Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat Bagian 7
membuat lawan celaka. Maka setelah berhasil
merebut senjata lawan, ia berkata dengan sabar,
"Kisanak, ada urusan bisa diurus. Marilah kita
sekarang bicara baik-baik."
Sebagai seorang ksatria, Kiageng Ringin Putih
tahu akan harga senjata bagi seseorang. Oleh
sebab itu, sesudah berkata, kakek ini
mengembalikan kipas itu. Katanya halus,
"Terimalah kembali senjatamu."
Jaran Goyang menerima kembali kipasnya.
Tetapi di luar kehendak kakek itu, begitu diterima
kipas itu langsung dipatahkan menjadi beberapa
potong. Jawabnya, "Sudahlah, aku mengaku
kalah."
Ketika itu Gajah Ngoling dan Jarot masih terus
saja menyerang dan mengeroyok Rara Inten.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
491
Karena sekarang gadis ini tinggal melayani dua
orang maka pekerjaan Rara Inten menjadi lebih
ringan.
Tetapi ketika dua orang ini melihat Jaran Goyang
dapat dikalahkan kakek itu dengan gampang
mereka kaget berbareng marah, di samping gelisah
juga. Betapa tidak? Baru menghadapi gadis itu saja
tidak juga dapat mengalahkan, sekarang malah
datang seorang kakek yang jelas jauh lebih sakti.
Tanpa membuka mulut lagi dua orang ini
mengalihkan serangannya. Mereka meninggalkan
Rara Inten, lalu menyerang Kiageng Ringin Putih
yang ketika itu tidak siaga sama sekali.
Tetapi walaupun tidak siaga, tidak berarti lengah.
Ketika merasakan sambaran angin yang berat dan
kemudian melihat menyambarnya sebatang
tongkat ke arah pinggangnya dan sementara itu
sebatang pedang menyerang kepalanya, ia tidak
gugup.
Seperti kilat cepatnya kakek ini memutarkan
ranting kayu. Putaran itu cepat sekali.
"Plak... trangg...!" dua batang senjata dapat
ditangkis. Walaupun hanya ranting kayu, ketika
berbenturan dengan pedang lawan, bisa
menimbulkan dentingan nyaring sekali.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
492
Sesudah berhasil membela diri, Kiageng Ringin
Putih melompat ke kanan untuk menjauhkan diri.
Lalu katanya sabar, "Hemm, mengapa kalian
tidak mau memberi keterangan secara jujur, malah
menyerang membabi-buta?"
Rara Inten sekarang bernapas lega. Ia dapat
berdiri bebas sambil dapat menyeka peluh yang
membasahi leher dan dahinya.
Akan tetapi tanpa membuka mulut, Jarot dan
Gajah Ngoling telah melancarkan serangan lagi
kepada Kiageng Ringin Putih. Melihat itu Rara Inten
tidak enak hati. Katanya,
"Kakek, biarlah mereka puas. Saya masih
sanggup menghadapi dua kunyuk busuk ini."
Ia menerjang maju, dan Kiageng Ringin Putih
melompat mundur. Tetapi walaupun menonton di
pinggir, selalu tetap waspada. Sebab
bagaimanapun ia tahu Rara Inten sulit dapat
mengalahkan lawan dua orang itu. Kalau ia
mengalah dan mundur, tidak lain agar gadis itu
puas.
Wajah Jaran Goyang sebentar pucat dan
sebentar merah. Ia marah sekali di samping amat
malu. Lebih-leblh setelah melihat Jarot dan Gajah
Ngoling mengeroyok gadis itu, hatinya makin tidakKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
493
enak. Untuk maju dan ikut mengeroyok, sudah
tidak mempunyai senjata lagi.
Untung ia teringat menyimpan sejumlah senjata
rahasia berujut paku yang amat tajam dengan
kepala besar. Apabila senjata rahasia itu
disambitkan, paku ini akan berputar sehingga
dengan mudah dapat masuk ke dalam daging dan
menembus tulang. "Rebahlah!" bentak Gajah
Ngoling sambil menyerang dengan tongkat.
Diam-diam gadis ini kaget. Benar ia tadi masih
dapat bertahan ketika dikeroyok tiga. Akan tetapi
setelah Jaran Goyang secara curang menghujani
senjata rahasia, kedudukannya menjadi berubah.
Sebab ia tidak dapat menghadapi Jaran Goyang
secara langsung, dan sebaliknya orang itu dapat
menyerang dari jarak jauh.
Kiageng Ringin Putih masih berdiam diri,
sekalipun tahu Rara Inten tak mungkin sanggup
mengatasi lawan. Kakek ini ingin mencoba,
bagaimanakah murid Jim Cing Cing Goling ini
apabila berhadapan dengan bahaya.
"Bangsat curang!" teriak Rara Inten sambil
mengelakkan diri. Tetapi celakanya, gerakan ini
memberi kesempatan kepada Jarot dan Gajah
Ngoling untuk mendesak dengan senjata masing
masing Dan agar dapat memberi kesempatanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
494
kepada Jaran Goyang, dua orang ini menyerang
dari kiri dan kanan.
Berkali-kali Jaran Goyang melepaskan senjata
rahasia. Sedang Jarot dan Gajah Ngoling berusaha
mendesak dari kiri dan kanan. Tentu saja hal ini
membuat Rara Inten terdesak hebat sekali. Hanya
saja gadis ini masih dapat mempertahankan diri
dengan begitu takkan ada lagi kesempatan untuk
menyelamatkan diri.
Tiba-tiba apa yang diharapkan datang kemudian.
Ia cepat menyambitkan dua barang paku ke arah
leher dan lambung.
"Celaka...!" Rara Inten mengeluh.
Soalnya ketika itu ia sedang menggunakan
pedang untuk menangkis tongkat Gajah Ngoling
yang datang menyambar di atas kepala. Sedang
tangan kiri juga sibuk untuk menghalau senjata
Jarot.
Untuk menghindari serangan senjata rahasia
mengarah leher, gampang dielakkan dengan
menggerakkan kepala. Akan tetapi, senjata rahasia
yang menyambar ke arah lambung tidak mungkin
dapat dihindari, dan tentu segera menembus
lambung.
Untung Kiageng Ringin Putih sejak tadi telah siap
siaga dan waspada. Pada saat berbahaya itu,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
495
dengan kecepatan luar biasa Kiageng Ringin Putih
telah menyentik sebutir kerikil. Terdengar suara
nyaring, hingga paku yang menyambar itu runtuh
di atas tanah.
Tindakan Kiageng Ringin Putih tidak berhenti
sampai di situ. Ia menyusuli lagi dua butir kerikil.
Yang sebutir menghantam tongkat Gajah Ngoling
kemudian yang sebutir menghantam pedang Jarot.
Tiga orang itu menjadi kaget bukan main. Lebih
lebih Jaran Goyang. Ia tadi sudah merasakan
sendiri betapa tinggi ilmu kesaktian kakek itu.
Hingga senjatanya dapat direbut hanya oleh ranting
kayu. Sekarang sebatang pakunya, dengan
gampang telah dipukul runtuh oleh kerikil. Peristiwa
tak terduga ini, membuat Jaran Goyang tambah
jeri.
Gajah Ngoling dan Jarot kaget juga. Sebab
sambaran batu yang membentur senjatanya,
menyebabkan tangan mereka tergetar hebat di
samping merasakan perih dan panas. Hampir saja
senjata mereka terlepas dari tangan. Dan dengan
terjadinya peristiwa ini, mereka kemudian
melompat mundur.
"Sudahlah, kami mengaku kalah!" ujar Gajah
Ngoling.
Secepat kilat tiga orang itu melompat ke kuda
masing-masing, lalu dilarikan pergi.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
496
Rara Inten yang masih penasaran berteriak,
"Jangan lari!"
Lalu gadis itu memanggil kudanya untuk
mengejar. Akan tetapi dengan tangkas Kiageng
Ringin Putih mencegah dengan menarik kendali
kuda. Katanya halus, "Sudahlah, apa maksudmu
akan mengejar?"
"Saya masih penasaran, kek. Saya belum puas
sebelum dapat membunuh mereka yang busuk itu."
"Heh-heh-heh, sudahlah! Apakah engkau belum
juga sadar, sesungguhnya engkau bukan lawan
mereka bertiga?"
Rara Inten baru sadar. Memang pada nyatanya
dirinya tidak sanggup mengatasi tiga orang lawan
itu seorang diri. Kalau tadi kakek ini tidak datang
dan menolong, kiranya dirinya sudah roboh dan
terluka.
Tiba-tiba saja Rara Inten melompat turun dan
kuda, lalu menjatuhkan diri dan berlutut di depan
kakek itu sambil menangis sesenggukan.
"Apa sebabnya engkau menangis?" tanyanya
keheranan.
"Hu-hu-huuu... tiga orang itu tadi amat
menghina diriku..." sahutnya di tengah tangis. "Hu
hu-huuuu... mengapa kakek... membiarkan
mereka pergi begitu saja.....?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
497
Kiageng Ringin Putih tersenyum. Pancingnya,
"Apakah sebabnya?"
"Apa lagi? Mereka laki-laki mata keranjang...
Melihat aku seorang diri... mereka bermaksud
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kurang ajar... Betapa puas hatiku... kalau kakek
tadi merobohkan mereka... hingga aklu dapat
membalas hinaan itu....."
"Hemm," kakek ini menghela napas. "Jadi
menurut pendapatmu, mereka tadi harus dihukum
dengan maut?"
"Meegapa tidak? Orang-orang seperti itu... amat
berbahaya bagi wanita. Mereka mengagulkan
kekuatan... dan tentu saja ganas....."
"Hemm, apakah engkau lupa bahwa mati dan
hidup manusia ini, hanya di tangan Tuhan
sepenuhnya? Dengan alasan apapun, membunuh
sesama manusia tidak baik."
"Kalau mereka jahat, mengapa tidak dibunuh?"
"Tindakan paling tepat tidak begitu saja
menghukum dengan membunuh, cucuku. Tetapi
yang benar dengan memberi petunjuk dan
memberi kesadaran. Setiap pembunuhan akan
memancing dendam dan sakit hati, sehingga akan
terjadi saling bermusuhan. Kapankah dunia ini bisa
damai kalama manusia ini masih mendendam dan
saling membunuh?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
498
Rara Inten tetap saja tidak sependapat dengan
Kiageng Ringin Putih. Tetapi untuk terus
berbantahan merasa tidak pada tempatnya. Ia
beranggapan, bahwa orang tua dan orang muda
jauh berbeda, selaras dengan tingkat usia. Dan
sekarang tiga orang itu sudah pergi jauh, tiada
gunanya dipersoalkan lagi. Ia menghapus air
matanya, kemudian berdiri.
"Apakah kakek sudah bertemu dengan guru?"
"Aplakah gurumu bersema engkau?"
"Ya. Semula kami mengunjungi kakek ke rumah.
Tetapi ternyata kakek pergi dan pondok kosong."
Oleh Rara Inten kemudian diceritakan tentang
usahanya mencari Kiageng Ringin Putih, hingga
antara dirinya dengan Jim Cing Cing Goling berbeda
arah. Justeru dalam perjalanan mencari Kiageng
Ringin Putih itu, ia bertemu dengan kakeknya,
Swara Manis yang dituduh memberontak, gara
gara fitnahan Jarot.
"Dan orang yang paling muda itu tadilah, bangsat
Jarot yang sudah mencelakakan kakekku itu. Maka
betapa menggembirakan kalau kakek tadi sedia
membunuh manusia busuk itu."
Kiageng Ringin Putih hanya menghela nafas
panjang. Ia memang belum kenal dengan Swara
Manis. Namun mendengar penuturan Rara Inten iniKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
499
merasa trenyuh juga. Sebab akibat tuduhan
memberontak itu, bukan saja rumahnya habis
dibakar, sekarang menjadi orang buruan pula.
"Kakek Goling menjadi sedih mendengar
peristiwa yang menimpa kakek, dengan
pengkhianatan Ditya Margono itu. Maka timbul niat
guru untuk ikut meringankan beban kakek. Dan
kalau boleh, akupun yang muda juga ingin
membantu."
"Terima kasih atas perhatian kalian. Ya Tuhan,
terima kasih atas kebesaran-Mu. Akan tetapi....."
"Mengapa kek?"
"Dalam masalah yang aku hadapi sekarang ini
aku sendiri yang bersalah. Hemm, aku sendiri yang
bersalah, mengapa aku harus melibatkan orang
lain. Karena itu sampaikan kepada gurumu.
Hendaknya tidak perlu memikirkan urusanku
dengan si murid murtad itu."
"Tidak! Tidak mungkin aku dan guru dapat
mencuci tangan dalam urusan kakek ini. Kesulitan
yang dihadapi kakek juga merupakan kesulitan
yang perlu ditangani guru pula."
"Ya, aku mengerti perasaanmu dan perasaan
gurumu. Akan tetapi aku minta agar hal ini baik
engkau maupun gurumu tidak perlu ikut bersusah
payah dan ikut menjadi korban. Apa yang terjadiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
500
merupakan buah dari pohon yang sudah aku tanam
sendiri. Maka sudah selayaknya pula, aku sendiri
pula yang harus menerima hukuman kepada diriku
sekarang ini."
Kiageng Ringin Putih berhenti dan menghela
nafas panjang. Kakek ini sadar akan kesalahannya
scndiri, hingga Ditya Margono lahir di dunia ini dan
menjadi manusia liar macam itu. Karena merasa
apa yang dialami sekarang ini merupakan hukuman
Tuhan, maka ia tidak menghendaki orang lain ikut
menerima akibatnya.
Setelah mendehem, kakek ini berkata lagi,
"Menurut pendapatku, justeru urusan kakek
kandungmu itu yang lebih penting. Kakekmu Swara
Manis telah difitnah orang, dituduh memberontak.
Masalah itu besar sekali pengaruhnya. Kalau aku
hanya berhadapan dengan Ditya Margono seorang,
sebaliknya kakek kandungmu Swara Manis
berhadapan dengan raja Mataram yang berkuasa.
Selama urusan itu belum beres, kakek-kandungmu
selalu berhadapan dengan bahaya karena setiap
saat bisa ditangkap. Karena itu katakan kepada
gurumu, selesaikan lebih dulu urusan kakek
kandungmu itu dengan raja Mataram."
Tiba-tiba terdenar suara ketawa orang terkekeh,
"Heh-heh-heh, lucu... lucu....."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
501
"Kakek..." teriak Rara Inten yang mengenal
suara Jim Cing Cing Goling.
Kiageng Ringin Putih mengamati ke arah suara
ketawa. Kemudian ia melihat gerakan tiga orang
yang ringan dan gesit. Dua orang laki-laki dan yang
seorang perempuan.
Sepasang mata Kiageng Ringin Putih melebar
ketika melihat seorang laki-laki yang kakinya
buntung dan berjalan di atas tongkat ayu sebagai
pengganti kaki. Tetapi walaupun buntung, gerakan
laki-laki itu gesit tidak kalah dengan manusia yang
mempunyai kaki lengkap.
JILID : VI
"Yang kakinya buntung itulah kakek kandungku,"
ujar Rara Inten. "Ayahku adalah anak kandung
kakek itu."
"Ya Tuhan, apakah sebabnya kakinya buntung?"
tanya kakek ini.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
502
"Kisahnya panjang sekali kek, engkau bisa
bertamya sendiri kepada kakek, dan kakek tentu
dengan senang hati bercerita."
"Apa yang engkau sebut lucu tadi?" tanya
Kiageng Ringin Putih ditujukan kepada Jim Cing
Cing Goling yang masih berjalan.
"Tentu saja lucu," sahut Jim Cing Cing Goling.
"Dan yang lucu juga ucapanmu sendiri itu tadi."
Sekarang ini Jim Cing Cing Goling datang
bersama Swara Manis dan Marsih. Memang sejak
muda sampai sekarang sudah menjadi kakek dan
nenek, kesetiaan Marsih kepada suaminya tidak
pernah luntur. Cintanya amat suci. Dan itu pula
sebabnya, sekalipun dua kaki Swara Manis telah
buntung, rasa cintanya tetap utuh. Dan berkat cinta
suci Marsih ini, Swara Manis dapat sembuh dari
lukanya.
Sejak menjadi suami-isteri, Marsih tidak pernah
terpisah dengan suaminya. Berat sama dipikul dan
ringan sama dijinjing. Karena itu di manapun Swara
Manis ada, tentu Marsih hadir pula.
Maka ketika Jim Cing Cing Goling mengajak
Swara Manis pergi mencari jejak Rara Inten yang
pergi tanpa pamit, Marsih tak mau ketinggalan.
Akhirnya dapat bertemu di tempat ini, dan secara
tidak terduga malah dapat bertemu dengan
Kiageng Ringin Putih yang sudah lama dicari.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
503
"Saya yang rendah bernama Swara Manis, dan
ini isteri saya." kata Swara Manis setelah memberi
hormat kepada Kiageng Ringin Putih, yang
kemudian dibalas oleh kakek itu dengan takzim.
"Heh-heh-heh," Kiageng Ringin Putih ketawa.
"Kisanak jangan merendah. Baru melihat keadaan
kisanak saja, semua orang akan tahu tentang
keadaanmu luar dan dalam."
"Heh-heh-heh, lucu." Jim Cing Cing Goling
terkekeh mengejek. "Kiranya kurang perlu engkau
sebut kisanak segala. Dia ini sama dengan aku, liar,
ha-ha-ha. Kiranya lebih akrab kalau kita buang saja
basa-basi yang tak perlu itu. Bukankah begitu,
Swara Manis?"
Swara Manis mengangguk. Ia sudah paham akan
watak dan tabiat Jim Cing Cing Goling yang suka
blak-blakan setengah urakan. Tidak suka basa
basi, tetapi cukup sopan. Sahutnya,
"Aku juga setuju. Tetapi kiranya Kiageng Ringin
Putih yang belum pernah mengenal aku,
menggunakan basa-basi itu."
"Bagaimana urusanmu dengan murid murtad itu,
kyai," tanya Jim Cing Cing Goling. "Sudah beres?"
Rara Inten mendahului berkata, "Aku tadi sudah
bicara kek, tetapi kakek Ringin Putih menolak
bantuan kita. Alasannya urusan itu merupakanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
504
urusannya sendiri, tidak perlu melibatkan orang
lain."
"Memang begitu," sambung Kiageng Ringin
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Putih. "Semua itu merupakan hasil tanamanku.
Maka apa yang terjadi harus aku hadapi penuh
tanggung jawab."
"Hem, bagus!" Jim Cing Cing Goling sambil
mengacungkan ibu jari tangannya. "Tetapi
bagaimana urusanmu dengan tantanganmu kepada
semua orang pada bulan ke tiga menantang di
hutan Wonotirto itu?"
Kiageng Ringin Putih menghela napas pendek.
"Nah, apakah urusanmu itu dapat kau selesaikan
sendiri?" desak Jim Cing Cing Goling.
"Tentu!" sahut Kiageng Ringin Putih mantap.
"Kendati tantangan itu merupakan hasil perbuatan
Ditya Margono, tetapi harus aku hadapi secara
jantan."
"Bagus!" puji Jim Cing Cing Goling.
"Semangatmu sejak muda sampai menjadi kakek
kakek tak juga luntur. Dan itulah sikap seorang
ksatria. Selalu bertanggung jawab terhadap segala
hal yang dihadapi, kendati masalah itu timbul
akibat fitnah muridmu yang murtad itu. Akan
tetapi, hemm, kalau sudah begitu inginlah akuKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
505
bertanya. Apa yang akan terjadi kalau engkau
berhadapan dengan lawan yang banyak?"
"Akan aku hadapi dengan mata terbuka dan dada
terbuka. Bagiku mati sekarang dan lusa tak ada
beda. Tetapi mati dalam mempertanggung
jawabkan akibat kesalahanku sendiri, aku akan
puas."
"Heh-heh-heh, aku mengerti. Engkau tentu
merasa bersalah terhadap bocah yang menjadi
murid tunggal dan anak angkatmu itu bukan?
Sedikit banyak aku sudah tahu. Akan tetapi
cukupkah dengan pengorbananmu itu? Yang berarti
masalahnya sendiri belum terpecahkan?"
"Maksudmu, masalah yang mana?" tanya
Kiaageng Ringin Putih.
"Heh-heh-heh, masalah yang mana lagi kalau
bukan tantangan palsu alias fitnah yang dilakukan
bocah itu sendiri? Ah, marilah kita duduk di bawah
pohon itu. Agar kita dapat bicara lebih enak."
Setelah mereka mengambil tempat duduk
masing-masing, Jim Cing Cing Goling memulai.
"Aku ingin bertanya kepadamu. Apakah engkau
rela mati dibunuh lawan, dengan nama tercemar,
sebagai manusia sombong dan angkuh dan ingin
disebut manusia tersakti di dunia ini?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
506
Kiageng Ringin Putih tidak menjawab. Ucapan
Jim Cing Cing Goling ini menyadarkannya. Gajah
mati meninggalkan gading. Manusia mati
meninggalkan nama. Memang bagi si mati, sudah
tidak mendengar lagi apa yang dibicarakan
manusia di dunia ini tentang dirinya. Tetapi apakah
bisa diterima kalau kematiannya itu, dengan nama
yang tercemar?
Swara Manis yang sejak tadi berdiam diri ikut
bicara, "Maafkan saya, kalau ikut memberikan
pendapat dalam urusan ini. Setiap pribadi memang
mempunyai pendirian. Akan tetapi persoalan yang
dihadapi lebih bijaksana kalau berbagi dengan
sahabat. Dengan cara itu, akan menjadi jauh lebih
ringan daripada harus dihadapi seorang diri."
Kiageng Ringin Putih batuk-batuk. Lalu katanya,
"Engkau benar adi Swara Manis. Akan tetapi
persoalan yang aku hadapi ini jauh lebih ringan
dibanding dengan persoalan yang engkau hadapi.
Engkau berhadapan dengan kekuasaan raja
Mataram, yang setiap saat bisa ditangkap sebagai
pemberontak. Sebaliknya persoalan yang aku
hadapi sekarang ini hanya masalah pribadi, jauh
lebih ringan dibanding persoalanmu."
"Ha-ha-ha," Swara Manis ketawa. "Sejak aku
muda sampai sekarang telah hampir masuk liang
kubur ini, hidupku selalu berurusan dengan raja
Mataram. Bukan hanya sekarang diriku dituduhKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
507
sebagai pemberontak. Mengapa hal itu harus aku
cemaskan dan sedihkan? Akan tetapi aku selalu
percaya akan keadilan Tuhan. Akhirnya
kebenaranlah yang akan keluar sebagai
pemenangnya."
"Bagus!" puji Jim Cing Cing Goling sambil
mengangkat ibu jari tangannya. "Bukan hanya
Swara Manis yang dicap pemberontak oleh raja
Mataram, tetapi juga aku yang jelek ini, termasuk
pula sisa-sisa pejuang Muria. Bukankah engkau
juga tahu soal itu? Percayalah kyai, tentang urusan
Tumenggung Brojokusumo dan Jarot itu sudah di
tanganku. Tidak sulit untuk dibereskan. Tetapi
sebaliknya, malah persoalan yang engkau hadapi
itu sendiri yang cukup ruwet."
Jim Cing Cing Goling berhenti, mendehem,
terusnya, "Banyak tokoh sakti yang marah dan
merasa terhina oleh tantangan yang disebarkan
muridmu. Pada bulan depan, di saat bulan
purnama. Hanya seorang diri takkan mungkin
engkau dapat menyelesaikan. Karena itu blak
blakan saja sekarang. Engkau harus sedia
menerima uluran tangan kami untuk membantu
menyelesaikan masalah itu. Agar tidak sampai
terjadi jatuhnya korban sia-sia. Engkau setuju
bukan?"
Kiageng Ringin Putih manjadi tidak enak hati
menolak desakan Jim Cingg Cing Goling ituKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
508
Sahutnya kemudian, "Baiklah kalau engkau
memang mempunyai waktu luang. Akan tetapi aku
bisa menerima uluran tangan kalian ini dengan
syarat."
"Apakah syaratnya?"
"Kalian hendaknya tidak terjun ke arena
perkelahian, sebelum aku mati."
"ltu namanya syarat kentut busuk. Syarat yang
tidak lumrah. Lalu apa gunanya kami campur
urusan sesudah engkau mati?" ejek Jim Cing Cing
Goling.
"Paman Goling benar," kata Swara Manis. "Kami
telah merencanakan, pada waktu tantangan itu
tiba, kami akan menjadi juru penerang.
Menerangkan apa yang terjadi sesungguhnya
........"
"Tidak!" Bantah Kiageng Ringin Putih. "Orang
bisa menuding kepada diriku sebagai manusia licik,
penakut dan menjilat ludahnya sendiri,
menggunakan jasa orang lain."
"Bukan begitu," Swara Manis menjelaskan.
"Maksud kami akan menerangkan hal
sesungguhnya. Semua itu dengan maksud
membersihkan nama baik kakang Ringin Putih di
depan semua orang. Namun apabila di antara
mereka ada yang tidak mau mengerti, itu urusanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
509
lain. Kalau mereka memaksakan kehendaknya,
perkelahian yang terjadi akan kita atur seadil
adilnya. Seorang lawan seorang. Bukan seorang
harus melawan jumlah banyak."
"Tetapi kalau ada pihak yang memaksakan
kehendak itu?" tanya Kiageng Ringin Putih.
"Jangan kuatir. Kami dibelakangmu. Ketahuilah,
kalau aku menyebut kami, berarti bekas Panglima
Muria Prayoga dan isterinya akan campur tangan
urusan ini." Jim Cing Cing Goling menegaskan.
"Ahh, apa sebabnya suami-isteri itu ingin
mencampuri urusan sekecil ini?" Kiageng Ringin
Putih heran.
"Mengapa engkau heran, he-heh-heh," goda Jim
Cing Cing Goling. "Engkau salah seorang
sahabatku, Tentu saja aku takkan tega dengan
persoalanmu ini. Padahal engkau tahu juga, sejak
muda baik Prayoga maupun Sarini itu, sudah
seperti anakku sendiri. Tentu saja suami isteri itu
tak mau tinggal diam apabila ada persoalan yang
menyangkut diriku. Disamping itu, ketahuilah
bahwa Prayoga dan isterinya itu merupakan besan
Swara Manis ini."
"Ah ........." Kiageng Ringin Putih kaget. "Jadi
....... bocah sakti bernama Slamet itu ........"
"Dia ayahku," kata Rara Inten bangga.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
510
"Ya, dia memang anak kandungku yang lahir dari
Mariam, puteri Kilat Buwana almarhum," Swara
Manis menerangkan.
Kiageng Ringin Putih mengusap-usap jenggotnya
yang putih dan panjang. Katanya kemudian, "Uah,
tidak aku duga sama sekali, bahwa akibat ulah
Ditya Margono, pengaruhnya luas sekali. Tetapi
baiklah kalau kalian menghendaki. Aku tak dapat
menolak uluran tangan kalian."
"Memang maksudku campur tangan dalam
urumu ini, agar mata semua orang terbuka bahwa
tantangan itu fitnah. Merupakan hasil perbuatan
muridmu yang murtad itu. Dengan campur tangan
kami, kiranya hal itu mungkin masih bisa
diluruskan, hingga tidak perlu terjadi perkelahian
yang tak berguna. Sebab aku percaya, pengaruh
nama Prayoga bekas Panglima Muria itu masih
cukup kuat berakar dihati banyak orang."
"Terima kasih atas perhatian kalian," kata
Kiageng Ringin Putih. "Tetapi masalah yang
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dihadapi adi Swara Manis sendiri, bagaimana kalian
akan menyelesaikan?"
"Kami sudah mempunyai rencana, dan engkau
tidak usah kuatir, pasti beres dalam waktu singkat!"
jawab Jim Cing Cing Goling.
"Bagaimana rencana itu?" desak Kiageng Ringin
Putih.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
511
"Heh-heh-heh, itu rahasia. Namun hal itu pasti
akan dapat diselesaikan, cukup dengan tenaga tiga
atau empat orang saja."
"Hemm, maksudmu tentu akan datang ke rumah
Brojokusumo, bukan?" pancing Kiageng Ringin
Putih.
"Heh-heh-heh, engkau cerdik. Memang hanya
jalan itulah jalan pintas terbaik untuk
menyelesaikan urusan Swara Manis," jelas Jim Cing
Cing Goling.
"Raja menuduh Swara Manis memberontak,
karena hasutan Brojokusumo. Maka biang keladi itu
yang harus diurus lebih dahulu."
"Ya, jalan paling tepat," jawab Kiageng Ringin
Putih. "Setelah jelas, aku juga menerima rencana
itu. Dan kalau perlu, akupun ingin membantu."
"Terima kasih, tidak usah. Lebih baik engkau
mengaso untuk mengumpulkan tenaga demi
kepentingan sendiri pada bulan mendatang." sahut
Jim Cing Cing Goling. "Apakah sulitnya
menyelesaikan urusan sekecil itu?"
"Aih, urusan dituduh memberontak, masih
engkau anggap urusan kecil?" Kiageng Ringin Putih
melengak.
"Maksudku bukan begitu. Tetapi tentang fitnah
itu sendiri. Menurut dugaanku, apabila masalahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
512
fitnah itu bisa dibongkar, dengan sendirinya
tuduhan memberontak itu akan selesai. Karena
Brojokusumo akan segera sadar dan tahu, dirinya
telah ditipu oleh anaknya sendiri."
"Jadi maksud kalian akan membongkar rahasia
Jarot itu di depan ayahnya sendiri?"
"Benar. Rencana kami memang begitu," sahut
Swara Manis. "Apabila Brojokusumo sadar telah
ditipu anaknya sendiri, tentu saja segala
kemarahan akan ditimpakan kepundak anaknya
itu."
"Ah, betapa senangku apabila aku boleh ikut
menyelesaikan masalah itu." Rara Inten
menyambung. "Aku tadi sudah ketemu dengan
bangsat bernama Jarot itu."
"Hai, di mana engkau ketemu bocah itu?" tanya
Jim Cing Cing Goling.
"Di tempat ini. Dan aku malah berkelahi
dikeroyok tiga. Untung kakek Ringin Putih datang
menolong. Hingga aku tak kurang suatu apa. Tetapi
hemm, kalau berkelahi seorang lawan seorang, aku
tidak takut."
"Hemm sayang, aku datang terlambat," Swara
Manis getun.
"Kalau aku sudah tahu masalahnya, aku tentu
tidak membiarkan mereka pergi. Ah memangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
513
sayang. kaau saja aku tahu, urusan tentu lebih
cepat dapat dibereskan dengan menangkap Jarot."
"Sudahlah, sesal tak berguna," hibur Jim Cing
Cing Goling. Selama masih ada hari esok, segala
masalah akan dapat diselesaikan. Dan sekarang,
aku ingin bertanya kepada kyai, engkau apakah
langsung pulang, ataukah sedia ikut kami ke
Jonggrangan?"
"Hemm, sebenarnya ingin juga aku berkunjung
ke rumahmu," sahut Kiageng Ringin Putih. "Namun
beberapa lama ini hati dan perasaanku seperti
tertindih, akibat perbuatan Ditya Margono. Maka
apabila kalian setuju lebih baik aku pulang dulu
untuk memulihkan ketenangan dan tenaga guna
menghadapi peristiwa bulan depan di hutan
Wonokerto."
"Baiklah kalau memang demikian, akupun tak
dapat melarang." Jim Cing Cing Goling
mengangguk.
Akhirnya mereka berpisah. Dengan dada
membusung dan perasaan lega Kiageng Ringin
Putih meuju ke rumah.
Setelah Kiageng Ringin Putih pergi, Jim Cing Cing
Goling menggapai Rara Inten. Setelah bocah itu
mendekat, Jim Cing Cing Goling mendelik, "Inten,
apakah engkau memang sengaja membuat semua
orang menjadi bingung?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
514
Rara Inten tidak takut, tetapi malah tersenyum.
Ia memang sangat manja kepada gurunya ini, dan
sudah kenal akan watak gurunya yang tidak pernah
marah-marah sebenarnya. "Kakek keliru. Aku tidak
ingin membuat para orang tua susah."
"Kalau tidak ingin membuat susah, mengapa
engkau pergi diam-diam?"
"Hi-hik, hatiku gelisah saja memikirkan nasib
kakek Ringin Putih yang dikhianati muridnya.
Karena gelisah, akhirnya timbul niatku mencari dia.
Dan kemudian terbukti, aku dapat bertemu dengan
dia."
Swara Manis menggeleng-gelengkan kepalanya,
tetapi tidak membuka mulut. Agaknya cucunya ini
mewarisi kebandelan dan keberanian neneknya,
Sarini, ketika masih gadis. Ia masih belum lupa
peristiwa puluhan tahun lalu, di Gunung Slamet.
Ketika itu hanya seorang diri Sarini berani
menerobos masuk ke dalam padepokan Gunung
Slamet.
"Sesungguhnya tindakanmu ini amat berbahaya,
Inten." Jim Cing Goling memberi nasihat. "Engkau
harus sadar bahwa engkau perempuan. Engkau
gadis dan cantik pula. Seorang diri dalam
perjalanan bisa diancam oleh bahaya. Padahal
ilmumu masih mentah. Engkau masih
membutuhkan waktu beberapa tahun lagi, agarKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
515
ilmu kesaktianmu sempurna. Sehingga akan
sanggup mengatasi setiap berhadapan dengan
bahaya, tanpa memerlukan bantuan orang lain."
"Dan tahukah engkau, akibat perbuatanmu
semua orang kalang kabut!" sambung Swara Manis.
"Ibumu menangis terus. Akhirnya, aku,
nenekmu, kakekmu Cing Cing Goling, kakekmu
Baskara dan ayahmu terpaksa mencari."
"Ahh....." Rara Inten kaget. "Jadi kehadiran
kakek sekarang ini, dalam rangka mencari aku?"
"Heh-heh-heh," Jim Cing Cing Goling terkekeh
sekalipun hatinya agak mangkel. "Kalau tidak
mencari engkau, apakah aku dan kakekmu sampai
ke tempat ini?"
"Lalu ke mana ayah dan kakek Baskara pergi
mencari aku?"
"Mana aku tahu? Semua keluarga tak tahu
kemana engkau pergi. Tentu saja kepergian kami
tanpa tujuan tertentu. Pokoknya kami mencari ke
mana saja."
"Hi-hik, lucu juga."
"Apanya yang lucu?" Jim Cing Cing Goling
mendelik.
"Karena kakek seperti kebakaran jenggot,
kehilangan aku."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
516
"Hush! Engkau memang nakal Inten. Tahukah
engkau bahwa ibumu menyalahkan aku."
"Apa sebabnya kakek disalahkan?"
"lbumu menuduh aku terlalu memanjakan
engkau. Akibatnya oleh ibumu engkau dianggap
aleman dan binal."
"Ih, aku tidak binal."
"Kalau seorang gadis suka keluyuran seorang diri
itu, apakah tidak binal?" tanya Swara Manis. "Inten,
ibarat kertas engkau masih putih bersih. Oleh
sebab itu engkau belum mengenal isi dunia ini
sesungguhnya. Yang tampaknya baik, belum tentu
baik, tetapi sebaliknya yang tampaknya buruk
belum tentu buruk. Oleh sebab itu setiap manusia
yang kurang hati-hati, tergelincir dan menyesal
kemudian. Isi dunia ini tidak harus dilihat dengan
mata, tetapi perlu pula dilihat dengan akal pikiran
dan hati. Dan kalau hanya melulu dengan mata,
bisa terperangkap oleh bujukan iblis."
Rara Inten berdiam diri memperhatikan. Ucapan
kakeknya ini membuat dirinya teringat kepada
pengalaman lalu. Dirinya hampir saja terjebak oleh
sikap Kelana Dewa yang palsu. Malah kemudian
dirinya juga hampir terpengaruh oleh Aji
Pengasihan Kelana Dewa. Untung ketika itu
kakeknya ini segera datang dan menolong, hingga
dirinya selamat.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
517
Marsih yang sejak tadi berdiam diri, tiba-tiba
membuka mulut, "Apa yang dikatakan kakekmu itu
semua benar, Inten. Engkau tahu kakekmu ini dua
belah kakinya buntung. Semua itu tidak lain akibat
salah langkah kakekmu sendiri, yang ketika
mudanya kurang pandai membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk. Untung ada aku,
seorang wanita yang setia sampai mati. Dalam
keadaan luka parah, akulah yang berkorban
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyelamatkan kakekmu ini dari kemarahan
orang-orang Muria."
Rara Inten sudah pernah mendengar kisah
tentang kakeknya ini. Tetapi sekalipun begitu ia
mengangguk-angguk. Dan setiap mendengar kisah
tentang buntungnya dua kaki itu, diam-diam
bergidik. Untung yang buntung kakinya itu
kakeknya. Kalau orang lain? Kendati buntung tetapi
kakeknya bisa pergi ke manapun tanpa bantuan
orang lain. Tetapi kalau orang lain, sulit bisa
melakukannya.
Swara Manis tersenyum, lalu mengamati
isterinya penuh kasih. Marsihpun mengamati
suaminya dengan sinar memancarkan kasih.
Hingga Jim Cing Cing Goling mendehem.
"Mari kita pulang. Masih banyak pekerjaan yang
harus kita hadapi." Jim Cing Cing Goling mengajak.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
518
"Maksud kakek, pekerjaan itu ada hubunganya
dengan masalah yang dihadapi kakek Swara Manis
sekarang ini?" tanya Rara Inten.
"ltu satu diantaranya yang perlu diselesaikan."
"Kapan kakek akan pergi ke Mataram,
perkenankanlah aku ikut."
"Mengapa ikut?" tanya Swara Manis.
"Agar aku mendapat tambahan pengalaman. Dan
kalau boieh, aku kepingin sekali menghajar bangsat
Jarot yang kurang ajar itu. Hem, hatiku masih
panas oleh tingkah laku dan ucapan yang tidak
sopan. Ah, masih untung mbakyu Kuntari belum
terlanjur menjadi isterinya."
"Apa sebabnya?" pancing Jim Cing Cing Goling.
"Mempunyai suami mata keranjang dan kurang
ajar seperti itu, apakah enaknya? Bisa jadi setiap
hari selaiu bertengkar dan berkelahi."
"Ha-ha-ha....." Jim Cing Cing Goiing ketawa
bekakakan.
Marsih mencubit lengan Swara Manis sambil
berkata, "Engkau mendengar? Cucumu saja
mencela seorang laki-laki mata keranjang. Apakah
engkau tidak malu?"
Swara Manis tidak menjawab, hanya terkekeh,
"Heh-heh-heh."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
519
Rara Inten mengamati kakeknya. Dalam hati
agak heran, mengapa neneknya menuduh
kakeknya mata keranjang. Akan tetapi bocah ini
tidak berani bertanya, lalu ajaknya, "Marilah kita
pulang sekarang."
Akhirnya mereka bersama-sama pulang menuju
Jonggrangan. Dalam perjalanan pulang ini, mereka
bersua dengan Baskara dan Slamet. Mereka tidak
hanya berdua, tetapi bertiga, dengan seorang
pemuda berumur lebih kurang dua puluh lima
tahun. Dia itulah Purnomo, cucu Jim Cing Cing
Goling sendiri.
Kiranya dalam kepergiannya mencari Rara Inten
itu, Baskara dan Slamet singgah di Pajang bertemu
dengan Mariam dan Teguh Limaran.
Mendengar penuturan Slamet bahwa saat
sekarang Swara Manis buron karena dituduh
memberontak, hati Teguh Limaran tergerak.
Semula dirinya sendiri yang akan menyumbangkan
tenaga untuk kepentingan Swara Manis. Tetapi
Mariam tidak setuju, lalu mewakilkan Purnomo.
Sikap dan watak Mariam masih tetap angkuh
walaupun usia semakin tambah tua. Kendati
setelah kawin dengan Teguh Limaran sakit hatinya
kepada Swara Manis sudah banyak berkurang,
namun Mariam masih tidak sudi bertemu dengan
Swara Manis.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
520
Ya, seorang yang angkuh, tentu "aku"-nya
menerobos dalam barisan paling depan. Rasa "aku"
inilah yang menyebabkan rasa benci dan dendam
selalu bersemayam dalam hati. Dan setiap "aku"
masih meraja-lela, selama itu pula masih tetap
dibelenggu oleh rasa benci dan dendam. Akan
tetapi keuntungan apakah yang diperoleh,
menurutkan rasa benci dan dendam itu? Tak lain
hanya akan mengusik ketenteraman hati.
Padahal katanya, setiap orang mencitakan hidup
bahagia. Tetapi manakah manusia bisa hidup
bahagia kalau dirinya masih terbelenggu oleh rasa
benci dan dendam?
Baik Slamet, Teguh Limaran sendiri sebagai
suaminya maupun Limaran sebagai mertuanya
membujuk agar Mariam suka merubah sikap itu.
Namun keangkuhan pribadi Mariam, tetap tidak
dapat digoyahkan oleh bujukan siapapun. Oleh
sikap Mariam yang keras ini, semuanya tidak berani
bersikeras.
Sebagai seorang anak yang berbakti kepada
ayahnya, pada kesempatan ini Slamet
menceritakan sikap ibunya itu kepada ayahnya.
Namun karena menyadari watak Marsih, dalam
bicara ini Slamet hanya berbisik kepada ayahnya.
Swara Manis menghela napas panjang, dan
hatinya terasa seperti tertindih. Dalam hati jugaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
521
mengakui sebabnya Mariam bersikap seperti itu. Ia
mengakui dosa dan perbuatannya kepada Mariam.
Dosa yang cukup berat, dan selama ini selalu
menjadi tekanan batin. Sebenarnya ingin juga
datang dan minta maaf kepada Mariam, namun
karena juga ingat akan watak Mariam yang begitu
keras, ia menjadi kuatir kalau kehadirannya ke
Pajang itu malah akan mengungkat kemarahan
Mariam.
"Aku memang mengakui dosa dan kesalahanku
kepada Mariam terialu berat," ujarnya setengah
mengeluh "Akibat perbuatanku, dia terlalu
menderita sebagai akibat lebih lanjut, engkau
sendiripun ikut menderita dan hidup terlunta
lunta."
Swara Manis menghela napas lagi. Kemudian,
"Anakku, semua perbuatanku tak dapat aku tutup
dengan jalan apapun. Maka maafkanlah ayahmu
yang semenjak kecil tidak pernah mengurus
engkau. Slamet merasa tidak enak hati.
Bagaimanapun dosanya tetapi Swara Manis tetap
ayah kandungnya. Ayah kandung yang menjadi
perantara Tuhan, dirinya lahir di dunia ini. Ia juga
menyadari, oleh perbuatan ayahnya itu, kemudian
ayahnya harus menderita cacat seumur hidup
sebagai orang buntung. Menurut pendapatnya,
hukuman yang diderita ayahnya ini lebih berat
dibanding hukuman mati.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
522
Karena yang mati sudah tidak lagi merasakan
apa-apa. Tetapi sebaliknya Swara Manis sekarang
ini, kendati hidup sebagai orang buntung. Kalau
bukan ayahnya, termasuk seorang sakti, kiranya
hidup selanjutnya akan selalu menjadi beban orang
lain.
"Ayah, aku tidak pernah lagi menganggap ayah
berbuat salah kepada diriku," sahut Slamet
kemudian. "Anak malah merasa berdosa kepada
ayah, karena tidak pernah dapat memberikan bakti
sebagai anak."
"Heh-heh-heh," Swara Manis ketawa terkekeh
dalam usahanya untuk mengurangi tekanan
batinnya. "Terima kasih anakku, namun yang masih
selalu menjadi beban hidupku, bukan lain ibumu.
Betapa bahagia hatiku ini, apabila ibumu sedia
memberi maaf atas kesalahanku yang lalu. Hem,
sudahlah. Apa yang terjadi harus aku hadapi. Inilah
risiko hidup. Perbuatan manusia yang terpeleset
akan diderita selama hidup."
Swara Manis berhenti dan menghela napas
pendek. Katanya lagi, "Anakku, pengalaman
ayahmu yang pahit ini jadikanlah guru untuk
hidupmu kemudian hari. Engkau harus menyadari,
bahwa hidup manusia ini selalu berhadapan dengan
kesulitan. Ini sudah kodrat yang digariskan Tuhan.
Semenjak manusia lahir di dunia ini sampai masuk
ke liang kubur, manusia selalu akan berhadapanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
523
dengan kesulitan. Maka manusia yang menyadari
hakekat hidup, kesulitan ini akan diterima dengan
senang hati."
Slamet mengangguk-angguk tanda mengerti,
dan Swara Manis melanjutkan, "Anakku, engkau
harus tahu bahwa di dunia ini terdapat macam
macam masalah yang mempunyai saudara kembar.
Ada gelap ada terang, ada kaya ada miskin, ada
suka ada duka, demikian seterusnya. Justru
manusia hidup didunia ini selalu berhadapan
dengan kesulitan, maka setiap manusia hidup di
dunia ini, nasibnya ditentukan oleh usaha tiap-tiap
manusia dalam menghadapi kesulitan itu sendiri.
Manusia yang hidup dan disebut kaya, tidak lain
karena pandai memanfaatkan kesulitan hidup yang
dihadapi itu. Kekayaan tak mungkin datang dari
langit, tanpa usaha manusia itu sendiri. Kepandaian
ilmu juga tidak jatuh dari langit, tetapi manusia
harus mau belajar dengan rajin dan menghadapi
setiap kesulitan itu dengan senyum. Begitulah
contoh-contoh yang perlu engkau ketahui. Apapun
takkan datang sendiri tanpa berusaha. Contoh yang
paling mudah, nasi dari cethi
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ng takkan masuk ke dalam mulut, tanpa bantuan
tangan mengambil lalu menyuapkan ke dalam
mulut."
"Terima kasih ayah, semua ini semakin
membuka mata dan hatiku dalam menghadapiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
524
hidup ini," sahut Slamet. "Jadi kalau begitu, setiap
menghadapi kesulitan itu, manusia tidak pantas
untuk mengeluh?"
"Mengeluh boleh juga, justru keluhan itu untuk
mengurangi beban derita yang dihadapi. Tetapi
mengeluh bukan menolongi maka untuk menolong
diri setiap orang harus mau berusaha, dan harus
sanggup menderita dalam usaha menolong diri
mencapai cita-cita. Karena itu hendaknya, engkau
jangan sampai terbuai oleh angan-angan."
Swara Manis berhenti sejenak. Setelah
mendehem, ia lanjutkan, "Sebagai contoh yang
sekarang ayah hadapi. Sejak puluhan tahun
ayahmu hidup tenteram dan bahagia di Dieng.
Tetapi tiba-tiba ayah sekeluarga harus
menyelamatkan diri, karena tuduhan memberontak
dari raja Mataram. Namun ayahmu tidak mengeluh,
hanya penasaran. Mengapa ada manusia lain yang
jahat, menfitnah dan berusaha mencelakai."
Swara Manis berhenti sejenak, lalu meneruskan.
"Apa yang dialami ayahmu sekeluarga ini adalah
akibat. Tak mungkin bisa terjadi, akibat tanpa
sebab.
Nah, tentang sebabnya, engkau sendiri sudah
tahu. Raden Mas Jarot yang kecewa membalas
dendam secara licik, dengan fitnah. Kita tahu
bahwa apa yang dilakukan Jarot itu salah dan tidakKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
525
patut. Tetapi kalau kita mau mengamati sekeliling,
Jarot tidak seorang diri di dunia ini berbuat
kesalahan seperti itu. Sumber dari segala, tidak lain
si "Aku" yang ingin di atas segala-galanya. Karena
dibantu uleh kedudukan si Jarot itu sendiri, maka
"Aku" yang merajalela itu mendapat kesempatan
baik oleh kekuasaan. Memang manusia bisa
menjadi lupa di saat memperoleh kekuasaan."
"Ya ayah, aku mengerti," sahut Slamet. "Aku
sendiri justru sudah pula mengalami kesewenangan
dari kekuasaan itu. Kendati aku sudah memberi
dalih, bahwa aku bermaksud baik untuk menarik
orang-orang sakti ke dalam barisan Muria waktu
itu, tetapi tidak seorangpun percaya. Aku tetap
dipersalahkan, dan akhirnya jatuhlah keputusan,
aku harus membuang diri ke dalam jurang. Untung
aku tidak mati, malah mendapat pertolongan Ndara
Menggung dan Rukma Buntara."
"Engkau memang beruntung dan Tuhan belum
menghendaki engkau mati. Akan tetapi tahukah
engkau bahwa di dunia ini bukan engkau seorang
yang mendapat tuduhan tidak beralasan? Dan
berapakah jumlah manusia ini yang terpaksa harus
dihukum, walaupun sebenarnya tidak bersalah?
Sedang yang diberi wewenang mengadili, ada
kalanya pula sengaja berbuat salah, karena
pengaruh harta benda. Itulah isi dunia ini. Setiap
insan yang kurang hati-hati bisa salah langkah danKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
526
menghalalkan segala cara. Kendati cara yang
ditempuh itu sesungguhnya tidak seharusnya
dilakukan."
Akhirnya tibalah rombongan itu di desa
Jonggrangan dengan selamat. Untari yang
bersyukur anaknya selamat, memeluk Rara Inten
penuh kasih dan haru. Sedang adiknya, Jaka
Sudiro, ikut-ikutan memeluk pula...
Kendati dalam keadaan letih setelah melakukan
perjalanan jauh, namun mereka hanya mengaso
dua hari. Mereka meninggalkan desa itu menuju
Mataram, untuk melaksanakan rencana
penyelesaian, tentang tuduhan Swara Manis yang
memberontak kepada Mataram.
Datang menghadap raja dan memberi
keterangan? Tidak! Raja Mataram tidak mungkin
percaya akan keterangan itu, dan tentu lebih
percaya laporan Tumenggung Brojokusumo. Maka
sebagai penyelesaian pintas, mereka menuju
rumah Brojokusumo.
Pada mulanya Swara Manis ingin ikut pula dalam
rombongan ini. Tetapi Marsih tak mau ditinggalkan.
Kendati semua orang membujuk, Marsih tak dapat
dibujuk. Ia tetap pada pendiriannya. Kalau Swara
Manis pergi, dirinya juga ikut pergi. Sudah puluhan
tahun lamanya mereka hidup tidak pernahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
527
terpisahkan seharipun. Maka akhirnya Swara Manis
mengalah tidak ikut pergi.
Cukup beralasan Swara Manis memilih tidak ikut
pergi, dan mempercayakan kepada anak laki
lakinya, Slamet, yang didampingi oleh Baskara dan
Jim Cing Cing Goling. Pertama, ikut sertanya Marsih
bisa menggagalkan rencana, mengingat watak
Marsih yang masih tetap berangasan dan suka
bertindak tanpa pikir. Sedang yang kedua, kendati
hanya tiga orang, tenaganya sudah lebih dari cukup
untuk menyelesaikan urusan dengan Brojokusumo.
"Heh-heh-heh, aku gembira sekali," ujar Baskara
dalam perjalanan.
"Apa sebabnya?" tanya Jim Cing Cing Goling.
"Sudah cukup lama aku tidak bermain-main.
Ototku kaku. Maka di Mataram nanti, aku akan
dapat melemaskan otot yang kaku ini."
"Bukankah kakek banyak berlatih dengan Jaka
Sudiro?" tanya Slamet.
"Heh-heh-heh," Baskara terkekeh. "Bermain
main dengan anakmu dan sebagai muridku,
manakah mungkin dapat melemaskan otot? Ah,
tetapi anakmu itu memang cerdas sekali, di
samping tekun. Kalau Rara Inten tak mau merubah
kebiasaannya, akan tertinggal jauh."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
528
"Engkau benar," Sahut Jim Cing Cing Goling.
"Sudiro bukan saja cerdas dan tekun, tetapi juga
tak gampang patah semangat dan tahan derita.
Malah Purnomo sebagai cucuku kandung, masih
kalah tekun, kalah cerdas dan kalah tahan derita.
Kemenangan satu-satunya bagi Purnomo, hanya
bakat sejak lahir."
Diam-diam Slamet sendiri mengakui benarnya
pendapat Baskara dan Jim Cing Cing Goling. Ia
sebagai ayahnya memang tidak mempunyai hak
lagi mencampuri urusan Rara Inten maupun Jaka
Sudiro, karena telah diserahkan kepada Baskara
dan Jim Cing Cing Goling untuk dididik. Kendati
begitu, mengingat kedua orang kakek itu tidak
mengusai ilmu "Jentayu nandang papa" warisan
dari kakeknya, Ki Hajar Sapta Bumi, maka Slamet
diminta mengajarkan ilmu itu kepada anaknya.
Jaka Sudiro berhasil memahami ilmu tersebut
dalam waktu tidak lama. Tetapi sebaliknya Rara
Inten sulit sekali mencerna ilmu tersebut, dan
akibatnya malas belajar.
Padahal ilmu "Jentayu Nandang papa" itu
kegunaannya amat besar. Langkah-langkah ajaib
itu sudah terbukti dapat menolong diri disaat
berhadapan dengan bahaya.
"Ya, ternyata memang terdapat perbedaan watak
dan tabiat antara Sudiro dengan Inten, "Slamet
mengakui sambil menghela napas. "Ilmu JentayuKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
529
nandang papa, Sudiro dapat menguasai dengan
lancar. Sebaliknya Rara Inten sulit mendapat
kemajuan. Aku sendiri juga tidak tahu, apa
sebabnya bisa terjadi seperti itu."
"Tetapi engkau tidak perlu gelisah," hibur Jim
Cing Cing Goling. "Bagaimanapun Inten sekarang
ini bukan gadis sembarangan. Mudah-mudahan
saja selama berdekatan dengan ayahmu, bisa
memperoleh bimbingan. Ayahmu terkenal sebagai
orang cerdik. Dan ayahmu tentu tidak membiarkan
cucunya menjadi orang tak berguna."
"Ya, mudah-mudahan ayah dapat membimbing
Inten maupun Sudiro." Slamet berharap. "Sayang
sekali ayah Prayoga dan ibu Sarini terlalu berubah.
Mereka menolak ketika aku dan Untari minta, agar
sedia membimbing cucunya."
"Ah, betulkah? Terhadap cucu kandungnya
sendiri pelit?" Baskara kaget. "Ah, aku sudah lama
sekall tidak ketemu dia. Bagaimanakah mereka
sekarang?"
"Heh-hen-heh-heh," Jim Cing Cing Goling
terkekeh. "Kalian tak perlu heran atas sikap bocah
itu. Mamang semenjak kegagalan pejuang Muria
yang dia pimpin, dia tampak patah semangat.
Berkali-kali aku berusaha membangkitkan
semangat suami-isteri itu. Tetapi mereka tetap
menggeleng dan tetap tidak mau tahu semuaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
530
urusan. Pendeknya mereka memilih hidup tenang
dan menikmati hidup di masa tua."
Kakek itu menghela napas pendek. Kemudian
terusnya, "Namun begitu aku tak pernah menduga
kalau terhadap cucu kandungnya sendiri juga cuci
tangan, tidak mau mendidik. Padahal aku dengan
Baskara yang bukan kakeknya saja, dengan senang
hati sedia mendidik Rara Inten maupun Jaka
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sudiro."
"Pendapat Prayoga dan Sarini itu terlalu
mementingkan diri sendiri." Baskara menyambung.
"semua manusia ini kelak apabila mati, tidak dapat
membawa apa-apa, termasuk ilmu yang pernah
dipelajari di dunia. Sedang yang dapat di bawa ke
sana, melulu amal baik di saat hidup di dunia ini.
Ilmu perlu diamalkan. Tetapi mengapa Prayoga dan
Sarini tak mengamalkan ilmunya kepada cucu
sendiri? Eh, kalau begitu apakah mereka hanya
memperhatikan kepentingan Untara dan
keluarganya?"
"Tidak!" sahut Cing Cing Goling. "Kepada Untara
dan keluarganya juga tidak mau tahu. Pendeknya
yang diperhatikan bocah itu sekarang ini, hanya
kepentingan diri saja."
"Susah! Prayoga dan Sarini sama-sama kepala
batu, sulit dipengaruhi." ujar Baskara. "Akan tetapi
sudahlah, masalah mereka tidak perlu lagiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
531
dibicarakan. Kiranya sekarang lebih penting bicara
tentang Brojokusumo. Apa yang harus kita lakukan,
kalau ternyata rumah Brojokusumo itu dikawal
ketat?"
"Heh-heh-heh," Cing Cing Goling terkekeh.
"Makin tambah umurmu, engkau menjadi cepat
pikun. Sejak kapan engkau menjadi penakut seperti
ini?"
"Huh, siapa takut? Baskara selama hidup
berhadapan dengan maut. Tetapi buktinya, sampai
sekarang aku belum pernah mati." Baskara
tersinggung.
"Tetapi apa sebabnya engkau kuatir rumah
Brojokusumo dikawal ketat?"
"Semua itu demi kepentingan kita bersama, dan
agar tugas ini tidak sampai gagal. Bukankah
engkau sendiri tahu, ibukota Mataram itu
merupakan gudangnya orang-orang sakti? Kalau
tugas itu sampai gagal, bukankah kita akan malu?"
"Tidak perlu kuatir. Lebih baik kita tunggu saja
kalau kita sampai di sana. Kalau gelagatnya
memang tidak menguntungkan, tidak perlu
memaksa diri."
"Kakek benar," dukung Slamet. "Tetapi apabila
kakek setuju, kiranya lebih baik tepat apabila kita
berusaha memperoleh bukti kecurangan Jarot, baikKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
532
tentang pedang pusaka maupun perbuatannya
terhadap para selir ayahnya sendiri itu. Setelah
Brojokusumo tahu akan kecurangan anaknya, dia
tentu berubah pendirian, kemudian anak dan ayah
itu akan bermusuhan sendiri."
"Bagus," ujar Baskara. "Dengan begitu akan
memperingan tugas kita. Mudah-mudahan saja kita
beruntung, dapat bertemu dengan ayah dan anak
itu dirumahnya."
Tiga orang itu melakukan perjalanan secara
santai dan menyamar sebagai orang miskin.
Dengan cara demikian, perjalanan mereka dapat
lebih aman tanpa gangguan. Hanya disaat mereka
lewat hutan maupun tempat sepi, tiga orang ini
menggunakan ilmu lari cepat. Hingga gerakan
mereka cepat sekali seperti bayangan setan.
Ketika matahari silam di barat, mereka telah
sampai desa pinggiran ibukota Mataram. Mereka
sengaja menjauhi keramaian. Tujuan satu-satunya
segera dapat mencapai rumah Tumenggung
Brojokusumo.
Tidak sulit mereka mencari rumah Bupati ini.
Swara Manis maupun Diah Kuntari sudah memberi
ancar-ancar secara jelas.
Ternyata rumah Tumenggung Brojokusumo sepi
sepi saja dan tidak nampak adanya penjagaan yangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
533
ketat. Rumah itu memang dijaga, tetapi hanya oleh
prajurit-prajurit yang tidak seberapa jumlahnya.
Bagi Tumenggung Brojokusumo, penjagaan itu
memang kurang diperlukan. Pertama, dia merasa
aman justru rumahnya kokoh kuat dan dijaga para
prajurit, dan letaknya tidak jauh dari kraton.
Kedua, dia telah mendapat laporan dari
Tumenggung Umbul Sari yang telah berhasil
mengalahkan Kiageng Danareja, Bayu Ketiga dan
isterinya, maupun beberapa tokoh lain, para
sahabat Swara Manis. Hasil kerja Umbul Sari tentu
membuat para tokoh sakti itu menjadi ketakutan,
dan tak lagi membantu Swara Manis.
Brojokusumo merasa pasti, Swara Manis maupun
sahabatnya takkan berani mengganggu. Oleh
pcndapatnya itulah dia berpendapat, tidak ada
perlunya rumahnya dijaga secara khusus.
Seperti burung, tiga orang sakti itu hinggap di
atas tembok. Rumah yang besar itu sepi, tanpa
suara. Suara orang yang terdengar hanya dari
rumah jaga di bagian depan. Setelah saling
memberi isyarat, Jim Cing Cing Goling berloncatan
seperti kucing, menuju ke bangunan terpisah di
bagian belakang.
Kakek ini akan menangkap basah Jarot, yang
menurut keterangan Diah Kuntari seringKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
534
menyelenggarakan hubungan gelap dengan
beberapa selir Brojokusumo.
Sedang Slamet dan Baskara berloncatan pula di
atas atap, guna mencari Brojokusumo. Memang
tidak mudah mencari seseorang di rumah yang
amat luas seperti rumah Brojokusumo ini. Apapula
pada malam hari dan tidak terang-terangan pula.
Masih untung bagi mereka ini, sudah dibekali
keterangan keadaan yang cukup oleh Diah Kuntari.
Karena itu mereka tidak perlu meneliti dari kamar
ke kamar. Bekal kerterangan keadaan ini
mempermudah mereka dalam menyelidiki.
Setelah beberapa lama Baskara dan Slamet
menyelidik, mereka melihat salah satu ruangan
yang masih terang benderang. Mereka saling
memberi isyarat dengan tangan, lalu mengintip ke
dalam dari celah atap yang mereka ungkit.
Di dalam kamar itu tampak sebuah pembaringan
berkelambu putih. Di atas pembaringan seorang
wanita setengah tua yang kurus pucat berbaring.
Seorang laki-laki gagah berkumis tebal duduk di
atas kursi berukir. Sedang di atas lantai beberapa
orang perempuan duduk bersimpuh.
Yang berbaring itu Raden Ayu Brojokusumo.
Sudah cukup lama menderita sakit, sudah banyak
tabib yang dipanggil, tetapi belum juga sembuh.
Yang duduk diatas kursi berukir itu Brojokusumo,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
535
sedang yang duduk bersimpuh di atas lantai itu
para hamba yang khusus ditugaskan melayani si
sakit.
"Kangmas, mungkinkah sudah takdir Tuhan, aku
harus menderita sakit seperti ini, sampai maut
menjemput?" ujar Raden ayu Brojokusumo, lirih.
"Tidak. Engkau pasti segera sembuh," sahut
Brojokusumo. "Engkau jangan cepat putus asa, dan
percayalah akan kemampuan para tabib yang
sudah aku undang dan memberi obat."
"Tetapi, pengaruh obat pemberian para tabib itu
berbeda dengan obat dari Swara Manis."
"Apa maksudmu?"
"Waktu itu setiap Diah Kuntari datang ke mari
dan menyerahkan obat, rasa pening pada kepalaku
jauh berkurang dan badan terasa ringan.
Tetapi......"
"Sudah, sudah! Jangan kau sebut-sebut
pemberontak itu. Aku muak setiap mendengar
namanya."
"Tetapi dia toh bukan pemberontak, kangmas."
"Apa? Bukan pemberontak? Muridnya mencuri
pedang pusaka Sokayana. Aku menuntut agar dia
menyerahkan murid dan pedang yang dicuri.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
536
Namun dia tidak mau tunduk malah melakukan
perlawanan. "
"Kangmas..... maafkanlah aku. Menurut
perasaanku, agaknya terselip hal-hal yang tidak
beres......"
"Tidak beres yang mana?"
"Aku tidak yakin...... kalau Diah Kuntari berbuat
seperti itu....."
"Apa? Kalau bukan Diah Kuntari, lalu siapa?"
"Aku tidak tahu. Tetapi menurut perasaanku.....
bukan dia...... Apakah kangmas sudah melakukan
penyelidikan........?"
"Laporan tentang peristiwa itu dari anakmu
sendiri. Apakah engkau masih kurang percaya?"
"Tentu saja aku percaya kangmas. Tetapi......
Jarot sekarang, bukan Jarot yang dulu........."
"Apakah maksudmu?"
"Perbuatan Jarot sudah melampaui batas,
menurut laporan -laporan yang sudah aku terima
......."
"Laporan dari siapa?"
"Pokoknya laporan itu bukan dari seseorang.
Pada mulanya aku tak percaya. Namun karena
beberapa orang melapor aku menjadi percaya......"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
537
"Apa yang sudah dilakukan Jarot?"
Tiba-tiba Raden ayu Brojokusumo menangis
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terisak. Brojokusumo menjadi penasaran,
pertanyaannya tidak dijawab.
"Jawablah!" hardik Brojokusumo. "Apa yang
sudah dilakukan Jarot?"
Tetapi perempuan itu terus terisak dan tidak
menjawab.
Brojokusumo tambah penasaran. Ia seperti tidak
ingat lagi bahwa isterinya menderita sakit.
Bentaknya, "Katakan lekas! Apa yang dilakukan
Jarot? Bocah itu engkau sendiri yang melahirkan.
Apakah engkau sampai hati memfitnah Jarot yang
tidak-tidak?"
"Kangmas......betapapun jahatnya.. Jarot
keluar dari rahimku....." sahut isterinya tak lancar
ditengah isak. "Karena itu tak mungkin aku
sanggup memfitnah bocah itu ........."
"Jika engkau tak memfitnah, engkau harus
menerangkan sejelasnya. Bagaimanakah laporan
itu dan apapula yang sudah dilakukan?"
"Dia ..... dia .....telah berkhianat......"
"Berkhianat? Betulkah?"
Perempuan itu terisak sambil berbaring.
Mulutnya ingin berucap terus terang, namunKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
538
hatinya masih mencegah, agar tidak memberi
laporan kepada suaminya.
Tetapi kemudian ia ingat, sudah berkali-kali
memberi nasihat kepada Jarot, nasihat itu tidak
pula digubris. Bocah itu tetap saja melakukan
hubungan gelap dengan tiga orang selir ayahnya
sendiri, bermama Ngatini, Sulimah dan Kingkin.
Sebagai seorang ibu, yang selalu berharap agar
anaknya kemudian hari menjadi orang terhormat,
ia memberi nasihat kepada anaknya itu supaya
sadar.
Namun nasihatnya selalu diabaikan. Akibatnya
ibu ini menjadi kecewa. Dirinya sendiri menderita
sakit tidak kunjung sembuh, tetapi anaknya
berbuat tidak baik. Lebih lagi mengingat, selama
ini obat yang diterima dari Swara Manis amat
manjur. Ketika masih menerima obat itu dari
tangan Diah Kuntari, penyakit lumpuhnya
berangsur sembuh. Beberapa waklu lalu, kaki yang
lumpuh itu sudah dapat digerakkan. Namun setelah
tidak menerima obat dari Swara Manis, kaki tak
dapat digerakkan lagi. Sedang obat yang diterima
dari para dukun dan tabib yang dipanggil suaminya,
tidak juga mengurangi deritanya. Hal ini membuat
perempuan ini putus asa, di samping diam-diam
marah kepada Jarot.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
539
Menurut pendapatnya, Jarot yang menjadi
penyebab. Lalu timbul dugaan dalam hati ibu ini,
tentu ada hal-hal terselip dengan lenyapnya pedang
pusaka Sokayana itu.
"Lekas katakan!" hardik Brojokusumo tidak
sabar. "Jarot sudah berbuat apa?"
Para hamba yang duduk di lantai itu
menundukkan kepala. Tidak seorangpun berani
bergerak, ketakutan. Perempuan yang duduk
paling sudut berusaha mengusir nyamuk yang
menggigit leher dan menyedot darahnya dengan
menggerakkan leher. Tetapi celakanya nyamuk itu
tidak timbang rasa, dan tetap menikmati darahnya.
Untung juga perempuan ini duduk di sudut. Kalau
hamba yang lain tahu, tentu geli dan tak tahan
menahan gelak.
"Aku sedia menerangkan..... tetapi aku
mohon..... ampunilah kesalahannya......."
"Jangan kuatir. Bagaimanapun jahatnya, dia
tetap anakku. Sudah tentu aku sedia memafkan."
"Terima kasih, kangmas. Sekarang aku menjadi
lega, setelah kangmas sedia memaafkan kesalahan
Jarot."
Perempuan itu menghela napas. Ia berusaha
menekan parasaan agar dapat bicara lancar. Akan
tetapi mengingat bahwa Jarot itu anakKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
540
kandungnya, bibirnya gemetar juga dan bicaranya
tidak lancar.
"Kangmas..... Jarot sudah ..... sudah terlalu jauh.
Dia........... secara gelap berhubungan dengan
....... Ngatini ..... Sulimah .... dan Kingkin ........"
"Be benarkah ..... itu .....?" Brojokusumo tiba
tiba saja gugup.
"Kurangajar .....!"
"Beberapa orang telah melapor ....."
Brojokusumo telah melompat. Lompatannya
ringan dan sesaat kemudian sudah meninggalkan
kamar itu.
Raden Ayu Brojokusumo makin menjadi
tangisnya. Kendati sekarang dada dirasakan
lapang, sudah dapat melapor tentang perbuatan
anaknya, namun hati dan perasaannya masih
dihantui oleh kekuatiran. Benar suaminya sudah
berjanji akan memafkan.
Akan tetapi kalau perbuatan Jarot sejauh itu,
mungkinkah suaminya masih sedia memafkan?
Brojokusumo langsung menuju kamar Jarot.
Akan tetapi kamar itu kosong dan Jarot tidak
tampak. Ia tambah marah. Lalu terbayang dalam
benaknya, tentu Jarot sedang bercumbu denganKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
541
salah seorang selirnya. Tetapi dengan siapa?
Ngatini? Sulimah atau Kingkin?
"Jangan bingung ....."
Brojokusumo kaget mendengar suara dari arah
belakang. Ketika membalikkan tubuh, ia
berhadapan dengan seorang kakek bongkok.
"Siapa kau!" hardiknya.
"Aku si Bongkok, heh-heh-heh," jawab Baskara.
"Laporan isterimu memang benar semuanya."
"Kurang ajar! Dari mana kau dapat masuk?"
"Jangan cepat marah. Kedatanganku di rumah ini
tidak mengganggu, tetapi justru akan membantu
beresnya urusanmu dengan bocah itu."
"Dari mana engkau tahu?"
"Aku sudah lama di sini, dan aku mendengar
sumuanya. Percayalah, aku bermaksud baik dan
tak ingin mencelakakan engkau. Sekarang ini Jarot
tengah asyik bersenang-senang dengan salah
seorang selirmu. Kesempatan baik, untuk
menangkap basah kecurangan anakmu."
"Ngacau!" bentak Brojokusumo. Ia seorang
Bupati dan luas pengalaman. Tentu saja ia tidak
cepat percaya kepada orang yang belum ia kenal.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
542
"Aku tidak ngacau. Sekarang ini Jarot di dalam
rumah belakang yang terpisah itu. Silahkan engkau
datang sendiri ke sana."
"Ngacau!" bentaknya lagi. "Lekas enyah dari
rumah ini sebelum aku panggil pengawal."
"Heh-heh-heh, engkau galak juga," ejek
Baskara. "Baiklah. Aku segera enyah dari rumah ini,
asal saja anak itu cepat engkau urus."
"Huh, engkau tak berhak mencampuri urusanku.
Engkau datang ke rumahku ini tentu bermaksud
maling."
Kalau saja Brojokusumo tidak menuduh maling
kepada Baskara, kakek ini tentu mengalah. Tetapl
karena dituduh maling, Baskara menjadi penasaran
dan marah.
"Kurang ajar!" bentak Baskara. "Mulutmu
sembarangan menuduh orang, dan tidak patut
diucapkan seorang Bupati Mataram."
"Tetapi engkau masuk ke rumahku tanpa ijin.
Apa lagi kalau tidak butuh maling?"
Slamet yang sejak tadi bersembunyi cepat
muncul. Ia tak menghendaki terjadinya salah
paham yang dapat menimbulkan hal-hal tak
diharapkan. Katanya kemudian,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
543
"Hendaknya kalian bersabar, dan tidak ada
gunanya ribut. Aku dan kakek memang masuk ke
rumah ini tanpa ijinmu. Tetapi bukan maksud kami
berbuat seperti maling, sesuai tuduhanmu tadi.
Maksud kedatangan kami dengan tujuan satu.
Untuk membuka rahasia Jarot, yang selama ini
tidak engkau ketahui."
Sepasang mata Baskara yang menahan marah,
berubah mencorong seperti mata harimau.
Brojokusumo terkesiap. Ia sadar berhadapan
dengan tokoh sakti. Ketika ia memandang Slamet,
ia tambah kuget lagi. Laki-laki ini masih muda.
Tetapi sepasang matanya mencorong menyilaukan,
merupakan bukti, kendati masih muda malah lebih
sakti dibanding kakek itu.
Ia sudah banyak mendengar bahwa tokoh sakti
selalu berpegang teguh kepada sikap ksatria dan
jujur. Dan dibalik itu, kalau tamu yang tidak
diundang ini mau berbuat curang, tentunya takkan
mau terang-terangan seperti ini.
Akan tetapi ia tidak ingin kehilangan wibawa.
Katanya kemudian, "Konon para tokoh sakti selalu
mengutamakan jiwa ksatria dan kejujuran, serta
pantang berbuat curang. Apakah kalian juga
berpegang pada sikap ini?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
544
"Jangan kuatir! Kami datang ke mari bermaksud
baik," sahut Slamet sambil memberi isyarat kepada
Baskara agar mau bersabar.
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Baskara memang amat marah dituduh maling.
Kalau saja saat sekarang ini Slamet tidak hadir,
bisa jadi Brojokusumo sudah ia hajar babak belur.
Kakek ini sekalipun umurnya makin bertambah tua,
masih tetap saja berangasan seperti ketika muda.
Akan tetapi sekalipun berangasan, ada perasaan
sungkan dan malu kepada Slamet. Karena
sekalipun usianya jauh lebih muda, namun dalam
hal ilmu kesaktian, Baskara mengakui masih belum
dapat mengimbangi ketinggian ilmu kesaktian yang
dimliki Slamet.
"Baik! Aku percaya!" ujar Brojokusumo.
"Antarkan aku ke tempat yang kau maksud."
Slamet dan Baskara saling berkedip memberi
isyarat.
"Ikutlah kami!" sahut Slamet.
Tetapi tiba-tiba Brojokusumo melongo kagum. Ia
hanya merasakan angin berkesiur lembut. Tahu
tahu dua orang itu sudah lenyap, dan kecepatan
gerak dua orang tamu itu sulit digambarkan.
Dalam hati ia bersyukur, dirinya tadi masih bisa
menahan sabar dan tidak bentrok dengan tamu
tadi. Kendati dirinya bukan seorang lemah, tetapiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
545
kalau berhadapan dengan salah seorang dari
mereka tadi, hatinya mengakui tak mungkin
menang.
Ia pun cepat menuju bangunan terpisah di kebun
belakang. Kehadirannya telah ditunggu oleh
Slamet. Kemudian sambil memberi isyarat dengan
jari tangah, tubuhnya sudah melenting ringan
sekali, lalu hinggap di atas atap.
Brojokusumo tambah kagum. Gerakan itu ringan
sekali, bagai seekor burung. Dirinya sendiri juga
dapat melenting, namun ia mengakui tidak
seringan dan seindah gerakan yang baru saja
disaksikan.
Ketika kakinya menginjak atap, Brojokusumo
kaget. Ternyata tamu yang tidak diundang itu
bukan dua orang, tetapi tiga orang. Namun
Brojokusumo tak mendapat kesempatan bertanya.
Slamet telah memberi isyarat agar Brojokusumo
mengintip kedalam, lewat lubang pada atap.
Mendadak saja darah Brojokusumo mendidih
menyaksikan apa yang terjadi di dalam bangunan
itu.
"Anak busuk! Engkau sudah mengkhianati
ayahmu sendiri!" teriak Brojokusumo.
Saking marah, kaki mendupak jari-jari atap.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
546
Brak..... sebagian ambrol berantakan, disusul
tubuh Brojokusumo melayang ke bawah.
Sulit dilukiskan betapa kagetnya dua insan yang
sedang bercumbu itu. Mereka tak pernah menduga
perbuatan terlarang itu akhirnya diketahui orang.
Untuk sejenak Jarot memang gugup dan takut.
Tetapi perasaan itu cepat terusir dan dalam
keadaan terpaksa ini dirinya harus melawan. Ia
melompat ke samping tiang, menyambar pedang
pusaka Sokayana.
"Bedebah busuk!" bentak Brojokusumo. Di
tangan kanan sudah siap tombak untuk menikam
dua orang berdosa itu, sedang sepasang matanya
merah menyala seperti mengeluarkan api.
"Jarot! Kingkin!" bentaknya lagi. "Kamu manusia
busuk! Cepat berlutut, sebelum tombak ini
melobangi tubuhmu!"
Selir itu ketakutan setengah mati, tubuhnya
gemetaran dipembaringan, bersembunyi dibawah
selimut. Mulutnya ingin bicara tetapi seperti
terkunci. Hatinya ingin mengajak si tubuh untuk
bergerak, tetapi persendiannya bagai lumpuh dan
tak dapat bergerak sedikitpun.
Jarot telah berhasil mengusai perasaan. Apa pula
pedang pusaka Sokayana telah siap di tangan
kanan. Dalam keadaan terjepit seperti sekarang iniKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
547
tidak ada pilihan lain kecuali harus melawan, dan
tidak sudi minta ampun. Katanya mantap.
"Ayah! Hamba tak dapat mungkir lagi, dan telah
lama kami menjalin cinta kasih. Akan tetapi hamba
bukan semut. Sebelum ayah sempat membunuh,
pedang pusaka Sokayana ini akan mengantar ayah
ke liang kubur."
Sepasang mata Brojokusumo membelalak. Ia
hampir tidak percaya kepada pandang matanya
sendiri. Tetapi memang benar pedang pusaka
Sokayana telah di tangan anaknya.
Tiba-tiba saja kumis dan alisnya berdiri. Ia
tambah marah. Bentaknya, "Jadi ..... pedang itu
engkau sendiri yang mencuri?"
"Ha-ha-ha," Jarot ketawa mengejek. "Kalau
memang benar, ayah dapat berbuat apa?"
"Bangsat!" Brojokusumo tak dapat menahan
mulutnya lagi, mencaci maki. "Engkau berkhianat
dan menipu ayahmu sendiri."
"Salah Diah Kuntari sendiri, heh-heh-heh," sahut
Jarot tanpa rasa takut. "Perempuan itu melihat apa
yang aku lakukan di sini. Maka sebagai
hukumannya, dia aku fitnah mencuri pedang
pusaka Sokayana."
Brojokusumo tambah marah. Dampratnya,
"Engkau manusia terkutuk. Engkau menyebabkanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
548
aku menuduh Diah Kuntari dan Swara Manis yang
tak bersalah. Huh, sekarang engkau bukan anakku
lagi. Dan malam ini engkau harus mampus!"
Tetapi Jarot yang sudah bersenjata pedang
pusaka Sokayana tidak takut, malah mengejek,
"Engkau juga bukan ayahku lagi. Yang berhadapan
sekarang ini antara Jarot dan Brojokusumo. Heh
heh-heh, senjata tidak bermata. Maka yang lengah
akan menggeletak di lantai ini tak bernyawa lagi."
Baskara yang masih ada di atas atap marah
sekali mendengar ucapan Jarot. Sebagai seorang
anak, ucapan Jarot itu keterlaluan. Hampir saja
kakek ini menggerakkan kaki dan menerobos ke
bawah. Untung Jim Cing Cing Goling waspada,
hingga Baskara urung bergerak. Bisiknya
kemudian,
"Biarkan anak dan ayah itu berkelahi. Kewajiban
kita, apabila Brojokusumo terancam, kita turun
tangan dan membantu. Pengakuan Jarot itu tentu
membuka mata dan hati Brojokusumo, bahwa
tuduhan yang dialamatkan kepada Diah Kuntari
maupun Swara Manis hanya fitnah. Dengan begitu,
persoalan dengan kita telah beres."
Baskara mengangguk. Ia sadar, belum waktunya
bentindak mencampuri urusan anak dan ayah itu.
Maka yang dilakukan kemudian, hanya menunggu
saat sambil menonton perkelahian yang terjadi.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
549
Brojokusumo yang semula agak keder melihat
anaknya bersenjata pedang pusaka Sokayana itu,
meledak kemarahannya mendengar ucapan
anaknya sendiri seperti itu.
"Awas tombak!" teriaknya.
Tetapi Jarot hanya tersenyum mengejek.
Pemuda ini amat percaya ketajaman pedang
pusaka Sokayana, dan di samping itu juga sudah
mengenal setiap gerak perubahan ilmu tombak
ayahnya. Begitu tombak menyambar, Jarot
melompat ke samping. Berbareng itu ia
menggerakkan pedang menetak tangkai tombak.
"Kres.....! trang .....!" sekali tebas tangkai
tombak itu patah dan mata tombak itu berdentang
jatuh ke lantai.
"Heh-heh-heh," Jarot terkekeh mengejek setelah
berhasil menebas senjata ayahnya. "Engkau boleh
penasaran. Tetapi malam ini engkau akan mampus
sebelum pengawal sempat menolong. Heh-heh
heh, setelah engkau mampus, raja tentu
mengangkat aku sebagai penggantimu. Karena
tidak seorangpun akan tahu, bahwa engkau
mampus di tanganku."
Selesai berkata, Jarot bergerak maju menikam.
Brojokusurno menjadi gugup dan menangkis
dengan tangkai tombak. Akan tetapi berhadapanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
550
dengan pedang pusaka itu Brojokusumo tak
mampu berbuat banyak. Dalam waktu singkat
tangkai tombak itu tinggal pendek terpapas oleh
pedang.
Jarot makin besar hati dan tidak hentinya
mengejek. "Lebih baik engkau menyerah sebelum
mampus."
Akan tetapi kendati mengucapkan kata-kata
seperti itu, pedangnya terus bergerak ganas
mengancam keselamatan Brojokusumo. Dalam
keadaan terdesak itu, Brojokusumo lengah. Ia
tergelincir oleh potongan tangkai tombak dan
limbung.
Jarot gembira. Pedangnya menyambar untuk
menebas leher.
Brojokusumo kaget setengah mati. Tak mungkin
lagi dapat menghindar. Untuk menolong diri, ia
menangkis dengan sisa tangkai tombak.
Kres.....!" tangkai tombak yang sudah pendek itu
tambah pendek lagi.
Jarot menyeringai. Ia sudah tidak tidak ingat lagi
bahwa yang dihadapi sekarang ini ayah
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kandungnya sendiri. Ia sudah kesetanan dan nafsu
membunuh telah memenuhi dada dan pikiran.
"Heh-heh-heh, sebentar lagi engkau akan
mampus!" ejeknya sambil melancarkan serangan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
551
Brojokusumo benar-benar mati kutu,
berhadapan dengan anaknya yang bersenjata
pedang pusaka ini. Dalam hal ilmu kesaktian,
tingkatnya dengan tingkat anaknya hampir
seimbang. Kalau saja perkelahian ini sama-sama
menggunakan senjata yang sebanding, agaknya
akan terjadi cukup seru. Akan tetapi karena tidak
sebanding, Brojokusumo terdesak hebat dan
keselamatannya terancam.
Dalam keadaan terpojok ini, hampir saja ia
berteriak minta pertolongan kepada tiga orang
sakti yang menonton di atas atap. Akan tetapi ia
cepat sadar, dirinya seorang Bupati tua dan
merupakan tangan kanan raja. Sungguh
memalukan kalau hanya berhadapan dengan
anaknya sendiri saja, harus minta pertolongan
orang lain.
Ia tak ingin turun derajadnya. Kendati terancam
maut dirinya harus tetap melawan, dan kalau perlu
sampai titik darah penghabisan. Untuk menghindari
serangan anaknya yang bertubi-tubi, ia harus
berloncatan ke sana dan ke mari.
"Robohlah!"
Teriak Jarot sambil menikamkan pedangnya ke
lambung Brojokusumo.
Dalam gugupnya Brojokusumo lupa bahwa
tangkai tombak tinggal pendek sekali danKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
552
berbahaya untuk menangkis. Tangkisannya luput
dan ujung pedang mengancam tenggorokan.
Karena terpojok, Brojokusumo menjadi lupa kalau
pedang itu tajam sekali, dan ia menangkis dengan
tangan. Sudah jelas tangan kiri Brojokusumo akan
segera putus terbabat oleh pedang anaknya sendiri.
"Tak..... trang ..... auww....."
Pedang pusaka Sokayana lepas dari tangan
Jarot. Mendadak lengannya lemas tak bertenaga,
dan saking kaget Jarot berteriak tertahan.
Sebaliknya Brojokusumo yang sudah diambang
maut melongo keheranan. Namun ia segera ingat,
tentu tiga orang sakti di atas atap, telah bertindak
disaat dirinya terancam oleh bahaya.
Jim Cing Cing Goling telah terjun ke dalam
rumah, sesudah menolong Brojokusumo dengan
pecahan kayu yang memukul pergelangan tangan
Jarot. Begitu hinggap di lantai, tangan segera
memungut padang pusaka Sokayana.
Jarot marah bukan main. Kendati lengannya
masih sakit sudah membentak, "Siapa kau berani
datang ke mari dan mencampuri urusan kami?"
"Heh-heh-heh-heh," Jim Cing Cing Goling
terkekeh. "Aku tidak ingin mencampuri urusanmu.
Akan tetapi aku tak dapat berdiam diri, seorang
anak sanggup berbuat kejam akan membunuhKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
553
ayah kandungnya sendiri. Sekarang setelah engkau
tidak bersenjata pedang lagi, silakan engkau
melawan ayahmu, agar hatimu menjadi puas."
"Tetapi pedang itu pedang pusaka milik nenek
moyang kami," bantah Jarot. "Kembalikan
kepadaku sekarang juga."
"Aku tidak ingin memiliki," sahut Jim Cing Cing
Goling "Tetapi jelaskanlah dulu. Apa sebabnya
pedang ini ditanganmu, padahal engkau telah
menuduh Diah Kuntari yang mencuri?"
"Bukan urusanmu!"
"Tetapi bukankah sebagai akibat tuduhan
mencuri pedang itu, kemudian engkau menuduh
Diah Kuntari dan Swara Manis memberontak?"
"Bukan urusanmu!"
"Jarot!" bentak Brojokusumo tiba-tiba. "Dengan
pengakuanmu, menjadi jelas bahwa engkau
berdosa besar sekali telah menuduh orang tak
bersalah, untuk menutupi kebusukanmu sendiri.
Sekarang menyerahlah baik-baik, untuk aku
serahkan kepada Ingkang Sinuhun."
Melihat gelagat tidak menguntungkan, Jarot
sudah melompat ke pintu untuk melarikan diri.
Tetapi celaka! Ia merasakan seperti menubruk
sesuatu yang lunak, tetapi mempunyai daya
kekuatan yang hebat sekeali. Tanpa dapat dicegahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
554
lagi, tubuhnya terlempar kembali ke dalam rumah
dan terhuyung.
Jim Cing Cing Goling menyingkir. Ia memberi
kesempatan kepada Brojokusumo agar menghajar
anaknya sendiri. Dengan begitu, harga diri
Brojokusumo sebagai Bupati yang dihormati orang
tidak merosot.
Jarot masih berdiri dan dadanya dipenuhi rasa
heran. Benda apakah yang ia tubruk tadi, kemudian
dirinya terdorong ke dalam lagi?
Apa yang terjadi tidak lain hasil perbuatan si
Bongkok Baskara. Ia sudah dapat menduga, dalam
keadaan terpepet bocah itu tentu melarikan diri.
Karena itu ia telah bersiap diri di depan pintu.
Begitu Jarot menerobos keluar, ia menggunakan
punuknya untuk mendorong Jarot masuk ke dalam
rumah.
Itulah salah satu keistimewaan ilmu kesaktian
yang diyakinkan Baskara. Punuk yang tumbuh di
bawah leher, dapat dijadikan semacam senjata,
mampu untuk menangkis. Maka tak
mengherankan, ketika Jarot menabrak punuk itu,
tubuhnya seperti di lemparkan oleh tenaga
dahsyat.
"Cepat menyerahlah!" bentak Brojokusumo
dengan mata menyala merah. "Jika engkau mauKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
555
menyerah baik-baik, mungkin aku masih dapat
memohonkan ampun kepada Ingkang Sinuhun."
Jarot masih berdiam diri tanpa menjawab.
"Bagaimanapun engkau anakku," Brojokusumo
menyambung. "Jika engkau sudah mengakui
semua kesalahanmu," akhirnya orang tua merasa
tidak tega.
Brojokusumo berhenti mencari kesan. Sejenak
kemudian sambungnya, "Untung sekali semua
kejahatanmu ini terbongkar sebelum berlarut, dan
belum dapat menimbulkan korban. Bukankah akan
menyedihkan kalau Swara Manis dan keluarganya
yang tak bersalah itu, menjadi korban fitnah yang
engkau lancarkan itu?"
"Sudah, sudah! Tidak perlu banyak mulut!" sahut
Jarot ketus. "Hubungan antara ayah dan anak
sudah putus. Yang berhadapan sekarang ini, Jarot
dan Brojokusumo, sama-sama manusia. Sampai
kapanpun aku tidak sudi menyerah. Selama Jarot
masih mampu bergerak akan melakukan
perlawanan. Akan tetapi sekarang ini aku hanya
seorang diri. Mana mungkm sanggup melawan
keroyokan?"
"Kurang ajar! Mulutmu terlalu lancang!" bentak
Brojokusumo tambah marah. "Ketahuilah, aku
seorang Bupeatl. Terhadap orang bersalah, aku
mempunyai wewenang memerintahkan prajuritKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
556
untuk menangkap engkau. Di samping itu kalau ada
seorang tokoh sakti yang bersedia membantu, itu
merupakan hakku."
Sebelum Jarot sempat menjawab, Brojokusumo
meneruskan, "Tetapi aku tidak akan menggunakan
hak dan kedudukanku sebagal Bupati. Dengan
tenagaku yang masih ada, aku akan menangkap
engkau hidup atau mati. Dan sekarang bersiaplah."
Tanpa memberi kesempatan lagi kepada Jarot
berpanjang mulut, Brojokusumo yang marah sudah
menyerang dengan pukulannya. Jarot tersenyum
dingin dan menghindar ke samping, sambil
melancarkan serangan balasannya. Lalu terjadilah
perkelahian seorang lawan seorang, antara anak
dan ayah.
Cing Cing Goling berdiri bersandar tembok dan
berdiam diri. Kakek ini tak akan bertindak sebelum
keadaan menjadi gawat. Sebagai seorang kakek,
tentu saja ia penasaran sekali akan sikap Jarot yang
ketus. Sikap Jarot ini merupakan contoh tidak patut
bagi seorang anak terhadap ayah kandungnya
sendiri. Watak pemuda yang diwakili Jarot ini
merupakan seorang anak yang urakan dan
berandalan. Hingga terhadap orang tuanya
sendiripun tidak dapat menghormati.
Betapapun saktinya dan betapapun tinggi
kedudukannya, seorang anak harus tetapKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
557
menghormat kepada orang tua sendiri. Sebab
orang tua merupakan perantara Tuhan, hingga
anak lahir di dunia ini. Perjuangan dan
pengorbanan orang tua demi anak yang diawali
sejak bayi cukup berat. Kepentingannya sendiri
dinomor duakan demi untuk kepentingan anak.
Pengorbanan orang tua itu tidak mungkin dapat
dibalas oleh anak, karena memang tidak dapat
dinilai lagi.
Kalau Jim Cing Cing Goling masih dapat bersikap
sabar, sebaiiknya Baskara dan Slamet tak dapat
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersabar lagi. Diam-diam mereka telah
memberitahukan kepada para prajurit penjaga,
bahwa telah terjadi perkelahian antara
Brojokusumo dengan Jarot. Hingga tanpa setahu
Brojokusumo, para prajurit telah tergopoh menuju
ke tempat itu.
Telinga Jim Cing Cing Goling yang peka
menangkap suara berisik di luar rumah. Sebagai
seorang berpengalaman luas cepat dapat menduga
apa yang terjadi. Urusannya membongkar
kejahatan Jarot telah selesai. Tidak ada faedahnya
terus hadir ditempat ini, yang salah-salah bisa bisa
menimbulkan salah paham.
Ia melirik ke arah selir yang meringkuk di
pembaringan, tertutup oleh selimut. Diam-diam iaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
558
merasa kasihan juga kepada selir itu. Sebab saking
ketakutan, selir muda itu sekarang pingsan.
"Bendara Tumenggung Brojokusumo," seru Jim
Cing Cing Goling tiba-tiba. "Pedang pusaka ini
milikmu, dan sekarang terimalah kembali pedang
ini."
Jim Cing Cing Goling menyentil pedang itu.
Kemudian dengan manis dapat ditangkap
Brojokusumo.
Begitu Brojokusumo menerima kembali pedang
pusaka Sokayana, wajah Jarot menjadi pucat.
Melawan ayahnya tanpa senjata saja sulit
mengalahkan, lebih-lebih sekarang. Setelah
ayahnya bersenjata, ia merasa dirinya terancam
maut.
Jim Cing Cing Goling sudah tidak perduli lagi.
Tubuhnya melenting ringan sekali, menerobos ke
atas lewat atap yang sudah rusak. Secara
kebetulan Slamet dan Baskara sudah menunggu di
atas atap.
Setelah memberi isyarat dengan tangan, tiga
orang ini bergerak cepat seperti bayangan hantu,
tak dapat diikuti oleh pandang mata prajurit di
bawah.
Berbareng dengan perginya tiga tokoh sakti itu,
melompat ke dalam rumah, seorang laki-laki tinggiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
559
kurus. Orang yang baru muncul ini Tumenggung
Umbul Sari, yang telah mendapat laporan
terjadinya perkelahian antara Jarot dengan
Brojokusumo. Begitu masuk ke dalam, teriaknya.
"Tahan!"
Tiba-tiba saja tubuh Umbul Sari telah melesat.
Tangannya bergerak, berhasil mendorong
Brojokusumo dan Jarot, lalu ia berdiri di tengah
tengah.
Dalam hal llmu kesaktian, Umbul Sari memang
menang beberapa tingkat dibanding Jarot maupun
Brojokusumo. Oleh sebab itu tanpa kesulitan Umbul
Sari telah berhasil melerai.
Munculnya Umbul Sari menyebabkan Jarot
ketakutan. Cepat-cepat ia melompat dalam
usahanya menyelamatkan diri.
Akan tetapi Umbul Sari tak dapat ditipu. Cepat
luar biasa Umbul Sari telah berhasil mencekal leher
Jarot, hingga tak dapat berkutik lagi.
Brojokusumo yang sudah gelap mata
menggerakkan pedang pusaka Sokayana untuk
menikam Jarot!
Akan tetapi Umbul Sari cepat menghindar ke
samping sambil berteriak.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
560
"Jangan! Segala masalah dapat diurus dengan
kepala dingin, dan bendara jangan melakukan
pembunuhan. Apa pula terhadap anak sendiri."
Peringatan Umbul Sari ini menyadarkan
Brojokusumo. Kemarahannya berkurang. Namun
ketika melihat salah seorang selirnya meringkuk
dipembaringan tak bergerak, kemarahannya
meluap lagi. Ia melompat dengan maksud menikam
pcrempuan itu.
"Trang ......!" pedang Brojokusumo
menyeleweng oleh tangkisan Umbul Sari.
Gerakan Umbul Sari yang cepat luar biasa
memang patut dipuji. Melihat gelagat buruk, ia
cepat mendorong tubuh Jarot lalu terguling di lantai
tak dapat bergerak. Hampir berbareng ia telah
mencabut pedangnya kemudian menangkis pedang
Brojokusumo.
"Apa sebabnya engkau menghalangi?" hardik
Brojokusumo.
"Ampunilan hamba," ujar Umbul Sari penuh
hormat. "Hendaknya bendara bersabar sedikit dan
tidak melakukan tindakan terburu-buru. Demi
tegaknya keadilan, kiranya lebih tepat apabila
peristiwa ini kita laporkan Ingkang Sinuhun."
"Terima kasih, Umbul Sari," sahut Brojokusumo
yang kemudian menyadari kecerobohannya.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
561
"Baiklah. Selesaikan semua urusan ini sampai
tuntas. Tangkap dua orang ini dan masukkan ke
terungku. Aku ingin bicara empat mata dengan
engkau."
"Akan hamba laksanakan," Umbul Sari
menyanggupkan diri.
Brojokusumo melangkah dengan lesu
meninggalkan tempat itu, langsung menuju
pendapa.
Umbul Sari lega dapat meredakan kemarahan
Brojokusumo. Lalu dengan tegas ia memerintahkan
para prajurit agar melaksanakan perintah Bupati
Brojokusumo.
Setelah urusan yang menjadi tanggung
jawabnya selesai, Umbul Sari tergopoh menghadap
Brojokusumo di pendapa. Ia terkesiap melihat
Brojokusumo lesu dan wajahnya nampak pucat.
"Apakah engkau sudah tahu sebabnya terjadi
keributan malam ini?" tanya Brojokusumo.
"Ampunilah hamba," sahut Umbul Sari. "Terus
terang hamba memang belum mengetahui latar
belakang yang terjadi. Itulah sebabnya hamba tadi
mencegah bendara bertindak terlalu jauh."
Brojokusumo mengangguk-angguk, lalu
menghela napas panjang. Tak lama kemudian ia
berkata, seperti ditujukan kepada diri sendiri.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
562
"Sebagai seorang ayah, aku sendiri mengakui
kesalahanku, mengapa kurang dapat mendidik
Jarot, hingga bocah itu tumbuh menjadi pemuda
urakan dan berandalan. Apa yang aku derita dan
alami ini hendaknya menjadi peringatan setiap
orang tua, agar anaknya menjadi manusia berguna
bagi bangsa dan negaranya."
Brojokusumo menghela napas lagi dalam-dalam.
Kemudian ia bercerita panjang lebar tentang
sebabnya ia memberi laporan kepada Ingkang
Sinuhun, bahwa Swara Manis dan keluarganya
memberontak, karena terpengaruh oleh laporan
Jarot. Ternyata laporan itu palsu, dalam usaha
untuk menutup rahasia dan kejahatan yang
dilakukan oleh Jarot sendiri.
Bukan saja pedang Sokayana yang dilaporkan
hilang dicuri oleh Diah Kuntari itu dilakukan Jarot
sendiri, tetapi secara kurang ajar, Jarot telah
melakukan hubungan gelap dengan tiga orang
selirnya.
Mendengar keterangan itu, Umbul Sari menghela
napas dalam dan penuh rasa sesal. Sebab akibat
tuduhan memberontak itu, dirinyalah yang sudah
payah-payah melakukan pengejaran dan terpaksa
berkelahi melawan beberapa orang. Untung
usahanya belum berhasil. Kalau saja sampai
berhasil dan membuat Swara Manis danKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
563
keluarganya celaka, tentu seumur hidup ia akan
menyesal.
"Hamba tidak pernah menduga, kalau dia sampai
berbuat sejauh itu," ujar Umbul Sari. "Setelah
semuanya menjadi jelas, lebih tepat kiranya agar
semua ini kita serahkan kebijaksanaan Ingkang
Sinuhun."
"Baiklah Sari, aku setuju dengan usulmu," kata
Brojokusumo. "Kalau saja engkau tak cepat
mencegah, malam ini aku sudah membunuh selir
terkutuk itu. O ya, apakah dua orang selir lain yang
jahat itu juga sudah engkau masukkan dalam
terungku?"
"Sudah hamba laksanakan seluruhnya," sahut
Umbul Sari.
Akhirnya semua persoalan dilaporkan kepada
raja, dan semuanya diserahkan kebijaksanaan raja.
Sunan Amangkurat amat murka mendengar
laporan, telah dikibuli Jarot, sehingga raja telah
menuduh Swara Manis secara salah. Kesalahan
Jarot ini terlalu berat. Kemudian atas perintah raja
lewat peradilan kerajaan, Jarot diputuskan dengan
hukuman mati. Sedang kepada ketiga selir yang
jahat itu, diputuskan hukuman seumur hidup.
Keputusan itu dimaklumkan ke seluruh negeri.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
564
Raden Ayu Brojokusumo terkejut dan pingsan.
Bagaimanapun, bocah itu ia yang melahirkan.
Peristiwa yang menimpa anaknya itu merupakan
pukulan yang berat sekali. Perempuan ini secara
mendadak diserang penyakit berat, dan beberapa
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hari kemudian meninggal dunia.
Brojokusumo sedih bukan main. Sekaligus ia
kehilangan seorang isteri, seorang anak dua tiga
orang selir. Pukulan ini cukup berat, dan
menyebabkan Bupati ini cepat menjadi tua.
Nah, terjadilah keadilan Tuhan. Yang busuk dan
jahat telah mendapat hukuman yang setimpal.
*****
Jim Cing Cing Goling, Baskara, Slamet, Untari
dan Swara Manis dengan seluruh keluarga menjadi
lega. Sekarang Swara Manis sekeluarga menjadi
anggota masyarakat seperti semula, tidak menjadi
buronan kerajaaan Mataram sebagai pemberontak.
Akan tetapi mereka ini masih menghadapi
persoalan yang cukup gawat. Mereka belum dapat
mengaso dan berpangku tangan. Mereka harus
pergi ke hutan Wonokerto untuk membantu
Kiageng Ringin Putih. Mereka sudah sependapat,
bahwa seorang diri kakek itu takkan sanggupKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
565
menghadapi sejumlah orang yang terpancing
hasutan dan fitnahan Ditya Margono.
Yang lebih dahulu berangkat Jim Cing Cing Goling
dan Baskara. Sebagai tokoh tua, dua orang ini akan
menggunakan pengaruhnya menjelaskan duduk
persoalan sebenarnya. Apabila usaha mereka ini
berhasil, berarti akan mengurangi lawan yang akan
menantang Kiageng Ringin Putih.
Sejak siang hari, kelompok demi kelompok telah
bergerak cepat menuju hutan Wonokerto. Malam
nanti bertepatan bulan purnama, merupakan
malam ketentuan, benarkah Kiageng Ringin Putih
sanggup menghadapi lawan dalam jumlah banyak?
Hajar Widosari yang bermukim di lereng gunung
Tidar mengerahkan seluruh murid dan saudara
perguruannya. Kakek ini amat penasaran dan ingin
menghajar Kiageng Ringin Putih yang amat
sombong itu.
Sikap Hajar Widosari ini sejalan dengan sikap Ki
Dipayana yang bermukim di Parangtritis dan Resi
Dewata yang bermukim di Barong Gunung Kidul.
Seluruh kekuatan dikerahkan ke hutan Wonokerto.
Apabila perlu, dengan kekuatan yang jumlah
lebih seratus orang ini akan menyelenggarakan
perang Campuh.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
566
Mereka yang terbakar oleh tantangan Kiageng
Ringin Putih lewat mulut Ditya Margono sejak lama
sudah mempersiapkan diri dengan segala macam
senjata, dan berlatih secara tekun. Sebab mereka
juga sadar, Kiageng Ringin Putih memang tokoh
sakti mandraguna.
Yang tetap santai menghadapi peristiwa besar ini
hanya Danyang Ilu-Ilu dan muridnya, Ditya
Margono. Si kerdil bernama Danyang Ilu-Ilu itu
tetap saja tak mau berjalan sendiri. Ia lebih enak
duduk diatas pundak Ditya Margono. Kalau
menghendaki belok kanan tinggal menjewer telinga
pemuda itu yang kanan. Kalau ke kiri, telinga kiri
pula yang ditarik.
Pemuda liar itu terpaksa patuh semua perintah
gurunya yang baru. Harapan satu-satunya bisa
mewarisi kesaktian Danyang Ilu-Ilu, untuk
melawan bekas gurunya, Kiageng Ringin Putih.
Akan tetapi sekalipun sakti mandraguna,
Danyang Ilu-Ilu ini seorang sinting. Karena sinting,
caranya mendidik juga menurut selera sendiri,
tanpa aturan. Kalau sedang minat, ia melatih
muridnya tanpa memberi kesempatan mengaso.
Sebaliknya kalau tidak minat, baik siang maupun
malam hanya untuk tidur di sembarang tempat.
Untung saja Ditya Margono pemuda liar.
Pendidikan yang tidak teratur dan semau sendiri ituKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
567
malah cocok dengan seleranya. Lebih lagi, watak
dan tabiat Danyang Ilu-Ilu bertolak belakang
dengan Kiageng Ringin Putih. Kalau gurunya yang
pertama selalu menekankan pendidikan agar Ditya
Margono menjadi pemuda baik, jujur dan berguna
bagi masyarakat, maka Danyang Ilu-Ilu lain.
Menurut otaknya yang sinting, apapun yang
dilakukan semuanya baik kalau memang bisa
berbuat. Yang disebut tidak baik hanya apabila
tidak mungkin dapat dilakukan.
Akibat pendidikan salah dari Danyang Ilu-Ilu ini,
Ditya Margono yang sudah liar menjadi tambah liar
dan ganas. Siapapun yang berusaha menentang
dan menghalangi, tangannya siap membunuh.
Lebih lagi dalam urusan yang ada hubungannya
dengan perempuan, kegemaran antara Danyang
Ilu-Ilu dengan Ditya Margono setali tiga uang. Maka
siapapun yang menjadi penghalang, tangan guru
dan murid ini siap menyebar maut.
"Kek-kek-kek-kek..... heh-heh-heh-heh, aku
gembira sekali hari ini," ujarnya disela ketawa yang
terkekeh.
"Apa yang menyebabkan,guru gembira?" tanya
Ditya Margono.
"Kek-kek-kek-kek engkau tak melihat, tentu
saja menjadi heran. Heh-heh-heh-heh, sambil
duduk di pundakmu ini, aku dapat melihat jauh.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
568
Aku melihat di sana, banyak orang sudah
berkumpul. Uah, tentu ramai malam nanti."
Ditya Margono berusaha memanjangkan leher
dan berdiri dengan jari kaki. Akan tetapi karena
terhalang olen rumpun pohon yang rimbun, ia tak
juga dapat melihat apa yang terjadi di sana.
"Kek-kek-kek-kek..... engkau jangan ribut
sendiri!" ujar si kerdil sambil menekan kepala Ditya
Margono. "Kalau jaraknya sudah dekat, nanti
engkau akan tahu juga. O ya, dalam pertandingan
kesaktian, orang yang terjun belakangan dapat
mengambil keuntungan. Sebab tenaga mereka
sudah terkuras, dan kita bertenaga baru. Karena itu
lebih baik apabila sekarang kita mengaso dulu di
pohon itu. Sambil mengaso, kita akan dapat
mengamati sekitar ini tanpa gangguan."
"Murid setuju!" sambut Ditya Margono. "Silakan
guru meloncat lebih dulu dan murid menyusul."
"Kentut! Engkau hanya mencari enakmu sendiri."
Kendati sudah kenal baik watak gurunya, tidak
urung Ditya Margono heran juga mendengar
jawaban kakek kerdil ini.
"Siapa yang hanya mencari enak sendiri?"
"Siapa lagi kalau bukan engkau. Mestinya engkau
mendengar pula perutku sudah berkeruyuk.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
569
Lupakah akan kewajibanmu kalau perut sudah
berbunyi seperti ini?"
"Ha-ha-ha-ha."
"Hush! Mengapa engkau ketawa? Cepat engkau
pergi mencari makan sebelum aku kelaparan."
"Baik guru, silakan turun."
"Kentut! Apakah aku kau perintah supaya
meloncat?"
Geli juga mendengar ucapan gurunya itu, tetapi
Ditya Margono tak ingin berbantah. Ia cepat
menekuk kaki, kemudian duduk di atas rumput.
Hingga dengan mudah Danyang Ilu-Ilu turun dari
pundak.
Ditya Margono cepat bergerak menerobos hutan.
Tujuannya jelas, akan pergi ke desa terdekat
mencari pengisi perut.
Sesuai dengan watak dan tabiat Ditya Margono
yang liar, maka mudah diduga, apa yang akan
dilakukan. Bagi Ditya Margono maupun Danyang
Ilu-Ilu, yang penting kebutuhan sendiri dapat
dicukupi. Maka setiap masuk ke desa, apapun yang
diinginkan tentu diambil. Pemilik yang berusaha
menghalangi akan dilawan dengan kekerasan.
Tak lama kemudian Ditya Margono telah kembali
ke tempat gurunya istirahat, sambil membawaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
570
sebakul nasi, sekuali sambal goreng dan tiga ekor
ayam goreng. Kehadiran Ditya Margono disambut
si kerdil dengan gembira dan memuji.
"Kek-kek-kek-kek, pandai juga engkau mencari
makan. Hai bocah, dari mana engkau peroleh
semua ini?"
"Murid merampas dari warung."
"Bagus! Kita butuh dua orang itu punya. Kita tak
bersalah. Sebab kalau diminta, pemilik warung itu
tentu tak mau memberikan."
"Heh-heh-heh, murid gembira sekali."
"Apa sebabnya? Engkau dapat perempuan
cantik?"
Ditya Margono menggeleng, jawabnya, "Pemilik
warung tadi berteriak minta tolong. Tetapi murid
tidak perduli dan mengangkut semua ini. Puluhan
orang segera mengejar, tetapi tidak dapat
menangkap aku. Heh-heh-heh, kalau saja tak ingat
kalau guru lapar, orang-orang itu tentu murid hajar
babak belur."
"Kek-kek-kek-kek, biar saja mereka ribut. Yang
penting kita sekarang dapat makan lezat. Ah, ayam
goreng ini baunya sedap. Berikan semua
kepadaku."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
571
Ditya Margono melongo ketika tempat ayam
goreng itu sudah disambar gurunya. Akan tetapi ia
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak berani merebut, karena gurunya bisa marah.
Akan tetapi sebelum Danyang Ilu-Ilu sempat
mengambil ayam goreng itu, serangkum angin
menyambar. Bakul berisi ayam goreng itu lepas
dari tangan Danyang Ilu-Ilu, kemudian bertengger
di atas dahan pohon agak tinggi yang tumbuh di
dekat mereka.
"Kek-kek-kek-kek, kurang ajar! Mengapa ayam
goreng itu seperti hidup dan bisa terbang? Hayo
cepat turun kemari!" teriaknya sambil
melambaikan tangan. Akan tetapi lambaian tangan
kakek kerdil ini disertai tenaga sakti, hingga
mempunyai kekuatan menyedot.
Bakul berisi ayam goreng itu benar bergerak
turun dari dahan pohon. Akan tetapi anehnya tidak
mau menghampiri Danyang Ilu-Ilu, malah
menyeleweng kemudian berhenti di atas batu agak
jauh dari tempat Danyang Ilu-Ilu dan Ditya
Margono duduk.
Kendati sinting, kakek kerdil ini cepat menduga
ada seseorang yang mempermainkan dirinya,
hingga bakul berisi ayam goreng itu bisa bergerak
sendiri. Menduga begitu, tiba-tiba kakek kerdil ini
berdiri kemudian meloncat ke arah batu itu. TetapiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
572
lagi-lagi bakul berisi ayam goreng itu menghindar.
Kemudian malah bergerak ke gerumbul semak.
Danyang Ilu-Ilu tambah penasaran. Jelas
seseorang telah sengaja memancing permusuhan.
Tanpa ragu lagi, ia melancarkan pukulan ke arah
gerumbul semak. Pukulan itu kuat sekali dan
menerbitkan angin dahsyat. Akibatnya gerumbul
semak itu menjadi bosah-basih seperti diterjang
gerombolan gajah.
Tiba-tiba tampak dua orang kakek berwajah
buruk, sedang menikmati ayam goreng itu.
"Kurang ajar!" teriaknya marah. "Kembalikan
ayam goreng itu!"
"Nih, terimalah!" sahut si wajah buruk yang
tubuhnya kurus, sambil melemparkan tulang paha.
Lemparan itu hanya seenaknya, dan gerakan
tulang itupun agak lamban. Akan tetapi kalau orang
berani sembrono bisa celaka. Karena lemparan
yang seenaknya itu sebenarnya mengandung
tenaga sakti tingkat tinggi, yang dapat
mematahkan lengan tangan.
Danyang Ilu-Ilu menghindar ke samping. Mata
yang sudah melotot itu tambah melotot lagi saking
marah. Teriaknya, "Kurang ajar! Engkau berani
merampas ayam goreng itu?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
573
"Mengapa tidak?" sahut si wajah buruk yang
tubuhnya bongkok. "Kamu merampas dari orang.
Sebaliknya sekarang ayam itu kami rampas. Jadi
sudah adil, bukan?"
Danyang Ilu-Ilu meloncat-loncat seperti
kebakaran jenggot. Lalu dampratnya sengit,
"Bangsat busuk. Wajahmu buruk dan watakmu
juga buruk. Jika kamu tak mau mohon maaf
kepadaku, jangan menyesal kalau tanganku ini
membunuhmu!"
Ditya Margono sudah menghampiri gurunya.
Pemuda ini juga tersinggung dan amat marah.
Dirinya yang bersusah payah merampas dari
warung. Tetapi sekarang tak dapat menikmati,
Pendekar Kelana Sakti 3 Iblis Lengan Fear Street Orang Tua Kami Hilang Rajawali Emas 44 Perjalanan Maut
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama