Ceritasilat Novel Online

Pahala Anak Berbakti 2

Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien Bagian 2

98

"Perlahan-lahan kau akan biasa, Nio-cu", Phe Cheng

be-rusaha menenangkan isterinya.

"Apapun tak ada di desa ini, ingin mencicipi makanan

kedoyananku saja susah, bagaimana aku bisa betah!?",

Tio-si terus menggerutu, "Kau sengaja ingin mernbuatku

menderita ya? Lebih baik kita pindah ke kota saja, minta

tolong pada Toakoku mencarikan suatu jabatan untukmu!

Ayo lekas kau bicarakan dengan orang tuamu!".

"Baik Nio-cu", Phe Cheng yang ternyata 'takut bini',

menurut saja apa kata isterinya. Phe Cheng segera

menemui orang tuanya, mengungkapkan maksudnya

untuk pindah ke kota sekaligus ingin 'mem-beli' jabatan

bagi dirinya.

Phe Hok dan isterinya tak setuju maksud anaknya.

"Bila kau ingin memperoleh jabatan di pemerintahan,

harus rajin belajar, bukannya menyogok atau membeli",

ucapnya. "Sekarang sudah zamannya harus begitu Thia,

maka to-longlah ayah memberi saya sejumlah uang untuk

'membeli' jabatan!". "Huh! Uangku sudah habis", Phe Hok

membe-lakangi anaknya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

99

"Thia kan masih memiliki sawah yang cukup luas", Phe

Cheng terus mendesak. "Gara-gara merayakan

perkawinanmu, aku jadi terlibat hutang", sang ayah tetap

pada pendiriannya.

"Jangan kau terus mendesak ayahmu, Cheng-jie",

Phoa-si yang sejak semula berdiam diri, mulai ikut bicara.

"Hal itu baik kita bicarakan nanti saja".

"Tolonglah Nio, agar Thia berkenan meluluskan

harapan saya". Phe Cheng meminta bantuan ibunya.

"Benar-benar brengsek dia", gerutu Phe Hok.

"Tenang Kiu-hu", Giok Bwe berusaha menenangkan

pamannya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

100

Phe Cheng kembali ke kamarnya. "Bagaimana? Hasil?",

tanya Tio-si sambil duduk di tepi pem baringan.

"Ayah menyatakan sudah habis uangnya", sahut Phe

Cheng.

"Huh, sebelumnya kalian mengaku orang terkaya di

desa ini, nyatanya bual belaka", Tio-si marah.

"Baik nanti saja baru kita bicarakan hal itu, Nio-cu",

Phe Cheng berusaha menenangkan isterinya.

"Aku tak betah tinggal di desa", Tio-si tambah dongkol,

"biar bagaimana juga aku ingin pindah ke kota".

"Tapi Nio-cu...".

"Kau tak setuju?", Tio-si bertolak pinggang.

"Sabar Nio-cu".

"Aku tak peduli, kita harus segera pindah ke kota!".

"Tenang Nio-cu".

"Huh, kalian sengaja menipuku, agar aku menderita di

desa yang sepi ini", Tio-si menimpuk suami dengan

nampan yang berisi teko dan cangkir.

Phe Cheng menghindar ke sisi. Tio-si yang belum reda

kemarahannya, kembali menimpuk dengan jambanganPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

101

hias, hingga benda itu hancur berantakan membentur

tembok.

"Akan kugugat kalian telah menipuku!", maki Tio-si lagi.

"Nio-cu", Phe Cheng menyisi.

"Piao-so"` Giok Bwe mulai ikut bicara.

Phe Hok dan isteri yang mendengar suara ribut-ribut

itu, segera mendatangi kamar anaknya.

Terlihat Tio-si menangis sedih di tepi pembaringan.

Phe Cheng berusaha menghiburnya: "Jangan menangis

Nio-cu --- Malu terlihat orang".

"Biar!", jerit Tio-si.

Sedang Giok Bwe membersihkan lantai dari pecahan

porselen.

"Ada apa? Kenapa kalian bertengkar?", tanya Phoa-si,

sang ibu.

"Semua ini gara-gara sikap kalian yang keterlaluan!",Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

102

Phe Cheng menyalahkan orang tuanya.

"Kenapa kami?", Phoa-si membelalakan mata.

"Tak sayang anak dan menantu", kata Phe Cheng.

"Sabar Cheng-jie, segalanya dapat kita bicarakan nanti",

Phoa-si menenangkan anaknya.

"Tak ada yang perlu dibicarakan lagi", Phe Cheng

mem-belakangi ibunya,

"saya perlu uang untuk 'membeli' jabatan!".

"Oh... Kalian ingin pindah?", Phoa-si melotot.

"Kami butuh uang untuk pindah ke kota, agar lebih

mudah 'membeli' jabatan!".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

103

"Sudah jangan ribut, nanti ibu akan membicarakan

dengan ayahmu".

"Huh!", Phe Hok malah kurang senang melihat sikap

anak-nya yang dianggapnya telah melampaui batas.

"Sudah, sudah...", Phoa-si menarik tangan suaminya

me-ninggalkan kamar anaknya.

"Sebaiknya kita jual saja sawah kita, Looya", Phoa-si

menyarankan pada suaminya setiba mereka di ruang

tamu.

"Hutang saja belum kulunasi, sekarang mau menjual

sawah lagi, bagaimana hidup kita selanjutnya?", ujar Phe

Hok.

"Aku masih memiliki sedikit simpanan, berikan saja se
muanya padanya", kata Phoa-si saking sayang anak,

"setelah dia jadi pejabat nanti, segala hutang kita pasti

dapat dilunasi".

"Seandainya kupenuhi permintaannya, aku akan jatuh

rudin", Phe Hok menghela nafas, "pasti sengsara hidup

kita selanjutnya".

"Tapi kalau tak kita penuhi, tentunya setiap hari

mereka akan bertengkar, hidup kita tentu takkan tenang",

ucap sang isteri.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

104

Giok Bwe yang sempat mendengar perbincangan

paman dan bibinya jadi terharu. "Bila sudah begini

keadaannya, bagaimana mungkin kita dapat tenang", Phe

Hok menunduk sedih,

"mungkin tak lama lagi aku akan mati dikejar-kejar

hutang".

"Sudah, jangan Looya sedih", sang isteri coba

menghibur-nya, "setelah anak kita jadi orang berpangkat

nanti, hidup kita tentu akan senang".

"Sungguh keterlaluan mereka, bukannya

menyenangkan orang tua, malah membuatnya murung",

kata hati Giok Bwe sambil meninggalkan ruang tamu,

"sebaiknya aku menasehati Piao-tee dan Piao-so, agar

membatalkan raja maksud mereka pindah ke kota".

Giok Bwe mengantarkan bubur ke kamar Phe Cheng.

"Mari dimakan bubumya, Piao-so", ucapnya.

"Aku tak doyan masakan di sini", ketus sikap Tio-si.

"Ada yang ingin saya bicarakan dengan Piao-so", Giok

Bwe ingin mengungkapkan maksud yang sesungguhnya.

"Katakanlah!".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

105

"Bila kalian pindah ke kota, bagaimana keadaan

mertua-mu?".

"Maksudmu agar kami tetap tinggal di sini?", Tio-si

balik bertanya.

"Piao-so adalah orang terpelajar, seharusnya

mengingatkan Piao-tee agar memikirkan juga keadaan

orang tuanya", kata Giok Bwe.

"Ternyata kedatanganmu ini ingin menyalahkanku!?",

Tio-si mulai naik pitam, "semasa hidup orang tuaku tak

berani memakiku".

"Jangan salah faham Piao-so, saya bermaksud baik",

Giok Bwe berusaha menerangkan.

"Aku tak senang disalahkan begitu". Bukannya menjadi

tenang, Tio-si malah makin naik pitam.

Phe Cheng masuk ke kamar seraya bertanya: "Kenapa

ka-lian?".

"Aku tak senang dihina olehnya!", Tio-si mengadu

sambil menuding Giok Bwe.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

106

"Dia berani menghinamu?", Phe Cheng dongkol begitu

mendengar keterangan isterinya.

"Saya sama sekali tak ada maksud menghina, hanya

ingin menyarankan, agar sebaiknya kalian jangan pindah

dari rumah orang tua".

"Apa hakmu mencampuri urusan kami?", Phe Cheng

tambah dongkol, "biar tahu dirilah kau, kau kan

menumpang di sini!". "Apakah Piao-tee tak mau

memikirkan keadaan orang tua lagi?".

"Aku tak butuh nasehatmu!", hardik Phe Cheng,

"bila kau banyak mulut lagi, akan kuhajar kau!".

"Saya bermaksud baik, Piao-tee".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

107

Phoa-si datang ketika mendengar suara ribut-ribut di

situ. "Nio, dia mulai berani menghina kami sekarang", Phe

Cheng mengadu pada ibunya. "Apa-apaan kau, Giok

Bvve?", Phoa-si yang sayang anak, mulai menyalahkan

Giok Bwe juga.

"Kiu-bo, saya...".

"Jangan banyak bicara kau atau akan kuusir kau

nanti!", potong Phe Cheng sebelum Giok Bwe sempat

melanjutkan ucapannya.

"Ayo lekas minta maaf pada anak dan menantuku!",

perintah Phoa-si pada keponakannya.

"Lain kali saya tak berani lagi, Kiu-bo".

Biar sedih kare-na dituduh yang bukan-bukan, tapi

Giok Bwe berusaha mengekang emosi.

"Jadi orang harus tahu kata sang Bibi lagi dengan nada

menyalahkan, "dia kan anak pejabat, sedangkan kau

apa?".

"saya...". "Ayo lekas minta maaf!", bentak Phoa-si.

"Bila sekiranya saya salah berkata tadi, sudilah Piao-so

memaafkan saya".

"Huh, jangan dekat-dekat aku tulang miskin!", Tio-si
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdiri membelakanginya sambil mengangkat muka.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

108

"Jangan marah marah, bila dia berani kurang ajar lagi,

akan kuajar adat padanya", Phoa-si berusaha meredakan

kegusaran menantunya.

"Untuk selanjutnya dia tak usah menemui saya lagi,

melihat tampangnya saja sudah muak saya", kata sang

menantu.

Giok Bwe meninggalkan kamar Phe Cheng sambil ber
cucuran air mata.

"Tak seharusnya kau menyinggung perasaannya, Giok

Bwe", Phoa-si mengikuti di belakangnya.

"Saya bermaksud baik bi, ingin menasehati mereka

agar jangan pindah ke kota", ucap Giok Bwe dengan mata

basah.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

109

"Kau harus menyadari siapa dirimu", kata Phoa-si, -Kau

adalah orang yang selalu membawa sial".

"Kiu-bo...", makin deras air mata yang membasahi

wajah Giok Bwe.

"Itu kenyataan", kata Phoa-si lagi, "buktinya, begitu

kau dilahirkan, orang tuamu beruntun meninggal, maka

hen-daknya kau tahu diri Seandainya tidak dicegah oleh

pamanmu, sudah sejak lama kuusir kau".

Tiba-tiba Phe Hok menghampiri mereka seraya berkata:

"Kenapa kau maki Giok Bwe?".

"Dia... telah membuat menantu kita mendongkol",

Phoa-si menerangkan.

"Saya tak berani bicara yang bukan-bukan lagi, Kiu
hu", Giok Bwe berjanji pada pamannya. "Sudahlah, aku

tahu kau bermaksud baik", sang paman ternyata cukup

bijaksana.

***

Beberapa hari kemudian Phe Hok telah menggadaikan

sawah dan rumahnya, lalu menyerahkan seluruh uang

yang di-perolehnya pada anak tunggalnya.

"Cheng-jie, setelah kau berhasil menduduki jabatan

nanti, segeralah kau kirim kami uang, agar aku dapatPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

110

membayar hu-tang", kata Phe Hok, "mulai saat ini kami

menggantungkan hidup padamu".

"Saya tahu Thia", berseri wajah Phe Cheng maupun

isterinya.

"Lekaslah kalian mengemasi barang", kata Phe Hok,

"akan kuhubungi pemilik perahu untuk membawa kalian".

"Baik Thia", Phe Cheng menarik tangan isterinya untuk

kembali ke kamar mereka. Keesokan harinya Phe Cheng

bersama isteri berangkat ke kota dengan naik perahu

layar. Phe Hok, Phoa-si dan Giok Bwe mengantar

keberangkatan mereka.

"Semoga mereka berhasil meraih apa yang mereka

cita-citakan", kata Phoa-si sambil memandang perahu

yang ditum-pangi oleh anak dan menantu semakin jauh

meninggalkan mereka.

"Mudah-mudahan begitu", sambut Phe Hok,Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

111

"marl kita pulang".

"Mari".

***

Telah dua tahun Phe Cheng meninggalkan kampung

halaman, tapi tak pernah mengirirn kabar pada orang

tuanya. Di lain pihak , Phe Hok telah dikejar-kejar hutang,

membuat tak tenang hidupnya.

"Sampai sekarang Cheng-jie masih belum memberi

kabar, sedangkan rumah yang kita gadai ini hampir

sampai batas waktunya dan kita tak memiliki uang untuk

menebusnya".

"Lalu akan tinggal di mana kita nanti?", sang isteri ikut

cemas juga.

"Kita harus cari rumah lain", sahut Phe Hok," "satu
satunya jalan yang dapat kita tempuh sekarang adalah

"Tinggal di rumah gubuk?", Phoa-si membelalakIcan mata.

"Ya" Phe Hok mengangguk. "Tak sangka akan begini

hari tua kita", sang isteri mengucurkan air mata. Sejak

saat itu Phoa-si sering duduk termenung, murung

sikapnya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

112

"Jangan Kiu-bo selalu bermurung diri, tak baik bagi ke
sehatan", Giok Bwe membawa makanan untuk bibinya,

"mari makan Bi".

"Pergi sana! Jangan ganggu aku!", Phoa-si

mengibaskan tangan kanannya, membentur nampan yang

dibawa Giok Bwe hingga makanan tumpah.

"Kau benar-benar selalu membawa sial", Phoa-si

menya-lahkan Giok Bwe, "sejak kau menumpang di sini,

selalu saja membawa sial bagi kami".

"Jangan marah Bi", Giok Bwe menyabarkan Kiu-bonya.

"Menyesal aku menerima orang sial sepertimu", Phoa-si

terus memaki, "mungkin pada titisan yang lalu kami

pernah berhutang padamu, hingga sekarang kau muncul

untuk men-celakai kami".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

113

Giok Bwe hanya berdiam din sambil mengucurkan air

mata.

"Sudah jangan ribut", tiba-tiba Phe Hok masuk ke situ,

"ayo lekas kemasi barang! Kita harus pindah!"

"Oh... Kita pindah hari ini!?", Phoa-si terperanjat.

"Ya, hari ini telah sampai batas waktunya", Phe Hok

menerangkan, "kita harus segera pindah Tak sangka,

gara-gara sayang anak dan menantu, di hari tuaku bisa

terlibat hutang".

Tiba-tiba masuk seorang laki-laki setengah baya,

begitu bertemu Phe Hok, langsung berkata: "Bagaimana

dengan hu-tangmu, Phe Hok?"

"Maaf Tio-heng, anakku sampai hari ini belum ada

kabar beritanya".

"Rumah ini telah kau gadaikan pada orang lain?", tanya

laki-laki yang dipanggil Tio-heng itu lagi.

"Tio-heng tak perlu cemas, saya akan melunasi hutang

saya", kata Phe Hok. "Tapi hari ini adalah batas

waktunya".

"Tolong beri aku waktu setengah tahun".

"Bila saja aku tidak mengingat hubungan baik kita

sebe-lumnya, kini tentu telah kulaporkan kau ke pihakPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

114

yang ber-wajib". Selesai berkata, laki-laki she Tio itu

meninggalkan rumah Phe Hok.

Phe Hok dan isteri jadi lesu-muram. Giok Bwe yang

mengemasi segalanya. Mereka meninggalkan rumah yang

telah dihuni puluhan-tahun itu dengan mata berlinang.

Giok Bwe ikut sedih menyaksikan keadaan keluarga pa
mannya. Mulai hari itu mereka terpaksa tinggal di rumah

gubuk. Waktu terus saja berlalu, tanpa terasa telah lewat

pula setahun, namun sang anak belum juga ada kabar

beritanya.

"Sebaiknya kita mencari di kota", Phoa-si mengusulkan

pada suatu hari.

"Kurasa memang itulah jalan satu-satunya", sambut

sang suami, "kita jual semua barang yang masih ada

nilainya untuk ongkos perjalanan".

"Baik", sang isteri langsung menyetujui.

"Lekas siapkan makanan kering, Giok Bwe", kata Phoa

Hok pada keponakannya.

"Baik paman".

"Kau ingin mengajaknya?", tiba-tiba Phoa-si bertanya

begitu. "Dia sebatang kara, tak dapat kita tinggalkan

begitu saja", sahut Phe Hok.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

115

"Aku tak setuju", kata Phoa-si, tegas.

"Menantu kita tidak menyukainya".

"Sungguh keterlaluan kau", sang suami membela

keponak-annya, "bila tidak kita ajak, kepada siapa dia

akan menggan-tungkan hidupnya!?".

"Aku tak peduli", ujar sang isteri, "untuk

mempertahankan hidup kita saja sudah sulit, apa lagi

ditambah dengannya!". Berderai air mata Giok Bwe ketika

mendengar pertengkaran paman dan bibinya.

"Tak usah paman memikirkan keadaan saya", katanya

lirih sedih, "saya yakin dapat mencari tempat bernaung".

"Ingin ke mana kau, Giok Bwe?", sang paman menatap

haru.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

116

"Saya akan ke Vihara Lian Hua, menjadi pembantu di

sana", Giok Bwe menerangkan.

"Kau harus pandai-pandai menjaga diri Giok Bwe", Phe

Hok tak lagi dapat membendung air matanya saking

terharu-nya.

"Saya sangat berhutang budi pada Paman dan Bibi,

yang telah sudi merawat saya sekian tahun", Giok Bwe

menyoja pamannya, "saya doakan paman dan Bibi sehat

selalu". Giok Bwe mengantar keberangkatan paman dan

bibinya, air mata kian membasahi pipinya.

Phe Hok dan isteri naik perahu menuju Kiang-neng.

Keesokan harinya mereka tiba di kota tersebut. Phe Hok

dan Phoa-si mendatangi kakak menantunya. Tapi kakak

Tio-si sedang pergi ke kota-raja. Dari pembantu keluarga

kakak Tio-si itu diketahui alamat anak dan menantunya.

Mereka segera mendatangi alamat tersebut.

"Di sini rumah Phe Cheng?", tanya Phe Hok pada

pelayan yang kebetulan berada di muka pintu.

"Benar pak", sahut si pelayan.

"Kami adalah orang tuanya dari desa", Phe Hok mem
beritahu.

"Kiranya Loo Tay-ya dan Loo Hujin", hormat sekali

sikap pelayan itu,Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

117

"mari silakan masuk". Phe Hok dan Phoa-si ikut si

pelayan ke dalam, teriihat anak dan menantunya sedang

makan dengan lauk pauk yang cukup banyak.

"Mau apa kalian ke mari?", tanya Phe Cheng ketika

melihat orang tuanya.
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku dan ibumu sengaja ke mari menjenguk kalian",

sahut Phe Hok. "kini aku sedang dikejar-kejar hutang,

harus segera kulunasi hutang itu".

"Tak ada gunanya kalian menemuiku", Phe Cheng ber
diri membelakangi ayahnya, "sebab sampai sekarang saya

be-lurn berhasil 'membeli' pangkat".

"Kami tak lagi dapat hidup di desa, Cheng-jie", kata

sang ibu. "Ipar saya sedang berangkat ke kota-raja, akan

mengu-sahakan 'membeli jabatan untuk saya", dingin

sekali sikap Phe Cheng.

"Hari ini kami belum makan, Cheng-jie", ucap Phoa-si

memelas.

"Oh", kata Phe Cheng.

"Setelah makan nanti barulah kita berbincang-bincang",

sambung sang ayah. "Siao Chu, ajak mereka makan di

dapur", kata Phe Cheng pada pelayan yang menyilakan

Phe Hok masuk tadi.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

118

"Oh...", Phe Hok dan Phoa-si tak menyangka kalau

anak-nya bisa bersikap begitu. Siao Chu mengajak Phe

Hok dan isteri ke dapur.

Hati kakek dan nenek itu bagaikan disayat-sayat mem
peroleh perlakuan seperti itu dari anak kandung mereka.

"Begitu sampai hati dia menyuruh kita makan di dapur",

Phoa-si mengeluh.

"Sudahlah, marl kita makan", ajak Phe Hok. Phoa-si

tetap tak mau makan.

"Kenapa kau tak mau makan?", tanya Phe Hok.

"Tak tertelan", air mata mulai membasahi wajah Phoa
si duduk lemas di kursi, "selama ini kita amat sayang,

bahkan memanjakan anak dan menantu kita, tak sangka

begini perla-kuan mereka terhadap kita... Tambah sedih

Phoa-si jadinya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

119

"Nyatanya Cheng-jie tidak berbakti terhadap orang

tua...", kata Phe Hok seperti orang bergumam.

"Dia anak durhaka!", Phoa-si tak lagi dapat

membendung emosinya. "Kita harus sadar

menghadapinya, mudah-mudahan nanti-nya mereka akan

sadar dari kekeliruannya", Phe Hok coba menenangkan

isterinya, "manrikita makan, supaya tidak masuk angin".

"Ya, sebaiknya Loo Hujin makan", bujuk Siao Chu yang

kasihan menyaksikan keadaan kakek dan nenek itu.

Akhirnya mau juga Phoa-si makan, tapi tak banyak.

Seusai makan, mereka kembali ke ruang tamu. Ternyata

Phe Cheng telah punya anak laki-laki, yang di-rawat oleh

inang pengasuh. Girang benar hati kakek nenek itu ketika

melihat cucu mereka, seketika hilang segala kesedihan

sebelumnya.

"Oh... aku telah punya cucu", Phoa-si berseru girang,

"mari kugendong cucuku!" Namun langsung dihalangi

oleh menantunya: "Jangan mem buat kaget anakku!".

"Aku kan neneknya, kenapa aku tak boleh menggen
dongnya?", Phoa-si kecewa campur sedih.

Akan tetapi Tio-si, sang menantu, tak

menghiraukannya, bahkan segera menyuruh si pengasuh

membawa anaknya masuk ke kamar.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

120

"Apa-apaan ini, Cheng-jie?", Phoa-si kurang senang,

"kenapa untuk menggendong cucu saja tak boleh?".

"Jangan Nio menyalahkannya", kata Phe Cheng, "dia

takut kalau anaknya kaget".

"Sikapmu benar-benar membuatku sedih", mulai

berkaca-kaca mata Phoa-si.

"Terserah Nio mau sedih atau tidak, sama sekali tak

ada hubungannya denganku", ucap Phe Cheng ketus,

"sebaiknya Nio dan Thia kembali saja ke kampung".

"Kau mengusir kami?", mulai deras air mata

membasahi wajah Phoa-si.

"Kalian lebih cocok hidup di desa dari pada di kota",

kata Phe Cheng.

"Kami tak bisa lagi hidup di desa, selalu di kejar-kejar

hutang", sang ayah yang bicara sekarang.

"Lalu apa maksud Thia?".

"Harus kau ketahui, bahwa kami tak memiliki apa-apa

lagi", Phe Hok menerangkan, "lekas kau kembalikan uang

yang sedianya untuk 'membeli' pangkat itu!".

"Baiklah hal itu kita bicarakan setelah saya jadi pejabat!

". "Kau tak mau menghiraukan keadaan orang tua lagi!?",

Phoa-si tak dapat lagi mengendalikan emosi.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

121

"Saya bukannya tak mau tahu keadaan Thia dan Nio,

tapi hendaknya kalian jangan tinggal di sini".

"Kau...", saking marah campur sedih, Phoa-si tak dapat

meneruskan ucapannya.

"Oh... Anak durhaka!",umpat Phe Hok, "kami akan

segera pergi dan sini setelah kau mengembalikan uang

itu".

"Saya tak dapat mengembalikan uang itu", Phe Cheng

berdiri membelakangi ayahnya.

"Sungguh kejam kau! Orang tua sendiri tak kau hirau
kan lagi", ucap Phoa-si dengan diselingi isak-tangisnya.

Phe Cheng memalingkan muka ke lain arah. "Sudah,

mari kita pulang", Phe Hok menarik tangan is-terinya.

"Bagaimana dengan hidup kita selanjutnya?", tanya

Phoa-si sambil mengikuti suaminya.

"Kita lihat nanti saja".

"Lebih balk aku mati saja", ucap Phoa-si.

"Buanglah maksudmu itu!".

"Anak durhaka itu sangat melukai perasaanku", air

mata Phoa-si lagi-lagi membasahi wajahnya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

122

"Sudah, jangan terlalu pikirkan itu", Phe Hok terus be
rusaha menenteramkan perasaan isterinya. Mereka

kembali ke Phe Khe-chung dengan naik perahu.

Orang-orang kampung yang melihat pasangan kakek
ne-nek pulang dengan sikap lesu-sedih, langsung saja

menduga kalau mereka telah diperlakukan tidak

semestinya oleh Phe Cheng. Phoa-si yang mendapat

shock, ditambah dengan melakukan perjalanan yang

meletihkan, begitu tiba di rumah, langsung saja jatuh

sakit.

"Dia adalah anak kita satu-satunya", air mata mengalir

membasahi wajah Phoa-si.

Phe Hok tak berkata lagi, menghela nafas. Keadaan

mereka sungguh amat menyedihkan.

Giok Bwe yang mendengar paman dan bibinya telah

kembali, segera datang menjenguk mereka sambilPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

123

membawa makan-an. Ketika melihat bibinya sakit, dia

lantas berkata: "Akan saya panggilkan tabib, Kiu-bo!".

"Tak usah", tolak sang Bibi,

"aku sungguh malu atas sikapku tempo hari

terhadapmu, Giok Bwe"

"Janganlah Kiu-bo berkata begitu", ucap Giok Bwe haru.

Giok Bwe tinggal bersama paman dan bibinya,

melayani mereka baik sekali. Tekun sekali ia menenun,

untuk dapat membiayai ongkos hidup mereka bertiga.

Nasib Phe Hok bagaikan orang yang sudah jatuh

ditimpa tangga lagi. Belum lagi isterinya sembuh, telah

datang orang she Tio yang menagih hutang.

"Sudah kembali Phe Hok!?", sapa laki-laki setengah

baya itu begitu muncul.

"Tio-heng...", sambut Phe Hok, "anakku belum berhasil

memperoleh jabatan, tolonglah memberi saya

kelonggaran waktu".

"Apa?", mulai tak sedap dipandang wajah orang yang

dipanggil Tio-heng.

"Sudilah Tio-heng (saudara Tio) bersabar beberapa

waktu lagi, biar bagaimana akan kuusahakan untuk

melunasinya". "Baiklah... kuberi kau waktu tiga bulanPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

124

lagi", ucap si penagih hutang, "tapi bila sampai waktu itu

tak juga kau lunasi hutangmu, jangan salahkan aku

bersikap kejam".

"Aku tahu".

Sang penagih berlalu.

"Terima kasih Tio-heng", Phe Hok mengantarkannya

sampai ke muka pintu. Ketika Phe Hok masuk ke kamar

sambil membawa semangkok wedang jahe, Phoa-si

bertanya: "Siapa yang datang?".

"Teman", sahut Phe Hok.

"Bukannya Tio In yang ingin menagih hutang?".

"Bukan", Phe Hok memaksakan diri mengembangkan

senyum.

"Jangan bohong!", desak sang isteri.

"Sudahlah, tak usah kau pusingkan soal lain, yang

penting jaga kesehatanmu", Phe Hok mengangsurkan

mangkok wedang,

"Mari diminum wedang jahenya".

"Aku... tak mau minum", lirih suara Phoa-si dengan di
sel ingi isak-tangisnya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

125

"Jangan kau menangis", Phe Hok menenangkan

perasaan isterinya.

"Bagaimana aku tidak sedih, hatiku benar-benar

terluka". "Buat apa kau memikirkan soal itu lagi!?".

Phoa-si tetap tak sudi berobat, tak lama dia pun

meninggal. Giok Bwe menangis sedih benar.

"Jangan kau bersedih Giok Bwe", hibur sang paman,

"kau telah cukup baik merawat Bibimu".

"Tapi bagaimana kita mengurus pemakamannya, Kiu
hu?", air mata Giok Bwe terus mengalir deras sekali.

Sang paman menghela nafas, selang sesaat baru

berkata: "Akan kuminta bantuan pada famili".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

126

"Jangan lama-lama, Kiu-hu!".

"Di dalam kehidupan yang keras kejam ini, rasanya

sulit bagi kita untuk memperoleh bantuan", kata Phe Hok

sambil melangkah keluar.

Giok Bwe hanya menghela nafas. Sehari penuh Phe
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hok mencari bantuan, tapi dia terpaksa harus kembali

dengan tangan kosong.

"Bagaimana Kiu-hu?", tanya Giok Bwe.

"Gagal", Phe Hok menggeleng lemah, "tak ada yang

ber-sedia membantu". Dia duduk lesu di sudut ruang.

Giok Bwe hanya dapat mengucurkan air mata. Sesaat

Giok Bwe memutuskan untuk menggunting rambut-nya

yang panjang, bermaksud menjualnya kepada orang yang

bermurah hati, untuk dapat memperoleh biaya

pemakaman jenazah Bibinya.

"Kenapa kau gunting rambutmu?", sang paman kaget

ketika melihat Giok Bwe menggunting rambutnya.

"Saya ingin menjual rambut saya untuk memperoleh

biaya pemakaman jenazah Bibi", kata Giok Bwe, "akan

saya cari orang yang bersedia membantu saya!". Giok

Bwe membawa guntingan rambutnya, menawarkan nya

dari rumah ke rumah. Masih untung baginya, ada yangPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

127

bersedia membeli rambutnya. Dengan demikian dapatlah

mereka membeli peti dan memakamkan jenazah Phoa-si.

Upacara penguburan berlangsung sangat sederhana...

Beberapa hari kemudian, Phe Hok berkata pada Giok Bwe:

"Paman ingin ke Kiang-neng untuk meminta kembali

uangku dan Cheng-jie!".

"Tak ada gunanya Kiu-hu ke sana, dia toh takkan

menga-cuhkan paman".

"Aku memang tidak mengharapkan pengakuan dari si

anak durhaka, yang penting ingin meminta kembali

uangku, agar dapat membaryar hutang".

"Bila demikian saya ikut paman".

"Baiklah". Giok Bwe lalu menemani pamannya

berangkat ke kota Kiang-neng dengan berjalan kaki.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

128

Beberapa hari kemudian tibalah mereka di rumah Phe

Cheng. "Saya tidak ikut masuk, paman", tiba-tiba Giok

Bwe berkata begitu.

"Kenapa memang?", tanya Phe Hok.

"Saya akan menginap di Kuil atau Vihara", Giok Bwe

menjelaskan, "besok saya akan menemui paman di sini".

"Baiklah", kata Phe Hok, "besok kau tunggu aku di

muka pintu". Maka Phe Hok masuk seorang diri ke rumah

anaknya. Phe Cheng sama sekali tak sedih mendengar

ibunya me-ninggal, malah dia tak senang akan kehadiran

sang ayah. "Benar-benar anak durhaka kau! Sama sekali

tak sedih mendengar kematian ibu", sang ayah amat

berang. "Setiap orang yang telah tua pasti akan mati,

maka tak ada gunanya disedihkan", sahut Phe Cheng,

kemudian balik bertanya: "Apa maksud ayah datang lagi

ke mari?". "

Aku ingin meminta kembali uangku", Phe Hok berterus

terang, "sebab aku dikejar-kejar hutang".

"Saya tak dapat mengembalikan uang ayah, sebab

begitu ada kepastian, harus segera saya kirim uang itu ke

kota-raja", ujar sang anak, "tunggulah sampai saya

memperoleh jabatan, baru melunasi hutang ayah".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

129

"Aku tak mau kembali ke kampung sebelum

memperoleh uang itu", Phe Hok semakin geram.

"Tapi saya keberatan bila Thia tinggal di sini", angkuh

sekali sikap Phe Cheng, "pergilah makan di dapur dan

ayah boleh menginap semalam di sini, setelah itu pulang

ke kam-pung!". Selesai berkata, Phe Cheng tidak

menghiraukan ayahnya lagi, masuk ke ruang dalam.

Phe Hok terpaksa makan di dapur dengan bersimbah

air mata. Namun ditekan perasaannya untuk mengisi

perutnya yang kosong. Phe Hok ditempatkan di kamar

pembantu. Sampai jauh malam dia belum juga dapat

tidur. "Malang nian nasibku", Phe Hok mengeluh.

Tiba-tiba dia mendapat ide: "Kemungkinan besar uang

itu disimpan di kamarnya, sebaiknya kucuri saja!". Setelah

bulat tekadnya, diam-diam dia masuk ke dalam kamar

anaknya, menghampiri koper yang terletak di sisi

pembaringan. "Dia pasti menyimpannya di sini", kata

hatinya. Namun sebelum dia sempat membuka koper itu,

Phe Cheng telah terjaga dari tidurnya, mengira ada

penjahat yang ingin mencuri harta bendanya, langsung

saja memukul kepala 'pencuri' itu dengan pentungan kayu,

keras sekali.

"Mampus kau!", hardiknya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

130

"Aduh!", jerit Phe Hok, disusul dengan jatuh tubuhnya,

tak berkutik lagi. Siao Chu, pelayan Phe Cheng, ketika

mendengar suara ribut-ribut di kamar majikannya,

langsung masuk sambil membawa lilin, baru pada saat its

Phe Cheng melihat jelas siapa yang telah dipentungnya,

membuatnya jadi sangat terperanjat. Apa pula setelah

tahu ayahnya meninggal, membuatnya agak panik.

Peristiwa itu dituturkan pada isterinya. "Aku telah

membunuh Thia".

"Salahnya sendiri ingin mencuri harta kita", kata sang

isteri, tenang sekali sikapnya,

"lekaslah kau suruh membeli peti, kita makamkan

jenazahnya besok".

"Baik Nio-cu...", Phe Cheng patuh.

Keesokan harinya, Giok Bwe telah menanti di muka

rumah Phe Cheng, bermaksud menjemput pamannya,

terlihat olehnya seorang pelayan bergegas keluar dari

rumah itu.

Ketika dia bertanya pada si pelayan, ternyata Siao Chu,

baru diketahui, bahwa pamannya telah mati dianiaya oleh

anaknya sendiri. Tanpa terasa Giok Bwe menangis sedih

benar: "Sungguh malang nasib pamanku".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

131

"Mereka mengira Loo Tay-ya maling.', Siao Chu me
nerangkan.

"Akan kutuntut anak durhaka ini!", Giok Bwe

menerobos masuk. Ketika melihat Giok Bwe masuk, Phe

Cheng dan isteri-nya pada berteriak kaget, sadar kalau

persoalan itu tak dapat ditutupi lagi.

"Akan ku tuntut kau anak durhaka!" Giok Bwe tak

dapat lagi membendung amarahnya ketika melihat

jenazah pamannya yang tergeletak di lantai, langsung

menuding Phe Cheng.

"Kau benar-benar manusia berhati binatang, setelah

menguasai harta benda orang tua, telah pula kau bunuh

mereka, akan ku gugat kau.!".

Giok Bwe lari keluar, melaporkan hal itu pada wedana.

Tapi sang wedana ternyata sahabat karib Phe Cheng,

membuatnya membebaskan Phe Cheng dari segala

gugatan.

Ketika Phe Cheng dan istrinya keluar dari kantor

wedana, terdengar bunyi yang memekakkan telinga,

menyusul tubuh suami istri yang keji itu jatuh terguling

disambar geledek. Mati seketika.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

132

Sekalipun hukum dunia dapat membebaskan mereka,

tapi hukum Thian tak mungkin mengampuni anak

durhaka.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

133

CHI KUNG MENOLONG ANAK BERBAKTI

Pao Hian Hay merupakan pemuda terpelajar,

mendalami ilmu pengobatan. Dia amat berbakti pada

ibunya yang telah lanjut usia. Hari itu Pao-bo, sang ibu,

tampak gelisah. "Apa yang menyebabkan ibu gelisah?",

tanya Hian Hay ketika melihat sikap ibunya.

"Nio ingin makan buah Lai", sahut sang ibu.

"Nanti saya belikan", kata Hian Hay segera. "Tapi

untuk membeli buah itu harus ke kota Hong-lim, jauh dari

sini", ucap Pao-bo.

"Tak jadi soal Nio, saya segera ke sana".

"Hati-hati kau di jalan, cepatlah kembali", pesan

nyonya Pao. "Saya pergi dulu Nio", Hian Hay pamit.

Maka berangkatlah Hian Hay ke kota Hong-lim.

Bertepatan dengan itu, di angkasa tengah melayang-Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

134

layang siluman Kelabang, yang sempat melihat Hian Hay

dan timbul hasrat untuk memangsanya.

"Kalau saja aku memangsa anak berbakti ini,

kesaktian-ku akan bertambah berlipat ganda", kata hati

sang siluman.

Yao-koay (Siluman) itu segera merobah bentuknya

men-jadi seorang gadis cantik.

Pao Hian Hay tak menyadari kalau dirinya sedang

diintai bahaya. Selang sesaat, dia melihat seorang gadis

yang sedang menangis di tepi jalan.

Hian Hay kasihan menyaksikan keadaan gadis itu,

meng-hampirinya seraya bertanya: "Apa yang membuat

nona sese-dih ini?".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

135

"Ibu saya sakit parah", sahut si gadis dengan diselingi

sedu-sedannya.

"Sebaiknya nona segera memanggil tabib!", Hian Hay

menyarankan.

"Saya tak punya uang", si gadis menerangkan.

"Saya mempelajari ilmu pengobatan, ajaklah saya ke

rumahmu, mungkin dapat saya bantu...".

"Terima kasih Kongcu", gadis itu menyoja Hian Hay,

"rumah saya tak jauh dari sini Mari Kongcu!".

Hian Hay mengikuti. Tak berselang lama, tibalah

mereka di muka rumah reot rumah saya", gadis itu

menyilakan Hian Hay masuk.

"Di mana ibu nona?", tanya Hian Hay setelah berads di

dalam rumah.

"Ada di kamar, silakan Kongcu masuk", gadis itu

menuding sebuah bilik.

Pao Hian Hay masuk ke bilik tersebut. Namun

kenyataannya hanya terdapat sebuah dipan di situ, sama

sekali tak tampak ibu si gadis. Mendadak bilik itu telah

berobah menjadi ruang batu, tak ada jendela, hanya

terdapat beberapa lobang angin di atasnya. Hian Hay

amat terkejut atas perobahan yang mendadak tersebut.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

136

"Aneh, kenapa mendadak berobah?", gumam Hian Hay,

segera memanggil-manggil si gadis: "Nona, lepaskan

saya".

"Ha, ha", tiba-tiba gadis itu muncul di hadapan Hian

Hay, dalam sekejap dirinya telah berobah kembali ke

bentuk laki-laki tinggi besar.

"Tenang Pao Siucay", kata siluman itu, "aku baru akan

memangsamu lusa, bertepatan dengan hari ulang

tahunku".

"Ingin memangsaku?", Hian Hay kaget campur takut.

"Ha, ha, ha... ", siluman itu lenyap dari hadapan si

pemuda.

Pao-bo amat cemas ketika sampai larut malam

anaknya belum juga kembali. Dia mulai mencari anaknya

sambil memanggil-manggil namanya. Biarpun telah cukup

jauh Pao-bo berjalan, tapi tak juga berhasil menemukan

anaknya, yang membuatnya jadi sangat sedih.

Selang sesaat tibalah dia di tepi laut. Pao-bo berdiri di

atas batu karang, mengawasi sekitarnya, gelap pekat.

"Tanpa Hay-jie, lebih baik aku mati saja", kata hati Pao
bo.

Dia menceburkan diri ke laut dan tubuhnya langsung

tenggelam...Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

137

Kala itu Chi Kung yang sedang berkelana, lewat di

dekat tempat itu, mendadak merasa tak enak

perasaannya. Dia lan-tas menggunakan kesaktiannya,

untuk mengetahui apa sebe-narnya yang terjadi!?

"Kiranya ada nenek yang menceburkan diri ke laut",

gumamnya kemudian, "dia seorang nenek yang baik hati

dan taat menjalankan ibadah, harus kutolong dia!". Chi

Kung segera berlari-lari ke muka, begitu tiba di tepi pantai,

langsung mengembangkan kesaktiannya. Tiba-tiba

terlihat tubuh Pao-bo terangkat dari dalam laut, lalu

melayang ke angkasa dan terus melayang masuk ke

dalam rumahnya, jatuh perlahan-lahan di atas

pembaringannya.

Tak lama, Pao-bo siuman dari pingsannya. "Oh, kenapa

aku tidak mati dan bisa berada di rumah kembali!?",

gumamnya.

Mendadak Chi Kung muncul di hadapannya.

"Siapa kau?", tanya si nenek.

"Saya Chi Kung!". Sebelumnya nenek itu memang

pernah mendengar nama Chi Kung, girang hatinya dapat

bertemu sang Hok Hud (Buddha Hidup).

"Dapatkah Hok Hud memberitahukan di mana anak

saya?", tanyanya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

138

"Anakmu ditangkap siluman!".

"Tolonglah anak saya Hok Hud...", Pao-bo memohon.

"Baik, akan kutolong dia lusa", Chi Kung menyanggupi,

lalu pamit...

***

Lesu sedih sikap Pao Hian Hay yang dikurung di ruang

batu. Entah telah berselang berapa lama, sampai tiba-tiba

dia mendengar suara seseorang "Kenapa sedih nak?".

"Siapa kau?", tanya Hian Hay seraya berpaling ke asal

suara, tak terlihat siapa pun di situ.

"Aku...", kembali terdengar suara itu.

Hian Hay keheranan mendengar suara tanpa wujud.

Tak lama Chi Kung memperlihatkan dirinya.

"Siapa kau? Orang atau siluman?", Hian Hay

membelalakkan matanya.

"Aku adalah Padri pengelana", Chi Kung nyengir

menyaksikan keadaan si pemuda.

"Bila kau ingin minta derma, mintalah di tempat lain",

kata Hian Hay.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

139

"Kedatanganku bukan ingin minta derma, tapi untuk

menolongmu", Chi Kung menerangkan.

"Tolonglah saya Taysu", Hian Hay menyoja.

"Sekarang belum waktunya", kata Chi Kung, "akan ku
bebaskan kau besok". Selesai berkata, Chi Kung sirna dari

pandangan Hian Hay.

"Rupanya belum waktunya aku mati", agak terhibur

juga hati Hian Hay mendengar janji Chi Kung.

Keesokan harinya, sang siluman membuka pintu kamar

tahanan: "Lekas keluar Pao Hian Hay!".

Hian Hay menggunakan kesempatan itu untuk kabur.

"Jangan harap kau bisa kabur!", siluman itu menuding

Hian Hay. Dan ujung jari telunjuknya memancarkan sinar,

yang me-lilit tubuh Hian Hay, hingga tak dapat bergerak.

"Tolonglah lepaskan saya!", Hian Hay memohon.

"Tidak bisa! Aku ingin memangsamu untuk lebih me
ningkatkan kesaktianku", sang Yao-koay mengeluarkan

pisau, bermaksud menusuk dada pemuda itu.

"Tunggu!", tiba-tiba Chi Kung muncul di hadapan

mereka.

"Apa maksudmu?", tanya sang siluman.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

140

"Bebaskan dia! Dengan begitu akan mengurangi

dosamu!" kata Chi Kung.

"Enak benar bicaramu", kata sang Yao-koay dengan

sikap menantang, "sebaiknya jangan kau campuri

urusanku!".

'Tidak bisa! Aku takkan membiarkan seorang anak

yang berbakti dimangsa oleh siluman sepertimu!".

"Kau kira aku takut!?", sang siluman menuding Chi

Kung, "lihat kesaktianku!".

Dan ujung telunjuknya mengeluarkan sinar, disusul

dengan munculnya Toa Kim-chi (Keping emas besar),

yang menyerang diri si Padri sakti.

Chi Kung segera mengebut Toa Kim-chi dengan kipas

bututnya seraya berseru: "Hancur!".

Seketika keping emas itu hancur lebur.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

141

Narnun Yao-koay itu ternyata cukup sakti, segera

mele-paskan untaian tasbih.

Benda itu meluncur ke diri Chi Kung seraya

memancarkan sinar yang cukup menyilaukan.

"Oh!", Chi Kung berseru kaget.

"Ha, ha, ha...", sang siluman tertawa besar.

Chi Kung seakan tak dapat melawan kesaktian

lawannya. Dalam keadaan kritis, tiba-tiba di depan Chi

Kung muncul Kim Sin Ciang Liong Loohan (Arhad

penalcluk naga yang ber-tubilli emas), yang melawan

kesaktian siluman tersebut.

Dari tubuh Loohan itu memancarkan sinar keemasan,

yang menghancurkan untaian tasbih. Bersamaan lenyap

pula tubuh Loohan tersebut.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

142

"Ha, ha... mana lagi kesaktianmu?", Chi Kung yang

tertawa sekarang.

Sang siluman berusaha melarikan diri dengan merobah

bentuk dirinya jadi kupu-kupu.

"Jangan harap kau dapat kabur!", Chi Kung

menimpukkan topinya. Sang Yao-koay berusaha

mempercepat larinya. Namun topi Chi Kung terus

mengejarnya dengan me-mancarkan sinar keemasan.

Tak lama kemudian sinar itu telah berhasil mengurung

diri sang siluman dan Yao-koay itu pun kembali ke bentuk

aslinya: Seekor Kelabang!

Setelah berhasil membasmi siluman Kelabang, topi Chi

Kung kembali ke pemiliknya.

Chi Kung menghampiri Hian Hay: "Bila saja kau bukan

anak yang berbakti terhadap orang tua, takkan sudi aku

menolongmu".

"Terima kasih Taysu", Hian Hay menyoja Chi Kung.

Chi Kung mengantar Hian Hay pulang.

Girang benar hati Pao-bo melihat anaknya kembali:

"Terima kasih atas pertolongan Hok Hud".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

143

"Sudah menjadi kewajiban umat Buddha untuk saling

bantu". Chi Kung berpamitan, melanjutkan misinya

menolong orang yang sedang mengalami kesulitan.

***Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

144

ASAL SINCI (PAPAN ROH)

Pada zaman dahulu kala hidup seorang pemuda yang

meng-gantungkan hidupnya dengan mencari kayu bakar

di hutan, biasanya dia baru kembali setelah gelap cuaca

dengan membawa kayu yang cukup banyak, untuk dijual

kepada langganannya.

Amat letih tubuhnya setiap kali menyelesaikan

pekerjaannya, membuatnya cepat tidur, agar segar

kembali tubuhnya da-lam melakukan pekerjaan pada

keesokan harinya.

Biasanya ibunya sendiri yang pergi mengantarkan

makan-annya untuk tengah hari, walau sesungguhnya

tempat ia menebang kayu itu cukup jauh, namun dengan

senang hati sang ibu melaksanakannya juga. Di sanalah

mereka duduk dan makan bersama-sama dan sang ibu

menggunakan kesempatan tersebut untuk berbincang
bincang dengan anaknya.

Pada suatu hari, ketika ibunya pergi mengantarkan

makanan seperti biasa, tiba-tiba melompat seekor

harimau dan dalam semak belukar, bermaksud

menerkamnya.

la amat terperanjat, cepat-cepat lari. Harimau itu terus

mengejarnya, tampaknya tak lama lagi akan berhasil

mengejar wanita setengah baya itu. Si pemuda sempatPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

145

melihat kejadian itu, secepat kilat dia memburu harimau

untuk menyelamatkan nyawa ibunya. Dalam sekejap dia

telah berhasil menyusul binatang buas itu, lantas

mengayunkan kapaknya dan seketika robohlah harimau

tersebut. Sang ibu yang tak berani menengok ke

belakang, sama se-kali tak tahu kalau harimau itu telah

berhasil dibunuh oleh anaknya, terus kabur... Dia sama

sekali tak mendengar panggilan sang anak, yang
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberitahukannya bahwa dirinya telah berhasil

membunuh macan itu.

Sang ibu masih terus berlari, makin cepat malah. Maka

biarpun si anak berusaha mengejar-nya dan betapapun

cepat larinya, tetap tak berhasil mengejar ibunya.

Wanita setengah baya itu terus saja berlari, akhirnya

jatuh ke sungai dan tenggelam.

Sang anak tak kuasa untuk menolongnya, hanya duduk

sedih di tepi sungai, mengharap jenazah ibunya akan

timbul ke permukaan air. Biarpun pemuda itu telah

menanti cukup lama, tapi sia-sia belaka. Akhirnya si

pemuda memohon pada Touw Tee Kong, Dewa penguasa

bumi, untuk menolong memulangkan ibunya, supaya

dapat dikebumikan secara layak.

Tiba-tiba terlihat sebilah papan yang tak seberapa

lebarnya hanyut terbawa air. Dalam sedihnya, si pemuda

mengira ibunya telah berobah menjadi papan. DiambilnyaPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

146

papan itu, membawanya pulang dan meletakkannya di

atas meja, seolah-olah ibunya masih hidup.

Pagi hari, sebelum dia berangkat mencari kayu,

disajikan-nya makanan di muka papan di atas meja itu. Ia

menyoja, ber-sujud dan menyilakan ibunya makan. Hal

serupa dilakukannya juga pada malam harinya,

sepulangnya mencari kayu. Demikian dilakukannya,

sampai bertahun-tahun lamanya. Beberapa waktu

kemudian, pemuda itu berumah tangga. Sedang

usahanya bukannya meningkat, malah berkurang hasilnya,

hingga dia memutuskan untuk merantau ke negeri orang.

Diberinya isterinya uang belanja serta uang

pemeliharaan 'ibu-nya' sepeninggalnya untuk beberapa

waktu dan dia pun berangkatlah.

Dia berjanji akan berusaha mengumpulkan uang seba
nyaknya di rantau dan akan pulang secepatnya. Isterinya

adalah wanita yang patuh, memelihara papan itu baik
baik. Tiap pagi dan malam meletakkan mangkok nasi dan

cawan teh di muka papan di atas meja itu. Beberapa

bulan telah berlalu, tapi suaminya belum juga kembali.

Uang yang diberikan suaminya hampir habis. Untuk

mempertahankan hidupnya, ia harus bekerja keras,

namun begitu, tidak juga dapat mencukupi hidupnya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

147

Pada suatu ketika dia jatuh sakit. Semua barang

miliknya habis dijualnya. Dia tak dapat lagi memelihara

papan itu.

Apa dayanya kini?

Sebelumnya ia telah berjanji pada suaminya untuk

tidak menyia-nyiakan papan itu, tapi apa hendak dikata,

suami be-lum juga kembali dan dirinya terserang penyakit!

Alangkah sedihnya hati wanita itu, kemudian timbul

amarahnya, berseru: "Suami saya sinting! Bagaimana

orang dapat menyembah papan biasa dan memberinya

sajian? Bila benar papan ini berisi roh ibunya, tentu roh

itu takkan membuat anak menantunya sengsara --- Akan

saya tusuk papan ini dengan peniti, ingin saya lihat

bagaimana akibatnya!?".

Lalu ditusuknya papan itu! Apa yang terjadi? Keluar

setitik darah dan papan itu, benar-benar darah segar!

Seketika , gemetarlah tubuh wanita itu, bagaimana kalau

suaminya tahu hal ini? Cepat-cepat disembunyikan papan

itu, tak berani memandangnya lagi! Sementara itu, sang

suami telah cukup berhasil dalam usaha di rantau orang.

Pada suatu malam, yaitu setelah isterinya menusuk

papan dengan peniti, dia telah bermimpi ibunya datang,

menceritakan padanya dengan suara sedih, bahwa betapa

sulitnya kehidupan isterinya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

148

"Cepatlah kembali anakku, pulanglah! ", kata sang ibu,

"is-terimu dalam kesulitan, lekas kau tolong dia!".

Sang anak patuh, keesokan harinya segera pulang ke

kam-pung halaman. Setiba di rumah, tak terlihat isteri

maupun 'papan roh'. Dia mencarinya kian ke mari,

akhirnya berhasil menemukan papan itu di belakang

tumpukan kayu yang telah lapuk. Terlihat pula olehnya

setitik darah yang telah beku. Dia langsung tahu apa yang

telah terjadi, yang membuatnya jadi sangat haru, tak

sepatah kata pun yang dapat diucapkannya. Dia hanya

menulis nama ibunya dan namanya sendiri di papan itu,

sebagai pemberitahuan pada ibunya kalau dirinya

telah kembali.

Setelah isterinya pulang, segeralah mereka pindah ke

kota, tempatnya berusaha selama ini. Dia berhasil

memperoleh un-tung besar. 'Papan roh' itu memperoleh

tempat yang istimewa di rumahnya. Setelah dia

meninggal, papan itu tetap dipuja oleh isteri maupun

anak-anaknya.

Untuk sang suami dibuatkan papan yang serupa

dengan 'papan roh' ibunya. Namanya, tanggal lahirnya

dan hari meninggalnya dituliskan pada papan tersebut.

Dibuatkan juga sebuah titik merah seperti papan yang

lama dan huruf 'Roh' ditulis di atasnya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

149

Demikianlah asal muasal Setelah sang isteri meninggal,

anak-anaknya pun membuat demikian untuk ibunya.

Keadaan itu menjadi tradisi dari abad ke abad sampai

masa kini, yaitu 'Menghormati dan memuja leluhur'.

***

HIKAYAT GIOK HONG SIANG TEE

(ASAL MUASAL PERAYAAN TAHUN BARU IMLEK)

Pada zaman purbakala ada sebuah kerajaan yang

disebut orang kerajaan 'Cahaya dan Gembira yang abadi',

sebab rakyat dari kerajaan itu selalu hidup bahagia; apa

saja yang dikehendaki orang, tersedia seluruhnya.

Banyak yang mengira, perasaan Kaisar dan

Permaisurinya demikian juga. Namun kenyataannya

malah sebaliknya, sering mereka merasa sedih karenaPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

150

belum juga dikaruniai anak. Mereka takut takkan ada

yang menggantikan Tahta kerajaan setelah me-reka

mangkat nanti. Itu sebabnya mereka ingin sekali mempu
nyai putera dan berdoa setiap malam, agar dianugrahi

seorang putera.

Bertahun-tahun lamanya mereka berdoa. Suatu ketika,

pada hari ke sembilan bulan pertama, permohonan

mereka terka-bul, sang Permaisuri melahirkan seorang

putera.

Kaisar dan Permaisuri amatlah bersuka cita, demikian

pula rakyatnya. Ketampanan putera mahkota itu tiada

tolok bandingannya, sehingga orang seperti melihat

matahari bila memandangnya. Kian hari dan tumbuhlah

putera mahkota itu, setelah dewasa, dia diserahi tugas

untuk mengurus kekayaan kerajaan. Putera mahkota ini

seorang yang murah hati, sering meng-hadiahkan

sejumlah uang pada fakir miskin dan orang-orang yang

membutuhkan pertolongannya. Beberapa tahun kemudian,

dia pun menggantikan kedu-dukan ayahnya sebagai

Kaisar dari kerajaan 'Cahaya dan Gembi-ra yang abadi'.

Setelah naik Tahta, dia pun menyadari kalau hidup

manusia ini tak ada yang kekal.

Dia menyayangkan akan adanya penyakit dan maut.

Maka kemudian pergilah dia ke pegunungan yang sepi

dan hidup sebagai seorang pertapa di sana, ia inginPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

151

meresapi bagaimana rasanya orang yang hidup menderita.

Setelah berhasil mencapai kesempurnaan hidup, dia

kembali ke masyarakat untuk mengajar dan menolong

manusia; mengobati orang sakit, menghibur orang yang

sedang meng-alami kesulitan dan banyak hal yang baik

dan luar biasa dilakukannya. Ketika ia mangkat dan

rohnya naik ke Langit, semua rakyat berkabung dan Alam

pun seakan ikut berduka pula, daun-daun dan bunga layu

dan gugur, bumi menjadi basah dan dingin. Awan muram

menghitam di langit, meratap sebagai manusia di bumi.

Binatang-binatang gelisah, takut, bersembunyi di gunung
gunung dan hutan belantara.

Menyaksikan segalanya itu Kaisar jadi sangat terharu

dan merasa berkewajiban untuk kembali ke dunia lagi!

Semua diperbaruinya, apa yang sudah kering dan mati di
hidupkannya kembali. Tiap orang berbesar hati.

Dibersihkan-nya rumahnya dan dipakainya busana baru.

Di mana-mana orang memasang api tanda bersuka-cita.

Lampu-lampu di jalan terang benderang dan semua

penduduk saling memberi hormat. Berhari-hari mereka

berpesta. Begitulah lahirnya 'Perayaan Tahun Baru Imlek'.

Tetapi karena Raja bukan bangsa penduduk bumi ini lagi,

harus kembali ke tempatnya di Langit. Namun setiap

tahun ia akan turun untuk membawa dan memberikan

kebahagiaan bagi manusia.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

152

Beribu-ribu tahun ia mengulangi perjalanannya ke bumi.

Lama-lama orang tidak mengerti lagi akan maksudnya.

Manusia lebih suka mengikuti kehendaknya sendiri.

Mereka menjadi loba-tamak dan makin banyak kejahatan

yang dila-kukan.

Ketika Kaisar penghabisan kali turun ke bumi, ia

ditangkap dan disiksa orang. Setelah peristiwa itu, ia

melepaskan diri dari segala-galanya yang berbau

keduniawian dan semenjak itu tak pernah kembali lagi.

Di belakang hari barn disadari oleh manusia, bahwa

mereka telah menganiaya Rajanya, namun sudah

terlambat! Kaisar itu dinamai orang 'Giok Hong Siang Tee'

atau lazim pula disebut 'Giok Tee' ( Kaisar Pualam atau

sering juga dinama-kan Maharaja Dewata.

Ia dipandang orang sebagai yang Ter-tinggi dari segala

yang ada di bumi, memiliki kekuasaan yang tak terbatas.

Orang-orang memperingatinya pada Cia-gwe Ce-kauw

(tanggal 9 bulan pertama menurut penanggalan

Tionghoa).

Angka 9 dan 1 dipandang sebagai angka-angka gaib: 9

ialah bilangan yang tertinggi dan 1 yang terendah dalam

bilangan tung-gal! Orang yang akan memperingati she-jit
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

(hari lahirnya) harus mengadakan persiapan berhari-hari

sebelumnya. Mereka tidak boleh berpikiran jahat danPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

153

dilarang menge-luarkan kata-kata yang jorok, tidak

senonoh.

Sehari sebelum pesta, rumah harus dibersihkan benar
benar. Semuanya harus sebagus-bagus-nya. Pada malam

hari tanggal delapan, meja tempat sajian untuk

menghormati 'Giok Hong Siang Tee' ditempatkan di muka

rumah di tempat yang tinggi, agar dapat dilihat oleh

Kaisar dari Langit.

Sajian itu berupa buah-buahan, lilin, manisan-manisan

dan hio (dupa linting). Bunga-bunga dan buah-buahan

merupakan lambang musim bunga. Dibakar juga orang

kayu yang harum baunya (kayu gaharu). Tengah malam

jam duabelas tepat, berlututlah yang tertua di rumah itu

sebanyak duabelas kali dan berdoa kepada yang Maha

Tinggi (Sembahyang Tuhan Allah).

Ia mengucapkan terima kasih kepada Nya atas rahmat

Tuhan yang didapat seisi rumahnya pada tahun yang lalu,

serta mohon dimaafkan, bila sekiranya ada yang berbuat

salah. Sesudah itu penghuni rumah yang lain melakukan

hal yang sama. Kemudian dipasang mercun atau petasan

untuk menghindarkan segala pengaruh jahat.

Sedangkan Tahun Baru Imlek dirayakan pada Cia-gwe

Ce-it (Hari pertama bulan ke satu menurut penanggalan

Imlek).Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

154

Sebenarnya Musim Bunga yang disambut dengan

gembira. Orang-orang berpakaian baru untuk

menghormati Alam, yang mulai memperlihatkan

keindahannya. Pohon-pohon menghijau lagi, tunas-tunas

timbul dan binatang-binatang bangkit dari tidurnya di

musim dingin.

Orang pergi mengunjungi kaum keluarga dan sahabat

untuk mengucapkan 'Sin Chun Kiong Hie' (Selamat Musim

Bunga Baru (Musim Semi) atau lazim disebut Selamat

Tahun Baru). Namun dengan adanya perkembangan

zaman, dimana orang-orang banyak yang condong ke

segi materi, sering terdengar jugs ucapan 'Kiong Hie Hoat

Cay' (Selamat menjadi kaya atau Selamat Beruntung).

Anak-anak pun tidak ketinggalan. Mula-mula mereka

mengucapkan selamat kepada orang tuanya dan

menerima berkat dari padanya. Dahulu kala mereka

mendapat 'angpao' sebagai tanda membalas penghargaan,

yang sebenarnya berarti 'bungkusan merah'.

Bungkusan itu lazimnya berisi mata uang perak atau

emas untuk jajan atau untuk disimpan.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

155

CAP GO MEH

Pada hari ke limabelas bulan pertama dirayakan pesta

musim bunga yang terbesar untuk menghormati matahari

yang ke-luar dari musim dingin yang penuh kabut itu,

juga untuk menghormati Naga yang keluar dari tempat

persem-bunyiannya. Dibuatlah orang pawai dengan panji
panji, obor dan lentera beraneka warna, bentuk dan

besarnya. Di belakangnya mengikuti seekor macan ganas

yang me-nyemburkan api, yang mengusir segala hantu

jahat dan seekor naga yang memuntahkan api ke segala

penjuru, berbelit-belit mengejar bola api putih.

Naga itu ialah lambang musim bunga (semi), hujan

dan ke-suburan; bola putih itu lambang matahari. Kedua
duanya menjadi pusat pawai itu.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

156

Apa sebabnya orang begitu menghormati Naga? Cerita

berikut dapat memberi sedikit penjelasan bagi anda.

Dahulu kala ada seorang Kaisar yang bersahabat

dengan se-orang pertapa. Ia kerap kali pergi

mengunjungi sahabatnya untuk meminta nasehat atau

menghirup hawa sejuk pegunungan bila sedang luang

waktunya.

Mereka memperbincangkan segala peristiwa penting

sampai larut malam. Pada suatu ketika, waktu Kaisar

berada di tempat pertapaan sahabatnya, tampak olehnya

ruang yang sebelumnya tak pernah dilihatnya. Pintu
pintunya dikunci dengan kura-kura besar yang dibuat dari

tembaga dan sekelilingnya didapati tanda-tanda yang

ganjil.

"Apa isinya?", tanyanya dengan penuh diliputi rasa

ingin tahu.

"Sebaiknya Tuanku tidak mengetahuinya", sahut

pertapa itu. Akan tetapi Kaisar mendesak juga, apakah

gerangan isi ruang yang dirahasiakan itu.

Akhirnya sang pertapa bersedia juga memenuhi

keinginan Kaisar, membuka pintu-pintu itu. Tak terlihat

apa-apa pada awalnya, serba gelap. Dalam keadaan biasa,

pertapa itu amat ramah dan banyak bicara, tapi pada

waktu itu menutup mulut rapat-rapat. Kaisar memeriksaPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

157

segala sudut dan di sudut yang tergelap didapatinya

sebuah botol yang dilak.

"Apa isinya sahabatku? Ayolah terangkan sebabnya!

Tolong buka tutup botol ini!", ujar Kaisar.

Tiba-tiba saja wajah si pertapa menjadi pucat pasi,

menggeleng sedih. "Baginda tidak menyadari apa yang

Paduka katakan. Bila botol ini saya buka, akan terjadilah

suatu mara-bahaya di negeri ini!", ucapnya kemudian.

Kaisar amat marah, langsung membanting botol itu ke
tanah. Botol pun pecahlah, beribu-ribu keping

pecahannya ber-terbangan kian ke marl dan segumpal

asap putih membubung ke atas. Asap itu berkumpul

menjadi suatu 'tokoh' dan terbang keluar dengan cepat

melalui pintu. Tanpa berkata apa-apa si pertapa masuk ke

biliknya, meninggalkan Kaisar seorang diri.

Kaisar berkeringat saking takutnya, segera Ia lari

keluar, melompat ke atas kudanya, lalu kembali ke

istananya.

Setiap tempat yang dilaluinya dalam perjalanan pulang

ke istananya, yang terlihat olehnya adalah pohon-pohon

yang layu dan banyak pula hewan yang mati. Rupanya

yang terlepas tadi adalah Dewa Kering. Di mana dia

muncul, tempat itu akan hancur lebur dan mati semuanya!

Ketika sampai di istananya, tampak para menteri danPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

158

pejabat tinggi lainnya pada berkumpul. Mereka membawa

laporan mengenai kemarau yang meraja-lela di mana
mana. "Panen gagal dan para peternak kehilangan

ternaknya", demikian penutup laporan yang menyedihkan

itu.

Kaisar masuk dan langsung mengunci diri di kamarnya.

"Semua ini salahku", keluhnya di dalam hati.

Ia bermak-sud mengadakan kurban besar-besaran. Ia

akan bersamadhi untuk memohon pertolongan kepada

Thian. Maka didirikannyalah tempat pengurbanan yang

istimewa. Kaisar sendiri berpuasa selama 40 hari lamanya

dan mandi sebanyak sembilan kali sehari. Sesudah itu ia

naik tangga tempat pengurbanan itu di hadapan beribu
ribu manusia yang datang dan segala penjuru.

Ia berdoa: "Ya Tuhan yang Maha Agung, letakkanlah

segala kesalahan ini pada diri saya. Saya mohon,

turunkanlah hujan agar rakyat saya dapat terhindar dan

mara-bahaya ini. Hu-kumlah saya atas kesalahan yang

saya lakukan, sebab sayalah yang harus bertanggung

jawab atas segalanya ini!".

Ketika Kaisar dan rakyat bersembahyang, tiba-tiba

terlihat seekor Naga terbang di angkasa dan tidak lama

kemudian turunlah hujan yang sangat lebat. Kaisar terus

berlutut dengan kepala tertunduk di lantai tempat

pengurbanan itu. Ketika orang datang menolongnyaPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

159

untuk bangkit, ternyata beliau sudah tidak bernyawa lagi.

Doanya diterima oleh Thian, rohnya telah meninggalkan

jasadnya, terus naik ke Surga yang setinggi-tingginya. Itu

sebabnya, maka Naga jadi dihormati orang, sebagai

pembawa hujan.

Untuk orang yang hidup dari pertanian, musim

kemarau adalah merupakan bahaya yang besar. Sawah
sawah kering dan padi tidak tumbuh, akhirnya timbul

kelaparan. Tetapi hujan berarti rahmat bagi mereka.

Kesuburan mendatangkan makanan bagi rakyat. Oleh

sebab itu Naga dipandang sebagai binatang yang berjasa,

sama seperti Kaisar yang telah mencurahkan segala

tenaganya untuk kemakmuran rakyatnya. Itu pula

sebabnya, Naga dipandang sebagai lambang kebesaran

Kaisar.

SEMBAHYANG CHENG BENGPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

160

Lama sebelum abad kita ini, hidup seorang

cendekiawan. Dia berkunjung ke segala pelosok

negerinya untuk memberi pelajaran kepada sesama

manusia, agar hidup menurut kebajikan dan Hauw (Hauw

ialah cinta seorang anak terhadap orang tuanya).

Bertahun-tahun dia masuk keluar kampung. Sejak itu

tak pemah lagi kembali ke kampung halamannya sendiri.

Ia dihormati orang karena kebijaksanaannya dan

kebaikannya, hingga kemudian dinobatkan orang sebagai

Raja.

Kala itu, bap Raja dipilih Iangsung oleh rakyat dari

orang-orang yang terpandai dan terbaik budinya di dalam

negeri itu. Sesudah menjadi Raja, timbul hasratnya untuk

mengunjungi orang tua-nya yang telah lama

ditinggalkannya. Maka dia pun berangkat menuju ke

rumah orang tuanya. Tapi setibanya di kampung

halamannya, ternyata orang tuanya telah meninggal

dunia, tak seorang pun tahu di mana mereka dikuburkan.

Sejak peristiwa itu, sang Raja memerintahkan, agar

tiap kuburan diberi tanda dengan secarik kertas kuning,

agar dapat dilihat, bahwa pusara-pusara itu dipelihara

oleh akhli waris orang yang telah meninggal.

Perintah itu ditaati rakyat. Semua penduduk kampung

itu pergi ke bukit tempat pemakaman keluarganya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

161

Dibersihkannya pusara itu dan memberinya tanda

dengan kertas-kertas kuning yang jelas terlihat dari jauh.

Di antara kuburan sebanyak itu, ada dua makam yang

berdampingan, yang temyata tidak pernah diurus.

Seorang pun tidak tahu, siapa anak cucu orang yang

meninggal itu.

Kaisar yakin, bahwa kedua kuburan yang terlantar itu

ada-lah makam orang tuanya. Segera memerintahkan

pembantunya untuk memperbaikinya. Ditunggunya hari

yang baik dalam ta-hun itu, yaitu ketika alam terang

benderang dan meman-carkan damai di bumi. Pada

waktu itulah Raja mengadakan upacara sembahyang

secara besar-besaran di pusara orang tuanya. Hari itu

dicatat penduduk, yaitu She-gwe Ce-sha (Tanggal 3 bulan

ketiga menurut penanggalan Imlek). Tapi dengan

berkembang-nya zaman, belakangan ini banyak pula

orang yang melakukan sembahyang Cheng Beng pada

Sha-gwe Ce-si (Tanggal 4 bulan ke tiga), jadi beda

sebulan dengan apa yang dilakukan oleh sang Raja tempo

dulu itu.

Seluruh negeri mengikuti contoh Rajanya itu.

Demikian-lah lahir perayaan segala roh-roh manusia yang

disebut Cheng Beng, untuk memperingati akan bersih dan

cemerlangnya hawa pada saat Kaisar menghormati

makam orang tuanya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

162

Setiap tahun pada hari yang berbahagia itu, orang

mem-bawa persembahan ke kuburan orang tua masing
masing. Me-reka membawa lilin, bunga dan hio (dupa

Tinting) serta aneka hidangan lainnya. Di atas kuburan itu

diletakkan orang kertas kuning yang digunting panjang
panjang, ditindih dengan batu yang berat, agar jangan

beterbangan.

Hal itu disebut Tee Choa, artinya 'Menindih kertas'.

Makam-makam tua yang sudah tidak dipelihara orang lagi,

dibersihkan dan diperbaiki juga. Untuk itu dikumpulkan

uang, jadi biayanya dipikul bersama. Bagi Touw Tee Kong

yang menguasai bumi, dibawa orang hio dan kertas

kuning, tanda terima kasih karena Dewa itu telah

memelihara tanah pekuburan tersebut.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

163

MA CHO PO (KISAH DEWI PELINDUNG PELAUT)

Dahulu kala, pada Sha-gwe Jie-sha (tanggal 23 bulan

ke 3 menurut penanggalan Imlek), telah lahir seorang

anak perempuan di pulau Bi Chiu.

Kiranya anak itu amat ganjil. Waktu dilahirkan,

berhembuslah bau yang harum semerbak sampai jauh ke

sekitarnya dan keadaan itu terus berlangsung selama 10

hari lamanya.

Mereka yang sempat mencium barn harum itu jadi

bertanya-tanya: "Apakah ini sebagai tanda telah lahir

seorang sakti?".

Anak perempuan itu tambah hari kian besar jua,

sebagai lazimnya anak-anak sebayanya yang tumbuh

wajar, tak terli-hat kelainan apa-apa. Setelah meningkat

remaja dia mulai ja-rang menampakkan diri.

Sampai pada suatu malam telah terjadi keajaiban, tiba
tiba dia merasakan kaki dan tangannya tegang kaku,

seolah-olah lumpuh. Orang tuanya ketika melihat

perobahan di diri anaknya itu, segera berusaha

membangunkannya. Setelah bersusah-payah sekian lama,

barulah anak itu sadarkan diri sambil berteriak sedih:

"Kenapa Thia dan Nio tak memperkenankan saya

menyelesailcan pekerjaan saya? Saya sedang berusaha

membebaskan saudara-saudara saya dan mara-bahaya".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

164

Pada malam itu saudara laki-lakinya sedang berlayar,

me-reka dihantam angin Topan, hingga perahu seisinya

terbalik. Mereka pasti tenggelam, kalau saja tidak ditolong

oleh saudara perempuannya, yang seakan berjalan di atas

air dan menyelamatkan penumpang perahu itu, kecuali

saudara laki-laki bungsunya tak sempat diselamatkannya,

sebab dirinya telah keburu dibanguni oleh orang tuanya.

Sejak itu tahulah orang tuanya, bahwa anak

perempuan mereka yang satu ini sangat sakti. Ketika ia

meninggal, tercium pula bau harum semerbak, sama

halnya ketika dia dilahirkan.

Maka kemudian orang mendirikan Bio untuk

memujanya dan mereka menyebutnya Ma Cho Po, artinya

'Ibu yang sakti'. Apabila bertiup angin ribut di pulau Bi

Chiu, para nelayan pada memanggil namanya, sebab

mereka yakin, bahwa Ma Cho Po akan melindungi mereka.

Selain saudara-saudaranya, ada pula dua lelaki yang

pernah ditolongnya. Kala itu mereka sedang berlayar ke

Korea, tiba-tiba muncul angin topan, yang hampir

membalikkan perahu yang ditumpangi oleh kedua laki-laki

itu. Untung segera muncul Ma Cho Po, yang berdiri tegak

di kemudi sampai redanya angin topan tersebut.

Itu pula sebabnya, bagi orang yang akan berangkat ke

luar negeri dengan melalui laut, tentu akan datang dulu

ke Bio Ma Cho Po, bersembahyang untuk memintaPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

165

perlindungan, agar selamat sampai ke tempat tujuannya.

Dengan demikian jadilah dia pelindung para nelayan dan

orang yang akan berangkat ke luar negeri melalui lautan.

Tidak-lah mengherankan, bila di pantai, di tepi sungai

atau terusan, telah didirikan Kelenteng untuk memujanya.

Ke mana saja pelaut pergi, akan selalu membawa

gambarnya, yang selalu meletakkannya di bagian kiri

pada ruangan tertentu.

Di Indonesia pun terdapat Kelenteng Ma Cho Po di tepi

pantai, pelabuhan atau di tempat-tempat kediaman orang

yang merantau. Kadang-kadang di dalam Kelenteng itu

terdapat juga arca Kwan Kong (Dewa Peperangan dan

Kejujuran) dan Kwee Seng Ong, Dewa Pelindung bagi

orang-orang Hokkian.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

166Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

167

HIKAYAT PEH CHUN

Cerita ini mengungkapkan riwayat seorang ternama

yang jujur, yaitu Kut Goan.

Semasa hidupnya, dia adalah Perdana Menteri dan

kerajaan Chiu (Abad keempat sebelum Masehi). Selama

menjabat Perdana Menteri, dia bukan saja jujur, tapi juga

setia, hingga amat dipercaya oleh Kaisar, yang sekaligus

menghormati dan menyayanginya.

Keadaan itu telah menimbulkan rasa iri hati bagi

menteri lainnya, yang membuat mereka melakukan

bermacam upaya untuk menjatuhkan Kut Goan.

Beberapa waktu kemudian, Kaisar mendengar isyu

yang menyatakan, bahwa Kut Goan sesungguhnya

seorang penghianat, bermaksud menggulingkan Kaisar

dan mengangkat dirinya sebagai Raja. Untuk itu dia telah

bersekutu dengan Raja Raja asing.

Lambat laun Kaisar terpengaruh juga oleh hasutan

para Menteri yang tak menyenangi Kut Goan,

membuatnya mulai membenci Perdana Menterinya,

membuangnya ke sebuah kampung terpencil, tak jauh

dan Siang Yin sekarang. Namun Kut Goan tetap tenang

menghadapi percobaan itu, tetap jujur sikapnya. Dia

sama sekali tak berdendam atas kekejian orang-orang

yang berusaha menyingkirkannya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

168

Selama berada dalam pengasingan, dia mulai

mengarang sajak, untuk mencurahkan kepedihan hatinya

dengan untaian kata yang indah.

Salah sebuah sajaknya yang masyhur adalah 'Li Sao'.

Isinya bukan saja mengungkapkan penderitaannya, juga

mala-petaka yang akan menimpa negerinya dan rakyat.

Itu pula sebabnya namanya jadi terkenal hingga sekarang

ini.

Walaupun telah berulang kali Kut Goan menasehati,

namun Kaisar tetap juga menyerang Raja Chin, yang jauh

lebih kuat dan padanya. Kut Goan tahu kalau Raja Chiu

takkan dapat menaklukkan lawannya.

Pada suatu hari, Kut Goan mende-ngar dan seorang

pesuruh yang tetap setia padanya, yang menyatakan Raja

sakit keras. Para tabib tak dapat menyembuhkannya. Kut

Goan sedih mendengar kabar itu, berhari-hari dia

bermurung diri di biliknya yang kecil itu.

Biarpun dirinya telah di-buang ke tempat terpencil, tapi

itu tidaklah mengurangi hormatnya terhadap Raja. Dia

ingin semasa hidupnya, agar sang Raja menyadari

kesalahannya, hingga bersedia merobah keputusan-nya,

membersihkan nama baiknya.

Dia ingin memperlihatkan kesetiaannyy kepada Raja.

Tapi bagaimana dia dapat melakukan segalanya itu,Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

169

sebab dirinya masih diasingkan? Pada suatu malam, dia

bermimpi telah dikunjungi oleh Dewa Kekal. Ia

diperintahkan untuk segera kembali ke kota-raja dengan

membawa obat untuk Raja, yaitu kue yang dibuat dari

beras dan dibungkus dengan daun bambu yang

berbentuk limas (piramide) yang sama sisinya. Daun

bambu itu disimpul dengan benang sutera warna merah.

"Setiap hari Raja harus memakan kue itu", pesan Dewa

Kekal itu, lalu sima dari hadapannya.

Kut Goan merasa seolah-olah tubuhnya diangkat dari

tanah dan diterbangkan ke kota-raja. Dalam sekejap dia

telah berada di bumi pula. Ia memperhatikan seputarnya

dan betapa herannya dia ketika tahu dirinya berada di

kansar tidur Rajanya. Kut Goan segera memberi hormat,

lalu menyampaikan pesan utusan dari Langit. Segera

diikatkannya kue-kue itu di atas peraduan Raja. Kemudian,

tanpa disadari, ia telah mumbul kembali dari tanah dan

terbang pulang ke dalam biliknya di tempat

pembuangannya, lalu terjaga.

Lama dia memikirkan peristiwa yang mengherankan itu,

mulai tenang perasaannya dan lambat laun dia yakin

kalau mimpinya itu benar-benar terjadi.
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu Raja pun terjaga. Mula-mula dikiranya

kalau dirinya bermimpi. Tapi dia melihat kue-kue itu diPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

170

atas pemba-ringannya. Nyatalah kalau Kut Goan memang

telah datang menghadapnya.

Dipandangnya kue-kue itu, dibelahnya sebuah dan

mema-kan isinya. Makin banyak dimakan makin

berkurang penyakit yang dideritanya. Keadaan itu

membuatnya benar-benar heran! Dikumpulkan para

menterinya dan menceritakan kejadian yang luar biasa itu.

Tapi rata-rata para menterinya pada menggelengkan

kepala, tanda kurang percaya.

Kedatangan Kut Goan mengunjungi Raja merupakan

tanda yang kurang baik bagi mereka, yang membuat

mereka harus bersikap lebih hati-hati, sebab Kut Goan

memiliki ilmu gaib, dapat bergerak di udara sesuka

hatinya.

Para menteri yang iri terhadap Kut Goan segera

berusaha untuk mempengaruhi Raja lagi, agar tetap

membenci Kut Goan dengan menyatakan, bahwa kue-kue

itu beracun, yang dapat membahayakan nyawa raja.

Karena bertubi-tubi datangnya hasutan itu, telah

membuat Raja kembali terpengaruh, lalu menyuruh orang

membuang kue-kue itu dan memerintahkan untuk

menangkap dan membunuh Kut Goan yang ingin

meracunnya.

Serta merta berangkatlah sejumlah pasukan untuk

melak-sanakan perintah Raja itu . Raja menyangka KutPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

171

Goan akan lari dari kamar tahanan-nya. Tapi alangkah

terkejutnya ketika orang melihat Kut Goan masih tetap

berada di dalam biliknya di kampung kecil itu, tangannya

tetap terbelenggu. Dia pun langsung digiring ke kota-raja.

Kut Goan sama sekali tidak melakukan perlawanan, tapi

setiba di tepi sungai Milo, disentakkannya belenggunya

dan dia pun terbebas, lalu melompat ke dalam sungai dan

tenggelam.

Bersamaan waktunya, Raja telah melihat Dewa Kekal

dari Langit yang menyorongkan kaca ajaib. Di situ terlihat

apa yang sebenarnya terjadi dan diperlakukan bagaimana

diri Kut Goan oleh orang-orang suruhannya.

Sang Raja jadi amat sedih atas kejadian itu, segera

meme-rintahkan untuk mencari jenazah Kut Goan di

sepanjang sungai Milo.

Kala itu adalah Go-gwe Ce-go (hari ke lima bulan ke

lima menurut penanggalan Tionghoa).

Rakyat banyak membantu mencari dengan sampannya.

Berhari-hari lamanya mereka mencari tetapi tidak dapat

menemukan jasad Kut Goan. Kemudian dibuat orang kue
kue yang serupa dengan kue yang dibawa Kut Goan

untuk Raja, supaya rohnya melihat bahwa orang

mencarinya. Tapi semua pekerjaan itu sia-sia belaka.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

172

Setiap tahun pada hari ke lima dan bulan ke lima Imlek,

banyaklah orang bersampan atau berperahu, untuk

mencari jenazah Perdana Menteri yang jujur lagi setia itu.

Dan untuk sembahyang disajikan juga kue-cang (tidak

berisi) dan bah-cang (berisi daging babi).

Demikianlah lahirnya perayaan 'Peh-cun', maksudnya

semula ialah hari berduka-cita.

RIWAYAT CIO KO

(SEMBAHYANG REBUTAN)

Bok Lian, seorang Hweshio (Pendeta) muda usia, pergi

mengantarkan jenazah ibunya ke tempat pemakaman.

Seusai pemakaman, pulanglah dia. Tapi di tengah jalan

telah bertemu dengan gurunya, yang mengajaknya

berbincang-bincang sejenak.

"Ibumu harus menghadap Giam Lo Ong, Hakim Neraka.

Aku tak tahu apa yang akan terjadi nanti. Tapi bila

sekiranya dia mendapat hukuman yang berat, kau dapat

menolongnya dengan panji ini. Ini adalah bendera saktiPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

173

yang akan menun-jukkan jalan di daerah Neraka dan

akan menolongmu", kata Hweshio tua itu.

Bok Lian mengucapkan terima kasih dengan wajah

penuh air mata sambil menerima bendera kecil itu.

Setelah itu dia masuk ke dalam biliknya yang kecil, lalu

dikuncinya dari da-lam. Ia menelungkup di tanah dan

mengeluh. Pada waktu itu rohnya meninggalkan jasadnya

(badan kasarnya). Dari jauh dia telah dapat melihat

ibunya dibawa oleh empat orang penjaga Neraka ke

hadapan Raja Neraka.

Dalam sekejap Bok Lian telah sampai di tempat

penjaga itu, meminta melepaskan ibunya dari

belenggunya, membim-bing ibunya dan bendera itulah

yang jadi penunjuk jalan bagi-nya untuk pergi

menghadap Giam Lo Ong.

Di tengah jalan mereka telah bertemu dengan

beberapa orang pengemis yang meminta sedekah.

Mereka meraung dan berteriak, patut dikasihani keadaan

mereka. Itulah roh-roh orang yang membunuh diri

sebelum tiba waktunya untuk mati.

Mereka tidak diperkenankan masuk Surga ataupun

Neraka, sebab dianggap belum tiba waktunya untuk

menghadap Giam Lo Ong. Roh-roh itu mencoba

menghalang-halangi perjalanan Bok Lian dan ibunya

dengan aneka macam usaha, tetapi bendera saktiPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

174

tersebut dapat menghindarkan maksud-maksud mereka.

Bukan saja roh yang malang itu saja yang ingin

mengganggu perjalanan Bok Lian, tapi juga berbagai

hantu pun sering melakukan tindakan yang dapat

membahayakan Bok Lian dan ibunya.

Di beberapa bagian Neraka, Bok Lian melihat

bagaimana manusia yang melakukan kejahatan dihukum.

Pembantai binatang, pendusta, panjang lidah, masing
masing mendapat hukuman yang setimpal.

Para penjaga Neraka bekerja keras. Hukuman
hukuman itu tidaklah ringan. Beberapa waktu kemudian

Bok Lian bersama ibunya tiba di hadapan singgasana

Giam Lo Ong.

Dua laki-laki berkepala kuda dan berkepala lembu

jantan berdiri menjaganya sambil memegang garu besar.

Bok Lian berlutut, menyembah Raja Neraka, memohon

agar dirinya saja yang dihukum untuk menggantikan

ibunya. Dia rela menerima segala hukuman, betapa berat

pun hukuman itu.

Bok Lian terus menerus memohon sambil menyembah,

hingga akhirnya permintaannya dikabulkan oleh Giam Lo

Ong. Namun undang-undang Neraka tidak dapat

dilanggar se-luruhnya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

175

Bok Lian hanya dapat menggantikan ibunya selama

sebuIan, sebab ibunya telah melakukan kesalahan besar

dalam hi-dupnya, yaitu mengucapkan sumpah palsu.

Untuk itu ia harus dihukum berat. Papan hukuman

digantungkan di leher Bok Lian.

Berhubung Bok Lian berjiwa bersih suci, maka papan

yang berat itu dipegang oleh hantu-hantu Neraka yang

kecil-kecil, membuat Bok Lian sama sekali tidak

merasakan beratnya papan tersebut. Sedang ibunya

diizinkan untuk turun ke bumi selama se-bulan dan boleh

pergi ke mana dia suka. Kemudian Giam Lo Ong berpikir,

tak ada jeleknya bila dia melepaskan roh-roh yang ada di

Neraka, agar mereka dapat bernapass sesudah

penyiksaan yang diderita.

Diperintahkannya membuka pintu-pintu Neraka lebar
lebar dan mengizinkan roh-roh itu berpergian ke mana

saja di waktu senja pada hari pertama bulan ke tujuh

(berdasarkan penanggalan Imlek). Selama bulan itu

mereka bebas. Penduduk bumi yang mengetahui keadaan

itu menyediakan meja-meja penuh makanan untuk roh
roh yang bergelan-dangan dan lapar itu.

Mereka memasang Lilin dan membakar hio (dupa

linting), supaya roh-roh itu dapat melihat jalan. Itulah

sebabnya maka pada masa ini, setiap Cit-gwe (bulan kePahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

176

tujuh) diadakan perayaan pengurbanan untuk roh-roh

dari Neraka.

Di halaman muka setiap Vihara atau pun Kelenteng

didirikan semacam panggung dari papan-papan yang kuat.

Di sana di-sajikan nasi tumpeng yang dikukus, bermacam

ikan kering, po-tongan daging babi, buah-buahan dan

kue-kue yang penuh di-hiasi dengan jalinan kertas, bunga,

juga bendera atau panji yang terbuat dari kertas pula. Di

belakang panggung itu ditegakkan pula sebuah panggung

lain, tempat Thay Su, Guru Besar, berdiri, fungsinya untuk

mengendalikan roh-roh yang kelaparan tersebut.

Ia memegang bendera yang bertuliskan: 'Saya

perintahkan roh-roh yang tak terpelihara untuk mendapat

makanan dan pakaian'. Thay Su sangat ditakuti, ia adalah

sebuah boneka yang sangat besar, dibuat dari kertas.

Mukanya merah, bila angin berhembus, matanya akan

berputar-putar ke segala penjuru.

Pakaiannya terbuat dari kertas juga, penuh dengan

selempang dan panji-panji kecil yang berwarna-warni.

Bukan makanan saja yang dihidangkan, tapi juga barang
barang yang dapat dipakai oleh para roh di Neraka,

umpamanya pakaian, topi, sepatu, lampu, tandu, kapal,

peti berisi uang dan sebagainya. Semuanya dihiasi dan

dicat indah, sehingga seperti benda aslinya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

177

Pendeta berpakaian kebesaran membacakan doa,

sambil memukul gembreng tembaga dan canang.

Begitulah mereka mengundang raja-raja pelbagai daerah

Neraka (ada sepuluh), agar hadir pada pembagian

makanan dan minuman yang telah disediakan.

Demikian pula roh-roh harus hadir pada pesta

makanan yang diadakan untuk mereka. Para pendeta

akan mengucapkan ayat-ayat suci, agar makanan,

pakaian dan lain-lainnya menjadi berpuluh ribu kali
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

banyaknya.

Apabila upacara telah usai, gong besarpun dibunyikan,

sebagai tanda, bahwa orang-orang yang mengikuti

jalannya perayaan itu diizinkan untuk naik ke panggung

makanan itu dan mengambil apa yang mereka kehendaki.

Mereka akan berdesak-desak, hingga terkadang

menim-bulkan pertikaian. Masing-masing berusaha

mengambil sebanyak-banyaknya. Thay Su dan benda
benda kertas itu dibakar. Bila segalanya telah usai, orang

pun kembali ke rumah masing-masing.

(Catatan : Kisah Bok Lian (Mu Lien) lainnya dapat anda

baca di cerita Hikayat Raja Akherat dalam buku CERITA

CE-RITA KLASIK TIONGKOK terbitan kami juga. Harap

anda maklum Penerbit).Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

178

125

PERAYAAN TIONG CIU PIA

Pada waktu Kaisar Yao (2346 ? 2355 sebelum Masehi)

di-nobatkan, negerinya ditimpa berbagai malapetaka.

Sepuluh matahari memancarkan cahaya yang amat

terik, mengakibatkan semua air di bumi ini menguap.

Setelah itu bertiup pula angin topan dengan kerasnya,

sehingga kota-kota dan kampung-kampung hancur dan

banyak manusia mati.

Bencana yang ke tiga ialah berupa binatang buas,

panjangnya 1000 li, yang menelan segala apa yang

dijumpainya. Kaisar Yao memerintahkan menyelidiki

sebabnya terjadi mala-petaka itu dan bagaimana cara

untuk menghindarkannya. Untung kemudian muncul

seorang laki-laki di kerajaan itu, bernama Ho Chek.

Telah bertahun-tahun dia berlatih memanah,

membuatnya jadi sangat mahir, hingga kemudian digelari

sebagai 'Pemanah Sakti'. Ho Chek tahu dari mana asal

bahaya itu, yaitu sembilan di antara sepuluh matahari itu

bukanlah matahari, melainkan burung-burung yang

meludahkan api dan bersarang di puncak gunung yang

sangat tinggi.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

179

Ho Chek segera membunuh binatang itu sampai mati.

Sembilan gumpalan embun naik dan yang tinggal

hanyalah sembilan gumpalan tanah, yang ditembus oleh

panah-panah itu. Setelah itu Ho Chek bersiap untuk

menahan angin topan.

Dewa Guruh dan Api bermaksud akan menganiaya

manusia yang hidup di bumi ini. Dibukakannya kantong

tempat me-nyimpan angin topan. Ho Chek menantangnya

berkelahi dan akhirnya Dewa Guruh dan Api terpaksa

memanggil topan itu kembali ke dalam kantongnya.

Kemudian Ho Chek mencari binatang buas yang panjang
nya 1000 li dan yang telah banyak meminta korban.

Dijumpai-nya binatang tersebut di tepi sebuah danau.

Dengan sekali panah, binasalah binatang itu.

Kaisar amat bersyukur atas keperkasaan Ho Chek,

sehingga ia dipandang sebagai orang sakti. Pada suatu

hari Ho Chek melihat sebuah benda yang bercahaya di

langit. Diikutinya benda itu sampai ke suatu gerbang. Di

sana terlihat seekor binatang yang sangat buruk rupa,

yang menjaga pintu itu.

"Kubunuh kau!", kata Ho Chek sambil melepaskan anak

panahnya dan binatang itu mati seketika. Kiranya pintu

itu merupakan jalan masuk ke Surga bagian Barat,

tempat bersemayamnya See Ong Bo Nio Nio.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

180

Dewi itu telah banyak mendengar prihal keperkasaan

Ho Chek, yang selain mahir memanah, juga ahli membuat

ba-ngunan. "Dirikanlah sebuah istana untukku", kata

Dewi See Ong Bo, "harus indah dan megah dan tidak

sama dengan yang pernah didirikan orang. Sebagai

upahnya, nanti akan kuberi kau sebutir pil sakti yang

memiliki khasiat dapat membuat orang hidup abadi".

Girang benar hati Ho Chek mendengar janji itu.

Segeralah dia membangun sebuah istana yang indah lagi

megah. Dinding-nya terdiri dari batu Giok (Jade atau

Kumala) yang mahal dan kayu Cendana yang harem

baunya serta atapnya dan batu-batu lajur pilihan.

See Ong Bo Nio Nio amat bersuka cita menyaksikan

istana yang dibangun Ho Chek itu, menepati janjinya,

memberinya sebutir pil sakti dengan pesan, sebelum

minum pil itu, Ho Chek harus menjauhkan diri dari segala

noda dunia selama setahun lamanya.

Ho Chek pamit pada See Ong Bo Nio Nio dengan

penuh diliputi rasa syukur, menyimpan pil itu di atas kaso

rumahnya. Belum lama dia beristirahat, telah datang

seorang utusan Kaisar, yang memintanya untuk

menangkap seorang penjahat yang mengganggu

beberapa daerah di kerajaan itu. Penjahat yang

melakukan pengacauan mudah dikenali, sebab gigi bagianPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

181

atasnya menjorok keluar, membuatnya digelari orang

sebagai 'Gigi Pahat'.

Dengan segera Ho Chek dapat menangkap dan

membunuh penjahat itu. Sementara itu pil sakti yang di

atas kaso itu memancarkan cahaya putih. Isteri Ho Chek

ingin tahu apa sebenarnya, lalu mengambil tangga dan

mengamati pil tersebut. "Mungkin pil ini dapat menambah

kecantikan", pikirnya sambil menelannya. Seketika dia

merasakan dirinya jadi sangat ringan, seolah-olah pandai

terbang. Kebetulan pada saat itu Ho Chek tiba di

rumahnya, langsung tahu kalau pil itu hilang. Sebelum dia

sempat bertanya, isterinya telah terbang keluar melalui

jendela, sebab khawatir di-marahi suaminya. Nyatanya Ho

Chek jadi sangat berang, hingga timbul maksud untuk

memanah isterinya. Namun sebelum terlaksana

maksudnya, tiba-tiba bertiup angin kencang, yang

membawa dirinya ke puncak gunung yang tinggi. Setelah

ia sadar, terlihatlah Dewa yang Kekal berdiri di

hadapannya.

"Ampunilah isterimu", kata Dewa Kekal, "ia tidak tahu

apa yang dilakukannya. Sekarang dia ada di Istana Bulan.

Kau boleh menempati istana Matahari, sebab kau telah

berjasa terhadap matahari. Ini ada sebuah jimat, pakailah

bila kau ingin mengunjungi isterimu. Kebalikannya

isterimu tidak dapat datang kepadamu, sebab ia tidak

boleh masuk ke dalam istana Matahari".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

182

Ho Chek-pun dihadiahi seekor burung dari Langit, yang

membawanya terbang ke matahari. Matahari itu sangat

besar, senang benar hati Ho Chek. Ia tidak merasa kalau

matahari itu selalu berputar.

Apabila duduk di atas sinar matahari, dapatlah dia

terbang ke bulan. Bulan itu dingin dan berkilat-kilat

bagaikan lcaca. Di daerah yang dingin inilah isterinya

tinggal.

Waktu Ho Chek tiba di bulan, dilihatnya isterinya

sedang kedinginan. Tetapi sinar yang dibawanya

memanaskan bulan itu sedikit dan bulan pun bersinar

terang, tepat pada hari ke limabelas bulan itu.

Sejak saat itu, sekali sebulan pada tanggal tersebut

(tanggal 15 menurut penanggalan Tionghoa), Ho Chek

akan mengun-jungi isterinya. Itulah sebabnya, maka pada

hari itu bulan me-memancarkan cahaya terang cemerlang

dan sangat bulat.

Setiap Peh-gwe Cap-go (tanggal 15 bulan ke delapan

me-nurut penanggalan Imlek; pertengahan musim

rontok), orang pada merayakan bulan, untuk

menghormati Dewi Bulan, yang akan memberi cahaya

pada bulan-bulan mendatang, di kala malam sangat

dingin dan lama, sebab matahari menjauhkan diri.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

183

Disajikan orang Tiong Ciu Pia , yang berarti kue

pertengahan musim rontok, dibuat dari tepung gandum

dan bulat menyerupai bulan purnama, yang berisi daging

babi dan tang-kwe) atau biji wijen yang ditumbuk. Di

atasnya digambari seekor kelinci merah atau hurufnya.

Menurut hikayat di bulan ada seekor kelinci. Ceritanya

demikian: Pada zaman purbakala, ada tiga ekor binatang

bersahabat, seekor srigala, seekor kera dan seekor kelinci.

Mereka hidup dengan damai dan sama-sama

menanggung duka dan ria. Hal itu menarik perhatian

Yang Menjadikan Alam. Ia berhajat akan mengunjungi

mereka, lalu menjelma sebagai seorang tua. Dimintanya

makanan dan berdiam di rumah mereka, di hutan yang

sangat dingin dan lembab udaranya.

Srigala segera pergi mengambil makanan, kera dan

kelinci mengikutinya. Srigala pulang dengan membawa

ikan yang ditangkapnya di rawa yang tidak tertutup es.

Kera membawa buah-buahan dan simpanannya untuk

musim dingin! Tetapi kelinci tidak secerdik yang lain
lainnya. Ia pulang dengan tangan hampa dan sedih

sikapnya.

Setiba di hadapan sang tamu, dia pun berlutut seraya

ber-kata: "Ampun beribu kali ampun, Tuanku. Saya tidak

ber-untung memperoleh sesuatu makanan buat Tuanku.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

184

Tetapi Pangganglah saya di dalam api itu, supaya saya

dapat mengenyangkan perut Tuanku dengan daging saya"

Seketika itu juga kelinci itu melompat ke dalam api.

Si orang tua sangat terharu, mengambil kelinci yang

sudah terbakar dari api, seraya berkata : "Lihat saudara
saudara, dia tidak mementingkan diri sendirinya, dia akan

kuberi upah, akan kutempatkan di bulan, supaya

dihormati umat manusia".

Bila kita perhatikan, kalau bulan sedang purnama,

sering kita melihat bayangan kelinci disana..

TANG CHE

Tang Che adalah perayaan dalam bulan ke sebelas.

Orang pandai lagi bijaksana mengatakan, bahwa

maksudnya mula-mula ialah sebagai perayaan memungutPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

185

hasil, tanda terima kasih atas hasil yang diperoleh selama

setahun yang silam.
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dahulu kala dibuat orang duabelas buah ondeh-ondeh

dari tepung beras, yang diletakkan di atas penampi (niru),

sehingga merupakan lingkaran.

Maksudnya untuk menyatakan, bahwa setahun itu 12

bulan. Di tengah-tengahnya diletakkan yang besar sekali,

meng-gambarkan seluruh hasil yang didapat dalam tahun

itu. Ondeh-ondeh itu dikukus sampai masak dan dimakan

de-ngan air manisan jahe. Di Indonesia ada juga hikayat

mengenai Tang Che ini, tetapi tidak ada hubungannya

dengan perayaan memungut hasil.

Ceritanya demikian: Dahulu kala hidup seorang laki-laki,

tegap tubuhnya. Ia hidup bersama ibunya yang telah jadi

janda. Pemuda itu bekerja pada seorang tabib, sehari
harinya pergi ke pegunungan mencari akar-akaran dan

daun-daunan untuk dijadikan jamu.

Jalan ke sana diketahuinya semuanya, sebab telah

bertahun-tahun dia melakukan pekerjaan itu. Pada suatu

hari, tidak seperti biasa, sampai larut malam dia belum

juga pulang. Sang ibu menantinya dengan penuh

kecemasan, semalam suntuk tak tidur. Tapi kenyataannya,

sampai keesokannya anaknya belum juga kembali. Sang

ibu dan majikan si pemuda mencarinya dengan

menempuh jalan yang berlainan. Malam harinya ibu siPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

186

pemuda kembali tanpa hasil, mem-buatnya duduk lesu.

Belum lama dia duduk, telah terdengar orang mengetuk

pintu. Wanita setengah baya itu mem-bukakan pintu,

terlihat si tabib mendukung anaknya yang hilang itu.

Si ibu menjerit sedih, disangka anaknya telah mati,

tetapi sebenarnya tidak demikian. Perlahan-lahan sang

tabib meletakkan tubuh pemuda itu di atas pembaringan

dan memeriksa denyut nadinya. Ternyata jalan darahnya

seperti biasa normal. Dibuatnya obat dan diminumkannya

pada pemuda itu. Tak berselang lama, wajah pemuda itu

kembali bersemu merah, tapi matanya masih tertutup.

Ketika diperiksa, sang Tabib menyatakan, bahwa mata

pemuda itu buta. Kembali sang janda setengah baya

menjerit sedih.

Sebab tak ada yang lebih disayangi selain anaknya itu.

Setelah siuman dan pingsannya, pemuda itu

menceritakan, bahwa dia telah menginjak kaki setan

ketika mencari bahan-bahan jamu.

Hantu itu marah, langsung mengembus matanya

hingga buta, yang membuatnya tak tahu lagi akan jalan

pulang. Tabib itu menggoyang-goyangkan kepalanya. Tak

mudah baginya untuk mengobati penyakit yang

ditimbulkan oleh hantu.

Ia pamit pada ibu dan anak itu, bermaksud mencari

seorang pendeta yang dapat mengusir pengaruh hantuPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

187

dengan manteranya. Namun biarpun telah pergi cukup

lama, Tabib itu belum juga kembali.

Sang ibu berlutut di muka anaknya sambil menangis.

"Sungguh malang nasibmu nak", katanya, "Kalau

sekiranya dapat aku menolongmu, lebih baik aku yang

buta dan pada menyaksikan keadaanmu seperti ini"'

Anaknya berbaring dan terus memejamkan mata tanpa

berkata. Ia tak berani membuka mata di hadapan ibunya,

se-bab ibunya takkan sanggup menyaksikan keadaan

demikian.

Sang Tabib belum juga kembali, sebab dia tak berhasil

menemui Pendeta yang sanggup mengobati sakit si

pemuda. Hal itu telah membuat si wanita setengah baya

mengambil sebuah keputusan. Dibelahnya mata anaknya,

mengeluarkan kedua biji mata yang telah rusak itu dan

memasukkannya dengan matanya sendiri penggantinya.

Dalam sekejap si pemuda telah dapat melihat ibunya

kembali, tapi mata ibunya sendiri telah kosong. Dilihatnya

lukanya masih berdarah. Dia sangat terkejut menyaksikan

pengorban-an sang ibu. Akan tetapi si ibu malah

tersenyum dan mengusap-usap rambut anaknya. "Tak

apa-apa nak", ucapnya, "pergilah kau ke dapur,

barangkali masih ada nasi. Buatlah dua buah bola, supaya

dapat aku masukkan ke dalam lobang mataku".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK

188

Si pemuda heran mendengar ucapan ibunya, tapi dia

patuh, membuat dua buah bola nasi dan

menyerahkannya pada ibunya. Sang ibu, memasukkannya

ke dalam lobang matanya. Darah yang masih hangat itu

bercampur dengan nasi tersebut. Seketika terjadi suatu

keajaiban, bola-bola itu berubah menjadi mata yang

dapat melihat dan tidak meninggalkan bekas apa-apa.

Ibu dan anak segera sujud menyembah Tuhan Yang

Maha Kuasa dan mengucapkan puji syukur atas kejadian

yang luar biasa itu.

Setiap tahun pada hari itu mereka membuat bola-bola

nasi yang diberi warna merah untuk memperingati hari

yang bersearah itu. Orang-orang lain ikut berbuat

demikian.

Pada tahun-tahun belakangan ini, bola-bola nasi itu

dibuat dari beras pulut, diberi warna merah atau

dibiarkan saja putih, bahkan ada yang memberinya warna

hijau dari daun suji. Disajikan dengan air serbat/gula.

***


Lembah Patah Hati Lembah Beracun Karya Tarian Cinta Karya Sayed Kashua Pendekar Kelana Sakti 11 Durjana

Cari Blog Ini