Ceritasilat Novel Online

Ki Ageng Ringin Putih 8

Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat Bagian 8

malah dirampas orang. Sambungnya, "Guru benar!

Manusia-manusia buruk macam ini memang pantas

dibunuh!"

Ditya Margono yang berangasan telah

mendahului bergerak. Ia langsung menyerang si

wajah buruk yang tubuhnya bongkok.

Si wajah buruk yang wajahnya kurus cepat

berbisik, "Tangkap hidup-hidup pemuda liar ini. Dia

bernama Ditya Margono, murid murtad Kiageng

Riugin Putih yang menyebabkan Kiageng Ringin

Putih dimusuhi orang."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

574

"Jangan kuatir. Apakah sulitnya menangkap

bocah ini?" sambil menjawab, si wajah buruk yang

bongkok ini telah menyambut.

Pukulan Ditya Margono yang keras dan

bertenaga besar disambut dengan punuk.

"Buk! Auhh....." Ditya Margono berseru tertahan

dan tubuhnya terhuyung mundur. Pemuda ini kaget

tetapi juga penasaran. Apakah sebabnya punuk itu

mempunyai daya membal luar biasa dan lengannya

kesemutan?

Saking marah pemuda ini telah mencabut

pedang, lalu diputarkan seperti gasing dan

menerjang kembali. Bagi Ditya Margono, tidak

takut berhadapan dengan siapapun, berada di

samping gurunya ini. Sebab menurut pendapatnya,

gurunya yang baru ini seorang sakti tanpa tanding.

Di luar tahu Ditya Margono, dirinya maupun

Danyang Ilu-Ilu sekarang ini berhadapan dengan

dua orang tokoh sakti, yang pandai merubah

wajah.

Dan dengan cara mengenakan kedok penutup

wajah, maka wajah yang asli segera berganti

dengan wajah yang amat buruk.

Mudah diduga, siapa sesungguhnya dua orang

tokoh sakti ini. Kita sudah kenal baik tokoh yang

mempunyai persediaan bermacam kedok penutupKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

575

wajah ini. Bukan lain Jim Cing Cing Goling.

Sekarang ini ia bersama Baskara perlu

menyembunyikkan wajah aslinya, dengan maksud

agar tidak dikenal orang. Tujuannya satu, untuk

membantu Kiageng Ringin Putih secara tidak

langsung, agar di saat bertanding tinggal

berhadapan dengan tokoh kurang berarti.

Secara kebetulan Jim Cing Cing Goling bertemu

dengan Danyang Ilu-Ilu dan Ditya Margono.

Menyadari bahwa yang dihadapi Kiageng Ringin

Putih akibat ulah murid murtad ini, timbul niat Jim

Cing Cing Goling untuk menangkap Ditya Margono,

dan nanti akan diserahkan hidup-hidup kepada

Kiageng Ringin Putih. Sepenuhnya akan diserahkan

kepada Kiageng Ringin Putih sebagai guru dan ayah

angkatnya, hukuman apakah yang akan

diputuskannya.

Setelah Ditya Margono menyerang Baskara, si

kerdil Danyang Ilu-Ilu juga gatal tangannya. Ia

meloncat pula menyerang Jim Cing Cing Goling.

Jim Cing Cing Goling sudah mendengar kabar, si

kerdil bernama Danyang Ilu-Ilu ini, seorang sakti

yang tangannya ganas, di samping berwatak amat

buruk. Sudah tidak terhitung jumlahnya manusia

yang mati penasaran oleh tangan ganas si kerdil ini.

Mendiang Ndara Menggung yang mati sampyuh

dengan Rukma Buntara juga kerdil dan mempunyaiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

576

watak angin-anginan di samping agak sinting. Akan

tetapi sekalipun begitu Ndara Menggung tidak

berwatak buruk, dan tidak sembarangan

menurunkan tangan maut kalau tidak berhadapan

dengan penjahat.

Sama-sama kerdil, tetapi antara Ndara

Menggung dengan Danyang Ilu-Ilu adalah lain.

Jim Cing Cing Goling tidak mengharapkan

Danyang Ilu-Ilu ini terus mengganas dengan

tangan maut dan kekejamannya. Lebih lagi juga

tidak ingin menghadapi aji Kodok Brama yang amat

berbahaya itu. Maka sebelum Danyang Ilu-Ilu

sempat menggunakan aji kesaktiannya, Jim Cing

Cing Goling yang cerdik itu sudah menjebak

Danyang Ilu-Ilu dengan aji "Banyu Sewindu".

Pengaruh dari aji "Banyu Sewindu" ini hebat sekali.

Siapa yang terserang akan segera kedinginan, dan

salah-salah bisa mati beku.

"Plak!" serangan Danyang Ilu-Ilu disambut oleh

Jim Cing Cing Goling, hingga kemudian dua telapak

tangan saling tempel, dua orang itu berdlri tak

bergerak. Masing-masing menyalurkan tenaga

sakti dari dalam tubuh, untuk mengalahkan lawan.

Kalau Jim Cing Cing Goling menjebak lawannya

dengan telapak tangan saling lekat, Baskara lain. Ia

mengerahkan aji "Kebo Landoh" dan membuat

tubuhnya kebal dan tak mempan senjata. Mula-Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

577

mula sambaran pedang Ditya Margono disambut

dengan punuk.

"Plak! Auh.....!" Ditya Margono berseru tertahan.

Tikaman pedang Ditya Margono tepat

mengenakan punuk Baskara. Akan tetapi punuk itu

tidak terluka, sebaliknya Ditya Margono merasakan

dorongan tenaga kuat sekali lewat batang pedang.

Sebagai akibatnya Ditya Margono terhuyung

mundur dan tangannya kesemutan.

Seharusnya Ditya Margono menyadari

berhadapan dengan tokoh sakti yang tingkatnya

jauh di atas tingkatnya. Tetapi pemuda liar ini

terlalu membanggakan kesaktian gurunya yang

baru.

Serangan pertama gagal disusul serangan kedua,

sekaligus tiga sasaran, mata, leher dan ulu hati.

Baskara yang kaya pengalaman itu tersenyum

dingin. Jari tangannya menyentil batang pedang,

hingga serangan Ditya Margono gagal lagi. Tetapi

sekarang Baskara tak mau memberi hati. Setelah

pedang Ditya Margono tergetar menyeleweng,

Baskara melanjutkan sentilan jarinya menjadi

tusukan ke arah mata.

Ditya Margono kaget dan berusaha menghindar

sambil membabatkan pedang untuk membela diri.

Akan tetapi Ditya Margono terlambat. BabatanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

578

pedang itu tak kuasa melukai Baskara, sebaliknya

dua jari tangan Baskara telah menusuk mata.

"Cap! Augh.....!" Ditya Margono menjerit saking

sakit. Kemudian membuang pedang, dan dua

telapak tangannya dipergunakan menutup

sepasang mata yang berdarah dan buta mendadak.

Pemuda yang mempunyai kekebalan sejak lahir

itu, selama ini tidak pernah merasakannbagian

tubuhnya terluka. Maka setelah sepasang matanya

buta dan kesakitan, tenaganya seperti lumpuh. Ia

jatuh terduduk di tanah dan tak memberi

perlawanan sama sekali, ketika tangan dan kaki itu

ditelikung oleh Baskara.

Si bongkok Baskara merasa lega, tugasnya

menangkap hidup- hidup Ditya Margono sudah

berhasil. Ia berdiri sambil mengamati Jim Cing Cing

Goling dan Danyang Ilu-Ilu berkelahi.

Pada mulanya wajah Danyang Ilu-Ilu merah

membara. Tetapi dari sedikit, wajah itu berangsur

memucat, tubuhnya bergetar dan di atas ubun
ubun mengepul uap hitam yang tipis.. Melihat

keadaan itu, Baskara menduga bahwa Danyang Ilu
Ilu sudah terpengaruh oleh aji "Banyu Sewindu"

sehingga kedinginan.

Sebaliknya ia tidak dapat melihat perubahan

wajah Jim Cing Cing Goling karena tertutup kedok.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

579

Ia hanya melihat bahwa di atas ubun-ubun

sahabatnya itu, mengepul uap tipis warnanya putih.

Di luar tahu Baskara, sahabat baiknya itu hampir

celaka akibat perasaan tidak tega. Tadi, ketika Jim

Cing Cing Goling melihat tubuh Danyang Ilu-Ilu

sudah gemetaran kedinginan, ia tidak tega dan

mengurangi tekanan serangannya. Namun tiba-tiba

hawa panas menyerang dada dan Jim Cing Cing

Goling merasa tubuhnya seperti direbus hidup
hidup.

Ternyata di saat ia mengurangi tekanan

serangannya itu, Danyang Ilu-Ilu merasa mendapat

kesempatan, lalu berbalik menyerang dengan aji

"Kodok Brama".

Sadar lawannya hanya ingin menang sendiri, Jim

Cing Cing Goling mengerahkan semangat. Sedikit

demi sedikit ia dapat menindih tenaga serangan

Danyang Ilu-Ilu. Tenaga dingin Jim Cing Cing

Goling mendesak tenaga panas Danyang Ilu-Ilu.

Dan beberapa saat kemudian, tubuh Danyang Ilu
Iiu mulai tergetar kedinginan.

Makin lama pengaruh tenaga dingin yang masuk

ke dalam tubuh Danyang Ilu-Ilu semakin kuat.

Tubuh Danyang Ilu-Ilu tambah gemetaran, dan

dipihak lain dada kakek kerdil ini bergolak. Ia yang

berusaha melawan pengaruh tenaga dingin dengan

tenaganya yang panas itu, menyebabkan ronggaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

580

dada si kerdil ini seperti terbakar. Tubuh yang

semula bergetar, kemudian menjadi gemetaran itu,

berubah lagi menjadi bergoyang-goyang seperti

pohon padi tertiup angin.

Merasakan tekanan serangan lawan semakin
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kendor dan tak bertenaga, Jim Cing Cing Goling

mendorong. Tubuh si kerdil terlempar beberapa

tombak, muntah darah dan terguling. Sedang Jim

Cing Cing Goling sendiri tak kuasa berdiri,

kemudian jatuh terduduk.

Baskara kaget dan cepat menghampiri sambil

bertanya, "Hai..... engkau terluka?"

Jim Cing Cing Goling tak menyahut. Ia duduk

bersila sambil mengatur pernapasan. Sedikit

kesempatan yang diperoleh Danyang Ilu-Ilu tadi,

telah menyebabkan Jim Cing Cing Goling menderita

keracunan dari aji "Kodok Brama". Jalan satu
satunya untuk dapat mengusir pengaruh racun

jahat itu, hanya mengatur pernapasan sambil

menyalurkan hawa sakti mendesak racun itu, ke

arah lengan, kemudian didesak lagi ke arah jari

tangan.

Berkat ketekunan dan kesaktian kakek ini,

usahanya berhasil. Begitu memnbuka mata, Jim

Cing Cing Goling langsung melukai jari tangan

kanan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

581

"Auuuh....." Baskara berseru tertahan ketika

melihat darah yang keluar dari ujung jari itu

warnanya hijau.

"Aku bersyukur, Tuhan masih melindungi aku,"

ujar Jim Cing Cing Goling lirih. "Si kerdil itu

memang amat berbahaya."

Baskara menghela napas panjang. Dengan bukti

ini, ia baru yakin kalau Danyang Ilu-Ilu itu memang

ganas dan berbahaya. Aji kesaktian "Kodok Brama"

itu bukan saja dapat dipergunakan membunuh

lawan dengan serangan langsung, tetapi juga dapat

dipergunakan menyerang lawan di saat bertanding

tenaga sakti.

Sekarang dua kakek itu lega. Kemudian mereka

mengamati Danyang Ilu-Ilu yang tadi roboh di

tanah. Mereka kaget. Kakek itu telah tewas dan

kepalanya pecah.

"Hemm, dia membunuh diri," desis Jim Cing Cing

Goling.

"Mengapa bunuh diri?" Baskara heran.

"Dia terluka parah dan sulit untuk sembuh

kembali. Takut dirinya menjadi cacat, dia nekat

membunuh diri dengan memukul kepalanya

sendiri."

"Kasihan. Danyang Ilu-Ilu harus mati penasaran

sebagai buah hasil perbuatannya sendiri."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

582

"Ya, engkau benar," sambut Jim Cing Cing

Goling. "Kita semua ini takkan dapat

menghindarkan diri dari garis Tuhan. Barang siapa

yang menanam akan memetik hasil tanamannya

sendiri. Dia juga begitu. Selama hidup selalu

mengganas. Dan sekarang dia harus mengakhiri

hidupnya secara menyedihkan."

Ketika itu matahari telah condong ke barat.

Setelah mengaso, dua orang kakek ini menyeret

Ditya Margono menuju tempat pertandingan yang

telah ditentukan.

*****

Di bagian hutan yang lain, dan dalam waktu yang

hampir bersamaan, juga telah terjadi perkelahian

mendebarkan. Seorang tinggi besar bersenjatakan

tongkat pendek yang pangkalnya diikat dengan tali

celana, berkelahi dengan seorang bertubuh tinggi

kurus bersenjata pedang.

Perkelahian itu ditonton puluhan orang yang

membentuk setengah lingkaran. Sedang di bagian

lain, tampak seorang pemuda dan seorang gadis

yang menonton penuh perhatian.

Laki-iaki tinggi besar bersenjata tongkat pendek

yang pangkalnya diikat dengan tali celana itu,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

583

Warok Dirada, salah seorang sahabat Kiageng

Ringin Putih. Ia menggunakan siasat yang sama

dengan Jim Cing Cing Goling dan Baskara, untuk

menghadang tokoh-tokoh sakti yang sengaja

datang ke Wonokerto ini untuk melayani tantangan

Kiageng Ringin Putih.

Sedang lawannya yang bersenjata pedang itu, Ki

Dipayana yang bermukim di Parangtritis. Tokoh ini

memang terpancing kemarahannya oleh godaan

Warok Dirada. Lalu tak dapat dicegah iagi, telah

berkelahi dengan warok Ponorogo ini, disaksikan

puluhan muridnya.

Kalau mendasarkan jumlah orang, di pihak Ki

Dipayana memang lebih banyak. Jumlah

seluruhnya sekitar tiga puluh tiga orang. Sedang di

pihak Warok Dirada, hanya tiga orang saja. Malah

dua orang yang menemani Warok Dirada ini masih

muda. Si pemuda itu merupakan murid tunggalnya

yang bernama Sunu Prabandaru. Sedang si gadis,

bukan lain si gadis tabah, bernama Rara Inten,

murid Jim Cing Cing Goling.

Pedang ditangan Ki Dipayana bergerak cepat

sekali, seolah berubah menjadi puluhan banyaknya

menyambar secara berbareng ke dada Warok

Dirada.

Akan tetapi tokoh Ponorogo ini tidak gentar.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

584

Sambil menangkis serangan itu dengan tongkat,

Warok dirada masih sempat mengejek, "Seranglah

sungguh-sungguh. Mudah-mudahan tenagaku

yang tak seberapa ini masih sanggup melayani

seranganmu."

Warok Dirada yang senjatanya berat,

gerakannya tampak kaku dan lambat. Seakan

senjata Warok Dirada tak mampu melayani

serangan lawan.

Rara Inten kuatir. Katanya, "Mengapa gerakan

gurumu lambat dan kaku seperti itu? Mungkinkah

gurumu mampu mengatasi lawan?"

Sunu Prabandaru tersenyum. Sahutnya, "Itulah

keistimewaan guru disaat berkelahi. Coba

perhatikan, adakah orang lain mengikat senjatanya

dengan tali celana (kolor) seperti guru? Akan tetapi

kendati gerakan guru itu tampaknya kaku dan

lambat, buktinya serangan pedang itu tak mampu

menerobos pertahanannya."

Nyatanya memang benar. Walaupun pedang Ki

Dipayana itu bergerak seperti kilat cepatnya, tak

juga mampu menerobos pertahanan lawan. Diam
diam Rara Inten kagum. Lalu mengamati

perkelahiam itu penuh perhatian.

"Ayolah," seru Warok Dirada. "Serang sungguh
sungguh."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

585

Ki Dipayana penasaran merasa diejek. Tanpa

membuka mulut ia melancarkan serangan

berbahaya. Sekali serang, puluhan tikaman

berbahaya sudah menghujani Warok Dirada. Dan

sedikit lengah, tubuh tokoh Ponorogo itu akan

penuh lubang tikaman.

Makin lama gerakan Ki Dipayana semakin cepat.

Sesaat kemudian yang tampak tinggal bayangan

dan sinar pedang yang berkelebat cepat berpindah
pindah dan sulit diikuti. Gerakan tokoh Parangtritis

itu, diam-diam membuat Sunu Prabandaru dan

Rara Inten kagum juga.

Akan tetapi kendati serangan Ki Dipayana cepat

dan bergelombang seperti samudra pasang,

pedang itu masih tetap tidak dapat menembus

benteng baja Warok Dirada.

Karena serangannya selalu kandas, tiba-tiba

Dipayana membentak keras, dan berbareng telah

merubah caranya berkelahi. Tiba-tiba saja pedang

yang semula kaku itu sudah berubah menjadi

lemas, tidak bedanya sehelai ikat pinggang.

Tampaknya seperti tanpa tenaga. Tetapi

sesungguhnya jurus-jurus ini merupakan jurus

rahasia dari ilmu pedang "Jala Nidi" yang menjadi

kebanggaan tokoh Parangtritis ini. Sudah berkali
kali terbukti, beberapa orang tokoh sakti tak

sanggup lagi melayani, apabila jurus rahasia ini

sudah ia pergunakan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

586

Perubahan serangan ini menyebabkan Warok

Dirada harus menyesuaikan diri. Kalau semula ia

bergerak lambat dan kaku, kini berubah cepat

mengimbangi serangan lawan.

Tiba-tiba Dipayana membentak keras dan

pedangnya menyambar dada lawan. Tetapi

sebelum menyentuh dada, tiba-tiba pedang itu

menjadi bengkok lalu menyambar pundak Warok

Dirada.

Sesungguhnya saja tidak gampang bergerak

dengan jurus rahasia ilmu pedang "Jala Nidi" ini.

Untuk dapat menggunakan jurus rahasia ini

memerlukan persyaratan tenaga sakti yang cukup

tinggi. Dengan saluran tenaga sakti tingkat tinggi

itu, kemudian kuasa merubah pedang yang kaku

menjadi lemas bagai ikat pinggang. Maka serangan

seperti ini tidak gampang untuk ditangkis lawan.

Itulah sebabnya, sekalipun Warok Dirada

seorang tokoh sakti pilih tanding, agak terkejut

juga menghadapi serangan ilmu pedang aneh ini.

Ia cepat mengegos, tetapi sudah tidak sempat lagi

untuk menangkis.

"Crak!" pedang berhasil melukai lengan kanan.

Tetapi hampir berbereng dengan tikaman pedang
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan melukai lengan kanan itu, Warok Dirada

mengulur tangan. Anehnya tangan kanan itu dapat

bertambah panjang hingga dapat menjangkau lebihKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

587

panjang. Secara tiba-tiba telah menyapu

pergelangan tangan Dipayana.

Gerakan Warok Dirada itu cepat luar biasa dan

tidak terduga oleh lawan. Tidak dapat dicegah lagi,

pedang Dipayana sudah berhasil dirampas.

Hebatnya lagi gerakan tangan kiri itu dibarengi

pula gerakan tangan kanan yang membuat

tongkatnya, dan secepat kilat telah menempel pada

tulang pundak Dipayana. Kalau Warok Dirada mau,

sekali pencet tulang pundak itu akan hancur. Dan

selama hidup Dipayana akan menjadi seorang cacat

yang tak dapat berkelahi lagi.

Akan tetapi Warok Dirada memang tidak ingin

membuat tokoh Parangtritis ini cacat. Berbareng

dengan lepasnya jari tangan dari tulang pundak,

Warok Dirada telah mengembalikan pedang yang

tadi dirampas.

"Hemm... puluhan tahun lamanya aku banyak

berhadapan dengan lawan. Selama itu aku tidak

pernah kalah. Akan tetapi hari ini aku terluka.

Membuktikan bahwa ilmu pedang kisanak memang

hebat!" ujarnya.

Ki Dipayana berdiri seperti patung dan

mengamati Warok Dirada tak berkedip. Akan tetapi

beberapa saat kemudian, tokoh ini berkata,

"Terima kasih atas budi baik kisanak, dan aku

takkan dapat membalas."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

588

Ki Dipayana memberi hormat. Kemudian

melangkah lesu sambil memberi isyarat kepada

semua murid, untuk meninggalkan tempat itu,

kembali ke Parangtritis. Para murid itu melongo

heran. Akan tetapi tidak seorangpun membantah,

lalu mengikuti langkah gurunya.

Warok Dirada menghela napas longgar. Ia puas

dan gembira, telah dapat menyelesaikan tugasnya

dengan baik dan tanpa menimbulkan rasa benci

dan dendam. Ki Dipayana tanpa dipaksa telah

mengurungkan niatnya melayani tantangan

Kiageng Ringin Putih.

"Hebat!" desis Rara Inten.

"Apanya yang hebat?" tanya Warok Dirada.

"Ilmu pedang orang tadi. Mengapa pedang yang

kaku itu bisa dirubah menjadi lemas?"

JILID : VII

"Tetapi untuk mencapai tataran seperti itu tidak

mudah, Inten. Gerakan itu memerlukan

persyaratan khusus. Hanya orang yang sudah

memiliki tenaga sakti tingkat tinggi saja, yang

dapat melakukan," jelas Warok Dirada. "Akan tetapiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

589

terus terang aku akui, dia memang hebat. Selama

hidup baru sekarang ini aku terluka menghadapi

lawan. Kalau saja gerakanku kurang cepat, tidak

mungkin dapat mengatasi lawan."

"Tetapi engkau tak usah kecil hati," hibur Sunu

Prabandaru. "Ilmu pedang warisan leluhurmu juga

termasuk ilmu pedang tingkat tinggi dan jarang

tandingan. Tentunya engkau masih juga ingat

cerita orang-orang tua, bahwa di jaman kakekmu

Kilat Buwana dan nenekmu Ladrang Kuning, juga

jarang memperoleh tanding?"

Warok Dirada segera duduk sambil mengobati

luka pada lengan kanannya. Sedang Sunu

Prabandaru dan Rara Inten berusaha membantu

membalut lengan itu.

Warok Dirada tersenyum melihat rukunnya muda

dan mudi itu. Mereka belum lama kenal. Maka

diam-diam dalam hatinya menduga, agaknya mulai

semi rasa kasih di dalam hati dua insan ini.

*****

Kalau Warok Dirada berhasil mengusir Ki

Dipayana dan membatalkan niatnya melawan

Kiageng Ringin Putih, maka di bagian hutan yang

lain, Slamet sedang berusaha menggagalkan niatKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

590

Hajar Widosari yang datang ke hutan Wonokerto

ini, bersama duapuluh lima orang murid.

Melihat yang menghadang perjalanannya hanya

seorang muda dan tampaknya lemah, Hajar

Widosari membentak, "Minggir! Kami tergesa

memenuhi janji dengan orang."

Tetapi Slamet tidak bergerak, dan tetap berdiri

menghadang pada jalan setapak itu.

Dua orang murid Hajar Widosari tidak sabar.

Mereka melompat berbareng sambil memukul.

"Buk! buk!"

Pukulan itu tepat sekali mengenai dada. Akan

tetapi yang dipukul tidak apa-apa, malah dua orang

yang memukul tersebut terpental ke belakang

sambil peringisan. Karena mereka merasakan

lengan yang untuk memukul itu sakit sekali.

Melihat akibat itu Hajar Widosari terkejut. Namun

hanya sejenak, kemudian tokoh lereng Tidar ini

menjadi marah. Pemuda ini jelas menyombongkan

diri dan mencari gara-gara, sepantasnya kalau

dihajar babak belur

"Siapa engkau, dan apakah maksudmu

menghadang kami?" hardiknya.

Slamet membungkukkan tubuh memberi

hormat, lalu jawabnya halus, "Saya yang rendahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

591

bernama Slamet. Sekarang keadaan di hutan

Wonokerto sedang gawat dan tidak sembarang

orang boleh masuk."

"Huh, kurang ajar! Aku Hajar Widosari dari lereng

Tidar, datang ke mari untuk melayani tantangan

Kiageng Ringin Putih. Agar engkau selamat,

hendaknya tidak mengganggu perjalanan kami."

"Haya, kalau begitu antara aku dan paman

mempunyai kepentingan sama. Aku termasuk salah

seorang yang akan melayani tantangan Kiageng

Ringin Putih."

Beberapa orang murid Hajar Widosari ketawa

mencemoh. Mereka menganggap orang yang

menghadang ini terlalu sombong.

"Hemm," dengus Hajar Widosari. "Siapa yang

membuat aturan macam itu?"

"Hemm," dengus Hajar Widosari. "Lalu, apakah

maksudmu menghalangi perjalanan kami?"

"Maksudnya jelas. Aku tidak menghendaki

terjadinya banyak persaingan di sana. Dan orang

yang akan menghadapi Kiageng Ringin Putih, hanya

tokoh yang benar-benar sakti."

"Yang membuat aku sendiri," sahut Slamet

tegas. "Dan siapapun yang tak sanggup mengatasi

aku, harus kembali ke rumah dan tidak pantas

berhadapan dengan Kiageng Ringin Putih."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

592

"Tetapi kalau sanggup mengatasi engkau?"

"ltulah tandanya cukup sakti dan berharga

berhadapan dengan Kiageng Ringin Putih."

"Bagus, heh-heh-heh." Hajar Widosari

mencemooh. "Aku ingin melihat sampai di mana

kemampuanmu, anak muda. Tetapi eh, nanti dulu!

Kita bertanding dengan senjata atau tangan

kosong?"

"Keputusan aku serahkan kepada paman

sendiri."

"Hem, engkau terlalu sombongl" desis Hajar

Widosari.

Akan tetapi Hajar Widosari seorang tokoh

ternama. Sudah tentu selalu menjaga harga diri

sebagal tokoh sakti. Yang dihadapi sekarang ini

seorang yang lebih muda. Maka katanya kemudian,

"Baiklah. Aku layani tantanganmu anak muda. Aku

minta petunjukmu, cukup tangan kosong saja."

"Maafkan aku paman, itu terbalik," sahut Sla"Aku

yang leblh muda, dan sepantasnya pula Mohon

petunjuk paman. Aku terima persyaratan itu,

berkelahi tangan kosong. Akan tetapi aku yang

muda memerlukan janji."

"Heh-heh-heh, baik." Hajar Widosari mantap.

"Aku berjanji kepadamu. Apabila aku kalah, aku

dan semua muridku akan pulang kembali ke lerengKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

593

Tidar, dan aku mewakilkan engkau untuk

menghadapi Kiageng Ringin Putih."

"Baiklah. Mari kita coba!" ujarnya sambil bersiap

diri.

Akan tetapi ia menjadi heran ketika melihat

Slamet belum bersiap diri. Lalu hardiknya,

"Bersiaplah anak muda."

"Aku sudah siap," sahut Slamet dengan tetap

berdiri seenaknya.

Sebagai tokoh tua, Hajar Widosari merasa malu

kalau harus mendahului. Katanya, "Baiklah! Dan

sekarang mulailah!"

"Silahkan paman memulai."

Hajar Widosari menjadi geregetan melihat sikap

orang muda yang setengahnya merendahkan itu.

Tak perduli sopan santun lagi, ia

memperingatkan, "Baiklah aku mulai. Tetapi hati
hatilah menghadapi ilmu tangan kosong "Sardula

kroda" ini."

"Sardula kroda", artinya harimau marah. Dapat

dibayangkan betapa ganasnya, kalau harimau
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedang marah. Gerakannya sangat berbahaya, dan

yang lengah akan celaka.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

594

Secara tak terduga, Hajar Widosari telah

menerjang cepat luar biasa. Tangan kanan telah

menyambar leher dengan jari tangan terbuka.

Dengan gerakan gesit, Slamet menghindar. Akan

tetapi Hajar Widosari seorang tokoh sakti dan

sebagai pirnpinan perguruan. Maka dapat diduga

setiap serangannya tentu berisi tenaga sakti, dan

kecepatannya bergerak sulit dilukiskan. Baru saja

cengkeraman pertama luput, cengkeraman kedua

menyusul lebih cepat dan lebih berbahaya. Dalam

usaha menghindarkan diri, dengan gesit Slamet

melompat ke samping.

Tetapi sambaran tangan Hajar Widosari tidak

pernah berhenti. Hingga serangan yang semula

lambat itu dalam waktu singkat telah berubah

cepat.

Dalam waktu singkat Slamet telah dihujani

serangan berbahaya yang saling susul. Akibatnya

ruang gerak Slamet terkurung rapat sekali oleh

cakaran-cakaran maut, seakan puluhan harimau

yang marah mengeroyok mangsa.

ltulah hebatnya ilmu tangan kosong "Sardula

kroda" ini. Kalau ilmu tersebut dimainkan oleh

seorang ahli seperti Hajar Widosari, maka tangan

yang hanya sepasang itu akan berubah seperti

puluhan tangan yang mencakar dan

mencengkeram menyebar maut.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

595

Dalam usaha menghindarkan diri, Slamet

menjejakkan kaki melenting ke udara. Tetapi

berbareng dengan saat tubuh Slamet masih

terapung ini, terdengarlah suara bret..., ternyata

lengan baju Slamet robek dan dari lengan

memercik darah merah yang keluar.

Sorak-sorai segera meledak membahana. Para

murid Hajar Widosari melonjak gembira, melihat

gurunya berhasil melukai lawan. Semua murid

Hajar Widosari segera menduga, gurunya tentu

keluar sebagai pemenang dalam perkelahian ini.

Akan tetapi Slamet hanya tersenyum saja

bajunya robek dan lengan terluka. Baginya, apa

yang terjadi merupakan hal biasa dalam

perkelahian. Lebih lagi serangan Hajar Widosari

memang cepat luar biasa dan amat berbahaya.

Tiba-tiba Slamet melompat ke belakang dengan

gerakan yang cepat tidak terlukiskan. Namun Hajar

Widosari tak mau kalah cepat. Lalu dengan sebat

yang luar biasa, Hajar Widosari sudah menubruk

dan mencakar lagi.

Begitu cengkeraman yang pertama gagal, yang

kedua sudah menyusul lebih dahsyat lagi. Untuk

menghindarkan diri, Slamet terpaksa melompat

lagi ke belakang.

Lalu terjadilah peristiwa yang amat menarik.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

596

Yang seorang menubruk maju, dan yang lain

melompat mundur. Akan tetapi kendati begitu,

mereka masih tetap berhadapan dan siaga, dalam

jarak hanya sedepa.

Tampaknya saja dua orang itu seperti bermain
main. Menyebabkan murid-murid Hajar Widosari

tidak puas dan bersorak riuh.

Akan tetapi teriakan itu keliru. Sebab peristiwa

yang terjadi itu, bukan perkelahian sembarangan.

Terjadinya peristiwa yang nampaknya main-main

itu, sebenarnya malah merupakan ukuran sampai

dimana tingkat ilmu seseorang dalam hal

meringankan tubuh.

Bagaimanapun orang yang bergerak menubruk

ke depan jauh lebih gampang dibanding melompat

ke belakang. Akan tetapi sekarang terbukti, bahwa

jarak dua orang itu selalu tetap, dan jari tangan

Hajar Widosari tidak pernah berhasll menyentuh

lawan.

Yang lebih mengherankan lagi, sikap Slamet. Ia

hanya berlompatan ke belakang menghindari

sambaran tangan dan belum membalas satu kali

saja.

Apa yang dilakukan Slamet ini mengandung

maksud, agar dalam mengemban tugas sekarang

tidak menimbulkan salah paham dan dendam.

Disamping itu, sebabnya tidak mau membalasKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

597

serangan diam-diam ia sedang mempelajari ilmu

"Sardula kroda" itu sendiri.

Seperti yang sudah kita kenal, tokoh muda

bernama Slamet ini telah mencapai tataran ilmu

yang amat tinggi. Hingga Jim Cing Cing Goling yang

sakti itupun mengakui, tingkat kesaktiannya masih

kalah dan masih di bawah tingkat kesaktian Slamet.

Setelah beberapa lama mempelajari, Slamet

menjadi tahu, bahwa setiap lawan selesai

menyerang dengan tiga puluh enam macam

pukulan, Hajar Widosari kembali menggunakan

pukulan pada jurus delapan. Sesudah itu gerakan

akan disusul dengan dua belah tangan menyambar

dari atas ke bawah.

Setelah memperhatikan secara seksama, Slamet

berhasil menyelami ilmu lawan. Bahwa ilmu tangan

kosong "Sardula kroda" itu hanya terdiri dari tiga

puluh enam gerakan atau pukulan dan

cengkeraman.

Di pihak lain Hajar Widosari heran bukan main,

mengapa serangannya selalu gagal hanya

menghadapi seorang muda saja. Ia sudah

mengulang pukulan dan cengkeraman itu tiga puluh

enam kali tiga, berarti seratus delapan kali.

Mengapa serangannya selalu tak berhasil

menyentuh tubuh lawan, dan sebaliknya lawan

belum pernah membalas sekali saja?Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

598

Selama hidup baru kali ini ia berkelahi dengan

lawan, menyerang terus, tetapi lawan tidak mau

membalas. Kalau hal ini sempat dilihati oleh tokoh

lain, bukankah hal ini sangat memalukan?

Berpikir demikian ia segera mengempos

semangat dan tiba-tiba gerakannya lebih cepat dan

leblh gesit lagi. Cakaran dan pukulannya

menyambar-nyambar dengan maksud agar cepat

dapat merobohkan lawan yang muda itu.

Gerakannya masih selalu terlambat. Pukulannya

luput dan cengkeramannya mengenakan angin.

Malah jaraknyapun masih saja tetap.

Di pihak lain, diam-diam Slamet sudah berhasil

menyelami rahasia hebatnya ilmu tangan kosong

"Sardula kroda" ini. Sekaligus pula ia sudah

mendapat jalan, bagaimana harus menundukkan

Hajar Widosari dengan ilmu orang itu sendiri.

Karena serangannya selalu tak berhasil,

menyebabkan Hajar Widosari marah dan

penasaran. Bentaknya, "Bocah! Engkau tidak

berkelahi, tetapi hanya main lompat."

Slamet tersenyum, lalu jawabnya halus penuh

hormat, "Bagaimana....."

Tetapi ucapan Slamet terputus karena tiba-tiba

Hajar Widosari menggunakan kesempatan

mengirimkan dua kali serangan beruntun.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

599

Namun di luar dugaan. Slamet dapat bergerak

lebih gesit hingga pukulan itu luput, dan Slamet

dapat meneruskan ucapannya, "Bagaimana aku

harus berkelahi? Sebaliknya bagaimana pula kalau

aku dapat mengalahkan paman?"

Apa yang terucap dari mulut Slamet ini

merunakan bukti tak terbantah, sampai di mana

ketinggian ilmunya. Sambil berlompatan mundur,

ucapannya tetap tenang tidak terputus-putus oleh

serangan lawan.

Menyaksikan apa yang dihadapi ini, mau tak mau

Hajar Widosari memuji, "Hebat. Engkau benar

benar orang muda hebat jaman ini. Ya, engkau

dapat bergerak lincah seperti kijang kencana.

Hemm, tetapi kalau berkelahi sungguh-sungguh,

engkau takkan dapat melawan aku."

Slamet tersenyum, lalu menjawab dengan halus

dan tenang, "Menurut pendapatku, sulit sekali

meramalkan mana yang akan kalah dan mana yang

menang dalam setiap perkelahian. Tetapi yang

jelas aku lebih muda. Kalau kalah dalam bidang

kesaktian, aku masih menang tenaga."

Jawaban Slamet ini membuat Hajar Widasari

tersinggung. Hardiknya, "Huh, kalau aku sampai

kalah melawan engkau, bunuh saja! Percayalah

bahwa tidak seorangpun akan menuntut balas dan

mendendam."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

600

"Sabarlah paman, aku tidak pernah

menghendaki peristiwa semacam itu," sahut

Siamet. "Sekarang begini saja. Seperti janji yang

telah sama-sama kita setujui tadi! Kalau aku kalah,

paman dapat berbuat sesuka hati. Tetapi

sebaliknya kalau aku yang menang, maka paman

harus bersedia pulang kembali ke Tidar, dan urusan

Kiageng Ringin Putih menjadi urusanku!"

"Baik, aku setuju. Akan tetapi engkau takkan

dapat mengalahkan aku."

"Terima kasih. Sekarang aku akan mengalahkan

paman dengan ilmu yang sama."
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa?" Hajar Widosari kaget. "Engkau akan

mengalahkan aku dengan ilmu tangan kosong

Sardula kroda? Huh, sejak kapan engkau belajar

ilmu khusus perguruanku ini? Hemm, jika engkau

benar dapat memecahkan ilmu sakti perguruanku

ini, aku akan segera pergi dari tempat ini, dan

selama hidup aku takkan keluar dari pintu

perguruan."

"Jangan! Aku tak berharap sejauh itu. Tenaga

paman masih banyak diperlukan masyarakat. Maka

paman harus tetap membantu masyarakat yang

memerlukan perlindungan."

Ketika mereka bicara ini, para murid Hajar

Widosari bersorak riuh sekali. Mereka semua

kagum. Karena sambil bicara ini, mereka tetapKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

601

bergerak gesit. Hajar Widosari melancarkan

serangan bertubi-tubi, sedang Slamet tetap

berlompatan tanpa membalas.

Tiba-tiba tubuh Slamet melenting ke atas. Di

udara tubuh itu berputar empat kali. Setiap

berputar tubuh Slamet makin tinggi. Dan sesudah

cukup tinggi, tubuh Slamet seperti tumbuh sayap.

Ia melayang-layang di udara, dan ketika kembali

turun ke bumi, jaraknya dengan Hajar Widosari

masih tetap seperti semula.

Begitu tubuh Slamet turun ke bumi, Hajar

Widosari mengirimkan pukulan gertak kosong

dengan tangan kiri. Lalu disusul dengan sambaran

tangan kanan yang meluncur seperti kilat ke dada

dan pundak.

Tetapi Slamet sudah tahu pukulan yang akan

digunakan lawan. Karena itu Slamet juga

menggerakkan tangan dengan pukulan serupa.

Disusul tangan kanan menyambar ke dada dan

pundak Hajar Widosari.

Dua orang itu menyerang dengan gerakan dan

pukulan sama. Akan tetapi walaupun sama masih

terdapat perbedaan. Slamet menyerang

belakangan, namun tangan dapat mencapai

sasaran lebih dulu.

Pada saat jari tangan Hajar Widosan masih

terpisah kira-kira dua jari dari pundak Slamet,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

602

sebaliknya jari Slamet sudah berhasil

mencengkeram pundak Hajar Widosari.

Saat itu juga Hajar Widosari merasakan tulang

pundaknya kesemutan dan lengan hilang tenaga.

Namun pada saat itu juga, ternyata Slamet telah

melepaskan cengkeramannya.

Untuk sejenak Hajar Widosari terpaku. Tetapi

cepat tidak terduga, tangan Hajar Widosan

bergerak dan memukul bagian bawah telinga

Slamet.

Tetapi apa yang baru saja terjadi terulang lagi,

Slamet bergerak dan menggunakan pukulan sama.

Kendati bergerak belakangan, tangannya dapat

mencapai sasaran lebih dulu. Untung pukulan

Slamet perlahan saja, hingga tidak mengakibatkan

Hajar Widosari terluka.

Hajar Widosari amat terkejut. Untuk sejenak ia

terpaku dan keheranan, serangannya kalah dulu

dan di saat sudah menyentuh malah ditarik

kembali.

Akan tetapi sesudah hilang rasa heran dan

kagetnya, tiba-tiba saia Hajar Widosari melompat

dan sepasang tangannya bergerak cepat sekali

menyambar-nyambar dengan serangan amat

berbahaya. Sekali serang ia telah mengirimkan

delapan pukulan dan cengkeraman. Namun yangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

603

terjadi kemudian, Slamet juga bergerak dengan

ilmu sama dan jurus sama pula.

Sesungguhnya pukulan berantai yang dilakukan

Hajar Widosari itu merupakan pukulan tunggal

yang berisi delapan perubahan, sedang

kecepatannya sulit dilukiskan. Namun ternyata,

Slamet dapat mengimbangi dan tetap lebih cepat

pula.

"Sudahlah," ujar Hajar Widosari perlahan sambil

menghela napas dalam. "Engkau memang hebat

dan lebih sakti dibanding aku. Aku mengaku kalah,

dan aku harus pergil"

Hajar Widosari melompat. Lalu memberi isyarat

agar semua muridnya meninggalkan tempat ini.

Semua muridnya heran. Mereka tidak tahu apa

yang terjadi, dan mereka hanya dapat menurut,

mengikuti guru mereka meninggalkan tempat ini.

Slamet menghela napas lega. Tugas yang

diemban dapat selesai dengan baik, dan Hajar

Widosari tidak salah paham. Namun diam-diam ia

mengakui.

Kalau saja dalam usaha mengalahkan Hajar

Widosari tadi dengan ilmu lain perguruan, bisa jadi

akan marah dan mendendam. Tetapi karena

dikalahkan orang dengan menggunakan ilmu yang

sama, berarti derajatnya tidak turun. KarenaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

604

dikalahkan oleh ilmu perguruan sendiri, yang

takkan mengurangi harga diri dan martabat.

Akan tetapi Slamet menyadari, tugasnya belum

selesai. Dalam usaha menyelamatkan Kiageng

Ringin Putih, ia harus menghalau tokoh lain yang

berdatangan ke hutan ini. Maka kemudian Slamet

menyelinap ke bagian hutan yang lain, untuk

menghadang setiap orang yang berusaha

memusuhi Kiageng Ringin Putih.

Tiba-tiba ia melihat rombongan orang menuju

hutan Wonokerto, dalam jumlah cukup banyak.

Jaraknya masih cukup jauh, hingga sulit mengenal

mereka rombongan dari mana.

Pada mulanya timbul maksud untuk menghadang

dan menghalau rombongan itu. Tetapi maksud itu

diurungkan, ketika melihat ayahnya, Swara Manis

diikuti oleh Marsih, dan Retno Ayu, telah

menghadang rombongan itu. Ia tidak merasa kuatir

ayahnya kewalahan menghadapi orang-orang itu.

Karena di samping cerdik, ayahnya juga sakti

mandraguna.

Rombongan yang baru datang ini, Resi Dewata

tokoh sakti dari Baron Gunung Kidul bersama

murid-muridnya.

Lalu apa yang akan diandalkan untuk mencegah

orang lewat?Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

605

Salah seorang murid bernama Kamal, menjadi

mual melihat sikap dan ucapan orang buntung itu.

la bergerak maju dengan maksud sekali pukul,

orang itu tentu mampus. Namun Resi Dewata

mencegah, dan murid ini tidak berani memaksa.

"Kamu tak perlu ribut," ujarnya."Biarkan orang

ini mengajukan tuntutan yang tak masuk akal. Toh

semua keputusan bukan dia, tetapi aku sendiri."

Kemudian ia mengamati Swara Manis sambil

mendengus, "Hemm, dua kakimu sudah buntung

tetapi sikapmu amat sombong. Katakan terus

terang, siapakah sesungguhnya kisanak mi?"

Tetapi jawaban yang keluar dari mulut Swara

Manis kedengarannya aneh, seperti orang

mengigau.

"Aku pernah menolong seseorang yang hampir

mati karena menderita luka di sebelas tempat pada

tubuhnya. Untuk menolong orang itu, tiga hari tiga

malam aku tidak tidur. Dengan segenap

kemampuanku, pada akhirnya aku berhasil juga

menyelamatkan jiwa orang itu. Dan berkat

ketekunan dan kesungguhanku, akhirnya orang itu

sembuh. Tertarik sikapnya yang halus, akhirnya

aku mengangkat orang itu sebagai saudara. Tetapi

hemm, mimpipun tidak. Orang itu bukan membalas

kebaikanku, tetapi malah menyebabkan adik

perempuanku mati....."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

606

Tiba-tiba tubuh Resi Dewata menggigil dan

keringat membasahi tubuh.

Semua muridnya yang berdiri di belakangnya

menjadi heran. Namun karena gurunya telah

melarang, mereka berdiam diri, dan hanya

menunggu perkembangan.

Memang ada sebabnya tubuh Resi Dewata

menggigil tiba-tiba. Ucapan orang buntung itu

segera mengaduk ingatan peristiwa yang sudah

lama lewat.

Dirinya pernah ditolong seorang tabib bernama

Ki Welas, ketika dirinya hampir mati dikeroyok

orang dan menderita luka parah.

Setelah dirinya sembuh, adik perempuan Ki

Welas bernama Watinem jatuh cinta. Ia melayani,

lalu terjadilah hubungan seperti suami isteri.

Namun ketika Watinem menyatakan telah hamil, ia

pergi diam-diam. Beberapa hari kemudlan ia

mendengar kabar, Watinem telah mati membunuh

diri.

Akan tetapi semua penstiwa itu amat rahasia.

Tidak seorangpun tahu, kecuali Ki Welas. Namun

mengapa secara tak terduga orang buntung ini tahu

rahasia itu?

Tiba-tiba timbul dugaannya, tentu orang buntung

ini Ki Welas yang dulu pernah menolongnya. KalauKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

607

dugaannya ini benar, orang ini secepatnya harus
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibunuh. Sebab apabila tidak, rahasianya akan

terbongkar dan diketahui semua muridnya. Kalau

rahasia pribadinya diketahui para murid, dirinya

akan ternoda.

"Hemm, baiklah. Engkau tidak mau mengaku

malah bicara tak keruan juntrungnya. Tak ada jalan

lain kecuali aku harus memberanikan diri minta

petunjukmu. Dan sebaiknya pertandingan kita ini

dibatasi sampai salah seorang bisa disentuh saja,

dan tidak perlu salah seorang terluka atau mati."

Ucapannya begitu halus dan syarat yang

ditetapkan seperti ucapan seorang suci. Akan tetapi

setelah selesai bicara, dengan tangan kiri, Resi

Dewata telah menghantam pundak lawan.

Murid-murid Resi Dewata cepat mundur.

Kemudian dengan senjata yang ada, mereka

membabat semak-sernak di sekitarnya. Hingga

tempat itu menjadi agak lapang, dan memenuhi

syarat untuk berkelahi. Mereka kemudian

membentuk lingkaran. Dan dalam hati sudah

memastikan, guru mereka akan keluar sebagai

pemenangnya.

Swara Manis yang berdiri di atas dua tongkatnya

tersenyum. Lalu katanya halus, "Tidak tepat kalau

Resi Dewata memerlukan petunjuk dari aku yang

hina ini. Karena tingkat kesaktian kisanak sudahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

608

tidak dapat diukur lagi betapa tingginya. Bukankah

ilmu kesaktian yang diyakini oleh Resi Dewata itu

namanya ilmu membalas kebaikan dengan

kejahatan? .... ih....."

Cepat luar biasa Resi Dewata telah menyerang

lagi lebih dahsyat dengan maksud, sekali pukul

dapat membunuh si buntung ini. Ia menggunakan

ilmu simpanannya bernama "Garuda Birawa".

Tangan kanan memegang senjata andalannya

berujud kipas besi, sedang tangan kiri dengan jari

terbuka membentuk cakar burung siap

mencengkeram lawan.

Akan tetapi semua serangan itu dapat dihindari

dengan gampang oleh Swara Manis yang

menggunakan ilmu "Jatayu nandang papa".

Tampaknya orang buntung ini bergerak

sempoyongan seperti orang mabuk, namun semua

serangan dapat dielakkan dengan mudah.

Namun tiba-tiba Resi Dewata menyerang dengan

senjata kipasnya. Tahu-tahu Swara Manis

menghirup bau harum bercampur manis yang

keluar dari kipas. Begitu menghirup bau itu,

kepalanya pening dan kakinya lemas, terhuyung

lalu roboh terguling.

Di tempat terlindung dan agak jauh, Marsih

menjerit lirih melihat suaminya roboh. Ia sudahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

609

bergerak untuk menolong suaminya. Tetapi untung

Retna Ayu waspada, mencegah sambil membujuk,

"Jangan! Kakek tidak perlu pertolongan."

"Apa?" damprat Marsih. "Apakah matamu sudah

buta? Kakekmu roboh terguling dan tentu celaka di

tangan lawan."

"Tidak! Percayalah kepadaku. Kakek tadi

menggunakan ilmu "Jatayu nandang papa" dan

berhasil mengelakan seluruh serangan. Sekarang

kakek terguling hanya pura-pura, untuk menipu

lawan."

"Betulkah itu? Kakekmu tidak celaka?"

"Percayalah nek, kakek tentu menang."

Ucapan Retna Ayu itu sesungguhnya ngawur

belaka. Semua itu diucapkan dalam usaha

mencegah neneknya muncul. Akan tetapi ucapan

yang ngawur itu kemudian menjadi kenyataan.

"Bangsat buntung." Resi Dewata mencaci.

"Sekarang tibalah saatnya engkau kenal dengan

ilmu simpananku."

Resi Dewata melompat dan lima jari tangan kiri

bermaksud mencengkeram pundak Swara Manis,

untuk meremukkan pundak orang buntung itu.

Akan tetapi belum juga jari tangan itu menyentuh,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

610

mendadak saja Swara Manis meniup muka Resi

Dewata.

Begitu angin dari mulut menyambar, Resi

Dewata segera menghirup bau harum dan manis,

dan kepala tiba-tiba pening.

Resi Dewata kaget setengah mati. Tetapi belum

sempat berbuat sesuatu, Swara Manis telah

mendahului memukul lutut, hingga tak dapat

dicegah lagi Resi Dewata telah jatuh berlutut di

depan Swara Manis.

Resi Dewata ketanggor batu hari ini berhadapan

dengan Swara Manis yang cerdik. Ia tadi pura-pura

roboh setelah menghirup bau harum dan manis dari

kipas Resi Dewata. Bau tersebut Cepat-cepat ia

sedot ke mulut. Ketika Resi Dewata mendekat,

racun yang terkumpul di mulut itu ditiup untuk

menyerang pemiliknya sendiri.

Semua itu bisa terjadi karena Swara Manis sudah

tahu rahasia Resi Dewata dan sudah bersiap diri.

Swara Manis telah mengunyah obat penawar racun,

hingga racun yang disedot dan dikumpulkan di

mulut tidak mempengaruhi dirinya.

Begitu Resi Dewata roboh. Swara Manis cepat

merebut kipas besi dari tangan Resi Dewata. Kipas

itu diangkat tinggi, lalu berteriak ke arah para

murid Resi Dewata.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

611

"Hai, para murid Resi Dewata, dengar baik-baik

kataku. Gurumu yang tampaknya halus ini, terbukti

bukan manusia baik. Dia bersenjata kipas. Tetapi

dia menyembunyikan alat rahasia, hingga tanpa

diketahui orang dapat menyebarkan racun jahat

untuk mengalahkan lawan. Kalian tidak percaya?

Lihatlah!"

Swara Manis cepat melompat kemudian menusuk

sebatang pohon dengan jari-jari kipas. Dalam

waktu tidak lama, bunga menyadi layu kemudian

rontok. Disusul daun yang semula menghijau itu

berubah mengering.

Semua murid Resi Dewata kaget dan melongo,

melihat akibat dari tusukan kipas itu. Selama ini

mereka hanya tahu, setiap guru mereka bersenjata

kipas, lawan akan segera roboh dan mati oleh

pukulan guru mereka. Karena itu mereka

menghormati, dan menganggap sang guru paling

sakti. Sekarang mata dan hati semua murid ini baru

terbuka melihat kenyataan itu. Bahwa di dalam

kipas besi itu, tersimpan racun jahat yang dapat

membunuh dalam waktu singkat.

Resi Dewata meringkuk di tanah, kepalanya

pening, mata berkunang, persendian lumpuh, dan

darah dalam dada bergolak. Ia tak sanggup

menderita sehebat itu. Dan saking tak kuasa

menahan sakit Resi Dewata sudah berteriak.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

612

"Aduh..bunuhlah aku selekasnya. Bunuh

saja.. aku tidak kuat....."

Swara Manis menghampiri sambil berkata,

"Jangan kuatir. Aku dapat menyembuhkan engkau.

Akan tetapi katakanlah terus terang lebih dahulu,

racun apakah yang engkau jadikan senjata maut

ini?"

"Racun ulat surya... tawon gung... dan ular

bandotan... aduh... sakit... panas... bunuhlah

aku....."

Saking tak kuat menahan derita itu, mendadak

saja Resi Dewata nekat. Di luar tahu Swara Manis,

ia telah membenturkan kepalanya ke batu di

dekatnya.

Prak... kepala itu pecah dan mati saat itu juga.

Swara Manis kaget. Tetapi sudah terlambat dan

tak dapat disesali. Kemudian ia memandang semua

murid Resi Dewata, katanya mantap.

"Kamu telah mendengar sendiri pengakuan

gurumu. Ternyata gurumu bukan orang baik seperti

sangkamu semula. Tetapi sekarang gurumu telah

terbalas dan memetik buah tanamannya sendiri.

Bawalah dia pulang, rawat baik-baik dan kuburkan

sebagaimana layaknya. Betapapun kalian sudah

berhutang budi. Dan betapapun jahatnya, dia tetapKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

613

gurumu. Yang terpenting, janganlah kalian meniru

tingkah laku gurumu yang buruk ini."

Semua murid Resi Dewata mengiyakan.

Kemudian beberapa orang maju dan menggotong

mayat Resi Dewata, lalu meninggalkan tempat itu

sangat tergesa. Di luar tahu Swara Manis, mayat

Resi Dewata itu kemudian dilempar ke dalam

jurang.

Semua murid menjadi benci sekali kepada

gurunya yang sudah mati itu, setelah rahasianya

terbongkar. Semua murid tidak dapat menghitung

lagi berapa jumlah korban yang jatuh oleh kipas

gurunya yang menyimpan racun tersebut.

*****

Berkat kerja keras Jim Cing Cing Goling, Baskara,

Slamet, Swara Manis dan Warok Dirada, semua

orang yang bermaksud melayani tantangan Ditya

Margono, dapat dihalau sebelum bertemu dengan

Kiageng Ringin Putih. Dan berkat usaha para

sahabat Kiageng Ringin Putih ini, dapat dicegah

jatuhnya korban yang tak diharapkan.
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi semua yang terjadi, tanpa sepengetuhan

Kiageng Ringin Putih. Karena mereka tahu, KiagengKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

614

Ringin Putih takkan setuju dan tentu menolak

rencana dan cara itu.

Malam telah tiba dan sinar emas bulan di

angkasa menerangi alam sekeliling hutan

Wonokerto.

Kiageng Ringin Putih heran berbareng curiga,

mengapa sebabnya tempat ini sepi dan tidak

seorangpun muncul?

Ia menghela napas. Ia sadar bahwa malam ini

merupakan saat penentuan. Kalau dirinya dapat

mengalahkan semua orang yang datang dan

menanggapi tantangan Ditya Margono, berarti

selamat. Akan tetapi sebaliknya, kalau dirinya tak

sanggup menghadapi orang-orang itu, dirinya akan

mati.

Mati sekarang dan kemudian hari, baginya sama

saja. Dirinya sudah tua, dan manusia hidup tentu

mati. Namun yang disesalkan, mengapa mati dalam

usia tua ini, harus dengan cara kalah berkelahi

dengan orang?

Tetapi tiba-tiba ia kaget mendengar suara orang

menyapa.

"Selamat malam, sahabatku. Heh-heh-heh,

malam ini merupakan malam indah. Akan tetapi

mengapa engkau tidak gembira dan malah lesu?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

615

Kiageng Ringin Putih mengangkat kepala,

memandang ke arah asal suara. Lalu muncul

seorang laki-laki tinggi besar, bercelana hitam. Tak

jauh di belakang orang itu, tampak sepasang

remaja bergandengan tangan. Sepintas lihat saja

Kiageng Ringin Putih tahu, bahwa remaja yang

bergandeng tangan itu, tengah asyik memadu

kasih.

"Adi Dirada, ah, engkau selalu mengusik

ketenangan orang saja," sahutnya. "Apa yang

menarik hatimu, datang ke hutan ini?"

"Heh-heh-heh, engkau jangan pura-pura

kakang. Bukankah malam ini merupakan malam

ketentuan tantangan muridmu yang murtad itu?

Terus terang aku tertarik dan ingin menyaksikan

engkau tanding yuda dengan para tokoh sakti. Aku

percaya, malam ini merupakan tontonan yang

berharga."

"Ah, engkau membuat aku malu saja. Malam ini,

kalau sampai terjadi toh diluar kemampuanku.

Tetapi kalau tak melayani, bukankah semua orang

akan menuduh diriku pengecut?"

"Itu benar. Akupun akan menuding engkau

sebagai pengecut. Kalah dan menang dalam setiap

perkelahian sudah lumrah. Tetapi kalau kalah

sebelum bertanding, itu amat memalukan."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

616

"Itulah sebabnya, dengan sabar aku menanti

kehadiran mereka."

Tiba-tiba Warok Dirada memalingkan muka.

Katanya, "Hai Sunu! Datang kemari dan berikan

hormatmu kepada Kiageng Ringin Putih. Ah, dasar

orang muda, kalau sedang berpacaran lupa segala."

Sunu Prabandaru dan Rara Inten merasa malu

oleh sindiran Warok Dirada itu. Mereka segera maju

lalu memberi hormat kepada Kiageng Ringin Putih.

"Sudilah paman memaafkan Sunu Prabandaru,

murid bapa Dirada."

Rara Inten tak mau ketinggalan. Ucapnya, "Juga

aku, Rara Inten. Tentunya kakek belum lupa,

bahwa diriku ini murid kakek Goling."

"Heh-heh-heh," Kiageng Ringin Putih terkekeh.

"Bangkitlah, lalu duduklah yang santai. Kalian

merupakan pasangan manis, sama-sama murid

tokoh sakti. Harapanku, kemudian hari kalian

menjadi generasi penerus, dalam menegakkan

keadilan dan melindungi yang lemah dari tekanan

si kuat."

Kakek ini berhenti sejenak. Setelah mengusap
usap jenggotnya yang panjang, terusnya, "Adi Di
rada! Didiklah mereka baik-baik dan jangan seperti

aku. Akibat salah urus, menyebabkan harapanku

buyar."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

617

"Hemm, sesal tiada guna kakang. Manusia tidak

kuasa melawan takdir. Manusia wajib berusaha,

tetapi semua keputusan di tangan Tuhan semata.

Bukankah begitu?"

"Engkau benar. Kita berencana, tetapi tak tahu

apa yang terjadi."

Tiba-tiba terdengar suara menyahut dari tempat

agak jauh, "Benar, engkau benar! Kita bisa

berencana tetapi tak tahu apa yang terjadi. Malam

ini merupakan malam ketentuan pertandinganmu

dengan beberapa tokoh sakti. Namun orang-orang

itu sekarang telah kembali sebelum bertemu

dengan engkau. Heh-heh-heh."

Kiageng kenal akan suara itu. Lalu ia menyahut,

terdengar halus, tetapi dapat terdengar dari tempat

jauh, "Engkau Jim yang selalu jahil. Bukankah

sebagai hasil perbuatanmu, mereka pergi tanpa

sempat bertemu dengan aku?"

"Hanya benar sebagian. Aku hanya sedikit

memberi andil, termasuk si Warok yang berdiri di

depanmu itu."

Tak lama kemudian muncullah Jim Cing Cing

Goling, Baskara, Swara Manis, Siamet, Marsih dan

Retna Ayu. Dan menyusul agak di belakang,

sepasang Retnaja yang bergandengan tangan,

Purnomo dan Diah Kuntari. Yang agak sibuk siKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

618

Bongkok Baskara, karena sambil berjaian terus

memaksa Ditya Margono supaya melangkah.

Kiageng Ringin Putih nampak kaget melihat Ditya

Margono berjalan dan dipaksa orang bongkok.

"Ada apa bocah itu?" tanya Kiageng Ringin Putih

tidak sabar.

Kendati Ditya Margono yang berbuat dan

menyebabkan dirinya repot, namun melihat Ditya

Margono setengah diseret itu, hatinya trenyuh

juga.

"Maafkan aku Kiageng," sahut Jim Cing Cing

Goling. "Akibat perkelahian dengan kami, sekarang

dia menjadi buta."

"Ah..." seru Kiageng Ringin Putih tertahan.

Mereka menghampiri Kiageng Rmgin Putih.

Setelah saling memberi hormat, Jim Cing Cing

Goling menjadi juru bicara memperkenalkan satu

persatu.

Dan sesudah itu, ia lalu menceritakan apa yang

telah terjadi sebagai hasil semua sahabat, yang

bermaksud membantu Kiageng Ringin Putih dan

menggagalkan terjadinya perkelahian yang tak

diharapkan.

Kiageng Ringin Putih menghela napas dalam.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

619

Lalu, "Terima kasih atas bantuan dan jerih payah

kalian. Ya, penyelesaian yang kalian tempuh sudah

benar. Justeru kita tidak menghendaki permusuhan

dan dendam."

"Benar! Sekarang bocah yang menjadi biang

keladi sudah kami tangkap. Kami serahkan

kepadamu, justeru engkau pribadi yang berhak

memutuskan hukumannya." Jim Cing Cing Goling

mendahului yang lain.

"Aku mendukung." Warok Dirada menyambung.

"Dosa bocah ini memang sudah bertumpuk. Tetapi

mengingat engkau sebagai guru dan sekaligus ayah

angkatnya, orang lain tak dapat mencampuri."

"Terima kasih. Mudah-mudahan Tuhan memberi

petunjuk, dalam usaha mengurusi bocah ini."

Setelah berkata, ia menghampiri Ditya Margono.

Sekali pencet tali yang mengikat tangan sudah

putus. Sejenak kakek ini mengamati mata Ditya

Margono yang berdarah. Ia menggeleng. Mata

bocah ini telah rusak, dan tak mungkin dapat

disembuhkan lagi. Kemudian tanpa membuka

mulut, Kiageng Ringin Putih sudah menggandeng

Ditya Margono diajak pergi.

Semua orang saling pandang. Kemudian

menghela napas dan menggelengkan kepalanya.

Mereka merasa kasihan pula, Ditya Margono harus

menjadi buta seperti itu.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

620

Namun mereka belum juga bubaran. Masih ada

satu persoalan yang difiadapi dan harus mendapat

pemecahan sebaik-baiknya.

"Tugas yang satu selesai, yang kedua menyusul."

kata Jim Cing Cing Goling.

"Soal apa yang kedua?" Warok Dirada kaget.

"Apakah masih ada lagi sahabat yang terancam

bahaya?"

"Benar. Dan lebih gawat dibanding persoalan

Kiageng Ringin Putih."

"Ah, siapakah sahabat itu?"

"Mereka hadir di sini." Jim Cing Cing Goling

memalingkan muka. Lalu melambai ke arah

Purnomo dan Diah Kuntari.

"Ah, mengapa bocah ini?" Warok Dirada heran.

"Begini. Pemuda ini bernama Purnomo, cucu

kandungku. Sedang gadis ini, Diah Kuntari, murid

dan cucu keponakan Swara Manis ini."
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aha, itu namanya pasangan yang setimpal. Lalu,

persoalan apa yang dihadapi?"

"Dengarkan baik-baik, aku akan berkisah."

Lalu berkisahlah kakek ini, tentang riwayat hidup

Swara Manis dengan Mariam, yang akhirnya lahirKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

621

bayi bernama Slamet, seperti yang sudah

dikisahkan dalam "Cinta dan Tipu Muslihat".

Akibat sakit hati, Mariam benci setengah mati

kepada Swara Manis. Kendati peristiwa itu sudah

puluhan tahun berlalu, masih juga membekas

dalam hati Mariam.

Masalah sikap pribadi Mariam ini, tentu saja

takkan dibicarakan kalau saja tak menyusul

peristiwa kelanjutan. Secara tidak terduga, begitu

kenal, antara Purnomo dan Diah Kuntari saling

jatuh cinta. Padahal, Diah Kuntari bukan saja murid

Swara Manis, tetapi juga cucu keponakan.

Di pihak lain, Purnomo merupakan anak tiri

Mariam. Namun kendati anak tiri, sikap Mariam

sudah tidak bedanya anak kandung sendiri. Karena

itu timbul kekuatiran, kalau Mariam tidak setuju.

"Heh-heh-heh," Warok Dirada terkekeh. "Kalau

Jim Cing Cing Goling sebagai mertuanya, mengapa

tidak berusaha membujuk menantumu?"

"Hem, terus terang aku sudah melakukan

penjajakan secara samar." Jim Cing Cing Goling

menjelaskan. "Namun sikap Mariam tak dapat

dirubah, walaupun sadar telah ada ikatan anak dan

cucu. Tertumbuk oleh kenyataan ini, membuat aku

tak tahu jalan lagi."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

622

"Gampang. Ah, aku memperoleh jalan." Baskara

menyela.

"Katakan pendapatmu." Jim Cing Cing Goling

mendesak.

"Hanya sahabat Dirada yang bisa menolong."

"Aku? Bagaimana aku bisa menolong?" Warok

Dirada heran.

"Ya, hanya engkau. Akui saja Diah Kuntari

sebagai muridmu. Lalu engkau ke Pajang bersama

kakang Goling, dan sejoli itu. Mariam yang tak

sadar kita tipu, tentu setuju."

"Bagus!" puji Jim Cing Cing Goling. "Engkau

banar. Penyelesaian ini tepat sekali. Dengan begitu,

Dirada mengaku mempunyai dua murid, dan secara

kebetuian murid wanita jatuh cinta kepada anak tiri

Mariam dan si murid laki-laki jatuh cinta kepada

cucunya. Hore, sekarang juga kita ke Pajang.

Sedang Baskara, Swara Manis, Marsih dan Retna

Ayu, sebaiknya menuju Jonggrangan."

Akhirnya mereka setuju, kemudian berpisah.

Tak lama kemudian tempat tersebut kembali

sepi, dan yang terdengar tinggal suara angin yang

gemerisik di hutan Wonokerto.

"Heh-heh-heh, aku gembira sekali hari ini," ujar

Jim Cing Cing Goling.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

623

"Apakah sebabnya?" tanya Baskara keheranan.

"Siapa yang tidak bergembira justeru cucuku

memperoleh isteri cantik jelita?"

"Hemm, aku sendiri yang sial sepanjang

hidupku." Baskara mengeluh.

"Hai apakah sebabnya?" Jim Cing Cing Goling

heran.

"Selama hidup aku tidak mempunyai isteri dan

keturunan. Sekarang aku sudah tua, hidup

sebatang kara."

Swara Manis kaget dan cepat menyahut, "Paman

Baskara. Paman jangan berkata begitu. Kendati

aku, Marsih maupun anakku Slamet bukan sanak

dan bukan kadangmu, tetapi jasamu terhadap

perjuangan sangat besar dan tidak mungkin kami

semua dapat membalas. Bukankah di saat Mariam,

Prayoga maupun Sarini masih kecil, mereka semua

itu merupakan asuhanmu? Sudah tentu setelah

engkau tua, mereka yang merasa berhutang budi

akan membalasnya!"

"Ayah benar," sahut Slamet. "Bagiku kakek

Baskara bukan orang lain, tetapi juga kakekku.

Jangan kuatir kek, akulah yang akan merawatmu

di saat sudah pikun."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

624

Demikianlah, sambil bicara mereka bergerak

cepat menuju Jonggrangan. Di rumah itu nanti,

rencana perkawinan akan diatur dan dibicarakan.

*****

Kiageng Ringin Putih melangkah terus sambil

menggandeng Ditya Margono, meninggalkan hutan

Wonokerto. Kendati semula kakek ini amat marah

kepada anak angkat dan murid tunggalnya ini,

tetapi setelah melihat keadaannya menjadi sangat

iba dan trenyuh. Tak pernah ia duga sama sekali,

bocah yang ia gembleng ilmu kesaktian sejak kecil

itu, akhirnya tidak berdaya dan menderita buta.

Dan sebagai akibat ulah dari Ditya Margono, semua

rencana dan yang ia cita-citakan gagal.

Namun kakek ini tidak sampai hati melihat Ditya

Margono yang buta itu. Kemudian ia menyuruh

Ditya Margono agar duduk di depannya. Kemudian

Kiageng Ringin Putih membubuhkan obat bubuk ke

mata Ditya Margono.

Di luar tahu Kiageng Ringin Putih, bocah liar yang

sudah menderita buta itu, dalam dadanya masih

dilanda oleh rasa dendam kepada Kiageng Ringin

Putih.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

625

Menurut pendapat Ditya Margono, sebabnya

menderita buta sekarang ini, sebagai penyebabnya

hanya seorang saja, Kiageng Ringin Putih. Karena

itu ketika Kiageng Ringin Putih ingin mengobati luka

pada matanya, ia menurut. Ia duduk dan berdiam

diri. Namun diam-diam ia sudah mengumpulkan

tenaga, kemudian secara tidak terduga memukul

dada kakek itu.

Dalam keadaan tidak siaga dan jaraknya amat

dekat itu, tidak mungkin Kiageng Ringin Putih dapat

membela diri. Dadanya terpukul keras sekali, dan

langsung muntah darah. Akan tetapi dalam

keadaan terluka parah ini, Kiageng Ringin Putih

masih sempat mencengkeram lengan Ditya

Margono yang berusaha lari. Di saat Ditya Margono

sedang berusaha meronta ini, pukulan tangan

kanan telah membuat kepala Ditya Margono pecah.

Disusul dengan tendangan, menyebabkan tubuh

Ditya Margono terlempar.

ltulah yang terjadi. Kiageng Ringin Putih tak

dapat menghindari takdir Tuhan. Ia harus tewas

oleh pukulan murid dan anak angkatnya sendiri.

"TAMAT"

Kota.Bengawan, September 1984Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

626


Pendekar Bodoh Pengejaran Ke Masa Silam Misteri Sittaford Sittaford Mystery Dewa Arak 51 Raja Iblis Berhati Hitam

Cari Blog Ini