Ceritasilat Novel Online

Tarian Maut Lembah Gunung 1

Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung Bagian 1

12

Kolektor E-Book

Awie Dermawan

Foto Sumber oleh Awie Dermawan

Editing oleh D.A.S3

Kolektor E-Book

Tarian Maut Di

Lembah Gunung

Karya KAMIKAZE4

"KARATE

tidak boleh dipergunakan untuk menyerang!" pesan

gurunya Yoko. Akan tetapi kini...

Duapuluh ujung pedang samurai yang berkilau-kilauan

mengitari dirinya Yoko. Ia harus cepat mengambil

keputusan.

Terdengar teriakan Yoko bagaikan guntur! Duapuluh

penyerangnya lantas mundur beberapa langkah.

Wajah Yoko berubah tegang! Tangan kirinya melurus

lempang ke muka, sedangkan tangan kanannya yang

terkepal mengeras bagaikan batu perlahan-lahan

menaik ke atas melewati kepalanya. Seluruh tubuhnya

bergemetar menahan kekuatan dalam yang maha

dahsyat.

Setindak demi setindak duapuluh penyerang itu

melangkah maju pula.

Tiba-tiba terdengar seruan: "SERANG!"

***5

Yoko ditugaskan oleh gurunya untuk membasmi

kejahatan yang merajalela di pulau Kyushu. Seorang

diri Yoko mendatangi sarangnya penyebar maut.

Ketika menghadapi musuhnya, Yoko terpesona

Karena musuh-besar itu adalah seorang wanita yang

cantik luar biasa!6

Percetakan "SUNRISE" Order No. 11-3000 bk.7

Kamikaze:

Tarian

Maut

di

Lembah

Gunung

Penerbit "SUNRISE" Jakarta8

Dewi Uzume-no-Mikoto menggerakkan kipasnya

dengan penuh gaya. Para gadis itu tak ada yang

bersuara, mereka terpengaruh oleh suara yang

bagaikan mempunyai kekuatan dahsyat. Dengan

kipasnya dewi Uzume memberi tanda kearah gadis
gadis yang memegang tambur. Serentak terdengar

pula suara seruling, diseling dengan suara tetabuhan.

Sang dewi melemaskan tubuhnya. Ia mulai menari

dengan kipas ditangan. Gayanya sangat menarik dan

halus. Perlahan-lahan menuruti irama yang mengalun

ia menggerakkan tangannya ke atas ke bawah.

Matanya melirik tajam ketika kepalanya bergetar ke

samping. Kipasnya bergerak pula dengan gaya yang

mempesonakan. Lemas sekali tubuhnya!

Suara tetabuhan keras nadanya. Tariannya si cantik

makin indah, makin menggairahkan. Makin tajam

lirikan matanya.

Yoko terperanjat. Dibelakang gerakan tarian yang

lemah-lunglai kelihatan itu tersembunyi suatu

kekuatan yang maha dahsyat!

Yoko mengenalinya! Itulah gerakan Karate!! Kekuatan

yang amat berbahaya bagi kemanusiaan jika

dipergunakan salah oleh orang yang tak bertanggung

jawab! Ia yakin wanita cantik itu tinggi sekali ilmunya.9

Siapakah gerangan si jelita itu, pikir Yoko dengan

cemas. Peluh dingin keluar membasahi seluruh

tubuhnya.

Sekonyong-konyong pikiran jernih menguasai pula

dirinya. Alangkah kagetnya Yoko, ketika ia insaf bahwa

ia kini berada dalam sarangnya dewi Uzume-no
Mikoto! Dan tarian itu adalah tarian maut di lembah

pegunungan Asosan! Cara bagaimanakah ia bisa

berada ditempat ini? Yoko tidak sempat

memikirkannya, karena kedua matanya kini melihat

pandangan yang lebih hebat lagi. Suara seruling dan10

Illustrasi : SIAUW

Hak cipta diperlindungkan Undang-undang11

TARIAN MAUT di LEMBAH GUNUNG

Diceritakan oleh: KAMIKAZE

I

Y0K0 berdiri terpesona. Ia berdiri tegak di atas batu
batu karang. Matanya menatap kemuka, memandang

penuh kagum ke arah laut bebas. Laut bergelombang

dengan dahsyatnya gemuruh suaranya membisingkan

telinga. Ombak datang bergulung-gulung dan buyar

memukul tepi pantai Michiman di kepulauan Kyushu.

Di kejauhan terlihat samar-samar pulau Aoshima,

tertutup rapat oleh kabut tebal yang serupa tirai putih.

Yoko menghirup udara pagi. Hawa sejuk masuk ke

dalam tubuhnya, nyaman dan menyegarkan.

Matahari mulai menampakkan dirinya di sebelah

timur, ufuk kini memerah bagaikan terbakar.

Perlahan-lahan Yoko turun dari atas bukit batu karang.

Ia berjalan mengikuti jalanan kecil nan berliku-liku.

Sebuah pedang samurai yang besar hitam terikat pada

pinggangnya dan sebentar-bentar beradu membentur

kantong kulit yang tergantung pada punggungnya.12

Tiba-tiba Yoko berhenti. Matanya melihat sebuah

telaga yang dikelilingi pohon-pohon besar dan

tumbuh-tumbuhan yang lebat. Yoko menjerit

kegirangan.

Kini ia dapat membersihkan tubuhnya dalam air telaga

yang jernih itu. Ia bermaksud akan mengganti

pakaiannya yang sudah kotor penuh debu.

Ia berlari seraya bersiul-siul ke tepi telaga. Diatas

rumput nan hijau ia lemparkan pedang samurainya. Ia

menjangkau kantong kulit yang tergantung pada

punggungnya. Kantong itu berat sekali. Ia membuka

tali pengikatnya dan membalikkan kantong itu.

Pakaian keluar berserakkan dan akhirnya jatuhlah

ribuan uang yen diatas rumput. Sebuah golok pendek

pun terdapat di dalam kantong itu, namun Yoko tidak

mengeluarkannya.

Yoko menjumput sebuah yen dan tertawa. Dengan

mempunyai uang itu ia tidak akan khawatir akan

penghidupannya disebuah desa atau di mana saja. Ia

dapat membeli makanan dan lain-lain keperluannya.

Ia akan mendapat penghargaan dan kehormatan

dalam perjalanannya. Bahkan lebih daripada itu: dia

akan dapatkan kecintaan, mungkin cintanya... seorang

gadis cantik!13

Ketika pikirannya melayang-layang sampai di situ,

Yoko bercermin diatas permukaan air telaga nan

jernih. Melihat wajahnya di permukaan air, ia

tersenyum. Memang tidak sukar baginya akan

mencari kekasih. Mukanya cakap dan tubuhnya tinggi
besar, tidak seperti lain-lain pemuda Jepang. Gadis

manakah yang tidak terpesona melihat pemuda

gagah-perkasa seperti Yoko?

Segera ia menanggalkan pakaiannya dan terjun

kedalam air.

Memang Yoko adalah seorang pemuda tampan dan

menarik, hampir tak ada tandingannya. Seringkah dia

mengangkat kepalanya ke atas mengucapkan terima

kasihnya kepada para Dewata yang telah

menganugerahkan dirinya kecantikan dan kesaktian

yang luar biasa.

Air telaga sangat nyaman. Yoko puas sekali ber
kecimpungan. Sejenak kemudian ia melompat naik ke

tepi dan mengeringkan tubuhnya di bawah sinar

matahari. Segera ia memakai pakaiannya yang bersih.

Hari sudah mulai siang.

Yoko mengikat pula pedang samurai pada pinggang
nya, menggantungkan kantong kulitnya, lalu berjalan14

perlahan-lahan di hutan itu akan mendapatkan

sebuah desa.

Ia sedang asyik menaiki sebuah bukit, ketika

sekonyong-konyong dia mendengar suara orang

bicara. Cepat-cepat Yoko melihat ke bawah. Nampak

dua pemuda desa sedang bercakap-cakap. Wajah

kedua pemuda itu berkerut-kerut, Rupanya mereka

sedang memperbincangkan sesuatu hal penting,

namun Yoko tidak mendengar tegas kata-kata kedua

pemuda itu.

Yoko tersenjum. Ia segera bersembunyi di semak

belukar, sambil tetap memperhatikan kedua pemuda

itu.

Mereka ini tidak mengetahui bahwa mereka sedang

diintai oleh Yoko, namun mereka berbicara dengan

berbisik-bisik.

Tiba-tiba Yoko meloncat keluar.

Serentak kedua pemuda itu menoleh. Wajah mereka

tegang dan cemas.

"Ohayo gozaimas ? Selamat pagi." seru

seorang di antaranya seraya membungkukkan badan
nya. "Apakah kau datang membawa perdamaian atau

permusuhan?!"15

Yoko membalas ucapan selamat itu seraya

membungkukkan juga badannya.

"Aku datang dengan maksud baik," sahut Yoko

"Aku mengharapkan persobatan yang hangat dari

kalian. Janganlah khawatir yang aku ada membawa

pedang samurai."

Yoko maju ke muka. Dipegangnya bahu pemuda yang

bertanya tadi dengan tangan kanannya.

"Namaku Yoko! Aku datang dari sebuah desa di
pulau Okinawa Aku datang ke pulau ini atas perintah

sensei 1. Guruku menugaskan aku untuk melakukan

sesuatu pekerjaan. Aku tidak mempunyai sahabat di

pulau Kyushu ini, maka sangat kuharapkan

pertolongan kalian memberikan petunjuk-petunjuk
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang berharga."

Yoko bersenyum seraya menatap wajah pemuda yang

masih remaja itu. Pemuda itu mengalihkan

pandangannya, tundukkan kepalanya dan menatap

bayangan tubuh Yoko di atas tanah di bawah kedua

kakinya.

Dengan kemalu-maluan pemuda itu berkata:

1 Guru16

"Aku adalah Sakuni dan dia itu Kanemon.

Ayahnya Kanemon menjadi kepala desa. Ibunya

adalah kakaknya ibuku, jadi kami berdua masih

bersanak."

Yoko menganggukkan kepalanya kearah Kanemon.

"Apakah kalian sudah mendapat berkahnya

dewi Uzume-no-Mikoto?" tanya Yoko lalu bersenyum.

Mendengar pertanyaan itu, Sakuni dan Kanemon

memandang wajah Yoko dengan mata penuh

kecemasan. Terlihat perasaan takut yang tak ter
hingga pada kedua wajah pemuda itu.

"Yoko," tegur Sakuni, "janganlah kau

sembarang berbicara tentang dewi Uzume. Mungkin

kau tidak tahu karena kau masih asing di kepulauan

ini. Dewi Uzume sangat berkuasa. Bila dia murka, pasti

kau akan lenyap dari muka bumi ini."

"Ha-ha-ha!" tawa Yoko. "Aku datang ke pulau

ini justru untuk mencari dewi yang kau takuti itu."

"Yoko! Sekali lagi kuperingatkan. Aku bukan

bicara main-main!" hardik Sakuni dengan sungguh
sungguh.

Yoko tersenyum.17

"Baiklah, buat sementara aku akan menurut

nasehatmu, sobat. Tapi sekarang aku hanya butuhkan

pertolonganmu akan mendapatkan tempat mondok

untukku."

"Marilah ikut aku," ujar Kanemon yang dari

setadi diam saja. "Aku akan memperkenalkan dikau

pada ayahku."

Seraya bersiul-siul Yoko mengikuti Kanemon dan

Sakuni pergi ke rumah bapak kepala desa itu.

Matahari asyik pencarkan sinarnya yang panas. Yoko

menyusut peluh yang mengalir membasahi dahinya.

Tidak lama berjalan, tibalah mereka di sebuah tanah

datar, di mana nampak banyak rumah-rumah desa.

Desa itu sangat sunyi. Penghuni-penghuninya sedang

sibuk melakukan pekerjaannya masing-masing. Ada

yang membajak di sawah, ada yang berdiam di hutan.

Yang tinggal di rumah hanya kanak-kanak dan orang
orang tua saja.

Melihat Kanemon dan Sakuni membawa seorang

pemuda asing yang gagah-perkasa, mereka menjadi

keheran-heranan, namun mereka diam saja.

Sejenak tibalah ketiga pemuda itu di muka sebuah

rumah yang besar. Kanemon melangkah masuk ke-18

dalam mencari ayahnya. Tapi dari serambi berjalan

keluar seorang gadis remaja.

"Teruko!" teriak Kanemon, "dimanakah ayah?"

Teruko memandang keluar pintu. Anak dara itu

merasa heran melihat kakaknya membawa seorang

pemuda tak dikenal.

"Ayah sedang keluar, Kanemon," sahut Teruko

dengan suara merdu.

Kanemon mempersilahkan Yoko masuk kedalam.

"Yoko, inilah adikku, Teruko," ujar Kanemon,

memperkenalkan sang tamu pada adik perempuan

nya.

Yoko menganggukkan kepalanya, dibalas dengan

senyuman oleh Teruko yang lalu mengundurkan diri

dan masuk kedalam pula.

"Duhai, alangkah cantik adiknya Kanemon!"

kata Yoko dalam hati.

Kanemon mempersilahkan tamunya dan Sakuni

berduduk. Tidak lama Teruko keluar pula dengan

membawa senampan penuh cawan-cawan dan

sebuah teko teh. Teruko telah salin2 pakaiannya, kini

2 ganti19

ia mengenakan kimono hijau-tua bertaburan bunga
bunga kecil. Ikat pinggangnya berwarna hitam. Cantik

menarik nampaknya.

Perlahan-lahan dia menuangkan teh kedalam cawan
cawan yang diletakkan diatas sebuah meja pendek.20

Setelah selesai ia masuk pula ke dalam, diawasi oleh

Yoko dan Sakuni dengan hati berdebar debar.

Ketiga pemuda itu segera asyik bercakap cakap.

Tiba-tiba di ambang pintu berdiri seorang laki-laki tua.

Ia tidak memakai baju, maka otot-otot pada dada dan

bahunya terlihat nyata sekali. Ia memakai celana

hitam yang kotor penuh lumpur.

Melihat ayahnya pulang, Kanemon lekas-lekas bangkit

berdiri.

Bapak Hiragai, meski usianya sudah lanjut, masih

terlihat gagah. Ia menatap Yoko dengan penuh

perhatian. Sinar matanya tajam sekali.

Kanemon memperkenalkan Yoko pada ayahnya.

Yoko membungkukkan badannya memberi hormat.

Begitupun Sakuni. Bapak itu menganggukkan kepala
nya. Kedua matanya terus memperhatikan Yoko

dengan penuh curiga.

"Anak muda, kau datang dari mana? Apakah

maksudmu datang ke desa sepi ini dengan membawa

senjata?"

"Bapak, namaku Yoko. Aku datang dari pulau

Okinawa. Aku datang kesini akan mencari keterangan21

dan mendapatkan tempat pondokan untuk

sementara. Aku sedang menjalankan tugas yang diberi

kan oleh guruku."

Bapak Hiragai merasa simpatik pada Yoko yang

berbicara dengan sopan-santun.

"Tentang tempat menginap kau tak usah cari

kemana-mana. Kau boleh tinggal di sini, bila

kedatanganmu ini bermaksud baik. Kebetulan aku

mempunyai sebuah kamar kosong. Namun tugas

apakah yang kau harus lakukan?"

"Sensei perintahkan aku akan mencari itu

penari maut yang menamakan dirinya dewi Uzume
no-Mikoto," sahut Yoko.

Kedua mata bapak Hiragai terbelalak.

"Apa katamu? Kau hendak mencari dewi

Uzume?!" seru bapak Hiragai dengan terperanjat.

"Betul, bapak. Aku hendak mencari dewi Uzume

yang telah menyebarkan maut dan malapetaka di

kalangan rakyat jelata."

Bapak Hiragai menggeleng-gelengkan kepalanya.

Matanya bersinar suram.22

"Lebih baik kau kembali saja ke Okinawa, anak
muda. Sebab mencari dewi Uzume berarti mencari

mati! Apapula kalau kau hendak melawan dia!"

Yoko tersenyum. Ia merasa sangat heran mengapa

para penduduk desa takut benar pada dewi Uzume.

Bapak Hiragai masuk kedalam akan memakai baju dan

menukar celananya yang kotor dengan lumpur itu.

Sakuni memohon diri.

Ketika bapak Hiragai keluar pula, sang putera masuk,

meninggalkan tamunya. Teruko keluar membawa

cawan teh untuk ayahnya, yang diletakkan di

hadapannya. Perlahan lahan dia isikan pula cawan

Yoko. Teruko mencuri pandang kearah pemuda yang

tampan itu. Tersiraplah darahnya ketika lirikannya

bertumbukan dengan pandangan Yoko yang tengah

menatap dirinya dengan kagum. Dengan wajah merah

padam Teruko tersipu-sipu masuk kedalam.

"Mencari dewi Uzume adalah tugas yang

diperintahkan oleh guruku." menerangkan Yoko. "Aku

tidak boleh kembali sebelum selesai menjalankan
nya."

"Itulah suatu tugas yang sangat berbahaya!

Pahlawan-pahlawan Shogun juga tidak berani mencari

dewi itu, meskipun mereka tahu dewi itu mengganggu23

rakyat," kata bapak Hiragai, "Masakan gurumu tidak

mengetahui hal itu? Apakah ia kira dengan mengirim

kau seorang diri saja, dia akan berhasil menumbang
kan kekuasaan dewi Uzume yang sangat sakti itu?"

Yoko menghela napas panjang. Ia tundukkan kepala

nya. Ia belum pernah melihat wajahnya dewi Uzume.

Ia belum mengetahui sampai dimanakah kesaktian

wanita penyebar maut itu. Namun tugas tetap

merupakan tugas! Bagaimana berbahayapun harus

dijalankannya juga. Masih bergemalah di telinganya

perintah gurunya yang diucapkan pada suatu pagi:

"Yoko, muridku! Kau harus melakukan suatu

tugas yang sangat berbahaya, namun aku yakin kau

dapat menjalankannya. Berlakulah selalu ramah

tamah dalam perjalananmu. Jangan pamerkan

Karatemu! Karate bukan untuk menyerang. Karate

hanya untuk membela diri! Jagalah dirimu agar jangan

sampai membikin heboh dan ditangkap oleh

pahlawan-pahlawan Shogun. Pergilah ke pulau Kyushu

dan binasakan itu wanita penyebar maut yang

menamakan dirinya dewi Uzume-no-Mikoto! Itu

wanita jahat yang berani memakai nama dewi yang

sangat agung. Hancurkanlah semua kekuasaan dan

pengaruhnya! Terimalah ini pedang Samurai, pedang

sakti dari perguruan kita. Jagalah baik-baik senjata24

pusaka ini. Waspadalah dalam tugasmu! Kembalilah

ke Okinawa dengan membawa kemenangan!"

Yoko tersedar dari lamunannya ketika bapak Hiragai

berkata:

"Dewi Uzume bertahta di lembah pegunungan

Asosan yang sangat curam. Letaknya di sebelah utara

dari desa ini. Aku sendiri tidak tahu tempatnya yang

benar, karena aku tidak berani pergi ke pegunungan

itu. Tiada seorangpun yang mempunyai nyali akan
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencari dewi itu."

"Bapak yang berbudi, apakah aku boleh tinggal

untuk beberapa hari di rumah bapak sebelum pergi

mendaki pegunungan itu? Aku ingin menyelidiki lebih

lanjut tentang kekuasaan dewi maut itu," memohon

Yoko.

Maksud Yoko sebenarnya bukanlah untuk menyelidiki

tentang dewi Uzume, karena keterangan apakah yang

ia harus cari lagi? Letak tempatnya dewi itu sudah

diberitahukan oleh bapak Hiragai. Bahaya-bahayanya

pun sudah dibentangkan. Namun sesungguhnya Yoko

hendak tinggal beberapa hari dirumah itu, karena

tertarik oleh kecantikannya Teruko. Sinar mata gadis

yang redup-redup alang itu telah menggoncangkan

hatinya.25

Menurut keterangan gurunya, dewi Uzume luar biasa

cantiknya. Apakah kecantikan sang dewi itu melebihi

kecantikannya Teruko? Entahlah! Yoko ingin sekali

menanyakan soal itu pada bapak Hiragai, namun ia

tidak berani. Lagipula bukankah bapak tua itu telah

mengatakan yang ia belum pernah melihat dewi

Uzume?

Bapak Hiragai tertawa, seakan-akan mengetahui

rahasia hati Yoko.

"Kau boleh tinggal di rumahku sesuka hatimu,

Yoko. Tetapi kau harus maklum, bahwa sebagai orang

desa aku tidak dapat melayani kau dengan sepantas
nya."

"Soal itu janganlah bapak pikirkan. Aku sudah

merasa girang bukan kepalang yang bapak sudi

perkenankan aku bernaung di sini," sahut Yoko.

***

Hawa udara semakin siang semakin panas. Matahari

pencarkan sinarnya bagaikan membakar. Tiba-tiba

angin menghembus sangat kerasnya. Daun-daun dan

ranting-ranting pohon bergerak-gerak bagaikan26

hendak patah. Debu di jalanan naik mengepul

berputar-putaran. Awan hitam menutupi sang surya.

Cuaca mulai gelap.

Ibu Kanemon berlari-lari masuk kedalam rumahnya.

Tercenganglah dia ketika melihat suaminya asyik

bercakap-cakap dengan seorang pemuda yang tak

dikenal.

Baru saja nyonya Hiragai melangkah masuk kedalam,

Yoko bangkit berdiri dan menghaturkan hormatnya.

"Bu, inilah tamu Yoko yang akan menginap

beberapa hari dirumah kita. Ia datang dari Okinawa,"

memperkenalkan Hiragai.

Nyonya tua itu membalas hormatnya Yoko seraya

bersenyum. Ia tidak berkata-kata. Sambil persilahkan

Yoko duduk pula, nyonya tua itu masuk kedalam

mencari puterinya.

Angin keras tidak lama disusul oleh turunnya hujan

yang amat lebatnya. Gemuruhlah suara itu.

Hiragai bangkit berdiri.

"Yoko, untuk sementara kau boleh pakai

kamarnya Kanemon. Kau tidur saja berdua dengan

Kanemon pada malam ini. Esok pagi akan kusuruh27

Kanemon bersihkan kamar belakang untuk kau pakai

sendiri."

"Janganlah bapak terlalu merepotkan diri untukku."

Kanemon keluar pula dan mengajak Yoko ke

kamarnya.

"Kau perlu beristirahat, Yoko. Jangan berlaku

sungkan-sungkan," ujar Kanemon. Tangannya

menjangkau kantong kulitnya Yoko untuk dibawa

masuk. Namun Yoko telah mendahuluinya

menyambar buntalan itu.

Bapak Hiragai masuk ke ruang dalam, diikuti oleh Yoko

dan Kanemon.

Hujan turun makin lebat. Suara guntur menggelegar
gelegar. Sebentar-bentar terlibat cahaya kilat yang

menyilaukan bagaikan hendak membelah bumi.28

II

KENTRONGAN RONDA terdengar dua kali dipalu.

Hujan tidak turun lagi, namun udara malam itu masih

gelap-gulita. Yoko tidak dapat tidur. Ia bulak-balik saja

diatas sebuah balai-balai. Di lain sudut dari kamar itu

terdapat sebuah balai-balai pula yang ditidurkan oleh

Kanemon. Rupanya Kanemon juga tak dapat pulas,

karena hawa udara dingin sekali.

Di atas sebuah meja pendek nampak lampu pelita

yang berkelak-kelik. Tak terdengar suara sedikitpun

jua.

Yoko rebah tertelentang. Ia memandang ke atas atap

rumah, namun dalam pikirannya sedang berkecamuk

berbagai-bagai persoalan. Apakah sang guru tidak

mengetahui yang dewi Uzume sangat saktinya?

Apakah sang guru yakin, bahwa dia seorang diri saja

dapat menghancurkan kekuasaannya penari maut itu?

Gurunya tentu tidak akan mengirimkan dia, jika beliau

tidak tahu pasti muridnya akan dapat binasakan

wanita iblis itu! Rupanya kepercayaan Yoko pada

gurunya menjadi makin tebal, karena tiba-tiba ia

mengkretakkan giginya dan berkata seorang diri:29

"Aku akan binasakan wanita iblis itu! Percuma

aku mempelajari ilmu bertahun-tahun, kalau aku tak

dapat lawan seorang wanita, biarpun dia sakti luar

biasa. Percuma aku menjadi muridnya sensei yang

tersohor dan disegani di kepulauan Okinawa!"

Diluar rumah keadaan sunyi sepi. Angin malam

berdesir-desir menyeramkan.

Pikiran Yoko beralih pada Teruko. Ia tersenyum.

"Sungguh aku beruntung, baru saja

menjejakkan telapak kakiku di pulau ini, aku sudah

bertemu seorang gadis cantik rupawan. Namanya pun

sangat merdu terdengarnya: Teruko. Teruko! Apakah

dewi Kannon yang sudah jumpakan kita berdua?"

Terbayanglah senyuman Teruko yang menggiurkan.

Lirikan mata Teruko yang redup-redup alang

mendebar-debarkan jantungnya Yoko. Apakah kini

Teruko sedang tidur dan mimpikan dirinya? Yoko

melamun.

"Tolong! Toloong!! Tolooong!!!"

Terdengar tiba-tiba suara orang wanita berteriak.

Yoko cepat-cepat lompat dari pembaringannya. Ia

menyambar pedang samurainya, hendak berlari30

keluar. Namun Kanemon telah bangkit dan

menghadang di tengah-tengah pintu kamar.

"Yoko, jangan keluar!" seru Kanemon cemas.

"Tunggu dulu! Kita menantikan ayah dulu!"

"Nanti terlambat, Kanemon! Orang itu perlu

segera ditolong. Kita tak dapat membiarkan dia

diancam bahaya!" hardik Yoko tak sabar.

"Kau tidak tahu keadaan di desa ini, Yoko!

Mungkin mereka itu adalah orang-orangnya dewi

Uzume yang hendak menculik wanita itu! Kalau benar

dugaanku, kau akan menghantarkan jiwamu pada

malam ini Yoko!"

"Dewi Uzume?!" teriak "Yoko. "Kebetulan

sekali! Memang aku hendak berjumpa padanya!

Minggir Kanemon! Jangan menahan aku!"

"Toloong!! Tolooong!!" terdengar pula suara

jeritan di malam buta. Keras, penuh nada ketakutan.

Tak sabar Yoko mendorong Kanemon kesamping.

Segera ia membuka pintu dan berlari-lari keluar. Di

serambi muka Yoko bertemu bapak Hiragai. Ia ini

sedang berdiri. Wajahnya tegang dan matanya

menatap amat suram.31

Yoko membuka pintu muka. Bapak Hiragai berseru

keras melarang dia, namun Yoko tak menghirau

kannya. Segera ia lompat keluar dan berlari pesat ke

arah suara d jeritan.

"Tolong Toloong!!"

Jeritan itu kini lemah suaranya. Tapi lebih

menyeramkan dan menyayatkan hati.

Bagaikan terbang Yoko melesat ke muka. Ia tiba di

jalanan yang becek dengan air hujan. Cuaca sangat

gelapnya. Berdebar-debarlah hati Yoko. Ia percepat

larinya!

Tiba-tiba ia melihat seorang gadis sedang menjerit
jerit di hadapan dua orang laki-laki berpakaian hitam.

Rupanya kedua penjahat ini hendak menculik gadis
remaja itu. Kini yang berbadan lebih kurus memeluk

mangsanya, yang segera meronta-ronta kecemasan.

Sedangkan satunya lagi yang berkumis segera

menghunus pedangnya! Kedua matanya bersinar

memandang kesana kemari bagaikan serigala, siap

sedia akan bertempur. Pedang samurai berkilau
kilauan di tangannya.

Perlahan-lahan Yoko bergerak mendekati. Matanya

berkilat-kilat digelap. Tiba-tiba ia tertawa dengan

kerasnya! Kedua penjahat itu terperanjat.32

"Hai, kawan-kawan! Kenapa kau hendak

melarikan gadis itu?!" bentak Yoko lantang.

Si Kumis berdiri cepat dengan mata berapi-api.

Si Kurus lekas-lekas melepaskan pelukannya dan

segera menghunus pula pedangnya. Tegang wajah

mereka! Yoko melirik ke arah gadis itu yang

bergemetar ketakutan.

"Hm! Sungguh manis korbanmu itu!" mengejek

Yoko. "Namun apakah kalian tidak dapat berbuat lebih

sopan terhadapnya?"

"Jangan banyak cakap!" hardik si Kumis dengan

gusar. "Siapakah kau, bocah cilik?! Jangan campur

urusan kami, kalau kau masih mau hidup terus!"

"Ha-ha-ha!" tawa ejek Yoko. "Kau masih

tanyakan siapa aku ini? Bukankah kau sudah sebut

namaku: Bocah-cilik? Sekarang lepaskan wanita itu!"

Si Kumis tidak berkata-kata lagi. Ia menikam dengan

hebatnya. Pedang bergerak menyambar ke arah tubuh
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yoko! Cepat bagaikan kilat Yoko mengelakkan diri.

"Tahan dulu!" seru Yoko. "Beritahukan dulu

apakah kalian orang-orangnya dewi Uzume, itu wanita

iblis penyebar maut?"33

Kedua penjahat merasa sangat heran yang Yoko tidak

pandang mata pada dewi sakti itu. Untuk menakutkan

Yoko, si Kumis berkata: "Betul, kami pahlawan
pahlawan dewi Uzume no-Mikoto. Enyahlah dari sini,

kalau kau tidak mau binasa di tangan pahlawan
pahlawannya dewi yang mulia Uzume!"

"Ha-ha-ha! Ha-ha-ha!" tawa Yoko pula. "Sangat

kebetulan sekali pertemuan kita ini. Maukah kawan
kawan hantarkan aku menjumpai dewimu?"

Si Kumis dan si Kurus tertegun. Suara tawa Yoko

menggetarkan hati mereka.

Tiba-tiba si Kurus teriakkan si Kumis: "Sudah, jangan

pedulikan dia! Lekas kita berlalu dari tempat ini!"

Kini si Kurus menghampiri pula gadis remaja itu yang

sudah compang-camping pakaiannya. Anak dara itu

sudah lelah tak berdaya. Kedua matanya yang basah

dengan airmata menatap mengharukan pada Yoko

memohon pertolongan.

"Hai! Tahan dulu! Mengapa kalian hendak pergi

lekas-lekas?" tegur Yoko seraya bergerak mendekati.

Si Kurus tak menghiraukan seruan Yoko. Ia masukkan

pedangnya dan membungkuk mendukung mangsa
nya.34

"Ha-ha-ha! Apakah dewi Uzume lebih cantik

daripada gadis itu?" mengejek Yoko.

Si Kumis mengerutkan keningnya. Ia yakin Yoko sudah

hilang ingatannya. Masakan dia begitu berani

mengejek-ejek dewi sakti Uzume, kalau dia bukan

seorang gila? Ia sendiri yang sudah bertahun-tahun

malang-melintang di dunia langlang buana, gentar

kepada dewi Uzume. Jangan kata mengejek dan

berniat berjumpa, mendengar namanya saja bulu

romanya sudah berdiri.

Kini si Kurus dan si Kumis membalikkan tubuhnya.

Mereka melangkah hendak meninggalkan Yoko.

Sekonyong-konyong Yoko loncat tinggi keatas!

Bagaikan terbang dia lewati kepala-kepalanya kedua

penjahat itu.

"Hai! Berhenti!" seru Yoko seraya turun meng

injak bumi.

"Minggir!" bentak si Kumis terperanjat.

Berbareng si Kurus meletakkan mangsanya dan

mencabut samurainya pula.

Dengan serentak mereka menerjang. Ganas bagaikan

banteng terluka. Sambaran pedang-pedang samurai

bertubi-tubi mengancam jiwa Yoko. Menderu-deru35

suaranya. Mendadak si Kumis berteriak keras dan

memperhebat serangannya. Samurainya bergerak

dengan tikaman yang membinasakan.

Yoko tersenyum. Bagaikan naga mengamuk di lautan

dia loncat kesana-kemari mengelakkan diri. Ia

perlihatkan kegesitan tubuhnya yang cekatan luar

biasa.

Sebentar ia melesat tinggi keatas, sebentar ia lompat

dengan lincahnya ke samping.

Melihat Yoko memandang rendah pada mereka,

kedua penjahat itu berteriak keras dengan gusarnya.

Kini mereka keluarkan segala ilmu dan tipu yang

membahayakan lawannya.

Di dalam gelap pertempuran makin seru. Cahaya

pedang berputar-putaran, menikam-nikam kesana
sini dengan dahsyatnya. Kedua penjahat itu tinggi juga

ilmunya. Mereka sebentar-bentar berteriak-teriak

mengerahkan seluruh tenaganya.

Yoko tertawa makin keras. Sekonyong-konyong

dengan sigapnya ia menendang! Tendangan tepat

menghantam lambung si Kumis. Seraya berteriak dia

roboh terpental. Tapi pada saat itu juga pedang si

Kurus turun menyambar ke arah kepala Yoko! Tak

sempatlah Yoko mengelah pula. Cepat laksana kilat,36

tangannya naik keatas. Ia keluarkan tenaga dalamnya

dan menghantam samping pedang samurai dengan

bagian bawah dari telapak tangan kanannya.

Pedang si Kurus terpental patah, melayang jauh ke

atas. Serentak Yoko melontarkan pukulan! Si Kurus

jatuh sambil keluarkan suara mengerikan.

Yoko berdiri tegak. Mendadak matanya menatap

tajam ke muka, jauh kearah gelap.

Bapak Hiragai dan Kanemon serta beberapa penduduk

desa nampak berjalan mendatang. Kanemon

membawa obor.

Yoko menunggu dengan tersenyum.

"Bapak Hiragai, dua penjahat ini adalah

pahlawan-pahlawannya dewi Uzume. Kini mereka

sudah tak berdaya lagi. Apakah bapak ingin

menghukum mereka?"

Wajah bapak Hiragai berubah pucat. Tidaklah berani

dia menghukum anak buahnya dewi Uzume. Ia kuatir

akan pembalasan kejam dari sang dewi.

"Lepaskan saja," sahut bapak Hiragai.37

"Apa?" seru Yoko dengan herannya. "Lepaskan

mereka tanpa diberi hukuman? Bapak sungguh

bijaksana!"

Bapak Hiragai tidak berkata-kata lagi. Puteranya pun

tak bersuara.

Melihat bapak dan anak itu tak bersemangat, Yoko lalu

ambil keputusan: "Bila mereka memberitahukan

padaku tempatnya dewi Uzume, barulah aku merdeka

kan mereka. Bila tidak, niscaya akan kubacok lengan
lengan mereka!"

Yoko menoleh kearah si Kumis yang bergemetar

karena ketakutan.

"Hai! Kau orang boleh pilih! Menghantarkan

aku kehadapan dewi Uzume atau tinggalkan disini

lengan-lenganmu!" ujar Yoko sambil mencabut

samurainya.

Si Kumis lekas-lekas berlutut di hadapan Yoko. Dengan

suara gemetar ia berkata: "Aku bukan orang-orangnya

dewi Uzume. Tadi aku sudah mendusta. Aku belum

pernah bertemu muka dengan dewi sakti itu. Namun

aku mendengar bahwa dewi Uzume sering menari di
lembah gunung Asoaan."38

"Bedebah!" teriak Yoko. "Kau berani

mendustakan aku! Baik, aku ampunkan kau. Tetapi

kau harus hantarkan aku ke lembah itu."

Para penduduk desa kini diam-diam pada bubar.

Mereka takut mendengar Yoko menyebut-nyebut

nama dewi Uzume.

"Kasihanilah selembar jiwaku, pendekar muda,"

meratap si Kumis. "Aku tidak berani pergi ke

tempatnya dewi Uzume. Lebih baik kau bunuh saja

diriku daripada aku harus menghantarkan kau ke

lembah maut itu. Aku takut menghadapi hukumannya

dewi Uzume!"

"Aduh! Aduh!" meratap si Kurus yang masih

menggeletak di tanah karena ia luka parah.

"Dasar kau bernyali tikus! Dengan seorang

wanita saja kau begitu takut!" bentak Yoko dengan

gusar.

Bapak Hiragai melangkah maju. Kini kepala desa itu

berbesar hati mendengar kedua penjahat itu bukan

nya pahlawan-pahlawan dewi Uzume.

"Bagaimana, Yoko? Apa kita hukum saja kedua

penjahat ini?"39

Yoko tertawa melihat kelakuan bapak Hiragai yang

mendadak sontak jadi bersemangat dan berani.

"Tidak, bapak Hiragai. Aku sudah janjikan

kemerdekaan pada mereka, kalau mereka memberi
tahukan tempat kediaman dewi Uzume.'"

"Tetapi mereka tidak mau menghantarkan kau

ke tempatnya sang dewi," ujar bapak Hiragai pula.

Yoko tersenyum.

"Sudahlah, biar aku pergi seorang sendiri saja

akan menjumpai dewi Uzume. Aku ingin lihat

tampangnya sang dewi yang begitu ditakuti bagaikan

iblis."

"Dia lebih kejam daripada iblis," bisik si Kumis.

"Sudah! Jangan banyak cakap lagi," bentak Yoko

"Enyahlah dari kampung ini! Bila kau orang berani lagi

mengganggu keamanan desa ini, pastilah aku binasa

kan kalian!"

Seraya menundukkan kepalanya, si Kumis mendukung

si Kurus. Lalu dengan terhuyung-huyung ia meng
hilang di malam gelap.40

Yoko memandang ke sekitar tempat itu. Ia mencari

gadis yang tadi hendak diculik. Rupanya gadis itu telah

lari pulang ke rumahnya ditengah Yoko bertempur.41

III

SANG SURYA baru saja mengintip dari sela-sela

pegunungan. Kabut tebal menutupi bumi. Hawa udara

dingin sekali.

Nampak seorang gadis cantik berpakaian kimono

putih dengan ikat pinggang warna hijau asyik berjalan

seorang diri. Geta ? bakiak yang melekat pada kedua

kakinya yang kecil mungil tak henti-hentinya

memperdengarkan suara berirama di pagi hari itu.

Suasana tenang. Angin pagi menghembus sepoi-sepoi

basah.

Gadis itu berjalan ke sebuah kuil yang menjulang tinggi

keangkasa dilembah pegunungan, yang kini tertutup

kabut putih. Si cantik masuk kedalam kuil yang megah
indah itu, melewati ruang yang sangat luasnya. Kini

nampak dia berlari-lari kearah patung dewi Kannon

ditengah ruang. Di hadapan patung besar yang terbuat

daripada batu putih itu ia berlutut dengan hikmatnya.

Kedua belah bibirnya yang merah delima berkemak
kemik mengucapkan doa.
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tidak beberapa lama ia bangkit berdiri, keluar lagi

kesamping kuil. Ia berjalan terus tanpa menoleh,42

melewati jalanan yang sangat bersih. Jalanan

membiluk kekiri, lalu melurus curam dari atas bukit.

Keadaan tetap sunyi-sepi. Tidak kelihatan seorang

manusiapun, tidak terdengar suara lain kecuali

kicauan ungas dan bunyinya geta yang menginjak

batu-batu kecil.

Si gadis berjalan terus, masuk kedalam semak-semak

belukar, lalu menghilang di sisi batu-batu gunung yang

sempit. Kini dihadapannya nampak sebuah istana

yang sangat indahnya. Istana itu tidak besar, dikelilingi

pepohonan dan tanaman-tanaman yang terawat

sangat baik. Pohon-pohon bunga tumbuh sekelompok

demi sekelompok dengan lebatnya. Bunganya bagus
bagus beraneka warna menyiarkan bau harum

semerbak.

Si gadis berjalan menghampiri istana itu. Perlahan
lahan dia dorong pintu rumah. Ia melangkah masuk

dan tanggalkan geta-nya. Di dalam ruang muka

nampak sebuah meja pendek di atas permadani yang

sangat indah. Sebuah pigura melukiskan pemandang
an alam tergantung pada dinding. Selain daripada itu

tidak terdapat lain lain barang.

Si gadis bergerak masuk kelain ruangan. Ia masuk

kedalam sebuah taman yang sungguh indah luar biasa.43

Ditengah-tengah taman terdapat kolam renang yang

airnya jernih kebiru-biruan. Pancuran yang mengalir
kan air memperdengarkan suara berkerosokan,

menimpa batu-batu pualam yang teratur rapi.

Ditaman itu terlihat pohon-pohon bunga berbaris
baris. Gadis cantik itu berjalan terus sambil menatap

ke muka bagaikan tak menghiraukan taman yang

seindah taman surga itu. Ia melewati jalanan yang

berlantaikan ubin merah tua yang berkilat-kilat. Si

jelita membeluk ke kanan.

Di muka sebuah pintu sorong ia berhenti. Perlahan
lahan ia mengetuk. Wajahnya agak tegang selagi

menantikan suara dari dalam. Sejenak terdengar suara

nan halus merdu: "...Masuk"

Si jelita mendorong pintu itu. Ia melangkah masuk dan

menutup pintu pula. Perlahan-lahan ia melangkah

kesebuah undak-undak, dimana tergantung sebuah

tirai sutera berwarna merah. Dengan hati berdebar
debar ia menyingkap tirai itu. Terlihatlah seorang

wanita muda sedang berduduk diatas pembaringan

senya menatap tajam kemuka. Ia bergaun kimono

halus nan putih metah. Wanita itu sangat cantik,

menggairahkan. Kulitnya halus putih bagaikan salju

gunung Fuji. Kedua matanya nan indah bersinar44

mempersonakan di atas mana berpeta sepasang alis

hitam yang melengkung bagaikan pelangi. Sungguh

luar biasa kecantikannya wanita itu!

"Ada apakah, Muzume? Pagi-pagi benar kau

menjumpai aku," terdengar suara wanita cantik itu.

Si gadis membungkukkan tubuhnya memberi hormat.

"Selamat pagi, bi-jieng," sahut si gadis dengan

suara agak gemetar. "Aku datang membawa berita

untuk dewi."

Wanita cantik itu tersenyum, "Berita penting apakah

sampaikan engkau begitu tergesa-gesa datang

jumpakan aku? Ceritakanlah, Hana."

Hana, si bunga jelita, menghampiri lebih dekat.

"Kemarin pagi di bawah kaki gunung telah

datang dua orang laki laki. Rupanya mereka adalah

kawanan perampok. yang satu berkumis dan

menamakan dirinya Uwahige, sementara yang tinggi

kurus bernama Sitaki. Mereka menceritakan pada

penduduk desa, bahwa seorang pemuda gagah

perkasa sedang mencari dewi Uzume-no-Mikoto.

Pemuda itu katanya sangat sombong, ia berani

mengejek-ejek bi-jieng. Kini ia berada di desa sebelah

selatan kota Miyazaki. Katanya ia datang di pulau45

Kyushu untuk membasmi dan menghancurkan

kekuasaan dewi Uzume."

"Apa?!" teriak sang dewi dengan gusar tak

terhingga. "Siapakah bedebah itu? Darimana datang

nya?"

Hana agak gemetar tatkala berkata.

"Kedua perampok sudah menyelidiki tentang

pemuda itu. Namanya Yoko, berasal dari pulau

Okinawa dan kini bernaung untuk sementara di

rumahnya kepala desa Hiragai."

Dewi Uzume kerutkan keningnya. Matanya bersinar

garang memandang kemuka. Wajahnya nan indah

mempersonakan kini berubah menakutkan. Kedua

halisnya bergerak naik keatas. Namun kecantikannya

tetap nampak, tak hilang sedikilpun. Heran, malah kini

tampaknya sang dewi lebih cantik! Lebih gairah dan

merangsang!

"Hm! Rupanya si perampok-peramok itu sudah

dipecundangi oleh si pemuda sombong! Maka ia telah

menyelidiki asal-usulnya dan sengaja menyebarkan

cerita dikalangan penduduk agar supaja kabar itu

sampai ke telingaku." Dewi Uzume diam sejenak. Lalu

ia berbisik seraya mengulum senyumannya.46

"Yoko?! Apakah ia berparas cakap?"

Hana menundukkan kepalanya dengan wajah ber
semu merah. "Itu tak diterangkan oleh mereka."

"Apa lagi yang diceritakan perampok-perampok

dungu itu, Muzume?"

"Katanya psmuda itu ingin menyaksikan tarian dewi!"

Sang dewi tertawa. Dengan gaya manja ia

menggeliatkan tubuhnya yang lemah-gemulai, lalu

berkata : "Baik, Hana! Kau boleh mengundurkan diri.

Aku akan mencari jalan untuk mengajar adat pada

pemuda itu. Bila dia buruk dan dungu, dia harus

binasa! Tetapi bila dia tampan, gagah-perkasa serta

pintar dia harus berhamba padaku!"

***

Yoko menghentikan Inngkahnya.

"Bapak, jalan manakah yang menuju ke gunung

Asosan?" tanya Yoko pada seorang petani tua yang

membajak sawah dengan asyiknya.47

Petani itu menghentikan pekerjaannya dan

memandang Yoko dengan heran.

"Apakah kau hendak mendaki gunung Asosan?"

balas tanya petani itu.

"Betul, bapak. Kata orang, puncak gunung

Asosan amat indahnya, maka aku ingin sekali melihat
nya."

"Bila kau ingin dengar nasehatku, lebih baik

janganlah kau teruskan maksudmu itu, anak-muda,"

ujar bapak tani dengan sungguh-sungguh. "Dilembah

gunung tidaklah aman, sangat berbahaya. Tak ada

seorang-pun di desa ini yang berani mendakinya."

Yoko pura-pura tidak mengetahui akan bahaya itu.

"Apakah banyak binatang buas?"

Bapak tani keluar dari sawatmja dan menghampiri

Yoko lebih dekat. Dengan suara sangat perlahan dia

rbfirbisik: "Kau seorang asing tentu tidaklah tahu

bahwa di pegunungan Asosan ada bertachta dewi

Uzume-no-Mikoto. Kita tidak berani mendaki gunung

itu karena kuatir akan menggusarkan dewi Uzume.

Kalau sang dewi murka, itulah berarti bencana!"

"Apakah sang dewi itu cantik?" menanya Yoko

sambil tersenyum.48

"Konon kabarnya dewi Uzume cantik luar biasa.

Kecantikannya bagaikan sang Ratu Malam. Aku

pernah mendaki gunung Asosan ketika diperintahkan

oleh dewi untuk membetulkan kuil Kannon yang

terletak dilembah gunung itu. Aku telah bertemu

dengan para muridnya dewi yang semuanya cantik
jelita. Kalau murid-muridnya begitu elok parasnya,

apapula sang dewi sendiri. Mungkin benar-benar dewi

Rembulan sudah menjelma kedalam dunia, dan kini

sedang bertaehta diatas gunung Asosan."

Wajah Yoko berkilat-kilat karena hasrat petualangan

nya kini merangsang-rangsang.

"Bapak, aku ingin sekali berjumpa pada dewi

Uzume. Tunjukkanlah aku jalannya" mohon Yoko.

"Tidak mungkin kau menemukan sang dewi. Bila

kau memaksa hendak mendaki gunung Asosan, berarti

kau mencari mati" ujar bapak tani dengan sungguh
sungguh. "Hai! Apakah kau bukan itu anak-muda yang

bernama Yoko?!" serunya tiba-tiba.

Yoko terperanjat. Ia tidak duga, bapak tani itu

mengetahui namanya.

"Betul, bapak. Darimanakah kau tahu namaku?!"49

"Hm! Lekaslah kau pergi dari sini! Kau sudah

bercakap-cakap dengan daku. Kalau salah satu murid
nya dewi mendapat tahu, pasti aku mendapat susah!"

hardik bapak tani yang berubah menjadi kasar. Ia

membalikkan tubuhnya hendak melangkah ketengah

sawah akan meneruskan pekerjaannya.

"Tunggu dulu. Bapak! Aku mau bertanya

sebentar. Kalau kau sudah menjawabnya, segera aku

akan pergi dan tidak mengganggu lagi."

Bapak tani menoleh. Pikirnya lebih baik ia menjawab

saja pertanyaan Yoko, supaya bebas dari gangguan

pemuda asing yang bersorenkan pedang samurai di

pinggangnya.

"Bapak, dari manakah kau dapat tahu namaku Yoko?"

Petani itu melihat dulu kesekitarnya. Kemudian ia

menyahuti

"Beberapa hari yang lalu telah datang dua orang

laki-laki kedesa ini. Mereka menceritakan penduduk

desa, bahwa di sebelah selatan kota Miyazaki ada

seorang pemuda bernama Yoko yang mengejek-ejek

dewi Uzume dan hendak menumbangkan kekuasaan
nya. Yoko ingin menyaksikan tarian sang dewi, ia akan
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membunuh dewi sakti itu dengan pedang samurainya.50

Ia hendak membakar dan menghancur-leburkan

istana sang dewi."

Yoko tertawa terbahak-bahak.

"Apakah mereka itu perampok-perampok yang

berkumis dan yang berbadan tinggi-kurus?"

"Bahwa mereka ada perampok, itu aku tidak

tahu. Yang aku tahu ialah si Kumis bernama Uwahige

dan si kurus bernama Sitaki. Pada tubuh si kurus itu,

yang mungkin berasal dari Korea, kelihatan bekas
bekas luka parah."

"Terima-kasih, bapak. Kini aku sudah mendapat

keterangan cukup dari bapak. Aku tak mengganggu

lagi padamu."

Yoko sangat mendongkol kepada perampok
perampok itu. Tentu mereka bermaksud agar supaya

dewi Uzume mendapat tahu akan kedatangannya dan

mencelakakan dirinya. Kini sang dewi tentu sudah

murka dan sedang menantikan kedatangannya, pikir

Yoko.

Ketika Yoko hendak berlalu, ia berseru pada si bapak

tani yang sudah berada ditengah sawah: "Bapak,

tunjukkanlah jalannya kemana aku harus menuju!"51

Tapi bapak tani tak menghiraukan seruan Yoko. Ia

membajak terus tanpa menoleh. Yoko tak memaksa.

Ia melangkah kearah utara dengan penuh semangat.

Belum lama berjalan, tibalah dia disebuah

perkampungan. Para penduduk memandang Yoko

dengan penuh perhatian, namun mereka berdiam diri

saja. Yoko mananyakan jalan menuju lembah gunung

Asosan, tapi tidak seorangpun yang berani

memberikan keterangan. Mereka semuanya

menggeleng-gelengkan kepala menyatakan tidak

tahu. Rupanya penduduk kampung tahu, bahwa

mereka berhadapan dengan Yoko, itu pemuda

sombong yang menangtang dewi Uzume.

Terpaksa Yoko berjalan terus Ia pergi kearah timur,

membelok ke utara lalu mengikuti jalanan kecil yang

melingkar-lingkar. Sebentar-bentar ia tiba di suatu

jalanan buntu, namun ia tidak lekas putus asa. Ia balik

lagi dengan hati penasaran. Lama juga Yoko berputar
putar, masuk keluar semak-semak dan melewati

selokan-selokan, tapi akhirnya ia tiba disebuah jalanan

yang menanjak. Kegirangan dia melari-lari mendaki

jalanan itu yang betul saja menuju keatas bukit di

lamping pegunungan Asosan.52

Hawa udara sejuk nyaman. Matahari bersinar di-balik

kabut-kabut putih. Karena ingin lekas sampai di
puncak, Yoko telah berjalan amat cepatnya. Berkat

ilmunya yang tinggi ia tidak menjadi lelah. Ia kerahkan

seluruh tenaga dalamnya, hingga makin cepat ia

bergerak. Akhirnya ia berlari bagaikan terbang.

Kini tibalah Yoko di simpang jalan. Ia berhenti

sebentar. Dikejauhan nampak sebuah kuil yang men
julang tinggi keawan yang kelu-u-biruan Nah, itulah

rupanya kuil yang dimaksudkan oleh bapak tani h Hati

Yoko girang bukan kepalang, ternyata ia tidak kesasar.

Kini ia tiba ditempat dewi Uzume! Ia ringankan

tubuhnya, lalu melesat cepat kekuil itu.

Dimuka kuil yang sangat indah-agung, Yoko berdiam

sejenak. Keadaan disekitarnya sunyi-aenjap, Tiada

seorang manusia yang luuncul. Tiada sesuatu yang

mencurigakan. Hanya terdengar suara angin meniup

bersilir-silir diantara daun-daun pepohonan yang

tumbuh sangat lebatnya. Ungasungas berkicauan

sangat riangnya, berterbangan dan melompat lompat

dengan berisiknya dari satu kelain dahan. Bunga
bunga sedang berkembang dan menjiarkan bau

harum semerbak.53

Hati Yoko berdebar- debar. Agak menyeramkan

suasana dalam kuil itu, terlampau sepi. Kemudian ia

mengitari kuil itu Dibelakang kuil ia melihat sebuah

taman yang sangat indah dan mengesankan, dengan

bungc-bunga yang beraneka warna.

Sayang, Yoko tidak dapat melihat jalanan kecil yang

tertutup rapat dengan pepohonan disudut taman.

Itulah jalanan yang menembus kelamping gunung,

ialah jalanan rahasia keistananya dewi Uzume!

Perlahan-lahan Yoko membalikkan tubuhnya.Ia

berjalan pula kedepan. Keadaan masih sunyi sepi.

Sejenak Yoko berdiri tegak dimuka pintu. Bayangan

nya terlukis nyata di tanah. Tubuh yang tegap teguh

dan pedang samurai yang seolah-olah bersatu dengan

dirinya.

Kini Yoko melangkah masuk. Berindap-indap ia

bergerak seperti jalannya seekor serigala. Matanya

menatap tajam kedepan, berkilat-kilat penuh hasrat

pertempuran. Ia sudah siap-sedia akan menghadapi

segala kemungkinan. Selangkah demi selangkah ia

maju ke sebuah ruang yang luas. Sekonyong-konyong

matanya bersinar keheranan! Ia melihat sebuah

patung dewi Kannon yang besar. Matanya54

memandang ke sekitar ruang itu, namun ia tidak

melihat manusia atau sesuatu yang mencurigakaunya.

Yoko bergerak menghampiri patung itu. Ia men
jatuhkan dirinya dihadapan dewi pengasih dan

penyayang itu. Berulang-ulang penuh hikmat ia

menciumi kaki patung. Sejenak Yoko mendongakkan

kepalanya memandang wajah dewi Kannon yang

seolah-olah sedang bersenyum kepadanya.

Dengan sujud Yoko menundukkan kepalanya pula.

Mulutnya berkemak-kemik:

"Oh, Dewi cinta, pengasih dan penyayang. Dewi

nan kupuja dan kusanjung, terimalah hormat

hambamu, Yoko. Aku datang dari pulau Okinawa Kini

kebetulan aku menjumpai patung Dewi pujaanku, aku

mohon keberkahan. Semoga Dewi suka melindungi

diriku dalam menunaikan tugasku..."

Seolah-olah ada kekuatan gaib yang menitahkannya,

Yoko mengulurkan tangan kanannya akan memegang

kaki patung itu. Terkejutlah Yoko! Cepat laksana kilat

Yoko menarik tangannya kembali. Kaki patung itu yang

tadi ia rasakan dingin dan keras, kini terasa hangat dan

empuk. Apakah patung itu berjiwa?! Ketika ia hendak

memegang pula, kaki yang putih itu bergeser sedikit.

Yoko terperanjat!55

Yoko hendak bangkit, namun dia rasakan kedua

kakinya bagaikan terpaku diatas lantai. Dengan hati

berdebar-debar keras ia mendongakkan kepalanya.

Yoko menjerit! Patung batu putih itu benar-benar

berjiwa. Dihadapannya berdiri hidup bernyawa... dewi

Kannon!! Dewi cantik itu tersenyum.

Yoko tertegun. Ia hendak berbicara namun senyuman

itu membikin dia menjadi bisu. Perlahan-lahan tangan

dewi cantik itu bergerak menurun. Jari-jari yang lentik
halus mendekati mukanya. Tangan yang berbau

harum semerbak mengusap kelopak matanya. Ketika

jari-jari itu menyentuh kelopak matanya, tubuh Yoko

bergemetar. Rasa kantuk tak terhingga menyerang

dirinya. Kedua matanya menutup rapat. Ia paksakan

akan membukanya pula, namun dia tak bertenaga lagi.

Akhirnya Yoko tertidur nyenyak di bawah kaki patung

dewi Kannon...

***

"Muzutne Hana ? gadis Hana!" terdengar

suara halus merdu memanggil.56

Hana berlari-lari memasuki ruang dewi Uzume.

Setibanya didekat undak-undakan dia menanggalkan

sandalnya dan menjingkap tirai merah tua itu.

Dewi Uzume sedang berduduk diatas tatami ?

permadani yang berwarna biru-tua.

"Pemuda Yoko kini sedang tidur njenjak

dibawah kaki patung dewi Kannon. Sungguh gagah

dan tampan rupanya! Kau akan tertawa terbahak
bahak bila mendengar ia berteriak karena ketakutan,

ketika aku menggantikan tempatnya dewi Kannon.

Waktu ia sedang menundukkan kepalanya, aku sudah

menghilangkan patung Kannon dari pandangannya.

Kemudian aku berdiri dimuka patung itu. Ia kaget

bukan kepalang ketika meraba kakiku. Hi-hi-hi! Yoko,

Yoko! Kau hendak binasakan daku? Tetapi aku tidak

marah. Kau harus menjadi hambaku. Aku sangat

butuhkan pemuda-pemuda yang cakap gagah-perkasa

untuk mencapai tujuanku."

Dewi Uzume tertawa. Ia membetulkan jubah putih

yang melekat pada tubuhnya, jubah yang ia telah

pakai ketika menidurkan Yoko.

"Hana menantikan perintah lebih jauh dari bi
jieng," menegur Hana.57

Tanpa menoleh dewi Uzume menyahuti, "Sebentar

malam aku hendak lakukan upacara tarian.

Beritahukanlah saudara-saudaramu akan menyiapkan

segala keperluan. Yoko akan menjyaksikan tarian kita,

tapi ia tidak boleh bergerak! Matanya boleh melihat

dan pikirannya boleh sadar, namun semua anggota

tubuhnya harus lemas tak berdaya."

"Hai, bi-jieng.'" seru Hana.

"Bila sudah tiba waktunya, bersama-sama Bara

kau angkat pemuda itu. Letakkan dia sedikit jauh dari

tempat upacara, namun Yoko harus dapat melihat

tarian dengan tegas! Kini berikan ia Mizu Tsuki-hosji ?

Air Rembulan-Bintang untuk melemahkan tubuhnya."

"Hana akan menjalankan perintah bi-jieng"

sahut si gadis, murid yang paling dipercaya oleh dewi

Uzume.

Ketika Hana berlalu mengundurkan diri, dewi Uzume

mengguman seorang diri. "Sungguh sayang kalau aku

terpaksa membinasakan dikau, Yoko. Kau sangat,

gagah dan cakap. Mungkin kau pun pintar. Sudah lama

kucari-cari seorang pemuda idam-idamanku. Baru hari

ini aku ketemukan hasrat hatiku. Dia adalah dikau
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yoko! Kau tidak akan binasa seperti itu kerbau-kerbau58

dungu yang berani mencoba-coba kekuasaanku. Kau

akan kujadikan... hambaku yang istimewa!"59

IV

LAPAT-LAPAT terdengar suara seruling dibawa angin

malam, mengalun tinggi disusul suara tambur yang

ditabuh sangat kerasnya.

Yoko tersedar dan terperanjat. Ia melekkan kedua

matanya. Ia mendapatkan dirinya duduk diatas

sebuah batu besar dalam taman. Ia hendak bangkit

berdiri tapi tak kuat akan menggerakkan anggota

badannya pula.

Di manakah kini ia berada, pikirnya dengan hati

cemas.

Di kejauhan nampak berkobar-kobar api ungun

menerangi tempat itu. Di sekitarnya berdiri belasan

gadis, berpakaian kimono putih dengan ikat pinggang

berwarna kuning.

"Apakah kini aku berada disurga," pikir Yoko.

"Bukankah gadis gadis itu sebenarnya bidadari
bidadari yang sedang bermain-main di taman

nirwana?"

Sejenak terdengar pula suara seruling, mengalun-alun

seperti gelombang pasang. Tiupan yang menyeram
kan!60

Serentak gadis-gadis cantik-jelita itu menjatuhkan

dirinya berlutut diatas tanah. Suara tabuhan

terdengar semakin gencar dan keras hingga

membisingkan. Tiupan seruling kemudian berubah

nadanya. Iramanya menjadi lebih hidup dan kuat.

Sekonyong-konyong dari kegelapan keluarlah seorang

wanita. Berpakaian kimono putih dan di dadanya

melekat sebuah peniti bermata batu mirah yang

berkilau-kilauan bagaikan bara. Dengan agungnya dia

melangkah mendekati api ungun. Tangannya

memegang sebuah kipas bundar yang digerak
gerakkan mengipasi badannya. Sungguh cantik wanita

itu!

Hati Yoko berdebar-debar. Dengan mata terbelalak ia

memandang wanita cantik itu, seakan-akan ia hendak

menelannya.

Yoko tidak mengenali, bahwa wanita itulah yang telah

menidurkan dirinya, ketika ia berlutut di bawah kaki

patung dewi Kannon.

"Hai, alangkah cantik wanita itu!" kata Yoko

seorang diri. "Belum pernah aku melihat seorang

wanita demikian eloknya! Mungkin dia wanita

tercantik di dunia ini. Atau aku kini berada disurga?61

Masakan di dalam dunia ada seorang wanita yang

demikian cantiknya?"

Ketika wanita itu berada dekat api ungun, gadis-gadis

yang sedang berlutut dengan serentak berseru:

"Bi-jieng! Bi-jieng!"

Yoko mengerutkan keningnya. Bi-jieng? pikir Yoko. Bi
jieng berarti wanita cantik. Jika gadis itu memanggil

dia wanita cantik, tentu si jelita itu bukannya dewi.

Melainkan seorang manusia biasa saja!

Yoko ingin menggigit jarinya akan mengetahui apakah

ia sedang bermimpi atau tidak, tetapi ia tak dapat

menggerakkan tangannya.

Kini suara seruling dan tabuhan berhenti. Wanita

cantik itu naik keatas sebuah batu besar.

"Bangkitlah, muzune-muzune ? gadis-gadis!

Duduklah di tempatmu masing-masing. Aku sangat

gembira melihat wajah kalian yang cantik jelita. Aku

sangat bahagia memandang sinar mata kalian yang

suci dan setia!"

Dewi Uzume-no-Mikoto menggerakkan kipasnya

dengan penuh gaya. Para gadis itu tak ada yang

bersuara, mereka terpengaruh oleh suara yang

bagaikan mempunyai kekuatan dahsyat. Dengan62

kipasnya dewi Uzume memberi tanda kearah gadis
gadis yang memegang tambur. Serentak terdengar

pula suara seruling, diseling dengan suara tetabuhan.

Sang dewi melemaskan tubuhnya. Ia mulai menari

dengan kipas di tangan. Gayanya sangat menarik dan

halus. Perlahan lahan menuruti irama yang mengalun

ia menggerakkan tangannya ke atas ke bawah.

Matanya melirik tajam ketika kepalanya bergetar ke

samping. Kipasnya bergerak pula dengan gaya yang

mempesonakan. Lemas sekali tubuhnya!

Suara tetabuhan keras nadanya. Tariannya si cantik

makin indah, makin menggairahkan. Makin tajam

lirikan matanya.

Yoko terperanjat. Dibelakang gerakan tarian yang

lemah lunglai kelihatan itu tersembunyi suatu

kekuatan yang maha dahsyat!

Yoko mengenalinya! Itulah gerakan Karate!! Kekuatan

yang amat berbahaya bagi kemanusiaan jika

dipergunakan salah oleh orang yang tak bertanggung

jawab! Ia yakin wanita cantik itu tinggi sekali ilmunya.

Siapakah gerangan si jelita itu, pikir Yoko dengan

cemas. Peluh dingin keluar membasahi seluruh

tubuhnya.63

Sekonyong-konyong pikiran jernih menguasai pula

dirinya. Alangkah kagetnya Yoko, ketika ia insaf bahwa

ia kini berada dalam sarangnya dewi Uzume-no
Mikoto! Dan tarian itu adalah tarian maut di lembah

pegunungan Asosan! Cara bagaimanakah ia bisa

berada ditempat ini? Yoko tidak sempat memikirkan
nya, karena kedua matanya kini melihat pandangan

yang lebih hebat lagi. Suara seruling dan tambur makin

keras, makin gemuruh. Sang dewi menari makin cepat.

Gerakan tangan dan tendangan kakinya kini keras dan

penuh tenaga! Benarlah dugaan Yoko bahwa tarian itu

memang bukanlah tarian biasa, melainkan pukulan
pukulan dan tendangan-tendangan Karate yang

membinasakan!

Dan puluhan gadis gadis cantik yang tadinya

menonton saja kini ikut menari! Berputar-putaran

seperti naga berkecimpungan dalam samudera. Lincah

bagaikan kera, namun dahsyat tak terkira. Gerakan

tangan mereka keras sekali, berkesiur bagaikan angin.

Gerakan kaki penuh tenaga namun tetap bergaya.

Yoko bergidik. Jika puluhan gadis-gadis itu terus

berlatih hingga dapat menandingi ilmunya dewi

Uzume, niscaya dengan mudah mereka dapat

menguasai seluruh negara! Tak ada kekuatan yang

dapat melawan dan menumpas mereka!64

Yoko ingin menerjang. Ia ingin menghunus pedang

samurainya akan membabat binasakan dewi Uzume

beserta pengikut-pengikutnya, tetapi ia tak dapat

gerakkan kaki tangannya. Ia berteriak, namun

suaranya bagaikan hilang di lehernya. Ia cemas tak

kepalang. Ia tak dapat berbuat apa-apa selainnya

menonton saja pertunjukan tarian maut itu.

Tiba-tiba dewi Uzume hentikan tariannya. Suara

tetabuhan serentak berhenti. Puluhan gadis itu pun

berhenti menari. Sang dewi memandang kearah

mereka dengan puas. Tiba-tiba ia berseru dengan

lantang:

"Dunia dewasa ini sudah penuh dengan

kebodohan dan keburukan! Sifat bodoh dan buruk itu

mempengaruhi pikiran manusia. Kaum pria telah gagal

menciptakan dunia yang bebas dari keburukan dan

kebodohan. Mereka berperang, bertarung mati
matian namun mereka tak dapat menjernihkan dunia!

Sifat kebodohan dan keburukan itu bukan saja

meracuni alam pikiran manusia, malahan juga me
racuni udara yang kita hirup! Maka kini adalah

kewajiban kaum wanita untuk membebaskan dunia

dari sifat-sifat itu! Inilah kewajiban kalian, wahai gadis
gadis jelita di hadapanku!"65

"Bi-jieng..." teriak gadis-gadis itu serentak

dengan gemuruhnya.

Dewi Uzume memandang tajam dengan matanya yang

redup alang-alang.

"Kecantikan bila dipergunakan dengan tepat

berarti kekuatan! Kecantikan harus menggantikan

keburukan. Senjata kita berdasarkan kecantikan, maka

wanita mempunyai kekuatan-kekuatan rahasia yang

dahsyat? Senjata yang paling ampuh dan tertua dalam

sejarah manusia. Dengan senjata ini kita dapat

mempengaruhi segala bidang kesenian ilmiah dan

sebagainya. Karena kaum pria bagaimanapun cerdas

otaknya, bagaimana kuatnya pun jua, namun mereka

harus menjadi budak dari kecantikan! Kita telah

berjalan jauh. Namun kita harus berjalan terus maju

kemuka sampaikan tercapai cita-cita kita yang maha
suci. Yaitu melenyapkan keburukan dan kebodohan

dari dunia ini! Bertahun-tahun kaum wanita sudah

gagal melakukan tugasnya, namun kini kita tidak mau

dan tidak akan gagal pula! Kini kitalah yang akan

menyerang terlebih dahulu!!"

Tepuk tangan dan seruan yang sangat merdu

terdengar gegap-gempita.66

"Wanita dipandang oleh kaum pria seperti

sebuah perahu yang dapat dikendalikan semau
maunya. Namun kaum laki-laki tidak insyaf bahwa

sebetulnya wanita adalah sumber daripada

mengalirnya kecantikan dan... kekuatan! Itu lambang

yang melekat pada dadamu ialah seekor ular di

tengah-tengah bunga Sakura berarti kebanggaan kita.

Bila wanita berbergerak, pengaruhnya tak kelihatan.

Bila wanita menyerang, serangannya pasti

membinasakan!"

"Bi-jieng!! Bi-jieng!!"

Yoko terperanjat! Dari setadi ia diam saja

mendengarkan kata-kata dewi Uzume. Kini ia

mengetahui maksud dan tujuan dewi Uzume, yang

ingin membasmi keburukan dan kebodohan dengan
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jalan kekerasan. Maksudnya dewi Uzume yang

tersembunyi pun diketahui oleh Yoko yang cerdik itu.

Ia telah tarik kesimpulan, bahwa wanita itu berhasrat

menghilangkan keburukan dan kebodohan dari dalam

dunia ini. Inilah berarti: wanita itu serta para

pengikutnya berhasrat membinasakan semua orang

yang berwajah buruk atau bercacat. Ia mengumpulkan

wanita-wanita cantik untuk dipergunakan akan

mendapatkan keturunan-keturunan yang cantik pula.

Bila dugaan Yoko tidak keliru, pasti dewi Uzume-no-67

Mikoto akan mengumpulkan juga pria yang gagah
gagah serta cakap!

Dewi Uzume-no-Mikoto bersenyum. Dengan gaya nan

ayu dia gerakkan kipas bundar kearah para

pengikutnya.

"Kita berkumpul pada malam ini akan

menggembleng semangat. Lagipula aku mempunyai

suatu usul yang hendak kukemukakan. Aku ingin

mengambil pula seorang muzume untuk memper
banyak barisan kita. Gadis itu dari keluarga baik-baik.

Ia sangat pintar-cerdik dan cantik-jelita. Gadis itu

bernama Teruko, puteri tunggal dari keluarga Hiragai.

Apakah kalian setuju?"

Suara teriakan setuju serempak terdengar.

Yoko menjadi pucat! Dengan tegas ia mendengar

bahwa dewi Uzume ingin mengambil Teruko. Gadis

cantik yang telah mengisi hatinya. Teruko akan

menjadi mangsa dewi Uzume! Teruko akan diculik dan

dibawa kesarangnya dewi maut itu! Tidak!!

Dengan paksakan tenaganya, Yoko gerakkan kaki

tangannya. Tetapi bagaimanapun dia mencoba,

tidaklah dapat ia gerakkannya, walaupun sedikit saja.

Tubuhnya seperti patung batu yang tak berjiwa. Hanya

kedua matanya dapat memandang, dan pikiran-nya68

dapat berpikir dengan sadar. Ia meronta-ronta terus.

Sejenak angin halus bersilir pada mukanya. Yoko

rasakan dua jari nan halus menyentuh kelopak

matanya, namun ia tak dapat melihat orangnya. Ia

tidak sempat membuka pula matanya, karena begitu

jari-jari itu mengusap, segera kelopak matanya

menutup rapat. Yoko merasa kantuk sekali. Ia

tertidur...

***

Dalam tidurnya Yoko merasa badannya terangkat naik

ke atas udara. Tubuhnya mengapung tinggi di udara

bebas, tak tentu arahnya. Ngeri sekali. Ia tidak tahu

berapa lama ia berada diatas udara. Ketika ia

memandang kebawah, terlihatlah seutas tali sutera

mengikat dirinya. Tali sutera itu turun kebawah.

Perlahan-lahan tali sutera itu menarik badannya. Kini

ia melayang turun Ia turun keatas sebuah kuil.

Badannya tertarik masuk melalui atap-atap kuil.

Yoko terperanjat! Matanya menatap ke bawah

keheran-heranan. Ia melihat dibawah kaki patung

Kannon ditengah ruang kuil, dirinya sedang berlutut

seraya menundukkan kepalanya. Sungguh aneh! Ada69

dua Yoko?! yang satu sedang berlutut dan yang satu

lagi sedang melayang mendekati patung Kannon itu.

Manakah sebenarnya Yoko yang asli? Sungguh gaib!

"Apakah aku sedang bermimpi?" tanya Yoko,

seorang diri.

Ketika ia memperhatikan tali sutera yang mengikat

tubuhnya, ujung satunya lagi mengikat Yoko yang

sedang berlutut.

Perlahan-lahan Yoko bergerak turun dari atas udara,

mengikuti tarikan tali sutera itu, bergerak mendekati

Yoko yang sedang berlutut. Tali sutera makin pendek

dan makin pendek! Ia rasakan kepalanya pusing sekali.

Mendadak Yoko yang turun dari udara dengan cepat

masuk kedalam tubuh Yoko yang sedang berlutut!

Perlahan-lahan Yoko tersadar. Ia membuka kedua

matanya. Ia sangat heran. Apakah barusan dia

bermimpi, pikirnya. Mustahil dalam dunia ini bisa ada

kejadian demikian gaibnya! Ia coba gerakkan kaki
tangannya. Ia dapat bergerak! Yoko cepat-cepat

bangkit berdiri. Di luar kuil terlihat cahaya matahari.

Dengan girang Yoko berlari keluar. Ia hirup hawa

udara pagi yang sejuk.

Sekonyong-konyong teringatlah Yoko akan

pengalamannya semalam. Terkilas dalam pikirannya70

kata-kata dewi Uzume yang hendak mengambil

Teruko! Yoko berlari ke sisi kuil. Ia mencari itu tempat

di mana semalam telah diadakan tarian maut. Ia

berlari masuk kedalam taman yang berada dibelakang

kuil, namun tidak terlihat bekas-bekasnya.

Yoko sangat penasaran. Mendadak ia berteriak-teriak

memanggil orang, namun tiada seorang manu-siapun

yang menyahuti dia. Hanya terdengar kumandang

suaranya sendiri yang berbalik dari lamping gunung.

Seekor binatangpun tidak tertampak disekitar tempat

itu. Keadaan sangat sunyi. Terlampau sunyinya.

Yoko jatuhkan dirinya diatas rumput. Ia harus berpikir.

Cara bagaimanakah ia harus menolong Teruko dari

culikan wanita iblis itu? Bila kini ia bertemu dewi

Uzume, sudah pasti ia akan serang dan binasakan dia!

Namun jangankan dewi Uzume, para muridnya pun

tidak kelihatan batang hidungnya.

Yoko berpikir keras. Apakah mungkin semalam

bukannya dewi Uzume dan para muridnya yang dia

lihat, hanya iblis iblis penjaga kuil keramat itu?

Mungkin juga kuil itu sarangnya iblis-iblis atau setan
setan, pikir Yoko. Bulu romanya Yoko pada bangun. Ia

merasa takut juga berada sendirian ditaman sepi yang

menyeramkan itu.71

Sekonyong-konyong ia meraba pedang samurainya!

Senjata pusaka itu masih tetap bergelantungan pada

pinggangnya.

"Apakah semalam benar-benar aku telah

bermimpi? Pikiranku terlalu ditujukan kepada dewi

Uzume. Mungkin ketika aku sedang berlutut di

hadapan patung Kannon, aku telah ketiduran dan

mimpikan seorang wanita cantik mengusap-usap

kelopak mataku. Ha! Kini kuingat! Wanita cantik itu

serupa benar dengan dewi Uzume! Sudahlah pasti

dewi Uzume yang telah menidurkan diriku! Tidak,

tidak, aku tidak bermimpi! Mungkin kini ia

bersembunyi di dalam patung Kannon," pikir Yoko.

Dengan hati berdebar-debar Yoko berlari masuk ke

dalam kuil. Ketika sampai di hadapan patung Kannon

yang terbuat daripada batu putih, ia memandang

dengan seksama.

"Bila dewi Uzume bersembunyi dalam patung,

darimanakah dia masuk?" pikir Yoko. Patung itu padat

sekali dan tidak ada bagian-bagian yang mencurigakan

akan dapat dipakai sebagai lubang masuk.

Tangan Yoko menekan-nekan seluruh patung besar

itu, memeriksanya dengan teliti. Tiba-tiba ia jadi

beringas.72

"Aku tak boleh berdiam lebih lama lagi disini.

Aku harus menolong Teruko!" teriak Yoko

mengguntur. "Bila dewi Uzume sudah menculik

Teruko, pasti aku tak dapat menolongnya lagi. Aku tak

tahu di mana sarangnya dewi penyebar maut itu. Aku

harus kembali!! Aku harus lekas kembali kerumah

bapak Hiragai!!"

Yoko melangkah keluar dari dalam kuil. Dengan

pergunakan ilmu meringankan tubuh dia berlari

bagaikan terbang diatas jalanan yang menurun.

Yoko hentikan langkahnya. Ditengah-tengah jalan

kecil sempit di lamping pegunungan nampak seorang

nenek yang rambutnya sudah putih. Nenek itu duduk

menghadang ditengah jalan. Ia memegang sebuah

tongkat dari batang pohon. Bajunya sudah compang

camping dan dahinya terikat dengan sehelai kain putih

yang sudah kotor. Wajah dan lengan nenek itu sudah

keriput, menyatakan usianya sudah lanjut benar.

"Nenek, aku numpang lewat." mohon Yoko

seraya berjalan mendekati.

Si nenek tetap berdiam diri. Ta tidak kisarkan

tubuhnya sedikitpun jua. Kedua matanya memandang

penuh kegusaran pada Yoko.73

Karena tidak mendapat jawaban, Yoko menduga

bahwa orang-tua itu tentu sudah lemah pendengaran
nya. Maka ia berseru pula dengan keras, mengulangi

permohonannya.

Mendengar teriakan Yoko si nenek menjadi murka

sekali. Ia angkat tongkatnya dan menuding-nuding

dengan Bengitnya.

"Kurang ajar! Apa kau kira aku tuli?! Apa kau

kira aku budakmu yang dapat dibentak-bentak?!"

Yoko terperanjat. Nyata nenek itu masih terang

pendengarannya. Mengapakah tadi dia berdiam saja

ketika ia memohon lewat?

Karena Yoko mendapat didikan baik dari gurunya,

maka ia tidak balas mencaci. Ia membungkukkan

badannya memberi hormat dan membujuk dengan

suara lemah-Iembut:

"Aku menghaturkan maaf bila perkataanku tadi

tidak sopan. Sudilah kiranya nenek memberi aku

tempat lewat? Aku hendak pulang cepat-cepat. Aku

ada urusan penting."

Wajah si nenek tidak berubah. Ia tetap tidak mau

minggir, malahan ia pentang kedua kakinya,

menghadang jalanan sempit itu.74

"Maaf?!"mengejek si nenek. "Hm, sudah

berlaku kurang ajar terhadap orang-tua, lalu kau

meminta maaf? Aku belum senang kalau belum

menghajar kau dengan tongkatku!"

Yoko hendak tertawa. Apakah nenek itu mengira dia

seorang bocah cilik, hendak dihajar sembarangan?

Yoko sudah hendak gerakkan kakinya akan
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meloncatkan Si Nenek itu. namun dia urungkan niat
nya. Ia kuatir nenek itu makin murka dan ia akan

berdosa bila nenek itu karena amarahnya menjadi

terluka.

Yoko memohon lagi, namun si nenek tak meng
hiraukannya. Bila Yoko tidak mempunyai kepentingan

yang mendesak, pastilah ia akan menanti sampaikan si

nenek berubah pikirannya dan minggir ketepi. Namun

kini ia sedang mengudak waktu, ia harus secepat

mungkin sampai dirumahnya bapak Hiragai. Yoko

tidak sabar lagi.

"Nenek" ujar Yoko, "bila kau tidak mau

memberi aku lewat, terpaksa aku harus geser

tubuhmu."

Si nenek berteriak bahna gusarnya. Wajahnya menjadi

beringas.75

"Bedebah! Kalau tanganmu herani menyentuh

tubuhku, aku akan mampuskan dikau!"

Habislah kesabaran Yoko. Ia menghampiri si nenek.

Tangannya menjangkau. Sekonyong-konyong bagai

kan kilat, tongkat Si Nenek menyambar tangan Yoko.

Dengan terperanjat Yoko cepat-cepat menarik

kembali tangannya yang terasa sakit sekali. Sungguh

keras pukulan si nenek itu, menyatakan bahwa Si

Nenek bukan sembarang orang. Bila bukannya Yoko

yang dipentung, sudah pasti orang itu akan berteriak
teriak bahna kesakitan.

Seraya bangkit berdiri, Si Nenek menghantam pula

dengan tongkatnya. Dengan cepat Yoko loncat

mundur kebelakang. Pukulan itu sangat dahsyatnja!

Bila pukulan itu mengenakan sasarannya, pastilah

kepala Yoko hancur remuk. Kini Yoko tidak boleh

lengah, la harus berhati-hati terhadap nenek yang

ganas itu.

Bagaikan harimau betina Si Nenek menyerang pula.

Tongkatnya bergerak membinasakan! Angin berkesiur

karena cepatnya hantaman itu. Tapi kali ini Yoko

sudah siap-sedia. Ia hendak jijal kekuatan tangannya

yang sudah terlatih bertahun-tahun lamanya.76

Ia kerahkan seluruh tenaga dalam ke arah lengang.

Cepat laksana kilat, tangannya bergerak keatas,

menghantam tongkat yang menurun. Terdengarlah

suara bentrokan yang dahsyat! Tongkat Si Nenek

seolah-olah memukul batu. Yoko tak merasa apa-apa,

sebaliknya nenek itu terhujung mundur beberapa

langkah dengan wajah pucat.77

"Sudahlah, nenek. Aku menyerah kalah,"

merendah Yoko. "Aku tidak bermusuhan kepada

nenek."

"Bila kepalamu sudah kupukul hancur, barulah

aku puas!" teriak si nenek bagaikan gila. Wajahnya kini

berubah menyeramkan sekali. Rambutnya yang putih

jatuh terurai-urai diatas bahunya.

Tanpa ayal si nenek bergerak lagi. Kini serangannya

bertubi-tubi, bagaikan taufan melanda. Yoko tetap

waspada. Nyata lawannya tidak boleh dipandang

enteng. Tubuhnya sangat lemas, tapi gesit sekali. Si

nenek meloncat kian-kernsri seraya menghantam

keras dengan tongkatnya. Tenaga si nenek sungguh
sungguh dahsyat sekali!

Karena Yoko hendak cepat cepat mengakhiri

pertempuran itu, maka Yoko kini balas menyerang.

Tongkat si nenek berputar-putar memukul tubuh

Yoko, tapi tidak ada satu pukulan pun yang mengenai

sasarannya, karena Yoko terus mengelak.

Tiba-tiba Yoko berseru dengan keras. Ia mendekatkan

si nenek. Tongkat menyambar turun ke samping Yoko.

Secepat kilat Yoko menaikkan tangan kirinya ke

samping, menahan tongkat yang selang menurun.

Mendadak dengan kecepatan luar biasa, tangan78

kanannya memukul kebawah. Melihat tong-katnya

hendak dipatahkan, Si Nenek lekas-lekas menarik

Terlambat! Tongkatnya patah terbelah dua!

Si nenek berteriak bahna kagetnya. Cepat-cepat ia

bergerak mundur seraya memagang tongkat itu yang

tinggal separuh. Kemudian dengan sengitnya ia

lontarkan separuh tongkatnya itu kearah Yoko yang

sedang tersenyum.

Yoko tertawa, mengelakkan diri. Batang pohon itu

melesat disamping kepalanya, jatuh kedalam jurang.

Sekonyong-konyong si nenek meloncat tinggi ke

lamping gunung. Ia berlari pergi. Dalam sekejap ia

menghilang di belakang batu-batu gunung.

Yoko menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tinggi juga ilmunya si nenek," gumannya

seorang diri "tapi mengapakah ia begitu bermusuhan

terhadapku?"

Yoko berlari melanjutkan perjalanannya.

***79

"Hana! Hana!" seru dewi Uzume berulang
ulang.

"Hai, bi-jieng!" sahut Hana sambi! berlari lari ke

pinggir kolam renang.

Dewi Uzume tengah herkecimpungan dalam air yang

jernih kebiru-biruan. Sejenak sang dewi naik ke tepi

kolam. Hana tersipu-sipu mengambil sebuah handuk

dan menyusuti tubuhnya sang dewi yang putih

bagaikan salju gunung Fuji.

"Apakah Himawari sudah kembali?"

"Belum, dewiku" sahut Hana sambil tertawa cekikikan.

"Mengapa kau tertawa?"

"Sungguh lucu, dewi! Ketika aku melihat

Himawari keluar dari kamarnya, ia sudah berubah

menjadi seorang nenek. Pandai benar ia menyaru

sampaikan aku tak mengenalinya. Hi-hi-hi! Kepalanya

terikat secarik kain dan ia membawa batang pohon

untuk tongkatnya."

Sang dewi tersenyum.

"Itulah berkat ramuan daun-daun dan akar-akar

pohon yang kujadikan serupa obat untuk membikin

kulit menjadi keriput."80

"Sungguh bi-jieng sangat pandai," memuji

Hana. "Kalau dewi tidak berikan obat punahnya

supaya kulit mukanya yang sudah keriput itu menjadi

halus pula seperti sediakala, pastilah Himawari akan

menggantung diri. Gadis manakah yang tidak menjadi

putus asa, bila kulit mukanya nan putih halus menjadi

keriput?"

Sejenak dari jalanan kecil yang menuju kekolam

renang itu terdengar suara langkah kaki mendatang.

Seorang gadis cantik-jelita berpakaian kimono putih

dengan ikat pinggang warna kuning berjalan

menghampiri. Matanya yang indah bersinar halus ke

muka.

Hana menoleh.

"Himawari sudah kembali, bi-jieng" serunya

kegirangan.

Sang dewi gerakkan tubuhnya yang langsing, dan

berpaling ke arah si pendatang. Air kolam masih turun

menetes notes dari kepalanya, membasahi bajunya

yang putih bagaikan butir-butir mutiara bertaburan di

atas gumpalan kapas.

"Bagaimana, Himawari ? bunga matahariku?

Apakah kau berhasil menghadang Yoko?"81

"Ampun, bi-jieng." sahut Himawari seraya

memberi hormat dan menundukkan kepalanya.

"Pemuda itu sakti luar biasa. Aku tak dapat

melukainya. Serangan-seranganku yang berbahaya

dengan mudah saja dapat dielakkannya. Pukulan
pukulanku yang dahsyat tak dapat menyentuh

tubuhnya. Akhirnya ia dapat patahkan tongkatku. Aku

terpaksa melarikan diri. Aku kuatir ia melukai diriku."

Dewi Uzume tersenyum.

"Aku tidak bermaksud membinasakan dia,

Himawari. Aku hanya ingin agar ia datang terlambat di

rumahnya keluarga Teruko. Memang aku sudah duga

Yoko gagah perkasa dan tinggi ilmunya. Sudahlah, kau

telah melakukan tugasmu dengan baik. Kau boleh

mengundurkan diri saja kalau enggan turut berenang

dalam kolam ini."

"Terima-kasih, bi-jieng," sahut Himawari. Ia

segera berlalu.

Sekonyong-konyong Hana berkata:

"Dewi, mengapakah kau tidak menyuruh aku

yang menghadang Yoko?"

Dewi Uzume tersenyum. Senyuman yang sangat

menggiurkan dan manis bagaikan madu.82

"Kalau aku mengirimkan dikau, aku kuatir kau

jatuh cinta pada pemuda itu."

Muka Hana bersemu kemerah-merahan. Darahnya

tersirap naik. Ia sangat malu, maka ia lekas-lekas

tundukkan kepalanya tanpa berkata-kata pula.

Dewi Uzume tertawa.

Penuh gaya yang menggairahkan ia bangkit, berdiri.

Handuk yang menutupi tubuhnya perlahan-lahan

jatuh ke bawah. Dengan sekali enjot, tubuhnya jatuh

melesat ke dalam air. Air kolam muncrat membasahi

muka Hana yang sedang berduduk menundukkan

kepalanya.83

V

"TOLONG! Tolooong!!"

Yoko segera hentikan larinya.

"Tolong! Ada harimau! Tolooong!'

Tanpa pikir lagi Yoko ayun tubuhnya meloncat ke

lamping gunung. Ia masuk kedalam semak belukar

darimana suara itu datang.

Tiba-tiba Yoko melihat seorang gadis desa sedang

menangis tersedu sedu seraya menutupi mukanya.

Yoko memandang ke sekitarnya dengan hati

berdebar-debar. Namun ia tidak melihat binatang

buas yang ditakuti gadis desa itu.
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar Yoko datang, si gadis melepaskan tangan

dari mukanya. Tampaklah mukanya yang cantik, basah

penuh air-mata. Seluruh tubuhnya bergemetar karena

ketakutan.

Yoko tertegun.

"Duhai, alangkah cantiknya gadis desa ini,"

gumannya penuh kagum.

"Mana harimaunya, dik?" tanya Yoko.84

Si gadis tidak menjawab. Hanya kedua matanya yang

bergerak, menatap kearah semak belukar. Jarinya

yang lentik menunjuk ke tempat yang lebat dengan

pepohonan.

Berindap-indap Yoko mendekati tempat itu. Namun

jangankan binatangnya, sedang bekas-bekasnya pun

tak tampak.

"Mungkin kau salah lihat," kata Yoko. "Disini

tidak ada apa-apa."

Kini si gadis sudah dapat menenangkan dirinya.

Dengan suara merdu ia menyahut :

"Tidak! Aku tidak salah lihat Aku melihat

kepalanya yang amat menakutkan. Mulutnya terbuka

lebar bingga terlihat gigi-giginya yang tajam. Mungkin

binatang itu sudah kabur ketika kau datang."

"Nah, kalau harimau itu sudah pergi, akupun

akan meneruskan perjalanan."

"Jangan pergi dulu!" mohon si gadis. "Aku

takut! Tolonglah antarkan daku turun dari bukit ini.

Mungkin harimau itu akan datang lagi dan menerkam

aku!"

Yoko tak tega hatinya meninggalkan gadis jelita itu

seorang diri.85

"Baik, aku hantarkan kau. Tapi terpaksa aku

harus mendukung dikau, karena waktuku sedikit.

Kalau turun dari bukit melalui jalanan biasa, tentu

makan banyak waktu."

Si gadis desa emoh3 digendong Yoko. Ia menggeleng
gelengkan kepalanya.

"Aku menyesal sudah mengganggu kau. Melihat

pedang tergantung pada pinggangmu, tentu kau ini

seorang pendekar. Memang seorang pendekar selalu

tidak mempunyai banyak waktu karena harus

melakukan tugas-tugas yang berbahaya."

Gadis itu melangkah mendekati Yoko. Matanya

menatap mesra melemaskan sendi-tulang pemuda

dihadapannya Dengan suara lemah-lembut ia berkata:

"Kasihanilah diriku. Jangan gendong aku. Aku

kuatir terlihat orang. Penduduk desa akan heboh dan

mencaci habis-habisan. Ayahku akan marah dan

memukul tubuhku. Apakah kau tidak kasihan pada

aku, pendekar muda?"

Yoko menjadi bingung. Ditinggalkan saja gadis cantik

itu diatas bukit, ia tak sampai hati. Bila ia mengawal

gadis itu turun melalui jalanan kecil yang berliku liku.

3 Tidak mau86

tentu memerlukan waktu lama. Sedangkan dia harus

lekas-lekas kembali ke rumahnya bapak Hiragai yang

letaknya jauh sekali, Bila terlambat datangnya

mungkin Teruko tidak dapat ditolong lagi!

Rupanya gadis desa itu dapat menerka pikiran Yoko

yang sedang beraangsi.

"Aku tahu kau seorang budiman. Marilah kita

jalan, pendekar muda," ujarnya seraya menarik

tangan Yoko.

Terpaksa Yoko mengikut. Mereka berjalan di jalanan

kecil dilamping pegunungan, si gadis desa berjalan di

sisinya. Sebentar-bentar tubuh gadis remaja itu

menyentuh tubuhnya Yoko. Entah disengaja atau

tidak.

Yoko melangkah cepai. Namun segera gadis itu

memekik:

"Jangan cepat-cepat! Aku tak dapat mengikuti dikau."

Terpaksa Yoko perlambat langkahnya.

"Kau hendak mencari apa naik ke atas gunung

seorang diri saja?" tanya Yoko yang sudah mulai kesal.

"Aku disuruh ibu mencari kayu bakar. Karena

pemandangan alam sangat indahnya, tanpa terasa aku87

terus jalan mendaki gunung. Aku belum pernah

ketempat ini, maka aku tak tahu yang disini ada

banyak binatang buas," sahut si gadis seraya

mengulum senyumnya. Yoko cepat-cepat mengalih
kan pandangannya.

Sepasang muda mudi itu menurun terus. Sebentar
bentar mereka harus menerobos semak-semak

belukar karena jalanan kecil itu sudah tak diurus lagi.

Bila mendekati tempat yang lebat, si gadis segera

memegang erat-erat lengannya Yoko. Berdebar
debarlah hati Yoko. Tak biasalah dia disentuh kaum

Hawa.

Karena Yoko berdiam diri saja, maka gadis remaja itu

mulai bicara pula.

"Namaku Bara. Berarti bunga Mawar. Ayahku

namakan aku Bara karena waktu aku dilahirkan,

pohon mawar yang tumbuh di muka rumah kami

sedang semarak berkembang. Menurut penduduk

desa, aku mempunyai kecantikan serupa bunga

mawar. Bagaimana pendapatmu, apakah betul-betul

parasku cantik bagaikan bunga mawar?"

Yoko menggeleng-gelengkan kepalanya. Tadi waktu

ketakutan Bara sangat alim. Hendak digendong Bara88

kuatir akan menjadi buah tutur penduduk desa, tetapi

kini mendadak sontak dia berubah menjadi genit.

"Aku tak tahu! Aku tak suka akan bunga

mawar," sahut Yoko dengan singkat.

Si gadis desa roonjonakan mulutnya nan kecil mungil.

Namun matanya memandang tajam pada Yoko.

"Mengapa kau tidak suka akan bunga mawar?"

tanya si gadis penasaran.

"Karena ia berduri!"

"Tetapi aku tidak berduri," menggoda si gadis.

"Aku tidak maksudkan kau. Aku maksudkan

bunga mawar."

"Sayang aku tidak punya duri. Aku akan tusuk

hatimu supaya terluka!" seru Bara pura-pura marah.

Dengan aleman4 dia letakkan sebelah tangannya atas

pundak Yoko. Lekas-lekas Yoko kibaskan tangan itu.

"Jangan main-main, Bara! Lekas jalan!"

hardiknya dengan mendongkol. "Aku mempunyai

tugas penting!"

4 Tanpa risih89

"Tugas apa sih?" bisik si gadis seraya melirik

dengan genitnya. "Aku telah beritahukan namaku dan

kini aku ingin sekali mengetahui namamu."

"Namaku Yoko," sahut si pemuda.

Matahari sudah mendoyong ke sebelah barat. Hari

hampir petang. Yoko memandang kemuka dengan

kesalnya. Jalanan yang harus ditempuh akan sampai

dibawah kaki gunung masihlah jauh.

Sejenak Yoko teringat akan Teruko yang sedang

terancam mara-bahaya. Sekonyong-konyong Yoko

menyambar pingangnya gadis desa itu. Ia taruh Bara

dibelakang tubuhnya. Dengan mendukung Bara, Yoko

melompat kebawah menuruni lamping-lamping

unung. Bara tidak meronta-ronta dalam pondongan

Yoko, malahan dia memeluk erat-erat tubuhnya Yoko.

Ketika tiba diatas jalanan dibawah kaki gunung, Yoko

turunkan Bara, yang seakan-akan ogah melepaskan

pelukannya.

"Nah, kini kau bisa pulang sendiri," kata Yoko.

"Kau tak perlu ku kawal lagi."90

"Apakah kau tidak mau singgah dulu di

rumahku, Yoko? Ayah tentu sudah pulang dari sawah,"

mengundang Bara dengan manjanya.

"Terima-kasih. Lain kali saja kalau aku kebetulan

lewat ditempat ini."

"Kalau kau tidak mau mampir kerumahku, aku

akan kembali kebutan mencari kayu. Kau tidak tahu

sih. Yoko, yang ibuku akan mencomel bila aku kembali

tidak membawa kayu," sahut si gadis, yang lantas

berjalan pula keatas gunung.

Melihat kelakuan gadis itu, Yoko mau tak mau

tertawa. Betul-betul sukar dimengerti jiwa kaum

wanita! Namun kini ia tak menghiraukan lagi gadis

desa itu. Waktu sudah mendesak Segera ia balikkan

tubuhnya dan cepat bagaikan sang bayu ia berlari pula

menuju desanya bapak Hiragai.

Baru saja Yoko berlalu si gadis enjot tubuhnya.

melesat naik keatas bukit. Bagaikan seekor kera betina

ia loncat dari satu kelain dahan, bergerak gesit kearah

puncak gunung Asosan.

Bara adalah salah-satu muridnya dewi Uzume. Sang

dewi telah perintahkan dia untuk menghadang Yoko

agar terlambat datangnya di rumahnya bapak Hiragai.91

Nyata sang murid yang cantik jelita itu telah menjalan

kan tugasnya dengan sempurna.92

VI

AYAM berkokok dengan riuhnya di senja pagi ketika

Yoko tiba di desanya bapak Hiragai. Ia telah berlari

sangat cepat. Ia telah pergunakan ilmu meringankan


Pasangan Detektif Partners In Crime Lima Sekawan 6 Rahasia Di Pulau Kirrin Gadis Hari Ke Tujuh Karya Sherls

Cari Blog Ini