Pendekar Samurai 2 Rahasia Patung Hijau Bagian 1
12
Kolektor E-Book
Aditya Indra Jaya
Foto Sumber oleh Awie Dermawan
Editing oleh D.A.S3
Kolektor E-Book
Rahasia
Patung Hijau
Diceritakan oleh :
KAMIKAZE
Penerbit "S U N R I S E" Jakarta4
Serie YOKO, PENDEKAR SAMURAI:
1. Tarian Maut di Lembah Gunung
2. Rahasia Patung Hijau
3. Kera Putih
Percetakan "SUNRISE" Order No. 15-20005
Gambar kulit dan Ilustrasi : SIAUW
Hak cipta diperlindungkan Undang-undang.6
Si Nenek sudah tak dapat bertahan ?
dewi Uzume lebih sakti!
Tubuh Si Nenek bergoncang keras. Kedua tangannya
yang dikepalkan bergemetar menahan kekuatan ilmu
gaibnya dewi Uzume yang maha dahsyat.
"Yoko! Lekas bunuh iblis itu! Lekas!" teriak si
nenek.
Bagaikan kilat Yoko berlari keluar dari gua. Jantungnya
berdebar-debar keras. Peluh mengucur di seluruh
tubuhnya. Kedua matanya bersinar buas bagaikan
serigala siap menerkam mangsanya.
Dia berlari dengan meringankan tubuh menuju
sarangnya dewi Uzume.
Tiba-tiba terdengar suara dahsyat menggelegar. Bumi
bergoncang bagaikan gempa. Gua yang baru
ditinggalkannya hancur lebur! Yoko berlari lebih
cepat.
"Yoko! Yoko! Kau mencari aku?" terdengar
suara merdu dan manja dibawa angin malam. Yoko
makin beringas. Ia mengenali suara itu.
Suara musuh besarnya7
I
Nampak sebuah rumah teh yang kecil mungil di
tengah-tengah taman. Cahaya lampu yang keluar dari
rumah itu menerangi jalanan kecil daripada batu-batu
merah yang teratur rapih. Jalanan kecil itu terletak
ditengah-tengah lapangan rumput nan hijau. Di
sekitar rumah teh itu terdapat pula beberapa lampu
pelita menerangi pepohonan. Pohon-pohon bunga
beraneka warna, dan pohon-pohon palem tampak
melambai-lambai. Bunga-bunga menyiarkan bau yang
harum semerbak dan menyegarkan.
Seorang laki-laki muda tengah berdiri ditempat
tunggu, kira-kira beberapa meter dari rumah teh itu.
Ia memandang kearah rumah yang indah kecil mungil
itu. Tidak lama kemudian ia mengalihkan pandangan
nya kearah sebuah kolam yang airnya bergerak-gerak
kena tiupan angin malam.
Sang Ratu Malam memancarkan sinar perak seakan
akan sedang bercermin pada kolam itu.
Keadaan disekitar tempat itu sunyi senyap. Hanya
suara sebuah titiran yang terpancang disisi kolam me
mecahkan kesunyian malam, mendesir-desir karena
tiupan sang bayu.8
Pemuda itu memandang tak jemu-jemunya kearah
kolam. Memandang dengan takjub sampaikan dia
tidak mengetahui bahwa dibelakang pohon-pohon
palm ada seorang wanita muda nan cantik-jelita
sedang mengintai dirinya.
Tiba-tiba terdengar suara tindakan kaki diatas jalanan
kecil itu. Seorang gadis kecil nampak menghampiri.
Sipemuda menoleh kearah pendatang itu. Gadis kecil
itu tersenyum manis ketika tiba didekatnya. Ia
membungkuk-bungkukkan badannya memberi
hormat sambil mengucapkan selamat malam. Pemuda
pun tersenyum.
Segera gadis kecil itu mempersilakan tamunya
mengikuti dia. Mereka berjalan dijalanan kecil itu
menuju kerumah teh.
Setibanya diserambi muka. gadis itu meletakkan
sepasang sandal didekat kaki tamunya. Sipemuda
segera membuka sepatunya dan memakai sandal itu.
Sambil berlari-lari gadis cilik itu menghampiri sebuah
pintu surung yang terbuat daripada kaca. Segera ia
mendorongnya dan mempersilakan tamunya masuk.
Si Pemuda harus merayap untuk masuk kedalam. Di
ruang tamu cahaya lampu terang-benderang. Sebuah
permadani halus terletak di tengah-tengah ruangan9
dan di atasnya terdapat sebuah meja pendek yang
dipelitur mengkilap sekali. Di sudut ruangan terdapat
alat-alat untuk menghidangkan teh. Pada dinding
tergantung lukisan pemandangan alam dan lukisan
bunga-bunga Sakura.
"O kake-nasai," kata si Gadis. mempersilakan
tamunya duduk. Segera ia menghampiri pintu dan
berlari lagi ke ruang dalam.
Tidak lama kemudian pintu itu tersurung kembali. Di
ambang pintu berdirilah seorang geisha nan cantik
jelita. Geisha itu masih muda remaja. Ia baru
mengalami tujuh belas kali musim semi. Dengan
tersenyum madu ia membungkukkan tubuhnya
memberi hormat kepada tamunya.
"Kombangwa ? selamat malam," katanya
dengan suara merdu menggoncangkan sukma.
"Joku oide nasai masyita ? selamat datang!"
"Selamat malam," balas si Pemuda sambil
mengulum senyumnya.
Dengan gaya nan lemah gemulai bagaikan pohon
bambu tertiup angin, geisha itu menghampiri lalu
duduk di muka tamunya menghadapi meja pendek.10
"Anata doko kara ki masyita ka? ?
Darimanakah anda datang, ksatria muda?" tanya
geisha itu.
"Aku seorang pelancong dari pulau Okinawa."
jawabnya.
"Oooh, anda datang dari tempat jauh... Kata
orang, pulau Okinawa mempunyai pemandangan
alam yang sangat indah. Aku ingin sekali pergi ke sana
untuk menikmati keindahan yang telah diciptakan
oleh yang Maha Besar." kata Si Jelita. Kedua matanya
yang sipit memandang redup ke arah tamunya.
"Siapakah namamu?"
"Namaku Yoko." jawab si Pemuda yang bukan
lain daripada Yoko. pendekar Samurai yang gagah
perkasa dan tak gentar menghadapi lawan-lawannya
dalam pertempuran. "Bolehkah aku mengetahui
namamu, nona cantik?"
"Yoko-san, namaku Miyako," sahut si jelita
sambil bangkit berdiri, lalu menuju ke sudut ruang
untuk menghidangkan teh bagi tamunya.
Dengan tak berkata-kata Yoko memandangi gerakan
jari-jari yang sedang menuangkan teh dari gayung ke
dalam sebuah teko dan dari teko kedalam cawan.11
"Maaf Yoko-san," kata geisha itu sambil
menghampiri Yoko dengan membawa baki terisi teko
dan cawan itu. "Jika pandanganku tak salah, bukankah
engkau kini sedang menghadapi kesukaran?"
Yoko tidak menyahut. Ia mengerutkan keningnya
sambil memandang wajah nan berseri-seri itu.
"Coba kau terangkan padaku, mungkin aku
dapat meringankan beban hatimu," kata geisha itu
pula dengan suara merayu.
Yoko memikiri bagaimana ia harus menanyakan
kepada Miyako tentang dewi Uzume. Mungkin dia
akan mendapat petunjuk yang penting dari geisha itu.
Miyako mengangsurkan sebuah cawan teh kepada
tamunya. Yoko menyambuti dan perlahan-lahan
menempelkan cawan teh itu ke bibirnya.
"Miyako, sungguh pandai kau melihat paras
muka. Memang aku sedang menghadapi kesukaran,"
kata Yoko sambil menaruh cawan teh ke atas meja di
hadapannya. "Apakah kau pernah mendengar tentang
dewi Uzume. Dia adalah seorang wanita yang tinggi
ilmunya dan sedang berusaha akan merubah dunia.
Wanita itu sangat cantik. namun sangat kejam dan
jahat, karena dia hendak melenyapkan keburukan
dunia dengan kekerasan. Dia menculik gadis-gadis12
yang mempunyai paras cantik seperti dirimu untuk
dijadikan hamba sahayanya. Barang siapa yang berani
melawan atau mencegah maksudnya akan bernasib
malang karena akan dibunuh oleh wanita kejam itu!"
Kedua mata Miyako terbelalak. Wajahnya tampak
gelisah karena ketakutan.
"Apakah kota Uwajima ini belum mendapat
kunjungannya wanita iblis itu?" tanya Yoko.
"Tidak, aku sangat bersyukur penduduk
Uwajima tidak mendapat gangguan wanita jahat itu,"
sahut Miyako dengan suara gemetar. "Dimana kau
pernah bertemu dengan wanita itu? Di Okinawa ?"
"Dewi Uzume yang bagaikan burung elang,
belum membentangkan sayapnya ke pulau Okinawa,"
ujar Yoko. "Mungkin ia tidak berani karena di pulau itu
ada aku punya sensei yang pasti akan menggusurnya
bila dia berani menginjakkan kakinya di Okinawa. Aku
telah bertemu dengan wanita iblis itu di pegunungan
Asosan di pulau Kyushu. Aku telah mengejarnya, tapi
sayang aku kehilangan jejaknya di pulau itu. Sudah
satu bulan aku tiba di pulau ini. Aku telah mencari si
iblis itu dikota-kota Tosashimizu, Nakamura, Sukumo
dan akhirnya aku tiba dikota ini. Namun sampai kini
aku belum berhasil menemukan jejaknya. Bila dikota13
Uwajima inipun tidak berhasil, akan terus kucari dia,
biarpun sampai kepulau Hokaido!"
Ketika Yoko sedang berbicara dengan Miyako, di balik
Pendekar Samurai 2 Rahasia Patung Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jendela nampak sepasang mata yang bersinar halus
mengintai kearah Yoko. Dialah wanita muda yang tadi
mengintai-intaikan Yoko dari balik pohon-pohon
palem. Kini dia memasang telinganya untuk
mendengarkan penuturan Yoko.
"Apakah maksudmu hendak mencari wanita
jahat itu?" tanya Miyako tiba-tiba.
"Aku hendak binasakan dia!! Aku hendak
menumpas kejahatannya dan melindungi rakjat jelata
dari perbuatan yang sewenang-wenang itu!" seru
Yoko dengan sangat bernapsu.
"Kau hendak membinasakannya? Seorang diri
saja kau hendak melawan wanita iblis itu? Aku sangat
kuatir, Yoko-san. Pasti wanita itu mempunyai banyak
pengikut-pengikutnya. Apakah itu tidak terlampau
berbahaya bagimu?" tanya Miyako dengan gemetar.
Yoko tersenyum.
"Aku tidak gentar pada wanita itu, walaupun dia
mempunyai banyak pengikut-nya. Lagipula semua
murid-muridnya terdiri dari gadis-gadis remaja yang14
cantik jelita. Masakan pedang Samuraiku tak dapat
membabat batang leher iblis betina itu?"
"Aku tidak melihat kau membawa senjata," kata
Miyako sambil menuangkan teh dari teko kedalam
cawan Yoko.
"Pedang Samuraiku kutitipkan pada penguasa
rumah penginapan, dimana aku bermalam," sahut
Yoko.
Miyako mengangguk dan tidak bertanya pula.
Sekonyong-konyong Yoko menoleh kearah jendela.
Tapi ia tidak melihat sepasang mata yang tadi
mengintaikan dirinya. Rupanya si pengintai telah
berlalu.
"Yoko-san, aku sangat menyesal tidak dapat
menolongmu. Mungkin kawanku Melisanko dapat
memberikan sedikit keterangan padamu. Baru satu
minggu aku mengenalnya, namun dia sangat baik
padaku. Katanya dia telah mengunjungi banyak kota
kota di seluruh ke pulauan Nippon."
"Di manakah kini ia berada? Apakah Melisanko
san mau bertemu dengan aku ?" tanya Yoko.
"Melisanko sangat ramah tamah. Aku akan
panggil dan memperkenalkan dia kepadamu. Sekalian15
aku akan mengambil samishen1. Pasti kau akan
terhibur dari kesukaanmu bila mendengarkan aku
menyanyi dengan diiringi suara tetabuhan itu."
Miyako bangkit berdiri, lalu melangkah kearah pintu.
Geisha itu masuk kedalam untuk mendapatkan
Melisanko yang ternyata bukan lain dari pada si
wanita cantik yang tadi mengintai Yoko di belakang
pohon dan di balik jendela.
Lama sekali Yoko ditinggalkan sendirian. Ia
mengangkat teko teh dari atas media pendek dan
mengisikan cawannya sampai penuh. Ketika ia sedang
menghirup isi cawan itu, tiba-tiba pintu disurung pula.
Dua sosok tubuh wanita yang kecil dan langsing
tampak melangkah masuk keruang tamu meng
hampiri Yoko.
Yoko terpesona melihat wajah Melisanko yang cantik
bagaikan bulan purnama. Kedua mata wanita muda
itu bersinar terang, memandang dengan redupnya.
Kulit mukanya halus dan bedak di pipinya menyebar
kan bau yang harum sekali. Senyum manis tersungging
pada bibirnya yang kecil mungil bagaikan kuntum
mawar merekah kemerah-merahan.
1 Alat musik tabuh khas jepang16
Melisanko membungkukkan tubuhnya untuk memberi
hormat. Yoko segera bangkit berdiri dan membalas
hormat itu.
Miyako memperkenalkan kawannya pada Yoko.
Tangannya memegang sebuah alat tetabuhan yang
dinamakan samishen. Segera Miyako mempersilakan
Yoko dan Melisanko duduk.
Ketika mereka sudah duduk diatas permadani, Miyako
bertanya pada Melisanko. apakah ia pernah
mendengar tentang dewi Uzume, karena Yoko
memerlukan keterangan-tentang wanita itu.
Melisanko mendengarkan penuturan geisha itu.
Namun tidak nampak perubahan apa-apa pada
parasnya nan cantik yang sedang dipandang tanpa
puas oleh Yoko.
Ketika Miyako selesai dengan penuturannya, Yoko
berkata kepada Melisanko :
"Miyako menceritakan aku bahwa kau sering
merantau ke kota-kota. Mungkin di salah satu kota
pernah kau dengar tentang dewi Uzume, wanita iblis
itu."
Wanita cantik itu kini berpaling kearah Yoko.
Terdengar, suaranya halus berirama :17
"Aku pernah mendengar nama wanita yang kau
maksudkan itu disebut-sebut oleh penduduk desa di
kaki pegunungan Asosan. Menurut cerita mereka,
wanita itu menculik juga gadis-gadis cantik."
"Betul katamu," sahut Yoko. "Aku sedang
mengejar wanita itu akan membinasakannya untuk
mengakhiri penculikan itu dan membebaskan gadis
gadis yang sudah berada dalam cengkramanuja.
Apakah selainnya didesa pegunungan Asosan, kau
tidak pernah mendengar lagi tentang dia?"
Melisanko tidak menyahut. la terdiam seakan-akan
sedang terbenam dalam pikirannya.
Tiba-tiba terdengar suara alat tetabuhan. Jari-jari
Miyako yang lentik nampak menari-nari diatas tali-tali
samishen. Tidak lama kemudian terdengarlah suara
nyanyian merdu dengan nada penuh perasaan.
Miyako menyanyikan lagu percintaan dari dua sejoli
yang sedang tenggelam dalam arus asmara dibawah
sinar bulan purnama. Itulah lagu percintaan yang
sangat digemari oleh para muda-mudi Uwajima.
Dengan kagum Yoko mendengarkan alunan suara nan
merdu itu. Melisanko juga mendengarkan nyanyian
kawannya dengan penuh perhatian. Makin lama nada
suara Miyako makin menggetarkan sukma karena18
seluruh perhatiannya dicurahkan kepada nyanyian itu.
Akhirnya suara samishen terdengar makin lama makin
perlahan dan selesailah lagu itu.
Yoko memuji kepandaian Miyako. Geisha itu
tersenyum girang, lalu meletakkan samishen di
pangkuannya.
Sekonyong-konyong Melisanko menggeserkan tubuh
nya mendekati Miyako dan membisikkan sesuatu di
teIinga geisha itu.
Tampak Miyako mengangguk sambil tersenyum.
Segera ia bangkit berdiri sambil memandang kearah
Yoko.
"Yoko-san, aku permisi dulu sebentar untuk
menaruh samishen," kata Miyako lalu melangkah ke
pintu.
Kini Yoko hanya berdua saja dengan Melisanko di
dalam ruang rumah teh itu.
"Melisanko, apakah dalam perjalanan kau
pernah menemui seorang nenek yang membawa
tongkat? Nenek itu sudah lanjut usianya, namun dia
masih terlihat gagah." tanya Yoko tiba-tiba.
"Siapakah nama nenek tua itu?" Melisanko
balas bertanya.19
"Aku lupa menanyakannya. yang kuketahui
ialah cucunya pun telah diculik oleh dewi Uzume dan
dia sedang mengejar wanita iblis itu untuk membebas
kan cucunya." menerangkan Yoko.
"Dalam perjalananku memang banyak ku
ketemukan nenek-nenek, tetapi mana kutahu nenek
mana yang kau maksudkan, kalau kau tidak dapat
menyebutkan namanya." sahut Melisanko.
"Yang kuketahui ialah perempuan tua itu tinggal
di pegunungan Kasatori-yama di pulau ini," ujar Yoko.
"tapi aku belum sampai ketempat itu karena hatiku
sangat penasaran dan ingin lekas-lekas bersua dengan
wanita iblis itu. Sebetulnya bila nenek itu kutemui
lebih dahulu, tentu lebih mudah bagiku untuk
menemukan jejak dewi Uzume."
Melisanko memandang dengan penuh perhatian pada
perubahan wajah Yoko, yang keningnya kini nampak
berkerut-kerut.
"Yoko apakah kau masih mimpikan Teruko?"
sekonyong-konyong si cantik bertanya dengan
maksud menggoda.
"Apa?!!" seru Yoko terperanjat. "Kau kenal
Teruko?"20
"Aku kenal kekasihmu itu. Bukankah dia puteri
satu-satunya dari bapak Hiragai yang menjadi ketua
desa dibawah kaki pegunungan Asosan?"
"Melisanko! Apakah kau juga sudah
mengetahui yang Teruko sudah dicuiik oleh dewi
Uzume?" seru Yoko dengan mata terbelalak.
"Ya, aku tahu soal itu dan aku tahu juga
tempatnya dimana dewi Uzume menyembunyikan
Teruko."
"Melisanko tolonglah aku, lekaslah bilang di
mana letaknya tempat itu!" seru Yoko bernapsu.
Si Cantik tertawa kecil.
"Sabarlah, kawan." katanya. "Bila aku pertemu
kan engkau dengan kekasihmu, hadiah apakah hendak
kau berikan padaku?"
"Aku tidak mempunyai apa-apa. Melisanko.
Namun aku dapat mintakan kepada bapak Hiragai
hadiah untukmu. Pasti ia akan memberikannya." sahut
Yoko kemalu-maluan sambil menundukkan kepalanya.
Kini Melisanko tertawa pula. Tampaklah gigi-giginya
yang putih bersih bagaikan butir-butir mutiara. Si
Cantik menggeleng-gelengkan kepalanya.21
Pendekar Samurai 2 Rahasia Patung Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku mau hadiah itu dari kau sendiri," kata Si
Cantik dengan suara merdu.
"Kau kejam, Melisanko! Apakah kau berbicara
sungguh-sungguh atau sedang mempermainkan
diriku?" Yoko mengangkat kepalanya memandang Si
Cantik dihadapannya, namun Melisanko tetap
tersenyum.
"Apakah waktu kau jaga malam digedungnya
dewi Uzume, kau tidak melihat apa-apa yang
mencurigakan. Dan apakah kau mendapat impian
waktu kau tidur dengan nyenyaknya di pembaringan
sang dewi yang harum semerbak itu?" tanya
Melisanko.
Terbelalaklah kedua mata Yoko. Mulutnya terbuka
lebar. Sungguh lucu nampaknya Yoko dalam keadaan
demikian! Melisanko tak dapat mengendalikan
hatinya pula. ia tertawa terkikik-kikik sambil menutup
mulutnya dengan tangan kannnnya.
Akhirnya Yoko dapat menentramkan gelora hatinya.
"Siapakah kau sebenarnya. Melisanko?" seru
Yoko dengan keras. "Kau mengetahui semua peristiwa
waktu aku menyatroni sarang wanita iblis itu."22
Melisanko tak menjawab pertanjaan Yoko. Tiba-tiba
Yoko bangkit berdiri. Dengan keras ia berseru :
"Apakah kau murid wanita iblis itu?!"
Melisanko menggeleng-gelengkan kepalanya. Wajah
nya tak berubah. Ia terus mentertawakan Yoko.
"Ketahuilah Yoko. bahwa aku bukan musuhmu.
Aku berada dipihakmu!" kata Si Jelita sambil
mengerlingkan matanya dengan penuh sinar
kegenitan.
"Jadi kau juga kenal nenek tua yang berada
bersama aku disarangnya dewi Uzume ?" tanya Yoko.
"Betul, aku kenal nenek itu. Tadi aku tidak
menerangkan padamu, karena aku hendak menggoda
dahulu," sahut Melisanko.
"Jadi ketika itu kaupun berada ditempat itu?"
"Sudahlah Yoko, jangan engkau terlampau
curiga! Bukankah yang terpenting adalah menemui
wanita iblis itu pula?" sahut Melisanko balas bertanya.
"Jawablah dulu pertanyaanku jika betul-betul
kau tidak bermaksud bermusuhan!" hardik Yoko.
Melisanko mengerutkan keningnya. Wajahnya
berubah gusar.23
"Yoko, jika kau berlaku tak sopan dengan
membentak-bentak padaku, aku tak sudi mem
beritahukan padamu dimana kini Teruko berada."
Yoko insaf yang ia sudah mengumbar napsunya.
"Maafkan aku. Melisanko." mohon Yoko
dengan suara berubah. "Aku sudah berlaku kasar
terhadapmu karena heran mendengar penuturanmu
yang tak disangka-sangka itu. Kalau begitu kaupun
tahu dimana kini dewi Uzume berada?"
"Akan kuberitahukan padamu bila saatnya
tiba." sahut Melisanko dengan angkuh.
Yoko sangat penasaran dipermainkan Melisanko.
Namun dia sabarkan hatinya.
"Percuma saja kau mencari nenek tua itu di kaki
gunung Kasatori-yama. karena orang tua itu sudah
pindah kelain tempat." menerangkan Melisanko.
"Kini aku tidak memerlukan Si Nenek pula bila
kau sudi menunjukkan tempat kediamannya dewi
Uzume. Aku sangat berterima kasih padamu.
Melisanko. Gadis-gadis yang kini masih berada dalam
belengguannya wanita iblis itupun akan sangat
berhutang budi padamu, bila aku sudah dapat24
merdekakan mereka." kata Yoko dengan sungguh
sungguh.
"Aku tidak mau terima arigato saja, aku mau
hadiah Hadiahmu sendiri!" sahut Melisanko.
"Lagipula tidak begitu mudah kau dapat membebas
kan gadis-gadis yang sudah menjadi muridnya Uzume.
Pikiran mereka telah dicuci bersih hingga pandangan
hidup mereka berubah, disesuaikan dengan cita
citanya dewi Uzume. Mereka sangat beruntung tinggal
didalam sa-rangnya sang dewi. Aku berani pastikan,
mereka tidak ingin kembali kerumah orang-tua
mereka."
"Mustahil! Omong kosong! Tidak mungkin
gadis-gadis itu akan bahagia kalau mesti hidup dalam
neraka!"
"Hmm! Kau tidak tahu, disana mereka seolah
olah hidup dalam sorga!"
"Tetapi bila sudah dapat kubinasakan guru
iblis itu, apakah mereka masih tetap tidak mau
meninggalkan tempat tawanannya?" tanya Yoko
penasaran.
"Sudahlah Yoko. Janganlah kita bertengkar saja.
sebentar lagi Miyako akan kembali dan aku tak dapat
berbicara lagi soal Uzume dihadapannya. Jiwaku akan25
terancam bahaya bila ada yang mengetahui bahwa
aku bersikap bermusuhan dengan wanita iblis itu," Si
Jelita putuskan pertengkarannya.
"Melisanko, engkau mengetahui lebih banyak
tentang dewi Uzume dan tindak tanduknya dari
padaku. Tentu kau mempunyai perhubungan rapat
dengannya."
Melisanko tidak menjawab. Ia berpaling ke arah
jendela, lalu mengalihkan pandangannya ke pintu. Di
balik jendela tidak terlihat gerak-gerik yang men
curigakan. Pintu sorong pun masih tertutup rapat.
Sekonyong-konyong ia memandang wajah Yoko. Paras
mukanya terlihat sungguh-sungguh.
"Yoko, segeralah kau pergi ke kota Kanonji di
daerah Kagawa. Kau menginap di rumah seorang laki
laki yang bernama Hiroshi. Laki-laki itu sudah berusia
setengah abad dan mempunyai sebuah warung nasi.
Sebutkan saja namaku, pasti dia akan menerima
engkau sebagai tamu. Kita akan berjumpa pula di
rumahnya Hiroshi."
Yoko mengangguk tanda setuju.
Tiba-tiba Melisanko bangkit berdiri dan membungkuk
kan tubuhnya memberi hormat akan meminta diri.26
Yoko masih duduk terdiam, selagi Si Jelita melangkah
kepintu.
"Melisanko, jika kau bijaksana, terangkanlah
dulu padaku : siapakah kau sebenarnya." mohon Yoko.
"Hatiku takkan tentram dalam perjalanan ke kota
Kanonji. Lagipula aku harus mendapat kepastian
bahwa kau tidak berdusta."
Melisanko sudah hendak menyorong pintu, tapi
berpaling sebentar sambil mengerutkan keningnya.
Dan menyahut :
"Dasar kau tidak bisa menahan sabar, Yoko. Aku
adalah cucu Si Nenek yang sedang kau cari!"
"Apa?! Kau?" Yoko tak meneruskan kata
katanya, karena Melisanko telah menyorong pintu
dengan cepatnya dan menghilang ke ruang dalam.
Yoko duduk bagaikan terpaku. Kedua matanya terus
memandangi pintu sorong yang sudah tertutup
kembali.27
II
Dewi Uzume tampak berdiri dimuka jendela istana
nya di atas gunung Korohiki. Wajahnya yang cantik
luar biasa tampak berseri-seri. Kedua matanya yang
indah halus memandang sinar matahari pagi
memecah kabut tebal yang menutupi pegunungan itu.
Embun bagaikan butir-butir intan tampak ber
gemerlapan di atas daun-daun pepohonan yang lebat
di sisi jurang yang curam. Unggas berterbangan dari
satu kelain dahan sambil berkicauan dengan sangat
riangnya.
Tiba-tiba wanita cantik itu mengalihkan pandangan
nya ke lembah gunung Kotohiki di mana tampak
sebuah sungai dengan airnya yang jernih. Sungai itu
tampak berliku-liku bagaikan seekor ular yang sedang
berbaring di lembah gunung itu.
Rupanya dewi Uzume telah puas menikmati
keindahan alam, karena ia meninggalkan jendela dan
melangkah menuju ke ruang dalam.
Seorang muridnya dengan tersipu-sipu datang
menghampiri. "Selamat pagi, bi-jieng." seru murid
yang cantik jelita itu.28
Dewi Uzume tersenyum dan mengangguk.
"Hana, bila Teruko sudah bangun, aku hendak
menanyakan sesuatu padanya." kata sang dewi.
"Hai. bi-jieng." jawab sang murid yang lantas
berlalu.
Sang dewi masuk ke sebuah ruang, lalu duduk di atas
sebuah permadani yang terhampar di tengah-tengah
ruangan. Permadani itu indah dan empuk.
Tidak lama kemudian Hana kembali bersama seorang
gadis cantik. Setibanya di hadapan dewi Uzume, kedua
gadis itu membungkukkan tubuhnya memberi hormat
lalu duduk sedikit jauh di atas permadani.
Pada bibir sang dewi tampak senyuman yang
menggiurkan ketika ia berkata :
"Teruko, apakah kau senang tinggal di gunung ini?"
"Hai, bi-jieng," sahut Teruko dengan suara
merdu. "Betul kadang-kadang aku teringat pada kedua
orang-tuaku dan saudaraku, namun aku lebih
bahagia tinggal bersama dewi di istana ini. Bukan
karena aku melupakan budi orang tuaku, tetapi karena
aku yakin kedua orang tuaku pun akan berbahagia bila
mereka mengetahui bahwa anaknya mendapat
pelajaran cukup dari bi-jieng, hingga berubahlah29
kepribadianku, dari seorang gadis desa yang dungu
kini diriku berubah menjadi seorang gadis terpelajar
yang mempunyai kepandaian-kepandaian yang
umumnya dimiliki oleh puteri bangsawan. Aku
menghaturkan beribu terima kasih pada bi-jieng yang
Pendekar Samurai 2 Rahasia Patung Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah mengambil aku sebagai murid."
Sang dewi tertawa. "Aku senang sekali mendengar
penuturanmu, Teruko. Tetapi... apakah kau tidak ingat
lagi pada seorang kelana, pemuda yang bernama...
Yoko!"
Tampak wajah Teruko bersemu merah, namun dia
menggelengkan kepalanya.
"Jangan dusta, Teruko. Apakah kau telah
menaruh hati pada pemuda itu ?" tanya sang dewi,
ingin menyelidiki hati si Gadis.
Wajah Teruko semakin merah. Tiba-tiba ia menyahut:
"Sedari kecil aku sudah ditunangkan kepada
puteranya bibiku, bi-jieng."
"Oh!... Siapakah namanya pemuda itu ?"
"Sakuni..." terdengar Teruko menyebut nama
tunangannya dengan perlahan.30
Hana mendengarkan saja percakapan dewi Uzume
dengan Teruko. Ketika sang dewi menyebut nama
Yoko, wajahnya pun bersemu merah namun sang dewi
tak melihatnya.
"Kini kau berdua boleh mengundurkan diri
saja." kata sang dewi.
Tak perlu diperintah untuk kedua kalinya, Hana dan
Teruko bangkit berdiri, membungkukkan tubuhnya,
lalu berjalan meninggalkan ruangan itu.
Ditengah mereka berjalan tiba-tiba dewi Uzume ber
seru : "Hana, panggil Shirogo menghadap padaku!"
"Hai. bi-jieng!" terdengar Hana menyahut.
Tidak lama kemudian seorang laki-laki muda bertubuh
tegap kekar tampak datang menghampiri. Ia menjura
berulang-ulang dihadapan dewi Uzume.
"Selamat pagi, bi-jieng. Mengapakah dewi
bangun pagi-pagi benar? Bukankah dewi perlu
beristirahat?" kata laki-laki itu sambil memberi
hormat.
"Aku sudah cukup beristirahat. Rupanya karena
tubuhku sangat letih dalam perjalanan yang jauh itu,
maka semalam aku tidur dengan nyenyak. Shirogo,
cobalah ceritakan padaku apakah yang dilakukan31
Melisanko selama aku tinggalkan tempat ini?" tanya
dewi Uzume pada murid laki-laki itu.
"Melisanko jarang berada di dalam istana. Bila
ia ada disini, kerjanya hanya mempelajari kitab-kitab,"
sahut Shirogo sambil menunduk.
"Selain kitab kita, kitab apa lagi yang ia
pelajarkan?"
"Aku tidak tahu bi-jieng karena kitab-kitab itu di
tulis dalam bahasa Korea.'" sahut sang murid.
"Apakah perlunya dia sering meningalkan
istanaku? Bukankah aku sudah tugaskan dia bersama
engkau untuk menjaga ketentraman tempat ini?"
"Maaf. bi-jieng. Aku tidak mengetahui benar
tentang Melisanko di luaran. Namun aku mendapat
kabar angin, bahwa Melisanko berhasil merebut
kepercayaan dan pengaruh diantara penduduk desa di
sekitar kota Kanonji, dibawah kaki gunung Kotohiki."
menerangkan Shirogo.
Wajah dewi Uzume berubah tegang.
"Apa? Melisanko telah beraksi diluar tahuku?!"
Nampak kedua mata sang dewi bersinar marah.
Shirogo tak berani mengangkat kepalanya.32
"Sudah berapa lama dia pergi '" tanya sang
dewi.
"Kira-kira sudah satu bulan Melisanko
meninggalkan istana," sahut Shirogo.
"Bedebah! Dan selama itu dia tidak mengabar
kan padamu, dimana dia berada?"
"Tidak, bi-jieng."
Wajah dewi Uzume tampak semakin gusar. Matanya
menyala-nyala.
"Shirogo, kau bersama Bara hari ini harus turun
gunung. Cobalah kau selidiki sepak terjangnya
Melisanko dan cari tahu dimana kini dia berada. Bila
telah kau ketemukan dia lekas perintahkan kembali
ke istana." perintah dewi Uzume.
"Hai. bi-jieng!" seru Shirogo sambil meng
anggukkan kepalanya. lalu melangkah keluar.
***
"Ssst... jangan keras-keras berbicara. Bila kata
katamu sampai terdengar oleh puteri Melisanko,33
engkau akan mendapat susah." ujar seorang wanita
setengah tua memperingatkan tetangganya yang ia
ketemukan sedang berbelanja dipasar.
"Sungguh sakti puteri itu! Kini sudah tiga kali
tanda ular itu ditempel di pintu gedung pembesar
Shogun Kanonji tanpa ada yang melihat bila2 lambang
itu ditempelkannya." kata sang tetangga itu, seorang
wanita yang bertubuh kurus.
Shirogo yang sedang berjalan bersama Bara ditempat
itu. menghentikan langkahnya. Mereka terperanjat
mendengar percakapan kedua wanita itu menyebut
nyebut nama Melisanko.
"Kemana perginya pahlawan-pahlawan Shogun
yang siang malam menjaga gedung itu ?" tanya wanita
yang gemuk.
"Akupun sangat heran, sudah tiga kali puteri itu
mengunjungi gedung pembesar Shogun untuk
menempelkan lambangnya namun penjaga-penjaga
itu tak pernah melihat puteri sakti itu." sahut si kurus.
Nampak seorang pedagang ikan lewat dihadapan
mereka, sambil berteriak-teriak : "Numpang sedikit,
jangan bicara ditengah jalan!"
2 Bila dapa bermakna kapan34
Kedua wanita itu melangkah kepinggir. Si kurus lalu
meninggalkan kawannya ke lain jurusan.
Shirogo dan Bara sangat mendongkol kepada tukang
ikan itu yang sudah memutuskan percakapannya
kedua wanita itu. Bara memberi isyarat kepada
Shirogo supaja mengikuti nyonya kurus itu.
Lama juga mereka mengintili nyonya itu. Sebentar
bentar mereka menghentikan langkahnya karena si
Nyonya berbelanja sesuatu untuk keperluan dapur.
Tetapi nyonya kurus itu kini tidak lagi membicarakan
tentang Melisanko pada siapapun jua.
Bara menjadi kesal. Tiba-tiba ia berbisik ditelinga
Shirogo:
"Percuma kita ikuti dia. Lebih baik kita mencari
lain sasaran."
Segera Bara melangkah kelain jurusan dan tanpa
bicara Shirogo mengikiitinya dari belakang.
Belum beberapa lama mereka berjalan, tampakkah
dua orang laki-laki sedang minum kopi disebuah
warung nasi sambil bercakap-cakap.
"Aku ingin melihat bagaimana macamnya puteri
Melisanko. Katanya puteri itu mempunyai kecantikan
luar biasa!" kata salah seorang itu.35
"Kau sungguh berani mati." sahut kawannya,
"Jangan bicara sembarangan ditempat umum! Siapa
tahu kata-katamu itu dapat tertangkap oleh salah
seorang muridnya? Esok pagi pasti kepalamu akan
terpisah dari tubuhmu!"
"Hai, apakah kau sudah dengar bahwa tadi pagi
pahlawan-pahlawan Shogun telah menjadi sibuk
karena mendapatkan pula lambang ular itu menempel
dipintu gedung?"
"Apakah maksudnya lambang itu?" sela kawannya.
"Oh, kau belum tahu. Pembesar-pembesar
Shogun di kota-kota Nihana dan Iyomishima telah
mati dengan tiba-tiba ketika empat kali lambang ular
tertempel di pintu gedung masing-masing."
"Huh, aku rasakan seakan-akan bulu romaku
berdiri! Bagaimanakah lukisan lambang itu?"
"Katanya seekor ular sedang melilit bola dunia,"
sahut yang ditanya.
Tiba-tiba si pedagang nasi itu berkata :
"Salah, seekor ular melilit bunga Sakura!"36
Bara dan Shirogo terperanjat ketika mendengar kata
kata Si Pedagang. Nyatalah Melisanko telah memakai
lambangnya dewi Uzume, pikir mereka.
Tetapi laki-laki yang mengatakan lambang ular melilit
bola dunia itu menjadi sengit.
"Kau tahu apa! Aku telah mendengar dengan
telingaku sendiri dari mulutnya seorang penjaga
gedung itu. Dia mengatakan lambang itu melukiskan
seekor ular melilit bola dunia!"
"Kau yang salah, aku juga dapat dengar dari
turannya seorang pahlawan pembesar Shogun yang
sudah melihat tiga kali berturut-turut lambang itu!"
sahut Si Pedagang yang tak kalah sengitnya.
"Mungkin orang yang memberitahukan
padamu itu tidak melihat dengan mata kepalanya
sendiri. Rupanya dia dapat dengar lagi dari lain orang.
Namun yang memberitahukan padaku benar-benar
telah melihatnya," tukas lawannya yang tak mau
menyerah kalah.
"Orang itu pembual! Kau telah didustakan oleh
nya!" seru Si Pedagang.
"Orangmu yang dusta!"37
"Orangmu yang bedebah!" teriak Si Pedagang
sengit.
"Kau yang bedebah!"
"Jahanam!".
"Laknat!"
"Sudah, sudah! Mengapa bolehnya kau jadi ber
tengkar!" sela seorang laki-laki yang dari setadi
mendengarkan saja pertengkaran kedua orang itu.
"Apakah untungnya kau ributi yang tidak-tidak!"'
"Karena dia tidak mau mempercayai omonganku!"
"Sudah tidak tahu. masih mau berkeras saja!"
tukas Si Pedagang.
"Heh, kau masih belum mau mengerti
Pendekar Samurai 2 Rahasia Patung Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kesalahanmu?!"
"Sudah, sudah! Jangan kau bicarakan lagi soal
itu!!" seru laki-laki yang hendak memisahkan mereka.
Bara menjeret Shirogo untuk berlalu dari situ.38
III
Nampaklah Yoko sedang duduk menghadapi sebuah
meja dengan mangkok-mangkok yang sudah kosong.
Ia ambil sapu tangan dan menghapus mulutnya.
Kantong kulitnya terletak disisinya, pedang samurai
nya tergantung pada pinggangnya.
Tak jauh dari tempat duduknya tampak seorang tua
sedang sibuk memindahkan hidangan yang ke dalam
perutnya melalui mulutnya yang tengah yang tengah
bekerja keras.
Yoko telah selesai bersantap, namun dia tetap duduk,
dua matanya menatap pemilik warung nasi itu dengan
cermatnya. Si pemilik, seorang setengah tua, sedang
mencuci mangkok dan piring kotor. Dia bekerja
dengan tekun, maka dia tak melihat Yoko sedang
menatap dalam-dalam kearahnya.
Laki-tua itu bersantap tergesa-gesa. Tidak lama
kemudian habislah hidangan dihadapannya. Segera ia
memanggil pemilik warung nasi itu untuk menghitung
harga santapan itu. Tanpa rewel ia membayar jumlah
yang disebutkan, lalu meninggalkan warung nasi itu.39
Tiba-tiba si pemilik menoleh kearah Yoko. Ketika ia
melihat bahwa Yoko juga telah selesai bersantap,
segera ia menghampiri sambil tersenyum.
Yoko pun tersenyum.
"Bapak, apakah kau dapat memberitahukan
padaku dimana lelaknya rumah penginapan yang
murah di tempat ini ?" tanya Yoko.
Tampak wajah orang tua itu berseri-seri.
"Di dekat pasar ada sebuah penginapan yang
murah dan bersih. Darimana kau datang, pendekar
muda?"
"Aku datang dan pulau Kyushu, kini merantau di
kota ini." Yoko berdusta.
Orang tua itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Kedua matanya memandang pedang samurai di
pinggang Yoko.
"Bagaimana bapak, bila aku bermalam di
rumahmu saja ?" tanya Yoko.
Si pemilik warung nasi tertawa.
"Jangan berkelakar, pendekar muda. Masakan
engkau mau bermalam dalam gubukku yang sudah
rombeng ini?"40
"Ah. janganlah engkau merendahkan diri.
bapak. Aku melihat beberapa kamar dalam rumah ini.
Apakah kau tidak dapat memberikan aku tempat
untuk sementara saja?"
Orang tua itu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tidak bisa. Aku tidak menerima orang
menginap. Carilah saja penginapan yang lebih cocok
bagimu. Di kota Kanonji ada lima rumah penginapan,"
ujar orang tua itu sambil tersenyum.
"Aku tidak ingin bermalam di rumah
penginapan, bapak, karena biasanya di rumah
penginapan sangat berisik. Aku inginkan kesunyian.
Tolonglah aku, berikanlah aku salah satu kamarmu,
aku akan membayar secukupnya," mohon Yoko.
"Maafkan, pendekar muda. Sungguh aku tidak
bisa terima," tukas si pemilik warung nasi itu yang
mulai menjadi jengkel.
"Betul-kau tidak bisa terima?" memaksa Yoko.
"Tidak! Menyesal sekali aku tetap tidak bisa
terima!" menolak orang tua yang sudah berubah
wajahnya.
"Apakah kau masih tidak mau menerima aku
sebagai tamu bila Melisanko yang menyuruh aku41
kemari, bapak Hiroshi?!" tanya Yoko sambil
tersenyum.
Kini wajah pemilik warung nasi itu berubah pucat
karena ketakutan.
"Apa?! Melisanko yang menyuruh tuan kemari ?"
"Kau kenal pada Melisanko, bapak Hiroshi ?"
tanya Yoko.
Hiroshi mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia terdiam
sejenak sambil menatap Yoko dalam-dalam. Tiba-tiba
ia berkata :
"Maafkan aku, yang aku tidak lantas terima
padamu. Silakan masuk, tuan. Engkau tentu hendak
beristirahat. Aku akan segera membersihkan kamar
mu."
Yoko tersenyum melihat kelakuan bapak Hiroshi yang
mendadak berubah lunak.
"Terima-kasih, bapak Hiroshi. Janganlah engkau
merepotkan dirimu. Aku sudah senang diperbolehkan
bermalam di rumahmu. Aku berjanji tidak akan
merepotkan bapak."42
"Tidak, engkau tidak merepotkan apa-apa.
Malahan aku girang yang kau sudi tinggal di gubukku,"
kata Hiroshi.
Yoko tersenyum. Perlahan-lahan dia bangkit berdiri
dan menjangkau kantong kulitnya.
Bapak Hiroshi membalikkan tubuhnya dan melangkah
menuju keruang dalam. Yoko mengikuti dari belakang.
"Dimanakah kau bertemu dengan Melisanko ?"
tanya Hiroshi.
"Di kota Uwajima. Apakah kau masih bersanak
dengan Melisanko ?" Yoko balas bertanya.
Hiroshi merandek. lalu berpaling memandang wajah
Yoko.
"Apakah kau tidak tahu. siapakah sebenarnya
Melisanko? Aku hanya budak beliau."
"Tidak, bapak Hiroshi yang budiman. Aku tidak
tahu apa-apa tentang Melisanko. Aku hanya kebetulan
saja bertemu dengan gadis itu, yang telah bersedia
untuk menolong aku. Kau perlu mengetahui bahwa
aku sedang mencari seorang yang menjadi musuh
besarku. Musuhku itu kebetulan menjadi musuhnya
Melisanko juga."43
Hiroshi mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Anak muda, Melisanko yang cantik jelita
adalah puterinya seorang bangsawan di Korea," ujar
bapak Hiroshi tanpa ragu-ragu.
Terbelalaklah kedua mata Yoko.
"Aku tidak tahu bapak Hiroshi, bahwa nona itu
adalah seorang puteri Korea. Perlu apakah ia datang
ke Jepang ?" tanya Yoko.
Bapak Hiroshi mengangkat pundaknya, lalu
melangkah masuk kedalam sebuah kamar.
Yoko tetap berdiri ditengah ruangan. Ia tidak percaya
akan penuturannya bapak Hiroshi, tidak percaya
bahwa Melisanko adalah seorang puteri Korea.
"Puteri Korea... Melisanko. puteri Korea," kata
Yoko seorang diri di atas pembaringannya.
Bapak Hiroshi sudah tidur dengan sangat nyenyaknya.
Suara dengkurnya yang berirama panjang-pendek
terdengar di dalam bilik Yoko.
"Hiroshi mendustakan aku. Dia kira aku akan
percaya saja pada omongannya."
Yoko menguap dan menggeliatkan tubuhnya. Tidak
lama kemudian ia pun tertidur juga. Sinar pelita yang44
terletak diatas meja berkelap-kelip menerangi bilik itu.
Di dalam rumah Hiroshi sunyi senyap. Di luar gelap
gulita. Tidak terdengar suara lain kecuali nyanyiannya
jangkrik yang berirama memecahkan kesunyian
malam.
Sekonyong-konyong di tempat gelap berkelebat
bayangan sesosok tubuh manusia. Dengan mudah
pendatang itu membuka pintu belakang, lalu
melangkah masuk. Setelah ia menutup pintu itu pula,
ia menuju ke dalam. Api pelita yang tergantung di
sudut dinding redup-redup menerangi wajahnya si
pendatang yang mysterius itu. Nyata si pendatang
adalah Melisanko. Di dalam ruangan yang remang itu
nampak Melisanko bagaikan seorang ratu yang agung
sedang melangkah setindak demi setindak ke kamar
Yoko.
Dengan tidak bersuara Si Jelita membuka pintu kamar
itu. Berindap-indap Melisanko masuk kedalam kamar,
lalu menghampiri pembaringan. Yoko sedang tidur
dengan nyenyaknya.
Sejenak Melisanko memandang wajah Yoko. Tiba-tiba
tangannya yang halus mengusap muka Yoko.45
Yoko terperanjat. Segera ia bangkit melompat dari
pembaringannya. Melisanko mundur beberapa
langkah sambil tersenyum.
"Puteri!... Eh, Melisanko, kau bikin aku terkejut!
Apakah ada kabar penting sampai engkau mencari aku
pada tengah malam buta ini?" seru Yoko sambil
mengucak-ngucak matanya.
"Tidak Yoko. Aku tidak marah kau memanggil
aku puteri." kata Melisanko yang segera duduk diatas
pembaringan.
Yoko terdiam. Ia berdiri saja ditengah ruangan. Pada
wajahnya terlihat perasaan mendongkol.
"Belum ada kabar apa-apa yang perlu kau
ketahui. Aku hanya ingin tahu, apakah kau sudah tiba
di Kanonji." kata Melisanko dengan suara merdu.
Wajah Yoko tampak bersungut-sungut.
"Apakah kau tidak bisa datang pada siang hari?"
"Apakah puteriku yang mulia tidak bisa datang
pada siang hari?" membetulkan Melisanko dengan
tersenyum. "Aku tidak mempunyai waktu lagi, Yoko.
Esok pagi aku sudah harus pergi lagi ke lain kota. Aku
telah mendapat keterangan tentang jejaknya si46
Uzume. Maka esok pagi aku perlu segera pergi untuk
mendapatkan kepastian tentang kabar itu."
"Aku akan turut!" kata Yoko yang terlihat
Pendekar Samurai 2 Rahasia Patung Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
girang.
"Tidak bisa Yoko. Bila salah-satu muridnya
Uzume dapat melihat kita, sudah pasti dia akan
memberitahukan gurunya dan akan membikin
penjagaan atau menghilang dari tempat itu. Lagipula
aku akan pergi dengan menyamar."
"Aku pun dapat menyamar," sahut Yoko
penasaran.
"Heran kau selalu tidak dapat bersabar," kata
Melisanko sambil mengerutkan keningnya. Ia
mengangkat kepalanya. Tampak kedua matanya
bersinar agung. "Kau diam di tempat ini sampai aku
kembali. Bila kau mau membantu aku, kau boleh
mendengar-dengarkan di pasar atau ditempat-tempat
ramai percakapan-percakapan penduduk Kanonji.
Barangkali saja omongan-omongan itu akan memberi
kan petunjuk-petunjuk penting."
"Kalau begitu, lekaslah kau keluar dari kamarku!
Aku masih mengantuk!" kata Yoko.47
"Apakah kau kira seorang puteri pantas
berbicara lama-lama dengan seorang laki-laki di dalam
kamar pada tengah malam. Kau tidak perlu
memerintahkan agar aku pergi." sahut Melisanko agak
marah. Segera ia melompat dari atas pembaringan,
lalu menuju ke pintu.
Yoko tertawa geli melihat Melisanko naik darah.
"Jangan gusar, puteri!" serunya mengejek.
Namun Melisanko tidak menyahut.
Yoko melompat kepembaringannya dan merebahkan
dirinya pula. Bau harum menyambar hidungnya. bau
yang tadi ditinggalkan Melisanko.
Tidak lama kemudian Yoko pulas kembali.
***
Pada keesokan harinya Yoko telah bangun pagi-pagi.
Sesudah bersantap bersama-sama Hiroshi, ia berjalan
keluar. Yoko hendak melihat-lihat kota untuk sekalian
mempelajari jalanan-jalanan di kota itu.48
Yoko berjalan terus sampai ia tiba di pasar. Orang
banyak tampak hilir mudik. Ia memandang ke sana-sini
sambil memasang telinga.
Ketika ia tiba di pasar, terkejutlah ia karena ada yang
membicarakan tentang Melisanko.
"Rupanya bapak Hiroshi telah berbicara
sesungguh-nya padaku." katanya dalam hati. "Mereka
menyebut Melisanko puteri. Sungguh besar pengaruh
wanita itu di kalangan penduduk!"
Apa yang didengar Yoko hanyalah pujian tentang
kesaktian puteri Melisanko.
"Tidak kukira mereka mendewa-dewakan si
genit itu." berpikir Yoko.
Ia berjalan lagi disela orang-orang yang berbelanja.
Mereka hanya bicarakan tentang Melisanko. Nama
dewi Uzume tidak disebut-sebut. Rupanya dewi itu
tidak berada dikota ini, pikir Yoko.
Tiba-tiba wajah Yoko nampak berubah.
"Ah dia dustakan aku. Bukankah dia mengata
kan bahwa dia adalah cucunya Si Nenek? Bila
Melisanko benar cucunya Si Nenek yang telah diculik
oleh dewi Uzume, pasti dia tahu dimana sarangnya49
wanita iblis itu. Dia tidak perlu mencari-carinya lagi.
Huh, puteri Hampir aku percaya omongannya
Hiroshi karena penduduk Kanonji juga membahasakan
Melisanko dengan puteri. Aku tidak percaya yang Si
Nenek itu asal keturunan bangsawan. Memang betul
wajahnya Melisanko nampak agung, namun di antara
gadis-gadis desa pun ada yang mempunyai paras
bagaikan seorang puteri!"
Perlahan-lahan Yoko berjalan. Acuh tak acuh matanya
memandang barang dagangan yang terdapat di sana
sini.
Sekonyong-konyong Yoko terperanjat waktu
mendengar percakapan wanita-wanita bawel itu. Ia
tidak akan menjadi heran bila mereka mendewa
dewakan Melisanko. Namun mereka mempercakap
kan kejahatan Melisanko yang makin lama makin
memberani. Yoko mendengar mereka bicarakan
tentang ancaman-ancaman Melisanko kepada para
pahlawan dan pembesar Shogun.
"Apa?!" seru Yoko dalam hatinya. "Melisanko
juga tukang bunuh orang?! ? Tetapi rupanya
perampuan ini lebih berani dari pada Uzume. Untung
aku dapat dengar percakapan mereka. Aku harus lebih
hati-hati terhadap perampuan yang ingin dipanggil50
puteri itu. Huh aku telah berkenalan dengan dewi
iblis dan kini aku menemui puteri iblis"."
Ketika Yoko sedang melamun di pinggir jalan,
kebetulan Bara dan Shirogo jalan dekat Yoko.
Bara terperanjat ketika melihat Yoko. Ia menghentikan
langkahnya sambil menyeret lengan Shirogo. Bara
membisiki Shirogo bahwa ia hendak menguntit Yoko.
Pada waktu itu Yoko melangkah meninggalkan pasar.
Dari kejauhan Bara dan Shirogo mengikuti Yoko yang
tak menoleh-noleh tapi jalan terus sambil
memandang ke muka.
Bara memperhatikan Yoko dengan seksama,
sementara Shirogo terlihat mendongkol.
"Bara, perlu apakah kita mengikuti pemuda
itu?" tanyanya.
"Diam! Kau tak perlu tahu urusanku!" hardik
Bara.
Shirogo jadi sengit.
"Ya, aku sudah tahu. Kau tertarik kepada
pemuda itu! Ayo lekas kita kembali ke pasar!" sentak
Shirogo.
"Diam. aku hendak bicara padanya."51
"Gila!" seru Shirogo. "Kita akan membuang
waktu saja. Lupakah kau bahwa kita sedang menjalan
kan tugas?!"
"Shirogo, jangan banyak cakap! Bila dia
mendengar percakapan kita, gagallah rencanaku!"
bisik Bara dengan bersungut-sungut. "Apakah kau kira
aku sedang nyeleweng dari tugas?!"
"Apa namanya kalau bukan nyeleweng? Apakah
bi-jieng menyuruhmu mengintili seorang pemuda?"
"Diam!" tukas Bara dengan sengit. "Jika kau
tidak mau turut dengan aku, kau boleh jalan sendiri!
Dasar lelaki tolol!" Bara mempercepat langkahnya.
hendak meninggalkan Shirogo.
Yoko tak mengetahui bahwa dirinya sedang dikuntit.
Ia jalan terus dengan tenang. Acuh tak acuh kemana
saja langkah kakinya menuju.
Dengan uring-uringan Shirogo mengikuti Bara. Ia tidak
berkata-kata lagi karena mendongkol dikatakan laki
laki tolol.
Akhirnya tibalah Yoko di rumahnya Hiroshi. Baru saja
ia hendak melangkah masuk, tiba-tiba terdengar ada
yang memanggil namanya. Yoko menoleh dan melihat
seorang gadis berpakaian kimono yang kotor penuh52
debu. berlari-lari menghampirinya. Ketika gadis itu
sudah dekat, terperanjatlah Yoko karena ia mengenali
gadis itu.
"Bara! Engkau ada disini!" seru Yoko.
"Yoko! Yoko! Ternyata kau tidak melupakan
aku. Aku berdua kakakku diperintahkan ayah untuk
menyambangi bibiku yang tinggal di kota Zentsuji."
ujar Bara sambil menoleh kebelakang mencari
Shirogo.
"Mengapa kakakmu meninggalkan kau? Tadi
aku melihat seorang pemuda berjalan di belakangmu.
Tapi ketika kau berlari-lari menghampiriku, dia ber
balik dan berjalan pergi," kata Yoko.
Bara mencibirkan mulutnya.
"Dasar orang desa! Rupanya dia malu bertemu
dengan kau." kata Bara. "Biarlah dia pergi. Aku bisa
pulang sendiri ke tempat penginapan kami."
Yoko tersenyum mendengar kata-kata Bara. Ia
teringat kembali akan kekenesan Bara ketika ia
bertemu dengan gadis desa itu di gunung Asosan.
"Kau mencari apa di kota ini, Yoko ?" tanya Bara.
"Apakah kau mau bertempur atau kau masih mencari-53
cari dewimu? Aku sudah lupa nama dewi yang kau
impi-impikan itu," membohongnya.
Yoko berdiam. Ia bercuriga mendengar kata-kata Bara
yang terakhir. Kemudian dia berkata :
"Ah. jangan sebut-sebut lagi nama dewi itu! Dia
sudah menghilang dari pandanganku dan aku tidak
mau mencari dia lagi." Yoko memperhatikan wajah
Bara dengan saksama.
"Bagus! Bagus! Kini aku dapat ketika3 untuk
menyelami lubuk hatimu,Yoko! Rupanya Dewi Kannon
kini memberkahi diriku. ? Apakah kau menginap di
rumah ini ?" tanya Bara sambil memandang kedalam
warung nasi bapak Hiroshi. Ketika itu bapak Hiroshi
sedang sibuk melayani tamu-tamunya.
Yoko mengangguk. Ia tetap bersangsi.
"Apakah belum kau temukan pemuda idaman
mu yang memiliki lima sifat utama seperti yang telah
kau ceritakan padaku ?" tanya Yoko.
Tiba-tiba Yoko teringat akan kelima buah anggur yang
membuat dia tertidur setelah memakannya. Nampak
3 dapat ketika, punya waktu untuk54
kini wajah Yoko berubah. Bagaikan kilat ia pegang
lengan Bara erat-erat.
Bara terperanjat.55
"Hai, Yoko. Kira-kira kau pegang lenganku!
Lepaskan! Jangan ditempat umum... nanti dilihat
orang!"
"Bara! Kau taruhkan apa dalam buah anggur
yang kau akan sajikan kepada Dewi Kannon di gunung
Asosan?!" seru Yoko. Tangannya tetap memegang
lengan gadis itu.
Pendekar Samurai 2 Rahasia Patung Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mengapa?" tanya Bara pura-pura terperanjat.
"Aku telah tertidur... dan"
Yoko tidak meneruskan kata-katanya, karena ia kuatir
akan kebanyakan omong.
"Apakah kelima buah anggur itu dimakan
olehmu!?"
"Ya, aku telah makan kelima buah itu dan lantas
aku mengantuk. Tanpa terasa aku telah tertidur.
Bukankah kau tahu bahwa ketika itu aku hendak
bertempur dengan musuhku!" seru Yoko sengit.
"Hai! Dasar kau rakus!" seru Bara. "Buah-buah
anggur itu telah kurendam dalam arak keras. Tentu
saja kau tertidur, untung kau tidak mabuk." Bara
berdiam seketika, lalu berkata lagi : "Tetapi untung
kau tertidur, bila tidak, mungkin kau sudah binasa atau
sedikitnya terluka dalam pertempuran..."56
Yoko menjadi bingung. Bermula ia mencurigai Bara,
tapi pada lain saat hilang pula kecurigaan itu.
Perlahan-lahan dia lepaskan lengan Bara.
"Aku sudah bertempur. Bara," katanya acuh tak
acuh, "tetapi lawanku tak dapat melukakan diriku."
"Apakah kau bertempur dalam tidurmu ?" tanya
Bara mengejek.
Yoko menjadi sengit pula.
"Dungu! Musuhku telah membangunkan lebih
dahulu sebelum kami bertempur." ujar Yoko sambil
mengerutkan keningnya.
"Musuhmu tolol! Kalau aku menjadi musuhmu,
selagi kau tidur aku potong lehermu!"
Yoko menggerakkan kakinya akan meninggalkan Bara.
Namun Bara menahannya dengan berkata lagi:
"Yoko, apakah kau tidak dapat dengar bahwa
penduduk kota Kanonji pada bicarakan soal seorang
puteri yang bernama Melisanko? Di pasar dan di
tempat keramaian mereka bicara bisik-tentang wanita
itu."
"Aku juga pernah dengar bisikan itu. Dasar
sifatnya orang perempuan memang ingin tahu saja!57
Aku tidak perlu mencampuri urusan orang lain!
Lekaslah susul kakakmu, nanti kau dimarahinya," Yoko
menasihatkan Bara.
Karena tidak melihat kecurigaan pada wajah Yoko,
Bara tidak membicarakan lagi soal Melisanko.
"Aku tidak takut, dia boleh mengomel sesuka
hatinya! Yoko, bila esok hari aku masih menetap disini,
aku akan datang mencari kau pula," katanya sambil
berlari-lari meninggalkan Yoko.
"Jangan!" Yoko melarang. Tapi Bara sudah
berjalan pergi, tidak mendengari seruan Yoko pula.58
IV
Suara air berkerosokan terdengar diantara batu-batu
gunung. Air yang sangat jernih itu mengalir kedalam
sebuah kolam yang indah berbentuk kulit kerang. Di
sekitar kolam itu tumbuh pohon-bunga yang
beraneka-warna.
Matahari sudah melingsir ke sebelah barat, menyinari
kolam itu. Sinarnya memancar bagaikan tali-tali emas
di sela-sela daun dan dahan pepohonan. Bayangan
bayangan daun dan bunga bergerak-gerak diatas air.
Air kolam tampak bergerak-gerak, ketika sesosok
tubuh wanita nan langsing dan putih berenang di sela
sela bayangan pepohonan itu. Lalu perenang itu
bersejulup bagaikan seekor ikan menuju ke tengah
kolam. Tidak lama kemudian tibalah perenang itu di
bawah air terjun. Busa air menutupi seluruh tubuhnya.
Pada lain saat ia timbul pula di bawah bayangan
sebuah pohon besar.
"Hana! Bawa pakaianku kemari!" perintah
perenang itu yang bukan lain daripada dewi Uzume.
Murid ini sedang duduk melamun. Segera ia bangkit
berdiri, lalu menuju ke sisi kolam.59
Ketika Hana tiba disitu, terdengarlah tawa sang dewi
yang nampaknya bagaikan bidadari sedang bercanda
sambil berenang dikolam dalam taman sorga.
Tidak lama kemudian dewi Uzume melompat naik.
Segera Hana menututupi tubuh gurunya dengan
sehelai kain tebal.
"Tiada lain kesenanganku hanya berenang
dalam kolam," ujar dewi Uzume. "Aku sangat ber
bahagia bila terus sampai tua aku masih dapat
bermain di dalam air yang sedingin ini."
"Mungkin dewi adalah penjelmaan seorang
dewi di jaman purbakala yang menguasai sungai dan
samudra." Hana mengampak-umpak sambil meng
gosok-tubuh dewi Uzume dengan sebuah handuk.
"Mungkin demikian, Hana. Memang sewaktu
waktu akupun suka berpikir: apakah aku ini
penjelmaan dewi Derceto. Namun dewi itu adalah
dewi Siria yang separuh bertubuh ikan," ujar dewi
Uzume pula.
Kemudian dia mengenakan pakaiannya. Hembusan
angin memancarkan bau harum semerbak ke sekitar
tempat itu. Itulah bau harum dari tubuh dan
pakaiannya dewi Uzume.60
Tiba-terdengar suara tindakan kaki. Hana menoleh
dan berseru : "Shirogo sudah kembali, bi-jieng!"
Dewi Uzume pun berpaling. Nampak Shirogo telah
tiba disisi kolam. Dia membungkukkan tubuhnya
memberi hormat.
"Bagaimana, Shirogo? Apakah kau bawa kabar
gembira ?" tanya dewi Uzume.
"Maaf, bi-jieng. Beritaku menyesal bukan kabar
gembira bagi dewi," sahut Shirogo sambil menunduk.
"Apakah Melisanko turut padamu?" tanya dewi
Uzume.
"Aku belum berhasil mendapatkan tempat
persembunyiannya." sahut Shirogo.
"Lekas ceritakan apa yang telah kau dapat
dengar tentang perbuatan Melisanko!"
"Ternyata kabar angin itu benar adanya, bi
jieng. Penduduk Kanonji mendewakan Melisanko. Ia
telah berhasil mempengaruhi rakyat."
"Hah, dia menyaingi aku?!" seru sang dewi
dengan gusar. "Melisanko menyaingi aku dengan
pelajaran dan ilmu yang kuberikan padanya?! Aku
telah mengambil dia sebagai muridku, karena selain61
berparas cantik dan cerdas. diapun tangkas dalam
gerak-geriknya. Aku telah memberi dia kekuasaan
untuk mewakilkan diriku. bila aku bepergian, tetapi...
bukan untuk menginjak kepalaku!! Murid bedebah, si
laknat Melisanko!"
Kedua mata dewi Uzume tampak berapi-api
mencerminkan kemurkaan yang berkobar-kobar.
"Apa lagi yang kau dengar tentang dia?"
"Melisanko sudah menodakan lambang suci
perguruan kita." sahut Shirogo.
Dewi Uzume tampak kretakkan giginya, lalu terdengar
teriaknya : "Apa?! Sungguh berani perempuan laknat
itu! Dia belum kenal kesaktianku! Malah dia kira
dirinya sudah cukup sakti untuk menghina aku? Lekas
ceritakan, apakah yang ia telah perbuat dengan
lambang kita?!"
"Melisanko telah membunuh pahlawan
pahlawan dan pembesar-pembesar Shogun. Pada saat
ini pembesar Shogun dari kota Kanonji sedang
diancam akan dibunuh. Tiga kali berturut-turut
Melisanko telah menyatroni gedung pembesar itu
pada waktu tengah malam. Pada tiap-tiap
kunjungannya, dia menempelkan lambang kita di
pintu gedung itu. Dan menurut katanya penduduk62
Kanonji, itulah tanda elmaut dari puteri Melisanko.
Bila sudah terdapat tiga buah tanda dipintu gedung
itu, berarti jiwanya penghuni gedung itu terancam
elmaut, karena tanda keempat adalah tanda binasa
baginya," ujar Shirogo sambil menunduk karena tak
berani memandang wajah sang dewi yang sedang
murka.
Seluruh tubuh dewi Uzume gemetar karena gusar.
Dadanya bergelora menahan amarahnya yang
meluap-luap itu. Dewi Uzume berdiam. Lama sekali ia
tidak berkata-kata. Wajahnya sangat tegang.
Shirogopun tidak berkata-kata lagi dan bagaikan
patung ia berdiri terpaku, tak berani menggerakkan
tubuhnya. Matanya memandang ke bawah. Hana pun
berdiri di sisi sang dewi, parasnya pun tampak tegang.
"Tidak ada ampun lagi!" akhirnya dewi Uzume
berseru. "Melisanko harus menjalankan hukuman
yang terhebat!"
Tampak kedua kaki Shirogo gemetar keras. Keringat
dingin mengucur di seluruh tubuhnya, seakan-akan
putusan vonis dewi Uzume berlaku untuk dirinya.
Tiba-tiba wajah dewi Uzume berubah tenang. Sinar
matanya tidak membayangkan kemurkaan lagi, ketika
dengan suara tetap sang dewi berkata :63
"Dia akan kujadikan patung batu! Biarlah
penduduk Kanonji tetap memuja Melisanko! Memuja
Melisanko sebagai patung!"
Shirogo belum hilang takutnya, ketika dewi Uzume
bertanya : "Apakah Bara tidak kembali bersama kau ?"
Wajah Shirogo tampak mendongkol. Tubuhnya tidak
gemetar pula.
"Barapun harus mendapat hukuman bi-jieng,"
sahut Shirogo. "Dia telah mengatakan aku tolol karena
aku menghalangi dia menguntit seorang pemuda. Dia
telah menguntit laki-laki itu dan ketika tiba di
rumahnya, Bara segera menghampiri dan bercakap
cakap dengan dia."
"Siapakah pemuda itu ?" tanya dewi Uzume
yang ingin mencari tahu dulu sebelum mengutarakan
pendapatnya.
"Entalah, aku tidak kenal. Tampaknya laki-laki
Pendekar Samurai 2 Rahasia Patung Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu seorang pendekar," sahut Shirogo. "Mungkin Bara
telah tertarik pada tubuhnya yang tegap dan wajahnya
yang tampan."
Dewi Uzume mengerutkan keningnya. Apakah Yoko
telah datang dikota ini? pikir sang dewi.
***64
Hari telah larut malam. Cuaca gelap-gelita. Tiada bulan
bertandang di angkasa malam. Hanya bintang
gemitang berkelak-kelik bertaburan bagaikan jutaan
kunang-kunang yang tidak bergerak.
Di luar pekarangan gedung pembesar Shogun Kanoji
tampak para pahlawan dan pengawal pribadi sibuk
berjalan hilir mudik dengan senjata pedang samurai.
Ternyata penjagaan pada malam itu diperkeras.
Penerangan di pekarangan dipadamkan, maka
keadaan ditempat itu gelap-gulita. Di dalam gedung
pun tidak terlihat banyak penerangan.
Sekonyong-konyong tampak sesosok tubuh manusia
berjalan berindap-indap dengan cepat menuju ke
gedung pembesar Shogun. Dia berjalan di pinggir
tembok dan disela-sela pepohonan yang sangat lebat
nya di pekarangan gedung itu.
Tubuh orang itu terlihat kecil dan langsing, berpakaian
hitam. Dari gerak-gerik dan gaya jalannya dapat
dipastikan pendatang tengah malam itu adalah
seorang wanita yang bermaksud jahat. Sebilah pedang
samurai tampak tergantung dipinggangnya. Tiba-tiba
dia menghentikan langkahnya. Segera dari dalam baju
nya dia mengeluarkan serupa barang yang tak tampak
jelas bentuknya karena gelap-gelita. Kemudian65
mengepullah asap putih tertiup angin kejurusan
gedung. Sejenak pada dirinya penjaga-penjaga itu
terlihat perubahan. Tiba-tiba mereka mengantuk, lalu
pada tertidur.
Wanita berbaju hitam itu tertawa. Ternyata dialah
Melisanko. Dengan sombongnya ia melangkah
menghampiri pintu. Tiba-tiba ia terperanjat karena di
angkasa terlihat lain asap putih melayang ke arah
gedung. Ketika itu Melisanko hendak melekatkan
sebuah lambang dewi Uzume pada pintu gedung itu
dan terus hendak masuk mencari pembesar Shogun
yang bernasib malang itu. Tapi Melisanko urungkan
maksudnya. Segera ia loncat ke atas tembok. Ia
mengentengkan tubuhnya dan melesat ke atas
genteng. Kedua matanya mengincar ke arah asap
putih itu. Di kejauhan Melisanko melihat dua sosok
tubuh. Hatinya berdebar keras. Ia menyangka dewi
Uzume sendiri telah datang ditempat itu. Terdengar
suara ribut-ribut di pekarangan gedung. Ternyata para
penjaga telah terjaga pula karena mereka dapat
menghendus asap putih yang kedua itu.
Bagaikan kilat Melisanko berlari-lari diatas genteng,
menuju ke utara, la tidak menoleh pula dan berlari
cepat bagaikan anak panah terlepas dari busurnya.66
Ketika Melisanko turun, di luar pekarangan nampak
sosok tubuh manusia juga dalam pakaian hitam,
keluar dari belakang pepohonan, lalu mengikuti
larinya Melisanko.67
V
Bapak Hiroshi sedang sibuk didapur. Sambil menyanyi
ia menanak nasi. lalu memasak air. Tiba-tiba ia
berpaling karena mendengar tindakan kaki.
"Selamat pagi. Yoko!" ia berseru sambil
meneruskan pekerjaannya.
"Selamat pagi" sahut Yoko.
"Pagi-benar engkau sudah bangun."
"Tadi malam Melisanko telah datang. Puteri
telah berpesan bahwa engkau harus mencari dia di
rumahnya di Jalan Sinaga," kata bapak Hiroshi.
"Aku tidak mengerti kelakuan Melisanko.
Kedatangannya selalu pada tengah malam buta. Apa
perlunya dia suruh aku ke rumahnya?" tanya Yoko
sambil melangkah kekamar mandi.
"Entahlah. Tadinya ia hendak membangunkan
engkau, namun dia urungkan niatnya dan perintahkan
aku akan menyampaikan keinginannya padamu," ujar
bapak Hiroshi.
Setelah bersantap dengan bapak Hiroshi. Yoko
menanyakan letaknya rumah Melisanko, Hiroshi68
menerangkannya sambil menggerakkan tangannya
turun naik.
Tidak lama kemudian tibalah Yoko dirumah
Melisanko. Ia tak perlu mengetuk pintu lagi karena
pintu dibuka dari dalam. Tampak Melisanko berdiri
dibelakang pintu. Yoko segera masuk dan Melisanko
tutup kembali pintu rumah itu.
"Ada kabar apa, Melisanko?" tanya Yoko ketika
mereka sudah berada didalam ruang tamu.
"Kita bicara didalam saja. Yoko." sahut
Melisanko sambil berjalan masuk. Yoko mengikuti dari
belakang.
Tibalah mereka didalam ruang yang sangat bersih.
Melisanko lalu duduk diatas permadani dan Yoko pun
segera duduk dihadapannya.
"Puteri seorang hartawan dikota ini telah
menjadi murid Uzume," ujar Melisanko. "Aku perlu
kompes4 gadis itu untuk mencari tahu tempatnya
wanita iblis itu. Semalam aku hendak menyatroninya,
ternyata gedung dijaga keras. Berpuluh-puluh penjaga
bersenjata semalaman meronda gedung itu. Aku tidak
4 ???69
mendapat ketika untuk masuk ke dalam gedung tanpa
diketahui oleh penjaga."
"Apakah kau tidak bisa datang pada siang hari?
Mungkin penjagaannya tidak begitu keras."
"Aku tidak mau mati konyol!" seru Melisanko.
"Apakah kau kira kedatanganku itu untuk bertamu?"
Sejenak mereka tidak berkata-kata. Tiba-tiba Yoko
teringat lamunannya ketika ia berdiri di sisi jalan di
dalam pasar.
"Melisanko perlu apakah kau kompes gadis itu?
Setahuku kau adalah bekas murid dewi Uzume. Tentu
engkau sendiri tahu dimana bekas gurumu berada."
Melisanko terperanjat. Namun segera ia dapat
mengendalikan hatinya pula.
"Jika aku sendiri tahu, perlu apakah aku harus
mencapaikan hati akan lakukan pekerjaan yang
berbahaya itu," Melisanko berdusta.
"Tetapi dari manakah engkau datang ketika kau
bertemu dengan aku di kota Uwajima? Bukankah
waktu itu kau telah buron dari tempatnya Uzume?"
tanya Yoko penasaran.70
"Kau memang rewel. Yoko," sahut Melisanko.
"Berapa kali aku mesti bilang : aku tidak tahu! Aku
telah melarikan diri ketika wanita iblis itu masih
berada di gunung Asosan. Apakah kini engkau puas?
Dan apakah lagi yang hendak kau tanyakan ?"
Kemendongkolan tampak pada wajah Yoko. Ia tidak
menyahut.
Tiba-tiba Melisanko tersenyum.
"Yoko aku perlu pertolonganmu. Sebentar
malam aku hendak menyatroni gadis itu pula. Bila
perlu bertempur, kita akan meladeni penjaga-penjaga
dungu itu."
Yoko tidak menyahut. Ia terdiam seakan-akan sedang
memikirkan sesuatu dan tiba-tiba ia bertanya :
"Kalau begitu ketika aku bertempur diatas
gunung Asosan dengan dewi Uzume dan muridnya,
kau juga mengerubuti aku, bukan?"
"I-ya i-ya..." sahut Melisanko dengan gugup,
mengingat dirinya waktu itu berada di gunung
Kotohiki. Sejenak ia dapat mengendalikan perasaan
nya. "Sayang waktu itu aku tidak dapat ketika untuk
menebas batang lehermu! Bila kudapat binasakan71
padamu, kini aku tidak usah dirongrong lagi karena
kebawelanmu!"
Yoko naik darah.
"Bedebah engkau, perempuan kenes!" seru
Yoko. "Jika kau sendiri cukup perkasa, buat apakah kau
minta bantuanku untuk bertempur dengan penjaga
penjaga itu. Pergi saja sendiri!"
"Bukankah kau juga mempunyai kepentingan
dengan wanita iblis itu? Ya, ya, aku tahu. Kau mau
enaknya saja, suruh aku bertempur seorang diri!"
sahut Melisanko tak mau kalah.
"Kau menamakan lain orang wanita iblis, kau
sendiri perempuan iblis juga! Perlu apakah kau
membunuh pembesar-pembesar Shogun?!" seru Yoko
sengit.
Melisanko terperanjat. Ia tidak lantas menyahut.
Pikirannya sedang berkecamuk memikirkan cara ia
harus bebaskan diri dari terkaan Yoko itu. Ternyata
Yoko sudah tahu, yang ia telah membunuh pembesar
pembesar Shogun.
Tiba-tiba Yoko menanya pula : "Apakah gadis yang
akan disatroni itu ada puterinya seorang pembesar
Shogun?!"72
Melisanko makin gugup. Hatinya berdebar-debar.
Belumlah ia dapat menjawab dengan beralasan akan
mendustakan Yoko, kini ia sudah disusul dengan lain
pertanyaan lagi.
Akhirnya Melisanko dapat pikiran baik. Ia berkata :
"Darimana kau mendengar bahwa aku telah
membunuh pembesar-pembesar Shogun? Bila kau
percaya saja kabar angin, kau tak dapat pikiran jernih.
Tentang gadis yang menjadi muridnya Uzume itu, aku
belum mengetahui apa ia puterinya seorang
pembesar Shogun atau bukan, karena aku tidak tahu
siapa menjadi pembesar Shogun dikota ini. Aku tidak
ambil pusing, puteri siapa si Gadis itu. sekalipun dia
puterinya setan, aku tak akan membatalkan
Pendekar Samurai 2 Rahasia Patung Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maksudku, mengerti!"
Yoko tak dapat berkata-kata. Ia merasa bingung
menghadapi wanita yang fasih lidah ini. Apakah ia
harus percaya atau tidak ujarnya Melisanko itu?
"Bagaimana Yoko, apakah kau bersedia meng
ikuti aku sebentar malam?" tanya Melisanko sambil
mendongak dengan angkuhnya.
"Bila ternyata gadis itu puterinya pembesar
Shogun aku tidak mau turun tangan, Melisanko.
Guruku telah berpesan ketika aku hendak meninggal-73
kan perguruanku, bahwa aku tidak boleh terlibat
perkara dengan pembesar Shogun." ujar Yoko. "Aku
tidak boleh bertempur dengan pahlawan-pahlawan
Shogun."
"Baik! Engkau boleh menonton saja dan akulah
yang akan bertempur seorang diri!"
Ketika itu Yoko sedang berpikir, dimanakah neneknya
Melisanko? Dari tadi nenek itu tidak tampak. Yoko
ingin sekali bertemu pula dengan nenek yang pernah
bermalam dengan dia di sarangnya dewi Uzume
dipuncak gunung Asosan. Ia teringat akan budinya Si
Nenek telah membawakan dia makanan, akan
kelakuannya telah mengusut-usut dinding kamar
tidurnya Uzume. Pada waktu itu ia telah membikin
kaget Si Nenek dengan menendang pintu kamar.
Tak tahanlah Yoko akan tidak menanyakannya.
"Nenekku sedang keluar kota. Lagi beberapa
hari ia akan kembali," sahut Melisanko.
"Apakah ia sudah tahu bahwa aku berada dikota
ini?" tanya Yoko.
"Aku sudah memberitahukan padanya. Ia ber
hasrat untuk menemui kau."74
Yoko menggerakkan tubuhnya untuk bangkit berdiri
sambil berkata : "Apakah tidak ada urusan lain yang
hendak kau rundingkan dengan aku ?"
"Apakah kau masih mimpikan Teruko?" tanya
Melisanko, lalu tertawa.
Yoko tidak menyahut. Tampak ia mengerutkan kening
nya sambil melangkah kepintu.
***
Teruko tampak berjalan menuju kekamar dewi
Uzume.
"Bi-jieng." serunya ketika ia tiba dihadapan sang
dewi sambil membungkuk. "Bi-jieng memanggil aku ?"
"Betul. Teruko. Aku hendak beritahukan pada
mu bahwa Yoko telah tiba di kota Kanonji. Engkau
tidak boleh terlihat oleh Yoko. maka engkau harus
pergi dari sini. Esok pagi kau harus meninggalkan
tempat ini bersama sepuluh kawanmu." perintah dewi
Uzume.
"Hai, bi-jieng!" seru Teruko.75
Dewi Uzume melambaikan tangannya kearah Teruko,
ketika Himawari tampak menghampiri. Teruko bangkit
memberi hormat dengan membungkukkan tubuhnya.
lalu berjalan keluar.
Himawari masuk kedalam ruang, disambut dengan
senyuman oleh sang dewi. Hana dan Shirogo pun
tampak turut serta.
"Duduk, murid-muridku yang setia."
Mempersilakan sang dewi. "Ceritakanlah pengalaman
mu. Himawari."
Ketiga murid itu lalu duduk berbaris dihadapan sang
dewi. Himawari mulai dengan penuturannya :
"Ketika kami mengamat-amati dari atas sebuah
pohon kedalam pekarangan gedung pembesar Shogun
dimana tampak banyak penjaga dan pahlawan
Shogun, tiba-tiba Melisanko muncul dengan berindap
indap dari sebelah utara. Ia membakar bubuk Nemuru.
Kemudian tampak asap Nemuru memenuhi
pekarangan gedung itu. Ketika para penjaga pada
tertidur dan Melisanko menuju ke pintu gedung, aku
meloncat turun dari atas pohon dan menuju ke utara.
Hana lalu membakar dupa Okosu, yang dewi bekalkan.
Bukan kepalang terperanjatnya Melisanko ketika
mengetahui bahwa asap Okosu membangunkan para76
penjaga itu! Melisanko segera melesat ke atas
tembok, lalu ke atas wuwungan untuk turun keluar
dari pekarangan sebelah utara dan melarikan diri.
Kukuntit Melisanko. Akhirnya ia masuk ke dalam
sebuah rumah. Aku telah dapat keterangan bahwa
rumah itu adalah sebuah warung nasi miliknya
seorang tua bernama Hiroshi."
"Apa?" seru dewi Uzume terperanjat.
"Melisanko lari ke rumahnya Hiroshi! Yoko
juga berada di rumahnya Hiroshi! Hmm... Melisanko
berhasil menarik Yoko ke pihaknya. Bedebah! Aku
akan hancurkan warung nasi itu!!"
Wajah dewi Uzume tampak tegang.
"Himawari. Hana dan Shirogo... sebentar malam
kalian pergi pula ke gedung itu. Semalam perempuan
laknat itu telah gagal menjalankan maksudnya. Maka
malam ini pasti dia akan menyatroni lagi. Kalian
mengajak lima kawan untuk mengepung si laknat itu.
Seret dia kehadapanku!" perintah sang dewi dengan
suara lantang.
Hana tampil kemuka dan bertanya :
"Bi-jieng, mengapa kita tidak pergi saja ke
rumah Hiroshi untuk seret Melisanko kemari '"77
"Dia tidak ada dirumah itu, Hana. Aku yakin dia
kini bersembunyi di tempat lain." sahut sang dewi.
Tiba-dia tersenyum.
"Apakah kau mau mencari Yoko dirumah
Hiroshi, Hana?" tanya sang dewi dengan suara halus.
Nyata dewi Uzume cepat sekali dapat mengendalikan
hatinya.
Hana merasakan kedua pipinya panas. Ia tundukkan
kepalanya, tak berani berkata-kata pula. Dan sang
dewi memandang wajah nan kemerah-merahan itu
sambil tersenyum.78
VI
Penjagaan disekitar gedung pembesar Shogun sama
kerasnya seperti pada kemarin malam. Pintu gedung
semua dikunci dan dijaga keras. Suara tindakan kaki
para penjaga yang sedang meronda terdengar tak
henti-hentinya memecahkan kesunyian malam.
Di luar pekarangan diatas dan dibelakang pohon
pohon besar sedang bersembunyi murid-muridnya
dewi Uzume. Gedung pembesar itu bagaikan
terkurung oleh mereka, siap sedia dengan pedang
samurai.
Keadaan di sekitarnya sunyi senyap. Beberapa lama
kemudian dari sebelah utara tampak mendatang dua
sosok tubuh manusia. Kedua orang itu berjalan
dengan hati-hati ditempat gelap. Sejenak mereka tiba
dekat pintu pekarangan. Murid-muridnya dewi Uzume
segera mengenali Melisanko yang mengenakan
pakaian hitam. Dan yang lain adalah Yoko yang
bertubuh tegap.
Tiba-tiba terdengar suara Yoko. Ia berbisik :79
"Melisanko, aku tidak mau campur tangan bila
terjadi pertempuran. Gedung ini adalah gedung
pembesar Shogun."
"Aku tidak perduli. Meskipun gedung ini tempat
tinggalnya setan pun, akan kujalankan terus maksud
ku!" sahut Melisanko dengan suara perlahan.
Yoko tidak berkata-kata pula. Melisanko memandang
ke sekitarnya.
"Yoko. aku dapat perasaan bahwa kita sedang
diintai," bisik Melisanko.
"Masa bodoh! Aku tidak ambil pusing. Kau
boleh bertempur sendirian dengan pengawal
pengawal Shogun."
"Bukan mereka yang kumaksudkan. Aku tidak
takut pada pengawal-pengawal yang tidak punya guna
itu, kuajak engkau kesini bukan untuk bertempur
dengan mereka, tapi untuk gempur para murid dewi
Uzume atau wanita iblis itu sendiri. Kuyakin mereka
kini sedang mengintai kita!" bisik Melisanko dengan
sungguh-sungguh.
Sekonyong-konyong Melisanko berlari ke arah tembok
dan bagaikan kilat wanita itu melesat naik. Ia berdiri
tegak diatas tembok pekarangan. Yoko pun lantas80
meloncat tinggi keatas dan seperti burung elang dia
hinggap dekat Melisanko.
Di kejauhan tampak beberapa pengawal berlari-lari
menghampiri. Cepat-cepat Melisanko mengeluarkan
dari dalam bajunya bubuk Nemuru yang lalu dibakar
nya. Sejenak cahaya api bersinar di atas tembok, dan
kemudian padam pula. Kemudian mengepullah asap
putih Nemuru menyebar dihembus angin ke sekitar
pekarangan dan gedung pembesar Shogun.
Dengan mata terbelalak Yoko menyaksikan
pemandangan yang aneh itu. Begitu para pengawal
mengendus mereka segera menjadi lemas dan
tertidur. Yoko heran yang dirinya kebal akan asap itu
tidak mengetahui bahwa Melisanko dengan diam
diam telah mencampurkan obat pemunah dalam teh
yang ia minum ketika hendak berangkat tadi. Murid
murid dewi Uzume yang kini sedang menunggu diluar
juga telah makan-obat pemunah itu sebelum
meninggalkan istana di gunung Kotohiki.
"Nah, lihatlah sendiri. Apakah kita perlu
bertempur dengan orang-orang dungu itu yang kini
sudah tidur dengan nyenyaknya?" kata Melisanko
dengan pongah.81
"Apakah kemarin kau tidak membawa obat iblis
itu?" tanya Yoko.
"Tidak. Kemarin aku kira aku tidak perlu obat
ajaib ini." Melisanko membohong. "Kini kita harus
lebih waspada. Yoko. Musuh kita pasti akan muncul
dalam waktu singkat."
Pendekar Samurai 2 Rahasia Patung Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiba-tiba Melisanko menghunus samurainya yang
berkilau-kilau di malam gelap. Dia lompat turun ke
dalam pekarangan. Mengendap-endap ia bergerak
menghampiri sebuah jendela.
Pada detik yang bersamaan di luar beberapa sosok
tubuh manusia cepat-cepat menghampiri tembok
yang letaknya agak jauh dari Yoko. Para muridnya
dewi Uzume itu melesat naik saling menyusul lompat
turun ke dalam pekarangan. Berkelebatlah senjata
senjata tajam di malam gelap.
Melisanko yakin akan keadaannya yang gawat, ketika
ia melihat bayangan-bayangan orang naik ke atas
tembok, maka segera ia urungkan maksud menuju ke
jendela. Segera ia berbalik seraya melintangkan
pedangnya. Melisanko siap sedia menantikan segala
kemungkinan.
Yoko juga dapat lihat pendatang-pendatang dari
tempat gelap itu. Namun ia masih tetap berdiri.82
Tiba-tiba terdengar teriakan Melisanko : "Yoko. para
muridnya Uzume hendak menjajal kepandaian kita!"
Mendengar teriakan Melisanko, tanpa ayal lagi Yoko
menghunus samurainya.
Himawari beserta duabelas rekan-rekannya dengan
semangat yang menyala-nyala berlari-lari ke arah
Melisanko dan menjerang bagaikan harimau betina.
Tanpa membuang waktu pula pedang-pedang samurai
mereka berkelebat dan menikam dari segala penjuru
dengan ganasnya.
Cepat-cepat Melisanko memutar pedangnya bagaikan
titiran5. Bergulung-gulunglah sinar putih melindungi
tubuhnya. Dengan cekatan dia meloncat kian kemari
mengelakkan diri sambil melontarkan tikaman
tikaman yang tak kalah hebatnya.
Yoko yang berdiri diatas tembok menjadi kagum
bukan buatan. Ia melihat bahwa Melisanko memang
tinggi ilmunya. Tubuh gadis itu ringan, serta
gerakannya lincah seperti kera bermain di atas
pepohonan. Sebaliknya kepandaian lawan-lawannya
sungguh menakjubkan sekali. Serangan gadis-gadis
5 kincir83
jelita itu sangat dahsyat, garis pertahanan mereka
kokoh-kuat.
Suara beradunya senjata-senjata itu sangat dahsyat
nya, namun para penjaga gedung pembesar itu tetap
tertidur bagaikan mayat.
Pertempuran makin lama makin mengerikan.
Melisanko menyerang dengan dahsyatnya, tak
membuang waktu percuma sedikitpun.
Murid-murid dewi Uzume bergerak makin rapat.
Pedang-pedang samurai mereka menderu-deru.
melesat seperti kilat mengancam tempat-tempat
kelemahan Melisanko. Puteri Korea itu sibuk bukan
kepalang.
Tiba-tiba para murid dewi Uzume merobah cara
penyerangan mereka.
Yoko terbelalak matanya. Kini ia menyaksikan tipu
tipu penyerangan yang aneh-aneh tapi luar biasa
dahsyatnya, hasil karya dewi Uzume yang jarang
tandingannya. Seolah-olah puluhan burung elang
gadis-gadis itu bergerak pergi datang, mendesak tak
henti-hentinya.
Peluh dingin membasahi tubuh Melisanko. Hanya
dengan ilmu meringankan tubuh yang tiada taranya84
dan tenaga yang hampir sampai dipuncaknya,
Melisanko dapat mempertahankan dirinya. Hatinya
berdebar-debar keras, karena bila Yoko tidak lekas
datang membantunya, pasti dalam tempo tidak lama
lagi ia akan roboh mandi darah. Gerakan Melisanko
makin lama makin lambat dan kurang tenaga,
sebaliknya para murid sang dewi terus melancarkan
serangan membahayakan.
Yoko insyaf akan kelemahan Melisanko. Tiba-ia
berteriak mengguntur. Suara teriakan Yoko yang
disertai tenaga dalam yang luar biasa dahsyatnya
masih berkumandang di malam kelam ketika
pendekar muda itu menjejakkan kedua kakinya tanpa
suara di tengah-tengah gelanggang pertempuran.
Terkejutlah para murid dewi Uzume. Dari setadi
mereka sudah berkuatir kalau-kalau Yoko membantu
Melisanko. Nyata kekuatiran mereka itu kini berbukti.
Dengan hati berdebar-debar Himawari dan beberapa
kawannya lekas membalikkan tubuh mereka
meninggalkan Melisanko. Nampaklah ketegangan
membayang pada wajah gadis-gadis itu dikala mereka
melintangkan pedang samurai untuk jaga serangan
Yoko.85
Tanpa ayal Yoko menerjang dengan pedangnya.
Begitu samurai itu beradu dengan pedang Himawari.
gadis itu hampir-hampir saja menjerit kesakitan.
Sungguh hebat tenaga dalam Yoko! Tapi rekan-rekan86
Himawari dengan berani menikam Yoko, hingga
terpaksa Yoko meninggalkan Himawari.
Kini Melisanko bagaikan dapat tenaga baru. Puteri
Korea itu memperhebat serangannya. Pedangnya
berkelebat-kelebat sangat ganasnya kearah musuh
musuhnya itu. Namun para murid sang dewi pun tak
mau menyerah mentah-mentah. Bagaikan kilat
mereka memperkokoh daya pertahanan mereka.
Pertempuran berjalan terus. Makin lama nampak
kelemahan di pihak murid-murid dewi Uzume. Tidak
heran mereka semua bukan tandingan Yoko. Lagipula
para gadis itu masih ingat akan pertempuran dipuncak
gunung Asosan, dimana Yoko telah mengeluarkan
ilmu karatenya dihadapan sang dewi dan telah
membinasakan beberapa muridnya dewi Uzume.
Kelemahan inilah membikin Himawari hilang akan
kepercayaan dirinya, maka ia memberi isyarat kepada
rekan-rekannya akan hentikan pertempuran itu
dengan lekas-lekas melarikan diri.
Para murid dewi Uzume itu mendapat tangkap isyarat
nya sang pemimpin. Perlahan-lahan serangan mereka
yang bagaikan lingkaran maut mengurung Yoko dan
Melisanko makin lama makin lemah. Akhirnya dengan
serentak para murid sang dewi itu membalikkan87
tubuhnya masing-masing dan kabur ke empat
penjuru.
Yoko hendak mengejar mereka, namun Melisanko
menahannya dengan memegang erat-erat baju Yoko.
"Lepas Melisanko!" seru Yoko. "Aku hendak
mengejar mereka!"
"Jangan Yoko!" sahut Melisanko. "Kita masih
mempunyai tugas yang lebih penting lagi! Kita
menemui dulu gadis yang berada dalam gedung ini."
Tangan Melisanko masih memegang baju Yoko
dengan eratnya. Tanpa sabar Yoko menyentak
bajunya. Karena sentakan yang keras itu terlepaslah
pegangan Melisanko.
Bagaikan kilat Yoko berlari menuju ke tembok, lalu ia
mengentengkan tubuhnya akan melesat naik. Ia
memandang kesekitarnya. Sekelilingnya gelap gelita.
Yoko bingung, kemana ia harus menuju. Ia tidak
melihat kearah mana musuh-musuhnya itu telah
berlari, karena ia telah membuang waktu tadi
berkutatan dengan Melisanko.
"Perempuan sialan!" gumamnya dengan
mendongkol.88
Kemudian Yoko mengambil keputusan : ia akan
menuju kearah timur. Ia meringankan tubuhnya dan
berjalan cepat sekali. Sambil berlari kedua matanya
melihat dengan cermatnya. Sudah lama ia berjalan.
namun tidak ada seorangpun yang diketemuinya.
Tiada tampak sesuatu yang mencurigakannya.
Ketika ia tiba diperbatasan kota, ia tidak melanjutkan
perjalanannya. Dengan mengomel panjang pendek
Yoko pulang kembali kerumah bapak Hiroshi.
***
Nampak wajah dewi Uzume sangat gusar. Dadanya
terlihat turun naik sangat kerasnya karena napasnya
memburu. Sinar matanya mencahayakan kemurkaan.
Sang dewi tampak berdiri di tengah ruangan,
sementara para muridnya duduk mengelilinginya.
Murid-murid itu pada menundukkan kepala, tidak
berani bersuara.
Tiba-tiba dewi Uzume berseru :
"Himawari, kau mengatakan bahwa Melisanko
telah bertempur berdampingan dengan Yoko?!"89
"Hai. bi-jieng!" sahut Himawari.
"Kita telah gagal menghindarkan kematiannya
pembesar Shogun dari kota Kanonji." kata dewi
Uzume. "Pada saat ini pasti pembesar itu sudah
binasa."
"Aku tidak duga sama sekali Yoko mau
membantu bedebah itu untuk membunuh orang yang
tak bersalah! Aku yakin Yoko telah didustakan. Aku
kenal kepribadiannya pemuda itu. Tidak nantilah dia
membunuh sembarang orang. Dasar Yoko masih hijau.
dia telah tertipu mentah-mentah."
Tiba-tiba paras muka sang dewi berubah merah.
Terlihat makin agung dalam kemurkaannya. Ketika itu
dewi Uzume mengiri kepada Melisanko. Karena sang
murid telah berhasil menarik perhatiannya pemuda
yang gagah serta tampan itu.
"Aku akan pergi sendiri mencari perempuan
laknat itu," seru sang dewi. "Aku mau lihat apakah
Yoko akan membantu dia, bila laknat itu bertempur
dengan aku!"
"Bi-jieng, dewi hendak berbuat apa dalam
pertempuran dengan Melisanko?" tanya Hana, murid
kesayangannya.90
Dewi Uzume berpaling kearah Hana. "Aku akan tabas
batang lehernya!" sahut sang dewi.
Pendekar Samurai 2 Rahasia Patung Hijau di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apakah dewi sudah lupa, bahwa dewi telah
menentukan hukuman yang terhebat bagi
Melisanko?" tanya Hana pula.
Dewi Uzume diam sejenak. Keadaan sunyi karena
ketegangan itu. Dengan napas memburu dewi Uzume
berkata :
"Ha. hampir saja kulupa, Hana. Hukuman
potong leher masih terlampau ringan bagi perempuan
pengkhianat itu! Hukuman itu habis sampai disitu saja,
namun bila dia kujadikan patung, sanak keluarganya
akan turut menderita, harus melihat seorang anggota
keluarganya telah mendapat hukuman dahsyat itu. Ya.
Ya. kau akan menjadi patung untuk selama-lamanya,
Melisanko!"
Perlahan-lahan kemurkaan sang dewi makin
berkurang.
"Hari telah jauh malam, kalian boleh meng
undurkan diri saja," kata sang dewi. "Esok pagi kalian
harus turun gunung pula. Himawari, engkau akan
mengepalai pengintaian rumah Hiroshi. Ikutilah Yoko
Goosebumps 24 Hantu Auditorium Pendekar Naga Putih 68 Warisan Terkutuk Boma Gendeng 1 Suka Suka Cinta
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama