Ceritasilat Novel Online

Kabut Di Telaga See Ouw 3

Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara Bagian 3

dikabulkan."

Lalu ketika hwesio itu pergi dan Chi

Koan tenang-tenang saja maka seminggu

kemudian Naga Gurun Gobi itu muncul. Peng

Houw tidak tinggal di Go-bi maupun Kun-lun.

Seperti kita ketahui isteri pemuda ini adalah

murid Kun-lun yang lihai, cucu dari Lui-cu

(Mutiara Geledek) Lo-sam bernama Li Ceng.

Mutiara Geledek itu sendiri tewas dihantam

Chi Koan, kepalanya retak. Tapi karena

semuanya sudah berakhir dan geger di Hek

see-hwa itu selesai, Chi Koan tertangkap dan

dihukum maka Peng Houw yang mengambil Li

Ceng sebagai isterinya tidak tinggal di kedua

tempat itu. Baik Go-bi maupun Kun-lun bisa

merajuk, masing-masing adalah murid dari

kedua partai itu. Dan ketika akhirnya Peng

Houw mencari tempat tinggal di Cheng-lim

(Hutan Hijau), tempat di mana dulu mendiang

Lo-sam tinggal di situ maka di sinilah pemuda

itu menjatuhkan pilihannya dan tinggal

bersama isterinya di tepian sungai Huang-ho

itu.228

Pilihan Peng Houw memang tepat.

Sang isteri tentu saja lega karena tempat

tinggal kakeknya dapat diurus. Hutan ini

tenang sementara mereka dapat bercocok

tanam di tepian sungai panjang yang subur itu,

juga dapat mencari ikan dan menambah lauk

bilamana perlu. Siapa menyangka kalau Peng

Houw sudah pergi mencari ikan, dengan caping

bambu di kepala dan perahu sederhana. Naga

Go bi itu tampak biasa-biasa saja. Orang hanya

akan tergetar oleh pandang matanya yang

tajam mencorong, mata yang berkilat oleh

daya tenaga sakti. Tak aneh karena itulah

warisan tenaga sakti mendiang Ji Leng Hwesio,

tokoh yang dimalui banyak orang kang-ouw

dan disegani kawan maupun lawan. Dan

karena Peng Houw sudah tiga tahun di tempat

ini dan sang isteri akhirnya melahirkan maka

kebiasaan Peng Houw untuk berkunjung ke

Go-bi atau Kun-lun menjadi berkurang. Punya

anak kecil memang repot. Keluarga bahagia

yang semula terdiri dua orang ini akhirnya

bertambah jiwa, seorang anak laki-laki lahir di

tengah mereka. Dan. ketika Peng Houw sering229

membantu isterinya mengurus anak,

mengganti popok dan memberi makan minum

maka tiga hari setelah kelahiran pemuda ini

masih lupa memberi nama. Di rumah mereka

masih tinggal uwak Kin yang membantu proses

kelahiran Li Ceng.

"Bagaimana ini," nenek itu tertawa.

"Nama apa yang kau berikan kepadanya,

siauw-hiap. Masa tiga hari anak kalian belum

bernama juga. Lihat ibunya hanya menimang
nimang dan bingung memanggil anaknya!"

"Hm, benar," Peng Houw yang tegar

dan gagah menghadapi musuh-musuh

tangguh itu kelihatan bingung, gugup. "Nama

apa yang ku berikan padanya, uwak Kin. Aku

menunggu isteriku namun ia tak bilang-bilang

juga!"

"Ih, masa wanita dulu? Kau kepala

keluarga, Houw-ko, aku hanya isteri. Tentunya,

kau dulu dan aku belakangan, tinggal

nimbrung!"

"Hm, enak kalau begitu, wanita selalu

di belakang. Aku bingung dan tak tahu harus230

memberi nama apa kepada anak kita ini, Ceng
moi. Barangkali saja uwak Kin tahu!"

"Wah-wah, aku orang luar mana boleh

ikut campur? Kalian keluarga gagah perkasa,

siauw-hiap. Kau adalah seorang pendekar. Aku

si tua ini orang lemah dan tak bisa apa-apa.

Aku orang bodoh!"

"Jangan begitu. Bodoh dalam satu

bidang bukan berarti bodoh dalam hal lainnya,

uwak Kin. Terbukti aku meskipun pandai

namun tak dapat membantu persalinan

isteriku. Sudahlah kau tolong kami dan

sebutkan nama apa yang pantas."

"Benar, aku setuju. Ini anak pertama

kami, kami bingung. Cobalah uwak Kin beri

pertolongan siapa tahu nanti cocok!"

Sang nenek terkekeh. Ia dibawa

keluarga itu menjelang kelahiran si bayi.

Keluarga itu memperlakukannya amat baik

dan tentu saja ia senang. Akhirnya ia tahu siapa

yang diikutinya ini, Naga Gurun Go-bi yang

bernama besar. Dan karena ia orang kecil dan

kebetulan sebatangkara, tiada sanak tiada

kadang maka nenek itu gembira dan tenteram231

di rumah tangga ini. Suami isteri itu

memperlakukan-nya bagaikan orang tua

sendiri.

"Baiklah," katanya. "Bagaimana kalau

Boen Siong."

"Boen Siong?"

"Benar, Peng Boen Siong, nyonya.

Kalau nama ini bagus untuknya."

"Bagus, aku setuju!" Peng Houw tiba
tiba berteriak. "Ha-ha, nama itu bagus untuk

puteraku, uwak Kin. Cocok. Tapi, eh,

bagaimana isteriku!"

Li Ceng terkejut. Ia dipandang dan sang

suami tampak bersinar-sinar, mata Peng Houw

kian mencorong dan sinar itulah yang

membuatnya terkejut. Tapi ketika ia

tersenyum dan mengangguk maka iapun

terkekeh mencium pipi bayinya.

"Baiklah, aku ikut kau, Houw-ko. Isteri

tinggal menurut saja. Kalau kau rasa cocok

biarlah mulai hari ini anak kita bernama Boen

Siong, hi-hik Peng Houw gembira. Ia meloncat

dan menyambar isterinya lalu mencium

kening. Li Ceng terkejut dan terbelalak. Dan232

ketika uwak Kin kembali terkekeh dan

menutupi mukanya maka nyonya itu mencubit

dan berseru.

"Hih, apa-apaan kau ini, Houw-ko.

Masa tidak tahu ada orang lain di sini. Lihat

uwak Kin itu!" .

"Ha-ha, terlanjur. Uwak Kin seperti

orang tua atau bibi sendiri, Ceng-moi. Cium

isteripun tak apa-apa. Eh, bukan-kah begitu,

uwak?"

"Benar, heh-heh. Tapi aku si tua ini jadi

malu, siauw-hiap. Kalian membuat aku jadi

kepingin. Ih, siapa pasanganku nanti!"

Li Ceng tertawa. Semua akhirnya

tertawa ketika si uwak melempar pinggul ke

belakang. Uwak Kin mencoba seperti gaya

anak muda dan meniru majikannya. Dan ketika

hari itu diadakan selamat kecil-kecilan untuk

menyongsong si bayi maka Peng Houw

merasakan kebahagiaan luar biasa dengan

adanya si putera ini. Li Ceng juga bahagia dan

hari-hari berikut rasanya begitu cerah. Tapi

ketika Peng Houw teringat tugasnya dan harus233

meninggalkan anak isteri maka dia berkerut

kening. Ini terjadi sebulan kemudian.

"Hm, aku harus menengok Go-bi.

Bagaimana kalau kalian sendiri di rumah.Dan

kau juga harus ke Kun-lun,"

Sang isteri mengerutkan alis teringat

kewajiban suaminya.

"Ah, sudahlah tak apa-apa, Houw-ko.

Pergilah tanpa beban dan biar kami bertiga di

sini."

"Aku tak dapat begitu saja. Siapa nanti

yang mencari ikan di sungai, atau mencangkul

tanah di kebun kita!"

"Wah, bagaimana ini? Aku dapat

melakukannya, Houw-ko, tapi canggung juga

mencakul tanah!"

"Hush, bukan pekerjaanmu. Urusan itu

urusan lelaki, Ceng-moi. Bagaimana kalau

meminta tolong uwak Kin saja...."

"Eh, kau mau memperkuda orang tua?

Kau menyuruh uwak Kin mencangkul dan

mencari ikan?"

"Sabar, jangan memotong dulu. Yang

kumaksud adalah pertolongannya mencari234

anak lelaki untuk pengganti aku sementara,

moi-moi. Masa menyuruh orang tua menjala

dan mencangkul tanah!"

"Hm, begitu? Baik, kukira apa." Dan

sang isteri yang hilang cemberut memanggil

nenek itu akhirnya meminta tolong

mencarikan seorang kacung.

"Kami tak butuh yang dewasa, anak
anak saja cukup. Asal kuat dan rajin tentu kami

suka, uwak Kin. Bisakah kau tolong karena

Houw-ko harus ke Go-bi."

"Hm-hm, bisa. Tapi, ah nanti dulu.

Kebetulan ada yang cocok, nyonya, tapi bukan

seorang. Ada dua orang di sini, kakak beradik.

Mereka baru ditinggal mati ayah mereka dan

ikut bibinya. Aku teringat Po Kwan dan Siao

Yen!"
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa mereka itu?"

"Anak petani Cho. Mereka rajin dan

dapat dipercaya. Bagaimana kalau kupanggil."

"Hm, dua orang?"

"Benar, Siao Yen sang adik, siauw-hiap.

Po Kwan sang kakak!"

"Umur berapa mereka itu."235

"Kira-kira dua belas dan sepuluh tahun,

masih tetangga dekatku!"

Peng Houw memandang isterinya.

Kalau sang isteri setuju tentu saja dia tak akan

menolak. Ada dua anak di situ lebih baik. Dan

ketika sang isteri mengangguk dan tampak

setuju maka hari itu juga dua anak ini dipanggil.

Dan ternyata mereka adalah anak-anak yang

kurus dan berpakaian kotor.

"Maaf, mereka anak-anak miskin. Baju

yang menempel hanya itu satu-satunya, siauw
hiap. Bibi mereka tak memberi makan cukup

dan pakaian lengkap. Aku tak dapat

menemukan yang lain."

Peng Houw dan isterinya mengamati.

Dua anak ini cepat menjatuhkan diri berlutut

ketika bertemu calon majikan, mereka cukup

sopan santun dan lembut. Wajah mereka

penuh penderitaan namun tarikan bibir

mereka kuat. Ada kesan teguh dan gagah pada

wajah anak-anak ini. Meskipun mereka miskin.

Dan ketika Peng Houw melihat betapa anak

laki-laki itu tak mengangkat wajah dan hanya236

sekilas memandangnya maka dia mendengar

kata-kata nyaring namun agak lemah.

"Kami datang mohon pekerjaan

seadanya. Uwak Kin membujuk kami ke sini.

Kalau ji-wi (anda berdua) tidak keberatan dan

dapat menerima kami maka apapun akan kami

kerjakan asal halal dan sesuai kemampuan

kami!"

"Hm, siapa namamu?"

"Po Kwan, Cho Po Kwan. Dan itu adikku

Siao Yen, taihiap. Kami tak mempunyai apa
apa kecuali bertani dan mencangkul. Ini

kepandaian kami berdua!"

"Baiklah, kalian kuterima. Tapi kalian

dapat bersikap jujur dan tidak tangan panjang,

bukan?"

Sorot mata anak lelaki itu tiba-tiba

berkilat.

"Kami memang anak miskin dan dari

keturunan miskin, taihiap. Tapi mendiang ayah

kami tak pernah mengajarkan itu kepada kami.

Mudah-mudahan kami selalu ingat dan takut

kepada kejahatan."237

"Bagus," Peng Houw lega, tersenyum

dan melirik sang isteri, sengaja mencoba.

"Kalau begitu hari ini juga kalian dapat

membantu kami, Po Kwan. Dan uwak Kin dapat

memberi kalian petunjuk. Di belakang ada

ladang yang harus digarap."

Anak itu bangkit dan menjura. Ia

menyatakan terima kasih dan sekali lagi Peng

Houw mengangguk-angguk. Anak ini tahu

sopan. Lalu ketika anak itu menggandeng

lengan adiknya untuk mulai diajak bekerja

maka Peng Houw memberi syarat kepada

uwak Kin untuk memberi dulu anak-anak itu

makan.

"Jangan biarkan gontai, langkahnya

menunjukkan ia lapar. Beri dan bawa mereka

ke dapur, uwak Kin. Suruh makan dulu."

"Tidak mau," uwak itu menggeleng. "Di

sana tadi sudah kubujuk, siauw-hiap, tapi

mereka tak mau makan sebelum bekerja. Ayah

mereka menyatakan pantang untuk makan

dulu kalau belum bekerja."

"Hm, begitu. Coba panggil!"238

Peng Houw tertarik dan memandang

dua anak yang sudah keluar itu. Kakak beradik

itu jelas gontai namun serasa ditegap
tegapkan. Lucu juga namun mengundang haru.

Dan ketika uwak Kin memanggil dan

melambaikan tangan maka dua anak itu

kembali dan sikap Po Kwan terhadap adiknya

yang demikian penuh tanggung jawab

mengharukan juga perasaan suami isteri ini.

Peng Houw tiba-tiba tertarik dan merasa suka.

"Po Kwan, ke sini dulu. Majikan

memanggilmu!"

Dua anak itu datang. Mereka menjura

dan memberi hormat dan Peng Houw tiba-tiba

mengelus kepala anak lelaki ini. Bentuk kepala

yang kuat dan kokoh diraba, sekejap tahulah

Peng Houw bahwa anak lelaki ini calon seorang

ahli silat yang baik. Dan ketika ia menyambar

sang adik dan mendapat kenyataan yang sama

maka ia tertawa berkata,

"Po Kwan, kalian harus makan dulu

sebelum bekerja. Kalian belum sarapan. Ayo

makan dan baru setelah itu ke belakang!"239

"Maaf," anak itu berlutut. "Kami

diajarkan ayah untuk tidak menerima hasil

terlebih dahulu, taihiap. Bekerja adalah yang

utama dan makan nomor dua. Kami tak mau

dibalik."

"Tapi perut kalian kosong, jalanpun

sempoyongan. Mana mungkin bertanam dan

mencangkul, Po Kwan. Makan dulu dan nanti

bekerja!"

Akan tetapi anak itu menggeleng. Ia

tetap bersiteguh bahwa makan nanti dulu,

bekerja yang utama. Lalu ketika Peng Houw

tertegun melihat kekerasan hati anak ini maka

tiba-tiba ia berseru,

"Eh, kalian berani membantah

majikan? Ini perintahku, Po Kwan. Kalau ayah

kalian baik tentunya tak mengajarkan untuk

melawan majikan. Nah, makan dulu atau tak

usah menjadi pembantuku!"

Anak itu terkejut. Dipojokkan dan

dipepetkan sedemikian rupa tiba-tiba ia

terpaku. Kata-kata Peng Houw diucapkan

sedemikian rupa dan membawa-bawa pula

ayah anak itu. Dan ketika anak ini tertegun dan240

tentu saja tak mau dikata ayahnya jelek,

mengajarkan anak untuk melawan majikan

maka apa boleh buat ia mengangguk dan

bangkit menggandeng adiknya. Peng Houw

cerdik memaksa anak ini dan sang isteri

tersenyum. Li Ceng tiba-tiba tertarik dan

senang kepada anak-anak ini. Betapa teguh

dan keras pendirian anak-anak itu. Mereka

cukup berpendidikan. ban ketika dua anak itu

ke dapur dan uwak Kin terkekeh maka

selanjutnya dua anak itu membantu Peng

Houw di rumah dan kepergiannya ke Go-bi tak

ada masalah. Ia dapat meninggalkan rumah

dengan tenang dan tak lama kemudian

pemuda ini berangkat. Utusan Go-bi datang ke

tempatnya beberapa waktu berselang,

bertanya kenapa tak pernah muncul dan

dijawab bahwa waktu itu ia tak dapat

meninggalkan isterinya. Sang isteri hamil tua

dan Peng Houw berjanji bahwa setelah ini akan

datang. Maka ketika janji itu harus dipenuhi

dan tiba waktunya untuk berangkat iapun

meninggalkan anak isterinya dan dapat241

dibayangkan betapa gembira para susioknya

menerima kedatangannya.

"Aha, ini tamu yang kutunggu-tunggu.

Eh, apa kabar isterimu, Peng Houw. Sudah

melahirkan atau belum!"

"Dan pinceng ingin mengetahui laki-laki

atau perempuan. Omitohud, bagaimana

keadaannya, Peng Houw. Kau tampak berseri
seri!"

Pagi itu Peng Houw tiba di Go-bi dan

disambut oleh Ji-hwesio dan Sam-hwesio.

Seperti biasa ia memberi hormat dan menjura

di depan susioknya ini. Meskipun ia murid

mendiang Ji Leng Hwesio namun karena

hwesio itu hanya mengajarkan Bu-tek-cin-keng

maka Peng Houw lebih merasa sebagai cucu

murid kakek itu daripada sebagai guru.

Gurunya adalah Lu Kong Hwesio dan Giok Kee

Cinjin. Yang pertama adalah guru rohani

sedang yang kedua adalah guru silat. Keduanya

sudah meninggal gara-gara keributan di Go-bi.

Dan karena Ji-hwesio maupun Sam hwesio ini

adalah sute (adik seperguruan) mendiang Lu

Kong Hwesio, juga sute dari Beng Kong Hwesio242

yang menjadi guru pertama dari Chi Koan

maka ia tetap menganggap mereka sebagai

paman guru meskipun tentu saja kepandaian

dua hwesio ini jauh di bawahnya.

"Terima kasih," Peng Houw tersenyum

"Baik-baik saja, susiok. Dan anakku laki-laki."

"Omitohud, calon pendekar muda

seperti ayahnya? Ha-ha, selamat, Peng Houw.

Pinceng merasa bahagia melihat

kebahagiaanmu. Mari masuk, kita duduk di

dalam!"
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Peng Houw dibawa dan diajak masuk

dua susioknya ini. Para murid yang melihatnya

memberi hormat dari jauh dan berseri-seri.

Datangnya jago muda ini ternyata

menggembirakan semua orang. Dan ketika

Peng Houw duduk dan bercakap-cakap sebagai

basa-basi awal maka akhirnya seperti yang

dilakukan dia bertanya tentang Chi Koan. Inilah

tugasnya setiap datang ke Go-bi, mengawasi

dan menanyakan si buta itu.

"Hm, bagaimana Chi Koan? Tak ada

apa-apa, bukan? Dia tak mengganggu kalian?"243

"Tidak tidak, justeru

perkembangannya menunjukkan arah yang

baik. Hm, pinceng memang ingin bicara

tentang ini, Peng Houw, dan sebelumnya telah

rasan-rasan dulu dengan Sam-susiokmu ini!"

Peng Houw tersenyum. "Susiok mau

bicara tentang apa. Syukur kalau Chi Koan baik
baik saja."

"begini," Ji-hwesio membenarkan letak

duduknya. "Pinceng terharu dan iba melihat

penderitaannya, Peng Houw. Dan karena

akhir-akhir ini semua orang melihatnya

berkembang ke arah yang baik maka pinceng

ingin usul bagaimana kalau kita merobah

hukumannya!"

Peng Houw terkejut, tidak menyangka

"Susiok minta agar ia dibebaskan saja?"

"Tidak tidak, bukan begitu. Maksudku

jangan dihukum seumur hidup melainkan

diganti dua puluh atau tiga puluh tahun saja.

Nanti, apabila berkembang lagi maka

hukumannya dapat diperkurang setahun dua

sampai akhirnya betul-betul bebas. Bukan

bebas langsung begitu saja!"244

"Hm-hm, bagaimana pendapat Sam
susiok?" Peng Houw bertanya, hati-hati dan

tentu saja bertanya pendapat susioknya yang

lain. "Kalau susiok merasa pantas barangkali

boleh-boleh saja. Namun kita harus berhati
hati, Chi Koan bukan sembarang penjahat!"

"Nah, itulah," Sam-hwesio

mengangguk dan bersinar-sinar. "Pinceng

sendiri juga berpandangan begitu, Peng Houw.

Anak itu bukan sembarang penjahat dan

dikhawatirkan kambuh!"

"Nanti dulu, kau jangan apriori

kepadanya, sute. Chi Koan sudah berobah dan

kita sama melihatnya!" Ji-hwesio tiba-tiba

berseru.

"Hm, benar, tapi hati-hati dan

kewaspadaan tetap harus dipasang, suheng.

Kau lihat bahwa Peng Houw tidak begitu saja

menerima!"

"Benar, dan pinceng juga tidak

bermaksud membebaskannya seperti burung

keluar sangkar. Pinceng hanya bermaksud

meringankan hukumannya!"245

"Eh, ji-wi susiok jangan bertengkar,"

Peng Houw melerai dan tersenyum, segera

melihat perbedaan sikap dua orang ini. "Ada

omongan bisa diomong, susiok. Dan sebaiknya

Ji-susiok menahan sabar sebentar karena aku

sedang menanya Sam-susiok."

Dua hwesio itu tersipu. Akhirnya

mereka sadar bahwa di depan orang lain

kembali masing-masing hendak bersitegang

leher. Sam-hwesio masih memiliki prasangka

buruk. Dan ketika mereka mengangguk dan Ji
hwesio menarik napas dalam maka pimpinan

Go-bi ini menahan diri mengebutkan ujung

lengan baju.

"Maaf, pinceng terbawa emosi, Peng

Houw. Mendongkol juga kalau Sam-susiokmu

ini selalu menentang!"

"Siauw-te tidak menentang, hanya

menyatakan isi hati dan pandangan saja. Maaf

kalau kau tersinggung, suheng, tapi semua ini

demi kebaikan bersama."

"Sudahlah, harap Sam-susiok katakan

padaku bagaimana pandangan susiok tentang

Chi Koan."246

"Memang akhir-akhir ini ia baik, kuakui.

Tapi semua itu bisa saja dibuat-buat, Peng

Houw. Pinceng merasa ada sesuatu yang

disembunyikan anak itu, entah apa!"

"Sute terlalu curiga," Ji-hwesio

mengomel, kembali tak tahan. "Kalau tak tahu

apa yang disembunyikan kenapa harus

menuduh? Kita sebagai orang-orang tua tak

boleh mengotori hati sendiri, sute, harus

membersihkannya sebagaimana ajaran kitab

suci!"

"Ah, suheng keliru. Aku tidak menuduh

melainkan hanya menduga saja, kusimpan

dalam hati. Siapa mendakwa orang lain tanpa

bukti? Kau terlalu perasa dan emosionil,

suheng. Aku tidak bersikap seperti yang kau

anggap!"

"Sudahlah, jiwi-susiok kenapa kembali

bertengkar. Kalau begini kapan aku diajak

bercakap-cakap?"

"Omitohud, pinceng salah. Maafkan,

Peng Houw. Kami orang-orang tua ini memang

selalu tak dapat menahan diri. Bicara tentang247

Chi KOan berarti memancing emosi karena

adanya dua pendapat!"

"Hm, sudahlah," Peng Houw tersenyum

"Aku tak menyalahkan jiwi karena siapa-pun

rasanya benar. Masing-masing memiliki

pendapat berbeda atas hasil pengamatan yang

berbeda pula. Aku siap mendengarkan kalian

dan tak usah khawatir membela yang satu

menentang yang lain."

Dua orang itu sama-sama memerah. Di

depan Peng Houw yang masih muda ini

sesungguhnya mereka seperti berhadapan

dengan guru mereka yang bijak. Pemuda ini

selalu sareh dan tenang. Dan ketika kembali

sikap itu ditunjukkan dan mereka tersipu maka

pertanyaan kembali ditujukan kepada Sam
hwesio.

"Sekarang bagaimana jawaban Sam
susiok. Apa pandangannya dan bagaimana

menurut pendapat susiok."

"Pinceng pada dasarnya tidak

menentang. Hanya pinceng hendak

menekankan kehati-hatian dan kewaspadaan,248

Peng Houw. Pinceng bersikap sebaliknya tapi

intinya sama dengan suheng."

"Hm, bagaimana itu. Tidak sama tetapi

sama!"

"Benar, begini, Peng Houw. Biarlah

suheng tahu dan dengar pula. Menurut

pinceng sebaiknya urusan ini tak usah

diputuskan sekarang. Suheng bermaksud

merobah hukuman dari seumur hidup menjadi

dua puluh atau tiga puluh tahun saja. Nah,

bagaimana jika kita sama-sama menunggu

waktu itu saja? Kalau Chi Koan tetap baik dan

benar-benar berobah maka saat itu juga kita

bebaskan, Peng Houw, tak usah diberi tahu

sekarang karena manusia sewaktu-waktu

dapat berobah. Lagi pula apa gunanya

dibicarakan sekarang kalau tiba-tiba, maaf, Chi

Koan berumur pendek oleh sakit atau apa!"

"Hm-hm, benar," Peng Houw

mengangguk-angguk, melihat cara berpikir

susioknya ini lebih tepat dan masuk akal.

"Rasanya semua omonganmu ini tidak salah,

Sam-susiok. Apa gunanya dibicarakan

sekarang kalau orang yang dimaksud tiba-tiba249

tiada di tengah jalan. Kematian tak dapat

diketahui siapapun, sewaktu-waktu dapat

datang. Benar juga dan aku setuju".

Dan Wajah Ji-hwesio berubah. Ia

tergetar dan mengakui kata-kata sutenya itu

namun entah kenapa mendadak ia ingin

berontak. Peng Houw rasanya setuju dan

sependapat dengan itu. Dan karena merasa

kalah dan di bawah angin maka ia berseru

mengebutkan lengan baju.

"Sute, kalau begitu kau menyalahkan

pinceng. Pendapatmu tampaknya benar tapi

memiliki kelemahan!"

"Hm, kelemahan apa," Sam-hwesio

terkejut, Peng Houw juga. "Jangan emosi,

suheng. Rasanya Peng Houw juga akan

mendengarkan pendapatmu."

"Benar," Peng Houw mengangguk,

pamannya yang satu ini rupanya meradang.

"Tak ada yang kutinggalkan, susiok.

Kata-kata dan pandanganmupun pasti

kudengarkan."

"Omitohud," hwesio itu semburat. "Pin

ceng bukannya marah melainkan hendak250

menunjuk kelemahan sistim ini. Ada hal-hal

yang dapat merugikan Chi Koan apabila itu

ditrapkan!"

"Baik, kalau begitu bagaimana
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keterangan suheng?"

"Ada yang bertolak belakang dengan

perikemanusiaan, sute. Yakni bagaimana kalau

kebaikan Chi Koan tiba-tiba tak berguna begitu

saja."

"Maksud suheng?"

"Begini, pinceng bermaksud

memberinya keringanan hukuman,

memberitahukannya dan itu akan merupakan

bantuan moral yang besar. Kalau sekarang tak

pernah kita sebut-sebut dan nanti saja dua

puluh atau tiga puluh tahun lagi padahal anak

itu benar-benar berobah bukankah akan

mubazir kalau di tengah jalan Chi Koan tiba
tiba meninggal? Kita sendiri sama mengakui

bahwa tak ada satupun yang dapat

mengetahui kematian, sute. Apa artinya

maksud baik ini kalau tak pernah

diberitahukan, terlambat!"251

Sam-hwesio terkejut. Berondongan

kata-kata suhengnya dan sikap berapi-api di

sertai semangat dan mata bersinar-sinar itu

membuatnya terhenyak. Ia ditunjuk memiliki

kelemahan pula. Sistimnya merugikan Chi

Koan, padahal maksud mereka sama-sama

ingin meringankan hukuman pemuda itu. Dan

ketika ia terpaku dan tak dapat menjawab,

Peng Houw mengangguk-angguk melihat

kebenaran ini pula maka pemuda itu kagum

dan melihat bahwa ada yang menarik di antara

dua pendapat yang tampaknya bertentangan

tapi memiliki maksud sama ini.

"Hm, aku mengerti, benar juga. Ji
susiok tidak salah. Ternyata kalian sama-sama

benar dan juga sama-sama memiliki

kelemahan. Benar katamu bahwa apa gunanya

membebaskan Chi Koan kalau di tengah jalan

terjadi musibah, susiok. Bukankah semua

kebaikan dan rasa taubat pemuda itu tak kita

imbangi. Hm, mengerti aku. Tudingan Ji-susiok

tidak salah dan sepenuhnya benar. Aku dapat

menangkap maksud dan isi hati Ji-susiok yang252

mulia. Ji-susiok tak ingin rasa taubat Chi Koan

sia-sia."

"Nah,itu, benar sekali! Pinceng

memang maksudkan begitu, Peng Houw.

Bukankah kasihan dan sayang kalau selama ini

anak itu benar-benar bertaubat tapi kita tak

memberinya imbalan hukuman yang ringan.

Kita bakal disalahkan secara moral, orang

sudah menjadi baik namun tetap juga

dihukum!"

Peng Houw mengangguk-angguk. Sam
hwesio ganti berubah dan wajahnya memerah.

Sekarang hwesio ini yang penasaran. Dan

ketika ia mengangguk-angguk namun berseru

mengebutkan jubah maka ganti kata-katanya

mengejutkan sang suheng.

"Tidak adil! Kita rasanya menghaki

tawanan seperti Chi Koan milik kita sendiri,

suheng, padahal jelas Peng Houwlah

penentunya. Kau maupun aku hanya

memberikan pendapat dan biarkan Peng

Houw bersikap pula. Kita hanya di luar, jangan

mempengaruhi Peng Houw!"253

Ji-hwesio terkejut. Ia sudah merasa

senang bahwa Peng Houw mulai berpihak

padanya, tak disangka bahwa sutenya berseru

bahwa mereka berdua hanyalah orang-orang

"luar". Yang lebih berhak,yang berkompeten

adalah pemuda itu. Peng Houwlah yang

memutuskan, bukan mereka! Dan ketika

hwesio itu sadar dan menepuk paha sendiri

maka ia menyeringai masam mendengar

pemuda itu tertawa

"jiwi-susiok sama-sama keras kepala,

keras pendirian, tak mau kalah. Ah, kalian

membuat aku bangga, susiok. lni berarti

bahwa masing-masing berkepribadian dan tak

mudah dihasut orang lain. Sudahlah, kalian

benar tapi jangan kira keputusan mutlak di

tanganku. Tanpa urun rembug atau pendapat

kalian tentu aku tak berani gegabah

memutuskan masalah ini. Baik, aku berterima

kasih, Namun jawaban dari semua ini tentunya

harus kubuktikan dengan melihat sendiri

keadaan pemuda itu, bagaimana

sesungguhnya. Apakah susiok mau mengantar

aku ke tempat Chi Koan? Orang yang benar-254

benar bertaubat tentunya dapat

menghilangkan iri dengki. Nah, maukah susiok

menemani aku dan kita lihat keadaan Chi

Koan!"

Dua hwesio itu mengangguk. Mereka

saling pandang dan masing-masing tertawa

geli. Tak dapat ditahan lagi wajah merekapun

semringah (gembira). Adu debat ini membuat

mereka seri, masing-masing tak ada yang

kalah. Masing-masing menang tapi tak menang

pula.

Dan ketika keduanya bangkit dan tentu

saja tak menduga bahwa pembicaraan itu

didengar Chi Koan, jauh di atas bukit pertapaan

maka Peng Houw yang juga tak menyangka

ketajaman telinga si buta itu tenang-tenang

saja menuju ke tempat tawanan.

"Baiklah, mari , susiok. Kulihat sendiri

bagaimana keadaan Chi Koan sekarang."

Tiga orang itu bergerak. Peng Houw

berkelebat dan dua paman gurunya menyusul.

Akan tetapi karena kepandaian Peng Houw tak

mungkin ditandingi dan pemuda itu sengaja

memperlambat maka Ji-hwesio maupun Sam-255

hwesio diajaknya berendeng dan ini lagi-lagi

membuat dua hwesio itu kagum.

Peng Houw selalu hormat dan

menghargai yang lebih tua dan tak pernah

sombong. Hal ini menimbulkan segan dan

hormat bagi orang lain. Dan ketika akhirnya

mereka tiba di guha pertapa itu dan Peng

Houw menarik napas dalam maka iapun masuk

dan menekan perasaannya yang berdebar.

Selalu begitu apabila, bertemu Chi Koan,

kawan tapi juga lawan bebuyutannya!.

***

Credit:

Sumber Buku Awie Dermawan

Edit OCR Yons

First in share Kolektor Ebook

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 4 - Batara256

"KABUT DI TELAGA SEE - OUW"

( Lanjutan Kisah Prahara Di Gurun Gobi )

Karya Batara

Jilid V

*

* *

"SELAMAT pagi..!" seruan itu bergema

memasuki guha "Apa kabar, Chi Koan, kuharap

kau sehat-sehat dan tak kurang suatu apa

selama ini."

Si buta membalik. Peng Houw telah

berkelebat dan memasuki guha ketika melihat

lawannya itu. Chi Koan menghadap dinding

dan tampak bersila. Tapi begitu ia masuk dan

mendengar sapaan ini, Chi Koan tak dapat

menahan perasaannya maka si buta itu

berseru, dingin,

"Peng Houw, aku tak kurang suatu apa

selama ini. Terima kasih atas perhatianmu tapi

tak usah berbasa-basi!"

"Omitohud" bayangan Ji-hwesio

menyusul masuk. "Kami datang mengiringinya,257

Ci Koan. Ingin membuktikan kepada Peng

Houw bahwa kau sudah berubah!"

"Tapi luar dalam harus sama," Sam
hwesio tak mau kalah dan berkelebat

dibelakang suhengnya ini. "Barang yang sudah

membaik tak akan memudar, Chi Koan. Peng

Houw akan selalu waspada dan tak lupa ini!"

Ji-hwesio terkejut. Chi Koan bangkit

dan menggerakkan rantai borgolnya hingga

benda-benda itu berbunyi nyaring,demikian

nyaring hingga memuncratkan lelatu api,

menyambar kepada sutenya itu.

Tapi ketika Sam-hwesio mengelak dan

lelatu ini menghantam belakang dinding guha,

meledak dan pecah maka hwesio itu pucat

sementara Chi Koan tak dapat menahan

perasaannya lagi. Kebenciannya kepada Peng

Houw itulah yang membuat ia mendidih!

"Sam-susiok, tak usah bicara macam
macam. Kalau kalian ingin tetap

menghukumku akupun tak dapat berbuat apa
apa. Tak perlu menyindir-nyindir aku atau

menggosok Peng Houw!"258

Semua orang terkejut. Jelas si buta ini

marah dan wajahnya yang merah membesi itu

membuat Sam-hwesio gentar. Anak ini hampir

saja mencelakainya. Akan tetapi ketika Peng

Houw berdehem dan maju melindungi,

sesungguhnya ia diperingatkan agar selalu
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

waspada maka Naga Gurun Gobi ini

mengangkat tangannya.

"Chi Koan, kami datang secara baik
baik. Kami bukan untuk bermusuh. Kalau Sam
susiok atau Ji-susiok bicara seperti itu maka

semuanya wajar. Kami berhak mengatakan

apa yang kami pikirkan."

"Bagus, dan apa yang sekarang kau

pikirkan? Hendak melihat perobahan ?hi

Koan? Omong kosong. Kau selalu membuat

aku mendidih bila datang ke sini, Peng Houw.

Kau mengingatkan aku akan seorang jagal

terhadap binatang tangkapannya, tak segera

membunuh dan mempermainkan untuk

kesenangan hatimu sendiri. Enyahlah, atau kau

dan aku mampus di sini!"

Peng Houw mengerutkan kening.

Setelah tiba dan melihat ini maka tentu saja dia259

menjadi tak senang. Chi Koan masih memiliki

kebencian, dendam atau api itu masih ada.

Maka memandang Ji-susioknya menarik napas

dalam segera pemuda ini mengangguk dan

mengebutkan lengan baju.

"Susiok, belum ada perubahan berarti

pada diri Chi kKoan. Mari kita pulang dan

biarkan dia sendiri lagi."

Ji-hwesio terguncang. Pandang mata

Peng Houw kepadanya jelas pandang mata

menolak. Chi Koan tiba-tiba marah dan

menampakkan kekasarannya. Maka ketika ia

menjadi sedih dan buram pandang matanya,

mengangguk dan menarik napas dalam-dalam

iapun tak dapat berbuat apa-apa lagi dan

berkelebat keluar, sutenya menyusul. Kali ini

dia kalah. Dan tepat bersamaan itu tiba-tiba

Chi Koan menjentikkan ujung kakinya dan

menyambarlah sebutir batu hitam ke

punggung hwesio itu.

"Plak!" Peng Houw berkelebat dan

hancurlah batu itu oleh kebutannya. Sam
hwesio berhenti dan menoleh dan pucatlah ia

oleh serangan gelap itu. Kalau saja Peng Houw260

tak ada di belakang mungkin ia roboh! Dan

ketika hwesio itu tertegun sementara

suhengnya kembali terpukul, watak jelek si

buta itu belum lenyap maka Chi Koan tertawa

dingin ketika mendengar kata-kata Peng

Houw. Naga Gurun Gobi itu marah.

"Chi Koan, kelicikan dan kekejamanmu

ternyata belum hilang. Kalau begitu

perobahanmu selama ini hanya pura-pura.

Hm. kau masih pantas di sini dan seumur hidup

memang harus mendapat hukuman!"

"Ha-ha, hukumlah, tekanlah. Aku tak

ingin belas kasihanmu, Peng Houw. Sedikit

penderitaan ini sudah terbiasa bagiku.

Enyahlah dan jangan perdengarkan suaramu

lagi!"

Peng Houw menahan marah. la

mengangkat tangan menyuruh dua susioknya

berjalan lagi sementara iapun berkelebat

keluar. Tapi ketika ia membalik dan

membelakangi lawannya itu tiba-tiba Chi Koan

menghantam dan melepas Hok-te Sin-kang

dengan dua tangan mendorong ke depan.

Borgol di pergelangan itu tak dapat261

menyembunyikan suaranya ketika digerakkan

keluar.

"Awas!" Peng Houw memutar tubuh

dan secepat kilat menggerakkan tangan ke

depan. la tentu saja tak begitu gegabah

membelakangi lawannya kalau tubuh dan urat

syarafnya tidak bersiap. Ia sudah curiga oleh

tawa dan sikap lawan. Maka ketika benar saja

si buta itu menghantamnya dan Hok-te Sin
kang bergemuruh di dalam guha iapun secepat

kilat mengeluarkan Hok-te Sin-kangnya dan

tenaga warisan mendiang Ji Leng Hwesio itu

bertemu tenaga lawan.

"Bress!" Chi Koan terlempar dan

mencelat menghantam tembok. Demikian

kuat tenaga pemuda itu hingga tubuh si buta

melesak ke dinding guha. Untung rantai baja

itu menahan tubuhnya! Dan ketika Chi Koan

roboh dan terduduk di lantai, mengeluh. maka

Ji-hwesio dan Sam-hwesio mencelat di luar

oleh angin pukulan itu.

"Omitohud!" hwesio ini berseru dan

bergulingan meloncat bangun. "Kau

menggagalkan maksud pinceng, Chi Koan.Kau262

mengkandaskan semuanya. Aih, kau membuat

pinceng menyesal!"

"Ha-ha, ugh... heh-heh, ugh... menyesal

atau tidak terserah kau, Ji-susiok. Yang jelas

aku membenci jahanam Peng Houw. Ia.. . lebih

baik ia membunuhku sekarang!"

Peng Houw memandang dingin,

mendengus mendengar kata-kata itu

sementara Sam-hwesio mengusap keringat

dingin. Pukulan Chi Koan itu hebat sekali dan

kalau bukan Peng Houw tentu mereka tinggal

nama, paling sedikit luka berat. Dan ketika

hwesio ini menarik napas dalam-dalam dan

marah memandang si buta itu maka hwesio ini

berkata,

"Chi Koan, benar dugaanku bahwa kau

hanya baik di luarnya saja. Di dalam, di

batinmu kau masih jahat. Omitohud, tak

mungkin kau menerima pengampunan kalau

sikapmu seperti ini!"

"Pergilah, jangan banyak cakap!" si

buta membentak. "Aku muak mendengar

omonganmu, Sam-susiok. Jangan cerewet di

sini atau biar Peng Houw membunuhku!"263

Hwesio itu merah padam. Chi Koan

bersikap kasar dan ini semakin membuka mata

Ji-hwesio. Suhengnya itu mengeluh dan

menutupi muka, orang yang dibela ternyata

masih keji, dua kali melakukan kecurangan

dengan serangan gelap. Dan ketika hwesio itu

berk?lebat sementara Peng Houw menyusul,

Chi Koan rebah batuk-batuk maka di bangsal

pertemuan tiga orang ini duduk lagi. Ji-hwesio

malu membela si buta.

"Omitohud, kau benar. Chi Koan masih

pendendam dan keruh batinnya, sute. Ia

belum mendapatkan kemajuan secara rohani.

Ah, pinceng keliru melihat orang!"

"Sudahlah" sang sute tepekur dan

bersila dengan muka murung, ngeri. "Anak itu

hanya berpura-pura saja, suheng. Dan kini

tampak bahwa kebaikannya di luar hanya

semu saja. Kau tak usah memperhatikannya."

"Tapi pinceng kasihan..."

"Kasihan ada tempatnya. Pemuda

macam itu tak perlu dikasihani, suheng, lihat ia

hampir saja membunuh kita!"264

"Ini karena aku," Peng Houw menyela

dan menarik napas panjang. "Chi Koan

mendidih dan belum dapat melupakan

kebenciannya, susiok. Tapi sudah merupakan

petunjuk bahwa susiok harus lebih berha-hati

kepadanya. Ia sebenarnya belum berubah".

"Ya, belum berubah. Dan pinceng, ah,

kecewa sekali membelanya. Ternyata Sam
susiokmu benar, aku tak boleh terpengaruh

oleh sikap dan perubahan lahiriahnya."

Hari itu Ji-hwesio mengeluh. la terpukul

oleh kenyataan Chi Koan dan berulang-ulang

menarik napas dalam. Sam-hwesio, yang

sebenarnya menang dan boleh berbesar hati

ternyata juga tidak mengejek suhengnya ini.

Debat mereka berakhir dan bukti akan Chi

Koan terlihat. Kedatangan Peng Houw ternyata

merupakan batu ujian penting bagi

menentukan sikap: Si buta harus tetap

menjalani hukuman. Dan ketika Peng Houw

menghibur dua susioknya untuk tidak terlalu

masygul, urusan sudah selesai maka

PengHouw meninggalkan susioknya ketika

matahari muncul di kecsokan harinya.265

"Kau, eh.. mau pulang? Buru
buruamat? Omitohud, biasanya kau seminggu

di sini, Peng Houw. Masa sehari saja ?udah

pulang"

"Maaf" Peng Houw membungkuk. " Di

sana isteriku menunggu, susiok. Boen Siong

tentu merepotkan ibunya kalau tidak cepat
cepat kubantu. Hari ini aku harus pulang

karena isteriku tak mau lama-lama kutinggal."

"Omitohud, pinceng juga lupa," Sam
hwesio muncul dan berseru. Kau sudah

memiliki putera yang cakap, Peng Houw. Tentu

sebagai ayah kau cepat rindu kepada anakmu

?tu. Ah, kau benar. Kami harus tahu bahwa

isterimu sudah ada momongan!"

"Hm, benar," Ji-hwesio sadar dan

mengebutkan lengan bajunya. "Pinceng lupa

akan ini Peng Houw. Berangkatlah dan kalau

begitu salam kami untuk ibu dan anak. Bawa

mereka ke mari kalau berkunjung ke sini lagi!"
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Peng Houw memerah. Ia sedikit malu

oleh seruan Sam-susioknya karena memang

secara diam-diam ia rindu puteranya itu. Entah

kenapa ia tak dapat berlama-lama266

meninggalkan anaknya itu. Ada kebahagiaan

dan kesan kuat kalau anaknya di pangkuan

ibunya. Betapa isterinya terkekeh-kekeh kalau

anak itu membuat gerakan lucu misalnya, atau

ketika anak itu menangis minta minum. Peng

Houw menelan ludah kalau melihat puteranya

menyusu demikian lahap, sang isteri akan

memberi emik dan buah dada isterinya yang

begitu padat tampak menjanjikan makanan

penuh gizi kepada Boen Siong. Ingatan inikah

yang membuatnya ingin cepat-cepat pulang?

Rindu kepada anak atau isteri? Dan ketika Peng

Houw menjadi malu maka cepat-cepat ia

memberi hormat kepada dua paman gurunya

itu. Jangan-jangan nanti Sam-susioknya itu

dapat membaca isi hati!

"Maaf, Sam-susiok, aku memang harus

cepat-cepat pulang. Kau benar, anakku

membuat rindu. Biarlah lima enam bulan lagi

aku ke sini membawa mereka dan terima kasih

untuk doa kalian. Harap jaga diri baik-baik dan

laporkanlah kepadaku kalau ada sesuatu

tentang Chi Koan."267

"Hm, kau tak pernah melupakan anak

itu. Baiklah, pergilah, Peng Houw, doa kami

bersamamu."

Peng Houw berkelebat dan

meninggalkan paman gurunya. Ia tak memberi

tahu para murid yang lain dan kepergiannya ini

tentu saja membuat murid-murid Go-bi

melengak. Mereka terkejut bahwa pemuda

yang mereka kagumi itu hanya sehari saja di

Go-bi, tidak lebih. Tapi ketika mereka tahu

bahwa Peng Houw dinanti anak isterinya,

pemuda itu telah berputera maka mereka

mengangguk-angguk dan turut tersenyum

bahagia. Tapi inilah awal petaka Go-bi!

Peng Houw tak tahu bahwa percakapan

itu juga didengar Chi Koan, sama ketika unt?k

pertama kalinya si buta itu mendengarkan

percakapan Peng Houw dengan dua paman

gurunya. Maka ketika Peng Houw pergi dan Chi

Koan tersenyum di sana, masih mengeluh dan

mengusap dadanya yang sakit maka timbullah

akal jahat pemuda ini untuk membuat geger.

Chi Koan menggerak-gerakkan rantai

borgolnya dengan wajah berseri-seri. Tak ada268

yang tahu betapa bagian kiri dari rantai baja itu

retak. Benturan dua tenaga Hok-te Sin-kang

dari pewaris Bu-tek-cin-keng ini telah

membuat borgol pecah! Maka ketika Chi Koan

tersenyum-senyum dan meraba bagian yang

retak itu, mencoba dan merasa dapat

mematahkannya maka si buta ini siap keluar

dan lolos dari tempat itu.

Namun pemuda ini bukanlah orang

yang suka tergesa-gesa. Setelah lima tahun

mendekam di guha tawanan ternyata Chi Koan

memiliki kesabaran yang besar. Dia hanya akan

gagal kalau berhadapan dengan Peng Houw.

Dengki dan dendamnya kepada pemuda itu

selangit. Maka ketika ia berseri dan

menggerak-gerakkan rantai baja, mendengar

pembicaraan Peng Houw tiba-tiba saja timbul

niat kejinya untuk menculik anak musuh

besarnya itu.

"Boen Siong? Anak itu bernama Boen

Siong? Hm, ha-ha ! Tiba pembalasanku untuk

melakukan balasan , Peng Houw. Akan kau dan

lihat kerjaku nanti!"269

Si buta ini menunggu gelap. Malam itu

seorang murid akan memberinya makanan.

Kejadian kemarin itu tak ada yang tahu karena

Ji-hwesio maupun Sam-hwesio menyimpannya

sebagai rahasia pribadi. Mereka malu kalau

anak murid mendengar betapa debat tentang

si buta berakhir dengan mkekalahan Ji-hwesio,

pimpinan di situ. Maka ketika Sam-hwesio juga

menyimpan ini sebagai urusan pribadinya saja,

dia harus melindungi rahasia maka suhengnya

maka akibatnya para murid tetap tenang dan

berseri-seri mengantar makanan pada pemuda

itu. Malam itu Lek-siauw-ma dan Hui-bin

mendapatkan tugasnya.

"Selamat malam, dua hwesio muda itu

menegur ramah. "Kami datang membawa

ransum,suheng. Silakan makan dan nikmati

masakan kami ini!"

"Hm, masuklah, terima kasih", Chi Koan

tertawa dan bersikap biasa, dia sudah dekat

dengan murid-murid Go-bi itu.

"Apa kabar, Lek-sute. Bagaimana ilmu

langkah kakimu setelah mendapat pelajaran

dari aku. Dan kau, sudahkah tanganmu lebih270

keras, Hui-bin. Tidakkah kesulitan menusuk
nusuk besi panas."

"Ah, kami sudah memiliki kemajuan!"

Hui-bin si hwesio muka hitam berseru. "Aku

tak apa-apa lagi menusuk besi panas, suheng.

Bahkan kurendampun tak apa-apa. Aku tak

merasa sakit lagi!"

"Bagus, kalau begitu dapat kau

tunjukkan sekarang," Chi Koan tertawa. "Coba

tusuk dinding itu, Hui-bin, dapatkah kau

melubanginya atau tidak."

"Tentu dapat cus!" dan si hwesio yang

gembira menusukkan jarinya ternyata benar

telah melubangi dinding guha itu, menusuk

dan menunjukkan yang lain lagi dan Chi Koan

mengangguk-angguk. Hwesio muda itu

kelihatan bersemangat. Tapi ketika Chi Koan

menggetarkan suaranya mempergunakan Sin
im-kang (Suara Mempengaruhi Orang)

mendadak hwesio itu terkejut menerima

perintah.

"Sekarang tusuk,Lek-siauw-ma. Serang

perutnya dan buktikan kelihaianmu!"271

Hwesio itu tersentak. Bagai orang kena

hipnotis sekonyong-konyong ia menyerang

kawannya. Suara Chi Koan memang demikian

kuat dan penuh pengaruh. Dan ketika yang

diserang terkejut dan berusaha mengelak, Chi

Koan menjentikkan jarinya menotok dari jauh

tiba-tiba hwesio itu terpaku dan

menyambarlah jari si Hui-bin mengenai

perutnya.

"Cuss!" Hui-bin berteriak kaget. Jarinya

melubangi perut kawan dan robohlah Lek
siauw-ma oleh serangannya yang berbahaya.

Hwesio itu berteriak dan terjengkang, ususnya

melotot. Dan ketika dua-duanya terkejut

namun si hwesio terkapar menuding-nuding,

roboh dan tewas maka si hwesio muka hitam

terbelalak dan pucat. Chi Koan miringkan

kepala dan pura-pura bertanya,

"Apa yang terjadi, apakah Lek-ma tidak

mengelak!"

"Ia. ia tewas.. Hui-bin histeris dan

meloncat-loncat. "Ah, aku membunuhnya,

suheng. Aku membunuhny?. Ia tak mengelak

ketika kuserang!"272

"Hmm! " Chi Koan mengebut dan tiba
tiba menyambar hwesio itu. "Kau melakukan

pembunuhan, Hui-bin. Kau kejam. Kenapa

harus bersungguh-sungguh menyerang

kawan!"

"Ampun. aku, ah.. aku tak mengira,

suheng. la terpaku begitu saja. Ia diam dan

seakan bengong. Dia... dia tak

mempergunakan langkahnya mengelak. Aku

membunuh saudaraku sendiri. Aku iblis!"

"Sst, jangan berteriak. Kalau begitu kau

tak salah, Hui-bin, dan orang yang tak sengaja

tak bisa diapa-apakan. Kau seret mayat

saudaramu dan tanam di belakang guha. Aku

menjadi saksi bahwa kau tidak berdosa!"

"Suheng... Suheng membela aku?"

Aku membela kebenaran, Hui-bin.

Orang benar memang patut dibela., Sudahlah

tak perlu kaupikir dan kuburkan mayat itu di

belakang guha. Cepat!"

Hwesio ini mengguguk tak keruan. Ia

sudah takut dan pucat bahwa saudaranya

terbunuh. Dialah yang membunuh. Tapi ketika

Chi Koan bicara menghibur dan menepuknya273

lembut, Ia tersedak dan menggigil tak keruan

maka ia menatap si buta itu seakan tak

percaya.

"Suheng.. suheng benar-benar

melindungi aku. Suheng mau menjadi Saksi

bahwa semua ini bukan kesengajaanku?"

"Bodoh, siapa mau melaporkan ini

kepada pimpinanmu, Hui-bin. Aku takkan

menjadi saksi siapa-siapa. Kau tak sengaja,

titik. Tanam mayat itu dan jangan bicara ini

lagi. Aku bersikap seolah-olah tak tahu dan

singkirkan itu."
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hwesio ini gemetar. la menghapus air

matanya dan ketenangan Chi Koan

membuatnya tenang pula. Gerak-gerik dan

kata-kata si buta itu demikian berpengaruh,ia

merasa gembira. Dan karena Chi Koan tak akan

melaporkan itu dan ia bangkit berdiri, lega

maka diseretnya mayat itu ditanam di

belakang guha. Chi Koan sendiri lalu makan

dan minum dan disuruhnya hwesio itu

kembali. Hui-bin tak boleh lekas-lekas turun.

Dan ketika hwesio itu datang lagi dan pemuda274

ini melempar mangkok piring maka ia

memegang bahu murid itu dan tersenyum.

"Kejadian malam ini tak perlu

membuatmu ketakutan. Jari-jarimu benar

hebat. Hm, kalau kau selangkah menerima

pelajaran lagi maka Ji-susiokpun tak usah kau

takuti, Hui-bin. Kaupun dapat menghadapinya

kalau ia memaksamu bersalah. Sekarang

maukah kau menolongku hitung-hitung

sebagai tutup mulutku atas kejadian ini".

"Suheng mau minta tolong apa?"

"Mencarikan seorang anak lelaki".

"Apa?"

"Sst, jangan berseru. Aku butuh

seorang anak di sini, Hui-bin, aku butuh

pendamping. Nah, dapatkah kau mencarikan

dan berapa lama kau berjanji!'

"Ini....ini...".

"Takut larangan Go-bi? Bodoh, anak itu

dapat kau selundupkan, Hui-bin. Bawa ia

masuk secara diam-diam. Atau kau bilang

keberatan dan aku tak akan membantumu

dalam masalah Lek-ma!'275

Hwesio itu pucat. Ia merasa terancam

dan gelisah, sejenak ia terbelalak memandang

si buta itu. Tapi ketika senyum itu

mengembang dan Chi Koan menekan

pundaknya maka ia menjerit.

"Hui-bin, aku tak butuh jawabanmu

lagi. Seminggu tak membawa itu maka

urusanmu tanggung sendiri. Keluarlah dan

cukup ini!"

Hwesio itu terdorong. la terlempar dan

bergulingan di luar sambil mengeluh tertahan.

Dorongan itu membuat pundaknya seakan

retak-retak. Dan ketika ia meloncat bangun

dan ngeri memandang guha maka Chi Koan

meniup padam api lilin di dalam. Hwesio itu tak

mampu berkata-kata. la tersudut dan terpojok.

Si buta itu lihai. la bukan apa-apa kalau Chi

Koan mengancam nyawanya. Maka ketika Ia

mengeluh dan turun dari bukit, tertatih maka

hari demi hari dilewati penuh kebingungan

oleh hwesio ini.

Betapa tidak. Go-bi memiliki peraturan

yang ketat bahwa orang luar tak boleh masuk.

Dewasa maupun anak-anak harus seijin276

pimpinan. Tempat itu bukan losmen. Bukan

pasar yang orang lain boleh masuk keluar

begitu saja. Tapi ketika teringat tewasnya Lek
ma dan betapa Chi Koan satu-satunya saksi

mata maka ia pun mengepal tinju dan akhirnya

mencarikan anak seperti yang dimaksud

pemuda buta itu. Hui-bin tak tahu untuk apa

tapi menelan saja jawaban Chi Koan bahwa

sibuta ingin pendamping. Kebetulan ia tahu

anak yang dimaksud itu, bukan orang lain

melainkan keponakannya sendiri. Maka ketika

ia bergegas dan minta ijin dua hari untuk

mengunjungi keluarganya, satu kebiasaan para

murid di waktu-waktu tertentu maka Ji-hwesio

Sama sekali tak menyangka bahwa di

tempatnya telah kebobolan seorang bocah!

Chi Koan tertawa lebar ketika pada hari

ketujuh murid itu datang lagi, tidak sendiri

melainkan bersama seorang anak lelaki kecil

berusia enam tujuh tahun. Tentu saja ia girang.

Dan ketika ia mengangguk dan meraba-raba

kepala anak itu, bertanya siapa dan dari mana

maka anak itu menjawab bahwa ia bernama

Siauw Lam, anak desa.277

"Siauw Lam? Ha-ha , namamu nama

anak seorang nakal. Eh, siapa orang tuamu ,

Siauw Lam, masih hidup atau sudah mati".

"Kedua orang tuaku sudah mati," anak

itu menjawab, tabah. "Dan siapa kau, paman

buta. Paman Hui-bin membawaku kesini

katanya untuk memijat dan menolongmu apa

saja. Berapa kau bayar dan pekerjaan apa saja

yang hendak kau berikan!"

"Ha-ha , anak pemberani. Belum

bekerja sudah menanya upah! Eitt, upahmu

tinggi, Siauw Lam, asal penurut dan cocok

denganku. Hm-hmm, kepalamu kuat dan

bentuknya lonjong ke belakang. Otakmu cerdik

dan penuh akal. He-he Cocok untukku dan

boleh kau tinggal di sini!"

"Nanti dulu, aku ingin bertanya tentang

hak. Berapa upah yang kau bayar dan

mampukah kau membayarnya. Kalau tidak

lebih baik aku pergi dan biar paman Hui-bin

mencari lain!"

Hui-bin terkejut. Hwesio muka hitam

itu menjadi pucat dan ia membentak agar si

bocah tak kurang ajar. Ia melotot! Tapi ketika278

anak itu tetap tegar dan semua ini didengar Chi

Koan, dengan telinganya ia mampu melihat

semuanya maka si buta itu terbahak.

"Heii, upahmu ilmu silat, Siauw Lam.

Lihat apakah ini tidak berharga untukmu .

wut!"

Chi Koan menggerakkan jarinya dan

tahu-tahu tubuh anak itu terangkat, naik dan

terlempar dan segera ia menggerak-gerakkan

jari tangannya itu. Anak ini terlempar dan

terputar-putar di udara, berteriak dan kaget

namun tiba-tiba tertawa terkekeh-kekeh. Chi

Koan dan anak itu sama-sama tertawa girang.

Tapi ketika Chi Koan menghentikan

gerakannya dan anak itu terpelanting, menjerit

namun Chi Koan menangkapnya dengan

kelima jari kokoh maka anak itu terbahak
bahak merangkul si buta, menciumi mukanya.

"Heh-heh, hi-hiik... Kau hebat dan luar

biasa, paman. Kalau sulap itu kauberikan.

kepadaku tentu saja aku suka. Hayo, lempar

dan putar lagi aku ke atas. Aku ingin menjadi

baling-baling!"279

"Ha-ha, anak pemberani," Chi Koan

kagum. "Kaulah yang hebat dam luar biasa,

Siauw Lam. Kau pantas menjadi muridku. Ah,

kau seperti aku!"

Chi Koan memang bicara sungguh
sungguh. Ia teringat dirinya dulu ketika kanak
kanak, pemberani dan tidak kenal takut dan

anak ini mirip dirinya. Maka ketika ia menjadi

girang sementara anak itu kagum bukan main,

ilmu "sulap" si buta membuatnya tertarik

maka tanpa sepengetahuan tokoh-tokoh Go-bi

Chi Koan mengambil anak ini sebagai

muridnya. Ia benar-benar merasa cocok begitu

pula si bocah, apalagi anak ini katanya yatim

piatu, tidak bersanak tidak berkadang padahal

Hui-bin paman kandungnya. Ada larangan dari

hwesio muka hitam itu agar si bocah tak

mengaku saudara, karena sesungguhnya ibu

anak itu adalah kakak perempuan Hui-bin.

Maka ketika sebulan kemudian Chi Koan hidup

bersama anak laki-laki itu, rencana demi

rencana disusun untuk lolos dari guha tawanan

maka Hui-bin yang tetap melayani makan

minum dua orang ini dibuat kaget ketika suatu280

malam Chi Koan menerkamnya dan berkata

bahwa ia akan keluar, minta dicarikan sebuah

tongkat panjang.

"Sudah saatnya aku pergi, Siauw Lam

dapat membantuku. Nah, carikan tongkat

panjang untuk pencari jalan, Hui-bin, dan

besok malam kau bantu aku mencari jalan

keluar. Bersihkan pintu gerbang dan biarkan

aku lewat bersama muridku ini".

"Suheng... suheng mau melarikan diri".

"Bukan melarikan diri, melainkan

menemui musuhku. , siapkan tongkat itu, Hui
bin, carikan yang kuat dan berongga. Besok

aku pergi dan bersihkan jalanan!"

"Tapi.... tapi suheng terikat. Kaki

tangan suheng diborgol!"

"Ha-ha, kaukira apa? Borgol ini sudah

tak berarti, Hui-bin,lama sekali. Lihat, siapa

dapat membelengguku.. krak-krekk! borgol

patah-patah dan Siauw Lam bersorak kagum.

Memang sudah lama Chi Koan ingin

membebaskan diri namun merasa belum

saatnya. Ia masih harus menyiapkan Siauw

Lam dasar-dasar ilmu silat untuk dipakai dalam281

perjalanan, karena tak mungkin ia harus terus

menerus menjaga muridnya itu. Siauw Lam

harus dapat menjaga diri pula, nanti setelah

lolos ia akan memperdalam ilmunya. Maka
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketika ia merasa cukup dan sebulan itu

berancang-ancang, Siauw Lam dapat

mengganti matanya yang buta maka malam itu

ia meminta Hui-bin membersihkan ranjau.

Halangan ini bisa berupa penjagaan di pintu

gerbang, atau penjagaan-penjagaan lain di

sekeliling bangunan Go-bi.Dan karena ia buta

tak dapat melihat lawan, tentu saja ia harus

amat berhati-hati maka Chi Koan tak mau

mengambil resiko dan diperintahkannya

hwesio muka hitam itu menyiapkan jalanan.

la tak takut keroyokan murid-murid Go
bi namun sebisa mungkin harus menghindari

itu. Sekali ia mendapat kesukaran tentu

muridnya itulah yang paling celaka. Dan karena

ia amat menyayang muridnya ini seperti

kepada anak kandung sendiri, ia dan Siauw

Lam saling cocok maka besok malam ia ingin

keluar dan sebatang tongkat diperlukannya

untuk pengganti mata,mencari jalan.282

Akan tetapi hwesio muka hitam itu

terbelalak, Hui-bin terkejut sekali bahwa

dengan sekali sentakan saja rantai borgol

terlepas. Si buta bebas. Dan ketika ia terkejut

dan bingung serta takut, berbagai perasaan

mengaduk hatinya maka ia tertegun bengong

ketika jari Chi Koan mencengkeramnya,

menjerit ketika sakit.

"Bagaimana, bisa atau tidak. Kenapa

kau diam saja, Hui-bin, apa yang kau pikirkan

dan mampukah kau melaksanakan

perintahku!"

"Aku. aku akan menurut. Tapi, ah

bagaimana ini, suheng. Apa jawabanku kepada

para pimpinan kalau kau tak ada. Bukankah

aku lebih banyak di sini melayanimu!"

"Bilang saja bahwa aku pergi, kau tak

tahu apa-apa. Ingat bahwa orang-orang Go-bi

tak dapat mencegahku, Hui-bin. Yang dapat

menandingi aku hanya Peng Houw. Katakan

bahwa kau tak tahu apa-apa dan kalau perlu

kurobohkan dulu!'

Chi Koan bergerak dan tiba-tiba

tertawa. Belum habis bicaranya sekonyong-283

konyong ia melempar hwesio itu, Hui-bin

memang terlebih dahulu dicengkeram. Dan

ketika hwesio itu berteriak dan terguling
guling, meloncat bangun di sana maka Chi

Koan berkelebat dan telah menekan punggung

hwesio muda ini.

"Nah, apa kataku. Bukankah kau tak

berdaya dan semuanya berjalan mudah.

Siapkan besok malam dan jangan banyak

cerewet!"

Hwesio itu gemetar. la pucat

memandang borgol yang bergoyang-goyang di

pergelangan kaki dan tangan itu. Si buta bebas.

Dan ketika ia tertegun dan mengeluh bangun,

Chi Koan melepaskan tekanannya maka si buta

masuk kembali dan malam itu si hwesio muka

hitam gelisah tak dapat tidur. Ia cemas dan

ngeri bahwWa tawanan lolos. Apa kata para

pimpinan kalau Chi Koan tak ada di tempatnya

lagi. Go-bi tentu geger. Tapi menggigit bibir

dan mengepal tinju akhirnya ia menyiapkan

perintah itu sebaik mungkin. Dan sore harinya

ia buru-buru mendaki bukit membawa sebuah

tongkat panjang, bambu yang tua dan hitam284

namun amat kuat sekali, tak tahu bahwa dari

bawah bukit terbelalak sepasang mata lebar

Sam-hwesio. Hwesio itu kebetulan saja melihat

sang murid mendaki bukit, namun bukan itu

yang membuatnya heran melainkan sebatang

bambu panjang itu. Maka ketika Sam-hwesio

menunggu dan menjadi curiga, tak berani naik

mengingat pengalamannya yang lalu maka

Hui-bin kaget bukan main ketika turun gunung.

Paman gurunya mencegat.

"Tunggu, berhenti., Apa yang kau bawa

ke atas tadi. Hui-bin, Mana tongkat panjang

itu. Untuk apa dan kenapa tidak berada di

tanganmu lagi!"

Murid lni kaget. Hui-bin sampai

mendeprok namun sambil berlutut ia

menjawab menggigil, bahwa tongkat itu

ditaruhnya ke atas untuk sewaktu-waktu

menjaga diri. Dan ketika sang susiok berkerut

kening merasa heran, juga curiga maka murid

muda ini berkata, menyambung.

"Teecu tak ingin menghilangkan

kewaspadaan, teecu ingin menjaga diri teecu

baik-baik. Maaf kalau teecu berbuat salah,285

susiok. Apakah tak boleh menyembunyikan

senjata di atas bukit. Bagaimana kalau Chi

Koan suheng tiba-tiba ganas kembali!"

"Hm-hm, begitu? Baik, ada benarnya.

Tapi eh, penjaga dapur melapor kepadaku,

Hui-bin, bahwa belakangan ini jatah makanan

tawanan bertambah, Kau membawa ransum

untuk dua orang!"

"itu.... maaf, ampun.. . Chi Koan suheng

mengajakku makan bersama, susiok. Ia ingin

ditemani. Teecu tak berani membantah!"

"Bagus, dan ada lagi laporan ganjil.

Katanya Lek-siauw-ma lenyap. Eh, ke mana

saudaramu itu, Hui-bin, ia paling dekat

denganmu. Katakan kepadaku mengapa ia tak

ada!"

Hwesio ini pucat. la paling gugup kalau

sudah ditanya tentang ini. Wajah dan mata

susioknya itu tajam menembus. Tapi menangis

dan membentur-benturkan jidat ia justeru

bermain sandiwara.

"Ampun, ini juga tak kuketahui, Susiok.

Justeru teecu merasa kehilangan dan menanti
nanti. Mungkin ia pulang dusun, atau mungkin286

mendapat celaka di tengah perjalanan. Teecu

tak tahu dan maaf teecu tak berani melapor.

Teecu menunggu siapa tahu ia tiba-tiba

datang!"

"Hm, dan kau akrab sekali dengan

sibuta itu. Hati-hati, ia bukan orang baik-baik,

Hui-bin. Aku mengingatkanmu agar tidak

celaka di tangannya. Chi Koan itu manusia

iblis!"

"Teecu tahu, teecu akan berhati-hati,

itulah sebabnya teecu menyimpan senjata di

atas, susiok, untuk berjaga-jaga siapa tahu

suatu saat ia mengancam jiwa teecu!" " Hmm,

baiklah. Pergilah dan sekali lagi hati-hati."

Hwesio itu girang. Perobahan wajahnya

yang begitu menyolok membuat sam hwesio

mengerutkan kening. Murid muda itu bangun

dan meloncat pergi, berseri-seri. Dan ketika

Sam-hwesio mengawasi dengan pandang mata

aneh mendadak sesuatu jatuh dari balik baju

muridnya itu, tanpa terasa. Hwesio ini hampir

saja berseru tapi menahan mulutnya,

membiarkan hwesio muda itu lenyap untuk.

akhirnya bergerak dan menyambar ini, sebuah287

bungkusan . Lalu ketika ia ragu namun

membuka itu, tak enak tiba-tiba matanya

terbelalak melihat betapa di dalam bungkusan

itu terdapat tiga stel pakaian anak-anak!

"Hm, apa artinya ini," Sam-hwesio

tentu seja curiga, tak tahu bahwa itulah titipan

Siauw Lam untuk malam nanti bersiap-siap

keluar. Rahasia apa yang kau bawa, Hui-Bin.

Agaknya ada sesuatu yang kau sembunyikan!"

Hwesio ini tiba-tiba marah. la merasa

muridnya itu menyimpan sesuatu, hampir saja

bergerak dan mengejar sang murid tapi

mendadak ditahan. Untuk kedua kali ia

menekan perasaan. Dan ketika hwesio ini

berkelebat dan kembali ke tempatnya maka

tanpa diketahui Hui-bin ia mengawasi gerak
gerik muridnya itu.

Hui-bin sendiri sudah terlampau girang

lepas dari pertanyaan-pertanyaan sulit. la

berbaur lagi dengan saudara-saudaranya dan

mencari tahu siapa malam nanti yang bertugas

jaga. Dan ketika ia, mengetahui bahwa yang

bertugas adalah dua suhengnya dan seorang288

sute maka hwesio ini berdebar menyiapkan

jalan.

Sam-hwesio mengerutkan kening

melihat murid muda itu masuk keluar pintu

gerbang, agaknya ada yang sedang dikerjakan.

Dan ketika gerak-gerik muridnya ini semakin

mencurigakan maka dilihatnya Hui-bin

membawa arak dan meletakkan itu secara

hati-hati di celah gapura yang bentuknya

seperti meja, kecil dan datar di mana biasanya

murid yang berjaga meletakkan makanan dan

minuman penangkal kantuk, khususnya di

malam hari.

Hwesio ini merah mukanya. la mulai

dapat menduga ada sesuatu yang curang

hendak dilakukan murid muda itu. Hui-bin

memang hendak meloloh arak yang

bercampur obat bius. Hwesio ini mendapat
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akal bahwa itulah satu-satunya jalan

melumpuhkan penjaga. Si buta dan muridnya

nanti dapat lewat. Dan ketika ditempat yang

lain murid itu juga meletalkan sebotol arak

kecil, menyembunyikannya di antara celah
celah tembok maka Sam-hwesio hampir saja289

meloncat keluar menerkam murid durhaka itu.

Go-bi tak memperkenankan murid-muridnya

minum minuman keras, Tabu!

Namun hwesio ini lagi-lagi menahan

diri. la telah melihat semuanya itu dari jauh,

kalau terburu-buru datang jangan-jangan ia

tak tahu apa kelanjutannya. Maka ketika

hwesio ini terus bersembunyi dan mudah

baginya mengintai murid muda itu akhirnya

malampun datang dan di sinilah wakil Go-bi ini

terbelalak. Menjelang malam, ketika angin

gurun bertiup dingin maka muridnya itu naik

ke bukit menuju tempat tawanan. Sam-hwe
sio tak berani mendekat dan bersembunyi di

bawah, mengintai. Lalu ketika dua bayangan

keluar dari guha, disusul seorang anak kecil

maka hwesio ini kaget sekali karena si buta Chi

Koan lolos!

"Omitohud, Hui-bin kiranya

berkhianat!"

Akan tetapi hwesio ini tertegun. Dia

teringat bahwa rantai baja yang mengikat

pergelangan si buta itu tak mungkin

dipatahkan begitu saja. Hui-bin tak akan290

mampu melakukan itu. Maka ketika ia

terbelalak melihat si buta dibantu tongkat,

mata hwesio ini melotot maka ia sadar bahwa

murid muda itu kiranya menipu. Tongkat itu

untuk Chi Koan! Sam-hwesio gemetar. Chi

Koan yang dibantu tongkat dan tak-tuk-tak-tuk

mencari jalan dibantu lagi oleh hwesio muda

itu. Dari kejauhan hwesio ini melihat bahwa

semuanya itu rupanya sudah dipersiapkan.

Dan ketika di bawah sinar bintang ia melihat

ketiganya cukup jelas, anak laki-laki itu

memegangi ujung baju Chi Koan maka

terdengarlah suaranya sayup-sayup sampai.

"Suhu, senang rasanya akan keluar dari

tempat ini. Ah, aku tentu dapat menikmati

makanan enak, bosan sayuran dan bubur

melulu!"

"Sst, jangan keras-keras. Hui-bin

menyiapkan itu untuk kita, Siauw Lam. Di luar

nanti kau dapat makan sepuasmu. Ada bak
pao daging babi, juga arak."

"Arak? Ah, aku suka, suhu. Minuman

itu lezat sekali, menggigit dan menyengat

lidah!"291

"Diamlah, awasi sekeliling dan bantu

aku melihat ke depan."

Anak itu tertawa-tawa. Sam-hwesio

pucat mendengar si bocah menyebut suhu,

berarti Chi Koan mempunyai murid. Dan ketika

mereka berjalan turun sementara Chi Koan

berseri-seri, Hui-bin menggigil dan tampaknya

takut melakukan pekerjaan ini maka desah

napas si hwesio tiba-tiba terdengar telinga

tajam si buta.

"Ada orang!" Rombongan itu berhenti.

Chi Koan terkejut dan miringkan kepala dan

Sam-hwesio lebih terkejut lagi. Sedikit desah

napasnya saja ternyata tertangkap si buta itu,

bukan main tajamnya! Dan ketika hwesio ini

menahan napas dan Chi Koan miringkan kepala

ke arah batu hitam hwesio itu, tadi tak

mendengar apa-apa karena suara tak-tuk

tongkatnya menutup semua bunyi maka tiba
tiba ia tersentak oleh desah napas itu.

"Hm...!" Chi Koan memandang hwesio

muka hitam ini. "Kau bilang tak ada orang

membuntutimu, Hui-bin, tapi kudengar292

seseorang berdesah napas pendek. Apa

artinya ini dan apakah kau membohongiku!"

"Ampun.... sumpah!" si hwesio

gemetar. "Aku ke sini benar-benar tak

diketahui siapapun, suheng. Aku datang

sendiri. Tanyalah Siauw Lam apakah ada orang

di sekeliling sini!"

"Memang tak ada," anak itu menjawab,

ikut terkejut. "Aku tak melihat siapapun, suhu.

Mungkin kau salah dengar!"

"Hm, tak mungkin," Chi Koan juga

merasa heran, di sana Sam-hwesio menahan

napas kuat-kuat, tak ada suara lagi. "Telingaku

tak dapat ditipu, Siauw Lam. Jarak satu li saja

dapat kutangkap pembicaraan orang."

"Tapi tempat ini benar-benar sunyi, aku

tak melihat siapapun."

"Baiklah, mari teruskan perjalanan,"

dan Chi Koan yang bergerak lagi mengajak dua

temannya akhirnya tak mendengar lagi suara

itu karena Sam-hwesio nyaris tak bernapas!

Hwesio ini menahan segala gerakan kuat-kuat

hingga bernapas pun rasanya dicekik. Untung

Chi Koan tidak melewati batu hitam itu,293

membawanya ke tempat lain. Tapi begitu

mereka turun dan hwesio ini pucat maka Sam
hwesio berkelebat dan turun lewat punggung

bukit yang lain. Siap melapor dan

mengerahkan seluruh kekuatan Go-bi! Akan

tetapi gerakannya ini ternyata lagi-lagi

tertangkap Chi Koan. Desir jubah hwesio itu

tertangkap telinga si buta, Chi Koan berhenti

dan membalik. Dan ketika secepat kilat ia

menyontek sebuah batu hitam menyerang

hwesio itu, membentak maka Hui-bin terkejut

bahwa sesosok bayangan berlari cepat ke arah

yang lain.

"Aduh!" Untung hwesio ini telah tiba di

puncak. Ia melempar tubuh bergulingan dan

menjerit ketika batu itu menghantam

pundaknya. Sebelah lengan hwesio ini

sengkleh! Tapi ketika ia terus bergulingan dan

lenyap di bawah sana, menggelinding bagai

trenggiling maka Chi Koan mengenal suara itu

sebagai Sam-susioknya.

"Kau menipu!" Chi Koan membentak

dan tiba-tiba mencengkeram bahu temannya,

Hui-bin berteriak. "Kau menjebak aku, Hui-bin.294

Sam-susiok ada di situ. Lihat apakah telingaku

salah!"

Hwesio itu menangis. Ia berseru dan

menendang-nendang kakinya dan berkata

bahwa dirinya tak membawa siapapun kesitu.

Kalau wakil Go-bi muncul maka itu di luar

tahunya. Dan ketika Chi Koan membanting dan

hwesio itu menjerit tiba-tiba tongkat si buta itu

bergerak dan hampir saja mencoblos dada

temannya kalau Siauw Lam tak berseru

mencegah.

"Suhu, tahan dulu. Paman Hui-bin

agaknya benar-benar tak bersalah!"

"Hm, apa alasanmu?"

"Mudah saja, suhu. Kalau ia bohong

buat apa mengantar kita sampai di

sini,bukankah lebih selamat kalau tak usah

datang dan menerima kemarahanmu. Aku

menduga hwesio bau itu menguntit sejak

awal!"

Chi Koan tertegun. Ia membiarkan

hwesio itu bangun dan Hui-bin gemetaran.

Hampir saja tongkat panjang itu menembus

dadanya. Dan ketika ia merintih dan bingung295

serta takut maka Chi Koan bertanya apakah dia

bertemu hwesio itu sebelumnya.

"Benar, tapi.... tapi siang tadi, suheng

Tak ada apa-apa yang membuatnya curiga".

"Apa katanya? Kau ditanya apa saja?"

"Aku aku ditanya kenapa ke atas.

Kukatakan bahwa aku membawa makanan

siang."

"Hm!" Chi Koan menangkap suara

bohong di situ, pura-pura tak tahu. "Lalu apa

tanyanya lagi?"

"Tak ada, suheng. Itu saja!"

"Baik, kalau begitu mari jalan lagi. Kita

turun dan lewat sebelah kanan, jangan ke

pintu gerbang."

"Tapi.... tapi penjaga di sana sudah

kubius. Jalan itu lebih mudah!"

"Jangan sok tahu. Aku curiga jangan
jangan tua bangka itu sudah mengawasi sepak

terjangmu, Hui-bin. Kita tak perlu ke sana

karena jalan tentu ditutup. Bawa aku ke

sebelah kanan dan di sana kujebol

temboknya!"296

Hwesio ini mengangguk. Tak ada

banyak waktu lagi dan merekapun cepat

bergerak. Chi Koan mendongkol dan diam
diam marah kepada temannya ini. Tentu saja

ia tak tahu Hui-bin ditanya macam-macam,

bahkan kehilangan bungkusan Siauw Lam

berisi tiga stel pakaian itu. Dan ketika mereka

keluar dan merunduk dengan cepat, pagar

berduri itu dilalui maka benar saja genta
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahaya dipukul gencar. Sam-hwesio rupanya

sudah tiba di dalam dan melaporkan pelarian

ini.

"Apa, Chi Koan? Dia lolos?"

"Benar, suheng, dan si buta itu dibantu

Hui-bin, murid kita. Ia mempunyai murid pula

dan kita tak tahu kapan kebobolan!" Ji-hwesio

terkejut bukan main. Ia kedatangan sutenya

yang roboh di pintu kamar, menceritakan

terbata-bata dan ambruklah hwesio itu di

depannya. Sam-hwesio merintih. Namun

ketika ia cepat menolong dan para murid

dipanggil, genta bahaya dibunyikan maka

hwesio itu berkelebat sementara Sam-hwesio

sudah dibebat. Hwesio ini merah padam dan297

menyambar toyanya, bergerak, meskipun

terhuyung.

"Kau di dalam saja, biar pinceng yang

menghadang!"

"Tidak, ini urusan kita semua, suheng.

Kalau aku masih dapat jalan biarlah aku

membantumu sebisanya. Hati-hati dan suruh

semua murid membuang arak!"

"Arak?"

"Aku lupa menceritakan ini. Hui-bin

menaruh botol arak di meja batu, di celah

gapura. Baru sekarang aku mengerti karena

rupanya anak itu hendak membius!"

Gegerlah Go-bi. Ji-hwesio membentak

dan cepat sekali menuju pintu gerbang, benar

saja tiga orang sudah menggeletak di sana,

teler. Dan ketika ia berkelebat ke tempat lain

dan beberapa murid juga bergelimpangan,

inilah murid-murid yang nakal dan melanggar

aturan maka hwesio itu pucat melihat tiga

bayangan bergerak cepat di bagian barat

tembok tinggi.

"Itu mereka, cegat!"298

Namun bayangan itu hilang lagi. Chi

Koan menjadi marah dan sadar bahwa

pekerjaan temannya gagal. Ia tak takut

menghadapi orang-orang Go-bi ini namun

karena banyak di antara mereka yang sudah

baik kepadanya, membuat ia sungkan maka ia

mencari jalan terbaik tanpa harus

menumpahkan darah. Tapi si tolol ini luput.

Genta dipukul berulang-ulang dan lentera atau

lampu besar bermunculan di mana-mana.

Tempat-tempat gelap seketika menjadi terang.

Dan ketika ia bertanya di mana mereka

sekarang maka Hui-bin menjawab sudah di

sebelah kanan tembok belakang.

"Hm, naik ke punggungku," si buta tiba
tiba berseru kepada muridnya. "Pegang dan

peluk erat-erat leherku, Siauw Lam. Beri

petunjuk kepadaku di mana jalanan yang

baik!"

"Suhu menyuruh aku menunggang

kuda?"

"Jangan cerewet, Siauw Lam. Si bodoh

ini membuat kita repot. Naik dan pegang

leherku kuat-kuat!"299

Anak itu meloncat. Dari semua

ketegangan ini ternyata Siauw Lam tak

menunjukkan bingung atau takut. Anak itu

bahkan berseri-seri. Maka ketika ia meloncat

dan menempel di punggung gurunya anak ini

mencekik Chi Koan kuat-kuat, gembira dan

berseru,

"Suhu, kita sudah mendekati tembok

penjagaan. Masa kau akan terbang seperti

burung!"

"Hm, berapa tingginya. Arah mana

yang aman."

"Kira-kira tujuh meter, arah kiri.

Sebelah kanan ada pohonnya".

"Baik, hati-hati!" namun baru saja Chi

Koan berseru mendadak dari samping dan

belakang serta kiri kanan muncul murid-murid

Go-bi itu, juga Ji-hwesio.

"Chi Koan suheng, kau tak boleh lolos.

Kembalilah, kami masih sayang kepadamu!"

seorang murid berseru.

"Hm, Hui-bin si bocah keparat. Kau

kiranya yang membuat gara-gara, Hui-bin.300

Serahkan dirimu dan terimalah hukuman baik
baik!"

Hwesio muda itu pucat. Ia tiba-tiba

terkepung namun membentak keras iapun

menerjang ke kanan, ada suheng dan sutenya

di situ. Dan ketika ia ditangkis namun dua

jarinya menusuk, itulah Tiat-ci (Jari Besi) yang

diajarkan Chi Koan maka dua saudaranya

menjerit tak menyangka, roboh.

"Minggir!" Hal ini mengejutkan murid

lain. Hui-bin mengamuk dan melarikan diri dan

kepungan otomatis berubah. Murid-murid Go
bi menjadi dua. Dan ketika hwesio itu berteriak

dan lari sambil menusuk sana-sini, maka Chi

Koan menjejakkan kaki-nya dan tubuh si buta

ini tiba-tiba melayang naik ke atas tembok

yang tinggi itu.

"Heiiii !" Siauw Lam berteriak ngeri.

Tembok tahu-tahu meluncur di bawah mereka

dan tubuh Chi Koan masih melayang naik,

tinggi namun tiba-tiba meluncur turun dan

loloslah si buta itu di luar. Chi Koan telah

menginjakkan kakinya di tanah. Dan ketika

para murid menjadi ribut karena si buta lolos,301

hanya Ji-hwesio atau beberapa tokoh lain yang

mampu melakukan seperti si buta itu maka

pimpinan Go-bi ini membentak dan tiga orang

melayang naik dan melewati tembok

pengaman yang tinggi. Siauw Lam bersorak

kagum.

"Suhu, hebat sekali. Kerbau-kerbau

dungu itu di dalam. Ha-ha, kita dapat

melanjutkan perjalanan tapi bagaimana

paman Hui-bin!"

"Biarkan ia di sana," Chi Koan tertawa.

"Manusia bodoh macam itu patut menerima

pelajaran, Siauw Lam. Sekarang beritahukan

padaku jalan mana yang aman."

"Lurus ke depan.... eh!" si bocah

terkejut, menengok. "Ada orang mengejar kita,

suhu. Tiga kerbau gundul menyuruhmu

berhenti!"

"Ha-ha, biar saja. Itu pimpinan Go-bi Ji
susiokku. Ayo pergi dan kita tinggalkan

mereka. Pandu aku!"

Siauw Lam tertawa gembira. la berseru

menunjuk ke depan dan gurunya bergerak,

terbang dan mengikuti kata-katanya di mana ia302

sering bilang belok kiri atau kanan. Chi Koan

tak ragu lagi mengikuti kata-kata muridnya ini

dan melesatlah si buta dengan amat cepatnya.

Siauw Lam melihat kepandaian gurunya ini dan

anak itu sering memekik. Gurunya melesat

bagai siluman saja dan pohon atau apa saja

seakan-akan berlari ke arah berlawanan. Siauw

Lam bahkan pening. Dan ketika di malam gelap

itu si buta menghilang, sang murid benar
benar pengganti matanya maka Ji-hwesio

maupun yang lain tak mampu mengejar.

Mereka terengah-engah di luar dan Hui-bin

akhirnya tertangkap. Hwesio itu roboh di hajar

saudara-saudaranya sendiri. Dan ketika malam

itu Go-bi merasa marah, tawanan lepas maka

Ji-hwesio mengutus orangnya ke tempat Peng

Houw, keesokan harinya.

"Katakan kepada Peng Houw bahwa

Chi Koan melarikan diri. Kami tak dapat

berbuat apa-apa. Sampaikan maaf dan

penyesalan kami yang besar!"

Utusan itu berangkat. Go-bi menjadi

murung dan gelap, wajah semua orang

menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan303

besar. Lalu sementara mereka menutup pintu

rapat-rapat, Hui-bin didera pertanyaan maka

murid sial itu dijatuhi hukuman delapan tahun

di tempat Chi Koan.

"Kau," Ji-hwesio berang sekali.

"Seharusnya sejak pertama kau

memberitahukan kami, Hui-bin, bukan

menolong dan malah membantunya. Kau

melakukan dosa berat dan menerima

hukuman delapan tahun. Setelah itu kau harus

keluar dari Go-bi karena sejak saat ini kami tak

mengakuimu lagi sebagai murid!" muka

hwesio itu biru lebam. Ia menangis dan

berlutut tapi bersyukur tak sampai dibunuh.

Tentang Siauw Lam ia tak mengaku tahu. Dan

karena banyak pertanyaan dijawab dengan

bohong, tak ada saksi yang mampu

menentangnya maka hwesio itu meringkuk di

bekas tempat Chi Koan dulu. Sedangkan Chi

Koan sendiri ke mana? Si buta ini ke tempat

Peng Houw!

***304

Pagi itu guru dan murid ini membanting

pantat diluar hutan. Mereka telah jauh dari
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Go-bi dan Siauw Lam tertawa-tawa. Tapi

karena semalam suntuk mereka melakukan

p?rjalanan, tak pernah berhenti maka siauw

Lam mengantuk dan, akhirnya tertidur di atas

pundak gurunya itu. Chi Koan berhenti dan

otomatis menunda perjalanannya.

"Hm, pengantuk, pemalas! Heii, kau

boleh tidur hanya tiga empat jam saja, siauw

Lam. Setelah itu kita melanjutkan perjalanan

dan bawa aku ke tempat musuh besarku!"

Anak itumengangguk lemah. Siauw

Lam tak menjawab kecuali dengan senyum

menggemaskan. Kedua matanya berat tak

dapat dibuka. Tapi ketika matahari naik tinggi

dan sang guru membangunkannya maka iapun

mengulet dan membuka matanya. ,Bau harum

daging panggang membuat perutnya

berkeruyuk.

"He..He, suhu sudah mendapatkan

makanan. Asyiik, perutku lapar!"

"Anak pemalas," Chi Koan tertawa.

"Menurutimu tak bisa makan, Siauw Lam.305

Kerjamu tidur melulu. Lihat, apa ini dan mari

sarapan."

Anak itu bangun duduk. la gembira dan

mencomot sepotong daging gemuk dari kelinci

bakar, suhunya bersila dan tertawa lebar. Lalu

ketika mereka menikmati makanan itu, Siauw

Lam teringat pakaiannya mendadak anak ini

berseru meloncat bangun.

"Pakaianku!" serunya. "Eh, kau bawa

dan simpan pakaianku, suhu? Paman Hui-bin

sudah memberikannya kepadamu?"

"Pakaian apa," si buta bersungut,

Wajah tiba-tiba gelap. "Manusia itu tolol dan

bodoh, siauw Lam. Aku juga tak ingat itu tapi

nanti dapat mencari di tengah jalan.

"Hm, ia tak apa-apa di Go-bi?"

"Paling-paling dihajar, lalu dihukum."

"Suhu tak menolongnya?"

"Buat apa? Tikus bodoh macam dia tak

perlu dihiraukan lagi, Siauw Lam. Kita urus

keperluan kita sendiri dan berangkat lagi

sesudah ini. Kita ke suatu tempat di pinggiran

Huang-ho."306

Bocah ini terdiam. Chi Koan tak melihat

betapa anak itu berkerut kening dengan alis

dalam, namun ketika ia tersenyum dan duduk

lagi maka sisa kelinci bakar disantap lagi.

Lahap. Anak ini tak terpengaruh lagi oleh nasib

pamannya di Sana.

"Hm-hm, hebat sekali kepandaian suhu

semalam," bocah itu kagum. "Kau dapat

melewati tembok demikian tinggi, suhu,

seperti burung terbang saja. Ah, bagaimana

belajar itu dan bisakah aku sepertimu!"

"Kau akan seperti aku. Dasar langkah
langkah kaki yang kau pelajari itu adalah dasar

dari ilmu silat Lui-thian-to-jit, Siauw Lam. Kalau

kau bersungguh-sungguh mempelajarinya

maka beberapa tahun lagi kaupun dapat

melakukan seperti aku."

"Melompat setinggi tujuh meter?"

"Bisa lebih dari itu. Pohon kelapapun

dapat kau lewati."

"Masa?"

"Lihat!" dan Chi Koan yang tiba-tiba

berkelebat dan lenyap mengejutkan muridnya307

mendadak membuat Siauw Lam celingukan

dan kaget, mendengar suara di atas.

"Aku di sini, Siauw Lam!"

Bocah itu bengong. Ia mendongak dan

melihat gurunya tahu-tahu berada di puncak

pohon dan tiba-tiba ia bersorak. Gurunya itu

terayun-ayun di pucuk ranting yang lemah,

tidak jatuh dan ketika melayang turun tahu
tahu telah duduk lagi di situ, tenang, seakan

tak terjadi sesuatu yang mengagumkan.

Namun begitu anak ini sadar tentu saja Siauw

Lam melengking.

"Hebat, seperti kecapung saja. Aih,

ilmu meringankan tubuhmu tinggi, suhu. Luar

biasa sekali. Hampir tak dapat kupercaya.!"

"Hm, dan itu kulakukan dengan kedua

mata buta. Aku hanya mendengar desir daun

di atas sana, meloncat dan hinggap. Kalau aku

melek aku dapat beterbangan di atas pohon
pohon yang lain, Siauw Lam, tiada ubahnya

elang atau rajawali pemangsa. Hm, sayang

mataku buta dan aku tak dapat berbuat lebih!"

"Itu gara-gara musuh suhu bernama

Peng Houw itu. Diakah yang hendak suhu308

datangi? Tak usah khawatir, aku

membantumu, suhu. Kubunuh dia nanti

untukmu!"

Chi Koan tertawa getir. Dia menarik

napas panjang dan mengusap kepala anak ini.

Siauw Lam inilah harapannya. Tapi ingin tahu

bagaimana anak itu menangkap dan

membunuh Peng Houw maka ia bertanya,

"Kau, bagaimana caramu membunuh

dia nanti? Apakah dengan kaki tanganmu yang

kecil ini?"

"Aku dapat menggigit dan

menangkapnya dari belakang, suhu, lalu pisau

ini kutancapkan ke jantungnya!"

"Ha-ha, dari mana pisau itu? Kau

membawa-bawa senjata tajam?"

"Paman Hui-bin yang memberikannya

kepadaku, katanya untuk menjaga diri."

"Hm, pisau itu tak berarti apa-apa.

Jangankan dia, kaupun tak dapat melukaiku,

Siauw Lam. Cobalah."

Anak itu terbelalak. "Suhu kebal?"

"Cobalah, dan kau akan tahu!"309

Lalu ketika anak ini ragu menusukkan

pisau, ke kaki gurunya maka Chi Koan berseru

agar menancapkan di perut.

"Jangan pilih yang keras, pilih saja yang

empuk. Nah, tusuk perutku dan boleh kau

lihat!"

Anak ini gembira. Tanpa ragu ia

membentak dan menusuk perut gurunya itu,

mula-mula dengan tenaga ditahan namun

pisau mental. lalu ketika ia mengulang dan

bertubi-tubi menusukkan pisaunya tiba-tiba

senjata itu patah!

"Ha-ha, bagaimana, Siauw Lam,

bukankah tiada gunanya. Nah, percayalah

kepadaku bahwa kau masih terlalu rendah.

Kau harus belajar baik-baik untuk dapat

menghadapi setiap orang. Nanti kucarikan

senjata yang baik dan tak usah kecewa dengan

pisau buruk itu."

Si bocah terbclalak. Siauw Lam menjadi

kagum bukan main dan tentu saja

pandangannya kepada sang guru tinggi sekali.

Tapi heran dan teringat sesuatu diapun

bertanya,310

"Suhu, kau yang sehebat ini bagaimana

bisa dikalahkan musuhmu. Apakah Peng Houw

itu lebih sakti lagi dan tak dapat dilawan!"

"Hm, ia memiliki Hok-te Sin-kang

warisan dedengkot Go-bi. Ia tak ksatria dalam

menghadapiku, Siauw Lam. Itulah sebabnya

aku kalah."

"Kalau begitu kenapa mencari lagi,

bukankah seperti ular mendatangi gebuk!"

"Aku memang akan mendatanginya,

tapi bukan untuk melawannya. Aku datang

untuk membalas sakit hatiku."

"Bagaimana ini?" si bocah bingung.

"Kau bilang tak melawannya, suhu, tapi kau

datang ke rumahnya. Bukankah sama saja!"

"Tidak, kau tidak mengerti, Siauw Lam.

Yang kumaksud adalah membuat perhitungan

dengan caraku sendiri. Aku hendak

mengganggu isteri dan anaknya!"

"Isteri dan anaknya?" Siauw Lam

terkejut. "Aneh, suhu, bagaimana kau dapat

melakukan itu. Bukankah Peng Houw akan

melindungi anak isterinya!"311

"Ha-ha, kali ini tidak. Peng Houw tak

ada di rumah, Siauw Lam, ia sedang pergi. Dan

cairkanlah otakmu yang sedikit tolol itu

dengan peristiwa ini."

Anak itu bingung. Ia masih tak mengerti

namun sang guru tiba-tiba mengetuk

kepalanya. Dan ketika gurunya itu berkata

bahwa lolosnya mereka pasti dilaporkan Peng

Houw maka anak itu baru mendusin.

"Kepergian kita kali ini pasti menjadi

gempar bagi Go-bi. Ji-hwesio itu pasti melapor

kepada Peng Houw. Nah, ketika lawanku itu

meninggalkan rumahnya maka saat itulah aku

datang. Ha-ha!"

"Ah, jadi ini yang dimaksud subu? Suhu

datang di saat ia tak ada?"

"Benar, Siauw Lam, dan aku akan

membalas dendamku dengan mengganggu

anak isterinya. Kalau Peng Houw pulang lagi
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maka ia tak mendapatkan anak isterinya itu

lagi, ha-ha!"

Anak itu bersorak. Siauw Lam memuji

gurunya namun tiba-tiba berhenti. Otaknya

yang kecil bekerja. Karena ketika tiba-tiba ia312

tak tertawa lagi dan sang guru mengerutkan

kening maka sebuah pertanyaan meluncur.

"Suhu, bagaimana kalau musuhmu itu

membawa anak isterinya. Bukankah

maksudmu gagal!"

"Hm," Chi Koan mengerutkan kening,

kelopaknya yang kosong bergerak-gerak.

"Kalau itu yang terjadi adalah sial, Siau Lam.

Tapi mudah-mudahan tidak. Sudahlah jangan

kecilkan hatiku dan kita berangkat."

Anak itu menghela napas. Gurunya

menyambar tongkat dan mulai tertatih,

mencari jalan. Tapi ketika ia menuntun dan

ganti disambar gurunya maka si buta itu

berseru,

"Kita lakukan seperti semalam 1agi, kau

di punggungku. Tunjukkan jalan dan kita ke

Hutan Hijau!"

Siauw Lam girang. Kalau ia berada di

punggung gurunya ini maka iapun dapat

menikmati peristiwa terbang. Gurunya akan

melesat dan semua pohon atau gunung
gunung berseliweran. maka ketika ia313

mengangguk dan berseru menuding si buta

itupun mengerahkan kepandaiannya.

Benar seperti yang diduga Chi Koan di

sana Peng Houw kaget sekali menerima berita

Go-bi. Utusan telah datang dan menceritakan

segalanya, penyesalan dan rasa marah

bercampur aduk. Lalu ketika utusan itu pergi

Peng Houw berjanji untuk datang dan melihat

Go-bi.

"Baik, sampaikan Ji-susiok bahwa aku

segera datang. Pergilah dulu dan akan kucari

tawanan itu."

Li Ceng tertegun. la mendengarkan di

balik kamar tapi segera keluar begitu utusan

Go-bi itu pulang. Chi Koan yang buta dan harus

perlahan-lahan dituntun muridnya yang kecil

ternyata didahului utusan ini, tak aneh karena

Siauw Lam si anak lelaki itu belum tahu persis

di mana Cheng-lim (Hutan Hijau) tempat

tinggal suami isteri ini. Maka ketika si buta

masih dalam perjalanannya ke mari, sering

menyelinap dan menghindari Peng Houw

kalau terjadi pertemuan di tengah jalan maka

Li Ceng wanita muda itu berseru mengutuk.314

"Keparat, Chi Koan benar-benar licik.

Tak kusangka ia menekan dan

mempergunakan orang dalam untuk

melarikan diri. Hm, pergi dan temukan

manusia jahat itu, Houw-ko. Jangan biarkan ia

berlama-lama di luar. la masih tak berubah!"

"Benar, ia masih tak berubah. Tapi satu

hal yang membuatku heran."

"Apa itu?"

"Lepasnya borgol. Tak mungkin Hui-bin

mampu memutuskannya!"

"Atau dia sendiri?"

"Tak mungkin juga. Pengikat itu tahan

pukulan dan bacokan senjata tajam, Ceng-moi,

tahan remasan sinkang. Heran bagaimana bisa

lepas!"

Li Ceng tertegun. Suaminya sudah

memberi tahu bahwa baja di keempat kaki

tangan Chi Koan amatlah kuatnya, tahan

pukulan sinkang dan bacokan senjata tajam.

Tapi ketika ia mengerutkan kening dan ikut

merasa heran tiba-tiba suaminya itu menepuk

paha sendiri, meloncat bangun, berubah.315

"Ah, pasti itu. Itu kiranya! Keparat, Chi

Koan ternyata licik, Ceng-moi. Ternyata ia

sudah merancangkan itu lama sebelumnya!"

"Maksudmu?"

"Ingatkah kau ketika ia menyerang

Sam-susiok dan aku secara curang? Ingat kah

kau ceritaku dulu?"

"Ya, tapi apa hubungannya, Houw-ko,

aku tak mengerti."

"Hubungannya jelas. Pukulanku dan

pukulannya yang membuat borgol itu putus,

atau retak. Hok-te Sin-kang yang kami miliki

berdua memang bukan sembarang pukulan

dan dia akhirnya lolos!"

Li Ceng terkejut. Segera dia ingat

betapa suaminya dan Chi Koan itu memang

sama-sama pewaris Hok-te Sin-kang, biar pun

yang satu adalah mencuri. Dan karena pukulan

itu amat dahsyat dan belum ada tandingannya

di dunia ini, itulah kemungkinan yang bisa

diterima akal maka nyonya ini mengepal tinju

dan berseru gemas.

"Bisa jadi, itu yang memang paling

masuk akal. Ah, Chi Koan itu benar-benar316

busuk, Houw-ko. Kalau begitu tangkisanmu

dulu malah menyelamatkannya. Borgol itu

tentu retak, dan jahanam itu tinggal

memutuskannya!"

"Benar, ini yang terjadi. Ah, aku harus

segera pergi dan jagalah rumah baik-baik. Chi

Koan memang busuk dan banyak akal!"

Suami isteri yang sama-sama marah ini

tak berpikir panjang lagi. Peng Houw tak

menduga bahwa ramalan Chi Koan berjalan

tepat, ia meninggalkan rumah dan anak

isterinya tinggal di situ. Maka ketika empat hari

kemudian nyonya rumah kedatangan tamu

maka dapat dibayangkan betapa kagetnya Li

Ceng melihat Chi Koan berdiri di pintu

rumahnya, tersenyum-senyum. Mula-mula si

buta ini tidak muncul begitu saja. Setelah

dengan susah payah menemukan tempat itu,

berkali-kali Siau Lam harus bertanya-tanya

maka anak itulah yang lebih dulu dilepas.

Mereka telah tiba di mulut hutan.

"Kau lihat dulu adakah atau tidak

rumah seperti kata kakek petani itu. Lihat

apakah Peng Houw di rumah. Ia laki-laki gagah317

seusiaku, bermata tajam, mencorong. Pergilah

dan pura-pura meminta sedekah sebagai anak

miskin."

Siauw Lam mengangguk. Tiba-tiba ia

merasa berdebar dan baru sekarang merasa

tegang. Kalau gurunya sampai sedemikian hati
hati menghadapi musuh besarnya itu maka ia

dapat membayangkan bahwa pria berjuluk

Naga Gurun Gobi itu tentu benar-benar luar

biasa. Ia telah mulai banyak mendengar cerita

gurunya. Maka ketika diutus dan masuk ke

dalam, ia tak berani melalui jalan setapak maka

anak ini menerabas jalanan di samping dan

Siauw Lam heran melihat sebidang kebun

terawat rapi. Kebetulan tomat dan setundun

pisang ada yang masak. Dan dasar anak kecil

iapun berhenti sejenak dan berseri-seri

melihat pisang dan tomat masak itu, segar.

"Ha,ha.. tak ada orang. Aku akan

mengisi perutku dulu dan biar kupetik buah
buah segar itu!"

Siauw Lampun melompat gembira. la

tak tahu bahwa dua anak lain mengawasi

kedatangannya dari balik daun ketela,318

mengerutkan kening. Ini adalah Po Kwan dan

adiknya, Siao Yen, dua pembantu cilik si Naga

Gurun Gobi yang mendapat tugas di situ.

Mereka memang anak-anak petani yang

pandai merawat kebun. Maka ketika Po Kwan

melihat betapa seorang anak lelaki lain muncul

dan tertawa di kebunnya, meloncat dan

memetik buah-buah matang kontan saja ia

keluar dan membentak.

***

Credit:

Sumber Buku Awie Dermawan

Edit OCR Yons

First in share Kolektor Ebook

Koleksi Kolektor Ebook319

"KABUT DI TELAGA SEE - OUW"

( Lanjutan Kisah Prahara Di Gurun Gobi )

Karya Batara

Jilid VI

*

* *

"TIKUS dari mana ini berani

m?ngganggu kebun orang. He, lihat dan

perhatikan baik-baik, pencuri cilik. Itu bukan

milikmu dan aku yang menanamnya susah

payah!'

Siauw Lam terkejut. la tak menyangka

ada orang di situ dan muncullah dua kakak

beradik itu, Po Kwan dan adiknya.

Tapi ketika ia menyeringai betapa

mereka adalah anak-anak sebayanya, bukan

orang dewasa iapun tertawa dan membuang

kulit pisang seenaknya, mengejek.

"Ha, siapa kau. Model dan tampangmu
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti ini bisa memiliki kebun?. Memangnya320

kau tuan tanah atau anak hartawan kaya?

Jangan sombong, kau paling-paling anak

petani melarat, cacing cilik. Tak pantas kau

memiliki kebun atau tanah ini. Akuilah!"

Po Kwan marah. la telah melompat dan

berhadap-hadapan dengan lawannya ini ketika

adiknya menggamit dan memberinya isyarat

hati-hati. Siao Yen melihat betapa Siauw Lam

rupanya bukan anak sembarangan, matanya

berkilat dan sikapnya yang pemberani itu jelas

menunjukkan anak ini tak punya takut, seperti

anak jagoan saja. Tapi karena sang kakak

marah oleh semua kata-kata itu, memang

benar Ia mengenakan pakaian seperti anak

petani maka Po Kwan membentak dan

menudingkan telunjuknya.,

"Kau! Tak usah kusangkal kebun ini

bukan milikku, tapi milik majikanku yang harus

kujaga. Kalau kau sembarangan saja memetik

dan mengambil buahnya apakah harus

kudiamkan saja? Eh, aku tak marah kalau kau

segera meminta maaf dan bicara secara sopan,

tikus cilik, Sebutkan namamu dan jangan

kurang ajar!"321

"Ha-ha, kau cacing cilik yang banyak

tingkah. Terus terang aku tak tahu bahWa ada

kau di sini, tapi kalaupun tahu aku juga tak

takut. Eh, siapa sombong dan kurang ajar?

Bukankah kau yang lebih dulu bersikap kasar?

Kau membentakku, bikin kaget saja!"

"Aku bersikap kasar karena kau

senaknya saja nyelonong di kebun orang!"

"Aku tak tahu ini ada pemiliknya..."

"Bohong, masa kebun demikian rapi

dan terawat tak ada pemiliknya!"

"Eh..eh, memangnya kau mau apa?

Kalau aku lapar apakah harus menahan saja

penderitaanku? Salahmu kenapa pisangmu

demikian bagus dan menggiurkan, cacing cilik.

Kau tak usah banyak cakap atau kupukul

nanti!"

Po Kwan menjadi marah. Kalau saja

lawannya ini itu sedikit halus dan tidak banyak

mulut tentu dia mau memaafkan dan kalau

perlu memberinya makanan lain, Buah-buahan

di situ boleh diambil asal betul-betul

diperlukan, apalagi bagi yang lapar. Tapi kalau

yang datang adalah pencuri seperti ini dan322

sikapnyapun tak mau kalah, kebun demikian

rapi dianggap tak ada pemiliknya maka

kebohongan seperti ini cukup bagi anak itu

untuk menilai lawan seperti apa. Dan anak

itupun akan memukulnya, begitu berani,

kurang ajar! Maka ketika ia berteriak dan

menerjang ke depan,tinju Po Kwan

menyambar mendahului tiba-tiba lawan

berkelit dan Po Kwan hampir terjerembab oleh

dorongan tubuhnya sendiri yang luput

memukul ke depan.

"Ha-ha, mulai dulu. Bagus, kau

menyerang aku!"

Po Kwan membalik dan berteriak. Ia

memukul lagi namun Siauw Lam berkelit, tiga

kali berturut-turut sampai akhirnya lawan

menjegal kakinya. Dan ketika ia berdebuk dan

mengaduh kesakitan, anak itu adalah murid si

buta yang lihai mendadak Siao Yen memekik

dan menubruk serta menggigit anak ini,

membela kakaknya.

"Kau tikus cilik yang jahat, tak tahu

malu!"323

Siauw Lam terkejut. Lawan meloncat

dan tahu-tahu menerkam punggungnya,

menggigit. Dan ketika ia berteriak dan meronta

lalu membanting, anak itu terlempar lewat

pundaknya maka Siao Yen menjerit dan

berdebuk dengan pekik kesakitan.

Hal ini, membuat marah sang kakak

dan Po Kwan menjadi kalap. la masih kesakitan

oleh jegalan tadi namun meloncat bangun,

membentak dan m?nyambar sebatang kayu

lalu membabi-buta menyerang lawan. Tapi

ketika Siauw Lam mengelak dan memaki-maki,

untungi ia selalu berhasil menghindari

serangan itu maka tiba-tiba ia membentak dan

satu kibasan tangan kirinya mengenai perut Po

Kwan.

"Ngek!" Anak itu terjengkang dan

pingsan. Serangan itu mengenai ulu hatinya

dan berakhirlah perkelahian. Siao Yen menjerit

dan meloncat terhuyung, hendak menyerang

Siauw Lam dan saat itu bayangan orang lain

datang. Siauw Lam terkejut dan buru-buru

pergi, meloncat dan keluar dari kebun

menerabas pagar Lalu ketika ia menghilang324

sementara Siao Yen tersedu-sedu bayangan itu

tergopoh dan kiranya uwak Kin maka nenek ini

berseru tertahan melihat apa yang terjadi. Po

Kwan meringkuk di sana.

"Eh, apa yang terjadi. Ada apa, ini!"

Siao Yen menangis dan meratapi

kakaknya. la mengguncang-guncang tubuh

kakaknya itu sampai akhirnya nenek ini

berlutut dan memeriksa. Uwak Kin juga

bingung. Tapi ketika nenek ini melihat

segayung air minum dan menyiramkan itu ke

muka Po Kwan, si anak sadar dan mengeluh

maka Siao Yen mengguguk melihat kakaknya

hidup, tadi disangka mati.

"Jahat, anak itu jahat! Ah, syukur kau

tak apa-apa, Kwan-ko. Aku menyangkamu

mati. Hu-huu... bocah itu anak iblis!"

"Apa yang terjadi," uwak Kin tergopoh

mengurut-urut kepala dan tubuh Po Kwan,

sekilas melihat bayangan Siauw Lam tadi. "Kau

berkelahi dengan siapa, Po Kwan. Ada apa

berkelahi. Siapa anak itu dan mau apa!"

"Dia anak jahat, pencuri. Mengambil

pisang dan tomat seenaknya saja. Lihat325

perbuatannya itu, uwak Kin. Betapa ia merusak

pagar dan membuang sisa-sisa makanan. Anak

itu iblis!"

Sang nenek terbelalak. Ia mengangguk
angguk dan memang melihat itu, Siao Yen

tampak marah. Tapi ketika ia membangunkan

Po Kwan dan anak ini merasa nanar,

lambungnya juga sesak maka nenek itu

berkata bahwa biarlah mereka pulang.

"Aku datang untuk memanggil kalian,

kongcu (tuan muda) menangis terus. Cobalah

kalian diamkan karena biasanya kalian berdua

dapat menghibur anak itu. Marilah, hujin

(nyonya) juga memanggil."

"Tapi .. tapi kebun ini.."

"Nanti dapat dilihat lagi, Po Kwan. Aku

bingung bagaimana mendiamkan anak

majikan. Sudahlah kalian pulang dan nanti

hujin marah."

Po Kwan tertatih dan meringis

menahan sakit. la masih marah oleh lawannya

tadi tapi uwak ini ternyata memanggil.

Biasanya Boen Siong atau putera majikan itu

memang akan diam kalau sudah dihibur326

mereka, mungkin karena Sama-Sama anak.

Maka ketika mereka pulang namun berkali-kali

harus berhenti di tengah jalan, Po Kwan sering

mendekap lambungnya maka di sana Siauw

Lam sendiri sudah berlari cepat meninggalkan

tempat itu, tertawa-tawa.

Anak 1ni geli teringat betapa lawannya

terjungkal mengaduh. Kalau saja ia tak sedang

mendapat tugas gurunya dan cepat-cepat

kembali mungkin ia akan memuaskan hatinya

dengan menghajar lagi.

Hanya terhadap Siao Yen ia merasa

kagum, anak perempuan itu dinil?inya berani.

Tapi karena ia harus melaksanakan tugas dan

di sana gurunya sedang menunggu, juga

perutnya telah kenyang oleh pisang dan buah
buahan di kebun tadi maka ia buru-buru

menuju rumah yang katanya ada di dalam

hutan itu, sedikit masuk ke dalam.

Tak sukar bagi Siauw Lam menemukan

rumah itu, apalagi tangis bayi melengking
lengking. Tapi ketika ia berhenti sejenak dan

ragu, rumah itu tidak begitu besar namun

agaknya cukup berwibawa, pagarnya tinggi327

akhirnya ia ingat barang bawaan sebagaimana

biasanya dibawa kaum pengemis, mangkok

butut! Dan tersenyum mengeluarkan ini,

mangkok itu sudah dipersiapkan di balik baju

maka dengan sedikit berdebar namun langkah

berani ia membuka pintu pagar dan masuk

mengetuk pintunya.. Anak ini cepat menguasai

diri dan ketenangannya lagi.

"Mohon belas kasihan. suaranya

menembus celah ruangan. "Aku lapar dan

mohon makanan, hujin. Berilah sedekah dan

biarlah doaku untuk kebahagiaan rumah ini!"

Li Ceng tertegun. Waktu itu, seperti
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata uwak Kin puteranya Boen Siong menangis

terus. Anak, ini sudah tiga jam yang lalu rewel

saja, tak mau diam dan menendang-nendang.

Maka ketika tiba-tiba di luar rumahnya

terdengar suara nyaring dan jelas itu suara

anak laki-laki, Ia terkejut maka Boen Siong

yang digendongnya itu lalu dibawa keluar dan

melihat siapa yang datang. Dan nyonya ini

tentu saja terbelalak karena anak lelaki sebaya

Po Kwan tahu-tahu mengemis di pintunya.

Aneh kapan ada pengemis datang ke situ!328

Siapa kau, serunya. "Kenapa di tempat

sesepi ini datang mencari makan!"

"Ampun.. Siauw Lam menunduk dan

pura-pura gemetar, sekilas melihat rumah itu

sepi. "Aku kesasar tanpa tujuan, hujin, aku

lapar. Mohon sedekah dan apa saja kuterima

dengan senang hati. Doaku untuk kebahagiaan

rumah ini!"

Li Ceng mengerutkan kening. Sejak

puteranya rewel terus sesungguhnya ia tak

senang. Kini melihat seorang bocah menjadi

pengemis iapun semakin tak senang lagi.

Namun karena mangkok butut itu gemetar

disodorkan dan ia rupanya harus memberi

terpaksa ia menahan gemas maka diberinya

uang logam di dalam mangkok. Namun anak

itu menggeleng.

"Maaf, perutku lapar, hujin, butuh

makanan, Aku tak butuh uang karena di mana

aku dapat membeli. Bolehkah kudapat

sebungkus dua bungkus nasi pengganjal

perut".

Nyonya rumah sadar. Tiba-tiba Li Ceng

menarik napas dan membuka pintu lebar-329

lebar, mempersilakan anak itu masuk dan

menyuruh mengambil makanan di belakang.

Dan ketika ?iauw Lam berseri karena segera

dapat memeriksa, ada siapa sajakah di dalam

rumah ini maka anak itu terbungkuk-bungkuk

menuju belakang. Matanya meliar kiri kanan

dengan cepat.

"Ambillah sendiri, anakku rewel.

Biarlah uang itu untukmu nanti di tengah

jalan!"

"Terima kasih, doaku untuk

kebahagiaan rumah ini, hujin. Terima kasih..."

Li Ceng tak memperhatikan anak itu

lagi setelah Siauw Lam mendapatkan nasi dan

lauk-pauk. Boen Siong menangis lagi dan

menendang-nendang, ia sibuk mendiamkan.

Dan ketika anak itu leluasa memeriksa seluruh

rumah, ternyata hanya tiga kamar saja yang

ada di dalam, berikut sebuah dapur dan

ruangan tamu maka saat itulah Po Kwan dan

adiknya datang, juga uwak Kin.

"Kau...!" anak ini kaget melihat Siauw

Lam mengunyah nasinya pelan-pelan. Ia

masuk dari belakang dan Siauw Lam tentu saja330

terkejut. Ia juga tak menyangka bahwa anak

yang dihajarnya tadi adalah penghuni rumah

ini. Maka ketika ia berdiri sementara Siao Yen

juga memekik,kaget dan marah tiba-tiba Po

Kwan menerjang dan membentak menyambar

sapu lidi.

"Jahanam keparat, kiranya kau di sini!"

Siauw Lam mengelak dan membuang

sisa nasinya. Ia kaget dan tercengang ketika

tiba-tiba lawannya muncul di situ. Tapi ketika

ia tertawa, dan mengelak lagi, sapu lewat di

samping tubuhnya maka ia menendang dan

mencelatlah Po Kwan oleh kaki yang kecil kuat

itu, berdebuk dan terbanting dan seketika

ribut-ribut ini didengar Li Ceng. Nyonya rumah

menenangkan anaknya yang rewel tak mau

berhenti, terkejut ketika Po Kwan dan anak

pengemis itu berkelahi. Dan ketika ia keluar

dan melihat perkelahian itu, Siao Yen memekik

dan menyambar sapu lain mendadak anak itu

melompat dan melarikan diri

"Heh-heh, kiranya kau penghuni rumah

ini, tak usah kulayani kau cacing cilik. Aku telah331

mendapatkan makanan dan kenyang di sini.

Cukup, lain kali".

Po Kwan dan adiknya memaki-maki.

Mereka bangun dan mengejar namun sesosok

bayangan berkelebat, itulah majikan mereka

yang tiba-tiba saja menjadi tak senang. Maka

ketika Li Ceng berjungkir balik di depan Siauw

Lam dan anak ini terkejut dihadang larinya, ia

telah tiba di pintu pekarangan dan siap

menghilang mendadak bentakan nyonya itu

membuatnya lumpuh, semangatnya seakan

terbang.

"Berhenti, apa yang kaulakukan

terhadap pembantu-pembantuku. Apa yang

kau perbuat hingga mereka menjadi marah!"

"Ia pencuri busuk, perusak kebun. la

mengganggu tanaman di kebun kita, hu-jin.

Mengambil pisang dan buah-buahan lain!"

Seruan ini membuat Li Ceng terbelalak.

Po Kwan dan Siao Yen sudah berlarian datang

dan mereka mendekat jatuh bangun. Uwak Kin

yang ada di sana juga tertegun, kaget karena

bagaimana tiba-tiba anak itu ada di sini. Betapa

beraninya! Namun karena masing-masing tak332

ada yang tahu dan sama-sama tak menyangka

bertemu lagi, Siauw Lam sudah menggigil dan

pucat di situ maka anak ini berlutut dan tak

berani main-main, telah mendengar bahwa

Naga Gurun Gobi maupun isterinya ini orang
orang lihai. Dan ia dibuat tercekat oleh gerak

jung-kir balik nyonya itu yang tahu-tahu telah

mencegat larinya!

"Ampun, aku..aku tak sengaja. Aku....

tak tahu bahwa mereka pembantu
pembantumu, hujin. Kami memmang bertemu

di kebun tapi sudah tak ada persoalan apa-apa

lagi.. Aku tak tahu!"

" Dia membuat Kwan-koko roboh

pingsan . Anak ini jahat! Tangkap dan hukum

saja dia, hujin. Pencuri ini kurang ajar!"

Siao Yen membentak marah dan

melapor mendahului. Ia dan kakaknya sudah di

si-tu tapi tak berani menyerang lawan. Nyonya

majikan sudah di situ. Dan ketika Li Ceng

bersinar-sinar dan cepat memberikan Boen

Siong, ,uwak Kin digapai maka ia bertanya apa

saja yang dilakukan anak ini, curiga.333

"la merusak pagar, mengambil pisang.

Juga tomat dan buah-buahan lain!"

"Hm, dan dimakannya?"

"Ya, dimakannya hujin, tapi sisa yang

lain dibuang!"

"Dan kau makan lagi di sini, padahal

sudah kenyang. Apa maksudmu dengan

penipuan ini!" Li Ceng membentak dan

mencekal leher baju. Ia tiba-tiba terbelalak

karena merasa dikecoh. Tapi Siauw Lam yang

cepat menenangkan diri berseru, ingat bahwa

gurunya tak jauh di situ.

"'Hujin, aku memang lapar. Buah
buahan tak mengenyangkan perut. Aku tidak

bohong dan kau dengar tadi bahwa yang lain

kubuang!"

"Siapa namamu?"

"Siauw Lam!"

"Dari mana kau berasal?"

"Aku.. aku gelandangan".

"Tapi pakaianmu tak ada tambalannya.

Dan kau, hmm... . bisa silat!"

Sampai di sini nyonya itu berkilat

pandangannya, marah dan teringat betapa334

tadi kaki anak ini menendang Po Kwan. Dari

gerak kaki itu saja ia tahu bahwa itu gerakan

sebuah silat, dasar kepandaian anak ini

rupanya bagus. Maka ketika tiba-tiba ia

melepaskan cengkeraman dan menusuk mata,

anak itu berteriak dan melempar tubuh

bergulingan. Li Ceng semakin tertegun karena

bocah laki-laki ini mampu bergerak cepat

menghindarkan tusukannya.

"Heiii...!" Siauw Lam sudah melompat

bangun dan pucat memandang nyonya itu. Ia

cepat mengelak ketika jari si nyonya

menyambar matanya, cengkeraman dilepas

dan tentu saja ia kaget. Kalau tidak dilepas

barangkal ia menangkis, atau menendang dari

bawah. Dan ketika ia jerih dan ngeri

memandang lawan, nyonya itu marah

mendadak ia memutar tubuh dan melarikan

diri.

Nam?n Li Ceng penasaran. la

membentak dan sekali berkelebat iapun

menghadang anak itu lagi. Siauw Lam memekik

dan memukul perutnya. Tapi ketika ia335

mendengus dan mengibas anak itu maka si

bocah terbanting dan mengaduh-aduh.

"Jahat curang. Orang besar menyakiti

anak kecil. Aduh, kau merendahkan dirimu,

hujin. Tak pantas isteri Naga Gurun Gobi
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyiksa seorang bocah!"

"Kau!" nyonya itu membentak,

Mencengkeram dan sudah menyambar leher

baju itu lagi. "Dari manakau Engksu mengenal

aku dan siapa guru atau orang tuamu. Jawab

atau kau mampus!"

"Lepaskan. .lepaskan aku!" Siauw Lam

meronta-ronta. "Tak ada orang yang tak tahu

siapa dirimu hujin. Setiap Orang di balik

pohonpun tahu. Aku tak mempunyai guru atau

orang tua karena hidupku mengembara!"

"Tapi kau bisa silat!"

"Aku belajar dari mana-mana.Aku perlu

melindungi diriku!"

"Hm tapi kau mencurigakan. Eh, kau

tak boleh pergi, anak busuk. Kau kutangkap

dan hari ini menjadi tawananku. Kalau sebulan

kau tak dicari gurumu berarti semua336

omonganmu benar. Nah, merinkuk dan

kembali di sana! !"

Li Ceng sudah menotok dan

melumpuhkan anak ini. Siau lam berteriak
teriak tapi anak itu tak dapat berbuat apa-apa.

Dan ketike dengan gemas Po Kwan

menyeretnya kekandang ayam, Li Ceng

memerintahkan anak itu maka si bocah

meraung-raung hingga suaranya melebihi

tangis ! Boen Siong. Hal ini memang disengaja

oleh siauw Lam agar gurunya mendengar. Tapi

ketika ia dilempar ke kandang ayam dan Peng
hujin menotok urat gagunya maka sampai di

sini anak itu roboh tak berkutik, tak mampu

bersuara.

Namun yang dilakukan Siauw Lam

berhasil. Chi Koan, gurunya yang lihai adalah

seorang yang pendengarannya luar biasa

tajam. Jangankan jeritnya, percakapannya pun

didengar. Maka ketika Chi Koan berseri-seri

karena yang ada hanya Li Ceng dan muridnya

itu, tak ada suara Peng Houw maka

bergeraklah dia memasuki hutan dengan

tongkat di tangan. Berkat ribut-ribut di337

pekarangan rumah itu ia dapat menemukan

jejak muridnya. Dan ketika Siauw Lam

dilempar ke kandang ayam si buta inipun

sudah tak jauh dari situ. Maka ketika dengan

hati-hati Chi Koan mendekati muridnya, Siau

Lam terbelalak dan tentu saja girang bukan

main melihat gurunya akhirnya dengan

sentuhan ujung tongkat bekas totokan itupun

dibuyarkan.

"Jangan ribut, jangan gaduh. Biarkan

seperti semula dan kau seolah-olah masih di

kandang ayam".

"Tapi aku ingin menghajar musuhku

itu!!"

"Ia bukan tandinganmu. Wanita itu

bukan lawanmu, Siauw Lam, sudah kuberi tahu

tadi."

"Bukan , bukan dia. Aku ingin

menghajar seorang anak laki- -laki sebaya

denganku suhu. Dialah yang tadi melemparku

di kandang ayam ini. Namanya Po Kwan!"

"Hm, gampang, nanti saja. Sekarang

bawa aku ke depan rumah dan temukan

dengan Peng-hujin itu."338

Siauw. Lam gembira luar biasa. Ia

bertanya bagaimana suhunya bisa sampai

disitu dan Chi Koanpun menjawab tersenyum
senyum. Teriakan atau suara muridnya itulah

yang menuntunnya ke situ. Dan ketika anak ini

tertawa mengacungkan tinju, berkata bahwa

itu siasatnya maka sang guru tersenyum

kagum.

"Cocok, kalau begitu tepat. Aku

memang sengaja berteriak-teriak agar suhu

dengar. Ha-ha, akalku jalan suhu. Kau akhirnya

ke sini!"

"Sudahlah, antar aku kedepan dan

pertemukan dengan Peng-hujin itu,

percakapanmupun sudah kudengar."

Siauw Lam meleletkan lidah. Ia kagum

bahwa gurunya mendengar percakapannya

dengan P?ng-hujin,betapa telinga suhunya ini

benar-benar tajam.

Maka ketikat ia memutari rumah dan

gi-rang ingin melihat gurunya mennghajari

nyonya itu, dia sendiri akan mencari dan

menghajar Po Kwan maka di situlah ia

mengetuk dan Li Ceng tentu saja keluar dan339

terkejut. Tawanan cilik itu "ha-ha-hi-hi" di

pintu depan!

"Aku bebas, kau tak dapat

mengurungku lagi."Ha,ha.. ini aku, hujin, Siauw

Lam. Dan ini guruku datang mencarimu!"

Li Ceng membentak berkelebat keluar.

la kaget dan tentu saja marah namun berdebar

tegang. Dan ketika ia keluar dan melihat si

buta, tertegun dan berubah maka Chi Koan,

pemuda itu tertawa padanya, serak dan penuh

ejekan.

"Li Ceng, selamat bertemu. Kau tentu

tak menyangka aku di sini. Hm, ini muridku

yang cerdik Siauw Lam. Aku tak minta banyak

kecuali serahkan dirimu dan puteramu."

Kagetlah wanita ini mendengar kata
kata itu. Segera dia mengerti bahwa semuanya

itu memang diatur. Bocah kurang ajar itu

memang menyelidik tempatnya, disuruh

gurunya. Maka ketika ia mencabut pedang dan

berteriak nyaring, maklum bahwa si buta amat

lihai mendadak ia menerjang mendahului dan

tidak banyak cakap lagi menusuk si buta itu.340

"Chi Koan. manusia jahat, kiranya kau


Pendekar Mabuk 081 Pembalasan Ratu Mesum Merivale Mall 06 Prahara Akhir Pekan Masalah Di Teluk Pollensa Problem At

Cari Blog Ini