Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne Bagian 3
mencintainya seperti kau mencintai Lucas?"
Kayla berdiri, berjalan menghampiriku, dan memelukku
erat. "Itu tidak akan adil untuk kalian berdua. Kalau kau
tak bisa memutuskan, aku akan berada di sana untuk
menemanimu menjalani perubahanmu."
"Tapi kau terikat dengan Lucas."
"Jadi?" Dia mundur dan menatapku. "Kita nggak boleh
terikat dengan lebih dari satu orang? Kau adalah sahabatku,
Lindsey. Aku tidak akan membiarkanmu melaluinya
sendirian."
Aku merasa air mataku merebak. "Terima kasih, Kayla.
Tapi aku akan menemukan jawabannya. Kalau tidak, berarti
149
aku tak layak menjadi Dark Guardian. Keinginanku menjadi
pelindung hampir sama besarnya dengan keinginanku untuk
menentukan siapa takdirku yang sebenarnya."
Sebelum aku pergi, aku meminta Kayla menjelaskan
kepada Connor ke mana diriku dan bahwa aku sadar betul
dengan yang kulakukan, sehingga dia tidak mengkhawatirkan
atau menyusulku. Aku kenal Connor, mungkin ini tidak bisa
mencegahnya untuk melakukan salah satunya, tapi kurasa
tak ada salahnya mencoba.
Rafe tengah bersandar di tiang serambi ketika aku
keluar, dan aku terbentur pada kenyataan akan apa yang
sedang kulakukan. Aku akan pergi bersamanya. Aku pergi
berduaan saja dengannya. Aku kaget sendiri mendapati
betapa aku sangat menginginkannya. Aku bisa merasakan
tatapannya menilaiku, tapi aku juga sadar betul bahwa raut
wajahnya yang biasanya sulit dibaca itu kini menyiratkan
kegembiraan. Kendati bahaya yang mungkin kami hadapi?
baik yang ada di hutan maupun di hati kami?dia senang
karena kutemani. Aku merasakan gelombang kehangatan
yang membuncah dalam diriku ketika dia meraih tanganku,
menyusupkan jemarinya yang kuat ke jemariku. Aku
takjub dengan betapa nyaman rasanya. Tanpa bersuara, aku
mengikutinya menjauh dari desa kecil di pinggiran kebun
raya menuju tempat dia memarkir motornya, cukup jauh
sehingga tak akan ada yang mendengarnya.
Aku naik ke boncengan Rafe, membetulkan letak
ranselku agar lebih nyaman, dan melingkarkan lenganku
150
ke pinggangnya, menyambut dengan gembira kekuatan
dan kehangatan Rafe.
"Apakah kamu benar-benar yakin, Lindsey?" tanyanya,
dan aku tahu kalau dia sadar betul bahwa aku memanfaatkan
perjalanan ini untuk berbagai alasan?bukan hanya
menemukan laboratorium tersembunyi itu.
"Tentu saja."
"Kau tahu kalau Connor kembali nanti dan tahu kalau
kamu tidak ada, dia akan mencarimu."
"Tapi dia tidak bisa marah padaku, Rafe. Sebenarnya
aku hanya menuruti sarannya."
Dia tertawa muram. "Oh, dia akan sangat marah.
Percayalah."
Motornya meraung. Aku mempererat peganganku
pada Rafe ketika motor mulai melaju. Sebuah sensasi aneh
menyergapku, dan aku menoleh ke belakang. Walau aku tak
melihat apa-apa, aku tak bisa memungkiri perasaan bahwa
kami sedang diawasi.
Kami berkendara melewati pagi dan sepanjang hari dalam
kerimbunan dan kehijauan hutan. Sesekali kami berhenti
untuk makan bekal sandwich yang dibawa Rafe dengan
buru-buru. Kami tidak saling bicara. Mungkin karena
kami merasa harus melakukan sesuatu yang menuntut kami
tetap diam?atau mungkin kami takut kedengaran orang.
Mungkin kami hanya tidak punya bahan pembicaraan
ketika kesalahan yang kami lakukan mulai merasuki
151
hati. Sudah pasti ini melibatkan bahaya, dan mengajakku
serta mungkin bukan keputusan Rafe yang paling tepat.
Sebaliknya, kurasa kalau dia berangkat sendiri juga bukan
keputusan yang tepat.
Kegelapan telah datang menyelimuti ketika akhirnya
kami berhenti untuk bemalam. Rafe memelukku erat sampai
kakiku terbiasa lagi untuk berdiri.
"Berapa lama sampai kakiku terbiasa duduk di atas motor
begitu lama?" tanyaku.
"Semoga tidak pernah. Aku senang memelukmu."
Sambil menyandarkan diri dengan santai padanya,
aku menikmati pelukannya. Hidungku yang menempel di
dadanya membuatku dapat menghirup aromanya yang unik.
Tak peduli bagaimana perjalanan ini berakhir, pikirku, aku
tak akan pernah melupakan aromanya.
"Kurasa kita tidak perlu membuat api unggun," kata
Rafe, dadanya bergemuruh ketika dia berkata begitu. "Kita
tidak tahu apakah ada orang di dekat kita."
"Menurutmu, apakah kita dibuntuti?"
"Entahlah, tapi aku tak akan memberi kesempatan pada
tentara bayaran yang diceritakan Dallas kepada kita."
"Menurutmu, tentara itu yang membunuhnya?"
"Begitulah dugaanku. Mungkin mereka tengah berkeliaran
untuk mengetahui reaksi kita."
"Jahanam." Dengan enggan, aku menarik diri dari Rafe,
mengeluarkan senter pena dari saku, dan mengarahkannya
ke sekeliling kami. Aku menemukan sebuah batang kayu,
152
duduk di atasnya, dan mematikan senter. Kulepaskan ransel
dari bahuku, dan entah kenapa aku bisa selelah ini mengingat
apa yang kulakukan hanyalah duduk di boncengan motor
seharian. Otot-otot dan tulangku terasa sakit.
Bulan lebih terang cahayanya malam ini, dan aku
memperhatikan saat bayangan Rafe mendekat dan duduk
di sampingku. Aku mencari-cari kantong depan ranselku
dan membukanya. "Aku punya beberapa batang protein
dan dua butir apel."
"Boleh juga. Aku bisa mengantarmu pulang malam ini
kalau kamu berubah pikiran, tapi kalau kita sudah menempuh
perjalanan selama dua hari?"
"Aku nggak mau kembali." Aku mengulurkan batangan
protein itu dan dia menyambutnya. Aku mengambil sebotol
air dari kantong samping.
"Besok kita sudah mendekati salah satu sarang kita. Kita
bisa mengisi perbekalan, dan tidur di tempat yang terlindung,"
kata Rafe.
Kami para Shifter telah membuat sarang tersembunyi di
segala penjuru hutan. Kami menyimpan makanan, cadangan
pakaian, dan keperluan penting lain yang mungkin kami
butuhkan jika seseorang terpisah dari kelompok, terluka,
atau mendapat masalah. Pemerintah secara teknis mungkin
memiliki hutan ini, tapi kami menganggapnya sebagai milik
kami. Leluhur kami telah datang kemari dengan menumpang
kapal Mayflower. Pada masa itu mereka mulai dibakar karena
dianggap sebagai penyihir di Salem yang membuat kami
153
mendirikan pemukiman di belantara ini. Hutan ini baru
saja dijadikan sebagai hutan lindung sekitar seratus tahun,
tapi telah menjadi rumah kami jauh sebelum itu.
Walau dalam kegelapan, aku merasa nyaman di sini.
"Apa yang harus kaulakukan kalau menemukan
laboratorium itu?" tanyaku. "Kau tahu?apakah
menghancurkannya, membunuh setiap orang di
dalamnya?"
"Aku akan melaporkan lokasinya pada Lucas, baru kita
akan memutuskan bagaimana menanganinya."
"Semoga aku telah melewati perubahan pertamaku. Aku
akan lebih bisa membantu sebagai serigala."
"Aku tidak tahu apakah kita masih bisa menunggu selama
itu."
Aku tertawa gusar. "Kau mengatakannya seolah perubahanku itu masih lama sekali, sementara aku duduk di sini memikirkan bahwa kedatangannya terlalu cepat."
"Kebanyakan dari kita bersemangat menyambut perubahan
pertama kita." Dia menggerakkan jemarinya di lenganku
yang tak tertutup, dan aku merinding. "Kenapa kamu
tidak?"
Apakah dia sedang mendorongku untuk mengakui apa
yang kurasakan?
"Apakah kau bisa membaca pikiranku?" tanyaku.
"Kalau aku sedang berwujud serigala."
"Kalau tidak?"
"Kadang-kadang aku bisa menangkap pikiran orang."
154
Apakah ini penting bahwa dia bisa membaca pikiranku
ketika tidak sedang berwujud serigala?sementara Connor
tidak bisa?
Aku berdiri. "Aku tak habis pikir. Seharusnya ada satu
orang yang menjadi pasangan untuk kita masing-masing,
bahwa naluri kita akan mengenali orang yang ditakdirkan
untuk kita. Aku merasakan penyimpangan. Aku tak berpikir
akan sedemikian membingungkan."
"Apa yang membingungkanmu?"
Aku berbalik. "Astaga, Rafe, kalau kau benar-benar bisa
membaca pikiranku, seharusnya kau sudah tahu."
"Aku berusaha untuk tidak memasuki pikiranmu.
Apakah kau mengijinkanku?"
"Tidak!" aku ingin pikiranku tetap menjadi milikku
sampai aku berhasil memecahkan masalah ini.
"Apa yang kaurasakan ketika aku menciummu?" tanya
Rafe. Aku memperhatikan bayangannya yang memanjang
saat dia berdiri.
"Lebih intens daripada yang pernah kualami. Tapi bisa
saja itu karena suasana hari itu kita berdua bereaksi pada
suasana."
"Kalau begitu biarkan aku menciummu lagi. Kita lihat
bagaimana jadinya." Suaranya pelan, menenangkan, hampir
menghipnotis.
"Itu nggak adil buat Connor."
"Apakah semua keraguanmu itu adil buatnya? Segalanya
berbeda bagi kaum lelaki di antara kita. Dalam perubahan
155
pertamamu, kalau pasanganmu bersamamu, kalau kau
memilihnya saat itu, dia akan terikat padamu. Itu akan kekal
selamanya. Pasangan kita tetap seumur hidup. Kalau kau
berubah pikiran, kau boleh melangkah pergi. Kami tidak.
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan kalau kau menghampiriku setelahnya, aku akan tahu
bahwa dialah yang berada di sisimu selama proses perubahan
pertamamu?dan aku tak akan pernah mengalaminya
bersamamu."
"Tapi aku masih memiliki perubahan la?"
"Itu tidak akan pernah sama dengan yang pertama,
ketika semua yang ada dalam diri kita, semuanya yang
membentuk diri kita, semua yang akan menjadikan kita
di masa mendatang?semuanya mencapai kedewasaan.
Seekor kupu-kupu yang muncul dari kepompongnya akan
selalu menjadi seekor kupu-kupu setelahnya, namun saat
yang paling mengagumkan adalah ketika dia pertama kali
mengembangkan sayapnya?itu hanya terjadi sekali. Itulah alasannya ikatan terbentuk bersamaan dengan kuatnya
perubahan pertama seorang perempuan. Dia tidak akan
pernah lagi mengalami masa ajaib itu, dan sang lelaki?
pasangannya?ingin mengalami itu bersamanya."
Aku sudah tahu kalau perubahan pertama itu sangat
mendalam, tapi tak seorang pun pernah menjelaskannya
segamblang itu.
Aku tak tahu harus berkata apa. Kupikir, seharusnya semua
ini tidak mengejutkan buatku. Aku selalu tahu seperti apa
aku ini, apa perubahan pertama itu?namun seperti seks,
ibuku sama sekali tak pernah membahasnya denganku.
156
Itu merupakan bagian penting dari perjalananku menuju
kedewasaan, dan tak seorang pun yang memberiku petunjuk
jalan.
Tiba-tiba Rafe sudah mendekat padaku. Aku bisa
merasakan kehangatan terpancar dari tubuhnya. Ingin aku
meringkuk padanya.
"Mengapa kau ikut aku kalau kau tidak mau mengalami
seperti apa rasanya kalau kita bersama?" tanyanya.
Aku tak menjawabnya dengan kata-kata. Sebaliknya,
aku mengulurkan tangan dan menangkup wajahnya dengan
kedua tanganku. Aku bisa merasakan rambut-rambut
kasar di rahangnya. Aku bisa merasakan angin sepoisepoi mempermainkan rambutnya yang panjang dan
hitam menerpa jemariku. Aku bisa merasakan tatapannya
padaku. Aku menyadari betapa diamnya dia menantikan
keputusanku.
Maafkan aku, Connor.
Aku berjinjit untuk menyatakan undanganku dengan
suara lembut, yang semoga saja, seksi. "Cium aku."
Sambil mengerang pelan dan penuh kemenangan
yang bergema di antara kami, dia menciumku dengan
penuh gairah. Dan sama seperti yang pertama, ciuman ini
membuatku menahan napas. Malam ini tak ada pacuan
adrenalin di ambang kematian atau dorongan karena dia
telah menyelamatkan nyawaku. Namun api itu masih
berkobar, meluluh-lantakkan, persis seperti dalam mimpiku.
Dan sama seperti ciuman pertama, ini sangat luar biasa?
seperti bergelora.
157
Aku menarik diri duluan. Aku tak lagi mempertanyakan
apakah hanya nafsu yang terlibat. Akhirnya aku merasakan
hubungan sepenuh jiwa yang pernah kudengar. Aku dalam
masalah. Masalah besar.
Aku menurunkan tumitku, lalu menyandarkan pipiku di
lekukan bahunya, menyambut lengannya yang dilingkarkan
padaku.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya.
"Aku telah memutuskan bahwa itu pertanyaan paling
bodoh di dunia."
"Jadi kau tidak baik-baik saja."
"Entahlah, Rafe. Semuanya menjadi jauh lebih rumit."
"Aku tak akan mengatakan kalau aku senang, tapi
dengan pasti aku juga tidak kecewa. Setidaknya masih ada
kesempatan kau akan memilihku."
Dan apa yang akan terjadi pada Connor?
"Kita harus tidur," katanya kemudian, dan aku ingin
tahu apakah dia merasa harus mengisi kesunyian yang
terbentang di antara kami. "Kita tidur bersama dalam
kantong tidurku."
Bagus! Aku kelupaan membawa kantong tidur.
"Aku nggak bisa," kataku dengan penyesalan. Namun
aku tahu ada garis yang, begitu kulanggar, aku tak akan
pernah bisa kembali.
"Kau mengkhawatirkan Connor lagi, ya."
"Tentu saja aku mengkhawatirkan dia. Rafe, dia telah
menjadi bagian dari hidupku. Hingga musim panas ini, tak
158
satu pun dari kami yang mempertanyakannya, tak satu pun
dari kami yang meragukannya dan sekarang, entahlah.
Seharusnya jatuh cinta itu hal termudah di dunia ini, tapi
ternyata tidak."
Dan itulah yang membuat hal ini begitu rumit: aku
mengira telah jatuh cinta pada Rafe. Bukan hanya karena
ciuman yang luar biasa?tapi pada kenyataan bahwa dia
bisa membuka hati dan jiwanya dengan begitu terus terang
kepadaku. Dia kuat dan baik. Dia peduli padaku. Dia tahu
apa yang diinginkannya dan dia mengejar hal itu. Dia tidak
tinggal diam.
Dengan lembut, dia menyentuh pipiku. "Aku tidak
bermaksud membuat semuanya semakin sulit bagimu."
"Benarkah?"
"Tidak dengan sengaja. Aku hanya bisa berharap ini
menjadi lebih mudah bagi kita berdua. Namun aku tak mau
menyerah begitu saja kalau ada kesempatan untuk kita bisa
bersama. Dan kalaupun tak ada kesempatan, aku juga harus
tahu itu. Kau pun demikian."
"Aku tahu. Aku tidak marah. Aku hanya ... tiba-tiba
sangat lelah."
"Aku tahu kau tidak membawa kantong tidur," katanya.
"Janji, deh, kita hanya tidur."
Dia tidak menunggu jawabanku, tapi hanya bergerak
mengambil kantong tidur dari belakang motornya tempat
benda itu diikat. Walaupun aku merasa amat sangat bersalah,
tak kupungkiri bahwa aku mengharapkan kenyamanan
159
untuk meringkuk di sampingnya, tidur dalam pelukannya.
Aku bahkan tak pernah membayangkan berbaring dalam
pelukan Connor. Namun aku tahu bahwa itu juga akan
terlihat alami bersama Connor. Aku tak pernah ragu bahwa
dia akan selalu ada untukku. Sekarang aku khawatir, akulah
yang mungkin tidak ada di sana untuknya.
Aku memandangi Rafe yang sedang membentangkan
kantong tidur itu. Sambil berjongkok, dia mengulurkan
tangan dan menarikku. Aku berlutut dan berbaring di
atas kantong tidur. Detik berikutnya dia sudah berbaring
telentang di sampingku, menarikku ke lekukan badannya.
Aku bisa merasakan kekuatan pelukannya, ketegasan
otot-ototnya. Aku menempelkan pipiku ke lekukan bahunya
dan mendengarkan detak jantungnya yang teratur. Kurasa
aku harus mengatakan sesuatu, namun agaknya setiap
kata yang kuutarakan tak akan berarti jika dibandingkan
dengan saat-saat ini. Dia sudah berjanji kami hanya akan
tidur, tapi berbaring sangat dekat begini, membuatku
mengharapkan lebih. Aku menginginkan ciumannya lagi.
Aku mendambakan sentuhan jemarinya. Aku menginginkan
keintiman dengan kedahsyatan yang belum pernah kualami
sebelumnya.
Rafe bergerak, meringkuk padaku sampai aku terserap
dalam kepompong kehangatannya. Ingin aku menolak.
Namun sebaliknya, aku malah mengambil posisi sampai
merasa nyaman berdekatan dengannya, tubuhku berimpitan
dengannya.
160
Kupikir kami pergi untuk mencari sesuatu yang paling
berbahaya di hutan. Tapi aku salah. Sekarang ini, hal paling
berbahaya yang kuhadapi adalah lengannya yang memelukku?dan aku tidak pernah merasa sedemikian aman.
161
Keesokan paginya, aku terbangun dan mendapati diriku
masih terbaring merapat ke tubuh Rafe. Dia memelukku
sepanjang malam, dan aku tak ingin meninggalkan
kenyamanan lengannya. Aku tak ingat lagi kapan pernah
tidur selelap ini, bahkan ketika aku tidur di atas ranjang
daripada di hutan begini. Akibatnya, mimpiku sangat nyata
dan benar-benar mengganggu. Semuanya berkisar pada
Rafe yang menciumku sampai jari-jari kakiku mengerut?
yang sama sekali tidak memakan banyak waktu. Aku
juga bermimpi seram dengan dia dan Connor bertarung
memperebutkanku. Sejauh yang kutahu, hal itu tidak pernah
terjadi pada zaman modern ini, namun rupanya itu hal yang
biasa di antara Shifter pada masa lampau. Kadang-kadang
aku kagum bahwa spesies kami belum punah.
DUA BELAS
162
Aku membenamkan wajah di cekungan bahunya, ingin
tahu apakah dia terbiasa bangun pagi dan bagaimana
suasana hatinya ketika bangun. Sementara itu aku tak
percaya betapa tenangnya perasaanku.
Ciumannya di pelipisku membuatku tersadar: dia sudah
bangun. Bibirnya lembut dan hangat, dan aku ingin
menurunkan bibirnya itu ke bibirku dan menciumnya
dengan mendalam, tapi aku tak mau menurutkan kata
hatiku sampai aku yakin benar akan perasaanku. Tak dapat
kupungkiri, perasaanku memang telah berkembang, namun
akankah perasaan ini melebihi rasa sayangku terhadap
Connor? Apakah perasaan ini sudah melampaui semua itu?
Apakah mungkin mengukur apa yang dirasakan oleh hati?
Aku mendongak dan bersitatap dengan mata cokelat yang
hangat milik Rafe. Sebelum sempat mengucapkan selamat
pagi, dia telah menciumku, menghanyutkan keraguan
dan rasa bersalahku. Untuk beberapa saat, aku tersesat
dalam ketakjuban bibirnya yang menjelajahi bibirku, aku
serasa tengah berlibur, tanpa kekhawatiran, tanpa tekanan, tanpa ancaman bahaya. Aku merapat padanya dan
merasakan otot-ototnya menegang dan mengendur ketika
aku mengusap bahu dan punggungnya dengan jemariku.
Dia sangat kuat dan bertenaga. Aku menginginkannya,
menginginkan kepastian yang ditunjukkannya, aku ingin
tahu?tahu lebih mendalam lagi?bahwa dialah orangnya.
Namun beberapa jam bersamanya tak bisa menghapus
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seumur hidup yang kulewati bersama Connor sebagai lelaki
yang berarti bagiku.
163
Dengan penuh penyesalan, aku menjauhkan diri.
Tatapannya menyentuh setiap relung wajahku?daguku,
bibirku, hidungku, mataku, keningku?seakan dia berharap
bisa terus mencium semuanya.
"Terlalu dini untuk ciuman spontan?" tanyanya pelan.
Aku mengangguk. Dia tersenyum masam. Aku mengusap
sudut bibirnya. "Maafkan aku."
"Jangan, Lindsey. Aku bisa sabar. Tapi bulan tidak."
Dengan peringatan itu, dia berguling dan keluar
dari kantong tidur. Tiba-tiba aku merasa sedih dengan
kepergiannya. Sambil menepiskan hasrat itu, aku duduk,
meraih ranselku, dan mengeluarkan sikat rambutku. Setelah
melepaskan jalinan rambutku, aku menyikatnya.
Rafe berjongkok di hadapanku dan menaruh sekotak
berisi enam donat berlapis cokelat.
"Wah, kesukaanku, nih," kataku senang.
"Aku tahu."
Aku menatapnya. "Bagaimana kau tahu?"
"Kau adalah penggemar cokelat." Dia menjulurkan
tangannya dan menarik rambutku main-main. "Digerai
saja hari ini."
"Malam nanti akan kusut sekali."
"Aku akan menyisirnya."
"Pernahkan kau bergelut dengan kekusutan rambut
yang tertiup angin? Itu adalah pertempuran yang akan
kauhindari. Maaf. Aku akan menggerainya waktu kita tidur
malam ini."
Dia tersenyum seksi. "Boleh juga."
164
Setelah sarapan dengan buru-buru, kami berkemas
dan aku duduk di boncengan motor Rafe. "Apakah kau
bisa menyadap mimpiku seperti yang kaulakukan pada
pikiranku?" tanyaku.
Dia melirikku dan mengedipkan mata. "Hanya kalau
aku terbangun."
Sebelum aku sempat bertanya apakah dia tidur semalam?
aku harus tahu apakah dia mengetahui mimpiku?dia telah
menghidupkan mesin dan kami pun terbang menembus
hutan lagi.
Hari ini tidak secerah kemarin. Kalau hujan, mungkin
kami harus berjalan kaki karena motor bisa jadi akan
terjebak dalam lumpur?atau kami harus menunggu sampai
semuanya kering kembali. Aku tidak yakin pilihan mana
yang akan memakan waktu lebih singkat.
Saat kami bergerak lebih jauh ke utara, awan yang
menghitam menampakkan pertanda buruk. Sekalipun yang
akan kami lakukan hanyalah menemukan lokasi laboratorium itu dan kembali melapor, kami bisa saja tetangkap. Kalau
mereka percaya kami ini Shifter, mereka akan melakukan
percobaan pada kami. Tak ada hukum yang akan melindungi kami, karena tidak ada hukum yang mengetahui keberadaan kami kecuali kaum kami sendiri. Mungkin PETA
akan turun tangan dan menyerukan tentang kekejaman
pada binatang?namun kami bukanlah "binatang" dalam
pengertian itu. Tapi juga bukan manusia seutuhnya. Aku
bertanya-tanya apakah sudah tiba waktunya bagi kami untuk
melangkah keluar dari hutan, dan menunjukkan diri.
165
Kira-kira satu jam menjelang senja, kami kehabisan
bahan bakar. Rafe telah mengutak-atik motornya sehingga
motor itu bisa menempuh perjalanan lebih jauh daripada
kebanyakan motor dengan satu tangki bahan bakar, dan
kupikir tangkinya juga lebih besar. Namun, bahkan
seorang ahli mesin terbaik pun tak bisa meramalkan semua
hambatan, terutama di belantara seluas ini. Nampaknya
dia sama sekali tidak terganggu oleh keadaan sulit yang
kami hadapi, mungkin karena dia tahu kami sudah dekat
dengan salah satu sarang kami, tempat kami menyimpan
perbekalan.
Aku tidak keberatan untuk berjalan kaki. Aku sudah
terbiasa melakukan hiking jarak jauh. Sebagian diriku ingin
berjalan cepat dan sebagian diriku ingin bergerak santai.
Sarang kami biasanya dibuat di perut gunung atau bukit.
Tempat-tempat itu memberikan kenyamanan. Malam ini
Rafe dan aku akan berduaan di dalam salah satu sarang.
Akankah aku cukup kuat untuk menolak tawaran ciuman
lain? Akankah kami tidur berpelukan lagi? Dan mengetahui
bahwa kami jauh tersembunyi dan benar-benar aman,
akankah aku menemukan kekuatan untuk menolak
godaan?
Aku memandang berkeliling hutan yang telah kukenal,
yang tiba-tiba terasa asing dan menggangu. "Bagaimana
kalau mereka memasang perangkap untuk kita? Pastinya
mereka tahu kalau seseorang telah membocorkan keberadaan
lab itu pada kita, kita akan datang mencarinya."
166
"Kalau begitu, berharap saja aku yang terjatuh ke
dalam perangkap itu dan bukan kamu," kata Rafe. "Aku
bisa berubah dan sembuh. Sementara kamu, bagaimana
caranya, harus kubawa kembali ke peradaban."
"Kau berharap kita akan melarikan diri dari perangkap.
Bagaimana kalau kita diseret ke laboratorium mereka?"
Dia mengulurkan tangannya dan menyentuh pipiku.
"Aku tak akan membiarkan apa pun terjadi padamu,
Lindsey."
Aku memikirkan tentang pertarungannya dengan puma
itu. Namun Bio-Chrome melebihi binatang mana pun yang
disatukan.
"Bagaimana bisa mereka membangun sebuah laboratorium
begitu dekat dengan hutan lindung tanpa ada yang tahu?"
tanyaku.
"Ini wilayah yang jarang penduduknya, dan kita tidak
bisa meronda ke seluruh tempat setiap waktu. Aku pernah
dengar tentang kartel narkoba yang menanam opium dan
ganja di atas tanah pemerintah?di dalam hutan lindung?
tepat di depan hidung penjaga hutan. Tidak semua bisa
diawasi."
"Kurasa tempat ini akan kehilangan daya tarik kalau kita
memasang kamera pengawas di mana-mana."
Dia menoleh dan menyeringai. "Tentu saja. Tak ada
ruang pribadi untuk bermesraan."
Tatapannya jatuh ke bibirku, yang mulai tergelitik, dan
aku tahu dia sedang berpikir untuk menciumku lagi. Ini
167
sangat menggoda. Aku harus mengalihkan pikiranku. "Jadi
menurutmu siapa yang membunuh Dallas? Mungkinkah
salah seorang dari kaum kita? Seseorang yang tidak
memercayainya? Atau mungkinkah itu tak sengaja?"
"Semua itu mungkin saja, tapi kurasa lebih mungkin
seseorang yang disewa oleh Bio-Chrome. Dallas hendak
mengkhianati mereka. Dan mereka tidak hanya omong besar
soal mengejar kita karena mereka ingin tetap merahasiakan
keberadaan kita. Mereka berusaha sembunyi-sembunyi,
untuk menghindari campur tangan pemerintah, sampai
mereka mendapatkan formula atau apa saja yang menurut
mereka bisa mereka ciptakan untuk menyalin kemampuan
kita."
"Bagaimana kalau kita tidak bisa menghentikan mereka?"
"Kita pasti bisa." Dengan santai, dia terus mendorong
motornya mendaki lereng dan melalui sebuah celah di
sebuah bukit.
Dia kedengaran sangat yakin. Dia membuatku percaya
padanya, membuatku percaya bahwa semuanya akan
baik-baik saja. Dalam waktu sesingkat ini, aku telah
mengenalnya dengan lebih baik, lebih dari sekadar
ciumannya yang membuatku terkesan. Dia adalah seorang
pemimpin yang alamiah. Kami menyusuri jalan berkelok
dan sampai ke sebuah tempat yang airnya mengalir keluar
dari batu kecil yang menonjol dan menghilang ke sungai
bawah tanah. Aku pernah kemari sebelumnya; ini adalah
salah satu sarang kami.
168
"Tolong pegangi motornya," perintah Rafe.
Aku melihat otot-ototnya meregang ketika diamenggulingkan
sebuah batu besar ke samping. Hari sudah hampir malam
ketika aku memasuki gua bawah tanah yang dingin dan
gelap itu. Ketika Rafe mendorong motornya masuk, aku
memandang berkeliling, berusaha memberi kesempatan pada
mataku untuk menyesuaikan diri. Aku ingin berpura-pura
sedang berada dalam dunia sihir yang tak terganggu oleh
dunia nyata. Ketika Rafe telah berada di belakangku,
melingkarkan lengannya ke pinggangku, dan mencium
tengkukku, aku berputar dan menyambutnya. Aku tahu,
seharusnya aku keberatan, tapi ada sesuatu dalam kegelapan
yang memanggil keliaran dalam diriku, sama seperti dia. Dia
menggerakkan bibirnya ke lekukan leherku. Kenikmatan
menjalari punggungku, dan aku merasa bagaikan kucing
yang sedang bermalas-malasan di bawah sinar matahari.
Tapi bahkan ketika merasa senang dalam kegelapan bersama
Rafe begini, aku tidak kuasa melupakan Connor. Perasaan
bersalah menghantuiku, dan aku melepaskan diri dari
pelukannya sebelum bibirnya bisa mencium bibirku lagi.
Sebuah cahaya redup tiba-tiba menerangi gua. Aku
berbalik, penasaran, dan melihat Rafe melangkah menjauh
dari lampu baterai yang baru saja dinyalakannya. Sambil
meraih ke atas, dia menurunkan tirai hitam untuk menutupi
jalan masuk, menghalangi dari dunia luar.
Rafe menghadap kepadaku, tatapan kami bertemu,
dan aku bisa melihat ke dalam matanya bahwa dia ingin
169
aku memberikan padanya lebih dari yang siap kuberikan.
Dia ingin aku bersikap seolah di dunia ini hanya ada
kami berdua. Aku tak bisa menyangkal bahwa itu sangat
menggoda. Dia telah datang padaku beberapa menit yang
lalu. Sekarang giliranku untuk mendekatinya. Sebelum
malam berlalu, kurasa aku akan melakukannya. Bagaimana
aku bisa menolak?
Entah dia membaca pikiranku atau wajahku yang
menyiratkan betapa aku menginginkannya, namun dia
tersenyum pelan dan malas, dan tatapannya menghangat.
Dia pernah mengatakan kalau dia sabar, tapi yang lebih
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
penting lagi, dia penuh pengertian.
Dia melangkah menuju sebuah wadah plastik yang besar
dan mengambil sesuatu di dalamnya, lalu menyerahkan
sekaleng sosis Vienna padaku. Bukan kesukaanku, tapi
karena sudah lapar sekali, aku tidak mengeluh ketika duduk
di atas tanah yang dingin dan keras. Kami menyimpan
persediaan di tempat ini untuk keadaan darurat. Apa yang
terjadi saat ini tentunya memenuhi syarat.
"Bagaimana kita tahu kalau kita menuju arah yang
benar?" tanyaku.
Sambil duduk di atas peti-peti perbekalan, Rafe
menikmati isi kaleng sosisnya. "Kata Dallas, laboratorium
itu terletak di sudut timur laut, jadi aku tahu arahnya benar.
Semoga ketika kita sudah semakin dekat dengan orang-orang
Bio-Chrome, aku bisa mencium bau mereka."
"Akan lebih mudah kalau kau menempuh perjalanan
dalam wujud serigala."
170
Sambil mengangkat bahu, dia menyeringai. "Lebih
mudah, tapi tidak menyenangkan seperti ini."
"Ya, soalnya aku ini gentong yang penuh berisi tawa."
"Kau membuatku tidak kesepian."
Aku memperhatikannya sesaat, mengingat kembali ketika
aku mengenalnya di sekolah dulu. "Kau selalu memberiku
kesan sebagai penyendiri."
"Lebih mudah seperti itu."
"Maksudmu?" tanyaku.
Dia mengambil sebuah sosis dari kaleng dan mengunyahnya. "Kau bertanya malam itu, apakah ini karena aku
menginginkan hal-hal yang tidak bisa kumiliki."
"Aku hanya entahlah. Seharusnya aku nggak ngomong
begitu."
"Nggak, kok, kamu benar. Waktu aku masih kecil, aku
menginginkan orangtuaku pergi ke sekolah pada malam
open-house dan memedulikan hasil tugas sekolahku. Aku
menginginkan seorang ayah yang menemaniku main bola
dan bukannya memukuli aku. Ketika aku berteman dengan
seseorang, aku melihat begitu banyak hal yang kuinginkan,
hal-hal yang kutahu tidak akan pernah kumiliki. Bukan
materi, bukan peralatan, tapi hal-hal seperti makan malam
bersama keluarga di meja makan."
Dadaku terasa sesak sampai-sampai terasa sakit. Aku
hanya tahu kalau dia tidak dibesarkan dalam duniaku, tapi
aku tak pernah menyadari betapa besarnya perbedaan di
antara kami.
171
"Kamulah satu-satunya yang tidak pernah menatapku
ketika aku masuk sekolah dengan badan memar atau mata
biru," katanya pelan.
"Orangtuaku selalu memintaku jangan menatap orang."
Walaupun agaknya aku melupakan sopan santunku, karena
akhir-akhir ini aku sering menatap Rafe. Kini, ketika dia
membicarakan masa lalunya, aku ingin melakukan sesuatu
yang lebih daripada hanya sekadar memperhatikannya.
Ingin aku memeluknya, menenangkannya. "Ayahmu yang
melakukannya, ya? Dia memukulmu."
"Ya, dia menghabiskan banyak waktunya dengan
mabuk-mabukan. Aku tak pernah bisa membuatnya
puas kalau dia sudah seperti itu. Dia sering meninjuku.
Kadang aku mengatakan pada orang-orang kalau aku habis
berkelahi. Lebih mudah berpura-pura menjadi berandalan
daripada membiarkan orang tahu yang sebenarnya: Ayahku
sangat membenciku."
"Tidak!" bantahku keras-keras. "Dia sakit. Tak ada yang
bisa membencimu, Rafe."
Sambil tersenyum masam, dia mengangguk. "Kau
tahu, ketika aku masih kecil, aku tak sabar menunggu perubahan pertamaku, sebab setelah berubah aku akan punya
kemampuan untuk sembuh lebih cepat. Dengan begitu,
orang-orang tidak akan tahu betapa seringnya dia memukulku. Lalu dia meninggal dalam kecelakaan mobil yang
penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Aku senang dia
meninggal." Dia menghentikan ceritanya. "Apakah bagian
dari diriku ini membuatmu takut?"
172
Aku balas menatapnya. "Tidak, aku juga tidak pernah
suka padanya. Dia membuatku takut."
Dia terkesiap. "Apakah dia melakukan sesuatu yang
membuatmu takut? Apakah dia pernah menyakitimu?"
"Nggak, lah. Kalau sampai dia melakukannya, ayahku
pasti akan menghajarnya. Dia hanya kelihatan jahat sekali.
Dia selalu memberengut, sepertinya sedang marah pada
dunia."
"Aku tak akan pernah menyakitimu, Lindsey. Aku tidak
seperti ayahku."
"Aku tahu." Dan aku benar-benar tahu. Ya, Rafe memang
membuatku takut. Tapi itu karena apa yang kurasakan
padanya?sesuatu yang belum pernah kurasakan terhadap
siapa pun. Dan malam ini kami hanya berdua dalam gua
bawah tanah ini, saling merapat. Mungkin kami akan
berciuman lagi. Aku telah banyak menghabiskan waktu hari
ini dengan memikirkan apa yang akan terjadi malam ini.
Aku bangkit dan membuang kaleng kosong ke dalam
sebuah kantong plastik yang akan kami bawa kembali. Kami
selalu berhati-hati untuk tidak mengotori lingkungan. "Aku
mau ke kolam."
Rafe menatapku lekat-lekat, seolah ingin akumengajaknya.
Tapi aku tidak melakukannya. Aku ingin sendirian beberapa
saat untuk mengendorkan keteganganku. Aku tahu tak akan
terjadi apa-apa karena aku tak menginginkan terjadi sesuatu.
Masalahnya, aku tidak terlalu yakin apa yang benar-benar
kuinginkan terjadi.
173
Aku menghampiri sebuah kotak plastik tempat kami
menyimpan cadangan pakaian. Aku menemukan sebuah
celana pendek katun bertali dan kemeja katun lengan
panjang yang akan membungkus tubuh kerempengku;
lekukan badanku tidaklah sebagus Brittany. Aku mengepak
semua yang kubutuhkan, termasuk sebuah senter besar
berbentuk persegi yang memancarkan sinar melebar, lalu
menuju ke belakang gua. Lorongnya menyempit, dan cahaya
memantul di dinding. Kami membuat surga ini di perut
gunung, dan karena kami menutup pintu masuknya, aku
tidak takut berada di sini sendirian.
Di belokannya, lorong terbuka menuju gua lain yang
sungai bawah tanahnya terkumpul ke sebuah kolam.
Aku berlutut di tepi air dan mematikan senter. Sambil
membiarkan mataku menyesuaikan diri beberapa saat, dan tak
lama kemudian aku bisa melihat makhluk-makhluk yang
sangat kecil berpendar bergerak di sungai itu. Kolamnya
benar-benar jernih. Persediaan air bersih itu membuat
ganggang?dan segala sesuatu yang membuatku geli?bisa
tumbuh.
Aku kembali menyalakan senter, lalu merendam secarik
kain ke dalam air dan mulai menyeka debu dari wajahku.
Aku membayangkan Rafe menciumi seuluruh wajahku.
Walaupun udara di sekelilingku sangat dingin, tiba-tiba saja
aku merasa kepanasan. Aku melepaskan baju dan terjun ke
air. Ini bukan pertama kalinya aku berenang di sini. Airnya
dingin seperti biasa, tapi aku merasa nyaman.
174
Aku mencuci rambut dan badanku. Terlepas dari debu
yang menempel selama dua hari sangat menyegarkan?
sampai aku keluar dari kolam dan dengan segera kulitku
diserbu udara dingin. Segera kuraih handuk, mengeringkan
badan, lalu berpakaian. Aku mengeringkan rambut dengan
handuk sebelum menyisirnya. Aku akan menjalinnya
seperti biasa, tapi Rafe memintaku untuk menggerainya
saja, dan aku mendapat dorongan gila untuk membuatnya
tersenyum dan merasakan jemarinya membelai rambutku
yang tergerai.
Aku memandang sekilas ke arah lorong, penasaran apa
yang sedang menungguku di ujung sana. Sudah pasti kami
akan tidur sambil berpelukan lagi. Harap-harap cemas
menggelitikku. Aku ingin bersamanya?dengan amat
sangat. Aku belum pernah mengalami persaaan sedalam
ini terhadap Connor: hasrat yang murni. Sebelum aku
bertemu Kayla, Connor telah menjadi sahabat terbaikku,
orang yang selalu menemaniku melakukan segala sesuatu.
Dia menenangkan, tapi Rafe sangat menyenangkan.
Aku mengemasi barang-barangku dan berjalan setenang
mungkin melewati lorong. Begitu mendekati pintu masuk,
aku mendengar suara.
Dengan segera aku bisa mengenali salah satu suara itu,
dan menyadari dengan penuh penyesalan bahwa aku tidak
akan tidur bersama Rafe malam ini. Dia tidak akan pernah
memelukku dalam rengkuhannya lagi.
Langkahku terhenti di pintu masuk gua utama, dan aku
melihat Lucas dan Connor tengah menyudutkan Rafe. Kayla
175
berdiri agak jauh dari situ, merasa tidak enak hati. Aku tahu
dia pernah melihat perkelahian Lucas dan kakaknya?orang
yang telah mengkhianati kami. Seperti halnya aku, dia sadar
betul kalau kaum lelaki bisa menjadi sangat menakutkan
ketika hormon kelelakian mereka memuncak.
"Apa yang kaupikirkan dengan mengajak serta Lindsey?"
tuntut Connor pada Rafe, dan jantungku berdentam
mengentak rusukku begitu mendengar suaranya yang
dipenuhi amarah.
"Aku yang mau ikut," jawabku sebelum Rafe sempat
menjawab.
Connor tersentak dan berbalik, matanya tertuju padaku.
Aku cukup mengenalnya dan melihat dia tidak kaget dengan
kehadiranku, jadi Kayla telah menceritakan padanya seperti
yang kuminta. Dalam beberapa hal, ini membuat segalanya
lebih mudah, tapi juga membuatnya semakin sulit. Aku
melihat dalam matanya bahwa dia ingin menanyaiku, bahwa
dia ingat pertengkaran kami yang belum sempat terselesaikan. Aku melihat penyesalan dan kesedihan. Pada saat
itu aku merasakan hal yang sama. Tapi aku sangat marah:
Rafe disalahkan atas tindakanku.
"Apa yang sedang kaupikirkan?" tanya Connor tajam.
"Jangan berbicara padanya seperti itu," kata Rafe.
Suaranya lebih dalam daripada biasanya dan mengandung
ancaman.
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nggak apa-apa, Rafe," kataku, berusaha menenangkan
situasi. "Emosi semua orang sedang tinggi saat ini."
176
Karena mereka menyusul kami dengan sangat cepat,
kurasa mereka menempuh perjalanan dalam wujud serigala.
Kami menyimpan banyak pakaian di sini untuk persiapan
dalam keadaan darurat seperti ini, dan mereka semua
berpakaian, Kayla memakai celana longgar mirip dengan
yang sedang kupakai.
"Kupikir aku bisa membantu," kataku kepada Connor.
"Bagaimana? Kalau kau terluka?"
"Aku tidak akan terluka."
"Kamu juga tidak minta ijin," kata Lucas, dan itu
membuatku jengkel karena dia memihak Connor.
"Oh, kau bukan bosku." Aku tahu itu terdengar
kekanak-kanakan, tapi aku tidak suka dengan tuduhan
itu.
"Sebenarnya iya. ?Pemimpin perkumpulan? adalah nama
lain untuk ?bos?."
"Kalau kamu mau marah, marahlah padaku," desak Rafe.
"Aku yang lebih tahu dan akulah yang mengajaknya."
"Dan kenapa tepatnya, kau mengajak dia?" tanya Connor.
"Kau tahu alasannya," kata Rafe, dan aku sadar dia sama
marahnya dengan Connor.
Connor menerjangnya. Aku mendengar bunyi berdebam
yang menyakitkan ketika sebuah tinju mengenai daging
dan tulang saat mereka berdua berkelahi. Aku menjerit,
"Hentikan! Kalian berdua hentikan!"
Tapi mereka tak menghiraukan. Mereka terus saling
menyerang. Ini bukanlah cara kami bertarung. Aku
177
memandang Lucas, yang tengah berdiri dengan tangan
terlipat di dada seolah dia sedang menunggu kedatangan
bus. "Lakukan sesuatu!" teriakku padanya.
Dia mengalihkan tatapannya yang tajam padaku. "Apa
usulmu?"
Aku mengumpat kasar dan melompat ke tengah
perkelahian, berusaha mengalihkan perhatian.
Rasa sakit menjalari pipiku lalu ke mataku. Aku memekik
dan terhuyung-huyung ke belakang.
"Sial! Kau memukulnya!" kata Rafe, tiba-tiba berlutut
di sampingku. Wajahnya lecet dan berdarah-darah, dan
aku membayangkan pukulan yang dilayangkan ayahnya
kepadanya. Aku mengulurkan tangan dan menyentuh
pipinya yang lebam.
"Bukan aku. Tapi kamu yang memukulnya," kata Connor
sambil berjongkok di sisiku yang lain, menyentuh pipiku
dengan kelembutan yang sangat berbeda dengan apa yang
dilakukannya beberapa detik yang lalu.
Aku memandangnya. Dia telah mendapat tonjokan yang
paling berat. Salah satu matanya hampir menutup karena
bengkak. Aku menyentuh lukanya yang babak belur. Dia
mengernyit, dan aku tak mampu menahan diri lagi. Aku
mulai menangis.
Dia menarikku ke dalam rengkuhannya dan memelukku
erat, yang hanya membuat tangisku semakin menjadi. "Aku
nggak tahu, Connor. Aku nggak tahu."
Dia mengayunku dari sisi ke sisi. "Nggak apa-apa. Aku
tahu."
178
Aku mendengar suara gesekan di tanah saat Rafe
bangkit.
"Aku akan pergi keluar untuk menyembuhkan diri,"
katanya dengan suara datar tanpa emosi. Aku tak tahu apa
yang dipikirkannya.
Aku tidak ingin dia pergi?tapi pada saat yang sama,
adilkah kalau aku memintanya untuk tidak meninggalkan
aku? Aku melepaskan diri dari pelukan Connor dan
menghapus air mataku. "Kau juga harus menyembuhkan
diri." Aku merasa sangat bodoh kehilangan kendali di depan
semua orang. Aku bingung sekali. Bagaimana bisa aku
mencintai dua orang sekaligus?
Dia mencium lukaku dengan lembut. "Tetaplah di sini
ketika aku kembali."
Entah ke mana dia pikir aku akan pergi, tapi lalu aku
sadar dia memintaku untuk menunggu dia. Di luar kebiasaan, aku mengangguk.
Dia berdiri, tapi bukannya melangkah keluar seperti Rafe,
dia malah masuk ke lorong tempat kolam itu berada.
Kayla berlutut di sampingku. "Kurasa matamu akan
lebam."
"Nggak masalah." Aku hanya mencegah mereka untuk
saling membunuh. Itulah satu-satunya hal yang kuanggap
penting.
"Biar kutebak, kau belum membuat kemajuan untuk
mengatasi semua ini."
Aku menggeleng. "Semua kemungkinan yang ada hanya
179
semakin membuatku bingung. Jadi apa yang terjadi dengan
para pengamat burung itu?"
"Zander yang memandu mereka. Aku ingin berada
di sini untuk berjaga-jaga, kau tahu, kau membutuhkan
dukungan."
Aku tersenyum berterima kasih. "Aku senang kau ada di
sini. Tapi aku benar-benar harus bicara dengan Connor."
Aku bangkit berdiri dan bertemu pandang dengan Lucas.
"Menurutmu, berapa lama penyembuhan itu?"
"Beberapa menit saja."
"Apakah Connor yang memintamu untuk membebastugaskan Rafe?"
Wajahnya bagaikan topeng yang tak terbaca?dan
ironisnya, hal itu memberiku jawaban.
"Jadi, memasukkan Daniel ke kelompok kita bukan
untuk mencarikan pasangan buat Brittany."
"Memang untuk itu. Tapi itu bukan satu-satunya
alasan."
Sesaat aku penasaran dengan keadaan Brittany, lalu aku
meraih senter dan berjalan ke lorong. Aku mendapati Connor
tengah duduk di pinggir kolam, berpakaian lengkap. Dalam
sekilas sapuan cahaya dia terlihat sudah tidak terluka lagi.
Sambil menghela napas, aku duduk di sampingnya dan
menatap ke dalam kolam air, berusaha menemukan cara
memulai pembicaraan.
"Maafkan ak " kami berkata bersamaan. Lalu kami
tertawa canggung.
Aku merindukan hari-hari ketika kami benar-benar
180
merasa nyaman bersama, ketika kami berdua tahu apa yang
kami inginkan. Atau yang kami pikirkan.
"Kau menyuruhku untuk pergi bersamanya," kataku
pelan.
"Aku tidak serius. Waktu itu, aku lagi marah. Tapi
kalaupun aku serius, yang kumaksud adalah pergi ke
bioskop selama dua jam, bukan menempuh perjalanan
menembus hutan berhari-hari?dan pastinya dengan tidak
mempertaruhkan nyawamu."
"Aku adalah Dark Guardian. Itu sudah tugasku."
"Kau masih calon. Kau tidak bisa menyembuhkan
diri seperti halnya kami. Kau tidak bisa berubah, dan kau
tidak bisa melarikan diri ketika terancam bahaya semudah
kami."
"Kau bukan marah pada bahayanya," kataku lembut.
"Apakah kau ingin bersama dia? Maksudku, apakah kau
akan memilih dia?"
"Entahlah, Connor. Tapi dia bukanlah satu-satunya
alasan aku berada di sini. Aku meminta untuk ikut karena
ingin membantu. Mungkin karena kita menemukan
Dallas, dan aku merasa sedikit bertanggung jawab atas
kematiannya."
Connor nampak kaget mendengar kata-kataku. "Itu
bukan salahmu."
"Di satu sisi iya, karena kejadian blackberry itu?tapi tak
tahulah. Aku ingin merasa berguna; aku ingin berperan aktif
untuk menuntut balas pada Bio-Chrome. Aku nggak mau
181
memandu kelompok pengamat burung. Ini bukan pertama
kalinya aku memilih petualangan yang tidak biasa."
Kemarahan Connor mereda, dan mulutnya bergerak
membentuk senyuman. Aku tahu dia pasti teringat pada
selusin peristiwa ketika aku meyakinkannya untuk
melakukan sesuatu yang tak jarang menyeret kami ke
dalam masalah. Aku tidak terbiasa berpikir dengan banyak
pertimbangan, tapi kami selalu senang.
Dengan lembut dia menyelipkan rambutku ke belakang
telinga. "Apakah kau apakah kau mencintainya?"
Dia tidak mau menyebut nama Rafe, seolah jika kami
membicarakan dia secara tidak langsung, dia tidak akan
berarti. Aku pun mengatakan yang sejujurnya.
"Entahlah. Aku tak mengira akan sesulit ini. Kayla bilang
dia seketika merasakan ikatan dengan Lucas, Brittany tidak
merasakan ikatan jiwa dengan siapa pun. Aku menyukai
kalian berdua, kau dan Rafe. Aku tidak mau melukai salah
satu dari kalian, dan aku khawatir akan membuat keputusan
yang salah."
"Mungkin kau harus berhenti mencemaskannya.
Hanya"?dia menghela napas?"biarkan kami yang
memecahkannya."
Aku tahu, kami yang dimaksudnya adalah dia dan Rafe.
Aku mendengus. "Ya, itu pasti berhasil."
"Aku bisa menang," katanya kesal.
Memang itu kata-kata yang diucapkan kaum laki-laki.
"Kupikir kau adalah orang yang menginginkan kita
menjadi lebih beradab," aku mengingatkannya.
182
"Hei, aku beradab. Aku tidak berubah."
Dalam suasana lain, mungkin aku akan tertawa. Namun,
aku malah mendekat dan menyandarkan kepalaku ke
bahunya. "Sori, aku nggak tahu jawabannya."
"Ya. Aku juga."
Dia melingkarkan lengannya padaku dan kami
duduk terdiam sejenak, berusaha menyerap perasaan
masing-masing. Kami selalu seperti ini. Kami adalah tempat
bersandar satu sama lain. Tapi dengan itu apakah kami
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi takdir satu sama lain?
Setelah beberapa saat, kami bangkit dan berjalan kembali
ke gua utama. Aku bahkan tak sadar kalau kami sedang
bergandengan tangan?sampai aku melihat Rafe bersandar
di dinding gua dan tatapannya tertuju pada tangan kami
yang sedang bergandengan. Gejolak emosi terpancar di
matanya.
"Aku akan berjaga malam ini," katanya singkat, dan
langsung keluar gua tanpa menunggu tanggapan.
Aku ingin mengejarnya, namun Connor meremas
tanganku. Apakah itu permohonan tanpa kata untuk tetap
bersamanya, atau suatu peringatan bahwa kami sudah
bersama selamanya? Seberapa setia seharusnya aku ketika
aku menemukan jawaban atas semua ini?
"Aku akan menyiapkan tempat tidur untuk kita,"
katanya pelan.
Aku melirik Connor yang sedang menghamparkan sebuah
183
kantong tidur di sisi yang berseberangan dengan tempat
Kayla menyiapkan kantong tidur untuknya dan Lucas.
Aku menggosok lenganku naik-turun. Aku belum pernah
tidur di samping Connor. Kalau dia benar-benar pasangan
takdirku, bukankah seharusnya aku senang menyambutnya dan bukannya khawatir akan menjadi canggung? Dan
dapatkah aku tidur di sampingnya malam ini, setelah aku
tidur di samping Rafe semalam?
Setelah semuanya siap, dia meraih tanganku dan
menggandengku ke tempat tidur itu. Beberapa saat lamanya
kami mencari posisi yang enak. Aku menyundul dagunya
dengan kepalaku. Dia tertawa, mengatakan padaku agar aku
santai saja. Aku bergeser hingga punggungku menghadap
padanya dan dia merapat padaku. Dia melingkarkan
lengannya dan aku menyusupkan jemariku ke jari-jarinya.
Baunya berbeda dengan Rafe. Dia terasa berbeda dari
Rafe.
Lucas mematikan lentera dan kegelapan melingkupi
kami. Aku dapat mendengar dia dan Kayla berbisik-bisik
pelan, seperti yang dilakukan oleh pasangan kekasih.
"Ini nggak enak, Connor," bisikku.
"Oke, berbaliklah dan sandarkan kepalamu di bahuku."
"Bukan, bukan itu maksudku. Berbaring di sini bersamamu
Kalau kau yang berjaga malam ini, akankah kau ingin aku
di sini, tidur di samping Rafe?"
"Ini nggak sama, Lindsey. Sampai kau memutuskan yang
sebaliknya, kau adalah milikku. Aku menyandang simbol
yang melambangkan namamu tertato di pundakku."
184
"Dia juga," kataku pelan.
Aku merasakan tubuhnya menegang, lalu mengumpat.
Tato itu tidak pernah dikerjakan dengan sembarangan,
Connor tahu itu.
"Dia tidak menyatakannya di depan semua orang. Aku
melakukannya."
"Ini bukan tentang siapa yang lebih mematuhi tradisi.
Ini lebih tentang hati kita."
"Kau selalu memiliki hatiku."
Aku memejamkan mata. Selama semenit dia penuh
pengertian, dan menit berikutnya dia membuat semuanya
menjadi sangat sulit dengan menyatakan perasaannya.
Aku tak meragukan perasaannya. Aku tak lagi meragukan
perasaan Rafe. Tapi aku meragukan perasaanku sendiri. Tapi
bagaimana aku menjelaskannya?
185
Connor terlelap. Aku yakin sekali Lucas dan Kayla juga
sudah terlelap. Sementara aku tak bisa tidur. Sekejap
pun. Aku terus memikirkan Rafe dan gejolak emosi yang
terpantul di matanya sebelum dia melangkah keluar tadi.
Setelah perkelahian itu, aku menghibur Connor. Seharusnya
aku melakukan hal yang sama kepada Rafe. Rasa bersalah
yang mulai kurasakan padanya telah membuatku menjauh
darinya. Ini sangat tidak adil.
Dengan hati-hati, aku beringsut menjauhi Connor.
Dia tertidur pulas, nyenyak sekali. Aku mengendap
mendekati tirai penutup mulut gua. Walaupun gelap, aku
mengenali seluk beluk di sekitar gua, dan tidak ada yang
bisa membuatku tersandung. Aku menyelinap keluar, kaget
sendiri mendapati matahari mulai menerangi langit.
TIGA BELAS
186
Aku memandang berkeliling tapi tidak bisa menemukan
Rafe. Dia bilang akan berjaga untuk kami, tapi kurasa kami
tidak membutuhkan penjaga. Kami cukup tersembunyi.
Kurasa dia hanya ingin menghindari perkelahian.
Aku menggigil. Di luar dingin, tapi ada sesuatu yang
lebih dingin daripada sekadar udara yang dingin. Ada
sesuatu yang rasanya tidak beres?sama seperti pada malam
ketika kami menemukan Dallas. Aku merasa ada hal buruk
yang sedang mengintai.
Aku mulai melangkah kembali ke gua ketika mendengar
gerakan dari samping, dari arah Rafe dan aku masuk ke
sarang ini kemarin. Aku merapat ke dinding gunung,
berusaha sedapat mungkin agar tak terlihat, aku beringsut
di sepanjang jalan setapak itu, menahan napas, dan berusaha
keras agar tidak bersuara. Aku tak tahu apa yang akan kulakukan kalau aku berpapasan dengan seseorang, tapi aku
merasa harus memeriksanya.
Aku sampai di sebuah belokan di jalan setapak itu dan
menabrak seseorang. Jantungku hampir copot, jeritanku pun
menjadi cicitan yang menyedihkan. Betapa leganya begitu
tahu itu ternyata Rafe. Aku mengelus dada. "Ya, Tuhan!
Kau membuatku takut. Kupikir kau ini Bio-Chrome."
Aku menghela napas dalam-dalam, berusahamenenangkan
detak jantungku yang tak menentu. Rafe ada di situ, tapi
dia mengabaikanku ketika dia memakai kausnya.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanyaku.
"Pakai baju." Dia berjongkok dan memakai sepatu
botnya.
187
Aku berjongkok di sampingnya. "Kupikir kau akan terus
berjaga."
"Sebaliknya, merasa harus berlari."
Tanpa perlu bertanya, aku tahu dia telah berubah wujud
untuk melakukannya.
"Kupikir aku tak perlu kembali," katanya sambil
mengencangkan tali sepatu dan mengikatnya erat-erat.
"Tapi aku tidak pernah menjadi orang yang menghindari
kenyataan. Kalau kau memang mencintai dia, kenapa tidak
bilang saja?"
Dia. Dia melakukan hal yang sama dengan Connor:
tidak menyebutkan nama, seolah itu meringankan beban
yang dirasakannya.
"Aku tidak menyalahkanmu yang marah karena aku
justru menghampirinya di dalam gua. Seharusnya aku tidak
begitu. Atau mungkin seharusnya aku juga menghampirimu,
memberimu waktu yang sama. Maaf aku tidak datang
padamu lebih cepat. Maafkan aku tentang banyak hal, tapi
aku tidak menyesali kebersamaan kita. Kau mau mendengar
sesuatu yang gila? Itu semua adalah ide Connor."
"Seperti neraka."
"Bukan, sungguh. Tepat sebelum kami menemukan
Dallas, kami bertengkar soal kamu. Dia bilang aku butuh
menghabiskan waktu bersamamu. Sekarang dia bilang tidak
bermaksud begitu?tapi kami tidak pernah menyelesaikan
perselisihan itu, jadi aku tidak tahu. Dan sekarang aku
menjadi semakin bingung. Seharusnya tidak begini
188
jadinya?atau setidaknya kuharapkan tidak begini. Kurasa
mungkin ini takdir. Kurasa seharusnya kita merasakan
getarannya dan segera tahu siapa pasangan kita."
Dia akhirnya berhenti berpakaian. Dia menerawang jauh,
menumpukan tangan pada kedua lututnya yang ditekuk.
"Kau harus memilih, Lindsey. Segera."
"Aku tahu." Aku memandang langit fajar yang berubah
menjadi biru cemerlang. "Mungkin Brittany benar, dan
kami seharusnya melalui itu sendirian, lalu jatuh cinta sesuai
dengan jadwal kami sendiri dan bukan jadwal bulan."
Dia mempermainkan helaian rambutku dengan jarinya
dan menariknya dengan lembut. Aku mengalihkan
pandangan padanya. Kekuatan emosi dalam matanya
membuatku menahan napas.
"Apa pun keputusanmu," katanya pelan, "tak akan
mengubah perasaanku padamu. Semoga itu tidak akan
menyambarku seperti petir di musim panas. Aku berharap
bisa lebih cepat. Aku berharap masih punya waktu lebih
banyak untuk entahlah mengencanimu. Memberimu
kesempatan untuk mengenalku lebih jauh. Aku tahu Connor
punya keuntungan karena telah melewatkan banyak waktu
untuk mengenalmu." Dia mendekat dan dengan lembut
mengecupkan bibirnya ke mataku yang lebam. "Maafkan
aku atas kejadian itu. Aku tak pernah bermaksud untuk
menyakitimu."
Aku ingin membalasnya dengan ciuman. Namun aku
hanya meremas tangannya. "Yang lain mungkin sudah
bangun sekarang, bertanya-tanya di mana kita berada."
189
"Ya, mungkin seharusnya kita kembali." Dia bangkit
berdiri dan membantuku berdiri.
Aku mulai berjalan melalui jalanku tadi. "Seberapa
dekat?"
Rafe menarikku dan menaruh jarinya ke bibirku agar
aku diam. "Apa kau mendengarnya? Mencium baunya?"
bisiknya setelah beberapa saat.
"Tidak, apa?"
"Langkah-langkah kaki. Banyak orang. Dan bau anjing.
Tunggu di sini."
Aku belum mematuhi satu pun perintah dalam perjalanan
kali ini dan aku tidak bermaksud untuk memulainya sekarang.
Mengekor di belakangnya, aku mengikutinya menuju
lekukan dinding batu. Dia mengintai ke sekeliling.
Aku juga berusaha untuk melihat.
Dia mendorongku kembali merapat ke dinding, dan aku
bisa melihat dari pandangan matanya bahwa ada sesuatu
yang buruk tengah menanti di kelokan itu. "Mason. Dia
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersama beberapa orang lelaki. Mereka pasti tentara
bayaran yang disebut-sebut Dallas itu. Dan mereka
membawa anjing?Rottweiler. Binatang itu bisa merobek
tenggorokan orang dengan mudah."
"Apa? Tidak! Kita harus memperingatkan yang lain."
Dia mulai merobek pakaiannya. "Sudah terlambat,
Lindsey. Mereka ada di gua. Aku akan berubah agar bisa
naik lebih tinggi, melihat ke bawah, dan mempelajari situasi.
Kau harus pergi jauh-jauh, sebelum anjing-anjing itu bisa
mengendus baumu."
190
"Tentu saja tidak! Aku harus melakukan sesuatu."
Dia mencengkeram lenganku dan mengguncangku.
"Kalau yang lain tertangkap, kita harus pergi menyelamatkan
mereka. Ayolah, lari saja. Nanti aku akan menyusulmu.
Janji."
Aku menyentakkan tanganku agar terlepas dari
cengkeramannya dan mengintip di sudut itu.
"Lindsey?"
"Ssst!"
Aku melihat dua anjing raksasa itu mengeram dan
menggonggong, menyentakkan tali pengikatnya. Aku
mengenali lelaki botak yang memegangi tali pengikat itu
karena pernah melihatnya di Sly Fox pada malam kami
pertama kali bertemu Dallas. Dia bahkan terlihat lebih kejam
daripada yang kuingat.
Jantungku berdebar tak menentu ketika melihat Kayla,
Lucas, dan Connor?dengan tangan terikat di belakang?
ditarik keluar dari dalam gua oleh orang-orang yang terlihat
seperti habis sarapan paku dan membawa beban lima puluh
pon ke mana-mana dengan mudah. Dengan tangan terlipat
di dada, Mason menyambut mereka. "Nah, kita bertemu
lagi."
Rambut cokelatnya jatuh di atas kening. Aku ingat dia
memiliki mata hijau yang indah?mata yang tidak bisa
dipercaya. Bagaimana dia tega untuk menyakiti kami?
Kayla meluruskan bahunya. "Mason, apa yang sedang
kaulakukan di sini?"
191
"Mencarimu, tentu saja," kata Mason. "Kita masih punya
urusan yang belum terselesaikan."
Ya, Tuhan. Aku menyelinap kembali ke tonjolan batu
sehingga tidak melihat mereka lagi. Sambil memejamkan mata rapat-rapat, aku menyandarkan diri ke dinding
gunung dan berusaha menghilangkan pemandangan yang
barusan kulihat. Aku mengkhawatirkan nasib mereka. Apa
yang akan dilakukan Mason kepada mereka? Aku berusaha
berpikir positif. Kurasa Mason belum tahu kalau Kayla
adalah salah satu dari kami. Itu bisa menyelamatkan dia.
Tapi Lucas?Mason telah menaruh curiga padanya. Apa
yang dipikirkannya tentang Connor?
Aku memukulkan tinjuku pada permukaan keras itu.
Bagaimana ini bisa terjadi? Apakah selama ini Dallas
menuntun kami masuk ke perangkapnya? Aku merasa muak
sampai perutku terasa mual.
"Lindsey, kita harus pergi. Sekarang anjing-anjing itu
perhatiannya teralihkan, tapi mereka akan segera mencium
bau kita."
Rafe benar. Walaupun rasanya seperti pengecut karena
meninggalkan mereka, aku tahu kami harus lari sekarang
agar tidak tertangkap sehingga dapat membebaskan mereka.
Aku tak menunggu lagi sampai Rafe selesai melepaskan
baju dan berubah wujud. Aku langsung berbalik dan mulai
berlari menjauh secepat mungkin. Walau keraguan terus
menyerangku.
Bagaimana mereka bisa menemukan kami? Ke mana
sebenarnya Rafe pergi? Apakah karena kuatnya keinginan
192
dia untuk menyingkirkan Connor, sampai-sampai harus
mengatakan kepada Mason di mana bisa menemukan dia?
Kayla sempat memercayai Mason. Dia menyukainya.
Dan Mason memperalatnya.
Apakah aku salah menilai Rafe? Apakah dia seperti
ayahnya? Akankah dia menyakiti orang-orang yang
dicintainya? Apakah dia mencintaiku?
***
Aku tidak tahu seberapa jauh aku berlari. Sama seperti semua
Shifter, aku dianugerahi daya tahan melebihi manusia biasa.
Dan seperti semua sherpa, aku dapat membaca arah dengan
baik, sehingga aku tidak akan tersesat. Aku hanya ingin
menjauhi daya penciuman anjing-anjing itu. Aku berjuang
melintasi medan yang berat, terjatuh, terluka lututku, dan
merutuki diriku karena meninggalkan jejak darah. Aku
masuk ke sungai kecil dan mengarunginya, airnya yang
dingin membuat lukaku mati rasa. Lalu aku menyeberang
dan kembali menyusuri jalan yang sama. Kalau beruntung,
kalau anjing-anjing itu benar-benar mengejarku, mereka
akan bingung dan kehilangan jejak bauku.
Atau mereka akan mengejar Rafe. Bau seekor serigala
mungkin akan lebih menarik perhatian mereka daripada
bauku. Aku menjatuhkan diri ke tanah, gemetar karena
kelelahan, takut, dan marah. Aku bersandar pada sebatang
pohon dan berusaha keras untuk tidak menangis begitu
kenyataan memukulku keras-keras.
193
Rafe tidak berubah wujud agar bisa mencapai posisi yang
lebih baik untuk mengamati. Dia berubah karena berencana
mengalihkan perhatian anjing-anjing itu dariku. Aku tahu
itu seperti aku tahu namaku sendiri.
Bagaimana bisa aku meragukan kesetiaannya? Astaga?
aku berharap dia terlalu sibuk untuk membaca pikiranku.
Tentu saja, pikiranku sangat bingung akhir-akhir ini,
sehingga tak yakin seseorang bisa memahaminya. Dalam
semenit aku mengkhawatirkan Connor; pada menit
berikutnya, yang kukhawatirkan adalah Rafe.
Tapi rasa was-wasku terhadap Connor semata terkait
keselamatannya saja. Setiap kali aku memikirkan Rafe,
pikiranku menjadi lebih kuat, dipenuhi lebih banyak
ketakutan?seakan jika ada sesuatu yang buruk menimpanya,
itu juga akan menimpa sebagian dari diriku.
Begitu hari menjelang malam, barulah terpikir olehku
bahwa ketika aku berusaha menghilangkan jejak agar tak
tercium anjing-anjing itu, berarti aku juga telah menghalangi
Rafe untuk menemukanku.
Bagus! Gerutuku dalam hati. Sekarang bagaimana?
Haruskah aku berusaha kembali ke pintu masuk kebun raya
dan memperingatkan para penjaga hutan? Haruskah aku
pulang dan memberi tahu ayahku, yang memiliki pengaruh
pada gubernur? Pilihan ini berarti menabuh genderang
perang bagi seluruh masyarakat Shifter. Dan kalau kami
sampai mengerahkan penyerangan total, terbukalah
kemungkinan semua rahasia kami akan terkuak kepada
194
masyarakat luas?kepada dunia. Namun kalau aku tidak
melakukan apa-apa atau berusaha untuk melakukan sesuatu
sendiri kalau aku gagal.
Aku mendengar suara ranting patah dan terdiam.
Sudah berapa lama aku duduk di sini, tak memperhatikan
sekelilingku, tidak menyimak suara gonggongan anjing atau
langkah-langkah bersepatu bot yang berat? Untunglah, aku
yakin itu hanyalah satu?entah anjing atau manusia. Tapi
setidaknya lawanku hanya satu.
Aku mencari di sekitarku dan menemukan sebatang
ranting yang bagus dan padat yang bisa kupakai sebagai
senjata. Aku memutari batang pohon yang besar itu dan
mengambil posisi menyerang ke arah berlawanan dari
tempat aku mendengar suara tadi. Jika orang itu atau apa
pun yang sedang mengarah kemari, dia?atau binatang
itu?harus melewatiku, lalu buk! Aku akan memukulnya
sampai tak berdaya dan mendapat tawananku. Bukan karena
aku berpikir bahwa Mason akan melakukan perundingan,
tapi aku akan mengambil kesempatan menang walau sekecil
apa pun.
Mulutku kering dan telapak tanganku berkeringat.
Dadaku sakit karena aku berusaha menahan napas, tidak
membuat gerakan yang bisa ketahuan. Aku mendengar
langkah kaki pelan dan aku mempererat genggamanku
pada ranting.
Seseorang muncul dalam pandanganku. Aku
mengayunkan ranting itu dengan membabi-buta dan tibatiba tubuhku diterjang oleh tubuh yang kuat dan aku
195
pun terjatuh ke tanah. Kayu yang kupegang terlepas, tapi
aku masih bisa memakai tinjuku dan mulai memukul?
"Apa-apaan ini? Lindsey!"
Rafe mencekal pergelangan tanganku dan menahannya di
atas kepalaku. Aku bisa merasakan nadiku berdenyut cepat
di bawah ibu jarinya. Wajahnya tepat di atas wajahku, mata
cokelatnya terarah tepat ke mataku.
"Ya Tuhan, Rafe! Kupikir?" Aku tidak bisa mengatakan
apa yang kupikirkan. Kupikir dia sudah mati, atau tidak akan
pernah menemukanku. Bahwa musuh-musuh sudah dekat.
Dan bahwa dunia Shifter yang kami tahu telah musnah.
"Nggak apa-apa," bisiknya lagi dan lagi, menunduk
dan mencium pelipis, dahi, hidung, dan daguku. "Nggak
apa-apa."
Dengan kenyamanan berat badannya di atas badanku,
aku nyaris memercayainya. Aku hampir memercayai
bahwa semua yang kami lihat ini tak lebih dari mimpi
buruk semata. Rafe nyata, hangat, dan kekar. Dia bersamaku, dan aku merasakan luapan perasaan lega. Dia
melepaskan pegangannya di pergelangan tanganku, dan
aku mengangkat tanganku untuk menyentuh wajahnya yang
sering menghantui mimpiku. Aku menyisirkan jari-jariku di
rambutnya yang tebal. Membelainya, dan dibelainya?itu
menenangkanku, menenteramkan kembali duniaku.
Semua kengerian yang kurasakan tiba-tiba bisa tertangani.
Dan aku tahu?tahu?dia akan menemukan cara bagi kami
untuk menyelamatkan teman-teman kami.
196
"Jadi apa yang kauketahui?" tanyaku.
"Anjing-anjing mereka gesit dan buas."
Aku menaruh telapak tanganku di pipinya, jantungku
mengembang. "Kamu berubah wujud untuk mengalihkan
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perhatian mereka dariku, ya."
Dia merunduk dan menyapukan bibirnya ke bibirku
selembut kupu-kupu yang hinggap di atas kelopak bunga.
Kami berdua tahu bahwa sekarang bukan saatnya untuk
melakukan sesuatu lebih jauh?bahwa perasaan apa pun
yang ingin kami ketahui harus menunggu. Saat ini, kurasa
aku tak dapat memujanya lebih dari sebelumnya. Tak peduli
dengan apa yang telah kuputuskan tentang masa depanku,
momen di antara kami saat ini akan selalu berharga, hanya
karena dia menempatkan keselamatan teman lain di atas
kesenangan kami sendiri.
"Apa yang akan dilakukan anjing-anjing itu jika berhasil
menangkapku?tidak ada apa-apanya dibandingkan apa
yang akan dilakukan Connor padaku jika terjadi sesuatu
padamu," katanya.
Dia sedang berusaha untuk menganggapnya tak penting,
tapi aku tahu apa yang dipertaruhkannya.
"Apakah Mason melukai mereka?"
Sambil menghela napas dia berguling dari atas tubuhku.
"Belum. Mereka sedang menggiringnya ke suatu tempat,
dengan tangan terikat di punggung mereka."
"Jadi kita bisa menyelamatkan mereka malam ini?"
Dia memandang matahari sore yang terbenam dan menggosok hidungnya. "Mungkin saja bisa, tapi kurasa sebaiknya
197
tidak. Sebaiknya kita ikuti saja, biar tahu ke mana mereka
pergi."
"Kamu gila, ya?" aku bangun dan duduk. "Kalau begitu
caranya, kita tidak bisa menyelamatkan mereka dengan
cepat."
"Tenangkan dirimu sejenak dan pikirkan lagi, Lindsey.
Mereka akan dibawa ke lab. Dengan begitu, kita akan tahu
tempatnya karena mereka akan membawa kita langsung
ke sana."
Aku tidak menyukai rencana ini. Aku tidak suka
menunda-nunda. Tapi bukan berarti aku tidak bisa bersikap
bijaksana dengan membiarkan ilmuwan Bio-Chrome itu
membawa kami ke lab itu.
"Lalu apa yang kita lakukan?" tanyaku.
"Sebaiknya kita kembali ke sarang malam ini, melihat apa
yang bisa kita selamatkan. Mereka telah membuat tempat
itu berantakan."
"Tidakkah menurutmu mereka masih mengawasinya?"
"Mereka meninggalkan satu orang, tapi aku sudah
membereskannya."
Aku tak mau menanyakan apa tepatnya yang telah
dilakukannya. Keberadaan kami sedang dipertaruhkan.
Tindakan apa pun akan dibenarkan.
198
Dengan mengatakan mereka mengotori tempat ini belumlah cukup untuk menggambarkannya. Baju dan makanan
berserakan di mana-mana. Itu seperti menistakan luka.
"Bagaimana mereka tahu di mana bisa menemukan kita?"
tanyaku, bingung. Tidak mungkin Mason bisa menemukan
tempat ini?tanpa tahu pasti ke mana harus mencari.
"Entahlah, aku tak tahu."
"Pasti ada seseorang yang memberi tahu mereka."
Rafe berbalik dan menatapku lekat-lekat. "Kamu nggak
mengira aku yang melakukannya, kan?"
Aku balas menatapnya dan mengatakan yang sebenarnya.
"Tidak."
Dia seolah melepaskan napas yang tengah ditahannya.
EMPAT BELAS
199
"Aku tak menyalahkanmu kalau iya. Aku seharusnya berjaga,
tapi malahan aku pergi berlari?lalu musuh itu datang."
Aku berjalan ke arahnya dan menyentuh pipinya. Tadinya
aku sempat meragukannya, tapi itu karena ketakutan telah
mengambil alih akal sehatku. "Aku tahu kau tidak akan
mengkhianati kami."
Dia menggeleng, dan aku bisa melihat rasa malu di matanya.
"Aku seharusnya melakukan tugasku dengan lebih serius. Ini
salahku."
"Bukan, Rafe, bukan. Seperti halnya kematian
Dallas bukanlah salahku. Kita sedang mencari seseorang
untuk disalahkan. Kita bisa menyalahkan Mason dan
Bio-Chrome-nya."
Dia mengangguk pasti. "Kamu benar. Aku membuat
kesalahan, tapi aku bisa memperbaikinya."
Sekali lagi aku memandang berkeliling. Semua makanan
sudah dibuka, dibuang, diinjak-injak. Bahkan motor Rafe
roboh ke samping. Kurasa aku mungkin kebanyakan nonton
pertunjukan polisi yang menyamar, karena tiba-tiba terbersit
gagasan gila ini: kalau mereka menyewa tentara bayaran
untuk melacak kami.
"Mungkinkah ada sejenis alat pelacak di motormu?"
tanyaku.
"Apa? Kapan mereka menaruhnya?"
Aku mengangkat bahu. "Penjaga lobi hotel bilang seseorang
mencari Dallas. Mungkin siapa pun dia telah mencuri dengar
pembicaraanmu dengan Dallas soal pertemuan kalian."
200
"Aku memang menunjukkan motorku padanya. Mungkin
salah satu tentara bayaran Bio-Chrome mendengar aku berbicara
padanya dan memastikan bahwa aku adalah Shifter. Sialan!"
Dia bergegas menghampiri motornya, berlutut, dan mulai
memeriksa setiap sudut dan celah. Sambil mengumpat, dia
mengangkat sebuah piringan kecil. "Ini bukan bagian dari
motor."
Dia menjatuhkannya ke tanah dan mengangkat kakinya.
"Jangan, tunggu!"
Dia menurunkan kakinya. "Apa yang kaupikirkan?"
"Kalau mereka meninggalkan seseorang di sini, berarti
mereka berpikir belum menangkap semuanya. Bisakah kau
memasang alat itu pada seekor kelinci atau semacamnya?"
"Membuat mereka mengejar angsa liar. Aku suka cara
berpikirmu." Sambil nyengir, dia mengedip padaku. "Tapi
selain itu, aku menyukai semua yang ada padamu."
Aku merasakan panas menjalari wajahku. Aku juga
menyukai semua yang ada padanya.
Sambil mengerutkan alis dan rahang mengeras, dia
memandang berkeliling. Aku tahu apa yang sedang
dipikirkannya.
"Aku akan baik-baik saja," aku meyakinkannya.
Dia mengangguk. "Aku akan cepat-cepat."
Setelah dia menghilang keluar, aku duduk di atas peti
yang telah jungkir balik dan merasakan air mataku siap
menetes melihat kekacauan ini. Ini seperti pertanda atas apa
yang mungkin terjadi pada kami, para Shifter. Bio-Chrome,
201
Mason, ayahnya?mereka bekerja untuk menghancurkan
semua yang telah kami bangun.
Dan sepertinya mereka akan berhasil.
***
Tanpa Rafe, gua yang tadinya menjadi tempat perlindungan
kami ini terlihat sangat tidak nyaman. Setiap kali mendengar
suara dari luar, aku terdiam, menahan napas, bersiap
melawan siapa pun yang datang. Menit demi menit berlalu
lamban, juga jam demi jam.
Sambil melamun, aku membereskan tempat yang
berantakan itu, sambil tetap menyiagakan indraku pada
setiap kemungkinan adanya orang yang datang. Kadang
kemarahan mengambil alih dan aku melemparkan pakaian,
selimut, dan makanan kaleng ke dalam wadah seolah
semua itu musuh kami. Lalu aku merasakan kesedihan
yang mendalam dan dengan sangat hati-hati aku
melipat selimut-selimut supaya tidak kusut, menyusun
kaleng-kaleng yang tersisa agar labelnya terlihat jelas bagi
Shifter lain yang mungkin akan memakai sarang setelah
ini.
Lalu aku menyadari mungkin sebaiknya kami meninggalkan tempat ini. Ini bukan lagi tempat perlindungan
kami.
Aku berusaha keras untuk tidak memikirkan
teman-temanku. Aku ikut merasakan kesakitan mereka
yang sangat menyiksa. Aku ikut merasakan sakitnya Lucas
202
karena dia adalah pemimpin kami, dia selalu berusaha
memperhatikan kepentingan kami. Aku ikut merasakan
sakitnya Kayla karena dia baru saja memasuki dunia
kami, dan ini adalah sambutan yang mengerikan. Aku
juga merasakan sakitnya Connor karena aku tak bisa
membayangkan hidup tanpa dia.
Keadaan semakin menyedihkan ketika aku memungut
sekaleng Red Bull?minuman berenergi kesukaan Connor.
Aku mengelusnya dengan jariku, dan berpikir bahwa Connor
bisa meminumnya setelah kami menyelamatkan mereka, aku
memutuskan untuk memasukkannya ke dalam ranselku.
Ketika aku berbalik untuk mencari ranselku, pandanganku menangkap sebuah bayangan tepat di depan pintu.
Aku memekik kecil sebelum menyadari siapa dia. Kelegaan
menghampiriku.
"Astaga, Rafe kau membuatku kaget setengah mati," aku
mengomelinya pelan sambil bergegas menghampiri dan
melingkarkan lenganku ke lehernya. "Aku sangat khawatir.
Kamu lama sekali."
Dia menarikku dan memelukku erat. "Maaf, Lindsey. Aku
melihat mereka dan memutuskan untuk mengikuti mereka
sebentar, untuk memastikan mereka baik-baik saja. Connor
dan Lucas keduanya memar-memar sedikit. Kurasa mereka
melawan. Dan mereka terlihat marah. Besar kemungkinan
Mason tidak menyukai mereka ketika mereka marah."
Aku tertawa kecil membayangkan Connor dan Lucas
menggigit tumit Mason saat mereka berjalan beriringan,
203
menunggu waktu yang tepat untuk membalasnya. Rasanya
menyenangkan bisa tersenyum lagi.
"Lagi pula, aku harus sedikit lebih berhati-hati
menangkap kelinci yang tidak hendak kumakan. Butuh
waktu lebih lama daripada yang kubayangkan."
Rasanya aku tak ingin dia melepaskan aku, tapi aku
sadar kami tidak dalam keadaan yang pantas untuk
bermesra-mesraan. Teman-teman kami sedang di luar
sana, ketakutan atau setidaknya mengharapkan bala
bantuan segera datang. Kalau saja aku tidak keluar untuk
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bicara dengan Rafe, aku pasti tertangkap bersama mereka
sekarang. Merasa senang adalah sebuah kesalahan, dan lagi
pada saat yang sama, aku tidak mau Bio-Chrome mendikte
perasaanku.
Aku melepaskan diri dari pelukan Rafe dan menggerakkan
tanganku membentuk lengkungan untuk menunjukkan isi
gua. "Aku berusaha untuk merapikannya, tapi kurasa itu
sia-sia."
Rafe mengelus pipiku dengan ibu jarinya, sentuhannya
yang ringan masih juga membuat rasa tak nyaman pada
memarku. Aku berusaha menghindari cermin, karena tidak
ingin tahu seberapa parah mataku yang menghitam akibat
perkelahian semalam. Sulit dipercaya baru sehari waktu
berlalu.
"Tidak sia-sia," kata Rafe. "Kita memang harus
mengemasinya ketika kita memutuskan untuk memindahkannya ke sarang lain." Dia tersenyum penuh
204
pengertian padaku. "Selain itu, kita butuh istirahat malam
ini sebelum kita mulai mengejar mereka."
Kami mulai bekerja bersama untuk memasukkan
barang-barang ke dalam kontainer dan menumpuknya di
dekat dinding.
Aku melirik Rafe. Dia tengah memusatkan perhatian
pada tugasnya untuk menumpuk berbagai makanan ke
dalam kontainer. Rambutnya yang gelap membingkai
wajahnya yang tampan, dan aku bisa melihat kebulatan
tekad terpancar dalam setiap garis wajahnya. Connor dan
Lucas bukanlah satu-satunya yang marah. Biasanya Rafe
menyimpan rapat-rapat apa yang dirasakannya, seakan takut
kalau melepaskannya, dia tidak akan mampu menyimpannya kembali. Dia telah melepaskannya dengan singkat
semalam ketika berkelahi dengan Connor, tapi kemudian
dia mengendalikan dirinya lagi.
Tapi sejak titik balik matahari dia telah mengungkapkan
banyak hal padaku: beberapa kelemahannya, ambisinya,
sifat liar yang membuatnya menjadi Rafe yang unik. Kalau
aku harus membuat pilihan pada saat ini, aku tidak yakin
sepenuhnya akan memilih dia.
Setelah segala sesuatunya cukup rapi, aku mulai merasa
sesak napas. Kami pun mengambil beberapa batangan
protein dan beberapa botol jus lalu keluar. Kami mendaki
sebuah tempat agak tinggi yang menyuguhkan pemandangan
hutan bermandikan cahaya bulan yang spektakuler.
"Seminggu lebih," kataku pelan, menyatakan betapa
205
sempitnya waktu yang tersisa mejelang purnama berikutnya.
"Menurutmu apakah kita sudah berhasil menyelamatkan
mereka sebelum purnama?"
Rafe menggenggam tangan di pangkuanku. Sikapnya
itu sama sekali tak bernada melecehkan; tapi semata untuk
menenangkanku. "Aku yakin."
Namun bahkan ketika kami sedang berusaha menyelamatkan teman-teman kami, aku masih melakukan
pencarian jati diri dan berhati-hati untuk membuat
keputusan.
Jika tidak dalam situasi seperti ini, apa yang sedang kami
lakukan malam ini, memandangi bintang bersama-sama,
sungguh terasa romantis. Namun, sekarang kami hanya
menunggu waktu berlalu.
"Rafe?"
"Hmm?"
Aku menarik napas dalam. "Sampai kita berhasil
membebaskan mereka, apa pun yang kaurasakan padaku,
kauinginkan dariku, dan apa pun yang mulai kurasakan
padamu kita harus menahannya dulu. Fokus harus kita
arahkan untuk menjauhkan Kayla, Lucas, dan Connor dari
Bio-Chrome."
"Mengerti."
"Bagus."
Dia hendak menarik tangannya tapi aku menggenggamkan tanganku lebih erat. "Tapi kita masih bisa berbagi
kenyamanan, kekuatan. Kita selalu siap sedia satu sama
lain."
206
"Oke."
"Aku nggak mau tidur sendiri." Setelah kejadian yang
kulihat pagi ini, aku merasa pasti tidak ingin sendirian
lagi.
"Nggak harus tidur sendirian," katanya pelan.
Tepat pada saat itu, aku melihat sebuah bintang jatuh.
Aku bisa memikirkan banyak hal untuk dimohonkan,
namun aku memilih satu yang paling berarti bagiku.
Aku mohon aku berharap semuanya selamat.
Berada dalam rengkuhan lengan Rafe, aku bisa tertidur.
Namun, ketika aku membuka mata, kami tidak sendirian.
Mason berdiri di hadapan kami, lebih besar daripada yang
selama ini kuingat. Dia tengah memegang senapan perak,
mengarahkannya padaku, dan entah bagaimana aku tahu
itu berisi peluru perak?salah satu senjata yang mematikan
buat kami.
"Aku tak akan membiarkan kalian menyelamatkan mereka,"
katanya dengan suara lembut yang mengancam.
Dengan cepat dia mengarahkan senapan itu pada Rafe
dan menembak.
Aku menjerit.
Ada yang menyentuhku.
"Lindsey, bangun! Kamu mimpi. Ini cuma mimpi."
Aku benar-benar membuka mataku kali ini. Rafe tengah
memelukku. Dengan gemetar, aku menubruknya. "Ya,
Tuhan, mengerikan sekali. Mason membunuhmu."
"Bajingan," gumamnya di sela senyum tipisnya.
207
Aku mempererat pelukanku. "Nggak lucu."
"Itu cuma mimpi. Aku baik-baik saja."
Tapi tetap saja mimpi seperti nyata.
"Jam berapa sekarang?" tanyaku.
"Sudah waktunya kita mulai bergerak."
Aku mengangguk, tapi tidak satu pun dari kami
yang beranjak bangun. Aku sangat berharap keadaannya
berbeda, namun harapan tidak akan membuatnya menjadi
kenyataan. Aku menikmati waktuku beberapa menit untuk
mendapatkan kekuatan dari pelukan Rafe. Lalu aku mulai
mempersiapkan diri untuk menghadapi apa pun yang akan
terjadi hari ini.
Sementara aku mengumpulkan makanan untuk bekal,
Rafe mengambil beberapa kaleng bensin yang tersembunyi
dan mengisi motornya lalu mendorongnya keluar. Begitu
aku selesai memasukkan sebanyak mungkin perbekalan ke
dalam ranselku, aku keluar menemuinya.
Dia sedang duduk di atas motornya, menatap ke dalam
hutan.
"Kita akan naik motor?" tanyaku.
"Tidak, terlalu berisik. Mereka akan mendengar
kedatangan kita. Tapi aku ingin mengajarimu beberapa hal
untuk berjaga-jaga kalau kau perlu mengendarainya." Dia
menggerakkan kakinya dan turun dari motornya. Sambil
menepuk sadel, dia berkata, "duduklah."
"Aku nggak bisa naik motor."
Dia menghela napas. "Kurasa kau perlu tahudasar-dasarnya
208
hanya untuk berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu padaku dan
kau harus melarikan diri."
Perutku mengejang karena ketakutan. "Tak akan terjadi
apa-apa padamu."
"Aku tidak merencanakannya, dan baik Connor maupun
Lucas tahu cara mengendarai ini, tapi tetap saja " Dia
mengernyitkan alisnya yang hitam dan memukulkan
tangannya ke sadel itu lagi.
Sambil menarik napas dalam, aku menurunkan ranselku.
Aku duduk di atas sadel, mencondongkan badan ke depan
dan memegang setangnya. Rafe duduk di belakangku,
mengulurkan tangannya yang besar ke depan dan meletakkan
tangannya di atas tanganku.
Napasku memburu tak beraturan karena kedekatan ini.
Dalam kesempatan lain, mungkin aku akan menikmati
pelajaran ini, dan mendapat instruksi darinya sangatlah
seksi. Namun saat ini kami sedang berjuang untuk kelangsungan hidup kami dan hidup teman-teman kami.
"Oke, ini yang perlu kau tahu," katanya dan napasnya
meniup sisi leherku, menimbulkan getaran menyenangkan
dalam diriku.
Aku berusaha memusatkan pikiran pada kata-katanya
dan bukan pada betapa menyenangkan rasanya begitu dekat
dengannya. Dia menjelaskan persneling tangan, kopling,
rem, klep penutup, dan bagaimana memindahkan gigi dan
mengerem menggunakan kaki. Konsepnya sangat mudah,
tapi semuanya harus dilakukan pada saat yang tepat.
209
"Mungkin aku bisa mencelakakan diriku. Mungkin
harusnya lari saja," kataku saat dia mengatakan padaku
untuk mengulanginya dari awal ketika menghidupkan
motor.
Dia tertawa pelan, suara yang aku takutkan tak akan
pernah kudengar lagi. Suara itu membuatku merasa hangat,
memberiku harapan bahwa kami semua akan bisa melalui
semua ini.
Aku mengulangi semuanya tanpa menghidupkan
motor. Rafe menuntun tangan dan kakiku, memberiku
contoh bagaimana menjalankan motor itu.
"Sebetulnya kita bisa mencoba menjalankan," kata Rafe.
"Tapi aku takut mereka akan mendengar kita."
"Sepertinya aku sudah mengerti," aku meyakinkannya.
Dia mengangguk. "Sekarang, kita berharap saja kau sama
sekali tak perlu mempraktekkan pelajaran itu."
Lalu kami berangkat, dan karena kami sudah mengenal
medan dengan baik dan kami pun dalam kondisi yang
prima, secara alami dan dari semua penjelajahan yang kami
lakukan?tidak seperti kelompok Mason, yang mungkin
kebanyakan menghabiskan waktu dengan duduk di atas
kursi, mengamati mikroskop?kami akan dengan mudah
menyusul kelompok itu?walaupun Rafe mendorong
sepeda motornya untuk berjaga-jaga, karena aku tidak bisa
berubah, aku harus bisa melarikan diri dengan cepat. Aku
menduga Kayla, Lucas, dan Connor telah melakukan sesuatu
untuk memperlambat kelompok itu.
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
210
Rafe dan aku berusaha melawan arah angin agar anjinganjing mereka tidak bisa mengendus bau kami. Ketika
rombongan itu berjalan di lembah, kami mengambil jalan di
dataran yang tinggi, memanfaatkan batu-batu besar, pohon,
dan semak-semak untuk tempat persembunyian ketika
kami mengawasi mereka dalam jarak pandang kami. Ketika
mereka berhenti untuk makan siang, kami pun melakukan
hal yang sama. Dibandingkan dengan tentara bayarannya,
Mason terlihat seratus pon lebih lemah. Aku juga melihat
dua dari teknisi laboratoriumnya?Ethan dan Tyler?yang
sudah kami kenal pada musim panas ini.
"Aku pernah minum bir bareng orang itu," kata Rafe
sambil menunjuk Ethan.
"Mereka membohongi kita semua."
"Nggak, kurasa Lucas tak pernah memercayai mereka?
tak sepenuhnya."
"Kau yakin kita tidak harus menyelamatkan mereka
malam ini? Sebelum mereka sampai di tempat yang tidak
bisa kita jangkau dengan mudah?"
"Begitu gelap nanti, aku akan berubah wujud dan
berkeliling. Mungkin aku bisa mendekati Lucas untuk
merundingkan taktik. Aku tak punya rencana yang matang,
dan ini benar-benar parah. Seharusnya aku meninggalkanmu
di sarang saja."
"Aku nggak bisa tinggal."
Dia tersenyum masam. "Ya, itu benar."
Dia kembali memandangi kelompok Mason. Mereka
sudah bergerak lagi.
Begitu juga kami.
211
Kami menunggu sampai hampir tengah malam untuk
mendekati perkemahan mereka, Rafe dalam wujud serigala
dan aku?yah, aku dalam satu-satunya wujud yang kubisa
saat ini. Kalau sampai kami ketahuan, setidaknya Rafe masih
punya kesempatan untuk kabur. Aku mungkin tidak akan
seberuntung itu. Aku tahu Connor pasti akan sangat marah
kalau aku tertangkap, tapi aku tak akan kembali ke dalam
bayang-bayang seakan aku ini tidak berguna.
Bulan muncul hampir penuh, dan kami bisamemanfaatkan
cahayanya untuk memandu jalan kami. Karena rambutku
berwarna pirang pucat, aku mengikatnya ke belakang dan
menutupnya dengan bandana gelap agar tak terlihat. Aku
bahkan mendandani diriku seperti prajurit, mencorengkan
lumpur di wajahku sehingga bisa berbaur dengan malam
dan hutan. Sebenarnya, belum sepenuhnya menjadi Shifter
memberiku keuntungan: karena bulu kami cenderung mirip
dengan warna rambut kami, aku akan jauh lebih sulit untuk
bersembunyi sebagai serigala putih.
Ketika kami sampai di pinggir perkemahan mereka, aku
merasakan dadaku sakit manakala melihat teman-temanku,
duduk sambil bersandar pada sebatang pohon dengan tangan
dan kaki terikat. Kalau saja aku bisa cukup dekat, aku akan
memotong tali pengikat mereka dengan pisau berburu yang
kubawa.
Rafe menggeram pelan, memperingatkan: jangan
coba-coba melakukan itu. Aku berjanji untuk tidak
menyimpang dari rencana kami, yang hanya mengamati
saja.
212
Aku melihat Mason berjalan menghampiri teman-teman
kami. Dia memang tampan, ya, tapi tampan yang seperti
penjahat dalam film Hollywood. Kenapa sebelumnya aku
tak melihatnya?
Mason berlutut di depan Kayla dan memegang dagunya,
memaksa Kayla untuk melihat padanya. Itu juga memberi
posisi yang tepat bagi Kayla untuk meludahinya, dan aku
nggak akan kaget kalau saja dia memanfaatkan kesempatan
itu.
"Dengar, aku tahu Lucas adalah manusia serigala," kata
Mason. "Serigala yang kami tangkap waktu itu punya corak
bulu yang sama dengan rambutnya?mata yang sama persis.
Mata manusia. Aku tahu kamu yang membebaskannya dari
kandang."
"Apakah kau sadar betapa gila kedengarannya, Mason?
Bahwa kau percaya manusia bisa benar-benar berubah
menjadi binatang? Aku mengakui memang aku yang melepaskan serigala itu, karena mereka adalah spesies yang
dilindungi di kebun raya ini dan kau sudah menyiksanya.
Kau tidak memberinya makan dan minum. Kau membunuhnya pelan-pelan."
"Kami sedang melemahkannya sehingga dia akan terpaksa
berubah. Bagaimana dengan Connor? Apakah dia juga?"
"Mason, kamu sudah gila."
Bunyi telapak tangan Mason yang menampar pipi Kayla
bergema di sekitar kami dan dengan segera diikuti geraman
rendah Lucas.
213
"Kedengaran sangat mirip serigala bagiku," kata Mason.
Aku mengepalkan tanganku agar tetap fokus, sehingga
tidak melakukan hal-hal yang bodoh. Ingin rasanya berteriak padanya agar dia meninggalkan mereka, melepaskan
mereka. Aku merasakan naluri binatang dalam diriku menjadi tegang dan siap untuk menerkam. Aku sangat marah
sampai-sampai ingin membereskan Mason hanya dengan
kedua tinju, kuku, dan gigiku.
"Bagaimana kau bisa tahu ke mana harus mencari kami?"
tanya Kayla.
"Dallas. Si bodoh yang salah arah. Dia keluar! Tak seorang
pun yang boleh keluar dari Bio-Chrome. Penelitian kami
terlalu penting, begitu pula dengan kerahasiaannya. Tak
butuh waktu lama bagi kami untuk melacaknya di Tarrant.
Kurasa hanya satu-satunya alasan dia pergi ke sana?untuk
memperingatkan para manusia serigala itu. Kami sudah
mengawasi hotel itu, menunggu Dallas kembali untuk
mengambil barang-barangnya. Kami cukup dekat untuk
mendengar waktu dia tiba dengan orang bernama Rafe itu.
Kami tahu Lucas adalah manusia serigala, jadi kuanggap
laki-laki lain dalam ekspedisi penjelajahan kecil kita juga.
Mereka berdua berbicara tentang berangkat naik motor
besok paginya, jadi kami memasang alat pelacak pada motor
itu. Aku tahu Dallas pasti akan membawa Rafe ke lab?
itu adalah kesempatan kami untuk menangkap salah satu
manusia serigala yang sendirian, dan menghentikan usaha
Dallas untuk membocorkan letak lab kami."
214
"Jadi kau membunuh Dallas?"
"Itu nggak disengaja. Ketika Dallas masuk ke kamarnya,
kami tidak menduga dia kembali begitu cepat. Dia sempat
melihat Micah dan anjingnya. Dia panik dan berusaha lari,
tapi anjing itu menyerang."
"Pawangnya tidak bisa menghentikannya?" aku
mendengar kemarahan dalam suara Kayla. Aku tak
menyalahkannya. Orang-orang ini berpikir segala cara bisa
dibenarkan kalau itu bisa mendekatkan mereka pada tujuan
untuk mendapatkan kami.
"Mungkin kami tidak melakukan segala cara untuk
menghentikannya. Jadi tuntutlah kami," kata Mason kejam.
"Tapi pada akhirnya, Dallas adalah musuh. Dia berniat
mengkhianati kami. Kalau kautanyakan padaku, itu
pemberesan yang baik."
Dia bangkit dan melangkah pergi. Aku tak suka cara
berjalannya yang penuh percaya diri, semua sikapnya
yang dikarenakan kami adalah Shifter, kami lebih rendah
derajatnya dari manusia. Itu membuatku gila; aku harus
melakukan sesuatu.
Aku mencari-cari di tanah sampai menemukan batu kecil.
Aku memungutnya, lalu mengarahkannya dengan hati-hati,
dan melemparnya ke arah Connor untuk menarik perhatiannya. Kepalanya terangkat dan aku bisa melihat dia mencaricari di hutan. Aku merangkak keluar sedikit dari tempat
persembunyianku di balik semak-semak. Matanya melebar
dan aku membaca bibirnya ketika dia mengatakan sebuah
215
kata tanpa bersuara, kata yang tak pernah diucapkannya di
depan ibunya.
"Pergi!" katanya tanpa bersuara.
Aku menggeleng kuat-kuat dan menggerakkan mulutku,
ber siaplah.
Dia menggeleng. Aku melontarkan ciuman di udara,
berusaha mengirimkan keyakinan padanya bahwa semuanya
akan baik-baik saja.
Sebuah tangan menyentuh pundakku dengan lembut.
Nyaris saja aku menjerit, tapi kemudian sadar itu adalah
Rafe. Dia menggerakkan kepalanya ke samping. Sambil
membungkuk, aku mengikutinya menjauh dari perkemahan
sampai kami mencapai sebuah tempat yang hendak kami
gunakan untuk bermalam.
"Aku benci harus meninggalkan mereka di sana," kataku
padanya.
"Aku tahu, tapi kalau kau memperlihatkan diri seperti
itu lagi, aku akan meninggalkanmu. Kau tahu risiko yang
tengah kaupertaruhkan?"
"Aku tak punya pilihan. Aku ingin mereka tahu bahwa
kita ada di sini, dan bahwa mereka perlu bersiap-siap."
Boleh kukatakan dia tidak senang, tapi aku juga tahu dia
tidak bisa menentang maksudku.
Kami makan sereal kering dalam diam, rasanya seperti
mengunyah karton, walaupun jujur saja aku sangat tegang
dan khawatir sehingga kurasa aku juga tidak akan bisa
menikmati steak yang empuk sekalipun.
216
"Kalau ini sudah berakhir, aku ingin pergi ke restoran
mewah dan makan makanan yang paling enak sepanjang
masa," kataku.
"Itu adalah kencan."
Jantungku agak gugup, dan pipiku menghangat.
"Rafe?"
"Aku tahu kita tidak sedang membuat rencana masa depan,
tapi kau yang memulai duluan. Selain itu, apa bahayanya
makan malam bersama?"
Rasanya sudah lama berlalu sejak Connor dan aku
bertengkar soal Rafe, bahwa Connor menyarankan aku
untuk pergi bersamanya. Aku mengangguk, menahan rasa
bersalahku. "Aku tidak akan bilang tidak, tapi aku juga tidak
menjanjikan iya."
"Kau tahu, aku selalu berpikir seharusnya laki-laki yang
punya masalah soal komitmen," godanya.
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku menghargai gurauannya yang ringan itu, tapi
aku diam saja. Aku hanya merasa tak enak hati karena
teman-teman kami sedang ditawan.
"Kenapa kau tidak tidur saja?" sarannya.
"Kamu sendiri?"
"Kita sangat dekat dengan mereka, jadi aku akan tetap
berjaga-jaga." Dia menyandarkan diri ke sebatang pohon,
dan aku berbaring di dalam kantong tidur di sampingnya.
"Kamu lihat nggak, cara Mason bicara pada mereka, cara
dia memandang mereka?"
"Sepertinya mereka itu binatang yang tidak punya
hak?"
217
Aku mengangguk. "Ya. Apakah menurutmu semua Static
memandang kita lebih rendah daripada manusia?"
"Semoga saja tidak. Kalau ini terus berlanjut, aku tidak
tahu lagi bagaimana kita bisa menghindari hal yang tak
terelakkan. Kita akan diberitakan keluar." Dia menggerakkan jarinya pada buku-buku jariku seakan membutuhkan
sentuhan. Aku juga butuh dan aku menyambutnya.
"Apakah kau punya rencana untuk membebaskan mereka
dari Mason?" tanyaku.
"Aku sedang mengusahakannya."
Aku tertawa kecil. "Dengan kata lain, tidak."
"Kita akan memikirkannya, Lindsey. Jangan khawatir."
Tapi aku tetap saja khawatir. Sangat sulit untuk mengetahui perasaanku yang sebenarnya kepada Rafe dan
Connor di tengah semua kejadian ini, hal-hal penting yang
menerpaku. Keselamatan mereka menjadi yang utama, dan
perhatianku tak boleh terpecah oleh emosiku.
Tapi emosiku tetap ada. Emosiku kelihatannya selalu
meraja.
218
Malam berikutnya, ketika aku mengawasi tempat
perkemahan Mason dari tempat persembunyian kami di
atas gunung, Rafe berubah wujud dan pergi menjelajah.
Aku merapatkan lutut ke dadaku, memeluk kakiku, dan ragu
apakah sebaiknya mencoba menyelamatkan mereka sekarang.
Lalu kami bisa pergi bersama mencari laboratorium bodoh
itu bersama-sama.
Bulan telah melewati titik puncaknya ketika Rafe
menjatuhkan diri di sampingku. Hal itu selalu membuatku
terkagum-kagum bagaimana kami bisa sangat tenang baik
dalam wujud manusia maupun dalam wujud serigala, seakan
bergerak tanpa suara sudah menjadi bawaan kami. Kurasa
begitu, karena sebagian dari diri kami adalah predator.
LIMA BELAS
219
"Aku menemukannya," katanya sambil tersenyum cerah.
A k u m e m u t a r b a d a n d a n m e n a t a p n y a .
"Laboratoriumnya?"
"Ya. Dengan kelambanan mereka, akan memakan waktu
sehari atau dua hari untuk sampai ke tempat itu. Kurasa sudah
saatnya untuk membobol penjara."
Aku hampir merasa tak menentu dengan mengharapkan
ini semua akan segera berakhir.
"Kau punya rencana?" tanyaku.
"Kurasa begitu. Masalahnya adalah anjing-anjingnya.
Aku bisa berubah, mengalihkan perhatian mereka, dan
membuat mereka?dan juga pawangnya?menjauh. Kau
bisa menyelinap, memotong tali pengikat Lucas, Kayla, dan
Connor. Kau dan Connor bisa naik motor keluar dari sini.
Aku akan memindahkan motorku ke suatu tempat sebelum
aku berubah wujud, sehingga kau bisa mencapainya dengan
mudah. Kayla dan Lucas bisa berubah wujud dan berlari
seperti angin begitu mereka jauh dari pandangan mereka."
Kedengarannya cukup sederhana. Mungkin terlalu
sederhana. Kami bisa saja melakukan ini beberapa malam
yang lalu?walaupun tentu saja sekarang kami tahu di mana
letak lab itu.
Dua penjaga sedang berpatroli di perkemahan. Setiap
penjaga membawa anjing.
"Oke, kau harus bergerak cepat," kata Rafe. "Anjing-anjing
itu, bersama penjaganya, seharusnya mengejarku, tapi
kemungkinan anjing-anjing itu akan membuat suara gaduh
220
yang bisa membangunkan semua orang. Semoga ada jeda
waktu sejenak untuk membuat mereka berorientasi."
Aku mengacungkan jempol.
Dia menjauh dariku, menuju semak-semak untuk melepaskan baju dan berubah. Aku menyambar lengannya,
menenangkannya. Setelah semua yang kami lalui, saat ini
seharusnya terasa lebih besar; karena bagaimanapun, ini akan
mengubah segalanya, bukan bagi kami saja, tapi bagi kaum
Shifter secara keseluruhan. Aku memandang ke dalam mata
cokelatnya, tatapannya seketika menjadi hangat dan lembut,
tapi juga penuh tekad dan tak gentar. Itu membuatku terharu;
memberiku keberanian.
"Hati-hatilah," bisikku.
"Selalu. Dan ingat, utamakan keselamatanmu."
Aku mengangguk, walaupun tak yakin apakah
bisa menepatinya. Bagaimana dia bisa mengharapkan
aku mementingkan keselamatanku di atas keselamatan
teman-temanku? Maksudku, teman macam apa aku ini?
Di samping itu, aku bukanlah orang yang berencana
menjadikan diriku sebagai umpan bagi dua ekor Rottweiler
yang rahangnya kuat dan mampu menghancurkan semen
itu.
Rafe mulai beranjak pergi, namun tatapannya jatuh
pada bibirku. "Ah, persetan, aku hanya bisa tahan sampai
di sini."
Dia menarikku ke dalam pelukannya dan menciumku.
Goosebumps 43 Monster Dari Timur Hina Kelana Balada Kaum Kelana Siau Go Pendekar Kelana Sakti 15 Pedang Ular
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama