Ceritasilat Novel Online

Ancaman Bencana Di Perbatasan 3

Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T Bagian 3

musuh dapat ketika menjerang ia, ia mesti rubuh.

Sebab kalau musuh melepas panah, dikiri dan

kanan, itu berarti enam batang datang saling susul.

Ajah mengerti, Thio Kiat ada orang jang tolong ia.

Ia tidak pernah sangka, datang saling susul. Ajah

mengerti sekarang si murid balas kebaikannja

dengan piauw djuga.

Lantas sadja ajah berseru: Thio Kiat, kau punja

piauw sungguh berharga ! Kau pun ternjata telah

peroleh kemadjuan pesat ! Musuh sudah berlalu,

mari kau keluar !"

Panggilan itu tak mendapat djawaban dari Thio

Kiat, siapa pun tidak muntjul, hanja ketika ada

melajang turun satu tubuh, turunnja dari atas

pohon besar disamping, itu ada seorang lain, jang

suaranja pun berbeda. Ia ada suara berat dari

seorang tua, katanja: "Lauw-tee, sungguh

berbahaja ! "

Dibawah terangnja tjahaja rembulan, ajah lihat

satu tubuh jang tinggi, dengan muka jang seperti

tertabut kumis dan djenggot putih jang pandjang.

Ajah tertjengang kapan ia sudah kenali orang itu,

jalah sahabat kekalnja, In Hay Tjhong-liong

Siangkoan Hiok. Ia lekas madju, untuk memberi

hormat.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

169

"Benar2 aku tak sangka, terpisah antara ribuan

lie, di saat ini kita orang bisa saling ketemu disini!"

ia kata. "Sudah sekian lama kita orang tak bertemu,

njata kumis djenggot koko telah djadi bertambah

pandjang hingga melewati dada !"

Tapi, sahabat kekal itu menghampirkan sambil

gojang2 kepala, sambil mengelah napas, mukanja

ada guram.

"Aku menjesal, lauwtee," berkata ia.

"Pertempuran mati-matian di Pek Tjauw Nia dahulu

adalah buah kemuliaan kau, jang hendak

menolongi aku, maka aku tidak njana sekarang,

setelah berselang tiga tahun, djahanam itu tak bisa

melupai dendamannja, malah ia bisa tjari kau

sampai disini Sukur, Thian melindungi orang baik,

aku tak datang lebih dahulu otau kelambatan,

hanja disa"at sangat genting ini. Untuk membantu

kau, lauwtee, aku lupa bahwa aku sebenarnja tak

pantas bekerdja setjara menggelap. Aku terpaksa

berbuat begini, sebab tua sebagai aku, umpama

aku keluar setjara berterang, siaa sadja bantuanku,

aku pasti bukannja dia punja tandingan. Lihat sadja

dulu, itu ada suatu tjonto bagi aku. Dengan satu

piauw barusan, perkara tak akan djadi habis, dia

benar terluka, djiwanja tak akan sampai binasa.

Aku menjesal, lauwtee, karena aku adalah gara2nja

ini permusuhan besar . . . ."

"Ajah tak perhatikan apa jang sahabatnja bilang.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

170

"Lauwko, aku berterima kasih kepada kau," ia

kata. "Kedjadian ini hari sebenarnja ada hebat

sekali, kau belum tahu. Aku ada bersama dua

muridku, akan tetapi, tak ada satu jang muntjul

disini. Sekarang mari kita lebih dahulu tjari mereka,

kemudian baharulah kita bitjara "

Siangkoan Hiok terkedjut.

"Pantas barusan lauwtee menjangka aku ada

Thio Kiat, kiranja mereka berdua telah datang dari

Sengtouw !" kata ia.

Selagi ajah belum menjahuti, dari podjok tembok

terdengar suaranja Thio Kiat: "Soehoe, Lootat
khoa, mari lekas Thian Sin ada disini 1"

Ajah terperandjat, ia lari2, diikuti oleh Siangkoan

Hiok. Diudjung tembok. Thio Kiat sedang

berdjongkok, kedua tangannja memeluk tubuhnja

Lou Thian Sin, saking besarnja dan beratnja tubuh

saudara seperguruan itu, ia tjuma bisa membikin

orang berduduk, ia tak kuat memondong dan

mengangkat. Kepalanja Thian Sin pun teklok,

kedua tangannja turun kebawah.

Ajah rabah dadanja Thian Sin, ia kaget berbareng

gusar, dengan tak kata apa2 lagi, ia pondong orang

punja tubuh, buat diangkat, buat dibawa pulang,

kapan ia orang telah masuk sampai di thia,PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

171

tubuh itu diletaki, untuk diperiksa terlebih d jauh.

Thian Sin bermata meram, mulutnja terkantjing,

mukanja putjat sekali. Didadanja, m.nembusi

badju, jang berlumuran darah, ada sebatang panah

tangan, jang menantjap dalam. Darah itu sudah

kental dan hitam. Sebab Thian Sin sudah mendjadi

majat sedjak sekian lama.

Bukan main sedihnja ajah. Ia sangat sajang

muridnja ini, meskipun murid ini ada seorang jang

beradat keras atau gerubuk. Ia tidak njana, untuk

Ban-lian-tjhee, ini murid mesti buang djiwa dikaki

Hoei Poat Hong. Maka itu, ia banting2 kaki, hingga

djubin djadi petjah, ia kertak giginja, dan achirnja,

sambil menuding keluar, ia lepas kata2: "Djikalau

aku tak bunuh Hoei Thian Ho dengan tanganku

sendiri, aku sumpah tak sudi mendjadi manusia!".

Thio Kiat sudah lantas menangis mengulun,

karena ia pun sangat sajang itu saudara

seperguruan, terutama sampai sebegitu djauh,

mereka selalu bekerdja sama dengan akur.

Siangkoan Hiok pun ada sangat terharu, ia tak

sadja sajangi pemuda itu, ia pun menjesal, sebab

ini djuga ada suatu sebab dari kedjadian di Pek

Tjauw Nia, karena pentjurian Ban-lian-tjhee ada

perkara sampiran. Ia merasa pasti, Thian Sin mesti

tinggal anggauta2 keluarga, djangan ibu dan ajah

jang tua dan isteri jang masih muda.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

172

Sampai sebegitu djauh, In Hay Tjhong-liong

masih belum tahu, bahwa disebelah kehebatan itu,

masih ada pemandangan atau kedjadian jang djauh

terlebih hebat, atau puntjaknja kehebatan, ia

baharu ketahui ini sesudah Thio Kiat budjuki ajah,

akan naik ke lauwteng, akan urus majatnja ibu. Ia

telah kutjurkan air matanja, akan lihat ibu, akan

saksikan bagaimana aku menangis gegulingan

disamping ibu.

Achir2nja, dengan sekonjong-konjong, ia

djatuhkan diri disamping majat ibu, dengan

teriakan serak, ia memanggil: "Tee-hoe,

roilmu belum pergi djauh, maka kau dengarlah aku

! Semua kedjadian karena ada gara2ku, maka aku

djandji, mulai ini hari, aku nanti pertaruhkan

djiwaku jang sudah tua ini, aku nanti merantaui

dunia, aku akan tjari Hoei Thian Ho Goh Pit Kwee,

itu djahanam, untuk balaskan sakit hati kau ini!

Untuk ini aku akan tak perdulikan lagi bahwa aku

sudah tua, bahwa kepandaianku ada tak tjukup,

aku akan berdaja, agar aku bisa wudjudkan

djandjiku ini! Djikalau aku . . . . "

Baharu ia berkata demikian, ajah sudah tarik

orang tua itu, untuk dipimpin bangun.

"Toako, apakah artinja ini ?" ajah tanja. "Kau,

jang sudah begini tua, tjara bagaimana kau bisa

mendjalankan kehormatan begini rupa terhadapPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

173

kau punja teehoe ? Didunia bakah, ia tentu tak

sanggup terima kehormatan kau ini Toako.."

Ajah menangis sampai ia tak bisa berkata-kata

lebih djauh. Siangkoan Pehhoe pun menangis terus,

Thio Soeheng menangis, aku menangis.

Adalah selang sekian lama, lantas kita ramai2

angkat majat ibu, untuk dibawa turun ke bawah

laLwteng, guna diletaki di pembaringan kematian,

sedang majatnja soeheng Lou Thian Sin dipernakan

dithia luar. Demikian, kita mesti saksikan dua majat

didalam satu malam, kita mesti urus dua peti-mati.

Malam itu ajah lantas tuturkan lelakonnja Ban
lian-tjhee, sampai kedua soeheng datang mentjari

ke Hoat Poat Hong, bagaimana, dengan tak

disangka-sangka, ketahuan bahwa iaorang telah

djadi kurban ketjerdikannja Hoei Thian Ho, jang

atur akal untuk bisa ketahui tempat beristirahatnja

ajah. Kemudian ajah tundjuki Siangkoan Pehhoe itu

sendjata rahasia dari Hoei Thian Ho, itu panan
tangan jang liehay.

"Ini ada panah musuh jang aku tjabut dari

tenggorokannja kau punja teehoe," ajah

menerangkan. "Aku tak pakai sendjata ini untuk

balas menjerang djahanam itu, karena pada ini ada

dibanduli sepotong kertas. Sekarang mari kita

orang lihat bunjinja surat itu!"PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

174

Ajah lantas buka dan beber itu surat dari Hoei

Thian Ho, apa jang ditulis disitu adalah ini: "Aku

sengadja ambil djiwanja isterimu, guna balas sakit

hatinja itu satu orangku di Kee-beng-kiap jang

terbinasa oleh karena golokku ! Setelah ini, aku

nanti membalas lebih djauh, guna ambil kau punja

djiwa sendiri!" Dibawah itu ada tanda-tangan huruf

Goh.

Melihat demikian, Siangkoan Pehhoe gojang2

kepala.

"Tetapi toako," ajah lantas menanja, "kau datang

malam2, ini tentunja bukan sebab kebetulan sadja.

Apakah ada satu dan lain jang menjebabkan

kundjungan kau ini?"

Ditanja begitu, Siangkoan Pehhoe mengelah

napas.

"Memang, lauwtee, aku bukan datang dengan

kebetulan sadja," ia aku. "Sedjak kedjadian di Pek
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tjauw Nia dan aku pulang ke Seng-touw, aku tenis

berobat, selama tiga atau empat bulan, aku tak

pernah keluar dari rumah, hal ini tentulah lauwtee

telah ketahui. Bahwa lauwtee telah undurkan diri,

itu ada tindakan jang benar, tapi kalau sekarang

sudah terdjadi ketjelakaan ini, itulah disebabkan

aku, karena itu kedjadian di Kee-beng-kiap. Ketika

lauwtee meninggalkan Seng-touw, aku tak tahu.

Aku menjesal jang kau pergi dengan diam2, hinggaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

175

aku tak bisa kasi selamat djalan pada kau sekalipun

dengan setjawan arak. Setelah aku sembuh, aku

pergi ke kantor, akan tanjakan Thio Kiat dan Lou

Thian Sin, apamau, mereka mendjawab dengan

ber-pura2 tak tahu kemana perginja lauwtee,

hingga aku djadi terlebih menjesal pula. Aku tahu,

inilah gara2 pertempuran di Pek Tjauw Nia itu.

Selang beberapa hari, aku lantas djual piauwtiam

kepada lain orang, aku tinggal menjendiri dirumah.

Demikian, aku tinggal menganggur, sampai paling

belakang ini aku dengar hal pentjurian Ban
liantjhee, jang menggemparkan.

Pada suatu hari, saking iseng, bersama beberapa

sahabat, aku pesiar keluar kota, kekuil dari Boe

Houw, diwaktu pulang, matahari sudah selam di

Barat, rumah sudah pada njalahkan api. Benar

ketika aku lewat dimulut Lamshia, pintu kota

Selatan, aku lihat seorang keluar dari kota, ia

berpapasan sama aku. Ia bertubuh besar. Dengan

tak disengadja, aku melirik pada orang itu. Aku

lihat ia beroman bengis, aku rasanja pernah lihat

ia, tatkala aku menoleh, akan mengawasi, ia sudah

lewat djauh, akan tetapi, diterangnja api jang

mentjorot keluar dari satu rumah, aku lihat tjahaja

terang dikupingnja, jalah tjahaja dari gelang emas.

Gelang itu bukan pakaian kita orang Han, dari itu,

tiba2 aku ingat Goh Pit Kwee dari Pek Tjauw Nia. Ia

memang pakai gelang emas jang besar dikupingnja

jang kiri.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

176

Sesampainja dirumah, aku masih pikirkan orang

Biauw itu. Aku pertjaja, ia datang tak dengan

sewadjarnja. Lantas aku tjuriga, aku duga ada

hubungannja sama lenjapnja Ban-iian-tjhee. Atau

ia datang untuk membalas sakit hati. Bahwa ia tjuri

Ban-lian-tjhee melulu untuk membuka djalan, atau

dengan itu ia hendak memfitnah orang.

Satu malam lamanja aku pikirkan itu, sampai aku

tak dapat tidur betuL Besoknja pagi, aku segera

pergi kekantor, akan tjari kedua soetit Thio Kiat dan

Lou Thian Sia. Apa mau, mereka ini tidak ada

dikota. Aku lantas tjari keterangan pada beberapa

orang kantor, jang aku kenal baik, baharulah dari

mereka itu aku dapat tahu jang ia orang berdua

telah menudju kemari. Oleh karena itu, untuk

sekalian kundjungi kau, lauwtee, aku pun lantas

menjusul. Benar sadja, Goh Pit Kwee sudah gunai

akalnja dengan sempurna, ia bisa sampai disini, ia

telah mendahului turunkan ia punja tangan djahat.

Aku ketinggalan karena apa mau, aku kesasar. Pun

aku dapat mentjari karena kebetulan sadja aku

dengar seruannja djahanam itu. Tempo aku

mendekati, dengan umpatkan diri diatas pohon,

aku saksikan lauwtee lagi serang ia, sampai ia

rubuh, hanja siapa tahu, ia berbangkit untuk balas

menjerang. Adalah setelah lihat lauwtee bakal

terantjam, aku terpaksa turun tangan. Aku tak puas

jang aku membokong, tetapi aku tak bisa berbuat

lain."PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

177

"Selagi Loo-tatkhoa datang, aku mendapat lihat,

aku girang mengenali pada Loo-tatkhoa", berkata

Thio Kiat. "Aku tak sangkah bahwa loo-tatkhoa

kesasar, aku kira lootatkhoa ada pikir suatu apa.

Karena ada loo-tatkhoa, hatiku djadi legah, maka

itu, diam aku menjingkir dari tempat sembunji,

akan tjari Lou Soetee, tentang siapa aku kuatirkan

sedari tadi. Setelah mentjari lama, beruntung aku

dapatkan majatnja Lou Soetee dikaki tembok. Aku

baharu mendjerit memanggil setelah aku dapat

kenjataan lootatkhoa sudah peroleh hasiL Kasihan

Lou Soetee menutup mata setjara begini hebat dan

ketjewa, bagaimana aku bisa pulang sendirian ke

Seng-touw, apapula sekarang telah ternjata, Ban
lian-tjhee kembali djatuh kelain tangan?

Bagaimana mustika itu bisa ditjari dapat? Aku

pun menjesal, karena tugasku itu, aku telah rembet

soehoe dan keluarganja. Tjoba aku tahu bakal

terdjadi begini, ada lebih baik aku dan Lou Soetee

jang binasa"

Thio Soeheng lantas menangis pula sambil

tumbuki dada.

Ajah gojang kepala, ia mengelah napas, ia tak

bisa kata apa2. Siangkoan Soepeh djuga tjuma bisa

mengelah napas.

Lagi sekian lama, lantas ajah bisa tetapkan

hatinja.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

178

"Sudah, sudahlah!" kata ia. "Data keadaan

sebagai sekarang, per-tjuma2 kita terus kutjurkan

air mala. Memang sudah biasanja, satu panglima

perang sukar terluput dari kebinasaan dimedan adu

djiwa! Thio Kiat, kau dengar aku" Kemudian ajah

menoleh pada Siangkoan Pehhoe, akan berkata

terus: "Koko, aku mau minta pertolongan kau, aku

harap kau sudi meluluskan"

Siangkoan Pehhoe awasi ajah, la kata: "Lauwhia,

kau perintahlah padaku! Biar mesti terdjun air atau

serbu api, aku tak nanti menolak titahmu!"

"Urusan pembalasan ada tanggung-djawabku,"

ajah berkata, "tetapi disebelah itu, masih ada lain

urusan, jang tak kurang pentingnja adalah untuk

urusan ini, aku mau mohon bantuan koko.

Sekarang aku telah ambil ketetapan, besok aku

hendak berangkat dari sini guna tjari itu djahanam,

buat sekalian tjari tahu kemana djatuhnia Ban-lian
tjhee. Disini masih ada majat isteri dan muridku, itu

bisa diselesaikan dalam tempo setengah harian.

Thian Sin masih ada punja ibu dan isteri, mereka

itu telah kehilangan penundjang maka adalah

kewadjibanku djuga, akan tundjang mereka itu.

Aku masih punja uang simpanan, seribu tail lebih,

besok aku nanti serahkan semua itu kepada koko.

Jang limaratus tail, koko boleh pakai untuk

menundjang keluarganja Thian Sin, sedang

djenazahnja muridku ini, Thio Kiat boleh bawaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

179

pulang. Sisa uang limaratus tail lagi, tolong koko

simpan. Aku bakal pergi, entah ke mana, entah

sampai kapan pulangnja, hingga aku tak tahu,

kapan kita orang bakal bertemu pula. Anakku ini,

Koen namanja, baharu berumur enam-belas, ia

punja kepandaian surat dan silat, baharu kasarnja

sadja. Sajang, dalam usia begini tinggi, aku

punjakan hanja ini satu darah-daging. Koko ada

budiman, kau tentu sudi tolong tilik anakku ini.

Koko, terimalah hormatku !"

Habis kata begitu, ajah mendjura.

"Siangkoan Pehhoe menangis, kumis dan

djenggotnja sampai menggetar. Ia peluk ajah

untuk tjegah ajah memberi hormat padanja.

"Anakmu adalah anakku, kau tak usah pesan

sampai begini," ia kata. "Sebenamja aku niat turut

kau, lauwtee, guna samai tjari itu djahanam, tetapi

sekarang ada kewadjiban ini, baiklah, aku akan

tinggal di rumah, aku nanti rawat keponakan ini.

Besuk, setelah penguburan teehoe, aku nanti adjak

si Koen, aku nanti didik dia sebagaimana jang aku

bisa ! Asal aku tak menutup mata, lauwtee boleh

tetapkan hatimu! Itu sisa uang llma-ratus tali, baik

kau bawa, lauwtee, itu ada perlu untuk ongkos

kau. Buat si Koen, djangan kau kuatir, aku masih

sanggup memelihara dia. Hanja Kau, meskipun

tidak ketahuan kau bakal pergi ke mana, dan tak

ada kepastian kau bakal kembali, aku toh minta,PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

180

asal ada kesempatannja, toh kau lemparkan

selembar kertas atau kata2 kepadaku, agar aku

bisa mendengar sedikit djuga dari hal kau. Aku pun

mengharap, biarlah orang baik mendapati

berkahnja Thian, supaja kau punja maksud

kesampaian, agar kau lekas kembali, agar kita

orang bisa berkumpul pula "

Sampai di situ, Siangkoan Pehhoe tak bisa bitjara

lebih djauh, ia terhalang oleh tangisannja. Ajah pun

turut menangis, begitupun aku dan Thio Soeheng.

Lebih hebat ada perasaannja Thio Soeheng, karena

ia mengerti haik apa artinja saling-pesan itu di

antara itu dua orang tua.

"Sekarang masih ada satu soal sulit," kata ajah

kemudian. "Itu ada urusan Ban-lian-tjhee. Kalau

nanti Thio Kiat pulang, ia pulang dengan tangan

kosong. Masih mending apabila pembesar negeri

bisa timbang duduknja perkara, tapi kalau ia tetap

tindih Thio Kiat, inilah hebat. Keluarga Thio dan Lou

masih ditahan pembesar negeri, aku kuatir kalau

pembesar itu tak mengenal kasihan"

Thio Kiat pun insaf kesukarannja, ia mengelah

napas.

"Soehoe, kau hendak merantau, hatiku tak

tetap," ia kata. "Aku pikir, baiklah aku turut soehoe.
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekarang ini aku insaf, tak ada faedahnja untuk

bekerdja sebagai hamba polisi, tanggung-PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

181

djawabnja ada terlalu hebat. Kalau nanti aku

pulang ke Sengtouw, aku nanti minta perkenan

akan boleh pergi tjari si pentjuri Banlian-tjhee, aku

akan dapati surat2 jang perlu, kemudian aku akan

angkat kaki. Biarlah keluargaku, aku pertjaja,

pembesar negeri toh tak akan bikin mereka

tjelaka".

"Pikiran kau ini tak sempurna" kata Siangkoan

Pehhoe. "Thio Kiat, kau djangan terlalu berkuatir.

Pada pihaknja pembesar, aku jang nanti dajakan,

supaja kau tak peroleh kesukaran. Besuk kita nanti

pulang sama?, aku akan tanggung keselamatan

kau. Buat kau turut gurumu, kau pun lebih dahulu

mesti bitjara rapi sama kau punja sep."

"Ingat, Thio Kiat," ajah pun peringati, "kau tak

melainkan harus ingat keluargamu sendiri djuga ibu

dan isterinja Thian Sin. Siapa nanti lindungi mereka

apabila tidak ada kau ? Kewadjibanmu djadinja ada

berat! Kau tak usah kuatirkan tentang aku, aku

mau pergi ke Inlam, di sana aku tahu bagaimana

harus bekerdja. Djikalau kau turut aku, kau melulu

akan bikin aku tambah berabeh. Siangkoan Koko

hendak tanggung keselamatan kau, inilah baik.

Maka, koko," ia tambahkan pada saudara angkat

itu, "djuga murid ini, aku serahkan dia pada kau !"

"Baik, lauwtee, aku nanti sambut dia sebagai aku

sambut si Koen," sahut Siangkoan Pehhoe. "Nah,

beginilah putusan kita !"PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

182

"Demikian pembitjaraan diputuskan, demikian

djuga besuknja didjalankan," kata Ang Hay Djie,

setelah ia berikan penuturannja jang pandjang

lebar itu. "Sedjak itu hari berpisah dari ajah, sampai

sekarang ini, sudah berselang dua tahun lamanja,

belum pernah aku ketemu ajah, aku tak tahu ia

berada di mana, aku tak tahu bagaimana dengan

iehtiamja. Halnja bagaimana aku bisa sampai di

talam ? Ini pun ada suatu pengalaman jang

mendukakan bagi aku. Sedjak berpisah dari ajah,

aku lantas ikut Siangkoan Pehhoe ke Sengtouw.

Bukan main besarnja budi Pehhoe terhadap aku.

Segala keperluanku, ia djaga baik sekali. Ia didik

dan tilik keras padaku dalam aku punja peladjaran

silat dan surat. Pehhoe ada dari satu keluarga

besar, ia pun ada punja banjak anak dan

keponakan, untuk itu, ia siap guru sekolah dan

silat, tetapi terhadap aku, ia pegang penilikan

sendiri untuk jakin silat, ia biasa didik aku sampai

djauh malam. Selama itu, Thio Soeheng sering

datang meniliki aku. Perkara Ban-Liantjhee sukur

dapat dibikin selesai, entah apa jang pembesar

negeri atur, setelah laporan sampai ke kota radja,

tentang mustika itu tak ada disebut-sebut lagi

Kedua keluarga Thio dan Lou telah dimerdekakan,

Thio Soeheng dipekerdjakan tetap, sedang

keluarga Lou Soeheng diberikan tundjangan uang.

Sedjak itu, tinggallah aku, jang sering menangis

seorang diri. Aku tak bisa lupai sakit hati ibu,PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

183

kebinasaannja jang hebat itu, dan aku tak bisa lupai

djuga ajah, tentang siapa aku tak dapat kabar

apa"."

Ang Hay Djie berhenti sebentar setelah ia bitjara

begitu djauh, ia ada sangat berduka. Tapi tidak

lama, ia melandjuti tjeritanja.

"Sedari itu waktu, dua tahun telah lewat,"

demikian katanja. "Pada suatu hari, Siangkoan

Pehhoe pulang dengan satu warta, jang ia peroleh

dari satu sahabatnja jang bekerdja di Hong Wan

Piauw Tiam, jang baharu sadja kembali dari Koen
beng, talam.

Sahabat itu tjerita bahwa dikota Koen-beng ia

bertemu ajah disatu djalanan. itu waktu katanja

ajah ada menggendol peti obat2an, tangan kirinja

menggojang-gojang kelenengan, tangan kanannja

memegangi tungkat Sahabat itu bilang djuga,

kedua mata ajah, jang memang lebih banjak

putihnja daripada hitamnja, telah mendjungat naik,

mirip dengan seorang buta. Sahabat itu kenal baik

ajah, tetapi. waktu ia menegur, ajah tak kenali

padanja. Oleh karena menduga ajah sedang

mendjalankan tugas, boieh djadi ajah sedang kuntit

orang djahat, sahabat itu tidak memaksa akan

perkenalkan diri Adalah malamnja, ditempat

penginapan, sahabat itu kembali bertemu ajah.

Sebab ajah ambil tempat dirumah penginapan jang

sama. Diama sahabat itu tjari tahu tentang ajah. IaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

184

dapat keterangan, ajah menjewa kamar sudah satu

bulan lebih. Keterangan lebih djauh, sahabat itu tak

dapat membawanja. Tapi keterangan itu ada

sangat berharga bagi aku. Kebetulan dihari

keduanja, Thio Soeheng datang menjambangi aku,

maka diam", kita orang berdamai. Aku telah

beritahukan soeheng hal kabar tentang ajah itu.

(Akan disambung)PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

185

PIAN SAY HONG IN

Jilid : 02

Dituturkan Oleh : O.K.T

//facebook.com/groups/Kolektorebook/

__________________________________

Aku njatakan, apabila aku tak bisa susul ajah,

aku bakal djatuh sakit. Siapa tahu, Thio Soeheng

djuga sangat ingin bertemu sama ajah, malah ia

ingin punja sajap, akan terbang ke Inlam. Maka itu,

setelah bersatu pikiran, kitaorang berdamai,

bagaimana kitaorang bisa susul ajah. Ia njatakan,

biarnja ia lemah, ia ingin bantu ajah. Untuk

berangkat, kita mesti bitjara sama Siangkoan

Pehhoe.

Tatkala kita tjari Siangkoan Pehhoe dan tuturkan

padanja maksud kita, ia sambut kita dengan

tertawa berkakakan.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

186

"Aku pun sedang berpikir sebagai kauorang,"

kata pehhoe. "Aku tak bisa tinggalkan kau, Koen,

kalau tidak, siang2 aku sudah berangkat ke Inlam.

Aku hargakan kebaktianmu, turut pantas, aku tak

boleh tjegah kau, hanja sajang, kau masih terlalu

muda dan peladjaran kau belum sempurna. Aku

pun pikir, asal ajahmu tak kurang suatu apa di

Koen-beng, buat apa kau sendiri pergi

menjambanginja ? Malah bila kau pergi, ajahmu

pasti bakal tegur aku, kau sendiri bakal disesali dan

dimarahi djuga. Maka, anak, kau tak usah pergi.

Tapi kau, Thio Kiat, kau ada punja lebih banjak

keleluasaan untuk pergi, hanja kepada kau, aku

ingin minta bantuanmu."

Thio Soeheng tak tahu, Pehhoe mau minta

bantuan apa maka ia lantas tegasi.

Siangkoan Pehhoe ketawa, lantas ia djawab:

"Aku Ingin kau wakilkan aku untuk tilik si Koen ini

buat satu bulan sadja. Biarlah aku sendiri jang pergi

ke Koenbeng, akan tengok saudara angkatku itu.

Disana, aku nanti minta keterangan. Kalau benar

musuh ada disana, aku nanti berikan bantuanku.

Maka, Thio Kiat, mulai besuk, aku undang kau

pindah tinggal disini, akan tilik dan temani si Koen.

Temponja jalah sampai aku sudah kembali! Biar

bagaimana, kau mesti terima baik keputusanku

ini!"PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

187

Habis berkata begitu, Pehhoe awasi Thio

Soeheng. Soeheng melengak, karena ia tak sangka,

urusan djadi berputar demikian, maka itu, ia lalu

berpaling padaku. Tapi, melihat aku, ia tertawa, ia

kedipi mata. Aku bisa bade itu tanda rahasia.

Terang ia maksudkan bahwa kita bertiga akan

ambil tindakan serupa. Karena Soeheng berada

dekat sama aku, aku betot ia hingga kitaorang

berdua djadi berdiri berendeng, aku berkata :

"Baiklah, biar pehhoe pergi. Aku djusteru mau

minta kebaikan dari kau, jalah supaja kau adjari

aku kaupunja ilmu silat ?Yan Tjeng Pathoan? jang

kau paling sajangi"

Untuk sedetik, Thio Soeheng melongo, tetapi ia

lekas djuga mengerti maksudku, maka achirnja ia

njatakan pada Siangkoan Pehhoe bahwa ia bersedia

akan temani aku.

Demikian, setelah ada keputusan, dilain harinja,

Siangkoan Pehhoe berangkat. Dan setelah

kepergiannja pehhoe, aku lantas adjakl Thio

Soehen" pergi susul dan tjari ajah. Aku njatakan,

tak bisa aku berdiam dirumah selagi tentang ajah

tak ada kabar suatu apa.

"Inilah kebaktianmu," kata Thio Kiat, setelah ia

berpikir. "Memang, soehoe djuga tentu ingin

bertemu sama kau. Laginja, denganaku jang

temankan kau, mustahil ditengah djalan bisa

terdjadi halangan apa2 Hanja bagaimana kalauPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

188

dibelakang hari Siangkoan Pehhoe tegur aku?

Bagaimana aku mesti mendjawabnja ?"

Aku mengerti, soeheng djuga ada seperti aku,

jalah ia sangat ingin bertemu sama gurunja, maka

itu, untuk petjahkan kesangsiannja ,aku lantas

budjuki padanja. Aku kata bahwa perdjalanan tak
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berapa djauh. Aku hundjuk bahwa aku tahu

djalanan. Aku pun kasi tahu bahwa aku ingin

sekalian tengok kuburan ibu. Aku kata djuga bahwa

kita bakal pergi ke Pek Tjauw Nia.

Soeheng kena terbudjuk, tjuma ia kata, ia kuatir

bila ia mesti anter aku ke Pek Tjauw Nia, tempat

dimana musuh suka muntjul atau bersembunji. Ia

kata, sekalipunSiangkoan Pehhoe tak nanti berani

ambil itu djalan.

"Hanja," kata soeheng kemudian, "kalau kita

pergi, apa orangnja pehhoe akan suka idjinkan kita

pergi? Mereka tentu telah dipesan untuk tjegah kita

pergi dari sini"

"Tentang itu, soeheng djangan kuatir," aku kata.

"Kita sudah pasti, maka sebentar malam djam tiga

kita pergi dengan diam2, dengan lontjati tembok

dibelakang. Siapa akan tjegah kita ?"

Sampai di situ perdamaian kita. Itu siang dengan

gunai alasan, Thio Soeheng pulang ke rumahnja,

untuk bersiap. Ketjuali sendjata, kitaerantT ada

bekal uang dan pauhok. Di kamar, aku tinggalkanPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

189

seputjuk surat jang menerangkan hal kepergianku.

Kita berlalu dengan diam?, selagi orang pada tidur.

Dalam beberapa hari, kitaorang sudah sampai di

rumahku di Pit-tjiat. Dua orang Biauw ada

mendjagai rumahku. Keadaan rumah ada seperti

biasa, hanja ke lauwteng, ke kamar ibuku, aku tak

sampai hati akan melongoknja. Satu budjang anter

aku ke belakang rumah, ke kaki Hoei Poat Hong,

akan aku sambangi kuburan ibu, jang ada terawat

baik. Di situ aku hundjuk kehormatanku sambil

menangis. Aku tak pergi pada keluarga ibu, hanja

bersama -Thio Soeheng, aku melandjuti

perdjalanan, ke Selatan.

Selewatnja Wie-wan, kitaorang sampai di sebuah

sungai jang ramai di mana ada banjak perahu

penjeberangan, di mana orang2 Tionghoa, Hoei,

Biauw dan Hoan sedang bergerujukan, jang tua

menuntun jang muda atau sebaliknja, banjak jang

sedang menangis mengulun dan sesambatan.

Sebab mereka itu adalah sekawanan pengungsi.

Njata mereka ada kurban2 huruhara kawanan

bandit, jang ganggu keamanan daerah Soan-wie

sampai di Peng-ie di pinggiran Inlam, dan

kekatjauan itu digunai ketika baik oleh suku bangsa

Seng Hoan, atau orang Hoan jang masih liar, jang

berkelompok di dalam gunung di Pou-an, Koei
tjioe, untuk mengganas. Atas kekatjauan itu, Khim
kok-kong Bhok Kongya, jang menerima tugas dari

Pemerintah agung, sudah geraki tentaranja untukPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

190

menindas, tentaranja itu sudah sampai di Peng-ie.

Maka itu, penduduk negeri, pada berlomba

menjebrang untuk menjingkir ke tempat jang

dipandang aman.

Tatkala itu di penjebrangan tjuma ada orang2

jang menjebrang datang, tak ada jang menjebrang

pergi. Thio Soeheng memikir untuk kembali sadja,

akan ambil lain djalanan. Sebelum kita ambil

putusan, kebetulan ada serombongan orang Han,

tua dan muda, lelaki dan perempuan, sedjumlah

kira2 tiga-puluh orang, jang, sedatdngnja mereka,

sudah ambil djalanan jang berlainan daripada

rombongan jang lain2. Mereka ini ikuti sungai

menudju ke baratselatan. Kita sudah lantas

menanjakan keterangan pada rombongan ini.

Kiranja mereka hendak djalan mutar. Katanja,

kira2 limapuluh lie di arah barat-selatan itu, ada

bahagian sungai jang sempit di mana ada sebuah

djembatan. dari mana kitaorang bisa sampai di

bukit Tjio Liong San jang berdekatan sama daerah

Peng-ie, bahwa dari gunung itu, akan sampai ke

Seng-keng-kwan, di mana ada tangsi tentara

negara, sudah tak djauh lagi. Katanja lebih djauh,

asal orang bisa sampai dengan selamat di Seng
keng-kwan, orang akan bisa sampai di Koen-beng.

Setelah dapatkan keterangan itu, kita batal

untuk balik ke Pit tjiat, kita lantas hubungi diri de

ngan rombongan itu. Sesudah me lalui satu hariPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

191

dan satu malam, kita telah sampai di djembatan

dari bahagian sungai jang sempit itu. Kitaorang

telah lakukan perdjalanan puluhan lie, kita telah

seberangi djembatan, maka kita lantas berada di

dalam wilajah In-lam, di Kee-eng, daerah Tjio Liong

San. Di sini ada djalanan pegunungan, jang banjak

puntjaknja, jang rimbanja lebat-belukar.

Ada dibilang, sesudah djalan empat atau lima

hari, kitaorang akan sampai di Seng-keng-kwan,

siapa tahu, djalan belum tiga hari, kita sudah

menghadapi bahaja.

Itulah ada di waktu malam, kira2 djam satu

lewat. Kita berdua tetap berada dalam rombongan

orang2 Han itu. Kitaorang lagi lewatkan sang

malam di dalam sebuah berhala tua. Semua ada

lelah, sebab bekas lakukan perdjalanan djauh.

Bersama-sama Thio Soeheng, aku ambil tempat di

kolong medja Buddha. Kitaorang duduk sambil

belakang menempel belakang, dengan tak merasa,

kitaorang ketiduran, sampai mendadakan sedar,

dengan kaget Kuping dengar suara sangat berisik,

djeritan dan tangisan. Aku lonjat bangun, tapi

segera djuga orang tubruk dan ringkus aku

sebelum aku sempat berdaja. Mereka ada orang2

djahat bangsa Biauw, dengan roman mereka

bagaikan hantu atau memedi, lebih2 diantara sinar

obor, roman mereka ada lebih menakuti lagi.

Dengan bengis mereka ini giring orang2 Han itu,PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

192

jang mereka kemplang atau gebuki dengan mereka

punja tumbak atau tempuling.

Aku merasa heran sebab di antaranja aku tak

lihat Thio Soeheng.

Kemudian ada muntjul dua orang Biauw lain,

jang kepalanja digubat, jang roniannja djauh

terlebih bengis. Mereka bersendjatakan golok,

entah apa jang mereka utjapkan, aku melainkan

dengar suaranja jang berisik. Dengan angkat tinggi

obornja, mereka awasi kita satu per satu, rupanja

mereka sedang hitung djumlah kita. Dalam

kesunjian, dua orang itu kemudian berseru, atas

mana, orang lantas ikat kita semua mendjadi satu

gentjengan, dengan dua orang itu djalan di muka,

kita digiring keluar dari kuil, dibawa ke suatu

djalanan ketjil.

Aku tak berdaja untuk meloloskan diri. Aku pun

kuatirkan saudara Tkio Kiat. Hatiku pun giris akan

dengar tangisannja anak2 dan orang2 perempuan

dari rombongan itu, di sepandjang djalan, mereka

diperlakukan kasar dan kurang adjar. Malah satu

diantaranja terus sadja ditikam binasa, majatnja

diantap di tengah djalan.

Djalan sekian lama, kita dengar suara terompet,

lantas itu disambut oleh terompetnja pengiring2

kita. Djalanan ada tinggi dan rendah. Kita pun

lewati solokan, jang airnja mengeritjik berisik.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

193

Kemudian kita sampai di suatu tanah datar, jang

luas. Samar2, kita lihat sebuah bukit di sebelah

depan kita. Suara terompet masih sadja saling
sahutan.

Segera djuga kita mendekati kakinja bukit Tiba2

ada tjahaja terang, lalu kita tampak muntjulnja

banjak orang Biauw, jang berlari-lari turun gunung.

Mereka bitjara sama dua orang Biauw jang djalan

di muka, setelah itu, mereka lari balik, lenjap

diantara rimba jang lebat dan gelap. Kita sendiri,

kita dibawa djalan ngidar, sampai didepan sebuah

kuil besar. Disini kita digiring masuk dalam

pekarangan. Aku tak dapat lihat namanja kuil itu,

sebab kita terus dibawa kedalam sebuah rumah

tua, gentengnja pun banjak jang bolong. Ruangan

ada besar, disitu sudah berkumpul banjak orang

lain.

Kita mesti duduk numprah dl satu podjokan

dengan dua orang Biauw berdiri mendjagai kita.

Aku ada sangat bingung dan mendongkol. Aku

mengawasi kearah pendopo besar. Disitu, dimuka

pintu, ada dinjalahkan dua batang obor besar,

maka itu, aku bisa lihat tak berhentinja orang2

Biauw berlalu-lintas dimulut pintu itu. Suara berisik

pun datang dari sana. Rupanja orang sedang

mengatur barisan, barangkali buat lawan tentera

negeri, sebab tak lama kemudian, muntjullah

barisan jang terdiri daripada duaatau tiga-ribuPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

194

djiwa. Dipaling belakang ada satu barisan, jang

lengkap alat-sendjatanja, pakaiannja djuga.

Mereka ini ada mengiring sebuah tandu dlmana ada

bertjokol seorang, jang tubuhnja tinggi dan besar

melebihi jang lain2, rotnannja bengis, dandanannja

luar biasa, terutama kuping kirinja digantungi satu

aniing2 besar dari emas, jang tjahajanja

berkeredepan.

Ajah pernah kasih tahu aku bahwa Hoei Thian Ho

Goh Pit Kwee ada memakai anting2 besar dan

pakaiannja luar biasa, maka aku menduga, orang

Biauw ini tentulah ada itu kepala suku bangsa

Biauw dari Ay-lauw-tjee, Gokkee. Dibelakang tandu

Ini ada beriring2an sedjumlah orang Biauw lain,
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rupanja ada rombongan pemlmoin sebawahan,

jang menganter ketuanja itu.

Selagi aku bengong mengawasi, tiba2 ada

sepotong batu ketjil djatuh menimpa pundakku dan

dari pundak djatuh ke djubin, di kakiku. Aku lantas

dongak, maka di genteng, aku lihat satu lobang

ketjil, darlmana tersorot masuk sinar bintang. Aku

menjangka itu ada genteng jang petjah sendiri nia.

bahwa sang anstn meniup djatuh sepotong

petjahannja. Selagi aku hendak memandang pula

ke pendopo, tiba? aku dengar suara pelahan dari

lobang genteng itu. Tiba2 aku ingat suatu apa.

Sebagai aku, semua matanja orang tawanan lagi

ditudjukan ke pendopo, maka itu, lain orang takPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

195

ada jang perhatikan lobang ketjil itu, dari mana

lantas tertampak satu kepala orang, hanja kepala

itu lekas ditarik pulang. Tetapi, dari kopianja, aku

seperti kenali kopianja Thio Soeheng. Setelah itu,

aku lihat sebuah tangan, jang dimasuki kedalam,

dipakai menggape, lantas ditarik pulang pula.

Dalam kesangsian, aku menduga pasti pada Thio

Soeheng. Dia rupanja mengadjaki aku molos dari

lobang itu. Inilah sukar bagi aku. Genteng ada

tinggi dua tumbak. Aku pernah jakin ilmu lontjat

tinggi 'lt ho tjhiong thian,? atau 'Seekor burung ho

menerdjang langit,' tapi belum sempurna. Lain

daripada itu. disitu pun ada banjak orang lain,

terutama ada dua pendjaga.

Aku terus mengawasi keatas, tapi selandjutnja,

aku tak lihat atau dengar gerakan suatu apa.

Adalah berselang pula sekian lama, baharu aku

dengar suara djeridji jang dibersuarakan sebagai

suitan, dua djari didjetrekkan hinega bersuara

tjukup njaring datangnja dari atas genteng,

dipodink tembok lainnja. Aku lantas menduga,

maka aku lantas menggeser ke podlok itu. Tak ada

orang jang perhatikan gerak-gerikku. Disini aku

segera dengar pula suara djetrekkan tadi. Maka

sekali ini aku menduga pasti pada Thio Soeheng.

Orang diatas rupanja telah dapat tahu, jang aku

sudah berpindah tempat, maka sebentar kemudian,

ia berikan pula tanda djetrekan tangannja itu. ItuPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

196

adalah tanda rahasia jang umum dikalangan kaum

kang-ouw, perbedaannja melainkan sedikit sekali,

jalah dari susunan suaranja berapa kali. Kita dari

pihak Boe Tong Pay pun memakai itu matjam tanda

rahasia.

Selagi aku bingung memikirkan daja, untuk aku

meloloskan diri, mendadakan aku tampak ada

dikasi turun benda pandjang bagaikan ular, jang

turunnja nempel ditembok hingga lain orang sukar

mendapat lihat, apapula itu waktu, semua orang

masih sadja mengmvasi ke pendopo. Kapan benda

itu sampai kepadaku, mengenai kepalaku, aku

baharulah ketahui bahwa itu ada selembar

tambang. Aku djadi girang bukan main.

Aku memandang pada orang banjak, aku dapati,

djuga kedua pendjagaku, sedang memandang

kedepan. Ketika jang baik ini, aku tak kasi lewat.

Aku samber tambang, dengan kedua tanganku, aku

melapay dengan bergantian tangan. Tambang itu

ada tertjantel kuat disebelah atas. Sebentar sadja.

aku sudah sampai diatas. Njata itu bukan tambang

biasa, hanja rotan, entah dari mana Thio Soeheng

dapatinja. Thio Soeheng lantas bantu aku. dengan

tjekal dan tarik lenganku, dari itu sehentar

kemudian, aku sudah bisa molos dari lobang dan

berada diatas genteng dimana kitaorang

mendekam.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

197

"Djangan berisik," Thio Soeheng bisiki aku. "Mari

ikuti aku."

Sambil kata begitu, Thio Soeheng gulung

rotannja, sesudah mana, ia merajap pergi. Aku ikuti

ia sambil merajap pula. Ia berhenti dilain udjung

dari genteng. Ia bersiap akan turun.

"Kau turun lebih dahulu," ia kata padaku. "Di

bawah sana ada batu. Hati2!"

Aku menurut. Dengan pepegangan rotan itu, aku

turun dengan separu merosot. Ketika aku sampai

dibawah, Thio Soeheng turut aku dengan ia hanja

turun sambil berlontjat. Iapunja ilmu membikin

tubuh enteng memang sudah tjukup sempurna.

Thio Soeheng tak mau buang rotan itu, ia terus

bawa. Ia bertindak, aku mengikuti. Di sebelah luar

tembok ada rimba. Aku masih bisa lihat bagaimana

barisan orang Biauw itu masih berlerot pergi.

Mereka ada membawa obor sebagai alat

penerangan. Aku pun lihat di dalam kuil, orang2

Biauw lainnja ? sisanja ? seperti lari mundar
mandir. Kita tak kuatir, karena kita berada di dalam

rimba jang gelap. Kita djalan terus. Aku girang dan

bersukur. Aku hendak minta keterangan dari Thio

Soeheng, tjara bagaimana ia bisa loloskan diri,

tetapi, ia mentjegah.

"Djangan banjak omong, mari turut aku !" ia

kata.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

198

Dengan terpaksa menutup mulut, aku iringi Thio

Soeheng. Ia bukan menudju ke luar rimba, ia

djusteru terabas hutan itu.

Djalanan ada sedikit nandjak. Setelah tcmbusi

rimba pohon tjemara itu, kita sampai di kaki bukit

Dengan pelahan2 aku kenali, itu ada djalanan di

mana tadi aku kena digiring. Di sini, tempat ada

sunji.

"Bagaimana, soeheng, kalau disini ada orang

Biauw ?" tanja aku.

"Djangan kuatir, anak, sahut Thio Soeheng.

"Tempat ini aku telah selidiki. Lekas kau turut aku

!"

Hampir di itu waktu, di kaki gunung sebelah

depan ada terdengar letusan hebat, tjahaja api

berkelebat, disusul sama suara teriakan riuh, tanda

dari pertempuran. Didalam kuil pun segera

terdengar tambur perang.

"Mari lekas !" berseru Thio Soeheng, jang lari

dengan segera.

Aku kaget, aku susul Thio Soeheng. Djalanan pun

sukar. Disanasini, ada gombolan. Rumput djuga

ada tebal dan tinggi. Lari belum djauh,

mendadakan dua batang tumbak tjagak melintang

didepan kita, keluarnja dari satu gombolan. Kita

kaget dan berhenti bei-Iari dengan tiba2. LantasPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

199

dibelakang kita pun ada tumbak jang mengantjam.

Kita djadinja sudah terkurung. Kapan pengurang

kita perlihatkan diri, hatinja Thio Soeheng djadi

lega. Kita kenalkan tentara negeri.

Thio Soeheng segera perkenalan diri sebagai

orang2 jang baru lolos dari tangan bandit Biauw,

tetapi ia tak dipertjaja, sebab apamau, ia djusteru

pakai pakaian bandit. Maka terpaksa, kita menjerah

untuk ditawan. Malah mulut kita telah disumpel.

Setelah kita dipernakan, satu serdadu diperintah

mendjaga kita, jang lainnja semua pada

bersembunji pula.

Dengan rebah ditanah, kita dengarkan suara

pertempuran jang berisik. Dengan kuping nempel

sama tanah, kita bisa mendengarkan terlebih njata.

Rupanja tentara negeri bisa merangsak, suaranja

semakin lama djadi semakin dekat kekuil. Rupanja

tentara negeri sudah tjari tahu dengan baik

keadaan perusuh, jang kena dikurung dari tiga

pendjuru. Malah tentara negeri pun mengatur

tentara bayhok.

Sebagai orang2 tawanan, aku terpisah satu

tumbak lebih dari Thio Soeheng. Ia pun tertelikung

dan rebah sebagai aku Aku kemudian lihat ia gerak
geraki tubuhnja, rupanja ia mentjoba akan

melepaskan diri. Aku berkuatir, hatiku berdebaran.

Saban2 aku melirik kedjurusan serdadu pendjaga,

jang entah mendekam disebelah mana.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

200

Sebentar kemudian aku lihat api berkobar

dibelakang kuil, tja hajanja merah sekali. Karena

terangnja api, sekarang aku lihat serdadu pendjaga

kita sedang mendekam, ia merajap madju sambil

mata mengawasi kearah api, ia seperti melupai

kita. Ia terpisah dari kita djauhnja setumbak lebih.

Aku pun lihat tubuhnja Thio Soeheng, dengan

pakaiannja tjara bandit. Aku tak tahu, dari mana ia

peroleh pakaian itu. Pantas tentara negeri tak

pertjaja iapunja keterangan sebagai pengungsi.

Diantara orang2 djahat ada jang lari serabutan

tetapi mereka semua tertawan atau terluka, oleh

serdadu2 bayhok.

Sesudah pertempuran sampai oiachirnja, sang

fadjar pun sampai. Samarkelihatan bendera negara

berkibar diatas gunung.

Ketika kemudian aku menoleh kearah Thio

Soeheng, aku kaget tak kepalang. Ia tak kelihatan

ditempatnja rebah.

Setelah terang tanah, semua orang tawanan

dikumpul djadi satu, diantaranja, aku ada

terhitung. Djumlah tawanan ada kira2 dua-ratus

orang, mereka semua dikumpul djadi satu, entah

bagaimana nasib mereka dibelakang hari. Aku pun

telah berputus harapan. Apa jang aku harap adalah
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

agar Thio Soeheng bisa lolos dan bisa tjari ajah dan

Siangkoan Pehhoe, agar sakit hati ibu bisa dibalas.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

201

Demikian, Kongya, ada hal-ichwalku, sampai aku

kena ditawan. Aku telah bertjeritera semuanja.

Harap Kongya kasi maaf padaku, aku tadinja tak

mau bertjeritera karena kuatir rahasia ajah djadi

terbuka, sebab aku takut, musuh nanti dapat tahu

tentang ientiar ajahku itu "

Habis bertjeritera demikian, Ang Hay Djie

mendekam, ia menangis. air matanja ber-linangan

Bhok Kongya manggut2 ia pertjaja semua

keterangan itu. Dilain pihak, ia segera ingat si

thabib buta, jang berada diistananja, jang mendjadi

guru dari iapunja putera. Halnja thabib itu masih

suram bagi ia. Ada aneh seorang buta bisa lontjat

mentjelat dan menangkap burung diudara terbuka.

"Dia tentu ada ajahnja ini botja," ia berpikir.

"Tentu dia ada punja maksud lain maka ia telah

mentjari djalan untuk masuk ke istanaku. Apakah

ia hendak tjari tempat jang aman, untuk ia bisa

selidiki Hoei Thian Ho? Apakah ia hendak pindjam

pengaruhku ? Dia tentu tahu, aku dan Iloei Thian

Ho ada tak akur. Tapi ada baiknja jang ia berdiam

sama aku, dalam dirinja aku dapat satu pembela

jang boleh diandalkan. Sekarang aku mesti bikin

ajah dan anak ini bertemu agar mereka bisa

bekerdja sama2, untuk menindas si Kase Terhang."

Habis berpikir demikian. Bhok Kongya hendak

bitjara, apamau, Liong Tjay Thian telah dului ia.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

202

"Menurut aku. tjeritanja anak ini benar

semuanja," berkata Liong Touwsoe. "Iapunja

penuturan ada mengenai Ban-lian-tjhee, jang

terdjatuh dilangan Hoei Thian Ho dan kemudian

berpindah tangan kepada Hoei Thian Gouw-kong.

Dia itu memang ada pendjahat besar dari Koe
tongkiap Kim Tjie Pena jan berada denganku ada

anak-angkat dari Hoei Thian Gouw-kong."

Bhok Kongya manggut2 pula.

"Merdekakan dia," achirnja ia bersenjum. ia

pandang padanja "Tjoh Koen. aku pertjaja

tjeritamu. aku hargakan kaupunja kebaktian, tapi

untuk tjari ajah kau. ada sukar sekali. Maka untuk

sementara ini, kau boleh tinggal sama2 aku, kalau

nanti kita sudah berangkat pulang bersama

angkatan perang, serahkan padaku, aku tanggung

kauorang, ajah dan anak, akan dapat bertemu dan

berkumpul Tentang kaupunja soeheng Thio Kiat,

asal dia tak nampak tjelaka apabila. ia menjusul ke

Koen-beng, ia tentu bakal bertemu sama

kauorang."

Ang Hay Djie girang tak kepalang, hingga ia

segera berlutut dan manggut2, untuk haturkan

terima kasihnja.

Demikian botja ini ikuti hertog Itu selaku katjung

pelajan. Selama itu, Bhok Kongya tak mau omong

perihal si guru silat buta.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

203

Selang beberapa hari, selesailah pemeriksaan

terhadap semua tawanan. siapa jang tak bersalah,

dia dimerdekakan. Maka itu, se sudah atur

tenteranja, Bhok Kongya lantas berangkatkan

tenteranja pulang. Melainkan Liong Tjay Thian dan

pasukannja jang ikuti terus kepala perang ini

sambil iringi terus kereta2 jang muat orang2

tawanan.

Kim Tjie Peng, jang dandan sebagai

punggawa,turut Liong Tjay Thian mengiringi

pasukan tentara.

Pada suatu hari, barisan ini telah sampai di Koen
beng dengan disambut setjara meriah oleh semua

pembesar sipil dan militer. Bhok Kongya tunda

barisannja diluar kota, djuga barisannja Liong Tjay

Thian. Kim Tjie Peng diperintah bantu pimpin

pasukan itu.

Segera djuga Bhok Kongya pulang ke istananja

di Pek-kee-kwan, Liong Tjay Thian terus iringi ia.

Toa-kongtjoe Bhok Thian Po dan Djie-kongtjoe

Thian Lan jang sedari siang2 telah dengar2 hal

kembalinja iapunja ajah, sudah pimpin seisi istana,

akan sambut ajahnja itu. Tjuma si guru buta, jang

mendjadi ketjuali. Ia ini berdiri dengan tungkat

ditangan dimuka tangga, diruangan dalam.

Bhok Kongya bertindak dimuka, akan masuk ke

istananja, dikiri dan kanannja ada iapunja sekalianPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

204

pahlawan, habis itu baharu Tok Kak Liong-ong

Liong Touwsoe, dibelakang siapa ada lain2

pembesar jang turut ke medan perang. Diantara

mereka ini ada satu botja, jalah Ang-hay-djie Tjoh

Koen jang gesit.

"Apakah gurumu ada didalam ?" tanja Bhong

Kongya pada kedua puteranja, jang dampingi

padanja.

"Ja," sahut Thian Lan dengan hormat. "Karena

mata soehoe tak dapat melihat, ia menantikan di

ruangan dalam."

Bhok Kongya bersenjum.

"Aku ingin lihat, sampai berapa lama lagi ia bisa

berpura-pura buta di depanku..." kala ia dalam

hatinja. Tempo ia menoleh, ia lihat Ang Hay Djie,

maka ia terus kata pada kedua puteranja : "Aku

pulang dengan adjak satu anak tanggung untuk

djadi kawanmu memain..." dan ia tundjuk botja itu:

"Lihat itu anak ! Pergi kau bawa dia ke kamar

gurumu, tapi djaga, supaja gurumu tak segera lihat

padanja. Kau djangan djalan dari dalam. Kau djuga

djangan omong banjak padanja. Sesampainja di

kamar gurumu, kau tak usah keluar lagi, tunggu

sampai aku dan gurumu masuk ke dalam kamarnja,

nanti kau ketahui duduknja hal. Nah, sekarang

lekas kau pergi!"PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

205

Thian Lan heran, akan tetapi ia tak berani tanja

apa2. Ia hampirkan Tjoh Koen, jang ia adjak pergi

ke kamar gurunja dengan ambil lain djalan.

Istana ada luas, maka itu, Thian Lan bisa

menjingkir dengan leluasa.

Bhok Kongya sampai di thia dengan terus duduk

dikantornja dimana semua orang sebawahannja

hundjuk hormat kepadanja, kemudian ia undurkan

diri dengan hanja adjak Thian Po dan Liong

Touwsoe.

Di ruangan dalam, dimuka tangga, si guru buta

berdiri diam dengan sikap anteng tetapi

menghormat.

"Loosianseng, sudah sekian lama kitaorang tak

bertemu !" berkata tuan rumah sambil tertawa,

seraja ia bertindak dengan tjepat. "Aku berterima

kasih jang kau telah didik puteraku dan djasa djuga

rumah-tanggaku hingga tak kurang suatu apa."

Guru buta itu mendjura, akan beri hormatnja.

"Sebenarnja aku si orang bertjatjat tak berbuat

apa2? kata ia dengan merendah. "Aku malah

bersukur atas kebaikan Kongya dan kedua

kongtjoe..."

Tuan rumah tertawa.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

206

"Kau merendah, sinshe," kata ia. "Didalam

pasukanku ada Touwsoe Liong Tjay Thian dari

Kimto-tjee di Kim To Nia, Tjio-pin, ia telah dengar

dari aku tentang sinshe empunja boegee, ia ada

sangat kagum, maka itu sekarang ia ada datang

bersama, untuk menemui sinshe. Aku pertjaja

kauorang berdua bakal djadi sahabat kekal. Inilah

dia Touwsoe itu!"

Habis kata begitu, Bhok Kongya minggir ke

samping, maka Liong Tjay Thian lantas ambil

tempatnja. Ia madju untuk memberi hormat

"Sinshe," berkata ia, sambil tertawa, "bukan

baharu satu-dua hari, jang aku telah dengar nama

sinshe, maka beruntung sekali ini hari kitaorang

bisa bertemu satu pada lain."

Mata putih dari si thabib buta mendjungat, ia

tertawa. Ia angkat kedua tangannja, untuk

memberi hormat.

"Aku ada seorang hutan, Touwsoe," kata ia

dengan merendah. "Sebenarnja sudah lama djuga

aku pangeni nama besar dan Tjiangkoen, sajang

kedua mataku lenjap penerangannja hingga aku

tak mampu memandang wadjah Tjiangkoen"

Demikian mereka saling merendah.

Sehabis itu, seharusnja mereka masuk kedalam,

untuk berduduk, tetapi Bhok Kongya tidak berbuatPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

207

demikian. Orang bangsawan ini kata: "Sekarang

sudah hampir saatnja memasang lampu, pergi

kauorang siapkan medja perdjamuan didalam

taman. Aku inginkan barang2 santapan jang lezad,

sebab aku ingin berdjamu sambil pasang omong

sama sinshe dan Liong Tjiangkoen."

Kata2 itu ada untuk pegawai di kiri-kanan, maka

beberapa orang sudah lantas undurkan diri, untuk

bekerdja.

"Kongya baharu sadja habis lakukan perdjalanan

djauh dan tentunja masih lelah, maka selagi tempo

untuk berkumpul masih banjak, baiklah kongya

beristirahat dulu," berkata si guru buta.

Bhok Kongya memandang Liong Touwsoe dan

bersenjum.
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Panglima itu balas mengawasi dan bersenjum

djuga.

"Baiklah aku terangkan kepada kau, sinshe,"

berkata orang bangsawan itu. "Ini hari ada satu

kedjadian jang menggirangkan, jang dengan sinshe

ada hubungannja, jang djuga penting sekali, dan

untuk itu, aku mau mohon bantuan kau, maka

harap sinshe djangan menampik. Tjay Thian, Thian

Po, mari kita undang sinshe pergi ketaman!"

Guru buta itu melengak atas orang punja kata2

itu.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

208

Djuga Thian Po ada tak mengerti, tetapi ia diam

sadja. Melainkan Liong Touwsoe, jang bisa

menduga, maka ia hanja bersenjum.

XI

Didalam taman orang pergi ke Slauw Hong Lay,

ialah tempat dimana si guru buta adjarkan silat

pada djie-kongtjoe. Disini ada beberapa kamar jang

ketjil dan mungil, didepan mana ada lataran peranti

berlatih.

Thian Lan keluar untuk menjambut ketika ia

dengar suara banjak orang mendatangi. Ia muntjul

sendirian, karena ia umpatkan Ang Hay Djie

dikamar tidurnja iapunja guru. Ia ada sangat

tjerdik, meskipun ia tak tahu duduknja hal, ia toh

menduga bahwa ajahnja mesti ada punja urusan

penting.

Bhok Kongya puas akan melihat puteranja keluar

sendirian, karena ini, ia menduga, anaknja sudah

bisa pemakan dengan baik pada Ang Hay Djie.

Si guru buta tak menduga apa2 ketjuali ia ada

sangat bersukur terhadap tuan rumah. Ia anggapPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

209

inilah satu kehormatan besar, jang orang

bangsawan itu terus pergi ketempatnja, sedang

seharusnja, kongya itu masuk ke istananja, untuk

beristirahat. Maka itu, ia berlaku hormat pada itu

orang bangsawan, pada Liong Tjiangkoen, djuga

kepada muridnja.

Diantara tjahaja api ? jang telah dinjalahkan

dengan segera ? orang berduduk di thia. Pelajan2

sudah lantas datang menjuguhkan air thee.

Bhok Kongya mulai bitjara tentang peperangan,

perihal suku bangsa Biauw.

"Dan sekali ini, loo-hoe telah dapat tolong satu

botja Han jang te lah djadi orang tawanan dari

bandit2 Biauw itu," kata Bhok Kongya kemudian.

"Dia ada satu botja jang tjakap. Aku telah tanjakan

diapunja keterangan, dari itu loohoe djadi dapat

tahu jang dia ada satu botja berbakti. Diapunja ajah

ada bermusuhan sama seorang Biauw jang liehay,

karena itu, iapunja ibu telah dibinasakan setjara

kedjam oleh musuh itu, lantaran ini, ajah itu telah

tinggalkan rumah-tangganja, untuk tjari itu musuh

besar. Dan itu anak, jang senantiasa ingat ajahnja,

sudah tinggalkan djuga rumali-tangganja, akan

susul dan tjari iapunja ajah itu. Ditengah djalan, ini

anak telah tertawan oleh rombongan bandit Biauw,

ia telah mesti sangat menderita, sampki achirnja,

ketika kawanan Biauw itu kena dilabrak tentara

negeri, ia turut kena tertawan dan dibawa kedalamPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

210

tangsi negeri. Dan adalah setelah loohoe

melakukan pemeriksaan, loohoe djadi ketahui siapa

adanja dia. Loohoe kasihani anak itu, dari itu loohoe

telah adjak ia pulang. Adalah keinginan dari loohoe,

akan bantu itu anak mentjari ajahnja, agar orang
tua dan anaknja bisa berkumpul pula."

Mendengar itu, seperti sering lerdjadi, mata putih

dari si guru buta lantas memain.

"Kasihan, kasihan itu anak," kata ia. "Kongya ada

mulia jang Kongya sudah suka tolong ia dengan

bawa ia pulang ke istana. Dimana sekarang adanja

anak itu ?"

Bhok Kongya dan djuga Liong Touwsoe, telah

gunai mata mereka. akan awasi matanja guru buta

itu.

"Anak itu ada padaku," sahut Bhok Kongya. "Ia

ada anak jang sangat tjerdik, loohoe sajang

padanja, tetapi mulai besuk, loohoe nanti perintah

dia datang ke mari untuk melajani sinshe."

Mendengar demikian, matanja si guru buta

memain begitu rupa hingga itu bagaikan bukan

mata bertjatjat. Ia telah memandang ke sekitar

ruangan.

"Kau bawalah itu anak ke mari," kemudian ia

dengar Bhok Kongya kata dengan pelahan padaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

211

Djiekongtjoe Thian Lan. "Tjoba kasi gurumu lihat

dia, gurumu suka atau tidak padanja."

Thian Lan menjahuti sambil ia terus pergi ke

dalam.

Si guru buta lihat orang pergi ke arah kamarnja,

iapunja hati berdebaran.

Belum terlalu lama, kapan moeilie telah

disingkap, dari dalam situ segera lontjat keluar satu

anak tanggung, dan sebelum si guru buta bisa lihat

tegas orang punja roman, botja itu sudah lontjat

menubruk kakinja, jang terus dipeluki, lalu sambil

menangis, ia berkata : "Sedjak didalam barusan,

mendengar suara ajah, anak sudah bertjuriga,

maka tempo Djie-kongtjoe datang masuk, anak tak

bersangsi pula ! Ajah, kau telah tinggalkan aku, aku

bersengsara . ."

Ang Hay Djie menangis hingga ia tak bisa bitjara

lebih djauh, air matanja turun dengan deras.

Air mukanja si guru buta berubah dengan

sekedjab, iapunja kedua mata, jang putihnja lebih

banjak, berbalik dengan seketika, hingga di lain

saat, mata itu telah djadi mata jang biasa, jang

sinarnja sangat tadjam. Dan dengan sinar jang

tadjam itu, sepasang mata itu mengawasi kepada

si anak tanggung. Iapunja tungkat pun ia sudah

lantas lepaskan, hingga sekarang ia bisa gunai

kedua tangannja, akan pegang kepalanja anak itu.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

212

"Kau . . . kau ..." demikian utjapannja, ketika ia

buka mulutnja, dengan susah. Dan menjusullah

iapunja air mata. Sebab itu ada tanda dari

ketjintaannja satu ajah kepada anaknja

Semua orang mendjadi heran, ketjuali Bhok

Kongya dan Liong Touwsoe. Mereka ini terharu

tetapi mereka bisa bersenjum, karena toh mereka

merasa puas.

Ketjuali suara tangisan si anak, ruangan itu ada

sunji-senjap, sebab semua orang pada berdiri

mendjublek.

Sesaat kemudian, dengan matanja jang masih

mengembang air, si guru buta menoleh pada Bhok

Kongya, hingga ia bisa lihat, dengan air muka jang

simpatik, orang bangsawan itu sedang mengawasi

ia dengan senjuman dibibir.

Dengan pelahan, guru buta itu perdengarkan

suaranja.

"Anak," katanja. "Mari kau turut aku haturkan

terima kasih pada Bhok Kongya . . . ."

Ia berbangkit, ia angkat tubuh anaknja, akan

dituntun mendekati tuan rumah, akan keduanja

tekuk lutut.

"Kongya, maafkan aku," kata si guru buta ini.

"Saking terpaksa, aku sudah bernjali besar

berpurapura buta, hingga aku telah pedajakanPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

213

Kongya. Melulu disebabkan aku berdjodo sama

Djie-kongtjoe, aku telah berani duduk bersama
sama Kongya . . . ."

Guru ini terus berlutut, ia mendekam.

Tapi Bhok Kongya lalu bertindak menghampirkan

dan ulur kedua tangannja untuk memimpin bangun

pada si buta palsu itu.

"Bangun, bangun, Tjoh Loo-enghiong," ia

berkata. "Tentang kauorang ajah dan anak, loohoe

telah ketahui dengan djelas. Kau terpaksa berpura
pura buta, kau datang kemari karena terpaksa,

untuk mentjari musuhmu. Djangan kau pikir pada

pangkatmu jang rendah, apapula sekarang kau

sudah letaki djabatan, malah sekarang kau pun ada

djadi guru dari puteraku. Lain daripada itu, disini

pun ada dipedalaman istana, disini tak ada lain

orang ketjuali loohoe empunja orang2

kepertjajaan. Aku kagumi kau, loo-enghiong,

silahkan kau berbangkit, mari kitaorang duduk.

Loohoe pun ingin bitjara banjak sama kau."

Liong Touwsoe pun menghampirkan, akan

pimpin bangun pada djago tua itu, buat dianter ke

kursinja.

"Tjoh Lo-enghiong, berlakulah bebas," kata

touwsoe ini sambil tertawa. "Kongya bukan seperti

lain2 orang bangsawan, ia ada sangat hargakan

oranggagah dan pandai. Aku sendiri, sudah lamaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

214

aku dengar tentang nama besar dari loo-enghiong.

Bukankah sanakku, Touwsoe Lok Hong, ada

kenalan baik dari loo-enghiong ? Dari sanakku itu,

aku ketahui looenghiong empunja kepandaian,

sebab di Pek Tjo Nia ia telah saksikan sendiri loo
enghiong empunja boegee, hingga loo-enghiong

bisa bikin tak berdaja pada loo-enghiong empunja

tandingan. Aku sebenamja mengharap sangat bisa

segera berkenalan sama loo-enghiong, siapa njana,
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekarang, disini. kitaorang bisa bertemu satu pada

lain ! Djikalau loo-enghiong tak menampik aku, aku

ingin sekali selandjutnja kitaorang bisa djadi

sahabat kekal."

Sesudah sekarang rahaslanja terbuka, Kouw Bak

Giam-lo Tjoh Kam Tjioe, si thabib buta, tak bisa

mainkan lebih djauh iapunja peranan, maka iapunja

mata putih ia tak perlihatkan pula. Dilain pihak, ia

ada sangat bersukur terhadap Bhok Kongya dan

Liong Touwsoe, jang begitu hargakan ia.

Djie-kongtjoe pun telah keluar dan ia terus

pimpin bangun pada Tjoh Koen, jang ia tarik ke

pinggir. Keduanja kelihatan lantas sadja djadi rapat

perkenalannja.

Tjoh Kam Tjioe merasa sangat beruntung, tak

sadja ia telah dapat bertemu sama puteranja,

sekarang ia pun bisa berkenalan sama orang2

besar, malah orang2 jang manis-budi. Maka itu, ia

lantas utarakan ia punja rasa sukur itu. Ia punPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

215

tuturkan hal ia sudah mengumbara dua tahun

lamanja tapi ia belum berhasil dapat tjari

musuhnja, sedang dilain pihak, karena

bersendirian, ia tak berani lantjang memasuki

"guha harimau". Hanja, meskipun demikian, ia kata

jang ia telah peroleh banjak keterangan penting. Ia

undjuk djuga bahwa sudah sekian lama ia berniat

masuk ke Kok-kong-hee tetapi ketikanja tak ada,

hingga selama satu bulan, ia mesti luntang-lantung

di Koenbeng, sampai ia dapat kenjataan samar

bahwa pihak musuhnja telah mulai endus iapunja

penjamaran.

"Djusteru aku memikir untuk berlalu dari

Koenbeng ini, apamau ada kedjadian atas diri

Djiekongtju, maka ini ketika jang baik, aku tidak

sia2kan lagi Dengan begini berhasil djugalah aku

masuk ke istana," djago tua itu menutur lebih

djauh. "Sudah beberapa kali aku ingin bitjara sama

Kongya, sajang saban2 aku terpaksa batalkan itu.

Aku berniat bitjara tentang keselamatan Kokkong
hu dan seluruh propinsi Inlam, maka apabila aku

botjorkan rahasia, antjaman bentjananja ada besar

sekali. Kesangsianku tertahan sampai Kongya

mesti berangkat pula, hingga selandjutnja aku

melainkan harap2 Kongya lekas kembali. Aku

girang jang achir2nja, Ini hari Kongya sudah

pulang. Sebenarnja ini malam, biar tidak ada halnja

anakku, aku sudah berkeputusan untuk bitjara

sama Kongya."PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

216

Kapan Bhok Kongya dengar itu kata2 dari guru

muridnja, ia lantas melirik pada Liong Touwsoe,

kemudian dengan menjebut namanja touwsoe itu,

ia kata : "Tjay Thian, apa jang Tjoh Loo
enghiong hendak sampaikan kepada kita mesti ada

itu urusan tentang mana kita selalu buat pikiran,

hanja aku pertjaja, setelah mengumbara dua tahun

lamanja, Loo-enghiong mesti telah mendengar dan

melihat terlebih banjak daripada kita. Malam ini ada

malam pemberian dari Thian, aku girang sekali,

apapula, dengan adanja Tjoh Loo-enghiong, kita

djadi dapat satu tenaga bantuan jang berharga

sangat besar. Loo-enghiong, tidakkah benar apa

jang loohoe bilang ?"

Tjoh Kam Tjioe awasi itu orang bangsawan.

"Apakah itu, Kongya ?" ia tanja.

Bhok Kok-kong tertawa.

"Loo-enghiong, malam ini ada malam pertemuan

kita bertiga jang istimewa," kata ia. "Looenghiong

ajah dan anak telah dapat bertemu, seharusnja

kauorang berdua bitjara banjak karenanja. Dilain

pihak, Liong Touwsoe diuga berkeinginan keras

akan pulang ke rumahnja tetapi loohoe toh telah

tahan padanja. Loo-enghiong, loohoe ingin

kitaorang bertiga pasang omong, maka sudikah kau

mengasi maaf padaku ?"PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

217

"Kongya," kata Kouw Bak Giamlo seraja ia

berbangkit dan rangkap kedua tangannja, "harap

Kongya tak mengutjap demikian.

Urusan ada demikian penting, maka urusan

perseorangan harus mengalah karenanja. Hanja

..."

Ia berhenti dengan tiba2, malanja melihat

kelilingan.

"Aku tahu !" kata Bhok Kongya, sambil tertawa,

lantas ia memanggil orangnja.

Tjepat sekali muntjul dua keetjiang muda, jang

romannja gesit dan gagah. Mereka ini ada Bhok

Tjiong dan Bhok Yok. Asal mereka adalah budak2

belian sedjak masih ketjil, she mereka ditukar djadi

she Bhok, menurut she madjikan. Mereka dapat

perlakuan baik, mereka djadi setia. Mereka pun

telah dapat peladjaran silat, dan ilmu silat diatas

kuda djuga. Sudah sering mereka ikut berperang,

selalu mereka iringi Bhok Kongya. Karena djasanja,

mereka bisa setiap waktu diangkat djadi touwsu.

Melihat dua hambanja itu, Bhok Kongya segera

berikan perintahnja: "Malam ini aku dan Liong

Tjiangkoen hendak bitjarakan urusan penting,

maka pesanlah semua punggawa akan mereka

djangan tinggalkan masing2 tugasnja, supaja

perondaan dilakukan didalam dan diluar, asal ada

orang jang mentjurigai, dia mesti ditangkap da"PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

218

diperiksa. Terutama djalanan ke taman ini, mesti

didjaga keras. Siapa sadja, sekalipun orang

perempuan, siapa tak membawa yauw-pay, ia

mesti ditahan, untuk aku jang periksa sendiri. Dan

kau, Yok lekas kau perintah siapkan medja

perdjamuan, untuk ditaman ini, kemudian

kauorang berdua datang kemari, untuk melajani.

Jang lainnja, semua, mesti menantikan sadja

didepan."

Dilain saat, Siauw-hong-lay djadi terang
benderang, medja pesta telah siap. Kedua kee
tjiang ada bersama.

Bhok Kongya ada sangat menghormati

tetamunja, ia sampai minta Tjoh Kam Tjioe duduk

dikursi pertama dan ia dan Liong Tjay Thian, akan

menemani dikiri dan kanan. Tapi Kouw Bak Giam
lo menampik dengan keras. Maka kedjadiannja,

Bhok Kongya duduk ditengah, Liong Tjay Thian

dikanannja, si tetamu dikiri. Thian Fo dan Thian

Lan, bersama-sama Tjoh Koen, duduk berbaris.

Maka disitu, disebelahnja dua kee-tjiang,

melainkan ada enam orang.

"Mari minum!" mengundang tuan rumah dengan

manis. Dan kemudian ia tuturkan, pada tetamunja,

tentang bagaimana ia dapatkan Tjoh Koen dan

dengar penuturannja botja jang bernjali besar itu.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

219

Kouw Bak Giam-lo dengari tjerita dengan

bersukur, ia menghaturkan terima kasih kepada

orang bangsawan itu untuk kebaikan hatinja.

"Sajang tak ada sanakku Lok Hong disini, kalau

tidak, ia tentu akan bitjara banjak sama Tjoh Loo
enghiong," kata Liong Tjay Thian.

"Aku jang menjebabkan Lok Touwsoe tak dapat

datang kemari, meskipun sebenarnja ia berniat

anter aku," kata Bhok Kongya. "Aku titahkan ia

pulang supaja sekalian ia bisa serep-serepi tentang

Keluarga Pouw ajah dan anak di Ah-bie-tjioe. Aku

dengar Keluarga Pouw itu ada kandung maksud

besar jang tak menguntung! negara, dengan

berlerang ia berani kumpuli segala orang tak

keruan, sedang dari rakjat ia paksa pungut padjak

dan paksa djuga rakjat masuk serdadu. Beberapa

utusan pernah dikirim ke Ab-bie-tjioe tetapi ada

antaranja jang terus lenjap, majatnja pun tak

kedapatan. Di pihak lain ada terdapat pembesar2

setempat tjoba baiki touwsoe itu. Aku pertjaja, dari

Ah-bie-tjioe bakal datang antjaman bentjana. Pihak

Pouw itu pandang aku sebagai duri di matanja,

karena ini, mereka djuga tentu ada musuhnja Liong

dan Lok Touwsoe berdua. Baharu sekarang aku

menjesal jang aku berikan tugas kepada Lok

Touwsoe. Kita telah berdjandji akan bertemu pula

di sini dalam tempo setengah bulan, aku harap iaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

220

nanti bisa tetapi djandji dengan tak kurang suatu

apa"

Liong Touwsoe kerutkan alis apabila ia dengar

keterangan itu.

"Dengan sebenarnja, keadaan kita di Inlam ini

ada berbahaja," kata ini touwsoe Naga Tanduk

Tunggal. "Sudah Pemerintah ada djauh, di sana pun

ada kawanan dorna. Tjoba tidak ada Kongya

sebagai tiang negara, nistjaja siang2 sudah ada

touwsoe jang main gila. Keluarga Pouw dan Goh Pit

Kwee adalah orang2 jang sekarang berdiri di

belakang lajar pengatjauan kawanan bandit Biauw

di daerah Sengkeng-kwan dan Tjio Liong San,

maksudnja ada untuk ganggu dan rubuhkan kita.

Untung kita bisa bersiap dan ada kuat pendjagaan

kita, kita bisa mengasi labrakan di saat jang benar.

Buat selandjutnja, kita perlu atur sadja pendjagaan

terlebih djauh dengan hatiJ. Meski demikian,

Kokkong-ya masih sadja tak tenteram hatinja,

maka, Tjoh Loo enghiong, sekarang harap kau

bitjara setjara merdeka semua apa jang kau
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketahui tentang antjaman malapetaka untuk

daerah kita ini."

Kouw Bak Giam-lo berdiam sadja selagi orang

bitjara, ia berpikir, kemudian, ia bersenjum.

"Selama ketikanja belum ada, aku berniat bitjara

banjak, siapa tahu sekarang, aku tak tahuPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

221

bagaimana harus mulainja," kata ia. Ia lantas

pandang Djie-kongtju Thian Lan siapa, sambil

tertawa, ia lalu tegur: "Sudah beberapa pagi,

sehabisnja berlatih, kau agaiknja hendak bitjara

sama aku, saban2 kau bersangsi, kenapa begitu?

Apakah itu jang kau hendak omongkan ? Sekarang

kau boleh bitjara, supaja Kongya dan Liong

Tjiangkoen turut mendapat dengar"

Thian Lan terkedjut mendengar katai gurunja itu,

mukanja mendjadi merah dengan tibai. Agaknja ia

ada bersangsi.

Kongya dan Liong Touwsoe mendjadi heran,

hingga mereka awasi tetamunja dan kongtjoe itu,

hati mereka berbareng menduga-duga.

Thian Po duduk di sebelah adiknja, ia pun tahu

hatinja saudara ini. ia tak heran sebagal iapunja

ajah dan Tok Kak Liong-ong.

"Soehoe suru kau bitjara, kau bitjaralah !" ia

lantas kata pada adiknja itu.

"Ada apa, anak?" Bhok Kongya pun lantas

berkata. "Kau boleh bitjara. Kau sudah tambah

umur, djangan kau malui sebagai nona2"

Thian Lan angkat kepalanja, ia pandang gurunja,

kemudian la menoleh pada ajahnja.

"Ajah" kata ia dengan pelahan.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

222

"Ja," sahut sang ajah, jang mengawasi dengan

tadjam, hingga ia lihat muka jang bertjahaja dari

puteranja itu, jang tjakap. Dulu-dulunja anak ini tak

bermuka terang sebagai itu. Ia mengerti,

perubahan itu disebabkan perjakinan silatnja di

bawah satu guru jang pandai. Maka, diam2 ia djadi

girang.

"Anak, kau dengarlah apa jang gurumu bilang,"

ia lalu tambahkan. Ia bersenjum.

Sang putera tertawa ketika ia mulai dengan kata
katanja.

"Ajah, sedjak itu hari ajah pulang dan kemudian

pergi pula, beberapa bulan telah berselang," kata

ia. "Selama itu, setiap hari, siang2 anak diperintah

tidur, lantas tengah malam dikasi bangun, untuk

jakinkan ilmu mengendalikan napas, habis itu anak

diperintah tidur pula, sampai kira2 djam tiga, lantas

diberikan pendidikan pula, sekarang ilmu silat,

dengan menggunai alat-sendjata djuga. Adalah

jang belakangan ini, soehoe ubah djam beladjarnja,

tidak lagi tengah malam, hanja mulai kira2 djam

tiga mendekati fadjar. Tapi anak telah djadi biasa

mendusi tengah malam, dari itu, biar soehoe tak

membanguni, anak toh sadar sendiri dan diam2 lalu

mejakinkan ilmu sebagaimana biasa. Perjakinan

ilmu mengendalikan napas tak membutuhkan

gerakan kaki dan tangan, dari itu, suhu tak

mendapat tahu bahwa aku sebenarnja mendusiPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

223

setiap tengah malam. Pembaringanku ada di dekat

pembaringan soehoe, karena soehoe tak pernah

turunkan kelambu, anak bisa hhat dia ampir tak

tidur, ia biasa duduk bersemedhi. Pada suatu

tengah malam, tempo anak mendusi, anak heran.

Dari dalam pembaringanku, di antara kelambu,

anak tak lihat soehoe, seuang pintu dan djendela

ada tertutup rapat. Bahna heran, anak lantas

pasang kuping. Tidak ada suara lainnja ketjuali

kentongan si orang ronda dan menghembusnja

sang angin. Anak tak berani turun dari

pembaringan, akan mentjari tahu, maka itu, anak

lantas berpura-pura tidur pulas, tetapi mataku

ditudjukan ke arah djendela. Setelah berselang

lama kiradjam tiga, baru soehoe kembali. Ia masuk

dari djendela. la pasang kuping didepan

pembaringan anak, dan anak ber-pura2 tidur

njenjak. Agaknja soehoe kena dikelabui..."

Selagi berkata begitu, Thian Lan lirik gurunja,

sedang ajahnja bersenjum.

"Soehoe duduk bersemedhi pula setelah ia

loloskan sendjata mustikanja, jang ia lilit di

pinggang," Thian Lan meiandjutl "Itu ada sendjata,

jang ia selesai bikin dari tulang lubang, di situ ia

ada ukirkan satu huruf 'Lan.' Sajang, karena

peladjaranku masih terlalu rendah, suhu belum

adjarkan aku ilmu menggunai tjambuk istimewa

itu. Aku tak mengerti sikap soehoe tapi toh aku takPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

224

berani menanjakannja. Kemudian, pada satu

malam dari beberapa malam berselang, soehoe

keluar lama sekali, ia baharu pulang sesudah

fadjar, sesudah sinar matahari berbajang disebelah

timur. Ia pulang dengan sikap tak tenang sebagai

biasa, ia pun mandi keringat pada djidatnja, dan

dengan samara, anak dengar ia kata seorang diri,

'Sungguh berbahaja ? Ketika ia sudah rebahkan

diri, masih sadja aku dengar ia berkata-kata,

dengan pelahan sekali, antaranja ia bilang, 'Harap

sadja Bhok Kongya lekas kembali. Tak bisa anak ini

diantap tidur sendirian sadja di sini, kalau aku

lindungi dia, aku tak bisa djaga seluruh istana Aku

bingung karenanja, maka pada toako, aku

petjahkan rahasia hatiku. Toako berkuatir, dari itu

ia pesan semua kee-tjiang akan berdjaga-djaga

dengan waspada. Sedjak itu, suhu tak keluar lagi,

ia seperti tetap mendjagai aku sadja. Di waktu

siang, tak pernah aku iihat. soehoe bersenjum, ia

baru tertawa ketika ada datang warta jang ajah

sudah pulang! Anak terperandjat melihat soehoe

tertawa kegirangan, sebab berbareng dengan ilu,

mata putihnja lonjap dengan mendadakan, ter

ganti oleh mata biasa jang bertjahaja!"

Mendengar sampai di situ, semua orang lantas

tertawa, malah Tjoh Kain Tjioe sendiri turut

bersenjum.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

225

Setelah tertawa, Bhok Kongya berdiam, air

mukanja berubah djadi sungguh".

"Terima kasih, sinshe, terima kasih!" kata ia

seraja ia kasi hormat pada guru dari muridnja

seraja ia menghadapi sambil berbangkit. "Aku

mengerti, ketjuali kau lindungi anakku, kau pun

djagai ini istana. Sinshe, aku sangat bersukur

terhadap kau! Sinshe tentu ada ketahui suatu apa

dan kau mengerti bahwa semua keetjiang di sini

ada orangz dengan bugee jang biasa sadja, hingga

kau mesti turun tangan, mesti meronda sendiri,

hingga hatimu djadi tidak tenteram."

"Inilah ada perkara ketjil, Kongya," kata Kouw

Bak Giam-lo, sambil ia bersenjum: "Aku malu akan

dengar penguraian kongtjoe barusan. Duduknja hal

sebenarnja ada begini: Aku ada mengetahui sedikit

perihal gerik2 orang djahat, hanja aku menduga, di

Koen-beng sini, di istana, ia tentu tak berani

datang. Aku pikir, siapa datang ke mari dengan

maksud djahat, ia ada seperti anteri diri ke dalam

mulut harimau. Siapa tahu, dugaanku itu njata ada

meleset. Di achir bulan jang baru selam barulah aku

insaf ini. Pada suatu sore, sehabis bersantap

bersamasama kongtjoe, seorang diri aku djalanz di

dalam taman, aku bertindak sampai di

pengempang. Malam itu ada banjak bintang tetapi

rembulan tak muntjul. Di muka empang, di mana

daun2 teratai sudah pada rusak?karena ketika ituPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

226

ada di bulan sembilan?sang bintang berkatjakan

diri, hingga empang ada bagaikan menjimpan

banjak intan-permata. Benar sedang aku

memandang permukaan air, tiba2 di sebelah

depan, di seberang, aku lihat berkelebatnja satu

bajangan bagaikan terbang menjambemja seekor

burung garuda. Aku segera angkat kepala, hingga

aku tampak bajangan Itu mentjlok di atas

gunung2-an, akan dari situ mentjela* ke pajonnja

sebuah ranggon, akan dari sini lontjat pula ke atas

genteng, lantas lenjap di belakang wuwungan. Aku

terperandjat. Itu ada bajangan orang2 dengan ilmu

entengi tubuh jang liehay. Aku segera lontjat, akan

tjari bajangan itu. Aku telah periksa antero tempat,

bajangan itu tak kedapatan, maka aku duga, ia

tentu sudah menjingkir. Setelah itu, aku balik ke

kamar, akan menduga-duga. Bisa djadi ia ada

orang djahat, orang tukang djalan malam sadja,

kendati demikian, aku lantas ambil putusan akan

pasang mata."

Semua orang berdiam mendengari keterangan

ini.

"Besuknja fadjar," Kouw Bak Giam-lo melandjuti,

"sebelum orang mendusi, aku mendahului pergi ke

taman, akan tjari bekas2nja bajangan semalam itu.

Di gunung2an aku dapati sepasang tapak kaki jang

njata, sepatunja ketjil dan udjungnja lantjip,

pandjangnja tjuma lima atau enam dim. ItuPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

227

bukannja kaki orang lelaki, djuga bukan kaki anak

ketjil. Itu ada kakinja seorang perempuan. Kakinja

seorang perempuan Han, jang sebesar itu, sudah

bisa dipandang ada kaki besar. Kaki perempuan
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Biauw sebaliknja biasa telandjang dan mirip sama

kaki orang lelaki Maka aku duga, itu ada kakinja

orang perempuan Biauw jang sudah biasa bergaul

sama orang Han, sebab mereka ini, meskipun tak

mengikat kaki, tapi biasa bungkus kakinja. Karena

ini, kembali aku menduga-duga, orang perempuan

Biauw siapa adanja dia. Dia tentu ada

berkepandaian tinggi, bahwa ia datang ke istana

bukan setjara kebetulan. Inilah sebabnja, aku telah

ubah djam beladjar dari Djie-kongtjoe, supaja aku

dapat ketika untuk melakukan pendjagaan.

Sedjak itu, buat beberapa hari lamanja, orang

perempuan itu tak pernah datang pula, akan tetapi

aku terus waspada. Pada suatu malam, Belagi

meronda seperti biasa, aku dapat pergoki satru.

Sesudah meronda didalam taman, aku lontjati

tembok, akan pergi keluar. Disini aku djalan

mundarmandir, kedepan dan kebelakang, setelah

lihat keadaan ada tenteram, aku masuk pula

kedalam. Sekali ini, aku naik keatas wuwungan.

Ketika kemudian aku turun pula, aku kembali ke

taman. Adalah di itu saat, aku kaget mendengar

suara tepukan tangan jang datangnja dari toa-thia,

didepan. Aku segera lontjat ke pohon gouwtong

disampingku, dari situ aku mutar kebelakang thia.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

228

Berdiri diatas wuwungan, aku memandang

kesebelah dalam. Di baw'ahan aku, di pajon, aku

lihat seorang lagi berdiri sambil memandang

kebawah. Ia ada bertubuh besar, pakaiannja biru,

dibebokongnja ada tertantjap golok tan-too jang

tadjam mengkilap.

Selagi aku mengawasi, aku lihat seorang dengan

tubuh ketjil lontjat naik dari bawah, terus ia bitjara

sama orang tubuh besar itu, atas mana, segera

mereka berpentjar kekiri dan kekanan, keduanja

berrgerak dengan gesit, bagaikan kutjing sadja.

Gerakan mereka itu bikin aku terperandjat dan

berkuatir. Satu kali mereka bisa masuk kedalam,

habislah kehormatanku. Tapi aku belum tahu

maksud mereka itu, aku tak berani berlaku

sembrono. Aku lantas pikirkan akal, aku lantas

menepuk tangan, dua kali. Mereka dengar suara

itu, keduanja merandek dan menoleh. Orang jang

disebelah kiri berada lebih dekat dengan aku. Aku

berdiri diam, aku tunggu sampai jang dikanan

kembali pada kawannja, aku antap mereka

mengawasi aku, setelah itu, sambil menggapai

mereka, aku berkata : 'Sahabat2 baik, mari kemari,

mari kitaorang bitjara! Habis itu, aku putar

tubuhku, akan lari kearah luar, lewati toa-thia, aku

pergi kedepan. Dari srni aku lihat dua orang itu

menjusul aku, maka aku lari pula, sampai diluar

tembok, dimana ada satu pekarangan luas.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

229

Dua orang itu susul aku. Jang tubuhnja ketjil
kurus lantas menuding aku seraja menegur : "Kau

tentu ada tjinteng disini, atau kau ada kee-tjiang

tua jang makan nasi nganggur Kau nampaknja ada

punja kepandaian, usiamu pun sudah landjut,

kenapa kau pendam dirimu disini? Aku berkasihan

kepadamu... Tapi kita bukan hendak mengobrol!

Bilang pada kita, apa perlunja kau pantjing kita

datang kemari? Apakah benar2 kau hendak djual

djiwamu untuk Keluarga Bhok ini ?"

Atas teguran itu, aku tertawa berkakakan.

"Sahabat2, bukalah matamu!" aku kata."Aku

memang ada bubeng siauw tjut jang gegaresi nasi

nganggur disini! Dan apamau, peruntunganku

djuga sedang buruknja Kenapa, bukan terlebih

dahulu, atau terlebih belakangan, kau orang datang

djusteru dimalaman aku jang harus djalan

meronda. Sahabat2, kitaorang belum pernah

berkenalan, kitaorang tidak bermusuhan, maka aku

pertjaja, kauorang datang kemari bukan untuk aku

Aku tak berani menanjakan maksud

kedatangan kauorang sahabat2, aku hanja Ingin

djelaskan, umpama kata kauorang ulur tanganmu,

lantas inangkok nasi aku, situa-bangka, bakal

terbalik. atau barangkali, aku bakal meringkuk

didalam pendjara. Maka itu, djiewie, aku tak bisa

berbuat lain daripada undang kauorang datang ke

ini tempat sepi, untuk adjak kauorang berdamai...PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

230

Apabila kauorang masih ingat persahabatan

dlkalangan kang-ouw, aku harap sangat kauorang

tak ganggu sesuap nasi, untuk itu. aku akan sangat

bersukur."

Sengadja aku bitjara dengan tjara merendah

begitu, untuk dapat tahu orang punja sikap. Si

kurus belum djawab aku, atau si tubuh besar

rupanja pertjaja aku, karena ia segera

mendamprat.

"Oh, machluk tak tahu malu !" demikian

suaranja. "Bagaimana kau ada punja muka untuk

bitjara begini rupa! Kau bikin hilang muka terang

dari orang2 jang hidup sebagai kamu!..."

Dia masih hendak mentjatji terus tapi si kurus

tjegah padanja.

"Apakah kau masih mau pertjaja diapunja

otjehan?? demikian si kurus ini. Dan tidak tunggu

sampai suaranja berhenti, ia sudah lontjat

melajang turun keba wah, berbareng dengan mana,

dengan menerbitkan suara, dari pinggangnja ia

tar^ keluar iapunja tjambuk Sip-sam-tjiat Lianggin

Lian-tjoe-pian, ketika ia putar itu, sendjata itu

berkeredepan bagaikan kilat. Ia madju mendekati

aku, jang ia tuding.

"Hantu tua, baiklah kau mengerti " ia

membentak. "Kauorang punja thayya datang

kemari untuk satrukan keluarga Bhok, ini adalahPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

231

perhitungan, jang sukar untuk dibereskan dalam

satu waktu, dan siapa djuga, tak dapat rintangkan

kita ! Memedi kolot, mengertilah kau, kita tak ingin

berurusan sama kau! Tapi, andaikata kau sudah

bosan hidur kau masih hendak belai si orang she

Bhok, tak bisa lain, terpaksa thayya kauorang akan

iringi kehendakmu itu ! Kau ada punja njaii, kau

hendak bela keluarga Bhok, kau tentu ada seorang

jang kenamaan, dari itu, tjoba kau perkenalkan diri

terlebih dahulu, supaja kapan nanti thayya

kauorang pulang, iaorang bisa berikan laporan

mereka !"

Orang itu ada sangat djumawa, hingga aku

bersenjum ewah.

"Kauorang ingin ketahui namaku?" aku tegaskan

mereka. "Sebenarnja belum pernah orang sebut2

namaku, akan tatapi karena kauorang ada begitu

baik buat menanjakan, baiklah, aku nanti beritahu!

Dengan terus-terang, aku ada orang she Tjan,

namaku Yauw Bin, dan sahabat2ku jang baikbudi

telah berikan djulukan Wakian-kwie padaku, atau

Hidup2 Melihat Iblis. Sekarang baiklah kauorang

djuga beritahukan aku nama besar dari kauorang

berdua, sebagai setan, namaku akan tjukup

terkenal, bahwa aku tak binasa ditangannja segala

bu-beng siauw-tjut!"PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

232

Aku sengadja berbuat demikian, untuk

mengedjek, untuk menjindir, si kurus rupanja

merasa tertusuk, karena ia segera menjadi gusar.

"Tjan Yauw Bin, kau ngatjobelo!" ia berseru.

"Namaku itu aku pakai sebagai nama-saruan untuk

Tjin Yauw Beng? jang berarti 'benar menghendaki

djiwa? Ia rupanja djadi gusar. "Baik, aku nanti

berikan bahagianmu!"

Habis itu, ia hendak madju menjerang, tapi

apamau, kawannja diatas tembok, sudah dulul ia.

Sambil putar goloknja, si tubuh besar itu lontjat

turun sambil berseru: "Liok-tee, mundur, serahkan

la padaku !" kemudian ia tegur aku: "Wa-kian-kwie

Tjin Yauw Beng, djikalau kau mampu lajani golokku

sampai lima atau enam djurus, mulai saat ini, aku

bukan lagi Pek Djit Kwie."

Diam2 aku tertawa melihat orang punja

kedjumawaan itu. Aku tak sangka, musuh pertjaja

aku punja nama dan gelaran palsu itu. Hingga

sekarang aku ketahui, dia ada si Hantu Siang.

"Baiklah," aku lantas mendjawab. "Kalau aku tak

bisa rampas djiwamu, aku akan ganti aku punja

nama"

Aku belum tutup mulutku atau goloknja Pek Djit

Kwie sudah melajang, slnamja jang tadjam

berkelebat, disusul sama suara anginnja. Ia arah

aku punja dada. Aku lantas mundur, sampai limaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

233

atau enam kaki, ketika ini aku gunai, akan tarik

keluar akupunja Siankoet-pian.

Setelah gagal dengan batjokannja jang pertama,

Pek Djit Kwie madju pula, akan tikam aku punja

dada Ia bersikap garang sekali. Sekali ini aku tak

berkelit atau mundur, hanja dengan tjambukku,

aku menangkis. Pian menjamber dari samping dan

mengenai dengan djitu, hingga golok, atau lebih

benar tangan musuh, terpukul dengan terangkat

tinggi, sukur goloknja tak terpental. Gerakanku tak

berhenti sampai disitu. Sebali kn a, aku gunai ini

saat jang baik. Dengan pian, aku balik lengan, akan

menjerang iga. Seranganku itu ada ?Koay bong

hoan sin?, atau TJlar membalik tubuh', disusul
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan ?ouw liong pa bwee?, atau, ?Naga hitam

menggojang ekor?. Karena tangannja terangkat

tinggi, iga musuh djadi kosong. Ia pun djusteru

sedang kaget, karena tadinja ia ada besar hati. Dia

tak dapat meluputkan diri, meskipun ia sudah tjoba

egoskan tubuh, dengan keluarkan djeritan, iapunja

bebokong, jang njamping, kena sabetan pian. Ia

selojongan lima atau enam tindak, sukur buat dia,

dia tak sampai rubuh terguling.

"Maaf, maaf, sahabatku . . . demikian aku bilang.

Akan tetapi, belum sempat aku tutup rapat

mulutku, dari belakangku, aku dengar samberan

angin jang tadjam. Aku menduga pada serangan

membokong dari kawannja musuhku, takPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

234

menunggu sampai menoleh pula, aku lontjat ke

depan, begitu lekas kaki depanku mengindjak

tanah, aku putar aku punja tubuh, kepalaku turut,

akan memandang musuh. Ini ada gerakan 'Tie goe

bong goat?, atau 'Badak memandang rembulan?.

Itulah ada si kurus, jang tak senang lihat

kawannja kena dihadjar setjara begitu tjepat,

sudah lontjat madju dan menjerang aku dengan

iapunja tjambuk Sip-samtjiat Lian-tju-pian. Si

kurus ini jang gesit, arah pinggangku dengan tipu

serangannja ?Ouw liong tjoan tah atau Naga hitam

menembusi pagoda?. Itu ada serangan totokan,

pada bahagian jang berbahaja dari pinggangku.

Aku mesti berlaku hatimenghadapi si kurus ini,

jang selainnja telengas, djuga kepandaiannja ada

djauh terlebih tinggi daripada kawannja jang

bertubuh besar itu. Iapunja sendjata djuga

bukannja sendjata jang umum.

Kapan si kurus ini dapatkan serangannja tak

mengenai sasarannja, ia putar tangannja, akan

menjerang balik. Sekali ini ia gunai tipu ?Thay Kong

tiauw gie? atau ?Kiang Thay Kong pantjing ikan'.

Iapunja pian telah kasi dengar suara angin

menderu. Terhadap ini, aku berkelit.

Aku bikin perlawanan sampai enam atau tudjuh

gebrakan, akan mengetahui kepandaian lawan ini.

Iapunja udjung pian ada tadjam sebagai udjungPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

235

tumbak, sebaliknja, udjung dari akupunja pian ada

bengkok bagaikan gaetan, maka, kalau dia bisa

menikam, aku bisa membetot Hanja, sajang buat

aku ? aku malu akan menjebutnja ? untuk

menggunai gaetan itu, aku belum melatih diri

sampai sempurna, djikalau tidak, dengan tak

mensiasiakan banjak waktu, aku bisa lantas pukul

rubuh atau kabur kedua musuh itu."

Bhok Khongya dan Liong Touwsoe, djuga kedua

kongtju, menunda mereka punja tjawan arak.

Mereka semua memasang kuping dengan

sungguh2. Itu penuturan ada sangat menarik

perhatian mereka.

"Pertempuran berdjalan dengan tjepat, sebentar

sadja sudah sepuluh djurus," Tjoh Kam Tjioe

melandjuti "Sekarang aku dapat kenjataan, musuh

telah gunai antero kepandaiannja dengan sia",

karena ia tak mampu rubuhkan aku, ia nampaknja

djadi sibuk sendirinja. Disebelah itu, aku saban2

melirik pada si tubuh besar, jang telah terluka. Dia

itu djongkok, saban2 ia geraki pinggangnja. Mula2

aku tjuriga, aku tak tahu, ia hendak gunai akal apa.

Tapi segera djuga aku bisa menduga. Ia terluka

parah pada urat jang berbahaja, dari itu, meski

kaki-tangannja bisa digeraki, pinggangnja sudah

tak kuat dipakai berdiri lagi. Diam* bekuk kedua

pen?djahat itu, untuk aku girang, aku mengharap

bisa korek keterangan dari mulut mereka. KarenaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

236

ini, aku lantas desak si kurus. Sekarang aku gunai

ilmu pukulan 'Hek houw pian? atau ?Tjambuk

harimau hitam? dari Boe Tong Pay.

Desakanku telah bikin kuatir si kurus. Djangan

kata buat balas menjerang, untuk membela diri

sadja, ia sudah kewalahan. Maka itu, sembari

berkelahi, ia mai? mundur. Ia djuga kasi tanda pada

kawannja, jang terluka. Ia gunai kataa rahasia,

katanja : "Pundak rata, angin keras keluar dari

gubuk". Tentu sadja aku mengerti tanda rahasia

bahwa keadaan ada berbahaja itu.

Tanda rahasia itu bikin si tubuh besar setengah

mati, aku lihat ia mentjoba berulang-ulang, tetapi

ia tak mampu berbangkit, hingga achirnja, dengan

suara tak lantjar, dia berseru: ?Sesungguhnja

djiwaku dikehendaki! Lauw Liok, lekas tolong aku,

aku tak mampu berbangkit!...?

Teriakan itu bikin si kurus bertambah ibuk,

terang ia ada bingung, maka aku gunai ketika ini,

untuk serang diapunja pinggang. Aku pakai tipu

?Giok tay wie yauw?, atau ?Angkin kumaia melibat

pinggang?. Tapi karena ia mentjoba berkelit,

djusteru iapunja perut jang kena diserang, sampai

ia mendjerit bagaikan pekikannja iblis. Aku dengar

itu, aku tak ambil perduli, hanja aku tak kasi hati

padanja, dengan satu betotan, aku bikin diapunja

tu buh terlempar terpelanting sampai dua tumbak

lebih. Ini lebih banjak disebabkan tubuknja jangPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

237

ketjil dan kurus. Tapi djusteru karena tubuhnja

ketjil dan kurus, iapunja gerakan ada gesit,

meskipun sudah terluka, ketika ia indjak tanah, ia

tak sampai rubuh terguling. Ia telah gunai tipu ?ln

lie hoan?, atau 'Memutar tubuh di dalam awan?. Ia

djatuh berdiri didekat pay-lauw, diluar mana ada

pintu gerbang dari Kok-kong-hoe, jang biasanja

setahun genap tak pernah ditutup.

Terang si kurus ini petjah njaiinja, ketika ia

indjak tanah, terus sadja ia lari kearah pintu

gerbang, sama sekali ia tak gubris iapunja kawan

jang terluka.

Disini, aku telah berlaku keliru. Aku sangka si

tubuh besar tak akan bisa lari, aku antap dia, aku

susul si kurus. Benar dlmuka pintu, si kurus putar

tubuhnja dan tangannja dikasi melajang dua kali.

Aku dengar suara mengaung, aku tampak dua rupa

sinar menjamber ke arahku. Aku tahu, itu adalah

piauw, maka sambil disatu pihak berkelit, dilain

pihak, aku sampok piauw jang kedua. Dengan

tangan kiriku, aku ambil pian dari tangan kanan,

lalu dengan tangan kanan, aku djuga siapkan dua

potong piauw, guna balas menjerang musuh, jang

terus umpatkan diri dibelakang batu putih jang

besarDengan dia umpatkan diri, aku tak usah kuatir

ia bisa bokong aku.' Terpisahnja kita satu pada lain

ada kira2 tiga tumbak.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

238

"Bangsat, kau sudah habis daja, kenapa kau tak

mau serahkan diri?" demikian aku tegur sl kurus

itu. "Kau hendak tunggu apa lagi? Apa kau ingin

merasai kesengsaraan lebih djauh?"

Baru suaraku berhenti, belum si kurus

menjahuti, atau untuk kagetku, aku dengar suara

tertawa terbahak-bahak, jang seperti mengaung

ditengah udara. Suara itu pun bukan mirip suara

orang, mirip dengan suaranja burung hantu. Aku

segera menoleh ke empat pendjuru, aku tak lihat

orang jang terbitkan suara itu, aku tak tahu, dari

djurusan mana suara datang. Akan tetapi aku tak

usah menunggu lama akan segera lihat

melajangnja suatu bajangan putih, jang turun dari

atas rumah. Maka dilain saat, aku bisa lihat orang

itu.

Pakaian malam warna abu2 adalah jang

menutupi tubuh orang itu, kepala siapa digubat

dengan setangan jang serupa warna. Tapi karena ia

berdiri diatas pajon, aku tak bisa lantas lihat

diapunja roman. Dari situ, orang itu perdengarkan

suaranja jang bengis: ?Dua machluk tak berguna!

Kauorang benar2 hendak bikin aku binasa karena

mendongkol! Mustahil segala bangsa andjing

tukang tunggu pintu, jang biasa menggojang
gojang ekor sadja, kauorang tak mampu taklukki?

Bagaimana kauorang masih sudi hidup??PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

239

Aku gusar akan dengar hinaan itu. Diapunja

suara pun memetjahkan kesunjiannja sang malam.

"Manusia djumawa, dari mana kau datang?" aku

menegor. "Kenapa kau berani mengatjau di istana

ini? Lekas kau turun"

?Kau djangan bertingkah!? orang itu balas bentak

aku. Ia tutup mulutnja dengan ia bersikap hendak

berlontjat turun sambil pentang kedua tangannja.

Di lain pihak, aku lihat satu bajangan mandjat ke

tiang bendera. Aku kenali dia sebagai si kurus. Dari

tiang bendera, ia pindah ke tembok, kegenteng,

akan dekati orang itu, kepada siapa ia bitjara

dengan pelahan, tapi itu orang segera bentak ia:

?Machluk tak berguna! Lauw Ngo sudah ada jang

tolong bawa pergi, ia tak membutuhkan bantuan

kau lagi! Lekas kau pergi!?

Si kurus agaknja malu, ia berdiam, ia lantas

lontjat pergi, mengilang ditempat gelap.

Diam2 aku terperandjat. Djadi njata, pendjahat

tak datang sendirian sadja, mereka dat ng dalam

djumlah hesar. Inilah berbahaja. Diluar tahuku, si

tubuh besar sudah ada jang tolong. Aku lantas

perhatikan orang diatas pajon itu. Dia ini, setelah

tegor kawannja, sudah mengawasi kearah aku,
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lantas ia lontjat turun, gerakannja mirip denr

burung terbang. Ia telah berdjumpalitan, kepala

dibawah, kaki diatas, sesampainja dltanah, kakinjaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

240

mendahului turun. Aku kenali itu ilmu djumpalitan,

jalah Ngo Bio Pay punja 'Te seng hoan tauw' atau

'Menukar bintang dengan bintang?.

Dengan ilmu itu, ditengah udara, orang bisa

bergerak bagaikan burung. Ia pertontonka

kepandaiannja itu didepanku, dari itu. aku tak

berani pandang enteng padanja. Tapi ia bukan

turun didepanku, hanja sebelah belakang, diatas

tembok jang tingginja dua tumbak.

Oleh karena musuh ada liehay. aku pikir untuk

turun tangan lebih dahulu. Baru sadja kakinja

turun, aku telah ajun tanganku kearah dia,

sebatahg piauw lantas melesat, disusul oleh jang

kedua. masing2 mengaran hepala dau pinggang.

Dihadapan musuh demikian, aku terpaksa ambil itu

tindakan, tetapi, sambil menjerang, aku toh

serukan, ?Awas piauw!?

Penjeranganku ini menghasilkan hal diluar

dugaanku. Aku lihat dua piauw mendjurus dengan

djitu, akan tetapi aku lihat djuga, itu orang berdiri

tegak, dengan sebelah kaki, tubuhnja tak bergerak,

tangannja tak terangkat Ia berdiri dengan sikap

?Kim kee tok lip? atau ?Ajam emas berdiri dengan

satu kaki?. Aku tahu, kedua piauw telah disambuti

oleh orang itu. Ini pun menundjuki orang punja

kepandaian.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

241

Musuh diatas, aku dibawah, aku tadinja

menjangka, dia bakal lontjat turun, akan

hampirkan aku, siapa tahu, dugaanku meleset

adanja. Ia hanja berdiri diam ditempatnja,

tangannja menjckal akupunja dua piauw itu. Ia

awasi aku sesaat lamanja, lantas ia tertawa

berkakakan sambil kemudian berkata dangan

njarlng: ?Aku sangka kau ada serdadu tua-bangka

dan lemah, tukang djaga pintu dari keluarga Bhok

ini, tidak tahunja, kau adalah ' iu adanja! Pantaslah

akupunja dua orang muda jang tak punja guna

dengan gampang rubuh ditangan kau! Tapi djuga

aku tak sangka bahwa kau ada laksana selaru jang

terbang menjamber api, kau telah masuk kepinlu

jang bukan untuk kau! Bagus, kau nanti dapatkan

kaupunju hari kesenangan ! Sekarang aku ada

punja urusan lain, jang penting, maka untuk

sementara, aku tak bisa temani kau ! Akan ada

waktunja jang kitaorang nanti bertemu pula !?

Habis berkata begitu, ia lakukan gerakan untuk

berangkat pergL Aku ada terperandjat berbareng

mendongkol, aku tak senang jang orang berlalu

setjara demikian rupa, maka aku bentak ia.

"Kau kenalanku, kau tentunja bukan satu

manusia dengan tak ada nama," kataku padanja.

"Kau mesti tinggalkan namamu, itu baharu

perbuatannja satu laki-!"PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

242

Utjapanku itu bikin si orang djahat merandek,

agaknja ia berpikir. Karena perkataanku itu, ia

sudah lantas beri tahu namanja.

"Tjoh Kam Tjioe, baiklah kau mengerti,"

demikian ia kata. "Kau telah menjamar sebagai si

buta, kau telah datang ke Ah-bie-tjioe, buat banjak

hari! Apakah kau sangka aku tak tahu rahasiamu ?

Sebenarnja, di hari pertama jang kau datang

kedalam wilajahku, aku sudah lantas dapat ketahui,

tjoba aku berniat ganggu kau, asal aku angkat

tanganku, kau nistjaja tak akan hidup sampai ini

hari! Hanja itu waktu aku tak tahu bahwa kau

datang kemari untuk djadi andjingnja Keluarga

Bhok ! Aku ketahui jang kau telah tjutji tangan dan

undurkan diri, aku tahu bahwa kau telah didesak

oleh Hoei Thian Ho, bahwa karena kepaksa, kau

tinggalkan tempat kediaman kau, kau tinggal isteri

dan anakmu, pergi ke tempat djauh... Aku tahu,

dalam sepak-terdjangnja itu, Hoei Thian Ho djuga

ada separuh main gila. Inilah sebabnja kenapa aku

antap kau berlalu dari daerahku dengan tak

terganggu. Sebenarnja, asal kau berpikir sedikit

sadja, kau akan ketahui sikapku. Tapi ini hari, hal

telah mendjadi lain. Disini ada permusuhan darah

dan dalam laksana lautan. Kau ada orang lain

tempat, aku pertjaja kau pun tak punja tenaga

akan turut bertanggung djawab bagi Keluarga

Bhok, maka sekarang, aku suka berikan

peringatanku, supaja kau insaf ! Lain kali, andai-PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

243

kata kitaorang bisa bertemu pula, pembitjaraan tak

akan ada semanis ini! Setjara begini aku sudah

bitjara, maka aku pertjaja, tak usah aku sebut

namaku, kau akan sudah ketahui sendiri. Tapi

umpama kau masih kurang terang, mari, kau boleh

lihat, bagaimana Keluarga Bhok telah pandang

namaku sebagai djuga sintjhie pudjaan seumur

hidup"

Habis berkata begitu, ia menundjuk ke tembok,

diluar mana ada sebuah kali ketjil. Begitu ia

menundjuk, ia geraki tubuhnja, lantas ia lontjat

kebawah dan lenjap di tempat jang gelap. Aku

segera menjusul tetapi siasia sadja. Aku berniat

menjusul ke seberang, niatan itu aku segera

batalkan. Aku anggap pertjuma sadja, sedang

istana ini, aku tak berani tinggalkan djauh-djauh.

Sang fadjar pun mulai perlihatkan tjahaja terang

diarah timur, sang ajam djago mulai perdengarkan

kongkorongoknja. Maka achir-achirnja, dengan

diam2, aku kembali ke kamarku, dengan tak

merasa, aku ngotje sendirian, sampai diluar

tahuku, Djte-kongtjoe dengar itu. Ini ada hal
ichwal, jang bikin hatiku kurang tenteram. Musuh

mesti berdjumlah besar, diantaranja tak sedikit

jang liehay, maka, untuk lajani mereka, kita mesti

tjari daja-upaja jang sempurna."

Mendengar itu, Bhok Kongya dan Liong Touwsoe

ngangguk berulang2. Tapi Toa-kongtjoe Thian PoPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

244

perlihatkan air muka putjat, saban2 ia menoleh ke

djendela, diluar mana ada banjak pohon bambu dan

lainnja. Sebaliknja Djie-kongtjoe Thian Lan,

meskipun ia beladjar silat belum lama, 'njalinja ada

besar, ia berkeinginan tjoba iapunja boegee...'

"Menuruti keterangan kau, Tjoh Loo-enhiong,

djadinja orang lelah arah aku bukan baharu satu

atau dua hari sadja," kata Bhok Kongya kemudian

pada tetamunja. "Musuh telah datang kemari, ia

sudah masuk dalam istana, tjoba lak ada Loo
enghiong, jang pantjing ia keluar, entah apa jang ia

lakukan. Musuh terutama hendak tjari tahu, aku

sudah pulang atau belum. Sajang semua kee-tjiang

ada tak punja guna, mereka antap orang masuk

dan keluar dengan merdeka ! Aku nanti hukum

mereka besuk !"

Tjoh Kam Tjioe gojang2 tangan.

"Harap Kongya tidak bergusar," ia membudjuk.

"Turut penjelidikanku selama aku ada disini,

sesemua kee-tjiang ada bekerdja sungguh2, maka

asal mereka ada teratur rapi, mereka bakal ada

besar gunanja. Bahwa itu malam mereka tak tahu

ada musuh datang, itulah tak heran. Mereka pun

tak mendapat dugaan sebagai aku. Di sebelah itu,

musuh ada liehay."

Bhok Kongya mau benarkan itu keterangan, ia

berdiam.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

245

"Mulai malam ini djuga, kita mesti mendjaga

dengan hati2," Kouw Bak Giam-lo berkata pula.

"Aku pertjaja, satu kali orang djahat tahu Kongya

sudah pulang, pasti ia bakal datang menjatroni

pula. Aku mau mohon agar Kongya dan Liong

Tjiang-koen djangan tak menaruh perhatian..."

"Tjoh Loo-enghiong," kata Liong Touwsoe

kemudian, "apa jang looenghiong bilang, itulah

benar. Orang jang itu malam loo-enghiong ketemui

tentu ada berumur lima-puluh lebih, kepalanja

besar, matanja gedeh, djidatnja djantuk, hidungnja

melengkung, sedang mukanja mesti berewokan.

Dia ada seorang tinggi-besar dengan roman

bengis."

"Benar, Liong Tjiangkoen, itu ada lukisan jang

tepat," sahut Tjoh Kam Tjioe. "Ketika ia berada

diatas, aku masih belum lihat tegas, adalah setelah

ia lontjat turun, aku ingat bahwa aku kenal roman

itu, dan aku dapat kepastian sesudah ia beber

halnja aku berdiam di Ah-bie-tjioe. Dia adalah Say
ong Pouw Louw, si Radja Singa dari Pek-sit-tjee dari

Ah-bie-tjioe.

Ia asal Ah-bie tulen. Iapunja anak, Pouw Bin

Seng, touwsoe dari Ahbie-tjioe, ada satu radja iblis

jang sangat telengas, melebihi kedjamnja iapunja

ajah ini. Maka itu, orang telah namakan mereka

Thay Say dan Siauw Say, si Singa Tua dan Singa

Muda. Kebenaran sekali, ditembok luar sana, adaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

246

diukirkan dua ekor singa, tua dan muda, maka

kedua singa itu djadi mirip dengan gelaran mereka.

Barangkali, lain waktu, kedua pend.iahat itu, bakal

terima nasibnja dikaki tembok itu"

"Kalau begitu loo-enghiong sudah kenal Pouw

Louw", kata Bhok Kongya dan Liong Touw-soe
Ancaman Bencana Di Perbatasan karya O K T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan berbareng. "Bagaimana itu mulanja?"

Ditanja begitu, Tjoli Kam Tjioe mengelah napas.

"Tentang segala hal-ichwalku, si Koen sudah

tuturkan djelas, tak usah aku ulangi," sahut ia

kemudian. "Sudah terang kedatanganku kemari

ada untuk tjari Hoei Thian Ho guna balaskan sakit

hatinja isteri dan muridku. Perdjalanan ini ada

sukar, kemana sadja aku sampai, aku tubruk

tempat kosong. Beberapa sahabat, jang

dikundjuDgi, djuga tak dapat diketemukan. Maka di

achirnja, terpaksa aku menjamar djadi thabib buta.

Untuk ini, keadaan mataku jang luar biasa ada

banjak menggampangi aku. Aku telah keluarmasuk

didaerah suku bangsa Biauw. Baharu setelan ini,

aku peroleh djuga hasil. Dengan djual obat2an. aku

bisa tolong banjak orang. Dengan bertjampuran

sama bangsa Biauw, aku bisa djuga peroleh

keterangan, perihal hubungan diantara Hoei Thian

Ho dan keluarga Pouw dari Ah-bie-tjioeTerutama

untungku adalah orang sukar mengenali aku. Njata

Hoei Thian Ho djadi binal, karena ia dapati

tundjangan dari Say-Ong Pouw Louw.PIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

247

Aku pun dengar hal kegagahannja Pouw Louw,

antaranja ada dibilang, diwaktu mudanja, digunung

Liok Siauw San, dengan tangan kosong ia hadjar

mati dua ekor singa djantan dan tangkap hidup

seekor singa betina. Maka itu, untuk tjari kepastian

hal dia ini, aku pergi ke Ahbie-tjioe, sekalian tjari

Hoei Thian Ho. Di Ah-bie-tjioe ada tinggal orangz

dari bermatjam suku, Han, Biauw dan lainnja.

Adalah di Peksit-tjee, penduduknja kebanjakan

golongan keluarga Pouw. Disini aku menumpang

pada satu keluarga Song. Ia ada asal Biauw tapi

hidupnja seperti orang Han sadja. Dirumahnja ada

berdiam beberapa orang Biauw jang romannja

djahat. Terang ia ada punja hubungan rapat dengan

pihak Pouw. Aku menumpang padanja karena

kebetulan aku diundang, untuk obati iapunja isteri.

Aku berhasil, maka itu si Song hormati aku dan

senang aku menumpang dengan ia. Adalah disini

aku bisa dengar halnja Hoei Thian Ho dan keluarga

Pouw ini, malah djuga satu lelakonnja Pouw Louw

sendiri."

Bhok Kongya dan Liong Touwsoe ketarik hati,

mereka mendengari.

"Turut tjeritanja si Song itu," Tjoh Kam Tjioe

melandjuti, "pada lebih daripada dua-puluh tahun

jang lalu, Pouw Louw masih mendjadi kepala

pendjahat terkenal di Inlam Selatan, satu kali ia

kena dilabrak oleh tentara negeri, kesudahannja iaPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

248

umpati diri di Liok Slauw San. Itu waktu sisa

pengikutnja tinggal empat atau lima orang. Untuk

hidUDnja, mereka memburu binatang. Kemudian

pada suatu hari, Pouw Louw sendirian sadja dapat

pengalamannja jang istimewa. Ia sampai disebuah

lembah jang tak terkenal, Pit Mo Gay namanja.

Didalam itu lembah ada tinggal satu orang luar

biasa, hingga dinamakan machluk aneh. Dia ini ada

seorang perempuan dengan roman sangat djelek,

ia tinggal sendirian dalam githa jang dinamakan

Kwie Bouw Tong. Sebaliknja, guha ini diatur dan

diperlengkapi bagaikan keraton sadja. Semua

tembok dan tanah digelari kulit dari rupa2 binatang

liar. Perabotan, atau perhiasan ada barang2

berharga, baranga kuno djuga. Mulanja Pouw Louw

djadi kemaruk, ia ingin kangkangi semua itu. Ia

segera datangkan orang2nja. Ia pikir, segebrakan

sadja, ia akan dapat bikin si perempuan djelek djadi

tidak berdaja. Apamau, setelah ia turun tangan, ia

djadi kaget sampai setengah mati. Pertama-tama,

ia kena dirubuhkan. Kedua, ketika perempuan itu

keluarkan pekik pandjang dari luar guha, dari

dalam rimba, segera muntjul serombongan hoei
hoei, jalah sebangsa monjet jang kepalanja mirip

andjing, rambutnja riap-riapan pandjang berwarna

kuning emas, bibirnja tebeltinggl dan hidungnja

melesak. Monjet sebangsa ini ada punja tenaga

besar luar biasa. Sesarapainja didalam, semua

monjet itu pada merajap dikakinja si perempuanPIAN SAY HONG IN - KOLEKTOR E-BOOK

249

djelek, hidungnja menjium-njium, satu tanda

mereka ada sangat djinak dan mengerti Dan kapan

orang perempuan itu bersuara pula, lantas semua

monjet itu tubruk Pouw Louw dan kawannja, terus

dipondong, dibawa masuk kepedalainan guha.

Dengan tak berdaja mereka diikat dengan rotan

dan digantung tinggi, Pouw Louw sendiri

dipisahkan. Perem; puan itu rebabkan diri atas

selembar kulit loreng lima, jang berupa sebagai

pembaringan, dan semua binatang piaraannja

lantas suguhj kan ia bebuahan, air dan daging

mendjangan. Ia lantas dahar, habis itu, ia memberi


Satria Gendeng 17 Badai Di Keraton Demak Satria Gendeng 17 Badai Di Keraton Demak Tuan Tanah Kedawung Karya Ganes Th

Cari Blog Ini