Ceritasilat Novel Online

Dara Pendekar Bijaksana 4

Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A Bagian 4

kau jadikan mainan demikian mudah?"

Tiba-tiba ia insjaf dari segala perbuatannya. Perbuatan
perbuatan yang tidak pastas dirnasa yang lampau, pada saat itu

segala perbuatannya yang telah lalu terbayang lagi didalam

158

ingatannya, mengingat akan semua ini tanpa dapat menguasai

dirinya lagi terus iapun menangis tersedu-sedu.

Tiba-tiba terdengar dari belakang suara orang yang taruh penuh

perhatian kepada dirinya, katanya: "Nona Pek apa yang kau lagi

tangisi? Apakah karena Toako membinasakan diri Teng Hong

hingga melukai hatimu?"

Pek Hoa Nio-cu menoleh dengan perlahan sambil mengangkat

kepalanya dan dilihatnya orang itu adalah Oey Ceng Tan. Dalam

hatinya lantas timbul suatu perasaan benci yang tidak terhingga,

maka dijawabnya dengan suara hambar:

"Hatiku tidak enak, sebab itu lekaslah kau keluar, jangan

mengganggu aku lagi disini!"

Oey Ceng Tan terkejut, lama ia membungkam. Melihat sikap

Pek-hoa Nio-cu yang sangat berlainan dengan biasanya itu, hatinya

merasa bercekat maka ia pun keluar dengan segera dari kamar itu.

Setelah Oey Ceng Tan berlalu kembali lagi ia merasakan

kekosongan didalam hatinya, ia berdiri melongo sejenak dan tiba
tiba terbayang diotaknya bayangannya seorang pemuda yang tegap,

gagah dan tampan.

Sejak ia bertemu dengan Ong Bun Ping maka selalu terbayang

wajah anak muda itu diotaknya dan setelah ia menginsjafi segala

perbuatannya yang keliru dimasa yang silam maka sifat baik yang

tersembunyi didalam sanubarinya mulai memainkan peranan diatas

dirinya.

Ia merasa segala perlmatannya yang sudah lain, tidak ada sate

yang paint dipuji. Sejak perasaan itu telah timbul maka hati

cabulnya seketika itu juga telah tersapu bersih dan bayangan Ong

Bun Ping yang tegap tampan telah bersarang didalam hatinya

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

159

hingga menimbulkan rasa cintanya yang sebenarnya beim pernah

ia- rasakan dimasa yang lampau.

Tiba-tiba ia memutar tubuhnya lalu dengan tergesa-gesa ia

membereskan pakaiannya, sudah itu mengambil pedangnya dan

dengan diam-diam berlaln dari Ie Ciu Wan terus kabur ke Siang Ke

Cun.

Karena jarak antara Siang Ke Cun dan Ie Ciu Wan cuma

beberapa puluh lie, maka tidak sampai setengah jam ia sudah tiba di

Siang Ke Cun karena ia kabur dengan ihnu lari pesatnya yang sudah

sempurna.

Tiba disana ia langsung kekamar Chie-clat-su. Tiba didepan

pintu, berdirilah, ia disana agak lama. Ia tidak berani mengetok

pintu. Entah berapa lama ia dalam keadaan demikian, tiba-tiba pintu

hitam itu terbuka dan seorang tua yang agaknya seperti pelayan

rumah tangga menegur padanya:

"Nona cari siapa?"

Pek-hoa Nio-cu sebenarnya ingin mencari Ong Bun Ping, untuk

Memberitahukan padanya tentang keputusan Tong Cin Wie yang

hendak melakukan serangan besar-besaran ke Siang Ke Cun pada

malam itu supaya dipihak Ong Bun Ping bisa siap sedia.

Kini setelah ditegur oleh si pelayan tua itu ia telah menjadi

kemekmek,. lama sekali baru bisa menjawab:

"Aku hendak ketemu dengan Chie Tayjin."

Pelayan tua itu mengawasi diri Pek-hoa Nio-cu, lantas berkata

sambil meng-anggulekan kepalanya:

"Silahkan Nona tunggu dikamar tetamu, nanti aka beritahukan

kepada tuan rurnah."

160

Pelayan tua ini merasakan keadaan yang berlainan sejak ma
jikannya pulang. Usianya yang sudah tua kadang-kadang diwaktu

malam tidak bisa tidur nyenyak sebab melihat Nona Sian yang

setiap malam meronda disekitar rumah dan diatas genteng. Sudah

beberapa kali ia pernah melihat dan meskipun merasa heran didalam

hati, tapi ia tidak berani bertanya.

Tadi pagi keluarga Chie ini didatangi lagi beberapa orang

tetamu yang pada membawa golok dan pedang, sikap sang majikan

demikian menghormati dan ramah tamah kepada tetamu itu dan

rupanya tamu-tamu itu bukan orang sembarangan sebab itu tatkala

Pek-hoa Nio-cu datang, dilihatnya saja dengan sorot mata yang

mengandung heran tapi dalam hatinya tidak timbul perasaan

terkejut.

Tidak beberapa lama pelayan tua itu kembali lagi hersama

seorang pemuda tegap. Tatkala Pek-hoa Nio-cu melihat pemuda itu

hatinya seolah-olah melompat keluar, pemuda itu ternyata adalah

Ong Bun Ping.

Ketika Ong Bun Ping melihat Pek-hoa Nio-cu agak terkejut lalu

dengan perasaan heran ia bertanya:

"Perlu apa saudari datang kemari? Apakah ingin melakukan

seragan secara terang-terangan?"

Pek-hoa Nio-cu menjawab sambil gelengkan kepalanya: "Aku

hendak beritahukan hal yang penting kepada kalian. Kiranya engkau

jangan perlakukan aku begitu galak, bolehkah?"

Ong Bun Ping ketika menampak sikap dan pembicaraan Pek
hoa Nio-cu yang sungguh-sungguh tidak seperti keadaannya waktu

pertama kali ia bertemu, yaitu matanya mengerling, maka separuh

dari rasa mendongkolnya lenyap lalu kembali ia bertanya:

"Ada urusan apa? Katakanlah, aku akan mendengarkan."

161

Pek-hoa Nio-cu ketika melihat sikap Ong Bun Ping yang dingin

maka hatinya merasa pilu hingga mengeluarkan air mata. Sambil

sesenggukkan iapun menjawab:

"Untuk memberitahukan urusan ini kepadamu, aku telah

menempuh bahaya dan tidak memperhitungkan jiwaku sendiri, aku

telah keluar secara sembunyi dari Ie Ciu Wan tapi mengapa kau

perlakukan aku begini sampai secawan teh pun tidak kau suguhkan,

apalagi perkataan yang agak merendah."

Ong Bun Ping seketika itu juga lantas kemekmek, lama barulah

ia bisa menjawab:

"Kau katakan dulu, sebetulnya urusan apa itu dan kalau benar
benar penting, dan ada hubungannya dengan kami, sudah tentu aku

si orang she Ong akan sambut kedatanganmu ini secara hormat.

Kedudukanku dengan nona berlawanan, sudah tentu sedikit banyak

terpengaruli oleh rasa permusuhan, paling baik, hendaknya nona

jelaskan maksud kedatangan nona ini supaya aku tidak keterlepasan

omong "

Pek-hoa Nio-cu lantas memotong. "Ucapanmu memang benar

tapi kami tidak akan bermusuhan pula dengan engkau tapi

sebaliknya yaitu mau membantu pihakmu, dan kau ini akan

pandang ,aku sebagai lawan atau kawan?"

Ong Bun Ping berpikir sejenak lalu menjawab:

"Kalau benar-benar kau membantu pihak kami, sudah tentu aku

akan perlakukan nona sebagai kawan."

Pek-hoa Nio-cu berkata lagi sambil tersenyum:

"Jangan memakai segala istilah "kami" karena aku hanya

bertanya kepada engkau."

Ong Bun Ping berkata dengan sungguh-sungguh:

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

162

"Didalam dunia rimba persilatan sebetulnya tidak terlalu

pandang tinggi tentang segala adat istiadat duniawi, tentang

pergaulan lelaki dan perempuan juga tidak dibatasi oleh segala

peraturan-peraturan yang keras, apa yang kita utamakan ialah

kepercayaan dan kejahatan, kalau nona benar-benar membantu

pihak kami sudah tentu aku Ong Bun Ping akan perlakukan nona

seperti kawan."

Ia berkata demikian sambil menatap wajah Pek-hoa Nio-cu

dengan tajam.

Pek-hoa Nio-cu merasakan pandangan pemuda she Ong itu

amat tajam, entah apa sebabnya ia tidak berani balas memandang

wajah Ong Bun Ping. Baru-buru ia pejamkan kedua matanya.

Mung-kin karena ia memikirkan segala perbuatannya yang

cabul dirnasa yang lampau, hingga dirinya yang sudah kotor itu

tidak ada harga untuk menjadi kawan pemuda yang cakap itu.

Pek-hoa Nio-cu membuka mata sambil menghela napas

perlahan sudah itu ia berkata:

"Tong Cin Wie sudah mengambil keputusan agar malam ini

menyapu bersih Siang Ke Cun dengan orang-orangnya yang banyak

itu."

Ong Bun Ping terkejut lain bertanya: "Benarkah omonganmu

ini?"

Pek-hoa Nio-cu menjawab sambil tertawa getir:

"Dengan menempuh bahaya secara sembunyi aku telah lari

kemari untuk menyampaikan kabar ini, perlu apa harus kubohongi

engkau?"

Ketika Ong Bun Ping menampak sikap dan kata-katanya, telah

menduga bahwa berita yang dibawa oleh nona ini adalah benar

163

adanya maka dengan sorot mata yang penuh rasa terima kasih si

pemuda memandang Pek-hoa Nio-cu sekilas, lalu menyahut:

"Atas berita mengejutkan yang nona sampaikan aku Ong Ban

Ping merasa sangat berterima kasih, silahkan nona masuk sebentar

untuk minum teh !"

Belum habis kata-katanya Ong Bun Ping itu Pek-hoa Nio-cu

sudah tersenyum, suatu senyuman yang mengandung entah rasa

getir atau rasa manis, ia tersenyum sambari memotong ucapan Ong

Bun Ping, katanya:

"Terima kasih, aku masih perlu segera kembali untuk keadaan,

mungkin mereka telah menduga aku datang kemari, karena

ketiadaanku disana. Dan bila mereka ketahui aku disini otomatis

rencana mereka itu akan berubah "

Sampai saat itu didalam hati wanita itu telah timbul dua rupa

perasaan yang saling bertentangan, satu adalah rasa cinta yang

wajar sebagai manusia dan satu lagi adalah rasa benci yang terjadi

oleh karena keadaan, ia cinta kepada pemuda yang berdiri didepan

itu adalah satu perasaan yang dulu belum pernah dialaminya.

Waktu itu ia benci segala perbuatannya sendiri yang sudah lain

itu hingga ia merasa dirinya tidak ada itu harga untuk berdampingan

dengan pemuda yang dikasihinya itu.

Dua perasaan yang sating bertentangan itu, membuat ia merasa.

duka dan rendah diri, meski sepatah kata saja yang merendah dari

Ong Bun Ping namun ditelinganya seolah-olah sangat tajam seperti
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menusuk keulu hati, maka ia tidak mau berdiam lebih lama,

berbareng dengau itu ia juga bersedia hendak korbankan segala

tenaganya untuk membuat Ong Bun Ping.

164

Pek-hoa Nio-cu ketika nampak Ong Bun Ping sangat pemaluan,

hingga ia tidak banyak mengucapkan kata-kata yang manis ia hanya

bisa mengelah napas dan berkata:

"Kalian juga harus bersiap sedia, sekarang aku hendak pergi."

Meskipun mulutnya berkata hendak pergi. namun sepasang

kakinya masih belum mau bergerak, matanya masih tetap

memandang wajah si pemuda agaknya ia hendak membuka mulut

lagi tapi selalu tidak bisa dikeluarkan perkataan yang diinginkan

karena itu ia hanya memandang, sehingga air matanya bercucuran.

Sambil kertak gigi ia lantas menuitar tubuh untuk berlalu.

Waktu Pek-hoa Nio-cu berlalu berdirilah Ong Bun Ping

ditempat itu beberapa lamanya. Sebetulnya pada waktu pertarna kali

ia bertemu dengan Pek-hoa Nio-cu dan melihat lagak yang genit

hatinya agak jemu, tapi malam ini keadaannya sangat berlainan.

Perubahan ini ia tak tahu karena apa, sampai bayangan Pek-hoa

Nio-cu lenyap dari pemandangannya barulah ia ingat bahwa berita

harus segera diberitahukan kepada Suhunya. Maka ia lantas pergi

keruangan dalam, disitu sudah ada duduk Cio Bin Giam Lo Sun Tay

Beng, Chie Ciat-su, Cin Tiong Liong dan Kang Sian Cian.

Begitu Ong Bun Ping muncul maka bertanyalah Sun Tay Beng:

"Siapa itu yang diluar?"

Ong Bun Ping segera memberitahu maksud kedatangan Pek
hoa Nio-cu itu, Sun Tay Beng merasa keadaan gawat ketika

mendengar berita itu. Maka dikerutkan alisnya lalu berkata:

"Tidak perdnii berita yang dibawa orang tali benar atati

bohong, sebaiknya kita harus bersiap sedia, sekarang ini tenaga kita

masih belum cukup, sebab lawas berjumlah banyak orang tapi kita

sedikit, sudah tentu sukar untuk melawan keras dengan keras. Kita

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

165

harus lawan dengan akal, sambil menanti bala-bantuan yang

dirninta oleh Yayanya Sian-ji, lalu kita gempur sekaligus, supaya

kita bisa bikin beres soal ini jangan sampai meninggalkan ekor

untuk kernudian hari."

Sun Tay Beng berpikir pula sejenak lalu menyambung lagi

perkataannya:

"Meskipun jumlah kawanan penjahat itu tidak sedikit. tapi

cuma beberapa gelintir saja yang ditakuti, yang paling jahat adalah

si Tua Bangka Cian-pi-sin-mo, kalau Yayanya Sian-ji tidak datang,

barangkali tidak ada seorangpun yang benar-benar mampu

melayaninya. Menurut keadaan pada dewasa ini, yang paling baik

bagi kita adalah menyingkirkan rasa kekuatiran kita baru kita bisa

menghadapi musuh dengan perasaan lega."

Cin Tiong Liong mengerti maksud Sun Tay Beng, yaitu

menghendaki supaya keluarga Chie Ciat-su menyingkir untuk

sementara, agar tidak usah memikirkan cara melindunginya, tapi

soalnya sekarang ialah kemana keluarga Chie itu harus

diungsikannya? Di rumah berbahaya, keluar demikian pula, oleh

karena sekarang ini dipihak sendiri hanya ada empat orang, tenaga

kurang, sudah tentu tidak dapat membagi pula tenaganya untuk

bertugas melindungi mereka.

Orang she Cin berpikir demikian, Kang Sian Cian demikian

juga, Ong Bun Ping juga memikirkan soal itu, hingga sesaat itu

tidak seorang pun yang mampu memecahkan soal yang sulit itu.

Keadaan dalam ruangan itu pada saat itu sunyi senyap.

Tiba-tiba Chie Ciat-su memecahkan kesunyian itu. Ia berkata

dengan suara nyaring: "Tuan-tuan tidak usah capaikan hati untuk

keselamatan kita serumah tangga. Mati hidup seseorang, sudah ada

garisnya sendiri-sendiri, kita orang yang seolah-olah baru keluar

166

dari bahaya, terhadap hal ini sama sekali tidak pernah kita

pikirkan."

Kira-kiranya Ciat-su itu seolah-olah pedang yang tajam

menusuk hati Sun Tay Beng dan kawan-kawannya, karena mereka

seliagai orang-orang yang sudah ternama dirimba persilatan, masa

tidak mampu melindungi jiwa keluarga Chie.

Sun Tay Beng lantas angkat kepala dan tertawa bergelak-gelak,

kemudian ia berkata:

"Sun Tay Beng hampir seumur hidup berkelana didunia Kang
ouw juga sudah mengalami banyak kejadian hebat, aku tidak

percaya dengan hanya kekuatan Tong Cin Wie saja, bisa

menyulitkan aku. Sian-jie, kan masih mempunyai berapa duri ?ikan

terbang'? Kalau tidak cukup, suruhlah Ong Suhengmu membuatnya

segera. Sekarang juga harus dikerjakan dan harus selesaikan

sebelum menyelang jam dua pagi. Orang kita cuma sedikit mungkin

terpaksa kita cuma menggunakan duri ?ikan terbang? ini untuk

melayani segala kurcaci dari Utara."

Ong Bun Ping terkejut ketika mendengar perkataan sang Suhu
nya itu tapi ia mengerti hahwa Suhunya itu telah gusar karena

mendengar ucapan Chie Ciat-su tadi, hingga tanpa menghiraukan

perbuatan yang melanggar pantangan membunuh dan hendak

menggunakan senjata rahasia 'duri ikan terbang'nya yang telah

menggetarkan dunia Kang-ouw untuk menyambut musuh
musuhnya.

Ia telah mendengar bahwa gurunya mempunyai semacam ilmu

serangan senjata rahasia yang paling lihay yang bernama 'Boan
thian-hoa-ie' atau Hujan Kembang dari atas Langit dan ia

mendengar Suhunya bisa menggunakan banyak senjata rahasia yang

dilancarkan sekaligus, hingga orang sukar sekali untuk menjaganya.

167

Ong Bug Ping sudah lama mengikuti gurunya tapi ia baru

mendengar lihaynya ilmu serangan itu. Ia belum pernah

menyaksikan dengan matanya tapi kini setelah mendengar ucapan

Suhunya itu ia lantas tabu bahwa Suhunya hendak menggunakan

senjatanya yang istimewa itu untuk menghadapi musuh-musuhnya,

diam-diam ia menghela napas. Wahtupun begitu ia merasa girang

juga karena dapat menyaksikan kepandaian istimewa dari Suhunya.

Dalam hati ia me-mikir demikian, tapi matanya ditujukan kewajah

Kang Sian Cian.

Kang Sian Cian juga mengerti maksud Sun Tay Beng yang

hendak menggunakan senjata rahasia istimewa untuk menghadapi

musuh-musuhnya hingga lantas berkata seraja ia bersenyum:

"Yang heracun tidak banyak, tapi yang tidak beracun masih ada

sekantong, kira-kira seratus batang lebih."

Sun Tay Beng berkata sambil gelengkan kepala: "Tidak cukup,

lekas keluarkan sebatang dan serahkan kepada Ong Suhengniu agar

ia membuat yang baru."

Kang Sian Cian segera mengambil sebatang 'duri ikan terbang'

sebagai contoh lalu diserahkannya kepada Ong Bun Ping.

Belem lama Ong Bun Ping berlalu, pelayan tea Chie Lok telah

mengantar seorang tua bersama seorang wanita muda yang herusia

kira-kira dua puluh tiga tahun yang berparas cantik.

Tamu itu adalah sahabat karib Sun Tay Beng, yang menjadi

guru silat di Bu Kong San yang hernama Koo Hong dan yang

mempunyai julukan Siang-ciang-tin-kang-see, atau sepasang tangan

mengamankan daerah Kang-see. Dan itu wanita muda adalah puteri
nya sendiri yang bernama Koo Jie Lan.

Karena Koo Hong kawan lama Sun Tay Beng maka ia telah

mengajak puterinya yang cuma satu-satunya itu untuk datang

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

168

memberi selamat hari ulang tahun Sun lay Beng yang ke Enam

Puluh tapi tidak nyana kedatangan Koo Jie Lan ini telah bertemu

dengan Ong Bun Ping yang kemudian membuat riwajat hidupnya.

Hal ini akan dilihat dalam lanjutannya cerita ini.

Kala itu Kan. Sian Cian baru saja berguru kepada Sun Tay

Beng, didalam hati Ong Bun Ping cuma Sumoy kecil itu yang ada

hingga meski Koo Jie Lan berlaku baik padanya tapi ia tidak ambil

perhatian sikapnya tetap dingin terhadap Koo Jie Lan.

Koo Hong sebetulnya cuma ingin tinggal berapa hari saja di

rumah Sun Hong Beng tapi tidak nyana Jie Lan menggerecoki

ayahnya dan minta sang ayah tinggal lebih lama disitu. Koo Hong

yang telah lanjut usianya itu dan mati oleh isterinya selagi masih

muda dengan sendirinya ia seralu mernanyakan anaknya yang

seorang saja itu.

Tidak pernah ia menolak permintaan anaknya itu untuk tinggal

disitu beberapa lama lagi. Jie Lan berdiam dirumah Sun Tay Beng

hampir satu bulan lamanya, tapi sikap Ong Bun Ping tetap dingin,

karena sikap yang dingin ini Koo Jie Lan telah pulang dengan

perasaan duka.

Si nona yang sudah tergila-gila kepada Ong Bun Ping ketika

tiba dirumah, pikirannya kusut, parasnya layu dan tidak lama

kemudian lantas jatuh sakit.

Sakitnya Jie Lan telah mengejutkan ayahnya hingga ia

menanya berulang-ulang barulah Jie Lan mengatakan sebab
sebabnya. Ia hanya mengatakan bahwa Ong Bun Ping tidak suka

bermain dengannya.

Sang ayah yang mendengar keterangan itu, betapapun dogolnya

segera mengerti maksud anaknya lalu segera berkata sambil ter
tawa :

169

"Ini bukan urusan besar hendaknya engkau menjaga diri baik
baik aku akan rnencari Suhu untuk berunding. Suhunya tak akan

menolak dan kemauan Suhunya ia tak berani bantah.

Jie Lan meski mengerti bahwa cara ini agak kurang namun

tidak ada lain jalan baginya yang lebih baik, maka terpaksa ia tidak

menjawab.

Bagi anak perempuan, tidak menjawab itu berarti setuju, Koo

Hong yang sangat cinta pada puterinya, tiga hari kemudian lantas

meninggalkan rumah pergi mencari Sun Tay Beng. Ketika Koo

Hong tiba dirumah Sun Tay Beng, dengan terus terang menyatakan

maksud kedatangannya, ia mau supaya Sun Tay Beng tunjukkan

kewibawaan kepada Ong Bun Ping supaya Ong Bun Ping menerima

baik perkawinannya dengan Jie Lan tapi tidak nyana si orang she

Bun itu menjawab:

"Guru cuma mengajarkan ilmu silat kepada muridnya,

bagaimana aku bisa memikirkan soul jodoh? Kau Si Tua Bangka

perlu apa mesti merecoki soal anak, mungkin dalam hal ini mereka

lebih pandai daripada kita."

Maksud Koo Hong ingin supaya Sun Tay Beng suka

memandang persahabatan mereka yang sudah berjalan berpuluhDara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

puluh tahun lamanya itu dalam pikirannya, kalau ia buka mulut

sudah tentu mendapat persetujuan Sun Tay Beng, lagi pula Jie Lan

juga cukup cantik parasnya tapi tidak nyana sama sekali kalau Sun

Tay Beng tidak mau mengurus persoalan itu.

Dalam murka ia lantas menggebrak meja. Memaki-maki Sun

Tay Beng tidak memandang mata pada sahabat karibnya. Si orang

she Sun cuma tertawa sambil geleng kepada, hingga membuat Koo

Hong bertambah murka, ia pecahkan semua perabot rumah tangga

Sun Tay Beng, dan selanjutnya persahabatan mereka putus.

170

Setelah Koo Hong kembali kerumahnya japan menasehati

anak-nya, katanya:

"Ong Bun Ping tidak bermaksud terhadap dirimu, perlu apa kau

pikirkan dia saja? Dalam dunia ini toh masih banyak pemuda yang

cakap, dengan mengandal nama dan pengaruhku serta parasmu yang

seperti bunga botan, pasti jodoh itu akan datang dengan sendirinya."

Meski Koo Hong banyak beri nasehat sampai mulutnya

berbusa, tapi sedikitpun tidak masuk ditelinga Jie Lan. Ini

disebabkan diri Ong Bun Ping sudah berakar sangat dalam didalam

hatinya. Tapi karena ia tidak ingin ayahnya terlalu berduka, maka

dengan terpaksa ia menjawab sambil bersenyum:

"Ia telah menolak begitu getas, sudah tentu anakmu tidak akan

memikirkan dirinya lagi, cuma saja seumur hidupku ini aku tidak

ingin menikah, aku ingin melayani ayah untuk selamanya."

Koo Hong terperanjat lalu bertanya:

"Sudals begini lanjut. berapa tahun lagi aku bisa hidup? Dan

hagaimana kalau aku mati?"

Sambil tertawa getir Jie Lan menjawab:

"Kalau ayah meninggal dunia, aku akan menjadi Nikou."

Koo Hong menghela napas, tidak berkata apa-apa lagi. Ia tahu

benar adat anaknya, tidak guna memberi nasehat banyak-banyak,

tapi setelah kejadian itu, sifatnya Jie Lan beruhah banyak, satu nona

muda yang lincah resit, telah berubah menjadi seorang yang

pendian dan tidak suka bicara, sekalipun ditanya oleh ayahnya

sendiri jawabannya juga pendek sekali.

Koo Hong melihat anaknya makin hari makin kurus, hatinya

merasa hancur tapi apa mau dikata sebab pada saat itu ia sendiri

juga mendapat sakit.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

171

Jie Lan melihat ayahnya telah jatuh sakit karena memikiri

dirinya, diam-diam juga merasa sedih maka dengan demikian iapun

tumpahkan seluruh temponya untuk belajar silat, hingga seluruh

kepandaian ayahnya ia dapat pelajari dengan mahir sekali.

Pada suatu hari, Koo Hong kembali menanyakan soal dirinya,

tapi Jie Lan hanya menjawab dengan suara hambar:

"Kalau ayah menghendaki anakmu hidup terus, terserah kepada

ayah sendiri untuk memilihkan jodo untuk anakmu!"

Ucapan ini telah membikin Koo Hong terkejut, hingga

selanjutnya ia tidak berani mengungkat-ungkat lagi soal perjodoan

anaknya, dengan demikian hingga si nona itu telah lewatkan masa

mudanya selama dua puluh tiga tahun dengan sia-sia.

Setengah bulan berselang tiba-tiba si kakek jenggot perak Kang

It Peng mengunjungi Bu Kong San, ia mengundang Koo Hong ayah

dan anaknya turun gunung untuk memberi bantuan tenaga padanya,

Koo Hong dan Kang It Peng juga merupakan dua sahabat karib,

apalagi Kang It Peng adalah seorang Kang-ouw yang sudah

terkenal, maka begitu mendengar ajakan untuk memberi bantuan

padanya anaknya merasa tidak enak bila menolak ajakan tersebut,

sehingga ia menanyai Kang It Peng siapa-siapa jago tua yang telah

diundang.

Tatkala Kang It Peng memberitaturkan bahwa drantara mereka

yang diundang itu terdapat nama Sun Tay Beng, Koo Hong lantas

beruhah pucat wajahnya dan lama tak dapat membuka mulut.

Kang It Peng merasa heran, lalu menanyakan sebab-sebabnya,

maka Koo Hong tidak sembunyikan isi hatinya. Ia segera

menceritakan semua hal ichwal sehingga terjadi bentrokan dengan

sahabat lamanya itu. Kang It Peng sehabis mendengar lain berkata

sambil tertawa:

172

"Sifat Sun Tay Beng memang suka main-main, ucapan kita

tidak boleh anggsp benar-benar. Nanti setelah kita selesaikan

persoalan keluarga Chie, aku nanti akan turun Langan untuk

membantu kalian membereskan soal ini. Ong Bun Ping itu anak

paling dengar kata-kataku. meski aku tidak berani mengatakan

seratus persen berhasil, tapi ada harapan akan berhasil."

Koo Hong herkata sambil menghela napas:

"Jika demikian hendaknya, soal bantu tenaga ini aku tidak bisa

ambil putusan sendiri. Aku harus rundingkan dulu dengan anakku

agar kutahu, bagaimana pendapat anakku. Dengan terus terang saja,

Lan-jie setelah di tinggal mati oleh ibunya, telah kumanja

sedemikian rupa sehingga sifatnya susah dirubah."

Kang It Peng berkata sambil tertawa, "Aku akan berangkat

lebih dahulu, kau tanyakan pikiran anak-mu lebih dahulu, kalau

setuju harap supaya lekas berangkat."

Sehabis berkata orang tua itu lalu pamitan. Sepeninggal Kang It

Peng, Koo Hong lantas menghampiri karnar anaknya. Tatkala itu

Jie Lan sedang menyulam. Koo Hong lalu memberitahukan maksud

kedatangan Kang It Peng yang mengajak ke Siang Ke Cun untuk

memberi bantuan tenaga padanya, ia katakan juga bahwa Sun Tay

Beng dan Ong Bun Ping akan berada disana selama itu ia

menanyakan apakah si anak bersedia untuk pergi atau tidak.

Sungguh diluar dugaan Koo Hong, Jie Lan ternyata meneritna

baik undangan tersebut dengan tanpa ragu-ragu, maka ayah dan

anak itu lantas berangkat hari itu juga menuju ke Siang Ke Cun, dan

kedatangan mereka di Siang Ke Cun itu tepat pada wak tunya yaitu

ketika Tong Cin Wie akan melakukan penyerangan pada malam itu.

173

Tatkala Sun Tay Beng menampak bahwa tetamu yang datang

itu adalah Koo Hong dan anaknya, maka iapun berdiri lalu

menyambut. Sambil tertawa iapun berkata:

"Aku tahu kalau aku yang mengundang tentu kau tidak mau

datang, maka lebih baik aku tidak mencari penyakit sendiri."

Koo Hong mend jawab sambil tertawa hambar:

"Sun Tay-hiap terlalu merendahkan diri, kita ayah dan anak

adalah orang-orang kasar, bagaimana kau bisa pandang kita, Bu

Kong San adalah sebuah dusun kecil, sudah tentu tidak pantas untuk

kau kunjungi."

Sun Tay Beng berkata sambil gelengkan kepala, "Tidak nyana

urusan sekecil itu kau masih tetap ingat sampai behetapa tahun

lamanya, aku Sun Tay Beng benar-benar merasa kagum."

Bicara sampai disitu ia lantas menoleh dan berkata kepada Koo

Jie Lan sambil tertawa, "Bagaimana? Apa kau juga tidak mau

mengenali empe Sunmu lagi?"

Pertanyaan ini telah membuat Koo Jie Lan merasa tidak enak,

make buru-buru ia memberi hormat sambil berkata:

"Lan-jie memberi hormat kepada Sun Supe."

Sun Tay Beng tertawa bergelak., ia menoleh lagi pada Koo

Hong dan mengawasi sejenak lalu berkata:

"Orang sudah tua semacam kau masih begitu keras kepala,

apakah tidak malu dengan anakmu sendiri?"

Paras Koo Hong berubah merah, sebaliknya Koo Jie Lan cuma

sambut perkataan sang Supe itu dengan bersenyum getir. Disaat itu,

Sun Tay Beng bars melihat bahwa Koo Jie Lan sedang murung,

hingga hatinya bercekat, lalu ia menarik Koo Hong dan

mengajaknya keluar, diluar ia bertanya:

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

174

"Apakah Jie Lan sudah menikah?" Koo Hong diperlakukan

demikian hangat oleh Sun Tay Beng hingga sekalipun dalam hati

merasa mendongkol tapi ia tidak berani mengutarakannya. Ketika

mendapat pertanyaan dari Sun Tay Beng itu. kembali ia ingat nasib

anaknya dan ia sendiri, maka lantas menjawab seraja tertawa dingin.

"Kau masih berlaga baik hati, kematian Jie Lan ada hubung-apa

dengan kau orang she Sun?"

Sun Tay Beng menjawab dengan sungguh-sungguh:

"Orang-orang dari golongan muda ada mempunyai pikiran

sendiri, mereka dapat berbuat menurut kehendaknya sendiri, dalam

hal ini sebetulnya tidak perlu kita turut campur tangan. Memang

urusan didalam dunia ini sebagian besar tidak mencocoki keinginan

kita, tentang kesulitan anakmu dan penderitaan yang dideritanya

selama itu, meski aku tidak merasakan, tapi apakah kau tahu nasib

apa yang telah dialanda oleh muridmu? Aku sendiri sebagai

gurunya juga merasa tidak pantas untuk menanyakan urusan pribadi

muridnya sendiri, apalagi terhadap anakmu, kalau kau masih ingat

dan menaruh dendam soal ini untuk selamanya, itu terserah

kepadamu sendiri."

Koo Hong ketika mendengar perkataan si orang she Sun itu ia

merasa terkejut, lalu bertanya: "Kau berkata setengah harian, tapi

aku belum mengerti apakah maksudmu, berkatalah terus terang!"

Sun Tay Beng pun menjawab seraya tertawa: "Urusan ini

dikemudian hari kau tentu akan mengerti sendiri, aku sekarang

hanya mau bertanya kepada engkau. apakah Jie Lan sudah menikah

atau belum?"

Koo Hong geleng kepala sambil menghela napas. Sun Tay

Beng kembali berkata: "Kau jangan menghela napas dulu, malam

ini kawanan, penjahat dari Utara segera akan turun tangan dan

175

sangat tepat kedatangan kalian berdua. Kang It Peng dengan

tergesa-gesa telah mengundang kita, tapi ia sendiri entah ber
sembunyi dimana.''

Setelah berkata demikian iapun mengajak Koo Hong untuk

kembali keruangan dalam. Dilain pihak Kang Sian Cian sudah

menarik tagan Koo Jie Lan, kedua anak dara ini nampaknya

mempunyai hubungan erat sekali.

Sun Tay Beng perkenalkan Koo Hong kepada Chie Ciat-su dan

Cin Tiong Liong dan tidak lama kemudian lantas Chie Ciat-su

orang-orangnya menyediakan barang-barang hidangan untuk tamu
tamunya.

Karena Koo Hong telah datang maka mereka mengambil

keputusan bahwa keluarga Chie tidak perlu diungsikan tapi

memutuskan agar Kang Sian Cian dan Koo Jie Lan melindungi

mereka. Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping ditugaskan untuk

memberi bantuan kepada mereka, Sun Tay Beng dan Koo Hong

ditugaskan menyambut kedatangan kawanan penjahat, tapi tidak
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perlu bertempur mati-matian.

Selama empat tahun belakangan ini Koo Jie Lan belum pernah

melupakan Ong Bun Ping, maka setelah tiba dirumah keluarga Chie

ia selalu memperhatikan diri anak muda itu, tapi sehingga saat itu ia

belum melihat diri anak muda itu. ia merasa tidak enak untuk

menanyakannya, Kang Sian Cianlah yang memberitahukan

kepadanya bahwa Ong Bun Ping pada saat itu sedang membuat

senjata rahasia duri ikan terbang.

Kira-kira jam satu tengah malam, Ong Bun Ping telah muncul

dengan membawa banyak duri ikan terbang yang dibuatnya dan

pada saat itu diruangan besar rumah keluarga Chie telah dipasang

dua buah lilin besar yang memberi penerangan terang benderang

176

Kang Sian Cian, Cin Tiong Liong dan lain-lainnya sudah pada

siap sedia dengan senjata masing-masing dan Sun Tay Beng meski

masih berpakaian panjangnya, tapi tangannya memegang satu

tongkat besi yang berkepala naga.

Tatkala Ong Bun Ping melihat Koo Hong juga berada di situ,

lalu menghampiri memberi hormat dan berkata, "Koo Siok ada

baik?

Koo Hong hanya perdengarkan suara jawaban dihidung, tidak

menjawab pertanyaannya, hingga membuat Ong Bun Ping merasa

tidak enak, tatkala ia melihat kesekitarnya dan nampak Koo Jie Lan

juga ada bersama Kang Sian Cian, Ong Bun Ping agaknya masih

belum insjaf kalau dirinya sedang dibuat pikiran oleh si anak dara,

saat itu lantas angkat tangan dan berkata:

"Lan Sumoy baik?"

Koo Jie Lan membalas hormat, sambil bersenyum getir iapun

menjawab:

"Terima kasih, apakah Ong Suheng juga apa baik?"

Jawaban dan bersenyumnya itu seolah-olah ada mengandung

rasa cinta dan benci, hingga Ong Bun Ping bercekat, ia hanya balas

dengan senyuman dan kemudian menyerahkan senjata-senjata yang

ia bikin itu kepada Sun Tay Beng.

Sun Tay Beng menyambuti senjata tersebut seraja berkata:

"Jumlahnya kawanan penjahat ada hanyak, kalau malam ini

betul-betul hendak menyerang, sudah tentu dengan tekad yang bulat

supaya usaha mereka itu berhasi!, pihak kita yang sedikit, orang

tidak baik bertempur mati-matian dengan mereka, kalau saudara ada

mempunyai kepandaian istimewa, keluarkan saja jangan ragu
ragu!"

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

177

Ucapan ini sebetulnya mengandung maksud supaya kawan
kawannya boleh mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk

melakukan pembunhan berapa hanyak yang mereka dapat lakukan.

Setelah mengucapkan perkataan tersebut. Sun Tay Beng lantas

tarik tangan Koo Hong lalu ajak dia herlalu seraja berkata:

"Jalan! Mari kita yang nyambut mereka lebih dahulu."

Keduanya segera melompat keluar ruangan rumah. Cin Tiong

Liong perintahkan orangnya supaya padamkan Jilin dan kemudian

berpesan kepada Kang Sian Cian supaya memberitahukan kepada

orang-orang keluarga Chie agar jangan bergerak semharangan.

Setelah selesai mengatur lalu ia bersama-sama Ong Bun Ping

melakukan penjagaan.

Kang Sian Cian memhawa pedang dan kantong piauwnya,

sedang Koo Jie Lan juga siap dengan sepasang pedangnya, kedna

nona itu setelah melakukan pemeriksaan diatas genteng sebentar

lantas hersembunyi ditempat yang gelap.

Kala itu adalah akhir musim dingin hingga baik sekali bagi

orang-orang jahat melikukan kejahatannya.

Ketika lewat jam dua malam, para penjahat dari Ie Cin Wan

mulai bergerak. Tong Cin Wie diapit oleh Thay-si Sian-su dan

Tian-pi-sin-mo berjalan lebih dahulu, sedang Oey Ceng Tan dan

loan Kong Hong serta sepuluh pembantunya dibagi menjadi dua

romboongan nutuk melakukan penyerangan dari sebelah kin dan

kanan Pek-hoa Nio-cu, Yan-san-ji-kui dan Kim Ling Siang-kho,

merupakan orang-orang yang terpilih dan mereka ini berada dalam

rumbongan Oey Ceng Tan dan Hoan Kong Hung.

Tong Cin Wie, Thay-si Sian-su dan Cian Pi Sin Mo dapat

berlari dengan kepesatan yang luar biasa, hingga dengan sekejap

saja sudah berada diluar Siang Ke Cun.

178

Pada saat itu terdengar suara dingin dan tiba dari tempat gelap

melompatlah dua bayangan orang menghadang perja!anan ketiga

orang tersebut.

Thay-si Sian-su melihat bahwa orang-orang membawa tongkat

yang berkepala naga dan berpakaian panjang. Mereka itu adalah

Sun Tay Beng sendiri. Dan orang yang disebelah kanannya adalah

seorang tua yang berjenggot panjang, badannya tinggi besar. Di

belakang gegernya ada, menggemblok sebilah golok besar, tapi ia

tidak mengenal siapa orang tua itu.

Ketika Thay-si Sian-su menampak Sun Tay Beng rnaka

ingatlah ia hinaan yang ia terima pada malam kemarin sehingga saat

itu darahnya naik. Selagi ia hendak turun tangan Tong Cin Wie

sudah rnengangkat tangan memberi hormat kepada dua orang

tersebut seraja berkata:

"Kiranya Jie-wie adalah orang-orang terkenal didaerah Kang
lam ini karena Tong Cin Wie baru kali ini mengunjungi tempat ini,

hingga tidak kenal siapa Jie-wie. Numpang tanya bagaimana

sebutan Jie-wie."

Sehabis berkata demikian itupun mengawasi Sun Tay Beng

dengan mata yang tajam. Sun Tay Beng tertawa bergelak-gelak lalu

menyahut:

"Tong Toako terlalu merendahkan diri, kau tidak kenal aku,

tapi aku kenal kau adalah Sin-ciu-tui-hun Tong Cin Wie. Kau yang

sudah baik-baik berada di Utara dengan kedudukan yang tinggi, seta

sudah menjadi pernimpin kalangan rimba hijau., mungkin bagi

orang-orang dunia Kang-ouw semua tahu tentang ini. Kenapa Tong

Toako tidak mau senang-senang, berdiam di Utara tapi pada malam

yang begini dingin, kau telah kelujuran kemari. Apa sebetulnya

maksudmu kesini? Tempat ini rasanya bukan tempat dibawah

kekuasaanmu!"

179

Tong Cin Wie tertawa dingin lalu menjawab:

"Kalau mendengar dari omonganmu, ternyata kau alalah

seorang jumawa, bukankah kau ini Chio-bin-giam-lo Sun Tay

Beng?"

Sun Tay Beng menjawab dengan suara dingin lagi:

"Kau toch sudah tahu, mengapa tadi berlaga bertanya pula?"

Tong Cin Wie mengamat-amati Sun Tay Beng sejenak, lalu

berkata kepada Koo Hong sambil menyoja: "Saudara ini berjalan

bersama' dengan Sun Tay-hiap, tentu dia ini seorang yang terkenal

pula dikalangan Kang-ouw, aku Tong Cin Wie ingin belajar kenal."

Koo Hong menjawab dengan suara dingin:

"Dalam rimba persilatan didaerah Kang-lam, memang benar

ada banyak orang yang terkenal, tapi aku Koo Hong belum

mendapat itu kehormatan sebagai orang yang terkenal, kau orang

she Tong dengan membawa kawan-kawan rimba dari Utara, menuju

keselatan dengan jumlah yang banyak, sudah tentu tidak pandang

mata kepada kawan-kawan kita yang berada didaerah Kang-lam.

Sobat, kalau mau belajar kenal maka kita juga harus melayani walau

akan bagaimana sekalipun."

Tong Cin Wie menoleh lalu mengawasi Thay-si Sian-su dan

Orang tua aneh itu masih tetap memejamkan matanya setelah tidak

mendengar pembicaraan mereka.

Rupanya Thay-si Sian-su belum mendengar tentang dirinya

Koo Hong hingga ia hanya berdiri dengan tidak berkata apa-apa.

Ketika Tong Cin Wie melihat kedua ora itu tidak berkata apa
apa maka ia tertawa bergelak-gelak seraya berkata:

"Tuan mungkin adalah seorang yang mempunyai kepandaian

tulen, tapi tidak luau tunjukkan diri, hingga jarang muncul di dunia

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

180

Kang-ouw, nama Koo Hong ini belum pernah kudengar dari mulut

orang. Tapi kau telah berada bersama Chio-bin-giam-lo, maka

sudah tentu kau ini bukan orang dari golongan sembarangan, aku

hanya kuminta jangan sesalkan pengetahuanku yang cetek ini.

Cuma aku Tong Cin Wie, ada beberapa patah kata-kata yang perlu

kujelaskan dahulu yaitu aku sekali-kali tidak mempunyai maksud

untuk melanggar kehormatan kawan-kawan didaerah Kang-lam.

Maksud kedatanganku ke Siang Ke Cun ini, semata' hanya untuk

membereskan soal dendam pribadi. Chie Kong Hiap dahulu pernah

menjabat pangkat tinggi, selalu bersikap bermusuhan dengan

kawan-kawan rimba hijau, entah berapa banyak jiwa kawan-kawan

kita yang terbinasa ditangannya, asal aku bisa menyingkirkannya

bersama seluruh keluarganya maka aku Tong Cin Wie akan segera

pulang ke Utara bersama orang-orangku."

Belum sempat Koo Hong menjawab sudah didahului oleh Sun

Tay Beng.

"Enak benar kata-katamu ini, kenyataannya tidak demikian

mudah, kalau kau Tong Cin Wie tidak bermaksud hendak jual lagak

di daerah Kang-lam, mengapa tidak menurut peraturan didunia

Kang-onw yaitu terlebih dahulu harus mengunjungi kawan-kawan

rimba persilatan didaerah Kang-lam? Ini adalah suatu tanda hahwa

kau tidak memandang mata kepada kami. Mungkin kau mengira

kawan-kawan dari rimba persilatan di daerah Kang-lam, tidak ada

yang berani mengganggu dirimu."

Ketika Tong Cin Wie mendengar Sun Tay Beng menimpakan

segala kesalahan diatas pundaknya iapun perdengarkan suara dingin

dan berkata:

"Satu yang mengaku diri sebagai seorang pendekar budiman,

telah ajukan diri sebagai pelindung seorang bekas pegawai negeri,

181

hal ini apa bedanya dengan itu orang-orang yang menampakkan

dirinya kepada lain bangsa?"

Sun Tay Beng berkata dengan suara bengis:

"Kita orang-orang Kang-now yang selalu berbicara dengan

pedangnya, menyingkirkan kejahatan itu berarti melakukan

kebajikan, ada beberapa orang yang mengambil kepandaian ilmu

silatnya untuk melakukan perbuatan dan sewenang-wenang,

memeras, membegal, merampok dan lain-lain perbuatan kawanan

berandal, bangsa kurcaci dari rimba persilatan ini bila mati satu

maka itu berarti satu kejahatan telah berkurang. Kalau mati semua

berarti semua kejahatan hilang. Kau Tong Toako, dengan Chie CiatDara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

su ada mempunyai dendaman sakit hati apa, hanya kau sendiri yang

mengerti, kau putar balik duduk berdirinya perkata sangkaanmu itu

berguna?"

Perkataan Sun Tay Beng ini membuat Tong Cin Wie marah

seketika, maka iapun segera berkata dengan suara gusar:

"Sun Tay Beng, kau jangan terlalu terkebur karena maksud

baik maka itu aku nasehati kau. Sangkamu aku si orang she Tong

takut ke-padamu?"

Baru saja habis ucapannya itu Thay-si Sian-su sudah melompat

maju dan berkata:

"Dengan seorang jumawa seperti orang ini, apa perlunya masih

bicara menurut aturan!"

Sian-su itu berkata sambil gerakkan tongkatnya, dengan suatu

gerakan mendadak tongkatnya itu inenyerang Chio-bin-giam-lo.

Hweeshio tua ini masih ingat hinaan yang diperoleh tadi malam

hingga dipakainya tenaga dalam yang penuh untuk menyerang.

182

Chio-bin-giam-lo telah menyambut serangan tersebut dengan

tongkatnya, setelah itu ujung tongkatnya yang berkepala naga telab

meluncur menotok dada Thay-si Sian-su.

Sian-su menangkis serangan si orang she Sun tapi siapa tahu

Sun Tay Beng lantas rubah serangannya. Karena perubahan tersebut

amat cepat hingga Thay-si Sian-su terpaksa mundur dua langkah.

Baru bergebrak Thay-si Sian-su sudah dipaksa mundur dua langkah

hingga bukan main murkanya. Setelah menggereng hebat,

tongkatnya menyerang lagi dengan hebat. Saar ito curna terdengar

hunyi deru dua tongkat tang berputaran dan bayangan yang

berseliweran hebat.

Pertempuran itu telah berjalan empat puluh jurus tapi

nampaknya keduanya sama-sama kuat hingga sukar dibayangkan

siapa yang Iebih kuat dan siapa yang lemah.

Pada saat itu kawanan penjahat sudah tiba semuanya disitu

mereka telah menyaksikan pertempuran tersebut dan berdiri

berbaris dibelakang Tong Cin Wie.

Tong Cin Wie menyaksikan kekuatan Thay-si Sian-su

berimbang dengan Sun Tay Beng, nampaknya sebeuim ratasan

jurus pertempuran itu tidak akan berubah hingga dalam hatinya

merasa sedikit gelisah, kemudian ia menoleh lain memerintahkan

oran-orangnya supaja menerjang.

Koo Hong yang sudah siap ketika menampak kawanan penjahat

bergerak, ia lantas membentak hebat dan golok ditangannya

diputarnya untuk menyerang kawanan penjahat tersebut. Jago tua

tinggi sekali ihmu silatnya apalagi sedang berada dalam keadaan

gusar, maka setelah goloknya dikerjakan, sebentar saja kawanan

penjahat kocar-kacir.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

183

Ketika Tong Cin Wie menampak Koo Hong sangat gesit

gerakannya lantas turun tangan sendiri. Dengan senjata tumbaknya

ia menikam dada si jago tua itu tapi Koo Hong dengan cepat

berkelit dan kemudian babas menyerang dengan goloknya, dengan

demikian dua orang itu telah bertempur dengan seru.

Tong Cin Wie sambil bertempur ia serukan kepada oran
orangnya:

"Kalian lekas menerjang, binasakan dahulu jiwa keluarga

Chie!"

Setelah kawanan penjahat itu mendengar perintah tersebut

tanpa ayal lagi mereka terus menerjang ke Siang Ke Cun.

Ketika Chio Bin Gian Lo dan Koo Hong melihat perbuatan

kawanan penjahat tersebut mereka pun merasa mendongkol dan

gelisah tapi karena Thay-si Sian-su dan Tong Cin Wie merupakan

lawan-lawan mereka seimbang, hingga mereka tidak dapat

kesempatan untuk menghalangi majunya kawanan penjahat tersebat.

? ooOoo ?

VIII.

Kita balik lagi kepada Oey Ceng Tan dan Hoan Kong Hong

yang memimpin oran-orangnya menyerang Siang Ke Cun. Baru

saja mereka tiba dimuka perkampungan Siang Ke Cun tiba-tiba dari

tempat gelap lantas menyamber sinar putih menuju dada Oey Ceng

Tan dengan kecepatan seperti kilat.

184

Sebentar kemudian dimulut perkampungan tersebut, telah

muncul dua orang berpakaian ringkas yang merintangi perjalanan

mereka.

Oey Ceng Tan mengawasi seorang lelaki yang berdiri disebelah

kanan, ternyata orang itu hanya dengan dua tangan kosong

menjatuhkan Yan-san Ji-kui. Orang itu adalah Cin Tiong Liong,

seorang lagi adalah seorang muds yang membawa sepasang senjata

Poan-koan-pit dan sikapnya amat gagah.

Oey Ceng Tan dan Hoan Kong Hong perintahkan orang
orangnya melakukan serangan dengan kekerasan tapi Cin Tiong

Liong sambil membentak hebat ia segera mencabut sepasang

senjatanya yang berupa sepasang pit lalu bersama Ong Bun Ping

melancarkan serangan hebat, untuk merintangi majunya kawanan

penjahat itu.

Akan tetapi karena jumlah kawanan penjahat itu banyak maka

meski pun Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping berdaya sekuat

tenaga tapi tidak mampu membendung majunya orang-orang

tersebut, hingga Oey Ceng Tan dan Hoan Kong Hong beserta

beberapa orang lagi telah berhasil menerjang kekampung Siang Ke

Cun.

Baru saja kawanan penjahat itu bisa mendekati keluarga Chie,

tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring, kemudian disusul

dengan berkelebatnya bayangan putih. Muncullah dari tempat gelap

Kang Sian Cian.

Nona itu dengan pedang lemasnya ditangan kirinya dan senjata

duri ikan terbangnya ditangan kanannya, berdiri sambil

menghadangkawanan penjahat iapun membentak:

"Siapa.diantara kalian yang berani maju lagi setindak kiranya

jangan menyesal kilau aku terpaksa berbuat kejam. Aku akan suruh

185

dia rasakan dulu betapa lihaynya senjata-senjata duri ?ikan terbang?

ini baru boleh maju."

Kata-kata Kang Sian Cian ini, ternyata besar sekali

pengaruhnya, karena pada seketika itu juga beberapa puluh

kawanan penjahat itu terus dibikin jinak atau tidak berani maju

setindakpun.

Oleh karena kawanan penjahat tersebut sebagian besar sudah

pernah melihat betapa gagahnya nona itu yaitu ketika bertempur de
ngan pemimpinnya. Oey Ceng Tan mengerti bahwa nona itu bukan

tandingannyn, maka diam-diam perintahkan kawannya, supaya

menerjang dari berbagai penyuru.

Ketika Kang Sian Cian menampak perbuatan penjahat itu maka

karena gusamya ia pun menyerang dengan senjata rahasianya,

sehingga sebentar saja terdengar disana-sini jeritan dan beberapa

orang telah jatuh karena menjadi korban duri ikan terbangnya.

Kemudian ia menyusul dengan serangan pedangnya, beberapa

penjahat coba-coba merintangi majunya si nona, tapi mereka tidak

tahu bahwa pedang nona itu tajam luar biasa hingga setelah senjata

mereka itu beradu, sebentar saja senjata mereka ter-papas kutung.

Setelah Kang Sian Cian berhasil memapas kutung senjata

lawannya iapun meneruskan serangarmja hingga penjahat-penjahat

yang hendak merintanginya itu lantas pada rubuh karena terbabat

pinggangnya.

Baru saja Kang Sian Cian berhasil membinasakan lawannya

tiba-tiba pecut Oey Ceng Tan sudah menuju kepalanya. Sambil re
bahkan diri untuk berkelit maka Langan kanan nona itu lantas

bergerak untuk melakukan serangan pembalasan. Kini Oey Ceng

Tan yang didesak sehingga mundur tujuh atau delapan kaki

jauhnya.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

186

Tapi pada saat itu senjata kawanan penjahat telah meluncur

menyerang kearah Kang Sian Cian.

Meski nona itu sudah dikurung, tapi ia tetap tenang hinga tidak

kalut gerakannya. Setelah ia menyampok semua senjata yang

menyerangnya maka ia kembali melakukan serangan dengan hebat.

Kali ini para penjahat bertempur dengan hati-hati sekali, mereka

berusaha agar senjata mereka tidak beradu dengan pedang si nona.

Kawanan penjahat itu tanpa menghiraukan tata-tertib dunia

Kang ouw, mereka telah mengepung seorang gadis, maka meski

kepandaian Sian Cian tinggi tapi oleh karena jumlah lawan banyak

maka tidak mudah baginya untuk lolos dari kepungan tersebut.

Oey Ceng Tan dan lima kawanan penjahat telah mengurung

rapat diri anak dara ini, empat penjahat lainnya lantas meloloskan

diri dan menerjang masuk kerumahnya keluarga Chie.

Ketika mereka itu memasuki pekarangan rumah mereka

menampak gedung tersebut gelap sekali hingga mereka tidak

mengetahui tempat Chie Ciat-su. Maka mereka memilih jalan yang

paling pendek yaitu mereka melakukan serangan dengan api.

Tempat yang pertama-tama dimakan api adalah kamar tidur

Chie Kong-cu. Saat itu ia belum tidur hingga ketika ia melihat terbit

kebakaran dikarnarnya maka ia segera melompat turun lalu keluar

dari kamarnya.

Empat kawanan penjahat yang sedang berusaha hendak

mendobrak pintu kamar ketika menampak Chie Sie Kist muncul

segera bertanya:

"Kau pernah apa dengan keluarga Chie?"

Chie Sie Kiat sebetulnya sedang ketakutan, tapi setelah

dibentak oleh kawanan penjahat lantas berbalik menjadi tenang

187

kembali dan tatkala ia mengangkat kepala dan menampak api

sedang berkobar hebat serta lapat-lapat terdengar suara beradunya

senjata, ia lantas berpikir:

"Mungkin nona Sian kini sedang bertempur hebat hingga tidak

ada kesempatan menolong diriku, dalam keada-an begini mungkin

aku tidak terhindar dari kematian. Kalau benar aku toch mesti mati,

biarlah aku mati secara laki-laki supaya dikemudian hari adik Sian

tidak Pandang rendah diriku." Mengingat sampai disini maka nyali

pemuda itu lantas menjadi besar, hingga seketika itu juaa ia

menjawab sambil ter-tawa besar:

"Aku adalah Tuan muda dari keluarga Chie, kalian hendak

herbuat apa atas diriku? Kalau kalian mau bunuh, bunuhlah dengan

segera, meski aku tidak mengerti ilmu silat, tapi aku tidak takut

mati."
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika ke empat penjahat itu mendengar ucapan Chie Kong-cu

yang gagah itu, seorang diantara mereka yang berdiri di sebelah

kanan lantas melornpat maju seraja menenteng goloknya. Ia

mengangkat golok untuk memotong tapi baru saja hendak

membacok, tiba-tiba ia mendengar orang berteriak "tahan".

Orang itu tarik lagi serangannya. Ketika ia melihat

dibelakangnya seorang tua yang berusia lima puluh tahun lebih

telah menghampirinya dengan tindakan perlahan sedang dibelakang

orang tua itu berjalan seorang wanita cantik.

? ooOoo ?

188

DARA PENDEKAR BIDJAKSANA

JILID III

Pada saat itu api sedang berkobar-kobar, kamar yang didiami

oleh Chie Sie Kiat, sebagian benar sudah hangus. Orang tua itu

mengawasi empat penjahat tersebut, kemudian melihat sikap Chie

Sie Kiat, hatinya merasa pilu, ia lantas menghadapi empat penjahat,

seraja menyoja lalu berkata:

"Aku adalah Chie Kong Hiap, dimasa yang lampau memang

benar aku pernah berdosa terhadap beberapa kawan dari rimba

hijau, cuma kala itu aku hanya menjalankan tugas, dengan tuan-tuan

tidak ada mempunyai hubungan permusuhan secara pribadi. Kalau

toch tuan-tuan mau menuntut balas, dengan membunuh aku Chie

Kong Hiap seorang rasanya sudah cukup, aku mohon supaya tuan
tuan lepaskan jiwa anakku ini, karena pada masa itu ia cuma

merupakan kanak-kanak yang belum mengerti apa-apa."

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

189

Empat penjahat itu yang memang sedang mencari Chie Ciat-su

ketika menampak bekas pejabat tinggi itu telah serahkan dirinya,

maka setelah tertawa girang lantas berkata:

"Baik orang tuanya maupun anaknya semuanya harus dibunuh,

seluruh rumah tangga ini akan dibasmi habis, tidak boleh ada

satupun yang ketinggalan."

Sehabis berkata, empat penjahat itu turun tangan berbareng

menerjang Chie Kong Hiap. Pada saat yang berbahaya itu, tiba-tiba

terdengar suara bentakan nyaring, diantara terangnya sinar api telah

berkelehat beberapa sinar perak, hingga tiga diantara empat pen
jahat tersebut telah rubuh terkena serangan senjata rahasia. Yang

seorang lagi tatkala mendengar suara jeritan ketiga kawannya lantas

kesima, tapi sebelum ia sadar benar, badannya sudah dibikin kutung

menjadi dua potong.

Koo Jie Lan dan Kang Sian Cian telah muncul dengan

berbareng didepan mereka itu. Kang Sian Cian menampak sikap

Chie Sie Kiat, hatinya merasa cemas, dengan tidak menghiraukan

beradanya disitu Chie Ciat-su suami-isteri dan Koo Jie Lan, segera

melompat maju kedepan Chie Sie Kiat lalu menarik tangannya

pemuda itu, kemudian melompat kedepan suami-isteri Chie Ciat-su

seraja berkata kepada Koo Jie Lan:

"Enci Koo harap lindungi mereka ..!" Belum habis

ucapannya itu Oey Ceng Tan hersama kawan-kawannya telah

datang memburu, hingga Kang Sian Cian tidak keburu

mengucapkan kata-kata selanjutnya. Ia lantas melepaskan tangan

Chie Kong-cu lalu buruburu menyambuti kedatangan musuh itu.

Koo Jie Lan dengan sepasang pedangnya, dipakai untuk

menyampok senjata rahasia yang dilancarkan oleh kawanan

penjahat, kemudian berkata dengan suara perlahan kepada tiga

orang tersebut:

190

"Sam-wie silahkan mundur dulu keruangan belakang, nanti

Siauw-lie yang melindungi."

Chie Ciat-su juga tidak sungkan-sungkan lagi, bersama-sama

anak isterinya lalu mundur keruangan belakang.

Pada saat itu pula para penjahat lainnya juga sudah datang

memburu, Kong Sian Cian dalam murkanya, segera mengeluarkan

ilmu serangan Boan-thian hoa-ie, hingga sebentar kemudian. dari

berbagai penjuru telah beterbangan senjata rahasia duri ikan

terbang. Ketika itu enam penjahat rubuh kena serangan jarum-jarum

itu.

Oey Ceng Tan yang membawa sepuluh orang lebih, sebagian

besar telah terluka atau binasa, sekarang hanya tinggal empat orang

yang masih utuh.

Kang Sian Cian yang berhasil dengan serangannya lantas putar

pedangnya untuk menyerang Oey Ceng Tan dan tiga kawannya

meski tahu anak dara itu amat lihay tapi jika ia saat itu harus

melarikan diri lalu bertemu dengan Tong Cin Wie juga tidak akan

bisa tinggal hidup, dalam keadaan terpaksa ia cuma bisa melawan

dengan sekuat tenaga.

Kang Sian Cian yang bertempur dengan empat kawanan

penjahat dalam sekejap mata saja sudah berhisil membinasakan dua

orang diantaranya, hingga sekarang tinggal Oey Ceng Tan dan

seorang yang bersenjata dua gembolan. Mereka itu ternyata bukan

tandingan Kong Sian Cian.

? ooOoo ?

191

Mari kita balik pula kepada Chie-bin-giam-lo yang sedang

bertemptr hebat dengan Thay-si Sian-su, senjata mereka sama-sama

merupakan senjata berat, kekuatan mereka juga berimbang, dilain

pihak Tong Cin Wie yang melayani Koo Hong, juga merupakan

tandingan yang berimbang, meskipun Tong Cin Wie melakukan

serangan dengan segala kepandaiannya, tapi Koo Hong yang juga

merupakan tandingannya yang berimbang dan merupakan seorang

tinggi kepandaiannya dikalangan rimba persilatan tidak nanti dapat

ditelan mentah-mentah oleh Toako dari rimba hijau daerah Utara

itu.

Empat orang itu kembali bertempur sampai limapuluh jurus

lebih tapi belum juga menampak siapa yang akan menang dan siapa

yang kalah.

Cian-pi-sin-mo yang menonton dengan sikapnya yang dingin,

telah mendapat kenyataan bahwa Sun Tay Beng semakin lama

semakin gagah, tongkatnya yang berkepala naga, telah dimainkan

makin lama makin gesit, dan Thay-si Sian-su perlahan-lahan cuma

mampu membela diri saja tidak mampu balas menyerang.

Dipihak Tong Cin Wie meski tombaknya dimainkan bogus

sekali, tapi golok Koo Hong masih tetap gesit, nampaknya

sekalipun orang tua itu nanti bisa dikalahkan, tapi sedikitpun masih

harus memakan tempo ratusan jurus lerbih.

Sebaliknya bagi Thay-si Sian-su dan Sun Tay Beng, oleh

karena dua-dua sama-sama melawan dengan kekerasan, sama-sama

menggunakan tenaga penuh, jika sama-sama diantaranya kehabisan

tenaga sudah tentu lantas rubuh. Dalam keadaan demikian, sekarang

si orang tua kukuay ini mau tidak mau barus turun tangan, tapi

orang tua ini pandang diri sendiri terlalu tinggi hingga ia tidak mau

turun tangan seecara tiba-tiba.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

192

Dengan tindakan perlahan ia menghampiri medan pertempuran,

pertama-tama ia perdengarkan tertawa dingin kemudian berkata:

"Kalan semua berhenti!"

Meskipun suara itu tidak keras, tapi Thay-si Sian-su bisa

mendengar dengan jelas, Tong Cin Wie juga lantas mengerti bahwa

Cian-pi-sin-mo akan turun tangan sendiri, maka ia lantas melompat

dari kalangan, dengan demikian pertempman itu lantas berhenti.

Si kakek aneh sambil mengawasi keatas lalu dengan perlahan

menghampiri Sun Tay Beng, dengan suara dingin bertanya:

"Apakah kau ini Sun Tay Beng yang sudah terkenal didaerah

Kang-lam?"

Pertanyaannya itu diucapkan dengan sikapnya yang jumawa

dan dingin laksana es.

Sun Tay Beng yang beradat tinggi, sudah tentu merasa jemu

dengan sikap orang tua itu, maka ia lamas menjawab dengan ter
tawa dingin pula:

"Mendengar perkataanmu ini, tentunya kau adalah itu orang

yang bernama Thio Pak Tao dengan julukanmu Cian-pi-sin-mo,

bukan? Memang benar aku adalah Sun Tay Beng dan kau ini mau

apa dari aku?"

Thio Pak Tao tertawa bergelak-gelak, lalu menjawab:

"Memang benar aku situa bangka adalah Cian-pi-sin-mo,

apakah kau Sun Tay Beng sudah yakin bgtsar bahwa kekuatanmu

dapat menandingi Siauw-lim Ngo-lo dari bukit Siong-son?" Ia

berhenti sejenak lalu teruskan lagi perkataannya: "Adalah soal yang

telah terjadi pada beberapa puluh tahun berselang, aku juga merasa

segan untuk menyebut-nyebutnya lagi, kabarnya kau ada bersahabat

193

baik dengan Kang It Peng yang namanya terkenal sejak duapuluh

tahun yang lalu didaerah Kang-lam dan Kang-pak, benarkah itu?"

Sun Tay Beng tadi dengar suara tertawanya saja, sudah tahu

bahwa tenaga dalam orang tua itu sangat sempurna. la juga tahu

bahwa orang tua itu bukan tandingannya tapi sebagai seorang kuat

yang belum pernah menemui tandingan yang setimpal, tidak mau

menyerah mentah-mentah, maka setelah mengertak gigi hatinya

berpikir:

"Hari ini, aku Chio-bin-giam-lo kalau benar harus melakukan

tugasku diakherat, walau bagaimana aku juga harus melayani Cian
pi-sin-mo."

Setelah mengambil keputusan hendak mengadu jiwa dengan

lawannya, ia lantas menjawab dengan suara dingin:

"Tidak salah, Kang It Peng adalah sahabat karibku, kau

menghendaki apa maka aku bersedia melayani."

Thin Pak Tao lantas membentak:

"Itu orang yang menggunakan serangan tangan berat ialah ilmu

silat Siauw-thian-seng untuk melukai Teng Tay Kouw apakah dia

itu bukan Kang It Peng?"

Sun Tay Beng lantas menjawab dengan suara bengis:

"Jangankan aku tidak tahu, sekalipun aku tahu juga aku tidak

mau memberikan padamu, kau mau apa?"

Thio Pak Tao berkata dengan suara gusar:

"Dengan kepandaianmu cuma itu saja, berani sekali berlaku

jumawa terhadapku?"

194

Sehabis bertanya begitu sepasang matanya yang seperti tikus

memandang Sun Tay Beng dengan tajam, kemudian ulur tangan

kirinya menyambret diri Chio-bin-giam lo.

Gerakan itu nampaknya seenaknya saja, tapi sebetulnya sangat

hebat. Sun Tay Beng merasakan benar betapa hebat kekuatan yang
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tergenggam dalam lima jari orang tua itu, maka ia tidak berani

berlaku ayal, dengan senjata tongkatnya ia menyampok tangan Thio

Pak Tao.

Thio Pak Tao tertawa dingin lalu tangan kirinya tiba-tiba

memutar balik menjambret tongkat Sun Tay Beng. Gerakan itu

dilakukan-nya dengan cepat sekali. Jangan kata Sun Tay Beng

sedang Tong Cin Wie, Thay-si Sian-su dan Koo Hong yang

menyaksikan juga tidak dapat rnengetahui cara bagaimana orang tua

itu merebut sen-jata Sun Tay Beng.

Thio Pak Tao setela berhasil menjambret tongkat Sun Tay Beng

maka sambil menekan ia bertanya pula:

"Lekas jawab yang melukai Teng Tay Kouw itu sebetulnya

Kang It Peng atau bukan?"

Tapi Sun Tay. Beng tetap tidak menjawab, ia menggunakan

kesempatan selagi Cian-pi-sin-mo lengah yaitu sedang berkata

dengan-nya, untuk kerahkan seluruh kekuatan tenaganya. Dengan

sekali gentakan ia telah melepaskan dini dari cekalan Thio Pak Tao.

Setelah Chio-bin-giam-lo membebaskan dirinya dari cekalan

Thio Pak Tao kembali menyerang dengan hebat.

Karena menampak Sun Tay Beng tidak menjawab pertanyaan
nya tapi sebaliknya melakukan serangan kepadanya, bukan main

gusamya Thio Pak Tao. Setelah ia egoskan serangan Sun Tay Beng

lalu balas menyerang dengan sepasang tangannya, karena serangan

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

195

yang hebat itu Sun Tay Beng terpaksa harus mundur sampai

delapan kaki jauhnya.

Si kakek itu setelah melancarkan serangannya itu lalu berhenti

lagi dan bertanya pula sambil tertawa:

"Sebelum Teng Tay Kouw meninggal dunia, aku sudah berjanji

kepadanya untuk menuntut balas, kalau kau masih tidak mau

berbicara terus terang kiranya jangan sesalkan kalau aku nanti akan

membinasakan kau lebih dahulu."

Sun Tay Beng yang berulang-ulang kedesak dalam hati merasa

mendongkol kali inilah yang pertama ia menemui lawan yang kuat

sejak ia muncul didunia Kang-ouw. Karena gusamya ia ingin

melakukan serangan nekat tapi selagi hendak menyerang, tiba-tiba

ter-dengar suara orang berkata:

"Hei iblis tua si orang she Thio, kau jangan terlalu jumawa,

kalau dibandingkan dengan Teng Tay Kouw toch tidak beda berapa

banyak, bukankah kau tadi sudah keluarkan omongan besok hendak

mencari aku untuk bertanding? Aku Kang It Peng mungkin karena

ditakdirkan untuk memenuhi hasratmu hingga sekarang aku masih

belum mati. Cara bagaimana Teng Tay Kouw dilukai memang aku

pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, tapi bukan aku

yang melukai. Engkau hendak menuntut balas? Nah kini kami

semua sudah kesini."

Sehabis ucapannya itu ia lantas muncul. Dalam mendesirnya

angin telah muncul dua orang tua didepan mata Thio Pak Tao.

Orang yang berada didepan itu adalah seorang tua yang berjenggot

putih dan berbadan tegap, pada wajahnya yang tirus terdapat

beberapa garis kisut. Diwaktu malam yang sedingin itu ia hanya

mengenakan baju panjang yang terbikin dari kain kasar, orang tua

itu berdiri sambil bersenyum. Orang tua yang berdiri dibelakangnya

lagi berdandan seperti seorang tosu, dibelakangnya ada

196

menggemblok sebilah pedang mustika, mukanya lebar dan keren

alisnya, hingga membuat orang yang memandang lantas timbal rasa

hormatnya.

Cian-pi-sin-mo mengamat-amati kedua orang yang baru datang

itu. lantas mengenali bahwa orang yang berada paling depan adalah

orang yang pada duapuluh tahun berselang namanya pernah

menggetarkan Kang-lam dan Kang-pak yang bernama Kang It

Peng. Karena itu sambil tertawa dingin iapun berkata:

"Tuan ini tentunya ada Kang Lo Kiam-kek. Tapi siapa ito yang

berdiri dibelakangmu? Maafkan aku Thio Pak Tao karena tidak

mengenalinya!"

Orang tua yang berjenggot panjang itu lalu menyalmt seraja

tertawa:

"Bukankah kau hendak menuntut bales untuk Tong Tay Kouw?

Pinto adalah itu orang yang melukai Teng Tay Kouw, kalau kau

mampu mengalahkan aku, dengan cara apa saja kau boleh

perlakukan diriku, terserah kepadamu sendiri. Kita toch tidak ingin

bersahabat, perlu apa harus meninggalkan nama untuk kau?!"

Dengan gusar Thio Pak Tao berkata:

"Kau mampu melukai Teng Tay Kouw sudah tentu bukan

orang sembarangan. Dengan kata-katamu ini apakah kau anggap

aku si orang she Thio tidak ada harganya untuk menanyakan

namamu?"

Orang tua itu menjawab sambil tertawa:

"Thin Lo-eng-hiong pada tiga puluh tahun berselang pernah

bikin ribut dikuil Siauw-lim-sie dibukit Siong-san, dengan seorang

diri kau menempur Siauw-lim-sie Ngo-lo, hingga namamu tersiar

dikolong langit, bagaimana tidak ada harga untuk menanyakan

197

nama Pinto? Cuma saja Pin-to anggap kita turun tangan segebrakan

saja sudah habis perlu apa harus menyebut-nyebut tentang nama."

Kang It Peng lantas menyelak: "Percuma kau Cian-pi-sin-mo

yang sudah hidup sampai begini tua sekalipun kau belum pernah

melihat Ci Yang To-tiang, apakah kau pun belom pernah

mendengar namanya?"

Keterangan Kang It Peng ini menyebabkan semua orang yang

berada disekitar itu telah pada terperanjat, karena nama Ci Yang

Tojin ini sudah terkenal diseluruh jagat, ia sebagai Ciang bu-jin dari

partai Bu-tong-pay, sebenarnya tidak gampang-gampang la me
ninggalkan bukitnya tapi entah bagaimana Kang It Peng sudah

dapat mengundangnya.

Cian-pi-sin-mo mengawasi Ci Yang Totiang dengan tajam,

kemudian berkata:

"Oh, kiranya Cian-bun-jin dari Bu-tong-pay kini nampakkan

diri, aku Thin Pak Tao sungguh beruntung, sebelum aku

meninggalkan dunia yang fana ini, telah mendapat kesempatan

untuk bertemu dengan seorang yang berilmu tinggi dan terkenal

diseluruh jagat."

Ci Yang Tojin berkata: "Teng Tay Kouw ada mempunyai

hubungan dalam dengan partay kita, untuk mentaati Ciang-bun-jin

kita yang terdahulu, Pinto tidak boleh tidak horus mencarinya,

dalam hal ini sedikitpun tidak terselip permusuhan pribadi, Lo-eng
hiong telah sesumbar hendak menuntut balas untuknya, maka Pinto

tidak boleh tidak terpaksa datang menemui Lo-eng-hiong."

Thio Pak Tao bertanya dengan suara keras: "Teng Tay Kouw

dengan kalian Bu-tong-pay ada mempunyai hubungan apa? Coba

kau terangkan. Aku Thio Pak Tao yang sudah hidup sampai begini

tua belum pernah dengar soal ini. Kau Ci Yang Totiang adalah

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

198

Ciang Bun Jin dari Bu-tong-pay, tidak boleh kau berkata

sembarangan, apalagi menista orang."

Ci Yang Totiang berubah wajahnya, tetapi segera tampak

tenang kembali, lain dengan senyum iapun menjawab:

"Sebenarnya hal ini mengenai urusan dalam partay kita Bu
tong-pay, tidak sebarusnya aku memberitahukan kepada orang lain,

tapi sekarang kau bertanya dan terpaksa Pinto memberi penjelasan."

Bicara sampai disitu, wajahnya tiba-tiba berubah keren, lalu berkata

pula: "Kau tahu Teng Tay Kouw adalah murid murtad dari partay

kita, kalau Pinto melukai Teng Tay Kouw, itu adalah karena

mentaati pesan Ciang-bun-jin kita yang terdahulu, yang maksudnya

untuk membersihkan partay kita. Pinto tidak tahu urusan ini ada

hubungan apa dengan kau Thio Lo-eng-hiong, yang selalu sesumbar

untuk menuntut balas untuknya?"

Cian-pi-sin-mo berkata: "Soal ini? Susah kukatakan, sebelum

Teng Tay Kouw menarik napasnya yang penghabisan, aku sudah

berjanji padanya untuk menuntut balas, tidak perduli dia adalah

murid dari golongan mana, aku hanya tahu siapa yang membunuh

mati Teng Tay Kouw, aku harus membunuh mati pembunuhnya."

Ci Yang Totiang kerutkan alisnya dan menjawab: "Kalau

begitu apa kau sudah anggap pasti dapat menuntut balas?"

Cian-pi-sin-mo melancarkan serangannya keudara mengarah Ci

Yang Totiang seraja berkata: "Kau coba saja! Aku mampu me
nuntut balas apa tidak?" Selagi Ci Yang Totiang hendak menangkis,

tapi sudah didahului oeh Kang It Peng, sambil mengelakkan

serangan Thio Pak Tao iapun berkata sambil tertawa:

"Perlu apa kau tergesa-gesa? Cepat atau lambat toch kita akan

membikin perhitungan, anal kau mempunyai kepandaian, aku

bersama Ci Yang Totiang bersedia menggantikan jiwa si orang she

199

Teng itu. Seorang telah mendapat ganti dua jiwa, itu tidak terhitung

rugi. Cuma saja malam ini cuaca ada buruk, lebih baik kita tetapkan

suatu hari dan suatu tempat yang sunyi supaya kita bertanding

secara tenang untuk mein bereskan segala dendam kesumat."

Thio Pak Tao delikan matanya lalu berkata "Itu yang paling

baik! Kau sebutkan saja tempat dan harinya."

"Kira-kira sepuluh lie dari sini," jawab Kang It Peng, "Di situ

ada terdapat sebuah tepi telaga yang sepi, yang dinamakan orang

Ho-louw-wan, tiga hari kemudian kita nanti mengadakan

pertandingan mati hidup ditempat itu, kau pikir bagaimana?" sahut

Cian-pi-sin-mo.

"Baik," sahut Cian-pi-sin-mo. "Demikian kita telah tetapkan."

Kemudian ia menoleh dan berkata kepada Tong Cin Wie:

"Orang yang membunuh Suhumu sudah datang sendiri, tiga hari

kemudian kalian boleh membuat perhitungan dengannya."

Tong Cin Wie menampak sikap Thio Pak Tao yang dengan

lancang menerima janji, meskipun dalam hati merasa tidak senang

tapi tidak berani utarakan, ia cuma meng-angguk-anggukkan kepala

sebagai jawaban.

Kang It Peng menoleh lalu berkata kepada Sun Tay Beng dan

Koo Hong: "Jie-wie sudah terlalu capai, mari kita pulang."

Thay-si Sian-su ketika menampak empat orang itu sudah

berlalu maka ia berkata kepada Thio Pak Tao: "Thio Locian-pwee

telah menerima baik janji mereka untuk mengadakan pertemuan di

Ho-louw-wan, tapi orang-orangnya Tong-heng sudah pada masuk

ke Siang Ke Cun ini bagaimana baiknya?"

Sebelum Cian-pi-sin-mo menjawab Tong Cin Wie sudah

mendahului seraja tertawa getir : "Sudah cukup lama mereka pergi,

200
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalau mereka berhasil dalam usahanya seharusnya sudah

membereskan urusannya, kalau dirubuhkan oleh lawannya

seharusnya sudah lari pulang."

Cian-pi-sin-mo ketika mendengar kata Tong Cin Wie yang

seperti kurang puas atas penerimaan baik janji Kang It Peng untuk

mengadakan pertempuran di Ho-lousy-wan, maka ia lantas tertawa

dan kemudian berkata:

"Gin-si-siu Kang It Peng namanya sudah terkenal sejak dua
puluh tahun berselang sudah tentu dia itu bukan orang

sambarangan, dan Ci Yang Tojin adalah seorang Ciang-bun-jin dari

patray Bu-tong-pay, sudah pasti mempunyai kepandaian silat tinggi.

Aku yakin dapat melayani satu diantara mereka berdua itu, tapi jika

mereka berdua turun tangan berbareng, aku tidak sanggup melawan.

Aku janjikan tiga hari kemudian untuk bertemu di Ho-louw-wan

sebenarnya ada mengandung lain maksud, aku hendak

menggunakan kesempatan selama tiga hari ini untuk mengupdang

seseorang supaya memberikan bantuan. Aku dengan Suhumu tidak

banyak mempunyai sahabat yang karib, orang yang aku akan

undang itu bukan saja dikenal betul dengan aku, tapi juga kenal baik

dengan Suhumu."

"Siapa orang itu?" tanya Tong Cin Wie. "Orang itu,

empatpuluh tahun berselang," jawah Thio Pak Tao. "Sudah

mengasingkan diri dipegunungan, selama beberapa puluh tahun ini

belum pernah menunjukkan muka didunia Kang-ouw. hidupku aku

cuma mengalasni kekalahan dua kali, yang pertama aku kalah

ditangan It Kwan Sian-jin, Ciang-bun-jin dari kuil Siauw-lim-sie di

Siong-san, kedua kalinya aku kalah ditangan orang itu. Meski

Suhumu juga pernah bertanding dengan aku situ hari satu malam

lamanya, tapi kalau pertandingan itu diteruskan ia pasti kalah.

Orang yang aku maksudkan kepandaiannya lebih tinggi dari aku itu

sudah tentu lebih kuat daripada Suhumu. Dula aku kira Suhumu

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

201

mati ditangan Kang It Peng, tapi tidak nyana bahwa ia terluka

ditangan Ci Yang Totiang. Cuma saja orang itu sifatnya ada lebih

kukuay daripadaku sendiri, maka dapat atau tidaknya aku

mengundang dia masih sukar diduga. Kalian sekarang boleh pulang

dulu ke Ie Ciu Wan untuk menanti aku, aku hendak coba. berusaha

mengundangnya."

Sehabis ia mengucapkhan kata-katanya itu tanpa menantikan

jawaban Tong Cin Wie lagi iapun segera bertindak lalu lenyap dari

pandangan.

Thio Pak Tao sejak menerima undangan Tong Cin Wie, jarang

sekali ia membuka mulut, wajahnya yang demikian dingin,

membuat orang yang melihat menimbulkan kesan yang tidak baik

tapi malam ini ia telah berbicara banyak sekali, ini adalah suatu

kenyataan bahwa Thio Pak Tao menganggap persoalan ini sangat

gawat.

Tong Cin Wie dan Thay-si Sian-su saling berpandangan lalu

dalam hati masing-masing timbal suatu perasaan yang aneh, mereka

tidak nyana bahwa menuntut balas terhadap bekas pegawai negeri

telah menimbulkan persengketaan yang berekor hebat, sekarang

sudah keterlanjur, sudah tentu mereka tidak dapat mundur lagi.

? ooOoo ?

IX.

Tatkala menampak di Siang Ke Cun sedang berkobar api, Tong

Cin Wie selagi hendak menghampiri dan menarik mundur orang
orangnya tiba-tiba dari jauh telah kelihatan beberapa bayangan

orang yang lari mendatangi.

202

Oey Ceng Tan dan Hoan Kong Hong yang dalam keadaan luka

membawa kawan-kawannya pulang kembali. Sebetulnya bagi

mereka juga tidak mudah dapat meloloskan diri, tapi saat itu Kang

Sian Cian sedan repot menolong api hing-ga tidak sempat mengejar

mereka.

Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping, tatkala menampak kawan
an penjahat menerjang masuk, dalam hati juga sangat cemas, maka

lantas putar senjatanya dan menyerang secara hebat, hingga

beberapa kawanan penjahat telah terluka atau binasa ditangan

mereka.

Begitulah. keadaan Yan-san Ji Kui, Kim-ling Siang-khoay serta

Pek-hoa Nio-cu sudah tidak mendapat kesempatan untuk masuk

kegedungnya Chie Ciat-su. Terutama Pek-hoa Nio-cu yang sudah

tertarik oleh diri Ong Bun Ping, tatkala ia menampak kawanan

penjahat mengurung Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping, yang

sudah kena dihatinya maka ia segera mengangkat senjatanya lalu

memburu kepiliak Ong Bun Ping. Nampaknya ia hendak

menyerang Ong Bun Ping tapi sebenarnya memberi bantuan tenaga

sebab bacokannya diarahkan ke-temannya sendiri.

Siang-ling dan Yan-san Ji-kui yang melihat perbuatannya Peek
hoa Nio-cu tersebut, meski tahu yang Pek-hoa Nio-cu berbuat

hianat terhadap pihaknya tapi tidak berani membuka mulut.

Demikianlah, kalau orang-orang yang dipimpin oleh Oey Ceng

Tan hampir habis seluruhnya, maka orang-orang yang berada

dibawah pimpinan Hoan Kong Hong juga sudah tinggal sedikit.

Setelah kawanan penjahat itu menyingkir dari Siang Ke Cun, Cin

Tiong Liong dan Ow Bun Ping lantas menampak kedatangan Kang

It Peng, Sun Tay Beng, Koo Hong dan seorang Tosu yang mereka

tidak kenal maka mereka memburu menemui mereka dan memberi

hormat.

203

Kang It Peng sambil menunjuk sang Imam (Ci Yang To-tiang)

lalu berkata kepada mereka:

"Kalian lekas memberi hormat, dia adalah Ci Yang To-tiang,

Ciang bun-jin dari Bu-tong-pay yang namanya terkenal diseluruh

jagat."

Ong Bun Ping dan Cin Tiong Liong lantas pada memberi hor
mat, kemudian bersama mereka kembali kegedung keluarga Chie.

Pada saat itu api yang menyala sudah dipadamkan oleh Kang Sian

Cian dan Koo Jie Lan. Tatkala Si Cian menampak kedatangan

Yayanya, buru-buru ia memberi hormat, begitu juga Koo Jie Lan,

kemudian Kang It Peng memimpin bangun dua anak dara itu lalu

perkenalkan kepada Ci Yang To-tiang.

Kang Sian Cian ajak mereka memasuki ruangan tetamu,

kemudian mengundang Chie Ciat-su untuk menemui Yayanya.

Sambil menyoja berkatalah Kang It Peng kepada Chie Ciat-su:

"Apakah Tay-jin masih ingat bahwa pada tigapuluh tahun

berselang pernah menolong seorang yang bernama Kang It Peng?"

Chie Ciat-su berpikir lama, tapi tidak bisa ingat lagi. Kemudian

Kang It Peng tertawa bergelak-gelak.

"Itu ada kejadian pada tigapuluh tahun berselang .. "

katanya Kang It Peng.

? ooOoo ?

Ternyata pada tigapuluh tahun berselang, Chie Kong Hiap baru

saja menjabat pangkat sebagai bupati dikota Hong-thay, pada suatu

hari dikota terstbut telah terjadi perkara pembunuhan, polisi telah

menangkap seorang tua yang sedang sakit keras, mereka

menyatakan bahwa orang itu ada pembunuhnya Chie Kong Hiap.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

204

Karena usia orang tua itu kira-kira limapuluh tahun, jenggotnya

putih, wajahnya simpathik, tidak mirip dengan seorang yang

melakukan pembunuhan. Orang itu adalah Kang It Peng. Cuma saja

saat itu ia sedang sakit keras, segala pertanyaan ia tidak dapat

menjawab, hingga timbul rasa kasihan didalam hati si bupati itu

lantas berpesan kepada orang-orang bawahannya agar mengobati

penyakitnya baru diperiksa.

Chie Kong Hiap ini tegas menjalankan undang-undangnya,

sesuatu perbuatan yang dianggapnya kurang jelas tentu ia selidiki

sendiri sampai keakar-akarnya.

Kang It Peng yang berada didalam tahanan kota Hong-thay,

oleh Chie Kong Hiap telah dicarikan tabib yang pandai untuk meng
obati penyakitnya, berkat kepandaian ilmu silat yang dipunyai oleh

Kang It Peng, maka tidak lama setelah ia berobat iapun sembuh-lah.

Setengah bulan Chie Kong Hiap menanti saja dan setelah

melihat Kang It Peng sembuh sama sekali baru dilakukan pemerik
saan atas dirinya.

Dalam pemeriksaan itu Chie Kong Hiap telah mendapat

kenyataan bahwa Kang It Peng bukan pembunuhnya. Menurut

laporan yang telah diterima, ada mengatakan bahwa Kang It Peng

tiap malam tiada berada dikamarnya, pelayan rumahnya

mengatakan ada berapa malam pulang diwaktu malam mengambil

jalan dari atas rumah. Pada saat itu Kang It Peng sedang berada di

Hong-thay untuk mencari musuhnya, tidak nyana ia telah difitnah

oleh musuh-nya yaitu selagi ia tidak berada dikamar musuhnya itu

telah mengasihkan racun dicangkirnya. Kang It Peng yang tidak

menduga samasekali lantas minum saja teh dalam cangkir yang

ditaruh-kan racun itu, untung ia berkepandaian sangat tinggi, maka

tatkala mengetahui dirinya terkena racun, lantas duduk bersemadi

untuk menghilangkan racun. Ia pikir hendak menggunakan tenaga

205

dalamnya supaya dapat memaksa racun keluar. Oleh karena cepat

mengetahui lagi pula ilmu tenaga dalam Kang It Peng sudah sangat

sempurna, maka setelah bersemadi tidak lama racun itu dapat

dipaksa keluar.

Siapa nyana baru saja selesai usahanya, sang musuh itu datang

dengan mendadak. dengan kecepatan seperti kilat musuh itu telah

menyerang Kang It Peng lalu kemudian melarikan diri.

Kang It Peng kala itu habit menyelesaikan semadinya, sehingga

tidak berdaya menghadapi musuhnya. Serangan itu telah mengenai

dengan telak, sehingga seketika itu juga si orang she Kong

menyemburkan darah segar karena lukanya tapi kemudian ia

ditangkap oleh polisi yang mengira ia sebagai penjahat yang

melakukkan perampokan dan pembunuhan.

Untung Chie Kong Hiap bertindak bijaksana, setelah melihat ia

berada dalam keadaan sakit lantas diobati sehingga sembuh dan

kemudian setelah mengetahui duduknya perkara yang sebenarnya

lantas ia dibebaskan.

Semua kejadian tersebut diatas Chie Kong Hiap sudah lupa,

tapi Kang It Peng selalu mengingat budi itu, sick karena sebagai

orang rimba persilatan yang selalu mengutamakan kebajikan apa

lagi Kang It Peng yang berkepandaian sangat tinggi dan jarang

menemui tandingan juga belum pernah menemui bantuan orang

lain. Ia ingat betul budi Chie Ciat-su itu, tetapi selalu tidak

mendapat kesempatan untuk membalas. Kali ini Chie Ciat-su telah
Dara Pendekar Bijaksana Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terfitnah hingga hampir saja hilang jiwanya dan tatkala ia

mengetahui Chie Ciat-su dilepaskan dari jabatannya dan

dipulangkan kekampungnya maka ia lantas menyurnh cucunya

mengikuti Chie Ciat-su dan melindunginya dari ancaman musuh
musuhnya.

206

Setelah Chie Kong Hiap mendengar penjelasan Kang It Peng

lalu menjura dengan dalam dan berkata samba menarik napas:

"Tigapuluh tahun yang lampau, apa yang aku lakukan hanya

sekedar untuk memenuhi kebajikan sehagai manusia, aku tidak

nyana bahwa Lo-eng-hiong masih tetap ingat didalam hati, hingga

hari ini tigapuluh tahun kemudian setelah terjadi hal tersebut, Lo
enghiong telah korbankan waktu dan tenaga serta tanpa

menghiraukan keselamatan diri sendiri telah menolong diri kami

sekeruaraga, hal ini membuat aku Chie Kong Hiap sekeluarga

mengucapkan banyak-banyak terima kasih."

"Kalau bukan karena pertolongan Tay-jin pada tigapulun tahun

berselang," sahut Kang It Peng, "Mungkin Kang It Peng sudah

menjadi setan gentajangan yang mengandung penasaran dan aku

bisa hidup selama tigapuluh tahun itu adalah pemberean Tay-jin,

maka untuk sekedar memberi bantuan ini ada suatu hal yang

seharusnya, tapi kini ternyata karena kedatanganku sedikit

terlambat membikin gedungmu telah terbakar sebagian. Hal ini

telah membikin hatiku merasa tidak enak."

Kedua orang itu lalu saling merendah. Chie Keng Hiap lalu

memerintahkan orangnya untuk menyediakan kamar-kamar untuk

tamu-tamunya.

? ooOoo ?

Kita tinggalkan dulu tentang Kang It Peng dan Ci Tang To
tiang yang menginap di rumah keluarga Chie dan kita balik pula

kepada Tong Cin Wie serta Thay-si Sian-su yang menampak Oey

Ceng Tan dan kawan-kawannya telah kembali dalam keadaan luka
luka.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

207

Tatkala kedua orang itu memeriksa orang-orang bawahannya

dan kedapatan separuh lebih yang luka dan binasa hingga terpaksa

kembali ke Ie Ciu Wan dengan hati murung. Dalam pertempuran itu

bukan saja membuat hati kawanan penjahat pada kuncup, Tong Cin

Wie sendiri juga merasa kehilangan kepercayaannya pada dirinya

dan musnah harapannya untuk menjagoi didaerah Kanlam. Ia tidak

menyangka bahwa kedatangannya dengan sepenuh tenaga yang ada

dari lima povrinsi Utara dalam segebrakan saja, telah mengalami

kekalahan begitu hebat. Nampaknya kedatangannya ke Selatan

untuk menuntut balas itu barangkali akan menemui kegagalan.

Kang It Peng dan Ci Yang To-tiang, setelah menginap satn

malam dirumah keluarga Chie, esok paginya pagi-pagi sekali, Kang

It Peng sudah panggil Sian Jie datang kekamarnya, untuk

menanyakan bagaimana pikirannya terhadap Chie Sie Kiat.

Meski Kang Sian Cian seorang gadis yang gagah luar biasa,

tapi tatkala ditanyai tentang urusan dirinya, tidak urang merasa

jengah dan malu, tapi karena ditanya berulang-ulang oleh Yayanya,

terpaksa ia menjawab dengan tundukan kepala:

"Ia orangnya baik .." Cuma begitu saja jawabannya, ia tak

dapat melanjutkan pula.

Kang It Peng elus-elus rambut kepalanya lalu berkata sambil

tertawa, "Kalau benar ia adalah seorang baik, tentunya kau terima

baik perjodoan ini."

Si nona cuma menjawab dengan menganggukkan kepalanya

saja.

Kang It Peng herkata pula:

"Tiga hari kemudian, kita akan mengadakan pertempuran mati
matian dengan Tong Cin Wie dan kawan-kawannya, pertempuran

itu akan dilakukan di Ho-lo-wan, aku akan suruh Suhumu dan Koo

208

Supemu untuk membicarakan secara resmi dengan keluarga Chie,

aku sendiri akan menantikan setelah kalian telah selesai

melangsungkan perkawinan barulah meninggalkan tempat ini."

Kang Sian Cian menanya, seraya angkat kepalanya:

"Yaya, mengapa kau tidak tinggal disini saja?"

Si Yaya menjawab sambil tertawa: "Apa kau kira Yayainu

dapat mengikuti kau seumur hidupmu? Kalau kau nanti sudah

berumah tangga hatiku nanti tidak ada apa-apanya lagi yang dibuat

pikiran. Maka aku hendak mencari suatu tempat yang sunyi dan

indah permai pemandangannya, untuk melewatkan hari tuaku

dengan tenang."

"Kalau begitu," kata si nona, "Yaya selanjutnya akan tidak

perdulikan cucunya lagi?"

"Urus sih sudah tentu mau urus," sahut si kakek, "Cuma saja

bagaimana aku bisa mengurus banyak hal? Kau yang selamanya

belajar ilmu silat dan ilmu pedang, sehingga adatmu sudah mirip

seperti kuda liar, dikemudian hari setelah kau menjadi menantu

orang, kau harus baik-baik menghormati mertuamu. Untuk

selaajutnya, setiap tahun sekali aku akan menyambangi kalian."

Mendengar ucapan Yayanya itu, Sian Cian bersenyum. Kalau

dipihak Kang It Peng sudah memanggil Sian Cian kekamarnya

untuk membicarakan perjodoannya make dikamar lain Chio-bin
giam-lo juga sudah panggil Ong Bun Ping agar bicarakan akan

soalnya.

Begitu menampak si pemuda, lantas pertama-tama Sun Tay

Beng mengajukan pertanyaannya demikian:

"Aku beri pelajaran silat kepada murid seperti kau ini, tidak

nyana telah membawa kekesalan dan kerewelan yang tidak sedikit.

209

Sekarang aku hendak tanya kau, bagaimana anggapanmu tentang

diri nona Koo?"

"Koo Sumoy," jawab Bun Ping, "Orangnya baik dan ilmu

silatnyapun tinggi, Tee-cu sangat hargai sekali dirinya."

"Kalau orangnya baik dan ilmu silatnya tinggi," kata Sang

Suhu, "Apakah kau suka padanya?"

Si pemuda berpikir sambil tundukkan kepala dan kemudian ia

menjawab: "Tee-cu hanya hargai dan junjung tinggi sifat dan ilinu

silatnya Koo Sumoy, hal yang lain belumlah dipikirkan."

"Jawaban yang enak sekali didengarnya," kata sang Suhu seraja

anggukkan kepalanya, "Kau telah elakan persoalan yang berat dan

menjawab yang ringan. Sebetulnya aku tidak seharusnya

mencampuri segala urusan semacam ini, tapi sekarang nampaknya

tidak boleh tidak aku harus turut campur tangan. Sekali lagi aku

tanya padamu, apakah dalam hatimu menyukai Kang Sumoymu?"

Ong Bun Ping bungkam dan tundukkan kepalanya. Sun Tay

Beng berubah wajahnya lalu bertanya pula dengan suara keren:

"Katakanlah! Kau tidak boleh menipu aku."

Si pemuda itu ketika nampak sikap dan wajah Suhunya telah

herubah demikian bengis, terpaksa anggulekan kepala dan berkata:

"Tee-cu yang agak lain; bergaul dengan Kang Sumoy, maka

terhadapnya agaknya lebih rapat."

"Kau tahu apa tidak," kata Sun Tay Beng, "Kang Sunioymu

sudah dijodokan dengan Chie Kong-cu dan Yayanya!"

Ong Bun Ping gelengkan kepala seraja berkata: "Tee-cu tidak

mengetahui urusan ini."

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

210

"Tahu atau tidak," kata pula Sun Tay Beng, "Bukan merupakan

soal, sekarang aku cuma mau tahu, maukah engkau menikah dengan

nona Koo?"

"Tee-cu seumur hidup ini tidak akan berpikiran lagi untuk

berumah tangga," sahut Ong Bun Ping dengan suara getir.

"Kalau begitu," kata Sun Tay Beng, "Aku akan perintahkan kau

menikah dengan nona Koo, hendaknya engkau setuju karena ini

untuk kebaikan kita bersama."

"Perintah Suhu, sudah tentu Tee-cu tidak lierani

membangkang!" jawab Ong Bun Ping sambil tundukkan kepala dan

cucurkan air mata.

Chio-bin-giam-lo menghela napas. "Dalam urusan ini,"

kemudian katanya, "Sebetulnya aku tidak sudi ikut campur, kalian

orang-orang dari golongan muda ada mempunyai pikiran sendiri

dan pilihan sendiri, cuma saja karena Kang Sumoymu sudah

mendapat jodoh, dan Koo Jie Lan orangnya juga tidak dibawah Sian

Cian, apalagi ia ada begitu menyintai dalam sekali terhadap kau.

Kalau kau sudah terima baik perjodoan ini, hatimu tidak boleh

bercabang lagi ..!"

Bicara sampai disini, kebetulan Kang It Peng juga masuk

kekamar. Ong Bun Ping pesut air matanya, lantas berlutut

dihadapannya si jago tua itu tapi ia dikasih bangun seraja berkata:

"Adatnya Sian-jie ada sangat binal, nona Koo ada banyak lebih

baik daripadanya. Baiklah aku ingin menjadi perantara untuk

merangkapkan perjodoan kalian berdua."

Kang It Peng berkata demikian dengan mengnghela napas,

kemudian menceritakan bagaimana Koo Jie Lan telah memikiri si

anak muda serta sudah bertekad bulat tidak akan menikah dengan

211

orang lain. Didesak demikian rupa hingga Ong Bun Ping tidak

berdaya lagi, sehingga terpaksa berkata seraya tersenyum:

"Budi kecintaan dari Loo-cian-pwee Boan-pwee merasa

berteritria kasih, urusan Boan-pwee biarlah Boan-pwee serahkan

kepada Loo-cian-pwee bersama Suhu yang mengambil keputusan,

Boan-pwee akan menurut saja."

Berbareng ia menyura pada Kang It Peng dan Sun Tay Beng

lalu segera mengundurkan diri.

Setelah Ong Bun Ping berlalu. Kang It Peng pun berkata pada

Sun Tay Beng dengan geleng-geleng kepalanya:

"Aku benar-benar tidak habis mengerti, mengapa Bun Ping bisa

jatuh cinta kepada Sian-jie yang sifatnya berandalan? Dengan terus

terang saja baik adatnya maupun romannya sebetulnya Koo Jie Lan

masih lebih baik daripada Sian-jie."

"Karena. urusan ini," sahut Sun Tay Beng sambil tersenyum,

"Koo Hong telah timbul salah mengerti dengan aku sampai empat

atau lima tahun lamanya, dalam urusan ini sebenarnya kita tidak

bisa memaksa, tadi Bun Ping meski terima baik pernikahan ini, tapi

agaknya ia tidak begitu senang. Kalau kita paksa mereka menikah,

akibatnya susah diduga."

Sehabis berkata Sun Tay Beng menghela napas panjang.


Dewa Arak 29 Ilmu Halimun Pendekar Rajawali Sakti 65 Kuda Api Joko Sableng 36 Tabir Peta Shaolin

Cari Blog Ini