Cahaya Perak Bukit Timur Karya Kwee Oen Keng Bagian 1
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi para
pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi
pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan di
pasaran dari kepunahan, dengan cara mengalih mediakan
dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan objek alih media
diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,
maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari
kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek
buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan
kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital
sesuai kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari
buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor E-BookCahaya Perak Bukit Timur
(Tong Nia Gin Hoey)
Karya : Kwee Oen Keng
Pustaka Koleksi : pak Gunawan AJ
Image Source : Awie Dermawan
Kontributor : Yons
Mei 2019, Kolektor - Ebook1
CAHAYA PERAK DARI BUKIT TIMUR
Jilid 1
Disuatu hutan tanah pegunungan, tampaknya senatiasa sunyi
senyap! Malam gelap, angin gunung bertiup dengan santarnya.
Udara diselimuti oleh awan hitam, suasana makin gelap-gulita, se-olah2
hujan badai akan segera turun.
Tiba2 udara terkilas oleh sebuah kilat, walaupun hanya sepintas lalu
saja, namun cahayanya menerangi seluruh daerah pegunungan.
Cahaya kilat yang sepintas lalu itu, menampakkan ditengah2 hutan
pegunungan yang hebat itu, sebuah kuil yang berwarna merah, yang
didalam tiupan angin yang santar berdiri tegak dengan megahnya.
Se-konyong2 terdengar suara siulan panjang yang me-nyayatkan
hati memecah angkasa, dan pada detik yang menyusul sesosok bayangan
merah berkelebat dari belakang kuil itu setelah muncul dua kali diudara,
segera kembali lenyap pula.
Bayangan merah itu sekali berkelebat, lalu menghilang pula, namun
suara siulan yang panjang masih tetap mengalun diangkasa raya,
membuat orang yang medengarnya mau tak mau hatinya akan menggigil
ketakutan.
Udara makin angin sunyi sepi.
Angin menghembus dengan kerasnya, kilatpun menyambar silih
berganti. Angin hujan turun dengan derasnya, bagaikan air bah yang
dicurahkan dari angkasa.
Selagi suara siulan mulai lenyap ditempat jauh, dalam kuil tiba2
terdengar suara bunyi keresekan.
Suara ini seolah2 sangat kacau balau, tapi lambat laun terdengar suara
irama, agaknya seorang berjalan dengan diikuti oleh seorang kawannya.
Lebih mengherankan pula ialah suara bunyi keresekan iru, tidaklah begitu
keras tapi suaranya berlangsung sangat panjang. Karena dalam kuil itu
tiada nampak lampu penerangan.
Apakah gerangan suara itu? Lebih2 suara ini terdengar malam yang
gelap, maka memberikan perasaan seram pada setiap orang. Suara
apakah itu?
Suara itu berlangsung tidak lama. lambat-laun berpindah kedepan
kuil. Sebuah sinar berkilat dan dari pintu kuil keluar seorang pendeta
berjubah kuning.
Tampak wajah orang ini tiada berperasaan sedikitpun, kedua
matanya mendelong hampa, keadaan alam disekitarnya se-olah2 tidak
dihiraukannya. Setindak demi setindak ia berjalan keluar kuil.
Pendeta jubah kuning ini. kira2 berusia 50 tahun. Pada
punggungnya terselip sebuah pedang, namun tangkal pedangnya telah
terpapas putus. Dengan kedua tangan tergantung lurus, dengan
menyongsong titipan angin dan hujan, ia berjalan menuju hutan.2
Ketika pendeta jubah kuning berjalan keluar dari kuil kembali
terdengar suara keresekan. Sekonyong dari dalam kuil muncul pula
seorang pendeta lain yang berjubah kuning pula.
Mukanya serupa, begitu pun usianya yang tidak terpaut seberapa.
Sebatang pedang tersisip pada punggungnya, lebih2 mengherankan pula
ialah begitu pendeta yang pertama tepat berjalan 10 tombak jauhnya,
pendeta yang kedua ini tepat pula berada diambang pintu kuil.
Mereka berjalan dengan tidak ber-kata, dan ketika pendeta yang
kedua berjalan sampai 10 tombak jauhnya, dari dalam kuil kembali
muncul seorang pendeta lain yang juga berjubah kuning.
MaTa mereka sama2 membelalak dengan lebarnya dan sedikitpun
tidak besikap lebih2 airnya dingin yang tidak berparasaan itu. Wajah itu
menakuti seakan-akan wjahnya mayat hidup yang berkeliaran dimalam
buta !
Hujan turun dengan derasnya. Sekujur badan pendeta2 itu basah
kuyup bagaikan ayam2 tertolong dari mencemplung dalarn sumur. Air
hujan mengalir dari atas kepala mereka yang gundul, dan kemudian
menggelangi selaput matanya yang merata tidak menyusutinya. Maka
ketiga pendeta berjubah kuning ini bagaikan orang2 yang kesurupan,
tidak berkedip, malah memandng ke depan melototkan mata mereka
besar2.
Benarkah ketiga pendeta jubah kuning ? Kalau tidak, tentunya
mereka itu adalah mayat2 hidup yang sedang berkeliaran dimalam hari.
Mereka berjalan terus, pendeta jubah kuning yang pertama sudah
berjalan 30 tombak. Jauhnya, dan yang kedua 20 tombak, sedangkan
yang ketiga tepat berjarak 10 tombak pula. Nampaknya mereka
mengambil jarak terlebih dahulu.
Tiba2 dengan serentak ketiga PRNdeta itu berhenti! Badannya
terhuyung-huyung beberapa kali dan . . satu demi satu berturut-turut
jatuh dibawah tiupan angin dan hujan.
Angin menghembus dengan santarnya, hujan pun turun amat
derasnya. Setelah terjatuh, mereka tidak ber-kutik pula, nampaknya
mereka sudah meNemui ajal mereka.
Sebuah kilat menggores dengan cepatnya, menerangi tubuh ketiga
tubuh pendeta itu.
Tampaklah tubuh mereka penuh dengan lumpur, mukanya pias dan
matanya menonjol keluar.
Ternyata mereka sudah mati !
Apakah gerangan yang telah terjadi ?
Jika kita katakan mareka tadi masih hidup, mengapa sebentar saja
sudah putus pula jiwanya ?
Bila kita katakan bahwa mereka sebermula memang sudah mati,
maka bagaimana orang yang sudah mati masih bisa berjalan ? Lagipula
mereka berjalan sampai 20-30 tombak jauhnya.
Sungguh merupakan suatu kejadian yang aneh !
Hujan membasahi alam semesta, tapi sedang tak lama, hujan badai
perlahan-lahan berhenti. Awan gelap yang menyelubungi udara pun3
lambat-laun buyar pergi, sang Dewi malam kembali bertandang
diangkasa, se-olah2 dengan penuh perasaan ia mangulangi tiga sosok
mayat yang bergelimpangan diatas tanah yang becek.
Sedang beberapa lama kemudiam, suasana disekitar tempat itu
kembali sunyi-senyap seperti sediakala. Bersamaan waktunya sekonyong
konyong dari bawah bukit tempat berlari-lari mendatang empat sosok
tubuh manusia dengan cepatnya. Dalam sekejap mata saja, mereka
sudah sampai dekat bukit itu !
Mereka segera berhenti, salah satu diantaranya melihat mayat
pendeta jubah kuning yang pertama lebih dahulu.
Beng Ceng Toheng, kita telah terlambat! Kiu Hoa Sam Jie sudah
terbunuh oleh tangan jahat!" teriaknya dengan suara gemeletar.
Orang yang berteriak itu adalah seorang hwesio yang bertubuh
jangkung kurus, kepalanya meliwati topi bulu, wajahnya angker dan
usianya kira2 69 tahun.
Sedang salah satu diantara temannya itu, yang ternyata adalah
sorang pendeta yang berperawakan pendek-gendut, bagaikan kilat
membalikkan badannya. Ketika pandangannya bertumbuk pada mayat
tersebut, sekujur badannya menggigil.
Dia berjalan menghampiri mayat2 itu, lalu berjongkok. Ia meraba
mayat itu.
"Sungguh benar susah mati !"
Walaupun kata2 itu diucapkan begitu pendek sederhana, namun
dadam suasana seram Ini, hati masing2 menjadi ciut. Dan tak terasa
mereka berjalan mengerubungi, se-olah2 takut bahwa sipembunuh yang
tadi turun tangan itu akan muncul kembali.
Antara empat orang itu, kecuali seorang hwesio dan seorang
pendeta maka yang lainnya ialah seorang pelajar yang sudah setengah
umur, dan seorang nenek yang beraMbut putih.
Mereka berempat masing2 mempunyai kedudukan penting dalam
dunia Kangouw, rupanya mereka telah mengetahui lebih dahulu akan
terjadinya peristiwa maut itu.
Mereka telah tergesa-gesa datang ketempat itu, namun mereka
terlambat ! Kiu Hwa Sam Cu sudah menemui ajalnya.
Pendeta gemuk-pendek yang dipanggil Beng Ceng Taisu Itu, setelah
berkata iapun segera berjalan menyusuri telapak kaki diatas tanah.
Saat ini, sang putri malam memancarkan cahaya dengan
cemerlang, karena habis turun hujan , maka-maka bekas2 telapak kaki
diatas tanah dlengan jelasnya dapat kelihatan.
Beng Ceng Taisu berjalan pula sejauh sepuluh tombak, maka
kembali ia mendapatkan sesosok mayat menggeletak diatas tanah.
"Hm, benar2 sangat kejam !" desisnya dengan parau.
Diantara keempat orana itu, hanya si-pelajar setengah umur yang
tidak ber-kata2. Ia berjalan terus melewati mayat yang kedua itu.
Setelah berjalan 10 tombak, mayat yang ketiga tampak dihadapan
matanya. Menyaksikan kejadian seperti ini, wajahnya berubah.
"Semuanya sejarak sepuluh tombak !" serunya.4
Dengan wajah diliputi rasa kegusaran si hwesio menyahuti :
"Benar ! Entah hantu itu sedang bermain apa lagi ?"
Ia berkata sambil memandang kearah mayat yang per-tama yang
kedua, yang masing2 berjarak 10 tombak!
"Pek Taihiap, coba kau bawa mayat itu kesini!" Itulah suara
sinenek, mendadak nenek itu berlari kepada mayat yang pertama, lalu
membawanya ketempat mayat yang kedua.
Semua orang tak tahu apa gerangan yang hendak di-perbuat olek
sinenek berambut putih.Mereka berdiam saja dan mengawasinya dengan
penuh pengharapan. Sinenek memberes2kan dan menjejerkan ketiga
mayat itu, ia memeriksannya. Akhirnya ia berkata :
"Apakah kalian dapat melihat dimana mereka terluka?"
Beng Seng Taisu menggelengkan kepalanya dengan muram. "Tiat
Kuy Lolo, jangan kau bergurau! Siapa yang tiada mengetahui bahwa Kie
Thian Tai Seng selalu melukai jalan-darah Cie ciathiat didada, mengapa
kau hendak menanyakan pula ?"
Sinenek yang dipanggil Tiat Kui Loto atau Sinenek bertongkat besi
mengibaskan tangannya, dan menoleh kepada si pelajar :" Pek Taihiap,
kamu dari Kun-Lun Pay paling mengetahui sifat perangai Kie Thian Tai
Seng si Raja Kera itu. Coba kau terangkan setelah ia melukai orang,
Cahaya Perak Bukit Timur Karya Kwee Oen Keng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanda apa lagi yang ditinggalkannya?"
Pek Taihiap demi mendengar teguran orang, hatinya jadi terkejut.
Tapi ia mengetahui bahwa pertanyaan Tiat Kuy Lolo tentu mengandung
maksud yang dalam, setelah berpikir sebentar, maka sangsi ia
menjawab:
Tidak ada. Kecuali jalan-darah Cie-ciat-hiat yang telah dikatakan
oleh Beng Ceng Taisu tadi, seumur hidupnya tak pernah ia menurunkan
tangannya dibagian tempat lain pada tubuh korbannya!"
Kata2nya yang terachir ini, sengaja ia ucapkan dengan suara keras,
seolah-olah ingin menunjukkan bahwa ia dapat mengenal Thian Tai Seng,
dengan jelas, tapi pandangan matanya tertuju kepada sinenek,
nampaknya menantikan sesuatu!
Tiat Kuy Lol.o tersenyum. ?Nah, coba kalian periksa tubuh Kui Hwa Sam
Cu!"
Habis berkata, sinenek membeset baju mayat2 itu. Ketika ketiga
orang itu melihatnya,mereka jadi kaget sekali.
Kiranya pada tubuh mayat itu, bagian jalan-darah Cie ciat-hiat
bengkak dan berwarna merah, dan pada jalan-darah Hua-swie-hiat pun
keadaannya serupa.
Dengan kematian demikian, Kiu Hwa San Cu mungkin bukanlah
perbuatan Kie Thian Tai Seng.
Namun kedatangan mereka berempat kesitu, ialah disebabkan
karena mereka tahu bahwa Kie Thian Tai Seng si Raja Kera sudah
kembali muncul dikalangan Kangouw, sedang musuh besarnya
yang terutama ialah Kiu Hwa Cu, Tiga pendeta dari Kiu Hwe Sie digunung
See Thian Bok San. Mereka berempat datang kekuil Kiu Hwa Sie dengan
maksud mengadakan perundingan, namun tak dinyana mereka datang5
terlambat. Kenyataan yang terbentang didepan mata benar2 diluar
dugaan mereka.
Oleh sebab kejadian mengerikan itu datangnya sangat mendadak,
maka mereka hanya dapat saling pandang memandang saja, mereka
bungkam seribu bahasa!
Malam sepi, angin malam masih bertiup sepoi2. Keempat orang
yang berada didepan kuil Kiu Hwa Sie masing2 merasakan jantungnya
berdebar2 dengan kerasnya, tapi tiada seorangpun yang membuka mulut.
Kiu Hwa Sam Cu mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam
kalangan Bulim, sejak beberapa puluh tahun berselang selalu menduduki
tampa pimpinan. Semasa hidupnya mereka jarang menemui tandingan.
Namun hanya dalam waktu semalaman saja Kiu Hwa Sam Cu telah
binasa secara mengerikan. Apakah ini perbuatannya Kie Thian Tai Seng,
entahlah. Hal int memang benar2 membikin mereka bingung.
Dapat diketahui bahwa kedudukan keempat orang itu tidaklah kecil,
sinenek yang menggunakan tongkat besi itu adalah Ciang-Bun Jin dari
Hwa-San Pay yang bernama Khouw Sin Giek.
Sipelajar setengah umur itu bernama Pek Beng Yam, dia adalah adik
seperguruannya Cang Bie Taisu yang menjabat Ciang-Bun-Jin dari Kun
Lun Pay.
Sedang kedua orang lainnya, pendeta yang dipanggil Beng Ceng
Thian itu adalah kuasa beo Siauw-Lam Sie, sedang hwesio jangkung
kurus itu adalah Ciang-Bun-Jin Bu Tong Pay yang bernama Cie Yang
Totiang.
Dengan kedudukan yang tinggi mereka berempat telah berkumpul,
untuk menghadapi Raja Kera seorang, maka dapatlah kiranya kita
bayangkan sampai dimana kepandaian Kie Thian Tai Seng itu !
Pek Beng Yam menarik napas panjang2, lalu membuka suara :
Menurut pendapatnya Lolo, siapakah gerangan yang telah turun
tangan ini?"
Wajah Ciang-Bun-Jin Hwa-San Pay diliputi rasa kesangsian dan
bimbang, tapi iapun menyahut:
Menurut pendapatku orang yang telah membunuh Kiu Hwa Sam Cu
pasti bukanlah Kie Thian Tai Seng si Raja Kera. Tapi siapa gerangan,
orang itu, akupun tidak mengetahuinya."
Mendengar jawaban itu, yang lain2nya terdiam karena putus asa.
Tiat Kui Lolo memandang kepada mereka bertiga dan katanya pula
: "Tapi bagaimana pun juga orang ini dapat kita selidiki !"
Mendengar ucapan sinenek itu, kembali hati mereka menjadi
tergerak. Beng Ceng Taisu yang berperangai tidak sabaran, sudah buru2
bertanya:
"Entah bagaimana cara menyelidikinya ?"
Tiat Kui Lolo melontarkan pandangannya kedalam kuil, walaupun ia
tiada berkata, tapi ketiga kawannya yang sudah berpengalaman, melihat
perubahan airmuka sinenek itu, maka tahulah mereka akan maksud
hatinya yang terkandung.6
Cie Yang Totiang berkata "Kalian bertiga boleh dulu, biar Pinto
mengadakan penyelidikan dulu masuk disekitar tempat ini!"
Maksud Cie Yang Totiang ialah supaya antara mereka diadakan
pembagian tugas penyelidikan. Dapat dimaklumi dengan nama Bu-Tong
Pay yang sangat harum dalam dunia persilatan dewasa itu, dengan
usulnya itu, tentu takkan mendapat pertentangan dari teman2nya,
lagipula kini ia berkata dulu kedudukan sebagai kepala perguruan yang
tersohor namanya.
Tiga orang itu manggut.
Cie Yang Totiang pun segera berlari kearah hutan, sedang Pek Beng
Yam, Ceng Taisu dan sinenek bertindak memasuki kuil!
Dengan meminjam pantulan cahaya bulan., maka keadaan dalam
kuil maut samar2 dapat kelihatan.
Tiat Kuy Lolo berserta teman2nya merasa bahwa dalam kuil itu
terlampau sunyi ! Dalam suasana yang seperti kuburan samar2 bau amis
menembus kedalam lubang hidung mereka.
Ketiga tokoh Bulim itu megadakan penyelidikan secara saksama,
namun tidak terdapat suatupun yang mencurigakan . . .
Jago Kun-Lun Pay Pek Beng Yam berkata dengan lirih : "Menurut
pendapatku, tempat ini tidak terdapat sesuatu yang mencurigakan.
Sebaiknya kita periksa dulu bagian Mayat Kiu Hwa Sam Cu, mungkin kita
akan mendapatkan sesuatu sebagai petunjuk."
Pada saat itulah Tiat Kuy Lolo menoleh kearah bagian belakang kuil,
matanya bersinar.
"Tidak! Dikuil ini kita tentu akan mandapatkan sesuaty bahan
penyelidikan!"
Beng Cang Taisu diam saja, tapi ia sudah berjalan maju, menyusuri
sebuah lorong.
Lorong ini sangat gelap, hampir tidak kelihatan apa-pun yang
berada didepan mata. Untung mereka bertiga masing2 memiliki ilmu
melihat dalam gelap, lagipula mereka sudah agak lama masuk kedalam
kuil itu.
Sementara itu, Beng Cang Taisu berjalan paling depan, diikuti oleh
Tiat Kuy Lolo berserta Pek Beng Yam. Masing2 bersikap siap-siaga,
mereka berjalan sambil mencekal senjata masing2.
Selang beberapa lama, nampaknya sudah hampir keluar dari
lorong, namun mereka tidak menemui sesuatu yang mencurigakan.
Namun hati Tiat Kuy Lolo mulai goncang.
"Hampir sampai pada mulut lorong." bisiknya.
Selagi Beng Ceng Taisu hendak menjawab, atau tiba2 kepala terasa
dingin. la menyusut dengan tangannya terasalah sesuatu lender dingin.
Hatinya menjadi kaget bukan kepalang! segera ia berteriak keras dan
berlari kedepan.
Perbuatannya itu segera diikuti oleh sinenek dan sipelajar.
Dimulut lorong itu nampak sebuah pekarangan yang luas. Pada saat
itu sang putri malam sedang memancarkan siurnya, maka keadaan7
disekitar amatlah terang. Dan mayat2 yang menggeletak dipekarangan
kelihatan jelas sekali.
Tiat Kuy Lolo menjadi pucat.
Beng Cang Taisu dan Pek Beng Yam memandang dengan ngeri, lalu
berseru hampir berbareng.: "Tak lebih tak kurang tepat 20 buah mayat"
Tiat Kuy Lolo mengangkat senjatanya.
"Coba kalian perhatikan, apakah mayat2 ini mempunyai suatu
keanehan?"
Mendengar itu, Beng Ceng Taisu bersama Pek Beng Yam maju lebih
dekat. Ketika mereka awasi lanjut, ternyata jarak antara kedua puluh
mayat ini masing2 terpaut tidak besar, lagipula nampaknya sambung
menyambung, sepintas lalu kelihatannya sangat kacau tidak teratur, tapi
setelah ditegasi kiranya 20 buah mayat ini berbentuk suatu huruf "Sat"
atau "Bunuh".
Hati mereka berdua jadi terkejut bukan kepalang! Tiat Kuy Lolo
bergidik dan katanya:
"Jikalau peristiwa diluar dan didalam kuil ini adalah perbuatan yang
dilakukan seorang, maka aku kuatir dikolong langit tiada pula seorang
yang dapat menanding orang ini !"
Ia berkata dengan suara gemetar bernada sedih dan bimbang.
Kedua kawannya yang mendengarkannya pun tidak berkata apa2, kiranya
perasaan mereka saat itu sama seperti sinenek.
Beng Ceng Taisu yang menyaksikan peristiwa yang sangat
mengerikan itu, hatinya menjadi me-luap2, tak tahan lagi iapun berkata :
"Menurut pendapat Pinceng, peristiwa ini terang dilakukan oleh
seorang juga. Hm, meskipun ilmuku tidak tinggi, tapi tak dapat aku
perpeluk tangan tidak mencampuri utusan ini!"
Dalam kata2nya itu, Beng Ceng Taisu menunjukkan rasa ksatrianya,
dengan kedudukannya sebagai pengurus bio Siauw-Lim Sia, dengan jujur
ia mengakui kelemahan dirinya.
Pek Beng Yam jadi tergerak hatinya:
"Menurut penglihatanku mungkin tidak demikian, bila Kise Tian Tai
Seng seorang diri membunuh saja dua-puluh orang anak murid Liu Hwa
Sam ini, akupun dapat mempercayainya, namun setelah bertempur
membunuh kedua-puluh murid itu, kembali ia turun tangan dengan
mudahnya membinasakan Kiu Hwa Sam Cu, hal ini sungguh2 membuat
aku sangsi ! ini tentu pekerjaan lebih dari satu orang."
Ucapan itu memang beralasan, Tiat Kuy Lolo mengangguk2kan
kepalanya,
Apa yang Pek Taihiat katakan memang betul, tapi cobalah kita
periksa."
Macan betina Hwa-San Pay itupun membungkuk dan menyobek
baju salah satu mayat.
Sungguh mengherankan ! Pada jalan darah Cie-ciat-hiat dan Hun-swi
menonjol dan berwarna merah, mirip benar dengan luka yang diderita
oleh Kiu Hwa San Cu!8
Maka tak boleh disangsikan lagi, pembunuhan besar2an itu
dilakukan oleh seorang!
Pek Bek Yam tercengang. Kenyataan dihadapan matanya
membuktikan bahwa 23 mayat yang bergelimpangan didalam maupun
diluar kuil itu, adalah perbuatan satu orang. Tak dapat disangsikan lagi !
Hiat Kuy Loio per-lahan2 membalikkan badannya.
"Tak perlu kita lama2 disini, sebaiknya kita pergi keluar untuk
mencari Cie Yang Totiang.
Mungkin diapun telah menemukan sesuatu!"
Sipelajar dan sipendeta mengangguk tanda mufakat, maka mereka
pun segera meloncat keatas genteng.
Sang Putri malam memancarkan cahayanya yang kuning keemas
emasan, menerangi permukaan bumi. Ketika mereka loncat turun tampak
tiga mayat Kiu Hwa Sam Cu masih menggeletak diatas tanah, tapi Cie
Yang Totiang tidak kelihatan mata-hidungnya.
Walaupun mereka tergolong orang2 berkepandaian tinagi, namun
Cahaya Perak Bukit Timur Karya Kwee Oen Keng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam suasana seperti ini, diam2 hatinya menjadi gentar.
Mata Beng Ceng Taisu menjalar liar kesekitarnya.
"Eh, dimana Cie Yang Totiang?"
Tiat Kuy Lolo saling berpandang2an dengan Pek Beng Yam, mereka
segera mengadakan penyelidikan ditempat itu. Tiba2 Tiat Kuy Lolo
berseru:
"Mungkin dia pergi kesana!"
Kedua orang kawan menjadi terkejut bukan kepalang ! Beng Ceng
Taisu buru2 maju, namun baru melangkah beberapa tindak, tiba2 ia
bajunya dijambret orang. Pada detik itu juga terdengarlah suara bentakan
dingin:
"Rebahlah!"
Beng Ceng Taisu tersirap darahnya, ia kaget! Badannya berputar
dengan cepat. Belum ia dapat menahan melawan, tiba2 pinggangnya
terasa pegal. Ternyata jalan darah Cie-ciat-hiat dan Hun-swie-hiatnya
tertotok musuh! Beng Ceng Tai Su terkulai dan roboh diatas tanah.
Kun-lun Kiam kek Pek Beng Yam yang berada tiada jauh dari Beng
Ceng Taisu mengetahui perubahan yang menimpah diri padri itu. Maka
begitu suara bentakan orang itu berhenti iapun sudah membalikkan
badannya dan memburu. Ia masih sempat melihat berkelebatnya sesosok
bayangan merah yang lenyap dalam semak-semak...
Kum-lun Kiam-kek atau atau Sijago pedang dari Kun-lun San tanpa
ayal mengejar.
Tiat Kuy Lolo pun bergegas datang ketempat kejadian itu, dan
tampak Ben Ceng menggeletak diatas tanah tiada berkutik lagi. Ketika ia
membungkuk meraba dadanya, ia berteriak parau. Pendeta itu sudah
menemui ajalnya ! Tiba2 dari sebuah pohon tidak jauh dari tempat itu
terdengar suara berteriakan.
Tiat Kui Lolo menyekal tongkat besinya erat2 dan melepas
pandangannya keempat penjuru.9
Namun diluar dugaannya, sekitarnya kembali sunyi sepi, tiada
tampak bayangan2 seorang manusia pun, selain mayat Beng Ceng Tai Su
yang menggeletak diatas tanah.
Tiat Kuy Lolo menggigil dan dengan gusar nyaring ia memanggil:
"Pek Tai-hiap ! pek Taihiap:''
Namun sia2 belaka, ia tidak mendapat jawaban orang!
Hati sinenek menkirik. Pikirnya: " Apa mungkin dia-pun menemui
nasib buruk ?"
Kejadian itu sungguh menyedihkan hatinya. Mereka datang
berempat, tapi kini tinggal dia seorang diri. Seorang temannya telah
menemui ajalnya, sedang yang dua lagi telah terpisah entah
pergi kemana ?
Sinenek mengelah napas dalam dan mendumal sedih seorang diri :
"Kemana gerangan mereka itu?"
Kembali ia berteriak memanggil2, namun kecuali suara kumandang
yang berbalik menyahuti, tiada terdengar suara apa2.
Malam sepi, angin bertiupan dengan kerasnya. hati sinenek
menggigil. Ia kembali bertanya seorang diri :
"Kemana gerangan mereka itu?"
Pertanyaan itu entah ia tujukan kepada udara kosong, namun ia se
olah2 mendapat jawaban orang lain yang berada nun ditempat jauh :
"Kemana gerangan mereka itu?"
- II ?
Dengan rasa bimbang penuh diliputi kecemasan si-nenek membentak
dengan keras : "Siapa kau ?"
Kembali ia mendengar jawaban orang yang sama dengan
pertanjaannya sendiri ; Siapa kau ?"
Sinenek berdiri tegak dan mencekal erat2 tongkatnya. Dengan mata
berapi-api ia mengawasi keadaan disekitarnya, namun sekelilingnya
sunyi-senyap tiada tampak seorangpun.
Hatinya cemas tangannya menjadi kendor. la kembali menarik
napas panjang dan berteriak bagaikan gila.
"Hei, mau bunuh aku? Bunuhlah sekalian!"
Ia tidak memperoleh jawaban. Sinenek berdiri termangu-mangu,
Sang Putri malam mulai condong kearah barat, kiranya hari sudah
hampir menjelang pagi.
Namun Cie Yang Totiang tetap tidak muncul, sedang Pek Beng Yam
pun, entah pergi kemana?
Nampaknya mereka telah menemui nasib buruk !
Sinenek yang sudah hampir berusia 70 tahun sudah mengalami
banyak pertempuran2. Namun tak pernah ia merasakan begitu cemas
dalam menghadapi suatu persoalan seperti malam itu.
Ia maju dengan perlahan2. Berjalan lewat 10 tombak lebih, tiba2
tampak dalam hutan itu sesuatu bayangan yang berkelebat. Sinenek yang
sedang bimbang menjadi kaget, buru2 ia memburu.10
Ketika ia tiba dan memandang, hatinya mencelos. Kiranya
dihadapan matanya tergantung tubuh Kun-lun Kiam-kek yang sedang
dicarinya, dengan mata mendelong, lidahnya menjulur keluar.
Kun Lun, Pek Beng Yam ternyata ia sudah mati digantung orang secara
hidup2.
Menyaksikan peristiwa itu, dengan tanpa berpikir panjang2 lagi,
sinenek menggait tubuh Pek Beng Yam dengan tongkatnya. Ketika ia
meraba dengan tangannya ternyata pendekar itu sudah menjadi mayat
yang kaku-dingin.
Hatinya semakin terasa bimbang.
la memandang sekitar tempat kejadian itu, hatinya penuh
kekuwatiran dan kegelisahan.
"Hanya dalam waktu yang sangat singkat ini, Beng Ceng Taisu dan
Pek Beng Yam telah menemui ajalnya. Tapi entah bagaimana nasib Cie
Yang Totiang? Mungkin tidak lebih baik daripada kedua korban ini?"
Memikir demikian, sinenek merasakan lawannya se-olah2 berada
disampingnya. Hatinya jadi tegang dan bagaikan kilat ia ber-turut2
menyapu dengan tongkat besinya.
"Mengapa kau tidak turun tangan terhadap aku?" ia berteriak.
la menyapu tempat kosong! Dengan tangan kanan ia mencekal
tongkatnya, sedang tangan kirinya membopong mayat Pek Beng Yam, ia
berlari menuju kuil !
Namun tiba2 ia jadi terkejut, kiranya ketiga mayat Kui Hwa Sam Cu,
sudah tiada pula tempatnya entah siapa gerangan telah
menyingkirkannya?
Perbuatan itu dilakukan sangat cermat sekali, meski sinenek yang
berada dalam jarak 10 tombak pun tak dapat mengetahuinya. Bukan saja
tidak mengetahui bahkan sedikit suarapun tidak pula mendengarnya.
Betapa tinggi kepandain orang itu dapatlah dibayangkan !
Sekujur badan sinenek dingin bagaikan terguyur air es, ia berdiri
bengong seperti orang yang lupa ingatan!
Entah lewat beberapa lamanya pandangannya kabur hingga mayat
Pek Beng Yam yang ia bopong makin terasa barat. Iapun berjalan kearah
kanan kedalam hutan itu.
Cahaya bulan berpacaran dengan lemahnya, Tiat Kuy Lolo
memandang bayangan diri sendiri yang sebatang kara. Seumur hidupnya
baru kali ini jiwanya diliputi kecemasan dan kedukaan sedemikian
hebatnya!
Tiat Kuy Lolo hentikan bertindak. la meletakkan mayat Pek Beng
Yam diatas tanah, kemudian menguburnya Pek Beng Yam dengan secara
sederhana.
Kini dia memutuskan untuk memberitahukan kepada fihak2 yang
bersangkutan dari korban2 itu.
Dengan adanya keinginan ini, membuktikan bahwa Tiat Kuy Lolo
masih tetap hidup namun perasaan hatinya tiada beda dengan orang
yang sudah mati ! Jikalau bukannya tugas Kang-ouw yang harus ia
lakukan itu, maka sesungguh ia ingin mati saja !11
Angin gunung bertiupan silih bargantian, Tiat Kuy Lolo dengan
tindakan yang sangat berat, selangkah demi selangkah berjalan turun
gunung.
Tak lama kemudian ia tiba pada sebuah lereng gunung, dari depan
menyampok angin dingin. Samar2 ia mengendus bau yang aneh. Tiat Kuy
Lolo terkejut lagi. Setelah ia amat2i bau, bau itu seperti datang dari
lereng gunung, tidak jauh dari situ.
la tetap bersiap siaga, walaupun mempercepat langkahnya. Sampai
pada lereng gunung, bau aneh itu semakin mangkin merangsang dan
ketika ia awasi sekelilingnya dengan bantuan cahaya bulan yang sudah
lemah itu, tampaklah empat buah sosok mayat bergelantungan diatas
sebuah pohon besar. Dengan hati berdebar-debar ia datang lebih dekat
untuk mengawasi. Ia menjadi pucat.
Ternyata mayat2 itu bukan lain yalah Kim Hwa Sam Cu dan Beng Taisu!|
Tiat Kuy Lolo tak putus2nya keheranan "Keempat mayat ini semula
berada didepan kuil maut itu, mengapa tiba2 tergantung ditempat ini ?"
Sepanjang jalan tadi ini tidak melihat sesuatu yang mencurigai, bila
perbuatan keji ini adalah Kie Thian Tai Seng yang melakukan, maka
tentunya si Hantu nomor satu dikolong jagad berada tiada jauh dari
tempat dia berada kini!
Memikir begitu maka tongkat besinya semakin erat dipegangnya.
Hatinya menggigil !
Namun keadaan memaksanya untuk tidak berpikir lebih lanjut,
begitu tongkatnya ia putarkan, empat buah mayat itu ber-turut2
berjatuhan. Dengan gerakan yang cepat ia menyanggapinya satu persatu.
Tiat Kuy Lolo kembali menyapu dengan pandangannya. Pada
sebuah batang pohon itu samar2 terdapat sesuatu yang mencurigakan.
Ketika ia dekati, betul saja pada batang itu seperti tergores beberapa
huruf. Dengan meminjam sinar rembulan yang lembah dengan
pandangan matanya yang sangat tajam ia membaca huruf2 itu yang
digores dengan jari tangan.
Tie Thian Tai Seng!" atau "si Raja Kera yang membunuh!"
Hurufnya sangat rapih, dan goresannya dalam. Kie Thian Tai Seng
dengan sengaja telah merencanakan terlebih dahulu.
Sekujur badan sinenek bergemetar, karena dengan kedudukannya
sebagai seorang Cian-Bun-Jin. dengan muncul-lenyapnya Kie Thian Tai
Seng itu ditempat sekitarnya, dan berbuat sesuatu menuruti hatinya,
maka benar2 dirinya seolah2 dianggap sebagai anak kecil saja. Meski ia
bersabar bagaimana pun juga, tak urung rambutnya yang sudah ubanan
itu berdiri tegak demi mendongkolnya.
Selagi hatinya diliputi penuh kegusaran itu, tiba2 jauh terdengar
suara berkeserakan. Thiat Kui Lolo kembali terkejut dan dengan cepat
bagaikan kilat ia menghantam dengan tongkatnya!
Orang yang dihantam itu memperdengarkan ejekannya yang getir.
Dengan pedang ia menusuk jalan-darah Kian-cin-hiat" dipunduk sinenek !12
Gerakannya tidak lemah, namun sinenek pun bukannya anak
kemarin dulu. Lebih kini dalam keadaan penuh kemendongkolan, maka
pukulan2nya sangat dahsyat sekali, ber-tubi2 ia menghujani
lawannya dengan pukulan2 tongkatnya yang menderu-deru laksana
taufan.
Orang itupun rupanya terkejut, ternyata ia tidak menduga sama
sekali bahwa sinenek mempunyai kemampuan demikian rupa. Maka buru2
ia berkelit kesamping, sedang sinenek sudah membentak dengan keras:
"Hayo, lekas serahkan jiwamu!"
Tongkatnya berputar dengan hebatnya tidak memberi sedikit
ampun pada lawannya.
Tongkatnya berputar dengan gentarnya, sehingga angin menderu2
dengan dahsyatnya. Bila orang kena sekali sabetan, niscaya badannya
akan remuk-redam !
Cahaya Perak Bukit Timur Karya Kwee Oen Keng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dalam keadaan yang sangat genting ini tiba2 terdengar desiran
angin yang menyambar punggung sinenek !
Walaupun dalam keadaan repot, namun sinenek yang
berpengalaman sempat mengulurkan tangan kirinya menyampok pedang
lawan.
Dengan demikian kembali orang itu dalam keadaan terdesak, dan
sinenek sedikitpun tidak mau mengendorkan serangannya.
Tapi, mendadak kembali angin menyambar datang ! Sinenek
sebenarnya sedang hendak menghajar musuhnya dengan tongkatnya,
namun kini ia diserang oleh orang lain, meski ia akan berhasil dengan
pukulannya, tapi tak urung dirinyapun akan terluka.
Sinenek tidak mau putus asa begitu saja, maka buru2 ia putarkan
tongkatnya dengan tipu Yacan Pat-pui atau Bertempur keempat-penjuru
alam! Dengan tongkatnya ia berbalik menyapu kebelakang !
Begitu badannya berbalik, maka terdengar suara teriakan kaget
dari orang itu! "Eeh, kiranya kau.!"
Kiat Kuy Lolo terkejut. Ia awasi dengan heran. Betul saja
nampaknya orang itu tidak asing baginya. Maka mereka cepat2 menarik
serangannya masing2, namun tindakan ini sudah kasip. Segera
terdengar suara beradu yang sangat keras, dan badan mereka ber
goyang2 beberapa kali, masing2 terhuyung mundur satu tindak
kebelakang !
Orang yang telah menyerang itu memakai jubah abu2, usianya lebih
tua dari sinenek, namun wajahnya merah sekali. Sepasang matanya
bersinar2. Orang itu bukan lain daripada Seng Chiu Tiat wan atau si
tangan-sakti Gelang-besi Lu Cie Beng yang menjabat sebagai Ciang- Bun
-Jin dari Jiong- Lam Pay.
Tiat Kuy Lolo melangkah maju dan menyapu: "Lu Taihiap, kau
datang juga?"
Seng Chiu Tiat Wan hendak menyahut, namun demi pandangannya
tertambuk oleh beberapa buah mayat yang rebah diatas tanah, maka
airmukanya tiba2 berubah menjadi pucat.13
"Bukankah mereka itu Kui Hwa Sam Cu? Mengapa mereka itu? Ay,
ternyata aku terlambat datang!"
Mendengar suaranya itu, nampaknya ia sudah dapat menduga
terlebih dahulu akan peristiwa yang telah terjadi itu, maka sehabis
berkata iapun berjalan mendekati. Tapi begitu melihatnya hatinya
semakin terkejut. Ia berserunya dengan suara bergemetaran :
"Eeh, bukankah dia Beng Ceng Taisu dari Siauw-Lim Sie?"
Air mukanya penuh diliputi rasa terkejut dan duka.
Tiat Kuy Lolo menjawab dengan senyuman pahit: "Apa yang Iu
Taihiap katakan memang betul, memang orang2 ini adalah mereka itu."
Entah karena ia masih keadaan kaget atau terburu melihat suasana
maut dihadapan matanya, maka hatinya menjadi pilu. la tak kuat lagi
untuk melanjutkan kata2nya.
Hm, hm ! Perbuatan Kie Thian Tai Seng benar2 kejam tiada kenal
perikemanusiaan. Sungguh besar nyalinya berani bunuh Kiu Hwa Sam Cu
dan Peng Cang Taiyu. Dengan perbuatannya ini, agaknya dunia Kang-ouw
akan mengalami suatu bencana besar :"
Meskipun Seng Thiu Tiat Wan baru saja datang, namun setelah
melihat kejadian dihadapan matanya itu, maka ia dapat memahami
sebagian besar. la berdiri termanggu2 karena hatinya dingin
bagaikan terguyur air dingin.
Thiat Kuy Lolo mengelah napas.
?Bukan saja hanya mereka berempat, masih ada pula lain2
korbannya!"
Mendengar itu, yang dijadikan Seng Chiu Tiat Wan menjadi
semangkin kaget.
Entah siapa lagi yang dijadikan korban itu?"
Sinenek mengegeleng2kan kepalanya, dengan nada terharu ia
menyahut ;
Kun-Lun Kiam-Kek Pek Beng Yam dan 20 padri Kiu Hwa Sie,
sedangkan Tie Yang Totiang dari Butong Pay belumlah kutahu bagaimana
nasibnya!
Meski ia berkata pelahan dan sinekat, namun kata2nya itu seolah2
dapat menggambarkan kembali semua kejadian dihadapan matanya,
maka badannya bergemetar.
"Lu Tayhiap, apa kau sudah merasa cukup dengan keteranganku ini
?"
Sinenek lontarkan kembali pandangannya kepada Seng Chiu Tiat
Wan, Tampak wajah orang yang semula merah marong itu kini berubah
pucat pasi, dengan melihat perubahan air mukanya itu, dapatlah
dipastikan bahwa keharuan hatinya tiada kalah dengan apa yang
dideritanya!
Seng Chiu Tiat Wan mengelah napas panjang.
"Apakah orang2 ini semuanya binasa oleh Kie Thian Tai Seng
seorang ?"
Sinenek mengangaguk2kan kepalanya.14
Seng Chiu Tiat Wan atau si Tangan-sakti Gelang-besi itu dengan
suara parau berkata seorang diri:
?Kie Thian Tai Seng, Kie Thian Tai Seng si Raja Kera . . . . "
Tiat Kuy Lolo menujuk pada beberapa huruf yang tergores pada
batang pohon. Seng Chiu Tiat Wan melontarkan pandangannya kearah
yang ditunjuk itu dan membaca dengan nada parau:
"Kie Thian Tai Seng Sat !"
Kembali mereka berdiam pula tiada berkata kata. Tiba2 terdengar
seorang menegur.
Suhu, tadi Teecu melihat seorang imam yang tangannya buntung
sebelah diatas gunung ini!"
Kedua orang itu bagaikan tersadar dari lamunannya, mereka lupa
bahwa diantaranya masih ada seorang lain pula. Chiu Tiat Wan buru2
memanggil muridnya.
"Lee jie, lekas kau beri hormat kepada Hwa-San Pay Ciang-Bun Jin
Khouw Locianpayee!"
Si anak muda yang dipanggil Lee-jie itu, tergesa-gesa menghampiri
untuk memberi hormat kepada Tiat Kuy Lolo. Dengan bertekuk lutut ia
bersabda : "Boanpwee Kam Lee memberi hormat kepada Khouw
Locianpwee I"
Sinenek manggut sedih.
Aku sinenek tua yang sudah berkelana puluhun tahun di Kang-ouw,
tapi belum pernah merasakan begitu tegang perasaan seperti malam ini,
Ah benar2 aku sudah linglung!"
Sinenek teringat akan perbuatannya yang ceroboh tadi dan secara
membabi-buta ia telah turun tangan terhadap seorang angkatan muda,
maka hatinya menjadi menyesal dan malu!
Syukur Seng Chiu Tian Wan tidak begitu memperhatikannya, dan ia
sudah bertanya kepada muridnya:
Lee-jie, apa kau masih ingat akan wajah dan perawakan imam itu
?"
Kam Lee mengangguk dan menjawab :
Imam itu bermuka bundar, perawakaanya kurus jangkung, meski ia
berjalan dengan cepat namun teecu dapat memastikan bahwa usianya
tidak beda dengan Suhu dan Khouw Locianpwee!"
Hati Sinenek menjadi tertarik. Apa kata2mu itu betul2"
Kam Lee kembali menganggukkan kepalanya. Sinenek berpikir
sebentar lalu ujarnya pula :
,,Tadi kau berkata bahwa imam itu hanya mempunyai sebuah
lengan, nampaknya tidak cocok !"
Kam Lee memandang kepada sinenek, tak tahu apa maksud yang
dikandung orang.
Tiat Kuy Lolo bertanya pula dua kali, kemudian dengan tiba2 ia
memejamkan matanya berpikir, .dan selagi pikirannya diliputi keruwetan
itu tiba2 terdengar suara Seng Chiu Tiat Wan menitah kepada muridnya :
Kam-jie, coba kubur keempat jenazah Locianpwee ini setelah itu
kau ikut kita,"15
Tiat Kuy Lolo terkejut dan tanyanya :
"Apa kau sudah dapat memikirkan persoalannya?"
Seng Thiu Tiat Wan menggeleng2kan kepalanya.
Sukar diterangkan. Menurut pendapatku, ditempat ini sunyi sepi
tiada orang lain, menurut penglihatan Lee-jie, orang itu bila bukan Cie
Yang Totiang, tentu dialah Kie Thian Tai Seng, tapi menurut apa yang
dituturkan Kam Lee, bahwa orang ini besar kemungkinannya adalah . ..
Cie Yang Totiang!"
Tiat Kuy Lolo pun merasakan penjelasannya itu beralasan juga, tapi
ia segera bertanya pula :
"Muridku menyatakan bahwa orang itu berlengan sebelah, sedang
Cie Yang Totiang kedua tangannya masih utuh. Soal ini bagaimana
mengartikannya :
Seng Cihiu Tiat Wan berkata tertawa :
Alasannya mudah saja. bila dugaanku tidak salah maka Cie Yang
Totiang telah bertemu dengan Kie Thian Tai Seng itu, mungkin mereka
sudah saling bertarung dan bila aku diizinkan mengatakan sesuatu kata2
sial: mungkin Cie Yang Totiang telah dilukai !"
Penjelasan Lu Cie Beng itu beralasan juga. Tiat Kuy Lolo berpikir
dan katanya dalam hati :
Bila Cie Yang Totiang pun dapat dilukai, maka benar2 merupakan
malapetaka dalam dunia Kangouw."
Tiat Kuy Lolo berpendapat demikian, karena bukan saja Cie Yang
Totiang berkedudukan tinggi, tapi dalam ilmu silat pun tergolong pula
kelas utama. Dikalangan Bulin dewasa ini, hanya beberapa gelintir orang
yang dapat menandinginya.
Sementara itu Kam Lee sudah selesai mengubur. Kematian Seng
Ciu Tiat Wan menyuruhnya untuk menjadi petunjuk jalan, sementara
kedua orang tua itu mengikuti dibelakangnya. Mereka berlari2
menuju puncak sebelah barat.
Selang beberapa saat lamanya, mereka sampai dimuka Kiu Hwa
Sie. Sinenek kembali terbayang kejadian2 yang baru saja ia alami. Tapi
tiba2 Kam Lee yang berada dimuka sebagai petunjuk jalan menikung
kekanan, menuju kesebuah lembah.
Berjalan pula beberapa lamanya dengan menyusuri sebuah gili2
yang berliku2, Kam Lee menghantar kedua orang tua itu kesebuah jalan
umum. Lalu ia berhenti seraya bertanya: ,,Nah, disinilah tempatnya !"
Sinenek memandang sekeliling tempat itu. Sampai tempat dimana
mereka berada kini, dengan Kiu Hwa Sie dan tempat dimana ia bertemu
dengan Seng Chiu Tiat Wan, tempat membentuk segi tiga.
"Bilakah kau melihat dia ditempat ini?"
Kam Lee mengedip2kan matanya.
"Kurang lebih satu jam yang lalu !"
Tiat Kuy Lolo membungkukkan badannya memeriksa telapak2 kaki
yang tampaknya, kacau balau diatas tanah. Jelaslah tempat ini
menunjukkan gejala2 seperti pernah terjadi satu pertempuran.16
"Teranglah sudah bahwa Cie Yang Totiang telah bertempur
melawan Kie Thiam Tai Seng ditempat ini" berpikir si nenek.
Seng Chiu Tiat Wan tiba2 bertanya: "Apa Lolo melihat sesuatu?"
Sinenek menunjuk telapak2 kaki itu!
"Telapak2 kaki ini sangat kacau balau, agaknya telah terjadi suatu
pertempuran ditempat ini!"
Dengan tak disengaja ia menyapu wajah sianak muda dengan
pandangannya. Wajahnya tampan dan cerdik, namun sayang pada kedua
alisnya samar2 menunjukkan sifat, maka dalam hatinya ia berkata:
"Bocah ini berwajah tampan dan cerdik, sayang sifat perangainya
Cahaya Perak Bukit Timur Karya Kwee Oen Keng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
agaknya kurang bagus mungkin kelak tidak akan dapat menempuh jalan
yang lurus!"
Seng Chiu Tiat Wan meneliti bekas2 telapak kaki itu, kemudian ia
berdiri pula dengan wajah muram.
"Apa yang telah Lolo katakan memang betul, mungkin yang
bertarung tadi bukan hanya dua orang saja !"
Tiat Kuy Lolo yang mendengarnya, dalam benaknya sepintas lalu
terbayang suatu pirasat, maka iapun berkata:
"Eeh, aneh! Malam ini yang datang kegunung See Thian Bok San
ini, kecuali kami berempat dan kalian berdua, tiada pula terdapat orang
lain!"
Entah karena apa, sejak semula, dalam hati sinenek senantiasa
diliputi suatu pirasat, makin berpikir, hatinya makin bercuriga.
Sesudah menyatakan pikirannya, Seng Chiu Tiat Wan berjalan pula
beberapa langkah, menyusuri jalan umum itu. Tiba2 ia bertanya : "Lee
jie, didepan itu tempat apa?"
Simurid buru2 menyahuti:
"Dari sini berjalan terus kira2 5 lie lebila. kita akan sampai disebuah
dusun yang bernama Tiang Hoat Cin, entah suhu menanyakkan ini untuk
apa ?"
Seng Chiu Tiat Wan melontarkan pandangannya jauh kemuka,
dengan dingin ia berkata :
"Kau masih begitu muda, meski sudah datang kemari beberapa hari
duluan tapi sedikitpun tidak mengetahui urusan !"
Demi mendengar kata2 yang diucapkan itu, hati sinenek menjadi
tergerak. Dengan sebuah pandangan tajam ia mengawasi si-anak muda.
Lu Taihiap, entah sudah beberapa hari muridmu ini datang kemari?"
Hati Seng Chiu Tiat Wan bercekad, Mengapa sinenek tiba2
menanyakan hal ini? Tapi pertanyaan itu kini sudah diajukan, maka tak
boleh tidak ia harus memberi suatu jawaban. la maju beberapa langkah
dan menjawab:
"Muridmu sudah terlebih dahulu datang 3 hari kemari !"
"Sudah 3 hari ?! .. "
Sementara itu Seng Chiu Tiat Wan terus berjalan didepan, maka ia
tidak dapat melihat perubahan pada wajah sinenek, tapi ia dapat
mendengar suara orang. Maka ia menegasi pula.
"Ya, betul! Dia sudah tiba dulu 3 hari!"17
Tiat Kuy Lolo timbullah kecurigaannya ! Pikirnya dalam waktu 3 hari
ini cukup kiranya untuk mengenal keadaan ditempat tersebut akan dapat
merencanakan tapi untuk menurunkan tangan jahatnya terhadap Kiu Hwa
Sam Cu, tapi kembali ia berpikir.
Jikalau kejadian ini adalah perbuatan Kam Lee, mengapa ia
kewalahan menghadapi serangan tongkat besiku tadi ?"
Sementara itu, Seng Chiu Tiat Wan sudah henti bertindak dan asyik
memandang sekelilingnya. :
"Cie Yang Totiang tentu lewat dari sini, mari kita kejar dia!"
Tapi sinenek masih ragu2 dan bersangsi, maka iapun segera
menyahut.
Tunggu dulu! Sebaiknya kita mengadakan penyelidikan yang
seksama ditempat ini!"
Meski ia berkata demikian, namun ia tetap tidak bergerak. la
sedang termenung memikirkan sesuatu.
Seng Chiu Tiat Wan menganggap beralasan juga, maka iapun
menoleh.
"Baiklah, sebaiknya kita saling berpencaran, bila dalam tempo
setengah jam kita tidak dapat menemukan sesuatu, maka kita akan
bertemu kembali ditempat ini !"
Tiat Kuy Lolo bersama Kam Lee menyetujui, maka setelah dibagi
daerah operasinya, segera merekapun berpencaran !
Sesungguhnya, Tut Kuy Lolo tidak mangandung maksud untuk
menyelidiki, tapi karena Kam Lee sangat mencurigakan hatinya, bila betul
ia adalah murid Seng Chiu Tiat Wan, maka teranglah bahwa
kepandaiannya tentu berada dibawah mereka berdua. Tapi tadi ia telah
menyaksikan kepandaian sianak muda itu, nampaknya ilmu ringan
tubuhnya tidaklah dibawah mereka berdua!
Suatu hal yang lebih2 mencurigakan pula yalah bahwa Kam Lee telah
melihat Cie Yang Totiang ditempat ini, tapi mengapa ia tiba2 sudah
berada dilereng gunung?
Berpikir sampai disini, kembali ia menggeleng2kan kepalanya dan
menggumam seorang diri:
"Ah, aku banyak menaruh syah-wasangka Tadi terang2 ia sangat
kewalahan menghadapi tongkatku, jangan kata ia bisa menandingi Kiu
Hwa Sam Cu, meski ia melawan salah seorang diantaranya, mungkin
dalam 5 jurus saja ia sudah binasa." Tapi bagaimanapun juga hati
sinenek agaknya tetap diliputi rasa curiga, itulah disebabkan Kam Lee
sudah datang 3 hari terlebih dahulu, dalam 3 hari ini apa gcrangan yang
telah ia perbuat?
III
Diliputi rasa curiga.
Sinenek berpikir bolak-balik, dalan, waktu singkat ia tak dapat
memecahkan soal ini.18
Bagaikan seorang yang lupa ingatan ia berjalan, dua kali berputar2
dalam hutan itu. Waktu setengah jam yang dijanjikan itu, kini hampir tiba
! Namun persoalannya tetap masih merupakan sebuah masalah, maka
rasa curiga terhadap Kam Lee semakin mendalam.
Dengan langkah yang sangat berat sinenek kembali kejalan semula,
tapi baru saja ia berjalan beberapa langkah, tiba2 terdengar suara tertawa
orang dari dalam hutan. Nadanya dingin seperti es.
Kiat Kuy Lolo terkejut bukan kepalang! Cepat2 ia membalikkan
badannya dan melihat kesekitarnya, tapi tidak kelihatan bayangan
manusia.
Tapi terang2 ia telah mendengar tertawa itu ! Mengapa waktu hanya
sekejapan saja sudah lenyap ?
Sinenek yakin bahwa orang itu pasti masih berada disekitar tempat
itu, bila pada saat itu menampakkan dirinya, walaupun dirinya bukan
tandingannya, tapi bagaimanapun ia tak ingin melepaskannya dengan
mudah.
Maka segera ia mencekal erat2 tongkatnya, dan ber-lari-lari menuju
hutan dengan hati berdebar-debar,
Hutan itu sebenarnya memang tidak luas, maka dengan jelas nenek
dapat memandang segala pelosok. Tapi hutan itu begitu sunyi dan tidak
kelihatan bayang2an seseorang pun jua.
Dengan demikian, Tiat Kuy Lolo makin bercuriga. Kalaupun ia
memburu dengan cepat, namun ia masih belum melihat sesosok tubuh
manusia.
Suasana dalam hutan itu sunyi-sepi. Angin malam mengembus
tidak henti2nya. Tiba2 segumpal awan ber-kisar menutupi cahaya bulan.
Hutan kini berubah menjadi gelap.
Pada saat itulah desiran angin menyambar punggung sinenek!
Sinenek berputar bagaikan kilat, dengan tipu Heng sauw Ceng-kun
"atau" Menyapu melintang-ribuan-laskar, ia memukul kebelakang.
Tapi sabetannya mengenakan tempat kosong tidak seorang pun
berada dibelakangnya.
Sungguh aneh!
Sinenek menjadi murka, hingga berteriakan gusar:
"Mengapa kau selalu mempermainkan aku? Hayo, lekas keluar?"
Dia membuka matanya lebar2, siap2 untuk menyerbu.
Tapi teriakannya itu tidak mendapat balasan. Kembali hatinya
diliputi kesangsian.
"Apa aku berhadapan dengan setan ? Nampaknya tempat tidak
pernah dilalui orang?"
Kembali ia berpikir pula, tadi ia mendengar suara tertawa dan angin
sambaran menyerang dirinya. Sudah pasti itulah perbuatan manusia! Dia
sudah puluhan tahun malang-melintang dalam kangouw, dan belum
pernah bertemu setan.
Selagi ia termangu2, kembali terdengar suara tertawa. Suara
tertawa ini begitu jelas kedengarannya, se-olah2 terdengar ditelinganya.19
Sinenek, kembali menyabat dengan tongkatnya kebelaknag, tapi
kembali ia memukul tempat kosong !
Sinenek telah saksikan dengan tegas sesosok tubuh manusia berdiri
dibelakangnya dan ia mendengar tartawanya, tapi mengapa tiba2 semua
lenyap pula?
Sebagai seorang Ciang-bun-jin dari suatu partai kenamaan, pastilah
kepandaian sinenek tidak rendah. Namun kini dirinya terus menerus
dipermainkan, maka timbullah kecurigaannya bahwa, semuanya itu
adalah perbuatan setan, bukannya suatu hal yang dapat dilakukan oleh
manusia.
Dia berdiri ter-mangu2 bagaikan orang yang kehilangan ingatan,
otaknya diasa terus, dan akhirnya ia dapat memastikan bahwa suara
tertawa itu bila bukan perbuatan setan tentulah Kie Thian Tal Seng yang
mengeluarkannya.
Begitu mengingat Kie Thian Tai Seng, kembali ia memegang erat2
tongkatnya.
Tiat Kuy Lolo mengelah napas pelahan2 penuh rasa
kemendongkolan, tapi belum juga keluhan itu berhenti, kembali suara
tetlawa terdengar diudara.
Tiat Kuy Lolo putarkan badannya, tapi suara tertawa itu kembali
terdengar dibelakang badannya. Tiba2 terdengar suara : suara "Penolong
dermawan, mengapa penolong masih belum pergi?"
Tiat Kuy Lolo tak tahu lagi, ia berteriak menggeledek," Penolong
siapa? Bangsat, siapa kau ?I"
Kata2nya disusul dengan pukulan tongkatnya yang disertai tenaga,
namun hanya terdengar deruan desiran angin. Suara tertawa orang itu
makin mengejek!
Ber-turut2 ia menyerang dengan tongkatnya, tapi baju orang pun ia
tidak sanggup menyentuhnya! Berkata sebenarnya, ia sendiri tak tahu
apa dirinya sedang ber-hadapan dengan manusia atau hantu ?
Kembali suara tertawa dingin itu terdengar pulaa bagaikan suara
desiran nyamuk selalu menyambar ditelinganya. Dalam keadaan tak
berdaya terpaksa sinenek menghentikan serangannya yang membabi
buta dan berseru penasaran:
"Aku sinenek menyerah kalah, kau mau jiwaku bunuhah aku
segera!"
Tapi kembali telinganya terdengar suara orang itu bagaikan desiran
nyamuk: "Penolong yang budiman" .Menyusul berkelebatlah sesosok
bayangan merah kedalam hutan dengan gesitnya!
Ternyata orang itu tidak melukai dirinya!
Tiat Kuy Lolo berdiri kesima. beberapa saat lamanya ia bersangsi.
Kemudian secepat kilat ia mengejar!
Namun gerakan orang itu benar2 cepat laksana kilat sekejapan
mata saja sudah berlari 10 tombak jauhnya. Sinenek mengejar terus!
Tapi bayangan merah itu lenyap dari pandangan matanya.20
Selagi sinenek ter-heran2 mengapa orang menyebut dirinya
penolong dermawan, tiba2 ada orang memanggil-nya : "Popo, kiranya kau
disini?"
Ia menengok ! Ternyata orang yang memanggil itu bukan lain Seng
Chiu Tiat Wan Lu Ce Beng!
"Lu Taihiap, aku telah dipecundangi orang !" sinenek mengelah
napas.
"Apa?" tanya Lu Cie Beng kaget, "Apa kau telah bertemu dengan
dia?"
Cahaya Perak Bukit Timur Karya Kwee Oen Keng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan wajah pucat penasaran sinenek menatap muka orang.
kemudian ia menceritakan kejadian yang ia telah alami tadi.
Mendengar cerita itu, tiba2 Lu Cie Beng mengeluarkan sepasang
gelang besinya, dan kemudian menimpukkan kesebuah pohon besar yang
berada tiga tombak jauhnya. Terdengar suara gaduh, dan pohon itu
lantas tumbang patah.
"Hm, lelucon apa yang sedang diperdengarkan lagi?" menanya Lu
Cie Beng gusar, setelah mendengar orang itu menyebut penolong
dermawan kepada Tiat Kuy Lolo. Ia menyangka itu hanyalah siasat
musuh.
Kiranya Lu Cie Beng mendapat gelar Seng Chiu Tiat Wan, karena
permainan gelangnya yang sangat istimewa itu, seperti tadi dengan sekali
menimpuk batang pohon ittue besar itu dapat dengan mudah
ditumbangkannya. Bila mengenai orang, niscaya akan remuk badannya.
Sinenek yang penyakitan kepandaian orang, hanya menggeleng2kan
kepalanya : "Lu Taihtap, temannya ini tidak berguna!"
Seng Chiu Tiat Wan menjadi penasaran: Hm, tiada berguna? Tapi
aku ingin sekali bertemu dengan Kie Thian Tai Seng untuk menjajal 3
buah gelang besiku!"
Baru selesai ia berkata, tiba2 terdengar suara dingin dari belakang.
Serentak mereka membalikkan badannya, tetapi ternyata tiada bayangan
seorang pun jua.
Dengan demikian, Seng Ciu Tiat Wan menjadi heran juga ! la tidak
menyangka bahwa ada orang yang berkepandaian demikian tingginya
hingga bila bukannya ia telah menyaksikan dengan mata sendiri, pasti ia
takkan pecaya adanya.
Sinenek berseru:" Dia belum berlalu dari sini."
Kata2 ini samar mengandung sindiran, seakan-akan ia maksudkan
"Engkau tak mempunyai kemampuam."
Seng Chiu Tiat Wan mengetahui sindiran sirenek ? Dengan
mengambil kesempatan selagi suara tertawa orang masih menggema
diudara, badannya tiba2 melesat. Sepasang gelang besinya menyambar
laksana kilat !
Gelang besi Lu Cie Beng sangat istimewa : pada gelang itu terikat
seutas tali urat yang dapat memanjang dan memendek. Dalam jarak jauh
dapat mengenai sasarannya sejauh 5 tombak lebih, maka bila orang yang
tertawa itu masih berada dalam hutan itu, ia berkeyakinan akan dapat21
melukai orang itu, atau setidaknya dapat memaksakan orang untuk
keluar menampakkan dirinya.
Namun kejadiannya ternyata diluar dugaannya sama sekali,
Timpukan gelang besi itu hanya menyebabkan betapa buah daun yang
berjatuhan rontok, tapi orang yang dicari tidak kunjung muncul.
Tatkala itu, badan Seng Chiu Tiat Wan sudah hinggap kembali
ketanah. Sinenek khawatir ada sesuatu yang akan menimpah dirinya,
maka iapun loncat mendekati.
Mereka segera mengadakan pengejaran kedalam hutan.
Sekonyong2 sesosok bayangan merah berkelebat dihadapan Lu Cie Beng !
Sebuah tangan menyampok ! Seng Chiu Tiat Wan mendadak
menjerit karas, lalu sempoyongan dan jatuh!
Sinenek berdiri terpaku, muka Seng Chiu Tiat Wan sangat pucat,
napasnya empas-empis.Nampaknya tak lama pula akan menemui
ajalnya. Hatinya sangat terharu, hampir2 ia mengucurkan air matanya.
Dalam waktu hanya semalaman, Tiat Kuy Lolo dengan mata sendiri
menyaksikan beberapa orang pandai dibunuh dengan kejam. Pikirannya
menjadi bimbang, cemas. Meskipun ia terhitung orang yang tidak
dicelakai, namun bagaimana perkembangan selanjutnya ? Pada saat ini
siapa yang mengetahui?
Entah lewat beberapa lamanya, tiba2 dari kejauhan terdengar suara
langkah kaki orang. Ia menoleh. Sesosok bayangan sedang ber-lari2
mendatangi.
Gerakan orang itu sangat pesat! Sinenek mengenali bahwa orang
itu bukan lain daripada Kam Lee, murid Seng Chiu Tiat Wan.
"Khouw Lo cianpwee, apa kau lihat guruku?" tanya Kam Lee begitu
ia melihat Tiat Kuy Lolo.
Sinenek yang masih diliputi kecurigaan sebaliknya membalas
bertanya : "Kau pergi ke mana saja ? Gurumu telah dicelakai orang!"
Demi mendengar keterangan orang, air muka sipemuda berubah. la
menyahut dengan suara gemetaran: "Benarkah?"
Tatkala ia memadang, benar saja tampak gurunya sedang
menggeletak ditanah. Dengan jeritan parau ia maju menubruk.
Ketika Kam Lee memeriksa, ternyata Lu Cie Beng sudah tidak
bernapas lagi.
"Apa sebenarnya yang telah terjadi? Tiat Kuy Cian-pwee, berikanlah
aku keterangan!" sipemuda mendesis dengan mata berkilat-kilat.
Kata2nya sangat parau, dan air matanya berlinang2. Hati sinenek
tidak tega untuk mendapat, kecurigaannya pun ikut luntur. la diam2
berpikir:
"Melihat kelakuannya, agaknya bukan sedang bersandiwara, dan
aku melihat sendiri orang itu berbaju merah, sedang Kam Lee memakai
baju hijau. Berdasarkan hal ini saja, dapat dipastikan bukan ini baju
perbuatannya!"
Malam itu benar2 malam angker. Diatas pegunungan berturut2
muncul beberapa orang, dan mereka satu-persatu telah binasa. Saat ini22
hanya tinggal Tiat Kuy Lolo dan Kam Lee berdua, jika sinenek mencurigai
Kie Thian Tai Seng adalah Kam Lee, maka Kam Lee pun beralasan untuk
mencurigai bahwa sineneklah yang ber-buat demikian terhadap beberapa
orang itu.
Tidak mendapat jawaban dari sinenek, maka tiba2 Kam Lee
menghunus pedangnya.
"Hm, hm : Aku kini mengetahui dengan jelas. Guruku beserta
beberapa orang2 pandai itu, semuanya adalah kau yang membunuhnya.
Kau ber pura2 mengalihkan soal ini kepada Kie Thian Tai Seng ! Hayo,
lekas kau ganti jiwa guruku!"
Habis berkata, dengan pedangnya secepat kilat ia menusuk
tenggrokan sinenek. Itulah hebat sekali!
Sinenek menjadi gusar, ia mengira Kam Lee sengaja melontarkan
tuduhan2 untuk dapat mencuci bersih perbuatannya, maka ia pun tertawa
dingin :
"Gurumu dibunuh oleh siapa, kau sendirilah yang mengetahui.
Jangan kau, berlaga pion dihadapku! Aku sinenek tak dapat gampang2
dikelabui !"
Keruan saja Kam Lee menjadi murka, dengan mata melotot ia
membentak :
Apa katamu ? Kapan aku mengelabui kau? Hm,hm! Apa kau masih
mau menyangkal lagi ?"
Kembali ia menyerang, dengan pedangnya. la mendesak dengan
kejam !
Menampak air mukanya yang tegang, se-olah2 sedang
mempertaruhkan jiwanya, sinenek menjadi kaget. Saat itu tiada
kesempatan pula baginya untuk berebut bicara, maka ia menyampok
pedang orang dengan tongkatnya!
Kam Lee memperdengarkan ejekannya, pedangnya bergetar,
berturut2 ia menyerang pula sinenek dengan pedangnya .
Hati sinenek ragu2. Ia mencurigai bahwa Kie Thian Tat Seng adalah
Kam Lee, tapi entah mengapa, pada saat itu ia tidak ingin menurunkan
tangan jahatnya kepada sianak muda.
Ia menyampok pelahan2 setiap serangan Iawan.
Dengan demikian, maka sinenek semangkin bingung.
Melihat permainan kian-hoatnya, semakin tidak mirip !" pikirnya.
Kie Thian Tai Seng, dalam waktu yang singkat dapat membunuh
beberapa tokoh persilatan, kepandaiannya tentu bukan sebangsa Kam
Lee. Maka akhirnya ia berkelit kesamping dan berseru :
Sabar dulu, aku hendak mengatakan sesuatu !
Kam Lee mana mau menuruti, laksana harimau edan ia berteriak
menggeledek !
"Kecuali kalau kau mengakui bahwa kau yang telah membunuh
guruku!"
Kembali ber ulang2 ia menyerang lawannya dengan pedangnya !23
Mendengar tuduhan orang ini, tak tahan lagi sinenek menjadi
mendongkol. Dengan gusar ia menghantam pedang lawan dengan
tongkatnya!
Sampokan tongkat sinenek adalah hebat ! Terdengar suara angin
menderu-deru, dan pedang Kam Lee lantas mental ! Tongkat sinenek
dengan ganas menyambar turun. .
Kam Lee menjerit karna terperanjatnya. Ia menjatuhkan badannya
dan berguling2 ditanah. la berhasil menyelamatkan jiwanya, namun
sekujur badannya bermandikan peluh dingin.
Dan sinenek pun tak kalah pula terkejutnya. Ia mundur kebelakang!
Maka dengan ini jelaslah bahwa kepandaian Kam Lee terpaut jauh
sekali bila dibanding dengan Kie Thian Tai Seng
Sementara itu, mereka saling ber-pandang2an dengan mata
membelalak. Kam Lee memandang dengan penuh kegusaran, sedang
sinenek kecewa dan malu atas dugaannya yang telah meleset tiu.
Perasaan mereka saat ini sungguh sangat berbeda sekali!
Kam Lee dengan penuh kegusaran menatap sinenek. dengan mata
melotot.
Namun iapun insyaf bahwa lawannya itu adalah Ciang-Bun-Jin Hwa
San Pay.
Kepandaiannya sendiri masih rendah, maka sakit hati sang guru
yang sedalam laut itu, terpaksa ia urungkan untuk menanti kesempatan
lain.
Dengan mata basah ia menjumput pedangnya yang terpental.
Sinenek menjadi tergerak hatinya. Tiba2 ia loncat menghandang
didadanya.
"Tunggul" "Aku tak dapat mengalahkan kau, apa akupun tak boleh
pergi?" jawab sianak muda dengan penasaran.
"Jenazah gurumu kau tak menghiraukan, jelaslah bahwa hatimu
sangat buruk!"
Kata2 sinenek ini mengandung arti sang sangat dalam, namun Kam
Lee tak dapat memahaminya. sebaliknya dengan mata tetap melotot, ia
mengangkat mayat gurunya, dan kemudian berlari pergi!
Sinenek menghantar dengan pandangan mata, walaupun ia sangsi,
namun kecurigaanya terhadap Kam Lee, masih tetap ada.
Malam sunyi-senyap. Cahaya mulai suram karena bulan condong
kebarat, dan sementara itu fajar mulai menyingsing diufuk timur.
Parlahan-lahan sinenek berlalu meninggalkan tempat itu.
Ia berjalan sambil- termenung. Berselang tak lama sampai dikaki
gunung. Ia menoleh dan melihat sebuah dataran yang sangat luas.
Sinenek tetap berjalan dan perlahan tatkala hampir tiba didusun
Cong-Hwa Cun. Hari pun sudah siang. Hatinya berpikir.
"Daripada aku masuk kedusun itu, lebih baik aku mencari tempat
uniuk beristirahat dulu ditempat lain I"
Sekonyong2 terdengar derap kaki kuda yang riuh dan sesaat
kemudian, tampak seekor kuda berbuluh merah.24
Belum juga sempat sinenek melihat siapa sipenunggangnya, tiba2
terdengar bunyi :
"Tarr !"
Seekor pecut laksana ular merah tahu melilit tubuh sinenek.
Sinenek terkejut luar biasa. Sementara itu terdengar juga suara
bentakan orang perempuan.
"Hay, siapa berani merintangi perjalananku!"
Cahaya Perak Bukit Timur Karya Kwee Oen Keng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiat Kuy Lolo sedang diliputi kemendongkolan, sekarang dirinya
dipecut olch orang tanpa sebab musabab, keruan saja ia menjadi gusar.
Tapi setelah mendengar suara orang yang ternyata adalah scorang gadis
remaja, dan mengingat kedudukan dirinya yang lebih tua, ia malu untuk
menghunus senjatanya. Dengan tangan kiri ia menjambak pecut orang
dan berteriak :
"Eeh, nona ! Mengapa kau tidak tahu aturan?"
Walaupun tangannya mencengkeram asal saja, tapi jika sinona
hendak berkelit, rasanya tidak gampang !"
Tapi sungguh diluar dugaan Sinona dengan lincah menarik pulang
pecutnya. Mendadak tangannya membalik, kini ia melilit pergelangan
tangan sinenek !
Walaupun masih berusia begitu muda, namun gerakannya sangat
lihai ! Sinenek terkesiap.
Pikirnya "Gadis int masih muda belia, tapi tak dinyana
kapandaiannya hebat sekali !'
Tanpa ayal, sinenek menyapu dengan tongkatnya !
Mendadak pandangannya kabur. Sigadis ternyata sudah lompat
melewati diatas kepalanya.
Tongkat memukul tempat kosong. Sinenek membalikkan badannya
dan tatkala itu sigadis sudah hinggap berdiri ditanah.
Tiat Kuy Kolo memandang gadis yang berdiri didepan matanya itu.
Usianya kira2 17 tahun, alisnya hitam melentik dan dserasikan dangan
sepasang matanya yang besar dan jeli. Matanya itu memancarkan sinar
yang berpengaruh, cantik nan parsonakan hati setiap orang.
"Sungguh aneh !" menggerutu sinenek dalam hatinya, "Bagaimana
tempat ini berturut2 muncul orang2 pandai?
"Hm, tak dinyana ilnu tongkatmu lumayan juga. Mari, coba kau
terima lagi beberapa jurus pecutku!" tantang sigadis.
Sigadis bersiul nyaring dan pecut merah kembali meluncur ketubuh
sinenek !
Saat itu, hari baru menjelang pagi. Maka masih sedikit orang yang
jalan. Sekarang sinenek naik-darahnya.
"Hay kau siapa? Mengapa bergitu tdak kenal sopan-santun?"
Tongkat diputar dan menyerang ketangan Iawan yang menyekal
pecut .
Sinenek ingin memberikan hajaran agar sigadis tahu bahwa diluar
langit ada langit !
Namun sekoyong-konyong terdengar gadis itu mengejeknya sambil
tertawa :25
Bagus, permainan tongkat yang bagus I"
"Taar !"
Tangan Tiat Kuy Lolo terdengar! Terang2 tongkatnya hampir
mengenai sasarannya, tapi tiba2 malahan dililit oleh pecut !
Mereka segera saling tarik-menarik mengadu tenaga. Sinenek
beranggapan bahwa dengan latihannya yang sudah puluhan tahun itu,
dengan sekali membetot tentu sigadis rohoh. Tapi ia dibikin tercengang.
Sigadis dengan air muka ke-merah2an mempertahankan dirinya,
segeming pun tidak bergerak !
Sinenek diam2 terperanjat, kembali ia mengerahkan tenaga
dalamnya! Tapi sia2 belaka.
Gadis itu bersikap tenang2, dengan pipi kemerah2an. Ah, cantik rupawan.
Sedangkan sinenek sudah mengucurkan peluh dingin !
Dengan tenaga-dalam yang telah diyakinkan puluhan tahun,
sinenek tidak bisa mengalahkan seorang dara muda. Bila kejadian ini
tersiar, entah kemana ia, harus menyembunyikan mukanya?
Namun sebaliknya sinonapun tak bisa meroboh lawannya!
Diantara mereka tidak ada yang mau mengalah. Terjadi suatu
keadaan se imbang dalam mempertahankan kedudukan masing2.
Hati sinenek kembali gundah-gulana.
IV.
Mereka saling berkutetan mempertahankan kedudukannya, dan
berselang beberapa lama,keringat membasahi kepala masing2.
Walaupun gadis itu masih muda remaja, tapi sikapnya sangat
angkuh tak mau mengalah.
Keadaan mereka itu sangat krisis bila pertempuran lwee-kang ini
diteruskan, maka dalam waktu yang singkat, kedua pihak pasti akan
mendapat luka parah !
Sinenek tidak mau kehilangan pamor, sedang sinona pun tidak mau
mengalah.
Tiba2 seorang pemuda baju kuning sebagai penonton perlahan2
berjalan mendatangi.
Ia sebenarnya berjalan sambil menundukkan kepalanya tapi iapun
mendongak berseru kaget:
"Ee, ada yang berkelahi?
Suaranya keras berkumandang, sigadis dan sinenek dapat mendengarnya
jelas, tapi tiada seorang pun yang berani memecah perhatian.
Diam2 sinenek terkejut.
Celaka ! Tentu dia konconya?"
Walaupun hatinya hanya sekilas berpikir demikian, tapi cukup untuk
mengganggu semangatnya. Kesempatan ini lantas digunakan oleh si
nona, yang mendesak maju satu langkah.
Sinenek terkejut! Buru2 ia pusatkan semangatnya untuk
mempertahankan posisinya dengan dengan jelaslah bahwa ia sudah jatuh
dibawah angin!26
Pemuda baju kuning itu datang maenghampiri, dengan pandangan
tajam ia mengawasi sinona.
Sinona yang mengetahui dirinya diawasi orang, air muka nya
segera berubah. Dengan bengis iapun kelak memandang.
Pemuda baju kuning itu tersenyum. "Nona, kepandainmu sungguh
hebat!" ia memuji.
Pemuda itu berkata dengan penuh lagak, sehabis berkata, ia
berjalan mundar-mandir beberapa kali, pandangannya senantiasa
diarahkan kejurusan dari mana ia datang tadi.
Sinenek menjadi bercekat hatinya. Tak tahu ia siapa gerangan
pemuda ini.
Pemuda itu mengerutkan alisnya, Ia berkata
"Kauwnio, aku hendak memberi tahukan bahwa Kiu Hwa Sam Cu
beserta Siauw Lim Beng Ceng Taisu, Kun Lun Pek Lo cianpwee telah
menemui ajalnya, dibawah tangan Kie Thian Sen. Aaah! Kamu datang
terlambat, mengapa tidak lekas pergi melihatnya?"
Mendengar ucapan itu, sigadis benar2 seperti hendak mempercapat
menyelesaikan pertempurannya, Tiba2 tangan kanannya menghunus
sebilah belati yang berkilau2 cahayanya, tapi baru saja ia hendak
melontarkannya kepada nenek, atau tiba2 terdengar suara bentakan
orang:
"Huy-Jie, jangan kurang ajar! Lekas kau lepaskan pecutmu!"
Sekejapan, dalam gelangan pertempuran tambah seorang wanita
setengah umur.
Wanita ini mengenakan baju warna ungu yang bersih, dengan
pandangan yang gusar ia melotot pada putrinya masih belum mau
melepaskan pecutnya. Tiba2 ia lompat ke tengah pertempuran.
Sinona dan sinenek masing2 mundur kebelakang. Wanita itu kini
entah dengan cara bagaimana sudah merebut tongkat besi dan pecut
merah. Dapatlah dibayangkan betapa tinggi ilmu kepandaiannya !
Kedua orang itu berdiri dengan napas sengal-senggal. Wanita baju
ungu memberi hormat pada sinenek.
"Khouw Locianpwee, harap memaafkan kelancangan putriku yang
semberono."
Berbareng ia mengembalikan tongkat dangan sikap hormat.
Wanita baju ungu yang berkepandaian tinggi itu, membahasakan Lo
cianpwee kepada sinenek !
Tiat Kuy Lolo dengan wajah keheran2an bertanya:
"Maafkan aku nenek yang sudah lamur, entah panggilan apa
kepada orang pandai dihadapan ku ?"
Wanita baju ungu itu buru2 menyahuti :
"Tak berani, Lo cianpwee jangan membikin aku malu: "Lima tahun
yang lalu kita telah saling bertemu di See Pek tak dinyana Locianpwee
masih tetap gagah tak berubah, sungguh2 membuat hatiku kagum."
Meskipun ia tidak menyebutkan namanya, tapi dengan kata2 yang
diucapkan itu, sudah cukup membuat nenek berseru tertahan.27
"Oh? kiranya Cie le Sian Kauw atau Dewi baju ungu! Benar2 mataku
sudah lamur !"
Cie le Sian-kauw tersenyum.
"Ingatan Lo Cianpwee benar2 sangat terang!"
Sementara itu sigadis datang menghampiri.
"Ibu, apa kau kenal nenek tua ini?"
Cie Ie Sian-kauw berubah air mukanya, ia membentak keras:
"Huy jie, lekas minta maaf kepada Khauw Lo cian-pwee !"
Sinona memonyongkan mulutnya, meski hatinya tidak mau, tapi ia
menurut juga:
"Tiat Kuy Lolo, Huy-jie memberi hormat kepada kau orang tua !"
Dan benar2 ia berlutut memberi hormat.
Sinenek buru2 mengangkat badan sigadis dan dengan penuh
kekaguman ia berkata :
Benar2 gelombang laut mendorong yang didepan, sepertinya aku
situa bangka ini seharusnya sudah mengundurkan diri !"
Cie le Sian-kauw tiba2 berseru:
"Siapa pemuda itu ? Mengapa ia pergi pula ?"
Tadi karena bertanding dengan Huy-jie, maka aku tidak
memperhatikan dia!" sahut sinenek sambil melontarkan pandangannya.
Huy-jie teringat akan kata2 pemuda baju kuning itu, maka iapun
berkata kaget : "Orang itu berkata bahwa Kiu Hwa San Cu dan lain2 telah
binasa oleh Kie Thian Tai Seng!"
?Itu memang benar:" sahut sinenek membetuIkan.
Cie Ie Sian-kauw merasakan sekujur badannya bergemeteran
Huy-jie, lekaslah kau pergi periksa kuil Kiu Kwa Sie ! Jangan2 Kiu
Hwa Sam Cu tidak dapat ditolong lagi!" ujarnya.
Selagi sinona hendak berlalu, Tiat Kuy Lolo sudah mencegahnya:
Tak usah pergi ! Mayat mereka sudah aku kubur, sekarang pergi
pun tiada gunanya !"
Cie Ie Sian-Kauw menjadi sangat terkejut, hingga mukanya pucat.
Apa ?! Kiu Hwa Sam Cu sudah mati? Aaah, sayang aku datang
terlambat!
Sinona lebih2 terkejut, dengan suara parau ia menegasi !
"Apa betul mereka dicelakai Kie Thian Kai Seng ?"
Tiat Kuy Lolo mengelah napas panjang. ia manggut :
"Kauwnio, ini memang benar2 telah terjadi !"
"Kematian mereka itu benar2 sangat penasaran, kami datang jauh2
tapi ternyata sudah terlambat." berseru Cie Ie Sian-kauw penasaran.
Kata2nya itu mengandung arti tertentu; tapi karena sinenek sedang
dalam keadaan cemas, maka ia tidak ambil perhatian.
Mati, semuanya sudah pada mati ! Jika bukan perbuatan Kie Tian
Tai Seng, siapa lagi yang bisa melakukannya?"
Peristiwa hebat itu benar2 sangat mengejutkan hati si Dewi baja
ungu !
Benar2 diluar dugaannya, ia mengira bahwa dengan kepandaian
yang lumayan Kiu Hwa Sam Cu meski tidak dapat mengalahkan Kie Thian28
Tai Seng, tapi dengan kekuatan bergabung, Kie Thian Tai Seng tentu
tidak akan menarik banyak keuntungan. Maka demi mendengar sinenek
berkata semuanya sudah pada mati, ia tak tahu siapa lagi yang lain itu?
Cahaya Perak Bukit Timur Karya Kwee Oen Keng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sinenek memandang wajah Cie Ie Sian-kauw dengan muram.
"Yang mendapat celaka bukan saja Kiu Hwa Sam Cu bertiga, tapi
juga Siauw-lim Beng Ceng Taisu, Kun-Lun Pek Beng Yam, mereka telah
menemui ajaInya ! Lu-Tong Cie Yang Totiang menghilang tak tahu
kemana perginya ? Aaah, benar2 merupakan malapetaka !"
Maka iapun segera menceritakan pengalaman yang baru ia alami,
dan kecurigaannya terhadap diri Kam Lee.
Jika Kie Thian Tai Seng adalah Kam Lee, bukan saja kepandaiannya
tidak mirip lagipula ia tak nanti berani menurunkan tangan jahatnya
terhadap gurunya sendiri. Dan siapa pemuda itu tadi !
Aku seperti pernah melihatnya !"
Cie Ie Siam-kauw mendengar ceritera orang dengan penuh
perhatian, dan tatkala ia mendengar Tiat Kuy Lolo mengatakan bahwa
bayangan merah itu memanggilnya Tuan penolong maka ia pun bertanya
: "Coba Locian-pwee ingat2, apa ada hubungannya dengan dia itu ?"
Tidak ada!" sahut sinenek seraya menggeleng2kan kepalanya
Cie Ie Sian-kauw mengerutkan alisnya.
Soal ini sekarang sulit diterangkan. Bagaimana menurut pandangan
Lolo sekarang?"
Setelah berpikir sebentar, sinenek menyahut :
"Sekarang tokoh2 partai telah celaka, kecuali aku sinenek seorang
yang tidak di-apa2kan.
Menurut pikiranku, jangan2 dia sengaja berbuat demikian untuk
menyuruh aku mengabarkan kejadian ini kepada semua partai yang
bersangkutan. Rupanya ia sudah mempunyai rencana terlebih dahulu
terhadap diriku."
Cie Ie Sian-kauw diam saja, selagi ia hendak mengajak putrinya
untuk berlaIu atau tiba2 terdengar suara orang berkata dingin:
"Penolong budiman, mengapa kau berkata demikian ?"
Suara ini datangnya dari dalam hutan, belum juga suara itu lenyap,
atau Cie Ie Sian-kauw sudah berlari memburu. Sinonapun ikut mengejar
dibelakangnya.
Tiat Kuy Lolo berdiri menjublak karna kagetnya. Kie Thian Tai Seng
masih berada disekitarnya! Demi melihat mereka loncat mengejar, iapun
memburu kearah dari mana suara itu datang !
Walaupun gerakan mereka cepat laksana kilat, namun setibanya
dalam hutan, mereka menubruk tempat kosong.
Cie Ie Sian-kauw memutar2kan biji matanya, dan berseru : Huy-jie,
lekas kau ikut aku kegunung Kiu Hwa San!"
Kemudian ia berpaling kepada sinenek: "Bila Lo-cianpwee tiada
mempunyai urusan penting sebaiknya ikut kami juga!"
"Walaupun aku sinenek tiada berguna, tapi akupun ingin
menyaksikan kalian dapat membunuh Kie Thian Tai Seng yang sangat
kejam itu!"29
"Lo-cianpwee, janganlah merendahkan diri ! Mari kita pergi
sekarang!"
Tanpa ayal mereka ber-lari2 mendaki gunung.
Tiat Kuy Lolo mengetahui bahwa keadaan sangat mendesak sekali.
Nampaknya Cie le Siankauw percaya bahwa orang yang berseru itu
adalah Kie Thian Tai Seng !
Mereka adalah orang2 yang berilmu diantaranya Cie Ie Sian
kauwlah yang berkepandaian paling tinggi, maka tatkala ia sudah tiba
dipuncak, Huy-jie dan Tiat Kuy Lolo baru sampai dliereng gunung.
Huy-jie belum pernah datang ke See Thian Bok San, tak tahu
dimana kuil Kiu Hwa Sie itu, maka ia senantiasa mengikuti sinenek.
Sementara itu Sang Batara Surya sudah memancarkan sinarnya
diatas kepaia. Tiat Kuy Lolo dengan diikuti Huy-jie tiba didepan kuil Kiu
Hwa Sie.
Cie le Sian-kauw tidak kelihatan, maka dengan kaget sinenek
menoIeh kepada Huy-jie:
"Siauw Kauwnio, kemana ibumu?"
Sinona dengan penuh keyakinan berkata :
"Tak apa2, Locianpwee. Kau antara aku masuk kedalam kuil untuk
melihat2!"
Se-konyong2 mereka mendengar pula suara tertawa dingin! Sinona
berteriak gusar dan lompat menyerang !
Walaupun Huy-jie masih sangat muda, namun kepandaiannya
sudah dapat tergolong tinggi.
Gerakannya sangat Iincah dan cepat, namun ia menubruk tempat kosong.
Sinona terkejut ! Ia sadar bahwa hari ini ia sedang menghadapi
seorang yang sangat pandai, maka dengan pedang terhunus ia
membentak :
"Siapa kau yang kasak-kusuk itu, hayo lekas keluar!"
Teguran sinona itu mendapat jawaban: "Hm, besar benar mulutmu!
Suara itu kini datang dari belakang sinenek !
Tiat Kuy Lolo terkejut. Disiang hari bolong seperti ini, ia ternyata
sama sekali tidak mengetahui cara bagaimana orang itu bisa berada
dibelakang dirinya. Benar2 tak dapat ia bayangkan.
Sinona pun heran bukan kepalang. Tanpa ayal ia menubruk lagi.
Tepat pada saat itu sesosok bayangan merah dengan jelas
berkelebat dibawah penerangan sinar matahari, dan kemudian lenyap
pula !
Sinenek yang menyaksikan sendiri, cepat2 memburu, dengan
tongkatnya ia menyabat bertubi-tubi.
Bayangan itu sekali berkelebat, memperdengarkan suara
tertawanya yang panjang nyaring. Kedengarannya laksana guntur!
Tongkat sinenek mengenai tempat kosong, kembali ia meloncat
mengejar, tapi bayangan itu sudah lenyap pula.
Gerakan musuh benar2 menakjubkan. Sinenek meradak, hampir2
mencurigai bahwa ia sedang bermimpi di siang bari bolong!30
Namun, ia berani pastikan bahwa jelas itu adalah manusia!
Meskipun ia tidak dapat melihat jelas wajah orang, tapi ia tidak ragu2 atas
kebenaran penglihatannya.
Dia berdiri sambil memandang kesekeliling tempat sementara itu
sinona sudah memburu datang.
"Tiat Kuy Thanpwee, apa kau melihat orang itu?"
Sinenek meng-geleng2kan kepalanya.
"Tidak. Tapi rasanya ia belum pergi jauh!"
"Hm, aku tak percaya ia bisa ilmu siluman!" berseru sinona
penasaran.
Tatkala sigadis mengawasi keadaan disekitarnya, tampak sebuah
jalanan kecil tidak jauh didepan.
"Tiat Kuy cianpwee, mari kita kejar dia!"
Maka iapun lantas berlari mendahului!
Tiat Kuy Lolo khawatir sigadis akan mendapat kecelakaan. maka
buru2 ia mengejar dari belakang.
Mereka tiba pada sebuah hutan, tapi kembali mereka menemui
tempat kosong.
Huy-jie berhenti, ia menoleh sambil menggeleng2kan kepatanya:
"Tak mungkin ia lari kesini, mari kita kembali saja!"
Sinenek yang lebih berpengalaman, mengadakan pemeriksaan
ditempat itu. Tiba2 ia berseru : "Huy Kauwnio, coba kau lihat apa ini?"
Huy-jie buru2 menghampiri. Pada saat itu juga wajahnya berubah
pucat ! Diatas rumput tampak sobekan kain ungu, ternyata adalah
sobekan baju ibunya. Apakah yang telah terjadi?"
Tiat Kuy Lolo mengadakan penyelidikan. Tampak olehnya telapak
kaki diatas tanah yang kacau-balau, kemudian telapak2 itu menuju lurus
kedepan.
Ia mendongak memandang tampak tidak jauh dari mereka sebuah
tanah lapang. Ia menarik badan Huy-jie dan berkata :
Mari kita lihat kesana!"
Sinona mengetahui dirinya sedang menghadapi bahaya, maka sifat
angkuhnya mulai hilang, dan tidak ragu2 lagi mengikuti sinenek.
Tanah didaerah ini sangat tidak rata, mereka berjalan tak seberapa
jauh, jalanan menjadi buntu.
Sinenek terdiam.
?Mengapa tidak ada jalan lain ? Kemana pergi Sian le Sian-kauw?"
Huy-jie melepaskan pandangannya, tampak tanah lapang itu
terbatas oleh sebuah jurang dalam.
Jurang ini seluas 20 tombak lebih, dasarnya tertutup oleh kabut
tebal, Meski orang yang berkepandaian bagaimana tinggipun sukar
rasanya untuk dapat melalui.
Mereka saling berpandangan dengan hati bimbang.
Sinona bertanya dengan cemas :
Tiat Kuy Cianpwee, bagaimana kita bisa melalui ?"
Selagi sinenek melepas pandangannya, tiba2 dari jauh bergerak
sesosok bayangan.31
Coba kau lihat siapa itu ?"
Huy-jie mengalihkan pandangannya kearah dimana sinenek
menunjuk. Benar saja dikejauhan tampak seorang sedang berjalan
mendatangi dengan perlahan2.
Karena jaraknya agak jauh, maka meski mata mereka bagaimana
jelipun, sukar untuk dapat melihat dengan tegas. Dalam keadaan gugup
Huy-jie tiba2 menjerit :
Jilid 2
"Ibu ! Huy-jie disini !"
Sebenarnya sinona tidak mengetahui bahwa orang itu adalah
ibunya, cuma karena ia dalam keadaan bingung maka tak terasa sudah
terlepasan mulut. Terdengarlah suara berkumandang bersahutan, sedang
orang itu tetap berjalan sambil menundukkan kepalanya.
Huy-jie semakin bingung, berulang2 ia memanggil2, dan setelah
agak dekat, orang itu tiba2 mendongak dan berseru:
"Apakau Huy-jie?"
"Betul! Huy-jie berada disini !" sahut sinona kegirangan.
Orang itupun mempercepat langkahnya seetlah tiba ditepi jurang,
jelaslah bahwa orang itu adalah .Cie Sian-kauw !
Kini mereka saling berpandang2an, Tiat Kuy Lolo bersama sinona
dengan terperanjat melihat bahwa ujung baju Cie Ie Sian-kauw telah
tersobek sepotong. Dalam hati mereka timbul alamat buruk !
Cie le Sian-kauw dengan wajah pucat pias melambai2kan
tangannya memanggil:
"Tiat Kuy cianpwee, harap lekas kemari bersama Huy-jie!"
Ketika mereka menoleh, tampak tidak jauh sebuah tangga batu
mebujur lurus dari dalam jurang, Tapi ditengah2nya putus. Sepuluh
tombak panjangnya, cukup untuk mereka loncat keseberang.
Cie Ie Sian-kauw menanti mereka melompat datang, kemudian
menyongsong sambil berkata: "Huy-jie, kau jangan menanyakan apa2
lagi! Mari kita pulang dari sini !"
Ini sungguh mengejutkan!
Air muka ketiga orang ini masing2 menunjukkan perasaan yang
ber-beda2. Sementara itu dari arah lain tampak berjalan seorang pemuda
baju kuning dengan pelahan2.
Pada pundak pemuda itu tergantung sebuah busur besi, dan pada
punggungnya tersisip sebilah pedang. Air mukanya dingin tidak
berperasaan, berjalan tak seberapa jauh, tiba2 ia menengadah keatas
langit.
"Dengan perbuatanku ini, kiranya dapat membalas budi ibuku yang32
telah mendidik membesarkan diriku. Ha-ha-ha!"
Dia berkata seorang diri, dan tiba2 menggeleng2 kepalanya:
"Tidak. tidak ! Tidak ! Aku harus menuruti pesan ibu untuk
membunuh semua orang laki2 dikolong langit ini!"
Cahaya Perak Bukit Timur Karya Kwee Oen Keng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan tampak pada ujung bibirnya tersungging senyuman dingin,
dan kembali ia berjalan menyusuri lereng gunung dengan tindakan
perlahan2.
Tiat Kuy Lolo betdebar-debar hatinya. Air muka Cie le Sian-kauw
suram, dan pada sudut matanya tampak bekas air mata. "Apa kau
ketemu Kie Thian Tai Seng ? sinenek berbisik.
Cie Sian-kauw tidak menjawab, tapi pelaban2 ia mengulurkan
tangannya dan menjawab:
"Dengan sebelah tanatin aku tidak dapat mengalahkan dia, lima
tahun kemudian, aku akan lawan dia dengan dua belah tanganku ni !"
Kata2nya hampir diucapkan sepatah, demi sepatah, tapi seolah2
mengandung kedukaan. Huy-jie dengan cemas mencekal kedua tangan
ibunya:
"Ibu, apa kau dikalahkan Kie Thian Tai Seng?
Bagaimanapun sinona sukar percaya bahwa ibunya bisa dikalahkan
Kie Thian Tai Seng,
Sambil mengelus2 pundak putrinya, Cie Ie Sian Kauw berbisik:
"Anak, kita harus pulang. Lima tahun kelak, ibumu akan
mengajakmu kembali ke Tianggoan !"
Suaranya kaku, dia berdiam sebentar lalu menoleh pada sinenek:
Khauw Lo-cianpwce, saat ini aku hanya bisa berkata bahwa
kepandaian Kie Thian Tai Seng tiada tara tingginya, dan kau tak usah
pergi mengabarkan kepada partai2 yang bersangkutan !"
Kemudian ia meng-angguk2kan kepalanya, menggandeng tangan
Huy-jie untuk diajak berlalu.
Tiat Kuy Lolo berdiri terpaku. Tapi tiba2 ia menyelat menghadang
dan beseru :
"Apa kau betul telah bertanding dengan Kie Thian Tai Seng. ?"
Cie le Sian-kauw tidak menyahuti, ia hanya melontarkan pandangan
matanya yang suram, kemudian bersama putrinya berlalu pergi.
Hal ini benar diluar dugaan sinenek. Mula2 Cie le Sian-kauw begitu
sangat menghormatinya, tapi sekarang tiba2 sikapnya dingin. Jangan2
telah mengalami suatu perubahan besar?
Sinenek yang semalaman suntuk tidak bisa mengasoh, semula tidak
merasakan apa2, tapi kini melihat perubahan sikap Cie Ie Sian-kauw yang
sangat mendadak itu, dan mereka telah pergi meninggalkan dirinya
seorang diri, maka dalam hatinya timbul perasaan hampa. Ia tak dapat
pula menutupi segala perasaan capainya yang menyerang hatinya.
Walaupun saat itu disiang hari, tapi suasana disekitarnya sangat33
sunyi sepi.
Selagi sinenek berdiri bengong, sekonyong2 terdengar suara bunyi
kecapi yang merdu mengalun dari tempat jauh. Suaranya tenang merayu,
seolah-olah lagu dari surga.
Sementara itu Cie Ie Sian-kauw dan putrinya yang sudah pergi
jauh, demi mendengar bunyi tetabuhan itu, tiba2 berhenti. Mereka
mengalihkan kaki kearah datangnya suara itu.
Tiat Kuy Lolo yang menyusul, lantas melihat tidak jauh ditepi sungai
berduduk sipemuda baju kuning.
Tampak pemuda baju kuning itu sedang asyik duduk menggesek
pedangnya dengan busurnya, sedang suara merdu itu datangnya justru
dari gentaran batang pedang tersebut.
Pemuda itu berusia kira2 20 tahun, wajahnya tampan sekali. Sambil
menundukkan kepalanya ia mempermainkan "musik"nya. Tatkala busur
besinya mengesek batang pedang itu, maka timbulah suara yang
kedengarannya merdu seperti kecapi.
Ia sedang tenggelam dalam irama, maka kedatangan mereka
bertiga, se-olah2 ia tidak melihatnya.
Sinenek yang menyaksikan. diam2 terperanjat ! Pikirnya mana ada
cara menggesek tatabuhan seperti dia ini? Aneh, pemuda ini benar2
aneh, tak tahu dari golongan mana asalnya?
Coba lihat, bukankah dia itu sipemuda baju kuning?" berkata Huy
jie perlahan.
Mendengar itu sikap Cie le Sian-kauw tidak berubah, tapi sinenek
terkejut.
Pemuda ini mempermainkan musiknya dengan menundukkan
kepalanya, sedang kedua kakinya yang tidak bersepatu dicelupkan
kedalam air. Senantiasa bergoyang-goyang menuruti irama musiknya,
sikapnya itu bagaikan seorang anak kecil. Tapi pada ketika itu
perasaannya sedang tenggelam dalam pelukan keindahan alam semesta.
Se-konyong2 suara yang merdu merayu itu berubah menjadi
sangat sedih penuh kedukaan.
Suara itu mengalun penuh kedukaan bagaikan seorang perempuan
yang meratap, mengeluh stapa yang telah menghancurkan taman
halamannya? Siapa yang membunuh suaminya? Siapa yang menculik
anak2nya ? Suaranya semakin meratap menyedihkan, membuat mereka
bertiga hampir2 mengucurkan air mata.
Selagi mereka terpesona, tiba2 bunyi2an itu berhenti, dan sipemda
baju kuning itu mengelah napas sambil menengadah : "Aaah! . . ."
Cie le Siau Katiw mene-geleng2kan kepalanya dan berkata kepada
temannya: "Mari kita pergi!"
Tapi sungguh aneh, pamuda baju kuning itu se-olah2 mempunjai
daya tarik yang maha besar ! Tiat Kuy Lolo dan Huy-jie seperti tidak
mendengar ajakan Cie Ie Sian-kauw itu! Mereka berdiri terpaku bagaikan34
orang yang kehilangan ingatan.
Sipemuda pelahan2 masukkan pedangnya kedalam sarungnya dan
menggantungkan busur besinya pada pundaknya, dan mengguman
seorang diri :
"Aku pun harus pergi juga! Aaah, dunia yang luas ini tak tahu aku
harus menginap dimana malam ini?"
Kata2nya ini seperti ditujukan kepada orang lain, tapi seperti juga
terhadap diri sendiri. Tak perduli ia berkata untuk orang lain maupun
untuk diri sendiri tapi melihat sikapnya itu, siang2 telah melenyapkan
seluruh kecurigaan hati sinona.
Pemuda ini pun sangat aneh. Ia hendak berlalu pergi.
--------------------
TONG NIA GIN HOEY. (2)
?V?
Cie Te Sian-kauw melihat pemuda baju kuning itu bangun, menjadi
kuaatir : "Mari kita pergi sekarang !" ujarnya.
Tiat Kuy Lolo dan Huy-jie penuh diliputi rasa keheranan, maka
tatkala pemuda itu hendak berlalu, mereka pun segera saling
berpandangan. Kemudian mereka bertiga pergi menyusuri kali kecil itu.
Setibanya ditempat jauh, Huy jie tak tahan lagi.
"Ibu, apa kau telah mengetahui asal-usul orang itu?"
Wajah Cie Ie Sian-kauw sangat suram, ia menarik napas panjang2
tidak menjawab.
Sinenek yang berpengalaman, segera dapat menduga separoh.
Hatinya belpikir bahwa potongan badan orang itu sangat tidak asing,
baginya! Tapi ia tidak mengutarakan pendapatnya itu, demi mendengar
pertanyaan yang diajukan Huy-jie, maka ia menyela:
"Pemuda itu sangat mengherankan."
Huy-Jie berpaling.
Sinenek pura-pura mengelah napas.
Dari semalam aku senantiasa diperolok2kan Kie Thian-Tai Seng,
orane ini masih begitu muda, dan seorang diri datang ketempat sepi nan
tiada orang ini. Apa kau kira Kie Thian Tai Seng hanya memusuhi kita dan
tidak mengganggu dia itu ?"
Sinenek jelas hendak mengutarakan kecurigaannya terhadap
pemuda baju kuning itu dan diam2 telah membongkar isi hati Cie le Sian-35
kauw, tapi sayang siaona tidak mengetahui maksud yang dikandung
orang.
"Hal ini tidak mengherankan!"
"Apa? Tidak mengherankan?" bertanya sinenek tertawa. Menurut
pendapatku, pemuda ini tentu bukan baru datang pagi ini, jika benar ia
sudah datang sejak semalam, maka aku sangat mengkuatirkan bahwa ia
mempunyai hubungan erat dengan Kie Thian Tai Seng itu!'
Jelaslah bahwa kata2nya itu diucapkan untuk memperkuat
dugaanya ! Hari sinona terkejut, tapi bagaimanapun ia tidak mau
menpercauai.
"Wajah orang ini sangat pengasih alim, mana bisa disamakan
dengan momok Kie Thian Tai Seng yang sangat kejam ! Tiat Kuy
Cianpwee, bukankah mula2 kau orang tua mengatakan bahwa orang she
Kam itu mungkin penjelmaanya manusia momok itu ?
Sinenek tertawa getir.
"Huy kauwnio, walaupun kepandaianmuu sangat tinggi, tapi kau
masih sangat muda. bukan aku sinenek jual laga, tapi aku lihat asal usul
pemuda itu tidak jelas, jika kau tidak percaya boleh kita buktikan kelak !"
Huy-jie bermesem
"Tentu saja, akupun sangat mencurigainya karena kita kan belum
kenal dengan dia?"
Tiat Kuy Lolo tidak ingin membantabh lagi, ia dapat mengetahui
berapa dalam kepandaian pemuda she Kam itu, karena mereka sudah
pernah saling bergebrak.
Tapi pemuda baju kuning ini lain lagi halnya, perawakanya mirip
benar dengan bayangan merah itu ! Hanya dengan menyaksikan
kepandain menggesek pedang dengan busurnya itu, sudah cukup jelas
bahwa pada masa ini yang memiliki kepandaian semacam dia rasanya
tidak seberapa orang. Lagipula ia menampakkan dirinya tatkala Kie Thian
Tai Seng sedang sebentar menyusul sebentar sembunyi, maka hal2
mencurigakan tentu lebih banyak dibanding dengan Kam Lee itu.
Suasana kembali tenang, mereka bertiga berjalan tanpa bicara.
Mendadak saja Hui-jie menjerit:
""Coba lihat apakah itu ?"
Semua orang mengarahkan pandangannya ketempat yang ditunjuk
sinona, dan tampak dipinggir jalan sebuah huruf "Jin" atau "Orang" yang
sangat besar dan dipinggir huruf ini tergores pula tulisan "Kie Thian Tai
Seng !"
Tiat Kuy Lolo menggerutu :" Orang? Orang? Apa gerangan artinya
?"
Cie le Sian-kauw membelalakan matanya:
"Soal ini benar pelik. Mari kita jalan lagi untuk memeriksa!"
Berjalan tak seberapa jauh, tiba2 ia berhenti dan berseru :" Lie Jin
!? Berarti orang perempuan,36
Tiat Kuy-jie cepat2 menyusul. Sinona dengan penuh keheran2an
bertanya :
Orang perempuan? Hm, apa yang ia mau?"
Benar2 aneh, mungkinkah ia mempunyai hubungan dengan kaum
wanita kita ?" setelah berhenti sebentar lalu Cie le Sian-kauw berkata
pula ." Jangan2 masih ada huruf lain !"
Kata2nya ini seolah ditujukan kepada dirinya sendiri, maka iapun
segera berjalan pula.
Tiat Kuy Loto dan sinona mengikut dibelakang.
Jalan lagi tidak jauh, betul saja dipinggir jalan kembali tampak
sebuah huruf "Sat" atau "Bunuh !" Bila ketiga huruf itu dirangkaikan
menjadi ?Membunuh kaum wanita!"
Mereka bertiga terkejut semuanya! Mereka adalah orang2 wanita.
"Membunuh kaum wanita? Hm, mengapa dia tidak menurunkan
tangan terhadap kita?" dengan penuh kemendongkolan Cie le Sian- kauw
mencaci.
Sinenek pun ikut murka.
"Benar! Jika ia hendak membunuh kaum wanita, mengapa tidak
Cahaya Perak Bukit Timur Karya Kwee Oen Keng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera menurunkan tangan jahatnya kepada kita?"
Tapi tiba2 sinenek teringat akan kejadian2 yang pernah ia alami itu,
, ternyata semua jaug dijadikan korban adalah orang2 lelaki, maka kini
tatkala melihat kata2 "membunuh kaum wanita" bukankah itu berarti
sangat bertentangan dengan apa yang pernah ia saksikan.
Sinona mohon penjelasan: "Kaum wanita macam apa yang harus
dibunuh?"
Hati mereka penuh diliputi pertanyaan yang, sukar dijawab! Bila Kie
Thian Tan Seng hendak membunuh kaum wanita, tapi mengapa yang
dijadikan korban kesemuanya adalah kaum pria? Itu tidak betul!
"Benar2 soal ini sangat pelik," mendumal sinenek, "Aaah, jangan2
ia sudah mengubah tujuannya, dan saat ini, sedang mengancam jiwa kita
bertiga?"
"Coba kita periksa lagi !"Cie Ie Sian-kauw mengusulkan.
Merekapun berjalan terus, kira2 lewat 30 tombak jauhnya, Cie Ie
Sian-kauw menghentikan langkahnya.
Hampir berbareng mereka melihat pula satu huruf "Put" atau "Tidak."
Hati mereka menjadi lega. Apabila keempat hurur itu dirangkaikan,
maka berarti "Put Sat Lie Jin" atau Tidak membunuh kaum wanita"
"Syukur, syukur," berkata nenek, "Pantas semalam semua tokoh2
telah dicelakai, hanya aku sinenek seorang yang luput, kiranya dia sangat
menjungjung tinggi martabat kaum wanita?"
Tapi Cie le Sian-kauw sebaliknya mendesis. Hm, biarpun ia berbuat
demikian, tapi terhadap sakit hatiku ini, lima tahun kemudian aku akan
mengadakan perhitungan !"37
Tait Kuy Lolo dan Huy-jie terkejut, sedang Huy-jie sudah bertanya :
"lbu, apa kau benar telah bertarung dengan Momok itu?"
Sang ibu tidak menyahuti, wajahnya berubah suram. Pikirannya
balik, kepada pemuda aneh baju merah yang berkepandaian sangat tinggi
itu. Bukan saja permainan pedangnya lihay dan dahsyat membahayakan,
lagi pula orangnya aneh sekali ! Mengapa ia tidak mau mencelakai kaum
wanita ?
Melihat ibunya tidak menghiraukan pertanyaannya, sigadis maklum
bahwa ibunya tentu telah dipecundangi !
Tapi, Hay-jie mengetahui benar bahwa kepandaian ibunya sangat
tinggi dan jarang tandingannya ! Maka bila benar2 ibunya telah
dikalahkan oleh Kie Thian Tai Seng, maka dikolong langit ini jangan harap
ada orang lain yang bisa menandingi momok itu. Berpikir demikian, maka
insyaflah dia bahwa kejadian itu sangat besar akibatnya ! Hatinya
menggigil dingin.
Tiat Kuy Lolo melihat air muka ibu dan anak berubah pucat.
Maklumlah ia bahwa bukan bukan saja Cie le Sian-kauw sudah bertemu
dengan Kie Thian Tai Seng, malahan mungkin sudah bertanding
dengannya.
lapun mengetahui kepandan Cie le Sian-kauw yang tinggi tiada
lawannya, tapi kini ternyata ia sendiri tidak bisa merobohkan Kie Thian
Tai Sang, maka meski kerahkan seluruh orang2 pandai, nampaknya tiada
berfaedah sama sekali.
Sinenek putus asa, keberaniannya luntur. Timbullah pula
keinginannya untuk mengundurkan diri dari dunia Kangouw.
Sang waktu berjalan terus seperti sediakada, Cie le Sian-kauw
menengadah memandang Sang Surya yang bertanding diatas kepalanya.
Tiat Kuy Cianpwee, maafkan kami tidak bisa menemani kau pula,
semoga kiranya lima tahun kemudian kita bertemu lagi !"
Maka iapun segera berlalu bersama putrinya, dan sekejap saja
sudah lenyap ditelan pepohonan.
*
* *
Tiat Kuy Lolo dengan perasaan sangat berat berjalan menuruni
gunung.
Hatinya sangat risau, pikirannya ruwet penuh pertanyaan2. tapi
disaat itu, mana mungkin ia bisa mengatasinya?
Semula ia mengambil keputusan untuk pulang kegunung Hwa San,
untuk kemudian tidak mencampuri pula segala kejadian2 di Kangouw.
Taim kemudian teringat akan kematian Beng Ceng Taisu dan lain2nya38
yang sangat menyedihkan, bila ia tidak memberikan kabar kepada pihak2
yang bersangkutan, maka bukkankah mereka akan tinggal gelap?
Akhirnya ia ambil keputusan untuk menyampaikan berita ke Siauw-Lim
Sie !
Setelah keputusan, hatinya menjadi ringan. Ia berjalan lewat I lie.
Tiba2 terdengar kembali suara kecapi dari belakang.
Tiat Kuy Lolo menghentikan langkahnya.
"Hm, dia sudah mengejar pula!"
Saat ini, Tiat Kuy Lolo ibarat sebuah sampan yang terumbang-abing
diatas laut yang bebas. Semula ia mencurigai Kam Lee, tapi setelah
bertemu dengan si pemuda baju kuning, maka kecurigaannya lambat laun
berkurang dan lenyap dari pikiranya.
Suara kecapi itu makin dekat kedengarannya. Tak tahan lagi ia
menoleh kebelakang. Betul saja tampak si pemuda baju kuning dengan
menggantungkan busur besi diatas pundaknya, tangan kirinya menyekal
punggung busur, dengan tangan kanannya mementil2 tali busurnya, yang
memperdengarkan irama yang merdu.
Sementara itu pemuda tersebut sudah datang mendekati. Begitu
melihat si nenek berdiri terpaku ditengah2 jalan, maka iapun memberi
hormat : "Popo, apa kau sedang menikmati keindahan alam?"
Suara lagu itu pun ikut berhenti bersama dengan pertanyaannya
itu.
"Hm, hm! Kau benar pandai bersandiwara!' dalam hati sinenek
berkata.
Entah mengapa walaupun hati sinenek membenci pemuda ini, tapi
tatkalt ia melontarkan pandangannya, hatinya menjadi lemah.
Pemuda baju kuning ini bukan sajs brrwajah tampan, lagi pula air
mukanya bersinar terang.Berbeda sekali dengan Kam Lee.
"Aku sinenek yang sudah tua mana ada kesenangan untuk.. .. "
la rasakan mulutnya seperti tersumbat sukar untuk bicara lebih
lanjut.
"Apa Popo sedang menghadapi kesulitan,?" bertanya pula pemuda
itu sambil tersenyum.
Sebenarnya sinenek berniat akan menuturkan segala
pengalamannya, tapi segera ia urungkan maksudnya, bila ia ingat bahwa
sipemuda mungkin adalah Kie Thian Tai Seng ! Potongan badannya mirip
benar dengan baju merah itu, terpaksa ia menyahuti juga demi tata
kesopanan.
"Hal ini sungguh sulit dijelaskan, saudara muda. Apa kau
mempunyai suatu keperluan maka seorang diri datang ketempat sunyi
ini?"
Pemuda baju kuning itu tenang2 saja.
"Terhindar dari malapetaka, kelak tentu akan memperoleh banyak39
rejeki. Popo, aku kini bagaikan orang yang bangkit kembali dari
kematian.
Kata2nya ini laksana pisau tajam yang menusuk hati. Tiat Kuy Lolo
terperanjat ! Sekejap saja, kembali pula kesikap semula yang penuh
diliputi kecurigaan, tapi dasar ia sangat berpengalaman, maka
kesangsiannya ini tidak diperlihatkan.
"Saudara muda, apakah maksud ucapanmu itu ?"
Tapi diam2 ia bersikap siap siaga.
Pemuda itu melirik kepada sinenek, dan bersikap seperti tidak
memperhatikan perubahan muka orang.
"Apa Popo datang untuk menengoki Kin Hwa San Cu ? Aaah, tak
dinyana mereka telah mati dengan tidak diketahui jelas sebab2nya !"
Sienek tak bisa menahan dirinya pula, la melangkah maju.
Hm, hm, siapa kau ini ? Bagaimana kau bisa mengetahui peristiwa
Kiu Hwa Sie dengan begitu jelas ?"
Pemuda baju kuning itu melihat sinenek sudah mulai naik pitam,
lantas tersenyum.
"Tak perlu aku merahasiakan lagi, akupun merupakan ikan yang
lolos dari jala!"
Kata2nya ini terang2 menyindir sinenek! Sinenek ber-teriak dengan
nyaring. Terdengar suara desiran angin keras, sinenek menghantam
dengan tongkatnya!
--------------------
,VI,
PEMUDA BAJU KUNING
Pemuda baju kuning itu cepat2 berkelit.
"Popo jangan kau terburu napsu, aku hendak mengatakan sesuatu!"
serunya nyaring.
Sinenek mana mau mengerti ? Ia memukul pula dengan tongkatnya
!
Pemuda itu ternyata sangat gesit seperti kera, walaupun sinenek
berturut-turut menyerang dengan hebat, tapi ternyata baju orang pun tak
berhasil ia menyentuhnya.
Kecurigaan hati sinenek semakin bertambah, karena menyaksikan
kepandaian sianak muda itu yang sangat tinggi. la sudah memastikan kini
bahwa pemuda baju kuning ini tak bisa diragu2kan lagi adalah . . . . Kie
Thian Tai Seng !40
Sinenek menyerang bagaikan gila !
Mula2 si pemuda tidak ingin membalas, tapi demi melihat serangan
sinenek yang terus-menerus dan berbahaya, hatinya menjadi gusar.
Pikirnya bila dia bukannya itu orang yang pernah menolong jiwa ibunya,
hm, jangan harap bisa hidup sampai hari ini !
Tiba2 ia menyampok tongkat sinenek dengan busurnya, dan....
?Trang !"
Meski senjata tongkat lebih berat, tapi tak urung sinenek terhuyung
mundur satu langkah.
Setelah berdiri tenang kembali, sinenek berteriak murka:
"Mengapa kau tidak membunuh aku?"
Air muka pemuda itu sedikit berubah.
"Hm, Popo sudah tua, tapi napsu masih besar?"
Dalam dua hari ini berturut sinenek telah dipermainkan orang,
kejadian ini belum pernah ia alami seumur hidupnya. Hatinya mendongkol
sekali, dengan murka ia menyemprot:
"Hm, kalau kau hendak membasmi seluruh orang2 pandai,
mengapa sebaiknya tidak membunuh juga kaum wanita?"
Ucapan ini se-olah2 ditujukan kepada Kie Thian Tai Seng yang
menjelma sebagai pemuda baju kuning!
Air muka pemuda itu tiba2 tertutup oleh awan suram, tapi sekejap
kemudian, kembali pula ia bersikap tenang, Dengan dingin ia menyahut:
"Kiu Hwa Sam Cu adalah guruku, kini semuanya telah dimusnahkan
musuh. Kedugaan hati boanpwee bagaikan lautan dalamnya."
Tiat Kuy Lolo terkejut, matanya membelalak besar.
"Aneh, benar2 aneh? Kiranya dia murid Kiu Hwa Sam Cu, pantas
tadi ia mempermainkan musiknya dengan irama yang penuh kedukaan"
Tiat Kuy Lolo agak ragu2. Duapuluh tahun sudah ia tidak
berhubungan dengan Kiu Hwa Sam Cu, Kiu Haat Sam Cu kini telah
binasa. Sulit untuk mengetahui apakah pemuda itu tidak berdusta. Tapi
kalau melihat kelakuannya, membikin sinenek percaya. Maka dengan
demikian Kie Thian Tai Teng tentulah Kam Lee !
Sinenek berdiri terpaku.
Kembali terdengar pemuda itu berkata pula:
"Boanpwee baru pulang dari rantau, tapi ternyata suhu dan
saudara2 telah dibunuh musuh. Walaupun Boanpwee bukan tandingan
Cahaya Perak Bukit Timur Karya Kwee Oen Keng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
musuh itu, tapi meski tubuh hancur luluh, Boanpwee akan menuntut
balas !"
Sumpah pemuda itu tegas sekali !
"Kini Hwa Sam Sie telah tertimpa malapetaka dan hanya kau
seorang yang berhasil meluputkan diri, entah apa yang hendak kau
perbuat sekarang?" bertanya sinenek
"Boanpwee mohon petunjuk Popo !" jawab sipemuda41
Sinenek mengelah napas. Pikirannya kacau. Sebetulnya ia menaruh
curiga terhadap sianak muda. tapi kini keadaannya benar2 diluar dugaan.
Setelah berpikir sebentar, achirnya ia menyahut juga:
"Hatiku sendiri masih ruwet, tak dapat memberikan pendapat apa2
kepadamu, sebaiknya kau sendiri yang bertindak !"
Sehabis berkata, iapun berlalu. Pemuda baju kuning memandang
punggung sinenek lalu menarik napas panjang dan menggumam seorang
diri.:
"Aaah! Aku mati tak menjadi soal, tapi aku khawatir kelak seluruh
kangouw menjadi dunia kaum wanita !"
Kata2nya seperti mengandung arti yang sangat dalam dan betul
saja, sinenek yang baru melangkah beberapa tindak, tiba2 berhenti.
"Kie Thian Tai Seng sangat kejam, walaupun ia berkata "Tidak
membunuh kaum wanita", tapi aku ingin lihat apa dia bisa
mempertahankan kata2nya itu ?"
"Tentu ia akan mempertahankannya, jika tidak, maka ia bukannya
Kie Thian Tai Seng lagi!?
"Apa dia katakan ini kepadamu ?"
Pemuda itu menggeleng2kan kepalanya :
"Jikalau Boanpwee bertemu dengan dia. niscaya tidak bisa bicara
dengan popo lagi. Kata2nya ini aku dengar dari mulut seorang cianpwee!"
"Siapa dia, lekas kau beritahu!"
"Dikolong langit ini, Kie Thian Tai Seng takut hanya takut terhadap
seorang, apa cianpwee tidak tahu?"
Sinenek mencoba mengingat2, tapi biar bagaimanapun tak tahu
siapa gerangan orang yang dimaksud itu ? Maka akhirnya iapun berkata:
Sudah lama aku tidak mencampuri urusan Kangouw, maka sebaiknya kau
memberitahukannya,"
"Orang yang Boanpwee maksudkan bukan lain ialah Cui Hong Kiam
Kek atau Pendekar Pedang Pengejar angin Yap Siong Lak, majikan dusun
Yap Ke-po. Dewasa ini hanya tinggal dia seoranglah yang bisa menandingi
Kie thian Tai Seng Dan Boanpwee pun sekarang hendak pergi
mencarinya."
"Oh!" Bagaikan seorang yang baru sadar dari lamunannya, sinenek
mengetuk kepalanya, Mengapa aku begini goblok, sampai2 orang ini tidak
kuingat??
--------------------
PERTEMPURAN KIE THIAN TAI SENG.42
30 tahun yang lalu, Kie Thian Tai Seng malang melintang dalam
dunia Kangouw. Tatkala itu para tokoh Bulim banyak yang telah
dipecundangi. Pada masa itu, nama Cui Hong Kian-Kek Yap Siong Lan
terkenal seperti Kie Thian Tai Sang, dia sebagai seorang golongan muda,
telah bertempur semalam suntuk dengan Kie Thian Tal Seng diatas
gunung Thian San, dan berhasil merobohkan lawannya.
Maka semenjak hari itu Kie Thian Tai Seng tidak menampakkan
pula dirinya di kalangan Kangouw. Peristiwa ini meski terjadi puluhan
tahun yang lalu, namun masih senantiasa menjadi pembicaraan setiap
orang. Walaupun Tiat Kuy Lolo sendiri tidak ikut menyaksikan
pertempuran itu, namun ia mengetahuinya dengan jelas: Kini mungkin
disebabkan karena orang2 Yap-ke-po jarang ada yang merantau dalam
kalangan Kangouw, maka itulah sebabnya sinenek lupa.
Pemuda baju kuning mengawasi wajah Tiat Kuy Lolo :
"Popo sudah ingat? Boanpwee sekarang hendak pergi mencari Yap
Lo Cianpwee"
Habis berkata iapun memberi hormat dalam2, dan setelah itu
berlalu pergi.
Pemuda baju kuning itu bukan saja berparas cakap dan sopan
santun, lagipun tingkahlakunya sangat menawan hati, Sinenek diam2
menaruh simpatik terhadapnya.
Tiba2 angin gunung bertiup keras. Dalam sekelebatan, mata Tiat
Kuy Lolo yang sangat tajam sekilas melihat warna merah pada balik baju
sipemuda Sinenek tersirap darahnya! Dalam waktu sekejapan ini
insyaflah ia bahwa pemuda yang berada dihadapannya bukan lain adalah
Kie Thian Tai Seng! Cepat ia berlari mengejar dan berteriak:
"Saudara muda, tunggu sebentar. Aku hendak mengatakan sesuatu
kepadamu!"
Pemuda itu berpaling.
"Popo hendak mengatakan apa?" ia bertanya.
Sinenek tersenyum:
"Kau seorang diri pergi, tentu akan banyak mendapat rintangan2,
maka lebih baik aku menemani kau."
Sinenek sangat cerdik begitu, melihat warna merah dibalik baju
sipemuuda, maka lantas ia teringat akan bayangan merah yang pernah ia
jumpai itu. Walaupun tahu, bahwa ia bukan tanding orang. tapi ia tidak
mau melepaskan kesempatan ini. Ia tahu bahwa Lie Thian Tai Seng tidak
akan mencelakai kaum wanita, maka tentunya tidak pula menurunkan
tangan jahat terhadap dirinya. oleh sebab itu ia ingin mengikuti untuk
mengadukan penyelidikan lebih lanjut.
Ia menduga tentu tawarannya itu akan ditampik namun sungguh
diluar dugaannya, ternyata sipemuda itu berkata dengan tertawa:43
"Popo suka turut serta padaku? Benar2 Boanpwee sangat beruntung
sekali, jika Kie Thian Tai Seng menyerang, kau orang tua tentu tidak akan
berpeluk tangan saja, bukan?
Pemuda itu bicara dengan wajar dan bukan seperti dibuat2, tapi
sinenek sudah timbal rasa kecurigaan pula ;
"Aku sinenek yang sudah tua jangan2 sudah tiada gunanya lagi,
tapi pada saatnya bisa juga berteriak2 meminta tolong!"
Pemuda itu tertawa.
"Popo berhati sangat mulia sekali, Boanpwee lebih dulu
menghaturkan terima kasih!"
Habis berkata iapun menghaturkan hormatnya.
Sinenek menjadi bengong. Pikirannya jika ditinjau dari sifat lakunya
itu, apakah ia telah salah lihat ? Maka ia membalas hormatnya, dan
kemudian mereka berlalu bersama.
Hari sudah lohor, seturunnya dari gunung, tibalah mereka pada
sebuah jalan umum yang ramai. Orang banyak hilir-mudik dengan
musuhnya. Setelah Tiat Kuy Lolo bertanya kepada orang, barulah tahu
bahwa tidak jauh ialah dusun Ceng-hoatcun.
Karena perut sudah terasa lapar, maka mereka mempercepat
tindakkannya. Berselang tidak lama, mereka melihat pohon2 tidak jauh
didepan.
Kita sudah sampai di Tiong-hoat Cun !" berseru si-pemuda baju
kuning.
Sinenek menganggukkan kepalanya.
Setibanya dalam dusun itu, sinenek menunjuk sebuah rumah
makan yang papan merek "Lo Kong Seng!"
Mari kita bersantap dirumah makan ini !"
Pemuda baju kuning tidak membantah, mereka menghampiri
rumah makan itu. Didalam penuh sesak, tiada tempat kosong pula.
Sedang pelayan2 sibuk melayani tetamunya.
Pemuda baju kuning bermata tajam, dalam keramaian itu, ia dapat
melihat dua tempat kosong yang baru ditinggalkan orang. Tergesa-gesa
ia mengajak sinenek:
"Popo, disana ada kosong!"
Badannya menyelinap untuk mengisi tempat kosong itu supaya
jangan diserobot orang lain, kemudian ia me-lambai2 memanggil smenek
: "Popo, lekas kemari!"
Tingkah laku pemuda itu benar2 seperti seorang anak kecil yang
sangat manya. Jikalau sinenek, tidak pernah bertempur lebih dahulu,
maka ia pasti tidak akan mempercayai bahwa sipemuda memiliki
kapandaian tinggi.
"Popo, kau ingin pesan sayur apa?"
Bukan saja kelakuannya sangat lincah dan ramah-tamah, lagipula44
sikapnya sangat hormat sekali, dengan memanggil Popo pada sinenek
Pendekar Mabuk 031 Pedang Kayu Petir Mahesa Edan 1 Rahasia Makam Mahesa Rencana Paling Sempurna Best Laid Plans
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama