Pendekar Samurai 3 Kera Putih Bagian 1
12
Kolektor E-Book
Aditya Indra Jaya
Foto Sumber oleh Awie Dermawan
Editing oleh D.A.S
EJAAN BARU3
Kolektor E-Book
Kera Putih - 1
Karya KAMIKAZE4
Seri YOKO, PENDEKAR SAMURAI
1. Tarian Maut Di Lembah Gunung
2. Rahasia Patung Hijau
3. Kera Putih
Penerbit "SUNRISE" Jakarta
Kotakpos 2104 Jak.5
TOKO BUKU "SUNRISE"
Klenteng III / 3 - Jakarta6
Kamikaze:
Kera Putih
Penerbit "SUNRISE" Jakarta7
Illustrasi : SIAUW
Hak cipta diperlindungkan Undang-undang8
Cinta menggagalkan cita-cita
Berulang-ulang dewi Uzume mendengung-dengung
kan di telinga murid-muridnya :
? Kuatkanlah hatimu menahan godaan cinta. Kita
boleh menggunakan api cinta untuk mewujudkan cita
cita kita, namun harus waspada agar jangan sampai
terbakar karenanya.
Tetapi sang dewi sendiri tak kuat menahan
rangsangan asmara.
Perintah sang guru : ? Bunuh Yoko !
Pedang ditangan dewi Uzume sudah terhunus. Ujung
pedang bergerak ke arah tubuh Yoko. Namun dua
butir air mata turun dari kelopak matanya...9
KERA PUTIH
Karya : KAMIKAZE
Dituturkan oleh : KWEE OEN KENG
I
Jilid 1
LANGIT yang hitam kelam perlahan-lahan berubah
terang. Angin pegunungan Kotohiki menderu-deru
membuyarkan gumpalan awan hitam yang tebal itu.
Sinar halus sang ratu malam menerobos dari sela-sela
awan yang sudah buyar menerangi tanah
pegunungan.
Pada tengah malam itu, di bawah sinar rembulan dan
cahaya jutaan bintang yang berkelap-kelip bagaikan
permata, dewi Uzume melangkah dari lembah yang
curam menuju ke pantai di bawah kaki gunung
Kotohiki.10
Sang dewi berjalan dengan sangat agungnya, tetapi
wajahnya tampak berduka.
Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya. Pohon-pohon
nipah yang tumbuh di sekitar tempat itu bergerak
gerak karena tiupan sang bayu. Dewi Uzume
menundukkan kepalanya memandang bayangan
bayangan daun nipah yang bergerak-gerak dikakinya.
Sejenak sang dewi memandang ke atas puncak
Kotohiki. Ia menghela napas dalam.
"Musnahlah istanaku," gumam dewi cantik itu.
Istana dewi Uzume di atas puncak gunung Kotohiki
adalah istananya yang terindah. Kini istana itu telah
musnah dimakan api karena pertempurannya dengan
neneknya Mei Li San, seorang puteri Korea yang
hendak merebut kekuasaan.
"Si Nenek telah binasa, Mei Li San telah
mendapat hukuman yang setimpal. Dia akan menjadi
patung batu sampai dunia kiamat, namun aku aku
tetap tidak gembira walaupun mendapat kemenangan
-kemenangan itu. Aku merasakan hatiku tambah
gundah-gulana karena kemenanganku itu aku makin
menjauhkan Yoko," kata dewi Uzume seorang diri.11
Sang dewi meneruskan langkah-langkahnya menuju
ke pantai.
"Apakah gunanya aku mempunyai kekuasaan
yang sedemikian besar itu, jika kekuasaan itu tak
dapat menggembirakan hatiku? Aku ingin merubah
dunia menjadi dunia yang bebas dari keburukan! Guna
apakah itu semua, jika hatiku tetap berduka? Ya, aku
mempergunakan kecantikan untuk merubah dunia,
aku memerintahkan murid-muridku mempergunakan
kecantikan mereka untuk menumbangkan keburukan.
Namun aku tak berhasil mempergunakan kecantikan
ku untuk merobohkan hati Yoko!"
Dewi Uzume terdiam sejenak.
"Berulang-ulang aku memberikan wejangan
wejangan kepada murid-muridku supaya berhati kuat
menahan godaan cinta. Tak jemu-jemunya aku
mengajarkan kepada para gadis-gadis itu bahwa cinta
adalah senjata kita dan juga musuh yang terbesar bagi
murid-muridnya dewi Uzume, karena cinta dapat
menggagalkan cita-cita kita. Kita boleh menggunakan
api cinta untuk mewujudkan cita-cita yang mulia itu,
namun harus waspada agar jangan sampai terbakar
karenanya."
Dewi Uzuma menghela napas pula.12
"Kini aku sendiri yang terbakar api cinta itu.
Ternyata dewi Uzume tak kuat menahan rangsangan
asmara. Yoko, Yoko, kau sangat kejam! Apakah kau tak
dapat memberikan sedikit tempat di dalam lubuk
hatimu bagi Uzume? Mengapakah kau tak mau
memihak padaku? Bukankah cita-citaku sangat luhur
dan suci?"
Tibalah sang dewi di tepi pantai. Kedua kakinya
menginjak pasir yang basah. Siliran angin yang dingin
membelai tubuhnya. Wajah yang cantik itu
memandang ke angkasa, memandang bintang-bintang
yang berkilauan. Nampak beberapa butir air mata
berlinang di kedua pipinya yang halus putih itu. Air
mata itu bergemerlapan karena sinar sang ratu
malam, bagaikan tetesan embun pagi di atas kelopak
bunga mawar putih.
Memang seorang wanita sebagai dewi Uzume sangat
kuat menahan hati. Dia tidak menangis menggerung
gerung. Dalam kesedihan itu hanya beberapa tetes air
mata yang jatuh tak tertahan dari kelopak matanya.
Sejenak ia dapat mengendalikan gelora hatinya. Ia
membalikkan tubuhnya lalu menuju ke tempat di
mana tumbuh pohon-pohon nipah. Di bawah
bayangan daun-daun nipah itu sang dewi duduk13
dengan sangat rapihnya. Ia memejamkan kedua
matanya. Sang dewi bersamadhi. Kemudian ia
mengirimkan pikirannya jauh melewati samudera
bebas, ke lembah Kankakel yang terletak disebelah
timur pulau Shodo.
Di lembah Kankakei terdapat sebuah gua yang sangat
besar, di mana tinggal guru dewi Uzume. Dalam
keadaan sulit dewi Uzume senantiasa mengirimkan
pikirannya untuk meminta bantuan sang guru.
? Guruku, aku tidak berhasil mempengaruhi Yoko,
demikianlah kata-kata yang dikirimkan dewi Uzume
melalui getaran pikiran.
Sang guru menyahut melalui pikiran pula:
? Bersabarlah anak. Kuatkanlah hatimu. Tariklah
Yoko ke pihak kita, karena dia adalah penghalang cita
cita kita.
? Bila aku tidak berhasil, apakah yang harus ku
perbuat?
Sejenak sang guru itu terdiam. Tiba-tiba dewi Uzume
mendapat jawaban:
? Bila kau tidak berhasil bunuhlah dia!14
Wajah dewi Uzume nampak tegang. Dadanya
berdebar keras. Perlahan-lahan ia membuka kedua
matanya. Tubuhnya bergemetar. Perintah gurunya
masih bergema ditelinganya: Bunuhlah dia!
Bunuhlah dia!
"Bunuh Yoko? Aku harus membunuh Yoko?!"
tanya dewi Uzume kepada dirinya.
Ia tetap duduk di bawah pohon nipah itu. Kedua
matanya menatap ke muka. Lama sekali sang dewi
berdiam diri. Wajahnya sangat berduka. Agaknya sang
dewi sudah berputus asa untuk menarik Yoko ke
pihaknya, maka kini terbuka satu jalan baginya ialah :
membunuh Yoko!
Rembulan yang bersinar gemilang menyembunyikan
dirinya di balik awan. Rupanya sang puteri malam tak
sanggup memandang dewi Uzume yang sedang
berduka.
Tiba-tiba terdengar suara orang mendatang. Cepat
cepat dewi Uzume membalikkan tubuhnya
memandang ke arah suara itu. Nampak seorang gadis
berlari-lari menghampiri.
Si gadis menjatuhkan dirinya di hadapan sang dewi
sambil menangis tersedu-sedu.15
"Bara, mengapakah kau kembali ?!" seru dewi
Uzume yang sudah dapat menetapkan hatinya.
"Ampun, bi-jieng." sahut Bara di antara
tangisnya. "Ampunkanlah aku, bahwa aku tidak
menuruti perintah dewi. Diperjalanan hatiku risau.
Aku mendapat firasat tidak baik. Karena khawatirkan
keselamatan bi-jieng maka aku balik kembali. Syukur
dewi tak kurang suatu apa. Hanya Istana di puncak
gunung musnah terbakar."
Dengan terharu dewi Uzume memandang muridnya
yang setia.
"Bukan main terperanjatnya hatiku, ketika aku
melihat tumpukan kayu yang sudah hangus terbakar.
Aku tidak percaya bahwa dewi pun turut terbakar,
maka aku mencari dewi di sekitar tempat itu lalu turun
ke lembah," menerangkan Bara yang kini sudah dapat
meredakan hatinya.
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apakah kau tidak ketemukan seseorang di atas
bukit?" tanya sang dewi.
"Aku tidak ketemukan siapa-apa selainnya Yoko
yang tertidur di bawah sebuah pohon," sahut Bara.
Sang dewi terdiam sejenak. Hampir tak terdengar ia
berkala: "Kita harus bunuh Yoko"16
Terbelalaklah kedua mata sang murid itu. Ia menatap
ke arah wajah sang dewi. Si gadis bagaikan tak percaya
kepada telinganya mendengar kata-kata yang dahsyat
itu.
"Bunuh Yoko?!" seru Bara.
Dewi Uzumo menganggukkan kepalanya. Namun sang
dewi tak dapat menyembunyikan wajahnya yang
gelisah.
Bara sangat heran. Belum pernah ia melihat wajah
yang cantik itu gelisah, bila harus membunuh seorang
yang menghalangi cita-cita mereka.
"Bi-jieng, berikanlah tugas itu kepadaku.
Kebetulan sekali dia sedang tidur dengan nyenyaknya.
Aku akan menebas batang lehernya dengan samurai
ku," kata Bara.
"Tidak!" sahut sang dewi cepat-cepat. "Apakah
itu ada kelakuannya seorang srikandi, membinasakan
seorang dalam keadaan tak dapat melawan?"
Bara tak berani menyahut. Sang murid menundukkan
kepalanya.
"Aku hendak mencoba sekali lagi untuk menarik
Yoko ke pihak kita. Bila tidak berhasil, akulah yang17
akan melakukan tugas itu! Jika Yoko mesti binasa,
biarlah dia binasa di tanganku dalam pertempuran!"
Dewi Uzume bangkit berdiri.
"Kau tunggu disini Bara, aku akan mendapatkan
Yoko," katanya.
Bagaikan ditiup sang bayu tubuh dewi Uzume melesat
melewati lembah lalu mendaki lamping gunung. Di
puncak gunung ia menyusuri jalan yang berliku-liku.
Sebentar-bentar kedua matanya menatap kesana
kemari. Cahaya rembulan menyinari remang-remang
puncak gunung itu yang lebat dengan pohon-pohon.
Dewi Uzume berjalan terus. Hatinya berdebar keras.
Sekonyong-konyong ia menghentikan langkahnya.
Tanpa bersuara ia menyelinap ke belakang sebuah
pohon besar. Tidak jauh di bawah pohon nampak
sesosok tubuh manusia sedang tidur dengan
nyenyaknya. Dewi Uzume segera mengenali Yoko
yang sedang menyandarkan separuh tubuhnya pada
batang pohon.
Hati dewi Uzume gelisah memandang wajah tampan
pemuda itu. Suara dengkurnya terdengar memecah
kan kesunyian malam.18
"Aku harus bunuh dia," kata dewi Uzume dalam
hatinya.
Dewi Uzume mengeluarkan cupu1 kecil dari dalam
lipatan kimononya. Ia menuang sedikit isi cupu itu ke
dalam telapak tangannya. Serupa bubuk berwarna
kuning kini terlihat di telapak tangan itu. Cupu itu lalu
dimasukkan pula ke dalam lipatan bajunya.
Perlahan-lahan la menghampiri Yoko.
Sedikit bubuk kuning itu dipentilkan ke arah hidung si
pemuda yang sedang tidur dengan nyenyaknya.
Dalam tidurnja Yoko merasakan bau harum semerbak
menyambar hidungnya. Dengan terperanjat ia terjaga.
Nampak di hadapannya berdiri seorang wanita yang
cantik jelita tengah memandang ke arahnya. Wanita
itu berdiri bagaikan seorang ratu, kepalanya di angkat
sangat agungnya.
"Dewi Uzume!" teriak Yoko. Kedua matanya
membelalak. Ia menggerakkan tubuhnya hendak
bangkit berdiri namun kedua tangan dan kakinya
lemas tak berdaya.
1 Semacam peti berukuran sekepalan tangan19
Sang dewi tetap terdiam. Kedua matanya bersinar
bagaikan hendak menembusi hati si pemuda.
"Ilmu siluman apa lagi yang telah kau
pergunakan? Lekas bebaskan tangan dan kakiku!"
seru Yoko.
Tidak ada penyahutan dari dewi Uzume. Tiba-tiba
wanita cantik itu tersenyum.
"Bebaskan aku!" si pemuda berseru pula ketika
ia melihat sang dewi bersenyum. "Diantara kita sudah
tidak ada perundingan lagi. Kau atau aku yang harus
binasa di puncak gunung ini."
Cahaya sang ratu malam bagaikan memandikan tubuh
dewi Uzume.
"Perundingan tetap terbuka, Yoko," tiba-tiba
dewi Uzume berkata. Suaranya sangat merdu dan
halus terdengarnya. "Mengapakah kau mengatakan
kita tak dapat berunding pula?"
"Karena dosamu sudah bertumpuk!" bentak
Yoko.
"Dosa apa, Yoko?"
"Dosa apa?! Apakah aku harus menyebutkan
dosa-dosamu?l" seru Yoko "Kau membunuh nenek20
Melisanko dan kau telah mempergunakan ilmu
iblismu kepada putri Korea itu. Apakah itu bukan
dosa?!"
"Soal itu tidak ada hubungan apa-apa dengan
dirimu," sahut sang dewi merdu.
"Betul aku tidak mempunyai hubungan apa-apa
dengan Melisanko atau wanita tua dari Korea itu,
tetapi aku tidak bisa melihat seorang manusia
melakukan kekejaman atas sesama manusia!
Sudahlah jangan banyak cakap. Leka bebaskan tangan
dan kakiku, supaya aku dapat menebas batang
lehermu!"
"Aku tidak begitu bodoh membebaskan orang
yang hendak membunuhku?"
Yoko mengkeretakkan giginya.
"Bedebah!" maki Yoko.
"Yoko, sungguh kau mengenal baik peradatan,
memaki-maki seorang wanita cantik." ejek Uzume.
"Hm, kau bukan seorang wanita cantik,
melainkan makhluk betina yang sangat buas!"
Mendadak wajah sang dewi berubah tegang. Sinar
matanya nampak gusar. Kedua bibirnya bergemetar.21
Perlahan-lahan tangan kanannya bergerak ke
belakang punggungnya. Tiba-tiba berkelebat sinar
putih kebiru-biruan, bersinar Dewi Uzume menghunus
pedang samurainya.
Yoko paksakan bergerak. Ia hendak mencabut
samurainya yang berada di pinggangnya, namun
kedua tangannya tak dapat bergerak. Hati si pemuda
melonjak-lonjak. Kedua matanya buas menatap ke
arah wanita cantik yang sudah menghunus pedang. Ia
paksakan bangkit, namun kedua kakinya pun tak
berdaya.
"Kau hendak melakukan pula kebinatangan!
Membunuh orang yang tidak dapat melawan?!" tanya
Yoko dengan suara keras.
Perlahan-lahan ujung pedang bergerak ke arah tubuh
si pemuda.
Dalam keadaan yang sangat berbahaya itu, tiba-tiba
Yoko tertawa. Ia tertawa terbahak-bahak.
"Memang manusia pada suatu saat harus
berpulang ke alam baka. Ternyata aku harus binasa di
atas puncak gunung Kotohiki di dalam tangannya
seorang wanita cantik!" seru si pemuda yang sudah
menerima nasib. "Lekas bunuh aku, jika itu kehendak
mu!"22
Namun perlahan-lahan pedang samurai ditarik
kembali lalu dimasukkan pula ke dalam sarungnya.
"Mengapa?!" seru Yoko. "Kau tidak punya nyali
untuk membunuh aku?!"
Dewi Uzume berdiam diri. Namun wajahnya kini tidak
setegang tadi. Kedua matanya menatap kemuka. Tak
tertahan dua butir air mata turun dari kelopak mata
nya.
"Ha-ha-ha," tawa Yoko. "Dewi Uzume dapat
menangis?"
"Aku seorang wanita, Yoko," sahut dewi Uzume.
"Seorang wanita yang lemah."
"Hei, nada suaramu lain?I" seru Yoko.
"Yoko, janganlah kau mengejek aku lebih lama."
kata dewi Uzume setengah meratap "Aku akan
menurut segala perintahmu."
"Terlambat! Kini sudah terlambat!" sahut Yoko.
Wajah sang dewi berubah tegang. Tiba-tiba la mem
balikkan tubuhnya, lalu melangkah pergi.
"Hei! Kau tidak bisa tinggalkan aku dalam
keadaan begini, hidupkan dahulu kaki tanganku!" seru
Yoko gelisah.23
Namun dewi Uzume melangkah terus. Makin lama
makin menjauh.
Bukan kepalang bingungnya Yoko. Bila dewi Uzume
tidak mau menghidupkan pula anggota-anggota
badannya yang tak berdaya itu, ia harus duduk terus
di bawah pohon itu. Keringat dingin mengucur di
seluruh tubuhnya.
"Dasar aku ceroboh," kata Yoko seorang diri. Ia
sesalkan dirinya sudah tidur di bawah pohon tanpa
memikirkan bahaya.
Yoko memandang ke arah jalan. Dewi Uzume masih
tampak. ? Apa boleh buat, aku harus menipu wanita
iblis Itu dengan pura-pura menaluk, pikir pendekar
samurai.
"Dewi Uzume!" memanggil Yoko. "Aku besedia
berunding!"
Mendengar teriakan si pemuda, sang dewi menghenti
kan langkahnya. Sejenak la menoleh.
"Terlambat, Yoko. Kini sudah terlambat," sahut
dewi Uzume.
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sang dewi melangkah terus.24
Bukan main mendongkolnya Yoko. Ia hendak
meneriaki pula, tetapi dewi Uzume sudah menghilang
di balik pepohonan.
"Bedebah! Perempuan iblis!" memaki Yoko
seorang diri.
Dewi Uzume masih sempat mendengar makian Yoko.
Ia tersenyum. Cepat-cepat ia melangkah mendapat
kan Bara.
Hati si gadis sudah gelisah menantikan sang dewi lama
tak kembali. Ia menduga bahwa gurunya pasti sedang
bertempur mati-matian dengan Yoko. Walaupun
hatinya berdebar-debar, namun ia tidak berani
menyusul. Bara khawatir mendapat marah dari
gurunya. Maka begitu ia melihat gurunya
menghampiri, bukan main senangnya gadis itu.
Bara berlari-lari menyongsongnya.
"Bagaimana, bi-jieng? Apakah Yoko sudah
binasa?" tanya si gadis.
"Tidak Bara, aku tidak bertempur dengan
pemuda itu," sahut sang dewi. "Aku hanya membikin
kaki tangannya tak berdaja. Engkau boleh menyaksi
kan sendiri bagaimana dungunya pendekar samurai25
itu dengan kaki tangannya tak dapat bergerak." Dewi
Uzume tersenyum.
"Mengapakah bi-jieng mempermainkan dia?
Bukankah tadi dewi mengatakan hendak membunuh
pemuda itu?" tanya pula Bara dengan heran.
"Aku memberikan dia waktu pula. Kelihatannya
dia sudah ingin menakluk, namun hatinya masih
sombong. Aku akan mencoba lagi satu kali," sahut
sang dewi.
"Mencoba lagi?" kata Bara yang menjadi heran
atas kelakuan gurunya. Tidak biasanya gurunya itu
begitu sabar.
"Bara, kini aku perlu bantuanmu." kata dewi
Uzume. Nada suara itu penuh kewibawaan.
Sang murid menjatuhkan dirinya berlutut di hadapan
gurunya.
"Bi-jieng, Bara menantikan perintahmu." kata
gadis itu.
"Kini aku merubah siasat terhadap Yoko. Aku
tidak memakai kekerasan. Kita akan memakai
kesabaran dan mendengung-dengunkan di telinganya
tujuan kita yang suci murni supaya dia insyaf. Aku
yakin akhirnya dia akan berpihak juga kepada kita.26
Maka aku perlu berdekatan dengan pemuda itu. Aku
ingin mengajak Yoko tinggal bersama-sama kita!"
Bara terperanjat. Ia mengangkat kepalanya.
"Bara, kita mengajak tinggal sama-sama dalam
rumah kita di kota Zentsuji," menerangkan sang dewi.
Di setiap kota yang penting, dewi Uzume mempunyai
rumah kecil yang diperuntukkan sebagai tempat
singgah, karena sang dewi sering merantau dan
melakukan pekerjaan-pekerjaan penting.
"Apakah dewi tidak ingin kembali ke istana di
gunung Asosan? Dan apakah tidak berbahaya jika kita
tinggal satu rumah dengan Yoko yang kini masih
menjadi musuh besar kita?" tanya Bara khawatir.
"Kau tolol," sahut sang dewi. "Sudah tentu dia
tidak boleh mengetahui bahwa dia berada dalam satu
rumah dengan aku. Aku akan menyamar dan menjadi
bibimu. Maka kau harus memutar lidahmu supaya
pemuda itu suka menurut tinggal bersama-sama
engkau dan bibimu di kota Zentsuji untuk sementara
waktu."
? Nekat benar sang dewi, pikir si gadis. Namun ia
tidak berani mengutarakan pendapatnya. Ia hanya27
tersenyum lalu berkata: "Hai, bi-jieng. Aku akan
menjalankan perintahmu."
"Keluarkan pedangmu." pinta dewi Uzume.
"Kau tidak boleh membawa-bawa pedang supaya
tidak mencurigakan Yoko."
Bara mengeluarkan pedangnya dari belakang pung
gungnya yang disembunyikan di dalam bajunya.
Sementara dewi Uzume mengeluarkan obat bubuk
dari dalam cupu. "Ini kau perlu bawa untuk
menghidupkan kaki tangan Yoko. Jika tidak, ia tidak
bisa berjalan ke kota Zentsuji," kata sang dewi lalu
menaruh sedikit bubuk itu di atas telapak tangannya
Bara.
Sang murid membuntal obat bubuk itu dengan ujung
lengan bajunya. Setelah Bara menyerahkan pedang
nya kepada sang dewi, segera ia melangkah pergi
untuk mendapatkan Yoko.
Sang Ratu Malam menerangi jalan menuju ke lembah.
Dengan sangat hati-hati Bara menyusuri jalan kecil
yang menurun itu.
"Mengapakah dewi Uzume begitu nekat?"
katanya seorang diri. "Apakah dia jatuh cinta pada si
pemuda gagah itu?"28
Si gadis menggeleng-gelengkan kepalanya sambil
berjalan terus.
"Dasar Yoko pemuda dungu! Bila seorang
wanita yang mempunyai kecantikan luar biasa
menyerahkan hatinya, terima saja. Aku yakin selama
hidupnya ia tidak akan bertemu pula dengan seorang
wanita secantik dan seluwes dewi Uzume. Lagipula
ilmunya sang dewi sangat tinggi. Dasar kerbau!"
mengomel si gadis seorang diri.
Kini Bara mendaki lereng gunung yang sangat curam
itu.
Tiba di puncak gunung, si gadis perlahan-lahan dengan
sangat waspada melangkah di balik pohon-pohon di
dalam rimba itu.
Sekonyong-konyong berkelebat sesosok tubuh
manusia. Tindakan kaki orang itu menerbitkan suara
terkeresekan daun-daun kering yang diinjaknya.
Tanpa bersuara Bara mengikuti.
Tiba-tiba orang itu menghentikan langkahnya. Ia
menatap ke sekitar tempat itu.
Bara menyelinap ke belakang batang pohon besar, ia
memandang dengan seksama ke arah orang yang
mencurigakan itu. Bara terperanjat! Ia mengenali29
orang itu yang bukan lain dari pada bapak Hiroshi
pemilik rumah makan di kota Kanonji.
"Hei, mencari apakah Hiroshi di atas puncak
gunung ini?" tanya Bara dalam hatinya.
Gerak gerik orang tua itu sangat mencurigakan. Kedua
matanya menatap kesana kemari mencari sesuatu.
Nampak wajahnya sangat tegang .
Pada pinggangnya terdapat sebilah pedang samurai.
Bara mengikuti terus dari kejauhan.
Hati si gadis berdebar-debar. Kini mereka sudah tidak
jauh dari tempat di mana Yoko berada.
Hiroshi menyelinap ke dalam semak belukar untuk
keluar pula di tempat yang terbuka.
Tiba-tiba terdengar Yoko memanggil, "Bapak Hiroshi,
kebetulan sekali! Kau mencari siapa?"
Nampak Hiroshi membalikkan tubuhnya. Ia
mengkerutkan keningnya. Dengan wajah beringas ia
menghampiri Yoko.
"Bedebah!" seru Hiroshi. "Akhirnya aku
ketemukan juga engkau!"30
"Kau mencari aku?" tanya Yoko. "Sungguh
kebetulan sekali, aku sedang memerlukan per
tolongan."
"Jangan banyak cakap! Lekas jawab pertanyaan
ku: dimana adanya nyonya Korea itu?" tanya Hiroshi
sengit.
Si pemuda menarik napas dalam.
"Lekas jawab, jika kau masih mau hidupi" teriak
pula orang tua itu.
"Sabar, bapak," sahut Yoko. "Dengan sangat
menyesal aku harus mengatakan bahwa neneknya
Melisanko telah binasa"
"Binasa?!" teriak Hiroshi. "Kau yang membunuh
dia?!"
Bagaikan kilat bapak Hiroshi mencabut pedangnya.
Berkelebat sinar pedang itu dihadapan Yoko.
Yoko terperanjat! Keringat dingin mengucur dari
keningnya. Hatinya berdebar keras.
? Celaka! pikir si pemuda. Sedang aku tidak dapat
menggerakkan kaki tanganku, bapak Hiroshi
mengancam dengan ujung pedangnya. Dasar gara-31
gara perempuan laknat itu, sampai aku harus meng
hadapi malapetaka.
"Sabar, bapak, Hiroshi, kau memerlukan
keterangan," kata Yoko gemetar.
"Keterangan apa lagi? Kau sudah menggunakan
ilmu iblismu sampai puteri Korea berubah menjadi
patung batu. Kini kau mengatakan bahwa nenek puteri
Korea itu sudah binasa! Keterangan apa lagi? Pedang
samuraiku-lah yang akan mendengarkan kete
ranganmu, binatang!" teriak Hiroshi kalap sambil
mengacungkan senjatanya.
Biasanya dalam keadaan yang sangat tegang, Yoko
senantiasa dapat mengendalikan hatinya. Ia dapat
berbuat demikian karena pendekar samurai itu tidak
menghiraukan akan kematian. Menurut pandangan
hidupnya, manusia pada satu saat harus mati dan bila
saatnya tiba ia tidak dapat melawannya.
"Ha-ha-hal" Yoko tertawa. "Sungguh gagah aku
melihat bapak dengan menghunus pedang. Tetapi,
maaf bapak, membinasakan orang dalam keadaan tak
berdaya berarti pembunuhan! Dan itulah bukan
perbuatannya seorang ksatria!"
Tiba-tiba orang tua itu menurunkan pedangnya.32
"Lekas hunus pedangmu!" seru Hiroshi.
"Aku sudah mengatakan bahwa aku tidak
berdaya. Aku tidak dapat menggerakkan kaki
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanganku," sahut Yoko.
"Apakah kau sudah lumpuh? Sudah jangan
banyak tingkah. Lekas bangkit, hunus pedangmu,"
seru orang tua Itu sengit yang mengira-ngira Yoko
sedang mempermainkan dirinya.
"Aku tidak bisa bergerak! Seorang wanita telah
membikin anggota badanku tak berdaya. Wanita
cantik itu bernama dewi Uzume dan dia musuh
besarmu dan juga menjadi musuh besarku. Dia telah
membatukan Melisanko dan membinasakan nenek
tua Itu," kata Yoko dengan suara keras. Si pemuda pun
sudah menjadi sengit.
"Aku tidak mengenal dewi Uzume. Aku tidak
mengenal wanita cantik. Aku hanya mengenal engkau
yang sering terlihat dengan puteri Korea dan
neneknya. Bagus benar kau hendak menumpahkan
dosa-dosamu kepada orang lain!" seru bapak Hiroshi.
Orang tua itu terdiam sejenak. Kemudian ia berkata
pula.33
"Hm, wanita cantik? Kau sudah bercumbu
cumbuan dengan wanita cantik itu dan bersepakat
membinasakan nyonya besarku!" teriak pula bapak
Hiroshi yang sudah menjadi kalap pula.
Wajah bapak Hiroshi berubah buas bagaikan serigala
hendak menerkam mangsanya. Kedua matanya
bersinar. Seluruh tubuhnya bergemetar menahan
kegusarannya yang tak terhingga. Ia mengkeretakkan
giginya. Perlahan-lahan pedang samurai di tangannya
bergerak.
"Tahan!" seru Yoko. "Tahan!"
Namun bapak Hiroshi tidak menghiraukan teriakan si
pemuda. Pedangnya bergerak ke arahnya.
Yoko memejamkan kedua matanya.
Tiba-tiba dari balik batang pohon berkelebat sesosok
tubuh menyambar ke arah pedanq samurai Yoko
Nampak tangan yang halus secepat kilat menghunus
pedang si pemuda. Segera pedang itu menyambut
pedang Hiroshi yang sudah bergerak menyambar ke
arah Yoko.
"Trang!" terdengar suara beradunya kedua
senjata tajam.34
Terperanjat Yoko membuka matanya. Kedua mata itu
membelalak. Ia bagaikan tak percaya pandangan
matanya. Seorang gadis nampak berdiri dengan tegak
di hadapan Hiroshi.
"Bara!" seru Yoko ketika mengenali gadis itu.
Si gadis tidak menoleh. Ia menatap terus ke arah
wajah bapak Hiroshi. Pedang samurai Yoko tetap
digenggamnya erat-erat.
Bapak Hiroshi sudah menarik pedangnya. Bukan main
terperanjatnya ketika dengan tiba-tiba bayangan
tubuh yang langsing secepat kilat menghadang
pedangnya. Dalam hatinya ia mengagumkan gerakkan
si gadis yang sangat cepat itu. Dan tenaga dalam si
gadis bukan main hebatnya. Bentrokkan kedua senjata
itu telah membikin tangannya kesemutan.
"Yoko!" seru bapak Hiroshi, "Inilah wanita
cantik yang telah membantu kau membinasakan
nyonya besarku?"
"Bukan! Dialah Bara, kawanku cari gunung
Asosan!" sahut Yoko.
Namun bapak Hiroshi sudah menggerakkan tangan
nya. Nampak pedang samurai berkelebat ke arah si
gadis.35
Bara tak menjadi gentar. Ia diam saja dengan
tersenyum. Ketika pedang Hiroshi hampir
mengenakan tubuhnya bagaikan binatang kijang si
gadis melompat mengelakkan serangan. Serta pedang
samurai ditangannya menghantam ke arah orang tua
itu.
Hiroshi melompat kesamplng. Bukan main terkejut
orang tua itu, menyaksikan sinar pedang berkelebat di
sisinya. Hatinya sangat penasaran. Ia tidak duga sama
sekali seorang gadis yang semuda itu mempunyai
kepandaian sangat tinggi.
Untuk kedua kalinya pedang Hiroshi menyambar ke
arah Bara.
Nampak sinar biru pedang pusaka Yoko pemberian
sensei2 nya di Okinawa menggulung-gulung di sekitar
badan si gadis. Bara memutar pedang ditangannya itu
bagaikan titiran.
Kedua mata Hiroshi membelalak. Ia menarik
serangannya. Namun sinar pedang kini menyambar ke
arahnya. Untuk mengelakkan dirinya sudah tidak ada
kesempatan pula karena sinar pedang pusaka itu
cepat sekali menyambar-nyambar ke arahnya dari
berbagai-bagai jurusan. Terpaksa Hiroshi menyambut
2
guru36
serangan itu. Keringat dingin sudah mengucur
diseluruh tubuhnya.
"Trang!" terdengar suara beradunya logam
dengan keras di udara.
Pedang samurai Hiroshi tertebas kutung separuh,
karena bentrokkan pedangnya dengan pedang pusaka
Yoko dahsyat sekali. Lagi pula si gadis mengerahkan
tanaga dalamnya yang tak terhingga.
Dorongan keras dari serangan si gadis membuat orang
itu jatuh terjengkang di tanah. Tangan kanannya
masih memegang pedang yang sudah kutung.
Perlahan-lahan Bara bertindak menghampiri.
"Apakah kau masih berani melawan aku?"
tanya Bara. Nada suaranya penuh kewibawaan. Si
gadis meniru nada suara dewi Uzume.
Bapak Hiroshi masih tetap duduk di tanah. Keringat
mengucur dari keningnya. Bibirnya bergemetar.
"Lekas enyah dari sini, jika kau masih mau
menikmati dunia!" bentak Bara.
Dengan mata melotot bapak Hiroshi segera bangkit
berdiri. Ia melangkah pergi. Pedang samurainya yang
tinggal sepotong dibawanya.37
Dari kejauhan bapak Hiroshi berseru:
"Aku akan pergi ke Korea! Tunggulah pembalasanku!"
Bara tersenyum, lalu ia membalikkan tubuhnya
memandang Yoko. Si pemuda duduk bagaikan masih
terpesona, menyaksikan pertempuran tadi. Ia
mengagumkan Bara yang pada saat itu ia masih
mengira Bara seorang gadis desa dari pegunungan
Asosan di pulau Kyushu.
"Banyak terima kasih Bara," kata Yoko. "Kau
telah menolong jiwaku."
Bara membulang-balingkan pedang pusaka Yoko.
Kelakuannya bagaikan seorang tukang sulap yang
sedang memperhatikan kepandaiannya.
"Bara, jangan kau membuat permainan pedang
pusakaku pemberian sensei ku. Kembalikanlah pada
ku," pinta Yoko.
Tiba-tiba Bara menghentikan permainannya. Kedua
bibirnya cemberut.
"Ini, aku pun mempunyai pedang samurai yang
lebih dahsyat dari pedangmu," kata Bara pura-pura
mendongkol sambil menyodorkan dari kejauhan
pedang pusaka itu ke arah si pemuda.38
"Mari sini," kata Yoko.
"Bagus betul tampangmu, aku harus meng
hampiri?!" bentak Bara. "Sungguh engkau manusia
tidak mengenal kebaikan orang. Tadi aku sudah
menolong jiwamu. Apakah sebagai balasan aku harus
merangkak-rangkak di hadapanmu. Bedebah! Engkau
lah yang harus berlutut dihadapanku dengan meng
haturkan terima-kasih."
"Aku tidak bisa bergerak," sahut Yoko. Nampak
wajah si pemuda menyeringai kemalu-maluan.
Sungguh lucu nampaknya wajah Yoko ketika itu.
Sekonyong-konyong Bara tertawa terkekeh-kekeh. Ia
tertawa sampai air matanya keluar dan kedua
tangannya menekan perutnya.
"Kau boleh menertawakan aku sampai puas.
Bila aku sudah dapat menggerakkan tanganku aku
akan jewer telingamu," mengancam Yoko.
Tiba-tiba Bara berhenti tertawa.
"Apa katamu?" bentak si gadis sambil me
langkah menghampiri si pemuda. "Kau akan jewer
telingaku?"
Bara berdiri di hadapan Yoko.39
"Sebelum kau menjewer telingaku, lebih baik
aku menjewer dahulu telingamu," kata si gadis. Pada
saat itu tangannya diulurkan ke arah Yoko lalu segera
menjewer telinga si pemuda sampai daun telinga itu
menjadi merah.
Bukan main mendongkolnya si pemuda. Ia tidak bisa
berbuat apa-apa. Hanja wajahnya berubah merah
padam karena dipermainkan si gadis.
Bara melemparkan pedang pusaka itu ke dekat Yoko.
Lalu ia tertawa pula terpingkal-pingkal.
Setelah puas menertawakan Yoko, Bara duduk di
dekat si pemuda sambil memeluk kedua lututnya.
Si gadis menatap wajah si pemuda.
Tiba-tiba wajah Yoko berubah tegang.
"Bara kau mencari apa pada tengah malam di
pegunungan Kotohiki?" tanya Yoko curiga.
"Itu adalah urusanku," sahut Bara. "Jika aku
tidak datang kemari pada dewasa ini kepalamu sudah
terpisah dari tubuhmu."
"Benar kata-katamu, tetapi "
"Tetapi tetapi ," ejek Bara.40
Tiba-tiba si gadis pura-pura terkejut.
"Hei, apakah benar kau tidak dapat menggerak
kan kaki tanganmu?"
Yoko menggerak-gerakkan tubuhnya, namun kedua
kaki dan tangannya lemah tidak turut bergerak. Kini
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bara tidak menertawakan pula. Ia hanya tersenyum.
"Siapakah yang telah melumpuhkan kaki
tanganmu," tanyanya sungguh-sungguh.
"Dewi Uzume," sahut Yoko.
"Hm, lagi-lagi dewi Uzume," kala Bara sambil
mencibirkan bibirnya. "Rupanya engkau ini sudah
keranjingan dewi Uzume. Kau sudah kegilaan wanita
itu yang kau namakan dewi."
Yoko mengerutkan keningnya.
"Dia adalah musuh besarku!"
"Musuh besar! Musuh besar! Tetapi kau selalu
gandrungkan musuh besar itu," ejek Bara. "Dan
mengapakah kau mendustakan aku ketika aku
bertemu dengan kau di muka rumah makan Hiroshi di
kota Kanonji?"
"Aku tidak menjustakan engkau," sahut Yoko.41
"Kau sudah lupa apa yang kau katakan?
Memang lidah tak bertulang dan kata-kata yang di
ucapkannya tak meninggalkan bekas," kata si gadis.
"Apa yang telah aku katakan?" tanya si pemuda
penasaran.
"Kau mengatakan bahwa aku tidak boleh
menyebut-nyebut lagi nama dewi itu. Dia sudah
menghilang dari pandanganmu dan kau berjanji tidak
mau mencari lagi dewi itu."
Kini Yoko ingat akan kata-katanya yang diucapkan di
muka rumah bapak Hiroshi. Si pemuda tertawa
terbahak-bahak.
"Aku sudah lupa akan kata-kata itu, Bara,"
katanya.
"Memang, engkau mudah melupakan sesuatu
yang pernah kau ucapkan di hadapan seorang gadis"
kata Bara sambil memalingkan wajahnya.
Sejenak mereka tidak berkata-kata. Suasana di atas
puncak gunung itu sunyi sepi. Angin bersilir dingin
meniup kearah mereka.
"Yoko, kau manusia yang tak mengenal budi, tak
mengetahui akan kebaikan wanita, Esokpun kau lupa42
bahwa di dalam dunia ini ada hidup seorang gadis yang
bernama Bara," kata si gadis sambil bersungut-sungut.
Bara bangkit berdiri lalu melangkah meninggalkan si
pemuda.
"Hei, kau mau kemana?"teriak Yoko.
Bara melangkah terus. Ia tak menghiraukan teriakan
Yoko.
"Bara! Bara! Tolonglah aku! Aku tidak bisa
jalan!"
Si gadis berbalik. Dengan wajah penuh kegusaran ia
menghampiri pula si pemuda.
"Apakah kau mau digendong?!" bentak si gadis.
"Tidak, Bara. Aku tidak menyuruh engkau
mendukung aku, tetapi dayakanlah3 supaya aku dapat
meninggalkan tempat ini," kata Yoko separuh
meratap.
"Baik," sahut si gadis masih marah. "Aku akan
menyewa kereta mati untuk membawa kau."
"Kau kejam Bara!"
3
usahakanlah43
"Memang aku kejam," sahut Bara dengan ketus.
"Kini kau mengatakan aku kejam, sebentar pun aku
yakin nada suaramu akan lain."
Yoko tak menyahut. Ia memandang wajah gadis itu
yang kini sudah duduk pula dihadapannya.
Tiba-tiba Yoko mengingat akan pertempuran Bara
dengan bapak Hiroshi.
"Bara, tak terpikirkan olehku bahwa kau mem
punyai kepandaian yang sangat tinggi. Siapakah yang
mengajarkan kau ilmu itu," tanya Yoko yang hendak
mengambil hati si gadis.
Bara tersenyum.
"Kau kira aku ini seorang gadis desa yang dungu,
yang dapat dibuat sembarangan dan mudah di
permainkan oleh siapapun juga? Jika kau ingin tahu,
aku mendapat pelajaran itu dari bibiku yang tinggal di
kota Zentsuci. Bibiku memiliki ilmu yang sangat
tinggi."
Sekonyong-konyong wajah si pemuda berseri-seri.
"Bara, dajakanlah supaya aku dapat bertemu
dengan bibimu. Dengan mempunyai kepandaian
tinggi aku yakin bibimu dapat menghidupkan pula kaki
tanganku," kala Yoko kegirangan.44
"Jika aku mau, aku pun dapat menghidupkan
pula kaki tanganmu!" kata Bara acuh tak acuh.
Yoko menyangka si gadis hendak mempermainkan
pula dirinya.
"Sudahlah Bara, kasihanilah diriku dalam
keadaan tak berdaya ini," ratap Yoko.
"Engkau tak percaya? Lihatlah buntalan pada
lengan bajuku ini" kata Bara sambil memperlihatkan
buntalan kecil itu di ujung lengan bajunya. "Di dalam
buntalan ini terisi serupa bubuk yang dapat meng
hidupkan anggota badanmu yang sudah lumpuh."
Yoko bersangsi. Apakah si gadis tengah mempermain
kan dirinya atau ia berbicara sungguh-sungguh.
Namun ia bertanya juga:
"Dari mana kau dapatkan bubuk itu? Dan perlu
apakah kau bawa-bawa itu?"
"Itu urusanku. Apakah semua sepak terjangku
kau perlu tahu?" tanya Bara mendongkol.
Tiba-tiba wajah Yoko berubah tegang.
"Bara, kelakuanmu sungguh mencurigakan. Apa
kah kau kenal dengan dewi Uzume?!"45
Si gadis tak menyahut. Suasana menjadi tegang. Yoko
makin curiga.
"Bara, lekas jawab pertanyaanku, supaya aku
tidak menerka yang bukan-bukan," kata Yoko gelisah.
"Bila kau kenal dengan dewi Uzume, atau kau adalah
muridnya, maka engkaupun ada musuhku."
Tiba-tiba si gadis mengangkat kepalanya. Ia menatap
wajah pendekar samurai itu.
"Yoko, aku akan bicara terus terang." kata Bara.
"Aku tidak kenal dengan dewi Uzume, tetapi bubuk ini
memang pemberian dewi Uzume."
Yoko terperanjat.
"Aku tidak mengerti! Kau mengatakan tidak
mengenal dewi Uzume tetapi bubuk itu kepunyaan
dewi itu. Bagaimana kau bisa dapatkan bubuk ini jika
kau tidak kenal si pemiliknya?"
Bara memeras otaknya untuk menghilangkan
kecurigaan Yoko. Tiba-tiba ia berkata:
"Aku telah bertemu dengan dewi itu di kaki
gunung Kotohiki."46
"Bila kau bertemu dengan dia? Dan perlu
apakah kau pada tengah malam buta berada di tempat
itu?" mendesak Yoko.
Didesak secara demikian, Baru belum mendapatkan
penyahutan yang tepat. Maka ia pura-pura marah
"Ah, kau rewel!" bentaknya. "Kelakuanmu
seperti seorang petugas keamanan Shogun saja. Jika
engkau hendak bermusuhan dengan aku, baik terima
tantanganmu. Aku ingin lihat apakah yang kau dapat
parbuat dalam keadaanmu seperti sekarang ini
dengan kedua kaki tangan tak dapat bergerak. Aku
akan tinggalkan engkau dan aku mau lihat siapakah
gerangan yang dapat menghidupkan pula anggota
anggota badanmu itu." Nampak kening si gadis
berkerut dan kedua alisnya naik keatas.
Yoko menjadi bingung. Ia menatap terus kearah si
gadis yang sudah naik darah itu.
Tiba-tiba suatu pikiran yang bagus berkelebat dalam
otaknya Bara.
"Untuk menghilangkan kecurigaanmu aku akan
menerangkan mengapakah aku tiba di gunung ini pada
tengah malam buta." kata Bara. "Sebagaimana kau
ketahui aku sedang mengunjungi bibiku di kota
Zentsuji. Sedang aku berbaring di dalam kamar47
tidurku, bibiku menghampiri. Katanya: Bara, lihat di
udara tampak dua sinar tengah bertempur. Kedua
orang itu memliki ilmu yang sangat tinggi.
Cepat-cepat aku berlari keluar rumah. Betul saja di
udara nampak dua rupa sinar bergulung-gulung. Aku
menanyakan bibiku dari datangnya sinar-sinar itu.
Orang tua Itu menerangkan bahwa kedua sinar itu
datangnya dari jurusan gunung Kotohiki dan gunung
Gogaku.
Aku hendak melihat orang berilmu itu, kataku. Tanpa
dapat ditahan lagi aku berlari-lari menuju gunung
Kotohiki. Bibiku berteriak-teriak menyuruh aku
berhati-hati.
Tetapi setibanya di atas gunung ini aku tidak melihat
pula sinar ajaib itu. Hanya api menjulang tinggi ke
angkasa. Lalu aku turun ke lembah dan disitulah aku
temukan seorang wanita yang sangat cantik.
Wanita itu menghampiri aku dan meminta per
tolonganku. Katanya: Saudara tolonglah berikan
bubuk ini kepada seorang pemuda yang sedang duduk
di bawah pohon di puncak gunung. Pemuda itu lemah
kaki tangannya. Bila dia dapat menghendus bau
bubuk ini, dia akan dapat menggerakkan pula kaki
tangannya seperti sedia kala.48
Aku menerima bubuk itu lalu menanyakansiapakah
gerangan nama wanita itu. Namun cepat-cepat wanita
cantik itu menggerakkan tubuhnya dan berkelebat
menghilang dari pandanganku. Dari kejauhan
terdengar suaranya yang halus merdu: Banyak terima
kasih atas pertolonganmu. Namaku dewi Uzume.
Ketika itu aku terperanjat. Wanita inikah yang kau
selalu gandrungkan, pikirku. Pantas engkau sudah
tergila-gila karena wanita itu luar biasa cantiknya.
Segera aku mendaki lamping gunung dan berlari-lari
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencari seorang pemuda yang celaka itu. Bukan
kepalang terkejut hatiku ketika melihat kau sedang
bersitegang dengan bapak Hiroshi. Maka tibalah aku
dihadapanmu, pemuda rewel!"
Yoko menarik napas lega.
"Maafkanlah aku, Bara," kata si pemuda. "Aku
telah menerka yang bukan-bukan kepadamu. Kini
lekaslah berikan bubuk itu kepadaku."
"Hm, kau kira akan semudah itu aku berikan
bubuk ini kepadamu," ejek Bara.
? Memang aku harus tundukkan dahulu kepala si
sombong ini, supaya ia mau mengikuti aku ke kota
Zentsuji, pikir si gadis.49
"Habis apa yang kau inginkan?" tanya Yoko
kesal.
"Bubuk ini aku berikan padamu dengan ber
syarat." sahut si gadis.
"Syaratnya?"
"Pertama kau harus mengatakan: Bara yang
manis aku cinta padamu. Dan yang kedua kau harus
tinggal bersama-sama aku selama dua pekan karena
aku memerlukan seorang pengawal pribadi," Bara
mengajukan syaratnya. "Terserah kepadamu. Aku
tidak memaksa. Kau menyetujui kedua syarat itu atau
kau tetap duduk terus di bawah pohon Ini."
Tidak ada jalan lain bagi Yoko, ia harus menyetujui
kedua syarat yang gila itu.
"Apakah bibimu tidak keberatan aku tinggal di
rumahnya?" tanya Yoko
"Itu adalah urusanku," sahut Bara.
? Baiklah aku menjetujui syarat si gadis genit ini, pikir
Yoko. Lagipula aku membutuhkan tempat mondok
untuk memikirkan tindakan apa lebih lanjut aku harus
ambil kepada dewi Uzume.50
"Bagaimana?" tanya Bara tak sabar karena si
pemuda terdiam saja.
"Baik, aku menerima kedua syarat itu," kata
Yoko akhirnya.
"Kau tidak mendustakan aku?" tanya Bara
dengan wajah berseri-seri karena siasatnya berhasil.
"Bara, demi segala apa yang aku pandang suci
aku tidak akan mengingkari janjiku," sumpah
pendekar samurai.
Tiba-tiba Bara bangkit berdiri di hadapan Yoko. Si gadis
meniru lagaknya dewi Uzume. Ia berdiri tegak sambil
mengangkat kepalanya.
"Yoko, katakanlah syarat yang pertama!"
Sejenak Yoko terdiam, tetapi akhirnya ia berkata:
"Bara jang manis aku cinta padamu "
"Sungguh merdu terdengarnya kata-kata itu di
telingaku," kata si gadis. "Aku akan berdoa kepada
Dewi Kannon bahwa kau akan mengulangi pula kata
kata itu dihadapanku tetapi tanpa paksaan."
Yoko tertawa kecil.51
Perlahan-lahan Bara membuka buntalan pada lengan
bajunya itu. Kemudian ia menciumkan bubuk itu ke
hidung si pemuda.
Bau harum semerbak menyambar ke hidung Yoko. Bau
seribu bunga yang dapat memusingkan kepala.
Sekonyong-konyong Yoko merasakan kepalanya
pening. Ia sandarkan tubuhnya pada batang pohon.
Beberapa detik ia tak menyabarkan diri. Kedua
matanya terpejam.
Bara memandang dengan seksama perubahan wajah
Yoko.
Dengan tiba-tiba Yoko tersadar. Ia menggerakkan kaki
tangannya. Sungguh aneh, kini ia dapat menggerakkan
dengan leluasa kedua tangan dan kakinya. Cepat
cepat la bangkit berdiri. Wajahnya berseri-seri. Bukan
kepalang girangnya Yoko, hampir saja ia memeluk
tubuh si gadis.
"Banyak terima kasih, Bara yang manis," kata si
pemuda. Si gadis tersenyum simpul.
Cepat-cepat Yoko mengambil pedang pusakanya yang
masih menggeletak di tanah. Ia masukkan pula pedang
pemberian sensei nya ke dalam sarungnya.52
Hari hampir pagi. Dari balik gunung fajar mulai
menyingsing.
"Lekas Yoko, kita pulang ke rumah bibiku,"
mengajak Bara.
Yoko melangkah di sisi Bara.
"Yoko, apakah masih ingat? Aku pernah utara
kan padamu, mengapa ayah menamakan aku Bara"
tiba-tiba si gadis bertanya.
Sejenak Yoko mengerutkan keningnya. Lalu ia
tersenyum.
"Aku masih ingat," kata Yoko. "Bara berarti
bunga mawar dan ayahmu menamakan engkau Bara
atau si Mawar karena pada saat kau dilahirkan
ayahmu tertusuk duri bunga mawar."
"Bedebah!" teriak Bara. Bahna gemasnya si
gadis memukul punggung si pemuda dengan tinjunya.
Yoko tertawa terbahak-bahak.
"Ketika aku tak berdaya kau terus menerus
menggoda aku, kini adalah giliranku untuk mengejek
dirimu " kata Yoko sambil berjalan terus.53
Wajah si gadis nampak bersungut. Kedua matanya
menatap ke muka. Ia berjalan sedikit jauh dari si
pemuda.
"Janganlah lekas marah, Bara yang manis. Aku
masih ingat keteranganmu mengapa ayahmu menama
kan engkau si Mawar." kata Yoko. "Ketika engkau
dilahirkan pohon mawar yang tumbuh di muka
rumahmu sedang semarak berkembang."
Mendadak wajah si gadis berubah girang. Ia berjalan
lebih dekat di sisi Yoko.
"Terntata engkau masih ingat dan apakah kau
masih ingat pula kau mendukung aku sambil berjalan
turun dari gunung Asosan?"
Yoko terdiam.
"Yoko, kini dukunglah aku turun dari gunung
Kotohiki?" mohon Bara. "Aku merasakan kakiku
sangat letih karena tadi aku mendaki puncak gunung
ini dengan tergesa-gesa."
"Dengan syarat," sahut Yoko.
"Apakah syaratnya?"
"Aku sendiri tidak tahu syarat apa yang aku
harus ajukan ke padamu." kata Yoko.54
"Begini saja," kata Bara "Sebagai tanda terima
kasihku kau mendukung aku, aku akan mengundang
dewi Uzume ke rumah bibiku supaya kau dapat
bertemu dengan wanita cantik yang kau gandrungkan
itu."
"Kau tidak mengetahui di mana ia berada, cara
bagaimanakah kau dapat mengundang dia ke rumah
bibimu?
"Aku akan mencari wanita itu! Percayalah
padaku Yoko, bila aku sudah berjanji aku akan tepati
janji itu," sahut Bara.
Yoko sudah muak mendengar obrolan si gadis.
"Sudahlah jika kau hendak didukung aku akan
mendukungmu tanpa syarat apa-apa."
"Betul-betul, kau tidak mau temukan wanita
yang kau gandrungkan itu?" tanya Bara.
"Bara!" seru Yoko jengkel. "Aku ingin bertemu
dengan dewi Uzume bukan karena aku cinta akan
wanita itu! Dewi Uzume adalah musuh besarku! Aku
ingin bunuh dia!"
"Ah, memang mulut lelaki tidak bisa dipercaya,"
sahut Bara. "Jika kau ingin bunuh wanita cantik itu
mengapakah tadi kau tidak binasakan saja dia? Aku55
tahu kau sudah keburu terpesona memandang wajah
yang cantik bagaikan bulan purnama itu."
Yoko sangat mendongkol. Ia tak berkata-kata pula.
Dalam hatinya ia berkata:
? Sungguh nasib ku jelek, Selama dua pekan aku
harus menghadapi rongrongan gadis yang genit dan
fasih lidah ini. Tetapi apa boleh buat, karena aku sudah
berjanji.
Maka Yoko menjangkau pinggang si gadis yang
ramping itu dan segera mendukungnya. Kemudian
dengan meringankan tubuhnya ia berlari turun dari
puncak gunung Kotohiki.56
II
SEORANG wanita yang berusia lebih dari empat puluh
tahun tengah menyapu lantai rumahnya. Sinar
matahari pagi menembus dari jendela yang dibukanya
lebar-lebar. Walaupun usia wanita itu sudah hampir
setengah abad namun gerak-geriknya masih ber
bayang kecantikan.
Sebentar-sebentar wanita itu melongok dari jendela
ke jalanan di muka rumah.
"Apakah Bara gagal mengajak Yoko kemari?"
kata wanita itu. Nada suaranya terdengar sangat
merdu. Tidak heran, karena wanita itu bukan lain dari
pada dewi Uzume yang sedang menyamar menjadi
bibi Bara.
Dia menaruh sapu di belakang lemari, lalu melangkah
ke ruang belakang.
Air di dalam ketel terdengar sudah mendidih. Cepat
cepat dia menuju ke dapur mengangkat ketel itu, dan
menuang airnya ke dalam cawan.
Pintu rumah terdengar diketuk.57
Ia menaruh pula ketel air itu di dapur dan mematikan
apinya. Kemudian ia melangkah keluar untuk mem
bukakan pintu.
"Dari manakah engkau, Bara?" tanya wanita itu
ketika pintu sudah dibuka dan Bara berdiri di ambang
pintu.
"Aku telah pergi ke gunung tetapi aku tidak
temukan orang berilmu itu," sahut Bara.
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dewi Uzume berdiam saja, dia tidak tahu kemana
tujuannja perkataan Bara itu. Tiba-tiba pandangan
dewi Uzume beralih ke arah seorang pemuda yang
berdiri sedikit jauh dari Bara.
"Oh, sampai aku lupa." kata Bara "Aku ketemu
kan Yoko, kawanku dari gunung Asosan."
Yoko membungkukkan tubuhnya memberi hormat.
Bibi Bara membalas hormat si pemuda.
"Silakan masuk," kata sang bibi mempersilakan
tamunya.
Ketika Yoko sudah duduk di atas tatami bersama Bara
dan sang bibi itu, si gadis berkata:58
"Bibi bolehkah Yoko menumpang disini selama
dua pekan. Dia sedang merantau dan kebetulan pagi
ini tiba di kota Zentsuji."
Yoko mengerutkan keningnya.
? Kurang ajar si genit ini, pikir Yoko. Dia yang
mengajak aku kemari, tetapi dihadapan bibinya ia
mengatakan lain.
"Boleh sekali," sahut sang bibi. "Aku tidak
keberatan, bila Yoko suka tinggal di gubukku."
Yoko tidak dapat berkata apa-apa selainnya meng
haturkan terima kasih.
Wanita itu berpaling ke arah Bara.
"Bara, mungkin Yoko hendak membersihkan
tubuhnya, ia tentu sangat letih karena perjaIanan jauh
itu. Bila ia hendak beristirahat tunjukkanlah kamarmu,
sebentar malam kau tidur saja di kamarku." kata sang
bibi yang segera bangkit berdiri melangkah ke ruang
muka.
Bara pun bangkit berdiri. Ia menunjukkan Yoko kamar
mandi yang terletak di belakang dapur.
Setibanya di ruang dapur Yoko berkata: "Bara, lebih
baik aku mencari tempat penginapan."59
"Apa?" sahut Bara. "Kau lupa dengan janjimu?"
"Tidak, aku tidak melupakan janjiku itu, tetapi
bibimu nampaknya dingin terhadapku. Aku jadi malu
sendiri," bisik Yoko.
"Hm, memang adat bibiku bila pertama kali
bertemu dengan orang sikapnya sangat dingin, tetapi
hati-hatilah bila ia sudah berkelakar. Kau akan dikocok
pulang pergi", sahut Bara.
"Kalau begitu, engkau mengambil banyak sifat
bibimu," kata Yoko.
Bara meninju pundak si pemuda. Ia mencibirkan
bibirnya.
Yoko menaruh pedang samurai-rja di atas meja, lalu
mengeluarkan golok pendeknja dari dalam bajunya.
Senjata tajam itupun ia taruh didekat samurainya.
"Bara, buntalanku terisi pakaian masih berada
di rumah bapak Hiroshi di kota Kanonji dan dalam
buntalan itu pun terisi uangku. Kini aku tidak
mempunyai uang dan tidak mempunyai pakaian untuk
salin."
"Kau pakai dahulu kimonoku." sahut si gadis.
"Sebentar aku akan belikan pakaian untukmu."60
Bara melangkah menuju ke kamarnya. Tidak lama
kemudian ia keluar pula dengan membawa sebuah
kimono sutera berwarna dadu dengan bertata bunga
bunga kecil berwarna hitam dan merah tua.
"Aku pakai ini?" tanya Yoko ketika Bara
melemparkan kimono dadu itu kearahnya.
"Siapakah yang mau menertawakan engkau,"
kata Bara. "Lagi pula kau pakai kimono itu untuk
sementara saja. Sebentar aku akan berikan engkau
pakaian yang lebih surup untukmu."
"Bara, aku tidak punya "
Yoko tidak meneruskan kata-katanya.
"Aku tahu, kau tidak punya uang. Aku akan
minta pada bibiku."
"Kelak aku akan kembalikan uang bibimu," kata
Yoko sambil melangkah masuk ke dalam kamar mandi.
Bara tertawa terpingkal-pingkal ketika Yoko keluar
dari kamar mandi dengan berpakaian kimono sutera
berwarna dadu itu.
Sang bibi hanya tersenyum, menyaksikan si pemuda
dengan wajah kemalu-maluan berlari ke kamar
keponakannya.61
Dua hari Yoko sudah tinggal dengan Bara, namun sang
bibi masih tetap dingin terhadapnya. Tiga hari, empat
hari, bibi itu masih bersikap adem. Namun pada hari
kelima mau juga ia berbicara dengan Yoko.
Pada hari keenam, di waktu malam nampak ketiga
orang itu duduk di atas tatami sambil berbicara dan
berkelakar.
Sebentar-sebentar Yoko mencuri pandang wajah sang
bibi itu.
? Rupanya bibi ini diwaktu mudanya sangat cantik,
pikir si pemuda. Kini pun masih terlihat kecantikan
wanita itu.
Tiba-tiba Yoko menuturkan pertempuran Bara dengan
bapak Hiroshi, ia menyatakan kekagumannya akan
kepandaian Bara, apalagi kepandaian sang bibi yang
sudah pasti jauh lebih hebat dari keponakannya itu.
Bibi itu terperanjat!
"Bara, kau tidak menceritakan aku kau
bertempur dengan orang itu. Sudah berkali-kali aku
memperingati kau, bahwa kau tidak boleh sem
barangan turun tangan kepada siapapun juga." kata
wanita itu.62
Bara bercemberut. Kedua matanya melotot ke arah
Yoko. Lalu si gadis menceritakan semua kejadian di
gunung Kotohiki itu. Ia telah terpaksa bertempur
untuk membela Yoko karena pemuda ini sudah dibikin
tak berdaya oleh dewi Uzume.
"Kau mengenal dewi Uzume Yoko?" tanya sang
Bibi belaga heran.
Yoko menganggukkan kepalanya.
"Bibi, Yoko mencintakan dewi Uzume," kata
Bara.
Ketika itu wajah sang bibi berubah kemerah-merahan.
Namun Yoko tidak memperhatikannya.
"Dusta!" teriak Yoko. "Dewi Uzume adalah
musuh besarku!"
Sejenak sunyi di dalam ruangan itu.
"Mengapakah kau memusuhi dewi Uzume?"
tanya pula sang Bibi.
Yoko menceritakan perbuatan-perbuatan dewi
Uzume yang tidak mengenal perikemanusiaan. Ia
ceritakan juga bahwa ia ditugaskan oleh gurunya dari
Okinawa untuk menumpas kejahatan dewi itu.
Akhirnya Yoko menceritakan pertemuannya dengan63
Melisanko, puteri Korea itu yang nama aslinya adalah
Mei Li San dan kini sudah menjadi patung batu karena
ilmu iblisnya dewi Uzume, tentang bapak Hiroshi dan
neneknya Melisanko yang binasa dalam pertempuran
dengan dewi Uzume.
"Hai, kalau begitu pada malam itu dewi Uzume
yang bertempur dengan nenek Korea itu," kata Bara.
Yoko menganggukkan kepalanya. Sang Bibi tetap
berdiam diri mendengarkan keterangan Yoko.
Di dalam ruangan itu kembali sunyi. Tidak seorang pun
yang berkata-kata.
Tiba-tiba Yoko memandang ke arah bibi Bara.
"Kini bibi sudah mendengar penuturanku.
Dalam beberapa hari ini aku memeras otakku, kemana
aku harus menuju untuk mendapatkan dewi Uzume.
Apakah bibi dapat memberi aku petunjuk?" mohon
Yoko.
Yoko hendak mencari dewi Uzume, sungguh sayang ia
tidak tahu bahwa yang duduk di hadapannya itu ialah
dewi yang ia sedang cari-cari. Si pemuda tidak sadar
bahwa sudah hampir sepekan ia tinggal dalam satu
rumah dengan wanita cantik itu yang menjadi musuh
besarnya. Sungguh pandai sang dewi membawa diri64
dalam penjamarennya, hingga pendekar samurai itu
sedikit pun tidak bercuriga.
"Yoko, kau hendak berbuat apa kalau kau
bertemu dengan dewi Uzume," tanya sang Bibi.
"Aku hendak bertempur dengan wanita iblis
itu!" seru Yoko. "Aku hendak binasakan wanita
jahanam itu."
Wajah sang bibi berubah tegang. Namun cepat-cepat
ia dapat mengendalikan perasaannya.
Bara yang bermata jeli melihat perubahan wajah
bibinya.
"Maaf Yoko," kata pula sang bibi. "Kau
mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan dewi
Uzume itu tidak bagus, tetapi sebagai orang luar mana
kau tahu maksud tujuan dewi itu. Yang kau lihat hanya
kekejaman dan kebuasannya saja tetapi latar belakang
orang-orang yang menjadi musuh-musuhnya dewi itu
kau tidak mengetahuinya."
"Aku tahu tujuan dewi Uzume, dia hendak
merubah dunia dengan dunia yang lebih baik. Bebas
dari kejelekan dan kekotoran" sahut Yoko.
"Nah, bukankah itu perbuatan yang suci murni,"
sela bibi itu.65
"Memang suci, jika perbuatan Itu tidak disertai
dengan pembunuhan-pembunuhan. Tetapi untuk
mencapai tujuannya dia tidak segan-segan mem
bunuh orang!" seru Yoko.
"Itu soal lain," sela bibi itu pula.
"Bagaimana lain? Perbuatan-perbuatan ter
kutuk itu bertalian dengan tujuannya," kata Yoko
penasaran.
"Yoko, aku akan mengambil kesimpulan dari
keteranganmu tadi. Tujuan dewi Uzume suci tetapi
perbuatannya membunuh orang itu sangat durhaka,
asal saja dewi Uzume membunuh orang tanpa sebab
musabab."
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ah, kau berada di pihak wanita iblis Itu," kata
Yoko jengkel. Bara yang sejak tadi berdiam saja
mendengarkan, kini mengutarakan pendapatnya.
"Yoko, pendapat bibi benar. Aku tidak percaya
seorang wanita yang cantiknya bagaikan bulan
punama atau bagaikan bidadari yang turun dari
kahyangan dapat berbuat yang tidak patut. Mungkin
ia membunuh orang-orabg itu untuk melindungi
rakyat jelata dari perbuatan manusia-manusia itu yang
terkutuk?"66
"Dialah yang harus dibunuh supaya rakyat jelata
bebas dari perasaan takutnya. Karena wanita itu
bukan manusia dan juga bukan bidadari apa yang kau
katakan tadi tetapi aku namakan dia makhluk betina
yang sangat buas melebihi serigala." kata Yoko sengit.
Mendadak wajah sang bibi menjadi pucat.
Yoko melihat perubahan wajah itu, namun ia tidak
bercuriga.
"Bagaimana Yoko, andaikata perbuatan
perbuatan dewi Uzume itu bukan atas kemauannya
sendiri. Wanita itu bergerak menurut perintahnya
orang lain, kita katakan saja gurunya atau orang yang
ia puja," tanya sang Bibi.
Bara terperanjat mendengar kata-kata bibinya.
"Mengapakah kita perbincangkan soal yang
tidak-tidak?" sahut Yoko.
"Apakah kau tidak dapat mengampuni dia? Kau
tidak merasa kasihan karena dia hanya sebagai boneka
saja yang melakukan perintah-perintah itu?"
"Dewi Uzume melakukan perbuatannya dalam
keadaan sadar. Jika benar kata bibi bahwa wanita Iblis
itu melakukan perbuatan-perbuatan yang durhaka itu
atas perintah orang, aku akan binasakan orang itu dan67
juga dawi Uzume. Kedua orang itu sangat berbahaya
dan mereka harus lenjap dari muka bumi. Bukan aku
terlampau kejam, namun aku melakukan itu untuk
kepentingan rakyat banyak... Iagi pula aku tidak bisa
melihat seorang manusia melakukan kekejaman atas
sesama manusia," menerangkan pendekar samurai.
Bara mencibirkan bibirnya.
Sang bibi menuangkan air teh ke dalam cawan Yoko
yang sudah kering.
"Aku ingin lihat apakah yang kau akan perbuat
jika aku undang dewi Uzume ke rumah ini?" kata Bara.
"Aku akan tebas batang leher wanita iblis itu!"
seru Yoko yang masih sengit.
"Apa?!" bentak si gadis. "Kau ingin melakukan
pembunuhan dalam rumah bibiku?"
"Sudahlah, Bara. Janganlah kita mempersoalkan
pula wanita itu." kata sang bibi.
Yoko insyaf akan kekasarannya. Ia berpaling ke arah
nyonya rumah.
"Maaf, bibi," kata si pemuda. "Aku telah
mengumbar rangsangan napsuku. Tidak pantas aku
mengucapkan kata-kata keras dihadapan bibi."68
Bara masih penasaran.
"Aku yakin jika dewi Uzume berada di sini kau
akan berlutut mengemis cintanya," kata si gadis.
"Bara, jika kau berhasil mengundang wanita
iblis itu aku sangat berterima kasih kepadamu. Aku.
akan menggusur dia ke puncak gunung Kotohiki atau
ke lembah Gogaku, di situlah aku akan menantang
laknat itu. Aku menantang dia bertempur. Bertempur
sampai salah-satu binasa," kata Yoko nekad namun
nada suaranya tidak sekeras tadi.
"Yoko, bila wanita itu tidak mau bertempur
Andaikata ia tidak membuat perlawanan, apakah kau
hendak membunuh juga wanita itu? Jika demikian
perbuatan engkau bukan perbuatannya seorang
kesatria," kata sang bibi dengan sabar.
Yoko tidak menjawab. Ia membisu seribu basa.
Bibi itu menatap wajah si pemuda. Nampak kedua
matanya memandang dengan sinar redup-redup.
Yoko terperanjat memandang mata sang bibi. Sinar
mata itu penuh kemesraan.
"Yoko, kau seorang pemuda yang cakap dan
ganteng, gagah perkasa dan kesatria dan dewi Uzume
menurut kata Bara mempunyai kecantikan luar biasa69
Iagi pula berilmu tinggi dan sakti mandraguna. Apakah
kedua orang ini tidak mungkin bersatu?" kata sang
bibi. Suaranya terdengar bergemetar.
"Tidak mungkin, Bibi" sahut Yoko cepat-cepat.
"Dia hitam dan aku putih. Apakah putih dan hitam
dapat bersatu?"
"Itu tergantung dari penafsiranmu sendiri,"
sahut sang bibi yang tidak mau kalah. "Bila hitam itu
engkau menafsirkan negatif dan putih itu positif dan
kedua kekuatan itu tidak bentrok, tetapi sebaliknya
bekerja sama akan tercipta suatu kekuatan yang maha
dahsyat."
"Kekuatan yang akan menghancur leburkan
segala-galanya," sela Yoko.
Sang bibi terdiam sejenak. Yoko kini tersenyum.
"Yoko, aku umpamakan engkau dengan
matahari dan dewi Uzume dengan rembulan atau
engkau dengan langit dan dewi Uzume dengan bumi.
Bukankah kalian dapat bekerja sama? Mencurahkan
kepandaian dan tenaga guna rakyat seperti itu
matahari dan rembulan, seperti langit dan bumi
diciptakan oleh Allah yang Maha Kuasa untuk
kehidupan manusia dan segala makhluk-makhluknya
di dalam dunia ini. Bayangkanlah bila dunia fana ini70
tidak mempunyai rembulan, apakah kita dapat hidup
terus? Bila kau berdua dewi Uzume dapat bersatu,
negara kita mendapatkan sepasang pendekar yang
sangat sakti mandraguna. Tidak ada yang bernyali
begitu besar untuk melakukan kekacauan, tidak ada
jang"
"Tidak mungkin! Tidak mungkin!" seru Yoko
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku sudah
mengatakan dia hitam dan aku putih."
"Apakah si putih itu tidak dapat bersatu dengan
si hitam dan merubah si hitam itu sampai menjadi
putih?" tanya sang bibi yang masih terus ngotot.
"Bibi? Jika putih dipaksa bersatu dengan hitam,
si hitam tidak akan menjadi putih dan si putih sendiri
tidak akan putih lagi. Suatu warna lain akan tercipta
karenanya ialah: warna abu-abu," sahut Yoko.
Sang bibi menghela napas dalam.
"Sudahlah! Sudah bibi, jangan meladeni dia
lebih lama," seru Bara "Aku sudah muak mendengar
kan ocehannya. Dia memang manusia tidak mem
punyai hati. Manusia binatang!"
Yoko tertawa terbahak-bahak melihat Bara sengit.71
Bara semakin sengit melihat Yoko mentertawakan
dirinya. Si gadis mengkeretakkan giginya.
Yoko berpaling kearah nyonya rumah.
"Bibi, dari pada aku harus bersatu dengan
wanita iblis itu, lebih baik aku menikah dan hidup
bersatu dengan keponakanmu," kata Yoko menggoda.
"Siapa yang kesudian!" teriak Bara.
"Hei, nada suaramu kini lain, Bara. Bukankah
kau pernah mengatakan bahwa kau cinta padaku? Kau
bersujud memohon restu dewi Kannon, supaya
engkau diberkahi terikat perjodohan dengan aku,"
kata Yoko lalu tersenyum.
"Monyong!" teriak Bara.
Yoko tertawa pula dan sang Bibi pun turut tertawa.
Sambil mengkeretakkan giginya si gadis menghampiri
Yoko, lalu ia memukul bertubi-tubi dengan tinjunya
pundak dan punggung si pemuda.
"Bedebah!" teriak Bara. "Perlu apakah kau
membuka rahasia hatiku dihadapan bibiku! Aku
menyesal telah menolong engkau. Lebih baik aku
melihat kau ditebas batang lehermu oleh bapak
Hiroshi atau tidak memberikan bubuk ajaib dari dewi72
Uzume kepadamu. Aku ingin lihat siapakah yang akan
menolongi engkau? Pada dewasa ini kau masih tetap
duduk di bawah pohon di puncak gunung Kotohiki
atau kau sudah menjadi mayat karena kelaparan."
"Bara, janganlah kau mengungkat-ungkat apa
yang kau telah perbuat," menasehati sang bibi.
Namun dalam hatinya bibi tetiron4 itu memuji akan
kepandaian Bara memegang peranan.
Yoko tidak menjadi gusar. Sebaliknya ia hendak
mengocok terus hatinya si gadis.
"Bara, bila kau tidak datang menolong aku,
masih ada orang lain yang akan menghidupkan pula
kaki tanganku," kata Yoko sambil tersenyum.
"Manusia tidak mengenal budi! Siapa gerangan
yang akan kesudian menolongi engkau?" sahut Bara
yang sudah bangkit berdiri.
"Dewi Uzume," kata si pemuda.
Sang bibi terperanjat mendengar Yoko
menyebut namanya.
"Cis, tidak punya malu, kau masih mengharap
pertolongan dewi Uzume? Kau mengharap
4 tiruan, palsu73
pertolongan wanita itu yang tak henti-hentinya kau
nista dan kau maki habis-habisan?" bentak si gadis.
"Aku bukan minta pertolongannya, tetapi dia
yang ingin membetulkan kesalahannya, Bara. Andai
kata ketika itu kau menolak suruhan wanita iblis itu,
aku yakin dia akan mencari orang lain atau dia sendiri
yang akan datang untuk menghidupkan pula kedua
kaki tanganku," menerangkan Yoko.
"DengarIah bibi," kata Bara sambil berpaling ke
arah bibinya. "Aku tidak keliru mengatakan dia
manusia yang tak mengenal budi."
Bara menghampiri bibinya.
"Bibi, marilah kita tinggalkan dia. Lebih baik kita
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidur dari pada bersitegang terus-menerus dengan
orang yang mau menang sendiri."
Nampaknya Bara sudah sengit betul-betul, maka
bibinya segera bangkit berdiri. Ia menghaturkan
selamat tidur kepada Yoko, lalu melangkah menuju
kamar tidurnya.
Bara mengikuti dari belakang.
Di ambang pintu kamar Bara tiba-tiba berpaling.74
"Bila kau bertempur dengan dewi Uzume aku
akan membantu wanita itu. Bersama-sama aku akan
membacok tubuhmu sampai berkeping-keping." kata
si gadis masih penasaran.
"Lebih baik kau menjadi muridnya saja." sahut
Yoko mendongkol.
"Memang! Memang aku ingin menjadi murid
Uzume bila sang dewi menerimanya."
"Nekat benar kau membelakan wanita iblis itu,"
teriak Yoko sengit.
Sang bibi menyeret lengan keponakannya ke dalam
kamar. Yoko menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu ia
bangkit berdiri memelangkah ke kamarnya.
***
Terlentang di atas pembaringan, Yoko memikirkan
Bara dan bibinya. Mengapa kedua wanita itu
menganggap kelakuannya Uzume benar, pikirnya.
Bara begitu nekat membela wanita itu. Pengaruh
apakah dia sudah pergunakan terhadap si gadis,75
hingga bertemu sekali saja dia sudah bagaikan
keranjingan.
Tiba-tiba berbayang wajah Teruko dalam pikirannya.
Wajah gadis yang lembut itu puteri bapak kepala desa
di pantai Michiman yang telah diculik oleh dewi
Uzume dan kini tidak ada kabar ceritanya lagi.
Lama sekali pendekor samurai itu merenungkan
kejadian-kejadian yang telah dialaminya. Kemudian ia
memejamkan kedua matanya.
Pada tengah malam, dalam tidurnya Yoko mencium
bau harum semerbak menyambar hidungnya. Ia
terjaga. Api pelita yang terletak di atas meja
menerangi remang-remang ruangan itu. Yoko
terperanjat. Di muka pembaringan berdiri seorang
wanita cantik tengah memandang dirinya.
"Wanita iblis!" seru Yoko. "Kau datang hendak
menyerahkan jiwamu?"
Wanita cantik itu yang bukan lain daripada dewi
Uzume tersenyum. Ia berdiri tegak dengan agungnya
bagaikan puteri yang turun dari rembulan. Ia belum
berkata-kata hanya memandang si pemuda dengan
mesranya.76
Yoko menggerakkan tubuhnya hendak bangkit,
namun ia rasakan seluruh anggota badannya berat.
"Perlu apakah kau datang mendapatkan aku
pada tengah malam buta?" tanya Yoko.
"Bukankah kau mengharapkan kedatanganku?"
sahut sang dewi, suaranya merdu sekali mengalun di
telinga si pemuda.
Yoko terdiam sejenak. Ia menatap dengan seksama ke
arah sang dewi. Dalam hatinya ia kagum melihat
kecantikan wanita itu.
Darahnya mengalir lebih cepat. Dadanya berdebar
keras. Berkumandanglah di telinganya kata-kata bibi
Bara :
? Yoko, kau seorang pemuda yang cakap dan
ganteng, dewi Uzume seorang wanita yang memiliki
kecantikan luar biasa, apakah kedua orang itu tidak
mungkin bersatu?
Namun Yoko kuatkan hatinyae, ia tidak mau jatuh di
bawah kecantikan wanita itu. Tiba-tiba ia berseru:
"Sudah jangan banyak cakap! Memang aku meng
harapkan kedatanganmu untuk bertempur. Kau boleh
pilih tempatnya. Di puncak gunung Kotohiki atau di
lembah Gogaku."77
"Aku tidak mau bertempur," sahut dewi Uzume
merdu.
"Bila aku menantang?"
"Aku tetap tidak mau bertempur dengan
engkau," sahut dewi Uzume. "Bila kita bertempur
dengan mempergunakan pedang pasti dalam sewindu
pun tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah.
Untuk mengetahui keunggulan kita berdua, siapa yang
lemah dan siapa yang kuat kita harus bertempur
dengan mempergunakan karate. Dan dalam per
tempuran ini pasti salah satu akan binasa."
"Engkau takut mati?" ejek Yoko.
"Aku tidak takutkan kematian. Tetapi aku tidak
ingin engkau binasa," kata dewi Uzume, .Bila dalam
hatimu masih merangsang napsu membunuh,
bunuhlah aku. Aku tidak akan membikin perlawanan."
"Aku bukan bangsa pengecut. Aku ingin
binasakan engkau dalam pertempuran," sahut Yoko
sambil menatap terus ke arah wajah nan cantik itu.
"Aku tidak ingin bertempur," Yoko, kata sang
dewi sambil melangkah lebih dekat menghampiri si
pemuda.78
Bau harum dari seribu bunga yang keluar dari tubuh
wanita cantik itu melemahkan seluruh sendi-sendi
tulangnya si pemuda itu. Yoko paksakan dirinya
bangkit, namun ia merasakan seluruh tubuhnya masih
lemah.
"Wanita iblis!" seru pendekar samurai. "Engkau
mempergunakan pula ilmu setanmu? Engkau me
lumpuhkan pula kaki tanganku?"
Namun dewi Uzume melangkah semakin dekat. Tiba
tiba wanita cantik itu membuka lapisan baju kimono di
bagian dadanya. Nampak wajahnya sangat tegang.
"Bunuhlah aku! Bunuhlah aku sekarang juga
Tancapkanlah pedang samuraimu di dalam dadaku!"
seru sang dewi bagaikan gila.
Si pemuda memandang dada yang putih halus itu. Di
tengah dada yang indah itu melekat lukisan seekor
ular melingkar ditengah-tengah bunga Sakura, ialah
lambang dewi Uzume.
"Lekas, Yoko. Jangan menanti lama-lama.
Tusuklah ujung pedangmu ke dalam dadaku. Aku
ikhlas binasa di tangan orang yang aku cinta." kata
pula sang dewi nekat. Kedua tangannya bajunya lebar
lebar.79
Yoko terpesona memandang ke dewi Uzume yang
menggairahkan itu. Ia sudah tidak dapat bergerak, kini
ia tidak dapat berkata-kata pula. Si pemuda tiba-tiba
bagaikan menjadi bisu.
Dewi Uzume tetap berdiri tegak. Lampu pelita
menerangi wajah yang canti itu namun terbenam
dalam kedukaan yang tak terhingga. Dua butir air
mata turun dari kelopak mata sang dewi.
Yoko memejamkan kedua mata. Lama sekali ia
memejam kedua matanya itu. Pikirannya bekerja
keras. Akhirnya ia dapat tetapkan hatinya, pendekar
samurai sudah mengambil keputusan. Biar
bagaimanapun ia harus membunuh wanita itu.
Si pemuda bangkit dari pembaringannya. Ia
menyambar pedang samurainya yang terletak di sisi
pembaringan. Tetapi bukan main terperanjatnya,
dewi Uzume tidak nampak pula di dalam ruangan itu.
Sangat penasaran Yoko melangkah keluar dari kamar
tidurnya. Di rumah itu sunyi sepi. Api yang tergantung
pada ddiding menyiarkan cahaya remang-remang.t
Ia melangkah kelluar dari pintu belakang. Pedang
pusakanya ia Ikatkan pada sabuknya. Dengan sekali
enjot tubuhnya mencelat ke atas wuwungan rumah.80
Si pemuda menatap ke kiri kanan namun jangan kata
orangnya bayangan dewi Uzume pun tak tampak lagi,
Yoko melompat turun, lalu masuk kembali ke dalam
rumah. Si pemuda menuju ke dalam kamar tidurnya.
Dengan menarik napas dalam pendekar samurai
meletakkan pedangnya di atas meja, lalu duduk di tepi
pembaringan.
"Apakah aku bermimpi?" tanyanya seorang diri.
"Aku mimpikan wanita iblis itu?"
Yoko memandang ke tempat bekas dewi Uzume
berdiri. Dia bayangkan sang dewi berdiri dengan
tegaknya.
"Betul-betul aku bermimpi. Tak mungkin wanita
itu dapat menghilang dalam waktu yang sangat
singkat itu," pikir Yoko. Namun hidungnya masih
merasakan bau harum semerbak seribu bunga.
"Ini semua karena gara-gara Bara dan bibinya
mempersoalkan dewi Uzume, hingga jiwaku ter
pengaruh sampai mimpikan wanila itu," kata pula
Yoko.
Yoko membaringkan dirinyaa pula. Ia terlentang
memandang ke atas atap rumah.81
"Memang sungguh cantik wanita itu," gumam
nya. Lalu ia memejamkan kedua matanya.82
III
SEJAK pagi Bara tidak mengajak Yoko bicara. Pada
tengah hari Yoko meninggalkan rumah.
"Lebih baik aku mencari tempat penginapan.
Tidak dapat aku tinggal lebih lama di rumah itu,
setelah terjadi pertengkaran dengan Bara. Dia pun
tentu menginginkan aku mengangkat kaki," kata Yoko
seorang diri sambil malangkah menuju ke pasar.
Tiba-tiba dalam pikiran Yoko berkelebat suatu ingatan.
"Aku harus temukan bapak Hiroshi. Tidak baik ia
menerka aku bersekutu dengan dewi Uzume."
Maka si pemuda menuju ke rumah orang tua itu.
Yoko berjalan lebih cepat ketika melihat dari kejauhan
warung nasi bapak Hiroshi masih tertutup. Namun
pintu rumah itu sudah terbuka.
Tak ragu-ragu lagi si pemuda melangkah masuk.
"Yoko, kau datang mencari aku?" tanya Hiroshi
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keheran-heranan ketika ia melihat pendekar Samurai
itu berdiri di ambang pintu. Orang tua itu meng
hampiri.83
"Silakan masuk."
Yoko tersenyum. Ia merasa heran, bapak Hiroshi
menyambut dia dengan baik.
Hiroshi mempersilakan tamunja duduk. Ia meng
hidangkan kue-kue dan secawan air teh panas.
"Maafkan aku Yoko," kata bapak Hiroshi. "Aku
telah menyangka engkau bersekongkol dengan dewi
Uzume."
"Dari siapakah bapak mengetahui bahwa aku
tidak bersalah dalam soal kebinasaan nenek
Melisanko?" tanya Yoko heran.
"Aku telah mengambil kesimpulan sendiri. Bila
kau bersalah pasti kau tidak akan datang mengunjungi
aku," sahut Hiroshi.
Yoko menghirup isi cawannya. Lalu ia menceritakan
bagaimana dewi Uzume melumpuhkan kaki tangan
nya dan dihidupkan kembali oleh Bara.
"Yoko apakah kau sudah temukan pula musuh
besar kita?" tanya orang tua itu setelah Yoko meng
akhiri penuturannya.
Si pemuda menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dimana kau bermalam?" tanya pula Hiroshi.84
"Aku tinggal di rumah seorang kawanku dari
gunung Asosan yang pernah bertempur dengan bapak
di puncak gunung Kotohiki," menerangkan si pemuda.
Bapak Hiroshi mengerutkan keningnya.
"Si gadis kenes itu? Hati-hati Yoko, apakah dia
bukan murid dewi Uzume?"
"Mengapa bapak menerka demikian?"
"Karena gadis itu sangat tinggi ilmunya." sahut
Hiroshi.
Yoko tertawa terbahak-bahak.
"Apakah seoang gadis yang tinggi ilmunya tentu
menjadi murid Uzume? Aku tahu pasti Bara bukan
murid wanita iblis Itu."
Bapak Hiroshi melangkah ke dapur. Ia hendak me
nyediakan makanan untuk Yoko.
Tidak berapa lama kemudian orang tua itu keluar pula
dengan membawa baki penuh hidangan lezat.
"Kau tentu belum makan," kata bapak Hiroshi
sambil menaruh baki itu di atas meja, lalu mengangkat
piring-piring dan mangkok yang penuh dengan nasi
dan lauk pauk.85
"Terima kasih Bapak, memang aku sangat
lapar." sahut si pemuda yang segera makan bersama
sama orang tua itu.
Yoko makan dengan lahapnya. Yoko merasa sangat
lapar, karena Bara tidak menyediakan ia makanan.
Lagipula sang bibi sampai tengah hari tidak terlihat
mata hidungnya.
"Yoko, lebih baik kau tinggal di gubukku." kata
bapak Hiroshi. "Kita berdua dapat menyelidiki tempat
kediaman wanita laknat itu."
"Bila Bapak tidak keberatan, memang aku
hendak meninggalkan rumah kawanku itu. Aku
merasa tidak enak tinggal lama-lama dalam satu
rumah dengan gadis itu dan bibinya" Namun Yoko
tidak menceritakan pertengkarannya dengan Bara
hingga ia mimpikan dewi Uzume.
Setelah bersantap Yoko masih saja bercakap-cakap
dengan bapak Hiroshi.
"Apakah tidak lebih baik bapak tinggal di rumah
Melisanko di jalan Sinaga?" tanya Yoko.
"Biarpun kau mengatakan nyonyaku sudah
binasa, namun aku tidak berani tinggal di rumahnya
karena aku tidak mendapat perintah. Tetapi setiap86
pagi tentu aku pergi ke sana. Hatiku bagaikan disayat
dengan sembilu5 begitu melihat patung puteri Korea,"
kata bapak Hiroshi. Nampak beberapa butir air mata
berlinang di kedua pipinya.
Yoko menarik napas dalam-dalam.
"Bapak, aku akan menyuruh dewi Uzume meng
hidupkan pula Melisanko?" kata Yoko.
"Tidak mungkin, tidak mungkin puteri Korea
akan menjadi manusia biasa kembali. Dia akan
menjadi patung batu sampai dunia kiamat." kata
Hiroshi terharu.
Yoko meninggalkan rumah bapak Hiroshi setelah
berjanji bahwa ia akan datang kembali, satelah
berpamitan dahulu dengan bibi Bara yang sangat
berbudi itu.
***
Wajah Bara nampak tegang ketika Yoko melangkah
masuk ke dalam rumah.
5587
Cepat-cepat si gadis menghampiri.
"Yoko, sejak pagi bibiku meninggalkan rumah. Ia
tidak memberitahukan aku kemana perginya dan
sampai kini ia belum kembali," menerangkan si gadis
penuh kekhawatiran.
Yoko melupakan pertengkarannya semalam.
"Sebentar pun bibimu kembali," sahut Yoko
sambil melangkah ke kamarnya.
Si gadis mengikuti.
"Kini sudah hampir malam, tidak biasanya
bibiku pergi sampai begitu lama. Lagipula jika dia
hendak meninggalkan rumah, biasanya ia mem
beritahukan padaku," kata Bara.
Memang bila dewi Uzume hendak pergi, selalu ia
memberitahukan Bara, karena bila ada urusan
penting, si gadis dapat mencarinya.
"Bara, aku hendak beritahukan padamu bahwa
aku berjanji dengan Hiroshi akan tinggal di rumahnya."
kata Yoko.
"Apa? Kau temukan Hiroshi, dan dia tidak
menebas batang lehermu?" tanya Bara keheranan.88
"Dia sudah insyaf bahwa aku tetap bermusuhan
dengan dewi Uzume," sahut Yoko.
"Tetapi kau tidak dapat meninggalkan aku
selama bibiku belum kembali. Lagipula menurut
perjanjian kau harus sepekan lagi tinggal bersama
denganku."
Yoko terdiam sejenak. Ia teringat akan janjinya di atas
gunung Kotohiki itu.
"Baiklah, tetapi aku minta dengan hormat
supaya kau mengijinkan aku pergi setelah bibimu
kembali," kata Yoko.
Bara tak menjawab. Ia memandang kearah si pemuda.
"Apakah kau masih penasaran kepadaku
mengenai soal semalam," tanya si gadis.
"Aku sudah melupakan itu," sahut Yoko. Tetapi
sebenarnya ia masih mendongkol, ia ingin men
ceritakan pada Bara bahwa ia mimpikan dewi Uzume
namun ia mengurungkan niatnya.
"Apakah kau sudah makan?" tanya Bara.
"Aku sudah makan di rumah bapak Hiroshi."
sahut Yoko.89
Wajah si gadis masih saja tampak tegang. Perlahan
lahan ia melangkah ke ruang tengah lalu duduk di atas
tatami.
Sampai jauh malam Bara dengan dikawani Yoko
menantikan kembalinya sang bibi. Namun bibi itu tak
kunjung pulang.
Keesokan harinya setelah bersantap pagi Yoko menuju
ke rumah bapak Hiroshi.
Bara menahan si pemuda, tetapi Yoko memaksa. Dia
perlu memberitahukan bapak Hiroshi supaya dia tidak
ditunggu-tunggu.
Bara tidak meninggalkan rumah. Makin lama hatinya
makin gelisah karena bibi tetiron itu belum juga
pulang.
"Apakah yang sudah terjadi. Biasanja dewi
selalu memberitahukan padaku kepergiannya," kata
Bara seorang diri. Si gadis berjalan keluar masuk di
dalam rumahnya. Sebentar-sebentar ia menatap ke
arah jalan.
"Apakah sang dewi pergi ke gunung Asosan?
Atau ke gunung Kotohiki? Ah, tak mungkin, ia pasti
akan memberitahukan padaku bila ia menuju ke
gunung Asosan dan perlu apakah dia pergi ke gunung90
Kotohiki karena istananya sudah musnah terbakar?"
tanya jawab Bara seorang diri.
Cuaca makin lama makin gelap. Bara menyalakan
lampu-lampu pelita. Seorang diri ia bersantap malam.
Setelah bersantap hatinya makin gelisah, karena Yoko
pun belum kembali.
"Bedebah." maki Bara seorang diri. "Dia
bermalam juga di rumah Hiroshi. Esok pagi aku akan
mencari dia. Aku akan kuras dia habis-habisan. Benar
benar dia tidak mengenal budi orang."
Bara melangkah keluar pintu. Lama sekali ia berdiri di
ambang rumah. "Mungkinkah sang dewi menghadapi
kesukaran?" gumam si gadis.
Bara merasakan hatinya tidak karuan. Ia melangkah
masuk ke ruang dalam, lalu menjatuhkan dirinya di
atas tatami. Bukan main kesalnya gadis remaja itu.
"Benar-benar kurang ajar si Yoko, dia me
ninggalkan aku dalam kegelisahan." kata Bara dengan
gemas. Si gadis mengkeretakkan giginya. "Aku akan
jewer telinganya bila esok aku temukan dia."
Sampai jauh malam Bara menantikan kembalinya sang
dewi. Akhirnya ia jatuh tertidur di atas tatami.91
Pada keesokan harinya, si gadis menuju ke rumah
bapak Hiroshi. Hatinya masih gemas kepada Yoko. Ia
sudah ingin lekas-lekas temukan si pemuda untuk
dicaci maki habis-habisan.
Bara melangkah masuk ke dalam warung nasi Hiroshi.
"Kau mencari siapa?" bentak Hiroshi ketika
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengenali gadis itu yang pernah pecundangi dirinya.
Si gadis merasa tersinggung.
"Aku mencari Yoko," sahutnya.
"Hm, kau kehilangan kekasihmu? Dia tidak ada
disini." Bapak Hiroshi tetap duduk, ia tidak bangkit
berdiri menyambut tamunya.
Bara naik darah.
"Jangan dustakan aku tua bangka. Dia bilang
hendak bermalam di rumahmu."
Tiba-tiba wajah bapak Hiroshi berubah tegang.
Keningnja berkerut. Hatinya berdebar-debar menahan
amarah mendengar perkataan si gadis yang sangat
kurang ajar itu. Namun cepat-cepat dia dapat
mengendalikan perasaannya.
"Apakah kau tidak dapat berbicara lebih
sopan?" tanya Hiroshi.92
"Siapa suruh kau mendustakan aku?" sela Bara.
"Aku blcara sebenarnya," kata pula bapak
Hiroshi. "Yoko tidak ada disini."
"Dusta!" teriak si gadis.
"Perlu apakah aku mendustakan padamu?"
"Karena kau masih mendongkol." sahut Bara
dengan kenes. "Apakah kau masih penasaran? Aku
siap sedia melayani engkau bertempur. Sebut saja
tempat dan waktunya."
Bapak Hiroshi naik darah ditantang anak dara itu. Ia
bangkit berdiri sambil mengepal-ngepalkan tinjunya.
Ia membanting-bantingkan kakinya di atas lantai.
"Lekas pergi dari sini!" mengusir orang tua itu.
"Pergi!"
Bara tetap berdiri. Ia berteriak-teriak memanggil Yoko.
"Kau boleh berteriak sampai mulutmu pecah."
kata Hiroshi sambil membelalakan kedua matanya.
"Aku sudah bilang dia tidak ada disini." Nampak tubuh
orang tua itu bergemetar karena gusar.
"Yoko! Yoko! Kau tuli!" teriak Bara.93
Namun tidak ada jawaban dari dalam rumah itu. Tiba
tiba Bara mendapat pikiran lain. Mungkin Yoko yang
mendustakan dirinya, pikir si gadis. Kini amarah Bara
beralih kepada Yoko.
"Aku akan tempiling dia, bila aku ketemukan,"
kata Bara seorang diri.
"Itu urusanmu, kau mau rangkul pemuda itu
pun aku tidak berkeberatan." ejek Hiroshi.
"Bedebah!" bentak Bara lalu meninggalkan
ramah itu tanpa berpamitan.
Bapak Hiroshi mendudukkan dirinya di atas kursi.
Napasnya masih memburu, karena gusar.
Cepat-cepat Bara berjalan pulang. Si gadis mengharap
dewi Uzume sudah kembali. Tetapi hatinya tambah
gelisah ketika ia tiba di rumahnya dan sang dewi
belum juga terlihat.
Pada tengah malam Bara meninggalkan pula rumah
nya. Si gadis menuju ke rumahnya bapak Hiroshi.
"Aku sangat penasaran," katanya dalam hati.
"Jika Yoko tidak mendustakan aku, pasti dia meng
umpet di dalam rumah tua bangka itu."94
Dengan berlaku seperti seorang pencuri, Bara
berindap-indap melangkah ke belakang rumah Itu
Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya dan
mendengarkan suara-suara dari dalam rumah. Tidak
ada suara apa-apa yang terdengar. Suasana sunyi sepi
di sekitar tempat itu. Si gadis menggeserkan pedang
samurainya dipunggungnya, lalu melangkah dengan
hati-hati menuju pintu belakang rumah itu. Perlahan
lahan ia membuka pintu itu.
Dengan sangat waspada Bara melangkah masuk.
Ruang belakang rumah itu hanya diterangi dengan
lampu pelita yang bercahaya remang-remang.
Bara bergerak menuju kamar tidurnya bapak Hiroshi.
Terdengar suara dengkur orang tua itu. Si gadis
mengintai dari sela-sela bilik. Api pelita di dalam ruang
itu cukup memberikan penerangan untuk Bara
menyaksikan orang tua itu tidur terlentang di atas
pembaringannya.
Si gadis lalu menuju ke kamar satunya lagi. Di dalam
kamar itu gelap gelita. Perlahan-lahan Bara menolak
pintu kamar yang tidak terkunci.
Cahaya api pelita di ruang muka menyorot masuk ke
dalam kamar itu. Bara bertindak menghampiri95
pembaringan. Pembaringan yang terletak di sisi ruang
itu kosong.
"Betul, Yoko tidak ada ditempat ini," mendumal
Bara. Segera ia keluar pula, lalu menuju ke ruang
muka. Di situpun tidak terdapat si pemuda.
Perlahan-lahan ia berjalan ke belakang. Ia melangkah
keluar dari pintu belakang.
"Benar-benar bodoh aku ini," kata Bara seorang
diri sambil berjalan dengan cepatnya menuju ke
rumahnya. "Dia tidak pikirkan aku ditinggalkan bibiku,
mengapakah aku mesti mencari-cari laki-laki tak
berbudi itu. Aku akan nantikan sampai dewi pulang
dan menyerahkan sang dewi tindakan apa yang akan
diambil untuk mencari Yoko."
Tiba-tiba wajah Bara berubah gusar.
"Hm, dia dustakan aku dengan mengatakan
ketemu Hiroshi dan hendak tinggal di rumah tua
bangka itu. Nyata si tua bangka tidak berdusta. Tapi
dimanakah dia berada selama dua hari ini? Apakah dia
mencari bibiku? Ah, mustahil, jika ia hendak mencari
bibiku tentu ia beritahukan dahulu padaku."
Bara melangkah terus.96
IV
YOKO berada di tengah hutan di lembah pegunungan
Kotohiki. Dia sedang menghadapi malapetaka. Sudah
dua hari dua malam ia berada dalam keadaan yang
mengenaskan.
Cuaca hampir pagi. Angin pegunungan meniup dingin
sekali. Si pemuda tersedar dari tidurnya.
Ia rasakan seluruh tubuhnya lemas. Lupa akan
keadaan dirinya ia bangkit berdiri, namun kepaIanya
membentur jeruji besi. Ia menjadi sadar. Ia berada di
dalam sangkar besi yang tergantung di atas sebuah
cabang pohon besar. Siapakah yang sudah
memasukkan dia kedalam sangkar besi itu bagaikan
seekor burung yang sudah terjebak.
Berulang-kali Yoko hendak mematahkan jeruji-jeruji
sangkar itu, namun sampai ia kehabisan tenaga jeruji
itu tetap tak membengkok. Pintu sangkar itu terkunci
dengan selot yang sangat kokoh.
Yoko tidak dapat berdiri di dalam sangkar itu. Tinggi
sangkar yang berbentuk persegi hanya cukup untuk ia
duduk dan berjongkok.97
Ia lebih senang dibikin lumpuh kaki tangannya,
daripada ditawan di dalam sangkar. Bukan main
terpukul jiwa pendekar samurai.
Dari kejauhan terdengar suara kera berteriak-teriak
sambil berlompat-lompat di atas cabang pohon.
? Kera-kera itu lebih beruntung dari aku, pikir Yoko.
Kinipun aku sebagai seekor kera yang terkurung di
dalam kurungan besi.
Bagaikan gila dengan kedua tangannya Yoko
menggenggam jeruji-jeruji besi itu. Ia mencoba lagi
untuk membengkokkan jeruji-jeruji yang kokoh kuat
itu. Gerakannya menggoyang-goyangkan sangkar itu
hingga ia merasakan kepalanya pening.
Ia menjangkau kaleng tempat air yang terletak di
dekatnya. Namun tempat air itu sudah kosong.
Yoko bersila di dalam sangkar.
? Mengapakah sampai aku terkurung di dalam
sangkar, pikirnya. Dan siapakah yang sudah menawan
aku? Dewi Uzume? Pasti wanita itu yang menawan
diriku.
Si pemuda mengkeretakkan giginya.
***98
Yoko membayangkan pula ketika ia meninggalkan
rumah Bara. Cepat-cepat ia menuju ke rumah bapak
Hiroslhi.
"Aku telah nanti-nantikan engkau," kata Hiroshi
ketika Yoko sudah berada dihadapannya.
"Maaf, bapak," sahut si pemuda. "Aku belum
dapat meninggalkan rumah kawanku karena bibinya
dengan mendadak telah meninggalkan rumah."
Bapak Hiroshi mengerutkan keningnya. Ia masih
mendongkol karena si gadis telah pecundangi dirinya.
Setelah selesai bersantap siang bapak Hiroshi
menerangkan kepada si pemuda bahwa ia mendapat
berita seorang wanita cantik berkeliaran di puncak
gunung Kotohiki.
"Dewi Uzume?" sela Yoko.
Orang tua itu menganggukkan kepalanya. "Memang,
akupun menyangka musuh besar kita masih berada di
puncak gunung Kotohiki." sahut Hiroshi.
"Sebentar malam aku akan pergi ke puncak
gunung itu," kata Yoko.
"Aku turut," kata bapak Hiroshi.99
Mereka bercakap-cakap pula. Akhirnya Yoko meminta
diri, namun bapak Hiroshi menahannya.
Pendekar Bloon 4 Betina Dari Neraka Dewa Arak 08 Penganut Ilmu Hitam Candika Dewi Penyebar Maut V I I
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama