Pendekar Samurai 3 Kera Putih Bagian 2
"Sebentar aku akan kembali lagi untuk
menjemput engkau," kata Yoko. "Aku perlu pulang
dahulu untuk mengambil pedang pusakaku."
"Jangan. Yoko! Jangan menemukan dahulu
gadis kenes itu. Aku dapat menyediakan kau sebuah
pedang samurai yang cukup baik," kata orang tua itu
sungguh-sungguh.
"Mengapakah aku tidak boleh temukan dia?"
"Aku khawatir Yoko. Aku khawatir gadis itu akan
menggagalkan usaha kita. Terus terang saja aku men
curigakan dia. Siapa tahu dia seorang murid wanita
iblis itu," kata Hiroshi.
Si pemuda tersenyum. Namun dia tidak menyahut.
? Memang. Bara dapat menggagalkan maksudnya,
karena dia berpihak kepada dewi Uzume, pikir Yoko.
Pada petang harinya kedua orang itu sudah siap akan
menuju ke gunung Kotohiki untuk mendapatkan
musuh besar mereka. Hiroshi mengeluarkan dua bilah
pedang samurai. Satu ia berikan kepada Yoko dan
satunya lagi ia selipkan dalam bajunya di
punggungnya.100
Yoko menghunus pedang itu. Berkelebat sinar terang
di dalam ruangan itu. la menganggukkan kepalanya.
Walaupun pedang itu tidak seindah pedang pusaka
nya, namun si pemuda sudah merasa puas dengan
senjata itu.
Di tengah jalan mereka tidak berkata-kata. Ketika
cuaca sudah gelap barulah kedua orang itu tiba di kaki
gunung Kotohiki. Dengan sangat waspada mereka
mendaki lamping-lamping gunung yang makin lama
makin curam.
Setengah malam, mereka berjalan di dalam rimba di
puncak gunung itu, memasuki semak-semak belukar.
Istana dewi Uzume yang sudah musnah terbakar
hanya nampak reruntuhannya saja.
Sebentar-sebentar mereka dibikin kaget oleh suara
kera-kera yang berkeresekan di atas pohon-pohon
besar. Namun dewi Uzume tidak ditemukan.
"Bapak, siapakah yang memberitahukan pada
mu bahwa wanita iblis itu berada di puncak gunung
ini?" tanya Yoko kesal.
"Aku mempunyai beberapa mata-mata yang
aku kerahkan untuk mencari wanita itu," sahut
Hiroshi. "Satu diantaranya melaporkan bahwa ia telah101
dapat melihat seorang wanita yang mempunyai
kecantikan luar biasa mendaki gunung Kotohiki. Orang
itu menguntit, namun di dalam rimba ia telah
kehilangan jejak wanita itu."
"Apakah wanita yang dilihat itu benar si wanita
iblis?" tanya pula si pemuda.
"Tidak ada lain wanita yang mempunyai nyali
begitu besar mendaki gunung Kotohiki." sahut orang
tua itu.
"Kawanku si Bara pernah mendaki gunung ini
sampai di puncaknya," sahut Yoko.
"Maka, aku mencurigakan gadis itu. Karena
seluruh penduduk kota-kota yang berdekatan dengan
gunung ini tidak ada yang berani mendaki Kotohiki,
apa pula di waktu tengah malam buta." Orang tua itu
memandang ke arah si pemuda.
"Memang gadis itu tidak mengenal bahaya, lagi
pula dia bukan penduduk di tempat ini, maka dia tidak
mengetahui bahaya di puncak gunung Kotohiki," sela
Yoko yang tidak mempunyai kecurigaan sedikitpun
terhadap Bara.
Tiba-tiba orang tua itu mengajak Yoko turun ke
lembah.102
"Perlu apakah kita turun," tanya Yoko. "Lembah
itu sangat curam dan berbahaya... Bila jatuh tergelincir
hancurlah tubuh kita."
Hiroshi menyeka peluh pada keningnya.
"Aku mengetahui tempat-tempat yang terjal,"
katanya. Lalu orang tua itu melangkah menyusuri
lamping gunung yang sangat curam itu.
Yoko mengeleng-gelengkan kepalanya.
? Bila dia jatuh, mampuslah tua bangka ini, pikir Yoko
mendongkol. Namun si pemuda mengikuti orang tua
itu.
Setibanya di lembah Yoko menjatuhkan dirinya di atas
rumput tebal. Ia memandang ke arah pohon yang
besar-besar itu. Cahaya rembulan menerangi remang
remang sekitar tempat itu.
Bapak Hiroshi berdiri sambil menatap kesana-kemari,
Nampaknya sangat gelisah.
Tiba-tiba orang tua itu bersiul dua kali. Suara siulannya
mengalun disekltar lembah.
"Ha-ha-ha!" tawa Yoko. "Bapak, kau memanggil
musuh kita?"103
"Aku menantang wanita iblis itu," sahut Hiroshi.
"Bila ia berada di sekitar tempat ini, pasti dia akan
datang menghampiri. Dia pasti bercuriga dan ingin
tahu siapa yang mempunyai nyali begitu besar pada
tengah malam buta menyatroni lembah Kotohiki."
"Bukankah dia akan menyembunyikan dirinya,"
sahut Yoko.
"Tidak, aku sampai tahu jiwa wanita iblis yang
sangat sombong itu. Apalagi katamu dia sudah
berhasil membinasakan nyonya besarku tentu dia
memandang sebelah mata kepada siapapun juga"
Yoko terdium. Ia sandarkan tubuhnya pada batang
pohon.
"Tua bangka ini tidak meraba tulang iganya.
Dengan gadis desa saja semacam Bara dia sudah dapat
dibikin tak berdaya, dan kini dia menantang dewi
Uzume yang niempunyai kepandaian luar biasa. Aku
ingin melihat bila dia berhadapan dengan wanita iblis
itu." kata si pemuda dalam hatinya.
Hiroshi tidak mau beristirahat. Ia melangkah
menjauhkan dirinya dari Yoko. Namun si pemuda
tetap duduk di bawah pohon. Sambil tersenyum ia
memandang ke arah orang tua itu yang menatap ke104
kiri kanan lagaknya bagaikan seekor kucing yang ingin
menangkap tikus.
"Biar dia mencari wanita itu semalam suntuk,"
kata Yoko seorang diri. "Dia tidak tahu dia sudah
didustakan mata-matanya. Perlu apakah Uzume
berkeliaran dipegunungan ini?"
Si pemuda menghela napas dalam. Ia menguap
berkali-kali. Angin malam yang sangat dingin
menghembus ke arahnya. Yoko memejamkan kedua
matanya.
***
"Kemanakah kini bapak Hiroshi? Tidak mungkin
dia meninggalkan aku," kata Yoko sambil memandang
ke atas batang pohon dimana sangkar itu tergantung.
"Pasti Hiroshi sudah dibunuh wanita iblis itu.
Dan aku dikurung di dalam sangkar supaya aku
menderita hingga bersedia menaluk padanya."
Yoko terdiam sejenak.
"Hm, aku harus menguatkan hatiku. Aku yakin
tidak lama lagi wanita iblis itu akan datang105
mendapatkan aku dan dia akan membebaskan diriku
dengan syarat," kata pula si pemuda.
Tiba-tiba angin meniup sangat kerasnya. Sangkar besi
itu bergerak-gerak, hingga Yoko memegang jeruji besi
erat-erat dengan kedua tangannya.
Yoko memandang ke bawah. Ia berada tinggi sekali.
Sebuah tangga yang dibuat daripada cabang-cabang
pohon nampak bersandar pada batang pohon dimana
ia berada.
Tiba-tiba Yoko teringat pada Bara.
"Kini aku memerlukan pula pertolongannya,"
kata Yoko seorang diri. "Apakah bibinya sudah
kembali? Bila wanita itu sudah kembali, pasti mereka
akan mencari daku. Tetapi bagaimana mereka tahu
bahwa aku berada di lembah gunung ini dan di dalam
sangkar?"
Fajar mulai menyingsing. Matahari bersinar di ufuk
Timur.
Yoko menghela napas dalam.
"T-o-l-o-n-g!"
Suaranya terdengar sangat parau bagaikan jeritan
kera yang bergelantungan di atas pohon.106
Yoko menjerit pula.
"T-o-l-o-n-g! T-o-l-o-o-o-n-g!!"
Yoko terdiam. Ia memasang telinganya, mengharap
kan jeritannya mendapat jawaban. Lama sekali ia
menantikan, namun tidak terdengar suara apa-apa,
selain suara berkeresakan binatang-binatang kera di
atas cabang-cabang pohon dan unggas berkicauan
menyambut matahari pagi.
Ia merasakan perutnya lapar. Semangkok nasi dan
sekaleng air yang ditaruh di dalam sangkar sudah
habis. Sehari-semalam ia tidak makan dan minum.
Lehernya pun ia rasakan kering.
Si pemuda membaukan bau tubuhnya yang penuh
dengan peluh.
"Berapa lama lagi aku harus menjalankan
siksaan ini?" kala Yoko seorang diri.
Wajah pendekar samurai itu tampak sangat tegang.
Kedua matanya bersinar buas.
"Wanita iblis! Pengecut!" teriak Yoko kalap.
"Kau takut binasa bila bertempur dengan aku, maka
kau telah menggunakan akal busuk memberikan aku
obat bius ketika aku tidur! Aku tidak akan melemaskan107
kau pula bila kita bertemu. Aku akan cekik lehermu!
Aku akan cekik sampai kau binasa!"
Kera-kera di atas pohon memandang dengan heran ke
arah Yoko yang menjerit-jerit bagaikan orang gila.
Mungkin binatang-binatang itupun tak habis berpikir
mengapakah seorang manusia terkurung di dalam
kurungan besi?
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yoko memandang kearah binatang-binatang itu yang
dengan bebasnya berlompatan kian kemari.
"Kera marilah, tolong aku," teriak Yoko sambil
tangannja mengulap-ulapkan binatang-binatang itu.
Namun binatang-binatang itu lari berserabutan
meninggalkan si pemuda seorang dirL
"T-o-l-o-n-g!" teriak pula Yoko. Suara
teriakannja berkumandang di lembah gunung.108
V
LAGI-LAGI Bara sudah bangun. Setelah mandi, seorang
diri ia duduk di atas tatami sambil memakan kue-kue
dan meminum teh. Wajah si gadis nampak sedih, ia
memikirkan dewi Uzume, bibi tetiron itu.
"Kemanakah perginya sang dewi?" katanya
seorang diri.
Bara memandang kemuka. Pikirannya bekerja keras.
Dia harus mencari sang dewi. Tetapi kemanakah ia
harus mencarinya. Berjam-jam Bara berpikir, namun ia
tidak tahu apa yang ia harus berbuat. Tiba-tiba si gadis
bangkit berdiri.
"Aku bisa gila berdiam di dalam rumah dengan
hati gelisah. Lebih baik aku berjalan-jalan ke gunung
Kotohiki."
Separuh berlari Bara menuju ke gunung tersebut. Tiba
di kaki gunung, ia menghentikan langkahnya. Ia
memandang ke atas puncak gunung yang tertutup
awan putih.
"Apakah sang dewi akan membangun pula
istana baru?" tanya si gadis seorang diri.109
Perlahan-lahan ia mendaki lamping gunung. Sebentar
sebentar ia berhenti menghirup hawa pegunungan
yang sejuk dan segar.
Pada lamping yang terjal terdapat batu-batu gunung
yang besar-besar. Bara duduk di atas sebuah batu.
Nampak wajahnya berseri-seri memandang ke muka,
memandang sinar matahari pagi bagaikan cahaya
emas menyinari tanah pegunungan itu. Agaknya si
gadis lupa akan kesedihannya. Lupa kepada dewi
Uzume dan lupa kepada Yoko. Ia asyik mendengarkan
kicauan unggas di dahan-dahan pohon.
Lama sekali Bara duduk di atas batu itu. Ia merasa
malas untuk mendaki lereng gunung sampai ke
puncaknya.
Tiba-tiba terdengar suara jeritan berulang-ulang.
Suara jeritan itu terdengarnya jauh dari dalam
lembah.
Bara terperanjat.
? Suara apakah itu, pikirnya. Ia tidak dapat
membedakan suara itu. Apakah suara jeritan orang,
namun terdengarnya seperti suara binatang
menyalak.110
Mendadak cabang-cabang pohon bergerak-gerak
dengan keras. Berpuluh-puluh binatang kera ber
lompatan kearahnya.
"Ah, jeritan kera membikin aku terperanjat,"
kata Bara seorang diri.
Bara yang sudah bangkit berdiri duduk kembali.
Namun tiba-tiba ia mendengar pula jeritan itu. Kali ini
Bara mendengarkan dengan seksama.
"Bukan, bukan suara kera," katanya. "Itu suara
orang yang sangat lemah." Tetapi ia masih tidak dapat
membedakan suara laki-laki atau wanita. "Aku harus
melihat, mungkin orang itu membutuhkan per
tolongan."
Cepat-cepat si gadis bangkit berdiri lalu dengan sangat
hati-hati turun ke lembah. Lamping gunung yang
menuju ke lembah sangat curam. Salah bertindak ia
akan tergelincir kebawah. Nampaknya si gadis sudah
biasa turun ke lembah karena tanpa ragu-ragu tubuh
yang langsing itu berlompat-lompatan dengan
cekatan. Tidak lama kemudian ia sudah tiba di lembah.
Dari dalam semak belukar Bara memandang kesana
kemari. Namun tidak nampak apa-apa yang
mencurigakan. Lembah itu sunyi sepi. Hanya111
terdengar suara unggas berkicauan di atas cabang
cabang pohon.
Si gadis keluar dari dalamsemak belukar. Perlahan
lahan ia melangkah. Tiba-tiba ia terperanjat. Di
kejauhan nampak sebuah sangkar besi tergantung di
atas cabang pohon besar. Sangkar itu bergerak-gerak.
"Heh, sangkar apakah itu?" gumam si gadis.
"Mungkin ada binatangnya di dalam?"
Bara melangkah menghampiri. Tiba-tiba kedua mata
nya terbelalak. Tak disangkannya di dalam sangkar itu
terdapat seorang laki-laki sedang duduk mem
belakangi dirinya.
"Apa, orang di dalam sangka?!" seru Bara
tertahan, bagaikan tak percaya pandangan matanya.
Tanpa bersuara lagi si gadis melangkah sampai di
bawah pohon.
Bara mengangkat kepalanya menatap ke atas.
Laki-laki di dalam sangkar itu menghela napas dalam,
lalu menoleh ke kanan.
Bara terkejut, ketika mengenali laki-laki itu.
"Yoko! Yoko di dalam sangkar?" katanya
terputus-putus.112
Pada lain saat timbul pikiran ingin menggoda dalam
otaknya. Beberapa batu kecil diambilnya lalu satu
demi satu dilontarkannya ke arah sangkar.
Melihat batu-batu berterbangan ke arahnya, Yoko
memandang ke bawah.
Tiba-tiba Bara tertawa terkekeh-kekeh.
"Bara!" teriak Yoko. Suaranya terdengar sangat
parau. "Bara! Lekas tolong aku!"
Si gadis tertawa terus hingga air mata keluar dari
kelopak matanya.
Yoko sangat mendongkol.
"Bara, apakah yang kau tertawakan?"
"Yoko, aku tidak tahu kau sudah menjadi
binatang kera! Siapakah yang sudah menangkap
engkau? Bilakah kau dibawa ke kebon binatang di
Tokyo?" teriak Bara.
Yoko tidak menyahut. Wajahnya berubah gusar.
Dengan mata bersinar ia menatap bawah.
Bara melangkah menghampiri tangga. Sambil tertawa
kecil ia mendaki tangga itu.113
Setelah si gadis tiba di anak tangga paling atas, Yoko
menahan gusarnya.
Bara merasa kasihan melihat pemuda itu dalam
keadaan yang mengenaskan.
"Siapakah yang telah menawan engkau?" tanja
Bara.
"Siapa lagi jika bukan wanita iblis itu," sahut
Yoko gemas.
"Dewi Uzume? Kau menerka dewi Uzume?"
kata Bara sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tidak mungkin. Dia tidak mungkin berbuat
sekejam itu."
"Dia telah melumpuhkan kaki tanganku, meng
apa tak mungkin dia mengurung aku dalam sangkar
ini," sahut Yoko. "Betul-betul aku akan cekik batang
lehernya bila aku jumpakan pula iblis itu." Yoko
mengkeretakken giginya.
Hati si gadis kini bercekat. Apakah benar dewi Uzume
yang mengurung Yoko?
"Mengapa kau tidak melawan. Yoko?" tanya
Bara.
"Dia menawan aku ketika aku sedang tertidur."114
"Memang engkau doyan tidur," kata si gadis.
"Tetapi perlu apakah kau datang ke lembah Kotohiki?"
Yoko menceritakan pengalamannya, hingga ia ditawan
dalam sangkar besi itu.
Si gadis mendengarkan dengan seksama. Ia tidak
memutuskan pembicaraan Yoko.
Tiba-tiba Yoko teringat akan bapak Hiroshi.
"Bara, apakah kau tidak menemukan mayatnya
bapak Hiroshi di tengah jalan?" tanyanya.
"Mayatnya?" tanya Bara.
"Ya. aku yakin orang tua itu telah dibunuh si
iblis," kata Yoko dengan sedih.
Mendadak wajah si gadis berubah gusar.
"Aku tidak temukan mayatnya Hiroshi, tetapi
aku telah temukan Hiroshi masih hidup dan dengan
asyiknya menghadapi kue-kue di rumahnya!"
"Kau temukan dia? Kau pergi ke rumahnya?"
tanya Yoko keheran-heranan.
"Ya, aku pergi ke rumahnya untuk mencari
engkau. Tetapi kawanmu yang manis itu mengatakan115
dia tidak tahu menahu tentang dirimu. Dia telah
mengusir aku!" seru Bara.
Kedua mata Yoko terbelalak mendengar keterangan si
gadis.
"Bedebah tua bangka itu," kata Bara. "Dia telah
mendustakan aku."
Bara terdiam sejenak. Pada lain saat ia berkata pula:
"Perlu apakah dia menjustakan aku?"
"Karena dia masih mendongkol kau telah
pecundangi dirinya." sahut Yoko. "Tetapi mengapakah
dia tenang-tenang saja di rumah sedangkan aku
tersiksa di dalam sangkar ini bagaikan binatang?"
"Bukankah Hiroshi kawanmu yang setia?" ejek
si gadis.
Yoko tak menghiraukan ejekan si gadis.
"Bara, lekas kau pergi ke rumahnya Hiroshi dan
beritahukan padanya bahwa aku sedang terkurung di
dalam sangkar."
"Bagus, kau menyuruh aku menerima hinaan
pula dari tua bangka bedebah itu," sahut si gadis.
"Lebih baik aku memberitahukan pengurus kebun
binatang supaya kau cepat-cepat dipindahkan kesana.116
Pasti kebun binatang ilu akan dibanjiri penonton.
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Semua orang akan berebutan ingin menyaksikan
seekor kera yang dapat berbicara "
Yoko mengulurkan tangannya dari jeruji-jeruji besi
ingin menampar siaadis. Wajahnya nampak
bersungut-sungut.
Bara mengelak.
"Eh, eh, sudah di dalam sangkar masih galak."
"Bara, kini bukan waktunya untuk berguyon,"
kata Yoko sungguh-sungguh. "Dua hari dua malam aku
tersiksa di dalam kurungan ini."
"Yoko, kau menerka orang dengan sembarang
an. Kau menyangka dewi Uzume yang menawan
engkau. Tetapi kawanmu yang setia sedikitpun tidak
kau curigakan," kata Bara. Si gadis pun kini bicara
sungguh-sungguh.
"Dengan lain perkataan kau menerka bapak
Hiroshi yang menawan aku?" sahut si pemuda.
"Ya, memang dia yang mengurung engkau. Jika
dia tidak bersalah perlu apakah dia mendustakan aku
dan mengapa dia tidak mencari engkau."117
Pendekar samurai mengerutkan keningnya. Ia jadi
bersangsi.
"Benarkah kau menjumpai bapak Hiroshi di
rumahnya?" tanyanya.
"Eh, kau tidak percaya padaku?"
"Bukan aku tidak percaya. Kau seringkali
menggoda aku, maka aku jadi bersangsi," sahut si
pemuda. "Perlu apakah Hiroshi menawan aku? Aku
tidak bermusuhan dengan orang tua itu."
"Yoko, apakah kau tidak merasa lapar?" tiba
tiba Bara bertanya.
"Jangan ditanya lagi," sahut Yoko. "Tetapi lebih
baik kau lekas-lekas menolong aku supaya aku dapat
keluar dari dalam sangkar siksaan ini."
"Bagaimana aku dapat menolongnya, sangkar
itu diselot dan ke mana aku harus mencari kuncinya."
sahut si gadis. "Bibiku pun belum kembali. Jika ia
sudah pulang mungkin dia dapat dayakan."
"Tidak ada lain jalan lain, cepatlah kau beri
tahukan saja para petugas keamanan kota Kanonji
atau Zentsuji," kata Yoko.118
"Tolol, kau akan diarak di seluruh kota sebelum
kau dapat dikeluarkan dari dalam sangkar," sahut si
gadis.
Yoko terdiam.
"Lebih baik aku mencari makanan untukmu.
Sebentar lagi kita akan mencari daya supaya kau dapat
keluar dari dalam sangkar ini," kata Baru lalu turun
dari tangga.
Setibanya di tanah cepat-cepat Bara berlari menuju
kota Kanonji untuk mencari makanan bagi Yoko.
Tidak lama kemudian si gadis kembali pula dengan
membawa bungkusan besar terisi nasi dan lauk
pauknya serta sebotol air teh.
Yoko makan dengan sangat lahapnya.
Bara menantikan sambil duduk di atas anak tangga.
"Yoko, apakah kau tidak mempunyai musuh,
selainnya dewi Uzume," tiba-tiba si gadis bertanya.
Si pemuda menggelengkan kepalanya.
Matahari sudah naik tinggi, namun mereka tidak
merasakan panas, karena daun-daun pohon itu lebat
sekali119
? Hanya dua orang yang aku dapat terka melakukan
pengurungan diri Yoko. Jika bukan Hiroshi pasti sang
dewi, pikir Bara. Jika dewi Uzume yang menawan Yoko
aku tidak boleh melepaskannya. Maka lebih baik aku
menantikan dahulu sampai dewi pulang.
"Bara, carilah seorang pandai besi," kata Yoko
tiba-tiba.
"Memang aku sedang memikirkan," sahut si
gadis berdusta. "Tetapi bai aku mencari kunci selot
sangkar itu saja."
"Di mana kau hendak mencarinya?"
"Di rumah Hiroshi."
"Kau tetap menerka dia yang mengurung aku?"
tanya si pemuda.
"Ya, karena aku tidak percaya dewi Uzume
dapat melakukan perbuatan biadab semacam itu."
Perlahan-lahan si gadis turun dari tangga.
"Aku harus meninggalkan engkau, Yoko.
Mungkin kini bibiku sudah kembali. Sebentar malam
aku akan menyatroni rumah Hiroshi dan esok pagi aku
yakin kau akan merayap keluar dari dalam sangkar
itu." berjanji Bara.120
"Mudah-mudahan kau berhasil," sahut Yoko.
"Dan aku tidak usah lama-lama tersiksa dalam sangkar
jahanam ini."
Sangkar itu bergoyang-goyang karena si pemuda
bergerak-gerak.
"Aku pasti berhasil!" seru si gadis yang sudah
berada di bawah
Bara berlari-lari pulang kekota Zentsuji, sementara
Yoko tetap bersila di dalam sangkar, menantikan
pembebasan.121
VI
KOTA Kanonji sudah terbenam dalam kesunyian
malam. Bintang-bintang di cakrawala berkelak-kelik
bagaikan dayang-dayang mengitari sang Ratu Malam.
Bara bertindak di jalan raya menuju ke rumah Hiroshi.
Setibanya di muka rumah orang tua itu, segera ia
mengetuk pintu.
Lama sekali Bara mengetuk, namun belum juga
terdengar jawaban dari dalam. Rupanja Hiroshi
sedang tidur dengan nyenyaknya. Dari sela-sela papan
daun pintu menyorot keluar cahaya lampu pelita.
Bara mengintip dari lubang kunci. Ruangan muka
rumah itu sunyi sepi. Lampu pelita terletak di atas
sebuah meja.
Bara mengetuk pula. Kini ketukannya lebih keras. Tiba
tiba dari dalam rumah terdengar suara Hiroshi.
"Tunggul" Diiringi dengan suara tindakan kaki
menghampiri.
"Siapa?" tanya Hiroshi.122
"Lekas buka, aku Yoko." sahut Bara meniru
suara Yoko.
"Yoko?" terdengar Hiroshi berkata. Orang tua
itu terperanjat. Tubuhnya bergemetar. Rupanya
karena masih mengantuk ia tidak begitu memperhati
kan suara orang di luar itu. Disangkanya betul-betul
Yoko yang mengetuk pintu. Sejenak Hiroshi bersangsi.
Nampak wajahnya penuh kekhawatiran. Tetapi
akhirnya ia bukakan juga pintu itu.
Begitu pintu terbuka, Bara menerobos masuk. Ia
mendorong tubuh orang tua itu hingga terhuyung
huyung. Segera si gadis mengunci pintu rumah itu.
Kedua mata Hiroshi terbelalak.
"Kau, kau" Orang tua itu tidak dapat me
neruskan kata-katanya karena sangat gugup.
Bara berdiri di tengah-tengah ruangan. Ia tersenyum
melihat wajah gugup orang tua itu.
Namun Hiroshi cepat-cepat dapat mengendalikan
perasaannya. Kini wajahnya berubah gusar. Kedua
tangannya dikepalkan.
"Perlu apa kau tengah malam buta mengetuk
pintuku?" tanya Hiroshi sengit.123
Bara tidak menyahut.
"Aku sudah bilang, Yoko tidak ada di sini!"
bentak orang tua itu.
Bara masih saja berdiam diri.
Bukan kepalang gusar Hiroshi, bila ia tidak ingat bahwa
ia pernah dipecundangi pada saat itu tentu ia sudah
menerjang ke arah si gadis.
Karena Bara diam saja bagaikan patung sambil
tersenyum memandang dirinya, orang tua itu
mendumal.
"Memang, jika seorang gadis sudah tergila-gila
pada seorang pemuda, pada tengah malam buta pun
masih dicarinya."
"Apa, katamu?" seru Bara. "Sungguh engkau
tua bangka yang tidak tahu diri. Jika aku tidak pandang
usiamu aku sudah hajar kau." Nampak kedua alis si
gadis berdiri.
"Sudah, jangan banyak cakap. Lekas enyah dari
sini!" bentak Hiroshi. Ia hendak menghampiri pintu
untuk mengusir Bara, namun si gadis menghadang di
tengah jalan.124
?Aku datang kemari bukan mencari Yoko. Aku mertcari
kau. Hlroshil" kata Bara.
?Perlu apa kau mencari aku?"
,.Aku ingin beritahukan bahwa aku sudah dapat
temukan Yoko,"
sahut si gadis sambil menataj? wajah orang tua itu.
Wajah Hiroshi berubah tegang.
"Dimana, dimana kau jumpakan Yoko?"
"Hm, kau memperhatikan juga Yoko," kata si
gadis. "Sungguh engkau seorang kawan yang setia.
Bersama-sama kau pergi ke gunung. Kotohiki namun
kau pulang sendiri dan tak memperdulikan lagi
kawanmu yang kini sedang menghadapi malapetaka."
Bara terdiam sejenak. Lalu ia bertanya:
"Mengapakah kemarin kau mendustakan aku?
Kau mengatakan tidak tahu menahu tentang Yoko dan
sebenarnya kau mengajak pemuda itu ke gunung
Kotohiki."
Seluruh tubuh Hiroshi bergemetar.
"Dimana kau temukan Yoko?" tanya orang tua
itu perlahan.125
"Dimana kau tingalkan dia?" balas bertanya
Bara.
"Apakah dia masih berada di lembah Kotohiki?"
tanya pula Hiroshi.
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sudahlah, jangan belaga pilon. Lekas keluarkan
kunci sangkar itu!" pinta Bara.
Hiroshi mengerutkan keningnya.
"Kunci apa?" tanyanya.
"Kunci sangkar besi dimana kau mengurung
Yoko!" bentak Bara tak sabar.
"Sangkar besi? Yoko dikurung? Aku tidak
mengerti kata-katamu," sahut Hiroshi dengan
sungguh-sungguh.
Bara tertawa kecil.
"Hm, kau hendak dustakan aku pula dengan
belaga pilon. Siasatmu sudah usang Hiroshi. Jangan
banyak tingkah, lekas keluarkan kunci itu! Apakah aku
perlu mengunakan kekerasan?"
Hiroshi nampaknya jengkel.
"Aku tidak tahu! Aku tidak tahu, kunci apa yang
kau inginkan!" seru orang tua itu.126
Wajah si gadis berubah keren. Tangannya bergerak ke
punggungnya. Tiba-tiba berkelebat sinar putih kebiru
biruan. Bara menghunus pedang samurainya.
Perlahan-lahan ujung pedang itu bergerak kearah
orang tua itu.
Melihat sinar pedang berkelebat dihadapannya,
Hiroshi berdiri bergemetar. Keringit dingin mengucur
dari keningnya. Hatinya berdebar keras.
"Aku tidak tahui Aku tidak tahu!" teriak orang
tua Itu sambil membanting-bantingkan kakinya.
"Kau boleh pilih antara dua. Keluarkan kunci
sangkar itu atau pedangku akan menebas batang
lehermu!" bentak Bara penuh kewibawaan.
"Sungguh aku tidak tahu apa-apa. Aku tidak
memiliki kunci yang kau kehendaki," sahut Hiroshi.
Suaranya bergemetar karena takut.
Bara sudah tidak sabar lagi, ia melompat menerjang
orang tua itu hingga jatuh di atas lantai. Ujung
pedangnya ditempelkan pada dada Hiroshi yang
sedang terlentang.
Hiroshi tak berani mengerakkan tubuhnya. Keringat
dingin mengucur diseluruh tubuhnya.127
"Sungguh nona, aku tidak memiliki kunci itu.
Kasihanilah jiwaku," meratap Hiroshi.
Bara menggerakkan sedikit pedangnya. Ujung pedang
menyobek baju orang tua itu.
"Aduh, aduh ampun nona," ratap Hiroshi.
"Aku akan mence"
Bara menarik pedangnya.
"Lekas bangkit dan duduk di muka meja itu
supaya aku dapat lihat lebih tegas wajahmu jika kau
berdusta pula," perintah si gadis.
Dengan tubuh bergemetar Hiroshi bangkit berdiri lalu
melangkah kesebuah kursi yang berada di dekat meja.
Bara menyarungkan pedangnya lalu ditaruh di
belakang punggungnya. Dia melangkah menghampiri
Hiroshi.
"Lekas ceritakan semuanya yang kau ketahui.
Tetapi hati-hatilah jika kau bicara dusta," kata si gadis.
Hiroshi menatap ke arah si gadis. Tampak kedua bibir
nya bergerak-gerak ingin mengucapkan kata-kata.
Sejenak ia bersangsi, tetapi akhirnya ia bertanya :
"Apakah kau murid dewi Uzume?"128
Bara naik darah. Ia mengeprak daun meja. Hampir saja
lampu pelita yang terletak di atas meja itu jatuh ke
lantai.
"Kau tidak perlu bertanya! Lekas ceritakan apa
yang kau ketahui tentang Yoko!"
Hiroshi menghela napas dalam.
"Aku akan mengingkari janjiku, karena aku telah
berjanji untuk tidak menceritakan kepada siapapun
juga tentang Yoko."
Bara tidak menyahut. Kedua matanya menatap keren
ke arah orang tua itu.
"Memang dari semula aku sudah menduga Yoko
bersahabat baik dengan dewi Uzume. Dugaanku itu
diperkuat ketika menjumpakan pemuda itu di puncak
gunung Kotohiki dan kau menolongi dia bertempur
dengan aku. Dan kau nona, aku yakin adalah salah
satu murid dewi Uzume" kata Hiroshi.
Bara mengerutkan keningnya.
"Lekas lanjutkan ceritamu!"
"Sepulangnya dari gunung Kotohiki aku
memeriksa buntalan yang ditinggalkan oleh Yoko.129
Kedua mataku terbelalak melihat sesuatu di dalam
buntalan itu. Ternyata dugaanku itu benar adanya."
"Apakah yang kau temukan di dalam buntalan
nya Yoko?" tanya Bara kepingin tahu.
"Tunggu akan kuambil," kata Hiroshi lalu
bangkit dari tempat duduknya. Ia melangkah ke dalam
kamar tidurnya.
Tidak lama kemudian orang tua itu keluar pula dan di
tangannya terdapat secarik kain sutera berwarna
putih.
Hiroshi duduk kembali di kursinya. Ia gelarkan kain
sutera sebesar sapu tangan itu di atas meja.
"Inilah yang aku dapatkan dari dalam buntalan
Yoko," kata orang tua itu sambil memandang wajah si
gadis.
Tiba-tiba Bara terperanjat melihat kain sutera putih itu
dimana dilukiskan seekor ular yang sedang melingkar
pada setangkai bunga Sakura. Ular itu berwarna hitam
dan kedua matanya berwarna merah darah.
"Hm, kau terperanjat menyaksikan lambang
gurumu, lambang dewi Uzume yang sangat ditakuti
oleh rakyat jelata. Ternyata aku tak salah terka, kau
adalah murid dewi Uzume," kata Hiroshi sambil meng-130
angguk-anggukkan kepalanya. Wajahnya tampak
menyeringai.
Bara mengambil kain sutera itu lalu cepat-cepat
dimasukkannya ke dalam lipatan kimononya.
Hiroshi tidak melarang, lambang dewi Uzume itu
diambil si gadis. Ia melanjutkan ceritanya.
"Di puncak gunung Kotohiki aku telah berjanji
kepadamu bahwa aku akan pulang ke Korea untuk
mencari bantuan merobohkan kalian berdua. Namun
aku telah merobah niatanku. Lebih baik aku binasakan
dahulu Yoko yang aku ketahui sedang bermalam di
rumahmu, setelah itu baru aku akan pergi ke Korea
untuk memberitahukan keluarga nyonya besarku
supaya mereka dapat menuntut balas kepada dewi
Uzume dan sekalian murid-muridnya.
"Aku menantikan ketika baik. Maka ketika Yoko
datang mencari aku, bukan main girangnya hatiku, kini
saatnya telah tiba untuk turun tangan. Aku telah
mengatur siasat membokong Yoko di lembah gunung
Kotohiki. Aku telah mengerahkan lima orang tukang
pukul yang terkenal hebat di kalangan bajingan kota
Kanonji. Ketika Yoko datang untuk kedua kalinya aku
menyambut dia dengan sangat ramah tamah. Lalu aku
mendustakan pemuda itu dengan mengatakan bahwa131
pada saat ini dewi Uzume sedang berkeliaran di
gunung Kotohiki. Siasatku berhasil karena Yoko belaga
bernapsu ingin lekas-lekas menuju ke gunung
tersebut, supaya aku tidak menaruh curiga.
"Tetapi setibanya di puncak gunung Kotohiki,
Yoko hanya mengikuti aku. Dia tidak mencari wanita
itu yang dikatakan musuh besarnya. Aku mengajak dia
turun ke lembah di mana aku telah menghatur
perangkap baginya. Kelima orang-orangku telah lama
menantikan untuk membinasakan Yoko ditempat itu
juga." Hiroshi terdiam sejenak.
"Teruskan ceritamu," perintah Bara yang sejak
tadi mendengarkan penuturan orang tua itu dengan
penuh perhatian.
"Tetapi, siasatku menemui kegagalan. Ketika
aku memberi isyarat untuk turun tangan dengan
bersiul dua kali, kelima orangku itu tidak muncul. Aku
menjadi gelisah. Aku berpaling ke arah Yoko yang
sedang tertidur di bawah pohon. Untuk membinasa
kan si pemuda sendiri aku tidak berani karena
khawatir ia tiba-tiba terjaga. Perlahan-lahan aku
melangkah untuk mencari kelima tukang pukul itu.
Aku mencari ubak-ubakan tetapi aku tidak temukan
juga kelima orang itu.132
Tiba-tiba dari dalam semak belukar melompat keluar
sesosok tubuh manusia. Bagaikan kilat aku
menghunus pedangku.
? Sarungkan kembali pedangmu. Aku tidak ingin
bertempur, kata orang itu.
Pedangku tetap aku genggam di tangan. Aku menatap
wajah orang itu. Ternyata dia seorang laki-laki yang
sudah lanjut usianya.
"Aku mencari orang-orangku," sahutku.
? Apakah kelima orang yang menjoren pedang itu
adalah orang-orangmu yang kau sedang cari?
tanyanya pula.
"Benar, dimanakah kini mereka berada?"
tanyaku pula.
? Sarungkan dahulu pedangmu. Aku akan mengajak
engkau ke tempat di mana mereka berada, kata
pendatang itu.
Tanpa curiga aku masukkan pedangku kedalam
sarungnya. Lalu mengikuti orang tua itu. Dia menuju
ke arah timur. Di dekat sungai kecil yang airnya
mengalir deras sekali orang itu menghentikan
langkahnya. Dia menunjuk ke tepi sungai.133
? Apakah itu kelima orangmu? tanyanya.
Cepat-cepat aku menghampiri tepi sungai. Bukan main
terperanjatnya ketika aku menyaksikan kelima tukang
pukul itu sudah rebah binasa.
Aku menoleh ke arah orang tua itu yang sudah berdiri
di sisiku.
"Siapakah yang sudah membunuh kelima orang itu?"
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanyaku.
? Akulah yang membinasakan mereka, sahutnya.
Aku menggerakkan tanganku untuk mencabut pedang
samuraiku, namun belum sempat pedang itu kuhunus,
bagaikan kilat dia menggerakkan tangannya. Tangan
kirinya mencengkeram kerah bajuku dan telapak
tangan kanannya menekan dadaku.
? Jangan bergerak dan dengan berteriak bila kau
masih mau hidup! Bentak orang itu.
"Mengapakah kau membinasakan kelima orang
ku itu," tanyaku.
? Untuk menyelamatkan pemuda yang tertidur di
bawah pohon itu dari kebinasaan, sahut orang tua itu.
"Darimana kau tahu?" tanyaku dengan heran.134
? Aku mendengar pembicaraan mereka.
Aku mengerakkan lenganku untuk mencabut pedang
samuraiku, tetapi kedua tangannya menekan lebih
keras pada pundak dan dadaku. Aku rasakan
pundakku seperti terkeset isinya dan tekanan pada
dadaku bagaikan di tindih gunung. Bukan main hebat
nya tenaga orang tua ini, pikirku. Tidak heran kelima
tukang pukul Itu binasa ditangannya. Maka aku diam
saja.
? Jika kau ingin selamat, kau harus berjanji bahwa kau
tidak akan menceritakan kepada siapa pun bahwa kau
telah menjumpakan seorang tua di lembah gunung
Kotohiki.
"Aku berjanji akan menutup mulut," sahutku.
Dia melepaskan kedua lengannya dari pundak dan
dadaku. Aku bernapas lega.
? Kini lekas kau enyah dari tempat Ini, perintahnya.
Dengan tubuh bergemetar aku melangkah pergi
meninggalkan lembah Kotohiki. Bukan main cemasnya
rasa hatiku, karena rencanaku membunuh Yoko
menemui kegagalan."
Hiroshi menghela napas dalam. Ia telah mengakhiri
ceritanya.135
"Setelah itu aku tidak mengetahui keadaan
Yoko, dan di mana kini dia berada. Aku ingin pergi pula
ke lembah gunung Kotohiki namun aku khawatir
bertemu pula dengan orang tua yang tinggi ilmunya
itu," kala Hiroshi sambil memandang ke arah Bara
yang berdiri di hadapannya.
"Yoko kini dikurung dalam sangkar besi yang
digantung diatas cabang pohon," menerangkan Bara.
"Siapakah yang mengurung Yoko?" tanya
Hiroshi.
"Tadinya aku menerka engkau yang mengurung
dia " kata Bara. "Tetapi setelah mendengar ceritamu
aku menduga keras tentu orang tua itulah yang
mengurung Yoko."
"Tidak mungkin, karena dia membelakan si
pemuda. Dia telah menyelamatkan Yoko dari
kebinasaan," Hiroshi menguraikan pendapatnya.
"Siapakah orang tua yang kau jumpakan di
lembah Kotohiki itu?" tanja Bara.
Hiroshi mengangkat pundaknya.
"Aku menjadi bingung," kata Hiroshi. "Siapakah
sebetulnya yang menawan Yoko di dalam kurungan136
besi itu? Dewi Uzume pun tak mungkin karena Yoko
bersahabat baik dengan wanita itu."
"Yoko bermusuhan dengan dewi Uzume," sela
Bara.
"Ha-ha-ha!" tawa Hiroshi "Dengan adanya bukti
lambang dewi Uzume di dalam buntalan Yoko, kau
masih saja mengatakan dia bermusuhan dengan
wanita itu?"
"Aku tahu pasti dia bukan sahabat dewi
Uzume," kata pula Bara.
"Ha-ha-ha!" tawa pula Hiroshi. "Jangan
mendustakan si tua bangka ini. Dia memiliki lambang
dewi Uzume dan dia tinggal di rumah seorang murid
dewi Uzume. Masih saja kau mendustakan aku bahwa
pemuda itu bukan sahabat baiknya dewi Uzume?"
Bara terdiam. Ia berpikir keras. Darimanakah Yoko
mendapatkan lambang sang dewi?
Bara dan Hiroshi tidak tahu bahwa lambang dewi
Uzume itu adalah pemberian bapak Hiragai, kepala
desa di pantai Michiman di kepulauan Kyushu ketika
puterinya yang bernama Teruko diculik sang dewi dan
dewi itu meninggalkan lambangnya sebagai
pertandaan.137
Bara melangkah kesebuah kursi, lalu menjatuhkan
dirinya.
"Hiroshi mengapakah kau menerka aku murid
dewi Uzume?"
Hiroshi terdiam sejenak. Orang tua itu berpikir keras.
"Karena engkau memiliki ilmu yang tinggi dan
mengajak Yoko tinggal bersama-sama," akhirnya ia
menyahut.
Si gadis tersenyum.
"Aku miliki kepandaian itu dari bibiku yang
tinggal bersama-sama aku di kota Zentsuji dan Yoko
adalah sahabatku ketika aku masih tinggal dengan
ayahku di kaki gunung Asosan."
"Maaf nona, jika aku menerka salah," kata
Hiroshi sambil bangkit berdiri. "Sungguh aku tuan
rumah yang tidak sopan membiarkan tamuku
kehausan."
Hiroshi melangkah kedalam.
"Jangan mengeluarkan apa-apa." kata Bara,
"Aku sudah hendak pergi."
"Tungu dulu," terdengar suara Hiroshi dari
dalam.138
"Kini kita mempunyai kepentingan yang sama."
"Kepentingan apa?" seru si gadis.
Namun Hiroshi tak menjawab. Ia melangkah terus ke
dapur.
Tidak lama kemudian tuan rumah itu keluar pula
dengan membawa sebuah baki terisi sebuah cawan
kosong dan teko teh serta sepiring kue-kue.
"Jangan repot-repot," kata si gadis ketika
Hiroshi meletakkan piring kue itu di atas meja.
"Tidak apa-apa. Maafkanlah aku, karena aku
tidak dapat menyajikan teh panas," kata Hiroshi
sambil bersenyum. Ia menuangkan air teh dari dalam
teko itu ke cawan.
Kemudian tuan rumah itu duduk pula di kursinya.
"Kita mempunyai kepentingan yang sama," kata
Hiroshi. "Aku percaya omongan nona, bahwa kau
bukan murid dewi Uzume dan Yoko benar ber
musuhan dengan dewi itu. Maka kita harus bekerja
sama untuk membebaskan Yoko."
Si gadis menghirup isi cawannya.
"Esok pagi kita akan pergi bersama-sama ke
lembah gunung Kotohiki," kata pula Hiroshi.139
Bara menguap. Ia menutup mulutnya dengan tangan
nya.
"Nona apakah kau tetap menerka orang tua itu
menawan Yoko?" tanya Hiroshi sambil menatap wajah
si gadis yang kelihatannya sangat mengantuk.
Bara menganggukkan kepalanya. Namun di dalam
hatinya ia menerka keras dewi Uzume yang telah
menawan Yoko.
"Kau menyatakan Yoko bermusuhan dengan
dewi Uzume, apakah tak mungkin wanita itu yang
menawan Yoko?" tanya pula Hiroshi.
Bara menguap pula. Ia mengangkat cawan yang sudah
diisi penuh oleh tuan rumah lalu mencegluk air teh itu.
"Mungkin," sahut si gadis. Bara khawatir Hiroshi akan
mencurigai pula dirinya.
Tiba-tiba di luar rumah terdengar suara guntur. Angin
meniup keras sekali.
Si gadis menguap pula.
"Ah, aku mengantuk benar. Aku harus pulang,"
katanya. Ia menggerakkan tubuhnya hendak bangkit
berdiri, namun ia merasa bukan main mengantuknya.
Tiba-tiba ia rasakan kepalanya berat.140
Hiroshi menatap dengan seksama perubahan wajah si
gadis.
"Jika tidak menguatirkan bibimu aku harap kau
bermalam saja di gubukku ini. Bukankah esok pagi kita
dapat pergi bersama-sama membebaskan Yoko?" kata
tuan rumah itu.
"Bibiku tidak ada dirumah, ia sedang keluar
kota," sahut Bara lalu menjatuhkan kepalanya dengan
lengannja di atas meja. "Tetapi aku harus pulang"
Hiroshi menuangkan pula cawan Bara.
Angin meniup makin keras.
Halilintar berserabutan disusul dengan suara guntur
yang bergemuruh.
Api pelita di atas meja berkelap-kelip. Suasana di
dalam ruanan itu sunyi. Bara memejamkan kedua
matanya. Hiroshi menatap terus ke arah wajah si gadis
yang cantik itu. Nampak wajah orang tua itu
menyeringai.
Hujan turun dengan lebatnya. Si gadis tetap
memejamkan matanya. Tak tertahankan lagi rasa
mengantuknya sehingga akhirnya Bara tertidur
dengan kepala di atas meja.141
Hiroshi bangkit berdiri. Ia menghampiri si gadis yang
sudah tertidur. Perlahan-lahan ia memegang pundak
si gadis. Bara tidak bergerak.
Sejenak Hiroshi bersangsi, namun pada lain saat ia
mengeluarkan pedang samurai Bara dari dalam
bajunya. Ia meletakkan pedang itu di atas meja.
Hiroshi memegang lengan Bara. Si gadis tidak bergerak
sedikitpun.
Nampak wajah orang tua itu menjeringai kegirangan.
"Hm, gadis manis, akhirnya kau berada dalam
pengaruhku. Nyata obat tidur yang aku masukkan ke
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam air teh cepat sekali bekerjanya."
Suara hujan di luar rumah terdengar makin keras. Api
pelita di atas meja bergerak-gerak karena tiupan angin
yang menerobos dari sela-sela kayu jendela.
Perlahan-lahan Hiroshi mengangkat tubuh si gadis. Ia
memondong tubuh yang lemah lunglai itu ke arah
sudut ruangan di mana terdapat sebuah bangku
panjang.
Nyenyak benar si gadis tertidur. Ia tak merasa tubuh
nya dipondong orang.
Hiroshi meletakkan Bara di atas bangku panjang itu.142
Bara tidur terlentang. Kedua matanya rapat sekali.
Dadanya bergerak-gerak perlahan mengikuti jalan
napasnya.
Hiroshi memandang wajah cantik itu.
"Memang cantik si kenes ini."
Orang tua itu tetap berdiri di dekat Bara.
"Hm, kau tidak mau mengaku kau murid dewi
Uzume," kata Hiroshi.
Tiba-tiba Hiroshi membungkukkan tubuhnya kearah si
gadis. Perlahan-lahan ia membuka baju kimono Bara.
Nampak dada yang putih halus itu ditatah dengan
lukisan seekor ular melilit sekuntum bunga Sakura.
"Bukti yang nyata. Lambang wanita iblis itu
terdapat di dadanya." gumam Hiroshi. "Memang aku
sudah menyangka dia murid wanita bedebah itu."
Hati orang tua itu berdebar keras. Ia tetap
memandang lambang dewi Uzume di dada yang putih
itu. Namun Bara tetap tidur. Ia tidur dengan
nyenyaknya. Ia tidak merasa Hiroshi telah membuka
bajunya dan tidak akan merasa bila Hiroshi menebas
batang lehernya.143
Hiroshi melangkah ke arah meja untuk mengambil
teko teh dan cawan bekas Bara.
"Aku harus buang air teh yang terisi obat tidur
ini, supaya aku tidak minum." kata orang tua itu sambil
melangkah ke dapur.
Sesaat kemudian Hiroshi keluar pula. Kini tangannya
memegang segumpalan tambang.
Dengan tambang itu ia mengikat tubuh si gadis.
Hiroshi mengikat Bara pada bangku panjang itu
bagaikan lepat6. Ia melibat-libat tambang itu dari dada
sampai ke kaki si gadis.
"Bila dia terjaga, pasti dia tidak akan dapat
berkutik," kata Hiroshi sambil bersenyum.
Sejenak Hiroshi memandang tubuh yang sudah terikat
erat itu. Ia merasa puas akan pekerjaannya. Lalu ia
menjatuhkan dirinya di atas sebuah kursi.
Kini hujan tidak sekeras tadi. Namun kadang-kadang
suara guntur masih terdengar.
Tiba-tiba wajah Hiroshi berubah beringas. Sinar
matanya berkilat-kilat.
6 Leupeut, kue khas jawa. Sering diidentikkan dengan sesuatu yang ketat144
"Esok aku akan bunuh Yoko. Di dalam sangkar
pasti kau tidak dapat melawan. Aku akan tublas7 kan
pedangku ke dalam dadamu. Ha-ha-ha! Yoko, Yoko!
Kau akan binasa ditanganku juga." Kata Hiroshi
bagaikan sudah keranjingan.
Semalam suntuk Hiroshi tidak tidur. Ia duduk di muka
meja itu menjaga si gadis.
Sudah dekat pagi hujan berhenti. Jalan di muka rumah
Hiroshi sangat becek. Suara kendaraan sudah mulai
terdengar.
Hiroshi menjalin pakaiannya, lalu menyelipkan pedang
pada punggungnya. Sejenak ia memandang ke arah
Bara yang masih tidur dengan nyenyaknya.
"Kau diam-diam menantikan aku kembali anak
manis" kata Hiroshi. "Aku akan pergi ke lembah
Kotohiki seorang diri."
7 tusuk145
VII
KOTA Kanonji bagaikan diselubungi embun pagi. Hawa
dingin sekali.
Suasana di dalam rumah Hiroshi sunyi sepi. Tiba-tiba
Bara terjaga. Dengan masih mengantuk ia membuka
kedua matanya.
"Di manakah aku berada?" tanyanya ter
peranjat. Lebih-lebih terperanjat ketika ia mengetahui
tubuhnya terikat erat pada sebuah bangku panjang.
Bara memandang ke atas atap rumah lalu ia mengalih
kan pandangannya ke sekitar ruangan.
"Oh, kini aku ingat, aku berada di rumah
Hiroshi," katanya seorang diri. "Tetapi siapakah yang
mengikat aku?"
Bara memandang keatas meja. Pedangnya berada
disitu. Dia mendengarkan suara-suara di dalam rumah
itu. Namun tidak terdengar suara apa-apa.
Tiba-tiba Bara berseru memanggil-manggil nama
Hiroshi. Seruannya tidak mendapat jawaban.146
Bara menggerak-gerakkan kaki tangannya. Tambang
itu erat sekali mengikat seluruh tubuhnya. Jangan kata
menggerakkan tangannya, berkutikpun ia tidak bisa.
"Bedebah!" teriak Bara. "Aku sudah ditipu oleh
tua bangka itu yang belaga baik, hingga tak bercuriga
aku telah tertidur di rumahnya. Tetapi mengapakah
aku tak merasa ketika dia mengikat tubuhku?"
Si gadis mengerutkan keningnya, ia memandang
tambang yang membelit pada tubuhnya. Tiba-tiba ia
terperanjat, karena baju di bagian dadanya terbuka.
"Kurang ajar tua bangka itu! Dia memeriksa
dadaku dan melihat lambang dewi Uzume. Hm pantas
dia mengikat aku. Tetapi untung dia tidak menebas
batang leherku."
Bara terdiam sejenak. Tiba-tiba wajahnya berubah
tegang.
"Dia pergi ke lembah Kotohiki. Setelah menge
tahui dengan pasti bahwa aku adalah murid dewi
Uzume dengan diam-diam ia pergi mencari Yoko.
Hiroshi tidak akan membebaskan Yoko, karena ia
menerka pemuda itu berserikat dengan sang dewi.
Mungkin ia akan membinasakan pendekar samurai itu
yang kini tidak berdaya di dalam sangkar."147
Berpikir sampai disitu si gadis menjadi gelisah. Ia
menguatirkan keselamatan pendekar samurai Itu.
Bara mencoba hendak melepaskan dirinya. Tetapi biar
bagaimanapun ia menggerakkan kaki tangannya
tambang itu tetap erat melibat tubuhnya.
Si gadis menjadi bingung. Ia memeras otaknya
mencari daya.
Tiba-tiba pintu rumah terdengar diketuk.
Bara terkejut! Ia menatap ke arah daun pintu.
Ia menghela napas lega. Wajahnya berseri kegirangan.
Ternyata pintu itu tidak terkunci.
? Pendatang inilah mungkin dapat menolongi aku,
pikirnya.
Tetapi Bara sangat waspada. Ia tidak mau berlaku
ceroboh lagi. Gadis yang lihay itu ingin mengetahui
dahulu siapa pendatang itu, penolongkah dia atau
musuhnya?
Pintu terdengar diketuk pula. Kini diiringi dengan
suara orang berseru:
"Hiroshi, apakah hari ini kau menyediakan
makanan untukku?"148
Suara itu suara seorang laki-laki.
? Nah kini aku tidak perlu bersangsi lagi, dia seorang
langganan Hiroshi, pikir si gadis.
Cepat-cepat ia menyahut :
"Mari masuk, pintu itu tidak dikunci!"
Rupanya laki-laki itu bersangsi mendengar suara
seorang wanita, karena ia tidak lantas membuka pintu.
"Hiroshi!" teriak pula pendatang itu.
"Ah, masuk saja." sahut Bara.
Tiba-tiba pintu di buka dari luar. Pendatang itu
melongok ke dalam.
"Tolonglah aku," kata Bara.
Pendatang itu melangkah masuk. Ia berpaling ke arah
pojok ruangan. Ia terkejut melihat seorang gadis diikat
bagaikan lepat di atas bangku panjang.
"Aku adalah keponakan Hiroshi," menerangkan
Bara untuk menghilangkan kecurigaan laki-laki ltu.
"Semalam rumah ini telah disatroni penjahat. Aku
diikat di atas bangku ini sedangkan pamanku Hiroshi
digusur pergi."149
Pendatang itu menghampiri Bara. Ia tak berkata-kata.
Kedua matanya terbelalak menatap kearah wajah si
gadis yang cantik jelita. Si gadis tersenyum.
"Lekas bebaskan aku," mohon Bara.
Laki-laki itu yang berusia tidak lebih dari tiga puluh
tahun memalingkan pandangannya. Ia merasa jengah
berdiri dihadapan seorang gadis yang sedang
terlentang. Nampak tubuhnya bergemetar.
? Ah, pemuda desa ini sangat dungu, pikir Bara.
"Saudara, tolonglah bebaskan aku?" mohon
Bara. "Mungkin ikatan tambang itu berada di dekat
kakiku."
Rupanya pemuda desa itu dapat mengendalikan
perasaannya. Ia menghampiri lebih dekat memeriksa
ikatan pada bagian bawah tubuh si gadis. Segera ia
berjongkok untuk membuka ikatan tambang itu.
Hati si gadis berdebar-debar. Ia sudah ingin lekas-lekas
pergi ke gunung Kotohiki, untuk mendapatkan Yoko
yang mungkin sedang menghadapi kebinasaan di
tangan Hiroshi.
Ikatan tambang itu sudah terbuka. Pemuda desa itu
membuka lebih jauh libatannya. Kedua tangannya150
bergemetar karena sebentar-bentar menyentuh
tubuh si gadis.
Bara berpaling kearah pintu. Cuaca remang-remang
karena fajar mulai menyingsing.
Separuh tubuh Bara sudah bebas dari ikatan. Ia dapat
menggerakkan kedua kakinya.
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apakah saudara langganan pamanku?" tanya
Bara dengan suara merdu. "Kasihan hari ini kau tidak
dapat makanan karena dari semalam pamanku di
bawah pergi penjahat-penjahat itu."
Pemuda desa yang dari tadi tidak berani mengangkat
kepalanya, kini berpaling memandang wajah si gadis.
Si cantik bersenyum.
Seluruh muka laki-laki itu merah padam. Ia tidak dapat
menyahut. Tiba-tiba kedua matanya terbelalak
memandang dada si gadis yang terbuka. Mulutnya
terbuka lebar. Tubuhnya bergoncang keras. Nampak
wajahnya ketakutan.
Sekonyong-konyong pemuda itu bangkit berdiri.
Bagaikan diuber setan ia lari keluar.151
"Ada murid dewi Uzume! T-o-l-o-n-g! T-o-l-o-n
g!" teriak pemuda dungu itu di sepanjang jalan.
Suaranja mendengking ditelinga Bara.
"Dasar tolol! Aku bisa mendapat susah di
keroyok rakyat Kanonji," kata si gadis mendongkol.
Segera si gadis menggerakkan tubuhnya. Kini dengan
mudah ia dapat membebaskan dirinya karena libatan
tambang itu sudah kendor.
Dari kejauhan terdengar suara rakyat berteriak-teriak.
"Ganyang murid dewi Uzume! Ganyang murid
dewi Uzume! Lekas kita keroyokl" Suara rakyat
Kanonji terdengar sangat ramai.
Si gadis menjadi gelisah. Ia harus mengambil tindakan
cepat. Untuk lari meninggalkan rumah Kiroshi sudah
tak mungkin, karena di tengah jalan ia akan diganyang
rakyat. Walaupun ia mempunyai kepandaian tinggi
dan bersenjata namun ia tak mungkin dapat melawan
rakyat sebanyak itu. Ia dapat menerjang keluar
dengan membulang-balingkan pedangnya, tetapi
suasana akan bertambah gawat. Karena banyak
korban akan terjatuh dan siapa tahu di antara rakyat
banyak itu terdapat petugas-petugas keamanan
Shogun yang akan menawan dirinya.152
Dalam keadaan yang setegang itu Bara mendapat
pikiran sehat. Bagaikan kilat ia menyambar pedangnya
yang terletak di atas meja. Kemudian ia berlari-lari
menuju ke bilik di mana buntalan Yoko berada. Ia
mengeluarkan pakaian Yoko dari dalam buntalan itu.
Cepat-cepat ia menanggalkan kimononya, lalu
memakai baju Yoko. Pedang samurainya ia soren di
pinggangnya. Dalam pakaian Yoko, Bara bagaikan
seorang pemuda saja. Seorang pemuda yang cakap
dan ganteng.
Segera ia masukkan kimononja ke dalam buntalan
Yoko lalu diikatkannya erat-erat.
Dengan menggemblok buntalan itu ia melangkah ke
ruang muka. Tambang bekas mengikat dirinya ia
lemparkan ke belakang lemari.
Cuaca masih remang-remang. Angin pagi meniup dari
pintu yang masih terbuka lebar itu. Api pelita di atas
meja telah padam karena hembusan angin.
Suara teriakan rakyat kini terdengar dekat sekali.
"Ganyang murid dewi Uzume!" terdengar
berulang-ulang.
Bagaikan kilat Bara menghunus pedangnya. Cahaya
pedang itu berkilau-kilauan ditangan kanannya.153
Sementara tangan klrinya memegang tali buntalan
Yoko yang menggemblok dipunggungnya. Ia berdiri di
tengah ruangan menantikan rakyat yang tidak lama
lagi akan muncul.
Dengan teriakan keras beberapa orang menerobos
masuk ke dalam rumah Hiroshi. Rupanya orang yang
berjalan di muka itu adalah orang bernyali besar di
antara mereka.
"Mana murid dewi Uzume?" bentak mereka
hampir serentak ketika mereka sudah melangkah
masuk.
"Mana orangnya yang menjerit-jerit mengata
kan ada murid dewi Uzume?" bentak Bara meniru
suara pria, sambil mengangkat tinggi-tinggi pedang
nya.
"Katanya murid dewi Uzume ada di dalam
rumah Hiroshi," sahut salah satu diantara yang
menerobos masuk itu. Di muka rumah masih
terdengar teriakan:
? Ganyang murid dewi Uzume! Ganyang habis
habisan!
"Aku sudah mencari di seluruh rumah ini,
namun tidak terdapat apa-apa. Mana penghuni rumah154
ini?" teriak Bara. Suaranya terdengar sangat lantang di
antara suara gemuruh pekikan rakyat.
Rakyat berduyun-duyun berkumpul di muka rumah
Hiroshi. Ada yang membawa pentungan, golok, pacul,
linggis dan lain-lain genggaman untuk mengganyang
murid dewi Uzume. Namun mereka tidak berani
menyerbu masuk karena melihat seorang pendekar
muda berdiri dengan kerennya sambil menghunus
pedang yang berkilau-kilauan.
"Mana penghuni rumah ini?!" teriak Bara pula.
Nampak kedua alisnya berdiri.
Mereka yang mendengar teriakan Bara segera berseru
memanggil penghuni rumah itu.
"Hiroshi! Dimanakah engkau?! Lekas keluar!"
"Hiroshi diculik penjahat!" sahut seorang yang
berdiri ditengah-tengah gumpalan rakyat itu.
Rakyat mendorong orang itu ke muka.
"Dialah yang tahu! Dia yang melihat murid dewi
Uzume!" terdengar teriakan susul menyusul.
Seorang pemuda tampil ke muka. Wajahnya sangat
tegang.155
"Aku yang melihat murid dewi Uzume," kata
pemuda itu sambil melangkah masuk.
Bara mengenali laki-laki itu. Dialah pemuda dungu
yang telah membuka ikatan tambang yang mengikat
tubuhnya. Namun si pemuda tidak mengenali si gadis.
"Mana murid dewi Uzume?" tanya Bara keren.
Si pemuda melangkah kesudut ruang. Ia sangat
terperanjat menyaksikan bangku panjang itu sudah
kosong. Laki-laki itu terpaling kearah Bara.
"Tadi dia berada di situ. Dia terikat dengan
tambang pada bangku itu" kata si dungu sambil jarinya
menunjuk ke arah sudut ruangan.
"Ha-ha-ha!" tawa Bara. "Rupanya kau masih
mengantuk dan mimpikan murid dewi Uzume terikat
di bangku itu."
Mendengar kata-kata Bara serentak rakyat tertawa
terbahak-bahak, diseling dengan teriakan:
? Dia mimpi! ... Ha-ha-ha! ...
Apakah murid dewi Uzume cantik? Ha-ha-ha!
Bara girang dapat mempengaruhi rakyat.156
"Sungguh aku tidak dusta." kata pula pemuda
itu. "Akulah yang membuka ikatan itu."
"Jika kau membukakan ikatan itu, tentu murid
dewi Uzume sudah kabur," sahut Bara.
Wajah pemuda desa itu nampaknya sangat dungu. Ia
menatap ke arah Bara. Tiba-tiba kedua matanya
terbelalak. Tubuhnya bergemetar, bibirnya bergerak
gerak ingin mengucapkan kata-kata.
Bara sangat jeli. Ia menyaksikan perubahan wajah
pemuda desa itu.
? Wah, dia mengenali aku. Aku harus mengambil
tindakan cepat, pikirnya.
"Tolol!" bentak Bara. "Murid dewi Uzume sudah
terikat, kau lepaskan!"
"Kau kau ," kata pemuda itu terputus-putus
sambil jarinya menunjuk-nunjuk ke arah Bara.
Namun Bara tidak menghiraukan pemuda desa itu. Ia
melangkah keambang pintu.
"Saudara-saudara, murid dewi Uzume sudah
kabur! Pemuda tolol sudah melepaskan dia dari
belengguannya hingga dengan mudah ia dapat
melarikan diri! Kini kita beramai-ramai harus mengejar157
murid dewi Uzume itu. Apakah saudara-saudara
berani mengejar dia?" Bara berbicara menghadapi
rakyat.
Tiba-tiba terdengar suara gemuruh.
"Berani! Kejar murid Uzume! Ganyang!"
"Lekas kita kejar!" teriak Bara. "Kita harus
berpencar, sebagian mengejar ke arah utara, sebagian
ke arah selatan, sebagian lagi ke arah barat dan siapa
yang mengikut aku ke arah timur?"
Suara Bara terdengar sangat lantang dan penuh
kewibawaan.
Hiruk pikuk terdengar dikalangan rakyat Kanonji yang
ada di muka rumah Hiroshi itu. Beberapa di antara
mereka sudah berlari-larian kearah yang berlainan.
Beberapa petugas keamanan Shogun ketika itu
berlari-lari menghampiri.
Cepat-cepat Bara menyarungkan pedangnya, lalu
menerobos di antara orang-orang itu.
Si pemuda dungu melangkah keluar dari rumah
Hiroshi sambil berteriak:
"Dia ! Dia murid "158
"Tolol !" bentak Bara.
"Tololi Tolol !"
Khalayak ramai turut membentak.
Dalam sekejap mata rakyat Kanonji sudah berlari-lari
berpencaran meninggalkan rumah Hiroshi.
Bara berlari ke arah timur menuju gunung Kotohiki. Di
belakangnya mengikuti beberapa belas orang dengan
berbagai-bagai alat untuk mengepung murid dewi
Uzume.
Sejenak Bara menoleh ke belakang. Nampak pemuda
dungu itu berdiri bagaikan patung di muka rumah
Hiroshi tengah memandang kearahnya. Para petugas
Shogun menghampiri si pemuda.
Bara tersenyum sambil mempercepat larinya.
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bagaikan anak panah terlepas dari busurnya Bara
mencelat ke muka. Si gadis berlari dengan ilmu
meringankan tubuh.
Dasar peruntunganku masih bagus jika tidak pasti aku
sudah diganjang rakyat jelata," gumam Bara sambil
berlari terus ke arah gunung Kotohiki.159
Matahari sudah naik tinggi ketika Bara tiba di puncak
gunung Kotohiki. Cepat-cepat ia menyusuri lamping
gunung turun ke lembah.
Akhirnja ia tiba di lembah.
Kini buntalan Yoko yang tergantung di pundaknya
menjadi beban baginya. Ia letakkan buntalan itu di sisi
sebuah batu besar, kemudian ia meneruskan pula
perjalanannya.
Bagaikan seekor kera Bara melompat-lompat di atas
batu-batu besar. Akhirnya ia tiba di lembah.
Segera Bara berlari-lari menuju ke arah pohon besar di
mana Yoko berada di dalam sangkar.
Alangkah terkejutnya ketika ia tiba di bawah pohon
besar itu.
Sangkar besi itu masih tergantung di cabang pohon,
tetapi Yoko tidak terdapat di dalamnya. Sangkar itu
sudah kosong!
(Bersambung Jilid 2 )
Percetakan "SUNRISE" Jakarta160161
CERITA SAMURAI :
KERA PUTIH
Karya : KAMIKAZE
Jilid 2
Penerbit : "SUNRISE" Jakarta162
KERA PUTIH
Karya : KAMIKAZE
Jilid 2.
VIII
SUARA ombak mendebur-debur memukul pantai
pulau Shodo. Cuaca dipagi hari itu cerah dan terang.
Sedikit jauh dari tepi pantai di atas pasir yang kering
terlentang seorang laki-laki yang usianya masih muda.
Kedua mata pemuda itu tertutup rapat-rapat.
Wajahnya kotor dan pakaiannya sudah berhari-hari
tak diganti, nampaknya sangat kumal.
Matahari yang belum naik tinggi menyorotkan sinar
nya ke tubuh si pemuda.
Tiba-tiba pemuda itu menggerakkan tubuhnya. la
mengeliat. Perlahan-lahan ia membuka kedua mata
nya. Ia menghela napas panjang. Tiba-tiba ia bangkit
berdiri. Wajahnya yang keheran-heranan memandang
ke sekelilingnya.
"Dimanakah aku berada" kata pemuda itu
seorang diri. Ia menatap ke arah laut. Pada lain saat ia163
menatap ke arah daratan. Di kejauhan nampak tanah
pegunungan yang tumbuh pepohonan lebat.
"Bagaimana aku bisa berada ditempat ini?"
tanyanya kepada dirinya sambil duduk di atas pasir
memandang kearah laut.
Sekonyong-konyong wajah pemuda itu bercahaya.
Kedua matanya terbelalak.
"Kini aku ingat. Kemarin petang aku masih
berada di dalam sangkar besi," kata pemuda itu yang
bukan lain daripada Yoko. Terbayang pula ketika ia
masih berada di dalam sangkar yang tergantung di
atas cabang pohon besar.
Dengan penuh harapan ia akan dibebaskan oleh Bara,
ia telah tertidur di dalam sangkar itu. Ketika larut
malam, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara berkelotakan
dan bergoyang-goyangnya sangkar. Terperanjat Yoko
terjaga. Nampak dua sinar mata menyorot membara
menatap kearahnya.
Cepat-cepat Yoko berjongkok di dalam sangkar.
Seekor kera raksasa berbulu putih tengah merusakan
selot sangkar. Kera itu membetot-betot selot itu.
Yoko gelisah. Hatinya berdebar keras, karena wajah
kera putih itu nampaknya sangat buas164
"Kini saatnya telah tiba. Aku akan bebas atau
binasa," kata Yoko dalam hatinya.
Pendekar samurai itu telah bersiap-siap akan
menubruk kera raksasa, bila binatang itu berhasil
merusakan selot. Ia insyaf bahwa ia harus bertempur
untuk kebebasannya.
Tetapi ketika selot baja itu rusak, dengan cepat kera
putih yang mempunyai tenaga raksasa itu membuka
pintu sangkar. Bagaikan kilat ia menjangkau tubuh
Yoko. Yoko tak dapat membikin perlawanan, karena
sukar menggerakkan tubuhnya di dalam sangkar.
Kera raksasa itu hendak mengeluarkan tubuh Yoko
yang meronta-ronta dari dalam sangkar. Tiba-tiba jari
jari binatang itu menekan punggung Yoko. Si pemuda
merasakan darahnya berhenti mengalir. Tubuhnya
menjadi lemas tak berdaya. Ia mencoba menggerak
kan kedua tangannya, namun si kera menekan pula
punggungnya. Ketika itu Yoko pingsan. Ia tak tahu lagi
apa yang terjadi selanjutnja hingga ia terlentang ditepi
pantai itu.
"Inilah bukan tepi pantai kaki gunung Kotohiki,"
kata Yoko sambil memandang terus ke arah laut.
"Dimanakah kini aku berada? Apakah kera putih itu
yang membawa aku kemari?"165
"Tidak salah dugaanmu. Kera putih itu yang
membawa kau ke pantai pulau Shodo," terdengar
suara di belakangnya.
Yoko terkejut! Cepat-cepat ia melompat bangun lalu
membalikkan tubuhnya. Dihadapannja berdiri seorang
laki-laki yang sudah berusia lanjut. Kulit mukanya
sudah keriput dan rambutnya sudah memutih. Namun
tubuhnya yang bongkok nampaknya masih kokoh
kuat. Sinar matanya memandang tajam ke arahnya.
"Siapa kau?" tanya Yoko.
"Ha-ha-ha!" tawa orang tua itu. "Kau tidak
mengenal aku tetapi aku mengenal kau Yoko."
Yoko menjadi heran.
"Bagaimana kau tahu aku bernama Yoko ?
Siapakah sebenarnja kau ?"
"Kau tidak perlu tahu dari mana aku
mengetahui namamu," menyahut orang tua itu. Ia
berdiam sejenak, lalu berkata pula : "Namaku pun kau
tidak perlu tahu, panggil sajalah aku Kera Putih."
"Kera putih ?!" seru Yoko.166
"Mengapa? Apakah itu aneh terdengarnya.
Semua kenalanku memanggil aku Kera Putih karena
aku memiara binatang kera raksasa berbulu putih."
"Jadi... kera putih yang membebaskan aku dari
sangkar besi... adalah binatang piaraanmu ?!" tanya
Yoko terputus-putus.
Orang tua itu mengangguk.
"Bagaimana kau tahu aku berada di dalam
sangkar ? Siapakah yang telah memberitahukan kau ?
Dan dengan maksud apa kau membebaskan aku, lalu
membawa aku ke pantai ini ?" tanya Yoko.
"Ketiga pertanyaanmu dengan menyesal tidak
bisa ku jawab," sahut Kera Putih.
Yoko terdiam sejenak. Nampak wajahnya gusar. Kedua
matanya menatap ke arah wajah orang tua itu.
"Dengan maksud apa kau menyuruh binatang
piaraanmu membawa aku kemari?!" tanya pula Yoko.
Orang tua itu tetap berdiri di hadapan Yoko. Nampak
kini ia bersenyum.
"Aku ingin mencoba kepandaianmu Yoko."
menyahut Kera Putih. "Dewi Uzume telah memberi
tahukan padaku bahwa dipegunungan Kotohiki167
muncul seorang pemuda bernama Yoko yang tinggi
ilmunya."
"Dewi Uzume?! Kau sahabatnya dewi Uzume?"
seru Yoko terkejut.
"Wanita itu bukan sahabatku dan bukan musuh
ku. Aku tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan
dewi Uzume," sahut Kera Putih berdusta. Yoko tidak
tahu bahwa sebenarnya Kera Putih adalah gurunya
dewi Uzume.
"Bila kau bertemu dengan wanita iblis itu ?"
tanya Yoko.
"Pada sepekan yang lalu, dia telah datang ke
tempatku," sahut Kera Putih.
"Jadi dia yang menawan aku di dalam sangkar?"
tanya Yoko sengit.
Orang tua itu menggelengkan kepalanya.
"Bukan dewi Uzume yang menawan engkau."
"Habis siapa? Apakah kau tahu siapa yang
menawan aku di dalam sangkar itu? Aku akan hancur
kan tulang-belulang jahanam itu!" seru Yoko.
"Aku yang menawan engkau, Yoko," orang tua
itu mengaku.168
"Kau! Engkau yang menawan aku?" menegas
kan si pemuda. Nampak kedua matanya bersinar buas.
Keningnya berkerut dan dadanya bergoncang.
"Aku yang menawan engkau dan aku yang
membebaskan pula dirimu," sahut Kera Putih tenang
tenang.
Tiba-tiba Yoko melompat menerjang orang tua itu.
Kera putih berkelit.
"Tahan dulu !" serunya.
Wajah Yoko sudah seperti orang gila. Ia bertekad akan
binasakan orang tua itu yang sudah menyiksa dirinya
di dalam sangkar.
"Aku ingin bertempur dengan kau dengan
senjata," kata orang tua itu. Tiba-tiba dari dalam baju
nya ia mengeluarkan dua bilah pedang samurai.
Sebilah pedang ia lemparkan kearah Yoko.
Si pemuda menyangga pedang itu, lalu mencabut dari
dalam sarungnya.
Kera Putih pun sudah menghunus pedangnya.
"Yoko sebagai tamuku, aku persilakan kau
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyerang lebih dahulu," menantang orang tua itu.169
Tanpa disuruh dua kali, si pemuda menyabetkan
pedangnya dengan diiringi suara teriakan keras.
Dengan wajah bersenyum Kera Putih menyambuti
serangan Yoko. Ketika itu sinar kedua pedang samurai
berkelebatan di bawah sinar matahari pagi. Yoko
mengerahkan segenap tenaganya untuk menjatuhkan
orang tua yang ternyata berkepandaian tinggi.
Nampak orang tua itu dengan sangat cekatan ber
gerak maju mundur menghindarkan sambaran pedang
Yoko.
Yoko memegang pedang dengan kedua tangannya.
Walaupun dalam keadaan nekat ia waspada. Serangan
balasan Kera Putih yang cepat bagaikan kilat dan keras
bagaikan gunung ambruk dapat dielakkan dengan
mudah oleh si pemuda.
Tiba-tiba Kera Putih berteriak menggeledek. Tubuh
nya mencelat menerjang Yoko, pedangnya menyabet
ke arah punggung si pemuda.
Yoko terperanjat. Cepat-cepat ia miringkan tubuhnya,
namun pedang Kera Putih berganti arah menyerang ke
lengan kanannya.
Yoko menjambut pedang lawannya dengan keras
lawan keras.170
"Trang!" terdengar suara bentrokkan kedua
pedang samurai di udara. Percikan api berpencaran di
keempat penjuru.
Dengan terhuyung-huyung Yoko mundur beberapa
langkah.
"Sejak aku meninggalkan pulau Okinawa baru
hari inilah kujumpai seorang yang ilmunya luar biasa
dahsyatnya," kata Yoko dalam hatinya.
Tetapi Yoko masih penasaran. Ia mengerahkan
tenaganya, lalu menerjang pula. Serangan Yoko tidak
disambut. Kera Putih hanya menggerakkan sedikit
tubuhnya untuk menghindarkan serangan geledek si
pemuda. Nampak wajah orang tua itu tersenyum.
Mengetahui serangannja menyambar tempat kosong,
Yoko jadi sangat gusar. Tanpa membuang waktu
percuma pendekar samurai menerjang pula. Kini ia
melontarkan serangan berantai. Sinar pedang
berkelebat-kelebat bertubi-tubi ke arah tubuh Kera
Putih.
Orang tua itu mengerutkan keningnya.
"Pantas dewi Uzume tidak dapat menjatuhkan
pemuda ini," katanya dalam hatinya. "Ternyata Yoko
seorang pendekar muda yang nekat dan memiliki171
semangat baja. Dialah orang yang kubutuhkan
untuk..."
Kera Putih tidak boleh lengah, Yoko menyambar
nyambar bagaikan halilintar. Bila kurang waspada
pasti pedang sang lawan akan menebas kutung
lengannya atau ujung pedang akan amblas ke dalam
dadanya. Sambil menghindarkan serangan Yoko, Kera
Putih melontarkan serangan yang tak kalah dahsyat
nya.
Tiba-tiba Yoko melompat ke samping. Ia rasakan
tekanan serangan orang tua itu keras sekali. Peluh
mengucur diseluruh tubuhnya. Karena ditawan ber
hari-hari di dalam sangkar besi dan kurang makan,
maka kondisi tubuh Yoko ketika itu sangat lemah.
Tetapi semangatnya tetap bergelora. Ia insyaf bahwa
dengan senjata ia tidak ungkulan akan menjatuhkan
Kera Putih, maka ia harus mengeluarkan... Karate!
Apakah Yoko tidak melanggar perintah gurunya
bahwa Karate hanya boleh dikeluarkan dalam keadaan
yang sangat terjepit untuk menolong jiwanya.
"Tidak," kata Yoko dalam hatinya, "aku tidak
melanggar perintah karena lawanku seorang tua yang
memiliki ilmu kepandaian tinggi lagi pula tenaganya
maha dahsyat."172
Yoko mengambil keputusan akan mengeluarkan
Karate. Ia melemparkan pedang samurai yang
dipegangnya ke tanah, lalu kedua kakinya bergerak
membuat kuda-kuda. Ia mulai salurkan tenaganya.
Dadanya bergoncang keras. Kedua matanya menatap
buas kearah sang lawan.
Kera Putih terkejut. Ia insyaf bahwa si pemuda hendak
mengeluarkan Karate. Cepat-cepat ia pun melempar
kan pedangnja lalu berteriak.
"Tahan! Aku hendak bicara!"
Perlahan-lahan Yoko melemahkan pula tenaganya.
Akhirnya ia bertanya. :
"Apa lagi yang kau hendak bicarakan? Apakah
kau menyerah kalah?"
Nampak wajah Kera Putih beringas, namun cepat
cepat ia mengendalikan perasaannya.
"Kera Putih belum pernah menyerah dalam
pertempuran," kata orang tua itu. "Tetapi apa
perlunya sampai kita bertempur mati-matian ? Engkau
bukan musuhku dan aku belum pernah menyakiti
hatimu."
"Hm, kau ingin memungkiri dosamu?" bentak
Yoko. "Kau telah menyiksa aku di dalam sangkar tanpa173
sebab musabab, hanya supaya dapat bertempur
dengan aku. Mengapakah tiba-tiba kau hendak me
nyudahi pertempuran ini? Ketahuilah wahai Kera
Putih, Yoko tidak takut mati! Bila aku harus binasa di
tanganmu aku rela menarik napasku yang peng
habisan di tepi pantai pulau Shodo ini."
"Ha-ha-ha!" terdengar suara tawa Kera Putih.
"Yoko, benar-benar kau seorang pendekar yang
mempunyai semangat menyala-nyala. Tetapi sayang
kau terlampau mengumbar napsumu. Bila kau
mengeluarkan Karate, salah satu dari kita berdua akan
binasa. Bila aku yang binasa tidak menjadikan apa-apa
karena usiaku sudah lanjut dan memang sudah
waktunya untuk berpulang. Tetapi bila kau yang
binasa, di dalam usia semuda itu apakah kau tidak
kecewa?"
"Aku tidak takut mati!" seru Yoko sengit.
Kera Putih menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Bila kau binasa ditanganku bagaimana dengan
musuhmu dewi Uzume ?"
Mendengar Kera Putih menyebut nama dewi Uzume
otak Yoko bagaikan disiram dengan air es. Betul juga
kata orang tua ini, bila aku binasa sebelum menunai-174
kan tugas guruku, membikin sensei kecewa dan
Uzume wanita iblis itu akan terus melakukan
kejahatannya, pikir Yoko.
Karena Yoko masih terdiam. Kera Putih berkata pula:
"Yoko. aku akan membantu engkau mem
binasakan dewi Uzume."
"Aku tidak butuhkan bantuanmu, cukup bila kau
beritahukan dimana adanya dewi Uzume dewasa ini,"
sahut Yoko sombong.
Kera Putih sudah hendak menampar pemuda jumawa
itu, namun sambil menggigit bibirnya ia menahan
amarahnya. Ia tidak boleh mengumbar napsu amarah
nya, ia harus sabar karena ia membutuhkan Yoko.
"Kini aku tidak tahu dimana dewi Uzume
berada, tetapi aku dapat menyelidikinya. Lebih baik
kau beristirahat di dalam guaku," mengundang Kera
Putih sambil menyeringai.
"Sebelum kau menjawab pertanyaanku aku
tidak akan mengikuti kau ke guamu," sahut Yoko.
"Pertanyaannya?" sela orang tua itu dengan
sabar.175
"Perlu apakah kau menawan aku di dalam
sangkar? Mustahil karena kau ingin bertempur dengan
aku?" tanya Yoko.
Kera Putih menarik napas dalam.
"Terserah padamu kau mau percaya atau tidak.
Aku telah menawanmu karena kau hendak ditawan
oleh dewi Uzume ke suatu pulau yang tidak ada
penghuninya. Dia tidak dapat menjatuhkan engkau
dengan tangannya sendiri, maka dia telah mengatur
tipu muslihat supaya kau binasa karena kelaparan.
Karena menurut katanya kau seorang pemuda yang
berilmu sangat tinggi, maka aku merasa sangat sayang
bila kau harus binasa secara konyol. Aku telah
mendahului dia menawan engkau dengan maksud
mengundang kau ke guaku untuk bersama-sama aku
mempelajari suatu ilmu gaib yang belum pernah
terdapat didunia ini."
"Bila kau bermaksud mengundang aku ke
guamu, mengapakah kau menyiksa aku dahulu di
dalam sangkar lalu kau menentang aku bertempur?"
tanya Yoko bercuriga.
"Untuk mempelajari ilmu gaib itu aku mem
butuhkan seorang pembantu yang memiliki ilmu
tinggi, maka untuk menguji kepandaianmu aku telah176
menawan engkau dan sengaja aku tidak memberikan
kau makan dan minum untuk mengetahui kondisi jiwa
dan tubuhmu. Lalu sengaja aku menentang kau
bertempur. Aku ingin menyaksikan dengan mata
kepalaku sendiri kata-kata dewi Uzume apakah benar
kau seorang pendekar yang utama walaupun dalam
keadaan lelah semangatmu masih membara. Ternyata
dewi Uzume tidak berdusta," kata Kera Putih.
"Kera Putih, aku tidak semudah itu mem
percayai orang," sahut Yoko. "Kini aku akan turut
engkau ke guamu karena aku perlu beristirahat."
Setelah berkata Yoko mengambil, pedang samurai
yang tadi ia lemparkan, la masukkan pula pedang itu
ke dalam sarungnya lalu di pulangkannya kepada
orang tua itu.
Kera Putih tidak berkata-kata pula. Ia menyambuti
pedang samurainya lalu di masukkannja ke dalam
bajunya, bersama pedang yang tadi ia pergunakan.
Sejenak ia menoieh ke arah si pemuda lalu melangkah
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menuju ke tanah pegunungan di mana terdapat hutan
lebat. Yoko mengikuti dari belakang.
***177
TEMPAT kediaman Kera Putih merupakan sebuah
istana di dalam gua di lembah Kankakei. Letak gua itu
di bawah lembah yang sangat curam. Tidak sembarang
orang dapat berkunjung ke bawah kaki gunung itu di
tengah-tengah hutan yang lebat, karena jalan menuju
ke tempat itu sangat berbahaya.
Yoko membelalakkan kedua matanya terheran-heran
ketika melangkah masuk ke dalam gua.
"Sebuah istana yang tersembunyi," kata Yoko.
"Sungguh indah dan menakjubkan."
Kera Putih bersenyum.
Melewati sebuah pintu mereka jalan di sebuah lorong
yang terbuat daripada batu pualam berwarna hijau.
Meskipun istana itu terletak di dalam gua namun
terang benderang karena terdapat banyak lubang
lubang di tutup dengan kaca di mana cahaya matahari
dapat menembus.
Mereka disambut oleh pelayan-pelayan wanita muda
berpakaian kimono beraneka warna.
"Sediakan makanan dan minuman untuk
tamuku," perintah Kera Putih kepada gadis-gadis itu.178
Gadis-gadis itu membungkukkan tubuhnya memberi
hormat kepada sang majikan dan Yoko, lalu berlari-lari
ke dalam.
Kera Putih mengajak Yoko masuk ke ruangan tamu,
sebuah ruangan yang luas berdinding batu putih.
Segera mereka duduk di atas tatami. Seorang gadis
dari ruangan sebelah melangkah masuk dengan
membawa baki terisi teko teh dan dua buah cawan.
Yoko memandang pelayan itu.
"Hm, cantik dan manis," kata Yoko dalam hati
nya.
Di atas meja pendek si gadis menaruh cawan-cawan
kosong itu lalu mengisikan dengan air teh dari teko.
Ketika itu Yoko teringat akan Teruko, puteri bapak
Hiragai dari sebuah desa di dekat pantai Michiman.
Teruko pun menuangkan teh untuk dia dan bapak
Hiragai. Namun kini bukan bapak Hiragai yang duduk
di hadapannya, tetapi Kera Putih yang sangat
misterius.
"Yoko, mengenai persoalan kita akan kita
bicarakan nanti malam saja, karena aku harus me
nyelesaikan pekerjaanku," kata Kera Putih setelah
meminum isi cawannya.179
"Jadi aku harus bermalam di dalam istanamu ?"
tanya Yoko.
Kera Putih mengangguk.
"Bukan saja untuk malam ini kau boleh tinggal
di dalam gubukku, tetapi kau boleh berdiam di sini
sesuka hatimu. Aku merasa senang mendapat seorang
sahabat seperti kau."
Yoko menghirup isi cawannya.
"Terima-kasih. Aku akan meninggalkan tempat
ini esok pagi setelah perundingan kita selesai," sahut
Yoko.
"Sesukamu," sahut Kera Putih. "Perlu kau
ketahui bahwa aku mempunyai beberapa belas
pelayan gadis-gadis. Kau dapat mengenali mereka dari
pakaiannya, karena tiap gadis memakai pakaian jang
berwarna itu-itu juga. Kau boleh perintah pelayanku,
anggaplah seperti di rumahmu sendiri. Kini kau perlu
beristirahat, gadis ini akan mengantarkan kau ke bilik
mu," kata Kera Putih sambil menunjuk dengan jarinya
ke arah gadis yang menuangkan teh tadi.
Setelah meminum pula air teh, Kera Putih bangkit
berdiri. Ia membungkukkan tubuhnya yang memang180
sudah rada bungkuk, menghormat Yoko, lalu
melangkah meninggalkan ruangan tamu.
Yoko bersenyum kearah gadis itu.
"Siapakah namamu ?" tanyanya.
"Si Biru," sahut si gadis dengan suara merdu.
"Biru," mengulangi Yoko sambil memandang
kimononya si gadis yang berwarna biru muda.
Si Biru menghampiri Yoko.
"Apakah tuan pendekar ingin beristirahat?"
Yoko menatap wajah yang cantik itu.
"Bagaimana jika aku namakan kau Kumala
Biru?" tanya Yoko menggoda.
Si gadis tertawa kecil. Ia menutup mulutnya dengan
tangannya. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya lalu
melangkah meninggalkan ruangan itu. Yoko mengikuti
si Kumala Biru.
Mereka melalui ruang-ruang yang besar lalu menuju
kearah timur di mana terdapat beberapa kamar yang
tidak seberapa besar. Kumala Biru membuka pintu
kamar itu, lalu mempersilakan Yoko masuk.181
Yoko melangkah masuk. Ia memandang ke sekeliling
kamar. Seumur hidupnya belum pernah ia tinggal di
dalam kamar yang seindah itu. Pembaringan disudut
ruangan dibuat daripada batu hijau di atas mana
terdapat kasur yang empuk dan ditutupi seprai sutera
putih. Sebuah permadani terletak di lain sudut di atas
mana terdapat sebuah meja pendek.
Dari dalam sebuah lemari Kumala Biru mengeluarkan
satu setel pakaian untuk Yoko dan sebuah handuk
yang ditaruhnya di atas pembaringan, lalu ia
membuka pintu di dinding sebelah kanan. Terdengar
suara air mengucur ke dalam bak.
Kumala Biru membungkukkan tubuhnya dihadapan
Yoko lalu melangkah keluar.
Yoko masuk kekamar mandi untuk membersihkan
tubuhnya yang dalam beberapa hari tak mengenal air
dan sabun.
Baru saja Yoko menyalin pakaiannya dengan pakaian
yang disediakan, tiba-tiba tiga gadis pelayan masuk
membawa cawan-cawan dan mangkuk terisi hidangan
yang ditaruhnya di atas meja pendek.
Yoko duduk di atas tatami. Ia merasakan perutnya
sangat lapar, tetapi ia masih sempat menggoda nona-182
nona pelayan itu. Ia menunjuk ke arah pelayan yang
memakai baju merah.
"Kau si Merah," kata Yoko.
Pelayan itu menganggukkan kepalanya.
"Tetapi aku panggil kau Mawar Merah." kata
pula si pemuda. Lalu ia berpaling kearah pelayan yang
memakai baju putih. "Aku namakan kau si Putih Salju."
Kemudian Yoko menoleh kearah pelayan yang
memakai baju kuning. "Dan kau Cahaya Kuning!
Ketiga gadis itu tertawa cekikikan.
"Tadi tuan telah temukan kawan kami yang
memakai baju biru, nama apakah tuan berikan pada
nya?" tanya si Mawar Merah yang kelihatannya lebih
lincah.
"Si Biru? Aku memberikan ia nama Kumala
Biru," sahut Yoko.
Ketiga gadis cantik itu tertawa pula.
Yoko menangsal perutnya dengan dilayani tiga gadis
cantik itu. Mereka bercakap-cakap dengan sangat
riangnya, tetapi bila Yoko menanyakan soal Kera Putih
ketiga gadis itu bungkam seribu basa.183
"Apakah pekerjaan orang tua yang misterius
itu? Dan guna apakah ia membutuhkan seorang pem
bantu?" kata Yoko dalam hatinya.
Selesai Yoko bersantap ketiga gadis itu keluar dari
kamar itu. Yoko membaringkan dirinya di atas
pembaringan.
"Apakah yang hendak dipelajarkan Kera Putih?"
tanyanja dalam hati. "Aku tidak butuh dengan segala
ilmu gaib, yang aku perlu cari tahu dari Kera Putih ialah
tempat kediamannya dewi Uzume."
Tiba-tiba seorang gadis berpakaian hitam melangkah
masuk kedalam kamar. Yoko bangkit duduk.
"Wah, gadis-gadis ini kalau masuk tanpa
mengetuk pintu dahulu" katanya dalam hati. Ia
tersenyum memandang wajah si Hitam yang bagaikan
bulan purnama.
Rupanya ketiga gadis tadi ingin mengetahui nama apa
yang Yoko akan berikan kepada si Hitam, maka ia
menyuruh si Hitam mendapatkan Yoko.
"Apakah tuan memerlukan sesuatu?" tanya si
Hitam.
"Tidak, aku ingin beristirahat," sahut Yoko.184
Si gadis membungkukkan tubuhnya hendak meninggal
kan Yoko. Namun si pemuda memberi isyarat supaya
ia berdiam dahulu. Yoko sedang memikirkan nama apa
yang ia harus berikan kepada si Hitam. Tiba-tiba wajah
si pemuda berseri gembira.
"Namamu si Gagak Hitam," katanya.
Si gadis tersenyum.
"Terima-kasih, pendekar muda. Bila kau me
merlukan sesuatu panggillah si Gagak Hitam. Aku akan
segera terbang mendapatkan tuan muda," kata si
gadis.
"Baik," sahut Yoko.
Si Gagak Hitam meninggalkan pemuda kita.
Sinar rembulan nampak remang-remang di lembah
Kankakei. Cahaya yang sejuk kebiru-biruan memaksa
menerobos dari sela-sela daun dan ranting pohon
pohon yang tumbuh sangat lebat di lamping gunung.
Yoko tengah duduk dimuka gua memandang ke sekitar
tempat itu diwaktu malam.
"Sungguh misterius tempat ini," katanya dalam
hati. "Mengapakah Kera Putih membuat istana di
dalam gua yang tersembunyi dan apakah kerjanya?"185
Tiba-tiba terdengar suara tindakan kaki perlahan
menghampiri.
Yoko menoleh. Nampak si Kumala Biru melangkah ke
arahnya sambil bersenyum.
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pendekar muda, Kera Putih memanggil kau,"
kata Kumala Biru.
Yoko bangkit berdiri lalu mengikuti si gadis. Ia dibawa
ke sebuah lorong yang sangat panjang. Lorong itu
diterangi oleh sinar lampu-lampu pelita yang melekat
pada dinding. Jarak dari satu lampu ke lain lampu kira
kira beberapa belas meter, maka cuaca di dalam
lorong itu remang-remang.
Melewati lorong yang panjang Kumala Biru
mendorong sebuah pintu daripada kaca. Si gadis ber
?Hpdiambang pintu d m me
Begitu Yoko melangkah masuk, pintu ditutup kembali
oleh Kumala Biru. Ruang dimana Yoko berada tidak
seberapa luas. Cuaca di dalam ruang itupun remang-.
Ia memandang ke sekeliIingnya.
"Yoko, aku ingin rundingkan persoalan kita,"
terdengar suara Kera Putih dari sudut ruangan.186
Yoko berpaling kearah suara itu. Nampak orang tua itu
memakai pakaian hitam duduk di atas tatami.
Si pemuda menghampiri lalu duduk dihadapannya.
Kera Putih menatap wajah Yoko.
"Aku akan berbicara tanpa tedeng aling-aling
dan langsung kepada pokok pembicaraan. Aku tidak
senang orang bilang berputar-putar seperti seorang
wanita. Kebiasaanku berbicara dengan tegas."
"Memang itulah kebiasaan seorang ksatria yang
bersemangat jantan. Bila perlu kita mempergunakan
bahasa kepalan," sahut Yoko yang tak mau kalah
wibawa pengaruh.
Kera Putih menganggukkan kepalanya.
"Yoko, perlu aku menerangkan kepadamu
bahwa sejak umur dua puluh lebih aku sudah
mengerahkan tenaga dan pikiranku untuk mewujud
kan cita-citaku. Aku telah bekerja selama lima puluh
tahun dan akhirnya tercapailah keinginanku itu.
Selama lima puluh tahun itu aku telah mengasingkan
diriku dari dunia ramai dan hidup menyepi di dalam
gua Kankakai ini. Siang malam aku bekerja tak henti
hentinya dan tak mengenal lelah untuk memiliki suatu
ilmu gaib yang belum terdapat di belahan dunia
manapun."187
Kera Putih berhenti sejenak lalu meneruskan pula.
"Setelah aku berhasil dalam usia delapan puluh
aku mencari seorang pembantu untuk menurunkan
ilmu gaib itu kepadanya, karena ilmu gaib itu harus di
miliki oleh dua orang baru ada manfaatnya bagiku dan
juga bagi pembantuku. Selama lima tahun aku tidak
berhasil mendapatkan seorang yang cukup untuk
kudidik. Aku sangat gelisah dan berduka. Bila sampai
ajalku dan aku belum berhasil mendapatkan orang itu
maka jerih payahku selama limapuluh tahun akan sia
sia belaka."
Ketika itu Yoko ingin membuka mulutnya untuk
menanyakan sesuatu namun Kera Putih menggerak
kan tangannya memberi isyarat supaya si pemuda
jangan berbicara dahulu.
"Ketika dewi Uzume memberitahukan padaku
bahwa di kota-kota Kanonji, Zentsuji dan di
pegunungan Kotahiki dan Gogaku sedang berkeliaran
seorang pendekar yang tinggi ilmunya lagi pula
berusia muda, maka diam-diam aku merasa girang.
Aku tidak beritahukan wanita itu tentang rencanaku
ingin mengikat tali persahabatan dengan kau."
"Kera Putih, aku ingin bertanya apakah kau
menyetujui sepak terjangnya dewi Uzume yang188
menerbitkan malapetaka di kalangan rakyat?" tanya
Yoko.
"Aku tidak bermusuhan dengan dewi Uzume,
maka aku tidak mencampuri urusannya. Jika benar
apa yang kau katakan sepak-terjang wanita itu
menerbitkan malapetaka dikalangan rakyat, itulah ada
urusannya pemerintah Shogun. Aku tidak mau
bertindak sendiri-sendiri karena aku percaya
kewibawaan Shogun. Sebaliknya akupun hendak
bertanya perlu apakah kau menyusahkan dirimu untuk
menjatuhkan kekuasaan dewi Uzume?" balik bertanya
Kera Putih.
Nampak kening Yoko berkerut.
"Aku telah diperintahkan guruku untuk me
numbangkan kekuasaan wanita iblis itu. Lagipula aku
tidak bisa berpeluk tangan melihat rakyat jelata
menghadapi bencana. Bila perlu aku akan mengorban
kan jiwaku untuk kepentingan rakyat jelata.
Pemerintah Shogun tak akan menyalahkan aku, bila
aku binasakan wanita iblis itu," sahut si pemuda tegas.
Kera Putih menghela napas dalam.
"Itu ada urusanmu dan aku tidak akan
mencampurinya. Kau boleh bertempur dengan dewi
Uzume dan aku tidak akan memihak kemanapun juga.189
Aku telah berjanji padamu bahwa aku akan mencari
tahu tempat kediaman wanita itu pada dewasa ini,
harap kau jangan khawatir. Janji itu akan kutepati."
"Bila kau tidak bermusuhan dengan dewi
Uzume serta wanita itu memiliki ilmu yang boleh
dikatakan tinggi, mengapakah kau tidak menurunkan
ilmu gaibmu kepadanya?" tanya Yoko.
"Betul dia memiliki ilmu tinggi, tetapi dia
seorang wanita, Yoko. Seorang wanita sangat lemah
hatinya," sahut Kera Putih.
"Ilmu gaib apakah yang hendak kau turunkan
padaku?" tanya si pemuda.
"Sabar, Yoko. Sebentar lagi akan kuberitahukan.
Karena kita harus bekerja sama, maka antara kita
berdua tidak boleh terdapat syak wasangka atau
prasangka-prasangka di dalam hati masing-masing.
Bagaimana, Yoko? Apakah kau bersedia menjadi
pembantuku dan bersedia bekerja sama untuk
kepentingan kita berdua?" Kera Putih menatap tajam
ke arah si pemuda.
"Bagaimana aku dapat mengambil keputusan,
sedangkan kau belum menerangkan padaku ilmu gaib
apa yang hendak kau wariskan. Bila ilmu itu akan
menerbitkan bencana sudah tentu aku menolak,190
tetapi bila ilmu itu mempunyai pengaruh untuk
kesejahteraan negara tentu dengan senang hati aku
akan menerima-nya," kata pendekar muda itu.
Kera Putih tersenyum.
"Ilmu itu tidak ada sangkut paut dengan politik
dan terserah padamu apakah kau hendak pergunakan
ilmu itu untuk maksud-maksud baik atau kau
selewengkan untuk tujuan jahat."
"Lekas terangkan ilmu apakah itu?" tanya Yoko
tidak sabar.
"Esok malam akan kuterangkan. Kini kau boleh
beristirahat," kata Kera Putih.
"Jadi aku harus menanti lagi sampai esok
malam? Apakah kau tidak bisa menerangkan
sekarang, supaya kita tidak, membuang waktu
percuma. Lagipula belum tentu aku menerima
tawaranmu," mendesak si pemuda.
Kera Putih bangkit dari tempat duduknya. Ia menepuk
nepuk pundak Yoko.
"Sabarlah anak muda, sesuatu yang dikerjakau
dengan tergesa-gesa akan menjadi tidak beres. Lagi
pula kita masih mempunyai banyak waktu. Tentang
kau menerima atau tidak tawaranku, aku tidak dapat191
memaksanya tetapi aku yakin bahwa kau akan
menerima tawaran itu." Orang tua itu membungkuk
kan tubuhnya dihadapan si pemuda. "Selamat malam
dan esok malam kita akan bertemu pula."
Cepat-cepat Yoko bangkit berdiri dan membalas
hormat orang tua itu.
Ketika Yoko tiba di ambang pintu kamarnya, dari
dalam kamar terdengar suara cekikikan.
Cepat-cepat ia membuka pintu dan melangkah masuk.
Amboi, di dalam kamarnya menanti gadis-gadis
pelayan Kera Putih duduk berjajar di atas tatami. Tiga
gadis memegang alat tetabuhan.
"Hei, apakah artinya ini?" tanya Yoko.
Miss Pesimis Karya Alia Zalea Pendekar Gila 31 Peti Mati Untuk Gento Guyon 1 Tabib Setan
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama