Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien Bagian 1
Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
1Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
2Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
3Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
4
Pahala bagi anak berbakti
Karya:
Siao Shen Shien
//facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Gunawan AJ
Kontributor - Scanner : Awie Dermawan
OCR ? convert pdf Text : Tan WillyPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
5
DISCLAIMER
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi
para pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi
pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan
dipasaran dari kpunahan, dengan cara mengalih
mediakan dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan abjek alih media
diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan,
usia,maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari
kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek
buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan
kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital
sesua? kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial
dari buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital
ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor EbookPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
6
Daftar Isi :
1. Pahala Bagi Anak Berbakti
2. Ouw Peh Coa (Siluman Ular Putih ? Pay Su
Chen)
3. Gadis yang cerdik lagi perkasa
4. Hukuman bagi Anak Durhaka
5. CHI KUNG menolong anak berbakti
6. Asal Sinci (Papan Roh)
7. Hikayat Giok Hong Siang Tee (Asal Mula
Perayaan Tahun Baru Imlek)
8. CAP GO MEH
9. Sembayang CENG BENG
10. MA CHO PO (Kisah Dewi Pelindung Pelaut)
11. Hikayat PEH CUN
12. Riwayat CIO KO (Sembayang Rebutan)
13. Perayaan Tiong Ciu Pia
14. TANG CHEPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
7
PAHALA BAGI ANAK BERBAKTI
Di atas gunung Lotus (Teratai) yang tak jauh letaknya
dan istana Dewi Ong Bu, hidup dua ekor Rase (Rubah)
betina yang telah berhasil merampungkan tapanya,
hingga berhasil mencapai kesempurnaan hidup. Hari itu
mereka kumpul bersama dalam suasana menyenangkan.
"Kudengar di kampung Lu Hua hidup seorang pemuda
she (marga) Khu yang jujur lagi amat berbakti terhadap
orang tua", kata salah seekor Rase, "kemarin ada Dewa
yang menyatakan, bahwa pemuda itu akan mengalami
musibah, yang kemungkinan dapat membahayakan
nyawanya. Sebenarnya aku ingin turun ke bumi untuk
menolongnya, tapi apa hendak dikata, aku telah disuruh
oleh Dewi Ong Bu berangkat ke istana Pak-tauw.
Dapatkah kau mewakiliku untuk membantu pemuda itu
hingga terhindar dan malapetaka, Gin-ho (Rase Perak)?".
"Baiklah Hua-ho (Rase Bunga), akan kuwakili kau
mem-bantunya", sahut Gin-ho.
Ginho segera naik awan menuju ke kampung Lu Hua.
Pemuda berbakti yang bertempat tinggal di Desa Lu
Hua bernama Khu Hui Goan, telah lama ayahnya
meninggal dunia. Dia mengandalkan kepandaiannya
menulis surat dan mem-buat 'Tui Lian' bagi orang lain,
untuk membiayai hidupnya dan ibunya yang telah tua
serta buta. Setiap harinya, selain mencari penghasilan diPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
8
luar, Hui Goan harus melayani ibunya makan dan
kebutuhan lainnya. Dia pula yang melakukan pekerjaan
rumah tangga. Dia baru beristirahat setelah ibunya tidur.
Pada suatu hari, sekembalinya dia ke rumah seusai
melakukan pekerjaan di luar, Hui Goan bermaksud
menanak nasi, tapi didapati tempat berasnya telah
kosong. Dia bermaksud membeli beras, tapi apa mau dia
tak memiliki sebab dalam beberapa hari belakangan ini
usahanya agak sepi.
"Apa yang harus kulakukan sekarang? Ibu tak boleh
kelaparan", Hui Goan gugup, "sebaiknya kugadai pakaian".
Dia membuka koper, mencari pakaian yang dianggap
masih berharga untuk digadaikan. Dalam mencari-cari
pakaian, dia telah menemukan selembar surat hutang
yang ditanda-tangani oleh Lu Kie. "Lu Kie? Bukankah dia
orang kaya di kampung ini? Sulit dipercaya dia berhutang
pada ayah", gumam Hui Goan sambil membaca surat
hutang itu. Maka kemudian dia menemui ibunya: "Nio,
saya telah menemukan surat hutang yang ditanda
tangani Lu Kie ---Bukankah Lu Kie orang Icaya lagi
terpandang?". "Bila tidak kau tanya aku hampir
melupakannya", kata sang ibu, "itu terjadi duapuluh
tahun yang silam". Khu?bo, ibu Hui Goan mulai bercerita:
"Pada saat itu keadaan Lu Kie amat miskin, banyak
hutangnya. Suatu ketika isterinya meninggal, tapi dia tak
punya uang untuk pemakamannya. Meminjam uang padaPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
9
orang lain sudah tidak dipercaya lagi, karena belum
melunasi hutang lamanya. Maka kemudian dia terpaksa
menemui ayahmu, mengemukakan kesulitannya. Ayahmu
merasa kasihan padanya, memberinya 100 tail perak
tanpa jaminan apa-apa. Lu Kie yang malu hati, sengaja
membuat surat hutang. Pada mulanya ayahmu tak mau
menerima surat itu, tapi Lu Kie terus mendesaknya,
hingga ayahmu terpaksa menerimanya juga. Ayahmu
menyerahkan surat hutang itu padaku. Aku
menyimpannya di koper dan tak pernah mengingat
ingatnya lagi. Tahun berikutnya kau dilahirkan, sejak saat
itu usaha ayahmu mulai menurun, mulai berhutang pada
orang untuk menutupi ketekorannya. Tapi makin lama
tambah menumpuk hutangnya, hingga terpaksa menjual
sawah dan rumah. Mulai saat itu kits menempati rumah
tua ini. Kegagalan usaha telah membuat ayahmu sering
bermurung akhirnya jatuh sakit dan meninggal tak lama
kemudian. Sejak ditinggal mati ayahmu, ibu harus bekerja
keras untuk membiayai hidupmu. Tatkala kau telah
berusia 16 tahun, ibu telah jadi seorang tuna-netra
seperti sekarang ini. Menurut kabar, Lu Kie telah menjadi
kaya raya berkat melakukan usaha yang tidak halal.
"Kiranya begitu", kata Hui Goan seusai mendengar
penuturan ibunya, "setelah kaya, dia tentunya bersedia
melunasi hutangnya. Akan saya temui dia".
"Boleh kau coba", kata Khu?bo.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
10
Maka Hui Goan pun berangkat ke rumah keluarga Lu.
Rumah Lu Kie besar lagi mewah. Hui Goan
menghampiri dua orang penjaga di muka rumah. "Siapa
kau? Apa maksudmu ke mari?", tegur salah seorang
penjaga. "Saya Khu Hui Goan, ingin bertemu dengan Lu
Wan?gwa", Hui Goan mengungkapkan maksudnya.
"Tunggulah kau sebentar, akan kuberitahukan Looya",
kata si penjaga sambil masuk. Tak lama kemudian dia
keluar lagi seraya berkata: "Mari masuk". Hui Goan
mengikuti sang pesuruh, begitu berhadapan dengan tuan
rumah, langsung dia menyapa: "Paman Lu". "Siapa kau?
Apa maksudmu menemuiku?". "Saya Khu Hui Goan",
sahut Hui Goan, "ayah saya ber-nama Khu Yun Choan".
"Khu Yun Choan.... ya, ingat aku sekarang", Lu Kie
mengangguk, "bukankah dia telah lama meninggal?".
"Benar paman". "Apa maksudmu ke mari?". "Saya ingin
memohon bantuan paman untuk melunasi hutangmu
belasan tahun yang silam", Hui Goan menerangkan, "ini
adalah surat hutang yang paman buat dulu itu". Lu Kie
mengambil surat hutang tersebut, membacanya, seketika
berobah wajahnya, segera mengoyak-ngoyaknya.
"Paman...", Hui Goan membelalakkan mata.
"Bagaimana mungkin orang kaya sepertiku berhutang
seratus tail perak pada ayahmu? Ini jelas merupakan
pemerasan!".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
11
"Tapi itu kan jelas tanda-tangan paman...", kata Hui
Goan agak gugup.
" Sungguh besar nyalimu bocah, hingga berani meniru
tanda-tanganku", Lu Kie bertambah marah. "Dengan
mengoyak surat itu, jelas kau tak mau membayar hutang,
Lu Kie", mulai panas hati Hui Goan. "Lekas usir bocah ini!",
Lu Kie menyuruh pembantunya. Kedua pembantu Lu Kie
segera menyeret Hui Goan, mendorongnya ke luar pintu,
kemudian menutupnya cukup keras.
Khu Hui Goan meninggalkan rumah Lu Kie sambil
menunduk lesu. "Sungguh memalukan sebagai anak tak
dapat menyenangkan orang tua", keluhnya. "Apa yang
dapat kulakukan sekarang? Kini aku tak memiliki uang,
Nio tentu akan mati kelaparan! Dan pada hidup tak dapat
menyenangkan orang tua, lebih baik aku mati saja".
Dilepaskannya ikat pinggang, melibatkannya di dahan
pohon. Tatkala dia bermaksud menjerat lehernya,
mendadak terdengar sebuah suara: "Dasar anak yang
tidak berbakti --- Kalau kau mati sendiri bukan soal, tapi
kau memiliki ibu yang buta, yang perlu kau beri makan
dan rawat!". Hui Goan membatalkan maksudnya,
berpaling ke asal suara, tapi dia tak melihat seorang pun
di situ. "Aneh, jelas tadi aku mendengar suara orang, tapi
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di mana orangnya?", gumamnya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
12
Tiba-tiba dia melihat tak jauh dari dirinya ada sebuah
bungkusan, segera dia menghampiri dan mernungutnya.
Ketika dibuka, isinya ternyata 10 tail emas. "Tampaknya
Thian selalu memberi jalan keluar bagi umat-Nya, agar
tidak berputus asa", mulai terkembang senyum lagi di
wajah Hui Goan, "mungkin ini merupakan pemberian
Dewa". Tapi dia segera balik berpikir: "Tak mungkin, uang
emas ini pasti ada pemiliknya. Aku tak boleh mengambil
barang orang, bila tidak akan mencelakai orang lain". Hui
Goan duduk di bawah pohon: "Akan kukembalikan uang
ini pada pemiliknya. Dia pasti akan datang mencarinya ke
mari".
Tak lama kemudian tampak mendatangi seseorang,
yang ternyata seorang gadis berusia 20?an. Gadis itu
celingukan, seakan sedang mencari sesuatu. "Benar
benar sedang sial aku", gumam gadis itu kemudian, "bila
tak berhasil kutemukan, ayahku tentu akan dihajar oleh
orang kaya itu".
"Apa yang nona cari?", tanya Hui Goan. "Saya
kehilangan sebungkus uang emas", si gadis menerangkan,
sedih benar sikapnya.
"Uang emas? Berapa tail?".
"Sepuluh tail", sahut gadis itu, "sedianya untuk
membayar hutang ayah".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
13
"Bungkusan ini nona?", Hui Goan rnengeluarkan
bungkusan uang itu.
"Benar", si gadis mengangguk.
"Coba nona periksa". Si gadis membuka bungkusan,
menghitung jumlah uang-nya: "Benar Kongcu baik sekali.
Ambillah setail sebagai tanda terima kasihku". "Tak usah
nona, simpanlah kembali Bukankah ayah-mu hendak
membayar hutang?"
"Aka rela memberikan padamu", ucap si gadis.
"Maaf nona, bukannya saya tak butuh uang, tapi saya
lihat nona lebih membutuhkan uang itu", ajar Hui Goan,
"hati-hati jangan sampai hilang lagi". Hui Goan
meninggalkan gadis itu. "Dia benar-benar pemuda yang
jujur lagi berbakti terhadap orang tua", si gadis
memandang kepergian si pemuda.
Ternyata gadis itu bernama Ouw Siok Goat.
Sebelumnya dia sempat melihat sikap Hui Goan yang lesu
sedih, seperti orang yang berputus asa, menyusul
dilihatnya pemuda itu bermaksud membunuh diri, maka
dia segera mencegah perbuatan Hui Goan sambil cepat
cepat bersembunyi setelah meletakkan sebungkus sang
emas. Namun kenyataannya Hui Goan tidak tamak akan
harta, walau sesungguhnya dia sangat membutuhkannya.
Hal itu telah membuat Siok Goat jadi mengagumi watak siPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
14
pemuda. "Tampaknya Khu Kongcu sedang dirundung
kegelapan, aku harus membantunya", pikir Siok Goat. Di
lain fihak, dengan adanya kejadian di atas, Hui Goan jadi
membatalkan maksudnya untuk membunuh diri. Setiba di
rumah, dia memanggil: "Nio....". Tapi tiada sahutan dari
ibunya. Tiba-tiba Hui Goan melihat sebuah bungkusan di
atas meja, mirip dengan bungkusan milik si gadis yang
hilang tadi, yang membuatnya keheranan. Ketilca Hui
Goan membukanya, isinya ternyata 10 tail emas dan
disertai sepucuk surat.
Isi surat itu berbunyi: ?Kongcu, saya tahu kau sedang
mengalami kesulitan keuangan. Untuk sementara aku
belum membutuhkan uang ini, maka pakailah olehmu:
Ouw Siok Goat?.
Baru selesai Hui Goan membaca surat itu, telah
didengar suara ibunya: "Baru pulang Goan-jie!?". "Nio...",
panggil Hui Goan. "Berhasil kau menagih hutang?". "Tidak
Nio", sahut Hui Goan, lalu menceritakan-apa yang
dialaminya di rumah Lu Kie. "Bila demikian, kita akan
kelaparan, sebab tak ada lagi beras di pendaringan", sang
ibu cemas.
"Tak perlu cemas Nio", Hui Goan berusaha
menenangkan ibunya, "di tengah perjalanan pulang tadi
saya telah bertemu dengan seorang gadis yang baik hati,
ketika tahu saya membutuhkan uang, lalu meminjamkanPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
15
sejumlah uang pada saya". "Siapa dia? Di mana
tinggalnya?", tanya Khu-bo berturut
turut. "Dia hanya memperkenalkan dirinya bernama
Ouw Siok Goat", Hui Goan menerangkan, "saya ingin
membeli beras dulu Nio".
"Jangan lama-lama nak".
Saya akan segera kembali Nio".
***
Tak jauh dari rumah Khu Hui Goan, tampak berjalan
beberapa orang; yang berjalan di muka adalah Lu Kie,
diiringi oleh Phuy Suya, penasehatnya, dan beberapa
orang pembantu lain-nya. Mereka sedang mencari lokasi
yang dianggap cocok untuk membangun tempat
peristirahatan. "Tang Ang, 'Hong Sui' di daerah ini baik
sekali", kata Phuy Suya pada majikannya, "bila tuan
membangun vila di lokasi ini, tentu akan membuat Tang
Ang tambah kaya". (Tang Ang artinya sama dengan Boss
zaman sekarang). "Benarkah itu?", tanya Lu Kie dengan
wajah berseri.
"Sungguh tuan". "Rumah tua di bawah itu milik siapa?",
Lu Kie menuding rumah Khu Hui Goan yang dibangun di
bawah gunung.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
16
"Milik Khu Hui Goan, yang ditempatinya bersama ibu
nya", menerangkan salah seorang pembantunya.
"Ternyata miliknya", kata hati Lu Kie, "kalau begitu
akan lebih mudah kuselesaikan --- Akan kubeli rumah itu,
lalu membangun Vila di sini". Dalam pada itu Phuy Suya
telah berkata: "Tang Ang, saya memiliki cara untuk
mengusir mereka tanpa mengeluarkan uang satu Bun
pun".
"Bagaimana caranya?", tanya Lu Kie segera. Phuy Suya
membisiki sesuatu, kemudian meneruskan: "Asal kita
berbuat begitu, segalanya pasti beres".
"Rencana yang bagus", Lu Kie kegirangan, "mari kita
turun untuk menemui mereka".
***
Hui Goan sedang berbincang-bincang dengan ibunya
ketika mendengar ada yang mengetuk pintu. Hui Goan
segera membukakannya.
"Kau...?", dia membelalakkan mata ketika melihat Lu
Kie yang berdiri di depan rumahnya,
"apa maksudmu ke mari?".
"Kedatanganku ingin memberitahukanmu, bahwa aku
ingin mengambil kembali tanah dan rumah ini", kata LuPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
17
Kie, "tanah ini milikku, sebelumnya aku membiarkan saja
kau ternpati. Sekarang aku mau pakai, kuberi kau waktu
tiga hari untuk mengosongkan rumah ini!".
"Siapa bilang tanah ini milikmu?", tiba-tiba Khu-bo ber
kata begitu.
"Nio....".
"Lu Kie, kau benar-benar seorang yang tak mengenal
budi", kata Khu?bo lagi, "bila tempo hari suamiku tidak
memberi pinjaman uang, mungkin kau takkan dapat
hidup sampai sekarang --- tak sangka, setelah jaya, kau
ingin menguasai satu-satunya milik kami. Kau benar
benar manusia yang berhati binatang. Kau pasti akan
mendapat hukum karma nantinya!".
"Aku telah berbaik hati dengan membiarkan kalian me
nempati rumah ini tanpa memungut sewa", Lu Kie masih
berusaha mengakui rumah itu miliknya, "sekarang aku
ingin membangun villa di daerah ini, maka kalian harus
tahu diri untuk pergi dan rumah ini!".
"Dasar kulit badak, surat tanah dan rumah lengkap di
ta-nganku!", ucap Khu?bo, "biar harus berurusan dengan
fihak yang berwajib juga, aku tak takut".
Saking malu belangnya terbuka, Lu Kie berobah jadi
ma-rah. "Akan kau rasakan akibatnya nanti!", ancamnya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
18
"Cara apapun yang kau tempuh, aku tidak takut!",
tantang Khu?bo, "sebab rumah ini adalah milikku yang
sah".
"Huh, marl kita pulang!", Lu Kie mengajak anak
buahnya. Sepergi Lu Kie dan kaki tangannya, Khu?bo
menangis sedih. "Kenapa jadi begini nasib kita nak",
ucapnya dengan di-selingi sedu-sedan.
"Jangan bersedih, Nio", Hui Goan berusaha menghibur
ibunya. "Kau harus hati-hati Goan?jie", kata sang ibu,
"bangsat itu tentunya takkan man menyudahi persoalan
ini sampai di situ saja".
"Saya Nio", Hui Goan mengangguk.
***
Lu Kie pulang dengan diliputi rasa malu dan dongkol.
"Benar-benar kurang ajar nenek itu", gerutunya, "biar
bagaimana juga harus kuberi dia pelajaran pahit".
"Sabar Tang Ang", kata penasehatnya, "saya masih
me-miliki cara lain".
"Cara apa lagi?", Lu Kie penasaran. "Malam ini kita
suruh orang membakar rumah mereka", Phuy Suya
menerangkan, "besok pagi kita suruh orang
memakamkan jenazah mereka dan memberesi puing
puing".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
19
"Ha, ha, bagus, bagus", Lu Kie tertawa kegirangan,
"kau memang penasehatku yang cerdik".
Sang penasehat tersenyum bangga. Lu Kie segera
menyuruh beberapa orang bajingan untuk membakar
rumah Khu Hui Goan malam itu, dengan memperoleh
imbalan yang memadai.
Setelah kentongan ketiga, tampak beberapa bayangan
hi-tam mendekati rumah keluarga Khu. Mereka adalah
para bajingan yang disuruh membakar rumah Hui Goan.
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi, sebelum mereka tiba di tempat tujuan, di depan
me-reka berdiri seorang wanita, yang ternyata Ouw Siok
Goat.
"Kalian ingin ke rumah keluarga Khu?", tanya Siok Goat
setelah para bajingan tiba di hadapannya.
"Kau...", yang jadi pemimpin rombongan menatap
heran, "bagaimana kau tahu?".
"Sudah barang tentu aku tahu", kata Siok Goat, "kalian
telah salah arah".
Selesai berkata, Siok Goat menggerakkan lengan
bajunya. Keempat bajingan itu pada menggigil kedinginan,
hilang pula akal warasnya. "Lekas kalian kembali, setelah
menikung, akan tiba di rumah keluarga Khu", kata Ouw
Siok Goat.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
20
Keempat bajingan tersebut patuh, membalikkan tubuh
me-ninggalkan tempat itu, tak lama tibalah mereka di
muka rumah yang besar mewah.
Rumah itu sesungguhnya bukan tempat tinggal Khu
Hui Goan, tapi rumah keluarga Lu.
"Ini dia rumahnya", si pemimpin rombongan menuding
rumah Lu Kie.
"Mari kita bakar!", kata satunya. "Mari, sambut dua
lainnya. Mereka berempat bagaikan orang yang
kehilangan akal waras, menyalakan obor, mulai
membakar rumah Lu Kie.
Api makin lama berkobar semakin besar, membuat
panik para pembantu rumah tangga Lu Kie. "Lekas kita
laporkan pada Looya", kata salah seorang pembantu Lu
Kie.
"Mari!", sambut temannya. Mereka bergegas menemui
majikannya. "Celaka Looya", kata salah seorang
pembantu begitu ber-temu dengan Lu Kie. "Ada apa?", Lu
Kie keheranan. "Ada orang yang membakar rumah tuan",
sang pembantu memberitahu.
"Apa?", Lu Kie amat terperanjat, segera mengajak
pembantunya keluar. Terlihat olehnya beberapa bajingan
yang disuruh membakar rumah Hui Goan, malah telahPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
21
membakar rumahnya. Lu Kie langsung menghampiri
mereka seraya menghardik: "Sudah sintingkah kalian?
Kenapa rumahku yang kalian bakar?".
Dibentak begitu, keempat bajingan itu bagaikan orang
yang baru sadar dari mimpinya.
"Kenapa jadi begini?", si pemimpin rombongan jadi
kehe-ranan sendiri. Para pembantu Lu Kie sibuk
memadamkan api. "Aku kan menyuruh kalian membakar
rumah Khu Hui Goan", Lu Kie masih belum hilang
dongkolnya, "kenapa kalian malah membakar rumahku?".
"Lu Looya, kami...", saking gugupnya, si pemimpin rom
bongan tak dapat meneruskan ucapannya. "Kenapa
kalian?".
"Tadi kami telah bertemu seorang gadis yang
menunjukkan jalan ke mari. Kami seperti telah disihirnya,
hingga menuruti saja apa katanya...", menerangkan
kepala bajingan. "Mungkin mereka telah berternu dengan
hantu", kata hati Lu Kie. Maka dia segera menghampiri
penasehatnya yang kala itu telah pula keluar, untuk
melihat kebakaran.
"Daya apa lagi yang masih kau miliki Phuy Suya!?",
tanyanya. "Sekarang sebaiknya kita mengeluarkan
sejumlah uang untuk mempengaruhi pejabat penegak
hukum, Tang Ang", sang penasehat menyarankan.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
22
Lu Kie segera mengajak sang penasehat untuk
menemui pejabat yang dikenalnya. Namun sebelum
mereka tiba di tempat yang dimaksud, telah terdengar
panggilan seseorang: "Lu Looya". Lu Kie menghentikan
Iangkah, berpaling.
Di belakangnya berdiri seorang gadis cantik.
Lu Kie langsung tertarik pada kecantikan si gadis. "Ada
apa nona?", tanyanya sambil cengar-cengir, "ada yang
dapat Loohu bantu?". "Nama saya Ouw Siok Goat, kedua
orang tua saya mendadak meninggal dalam waktu
bersamaan, sedang saya tak punya uang untuk
memakamkan mereka. Tolonglah Looya berbuat amal
dengan meminjamkan saya sejumlah uang".
"Jangan sia-siakan kesempatan baik ini, Tang Ang",
Phuy Suya membisiki majikannya. "Baiklah, aku bersedia
membantumu", kata Lu Kie, "ajaklah aku ke rumahmu".
"Mari Looya!", ajak Siok Goat. Lu Kie dan Phuy Suya
mengikuti. Tak berselang lama, tibalah mereka di sebuah
rumah kecil. Siok Goat mengajak Lu Kie dan Phuy Suya
masuk. Terlihat sepasang jenazah suami istri berusia
setengah baya terbaring di ranjang. Siok Goat menangis
sedih. "Berapa yang nona butuhkan?", tanya Lu Kie. Tiada
sahutan. Ketika Lu Kie dan penasehatnya berpaling ke
tempat Siok Goat berada, mereka tak melihat gadis itu
lagi.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
23
"Aneh, ke mana dia?", Lu Kie keheranan. "Ya,
mendadak hilang", ujar Phuy Suya. Tiba-tiba dari sisi
mereka terdengar sebuah suara: "Kami di sini!".
Ketika berpaling ke asal suara, jantung mereka seakan
mau copot saking kagetnya. Kedua jenazah yang semula
berbaring di ranjang, mendadak telah berdiri di hadapan
mereka. "Lekas bayar nyawa kami Lu Kie", kata 'mayat
hidup' lelaki, "kami terpaksa membunuh diri karena
didesak harus melunasi hutang padamu".
"Ampun...", Lu Kie berteriak ketakutan, menggigil
tubuhnya. "Dosamu sudah luber, telah tiba saatnya untuk
dikirim ke Neraka!", kata sang mayat hidup lagi, sambil
bersiap-siap me-nerkam.
"Jangan... ampun...!", teriak Lu Kie lagi.
Dia segera membalikkan tubuh, bermaksud
nenghambur ke luar dengan diikuti oleh penasehatnya.
Tapi apa hendak dikata, pintu depan dikunci dari luar,
membuat mereka tak dapat buron. Tiba-tiba tengkuk Lu
Kie dan Phuy Suya dipegang oleh tangan yang dingin.
Mereka terpaksa membalikkan tubuh, terlihat sepasang
tangan dan kepala mayat hidup itu telah lepas dari
tubuhnya, melayang-layang di tengah ruang. Sedangkan
tubuh tanpa kepala dan tangan itu menari-nari di lantai.
Hal itu membuat Lu Kie dan Phuy Suya tambah ketakutan.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
24
"Ampun... hantu...!", Lu Kie dan penasehatnya menjerit
bersamaan sambil berlari-lari di dalam ruang, untuk
menghindari cengkeraman tangan yang melayang kian
ke- mari. Rumah itu mendadak lenyap, yang tinggal
hanyalah te-riakan ketakutan dari Lu Kie dan
penasehatnya di daerah pegunungan yang sepi....
***
Isteri Lu Kie amat cemas, sampai jauh malam
suaminya belum juga kembali. Maka dia pun menyuruh
para pembantu-nya untuk mencari sang suami. Setelah
mereka mencari ke sana ke mari, baru berhasil
menemukan majikan dan penasehatnya. Namun keadaan
mereka bagaikan telah kehilangan akal warasnya,
berteriak sambil menari-nari di jalan. Nyatanya mereka
jadi sinting akibat dicekam ketakutan yang amat sangat.
"Sedang apa Looya di sini?", tanya salah seorang
pembantu Lu Kie.
"Oh, Malaikat utusan Giok Tee telah datang", seru Lu
Kie. Melihat majikannya dan Phuy Suya telah sinting, para
pembantu keluarga Lu mengajak mereka pulang. Setiba
di rumah, sang pembantu melapor pada nyonya-nya:
"Looya dan Phuy Suya jadi sinting, Hujin".
"Sinting?", nyonya Lu terperanjat, "lekas panggil
Tabib!". "Baik Hujin". Walau telah diobati, penyakit Lu KiePahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
25
dan Phuy Suya tak juga sembuh. Sepanjang sari mereka
mengoceh yang bukan-bukan, tak jarang pula memakan
kotoran manusia. Sering juga mereka main kuda-kudaan,
bagai anak kecil.
Nyonya Lu yang khawatir sikap mereka dapat memba
hayakan orang lain, segera menyuruh pembantunya
untuk mengurung swami dan penasehatnya di gudang.
Hari-hari selanjutnya terus dilalui oleh Lu Kie dan penase
hatnya dengan ulah yang aneh. Sampai pada suatu
malam, Lu Kie menghampiri lilin yang sengaja digunakan
untuk menerangi ruang, mengambilnya sam-bil tertawa
tawa: "Ha, ha, menarik sekali!". Lalu dipakainya api lilin
untuk menyalakan kayu bakar.
Dalam sekejap api membesar dan membakar gudang
itu. Namun Lu Kie dan Phuy Suya bukan saja tidak
berusaha untuk meloloskan diri, bahkan memandang
kobaran api itu sebagai sesuatu yang menarik. Akibatnya
mereka mati terbakar. Ketika nyonya Lu tahu akan hal itu,
segera menyuruh para pembantunya memadamkan api,
tapi sudah terlambat. Gudang itu musnah dimakan 'si
jago merah' berikut suami dan penasehatnya. Terpaksa
Lu Hujin memakamkan jenazah suami dan penasehatnya
yang mati terbakar,
Ternyata segalanya itu adalah ulah Ouw Siok Goat,
yang telah menggunakan kesaktiannya, menciptakan duaPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
26
mayat hidup, yang mengakibatkan Lu Kie dan Phuy Suya
jadi sinting saking takutnya. Berdasarkan kesaktiannya
pula, dia mengetahui diri Hui Goan telah terhindar dari
mara-bahaya, maka Siok Goat segera menunggang awan
untuk kembali ke Surga. "Sudah kembali kau, Gin-ho'?",
Hua-ho (si Rase Kembang) menyambut kedatangannya.
"Ya, aku telah menolong anak berbakti itu hingga lolos
dari musibah", sahut Siok Goat.
Siok Goat menggoyangkan tubuh, seketika menjelma
kem-bali jadi Rase. Tiba-tiba terdengar suara dari
angkasa: "Gin-ho, Hua-ho, dipanggil oleh ,Ong Bu Nio
Nio!". Kedua rase sakti itu segera menunggang awan,
berangkat ke istana Dewi Ong Bu....
***
Sejak memperoleh uang emas, hidup Khu Hui Goan
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jadi tenang, tekun belajar.
Setelah menganggap cukup kepandaiannya, dia pun
pamit pada ibunya untuk mengikuti ujian di kota Raja.
Sebelum berangkat, dia telah memakai seorang pelayan
untuk melayani ibunya. Nyatanya Thian selalu
memberkahi anak yang berbakti. Hui Goa berhasil
mencapai gelar Conggoan (Sarjana) dalam ujian Negara.
Hui Goan bergegas pulang ke kampung halamannya,
untuk menyampaikan kabar gembira itu. "UntukPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
27
selanjutnya kita tak usah khawatir kelaparan lagi Nio",
kata Hui Goan pada akhirnya. "Kita harus bersyukur pada
Thian, juga pada nona Ouw", ucap sang ibu.
OUW PE CHOA (SILUMAN ULAR PUTIH & ULAR
HIJAU)
Sejak zaman dulu hingga sekarang, kisah Ouw Pe Choa
amat digandrungi orang, maka tidaklah mengherankan
bila cerita ini telah diterbitkan ke dalam berbagai bahasa
serta telah pula berulang kali dipindahkan ke pita Celluloid,
sejak film bisu hingga ke film berteknik unggul seperti
sekarang ini.
Kini, cerita yang memukau ini kami persembahkan bagi
anda. Selamat membaca, semoga anda puas, lagi
meninggalkan kesan yang dalam.
Di atas gunung Go Bie yang indah menawan
panoramanya, hidup dua ekor ular: ular putih dan ular
hijau. Kedua binatang ini telah bertapa lebih dari 1000
tahun, hingga kemudian mereka telah dapat merobah
bentuk menjadi dua gadis yang cantik mempesona. Sang
ular putih menamakan dirinya Pe Siok Chin dan ular hijau
menyebut dirinya Siao Cheng.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
28
Bila sedang berada di dalam masyarakat, mereka
berlaku seperti majikan dan pembantu. Pe Siok Chin
sebagai majikan dan Siao Cheng menjadi pembantunya.
Telah cukup lama mereka mendengar akan keindahan
panorama telaga See-auw, ke situlah mereka menuju.
Namun setiba di tepi telaga See-auw, mendadak turun
hujan lebat sekali. "Hujan celaka!", gerutu Siao Cheng.
"Agak sial nasib kita", kata Pe Siok Chin. Keduanya cepat
meneduh di bawah pohon. Tiba-tiba terlihat seorang
pemuda berpayung yang sedang memanggil perahu di
tepi telaga: "Choan-khe, tolong antarkan aku ke Cheng Po
Mui, akan kubayar lebih dari biasa!".
Si tukang perahu merapatkan perahunya ke tepi telaga.
Pemuda itu naik. "Brengsek", gerutu Khouw Sian, pemuda
itu, setelah berada di dalam perahu, "pakaian baruku jadi
kotor". Khouw Sian bekerja di toko obat, dia baru sajaPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
29
berziarah ke makam orang tuanya pada hari Cheng Beng,
sekalian menikmati keindahan panorama telaga See-auw
yang terkenal itu, tapi apa mau dikata, mendadak telah
turun hujan lebat benar.
Di lain fihak, Siao Cheng berkata: "Entah kapan
redanya hujan inn, sebaiknya kita naik perahu juga, kak".
Pe Siok Chin langsung menyetujuinya. Mereka lantas
berlari-lari ke tepi telaga. "Choan-khe", seru Siao Cheng,
"tolonglah bawa kami ke Cheng Po Mui". Si tukang perahu
tak berani mennituskan, bertanya pada Khouw Sian: "Kita
ajak tidak, Siangkong?". "Kasihan mereka, biar kita ajak
serta", sahut Khouw Sian. "Silakan naik, Jiwie Kouwnio!",
si tukang perahu merapatkan perahu ke darat. Khouw
Sian keluar dari bilik sambil memegang payung,
menyilakan kedua gadis itu masuk.
"Siapa nama Kongcu dan di mana rumahmu?", tanya
Siao
Cheng setelah mereka duduk, "lain waktu kami akan
datang ke rumah Kongcu untuk mengucapkan terima
kasih". "Nama saya Khouw Sian, sejak kecil telah ditinggal
mati orang tua, Cici sayalah yang mengasuh saya hingga
dewasa", Khouw Sian menerangkan, "kini saya bekerja di
toko obat". "Nona saya she Pe, ayahnya seorang pejabat
militer. Tapi balk ayah maupun ibunya telah meninggalPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
30
pada tiga tahun yang silam, kini tinggal saya bersama
nona Pe".
"Oh....". Selagi mereka asyik berbincang-bincang, telah
terdengar suara si tukang perahu: "Kita telah tiba di
Cheng Po Mui, Khek-jin". Pada saat itu hujan telah agak
reda. Mereka naik ke darat. Siao Cheng yang mendahului
mem-bayar sewa perahu, membuat Khouw Sian jadi tak
enak perasaannya.
Khouw Sian mengucapkan terima kasih dan mereka
pun berpisah. Tapi baru berjalan beberapa langkah,
Khouw Sian seakan ingat sesuatu, berpaling, terlihat
kedua gadis itu basah kuyup tersiram hujan.
"Nona Pe!", panggilnya. Siao Cheng dan Pe Siok Chin
menghentikan langkah, berpaling. "Ada apa Kongcu?",
tanya Siok Chin, merdu suaranya. "Rumah saya tak jauhPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
31
dari sini", Khouw Sian mengangsurkan payung, "pakailah
payung ini oleh kalian!". Siao Cheng yang menyambut
payung itu. Sementara Siok Chin telah berkata: "Terima
kasih Kongcu Saya tinggal di Chi Ong-si (Rumah Abu
Ong), tolonglah Kongcu mengambilnya ke rumah saya
besok".
"Baik, besok saya akan mengambilnya", kata Khouw
Sian, hati-hati di jalan nona".
"Terima kasih", ucap Siok Chin. "Mari kita ke Chi Ong
si", ajak Siao Cheng pada Siok Chin, seberlalu Khouw Sian.
"Mari", sambut Siok Chin. Beberapa saat kemudian tibalah
mereka di tempat yang di-maksud. "Rumah abu ini telah
lama tak diurus, luas pula bangunan-nya --- Mari kita
rapikan", ucap Siok Chin. Dengan menggunakan kesaktian,
sebentar saja mereka telah berhasil merapikan rumah tua.
Keesokan harinya Pe Siok Chin menanti kedatangan
Khouw Sian sambil memegang payung. Tak lama
kemudian tampak pemuda she Khouw datang ke Chi
Tong-si. Untuk sesaat dia berdiri di luar rumah. Siao
Cheng menyambut kehadirannya: "Silakan masuk Khouw
Koanjin". "Terima kasih", Khouw Sian ikut Siao Cheng
masuk. Siao Cheng menyediakan hidangan. Siok Chin
menemani Khouw Sian makan minum. "Saya merasa tak
enak Koanjin jadi kehujanan gara-gara kami", ucap Siok
Chin, "mari dicicipi hidangannya". "Terima kasih nona".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
32
Selesai makan, mereka berbincang-bincang, cepat
sekali ke-duanya menjadi akrab karena merasa cocok
satu dengan lain-nya. Kecantikan dan kelamah-lembutan
sikap Pe Siok Chin membuat hati Khouw Sian begitu
tertarik. Kalau saja aku dapat memperisteri wanita
secantik dan selembutnya, tentu akan bahagia hidupku",
kata hati Khouw Sian seraya memandang Siok Chin penuh
arti. Sejak itu seringlah Khouw Sian datang ke rumah Pe
Siok Chin. Benih cinta tambah subur tumbuhnya.
Beberapa waktu kemudian, merekapun melangsungkan
pernikahan. Khouw Sian amatlah bahagia dapat
mempersunting Pe Siok Chin. Selain cantik, Siok Chin pun
merupakan isteri yang bijaksana.
Selang beberapa waktu, Pe Siok Chin berkata pada
suami-nya: "Ayahku telah mewariskan sejumlah harta,
sebaiknya kita gunakan uang itu untuk membuka toko
obat, dengan demikian kau tak perlu cape-cape bekerja
lagi".
"Cukup baik memang usulmu", kata Khouw Sian, "tapi
orang-orang di sini rata-rata tahu kalau aku seorang
miskin. Bila mendadak aku membuka toko setelah
memperisterimu, apa kata orang nanti!?".
"Hal itu memang telah kupertimbangkan", ucap Siok
Chin, "sebaiknya kita pindah ke Souw-chiu, membukaPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
33
toko di sana". "Tapi sebagai laki-laki, aku bermaksud
membangun usaha dengan kemampuanku sendiri".
"Janganlah kau kukuh pada pendirianmu", kata Pe Siok
Chin, "setelah jadi suami isteri, hartaku berarti hartamu
juga, dan pada uang itu disimpan saja, kan lebih baik
diputarkan". "Tapi....". "Sebaiknya jangan kau terlalu
terpaku pada soal gengsi", desak sang isteri, "bila kau
merasa berat menerima dariku begitu saja, dapat kau
anggap sebagai pinjaman, setelah maju usaha kita nanti,
dapat kau kembalikan modalnya padaku".
Khouw Sian diam, seakan sedang mempertimbangkan
usul itu.
"Baiklah", ucapnya kemudian
***
Pada hari kepindahan Khouw Sian bersama isteri ke
kota Souw-chiu, kakak dan kakak ipar Khouw Sian
mengantar keberangkatan mereka.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
34
Hampir setahun Khouw Sian membuka toko obat, tapi
ja-rang sekali orang yang datang ke toko mereka.
Keadaan itu membuat Khouw Sian sering merasa murung.
"Jangan kau bermurung diri Koan-jin", Pe Siok Chin
berusaha menghibur suaminya, "lazim bagi orang yang
baru mem-buka usaha akan begini keadaannya".
"Tampaknya aku memang bernasib jadi pembantu, tak
dapat membuka usaha sendiri", Khouw Sian menghela
nafas. "Dalam segala hal kita harus sabar dan ulet, tak
boleh cepat berputus asa", Siok Chin terus memberi
dorongan semangat pada suaminya.
"Kita kan sudah cukup sabar, tapi nyatanya....".
"Tabahlah, mungkin tak lama lagi usaha kita akan
dapat berkembang" Siok Chin merangkul suaminya.
***Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
35
"Kita harus berusaha membantu usahanya, kak", kata
Siao Cheng setelah mendengar keterangan Siok Chin
prihal Khouw Sian. "Dengan cara apa kita
membantunya?", tanya Pe Siok Chin bagaikan orang yang
kehabisan akal. "Kita gunakan kesaktian kita untuk
membuat penduduk kota pada sakit", Siao Cheng
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengusulkan. "Tapi itu,akan melanggar hukum alam, bisa
dihukum oleh Thian kita" , Pe Siok Chin kurang setuju
akan usul Siao Cheng. "Hanya itu satu-satunya jalan
keluarnya", ucap Siao Cheng, "bila penduduk pada sehat,
siapa yang sudi membeli obat?". "Tapi....". "Cici tak usah
ragu, kita laksanakan dulu, akibatnya soal belakang". Siok
Chin mempertimbangkan sejenak, demi dapat
menenangkan dan membahagiakan suami, akhirnya dia
menyetujui usul Siao Cheng....
Beberapa waktu kemudian, di kota Souw-chiu telah ke
jangkitan wabah. Orang yang terserang penyakit,
nyawanya akan melayang dalam semalam. Dalam waktu
singkat banyak sudah yang meninggal dunia. Keadaan itu
membuat para penduduk kota jadi panik. Pe Siok Chin
mengolah obat untuk menyembuhkan orang yang
terserang wabah. Bagi orang miskin tidak dipungut
bayaran. Tapi bagi orang kaya diminta bayaran yang
cukup tinggi. Dalam waktu relatif singkat, toko obat 'Po
Ho Tong' yang dikelola Khouw Sian jadi sangat terkenal,Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
36
setiap hari ramai dikunjungi pembeli. Khouw Sian jadi
semakin menyintai isterinya.
Pada suatu ketika, Hoat Hai Tiangloo, Padri yang
memimpin Vihara Kim San-si, datang ke kota Souw-chiu.
Padri tua itu lewat di muka toko obat milik Khouw Sian
dan pada saat itu Khouw Sian sedang berdiri di depan
tokonya. Sejenak Hoat Hay Tiangloo mengawasi wajah
Khouw Sian, kemudian berkata : "0 Mi To Hud (Amitaba),
dengan muncul-nya siluman, para penduduk jadi
terserang wabah".
"Apa maksud Taysu?", tanya Khouw Sian keheranan.
"Khouw Sicu, Looceng adalah Hoat Hay dan Kim San-si,
Loocang akan mengobati sakitmu". "Saya tidak sakit,
Taysu", ujar Khouw Sian. "Jauh-jauh Looceng datang ke
marl karena melihat kota Souw-chiu diliputi hawaPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
37
siluman", kata Hoat Hay Tiangloo, "temyata siluman itu
adalah isterimu!".
"Ngaco, isteriku adalah wanita yang baik lagi bijaksana,
tak mungkin ia siluman yang mencelakai penduduk
kota....". "Looceng yakin tak salah lihat", Hoat Hay
Tiangloo tetap pada pendiriannya.
"Mana buktinya?", Khouw Sian agak dongkol terhadap
Hweshio tua itu. "Bila kau tak percaya, dapat kau
buktikan setibanya hari Toan-yo nanti, isterimu akan
memperlihatkan bentuk aslinya!".
Begitu selesai berkata, Hoat Hay Tiangloo berlalu
sambil tertawa besar. "Benar-benar brengsek Hweshio ini",
gerutu Khouw Sian. "Mungkin dia Hweshio sinting",
sambut seorang pembantunya. "Mungkin juga" Khouw
Sian sengaja tak menyampaikan apa yang baru
dialaminya pada isterinya, khawatir kalau-kalau Pe Siok
Chin ber-murung diri. Namun kenyataannya, setiba di hari
Toan-yo, sikap Pe Siok Chin dan Siao Cheng sangat
gelisah. Siao Cheng khawatir sewaktu-waktu dirinya akan
memperlihatkan bentuk aslinya.
"Sebaiknya untuk sementara kita bersembunyi, kak",
Siao Cheng mengusulkan. "Khouw Sian amat menyintaiku,
seandainya aku pergi tanpa memberitahukannya, dia
tentu akan jadi panik dan berusaha mencariku", kata Pe
Siok Chin, "aku rasa cukup kuat untuk dapatPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
38
mempertahankan diri supaya tidak kembali ke bentuk asli
kita".
"Jangan kakak terlampau berani mengambil resiko, kita
harus waspada pada 'hari apes' kita", Siao Cheng
berusaha mengingatkan Siok Chin, "Iebih baik kita pisah
sementara dari pada menimbulkan akibat yang tidak kita
harapkan nanti". "Tapi aku berat untuk pisah dengan
Khouw Sian", Pe Siok Chin kukuh pada pendiriannya, "di
samping itu aku yakin dapat mengatasinya". "Bila itu juga
yang menjadi kehendak Cici, baiklah", kata Siao Cheng,
"saya akan pergi bersembunyi untuk sementara, sebab
saya kurang yakin dapat mengatasi keadaan ini --- Hen
daknya Cici berhati-hati menjaga diri".
27Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
39
"Pergilah dik", walau Siok Chin merasa berat ditinggal
se-mentara oleh Siao Cheng, namun dia lebih berat lagi
untuk pisah dengan suami, walau itu hanya untuk
sementara.
Siao Cheng pamit pada Siok Chin. Malam hari Toan-yo,
Khouw Sian meminta isterinya makan minum bersama.
Walau agak ragu karena ingat akan 'hari apes'nya, tapi
se-bagai isteri yang baik, tak dapat dia menolak ajakan
suaminya. Dia membatasi meminum arak yang
disodorkan suaminya, tapi Khouw Sian mendesaknya
minum lebih banyak lagi. Pe Sio Chin terpaksa harus
berulang-ulang meminum arak, membuat kepalanya
terasa pening benar dan matanya mulai ber-kunang
kunang. Khouw Sian terus mengisi gelas minum isterinya.
"Minumlah sedikit lagi", desaknya. "Tidak aku...", Siok
Chin memegang keningnya. Tiba-tiba wajahnya berobah
merah. Melihat itu, Khouw Sian jadi sangat gugup.
"Berbaringlah kau sebentar, Nio-cu", Khouw Sian
memapah isterinya ke pembaringan, "aku akan
mengainbil obat". "Lekas tinggalkan kamar ini Koan-jin...
Jangan kau ke mari untuk beberapa waktu".
Namun Khouw Sian yang khawatir akan keadaan
isterinya, bergegas mengambil obat, kemudian kembali
lagi ke ruang atas, Terlihat olehnya, kelambu
pembaringan telah diturunkan. "Nio-cu... Nio-cu...",
panggilnya sambil menghampiri pembaringan. NamunPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
40
begitu dia menyingkap kelambu, terlihat di atas ranjang
melingkar seekor ular putih, bentuk asli Pe Siok Chin!
Saking kagetnya, Khouw Sian jatuh terguling, tak
sadarkan diri. Selepas tengah hari pada keesokan harinya,
Siao Cheng yang menganggap waktu apesnya telah lalu,
barulah dia berani pulang ke rumah lagi. Tapi alangkah
kagetnya dia ketika melihat Khouw Sian menggeletak tak
bernyawa. Sedang ular putih telah berobah bentuknya
menjadi Pe Siok Chin kembali, yang kala itu masih
terbaring lemah di ranjang. "Kak... kak Pe!", Siao Cheng
menghampiri pembaringan. "Oh... kau Siao Cheng", Siok
Chin memijat-mijat kening-nya, "apa yang telah terjadi?".
"Khouw Sian meninggal kak", Siao Cheng memberitahu.
"Apa?", Pe Siok Chin melompat bangun.
Ketika melihat Khouw Sian terbujur kaku di bawah
pem-baringan, Siok Chin menangis sedih benar. "Gara
gara aku berat pisah dengannya, malah jadiPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
41
menyelakainya", kata Siok Chin dengan diselingi sedu
sedan.
"Tak ada gunanya Cici menangis, sebaiknya kita
mengurus pemakamannya", Siao Cheng menyarankan.
Namun Pe Siok Chin tetap menangis sedih benar. "Tidak,
aku harus menolongnya", air mata terus membasahi
wajah Siok Chin, "di gunung Kun Lun tumbuh rumput
Dewa yang dapat menghidupkan kembali orang yang
telah meninggal". Siao Cheng dan Siok Chin mengangkat
tubuh Khouw Sian, membaringkannya di ranjang.
"Aku akan berusaha menolongmu, Koan-jin", Siok Chin
memandang jenazah suaminya dengan berderai air mata.
Setelah memesan Siao Cheng agar menjaga mayat
suami-nya, Pe Siok Chin berangkat ke gunung Kun Lun
dengan naik awan. Cepat sekali dia tiba di tempat yang
dituju. Di atas gunung itu terdapat sebuah goa yang
dihuni Dewa, terlihat seorang bocah yang sedang tidur di
mulut goa. Pe Siok Chin mengenali, bahwa anak itu
adalah Lu Tong (Bocah Rusa), yang ditugaskan menjaga
goa Dewa tersebut. Pe Siok Chin menggunakan
kesempatan selagi bocah itu tidur, menyelinap masuk dan
hati-hati sekali dia memetik rumput Dewa, bermaksud
meninggalkan tempat tersebut secepatnya. Celaka, saking
terburu-buru, kakinya tersandung batu, hingga
menimbulkan suara cukup keras.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
42
Lu Tong langsung terjaga dari tidurnya. "Hei, kau
mencuri rumput Dewa!", hardiknya. Tiba-tiba terdengar
suara bangau, disusul dengan muncul-nya Hok Tong
(Bocah Bangau). "Siluman dari mana kau?", bentak Hok
Tong sambil memburu ke arah Pe Siok Chin, "lekas
kembalikan rumput Dewa yang kau curi!".
Pe Siok Chin segera menyoja: "Harap Toa Sian suka
ber-baik hati melepaskan saya. Saya ingin
menyelamatkan nyawa suami saya dengan rumput ini dan
saya takkan dapat melupakan budi Toa-sian berdua".
"Setelah berani mencuri rumput Dewa, jangan harap kau
dapat hidup lebih lama lagi siluman!", hardik Hok Tong.
"Saya....".
Narnun Hok Tong tak memberi kesempatan Pe Siok
Chin bicara lebih jauh, langsung saja menabaskan pedang.
Pe Siok Chin menyadari, tak ada gunanya baginya
memohon lebih jauh, memasukkan rumput Dewa itu ke
dalam mulutnya. mulai melakukan perlawanan. Lu Tong
ikut membantu temannya. Sinar pedang berkelebat ke
sana ke mari, pada mulanya Siok Chin masih dapat
mengimbangi serangan-serangan kedua bocah sakti itu,
namun berangsur-angsur dirinya mulai terdesak, sampai
kemudian tubuhnya kena ditendang Hok Tong hingga
jatuh terguling.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
43
Hok Tong dan Lu Tong mengangkat pedang,
bermaksud membunuh Pe Siok Chin. Siok Chin telah
pasrah menerima kematiannya.
Namun tiba-tiba terdengar cegahan seseorang:
"Tahan!". Ternyata yang mencegah mereka adalah Lam
Khek Sian Ang. "Kenapa kau mencuri rumput Dewa?",
tanya Lam Khek Sian Ang. Pe Siok Chin bercerita perihal
dirinya, juga maksudnya menolong suaminya yang mati
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kaget akibat melihat bentuk aslinya.
"Kini saya sedang hamil Sian Ang, saya mohon dengan
sa-ngat sudilah Sian Ang memenuhi harapan saya", Siok
Chin memohon dengan sangat. (Sian Ang - Kakek Dewa).
"Setelah melihat kau begitu menyintai suami, juga sedang
mengandung, mau aku mengampuni perbuatanmu ---Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
44
Kau boleh turun gunung sekarang", ujar Lam Khek Sian
Ang.
"Terima kasih, saya takkan melupakan budi Sian Ang",
Pe Siok Chin menyoja sang Dewa, kemudian
meninggalkan gu-nung itu dengan naik awan. Beberapa
waktu kemudian dia tiba kembali di rumah. "Sudah
pulang kak", sambut Siao Cheng. "Untung masih belum
terlambat", Siok Chin mengeluarkan rumput Dewa, "lekas
kau godok Sianco ini!". Siao Cheng membawa rumput
Dewa ke dapur, menggodoknya.
Selang beberapa saat Sian Cheng masuk ke kamar Siok
Chin lagi sambil membawa godokan rumput Dewa. Pe
Siok Chin memberi Khouw Sian minum air godokan
tersebut. Kemudian berangsur-angsur Khouw Sian mulai
bernafas. Keesokan harinya Khouw Sian mulai sadarkan
diri. Begitu sadar, dia melihat isterinya sedang tidur
nyenyak di sisinya, cepat-cepat turun dari pembaringan,
mengenakan pakaian bergegas turun ke tingkat bawah.
Khouw Sian takkan dapat melupakan apa yang dilihatnya
di atas pembaringan di hari Toan-yo itu. Makin diingat dia
jadi semakin curiga, membuatnya tak berani naik ke
tingkat atas. Pertemuannya dengan Hoat Hay Tiangloo
kembali tergambar jelas dalam benaknya. Selagi dia
bengong, tiba-tiba pembantunya memberitahu-kan,
bahwa di luar ada Hoat Hay Tiangloo yang ingin bertemu
dengannya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
45
Khouw Sian segera keluar menemui Padri tua itu,
sikapnya jauh lebih hormat dari beberapa waktu yang lalu.
"Apa kabar Taysu?", tanyanya setelah menyilakan sang
Padri duduk di ruang tamu. "Aku sengaja ke mari untuk
menolongmu melepaskan diri dari pengaruh siluman",
ucap Hoat Hay Tiangloo tanpa basa-basi lagi. "Tapi
Taysu...". Walau dia telah menyaksikan dengan mata
kepala sendiri akan bentuk asii Siok Chin, tapi toh Pe Siok
Chin adalah isterinya, yang selama itu selalu bersikap baik
lagi bijaksana. "Kenapa meragukan maksud baikku?",
Host Hay Tiangloo menatapnya tajam, "bukankah kau
telah menyaksikan sendiri, bahwa isterimu sesungguhnya
adalah siluman ular putih!?".
"Saya memang telah melihatnya, tapi dia bukan saja
tak mencelakai saya, malah selama ini baik sekali
sikapnya, bahkan telah menolong saya", kata Khouw Sian.
"Tapi biar bagaimana pun kau harus berjaga-jaga, sebab
begitu timbul sifat binatangnya, kau akan dibunuhnya!",
Hoat Hay Tiangloo menerangkan, "dapat kukemukakan
sebuah contoh di sini, gara-gara ingin melariskan toko
obatmu, dia telah sengaja menimbulkan wabah penyakit
di kota ini".
"Saya kurang yakin kalau wabah itu perbuatannya,
Taysu", Khouw Sian kurang yakin, "sebab saya telah
diminta-nya untuk memberikan obat secara cuma-cuma
pada fakir mis-kin". "Itu hanya merupakan taktiknya saja",Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
46
kata Hoat Hay Tiangloo, "dengan berbuat begitu, dia ingin
menghilangkan jejak kalau wabah tersebut adalah
perbuatannya. Lagi pula, bukankah orang-orang kaya
diharuskan membayar harga yang tinggi untuk
memperoleh obat itu? Pokoknya, biar bagai-mana juga
kau harus hati-hati, agar dirimu tidak sampai dicelakai
mereka". "Mereka?", Khouw Sian tambah heran. "Ya, di
samping isterimu, masih ada satu siluman lagi, yang
selama ini menyamar sebagai pembantunya".
"Siao Cheng yang Taysu maksud?", tanya Khouw Sian.
"Ya", Hoat Hay Tiangloo mengangguk pasti. "Lalu apa
yang harus saya lakukan Taysu?", Khouw Sian mulai
cemas. "Membasminya", kata sang Padri tua tegas. "Itu
tak dapat saya lakukan Taysu", kata Khouw Sian segera,
"bila kita bunuh mereka, lalu apa bedanya dengan
tindakan siluman itu sendiri?".
"Kita tidak membunuhnya, tapi menangkapnya dan
me-ngurungnya di suatu tempat", Hoat Hay Tiangloo
menerangkan. "Tapi itu berarti kita akan membunuhnya
secara perlahan-lahan". "Salah sekali penilaianmu", tetap
sabar sikap Hoat Hay dalam menerangkan duduk soalnya,
"siluman itu telah bertapa se-lama ribuan tahun, hanya
sayang sebelum tapanya sempurna, mereka telah
meninggalkan tempat bersamadhinya dengan me-robah
bentuknya menjadi manusia dan ingin mengecap kese
nangan duniawi. Dengan kita kurung mereka di suatuPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
47
tempat, biar tidak diberi makan, mereka bukan saja tidak
mati, malah dapat meneruskan tapanya untuk
memperoleh kesem-pumaan dan menjadi manusia biasa,
bahkan Dewi!".
"Tapi biar bagaimana juga saya tak sampai hati untuk
menangkap mereka", ujar Khouw Sian. Sejenak Hoat Hay
Tiangloo menatap Khouw Sian, kemudian berkata sambil
menghela nafas: "Rupanya jodoh kalian masih belum
habis Baiklah, untuk sementara ini kau boleh simpan Hu
di saku baju, hingga dirimu akan terhindar dari bahaya.
Hoat Hay Tiangloo memberikan selembar 'Leng Hu' (Ker
tas Jimat) pada Khouw Sian. Khouw Sian menerimanya
sambil mengucapkan terima kasih: Hoat Hay Tiangloo
pamit....
***
Beruntun beberapa hari Khouw Sian tidak naik ke
tingkat atas, untuk menemui isterinya. Keadaan itu
membuat Pe Siok Chin gelisah, menduga kalau-kalau
suaminya telah mulai curiga terhadap dirinya. Maka
kemudian dia turun dari loteng untuk menemui suaminya.
Sikap Khouw Sian tampak dingin terhadapnya. "Apa
yang telah terjadi Koan-jin?", tanya Siok Chin. "Tak ada
apa-apa, hanya beberapa hari ini aku sibuk hingga tak
sempat menemui mu", sahut Khouw Sian.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
48
"Biasanya sikapmu tidak begitu", desak Siok Chin.
Khouw Sian diam. "Menurut pembantu kita, beberapa hari
yang lalu telah datang ke mari seorang Padri tua Apa
maksudnya ke mari? Ingin minta derma?", tanya Siok
Chin selanjutnya.
"Bukan", tetap dingin sikap Khouw Sian. "Lalu apa?"
"Memberitahukanku, bahwa kau dan Siao Cheng adalah
siluman ular!", Khouw Sian terpaksa menerangkan
dengan me-ngeraskan hati. "Pantas tak tenang
perasaanku selama beberapa hari ini, tak tahunya gara
gara ulah Hweshio tua itu", kata Siok Chin, bagaikan
orang bergumam. "Kau kenal dengannya?" "Aku pernah
melihatnya".
"Di mana?".
"Dia telah memusuhi ayahku karena tidak percaya
pada ajarannya", Pe Siok Chin menerangkan, mulai basah
matanya, "tak sangka kini dia ingin memisahkan aku
denganmu, benar-benar kejam dia!". "Menurutnya, kau
adalah siluman ular putih, bila aku tak waspada, suatu
ketika kau dan Siao Cheng akan memangsaku", Khouw
Sian menerangkan lebih jauh.
"Kau telah termakan hasutannya", Siok Chin mulai
menangis, "rupanya dia belum puas sebelum rumah
tangga kita beran- takan". Khouw Sian kasihan melihat
keadaan Siok Chin, apapun yang dituduhkan Hoat HayPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
49
Tiangloo terhadapnya, tapi nyata-nya, setelah sekian
lama mereka membina rumah tangga, Siok Chin
merupakan isteri yang bijaksana, bahkan banyak
membantunya meningkatkan usaha. Maka dia lebih
percaya pada keterangan Siok Chin dan pada Hoat Hay
Tiangloo, segera memeluk isterinya. "Sudahlah, jangan
kau menangis", hiburnya, "mulai sekarang aku takkan
percaya pada ocehan Hweshio tua itu lagi".
Kehidupan rumah tangga mereka kembali rukun
bahagia seperti sedia kala. Hanya manakala Khouw Sian
seorang diri, masih sering terbayang olehnya ular putih di
atas ranjangnya pada hari Toan-yo itu. Ketika hal itu
ditanyakan pada isterinya, Siok Chin selalu berusaha
mengelak atau paling banter menyatakan, bahwa Khouw
Sian telah salah lihat, sebab kala itu dia sedang mabuk!
Jawaban sang isteri tidaklah memuaskannya, sebab dia
ya-kin betul kalau dirinya tidak salah lihat! Selagi Khouw
Sian berada dalam keraguan, terus muncul seorang
Hweshio muda, yang menyampaikan pesan Hoat Hay
Tiangloo, meminta Khouw Sian segera datang ke Kim
San-si, bila tidak, dirinya akan berada dalam bahaya,
karma pengaruh siluman ular putih makin dalam merasuk
ke dirinya!
Khouw Sian mempertimbangkan sejenak, kemudian
me-mutuskan untuk menemui Padri tua itu. "Bila nyonya
menanyakan aku; katakan saja aku pergi ke Tin-kiang,Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
50
jangan sekali-kali kau beritahukan aku ke Kim San-si",
pesannya pada seorang pembantunya sebelum berangkat.
"Baik tuan", sahut sang pembantu.
***
Khouw Sian menemui Hoat Hay Tiangloo di Kim San-si.
"Syukur kau bersedia memenuhi panggilanku, bila tidak,
tak lama lagi dirimu akan dijadikan santapan oleh kedua
siluman ular itu".
"Benarkah itu, Taysu?", Khouw Sian ragu.
"Bukankah telah kau saksikan sendiri ada ular putih di
pembaringanmu?". "Benar Taysu". "Selama dia masih
membutuhkanmu, dia akan bersikap baik, tapi begitu dia
sudah bosan, kau akan dimangsanya!".
"Tolonglah saya Taysu", Khouw Sian memohon, sebab
di-anggapnya ucapan Hoat Hay Tiangloo cukup beralasan.
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sebaiknya kau berdiam beberapa waktu di sini", Hoat
Hay Tiangloo menyarankan.
"Tapi Taysu...", pada saat itu kembali terjadi
kontradiksi di diri Khouw Sian.
Namun Hoat Hay Tiangloo telah meninggalkan ruang
itu, menyuruh seorang Hwe-shio mengantar Khouw Sian
ke sebuah kamar, menjaganya....Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
51
***
Tak tenang perasaan Pe Siok Chin ketika Khouw Sian
tak pulang selama beberapa hari. Ketika dia bertanya
pada salah seorang pembantunya, barulah diketahui,
bahwa Khouw Sian berangkat ke Kim San-si.
Siok Chin segera memanggil Siao Cheng. "Ada apa
Cici?", tanya Siao Cheng. "Mari kita ke Kim San-si untuk
bikin perhitungan dengan Hweshio tua itu, Siao Cheng".
"Mari kak". Keduanya segera berangkat ke Kim San-si.
Tak lama tibalah mereka di Vihara yang dimaksud, luas
lagi indah bangunan itu.
Siok Chin mengajak Siao Cheng masuk menemui Hoat
Hay Tiangloo.
"Apa maksudmu ke mari, Pe Siok Chin?", tanya Hong
Tian (Pimpinan) Vihara tersebut.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
52
"Maaf saya mengganggu ketenangan Loo Siansu",
sabar se-kali sikap Siok Chin, "kedatangan saya ke mari,
ingin mengajak suami saya pulang". "Jangan kau
berkhayal yang bukan-bukan, siluman tak dapat membina
rumah tangga dengan manusia, hal itu melanggar hukum
alam. Bila kau paksakan juga, akan malanglah nasib
suamimu. Maka sebaiknya kau kembali ke tempat tapamu
untuk meneruskan Samadhimu. Bila telah rampung
tapamu, barulah kau dapat menjelma sebagai manusia
yang sempurna, tidak seperti sekarang yang diliputi hawa
siluman, yang dapat mencelakai orang yang berhubungan
denganmu".
"Kasihanilah saya Loo Siansu, kini saya sedang hamil
sem-bilan bulan", Siok Chin memohon, "sudilah Loo
Siansu mele-paskan suami saya, agar kami dapat hidup
bersama lagi".
"Aku bukannya tak kasihan terhadap kalian, tapi
seperti telah kukatakan tadi, hidup bersamanya kalian
telah melanggar hukum Thian, bukan saja nantinya akan
menyusahkan suami-mu, juga akan menyia-nyiakan
tapamu yang telah lebih dan seribu tahun", kata Hoat Hay
Tiangloo.
"Tapi hidup kami selama ini amat bahagia dan saya
rela melepaskan jerih payah saya selama lebih dan seribuPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
53
tahun, asal dapat hidup bersama dengan Khouw Sian.
Apa lagi di rahim saya sekarang telah ada benihnya".
"Tidak dapat kupenuhi, apa lagi beberapa waktu yang
lalu kau telah membuat wabah, hingga cukup banyak
orang yang jadi korban!".
"Hal itu saya lakukan di luar pertimbangan yang masak
dan demi kemajuan usaha Khouw Sian. Saya tak
menyangka kalau akibatnya akan segawat itu".
"Untuk perbuatanmu itu, kau harus menerima
hukuman yang setimpal, agar nantinya tidak
menimbulkan korban lebih banyak lagi".
"Tapi Loo Siansu....". Sebelum Siok Chin sempat
menyelesaikan ucapannya, telah dipotong oleh Hoat Hay
Tiangloo: "Sudah jangan banyak bicara! Kau dapat
kumpul lagi dengan suami bila matahari terbit dari Barat!".
Siauw Cheng yang sejak semula berdiam diri, tak lagi
dapat menahan emosi menyaksikan sikap dan mendengar
ucapan Padri tua itu, segera melancarkan serangan,
menusuk dengan pedangnya.
Hoat Hay Tiangloo menangkis dengan tongkatnya.
Segera terjadi perang tanding yang seru, berangsur
angsur Hoat Hay Tiangloo berada di atas angin.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
54
Pe Siok Chin yang melihat gelagat yang kurang
mengun-tungkan, segera menarik Siao Cheng
meninggalkan Vihara itu. "Mari kita gunakan kesaktian
untuk menenggelamkan Kim San-si", kata Siok Chin. Pe
Siok Chin mengajak Siao Cheng naik perahu, menggerak
gerakkan panji yang dipegangnya, yang menimbulkan
tiupan angin yang amat keras, hingga permukaan sungai
bergelombang, makin lama semakin tinggi. Menyusul di
permukaan air telah tersembul pasukan kura-kura dan
kepiting. Arus air mengalir deras ke arah Vihara Kim San
si.
Air yang merendam Vihara itu kian lama semakin tinggi.
Seorang Hweshio melaporkan hal itu pada pimpinan
Vihara. Hoat Hay Tiangloo sangat terkejut ketika
mendengar laporan tersebut, segera mengajak murid
muridnya naik ke bagian yang lebih tinggi, kemudian
berusaha membendung naiknya air dengan menggunakanPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
55
kesaktiannya. Dengan susah payah berhasil juga
usahanya.
Pe Siok Chin dan Siao Cheng menggunakan
kesempatan itu untuk menyelinap masuk ke dalam Vihara,
menolong Khouw Sian keluar dari Kim San-si.
"Maaf sebelumnya aku telah menduga yang bukan
bukan terhadapmu, Nio-cu", kata Khouw Sian setiba
mereka di tem-pat yang dirasa aman. "Semua ini bukan
salahmu Koan-jin, tapi lantaran ulah Hweshio tua itu",
ucap Siok Chin. Lalu mereka merundingkan langkah
selanjutnya, memutus-kan untuk sementara menumpang
di rumah kakak Khouw Sian.
***
Pe Siok Chin melahirkan bayi laki-laki yang montok.
Khouw Sian dan Siok Chin bersepakat menamakannya
'Beng Yao'. Setelah sang anak genap berusia sebulan,
Khouw Sian dan isterinya bermaksud merayakannya.
Namun tiba-tiba telah muncul Hoat Hay Tiangloo, yang
tanpa berkata lagi mengangkat jari telunjuknya. Dan jari
itu keluar sebuah Kim Po (Mangkuk emas), yang langsung
menyedot diri Siok Chin ke dalamnya. Hoat Hay Tiangloo
meninggalkan rumah itu dan membawa mangkuk emas.
Khouw Sian berusaha mengejarnya sambil membopong
puteranya. "Kembalikan isteriku Taysu!". teriaknya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
56
Namun Hoat Hay Tiangloo tidak mempedulikannya,
terus saja berlalu. Khouw Sian menitipkan anaknya pada
kakaknya, kemudian berusaha mengejar Hoat Hay
Tiangloo. Namun telah terlambat! Hoat Hay Tiangloo
telah menggunakan kesaktiannya mengurung diri Pe Siok
Chin ke dalam Lui Hong Ta (Pagoda Lui Hong).
Khouw Sian menangis sedih di bawah pagoda: "Nio
cu... Entah telah berlalu beberapa saat, terdengar suara
Siok Chin: "Jangan kau bersedih suamiku, rupanya
segalanya ini me-mang sudah takdir, bahwa jodoh kita
hanya sampai di sini saja!".
"Tapi aku tak dapat melupakan Nio-cu...", kata Khouw
Sian dengan diselingi sedu sedannya, "sungguh malang
nasib ki-ta Nio-cu".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
57
"Jangan kau salahkan nasib". suara Siok Chin di dalam
pa-goda, "memang benar kata Loo Siansu itu, bahwa
manusia dan siluman takkan dapat hidup bersama dalam
jangka waktu panjang, sebab hal itu akan dapat
mencelakai kita. Menyesal aku ingin cepat-cepat turun
gunung sebelum tapaku rampung, membuatku tak dapat
menjadi manusia seutuhnya, yang mengakibatkan kita
sama-sama sengsara".
"Sampai kapan pun akan kutunggu kembalimu, Nio
cu!", tambah sedih Khouw Sian jadinya.
"Tak usah kau tunggu aku lagi, kemungkinan sampai di
akhir hayat juga, aku belum bisa keluar dari tempat ini",
suara Pe Siok Chin, "yang penting sekarang, rawat dan
didiklah anak kita baik-baik, dengan begitu aku sudah
merasa puas. Kini pulanglah kau Koan-jin, jangan sampai
anak kita terlantar".
"Tapi Nio-cu....".
"Jangan kau merusak dirimu di sini, pulanglah dan
bimbinglah anak kita, agar nantinya dapat berguna bagi
nusa dan bangsa!".
"Baiklah Niocu" perlahan-lahan Khouw Sian bangkit.
"Selamat jalan Koan-jin!".
***Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
58
Siao Cheng yang sempat lolos dari tangan Hoat Hay
Tiang-loo, telah pergi bertapa di gunung yang sepi,
berusaha memper-dalam ilmunya. Berkat keuletannya,
beberapa tahun kemu-dian Siao Cheng telah berhasil
merampungkan ilmu 'Hong Hwe Kie' (Panji Angin dan Api).
Dia segera mendatangi pagoda tempat Pe Siok Chin
dikurung. Dipukulkannya 'Panji Angin dan Api' ke pagoda
itu, segera terdengar suara gemuruh, disusul dengan
runtuhnya pagoda Lui Hong dan bebaslah Pe Siok Chin.
Siok Chin mengajak Siao Cheng melanjutkan tapa
mereka, agar mernperoleh kesempurnaan hidup.
*** ooo ***Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
59
GADIS YANG CERDIK LAGI PERKASA
Di sebuah desa di luar kota Kim Leng, hidup seorang
bekas komandan pasukan kerajaan yang bernama Ie Bu.
Ia hanya memiliki seorang anak perempuan, bernama Hui
Ngo, telah berusia 18 tahun dan pandai silat. Namun Tan
si, isteri le Bu, menentang anak gadisnya belajar silat,
membuatnya sering bertengkar dengan suaminya.
"Kenapa Looya selalu mengajari Hui Ngo bermain-main
dengan senjata tajam?", protes Tan-si pada suaminya.
"Itu kan baik", kata Ie Bu, "dapat menyehatkan tubuh".
"Jangan kau ikuti ayahmu berlatih silat, Hui Ngo", sekali
ini ucapan Tan-si ditujukan pada anaknya, "tak pantas
seorang gadis belajar silat. Lihat ayahmu, cukup tinggi
ilmu silat-nya, pernah memegang jabatan cukup penting
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam kerajaan, tapi akhirnya harus bersembunyi ke sana
ke mari".
"Justeru lantaran itu jadi tambah besar hasrat saya
untuk belajar silat Nio, sebab selain untuk menyehatkan
tubuh, juga dapat menjaga diri".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
60
"Sifatmu sama saja dengan ayahmu, selalu bikin Nio
dong-kol", Tan-si tambah mendongkol.
"Hati-hati bicaramu Hujin, aku khawatir ada yang
mende-ngarkan pembicaraan kita", sela sang suami.
"Selama sepuluh tahun belakangan ini kita selalu harus
menyembunyikan diri, lalu apa gunanya ilmu silat yang
kau miliki?", Tan-si tambah sewot.
"Kenapa kau selalu mengungkat-ungkat soal itu?", Ie
Bu berusaha mengingatkan isterinya.
"Mengapa kita harus bersembunyi, Nio?", tanya Hui
Ngo. "Semua ini gara-gara ayahmu yang keras kepala, tak
sudi mendengar saran Nio, hingga harus meninggalkan
jabatannya dan bersembunyi di sini".
"Dapatkah Nio menjelaskan soal itu?", desak Hui Ngo.
"Sebaiknya kau tanyakan pada ayahmu", sahut sang ibu.
"Jangan kau banyak bertanya Hui Ngo", kata Ie Bu
kurang senang.
"Jangan marah Nio, untuk selarijutnya saya takkan
belajar silat lagi". Hui Ngo yang tak ingin orang tuanya
bertengkar, ber-janji pada ibunya untuk tidak
mempelajari ilmu silat lagi. "Begitulah seharusnya", ujar
sang ibu.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
61
Hui Ngo menyadari, bahwa ayahnya sedang,
menghadapi kesulitan, hingga terpaksa harus
meninggalkan rumah mereka di kota-raja dan
bersembunyi di desa yang sepi seperti sekarang ini.
Biarpun sejak saat itu Hui Ngo tak lagi belajar silat, tapi
dia mulai gemar membaca buku, terutama buku yang
sering dibaca oleh ayahnya, yang mengungkapkan siasat
perang.
Namun sang ibu kembali tak senang ketika melihat
puteri-nya membaca buku jenis itu. "Sifatmu benar-benar
seperti laki-laki", ucap sang ibu.
"Tak bolehkah saya membaca buku Nio?", tanya Hui
Ngo, agak penasaran dia.
"Untuk apa seorang gadis membaca buku semacam
ini?".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
62
"Ini tak boleh, itu dilarang, lalu apa yang harus saya
lakukan, Nio?", Hui Ngo mulai penasaran.
"Seorang gadis sebaiknya belajar menyulam atau
memasak", ucap sang ibu.
"Saya tidak tertarik pada pekerjaan scmacam itu, Nio",
kilah Hui Ngo.
"Itu bukannya pekerjaan, tapi wajib dikuasai wanita".
"Sejak kecil saya tak suka menjahit atau menyulam,
apalagi memasak!", kata Hui Ngo.
"Jadi kau hanya tertarik membaca buku perang dan
belajar silat ?".
"Saya tahu Thia memiliki banyak musuh, dengan
belajar silat, saya jadi dapat menjaga diri.. "
Kau seorang gadis, sanggupkah kau menghadapi
musuh keluarga kita?", mulai keras bicara Tan-si.
Melihat ibunya marah, Hui Ngo tak mau membantah
lebih jauh. "Sudahlah Nio, tak usah kita membicarakan
soal itu lagi", katanya, "saya akan belajar menyulam".
"Begitulah seharusnya", mulai terkembang senyuman
di wajah sang ibu, "agar nantinya kau jadi ibu rumah
tangga yang baik dan dicintai suami".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
63
"Saya tak ingin menikah, Nio", kata Hui Ngo.
"Wanita yang telah dewasa harus berumah tangga".
Setiap kali sang ibu menyinggung soal perkawinan,
menjadi tak tenang perasaan Hui Ngo.
Namun demikian, dia mengharap dapat memperoleh
suami yang 'Bun Bu Coan Cay' (Pandai dalam bahasa
maupun silat).
Tapi demi dapat menyenangkan perasaan ibunya, Hui
Ngo mulai belajar menyulam. Sesungguhnyalah dia tak
tertarik pada jahit menjahit, apa lagi menyulam, akan
tetapi tak berani belajar silat di depan ibu-nya.
Kemudian dia mendapat ide, menimpukkan jarum
sulam-nya ke lalat atau nyamuk. Suatu ketika le Bu
sempat menyaksikan ulah puterinya.
"Ha, ha, baik sekali caramu menimpuk", ucapnya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
64
"Saya tak suka menyulam Thia", Hui Ngo menerangkan,
"saya menimpuk lalat atau nyamuk dengan jarum hanya
sekedar iseng saja".
"Timpukanmu sangat jitu", Ie Bu memuji, "itu yang
dina-makan melontarkan senjata rahasia, cukup banyak
orang di kalangan Kang-auw (Sungai telaga) yang pandai
menggunakan senjata semacam itu. Tapi jarang sekali
ada orang sepertimu, yang pandai melontarkan senjata
rahasia tanpa bimbingan seorang guru. Ayah sangat
girang menyaksikan keadaan itu".
"Siapa sebenarnya musuh ayah? Kenapa Thian begitu
takut padanya dan tak melaporkan hal itu pada fihak yang
ber- wajib?", tiba-tiba Hui Ngo bertanya begitu.
"Tak ada gunanya kulaporkan".
"Pihak yang berwajib takut padanya?". "Dia telah
bertekad ingin menghancurkanku, tapi tak menyangka
kalau aku cepat-cepat menyingkir, hingga sulit baginya
untuk menemukan jejakku".
"Tapi kita tak dapat terus-tnenerus bersembunyi
seperti sekarang ini", Hui Ngo mengemukakan pendapat,
"siapa dia sebenarnya, Thia?".
"Dia adalah wakil komandan pasukan istana raja,
cukup besar pengaruhnya", menerangkan sang ayah.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
65
"Siapa namanya Thia?", tanya Hui Ngo lagi.
"Dia she Leng bernama Hong, cukup tinggi
kepandaiannya dan kejam, aku harus waspada
terhadapnya".
"Oh...", setelah mendengar penjelasan ayahnya,
semakin keras hasrat Ie Hui Ngo untuk memperdalam
ilmu silatnya. Setiap harinya tambah tekun dia berlatih
silat, juga me-lontarkan jarum-jarum sulam ke sasarannya,
boleh dikata setiap lontaran jarumnya selalu tepat
mengenai sasaran. Pada suatu malam. selagi dia bersiap
siap tidur, tiba-tiba dia mendengar ada suara langkah di
atap rumahnya. Diam-diam Hui Ngo keluar dari kamarnya,
terlihat seseorang melompat turun dari genteng
rumahnya. Hui Ngo meraup Tang-ci (uang tembaga),
melontarkannya ke 'tamu yang tak diundang'. "Aduh!",
Ya-heng-jin (Pejalan malam; tamu tak diundang) itu
menjerit kesakitan, lalu kabur.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
66
Kala itu orang tua Hui Ngo telah pula keluar begitu
mendengar suara ribut-ribut. Ie Bu yang melihat
kepandaian 'orang yang tak diundang' itu cukup tinggi,
mencegah anaknya untuk mengejarnya.
"Kenapa Thia mencegah saya untuk menangkapnya?",
tanya Hui Ngo, "dengan menangkapnya, kita akan tahu
siapa se-sungguhnya yang menyuruhnya!?".
"Kita takkan dapat menangkapnya", sang ayah
menerangkan, "kepandaian orang itu cukup tinggi Kita tak
dapat berdiam lebih lama di sini, lekas kemaskari barang
barang kita untuk berangkat ke kota-raja. Setiba di sana,
barulah kita berdaya untuk menghadapinya". Hai ya _ _ .
"Akan segera saya kemaskan barangnya", sambut sang
isteri.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
67
"Hubungan Leng Hong amat luas dan kita tak dapat
me-remehkan orang-orang dari kalangan Kang-auw",
tutur Ie Bu.
"Begitu menakutkankah fihak lawan, Thia?", Hui Ngo
se-akan kurang yakin terhadap keterangan ayahnya.
"Semula kukira dengan menyembunyikan diri dia
takkan menggangguku lagi, tak tahunya...", Ie Bu
menghela nafas.
"Apakah dengan kembalinya kita ke kota-raja,
segalanya akan dapat diselesaikan?", tanya Hui Ngo Iebih
lanjut.
"Kini dia telah tahu tempat persembunyianku, tentunya
takkan sudi melepaskannya begitu saja", kata Ie Bu,
"maka kita harus segera meninggalkan tempat ini".
"Kenapa tidak kita laporkan saja ke fihak yang
berwajib?", Hui Ngo masih tampak penasaran. "Sudah
kubilang sangat besar kekuasaan Leng Hong, pejabat
setempat takut padanya". Ie Bu mengajak anak isterinya
meninggalkan rumahnya, menyuruh para pembantu
rumah tangganya kembali ke tempat masing-masing.
Mereka bergegas menuju ke tepi sungai, naik perahu
me-nuju ke kota-raja. Ie Bu bermaksud menemui sahabat
karibnya untuk mencari jalan pemecahan terbaik.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
68
Perahu yang ditumpangi oleh Ie Bu bersama anak
isterinya mulai menyusuri tepi sungai meninggalkan kota
Kim Leng. Namun belum lama perahu berlayar, terlihat
seorang pe-muda berteriak-teriak di tepi sungai,
bermaksud menumpang perahu.
"Maaf, sebaiknya kau menumpang perahu lainnya",
tolak si tukang perahu.
"Aku ada urusan penting, tolong ajak aku. Choan-khe",
pemuda yang membawa pedang itu memaksa. Ie Bu
yang mendengar suara percakapan itu, segera keluar dari
dalam perahu, terlihat olehnya seorang pemuda tampan
simpatik, sedikit pun tak terlihat tanda-tanda kalau dia
seorang penjahat, walaupun membawa senjata tajam.
"Namaku Lauw Hui, ingin memburu waktu ke kota
raja", kata pemuda itu lagi dengan nada memohon.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
69
"Maaf", si tukang perahu tetap menolak.
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Biarkan dia naik, Choan-khe", kata Ie Bu.
Tukang perahu merapatkan perahu ke darat,
membiarkan pemuda itu naik.
"Kalau boleh aku tahu, ada urusan apa Lauw Kongcu
begi-tu bergegas ke kota-raja?", tanya Ie Bu.
"Sesungguhnya saya sengaja menyusul perahu yang
ditum-pangi Loopek", sahut Lauw Hui.
"Ada apa sesungguhnya?", tanya Ie Bu.
"Saya telah menyaksikan hal yang tidak wajar,
persoalan-nya begini....". Lauw Hui pun mulai
menceritakan pengalamannya: "Ketika saya hendak naik
perahu, tiba-tiba telah muncul dua orang lelaki
bertampang garang mencegah saya: ?Tunggu!?. Saya
batal naik. Laki-laki itu telah berkata pada si tukang
perahu: ?Asal kau dapat mengejar perahu di depan itu,
akan kubayar 10 kali lipat dari harga biasa?.
Baiklah, silakan Jiwie naik?, kata si tukang perahu.
"Kenapa Loo-heng menyerobot perahu yang akan saya
tumpangi?", tanya saya.
"Jangan banyak bicara kau bocah, Loocu ada urusan
penting", sahut salah seorang laki-laki itu, kasar sikapnya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
70
"Apa maksud kalian ingin mengejar perahu di depan
itu??, tanya saya lagi.
"Diam kau atau akan melayang nyawamu nanti!"
hardik laki-laki bertampang garang itu. Mereka naik
perahu, memerintahkan tukang perahu segera
menjalankan perahunya. Saya segera mendapat firasat,
bahwa akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan
dan saya tak boleh berpeluk tangan saja. Sejak kecil saya
telah belajar silat dari ayah, maka saya memanfaatkan
ilmu meringankan tubuh untuk mengejar kalian dengan
menelusuri tepi sungai". Seusai mendengar penuturan
Lauw Hui, Ie Bu telah dapat menduga, bahwa kedua
orang yang bertampang garang itu tentulah utusan dari
fihak lawan.
"Sebaiknya Loopek meningkatkan kewaspadaan, agar
jangan sampai dibokong musuh", Lauw Hui mengingatkan,
"
terserah Loopek mau percaya tidak keterangan saya ini
---Saya pamit Loopek".
"Loo Chiao amat berterima kasih atas kabar yang
saudara sampaikan, semoga di lain waktu aku, Ie Bu,
dapat membalas kebaikanmu", ujar le Bu.
"Ie Bu...? Apakah Loopek bekas Komandan pasukan di
kota-raja?", tiba-tiba Lauw Hui bertanya begitu.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
71
"Bagaimana Lauw Kongcu tahu?", le Bu kaget campur
heran. "Semasa hidup mendiang ayah saya, Lauw Kok
Heng, sering bercerita perihal le Supek, hingga saya tahu
jelas mengenai Supek".
"Gara-gara ingin membasmi kejahatan ditambah
dengan watak Loohu yang keras, jadi menimbulkan
permusuhan seperti sekarang ini", le Bu menerangkan,
"tampaknya sulit bagiku untuk menghindar dari kejaran
lawan".
"Jangan khawatir Supek, saya bersedia membantu
dengan segenap tenaga dan kemampuan", kata Lauw Hui.
"Sebaiknya lekaslah kau pergi, agar tidak menimbulkan
keruwetan di kemudian hari".
"Saya tak dapat berpeluk tangan", telah bulat tekad
Lauw Hui untuk membantu Ie Bu.
"Musuh Loohu tak dapat dipandang remeh", Ie Bu
masih berusaha mengingatkan si pemuda.
"Saya pernah belajar silat, dengan beradanya saya di
sini, mungkin akan dapat membantu Supek", desak Lauw
Hui. "Bila itu juga yang kau kehendaki, baiklah", Ie Bu
meng-angguk, "mari kita berbincang-bincang di dalam".
Ie Bu mengajak Lauw Hui masuk ke ruang dalam,
memper-kenalkannya pada isteri dan anak gadisnya. "Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
72
Hujin, ini putera sahabatku, Lauw Kongcu".
"Terimalah hormat saya, Pek-bo", Lauw Hui menyoja
nyonya Ie. "Ayahmu telah kembali ke kampung halaman
ketika peristiwa ini terjadi, hingga kau tak tahu siapa
sesungguhnya musuh Loohu", kata Ie Bu, "sebaiknya
jangan kau campuri persoalan agar tidak menimbulkan
keruwetan bagimu nantinya".
"Sudah menjadi prinsip hidup saya, untuk membantu
setiap orang yang sedang menghadapi kesulitan atau hal
hal yang tak adil, apa pula yang menghadapi persoalan
adalah Supek, sahabat karib mendiang ayah saya, tak
dapat saya berpeluk ta-ngan saja", kata Lauw Hui, "kalau
boleh saya tahu, siapa se-benarnya yang mengutus
pembunuh bayaran itu!?". "Pernahkah kau mendengar
nama Leng Hong yang menjadi wakil komandan pasukan
pengawal istana?", le Bu balik ber-tanya.
"Oh dia Kabarnya cukup besar pengaruhnya di ka
langan istana", Lauw Hui mengangguk. "Ya, itu sebabnya
Loohu bermaksud kembali ke kota-raja ntuk
menyelesaikan persoalan ini secara tuntas", Ie Bu
menerangkan.
"Cukup jauh perjalanan ke kota-raja, sedang usia
Supek telah lanjut, tentu akan sangat letih setibanya di
tempat yang dituju", Lauw Hui agak cemas.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
73
"Sepuluh tahun sudah Loohu berusaha
menyembunyikan diri, tapi nyatanya dia tetap tak sudi
melepaskanku", kata Ie Bu, "maka satu-satunya jalan,
adalah berangkat ke kota-raja untuk mencari
penyelesaian terbaik".
"Saya akan berusaha melindungi agar Supek dapat tiba
di kota-raja dengan selamat", Lauw Hui menggenggam
pedangnya, "saya akan berjaga-jaga di luar".
"Hati-hatilah kau", pesan Ie Bu sambil mengikuti, "akan
kutemani kau". Ie Bu tak dapat menolak maksud baik si
pemuda, menemaninya berjaga-jaga di atas geladak.
"Kita tetap berdiam di dalam Hui Ngo", kata Tan-si
pada anak gadisnya.
"Saya rasa, dengan adanya bantuan dari Lauw Kongcu,
segalanya pasti dapat diatasi", Hui Ngo berusaha
menenangkan ibunya, "dia seorang yang gagah berani"
"Dia hanyalah seorang pelajar yang ingin ikut ujian di
kota-raja", ucap Tan-si.
"Lauw Kongcu bukan sekedar seorang pelajar, juga
pandai silat", Hui Ngo memberitahukan ibunya.
"Sudahlah, tak usah kita memperbincangkan soal itu
lagi, kita bersembunyi saja di dalam", kata sang ibu.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
74
"Aku khawatir Lauw Kongcu tak dapat menandingi
lawan, aku harus membantunya secara diam-diam", kata
hati Hui Ngo. Cuaca berangsur gelap. Hui Ngo menduga,
bahwa para pembantu bayaran itu tentunya akan muncul
pada malam hari. Bila keadaan mengijinkan, ia akan
membantu Lauw Hui dan ayahnya untuk mengusir musuh.
Dia menanti sampai ibunya tidur, diam-diam keluar ke
belakang bilik.
Dia naik ke atas perahu, bersembunyi di balik layar.
Terlihat olehnya Lauw Hui dan ayahnya tengah menanti
kedatangan lawan. "Saya rasa lawan akan segera datang",
Lauw Hui mengemukakan dugaan, "sebaiknya Supek
masuk ke dalam untuk melindungi Pek-bo dan puterimu".
"Tak usah cemas, dengan adanya anakku di sisi ibunya,
perasaanku tenang".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
75
"Saya rasa sulit bagi puteri Supek dapat melindungi
Pek-bo", Lauw Hui meragukan keterangan le Bu,
"sebaiknya Supek masuk ke ruang dalam". "Tapi....".
"Supek....". Sebelum Lauw Hui sempat melanjutkan
ucapannya, le Bu telah menuding ke depan "Lihat itu ada
perahu datang!".
Baru le Bu selesai berkata, telah terlihat dua orang
bertam-pang garang melompat ke atas perahu mereka.
"Hati-hati Supek", Lauw Hui memperingati Ie Bu.
"Apa yang kau lakukan di sini, bocah!?", hardik salah
se-orang yang baru muncul pada Lauw Hui.
"Kaliann telah merebut perahu yang akan kutumpangi,
maka terpaksa aku menumpang perahu ini!", sahut Lauw
Hui.
"Lekas enyah kau bocah, jangan coba-coba
menghalangi maksudku Loo-cu ada urusan dengan kakek
Ie!", kata salah seorang yang berkumis.
"Kalian diutus oleh Leng Hong?", tanya Ie Bu.
"Dengan adanya aku di sini, jangan harap kalian dapat
ber-buat yang bukan-bukan", sela Lauw Hui.
"Aku dan saudaraku ditugaskan untuk membereskan
diri kakek Ie, maka hendaknya jangan kau coba-coba
mencampuri persoalan ini".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
76
"Huh! Lihat pedang!", Lauw Hui mulai melancarkan
serangan. "Kau mencari mampus bocah!", si kumis
menyampok pe-dang Lauw Hui dengan goloknya,
kemudian berpaling pada saudaranya, "lekas kau masuk
ke dalam Heng-tee, bereskan seluruh keluarga si kakek!".
Dari atas perahu Hui Ngo dapat menyaksikan dan
mende-ngar segalanya dengan jelas sekali.
"Baik", sahut penjahat satunya. Namun sebelum dia
sempat berbuat apa-apa, sebelah mata-nya telah
ditembus oleh jarum yang dilontarkan Hui Ngo, yang
membuatnya menjerit kesakitan:
"Aduh!".
"Kenapa Heng-tee?", tanya si kumis sambil
menghadapi serangan Lauw Hui. Tiba-tiba tangannya
terkena serangan senjata gelap juga. "Aduh!", jeritnya.
Lauw Hui keheranan menyaksikan perkembangan di
luar dugaan itu. Kedua penjahat yang telah terluka itu
mem-balikkan diri, melompat ke atas perahu mereka,
menyuruh tukang perahu mengayuh meninggalkan
tempat tersebut. 'Mari kita kejar Supek!", ajak Lauw Hui.
"Tak usah", cegah le Bu. "Dengan menangkap mereka,
kita jadi tahu siapa yang menyuruh mereka", kata Lauw
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hui.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
77
"Tanpa ditanya juga sudah dapat diketahui, bahwa
mereka adalah utusan Leng Hong", ucap Ie Bu.
"Bila telah pasti mereka diutus Leng Hong, mari kita la
porkan ke fihak yang berwajib untuk melindungi
keselamatan Supek sampai ke kota-raja". "
Percuma", kata Ie Bu. "Lalu dengan cara apa Supek
akan menghadapinya?", tanya Lauw Hui.
"Setelah tiba di kota-raja barulah kita menentukan
sikap", sahut Ie Bu,
"tapi kita tak boleh ke sana dengan naik perahu".
"Maksud paman akan menempuh perjalanan darat?". Ie
Bu masuk ke ruang dalam, meminta isteri dan anaknya
ikut ke darat. "Kenapa memang?", tanya Tan-si. "Kita
akan menempuh perjalanan darat, Hujin", Ie Bu
menerangkan. "Ada satu hal yang membuat saya heran,Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
78
kenapa kedua penjahat itu bisa mendadak terluka?", tiba
tiba Lauw Hui be, tanya begitu.
"Aku sendiri heran", ucap Ie Bu. "Bila Supek tak turun
tangan, lalu siapa yang melakukan-nya?", dalam benak
Lauw Hui masih terus diliputi tanda tanya.
"Mungkin...", Ie Bu melirik anaknya. "
Mungkin kita dibantu oleh Thian, Looya", sela Tan-si.
"Mungkin begitu", Hui Ngo ikut bicara sambil menunduk.
"Sudahlah, mari kita mendarat", ajak Lauw Hui.
"Ya, baiklah kita menunggu perkembangan berikut
nya".
Mereka meninggalkan perahu, melanjutkan perjalanan
le-wat darat. Kala itu telah terang cuaca, mereka menuju
ke jalan raya. Namun belum lama mereka berjalan, telah
dihadang oleh dua orang pembunuh bayaran semalam.
"Semalam Loocu kena dilukai oleh senjata gelapmu, maka
sekarang aku ingin bikin perhitungan denganmu dulu
bocah", kata penjahat berkumis tebal.
"Ngaco, aku tak pernah menggunakan senjata gelap".
"Lalu siapa yang melepaskan senjata rahasia itu?", si
ku-mis tampak penasaran.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
79
"Untuk menghalau kalian cukup dengan pedangku saja,
tak perlu aku menggunakan senjata rahasia", Lauw Hui
meng-genggam pedangnya.
"Saudaraku terluka matanya, hari ini biar bagaimana
juga harus kubalaskan sakit hatinya", ujar penjahat
berkumis itu sambil menunjuk ke temannya yang telah
dibalut sebelah mata-nya.
"Tak perlu kau banyak bicara!", kata Lauw Hui, "bila
kalian benar-benar berani, majulah!". Segera terjadi
pertarungan antara Lauw Hui dengan kedua penjahat itu.
Sementara itu Hui Ngo berkata kepada ibunya: "Mari
kita bersembunyi di balik semak-semak, Nio". Hui Ngo
menuntun ibunya ke balik semak-semak, kemudian dia
sendiri menuju ke balik pohon, dengan maksud bila
diperlukan, dapat membantu Lauw Hui dan ayahnya.
"Ingin ke mana kau?", tanya sang ibu.
"Saya ingin menyaksikan pertandingan mereka dari
balik pohon", sahut Hui Ngo.
"Gadis kok suka melihat orang berkelahi? Tak takut
terkena sabetan senjata?", sang ibu agak cemas.
"Jangan khawatir Nio, dengan berdiam di balik pohon,
diri saya akan terlindung oleh batang pohon", Hui Ngo
berusaha menenangkan ibunya,Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
80
"lekaslah Nio bersembunyi". Hui Ngo lantas cepat
cepat menuju ke balik pohon.
"Jangan ke sana Hui Ngo, berbahaya", sang ibu coba
mencegah. Namun Hui Ngo tak menghiraukannya,
langsung menuju ke balik pohon. Kala itu terlihat salah
seorang penjahat berlari ke diri ayah-nya sambil
mengacungkan goloknya. Ie Bu yang telah tua lagi lemah
tubuhnya karena sering sakit, masih berusaha melakukan
perlawanan, tapi dalam beberapa jurus saja telah jatuh
terguling.
"Akan kucabut nyawamu, tua bangka!", ujar lawannya
sambil mengangkat golok, siap ditabaskan ke tubuh Ie Bu.
Lauw Hui berusaha memburu ke arah itu. Sementara
itu Hui Ngo telah melontarkan jarum ke arah lawannya.
Sang lawan menjerit kesakitan dan Lauw Hui datang
tepat pada waktunya, menusuk lawannya hingga tewas.
Seorang lainnya tak berani bertanding lebih lanjut setelahPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
81
melihat saudara angkatnya meninggal, segera kabur dari
situ.
Kala itu Hui Ngo telah keluar dari balik pohon,
memapah bangun ayahnya.
"Bagaimana keadaan Thia?", tanyanya.
"Jantungku terasa sakit", sahut sang ayah, "rupanya
pe-nyakit lamaku kumat lagi".
"Hati-hati Loopek", Lauw Hui datang membantu.
Mereka tak berani berdiam lebih lama di situ. Lauw Hui
memapah Ie Bu dalam melanjutkan perjalan-an, menuju
ke kota kecil yang tak jauh dari situ. Setiba di kota yang
dimaksud, Lauw Hui mencari sebuah penginapan. Setelah
memperoleh kamar, Lauw Hui segera mengundang tabib
untuk mengobati sakit Ie Bu. Keadaan le Bu berangsur
angsur Iebih segar dari sebelum-nya, tapi untuk
sementara mereka harus menginap di penginapan
tersebut.
Hati-hati lagi penuh kewaspadaan Lauw Hui berjaga
jaga di ruang tamu. "Saya rasa tak ada gunanya kita
berjaga-jaga sekarang, saudara Lauw", suatu ketika Hui
Ngo menghampiri Lauw Hui. "Nona ada pendapat lain?".
"Kita harus memakai siasat 'tonggeret meninggalkan
sarang!!". "Maksud nona?". "Kita seakan-akan berangkat
dengan naik kereta kuda", Hui Ngo menerangkan, "tapiPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
82
diam-diam saya bersama kedua orang tua akan naik
perahu ke kota-raja, sedang Lauw-heng tetap naik kereta
kuda untuk mengalihkan perhatian lawan".
"Apakah lawan akan termakan siasatmu?". "Asal
rahasia itu tidak sampai bocor, kemungkinan kita akan
selamat tiba di kota-raja", kata Hui Ngo,
"saya rasa fihak lawan telah memasang kaki tangannya
di mana-mana, tanpa siasat akan sulit bagi kita dapat
lobos dari tangan mereka"
"Apakah Supek tahu akan siasatmu?", tanya Lauw Hui.
"Belum", Hui Ngo menggelengkan kepala.
"Mari kita meminta pandangan beliau", Lauw Hui
menya-rankan. Ie Bu sangat setuju akan siasat yang akan
dijalankan oleh puterinya.
"Siasat yang baik", pujinya, "dengan cara itu kita baru
akan dapat lobos dari perangkap lawan. Asal kita lakukan
secara hati-hati, tentu akan tiba dengan selamat di kota
raja".
"Akan saya usahakan kereta kudanya", Lauw Hui
mening-galkan kamar Ie Bu.
"Kembali jadi merepotkan Lauw-heng", ucap Ie Hui
Ngo. Ketika Lauw Hui keluar kamar dan menyuruhPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
83
pelayan rumah penginapan memanggil kereta kuda,
didapati kenyataan di luar pintu ada dua orang laki-laki
yang mengamati dirinya. Hal itu sesuai dengan siasat Hai
Ngo. Mereka memapah Ie Bu naik ke kereta kuda.
Tak lama kusir melarikan kereta ke luar kota. le Bu
bersama anak isterinya turun di tempat yang sepi,
bersembunyi di batik semak-semak di tepi jalan.
Sedangkan kereta itu terus meluncur ke muka. Tak lama
kemudian terlihat seseorang yang berlari-lari mengejar
kereta itu.
le Bu bersama keluarga menyusuri jalan kecil menuju
ke tepi sungai, melanjutkan perjalanan ke kota-raja
dengan naik pe-rahu layar. Di lain fihak, Lauw Hui
menyuruh kusir mempercepat lari keretanya. Setelah
berselang beberapa saat, ketika melihat tak ada yangPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
84
mengejarnya, dia menyuruh kusir menghentikan kereta,
turun dan menghadiahkan sang kusir sejumlah uang,
memintanya terus menjalankan kereta ke kota-raja.
Sedangkan Lauw Hui meneruskan perjalanan dengan
berjalan kaki. Tak lama kemudian orang yang
menguntitnya telah ber-hasil mengejarnya.
"Tunggu, seru orang itu.
"Oh!", Lauw Hui menghentikan langkah, berpaling.
"Bukankah tadi saudara bersama le Bu?", orang itu
meng-hampiri Lauw Hui.
"Benar, tapi aku tak ingin terbawa oleh persoalannya,
maka jadi pisah dengannya", sahut Lauw Hui.
"Kau apanya?".
"Aku tak ada hubungan apa-apa dengannya, hanya
teman seperjalanan saja, sebab kebetulan kami searah".
"Kabarnya kau telah membunuh salah seorang lawan
Ie Bu!?". "Benar, sebab kukira dia pencuri", Lauw Hui
mengangguk, "sebelumnya mereka naik ke perahu Ie Bu,
kemudian menghadang di tengah jalan, maka terpaksa
aku turun tangan melukai mereka".
"Tahukah kau siapa yang kau bunuh itu?".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
85
"Setelah Ie Bu menerarigkan duduk persoalannya, baru
kuketahui segalanya, itu sebabnya aku jadi pisah
dengannya".
"Tunggulah kau di sini, dapat kau jelaskan masalahnya
pada majikan kami nanti".
"Boleh", sahut Lauw Hui tanpa gentar sedikit pun.
Tak lama kemudian terlihat seorang Thaykam yang
melari-kan kudanya cepat sekali. Di belakangnya
mengikuti beberapa orang.
"Dialah yang melukai saudaramu, Thio Hiong?", tanya
sang Thaykam pada pria berkumis.
"Benar Kongkong", sahut laki-laki berkumis tebal itu.
"Kau sengaja ingin cari gara-gara dengan orangku,
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siaocu?", tanya Thaykam itu.
"Sebelumnya saya tak tahu duduk soalnya, harap
Kong-kong sudi memaafkannya", ujar Lauw Hui.
"Dia telah pisah dengan Ie Bu, Kongkong", sela pria
yang membuntuti Lauw Hui.
"le Bu telah mencelakai kakakku, sedang kau telah
mem-bunuh orangku", kata sang Sida-sida (Thaykam),
"ayo lekas katakan, di mana Ie Bu sekarang!?".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
86
"Begitu tahu Ie Bu adalah musuh Kongkong, saya
lantas berpisah dengannya", kata Lauw Hui, "sekarang dia
bersama ke-luarganya sedang menuju ke kota-raja".
"Untuk selanjutnya kau jangan menyampuri urusan
kami lagi", pesan sang Thay-kam.
"Saya juga tahu, setiba di kota-raja nanti, Ie Bu
beserta keluarga akan menginap di penginapan keluarga
Thio", kata Lauw Hui lagi.
"Mari kita kejar le Bu, ujar Leng Hong, sang Thaykam,
pada anak buahnya.
"Baik Kongkong", sahut para pembantunya.
"Bila tak berhasil mengejarnya, pergilah kalian ke
peng-inapan keluarga Thio", perintah Leng Hong.
(Thaykam = Sida-sida; orang Kebiri yang bertugas di
istana Raja).Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
87
Melihat Leng Hong termakan siasat Hui Ngo, Lauw Hui
ja-di amat kagum akan kecerdikan gadis itu. Kemudian
dia masuk ke jalan kecil, menuju ke kota-raja sambil
membentangkan Gin-kang (ilmu meringankan tubuh)nya.
Beberapa waktu kemudian, dia membeli seekor kuda
yang baik, yang mempercepat perjalanan selanjutnya. Di
lain fihak, le Bu bersama keluarganya, telah tiba dengan
selamat di kota-raja.
Mereka menginap di penginapan keluarga Thio. Sakit
Ie Bu telah berangsur sembuh, tinggal lagi menanti
tibanya Lauw Hui.
"Entah bagaimana keadaan Lauw Kongcu?", kata Tan
si pada anaknya,
"mudah-mudahan dia bisa sampai dengan selamat".Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
88
"Nio tak usah khawatir, dia pasti selamat", Hui Ngo
berusaha menenangkan perasaan ibunya,
"menurut dugaan saya, kemungkinan Lauw Hui telah
tiba di kota-raja, malah telah memberitahukan tempat
menginap kita ini pada lawan".
"Kenapa kau menyuruhnya memberitahukan tempat
me-nginap kita pada lawan?", Tan-si tambah cemas. "
Dengan begitu kita baru akan memperoleh bukti,
bahwa Leng Hong berusaha memburu dan hendak
membunuh kita se-keluarga", Hui Ngo menerangkan.
Selagi mereka berbincang-bincang, tiba-tiba masuk
pemilik penginapan bersama Lauw Hui.
"Syukurlah Supek selamat tiba di kota-raja", Lauw Hui
menyoja Ie Bu.
"Terima kasih atas bantuanmu", le Bu balas menyoja.
"Saya hanya sekedar melaksanakan pesan nona le,
mudah-mudahan Leng Hong akan ke mari", kata Lauw
Hui.
"Leng Hong pasti akan menyuruh orangnya ke mari",
ucap le Bu.
"Semoga saja dia masuk ke dalam perangkap kita",
kata Hui Ngo.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
89
"Bila demikian, baiklah kita menantinya di sini", ucap
Lauw Hui.
"Loohu tetap mengharapkan bantuan Lauw Kongcu".
Setelah berbincang-bincang sesaat, Lauw Hui dan pemilik
rumah penginapan meninggalkan kamar Ie Bu.
Ie Hui Ngo menanti kehadiran lawan dengan penuh
kewas-padaan. Ie Bu dan isterinya agak gelisah, khawatir
kalau-kalau ter-jadi hal-hal di luar rencana mereka.
"Jangan khawatir Thia, mereka pasti akan datang", Hui
Ngo berusaha menenangkan perasaan orang tuanya.
Hui Ngo yakin betul kalau usahanya akan berhasil....
Malam bertambah larut, tiba-tiba tampak Thio Hiong
menerobos masuk melalui jendela sambil menghunus
golok. Hui Ngo bersiap-siap menjaga segala kemungkinan
dengan berdiri di belakang ayahnya. Tatkala Thio Hiong
mengangkat golok bermaksud membacok Ie Bu, Hui Ngo
menggerakkan sepasang tangannya, meluncurlah dua
batang jarum ke diri Thio Hiong.
Golok lepas dari genggaman Thio Hiong.
"Kiranya kau yang melepaskan senjata rahasia!", kata
Thio Hiong sambil meringis menahan sakit.
"Telah terlambat kau ketahui sekarang", kata Hui Ngo.
"Jarum itu beracun!?", Thio Hiong terkulai lemah.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
90
"Yang tempo hari tidak, tapi sekarang beracun", kata
Hui Ngo, "aku bersedia memberimu penawarnya, tapi ada
syarat-nya". "Apa syaratnya?", tanya Thio Hiong segera.
"Kau harus ikut kami ke fihak yang berwajib, mengakui
bahwa kau telah disuruh seseorang untuk membunuh
kami Bila kau keberatan, aku takkan memberimu penawar
racun".
"Tapi...", Thio Hiong ragu.
Kala itu Lauw Hui yang mendengar suara ribut-ribut di
dalam kamar Ie Bu, segera menerobos masuk.
Dia jadi sangat kagum ketika melihat Ie Hui Ngo telah
berhasil menawan Thio Hiong.
"Nona Ie...kau...", dia tak meneruskan ucapannya.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
91
"Lauw-heng, Thio Hiong dapat memberikan kesaksian
di hadapan yang berwajib".
"Tak sangka nona Ie di samping cerdik juga perkasa,
saya benar-benar kagum", kata Lauw Hui pada Ie Bu.
"Telah beberapa kali dia membantu kita menghalau
lawan dengan senjata rahasianya", Ie Bu turut bangga
atas kepandaian puterinya.
Lauw Hui berpaling pada Thio Hiong: "Bila kau tak mau
memberikan kesaksian, nyawamu akan melayang oleh
racun senjata rahasia itu".
"Baiklah, saya bersedia memberikan kesaksian", Thio
Hiong yang takut mati, akhirnya bersedia memberikan
kesaksian.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
92
Ie Bu dan Lauw Hui rnenggiring Thio Hiong ke kantor
pihak yang berwajib, untuk menggugat Leng Hong yang
bermak-sad mencelakai dirinya beserta keluarga.
"Tolong Lauw-heng hati-hati menjaga Thio Hiong, agar
Leng Hong tak sampai membunuhnya untuk menutup
mulut", pesan Hui Ngo sesaat si pemuda akan berlalu.
"Baik nona le", Lauw Hui mengangguk. Setiba di kantor
pihak yang berwajib, Thio Hiong mengakui, bahwa Leng
Hong telah menyuruhnya untuk membunuh Ie Bu
sekeluarga.
"Kenapa Leng Hong ingin membunuhmu?", tanya
pejabat penegak hukum pada Ie Bu.
"Hal itu erat hubungannya dengan peristiwa sepuluh
tahun yang silam", Ie Bu menerangkan, "pada saat itu
saya jadi ko-mandan pasukan keamanan di kota-raja,
sedangkan yang jadi wakil adalah Leng In, kakaknya Leng
Hong. Sikap Leng In amat tak terpuji, selain sering
melakukan pelanggaran disiplin, juga sering
menggunakan kekuasaannya untuk memperkosa wanita
balk-baik serta kejahatan lainnya. Saya melaporkan
perbuatannya pada atasan saya, yang membuatnya
langsung ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Pada saat itu Leng Hong telah jadi Thaykam, tapi
belum sebesar sekarang kekuasaannya. BegituPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
93
mendengar kabar kakaknya dijatuhi hukuman mati, dia
segera menemui atasan saya, memohon pengampunan
bagi kakaknya. Akan tetapi panglima tetap pada
keputusannya. Menyaksikan kakaknya mati dipancung,
Leng Hong jadi dendam pada saya dan mengancam akan
membalas dendam. Saya menyadari bahwa Leng Hong
seorang yang licik lagi keji, untuk menghindari hal-hal
yang tak diingini, saya meletakkan jabatan dan mengajak
anak isteri meninggalkan kota-raja. Saya sengaja tak
kembali ke kampung halaman, tapi menyingkir ke luar
kota Kim Leng. Semula saya kira, hidup saya selanjutnya
akan tenang, tapi nyatanya Leng Hong tak dapat
melupakan dendamnya. Ketika kemudian dia diangkat
sebagai wakil pimpinan Thaykam, saya langsung
menyadari, bahwa keselamatan saya semakin terancam.
Dugaan saya ternyata tepat, sebab nyatanya Leng Hong
telah menyuruh orang-orang yang berkepandaian tinggi di
kalangan Kang-auw untuk menghabisi nyawa saya
sekeluarga. Untuk jelasnya, sebaiknya Tay-jin mena
nyakan pada Thio Hiong".
Thio Hiong menceritakan, bahwa dia dan saudara
angkat-nya dibayar oleh Leng Hong untuk membunuh le
Bu beserta anak isteri. Kemudian menceritakan juga,
bahwa pada saat ini Leng Hong telah pula meninggalkan
tugas di istana, memimpin langsung pengejaran terhadapPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
94
le Bu.... Seusai mengaku, Thio Hiong lantas minta
penawar racun pada Ie Bu.
"Kau tak usah khawatir, jarum yang menancap di
lengan-mu sesungguhnya tak beracun", le Bu
menerangkan.
Thio Hiong menyesal telah mengakui perbuatan
kotornya, namun segalanya sudah kasip, telah terlambat!
Menteri kehakiman melaporkan perbuatan tak terpuji
dari Leng Hong. Kaisar memerintahkan sang menteri
untuk menangkap Leng Hong, guna mempertanggung
jawabkan perbuatannya, sekali-gus memecat dari semua
jabatannya.
Ie Bu beserta keluarga amat berterima kasih pada
Kaisar dan Menteri kehakiman, mengajak anak isterinya
pulang ke kampung halaman. Lauw Hui dan Ie Hui NgoPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
95
yang sejak semula telah saling tertarik, dijodohkan jadi
suami isteri. Mereka hidup bahagia sampai di hari tua.
-- 000 --
HUKUMAN BAGI ANAK DURHAKAPahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
96
Sekitar seratus li di luar kota Kiang-neng, terdapat
sebuah perkampungan yang disebut Phe Khe-chun atau
kampung keluarga Phe. (1 li =Y2, Km). Kepala
kampungnya bernama Phe Hok, yang merupakan orang
terkaya di desa itu. Hari itu Phe Hok sedang merayakan
pernikahan putera tunggalnya yang bernama Phe Cheng.
P
he Cheng telah berhasil mempersunting gadis she Tio
yang berasal dari keluarga pejabat di kota Kiang-neng.
Phe Hok yang turun temurun hidup di desa, amatlah
gembira ketika anaknya berhasil mempersunting gadis
kota, dari keluarga pejabat pula. Dianggapnya hal itu
akan meningkatkan martabat keluarganya.
Itu sebabnya, perayaan itu diselenggarakan secara
besar-besaran, meriah sekali. Keesokan harinya, biarpun
matahari telah lewat sepenggalah, namun anak dan
menantunya belum juga keluar kamar, membuat
perasaan Phe Hok kurang senang. "Menantu kita telah
biasa hidup di keluarga pejabat, tak biasa bangun pagi
dan serba dilayani", Phoa-si, isteri Phe Hok, berusaha
menenangkan perasaan suaminya. Kemudian berpaling
pada gadis yang berdiri di sisinya: "Giok Bwe, lekas kau
antarkan sarapan pagi ke kamar mereka". "Baik Kiu-bo",
sahut Giok Bwe.Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
97
Giok Bwe adalah keponakan luar Phe Hok, sejak kecil
telah ditinggal mati orang tuanya, hingga dia menumpang
di keluarga Kiu-hu (paman luar)-nya. Giok Bwe membawa
nampan sarapan pagi ke kamar Phe Cheng.
Phe Cheng membuka pintu kamarnya sambil
menggerutu: "Mau apa kau mengetuk pintu kamarku?".
"Saya mengantarkan sarapan pagi, Piao-tee!", Giok
Bwe menerangkan.
"Huh, mengganggu orang saja!", Phe Cheng tetap
kurang senang,
"Lekas kau ambilkan air untuk cuci muka!".
"Baik Piao-tee", Giok Bwe meninggalkan kamar adik
mi-sannya. Tak lama kemudian dia kembali lagi sambil
membawa air cuci muka.
"Ini air cuci mukanya, Piao-so", katanya pada isteri Phe
Cheng. "Cuci muka dulu Nio-cu", kata Phe Cheng pada
isterinya.
Tio-si, isteri Phe Cheng, yang telah biasa dilayani
pembantu, merasa tak cocok dengan kehidupan desa.
"Huh, rumah macam apa ini? Pelayan saja tak ada!",
gerutu- nya .Pahala Bagi Anak Berbakti - KOLEKTOR E-BOOK
Baby Sitter Club 6 Hari Istimewa Kristy Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr Mahesa Kelud Telaga Api Salju
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama