Ceritasilat Novel Online

Ramuan Drama Cinta 4

Ramuan Drama Cinta Karya Clara Ng Bagian 4



"Tiap kali ditanya..."

"Aku lagi berpikir."

"Aku kagum ternyata kamu punya alat untuk berpikir. Kirain

kamu masih jenis homo habilis hidup di era saat dinosaurus punah."

Pax merengut, tapi dengan mendadak dia memotong perkataan Nuna. 'Kamu mau tahu?"

"Apa? '

"Soal hubunganku dengan Xander.

Alis Nuna naik.

"Hmmm, misterius banget. Seperti membaca novel detektif."

Pax menggerakkan kakinya maju. Tubuhnya mencondong. dengan rona pipi yang terlihat jelas. Nuna menangkapnya sebagai gerakan ingin bercerita.

"Mukamu sengsara banget. Cerita deh, Pax. Aku siap mendengarkan."

**

Mereka menarik selimut sampai menutupi dagu di atas ranjang. lalu menyalakan senter. Meski gelap, situasi di dalam kamar penuh dengan gelak tawa yang ditahan-tahan. DI sekeliling mereka ada bantal dan guling yang ditumpuk sehingga menyerupai lubang pertahanan perang. Ada lubang kecil di antara tumpukan guling tersebut yang dibuat seakan-akan untuk pintu darurat.

Senter saling menyoroti wajah kedua anak lelaki itu. Yang satu berbaring dengan perut di bawah dan yang satu lagi berlutut di sampingnya. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka pelan. Anak lelaki yang berlutut menggeram.

"Bersiap." kata yang satu.

"Aku berani taruhan makhluk itu masih belum kapok untuk membunuh kita."

Lelaki yang berlutut menarik tangannya dari posisi terjepit, mengeluarkan tongkat panjangnya. Itu tongkat sihir. Sebenarnya tulangnya nyeri dengan posisi aneh seperti itu. tapi dia berusaha

menahan erangan pegalnya. Dia bersandar di ranjang. Ini empuk, posisi yang enak. Malu kalau dia mengeluh sakit. Dia kan lelaki! Apa kata temannya nanti? Dia nggak mau dikatain lelaki yang cengeng. Dia nggak cengeng sama sekali.

"MENYERAAANG!"

"SERBUUUU!"

"Itu masa kecilmu?"

"Itu masa remajaku," Pax bergumam. Terpengaruh dengan ceritanya, dia berusaha mendapatkan posisi duduk yang nyaman di depan Nuna. tapi tidak berhasil.

Nuna menatap mata Pax. Ada sesuatu yang menarik dari cara Pax bercerita.

"Aku sering bermain sama tetanggaku. Dia sering mampir di rumahku. Kami bersahabat karib. Sampai suatu hari ibunya meninggal dan dia sebatang kara. Yatim-piatu di jakarta, tanpa keluarga yang menampung. Akhirnya ibuku menjaga dan merawatnya."

Nuna diam mendengarkan.

"Akhirnya pamannya yang di Surabaya datang dan hendak mengambil tetanggaku, tapi tetanggaku sudah terbiasa hidup denganku. Dia menolak pindah ke Surabaya. Akhirnya pamannya hanya menyerahkan uang kepada ibu agar tetanggaku tetap dapat bersekolah sampai lulus kuliah."

"Kenangan masa kecil yang indah."

"Tapi itu dulu."

"Lanjut."

"Ini lagi kulanjutkan."

Mereka sedang saling mengacungkan tongkat sihir.

"Lihat di sana? Kucing yang warnanya hitam itu."

Pax mengangguk.

Lelaki di sebelahnya merapal deretan mantra. Tiba-tiba sinar berwarna kuning meluncur keluar dari tongkat sihirnya, langsung menghantam kucing yang sedang meringkuk di dekat pepohonan. Bulu-bulunya berubah warna menjadi merah jambu.

Pax tertawa keras. Kucing malang itu mengcong keras, melompat, dan berlari ke arah Pax. Lelaki itu langsung menangkap kucing, menggendongnya tinggi-tinggi.

"Kamu lucu sekali. Aku mau bawa untuk adikku."

"Sini, biar aku yang beri untuk Andrea."

Pax menyerahkan kucing kepada lelaki di sebelahnya.

"Andrea pasti senang dikasih kucing warna merah jambu dari kamu."

"Siapa Andrea?"

Pax menggaruk alisnya yang tidak gatal. Susah sekali bercerita sama Nuna. Sedikit'sedikit dipotong. Belum lama dia bercerita, Nuna sudah semangat bertanya. Nuna pasti bukan rekan yang menyenangkan kalau diajak menonton film di bioskop. Adegan baru berjalan lima menit, dia akan bisik-bisik.

"Jadi siapa yang jahat?"

Bakalan menyebalkan deh.

"Andrea?" Pax berkata lembut.

"Andrea ini adikku."

Alis Nuna naik.

"Kamu punya adik?"

"Punya."

"Berapa orang?"

"Satu. Andrea, itulah. Satu-satunya."

Sesaat terdengar suara pilu yang berasal dari mulut Pax. Nuna memajukan tubuhnya sejenak. bersikap serius. Dia mencium gelagat yang berbeda dari Pax.

"Ada apa?"

Pax diam beberapa saat. Dia tampak tenang. Ada keharuan dan kedamaian di wajahnya. Sesuatu yang tersembunyi di balik yang bersembunyi yang disembunyikan. Nuna semakin ingin tahu. Ini raut yang berbeda yang biasanya dia lihat dari Pax.

"Mau mendengarkan ceritaku nggak?"

"Mau." Nuna mengangguk takzim.

Pax menggeser duduknya, mendekati Nuna. Ada suasana tegang di sana. Nuna merasa seperti Pax menunggu momen yang tepat untuk bercerita. Dia semakin tegang. Pax bersandar ke kursi, memandang nanar ke langit-langit.

"Tolong jangan dipotong-potong lagi. Aku bosan bercerita sepenggal-sepenggal seperti ini."

Otak Nuna memang didesain untuk reaksi cepat.

"Enggak. janji deh."

"Andrea itu..."

Nah, Pax sudah mulai. Nuna sedikit agak bingung. Sebenarnya. apa sih yang mau diceritakan Pax? Tadi dia menggebu-gebu ingin bercerita. tapi sekarang mendadak dia murung. Ibaratnya, Pax adalah cuaca yang berganti-ganti nggak menentu. Sebentar hujan, sebentar lagi kering kerontang. Sebentar mendung, sebentar lagi panas.

"Andrea sudah tiada, Nuna," kata Pax dengan sedih.

Nuna kaget. Saking kagetnya, dia tidak bisa menjawab apa

apa.

Pax melanjutkan lamunan heningnya yang terhenti.

Nuna seketika tampak kusut.

"Kamu bakal lebih kaget lagi kalau tahu siapa sahabat baikku 'ang tadi kuceritakan."

Nuna memang bertanya-tanya sedari tadi. Tapi betapa pun penasarannya ia, Nuna harus tetap pura-puru sabar mendengarkan kisah Pax. Lelaki ini punya cara yang dramatis untuk bercerita. Seperti menonton film yang memiliki awal. puncak cerita. dan akhir, beginilah cara Pax mendongeng.

"Siapa?" Nuna bertanya dengan sopan.

Mata Pax tampak murung. Nuna mengamati wajahnya baik baik. Dia seperti tersedot masuk ke dalam kemuraman diri Pax.

"Xander."

Nuna nyaris terlompat dari kursi.

Andrea menjadi dekat dengan Xander ketika mereka masih berusia remaja. Xander menghabiskan waktunya di rumah Pax. mengobrol dengan Andrea kalau kebetulan gadis berumur empat belas tahun itu berada di rumah. Tahun'tahun berlalu dengan cepat.

Suatu hari, dengan pikiran yang penuh malu malu karena cinta, Xander berjanji kepada Pax bahwa dia akan menikahi dengan Andrea, sehingga persahabatan mereka berdua akan terikat selama lamanya dalam ikatan keluarga.

"Sudah tanggung. Kamu juga toh tinggal di rumahku? kata Pax.

Tapi takdir punya halaman cerita yang berbeda. Xander ditemukan oleh Samudra dan diajak untuk tinggal bersama mereka. Sebab Xander sudah dijodohkan dengan Oryza sejak kecil. Itu adalah permintaan Tante Loira sebelum dia meninggal.

Sungguh susah menyampaikan kepada Pax.

"Aku sudah punya calon istri."

Kalimat yang salah. Pax sedang membuka lemari waktu Xander berkata seperti itu. Dia berhenti bergerak. membeku seperti adegan di televisi yang dihentikan. Pax menoleh ke arah Xander. Pandangan yang mematikan.

"Calon istri? Maksudnya?"

Xander menunduk padahal dia ingin mendongak. Situasi ini menjadi salah kaprah. Seharusnya Xander tidak membuka percakapan dengan kalimat bombastis seperti itu. Sebenarnya, bukan efek kaget yang dibutuhkan, tapi efek simpati.

"Karena aku dijodohkan dengan anak perempuan sahabat baik ibuku."

Sungguh, kejujuran memang teramat pahit.

"Siapa?"

"Sahabat masa kecilku."

Pax terlihat kaget.

"Apa?"

"Aku sudah dijodohkan dengan sahabat masa kecilku."

Pax menutup pintu lemari. tidak jadi membukanya. Terdengar suara bantingan yang keras. Wajahnya kaku.

"Maksudnya?"

Hanya pertanyaan itu yang keluar dari mulut Pax. Tidak ada katakata lain. Dia berdiri berhadapan dengan Xander. Dengan pelan. Xander menerangkan semuanya.

"Kamu akan meninggalkan aku dan Andrea?"

Xander mengggelengkan kepalanya. 'Oom Samudra memintaku tinggal bersama mereka. Tapi aku belum mengiyakan."

"Berarti kamu sudah nggak mencintai Andrea." Suara Pax sarat dengan tuduhan. Matanya menggelap dalam kobaran api.

"Aku mencintai Andrea. Tapi..."

Pax tidak mau mendengar. Dia naik pitam.

"Aku nggak bisa mengerti! Pertama, tidak ada cinta yang

diakhiri dengan kata tapi! Kedua, sejak kapan kamu mau diatur dengan siapa kamu menikah? '

Xander tidak bergerak di kursinya. Pax mengeluarkan tongkat sihirnya, dengan gerakan cepat dia mengubah Xander menjadi kodok persis di hadapannya. Di detik yang sangat kritis itu. Xander sama sekali tidak mengelak atau malah membalas serbuan sihir Pax. Dia hanya diam, menerima semua perlakukan Pax kepadanya.

"Lelaki nggak tahu diri! Sudah diselamatkan, ternyata nggak berterima kasih!"

Selesai menjadi kodok, Pax mengubah Xander menjadi bantal yang kemudian dibanting-banting ke tembok.

Nuna terkesima. memandang Pax tanpa kedip. Dia tidak bisa menahan diri, dengan cepat dia melangkah ke arah Pax. lalu memeluknya. Pax terkejut dengan reaksi Nuna. tapi pelan-pelan pelukan hangat Nuna membuatnya rileks. Pikirannya kian melayang-layang ke masa lampau.

Nuna memikirkan kalimat yang tepat untuk diucapkan kepada Pax. Cerita yang baru sepenggal dikisahkan Pax memberikan penjelasan yang cukup panjang lebar kepadanya: kenapa Pax punya dendam yang belum terbalaskan. Atau kenapa Pax seakan menyimpan sakit hati dan penderitaan yang tak berujung.

Tapi sentuhan ternyata memang lebih indah daripada kata. Ketiadaan kata justru memberikan pernyataan yang jauh lebih lantang daripada kata-kata itu sendiri. Nuna terheran-heran bagaimana perasaan hangat merasuki hatinya ketika dia berpelukan dengan Pax.

"Pax..."

Pax mengangguk.

"Aku lanjutkan ceritanya...'

'Nggak usah dilanjutkan kalau kamu nggak mau."

Pax terharu. Hilang rasa risau yang melandanya. Sejak kehilangan Andrea, belum pernah Pax mendapat perhatian tulus seperti ini. Bahkan tidak oleh Oryza!

"Setidaknya, aku mau cerita bagian yang paling penting."

Pax ingat Sabtu pagi itu. Sabtu pagi yang menjadi kenangan buruk di dalam mimpi-mimpinya. Semuanya terjadi pada hari Sabtu. Padahal pagi itu adalah pagi yang cerah ceria, dan matahari tidak malu'malu menampakkan diri. Yang anginnya sayupsayup menerbangkan wangi daun dan kibaran bendera di tiang.

Pax muncul dengan rambut awut'awutan. Pecahlah pagi yang biasanya damai.

"Xander!" Terdengar teriakan dengan nada marah.

"Keluar kamu!"

Xander, masih mengenakan kaus lusuh, membuka pintu dengan dengan tatapan heran.

"Apa?"

Belum lagi pintu dibuka, Pax sudah mengamuk tak terkendali.

"Dasar bajingan tengik kamu! Kita sudah serumah sejak sepuluh tahun. Ke sekolah bareng-bareng. Main bareng-bareng. Makan bareng bareng. Tapi sekarang. coba lihat! Kamu tega menikam belati di belakang punggungku dengan semena-mena!"

"Pax, Pax...' Xander membuka pintu kamar.

"Ada apa?"

Pax mengeluarkan tongkat sihir. diayunkan cepat ke arah Xander. Xander bergerak sama sigapnya dengan Pax. Dia mengelak. Sinar sihir terpental ke mana'mana.

Wajah Pax memerah, dari kemarahan yang tidak bisa di mengerti oleh Xandet menjadi sendu. Kelihatannya dia nyaris menangis.

"Ada apa sih?"

"Kamu menyakiti adikku?"

Xander salah tingkah. Pertanyaan menjebak macam apa ini? "Kayaknya sih... enggak."

"Bohong!"

Xander tahu, apa pun jawaban yang dia berikan, hasilnya pasti dia berada di posisi yang salah. Dia mendongak, menatap Pax yang sedang berapi-api. Pax lelaki yang lembut dan sensitif. Hal-hal yang menyakitinya selalu dimaknai dengan tindak tanduk dan emosi yang berlebihan.

Xander menelan rasa gengsinya diomeli dengan suara tinggi pada pagi hari seperti ini.

"Ada apa sih? Ngomong aja!"

Celaka tiga belas. Pax masih belum mau menjawab pertanyaan Xander. Dia masih ingin terang terangan menantang Xander berkelahi tanpa alasan yang jelas. Xander mengamati air muka Pax yang berantakan. Wajahnya yang biasanya halus dan menawan kini seperti TPA Bandar Gebang: nggak terurus.

"Mulai hari ini, aku nggak ada hubungan apa-apa denganmu sama sekali! Nggak ada masa lalu dan juga nggak ada masa depan. Macam mana teman yang menikam temannya sendiri dari belakang? Lelaki jenis seperti kamu harus binasa dari muka bumi!"

Xander ingin terpingkal mendengar pilihan kata-kata yang dipakai Pax. Tapi dia tidak berani tertawa. Pax kelihatan benar benar kesal. Xander berdiri di depan sana beberapa menit lamanya, mendengar Pax merepet tentang segala hal. Mulai dari menghina Xander sebagai lelaki gagal sampai penyihir basi.

Baru menjelang dua menit terakhir. Pax akhirnya berkata.

"Andrea kabur dari rumah."

Apa:

Jadi inilah misteri mengapa Pax marah marah dari tadi. Seharusnya Xander terkejut dengan berita ini, tapi karena dia sudah diomel-omeli dengan brutal di awal konfrontasi mereka. ucapan Pax di akhir keributan ini menjadi antiklimaks. Xander sama sekali tidak merasa apa apa.

Pax nyaris melakukan hal dramatis lainnya. tapi untung rasa sedih menghunjam jantung hatinya. Dia berdiri diam dalam kehampaan.

Xander tidak menyukai suasana hening ini.

Lebih baik melihat Pax mencak-mencak daripada melihatnya termenung.

"Persetan."

Xander mendongak, wajah Pax terlihat kalut.

"Pergi jauh-jauh! Nggak usah tinggal di rumah ini lagi."

**

Di ujung jalan yang berbeda, Tsungta menyetir mobil dengan kecepatan rendah. Sebentar, ralat. Sebenarnya dia mencoba menyetir dengan kecepatan tinggi, tapi sayang mobil yang disetirinya tidak bisa maju lebih dari kecepatan seekor harmter berlari. Dia mati-matian menginjak pedal gas sedalam-dalamnya.

"Kucingnya udah kelihatan?"

"Belum. Yang kelihatan cuma rumah, mobil, pohon, dan pesawat UFO yang menutupi langit."

Lumayan. di tengah tengah pekerjaan terkutuk mereka, Xander bisa membuat Tsungta tetap waras.

"Nggak ada yang aneh?"

"Nggak ada."

"Nggak ada yang beda dari biasanya?"

"Ngak ada"

"Kita harus lebih cermat mengamati. Perasaan Kami mulai nggak enak."

"Perasaanku sudah duluan nggak enak sejak tadi:

"Mungkin kucing itu sudah kabur."

Itu adalah ucapan paling jenius yang Xander dengar seharian ini!

Saking kagumnya, Xander menganga. Lalat bisa terbang seketika ke mulutnya saat itu. Astaga, betul juga! Mungkin saja kucing sialan itu sudah kabur keluar Jakarta. Betapa bodohnya jika mereka masih mencari-cari kucing di sini. Pekerjaan yang sia-sia.

Terdengar suara bersemangat diiringi bunyi kresek-kresek. Berasal dari radio.

"Panggilan Unit Delapan. Panggilan Unit Delapan."

Xander ingin meremas radio itu sampai hancur berkepingkeping.

"Apa?"

"Unit Delapan, di mana kalian?"

"Terus terang, kami tidak tahu kami berada di mana. Kami sedikit... eh, tersesat."

"Kasih tahu ke dia. mobil ini mengeluarkan bunyi'bunyi aneh." cetus Tsungta setelah beberapa saat menyetir tanpa tentu arah.

"Ada laporan dari saksi mata yang melihat kucing yang sedang kita kejar menuju Gedung Perkawinan Penyihir."

Xander terperangah. tanpa babibu, dia langsung membanting radio yang sedang dipegangnya.

"Ke Gedung Perkawinan Penyihir!" serunya, wajahnya pucat.

"Buruan ke sana sekarang juga!"

"Itu kan tempat yang ingin kamu datangi tadi?"

Xander mengangguk.

"Ada Oryza di sana. Ada seluruh keluarganya juga di sana."

Tsungta memecahkan perhatiannya dari memandangi jalanan. Dia menoleh ke arah Xander. 'Dan pasti ada Nuna juga." ' tanyanya curiga.

Xander jengkel dengan pertanyaan Tsungta. kelihatan dari matanya yang mendelik. Setiap nama "Nuna" disebut oleh raja

kampungan itu, perut Xandet bergejolak parah. Dengan sangat perlahan dia berkata. singkat.

"Ada, dia diundang juga."

"Uh-oh."

"Kita bisa jalan lebih cepat nggak?"

"Jaraknya dua puluh kilometer dari tempat ini. Bensin tinggal sedikit lagi. Cuaca mendung terus. Ada pesawat UFO di atas sana. Dan ke mana kacamata hitam itu?" Tsungta merogoh kantong bajunya, mengeluarkan kacamata hitam.

Xander melongokkan kepalanya lewat jendela, memandang langit. Dia tidak menemukan pesawat apa'apa di sana. Hanya senja terbentang, matahari sebentar lagi tergelincir. Ditatapnya Tsungta yang sibuk menyetir dari samping. Kacamata hitamnya bertengger di hidung. Lelaki itu bersiul?siul.

Xander menarik napas panjang. Panjang sekali.

**
Ramuan Drama Cinta Karya Clara Ng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gedung Perkawinan Penyihir mulai terlihat ramai. Ada tiga ruangan yang dipakai untuk pernikahan pada jam yang sama. Zea dan Gus, Samudra dan Aqua mengambil ruangan BougenviL Di sebelahnya. ruangan Mawar dan Melati juga penuh dipakai oleh pasangan pengantin lain.

"Tamuku banyak sekali," desah Zea bingung.

"Dari mana saja mereka?"

Solanum datang terburu buru dengan ekspresi jengkel.

"Kak. tamu-tamu ini salah ruangan. Sebagian tamu dari pengantin di ruangan Mawar. Sebagian lagi Melati."

Zea berbisik,

"Jadi?"

"Jadi harus aku beri pengumuman." Solanum mengusap dahinya. Dia melemparkan pandangan ke seluruh ruangan. Orang yang dicarinya tidak ada di tempat.

"Kak. di mana Oryza?"

"Aku tidak tahu." Zea mengangkat bahunya.

"Katanya tadi dia

mau mampir ke Dokter Lukas sebelum kemari. Ada hal yang ingin ditanyakannya. sekalian katanya tadi, dia pengin pergi jauh-jauh dari adik gilanya yang porno. Maksudnya apa sih?"

"Aku nggak tahu." Pipi Solanum perlahan-lahan menghijau.

"Tadi aku cuma mau ngomong sebentar sama dia. tapi Ory kelihatannya lagi PMS. Berdekatan saja bikin Ory langsung marah-marah dan lempar-lempar kursi ke arahku."

"Mungkin dia masih dalam tahap denial dengan keadaan keluarga kita."

Solanum diam.

"Aku cari Gus dulu. Sol." Zea memeluk adiknya dengan erat.

"Thanks sudah mengurus acara perkawinan ini."

"Ah, Kakak...:" Berbeda dengan kakaknya yang terharu, Solanum sama sekali tidak merasa terharu. Kenyataannya, dia capek. Dia pengin buruan pulang dan mandi air dingin untuk meluruskan otaknya yang berderap pergi ke medan peperangan.

Solanum berjalan masuk ke ruangan yang berada di belakang. Ada pintu yang menghubungkan ruang belakang tempat keluarga menunggu dengan ruangan Bougenvil. Begitu pintu terbuka. Solanum terpaku seketika.

"Ya ampun."

Seekor angsa hitam sedang mengacak-acak ruangan hingga berantakan. Beberapa detik, mata Solanum berkilau kejam.

"Dasar angsa nggak tau diri. Belum pernah dicemplungin di kuali panas ya?"

**

"Mobb Idd. Atau Modd lbb. Atau Mabel ldb. Nobb Nidd." Xander menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menenangkan dirinya yang gemetaran. jari'jarinya bergerak gelisah dari tadi. Degupan jantungnya begitu kencang sampai-sampai dia mengira jantungnya bisa menggelinding keluar.

"Semacam itu deh."

"Nggak kelihatan galak sama sekali. Malah kelihatannya lucu."

Mobb ldd berjalan dengan langkah gemulai, lalu tiba-tiba dia menerkam lampu jalanan. Lampu jalanan terjatuh, menimbulkan bunyi derit besi beradu di trotoar. Deritan itu segera tergantikan dengan suara kunyahan yang keras. Metal bertubrukan dengan suara metal lainnya.

"Lucu. ya?" Xander nyaris pingsan.

"Parah lo, yang seperti itu dibilang lucu. Aku nggak mau tangkap kucing itu."

Tsungta mengusap dagunya. Dia ingin berkata sesuatu yang filosof tentang kucing. tapi malah lidahnya berbicara seperti ini: "Ngomong-ngomong. masih nggak boleh pake sihir, kan?"

Xander menggeleng dengan berat hati.

"Jangan kuatir!" Tsungta berkata meriah sambil memandang ke wajah Xander yang tegang menatap ke kucing. Dia mulai memikirkan cara bagaimana menangkap kucing dengan cepat. Tak dinyana. sekelebat, dia membayangkan gambaran yang samar-samar tapi semakin jernih.

"Kami punya ide."

"Apa?"

Tsungta menekan gas sekencang-kencangnya. Kopling diinjak. mesin mengeluarkan bunyi meraung-raung. Xander terperanjat. Karena kaget. dia bengong.

"Eh " Wajah Xander pias.

"Ide apa?"

"Adalah saatnya kita menangkap hewan yang berkeliaran dengan jalan dengan cara yang sistematis, terencana. dan cerdas." Suara Tsungta terdengar mantap. Matanya lurus menatap ke arah si kucing. Mesin mobil menggeram'geram akibat tekanan

kopling dan gas yang dibuat saat bersamaan. kami pernah punya kucing waktu kecil. Ditabrak mobil. Lalu mati."

Mata Xander membelalak.

"Di kampungmu ada mobil?"

"Dulu ada. Sejak kucing itu mati, semua mobil dibuang ke lautan."

"Sekarang kamu mau..."

Tsungta melepas rem dan kopling. menekan gas sedalam dalamnya. Mobil bobrol terpental melaju dengan kecepatan tingi. Tatapan Tsungta lurus menghadap ke depan, memegangi setir "erat-eratnya.

"SERBUUUUUUUU!"

Xander menutup matanya erat-erat.

"Oh. tidaaaaakkk!"

Mobil patroli meluncur, langsung menabrak kucing. Benturan yang diharapkan terjadi tidak menimbulkan reaksi apaapa buat si kucing. Terdengar bunyi KRAK keras. Mobil terpental seperti donat terpental di lantai. Berputar di udara tiga kali, lalu bergulingan ke sisi jalan. Si kucing sendiri sepertinya tidak memperhatikan apa yang terjadi. Dia belok ke gang di pinggir trotoar. langsung menghilang dari pandangan.

Setelah beberapa kali bergulingan. mobil patroli berhenti pada posisi terbalik.

"Brad? Kamu mati. Brad?"

Mata Xander masih tertutup. Posisi duduknya terbalik.

"Sudah mati dari tadi, Bung."

Tsungta menyenderkan tubuhnya yang terbalik ke arah pintu. Dia lemas karena terlalu terkejut. Berada di dalam mobil yang terbalik=balik adalah horor yang mengerikan.

"Kami nggak mengerti." katanya pelan.

"Kucing Kami mati terbunuh, ditabrak sama..."

Xander membuka matanya.

"Mobil. Kita nggak di dalam mobil, kita di dalam mobil patroli penyok yang nggak pantes disebut mobil. Sialan, otak lu memang udah karatan dari sononya."

"Kelihatannya tadi ide Kami nggak bakal berakhir seperti ini.

Xander meraba-raba, mencari pegangan. Nggak enak duduk dalam posisi terbalik dan tergantung-gantung seperti ini.

"Segar banget idemu! Mobil ini hancur total. Sekarang bagaimana kita pergi ke Gedung Perkawinan Penyihir?"

"Kita bisa jalan kaki."

Xander menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia berhasil menjejak sesuatu. Oh, ternyata kaca depan mobil. Xander harus hati hati jangan sampai kaca depan yang dijadikan pijakan pecah dan hancur berantakan. Sejauh ini, tidak ada kaca satu pun yang pecah walaupun mobil patroli jelek ini sudah terguling'guling di aspal.

Keluar dari mobil penyok ternyata rumit. tidak semudah itu. Xander meraba-raba tongkat sihirnya yang terpental dari kantong jaketnya. Ternyata tongkat sihirnya tidak ada di dalam mobil, jatuh keluar ketika mereka sedang terguling guling.

Xander merangkak, menekukkan tubuhnya. dan mengempiskan perut. melewati jendela yang diengkol terbuka. Butuh waktu dua puluh menit untuk berhasil keluar. Tsungta menyusul tidak lama kemudian. Napasnya terengah-engah. Mereka berdiri tegak, memandang bengong ke arah biilboard yang runtuh akibat diserang Mobb Idd.

"Kucing itu berlari ke arah Gedung Perkawinan Penyihir!"

"Ayo, buruan!"

"Sebentar! Sepatuku ketinggalan!"

Mendadak Xander ingat sesuatu. 'Bagaimana nasib anakonda yang ada di dalam mobil?"

Tsungta menarik napas panjang berulang kali mendengarnya.

"Sial. Kita harus mengeluarkan binatang itu."

**

Solanum berdiri di depan pintu masuk ruangan Bougenvil. Dia menyambut tamu-tamu yang berdatangan. Tadi Zea barusan bertanya kenapa banyak tamu yang berdatangan ke pernikahan mereka, sebenarnya jawaban yang tepat adalah karena Solanum sengaja membuatnya begitu. Tamu-tamu yang datang untuk ruangan Mawar dan Melati dipersilakan masuk agar angpau untuk pengantin sebelah diterima oleh Zea dan Samudra.

Tiga orang lelaki yang tidak dikenal Solanum tahu-tahu berdiri di depan mereka. Dua dari mereka menenteng alat musik.

Solanum memandang mereka dengan heran.

"Kami adalah band." Mereka menjawab sebelum Solanum bertanya.

"Band?" Solanum mengerutkan dahi.

"Saya tidak memesan band."

"Kami memang tidak dipesan. Kami biasanya langsung datang menawarkan."

"Menawarkan apa?"

'Lagu."

Tiga lelaki yang berdiri di depan Solanum langsung mengambil posisi berjajar. Lelaki yang mengenakan topi runcing penyihir memeluk gitarnya. Dengan penuh perasaan. dia memetiknya pelanpelan. Lelaki di sebelahnya mengangkat biolanya, menggesek. Lelaki yang tengah mendengarkan nada-nada harmonis yang mengalun di udara, pada ketukan yang tepat dia mulai bernyanyi lantang.

.......

Seluruh tamu yang hadir memandang ke Kepala Solanum seperti disusupi gajah. Sesak.

kelompok band.

**

Oryza mengangkat kebayanya sambil meniti tangga menuju Gedung Perkawinan Penyihir. Langkahnya terburu buru sambil merutuki Xander. Ke mana lelaki itu? Kenapa tidak meneleponnya? Huh. Huh. Oryza terlambat. Seluruh keluarganya sudah tiba di Gedung Perkawinan Penyihir. Tangannya menggenggam tabung hati-hati. Tidak boleh terjatuh, atau hilang. Hidup matinya tersimpan di tabung ini.

"Ory! Tunggu!"

Oryza menoleh ke belakang. Tampak Xander dan Raja Kepulawan Varaiya, siapa namanya itu... Tsungta berlari-lari kecil mengejarnya. Oryza tampak lega sekali melihat Xander.

"Ory!" Xander berhasil menyusulnya. Napasnya terengah' engah. Dia terpana beberapa saat melihat kecantikan Oryza. Di hadapannya, tampak gadis yang dijodohkan orangtuanya menjadi calon istrinya. Belum pernah dia melihat Oryza secantik ini.

Oryza mengenakan kebaya berwarna hijau zamrud. Rambutnya yang pendek ditata modis sehingga memancarkan sinar matanya. Tidak ada penampilan tomboi dan semaunya yang biasanya Xander lihat setiap hari. Penampilan Oryza bagaikan

putri anggun yang tak bercela.

"Xander?!" Oryza menyentak Xander, membangunkan Xander dari sekejap rasa terpesonanya.

"O'Ory. cepat berlindung. Kucing setan itu datang ke arah sini."

Oryza melipat tangan ke dada. Matanya berkilat-kilat kesal. 'Bagus! Siang-siang gini masih mengigau soal kucing."

Penampilan tomboi Oryza keluar lagi. Xander terbangun dari

suasana magis yang menipunya. Ternyata pakaian tidak bisa menutupi sikap asli seseorang.

"Tapi itu benar."

Xander menepuk bahu Tsungta. Lelaki di sebelahnya berdiri kepayahan. Dahinya basah dengan keringat. Tsungta sedang memanggul satu buntelan besar di punggungnya.

"Tanya dia nih! Dia bisa jadi saksiku!"

Oryza menoleh ke Tsungta.

"Kucing yang dimaksud adalah kucing monster yang besar, seram. hitam, dan berkuku runcing' '

Tsungta menggeleng susah payah.

"Kebalikannya. Kucing itu berwarna putih dan penampilannya lucu banget."

Oryza terlihat terganggu dengan jawaban Tsungta. Dia membanting napas.

"Nggak usah meributkan kucing lagi deh!" katanya ketus. 'Xander. aku sudah dapat obat penawar racun dari Dokter Lukas. Dia nggak bisa datang ke perkawinan ini karena ada pasien yang kejang-kejang tadi. Dia bilang penawar racun ini harus diberikan setengah jam dari sekarang, kalau tidak obat penawarnya rusak."

"Setengah jam dari sekarang?"

"Sudah lewat sepuluh menit sejak aku berlari-lari dari sana."

"Kalau begitu kita mesti cepat sebelum mereka menikah beneran!"

"Tunggu!" Oryza menyerahkan tiga tabung ke tangan Xander.

"Kenapa ada satu tabung untuk Solanum?"

Xandet mengerutkan dahinya.

"Otakmu nggak nyampe ya? Coba pikirkan, memangnya Solanum melakukan itu karena dia beneran naksir sama kakaknya sendiri?"

Tubuh Tsungra semakin miring. Benda yang dipanggulnya bergerak-gerak. Tidak ada yang memperhatikannya. Dia berdiri di tengah-tengah Oryza dan Xander yang saling berteriak.

Uh. begitu: belum pernah aku selega ini. Oryza mengembuskan napas lega.

"Kita harus bergegas. Ayo!"

Bertiga mereka berlari-lari menuju Gedung Perkawinan Penyihir. Tsungra tampak kepayahan dengan buntelannya. Berkali-kali dia kelihatan oleng seperti kapal yang dihajar ombak.

"Apa sih yang kamu bawa?" tanya Oryza.

Xander menyambar cepat sebelum Tsungta menjawab.

"Kamu mau tahu?" tanyanya ketus.

Oryza mendelik ke arah Xander.

"Galak amat sih! Aku bertanya sama dia!"

"Ini anakonda," jawab Tsungta kalem.

"Hah?" Oryza gagal marah. Mukanya langsung pias.

"Anakonda... m-maksudnya u-ular anakonda?"

Tsungta mengangguk sopan.

Serasa ada biji duren nyangkut di tenggorokan Oryza.

"Ken... kenapa bawa ular ke..."

"Panjang ceritanya," kata Tsungta singkat, melempar pandang ke Xander yang berpura-pura tidak mendengar apa-apa. Mereka tiba di depan pintu gedung.

"Kalian pergi dulu. Aku mau cari Nuna. mau mengabarkan tentang kucing."

Tsungta berlalu.

Oryza menoleh ke arah Xander.

"Rupanya obsesi kamu tentang kucing bisa menular ya," sahutnya sinis.

XANDER!"

Xander menoleh. Begitu melihat siapa yang memanggilnya, bibirnya langsung merengut.

"Kenapa Pax ada di sini juga?" gerutunya. Xander menoleh ke arah Oryza.

"Kamu urus Kak Zea dan Gus. Aku bagian Oom Samudra dan Aqua. Oh. ya, sekalian Solanum juga."

Oryza meninggalkan Xander bersama Pax dengan ragu-ragu. Pax bertemu dengan Xander sama dengan macan ketemu dengan badak, sama-sama lagi tersinggung. Tidak ada yang dapat menjamin kebersamaan mereka berlangsung damai. Memikirkan ini membuat Oryza cemas. Tahu-tahu dia balik lagi, menubruk Xander dan menyambar lengannya.

'Jangan bikin kacau," bisiknya mengancam. Matanya melotot ke arah Xander.

"Aku nggak mau kamu menarik perhatian."

"Aku? Menarik perhatian?" Xander mencibir.

"Memedi hitam di sana yang selalu menarik perhatian. Sampaikan saja pesan moralmu untuk dia."

Oryza menonjok lengan Xander.

"Tahu nggak sih? Setiap

ngomong sama kamu, aku selalu bernafsu. Nafsu mau menahok!"

Di seberang Xander, Nuna memperhatikan Xander dengan teliti. Inikah pengantinnya, pikirnya kesaL. Kenapa Xander masih mengenakan seragam kantor yang lusuh? Model baju pengantin apa itu? Penampilan Oryza memang cantik, tapi tidak sebanding dengan penampilan Xander yang berantakan dan perlu dilempar ke mesin cuci.

"Apa perkawinan ini punya dress-code?" bisik Nuna ke arah Pax. Matanya tak lepas pada Xander. terheran-heran.

"Kenapa Xander kelihatan asal banget sih..."

Pax tidak merespons apa-apa. Dia hanya menatap ke arah Oryza dengan penuh arti. Nuna sama sekali tidak dipedulikannya.

"Xander ngomong apa sih? Aku nggak dengar..." Nuna menoleh ke arah Pax.

"Lho? Kamu kenapa. Pax... Pax?"

Tubuh Pax berwarna hijau keungu-unguan. Seluruh tubuhnya seakan akan menggelembung membesar, dipenuhi warna warni yang aneh.

.......

Nuna menoleh ke arah pemain band yang tiba tiba berada di tengah tengah mereka. Suara mereka menggelegar, mengganggu pendengaran.

"Nggak etis banget nyanyi sekeras ini Pelanin dong!" keluh Nuna.

**

Tsungta sedang berjuang. berjalan di antara lautan manusia dengan buntelan besar bukan pekerjaan mudah. Tadi dia melihat Nuna sekelebat di dekat tiang, tapi setelah itu Nuna menghilang lagi. Tiba-tiba di antara dengung keributan suara manusia dan lagu yang dinyanyikan oleh band, dia mendengar suara kencang.

"LU HARUS LANGKAHI MAYAT GUE DULU!"

Tsungta berjalan bergegas. Dia tidak bisa menikmati romantika ruangan pernikahan. Bunga-bunga bertebaran di mana-mana, dalam bentuk buket dan dekorasi. Di mata Tsungta. semuanya hanyalah benda-benda pajangan yang lewat begitu saja.

Kakinya mengantar Tsungta ke arah sumber suara. Yang terpampang di depan matanya setara dengan dua kali dihajar dengan mobil tinja.

Nuna sedang memegangi lengan Pax erat-erat.

'Huaaaaaay! Nggak perlu sok galak seperti itu!"

Suasana kaku beberapa detik. Wajah Nuna terarah tajam ke Xander dan Pax, bolak-balik. Pax melakukan gerakan berbalik dengan cepat ke arah Nuna.

"BIARIN! AKU PENGIN BUNUH ORANG!"

Nuna menginjak kaki Pax.

"Nggak perlu pamer emosi."

Pax mendelik.

"Eh, aku kasih tahu ya, aku nggak butuh nasihatmu. Sudah lama Xander semena-mena sama semua orang.

Dia nggak punya hak menyakiti hati adikku. Sekarang dia nggak pantas menikah dengan perempuan sebaik Oryza!"

"Sudahlah? kata Nuna.

"Toh semua sudah lama berlalu. Adikmu juga mungkin pergi karena gejolak masa remajanya. bukan seratus persen karena disakiti Xander."

"Nggak!" Pax menggeleng keras kepala. Dadanya naik-turun dengan cepat.

"Nggak bisa seperti itu! Masa lalu yang nggak di selesaikan wajib diselesaikan sekarang. Aku siap dengan bogem mentah yang bakal aku hadiahkan buat setan jalanan itu!"

"Uh-oh."

Pax mengacungkan tongkat sihirnya ke atas. Mukanya memelihara emosi yang bersiap disemburkan dalam jampi-jampi sihirnya.

"MANTRA-TEORI-KUPU-KUPU-DALAM-MUSIM PANCAROBA!"

Sinar sihir berpendaran seperti bintang di sekujur tubuh Pax. Tsungta mengamati semuanya dalam kebingungan. Dia bersiapsiap. jangan sampai sihir apa pun terpental ke arahnya.

**

Di sudut mangan, Solanum sedang berbicara serius dengan Budianto yang hadir di acara pernikahan. Bukan Oryza atau Solanum yang mengundang, ternyata ayah mereka sendiri yang mengundang Budianto.

"Semuanya gara gara bubuk sihir, bukan masalah kejiwaan. Ternyata saya sehat, nggak perlu konsultasi lagi."

Budianto tercenung. Wajahnya seperti lampu yang bohlamnya harus diganti. Redup. Solanum mengeja kekecewaan.
Ramuan Drama Cinta Karya Clara Ng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Klienku hilang lagi."

"Ah, Bapak," kata Solanum. berusaha melapisi selaput kegembiraan.

"Rezeki juga nggak ke mana. Pasti datang lagi."

sebenarnya saya juga punya klien Ketergantungan bubuk sihir."

Solanum mendelik.

"Maksudnya?"

"Banyak penyihir yang menjalankan hidupnya dengan mendapat pertolongan dari sihir. Akhirnya mereka tidak bisa hidup secara normal. Sedikit-sedikit harus menyihir dirinya sendiri. Misalnya selalu meramal pakai kartu tarot. menggunakan bubur sihir untuk jatuh cinta, menjampi-jampi orang agar suka dengan dia, dan lain-lain."

"Maaf." Solanum menggeleng.

"Saya nggak tergantung sama sihir. Saya juga nggak punya problem psikologis."

Tiba'tiba seberkas sihir berbentuk seperti sinar laser yang tajam menyambar sisi kiri Solanum. Gadis itu melompat cepat.

Strawberi muncul entah dari mana. Tongkat sihirnya teracung di depan.

"Berani-beraninya menghina Aqua. calon ibumu sendiri? ' katanya ketus. Suaranya sangat keras.

"Hah? '

Solanum terpana.

Sihir terpental lagi dari tongkat Strawberi, nyaris menyambar Solanum. Dengan kelenturan tubuhnya, Solanum melompat, berputar di udara tiga kali, menyambar tongkat sihirnya. merapal beberapa jampi ke arah Strawberi, lalu berlari meninggalkan Budianto.

Mata Budianto berkilau, perasaannya melambung lagi melihat Strawberi.

"Tunggu" serunya, menahan Strawberi yang hendak mengejar Solanum.

"Apa?"

Budianto menyodorkan kartu nama.

"Pernah merasa ingin membunuh orang? Depresi berat? Pencemburu? Marah-marah melulu? Ini kartu nama saya. menerima perjanjian konseling dengan harga yang sangat terjangkau."

**

Oryza belum menyerah.Dia hanya perlu menahan amarah yang semakin lama semakin bergumul dan keras kepala. Nasib kadang membuat orang seperti dilempar ke pesawat antariksa lalu dibolak-balik dalam angkasa tanpa gravitasi.

Sesuatu yang sangat aneh terjadi di dalam ruangan Bougenvil. Langit langit gedung ini termasuk tinggi. tapi ketinggian itu pelan-pelan dipenuhi awan berwarna kelabu. Awan-awan itu masuk diselingi angin dingin yang bertiup membabi buta. Ruangan yang terang benderang mendadak menjadi remang'remang.

Ini aneh. Mustahil. Tak masuk akal. Kenapa cuaca bisa berubah masuk ke dalam ruangan? Ruangan Bougenvil ini mendadak menjadi seperti taman outdoor yang sepenuhnya berada di luar. Oryza mendongak, memandangi mendung yang bergayut. Dia pusing, mual. dan semalaman kurang tidur memikirkan apa yang akan terjadi hari ini.

"Oryza," bisik Xander.

"Kita harus cepat. Bakalan hujan deras di gedung ini."

"Apaan sih maksudnya?"

"Aku nggak ada waktu untuk nerangin. Sekarang, di mana Kak Zea?"

Oryza mengambil keputusan dan menjawab Xander dengan berusaha keras tersenyum. Keadaan ini membuatnya tegang dan setengah waras. Salah sedikit, bisa-bisa masa depannya yang terganggu.

"Aku nggak tahu. Belum ketemu.'

Di tengah ruangan, ada meja berbentuk segi panjang. Di atas meja sudah diletakkan beberapa kertas dan surat-surat. Pegawai yang mengesahkan pasangan penyihir baru saja memasuki ruangan Bougenvil. Dia duduk di belakang meja.

"Pasangan pengantin Zea Mays Raya dan Gusnaldi Eka Prakosa."

Mendadak Oryza melihat Zea dan Gus berjalan memasuki ruangan. Jantungnya berdebar penuh gemuruh. Pikirannya menjelajah dari Eropa ke Amerika. eh maksudnya menjelajah ke seluruh ruangan. Bagaimana caranya meluncur menembus kumpulan manusia yang sedang berdiri di kiri kanannya, langsung menuju kakaknya? Oryza mulai disiksa degup jantungnya sendiri.

From this moment life has began

Oryza menarik kainnya yang panjangnya semata kaki. Tujuannya kepada Zea dan Gus, tak ada ke orang lain lagi.

"Kakaaaaak!"

Target: Zea.

Keadaan: Runyam.

Tsungta berhasil menemukan Nuna. Kata orang bijak zaman dulu. cinta memang membutuhkan perjuangan. Apalagi cinta yang sulit dan harus didaki tinggi sebab terletak di atas pegunungan nan curam. Melihat Nuna, Tsungta terenyak. Perempuan itu berada di sebelah Pax. berdiri seperti sedang menjaganya. Stres tercetak jelas di wajahnya.

"Nuna..."

Nuna terkejut. Langsung menoleh dan melihat Tsungta.

"Lho? Kamu di sini?"

"Kami mencari-carimu dari tadi!"

"Kenapa?"

"Kita harus pergi sekarang juga." Tsungta mengatur napas.

Air muka Nuna langsung berubah.

"Nggak bisa. Aku lagi berusaha membantu Xander menghentikan pernikahan ini."

"jangan gegabah!" Tsungta membalas tatapan Nuna.

"Xander nggak perlu dibantu. Dia justru sedang membantu Oryza. Kamu ikut Kami saja!"

"jangan suka memaksa ya!"

"ini untuk kebaikan dirimu sendiri. Sayang."

Entah kenapa Nuna merasa jengah dengan ucapan Tsungta. Dia tahu. lelaki ini bakalan menjadi teman kencannya, tapi kenapa hatinya tidak bergetar ketika Tsungta memanggilnya dengan kata yang seharusnya membuat semua cewek klepek klepek?

Nuna mendekat ke arah Pax. Walaupun penampilan Pax tampak galau dan meradang, anehnya Nuna lebih suka berdekatan pada Pax.

Tsungta ikut-ikutan mendekati Nuna. Kini mereka bertiga berdiri berjajar. Nuna mendelik ke arah buntelan Tsungta.

"Ini apaan?"

Tsungta menghela napas.

"Nggak perlu tahu. Ceritanya panjang."

Ubun ubun di kepala Nuna seperti gunung yang siap menyemburkan lahar panas.

"KENAPA SIH SEMUA COWOK PADA DRAMA?" jeritnya kesal. 'Semua punya cerita panjang bahkan untuk urusan buntelan sepele kayak gitu aja!"

Teriakan Nuna menarik perhatian Pax. Dia menoleh ke arah Nuna, memandang temannya yang pipinya merah padam bagai ketumpahan sambal botol.

**

"Siap bersamamu. Darling."

"Penjaga? Siap?"

"Siap, Pak'

"Indahnya. Mari. kita satukan hati. Sayang."

Zea dan Gus berjalan dengan anggun. Mereka bergandengan tangan. Pengantin perempuan menggenggam buket bunga di tangannya erat-erat. Zea cemas melihat keributan yang terjadi di sekitarnya, tapi Gus meyakinkan bahwa semua akan baik baik saja.

Oryza berlari sigap ke arah Zea dengan kecepatan penuh. Tangannya memegang suntikan dengan ujung yang mengarah ke depan. Begitu tiba di samping Zea. Oryza langsung menghunjamkan suntikan ke lengan Zea.

"Aduh!"

Terdengar teriakan.

"PENGANTIN TERLUKA !"

Itu suara Gus yang histeris.

"KEAMANAN! KEAMANAN!'

Langsung saja. dari kiri dan kanan, dua lelaki kekar menyerobot keluar dengan gagah. Mereka semua adalah petugas sekuriti penjaga keamanan Gus. Mereka melangkah panjang menuju Oryza. Seorang dari mereka mengeluarkan pistol,

"ORYZA, AWASSS!" Xander berteriak dari tempatnya. Dia langsung mengeluarkan tongkat sihir dari sakunya.

"Melempar bola'api-panas-menderu-deru!"

Sebentuk bola api menghajar salah seorang lelaki yang sedang mengacungkan pistol. Yang satu lagi berhasil mendekat ke arah Oryza. langsung menyergapnya. Tangan Oryza terpelintir ke belakang. Terdengar bunyi buk keras, lalu Oryza tampak lemas.

Nuna kaget sekali sewaktu Pax tiba-tiba melompat dari sampingnya.

"Hujan guntur-petir-tanpa henti!"

Hujan seketika runtuh di atas kepala lelaki yang sedang memelintir Oryza. Guntur langsung menghajarnya tepat di kepala lelaki itu. Rambutnya seketika gosong.

Seperti pelepah pisang. lelaki itu jatuh di sebelah Oryza dengan suara gedebuk keras.

Xander meluncur seperti berjalan di atas es, langsung menyambar Oryza ke dalam pelukannya. Bahu Oryza melekuk di lengan Xander. Xander memandang Oryza dengan cemas. Mata gadis itu tertutup erat. Tangan Xander gemetar, membelai mata yang tertutup itu.

"Ory."? panggilnya. Suaranya bergetar. Kecemasan membludak di seluruh jantungnya. Namun Oryza tidak bergerak sama sekali. Sekali lagi Xander membelai mata Oryza yang masih tertutup.

"Sa... sayang?"

Mata Oryza terbuka. Sangat mendadak. Saking cepatnya. membuat Xander nyaris terjatuh ke belakang. Bukan karena kehilangan keseimbangan, tapi karena kaget.

"Ka... kamu..."

"Aku nggak apa-apa," kata Oryza cepat sambil berdiri. Dia lupa. dia masih berada dalam pelukan Xander. Dia terjengkang, tubuhnya terjatuh lagi di paha lelaki itu.

Xander merengut. Hilang sudah khayalannya tentang satu skenario yang selalu berada dalam angan'angannya.

"Ini adalah adegan romantis yang paling nggak romantis!"

Oryza berhenti bergerak. Dia mendongak. menatap mata Xander yang sedang memandangnya. Mata cokelat lembut Xander seperti sedang menyampaikan pesan yang kodenya sulit diuraikan. Tapi Oryza sepertinya mengenalnya dengan baik.

Mereka bertatapan sejenak.

Pelan-pelan Oryza nyengir. Dia tidak tahan berada dalam situasi seperti itu.

"Mana monologmu?" tanyanya ketus, menghapus rasa tersipu

sipu yang memerahkan pipinya.

"Biasanya di Film, adegan seperti ini ditutup dengan si lelaki mengucapkan kata-kata romantis kepada perempuannya."

Mulut Xander terbuka, ingin berkata sesuatu. Tapi tidak ada kata yang keluar. Dia ternganga tanpa berkata apa-apa.

Oryza menunggu, lalu menjadi kecewa karena Xander tidak bicara. Dia melompat berdiri, matanya mendelik.

"Nggak usah menyiksa dirimu!" katanya judes.

"Lain kali banyak-banyakin baca buku puisi biar ada yang nyantol di otak saat lagi butuh banget. Sekarang, silakan tutup mulutmu."

Tanpa memedulikan Xander yang masih terbengong-bengong. Oryza langsung berlari ke arah Gus. Lelaki itu berlutut, sedang merayu Zea yang memandangnya dengan tatapan takjub. Tanpa basa-basi, Oryza langsung menancapkan suntikan ke lengan Gus.

"Aw!"

"Rasain. Kena deh."

Gus langsung melemas, tepat di saat Zea menjerit pelan,

"Astaga. Ini semuanya apa sih? Jadi aku harus menikah dengan lelaki ini?"

Oryza juga ikut melemas. Target pertama berhasil dengan sukses. Xander tergopoh-gopoh berjalan ke arahnya.

HUJAN turun deras di dalam gedung pernikahan.

Aneh? Tentu saja. Staf penyewaan gedung bergegas mengeluarkan payung. Belum pernah mereka mengalami hal ini, tapi sebagai perusahaan yang sigap dengan kejadian tak terduga di acara perkawinan, profesionalitas mereka memang patut diacungi jempol. Puluhan payung langsung berkembang seketika, menyelamatkan banyak kepala dari masuk angin dan migrain. Kue tar langsung ditarik ke gubuk-gubuk makanan agar terlindungi dari cipratan air.

"AAAARRRRRGGGGGHHHHHHH!"

"Kamu sih nggak mau dengerin." gerutu Tsungta sebal.

"Sudah Kami beritahu ceritanya panjang. kenapa tetap mau tau apa isi buntelan ini? Dasar perempuan."

Nuna bergerak gemulai persis seperti sedang menari. Dia mengembangkan payung lalu terbirit-birit melompat ke arah Pax yang terpaku seperti patung di bawah siraman hujan. Dia bersembunyi di balik lengan Pax sambil memperhatikan Tsungta yang sibuk memasukkan ular anakonda ke dalam buntelannya.

"Sekali gila, memang gila," bisik Nuna gemetar. Siapa yang

nggak gemetar? Tahu-tahu ada kepala ular sebesar panci nongol dari karung yang sedang dipeluk Tsungta.

Tetes-tetes air menimpa rambutnya. Nuna mendongak. Ternyata tetes-tetes air berasal dari wajah Pax yang basah kuyup kena air hujan.

"Pax!" Nuna menggoyang lengan Pax.

"Eling! Sadar! Kamu kenapa sih?"

Wajah Pax tetap membatu. Nuna mendengus.

"Cakep." geramnya.

"Aku ketemu dua cowok nggak waras. Kenapa lelaki model begitu yang dekat-dekat sama aku sih?"

Biarpun mengutuki dalam hati dari ujung galaktika ke ujung galaktika lainnya, Nuna berusaha keras memayungi Pax. Sebenarnya pekerjaannya agak sia-sia karena Pax sendiri sudah kuyup di bawah payung.

Kilat berkilau. memecah langit-langit gedung perkawinan. Sebentar lagi pasti petir menggelegar.

Nun jauh di ujung ruangan. Solanum melihat angsa hitam yang katanya langka sedang mengibas-ngibaskan dirinya di bawah hujan. Angsa yang beruntung! Tampaknya dia satu-satunya makhluk yang paling bahagia di bawah hujan deras dalam gedung ini.

Satu. dua, ti...

Solanum mengendus kemungkinan ini dalam hitungan seperkian detik. Tongkat sihirnya diacungkan ke arah langit. Petir menggelegar. Tepat menuju kepala angsa...

"Pergi-dan-belokan-dirimu-ke-tempat-Iain!"

Sihir terpental dari tongkat Solanum, bergerak dengan kecepatan tinggi menuju petir. Hantaman kilat tongkat sihir dan petir bertabrakan. terbelok dan langsung meluncur menuju ke arah Solanum.

BUM...

Bunyi gelegar keras seperti bom mengguncang gedung perkawinan.

"Gempa?" Oryza berpegangan pada lengan Xander.

"Mungkin bukan," kata Xander.

"Itu mungkin pesawat alien yang terbang balik ke planetnya."

Oryza ingin sekali menjerit di telinga Xander, menonjok lelaki ini sampai babak belur, dan menanamnya di dalam dinding. Siapa yang tidak gila? Sejak tadi Xander mengoceh soal pesawat

alien, kucing mengerikan, dan hujan di dalam gedung.

Jauh di depan matanya, pasangan pengantin Aqua dan Pak Samudra berjalan dengan langkah anggun. dipayungi lima payung oleh lima panitia.

"Samudra Raya dan Raden Ajeng Aqua Maharani."

Oryza langsung blingsatan.

"Xander! Buruan!" serunya keras.

"Di mana tabung suntikan yang lain?"

"Di sini!" Xander mengalunkan tabung suntik dari kantongnya.

"Nggak ada waktu!teriak Oryza panik.

"Cepat Pikirin, bagaimana caranya!"

Xander mengambil ancang-ancang. Dia menyipitkan matanya.

"Aku lempar saja! Satu, dua..."

"Meong!"

Perhatian Xander langsung teralihkan. Bulu tengkuknya berdiri. Kucing itu! Kucing sialan dari neraka itu! Apa ada di dalam

gedung ini?

"Atas Hukum Sipil Penyihir bab sembilan ayat satu sampai tiga, dengan ini saya menyatakan kalian sebagai sua..."

tsungta naik darah. belum pernah sebagai raja dia mengalami hari seburuk ini! Sudah terguyur hujan, dikejar-kejar satwa liar, ada anakonda di atas bahunya. sekarang gadis yang bakal berkencan denganya sepertinya memindahkan hatinya dengan lelaki sinting yang berdiri basah kuyup di bawah payung ini... siapa namanya? Pax? Bukankah Pax lelaki yang melarikan dewa pemujaan di negerinya yang indah. Kurang ajar! Yang Mulia Paduka Terhormat Pemimpin Besar Parlemen Penyihir Varaiya tidak terima mendapat pelecehan seperti ini!

Yang akan Tsungta lakukan pertama-tama adalah menghentikan hujan keparat ini! Dan dia harus melakukannya dengan cepat!

Tsungta berlari ke tengah ruangan.

"Serangan-fajar-dan-senja... AWWWI' '

Dua tabung suntikan menancap di punggungnya. Sang Raja melemas. Bola matanya berputar lalu hilang. menjadi putih. Dia terjatuh di lantai yang becek oleh air.

"Sialaaan!" Oryza memukul-mukul lengan Xander berapi'api.

"Goblok! Tolol! Bego! Yang kena bukan mereka! Yang kena si keong racun itu!"

"..sebagai suami-istri. Resmi sudah! Hadirin semuanya, silakan bertepuk tangan untuk pasangan yang berbahagia ini."

Oryza membuang muka, menjatuhkan kepalanya di bahu Xander. Air matanya jatuh bercucuran di sana. Dia terlalu marah dan sedih pada saat bersamaan.

Pax menoleh ke arah Nuna. Gadis itu berdiri di sebelahnya. setengah basah kuyup, tapi tetap setia memayungi dirinya.

"Ini sudah nggak lucu lagi," kata Nuna melanjutkan. Tangannya menuding Xander dan Oryza yang sedang berpelukan.

"Lihat! Mereka sudah cukup menderita."

"Mereka nggak pernah menderita. Mereka berbaha..."

PLAK!

Pax memegangi pipinya. Nuna menamparnya telak. Matanya nyalang.

"jangan mengurung diri dalam pemikiran cetek dan sempitmu itu! Dasar makhluk meganrhmpis paleqjavanirus! Selalu salah dalam menilai Situasi!"

Pax merengut.

"Salahku di mana? '

"Pertama-rama, ini bukan pernikahan mereka! Lihat, orang buta saja juga tahu siapa yang bakal menikah hari ini. Kedua. kamu sudah mengacaukan pernikahan orang lain dengan hujan rekayasa nggak jelas ini!"

Pax tergagap.

"B-bukan pernikahan mereka?"

"Bukan?

Pax memandang Nuna lekat-lekat. campuran antara kesal dan juga kagum. Sebal dan juga memercayai perkataannya. Marah dan juga takluk. Entah kenapa, suara band yang mendayu-dayu

di antara runtuhan air hujan membuatnya mendadak melankolis.

"Buruan!" suara sentakan Nuna lagi, membangunkannya dari alam tak sadar.

"Hentikan hujan ini! Atau aku yang menyihirmu menjadi kodok."

Pax belum pernah jatuh cinta pada perempuan lain kecuali pada Oryza. Dengannya, Pax jatuh cinta pada kekeraskepalaan, keberanian, dan ketegasan Oryza. Oryza dan dirinya berbeda 180 derajat! Boleh dibilang Pax adalah tipe lelaki yang pendiam dan menyimpan segala sesuatunya di hati. Perempuan yang menarik menurutnya adalah perempuan yang mampu memerintahnya dan membuatnya bergerak melakukan sesuatu.

Dan Nuna baru saja melakukannya...

Xander memeluk pinggang Oryza. Dia melihat dari kejauhan kejadian-kejadian yang menurutnya di luar akal sehat. Aqua menikah dengan Pak Samudra. Si raja gaul Tsungta terkena dua tabung suntikan penyembuh dari ramuan bubuk jatuh cinta. Pingsan, tergeletak di lantai. Solanum juga tergeletak di lantai. belum bangun dari tadi. Mungkin pingsan, tersambar petir. Masih ada satu tabung penawar cinta lagi untuk Solanum. Mungkin saatnya tepat untuk menyuntikkan tabung saat Solanum masih berbaring tak bergerak.

Tapi Xander tidak jadi bergerak ke arah Solanum. Tubuhnya semakin terpaku tak bergerak.

Ada tiga satwa berkeliaran di gedung perkawinan ini. Pertama. ular anakonda yang melata keluar dari buntelan Tsungta. Kedua. angsa hitam yang masih ribut menjerit-jerit menikmati gerimis. Ketiga, kucing itu...

"Halo, Xander sayang."

Xander menoleh. Di sebelahnya Strawberi berdiri sambil tersenyum manis.

"Ada apa? ' tanya Xander kaku. Tanpa sadar. tangannya naik, menyentuh lengan Oryza. Gadis itu berhenti menyandarkan wajahnya ke pundak Xander. Dia berdiri tegak, memandang Strawberi dengan pandangan penuh curiga.

"Kamu tahu arti sosiologi? Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Serius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte. Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Menurutmu sendiri, apa definisi sosiologi?"
Ramuan Drama Cinta Karya Clara Ng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hah?" Oryza melongo.

Xander lebih melongo lagi.

"Kamu..." Dia menggeram. cepat sekali sadar dari ketidaksadarannya. Suaranya bergetar di bawah tenggorokan.

"Siapa?"

"Strawberi. Aku..."

"Bohong! jangan menipu, makhluk UFO jadi'jadian! Kamu pasti berpura-pura menjadi Strawberi. Ngaku sekarang juga!"

"Aku Strawberi asli. Strawberi seratus persen. Aku..."

"Aku nggak percaya! Mana buktinya? Anda terlalu pintar untuk menjadi Strawberi."

"Sialan. Maksudnya Strawberi bego?"

"Diam! Pokoknya aku tidak percaya!" Mata Xander menyipit tajam.

"Rasakan sihirku! Melempar'bola'api-panas-menderu deru!"

"Bukan. bukan! Kamu salah sangka! Aku lagi belajar supaya kelihatan intelek. Aku benar-benar... AAAAHHHHHHHH!"

Cahaya terang berkilawan keluar dari ujung tongkat Xander, membuat Strawberi terpental. Seluruh tubuhnya dipenuhi gelombang sinar berwarna merah yang panas. Hujan sudah berhenti total. Tidak ada suara gemuruh petir dan kilatan cahaya di langit-langit gedung. Hanya cahaya merah akibat pantulan sinar sihir Xander kepada Strawberi.

Gemuruh suara itu membuat Solanum terbangun dari pingsannya.

Eeh-ih...

Bukan, bukan karena dentuman bola merah Strawberi.

Ada yang lain lagi.

Mata Solanum terbuka sesungguhnya.

Pipinya seperti sedang disodok-sodok. Dia menoleh ke arah kiri. jantungnya nyaris melompat dari tulang rusuknya. Di sebelahnya, seekor angsa hitam sedang menekan-nekan paruhnya ke pipi Solanum. persis seperti seekor anjing yang menjilat-jilat tuannya. untuk membangunkannya.

Solanum mengerang keras. Kepalanya berdenyut-denyut.

"Solanum Tuberosum, Anda ditangkap karena memelihara satwa langka yang masuk dalam perlindungan Undang'undang Satwa Liar. Anda akan diganjar sepuluh tahun penjara atau membayar ongkos ganti rugi tiga ratus juta. Yang mana yang Anda pilih?"

Solanum bengong, memandang lelaki yang sedang berdiri di sampingnya. Lelaki itu lelaki yang ditemuinya tadi. Lelaki yang...

"Pak Herry?"

betul.

"Anda..." Mulut Solanum kering. ' sebenarnya polisi?"

"Saya Polisi Penyihir Penjaga Satwa Langka. Nama saya Kolonel Herr Derr Men-."

Solanum bengong beberapa detik, kepalanya pusing. Di sebelahnya, angsa langka kesayangan itu terus-menerus mendorongdorong pipinya dengan paruh. Tiba-tiba kegelapan mengerubungi Solanum lagi. Dia pingsan untuk kedua kalinya.

**

KEKASIHKU, di mana dirimu? Kekasihkuuuuuu?"

Rambut oranye Aqua yang bersinar-sinar semakin cerah ceria seperti wortel kena lampu sorot. Dia melompat lompat membawa piring dengan setumpuk makanan di atasnya, hasil masakannya. Oryza berusaha keras tidak melihat pemandangan itu. Dia membuang muka, tanpa sengaja matanya terarah kepada Xander.

"Kapan mereka honeymoon?" tanya Xander sambil lalu.

Perut Oryza semakin terbelit di tengah saat mendengar kata honeymoon. Tapi yang menyebalkan, tidak ada lagi yang bisa membuatnya sedikit lebih bahagia dengan kata honeymoon. Solanum telah merencanakan honeymoon buat ayahnya dan Aqua ke negeri-negeri di benua Afrika selama berbulan bulan. Mereka berdua mau menghabiskan waktu bersafari melihat alam liar dan belajar mengenal ramuan'ramuan tokcer para penyihir Afrika. Setidaknya, itu membuat ayahnya, Samudra gembira dan Oryza tidak perlu melihat Aqua di rumah ini lagi untuk waktu yang cukup lama.

Oryza merengut. 'Huh," dengusnya.

"Ini semua gara gara kamu!"

"Aku? ' Xander melonjak.

"Apa salahku kali ini?"

"Salahmu supergede! Siapa orang idiot yang nggak bisa membidik tabung suntikan dengan tepat?"

Xander melotot.

"Hei, udah sejuta kali kubilang, semua ini bukan salahku. Siapa suruh raja error itu tahu-tahu muncul begitu aja dan menghalangi bidikanku?"

**

Pintu ruang makan terbuka dari arah kebun. Zea masuk dengan wajah segar. Operasi kandung kemih seekor kucing berhasil ditanganinya dengan sukses. Dia memandang Oryza.

"Ory," panggilnya lembut.

"Ada Pax di luar. Dia datang mencari Xander. tapi menurutku bukan Xander yang dicarinya."

Oryza melempar tatapan kejam nanti kita'bahas-lagi ke arah Xander, yang membuat Xander langsung merosot di kursi makan dengan sebal. Dia sudah bosan dengan urusan salah bidik tabung suntikan. Oryza bisa menyinggung urusan ini lima kali sehari, tujuh hari seminggu. Xander memutuskan untuk ikut keluar bersama Oryza, mau tahu apa yang diinginkan kucing buduk itu di luar.

"Hai, Pax," sapa Oryza ramah.

"Hai, Dakocan!" seru Xander dengan riang.

Reaksi wajah Pax seperti kena sambit kursi listrik.

Mendadak Oryza terkikik. Dia menyentuh tangan Pax. mengajak lelaki itu masuk ke rumah.

"Yuk. masuk." sapanya ramah. Dia tidak bisa berhenti tersenyum.

"Tenang aja. aku sudah tahu kamu tidaklain Dakocan. Penyihir yang bisa mengubah diri menjadi kucing kesayanganku."

Xander mengedipkan mata ke arah Pax. Tapi Pax tidak melihat itu semua. Dia terpaku tidak bergerak di tempatnya, seperti di kakinya tumbuh semen untuk fondasi dasar gedung.

"Lucu kan, Pax?" lanjut Oryza. Dengan heran dia melepaskan tangan Pax. Pax berat sekali. Percuma menggandengnya. lelaki itu seakan tidak mau bergerak dari posisinya berdiri. Tapi walau heran, tawa Orvza masih belum berhenti. Dia geli membayangkan Pax adalah Dakocan.

"Beberapa hari yang lalu, Selanum berhasil memecahkan teka-teki ini. Gila ya? Tebakan yang asbun banget. Aku sampai heran dan... Lho, Pax? Pax? Kenapa kamu:" Kok pucat seperti kurang darah?"

Xander berjalan ke arah Pax, mengambil alih keadaan.

"Ory. biarkan aku ngomong sebentar dengan Pax. Boleh, kan?"

Oryza bengong. tapi dipatuhinya perkataan Xander.

"Boleh," katanya sambil masuk ke dalam rumah.

"Selama kamu nggak membunuhnya."

Ditinggal Oryza, Xander menepuk pungung Pax.

"Tenang. bro," katanya meyakinkan.

"Ini bukan akhir segalanya."

Pax mengeluarkan suara seperti anjing kecil yang mendengking.

"Begini ya, bro, yang kutahu, Oryza itu jenis cewek yang mudah memaafkan. Coba deh kasih aku waktu dulu untuk meyakinkan dia bahwa niatmu jadi Dakocan itu tulus, tidak ada kejahatan dan kepornoan apa'apa. Sementara itu, mendingan kamu nggak usah datang ke rumah ini dulu supaya Oryza tenang. Paham? Mengerti? Oke?"

Pax mengangguk pelan. Dia menerima pendapat Xander bulat-bulat.

"0 0ke, deh. Trims, Xander," katanya gugup. Dia berbalik dengan kaku, berjalan menjauh dari Xander.

Xander menutup pintu dengan cengiran lebar di wajahnya. Bagaimana mungkin ternyata semua ini mudah sekali? Pax tidak akan datang ke rumah ini untuk waktu yang lama sekali. Demikian juga Oom Samudra dan Aqua. Dia akan memiliki waktu tenang untuk dirinya sendiri bersama...

Entah kenapa. pipi Xander memerah.

"Xander' '

Solanum berdiri di sampingnya. Dia seakan-akan sedang balas tersenyum ke arah Xander yang tadi tersenyum-senyum sendiri (tanpa sadar).

"Apa?" bentak Xander. Dia tidak suka melihat senyum Solanum seperti itu. Bukan... itu bukan senyum. Itu adalah seringai. Seperti seringai serigala yang Xander kenal dari bukubuku anak'anak bergambar.

"Terima kasih sudah menyembuhkanku. Aku kena petir dan harus bayar denda. Tapi kamu menyuntikku dengan ramuan hebat itu dan juga rela membayar dendaku dengan uang hasil kerja menjadi pencari satwa liar."

Xander tidak mau membahas urusan itu. Membayar denda gara-gara angsa langka itu sudah menguras pendapatannya dari hasil kerja yang nyaris membunuh nyawanya. Sialan Solanum! Seenaknya saja membawa angsa ke tempat pernikahan!

"Sama sama," katanya pendek.

"Pendapatanmu besar." Solanum mengangguk-anggukkan kepala.

"jarang-jarang ada perusahaan yang menggaji karyawan sebesar ini. Masih mau kerja di sana lagi?"

"Ogah." Xander menggeleng.

"Amit-amit. Nggak akan."

"Kamu masih belum punya pekerjaan."

"Biarin."

"Mau kulaporkan ke Oryza bahwa kamu mengusir Pax dari rumah ini? '

Dahi Xander mengerut.

"Apa?" desisnya.

"Kamu mendengar percakapanku tadi?"

Solanum mengedipkan mata.

"Aku tahu segala-galanya."

Xander mendengus sebal.

"Ini semacam pemerasan?"

"Jangan lupa besok laporan ke HRD Ragunania bahwa kamu akan balik bekerja di hari Senin."

Solanum berpura-pura tidak mendengar perkataan Xander. Dia melenggang meninggalkan Xander yang sedang mengepul seperti sup di dalam panci. Oryza muncul dari kamar mandi dan berhenti di samping adiknya.

"Kak," kata Solanum dengan manis. Namun suaranya bergetar.

"Maafkan aku... Eh aku sungguh-sungguh nggak mengerti kenapa... kenapa a-aku... bisa begitu...."

Oryza menghela napas.

"Nggak apa-apa, Sol," katanya berusaha manis juga walaupun bayangan adegan dirinya dan Solanum tidak bisa hilang dari ingatan. Butuh waktu berminggu'minggu untuk bisa kembali tidur tanpa diinterupsi dengan mimpi-mimpi yang menakutkan.

"Kita semua tahu itu bukan dirimu yang sebenarnya. Kamu lagi terkena ramuan sihir."

'l-iya..." Solanum mengangguk.

"Sekarang aku udah sembuh."

"Pasti."

"Mau mandi bareng?"

Oryza mundur satu langkah.

"Cuma untuk membuktikan aku sudah sembuh." Solanum tersenyum.

"Ayolah... seperti zaman dulu. Kapan lagi kita bisa mandi bareng? Kita berendam di bak berbusa."

Oryza tersenyum. Dia mengangguk.

"Oke! Aku siapkan bak airnya ya. Mau wangi apa?"

"Vanda!"

Xander berjalan ke kebun belakang, memandang rumput-rumput hijau yang sedikit basah. Hujan baru saja turun sejam lalu. Entah di mana Oom Samudra, mungkin sudah keluar bersama Aqua. Ada Zea sedang menyapu pekarangan. Dia menikmati gerakan menyapu daun-daun kering yang berjatuhan. Di telinganya ada earplug yang berasal dari iPod-nya. Zea menyapu sambil berdendang riang.

Terdengar dering telepon dari dalam rumah.

Xander tahu Zea tidak bisa mendengar dering telepon karena

telinganya pasti tertutup alunan musik. Dia bergerak masuk ke dalam rumah. berjalan ke tempat telepon diletakkan.

"Halo?"

"Halo. Di sini Dokter Lukas."

"Ah, Dokter Lukas. apa kabar? Di sini Xander."

"Kabarku baik. Dengar," suara Dokter Lukas tidak terdengar baik.

"Saya membawa kabar buruk."

Jantung Xander seakan berhenti berdetak. Dia mendekatkan gagang telepon semakin erat ke telinganya.

"Saya sudah melakukan beberapa tes dengan ramuan penyembuh cinta..."

"Bagaimana hasilnya?" Xander menutup mata. ketakutan. Membayangkan apa yang mereka telah lakukan habis-habisan akan gagal total.

"Suntikan itu nggak bisa menyembuhkan?"

"Oh. menyembuhkan kok. Hanya saja. orang yang sudah disuntik, belum bisa seratus persen sembuh. Ada kalanya. ramuan cinta yang pernah dihirup akan meracuni mereka lagi. Tapi nggak usah kuatir!" Dokter Lukas buru-buru menambahkan.

"Dalam jangka waktu dua minggu. semuanya akan sembuh total."

"Baik. Dokter. Terima kasih ya."

Xander meletakkan telepon. Dari atas terdengar lengkingan histeris Oryza. Xander berdebat dengan dirinya sendiri apakah dia harus datang ke kamar mandi sambil menjelaskan kepada Oryza apa yang sesungguhnya terjadi atau tidak perlu. Setelah menimbang beberapa saat, akhirnya dia memutuskan untuk diam saja.

lengkingan histeris terdengar lagi.

Xander keluar ke kebun samping, melihat Zea kelar menyapu ranting-ranting dan daun-daun kering.

"Xander?" panggii Zea.

"Ya. Kak!"

Zea ingin berkata sesuatu tapi tidak jadi. Mulutnya terbuka, lalu tertutup lagi.

"Apa. Kak? '

"Nggg..." Zea tersipu malu.

"Nggak jadi."

Xander tersenyum.

"Ngomong aja, Kak."

"Sepertinya aku mengerti arti kangen."

"Hah? ' Xander mengerutkan kening.

"Mendadak aku kangen Gus."

Xander nyengir lebar sampai kedua pipinya tertarik ke atas.

"Aku mengerti perasaan Kakak."

Zea tersenyum manis, menopangkan dagunya di ujung sapu.

"Syukurlah, bukan aku sendirian yang gila dengan perasaan ini.

**

Strawberi berbaring di rumah sakit, mengerang pelan. Kepalanya berdenyut-denyut sakit. Adakah yang bisa memberinya suntikan penghilang rasa sakit? Ingat suntikan. pikirannya melayang lagi pada apa yang terjadi di gedung perkawinan sialan itu.

Bukan rasa sakit ini yang membuatnya kesal. Sihir Xander membuat seluruh tulang tulangnya rontok dan kepalanya membentur dinding. Serangan sihir yang sangat brutal! Strawberi sedih, Xander sungguh'sungguh tidak mengenalinya. Strawberi juga kecewa. Xander sungguhsungguh tidak suka dirinya sebagai Strawberi Baru.

Bukan rasa bosan yang membuatnya kesal. Sehari dua kali si perempuan berambut orange itu, Aqua selalu mengunjunginya. bahkan sering juga menginap di rumah sakit untuk menemaninya. Walaupun Aqua pengantin baru dan sudah pasti ehem, pengantin baru akan senang menghabiskan waktu malamnya dengan suami baru, Aqua tetap saja keras kepala ingin menginap

di rumah sakit, di kamar Strawberi. Untuk menemanimu, begitu kata Aqua selalu.

Bukan rasa dendam yang membuatnya kesal. Ini semua salah penyihir sialan itu, Solanum. Berani'beraninya dia melawan kata kata Strawberi? Berani'beraninya dia menentang Strawberi? Kalau Strawberi sudah keluar dari rumah sakit, yang pertama kali akan dilakukannya adalah menghajar Solanum dengan jampiejampi terkuat yang dimilikinya. Kalau bisa. dia akan mempelajari ramuan sihir terbaik yang bisa membuat Solanum tidur selamanya.

Kenyataannya, ada seorang lelaki yang terus-menerus bertanya dan menganalisis perkembangan psikologisnya, itulah yang membuat Strawberi kesal.

"Coba Anda ceritakan bagaimana hubungan Anda dengan ayah Anda."

Strawberi membuang muka.

"Begini, Anda harus bekerja sama dengan saya kalau Anda ingin seratus persen sembuh dari penyakit mental Anda."

Strawberi membuang muka.

Menyebalkan, menyebalkan. Beginilah hari-harinya di rumah sakit. Strawberi tidak sabar ingin segera sembuh dan keluar dari rumah sakit gila lnl.

"Halo, Es Teler."

Tanpa menoleh pun, Strawberi tahu siapa yang datang.

"Halo, Bit Pletok."

Aqua datang terhuyung-buyung dengan benda-benda yang menempel di lengannya. Rambut oranye wortelnya dijepit tinggi tinggi. Strawberi menyipitkan matanya, lalu tertawa keras.

"Buku!" serunya riang.

"Kamu bawain Strawberi buku hari ini."

Gantian Aqua yang menyipitkan mata.

"Kenapa kamu berbicara seperti itu lagi?"

Strawberi merengut, lalu menenggelamkan dirinya di balik selimut.

"Karena Xander tidak suka dengan jenis Strawberi yang baru. Strawberi ada di rumah sakit ini kan karena disihir sama Xander. Tadi pagi Strawberi memutuskan untuk kembali menjadi Strawberi yang dulu. Sepertinya kesempatannya lebih banyak bagi Strawberi untuk merebut Xander dari Oryza."

Aqua meletakkan buku-buku yang dibawanya di meja dengan suara keras.

"Kamu harus membaca buku-buku ini buat memperluas wawasan."

"Iya," Strawberi menyetujui perkataan Aqua sambil mengangguk.

"Strawberi mengerti."

"Nih!" Aqua menunjukkan buku kepada Srrawberi.

"Sejarah Sihir Abad X dalam Perspektif Gender, jampi-jampi Menciptakan Peluang. dan novel Ramuan Drama Cinta."

Strawberi menyambut buku yang disodorkan Aqua. Perasaannya senang.

"Mau kubacakan?" tanya Aqua manis.

"Mau." Strawberi menggeser posisinya di ranjang.

"Sini. berbaring di sebelah Strawberi saja. sambil ceritain novel Ramuan Drama Cinta."

Aqua naik, berusaha keras mendesakkan dirinya di samping Strawberi. Memang sempit. tapi ternyata muat. Dia membuka halaman pertama. Strawberi terlihat sangat nyaman.

'Kumulai sekarang ya?"

Strawberi mengangguk.

Aqua mulai membaca.

"Hujan di luar seakan-akan berkonspirasi dengan keadaan di dalam ruangan. Lukisan Sudjoyono dan Basuki Abdullah yang menjadi focal poin! di dinding tidak bersinar dalam keanggunannya. Seorang gadis mengambil tisu untuk mengelap keringat dan air mata yang mulai bercampur. Tisu diremas lalu digenggam erat di jemarinya..."

BRAK!

Tiba-tiba pintu ruang perawatan terbuka. Dua sosok masuk. Pakaian mereka serbamerah. dari ujung kepala sampai mata kaki.

Strawberi mendongak. Aqua berhenti membaca.

"Ya. ada apa?" tanya Strawberi cemas. Dia tidak mau kejatuhan dokter atau perawat atau psikolog yang akan kembali bertanya-tanya tentang kesehatan psikologisnya.

"Strawberi?"

"Anda siapa?"
Ramuan Drama Cinta Karya Clara Ng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nama Kami Yang Mulia Paduka Terhormat Pemimpin Besar Parlemen Penyihir Varaiya."

Lelaki di sebelahnya berdiri tegap dan menghormat dengan sopan.

"Saya hulubalang kerajaan Varaiya. Dengan segala hormat, apakah Anda tertarik menjadi selir rajaa... aaawwww!"

Hening beberapa saat.

Lelaki itu terbungkuk-bungkuk sambil menekan perutnya. Rusuknya disodok oleh lelaki di sebelahnya. Sambil meringis menahan sakit, dia melanjutkan.

"Ehh... maksudnya, apakah Anda tertarik berkencan dengan raja kami yang paling berkuasa? Pemimpin kami melihat Anda di gedung perkawinan penyihir beberapa hari lalu. Dan tampak nya beliau suka dengan Anda."

Strawberi bengong.

"Segala biaya akan ditanggung oleh Raja. Sebutkan permohonan Anda, pasti akan dikabulkan. Apa saja! Shopping di Hong Kong, jalan-jalan ke Eropa, mobil Mercedes, sepatu Gucci. Anda juga berkesempatan menjadi ratu di kerajaan kami."

"Sepertinya menarik banget, tuh." celetuk Aqua.

"Pacaran dengan raja! Raja! Raja nih! Keren! Lebih keren daripada Xander-mu yang bukan siapa-siapa itu!"

Strawberi menyodok rusuk Aqua.

"Aw" Aqua merengut.

"Aku kan cuma bercanda."

Tapi komplain Aqua tidak didengar. Wajah Tsungta dan hulubalang Kerajaan Varaiya bersinar-sinar. '.?

**

Miliaran kilometer di luar tata surya, kapal induk T'Raal menemukan pesawat UFO yang tak berpenghuni.

"Ada tanda-tanda kehidupan?"

'Hanya satu. Sedang dikirim ke dek Amoi-ok. Untuk dicek."

"Bagaimana keadaan?"

'Tim Spagius Xhok 396 sudah diturunkan."

Di ruang kontrol, kapten kapal induk T'Raal sedang mengawasi layar besar di mana para tim sedang berangkat mengecek pesawat UFO tak berawak yang barusan ditemukan terapungapung pada orbit 4C69 Utara. Suara pemimpin tim, Letnan Kanakanati memberi laporan setiap detik.

"Sekarang kami berada di..." Suaranya berhenti sejeda.

"Wah! Ada kehidupan di sini!"

"Apa?"

"Makhluk ini... makhluk ini adalah makhluk... bumi. Menurut referensi yang saya dapatkan, jenis makhluk ini adalah kucing." Suaranya berhenti lagi sejeda.

"Felis silvesrris ratus merupakan nama binomial kucing yang berasal dari genus Felis. Felis adalah genus kucing dalam keluarga Felidac. termasuk pula kucingkucing rumah dan kucing kucing liar. Spesies liar menyebar luas di seluruh planet bumi?

'Teruskan informasinya."

"Makhluk hidup ini... sedang mengunyah ruangan pesawat."

'Mengunyah?"

"Benar."

"Apakah terlihat berbahaya?"

"Negatif, Kapten. Tidak ada tanda-tanda berbahaya. Saya akan berusaha mendekati makhluk hidup ini. Oh! Sekarang malah dia yang sedang mendekati saya "

"Letnan, berhati'hati dengan makhluk hidup itu. Siapkan persenjataan."

"Siap, Kapten." Suaranya berhenti sejeda.

"Tapi saya rasa tidak perlu. Felis silvcstris ratus mendekat. Wajahnya sangat imut dan tidak tampak berbahaya... Sepertinya...'

"Meong."

Terdengar suara teriakan keras.

Teriakan keras lainnya. Susul-menyusul.

Disusul ledakan keras.

Layar di depan kapten kapal induk T'Raal mati mendadak.

**

INI sendok terakhir."

Tangan itu menyodorkan sendok ke seberang meja. Nuna maju sejenak, mengambil makanan lewat bibirnya. lalu mundur. Dia berdecak, sambil menjilat bibir. Pipinya bersemu merah disuapi sesendok es krim oleh...

"Oh. Hmmm... enak sekali."

...Pax.

"Ada... ada es krim di dagumu."

Sebelum Pax yang membersihkan dagunya. buru buru Nuna menarik serbet berwarna putih dan mengelap. Di depannya, semangkuk es krim cokelat sudah tandas.

Pax mendorong mangkuk es krimnya. Isinya juga telah tandas.

"Es krim stroberinya lebih enak daripada es krim cokelat."

"Pilihanku sih tidak pada es krim stroberi," kata Nuna.

"karena es krim rasa itu mengingatkanku pada penyihir aneh bernama Strawberi."

Pax tersenyum. Selama dia bersama Nuna di restoran ini, Pax sudah tersenyum berkali kali. Padahal tidak ada hal lucu yang bisa disenyumkan.

"Bagaimana makanan di sini? Enak? '

"Enak sekali." Nuna tersenyum. jarang-jarang dia pergi ke restoran. Biasanya. setelah capek memasak untuk warungnya, Nuna pasti memakan apa yang tersisa di warung. Setelah itu jatuh tertidur kecapekan.

"Tempat ini pasti mahal."

"Nggak apa-apa." Pax mengangkat tangannya, kode untuk meminta bon kepada pelayan.

"Aku punya uang. Lagian. ada promo kartu kredit penyihir. Biarpun mereka nggak memasang plang di luar, aku sudah lihat di katalog kartu kredit. Diskon 50%."

Nuna tertawa.

"Jadi," katanya sambil mencondongkan tubuhnya.

"Kamu masih berminat merebut Oryza lagi? '

Pax mengangkat bahu.

"Nggak tahu." katanya. Suaranya tidak terdengar muram. Ini tumben lagi. Selama beberapa jam menikmati malam bersama Nuna, untuk pertama kalinya. Pax tidak mengingat Oryza.

"Masih marah dengan Xander?"

"Mungkin."

"Masih mau jalan-jalan ke Bali bersamaku?"

"Tentu saja!"

Mereka berdua tertawa.

"Pasti seru," kata Pax bersemangat.

"Membayangkan ke pantai bersama-sama kamu. Aku akan ajak kamu snorkeling."

Nuna tersenyum, memandang Pax yang sedang dihampiri pelayan. Lelaki itu tampak sibuk meneliti angka-angka yang tertera di bon. Semakin Nuna memikirkan masa depan. semakin tampak kemungkinan-kemungkinan kecil yang dulu tidak pernah

dipikirkannya.

Xander adalah lelaki yang baik. Kepadanya hatinya pernah jatuh, kepadanya hatinya pernah terlukai.

Tapi Xander bukan satu-satunya lelaki di dunia. Seperti kata psikolog itu.

Mungkin saja dia berhasil membuat Xander bertekuk lutut

kepadanya. Mungkin Pax malah yang berhasil membuat Oryza bertekuk lutut kepadanya. Tapi mungkin juga mereka berdua tidak akan pernah berhasil.

Tidak apa'apa. Ini bukan akhir dunia.

Bibirnya membentuk senyum sekali lagi. Musik di restoran mengalun, lagu dari band asal Irlandia, U2. But ! Still Haven't Found What I'm Looking For.

I have climbed highest mountain;

I have run through the jelds

Only to be with you

Only to be with you

I have run

I have crawled

I have sealerl these city Walls

These city walls only to be with you

But i still haven't found what I'm looking for

But I still haven't found what I'm looking for

Nuna berdiri dari restoran, berjalan di sebelah Pax. Di luar, langit abu-abu Jakarta menyambutnya. Dia melirik ke arah Pax.

"Ayo." Pax menarik tangannya ke arah mobilnya.

"Kuantarkan kamu pulang dulu sebelum hujan turun. Tuh. sudah gerimis."

Nuna menyambut tangan Pax. Tangan itu menggenggamnya, terasa hangat. Hati Nuna juga menghangat. Untuk pertama kalinya. Nuna tidak peduli dengan apa yang terjadi di masa depannya.

**

Oryza dan Xander berlari-lari menghindari hujan. Gerimis tipis mulai berjatuhan. Di depan mereka. tampak toko kecil dengan neon yang menyala "Apotik Mandiri".

Berteduh. Di toko itu ada emperan yang bisa dijadikan tempat berteduh. Oyrza dan Xander berdiri mepet berduaan di sana. Jarum'jarum hujan yang tadinya halus semakin menggemuk dan rapat satu sama lain.

"Aku punya payung. Sebentar? Oryza merogoh tasnya. Sepotong payung kecil lipat tergenggam di tangannya.

"Mau menembus hujan?"

"Payungmu terlalu kecil."

"Daripada bengong di sini terus?"

"Di sana ada warung roti panggang dan milo hangat. Kita menunggu hujan reda sambil berteduh di sana."

Berlari-lari mereka berdua menuju ke warung tersebut. Ini semua gara'gara raja sinting itu ngotot mau pergi ke rumah sakit tempat Strawberi dirawat. Setelah ngotot-ngototan berdua di dalam van-yang mengakibatkan van nyaris ditabrak truk gandeng-Xander minta diturunkan di tengah jalan di akhir masa tugas mereka. Van dikembalikan oleh Tsungta ke kebun binatang Ragunania.

Di tengah jalan? Eh, nggak juga. Karena ternyata van berhenti persis di depan kantor Oryza. Oryza sendiri tidak membawa motor karena motornya berada di bengkel aksesori. Mau dimodifikasi. Jadilah Oryza dan Xander terjebak hujan di tengah jalan. tanpa berhasil menemukan kendaraan umum sama sekali.

Hujan masih mengguyur Jakarta. Di dalam warung, Oryza duduk bersebelahan dengan Xander.

"Katanya sudah banjir di mana-mana, Neng." kata si pemilik warung.

Oryza mengerang.

"Kalau banjir, bisa-bisa susah mencari kendaraan umum."

Xander menyesap milonya dengan tenang.

"Kalau banjir. kita terpaksa jalan kaki."

Oryza mendelik ke arah Xander.

"Kamu tahu nggak sih jarak kantor ini dan rumah sejauh apa?"

Xander mengangguk.

"Nggak masalah."

"Aku bisa gempor!"

'Cerewet. Nanti kugendong!"

Oryza tersentak. Kata-kata Xander membuat hatinya menjadi sedikit lebih hangat. Benarkah... benarkah lelaki ini serius dengan perkataannya?

"Tapi daripada gendong kamu, mendingan kita tidur aja di warung ini sampai hujan berhenti dan banjir surut. Aku nggak mau masuk rumah sakit karena pinggangku patah menggendongmu, lalu mendapat kamar bersebelahan dengan kamar perawatan Strawberi."

Oryza ingin mengguyur milonya ke rambut Xander. Tapi Xander tampaknya geli dengan ucapannya. Wajahnya nyengir sampai membuat seluruh otot-otot wajahnya tertarik ke arah telinga. Mungkin dia membayangkan dirinya benar-benar bertetangga dengan Strawberi di rumah sakit.

"Kalau mau, Ibu sih punya mobil yang disetir sama suami Ibu. Kalau Neng mau pulang, Neng bisa pake mobil Ibu."

"Oya?" Oryza bersemangat.

"Berapa harganya, Bu?"

Si ibu penjaga warung menyebut sejumlah harga.

Oryza melirik ke arah Xander, yang balas meliriknya juga. Harga yang disebut memang tidak terlalu mahal. Lumayan juga untuk dijadikan kendaraan pulang saat sulit mencari kendaraan umum di tengah hujan deras dan banjir yang sering mengepung Jakarta.

"Baiklah, saya terima," kata Oryza.

Setelah mereka menghabiskan roti panggang dan milo hangat, Xander membayar makanan mereka. Kata ibu warung. mereka bisa pergi ke sebelah gang tempat warung berdiri. Di sana, ada rumah bercat kuning. tempat mobil itu disimpan.

Xander mendongak. menatap langit yang masih turun hujan. Oryza mengembangkan payung.

"Yuk," kata Oryza.

Di bawah payung, berdua mereka berjalan. Tanah basah. Sebagian tampak becek, tenggelam oleh air. Sebagian lagi hanya basah. Keadaan gang yang ditunjuk si ibu warung tampak remang-remang, tidak terlalu gelap. Hujan masih mengetukngetuk payung mereka.

Oryza menempelkan tubuhnya ke arah Xander. Wangi maskulin lelaki itu lekat di hidung Oryza. Rasanya menenangkan. Lebih menenangkan lagi saat tangan Xander menyentuh tangannya.

Pelan.

Lembut.

Lebih seperti gesekan.

Bukan... bukan. Ini tidak hanya gesekan.

Ini genggaman.

Ini genggaman jemari yang bertaut.

Oryza memejamkan mata. Tidak percaya dengan rasa yang dimilikinya. Xander menggenggam tangannya di bawah payung. di tengah hujan deras, di tengah rasa dingin yang menelisik seluruh pori-pori tubuhnya.

Genggaman itu semakin erat.

Semakin erat.

Erat.

"Ory." terdengar suara bisikan. Oyrza merasakan seluruh panca indranya menjadi sensitif dan awas. Dia menoleh, menatap ke arah Xander.

"Apa? '

"Itu..."

Genggaman tangan Xander sungguh erat.

"Ini apa?"

"Itu mobil yang katanya disewakan. Itu... ini..."

Tatapan mata Oryza tidak lagi ke arah Xander. tapi ke arah pancaran mata Xander. Dia melihat mobil van hitam bobrok diparkir di dalam rumah berpagar kuning. Persis seperti tempat yang dideskripsikan si ibu penjaga warung.

"Itu van bobrok yang kusetir kalau lagi bertugas." Tangan Xander menggenggam Oryza sangat erat. Tampak urat-urat merah menonjol di leher Xander. Pipinya merah padam.

"Lalu?"

'POKOKNYA AKU NGGAK MAU NAIK MOBIL BOBROK ITU! LEBIH BAIK AKU MENGGENDONG PANTHERA TIGRIS DARIPADA HARUS NAIK MOBIL BUTUT lTU!"

"Apa sih panthera tigris?"

"Macan putih."

"Memangnya kamu pernah menggendong macan put..." Oryza menutup mata.

"Oh. ampun!" Pandangannya berkunang-kunang. Pantas, itu alasan Xander menggenggam tangannya sangat erat tadi. Xander pasti terkena stres akut. Awas nanti Solanum! Kalau Oryza pulang, dia akan menghajar Solanum. Seenaknya saja menyiksa pacarnya dengan menyuruhnya bekerja di tempat yang tidak layak seperti itu!

Ehh... Pipi Oryza memerah sendiri. Pacarnya? Sejak kapan Xander adalah pacarnya?

Hujan masih mengguyur dari langit. Mereka berdua masih terpaku di depan mobil van kuning bobrok itu. Lampu remangremang berwarna kuning. Pagar berwarna kuning.

Di samping mereka. lewat mobil yang berhenti mendadak. jendela diturunkan setengah.

"Oryza?" terdengar suara panggilan. Pelan sekali, seperti takuttakut. Oryza mendongak. Pax sedang berada di belakang kemudi. memandang dirinya.

"Pax!"

"Sedang apa hujan-hujanan di luar seperti ini?"

Tatapan Pax terbentur pada tangan Oryza yang sedang bergandengan dengan Xander. Aneh. Pax tidak merasakan tikaman sakit hati. Hanya cubitan kecil yang samar, tapi tidak membuatnya emosi dan naik pitam.

"Aku..." Oryza tergagap,

"...nggak ada kendaraan pulang."

"Naik mobilku! Kuantarkan pulang!"

Sejenak semesta seperti membisu. Oryza nyengir. melirik ke arah Xander. Pelan, Oryza meremas tangan Xander yang masih menggenggamnya. Tanpa meminta persetujuan Xander, Oryza berjalan ke arah samping mobil, membuka pintu, lalu masuk Dia duduk di sebelah Pax. Xandet masih termangu di depan, tanpa payung. Hujan mengguyur kepalanya.

"Xander!" Pax menaikkan kaca jendelanya.

"Naiklah!"

Menelan rasa egonya, Xander membuka pintu mobil, lalu masuk. Dia duduk di belakang Pax. Mobil menderu, perlahan'

lahan meninggalkan gang remang-remang dalam garis samar sinar lampu mobil. Hujan turun tidak berhenti sampai esok

TAMAT

Jangan sampai ketinggalan, ikuti kisah mereka di buku selanjutnya!

MANTRA DIES IRAE

Strawberi menelan pil naksir hasil ramuan penyihir Afrika Selatan.

Tsungta ketemu saudara kembar. Sosok misterius dari masa lalu hadir.

Dan ada sepasang manusia-Pax dan Nuna yang malu-malu, cemburu. sedih, dan rindu.

Bersiaplah tergelak sampai sakit perut!

Terimakasih.


Dewa Arak 22 Maut Dari Hutan Rangkong Bayangan Darah Karya Pho Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying

Cari Blog Ini