Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung Bagian 2
tubuh dan berlari mengikuti tiupan sang bayu
semalam suntuk. Tubuhnya kini letih sekali.
Yoko mengetuk pintu rumahnya bapak Hiragai. Bapak
kepala desa keluar membuka pintu. Wajahnya
nampak tegang dan sedih.
Tanpa memberi hormat lagi. Yoko berseru:
"Teruko! Mana Teruko?!"
Sejenak Yoko malu sendiri. Bapak Hiragai tidak lantas
menyahut. Keningnya berkerut. Akhirnya ia berkata
dengan suara parau:
"Kau terlambat, Yoko. Puteriku semalam telah...
diculik!"
Mendadak Yoko rasakan kepalanya pusing. Wajahnya
berubah pucat. Tubuhnya menjadi lemas tak
bertenaga. Sia-sia saja usahanya.93
"Marilah masuk, Yoko," mempersilahkan bapak
Hiragai. "Bersihkanlah tubuhmu. Teruko tidak dapat
ditolong lagi, ia telah diculik oleh dewi Uzume."
Yoko masuk ke ruang belakang dengan pikiran kalut.
Ibunya Teruko sedang menangis tersedu-sedu Di
dekatnya berduduk Kanemon seraya tundukkan
kepalanya.
Kanemon segera bangkit berdiri dan memberi,
hormat. Yoko membalas hormat itu lalu menghampiri
nyonya rumah yang lagi dirundung malang.
"Yoko, mengapakah kau tinggalkan kami? Kalau
kau ada disini, pastilah Teruko dapat ditolong," kata
nyonya Hiragai terisak-isak.
"Sudahlah, ibu. Jangan menangis. Aku akan
bebaskan kembali Teruko."
Yoko masuk kedalam kamar dimana ia taruh kantong
kulitnya. Ia mengambil seperangkat pakaian yang
bersih, lalu pergi kebelakang rumah akan membersih
kan tubuhnya dibawah air pancuran.
Selesai menyalin pakaiannya, Yoko menemukan bapak
Hiragai di ruang muka. Bapak Hiragai sedang berduduk
termenung menghadapi meja, di mana terletak
sebuah cawan teh.94
"Bapak, cobalah ceritakan bagaimanakah
sampai Teruko dapat diculik?" menanya Yoko sambil
duduk bersila dihadapan orang tua itu.
Bapak Hiragai menghela napas panjang.
"Memang sudah lama kuduga bahwa satu
waktu Teruko akan menjadi mangsanya dewi Uzume,
karena puteriku parasnya cantik. Teruko tersohor di
desa ini."
Kanemon datang membawa teh untuk Yoko.
"Semalam turun hujan rincik-rincik waktu ibu
dan Teruko masuk tidur. Kanemon pun telah masuk
kedalam kamarnya. Aku masih duduk disini sampai
jauh malam. Pada tengah malam aku baru masuk
kedalam kamar. Waktu itu masih belum terjadi apa
apa Aku lantas pulas karena hawanya dingin sekali.
Sekonyong-konyong aku bangun dengan terperanjat.
Aku mendengar jeritan yang mengerikan! Darahku
tersirap naik. Jeritan itu suara Teruko! Dengan hati
berdebar-debar aku lompat keluar dan berlari kearah
kamar Teruko, seraya berteriak-teriak memanggil
namanya. Dengan kalap aku terjang pintu kamarnya.
Terkejutlah aku bagaikan disambar petir.
Pembaringan puteriku kosong! Seprai dan
selimut terhampar kalang-kabulan. Aku menjerit-jerit95
bagaikan orang gila. Ibu dan Kanemonpun segera ber
liiiddari masuk ke kamar Teruko. Tiba-tiba mataku
melihat seljarik sutera putih melekat pada dinding.
Aku mundur beberapa langkah bahna kagetnya. Pada
secarik sutera itu terlukis nyata: seekor ular kecil
sedang melingkar pada setangkai bunga Sakura! Itulah
lambang dewi Uzume-no-Mikoto!"
Dengan tangan gemetar bapak Hiragai merogoh saku
bajunya. Sehelai kain sutera putih diangsurkan hati
hati kepada Yoko.
Yoko mengambil kain sutera itu dan memandang
penuh perhatian lukisan lambang sang dewi. Indah
dan artistik. Ularnya berwarna hitam dengan mata
merah-darah. Angkar dan menakutkan seolah-olah
ular hidup!
"Berikanlah padaku kain sutera ini"
Bapak Hiragai menganggukan kepalanya.
"Aku menyesal sudah datang terlambat.
Akupun mengetahui puterimu akan diculik. Aku telah
melihat dewi itu menari di lembah gunung Asosan dan
mendengar ia memerintahkan para muridnya akan
menculik Teruko."96
"Apa?! Kau sudah lihat dewi Uzume menari?!"
seru bapak Hiragai terperanjat "Jika demikian kau
sudah masuk ke dalam sarangnya dewi maut itu!"
"Betul, bapak. Aku telah menyaksikan tarian
maut itu secara gaib," Yoko menuturkan pengalaman
nya diatas gunung Asosan pada bapak Hiragai, yang
mendengarkan dengan mata terbelalak.
Bapak Hiragai menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sungguh sakti dewi Uzume. Ia bermaksud akan
merobah dunia, namun mengapakah ia membunuh
banyak manusia dan menculik gadis-gadis cantik?
Betul-betul aku tidak mengerti."
"Aku tidak pedulikan maksud atau cita-citanya
dewi itu. Yang penting adalah aku harus bebaskan
Teruko dan kemudian menjalankan tugas yang
diperintahkan oleh guruku." Yoko menghirup teh dari
cawannya.
"Cara bagaimana kau hendak menolong puteri
ku?" tanya bapak Hiragai yang sudah putus asa.
"Aku akan pergunakan segala jalan, bapak
Hiragai. Bila perlu dengan kekerasan!" sahut Yoko
penuh semangat.
"Kau akan pergi seorang diri saja?"97
"Ya! Aku akan pergi seorang diri dengan
ditemani... pedang samuraiku!"
***
Dua gadis bersorenkan pedang masuk ke dalam ruang
istana dewi Uzume. Salah seorang gadis itu
menjingkap tirai yang berwarna merah tua.
Dewi Uzume yang sedang berbaring, segera bangkit
berduduk.
"Bagaimana? Apakah kalian berhasil?" tanya
dewi Uzume dengan lantang.
Kedua gadis itu berlutut dihadapan sang dewi.
"Teruko sudah kubawa ke tempat yang ditunjuk
kan oleh bi-jieng," sahut salah seorang dari gadis itu.
"Apakah Yoko belum tiba, ketika kau menculik
Teruko?"
"Belum, bi-jieng. Ketika itu mungkin dia masih
berada dalam perjalanan."
"Bagus, muzume! Aku sangat girang. Kalian
sudah lakukan tugasmu dengan baik."98
"Tetapi... Yoko tentu akan datang menyatroni
kita," ujar sang murid dengan kuatir.
Dewi Uzume tersenyum. Matanya bersinar dengan
redupnya.
"Aku memang menantikan kedatangannya."99
VII
YOKO berdiri tegak dimuka kuil diatas gunung Asosan.
Ia melangkah masuk dengan bati berdebar-debar.
Dalam kuil keadaan sunyi seperti biasa. Tiba-tiba Yoko
terperanjat. Patung dewi Kannon kini tak tampak lagi.
Lantai kuil disapu bersih sekali.
"Sarangnya wanita iblis itu pasti berada
disekitar tempat ini," kata Yoko seorang diri. Lebih
baik aku bersembunyi dalam kuil ini. Aku tunggu
sampai salah satu muridnya dewi Uzumo muncul."
berkata Yoko dalam hatinya,
Yoko duduk di pojok ruang. Perlahan-lahan matahari
mulai menghilang di balik gunung. Belum terlihat juga
gerak-gerik yang mencurigakan. Dengan sabar ia
menunggu. Matanya terus ditujukan ke luar kuil.
Cuaca sudah gelap. Jutaan bintang berkelak-kelik di
angkasa. Sang puteri malam mengintip di balik awan.
Sinarnya yang emas-keemasan menyinari bumi sekitar
pegunungan itu dengan amat indahnya. Angin malam
tersilir halus. Udara dingin sekali.
Yoko bangkit berdiri. Mengendap-endap ia keluar dari
dalam kuil. Ia melangkah ketempat gelap dibawah100
pohon. Dikejauhan terdengar pekikan burung hantu,
mendengking menjeramkan. Keadaan disekitar kuil itu
seperti kuburan. Tak terdengar suara apapun jua.
"Malam ini ku tak boleh memejamkan mata,"
guman Yoko. "Bila aku tertidur, pastilah dewi Uzume
akan pergunakan ilmu setannya membikin aku tak
berdaya pula."
Yoko duduk bertopang dagu. Pikirannya melayang
balik ketika ia menyaksikan tarian dewi Uzume.
Sungguh cantik! Aku belum pernah melihat seorang
wanita yang demikian carmanya. Sayang, ia
mempunyai maksud jahat. Katanya hendak memurni
kan dunia, tapi apakah dunia harus diperbaiki dengan
mengambil korban-korban manusia dan mengadakan
pertumpahan darah? Betapa banyak jiwa manusia
yang sudah melayang ditangannya!"
Yoko hendak alihkan pikirannya, namun wajah dewi
Uzume yang bagaikan bidadari melekat terus pada
bulu matanya.
"Ah. aku bisa jatuh cinta pada si iblis nan cantik
itu! Heran, semakin diingat semakin tak asing lagi
potongan paras muka wanita itu! Dimanakah aku
pernah melihat wajah serupa itu?"101
Sejenak ia teringat akan Teruko. Senyuman si gadis
manis kini berpeta menggoda. Yoko tersenyum
seorang diri. Ia mengingat waktu Teruko membawa
kan dia cawan teh, matanya nan indah itu melirik
kearahnya.
Sekonyong-konyong Yoko memukul pahanya dan
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tertawa.
"Sungguh heran! Mengapa aku jadi memperhati
kan wajah-wajah cantik? Di rumah sensei di Okinawa
pikiranku belum pernah melayang-layang ke gadis
gadis... yang kurenungkan dulu hanyalah pukulan
pukulan dan tikaman-tikaman pedang saja "
Ketika mengingat gurunya Yoko teringat juga akan
pesan gurunya, yang diulangkan tak jemu-jemunya
setiap kali ia berlatih: "Karate adalah ilmu untuk
kemanusiaan. Karate tidak boleh dipergunakan untuk
menyerang. Hanya pada saat yang sangat berbahaya
barulah kau boleh keluarkan Karate."
Yoko rasakan pinggangnya pegal, karena terlalu lama
berduduk. Ia menggeliatkan tubuhnya dan menyender
di batang pohon itu.
Tapi kemudian mendadak Yoko lompat berdiri.
Telinganya mendengar suara berkresekan. Ia sudah
siap-sedia menantikan segala kemungkinan.102
"Yoko! Yoko!" terdengar suara merdu
memanggil dari balik pepohonan. Yoko melangkah
menghampiri.
Keluarlah seorang gadis dari gelap dan bergerak ke
arah Yroko. Ketika gadis itu berjalan, sinar rembulan
jatuh menyinari dirinya. Hampir tak percayalah Yoko
pada mata sendiri, melihat seorang gadis yang sangat
cantik-jelita. Bergaun kimono hijau dengan ikat
pinggang hitam. Sungguh sangat rapinya. Gadis itu
tersenyum.
"Yoko, apakah kau tidak mengenali aku?" tanya
si gadis sambil tertawa.
"Siapa kau!" bentak Yoko.
"Hi-hi-hi," tawa si gadis. "Apakah kau lupa
pernah gendong aku turun dari atas bukit?"
Kini Yoko terbelalak matanya.
"Apakah kau yang ketakutan harimau?''
"Betul, tidak salah! Akulah Bara yang kau sudah
pondong." Bara melangkah mendekati Yoko dengan
gaya lemah gemulai.
"Mana aku dapat mengenali kau, Bara! Dalam
beberapa waktu saja kau sudah berubah banyak.103
Ketika itu kau berpakaian sederhana dan mukamu
agak kotor, tetapi kini"
"Apakah kini aku cantik, Yoko? Tapi janganlah
kuatir, si Mawar kini juga belum berduri."
Bara tertawa dengan riangnya.
Yoko bercekat hatinya.
"Mengapa sampai begini malam kau masih
berada ditempat sejauh ini?! Jangan mendustai aku
bahwa kau sedang mencari kayu pula pada malam
buta ini."
Bara mengerlingkan matanya.
"Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, aku
hendak bertanya dulu. Siapakah yang kau nantikan
ditempat gelap dibawah pohon itu?"
"Itu ada urusanku! Kau tidak perlu tahu!"
bentak Yoko mendongkol.
"Kalau begitu, mengapa aku berada ditempat
ini, pun adalah urusanku, yang kau tak perlu tahu."
membalas Bara.
Yoko naik darah. Dengan kasar ia menyentak lengan
Hara.104
"Sudah, jangan banyak cakap! Jangan dustakan
aku lagi! Lekas hantarkan aku pada dewi Uzume!"
"Yoko, Yoko! Kalau begitu kau sedang menanti
kan dewi Uzume? Kau sudah jatuh cinta pada sang
dewi? Dimanakah kau pernah menjumpai dia? Apakah
kini kau tidak sedang mimpi? Apakah diatas gunung ini
ada dewi gunung? Cantikkah dewimu itu? Hi-hi-hi,"
Bara tertawa terpingkal-pingkal.
"Inilah dewimu, Yoko!" seru Bara kemudian
seraya menunjuk diri. "Namun aku bukan dewi
Uzume, aku adalah dewi Bara, si Bunga Mawar."
Yoko tak tahu apa yang harus diperbuat.
"Bara, kalau kau tidak jawab pertanianku tadi.
kau tidak boleh berlalu dari tempat ini."
Bara tersenyum menawan.
"Aha, itu bagus! Aku tidak akan menjawab
pertanyaanmu, Yoko. Karena aku hendak menemani
kau di bawah pohon yang rindang itu, menikmati sinar
rembulan semalam suntuk. Akupun ingin melihat itu
dewi yang kau rindukan."
Bara menarik lengannya Yoko. Yoko kewalahan.
Terpaksa ia duduk di sisi gadis cantik itu. Bara dengan105
manja merebahkan kepalanya yang harum semerbak
pada pundak Yoko.
"Bara, aku mohon padamu akan kau mencerita
kan mengapa kau berada ditempat sunyi sepi ini.
Apakah yang kau hendak kerjakan... apakah yang kau
sedang cari? Apakah orang tuamu tahu yang kau pergi
ke sini?" tanya Yoko.
Gadis itu tertawa riang. Ia sangat senang yang Yoko
memperlakukan dirinya dengin sopan santun.
"Nah. begitu dong! Jangan selalu membentak
bentak saja," ujar Bara seraya meraih lengan pemuda
itu. "Sebenarnya aku malu menerangkannya padamu,
Yoko. Tapi karena kau mendesak, dan untuk
menghilangkan rasa curigamu, maka terpaksalah aku
akan ceritakan juga."
Bara menatap Yoko dengan matanya yang bersinar
saju namun menantang.
Sang puteri malam mengumpat dibalik awan. Keadaan
di sekitar tempat itu menjadi gelap. Angin
menghembus sepoi-sepoi.
"Yoko," bisik si gadis cantik dengan wajah
bersemu malu. "Seorang gadis yang sudah dewasa
harus menikah. Ayahku sudah memperkenalkan106
padaku beberapa pemuda sebagai calon suamiku,
namun tidak seorang pun yang aku setuju. Mereka
semuanya pemuda-pemuda desa yang dungu. Aku
inginkan seorang pria yang gagah perkasa dan tampan
wajahnya seperti... engkau. Hari berganti hari dan aku
masih belum bertemu juga, pemuda idam-idamanku
itu. Sebulan yang lalu aku bertemu seorang nenek-tua
yang baik hati. Ia beritahukan padaku: bila aku ingin
mendapat jodoh, muka aku harus memohon pada
Dewi Kannon. Ia terangkan juga bahwa diatas gunung
Asosan ada sebuah kuil dimana terdapat patungnya
dewi pengasih itu. Sudah beberapa kali aku datang
berdoa seorang diri dikuil ini, dan membawa buah
buah anggur untuk disajikan kepada Dewi Kannon."
Sekilas Yoko teringat akan nenek tua yang
menghadang dia, ketika dia turun dari atas gunung,
"Teruskanlah ceritamu," ujar Yoko.
"Beberapa hati yang lalu, tatkala aku hendak
mencari kayu, aku bertemu seorang pemuda yang
gagah dan tampan. Aku merasa dengan pasti pemuda
itulah yang dikirimkan oleh sang Dewi sebagai jodoh
ku"
"Dimanakah sekarang pemuda itu?"107
"Nanti dulu. Dengarkan dulu ceritaku sampai
habis. Kalau aku sudah dapatkan pemuda itu, buat apa
aku datang lagi ke tempat ini?"
Bara membasahkan bibirnya dengan ujung lidah, lalu
meneruskan ceritanya:
"Begitu aku melihat pemuda itu, darahku
tersirap. Dialah laki laki yang kuidam-idamkan, yang
setiap malam kumimpi kau. Pemuda itu sedang
berada di jalan jauh lebih bawah dari tempat
berdiriku. Aku bingung tak kepalang. Cara
bagaimanakah aku dapat menarik perhatiannya?
Untunglah dalam kebingunganku ini masih dapat aku
mencari akal... Aku cepat-cepat berteriak-teriak
meminta tolong."
"Apa?!"
Bara mengerlingkan matanya seraja tersenyum madu.
"Pemuda itu adalah engkau, Yoko," bisik si gadis
dengan manja. "Maaf, dulu terpaksa aku berdusta.
Hatiku berdebar-debar, ketika kau berjalan disisiku,
dan kegiranganku tiba di puncaknya, ketika kau
memondong aku. Namun kegirangan itu sayang hanya
sebentar saja. Karena sejenak kemudian kau sudah
meninggalkan daku pula. Ketika kau menghilang dari
pandanganku, aku jatuh duduk dan menangis sangat108
sedihnya. Lama sekali aku menangis, akhirnya aku
menghiburkan hatiku sendiri, bahwa bukan kaulah
yang diutus oleh Dewi Kannon. Mungkin akan ku
ketemukan lagi seorang pemuda lain secakap engkau.
Maka aku pulang kerumahku dengan harapan baru."
"Aku harus jewer kupingmu, Bara. Kau sudah
menggagalkan usahaku. Bila kau tidak nakal, pasti aku
tidak terlambat datang menolong..." Yoko tidak
meneruskan kata-katanya. Bara pun tidak menanya
kan siapa yang Yoko hendak tolong, namun dia
lanjutkan ceritanya:
"Malam terang bulan ini aku datang lagi kesini
akan berdoa lagi pada dewi Kannon. Tetapi ketika aku
melangkah ke dalam kuil, aku tidak ketemukan patung
sang Dewi. Hilang lenyap tak berbekas. Mungkin ada
yang memindahkannya. Maka aku mencari-cari di
sekeliling kuil. Ketika itulah aku melihat kau sedang
duduk melamun dibawah pohon ini..."
Bara terdiam sejenak. Ia mengangkat kepalanya
keangkasa tinggi, melihat rembulan yang bercahja
keemas emasan, dikelilingi bintang-bintang yang ber
kelak-kelik bagaikan butir-butir intan.
"Yoko, seperti rembulan dan bintang-bintang
diciptakan untuk menerangi bumi di waktu malam,109
begitupun engkau dan aku diciptakan dalam dunia ini
untuk hidup bersama. Kau adalah jodohku, Yoko,"
berbisik si gadis tanpa mengalihkan pandangannya
dari sang Ratu Malam.
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yoko bangkit berdiri. Ia tertawa...
"Sungguh pandai kau bersajak. Namun kini kau
harus pulang, Bara. Karena aku hendak bertempur!"
Bara cemberutkan mulutnya.
"Kau dustakan aku, Yoko! Tadi kau katakan
sedang menantikan dewimu! Kini kau katakan sedang
menantikan musuh besarmu. Apakah dewi itu yang
menjadi musuhmu?"
"Kau menebak dengan jitu sekali, Bara. Musuh
besarku itu adalah dewi Uzume!" seru Yoko dengan
bernapsu.
"Bohong! Dusta! Tidak boleh jadi! Tidak masuk
akal! Bilang saja terus terang, bahwa kau menyuruh
aku pergi, karena kau sedang menantikan kecintaan
mu!" teriak Bara dengan gusar.
Yoko mengkerutkan keningnya. Penuh curiga dia
bertanya: "Bara, mengapa tadi tidak kulihat kau,
ketika kau masuk kedalam kuil? Darimana kau
masuk?"110
"Sudah tentu kau tidak melihat aku. Kau sedang
melamun memikirkan kecintaanmu, hingga tidak
mendengar langkah kakiku. Lagipula aku masuk ke
dalam kuil dari belakang taman."
"Apakah ada jalanan lain menuju ketempat ini?"
tanya Yoko keheran heranan.
"Ada, dari lamping gunung disebelah barat."
"Apakah di jalanan itu ada banyak rumah-rumah?"
"Tolol! Siapakah yang mau tinggal di tempat
yang berbahaya itu? Disitu hanya terdapat batu-batu
gunung dan jurang-jurang yang dalam."
"Kau sudah seringkah datang k.esini. Apakah
kau pernah bertemu manusia?"
"Tidak, selainnya engkau"
"Habis siapakah yang memindahkan patung
dewi Kannon dari dalam kuil itu?!"
"Mana aku tahu!"
"Yoko terdiam sejenak. "Bara, kini kau harus
pergi. Aku berbicara sunggu-sungguh! Kau harus
kembali! Jangan banyak cakap lagi!"111
Hari sudah jauh malam. Hawa dingin sekali. Beberapa
helai daun jatuh berterbangan didekat muda-mudi itu.
"Boleh! Asalkan kau menghantarkan aku pulang."
"Tidak bisa! Kau datang seorang diri ketempat
ini, dan seorang diri pula kau harus kembali ke rumah
mu. Aku hendak bertempur! Mungkin akan terjadi
pertumpahan darah!"
"Bohong! Aku tidak percaya omonganmu!"
"Habis, apakah perlunya aku berada ditempat
ini pada waktu malam buta?"
"Jawablah sendiri!" kata Bara. "Aku tak perlu
tahu urusan orang lain."
Yoko benar-benar kewalahan berbicara dengan gadis
kenes itu. Seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. ia
bangkit dan pergi kekuil. Bara berlari-lari mengintil
dibelakangnya.
Bahna jengkelnya terhadap gadis itu, Yoko jatuhkan
dirinya di lantai ruang kuil, dimana dulunya berdiri
patung Dewi Kannon.
"Yoko, jangan duduk! Kau harus berdiri tegak
kalau hendak menggantikan patung yang hilang itu,"
Bara tertawa. "Kau akan menjadi patung yang berjiwa112
dan aku akan berlutut dibawah kakimu menyajikan
engkau buah anggur."
Bara mengambil sebuah bungkusan dari saku baju
nya. Ia membuka bungkusan kecil itu dan
mengangsurkan pada Yoko. Lima buah anggur yang
ranum terhampar diatas kain pembungkus itu.
"Mengapa hanya lima buah?" tanya Yoko acuh
tak acuh.
"Ini ada artinya, Yoko. Aku sajikan lima buah
anggur pada Dewi Cinta maha Pengasih dan
penyayang dengan maksud tertentu. Menurut kata
nenek tua itu, setiap permohonan haruslah disertakan
sebuah anggur. Aku mempunyai lima permohonan,
maka aku menyajikan lima buah anggur. Aku inginkan
mendapat seorang suami yang memenuhi panca
harapanku: Cakap, Gagah perkasa, Jujur, Pintar dan...
yang mencinta diriku! Maka tadi sudah kukatakan:
kaulah yang menjadi harapanku, Yoko."
"Aku tidak cinta padamu!" bentak Yoko.
"Itu mudah saja. Aku akan berdaya sekuat
tenagaku supaya kau jatuh cinta padaku. Bukankah
empat sifat lainnya sudah lengkap dalam dirimu?"
sahut si gadis tanpa malu-malu.113
"Sudah! Jangan banyak rewel! Lekas kau pergi!
Enyahlah dari sini!" bentak Yoko dengan sengit seraya
mendorong-dorong Bara yang duduk di sampingnya.
Bara tinggalkan bungkusannya itu di hadapan Yoko. Ia
bangkit berdiri dan dengan bersunggut-sunggut
melangkah keluar. Sejenak ia menoleh dan berseru:
"Aku juga tak sudi menemani kau pula! Aku
benci orang yang selalu marah-marah saja! Biar kau
kesepian seorang diri!"
Bara keluar dari kuil. Tapi ia tidak berjalan jauh, hanya
mengumpat dibelakang semak belukar. Diam-diam ia
mengintai Yoko. Terlihat dia sedang duduk bertopang
dagu.
Ketika itu Yoko menghela napas panjang. Ia meng
geleng-gelengkan kepalanya.
"Gadis genit tak punya malu!" gumannya
seorang diri. Ia menggeliatkan tubuhnya, menghilang
kan rasa pegal pada sendi-sendi tulangnya. Acuh tak
acuh ia menjumput buah anggur yang terhampar di
hadapannya dan masukkan satu per satu ke dalam
mulutnya. Rasanya manis dan enak sekali. Tapi heran!
Yoko merasa kantuk sekali. Ia menguap berulang
ulang. Kepalanya terasa berat, tubuhnya lemas dan
letih. Ia paksakan diri akan bangkit berdiri dan114
melekkan kedua matanya yang sudah mulai agak
suram. Tapi tak kuatlah dia mempertahankannya lagi.
Akhirnya Yoko jatuh rebah dan tertidur pulas...
***
Bara mengintip dari semak belukar dan tertawa. Ia
keluar dari tempat bembunyinya dan berlari-lari ke sisi
kuil. masuk kedalam taman. Di sudut taman Bara
menyelinap ke lamping gunung, melalui jalanan
sempit yang tertutup pohon-pohon lebat.
Murid dewi Uzume itu pergi menuju ke sebuah rumah.
Rumah yang terpencil sendiri itu indah sekali, karena
disekitarnya banyak pohon bunga beraneka warna.
Segera Bara melangkah masuk, mendorong pintunya.
Setelah meninggalkan sandalnya, ia berlari ke ruang
dalam, di mana tergantung tirai berwarna merah tua.
Ketika Bara menjingkap tirai itu, nampaklah dewi
Uzume berdiri dengan agungnya. Kimono-nya
berwarna putih dan rambutnya disanggul rapih.
Memang sang dewi sedang menantikan kedatangan
muridnya itu.115
"Bagaimana, muzume? Apakah dia sudah
tidur?" tanya sang dewi.
"Hai, bi-jieng" sahut Bara seraya membungkuk
kan badannya memberi hormat. "Lama sekali baru
kudapat hilangkan rasa curiganya. Akhirnya ia makan
juga delima buah anggur yang dewi telah rendam
dalam ramuan. Kini ia sedang tidur pulas."
Dewi Uzume menganggukkan kepalanya.
"Beritahukan Hana, bahwa kini sudah tiba
saatnya akan mengumpulkan semua kawan-kawan.
Mereka harus bersenjata pedang samurai dan
berkumpul disisi kuil. Kau sendiri tidak boleh turut,
karena Yoko akan mengenali engkau. Selama aku dan
kawan-kawanmu pergi, kau harus berdiam di sini
menantikan perintahku lebih lanjut."
Baru saja Bara mengundurkan diri, dewi Uzume berlari
keluar dari istananya. Sebuah samurai tergantung
pada pinggangnya. Bagaikan kilat ia melompat tinggi
ke atas tebing, lalu melayang turun dalam taman. Ia
tidak mengambil jalan seperti Bara.
Ketika sang dewi melangkah masuk kedalam kuil, Yoko
masih rebah terlentang. Dewi membungkuk. Dari
dalam saku bajunya ia mengeluarkan sebuah cupu
kecil. Perlahan lahan dia teteskan air yang berwarna116
kuning-kekuningan bagaikan madu kemulut Yoko.
Setelah selesai ia menutup pula cupu itu dan
masukkannya pula kedalam saku bajunya. Lalu ia
bangkit dan kini berdiri dengan sangat agungnya di
tengah ruang kuil itu, menggantikan patung Dewi
Kannon.117
VIII
PERLAHAN-LAHAN Yoko mulai siuman. Ia menguap
berulang-ulang, matanya melek pula. Kagetlah Yoko
bagaikan disambar petir ketika melihat seorang
wanita bagaikan dewi dari kayangan berdiri ditengah
tengah ruang itu! Cepat-cepat Yoko bangkit berdiri
dan mundur beberapa langkah. Tangannya meraba
pinggangnya sendiri. Dewi Uzume tetap berdiri tegak.
Ia tak bergerak sedikitpun jua.
Ketika Yoko memandang dengan tegas, segera ia
mengenali musuh besarnya itu.
"Hai, wanita iblis! Kembalikan Teruko padaku!"
teriak Yoko tanpa pakai aturan lagi seraya melangkah
mendekatinya dengan wajah penuh kegusaran.
Sang dewi tersenyum, namun tetap tidak
menggerakkan suatu anggota badannya. Ia tetap
berdiri tegak, mengangkat kepala dengar, sangat
agungnya.
"Kau kurang ajar, Yoko! Apakah kau tidak bisa
bicara lebih sopan terhadap seorang wanita?"
"Apakah aku harus bersopan-santun terhadap
wanita iblis?" ejek Yoko dengan berani.118
"Baiklah, kalau kau tidak menaruh hormat
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
padaku, kau boleh menjaci terus. Tapi apakah
perlunya kau mencampuri urusanku? Apakah Teruko
sanak-keluargamu? Atau dia... kekasihmu!"
"Kedua-duanya bukan! Aku berkewajiban
menolong Teruko dari cengkeramanmu. Bukan saja
Teruko, juga semua gadis-gadis yang akan menjadi
korban-korbanmu! Lekas keluarkan Teruko jika kau
tidak mau binasa!"
Dewi Uzume tertawa.
"Kau sangat ksatrya, Yoko," puji dewi Uzume
tersenyum. "Apakah kau tidak akan binasakan daku,
jika Teruko kukembalikan pada orang tuanya?"
Yoko menjadi bingung. Bagaimanakah ia harus men
jawab pertanyaan dewi Uzume itu? Biarpun dewi
Uzume mengembalikan Teruko, namun dia harus
bunuh juga dewi penyebar malapetaka itu, karena
itulah perintah gurunya. Yoko terdiam dalam
keraguannya.
"Kau tak dapat mengambil keputusan? Kalau
kau akan bunuh aku juga, apa faedahnya aku
kembalikan Teruko?"119
"Bebaskan dulu Teruko! Nanti kita bicara lagi!"
seru Yoko masih tetap bersangsi.
"Teruko tidak ada disini."
"Dusta!"
"Apakah aku harus bersumpah, bahwa Teruko
tidak ada ditempat ini?"
Yoko tertawa mengejek.
"Mana aku percaya sumpahnya seorang wanita iblis!"
Mendadak dewi Uzume menepuk tangannya dua kali.
Serentak diluar terdengar suara langkah orang
bergerak. Satu per satu para muridnya yang ber
sorenkan samurai masuk kedalam kuil dan berdiri
berbaris menghadapi sang dewi.
Yoko mundur dengan terperanjat. Bagaikan kilat
tangannya menjangkau pedang samurainya.
"Hi-hi-hi!" tawa dewi Uzume. "Sungguh kau
seorang pendekar yang ksatria, Yoko! Apakah kau
perlu pergunakan senjata terhadap kami, gadis-gadis
yang cantik lemah-gemulai?"
Sembilan belas gadis cantik-jelita membungkukkan
tubuhnya, memberi hormat kepada dewi Uzume-no
Mikoto.120
Sang dewi menoleh kearah Yoko.
"Cobalah periksa apakah diantara mereka ada
Teruko."
Yoko memandang dengan cermatnya wajah-wajah
yang geulis carma itu, namun dia tidak mendapatkan
gadis yang dicarinya itu.
"Kau sembunyikan Teruko!"
Dewi Uzume tertawa pula.
"Kau boleh cari sekitar tempat ini. Kalau kau
ketemukan Teruko, aku akan serahkan batang leherku
untuk kau tabas."
"Jangan banyak pidato!" teriak Yoko
mengancam. "Kau mau serahkan Teruko atau tidak?!"
"Jika aku menjawab tidak?!"
"Aku akan pergunakan kekerasan!"
Dewi Uzume menepuk pula tangannya. Serentak
sembilan belas gadis itu keluar dari dalam kuil,
menghilang ditempat gelap.
Sang Ratu Malam mulai condong kesebelah barat.
Sinarnya yang keemas-emasan masuk kedalam kuil,
menjinari dewi Uzume yang berdiri bagaikan patung.121
Alangkah indahnya sang dewi! Bagaikan sedang
mandikan diri dalam cahaya sang Ratu Malam!
Sejenak Yoko terpesona. Lekas-lekas ia kuatkan
hatinya agar tidak terpengaruh oleh kecantikan nan
luar biasa dari sang dewi itu.
Tiba-tiba dewi Uzume berseru:
"Tidak! Apa yang sudah berada ditanganku, aku
tak sudi lepas lagi! Aku tidak dapat serahkan gadis
Teruko pada pemuda Yoko!"
Perlahan-lahan Yoko melintangkan pedang samurai
didepan mukanya, menjalankan salam pembuka
pertempuran. Pedang pusaka berkilau-kilauan
ditangannya, megah dan menantang.
"Tahan dulu, Yoko!" seru dewi Uzume dengan
gusarnya. "Apakah benar-benar kau mau ber
tempur?!"
Cepat seperti kilat dewi Uzume menghunus pedang
samurai yang tergantung dipinggangnya. Gemerlapan
dibawah sinar rembulan, penuh gaja dan kekuatan!
Seraya berteriak keras, bagaikan banteng ketaton
Yoko menyerang. Samurainya menyambar kian
kemari, membabat dari atas kebawah. Sabatan-122
sabatan yang dahsyat mengeluarkan suara menderu
deru.
Dewi Uzume tersenyum. Tubuhnya bergerak lincah
selagi mengelakkan serangan Yoko. Serentak pedang
samurainya berputar-putar menutupi seluruh
tubuhnya nan jelita.
Berturut-turut Yoko mengirimkan delapan belas
serangan yang paling diandalkannya. Akan tetapi tiap
tiap serangan dapatlah dewi Uzume musnahkan
dengan tenang, lalu balas menikam dengan tipu-tipu
yang aneh.
Sekonyong-konyong terlihat gerakan yang sangat
indah: dewi Uzume meloncat tinggi keatas. Ketika
menurun dari udara, sang dewi menyambar bagaikan
burung elang.
Lekas-lekas Yoko jatuhkan dirinya bergulingan diatas
tanah. Sungguh dahsyat serangan dewi Uzume itu!
Matanya Yoko menyala-nyala. Ia lompat sambil
menerjang dengan gigihnya. Kini ia tak sungkan
sungkan lagi akan keluarkan segala ilmu-ilmu
perguruannya yang paling liehay.
Pedang pusaka berkelebat menahas dengan ganas
nya. Dewi Uzume terperanjat. Mendadak ia meloncat
kesamping, pedangnya Yoko lewat berkesiur123
disamping tubuhnya. Cepat-cepat ia [membalikkan
tubuhnya dan melompat keluar kuil. Yoko menjusul
dengan penuh semangat. Ia sudah bertekad akan
membunuh wanita penyebar malapetaka itu.
Pada lain saat Yoko terbelalak matanya. Dihalaman
kuil nampak para murid dewi Uzume. Masing-masing
menghunus sebilah pedang samurai yang berkilat
kilat, amat tajamnya! Sedangkan dewi Uzume terlihat
berdiri tenang-tenang saja ditengah barisan maut itu,
menantikan serangan Yoko.
Nampak Yoko berdiri jejak. Hatinya berdebar-debar
bahna tegangnya suasana. Penuh waspada ia melihat
musulwnusuhnya nan cantik-jelita, perlahan-lahan
bergerak mengurung dirinya.
Mendadak Yoko berteriak keras bagaikan guntur.
Pedang samurainya berkelebat diudara menyambar
seperti kilat. Yoko pergunakan segala ilmu yang ada
padanya, ia bertempur mati matian!
Debu dan batu-batu krikil berhamburan keatas bahna
dahsyatnya pertempuran. Sinar pedang-pedang
samurainya dewi Uzume dan murid-muridnya ber
goyang-goyang, garis pertahanan mereka terpukul
pecah! Maka lekas-lekas dewi Uzume merobah cara124
pertarungannya. Kini sebentar sebentar ia melesat
seraya menikam dari segala arah.
Pertempuran makin lama makin mengerikan. Dibawah
sinar bulan purnama nampaklah Yoko bertempur
bagaikan naga mengamuk disamudera. Tak malu lah
dia menjadi murid sensei yang cemerlang namanya di
pulau Okinawa. Tikaman dan sabetan pedangnya
dahsyat tak terkira, saling susul menyusul hingga
menderu-deru anginnya.
Dilain pihak dewi Uzume meloncat kian kemari
seakan-akan sedang menari-nari dengan pedangnya,
yang menyambar-nyambar di tengah udara. Seraya
melesatkan tubuhnya kian-kemari seperti kupu-kupu
berterbangan diantara bunga-bunga, gadis-gadis ber
kimono itu menyerang bertubi-tubi bagaikan
detangnya hujan dan angin.
Yoko tertawa dingin. Pedang pusaka ia putarkan
seperti titiran. Badannya lantas terkurung oleh sinar
putih yang berkilau-kilauan. Pertahanan Yoko sangat
rapat, sukar ditembuskannya. Yoko dapat melindungi
tubuhnya, karena liehaynya senjata tajam ditangan
nya itu pusaka samurai yang menikam-nikam dalam
gerakan-gerakan kilat. Mereka bertempur terus di
malam buta. Yoko memang sakti luar biasa tapi lawan-125
lawan-lawannya tinggi ilmunya. Lagipula jumlah
mereka jauh lebih banyak, hingga jika ada yang
terancam jiwanya, yang lain segera menolongnya.
Yoko menjadi kewalahan juga. Peluh mengucur
membasahi sekujur tubuhnya. Tiba-tiba pedang dewi
Uzume bagaikan kilat menyambar pundaknya,
sedangkan beberapa pedang lainnya pada saat
bersamaan digerakkan menusuk dari empat penjuru.
Sungguh berbahaya keadaan Yoko kini!
Pada detik itulah Yoko keluarkan tipunya yang paling
istimewa. Dengan satu getaran, pedangnya keluarkan
tiga serangan yang lantas berubah menjadi serangan
serangan berantai.
Dewi Uzume kagum bukan kepalang, segera ia
bergebrak pula dengan bacokan-bacokan yang saling
susul menyusul.
Tiba-tiba duapuluh ujung pedang samurai serentak
bergerak dalam satu lingkaran yang hebat tak terkira.
Yoko sudah terkurung rapat. Jiwanya terancam!
Sejenak keadaan sunyi senyap. Terkilas dalam otak
Yoko akan ilmu karatenya! Akan tetapi... ditelinganya
mendengung-dengung pesan gurunya: "Karate tidak
boleh dipergunakan untuk menyerang! ? Karate tidak
boleh dipergunakan untuk menyerang!"126
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berkecamuk dalam pikirannya "boleh atau tidak" dia
pergunakan ilmu sakti itu, selagi lingkaran ujung-ujung
pedang makin merapat. Keadaan sudah mendesak
benar baginya. Yoko harus segera mengambil
keputusan. Perlahan-lahan dia memasukkan pedang
samurai kedalam sarungnya.127
Tiba-tiba Yoko berteriak dengan keras. Mengguntur
suaranya diangkasa malam, bergema amat dahsyat
nya.
Sembilanbelas murid dewi Uzume mundur beberapa
langkah.
Wajah Yoko berubah tegang! Tangan kirinya melurus
lempang kemuka, sedangkan tangan kanannya yang
terkepal mengeras bagaikan batu, perlahan-lahan
menaik keatas melewati kepalanya. Seluruh tubuhnya
gemetar menahan kekuatan dalam yang maha
dahsyatnya! Setindak demi setindak gadis-gadis jelita
itu melangkah maju pula. Angin malam menghembus
amat kerasnya.
Sekonyong-konyong dewi Uzume berseru: "Serang!"
Serentak senjata-senjata tajam itu digerakkan pula.
Kini siasat pertempuran berubah pula. Seluruh tenaga
dalam mereka dipusatkan seluruhnya keujung
pedang. Mereka meloncat maju-mundur. Dalam
sekejap mata mereka sudah merupakan bayang
bayang saja yang bergerak-gerak di malam buta.
Mereka insyaf bahwa Yoko kini amat berbahaya sekali.
Sekali tubuh mereka terpukul, berarti binasa!
Yoko sudah tak sabar pula. Ia segera mengangsak,
menerjang dengan pukulan-pukulan maut. Sebentar-128
bentar ia melompat menerjang dengan seluruh
tenaga-dalamnya. Pertempuran makin mengerikan.
Yoko menghantam dengan tangan kanannya, tepat
mengenakan sasarannya. Korbannya roboh sambil
menjerit! Lalu Yoko menendang bertubi-tubi kearah
penyerang-penyerang yang terdekat. Terdengarlah
jeritan-jeritan yang menyayatkan hati. Dua murid
dewi Uzume jatuh terpental!
Seluruh tubuh Yoko gemetar menahan kekuatan
karate yang maha dahsyat! Setindak demi setindak
gadis-gadis jelita itu melangkah maju.
Tiba-tiba dewi Uzume berseru : "Serang!"
Dewi Uzume terperanjat. Ia gemetar seluruh
tubuhnya bahna sedih dan gusarnya. Tiga muridnya
nan cantik-jelita telah binasa! Rasa menyesal yang tak
terhingga menekan jiwanya. Bila pertempuran
berjalan terus, pastilah akan habis binasa semua
murid-murid yang disayanginya.
Sang dewi tidak pergunakan ilmu karatenya, karena ia
tahu pasti bahwa salah satu atau mungkin kedua belah
pihak akan binasa dalam medan pertempuran. Ia tidak
ingin binasakan Yoko, sebaliknya iapun tidak ingin
Yoko membinasakan dirinya dan mungkin men-129
celakakan semua muridnya. Tiba-tiba ia berseru:
"Tahan!! Tahan dulu, Yoko! Aku minta damai!!"
Dewi Uzume memberi isyarat kepada para muridnya
yang sedang menyerang bagaikan gila. Serentak gadis
gadis berkimono itu melompat mundur dengan wajah
tegang.
Yoko tak menyerang pula. Perlahan-lahan tangan
kanannya yang naik ke atas bergerak turun. Peluh
mengucur sangat derasnya. Lambat-lambat ia
mengatur jalan napasnya akan buyarkan tenaga
raksasa yang menjalar dalam tubuhnya. Kedua
matanya yang bersinar ganas, mulai suram. Akhirnya
hilanglah kekuatan karatenya. Dengan tenang Yoko
menatap ke arah dewi Uzume.
"Yoko! Aku minta damai!" mengulangi dewi
Uzume. "Persoalan kita dapat diselesaikan dengan
bermusyawarah."
Yoko tidak sahuti. Ia tetap berdiri siap-siaga, kuatir
kalau-kalau dewi Uzume mempergunakan tipu
muslihat.
"Yoko, marilah kita bicara di dalam kuil," meng
ajak dewi Uzume seraya masukkan pedangnya ke
dalam sarungnya pula.130
Tanpa berkata kata Yoko mengikuti dewi Uzume yang
melangkah masuk kedalam kuil. Murid-murid dewi
Uzume sibuk menggotong mayat-mayat rekan mereka
yang telah gugur. Airmata berlinang-linang
membasahi muka mereka yang pucat-pasi. Namun
mereka diam tak bersuara pula.
***
Dewi Uzume duduk ditengah-tengah ruang kuil.
Dengan wajah suram dia persilahkan Yoko duduk
didekatnya.
Yoko duduk sedikit jauh dari dewi itu.
"Senjata telah berbicara, Yoko. Tapi bentrokan
tadi tidak membawa hasil yang memuaskan. Maka
baiklah kita bermusjawarah saja dengan otak dingin.
Kita akan mencari jalan supaja kedua belah pihak
sama-sama puas dan... tidak bermusuhan lagi."
"Kembalikan dulu Teruko! Barulah aku mau
berunding!"
"Sungguh sayang kau tidak berada di pihakku,
Yoko. Cita-citaku sangat luhur. Ku tak perlu131
mengulanginya lagi satu per satu. Bukankah kau sudah
mendengarnya waktu kau menyaksikan tarianku?
Memang segala cita-cita akan merubah dunia
meminta pengorbanan. Tiga muridku telah gugur
dalam medan pertempuran tadi. Gugur sebagai
ksatria-ksatria!" ujar dewi Uzume seakan-akan sedang
bercakap-cakap pada dirinya sendiri.
"Apakah kau lupa pada itu orang-orang yang tak
bersalah yang sudah menjadi korban-korban dari
keganasanmu?" ejek Yoko, tak dapat mengendalikan
hatinya pula.
"Tidak, aku tidak lupa peristiwa itu. Bukankah
aku sudah mengatakan, bahwa cita-citaku harus
meminta korban. Dan aku tidak dapat pastikan berapa
banyak lagi korban yang akan jatuh..."
Yoko naik darah.
"Tidak akan ada korban lagi! Karena aku... akan
bunuh kau!"
"Yoko, kalau engkau tetap bersitegang, pasti
musyawarah ini tak akan mencapai hasil yang
diharapkan."
Nampaklah dewi Uzume tersenyum lemah. Dengan
terharu ia mengeluh:132
"Apakah darah yang mengalir dalam tubuhmu
kini sudah membeku? Apakah hatimu dingin, sudah
menjadi sedingin salju? Kedua matamu seolah-olah
buta akan melihat kecantikan, carmanya kaum Hawa!
Pandanglah aku, Yoko! Apakah aku kurang cantik?
Apakah gadis-gadis lain yang pernah kau jumpakan,
dapat menandingi keindahan diriku?"
Yoko tidak mau memandang dewi Uzume pula. Ia
kuatir kedua matanya sang dewi dapat menidurkan
dirinya pula. Yoko bangkit berdiri dan melangkah ke
pojok ruang. Ia senderkan badannya pada dinding kuil,
menghindarkan pandangannya dewi Uzume.
Dewi Uzume bangkit pula dengan gaya nan lemas.
"Yoko, kau letih ? kau sudah lelah! Kau ingin
mengasoh?kau perlu beristirahat ? kau perlu tidur
dahulu sebelum kita lanjutkan perundingan pula!"
Yoko bercekat hatinya. Sang dewi hendak mem
pengaruhi jalan pikirannya. Dewi Uzume ingin
menguasai kesadaran Yoko. Cepat-cepat Yoko
mengalihkan pikirannya ke lain hal. Dengan demikian
dewi Uzume tidak dapat mempengaruhi dia. Tidak
mampulah dia membikin Yoko tertidur pula.
Dewi Uzume menghela napas panjang. Ilmu Penidur
nya punah terhadap Yoko. Sang dewi ingin133
mempergunakan lain ilmu-ilmu sakti untuk membuat
Yoko tak berdaya. Namun hatinya bergoncang keras.
Hati dewi penyebar maut itu terluka oleh panah
asmara! Pikirannya sang dewi kini menjadi kacau.
Tubuhnya bergemetar. Wajahnya bersemu kemerah
merahan bahna jengahnya Sang dewi jatuh cinta pada
musuhnya! Api cinta yang sudah lama terpendam
dalam kalbunya, kini mulai merangsang-rangsang
membakar jiwanya.
"Sayang, kau tidak mengenali aku pula,"
mengeluh dewi Uzume dengan suara gemetar dan
sedih. "Kau sudah lupakah padaku, Yoko?"
"Kau ngaco! Aku tidak kenal kau!" bentak Yoko.
"Dimana kita pernah berjumpa?"
"Dimanakah kini ayah dan ibumu berada?"
tanya dewi Uzume dengan wajah sungguh-sungguh.
"Aneh sekali perempuan ini," kata Yoko dalam
hatinya. "Apakah perlunya dia menanyakan orang
tuaku?"
Namun Yoko tidak menjawab pertanyaan dewi
Uzume. Sejenak pikirannya melayang balik kemasa
lampau, masa kanak-kanak. Terharulah hati Yoko.134
Masih terbayang-bayang dalam ingatannya... ketika
ayahnya pergi dan tak kembali lagi. Ibunya mengata
kan bahwa ayahnya sedang pergi jauh, jauh sekali.
Waktu itu ia baru berusia enam tahun...
Dewi Uzume menepuk tangannya. Hana segera
muncul dari belakang kuil dan melangkah
menghampiri sang dewi dengan tindakan lesu.
Sang dewi bangkit berdiri dan membisiki sesuatu pada
muridnya. Wajah Hana yang basah dengan air mata,
mendadak berubah pucat. Kemudian Hana keluar pula
tergesa-gesa.
Tiba-tiba Yoko bangkit berdiri dengan sikap meng
ancam. Ia tidak dapat menahan kesabarannya pula.
"Lekas kembalikan Teruko!" bentaknya.
"Baik, aku akan kembalikan Teruko tetapi bukan
pada Yoko. Aku akan kembalikan dia kepada orang
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tuanya ia dengan syarat kau harus berjanji akan bantu
aku mewujudkan cita citaku," sahut dewi Uzume
dengan tegas.
"Jangan banyak cakap! Aku minta kau
kembalikan Teruko tanpa syarat!"135
Dewi Uzume tidak menjawab. Ia berjalan mundar
mandir diruang itu seraya berpikir keras, mencari
rumusan yang kiranya dapat diterima oleh kedua
belah pihak.
Yoko mendekati musuhnya. Rasa lelahnya sudah
hilang. Tenaga dan semangatnya telah pulih kembali
seperti sediakala.
"Menyesal, aku tak dapat penuhkan
harapanmu!" seru dewi Uzume.
"Dengan lain perkataan, kau tidak mau
serahkan Teruko?!"
"Betul, Yoko! Aku tak akan bebaskan Teruko.
kalau kau tidak mau berpihak padaku!" sahut dewi
Uzume dengan tetap tegas.
Kini dewi Uzume berdiri tegak dengan agungnya.
Rasanya dia sudah cukup mengalah dan cukup sabar.
Maka kini sang dewi siap-sedia menantikan segala
kemungkinan!
"Tidak! Sekali lagi tidak!" seru Yoko. "Lebih baik
senjata berbicara pula, dewi Uzume-no-Mikoto!"
Bagaikan kilat dewi Uzume lompat keluar kuil. Cepat
cepat Yoko mengejar seraya menghunus pedang
samurainya. Ketika mereka berhadapan, dewi Uzume136
pun sudah mencabut pedangnya. Yoko menyerang
dengan ganasnya. Ia sudah mengambil keputusan,
ialah pada saat itu juga ia akan membinasakan wanita
penyebar maut itu.
Serangan Yoko dielakkan sang dewi dengan ke
cepatan luar biasa. Berbareng pedangnya pun me
nyambar-nyambar bagaikan taufan kearah Yoko.
Biarpun pertempuran itu sangat dahsyatnya, namun
dewi Uzume tetap mengendalikan dirinya. Ia sangat
waspada menjaga pedangnya agar tidak sampai
membinasakan lawannya. Dewi Uzume hanya hendak
melukai si Yoko. Karena dengan kekuatan lidah ia
sudah tidak berhasil membujuk Yoko supaja berada
dipihaknya, maka kini ia bertekad akan menalukkan
Yoko dengan senjata.
Pertempuran sudah berjalan beberapa jurus, ilmu
ilmu lihay semuanya dikerahkan, namun belum juga
ada yang menang atau kalah. Mereka sama kuat dan
sama saktinya.
Ketika itu hari sudah hampir senya. Udara masih gelap
penuh kabut. Angin menghembus dingin sekali.
Tiba-tiba Yoko menerjang dengan satu serangan yang
berantai. Dewi Uzume terperanjat. Ia harus
memusatkan seluruh perhatiannya kepada ujung137
pedang Yoko yang bergerak amat cepatnya. Serangan
pertama dapat dielakkan oleh dewi Uzume, namun
mendadak satu serangan yang tak terduga arahnya
menyambar pundaknya. Sang dewi cepat-cepat
menangkis! Tapi ujung pedangnya Yoko masih dapat
menabas lengan baju kimononya dewi Uzume! Secarik
kain jatuh kebawah, hingga nampak pundaknya dewi
nan putih halus. Mata Yoko sejenak tertuju kesitu.
Dalam lengahnya Yoko, sang dewi melarikan diri. Yoko
lekas mengejar, namun dewi Uzume sudah kabur ke
belakang kuil masuk ketaman. Yoko terus mengejar.
Kini disekitar tempat itu tidak nampak lagi muridnya
dewi Uzume, rupanya mereka sudah kembali ke istana
pula.
Dewi Uzume kabur meninggalkan kuil, bergerak ke
jurusan semak belukar. Mendadak ia ayun tubuhnya.
Dengan ilmu meringankan tubuh ia melesat naik ke
atas lamping gunung. Yoko juga lompat menyusul.
Baru saja kaki Yoko hendak menginjak tepi lamping,
segera dewi Uzume sudah menyerangnya. Yoko
terkejut bukan kepalang Pedang dewi Uzume sudah
menurun mendekati mukanya! Namun pada detik
terakhir dengan gerakan yang luar biasa Yoko
menendang dengan kedua kakinya. Tubuhnya138
terputar balik di atas udara untuk kemudian hinggap
diatas batu cadas.
Dewi Uzume berlari dengan wajah pucat pasi. Hampir
saja dadanya remuk kena tendangan Yoko, jika ia tidak
cepat meloncat mundur.
Dengan sangat bernapsu Yoko mengejar musuhnya.
Karena tempat itu penuh tumbuh-tumbuhan yang
tidak terawat, maka dewi Uzume tidak dapat berlari
dengan leluasa. Ia harus mencari jalan di antara
tumbuh-tumbuhan yang banyak durinya.
Tiba-tiba Yoko berada dekat dibelakang dewi Uzume.
Sang dewi berhenti, la balikkan tubuhnya berbareng
menyerang. Yoko menahan serangan mendadak itu.
Kedua pedang samurai beradu keras sekali. Terlihatlah
percikan api karena bentrokan kedua senjata itu.
Dengan mata menyala-nyala Yoko membabatkan
pedangnya ke tubuh dewi Uzume. Serangan-seranga
dahsyat itu satu per satu dapat dielakkan dengan
gesitnya.
Yoko menjaksikan pula itu tarian maut, namun kini
tarian itu merupakan serangan-serangan yang hebat
tak terkira dan membinasakan!139
Dewi Uzume mengeluarkan segala macam tipu.
namun tidak ada suatu serangan yang dapat melukai
tubuh Yoko. Sang dewi kagum bukan kepalang.
Sekonyong-konyong dewi Uzume melompat mundur
dan berlari meninggalkan medan pertempuran. Dia
berlari masuk kebutan. Yoko mengubar dari belakang.
Hutan itu sangat lebat, penuh semak belukar. Dewi
Uzume berlari terus makin lama makin jauh. Rupanya
ia sudah tidak mau bertempur lagi dengan Yoko.
Mereka menerjang semak-semak belukar, meloncati
lamping-lamping gunung, dimana terdapat banyak
sekali batu-batu besar dan pohon-pohon.
Tiba-tiba Yoko berteriak:
"Hai, wanita iblis! Percuma saja kau kabur!
Lekas berlutut dihadapanku dan bebaskan Teruko!"
Dewi Uzume tidak menjawab. Entah ia mendengar
atau tidak seruhan Yoko itu. Sang dewi berlari terus
bagaikan sang bayu. Makin lama jarak dkintara dewi
Uzume dan Yoko semakin jauh.140
IX
"JANGAN LARI!" teriak Yoko. "Kemana juga
aku..." Yoko tidak dapat teruskan teriakannya karena
sekonyong-konyong dari atas pohon lompat kebawah
sesosok tubuh manusia yang lantas mencekik lehernya
dari belakang. Amarahnya Yoko meluap, ia gerakkan
tubuhnya dengan keras. Pegangan pada lehernya
segera terlepas. Tubuh penyerang itu terhuyung jatuh
ketanah.
Ketika Yoko melihat wajahnya penyerang gelap itu,
lantas ia kenalkan: si Kumis! Uwahige yang pernah
bertempur dengan dia di desanya bapak Hiragai ketika
perampok itu hendak menculik seorang anak dara.
Yoko hendak tinggalkan perampok itu, namun dari
atas pohon loncat turun berturut-turut delapan
kawan-kawannya. Diantaranya terdapat Sitaki, si
Kurus.
Sambil berteriak Sitaki menghunus pedangnya dan
mereka menyerang beramai ramai. Yoko terkurung
rapat! Delapan bilah pedang samurai berklebat
menyerang bertubi-tubi! Yoko sengit bukan kepalang.
"Tahan!" teriak Yoko. "Kalau kalian memang
mau bertempur, aku senantiasa siap-sedia! Tapi141
sekarang aku sedang mengejar dewi Uzume! Sebentar
aku pasti kembali akan melayani kalian!"
"Ha-ha-ha! Ha-ha-ha!" tertawa perampok
perampok itu.
"Kau hendak menipu kita orang?!" teriak Sitaki.
"Siapa sih yang kau kejar?! Kami sudah lama
menunggu ditempat ini, menantikan korban, tapi
tidak ada seorangpun yang lewat."
"Dewi Uzume baru saja lewat disini!" teriak
Yoko mendongkol.
"Ha-ha-ha!" tawa Uwahige yang sudah bangkit
pula. "Rupanya dia sedang mimpikan dewi yang agung
itu dan ketika sadar dia melihat bayangan yang di
sangkanya sang dewi."
"Aku tidak dusta! Aku sedang mengejar wanita
iblis itu!" teriak Yoko penasaran.
"Wah, kini kau menghina dewi yang mulia!" si
Kumis membentak.
"Uwahige, lebih baik suruh dia berlutut saja
akan minta ampun!" sela seorang perampok.
"Sudah, jangan banyak cakap, serang saja!"
tukas perampok lainnya.142
Yoko insyaf bahwa ia tidak boleh lama-lama
bersitegang dengan mereka. Ia harus segera
menghantam kawanan rimba-hijau itu, jika ia tak ingin
kehilangan jejak-langkahnya dewi Uzume.
Bagaikan kilat ia menyerang keempat penjuru.
Pedangnya bergerak dengan ganasnya. Ternyata
perampok-perampok itu bukan tandingannya Yoko.
Sekali bergerak, dua orang diantaranya sudah jatuh
roboh ketanah. Melihat kawan-kawannya terluka,
tujuh perampok itu segera menyerang dengan mati
matian.
Tiba-tiba pedang Yoko menahan sambaran pedang
Uwahige. Dengan mengeluarkan suara keras, pedang
itu jatuh terpental. Kepala perampok itu rasakan
tangannya sakit sekali. Bagaikan halilintar kaki kanan
Yoko menendang tepat mengenai lambungnya
Uwahige. Ia jatuh terhampar seraya menjerit
kesakitan.
Yoko terus mempertunjukkan kelihayannya. SamuraiPendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nya berputar-putaran menyambar bagaikan tiupan
angin puyuh. Musuh-musuhnya tidak dapat elakkan
serangan-serangan hebat itu. Tidak lama seorang
memekik pula karena pundaknya putus kena bacokan
Yoko. Ia ini menerjang pula. Segera jeritan-jeritan dan143
jatuhnya tubuh-tubuh manusia terdengar silih
berganti.
Kini lawannya hanya tinggal dua orang saja. Lekas
lekas Yoko balikkan tubuhnya dan berlari pergi. Ia
kuatir kehilangan dewi Uzumo.
Sejenak Yoko sudah berada jauh. Namun dia menjaci
kalang kabutan, karena betul saja dia kehilangan jejak
langkah musuh besarnya itu.
Yoko masuk kedalam semak-semak, namun sia-sia
saja. Segera ia lompat keatas tebing yang paling tinggi
dan memandang keaekitarnya. Tidak nampaklah dewi
Uzume lagi. Dikejauhan hanya terlihat desa dibawah
kaki gunung Asosan. Dengan hati mendongkol Yoko
membersihkan pedang samurainya yang kena darah,
di-bersihkannya pada daun-daun pohon. Kemudian
dia masukkannya pula kedalam sarungnya.
"Lebih baik aku pergi kedesa. Mungkin wanita
laknat itu bersembunyi disana. Atau... ia sudah
kembali pula ke sarangnya di dekat kuil," guman Yoko
seorang diri.
Segera ia enjot tubuhnya dan meloncat turun.
Kemudian dia berlari dengan pesatnya.144
Setibanya di desa ia menanyakan penduduk, apakah
mereka kiranya melihat seorang wanita berkimono
putih bersorenkan pedang samurai. Namun mereka
hanya menggeleng-gelengkan kepala mereka saja.
"Tak salah lagi dugaanku," pikir Yoko. "Ia sudah
kembali ke sarangnya!"145
X
SEORANG nenek tua duduk acuh tak acuh ditengah
jalan. Yoko segera menghampiri dia. Ternyata nenek
itu bukan Si Nenek yang pernah menghadang, ketika
ia hendak kembali ke rumahnya bapak Hiragai.
Yoko tersenyum. "Kini aku mempunyai banyak tempo
akan meladeni nenek itu, kalau iapun berangasan
seperti Si Nenek yang pernah kujumpai," kata Yoko
dalam hatinya. "Mungkin si tua dapat memberikan
keterangan-keterangan yang berharga bagiku."
Mata Si Nenek bersinar curiga, ketika melihat Yoko
datang menghampiri. Dahinya yang sudah keriput
tambah berkerut. Si Nenek pegang tongkatnya erat
erat. Tongkat Si Nenek ini lebih besar dan lebih kokoh
daripada tongkat Si Nenek dulu yang telah dipatahkan
oleh Yoko.
Sambil membungkukkan tubuhnya, Yoko bermohon:
"Selamat pagi, nenek. Maafkanlah kalau aku
mengganggu padamu, aku mohon lewat sebentar
saja."146
Tanpa berkata-kata, namun kedua matanya terus
menatap kearah Yoko, Si Nenek gerakkan tubuhnya
dan mengeser sedikit.
"Nenek ini ternyata lebih baik daripada nenek
yang mengajak aku bertempur sebelum aku dapat
lewat di jalanan yang sempit itu," pikir Yoko.
Sambil menundukkan kepalanya, dengan laku sangat
hormat, Yoko melangkah lewat dihadapan orang-tua
itu. Si Nenek putar tubuhnya aupaja, ia dapat hadapi
terus pada Yoko.
Yoko tidak berjalan pergi, tapi duduk sedikit jauh dari
Si Nenek.
"Perlu apakah kau duduk disitu? Aku tidak perlu
pengawal."
"Aku ingin beristirahat sebentar, nenek. Aku
letih sekali. Kalau kau berkeberatan, aku akan lantas
pergi."
Si Nenek mengkerutkan keningnya:
"Kau boleh duduk sesukanya, asalkan saja kau
tidak mengganggu padaku."
Kini Yoko menatap tajam kearah Si Nenek itu.147
"Nenek, apakah kau melihat seorang wanita
muda yang bersorenkan pedang samurai lewat
dijalanan ini? Wanita itu berpakaian kimono putih."
"Siapakah wanita itu yang kau maksudkan?"
Yoko terdiam sejenak. Akhirnya ia menyahut:
"Aku sedang mengejar wanita itu, dialah yang
menamakan dirinya... dewi Uzume-no-Mikoto!"
Mendadak wajah si nenek berubah pucat.
"Tidak, aku tidak melihat seorang wanita lewat
disini." Ia terdiam sesaat, lalu berkata lagi: "Perlu
apakah kau mengejar dia?"
"Aku hendak bunuh wanita itu! Apakah nenek
pernah mendengar tentang dia?" mendesak Yoko
dengan bernapsu.
"Mendengar?! Bukan saja mendengar, tapi aku
tahu siapa wanita itu! Akupun sedang mencari dia
akan membalas sakit hatiku! Dia telah menljulik cucu
perempuanku!" Seluruh tubuh Si Nenek bergemetar
bahna gusarnya. Mukanya makin tegang menyeram
kan.
"Kalau begitu kita dapat bekerja sama!" teriak
Yoko kegirangan. "Akupun hendak membebaskan148
Teruko, puterinya bapak Hiragai. Ia telah diculik pada
beberapa hari yang lalu oleh wanita itu."
"Siapa itu Teruko? Apakah ia ada sanakmu?"
Yoko tak menyahut Mukanya beraemu merah.
Perubahan airmuka Yoko dapat dilihat oleh Si Nenek.
Pada bibirnya tersungging suatu senyuman.
Si Nenek merogohh saku bajunya. Perlahan-lahan dia
keluarkan sehelai sutera putih di mana tersulam
lukisan lambangnya dewi Uzume-no-Mikoto. Ia
perlihatkan kain sutera itu pada Yoko.
"Ketika cucuku diculik, wanita jahanam itu
meninggalkan secarik kain ini."
Kain sutera itu sama saja dengan kain sutera yang
berada disaku baju Yoko. Lambangnya dewi Uzume
yang ia telah minta dari bapnk Hiragai.
"Aku sudah pernah lihat lukisan itu," sahut
Yoko. "Wanita iblis itu sudah meninggalkan juga
lambangnya di rumah bapak Hiragai."
Yoko tidak keluarkan lambang itu dari sakunya, karena
ia masih bercuriga. Apakah Si Nenek itu bukannya
pesuruh dewi Uzume yang bertugas menghadang dia?
Entah dengan suatu tipu muslihat ia akan menjerumus
kan dirinya!149
Dengan hati berdebar-debar Yoko bertanya:
"Nenek, apakah kau tahu dimana sarangnya
dewi Uzume?"
"Cis! Wanita laknat itu tidak berharga untuk
disebut dewi! Siapakah namamu, anak-muda? Aku
tahu di mana sarangnya iblis itu. Marilah kita bersama
sama menyatroninya!"
"Namaku Yoko. Aku sangat girang kalau nenek
mau menghantarkan aku. Pedang samuraiku akan
membalas sakit hatimu," sahut Yoko penuh curiga.
Lalu berpikir: apakah Si Nenek hendak jebluskan dia ke
dalam perangkap?
Orang tua itu bangkit berdiri.
"Aku yang akan tempur iblis itu! Kau hanya
boleh membantu bila aku terdesak!"
"Aku menurut saja bagaimana baiknya," sahut
Yoko mendongkol, makin bercuriga. Mengapa Si
Nenek tidak lantas satroni dewi Uzume, bila ia tidak
membutuhkan pembantu? Namun Yoko tidak
menanyakan soal itu kepada Si Nenek.
Mereka berjalan kearah kuil. Si Nenek tidak
pergunakan tongkatnya. Ternyata orang tua itu dapat150
berjalan dengan pesat sekali. Yoko mengikuti dari
belakang.
"Mustahil situa bangka ini ada pesuruhnya dewi
Uzume," pikir Yoko seraya mengerutkan keningnya.
"Setahuku para murid sang dewi terdiri dari gadis
gadis remaja cantik-jelita."
Si Nenek berjalan terus. Ta tidak berpaling, tidak
berkata-kata.
Sejenak timbullah dalam pikiran Yoko maksud akan
menggoda. "Nenek, apakah cucumu itu cantik?"
Tanpa menghentikan langkahnya, Si Nenek menyahut:
"Jika kecantikan cucnku berada di sebelah bawah
tunanganmu si Teruko, kau boleh potong leherku!"
"Ha, ha, ha! Jangan gusar, nenek! Bukankah aku
belum pernah melihat wajah cucumu? Namun,
apakah kecantikan cucumu itu dapat menandingi
kecantikannya dewi, eh... wanita iblis itu?"
Si Nenek tidak menyahut. Tetapi ia memaki.
"Eh, tak kusangka kau juga laki-laki hidung
belang yang bengal! Cis, sudah punya tunangan, masih
saja suka incar wanita-wanita lain! Kalau aku bertemu
Teruko, pasti aku beritahukan bahwa tunangannya
ada bangsa kalong!"151
"Ha, ha, ha! Sungguh kau keterlaluan, nenek!
Masakan kau samakan diriku dengan kalong!"
"Sudah, diam! Nanti kutampar mulutmu!"
Tidak lama tibalah mereka ditempat tujuannya.
Keadaan disekitar kuil itu sunyi-sepi. Sekejap dalam
ingatan Yoko terkilas wajahnya Bara, si Bunga Mawar.
"Nenek, apakah kau kenal seorang gadis
bernama Bara? Katanya dia telah bertemu seorang
nenek yang anjurkan dia akan datang ke kuil ini untuk
berdoa."
"Lagi-lagi seorang gadis yang kau tanyakan!
Berapa banyaknya sih gadis gadis yang kau kenal?
Dasar buaya gadungan! Aku tidak kenal gadis yang kau
sebutkan itu. Apakah dalam dunia ini hanya aku
seorang saja yang sudah lanjut usianya?!" hardik si
nenek.
Kini Yoko terdiam. Ia kuatir nenek itu akan berbicara
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keras-keras pada saat yang sungauh genting ini.
Si Nenek dan Yoko melangkah kesamping kuil, terus
berjalan melewati taman dibelakang kuil. lalu mem
belok kekiri. Dengan berindap-indap dan memegang
tongkatnya erat-erat, nenek itu masuk kedalam
semak-seraak belukar. Yoko terus mengikuti dia.152
Hatinya berdebar-debar sangat kerasnya. Kemudian Si
Nenek menghilang dilamping gunung.
Dibelakang lamping gunung itu terdapat sebuah
jalanan yang melurus kemuka. Tiba-tiba kedua mata
Yoko terbuka lebar. Ia terbelalak melihat diatas tanah
datar sebuah istana yang indah-permai. dikelilingi
pepohonan bunga yang beraneka warna.
"Itulah sarangnya si iblis!" bisik Si Nenek.
Jarinya menunjuk kearah istana itu.
Hilanglah kecurigaan Yoko pada orang tua itu. Kini ia
yakin bahwa Si Nenek telah bicara jujur padanya.
"Kau masuklah terlebih dahulu kedalam istana
itu. Aku akan menjaga-jaga disini. Bila tiba saatnya,
aku segera menerjang masuk," perintah si Nenek.
Yoko menganggukkan kepalanya.
"Baiklah."
Tiba tiba Si Nenek memperingatkan.
"Jangan kau bunuh iblis itu sebelum dia beri
tahukan dimana dia sembunyikan cucuku, ya!"
"Jangan kuatir, nenek. Aku pun hendak mencari
tahu, dimana ia umpetkan Teruko."153
Bagaikan kera Yoko loncat naik keatas sebuah pohon
yang tumbuh didekat dinding istana. Dari atas pohon
itu Yoko mengintai kedalam istana. Yoko tidak melihat
apa-apa yang mencurigakan. Dengan gerakan ringan
dia loncat turun, lalu berindap-indap menghampiri
pintu istana. Pintu itu tidak terkunci. Perlahan lahan
dia dorong pintu itu hingga terbuka lebar. Tanpa
bersuara ia masuk ke-ruang muka. Ia lewati ruang itu,
masuk terus kedalam. Kini ia berdiri dimuka sebuah
kamar yang tertutup rapat. Perlahan lahan dia dorong
pintu itu. Kamar inipun tak kalah indahnya. Sebuah
tirai berwarna merah tua tergantung ditengah-tengah
kamar itu.
"Apakah dibelakang tirai itu berada dewi
Uzume?" pikirnya.
Segera Yoko menghunus pedang samurainya. Dengan
hati berdebar-debar ia menghampiri tirai itu dan
bagaikan kilat ia menyingkapnya. Tapi tak terlihat
dewi Uzume! Sebuah permadani yang indah terletak
diatas lantai. Diaatu sudut terdapat sebuah
pembaringan kayu. Tidak ada tanda bekas orang
menidurkan pembaringan itu.154
Yoko cepat melangkah masuk dan memeriksa dinding
itu. Tangannya mengusut dan mengetuk-ngetuk
mencari pintu rahasia.
Keadaan tetap sunyi sepi. Sejenak telinganya
mendengar suara berkerosoknya air. Yoko lekas-lekas
keluar dan berlari-lari kebelakang istana, darimana
suara itu terdengar.
Sebuah kolam renang terbentang dihadapannya.
Airnya jernih biru-kebiruan. Sebuah pancuran
berlimpah-limpah menumpahkan air dengan
berisiknya. Suara jatuhnya airlah yang terdengar oleh
Yoko tadi di kamarnya dewi Uzume.
Sungguh heran, ditempat itu pun tidak terlihat apa
apa yang mencurigakannya. Seorang manusiapun
tidak diketemukan.
Yoko mengelilingi kolam renang itu, memeriksa
dengan teliti keadaan disekitarnya. Mendadak Yoko
berlari masuk lagi kedalam istana karena ia dapat lihat
sebuah pintu pula. Tak gentar sedikitpun Yoko
menghampiri pintu yang tertutup itu. Perlahan-lahan
ia membukanya. Sebuah serambi dengan kamar
kamar berderet-deret terbentang dihadapannya.
Yoko membuka pintu dari sebuah kamar dan masuk
kedalam. Kamar itu kosong, tak ada penghuninya.155
Hanya nampak dua pembaringan kayu dan sebuah
meja pendek. Yoko keluar pula dan masuk kekamar
sebeluhnya. Juga disini sama saja. Satu per satu
kamar-kamar itu dimasuki Yoko, tapi usahanya sia-sia
belaka. Jangan kata dewi Uzume, seorang murid
njapun tidak terlihat mata-hidungnya!
"Rupanya mereka sudah meninggalkan istana
ini." guman Yoko mendongkol. "Aku yakin mereka
sudah kabur, karena sepotong kimono pun tidak
kutemukan dalam kamar-kamar para muridnya itu."
Nampak Yoko membuka kamar yang terakhir. Ter
cenganglah dia! Patung Dewi Kannon berdiri tegak
dengan agungnya didalam kamar itu. Patung batu
yang tadinya berada di ruang muka kuil itu.
"Hm! Disinilah dewi Uzume menyembunyikan
patung dewi Kannon."
Kemudian dengan hati-hati Yoko keluar pula. Pedang
nya masih terus terhunus ditangannya. Sekilas diluar
istana.
"Ah, lebih baik kupanggil saja si tua bangka itu,"
kata Yoko dalam hatinya.
Ketika lewat dikamar dewi Uzume, kagetlah Yoko.
Terdengar suara dari dalam. Suara yang mencurigakan156
terdengar samar-samar dari pintu yang tertutup rapat
itu. Berdebar-debarlah hati Yoko. Dengan tak
bersuara, tangan Yoko menjangkau pintu. Ia hendak
membukanya perlahan-lahan, namun pintu itu ter
kunci dari dalam. Yoko kuatir yang musuhnya akan
menghilang pula, maka tanpa ayal Yoko menendang
pintu kamar yang tertutup itu. Berbareng dengan
terbukanya daun pintu Yoko menerjang masuk seraya
melintangkan pedang samurainya.
Tapi bukan dewi Uzume atau salah-satu muridnya
yang ia lihat, melainkan... Si Nenek! Yoko masih
sempat melihat nenek itu memeriksa bantal
pembaringan, karena tirai di tengah-tengah kamar itu
tersingkap.
Dengan terkejut Si Nenek membalikkan tubuhnya.
"Eh, kau sudah gila?!" teriaknya dengan cemas.
"Apa-apaan kau menendang pintu itu?!"
Dengan malu Yoko masukkan pedangnya kedalam
sarung yang tergantung pada pinggangnya.
"Maaf, nenek. Aku kira...eh, apakah yang kau
cari?" ujar Yoko amat heran.
"Jangan campur urusanku! Apakah kau sudah
ketemukan wanita iblis itu?" balas tanya Si Nenek157
seraya terus memeriksa seluruh pembaringan dewi
Uzume dengan sangat telitinya.
"Burung-burung itu sudah, terbang! Mereka
telah meninggalkan sarangnya!"
"Terlambat! Hm, rupanya belum tiba saatnya
untuk aku membalas sakit hatiku," guman Si Nenek
seraya tak henti-hentinya mengusap dan mengetuk
dinding. Segala sesuatu dalam kamar itu dibongkar
nya. Kedua tangannya meraba-raba kesana-kesini.
Laci-laci lemari di periksanya dengan teliti. Wajah
orang tua itu makin lama makin pucat. Nampaklah
kegusaran dan ke-cemasan yang tak terhingga. Si
Nenek kini bagaikan gila!
"Apakah yang dia cari begitu cemasnya?" pikir
Yoko keheran-heranan. Yoko amat kasihan pada Si
Nenek. Ia ingin bantu mencarikan. Tapi ia kuatir Si
Nenek gusar bila ia tanyakan melit-melit, maka ia
berdiri saja, menanti dengan sabarnya.
Si Nenek berdiri dengan napas terengah-engah. Kedua
matanya seperti waswas memandang barang-barang
dewi Uzume sekeliling kamar itu. Tapi akhirnya ia
tenang pula. Dengan wajah suram dia geleng-geleng
kan kepalanya.158
"Bagaimana pendapat nenek, kalau kita bakar
saja sarang iblis ini?"
"Jangan dulu!" sahut Si Nenek seraya
melangkah keluar menuju kekolam renang.
Heran! Si Nenek seolah-olah tak asing dengan keadaan
istana itu. Di dekat kolam dia duduk disebuah bangku,
dibawah pohon yang rindang.
Yoko duduk ditepi kolam seraya mainkan air dengan
tangaunya. Si Nenek duduk bertopang dagu tanpa
bersuara.
"Nenek, kemana kita harus mencari wanita iblis
itu?" tanya Yoko memecahkan kesunyian.
"Akupun sedang memikirkan soal itu," sahut Si Nenek.
"Mengapa kau tidak kasih aku bakar sarang iblis ini?"
"Kalau kita bumi hanguskan sarangnya, pasti
burung-burung itu tidak akan datang kembali. Lebih
baik biarkan dulu, sebab satu waktu mungkin mereka
akan kembali. Disinilah kita akan dapat mampuskan
dia, atau sebelumnya kita tak dapat membinasakan
nya!"159
Hari menjelang siang. Matahari bersinar amat
teriknya. Cahayanya yang emas-keemasan berlimpah
limpah menembus air kolam yang jernih itu.
"Bagaimana kalau malam ini kita bernaung
disini?" tanya Yoko tiba-tiba.
"Baik, namun kita harus tetap waspada," sahut
Si Nenek.
Lama sekali kedua orang itu duduk tanpa berkata
kata. Mereka sedang terbenam dalam pikirannya
masing-masing.
Akhirnya Si Nenek bangkit berdiri.
"Kini aku akan turun gunung akan mencari
makanan. Kau menantikan saja disini," ujar ainenek.
"Lebih baik aku saja yang pergi, nenek," sahut
Yoko yang merasa malu bila seorang tua mencari
pangan untuk dirinya.
"Kau seorang asing ditempat ini. Lebih baik aku
saja yang pergi. Semua penduduk desa adalah
sahabatku," menahan Si Nenek.
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yoko rogo sakunya, hendak mengeluarkan uang.160
"Simpan saja uangmu," ujar Si Nenek ketika
melihat Yoko mengeluarkan beberapa puluh uang
yen. "Aku juga mempunyai uang." .
Nenek itu melangkah pergi meninggalkan Yoko, yang
menatapnya dengan penuh perhatian.
Ketika Si Nenek sudah menghilang dari pandangan,
Yoko menanggalkan pakaiannya. Segera ia terjun
kedalam kolam itu, berenang berkecirapungan
seriang-riangnya. Terdengar ramai suara berdebur
deburnya air. Yoko senang sekali bermain dalam air. Ia
rasakan badannya sangat segar.
Lama kelamaan Yoko merasa kedinginan juga. Ia
berenang naik keatas tepi kolam, lalu duduk men
jemur diri dibawah sinar matahari. Sang surya kini
sudah naik tinggi.
Akhirnya Yoko mengenakan pakaiannya pula,
menggantungkan pula pedang pusaka pada pinggang
nya.
"Alangkah senangnya dewi Uzume bertahta di
istana ini," kata Yoko seorang diri. "Aku juga betah
tinggal disini."
Acuh tak acuh Yoko bergerak menuju ruang tengah
istana. Ia membuka pintu kamar sang dewi dan masuk161
kedalam. Ia menjingkap tirai merah itu, lalu jatuhkan
dirinya diatas pembaringan yang empuk dan harum
baunya.
Sambil melamun Yoko berbaring terlentang. Angin
menghembus sepoi-sepoi melalui jendela. Yoko
merasa kesepian.
"Teruko! Teruko! Dimanakah kau berada?" bisik
nya seorang diri. "Sabarlah, manis. Aku pasti datang
membebaskan dirimu."
Sekilas dalam pikiran Yoko terbajang wajah Bara, si
Bunga Mawar. Ia tersenyum.
"Aaah, bila kini ia berada disisiku, pastilah aku
takkan kesepian. Gadis manis itu pandai bercakap
cakap dan... genit sekali."
Kini wajah dewi Uzume terpeta dipelupuk mata Yoko.
Silih-berganti wajah-wajah nan cantik jelita terbayang
bayang dalam lamunannya. Berkali-kali Yoko menguap
bahna kantuknya. Akhirnya ia tertidur, ia tidur sangat
nyenyaknya.
Matahari sudah menurun ke ufuk barat.
***162
"Enak betul kau tidur diatas pembaringan
orang!" hardik Si Nenek dengan suara keras.
Yoko terjaga dengan kagetnya. Si Nenek berdiri tegak
di hadapan Yoko seraya menolak pinggangnya. Yoko
lompat turun.
"Maaf, nenek. Aku sangat capai," sahut Yoko
kemalumaluan. "Apakah kau sudah makan?"
"Sudah! Aku sudah makan dirumah salah-satu
penduduk desa. Akn membawa makanan untuk kau
mengisi perutmu. Lekaslah makan, mungkin hidangan
itu sudah dingin."
"Terima-kasih, nenek. Budimu tak nanti aku
lupakan," sahut Yoko.
Kemudian Si Nenek meninggalkan kamar itu. Selesai
bersantap Yoko mencari Si Nenek pula. Orang tua itu
sedang rebah diatas pembaringan di dalam kamarnya
seorang murid dari dewi Uzume. Ketika Yoko
melangkah masuk, lekas-lekas nenek itu bangkit
berduduk.
"Nenek yang budiman, apakah kau mempunyai
sanak keluarga? Di manakah tempat tinggalmu?"
tanya Yoko seraya menyender pada dinding.
Si Nenek berdiam sejenak, lalu berkata:163
"Kini aku hidup seorang diri saja, Yoko.
Rumahku letaknya disebuah desa sebelah utara dari
gunung Kasatori-yama di pulau Shikoku. Tadinya aku
tinggal berdua cucu perempuanku. Ketika cucuku itu
diculik si wanita iblis, aku meninggalkan rumahku. Aku
minta seorang kenalanku akan menjaga rumahku.
Kemudian aku merantau mencari cucuku yang sangat
aku cintai itu."
"Apakah kau tidak mempunyai anak?
Kemanakah orang-tuanya cucumu itu?"
"Aku hanya mempunyai seorang putera, ialah
ayahnya cucuku. Dasar cucuku bernasib malang,
ketika dia baru berumur lima tahun, ayahnya wafat.
Setahun kemudian menantuku menyusul suaminya ke
alam baka."
Terharulah hati Yoko. Kasihan! Kini Si Nenek hidup
sebatang kara dalam usia selanjut itu.
Tiba-tiba Si Nenek menatap wajah Yoko, namun ia tak
berkata-kata.
"Dilihat dari tampang nenek, usiamu sudah
lanjut. Tetapi gerak gerakanmu seperti kelakuannya
seorang yang masih muda belia saja," kata Yoko,
hendak menggembirakan Si Nenek.164
Akan tetapi orang yang ingin disenangkan hatinya jadi
terperanjat. Sejenak wajahnya menjadi pucat. Ia
memandang Yoko dengan tajam karena curiganya.
Yoko tidak melihat perubahan wajah Si Nenek itu,
karena pada saat itu ia sedang membungkukkan
badannya akan menggaruk kakinya yang dirasakan
gatal.
"Oh... itulah berkat kerajinanku bersenam
setiap pagi. Lagipula aku banyak makan buah-buahan
dan sayur mayur serta menjaga makanan yang ku
santap sehari-hari," sahut Si Nenek, dapat
mengendalikan perasaannya pula.
Yoko melangkah, hendak duduk di lain pembaringan.
Diluar kamar terlihat cuaca mulai gelap. Angin men
deru-deru meniup sangat santernya.
"Yoko, aku merasa sangat letih. Aku ingin tidur,"
ujar Si Nenek.
"Baiklah, aku tidak akan menggangu kau pula.
Aku akan tidur di kamar dalam," Yoko melangkah
keluar meninggalkan Si Nenek. Dia tidak pergi ke
kamarnya dewi Uzume, tetapi berjalan terus melewati
ruang muka istana. Kemudian dia keluar dari pintu
istana, jalan meronda sekitar tempat itu.165
Yoko kuatir dewi Uzume akan datang kembali, maka ia
duduk berjaga dibawah sebuah pohon. Keadaan tetap
sunyi senyap. Tidak terdengar suara apapun juga.
Kupanya betul-betul dewi Uzume dengan para
muridnya telah meninggalkan tempat itu.
Menjelang pagi Yoko baru masuk kedalam istana,
kekamar sang dewi. Dalam kegelapan dia jatuhkan
dirinya diatas pembaringan yang empuk dan harum
baunya itu. Tidak lama ia sudah tertidur.
Ketika matahari sudah bersinar dari jendela, Y'oko
baru terjaga dari tidurnya. Ia melompat bangun.
Sambil mengucak-ngucak matanya, Yoko melangkah
keluar.
Segera ia tujukan langkahnya ke serambi istana akan
mencari Si Nenek. Tapi, alangkah kagetnya!
Kamar dimana kemarin Si Nenek tidur... sudah
kosong! Tergesa gesa Yoko membuka semua kamar
yang berderet-deret itu, namun Si Nenek tidak
kelihatan mata-hidungnya!
Yoko berteriak-teriak memanggil Si Nenek. Namun
tidak terdengar suara jawaban. Hanya suara Yoko
sendiri yang bergema dalam istana.166
"Sungguh aneh orang tua itu," kata Yoko dalam
hatinya. "Mengapa ia tidak beritahukan dulu padaku
jarg ia hendak pergi? Kemanakah perginya?"
Yoko sangat cemas. Tak yakin, bahwa dengan
bantuannya Si Nenek, ia akan lebih mudah mencari
jejak langkahnya dewi Uzume-no-Mikoto.
"Apakah gerangan sebenarnya yang dicari oleh
Si Nenek dalam kamar sang dewi itu? Tentu sesuatu
yang penting bagi dirinya. Karena ketika yang
dicarinya tidak terdapat, nampaklah wajah Si Nenek
berubah cemas dan tegang," kata Yoko dalam hatinya
"Sayang, sungguh sayang! Orang tua itu sudah keburu
pergi sebelum aku mendapat keterangan-keterangan
lebih jauh tentang dewi Uzume. Si Nenek pasti
mengetahui banyak tentang wanita cantik jahat itu."
Yoko melangkah keluar dari serambi istana , menuju
ruang dalam.
"Aku harus menemukan pula Si Nenek yang
misterius itu!"
Perlahan-lahan Yoko melangkah ke muka. Ia terus
keluar dari istana, menghilang disela-sela lamping
gunung.167
"Lebih baik aku kembali dulu ke rumahnya
bapak Hiragai. Aku harus memberitahukan keluarga
itu, bahwa aku belum berhasil menemukan Teruko.
Kemudian barulah aku cari Si Nenek! Mungkin dia
sudah pulang ke rumahnya di desa pegunungan
Kasatori-yama di kepulauan Shikoku."
Yoko berjalan terus melewat kuil. Sejenak ia menoleh
ke belakang memandang kuil yang menjulang tinggi di
angkasa. Kemudian bagaikan terbang Yoko berlari
turun di pegunungan Asosan...
TAMAT168
PERNYATAAN
File ini adalah sebuah usaha untuk melestarikan buku
buku novel Indonesia yang sudah sulit didapatkan di
pasaran dari kemusnahan, dengan cara mengalih
mediakan menjadi file digital.
Tidak ada usaha untuk meraih keuntungan finansial
dari karya-karya yang coba dilestarikan ini.
File ini dihasilkan dari konversi file JPEG menjadi teks
yang kemudian di kompilasi menjadi file PDF.
Credit untuk :
? Awie Dermawan.
? Ozan
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
? Kolektor E-Books
Pengemis Binal 13 Dendam Ratu Air Pendekar Mata Keranjang 24 Bukit Siluman Jelihim Sang Pembebas Karya Syam Asinar
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama