: "Aku kenal

sifatnja kau orang Han! Bukankah kau inginkan kita

orang bertempur satu sama satu, supaja kendatiPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

119

binasa, Kau puas? Benarkah dugaanku ini? Baiklah,

begitu kita nanti berbuat! Tapi, kau sabar dulu" Ia

lantas buka ia punja kopia, ia lemparkan itu

kebelakang, untuk disambut oleh salah satu tukang

tandunja, kemudian ia buka ia punja djubah jang ia

gulung, akan dilemparkan pula kebelakang. Maka

sekarang, kelihatan ia dandan dengan ringkas,

sedang rambutnja, jang kuning, terlepas

dibelakang batok kepalanja. Ia memakai badju

kuning jang sepan, pinggangnja dilibat dengan

angkin kulit, disitu ada tergantung ia punja kantong

piauw kulit mendjangan, hanja entah, sendjata

rahasia apa jang terimpan didalam situ. Ketika ia

rabah ia punja pinggang, tjepat sekali, ia telah tarik

keluar sebatang golok jang lemas sekali, sebab

sendjata itu njata Bian-too, atau golok Birma, jang

prmdjangnja tiga kaki. Tapi kapan golok itu ditjekal

dengan gunai tenaga, sendirinja mendjadi kaku.

Hingga, menampak itu, In Hay Tjhongliong djadi

terperandjat. Ia tidak sangka machluk aneh ini

mempunjai sendjata bagaikan mustika itu. Pantas

dia bitjara besar sekali. Tapi toh ia merasa sukur,

jang ia pegang Pat-kwa-too, jang tebal dan berat,

dengan itu, ia masih bisa membikin perlawanan

tidak nanti gampang goloknja itu kena ditabas

kutung.

"Aku lidak sangka ini hari aku bisa hadapi musuh

angkuh," pikir ini piauwsoe. "Apakah ini hari adaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

120

waktunja untuk aku tinggalkan nama sadja,

orangnja tidak? Tidak, aku tidak boleh menjerah!"

Karena ini, hatinja ini piauwsoe mendjadi besar

pula. Hingga ia bisa tetap berlaku tenang

"Ini hari aku kebetulan lewat disini, aku tidak

sangka bahwa aku bisa bertemu kau, tuan, aku

merasa beruntung sekali!" kata ia sambil tertawa.

"Karena sudah pasti kau hendak gunai pengaruh

sendjatamu, untuk memaksa aku tinggalkan

barang2 jang terlindung olehku, tak bisa lain, aku

peserah kepada kau sadja!"

Tapi Goh Pit Kwee sudah tak sabaran.

"Sudah, djangan bitjara sadja !" ia memotong.

"Ini hari aku akan bikin kau insaf tentang

keliehayan Hoei Thian Ho!"

Orang Biauw ini memandang sangat enteng

kepada musuhnja, ia lompat madju sambil terus

menjerang dengan ia punja pukulan "Wan-kauw

Hian Koh," atau "Monjet menjuguhkan buah." Ia

punja golok mustika menjamber, dari bawah, ke

atas, ke tenggorokan.

Siangkoan Hiok mendongkol sekali jang orang

pandang enteng ia demikian matjam, alis dan

kumisnja sampai berdiri, akan tetapi ia tetap bisa

kendalikan diri. Ia ber-pura2 tak perhatikan

datangnja serangan, hanja di saat udjung golokPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

121

datang dekat, mendadakan ia putar tubuhnja

njamping, goloknja digeraki, menjabet orang punja

lengan, jang goloknja mendjurus ke tempat

kosong.

"Hm!" Hoei Thian Ho kasi dengar suara dari

hidung. Ia insaf hebatnja serangan musuh, tapi ia

tak takut. Ia pun lompat njnmplng, akan menjingkir

dari Patkwa-too, tapi ketika ia sudah balik

tubuhnja, ia madju beberapa tindak, akan

merangsek pula, akan m en erang lagi. Ia berlaku

sangat berani dan sebat luar biasa, terang ia

andelkan sekali ia punja kepandaian dan golok jang

tadjam,

Siangkoan Hiok berkelahi dengan berlaku hati2,

matanja dipasang dengan tadjam. Temjata la lagi

hadapi musun jang tangguh, jang sendjatanja

menambah Uehaynja. Ia bingung djuga sesudah

beberapa djurus. Ia tak tahu, musuh punja gerak
gerakan ada menurut ilmu golok apa, sebab Bian
too dipakai djuga sebagal pedang.

Pertandingan ini ada seruh dan ulat. Tak ada satu

jang mau mengalah. Tjuma dalam halnja hati,

piauwsoe itu ada kalah sedikit. Ia bertanggung
djawab besar, mereka berada di hutan jang sunji.

Musuh pun, ketjuali tangguh, ada berkawan ber
lipat2 lebih besar, semua rakjat musuh, ada

beroman buas. Suara mereka Itu sadja bisaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

122

membikin hati tjiut. Dan Biantoo musuh, benar2

harus dimalui.
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semingkin lama pertempuran berdjalan, Hoei

Thian Ho nampaknja semakin gagah. Sebaliknja si

piauwsoe, jang usianja ada lebih tua, terpengaruh

oleih kckuatirannja. ia punja belasan orang mana

bisa lawan rombongennja musuh itu. Ia berkelahi

dengan perhatikan sungguh golok musuh, ia mesti

keluarkan tenaga lebih banjak daripada mestinja.

Di lain saat, In Hay Tjhong liong sudah lantas

kena didesak. Mau atau tidak, ia mesti lebih banjak

menangkis dan berkelit, hingga ia djadi repot

sekali, hingga ia mesti saban mundur. ia punja

keadaan ini pun menjebabkan timbul kekuatiran di

antara orang-nja.

Di saat jang sangat berbahaja itu bagi si Naga

Mega, dari tandjakan bukit tiba2 terdengar suara

kelenengan kuda, jang disusul sama muntjulnja

sang kuda sendiri ? dua ekor. Dan dua kuda itu ada

penunggangnja, jang tubuhnja tertutup dengan

mantel merah jang lebar. Malah dilalu saat lagi,

kedua penunggang kuda itu telah datang dekat

ketempat pertempuran.

Kuda jang madju dimuka ada punja penunggang

orang setengah tua, mukanja bersih dan kurus,

sebelum dia sempat tahan kudanja, ia sudah berdiri

diatas kudanja itu, sambil ia terus berseru:PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

123

"Saudara Siangkoen, djangan takut! Disini Kouw

Bak Giam-lo!" Setelah itu, ia madjukan kudanja

lebih djauh, sebelah tangannja dipakai meloloskan

ia punja mantel, untuk dilihat. Kemudian, selagi

datang lebih dekat, dengan sekonjonga, la endjot

tubuhnja, akan lontjat turun dari kudanja,

lompatnja sambil djumpalitan, hingga ketika ia

turun ketanah, ia berdiri ditengahi diantara kedua

musuh lagi adu djiwa Itu. ia punja mantel Jang

digulung ia gunai sebagai sendjata, untuk menunda

gerakannja kedua sendjata lainnja.

Mau atau tidak, dua2nja Hoei Thian Ho dan In

Hay Tjhongliong mesti mundur beberapa tindak dan

tunda pertempuran mereka, malah Goh Pit Kwee,

dengan hati sedikit bertjekat, karena ia

terperandjat untuk orang punja tjara berlontjat

turun dari atas kuda jang sedang lari keras. Itu ada

lompat djumpalitan jang menundjukkan

sempurnanja orang punja ilmu entengi tubuh. Dan

rombongan orang2 Biauw itu, saking heran dan

kagum, sampai perdengarkan suara mereka jang

berisik.

Dipihaknja piauwtiam, orang mendapat hati.

Semua orangnja Siangkoan Hiok kenal orang jang

baharu datang ini, jalah Kouw Bak Giam-lo, si Giam

Lo Ong Buta, sebab dia adalah Touwtjongpouw Tjoh

Kham Tjioe, kepala sersi dari kota Seng-touw. Dia

ada sahabat kental dari piauwsoe ini. Dan diaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

124

djustru datang disaat jang berbahaja dari piauwsoe

ini! Maka djuga hatinja Siangkoan Hiok djadi sangat

legah.

Orang jang ke-dua, jang mendjadi kawannja

Tjoh Kham Tjioe, ada seorang dari usia

pertengahan dengan tubuh besar dan kekar.

Siangkoan Hiok tidak kenal orang itu, jang masih

tetap bertjokol diatas kudanja, matanja diarahkan

kepada Hoei Thian Ho. Ia sendiri pun, untuk sekian

lama, masih berdiam sadja. Meski pertempuran

telah ditunda, ia bernapas sengal2, ia ada sangat

lelah. Tadi ia telah keluarkan antero tenaganja,

untuk bisa pertahankan diri. Sekarang ia ingin

bitjara sama sahabatnja, siapa tahu, ia rasai

dadanja sesak. Ia lekas menoleh kesamping,

berbareng dengan mana ? broh! ? ia telah

muntahkan darah hidup.

Sukur buat ia, ia punja sahabat sudah mulai

bitjara sama lawannja.

Dipihak jang lain, Hoei Thian Ho telah pandang

dengan tadjam pada orang jang menghalangi ia,

karena ini, ia tidak lihat keadaan jang sukar dari ia

punja bekas lawan, siapa sudah lantas ditolong oleh

dua pegawainja, jang pimpin ia kekeretanja, untuk

beristirahat. Ia malah sudah lantas menegor,

suaranja menjatakan ia punja kemendongkolan

atau kemarahan.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

125

"jangan kau tanjakan aku siapa," berkata Kouw

Bak Giam-lo sambil bersenjum, sikapnja sabar

sekali. "Sebaliknja, aku hendak tanja, tuan, kenapa

kau kebentrok sama itu piauwsoe. Aku bersedia

untuk bikin akur kau orang berdua"

Selagi Kouw Bak Giam-lo hendak bitjara terus,

dari belakangnja, ada orang hampirkan padanja,

kapan ia menoleh, ia lihat ia punja kawan, jang

datang bersama ia, siapa telah turun dari atas

kudanja, menghampirkan mereka. Ia ini ada

Touwsoe Lok Hong dari Po-hie-tjee, Hoaleng, Inlam

Selatan. Ia ada seorang jang teliti. Maka tadi, ia

tidak turut sikapnja Tjoh Kham Tjioe, hanja ia terus

berdiam diatas kudanja, akan lihat keadaan. Ia pun

kenal Hoei Thian Ho Goh Pit Kwee, sebab mereka

ada sama2 djadi Touwsoe, dan malah ada punja

sangkutan djuga, ketika ia ingat ia punja urusan,

mendadakan darahnja djadi naik, dari itu, ia segera

menghampirkan. Dan ia segera tuding itu begal.

"Goh Pit Kwee, apakali kau masih kenalkan aku?"

la menegor. "Aku tidak sangka, disini kau main gila!

Apakah kau sudah lupa ketika dahulu kau dibekuk

oleh Bhok Kongya di Kee-gok, selagi goloknja

algodjo ampir bikin tepisah kau punja kepala dari

tubuhmu? Itu waktu, karena kasihan pada kau,

sebab kita sama2 ada Touwsoe, aku telah

mohonkan keampunan, hingga kau lolos dari

hukuman mati, hingga kau tjuma dipetjat sadja.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

126

Kau telah diserahkan pada pembesar setempat,

untuk diawasi, siapa tahu, bathinmu buruk, kau

lupa budinja kau punja Lok Toa-thayya, kau telah

kabur ke Ah-bietjioe pada Say-ong Pouw Louw,

dimana kau berkomplot pada Sayong dan sama2

melakukan berbagal kedjahatan, hingga karenanja,

aku sampai kerembet2, sampai pembesar seatasan

sangka aku berkongkol sama kau, hingga untuk

beberapa tahun, aku hidup dalam sangkaan djelek!

Aku memang niat tjari kau, siapa tahu, kebetulan

sekali kita orang bertemu disini. Aku lihat, kau pasti

duduki gunung disini, mendjadi kepala berandal,

dan sekarang kau hendak rampas orang punja

piauw! Bagus kita orang bertemu, sekarang baik

tunda dahulu urusan piauw, mari kita bikin

perhitungan urusan lama di antara kita!"

Habis berkata begitu, Lok Hong lantas hunus ia

punja golok, kedua matanja mengawasi dengan

menjalah pada rekan itu. la agaknja hendak segera

menjerang.

Untuk sesaat, Hoei Thian Ho melengak melihat

Lok Hong, tapi sebentar kemudian, ia tertawa,

setjara dingin.

"Ah, kiranja kau si botjah she Lok dari Hoa-leng
tjioel" kata la sambil menuding. "Tjoba kau tak

sebut si orang she Bhok, diantara kita masih ada

pembitjaraan, tapi sekarang, tidak! Kau tahu,

selama beberapa tahun ini aku hidup terkatungu.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

127

semua itu disebabkan si orang she Bhok itu

mendjadi musuhku, maka aku telah bersumpah,

satu waktu si orang she Bhok itu biar kenal aku

siapa! Aku nanti bikin dia habis berikut dia punja

seluruh keluarga, tua dan muda! Djika aku tak

mampu mentjutji habis pada mereka, aku sumpah

tak mau djadi manusia! Djuga aku bentji Liong Tjay

Thian dari Tjio-pin, sebab ia telah lindungi orang

she Bhok itul Biarlah d jahanam she Liong itu

pentang matanja. biar ia lihat bagaimana

keadaannja kita orang suku Biauw di Inlam

sekaeang ini, bagaimana beda adanja kita

sekarang! Kita sudah punjakan beberapa enghiong

luar biasa, semua mereka pun kehendaki djiwanja

sl orang she Bhok itu! Liong Tjay Thian ada orang

suku kita, kenapa ia kesudahan djadi budak orang?

Dan kau, binatang she Lok. kau ada satu manusia

litjin, kau ada berhubungan rapat sama orang she

Bhok itu, baik kau lekas undurkan diri, supaja kita

bisa memandang lain kepadamu djika tidak, kita

nanti turunkan tangan atas dirimu seperti kita

perlakukan si orang she Bhok! Biarlah aku omong

terus-teraug. Beberapa hari lagi, aku mesti kirim

anteran jang berharga, maka kebetulan sekali, dia

ini datang sendiri ke depan pintuku, sedang

barang2nja, ada barang2 jang tjotjok betul! Aku

bitjara dengan baik sama dia itu. dia tak mau

mengerti, dia malah menentang, dari itu, aku

terpaksa lajani padanja Siapa tahu, sekarang kauPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

128

muntjul, kau bikin aku serba salah. Botja she Lok,

apabila kau niat selesaikan urusan ini dengan

golokmu, kau salah pikir Apa jang kau bikin dengan

kepandaian jang kau punjai? Sajang, kenapa

dahulu kau telah melepas budi kepadaku! Sedang

aku, aku ada seorang jang bisa bedakan budi. Baik,

tidak apa, dengan memandang kau. aku suka kasi

lewat pada piauwsoe itu, barang anteran jang aku

butuhkan, aku nanti tjari dengan lain djalan.

Hanja, ini satu gundal, ada lain!' ia tunduk Tjoh
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kham Tjioe. "ia tak boleh dikasi pergi, dia mesti

ditinggalkan disini!"

Lok Hong kaget bukan main.

'Kau ngatjo!" ia membentak. "Dia ini ada aku

punja sahabat baru, ia ada Tjoh Kham Tjioe dari

Seng-touw, ia tidak bermusuhan sama kau, kenapa

kau hendak tahan padanja?"

Tapi Hoei Thian Ho tertawa berkakakan.

"Sebab dia ada Tjoh Kham Tjioe jang Kesohor

dari Sengtouw maka aku hendak tahan padanja ada

ia punja djawaban. Tljikalau tidak didjelaskan,

urusan memang ada gelap untuk kau sedang aku

bukannja tukang bekerdja setjara diam2. Kau

bilang dia ada sahabatmu jang baru, itu sebabnja,

kau djadi belum tahu siapa dia sebenamja.

Sekarang kau dengar aku hendak kasi keterangan.

Dia djauh di Soe-tjoan dengan aku sendiri, dia takPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

129

punja sangkutan, akan tetapi sudah sedjak sekian

lama, ia ada punja urusan sama beberapa orang

ternama dari perbatasan Soe-tjoan dan semua

mereka, tak ada jang tak bentji sangat padanja! Dia

ini biasa tawan orangi dari Rimbah Hidjau untuk

didjadikan msngsa, kurban persembahan, antuk

ber-muka2 kepada pembesar negeri! Beberapa

pembesar tinggi di Soetjoan, jang kuntjirn.ia

merah, semua mandjat sebat tundjangannja orang

she Tjoh ini, jang kutjurkan darahnja orang2 Rimba

Hidjau. Sudah banjak orang kosen, jang

terdjungkel di tangannja dia ini. Paling belakang ini,

dia ada terima titah rahasia dari Boe-tay dari Seng
touw, dan sekarang dia berada di Inlam, pasti dia

ada kandung maksud buruk. Boleh djadi dia ada

punja hubungan sama si orang she Bhok.Dia

memang bakal lewat disini, dan aku telan ketahui

dari siang2, sebab ada beberapa sahabat kang-ouw

dan aku, jang memberikan kisikan kepadaku.

Beberapa sahabat telah minta bantuanku, guna

pegat padanja, guna balaskan sakit hati dari

sahabat2 mereka jang rubuh sebagai kurban. Tentu

sedja aku tak bisa tolak permintaannja sahabat2

itu. Ini hari aku bertindak ajal-ajalan, sebagian

disebabkan aku hendak tunggui andjing ini, dan

urusannja ini piauw, ada urusan sambil-lalu sadja.

Maka itu, piauw itu aku suka kasi lewat, tetapi tidak

dia ini! Orang she Lok, aku kasi nasehat pada kau,

baik kau djangan tjampur urusan ini!"PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

130

Lok Hong tak puas atas orang punja sikap katak

itu, di lain pihak, ia pun merasa tidak enak, ia

berkuatir. Ia sudah tahu, boegee dari Hoei Thian Ho

ada liehay, sedang dalam tahun2 jang terbelakang,

ia djuga sudah berguru pada Kioe-tjoe Kwie Bouw

dari Kwie-bouw-tong di selat Pit Loay, hingga

kepandaiannja telan djadi bertambah ber-lipat2 Ia

merasa, ia bukan tandingannja bekas Touwsoe ini.

Sudah begitu ia djuga tak tahu, bagaimana

kepandaiannja ia punja sahabat baharu, Tjoh Kham

Tjioe ini."

Ang Hay Djie terus berikan penuturannja sebagai

berikut:

"Kouw Bak Giam-lo tidak senang atas sikapnja

Hoei Thian Ho. Ia pun lihat kesangsian dari Lok

Hong, ia bisa mengerti itu. Maka itu, ia lantas

madjukan dirinja.

"Begal tak bernama, bagaimana kau berani

pentang batjot!" Ia membentak. "Aku pun djusteru

hendak tolongi penduduk Inlam menjingkirkan satu

bentjana bagi mereka!"

Dalam murkahnja, Hoei Thian Ho tak mau bitjara

lagi, ia hanja lontjat madju seraja ia berseru, "Kau

sambutlah!" Dan goloknja segera menjamber ke

djurusan.

Kouw Bak Giam-lo sudah siap.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

131

"Bagus!" ia menjambut. Ia geser kakinja

kesamping, ia tidak menghunus sendjata, hanja

dengan mantelnja, jang ia gulung, ia sabet orang

punja lengan lang memegang golok. ia punja

gerakan. saking tjepatnja, sampai menerbitkan

samberan angin.

Tapi djuga serangannja si Rase Terbang ada

serangan antjaman sadja. Ia ingin lihat orang punja

sikap, karena ia bertjuriga. Dibebokongnja orang

she Tjoh itu ada menggemblok pedang jang

pandjang, akan tetapi dia tak mau hunus

pedangnja itu nanja pegang tetap gulungan

mantelnja Ini ada satu bukti bahwa ia sedang

berhadapan sama satu achli silat, achli dari Boe

Tong Pay. Dikalangan Boe Tong Pay adalah

kebiasaan, bila menghadapi musuh dengan sendiri

tak siap sendjata, angkinnja atau badjunja boleh

dibuka, buat digulung atau dibasahkan, guna

dipakai sebagai gegaman, sebagai gantinja toja ia

pertjaja, Kouw Bas Giam-lo tahu ia bersendjatakan

Bian-too, maka mantel itu mau dipakai sebagai

sendjata perlawanan jang setimpal. Djadi

kelemahan hendak dipakai menghadapi kekerasan.

Karena ini, Hoei Thian Ho tak berani berlaku

sembarangan, sebab ia tahu, kalau goloknja

terlibat mantel, golok itu bisa dibetot terlepas dari

tangannja. Meski demikian, ia merangsek, ia gunai

"Ngo Houw Toan-boen-too," ilmu golok "Lima

harimau memegat pintu." Ia tjampur itu denganPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

132

Ngo Bie Pay punja ilmu pisau belati "Hianboen Tjit
sioe". Setindak dengan setmdak, ia mendesak Lok

Hong mengawasi dengan tergugu. Begitu djuga

kawanan pegawainja. Siangkoan Hiok, Touwsoe itu

insaf liehaynja si Rase Terbang, bagaimana saban

batjokan atau tikamannja, ada sangat berbahaja.

Kouw Bak Giam-lo sendiri mengerti, musuh

benar liehay, dan hatinja kedjam djuga, sebab

setiap menjerang, ia itu arah tempat2 dari

kematian. Sekarang baru ia insaf, kenapa In Hay

Tjhong-liong tak sanggup lajani orang Biauw ini.

Maka ia pun lantas ambil putusan akan berlaku

sabar dan hati2. Ia tetap gunai ia punja mantel,

untuk menghadapi musuh. Mantel itu ia bisa gunai

dengan lemas dan kaku sekehendak hatinja.

Karena ia gagah, ia bisa imbangi kegagahan

musuh.

Itu waktu, In Hay Tjhong-liong telah dapat tjukup

ketika untuk beristirahat. Ia pun saksikan

pertempuran, jang bikin ia kagum Ia insaf, kalau

tak ada Tjoh Kham Tjioe, sedari tadi ia sudah rubuh

ditangannja begal liehay itu. Ia hanja merasa

lemah, kesatu karena barusan ia gunai tenaga

habis-habisan, ke-dua, usianja sudah meningkat.

Kemudian ia bersangsi, sebab djalannja

pertarungan itu ada seimbang. Ia bajangi,

bagaimana sajang apabila Tjoh Kham Tjioe rubuh,

rubuh karena ia. Ia terus menonton, denganPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

133

pentang mata, hatinja berdebaran. Inilah ia punja

pertaruhan Ia akan runtuh dan rudin, atau akan

bertambah makmur.

Lok Hong, jang berada lebih dekat sama

kalangan pertempuran tetap masih berkuatir,

untuk ia punja sahabat baru. Ia tadinja mengharap,

mengingat persahabatannja sama Hoei Thian Ho,

urusan piauw bisa dibereskan. Didalam ini hal, ia

berhasil. Tapi siapa tahu, urusan merembet dengan

mendadakan. Apamau, Hoei Thian Ho djusteru

musuhkan Kouw Bak Giam-lo, dalam hal mana, ia

tak berdaja. Ia bingung karena ia tahu Goh Pit Kwee

gagah, sebaliknja, ia belum tahu kepandaiannja ia

punja sahabat baru. Dilain pihak, rakjatnja Hoei

Thian Ho pun bersikap sangat mengantjam.

Bagaimana kalau mereka madju be-ramai2 ? Maka

ia mengawasi ke kedua sendjata dengan mata

terpentang lebar, hatinja meng-harap sahabatnja

jang menang, agar Hoei Thian Ho dapat dibekuk

dan digiring ke Bhok Kong-hoe di Koen-beng.

Kedua lawan terus bertanding setjara seruh,

sinarnja golok Birma berkeredepan berkilau-kilau.

Orang madju dan mundur, orang berlompat dan

berkelit, mengegos tubuh atau menangkis, tapi

tangkisannja Kouw Bak Giam-lo selalu berbareng

mengarah lengan atau belakang golok. Dengan

sempurna sekali, Giam Lo Ong Buta ini mainkan ia

punja sendjata istinlewa, membikin lawan takPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

134

mampu batjok atau tikam ia, sendjatanja pun tidak

bisa dibabat, sebaliknja, ia selalu mengantjam,

akan bikin golok musuh terlibat dan terbetot

terlepas.

Sesudah bertempur sekian lamanja, dengan

sama tangguh dan ulatnja, lalu dengan pelahan2

tertampak orang berkelahi dengan mengisar

kearah rimba. Pergeseran ini terdjadi seperti

sendirinja, karena gerak-gerakannja mereka

berdua Lok Hong lihat itu, dengan tak merasa,

lapunja kedua kaki pun bergerak sendirinja,

mengikuti, kedua matanja terus dipasang kearah

pertempuran. Djuga pihak saudagar dan pegawai

piauwkiok terus tudjukan mata mereka kepada

pertandingan itu.

Rombongan oranga Biauw itu pun mengawasi

pemimpin mereka, mereka ada kagum sekali atas

pertandingan itu, hingga dari bikin banjak berisik
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan bersikap garang, mereka laksana terpaku:

semua berdiam, berdiam tubuh dan mulut, mata

mereka melongoh, hingga mereka mirip patung.

Sementara itu, kedua d jago telah mendekati rimba

sekali, ningga terpisahnja mereka dari rombongan

orang Biauw hanja dua atau tiga tumbak.

Dalam keadaan itu, selagi debu mengulak

diantara dua musuh jang lagi bertanding hebat,

tiba2 ada terdengar djeritan jang dibarengi sama

mentjelatnja serupa barang jang bersinar tjahajaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

135

perak, menjambar kearah rombongan orang2

Biauw, sebagai kesudahan dari mana, terdengarlah

teriakan kesakitan jang hebat, karena seorang

Biauw, jang berdiri membelakangi sebuah pohon,

kesamber dadanja oleh benda itu! Dan sebelum

orang tahu, bagaimana adanja kedjadian, orang

Biauw itu telah tertusuk bagaikan terpanggang

antara pohon Itu, ia punja njawa sudah lantas

terbang melajang. Sebab pada dadanja itu ada

nantjap golok mustika dari Hoei Thian Ho, si Rase

Terbang, darahnja mengalir turun.

Setelah menampak njata kedjadlan itu, orang2

Biauw perdengarkan suara kaget mereka jang

bergemuruh, sambil berlompat, mereka meluruk

pada kawan mereka jang bertjelaka itu. Di medan

pertempuran, perubahan telah mengambil tempat.

Hoei Thian Ho dan Kouw Bak Giam-lo sudah

hundjuk masing2 kepandaian mereka. Mereka

berdua ada satu tandingan jang sangat setimpal

Tjepat sekali gerak-gerakan mereka, sampai itu

sukar untuk diikuti oleh mata.

Kouw Bak Giam-lo sudah keluarkan antero

kepandaiannja, karena ini, ia insaf ketangguhan

musuh. Beruntung buat ia, ia gunai mantelnja

sebagai sendjata. Tjoba ia pakai ia punja pedang,

jang menggemblok di bebokongnja, ia pasti akan

rubuh ditangan tnusuhnja itu, karena pedang biasa

mesti repot melajani Biantoo, golok jang liehay itu.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

136

Dengan mantel, dengan tjara lemah, ia bisa

tungkuli jang keras. Meski begitu, keringat sudah

mulai membasahi tubuhnja, ia punja napas sudah

mulai bekerdja setjara luar biasa. Asal ia berajal

sedikit sadja, kalau ia kurang awas, ia bakal rubuh

sebagal kurban. Tapi la ada berpengalaman dan

tjerdlk, dari itu, menampak keadaan demikian,

segera ia mengubah sikap. Jalah dari menjerang, ia

tukar haluan djadi membela diri, untuk mana, ia

gunai Boe Tong Pay punja ilmu menutup diri, jalah

"Ngoheng Tjiang-hoat," hingga, dengan melilitnja

ia punja mantel, ia tak mengadakan lowongan apa

djua. Karena gerakan gesit, jang menimbulkan

angin, debu djadi berterbangan setjara luar biasa.

Djuga Hoei Thian Ho, keadaannja telah berubah.

Ia berkelahi dengan sengit, kedua matanja sambil

mendelik dan mengeluarkan tjahaja merah. ia

punja napas sudah mulai memburu. Ia ada sangat

andali ia punja kekuatan. Ia ingin bisa sekali batjok

pada Tjoh Kham Tjioe hingga dada musuh melowak

dan tubuhnja rubuh binasa. Apamau, begitu rupa

ada ia punja keinginan, lain rupa adanja kenjataan.

Musuh ada terlalu gesit dan waspada untuk ia bisa

tublaskan goloknja kepada dadanja. Orang ada

terlalu gesit untuk ia punja berbagi penjerangan.

Tapi, kapan ia lihat orang ubah sikap, dari

menjerang djadi mendjaga, hatinja djadi besar

pula.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

137

Dia tentu telah mulai lelah, ia berpikir. "Dia pasti

tak akan bisa berkelahi terlebih lama pula". Maka

itu, ia djadi girang sendirinja. Ia sudah lantas

merangsek. Tiba2 ia berlontjat sambil berseru, dari

atas, goloknja turun membatjok setjara hebat. Ia

gunai ttpu serangan "Tok-pek Hoa San", atau,

"Dengan sebelah tangan menjerang gunung Hoa

San."

Kouw Bak Giam-lo lihat serangan kematian dari

musuh lekas2 ia berkelit. Ia berkelit seraja

memutar tubuh, maka diwaktu balik, ia bisa terusi

balas menjamber dengan tipunja "Heng Sauw Tjian

Koen," atau, "Melintang menjapu ribuan serdadu".

Laksana naga, demikian ia punja mantel

menjamber bahagian bawah dari musuh.

Tapi serangan "Tok-pek Hoa San" dari Hoei Thian

Ho bukan ada serangan benar2. Sebagai orang

liehay, ia gunai itu sebagai gertakan sadja. Begitu,

sebelum goloknja sampai kepada musuh, ia sudah

tarik pulang kembali, selagi kakinja mengindjak

tanah, kaki itu ia teruskan endjot, hingga ia punja

tubuh mentjelat djauhnja satu tumbak lebih.

Tjoh Kham Tjioe tak tahu musuh gunai akal apa,

akan tetapi ia tak djerih, selagi musuli itu

menjingkir, ia madju, akan menjusul. Ia tarik

pulang ia punja mantel, ia londjorkan ia punja

tangan kiri. ia punja tangan kanan sudah lantas

bersiap.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

138

Goh Pit Kwee sengadja djauhkan diri ke rimba,

untuk pantjing lawan, agar lawan itu terpisah

tjukup djauh dari kawan-nja. Ia tak ingin terutama

Lok Hong nanti membantu lawan ini. Atau kalau

pun Lok Hong turun tangan, ia punja orangnanti

dapat ketika untuk mentjegahnja, dengan serang

touwsoe itu.

Dengan sering berlompat, Hoei Thian Ho bikin

dirinja lelah tanpa ia merasa. Ia aaa cerhati keras,

ia sampai melupai tjapelelahnja. Ia pun pertjaja,

musuh ada djauh terlebih lelah daripada ia.

Apamau, bagaikan bajangan sadja, Kouw Bak

Giam-lo terus susul ia punja musuh. Ini djusteru

ada ia punja pengharapan. Ia hanja tak menduga,

sebagai ia, musuh djuga hendak menggunai tipu.

Karena ini, Tjoh Kham Tjioe sengadja berlaku

sedikit ajalan.

Segera datang saatnja akan Hoei Thian Ho mulai

dengan ia punja serangan beruntun2. Pertama2 ia

gunai "Sian-djin Tjie Louw", atau "Dewa

menundjuki djalanan". ia punja tudjuan adalah

tenggorokan dan dada, salah satunja.

Kouw Bak Giam-lo lihat kegarangan lawan, ia

berlaku sebat. Sambil memutar diri, ia berkelit, kaki

kirinja terus dimadjukan. Dari sini, ia menjampok

dengan ia punja mantel dengan tipu "Sinliong hian

djiauw", atau, "Naga sakti perlihatkan

tjengkeramannja". Dan, disaat musuh menarikPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

139

pulang goloknja, ia membarengi menjapu ke

bawah.

Dengan goloknja, Hoei Thian Ho menutup diri,

hingga serangan lawan djadi dibatalkan. Tapi Kouw

Bak Giam-lo tak berhenti karenanja. Ia geraki

gerakan dari "Kouw sie poan kin", atau "Pohon

kering terbongkar akarnja". Setelah mengantjam,

lagi2 ia menjapu ke bawah. Sekali ini, sekalipun

sendjata hanja ada mantel, jang tergulung, toh

tenaganja ada besar sekali. Ditangan ia, mantel itu

bisa djadi keras dan lemas menuruti kehendaknja.

Dan ini kali, mantel telah dibikin djadi keras,

lempang dan kaku.

Hoei Thian Ho bisa lihat gelagat, ia kenal bahaja.

Untuk tolong diri dari bahaja, ia mentjelat lontjat,

tingginja sampai tudjuh atau delapan kaki hingga ia

seperti naik ketengah udara. Akan tetapi ketika ia

turun pula, tangannja digeraki, goloknja dikasi

bekerdja. ia punja tubuh turut bergerak pula, dalam

ilmu djumpalitan "In iie hoan," atau, "Berdjumpalit

di dalam awan." Dengan begitu, kakinja naik

keatas, kepalanja turun kebawah. Dengan begini,

ia djadi bisa geraki tangannja, atau goloknja,

dengan leluasa. Ia pun gunai tipu golok "Tiang hong

koan djit," atau "Bianglala menutupi matahari." ia

punja golok berkelebat bagaikan kilat tjepatnja.

Kouw Bak Giam-lo kaget. Tak pernah ia sangka,

musuh ada punja keentengan dan kegesitan tubuhPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

140

sedemikian rupa, itulah "Tjeng-kang Tee-tjiong
soet" jang telah sempurna, ilmu entengi tubuh jang

tinggi sekali. Sedang serangannja, ada serangan

ilmu pedang, tapi sekarang, goloklah jg. dipakai

sebagai gantinja. Memangnja, "Tiang-hong koan
djit" ada Ngo Bie Pay punja salah satu ilmu pukulan

jang liehay, tipu ini bisa berubah tjepat sekali.

Tentu sadja, seraugan ini tak bisa dilawan dengan

kekerasan. Dengan kertak gigi, Kouw Bak Giam-lo

lantas bersiap. Ia tunggu sampai golok hampir

mengenai tubuhnja, mendadakan ia djatuhkan diri,

terus ia berguling, akan menjingkir, sampai enam

atau tudjuh kaki djauhnja. Setjara begini, ia lolos

dari antjaman bahaja maut.

Hoei Thian Ho turun dari atas ke bawah, goloknja

ada golok dari kematian, tapi disa"atnja, sasaran

telah lenjap, sebagai gantinja, ada tanah, maka

tanahlah jang terus kena ketikam. Sebab dalam

keadaan seperti itu, ia tak bisa lagi tarik pulang ia

punja golok, ia tak mampu tjegah turunnja ia punja

tubuh. Sekedjap sadja, golok telah nantjap di

tanah, hingga untuk sementara, tubuhnja si Rase

Terbang mirip seperti terpaku ! Tapi sebab ia tahu,

ia sedang menghadapi musuh tangguh, lekas2 ia

turunkan tubuhnja, ia tantjap kakinja, untuk ia
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gunai tenaganja, akan tjabut ia punja golok itu. Biar

bagaimana, untuk ini, ia membutuhkan waktu.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

141

Di pihak lain, Kouw Bak Giamlo gulingkan

tubuhnja buat segera lontjat bangun. Untuk

gerakannja ini, ia tak menunda lagi sampai ia

berhenti bergulingan. Lelah ia ada, disa"atnja jang

perlu, ia masih punjai kegesitan. Ia lontjat bangun

dengan gerakan "Lee-hie Ta-teng," atau "Ikan

leehie meletik." Dan sesudah berbangkit, ia tak

mensiasiakan tempo, akan lontjat pula mendekati

lawan, lalu sambil berseru, ia ajun ia punja mantel

dalam gerakan 'Burung merak mementang sajap."

Hingga bagaikan awan merah sadja, mantel Itu

melajang akan menutupi tubuhnja lawan.

Berbareng dengan itu, dengan tangan kirinja, ia

tjabut pedang dibehokongnja.

Si Rase Terbang terperandjat. Ia telah kena

didjebak. Tapi ia kaget buat sedetik sadja. Ia lantas

menjangka, musuh tentu lelah, mantelnja telah

ditebar karena tenaganja sudah habis, hingga

mantel itu tak dapat digulung lagi dibikin djadi

keras bagaikan toja. Demikian, ia bisa

perdengarkan suara tertawa menghina. Lekas

sekali ia tjabut ia punja golok, ia terus ajun itu ke

atas. Ia pertjaja betul tadjamnja golok ini ta

pertjaja, dengan satu kali babat, mantel itu bakal

terbelah atau tersobek. Dan satu kali mantel rusak,

musuh bakal tak berdaja lagi.

Akan tetapi Kouw Bak Giam-lo sudah bersiap.

Selagi golok menjamber, sebet luar biasa, mantelPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

142

itu ia tarik dan gulung, lalu ia menjabet pula, guna

gulung atau libat sendjata lawan itu. Laksana

gesitnja naga, demikian mantel itu. Golok segera

kena terlibat, sebab kedua sendjata saling samber

dengan berbareng.

Hoei Thian Ho kaget sampai ia keluarkan

djeritan, "Tjelaka!" Sudah begitu, di depan dada ia,

ada benda jang menjamber sambil berkeredepan

sinarnja. Sebab sambil menangkis dan melibat,

dengan tangan kanan, dengan tangan kiri, Kouw

Bak Giam-lo menjerang dengan ia punja pedang.

"Tiang tjoa touw sin," atau "Ular muntahkan bisa,"

adalah ilmu silat serangannja itu, dan udjung

pedangnja menjamber ke dada.

Kagetnja Hoei Thian Ho bukan kepalang. Tak ada

tempo lagi untuk menangkis, karena goloknja

sedang terlibat. Sebab ia sungkan lepaskan

goloknja itu, ia terpaksa berkelit ke kiri. Ia masih

bisa bergerak dengan gesit sekali. Maka itu, udjung

pedang lewat disamping iganja, menembusi ia

punja badju. Dengan tangan kiri, jang diangkat

naik, ia pun mentjoba menekan samping pedang,

kemudian ia angkat kaki kanannja, guna mendupak

tangan kiri musuh.

Dalam keada"an sebagai itu, Kouw Bak Giam-lo

tak mau sia8kan ketikanja jang baik. Ia lihat

bergeraknja kaki musuh, ia tak mau tunggu

sampainja kaki itu. Ia mendahului. Ia tarik pulangPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

143

pedangnja dengan sebat, sama sebatnja, ia

menikam pula. Ia menggunai tipu tikaman "Kim

liong touw siat" atau "Naga emas meleletkan lida,"

salah satu pukulan dari Boe Tong Pay punja "Kie

Boen Sam Tjay Kiam." Sekali ini, udjung pedang

mentjari iga musuh, selagi tangan kanan rnusuh

tak berdaja. Dan sekali ini, pedang itu mentjapai

maksudnja, tak perduli si Rase Terbang tjoba

berkelit sangat tjepat, toh udjung pedang mengenai

iganja, hingga darah merah lantas menjembur.

Tak menghiraukan sakitnja, Hoei Thian Ho gunai

tenaga, akan tarik ia punja golok, berbareng

dengan itu, ia pun geraki tubuhnja, akan lompat

mundur. Ia berhasil, ia punja golok lolos dari

libatan. Ia njata ada gagah, ia bisa lontjat mundur

dengan tubuh tak rubuh atau limbung. Tapi ia ada

sangat gusar. Maka itu, dengan tak berpikir

pandjang, ia terus menimpuk dengan goloknja itu.

Ia anggap musuh lagi tak bersedia, sebab dia

baharu tarik pulang pedangnja dan mantelnja

baharu terlepas dari libatan.

Memang djuga, Kouw Bak Giamlo tak menjangka

terhadap ini matjam serangan gelap. Ia pun kagumi

musuh, jang tak rultuh karena lukanja. Ketika ia

lihat sinar putih berkelebat menjamber, ia kaget.

Tapi ia segera menduga terbuka, dengan tangan

itu, ia tjabut piauw dari iga kirinja. Itu ada piauw

jang beratnja kira? dua taii, jang bertjagak.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

144

Sukurnja adalah itu bukannja piauw beratjun. Dan

lukanja pun tjuma mengenai daging, tak sampai

mengenai urat atau tulang. Hanjr darah, telah

menembus pakaian.

Hay Tjhong-Hong ada bawa obat disakunja,

segera ia keluarkan ia punja obat bubuk, akan terus

pakai itu diluka kawannja ini. Ia potong udjung

badju, buat dipakai membungkus.

Kemudian Kouw Bak Giam-lo membungkuk, akan

djumput ia punja pedang dengan tangan kanannja,

dengan pedang itu, ia menundjuk ke arah musuh.

"Djangan kita orang berlaku ked am dengan

membikin habis mereka itu, biar mereka undurkan

diri kita orang pun perlu lekas berlalu dari ini

tempat busuk . . ." demikian ia kata.

Atas ini, Lok Hong dan In Hay Tjhong-iiong

menoleh ke djurusan lawan. Mereka bisa lihat

orang2 Biauw kerubungi pemimpin mereka, jang

tubuhnja diangkat, dinaiki ke atas djoli rotan, buat

terus dibawa pergi masuk ke dalam rimba,

kelakuan mereka mirip dengan kawanan semut

jang masuk ke dalam sarangnja. Sebentar sadja,

mereka sudah terhilang, berikut majat dipohon dan

goloknja. Hingga tempat itu, jang barusan djadi

medan adu djiwa, sekarang djadi sunji-senjap

seperti tadinja.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

145

Disebelah sana, kawanan saudagar dan

rombongannja, telah bernapas lega. Mereka

hampirkan Kouw Bak Giam-lo bertiga. Kata mereka

menghaturkan terima kasih pada itu tuan penolong,

jang pun hampir kurbankan djiwanja.

"Hoei Thian Ho benar2 liehay,"' achirnja berkata

si Giam Lo Ong Buta. "Kita orang boleb dibilang ada

sangat beruntung. Aku tak sangka bahwa

disini.bisa muntjul iblis itu, jang tak ketahuan

dimana letak sarangnja. Kita pun tak tahu, ia ada

punja lain2 kontjo atau tidak. Maka marilah kita

orang lekas berlalu dari sini, akan keluar dari ini

daerah rimba."

"Buat sekarang ini, kita orang tak usah berkuatir

lagi," berkata Touwsoe Lok Hong. "Ada peribahasa

jang membilang, ular tak berdjalan tanpa

kepalanja, demikian djuga rombongannja Hoei

Thian Ho ini. Malah aku pertjaja, djangan5 dia

punja djiwa pun bakal tak ketolongan. Untuk

melalui Kee-beng-kiap ini, kita orang djangan

kuatirkan apa2 lagi. Apa jang aku buat kuatir.

bukannja sekarang, hanja dibelakang hari"

"Apakah artinja ini?" tanja Kouw Bak Giam-lo.

Lok Hong mengelah napas sebelumnja ia

menjahut.

"Saudara tak ketahui keadaan jang sebenarnja

dari kaum Biauw di Inlam sekarang ini," berkata iaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

146

kemudian. "Sekarang diantara suku bangsa itu

telah muntjul beberapa orang jang liehay sekali.

Pertama-tama aku hendak sebutkan Keluarga Pouw

ajah dan anak dari Pek-sit-tjee di Ah-bie, kedua

adalah Keluarga See di Lioe-hoatjee, Bong-hoa,

dan ketiga adalah Ini Hoei Thian Ho Goh Pit Kwee

dari Aylauw-tjee di Gok-kee. Tapi jang paling

liehay, jang dipandang sebagai machluk aneh, jang

dianggap sebagai pemimpin dari kaum Rimba

Hidjau seluruh Inlam, adalah seorang perempuan,

malah satu perempuan tua, karena ia punja usia

sudah enam-puluh lebih. Dia Ini adalah Kioe-tjoe

Kwie-Bouw Pouw-kee Loo-thaythay, jang

kepandaiannja dibilang tak ada tandlngannja.

Tentang ia punja riwajat tak dapat ditjeritakan

habis sebentar sadja. Hanja dengan ringkas bisa

dibilang, djago betina tua itu sekarang ada sangat

berpengaruh dan tjitanja ada berbahaja, hingga

aku kuatir, dibelakang hari, ia bakal terbitkan onar

besar. Hoei Thian Ho ini adalah kontjo dari Keluarga

Pouw. Turut katanja sendiri, Hoei Thian Ho hendak

gunai barang rampasannja buat menganter pada

orang bikin pesta shedjit, maka aku pertjaja, jang

bakal bikin pesta itu ada Kioe Tjoe Kwie-bouw.

Maka sekarang, setelah dengar keteranganku ini,

saudara2 tentulah insaf akan adanja antjaman

bentjana lebih djauh, sebab bibitnja telah sudah

ditanam. Tak perduli Hoei Thian Ho binasa atau

hidup, lambat atau laun, lain bahaja bakal menjusulPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

147

Maka itu, saudara2, harap selandjutnja kau orang

suka waspada, djangan terlalu berbesar hati".

Habis berkata begitu, Lok Touwsoe lantas

memberi hormat pada Kouw Bak Giam-lo.

"Maafkan aku, aku tak bisa mengantar lebih

djauh," kata ia sambil bersenjum. "Sekarang djuga
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku mesti segera pergi ke Bhok Kong-hoe, untuk

tjari aku punja ipar Liong Tjay Thian, untuk sekalian

laporkan ini kedjadian. Haraplah saudara2 semua

djuga lekas menjeberangi Kim See Kang."

Setelah itu, Lok Hong balik tubuhnja, akan

samperi ia punja kuda, ke atas mana ia lontjat naik.

Sekali lagi, ia hadapi orang banjak, untuk memberi

hormat, lantas ia larikan kudanja, akan pergi dari

situ. Sebentar sadja, ia lenjap dalam rimba diatas

bukit.

Dengan mata terbuka lebar, Kouw Bak Giam-lo

awasi perginja touwsoe itu. Ia nampaknja pikirkan

orang punja kata.

Siangkoan Hiok, sebaliknja, ada kurang puas.

"Dia ada seorang aneh!" ia kata. "Dia berdjalan

sama kau, saudara Kham Tjioe, kenapa sekarang ia

berlalu seorang diri? Dan kata9nja itu, semua tak

ada udjung-pangkalnja ! Dia rupanja kuatir nanti

kerembet-rembet oleh kita maka ia sudah lantas

berlalu seorang diri ""PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

148

Kouw Bak Giam-lo awasi ia punja sahabat, ia

tertawa.

"Kau keliru mengartikan dia!" ia berkata. "Dia

ada salah satu dari delapan touwsoe, dia adalah

touwsoe jang setia terhadap Pemerintah agung.

Dengan dia, aku pun baharu bertemu. Sekarang ini

aku sedang mendjalankan tugasku atas titah dari

pembesar di Sengtouw, sesudah selesai di

Koenbeng, aku hendak lakukan perdjalanan

pulang, apamau, ditengah djalan, kita orang telah

saling bertemu. Lebih dahulu kita memang sudah

pernah berkenalan, maka itu, kita orang lantas

pasang omong. Ia pun sedang mendjalankan titah

dari Bhok Kongya di Inlam, untuk selidiki gerak
geriknja suku bangsa Biauw dari golongan jang

nakal, oleh karena ini, kita berdua djadi djalan

borsama2. Siapa sangka, disini telah terbit

kedjadian inL Tapi ini djusteru ada pentlngnja bagi

Lok Touwsoe, karena ia punja penjelidikan tak sia.

Sudab selajaknja ia mesti lekas kembali pada Bhok

Khongya untuk menjampaikan laporan. Apa jang

aku anggap lutju adalah Hoei Thian Ho menduga

aku datang kemari untuk menjelidiki keadaan suku

Biauw." Mendengar demikian, Siangkoan Hiok

tertawa.

"Kalau begitu, aku salah menduga," ia kata.

"Saudara Kam Tjioe, apakah lukamu tak berarti

apa2? Kalau tidak, mari kita orang sama2 kembaliPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

149

lihat, langit sudah tak siang lagi, asal didepan tak

ada rintangan apa, kita masih akan keburu

menjeberangi Kim See Kang."

Kouw Bak Giam-lo manggut.

"Marilah," ia mendjawab.

Demikian mereka bersiap, sesu1 dah mana,

mereka mulai berangkat. Siangkoan Hiok dan

sahabatnja ini djalan dimuka. Mereka lewati rimba,

mereka masuk ke Kee-beng-kiap. Dengan tak

mendjumpahkan rintangan apa2, mereka pun bisa

seberangi Kim See Kang, maka diachirnja, mereka

sampai di Sengtouw. Disini mereka berpisahan,

sebab In Hay Tjhong-liong mesti berurusan, akan

serahkan kewadjibannja.

Kouw Bak Giam-lo pulang dengan hatinja

mendjadi kurang tenteram. Dari ia punja

pengalaman ditengah djalan, ia mengerti bahwa

kesedjahteraan telah mulai terganggu, bahwa

negara bakal katjau, karena didalam pemerintahan

ada menteri2 jang tak djudjur dan setia. Sudah

begitu, ia sendiri merasai bagaimana uslanja

semakin bertambah.

Kelihatannja tak dapat tidak, aku mesti undurkan

diri siang, demikian ia pikir. Ia lantas wudjudkan

pikirannja ini, tempo ia madjukan permohonannja

meletaki djabatan, ia berhasil, maka terus sadja ia

pulang, akan adjak anak-isterinja diam2PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

150

meninggalkan Soe-tjoan, akan pergi tinggal

menjepih dibawah puntjak Hoei Poat Hong di Pit
tjiat-koan, Koeitjioe. Tak ada orang jang ketahui

kemana ia pergi, pihak musuh pun tidak, dari itu,

ia bisa tinggal dengan senang, sedikitnja buat tiga

tahun lamanja.

"Demikian ada asal-usul dari bentrokan diantara

Kouw Bak Giam-lo jalah ajahku dengan Hoei Thian

Ho Goh Pit Kwee," demikian Ang Hay Djie tutup

sebahagian tjeriteranja.

VIII

"Ajah awasi musuh itu, jang ia kenali dengan

baik, hingga ia djadi ingat pertempuran hebat di

Kee-beng-kiap. Ia tidak sangka bahwa itu musuh

tak binasa karena lukanja, bahwa sekarang orang

telah tjari ia. Ajah pun mengerti, sekarang orang

muntjul didepan dia, pasti orang itu sangat andali

kepandaiannja, hingga ia harus berhati2. Ia

menduga pada satu pertempuran jang djauh lebih

hebat," begitu Ang Hay Djie medandjuti.

"Ajah membawa sikap tenang, achirnja la

tertawa besar dan kata: "Selamat bertemu,

selamat bertemu! Aku tak sangka bahwa Hoei Thian

Ho jang ternama besar di Inlam telah sudi datang

berkundjungl sendiri Ini adalah satu hal jang

membikin bertjahaja padaku! Ketika dahulu akuPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

151

ketemu kau di Kee-beng-kiap, Pek Tjauw Nia,

bukan maksudku akan tentangkan kau, tuan, tetapi

aku angkat sendjata untuk membantu satu

sahabatku. Djadinja, aku telah terpaksa ambil sikap

bermusuh pada kau. Berhubung dengan itu

kedjadian, karena kau ada orang Biauw, aku sudah

menduga bahwa kau bakal membikin pembalasan

hanja aku tidak njana, setelah berselang tiga tahun,

kau mesti telah melatih keras dirimu, hingga

sekarang pelad.jaranmu telah rampung. Sebaliknja

dengan aku, dalam ini usia tua, mana aku bisa

mendjadi tandingan kau, lauw-hia? Maka aku

pertjaja, maksudmu mentjari bala tentulah bakal

kesampaian, hingga tidaklah sia-sia kau punja

perdjaianan ini "

Hoei Thian Ho tertawa menghina mendengar

kata2 ajah.

"Bagus perkataan kau, sahabat!" ia berseru.

"Tetapi dahulu aku telah terkena tipu-daja kau, itu

bukannja kau punja kepandaian! Tiga tahun

lamanja kau sesapkan kepalamu, tak pernah kau

nongol, dengan begitu, kau bisa mentjuri hidup

buat beberapa tahun lamanja. Siapa tahu,

sekarang, aehir-nja, aku dapat tjari kau punja

tempat sembunji! Hutang tiga tahun lamanja,

sekarang mesti dibajar impas berikut bungahnja!

Lain tahun pada ini hari adaJah kau punja hari

seratus hari! Nah, kau hunuslah sendjatamu, untukPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

152

terima binasa Aku ada satu laki2, aku tak akan

bunuh satu pit-boe jang bertangan kosong!"

Ajah bergusar sekali oleh karena itu hina'an,

hingga ia lupakan segala apa, hingga ia berniat

lawan musuh tangguh itu melainkan dengan tangan

kosong. Baharu sadja ia hendak buka mulut, tiba2

ia lihat bajangan berkelebat djauh dibelakangnja

Hoei Thian Ho, gerakannja bajangan itu gesit

laksana rase. Ia pun lihat itu bajangan masuk ke

rumahnja sendiri. Atas ini, ia ingat suatu apa,

maka, menahan hawa amarahnja, ajah lantas

tertawa.

"Sabar, lauwhia," ia berkata. "Disini ada rumahku

sendiri, disini kita orang bisa bertempur selama

seluruh malam, tak nanti ada lain orang jang

ketahui Djikalau aku takut mati, tak nanti aku

tinggal disini. Hanja, sebelum kita orang

bertempur, aku ingin omong sedikit. Kau sebut

dirimu laki2 sedjati, perbuatan kau mestinja tjara

laki2 djuga, jalah berterus-terang. Lauwhia bilang

bahwa lauwhia datang untuk membalas tikaman

pedangku dahulu hari, untuk itu, aku pun telah

menunggui kau tiga tahun lamanja. Tapi lauwhia,

kenapa kau baharu datang ke mari setelah

terdjadinja pentjurian mustika Ban-lian-tjhee?

Kenapa kau datang kemari dengan menguntit

muridku ? Karena ini, kau tentu datang bukanPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

153

melainkan untuk pembalasan itu, kau mesti

mengharap dengan sekali

gebrak mendapati dua keuntungan!"

Dengan perkataannja itu, ajah lebih banjak

menunggui ketika, la lihat, bajangan jang tadi

adalah bajangan dari Thio Kiat, siapa mestinja

masuk kedalam karena dia menduga musuh liehay

dan dia mau ambil sendjata, sebab ajahku keluar

dengan tak membekal gegaman. Atau boleh djadi

Thio Kiat hendak kumpulkan orang2 kita, guna

membantui ajah. Siapa tahu, djusteru karena

perkataannja itu, ajah djadi dapat korek

keterangan dari mulutnja musuh itu.

Hoei Thian Ho beradat keras, perkataan ajah

menjinggung ia. Ia bitjara tetapi setelah ia tertawa

berkakakan, setjara memandang sangat rendah. Ia

kata: "Tuabangka, tak heran apabila kau utjapkan

kata2 kau ini! Aku ada satu laki, sebenarnja aku tak

ingin bitjara banjak, supaja kau binasa sebagai
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setan penasaran, tapi sekarang, aku tak sudi kau

hinakan aku. Tidak ada halangannja untuk aku

bitjara terus teraug. kau punja Toa-thayya ini ada

murid dari Kioe-tjoe Kwie Bouw Liong-tauw-koay

Pouw-kee Loo-thaythay dari Pek-sit-tjee dari Ah

bie-tjioe di Inlam. Dahulu hari, aku dapat tahu In

Hay Tjhongliong ada menganteri barang2 berharga,

selagi dia lewat di Keebeng-kiap, Pek Tjauw Nia,

aku niat rampas barangnja, guna pakai itu untukPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

154

mengantar kepada guruku, jang hendak bikin pesta

shedjit. Sajang, lantaran ada kau, aku tak berhasil

merampas itu sekumpulan mutiara. Ini tahun,

guruku itu bakal bikin pesta shedjit ke-enam-puluh

tahun, aku hendak mengantar pula padanja.

Kebetulan sekali, aku ada dapat dengar hal Ban
lian-tjhee, Itu kumala mustika dari Touw-Hoan.

Aku sudah pikir akan rampas itu selagi mustika

dibawa lewat di Inlam. Berbareng dengan itu, aku

telah bertemu sama satu sahabat, jalah Hoei Thian

Gouw-kong. Dia ada muridnja Keluarga Pouw di

Ahbie-tjioe, akan tetapi dia ada seorang Han.

Sahabatku itu ketahui aku mendendam saldt hati

terhadap kau, bahwa aku belum mampu tjari kau

punja tempat sembunji, maka itu, ia kasikan usul

kepadaku. Ia bilang, asal Kouw Bak Giam-lo masih

hidup, Ban-liantjhee Itu akan djadi benda penarik

untuk bikin dia muntjul pula dimuka umum, atau

aku bakal dapat tjari sarangmu. Ia tanggung, ia

punja tipu Itu, asal didjalankan, akan memberi hasil

dalam tempo satu hulan. Hingga, bukan melulu

mustika aku akan dapati, pembalasan pun bakal

bisa dilakukan sekalian. Atas pertanjaanku,

sahabatku itu andjurkan aku rampas Ban-lian-tjhee

sesampainja mustika itu di Seng-touw. Menurut ia,

segala andjing pembesar di Sengtouw bakal basah

tjelananja waktu mentjari mustika itu, bahwa

achirnja, mereka tentu akan mohon bantuannja

Kouw Bak Giam-lo. Ia bilang, asal ada satu sadjaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

155

orang jang pergi tjari kau. aku boleh kuntit dia itu,

achirnja aku tentu bakal dapat tjari kau. Ini jang

dibilang dengan sebatang panah mendapati dua

ekor burung. Aku terima baik usul tetapi karena aku

tak bisa bekerdja sendirian, aku minta sahabat itu

bantu aku. Demikian kita pergi ke Seng-touw,

demikian kita tjuri mustika itu. Setelah berhasil,

aku suruh sahabatku bawa Ban-liantjhee

meninggalkan Seng-touw, akan pulang lebih dahulu

ke Ahbie-tjioe, aku sendiri, setiap hari dan malam,

menguntit segala pegawai polisi. Untuk itu, diwaktu

malam, aku sampai satroni kantor pembesar

negeri. Selang empat atau lima hari, baharu aku

dapat tahu jang dua pouwtauw she Thio dan Lou

diutus untuk tjari kau. Aku lantas kuntit mereka,

sampai disini. Aku kagumi ketjerdikannja Hoei

Thian Gouw-kong, jang pandai memikir dan

mengatur tipu. Hanja, meski kau orang bangsa Han

ada tjerdik, aku toh kutuk Hoei Thian Gouw-kong,

karena ia bukannja satu manusia. Ia telah

tinggalkan aku dalam kesukar... "

Mendengar sampai di situ, ajah baharulah tahu

duduknja hal kenapa orang Biauw ini bisa tjari ia di

tempatnja beristirahat Ia pun lantas ingat bahwa ia

pernah dengar itu nama Hoei Thian Gouwkong.

Maka ajah heran, kenapa orang Biauw ini bisa

berkenalan sama itu djago Rimba Hidjau dari Tiang
kang.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

156

Selagi ajah berdiam, Hoei Thian Ho telah

banting2 kakinja dan menjatji seorang diri.

"Di dalam itu hal, aku mesti sesalkan diriku

sendiri," demikian katanja "Aku pertjaja Hoei Thian

Gouw-kong, aku serahkan mustika itu padanja,

siapa tahu, ternjata ia telah pedajakan aku. Ia pergi

baharu tiga hari, lantas datang utusannja Kioetjoe

Kwie Bouw. Guruku telah kirim satu tauwbak jang

dipertjaja, di tengah djalan, di rumah penginapan,

ia bertemu sama Hoei Thian Gouw-kong. Ia ini

pernah tinggal di Ah-bie-tjioe, ia kenali Itu

tauwbak, siapa sebaliknja, tak ingat padanja. Ia

bltjara sama tauwbak itu, siapa ia beritahukan

tempat mondoknja di kota Seng-touw, kemudian ia

menulis surat, minta si tauwbak sampaikan

kepadaku. Tauwbak itu tak tahu apa, ia suka bawa

surat itu. Ia pun pertjaja, Hoei Thian Gouwkong

sudah menudju terus ke Ahbie-tjioe. Ketika ia dapat

tjari aku di Seng-touw, ia serahkan suratnja Hoei

Thian Gouw-kong. Membatja surat itu, aku

mendongkol bukan main. Binatang itu menulis

begini pada aku: "Tuan berjita2 mentjari balas,

aku bertudjuan mendapati mustika, dari itu, kita

djadi sama2 telah tjapai maksud kita masing2.

Inilah jg. dibilang maha adil Tuan, kita orang sama

berpisah, perdjalanan laut ada ribuan lie, maka,

sampailah lain kali!" Menurut suratnja itu, dia

rupanja pergi ambil djalan laut. Tidak bisa lain, aku

antap padanja, aku harap satu waktu, aku nantiPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

157

ketemukan dia, untuk bikin perhitungan. Sekarang

ini, aku mesti berhitungan sama kau ! Tuabangka,

kau sudah mengerti, bukan ? Kau sekarang boleh

binasa dengan tak penasaran, kau boleh djadi setan

jang merasa puas! Kau tidak mau angkat

sendjatamu, kau hendak tunggu apa lagi?"

Baharu sadja orang Biauw itu berhenti bitjara

dari pepohonan jang lebat dan gelap, satu bajangan

lontjat keluar, sambil mendekati ajahku, bajangan

itu berseru "Soehoe, inilah golok kau!"

Ajah lihat bahwa dugaannja tak keliru. Orang itu

ada Tongpek-wan Thio Kiat Dia membawa toja Pin
tiat Tjie-bie-koen di pundak kiri dan tangan kanan

menengteng pedang jang pandjang. Sebenarnja

Thio Kiat telah sampai sedari tadi, dengan

sembunjikan diri, ia bisa dengari semua kata2nja

Hoei Thian Ho. Ia menjesal sekali jang Ban-lian
tjhee djatuh ke lain tangan, karena itu berarti

tambah sulitnja ia punja kerdjaan, ia punja harapan

adalah gurunja bisa tjekuk pendjahat ini, guna

hadapkan dia pada pembesar negeri, ia punja sep.

Ia lari pulang akan ambil sendjata begitu lekas

dapat kenjataan pendjahat ada sangat menantang.

Ia datang pada gurunja akan berdiri di samping

guru ini.

Ajah sambuti itu toja seraja ia minta muridnja

mundur sedikit djauh. Thio Kiat menurut Ia ada

bawa piauw dikantongnja, ia sebenarnja ada sangatPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

158

panas, ia hendak hadjar pendjahat itu dengan

piauw, tetapi malu kepada gurunja, ia tahan sabar.

Hoei Thian Ho tak takut sekalipun ajah ada

berdua muridnja, malah dengan djumawa, ia

menantang : "Sekalian sadja, kau orang madju

berdua ? guru dan murid! Agar aku tak usah

mensia-siakan tempo lagi!" Dan seruan ini ia

keluarkan berbareng sama serangannja. Ia lontjat

madju sambil geraki goloknja, jang berkilauan. Ia

membatjok dalam ilmu Tok Pek Hoa San.

Ajah mundurkan sebelah kaki seraja tojanja

digeraki ke bawah, jalah selagi golok musuh

menjerang ia ditempat kosong, karena berkelitnja,

ia punja toja menjapu kaki musuh. Atas ini, lawan

itu

lontjat tinggi lima kaki, hingga toja lewat sambil

perdengarkan suara sampokan angin. Baharu sadja

kakinja turun mengenai tanah, musuh itu sekali lagi

sudah menjerang pula. Dan sekarang ia

merangsek, rupanja guna mentjegah ajah bisa

merabu pula bahagian bawahnja.

Tubuh dari Hoei Thian Ho ada sangat enteng dan

gesit, gerakan tangannja ada sebat sekali. Ia

benar2 ada liehay luar biasa.

Ajah telah keluarkan ilmu toja dari Boe Tong Pay

guna menghadapi itu musuh jang tangguh. Ia

mengemplang, menjodok, menjapu danPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

159

menjangsut, untuk imbangi segala serangan golok.

Ia pun menjapu pinggang. Beratnja toja ada kira2

tiga-puluh kati, dari itu, sendjata ini tak usah

djerihkan golok Bian-too jang liehay dari musuh itu.

Dulu di Pek Tjauw Nia ajah gunai mantel jang

lembek, djadi lembek lawan keras, tetapi sekarang,

keras lawan keras. Malah kalau kedua sendjata

dipadu, toja adalah keras, golok ada lembek.

Karena ini, ajah tak usah djerih terhadap golok

Burma itu. Kalau dulu Hoei Thian Ho berani

merangsek, sekarang ia berlaku segan dan

sungkan. Ia tak berani adu goloknja kepada

potongan besi jang berat dan besar itu.

Dalam sendjata, ajah ada dipihak atas, tetapi

Hoei Thian Ho ada gesit dan liehay, oleh karena itu,

ada sukar untuk toja ajah mentjari lowongan,

sebagaimana pun musuh tak gampang bisa

mendesak.

Thio Kiat, jang njingkir ke antara pepohonan,

ibuk sendirinja akan saksikan itu pertempuran

hebat, jang nampaknja sukar lekas sampai pada

achirnja. Ia pun ibuki Yong Kim-kong, jang sampai

itu waktu masih belum muntjul, ia kuatir saudara

itu sudah djadi kurbannja tangan djahat dari musuh

ini Sembari berpikir keras, matanja terus
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengawasi golok dan toja. Diam2 ia berkuatir

untuk gurunja, jang sudah berusia tinggi. Buat

seorang tua, pertempuran lama ada takPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

160

menguntungi, apapula gurunja itu bersendjatakan

gegaman jang berat. Lelah, atau kelambatan

sedikit, berarti antjaman bentjana.

Selagi pertempuran berdjaian dengan seru, tiba

ada terdengar suara njaring dari beradunja

sendjata. Diluar dugaan, toja ajah jang berat itu,

telah terkutung udjungnja sebagai akibat dari

batjokan golok Bian-too, terkutung tudjuh atau

delapan dim pandjangnja. Dan udjung jang

terkutung itu mentjelat ke arah Thio Kiat, sukur

bagi ia, sebatang pohon menalangi ia menangkis,

hingga kutungan itu tertantjap disitu.

Thio Kiat lontjat mundur bahna kagetnja,

kemudian ia djadi masgul dan berkuatir. Ia kagumi

sendjatanja Hoei Thian Ho, ia kagumi Hoei Thian Ho

sendiri. Musuh benar ada bemjali besar, dengan

golok jang ketjit berani membabat toja jang berat

Lebih tjelaka, golok itu benar ada tadjam luar biasa.

Karena udjung toja terpapas miring, sekarang

udjung jang masih ketinggalan itu mendjadi tadjam

mirip dengan udjung tumbak.

Ajah telah berlompat mundur ketika ia ketahui

tojanja kena dipapas kutung oleh musuh, akan

tetapi, oleh karenanja, bukan la mendjadi keder, ia

djusteru mendjadi gusar, ia terus sadja lontjat

madju pula, akan menikam, sebab sekarang, toja

itu bisa dipakai sebagai tumbak.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

161

Hoei Thian Ho mundur karena ini desakan. Tapi

ia bukannja takut, malah sebaliknja, la tertawa, ia

mendamprat.

"Tua-bangka, apakah sebegini sadja kau punja

kepandaian?" demikian ia mengedjek. "Baik, kau

punja Toa-thayya akan antap kau udal semua

kepandaian kau, nanti sebentar aku akan antar kau

kedjalan jang benar !"

Pertempuran tak djadi tertunda oleh karena

kata2 itu, ajah menjerang terus, lawan menangkis

dan balas menjerang, sebab dia pun agaknja sudah

mulai sengit.

Sesudah lewat belasan djurus, satu kali, ajah

menjapu dengan tipu pukulan "Mengeprak rumput

untuk mentjari ular". Hoei Thian Ho lontjat ketika

serangan sampai, tetapi ia bukannja lontjat mundur

atau njamping, ia djusteru lontjat madju, akan

mendekati, maka tempo kedua kakinja turun,

tangan kanannja ? goloknja ? terus menjamber

ke pundak ajah. Ajah berlaku sebat,dengan "Hoat

in kian djit" atau "Menjingkap mega memandang

matahari" ia tangkis golok buat terus ia balik

menjerang kembali ke bawah, dengan tipu "Tok

tjoa djip tong, atau ular berbisa masuk ke guhanja."

Tapi karena tojanja sudah djadi terlebih pendek, ia

kepaksa gunai tipu "Ouw Liong sauw tee atau Naga

hitam menjapu bumi" Hanja rabuannja tetap ke

bawah, ke kaki.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

162

Sambil perdengarkan suara menghina. Hoei

Thian Ho tolong diri sambil berlontjat. Ia ada sangat

gesit, ia bisa berlontjat-lontjat dengan merdeka.

Sudah begitu, djarang ia mau mengalah, sekalipun

bergegaman sendjata pendek, ia lebih berani

mendesak. Begitu, habis berkelit, ia madju dengan

goloknja mengarah tenggorokan. Ia menjerang

dengan tipu "Sian djin tjie louw", atau Dewa

menundjuki djalanan."

Ajah berkelit sambil putar tubuh, dengan tipu

"Koay bong hoan sin," atau TJlar aneh membalik

tubuh." Tapi ajah tak tjuma menolong diri, hanja

berbareng, ia pun membalas menjerang, udjung

tojanja mentjari iga-iga kanan dari lawan.

Hoei Thian Ho djuga berkelit seraja putar tubuh,

berbareng dengan mana, tangannja pun turut

berputar, goloknja menjamber, dari bawah ke atas.

Ini ada tangkisan jang luar biasa gesit, ajah sampai

tak keburu tarik pulang tojanja. Maka lagi sekali,

udjung toja kena terpapas kutung satu kaki, hingga

toja djadi semakin pendek, sebab tjuma tinggal dua

kaki lebih. Hanja udjungnja masih tetap lantjip.

Hingga, sendjata itu toja bukannja toja, tumbak

bukannja tumbak.

Kembali Hoei Thian Ho tertawa berkakakan. Ia

djadi semakin dapat hati, ia djadi semakin

memandang enteng. Ia punja sikap ini membikin

Thio Kiat bingung sekali Ini murid ada sangatPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

163

berkuatir untuk gurunja. Tapi sebaliknja, ajah tak

djadi berketjll hati, malah la anggap, sendjata

pendek ini, mirip tungkat atau rujung, mendjadi

terlebih tjotjok untuk ia. Ajah memang telah

pahamkan peladjaran "Sha-tjaplak Tjhioe Kim-na
hoat/ itu ilmu pukulan asal Siauw Lim Sie, jang

ditjiptakan dari "Sim-pat-tjhioe Lohan-koen,"

hingga ia bisa gunai segala matjam alat-sendjata.

Ini sendjata tak keruan ia lantas gunai sebagai

Poan-koan-pit.

"Awas!" ajah berseru kapan ia mulai dengan ia

punja penjerangan. Diluar dugaan musuh,

sekarang ia berlaku gesit sekali.

Hoei Thian Ho nampaknja heran atas perubahan

sikap dari ajah, ia sampai lontjat mundur djauhnja

satu tumbak lebih. Atas itu, ajah berdiri diam, ia tak

menguber. Dengan ini djalan, ajah dapat ketika

akan beristirahat sebentar. Ia pun mau berlaku ati,

karena sudah terang, musuh ada sangat liehay.

Hoei Thian Ho sekarang bukan lagi Hoei Thian Ho

tiga tahun berselang.

Dari tempat ke mana ia lontjat mundur,

mendadakan Hoei Thian Ho gunai sioe-tjhian atau

panah-tangan. Dengan sebat ia geser goloknja ke

tangan kiri dan tangan kanannja dipakai merogo ke

saku, terus menimpuk. Dua batang panah ia kirim

saling-susuL Penjerangan mendadakan ini ada

hebat. Mata ajah tak dapat melihat njata, karenaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

164

langit ada guram, sebab pada saat itu, rembulan

tak bertjahaja gilang-gemilang. Sukur ajah tabah

dan kupingnja -terang, hingga la dengar njata

samberan angin. Panah jang ke-satu dikasi lewat

disamping kuping, jang kedua ajah sambuti dengan

tiga djari dari tangan kiri. Kebetulan segumpal

awan melewati sang rembulan, ajah dapat ketika

akan lihat njata itu panah-tangan, jalah sebatang

jang mirip benar dengan panah-tangan jang

meminta djiwanja ibuku. Itu ada Bwee-hoa Pinlong
tjian, panah jang bukan terbikin dari besi atau

badja, hanja dari kaju pinang jang tua. Kaju pinang

itu ada sama kuatnja dengan logam, malah lebih

Uehay, tadjamnja mirip dengan panah beratjun.

Panah begitu biasanja dilepas beruntun lima kali,

sebab bumbungnja bisa muat sekali lima.

Maka itu, setelah melihat orang gunai panah,

ajah djadi semakin waspada.

Segera djuga meleset panah jang ke-tiga, dari

mana, ajah bisa egos tubuhnja. Dengan begitu,

masih ada dua lagi. Inilah berbahaja. Maka ajah

lantas pikir, baiklah ia merangsak, untuk

mentjegah musuh dapat ketika melepaskan lagi

jang dua itu. Atau barangkali, desakan akan

mengasi keuntungan jang tak terduga. Sementara

itu, ajah tak dapat tahu bahwa panah sudah

dilepaskan empat dan ketinggalan hanja jang

terachir, satu batang. Tentang ini kemudianlahPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

165

baharu ajah mendapat tahu. Ajah wudjudkan

pikirannja, ia lantas lompat madju, akan

menjerang.

Hoei Thian Ho tertjengang untuk kepandaian

ajah menangkap panah, ia pun tak sangka ajah

berani madju pula. Akan tetapi, ia tetap tak takut,

malah ia segera tantjapkan goloknja disamping

kakinja seraja ia berseru,"Tuabangka, djangan

bertingkah ! Aku nanti adjar kau kenal sama

kepandaiannja kau punja Toa-thayya !".

IX

"Hoei Thian Ho djadi besar hati oleh karena

sedjak dipetjundangi di Kee-beng-kiap, Pek Tjauw

Nia, untuk membalas dendam, ia telah pergi pada

Kioe-tjoe Kwie Bouw Pouw-kee Loo-thayhay untuk

mejakinkan Siang-pek Lianjoe Bwee-hoa Pin-long
tjian, jalah ilmu panah-tangan dari Ngo Bie Pay.

Dua tahun lamanja ia berlatih, ia lantas bisa gunai

panah itu dengan dua2 tangannja kiri dan kanan,

selama dalam latihan, dalam seratus kali

memanah, tak pernah ia loloskan satu djua.

Sekarang ada saat paling genting, ia sekarang mauPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

166

gunai kepandaiannja jang istimewa itu. Demikian,

ia sampai tantjapkan ia punja golok mustika.

Ajah menduga djelek kapan ia saksikan sikap

luar biasa dari musuh, ia lantas menduga bahwa

musuh tentu hendak gunai dua2 tangannja. Apabila

ini benar, ia akan terantjam bahaja. Maka itu, selagi

musuh membentak, ia membarengi berseru, lalu,

menjusul itu, ia menimpuk dengan panahtangan

musuh jang barusan ia tangkap. Ia tunggu sampai

ia sudah menjerang, baharu ia barengi berseru
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pula: "Inilah mustikamu, aku kembalikan!" Di lain

pihak, dengan sebat, ia rogo ia punja kantong

piauw, akan siapkan sendjata rahasia itu. Dua

batang ia segera pakai menimpuk, menjusuli itu

panah-tangan. Dua sendjata ini menjamber saling
susul dengan memperlihatkan sinar berkeredepan.

Tiga sendjata rahasia itu menudju ke tiga tempat.

Hoei Thian Ho baharu bersiap akan menjerang,

atau ia lihat datangnja sendjata rahasia

musuh,sedang kupingnja telah tangkap orang

punja seruan. Ia kaget tetapi tak terkesiap hatinja,

maka ke tika ke-tiga sendjata sampai, ia buang

tubuhnja ke belakang, dengan tipu "Tiat-poan
heng" atau "Melintangnja papan besi." Untuk ini, ia

punja kedua kaki tak berkisar barang sedikit.

Dengan begitu, tiga sendjata menjamber melewati

tubuhnja. Sesudah itu, ia lekas bangun pula, sambil

ia teruskan menuding ajah. Baharu ia mau pentangPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

167

mulut, akan menegur atau membentak, tahu ada

lagi sendjata berkeredepan menjamber ke arah ia.

Inilah jang dibilang, Tumbak berterang gampang

dikelit, sendjata gelap sukar didjaga Serangan

datang dari samping begitu rupa, tjepatnja luar

biasa, biar ia gagah, Hoei Thian Ho tak keburu kelit

lagi, sedang untuk menangkis, daja tak ada.

Dengan menerbitkan suara, piauw menjamber

tulang piepee dibawahan pundak, ampir nantjap

didada. Serangan ini ada hebat, Hoei Thian Ho

mendjerit, ia mundur enam atau tudjuh tindak,

tubuhnja limbung, sia ia pertahankan diri, tubuhnja

toh rubuh numprah, hanja setelah mengenai tanah,

ia bisa gunai 'Lee hie ta teng," untuk segera lontjat

bangun pula. Berbareng dengan itu, tangan

kanannja menjamber, panahnja melesat ke

pepohonan. Entah panah itu mengenai sasaran

atau tidak ia berteriak: "Orang rendah, nanti

datang saatnja kau bergirang-girang! Sekarang ini

permusuhan kita telah djadi mendalam bagaikan

lautan, maka, sampai nanti lain kali!" Habis itu ia

putar tubuhnja, ia berlompat satu tumbak lebih,

kemudian dengan beberapa lompatan lain, ia lantas

mengilang di pengkolan bukit, mengilang

dengan bawa piauw jang melukai tubuhnja.

Ajah sebenarnja ada terantjam bahaja, karena

piauwnja telah dipakai semua dan ia belum siap

jang lainnja. Diluar dugaan, datang itu sendjataPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

168

rahasia dari sanmping, jang melukai musuh. Tjoba


Fear Street Ciuman Selamat Malam Pendekar Hina Kelana 11 Sepasang Iblis Wiro Sableng 070 Ki Ageng Tunggul

Cari Blog Ini