Ceritasilat Novel Online

Aileen 3

Aileen Karya Sherls Astrella Bagian 3



Ketukan di pintu menyadarkan Aileen akan kenyataan.

" Tuan dan Nyonya ingin bertemu Anda," seorang pelayan memberitahu.

Aileen tahu cepat lambat saat ini akan tiba.

" Bagaimana raportmu?" tanya Josef begitu Aileen memasuki ruangan.

" Aku berhasil mempertahankan posisiku," Aileen yakin bukan ini alasan mereka memanggilnya.

" Bagus," Fanny LaSalle puas, " Apa kau sudah menemukan pekerjaan?"

" Belum," Aileen menjawab jujur, " Aku masih mencari."

" Bekerjalah dulu untuk beberapa tahun sebelum kau menikah," Fanny menyarankan " Kau masih muda. Jangan sia-siakan masa mudamu."

" Aku mengerti, Papa."

" Besok keluarga Renz akan datang," Josef akhirnya berbicara pada point utama, " Aku ingin kau menjaga sikapmu. Jangan melakukan hal yang yang memalukan lagi!"

" Aku mengerti," Aileen memahami dengan baik makna di balik perkataan itu.

" Sekarang kau boleh tidur," kata Josef lagi.

" Selamat malam, Papa, Mama. Semoga kalian bermimpi indah," kata Aileen sopan dan meninggalkan ruangan.

" Dasar anak tidak tahu diri!" Aileen mendengar omelan ibunya dan ia mempercepat langkah kakinya.

Aileen bersandar di pintu kamarnya. Hatinya terasa pedih tapi ia sudah tidak dapat menangis lagi.

Dengan tenang ia mengeluarkan laptopnya dan memasangnya di meja tulis.

Aileen melihat data foto-foto kelulusannya beberapa hari lalu. Itu adalah fotofotonya bersama kawan-kawannya dan mungkin foto terakhir mereka. Semakin Aileen membukanya, semakin pedih hatinya. Dari sekian ratus foto, hanya ada foto-fotonya bersama kawan-kawannya.

Aileen menengadah pada foto wisuda Denise dan orang tuanya yang bangga di atas meja tulisnya. Ibunya, tanpa sepengetahuannya dan tanpa seijinnya, memasang foto putri kebanggaan mereka di dalam kamarnya. Aileen tidak tahu apa tujuan mereka memasang foto itu di sana namun ia tahu ia tidak mempunyai suara untuk menolak.

Akankah ada foto wisudanya bersama kedua orang tuanya yang berdiri di sisinya dengan bangga seperti itu?

Aileen tahu hal itu mustahil. Wisudanya sudah usai. Bahkan Evans yang sengaja meluangkan waktu untuk memberinya buket bunga di hari wisudanya, tidak menyadari ketidakhadiran orang tuanya, mengapa orang lain harus tahu?

Sipakah yang patut disalahkan atas ketidakadilan ini?

Tidak ada! Hanya sifatnya yang kaku, seperti yang selalu diomelkan ibunya, inilah yang patut disalahkan.

Mengapa dia tidak merengek ketika orang tuanya mengomelkan biaya yang harus mereka keluarkan untuk hadir di wisudanya? Mengapa ia tidak merayu mereka ketika mereka menolak hadir bersama?

Ia dan Denise bersekolah di universtitas yang sama. Ia dan Denise hanya berbeda dua tahun! Dalam dua tahun ini kondisi keuangan mereka tidak memburuk sehingga kedua orang tuanya tidak dapat membiayai perjalanan mereka untuk hadir di wisudanya. Selain itu, mereka juga tidak pernah mengeluarkan uang untuk kuliah dan biaya hidup sehari-harinya.

Tidak bisakah mereka mengumpulkan uang dari uang yang seharusnya mereka keluarkan untuknya? Tidak bisakah mereka menyisihkan uang demi menghadiri satu-satunya wisuda putri bungsu mereka?

Percuma saja sekarang ia mengomel. Tidak ada gunanya ia mengeluh. Semua telah terjadi. Dan bila ada yang patut disalahkan, maka orang itu adalah dirinya sendiri.

Salahnya sendiri! Mengapa ia memutuskan untuk membiayai sendiri seluruh biayanya ketika orang tuanya mengeluh besarnya biaya yang harus mereka keluarkan untuk membayar uang kuliah dan biaya kehidupan sehari-harinya?

Ia tidak mengerti mengapa orang tuanya lebih mencintai Denise. Ia tidak dapat memahami apa kesalahannya sehingga mereka selalu menganggapnya sebagai kotoran di mata.

Sejak kecil ia tidak pernah mendapatkan apa yang Denise dapatkan. Ia hanya mendapatkan bekas Denise. Itupun bila Denise merelakannya.

Hampir seluruh baju yang pernah ia kenakan adalah baju warisan warisan masa muda bibi-bibinya. Hanya segelintir baju baru yang ia miliki.

Tidak perlu membuang uang untuk membeli baju Aileen. Aileen bisa mengenakan baju bekas Denise yang sudah tidak cukup. Aileen sering mendengar ibunya mengucapkannya. Tidak jarang pula ketika membeli baju baru untuk Denise, ia menghibur Aileen, Mama juga ingin membelikanmu baju yang sama tetapi Mama tidak bisa. Mama harus berhemat. Kau bisa mengerti Mama, bukan? Kau bisa mengenakannya kalau baju itu sudah kekecilan untuk Denise. Ketika Aileen masih kecil ia bisa memahaminya. Ia mengerti ibunya terpaksa melakukannya demi berhemat. Ia mengerti membeli baju baru ketika ia bisa mendapatkan baju bekas adalah sebuah pemborosan. Namun ketika ia sudah tidak dapat dibohongi lagi ketika ia menginjak remaja. Sering ia melihat ibunya dan Denise pulang membawa setumpuk tas dari berbelanja. Sering ia melihat mereka saling memamerkan nilai baju atau perhiasan yang mereka baru saja beli. Sering pula ia melihat mereka terlihat kian bersinar dengan perhiasanperhiasan yang mereka kenakan. Dan sering pula ia merasa mereka bagaikan toko perhiasan berjalan dengan rentengan gelang di tangan mereka, cincincincin berlian di jari-jari mereka, batu permata besar di telinga mereka, dan tentu saja tidak ketinggalan kalung emas bertahtahkan batu mulia di leher mereka.

Saat itu Aileen hanya bisa berpikir, Tidak bisakah Mama menyisihkan sedikit jatah belanjanya untuk membeli baju baruku?

Kemudian tibalah saat mereka menginjak bangku kuliah.

Ketika Denise berangkat kuliah, Aileen dapat mendengar orang tuanya tiada henti-hentinya membanggakan Denise kepada setiap orang. Saat itu rasanya tiada hari ia tidak mendengar mereka menyebut betapa bangganya mereka pada putri mereka yang cantik dan cerdas itu.

Kemudian tibalah saatnya ia menginjak bangku kuliah. Aileen tidak mengharapkan banyak ketika mereka mengijinkannya kuliah di luar negeri. Namun ia tidak pernah menduga inilah awal keluhan orang tuanya yang tidak berkepanjangan.

Setiap saat mereka selalu mengeluhkan besarnya pengeluaran mereka. Setiap saat mereka mengeluhkan ketatnya keuangan mereka. Namun, setiap saat pula Aileen melihat ibunya dan Denise berjalan-jalan di kawasan pertokoan elit. Dan setiap saat rentengan berlian tidak meninggalkan mereka.

Selama empat tahun ia meninggalkan rumah, ia tidak pernah berkeinginan pulang. Ia memang enggan bertemu dengan orang tua yang hanya tahu memarahinya dan tidak pernah memujinya tak peduli prestasi yang ia raih. Tetapi, bukan itu satu-satunya alasan keengganannya pulang. Ia harus menghemat setiap sen yang ia peroleh dengan susah payah demi kelanjutan kuliahnya.

Sering dalam tahun-tahun terakhir ini Aileen bertanya-tanya mengapa orang tuanya tidak memecat salah seorang pelayan mereka? Apakah mempekerjakan seorang pelayan lebih penting dari masa depan putrinya? Mengapa ibunya tidak menjual perhiasan-perhiasannya yang mahal itu untuk setidaknya membiayai perjalanan mereka ke wisudanya? Apakah bisnis keluarga mereka telah sedemikian buruknya sehingga mereka tidak dapat membeli tiket pesawat pulang untuknya?

Aileen tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menggantung di kepalanya itu namun ia dapat memastikan besarnya cinta kedua orang tuanya pada Denise.

Aileen tidak pernah mendengar mereka mengeluhkan Denise tidak peduli betapa pun egoisnya Denise. Aileen tidak pernah melihat orang tuanya memarahi Denise walau hingga ia menikah, ia tidak pernah bekerja.

Ini semua adalah salahnya sendiri, Aileen menyadari. Mengapa ia tidak pandai merengek? Mengapa ia tidak bisa bermanja-manja pada orang tuanya? Bukankah itu yang selalu digunakan Denise untuk mendapatkan apapun yang diinginkannya? Tetapi, Aileen juga menyadari, ia bukanlah gadis seperti itu, gadis yang bermulut manis ketika menginginkan sesuatu.

Sialnya, orang-orang pada umumnya menyukai gadis yang pemanja.

Akankah Evans memilih Denise?

Aileen termenung.

Satu yang jelas, ia bukan tipe gadis Evans. Sejauh yang Aileen ketahui, para gadis Evans adalah wanita cantik yang glamour dan seksi. Dan, dari penampilan mereka, Aileen percaya mereka adalah wanita yang tahu bagaimana memanfaatkan pesonanya untuk mendapatkan keinginannya persis seperti Denise!

Evans sebagai seorang presiden direktur muda pasti menginginkan seorang pendamping yang dapat ia banggakan. Dari sekian wanita, ia pasti memilih wanita cantik yang menarik dan pandai.

Semakin Aileen memikirkannya, semakin sedih hatinya. Semakin ia merasakan bedanya cinta kasih orang tuanya, semakin putus asa ia.

Di saat ini ia ingin Evans ada di sisinya. Ia ingin memeluk Evans erat-erat.

Jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja.

Bisakah ia berpegang pada pernyataan itu? Bisakah ia menghapus segala keraguannya demi pernyataan itu?

Aileen ingin mencoba. Ia ingin memberi dirinya sendiri kesempatan. Namun ia terlalu menyadari kenyataan hingga takut menyongsong hari esok. Tak sampai setahun lalu Geert Balkanende juga menemui orang tuanya dengan tujuan yang serupa dengan Evans. Kala itu Geert percaya bila ia berhasil mendapatkan dukungan orang tuanya, maka mendapatkan hatinya hanyalah masalah waktu.

Waktu itu Geert tergila-gila padanya. Segala hal telah dilakukannya untuk menaklukannya. Segala cara telah diupayakannya untuk mendapatkan hatinya. Namun, sayangnya, ia tidak pernah berhasil menanamkan benih cinta di hatinya.

Sekarang Evans& Aileen tidak tahu bagaimana pemuda itu memandangnya. Ia tidak mengerti bagaimana posisinya di dalam hati pemuda itu. Di mulutnya, ia selalu mengatakan ia serius ingin menikahinya. Di sikapnya, ia menunjukkan perhatiannya. Namun ia tidak pernah mengutarakan perasaannya!

Seorang gentleman tidak pernah sadar ketika ia membuat hati seorang wanita tergetar oleh tindakannya. Seorang gentleman tidak pernah tahu seorang wanita telah jatuh hati padanya hanya karena sanjungannya.

Evans adalah seorang gentleman. Ia tahu bagaimana menghormati seorang wanita. Ia adalah seorang yang berbakat dalam menyanjung seorang wanita.

Evans juga seorang businessman yang tahu cara mengontrol situasi. Ia adalah seseorang yang menyadari pesonanya.

Dalam kehidupannya, berpuluh-puluh wanita jatuh cinta pada pesonanya. Dalam kesehariannya, berpuluh-puluh wanita mencoba mendapatkan perhatiannya. Bagi Evans, menghadapi para wanita pemikat adalah makanan sehari-hari.

Karenanya, Aileen menegaskan pada dirinya sendiri dengan sedih, " Aku bukan siapa-siapa." Kecuali kotoran di mata orang tuanya.

Aileen menatap kopernya di lantai. Ia enggan membongkar isi koper itu. Sama enggannya dengan ketika Evans menyuruhnya mengepak semua barangbarangnya di rumah keluarga Wilder.

Bertentangan dengan keinginan Evans, Aileen hanya membawa pulang barangbarang yang sudah tidak ia perlukan lagi.

Walau enggan pulang, Aileen menyadari hanya tempat inilah yang bisa menjadi gudangnya hingga ia meninggalkan nama LaSalle. Maka, Aileen berlutut di lantai dingin dan membongkar isi kopernya.

RatuBuku

Chapter 12

" Kudengar hari ini Evans akan datang membicarakan rencana perkawinan dengan seorang LaSalle."

Aileen melihat Denise dengan enggan. Hanya itukah yang bisa ia ucapkan dalam pertemuan pertama dengan adik yang tidak dilihatnya untuk beberapa waktu?

" Menurutmu siapa yang akan ia nikahi?" Denise duduk di tempat tidur Aileen.

Aileen tidak ingin menjawab. Ia melihat Denise mulai memeriksa barangbarangnya dengan penuh ingin tahu.

Aileen tidak mengerti mengapa bisa ada seorang yang sedemikian uniknya. Denise selalu murka bila ia memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Denise selalu mengomel ketika ia menyentuh barangnya tanpa seijinnya. Namun, Denise selalu memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu dan selalu memeriksa barang-barangnya tanpa seijinnya. Denise juga tanpa persetujuannya, mengambil barangnya yang ia minati.

" Aku tidak tahu," Aileen menjawab jujur.

" Apa menurutmu ia ingin menikahiku?" Denise bertanya penuh antusias.

" Kau sudah menikah," Aileen mengingatkan dengan nada dingin.

" Geert, maksudmu!?" suara Denise meninggi menunjukkan

ketidakpercayaannya, " Dia adalah pria yang paling membosankan yang pernah kutahu. Kau bisa memilikinya kalau kau mau."

Untuknya? Dalam hati Aileen tersenyum sinis. Tidak biasanya Denise merelakan barang yang sudah tidak diminatinya lagi. Bahkan baju yang sudah kekecilan pun tidak pernah Denise relakan untuknya.

" Geert benar-benar membosankan. Tiap hari kerjanya hanya mengomel," Denise untuk pertama kalinya mengeluhkan Geert kepada Aileen, " Dia adalah pria yang terpelit di dunia! Keluarganya kaya raya seperti itu tetapi ia tidak pernah rela mengeluarkan uang walau hanya satu sen!"

Aileen sudah mengetahuinya jauh sebelum Denise mengenal Geert. Sifat hemat Geert yang keterlaluan inilah yang membuat Aileen tidak pernah benar-benar terkesan padanya. Ketika menemaninya berbelanja, Geert selalu mengomentari barang-barang yang ia pilih walau Aileen selalu membayar sendiri barang belanjaannya. Dibandingkan kualitas, Geert lebih menyukai harga.

Aileen tidak pernah meminta Geert memberinya sesuatu. Geert juga tidak pernah memberinya hadiah. Namun Geert selalu berkata seakan-akan ia sering meminta barang mahal. Aileen mengakui dalam beberapa kesempatan ia mengutarakan keinginannya akan sesuatu tetapi Aileen tidak pernah berniat menyuruh Geert membelikan barang itu untuknya. Aileen hanya mengutarakannya seperti yang selalu ia lakukan kepada Sigrid ketika ia tertarik akan sesuatu. Aileen hanya berbagi dengan teman!

Karena sifat-sifat Geert inilah, Aileen tidak pernah merasa Denise dan Geert adalah pasangan yang serasi. Karena perbedaan sifat mereka pula Aileen tidak terkejut mendengar keluhan Denise. Entah mengapa Aileen juga tidak terkejut mendengar ketertarikan Denise pada Evans.

Aileen sudah mengetahui tujuan Denise pulang sejak ia mendengar kedatangannya. Ia tidak perlu menebak alasan Denise ingin menjadi seorang Renz. " Apa yang akan kaulakukan kalau Evans melamarmu?" Aileen tidak dapat menahan keingintahuannya.

" Mudah. Aku akan menceraikan Geert," Denise menjawab ringan.

Ah, tentu saja. Itulah yang selalu dilakukan Denise ketika ia menemukan pria yang lebh baik dalam ukurannya, bukan?

" Jangan terus-terusan bermain komputer!" Denise melabrak, " Apa kau tidak tahu berapa pengeluaran listrik kita tiap bulannya!? Pengeluaran kita selalu membengkak selama kau ada! Apa sih yang kau cari di internet!?"

" Mencari pekerjaan," Aileen menjawab singkat.

Itulah seorang Aileen LaSalle di mata keluarganya. Ia adalah benalu di rumah ini. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain menghabiskan uang!

Bila ia adalah seorang parasit, Aileen berpikir, apakah Denise? Sejak kelulusannya hingga pernikahannya, pekerjaan Denise hanya bersantai-santai di rumah dan berbelanja di pertokoan elit.

" Sebaiknya kau segera menemukan pekerjaan," Denise memulai ceramahnya, " Jangan terlalu pemilih. Yang terpenting adalah kau menemukan pekerjaan.

Kasihan Papa dan Mama. Mereka sudah tua. Nanti kalau kau sudah mempunyai pendapatan tetap, beri Papa Mama uang bulanan."

Aileen hanya mengangguk dengan memendam kekesalannya.

Mengapa Denise tidak perlu mencari pekerjaan? Mengapa Denise tidak pernah berpikir untuk mengurangi beban orang tuanya? Lagipula, sebesar apapun pendapatannya, ia tidak akan dapat menyaingi pendapatan usaha orang tuanya. Seluruh pendapatan bulanannya tidak ada artinya bagi mereka.

Aileen, seperti biasa, hanya memendam kekesalannya. Demi menghindari omelan yang lebih panjang, Aileen mematikan laptopnya.

" Sini aku lihat, pekerjaan apa yang kaupilih," Denise mendekat tepat ketika laptopnya padam.

" Pelit!" Denise mengeluh dengan nada manja khasnya.

Aileen meringkas laptopnya tanpa banyak bicara.

Denise mengalihkan perhatiannya pada buku-buku Aileen yang belum ia simpan di atas meja.

" Buku lagi& buku lagi& ," komentar Denise, " Untuk apa kau membeli buku sebanyak ini? Kau juga tidak mungkin membaca semuanya. Kau hanya menghamburkan uang!"

Mana yang lebih berguna? Baju, perhiasan atau buku?

Aku membelinya dengan uangku sendiri! Aileen ingin sekali berseru. Namun, lagi-lagi, ia hanya memendamnya.

Aileen tidak mengerti apakah ini adalah sifatnya atau kebiasaannya. Aileen hanya mengerti tidak ada gunanya ia mengutarakan semua emosi yang terpendam ini. Baik Denise maupun orang tuanya tidak akan mendengarnya. Bagi mereka, Aileen LaSalle selalu berbuat salah. Aileen LaSalle tidak pernah membuat keputusan benar!

" Mama pasti marah kalau melihat ini," Denise membuka buku-bukunya satu per satu.

Dan ia tidak pernah mengeluhkan belanjaan Denise yang selalu menumpuk walau pada akhirnya Denise tidak pernah mengenakannya.

Aileen mengambil buku-buku di meja dan menyimpannya dalam laci meja yang sudah penuh oleh buku.

" Sebentar lagi Evans akan datang," Denise memperhatikan jam dinding dan ia memperingati Aileen dengan tajam, " Jangan membuat malu lagi! Mama marah besar waktu gosip itu beredar."

Aileen tahu. Mereka yang tidak pernah menanyakan kabarnya itu bahkan sampai merepotkan diri dengan menelepon rumah keluarga Wilder hanya untuk memarahinya.

" Untung saja sampai sekarang tidak ada yang tahu siapa wanita dalam foto itu," lanjut Denise, " Kalau tidak, Papa pasti sudah mengusirmu."

Aileen hanya berdiam diri. Ia bisa memastikan orang tuanya tidak akan berkomentar bila gadis dalam gosip itu adalah Denise.
Aileen Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bukankah ini yang selalu terjadi? Tidak peduli besarnya kesalahan yang diperbuat Denise, mereka selalu berpihak kepadanya. Tidak peduli betapa hebatnya keberhasilan yang ia capai, mereka selalu menganggapnya biasa.

Begitu besarnya beda perlakuan mereka sehingga Aileen sering bertanya-tanya apakah ia adalah anak kandung LaSalle.

Terdengar suara mobil mendekat.

" Evans datang!" Denise langsung berlari ke pintu.

Aileen pun mengikuti langkah kaki Denise.

" Evans, lama tidak bertemu," Denise menyambut kedatangan Evans Renz dengan manja. " Kau tambah lama tambah menarik saja."

Evans tertawa. " Apa aku juga menarik untukmu?"

" Tentu saja! Engkau adalah pemuda yang tampan dan menarik," Denise memamerkan kekagumannya, " Apa mungkin ada wanita yang tidak jatuh cinta padamu?"

Lagi-lagi pujian manja Denise membuat Evans tertawa, " Engkau memang pandai berbicara."

Aileen hanya berdiri di sisi lain ruangan dan memperhatikan mereka.

" Ayo kita menemui Mama," Denise merangkul lengan Evans, " Mereka sudah menanti kedatanganmu," ia dengan tergesa-gesa menarik Evans ke ruangan tempat kedua orang tuanya menanti kedatangan Evans.

Aileen memperhatikan Evans mengikuti Denise dengan senyum lebar senyum yang tidak pernah ia lihat.

Inilah Evans yang sesungguhnya, Aileen berpikir. Dan inilah tipe wanita yang ia sukai, Aileen telah melihatnya dengan jelas.

Evans tidak pernah tertawa segembira itu bersamanya. Evans tidak pernah terlihat sebahagia itu. Dan& Evans tidak pernah memujinya.

Apakah ia masih harus ke sana dan mendengar pembicaraan mereka? Aileen bertanya-tanya. Apakah ia harus mendengar lagi pandangan orang tuanya akan dirinya? Apakah ia harus menghadapi lagi kekalahan?

Tanpa ia sadari, kakinya sudah melangkah ke pintu ruangan tempat Denise dan Evans menghilang.

Aileen menatap pintu yang tertutup rapat itu dengan perasaan campur aduk. Ia takut. Ia enggan. Ia sedih. Tapi ia juga ingin tahu.

Suara tawa riang dari dalam ruangan membuat Aileen merasa kian tersisihkan.

" Kau memang luar biasa. Tak heran Kathy begitu membanggakanmu."

Pujian senada! Aileen tersenyum sinis.

Josef LaSalle pasti sedang berusaha mendapatkan hati Evans Renz.

" Bibi terlalu memuji," Evans merendahkan diri.

" Kurasa tidak," Fanny berkomentar, " Kau pasti tidak terpilih menjadi presiden direktur karena orang tuamu."

" Tentu saja!" Denise langsung menyahut, " Evans ditunjuk menjadi presiden direktur karena kemampuannya!"

" Kalian membuatku khawatir mengecewakan kalian."

" Aku tahu kau tidak akan pernah mengecewakan orang lain." Fanny berkata mantap.

Aileen juga mempercayainya. Evans adalah seorang pemuda yang tahu bagaimana mendapatkan kepercayaan lawan bicaranya. Ia tahu dengan baik bagaimana menguasai keadaan. Bagaimanapun juga ia juga adalah seorang businessman yang pandai.

" Jadi, apa yang membuatmu datang?" akhirnya Josef Renz bertanya.

" Aku ingin membicarakan rencana pernikahanku dengan Aileen," Evans langsung berbicara pada topik utama tanpa mengetahui keadaan yang sebenarnya.

" Aileen?" Denise terkejut, " Apa hubunganmu dengan Aileen?"

" Kurasa kalian pasti sudah tahu kami adalah kekasih."

" Kekasih!?" suara kekagetan Denise kian meninggi.

" Evans," Josef berkata bijaksana, " Aku mengerti kau merasa bertanggung jawab atas gosip lalu. Aku ingin kau mengerti kami tidak menyalahkanmu atas semua itu. Kejadian yang memalukan itu murni kesalahan Aileen. Aileen pasti telah membuatmu kerepotan dengan menyebarkan gosip rendahan itu."

" Kami tidak meminta pertanggungjawabanmu atas masalah itu," Fanny turut turun suara, " Kami juga sudah memarahi Aileen. Aileen pasti tidak akan melakukan kebodohan yang sama."

Itulah yang mereka lihat, hati Aileen memberitahu Evans dengan kecut.

Aileen ingin melihat reaksi Evans namun apa yang dapat diketahuinya dari balik pintu yang tertutup rapat kecuali isi pembicaraan mereka?

" Itu bukan kesalahan Aileen. Berita itu adalah kenyataan."

" Evans," lagi-lagi Josef menasehati dengan bijaksana, " Kau memang seorang yang baik hati. Kau rela mengorbankan dirimu sendiri demi Aileen. Aku benarbenar terharu. Tetapi, Evans, Aileen bukanlah gadis yang pantas untukmu. Ia adalah seorang anak yang keras kepala dan egois."

" Benar," Evans mengakui, " Ia memang keras kepala."

Itukah seorang Aileen LaSalle di mata Evans Renz?

" Kau tidak perlu menyelamatkan muka Aileen," Fanny juga menasehati Evans, " Biarlah Aileen menanggung sendiri akibatnya. Ia berani berbicara besar maka ia juga harus berani menanggung resikonya."

" Berita itu benar, Paman. Aku ingin meninggalkan status lajangku. Aku ingin menjadi hubungan keluarga dengan LaSalle."

" Kami pun juga ingin hubungan keluarga kita menjadi lebih erat."

" Kalau kau ingin menikahi seorang LaSalle, mengapa harus Aileen?" tanya Fanny.

" Apa maksud Bibi?"

" Di antara Denise dan Aileen, siapakah yang ingin kaulindungi?"

" Mengapa Bibi menanyakannya?" Evans keheranan.

" Jawablah," desak Josef, " Siapakah di antara mereka yang membuatmu ingin menjaganya? Siapa yang menurutmu lebih manis?"

" Tentu saja Denise."

Jawaban spontan itu mengirimkan sengatan tajam di dada Aileen sehingga seluruh tubuhnya membeku.

" Denise adalah seorang wanita cantik yang mempesona. Ia memberikan kesan mungil dan menggemaskan. Aku percaya tidak ada pria yang tidak ingin melindungi seorang wanita semanis Denise."

Ini adalah jawaban serupa yang diberikan Geert Balkanende setahun lalu.

" Bukankah lebih baik kau menikahi Denise?" tanya Josef.

" Maksud Paman?"

" Denise lebih cantik, dewasa juga lebih pandai dari Aileen. Ia pasti lebih bisa membahagiakanmu daripada Aileen. Aileen hanyalah seorang gadis liar yang menyusahkan. Ia bukan seorang yang bisa kau atasi. Kami sering dibuat marah dan pusing tujuh keliling olehnya."

" Aku tidak ingin putriku menjadi penyebab rusaknya nama baik keluarga Renz," tambah Josef. " Aileen terlalu liar untukmu. Sebaliknya, Denise adalah seorang gadis manis yang penurut," dan ia mengingatkan, " Bahkan kau sudah mengakuinya."

" Denise sudah menikah, Bibi," Evans mengingatkan.

" Tidak apa-apa. Ia bisa menceraikan Geert dan menikah denganmu."

" Denise pasti lebih cocok untukmu daripada Aileen," Josef mengulangi pendapatnya. " Aku percaya Denise bisa menjadi seorang istri yang kau banggakan."

Evans terperanjat. " Apakah kau akan melakukan itu, Denise?" ia memperhatikan Denise lekat-lekat.

Mata Aileen meredup. Hatinya hancur tetapi air mata kepedihannya terus menyiksa bola matanya yang panas.

" Tentu saja," Denise menjawab manja, " Aku akan melakukan apa pun demi engkau."

Mengapa ini harus selalu terjadi padaku!? hati Aileen menjerit pedih, MENGAPA!!!??

Aileen meninggalkan tempatnya berdiri. Ia tidak perlu mendengar jawaban Evans karena ia sudah mendengarnya berpuluh-puluh kali. Ia tidak ingin mendengar lagi jawaban yang menyakitkan itu terutama dari mulut satu-satunya pria yang benar-benar ia cintai.

Evans tidak mempunyai alasan untuk menolak tawaran itu. Ia adalah seorang pria normal, pria yang lebih menyukai wanita manja dan lemah.

Selalu dan selalu begini. Setiap teman prianya yang berkenalan dengan Denise pasti lebih memilih Denise daripada dirinya. Selalu dan selalu orang tuanya mengajukan Denise pada pemuda yang di mata mereka berpotensial. Selalu dan selalu mereka berhasil membujuk pemuda-pemuda yang menjadi teman dekat Aileen. Bahkan Geert Balkanende yang tergila-gila padanya sanggup mereka taklukan apalagi seorang Evans.

Bukankah pemuda itu tidak melihatnya ketika ia bersama Denise? Ia bahkan tertawa riang tanpa menyadari keabsenannya!

Aileen percaya satu-satunya pria yang membuat orang tuanya tidak berusaha merebutnya dari sisinya adalah pria dari kalangan biasa atau ke bawah. Hanya pria-pria yang di mata mereka miskin itulah yang tidak pantas untuk putri kesayangan mereka.

Satu-satunya pria yang akan mereka restui untuknya adalah pria menengah ke bawah.

Sebelum mengetahui nama besar keluarga Balkanende, mereka mengacuhkan Geert. Sebelum mengetahui usaha keluarga Balkanende, mereka memandang rendah Geert. Hanya setelah mereka mengetahui siapa sebenarnya seorang Geert Balkanende, nilai pemuda itu naik di mata mereka. Hanya setelah mereka mengetahui Geert Balkanende adalah putra tunggal keluarga Balkanende yang mempunyai nama harum di usaha pelayaran, mereka mulai merebut Geert untuk Denise.

Jika di awal Geert Balkanende hanya seorang pemuda dari luar negeri, maka setelah mereka mengetahui Balkanende manakah Geert termasuk, Geert Balkanende adalah seorang pemuda berpotensial yang pantas untuk Denise.

Sejak saat itu tidak ada saat tanpa orang tuanya mengumandangkan keunggulan Denise dibandingkan dirinya. Sejak saat itu pula tiada kesempatan yang disiasiakan orang tuanya untuk mengajukan Denise. Sejak saat itu pula Denise tiada henti-hentinya mendekati Geert.

Aileen tidak pernah mempedulikan perlakuan mereka saat itu. Ia juga telah terbiasa oleh tingkah laku mereka untuk merasa sakit hati. Apa yang mereka lakukan pada saat itu adalah cerita lama. Demikian pula yang baru saja terjadi. Suami istri LaSalle mengunggulkan putri pertama mereka ketika seorang pemuda menunjukkan ketertarikannya pada sang putri pembangkang.

Karena itulah, " Kau juga bukan untukku, Evans," bisik Aileen dari balik jendela kamarnya ketika ia melihat pemuda itu meninggalkan rumah dengan tergesagesa.

Akhirnya sebulir air mata lepas dari ujung mata Aileen.

RatuBuku

Chapter 13

Aileen duduk termenung memandang air mancur di tengah taman. Sudah lama ia tidak duduk di taman kota ini, taman kota yang penuh kenangan manis. Enam bulan tepatnya ia meninggalkan kota ini. Itu artinya enam bulan sudah ia tidak bertemu Evans.

Banyak sudah yang terjadi dalam enam bulan ini dan tak terhitung lagi hal yang telah berubah dalam waktu setengah tahun ini. Tetapi ketika Aileen memandang kembali kejadian lampau, peristiwa itu serasa baru kemarin terjadi.

Enam bulan, setelah mendengar pembicaraan Evans dan orang tuanya, Aileen menyiapkan koper. Ia berencana meninggalkan rumah. Ia tidak sanggup lagi hidup bersama keluarganya. Ia tidak sanggup lagi menanggung perasaan kecewa dan sedih di hatinya. Ia lebih tidak sanggup melihat pernikahan Denise dan Evans.

Ketika Geert mengkhinanati nya, Aileen menolak menghadiri pernikahan mereka karena ia enggan melihat kebanggaan orang tuanya akan pernikahan putri kesayangan mereka. Kali ini ia menolak hadir karena hatinya terlalu sakit untuk merestui pernikahan Evans dengan wanita lain terutama Denise. Kali ini Aileen tidak akan menghadiri pernikahan Denise tak peduli siapapun yang membujuknya, tak peduli betapa menyebalkannya omelan orang lain.

Sebelum niat Aileen kesampaian, orang tuanya dan Denise mendahuluinya. Mereka memanggil dan memarahinya atas gosip antara dia dan Evans yang sudah terjadi sebulan sebelumnya.

Aileen tidak terlalu kaget oleh panggilan mereka. Ketika orang tuanya menelepon rumah keluarga Wilder, Aileen sudah tahu hal ini akan terus menerus menjadi catatan hitamnya. Ketika ia pulang, ia juga sudah menduga cepat atau lambat orang tuanya akan memarahinya lagi atas peristiwa itu. Ia juga tidak terlalu kaget ketika kemarahan mereka berpuncak pada pengusirannya.

Hanya saja, Aileen tidak menduga ternyata di mata Evans, ia adalah seorang gadis murahan yang mudah dibujuk dan dibawa pulang.

Sering, ketika ia teringat peristiwa lalu, Aileen menyalahkan dirinya sendiri. Mengapa ia tidak pernah bersikap lebih tegas pada Evans? Ia selalu bisa bersikap tegas pada pemuda-pemuda lain. Ia selalu bisa menguasai keadaan ketika bersama pemuda lain namun mengapa tidak ketika ia bersama Evans!? Mengapa ia selalu membiarkan Evans membuat keputusan untuknya? Mengapa ia tidak pernah menolak ketika Evans memaksanya?

Memaksa? Evans tidak pernah memaksanya. Evans hanya menyuruhnya. Evans hanya membuat keputusan untuknya. Evans hanya mengarahkannya. Ialah yang selalu menuruti Evans. Dia seorang yang melakukan permintaan Evans tanpa protes!

Aileen memainkan cincin berlian di jari manis kanannya. Evans adalah orang yang memasangnya. Evans juga menegaskan hanya dia seorang yang berhak melepaskannya. Namun ia tidak harus mendengarnya bukan? Evans tidak akan tahu bila saat ini ia melepaskannya. Evans juga tidak akan peduli. Hanya dia yang masih berpegang pada perkataan Evans. Hanya dia seorang!

Apakah gunanya sekarang ia mengeluhkan kelemahan pendiriannya di hadapan Evans? Semuanya telah terjadi. Evans juga tidak akan kembali.

Entah bagaimana kabar Evans. Entah bagaimana pula perkembangan rencana pernikahan Evans dan Denise.

Beberapa saat setelah ia meninggalkan rumah, gosip perceraian Denise tersebar luas di seluruh pelosok dunia. Tiap orang sibuk membicarakan kaitan Evans dengan perceraian mereka. Begitu ramainya pemberitaannya sehingga tak seorang pun yang tidak mengetahuinya. Namun, beberapa saat setelahnya berita itu menghilang dengan tiba-tiba. Setelahnya, ia tidak pernah lagi melihat Evans masuk koran maupun gosip. Ia juga tidak mendengar gugatan cerai Denise.

Mungkinkah Evans menutup mulut semua orang demi nama baik Renz? Mungkinkah Evans menyuruh Denise menunda pengajuan cerainya demi mencegah gosip lebih lanjut? Bila dipikir-pikir, semua itu mungkin saja.

Denise dan Geert baru saja menikah. Usia pernikahan mereka tidak lebih panjang dari usia jagung muda. Apa yang akan digosipkan orang-orang bila mereka bercerai secepat itu? Bukankah orang-orang sering berkata bulan-bulan pertama pernikahan adalah masa yang paling indah?

Mungkinkah pernikahan mereka dilangsungkan beberapa bulan setelah perceraian Denise? Mungkinkah mereka akan memintanya datang ke pernikahan mereka seperti ketika Denise memintanya hadir sebagai pengiringnya di pernikahannya dengan Geert?

Mengingat harga diri Kathy Renz dan sifatnya yang gila hormat, wanita itu pasti tidak mau nama keluarga Renz ternoda. Ia dengan segala macam cara, pasti bisa membuat Evans menunda pernikahannya.

Evans sama sekali tidak mau merepotkan dirinya ketika gosip tentang mereka beredar. Tetapi ia langsung mengambil tindakan ketika gosip hubungannya dengan Denise dibicarakan orang-orang. Evans mau melakukan segala sesuatu untuk mencegah pandangan buruk orang lain pada Denise tetapi ia tidak mau memusingkan diri dengannya.

Sakit& Hati Aileen selalu sakit setiap kali ia teringat akan mereka berdua. Sering Aileen bertanya-tanya, dari sekian banyak perubahan, mengapa hanya rasa sakit di hati ini yang tidak pernah berubah? Mengapa tidak sedikit pun ia bisa melupakan Evans?

Ketika ia masih kecil, ia dapat dengan mudah melupakan Evans dan juga segala khayalan-khayalannya akan pemuda itu. Kini, ketika ia menyadari dalamnya perasaannya kepada pemuda yang memenuhi hidup hingga mimpi-mimpinya itu, melupakan Evans adalah sebuah hal yang hampir mustahil. Tetapi Aileen tetap ingin berusaha dan harus!

Ia masih ingin merajut kisah cinta yang indah. Ia masih ingin menikah dan mempunyai anak-anak yang manis dan lucu. Karenanya, ia tidak bisa terus terlena dalam khayalannya. Ia harus menemukan pria lain. Tetapi... akankah itu terwujud?

Dulu, ketika hatinya menjadikan Evans sebagai model pria idamannya, ia tidak pernah menemukan pria yang dapat benar-benar ia cintai. Sekarang, ketika ia pernah hanya beda selangkah mendapatkan tipe kekasih idealnya, akankah hatinya mau menambatkan diri pada pria lain?

Dalam jalan pintas terburuknya, Aileen berencana untuk menerima begitu saja cinta pria yang menyatakan cinta padanya.

Melakukan tidak pernah semudah mengucapkan.

Di kantor tempatnya bekerja, ada beberapa pria yang dengan terus terang menunjukkan ketertarikan mereka padanya. Beberapa juga sering mengajaknya pergi. Namun setelah pergi sekali bersama mereka, Aileen kehilangan semua niatnya untuk menerima ajakan mereka. Bahkan, Aileen mengakui, sekarang ia jauh lebih parah dari sebelum ia bertemu Evans. Niatnya sering tiba-tiba hilang tak lama setelah ia menerima ajakan mereka. Rekor tercepatnya adalah satu menit dan yang terlama adalah satu hari!

Hanya satu yang membuatnya tetap pergi bersama mereka: keinginan untuk melupakan Evans Renz! Tetapi itu tidak cukup untuk membuatnya memberi kesempatan kedua. Keinginan itu tidak sekuat dan sedalam perasaan yang memenuhi hati yang hancur ini!

Jalan paling akhir yang akan ia ambil, Aileen memutuskan, adalah menjadi perawan seumur hidup!

Hidup seorang diri tidak buruk. Ia bisa hidup bebas tanpa ada yang akan mengatur. Ia bebas menghambur-hamburkan uangnya. Tidak ada yang mengomel jika ia membeli banyak buku. Ia bisa membeli rumah sendiri dan merenovasinya sesuka hati. Ia juga bisa mengumpulkan banyak uang untuk mendirikan panti asuhan. Ia juga bisa mengadopsi bayi bila ia benar-benar menginginkan seorang anak. Ia pasti tidak akan kesepian!

Aileen memutuskan!

Ia pasti akan mengecewakan Sigrid yang berusaha memperkenalkannya pada teman-teman Mario, kekasihnya. Ia pasti akan mengecewakan Helena yang membantunya mencari pria baik di antara para pelanggan restoran mereka. Namun, Aileen tidak akan mengecewakan dirinya sendiri.

Aileen merasa ia lebih baik hidup sendiri daripada menikahi seorang pria yang tidak ia cintai. Pria tersebut mungkin akan senang hidup bersamanya namun apakah ia bisa tetap bahagia jika ia mengetahui sang istri tidak pernah mencintainya? Daripada memaksa hatinya melakukan sesuatu yang sulit, lebih baik ia mengisi hidupnya dengan hal-hal yang menyenangkan untuk melupakan sakit di hatinya. Anak-anak asuhnya pasti bisa mengisi kehausan hatinya akan cinta. Keceriaan mereka pasti bisa mengisi kehampaan hatinya.

Ia tidak akan memaksa lagi hatinya melupakan Evans. Akar cinta di dalam hatinya sudah terlalu kuat untuk dicabut. Daripada memikirkan cara membuang perasaan itu. Bukankah lebih baik ia memikirkan cara untuk mengalihkan perhatiannya?

Aileen memandang langit sore musim dingin yang gelap gulita. Matanya terpaku pada bintang malam yang dengan malu-malu menampakan wajah dari balik awan. Ia teringat saat Evans membawanya ke planetarium. Walau menganggap melihat bintang adalah pekerjaan yang membosankan dan tiada artinya, Evans dengan telaten menemani Aileen. Ia juga tidak berusaha mengingatkan Aileen akan waktu yang telah mereka habiskan di sana. Ia hanya diam menemani Aileen memuaskan diri. Waktu itu Aileen begitu tersentuh oleh ketelatenan Evans. Saat ini pun hatinya terharu teringat sikap Evans yang tidak mungkin ia temui pada pria manapun.

Alangkah sangat menyenangkan bila ia sanggup melupakan kenangan pahit. Alangkah sangat menyenangkan bila ia terus hidup bersama kenangankenangan bahagia bersama Evans.

Mungkin, saat ini hal tercepat yang bisa ia lakukan untuk memulihkan diri adalah melupakan kenangan pahit bersama Evans dan terus mengenang kenangan manis yang Evans berikan.

Aileen tidak melepaskan mata dari bintang-bintang yang menghiasi langit malam. Keluarga Wilder tidak akan mencarinya. Mereka tahu ia pergi ke taman kota. Ia juga berjanji akan pulang untuk makan malam.
Aileen Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ini sungguh konyol! Wilder bukanlah keluarga kandungnya namun mereka lebih mencintainya melebihi keluarganya sendiri. Ketika ia diusir orang tuanya, Wilderlah yang menerimanya dengan tangan terbuka. Ketika ia tidak punya tempat bersandar, Wilderlah yang menopangnya.

Keluarga inilah yang membuatnya terus bertahan hingga detik ini. Keluarga inilah yang terus mendukungnya sehingga sekarang ia mempunyai karir yang cukup menjanjikan. Keluarga ini pula yang terus memperhatikannya sehingga Aileen tidak pernah merasa terlantar.

Aileen tidak tahu kapan lagi ia bisa kembali ke taman ini. Untuk itu, ia memutuskan untuk duduk selama mungkin di taman yang penuh kenangan manis bersama Evans ini.

" Untukmu," seseorang mengulurkan crepe coklat.

Aileen membelalak kaget. Matanya memandang pemuda di hadapannya dengan penuh luka dan kerinduan.

Evans mengambil tangan Aileen dan menyerahkan crepe coklat di tangannya kepada Aileen. " Kau memang suka melamun di sini sambil memperhatikan langit. Kalau kau sedemikian sukanya langit, mengapa kau tidak memberitahuku? Aku bisa membangun planetarium khusus untukmu."

Aileen memperhatikan Evans duduk di sisinya dengan panik.

Mengapa Evans di sini? Mengapa ia bisa berada di sini!??

" Daripada duduk seorang diri di tempat berbahaya seperti ini, terutama dalam cuaca dingin, bukankah lebih baik kau duduk di tempat yang hangat dan aman," Evans tersenyum pada Aileen. Lalu ia memperhatikan Aileen, " Lihatlah dirimu. Kau tahu ini adalah musim dingin tetapi kau masih mengenakan baju tipis. Aku akan sangat bersyukur pada Tuhan kalau kau tidak jatuh sakit karenanya." Evans melepas jaket panjangnya. " Kenakan," ia menyerahkannya pada Aileen.

Aileen tersentuh. Hanya Evans satu-satunya pria yang ia ketahui akan berbuat seperti ini. Tangan Aileen bergerak menerima mackingtosh itu namun tiba-tiba ia sadar ia tidak dapat dan tidak boleh!

Evans tidak menanti Aileen. Ia menyampirkan jaketnya di pundak Aileen. " Seharusnya begini," ia puas atas perlindungan Aileen terhadap udara dingin.

Tidak! Aileen menyadari. Evans tidak seharusnya berada di sini. Ia tidak mungkin menemuinya. Ia tidak akan menemuinya tanpa suatu alasan. Wajah Aileen serta merta memucat. Dadanya kembali terasa sesak.

Aileen tidak sanggup melihat Evans. Aileen tidak sanggup mendengar Evans mengatakan sendiri rencana pernikahannya dengan Denise! Aileen meletakkan crepe coklat pemberian Evans di antara mereka dan berdiri.

" Mengapa kau pergi, Aileen?" Evans menggenggam tangan Aileen erat-erat. " Mengapa kau menghilang? Katakan apa salahku sehingga kau menghindariku seperti seorang penjahat?" Evans memohon.

Aileen tidak berani mempercayai suara yang terluka itu.

" Katakan, Aileen, kesalahan apa yang telah kuperbuat sehingga kau memperlakukanku seperti ini," desak Evans.

Apakah Evans perlu membuktikan sendiri dalamnya luka di hatinya?

" Aku mencarimu ke mana-mana."

Bohong! Evans bahkan tidak pernah mencoba mencarinya. Setelah meninggalkan rumah, Aileen masih sempat tinggal bersama keluarga Wilder untuk beberapa hari sebelum ia pindah ke kota lain. Ia juga tidak mengurung diri di dalam kamar. Dalam hari-hari itu ia sering meninggalkan rumah untuk wawancara kerja. Ia juga sering berkeliaran mencari apartement. Dalam jangka waktu itu, Evans tidak pernah muncul. Ia tidak pernah bertemu Evans ataupun melihat mobilnya. Sigrid juga tidak pernah mewartakan kedatangannya. Evans juga tidak pernah meneleponnya. Ia tidak pernah mengiriminya e-mail maupun memanggilnya di MSN.

" Aku bukan manusia super, Aileen. Aku tidak akan pernah tahu apa yang sedang kaurasakan kalau kau tidak pernah memberitahuku. Aku tidak akan pernah tahu tindakan apa yang membuatmu pergi kalau kau tidak memberitahuku. Tidak akan ada yang pernah mengerti dirimu kalau kau tidak memberi kesempatan pada orang lain untuk memahamimu."

Aileen berdiam diri. Evans adalah seorang yang pandai. Ia tidak perlu orang lain memberitahunya apa yang telah dilakukannya. Ia adalah seorang businessman yang handal. Ia tahu bagaimana menguasai keadaan, ia memahami cara membaca perasaan lawan bicaranya.

" Aileen, beritahu aku," bujuknya lembut, " Beritahu aku kesalahan apa yang telah kuperbuat sehingga kau pergi." Evans mengulurkan tangan memalingkan wajah Aileen ke arahnya.

Aileen menghindari sentuhan itu. " Kau tidak seharusnya berada di sini," Aileen akhirnya mengeluarkan suara.

" Kalau bukan di sini, di manakah seharusnya aku berada?" Evans bertanya lembut.

Apakah Evans ingin ia menyebutkan rahasia umum ini? Apa Evans ingin ia mengakui hubungannya dengan Denise!? Hati Aileen menjerit. Mengapa Evans bisa setega ini?

" Kau& ," lidah Aileen membeku. Ia tahu ia tidak akan pernah bisa merestui hubungan mereka.

" Ya?" Evans menanti dengan sabar.

Mengapa Evans terus memaksanya mengatakan sesuatu yang tidak ingin ia katakan?

" Katakan," untuk sekian kalinya Evans membujuk. Kini tangan Evans yang lain menangkap tangan Aileen yang masih terbebas dari gengamannya.

Aileen memberontak.

" Ada apa, Aileen?" Evans keheranan namun tangannya kian mempererat genggamannya.

" Tidak. Tidak ada apa-apa," Aileen menolak menengadah pada Evans juga menolak berbicara lebih banyak.

" Katakanlah, Aileen," desak Evans.

Aileen kian berusaha melepaskan diri dari jari-jari yang mencengkeram lengannya.

" Ada apa denganmu, Aileen?" tanya Evans lembut melihat ekspresi panik dan terluka di wajah Aileen.

Bagaimana Evans mengharapkan ia menjelaskan betapa dalamnya luka di hatinya?

" Aileen, kau tahu aku bukan orang yang penyabar," Evans mengingatkan, " Namun kurasa kali ini aku sudah sangat sabar."

" Lepaskan aku."

" Tatap aku, Aileen!" Evans memerintahkan, " Katakan apa yang sudah terjadi."

Mengapa Evans tidak mau melepaskannya? Mengapa Evans senang memojokkannya? Aileen menahan tangis pedihnya. " Lepaskan aku, Evans," pinta Aileen, " Kumohon& "

Evans tertegun melihat gadis ini. Semakin Aileen ingin menghindarinya, semakin ingin ia tahu. Namun apakah baik bila ia terus memaksanya? Untuk alasan yang tidak diketahuinya, Aileen menderita. Dan untuk alasan yang tidak diketahuinya pula Aileen menghindarinya.

" LEPASKAN TANGAN KOTORMU!"

RatuBuku

Chapter 14

Mereka terkejut.

Aileen memanfaatkan kesempatan itu untuk menjauh.

Denise mendekat dengan kemarahan yang meletup-letup. Ia mendorong Aileen. " Gadis jahanam!" tamparan Denise melayang di wajah Aileen.

Aileen hanya dapat menatap kakaknya.

" Berani sekali kau merayu Evans! Tak tahu diri! Lihat siapa kau!" tangan Denise kembali melayang.

" Hentikan!" Evans menahan wanita itu.

" Dia hanya mau mengambil hartamu! Sekarang dia sudah tidak punya apa-apa lagi. Mama mengusirnya dari rumah dan tidak akan memberinya warisan! Dia hanya mau uangmu!"

Evans terkejut. " Benarkah itu, Aileen?" ia tidak dapat menyembunyikan kekagetannya.

Aileen hanya menatap Evans. Tak sepatah kata pun terlepas dari bibir mungilnya.

" Katakan padaku kalau itu salah."

Air mata Aileen turun sebagai jawabannya.

" Percuma kau menangis. Air mata buayamu tidak berlaku di sini."

Aileen tidak mau mendengar sepatah kata pun dari Evans. Ia membalikkan badan dan berlari.

" Aileen!" Evans mengejar.

" Tunggu!" Denise menahan. " Tidak usah kau kejar dia. Dia itu hanya mau uangmu."

" DIAM!" bentak Evans.

" Dia sekarang miskin. Pasti dia mendekatimu untuk mendapatkan uangmu."

" Aku tidak mau mendengar omong kosongmu!" Evans memperingatkan dengan bahaya.

Denise kesal. " Kau ini diberitahu tapi tidak mau dengar. Dia itu sekarang tidak punya apa-apa. Kelak ia juga tidak punya apa-apa. Gadis itu pelacur!"

Evans tidak bisa menahan diri untuk tidak menampar Denise.

Denise terperanjat. Seumur hidup baru kali ini ia ditampar. Mata hijaunya membelalak lebar.

" Kalau kau bukan wanita, aku pasti sudah menghajarmu," geram Evans. Matanya yang berbahaya mengisyaratkan Denise untuk tidak membuka mulut. Tanpa menanti sepatah kata pun, Evans mengejar Aileen.

Ia telah menghabiskan waktu setengah tahun untuk menemukan Aileen. Ia tidak ingin kehilangan Aileen lagi dan tidak akan melepaskan gadis itu. Bila Evans mengulang balik, semua kejadian ini pasti berhubungan dengan hari itu, hari di mana orang tua Aileen menawarkan Denise. Saat itu ia berpikir keluarga LaSalle sedang mengetest kesungguhannya. Namun, siapa yang menyangka mereka benar-benar serius.

Evans benar-benar marah oleh cara mereka mencegahnya menikahi Aileen dan menyodorkan Denise padanya.

Denise adalah wanita yang cocok untukmu, kata mereka tiap saat.

Siapa yang peduli? Biarlah Denise menjadi seorang ratu kecantikan sejagat. Biarlah Denise menjadi seorang wanita pemikat nomor satu. Hatinya tetap tertuju pada Aileen dan hanya gadis itu seorang.

Hari itu ia meninggalkan rumah keluarga LaSalle dengan murka. Hari itu ia tidak menemui Aileen. Kepalanya terlalu dipenuhi emosi untuk bisa berpikir jernih. Hari itu ia menuduh Aileen ikut serta dalam acara pemaksaan orang tuanya.

Setelah hari itu ia menyibukkan diri dengan pekerjaannya yang terbengkalai selama ia berada di luar negeri.

Hari terus berlalu hingga akhirnya otaknya dapat berpikir jernih. Ia juga pada akhirnya bisa memberikan jawaban atas keingintahuan orang tuanya pada lamarannya ke keluarga LaSalle tepatnya Aileen LaSalle. Ia menceritakan semua yang terjadi di rumah LaSalle di hari ia menemui keluarga LaSalle untuk membicarakan rencana pernikahannya dengan Aileen. Ia juga menyebutkan dugaannya atas keterlibatan Aileen.

Hingga detik terakhir Aileen tidak pernah menyebutkan perasaannya. Evans sendiri juga tidak pernah menyatakan cintanya. Namun, bagi Evans, semua itu tidak penting. Ia tahu hati mereka telah terikat. Ia tahu mereka tidak bisa hidup tanpa yang lain. Itu sudah cukup! Yang tak dimengerti Evans adalah mengapa Aileen membiarkan orang tuanya menentang pernikahannya dan menawarkan kakaknya yang telah menikah sebagai gantinya!?

" Aku sudah menduganya," reaksi Kathy Renz itulah yang membuatnya berubah pikiran.

" Mama juga berpendapat Aileen turut ambil bagian?"

" Tidak. Aku rasa Aileen tidak tahu apa yang diperbuat orang tuanya," Kathy membuat Evans bertanya-tanya, " Sudah menjadi rahasia umum kalau Josef dan Fanny lebih mencintai Denise daripada Aileen. Juga sudah menjadi pengetahuan luas bila mereka membanggakan Denise melebihi segalanya. Dan kau, Evans, bukan pria pertama yang mereka bujuk."

" Keberhasilan terbesar mereka hingga saat ini adalah Geert Balkanende," sang kepala keluarga Renz memberikan pendapat penutup.

" Geert? Apa hubungannya dengan pria sial itu!?" Evans tidak pernah senang mendengar nama pria yang telah menyakiti Aileen itu.

" Geert Balkanende datang ke sini untuk mengambil hati orang tua Aileen. Ia mencintai Aileen. Sangat sangat mencintainya hingga kau bisa melihat tidak ada gadis lain di matanya selain Aileen."

" Omong kosong! Kalau dia memang mencintai Aileen, mengapa ia menikahi Denise!?"

" Inilah keunggulan Josef dan Fanny. Mereka sangat pandai dan terlatih dalam membujuk pria-pria yang mendekati Aileen untuk memilih putri kesayangan mereka. Hingga saat ini mereka selalu berhasil membuat para pria itu berpaling hati." Dan Kathy menambahkan, " Denise adalah gadis yang manis. Ia adalah tipe gadis yang akan disukai banyak pria. Cantik, manis, dan manja."

" Benar," Devin sependapat, " Denise adalah tipe gadis yang membuatmu tidak dapat mengabaikannya. Namun, bagiku, Aileen jauh lebih mempesona. Ia memiliki pesona yang tidak dimiliki gadis mana pun. Ketika Denise dan Aileen berada dalam kerumunan banyak orang, orang yang pertama kali kau lihat adalah Aileen bukan Denise. Aileen tidak perlu dandanan yang mencolok ataupun baju yang berkilauan untuk menjadi pusat perhatian. Ia hanya cukup berdiri di tengah keramaian dan ia akan menjadi pusat perhatian."

" Ia adalah gadis yang mempunyai aura yang mampu menarik perhatian orang lain untuk terus tertuju padanya. Ia gadis yang memikat. Sekali kau bertemu dengannya, kau tidak akan pernah dapat melupakannya." Kathy menunjukkan kekagumannya akan gadis itu.

Evans sependapat dalam hal ini. Aileen adalah gadis yang berlawanan dengan Denise dalam segala hal. Ia adalah gadis yang anggun dan berwibawa. Ia juga lebih dewasa dari Denise.

" Namun Josef tahu bagaimana membuat para pria menyadari Denise adalah tipe gadis yang menarik."

" Apa maksud Mama mereka berhasil membujuk Geert menikahi Denise?"

" Aku pernah melihat Geert bersama Aileen. Aku hanya bisa mengatakan saat itu Geert mencintai Aileen melebihi segalanya. Ketika kau melihatnya bersama Aileen, kau bisa melihat besarnya cintanya pada Aileen. Karenanya banyak yang kaget ketika terdengar kabar pernikahannya dengan Denise." Sigrid juga kaget. Hingga saat ini keluarga Wilder juga sulit mempercayainya.

" Geert yang terkenal akan cintanya pada Aileen saja bisa luluh oleh bujukan orang tua Aileen apalagi kau yang suka berganti kekasih," sindir Devin.

" Aku bukan Geert Balkanende!" Evans menegaskan, " Aku mencintai Aileen melebihi pria jahanam itu. Hingga detik ini aku lebih memilih Aileen daripada Denise!"

" Kau tidak akan pernah bisa menikahi Aileen kalau kau menanti restu mereka," Kathy memberikan pendapatnya.

" Aku akan menikahi Aileen dengan atau tanpa restu mereka!" Evans mengulangi janji yang pernah ia ucapkan pada Aileen.

" Kami akan merestui kalian," Devin menyatakan.

" Sejujurnya, aku sangat senang oleh pilihanmu ini. Aku selalu ingin mempunyai anak gadis seperti Aileen. Pandai, mempesona dan terampil," Kathy menambahkan dengan gembira.

Saat itu Evans tidak membuang waktu untuk menemui Aileen. Namun betapa kagetnya ia ketika mendapati Aileen sudah pergi pergi ke suatu tempat yang tidak diketahui oleh keluarga LaSalle.

Belum sempat ia mencari Aileen, ia sudah disibukkan oleh gosip yang beredar. Evans yakin Deniselah yang menyebarkan gosip hubungan mereka yang berakibat pada perceraian perkawinannya yang baru seumur jagung. Orang tuanya juga yakin Denise sengaja membesar-besarkan berita perceraiannya demi memojokkannya. Namun Evans bukan orang yang mudah dipaksa. Mereka yang mengenalnya tahu ia bukan orang yang bisa dipaksa melakukan sesuatu yang tidak ia sukai!

Evans dengan segera mengambil tindakan untuk menutup mulut tiap orang yang gatal dan mencabut desas-desus itu dari muka bumi. Ia tidak pernah suka menjadi bahan gosip.

Dan ketika pada akhirnya Evans tiba di rumah keluarga Wilder, mereka mengatakan Aileen tidak pernah kembali setelah gadis itu pulang bersamanya. Evans tidak mempercayai mereka. Ketika Aileen pulang bersamanya, gadis itu tidak membawa seluruh barangnya. Gadis itu tidak mengatakannya tetapi Evans tahu gadis itu masih meninggalkan banyak barang di rumah keluarga Wilder. Evans percaya keluarga Wilderlah satu-satunya tujuan Aileen. Ia percaya Wilder mengetahui keberadaan Aileen. Perubahan sikap mereka sudah lebih dari bukti keterlibatan mereka atas menghilangnya Aileen. Tidak sedetik pun Evans berhenti mempercayainya.

Selama bulan-bulan terakhir ini ia mengutus orang untuk mengintai tingkah laku keluarga Wilder siang dan malam. Selama bulan-bulan terakhir ini ia selalu menyempatkan diri untuk mencari Aileen di kota yang gadis itu sukai ini.

Usahanya tidak sia-sia. Penantiannya akhirnya terbalaskan. Setengah tahun lebih setelah mencari Aileen, akhirnya gadis itu muncul dari persembunyiannya.

Kemarin begitu mendapat telepon mengabarkan kemunculan gadis itu muncul di kota ini, ia langsung terbang. Ia baru saja datang sore ini namun ia tidak membuang barang sedetik untuk menemui Aileen di taman kota, seperti kata bawahannya yang mengikuti Aileen semenjak gadis itu menginjakkan kaki kembali di kota ini.

Aileen salah bila ia pikir ia akan melepaskannya!

" Aileen!" Evans membuka pintu restoran lebar-lebar. Dengan langkah kakinya yang lebar, ia menuju ke tangga menuju tempat tinggal mereka.

Aileen terlonjak dari tempat tidur. Ia begitu ketakutan.

" Pergi!" Sigrid segera menghadang. " Pergi! Aileen tidak ada di sini!"

" Tidak! Aku tahu ia ada di atas," Evans mendorong Sigrid. Keluarga ini telah berubah sikap , " Aileen, kalau kau mendengarku, turunlah!" Aileen merapatkan diri di balik pintu dan memeluk dirinya kuat-kuat. Air matanya mengalir deras.

" PERGI!" usir Sigrid, " Aileen tidak mau menemuimu."

Helena tiba-tiba mendapat akal. Ia menyelinap pergi dari pintu belakang.

" Aileen, dengarkan aku."
Aileen Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Pergi!" Leopold tiba-tiba muncul, " Kau hanya membuat keributan!"

" Aku tidak akan pergi sebelum bertemu Aileen," sahut Evans tegas.

" Ia tidak akan menemuimu!" Leopold menegaskan.

" Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti Aileen lagi," Sigrid juga menegaskan, " Sejak pulang bersamamu, Aileen tidak pernah gembira. Ia selalu menangis." Sigrid tidak akan pernah dapat melupakan wajah sedih Aileen ketika ia muncul di depan pintu suatu malam setelah ia pulang bersama Evans.

Ia tahu Evans sudah menemukan Aileen ketika beberapa saat lalu gadis itu pulang dengan mata basah.

" Karena itulah aku datang. Biarkan aku menemui Aileen."

" Tidak! Aku tidak akan membiarkanmu." Sigrid merentangkan tangan menghadang Evans.

Evans memaksa masuk.

" Pergi!" Leopold mendorong Evans, " Ini adalah rumahku. Kau tidak berhak berbuat semaumu sendiri."

Evans mengabaikan ancaman itu. Meninggikan suaranya, ia berteriak tanpa mempedulikan kehadiran pengunjung restoran, " Aileen, dengarkan aku! Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi aku minta maaf. Aku tidak tahu kalau karena aku, kau diusir orang tuamu! Aku benar-benar menyesal Aileen! Tapi percayalah aku tidak akan mempercayai Denise!"

Leopold menarik Evans mundur dengan paksa.

Evans tetap memaksa masuk.

" Pergi atau kupanggil polisi!" usir Sigrid. " Pergi!"

" Panggil saja! Aku tidak takut," tantang Evans.

" PERGI!!" Leopold kehilangan kesabarannya.

" Aileen, turunlah! Aku ingin bertemu denganmu!" teriak Evans kuat-kuat.

Setiap pengunjung restoran kian penasaran.

" Ada apa ini?" Mario muncul bersama Helena.

" Ia memaksa bertemu Aileen."

Mario menatap Evans dengan sinis. " Mau apa kau mencari Aileen?"

" Engkau tidak berhak tahu. Ini adalah masalah pribadi antara aku dan Aileen."

" Masalah Aileen adalah masalahku juga."

" Kau siapa? Apa hakmu berkata seperti itu!?"

Helena menyela. " Ia adalah pacar Aileen."

Sigrid membelalak kaget namun dengan segera ia menyadari situasi.

" Benar, aku adalah kekasih Aileen."

" Aku tidak percaya!" seru Evans.

" Kau harus!" Helena memaksa.

" Aileen, kalau pria besar ini adalah pacarmu, turunlah. Aku ingin mendengarnya sendiri darimu!"

Aileen merangkul dirinya semakin erat. Hatinya pedih. Ia ingin menemui Evans tetapi ia tidak bisa. Air mata Aileen menyita semua suaranya.

" Turunlah, Aileen!"

" Ia tidak akan turun untuk menemuimu!" bentak Sigrid.

" Pergilah sebelum aku menghajarmu!"

" Kalau untuk dapat menemui Aileen, aku harus menjatuhkanmu," Evans memutuskan, " Aku akan melakukannya!" Tubuh Mario boleh gemuk besar, tapi Evans yakin ia pasti menang. Sejak kecil ia melatih dirinya dengan olah raga. Ia telah berlatih kendo sejak kecil. Ia bahkan sempat ke Cina untuk memperdalam kemampuan bela dirinya.

" Kau bisa menjatuhkanku pun percuma Aileen takkan mau menemuimu."

" Aku tidak percaya kecuali aku mendengarnya sendiri dari mulut Aileen," lalu Evans menengadah dan kembali berteriak, " Aileen, dengar. Aku mencintaimu. Aku tak peduli apa yang terjadi. Aku akan terus menantimu di sini. Tak peduli sehari atau seabad. Aku akan terus menantimu."

" Diamlah kau! Apa kau tidak punya malu!" hardik Mario.

" Aku tak peduli!" teriak Evans makin keras. " Kalau perlu akan kuberitahu dunia bahwa aku mencintaimu. Aku takkan merubah perasaanku apdamu. Aku tak peduli pada Denise maupun orang tuamu. Aku akan tetap mencintaimu."

Aileen menutup telinganya. Dulu ia senang mendengar pernyataan itu. Sekarang ia takut.

" Aku akan terus menunggumu di sini!"

" Ia romantis, ya," bisik Helena pada Sigrid.

" Romatis apanya!?" gerutu Leopold, " Dia berjanji tidak akan menyakiti Aileen namun ia membuat Aileen menangis."

" Aileen, aku terus mencarimu selama setengah tahun ini. Aku tidak akan melepaskanmu lagi. Tidak akan!"

" Sepertinya ia benar-benar mencintai Aileen," bisik Sigrid pula.

" Tuan, apakah Anda benar-benar mencintai Aileen?" tanya Mario perlahan.

" Ya," jawab Evans mantap. " Ia bukan hanya belahan jiwaku tapi ia adalah jiwaku."

Mereka terdiam.

RatuBuku

Aileen mulai keheranan oleh suasana sepi di bawah. Ia mengintip keadaan di bawah dari jendela.

Tampak beberapa orang menjauh. Mereka seperti baru bubar setelah melihat pertunjukkan keliling. Aileen tidak mendengar suara-suara di bawah juga teriakan-teriakan Evans.

Aileen menelungkupkan kepala di ranjang dan menangis tersedu-sedu.

Ternyata Evans bukan untuknya. Sekarang ia pasti kembali ke pelukan Denise setelah membesarkan hatinya. Semua untuk Denise! Semua! Tidak ada untuknya selain sisa-sisa Denise! Dari dulu sampai sekarang tetap saja sama. Tidak ada yang mencintainya, memperhatikannya. Ia adalah anak tiri dalam keluarganya. Anak tiri tidak perlu diperhatikan. Bukankah itu hukumnya? Selalu, selalu, dan selalu Denise. Untuk dia apa?

Evans masuk dengan perlahan tanpa sebuah suara pun. Hatinya trenyuh melihat Aileen. Isakannya menyayat hatinya. Tak sampai sejam mereka berpisah tapi sekarang Aileen terlihat begitu kurus dan merana. Evans menutup pintu dengan perlahan pula dan mendekati gadis yang terkelungkup di pinggir ranjang itu.

" Aileen& ," tangannya terulur memeluk Aileen.

Aileen terlonjak kaget. Badannya secara spontan menjauhi Evans.

Evans menanggapinya dengan mempererat pelukannya. " Aku tidak akan melepaskanmu lagi. Aku hanya sekali meninggalkanmu dan kau membuatku menderita selama setengah tahun. Aku tidak akan melepaskan mata darimu lagi, Aileen. Tidak akan!"

Aileen terkunci dalam pelukan Evans.

" Kau mendengar saat ibumu membujukku menikahi Denise, bukan?" tebak Evans.

Tubuh Aileen yang menegang memastikan kebenaran tebakan Evans.

" Aku yakin kau tidak mendengarnya sampai habis," kata Evans lembut, " Kalau kau ingin menguping, kau harus mendengarnya sampai akhir."

Evans merasakan gelengan Aileen. " Kau harus tahu," Evans menegaskan, " Kau perlu tahu agar kau tidak penasaran terus."

Aileen tidak ingin mendengarnya. Ia sudah dapat menebak kelanjutannya.

Tanpa mempedulikan penolakan Aileen, Evans memberitahu kelanjutan pembicaraan yang hanya didengar Aileen separuhnya. " Setelah Bibi membujukku, aku menegaskan padanya tanpa atau dengan persetujuannya, aku tetap akan menikahimu karena aku mencintaimu. Mamamu marah sekali tapi akau tidak takut. Aku langsung pergi setelah menyatakan penolakanku itu. Saat itu aku terlalu marah sehingga tidak berpikir untuk menemuimu," Evans merapatkan kepala Aileen di dadanya. " Tak kusangka tindakanku itu membuatmu celaka. Aku menyesal, Aileen."

Aileen sulit mempercayainya. " Aku mendengarmu mengatakan Denise adalah gadis yang menarik."

" Benar," Evans tidak menyangkal, " Tetapi ia bukan gadis yang aku inginkan untuk berada di sisiku seumur hidup."

" Dia lebih cantik, lebih manis, dan memikat."

" Kau lebih mempesona," Evans berargumen.

" Dia adalah tipe gadis yang disukai semua orang. Aku adalah tipe gadis yang dibenci orang."

" Dengar, Aileen," Evans menghentikan omong kosong ini, " Aku tak peduli siapa kau. Kau boleh menyebalkan, kau bisa membosankan, kau boleh menjadi apapun yang kau inginkan. Namun bagiku kau adalah gadis yang kucintai. Selamanya! Karenanya sekarang juga aku ingin menikah denganmu." " Sekarang?" Aileen menjauhkan kepala dari dada Evans. Bunga-bunga kebahagiaan bersemi di dadanya.

Evans tersenyum nakal. " Tidak jadi. Aku tidak mau pengantin yang matanya bengkak seperti ikan koki," candanya.

Kesedihan di wajah Aileen berganti dengan kecemberutan.

Evans tersenyum menawan. " Kau lebih cantik marah daripada menangis," tangan Evans menghapus sisa-sisa air mata di wajah Aileen.

" KAU!" Aileen memukul dada Evans. Secercah senyum menghiasi wajahnya.

" Tapi lebih cantik lagi kalau tersenyum," Evans tersenyum geli melihat wajah merah padam Aileen. " Kau seperti udang rebus."

Aileen kesal. Ia menyilangkan tangan di dada dan memasang wajah masam.

" Hei, jangan begitu. Pengantinku tidak boleh begini."

" Siapa yang mau jadi pengantinmu?"

" Aku tahu kau pasti mau."

" Aku belum menjawab."

" Tapi aku tahu kau juga mencintaiku."

" Dari mana?" ejek Aileen. Dadanya terasa sesak oleh kebahagiaan yang meluap-luap ini. Evans memang luar biasa. Ia tahu bagaimana menghiburnya. Ia tahu bagaimana membuatnya tersenyum. Namun ia terlalu tahu bagaimana menggodanya.

" Dari sini," Evans mencium mata Aileen yang masih basah.

Aileen kembali tersipu.

Evans tersenyum. Dadanya dipenuhi oleh kehangatan cinta. Sekalipun Evans tidak pernah berpikir cinta juga bisa membawa penderitaan berkepanjangan namun juga kebahagiaan yang menyesakkan dada. Kembali ia mendaratkan ciuman di mata Aileen yang masih basah. Namun Evans tidak berhenti di situ. Bibirnya menjelajahi wajah Aileen sebelum akhirnya mendarat di bibirnya.

Aileen terperanjat. Ia dapat merasakan nafsu yang menggelora dalam ciuman ganas itu. Tubuhnya mengeras seperti batu dingin. Bibirnya mengatup rapat.

Ciuman Evans yang melembut mencairkan ketegangan Aileen.

Aileen memejamkan mata. Tangannya merangkul leher Evans. Ia mulai dapat menikmati ciuman Evans. Bibirnya membuka menerima serangan Evans. Namun saat itu pula Evans meninggalkan bibirnya. Bibir Evans kembali menjelajahi wajahnya.

Tangannya bergerak merangkum wajahnya mengimbangi ciumannya, kemudian turun ke leher jenjangnya. Tubuh Aileen bergetar hebat merasakan sensasi yang tak pernah ia rasakan. Ia memeluk Evans erat-erat takut akan sensasi yang membakar tubuhnya. " Evans& ," desahan itu lepas begitu saja ketika Evans mendaratkan ciuman di dadanya.

Evans terperanjat. Ia menatap Aileen lekat-lekat. Ia tidak tahu kapan ia membawa gadis ini ke atas ranjang. Ia hanya tahu sekarang gadis ini sudah berbaring di bawahnya dengan baju berantakan.

" Lihatlah. Aku begitu menginginkanmu hingga tidak dapat mengontrol diri," Evans merapikan baju Aileen, " Aku sudah berjanji tidak akan mengambil ciuman pertamamu sebelum pernikahan kita tetapi aku telah melanggarnya. Bahkan aku hampir merebut kegadisanmu!" Evans marah pada dirinya sendiri. " Kalau& itu adalah kau, aku tidak keberatan," Aileen mengakui malu-malu.

" Tidak, Aileen," Evans menarik Aileen duduk, " Kau berbeda. Kau bukan wanita-wanita itu. Aku ingin mencintaimu seutuhnya, membelaimu dengan cinta bukan nafsu."

Aileen mencari tempat di dada Evans.

Evans merangkulkan tangan di pinggang Aileen.

Aileen menautkan jari jemarinya di antara jari Evans.

Evans membalasnya dengan menggenggam tangan gadis itu erat-erat. " Rasanya aku tidak sabar menanti pernikahan kita. Aku ingin saat ini juga kita menikah. Aku tidak sabar mengikat jarimu yang ini," ia mencium jari manis kiri Aileen. " Kau masih mengenakan cincin itu?" tanyanya kemudian.

" Tentu," Aileen mengangkat tangan kanannya, " Kau tidak mengijinkanku melepaskannya. Katamu hanya kau yang berhak melepaskan dan memasangnya."

" Bagus," Evans puas, " Aku juga adalah satu-satunya orang yang berkuasa atas jari ini."

Aileen mengangguk.

" Segera kemasi barangmu," Evans menjauhkan tubuh Aileen.

Aileen menatap Evans dengan heran.

" Setelah semua ini apa kaupikir aku akan melepaskan mata darimu?"

" Aku& "

" Aku tidak ingin berpisah darimu. Aku begitu mencintaimu hingga tidak sedetik pun aku sanggup berpisah darimu."

Hati Aileen dipenuhi oleh kebahagiaan.

" Mulai saat ini kau akan tinggal bersamaku, di mana pun aku berada," Evans mengumumkan.

" Pekerjaanku& ?" Aileen teringat akan pekerjaannya di luar kota.

" Keluar!" Evans menyuruh kemudian ia mengingatkan, " Kau tidak akan punya banyak waktu untuk pekerjaan lain. Kau tidak perlu takut bosan. Aku bisa memastikan kau tidak akan mempunyai waktu luang selama kau bersamaku."

" Benarkah?" goda Aileen, " Aku tidak yakin kau bisa memberiku setumpuk pekerjaan ketika kau bepergian."

" Kau tidak perlu mengkhawatirkan itu, Aileen. Aku yakin tanpa aku mencarikan pekerjaan untukmu, kau pasti bisa menemukan kesibukan." Masih tergambar jelas di kepala Evans bagaimana Aileen menyibukkan diri untuk tidak merasa bosan ketika mereka menyepi di peristirahatan keluarganya di atas pulau.

" Besok kita akan menemui orang tuaku untuk membicarakan pernikahan kita. Mama pasti dengan senang hati mau membantumu mempersiapkan perlengkapan pengantinmu."

Aileen menatap Evans. Keceriaan di wajahnya tergantikan oleh ketegangan.

" Kau tidak perlu khawatir. Ia sudah tahu semuanya. Sesungguhnya, sejak dulu ia kagum padamu. Ia pasti mencintaimu. Kita akan tetap menikah walau tanpa orang tuamu. Nanti, ketika keadaan sudah tenang, kita akan mengunjungi orang tuamu."

Seketika tubuh Aileen menegang. Ia sudah tidak pernah berhubungan dengan orang tuanya semenjak ia meninggalkan rumah itu. Ia tidak tahu bagaimana ia harus menemui mereka ketika ia sudah menjadi istri Evans Renz.

Menyadari perubahan Aileen, Evans kembali memeluk gadis itu, " Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Aku akan melakukan yang terbaik untukmu."

Aileen mengangguk sambil mencari posisi nyaman dalam pelukan Evans. Ia percaya Evans selalu bertindak demi kebaikannya.

Evans merapatkan Aileen ke dadanya dan membelai lembut kepala gadis itu. " Kita harus segera meninggalkan kamar ini, Aileen," ia mengingatkan, " Sebelum aku lepas kendali lagi."

Aileen ingin melihat Evans lepas kendali lagi tetapi ia tahu pemuda ini tidak akan menyukainya.

Evans sudah mengatakan berulang kali ia tidak akan menyentuhnya sebelum mereka benar-benar bersatu.
Aileen Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

RatuBuku

Chapter 15

" Evans!"

Pandangan Evans mendingin. Ia tidak menyukai kehadiran Geert di pesta pertunangannya. Andai bukan karena ia adalah kakak ipar Aileen, ia tidak akan mengundangnya.

" Selamat," Geert menepuk punggung Evans dengan gembira, " Semoga engkau berbahagia bersamanya."

Evans tak senang mendapat ucapan itu.

" Jujur saja, aku iri padamu," Geert berkata tiba-tiba, " Aku dulu sangat mencintai Aileen tapi Aileen tak pernah mencintaiku. Ia selalu menolak cinta semua lelaki tanpa alasan. Tapi aku tahu ia telah mencintai seseorang dan sekarang aku baru sadar bahwa pria itu adalah kau. Kau sungguh berutung."

Evans tidak pernah mendengarnya.

" Dulu aku hampir mendapatkan Aileen tapi aku termakan bujukan."

Evans tahu cerita itu.

" Aku berpikir aku menemukan pasangan hidupku di sini tapi aku salah. Sekarang aku menyesal telah melepaskan Aileen. Sekarang aku sadar Denise hanyalah pelarian putus asaku karena Aileen selalu menolak cintaku. Aileen adalah gadis yang baik. Aku tahu itu. Ia sangat berbeda dengan kakaknya yang hanya mau memikirkan diri sendiri itu. Aku benar-benar menyesal sekarang."

" Geert!"

Geert memalingkan kepala. " Sayang aku tidak bisa berbicara lebih lama denganmu. Nyonya mau menang sendiri itu memanggilku. Lain kesempatan kita berbicara lagi."

Evans membalas lambaian tangan kakak iparnya. Ia tersenyum bahagia. Dalam hati ia berpikir mungkin ia bisa berteman dengan Geert. Evans yakin ia pasti bisa. Ia dan Geert sepertinya mempunyai banyak kesamaan.

" Apa yang kau tertawakan?" Aileen yang baru saja tiba keheranan.

Evans berpaling pada Aileen yang memandangnya dengan heran. " Tidak ada," Evans merangkulkan lengannya di sekeliling pinggang Aileen. Sekarang ia bisa bernapas lega.

Aileen memperhatikan Evans dengan kening berkerut.

" Pengantinku tidak boleh seperti ini."

" Aku belum menjadi pengantinmu," protes Aileen.

Evans ingin langsung menikahi Aileen begitu ia membawa Aileen ke hadapan orangnya. Akan tetapi Kathy, ibu Evans, memutuskan mereka harus bertunangan terlebih dahulu setidaknya selama setahun. Tentu saja Evans memprotes hingga Kathy harus memberikan ultimatum, " Ambil Aileen sebagai tunanganmu dahulu atau jangan bermimpi menikahi Aileen!" dan kepada Aileen, ia berkata, " Aileen, kau akan tinggal bersamaku sampai ia mengambilmu sebagai istrinya."

" Tidak," Evans menyembunyikan Aileen di belakangnya, " Ia akan tinggal denganku."

" Apa yang kaupikir akan aku lakukan pada Aileen?" Kathy dibuat kesal oleh ketidak percayaan putranya, " Aku tidak akan melepaskannya pada pria lain sampai kau mengambilnya sebagai istri."

Aileen merasa bersalah. Ia sadar ia adalah pusat pertengkaran ibu dan anak ini.

Aileen memahami keinginan Evans untuk tidak berpisah dengannya. Setelah perpisahan selama setengah tahun terakhir ini, ia pun tidak ingin berpisah dengan Evans. Namun Aileen juga memahami Kathy. Ia adalah seorang wanita tradisional yang menyanjung kehormatan. Ia tidak mau mereka menikah dengan terburu-buru. Ia tidak mau mereka mempunyai bayi sebelum menikah. Aileen juga sadar skandal yang disebabkan oleh kakaknya, Denise, telah membuat cukup masalah untuk keluarga Renz. Tentu setelah skandal tersebut Kathy tidak mau ada skandal lagi terutama skandal Evans Renz.

Evans telah berjanji padanya untuk tidak melampaui kain yang memisahkan tubuh mereka hingga mereka bersatu dalam janji suci. Aileen mempercayai Evans. Hari itu& wajah Aileen memanas teringat hari Evans menemuinya di rumah Wilder.

" Aileen," Kathy memanggil lembut, " Kemarilah, putriku," ia mengulurkan tangan.

Aileen terkejut oleh panggilan itu. Sebuah perasaan hangat mengembang di dadanya. Sepanjang ingatannya, ibu kandungnya tidak pernah memanggilnya seperti itu. Aileen mencengkeram lengan Evans kuat-kuat takut air matanya jatuh.

Evans melihat mata Aileen yang membasah. Ia tidak menduga hati Aileen akan tergetar oleh panggilan lembut seorang ibu. Ia telah mendengar bagaimana orang tua Aileen menganaktirikan putrinya ini. Akan tetapi ia tidak pernah mengira Aileen haus akan cinta seorang ibu. Ia terlihat begitu tegar dan kuat. Evans tersenyum. Aileen adalah porselen yang cantik dan kuat namun mudah hancur.

" Pergilah, Aileen," ia mendorong Aileen ke arah orang tuanya.

Kaki Aileen melangkah ke arah Kathy dan ketika Kathy menggenggam tangannya, barulah ia sadar ia telah dipisahkan dari Evans.

" Aku akan menurutimu. Aku akan mengambil Aileen sebagai tunanganku tapi tidak lebih dari sebulan!" Evans memutuskan.

" Setahun!" Kathy bersikeras.

" Tidak. Sebulan!" Evans juga tidak mau kalah.

Devin sadar perdebatan ini tidak akan ada akhirnya. " Setengah tahun lebih dari cukup untuk mempersiapkan pernikahan kalian," ia berkata, " Kalian akan menikah setengah tahun setelah pertunangan kalian."

Baik Evans maupun Kathy tidak suka mendengar pendapat itu.

" Kalian boleh berdebat sampai kalian puas. Akan tetapi pertunangan kalian tidak akan segera dilangsungkan bila kalian tidak segera mengambil keputusan," ayah Evans kembali mengingatkan, " Mari, Aileen," ia mengambil tangan Aileen, " Aku akan menunjukkan kamarmu."

" Baik!" Evans dan Kathy menyahut bersaman. " Setengah tahun."

" Aku akan mengumumkan pertunanganku dengan Aileen saat ini juga," Evans memutuskan.

" Kau sudah gila!?" protes Kathy, " Aileen baru saja tiba. Ia pasti sudah lelah. Kau juga belum menyiapkan cincin pertunanganmu."

" Aileen sudah mengenakannya sejak berbulan-bulan lalu. Aku telah memberitahumu, " Evans mengingatkan.

Baik Kathy dan Devin terkejut.

" Benarkah itu, Aileen?" tanya Kathy.

Aileen mengangguk dengan wajah memerah. Jari jemarinya memainkan cincin bermata berlian di jari manis tangan kanannya. Cincin ini selalu tersemat di jari manisnya. Ia hanya menyembunyikan cincin ini ketika ia pulang ke rumahnya setengah tahun lalu.

Aileen tidak mau ibu dan kakaknya yang selalu haus akan perhiasan mewah melihatnya. Aileen tahu bila mereka melihatnya, mereka akan terus memberi komentar negatif hingga membuat Aileen menyerahkan cincin yang menurut mereka tidak pantas untuknya kepada salah seorang dari mereka.

Mata tajam Kathy menilai cincin di jari manis Aileen. " Seleramu tidak buruk," komentarnya tajam pada Evans, " Tapi ia lebih pantas mendapatkan sesuatu yang lebih baik." Lalu ia berkata pada Aileen, " Aku akan membawamu ke kamarmu. Mulai hari ini rumah ini adalah rumahmu dan kau harus memanggilku Mama." Ia membawa pergi Aileen.

" Apa maksud Mama? Aku tidak tahu lagi ia merestui pernikahanku dengan Aileen atau tidak," Evans memprotes ketika kedua wanita itu sudah meninggalkan ruang keluarga.

" Kathy selalu mengagumi Aileen. Ia sangat gembira kau membawa pulang Aileen. Ia ingin mempunyai seorang putri seperti Aileen."

" Sekarang ia mendapatkan Aileen di tangannya," Evans mulai menyesal membawa Aileen pulang ke rumah orang tuanya.

Devin tertawa. " Ibu mertuamu bukan seorang yang mudah dihadapi."

Ibu mertua& Ya, cara ibunya memperlakukan Aileen bisa dikatakan seorang ibu yang melindungi putrinya. Berbincang tetang mertua, " Apa yang harus kita katakan pada LaSalle?" Evans, secara pribadi, tidak peduli pada keluarga yang telah membuang Aileen itu. Akan tetapi, Aileen tidak akan menyukainya. " Setelah gosip yang disebarkan wanita sial itu," tentu saja ia tidak akan menyebut Denise seperti ini di hadapan Aileen, " Hal terakhir yang ingin aku lakukan akan berhubungan dengan mereka."

" Jangan khawatir," tanggap Devin, " Ibumu pasti akan mengatasi mereka dengan baik."

Dan itulah yang Kathy lakukan, ia menyebarkan berita bahwa putranya, Evans Renz dan Aileen LaSalle telah menjalin hubungan sejak lama. Ia bahkan menyebutkan gadis dalam foto skandal Evans Renz setahun lalu adalah Aileen LaSalle. Kelanjutan gosip lama Pacar Baru dan yang Terakhir Evans Renz tentulah jauh lebih menarik daripada gosip Perceraian Denise LaSalle dikarenakan Evans Renz. Apalagi bila gosip tersebut didukung oleh foto-foto lama, foto-foto terbaru mereka, cinta sang calon ibu mertua yang tak tertutupi kemudian diakhiri dengan pesta pertunangan yang cukup meriah.

Evans sempat memprotes lamanya proses persiapan pertunangannya. Akan tetapi, ia sangat puas ketika Denise Balkanende terdesak untuk merestui pernikahan adiknya dengan Evans Renz di depan umum. Fanny LaSalle, seperti prediksi ibunya, tidak menyukai pernikahan Aileen LaSalle ke keluarga Renz. Akan tetapi ia menelannya demi hubungan keluarga LaSalle dan Renz.

Kepada kalangan umum, Kathy beralasan demi mempersiapkan Aileen LaSalle sebagai seorang Renz, Aileen tinggal bersamanya. Pada kenyataannya, selain ingin tinggal bersama putri terbarunya, Kathy juga melindungi Aileen dari ibu kandungnya yang ingin mendekatinya demi harta benda. Pada saat bersamaan, ia menghargai hubungannya dengan Fanny LaSalle sebagai besannya.

Untuk inilah Evans terkagum-kagum pada ibunya. Pada saat yang bersamaan, ia sering khawatir pengaruh ibunya akan merubah kepolosan Aileen.

Membawa Aileen keluar dari rumah orang tuanya bukanlah alasan utama ia ingin segera membawa Aileen pulang. Evans merangkulkan tangan di pinggang Aileen dan menariknya mendekat.

" Belum tapi pasti," Evans membenarkan dan ia memperingatkan, " Aku tidak akan membiarkanmu melepaskan diri."

" Melepaskan diri dari mana?"

" Jangan mencari masalah, Aileen," Evans geram melihat kepolosan Aileen.

Aileen tertawa geli.

Tiba-tiba Evans sadar gadis itu sengaja. " Kau akan merasakan pembalasannya nanti," ia berjanji.

" Aku telah berjanji pada Mama akan pulang ke rumah."

" Tentu saja kau akan pulang ke sana," Evans tidak menutupi kekecewaannya, " Kau tidak diperbolehkan tinggal di tempatku sampai kita menikah?"

" & ," Aileen tidak tahu bagaimana memulainya, " Bukan Mama Kathy tapi Mama Fanny, ibu kandungku."

Alis mata Evans berkerut, " Kau akan pulang ke sana? Apakah Mama tahu?"

Aileen mengangguk.

Evans tidak menyukainya. Ibunya pasti tahu apa yang dilakukannya.

" Jangan khawatir," Aileen segera menambahkan, " Aku tidak akan kabur lagi. Besok Mama Kathy akan menjemputku. Ia ingin aku menemaninya ke sebuah acara sosial sebagai tunangan Evans Renz. Katanya, setelah menjadi seorang Renz, aku tidak akan mempunyai banyak waktu luang untuk menghabiskan waktu bersama keluargaku."

Tentu saja bukan itu yang Evans khawatirkan. Sepanjang pesta ini tidak ada keganjilan dalam interaksi Fanny LaSalle dengan putrinya. Denise juga terlihat lebih tertarik pada gaun yang dikenakan Aileen dan cincin pertunangannya daripada Aileen sendiri. " Apakah kau akan baik-baik saja?"

Evans khawatir.

" Mama masih suka membandingkan aku dengan Denise," ujar Aileen. " Tetapi ia tidak akan berusaha memutuskan pertunangan kita. Mama Kathy telah mengajaknya membuat beberapa keputusan mengenai pernikahan kita. Ia tahu ia tidak bisa menelan kata-katanya sendiri." Ironisnya, Aileen tahu, karena Kathy Renz.

Bahkan setelah menerima pertunangannya dengan Evans, ibunya masih suka membandingkannya dengan Denise. Ia sering berkata, Bila Denise bertunangan dengan Renz, ia& Satu-satunya perbedaan adalah Aileen tidak lagi merasa sesedih dulu setiap kali mendengarnya. Ia masih kecewa dengan sikap ibunya akan tetapi ia lebih dapat menerimanya sebagai angin lalu.

Aileen menyadari jauh di dalam hatinya ia lebih mencintai Kathy Renz sebagai seorang ibu daripada ibu kandungnya. Ironis tetapi inilah kenyataan yang membuat dada Aileen lebih terbuka untuk menerima perbedaan perlakukan orang tuanya terhadapnya.

" Oh, Aileen." Ia akan memastikan malam ini Aileen pulang larut malam.

" Jangan terlalu dipikirkan," Aileen tersenyum, " Aku telah terbiasa mendengarnya."

" Aku akan menjemputmu begitu kau ingin pulang," Evans berjanji.

Aileen tertawa, " Kau bagaikan ayah yang putrinya pergi ke kamp militer."

" Apa boleh buat, aku ingin kau menghabiskan lebih banyak waktu bersamaku tetapi kau lebih memilih menghabiskan waktu bersama Mama."

" Mama kesepian," Aileen membela calon ibu mertuanya, " Siapa suruh kau jarang pulang."

" Jadi semua ini salahku?" Evans bertanya lalu ia menyerah. " Terserah pada kalian. Gunakan baik-baik kesempatan kalian karena setelah pernikahan kita, kau tidak punya kesempatan untuk menemui Mama."

Aileen hanya melihat Evans dengan penuh tanda tanya.

" Aku sudah meminta Papa untuk memberikan rumah di pulau itu sebagai hadiah pernikahan kita."

Hanya ada satu rumah di atas pantai pribadi yang pernah Aileen datangi. " Apakah kita akan tinggal di sana?"

" Benar tapi tidak setiap saat."

Aileen melihat Evans dengan bingung. Bila itu adalah rumah mereka, mengapa mereka tidak bisa tinggal di sana selamanya?

" Kurasa aku sudah menegaskan aku tidak akan melepaskan mata darimu. Kau akan ikut bersamaku ke mana pun aku pergi."

" Tapi& "

" Kau akan menjadi sekretaris pribadiku," Evans menegaskan, " Bukannya kau ingin menjadi seorang sekretaris?"

" Benar, tapi," bibir Evans sudah mendarat di bibir Aileen sebelum Aileen melanjutkan protesnya.

" Kadang kala kau memang bisa menjadi seorang yang keras kepala dan banyak tetapi ," komentar Evans, " Di saat seperti ini aku lebih suka Aileen yang lemah pendirian."

Aileen hanya tersenyum.

" Aku lebih mencintai Aileen yang selalu tersenyum seperti ini," Evans tersenyum lebar.

Aileen dengan sengaja memasang wajah sedih.

" Sebaiknya kau bersiap-siap, kau tidak akan punya kesempatan untuk menangis," Evans memperingati.

" Apa mereka tidak bisa berhenti pamer!?" komentar Denise tajam melihat sepasang tunangan baru itu.

Geert hanya tersenyum antara cemburu dan bahagia. Ia cemburu melihat kemesraan mereka. Pada saat yang bersamaan, ia turut berbahagia untuk kebahagiaan Aileen.

" Mereka benar-benar tidak terpisahkan," komentar Kathy Renz.

" Benar," Fanny pun sependapat. " Bila kau tidak memisahkan mereka, aku tidak akan kaget bila Aileen sekarang sudah hamil. Itu akan sangat memalukan keluarga kita."

Tentu saja hingga saat ini Fanny tidak pernah berhenti memberi Aileen komentar negatif.

" Aku tidak keberatan bila mereka mempunyai bayi sekarang," Kathy terangterangan membela Aileen, " Aileen terlalu kuno untuk satu hal ini. Aku sering menggodanya untuk menerima rayuan Evans dan segera hamil."

Devin tahu tentu saja itu tidak pernah terjadi. Akan tetapi Kathy yang sudah menganggap Aileen sebagai putri kandungnya tidak terima bila orang lain menjelekan Aileen.

Komentar itu membuat Fanny seketika tutup mulut.

Tidak mau terlibat dengan pertukaran komentar antara dua ibu ini, Devin berkata pada Josef LaSalle, " Ikutlah aku, Josef. Aku akan memperkenalkanmu pada rekan bisnismu." Dan pada kedua wanita di dekatnya, " Silakan lanjutkan perbincangan kalian, ladies. Perbincangan bisnis di antara para pria pasti tidak akan menarik perhatian kalian."

Kathy memperhatikan kepergian suaminya bersama Josef. Ikatan dengan keluarga Renz tidak dapat diingkari telah membawa keuntungan pada bisnis keluarga LaSalle. Ia sadar inilah yang membuat Fanny LaSalle menerima pernikahan putranya dan Aileen. Pun, bila mereka tidak menyetujuinya, Kathy tetap akan mempersatukan keduanya.

" Aku tidak sabar menimang cucuku dari Aileen," komentar Kathy melihat Evans yang tidak terpisahkan dari Aileen. " Apa yang Evans lakukan!??" Kathy bertanya dengan nada tinggi ketika ia melihat Evans mengangkat Aileen.

" Evans, apa yang kau lakukan pada Aileen!??" ia berjalan cepat ke arah keduanya.

" Kepala Aileen pening jadi aku akan membawanya beristirahat di dalam," jawab Evans.

Kathy terperanjat. " Oh, segera bawa Aileen beristirahat," lalu kepada pelayan restauran, ia memerintah, " Kau, bawa mereka ke kamar terbaik dan panggil dokter."

" Baik, Ma'am," sang pelayan segera berlari membawa nampan berisi piring kotor di tangannya.

" Evans& ," protes Aileen.

" Ssh," Evans memperingati dan membawa Aileen melangkah ke elevator.

" Kepalaku sama sekali tidak pening," akhirnya Aileen memprotes.

" Aku tahu," ujar Evans.

Aileen memperhatikan Evans menekan tombol lantai teratas hotel bintang lima tempat pesta pertunangan mereka.

" Turunkan aku," pinta Aileen.

" Tidak sebelum kita sampai."
Aileen Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pintu elevator terbuka dan Evans melangkah dengan penuh percaya diri.

" Kau tahu ke mana tujuan kita?" Aileen bertanya-tanya.

Evans hanya tersenyum.

" Selamat atas pertunangan Anda, Mr. Renz dan Miss La Salle," seorang pelayan menyambut kehadiran mereka. " Saya telah mempersiapkan semuanya sesuai permintaan Anda, Mr. Renz."

Aileen semakin bertanya-tanya namun ia tetap menanggapi dengan sopan, " Terima kasih."

Evans melangkah ke dalam kamar. " Tinggalkan kami berdua."

" Baik, Tuan Renz," pelayan itu membungkuk.

" Oh," Evans membalik badan, " Katakan pada pelayan restoran untuk membatalkan kamar yang ia pesan. Beritahu orang tuaku aku sudah menangani semuanya."

" Saya mengerti. Selamat beristirahat, Mr. Renz dan Miss LaSalle," ia menutup pintu dengan hati-hati.

" Kau merencanakan semua ini!" Aileen menjatuhkan vonisnya.

Evans tersenyum nakal. Ia duduk di sofa panjang di President Suite pesanannya dan menurunkan Aileen di pangkuannya.

" Kau!"

" Aku sudah ingin meninggalkan tempat itu semenjak melihatmu siang ini," Evans menjatuhkan kepalanya di dada Aileen, " Aku merindukanmu. Persiapan pertunangan ini benar-benar membuatku gila. Bila aku memikirkan persiapan pernikahan kita, aku tidak ingin menikahimu. Aku tidak sanggup tidak melihatmu selama berhari-hari."

" Mama akan sangat kecewa. Ia telah memesan baju pengantinku."

Evans gembira mendengarnya, " Itu artinya kau tidak akan menghilang selama berhari-hari demi berburu gaun dan sebagainya."

" Aku khawatir itu tidak akan terjadi. Mama telah mempersiapkan daftar tempat yang perlu aku kunjungi untuk menemukan perlengkapan lainnya. Aku juga harus membantu Sigrid menemukan gaun bridesmaid-nya. Ia telah berjanji akan menjadi pengiringku di pernikahan kita sebagai ganti tidak dapat menghadiri pesta ini."

Evans putus asa mendengarnya.

" Ia ingin memastikan kau didampingi pengantin yang sempurna."

" Tidak," Evans membenarkan, " Ia ingin kau menjadi seorang pengantin yang akan dibicarakan selama berpuluh-puluh tahun mendatang. Sekarang, aku ingin kau memiliki kenangan yang bisa kaukenang seumur hidupmu," ia meraih sakunya.

Aileen terperanjat melihat kotak merah beludru di tangan Evans. " Evans, aku," tangan Evans menghentikan protes Aileen, " Kau akan membutuhkannya."

Aileen menerima kotak itu dan membukanya. Sebuah kunci! " Apa artinya ini?" Kekecewaan bercampur tanda tanya tampak begitu jelas di wajahnya. " Itu adalah kunci ke ruangan itu," ia menunjuk pintu yang berlawanan dari pintu masuk. " Gantilah bajumu di sana. Aku telah mempersiapkan baju gantimu di atas tempat tidur. Kemudian temui aku di atas."

Kala itulah Aileen menyadari kemewahan kamar tempat mereka berada.

Dua tangga masing-masing di sisi kanan dan kiri pintu yang ditunjuk Evans melengkung elegan ke lantai di atasnya. Desain pagarnya yang unik bersinar di bawah sinar matahari yang masuk melalui jendela besar di hadapan mereka. Di belakang Evans, Aileen melihat minuman-minuman beralkohol terjajar rapi di bar.

" Aku tidak keberatan bila kau bergabung bersamaku dengan tubuh seksimu yang tak terbalut selembar kain pun," Evans menarik resleting gaun Aileen.

" A-aku akan mengganti bajuku," Aileen meloncat dan berlari ke dalam kamar.

Evans tertawa melihatnya. " Sekarang& ," ujarnya melepaskan dasi kemejanya, " Persiapan berikutnya," dan ia melangkah ke pintu di atas kamar Aileen menghilang.

Aileen menatap heran bikini di atas tempat tidur. " Aku harus mengenakan bikini ini?"

Aku tidak keberatan bila kau memamerkan tubuhmu tanpa selembar kainpun, teringat akan godaan Evans, Aileen melepaskan gaunnya.

Tak lama kemudian Aileen telah berdiri di depan pintu di atas kamar ia berganti baju. Ia telah menuruti perintah Evans untuk mengganti bajunya. Akan tetapi, ia tidak akan berkeliling tempat ini hanya dengan bikini yang hampir tidak menutupi tubuhnya. Aileen telah berusaha mencari handuk untuk menutupi tubuhnya. Akan tetapi, ia tidak menemukan apa pun untuk menutupi tubuhnya yang hampir telanjang kecuali selimut aksen di bagian bawah kasur.

Dengan selimut aksen itulah Aileen membalut tubuhnya.

Aileen ragu-ragu, haruskah ia mengetuk pintu? Bagaimana bila di dalam ruangan ini adalah kamar dan Evans sedang berganti baju?

Tunggu dulu, Aileen tersadar. Apa maksud Evans membuatnya berganti baju ke bikini yang dapat berfungsi sebagai pakaian dalam dan membuatnya masuk ke dalam kamarnya? Ia bukan seorang domba yang akan masuk ke mulut serigala dengan suka rela!

" EVANS RENZ!?" Aileen membuka pintu dua daun itu lebar-lebar. " Apa tujuan& "

Kelopak bunga mawar merah berjatuhan bagaikan hujan dari atas kepala Aileen.

Aileen terperangah melihat hujan kelopak bunga mawar merah di depannya. Matanya langsung terpaku pada permukaan kolam renang yang tertutupi oleh kelopak bunga mawar. Dari tempatnya berdiri Aileen bisa melihat kolam renang itu menjulur dari dalam ruangan hingga bergantung di luar dinding hotel. Tidak ada satu pembataspun antara sisi kolam dan udara. Kaki Aileen langsung lemas memikirkan setengah dari kolam renang tergantung di udara.

" Aku sudah tahu kau akan mengenakan ini," Evans memegang kedua tangan Aileen untuk menopang gadis itu.

" Evans& kau tidak bermaksud membuatku berenang di sana bukan?" Aileen berharap.

" Aku ingin kau melihat sesuatu dari sana." Demi getaran yang ia rasakan, Evans menambahkan, " Bersamaku."

" Tuan Puteri, apakah Anda ingin berendam kolam bunga mawar?" Evans melepas selimut pembalut tubuh Aileen dan membawanya ke dalam kolam renang. Seperti biasanya Aileen kalah.

Butuh waktu lama untuk Aileen terbiasa dengan kolam menggantung itu. Evans hampir putus asa ketika matahari sudah begitu rendah dan Aileen masih menolak melangkahkan kaki ke bagian kolam yang menggantung di udara. Ia sudah siap membawa paksa gadis itu ketika Aileen bertanya, " Bagaimana pemadangan matahari terbenam di sana?"

" Maksudmu langit yang memerah itu?" Evans bertanya balik. Ia segera menyadari kesempatan tersebut, " Sangat luar biasa. Kau tidak akan dapat melihat pemandangan ini di tempat lain."

" Evans, ulurkan tanganmu," pinta Aileen.

Evans mengulurkan tangan dan mendekati Aileen.

Begitu Aileen menerima uluran tangannya, ia menarik Aileen ke pelukannya dan membawanya ke tepi kolam.

" Evans!" Aileen memprotes.

" Lihat, Aileen," Evans segera mengalihkan perhatian Aileen. Tangannya memeluk Aileen erat-erat merangkum tubuh Aileen ke dadanya. Walaupun sistem pemanas meregulasi air kolam pada suhu yang hangat, angin dingin di bagian kolam terbuka ini tidak menjamin kehangatan Aileen.

Aileen menatap matahari yang perlahan-lahan menghilang di balik gunung di kejauhan. Aileen menyandarkan punggungnya ke dada Evans.

Ini benar-benar pemandangan yang indah.

Dari semua pria yang ia kenal, hanya Evans yang akan merencanakan sesuatu yang khusus untuk tunangannya di pesta pertunangan mereka.

Suara ledakan diikuti sinar merah di langit malam mengagetkan Aileen.

Aileen mengalihkan matanya ke kembang api yang menghiasi langit malam. Ia terperangah melihat setiap kembang api yang meledak di angkasa berbentuk hati. Ia tidak pernah melihat kembang api yang seunik ini. Betapa beruntungnya mereka bisa menikmati kembang api ini. Baru saja Aileen berpikiran demikian ketika kembang api berikutnya membentuk kata-kata,

Selamat pada Tuan Renz dan Nona LaSalle.

Aileen membelalak.

" Aileen." Entah kapan Evans berpindah ke sisinya. Tangannya mengambil tangan Aileen dan menggenggamnya dengan lembut. " Aku, Evans Renz, mengambil engkau, Aileen LaSalle, sebagai istri sahku, mulai dari hari ini baik dalam kebahagiaan, kesusahaan, kekayaan, kemiskinan, dalam masa-masa sakit maupun sehat hingga kematian memisahkan kita."

" Evans& ," Aileen kehilangan kata-katanya. Kata-kata yang diutarakan Evans adalah sebuah janji pernikahan.

" Apakah kau bersedia menjadi istriku, Aileen LaSalle?"

" Kau telah melamarku berkali-kali. Aku juga telah resmi menjadi tunanganmu, apakah itu masih belum cukup?" Aileen kehilangan kata-katanya oleh perasaan yang meluap di dadanya.

Evans mengerang. " Kau benar-benar perusak semua rencanaku. Ketika aku mengejarmu, kau kira aku mendekati Sigrid. Ketika aku melamarmu, kau kira aku hanya main-main. Sekarang aku sedang membuatmu menjadi istriku, kau kira aku sedang melamarmu."

" Pernikahan kita masih beberapa bulan mendatang," Aileen mengingatkan.

" Lalu?" tanya Evans, " Tidak ada yang mengatakan aku tidak boleh mengambilmu menjadi istriku saat ini juga. Kau kira aku akan menanti setahun lagi?"

Aileen tertawa mendengarnya. Evans benar-benar kehilangan kesabarannya ketika persiapan pengumuman pertunangan mereka memakan waktu jauh lebih lama dari rencananya. Evans hanya ingin membuat pengumuman. Sedangkan Kathy ingin mengadakan pesta. Jamuan malam inilah yang membuat pengumuman pertunangan mereka memakan waktu berbulan-bulan setelah Aileen diboyong pulang ke kediaman Renz.

Evans dibuat gemas dibuatnya. " Aileen LaSalle, apakah kau bersedia mengambil aku, Evans Renz, menjadi suamimu mulai dari hari ini hingga kematian memisahkan kita?" Ia menyingkat sumpah pernikahan versinya.

" Oh, Evans," Aileen terharu, " Kau adalah satu-satunya pria yang kucintai. Aku bersedia menjadi istrimu. Aku akan selalu berada di sisimu. Aku akan berjuang bersamamu melewati hari-hari sulit mendatang. Aku akan mendampingimu melewati hari-hari bahagia mendatang."

" Katakan lagi," tuntut Evans.

" Aku bersedia menjadi istrimu."

" Sebelum itu."

" Sebelumnya?"

" Kau tidak pernah mengatakannya padaku. Katakan lagi, Aileen," pinta Evans.

Aileen teringat ucapannya dan wajahnya memerah. Ia masih tidak terbiasa mengucapkan tiga kata yang sering diucapkan Evans itu. Wajah Evans menunjukkan tuntutan seriusnya dan membuat Aileen tidak dapat menghindar. " Aku mencintaimu," bisiknya perlahan.

Evans merogoh saku baju renangnya dan menyematkan cincin di jari manis tangan kiri Aileen.

" Evans, aku sudah mempunyai cincin," protes Aileen.

" Itu adalah cincin tunangan kita warisan Mama," Evans merujuk cincin di tangan kanan Aileen.

" Aku sudah mempunyai cincin darimu."

" Itu adalah cincin pertunangan kita dariku. Ini," Evans mengambil tangan kiri Aileen, " Adalah cincin kawin kita." Ia mencium cincin di tangan Aileen yang ia sematkan.

Aileen tersenyum bahagia. Dadanya siap meledak oleh kebahagiaan dan cinta. Ia mendapatkan lebih dari yang ia bayangkan.

Aileen berterima kasih pada keluarganya karenanya. Mereka telah membuatnya menjadi seorang wanita mandiri. Keluarganya pula yang telah memungkinkan hari ini terjadi. Tanpa campur tangan orang tuanya, Geert tidak akan menikahi Denise dan Evans tidak akan menemuinya. Aileen sangat berterima kasih untuknya melebihi semua yang telah mereka perbuat untuknya.

Ia telah menempuh jalan panjang untuk menemukan pria yang benar-benar ia cintai, pria yang ia ingin melewati hari-hari mendatang bersama, pria yang benar-benar mencintainya pula.

Aileen melingkarkan tangannya di leher Evans dan menjatuhkan kepalanya di dada pemuda itu. Ia telah menemukan sesuatu yang memang untuknya.

END




Pendekar Mabuk 08 Istana Berdarah Fear Street Cowok Baru New Boy Dendam Dan Prahara Di Bhumi Sriwijaya

Cari Blog Ini