Ceritasilat Novel Online

Legenda Yang Hilang 1

Dewi Ular Legenda Yang Hilang Bagian 1



Legenda Yang Hilang

Oleh Tara Zagita

Serial Dewi Ular

Cetakan Pertama

Gambar Sampul oleh Fan Sardy

Penerbit Sinar Matahari

Jakarta

Hak Cipta dilindungi oleh Undang Undang

Sumber buku : Awie Dermawan

Kolektor Ebook

****

SELAMA kuburan masih menjadi tempat menyimpan orang mati, suasananya tetap Saja berkesan angker. Kegelapan malam sering menaburkan bayangan yang menyeramkan di sekitar kuburan mana pun. Aroma wangi kembang juga sering tercium oleh orang yang lewat tak jauh dari kuburan.

Pantas jika bulu kuduk Hindi menjadi merinding ketika mobilnya melintas di depan pintu gerbang tanah pemakaman umum itu. Hindi mengemudikan mobil sendiri dalam keadaan kaca 'samping terbuka. Aroma bau wangi bunga Kamboja terhirup olehnya dan menimbulkan kecemasan kecil di hati. '

Wanita muda itu berusia sekitar 28 tahun, masih single. Dia adik kandung mendiang Nyonya Misye, yang meninggal akibat gangguan dari Iblis Abrada, (Baca serial Dewi Ular'dalam episode: "IBLlS SERONG").

Wanita muda berambut lurus sepundak dengan bagian depan diponi itu tak bisa menangguhkan niatnya untuk datang ke rumah

Kumala Dewi. Ada sesuatu yang amat penting harus segera dibicarakannya dengan Kumala Dewi. Maka walaupun sudah pukul delapan malam lebih, Hindi tetap menuju ke rumah Kumala,'si paranormal cantik itu. ' Sebenarnya bisa saja ia menelepon Kumala Dewi. Tetapi apa yang ingin disampaikan kepada si anak bidadari itu cukup panjanglebar. sehingga jika dilakukan lewat telepon akan memakan pulsa banyak. Hindi pun tak ingin menunda niatnya, karena persoalan yang dihadapi merupakan persoalan yang tak bisa dibiarkan sampai berlarut-larut. '

"Hanya Kumala yang bisa menangani'kasus ini! Aku yakin hanya dia yang mampu menyelesaikannya. Mudah-mudahan dia ada di rumah!" ujarnya dalam hati dengan nada sedikit tegang.

Banyak orang yang pernah mendengar nama Kumala Dewi. tapi belum tentu orang itu pernah bertemu dengan anak bidadari tersebut. Sebagian orang yang sudah kenal dengan Kumala mengetahui asal usul si paranormal cantik itu, tapi tidaksemua mempercayainya.

"Dia memang mempunyai kekuatan supranatural cukup tinggi. itu aku percaya' Tapi tentang dirinya adalah anak dewa yang dibuang ke bumi dan menjadi gadis cantik yang memburu cinta sejati dari seorang lelaki, oooh saat itu nanti dulu. Nggak mudah membuatku percaya. Kurasa itu hanya sebuah dongeng, atau legenda yang telah lama hilang? . Ada pula. yang mengatakan,

"Cerita itu hanya sebuah kiasan saja. Bahwa betapa sulitnya mencari cinta sejati itu, sampai-sampai anak dewa pun diturunkan ke bumi untuk ikut berlomba mencari cinta sejati. Jadi pengertian tentang Kumala Dewi adalah anak bidadari yang aslinya bernama Dewi Ular dan dibuang ke bumi untuk mencari cinta sejati, itu semua hanya kiasan belaka. Bukan dalam arti yang sesungguhnya. Secara langsung maupun tidak langsung, Kumala memang pernah mendengar pendapat orang seperti itu. Bagi Kumala, siapa pun bebas berkomentar tentang dirinya, bebas menilai dan bebas berpersepsi. Kumala merasa tak periu ngotot membela diri di depan orangorang yang kurang mempercayai jati dirinya itu. Baginya. yang penting orang itu tidak

mengusik ketenangannya. tidak mengganggu kehidupannya, cukup! Tak ada yang perlu diperdebatkan lagi

Mereka menjadi tidak percaya dengan jati diri Kumala sebenarnya, sebab penampilan Kumala memang tidak seperti bidadari dalam dongeng-dongeng klasik. Kumala tidak mempunyai sayap, tidak memakai selendang, tidak terbang ke langit dan sebagainya. Kumala hanya memiliki seraut wajah cantik yang amat memukau dan menarik perhatian lawan jenisnya. Selain sangat cantik, ia juga mempunyai tubuh yang sexy dan bentuk dada yang indah, walau bukan berarti montok sekali. Ukuran dada itu adalah ukuran yang ideal. Dan bukan merupakan lambang sex-apple. Jadi tidak.seperti dadanya Madona atau bintang Hollywood lainnya. ,

Seringnya Kumala tampil dengan jeans ketat dan blus yang dirangkap jaket atau rompi itu membuat orang semakin tidak percaya bahwa Kumala adalah bidadari muda keturunan Dewa Permana dan Dewi Nagadini. Apalagi jika mereka bertemu Kumala di sebuah cafe atau diskotek. maka mereka akan semakin tidak percaya lagi. '

"Mana ada bidadari kok ke diskotek? Mana. ada anak dewa kok nongkrongnya di cate?! Nggak mungkin dong."

Begitu komentar mereka tanpa menyadari bahwa pikiran mereka sebenarnya terlalu kolot dan kuno. Mereka belum bisa berpikir bahwa dalam era globalisasi ini: tidak ada salahnya seorang bidadari tampil trendy.

"Adaptasi zaman dan penyesuaian mode bukan saja monopoli manusia di permukaan bumi, melainkan juga menjadi milik penghuni Kahyangan yang turun ke bumi dan beradaptasi dengan kehidupan sekelilingnya," ujar Kumala saat berbicara dengan seorang kenalannya yang merasa janggal melihat bidadari mengenakan jaket blue jeans tanpa dikancingkan.

Seperti halnya pada malam itu, si Dewi Ular tampil di tengah-tengah pengunjung Mc Donald's. Ia mengenakan celana pendek kasual dengan atasan T-shirt berkrah pendek. Rambutnya yang panjang hanya digulung naik asal-asalan dan mengenakan penjepit rambut sederhana.

ia tampak cantik sekali. Aroma cendana dan pandan yang keluar dari tubuhnya dapat

tercium dari jarak 10 meter lebih. Malam itu Kumala mengenakan perhiasan alakadarnya, tidak berlebihan, tapi justru membuat banyak orang menaruh simpati padanya.

"Aku ke toilet sebentar," kata Pandu sambil bergegas bangkit.

"Ada uang kecil nggak?"

"Ada...." jawab Pandu sambil pergi meninggalkan Kumala sendirian.

Kumala masih sibuk menghabiskan sisa kentang gorengnya. Ia memakannya seperti malas-malasan, dimakan dengan dicocolkan pada sambal satu persatu. Pandangan mata Kumala tertuju pada beberapa orang yang tertarik pada counter toto swalayan.

Selagi Kumala sendirian,.tiba-tiba ada seorang wanita yang datang mendekatinya. Wanita muda itu diperkirakan baru berusia sekitar 25 tahun. Tubuhnya tak terlalu gemuk, tapi juga tak bisa dibilang langsing. Ia tepat dikatakan sebagai perempuan bertubuh seksi, padat dan berisi.

"Maaf, betulkah Anda yang bernama Kumala Dewi?" tegur wanita muda berparas ayu itu. Kumala menyambutnya dengan senyum ramah.

"Ya, benar. Aku memang Kumala Dewi. Dari mana kau mengenaliku?"

"Hmm. aku... aku pernah melihat tayangan wawancaramu di teve. Tapi sayang waktu itu aku nggak sempat mencatat nomor telepon dan alamatmu. Ja... jadi aku kebingungan mencarimu belakangan ini."

"Duduklah." ujar Kumala, karena wanita muda yang sebaya dengannya itu sejak tadi bicara sambil berdiri. .

"Boleh kutahu namamu?"

Wanita muda itu tersenyum ceria. Ia tampak merasa lega dan senang sekali dapat bertemu dengan paranormal cantik itu.

"Namaku Delvin Aristina: Hmm. __tapi banyak yang memanggilku Delvin saja."

"Nama yang cantik sekali itu," sanjung Kumala menyenangkan hati pengagumnya.

"Kau masih kuliah atau ."

"Aku sudah bekerja. Aku bekerja di sebuah bank yang selamat dari ancaman likuidasi."

"Ah, bisa aja kamu, Del," Kumala Dewi tertawa kecil. Pelan sekali. Berkesan menanggapi keramahan si gadis berambut potongan Shaggy itu.

"Sudah beberapa hari ini aku sangat berharap dapat bertemu denganmu. Reputasimu sebagai paranormal berkemampuan tinggi suudah kukenal cukup lama."

"Berkemampuan tinggi sih nggak juga, ya? Cuma... sekedar biasa saja." Kumala merendahkan diri, menunjukkan bahwa ia bukan gadis yang gila sanjungan.

"Kau memang orang yang suka merendah, Kumala. Tapi terlepas dari semua itu, sekarang hatiku merasa senang sekali, karena harapanku itu menjadi kenyataan. Sayang sekali kita bertemu di tempat umum seperti ini."

"Ada sesuatu yang bisa kubantu, Delvin'?"

"Hmmm... apakah apakah aku boleh bicara di sini?" _

"Kalau kamu merasa malu bicara di tempat umum seperti ini, kurasa bisa kau bicarakan garis besarnya saja." _

"Oh. ya... kurasa memang garis beSarnya saja," Delvin kelihatan agak resah. Kumala Dewi justru tetap tenang dan masih menyunggingkan Senyum tipis dari keramahannya. Sesekali mata Kumala melirik ke arah 'jalan menuju toilet. Si tampan Pandu belum kelihatan batang hidungnya. Kumala hanya mendesah kesal dalam hati.

' Kumala. terus terang saja. aku ingin me minta pertolongan padamu. Sudah hampir satu minggu ini aku mengalami keanehan yang nggak masuk akal dan sulit dipercaya oleh siapa pun Karenanya-. aku belum berani menceritakan keanehan ini kepada keluargaku maupun kepada teman-temanku."

"Keanehan seperti apa maksudmu, Delvin? Tolong jelaskan secara singkat saja," sambil Kumala menarik badan hingga punggungnya bersandar lebih santai

"Sekitar lima hari ini, aku sering ,. sering... aku...."

Delvin tampak ragu-ragu untuk melanjutkan ucapannya. Ada sesuatu yang membuat kata-katanya terhenti dan wajahnya menjadi tegang. Ia menggaruk lengannya sendiri. Garukan itu makin lama makin membingungkan. Rupanya Delvin merasakan gatal-gatal di sekujur tubuhnya. . .

"Ada apa, Delvin?" Kumala memandang dengan dahi berkerut heran.

"Akur 0h akuu... aduh. aduh gatalnya... ooh. lihat lihat, Kumala...?"

Kedua lengan Delvin diulurkan ke depan. Kulit lengan yang kuning tampak berubah kemerahan, sedikit berasap. bahkan Kulit wajah Delvin pun mengalami perubahan. Wajah yang -bersih mulus itu menjadi berbintik-bintik. Kemunculan bintik bintik itu sangat cepat.

Kumala Dewi terperanjat dan segera bangkit dengan tersentak mundur.

"Delvin, apa yang kau lakukan?! Kau sedang pamer ilmu di depanku?!"

"Kumala... ooh. tolong... tolong aku, ooohh...!" ' .

Zuuurrhbs. . . !

Sekujur tubuh Delvin mengalami perubahan secara drastis. Dalam tempo sangat singkat, tiap pori-pori kulitnya mengeluarkan serat-serat hitam yang ternyata adalah bulu sejenis rambut. Bulu itu tumbuh dengan cepat diiringi gerakan liar Delvin menggaruk-garuk bagian tubuhnya.

"Oouh, uuuh, aahhk.. aahhk. keaahk, keeaahk...!"

"Delviiin...!" sentak Kumala Dewi karena sangat tak menduga bahwa keadaan Delvin akan menjadi seperti itu. Kumala Dewi mencoba menjamah tubuh Delvin dengan menyalurkan hawa gaibnya. Tapi tiba-tiba Delvin terpental ke belakang, jatuh di atas meja kosong. Gubraaak...

"Kiiaaaakkk...!" teriak Delvin secara mengerikan. ia telah' berubah menjadi makhluk berbulu dengan wajah menyerupai monyet.

Tentu saja tempat itu menjadi gempar. Orang-orang menjadi ketakutan. Mereka berlari menjauhi makhluk berbulu itu sambil berteriak bersahutan. '

"Orang utan...! Orang atau...! Awas ada orang utan ngamuk...!"

"Kumala...!" seru Pandu yang berlari ke arah Kumala Dewi. Pandu sendiri sebenarnya juga sempat melihat perubahan Delvin itu, tapi sama halnya dengan Kumala, karena begitu kagetnya melihat perubahan Delvin, ia sampai terpaku di tempat. '

"Kumala, apa yang terjadi?"

"Gadis itu berubah menjadi monyet besar!"

"Kau apakan dia?"

"Nggak kuapa-apakan!"

"Keeak, kee'ak, nguuuk, nguuk. keaak...!"

"Delvin...!" Kumala bergegas lari mengejar monyet besar perubahan Delvin yang melompat cepat ke sana-sini dan menuju ke tangga eskalator. Tentu saja semua pengunjung tempat tersebut menjadi kalang kabut lari tunggang langgang dan morat-marit ke mana-mana.

Praaang...! Pyaaarr...!

"Keaaak, keeaak, keeaaaakk...!" Delvin menjerit-jerit sambil berlari terus dengan liar. Melompat ke sana-sini, memecahkan etalase, menerjang siapa saja yang ada di depannya. Bahkan dua orang petugas satpam yang ingin menangkap dengan senjata tumpul terpaksa dibuat terkapar karena berhasil dilemparkan oleh kera besar jelmaan Delvin Itu.

Suasana yang berubah menjadi sangat kacau itu membuat langkah Kumala Dewi dan Pandu terhalang kepanikan massa. Akhirnya Pandu mencekal pundak Kumala karana takut terpisah dari gadis itu.

"Biar keamanan setempat yang menangkapnya!" . ,

"Tapi mereka akan menyangka dia benarbenar orang utan!"

"Mestinya tadi kau cegah sewaktu mau berubah wujud!" ' '

"Aku nggak tahu kalau dia mau berubah seperti itu. Kusangka dia mau pamer ilmu padaku!"

Kumala Dewi memang tidak tahu apa yang harus dilakukan saat itu. Bahkan ia menyangka perubahan tersebut memang dikehendaki oleh Delvin. Tapi melihat kenyataan seperti itu, mendengar suara jeritan Delvin sebelum berubah total menjadi makhluk berbulu lebat itu, Kumala segera berkesimpulan bahwa perubahan tersebut tidak dikehendaki oleh Delvin. Itulah sebabnya ia ingin menjamah Delvin dengan hawa gaibnya, namun tak berhasil.

'Lihat, dia naik ke atap tengah sana!" seru Pandu sambil menuding ke atas. Kumala terperangah melihat kera besar jelmaan Delvin itu sudah sampai di besi kerangka penyangga atap kaca yang tingginya sekitar 40 meter itu.Suara pekikan makhluk itu terdengar menggema menghebohkan suasana pusat perbelanjaan itu.

Beberapa petugas dari kepolisian datang. Mereka menyiapkan senjata apinya untuk menembak Delvin. Kumala Dewi menjadi lebih tegang lagi melihat senapan diarahkan oleh para petugas.

"Cegah mereka! Jangan sampai menembak kera itu!" seru Kumala entah ditujukan

kepada siapa saja, karena saat itu suasana menjadi kacau. Massa yang ketakutan dan yang penasaran ingin melihat dari jarak dekat saling bercampur aduk, bersimpang siur membingungkan. Langkah Kumala dan Pandu pun terhalang oleh mereka.

"Kumala, pegang tanganku! Jangan sampai terlepas!" seru Pandu ketika Kumala didesak oleh sekelompok orang yang ingin menuju eskalator lantai empat.

Lantai lima adalah lantai terakhir, lantai paling atas dan sangat dekat dengan atap kaca. Di sana sudah ada dua petugas kepolisian yang mengarahkan senapannya kepada makhluk jelmaan Delvin itu. Pada prinsipnya, demi menjaga keselamatan umum, petugas harus membunuh makhluk itu dengan cara apa pun.

Taaar! Suara tembakan satu kali terdengar, membuat hampir setiap perempuan menjerit semakin ketakutan. Pada saat itu. Pandu kehilangan Kumala Dewi. Tangan Kumala tidak lagi berada dalam genggaman Pandu.

Tetapi ketika Pandu memandang ke atas, ternyata di sana sudah ada sinar hijau seperti meteor. Sinar hijau itu bergerak sangat cepat. nyaris tak bisa dilihat oleh mata Pandu sendiri.

Sinar hijau tersebut rupanya menghadang kecepatan peluru yang menuju ke arah lambung kera besar tersebut. Wuuut...!

"Gila! Kumala berusaha menangkap peluru itu? Apa bisa...?!" gumam Pandu dengan wajah tetap tegang.

***

Sampai di rumah Kumala, ternyata Hindi hanya bertemu dengan Sandhi dan Buron. Ia kenal dengan Buron, yaitu jin yang berubah menjadi pemuda berambut kucai dan sering berlagak konyol. Hindi juga kenal dengan Sandhi. .sopir pribadi Kumala itu, bahkan pernah terlibat hubungan pribadi secara gelap. Karena itulah, kecemasan Hindi sedikit berkurang ketika berhadapan dengan Sandhi.

Kenangan masa lalu, saat skandal itu berlangsung, mulai bermunculan dalam benak Hindi. Pandangan matanya terhadap Sandhi pun berkesan malu-malu dan kikuk. Tetapi Sandhi justru memandang dengan kesan ingin mengulang kencan pribadi yang pernah mereka lakukan. Hanya saja, kaSus yang sedang melanda hati Hindi itu membuat Hindi tak mau

mengimbangi sikap Sandhi, sehingga Sandhi pun segera mengurung kenakalan tatapan matanya.

"Sudah lama nggak ketemu. Kau kelihatan semakin cantik saja. Hindi! Hampir saja aku tadi nggak sadar kalau berhadapan dengan wanita cantik yang pernah kukenal."

"Jangan sentimentil. Masa sentimentil sudah habis. Sandhi."

"0. begitu? Hee, hee. hee. bee.... Bagaimana keadaanmu sekarang? Banyak perubahan tentunya." '

"Agak lebih baik daripada waktu itu," jawab Hindi seiring senyum malunya.

"Kenapa lama nggak meneleponku?"

"Aku sibuk. Sekarang aku sudah pindah tempat. Nggak ngontrak di tempat yang dulu lagi.!

"Sudah punya rumah sendiri, maksudmu?" '

"Begitulah... walaupun hanya kecii-kecilan aja."

"Syukurlah kalau kau sudah bisa beli rumah sendiri. Lalu... kapan kau akan menikah?"

"Belum ada jodoh?

"Ah. jangan suka gitu. Nanti benar-benar nggak dapat jodoh sampai tua lha "

"Memang begitu kok"

Sandhi tertawa-tawa kecil. Sorot pandangan matanya punya arti yang lebih dalam lagi. Bukan sekedar memandang seraut wajah cantik saja. tapi juga sempat menyusuri kenangan lama bersama perempuan itu. Hindi sendiri menjadi kikuk dipandangi Sandhi terlalu lama. Untuk membuang kekakuan sikapnya. Hindi pun mulai mengalihkan pembicaraan.

"Aku kemari untuk bertemu dengan maJikan cantikmu."

"Ooh, sayang sekali kau terlambat. Kumala Sedang pergi."

"Pergi...? Kenapa kamu nggak ikut? Bukankah kamu sopirnya?" .

"Kumala pergi sama pacarnya. Pandu. Kalau dia pergi sama Pandu, aku nggak boleh ikut, nggak boleh jadi sopir pribadinya. Mungkin takut kalau keberadaanku. mengganggu kebahagiaan mereka. Yaah... beginilah kalau jadi sopir, kadang dibutuhkan tenaganya, kadang nggak dibutuhkan. Kadang diajak ke tempat yang mewah. kadang disuruh jaga rumah."

Hindi tertawa kecil. Tawanya cepat hilang, karena kegelisahan dalam hatinya belum mau pergi sebelum Bertemu dengan Dewi Ular.

"sebenarnya aku ingin segera bertemu dengan Kumala..."

"Mungkin sebentar lagi dia datang," potong Sandhi.

"Perginya sudah sejak pukul enam sore tadi kok. Tunggulah sebentar, pasti nggak lama lagi dia nongol. O, ya... kau mau minum? Kuambilkan minum, ya?"

"Nggak usah, San. Biar nanti saja. Kalau perlu biar kuambil sendiri."

"Ah, kamu kalau nggak diambilin minum mana mau ambil sendiri." Sandhi pun akhirnya bergegas ke dapur. Hindi tak punya kesempatan untuk melarang pemuda itu mengambil minum.

"Air putih aja, San!" serunya sebelum Sandhi hilang dari pandangan mata.

Jin Layon yang menjelma menjadi pemuda bernama Buron itu muncul menemui Hindi. Mereka sudah saling kenal, sehingga tak ada kecanggungan lagi dalam sikap mereka.

"Apa kabar, Hindi? Wow... makin manis saja kau rupanya?" sanjung Buron yang punya bakat menjadi jin playboy.

"Kabarku baik-baik saja. Buron. 0, ya... aku ada masalah yang nggak bisa kuatasi sendiri. Maukah kau membantuku, Buron?"

-Jin usil yang diam-diam melirik belahan dada Hindi itu buru-buru duduk di kursi sebelah kanan Hindi. Gadis itu mau tak mau harus sedikit bergeser dan mengubah posisi duduknya menjadi menyamping. '

"Masalah apa yang kau hadapi itu, Hindi?"

Sandhi keluar dengan membawa minuman. Ia segera menepak pundak Buron. Plak...!

"Pindah luh. Jangan duduk di sini?

"Ngapain sih luh?!" Buron bersungut-sungut.

"Situ tempat dudukku!" Sandhi ngotot.

"Kan masih banyak tempat kosong?! Kenapa mesti milih duduk di sini sih?" .

"Biar bisa dekat dia, Tolol!" Sandhi mendorong kepala Buron sampai Buron terantuk ke depan, hampir saja mencium pipi Hindi.

Buron pun mengalah, pindah tempat duduk berhadapan dengan Hindi.

"Aku baru mau minta bantuan Buron," kata Hindi kepada Sandhi.

"Kurasa.. . Buron

juga bisa menangani masalahku ini kalau memang Kumala sedang repot "

"Masalah apa sih?" tanya Sandhi sambil duduk di tempat Buron, tadi.

"Aku sering mimpi buruk. Buruk sekali!"

"Buruk mana dengan wajahnya Buron?" canda Sandhi. Buron cemberut dan menggerutu tak jelas.

"Aku serius., Sandhi! Sudah beberapa malam inl aku diteror oleh mimpi aneh yang menyeramkan bagiku,"

Buron menyahut.

"Mimpi seremnya yang bagaimana?"

"Hmmm. ahhh.... jadi... jadi dalam mimpiku itu, aku seperti anu" Hindi agak sulit menjelaskannya. Ada rasa malu dan'tak enak hati jika mimpi itu dibeberkan di depan Sandhi dan Buron. Bahkan dalam hati Hindi punya niat untuk membatalkan rencananya meminta bantuan Buron. Ia tetap ingin kembali ke rencana semula. Tapi Buron dan Sandhi mendesaknya terus, membuat Hindi terpaksa bicara apa adanya di depan kedua pemuda itu.

'Sudah beberapa malam ini... aku selalu mimpi bertemu dengan, seekor monyet besar"

"Gorilla...?" sahut Buron.

"Ya, itu lebih tepat. Gorila itu selalu membawaku pergi ke suatu rumah bagus. Rumah bagus itu berada di tengah kuburan yang menyeramkan." '

"Ialu?. di dalam rumah bagus itu kau bertemu dengan siapa?" tanya Buron lagi yang kelihatan sangat antusias dengan cerita tersebut.

"Di dalam rumah bagus itu nggak ada siapa-siapa kecuali aku dan gorila berbulu hitam itu. Dan.? dan di dalam rumah itu aku selalu... selalu dipaksa untuk melayani hasratnya!"

"Diperkosa maksudmu?" bisik Sandhi dengan dahi berkerut tajam.

Hindi mengangguk lemah, Wajahnya disembunyikan dengan menundukkan kepala. Ia menggigit bibirnya sendiri,, menahan kesedihan hati yang membuatnya ingin menangis. Sandhi dan Buron beradu pandang mata sesaat. Setelah itu Buron bertanya lagi kepada Hindi.

"Apakah mimpi itu selalu 'berulang ulang dengan tempat dan adegan yang sama?"

Hindi mengangguk samar-samar, Buron menggumam, seperti bicara pada dirinya sendiri.

"Kurasa itu bukan mimpi."

Sandhi ikut bicara dengan mengajukan pertanyaan kepada Hindi.

"Apakah pada saat itu kau bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan?"

"Ya, aku sering sadar bahwa saat itu aku berada di alam mimpi. Tetapi sulit bagiku untuk keluar dari mimpi itu. Aku selalu sadar dan terjaga dari tidurku setelah si gorila itu selesai melampiaskan hasratnya. Selalu saja begitu!"

"Setelah terbangun dari tidur, apakah kau memeriksa keadaan dirimu?" tanya Sandhi lagi. Hindi menganggukkan kepala.

"Aku selalu memeriksa keadaanku, dan aku selalu menemukan bekas perkosaan itu...," Hindi tak tahan. akhirnya menangis dengan mulut dibungkam memakai tangannya sendiri. Sandhi dan Buron menjadi tegang karena terharu melihat Hindi menangis.

"Jangan percaya pada mimpi. Mimpi itu hanya bunga tidur," bujuk Sandhi menenangkan hati Hindi. '

"Tapi kenapa selalu meninggalkan bekas. Sandhi?! Kenapa aku selalu merasa letih setelah terbangun dari tidurku?!"

Sandhi makin terbengong. Buron diam saja sambil berpikir keras. Ia semakin ragu dengan mimpi itu.

***

NAMA Kumala Dewi sudah Cukup dikenal di kalangan kepolisian, karena gadis itu sering membantu pihak kepolisian dalam menangani beberapa kasus yang berbau mistik. Tak heran jika permohonan Kumala Dewi itu dikabulkan oleh kepala kepolisian distrik setempat

"Saya jamin tak akan ada kekacawan lagi jika makhluk berbulu itu ikut bersama saya. Seperti dikatakan oleh para saksi tadi, bahwa kera besar itu semula adalah gadis cantik yang bernama Delvin. Jadi dia bukan hewan liar yang harus diburu dan dimusnahkan," ujar Kumala saat berhadapan dengan komandan polisi distrik setempat.

"Kami percaya dengan kemampuan Anda, Nona Kumala. Tapi apakah dalam perjalanan menuju rumah Anda nanti tidak akan terjadi kekacawan yang memancing keresahan masyarakat?"

"Saya'rasa tidak. Bukankah saya sudah membiusnya dengan telepati?"

Memang benar. Kumala telah membiusnya dengan sistem telepati. Kera besar yang berhasil diselamatkan dari sebutir peluru itu kini dalam keadaan tak berdaya. Makhluk berwajah buruk yang mempunyai taring kecil itu direbahkan di jok belakang. Pandu membawa mobil dengan sesekali melirik ke arah belakang. takut kalau kera besar itu sadar dan menyerangnya dari belakang. Kalau saja Kumala gagal menangkap sebutir peluru,, kera jelmaan Delvin itu akan mengalami luka yang berbahaya. bisa-bisa akan kehilangan nyawa.

"Kita harus membeli rantai. Kumala. Bila perlu membuat kandang dari besi!"

"Tenang aja! Yayang nggak perlu takut deh," ujar Kumala tetap mesra terhadap Pandu.

"Kekuatan bius telepatiku cukup lama. Dia akan sadar esok siang.

"Lalu apa maksudmu membawa pulang kera ini?" ' : , ,

"Aku ingin, selidiki penyebabnya! Sebelum dia berubah begini, Dia sengaja menemuiku untuk minta tolong. Tapi sebelum ia jelaskan persoalannya., ia, sudah lebih dulu berubah menjadi seperti ini! Kasihan sekali."

Tiba di rumah sekitar pukul sebelas lebih sedikit. Hindi masih menunggu di serambi depan. ditemani Sandhi dan Buron. Mereka bertiga sempat terbelalak kaget, ketika Pandu dan Kumala mengeluarkan sesosok makhluk berbulu dengan cara menggotongnya berdua.

"Aaaaaa...!!" Hindi menjerit histeris, kemudian memeluk Sandhi kuat-kuat sambil meraung dalam tangisnya. Tangis itu adalah tangis orang yang dicekam perasaan takut begitu besar. Tentu saja jeritan Hindi membuat Pandu dan Kumala Dewi tercengang kaget dan terheran-heran, sampai-sampai kera yang pingsan itu jatuh ke tanah akibat terlepas dari gotongan mereka.

"Buron, bantu aku!" seru Kumala Dewi kepada pemuda berambut kucai yang hanya terbengong melompong dari tempatnya berdiri.

Seruan Kumala membuat Buron sadar, lalu bergegas membantu mengangkat makhluk berbulu hitam itu.
Dewi Ular Legenda Yang Hilang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Gila kamu, Mala! Kenapa bawa-bawa barang beginian sih?!" gerutu Buron yang menopang badan kera itu dari tengah.

Tanpa rasa waswas sedikit pun, kera besar itu digeletakkan di ruang tengah. Gaunnya

yang robek masih dibiarkan melekat di tubuhnya. Gaun itulah yang dipakai Delvin ketika belum berubah menjadi makhluk berbulu lebat.

Hindi tak berani masuk. Ia sangat ketakutan karena ingat dengan mimpinya. ia hanya di luar dan menangis dalam pelukan Sandhi. Mau tak mau Sandhi sibuk menenangkan Hindi sambil sesekali menggerutu mengecam kedatangan si Dewi Ular.

"Kumala sih, datang-datang bawa begituan?! Nggak tahu ada orang lagi ketakutan dengan mimpi anehnya. eeh.. begitu 'datang justru membawa makhluk seperti itu!"

Dewi Ular agak menyesal setelah mendengar penjelasan dari Buron tentang Hindi. ia segera menemui Hindi di serambi depan.

"Sorry, aku nggak tahu kalau kamu sedang dalam persoalan seperti itu. Aku nggak bermaksud menakut-nakutimu. Justru kera besar itu berubah di depan mataku. dari sosok gadis cantik sepertimu. Tapi dia belum sempat mengatakan apa penyebabnya. Maka aku membawanya kemari untuk memeriksanya. Aku nggak tahu kalau kau sudah ada di sini. Hindi."

"Tolonglah aku, Kumala ' Hindi merengek manja. Walau tak begitu kentara.

"Aku sampai tak berani tidur karena takut mimpi diperkosa gorila itu!"

Buron keluar dari ruang tamu,

"Hei, temanmu itu nggak apa-apa digeletakkan begitu Saja?"

"Nggak apa-apa! dia nggak akan bangun sebelum dua puluh empat jam."

Pandu ikutkeluar ke Serambi depan, ingin mendengar pembicaraan Hindi lebih jelas lagi. Hindi terpaksa mengulangi ceritanya tentang mimpi aneh itu. Ia terus terang merasa khawatir kalau sampai terjadi kehamilan pada dirinya.

"Aku ingin kau menghapus mimpi itu, Kumala. Aku juga berharap kau bisa mencegahku agar jangan sampai hamil dari benih gorila itu!"

Dewi Ular membisu beberapa saat lamanya. Dahinya masih tampak berkerut sedikit bertanda ia sedang memikirkan mimpinya Hindi itu. ia membiarkan Pandu dan Hindi bicara pelan-pelan, Sandhi dan 'Buron saling berkasak-kusuk sendiri. Setelah beberapa waktu Kumala membisu, tiba-tiba ia memberi perintah kepada Buron dan Sandhi.

"Pindahkan jelmaan Delvin itu ke pendopo belakang"

"Sekarang juga?!" tanya Buron.

"Ya. sekarang juga!"

Pandu dan Hindi menatap dengan nada bertanya .Kumala segera berkata kepada mereka,

"Akan kulakukan sesuatu malam ini juga."

"Sudah hampir pukul dua belas. Mala," ujar Pandu pelan, setelah ia melirik arlojinya.

"Nggak masalah, mau pukul berapa saja, yang jelas persoalan ini harus diselesaikan secepatnya. Kalau ditunda-tunda. aku yakin akan membuat kehidupan manusia akan semakin buruk."

"Apakah kau menemukan penyebabnya?" tanya Buron.

"Belum. Tapi aku akan memanggil biang keladi mimpi."

"Maksudmu kau akan memanggil Siluman Mimpi?"

"Benar! Dia pasti tahu mengapa Hindi bermimpi seperti itu dan mengapa Delvin berubah menjadi kera. Sepertinya antara mimpi Hindi dengan perubahan Delvin itu ada hubungannya."

Sandhi berkata pelan dengan Wajah menyeringai ngeri,

"Kalau bisa jangan aku deh yang menggotong makhluk berbulu itu. Takutnya dia tahu-tahu bangun, begitu melihat wajahku langsung main remas saja. Hancur deh masa depanku."

"Kau harus berani kalau mau awet jadi sopirku! Aku nggak suka punya sopir pengecut! Hanya menghadapi monyet pingsan saja takut!"

"Bukannya takut, Kumala... aku cuma. cuma merasa jijik pegang badan berbulu banyak gitu!" elak Sandhi sambil makin menyeringai ngeri. ; .

"Dasar penakut!" gerutu Kumala.

"Beraninya pegang cewek cantik aja!"

"Karena bulunya nggak selebar kera itu Hee, hee, hee...!"

"Diam luh!" bentak Kumala dengan kesal. lalu bergegas masuk. Sandhi hanya nyengir konyol. Pandu gelenggeleng kepala dengan menahan geli. Kemudian ia ikut bergegas masuk. Bersama Buron ia memindahkan makhluk berbulu lebat itu ke pendopo.

Semula Hindi tidak berani ikut ke pendopo. Ia masih gemetar jika melihat sosok berbulu lebat Itu. Tapi berkat bujukan Kumala. ' akhirnya Hindi pun ikut ke pendopo.

"Daripada aku di depan sendirian. bisabisa yang muncul kuntilanak. Mendingan ikut ke belakang aja!" pikirnya dengan hati waswas.

***

Jalanan gang semakin sepi. Tak satu pun pintu rumah yang masih terbuka. Angin malam yang membawa udara dingin membuat para penghuni perkampungan itu semakin enggan begadang

Gardu ronda kosong. Tak ada suara percakapan seperti malam biasanya, tak ada suara radio kecil yang menyiarkan acara wayang golek atau lagu-lagu dangdut, tak ada bunyi lonceng sebagai pengganti jam. Semuanya serba lengang dan sunyi.

Lampu neon yang biasanya menerangi perempatan jalan gang depan gardu ronda itu kebetulan padam. Kemarin malam masih menyala terang. Tapi tadi sore saat mau dinyalakan, ternyata sudah tak berfungsi lagi Jalanan menjadi gelap Tapi tak terlalu gulita. Masih ada sisa bias smar dari lampu-lampu yang ada di sudut rumah-rumah penduduk.

Tiba tiba angin berhembus agak kencang. Deru suara angin mengusik kesunyian malam. Ternyata bukan hanya sang angin yang mengusik, melainkan suara lolong anjing pun ikut merobek sunyi. Di sebelah selatan, anjing melolong meliuk-liuk bagai irama penghantar ke alam kubur. Di sisi utara, terdengar suara anjing menyalak terputus-putus.

Satu-satunya rumah yang masih tampak menyalakan lampu bagian dalam adalah rumah di ujung gang tersebut. Rumah itu berpagar besi separoh semen. Pintu pagarnya yang terbuat dari besi bercat putih itu berderit saat dibuka seseorang. Rupanya ada yang mendatangi rumah itu dengan langkah pelan-pelan.

Anjing sebelah rumah menyalak.

"Huk. buk. buk...! Huuuk, huuuuk. huuuuk...!"

Tiba-tiba anjing itu memekik dengan suara tercekik.

"Kaikkk...!" Setelah itu tak terdengar lagi suaranya. Pintu pagar dibuka semakin lebar.

Kriiiett...! Sepasang kaki melangkah. berjalan pelan mendekati jendela di samping rumah.

Seorang gadis duduk di tepian ranjangnya. Ia memperhatikan tiap suara malam yang tertangkap oleh indera pendengarannya. Gadis berambut panjang dengan kulit sawo matang itu mulai menampakkan keceriaannya manakala mendengar suara pintu pagar dibuka pelan-pelan. Ia melangkah pelan mendekati jendela kamarnya.

Ia berhenti sebentar saat bayangannya terlihat di dalam cermin rias. Rambutnya disingkapkan hingga kedua daun telinga terlihat jelas. Dasternya dirapikan. tapi kancing pada belahan dadanya sengaja dilepas satu. Belahan dada itu semakin tampak lebar. Si gadis tersenyum girang setelah yakin dirinya tampak cantik dan sexy. ia pun kembali melangkah lebih mendekati jendela lagi. Grendel jendela dibuka pelan-pelan. Nyaris tanpa suara sedikit Pun.

Matanya melirik jam dinding sederhana. jarum jam menunjukkan pukul 01.20 lewat tengah malam.

"Terlambat dua puluh menit. Hmmm, tak apalah. Yang penting dia benar benar menepati janii untuk datang malam ini."

Gadis manis berhidung bangir itu semakin menajamkan pendengarannya. Langkah kaki yang menginjak krikil di depan jendela terdengar samar-samar. menandakan orang yang ditunggu-tunggu sudah semakin dekat. Hati gadis itu semakin berdebar-debar penuh rasa bahagia. Seraut wajah tampan milik Gito terbayang jelas di pelupuk mata. Kini gadis itu yakin bahwa Gito sudah berdiri di depan jendela kamarnya. Maka ia pun menyapa dengan suara berbisik agar tak didengar oleh kedua orangtuanya yang tidur di kamar sebelah.

"Gi...?! Gito...?!"

Tak ada jawaban. Tapi suara orang bernapas terdengar samar-samar di seberang jendela. Sang gadis makin tak sabar. Pelan-pelan daun jendela didorongnya agar terbuka.

Namun baru saja jendela itu terbuka setengah sentimeter, tiba-tiba terdengar suara jeritan yang mengagetkan.

"Aaaaaa...!" . _

Tentu saja si gadis menjadi tersentak dalam pekikan lebih lengking lagi.

"Aaaaa...!" '

Kedua orangtuanya terbangun. Mereka berlari ke kamar anak gadisnya.

"Halimah...? Ada apa, Mah...?! Halimah. buka pintunya!" seru sang ayah dan ibunya saling bersahutan. Suara pintu digedor-gedor membuat Halimah semakin ketakutan. Jeritannya sambung menyambung. membuat malam yang sunyi menjadi gaduh dan berisik.

Sementara itu. di seberang jendela kamar Halimah, suara gaduh pun terdengar tiada hentinya. Halimah yakin pada saat itu Gito menjerit berkali-kali. tapi apa penyebabnya ia tak tahu.

"Huaaaakk...! Aaaahhkk...! Toloooong, aaaahhhkkk...!"

"Gmrww...! Ggmwww...! Graaaaow...!"

Suara aneh juga terdengar di sela-sela jeritan Gito. Suara aneh itu seperti napas besar yang terengah-engah penuh nafsu membunuh. Terdengar pula suara orang jatuh berkali-kali dengan gaduhnya, sehingga Halimah berlari ketakutan. Ia menjerit-jerit dengan mata terpejam kuat dan tubuh disudutkan di samping lemari pakaian.

Jeritan Halimah yang beruntun membuat ayahnya berada di puncak kenikmtan. Sang ayah yakin, anak tunggalnya itu pasti dalam

bahaya besar .Maka tanpa berpikir lebih panjang lagi, pintu kamar pun didobraknya. Duaaar. duaaar. duaaar...! Pintu kamar tidak terbuka.

"Cepat. Pak ! Cepat buka kamarnya!" seru sang ibu dengan panik juga. Makin hilang kesabaran sang ayah. Maka meja makan pun didorongnya. ditabrakkan ke pintu kamar Halimah.

Gubraaakk...! Proook...!

Pintu kamar Halimah hancur. Kedua orangtuanya tak bisa masuk karena jalanan terhalang oleh meja makan. Mereka terpaksa menarik meja makan yang lebarnya pas dengan ukuran lebar pintu. Karena terlalu susah menarik meja makan, maka ibunya Halimah masuk lewat kolong meja. Ayahnya ikut-ikutan. dan mereka segera menemukan anak gadis mereka di samping lemari pakaian.

"Grr...!"

Hanya itu sisa suara yang didengar kedua orangtua Halimah. Suara mengerang samara samar itu membuat ayah Halimah berlari ke arah jendela. Jendela ditendangnya. Blaaamm...! Tentu saja mudah terbuka karena memang tidak terkunci.

"Hahh...?l Siapa itu...?!" pekik ayah Haiimah membuat Halimah dan ibunya berlari ke jendela dengan saling berpelukan.

Cahaya dari kamar membias keluar. Cahaya itu tepat jatuh pada sesosok tubuh yang terkapar berlumur darah. Orang yang terkapar bermandi darah itu tak lain adalah Gito. Tapi selain _Gito tak ada siapa-siapa lagi di sana.

Para tetangga berdatangan. Mereka terperanjat tegang dengan bulu kuduk merinding melihat keadaan Gito bersimbah darah. Lukalukanya banyak sekali. Kulit tubuh Gito seolaholah sengaja dibeset memakai senjata tajam beberapa kali. Wajah Gito pun nyaris tak dikenali lagi. Yang membuat orang mengenalinya adalah bentuk rambut Gito yang agak panjang dan gondrong.

Gito segera dilarikan ke rumah sakit. Darahnya banyak yang keluar. Kemungkinan selamat sangat tipis. karena luka-lukanya sangat parah. Dada koyak, punggung koyak, kepala sebelah kanan terkelupas sebagian. pahanya koyak lebar, pinggangnya robek sampai mendekati pusar.

"Siapa pelakunya?! Mengapa Gito bisa ada

di rumah Pak Sukri?"

Setiap orang selalu mempunyai pertanyaan Seperti itu. Tapi tak satu pun ada yang bisa menjawab kecuali Gito sendiri. Halimah sendiri masih shock dan tak bisa bicara apa-apa.

***

CELANA ketat sebetis yang lentur itu terasa enak dipakai untuk duduk bersila. Itulah sebabnya Kumala Dewi mengenakan Celana tersebut dengan atasan blus longgar yang ngatung'

Gadis cantik itu menggulung rambutnya ke atas secara asal-asalan, lalu duduk bersila di tengah pendopo. Merentangkan kedua tangannya sesaat, setelah itu tangan kirinya menyangga tangan kanan di depan dada. Tangan kanannya menegakkan jari telunjuk dan jari tengah. Merupakan simbol penyatuan konsentrasi'antara pikiran, jiwa, dan roh sejati. .

Makhluk berbulu lebat masih terkapar tanpa sadar di depan Kumala. dalam jarak sekitar tiga meter. Pandu berada disebelah Buron. sisi kanan Kumala. Sementara itu. Hindi ditemani Sandhi berada di pojokan. menjauhi makhluk jelmaan Delvin. Mereka sama-sama membisu, sama-sama memperhatikan Kumala DEWI dan sama-sama menyimpan kecemasan

dalam hati masing-masing.

Setelah melewati masa bungkam selama lebih kurang satu menit, mereka mulai mendengar suara angin menderu dari arah barat. Suara gemuruh itu seperti datangnya hujan di tengah malam. Daun-daun pun mulai terguncang ke Sana-sini, makin lama semakin cepat, menimbulkan suara gemerisik yang membuat bulu kuduk merinding.

Suara gemuruh angin semakin jelas. Kali ini diikuti dengan munculnya kilatan cahaya biru dari langit yang bergerak liar. Gelegar guntur bagaikan ingin mengguncang seluruh "isi bumi. Seolah-olah anak petir jejingkrakan di sana-sini tanpa tahu tata krama lagi. .

"Sandhi. aku takut." bisik Hindi lirih sekali. Sandhi memeluknya dari samping.

"Tenang saja. Ada aku di sini," sambil kedua kaki Sandhi sendiri gemetaran.

Wuuungg...! wuuub, wuuub, wuuub. wuuub...! '

Angin aneh datang bersama percikan-percikan bunga api samar-samar. Angin dan percikan cahaya api itu bergerak memutar di atas rerumputan samping pendopo. Semua orang melihat gerakan angin yang membuat daun

dan rumput kering ikut bergerak mundur, seperti terperangkap dalam pusaran badai.

Gerakan angin itu menimbulkan suara seperti gangsing. Makin lama semakin bertambah lebih cepat lagi, sehingga yang terdengar hanyalah suara dengung memanjang disertai letupan cahaya petir di angkasa. Suasana menegangkan tersebut membuat Hindi semakin bertambah menggigil, sehingga ia berpegangan lengan Sandhi lebih kuat lagi.

''Li... lihat... lihat Kumala itu...?!" bisiknya dengan suara parau dan bergetar.

Semua mata tertuju pada Dewi Ular yang duduk bersila. Tapi sekarang duduknya mulai mengambang di udara. Makin lama makin tinggi sampai sebatas perut . Tapi posisi gadis itu tetap duduk bersila. Pelan-pelan. tubuhnya berputar hingga menghadap ke arah pusaran angin yang memercikkan bunga api semakin banyak itu.

Beberapa kejap berikutnya. tangan kanan Kumala yang menegakkan jari tengah dan jari telunjuk itu bagaikan "didorong maju oleh tangan kirinya.

Suuut...! Claap...! Sinar hijau berbentuk seperti lidah api keluar dari ujung jari Kumala. Sinar hijau itu berkelebat menyambar pusaran angin.

Blaabb.. !'Terjadi letupan agak keras yang mengeluarkan asap tebal. Asap itu membungkus pusaran angin selama lima detik, kemudian lenyap. Weese !

Lenyapnya asap tadi ternyata membuat Hindi, Sandhi dan Pandu terperanjat kaget, karena di atas rerumputan itu telah berdiri seorang lelaki tua berkumis, berjengot panjang. dan beralis tebal. Warna rambutnya hitam, tapi di tengahnya berwarna putih membentuk semacam garis dari dahi ke belakang. Demikian juga jenggotnya dan kumisnya yang panjang, bagian tengahnya berwarna putih membentuk garis panjang. Lelaki tua bertongkat merah itu mengenakan pakaian model jubah warna kuning menyala. seperti warna BMW-nya Kumala Dewi.

"Selamat datang di pendopo" Siluman Mimpi!" sapa Dewi Ular dengan nada tegas, penuh wibawa. Kedua kakinya yang bersila segera diturunkan, dan kini ia berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di dada.

Siluman Mimpi yang dulu pernah dikalahkan oleh Dewi Ular itu bergegas masuk ke pendopo. Pagar pendopo yang tingginya sebatas perut diterjang begitu saja. Seperti bayangan

menerjang benda mati lainnya.

"Apa maksudmu memanggilku, Dewi Ular?" suara tua itu terdengar sedikit serak. namun juga bernada tegas. Wajahnya yang kurus dan bertulang menonjol itu terkesan 'kurang suka dipaksa hadir di depan Dewi Ular. Tapi agaknya gadis cantik anak bidadari itu tak pernah pedulikan kesan dan sikap kakunya Siluman Mimpi.

"Aku perlu bicara denganmu, Siluman Mimpi!"

Wajah tua yang pucat pasi itu melengos. Acuh tak acuh. Ia memandangi mereka yang ada di situ satu persatu. Pada saat pandangan matanya jatuh kepada Hindi, seluruh tulang Hindi bagaikan dilolosi. Lemas sekali. Pandangan dingin itu bagaikan menembus jantungnya dan ingin menyumbat pernapasan. Untung tangan Sandhi menyangganya dari belakang, sehingga Hindi masih bisa berdiri walau tak sempurna.

"Aku tahu kau anak dewa, tapi kau tidak berhak memanggilku, Dewi Ular! Aku tak mau tahu urusanmu dengan kehidupan manusia ini, dan kuharap kau juga tidak perlu tahu urusanku!"

"urusanmu tak pernah terpisahkan dari kehidupan manusia, Siluman Mimpi! Kau selalu hadir dalam tidur tiap manusia. Berarti kau tetap bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dialami oleh manusia!"

Kumala Dewi bersikap tenang, tapi nada bicaranya tetap tegas, memancarkan kharisma dan wibawa yang tinggi. Walaupun tampak jauh lebih muda dari Siluman Mimpi, tapi ia mampu menunjukkan sikap bahwa derajatnya lebih tinggi dari Siluman Mimpi.

"Apa yang ingin kau sampaikan padaku?" ketus Siluman Mimpi. '

"Temanku yang_.bernama Hindi itu kau ganggu melalui tidurnya"

Siluman Mimpi melirik Hindi, lalu mendengus tak jelas artinya. Ia melangkah keluar pendopo dengan menerjang pagar jati yang mengelilingi pendopo.

Bleess...!

Tanpa suara dan tanpa getaran apa pun.

Namun bidadari muda itu tak mau kalah gengsi. Tiba-tiba dirinya sudah berada di depan langkah Siluman Mimpi,tanpa diketahui kapan bergeraknya. Siluman Mimpi terpaksa menghentikan langkah dan ayunan tongkatnya pun dihentikan pula.

"Pak Tua... kau harus bertanggung jawab atas mimpi temanku itu!"

"Aku tidak merasuk dalam mimpinya!"

"Bohong!" bentak Kumala Dewi dengan gaya tengilnya.

"Kamu pasti menjelma menjadi seekor kera besar dan memperkosa Hindi di alam mimpinya!"

"Jaga mulutmu, Dewi Ular!" sentak Siluman Mimpi dengan menudingkan tongkatnya.

"Tak pantas kau menuduhku begitu!".

"Fantasi. Karena aku tahu, kau memang sudah tua, tapi tengil, konyol dan ganjen!"

"Cukup!"

"Belum!" balas Kumala dengan suara menyentak juga.

"Kau harus bersihkan Hindi dari tingkahmu yang tak senonoh itu. Pak "Tua!"

"Aku tak sudi! Aku tak merasa menjamahnya, kenapa kau bebankan tugas itu padaku?!"

"Aku akan memaksamu kalau kau tak mau membersihkan Hindi dari kekotoran tingkahmu itu!"

"Gadis dungu kau!"

Wuuut..! Siluman Mimpi mengibaskan tongkatnya. Tongkat itu memercikkan bunga api ke arah Kumala. Dengan cepat Dewi Ular meniupkan napas gaibnya satu kali.

"Fhuuu...!"

Wuuuubb...! Percikan bunga api itu berbalik arah membungkus wajah Siluman Mimpi.

Buuusss ! Asap mengepul tebal dari letupan pendek. Siluman Mimpi keluar dari gumpalan asap itu sambil terbatuk-batuk.

"Uhuk, uhuk, uhuk. uhuk. hoeek... Cuih!"

Ia memandang Kumala dan menggeram berang.

"Kurang ajar ! Kau benar-benar menantangku, Bocah ingusan!"

Siluman Mimpi bergegas maju dengan mengangkat tongkatnya. Dewi Ular hanya mengangkat satu tangan dengan telunjuk ditegakkan. Ia tetap tenang dan berkata tegas penuh wibawa. '

"Maju selangkah, kulepaskan Aji Wisnu Guntur dari sini. Hilang kekuatanmu sebagai Siluman Mimpi!" ' '

Si tua bertubuh kurus bermata dingin itu terpaksa hentikan langkahnya. Meskipun berang, tapi ia terpaksa berpikir juga dengan ancaman itu. ia tahu persis kekuatan Aji Wisnu Guntur yang dapat melumpuhkan semua kekuatan gaibnya sebagai Siluman Mimpi.

Akhirnya si tua berjubah kuning itu hanya bisa menggeram di tempat dengan tangan tengganggam kuat.

"Setan koplo...! Jadi apa maksudmu sebenarnya, hah?!"

"Bersihkan temanku Hindi itu!"

"Aku tidak melakukan apa-apa, Tolol!" Siluman Mimpi tampak ngotot sekali.

"Kalau aku melakukan tindakan tak senonoh itu. hari ini juga dia tidak akan bisa kembali ke alam kehidupannya. Dia akan mengalami mimpi abadi! Hidup bersamaku di alam mimpi selamanya. Kalau ternyata dia masih bisa hidup di alam ini. berarti bukan aku pelakunya. Tolol!"

Sekarang putri tunggal Dewa Permana dan Dewi Nagadini itu terbungkam dalam senyum tipisnya. Kalem, tapi berpikir secara cepat. ia membenarkan ucapan Siluman Mimpi. Hindi akan mengalami mimpi abadi jika benar dikencani Siluman Mimpi, karena darah kemesraan Siluman Mimpi dapat membuat hidup seseorang pindah alam. terutama jika Siluman Mimpi menghendaki perempuan itu menjadi selirnya. _

"Jika bukan kamu yang ngerjain temanku itu. lantas siapa sosok berbulu lebat seperti gorila itu?"

Siluman Mimpi melengos.

"Aku tidak tahu!"

Dewi Ular mengikuti langkah Siluman Mimpi yang menuju ke pendopo. Hindi mundur bersama Sandhi. Pandu ikut mendekati Sandhi. Buron mengambil langkah ke samping, seakan membentengi ketiga temannya itu. , ,

Siluman Mimpi pun memandangi jelmaan Delvin, napasnya ditarik dalam-dalam. Kumala Dewi berdiri di belakang Siluman Mimpi, namun agak geser ke kanan.

"Kau kenal siapa dia?" pancing Dewi Ular.

"Monyet..!" jawab Siluman Mimpi agak bernada konyol. Kumala menyunggingkan senyum lebar. menahan rasa geli.

"Dia bernama Delvin. Dia baru kukenal. Tahu-tahu berubah menjadi makhluk berbulu seperti itu. Aku tak tahu apa sebabnya ia menjadi begitu."

"Kutukan 'Rewatama'...!" gumam Siluman Mimpi, sepertinya tak ditujukan pada siapa pun.

"Apa maksudmu?"

"Temanmu ini terkena darah kutukan 'Rewatama'. Darah kutukan itu menjadi jamur dalam darahnya sendiri. Jamur itu mempercepat tumbuhnya rambut, dan mengubah susunan tulang serta urat sarat."

"Apakah maksudmu... perubahan genetik?!"

"Bahasa manusia memang begitu. Perubahan genetik"

Siluman Mimpi berjalan Sedikit menjauh. Kegusarannya reda sendiri. Ia bertolak pinggang sebelah tangan sambil memandangi lampu yang ada di sudut-sudut pendopo, juga lampu-lampu taman yang berbentuk bulat seperti bola bening itu.

"Bagus sekali tempat tinggalmu, Dewi Ular. Cukup nyaman untuk ukuran penghuni bumi. Tapi akan lebih nyaman dan lebih menenteramkan lagi jika kau pulang ke Kahyangan dan tinggal di sana bersama ayah dan ibumu! "

"ini urusanku nanti!" sahut Dewi Ular dengan cepat, seakan tak tertarik untuk mengomentari kata-kata Siluman Mimpi. .

"Aku ingin tahu siapa yang memiliki racun kutukan 'Rewatama' itu!" tegas Dewi Ular.

Siluman Mimpi sok angkuh, melirik agak sinis. Setelah membuang pandangannya sepintas, ia kembali mendekati Kumala yang masih berada tidak jauh dari jelmaan Delvin.

"Seharusnya kau belajar lebih banyak dari ibumu! ibumu tahu persis siapa yang menerima kutukan 'Rewatama' itu."

"Kalau kau mengetahui, mengapa aku harus memanggil ibuku?! Kurasa kau akan menjelaskannya daripada aku melepaskan 'Aji Wisnu Guntur' di depanmu, Pak Tua!"

Siluman Mimpi merasa diancam kembali. Lagi-lagi ia menjadi gentar jika mendengar ancaman 'Aji Wisnu Guntur" . Dengan hati kesal, Siluman Mimpi menggeram lirih. lalu berkata dengan lantang. Pandu dan yang lainnya ikut mendengar dengan jelas.

"Pangeran Arya Mahera dari negeri Wirantaka, mencoba menembus alam kedewaan dengan kesaktiannya. Anak muda itu terlalu gegabah. Ia ingin menculik Dewi Sukmarini."

"Tunggu!" potong Kumala.

"Dewi Sukmarini itu tanteku. Eh, maksudku... Dewi Sukmarini itu bibiku. Dia adik bungsu ibuku! Mengapa kau bawa-bawa namanya?!"

"Kau ingin mendengar penjelasanku atau ingin mengecamku?".sentak Siluman Mimpi dengan nada kesal. '

Kumala Dewi melirik Pandu. Pemuda itu menganggukkan kepala samasamar. Kumala menarik napas, menatap Siluman Mimpi lagi.

"Baiklah. Teruskan penjelasanmu!"

Siluman Mimpi melangkah menjauhi Kumala, memandang kolam ikan yang ada di bawah pendopo diterangi lampu taman yang berbentuk bola besar tadi.

"Hampir saja Sukmarini berhasil dibawa lari dari Kahyangan oleh Pangeran Arya Mahera. Tapi tindakannya keburu diketahui oleh kakekmu: Dewa Murkajagat. Bibimu berhasil dirampas kembali oleh Dewa Murkajagat, dan Arya Mahera terkena kutukan 'Rewatama' dari kakekmu."

"Apa akibatnya?" sahut Kumala Dewi.

"Arya Mahera tak bisa hidup di permukaan bumi. Dia hanya bisa berkeliaran di alam mimpi dan menjadi begundalku. ia bisa hidup kembali sebagai manusia apabila ia sudah bisa menghasilkan keturunan. Padahal kutukan itu membuat darah kemesraannya mengandung racun seperti yang kukatakan tadi. Siapa pun yang berhubungan badan dengannya, akan mengalami perubahan genetik dari wujud aslinya menjadi wuiud seekor kera."

"Mengapa begitu?"

"Karena sejak menerima kutukan itu. Arya Mahera berubah menjadi kera berbulu hitam. Tetapi pada suatu saat nanti. menurut kakekmu, Arya Mahera akan berhasil mempunyai keturunan jika ia menemukan perempuan titisan Betari Durgi, raksasa perempuan."

"Apakah menurutnya Delvin atau Hindi adalah titisan Betari Durgi?"

"Aku sendiri tidak tahu. perempuan mana yang menjadi titisan Batari Durgi. Tetapi sifat Arya Mahera adalah coba-coba. Perempuan mana pun yang ditaksirnya akan 'dicoba'..., dalam tanda kutip."

"Maksudnya..., digauli?"

"Benar. Jika perempuan itu adalah darah titisan Batari Durgi, maka hasil 'bergaul'-nya itu akan membuahkan keturunan. Tapi jika perempuan itu bukan keturunan Batari Durgi, dia akan berubah menjadi kera setelah beberapa waktu darahnya tercemar racun kutukan 'Rewatama' itu. Ternyata temanmu yang bernama Delvin itu berubah menjadi kera. berarti dia bukan titisan Betari Durgi."
Dewi Ular Legenda Yang Hilang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah... apakah itu berarti Hindi adalah titisan Betari Durgi, karena dia tidak berubah

menjadi kera?"

"Belum tentu. Siapa tahu racun itu belum menyebar ke seluruh darahnya! Lihat saja beberapa hari ini. apakah dia berubah menjadi kera atau tidak. Jika sampai empat puluh hari lamanya temanmu itu tidak berubah menjadi kera, berarti dia adalah titisan Betari Durgi. Arya Mahera pasti akan mengawininya agar ia dapat hidup kembali sebagai manusia."

"Ooh, tidaaaak...!" Hindi merengek panjang, lalu menangis dalam pelukan Sandhi.

Sementara Sandhi sibuk menenangkan tangis Hindi, Kumala mendekati Siluman Mimpi dan berkata pelan pada si tua berambut aneh itu.

"Dapatkah kau menetralkan pengaruh racun kutukan itu?"

"Kau pikir aku hanya punya tongkat. tanpa punya otak?!" Siluman Mimpi bersungut-sungut.

"Seandainya aku bisa melenyapkan pegaruh racun itu, aku tak akan berani melakukannya! Bisa-bisa aku jadi sasaran kemarahan kakekmu kalau mencampuri urusanya? Hmmm, itu tak mungkin kulakukan. Dan untungnya aku tak bisa melawan racun kutukan 'Rewatama'. Kalau aku bisa melawan kutukan itu, Arya Mahera sudah menjelma menjadi manusia kembali sejak zaman dulu, karena dia selalu merengek padaku memintaku untuk melakukan hal itu."

DeWi Ular hanya bisa tarik napas. Bingung menghadapi kasus ini. 'Urusannya bukan hanya dengan Arya Mahera saja, tapi juga menyangkut kakeknya: Dewa Murkajagat. Padahal setahu Kumala, kalau kakeknya sudah marah, bumi bisa dijungkirbalikkan dalam waktu sekejap. Anak sendiri kalau berbuat salah dan memancing kemarahannya bisa direbus dalam kawah gunung berapi. Memang sadis dewa yang satu itu, tapi kemarahan seperti ini jarang sekali lepas dari kendali batinnya.

"Menurut cerita itu, baru dua kali kakek mengalami kemarahan besar yang amat membahayakan," pikir Kumala Dewi.

"Sebaiknya kau temui kakekmu dan mintalah bantuan beliau buat menolong korbannya si Mahera ini! " saran Siluman Mimpi

"Aku takut permintaanku itu membuat kakek marah."

"Kalau memang dia marah, ya anggap saja apes!" ujar Siluman Mimpi. .

"Selain meminta bantuan kakekku. apakah

tak ada jalan lain untuk menolong mereka"." sambil Kumala menunjuk Hindi dan jelmaan Delvin yang masih terkapar tanpa gerak itu. Siluman Mimpi termenung beberapa saat. ia berpikir sambil mengusap-usap jenggot yang panjangnya sebatas dada itu. Kumala menunggu dengan sedikit cemas. '

***

KABAR tentang musibah misterius yang dialami Gito di rumah Halimah itu cepat menyebar ke mana-mana. Kebetulan salah satu tetangga Halimah bekerja sebagai reporter TV swasta bagian pemberitaan. juga di belakang rumah Gito ada dua orang wartawan yang kost di sana. Tak heran lagi jika kasus tersebut semakin menyebar luas melalui media cetak maupun media elektronik.

Banyak orang mengatakan, suatu mukjizat atau keajaiban telah dialami Gito. Dalam keadaan terluka parah seperti itu, ternyata Gito masih bisa hidup. ia hanya mengalami luka parah dan sedikit guncangan jiwa.

Gito dan Halimah akhirnya saling mengaku, bahwa malam itu mereka memang punya niat kurang baik. Halimah dan Gito saling jatuh cinta. Tapi ayahnya Halimah melarang" keras anak gadisnya menjalin hubungan cinta dengan karyawan pabrik sepatu itu.

Karena mereka sedang kasmaran, maka mereka pun melakukan backstreet Malam itu.

Halimah dan Gito sudah janjian untuk bertemu. Halimah bersedia menerima kedatangan Gito di kamarnya dengan cara lompat jendela pada waktu malam. Namun naas bagi Gito, tiba-tiba ia diserang pihak lain dari belakang secara habis-habisan. Gito sendiri menyangka nyawanya telah meninggalkan raga, harapan untuk bisa hidup dari serangan ganas itu sangat kecil. .

Tapi agaknya Tuhan masih berkenan melindungi keselamatan jiwa Gito. Walau untuk itu Gito harus menerima luka cukup banyak di tubuhnya yang membuat sibuk 'penjahit' di kamar bedah, namun Gito masih bisa bicara dan menjelaskan siapa pelakunya.

"Pelakunya adalah... seekor kera."

"Kera...?!" semua orang terkejut.

"Benar... seekor kera besar. Bahkan tampaknya lebih tinggi dari tinggi badanku. Dia kekar dan ganas. Gerakannya sangat liar."

Mereka yang mendengarnya hanya bisa saling pandang 'dengan terbengong melompong. Bulu kuduk mereka pun meremang merinding. Termasuk beberapa petugas pemberitaan dari sebuah TV swasta dan beberapa wartawan media cetak. sempat terperanjat mendengar pengakuan Gito.

Tapi agaknya mereka tak bisa menyanggah pengakuan Gito. Mereka dihadapkan dengan bukti-bukti yang kuat, antara lain. jenis luka koyak dan robek yang diderita Gito memang sepertinya berasal dari kuku dan gigi tajam seekor binatang buas. Juga luka koyak di leher kiri Gito. menurut dokter luka itu disebabkan oleh gigitan bergigi tajam dan besar. Sementara itu. pihak kepolisian menemukan bulu-bulu hitam di sekitar luka-luka Gito. Bulu-bulu itu setelah diteliti ternyata berasal dari bulu binatang sejenis monyet liar atau orang utan.

"Dia seperti gorila. Berat dan kuat sekali tenaganya." tambah Gito saat diwawancarai pers.

***

Pihak yang berwajib menggeledah tiap rumah di kampung tersebut. Ternyata tidak ada penduduk setempat yang memelihara binatang sejenis monyet, baik itu baboon, siamang. betuk atau yang lainnya..,

"Apalagi gorila, uuh.! Siapa yang mau piara seekor gorila? Cari penyakit aja!? ujar seorang penduduk dalam suasana ngerumpi antar rumah.

Pihak Kumala Dewi yang mendengar kabar pertama kali adalah Sandhi. Sopir yang selalu ikut ke kantor Kumala itu mendengar berita tersebut ketika makan di warung nasi belakang kantor.

"Di mana peristiwa itu terjadi, Pak?" tanya Sandhi kepada pembeli yang membawa kabar tersebut.

"Di sana... di Kampung Manggis, dekat rumah saya.?

"Pasti di dekat rumah Bapak itu ada perempuan yang menjelma menjadi seekor kera."

"Kera siluman, maksudmu?"

"Sebenarnya dia bukan siluman. Dia mengalami perubahan genetik setelah mimpi diperkosa oleh seekor gorila. Gorila itu adalah jelmaan dari Pangeran Arya Mahera yang terkena kutukan Dewa Murkajagat"

Bapak itu tertawa.

"Kamu pantas dapat gelar si Raja Dongeng, mengalahkan raja dongeng anak-anak yang pernah masuk teve itu."

"Lho, saya serius nih, Pak Bukan sedang mendongeng."

"Dik, aku sudah tua'. Aku nggak bisa dibohongi dengan cerita legenda seperti itu. Kalau mau ikut ambil bagian dalam peristiwa misterius itu. carilah cerita lain. Di zaman sekarang cerita legenda kurang begitu disukai anak-anak, apalagi orang setua diriku, pasti akan lebih nggak suka lagi!"

Sandhi bersungut-sungut dengan gerutu pelannya. Tapi pemilik warung itu segera ikut ambil bagian dalam percakapan tersebut. Pak Tua pemilik warung itu berkata kepada bapak yang duduk di sebelah Sandhi. '

"Saya memang pernah dengar.cerita legenda tentang Pangeran Arya Mahera. Cerita itu tak banyak yang tahu. karena Pangeran Arya Mahera berasal dari kerajaan yang nggak begitu ngetop pada masanya. Konon, putra Prabu Jalasentanu mempunyai seorang putra tampan yang sangat sakti. Sang putra itu bernama Pangeran Arya Mahera."

"Tuh, bener kan, Pak...?" sela Sandhi. Bapak itu'mencibir sinis. Tapi pemilik warung melanjutkan kisahnya, karena kebetulan tak ada pembeli yang harus dilayani lagi. _

"Sayang sekali, Pangeran Arya Mahera itu agak sombong karena kesaktiannya itu. Kesombongannya itu membuat ia berani masuk ke Kahyangan, menculik bidadari cantik yang bernama Sang Dewi Sukmarini. Tapi menurut alkisah. ayahnya bidadari itu marah dan mengutuk Pangeran Arya Mahera menjadi seekor kera. Akhirnya, sang pengeran tak bisa hidup lagi sebagai manusia, dan tak mau muncul ke bumi karena malu dengan keadaannya sebagai kera besar itu."

"Tepat sekali! Persis seperti yang saya dengar dari mulut Siluman Mimpi!" ujar Sandhi penuh semangat

"Siluman Mimpi...?!" pemilik warung berkerut dahi.

"Siluman Mimpi itu siapa?" .

Sandhi buru buru sadar bahwa apa yang diketahuinya tak mudah dipercaya oleh orang awam. Maka ia pun buru-buru menetralkan sikap dan ucapannya tadi dengan jawaban konyol. '

"Siluman Mimpi itu bantal dan guling. Hee, hee, hee-, hee "

***

Kumala Dewi tertegun sejenak saat mendengar cerita dari Sandhi tentang Gito dan Halimah. Sandhi bukan saja menceritakan kasusnya Gito saja, tapi juga mengenai si pemilik warung yang mengetahui tentang Pangeran Arya Mahera.

"Ceritanya sama persis dengan yang dituturkan Siluman Mimpi," kata Sandhi.

"Aku sendiri juga heran. kenapa dia bisa mengetahui

cerita tentang Pangeran Arya Mahera? Tapi ketika kusebut-sebut nama Siluman Mimpi. dia tampak bingung.

"Kayaknya nggak kenal sama Siluman Mimpi." '

Beberapa saat setelah tertegun, suara Kumala terdengar seperti orang menggumam.

"Kalau begitu... cerita tentang Arya Mahera sebenarnya adalah sebuah legenda kuno. Mungkin karena negerinya kurang populer di masa itu, maka legenda itu pun hilang begitu saja. Tak banyak dikenal orang."

"Kalau begitu kasusnya Hindi dan Delvin itu adalah suatu bencana yang datang dari legenda yang hilang dong?"

"

"Bisa juga diartikan begitu. Tapi bukan legendanya yang harus kutangani dengan lebih serius lagi, melainkan cara menyelamatkan Hindi dari ancaman racun kemesraan terkutuk itu."' '

Sandhi menarik napas dalam-dalam. cukup prihatin jika teringat nasib Hindi.

"Aku khawatir Hindi akan berubah menjadi gorila juga. seperti Delvin."

"Itu yang kucemaskan," kata Kumala dengan nada datar. Kumala tak menduga akan berhadapan dengan legenda yang hilang. Benaknya sempat menerawang pada beberapa waktu yang lalu. ketika ia berurusan tentang sendang peninggalan sejarah negeri Wirantaka yang terpendam di bawah bangunan hotel di Semarang. Pada waktu itu, ia berhadapan dengan roh Sinandra Rukmi, putri Prabu Jalasentanu, Untuk memperebutkan Batu Kristal Naga, (Baca serial Dewi Ular dalam episode: "KRISTAL PENEBUS NYAWA").

Rupanya sekarang Kumala harus berurusan dengan anak Prabu Jalasentanu yang lainnya lagi. Padahal setelah dipikirkan masak-masak oleh Siluman Mimpi, tak ada cara lain untuk menyelamatkan para wanita yang darahnya sudah tercemar racun kemesraan Arya Mahera selain meminta bantuan Dewa Murkajaget. Siluman Mimpi juga mengatakan, bahwa perempuan yang sudah berubah menjadi kera seperti Delvin, akan sangat membahayakan manusia lainnya. Kera itu akan menjadi liar dan ganas.

Jika sekarang ada kabar seorang pemuda diserang seekor kera,, berarti penjelasan Siluman Mimpi itu memang terbukti kebenarannya. Dewi Ular masih terngiang kata-kata

terakhir sebelum Siluman Mimpi kembali alamnya.

"Temanmu akan berubah menjadi manusia lagi jika sudah mati. Sekarang tinggal pilih mana membunuh teman sendiri supaya berubah menjadi wujud manusia lagi, atau membiarkan kera itu hidup dan akan memakan korban tidak sedikit? Terserah pertimbanganmu, Dewi Ular. Jangan libatkan aku lagi dalam perkara ini."

Bagi Kumala, kedua pilihan sama beratnya. Seperti menghadapi buah simalakama. Jika Delvin dibiarkan hidup, akan memakan banyak korban. Jika dibunuh, sama saja membunuh teman sendiri, atau membunuh orang tak berdosa.

Karenanya, Kumala Dewi mengambil keputusan untuk mengurung Delvin dalam sebuah gudang. Sebelumnya, Kumala terpaksa harus membekukan aliran _darah tertentu yang membuat kera jelmaan Delvin itu tahan pingsan berhari-hari. Tentu saja cara'seperti itu adalah cara darurat, tak bisa dipakai untuk selamanya.

Kini yang menjadi beban pikiran Dewi Ular. sebagai anak dewa yang secara tak langsung bertugas melindungi umat manusia dari bahaya apa pun. adalah mencari gorila yang menyerang Gito dan melumpuhkan dengan caranya sendiri. Jika hal itu tidak dilakukan. maka korban nyawa akan berjatuhan setiap hari.

Kebetulan Kumala mempunyai seorang kenalan yang tinggal di Kampung Manggis. Dia adalah seorang perempuan berusia sekitar 28 tahun yang dikenal dengan nama Maryana.

Maryana bekerja di salonnya Natasia, janda kaya yang cantik dan montok itu. Sekalipun perkenalan Kumala dengan Maryana tak seakrab dengan yang lain. tapi seringnya Kumala melakukan perawatan rambut dan wajah di salon tersebut, maka hubungannya dengan Maryana terjalin dengan baik, (Baca serial Dewi Ular dalam episode: "CINTA TERSESAT KE ALAM LAIN").

Maryana tinggal di rumah petak dengan bersama saudara sepupunya yang bernama Warti. Keduanya sama-sama janda. Warti berusia 26 tahun. Dari perkawinannya yang kandas belum menghasilkan keturunan, tapi sebelumnya Maryana sudah mempunyai seorang anak. Anak itu ikut orangtua Maryana di kampung halamannya.

Perempuan berwajah oval dengan kulit

hitam manis itu'sempat terkejut melihat Kumala Dewi datang ke rumah petaknya. Kedatangan itu sempat membuat Maryana sedikit grogi, sebab ia tahu siapa tamunya yang cantik jelita itu.

"Santai saja, Mar.... Nggak usah repotrepot, aku cuma mampir sebentar kok," ujar Kumala. Saat itu Sandhi ikut turun dari mobil dan duduk di tembok pembatas teras yang tingginya hanya sebatas lutut itu. Maryana juga kenal dengan Sandhi, sebab Sandhi sering mengantar Kumala ke salonnya Natasia.

"Non Mala kok nggak bilang dulu kalau mau datang? Coba kalau bilang dulu, kan tempatnya nggak berantakan begini." '

"Tiba-tiba saja aku ingin singgah kemari untuk menemuimu. Maryana. Ada sesuatu yang ingin kudengar lebih jelas lagi darimu. Tentunya kamu tahu dong soal... seekor'kera yang menyerang seorang pemuda pada malam hari?" .

"000, itu sih orang seberang sana,. Non Mala. Saya kenal nama Gito. orang yang hampir mati di serang gorila! Kenal baik saya sih...!" Maryana merasa sedikit bangga menjadi orang yang kenal dengan Gito. Sebab, pada waktu itu nama Gito dan Halimah masih hangat-hangatnya menjadi topik yang dibicarakan oleh hampir setiap mulut penghuni Kampung Manggis itu. .

Tanpa diminta lagi. Maryana menceritakan peristiwa itu dengan penuh semangat. Dewi Ular dan sopir pribadinya sengaja menjadi pendengar yang baik. Tak memotong katakata Maryana sedikit pun. Maryana sendiri menjadi lebih bangga lagi karena bisa menjadi narasumber bagi seorang paranormal cantik yang dikagumi banyak orang itu. '

"Apakah sebelumnya pernah terjadi peristiwa seperti Itu?" tanya Kumala setelah Maryana selesaikan ceritanya. ,

"Belum. Non! Sama sekali belum pernah ada kejadian semengerikan malam itu."

"Apakah ada yang pernah melihat seekor kera berkeliaran di sekitar sini pada malam malam sebelumnya?"

"Kayaknya sih... nggak ada yang pernah cerita melihat kera keluyuran malam hari. Pokoknya peristiwa itu merupakan peristiwa aneh yang baru kali ini dialami oleh penduduk sekitar Kampung Manggis ini. Kalau toh ada cerita menyeramkan hanyalah cerita tentang hantu dan cerita setan lainnya. Bukan soal

gorila."

Dewi Ular manggut-manggut dan diam sebentar. Sandhi ganti mengajukan pertanyaan yang Sebenarnya ingin diajukan oleh Kumala sendiri.

"Kamu kenal dengan Halimah, Mar?"

"0. kenal dong! Seminggu sebelum peristiwa itu terjadi, Halimah pernah meneduh di sini saat hujan turun dengan deras. Malah sempat ngobrol denganku tentang cowok-cowok di kampusnya," lalu Maryana tertawa geli sendiri.


The Spiderwick Chronicles 1 Panduan Pendekar Banci Karya S D Liong Pendekar Pulau Neraka 44 Pendekar Tanah

Cari Blog Ini