Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung Bagian 1
12
Kolektor E-Book
Awie Dermawan
Foto Sumber oleh Awie Dermawan
Editing oleh D.A.S3
Kolektor E-Book
Tarian Maut Di
Lembah Gunung
Karya KAMIKAZE4
"KARATE
tidak boleh dipergunakan untuk menyerang!" pesan
gurunya Yoko. Akan tetapi kini...
Duapuluh ujung pedang samurai yang berkilau-kilauan
mengitari dirinya Yoko. Ia harus cepat mengambil
keputusan.
Terdengar teriakan Yoko bagaikan guntur! Duapuluh
penyerangnya lantas mundur beberapa langkah.
Wajah Yoko berubah tegang! Tangan kirinya melurus
lempang ke muka, sedangkan tangan kanannya yang
terkepal mengeras bagaikan batu perlahan-lahan
menaik ke atas melewati kepalanya. Seluruh tubuhnya
bergemetar menahan kekuatan dalam yang maha
dahsyat.
Setindak demi setindak duapuluh penyerang itu
melangkah maju pula.
Tiba-tiba terdengar seruan: "SERANG!"
***5
Yoko ditugaskan oleh gurunya untuk membasmi
kejahatan yang merajalela di pulau Kyushu. Seorang
diri Yoko mendatangi sarangnya penyebar maut.
Ketika menghadapi musuhnya, Yoko terpesona
Karena musuh-besar itu adalah seorang wanita yang
cantik luar biasa!6
Percetakan "SUNRISE" Order No. 11-3000 bk.7
Kamikaze:
Tarian
Maut
di
Lembah
Gunung
Penerbit "SUNRISE" Jakarta8
Dewi Uzume-no-Mikoto menggerakkan kipasnya
dengan penuh gaya. Para gadis itu tak ada yang
bersuara, mereka terpengaruh oleh suara yang
bagaikan mempunyai kekuatan dahsyat. Dengan
kipasnya dewi Uzume memberi tanda kearah gadis
gadis yang memegang tambur. Serentak terdengar
pula suara seruling, diseling dengan suara tetabuhan.
Sang dewi melemaskan tubuhnya. Ia mulai menari
dengan kipas ditangan. Gayanya sangat menarik dan
halus. Perlahan-lahan menuruti irama yang mengalun
ia menggerakkan tangannya ke atas ke bawah.
Matanya melirik tajam ketika kepalanya bergetar ke
samping. Kipasnya bergerak pula dengan gaya yang
mempesonakan. Lemas sekali tubuhnya!
Suara tetabuhan keras nadanya. Tariannya si cantik
makin indah, makin menggairahkan. Makin tajam
lirikan matanya.
Yoko terperanjat. Dibelakang gerakan tarian yang
lemah-lunglai kelihatan itu tersembunyi suatu
kekuatan yang maha dahsyat!
Yoko mengenalinya! Itulah gerakan Karate!! Kekuatan
yang amat berbahaya bagi kemanusiaan jika
dipergunakan salah oleh orang yang tak bertanggung
jawab! Ia yakin wanita cantik itu tinggi sekali ilmunya.9
Siapakah gerangan si jelita itu, pikir Yoko dengan
cemas. Peluh dingin keluar membasahi seluruh
tubuhnya.
Sekonyong-konyong pikiran jernih menguasai pula
dirinya. Alangkah kagetnya Yoko, ketika ia insaf bahwa
ia kini berada dalam sarangnya dewi Uzume-no
Mikoto! Dan tarian itu adalah tarian maut di lembah
pegunungan Asosan! Cara bagaimanakah ia bisa
berada ditempat ini? Yoko tidak sempat
memikirkannya, karena kedua matanya kini melihat
pandangan yang lebih hebat lagi. Suara seruling dan10
Illustrasi : SIAUW
Hak cipta diperlindungkan Undang-undang11
TARIAN MAUT di LEMBAH GUNUNG
Diceritakan oleh: KAMIKAZE
I
Y0K0 berdiri terpesona. Ia berdiri tegak di atas batu
batu karang. Matanya menatap kemuka, memandang
penuh kagum ke arah laut bebas. Laut bergelombang
dengan dahsyatnya gemuruh suaranya membisingkan
telinga. Ombak datang bergulung-gulung dan buyar
memukul tepi pantai Michiman di kepulauan Kyushu.
Di kejauhan terlihat samar-samar pulau Aoshima,
tertutup rapat oleh kabut tebal yang serupa tirai putih.
Yoko menghirup udara pagi. Hawa sejuk masuk ke
dalam tubuhnya, nyaman dan menyegarkan.
Matahari mulai menampakkan dirinya di sebelah
timur, ufuk kini memerah bagaikan terbakar.
Perlahan-lahan Yoko turun dari atas bukit batu karang.
Ia berjalan mengikuti jalanan kecil nan berliku-liku.
Sebuah pedang samurai yang besar hitam terikat pada
pinggangnya dan sebentar-bentar beradu membentur
kantong kulit yang tergantung pada punggungnya.12
Tiba-tiba Yoko berhenti. Matanya melihat sebuah
telaga yang dikelilingi pohon-pohon besar dan
tumbuh-tumbuhan yang lebat. Yoko menjerit
kegirangan.
Kini ia dapat membersihkan tubuhnya dalam air telaga
yang jernih itu. Ia bermaksud akan mengganti
pakaiannya yang sudah kotor penuh debu.
Ia berlari seraya bersiul-siul ke tepi telaga. Diatas
rumput nan hijau ia lemparkan pedang samurainya. Ia
menjangkau kantong kulit yang tergantung pada
punggungnya. Kantong itu berat sekali. Ia membuka
tali pengikatnya dan membalikkan kantong itu.
Pakaian keluar berserakkan dan akhirnya jatuhlah
ribuan uang yen diatas rumput. Sebuah golok pendek
pun terdapat di dalam kantong itu, namun Yoko tidak
mengeluarkannya.
Yoko menjumput sebuah yen dan tertawa. Dengan
mempunyai uang itu ia tidak akan khawatir akan
penghidupannya disebuah desa atau di mana saja. Ia
dapat membeli makanan dan lain-lain keperluannya.
Ia akan mendapat penghargaan dan kehormatan
dalam perjalanannya. Bahkan lebih daripada itu: dia
akan dapatkan kecintaan, mungkin cintanya... seorang
gadis cantik!13
Ketika pikirannya melayang-layang sampai di situ,
Yoko bercermin diatas permukaan air telaga nan
jernih. Melihat wajahnya di permukaan air, ia
tersenyum. Memang tidak sukar baginya akan
mencari kekasih. Mukanya cakap dan tubuhnya tinggi
besar, tidak seperti lain-lain pemuda Jepang. Gadis
manakah yang tidak terpesona melihat pemuda
gagah-perkasa seperti Yoko?
Segera ia menanggalkan pakaiannya dan terjun
kedalam air.
Memang Yoko adalah seorang pemuda tampan dan
menarik, hampir tak ada tandingannya. Seringkah dia
mengangkat kepalanya ke atas mengucapkan terima
kasihnya kepada para Dewata yang telah
menganugerahkan dirinya kecantikan dan kesaktian
yang luar biasa.
Air telaga sangat nyaman. Yoko puas sekali ber
kecimpungan. Sejenak kemudian ia melompat naik ke
tepi dan mengeringkan tubuhnya di bawah sinar
matahari. Segera ia memakai pakaiannya yang bersih.
Hari sudah mulai siang.
Yoko mengikat pula pedang samurai pada pinggang
nya, menggantungkan kantong kulitnya, lalu berjalan14
perlahan-lahan di hutan itu akan mendapatkan
sebuah desa.
Ia sedang asyik menaiki sebuah bukit, ketika
sekonyong-konyong dia mendengar suara orang
bicara. Cepat-cepat Yoko melihat ke bawah. Nampak
dua pemuda desa sedang bercakap-cakap. Wajah
kedua pemuda itu berkerut-kerut, Rupanya mereka
sedang memperbincangkan sesuatu hal penting,
namun Yoko tidak mendengar tegas kata-kata kedua
pemuda itu.
Yoko tersenjum. Ia segera bersembunyi di semak
belukar, sambil tetap memperhatikan kedua pemuda
itu.
Mereka ini tidak mengetahui bahwa mereka sedang
diintai oleh Yoko, namun mereka berbicara dengan
berbisik-bisik.
Tiba-tiba Yoko meloncat keluar.
Serentak kedua pemuda itu menoleh. Wajah mereka
tegang dan cemas.
"Ohayo gozaimas ? Selamat pagi." seru
seorang di antaranya seraya membungkukkan badan
nya. "Apakah kau datang membawa perdamaian atau
permusuhan?!"15
Yoko membalas ucapan selamat itu seraya
membungkukkan juga badannya.
"Aku datang dengan maksud baik," sahut Yoko
"Aku mengharapkan persobatan yang hangat dari
kalian. Janganlah khawatir yang aku ada membawa
pedang samurai."
Yoko maju ke muka. Dipegangnya bahu pemuda yang
bertanya tadi dengan tangan kanannya.
"Namaku Yoko! Aku datang dari sebuah desa di
pulau Okinawa Aku datang ke pulau ini atas perintah
sensei 1. Guruku menugaskan aku untuk melakukan
sesuatu pekerjaan. Aku tidak mempunyai sahabat di
pulau Kyushu ini, maka sangat kuharapkan
pertolongan kalian memberikan petunjuk-petunjuk
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang berharga."
Yoko bersenyum seraya menatap wajah pemuda yang
masih remaja itu. Pemuda itu mengalihkan
pandangannya, tundukkan kepalanya dan menatap
bayangan tubuh Yoko di atas tanah di bawah kedua
kakinya.
Dengan kemalu-maluan pemuda itu berkata:
1 Guru16
"Aku adalah Sakuni dan dia itu Kanemon.
Ayahnya Kanemon menjadi kepala desa. Ibunya
adalah kakaknya ibuku, jadi kami berdua masih
bersanak."
Yoko menganggukkan kepalanya kearah Kanemon.
"Apakah kalian sudah mendapat berkahnya
dewi Uzume-no-Mikoto?" tanya Yoko lalu bersenyum.
Mendengar pertanyaan itu, Sakuni dan Kanemon
memandang wajah Yoko dengan mata penuh
kecemasan. Terlihat perasaan takut yang tak ter
hingga pada kedua wajah pemuda itu.
"Yoko," tegur Sakuni, "janganlah kau
sembarang berbicara tentang dewi Uzume. Mungkin
kau tidak tahu karena kau masih asing di kepulauan
ini. Dewi Uzume sangat berkuasa. Bila dia murka, pasti
kau akan lenyap dari muka bumi ini."
"Ha-ha-ha!" tawa Yoko. "Aku datang ke pulau
ini justru untuk mencari dewi yang kau takuti itu."
"Yoko! Sekali lagi kuperingatkan. Aku bukan
bicara main-main!" hardik Sakuni dengan sungguh
sungguh.
Yoko tersenyum.17
"Baiklah, buat sementara aku akan menurut
nasehatmu, sobat. Tapi sekarang aku hanya butuhkan
pertolonganmu akan mendapatkan tempat mondok
untukku."
"Marilah ikut aku," ujar Kanemon yang dari
setadi diam saja. "Aku akan memperkenalkan dikau
pada ayahku."
Seraya bersiul-siul Yoko mengikuti Kanemon dan
Sakuni pergi ke rumah bapak kepala desa itu.
Matahari asyik pencarkan sinarnya yang panas. Yoko
menyusut peluh yang mengalir membasahi dahinya.
Tidak lama berjalan, tibalah mereka di sebuah tanah
datar, di mana nampak banyak rumah-rumah desa.
Desa itu sangat sunyi. Penghuni-penghuninya sedang
sibuk melakukan pekerjaannya masing-masing. Ada
yang membajak di sawah, ada yang berdiam di hutan.
Yang tinggal di rumah hanya kanak-kanak dan orang
orang tua saja.
Melihat Kanemon dan Sakuni membawa seorang
pemuda asing yang gagah-perkasa, mereka menjadi
keheran-heranan, namun mereka diam saja.
Sejenak tibalah ketiga pemuda itu di muka sebuah
rumah yang besar. Kanemon melangkah masuk ke-18
dalam mencari ayahnya. Tapi dari serambi berjalan
keluar seorang gadis remaja.
"Teruko!" teriak Kanemon, "dimanakah ayah?"
Teruko memandang keluar pintu. Anak dara itu
merasa heran melihat kakaknya membawa seorang
pemuda tak dikenal.
"Ayah sedang keluar, Kanemon," sahut Teruko
dengan suara merdu.
Kanemon mempersilahkan Yoko masuk kedalam.
"Yoko, inilah adikku, Teruko," ujar Kanemon,
memperkenalkan sang tamu pada adik perempuan
nya.
Yoko menganggukkan kepalanya, dibalas dengan
senyuman oleh Teruko yang lalu mengundurkan diri
dan masuk kedalam pula.
"Duhai, alangkah cantik adiknya Kanemon!"
kata Yoko dalam hati.
Kanemon mempersilahkan tamunya dan Sakuni
berduduk. Tidak lama Teruko keluar pula dengan
membawa senampan penuh cawan-cawan dan
sebuah teko teh. Teruko telah salin2 pakaiannya, kini
2 ganti19
ia mengenakan kimono hijau-tua bertaburan bunga
bunga kecil. Ikat pinggangnya berwarna hitam. Cantik
menarik nampaknya.
Perlahan-lahan dia menuangkan teh kedalam cawan
cawan yang diletakkan diatas sebuah meja pendek.20
Setelah selesai ia masuk pula ke dalam, diawasi oleh
Yoko dan Sakuni dengan hati berdebar debar.
Ketiga pemuda itu segera asyik bercakap cakap.
Tiba-tiba di ambang pintu berdiri seorang laki-laki tua.
Ia tidak memakai baju, maka otot-otot pada dada dan
bahunya terlihat nyata sekali. Ia memakai celana
hitam yang kotor penuh lumpur.
Melihat ayahnya pulang, Kanemon lekas-lekas bangkit
berdiri.
Bapak Hiragai, meski usianya sudah lanjut, masih
terlihat gagah. Ia menatap Yoko dengan penuh
perhatian. Sinar matanya tajam sekali.
Kanemon memperkenalkan Yoko pada ayahnya.
Yoko membungkukkan badannya memberi hormat.
Begitupun Sakuni. Bapak itu menganggukkan kepala
nya. Kedua matanya terus memperhatikan Yoko
dengan penuh curiga.
"Anak muda, kau datang dari mana? Apakah
maksudmu datang ke desa sepi ini dengan membawa
senjata?"
"Bapak, namaku Yoko. Aku datang dari pulau
Okinawa. Aku datang kesini akan mencari keterangan21
dan mendapatkan tempat pondokan untuk
sementara. Aku sedang menjalankan tugas yang diberi
kan oleh guruku."
Bapak Hiragai merasa simpatik pada Yoko yang
berbicara dengan sopan-santun.
"Tentang tempat menginap kau tak usah cari
kemana-mana. Kau boleh tinggal di sini, bila
kedatanganmu ini bermaksud baik. Kebetulan aku
mempunyai sebuah kamar kosong. Namun tugas
apakah yang kau harus lakukan?"
"Sensei perintahkan aku akan mencari itu
penari maut yang menamakan dirinya dewi Uzume
no-Mikoto," sahut Yoko.
Kedua mata bapak Hiragai terbelalak.
"Apa katamu? Kau hendak mencari dewi
Uzume?!" seru bapak Hiragai dengan terperanjat.
"Betul, bapak. Aku hendak mencari dewi Uzume
yang telah menyebarkan maut dan malapetaka di
kalangan rakyat jelata."
Bapak Hiragai menggeleng-gelengkan kepalanya.
Matanya bersinar suram.22
"Lebih baik kau kembali saja ke Okinawa, anak
muda. Sebab mencari dewi Uzume berarti mencari
mati! Apapula kalau kau hendak melawan dia!"
Yoko tersenyum. Ia merasa sangat heran mengapa
para penduduk desa takut benar pada dewi Uzume.
Bapak Hiragai masuk kedalam akan memakai baju dan
menukar celananya yang kotor dengan lumpur itu.
Sakuni memohon diri.
Ketika bapak Hiragai keluar pula, sang putera masuk,
meninggalkan tamunya. Teruko keluar membawa
cawan teh untuk ayahnya, yang diletakkan di
hadapannya. Perlahan lahan dia isikan pula cawan
Yoko. Teruko mencuri pandang kearah pemuda yang
tampan itu. Tersiraplah darahnya ketika lirikannya
bertumbukan dengan pandangan Yoko yang tengah
menatap dirinya dengan kagum. Dengan wajah merah
padam Teruko tersipu-sipu masuk kedalam.
"Mencari dewi Uzume adalah tugas yang
diperintahkan oleh guruku." menerangkan Yoko. "Aku
tidak boleh kembali sebelum selesai menjalankan
nya."
"Itulah suatu tugas yang sangat berbahaya!
Pahlawan-pahlawan Shogun juga tidak berani mencari
dewi itu, meskipun mereka tahu dewi itu mengganggu23
rakyat," kata bapak Hiragai, "Masakan gurumu tidak
mengetahui hal itu? Apakah ia kira dengan mengirim
kau seorang diri saja, dia akan berhasil menumbang
kan kekuasaan dewi Uzume yang sangat sakti itu?"
Yoko menghela napas panjang. Ia tundukkan kepala
nya. Ia belum pernah melihat wajahnya dewi Uzume.
Ia belum mengetahui sampai dimanakah kesaktian
wanita penyebar maut itu. Namun tugas tetap
merupakan tugas! Bagaimana berbahayapun harus
dijalankannya juga. Masih bergemalah di telinganya
perintah gurunya yang diucapkan pada suatu pagi:
"Yoko, muridku! Kau harus melakukan suatu
tugas yang sangat berbahaya, namun aku yakin kau
dapat menjalankannya. Berlakulah selalu ramah
tamah dalam perjalananmu. Jangan pamerkan
Karatemu! Karate bukan untuk menyerang. Karate
hanya untuk membela diri! Jagalah dirimu agar jangan
sampai membikin heboh dan ditangkap oleh
pahlawan-pahlawan Shogun. Pergilah ke pulau Kyushu
dan binasakan itu wanita penyebar maut yang
menamakan dirinya dewi Uzume-no-Mikoto! Itu
wanita jahat yang berani memakai nama dewi yang
sangat agung. Hancurkanlah semua kekuasaan dan
pengaruhnya! Terimalah ini pedang Samurai, pedang
sakti dari perguruan kita. Jagalah baik-baik senjata24
pusaka ini. Waspadalah dalam tugasmu! Kembalilah
ke Okinawa dengan membawa kemenangan!"
Yoko tersedar dari lamunannya ketika bapak Hiragai
berkata:
"Dewi Uzume bertahta di lembah pegunungan
Asosan yang sangat curam. Letaknya di sebelah utara
dari desa ini. Aku sendiri tidak tahu tempatnya yang
benar, karena aku tidak berani pergi ke pegunungan
itu. Tiada seorangpun yang mempunyai nyali akan
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencari dewi itu."
"Bapak yang berbudi, apakah aku boleh tinggal
untuk beberapa hari di rumah bapak sebelum pergi
mendaki pegunungan itu? Aku ingin menyelidiki lebih
lanjut tentang kekuasaan dewi maut itu," memohon
Yoko.
Maksud Yoko sebenarnya bukanlah untuk menyelidiki
tentang dewi Uzume, karena keterangan apakah yang
ia harus cari lagi? Letak tempatnya dewi itu sudah
diberitahukan oleh bapak Hiragai. Bahaya-bahayanya
pun sudah dibentangkan. Namun sesungguhnya Yoko
hendak tinggal beberapa hari dirumah itu, karena
tertarik oleh kecantikannya Teruko. Sinar mata gadis
yang redup-redup alang itu telah menggoncangkan
hatinya.25
Menurut keterangan gurunya, dewi Uzume luar biasa
cantiknya. Apakah kecantikan sang dewi itu melebihi
kecantikannya Teruko? Entahlah! Yoko ingin sekali
menanyakan soal itu pada bapak Hiragai, namun ia
tidak berani. Lagipula bukankah bapak tua itu telah
mengatakan yang ia belum pernah melihat dewi
Uzume?
Bapak Hiragai tertawa, seakan-akan mengetahui
rahasia hati Yoko.
"Kau boleh tinggal di rumahku sesuka hatimu,
Yoko. Tetapi kau harus maklum, bahwa sebagai orang
desa aku tidak dapat melayani kau dengan sepantas
nya."
"Soal itu janganlah bapak pikirkan. Aku sudah
merasa girang bukan kepalang yang bapak sudi
perkenankan aku bernaung di sini," sahut Yoko.
***
Hawa udara semakin siang semakin panas. Matahari
pencarkan sinarnya bagaikan membakar. Tiba-tiba
angin menghembus sangat kerasnya. Daun-daun dan
ranting-ranting pohon bergerak-gerak bagaikan26
hendak patah. Debu di jalanan naik mengepul
berputar-putaran. Awan hitam menutupi sang surya.
Cuaca mulai gelap.
Ibu Kanemon berlari-lari masuk kedalam rumahnya.
Tercenganglah dia ketika melihat suaminya asyik
bercakap-cakap dengan seorang pemuda yang tak
dikenal.
Baru saja nyonya Hiragai melangkah masuk kedalam,
Yoko bangkit berdiri dan menghaturkan hormatnya.
"Bu, inilah tamu Yoko yang akan menginap
beberapa hari dirumah kita. Ia datang dari Okinawa,"
memperkenalkan Hiragai.
Nyonya tua itu membalas hormatnya Yoko seraya
bersenyum. Ia tidak berkata-kata. Sambil persilahkan
Yoko duduk pula, nyonya tua itu masuk kedalam
mencari puterinya.
Angin keras tidak lama disusul oleh turunnya hujan
yang amat lebatnya. Gemuruhlah suara itu.
Hiragai bangkit berdiri.
"Yoko, untuk sementara kau boleh pakai
kamarnya Kanemon. Kau tidur saja berdua dengan
Kanemon pada malam ini. Esok pagi akan kusuruh27
Kanemon bersihkan kamar belakang untuk kau pakai
sendiri."
"Janganlah bapak terlalu merepotkan diri untukku."
Kanemon keluar pula dan mengajak Yoko ke
kamarnya.
"Kau perlu beristirahat, Yoko. Jangan berlaku
sungkan-sungkan," ujar Kanemon. Tangannya
menjangkau kantong kulitnya Yoko untuk dibawa
masuk. Namun Yoko telah mendahuluinya
menyambar buntalan itu.
Bapak Hiragai masuk ke ruang dalam, diikuti oleh Yoko
dan Kanemon.
Hujan turun makin lebat. Suara guntur menggelegar
gelegar. Sebentar-bentar terlibat cahaya kilat yang
menyilaukan bagaikan hendak membelah bumi.28
II
KENTRONGAN RONDA terdengar dua kali dipalu.
Hujan tidak turun lagi, namun udara malam itu masih
gelap-gulita. Yoko tidak dapat tidur. Ia bulak-balik saja
diatas sebuah balai-balai. Di lain sudut dari kamar itu
terdapat sebuah balai-balai pula yang ditidurkan oleh
Kanemon. Rupanya Kanemon juga tak dapat pulas,
karena hawa udara dingin sekali.
Di atas sebuah meja pendek nampak lampu pelita
yang berkelak-kelik. Tak terdengar suara sedikitpun
jua.
Yoko rebah tertelentang. Ia memandang ke atas atap
rumah, namun dalam pikirannya sedang berkecamuk
berbagai-bagai persoalan. Apakah sang guru tidak
mengetahui yang dewi Uzume sangat saktinya?
Apakah sang guru yakin, bahwa dia seorang diri saja
dapat menghancurkan kekuasaannya penari maut itu?
Gurunya tentu tidak akan mengirimkan dia, jika beliau
tidak tahu pasti muridnya akan dapat binasakan
wanita iblis itu! Rupanya kepercayaan Yoko pada
gurunya menjadi makin tebal, karena tiba-tiba ia
mengkretakkan giginya dan berkata seorang diri:29
"Aku akan binasakan wanita iblis itu! Percuma
aku mempelajari ilmu bertahun-tahun, kalau aku tak
dapat lawan seorang wanita, biarpun dia sakti luar
biasa. Percuma aku menjadi muridnya sensei yang
tersohor dan disegani di kepulauan Okinawa!"
Diluar rumah keadaan sunyi sepi. Angin malam
berdesir-desir menyeramkan.
Pikiran Yoko beralih pada Teruko. Ia tersenyum.
"Sungguh aku beruntung, baru saja
menjejakkan telapak kakiku di pulau ini, aku sudah
bertemu seorang gadis cantik rupawan. Namanya pun
sangat merdu terdengarnya: Teruko. Teruko! Apakah
dewi Kannon yang sudah jumpakan kita berdua?"
Terbayanglah senyuman Teruko yang menggiurkan.
Lirikan mata Teruko yang redup-redup alang
mendebar-debarkan jantungnya Yoko. Apakah kini
Teruko sedang tidur dan mimpikan dirinya? Yoko
melamun.
"Tolong! Toloong!! Tolooong!!!"
Terdengar tiba-tiba suara orang wanita berteriak.
Yoko cepat-cepat lompat dari pembaringannya. Ia
menyambar pedang samurainya, hendak berlari30
keluar. Namun Kanemon telah bangkit dan
menghadang di tengah-tengah pintu kamar.
"Yoko, jangan keluar!" seru Kanemon cemas.
"Tunggu dulu! Kita menantikan ayah dulu!"
"Nanti terlambat, Kanemon! Orang itu perlu
segera ditolong. Kita tak dapat membiarkan dia
diancam bahaya!" hardik Yoko tak sabar.
"Kau tidak tahu keadaan di desa ini, Yoko!
Mungkin mereka itu adalah orang-orangnya dewi
Uzume yang hendak menculik wanita itu! Kalau benar
dugaanku, kau akan menghantarkan jiwamu pada
malam ini Yoko!"
"Dewi Uzume?!" teriak "Yoko. "Kebetulan
sekali! Memang aku hendak berjumpa padanya!
Minggir Kanemon! Jangan menahan aku!"
"Toloong!! Tolooong!!" terdengar pula suara
jeritan di malam buta. Keras, penuh nada ketakutan.
Tak sabar Yoko mendorong Kanemon kesamping.
Segera ia membuka pintu dan berlari-lari keluar. Di
serambi muka Yoko bertemu bapak Hiragai. Ia ini
sedang berdiri. Wajahnya tegang dan matanya
menatap amat suram.31
Yoko membuka pintu muka. Bapak Hiragai berseru
keras melarang dia, namun Yoko tak menghirau
kannya. Segera ia lompat keluar dan berlari pesat ke
arah suara d jeritan.
"Tolong Toloong!!"
Jeritan itu kini lemah suaranya. Tapi lebih
menyeramkan dan menyayatkan hati.
Bagaikan terbang Yoko melesat ke muka. Ia tiba di
jalanan yang becek dengan air hujan. Cuaca sangat
gelapnya. Berdebar-debarlah hati Yoko. Ia percepat
larinya!
Tiba-tiba ia melihat seorang gadis sedang menjerit
jerit di hadapan dua orang laki-laki berpakaian hitam.
Rupanya kedua penjahat ini hendak menculik gadis
remaja itu. Kini yang berbadan lebih kurus memeluk
mangsanya, yang segera meronta-ronta kecemasan.
Sedangkan satunya lagi yang berkumis segera
menghunus pedangnya! Kedua matanya bersinar
memandang kesana kemari bagaikan serigala, siap
sedia akan bertempur. Pedang samurai berkilau
kilauan di tangannya.
Perlahan-lahan Yoko bergerak mendekati. Matanya
berkilat-kilat digelap. Tiba-tiba ia tertawa dengan
kerasnya! Kedua penjahat itu terperanjat.32
"Hai, kawan-kawan! Kenapa kau hendak
melarikan gadis itu?!" bentak Yoko lantang.
Si Kumis berdiri cepat dengan mata berapi-api.
Si Kurus lekas-lekas melepaskan pelukannya dan
segera menghunus pula pedangnya. Tegang wajah
mereka! Yoko melirik ke arah gadis itu yang
bergemetar ketakutan.
"Hm! Sungguh manis korbanmu itu!" mengejek
Yoko. "Namun apakah kalian tidak dapat berbuat lebih
sopan terhadapnya?"
"Jangan banyak cakap!" hardik si Kumis dengan
gusar. "Siapakah kau, bocah cilik?! Jangan campur
urusan kami, kalau kau masih mau hidup terus!"
"Ha-ha-ha!" tawa ejek Yoko. "Kau masih
tanyakan siapa aku ini? Bukankah kau sudah sebut
namaku: Bocah-cilik? Sekarang lepaskan wanita itu!"
Si Kumis tidak berkata-kata lagi. Ia menikam dengan
hebatnya. Pedang bergerak menyambar ke arah tubuh
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yoko! Cepat bagaikan kilat Yoko mengelakkan diri.
"Tahan dulu!" seru Yoko. "Beritahukan dulu
apakah kalian orang-orangnya dewi Uzume, itu wanita
iblis penyebar maut?"33
Kedua penjahat merasa sangat heran yang Yoko tidak
pandang mata pada dewi sakti itu. Untuk menakutkan
Yoko, si Kumis berkata: "Betul, kami pahlawan
pahlawan dewi Uzume no-Mikoto. Enyahlah dari sini,
kalau kau tidak mau binasa di tangan pahlawan
pahlawannya dewi yang mulia Uzume!"
"Ha-ha-ha! Ha-ha-ha!" tawa Yoko pula. "Sangat
kebetulan sekali pertemuan kita ini. Maukah kawan
kawan hantarkan aku menjumpai dewimu?"
Si Kumis dan si Kurus tertegun. Suara tawa Yoko
menggetarkan hati mereka.
Tiba-tiba si Kurus teriakkan si Kumis: "Sudah, jangan
pedulikan dia! Lekas kita berlalu dari tempat ini!"
Kini si Kurus menghampiri pula gadis remaja itu yang
sudah compang-camping pakaiannya. Anak dara itu
sudah lelah tak berdaya. Kedua matanya yang basah
dengan airmata menatap mengharukan pada Yoko
memohon pertolongan.
"Hai! Tahan dulu! Mengapa kalian hendak pergi
lekas-lekas?" tegur Yoko seraya bergerak mendekati.
Si Kurus tak menghiraukan seruan Yoko. Ia masukkan
pedangnya dan membungkuk mendukung mangsa
nya.34
"Ha-ha-ha! Apakah dewi Uzume lebih cantik
daripada gadis itu?" mengejek Yoko.
Si Kumis mengerutkan keningnya. Ia yakin Yoko sudah
hilang ingatannya. Masakan dia begitu berani
mengejek-ejek dewi sakti Uzume, kalau dia bukan
seorang gila? Ia sendiri yang sudah bertahun-tahun
malang-melintang di dunia langlang buana, gentar
kepada dewi Uzume. Jangan kata mengejek dan
berniat berjumpa, mendengar namanya saja bulu
romanya sudah berdiri.
Kini si Kurus dan si Kumis membalikkan tubuhnya.
Mereka melangkah hendak meninggalkan Yoko.
Sekonyong-konyong Yoko loncat tinggi keatas!
Bagaikan terbang dia lewati kepala-kepalanya kedua
penjahat itu.
"Hai! Berhenti!" seru Yoko seraya turun meng
injak bumi.
"Minggir!" bentak si Kumis terperanjat.
Berbareng si Kurus meletakkan mangsanya dan
mencabut samurainya pula.
Dengan serentak mereka menerjang. Ganas bagaikan
banteng terluka. Sambaran pedang-pedang samurai
bertubi-tubi mengancam jiwa Yoko. Menderu-deru35
suaranya. Mendadak si Kumis berteriak keras dan
memperhebat serangannya. Samurainya bergerak
dengan tikaman yang membinasakan.
Yoko tersenyum. Bagaikan naga mengamuk di lautan
dia loncat kesana-kemari mengelakkan diri. Ia
perlihatkan kegesitan tubuhnya yang cekatan luar
biasa.
Sebentar ia melesat tinggi keatas, sebentar ia lompat
dengan lincahnya ke samping.
Melihat Yoko memandang rendah pada mereka,
kedua penjahat itu berteriak keras dengan gusarnya.
Kini mereka keluarkan segala ilmu dan tipu yang
membahayakan lawannya.
Di dalam gelap pertempuran makin seru. Cahaya
pedang berputar-putaran, menikam-nikam kesana
sini dengan dahsyatnya. Kedua penjahat itu tinggi juga
ilmunya. Mereka sebentar-bentar berteriak-teriak
mengerahkan seluruh tenaganya.
Yoko tertawa makin keras. Sekonyong-konyong
dengan sigapnya ia menendang! Tendangan tepat
menghantam lambung si Kumis. Seraya berteriak dia
roboh terpental. Tapi pada saat itu juga pedang si
Kurus turun menyambar ke arah kepala Yoko! Tak
sempatlah Yoko mengelah pula. Cepat laksana kilat,36
tangannya naik keatas. Ia keluarkan tenaga dalamnya
dan menghantam samping pedang samurai dengan
bagian bawah dari telapak tangan kanannya.
Pedang si Kurus terpental patah, melayang jauh ke
atas. Serentak Yoko melontarkan pukulan! Si Kurus
jatuh sambil keluarkan suara mengerikan.
Yoko berdiri tegak. Mendadak matanya menatap
tajam ke muka, jauh kearah gelap.
Bapak Hiragai dan Kanemon serta beberapa penduduk
desa nampak berjalan mendatang. Kanemon
membawa obor.
Yoko menunggu dengan tersenyum.
"Bapak Hiragai, dua penjahat ini adalah
pahlawan-pahlawannya dewi Uzume. Kini mereka
sudah tak berdaya lagi. Apakah bapak ingin
menghukum mereka?"
Wajah bapak Hiragai berubah pucat. Tidaklah berani
dia menghukum anak buahnya dewi Uzume. Ia kuatir
akan pembalasan kejam dari sang dewi.
"Lepaskan saja," sahut bapak Hiragai.37
"Apa?" seru Yoko dengan herannya. "Lepaskan
mereka tanpa diberi hukuman? Bapak sungguh
bijaksana!"
Bapak Hiragai tidak berkata-kata lagi. Puteranya pun
tak bersuara.
Melihat bapak dan anak itu tak bersemangat, Yoko lalu
ambil keputusan: "Bila mereka memberitahukan
padaku tempatnya dewi Uzume, barulah aku merdeka
kan mereka. Bila tidak, niscaya akan kubacok lengan
lengan mereka!"
Yoko menoleh kearah si Kumis yang bergemetar
karena ketakutan.
"Hai! Kau orang boleh pilih! Menghantarkan
aku kehadapan dewi Uzume atau tinggalkan disini
lengan-lenganmu!" ujar Yoko sambil mencabut
samurainya.
Si Kumis lekas-lekas berlutut di hadapan Yoko. Dengan
suara gemetar ia berkata: "Aku bukan orang-orangnya
dewi Uzume. Tadi aku sudah mendusta. Aku belum
pernah bertemu muka dengan dewi sakti itu. Namun
aku mendengar bahwa dewi Uzume sering menari di
lembah gunung Asoaan."38
"Bedebah!" teriak Yoko. "Kau berani
mendustakan aku! Baik, aku ampunkan kau. Tetapi
kau harus hantarkan aku ke lembah itu."
Para penduduk desa kini diam-diam pada bubar.
Mereka takut mendengar Yoko menyebut-nyebut
nama dewi Uzume.
"Kasihanilah selembar jiwaku, pendekar muda,"
meratap si Kumis. "Aku tidak berani pergi ke
tempatnya dewi Uzume. Lebih baik kau bunuh saja
diriku daripada aku harus menghantarkan kau ke
lembah maut itu. Aku takut menghadapi hukumannya
dewi Uzume!"
"Aduh! Aduh!" meratap si Kurus yang masih
menggeletak di tanah karena ia luka parah.
"Dasar kau bernyali tikus! Dengan seorang
wanita saja kau begitu takut!" bentak Yoko dengan
gusar.
Bapak Hiragai melangkah maju. Kini kepala desa itu
berbesar hati mendengar kedua penjahat itu bukan
nya pahlawan-pahlawan dewi Uzume.
"Bagaimana, Yoko? Apa kita hukum saja kedua
penjahat ini?"39
Yoko tertawa melihat kelakuan bapak Hiragai yang
mendadak sontak jadi bersemangat dan berani.
"Tidak, bapak Hiragai. Aku sudah janjikan
kemerdekaan pada mereka, kalau mereka memberi
tahukan tempat kediaman dewi Uzume.'"
"Tetapi mereka tidak mau menghantarkan kau
ke tempatnya sang dewi," ujar bapak Hiragai pula.
Yoko tersenyum.
"Sudahlah, biar aku pergi seorang sendiri saja
akan menjumpai dewi Uzume. Aku ingin lihat
tampangnya sang dewi yang begitu ditakuti bagaikan
iblis."
"Dia lebih kejam daripada iblis," bisik si Kumis.
"Sudah! Jangan banyak cakap lagi," bentak Yoko
"Enyahlah dari kampung ini! Bila kau orang berani lagi
mengganggu keamanan desa ini, pastilah aku binasa
kan kalian!"
Seraya menundukkan kepalanya, si Kumis mendukung
si Kurus. Lalu dengan terhuyung-huyung ia meng
hilang di malam gelap.40
Yoko memandang ke sekitar tempat itu. Ia mencari
gadis yang tadi hendak diculik. Rupanya gadis itu telah
lari pulang ke rumahnya ditengah Yoko bertempur.41
III
SANG SURYA baru saja mengintip dari sela-sela
pegunungan. Kabut tebal menutupi bumi. Hawa udara
dingin sekali.
Nampak seorang gadis cantik berpakaian kimono
putih dengan ikat pinggang warna hijau asyik berjalan
seorang diri. Geta ? bakiak yang melekat pada kedua
kakinya yang kecil mungil tak henti-hentinya
memperdengarkan suara berirama di pagi hari itu.
Suasana tenang. Angin pagi menghembus sepoi-sepoi
basah.
Gadis itu berjalan ke sebuah kuil yang menjulang tinggi
keangkasa dilembah pegunungan, yang kini tertutup
kabut putih. Si cantik masuk kedalam kuil yang megah
indah itu, melewati ruang yang sangat luasnya. Kini
nampak dia berlari-lari kearah patung dewi Kannon
ditengah ruang. Di hadapan patung besar yang terbuat
daripada batu putih itu ia berlutut dengan hikmatnya.
Kedua belah bibirnya yang merah delima berkemak
kemik mengucapkan doa.
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak beberapa lama ia bangkit berdiri, keluar lagi
kesamping kuil. Ia berjalan terus tanpa menoleh,42
melewati jalanan yang sangat bersih. Jalanan
membiluk kekiri, lalu melurus curam dari atas bukit.
Keadaan tetap sunyi-sepi. Tidak kelihatan seorang
manusiapun, tidak terdengar suara lain kecuali
kicauan ungas dan bunyinya geta yang menginjak
batu-batu kecil.
Si gadis berjalan terus, masuk kedalam semak-semak
belukar, lalu menghilang di sisi batu-batu gunung yang
sempit. Kini dihadapannya nampak sebuah istana
yang sangat indahnya. Istana itu tidak besar, dikelilingi
pepohonan dan tanaman-tanaman yang terawat
sangat baik. Pohon-pohon bunga tumbuh sekelompok
demi sekelompok dengan lebatnya. Bunganya bagus
bagus beraneka warna menyiarkan bau harum
semerbak.
Si gadis berjalan menghampiri istana itu. Perlahan
lahan dia dorong pintu rumah. Ia melangkah masuk
dan tanggalkan geta-nya. Di dalam ruang muka
nampak sebuah meja pendek di atas permadani yang
sangat indah. Sebuah pigura melukiskan pemandang
an alam tergantung pada dinding. Selain daripada itu
tidak terdapat lain lain barang.
Si gadis bergerak masuk kelain ruangan. Ia masuk
kedalam sebuah taman yang sungguh indah luar biasa.43
Ditengah-tengah taman terdapat kolam renang yang
airnya jernih kebiru-biruan. Pancuran yang mengalir
kan air memperdengarkan suara berkerosokan,
menimpa batu-batu pualam yang teratur rapi.
Ditaman itu terlihat pohon-pohon bunga berbaris
baris. Gadis cantik itu berjalan terus sambil menatap
ke muka bagaikan tak menghiraukan taman yang
seindah taman surga itu. Ia melewati jalanan yang
berlantaikan ubin merah tua yang berkilat-kilat. Si
jelita membeluk ke kanan.
Di muka sebuah pintu sorong ia berhenti. Perlahan
lahan ia mengetuk. Wajahnya agak tegang selagi
menantikan suara dari dalam. Sejenak terdengar suara
nan halus merdu: "...Masuk"
Si jelita mendorong pintu itu. Ia melangkah masuk dan
menutup pintu pula. Perlahan-lahan ia melangkah
kesebuah undak-undak, dimana tergantung sebuah
tirai sutera berwarna merah. Dengan hati berdebar
debar ia menyingkap tirai itu. Terlihatlah seorang
wanita muda sedang berduduk diatas pembaringan
senya menatap tajam kemuka. Ia bergaun kimono
halus nan putih metah. Wanita itu sangat cantik,
menggairahkan. Kulitnya halus putih bagaikan salju
gunung Fuji. Kedua matanya nan indah bersinar44
mempersonakan di atas mana berpeta sepasang alis
hitam yang melengkung bagaikan pelangi. Sungguh
luar biasa kecantikannya wanita itu!
"Ada apakah, Muzume? Pagi-pagi benar kau
menjumpai aku," terdengar suara wanita cantik itu.
Si gadis membungkukkan tubuhnya memberi hormat.
"Selamat pagi, bi-jieng," sahut si gadis dengan
suara agak gemetar. "Aku datang membawa berita
untuk dewi."
Wanita cantik itu tersenyum, "Berita penting apakah
sampaikan engkau begitu tergesa-gesa datang
jumpakan aku? Ceritakanlah, Hana."
Hana, si bunga jelita, menghampiri lebih dekat.
"Kemarin pagi di bawah kaki gunung telah
datang dua orang laki laki. Rupanya mereka adalah
kawanan perampok. yang satu berkumis dan
menamakan dirinya Uwahige, sementara yang tinggi
kurus bernama Sitaki. Mereka menceritakan pada
penduduk desa, bahwa seorang pemuda gagah
perkasa sedang mencari dewi Uzume-no-Mikoto.
Pemuda itu katanya sangat sombong, ia berani
mengejek-ejek bi-jieng. Kini ia berada di desa sebelah
selatan kota Miyazaki. Katanya ia datang di pulau45
Kyushu untuk membasmi dan menghancurkan
kekuasaan dewi Uzume."
"Apa?!" teriak sang dewi dengan gusar tak
terhingga. "Siapakah bedebah itu? Darimana datang
nya?"
Hana agak gemetar tatkala berkata.
"Kedua perampok sudah menyelidiki tentang
pemuda itu. Namanya Yoko, berasal dari pulau
Okinawa dan kini bernaung untuk sementara di
rumahnya kepala desa Hiragai."
Dewi Uzume kerutkan keningnya. Matanya bersinar
garang memandang kemuka. Wajahnya nan indah
mempersonakan kini berubah menakutkan. Kedua
halisnya bergerak naik keatas. Namun kecantikannya
tetap nampak, tak hilang sedikilpun. Heran, malah kini
tampaknya sang dewi lebih cantik! Lebih gairah dan
merangsang!
"Hm! Rupanya si perampok-peramok itu sudah
dipecundangi oleh si pemuda sombong! Maka ia telah
menyelidiki asal-usulnya dan sengaja menyebarkan
cerita dikalangan penduduk agar supaja kabar itu
sampai ke telingaku." Dewi Uzume diam sejenak. Lalu
ia berbisik seraya mengulum senyumannya.46
"Yoko?! Apakah ia berparas cakap?"
Hana menundukkan kepalanya dengan wajah ber
semu merah. "Itu tak diterangkan oleh mereka."
"Apa lagi yang diceritakan perampok-perampok
dungu itu, Muzume?"
"Katanya psmuda itu ingin menyaksikan tarian dewi!"
Sang dewi tertawa. Dengan gaya manja ia
menggeliatkan tubuhnya yang lemah-gemulai, lalu
berkata : "Baik, Hana! Kau boleh mengundurkan diri.
Aku akan mencari jalan untuk mengajar adat pada
pemuda itu. Bila dia buruk dan dungu, dia harus
binasa! Tetapi bila dia tampan, gagah-perkasa serta
pintar dia harus berhamba padaku!"
***
Yoko menghentikan Inngkahnya.
"Bapak, jalan manakah yang menuju ke gunung
Asosan?" tanya Yoko pada seorang petani tua yang
membajak sawah dengan asyiknya.47
Petani itu menghentikan pekerjaannya dan
memandang Yoko dengan heran.
"Apakah kau hendak mendaki gunung Asosan?"
balas tanya petani itu.
"Betul, bapak. Kata orang, puncak gunung
Asosan amat indahnya, maka aku ingin sekali melihat
nya."
"Bila kau ingin dengar nasehatku, lebih baik
janganlah kau teruskan maksudmu itu, anak-muda,"
ujar bapak tani dengan sungguh-sungguh. "Dilembah
gunung tidaklah aman, sangat berbahaya. Tak ada
seorang-pun di desa ini yang berani mendakinya."
Yoko pura-pura tidak mengetahui akan bahaya itu.
"Apakah banyak binatang buas?"
Bapak tani keluar dari sawatmja dan menghampiri
Yoko lebih dekat. Dengan suara sangat perlahan dia
rbfirbisik: "Kau seorang asing tentu tidaklah tahu
bahwa di pegunungan Asosan ada bertachta dewi
Uzume-no-Mikoto. Kita tidak berani mendaki gunung
itu karena kuatir akan menggusarkan dewi Uzume.
Kalau sang dewi murka, itulah berarti bencana!"
"Apakah sang dewi itu cantik?" menanya Yoko
sambil tersenyum.48
"Konon kabarnya dewi Uzume cantik luar biasa.
Kecantikannya bagaikan sang Ratu Malam. Aku
pernah mendaki gunung Asosan ketika diperintahkan
oleh dewi untuk membetulkan kuil Kannon yang
terletak dilembah gunung itu. Aku telah bertemu
dengan para muridnya dewi yang semuanya cantik
jelita. Kalau murid-muridnya begitu elok parasnya,
apapula sang dewi sendiri. Mungkin benar-benar dewi
Rembulan sudah menjelma kedalam dunia, dan kini
sedang bertaehta diatas gunung Asosan."
Wajah Yoko berkilat-kilat karena hasrat petualangan
nya kini merangsang-rangsang.
"Bapak, aku ingin sekali berjumpa pada dewi
Uzume. Tunjukkanlah aku jalannya" mohon Yoko.
"Tidak mungkin kau menemukan sang dewi. Bila
kau memaksa hendak mendaki gunung Asosan, berarti
kau mencari mati" ujar bapak tani dengan sungguh
sungguh. "Hai! Apakah kau bukan itu anak-muda yang
bernama Yoko?!" serunya tiba-tiba.
Yoko terperanjat. Ia tidak duga, bapak tani itu
mengetahui namanya.
"Betul, bapak. Darimanakah kau tahu namaku?!"49
"Hm! Lekaslah kau pergi dari sini! Kau sudah
bercakap-cakap dengan daku. Kalau salah satu murid
nya dewi mendapat tahu, pasti aku mendapat susah!"
hardik bapak tani yang berubah menjadi kasar. Ia
membalikkan tubuhnya hendak melangkah ketengah
sawah akan meneruskan pekerjaannya.
"Tunggu dulu. Bapak! Aku mau bertanya
sebentar. Kalau kau sudah menjawabnya, segera aku
akan pergi dan tidak mengganggu lagi."
Bapak tani menoleh. Pikirnya lebih baik ia menjawab
saja pertanyaan Yoko, supaya bebas dari gangguan
pemuda asing yang bersorenkan pedang samurai di
pinggangnya.
"Bapak, dari manakah kau dapat tahu namaku Yoko?"
Petani itu melihat dulu kesekitarnya. Kemudian ia
menyahuti
"Beberapa hari yang lalu telah datang dua orang
laki-laki kedesa ini. Mereka menceritakan penduduk
desa, bahwa di sebelah selatan kota Miyazaki ada
seorang pemuda bernama Yoko yang mengejek-ejek
dewi Uzume dan hendak menumbangkan kekuasaan
nya. Yoko ingin menyaksikan tarian sang dewi, ia akan
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membunuh dewi sakti itu dengan pedang samurainya.50
Ia hendak membakar dan menghancur-leburkan
istana sang dewi."
Yoko tertawa terbahak-bahak.
"Apakah mereka itu perampok-perampok yang
berkumis dan yang berbadan tinggi-kurus?"
"Bahwa mereka ada perampok, itu aku tidak
tahu. Yang aku tahu ialah si Kumis bernama Uwahige
dan si kurus bernama Sitaki. Pada tubuh si kurus itu,
yang mungkin berasal dari Korea, kelihatan bekas
bekas luka parah."
"Terima-kasih, bapak. Kini aku sudah mendapat
keterangan cukup dari bapak. Aku tak mengganggu
lagi padamu."
Yoko sangat mendongkol kepada perampok
perampok itu. Tentu mereka bermaksud agar supaya
dewi Uzume mendapat tahu akan kedatangannya dan
mencelakakan dirinya. Kini sang dewi tentu sudah
murka dan sedang menantikan kedatangannya, pikir
Yoko.
Ketika Yoko hendak berlalu, ia berseru pada si bapak
tani yang sudah berada ditengah sawah: "Bapak,
tunjukkanlah jalannya kemana aku harus menuju!"51
Tapi bapak tani tak menghiraukan seruan Yoko. Ia
membajak terus tanpa menoleh. Yoko tak memaksa.
Ia melangkah kearah utara dengan penuh semangat.
Belum lama berjalan, tibalah dia disebuah
perkampungan. Para penduduk memandang Yoko
dengan penuh perhatian, namun mereka berdiam diri
saja. Yoko mananyakan jalan menuju lembah gunung
Asosan, tapi tidak seorangpun yang berani
memberikan keterangan. Mereka semuanya
menggeleng-gelengkan kepala menyatakan tidak
tahu. Rupanya penduduk kampung tahu, bahwa
mereka berhadapan dengan Yoko, itu pemuda
sombong yang menangtang dewi Uzume.
Terpaksa Yoko berjalan terus Ia pergi kearah timur,
membelok ke utara lalu mengikuti jalanan kecil yang
melingkar-lingkar. Sebentar-bentar ia tiba di suatu
jalanan buntu, namun ia tidak lekas putus asa. Ia balik
lagi dengan hati penasaran. Lama juga Yoko berputar
putar, masuk keluar semak-semak dan melewati
selokan-selokan, tapi akhirnya ia tiba disebuah jalanan
yang menanjak. Kegirangan dia melari-lari mendaki
jalanan itu yang betul saja menuju keatas bukit di
lamping pegunungan Asosan.52
Hawa udara sejuk nyaman. Matahari bersinar di-balik
kabut-kabut putih. Karena ingin lekas sampai di
puncak, Yoko telah berjalan amat cepatnya. Berkat
ilmunya yang tinggi ia tidak menjadi lelah. Ia kerahkan
seluruh tenaga dalamnya, hingga makin cepat ia
bergerak. Akhirnya ia berlari bagaikan terbang.
Kini tibalah Yoko di simpang jalan. Ia berhenti
sebentar. Dikejauhan nampak sebuah kuil yang men
julang tinggi keawan yang kelu-u-biruan Nah, itulah
rupanya kuil yang dimaksudkan oleh bapak tani h Hati
Yoko girang bukan kepalang, ternyata ia tidak kesasar.
Kini ia tiba ditempat dewi Uzume! Ia ringankan
tubuhnya, lalu melesat cepat kekuil itu.
Dimuka kuil yang sangat indah-agung, Yoko berdiam
sejenak. Keadaan disekitarnya sunyi-aenjap, Tiada
seorang manusia yang luuncul. Tiada sesuatu yang
mencurigakan. Hanya terdengar suara angin meniup
bersilir-silir diantara daun-daun pepohonan yang
tumbuh sangat lebatnya. Ungasungas berkicauan
sangat riangnya, berterbangan dan melompat lompat
dengan berisiknya dari satu kelain dahan. Bunga
bunga sedang berkembang dan menjiarkan bau
harum semerbak.53
Hati Yoko berdebar- debar. Agak menyeramkan
suasana dalam kuil itu, terlampau sepi. Kemudian ia
mengitari kuil itu Dibelakang kuil ia melihat sebuah
taman yang sangat indah dan mengesankan, dengan
bungc-bunga yang beraneka warna.
Sayang, Yoko tidak dapat melihat jalanan kecil yang
tertutup rapat dengan pepohonan disudut taman.
Itulah jalanan yang menembus kelamping gunung,
ialah jalanan rahasia keistananya dewi Uzume!
Perlahan-lahan Yoko membalikkan tubuhnya.Ia
berjalan pula kedepan. Keadaan masih sunyi sepi.
Sejenak Yoko berdiri tegak dimuka pintu. Bayangan
nya terlukis nyata di tanah. Tubuh yang tegap teguh
dan pedang samurai yang seolah-olah bersatu dengan
dirinya.
Kini Yoko melangkah masuk. Berindap-indap ia
bergerak seperti jalannya seekor serigala. Matanya
menatap tajam kedepan, berkilat-kilat penuh hasrat
pertempuran. Ia sudah siap-sedia akan menghadapi
segala kemungkinan. Selangkah demi selangkah ia
maju ke sebuah ruang yang luas. Sekonyong-konyong
matanya bersinar keheranan! Ia melihat sebuah
patung dewi Kannon yang besar. Matanya54
memandang ke sekitar ruang itu, namun ia tidak
melihat manusia atau sesuatu yang mencurigakaunya.
Yoko bergerak menghampiri patung itu. Ia men
jatuhkan dirinya dihadapan dewi pengasih dan
penyayang itu. Berulang-ulang penuh hikmat ia
menciumi kaki patung. Sejenak Yoko mendongakkan
kepalanya memandang wajah dewi Kannon yang
seolah-olah sedang bersenyum kepadanya.
Dengan sujud Yoko menundukkan kepalanya pula.
Mulutnya berkemak-kemik:
"Oh, Dewi cinta, pengasih dan penyayang. Dewi
nan kupuja dan kusanjung, terimalah hormat
hambamu, Yoko. Aku datang dari pulau Okinawa Kini
kebetulan aku menjumpai patung Dewi pujaanku, aku
mohon keberkahan. Semoga Dewi suka melindungi
diriku dalam menunaikan tugasku..."
Seolah-olah ada kekuatan gaib yang menitahkannya,
Yoko mengulurkan tangan kanannya akan memegang
kaki patung itu. Terkejutlah Yoko! Cepat laksana kilat
Yoko menarik tangannya kembali. Kaki patung itu yang
tadi ia rasakan dingin dan keras, kini terasa hangat dan
empuk. Apakah patung itu berjiwa?! Ketika ia hendak
memegang pula, kaki yang putih itu bergeser sedikit.
Yoko terperanjat!55
Yoko hendak bangkit, namun dia rasakan kedua
kakinya bagaikan terpaku diatas lantai. Dengan hati
berdebar-debar keras ia mendongakkan kepalanya.
Yoko menjerit! Patung batu putih itu benar-benar
berjiwa. Dihadapannya berdiri hidup bernyawa... dewi
Kannon!! Dewi cantik itu tersenyum.
Yoko tertegun. Ia hendak berbicara namun senyuman
itu membikin dia menjadi bisu. Perlahan-lahan tangan
dewi cantik itu bergerak menurun. Jari-jari yang lentik
halus mendekati mukanya. Tangan yang berbau
harum semerbak mengusap kelopak matanya. Ketika
jari-jari itu menyentuh kelopak matanya, tubuh Yoko
bergemetar. Rasa kantuk tak terhingga menyerang
dirinya. Kedua matanya menutup rapat. Ia paksakan
akan membukanya pula, namun dia tak bertenaga lagi.
Akhirnya Yoko tertidur nyenyak di bawah kaki patung
dewi Kannon...
***
"Muzutne Hana ? gadis Hana!" terdengar
suara halus merdu memanggil.56
Hana berlari-lari memasuki ruang dewi Uzume.
Setibanya didekat undak-undakan dia menanggalkan
sandalnya dan menjingkap tirai merah tua itu.
Dewi Uzume sedang berduduk diatas tatami ?
permadani yang berwarna biru-tua.
"Pemuda Yoko kini sedang tidur njenjak
dibawah kaki patung dewi Kannon. Sungguh gagah
dan tampan rupanya! Kau akan tertawa terbahak
bahak bila mendengar ia berteriak karena ketakutan,
ketika aku menggantikan tempatnya dewi Kannon.
Waktu ia sedang menundukkan kepalanya, aku sudah
menghilangkan patung Kannon dari pandangannya.
Kemudian aku berdiri dimuka patung itu. Ia kaget
bukan kepalang ketika meraba kakiku. Hi-hi-hi! Yoko,
Yoko! Kau hendak binasakan daku? Tetapi aku tidak
marah. Kau harus menjadi hambaku. Aku sangat
butuhkan pemuda-pemuda yang cakap gagah-perkasa
untuk mencapai tujuanku."
Dewi Uzume tertawa. Ia membetulkan jubah putih
yang melekat pada tubuhnya, jubah yang ia telah
pakai ketika menidurkan Yoko.
"Hana menantikan perintah lebih jauh dari bi
jieng," menegur Hana.57
Tanpa menoleh dewi Uzume menyahuti, "Sebentar
malam aku hendak lakukan upacara tarian.
Beritahukanlah saudara-saudaramu akan menyiapkan
segala keperluan. Yoko akan menjyaksikan tarian kita,
tapi ia tidak boleh bergerak! Matanya boleh melihat
dan pikirannya boleh sadar, namun semua anggota
tubuhnya harus lemas tak berdaya."
"Hai, bi-jieng.'" seru Hana.
"Bila sudah tiba waktunya, bersama-sama Bara
kau angkat pemuda itu. Letakkan dia sedikit jauh dari
tempat upacara, namun Yoko harus dapat melihat
tarian dengan tegas! Kini berikan ia Mizu Tsuki-hosji ?
Air Rembulan-Bintang untuk melemahkan tubuhnya."
"Hana akan menjalankan perintah bi-jieng"
sahut si gadis, murid yang paling dipercaya oleh dewi
Uzume.
Ketika Hana berlalu mengundurkan diri, dewi Uzume
mengguman seorang diri. "Sungguh sayang kalau aku
terpaksa membinasakan dikau, Yoko. Kau sangat,
gagah dan cakap. Mungkin kau pun pintar. Sudah lama
kucari-cari seorang pemuda idam-idamanku. Baru hari
ini aku ketemukan hasrat hatiku. Dia adalah dikau
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yoko! Kau tidak akan binasa seperti itu kerbau-kerbau58
dungu yang berani mencoba-coba kekuasaanku. Kau
akan kujadikan... hambaku yang istimewa!"59
IV
LAPAT-LAPAT terdengar suara seruling dibawa angin
malam, mengalun tinggi disusul suara tambur yang
ditabuh sangat kerasnya.
Yoko tersedar dan terperanjat. Ia melekkan kedua
matanya. Ia mendapatkan dirinya duduk diatas
sebuah batu besar dalam taman. Ia hendak bangkit
berdiri tapi tak kuat akan menggerakkan anggota
badannya pula.
Di manakah kini ia berada, pikirnya dengan hati
cemas.
Di kejauhan nampak berkobar-kobar api ungun
menerangi tempat itu. Di sekitarnya berdiri belasan
gadis, berpakaian kimono putih dengan ikat pinggang
berwarna kuning.
"Apakah kini aku berada disurga," pikir Yoko.
"Bukankah gadis gadis itu sebenarnya bidadari
bidadari yang sedang bermain-main di taman
nirwana?"
Sejenak terdengar pula suara seruling, mengalun-alun
seperti gelombang pasang. Tiupan yang menyeram
kan!60
Serentak gadis-gadis cantik-jelita itu menjatuhkan
dirinya berlutut diatas tanah. Suara tabuhan
terdengar semakin gencar dan keras hingga
membisingkan. Tiupan seruling kemudian berubah
nadanya. Iramanya menjadi lebih hidup dan kuat.
Sekonyong-konyong dari kegelapan keluarlah seorang
wanita. Berpakaian kimono putih dan di dadanya
melekat sebuah peniti bermata batu mirah yang
berkilau-kilauan bagaikan bara. Dengan agungnya dia
melangkah mendekati api ungun. Tangannya
memegang sebuah kipas bundar yang digerak
gerakkan mengipasi badannya. Sungguh cantik wanita
itu!
Hati Yoko berdebar-debar. Dengan mata terbelalak ia
memandang wanita cantik itu, seakan-akan ia hendak
menelannya.
Yoko tidak mengenali, bahwa wanita itulah yang telah
menidurkan dirinya, ketika ia berlutut di bawah kaki
patung dewi Kannon.
"Hai, alangkah cantik wanita itu!" kata Yoko
seorang diri. "Belum pernah aku melihat seorang
wanita demikian eloknya! Mungkin dia wanita
tercantik di dunia ini. Atau aku kini berada disurga?61
Masakan di dalam dunia ada seorang wanita yang
demikian cantiknya?"
Ketika wanita itu berada dekat api ungun, gadis-gadis
yang sedang berlutut dengan serentak berseru:
"Bi-jieng! Bi-jieng!"
Yoko mengerutkan keningnya. Bi-jieng? pikir Yoko. Bi
jieng berarti wanita cantik. Jika gadis itu memanggil
dia wanita cantik, tentu si jelita itu bukannya dewi.
Melainkan seorang manusia biasa saja!
Yoko ingin menggigit jarinya akan mengetahui apakah
ia sedang bermimpi atau tidak, tetapi ia tak dapat
menggerakkan tangannya.
Kini suara seruling dan tabuhan berhenti. Wanita
cantik itu naik keatas sebuah batu besar.
"Bangkitlah, muzune-muzune ? gadis-gadis!
Duduklah di tempatmu masing-masing. Aku sangat
gembira melihat wajah kalian yang cantik jelita. Aku
sangat bahagia memandang sinar mata kalian yang
suci dan setia!"
Dewi Uzume-no-Mikoto menggerakkan kipasnya
dengan penuh gaya. Para gadis itu tak ada yang
bersuara, mereka terpengaruh oleh suara yang
bagaikan mempunyai kekuatan dahsyat. Dengan62
kipasnya dewi Uzume memberi tanda kearah gadis
gadis yang memegang tambur. Serentak terdengar
pula suara seruling, diseling dengan suara tetabuhan.
Sang dewi melemaskan tubuhnya. Ia mulai menari
dengan kipas di tangan. Gayanya sangat menarik dan
halus. Perlahan lahan menuruti irama yang mengalun
ia menggerakkan tangannya ke atas ke bawah.
Matanya melirik tajam ketika kepalanya bergetar ke
samping. Kipasnya bergerak pula dengan gaya yang
mempesonakan. Lemas sekali tubuhnya!
Suara tetabuhan keras nadanya. Tariannya si cantik
makin indah, makin menggairahkan. Makin tajam
lirikan matanya.
Yoko terperanjat. Dibelakang gerakan tarian yang
lemah lunglai kelihatan itu tersembunyi suatu
kekuatan yang maha dahsyat!
Yoko mengenalinya! Itulah gerakan Karate!! Kekuatan
yang amat berbahaya bagi kemanusiaan jika
dipergunakan salah oleh orang yang tak bertanggung
jawab! Ia yakin wanita cantik itu tinggi sekali ilmunya.
Siapakah gerangan si jelita itu, pikir Yoko dengan
cemas. Peluh dingin keluar membasahi seluruh
tubuhnya.63
Sekonyong-konyong pikiran jernih menguasai pula
dirinya. Alangkah kagetnya Yoko, ketika ia insaf bahwa
ia kini berada dalam sarangnya dewi Uzume-no
Mikoto! Dan tarian itu adalah tarian maut di lembah
pegunungan Asosan! Cara bagaimanakah ia bisa
berada ditempat ini? Yoko tidak sempat memikirkan
nya, karena kedua matanya kini melihat pandangan
yang lebih hebat lagi. Suara seruling dan tambur makin
keras, makin gemuruh. Sang dewi menari makin cepat.
Gerakan tangan dan tendangan kakinya kini keras dan
penuh tenaga! Benarlah dugaan Yoko bahwa tarian itu
memang bukanlah tarian biasa, melainkan pukulan
pukulan dan tendangan-tendangan Karate yang
membinasakan!
Dan puluhan gadis gadis cantik yang tadinya
menonton saja kini ikut menari! Berputar-putaran
seperti naga berkecimpungan dalam samudera. Lincah
bagaikan kera, namun dahsyat tak terkira. Gerakan
tangan mereka keras sekali, berkesiur bagaikan angin.
Gerakan kaki penuh tenaga namun tetap bergaya.
Yoko bergidik. Jika puluhan gadis-gadis itu terus
berlatih hingga dapat menandingi ilmunya dewi
Uzume, niscaya dengan mudah mereka dapat
menguasai seluruh negara! Tak ada kekuatan yang
dapat melawan dan menumpas mereka!64
Yoko ingin menerjang. Ia ingin menghunus pedang
samurainya akan membabat binasakan dewi Uzume
beserta pengikut-pengikutnya, tetapi ia tak dapat
gerakkan kaki tangannya. Ia berteriak, namun
suaranya bagaikan hilang di lehernya. Ia cemas tak
kepalang. Ia tak dapat berbuat apa-apa selainnya
menonton saja pertunjukan tarian maut itu.
Tiba-tiba dewi Uzume hentikan tariannya. Suara
tetabuhan serentak berhenti. Puluhan gadis itu pun
berhenti menari. Sang dewi memandang kearah
mereka dengan puas. Tiba-tiba ia berseru dengan
lantang:
"Dunia dewasa ini sudah penuh dengan
kebodohan dan keburukan! Sifat bodoh dan buruk itu
mempengaruhi pikiran manusia. Kaum pria telah gagal
menciptakan dunia yang bebas dari keburukan dan
kebodohan. Mereka berperang, bertarung mati
matian namun mereka tak dapat menjernihkan dunia!
Sifat kebodohan dan keburukan itu bukan saja
meracuni alam pikiran manusia, malahan juga me
racuni udara yang kita hirup! Maka kini adalah
kewajiban kaum wanita untuk membebaskan dunia
dari sifat-sifat itu! Inilah kewajiban kalian, wahai gadis
gadis jelita di hadapanku!"65
"Bi-jieng..." teriak gadis-gadis itu serentak
dengan gemuruhnya.
Dewi Uzume memandang tajam dengan matanya yang
redup alang-alang.
"Kecantikan bila dipergunakan dengan tepat
berarti kekuatan! Kecantikan harus menggantikan
keburukan. Senjata kita berdasarkan kecantikan, maka
wanita mempunyai kekuatan-kekuatan rahasia yang
dahsyat? Senjata yang paling ampuh dan tertua dalam
sejarah manusia. Dengan senjata ini kita dapat
mempengaruhi segala bidang kesenian ilmiah dan
sebagainya. Karena kaum pria bagaimanapun cerdas
otaknya, bagaimana kuatnya pun jua, namun mereka
harus menjadi budak dari kecantikan! Kita telah
berjalan jauh. Namun kita harus berjalan terus maju
kemuka sampaikan tercapai cita-cita kita yang maha
suci. Yaitu melenyapkan keburukan dan kebodohan
dari dunia ini! Bertahun-tahun kaum wanita sudah
gagal melakukan tugasnya, namun kini kita tidak mau
dan tidak akan gagal pula! Kini kitalah yang akan
menyerang terlebih dahulu!!"
Tepuk tangan dan seruan yang sangat merdu
terdengar gegap-gempita.66
"Wanita dipandang oleh kaum pria seperti
sebuah perahu yang dapat dikendalikan semau
maunya. Namun kaum laki-laki tidak insyaf bahwa
sebetulnya wanita adalah sumber daripada
mengalirnya kecantikan dan... kekuatan! Itu lambang
yang melekat pada dadamu ialah seekor ular di
tengah-tengah bunga Sakura berarti kebanggaan kita.
Bila wanita berbergerak, pengaruhnya tak kelihatan.
Bila wanita menyerang, serangannya pasti
membinasakan!"
"Bi-jieng!! Bi-jieng!!"
Yoko terperanjat! Dari setadi ia diam saja
mendengarkan kata-kata dewi Uzume. Kini ia
mengetahui maksud dan tujuan dewi Uzume, yang
ingin membasmi keburukan dan kebodohan dengan
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jalan kekerasan. Maksudnya dewi Uzume yang
tersembunyi pun diketahui oleh Yoko yang cerdik itu.
Ia telah tarik kesimpulan, bahwa wanita itu berhasrat
menghilangkan keburukan dan kebodohan dari dalam
dunia ini. Inilah berarti: wanita itu serta para
pengikutnya berhasrat membinasakan semua orang
yang berwajah buruk atau bercacat. Ia mengumpulkan
wanita-wanita cantik untuk dipergunakan akan
mendapatkan keturunan-keturunan yang cantik pula.
Bila dugaan Yoko tidak keliru, pasti dewi Uzume-no-67
Mikoto akan mengumpulkan juga pria yang gagah
gagah serta cakap!
Dewi Uzume-no-Mikoto bersenyum. Dengan gaya nan
ayu dia gerakkan kipas bundar kearah para
pengikutnya.
"Kita berkumpul pada malam ini akan
menggembleng semangat. Lagipula aku mempunyai
suatu usul yang hendak kukemukakan. Aku ingin
mengambil pula seorang muzume untuk memper
banyak barisan kita. Gadis itu dari keluarga baik-baik.
Ia sangat pintar-cerdik dan cantik-jelita. Gadis itu
bernama Teruko, puteri tunggal dari keluarga Hiragai.
Apakah kalian setuju?"
Suara teriakan setuju serempak terdengar.
Yoko menjadi pucat! Dengan tegas ia mendengar
bahwa dewi Uzume ingin mengambil Teruko. Gadis
cantik yang telah mengisi hatinya. Teruko akan
menjadi mangsa dewi Uzume! Teruko akan diculik dan
dibawa kesarangnya dewi maut itu! Tidak!!
Dengan paksakan tenaganya, Yoko gerakkan kaki
tangannya. Tetapi bagaimanapun dia mencoba,
tidaklah dapat ia gerakkannya, walaupun sedikit saja.
Tubuhnya seperti patung batu yang tak berjiwa. Hanya
kedua matanya dapat memandang, dan pikiran-nya68
dapat berpikir dengan sadar. Ia meronta-ronta terus.
Sejenak angin halus bersilir pada mukanya. Yoko
rasakan dua jari nan halus menyentuh kelopak
matanya, namun ia tak dapat melihat orangnya. Ia
tidak sempat membuka pula matanya, karena begitu
jari-jari itu mengusap, segera kelopak matanya
menutup rapat. Yoko merasa kantuk sekali. Ia
tertidur...
***
Dalam tidurnya Yoko merasa badannya terangkat naik
ke atas udara. Tubuhnya mengapung tinggi di udara
bebas, tak tentu arahnya. Ngeri sekali. Ia tidak tahu
berapa lama ia berada diatas udara. Ketika ia
memandang kebawah, terlihatlah seutas tali sutera
mengikat dirinya. Tali sutera itu turun kebawah.
Perlahan-lahan tali sutera itu menarik badannya. Kini
ia melayang turun Ia turun keatas sebuah kuil.
Badannya tertarik masuk melalui atap-atap kuil.
Yoko terperanjat! Matanya menatap ke bawah
keheran-heranan. Ia melihat dibawah kaki patung
Kannon ditengah ruang kuil, dirinya sedang berlutut
seraya menundukkan kepalanya. Sungguh aneh! Ada69
dua Yoko?! yang satu sedang berlutut dan yang satu
lagi sedang melayang mendekati patung Kannon itu.
Manakah sebenarnya Yoko yang asli? Sungguh gaib!
"Apakah aku sedang bermimpi?" tanya Yoko,
seorang diri.
Ketika ia memperhatikan tali sutera yang mengikat
tubuhnya, ujung satunya lagi mengikat Yoko yang
sedang berlutut.
Perlahan-lahan Yoko bergerak turun dari atas udara,
mengikuti tarikan tali sutera itu, bergerak mendekati
Yoko yang sedang berlutut. Tali sutera makin pendek
dan makin pendek! Ia rasakan kepalanya pusing sekali.
Mendadak Yoko yang turun dari udara dengan cepat
masuk kedalam tubuh Yoko yang sedang berlutut!
Perlahan-lahan Yoko tersadar. Ia membuka kedua
matanya. Ia sangat heran. Apakah barusan dia
bermimpi, pikirnya. Mustahil dalam dunia ini bisa ada
kejadian demikian gaibnya! Ia coba gerakkan kaki
tangannya. Ia dapat bergerak! Yoko cepat-cepat
bangkit berdiri. Di luar kuil terlihat cahaya matahari.
Dengan girang Yoko berlari keluar. Ia hirup hawa
udara pagi yang sejuk.
Sekonyong-konyong teringatlah Yoko akan
pengalamannya semalam. Terkilas dalam pikirannya70
kata-kata dewi Uzume yang hendak mengambil
Teruko! Yoko berlari ke sisi kuil. Ia mencari itu tempat
di mana semalam telah diadakan tarian maut. Ia
berlari masuk kedalam taman yang berada dibelakang
kuil, namun tidak terlihat bekas-bekasnya.
Yoko sangat penasaran. Mendadak ia berteriak-teriak
memanggil orang, namun tiada seorang manu-siapun
yang menyahuti dia. Hanya terdengar kumandang
suaranya sendiri yang berbalik dari lamping gunung.
Seekor binatangpun tidak tertampak disekitar tempat
itu. Keadaan sangat sunyi. Terlampau sunyinya.
Yoko jatuhkan dirinya diatas rumput. Ia harus berpikir.
Cara bagaimanakah ia harus menolong Teruko dari
culikan wanita iblis itu? Bila kini ia bertemu dewi
Uzume, sudah pasti ia akan serang dan binasakan dia!
Namun jangankan dewi Uzume, para muridnya pun
tidak kelihatan batang hidungnya.
Yoko berpikir keras. Apakah mungkin semalam
bukannya dewi Uzume dan para muridnya yang dia
lihat, hanya iblis iblis penjaga kuil keramat itu?
Mungkin juga kuil itu sarangnya iblis-iblis atau setan
setan, pikir Yoko. Bulu romanya Yoko pada bangun. Ia
merasa takut juga berada sendirian ditaman sepi yang
menyeramkan itu.71
Sekonyong-konyong ia meraba pedang samurainya!
Senjata pusaka itu masih tetap bergelantungan pada
pinggangnya.
"Apakah semalam benar-benar aku telah
bermimpi? Pikiranku terlalu ditujukan kepada dewi
Uzume. Mungkin ketika aku sedang berlutut di
hadapan patung Kannon, aku telah ketiduran dan
mimpikan seorang wanita cantik mengusap-usap
kelopak mataku. Ha! Kini kuingat! Wanita cantik itu
serupa benar dengan dewi Uzume! Sudahlah pasti
dewi Uzume yang telah menidurkan diriku! Tidak,
tidak, aku tidak bermimpi! Mungkin kini ia
bersembunyi di dalam patung Kannon," pikir Yoko.
Dengan hati berdebar-debar Yoko berlari masuk ke
dalam kuil. Ketika sampai di hadapan patung Kannon
yang terbuat daripada batu putih, ia memandang
dengan seksama.
"Bila dewi Uzume bersembunyi dalam patung,
darimanakah dia masuk?" pikir Yoko. Patung itu padat
sekali dan tidak ada bagian-bagian yang mencurigakan
akan dapat dipakai sebagai lubang masuk.
Tangan Yoko menekan-nekan seluruh patung besar
itu, memeriksanya dengan teliti. Tiba-tiba ia jadi
beringas.72
"Aku tak boleh berdiam lebih lama lagi disini.
Aku harus menolong Teruko!" teriak Yoko
mengguntur. "Bila dewi Uzume sudah menculik
Teruko, pasti aku tak dapat menolongnya lagi. Aku tak
tahu di mana sarangnya dewi penyebar maut itu. Aku
harus kembali!! Aku harus lekas kembali kerumah
bapak Hiragai!!"
Yoko melangkah keluar dari dalam kuil. Dengan
pergunakan ilmu meringankan tubuh dia berlari
bagaikan terbang diatas jalanan yang menurun.
Yoko hentikan langkahnya. Ditengah-tengah jalan
kecil sempit di lamping pegunungan nampak seorang
nenek yang rambutnya sudah putih. Nenek itu duduk
menghadang ditengah jalan. Ia memegang sebuah
tongkat dari batang pohon. Bajunya sudah compang
camping dan dahinya terikat dengan sehelai kain putih
yang sudah kotor. Wajah dan lengan nenek itu sudah
keriput, menyatakan usianya sudah lanjut benar.
"Nenek, aku numpang lewat." mohon Yoko
seraya berjalan mendekati.
Si nenek tetap berdiam diri. Ta tidak kisarkan
tubuhnya sedikitpun jua. Kedua matanya memandang
penuh kegusaran pada Yoko.73
Karena tidak mendapat jawaban, Yoko menduga
bahwa orang-tua itu tentu sudah lemah pendengaran
nya. Maka ia berseru pula dengan keras, mengulangi
permohonannya.
Mendengar teriakan Yoko si nenek menjadi murka
sekali. Ia angkat tongkatnya dan menuding-nuding
dengan Bengitnya.
"Kurang ajar! Apa kau kira aku tuli?! Apa kau
kira aku budakmu yang dapat dibentak-bentak?!"
Yoko terperanjat. Nyata nenek itu masih terang
pendengarannya. Mengapakah tadi dia berdiam saja
ketika ia memohon lewat?
Karena Yoko mendapat didikan baik dari gurunya,
maka ia tidak balas mencaci. Ia membungkukkan
badannya memberi hormat dan membujuk dengan
suara lemah-Iembut:
"Aku menghaturkan maaf bila perkataanku tadi
tidak sopan. Sudilah kiranya nenek memberi aku
tempat lewat? Aku hendak pulang cepat-cepat. Aku
ada urusan penting."
Wajah si nenek tidak berubah. Ia tetap tidak mau
minggir, malahan ia pentang kedua kakinya,
menghadang jalanan sempit itu.74
"Maaf?!"mengejek si nenek. "Hm, sudah
berlaku kurang ajar terhadap orang-tua, lalu kau
meminta maaf? Aku belum senang kalau belum
menghajar kau dengan tongkatku!"
Yoko hendak tertawa. Apakah nenek itu mengira dia
seorang bocah cilik, hendak dihajar sembarangan?
Yoko sudah hendak gerakkan kakinya akan
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
meloncatkan Si Nenek itu. namun dia urungkan niat
nya. Ia kuatir nenek itu makin murka dan ia akan
berdosa bila nenek itu karena amarahnya menjadi
terluka.
Yoko memohon lagi, namun si nenek tak meng
hiraukannya. Bila Yoko tidak mempunyai kepentingan
yang mendesak, pastilah ia akan menanti sampaikan si
nenek berubah pikirannya dan minggir ketepi. Namun
kini ia sedang mengudak waktu, ia harus secepat
mungkin sampai dirumahnya bapak Hiragai. Yoko
tidak sabar lagi.
"Nenek" ujar Yoko, "bila kau tidak mau
memberi aku lewat, terpaksa aku harus geser
tubuhmu."
Si nenek berteriak bahna gusarnya. Wajahnya menjadi
beringas.75
"Bedebah! Kalau tanganmu herani menyentuh
tubuhku, aku akan mampuskan dikau!"
Habislah kesabaran Yoko. Ia menghampiri si nenek.
Tangannya menjangkau. Sekonyong-konyong bagai
kan kilat, tongkat Si Nenek menyambar tangan Yoko.
Dengan terperanjat Yoko cepat-cepat menarik
kembali tangannya yang terasa sakit sekali. Sungguh
keras pukulan si nenek itu, menyatakan bahwa Si
Nenek bukan sembarang orang. Bila bukannya Yoko
yang dipentung, sudah pasti orang itu akan berteriak
teriak bahna kesakitan.
Seraya bangkit berdiri, Si Nenek menghantam pula
dengan tongkatnya. Dengan cepat Yoko loncat
mundur kebelakang. Pukulan itu sangat dahsyatnja!
Bila pukulan itu mengenakan sasarannya, pastilah
kepala Yoko hancur remuk. Kini Yoko tidak boleh
lengah, la harus berhati-hati terhadap nenek yang
ganas itu.
Bagaikan harimau betina Si Nenek menyerang pula.
Tongkatnya bergerak membinasakan! Angin berkesiur
karena cepatnya hantaman itu. Tapi kali ini Yoko
sudah siap-sedia. Ia hendak jijal kekuatan tangannya
yang sudah terlatih bertahun-tahun lamanya.76
Ia kerahkan seluruh tenaga dalam ke arah lengang.
Cepat laksana kilat, tangannya bergerak keatas,
menghantam tongkat yang menurun. Terdengarlah
suara bentrokan yang dahsyat! Tongkat Si Nenek
seolah-olah memukul batu. Yoko tak merasa apa-apa,
sebaliknya nenek itu terhujung mundur beberapa
langkah dengan wajah pucat.77
"Sudahlah, nenek. Aku menyerah kalah,"
merendah Yoko. "Aku tidak bermusuhan kepada
nenek."
"Bila kepalamu sudah kupukul hancur, barulah
aku puas!" teriak si nenek bagaikan gila. Wajahnya kini
berubah menyeramkan sekali. Rambutnya yang putih
jatuh terurai-urai diatas bahunya.
Tanpa ayal si nenek bergerak lagi. Kini serangannya
bertubi-tubi, bagaikan taufan melanda. Yoko tetap
waspada. Nyata lawannya tidak boleh dipandang
enteng. Tubuhnya sangat lemas, tapi gesit sekali. Si
nenek meloncat kian-kernsri seraya menghantam
keras dengan tongkatnya. Tenaga si nenek sungguh
sungguh dahsyat sekali!
Karena Yoko hendak cepat cepat mengakhiri
pertempuran itu, maka Yoko kini balas menyerang.
Tongkat si nenek berputar-putar memukul tubuh
Yoko, tapi tidak ada satu pukulan pun yang mengenai
sasarannya, karena Yoko terus mengelak.
Tiba-tiba Yoko berseru dengan keras. Ia mendekatkan
si nenek. Tongkat menyambar turun ke samping Yoko.
Secepat kilat Yoko menaikkan tangan kirinya ke
samping, menahan tongkat yang selang menurun.
Mendadak dengan kecepatan luar biasa, tangan78
kanannya memukul kebawah. Melihat tong-katnya
hendak dipatahkan, Si Nenek lekas-lekas menarik
Terlambat! Tongkatnya patah terbelah dua!
Si nenek berteriak bahna kagetnya. Cepat-cepat ia
bergerak mundur seraya memagang tongkat itu yang
tinggal separuh. Kemudian dengan sengitnya ia
lontarkan separuh tongkatnya itu kearah Yoko yang
sedang tersenyum.
Yoko tertawa, mengelakkan diri. Batang pohon itu
melesat disamping kepalanya, jatuh kedalam jurang.
Sekonyong-konyong si nenek meloncat tinggi ke
lamping gunung. Ia berlari pergi. Dalam sekejap ia
menghilang di belakang batu-batu gunung.
Yoko menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tinggi juga ilmunya si nenek," gumannya
seorang diri "tapi mengapakah ia begitu bermusuhan
terhadapku?"
Yoko berlari melanjutkan perjalanannya.
***79
"Hana! Hana!" seru dewi Uzume berulang
ulang.
"Hai, bi-jieng!" sahut Hana sambi! berlari lari ke
pinggir kolam renang.
Dewi Uzume tengah herkecimpungan dalam air yang
jernih kebiru-biruan. Sejenak sang dewi naik ke tepi
kolam. Hana tersipu-sipu mengambil sebuah handuk
dan menyusuti tubuhnya sang dewi yang putih
bagaikan salju gunung Fuji.
"Apakah Himawari sudah kembali?"
"Belum, dewiku" sahut Hana sambil tertawa cekikikan.
"Mengapa kau tertawa?"
"Sungguh lucu, dewi! Ketika aku melihat
Himawari keluar dari kamarnya, ia sudah berubah
menjadi seorang nenek. Pandai benar ia menyaru
sampaikan aku tak mengenalinya. Hi-hi-hi! Kepalanya
terikat secarik kain dan ia membawa batang pohon
untuk tongkatnya."
Sang dewi tersenyum.
"Itulah berkat ramuan daun-daun dan akar-akar
pohon yang kujadikan serupa obat untuk membikin
kulit menjadi keriput."80
"Sungguh bi-jieng sangat pandai," memuji
Hana. "Kalau dewi tidak berikan obat punahnya
supaya kulit mukanya yang sudah keriput itu menjadi
halus pula seperti sediakala, pastilah Himawari akan
menggantung diri. Gadis manakah yang tidak menjadi
putus asa, bila kulit mukanya nan putih halus menjadi
keriput?"
Sejenak dari jalanan kecil yang menuju kekolam
renang itu terdengar suara langkah kaki mendatang.
Seorang gadis cantik-jelita berpakaian kimono putih
dengan ikat pinggang warna kuning berjalan
menghampiri. Matanya yang indah bersinar halus ke
muka.
Hana menoleh.
"Himawari sudah kembali, bi-jieng" serunya
kegirangan.
Sang dewi gerakkan tubuhnya yang langsing, dan
berpaling ke arah si pendatang. Air kolam masih turun
menetes notes dari kepalanya, membasahi bajunya
yang putih bagaikan butir-butir mutiara bertaburan di
atas gumpalan kapas.
"Bagaimana, Himawari ? bunga matahariku?
Apakah kau berhasil menghadang Yoko?"81
"Ampun, bi-jieng." sahut Himawari seraya
memberi hormat dan menundukkan kepalanya.
"Pemuda itu sakti luar biasa. Aku tak dapat
melukainya. Serangan-seranganku yang berbahaya
dengan mudah saja dapat dielakkannya. Pukulan
pukulanku yang dahsyat tak dapat menyentuh
tubuhnya. Akhirnya ia dapat patahkan tongkatku. Aku
terpaksa melarikan diri. Aku kuatir ia melukai diriku."
Dewi Uzume tersenyum.
"Aku tidak bermaksud membinasakan dia,
Himawari. Aku hanya ingin agar ia datang terlambat di
rumahnya keluarga Teruko. Memang aku sudah duga
Yoko gagah perkasa dan tinggi ilmunya. Sudahlah, kau
telah melakukan tugasmu dengan baik. Kau boleh
mengundurkan diri saja kalau enggan turut berenang
dalam kolam ini."
"Terima-kasih, bi-jieng," sahut Himawari. Ia
segera berlalu.
Sekonyong-konyong Hana berkata:
"Dewi, mengapakah kau tidak menyuruh aku
yang menghadang Yoko?"
Dewi Uzume tersenyum. Senyuman yang sangat
menggiurkan dan manis bagaikan madu.82
"Kalau aku mengirimkan dikau, aku kuatir kau
jatuh cinta pada pemuda itu."
Muka Hana bersemu kemerah-merahan. Darahnya
tersirap naik. Ia sangat malu, maka ia lekas-lekas
tundukkan kepalanya tanpa berkata-kata pula.
Dewi Uzume tertawa.
Penuh gaya yang menggairahkan ia bangkit, berdiri.
Handuk yang menutupi tubuhnya perlahan-lahan
jatuh ke bawah. Dengan sekali enjot, tubuhnya jatuh
melesat ke dalam air. Air kolam muncrat membasahi
muka Hana yang sedang berduduk menundukkan
kepalanya.83
V
"TOLONG! Tolooong!!"
Yoko segera hentikan larinya.
"Tolong! Ada harimau! Tolooong!'
Tanpa pikir lagi Yoko ayun tubuhnya meloncat ke
lamping gunung. Ia masuk kedalam semak belukar
darimana suara itu datang.
Tiba-tiba Yoko melihat seorang gadis desa sedang
menangis tersedu sedu seraya menutupi mukanya.
Yoko memandang ke sekitarnya dengan hati
berdebar-debar. Namun ia tidak melihat binatang
buas yang ditakuti gadis desa itu.
Pendekar Samurai 1 Tarian Maut Di Lembah Gunung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendengar Yoko datang, si gadis melepaskan tangan
dari mukanya. Tampaklah mukanya yang cantik, basah
penuh air-mata. Seluruh tubuhnya bergemetar karena
ketakutan.
Yoko tertegun.
"Duhai, alangkah cantiknya gadis desa ini,"
gumannya penuh kagum.
"Mana harimaunya, dik?" tanya Yoko.84
Si gadis tidak menjawab. Hanya kedua matanya yang
bergerak, menatap kearah semak belukar. Jarinya
yang lentik menunjuk ke tempat yang lebat dengan
pepohonan.
Berindap-indap Yoko mendekati tempat itu. Namun
jangankan binatangnya, sedang bekas-bekasnya pun
tak tampak.
"Mungkin kau salah lihat," kata Yoko. "Disini
tidak ada apa-apa."
Kini si gadis sudah dapat menenangkan dirinya.
Dengan suara merdu ia menyahut :
"Tidak! Aku tidak salah lihat Aku melihat
kepalanya yang amat menakutkan. Mulutnya terbuka
lebar bingga terlihat gigi-giginya yang tajam. Mungkin
binatang itu sudah kabur ketika kau datang."
"Nah, kalau harimau itu sudah pergi, akupun
akan meneruskan perjalanan."
"Jangan pergi dulu!" mohon si gadis. "Aku
takut! Tolonglah antarkan daku turun dari bukit ini.
Mungkin harimau itu akan datang lagi dan menerkam
aku!"
Yoko tak tega hatinya meninggalkan gadis jelita itu
seorang diri.85
"Baik, aku hantarkan kau. Tapi terpaksa aku
harus mendukung dikau, karena waktuku sedikit.
Kalau turun dari bukit melalui jalanan biasa, tentu
makan banyak waktu."
Si gadis desa emoh3 digendong Yoko. Ia menggeleng
gelengkan kepalanya.
"Aku menyesal sudah mengganggu kau. Melihat
pedang tergantung pada pinggangmu, tentu kau ini
seorang pendekar. Memang seorang pendekar selalu
tidak mempunyai banyak waktu karena harus
melakukan tugas-tugas yang berbahaya."
Gadis itu melangkah mendekati Yoko. Matanya
menatap mesra melemaskan sendi-tulang pemuda
dihadapannya Dengan suara lemah-lembut ia berkata:
"Kasihanilah diriku. Jangan gendong aku. Aku
kuatir terlihat orang. Penduduk desa akan heboh dan
mencaci habis-habisan. Ayahku akan marah dan
memukul tubuhku. Apakah kau tidak kasihan pada
aku, pendekar muda?"
Yoko menjadi bingung. Ditinggalkan saja gadis cantik
itu diatas bukit, ia tak sampai hati. Bila ia mengawal
gadis itu turun melalui jalanan kecil yang berliku liku.
3 Tidak mau86
tentu memerlukan waktu lama. Sedangkan dia harus
lekas-lekas kembali ke rumahnya bapak Hiragai yang
letaknya jauh sekali, Bila terlambat datangnya
mungkin Teruko tidak dapat ditolong lagi!
Rupanya gadis desa itu dapat menerka pikiran Yoko
yang sedang beraangsi.
"Aku tahu kau seorang budiman. Marilah kita
jalan, pendekar muda," ujarnya seraya menarik
tangan Yoko.
Terpaksa Yoko mengikut. Mereka berjalan di jalanan
kecil dilamping pegunungan, si gadis desa berjalan di
sisinya. Sebentar-bentar tubuh gadis remaja itu
menyentuh tubuhnya Yoko. Entah disengaja atau
tidak.
Yoko melangkah cepai. Namun segera gadis itu
memekik:
"Jangan cepat-cepat! Aku tak dapat mengikuti dikau."
Terpaksa Yoko perlambat langkahnya.
"Kau hendak mencari apa naik ke atas gunung
seorang diri saja?" tanya Yoko yang sudah mulai kesal.
"Aku disuruh ibu mencari kayu bakar. Karena
pemandangan alam sangat indahnya, tanpa terasa aku87
terus jalan mendaki gunung. Aku belum pernah
ketempat ini, maka aku tak tahu yang disini ada
banyak binatang buas," sahut si gadis seraya
mengulum senyumnya. Yoko cepat-cepat mengalih
kan pandangannya.
Sepasang muda mudi itu menurun terus. Sebentar
bentar mereka harus menerobos semak-semak
belukar karena jalanan kecil itu sudah tak diurus lagi.
Bila mendekati tempat yang lebat, si gadis segera
memegang erat-erat lengannya Yoko. Berdebar
debarlah hati Yoko. Tak biasalah dia disentuh kaum
Hawa.
Karena Yoko berdiam diri saja, maka gadis remaja itu
mulai bicara pula.
"Namaku Bara. Berarti bunga Mawar. Ayahku
namakan aku Bara karena waktu aku dilahirkan,
pohon mawar yang tumbuh di muka rumah kami
sedang semarak berkembang. Menurut penduduk
desa, aku mempunyai kecantikan serupa bunga
mawar. Bagaimana pendapatmu, apakah betul-betul
parasku cantik bagaikan bunga mawar?"
Yoko menggeleng-gelengkan kepalanya. Tadi waktu
ketakutan Bara sangat alim. Hendak digendong Bara88
kuatir akan menjadi buah tutur penduduk desa, tetapi
kini mendadak sontak dia berubah menjadi genit.
"Aku tak tahu! Aku tak suka akan bunga
mawar," sahut Yoko dengan singkat.
Si gadis desa roonjonakan mulutnya nan kecil mungil.
Namun matanya memandang tajam pada Yoko.
"Mengapa kau tidak suka akan bunga mawar?"
tanya si gadis penasaran.
"Karena ia berduri!"
"Tetapi aku tidak berduri," menggoda si gadis.
"Aku tidak maksudkan kau. Aku maksudkan
bunga mawar."
"Sayang aku tidak punya duri. Aku akan tusuk
hatimu supaya terluka!" seru Bara pura-pura marah.
Dengan aleman4 dia letakkan sebelah tangannya atas
pundak Yoko. Lekas-lekas Yoko kibaskan tangan itu.
"Jangan main-main, Bara! Lekas jalan!"
hardiknya dengan mendongkol. "Aku mempunyai
tugas penting!"
4 Tanpa risih89
"Tugas apa sih?" bisik si gadis seraya melirik
dengan genitnya. "Aku telah beritahukan namaku dan
kini aku ingin sekali mengetahui namamu."
"Namaku Yoko," sahut si pemuda.
Matahari sudah mendoyong ke sebelah barat. Hari
hampir petang. Yoko memandang kemuka dengan
kesalnya. Jalanan yang harus ditempuh akan sampai
dibawah kaki gunung masihlah jauh.
Sejenak Yoko teringat akan Teruko yang sedang
terancam mara-bahaya. Sekonyong-konyong Yoko
menyambar pingangnya gadis desa itu. Ia taruh Bara
dibelakang tubuhnya. Dengan mendukung Bara, Yoko
melompat kebawah menuruni lamping-lamping
unung. Bara tidak meronta-ronta dalam pondongan
Yoko, malahan dia memeluk erat-erat tubuhnya Yoko.
Ketika tiba diatas jalanan dibawah kaki gunung, Yoko
turunkan Bara, yang seakan-akan ogah melepaskan
pelukannya.
"Nah, kini kau bisa pulang sendiri," kata Yoko.
"Kau tak perlu ku kawal lagi."90
"Apakah kau tidak mau singgah dulu di
rumahku, Yoko? Ayah tentu sudah pulang dari sawah,"
mengundang Bara dengan manjanya.
"Terima-kasih. Lain kali saja kalau aku kebetulan
lewat ditempat ini."
"Kalau kau tidak mau mampir kerumahku, aku
akan kembali kebutan mencari kayu. Kau tidak tahu
sih. Yoko, yang ibuku akan mencomel bila aku kembali
tidak membawa kayu," sahut si gadis, yang lantas
berjalan pula keatas gunung.
Melihat kelakuan gadis itu, Yoko mau tak mau
tertawa. Betul-betul sukar dimengerti jiwa kaum
wanita! Namun kini ia tak menghiraukan lagi gadis
desa itu. Waktu sudah mendesak Segera ia balikkan
tubuhnya dan cepat bagaikan sang bayu ia berlari pula
menuju desanya bapak Hiragai.
Baru saja Yoko berlalu si gadis enjot tubuhnya.
melesat naik keatas bukit. Bagaikan seekor kera betina
ia loncat dari satu kelain dahan, bergerak gesit kearah
puncak gunung Asosan.
Bara adalah salah-satu muridnya dewi Uzume. Sang
dewi telah perintahkan dia untuk menghadang Yoko
agar terlambat datangnya di rumahnya bapak Hiragai.91
Nyata sang murid yang cantik jelita itu telah menjalan
kan tugasnya dengan sempurna.92
VI
AYAM berkokok dengan riuhnya di senja pagi ketika
Yoko tiba di desanya bapak Hiragai. Ia telah berlari
sangat cepat. Ia telah pergunakan ilmu meringankan
Pasangan Detektif Partners In Crime Lima Sekawan 6 Rahasia Di Pulau Kirrin Gadis Hari Ke Tujuh Karya Sherls
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama