Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara Bagian 2
"Baiklah, kau telah bermurah hati, Peng
Houw, tapi jangan anggap bahwa dengan
sikapmu ini perbuatanmu di Kwang-tung
kuhapuskan. Aku tetap tak menerimakan itu.
Hinaanmu akan kubalas!"
"inipun tak benar, Sekali lagi kukatakan
aku tak tahu apa-apa dengan ceritamu di
Kwang-tung itu, pangcu. Aku orang gagah yang
tak perlu menyembunyikan diri dari setiap
perbuatanku. Untuk apa aku bohong, toh aku
dapat mengalahkanmu. Percaya atau tidak aku115
sama sekali tak tahu-menahu tentang
pamanmu itu. Mungkin ada orang lain yang
memakai namaku dan harap kau teliti ini!"
Wajah ketua See-ouw-pang itu
berubah. Tiba-tiba ia memerah dan tampak
tertegun, sikap dan kata-kata inipun amat
bersungguh-sungguh. Dan ketika ia terbelalak
karena Peng Houw tak tampak bohong,
keraguan mulai muncul maka pemuda itu
sudah menghadapi Siang-mouw Sian Li
"Dan kau," Peng Houw beralih bicara,
"kaupun tak benar, Siang-mouw Sian-li. Kau
membabi-buta membela sumoimu yang salah.
Tahukah kau bagaimana asal mula
kejadiannya."
"Kau mempermainkan sumoiku,
menggagahinya. kau tak malu bertanya
tentang ini Peng Houw . Kau tak layak
menyandang nama besar Naga Gurun Go-bi!"
"Hm, ini lagi omongan jahat. Siapa yang
berkata seperti itu, Sian-li, apakah Sumoimu
sendiri. Kalau benar begitu maka Hong Cu
gadis tak tahu malu!"116
"Tutup mulutmu, beranikah kau
kuadu!"
"Hm, kenapa tidak? Aku ingin
menjelaskan secara benar!" dan ketika Peng
Houw habis bicara tiba-tiba Siang-mouw Sian
li membentak dan membalik ke belakang,
berseru,
"Hong Cu, keluarlah. Katakan bahwa
benar Naga Gurun Gobi ini bukan orang yang
memperkosamu!"
Tangis dan jerit lirih terdengar. Hong
Cu, yang bersembunyi dan mengintai tak jauh
dari situ sudah digapai sucinya. La berkelebat
dan bukan mendekati malah lari. Dan ketika
sucinya tertegun kenapa sang sumoi tak
datang ke situ, ia ingin memaki-maki Peng
Houw maka Peng Hou terkejut tapi tiba-tiba
tertawa mengejek. Hong Cu kiranya
bersembunyi dan menyuruh dua orang ini
menghadapinya.
"Hm!" Peng Houw naik darah dan
bangkit kebenciannya. "Kau di sini mengadu
domba dan melepas fitnah, Hong Cu. Jangan
pergi dan katakan bahwa aku pemerkosamu!"117
Gadis itu menjerit. Peng Houw
menyambar dan tiba-tiba sudah
mencengkeram punggungnya, demikian cepat
dan kuat hingga ia tak mungkin berkelit lagi.
Dan ketika Peng Houw melempar dan
membantingnya ke tanah, di depan dua orang
itu akhirnya Siang-mouw Sian-li berkelebat
sementara gadis ini tersedu-sedu.
"Sumoi, katakan bahwa pemuda ini
mengganggumu. Katakan bahwa ia telah
membuatmu malu habis-habisan!"
"Benar, ia... ia memang telah
membuatku malu habis-habisan, suci. Tapi aku
tak pernah mengatakan bahwa ia
menggagahiku!"
Apa? Kau....?"
"la memang membuatku malu, suci, ia
jahanam keparat. Tapi kau mendengar cerita
yang salah dari anak-anak murid Sin-hong
pang. Kau menyimpulkan sendiri penderitaan
yang kualami dengan dugaanmu. Aku tak
pernah mengatakan bahwa Peng Houw
menggagahiku. la...ia hanya menoloak
cintaku!"118
Siang-mouw Sian- terkejut. Peng Houw
yang merasa marah dan tadinya ingin
menghajar gadis ini mendadak tertegun juga.
Sekarang barulah dia mengerti bahwa terjadi
kesalahpahaman di sini. Peristiwa yang dialami
Hong Cu ternyata ditafsirkan terlalu jauh, gadis
itu tak pernah berkata digagahi, murid dan
ketua Sin-hong-pang ini sendirilah yang
mengira begitu. Dan ketika wanita itu terkejut
dan berubah, Hong Cu bangkit berdiri maka
gadis itu tersedu melarikan diri, jatuh bangun.
"Suci, mengorek-ngorek lukaku. kau
tentunya tahu perasaan wanita. Biarlah aku
pergi dan jangan cari!"
"Hong Cu."
Namun gadis itu lenyap di luar hutan.
Setelah ia memberi tahu dan ketuanya
tertegun maka Siang-mouw Sian-li sadar dan
berubah. Wajahpun seketika menjadi merah.
Dan ketika ia mendesah dan merasa bersalah,
,Peng Houw dituduhnya begitu buruk
mendadak wanita inipun berkelebat dan tidak
permisi lagi kepada Peng Houw.119
Ning-Pangcu kembali terkejut dan
terbelalak. Apa yang didengar dari Hong Cu
ternyata merobah semuanya. lapun mengira
pemuda ini seorang kotor, bejat. Tapi dengan
Siang-mouw Sian-li yang pergi tanpa pamit
maka ketua See-ouw-pang ini menjura dan
mulai terkikis lagi kebimbangannya kepada
Peng Houw.
"Maaf," katanya dengan suara
perlahan "Kiranya benar telah terjadi kesalah
pahaman Peng-taihiap. Aku juga terlalu jauh
berprasangka kepadamu. Baiklah aku pulang
dan akan kuselidiki nasib pamanku di sana.
Terima kasih atas kemurahanmu dan mudah
mudahan kau benar. Aku pergi"
Peng Houw tak bernafsu lagi
menanggapi pria gagah ini. Dia terlanjur
mendongkol dan kecewa oleh segalanya itu. la
marah tapi juga mulai dapat memaaafkan
Hong Cu, kiranya Hong Cu membiarkan saja
semua kesimpulan diambil orang lain, tanpa
memberi tahu duduk persoalan sebenarnya.
Dan karena ia dapat memaklumi betapa robek
menceritakan kegagelan cinta, gadis itu120
terpaksa memberi tahu setelah dipojokkan
maka Peng Houwpun masuk lagi ke dalam
guha dan duduk meneruskan samadhinya.
Namun kali ini ia gagal. Gangguan demi
gangguan yang diterimanya dirasa terlalu
berat. Ia khawatir orang lain datang
mengganggu lagi. Maka ketika ia menghela
napas dan menampar dinding guha, tapanya
gagal iapun berkelebat tak jadi meneruskan
samadhi di situ. Peng Houw meninggalkan
tempat itu mencari yang lain, teringat Lam-hai
(Laut Selatan) dan kesitulah dia bergerak. Dan
ketika titik putih keluar dari hutan untuk
akhirnya lenyap seperti kunang-kunang, hutan
itu sepi kembali maka Naga Gurun Go-bi ini
gagal menyelesaikan tapanya. Kandas gara
gara Ban-tok Wi Lo dan Hong Cu!
***
Tak dapat dibayangkan betapa
hancurnya perasaan gadis Sin-hong-pang ini.
Hong Cu lari meninggalkan hutan dengan
tangis tak berkesudahan. Tapi ketika semalam121
ia masuk keluar hutan menyeberangi jurang,
juga dua buah sungai melalui perahu nelayan
maka pagi itu di saat ia berjalan terhuyung
menutupi muka mendadak dua orang muncul
di depannya sambil terkekeh.
"Maaf, heh-heh... rupanya kau baru
dilanda duka, nona. Semalam. menangis tiada
henti membuat kami terbawa. Eh,bolehkah
kami tahu apa kesusahanmu? Apakah ayah
atau ibumu meninggal? Atau barangkali kau
ditinggal kekasih?"
"Ha-ha, semuanya bisa benar. Eh, kami
dua bersahabat Mo Hong dan Gin Sam
sanggup membantumu, nona. Biarlah kami
menghibur dan katakan apa kesusahanmu.
Kalau ada orang mengganggu biar kami cari,
kalau ada kekasih hilang biar kami
penggantinya, ha-ha!"
Hong Cu terbelalak. la terkejut melihat
dua orang ini karena itulah orang-orang yang
seperahu dengannya. Tadi di tengah sungai itu
ia menyeberang,bersama orang-orang lain
termasuk dua lelaki ini. Dan ketika ia berhenti
dan tentu saja panas mendidih, jelas mereka122
ini bukan orang baik-baik maka ia menghapus
air matanya dan membentak,
"Kalian orang-orang kurang ajar bicara
apa? Kalian mengganggu dan mengikuti aku?
Pergilah, pergi, tikus-tikus busuk.Atau nanti
kuhajar dan kalian tinggal nama!"
"Ha-ha, galak, seperti yang kita duga.
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Eh, bagaimana pendapatmu, Mo-twako.
Apakah dalam kemarahannya ini ia tidak
semakin cantik!
"Aduh, cantik sekali, semakin
mempesona. Hati-hati, aku tak tahu dari mana
ia,Sam-te, tapi hati-hati karena pedang
dipunggungnya itu. Eh, ia melotot!"
Dua lelaki itu tertawa-tawa. Mereka
adalah kawanan bajak sungai yang pagi itu
sebenarnya sedang mencari mangsa, bukan
gadis melainkan hartawan atau orang-orang
kaya yang biasanya menyusuri sungai dengan
kereta. Tadi ada terdengar derap sebuah
kereta tapi perhatian mereka tertuju kepada
gadis Sin-hong-pang ini, gadis yang sembab
tapi cukup cantik jelita. Dan karena teman
teman mereka yang lain pasti akan mendengar123
derap kereta itu, biarlah dihadang dan mereka
mendekati gadis ini maka pagi itu di kala Hong
Cu sendirian dan sudah melanjutkan
perjalanannya tanpa tujuan sengaja dihadang
dan digoda. Dan Hong Cu tentu saja marah.
"Hm, kalian tikus-tikus busuk dari
mana. Sekali lagi pergilah dan jangan
mengganggu aku!"
"Wah, pergi? Ha-ha, asal diberi sekali
ciuman tentu aku pergi, nona. Kami ingin
menghiburmu dan meringankan
kesusahanmu!"
Hong Cu tak sabar lagi. Ta maklum
bahwa orang-orang seperti ini harus diberi
adat, percuma bicara baik-baik. Maka begitu
membentak dan mengayunkan kaki ke depan
iapun sudah menendang lawan di sebelah kiri
sementara yang baju hitam mendapat kepalan
tangannya yang kecil kuat.
"Baiklah, kalau begitu kalian mampus
des-dukk!" dua lelaki itu berteriak dan
terlempar. Mereka tak menyangka kecepatan
gerak ini karena mengira Hong Cu akan
mencabut pedang. Maka ketika gadis itu124
justeru mempergunakan kaki tangannya
menyerang lawan, cepat dan sebat maka dua
anggauta bajak ini terbanting. Yang kena
tendang mengusap perutnya sementara yang
kena tinju terbungkuk-bungkuk, sesak napas!
Tapi karena mereka orang-orang yang cukup
kuat dan terlatih, sempat juga mereka berkelit
sedikit maka keduanya menjadi marah dan
melompat bangun. Yang berjanggut pendek
mendesis dan masih mendekap bagian
lambungnya.
"Heh, siluman betina liar. Kau tak dapat
dihibur baik-baik, nona. Baiklah kami
memaksamu dan lihat siapa yang roboh!"
Hong Cu mendengus. Lengah oleh
kedukaan sendiri membuat ia tak tahu dikuntit
orang, apalagi oleh pria macam dua laki-laki
yang menyebalkan ini. Maka ketika dua orang
itu mencabut golok dan menyerangnya,
kemarahannya makin berkobar saja, Iapun
mengelak dan kaki berputar menghajar dari
kiri Kanan
"Aduh. des-bluk!"125126
Ternyata dua lelaki itu hanyalah orang
orang kasar yang bertampang seram saja.
Mereka tak memiliki kepandaian berarti dan
Hong Cu melampiaskan gemasnya. Ia
membuat dua lawannya terlempar dan
golokpun mencelat dari tangan. Lalu ketika ia
berkelebat dan menyambar dua golok itu,
menimpukkannya maka golok menancap di
pundak dua laki-laki itu dan tentu saja mereka
menjerit. Tak ada jalan lain bagi mereka kecuali
melarikan diri. Tak mereka sangka bahwa gadis
itu demikian lihai. Dan ketika masing-masing
roboh namun meloncat bangun lagi, lari
tunggang-langgang maka mereka tak sadar
membawa golok yang masih menancap di
pundak.
Hong Cu geli. Tiba-tiba kedukaannya
lenyap oleh pemandangan lucu itu, sejenak ia
terkekeh. Tapi ketika terdengar derap kereta
dan seseorang muncul di jendela mungil, dua
ekor kuda meringkik dan berhenti di dekatnya
maka Hong Cu tertegun melihat seorang
pemuda buta menggapai padanya.127
"Nona, tempat ini tak aman. Kau telah
merobohkan dua anggauta bajak sungai.
Cepatlah naik ke keretaku dan jangan biarkan
yang lain datang!"
Hong Cu tertegun. Dia tak tahu siapa
pemuda buta itu namun melihat keadaannya
yang menyedihkan tiba-tiba ibapun timbul.
Tapi terkejut bagaimana si buta itu tahu
segalanya, seakan orang melek maka iapun
terheran.
"Eh, bagaimana kau tahu aku telah
menghajar dua orang, kongcu? Siapa kau dan
kenapa menaruh perhatian kepadaku?'
Wajah tampan namun buta itu tiba-tiba
tersenyum. Hong Cu berdetak melihat senyum
itu, darah rasanya berdesir. Dan ketika ia heran
dan berdegup tak keruan maka pemuda itu
menggapai padanya, kusir kereta yang berupa
seorang bocah berusia belasan tahun
menjeletarkan cambuknya.
"Tak ada waktu untuk bicara lagi,
muridku memberi tanda bahaya. Ayo, masuk
dan cepatlah, nona. Atau aku pergi dan kau
sendiri!"128
Entah kenapa tiba-tiba Hong Cu
melompat. Ia mengangguk dan lupa bahwa si
buta itu tak dapat melihat. Ia heran dan aneh
serta merasa tertarik sekali bahwa bocah yang
menjeadi kusir itu ternyata adalah murid si
buta ini. Heran, orang buta dapat mempunyai
murid! Dan karena gerak-gerik serta wajah si
buta ini demikian memikat hatinya, entah
kenapa Hong Cu tak ragu melompat masuk
maka iapun sudah di dalam karena pintu
kereta terbuka.
"Suhu, belasan orang mendatangi dari
depan. Apakah kutabrak dan kuhajar saja
mereka itu!"'
Si buta tertawa. "Larikan kereta dan
biar dikejar, Siauw Lam. Cari tempat lapang
dan berhenti di situ."
"Suhu ingin aku main-main di situ?"
"Kalau kau sedang gembira. Kalau tidak
boleh terus larikan kereta dan jangan hiraukan
cecunguk-cecungulk busuk itu!"
Hong Cu terkejut dan semakin heran,
Suara anak laki-laki yang nyaring di depan itu
jelas suara anak laki-laki yang amat pemberani,129
dia kagum. Tapi mendengar betapa anak itu
akan menabrak orang-orang di depan, berarti
memiliki watak kejam maka dia bergidik juga.
Dan keretapun tiba-tiba disentak dan dihela
kuat, Hong Cu sampai hampir terlempar dari
tempat duduknya.
***
Credit:
Sumber Buku Awie Dermawan
Edit OCR Yons
Kabut Di Telaga See Ouw - Jilid 2130
"KABUT DI TELAGA SEE - OUW"
( Lanjutan Kisah Prahara Di Gurun Gobi )
Karya Batara
Jilid III
*
* *
"HIIIEEEHH..!"
Si buta tertawa geli. Hong Cu terdorong
padanya dan cepat ia menangkap gadis itu,
jari-jarinya lembut mencengkeram. Dan ketika
Hong Cu terkejut dan menarik diri maka
mukanya memerah sementara si buta bicara
seakan tak tahu perasaan gadis itu.
"Maaf, kau hampir jatuh,
nona.Muridku nakal. Hati-hati,
berpeganganlah pada pinggiran tempat duduk
karena kereta akan berlari kencang."
Benar saja, kereta sudah berlari seperti
kesetanan. Meskipun Hong Cu sudah
berpegangan pada pinggiran tempat duduk
tetap saja dia terguncang-guncang dan hampir131
terlompat-lompat. Bocah di depan kereta itu
berteriak-teriak mengendalikan kudanya,
menjeletarkan cambuk dan menerabas hutan
mencari tanah lapang. Dan ketika Hong Cu
mendengar derap dan ringkik kuda lain,
rupanya ada pengejar maka ia tak tahan untuk
menyingkap tirai kereta. Dan terlihatlah
belasan orang mengejar sambil membentak
bentak.
"Hm, biarkan saja. Siauw Lam tahu
pekerjaannya, nona, jangan khawatir. Aku,
eh.... maaf, siapa namamu dan bagaimana aku
menyebutmu."
"Hong Cu...." Hong Cu tiba-tiba
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memberi tahu namanya, terlepas begitu saja.
"Aku, eh sebut saja aku Hong Cu,
kongcu. Dan siapakah kau dan muridmu ini."
"Ha-ha, jangan sebut kongcu (tuan
muda). Aku orung biasa-biasa saja, bukan
putera hartawan. Aku Jin Koan, Cu-moi, dan
sekarang tentu boleh aku menyebutmu Cu
moi (adik Cu). Hm, kau tampak susah dan
bersedih, aku menangkap suaramu agak
gemetar. Kau seakan sedang berduka."132
Hong Cu terkejut dan memandang si
buta ini. la benar-benar heran dan kaget
bagaimana si buta ini serba tahu segala.
Agaknya tidak seperti orang buta saja. Akan
tetapi ketika ia diam dan memandang
tertegun, si buta rupanya tak enak tiba-tiba
pemuda itu membungkuk dan menarik napas
dalam.
"Maaf, aku rupanya mencampuri
urusan pribadimu, Cu-moi, atau mungkin
mengorek-ngorek sesuatu yang tidak
membuatmu senang. Tutuplah tirai itu karena
kudengar gerakan senjata rahasia .....cet!"
belum habis kata-kata ini tiba-tiba benar saja
menyambar sebuah piauw (pisau terbang),
masuk dan menancap pinggiran tempat duduk
dan Hong Cu kaget sekali. Ia terpekik dan
otomatis melepaskan tirai. Pangkal lengannya
hampir kena! Dan ketika ia lagi-lagi terkejut
dan membelalakkan mata bagaimana si buta
ini tahu segala maka kereta tiba-tiba diputar
dan miring hampir terguling. Roda berderit dan
mengeluarkan suara mengerikan.133
"Suhu, aku sudah mendapatkan tanah
lapang. Aku ingin main-main di sini saja!"
"Hm, sesukamu," si buta tersenyum,
tampan dan memikat sekali, tak terpengaruh
oleh dinding kereta yang miring, padahal Hong
Cu sudah roboh dan jatuh di dadanya. "Hajar
mereka kalau tak tahu adat, Siauw Lam. Dan
praktekkanlah kepandaian yang kau dapat
dariku."
Hong Cu terpekik dan roboh di pelukan
si buta. Kereta dan roda yang berderit
demikian keras jelas menandakan kereta
diputar dengan sudut yang amat tajam.
Mungkin bocah di depan itu memasuki sebuah
tikungan atau mungkin justeru membelokkan
kereta untuk kembali dan memapak orang
orang itu. Karena ketika ia mendorong dan
menarik mundur dirinya, merah padam maka
terdengar jerit dan pekik dua dari sekian
banyak penunggang kuda, para pengejar itu.
"Aiihhh !"
"Heiii bluk-blukk!"
Hong Cu tak tahu apa yang terjadi di
luar. la baru saja menarik diri dari tubuh si buta134
itu dan sejenak mendapat dekapan di kepala.
Dekapan itu mesra dan lembut sekali, ia
menggigil. Dan ketika la mMihat si buta
tersenyum dan seakan bahagia, tak pelak lagi
iapun jengah maka Hong Cu melompat keluar
karena dah mendengar suara benturan
senjata.
"Kongcu, eh Koan-twako, biarkan aku
menghajar orang-orang itu!"
Si buta tak menjawab. Hong Cu tak
melihat betapa si buta tiba-tiba sudah
mencabut piauw milik, penyerang itu,
tersenyum. Dan ketika ia keluar dan membuka
pintu kereta maka tampaklah pemandangan
yang membuat Hong Cu bengong, tak jadi
mencabut pedang karena si bocah murid si
buta itu sudah terkekeh-kekeh memainkan
cambuknya. la menghadapi tiga belas orang
laki-laki yang bersenjata golok dan tampak
kejam, dua di antaranya adalah Mo Hong dan
Gin Sam itu, dua lelaki yang sudah pernah
dihajarnya. Dan ketika Hong Cu terbelalak
karena Siauw Lam si bocah lelaki menyelinap
dan berkelebatan cepat membagi-bagi ujung135
cambuknya maka tiga belas orang itu
mengaduh-aduh dan mengumpat caci
menjerit-jerit. Cambuk meledak di pipi dan
bagian tubuh mana saja yang disukai anak
lelaki itu, termasuk pantat yang membuat
celana mereka robek-robek. Kulit pantat itu
sendiri matang biru!
"Ha-ha, menari-narilah, Hayo,
melompat dan angkat kaki tinggi-tinggi,
keledai-keledai tolol, atau kalian cecowetan
seperti monyet mencium terasi, ha-ha!"
Hong Cu kagum. Anak sekecil itu
ternyata pandai mainkan cambuk dan tak
satupun golok mengenai tubuhnya. Bagai belut
yang licin saja ia sudah menyelinap dan
menghilang di balik tubuh lawan-lawannya,
yang rata-rata tinggi besar dan mudah baginya
dibuat persembunyian. Dan ketika cambuknya
meledak dan menampar golok lawan maka
golok terpental dan membentur golok lain
yang dibawa teman. Dan bunyi suara tang-ting
membuat suasana menjadi ramai, riuh sekali.
Dan Hong Cu tak tahan untuk terkekeh-kekeh.136
"Hik-hik, bagus, Siauw Lam. Hajar
mereka itu. Kukira kau tak perlu bantuanku!"
Anak itu menoleh. Dalam pertandingan
yang gesit ia tertawa memandang Hong Cu,
cambuk menyambar dan kini merobohkan
seorang lawan. Dan ketika ia terkekeh
menjegal yang lain, merunduk dan masuk ke
selangkangan seorang lawan maka anak ini
mengangkat tubuhnya dan kontan kepalanya
menumbuk bagian rahasia laki-laki itu, yang
menjerit dan kontan menggelepar-gelepar.
"Heh-heh, kau memang tak perlu
membantuku, bibi. Seorang diri saja aku dapat
mengalahkan mereka. Lihat.... duk!" ia
merunduk dan menumbuk perut seorang yang
lain, berteriak dan terbahak geli dan
cambuknya tiba-tiba melilit seorang di sebelah
kiri, menarik dan orang itupun terjungkal
untuk kemudian ditendang terguling-guling.
Dan ketika belasan orang laki-laki itu akhirnya
jerih dan gentar memandang si bocah tiba-tiba
mereka membalik dan melarikan diri. Namun
tujuh pisau terbang menyambar lebih dulu ke
arah anak laki-laki ini.137
"Awas!" Hong Cu berteriak dan
menjadi kaget. Siauw Lam tak menyangka
karena memang dilihatnya orang-orang itu
melarikan diri. Tapi ketika dari dalam kereta
terdengar dehem dingin dan si buta
menjulurkan lengan mendadak tujuh pisau itu
mencelat dan menyambar kembali kepada
pemiliknya.
"Aduh!"
Hong Cu tertegun. Ia melihat lengan
yang terjulur itu namun sudah ditarik kembali,
Siauw Lam membelalakkan mata namun tiba
tiba tertawa, meleletkan lidah. Dan ketika
tujuh orang itu roboh namun disambar teman
temannya maka anak itu meloncat dan
meledakkan cambuk.
"Bagus, hina sekali. Kalian curang dan
tak tahu malu, tikus-tikus busuk. Biarlah
kuantar kepergian kalian dan simpan pisau itu
baik-baik!"
Hong Cu berteriak ngeri. Pisau yang
menancap tiba-tiba didorong dan dibenamkan
ujung cambuk. Kiranya anak itu menyerang
dan membalas kekejaman orang-orang ini,138
mengarahkan cambuknya pada gagang pisau
hingga benda-benda itu terbenam, sampai
gagangnya. Dan ketika tujuh lelaki itu
menggeliat dan tentu saja tewas, Hong Cu
membelalakkan mata maka enam yang lain
lintang-pukang dan melepaskan kembali
teman-temannya itu, yang sudah menjadi
mayat. Hong Cu pucat. Ia tak menyangka anak
ini dapat berbuat seperti itu. Sebenarnya
dengan pisau yang menancap di punggung
atau pundak sudah cukup membuat orang
orang itu kesakitan. Tapi setelah pisau
dibenamkan dan menembus jantung mereka,
yang tentu saja membuat mereka tewas maka
Hong Cu tak senang juga dan matanya berkilat.
"Siauw Lam, kau kejam. Kau
membunuh mereka!"
Anak itu terkejut. Ia tertawa mengelus
cambuknya ketika tiba-tiba Hong Cu
membentak dan melompat maju, gadis itu
bertolak pinggang. Tapi ketika ia
menghentikan tawanya dan otomatis
mengerutkan kening, iapun tak senang139
dibentak seperti itu tiba-tiba si buta membuka
pintu dan berseru,
"Siauw Lam, bibimu belum mengenal
banyak orang jahat. Ia tak membayangkan
bagaimana jika aku terlambat menolongmu.
Sudahlah kau minta maaf dan cepat jalankan
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kereta karena aku mendengar lagi gerakan
orang-orang lain."
Anak itu menyeringai. Tiba-tiba ia
membungkuk dan minta maaf kepada Hong Cu
lalu melompat ke depan kereta. Cambuk
menjeletar dan siap memberi aba-aba. Dan
ketika Hong Cu masih tertegun dan belum
masuk ke dalam kereta, gadis itu bingung maka
si buta berseru kepadanya mempersilakan
naik.
"Cu-moi, tentunya kau tak ingin ada
mayat bertambah lagi. Naiklah ke kereta, ada
orang-orang yang lebih berbahaya datang!"
Gadis itu melompat. Akhirnya Hong Cu
penasaran dan masuk ke dalam kereta tak
mendengar apa-apa. Tapi baru saja ia masuk
maka tampaklah bayangan-bayangan dari kiri
dan kanan.140
"Hm, mereka datang. Terlambat.
Larikan kereta, Siauw Lam. Pergi ke Ho-kian!"
Hong Cu membelalakkan mata. Untuk
kesekian kalinya lagi ia benar-benar
mendelong. Apa yang dikata dan dirarnalkan si
buta selalu benar. Namun ketika kereta
dihentak dan kuda meringkik panjang,
berderap dan lari dengan kencang maka bocah
di depan itu berseru nyaring menjeletarkan
cambuk.
"Suhu, tempat ini terkepung. Rupanya
teecu harus menabrak orang!"
"Tabraklah, terjang. Jangan hiraukan
segala, Siauw Lam. Kita dipaksa keadaan."
Hong Cu berdiri bulu tengkuknya. Si
buta tiba-tiba menjadi begitu dingin namun
mulut atau bibir itu tersenyum-senyum.
Senyumnya aneh, dingin namun manis. Dan
ketika kereta bergerak seperti kesetanan dan
Hong Cu kagum oleh ketenangan si buta maka
di luar ia menjadi kagum oleh keberanian
bocah lelaki itu. Siauw Lam membentak dan
meledak-ledakkan cambuk sementara di luar
dan kiri kanan terdengar umpatan dan geram-141
geram marah. Tak tahan ia untuk berdiam diri
dan disingkaplah tirai kereta. Tapi ketika tiba
tiba menyambar sebuah pisau terbang dan ia
hampir menjerit maka si buta bergerak dan
tahu-tahu sudah menangkap pisau terbang itu.
"Sebaiknya jangan dibuka, atau kita
bakal mengumpulkan benda-benda antik."
Hong Cu terbelalak. Ia masih
memegangi tirai kereta dan saat itu
menyambar lagi pisau-pisau terbang, tidak
hanya satu melainkan belasan. Namun ketika
semua itu ditangkap dan disambar si buta,
demikian cepat dan tepat ia menangkap pisau
pisau itu maka benar saja di dalam kereta
sudah terkumpul belasan piauw yang disebut
"benda antik" oleh si buta ini.
"Ah!" Hong Cu menurunkan tangan dan
otomatis melepaskan tirai kereta. Di luar
sudah terdengar suara dak-duk orang
ketabrak, jerit dan pekik serta umpatan
umpatan kotor. Dan ketika ia tertegun melihat
senyum si buta, pemuda ini masih tenang
tenang saja maka Siauw Lam tiba-tiba
berteriak karena rupanya tertangkap dan142
dicekik. Sesosok bayangan menyambar dan
berjungkir balik menerkam anak laki-laki itu.
"Suhu, tolong hekk!"
Kereta berhenti dan terangkat naik.
Saat itu si bocah rupanya berkutat dan
melawan cekikan, cambuknya tak terdengar
lagi dan kuda mengangkat kaki depan tinggi
tinggi dan meringkik nyaring. Tapi ketika si
buta masih tersenyum dan bersikap amat
tenang, Hong Cu berdegup tak keruan maka
pemuda itu bertanya maukah Hong Cu
menolong muridnya.
"Kita terkepung, mereka rupanya
cukup banyak. Hm, tak kurang dari seratus
orang jahat mengelilingi tempat ini, Cu-moi.
Maukah kau menolong Siauw Lam dan bantu
dia mengemudikan keretanya. Kita ke Ho
kian."
Hong Cu tak dapat berdiam diri lagi. Si
buta yang begitu tenang namun justeru
mencekam perasaannya sudah membuat gadis
ini tak mampu mengendalikan marahnya lagi.
Kereta miring dan berputar-putar, ringkik dan
keluhan Siauw Lam menjadi satu, suara anak143
itu hampir tak terdengar lagi. Dan ketika ia
meloncat dan berjungkir balik ke depan,
melihat apa yang terjadi maka melototlah dia
menyaksikan betapa anak laki-laki itu dipiting
dan siap dipatahkan lehernya. Siauw Lam
meronta namun tak berhasil karena lawan
terlampau kuat dan mengunci tubuhnya.
"Keparat!"
Hong Cu mencabut pedang dan
menyambar bagai seekor elang betina, melihat
bahwa tempat itu benar saja dikepung oleh tak
kurang dari seratus orang.
"Kutolong kau, Siauw Lam, jangan
takut!"
Kedatangannya ini membuat laki-laki
itu terkejut. Ia memang marah dan memiting
anak ini karena Siauw Lam sudah menabrak tak
kurang dari lima anak buahnya, menerjang dan
melarikan kereta seperti kesetanan dan ia
sendiri nyaris tergilas. Anak itu berbahaya
harus dilumpuhkan. Maka ketika ia mengambil
ancang-ancang dan Siauw Lam harus berputar
atau membelok sana-sini, ia menyambar dan
berjungkir balik maka dari belakang ia144
menerkam dan berhasil membelit anak itu,
mengerahkan tenaga dan Siauw Lampun
terkejut. Laki-laki yang dihadapi ternyata lain
dengan tiga belas pertama tadi. Laki-laki ini
memiliki tenaga yang kuat, ia merasa lehernya
hampir berkeratak! Maka ketika Hong Cu tiba
tiba datang dan menusukkan pedangnya,
berkelebat dan menyambar bagai seekor elang
betina maka pedang itu langsung menusuk
mata dan laki-laki itu tentu saja terkejut dan
melempar tubuh berseru keras.
"Crat!" Pedang Hong Cu mengenai
dinding kereta. Gadis itu sudah membalik
sementara Siauw Lam berseru girang. Ia
mengucap terima kasih dan cepat
mengendalikan keretanya lagi. Kereta itu
miring dan terangkat-angkat tak keruan,
seluruh penumpangnya bisa terjengkang.
Namun karena Hong Cu dan anak ini bukan
orang-orang sembarangan sementara si buta
apa lagi, Siauw Lam membentak dan
menyambar cambuknya lagi maka anak itu
sudah menguasai kereta sementara Hong Cu145
menangkis hujan senjata rahasia yang
disambitkan musuh-musuh mereka.
"Lari cepat lari! Kendalikan kereta dan
biar aku menghadapi orang-orang ini!"
Siauw Lam bergerak dan sudah
menguasai keretanya. Anak itu memang
cekatan dan Hong Cu memutar pedang. Gadis
ini tak mungkin mengendalikan kereta karena
tak biasa, bocah itulah yang paling tepat. Maka
ketika anak itu meledakkan cambuknya dan
kuda yang mengangkat kaki depan tinggi-tinggi
sudah menurunkan kedua kakinya lagi,
meringkik dan mencongklang maka bocah itu
menggerakkan keretanya menerjang orang
orang di depan. Tak perduli!
"Tar-tar!"
Kuda bagai kesetanan menerjang
orang-orang ini. Hong Cu melindungi dan
menangkis senjata-senjata lawan dan Siauw
Lam sesekali melecut dan mementalkan
serangan musuh. Hebat anak itu. Dan ketika
musuh berteriak tapi mereka mengejar dan
menangkap kereta maka laki-laki gagah yang
tadi hampir melumpuhkan anak itu sudah di146
belakang dan menarik kereta kuat-kuat untuk
menahan laju kuda, disusul oleh teman
temannya di kiri kanan dan kuda meringkik
terkejut tertahan larinya. Delapan lakt-laki
tegap mengerahkan tenaga, mereka kuat
bukan main. Dan ketika mereka berseru girang
kuda berhasil dihentikan, Siauw Lam terkejut
sementara Hong Cu juga kaget membelalakkan
mata tiba-tiba mencuat delapan sinar dari
dalam kereta menyambar delapan laki-laki. itu.
"Cet-cet-cet!" Delapan teriakan
terdengar berbareng. Si buta kiranya bekerja
dan Hong Cu tersenyum, Siauw Lam terkekeh.
Dan ketika delapan orang itu melepaskan
pegangannya dan kereta meluncur lagi, lari
dengan kencang maka Hong Cu berseru dan
tiba-tiba melepaskan jarum-jarum rahasianya.
Lawan mundur dan sejenak memberi jalan.
Tapi itu tak lama. Tiga laki-laki tinggi besar,
hitam dan brewokan tiba-tiba muncul dari
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
depan. Mereka membawa dayung besi dengan
tangan yang kokoh, berkerat dan
memperlihatkan otot-otot yang menonjol. Dan
ketika kuda terus menerjang tapi tiga laki-laki147
itu tak takut, memapak dan maju siap
menghantamkan dayung maka Siauw Lam
pucat karena kepala kudanya yang diincar.
"Mereka hendak membunuh kuda kita.
Awas!"
Hong Cu juga terkejut. Dia sudah
menghentikan gerakan pedangnya setelah
lawan-lawan di belakang jerih. Dari dalam
kereta menyambar sinar-sinar putih dan satu
demi satu di antara mereka roboh. Itulah
pisau-pisau terbang yang disambitkan si buta,
cepat dan tepat hingga lawan menjadi gentar.
Tapi ketika muncul tiga laki-laki itu dan
perawakan mereka yang kekar rnenimbulkan
keberanian, inilah tiga kepala bajak yang terdiri
dari tiga kakak beradik maka Hong Cu tak tahu
bahwa ia berhadapan dengan Ui-kiang Sam-go
(Tiga Buaya Sungai Ui-kiang, tiga jagoan dan
ahli bermain dalam air yang amat hebat.
Mereka tiga kakak beradik yang sama-sama
bersenjatakan dayung, ujungnya terbuat dari
besi dan beratnya lebih dari lima puluh kilo.
Diayunkan begitu saja sebuah batu karang
sebesar kerbau pasti hancur, apalagi kepala148
seekor kuda! Maka ketika tiga orang itu
muncul dan mereka marah mendengar
laporan anak buah, gagal dan dihajar seorang
bocah maka mereka maju sendiri dan kini
melihat bahwa seratus anak buah ternyata tak
cukup untuk merobohkan bocah dan
penumpang dalam kereta itu. It-go, Buaya
Pertama gusar ketika mendengar laporan anak
buahnya bahwa kereta yang diincar selalu lolos
dan tak berhasil ditangkap. Mereka mengira
kereta itu berisi seorang hartawan dan hendak
dirampok. Tapi ketika dua anak buahnya yang
lain bercerita tentang munculnya Hong Cu,
gadis cantik yang menghajar tak tanggung
tanggung maka dua saudaranya yang lain
melotot dan Sam-go atau Buaya Ketiga sudah
berminyak dan menggosok-gosok telapak
tangannva mendengar ini. Dia adalah laki-laki
yang paling doyan paras cantik sementara Ji-go
atau kakaknya nomor dua melirik senyum
senyum. Yang tertua tak perduli karena lebih
mengincar harta benda, urusan wanita cantik
selalu belakangan. Dan ketika mereka
bergerak dan mengerahkan pasukan,149
menonton dari jauh tapi terkejut lawan benar
benar lihai, kereta tetap lolos sementara anak
buah roboh satu demi satu maka Tiga Buaya itu
tak tahan lagi untuk keluar dan cepat
menghadang lari kuda di depan. Siauw Lam
sudah hampir memasuki jalanan halus lagi
untuk melarikan kudanya.
"Berhenti, atau kudamu mampus!"
Siauw Lam berpikir cepat. Kalau dia
meneruskan larinya kuda tentu tiga batang
dayung di tangan yang kuat-kuat itu bakal
menghantam. Mana mungkin dia menolong
kudanya meskipun dengan cambuk, karena
tiga orang itu akan bergerak berbareng
sementara tak mungkin baginya menyerang
sekaligus. Tapi karena di situ ada Hong Cu dan
dia mengharap bantuannya, si bocah tahu
bahwa lawan yang dihadapi adalah yang paling
kuat maka anak itu berseru agar Hong Cu
melindungi. Dan Hong Cu pun mengangguk.
"Tak usah takut, aku dapat menyerang
mereka, Siauw Lam. Aku memiliki jarum-jarum
rahasia!"150
"Bagus, kalau begitu bibi serang dua di
kiri kanan itu, aku yang di tengah!" si anak
berseru dan Siauw Lam membentak menyuruh
kudanya lari lebih kencang. Dia tak ragu atau
takut-takut lagi setelah Hong Cu memberi janji.
Yang di tengah akan diserang sementara yang
di kiri kanan bagian Hong Cu, padahal yang di
tengah itu adalah It-go alias Buaya Pertama!
Dan ketika ia melengking memberi aba
aba, kuda dicambuk dan disakiti pantatnya
maka kereta menerjang dan Tiga Buaya
melotot melihat keberanian anak itu.
"Keparat!" yang di kanan membentak
dan berteriak. "Hantam dia, twako. Bunuh
anak dan kuda itu!"
"Benar, tapi si cantik itu bagianku. Heii,
awas, Ji-ko (kakak kedua). Kita diserang hek
ciam (jarum hitam)!"
Hong Cu memang bergerak dan sudah
melepas jarum-jarumnya. Sesuai janji dan
tugas masing-masing maka gadis itu tak mau
menunggu lama-lama lagi. Kereta sudah
demikian dekat sementara tiga orang itu sudah
mengangkat dayung. Sedikit terlambat tentu151
mereka celaka. Maka ketika enam jarum hitam
menyambar masing-masing dua di kiri kanan
itu, Hong Cu yakin mereka akan menangkis
menggerakkan dayung maka benar saja dua
laki-laki itu bergerak dan dayung bertemu
jarum hitam menimbulkan bunyi ting-tang,
bunga api memuncrat. Tapi yang celaka adalah
Siauw Lam. Anak ini, sesuai perjanjian sudah
meledakkan cambuknya ke depan. Ia
menyerang laki-laki di tengah padahal itu
adalah tokoh nomor satu. Maka ketika kuda
menerjang sementara cambuk menjeletar di
atas leher kuda, menjulur dan melecut wajah
lawan maka It-go atau Buaya Pertama ini
menggeram dan dayungnya menyambar
kepala kuda. Cambuk dibiarkan menyerang
karena tangan kirinya bergerak dan
menangkis, bahkan menangkap.
"Des-plakk!"
Kuda meringkik dan roboh. Ini di luar
dugaan anak itu dan lebih celaka lagi si tinggi
besar membetot. Siauw Lam tertarik dan
terbang keluar. Dan karena kereta menjadi
miring sementara kuda yang satu terputar dan152
roboh, Hong Cu sendiri terpekik dan
terpelanting di tempat maka tak dapat ditahan
lagi gadis itu berjungkir balik sementara Siauw
Lam sudah tertarik dan terbawa tangan lawan,
cambuknya ditangkap dan disendal ke
belakang.
"Suhu, tolong..!"
Si buta tahu-tahu berkelebat dari
kereta. Ia yang sejak tadi di dalam saja dan
seakan tak perduli mendadak melesat keluar.
Muridnya terbawa tangan yang kokoh itu
sementara kereta sudah terguling. Tiga Buaya
itu memang hebat dan bukan tandingan anak
ini. Maka ketika Siauw Lam berteriak dan
menjerit minta tolong gurunya, si buta melesat
dan terbang keluar mendadak pergelangan It
go terkena tendangan dan laki-laki tinggi besar
itu berteriak melepaskan cambuk. Siauw Lam
sudah disambar dan diturunkan gurunya di
samping kereta, yang sudah roboh.
"Hm, kau agaknya bukan tandingan
mereka, tenagamu masih terlalu kecil. Baik,
kau diam di sini saja, Siauw Lam, aku ganti
memberi pelajaran!"153
Siauw Lam girang dan tertawa senang.
Ia baru saja diselamatkan gurunya sementara
It-go terbelalak kaget, seorang pemuda buta
berdiri di depannya tersenyum-senyum, tadi
menendang pergelangannya dan ia terlempar,
melepaskan cambuk dan anak itu selamat. Dan
ketika semua tertegun karena penumpang
kereta ternyata bukan hartawan, melainkan
pemuda buta berpakaian biru bersih maka It
go dan dua saudaranya terbelalak tapi tiba-tiba
mereka tertawa bergelak. Jarum-jarum Hong
Cu telah ditangkis dan runtuh semua.
"Ha-ha, bodoh anak buah kita. Sial,
sibuta ini bukan mangsa gemuk yang kita kira,
Twako. Tak tahunya hanya seorang buta yang
tidak berharga. Aih, susah payah kita
membuang-buang tenaga!"
"Tapi ada gadis ini," Sam-go berseru,
juga tertawa dan geli. "Tak apa mendapat
penggantinya, Ji-ko. Kalau kita tak dapat
merampas barang biarlah kita boyong si cantik
ini dan kujadikan isteri. Aiih, ia lihai dan
membuatku tergila-gila!"154
Hong Cu merah padam. Menghadapi
orang-orang kasar begini ia tentu saja menjadi
muak. Dua di antara tiga Buaya itu
memandangnya dengan sinar mata kurang
ajar, hanya It-go yang agak ragu memandang si
buta, yang tersenyum dan diam memasang
telinga sementara Siauw Lam berbisik-bisik di
telinga gurunya. Lalu ketika tawa mereka
berhenti dan si buta mengangguk-angguk
maka pemuda itu melangkah maju dan tak
perduli kepungan para bajak yang kini bangkit
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lagi keberaniannya setelah para tokohnya
muncul.
"Hm, kalian ini kiranya para perampok.
Baiklah, kalian lihat bahwa kami bukan mangsa
yang gemuk dan seharusnya kalian
melepaskan lagi. Bagaimana kalau kalian
minggir dan biarkan kami lewat tapi ganti
seekor kuda kami yang mati dan semuanya
habis di sini saja!"
"Ha-ha, buta ini gentar. Eh, kau boleh
saja lewat dan pergi, anak muda, tapi gadis itu
harus di sini. Nah, kau pergilah tapi tak ada
pengganti apapun untukmu!" orang ketiga155
tertawa dan membentak dan dayungnya tahu
tahu menyambar. la berkata boleh pergi tapi
dayung menghantam kepala, jelas hendak
mencelakai. Dan ketika Hong Cu berteriak tapi
si buta menangkap, miringkan kepala
menghindar hantaman dayung maka, secepat
itu dayung tertangkap dan Sam-go menjerit
keras.
"Aughh.... krakk!"
Orang ketiga itu terbanting dan ujung
dayungnya hancur. Besi pipih kuat yang
diremas si buta mendadak seperti pasir
berhamburan saja, rusak dan hancur. Dan
karena tangkapan tadi menyalurkan hawa
panas ke jari-jari Sam-go, naik dan menjalar
membakar lengannya maka laki-laki itu
berteriak dan kaget dan kontan melepaskan
dayungnya. Telapaknya merah terbakar!
"Ang-see-ciang (Pukulan Pasir Merah)"
Si Buaya terkejut dan membelalakkan mata. Ia
melihat telapak si buta memerah namun sudah
biasa lagi, menyengat tangannya dan justeru
telapaknya masih merah. la kaget sekali. Tapi
karena justeru itu ia menjadi marah,156
membentak dan menyambar dayung kakaknya
tiba-tiba ia meloncat dan menyerang lagi,
Mata melotot dan muka terbakar.
"Buta, kau rupanya berkepandaian.
Tapi jangan sornbong, aku akan membunuhmu
dan lihat betapa tubuhmu kuhancurkan ..wut!"
dayung menyambar dan menderu lagi, dielak
dan hendak ditangkap namun Sam-go
menyendalnya naik. Ia tak mau terulang dan
malu segebrakan saja, ia kaget dan marah oleh
hal itu. Dan ketika ia menusuk dan
mengemplang lagi, membabat atau mengayun
dayung bertubi-tubi maka si buta mengelak
dan berkelit secara mudah, tersenyum
dantertawa mengejek dan lawan menjadi pe
nasaran. Dua kali dayung mengenai tanah dan
hancur, bagian yang dipukul berlubang sebesar
kepala kerbau. Dan ketika semua pukulan
pukulannya masih mengenai angin kosong
maka tak dapat ditahan lagi tokoh nomor tiga
dari para bajak ini meraung, apalagi setelah
lawan mengejek dan bertanya siapa dirinya.
"Hm, luput, terlalu lamban. Kurang
cepat. Eh, siapa kau, tikus tolol. Golongan dari157
mana dan anggauta siapa kalian ini." "Keparat,
bedebah binatang. Kami Ui-kiang Sam-go yang
menguasai wilayah ini, buta. Kau berhadapan
dengan orang nomor tiga dan jangan banyak
cakap. Mampuslah wherrr!" dayung
menyambar dan menderu lagi menghantam
leher, dahsyat dan mengerikan dan Sam-go
telah mencegat lawan dengan tangan kirinya.
Kalau si buta mengelak dan dia menggerakkan
tangan kiri tentu tak mungkin si buta lari lagi.
Dengan tangan itu ia akan mencengkeram
lawan, lalu dayung dibalik dan menghantam
lagi. Dan ketika benar saja si buta berkelit ke
kanan dan tangan kirinya menyambar, ia
mengerahkan tenaganya hingga jari-jari
berkerotok maka ia berseru keras bahwa si
buta kali ini mampus. Ia akan menangkap lalu
membalikkan dayungnya hingga lawan tak
mungkin berkelit lagi. Namun alangkah
kagetnya laki-laki tinggi besar ini. la
menangkap dan sudah mencengkeram pundak
si buta itu, girang. Tapi ketika tiba-tiba kelima
jarinya bagai menyentuh bara api, pundak atau
tubuh lawan terasa panas membakar maka ia158
berteriak dan dayung yang sudah dibalik dan
menghantam lawan malah mengenai dahinya
sendiri.
"Aduh!" Sam-go terbanting dan
terguling-guling. Kalau bukan dia tentu
dahinya hancur. Untung ia memiliki tubuh
yang kuat dan dahi yang keras. Tapi ketika
kelima jari tangan kirinya bengkak dan warna
memerah membuat Buaya itu gentar, pucat
maka ia tak berani menyerang lagi dan dua
saudaranya terbelalak dan tiba-tiba bergerak
ke depan.
"Ji-te, bunuh lawan kita ini. Serang!"
Ji-go atau Buaya Kedua mengangguk. Ia
sudah melihat kelihaian si buta itu dan
terkejut. Setiap elakan begitu cepat dan tepat,
padahal kedua mata itu jelas tak melihat apa
apa. Kelopaknya bergerak-gerak aneh
sementara bibir itu tetap tersenyum-senyum,
mengejek. Dan ketika adiknya terbanting dan
terguling-guling, ia menyambar dayung di
tangan adiknya maka hampir berbareng dua
pimpinan bajak ini menyerang dan
mengeroyok si buta.159
"Curang!"
Hong Cu berteriak dan hendak
melompat. Gadis ini kagum dan terheran
heran akan kelihaian temannya itu tapi segera
khawatir dan marah karena dua pimpinan
bajak menyerang. Sekarang ia tahu bahwa
lawan-lawan mereka ini adalah para tokohnya,
tak mungkin ia berpeluk tangan saja. Tapi
ketika si buta berseru dan mengangkat tangan,
mengelak dan menangkis dayung maka Hong
Cu terbelalak dan menghentikan gerakannya,
melihat dua dayung terpental sementara
lawan berteriak kaget.
"Tak usah, jangan dibantu. Biarkan aku
menghajar lawan-lawanku ini, Cu-moi. Kau
jaga dan lindungi saja Siauw Lam. Aku
mendengar gerakan-gerakan mencurigakan di
belakang kalian!"
Benar saja, Sam-go mengangkat tangan
dan serentak anak buah bajak menyerbu.
Mereka tadi menonton karena pimpinannya
bergerak, menunggu dan kini isyarat itu
diterima. Buaya termuda yang malu terhadap
si buta itu sudah menyerang Hong Cu, ia160
bergerak bersama anak buahnya. Dan karena
Siauw Lam otomatis juga diserang, anak itu
membalik dan rneledakkan cambuknya maka
Hong Cu membentak memutar pedang dan
menangkis. Kini masing-masing tak ada yang
tinggal diam dan harus bekerja.
"Siauw Lam, kau jangan jauh dariku.
Mari kita hajar orang-orang ini dan kerbau
besar ini bagianku!"
Anak itu tertawa. Seperti kebiasaannya
yang sudah-sudah dan selalu pemberani murid
si buta inipun tak kenal takut. Ia bergerak dan
meledakkan cambuknya. Dan ketika tiga
penyerang menjerit mendekap pipinya, maju
dan menyerang yang lain lagi maka Hong Cu
sudah melompat dan menghadapi Sam-go.
Lawan mencabut golok lebar yang
punggungnya bergerigi.
"Bagus, kau bagianku, nona. Si buta itu
rupanya kekasihmu. Kau akan kurobohkan dan
lihat temanmu mampus di tangan dua
saudaraku!" .
"Jangan banyak cakap!" Hong Cu
menggerakkan pedang dan menusuk. "Aku161
akan membunuhmu, tikus besar, dan
kemudian menghajar anak buahmu!"
Mereka bertanding. Sam-go menangkis
dan Hong Cu tergetar, menyerang dan
bergerak lagi dan ternyata tenaga si Buaya itu
hebat. Hong Cu selalu terpental. Dan ketika
gadis itu terkejut dan menjadi marah, makin
kagumlah dia kepada si buta maka Hong Cu
menggerakkan rambutnya dan pedang serta
rambut lalu bertubi-tubi menyerang lawan.
Dan ketika gadis itu berkelebat mengerahkan
ginkangnya maka tubuhnya tak kelihatan lagi
menyambar-nyambar bagai walet mengelilingi
lawan.
"Aih, hebat. Bagus sekali. Lihai.... cring
crang!" dan si Buaya yang membentak dan
mempercepat gerakannya pula lalu berusaha
mengimbangi Hong Cu akan tetapi dalam hal
ilmu meringankan tubuh ia kalah, menang
tenaga dan ini dipergunakan untuk mendesak
gadis itu. Tapi karena Hong Cu adalah sumoi
dari ketua Sin-hong-pang dan rambutnya
meledak-ledak membentuk bayangan hitam
yang membingungkan lawan maka dua kali162
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
leher si Buaya kena lecutan dan matang biru
bagai disabet kawat baja. Hal ini membuat laki
laki itu marah dan lupa kepada maksudnya
semula. Ia tak lagi hendak menangkap gadis ini
untuk dipermainkan melainkan untuk dibunuh
dan melampiaskan kemarahan. Tapi ketika ia
kalah cepat dan kembali rambut meledak di sisi
kepala, bukan main sakitnya maka tokoh bajak
sungai itu berteriak pada pembantunya agar
maju membantu.
"Jahanam, ke sini kalian. Bantu aku!"
Tujuh orang melompat mengeroyok
Hong Cu. Gadis ini mengeluarkan jarum-jarum
rahasianya tapi lawan mengeluarkan pisau
pisau terbang lagi. Senjata berdenting kian
memekakkan telinga lagi. Dan ketika gadis itu
terdesak dan Hong Cu menjadi marah,
melengking dan berkelebatan kian cepat maka
di sana Siauw Lam juga melompat ke sana-sini
dan lari berteriak-teriak. Cambuknya akhirnya
terbabat dan tinggal separoh.
"Bibi, mana janjimu. Aku terdesak
bantu!" ,163
Hong Cu malu. Memang ia tadi
menyanggupi untuk melindungi dan menjaga
anak itu. Tapi karena sekarang diri sendiri
didesak dan para pengeroyok bertambah lagi,
Buaya itu ingin cepat-cepat merobohkan Hong
Cu maka gadis ini tak dapat berbuat apa-apa
dan berseru agar Siauw Lam menjaga diri baik
baik.
"Apa, menjaga diri baik-baik? Eh, aku
dikeroyok tak kurang dari lima belas orang,
bibi. Mereka ini tak malu mengerubut seorang
anak kecil. Cambukku putus, tinggal separoh.
Dan aku,heiii...!" anak itu berteriak dan
melempar tubuh bergulingan. Dalam bicara
tadi sebatang golok hampir saja memenggal
lehernya, ia terkejut. Dan ketika ia bergulingan
di sana meloncat bangun, melotot
memandang lawan maka ia berteriak pada
gurunya agar dibantu.
"Suhu, bibi ini tak becus. Ia tak mampu
melindungi aku. Kau robohkanlah lawan
lawanku dan jangan biarkan aku tinggal
nama!"164
"Hm, mendekatlah ke mari, jangan
jauh-jauh dariku. Rupanya orang-orang ini tak
dapat diberi hati lagi, Siauw Lam. Aku akan
memberi pelajaran dan lihat tikus yang
menghina bibimu itu mampus!"
Si buta menggerakkan tangan kiri dan
tahu-tahu sebuah sinar putih menyambar. Itu
adalah piauw atau pisau terbang yang masih
disimpannya, senjata milik para bajak itu
terutama mereka yang sudah berkepandaian
cukup tinggi. Dan ketika senjata itu
menyambar Buaya Ketiga, cepat dan tepat
mengenai punggungnya maka jerit kesakitan
disusul oleh robohnya laki-laki ini.
"Bagus, tepatkah timpukanku, Siauw
Lam. Bukankah itu si busuk yang tadi
menyerang aku."
"Benar.... benar!" anak itu bersorak.
"Pisaumu menghunjam punggungnya, suhu.
Orang itu roboh!"
"Ha-ha, dan sekarang yang ini!" si buta
membalik dan menerima serangan dayung.
"Mereka inipun harus roboh, Siauw Lam. Lihat
pukulanku mengenai dadanya.. plak!" dayung165
ditangkis dan secepat itu telapak kiri si buta
menyambar dada lawan, tampaknya perlahan
saja tapi Ji-go berteriak dan roboh. Orang
nomor dua dari Ui-kiang Sam-go ini
terjengkang. Dan ketika It-go atau Buaya
Pertama terbelalak dan ngeri, dayungnya tak
mungkin ditarik dan ia melihat telapak yang
kemerah-merahan itu maka laki-laki tinggi
besar ini melempar tubuh dan membuang
senjatanya itu.
"Krakk!" Ia selamat namun dayungnya
hancur. Kepala bajak itu pucat dan bergulingan
menjauh, dua adiknya tewas dengan cepat.
Dan ketika ia bersuit dan menyambar mayat
saudaranya, kabur dan meninggalkan
pertempuran maka semua anggautanya
terbelalak dan memutar tubuh pula, terbirit
birit.
"Ha-ha, musuh lari, suhu. Enak benar
mereka meninggalkan kita!"
"Kau boleh melontarkan ini," si buta
tertawa dan memberikan sebuah pisau
terbang, tak mendengar di mana langkah si166
kepala bajak yang sudah bercampur dengan
para anggautanya.
"Cari dan beri kenang-kenangan
kepada lawanku tadi, Siauw Lam. Cepat
sebelum ia jauh!"
Anak itu girang. Tidak seperti gurunya
yang buta tentu saja ia tahu ke mana larinya
kepala bajak itu. It-go melarikan diri
menyambar seekor kuda, naik dan kabur
dengan cepat. Maka ketika ia menyambitkan
pisau itu dan cepat seperti kilat pisau ini
menyambar tubuh lawan maka hampir saja
pisau itu mengenai korbannya kalau saja si
kepala bajak tidak mendengar dan menangkis
senjata itu, membalik dan membuat pisau
runtuh tapi kulit lengannya tergores. Siauw
Lam kecewa dan kepala bajak itu mendelik.
Tapi karena anak itu berada di dekat gurunya
dan kepandaian si buta ini amat mengerikan,
Buaya itu sadar bahwa lawan yang dihadapi
adalah seorang hebat maka ia tidak membalas
dan mencongklangkan kudanya setelah
melototi anak laki-laki itu. Siauw Lam balas
melotot dan akhirnya tertawa. Dan ketika167
pertempuran berbenti dan Hong Cu di sana
tertegun, ia selamat berkat pertolongan si buta
maka lagi-lagi ia merasa kagum dan malu
kepada diri sendiri yang terasa demikian
rendah.
"Terima kasih, kau menolongku. Ah,
kepandaianmu ternyata demikian tinggi, Koan
twako. Entah bagaimana kalau kau tidak
merobohkan orang-orang itu. Ngeri aku
rnembayangkannya!"
"Hm, mereka tak berarti apa-apa. Aku
sebenarnya sebal, Cu-moi, enggan keluar. Tapi
apa boleh buat, kuda kita dibunuh dan kereta
berlubang-lubang. Kalau saja para
pimpinannya tidak keluar mungkin kita sudah
melanjutkan perjalanan. Sudahlah, adakah
kuda pengganti namun aku tiba-tiba haus. Eh,
bisakah kau mencarikan air minum, Siauw
Lam. Siapkan untukku dan juga cari sepasang
kuda yang lain, pasang di kereta kita!"
Anak itu mengangguk. Setelah
pertempuran berhenti dan keringat
membasahi tubuh memang tenggorokan tiba
tiba terasa kering. Iapun haus. Dan ketika Hong168
Cu juga menjilati bibir dan merasa haus,
pertempuran itu lama juga maka gadis ini
mengangguk pada Siauw Lam agar mencarikan
air minum.
"Akupun juga, haus sekali. Ah, segar
rasanya kalau ada air dingin!"
"Baiklah, teecu mencarinya sebentar,
suhu. Teecu juga haus!" anak itu pergi dan
mengedip nakal. Entah kenapa ia tiba-tiba
menggoda Hong Cu dan tentu saja gadis itu
semburat. Hong Cu tertegun tapi segera sadar.
Kiranya ia digoda karena berduaan saja dengan
si buta. Tapi ketika ia memerah dan melotot
memandang Siauw Lam, yang tertawa dan
melompat pergi mendadak lengannya dicekal
seseorang dan Hong Cu membalik terkejut.
"Maaf, aku ingin duduk di tempat ini,
Cu-moi. Dapatkah kau mencarikan tempat
yang enak dan kita menunggu Siauw Lam."
Hong Cu tak jadi melepaskan dirinya. Ia
melihat si buta mengejap-ngejap dan kelopak
yang kosong itu membuat Hong Cu terharu.
Dan ketika ia mengangguk dan tentu saja169
bergerak membawa si buta maka gadis ini
menarik napas dalam berkata penuh iba,
"Sayang, kau gagah dan tampan, Koan
twako, bagaimana penglihatanmu bisa seperti
ini. Ah, Apa yang terjadi denganmu dan
bagaimana kau menjadi buta!"
"Hm, seseorang membuatku begini.
Aku buta karena seorang musuh besar, Cu moi.
Kisah menyedihkan yang tidak menarik.
Kenapa kau tiba-tiba bertanya dan
memperhatikan lebih dari biasa."
"Aku..aku kasihan."
"Hanya itu saja? Ha-ha, aku sudah
kenyang!"
Gadis itu terkejut. Si buta
mencengkeramnya dan mereka sudah tiba di
tempat yang dipilih. Ada rumput tebal untuk
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
duduk, enak dan dapat dipakai berdua. Tapi
ketika si buta berhenti dan memandangnya
dengan kelopak bergerak-gerak, bibir itu
ditarik dan seakan menahan luka hati
mendadak air mata keluar dari kelopak kosong
itu, meleleh.170
"Aku memang orang malang, orang
yang bernasib sial. Hm, iba dan kasihan tidak
akan membuatku melek lagi, Cu moi. Bukan itu
yang kuharap. Aku aku ingin lebih dari itu!"
Si buta menangis dan menutupi
mukanya. la sudah melepaskan
cengkeramannya pada Hong Cu dan gadis itu
tentu saja terkejut, ia tak mengerti. Tapi ketika
ia bergerak menahan pundak itu, si buta
berguncang-guncang tiba-tiba si buta berbisik
gemetar menangkap pundaknya, balas
memegang.
"Cu-moi, kau.... kau dapat memberikan
yang lebih dari itu? Kau mau menolongku?"
Gadis ini terharu, lepas
kewaspadaannya. "Tentu saja, Koan-twako.
Kau telah menolongku dan menyelamatkan
aku dari keroyokan orang-orang itu. Kalau
sekarang aku dapat membantumu dan
memberi lebih tentu saja aku mau. Apa yang
kau minta!"
"Aku aku takut!"
"Hm, takut?" gadis ini heran, tiba-tiba
geli. "Tak mungkin, Koan-twako. Kau gagah171
dan lihai dan lebih dari aku. Kepandaianmu
luar biasa. Katakan saja dan aku siap
mendengarnya!"
Si buta tiba-tiba girang, berseri.
"Kau bicara tentang kepandaian yang
sebenarnya tiada batas dan amat luas. Hm,
bagaimana kalau aku menambah
kepandaianmu agar lebih maju, Cu-moi?
Maukah kau menerimanya?"
"Kepandaian?" gadis ini melengak.
"Kupikir kau bukan akan bicara tentang ini,
Koan-twako. Kau hendak bicara yang lain!"
"Benar, tapi, ah.... nanti dulu. Kau telah bicara
tentang ini lebih dulu.. Aku ingin bicara tentang
kepandaian baru setelah itu yang lain!"
"Hm, tentu saja aku senang dan
memuji kepandaianmu. Tapi apakah tidak
rugi? Maksudku apakah tidak merugikanmu?"
"Rugi apa? Kenapa rugi?"
"Hm, aku bukan sanak bukan
keluargamu, Koan-twako, bukan apa-apa.
Masa begitu saja kau hendak memberikan
kepandaianmu."172
"Itulah! Aku, hm.... aku ingin mengikat
sesuatu denganmu, Cu-moi, maksudku, hmm
sesuatu yang erat!"
Hong Cu mengerutkan kening. "Eratt?
Ikatan sesuatu?"
Aneh sekali, si buta menangis. Wajah
yang tadi berseri dan penuh harapan
mendadak berubah lagi. Hong Cu terkejut
ketika si buta itu menutupi mukanya. Dan
ketika si buta tersedak dan tak menjawab
pertanyaan Hong Cu maka si buta menggeleng
geleng kepala dan berseru,
"Tidak, tak jadi. Tak mungkin kau mau.
Ah, aku harus tahu diri, Cu-moi. Kau gadis
cantik yang gagah perkasa yang tak mungkin
mau berdekatan dengan aku. Sudahlah, aku
tak hendak mengikat apa-apa dan biar
kutambah kepandaianmu tanpa ikatan apa
apa!"
"Hm, kau sebenarnya hendak bicara
apa," Hong Cu tertarik dan tentu saja
penasaran. "Kenapa tak jadi dan harus malu
berdekatan denganmu, Koan-twako. Justeru
menjadi sahabatmu adalah kebanggaan luar173
biasa bagiku. Kau jauh lebih hebat daripada
aku. Kalau hanya masalah buta tak perlu aku
malu!"
"Ahh!" wajah itu dibuka lagi,
kelopaknya berkejap-kejap cepat. "Apa.... apa
katamu, Cu-moi? Kau.... kau tak malu
berdekatan dengan aku? Kau bicara sungguh
sungguh?" "Aku sungguh-sungguh, kenapa
harus malu. Bahkan kau lebih hebat daripada
orang melek. Apa gunanya tak cacad tubuh
tapi tak bisa apa-apa!"
Keluarlah suara aneh dari tenggorokan
si buta. Hong Cu berkata seperti itu karena
mengingat keadaannya sendiri, kagum dan
sesungguhnya mulai tertarik kepada si buta
yang gagah dan lihai ini. Maka ketika ia tiba
tiba dipeluk dan si buta merangkulkan
lengannya ke pinggangnya yang ramping,
sejenak gadis itu terkejut dan menoleh ke
kanan maka tanpa sengaja muka mereka
berbenturan, si buta berbisik dan gemetar
bicara,
"Cu-moi, kau benar-benar tak malu
berdekatan dengan aku? Kalau begitu174
bagaimana jika aku menyatakan cinta pada
mu? Maaf, jiwa dan hatiku tergetar oleh mu,
Cu-moi. Sekarang kuingin berterus terang saja
bahwa aku mencintaimu!"
Hong Cu kaget dan merah padam. Ia tak
menyangka bahwa itulah yang akan dikatakan
si buta. Pinggangnya sudah dipeluk dan
didekap ketat. Tapi ketika ia meronta dan
melepaskan diri maka gadis ini gemetar bicara,
"Koan-twako, apa kau bilang? Kau kau
mencintai aku? Bagaimana secepat itu cintamu
berkembang? Bukankah kita masing-masing
belum saling tahu dengan baik?"
"Ah, aku percaya padamu. Aku tak ragu
padamu. Kau jelas gadis baik-baik dan tak perlu
kuragukan lagi, Cu-moi. Itulah sebabnya tak
ragu aku memberikan kepandaianku. Aku
percaya penuh, dan syukur kalau kau
menerima cintaku dan dapat kutumpahkan
semua isi hatiku tanpa ganjalan lagi!"
Hong Cu terbelalak dan semburat
merah. Si buta sudah menyatakan cintanya
dan siapa yang tak akan girang menerima ini.175176
Pemuda ini meskipun buta tapi hebat
dan amat lihai bukan main. Berapa kali ia
membuktikan dan melihat sendiri. Tapi ketika
bayangan Peng Houw muncul lagi di depan
mata dan ia terisak, betapapun wajah si Naga
Gurun Gobi itu masih melekat kuat maka Hong
Cu tak mampu menjawab dan kelopak si buta
yang berkejap-kejap tampak cemas menunggu
jawahan.
"Cu-moi, kau kau tak marah padaku,
bukan?"
"Tidak, tapi.... tapi aku tak dapat
menjawabnya, twako. Aku masih teringat
seseorang!"
"Hm, kau sudah mempunyai calon
suami? Kau sudah bertunangan?"
"Tidak, tapi.... ah, aku tak dapat
menjawabnya!" dan Siauw Lam yang muncul
berteriak memanggil gurunya lalu
membuyarkan percakapan itu dan si buta
tampak berkerut-kerut. Hong Cu tak tahu
betapa mulut si buta ditarik dalam, semacam
kemarahan timbul. Tapi ketika mulut itu biasa
lagi dan senyum yang aneh menyungging tipis177
maka si buta menerima setakup air jernih di
atas daun yang lebar, meneguk dan
membasahi kerongkongan dan Siauw Lam
mengambil yang lain lagi, diberikan dan
diterima Hong Cu dan air yang dingin itu
membuang semua rasa jengah dan kikuk.
Sesungguhnya Hong Cu memang kikuk, ia
canggung dan likat juga. Namun ketika semua
itu hilang oleh kehadiran Siauw Lam maka anak
laki-laki ini menjadi sumber percakapan Hong
Cu.
"Kau lama amat, ke mana saja. Tapi air
yang kau bawa itu jernih dan segar, Siauw Lam.
Dan kau sendiri kenapa tidak minum!" "Heh
heh, aku sudah mengenyangkan perutku.
Wah, menunggu kalian dulu tentu aku tak
kuat, bibi. Aku minum langsung dari mata
airnya yang segar. Ha-ha perutku kembung!"
Hong Cu tersenyum.
"Dan lihat," anak itu menyambung.
"Masih ada satu lagi, bibi. Kudapat ini dari
lereng bukit. Kupersembahkan untuk jiwi tapi
biar suhu lebih dulu!"178
"Apa itu?" si buta meraba dan
menerima bungkusan muridnya. "Ah, pisang,
Siauw Lam, matang dan besar-besar. Ha-ha,
kau tak lupa kesukaanku!"
"Aku memang mencarinya untuk
Suhu," anak itu tertawa. "Silakan, suhu. Ada
setundun kalau masih kurang!"
"Wah, cukup. Tapi biar bibimu Hong Cu
yang memakannya lebih dulu. Eh, silakan
ambil, Cu-moi, laki-laki nomor dua!"
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hong Cu tertawa manis. Lagi-lagi ia
melihat sikap hormat pada si buta ini.
Meskipun lihai tapi menghargai wanita,
siapa tak senang. Maka ketika ia mengambil
sebuah dan memakannya, baru si buta dan
Siauw Lam mengikuti maka mereka duduk
menikmati air dingin dan pisang padat. Hong
Cu diberi sebuah lagi sementara Siauw Lam
empat, anak itu memang gembul. Dan ketika
semua selesai dan percakapan ringan diakhiri
maka si buta bangkit berdiri memasang
telinganya, miring ke kanan.
"Hm, kau belum mengganti kuda. Kita
harus melanjutkan perjalanan lagi, Siauw Lam.179
Ho-kian masih jauh. Ayo pasang kuda itu dan
siapkan keretanya!"
"Aku akan membantu," Hong Cu tak
enak dan bangkit pula. "Kau sudah
menyiapkan kuda di sana, Siauw Lam, tapi
kenapa .tak dibawa ke sini. Ayo, kita pasang
dan kemudian berangkat!"
Anak itu tertawa. Dengan lincah ia
melompat dan membawa sepasang kuda
berbulu coklat. Itulah kuda yang dirampas dari
para perampok, diikat di belakang pohon dan
dibiarkan merumput. Kuda yang menghela
kereta sudah mati,yang satu karena pukulan
dayung sedang yang lain karena terinjak-injak,
jatuh ketika kereta roboh. Dan ketika Hong Cu
membantu anak itu sementara si buta kembali
berseri, kata-kata Hong Cu jelas menunjukkan
gadis itu bersama mereka lagi maka tak lama
kemudian Siauw Lam sudah menjeletarkan
cambuk berseru pada gurunya.
"Suhu, semuanya siap. Silakan naik!"
Si buta berjalan hati-hati. Anak itu
memutar keretanya dan Hong Cu membuka
pintu. Sikap gadis inipun kembali membuat si180
buta girang. Dan ketika si buta melompat dan
duduk di dalam, Hong Cu menutup dan duduk
di depannya maka seperti tadi dua orang
inipun satu kereta lagi tapi sekarang berhadap
hadapan.
"Bagus, berangkatlah, Siauw Lam. Kita
langsung ke tempat Sui-taijin!"
"Baik tar!" dan cambuk yang meledak
di punggung kuda akhirnya membuat kereta
bergerak dan lari lagi, tidak terburu-buru dan
kesetanan melainkan tenang dan biasa-biasa
saja. Hong Cu tersenyum dan berguncang
mengikuti irama kereta. Lalu ketika
percakapan dilanjutkan lagi dan Hong Cu
memang ingin bercakap-cakap lagi, betapapun
ia tertarik dan mulai suka kepada pemuda yang
gagah dan sopan ini maka gadis itupun tak ragu
lagi untuk akhirnya bercerita tentang siapa
dirinya. Bahwa dia adalah murid Sin-hong
pang dan sumoi dari ketua sendiri, pergi dan
meninggalkan rumah karena dibakar
kebencian. Ia mulai menyinggung-nyinggung
persoalannya dengan Peng Houw pula, tak
menyebut nama pemuda itu melainkan hanya181
dikatakan seorang pemuda saja. Di sini Hong
Cu masih malu berterus terang. Tapi ketika ia
ditanya kenapa membenci pemuda itu, Hong
Cu mengepal tinju maka gadis ini berkata
bahwa karena pemuda itu dirasanya sebagai
mempermainkannya saja.
"Aku benar-benar terhina dan marah
sekali. Kalau ia hanya main-main saja masalah
itu kenapa harus kutanggapi? Ah, ia sombong
dan mempermalukan aku habis-habisan, Koan
twako. Tapi harus ku akui bahwa ia lihai.
Mungkin kau bukan tandingannya!"
"Siapakah pemuda itu, kau tak pernah
menyebut namanya," si buta tertawa geli, tak
terbakar. "Kau seakan ingin mengadu aku
dengannya, Cu-moi. Benci benar kau ini
kepadanya. Atau justeru mungkin malah
sebaliknya!"
"Cih, sebaliknya bagaimana? Aku
benar-benar benci, Koan-twako. Ia kelewat
menghinaku, sok suci!"
"Benci yang begitu biasanya berawal
dari cinta yang menggebu-gebu. Eh, rupanya
karena ini kau tak segera menerima cintaku,182
Cu-moi. Pantas kalau kau menyatakan
bingung."
"Tidak! Dulu memang aku suka, tapi
bukan cinta. Dia terlalu sombong dan pongah
untukku. Aku yang sekarang tak sudi!" "Baik,
kalau begitu siapakah dia?"
"Untuk ini tak dapat kujawab sekarang.
Lain kali kalau ketemu akan kutunjukkan. Hm,
panas benar aku kepadanya, Koan-twako.
Kalau kepandaianku tidak begini rendah
mungkin tak seberapa aku di hina. Hm, kelak
ingin kubulas dan mudah-mudahan berhasil!"
Si buta mengangguk-angguk,
tersenyum maklum. la rupanya dapat mengerti
perasaan gadis itu dan tak mendesak. Hong Cu
lagi-lagi lega. Dan ketika si buta berjanji untuk
memberikan ilmunya, meraba dan
menggenggam lengan gadis itu maka Hong Cu
tak rnenarik tangannya karena betapapun ia
juga berharap.
"Baiklah, setiba di Ho-kian kau
menambah ilmumu lagi. Gerakmu cepat tapi
hanya untuk orang biasa, Cu-moi. Kalau nanti
aku menurunkan sebuah ilmu meringankan183
tubuh kepadamu maka tentu gerakan mu
bakal dua tiga kali cepatnya daripada sekarang.
Dan pedangmu, hmm..simpan saja untuk
keadaan yang lebih darurat. Kalau kau
menguasai Ang-see-ciang yang kumiliki tentu
orang-orang semacam Ui-kiang Sam-go itu tak
ada artinya lagi. Baiklah kita bersabar sampai
tiba di Ho-kian dan akan kuberikan apa yang
kau minta."
Hong Cu girang dan terharu. Di dalam
kereta inipun ia melihat sikap yang baik dan
hormat dari pemuda itu. Si buta sudah
melepaskan tangannya lagi. Dan ketika
perjalanan dilanjutkan dan menjelang tengah
malam mereka tiba di Ho-kian, langsung
menuju rumah Sui-taijin maka gadis itu
terbelalak karena ternyata si buta ini memiliki
pengaruh dan wibawa yang besar di rumah
pembesar itu, padahal Sui-taijin adalah
walikota Ho-kian yang memiliki puluhan
pengawal!
"Kita sampai!" Siauw Lam berteriak dari
luar. "Apa yang harus kukatakan kepada Sui-184
taijin, suhu. Apakah dia perlu menghidangkan
makan minum untuk kita!"
"Tak usah, suruh saja menyambut.
Katakan aku datang, Siauw Lam, dan siapkan
kamar paling baik untuk dua orang!"
Terdengar seruan dan sambutan di
luar. Kereta langsung memasuki halaman
gedung besar dan Hong Cu terbelalak ketika
belasan penjaga membungkuk dan memberi
hormat. Tak satupun di antara mereka berani
mengangkat muka. Dan ketika gadis itu
terheran-heran karena tak disangkanya
temannya ini kenalan baik tuan rumah
mendadak ia menduga jangan-jangan Koan
twako ini adalah putera Sui-taijin!.
"Ah, apakah kau putera pembesar ini,
Koan-twako? Kau putera walikota Ho-kian?"
"Ha-ha, ngawur. Kalau Sui-taijin adalah
ayahku kenapa aku memanggil dan
menyuruhnya menyambut, Cu-moi? Tidak, ia
hanya kenalan baikku. Kami sudah kenal sejak
lama."
Dan ketika gadis itu kembali tertegun
karena benar saja Sui-taijin muncul dan buru-185
buru menyambut, ia adalah seorang laki-laki
gemuk bermuka bulat maka pembesar yang
mudah dikenal dari pakaiannya ini
mempersilakan si buta turun dan menyatakan
sudah menyiapkan apa yang diminta.
"Aih, Koan-kongcu kiranya, rnalam
malam baru datang. Ha-ha, mari masuk,
kohgcu Selamat datang! Dan eh, ini isterimu?",
Hong Cu merah padam. Ia disangka
isteri si buta sementara pemuda itu turun
tersenyum-senyum. Dituntun dan
berpegangan pada muridnya si buta tak
menjawab, ia hanya mengangguk sedikit dan
mengucap terima kasih. Lalu ketika si buta
mengibaskan Iengan dan minta tak diganggu,
dia capai maka sang walikota tak berani
mengganggu dan sudah mengantar sendiri
tamunya ke kamar yang disediakan.
"Baiklah, silakan istirahat. Besok kita
bertemu lagi, kongcu. Selamat mImpi indah
dan bersenang-snang!"
Sang pembesar mengira kamar kedua
untuk Siauw Lam, Hong Cu dan si buta
disangkanya akan masuk satu kamar. Maka186
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketika dia tertawa penuh arti tapi segera
tertegun gadis itu memasuki kamar sebelah,
Siauw Lam diminta gurunya tidur di kereta
maka pembesar itu melongo namun Hong Cu
sudah menutup pintu kamarnya.
Dan malam itu Hong Cu benar-benar
beristirahat. Ia masih merah oleh kata-kata
Sui-taijin tadi namun diam-diam semakin
kagum dan tertarik kepada si buta itu.
Alangkah hebatnya kalau seorang walikota
begitu tunduk kepada seorang buta, jelas
Koan-twako itu bukan main-main. Dan ketika
dia ingat betapa lihainya si buta itu memberesi
Ui-kiang Sam-go, padahal dia jatuh bangun
menghadapi keroyokan maka gadis Sin-hong
pang itu tak tahu bahwa tentu saja si buta itu
amat hebat karena ia adalah seorang pemuda
sakti yang bukan lain adalah Chi Koan, musuh
bebuyutan si Naga Gurun Gobi Peng Houw!
Bagi pembaca yang sudah mengikuti
peristiwa di Gurun Gobi tentu segera
mengenal pemuda ini. Benar, dia adalah murid
mendiang Beng Kong Hwesio dan pewaris Bu
tek-cin-keng, kitab amat sakti yang dikejar-187
kejar dan diingini banyak orang kang-ouw,
menjatuhkan banyak korban dan berapa ratus
nyawa harus hilang secara sia-sia. Tapi kalau
Peng Houw juga merupakan pewaris dari Bu
tek-cin-keng maka adalah pemuda ini
sebenarnya mendapatkan kitab itu secara
tidak sah. Chi Koan mencuri dan menipu
gurunya, bahkan juga kakek gurunya mendiang
Ji Leng Hwesio. Dedengkot Gobi itu akhirnya
harus tewas karena perbuatan pemuda ini. Chi
Koan yang amat berbahaya akhirnya harus
ditandingi Peng Houw, yang juga murid Go-bi
dan dulu masing-masing anak ini adalah
kawan. Tapi karena pemuda itu berkembang
amat jahat, bergaul dan berguru juga pada
orang-orang sesat macam Tujuh Siluman
Langit maka anak yang semula amat nakal ini
akhirnya menjadi jahat dan pandai menipu
atau mengelabuhi orang-orang lain, termasuk
gurunya sendiri mendiang Beng Kong Hwesio.
Dari gurunya itu Chi Koan mendapat
ilmu-ilmu hebat. Dia memiliki Lui-thian-to-jit
(Kilat Menyambar Matahari), juga Cui-pek-po
kian dan Thai-san-ap-ting yang amat dahsyat.188
Tapi setelah dia mendapatkan Bu-tek-cin-keng
menipu kakek gurunya, lari dan mempelajari isi
kitab itu maka ilmu yang amat dahsyat Hok-te
Sin-kun (Silat Penakluk Dunia) menjadi segala
galanya bagi pemuda ini.
Namun mendiang Ji Leng Hwesio
menyiapkan Peng Houw. Dedengkot Go-bi
yang sudah tua itu mewariskan tenaga
saktinya kepada murid barunya itu. Peng Houw
menjadi dahsyat dan muncullah dia
menyelamatkan Go-bi. Chi Koan dikejar dan
dicari, bertanding dan pemuda yang sama
sama mempelajari Hok-te Sin-kun itu mengadu
ilmu. Tapi karena Peng Hou memiliki warisan
tenaga sakti kakek gurunya dan Chi Koan kalah
maka pemuda itu melarikan diri dan dikejar
serta terus dimintai tanggung jawabnya untuk
mengembalikan Bu-tek-cin-keng. Dan
akhirnya, di puncak Hek-see-hwa (Bukit Bunga
Hitam) yang merupakan tempat mati hidup
bagi dua pemuda itu Chi Koan berhasil
dirobohkan, tertangkap dan ditawan di Go-bi
namun kecelakaan menimpa pemuda ini.
Paman gurunya, yang kalap dan marah189
menusuk kedua matanya, menyebabkan
pemuda itu buta namun Chi Koan sendiri
menghajar paman gurunya itu sampai ,tewas.
Kejadian menggemparkan ini membuat
Go-bi kembali geger. Peng Houw muncul dan
melihat keadaan itu. Dan ketika pemuda ini
menarik napas dalam namun tak dapat
berbuat apa-apa, siapapun dilarang mendekati
si buta yang masih berbahaya itu maka Peng
Houw menjaga guha tempat tawanan di-sekap
dan kemudian selama beberapa bulan
mengawasi sendiri si buta itu. Chi Koan
mendapat hukuman seumur hidup.
Tapi bagaimana sekarang pemuda ini
ada di sini? Bagaimana tiba-tiba ia muncul di
Ho-kian dan membawa kereta bersama
muridnya itu? Sudahkah dia mendapat
kebebasan? Tentu saja tidak. Chi Koan
sebenarnya menjadi buron dan melarikan diri.
Dan karena memang banyak kejadian di Go-bi
yang tak diketahui orang luar biarlah kita
tengok sebentar bagaimana sebenarnya kisah
si buta ini. Dan bagaimana pula ia tiba-tiba
mempunyai murid, juga kenapa si Naga Gurun190
Gobi Peng Houw ada di dekat Sin-hong-pang
itu bertapa!
***
Go-bi, lima tahun yang lalu sudah
seperti biasa lagi dan tenang. Tempat para
hwesio yang kini sehari-hari lebih banyak
melakukan kegiatan rohani itu tidak seperti
dulu lagi, yakni ketika diserbu orang-orang
kang-ouw untuk mendapatkan Bu-tek-cin
keng. Dan karena kitab itu sudah hancur dan
dirobek-robek Chi Koan, ribuan mata melihat
ini maka perkara kitab sudah tidak diributkan
lagi dan di-anggap selesai. Namun ada
seseorang yang tidak percaya, dan orang itu
adalah Beng Kong Hwesio, guru sendiri yang
sudah terlanjur banyak memberi kepada Chi
Koan. Beng Kong adalah seorang yang paling
rnengenal watak muridnya itu, tidak percaya
dan di dalam peristiwa Hek-see-hwa lari
bersama muridnya. Tapi karena Peng Houw
dan kawan-kawan telah mengepung rapat dan191
betapapun tak dapat lari lagi akhirnya di
bawah gunung guru dan murid ini bertengkar.
Kebetulan Peng Houw berada di balik sebuah
batu besar, mendengar dan mengerutkan
keningnya karena. Bu-tek-cin-keng yang asli
masih di-simpan.
Chi Koan memang pemuda licik dan
seperti iblis sendiri, Peng Houw tertegun. Dan
ketika di dalam pertengkaran itu guru dan
murid akhirnya bertanding, Peng Houw maju
mundur maka Peng Houw akhirnya menaruh
kecurigaan bahwa Chi Koan masih
menyembunyikan kitab itu. Yang robek dan
hancur disebar merata tentulah hanya Bu-tek
cin-keng palsu. Peng Houw bangkit
kemarahannya. Dan karena iapun mulai ragu
dan marah kepada pemuda itu maka iapun
muncul dan membantu Beng Kong Hwesio
paman gurunya.
***
Koleksi Kolektor Ebook192
"KABUT DI TELAGA SEE - OUW"
( Lanjutan Kisah Prahara Di Gurun Gobi )
Karya Batara
Jilid IV
*
* *
AKAN tetapi Beng Kong akhirnya
dipengaruhi Chi Koan. Hwesio itu dibujuk dan
mendengar kata-kata berbisa muridnya. Guru
dan murid yang semula bertengkar itu
akhirnya bersatu, Peng Houw dikeroyok. Tapi
karena berdatangan orang-orang lain dan Peng
Houw sendiri dapat bertahan dari keroyokan
ini, dua orang itu juga sudah babak-belur maka
Beng Kong akhirnya tewas sementara Chi Koan
roboh di tangan musuh bebuyutannya itu.
Pemuda ini ditangkap dan dibawa ke Go-bi dan
akhirnya menerima hukuman, seumur hidup.
Dan ketika di sini pula Chi Koan menjadi buta,
dilukai paman gurunya maka pemuda itu
geram dan benci bukan main terhadap Go-bi,193
terutama Peng Houw. Gara-gara pemuda ini
dia tak dapat bergerak lagi. Gara-gara Peng
Houw dia dilukai orang. Tapi karena Chi Koan
adalah pemuda yang pandai menekan
perasaan dan kebencian maupun
kemarahannya itu dapat disembunyikan
dengan baik, setahun kemudian dia mulai
menghapal kitab-kitab suci kembali maka
suaranya yang nyaring dan lantang dari guha
pertapaan terdengar sampai ke bawah dan
banyak anak murid Go-bi melengak. Syair-syair
indah dibunyikan. Ada kesan bahwa pemuda
itu sudah bertobat. Dan ketika tahun kedua
dan ketiga tindak-tanduk pemuda itu juga
semakin manis maka pimpinan Go-bi yang
waktu itu dipegang Ji-hwesio tergerak hatinya.
Hwesio ini berpikir bahwa kejamlah hukuman
seumur hidup. Chi Koan sudah berobah. Maka
ketika dipanggilnya seorang sutenya untuk
bicara tentang ini maka Sam-hwesio, wakil
pimpinan mendengarkan dengan alis berkerut.
"Pinceng rasa bahwa semuanya perlu
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diperbaiki. Tatanan lama dilihat ulang dan
anak itu tak perlu dihukum seumur hidup.194
Bagaimana pendapatmu kalau ia diberi
keringanan, sute, misalnya dua puluh tahun
atau tiga puluh tahun. Lihat bahwa ia
berobah!"
Kebetulan waktu itu Chi Koan
melengking nyaring dengan syair-syair
Dhammapada. Pagi itu suasana begitu indah
dengan burung-burung berkicau di udara.
Hawa berhembus segar dan angin gurun terasa
lembut. Semuanya ini mempengaruhi
perasaan. Dan ketika sang wakil pimpinan
tergerak dan mengangguk-angguk maka iapun
mendengarkan Chi Koan yang melantunkan
suaranya dengan nyaring dan lantang.
Kebetulan yang disindir adalah mereka:
Orang yang mencari kebahagiaan tetapi
menyakiti mahluk lainnya yang juga mencari
kebahagiaan maka ia tak akan
mendapatkan kebahagiaan setelah
kematiannya
"Hm, bab sepuluh ayat tiga," dua
hwesio itu mengangguk-angguk. ..Chi Koan195
menyindir kita, sute. Pinceng jadi malu melihat
ini!"
"Benar, kita adalah orang-orang
beragama yang mencari kebahagiaan, pinceng
juga merasa kena. Tapi masalah ini rupanya tak
boleh sembarang diputuskan, suheng. Kau
tahu bahwa yang berhak adalah Peng Houw.
Pinceng tak dapat bicara apa-apa kalau bukan
pemuda itu sendiri yang bicara."
"Tapi kau dapat memberi pandangan.
Bagaimana misalnya kesanmu selama ini,
tidakkah kau lihat bahwa pemuda itu sudah
mulai berobah!"
"Sikap dan suaranya memang begitu,
tapi entahlah bagaimana isi hatinya."
"Kau masih curiga?"
"Omitohud, pinceng tak berani bicara
seperti itu, suheng, namun sebagai manusia
biasa agaknya lebih tepat kalau pinceng
katakan bahwa pinceng bicara secara hati-hati
saja."
"Benar, tapi nada suaramu agak miring,
sute. Kau seakan tak menyetujui keinginan
pinceng!"196
"Ah, suheng terlalu mulia. Suheng
mudah tergerak. Siauw-te tak berani berkata
seperti itu, suheng. Betapapun siauw-te (aku)
hendak menekankan keberhati-hatian saja!"
"Baik, tapi tentunya pinceng juga ingin
mendengarkan pendapatmu yang lebih jelas,
terang. Apakah tak layak kalau anak itu
mendapat keringanan hukuman!"
"Hm, suheng mendesak, baiklah.
Menurutku Chi Koan ini mahluk yang amat
berbahaya, suheng. Dia cerdik dan licin
melebihi ular. Tingkah laku dan tindak
tanduknya yang lalu masih membekas terlalu
dalam di hatiku. Kalau ada perobahan setahun
dua saja aku masih tak berani buru-buru,
apalagi semua itu masih dalam sikap dan tutur
kata. Dan kita sama tahu bahwa sikap dan
tutur kata dapat dibuat-buat, artinya belum
tentu sama dengan isi hatinya!"
"Hm-hm, kalau begini keinginan baik
pinceng rupanya belum bakal terlaksana. Kau
benar, tapi pinceng akan mernbuktikannya,
sute, dan mudah-mudahan kita dapat bersikap
obyektip!"197
Sang sute mengangguk menarik napas
dalam. Pembicaraan pagi itu berhenti sejenak
dan masing-masing tahu keadaan pribadi.
Sam-hwesio mengetahui niat baik suhengnya
sedangkan sang suheng tahu jalan pikiran
sutenya. Dan ketika mereka menikmati
indahnya keheningan maka suara Chi Koan
terdengar lagi, lembut namun kuat, penuh
getaran dan perasaan:
Taklukkanlah kemarahan dengan Cinta
Kaaih Taklukkanlah kejahatan dengan
kebaikan Taklukkanlah kekikiran dengan
berderma Taklukkanlah kebohongan dengan
kejujuran
"Ah, bab tujuh belas ayat tiga," sang
pimpinan berseru lagi, mengangguk-angguk.
"Chi Koan itu rupanya hapal semua isi kitab
suci, sute. Pinceng kagum!"
"Ya, siauw-te juga. Namun orang yang
hapal kitab suci belum tentu pandai
melaksanakannya, suheng. Orang yang tahu198
belum tentu mengerti, sedang orang yang
mengerti pasti tahu!"
"Hm-hm, pinceng paham. Kau masih
mengingatkan pinceng secara halus agar tidak
cepat terpengaruh olehnya, bukan? Terima
kasih, kau benar. Tapi pinceng memiliki sudut
pandang yang berbeda, sute. Pinceng teringat
sebuah ayat dari bab dua puluh ayat lima!"
"Tentang ketidak kekalan?"
"Benar, kaupun tahu. Coba kauingat itu
dan lihat apakah keliru!" Sang sute menarik
napas dalam. Bab dua puluh ayat lima bicara
tentang sesuatu yang berubah-ubah, ketidak
kekalan. Dan ketika ia mengangguk mengingat
ayat itu maka hwesio inipun membaca, seperti
orang berliam-keng (baca doa):
Segala sesuatu ini adalah selalu berubah
ubah, kalau orang telah menyadari hal ini
dengan kebijakaanaan kemudian ia merasa
jemu dengan penderitaan ini adalah jalan
pembersihan.
"Hm, benar. Itu! Bagaimana, sute?"199
"Aku mengakui, tapi keberhati-hatian
tetap harus dilakukan, suheng. Entah kenapa
aku belum percaya penuh."
"Tapi pinceng percaya itu, Chi Koan
mulai berobah!"
"Baiklah, aku tak menentangmu,
suheng, hanya tetap pasanglah kewaspadaan
dan kehati-hatian. Masalah Chi Koan lebih
berhak ditangani Peng Houw daripada kita."
"Pinceng tahu, dan tak perlu terlalu
khawatir!" lalu ketika mereka berdua
mendengarkan syair-syair yang lain dari Chi
Koan maka tampak bahwa sang suheng lebih
gembira sementara sang sute masih berkerut
kening. Ada perbedaan di hati pimpinan Go-bi
ini, dengan sang ketua lebih percaya dan ingin
meyakinkan sutenya sementara sang sute
masih tenang dan dingin-dingin saja. Hal ini
tidak aneh karena Ji-hwesio orangnya lebih
tergerak, lunak dan mudah pemaaf dibanding
sute-nya yang keras dan amat disiplin. Wakil
pimpinan ini tak begitu mudah tergerak
walaupun akhir-akhir ini Chi Koan memang
berobah, sikap dan tindak-tanduknya lembut.200
Sekarang para murid tak perlu takut lagi
mengantar makanan atau minuman, mereka
bahkan diajak bercakap-cakap dan bicara,
layaknya saudara.
Dan ketika akhirnya pembicaraan
ditutup karena sang sute akan melaksanakan
tugas, mengontrol pekerjaan para murid maka
sore harinya pimpinan Go-bi ini memanggil
seorang murid bagian konsumsi untuk
memberikan makanan Chi Koan kepadanya.
"Pinceng hendak mengantar makanan
itu ke atas. Siapkan saja di sini dan biar pinceng
yang membawa."
"Ah, suhu hendak mengantarnya
sendiri?" "Benar, Giok-seng. Berikan pada
pinceng dan kembalilah ke tempatmu."
Anak murid itu tertegun. Baru kali ini
pimpinan Go-bi hendak mengantar makanan
pada Chi Koan, seorang tawanan. Tapi ketika ia
mengangguk dan berlari pergi, sore itu jatah
makan malam Chi Koan sudah disediakan
maka dengan langkah tenang dan wajah
berseri hwesio ini berkelebat dan beberapa
murid lain terbelalak karena pimpinan mereka201
membawa nampan! Bukan kecanggungan bagi
hwesio ini untuk bekerja seperti itu, bahkan
sikapnya menjadi tauladan dan para murid
menaruh hormat. Sang pimpinan yang tidak
segan-segan menggantikan tugas justeru
membuat para murid kikuk. Mereka akan
bertugas lebih baik lagi dan penuh disiplin. Dan
ketika sore itu juga hwesio ini mendaki ke atas
maka guha pertapaan itu dimasuki dan Chi
Koan yang tertegun mendengar langkah ringan
segera tahu bahwa bukan murid biasa yang kali
ini datang. Biasanya, seperti yang sudah-sudah
jatah makanan dibawa seorang murid dan Chi
Koan menerimanya dengan mulut tersenyum.
Keganasannya lenyap, licik dan sombongnya
juga tidak pernah terlihat lagi. Namun ketika
kali ini telinganya yang tajam mendengar kaki
yang ringan berjingkat, jelas bukan murid biasa
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maka pemuda ini maklum bahwa seorang
lawan atau kawan mendatangi dirinya. Ji
hwesio belum mengeluarkan suaranya hingga
tak dapat dikenal.
Akan tetapi Chi Koan adalah pemuda
yang kini sudah memiliki ketabahan tinggi.202
Sikapnya semakin tenang dan kepercayaan
diripun bertambah kuat. Tiga tahun di guha
tawanan tidak dilewatkannya sia-sia, dia
mempertajam daya pendengarannya sebagai
gantinya kedua mata. Bahkan demikian tajam
telinga pemuda ini hingga sesungguhnya tadi
pagi ia mendengar pembicaraan pimpinan dan
wakil pimpinan Go-bi itu. Chi Koan
sesungguhnya dapat memantau gerak-gerik
yang terjadi di bawah dengan sepasang
telinganya yang tajam itu. Maka ketika diam
diam ia tersenyum dan tertawa aneh,
percakapan di bawah sana tertangkap olehnya
maka segera ia tahu bahwa Hwesio pimpinan
Go-bi ini simpati kepadanya, tidak seperti Sam
hwesio! Akan tetapi Chi Koan tak dapat tahu
siapakah kawan atau lawan yang mendekat.
Dia telah mendengar desir angin gerakan
pimpinan Go-bi ini dan diam-diam terkejut.
Sejak mendaki gunung tadi pemuda ini sudah
tahu! Maka ketika dia duduk bersila dan pura
pura tak tahu, membalik atau menghadapi
dinding guha maka Ji-hweio tersenyum dan
penuh haru memandang punggung pemuda203
ini, yang sesungguhnya juga masih murid
keponakannya.
"Omitohud " akhirnya hwesio itu
berseru, cukup mengamati dan
memperhatikan pemuda ini. "Selamat sore,
Chi Koan. Pinceng datang membawa
makanan!"
Chi Koan kaget. Tak disangkanya bahwa
yang datang adalah pimpinan Go-bi sendiri.
Pantas, gerak kaki itu begitu ringan. Ia sudah
siap untuk menghantam dan membalik kalau
tiba-tiba diserang. Dan ini tentu berarti bahaya
bagi hwesio itu! Maka ketika Chi Koan
membalik dan kelopaknya yang kosong
bergerak-gerak, antara heran dan tercengang
tiba-tiba ia berlutut dan empat rantai baja di
pergelangan kaki tangannya bergemerincing
ketika berbenturan satu sama lain.
"Ah, susiok kiranya. Satu kehormatan
besar bagiku. Maaf, kenapa kau datang dan
mengantar sendiri makanan untukku, susiok.
Bukankah kehormatan berlebih bagiku
seorang pesakitan!"
"Hm, pinceng memang ada maksud,"204
hwesio itu tersenyum, mengebutkan
ujung lengan bajunya penuh haru. "Pinceng
datang karena ingin bercakap-cakap dengan
mu, Chi Koan. Sebagai seorang dengan seorang
lainnya secara bersahabat. Terimalah
makanan ini dulu dan isi perutmu!"
Chi Koan mengangkat wajahnya dan
menerima penampan itu. Sang susiok
membangunkannya dan alangkah mudahnya
sekali hantam merobohkan hwesio itu.
Pimpinan Go-bi ini rupanya sembrono! Tapi
Chi Koan yang waspada dan cerdik mencurigai
sesuatu tentu saja tak mau melakukan ini. Dia
yakin bahwa dirinya sedang dalam sebuah
ujian, dan hal itu benar karena Ji-hwesio
sesungguhnya bersiap-siap dan akan
menyerangnya balik kalau si buta itu macam
macam. Sebuah bola hitam terdapat di bawah
lengan bajunya, bola baja yang akan meledak
dan menghantam pemuda itu
menghamburkan ribuan jarum halus. Chi Koan
bisa celaka meskipun hwesio itu roboh. Tapi
ketika pemuda ini tidak melakukan apa-apa
dan sang hwesio lega, kepercayaannya205
semakin kuat maka Chi Koan meletakkan
nampan itu dan wajahnya menunjukkan
keheranan dan ketidak mengertian yang
dalam, wajah yang kebodoh-bodohan dan
jujur, begitu!
"Maaf, susiok, apa artinya semua ini. Di
mana Giok-seng, atau Hak-lim. Bukankah
seharusnya mereka yang mengantar dan
bukan seorang ketua Go-bi!"
"Hm, sudah kusebut bahwa
kehadiranku ingin bercakap-cakap denganmu,
sebagai orang dengan seorang yang lain dalam
suasana bersahabat. Pinceng telah sering
mendengar kau melantunkan bait-bait kitab
suci, Chi Koan, dan pinceng tertarik. Kau
tampaknya mulai mendalami persoalan
agama!"
"Ah, susiok membuatku rnalu,"
pemuda itu tertawa, lalu tiba-tiba menarik
napas dalam. "Bukan maksudku untuk pamer
hapalan, susiok. Apa gunanya tahu isi kitab suci
namun tak dapat mempraktekkannya.
Bukankah seperti seorang sombong yang
berlagak di depan orang bijak. Aku206
melantunkan isi-isi kitab suci dengan nyaring
agar semuanya itu meresap dan masuk ke
otakku dengan dalam. Bukan sekedar otak
melainkan hati, hatiku!"
Ji-hwesio kagum. Chi Koan demikian
bersungguh-sungguh dan tentu saja dia
semakin girang. Pemuda ini mulai banyak
berubah. Dan ketika ia mulai mengangguk
angguk dan semakin percaya, pemuda ini
begitu bersungguh-sungguh maka Chi Koan
berkata lagi bahwa dia ingin berobah.
"Aku teringat ayat. indah dari kitab
Dhammapada, bab 20 ayat 5. Ah, isi ayat ini
benar-benar tepat, susiok. Tak ada sesuatu
yang kekal di dunia ini, termasuk aku. Dan aku
harus melakukan pembersihan atau
selamanya bakal tolol dan tetap dalam
penderitaan. Manusia bakal berubah!"
"Hm, kau maksudkan bagaimana? Apa
yang kau artikan?"
"Artinya aku ingin menebus dosaku,
susiok, melakukan segala kebaikan di
manapun aku berada, bahkan di tempat ini.
Itulah sebabnya kulantunkan ayat-ayat kitab207
suci dengan nyaring dan lantang agar selain
aku ada orang lain mendengar supaya tidak
melakukan kekeliruan hidup.
Manusia tolol saja yang
membenamkan diri dalam kesenangan dan
nafsu lahiriahnya. Dan aku telah melihat itu!"
"Omitohud, kau mulai bijak. Ha-ha,
sungguh perobahan besar terjadi padamu, Chi
Koan. Namun sayang bahwa keadaanmu
seperti ini!"
"Tak apa, justeru aku merasa bangga
dan bahagia, susiok. Aku bangga dan bahagia
karena aku berdekatan dengan orang-orang
baik sepertimu ini, juga murid-murid Go-bi
yang lain."
Ji-hwesio menarik napas dalam.
Pembicaraan berhenti sebentar karena Chi
Koan tiba-tiba miringkan kepala. Telinga
kirinya bergerak. Ada gerakan di luar yang
ditangkap pemuda itu. Namun ketika ia
tersenyum dan kembali seperti semula maka
hwesio Go-bi ini tak tahu bahwa seseorang
mendekati tempat itu, masih jauh di bawah
bukit.208
"Hm, pinceng ingin , mendengar lebih
jauh tentang pandangan hidupmu. Bagaimana
keadaanmu sekarang dan apa yang mungkin
kau ingini."
"Ingin? Ah, keinginan merupakan
sumber kemalangan, susiok. Kalaupun ada
keinginan itu maka aku ingin bahagia, itu saja."
"Hm, benar," sang hwesio
mengangguk-angguk, kagum. "Keinginanmu
sederhana, Chi Koan, tapi penjabarannya bisa
luas. Kebahagiaan dalam ukuranmu belum
tentu sama dengan yang dimaksud orang lain.
Omitohud, semua orang sebenarnya ingin
bahagia!"
"Betul, tapi kebahagiaan bagi orang
lain kebanyakan bersumber pada hal-hal
lahiriah, luar, entah materi atau yang bersifat
duniawi."
"Hm-hm, kau sudah mulai dapat bicara
ini. Omitohud, pinceng kagum. Tapi isi
perutmu dulu, Chi Koan. Pinceng tak akan
mengganggu. Tapi maaf, hanya bubur dan
sayur melulu!"209
"Tak apa, aku sekarang ciak-jai
(pantang daging), susiok. Daging dan segala
macamnya itu hanya menyeret manusia dalam
alam rendah. Sayur-mayur begini lebih tinggi,
membersihkan otak dan hati. Dan mungkin
karena ini jalan pikiranku menjadi lebih baik."
"Ha-ha, bisa saja kau ini. Omitohud,
makanlah dahulu, Chi Koan. Pinceng tak akan
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengganggu!"
Orang tentu heran dan terbelalak
melihat sikap dan kata-kata hwesio itu. Siapa
menyangka bahwa seorang ketua Go-bi bakal
mau dan sudi bercakap-cakap dengan Chi
Koan. Pemuda itu dikenal sebagai penjahat
muda yang berbahaya. Berdekatan dengan
pemuda ini sama seperti berdekatan dengan
iblis, sewaktu-waktu bahaya bisa mengancam.
Tapi karena tiga tahun ini Chi Koan memang
menunjukkan perkembangan yang baik,
lembut dan tidak seganas dulu maka laporan
dan bukti-bukti yang diterima pimpinan Go-bi
ini membuat tertarik, maju dan berdekatan
dan awal perjumpaan itu saja sudah membuat
hwesio ini lumer. Bahwa Chi Koan mau210
berlutut dan masih menghormatnya sebagai
paman guru cukup mengharukan hwesio ini. Ji
hwesio memang orang yang lemah lembut.
Maka ketika percakapan berkembang lebih
baik dan melihat betapa pemuda itu tak segan
segan mengaku dosa, jinak dan amat bersahaja
maka pimpinan Go-bi itu merasa iba dan jatuh
sayang, betapapun Chi Koan adalah bekas
murid yang baik dan penurut tapi akhirnya
terbawa oleh tingkah laku orang-orang jahat.
Ji-hwesio menganggap bahwa sejak bergaul
dengan orang-orang seperti Tujuh Siluman
Langit itulah pemuda ini berobah. Tapi karena
orang-orang jahat itu sudah tewas dan
pemuda ini hidup sendiri, buta dan menerima
hukuman maka gerak-gerik dan tutur kata Chi
Koan yang lembut membuat dia dan anak
murid percaya bahwa si buta ini tidak seperti
dulu. Dan Chi Koan juga sering melantunkan isi
ayat-ayat suci tiada ubahnya seorang imam
atau pendeta. Siapa tidak percaya!
Dan hwesio itu juga teringat akan ayat
5 bab 20 dari kitab suci Dharmapada.
Bukankah tak ada yang kekal di bumi ini?211
Bukankah segala sesuatunya bisa berubah?
Dan itu ditunjukkan Chi Koan. Si buta ini
penurut dan jinak, sabar dan pengalah serta
sering memberi petunjuk-petunjuk silat pada
mereka yang mengantar makanan, yakni anak
anak murid dari bagian dapur. Dan karena
gerak-gerik serta tindak-tanduk pemuda itu
semakin positip, semua banyak yang memuji
maka hwesio pimpinan ini sendiri tertarik dan
akhirnya timbullah belas ibanya untuk
merobah hukuman seumur hidup menjadi dua
puluh atau tiga puluh tahun saja. Tapi itu
semua tak dapat dilakukan hwesio ini.
Meskipun Ji-hwesio adalah pimpinan tertinggi
di tempat itu namun secara "teknis" masih ada
yang lebih tinggi, dan itu bukan lain Peng
Houw, Si Naga Gurun Gobi! Pemuda inilah
yang lebih berhak dalam masalah Chi Koan
karena dialah satu-satunya orang yang dapat
menundukkan si buta itu. Peng Houw adalah
"dedengkot" Go-bi pengganti tokoh-tokoh tua.
Pemuda itulah satu-satunya ahli waris
langsung dari mendiang Ji Leng Hwe-sio,
dedengkot atau sesepuh mereka. Maka ketika212
hwesio itu ingin memberi keringanan namun
tentu saja masih harus sepersetujuan Peng
Houw maka Ji-hwesio ingin menjajaki dulu
apakah layak atau tidak si buta ini kelak
dimintakan keringanannya kepada Peng
Houw.
Dan satu-satunya jalan harus langsung
berhadapan dengan si buta itu. Ji-hwesio tak
boleh sekedar mendengarkan laporan
melainkan melihat dan membuktikan sendiri,
inilah sebabnya dia datang. Maka ketika semua
itu dirasakannya semakin positip dan bekas
anak murid ini berlaku demikian sopan santun,
jauh bedanya dengan Chi Koan yang dulu maka
hwesio itu mempersilakan si buta untuk makan
dan dia sendiri duduk bersila mengawasi
bersinar-sinar. Namun Chi Koan tentu saja
kikuk. Gerakan di bawah bukit kini sudah
terdengar sampai di pintu guha, si buta awas
dan waspada. Tapi ketika orang itu berhenti
dan hwesio di depannya ini rupanya tak tahu,
malah mempersilakannya makan maka Chi
Koan mengerutkan alis dan menggeleng.213
"Susiok, aku belum lapar benar.
Bagaimana kalau disingkirkan dulu dan kita
tetap bercakap-cakap."
"Ha-ha, kau malu? Ah, kalau begitu biar
pinceng keluar, Chi Koan, ini waktumu makan
dan pinceng tak akan mengganggu!" Hwesio
itu berkelebat dan Chi Koan menarik napas. Dia
justeru merasa berdebar dan kebetulan. Orang
di luar itu bakal ketahuan. Dan ketika apa
boleh buat ia pura-pura makan namun
pendengaran dipasang setajam mungkin
ternyata orang di luar pintu itu adalah Sam
hwesio, susioknya yang lain!
"Suheng terlalu sembrono," demikian
terdengar bisikan, lirih dan Ji-hwesio rupanya
tertegun, tak mengira sutenya menyusul ke
situ. "Aku mendengar dari Giok-seng bahwa
kau mengantar makanan, suheng. Berbahaya
sekali mendekati tawanan itu. Bagaimana
kalau sampai terjadi apa-apa denganmu!"
"Hm," Chi Koan mendengar jawaban.
"Pinceng cukup berhati-hati, sute. Pinceng
membawa bola peledak ini. Kalau dia
menyerang pinceng maka tentu jarum-jarum214
ini akan berhamburan dan mencelakainya
pula!"
Chi Koan tergetar. Selanjutnya kakak
beradik seperguruan itu saling bicara lagi
dengan amat perlahan sekali, hampir tak
terdengar. Dan ketika ia terpaksa
menghentikan suapannya untuk
mendengarkan dengan baik ternyata
susioknya nomor dua itu mengkhawatirkan
kakak seperguruannya. Hal ini tidak aneh
karena Ji-hwesio adalah pimpinan di situ, apa
yang terjadi dengan pimpinan dapat
menyusahkan yang lain. Tapi ketika
pembicaraan selesai dan Ji-hwesio masuk
kembali, Chi Koan memperdengarkan
piringnya. yang kosong maka pemuda itu
berseri mengusap bibir, pura-pura tak tahu
datangnya Sam-hwesio itu. "Susiok, lezat
sekali. Makanku kenyang Ah, siapa yang masak
ini dan pandai benar mengolah sayur segar!"
"Hm, pinceng menambahinya minyak
zaitun, dengan kaldu buatan. Kau tentu puas,
Chi Koan, dan benar dugaan pinceng. Ha-ha,
syukurlah kau cocok!"215
Sang hwesio duduk dan berhadapan
lagi. Kalau saja tak ada belenggu di kedua kaki
dan tangan Chi Koan itu tentu orang segera
menyangka bahwa yang berhadapan ini adalah
sebuah keluarga. Belenggu itulah yang sedikit
mengganjal. Tapi karena Chi Koan adalah
tawanan dan layaklah Go-bi memperlakukan
itu maka keduanya dapat duduk baik dan si
buta itupun tidak tampak tersinggung. Chi
Koan berseri-seri dan tenang-tenang saja
seperti semula.
"Baiklah, pinceng mau mulai," hwesio
itu berkata. "Bagaimana jika hukumanmu
diperingan, Chi Koan. Artinya kau mendapat
sedikit kebebasan dalam bergerak!"
Chi Koan menampakkan wajah
terkejut. Sikap kaget diperlihatkannya dan
tubuh itu tersentak, sebentar saja. Tapi ketika
Chi Koan tertawa getir dan menganggap main
main maka pemuda itu berseru,
"Susiok, orang seperti aku sudah
pantas mendapat hukuman seperti ini. Tidak,
kau tentu main-main. Dan akupun enggan
menerimanya!"216
"Hm," hwesio itu tak tahu sandiwara
pemuda ini, bersungguh-sungguh. "Pinceng
tidak main-main atau bergurau denganmu Chi
Koan, pinceng serius. Kedudukan pinceng di
sini saja agaknya sudah cukup di buat
jaminan!" "Benar, tapi ah.... aku tak mau bicara
tentang itu, susiok. Ada beberapa hal yang
membuat aku tak mau keluar. Aku cocok di
sini!"
"Maksudmu kau menerima saja
hukuman seumur hidup itu? Kau tak ingin
dirobah atau diperingan? Eh, pinceng melihat
hal-hal yang memperingan kesalahanmu, Chi
Koan, dan pinceng ingin berusaha!"
Chi Koan mengangguk-angguk dan
tertawa getir. Tentu saja dia sudah mendengar
pembicaraan itu namun di hadapan hwesio ini
dia tetap berpura-pura. Sesungguhnya Chi
Koan tak terlalu berharap, bukan karena
hwesio itu dianggapnya main-main melainkan
sosok Peng Houw di sana. Mana mungkin
musuhnya itu membebaskannya. Kalau
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hukuman hanya dirobah seperti itu baginya
percuma.217
"Dua puluh atau tiga puluh tahun
cukuplah lama, saat itu dia akan kakek-kakek!
Maka ketika dia tertawa dan menggatalkan
perut susioknya ini tenang saja dia menjawab,
"Susiok, sebelumnya terima kasih kalau
kau ada niat sungguh-sungguh untuk
meringankan hukumanku. Tapi keringanan
macam apa yang kuperoleh? Paling-paling
seumur hidup diganti dua puluh atau tiga
puluh tahun, dan itu juga bukan waktu pendek.
Aku sudah akan menjadi kakek-kakek dan tak
berguna lagi. Dan ah, aku juga tak ingin
keluar!"
Hwesio ini terkejut. Kata-kata pemuda
itu sama seperti kata-kata pembicaraannya
tadi pagi, ketika dia bercakap-cakap dengan
sutenya. Tapi tertarik dan penasaran oleh
sikap dan desah pemuda ini maka dia
bertanya,
"Kau tak ingin keluar? Tak ingin bebas?
Kenapa?"
"Hm, aku teringat sebuah ayat lain
tentang orang-orang berdosa, dan aku ingin218
menebus dosaku. Apakah susiok ingat ayat 12
dari bab 9?"
"Tentang kejahatan?"
"Benar, di situ jelas dikatakan bahwa
tidak di langit pun tidak di bumi orang jahat tak
akan dapat menghindari akibat dari
kejahatannya, susiok. Dan bagiku di sini atau di
luar sama saja dalam menerima hukuman!"
Hwesio ini tergetar. "Kau hapal itu?"
"Kenapa tidak? Ha-ha, itu kuingat baik-baik,
susiok. Dengarlah!"
Tidak di langit,pun tidak ditengah samudera
juga tidak di dalam guha atau di puncak
gunung tak ada suatu tempat tinggal
di dunia ini yang dapat dipakai orang untuk
menghindari diri dari akibat perbuatannya
yang jahat
"Omitohud hwesio itu berseru, kaget.
"Kau mengagumkan pinceng, Chi Koan. Tak
dinyana sejauh itu pikiranmu berkembang.
Aih, kau benar tapi justeru menunjukkan219
kebijakanmu. Kau sudah tidak seperti dulu, kau
berobah!"
"Mungkin saja, dan perobahan fisik
memang jelas. Aku sudah enggan keluar
karena apa gunanya, susiok. Di sini dan di luar
sama-sama harus memikul sisa dosa. Sudahlah
aku tak mau bicara tentang ini dan terima kasih
atas kebaikanmu."
Hwesio itu tertegun. Dipandangnya si
buta, itu dengan takjub dan matanya terbuka
lebar-lebar. Dari sini saja dapat di-ukurnya
betapa dalamnya kebijaksanaan pemuda itu.
Ji-hwesio masih mengukur segalanya dari sikap
dan tutur kata, bukan dari dasar batin, inti dari
sepak terjang manusia itu sendiri. Maka ketika
ia terperangah dan semakin kagum, si buta ini
sudah benar-benar lain dengan dulu maka ia
mendecak dan hasrat untuk memperingan
hukuman semakin besar!
"Hm, bagus, baik. Tapi apakah tak
tergerak hatimu untuk berbuat sesuatu di luar,
Chi Koan, mendarmabaktikan amal hidupmu
lebih jauh lagi, untuk orang lain. Pinceng220
kagum akan kata-katamu dan menaruh
hormat yang besar!"
"Terima kasih, tapi sayang aku tak
tertarik lagi, susiok. Untuk apa keluar kalau
sudah seperti ini. Aku buta, tak dapat melihat
apa-apa lagi...."
Sang hwesio tertegun. Air mata tiba
tiba meleleh dari sepasang kelopak yang
kosong itu, kali ini Chi Koan memang benar
benar sedih. Dan ketika ia dipeluk dan si
hwesio haru, Chi Koan memejamkan mata
maka pemuda itu berkata bahwa ia tak ingin
apa-apa lagi, baik hukuman yang ringan atau
bebas sekalipun.
"Aku menangkap maksud susiok yang
mulia, banyak terima kasih. Namun aku benar
benar tak ingin keluar dari sini, susiok. Di langit
atau di bumi akibat dari perbuatanku tetap
harus kupikul."
"Hm-hm, kau tiba-tiba seperti anak
kandungku sendiri. Ah, menyesal dulu dirimu
harus bergaul dengan orang-orang seperti
Tujuh Siluman Langit itu, Chi Koan. Kalau tidak
tentu tak bakal ada kejadian begini!"221
"Susiok tak perlu menyalahkan orang
lain. Ingatkah susiok bab 18 ayat 18? Kesalahan
orang mudah dicari-cari, susiok. Kesalahan
sendiri sering disembunyikan seperti tukang
judi menyembunyikan dadunya."
Hwesio itu tertampar. Ayat demi ayat
diberikan pemuda ini dan semua
menghunjam. Ia melepaskan pemuda itu dan
mengusap keringat. Chi Koan yang sekarang
benar-benar pandai melebihi pendeta. Anak
ini seperti nabi saja! Maka ketika ia tersenyum
dan menarik napas dalam iapun pura-pura
bertanya bagaimana bunyi ayat itu.
"Ah, kau rasanya melebihi mendiang
gurumu saja. Coba bagaimana bunyi ayat itu."
"Tidak sukar, paling kuhapal karena
merupakan kekeliruan hampir banyak orang!"
pemuda itu tertawa, lalu membaca:
Mudah melihat kesalahan orang lain
sungguh sukar melihat kesalahan diri sendiri
kesalahan orang lain dicari sampai sekecil
kecilnya seperti mengayak dedek tetapi
kesalahannya sendiri disembunyikan222
seperti halnya tukang judi menyembunyikan
dadu yang kalah.
"Ha-ha, kau membuat malu pinceng!
Baik, kau lagi-lagi benar, Chi Koan, dan betapa
kagumnya pinceng akan perobahan besar
besaran yang kau alami ini. Ah, layaknya kau
menjadi Nabi!"
"Hm, susiok jangan membuat malu
aku. Aku bekas berandal yang coba menebus
kesalahan, susiok. Dipercaya saja sudah harus
bersyukur. Ah, aku hanya belajar dan
mengulang-ulang saja kitab suci. Kata-kata dan
sikap saja tak boleh dibuat jaminan karena
yang penting adalah tindak-tanduk dan sepak
terjangnya!"
Bayangan di luar semburat. Sam-hwe
sio, yang mendengar dan mengintai dari situ
masih belum pergi. Ia menjaga suhengnya dan
melihat semua itu, tertampar tapi tak bisa
marah karena Chi Koan seolah kebetulan saja
meniru kata-katanya. Padahal sesungguhnya
pemuda itu memang memukul dan
menghantam mukanya. Dan ketika dua orang223
itu kembali bercakap-cakap dan berulang
ulang Chi Koan mengambil contoh-contoh
kitab su-ci, sikap dan tutur katanya demikian
meyakinkan akhirnya malam itu Ji-hwesio
pulang dengan puas. Chi Koan tetap menolak
keinginannya merobah hukuman dan
menyatakan terima kasih kepada susiok-nya
itu.
"Baiklah, pinceng puas akan hasil
percakapan malam ini, Chi Koan. Dan pinceng
tak akan memaksamu biarpun pinceng
mempunyai rencana sendiri. Selamat malam
dan sampai bertemu lagi!"
Chi Koan membungkuk dan memberi
hormat. Pemuda itu tersenyum-senyum dan
kelopak matanya bergerak-gerak. Ji- hwesio
terharu menepuk pundak pemuda itu. Dan
ketika ia berkelebat dan kesan yang indah
membawanya pergi maka di luar sana sutenya
bergerak dan menyusulnya pula.
"Lihat," hwesio itu berseri-seri. "Tak
ada apa-apa dengan anak itu, sute. Chi Koan
benar-benar berobah dan pinceng kagum. Ia
seperti Nabi!"224
"Hm, jangan terlalu memuji. Musang
berbulu domba juga banyak, suheng. Aku
mengharap kau tak terlalu terpengaruh dan
biasa-biasa saja."
"Ah, kau masih juga curiga?"
"Bukan curiga, suheng, melainkan tak
senang kau demikian memuji-mujinya. Ingat
bahwa ia membunuh banyak saudara-saudara
kita dan siauw-te sendiri belum dapat
melupakannya begitu saja!"
"Omitohud, dendam tak baik berlama
lama di hati kita, sute, apalagi sebagai umat
Buddha yang agung. Kita adalah pendeta!"
"Benar, tapi, ah sudahlah. Perasaanku sendiri
menyatakan lain, suheng. Rasanya anak itu
sedang mengakali kita. Aku tak tahu apa
namun sebaiknya kita tetap waspada saja!"
Sang suheng terbelalak. Mereka
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berendeng turun dan masih di wilayah
pertapaan. Kalau saja sudah jauh di tempat itu
barangkali hwesio ini menegur sute-nya. Tapi
ketika mereka turun dan tiba di kaki bukit
maka Sam-hwesio berbelok dan memisahkan225
diri dari suhengnya, menghindar dari teguran.
Rupanya tahu!
"Suheng, siauw-te masih hendak
meronda tempat kita. Pulanglah dulu dan
silakan beristirahat!"
Hwesio itu tak dapat menegur lagi. la
telah didahului dan sutenyapun berkelebat
lenyap, terpaksa ia melanjutkan pulang
menuju biara. Dan ketika hwesio itu menghela
napas dan beristirahat di kamarnya maka Chi
Koan diam-diam mengepal tinju dan
mengerotokkan gigi. Tentu saja pembicaraan
itupun didengar oleh telinganya yang tajam.
"Hm, tua bangka keparat. Awas kau,
Sam-susiok. Sekali waktu kupotong lidahmu!"
Orang bakal tersentak mendengar
ancaman ini. Chi Koan yang semula lembut dan
kelihatan penurut tiba-tiba saja membesi
wajahnya. Batu yang dikepalnya hancur, wajah
itu memerah. Tapi ketika ia tersenyum dan
duduk membelakangi pintu guha, bersila lagi
maka keesokannya pimpinan Go-bi yang
terlanjur jatuh sayang dan iba kepada pemuda
itu berkunjung lagi. Ji-hwesio banyak bicara ini226
itu dan hubunganpun semakin akrab. Jarak
yang semula ada tiba-tiba hilang. Dan ketika
hwesio itu menawarkan bagaimana
seandainya sebelah tangan pemuda itu dibuka
borgolnya maka Chi Koan tertawa.
"Susiok, berani mati benar kau ini. Yang
berkuasa atas diriku adalah Peng Houw.
Bagaimana tanggung jawabmu kalau ia
marah."
"Hm, pinceng akan membujuknya.
Pinceng tak sampai hati melihat siksaanmu, Chi
Koan, dan jelek-jelek kau adalah murid
keponakan pinceng. Ah, kenapa terjadi semua
ini hingga membuat perasaan pinceng kacau!"
"Tidak sajalah," Chi Koan menolak.
"Akupun tetap ingin begini, susiok. Ingatlah
bahwa aku masih menjalani hukuman, dan
belum hilang kalau bukan Peng Houw sendiri
yang meringankannya."
"Hm, pinceng akan minta itu. Kau telah
berobah! Eh, kebetulan minggu depan Peng
Houw akan ke sini, Chi Koan, dan aku akan
bicara dengannya!"227
"Terserah susiok, tapi tak mungkin
Rajawali Emas 43 Pelarian Pulau Neraka Pendekar Kembar 10 Korban Kitab Leluhur Goosebumps 37 Misteri Hantu Tanpa Kepala
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama