Ceritasilat Novel Online

Korban Kutukan 2

Dewi Ular Korban Kutukan Bagian 2



"Kau yang bernama Buron, bukan?"

"Ya, dan kau pasti Shayu." .

Senyum wanita cantik berpenampilan eksklusif serta sedikit tomboy itu ' makin melebar. Indah berseri, langsung menawan hati.

"Kenapa kamu tadi justru lari meninggalkan aku di pintu utama?"

"Aku minder. Aku nggak menyangka kalau kamu secantik ini"

"Ahh...," Shayu melengos sambil tersipu.

"Kamu juga menawan kok Kenapa harus minder?"

"Kamu lihat aja, penampilanku begitu. kan?

kayak Jongosmu!" ceplos Buron seenaknya saja. Shayu Handayani tertawa kecil tanpa suara nyata. tubuhnya yang seksi itu terguncang-guncang oleh tawa. Wajah cantik Shayu semakin cerah ceria, tercermin keriangan hatinya lewat pandangan mata sayunya yang berbinar-binar.

Buron benar-benar menghubungi janda eksportir rotan yang ditemukan dalam iklan biro jodoh di sebuah koran. Hubungan via telepon terjadi berkalikali dalam sehati. Canda yang dilontarkan Buron membuat Shayu terkesan dan ingin segera saling bertemu. Maka terjadilah pertemuan tersebut di Mega Toserba itu. Buron tak menyangka kecantikan Shayu ternyata melebihi bayangan dalam benaknya. Tapi debar-debar keindahan di hati Buron menjadi lebih memacu keinginan dan harapannya untuk menemukan calon istri tercinta.

"Tapi apakah dia ini kuntilanak, seperti kasus yang dialami sepupunya istri Tohir itu?! Masa' kuntilanak bau parfumnya sangat eksklusif sih?" pikir Buron di sela senyum tipisnya.

Sebatang rokok putih import dinyalakan Shayu tanpa sungkan-sungkan. Memang lebih dulu ia bertanya.

"Apakah kau keberatan kalau aku merokok di sini?"

"Silakan aja," jawab Buron santai sekali .Maka perempuan itu pun menyalakan rokoknya dengan sikap cuek sekali. Penampilannya menjadi lebih keren lagi dengan sebatang rokok kecil di jarinya.

Buron mengakui, Shayu sekarang semakin jelas berpenampilan sebagai wanita karir yang punya kesibukan bisnis di sana-sini. Buron mencoba untuk mengimbangi sikap itu agar tak terlalu jatuh di mata umum. Sikap duduknya pun diperbaiki. lebih tegak dan dadanya sedikit dibusungkan.

"Kita sudah dua menit berada di sini, tapi mengapa kamu belum pesan es cream?" tanya Shayu. ,

"'Ala cuma sekedar numpang duduk aja," jawab Buron dengan kalem.

Shayu menyembunyikan senyum gelinya.

"Pesanlah sana, Biar nanti aku yang berurusan dengan kasirnya." :

"Oh. kan mau traktir aku?"

"Nggak," jawab Shayu tegas tapi tetap tenang.

"Kenapa harus traktir kamu? Kamu boleh saja habis menikmati es cream di sini langsung pergi tanpa bayar sepeser pun.? '

"Mana mungkin. Para pelayan itu pasti akan mengejarku dan menganggap diriku pencuri."

"Kujamin, nggak akan begitu. Mau buktikan? Pesanlah dan makanlah sekenyang-kenyangmu. Lalu kita pergi begitu saja. Mereka pasti tidak akan mengejar kita."

"Apa alasannya?"

"Karena kau berjalan bersamaku."

"Apakah namamu sunah cukup dikenal di

selurun toserba ini?"

"Ngak juga." .

"Ialu. kenapa berjalan bersamamu nggak akan dituduh maling?"

"Karena... ice Cream House ini milikku."

"Milikmu?"Buron terperanjat.

"Maksudmu.. tempat ini...." .

"Ice Cream House ini bisnis sampinganku. Tadinya milik temanku, dan aku punya andil disini."

"Tapi karena temanku boke, dia jual lahan ini padaku. Tujuh bulan yang lalu tempat ini resmi 'menjadi milikku " .

"Astaga...'?!" gumam Buron pelan sambil terperangah bengong. Shayu tersenyum kalem,

"Kalau kau berminat mengelolanya, bisa Saja kuserahkan padamu.

"

"Apa...?"

"Kelolalah bisnis ini kalau kau mau."

"Maksudku... apa... apa nggak salah bicaramu ini?"

Shaw menggeleng kalem lagi.

"Aku sering nggak sempat menangani usaha ini. Kadang hampir telantar. Omsetnya sih okey punya! Lihat saja pengunjungnya, cukup lumayan kan?"

"Iya sih," gumam Buron sambil memperhatikan para tamu yang hilir-mudik sejak tadi, nyaris tiada henti-hentinya. Buron mengakui usaha itu

cukup diminati pengunjung, terutama yang membawa anak-anak. Sayang sekali kalau pengelolaannya sampai terbengkalai. Tapi Buron pun bertanya-tanya dalam hati. mengapa secepat itu Shayu mempercayai dirinya untuk mengelola Ice Cream House itu? Pertanyaan batin itu akhirnya terlontar pula secara lisan, dan Shayu tidak langsung menjawab, namun sempat berpikir beberapa saat. Pada saat kebisuan tercipta lebih dari dua helaan napas, Buron merasakan keanehan mulai datang. Kedua telapak tangannya seperti dihujani kedutan. Berdenyut-denyut secara beruntun. Pusat di perutnya juga ikut berdenyut-denyut, kedutan. Buron mulai pasang kewaspadaan. Sebab biasanya jika tanda-tanda itu timbul, berarti di sekelilingnya ada energi gaib yang berkekuatan tinggi. Energi gaib itu mengalami kegelisahan sehingga gerakannya menyambar gelombang gaibnya Buron dalam bentuk kedutan atau denyutan beruntun di sekitar telapak tangan dan pusar.

"Ada energi gaib tinggi yang sedang blingsatan di sekitar sini? Kepunyaan siapa ini?!" pikir Buron, lalu diam-diam ia melakukan pemantawan batin dengan kesaktiannya sebagai Jin Layon. Tapi sikapnya seolah-olah memperhatikan betul jawaban yang dilontarkan Shayu atas pertanyaannya tadi.

"Tentunya... ada beberapa alasan mengapa aku ingin mempercayakan pengelolaan bisnis ini kepadamu"

"Boleh tahu semua alasan itu?"

"Pertama, karena aku menaruh rasa simpati padamu dan percaya akan kejujuranmu."

"Bagaimana kau bisa langsung percaya padaku? Kita kan baru kali ini bertemu. kamu belum tahu pribadiku yang sebenarnya."

"Keluguanmu dalam bicara dari awal menyimpulkan bahwa kau orang yang bisa dipercaya, dan bukan tipe seorang pengkhianat" .

Buron manggut-manggut, melambung sedikit pantatnya karena merasa tersanjung terang-terangan. Shayu pun melanjutkan jawabannya. '

"Yang kedua, jika kamu mengelola salah satu bisnisku, maka kita akan selalu berhubungan, kita akan sering bertemu dan sering berkomunikasi. Itu membuat hatiku terhibur dari segala masalah yang sering memusingkan kepala." '

Buron berkata dalam hati dengan sedikit tegang,
"Oh. rupanya energi gaib tinggi itu datangnya dari diri Shayu sendiri?! Hmm -... Ternyata dia menyimpan kekuatan mistik yang cukup besar? Kenapa baru sekarang tertangkap'getarannya oleh radar gaibku?! Tadi dikemanakan energi gaibnya itu?!" '

Shayu melanjutkan kata-katanya dengan tatapan. mata agak redup.

"Alasan ketiga kenapa aku ingin percayakan bisnis ini padamu, karena aku berharap kau dapat

membantuku melepaskan beban penderitaan . Beban ini terlalu berat bagiku. Selama ini sudah kucoba menyingkirkannya dengan bantuan siapa saja. tapi tidak pernah berhasil Dan sekarang aku berharap, kau akan berhasil menolongku keluar dari penderitaan ini." '

Dahi pemuda berambut kucai yang lupa sisiran itu berkerut tajam, menatap nanap pada raut wajah cantik bermata sendu. Buron baru sadar, bahwa di balik wajah cantik dan mata sendu itu, ternyata telah tersimpan sebentuk penderitaan yang nyaris berhasil ditutupinya dengan ketenangan dan kesabaran.

"Penderitaan apa maksudmu, Shayu. Tolong jelaskan." '

"Kau pasti sudah mengetahuinya, Buron," sambar janda cantik itu.

"Aku sudah mengetahuinya? Ah. dari mana aku mengetahuinya? Kenapa kau beranggapan begitu?"

"Tadi siang baru kuketahui dari seorang teman, bahwa kau adalah pria berilmu tinggi, sebab kau sebenarnya asistennya Kumala Dewi. Benar, kan?!"

Menggeragap Buron mendengar kata-kata itu. Salah tingkah ia bersikap di depan si janda cantik itu. Lidahnya sempat kaku dan membuatnya sulit bicara. Tapi ia berusaha menutupi kekakuan itu dengan senyum yang tawar dan nyaris tanpa pesona.

Untung ia tadi sudah memakai 'Aji Candrawisnu'. sehingga bagaimanapun juga senyum tawarnya masih mempunyai sisa pesona yang bisa dinikmati lawan jenisnya.

"Sudahlah, kamu nggak usah berlagak bego lagi di depanku. Aku tahu siapa dirimu sebenarnya melalui Delvina."

"Delvina?!"

"Kau pasti ingat dengannya,". sambil Shayu mengangguk dan tersenyum anggun. Buron terbengong karena memang terbayang wajah cantik milik pegawai bank yang bernama Delvina. Gadis itu dulu pernah berubah menjadi monyet karena darah kutukan racun 'Rewatama'. Namun ia berhasil diselamatkan Dewi Ular dan Buron, (Baca serial Dewi Ular dalam episode; "LEGENDA YANG HllANG"). '

"Delvina sekarang 'menjadi akuntan di salah satu perusahaanku," sambung Shayu.

"Ketika menceritakan rencana pertemuan kita ini, dia tertawa geli. Ternyata dia sudah mengenalmu. Dia punya penilaian positif tentang dirimu. Dia juga bilang bahwa kamu pemuda sederhana berilmu tinggi. Menurutnya, ilmu itu kau dapatkan sejak kau menjadi muridnya si gadis paranormal yang kondang di kalangan para selebritis dan kalangan para wanita karir. yaitu Kumala Dewi"

Agak sedikit lega hati Buron, karena sepertinya Shayu belum sepenuhnya mengetahui siapa dirinya

yang sebenarnya. Shayu hanya menganggap bahwa Buron adalah muridnya Kumala Dewi, Janda sexy itu agaknya tidak mengetahui bahwa-Buron sebenarnya adalah jelmaan dari Jin Layon, yang tingginya 6 meter dan besar. jelek, bau.

"Inilah sebabnya aku berani berharap padamu, Buron."

"Apa yang kau harapkan'dariku sebenarnya?"

"Menyingkirkan musuhku."

"Kau punya musuh?"

Shayu mengangguk .Tanpa bicara, matanya menatap semakin sendu. Sepertinya semakin memberitahukan beban penderitaannya selama sang musuh belum disingkirkan.

"Kau...' kau ingin aku membunuh musuhmu, begitu?"

"Terserah," jawab Shayu.

"Mau kau bunuh atau kau apakan1 yang penting singkirkan dia dari hidupku."

Kepala berambut kucai itu manggut-manggut pelan, matanya memandang ke arah lain. Tapi otaknya berputar mempertimbangkan permohonan si Janda cantik itu. Setelah beberapa saat saling membisu, Buron merasa harus menolong Shayu jika ingin' mendapat kesan lebih berharga lagi di mata si janda kaya itu. Tetapi tentang bagaimana caranya menyingkirkan sang musuh, Shayu tidak perlu tahu. Buron punya' penimbangan sendiri

untuk melakukan hal hal seperti itu. Menurutnya. menyingkirkan seorang musuh tidak harus dengan membunuh atau mengirimkan santet sampai sang musuh mati. Santet yang membuat sang musuh lumpuh sepanjang masa juga bisa dipakai untuk pengertian 'menyingkirkan' lawan .

"Okay, sekarang aku ingin tahu dulu, siapa musuhmu itu?"

"Yang ada di dalam diriku ini."

"Maksudnya...?" '

Shayu, diam, sedikit menunduk. Buron menunggu selama tiga helaan napas. Hampir saja ia bertanya lagi tentang maksud kata-kata Shayu tadi. Tapi sebelum ia bersuara, pelan-pelan wajah Shayu' diangkat Sedikit demi sedikit wajah cantik itu kelihaian telah berubah menjadi pucat . Matanya memancarkan warna merah bara. Ketika ia menyeringai, tampak sepasang taring terjulur keluar dari sisi kanan-kiri gigi atasnya.

"Oohh...?!" Buron tersentak kaget dengan mata membelalak lebar. Shayu buru-buru menunduk lagi sampai wajahnya tak bisa dilihat .Sebentar kemudian, ketika Buron menarik napas dalam-dalam, wajah Shayu menjadi tegak kembali. Dan tak ada taring, tak ada kepucatan; juga tak ada cahaya merah di kedua bola matanya. Shayu menjadi cantik menawan seperti sediakala. Buron memandanginya dengan mulut ternganga bengong.

"Rupanya energi gaib besar itu datang dari si wajah angker tadi?" pikir Buron. lalu siapa di wajah angker tadi sebenarnya?"

Shayu sendiri menarik napas panjang. Seakan Ia sulit sekali unuk mengatakan sesuatu yang menjadi ganjalan hatinya selama ini. Buron jadi iba hati dan semakin penasaran. Batinnya menuntut rasa ingin tahunya terhadap siapa si pemilik wajah menyeramkan tadi, dan mengapa Shayu bisa berubah seanqker itu?

***

DONGKOL sekali hati Buron. Baru mau bicara seru kepada si janda montok itu, tiba-tiba telinganya berdenging panjang. Suara dengingnya hilang. berganti suara seorang gadis yang bernada tegas. Buron hafal betul suara itu adalah suaranya si Dewi Ular-yang dikirimkan melalui gelombang getaran gaib. Hanya jelmaan Jin Layon saja yang dapat mendengar suara gaib tersebut.

"Cepat pulang! Mbak Mer dan Sersan Burhan menunggumu di rumah. Jangan melantur kalau pacaran, nanti lupa daratan!"

dengan suara batin pula Buron mengerahkan gelombang getaran gaibnya untuk bicara dengan si gadis bidadari itu. .

"Minta waktu sepuluh menit lagi."

"Jangan gitu, Ron. Kamu sudah ngeluyur dari habis magrib sampai hampir pukul sebelas malam begitu. Apai masih kurang mesra menggunakan waktu sebanyak itu?!" bujuk Kumala.

Kemudian ia menutup jalur komunikasi gaibnya, sehingga Buron tidak bisa mengirimkan bujukannya kembali. Bujukan dari Kumala memberikan perlambang khusus yang hanya bisa dipahami oleh

buron, bahwa pada saat itu Kumala pasti menghadapi suatu masalah yang membutuhkan kesaktian sesosok jin.

Akhirnya Buron meninggalkan Shayu dengan sangat terpaksa. Padahal percakapan di cafe saat itu sedang asyik-asyiknya. Shayu sedang menceritakan prolog terjadinya keganjilan mistik yang menyiksa hatinya selama ini. .Prolog itu diawali dengan kisah pertemuan Shayu bersama Jeffon. mantan suaminya '

Namun baru saja 30% kisah itu diawali, telepon mistik sudah mendesak Buron untuk pulang. Agak susah juga Buron menjelaskan kepada Shayu tentang alasan pulang mendadak itu. Namun pada akhirnya Shayu dapat memahami keadaan tersebut setelah Buren mengarang cerita singkat tentang seorang bocah yang selalu kesurupan dan malam itu agaknya sangat membutuhkan bantuannya. Buron sengaja tidak mengatakan alasan sebenarnya. karena ia khawatir Shayu akan merasa jengkel dan kurang simpati kepada Kumala.

"Kita akan ketemu lagi, bukan?" bisik Shayu sebelum Buron masuk ke dalam taksi. Buron menolak Untuk diantar Shayu menggunakan Baby Benz Bulldog yang bernama hijau metalik itu, karena perjalanan tersebut akan memakan waktu lebih dari 30 _menit. Padahal Buron tahu bahwa Kumala Dewi membutuhkan dirinya secepat mungkin.

"besok kau telepon aku. dan kita pasti akan bertemu lagi," ucap Buron dengan senyum pemikat menyebarkan pesona kian mendebarkan hati Shayu .

Sebenarnya dengan menggunakan taksi akan memakan waktu lebih lama' lagi. Di samping itu, Buron hanya punya uang 1200 rupiah. Dari mereka bertemu di Mega Taserba sampai pindah ke cafe. uang itu masih utuh. Bertambah pun-tidak. Jadi jika Buron stop taksi lalu dengan cueknya masuk ke dalam taksi setelah memberi lambaian tangan dan tatapan mata mesra kepada Shayu, itu semua hanya kamuflase belak. Buron tidak mau jatuh gengsi di depan wanita cantik yang sedang diincarnya.

"Ke arah mana kita, Oom?" tanya si sopir taksi yang masih muda.

"Perumahan Pasundan Permai. Tahu arahnya kan?" .

"Tahu, Oom...," jawab si sopir taksi sambil tetap meluncur dengan tenang. Beberapa saat sopir taksi dihadapkan dengan dua pilihan; lewat tol, atau lewat jalan biasa. Maka pilihan itu dilemparkan kepada penumpangnya. Biar penumpangnya yang memutuskan pilihan tersebut.

"Mau lewat tol _apa lewat bawah aja, Oom?" Sopir taksi menunggu jawaban. Tiga helaan

napas masih belum ada jawaban. Sopir taksi pun mengulangi pertanyaannya sambil melirik ke kaca spion untuk melihat keadaan penumpangnya yang duduk di jok belakang.

"Mau lewat tol apa lewat...." kata-kata itu terhenti seketika. Sopir taksi kebingungan setelah terperanjat nyaris berteriak. karena bayangan Buron tidak ada di kaca spion. Terpaksa si sopir taksi menoleh ke belakang. Ternyata penumpangnya itu sudah lenyap tanpa bekas. Entah sejak kapan. Si sopir taksi pun justru tancap gas, lari ketakutan dengan jantung menyentak-nyentak seperti mau jebol.

"Ya, ampuuun... salah apa aku seharian ini, kok bisa dapat penumpang roh halus kayak tadi?! Aduh. aduuuuh... sial amat nasibku malam ini?!" ' Itulah tindakan konyol yang sering dilakukan Buron. Bikin orang ketakutan merupakan Seni dan kenikmatan tersendiri baginya. Pantas jika Sandhi selalu Mengejeknya dengan panggilan 'jin usil kegedean upil'.

Ketika Buron muncul di ruang makan sedangkan Kumala dan yang lain berkumpul di ruang tamu. Ia langsung menyambar sepotong martabak telur yang masih tersisa di meja'makan. Dengan cueknya Ia duduk di kursi makan, memperhatikan mereka yang saling berunding di ruang tamu. Dan karena Sandhi adalah orang pertama yang melihat Buron sudah nongkrong sambil makan martabak di

ruang makan, maka langsung saja Sandhi melontarkan kecaman yang sama sekali tidak ditanggapi Buron. sehingga ia tidak merasa sakit hati.

"Nah. itu dia si jin kutil! Sini tuh...! Datang datang main caplok martabak jatah orang. Enak saja. Harga _ martabak itu lebih 'mahal daripada harga bibirmu, tahu?!"

Buron hanya cengar-cengir, malu pada Mbak Mer dan Sersan Burhan yang keduanya mengenakan pakaian preman. Di situ juga ada Niko dan asisten kameraman-nya yang bernama Nanu .

"Ron. tolong kamu cari seorang perempuan yang bernama Triana!" perintah Dewi Ular dengan nada tegas.

"Temukan dia malam ini juga dan bawa dia kemari sebagai bukti, bahwa Triana yang kencan dengan almarhum Bidang itu bukan kuntilanak"

"Siapa yang butuh bukti kalau memang kau sudah memastikan begitu? Memangnya ada pihak yang masih'menyangsikan kesaktianmu?"

"Dukun konyol itu butuh bukti! " sahut Sandhi.

"Dia nanti mau datang kemari untuk mencari bukti kebenaran kata-kata Kumala waktu tadi sore diwawancarai oleh reporter INTV, temannya Niko."

"Dukun konyol yang mana?" Buron bingung sendiri.

"Paman Goz, saudara istrinya Tohir, alias pamannya si korban pembunuhan dua malam yang

lalu itu." Niko menjelaskan lebih rinci lagi tentang sikap dari ulah Paman Goz saat berada di kamar mayat, tadi siang.

Rupanya kasus itu diliput pula oleh bagian pemberitaan INTV. Berita tersebut ditayangkan pukul 6 sore tadi. Pihak reporter INTV telah mewawancarai dua orang yang memandang kasus kematian Bidang dari sudut mistik, yaitu Paman Goz dan Kumala Dewi. Keduanya ditemui reporter INTV di rumah sakit Paman Goz sempat dicegat rombongan crew pemberitaan di tempat parkir mobil. Paman Goz langsung memberi pernyataan yang berapi-api dan penuh keyakinan, bahwa pelaku pembunuhan terhadap diri keponakannya itu adalah roh halus yang dikenal dengan nama: Kuntilanak.

Paman Goz sempat mengeluarkan berbagai teori mistik untuk meyakinkan masyarakat, bahwa kasus pembunuhan itu dilakukan oleh kuntilanak. Tetapi selang beberapa saat kemudian, pihak reporter berhasil menemui Kumala Dewi yang sedang meninggalkan kamar mayat bersama Peltu Merina Swastika dan yang lainnya. termasuk Niko Madawi juga.

"Tapi menurut paranormal yang bernama Paman Goz, pelaku pembunuhan itu adalah roh halus yang benama-. Kuntilanak Bagaimana pendapat Anda berkenaan dengan pernyataan tersebut?"

"Itu hak siapapun untuk memberi pernyataan begitu. Tapi menurut saya, bukan kuntilanak pelakunya. melainkan manusia biasa."

"Dalam hal ini tentunya ada pihak yang diposisikan sebagai pihak praduga tak bersalah. Bisa Anda sebutkan kira-kira siapa orang yang-berada pada posisi praduga tak bersalah itu, Kumala?"

"Saya tidak tahu hal itu. Tapi dalam hal ini pihak kepolisian yang telah melakukan pemeriksaan dan penyidikan telah mempunyai gambaran tentang ciri-ciri orang yang berada dalam posisi praduga tak bersalah, yaitu seorang wanita yang kencan dengan korban. Saksi mata yang kami dapatkan adalah petugas resepsionis yang bertugas pada waktu perempuan tersebut booking kamar 319, di Pioner tersebut. Juga diperoleh keterangan dari salah satu pihak keluarga korban yang sempat menelepon korban sebelum kematian itu tiba. Orang tersebut juga menyebutkan nama seorang wanita yang ternyata sama dengan nama yang tertera di buku tamu hotel, yaitu pada saat si wanita tersebut booking kamar."

"Tapi menurut" Paman Goz, selama ini beliau tidak pernah menjumpai seorang pembunuh yang memakan habis bagian vital korbannya. Hanya makhluk kuntilanak saja yang sering melakukan pembunuhan semacam itu. Menurut Anda sendiri apakah benar makhluk kuntilanak itu selalu membunuh korbannya dengan cara mengajaknya bercumbu, lalu memakan bagian vital teman kencannya itu?" .

"Itu hanya dalam dongeng! Wajar wajar saja jika ada orang memberikan keterangan salah. sebab orang tersebut sebenarnya belum pernah bertemu degan kuntilanak." '

"Okay, jadi Anda yakin pelakunya manusia?"

"Ya. Memang manusia," jawab Kumala tetap

kalem. .

"Anda bisa sebutkan namanya?" '

"Ini tugas kepolisian. Bukan wewenang saya "

"Anda bisa membantu pihak kepolisian untuk menangkap pelakunya itu. sekaligus membuktikan kebenaran kata-kata Anda, bahwa pelaku pembunuhan itu adalah manusia biasa?"

"Saya hanya akan membantu sebatas kemampuan saya. Saya hanya akan membuktikan pernyataan saya itu benar.. entah kapan bukti itu bisa saya hadirkan di depan massa melalui pihak kepolisian.".

Pernyataan Kumala itu justru membuat Paman Goz marah tersinggung. Kumala dianggap menjatuhkan nama baiknya di depan masyarakat pemirsa televisi, yaitu dengan menyangkal pendapat dan pernyataan Paman Goz Secara bertolak belakang. Mata lelaki bulat berkumis lebat itu langsung menghubungi pihak INTV melalui teleponnya. Paman Goz minta alamat rumah Kumala Dewi oleh reporter INTV yang mewawancarainya itu hanya diberi nomor telepon rumah Kumala. Sebelum menelepon Kumala, Paman Goa mengajukan laporan lisan kepada pihak kepolisian yang menangani kasus kematian Bidang itu. Suaranya cukup lantang saat ia bicara dengan Mbak Mer melalui telepon. '

"Reputasi saya sebagai paranormal kepercayaan masyarakat merasa sedang dijatuhkan secara terang-terangan oleh gadis ingusan yang bernama Kumala Dewi itu. Pernyataannya di teve yang bertolak belakang dengan telaah kebatinan saya itu pasti mempunyai tendensi ingin merusak nama baik saya sebagai paranormal. Saya mohon-pihak kepolisian menangkap gadis ingusan itu dan menjatuhkan sangsi hukuman sesuai pasal undang-undang yang berlaku!" '

Waktu itu Mbak Mer menjawab dengan kepala dingin,

"Kumala Dewi itu konsultan kriminil untuk kepolisian. Pak. Selama ini bantuan supranaturalnya telah cukup berjasa dalam menyelesaikan kasus-kasus misterius yang melanda masyarakat kita: Jadi sulit bagi kami untuk melakukan penangkapan kepada Kumala Dewi. Untuk lebih jelasnya, sebaiknya Bapak datang sendiri ke kantor kami dan kita bisa saling bertukar pendapat tentang hal itu."

"Polisi memihak Kumala?! Hmm. baik.-..! Saya

akan bertindak sendiri' terhadap kelancangan mulut gadis itu!"

"Bapak tidak bisa,... Hallo?! Hallo ?.'"

Hubungan telepon sengaja diputuskan oleh Paman Goz. Waktu itu sang paranormal bertemperamen tinggi itu sedang'menghubungi telepon rumahnya Kumala Dewi. Sandhi yang menerima telepon itu pertama kalinya. Langsung saja kebencian Sandhi yang tertahan sejak siang harinya dilampiaskan lewat telepon tersebut.

"Hei, Maaf, ' tadi siang kuperhatikan tingkahmu kayak anak kecil aja sih? Ngaca' dong! Elu kan udah kumisan udah bangkotan, masa' masih bertingkah kayak anak kemarin sore sih?!" '

"ini siapa hah?! Sebutkan namanya, siapa?! Minta mati secara busung, ya?! Minta mati muntah darah'berak paku, iya?!" '

'Alaaa. elu cuma bisa gertak sambal. Ngomong gede. Nyali kecil! Eh, elu tahu nggak... ilmu yang elu punyai itu belum ada sekuku sekuku hitamnya dari ilmu yang dimiliki Kumala Dewi! Kesaktianmu itu kesaktian yang masih mentah. Jangan coba coba melawan Kumala Dewi deh! Mendingan melawan gue aje!"

"Kurang ajar! Kamu tahu sedang bicara dengan siapa, hah?!" ' _

"Ya, aku tahu Aku sedang bicara dengan orang gila! " ledek Sandhi semakin puas melampiaskan kebenciannya.

Pelampiasan dengan suara keras itu sempat didengar Kumala dari depan. Gadis itu buru-buru menghampiri Sandhi, karena firasatnya mengatakan ada yang kurang beres pada percakapan telepon itu.

"Bacot elu aja yang gede, tahu?! Tapi dalaman-" mu kosong. isinya cuma pepes teri. Nggak ada ilmu secuil pun, kecuali ilmu nyipoain orang!"

Kumala segera merampas gagang telepon itu.

"Husy! Ngomong apa sih kamu San?!"

"Dukun sinting itu yang telepon kemari!"

"iya, tapi kamu nggak boleh ngomong gitu dong. Kamu kok jadi lebih kampungan dari dia sih?!? '

"Aku nggak rela kamu diperlakukan serendah itu olehnya waktu di kamar mayat! Kalau perlu biar dia duel sama aku ajadeh!"

"Udah, udah... sana!" Kumala menyuruh Sandhi pergi. Ia tahu, Sandhi benarbenar marah melihat majikannya disepelekan oleh orang sepongah Paman Goe itu .Tapi Kumala sendiri tidak ingin persoalan seperti itu menjadi perkara yang besar hanya karena kurang bisa mengekang emosi sendiri. Oleh karena itu, Kumala segera menanggapi kata-kata Paman Goz dengan tenang dan kalem. Bahkan ia sempat memintakan maaf atas nama keluarga besar Dewi Ular sehubungan dengan ucapan dan sikap

kasar sandhi tadi.

"Makanya kamu kalau punya anak buah dididik yang bener. yang ngerti sopan santun! Jangan seenaknya saja ngomong sama orang tua sekasar itu."

"Iya, nanti akan saya tegur lagi dia, Paman. Maafkan kelancangannya."

"Kalau sampai aku murka dan dia kena santetku bagaimana tuh? Bisa mampus-kan?"

"Tentu saja dia akan mampus kalau kena santetnya Paman Goz. Tapi toh saya harus mencegahnya sebelum hal itu terjadi," ujar Kumala dengan tetap merendah dan seolah-olah semakin menundukkan diri di hadapan orang setua Paman Goa.

"Jadi, sebenarnya Paman Goz mau bicara dengan siapa sih?"

"Dengan kamu!" tegas Paman Goz tanpa nada ramah sedikit pun..

"Ada yang bisa saya bantu, Paman?'

"Aku nggak butuh bantuanmu! Aku cuma butuh tanggung jawabmu. Kamu harus meminta maaf padaku di layar teve, karena dalam berita tadi sore, kamu telah menjatuhkan reputasiku dan merusak legalitasku sebagai paranormal yang banyak dijadikan panutan oleh masyarakat dari berbagai segmen. Pernyataanmu tentang pelaku pembunuhan di Pioner Hotel adalah manusia biasa, itu sama saja kamu menuduh dan mengecamku sebagai paranormal bodoh. Seolah-olah kamu tunjukkan kepada semua mata masyarakat, bahwa pernyataanku di teve itu cuma omongkosong!" '

"Saya nggak ngomong begitu, Paman," suara Kumala tetap halus.

"Saya hanya mengatakan pendapat saya tentang kasus itu: Karena memang menurut pengamatan gaib saya. pelakunya adalah manusia biasa. Bukan kuntilanak .

"Aaah, kamu kan bayi kemarin sore. Tahu apa sih? Lebih baik kalau kamu nggak usah kasih pendapat dan pernyataan apa-apa di depan kamera teve, sebab kamu memang nggak tahu apa-apa tentang dunia gaib!" : .

"Lho. waktu Paman menyatakan bahwa pelakunya adalah kuntilanak, saya nggak protes kan? Bahkan saya bilang. Itu hak siapa pun untuk memberikan pernyataan begitu'. Nah, berarti saya kan nggak menyudutkan pandangan mistis Paman atau pandangan spiritual orang lain. Saya cuma bilang,

menurut saya, pelakunya bukan_ kuntilanak'. Itu menurut saya!"

"Nah, itu sama saja kamu seolah-olah menyuruh orang-orang yang sudah percaya padaku menjadi bimbang dan kelak akan meragukan setiap kata-kataku!"

"Yaah, terserah apa kata Paman Goz. Kalau _memang daya nalar dan daya tangkap Paman cuma sampai segitu, mau dibilang apa? Dipaksakan untuk

mengerti juga nggak bakalan ngerti-ngerti "

"Pokoknya aku nggak mau tahu!" sahut Paman Goz

"Kamu sudah kuanggap menjatuhkan nama baikku, mempengaruhi para klienku untuk meragukan kepiawaianku dalam dunia mistik, dan kamu kuanggap bermaksud menantang di layar teve. entah gimanacaranya. Dan kamu harus cabut pernyataanmu itu, bahWa pelakunya memang makhluk halus yang disebut: Kuntilanak! Bukan manusia biasa pelakunya!"

"Kalau ternyata memang manusia biasa, bagaimana?"

"Buktikan! Kalau kau bisa buktikan manusia biasa yang mana yang menjadi pelakunya, aku baru mengakui kebenaranmu' Tapi selama kamu belum bisa buktikan katakatamu itu, aku tetap akan menuntutmu lewat jalur apa saja; jalur hukum, boleh." jalur gaib, juga boleh. Silakan pilih!"

"Saya sedang sibuk bikin telur dadar, Paman. Jadi nggak sempat memilih apa-apa," kata Kumala dengan nada santai, tidak mau terpancing emosi.
Dewi Ular Korban Kutukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kutunggu sampai berita pukul sembilan di teve nanti. Kalau kamu belum menyatakan permintaan maaf kepada Paman Goz alias Panjinagari... lihat saja akibatnya." ' _

"Jangan main ancam-ancaman begitu, ah. Nggak baik, Paman."

"Ini akan kubuktikan. Bukan sekedar ancaman.

Aku punya banyak murid. Akan kuserahkan mereka setelah pukul sembilan nanti. Kami akan membakar rumahmu sebagai hukuman mempermalukan ucapanku di depan umum!"

"Jangan main bakar-bakaran begitu, nanti Paman bisa disangka provokator kerusuhan massa." bujuk Kumala dengan santai sekali. '

"Persetan mau dibilang apa, tapi perguruanku akan tercoreng-moreng oleh kelancangan mulutmu itu! Murid-muridku pasti akan sakit hati melihat gurunya dipermalukan oleh gadis ingusan yang belum puput pusar itu! Hukuman yang adil adalah hukum bakar. Kalau perlu orangmu yang terima telepon tadi akan ikut kubakar" _

"Pertimbangkan masak-masak lagi langkah Paman itu.

" Suara gadis itu masih terdengar tenang sekali, bahkan sepertinya tidak mau menanggapi secara serius ancaman Paman Goz yang diucapkan secara berapi-api itu. Ketenangan tersebut membuat Paman Goa semakin terbakar hatinya, mendidih darahnya, membara tiap hembusan napasnya.

"Boleh saja sekarang kamu meremehkan ancamanku ini. Tapi ingat, walaupun aku belum pernah datang. ke rumahmu, namun aku punya pemandu gaib_untuk sampai ke rumahmu dan murid muridku siap menunggu komando di belakangku!"

"Berapa jumlah orang yang mau datang kemari?"

"banyak!"

"Kalau begitu saya harus persiapkan air panas untuk nyeduh kopi, ya Paman?!" sambil diiringi suara tawa pelan. Paman Goe menggeram penuh dendam.

"Tunggu pembuktianku!"

' Braak...!" Telepon di seberang sana pasti'dibanting dengan wajah merah padam. Kumala Dewi semakin geli membayangkan ekspresi Paman Goz pada waktu itu. Baru saja Kumala mau tinggalkan telepon itu, tahu-tahu sudah berdering lagi. Ternyata bukan dari Paman Goz, melainkan dari Mbak Mer yang ada di kantornya.

"Paman Goz tadi meneleponku, Kumala "

"Ya, Mbak. Baru saja dia juga menelepon saya, ngamuk-ngamuk dan melontarkan ancaman macam-macam.:.."

Setelah mendapat penjelasan dari Dewi Ular, Mbak Mer memutuskan untuk datang ke rumah Kumala bersama Sersan Burhan. Sebagai aparat keamanan, _mereka berkewajiban siap siaga terhadap ancaman yang akan berakibat meresahkan masyarakat setempat . Itulah sebabnya Mbak Mer serta Sersan Burhan datang ke rumah Kumala dalam keadaan berpakaian preman. Namun fasilitas HT tetap mereka bawa untuk mengerahkan pasukan anti huru hara jika sewaktu-waktu ancaman

paman Goz memang terbukti.

Kesiapsiagaan Mbak Mer dan Sersan Burhan ini justru membuat Kumala Dewi menjadi sedih dan kecewa. Sebenarnya ia berharap agar kedua sahabatnya tidak perlu seserius itu menanggapi reaksi Paman Goa. Kumala malah menjadi tak enak hati melihat Mbak Mer dan beberapa anak buahnya jadi -sibuk memagari rumahnya. Namun apa mau dikata. sikap dan tindakan yang mereka lakukan itu tetap sesuai dengan prosedur dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam' dinas'kepolislan. Salah satunya adalah menjadi pelindung dan pengayom masyarakat.

Tentu saja Kumala tidak akan sampai hati mengusir pihak yang bermaksud melindungi dan mengayomi dirinya dan lingkungan sekitarnya. Akhirnya yang dapat dilakukan oleh Dewi Ular adalah mengimbangi loyalitas mereka sambil mengarahkan jiwa mereka agar berada dijalur ketenangan batin. Dari percakapan demi percakapan yang dibuat sesantai mungkin oleh Kumala itu, muncullah gagasan untuk membuktikan kebenaran kata-kata Kumala itu. ' .

"Caranya, yaah. kita harus bisa menangkap sekaligus menemukan di mana perempuan bernama Triana itu berada." kata Sersan Burhan.

"Sebab, terus terang saja, Mala... kami sudah pernah memantau aktivitas paranormal yang dikenal dengan nama Paman Goz itu. Dia memang punya perguruan, dan pengaruhnya sangat besar di antara murid-muridnya. Perguruan itu adalah perguruan seni bela diri, tapi disertai isian-isian kekuatan gaib, misalnya untuk anti kebal senjata, anti api dan sebagainya. Kalau benar dia mengerahkan murid muridnya, waah bisa gempar seluruh kompleks perumahan ini."

Kumala hanya tersenyum kecil-sambil mengangguk-anggukkan kepala. Tak terlihat panik atau gentar sedikit pun. Bahkan gadis cantik jelita itu tidak mempunyai kesantakut sama sekali. Tetap tenang dan berkesan cuek dengan bayangan bahaya yang diperkirakan bisa menjadi kenyataan itu.

"Apakah kamu nggak bisa melacak di mana wanita yang bernama Triana itu dengan teropong gaibmu?" bisik Niko yang sejak tadi sore sudah ada di situ bersama Nanu. .

"Nggak bisa kulakukan hal itu untuk saat sekarang."

"Biasanya bisa kan?"

"Sekarang aku sedang mengalami sesuatu...,'-' ujarnya perlahan, seraya mata indahnya melirik Niko. Pemuda itu tersenyum geli setelah tahu bahwa pelacakan terhadap diri seseorang yang menggunakan teropong gaib tidak akan bisa dilakukan jika Kumala sedang datang bulan. Oleh sebab itulah, muncul gagasan dalam benak kumala

memanggil Buron dan mengutus jelmaan Jin Layon

itu mencari Triana dan membawanya pulang malam

itu juga.

"Cari sampai ketemu!" pesan Kumala tegas

***

TUGAS yang beresiko menyedihkan itu dikerjakan oleh Buron dengan senyum tersungging di bibirnya yang rada cokelat, seperti warna SILVER QUEEN, permen kesukaan Kumala. Tentu saja Buron mengerjakan tugas itu dengan tersenyum, sebab kali ini hati kecilnya yakin betul dengan apa yang dikatakan Marcella saat mereka bertemu di Mega Toserba. '

"Eh.. mendingan kamu ikut pulang ke rumahku sekalian, yuk? Nanti kukenalkan teman baruku, calon artis juga sih. Kamu pasti suka deh sama bodynya Triana yang sexy dan montok itu..."

Sexy dan montok dijadikan penguat keyakinan hati kecilnya. Sebab menurut cerita Sandhi, Kumala dan Niko, wanita yang dilihat saksi mata atas tewasnya Bidang di Pioner Hotel itu adalah wanita yang cantik. sexy, 'montok, tapi ramping pinggangnya. Kalau saja waktu itu Marcella tidak memberi tambahan "sexy dan montok'. mungkin sampai detik ini hati kecil Buron masih sangsi dengan Triana yang disebutkan Marcella itu.

Pada saat Buron melayang dalam bentuk setitik Sinar kuning. ia sempat merasa cemas karena angin

berhembus agak kencang, suara guntur mondarmandir seperti kurang kerjaan. Tanda-tanda akan turun hujan mulai kentara. Sekalipun Buron dalam bentuk sinar kuning kecil, tapi kalau kehujanan, tetap akan basah kuyup. Untungnya ia punya sasaran yang pasti, yaitu rumah Marcella yang jaraknya cukup jauh dari rumah Kumala Dewi. Memakan waktu satu menit kurang. jika ditempuh dengan kecepatan cahaya.

Marcella memang punya rumah sendiri. Meskipun kecil, tapi rumah itu dibelinya memakai hasil keringat sendiri selama menjadi pemeran utama dalam sinetron Kelambu Jingga. yang membawanya melambung beberapa saat. Dulu, Buron pernah tiga kali datang bermain di rumah Marcella, sehingga ia tahu di mana letak rumah tersebut, dan siapasiapa saja penghuninya; antara lain Marcella sendiri, Mang Asep dan Bik Munah, pelayan suami-istri, dulu juga masih ada Laily. adik sepupunya Marcella. Entah sekarang masih tinggal di situ juga atau justru'sudah, menikah dan ikut suaminya? .

Yang jelas, dulu Marcella belum punya pasangan hidup, sekalipun hidup serumah tanpa nikah, juga belum punya. Entah kalau sekarang. Tapi melihat Marcella di toserba bersama teman cantiknya yang mungil: Tatin; besar kemungkinan Marcella masih tetap sendiri. Mungkin hanya sekali tempo saja dia punya pasangan di ranjang.

Menurut Buron gadis cantik dan sexy seperti

Marcella yang berkecimpung di dunia perfilman itu, biasanya kurang menyukai hidup dalam keterikatan. Tapi bukan berarti Marcella tidak doyan kemesraan lelaki. Hanya saja, Marcella akan melakukannya dengan pasangan sementaranya selama masih dalam suasana 'feel good", suka sama suka. Kalau sewaktu waktu tidak suka, bisa pisah lagi. Cari lagi pasangan lain buat penggantinya. . . '

"Nah, itu dia rumahnya." pikir setitik sinar kuning.

"Wah, tapi kok sepertinya sedang ada tamu ya? Ada dua mobil di depan rumah Marcella itu. Lho, kalau nggak salah..._ kalau nggak salah.... Baby Benz hijau itu kan mobilnya... mobilnya Shayu?!"

Semakin dekat semakin jelas penglihatan si cahaya kuning itu. Mobil mewah tersebut memang mobilnya Shayu. Lis kuning emas dan sticker PERBAKIN di belakangnya sangat dikenali Buron, walaupun boleh dikata baru satu kali Buron melihat mobil itu, tapi ia dapat mengenali ciri-cirinya. Sedangkan, Genio hitam yang diparkirkan lebih ke dalam halaman itu, entah milik siapa. Mungkin saja Marcella sekarang memakai mobil Genio hitam tersebut, pikir Buron.,

"'Yang nggak terpikirkan olehku adalah... ternyata Shayu kenal dengan Marcella. Wah. bisa dicengli habis-habisan aku sama Marcella kalau dia tahu aku punya hubungan batin dengan Shayu. Untung tawarannya Marcella kutolak, coba kalau kuiikuti. uuuh... bisa-bisa Shayu mencurigaiku yang

bukan-bukan akhirnya kabur deh dia dari ujung bibirku. Ech. kok aku jadi ngoceh sendiri di sini sih. Coba kutengok dulu ke dalam, ada yang bernama Triana apa nggak? Aduh, repotnya aku belum Pernah melihat sendiri seperti apa sih wajah Triana itu?"

Sinar kuning seperti kunang-kunang yang bisa bergerak zig-zag secara horisontal maupun vertikal itu tak diketahui kedatangannya oleh orang-orang yang ada di ruang tamu. Di sana tampak seraut wajah cantik menantang yang tadi ditinggalkan Buron di cafe: Shayu. Janda kaya yang punya misteri di balik kecantikannya itu sedang bicara dengan seorang wanita cantik, ramping. tapi dadanya montok dan bibirnya mengundang ajakan untuk bercumbu. Wanita bertahi lalat kecil di bawah bibir sudut kanan itu sedang termenung murung. mendengarkan apa yang dikatakan Shayu.

"Kurasa nggak ada pilihan lain bagimu. Tri kecuali kabur ke luar negeri, atau menyerahkan diri pada polisi!" .

"Aku belum siap menanggung derita di dalam penjara nanti."

"Cepat atau lambat kau tetap akan mendekam dalam penjara, karena siapa pun nggak akan bisa menerima alasanmu melakukan hal itu. Sudah tiga kali kau berbuat begitu. mungkin juga lebih dari tiga kali, aku nggak tahu deh. Tapi menurutku lebih baik ambil satu dari kedua alternatif yang kutawarkan tadi, daripada kamu jadi buronan polisi terus terusan. Mungkin memang sekarang masih bisa mujur. bisa lolos terus, bisa bersembunyi di tempat aman. Tapi apakah selamanya kamu akan kucing-kucingan dengan pihak aparat keamanan? Apakah' selamanya kamu akan selalu berhasil lolos dari kejaran polisi?"

"Ah. sudah, sudah... biar urusan ini kutangani sendiri! " potong wanita bertahi lalat di bibir itu yang kemudian diketahui Buron bernama Triana. Buron pun semakin yakin bahwa wanita itulah yang dicari-cari polisi karena kasus kematian di Pioner Hotel"

"Kau pulanglah sana. Nggak'usah pikirkan aku lagi. Biar aku hidup bersama kutukan ini, mau hancur atau selamat, itu urusan nanti. Lebih baik kau urus kutukanmu sendiri. Carilah jalan keluarnya terus-menerus, sampai akhirnya kau benar-benar lolos dari si jahanam dalam dirimu itu!"

"Tri...." 'Shayu mendekat, wajahnya menjadi sendu. Menyimpan duka yang sepertinya hanya mereka berdua yang tahu.

"Tri, aku nggak bisa menjamin keselamatanmu terus-menerus. Tapi aku juga nggak bisa membiarkan kakakku diuber-uber polisi kayak maling kampungan begitu? Larilah ke Amerika dan kalau sudah disana terserah kau mau berbuat apa,asal aku nggak lihat sendiri kekejianmu itu!"

"Beri aku waktu untuk berpikir. Jangan mendesak tenis!" tegas Triana, menunjukkan sikapnya sebagai seorang kakak yang tidak harus mengikuti saran adiknya, .

Disisi lain Buron justru serba bingung dan sinar kuningnya bagaikan tidak bisa bergerak ke mana-mana selain mengambang di sudut pintu. Buron menjadi serba salah setelah tahu bahwa Shayu ternyata adiknya Triana. Keduanya punya kasus misteri yang tadi disebut-sebut sebagai kutukan. tapi tak jelas, misteri yang bagaimana yang dimiliki Triana? Apakah juga bisa berubah berwajah menyeramkan seperti yang terjadi pada diri Shayu, atau bisa berubah menjadi kuntilanak, seperti yang digembar-gemborkan Paman Goa dan sanak saudaranya almarhum Bidang ini?

Buron melihat Marcella keluar dari kamar tidur menuju ke ruang makan. membuka kulkas dan mengambil sebotol air dingin. Marcella kembali lagi masuk ke kamar. seolah-olah sengaja membiarkan kedua tamunya itu saling berunding secara priabdi.

Bluus...!

Sinar kuning itu diam-diam menembus dinding sebentar. Rupanya ia ingin menengok keadaan di kamar Marcella. Ternyata di sana Marcella sedang kasak-kusuk dengan Tatin, membicarakan kedua tamu di ruahg depan yang sudah lewat pukul 12 belum pulang juga.

Sinar kuning itu segera tembus dinding lagi.

Bluus..!

Kembali ke posisi semula. Saat itu dilihatnya Shayu sudah mau'pamit pulang. Tapi Triana

nampaknya memang menginap di

rumah Marcella .

"Seperti yang pernah kau katakan dulu. Sha... kita hidup masing-masing saja. Sebelum kita terbebas dari kutukan jahanam ini, kita tak perlu saling jumpa lagi deh. Biar hati kita nggak semakin sama-sama remuk," ujar Triana dengan nada memilukan. Ia mengusap rambut adiknya yang mirip rambut pirangnya bule intelek. '

Agaknya hati janda kaya itu mati-matian menahan duka agar jangan sampai menitikkan air mata di depan kakaknya. Air mata itu hanya menggenang dan membuat tepian mata indahnya menjadi merah. Tarikan napas panjang membuat Shayu mulai tegar kembali.

"Okey, kita jangan saling jumpa dulu. Tapi .kalau aku lebih dulu berhasil bebas dari kutukan si jahanam ini lewat bantuan seorang teman dekatku yang baru kukenal, aku akan segera mencarimu dan membawamu kepadanya. Biar kutukanmu pun dihancurkan juga olehnya."

"Siapa teman yang kau andalkan itu?" _

"Ada"," jawab Shayu dengan nada keberatan menyebutkan nama sang teman.

"Masih harus kurahasiakan sebelum kutahu kemampuannya yang asli. Marcella saja belum pernah mendengar ceritaku tentang teman baru yang sedang kuharapkan jadi penolongku. Tapi.... suatu saat kalau kau mendapatkan bantuan dari seseorang yang dapat

membawamu keluar dan kutukan laknat itu, maka... carilah aku dan bawalah aku padanya. biar kutukan laknatku juga dihancurkannya."

Triana manggut-manggut. Ia tampak mempertegar dirinya.

"Aku pulang dulu. Tri..." Shayu berdiri, Triana juga berdiri. Mereka saling peluk dan saling cium. Haru dan menghiba hati dilihatnya. Buron semakin tidak mengerti apa yang harus ia lakukan pada saat itu. .

"Bagaimana dengan Genio-mu, kutinggalkan di sini atau..."

"Terserah mau kau apakan mobil itu," kata Shayu.

"Surat-suratnya toh sudah kuserahkan padamu: Pergunakan sebagai sarana dalam mengambil pilihanmu nanti"

"Handphone ku?" .

"Kalau bisa... jangan lepas darimu. Rekeningnya biar kutanggung setiap bulannya. Sewaktu-waktu aku bisa menghubungimu Atau kalau kau butuh bantuanku, kau bisa menghubungi secepatnya, seperti malam ini."

"Okay... kita saling menjaga diri sendiri-sendiri saja deh!" _ '

Shayu segera memanggil Marcella untuk pamit pulang. Marcella buru-buru keluar dari kamar.

"Nggak nginep sini sekalian, Sha...?"

"Kapan kapan saja. Sekarang aku masih butuh

bantuanmu, yaitu titip kakakku ini, dan tolong bersikap bodoh dalam kasusnya. Kalau sampai ada apa-apa, kau kauselamatkan lebih dulu dari segala tuduhan bersalah." .

"Okey, aku mengerti," kata Marcella serius sekali, menampakkan rasa prihatinnya terhadap_ kasus yang dihadapi kakak-beradik itu

Marcella tidak ikut mengantar Shayu. Ia segera masuk ke kamar lagi setelah Shayu keluar dari ruang tamu. Tapi sebagai kakak. rupanya Triana merasa perlu mengantar adiknya sampai depan teras. Ia perhatikan adiknya masuk ke mobil yang disopiri sendiri. tak mau pakai sopir pribadi.

"Kabari aku kalau kau sudah tentukan pilihanmu, Tri!"

"Ya." jawab Triana pendek dan tegas. Buron berada di belakangnya masih dalam bentuk sinar kuning.

"Yuk, Tri !" '

"Yuk..!" '

Tiba-tiba wajah Shayu yang ingin masuk ke mobil itu berubah menjadi menyeramkan, matanya merah, wajahnya putih, giginya bertaring runcing tapi pendek.

"Grrn'hh...!" Ia mengerang serak. Hanya sebentar. lalu berubah kembali menjadi normal seperti semula dan Shayu pun masuk ke mobil. Rupanya perubahan sepintas tadi seperti ucapan selamat tinggal bagi Triana. Buron sempat terkejut melihat

hal itu. tapi itu sekuat saat di toserba. Buron hanya menggumam penuh rasa heran.

Diam-diam sinar kuning itu bergerak ke samping, sehingga mengetahui reaksi Triana saat adiknya berubah wajah seperti tadi. Triana tidak berubah wajah. namun berubah ekspresi dan sikap yang semula tenang dan tegas, menjadi tampak liar dan ganas.

"Cuih...!" Triana meludah kasar sekali.

"Selamat jalan, Bajingan tersayang...!"

"Oh, suaranya berubah?!" gumam Buron tanpa bunyi.

"Suaranya seperti suara nenek sihir yang ganas dan keji?! inikah kutukan yang mereka singgung-singgung tadi?!" .

Hanya beberapa kejap saja Triana berubah sikap dan ekspresinya menjadi tampak liar serta ganas. Setelah itu normal kembali .Bahkan menjadi anggun, penuh pesona diri. Ia menutup pintu dan merapatkan garden dengan lembut, tanpa gerakan kasar sedikit pun. Sorot matanya memancarkan duka yang dalam, seakan merasa sedih ditinggalkan adiknya.

Pukul dua belas tengah malam, kurang sepuluh menit.

"Saatnya bertindak!" tegas hati Buron.

"Apa pun jadinya nanti, yang penting aku harus menculiknya sekarang juga! Mumpung dia tidak sedang dikuasai oleh kekuatan aneh seperti tadi."

Triana berjalan menuju kamar mandi, melintasi

ruang tengah. Pada saat itu sinar kuning kecil mengeluarkan sinar kuning panjang seperti lazer.

Claaap...! .Duuuubs...!

Sinar kuning panjang menghantam punggung Triana bertepatan dengan keluarnya Marcella dari dalam kamar. Marcella tersentak kaget, bahkan terpekik melihat Triana terhantam sinar kuning panjang itu. Tatin bergegas lari menyusul Marcella. '

"Ya, ampuuun...?! Apa yang terjadi, Mar?!" pekik Tatin dengan wajah tegang, karena pada saat itu ia melihat tubuh Triana seperti debu kuning terhisap angin kencang. Menjadi serpihan yang terbang mundur dan merasuk jadi satu dalam sinar kuning kecil mirip'kunang-kunang itu. Dalam sekejap saja Triana lenyap dari pandangan tegang Marcella dan Tatin. Mereka juga melihat sinar kuning melesat pergi menembus dinding kaca bergorden tebal .

Bless...!

"Buron...!" seru Marcella seketika itu juga, sebab ingatannya baru'saja menemukan kekuatan aneh yang pernah dilihatnya ketika ia menjadi pasiennya Kumala Dewi. Dan ia tahu, gerakan sinar kuning yang mampu melesat melebihi kecepatan UFO itu adalah kesaktian asistennya Kumala. yaitu Buron. Maka ia pun mengejar keluar rumah, tapi ia tidak temukan siapa-siapa di sana selain hanya kesunyian malam.

***

Rupanya pihak kepolisian benar-benar mengkhawatirkan ancaman Paman Goz terhadap Kumala, sehingga Peltu Merina Swastika menempatkan beberapa orangnya di sekitar pintu keluar jalan tol. Sebab. jika memang benar ancaman itu terbukti, maka rombongan Perguruan Gozali Sakti akan menggunakan jalur tol dan keluar tol di depan Errow's Plaza. Dari sana rombongan baru bisa menuju ke arah pemukiman elite Pasundan Permai untuk menemukan rumah Dewi Ular.

Mbak Mer sudah mengantisipasi hal itu. Sebab menurutnya, dalam keadaan suhu perekonomian sedang mendidih begini, emosi massa sangat mudah digerakkan oleh hal-hal kecil yang sebenarnya mudah diselesaikan secara resmi. Jika massa terbakar oleh penyerangan murid-muridnya Paman Goz, maka suasana akan semakin lebih kacau lagi. Melakukan penangkapan tanpa bukti otentik juga langkah yang keliru. Oleh karena itu, Mbak Mer hanya bisa melakukan beberapa tindakan prefentif, satu di antaranya menempatkan orangnya pada pos-pos tertentu. '

Predikasi Polwan cantik itu ternyata menunjukkan kepositifan. Beberapa saat sebelum Buron tiba kembali ke rumah, anak buah Mbak Mer memberi kabar melalui handphone, bahwa baru sesaat yang lalu terlihat dua truk rombongan massa keluar meninggalkan jalur tol. Rombongan tersebut mengenakan baju seragam bela diri dan mengibarkan

panji panji perguruan Gozaii Sakti. Arah tujuannya, jelas ke rumah Kumala Dewi.

"Mereka baru saja melewati Errow's Plaza!" seru Mbak Mer kepada Sersan Burhan yang ada di teras bersama Kumala dan Niko. Sandhi yang mendengar seruan ini dari ruang makan segera menjadi tegang. Ia tinggalkan Nanu di ruang makan untuk segera bergabung dengan Kumala di teras. Akhirnya Nanu pun ikut ke sana juga.

"Mereka berkekuatan dua truk," tambah Mbak Mer kepada Sersan Burhan. Niko yang mulai kelihatan cemas itu segera mendesak agar Mbak Mer mengerahkan pasukannya untuk menghadang mereka. Sandhi justru berkata kepada Kumala dengan suara tegang, penuh keberanian.

"Mala, izinkan aku ikut menghadang mereka di perempatan jalan menuju kemari itu!" '

"Tenang... semua kumohon tetap tenang," kata Kumala nyaris tanpa tekanan keras. Setiap orang di sekelilingnya dipandang dengan kelembutan.Ternyata pandangan mata itu mengandung suatu kekuatan gaib yang dapat menyejukkan hati mereka. Dalam waktu yang bisa dibilang singkat, debar-debar ketegangan hati mereka pun menjadi lenyap. Aroma wangi cendana bercampur pandan yang tersebar sejak tadi dari tubuh Dewi Ular, ternyata semakin menyejukkan hati mereka, semakin menenangkan otak mereka, sehingga kini mereka menanggapi kabar tersebut dengan suasana santai.

"san, ambil sejimpit beras!" perintahnya, dan Sandhi segera mengerjakan perintah itu. Sejimpit beras diberikan kepada Kumala.

"Sebenarnya hal ini nggak perlu terjadi. Tapi untuk meyakinkan pihak kepolisian yang bermaksud baik. yaitu menjaga wilayah sini, maka cara ini terpaksa kulakukan," sambil Kumala menggenggam beras itu. Genggaman pun ditiupnya satu kali.

Fuiih...!

Beras itu disebarkan ke udara bebas. Suara sebaran beras seperti datangnya puluhan guntur yang bergemuruh di langit luas.

Gluuuuumr...!

Beras-beras itu berubah menjadi percikan bunga api yang segera lenyap entah ke mana, tapi suara gemuruh guntur masih terdengar secara berturutturut .Kesan yang timbul adalah langit akan runtuh.

"Sudah nggak ada yang perlu dicemaskan lagi," katanya.

"Mbak Mer mau tambah kopi susuhya?!

"Nggak usah deh. Ini aja belum habis"

"Abang sersan kita yang tersayang ini mau tambah kopi?"

"Cukup. Tapi kalau nanti mau tambah yaah... ambil aja sendiri ke dapur. Nggak apa-apa kan?"

"Nggak apa-apa. Anggap saja rumah sendiri. Artinya, rekening listrik, ledeng, telepon. tolong dibayar sendiri!"

"Haa. haa, haa, hm ," mereka tertawa penuh keceriaan. Sandhi juga tampak ceria, nyaris

tanpa dendam dan kebencian dalam hannya. Sersan Burhan menerima kabar melalui HT

"Di sini hujan turun cukup deras. Airnya panas, menyengat kulit. Mohon izin untuk menyingkir ke tempat teduh, Komandan. Sebab hujan ini sepertinya bukan hujan sembarangan!"

"Izin diberikan! Jauhi hujan, ini perintah Kumala!"

Mbak Mer menerima telepon lagi

"Mereka sudah tiba di Taman Pasundan, tapi sejak tadi hanya memutari bundaran air mancur. Padahal hujan turun dengan air yang panas, dapat membuat kulit melepuh "

"Ambil posisi di batas akhir curah hujan': '

Niko tertawa geli mendengar keterangan yang disampaikan Mbak Mer tentang rombongan Perguruan Gozali Sakti. Dapat dibayangkan dalam benak Niko, alangkah menyedihkannya mereka yang merasa tetap berjalan menuju arah yang ditentukan. tetapi sebenarnya hanya memutar-mutar bunderan Taman Pasundan. Apalagi disertai hujan aneh, akan semakin menyedihkan lagi nasib mereka dalam keadaan linglung terguyur hujan air panas.

"Sampai kapan kau buat mereka linglung begini?" tanya Niko kepada Kumala.

"sampai si dukun sinting itu menyadari kekeliruan sikapnya dan berniat membatalkan rencana tersebut. Selama Paman Goz belum menyadari kekeliruan langkahnya. mereka tetap tak akan sadar bahwa diri mereka dibawa berputar-putar oleh sopir truk tersebut."

"Cek, cek, cek...." Mbak Mer geleng-geleng kepala.

"Kau benar-benar mengagumkan, Kumala. ironis sekali dalam melawan kekerasan. Aku salut padamu. Sangat salut. Kumala!"

"Bagaimana dengan hujan ini?" tanya Sersan Burhan.

"Benarkah hujan yang turun adalah hujan air panas?"

Kumala mengangguk.

"Buat nyeduh kopi juga bisa,".

"Mampus mereka! Tubuh mereka pasti akan matang seperti kepiting rebus!" kata Sandhi dengan rasa bangga dan geli membayangkan murid-muridnya Paman Goz yang berkelojotan sambil menyeringai menahan rasa panas di sekujur tubuh mereka.

"Panas dalam air hujan itu adalah panas bayangan."

"Maksudnya bagaimana, Dewi?" tanya Niko.

"Selama mereka masih diliputi emosi kemarahan, selama mereka masih punya niat membakar rumah ini, selama itu mereka akan merasakan tetesan air hujan sangat panas. Tapi jika hati mereka sudah tidak lagi diliputi angkara murka. maka tetelan hujan pun hanya akan terasa hangat dan enak di badan. Bagi mereka yang kehujanan tapi tidak termasuk dalam kelompok anak buahnya Paman Goa, yaah... nggak akan kepanasan Cuma

akan merasakan tetesan air hujan yang hangat, justru akan membuat tubuhnya merasa segar.

Kelelahan, kelesuan dan penyakit ringan lainnya akan sembuh jika terguyur air hujan itu. tanpa hati diliputi niat jahat lho ya?"

Semua wajah yang ada di sekeliling Dewi Ular menampakkan rasa kagum dan salut kepada cara yang digunakan si anak dewa itu Sementara itu, Paman Goz dan murid-muridnya saling gerutu dan saling mengeluh sambil merintih kepanasan. Pandangan mata mereka mengalami gangguan mistik. Mereka melihat jalanan lurus dan halus, padahal kedua truk yang mengangkut mereka itu berjalan memutari kolam air mancur dengan kecepatan stabil.

"Kok nggak sampai-sampai sih?!" geram Paman Goz yang duduk di samping sopir. Tapi sebagian tubuhnya terkena percikan air hujan, karena kaca pintu tak bisa ditutup. Macet.

"Kayaknya tadi udah dekat, ya Paman? Kok jadi sampai sebegini lamanya .belum kelihatan gerbang Pasundan Permai? Padahal biasanya cuma memakan walau seperempat jam dari pintu keluar tol tadi."

"Hmm, ada yang nggak beres ini, Jo!" geram Paman Goz kepada si sopir truk

"Pasti hujan panas ini adalah hujan kiriman dari gadis yang katanya berilmu tinggi itu. Hmm, brengsek! Kita mau dipermainkan sama anak ingusan itu. Jo!"

"bertindaklah. Paman!" ,

"Dia pikir aku nggak bisa menolak hujan mainan kayak gini?! Haah...! Puuihh...!" Paman Goz bertepuk tangan satu kali. lalu tangan kanannya seperti menggenggam sesuatu, dan segera ditiup kan ke arah luar.

"Rasain luh!" geramnya lagi dengan gusar.

"Lihat, Jo sebentar lagi hujan akan reda dan...."

Belum selesai Paman Goz bicara, tahu-tahu hujan justru menjadi semakin deras.

Buruuussss...!

Dua kali lipat lebih deras-dari sebelumnya. Panas airnya pun semakin menyengat kulit tubuh mereka, sehingga para murid yang berada di bak belakang saling menjerit kesakitan, kebingungan mencari cara melindungi diri masing-masing.

Kenyataan itu membuat Paman Goz terbengong-bengong, merasa malu, marah bingung dan akhirnya jengkel sendiri. Si sopir'truk itu justru mencibir dalam ucapan katanya.

"Manaaa...? Kok malah jadi semakin deras begini, Paman?! Yaah... payah. Mungkin tadi Paman salah mantera 'kali. Coba lagi deh . Atau... jangan-jangan mantera paman sudah nggak mempan?! ' .

"Diam luh...!!" bentak Paman Goz dengan berang.

Entah mantera apa yang dibaca Paman Goz pada saat itu, yang jelas ia menyemburkan napas berkali-kali ke atas. Tapi ternyata hujan tetap turun.

tak ada tanda-tanda akan reda sedikit pun. Sementara itu, anak buah Paman Goa berkali-kali menyeringai kepanasan sambil berseru minta tolong. Akhirnya dengan wajah menahan rasa malu dan marah. Paman Goa berseru kepada mereka.

"Pusatkan konsentrasi agar menemukan jalan pulang ke rumah!"

Mereka pun diam, memejam mata. sementara Paman Goz mencoba berkomunikasi lewat batin.

"Kumala, aku menyerah kalah! Ilmuku memang tak mampu menandingimu! Tolong hentikan hujan dan bukakan jalan gaib supaya kami bisa pulang! Aku mohon maaf dan mengakui keunggulanmu!"

Kata-kata batin itu diucapkan berkali-kali, sampai akhirnya mereka menemukan jalan menuju pulang bertepatan dengan berhentinya hujan ajaib itu. Rupanya kekuatan batin Dewi Ular dapat mendengar pernyataan Paman Goz, sehingga gadis cantik itu merasa wajib mengampuni dan memaafkan lawannya.

"Aku harus memperdalam ilmu lagi untuk mengalahkan gadis ingusan itu! Sialan! Malu juga aku jadinya kalau nggak bisa kasih alasan kepada murid-muridku nanti. Mau pakai alasa'en apa, ya?" pikir Paman Goz sambil menggerutu dalam perjalanan pulangnya.

Seandainya adegan tersebut dilihat oleh Sandhi, sudah pasti pemuda bertubuh tegap itu akan

tertawa terbahak-bahak. Sayang sekali Sandhi tidak bisa menyaksikan komedi situasi yang baru saja terjadi di dalam truk paling depan itu . Sebenarnya Sandhi memang ingin datang sendiri ke bunderan Taman Pasundan untuk melihat kelinglungan dua truk Sial itu. Tapi hal itu dilarang oleh Kumala. Ditambah lagi, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara orang jatuh menimpa keramik hias di sudut ruang tamu.

Prraaang...!
Dewi Ular Korban Kutukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Spontan mereka melongok ke ruang tamu, bahkan akhirnya tempat duduk mereka pindah ke ruangan tersebut.

"Rusak! Hancur deh semua hiasan kesukaanku!" seru Sandhi yang memang menggemari hiasan seni keramik. Orang yang kena omelan itu hanya cengar-cengir itu tidak ada lain kecuali. si jelmaan Jin Layon.

"Lain kali kalau mau jatuh dari alam gaib, jatuhlah di atas closet! Jangan di atas keramik kesukaanku, tahu?!" bentak Sandhi.

"Masih untung aku nggak jatuh tepat di atas ubun-ubunmu. Coba kalau sampai begitu, yang pecah bukan keramikmu tapi kepalamu!" '

Kumala Dewi sengaja berdiri dengan kedua jangan bersidekap. Memandang dingin ke arah Buron sambil geleng-geleng kepala, menyimpan rasa kesal melihat tingkah Buron yang sering kurang hati-hati itu. Buron jadi salah tingkah dipandangi anak dewa itu.

"Sorry. nggak sengaja jatuh si atas keramik."

ucapnya dengan mala-malu takut. membuat Kumala dan yang lainnya cekikikan menertawakan kelucuan sikap Buron itu.

"Tugas yang kuberikan padamu tadi adalah mencari Triana dan membawanya kemari. Kenapa yang kau bawa kemari hanya cengar-cengirmu yang mirip kuda susah beranak itu, hah?!"

Itu pertanda kemarahan Kumala tidak serius. Tapi Buron tetap menjaga sikap agar tidak ikutikutan terlalu konyol, bisa bikin kemarahan Kumala jadi serius.

"Mana hasil tugasmu! Mana...!' sambil Sandhi mendorong punggung Buron sampai Buron tersentak-sentak maju'.

"Apa-apa sih kamu ini?!" desak Niko yang diam-diam juga penasaran, ingin melihat seperti apa wajah Triana itu. Buron tidak langsung menjawab, melainkan justru duduk di sofa sambil menghembuskan napas panjang.

"Sabar, tenang... semuanya tenang dulu. Ada yang perlu kubicarakan dengan Kumala sebelum Triana ku bawa kemari." .

Tanpa sadar semua jadi ikut perintah Buron. Duduk di tempat yang saling berdekatan. Mata mereka tertuju pada Buron, Jarak yang paling dekat

dengan Buron adalah tempat duduk Sandhi. Sedangkan Kumala dalam posisi berhadapan dengan Buron.

"Cepat katakan apa yang ingin kau katakan

denganku!" desak Kumala yang duduk bersandar dengan kedua tangan masih saling terlipat di dada.

"Yang kita hadapi ternyata bukan manusia biasa." .

"Kutilanak, maksudmu?!" sahut Niko.

"Bukan. Hmmm... begini maksudku..." Lalu. pemuda berambut kucai itu menjelaskan pembicaraan yang didengarnya di ruang tamu rumah Marcella. Ia juga menjelaskan bahwa sebelumnya ia sudah tahu Triana ada di rumah Marcella akibat pertemuannya dengan bintang sinetron di toserba. Buron jelaskan seluruh kejadian yang dilihatnya antara Triana dengan Shayu. Tapi ia tidak jelaskan keterlibatan hatinya dengan janda kaya itu.

"Jadi kesimpulannya, ada sesuatu yang nggak beres pada diri Triana. Mereka menyebutnya kutuk. Entah kutuk yang bagaimana. nah... kurasa kau akan lebih tahu, Kumala. Kutuk itulah yang membuat Triana melakukan tindakan-tindakan di luar batas insting manusiawinya. Seperti apa tindakan itu, aku nggak tahu!" '

Semua diam, merenungi kata-kata tersebut. Masing-masing hati melakukan pertimbangan sendiri-sendiri. Mereka punya sisi pandang yang mungkin saja saling berbeda.

"Kuharap kau bisa melumpuhkan kutuk atau kekuatan aneh apa pun dalam diri Triana itu," sambung Buron.

"Kalau memang dia harus diadili, silakan saja. Tapi setelah kekuatan gaib yang mengganggu jiwanya itu tersingkirkan. Setidaknya akan mengurangi bahaya yang dapat. timbul sewaktu-, waktu dari emosi labilnya itu."

Dewi Ular menarik napas satu kali.

"Sekarang di mana perempuan itu? Bawa kemari dia!"

"Tuh...!" Buron menuding ke atas. Mereka terkejut memandang ke sudut ruangan, di sana ada seorang wanita berpakaian tidur berupa stelan bawahan dan atasan. Perempuan itu mengambang di udara, seperti sedang tidur. Padahal tadi mereka tidak melihat perempuan itu mengambang di atas pintu masuk.

"Elu bener-bener jin usil! Turunkan dia!" tegas Kumala.

Dengan kekuatan gaibnya, Buron membuat tubuh Triana melayang turun perlahan-lahan seperti atraksi sulapnya David Coperfield. Tubuh itu bergerak pelan dalam posisi berdiri, sampai akhirnya kaki telanjang Triana menapak di lantai. Buron seperti memercikkan air dari jari-jarinya, dan Triana pun sadar.

"Ha-ih...?! Lho, lho...?!" Triana kebingungan,, sangat terheran-heran melihat wajah-wajah yang belum pernah ditemuinya. ia sempat panik setelah menyadari bukan berada di rumah Marcella. serta melihat jaket polisi tergeletak di kursi sudut

"Oh, jadi kalian mau menangkapku beramairamai?! Kalian mengepungku?!" Triana berubah liar. matanya serak-serak tua. seperti mata nenek

sihir. Gerakan tangan, kaki, mata, semua serba liar. Niko dan Sandhi ketakutan, lalu bergeser ke ruang tengah. Bulu kuduk mereka merinding saat melihat telapak tangan Triana mengeluarkan asap tipis abu-abu.

Kumala berseru secepatnya,

"Tahan napas! Uap beracun ganas!" sambil menuding ke telapak tangan Triana. Maka mereka yang ada di situ segera tutup hidung dan mulut sambil bergegas keluar ke teras. Hanya Kumala sendiri yang tetap berdiri di depan Triana tanpa menutup hidung. tapi menahan napas kuat-kuat.

"Triana. duduklah!" suara Kumala sedikit menyentak, menggetarkan hati orang yang mendengarnya, termasuk yang bukan Triana.

Triana tertawa menyeramkan, Kedua tangannya semakin mengepulkan asap lebih banyak lagi dan sengaja diangkat agak lebih tinggi supaya asap beracun itu tersebar ke mana-mana. Tapi keadaan berbahaya itu dihadapi Kumala dengan tenang. Kedua tangan gadis cantik itu juga diangkat, telapak tangannya dihadapkan ke depan. lalu tampaklah gerakan asap yang masih berada di dalam kedua tangan Triana itu pun ikut teserap habis.

Suurbb...! Deeb...!

Kedua tangan Kumala menggenggam, seperti telah menangkap inti racunnya.

"Habis!" tegas Kumala.

"Sumber kekuatanmu itu tersedot dan kini ada di kedua tanganku ini, Triana!"

Kedua tangan Kumala langsung beradu dalam satu tepukan.

Blubb...!

Letupan seperti kompor meleduk terjadi seketika itupula. Asapnya-menyebar ke mana-mana, tapi berbau wangi setahggi. itu pertanda hancurnya segumpal energi gaib yang dapat dikatakan sebagai kesaktian yang tercuri. Kenyataan itu membuat Triana terbengong. lemas, lalu jatuh terduduk di sofa. Wajahnya sangat sedih, sampai akhirnya ia menangis terisak-isak. Kumala segera meredakan emosi dukanya dengan kekuatan hawa sejuk yang berupa sinar hijau dari'telapak tangannya ke kepala Triana.

Kelabilan jiwa Triana mulai normal kembali. Merka bersikap ramah dan bersahabat. sehingga Triana tidak merasa dimusuhi dan mau memberikan keterangan yang dibutuhkan oleh pihak kepolisian berkenaan dengan kematian Bidang. Air mata yang menggenang di kedua matanya adalah air mata penyesalan terhadap kekejian yang kini muncul jelas dalam ingatannya.

"Jadi pada waktu kau membunuh Bidang, kau sadari hal itu?" tanya Mbak Mer. '

"Ya, saya sadar betul. Saya sangat kecewa, karena Bidang tidak bisa memberi kepuasan yang saya inginkan. Saya benci sekali padanya, karena dia terlalu cepat mencapai puncak keindahannya sendiri. habis itu tidak mau perdulikan diri saya lagi. Kebencian ini... entah kenapa sebegitu besarnya... sampai akhirnya saya sangat bernafsu untuk membunuhnya. Nafsu membunuh itu sama besar dengan nafsu birahi yang sulit dikendalikan."

"Bagaimana cara melakukannya?" tanya Sersan Burhan.

"Uap racun dari tangan saya semburkan ke hidung dan mulutnya, dengan cara membekap Bidang ketika masih tertidur. Kurangdari sepuluh hitungan, Bidang sudah tidak bernapas. Tapi saya belum puas melampiaskan kebencian saya itu, maka saya ambil gunting dari tas, saya potong "barangnya' dengan gunting, sebisa-bisanya. Sampai akhirnya putus sama sekali . Dan saya baru lega. Puas. Entah kenapa saya bisa sampai sebegitu kejinya melakukan hal itu"

"Tapi... potongan itu bagaimana?"

"Saya buang di selokan besar, dekat patung Pancoran sana. Saya keluar meninggalkan kamar setelah mengunci kamar itu dan kuncinya ikut saya buang di selokan."

"Berapakali kau melakukan tindakan seperti itu?" tanya Mbak Mer.

"Empat kali," jawab Triana sambil menahan tangis, menggigit bibir. .

"Siapa saja korbannya?"

"Kedua suami saya... karena saya juga benci pada mereka yang selalu cepat selesai dalam bercinta Kemudian... saya lakukan juga kepada pemuda Australia saat saya di Bali. Setelah itu baru saya lari ke Jakarta. Berburu kehangatan yang saya

idamkan." _

"Apakah setiap melampiaskan kekecewaan seperti itu, selalu diikuti dengan pemotongan bagian vital teman kencanmu?"

Triana mengangguk tertunduk.

"Sebelum saya memotongnya saya selalu merasa belum puas. Dan saya tidak pernah bisa menahan keinginan seperti itu. Mungkin karena... karena saya dan adik saya termasuk orang yang terkena kutukan keji, sehingga "

"Siapa yang mengutukmu?" tanya Kumala.

Setelah diam sesaat, menenangkan desakan tangis dalam dada, Triana pun menjawab dengan mata memandang pasrah kepada Kumala. '

"Istri muda papa saya. Pada waktu itu, saya dan adik saya tidak setuju jika papa kawin lagi, sementara mama masih hidup, walau sakit-sakitan Kami berdua akhirnya menghasut papa supaya papa benci pada istri mudanya. Akhirnya kebencian papa benar-benar membara. Papa meracuni istri mudanya dengan racun yang sangat menyiksa, sehingga istri papa saya itu mengalami sekarat selama hampir satu bulan penuh. Saat sebelum napasnya lepas, papa mendengar istri mudanya itu melontarkan kutukan pada kami berdua, sebab firasatnya mengatakan bahwa kamilah penyebab kebencian papa kepadanya"

"Kutukan apa itu?" sela Kumala.

"Mengirimkan roh iblis untuk menyengsarakan

kehidupan kami.' Ia bersumpah akan mengabdi kepada raja iblis jika permintaannya itu dikabulkan. Tadinya kami ngaak percaya. Tapi setelah mama meninggal, lalu papa bunuh diri karena merasa sangat menyesali tindakkannya itu, mulailah kami rasakan ada kekuatan lain yang mengendalikan diri kami. Emosi kemarahanku menjadi liar dan buas. Sebelum melakukan tindakan paling keji dan mengerikan, emosi kemarahanku tidak akan reda. Ungkapan kemarahanku itu kadang membuat seseorang menjadi cacat seumur hidup, atau mati tanpa saya tahu, atau tewas karena racun yang keluar sendiri dari telapak tangan saya ini. Saya sudah berusaha ke mana-mana untuk menbuang racun ini, tapi tidak pernah berhasil. Saya patah semangat dan akhirnya membiarkan diri saya dikendalikan iblis pada waktu marah."

"Menurutmu, sekarang roh iblis itu masih ada padamu?" tanya Kumala memancingnya.

"Masih. Sebab... tengkuk kepala saya masih berdenyut-denyut dan merasakan ada gerakan seperti semut berjalan ke sana-sini"

Kumala Dewi manggut-manggut, seakan membenarkan pernyataan Triana. Sebelum Kumala berkata, Triana sudah lebih dulu memohon dengan wajah sendu mengharukan hati.

"Tolong... bebaskan aku dari cengkraman iblis ini. Kumohon, lakukan sekarang juga. Aku rela hidup dalam penjara menebus kesalahanku. asal

aku bebas dari cengkraman iblis itu.'

Dewi Ular pantang menolak permohonan setulus itu. Sekali pun tetap duduk di tempat, tapi tangannya segera bergerak pelan-pelan seperti mendorong sesuatu dari bawah ke atas. Tangan itu gemetar, seperti tak kuat mendorong beban berat. Sampai akhirnya sikap duduk Kumala lebih tegak, lebih serius lagi, dan tenaganya dikerahkan seluruhnya. Keringat mengalir deras dari wajah Kumala. Kulit wajah itu sampai merah, pertanda seluruh kekuatan gaibnya telah dikerahkan.

Triana seperti orang mau dicabut nyawanya. Sekarat di atas sofa dengan mata terbeliak-beliak dan mulut ternganga. Nafasnya tersengal-sengal. sekujur tubuhnya gemetar. Ketika Kumala menggunakan dua tangan dengan tubuh bergetar kuat, Triana pun bergetar lebih kuat lagi, hingga menyentak-nyentak tak karuan. Suaranya mengerang parau dengan lidah sedikit terjulur. Mengerikan sekali, dan sangat menegangkan. Mereka yang ada di situ menjauh dengan ketakutan. Hanya Buron yang menjagainya di belakang Triana.

"Haahh...!" sentak nafas Dewi Ular. Dan pada saat itu dari tengkuk Triana mengalir asap putih yang lama-lama menggumpal dan membentuk sesosok makhluk bertelinga panjang.

"Hantam, Ron!" seru Kumala. Buron pun segera melepaskan kesaktiannya berupa sinar kuning seperti cakram keluar dari tangan kanannya.

Bluuubs, buuuss...! Asap itu pun pudar terhantam sinar kuningnya Buron. Rumah bergetar, angin berhembus menjadi badai. Samar samar terdengar suara jeritan di kejauhan sana. Itulah jeritan iblis yang berhasil dikeluarkan dari raga Triana. Perempuan itu terkulai lemas, terengah-engah, seperti orang habis melahirkan. Lalu tangisnya pun berderai deras.Tangis itu adalah tangis kebahagiaan, tangis kelegaan hati, bahwa kini ia telah bebas dari cengkraman kutuk iblis, walau untuk itu ia harus masuk penjara karena kasus pembunuhannya.

Ketika di kemudian hari,_Kumala membezuk Triana dalam penjara, perempuan bertahi lalat kecil di bawah bibirnya itu memeluk dan menciumi Kumala dengan tangis keharuan.

"Terima kasih, sekali lagi, terima kasih... kau telah membebaskan diriku dari cengkraman iblis itu, tapi... tolong bebaskan pula adikku dari kutuk yang serupa." .

"Adikmu...?! Di mana adikmu tinggal?"

Buron yang ikut membezuk segera menyahut,

"Aku tahu rumahnya. Apa perlu kuantar ke sana sekarang juga?"

Kumala melirik Buron dengan kesal dan curiga. Saat mereka melangkah menuju tempat parkir mobil untuk bergegas meninggalkan Rumah Tahanan Wanita itu, Kumala sempat bertanya kepada Buron dengan nada masih curiga.

"Dari mana kau kenal dengan adiknya Triana itu?"

"Dari koran"

"Maksudmu. yang bernama Shayu itu bekerja di sebuah penerbitan surat kabar?"

"Maksudku... aku kenal dia sejak kubaca rubrik biro jodoh dan kutemukan data-data pribadinya. Lalu kudekati dia lewat percakapan telepon dan baru kemarin bertemu di..."

"Gila luh! Pasti tagihan telepon bulan ini sangat tinggi kerena sering kau pakai pacaran dengan Shayu. ya kan?!" '

Buron nyengir sambil garuk-garuk kepala. Ia masuk ke mobil. Kumala Dewi sendiri yang mengemudikan BMW kuning itu, karena Sandhi sedang diminta bentuannya mengantar Pramuda ke Bandara.

"Rasa-rasanya perempuan itu memang calon jodohku, Kumala. Tolonglah bersikap baik padanya dan...."

"Dari mana kau tahu kalau dia calon istrimu?"

"Coba teroponglah menggunakan mata dewamu. apakah ia punya ciri-ciri khusus sebagai calon jodohku atau bukan."

"Aku yakin, bukan!"

"Ah,

jangan begitu kau ini, Mala?!"

"Dia bukan calon jodohmu!"

"Jadikan saja calon Jodohku! Paksa takdir yang

ada supaya dia jadi calon jodohku!"

"ini berarti aku harus menentang kodrat dan merubah suratan takdir yang telah digariskan untuknya!"

"Apakah kamu nggak bisa melakukannya? Kamu kan anak dewa, masa nggak bisa merubah takdir Shayu menjadi calon istriku?!"

Kumala diam tanpa reaksi. Dingin dan bisu. Buron menunggu jawabannya, tapi Kumala tetap diam. Hanya saja, kali ini Buron melihat senyum tipis di sudut bibir ranumnya Kumala Dewi.Buron berkerut dahi, apakah senyuman itu berarti Kumala akan mengabulkan permintaan Buron, yaitu merubah suratan takdir Shayu supaya berkodrat menjadi istrinya Buron? Atau senyum samar-samar itu punya arti bahwa pernyataan Kumala tentang Shayu yang dikatakan bukan jodohnya Buron itu hanya sekedar bercanda dan menggoda hati Buron?

Senyum itu sangat misterius bagi Buron. Hal tersebut membuat Buron jadi ragu-ragu untuk mengambil langkah ,tetap mendekati Shayu atau segera meninggalkan janda kaya itu?

SELESAI


Kucing Suruhan Karya S B Chandra Gara Gara Warisan Kisah Oey Eng Si Joko Sableng 18 Bara Di Kedung Ombo

Cari Blog Ini