Ceritasilat Novel Online

Full Moon 2

Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne Bagian 2

"Tapi, akan kukatakan."

"Aku janji nggak akan mengatakannya pada siapa

pun." Ini tidak seperti dirinya karena menjadi sensasional

sementara aku mulai sedikit khawatir.

"Para tetua merisaukan Brittany. Kau tahu itu. Karena dia

tidak punya pasangan. Mereka sedang mencari sukarelawan."

Aku ngeri begitu tahu mereka berusaha memasangkan

dia dengan seseorang yang tidak mencintainya. Terutama

setelah apa yang diakui oleh Kayla, tentang betapa intimnya

74

berubah bersama seseorang. Dan Connor benar dengan

menyimpan hal itu untuk dirinya sendiri. Brittany akan

meledak kalau sampai tahu.

"Apa? Maksudmu seperti pasangan karena belas

kasihan?"

Dia terlihat benar-benar tidak senang, dan aku sadar

itulah sebenarnya alasannya. Lebih buruk daripada kencan

buta. Brittany mungkin lebih memilih menandatangani

pernikahan yang telah diatur untuknya.

"Connor, ini sudah gila!" Lalu aku punya pikiran lain.

Mungkin salah satu dari para laki-laki itu benar-benar

tertarik padanya tapi terlalu malu untuk maju. Jadi kalau

dia dipaksa.

"Apakah ada yang menawarkan diri?" tanyaku.

"Tidak. Mereka mengundinya."

"Ini benar-benar gila."

"Dengar, Brittany tidak harus memilih dia. Tapi orang itu

akan menjadi bagian dari tim sherpa kita, bergaul bersama

kita, memastikan apakah timbul chemistry di situ."

Oh, pasti akan ada chemistry?seperti sebuah ledakan

di laboratorium?kalau saja Brittany tahu bahwa para

tetua berusaha menjodohkan dia. Di lain pihak, kami

tidak punya banyak waktu untuk bergaul dengan

Dark Guardian yang lain, jadi mungkin tidak cukup

baginya hanya dengan berada di antara orang banyak untuk

membangun ketertarikan itu.

75

Sebagian diriku berharap aku memiliki masalahnya,

karena punya perasaan terhadap dua laki-laki agaknya sama

parahnya.

Klakson berbunyi ketika Lucas menghentikan jipnya

dengan Kayla duduk di sampingnya. Brittany duduk di

belakang.

Connor membukakan pintu untukku, karena tentu saja,

dia berasal dari keluarga yang melakukan hal seperti itu. Aku

tak bisa membayangkan Rafe melakukan kesopanan yang

sama. Dia mungkin berpikir aku bisa melakukannya sendiri.

Aku naik. Connor melemparkan ransel kami ke belakang

jip sebelum duduk di sampingku.

"Jadi apa yang akan kita lakukan dengan Bio-Chrome

itu?" tanyaku.

"Kita akan tetap waspada," jawab Lucas.

"Menurutmu apakah sebaiknya kita bertindak, mengejar

mereka misalnya?"

"Tidak, sampai kita tahu lebih banyak lagi."

Aku memandang Connor. Dia meraih tanganku dan

mencium buku jariku. Aku merasa Brittany menggeser

duduknya di sampingku dan pipiku merona merah.

"Dengar-dengar kita punya anggota baru dalam tim kita,"

kataku sambil lalu.

"Ya," jawab Lucas sambil menangkap pandanganku

di kaca spion samping, sebelum membetulkannya sedikit

sehingga dia bisa melihat Brittany. "Daniel. Dia akan

bergabung dengan kita besok."

"Dia yang berasal dari Seattle itu, kan?" tanya Kayla.

76

"Ya," kata Lucas.

Dia baru saja menjadi Dark Guardian musim panas ini.

Tentunya kami sudah bertemu dengannya, tapi kami belum

terlalu mengenal dia.

Aku menoleh ke arah Brittany. Dia sedang memandang

keluar jendela, seolah dia tidak terlalu peduli ada orang baru

yang menarik yang akan menjadi bagian dari tim kami.

"Aku senang kita mendapat anggota tim baru," aku

mengakui. "Dengan semua gadis-gadis yang kita pandu

besok pagi, semakin banyak bantuan yang kita dapatkan

akan semakin baik."

Lucas berdehem. "Sebenarnya jumlah anggota kita tetap,

kok. Rafe mengundurkan diri."

Perhatianku teralih pada Connor saat dia mempererat

genggamannya di tanganku, sebelum melonggarkannya.

"Kok, kamu nggak bilang."

"Apakah itu penting?" tanyanya pelan tanpa memandangku.

Itu bergantung pada alasannya mengundurkan diri.

Sungguh, tapi hanya buatku, dan aku tak bisa menerimanya

tanpa penjelasan kenapa. Tapi ketika aku melihat rahang

Connor mengeras, aku merasa mual bahwa mungkin dia

sudah tahu jawabannya.

77

Hutan lindung ini luasnya kurang lebih lima juta ekar?

hampir seukuran New Jersey?dan perjalanan dari desa

tersembunyi kami ke pintu masuk utama kebun raya

memakan waktu sampai sore. Tak dapat dihindari, kami

harus menjalankan kendaraan dengan hati-hati melalui

hutan. Bahkan ketika kami sampai di jalan raya yang

sebenarnya, tetap saja kendaraan tak bisa dipacu karena

satwa liar bisa muncul tiba-tiba di depan kami?dan

mungkin karena belantara tempat kami tumbuh besar sudah

tidak lagi serasa milik kami, kami sudah tidak lagi merasa

benar-benar aman.

Sejak pertemuan kami dengan Bio-Chrome, kami tidak

bisa benar-benar santai dan menikmati lingkungan kami.

ENAM

78

Kami sedang menunggu mereka sewaktu-waktu muncul di

depan kami pada setiap tikungan.

Dan aku terus-terusan mengkhawatirkan Rafe. Aku ingin

tahu apa sebenarnya yang mendorong pengunduran dirinya

dan apakah dia tidak apa-apa karenanya. Aku sangat tegang

ketika Lucas menghentikan mobilnya sampai-sampai aku

merasa patah menjadi dua bagian.

Di dekat pintu masuk kebun raya terdapat sebuah desa

kecil dengan beberapa pondok tempat para sherpa tinggal

ketika kami tidak sedang bertugas sebagai pemandu. Aku

menempati sebuah pondok bersama Kayla dan Brittany.

Setelah kami meninggalkan ransel kami di dalam pondok,

kami kembali naik ke jip Lucas untuk pergi ke kota. Kami

semua resah, maka kami memutuskan untuk menghabiskan

waktu di tempat berkumpul favorit kami?Sly Fox.

Bangunan bersuasana pedesaan ini sangat klise: sebuah

bar bagi para pengendara motor dan tempat perjudian,

tempat favorit yang sering dikunjungi oleh para pendaki,

orang yang suka kemping, dan penduduk setempat.

Satu-satunya orang yang umurnya lebih dari tiga puluh

tahun adalah pemiliknya, Mitch?yang memeriksa semua

orang berkali-kali?dan beberapa pelayan, yang sudah

bekerja di sana sejak dulu dan memanggil semua orang

"Sayang."

Aku langsung menuju tempat berbentuk tapal kuda di

sudut belakang. Connor menempel padaku. Ketika Kayla

duduk di sampingku, bersama Lucas di sampingnya, Brittany

berkata, "Aku mau main bilyar."

79

"Kamu nggak lapar?" tanya Connor.

"Belum terlalu. Aku menyusul saja nanti."

Dia menarik perhatian seseorang di bar, dan laki-laki itu

mengikutinya ke ruang bilyar. Orang itu jangkung, dengan

rambut hitam tipis dan jenggot yang belum dicukur dua

hari.

"Siapa itu?" tanyaku.

"Entahlah," kata Connor. "Aku belum pernah

melihatnya."

"Mempertimbangkan semua hal yang sedang terjadi,

bukankah sebaiknya kita berhati-hati terhadap orang

asing?"

"Kurasa kita tidak perlu jadi paranoid," kata Lucas.

"Bukan menjadi paranoid ketika kita benar-benar

dalam bahaya," jelasku. "Banyak orang di sini yang tidak

kukenal."

"Ini musim panas. Musim wisatawan."

Connor mengelus bahuku. "Lucas benar. Kita tidak bisa

mencurigai semua orang."

Tapi tidak mencurigai siapa pun sama saja buatku.

Setelah kami memesan makanan kepada pelayan?burger

setengah matang dan kentang goreng?aku menyandar

dengan santai pada Connor. Kami sudah beberapa bulan

berpisah ketika dia kuliah. Mungkin itu ikut andil pada

perasaan aneh yang kurasakan terhadapnya. Mungkin kami

hanya perlu bersama kembali. Dia melingkarkan lengannya

padaku dan mulai memain-mainkan rambutku. Dia senang

mengacak-ngacak rambutku. Dia mencium leherku.

80

"Connor," bisikku.

"Apa?"

"Kita di tempat umum."

"Lalu? Di sini kan gelap." Dia menunjuk dengan kepalanya

ke samping. Kayla dan Lucas sedang berbisik-bisik dan

merapat, seolah dunia hanya milik mereka berdua. "Aku

merindukanmu, Lindsey. Sepertinya kita tidak benar-benar

punya waktu untuk bersama. Besok kita akan memandu

kelompok lain. Harus bertanggung jawab penuh." Dia

melingkarkan tangannya di leherku dan mengusap daguku

dengan jempolnya, menimbulkan getaran menyenangkan

dalam diriku.

"Sungguh berat rasanya kalau kau pergi jauh untuk

kuliah," aku mengakui.

"Setahun lagi dan kau juga akan di sana, kan?"

"Semoga saja. Aku sudah kehilangan semangat untuk

sekolah. Kayaknya, akhir-akhir ini aku kehilangan semangat

untuk segala hal."

"Termasuk aku?"

Aku tertawa begitu menyadarinya. "Tidak." Lalu aku
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpikir tentang bagaimana hal-hal yang terlihat begitu

tegang antara kami akhir-akhir ini dan sebuah pikiran

muncul di benakku. "Apakah kau tertarik pada orang lain?

Maksudku, apakah kau bertemu seseorang sementara kau

berada jauh di kampusmu?"

"Tidak. Tapi segalanya menjadi berbeda di antara kita.

Aku nggak tahu apa itu." Dia mengangkat rambutku dan

81

mencium leherku lagi. "Dan itu menggangguku karena aku

tak bisa membaca pikiranmu."

Aku merasakan kehangatan bibirnya di leherku dan

terbuai, melayang lemas ke tempat yang semuanya

terasa menyenangkan. "Maksudmu waktu kau berwujud

serigala?"

"Tidak. Seperti sekarang, saat aku berwujud manusia.

Lucas membaca pikiran Kayla setiap saat, tak peduli sedang

berwujud apa."

"Apa?" aku tersentak kembali. "Benarkah itu, Lucas?"

Dia menjauh dari bibir Kayla seolah aku baru saja

membangunkannya. "Apanya yang benar?"

"Kau bisa membaca pikiran Kayla bahkan waktu kau

bukan " aku memandang berkeliling. Seorang laki-laki

mengalihkan pandangannya dari kami kepada cangkirnya.

Apakah dia sedang mengawasi kami? Siapakah dia? Dia

membuatku ngeri. Tubuhnya besar, dengan kepala dicukur

gundul dan tato kawat berduri mengelilingi otot bisepnya.

Dia terlihat seperti orang yang baru saja keluar dari penjara.

Jelas sekali bukan teknisi laboratorium tapi siapa yang

tahu? Aku mengalihkan perhatian kembali kepada Lucas.

"Kau tahu."

Aku tidak mau mengatakan serigala keras-keras. Tidak

semua orang di sini adalah kaum kami, jadi kami selalu harus

menjaga ucapan kami ketika berada di sini.

Lucas mengangkat bahu dan mencondongkan badan ke

depan, melewati meja. Dengan pelan, dia berkata, "Kami

berdua bisa saling membaca pikiran setiap saat."

82

"Aww! Kau nggak pernah bisa punya pikiran pribadi,

dong."

"Kami bisa merasakan ketika yang lain menginginkan

privasi. Kami mematikannya," kata Kayla.

Aku memandang Connor dengan khawatir. "Apakah

itu yang seharusnya terjadi? Orangtuaku tidak pernah

mengatakannya padaku."

"Orangtuaku juga tidak. Mungkin itu seperti seks.

Mereka enggan membicarakannya."

"Sebenarnya," kata Lucas, "kurasa semua ikatan berbeda.

Pertama kali aku melihat Kayla, rasanya aku seperti berdiri

terlalu dekat dengan perangkap serangga."

"Oh, romantis banget," kataku, sementara Connor

tertawa senang dengan gambaran yang menjijikkan itu.

"Rasanya seperti sengatan listrik," Lucas menjelaskan.

"Tapi bukannya tidak menyenangkan, tapi aku sedikit

terguncang."

"Tak peduli apa spesiesnya, kayaknya semua laki-laki

sama saja," kata Kayla sambil tersenyum. "Malu dengan

kata C-nya."

"Tapi aku tidak," kata Connor. "Aku sudah mencintai

Lindsey sejak dia membuat hidungku berdarah karena aku

mengambil mainan yang dikunyahnya."

Jantungku tersentak pada caranya yang santai dalam

mengucapkan kata C-nya. Dalam hubungan kami,

akulah yang malu mengatakannya. Aku selalu begitu. Aku

mengagumi Connor, tapi aku tidak yakin apakah pernah

83

mengatakan cinta padanya. Sekarang sangat jelas bukan

saatnya. Aku memukul lengannya main-main. "Itu kan

gelang yang digigit untuk penumbuh gigi dan aku baru

berumur setahun. Aku bahkan nggak ingat lagi. Tapi

orangtuaku selalu mengungkitnya setiap kali keluarga kami

berkumpul bersama."

"Itu dan video telanjangnya."

"Apa-apaan ini?" tanya Kayla sambil tertawa.

Aku mengerang. "Aku berumur dua tahun, Connor

empat. Kami sedang bermain air di sebuah kolam. Kami

melepas baju dan masuk ke kolam pasir. Masuk akal bagiku.

Kita kan nggak masuk ke kolam pasir dengan baju basah."

"Dan aku pernah belum melihat dia telanjang sejak saat

itu," kata Connor.

Tapi dia akan. Pada perubahan pertamaku. Pakaian

menghambat kemampuan kami untuk berubah. Kendati apa

yang terjadi dengan Incredible Hulk, baju tidak robek dan

celana tidak meregang. Aku merasa tersipu ketika Connor

mengangkat alis pirangnya ke arahku. Bagi spesies yang harus

melepaskan diri dari pakaiannya yang kami anggap sebagai

hal alami, kami ini termasuk kelompok yang sopan.

Untunglah, pelayan datang menyajikan burger pesanan

kami dan pembicaraan terhenti ketika kami menyantap dengan

rakusnya. Begitulah. Umumnya, kami tidak menikmati

makanan seperti halnya kami menikmati daging merah

hangat. Walaupun aku juga tak tahan akan godaan karamel

dan semua yang berhubungan dengan cokelat.

84

Selesai makan, Connor dan aku memutuskan untuk

bergabung dengan Brittany di ruang bilyar untuk

memberikan privasi pada Lucas dan Kayla. Begitu masuk,

aku kecewa mendapati semua meja tengah dipakai. Di

salah satu meja terdekat dengan pintu, seorang lelaki muda

mencondongkan badan di atas meja hendak melakukan

sodokan dengan memandang ke atas, dan pandangannya

bertemu dengan Connor. Sambil mengangkat bahu,

dia menurunkan tongkat bilyarnya, menubruk bahu

temannya?yang lalu menaruh tongkatnya di atas meja?

dan mereka berdua bersandar ke dinding, lengan terlipat di

dada dengan sikap bertahan. Reaksi mereka mengatakan dua

hal padaku: mereka belum berumur delapan belas tahun dan

mereka adalah bagian dari kami, karena kelihatannya mereka

mengenali seekor serigala alfa begitu melihatnya. Seperti

itulah kaum kami. Sebelum kami memiliki kemampuan

untuk dipenuhi bulu, kami akan mendahulukan mereka

yang sudah bisa. Itu adalah suatu tanda penghormatan.

Seorang Static mungkin akan merasa kasihan melihat

kedua orang itu. Bagaimanapun, mereka sudah duluan di

sana. Namun untuk menjalankan kebudayaan kami, hirarki

telah dibangun. Sebagai Dark Guardian, Connor berada

di puncak rantai makanan. Harus kuakui, ada rasa bangga

yang sedemikian besar ketika dia meletakkan tangannya di

punggungku yang kecil dan membimbingku ke meja itu.

"Akan kuatur, kamu main duluan," katanya ketika

dia mulai mengeluarkan bola-bola dari kantongnya dan

menggelindingkannya ke sisi lainnya.

85

Aku mengambil tongkat bilyar yang diletakkan oleh

lelaki pertama tadi. Ukurannya pas untukku. Ketika

aku mulai mengapurinya, aku mengalihkan pandangan

kepada Brittany. Dia telah mengalahkan laki-laki yang

tadi mengikutinya ke dalam ruangan ini?atau mungkin

orang itu membiarkan dia menang sehingga dia bisa santai

di sampingnya. Mereka sudah siap memulai pertandingan

berikutnya.

"Ada apa?" tanya Connor pelan sambil merangkulku dan

menarikku mendekat. Gerakan yang posesif. Pertanyaan

ini sepertinya yang paling sering diucapkannya akhir-akhir

ini.

"Entahlah. Orang itu. Aku tidak merasakan getaran

kebaikan darinya. Dia bukan salah satu dari kita."

"Seorang pendaki mungkin. Atau pemanjat tebing."

"Seorang mata-mata," tambahku.

"Kurasa dia tidak berbahaya."

"Begitulah dulu anggapan kita tentang Mason." Mason

telah berupaya menangkap Lucas ketika berwujud serigala.

Kalau bukan karena Kayla, Lucas mungkin masih berada

di dalam kandang di suatu tempat, dipajang seperti

kepemilikan yang berharga.

"Pendapat yang baik." Dia menoleh ke arah kedua

laki-laki muda tadi. Dalam pandanganku, mereka seperti

berhenti bernapas, menunggu penilaiannya. "Terima kasih

atas mejanya, tapi kami berubah pikiran. Kami mau main

bersama seorang teman."

86

Brittany sedang mencondongkan badannya dengan

provokatif di atas meja ketika kami tiba. Dia menyapukan

pandangannya dengan pelan ke arah Connor, sebelum

melakukan sodokan?dan gagal mencapai sudut yang

dibidiknya.

"Baiklah!" kata orang itu sambil nyengir. "Mungkin kali

ini aku punya kesempatan untuk menang."

Dia menyerahkan botol birnya kepada Brittany, sebelum

mengambil posisi untuk melakukan sodokan. Dengan tatapan menantang padaku, Brittany menenggak isi botol itu.

"Kau akan dipecat kalau ketahuan Mitchminum-minum,"

kataku.

"Dia harus menangkapku dulu, lagian dia sibuk." Dia

minum seteguk lagi, sebelum mengembalikan botol itu

kepada laki-laki tadi yang sedang mengambil posisi untuk

menyodok. "Ini Dallas. Dia orang baru di sini, dia kemari

untuk melakukan hiking. Mereka temanku, Lindsey dan

Connor. Mereka ditakdirkan untuk berjodoh." Kata-katanya

hampir melantur, dan aku ingin tahu seberapa banyak bir

yang telah diminumnya.

"Mengagumkan," kata Dallas takjub. Dia mengangguk ke

arahku dan mengangkat dua jarinya ke dahi untuk memberi

hormat kepada Connor lalu mengirimkan dua bola masuk

ke dalam kantong di sisi yang berlawanan.

"Dia juga sangat hebat dalam bilyar. Game over," kata

Brittany.

"Kamu nggak tahu, sih," jawab Dallas ketika memasukkan

bola lain. "Aku bisa gagal kalau kau datang dan membuat

perhatianku terpecah."

87

Sambil tersenyum, Brittany menggeleng. Mungkin alasan

kenapa tak ada lelaki yang menyatakan cinta padanya adalah
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena dia memberi kesan kalau dirinya sudah ada yang

punya. Dia tak pernah merayu siapa pun.

"Kurasa kita bisa main secara beregu, melawan kalian,"

kata Connor.

"Tentu. Tak ada yang lebih baik daripada pertandingan

persahabatan untuk saling mengenal dengan lebih baik. Ayo

kita bereskan yang ini." Dan Dallas cepat-cepat membereskan

bola-bola di atas meja.

"Lihat, kan?" tanya Brittany. "Kalian tidak punya

kesempatan."

"Kita lihat saja," gumam Connor di sela helaan napasnya.

Kaum kami bukan apa-apa jika tidak mampu bersaing.

Ketika Connor dan Dallas sama-sama menggelindingkan

sebuah bola di atas meja?siapa yang bolanya berhenti paling

jauh di ujung meja akan memulai duluan?aku menyenggol

Brittany dan berkata dengan suara pelan, "Jadi apa saja yang

diceritakannya?"

"Katanya dia seorang pendaki."

"Kamu percaya?"

"Nggak, sih, terlalu pucat."

"Salah satu antek Mason?"

"Mungkin."

Kalau dia menghabiskan waktunya seharian di

laboratorium tak mungkin bisa membuat kulitnya menjadi

kecokelatan.

88

Connor memenangkan bola pertama, dan aku merasakan

sedikit percikan kebanggaan lain. Cowokku. Namun

ketika dia melakukan gerakan untuk memukul bola,

aku mengalihkan pandangan kepada Dallas. Dia tengah

mengawasi ruangan seolah sedang mengharapkan masalah.

Aku merasakan kecemasan merayapiku.

Kami tidak berada dalam posisi yang menguntungkan.

Prajurit terbaik kami ada di sini. Tapi mereka tidak akan

bisa berubah di hadapan semua wisatawan ini. Kami

bekerja dengan tekun untuk merahasiakan kemampuan

istimewa kami. Namun kini aku merasa seolah kami berjalan

sambil menyandang papan tanda di punggung kami yang

bertuliskan, Awas; kami bisa berubah sewaktu-waktu.

Walaupun aku belum bisa berubah sekarang. Tapi dalam

waktu dekat. Sangat dekat.

Connor memanggil namaku, dan aku sadar sekarang

giliranku untuk menyodok bola. Aku bergerak untuk

berdiri di sampingnya. Dia menunjuk ke arah sebuah bola.

"Seharusnya itu bola yang gampang."

Aku mengangguk kaget.

Dia meletakkan tangannya di punggungku. "Santai

saja."

"Aku tahu ini benar-benar nggak masuk akal, karena

aku nggak punya bukti apa-apa, tapi aku tidak bisa

menyingkirkan perasaan bahwa akan ada masalah yang

muncul," bisikku.

"Kita akan menanganinya."

89

Aku punya momen d?j? vu seperti ini sejak musim panas

lalu ketika aku ditugaskan untuk memandu sekelompok

pengunjung pertamaku ke hutan rimba. Aku khawatir sekali

akan melakukan sesuatu yang bisa membuat salah satu dari

mereka terluka. Waktu itu Connor pergi bersamaku. "Kalau

terjadi sesuatu, kita akan menanganinya," katanya. Sangat

tenang. Dia tak pernah meragukan kemampuannya untuk

mengatasi keadaan apa pun.

Dengan sebuah anggukan, aku membungkuk untuk

melakukan pukulan.

Dalam sedetik aku tahu Rafe memasuki ruangan. Entah

bagaimana aku bisa tahu. Aku tidak menghadap pintu.

Itu hanyalah kesadaran yang berpendar dalam diriku. Aku

menoleh ke balik bahuku untuk melihat dia berjalan

mendekati kami.

"Jadi siapa yang menang?" tanyanya.

"Belum ada," kata Brittany, tepat sebelum dia

memperkenalkan Dallas.

Aku benar-benar menyadari Rafe mempelajari Dallas?

dia juga tidak memercayainya. Jadi berarti kami semua tidak

memercayainya.

"Ayo, giliranmu, kan?" desak Brittany. Aku kembali

membungkuk dan meluruskan tongkat bilyarku.

"Posisimu tidak benar untuk melakukan pukulan itu,"

kata Rafe pelan, dan sebelum aku bereaksi, dia sudah di

belakangku, lengannya di atas lenganku. Aku bergeming.

Apakah dia merasakan kesadaran yang sama ketika aku

memeluknya di atas sepeda motor semalam.

90

Aku mendengar gertakan rendah. Orang lain mungkin

mengira itu suara seseorang yang sedang berdeham, tapi

aku segera menyadari itu sebagai geraman peringatan dari

Connor. Dengan sepenuhnya mengabaikannya, Rafe sedikit

membetulkan posisiku.

"Kau harus menyodoknya dengan pelan," katanya.

Aku mengangguk, merasa benar-benar kehilangan

ketika dia menjauh. Aku memukul bola putih itu dan

memperhatikan saat bola menabrak bola berwarna dan

memasukkannya ke kantong di sudut.

"Itu bisa dibilang curang," kata Dallas.

"Aku akan membelikanmu sepiring buffalo wings untuk

menebusnya," kata Rafe.

"Cukup adil."

Connor dan aku memenangkan pertandingan itu dengan

cukup mudah, yang membuatku berpikir Dallas bahkan

tidak berusaha. Mungkin dia benar-benar memakai

kesempatan ini hanya untuk mengamati kami. Setelah

selesai main, kami kembali ke tempat kami di pojok,

tempat Lucas dan Kayla sedang menunggu. Perkenalan

dilakukan. Ketika kami semua mengambil tempat duduk

di kursi berbentuk tapal kuda, Dallas duduk terapit dari

kedua sisi.

Nampaknya dia tidak menyadari bahaya yang sedang

dihadapinya, karena dia memandang berkeliling, tersenyum,

dan bertanya, "Jadi apakah kalian ini para manusia serigala

yang sering kudengar itu?"

91

Semua terdiam menyeramkan, cara yang dilakukan oleh

predator di belantara tepat sebelum menerkam korbannya.

Bahkan jantungku serasa berhenti berdetak.

Dallas tertawa tidak enak hati. "Hanya bercanda, kok.

Aku sering mendengar desas-desus gila tentang hal-hal yang

terjadi di daerah ini. Lalu malam ini, di sini berkumpul semua

wajah baru ini. Kupikir mungkin kalian perlu bersembunyi

selama fase bulan tertentu atau semacamnya."

"Kami baru saja dari reuni keluarga," kata Lucas dengan

luar biasa tenang yang membuat tulang punggungku

meremang. Aku tak pernah mau berseberangan dengannya.

"Di mana kamu dengar desas-desus ini?"

TUJUH

92

"Di mana-mana. Ini gila, kan? Maksudku gagasan bahwa

seseorang benar-benar berubah ke dalam wujud lain." Dallas

menjulurkan tangan dan mengamatinya, seolah dia belum

pernah melihat tangannya. "Maksudku, bagaimana mungkin

ini terjadi? Bagaimana tubuh bisa berubah dengan begitu

drastis?"

Dengan perlahan dia memandang berkeliling meja seolah

mencari jawaban dari kami. Ya, kami punya jawabannya,

tapi sudah pasti kami tidak akan mengatakannya.

"Banyak cerita gila tentang hal-hal yang terjadi dalam

belantara," jelas Brittany lembut, dan aku penasaran

jangan-jangan Brittany menyukainya. Aku belum pernah

melihatnya menunjukkan ketertarikan pada seseorang. Betapa

anehnya mencintai seorang Static. Apakah itu mungkin

terjadi?

Pikiranku melayang menjauhi masalah di depan mata.

Siapa orang ini, dan apa yang sebenarnya diinginkannya?

"Manusia serigala, vampir, hantu," lanjut Brittany.

"Orang selalu menceritakan cerita seram itu di sekeliling

api unggun. Tapi hanya sebatas itu. Cerita."

Dallas tertawa lagi, hanya saja tawanya kali ini dipenuhi

kelegaan. "Ya, aku tahu itu. Seharusnya kalian melihat

tampang kalian tadi. Kalian memandangku seolah aku ini

serius. Walaupun keren juga, sih, bukan begitu menurut

kalian? Kalau saja kemampuan untuk berubah wujud itu

benar-benar ada?"

"Aku pilih jadi kuda," kataku, berharap membawa topik

ini semakin menjauhi kebenaran.

93

"Kuda harus bekerja keras," kata Connor sambil meraih

tanganku dan meremasnya. "Anjing saja. Tidur seharian."

"Kucing," kata Brittany. "Hanya saja aku alergi pada

mereka. Akankah aku alergi pada diriku sendiri?"

Dallas tertawa lagi, lebih santai. "Oke, sekarang aku

ngerti. Seharusnya aku tidak mendengarkan dongeng api

unggun." Dia mengedipkan mata kepada Brittany. "Jadi

bagaimana kalau kita bertanding lagi?"

Begitu dia dan Brittany kembali ke ruang bilyar, kami

saling berpandangan dengan tidak nyaman.

"Sebenarnya apa itu semua?" tanya Kayla pada akhirnya.

Lucas menggeleng pelan. "Aku nggak yakin. Rafe, awasi

dia, terutama saat dia bersama Brittany."

Tatapanku langsung beralih kepada Rafe jadi aku bisa

menilai reaksinya. Seperti biasa, dia tidak membantah. Juga

tidak memandangku. Dia hanya mengangguk kepada Lucas

dan bangkit lalu pergi.

"Menurutmu dia itu berbahaya?" tanyaku.

Lucas menggeleng. "Kalaupun dia berbahaya, kita bisa

mengatasinya."

Ketika kami meninggalkan tempat itu sejam kemudian,

kami sepakat kalau Dallas hanyalah wisatawan yang datang

karena tertarik oleh mitos hutan ini. Kami sudah melihat

yang seperti ini sebelumnya?yang menjadi alasan orangorang dari Bio-Chrome menyusup di antara kami. Tadinya

kami juga berpikir mereka tidak berbahaya.

94

Rafe akan mengawasi Dallas, tapi kami telah bersiap
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk tidur. Kami dijadwalkan untuk memulai perjalanan

besok pagi-pagi sekali.

***

Keesokan paginya, kami berkumpul di dekat pondok kami

untuk menyambut kelompok pramuka yang akan kami

pandu. Lebih dari selusin gadis yang melonjak-lonjak

girang karena berpikir akan berkemah di alam bebas. Atau

mungkin mereka bersemangat karena melihat bahwa tiga

dari pemandu mereka keren?tentu saja tidak termasuk

Kayla, Brittany, dan aku.

Lucas, Connor, dan Daniel sedang memeriksa ransel

setiap gadis untuk memastikannya telah tersandang dengan

nyaman di bahu mereka dan tidak terlalu berat. Kami para

sherpa akan membawakan perlengkapan yang berat atau

yang sulit dibawa.

"Daniel cakep," kata Kayla.

Daniel tidak pernah satu sekolah dengan kami,

karena keluarganya tinggal di dekat Seattle, tapi dia telah

bergabung dengan Dark Guardian pada awal musim panas,

jadi kami sudah mengenal dia. Tapi aku tidak terlalu

memperhatikannya. Rambut hitamnya dipotong cepak,

itu tidak lazim. Kebanyakan kaum lelaki yang kami kenal

memanjangkan rambutnya.

"Ya, apa pun itu," kata Brittany.

"Tahu, nggak, mungkin karena sikapmu itu yang

95

membuat cowok-cowok menjauhimu," aku menunjukkan

kesalahannya.

"Aku nggak mau cowok yang nggak menginginkan

aku."

"Lho, mungkin saja dia akan mau kalau kau

memberinya kesempatan," kata Kayla.

"Selain itu, kata para tetua, kau hanya perlu memiliki

seorang lelaki yang mendampingimu. Tidak harus dia, kan,"

kataku. "Ketika orang yang tepat muncul, kau bisa membuat

ikatan baru dengannya."

Dia memandangku tak sabar. "Mereka tidak tahu

apakah itu akan berhasil. Aku perempuan pertama yang

mungkin harus melaluinya sendirian. Mereka hanya

menebak-nebak."

Yah, jelas-jelas dia bukanlah yang pertama. Jika kami

tahu seorang gadis bisa mati ketika melalui perubahan

pertamanya sendirian, berarti suatu ketika dalam sejarah

sudah ada seorang gadis yang pernah melaluinya sendirian.

Tapi kurasa, sebaiknya aku tidak mengatakannya. Tak ada

alasan untuk menambah-nambahi kekhawatiran Brittany.

"Tentu saja mereka tahu apa yang akan terjadi," kataku,

terdengar lebih yakin daripada yang sebenarnya kurasakan.

Brittany mungkin mempermasalahkan pilihanku, tapi apa

pun yang telah dikatakan dan diperbuatnya, kami tetap

berteman. Aku ingin dia selamat melewati bulan purnama

berikutnya. "Mereka memiliki naskah kuno, buku itu.

Mereka telah terikat menggunakan buku itu untuk

menemukan jawaban atas dilema ini."

96

"Begitukah?" tanyanya, dan aku mendengar harapan

dalam suaranya.

"Tentu saja." Aku meletakkan tanganku ke bahunya.

"Kau adalah Dark Guardian. Mereka menghargaimu.

Mereka tidak akan menebak-nebak tentang sesuatu yang

sepenting ini."

Dia mengalihkan pandangannya kepada Daniel. Cowok

itu tengah berjongkok di depan tiga orang pramuka muda,

menjelaskan sesuatu kepada mereka. Senyumnya lebar dan

hangat. Brittany menghela napas. "Kurasa aku bisa berlaku

lebih buruk daripada dia."

"Itulah intinya!" seruku. Bukan. Apakah aku akan sesulit

itu untuk dituruti, atau sesulit itu untuk diatur, kalau aku

belum punya Connor?

Brittany memutar bola matanya. "Kamu nggak tahu,

sih, gimana rasanya. Akhir-akhir ini aku mengkhawatirkan

tentang " suaranya terhenti.

"Tentang apa?"

"Nggak apa-apa. Lupakan saja."

Sebelum aku mampu meyakinkannya untuk menceritakan

padaku, dia melangkah pergi menghampiri sekelompok

gadis itu dan memperkenalkan diri kepada ketua mereka

dan pengawasnya.

Aku memandang Kayla. Wajahnya berselimut

kekhawatiran.

"Aku harus yakin dia akan baik-baik saja," kataku.

Kayla tersenyum lembut. "Aku tahu. Aku hanya punya

97

empat puluh delapan jam untuk mempersiapkan purnama

pertamaku aku tak bisa membayangkan betapa itu

membuatmu gelisah karena punya waktu yang jauh lebih

lama dariku. Terutama bagi Brittany."

Sebulan yang lalu aku akan mengatakan padanya kalau

aku sudah tak sabar menunggu. Sekarang aku tidak yakin.

"Kau bilang apa yang kaurasakan terhadap Lucas terjadi

begitu saja?bahwa kau merasakan ikatan yang kuat

dalam waktu singkat. Brittany masih punya waktu untuk

menemukan seseorang."

Kayla mengangguk, tapi aku curiga dia juga sama tak

yakinnya dengan aku. Aku tak tahu mana yang lebih buruk:

melaluinya sendirian atau melaluinya bersama seseorang

yang tidak benar-benar ingin berada di sana.

Aku menengok ke belakang ke arah gadis-gadis kelompok

kami. Brittany tengah berbicara dengan Daniel. Mungkin

ada harapan untuk dia.

Lucas memberi perintah kepada kami untuk memulai

perjalanan. Aku menyandang ranselku dan berjalan maju,

mengekor di belakang sehingga aku bisa memastikan tidak

ada pramuka muda yang tertinggal atau yang menyimpang

dari kelompoknya.

Aneh rasanya Rafe tidak bersama kami. Aku ingin tahu di

mana dia, apa yang sedang dilakukannya. Aku memandang

berkeliling dengan cepat untuk terakhir kalinya, tapi aku

tidak melihatnya di mana-mana. Aku berusaha melangkah

masuk ke hutan, kaget sendiri mendapati betapa kesepiannya

diriku.

98

Dan berharap-harap, dengan keliaran yang mengejutkanku,

bahwa Rafe ada di sini bersama kami.

Ketika matahari mulai terbenam, sebagian besar gadis itu

telah kehilangan semangat mereka. Aku tak menyalahkan

mereka. Lucas telah memaksa kami sedemikian keras.

Karena kami diharuskan untuk mengawasi para gadis

itu dan tetap waspada akan bahaya, kami tidak berjalan

berpasang-pasangan sampai perkemahan didirikan dan

setiap orang telah duduk mengelilingi api unggun dan

membuat s?more untuk makan malam.

Kayla dan Lucas duduk berdekatan, berbicara pelan.

Tampak jelas bahwa mereka berusaha menjaga sikap di

depan para pramuka muda, karena mereka mempersingkat

sentuhan mereka, bahkan yang kelihatannya tanpa disengaja.

Tapi sekalipun mereka tidak berciuman dan berpelukan,

masih ada keintiman di antara mereka?seakan mereka

berbagi setiap aspek terdalam dari jiwa mereka.

Sebaliknya, Brittany tak mau menunjukkan bagian terluar

dirinya sekalipun kepada Daniel. Dia duduk dengan kaku

di samping Daniel, lebih memusatkan diri untuk membuat

s?more daripada mengobrol dengan Daniel. Tampak jelas

Daniel merasa kikuk. Melihat mereka berdua, aku tak

bisa membayangkan bahwa kencan buta bisa lebih buruk

lagi. Pada saat-saat seperti ini, aku benar-benar menghargai

karena aku selalu memiliki Connor.

Bukan karena kami melakukan pembicaraan atau saling

bersentuhan?tanpa disengaja atau sebaliknya. Tapi setidaknya

kami bersikap senang ketika bersama-sama lagi.

99

Para gadis juga tidak banyak bicara. Beberapa dari mereka

terlihat seolah akan jatuh tertidur dan terlelap di tempat

duduk mereka.

Diam-diam aku melirik Brittany. "Menurutku seharusnya

para tetua tidak usah ikut campur dalam masalah

perjodohan," gumamku pelan sehingga hanya Connor yang

bisa mendengar.

"Aku juga berpikiran begitu," katanya, sama pelannya.

"Ini bencana."

Aku menoleh untuk menatap Connor. Dari sudut

mataku, aku menangkap tatapan Brittany yang dengan

tiba-tiba mengawasiku. Aku mendekatkan diri kepada

Connor seolah mencari kehangatan dan membisikinya,

"Kurasa nggak seburuk itu."

Dia menyelipkan beberapa helai rambutku yang terlepas

dari jalinannya ke belakang telingaku, punggung jarinya

mengusap pipiku, matanya menghangat seolah kami sedang

membicarakan sesuatu yang bersifat pribadi. "Daniel bahkan

tidak berusaha. Entahlah. Padahal setidaknya dia bisa

mengobrol dengannya."

Aku merasa ini menarik karena dia berpikir Daniel-lah

masalahnya sementara aku berpikir yang menjadi masalah

adalah sikap Brittany.

"Mungkin mereka hanya butuh waktu lebih banyak

untuk saling mengenal." Aku benar-benar ingin tetap

bersikap positif berkenaan dengan kesempatannya

menemukan pasangan.

100

"Astaga, aku senang sekali karena nggak harus melalui

semua skenario berkencan."

Aku merasa dadaku sesak. "Menurutmu alasan kita

bersama?bukan karena kita saling berdekatan?kan?"

"Tidak." Sambil menunduk, dia menciumku lembut.

Salah seorang gadis itu memekik, lalu mulai bernyanyi,

"Connor dan Lindsey, duduk di bawah pohon."

Cepat-cepat Connor dan aku saling menjauh

sampai-sampai aku nyaris salah urat.

Beberapa gadis lain ikut nimbrung. "B-e-r-c-i-u-ma-n."

Tentu saja mereka mengakhiri lagu itu dengan salah?

seharusnya mereka menyebutkan setelah cinta datang
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perubahan?tapi aku memutuskan untuk tidak memperbaiki

kesalahan itu.

Setelah itu, ketua mereka sibuk menenangkan

dan memerintahkan mereka masuk ke tenda. Mereka

memutuskan untuk bernyanyi tentang Lucas dan Kayla, lalu

Brittany dan Daniel. Belum pernah aku melihat Brittany

merona semerah itu. Kurasa dia akan berlari ke hutan kalau

bisa melakukannya tanpa terlihat seperti pengecut.

Kayla mendapat tugas jaga malam pertama, yang berarti

tinggallah Brittany dan aku di tenda. Kami bersiap tidur

dalam keheningan. Begitu lampu dimatikan, aku berbaring

telentang dalam kantong tidurku, memikirkan Connor dan

heran kenapa kami tidak lebih sering bermesraan, kenapa?

jauh dari sering?hanya mengobrol saja nampaknya sudah

101

cukup bagi kami. Apakah karena kami sudah terlalu lama

bersama sampai-sampai menjadi kebal satu sama lain?

Apakah aku menganggap sudah semestinya begitu? Akankah

aku merasa berbeda setelah berubah?

Aku telah mulai merasakan beberapa perubahan.

"Brit? Apakah hutan berbau lebih kaya bagimu?" aku

telah merasakan bau wangi dalam perjalanan seharian ini

dengan cara yang belum pernah kurasakan sebelumnya.

"Maksudmu?" tanyanya.

"Aku tak bisa menjelaskannya. Segalanya tercium lebih

hidup. Aku tahu perubahan akan mempertajam indra?

apakah menurutmu hal itu dimulai sebelum perubahan?"

"Ya, mungkin maksudku, karena sekarang kau

menyinggungnya, ya semuanya tercium lebih tegas."

Dia mengucapkan kata-kata itu, tapi aku tak mendengar

kepastian di dalamnya. Sejujurnya, aku tak mendengar

kebenaran dalam kata-katanya. Aku berguling menyamping.

"Bagaimana Daniel menurutmu? Maksudku, kayaknya dia

baik."

"Lumayan."

"Kau bisa berusaha lebih keras, tahu."

"Ngomong, sih, memang gampang buatmu. Kau nggak

pernah harus berusaha. Kau selalu punya Connor."

Aku berpikir untuk mengakui bahwa mungkin dia benar

menyangkut apa yang kumiliki dengan Connor?dan

betapa kenyamanan bukan berarti kami ini sudah cocok satu

sama lain. Tapi selama aku tidak menyuarakan keraguanku,

semua itu tidak terasa nyata.

102

"Aku nggak mau ngomongin soal Connor dan aku,"

kataku, jauh lebih tajam daripada yang kuharapkan.

"Aku juga nggak mau ngomongin Daniel."

"Selamat malam, kalau begitu." Aku berbalik ke sisi lain.

Kenapa aku harus berusaha untuk bersikap baik, untuk

membantunya memilih pasangan? Itu benar-benar bukan

urusanku.

"Lindsey?" panggilnya dengan ragu beberapa saat

kemudian.

Hampir saja aku tak menjawab, pura-pura sudah tertidur.

"Apa?"

"Bagaimana kalau bagaimana kalau aku ini bukan

Shifter?" katanya dengan suara kecil.

Aku tersentak dan duduk, tertegun oleh konsep untuk

menanggapi. Bukankah Connor memikirkan hal yang sama

tentang dia?

"Bagaimana kalau itu alasannya tidak ada laki-laki yang

bisa merasakan ikatan denganku?" lanjutnya. "Bagaimana

kalau ada sesuatu yang salah denganku?"

"Oh, Brittany, itu itu hanya " aku tak tahu harus

berkata apa. "Tentu saja kau adalah Shifter."

"Aku merasa seperti semua laki-laki hanya memandangku

selintas. Bahkan Daniel tersenyum padaku dengan cara

yang sama seperti dia tersenyum pada gadis-gadis pramuka

itu?seperti aku ini manis, tapi tak ada yang istimewa. Tak

ada letupan api."

Api? Apakah dia menyinggung hal menakutkan yang

kurasakan ketika Rafe berada di dekatku? Untuk jangka

103

waktu yang lama, bukankah lebih baik merasa nyaman

bersama seseorang, merasakan keseimbangan? Api bisa

membakarmu menjadi abu. Itu hanyalah nafsu, bukan

cinta?bukankah begitu?

Namun rasa tak nyamanku ini bukanlah apa yang

dibutuhkan olehnya. Dia membutuhkan penghiburan.

"Dengar, Brittany, aku yakin masalahnya bukanlah

kamu," kataku, walaupun aku sama sekali tak yakin. Bahkan

Connor pun meragukannya, tapi ini sudah mendekati

purnama pertama setelah ulang tahun ketujuh belasnya,

bukan waktu yang tepat untuk memperkuat gagasan gila

ini. "Hanya sedikit kaum lelaki kita yang bekerja menjadi

sherpa. Makanya bisa dipastikan tidak ada ikatan yang

timbul. Astaga, pasangan takdirmu bisa saja entahlah.

Di California, mungkin, atau di Florida. Dan tahun ini,

sangat sedikit yang datang dalam perayaan. Lain kali, kau

mungkin akan merasakan ikatan dengan seseorang di sana.

Benar-benar payah. Tapi mungkin Daniel bisa menjadi wakil

sampai yang sebenarnya muncul."

"Pertama kali kita berubah seharusnya melibatkan

unsur percintaan di dalamnya. Kurasa aku tak akan

bertahan bersama seseorang yang memegangi tanganku

sementara aku ingin dia memelukku. Lebih baik aku

melaluinya sendirian."

"Kau bisa mati."

"Atau mungkin saja aku membebaskan kita dari tradisi

kuno ini."

104

Kau berpikir ini kuno karena kau tidak punya pasangan.

Secara pribadi, aku tidak ingin melaluinya sendirian. Aku

menginginkan keajaiban perubahan dan kebesaran ikatan

yang mengikutinya.

"Aku masih punya waktu dua minggu untuk memutuskan

apa yang harus kulakukan," katanya. "Aku akan memikirkan

jalan keluarnya."

Dia kembali seperti Brittany si pemberontak yang

kukenal. Segalanya akan baik-baik saja. Ketika aku hampir

tertidur, aku merasa yakin akan hal itu.

Malam itu gelap. Bulan belum muncul. Angin sepoi-sepoi

meniup rambutku. Connor muncul di belakangku, melingkarkan

lengannya padaku, dan mencium tengkukku. Sebuah getaran

halus menjalari tulang punggungku. Aku menyandar

padanya.

"Tak lama," bisiknya di dekat telingaku. "Tak lama

lagi."

Aku berbalik dalam pelukannya dan membalas ciumannya.

Ciumannya hangat bergairah. Dia mengusapkan jemarinya di

lenganku yang terbuka, dan dimana pun dia menyentuhku,

aku merasa terbakar.

Aku mendengar bunyi gemeretak dan letupan. Aku menjadi

sangat panas, kurasa aku akan meleleh. Sambil menarik diri,

aku mendapati diriku memandang ke dalam mata cokelat

Rafe, bukan mata biru Connor. Entah bagaimana, tanpa

kusadari, dia telah berubah. Aku bisa melihatnya dengan jelas

105

sekarang, karena pepohonan yang mengelilingi kami terbakar

dan berkobar, dengan lidah api raksasa berwarna jingga dan

merah menyambar langit.

Mengabaikan bahaya di sekitar kami, Rafe menarikku

kembali ke dalam pelukannya dan menurunkan bibirnya ke

bibirku sampai kami menjadi api dan musnah terbakar.

Aku terbangun dengan terengah-engah dan berkeringat.

Aku menghambur keluar dari kantong tidurku dan keluar

dari tenda, menyambut dinginnya udara malam yang

menerpa wajahku. Aku tidur dengan pakaian lengkap, jadi

yang kurang hanyalah sepatuku, tapi aku sudah terbiasa

bertelanjang kaki sehingga aku tidak terganggu dengan

tanah di bawah kakiku yang telanjang.

Connor tengah berdiri di dekat api unggun. Dia melangkah

mendekatiku. "Kamu baik-baik saja?"

Sambil mengangguk keras, aku menyisirkan jemari ke

rambutku dan baru ingat kalau rambutku terkepang. Hanya

dalam mimpiku rambutku tergerai. "Ya, aku baik-baik saja.

Hanya mimpi buruk." Walaupun bukan mimpi buruk

dalam pengertian tradisional. Aku lebih takut pada diriku

sendiri dan gambaran yang timbul dalam pikiranku daripada

monster mana pun.

Kayla sedang duduk di atas batang kayu. Dia bangkit

dan berjalan mendekat. "Kamu pucat sekali. Kamu yakin

nggak apa-apa?"

"Ya. Kenapa kamu nggak tidur saja? Biar aku yang

melanjutkan giliran jagamu."

106

"Lucas berpikir kita akan lebih waspada kalau?"

"Aku tahu. Tidak berjaga bersama pasangan. Connor dan

aku akan menjaga kelakuan."

Dia melirik Connor. Connor mengangguk dan

menggerakkan kepalanya ke arah tenda kami. Sambil

mengangkat bahu, Kayla tersenyum dan menepuk pundakku. "Baiklah kalau begitu. Terima kasih."

Dia menghilang di balik tenda.

Connor meraih tanganku. "Ayo duduk di dekat perapian.

Kau akan merasa lebih baik."

Aku meragukan itu. "Ada api dalam mimpiku. Semua

yang ada di sekitarku terbakar. Peluk saja aku sebentar."

Aku tak menunggu jawabannya. Aku berjalan ke dalam

tangannya yang terentang, tak pernah ragu dia akan

menyambutku di sana. Dia senantiasa menjadi tempatku

bersandar.

Aku menengadahkan kepalaku dan menatap jauh ke

dalam mata birunya. Aku tak tahu apa yang tengah dibacanya dalam wajahku, tapi dia merendahkan kepala dan

menciumku.

Ciumannya tidak sama seperti dalam mimpiku. Yang ini

menyenangkan, manis, dan hangat. Yang ini bisa diandalkan.

Yang ini pasti. Yang ini nyata.

Ciuman dalam mimpiku itu hanya yah, itu hanya

mimpi.

Connor membimbingku mendekati batang kayu yang

tadi diduduki Kayla. Begitu aku duduk, dia berjongkok di
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

107

hadapanku dan menyelipkan helaian rambutku ke belakang

telinga.

Aku menelan ludah dengan susah payah. "Pada perayaan

titik balik matahari, ketika kau tidak bisa menemukanku

aku bersama Rafe."

Sepintas kesedihan tersirat di matanya sebelum akhirnya

dia berkata pelan, "Aku tahu."

"Kau mencium baunya padaku."

Dia mengangguk.

"Kenapa kau tidak mengatakan sesuatu?"

"Kau antara milikku atau bukan. Kalau kau milikku,

aku akan berjuang untuk mempertahankanmu. Tapi kalau

bukan mungkin aku tidak mau tahu."

Aku mengelus pipinya. Tidak seperti Rafe, wajahnya

selalu tercukur halus. "Tidak terjadi apa-apa. Kami hanya

pergi berboncengan dengan motornya. Aku hanya butuh

menjauhi kemurungan dan kesuraman untuk sesaat."

"Begitu yang dikatakan Rafe."

"Kau mendatanginya?"

"Tentu saja. Sebenarnya itu yang tidak disepakati oleh

ayahku dan aku. Ayahku berpikir seharusnya aku menantang

dia."

"Itu gila! Kau nggak bisa membunuhnya hanya karena

dia memboncengku."

"Tenang, Lindsey. Aku sama sekali tak berencana untuk

menantangnya. Aku ingin percaya bahwa kita sudah

menjadi sedikit lebih beradab selama bertahun-tahun ini

108

dan bisa menyelesaikan banyak perbedaan kita dalam wujud

manusia, bukan serigala."

"Tapi apakah itu alasannya dia tidak lagi menjadi bagian

dari tim sherpa kita?"

"Bukan. Para tetua benar-benar mengkhawatirkan Brittany.

Kalau dia dan Daniel tidak cocok, mungkin mereka akan

menempatkan orang lain bersama kita."

Terpikir olehku untuk mengatakan padanya bahwa

dia tidak merasa terhubung dengan Daniel, tapi masih

ada beberapa hari dan mungkin saja segala sesuatunya

berubah.

Tiba-tiba rambut di tengkukku meremang?dan bukan

terasa menyenangkan seperti dalam mimpiku.

"Connor, apakah kau merasa kita sedang diawasi?"

"Ya."

Napasku melambat ketika aku berusaha menemukan dari

arah mana seseorang mungkin sedang mengawasi kami.

Tiba-tiba Connor berbalik. Dua orang gadis sedang

mengintip dari tenda mereka. Mereka berdua tertawa

cekikikan dan merunduk masuk kembali.

Connor tertawa. "Aku tidak ingat pernah menjadi muda

dan selugu itu."

"Kurasa itu bukan mereka," kataku sambil berdiri. Aku

berputar pelan, namun perasaan tadi telah hilang.

"Hanya mereka yang kurasakan." Connor membaui

udara. "Tidak ada yang aneh."

Aku tak bisa menepiskan perasaan bahwa tadi ada orang

lain. "Mungkin Lucas benar. Seharusnya kita tidak berjaga

109

bersama seseorang yang membuat kita cenderung bermesraan

daripada hanya mengobrol."

Connor nyengir. "Dia bijak, pemimpin kita. Kau terus

berjaga di sini. Aku akan mengelilingi perkemahan."

Aku tahu dia tidak akan menemukan apa-apa. Siapa pun

itu, dia sudah pergi. Tapi itu tidak membuatku berhenti

bertanya-tanya siapakah dia dan, yang lebih penting lagi,

apa yang diinginkan orang itu.

110

Kami berjalan dua hari lagi, membawa para gadis itu lebih

jauh memasuki hutan. Ada bagian dari hutan lindung ini

yang jarang dikunjungi, karena dihuni banyak satwa liar dan

lebih berbahaya, tapi kami menghindari tempat-tempat itu

dan membantu para gadis dan pemimpin kelompok mereka

untuk mendirikan perkemahan terakhir di tempat yang

relatif aman. Setelah kami memastikan bahwa perkemahan

itu aman, hari masih siang, jadi kami mulai bersiap untuk

berangkat meninggalkan kelompok itu. Brittany dan Daniel

akan ditinggal bersama mereka. Biasanya, kami hanya

meninggalkan seorang sherpa, namun para tetua telah

memberi perintah agar mendorong Brittany untuk membangun ikatan dengan Daniel.

DELAPAN

111

Aku tidak melihat itu terjadi, tetapi bersama-sama

beberapa hari lebih lama tidak akan menyiksa.

"Kita akan kembali jauh-jauh hari untuk membawamu

kembali ke Wolford sebelum purnama," kata Lucas kepada

Brittany.

"Terserah saja," jawabnya, seolah dia sudah bosan dengan

semua ini.

Itu malam terpenting dalam hidup kami, dan dia

bersikap seolah tak peduli. Sambil mencekal lengannya, aku

menariknya menjauhi kelompok.

"Hei!" protesnya, menyentakkan tangannya dari

cengkeramanku.

"Brittany, kau harus segera mengubah sikapmu. Daniel

sedang berusaha?"

"Tak ada ikatan. Nol. Nihil. Kami berdua tahu itu. Lebih

baik aku melaluinya sendirian."

"Pikirkan saja dia sebagai penolong. Dia bisa berada di

sana hanya untuk berjaga-jaga."

"Itu tak akan sesakit yang dikatakan oleh para cowok.

Dan kalaupun Lucas menjadi pengalih perhatian Kayla?

syukurlah tapi aku bisa menemukan pengalih perhatianku

sendiri. Aku akan baik-baik saja."

Aku memeluknya erat. "Kita berdua akan baik-baik saja,"

bisikku dan berharap itu benar.

Kami bisa menghemat banyak waktu tanpa semua

persediaan yang kami bawa tadi dan juga karena kami tidak

perlu menggiring lebih dari selusin gadis yang berisik. Kami

112

mulai mendirikan tenda ketika matahari terbenam, dan aku

menyadari dengan suatu keberuntungan, kami sudah akan

kembali ke pintu masuk hutan besok malam.

Lucas dan Connor pergi untuk menangkap kelinci. Kayla

sedang membuat api unggun. Aku sedang gelisah.

"Aku mau pergi memetik blackberry," kataku kepada

Kayla sambil meraih sebuah wadah kecil.

Dia berbalik dan memandangku. "Kamu yakin mau

pergi sendiri?"

"Tadi aku melihat semak blackberry di antara semak

yang rimbun yang kita lewati. Nggak jauh, kok. Aku tak

akan lama."

"Hati-hati, ya."

"Selalu."

Aku berjalan ke arah dari mana kami datang tadi. Lucunya

ternyata tanaman blackberry itu lebih jauh daripada yang

kuingat, dan tidak terlalu dekat dengan jalan setapak. Aku

meluncur ke dalam parit dan merangkak naik di sisi lain

tempat aku melihat buah berry mengintip di celah semak.

Dengan hati-hati menghindari duri-durinya, aku memetik

sebuah dan memasukkannya ke mulutku. Buah berry liar

selalu lebih enak daripada yang dijual di toko.

Wadahku sudah setengah penuh?dan aku seorang yang

optimis?ketika tiba-tiba aku menyadari sebuah kehadiran

dan lenganku merinding. Sepelan mungkin, aku memandang

berkeliling dan pada saat itulah aku melihatnya.

Seekor puma gunung.

113

"Kucing baik," bisikku di sela napasku, tahu aku dalam

bahaya. Kalau bauku adalah bau manusia, mungkin dia akan

pergi. Tapi kami para Shifter tercium seperti binatang liar.

Dia menggeram dalam dan parau grrrrrdanmenampakkan

taringnya yang mampu mencabik daging dari tulangnya.

Dengan hati-hati aku beringsut, bersiap untuk melompat ke

dalam semak berry yang berduri dan berharap duri-durinya

akan menjadi penghalang. Mulutku sangat kering hingga

aku tak bisa meludah kalau saja hidupku bergantung pada

hal itu. Jantungku berdetak keras sampai-sampai aku kaget

sendiri kalau orang lain tak bisa mendengar desir darahku

wusss-wusss di telingaku.

Aku melihat otot-otot kucing itu menegang.

Aku melompat dan menjerit saat dia menyerang.

Sebuah gerakan kabur menghantam kucing itu tepat

sebelum dia menerkamku. Aku merasakan panas tubuhnya,

angin yang berembus cepat oleh kekuatan tubrukan itu. Aku

terjatuh dan berusaha bangkit lagi, tatapanku terkunci pada

pertarungan itu. Aku bisa melihat sekarang bahwa seekor

serigala telah menyerang kucing itu. Bukan sembarang

serigala. Tapi serigala yang kukenal.

Rafe.

Apa yang sedang dilakukannya di sini? Dan bagaimana

kalau dia kalah dalam pertarungan ini?

Aku berdiri dan mengambil selangkah maju, lalu mundur

lagi. Aku ingin menghentikan pertarungan ini. Aku tidak

ingin Rafe terluka. Jantungku berpacu. Ingin aku menjerit

114

minta tolong, tapi aku tak mau ambil risiko membuat

perhatiannya terpecah. Tanganku terkepal erat sampaisampai kukuku menusuk telapak tanganku.

Jeritan kucing itu mengoyak udara, diikuti suara

geraman serigala. Mereka terlibat dalam perkelahian. Saling

menyerang, menggertak, menancapkan gigi satu sama

lain. Aku bisa melihat Rafe berdarah. Aku ingin berlari ke

arahnya, menolongnya. Aku ingin dia selamat. Aku ingin

kucing itu pergi.

Puma itu akhirnya berhasil membebaskan diri dan lari ke

hutan. Serigala itu selangkah maju ke arahku lalu ambruk.

Aku menghambur ke sana, duduk di atas tanah, dan

menaruh kepalanya di pangkuanku. Dia mengalami

pendarahan di dekat bahunya dan di kaki belakang. Saat

dia berusaha mengangkat kepalanya, aku mendorongnya

kembali, dan dengan lembut mengusap bulunya. "Ssst, sst,

istirahat saja. Kau perlu kesembuhan. Kau akan baik-baik
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja."

Sambil membalas tatapannya, aku berpikir tak pernah

merasa sedemikian bersyukur atas kedatangan seseorang, tapi

ini lebih dari kenyataan bahwa dia telah menyelamatkanku

dari serangan puma. Aku senang sekali melihat dia. Aku ingin

tahu apa yang sedang dilakukannya, bagaimana kabarnya.

Aku punya seratus pertanyaan untuknya, tapi yang paling

kuinginkan adalah memeluk dia. Dia menjilat lututku yang

terbuka, seolah dia ingin mengatakan padaku bahwa dia

merasakan hal yang sama. Aku tidak mengomelinya karena

menyelipkan sebuah ciuman.

115

Aku mendengar bunyi ranting patah. Aku tersentak

menoleh dan melihat lelaki yang main bilyar dengan Brittany

itu?Dallas?tengah berdiri di sana.

"Jadi apa kamu ini?juru bisik serigala?" tanyanya.

***

"Aku benar-benar berusaha untuk tidak berbuat aneh-aneh

di sini," kata Dallas. "Tapi ini ini gila, astaga, benar-benar

tak bisa dipercaya. Manusia serigala. Mereka benar-benar

ada."

Aku tak menemukan cara untuk menutupi keadaan dan

keluar dari situasi yang bisa jadi lebih buruk lagi. Pakaian

Rafe teronggok di hutan?menjelaskan semuanya. Lukanya

yang menganga dan berdarah itu sembuh di depan mata

Dallas?sekali lagi, menjelaskannya. Aku sedang memeluk

seekor serigala di pangkuanku dan bicara dengan lembut

padanya?yah, manusia normal juga melakukan itu sepanjang

waktu.

Maka aku membawa Dallas kembali ke perkemahan

kami. Kami baru berjalan beberapa menit ketika Rafe

diam-diam telah bergabung dengan kami dalam wujud

manusia, berpakaian lengkap. Melihat dia seperti itu lagi

terasa seperti sebuah tendangan telak ke perutku yang

nyaris membuatku goyah. Aku belum menyadari kalau

sebenarnya aku merindukan dia, mungkin lebih dari yang

seharusnya. Aku merasa dia juga merindukanku ketika tanpa

berkata-kata menyerahkan wadah blackberry-ku padaku.

Wadah itu telah terisi penuh, yang berarti dia menghabiskan

116

waktu untuk memetik lebih banyak lagi sebelum menyusul

kami.

Kini kami duduk di dekat perapian, tempat dua ekor

kelinci sedang dimasak. Aku tak yakin akan bisa makan.

Nampaknya bencana segera datang.

"Kami lebih memilih istilah ?shapeshifter,?" kata Lucas.

"Manusia serigala itu sangat Hollywood."

"Tidak bermaksud menyinggung, tapi astaga. Mason

terus bicara soal manusia serigala, dan kupikir dia itu sudah

gila, bahwa daya otaknya terlalu berlebihan. Maksudku, IQ

nya di atas rata-rata."

"Kamu kenal Mason Keane?" kataku tanpa pikir

panjang.

"Sulit untuk tidak kenal ketika aku bekerja?dulunya

bekerja?untuk Bio-Chrome."

"Dulunya?" ulang Lucas, dengan kecurigaan dalam

suaranya.

"Ya. Aku berhenti kira-kira sepuluh hari yang lalu.

Memutuskan untuk mengambil liburan panjang yang

tertunda. Dan?oke, aku penasaran. Aku ingin menemukan

sendiri kalau kalian ini benar-benar ada."

"Dan kau memutuskan untuk melakukan itu dengan

mengikuti kami?" tanya Connor.

"Jangan terlalu tersinggung, teman. Dia yang mengikutiku."

Dia mengarahkan jempolnya kepada Rafe. "Bukan karena

aku pernah melihatnya atau apa. Itu hanya semacam indra

keenam, kau tahu?"

117

Ya, aku tahu. Jadi keanehan yang waktu itu kurasakan

seperti sedang diawasi, itu adalah Dallas yang sedang

mengawasi. Atau mungkin itu Rafe, yang mampir untuk

mengawasi kami.

"Jadi kenapa kau mengikuti kami?" tanya Kayla.

"Aku ini ilmuwan. Aku perlu bukti. Jadi apakah kalian

semua " suara Dallas mengambang di udara saat dia

memandangi kami.

"Kalau kami memberitahumu, selanjutnya kami harus

membunuhmu," kata Rafe, dan kupikir dia hanya setengah

bercanda.

"Dengar, sobat, aku berada di sini bukan dengan tujuan

jahat. Seperti yang telah kukatakan, aku hanya ingin bukti.

Dan aku sedang berusaha mengetahui apakah aku bisa

memercayai kalian. Dari semua yang kutahu, kalian menjadi

ganas dan berliur."

"Dan sekarang kau tahu kami tidak," kata Lucas. "Apa

artinya itu bagimu?"

Kayla menaruh tangannya di atas tangan Lucas. Aku ingin

tahu apakah dia sadar bahwa Lucas tengah memutuskan

apa yang harus dilakukannya pada orang ini. Skenario terburuknya melibatkan kematian, tapi kurasa kami tidak akan

melakukan itu. Kami bisa membawanya ke Wolford dan

membiarkan para tetua yang berurusan dengannya. Atau

kami bisa mengambil kesempatan dan membiarkan dia pergi

begitu saja. Lagi pula siapa yang percaya padanya?

118

"Dengar, aku bisa merasakan ketegangan yang meningkat,

jadi gimana kalau semuanya santai sedikit, oke? Aku berpihak

pada kalian. Kurasa kalau kalian benar-benar ada, seharusnya

aku memberi tahu kalian apa yang kutahu. Dan kalau kalian

tidak ada, aku sedang bekerja untuk sesuatu yang gila dan

bahkan tidak seharusnya bersusah payah meminta kegilaan

ini dijadikan rekomendasi pekerjaan."

"Jadi apa yang sebenarnya kauinginkan?" tanya Connor.

"Di pinggir hutan, tepat sebelum kau mencapai bagian

yang ditandai sebagai tanah hutan lindung, ada daerah

hutan yang masih merupakan tanah milik pribadi. Tahun

lalu Bio-Chrome mulai membangun laboratorium di sana.

Kelihatannya sebuah pilihan yang aneh, kan? Karena tempat

itu jauh dari segalanya, jauh dari mana-mana. Helikopter

yang mengangkut keperluan kami. Kami tinggal di sana;

kami bekerja di sana. Tempat itu hampir seperti penjara.

Jujur saja, aku tidak yakin mereka akan membiarkanku

pergi."

"Bagaimanapun, mereka sangat merahasiakan apa yang

sedang terjadi di sekitar fasilitas itu. Waktu aku melamar

pekerjaan di sana, yang aku tahu pekerjaan itu termasuk

mempelajari apa yang mereka sebut ?gen L-faktor.? Bodohnya

aku, kupikir mungkin itu berkaitan dengan cinta?love

sesuatu untuk membantu para kutu buku mendapat pacar.

Aku benar-benar tidak punya gambaran. Sampai aku bekerja

di sana dan tahu kalau huruf L itu singkatan dari lycanthropy.

Kupikir itu cuma lelucon."

119

Dia memandang ke api. Apakah dia sedang berusaha

memutuskan apa lagi yang harus dikatakannya pada kami

atau masih memikirkan kenyataan bahwa kami benar-benar

ada, entahlah.

"Tapi Dr. Keane dan Mason, mereka sangat terobsesi.

Mereka terus bicara tentang betapa inginnya mereka

menangkap seorang lycanthrop dan mempelajarinya.

Kedengarannya biadab. Maksudku, kalau makhluk itu

benar-benar ada, dengan mengurungnya berarti merenggut

hak mereka. Ketika aku mengemukakannya, Mason bilang

bahwa lycanthrop bukanlah manusia, jadi mereka tidak

punya hak. Itu salah besar."

Tapi terdengar sangat mirip Mason, pikirku. Aku menoleh

kepada Kayla. Dia terlihat sangat sedih, dan aku tahu itu

karena dia tidak mengerti kenapa semua orang tidak

menerima keberadaan kami seanggun dirinya.

"Kenapa kau tidak mengatakan semua ini pada kami

malam itu?" tanya Lucas.

Dallas memandangnya. "Tadinya begitu, tapi semakin

banyak aku bicara, semakin gagasan manusia serigala itu?

maaf, maksudku ?shapeshifter??hanya terdengar sangat

jauh." Dia kembali mengamati tangannya, dengan cara yang

sama waktu di Sly Fox: seakan dia bisa menemukan jawaban

bagaimana kami berubah.

"Jadi kau pikir memata-matai kami adalah jalan keluar

yang lebih baik?" tanya Connor.

"Dengar, aku tidak pernah melakukan tugas James Bond

ini sebelumnya, oke? Jadi tembaklah aku. Selain itu, aku

120

melihat apa yang bisa dilakukannya." Dia menunjuk Rafe.

"Kau bisa membunuhku, tapi aku menampakkan diri dan

berada di sini."

"Kembali ke pertanyaan tadi?sebenarnya kenapa kau

berada di sini?" tanya Lucas.

"Aku hanya berpikir kau harus tahu apa yang mereka

rencanakan."

"Kau bilang laboratoriumnya dekat dengan hutan lindung.

Di mana tepatnya?"

"Jauh di sudut timur laut."

"Kenapa tidak kau tunjukkan pada kami?" tanya Lucas.

"Apa? Seperti di atas peta?"

Lucas sedang pasang ekspresi jangan-main-main-denganku. Dalam ekspresinya, aku bisa melihat kegarangan yang

menandakan dia sebagai pemimpin kawanan. Menilik

mata Dallas yang sedikit melebar, aku curiga dia juga

menyadarinya.

"Yang kupikirkan adalah kau bisa menunjukkan kepada

kami secara pribadi," kata Lucas.

"Kau tidak percaya padaku," kata Dallas, suaranya mulai

tak sabar.

"Kami katakan saja kalau sebelumnya kami pernah berurusan

dengan Bio-Chrome. Perusahaan itu tidak tercantum dalam

daftar kami sebagai sahabat spesies yang terancam punah."

Tiba-tiba Dallas menjadi sangat gugup dan melirik ke

sekeliling. "Mereka mempekerjakan tentara bayaran untuk

menjaga tempat itu. Mereka tak segan-segan membunuh

nenek mereka kalau bayarannya memadai."

121

"Dan menurutmu itu tak patut dikatakan sejak

awal?" tanya Rafe dengan ketenangan mematikan yang
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuat punggungku bergidik ngeri, walaupun aku tahu

dia tidak akan pernah menyakitiku. Dia dengan sangat

hati-hati menghindar untuk memandangku?sementara

aku mati-matian menahan pandangan agar tidak lepas

darinya.

"Aku belum sampai di situ. Dengar, aku menjadi orang

Samaria yang baik hati di sini. Dan aku merasa sangat tidak

dihargai."

"Kau hanya perlu menunjukkan laboratorium itu pada

kami." Lucas meyakinkannya. "Kami mungkin punya

beberapa pertanyaan begitu melihatnya."

Dengan enggan, Dallas mengangguk. "Ya, baiklah, kurasa

itu masuk akal. Tapi dengar, aku menyewa sebuah kamar

hotel di Tarrant. Aku masih meninggalkan barang-barangku

di sana. Aku ingin mengambilnya sebelum kita berangkat,

karena setelah menunjukkan laboratorium itu kepada kalian,

aku akan pergi ke Kanada."

Semua orang memandang Dallas seolah dia itu pihak

musuh, sementara aku memandangnya sebagai salah seorang

yang baik. Semoga aku tidak menjadi naif.

"Kau mengambil risiko besar untuk datang dan memberi

tahu kami tentang laboratorium itu," kataku lembut.

"Seperti yang kukatakan, apa yang tengah mereka lakukan

itu salah."

"Kami menghargai kedatanganmu," kata Lucas, tapi

suaranya mengandung nada aku-masih-tidak-terlalu-percayapadamu.

122

"Ya," gumam Dallas. "Hanya berharap ini tidak akan

membuatku mati terbunuh."

Kuharap ini tidak membuat siapa pun tewas terbunuh.

Dallas mempunyai sebuah tenda kecil yang akan didirikannya,

tapi Lucas meyakinkannya untuk tidur di dalam tenda

mereka. Bukan karena dia bisa saja menyelinap pergi tanpa

sepengetahuan kami, karena kami masih berjaga secara

bergiliran.

Aku sedang berbaring telentang di tendaku. Rafe tengah

berjaga sekarang. Lalu akan digantikan Kayla. Aku belum

mendapat kesempatan untuk berbicara dengan Rafe, untuk

berterima kasih kepadanya atas blackberry itu?dan karena

telah menyelamatkan nyawaku.

Dengan pelan dan hati-hati, aku keluar dari kantong

tidurku, duduk, dan memakai sepatuku.

"Mau kemana kau?"

Jantungku hampir copot mendengar pertanyaan Kayla.

"Nggak bisa tidur. Aku mau cari udara segar."

"Dengar, Lindsey, ini bukan urusanku?"

"Memang bukan," aku menyela, yakin aku tahu ke mana

arah pembicaraannya. Seketika aku merasa bersalah atas

ketidaksabaranku. "Dengar, aku cuma butuh keyakinan."

Aku tidak mau mengatakan padanya soal mimpiku

tentang Rafe atau betapa takutnya aku melihat dia. Kedua

hal ini salah ketika aku terikat pada Connor. Tapi tak bisa

kusangkal, aku merasakan kegembiraan ketika Rafe dekat

denganku. Apakah itu hanya karena dia baru dan Connor

sudah sangat kukenal?

123

"Itu tidak adil buat Connor," kata Kayla.

"Ini akan menjadi tidak adil jika aku membawa keraguan

ke masa depan kami."

Tanpa menunggu jawaban darinya, aku bangkit dan

berjalan keluar dari tenda. Aku merasakan kehadiran Rafe

bahkan sebelum melihatnya. Dia berada dalam bayangan di

dekat tenda kami. Aku merasakan tatapannya jatuh padaku.

Banyak kekuatan di balik pandangannya itu, seolah dia

telah menyentuhku. Aku merasa panas, sama seperti dalam

mimpiku. Aku menyilangkan lengan di dada dan berjalan

ke arahnya, karena aku takut tidak akan mampu menahan

diri untuk tidak menyentuhnya.

"Aku ingin berterima kasih atas blackberrynya." Itu adalah

awal percakapan yang canggung, tapi bagaimana bisa aku

menjelaskan bahwa aku hanya ingin melihatnya lagi?

"Blackberrynya?" terdengar seakan dia memaksa kata-kata

itu keluar melalui giginya yang terkatup.

Aku menelan ludah dengan susah payah. "Dan karena

telah menyelamatkanku."

"Aku nggak bisa percaya"?dia menggeleng sebelum

melanjutkan?"Aku nggak percaya kau pergi sendirian."

"Ini hutanku," kataku tegas. "Hutan kita. Aku selalu

merasa aman di dalamnya."

"Hutan ini sudah tidak aman lagi. Tidakkah kau

mengerti?" bisiknya dengan keras. "Kalau terjadi apa-apa

denganmu, kalau aku tidak berada di sana?binatang itu

akan membunuhmu."

124

Sebelum aku menyadari apa yang ingin dilakukannya, dia

mencengkeram lenganku, menarikku mendekat padanya,

dan menekan bibirnya ke bibirku, menciumku dengan

kebuasan yang membuatku bergetar dan berpegang padanya

seolah aku tiba-tiba tenggelam dan dialah satu-satunya

harapanku.

Aku selalu berpikir sebuah ciuman hanyalah ciuman.

Tapi aku salah. Tubuhku menanggapinya dengan petikan

liar?aku adalah senar pada harpa yang dipetik dan sekarang

sedang bergetar dengan suara merdu. Ciumannya lebih

panas daripada ciuman manapun yang pernah kuterima

dari Connor.

Atau mungkin ini hanya karena reaksi yang timbul

antara Rafe dan aku berbeda. Aku melingkarkan lenganku

di lehernya dan merapat padanya. Dia menarikku semakin

dekat, dengan sebelah lengan di punggungku dan tangan

yang lain menyusup ke dalam kekusutan rambutku.

Kelihatannya dia tak ingin melepaskanku. Kami sangat dekat

sampai-sampai aku tak yakin di mana akhir tubuhku dan

pangkal tubuhnya. Cahaya bulan pun tidak bisa menembus

di antara kami.

Walaupun saat aku menikmati kegembiraan luar biasa

yang ditumpahkan padaku, pikiranku menjerit bahwa ini

salah, sangat salah. Aku punya Connor. Aku adalah miliknya.

Itu sudah diputuskan.

Aku melepaskan ciuman itu dan terhuyung-huyung

mundur. Sambil terengah-engah aku menatap Rafe, ber125

usaha memahami apa yang baru saja terjadi. Dia mengulurkan sebelah tangannya padaku. "Lindsey?"

"Tidak," bisikku. Apa pun yang akan dikatakannya, aku

tidak mau mendengarnya. "Itu salah."

Aku berbalik, berlari kembali ke tendaku dengan

kenyataan yang berdenyut-denyut dalam pikiranku. Ada

hal-hal di hutan yang lebih berbahaya daripada puma,

bahkan lebih berbahaya daripada Bio-Chrome.

126

Hari sudah hampir gelap malam berikutnya ketika kami

akhirnya sampai di pintu masuk kebun raya. Seharian ini

aku menghindari untuk memandang Rafe, seolah aku takut

meledak menjadi kobaran api kalau kami melakukan kontak

mata atau Connor sampai tahu kalau Rafe dan aku telah

berciuman.

Aku merasa butuh kata-kata yang lebih kuat untuk

melukiskan apa yang terjadi semalam?ciuman tidaklah

cukup. Intensitas pertemuan itu mungkin muncul oleh

ketakutan dan kelegaan dan bisikan akan bahaya yang

mengepung kami. Tapi tetap saja, itu membuatku tergetar

dan tak menentu.

SEMBILAN

127

"Jadi ini sudah disetujui? Kau akan pergi dengan Rafe

besok, untuk menunjukkan lab itu padanya?" tanya Lucas

saat kami berkumpul di pintu masuk kebun raya.

"Ya, sobat, tentu," jawab Dallas.

"Aku punya sepeda motor," kata Rafe. "Kita bisa menghemat

waktu. Bagaimana kalau aku menemuimu pagi-pagi sekali?"

"Aku bukan orang yang bisa bangun pagi-pagi," kata

Dallas. "Gimana kalau agak siangan?"

Mereka menyetujui jamnya, dan Rafe pergi bersama Dallas.

Entahlah, apakah dia berencana untuk terus mengawasi

mantan karyawan Bio-Chrome ini sepanjang malam. Kayla

dan aku mendapat tugas untuk memandu sekelompok

pengamat burung besok pagi. Lucas telah memutuskan

bahwa dia dan Connor akan pergi keWolford dan berbicara

dengan para tetua.

"Kami akan berangkat pagi," Connor memberitahuku.

"Mau nonton malam ini?"

Aku mengangguk, berusaha untuk terdengar bersemangat

ketika berkata, "Ya."

Aku ingin menghabiskan waktu bersama Connor,

mati-matian, tapi aku takut sekali kalau dia sampai tahu

tadi malam aku telah menyelewengkan kesetianku. Bahkan

jika adrenalin yang menyebabkan ciuman itu, seharusnya

aku punya cukup kekuatan untuk menolaknya. Masalahku

adalah aku tidak yakin mau menolak.

Dengan perasaan lega aku berjalan menuju pondokku,

seolah empat sisi dinding itu bisa melindungiku dari diriku

128

sendiri, dari perasaan yang-belum-pernah-kurasakansebelumnya ini kepada Rafe. Namun, itu sama sekali tidak

membantu karena Kayla terus mengamatiku sepanjang hari

seolah dia menunggu aku akan hancur setiap saat.

"Sesuatu terjadi semalam waktu kau pergi untuk bicara

dengan Rafe, kan?" tanyanya ketika dia menjatuhkan

ranselnya ke atas tempat tidurnya.

"Aku nggak punya waktu lagi untuk membicarakan

hal itu. Connor dan aku mau kencan." Aku berjalan ke

kamar mandi dan mandi air panas. Mulai besok aku punya

beberapa hari tanpa Connor ataupun Rafe. Sendirian dengan

pikiranku, mungkin aku bisa memecahkan semua ini.

Sementara itu, aku ingin tampil sebaik mungkin untuk

Connor, tapi untuk beberapa alasan aku tidak puas dengan

apa pun yang kulakukan. Rambutku lurus, dandananku

membosankan. Benda yang menjadi penyelamat adalah

pakaianku: rok putih pendek, atasan ungu tak bertali dan

jaket denim putihku. Aku bahkan memakai sepatu berhak

pendek. Semua itu membuatku merasa seksi.

Menilik siulan pelan Connor ketika aku melangkah

keluar, berarti dia setuju. Itu sedikit mengurangi rasa
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersalahku atas apa yang terjadi semalam.

Bulan sedikit lebih besar dan terang malam ini. Connor

dan aku memutuskan untuk berjalan kaki ke kota. Itu berarti

menonton film yang lebih malam, tapi aku lebih tertarik

dengan kebersamaan kami daripada film apa yang akan

kami tonton. Sambil bergandengan tangan, kami berjalan

129

dalam keheningan yang bersahabat. Aku berusaha tidak

memikirkan Rafe, tapi aku mengkhawatirkan kepergiannya

untuk menemukan laboratorium Bio-Chrome sendirian.

Yah, sebenarnya dia tidak benar-benar sendirian, tentu

saja. Dallas akan bersamanya, tapi aku tidak melihat dia

sebagai seorang petarung yang andal kalau mereka mendapat

masalah.

"Bagaimana kalau yang dikatakan Dallas itu cuma

jebakan?" tanyaku. "Kalau mereka menginginkan salah satu

dari kita kita sedang menyerahkan Rafe kepada mereka

di atas piring perak."

Connor mempererat genggamannya padaku. "Peraturan

utama malam ini: Kita tidak boleh membicarakan

Bio-Chrome atau apa saja yang ada sangkut-pautnya dengan

apa yang sedang terjadi. Dalam beberapa jam ini, kita

berpura-pura semuanya normal."

Ini bukannya tak terpikir olehku bahwa aku bukanlah

satu-satunya yang sangat mengharapkan keamanan dari

dunia yang kami tinggali. Tapi dia benar. Kami sedang

berusaha lari dari kenyataan untuk beberapa jam ini.

"Baiklah kalau begitu. Ngomong-ngomong film apa

yang sedang tayang?" tanyaku. Di Tarrant hanya ada sebuah

bioskop kecil yang menayangkan satu judul film.

Dia tersenyum memamerkan gigi putihnya dalam

kegelapan. "Sesuatu dengan Reese Witherspoon?yang

berarti film cewek. Kau akan berhutang besar padaku kali

ini."

130

"Pergi nonton adalah idemu," aku merasa perlu membela

diri sambil memukul lengannya main-main.

"Aw!" dia menggosok lengannya, lalu menarikku keluar

dari jalanan menuju bayangan pohon, sampai punggungku

menempel ke batang pohon. "Kau tahu, Lindsey, kau sudah

berbagi setiap momen dalam hidupku, besar dan kecil."

"Tidak pada perubahan pertamamu."

"Kamu pasti di sana kalau diijinkan. Aku ingin ada

di sana untukmu, untuk perubahan pertamamu. Aku

mencintaimu."

Jantungku menghantam rusukku, tapi bukan untuk

alasan yang semestinya. Seharusnya aku merasakan

kegembiraan, tapi sebaliknya, aku malah terpukul keras oleh

kengerian akan apa yang baru saja diucapkan Connor dan

ketidaksanggupanku untuk membalas perasaan yang sepenuh

hati itu. Connor sepertinya menyadari pergumulan dalam

diriku, atau dia tidak mengharapkan jawaban dariku karena

bibirnya tengah menyegel bibirku. Ciumannya tidak pernah

terasa begitu penting, begitu berarti, karena tidak pernah

mengikuti ketiga kata yang sangat dahsyat itu.

Aku berjuang untuk tidak membandingkannya dengan

ciuman tak diharapkan yang kudapat semalam?ciuman

yang telah membuat napasku terhenti dan membuatku

bergetar.

Connor menarik diri. Aku bisa merasakan ketegangan

dalam dirinya ketika kedua tangannya memegang lenganku.

"Kamu lagi mikirin Rafe."

"Apa? Nggak, kok."

131

"Katakan padaku kau mencintaiku."

"Kau tahu itu."

Tawanya meledak, lalu dia menjauhiku. "Kamu

mencintainya?"

Aku merasakan air mataku merebak. "Connor, jangan

lakukan ini."

"Apa. Kau. Mencintai. Dia."

Biasanya aku leluasa membicarakan apa saja dengan

Connor. Tiba-tiba sulit sekali memaksakan kata-kata keluar

dari mulutku. "Entahlah."

"Astaga, Lindsey, purnama perubahanmu sudah dekat

dan kamu tidak tahu? Bukankah menurutmu kau harus

tahu?"

"Apa saranmu? Aku pergi nonton dengannya?"

Keheningan yang mencekam menyelimuti seolah aku

baru saja menjatuhkan bom dan kami sedang menunggunya

meledak.

"Bagaimana kau tahu bahwa aku adalah orang yang tepat,

Connor?" tanyaku, benci sekali karena suaraku begitu lemah

dan sangat tidak yakin.

"Hanya tahu saja."

"Itu bukan jawaban. Bagaimana kau bisa tahu?"

Dia menjauh beberapa langkah dan kemudian kembali

ke arahku. "Ya, baiklah. Mungkin kau memang butuh pergi

bersamanya."

Jantungku berdebar; aku menjadi panik dengan

kemungkinan bahwa kami akan putus. Apakah ini yang

132

kuinginkan? Sejujurnya aku tak tahu apa-apa lagi. "Apakah

kau serius?"

"Ya, kurasa begitu."

Dia mulai melangkah menjauh.

"Connor, tunggu!" aku segera mengejarnya. "Aku nggak

mau ini berakhir?"

Mendadak aku menghentikan kata-kataku. Rambut

tengkukku mulai meremang diikuti perasaan aneh yang

biasanya kita rasakan ketika ada sesuatu yang tidak beres.

"Connor!" bisikku parau, cukup keras baginya untuk

tidak hanya mendengarku tapi juga merasakan ketakutan

dalam suaraku. Sebelum aku tahu, dia telah kembali ke

sampingku, menggeram rendah dan parau.

"Apakah kau merasakannya?" tanyaku. Rasanya seperti

ketakselarasan di alam semesta?yang membuatku

terdengar seperti guru New Age atau semacamnya, tapi

aku tak tahu bagaimana lagi menjelaskannya. Hutan ini

hanya terasa tak beres.

Aku mendengar Connor menghirup udara

dalam-dalam.

"Darah," katanya pelan. "Banyak sekali. Masih hangat.

Mungkin baru saja terbunuh. Atau seseorang terluka parah."

"Seseorang? Mungkin seekor binatang."

"Sudah pasti manusia."

Perutku mual dengan pikiran siapa yang berada di sana,

terluka, dan mungkin sekarat. Aku tahu kami harus mencari

jawaban atas apa yang terjadi?dan Connor juga tahu itu.

133

Dia meraih tanganku, pertengkaran kami sepertinya

sudah terlupakan. "Apakah kau yakin akan baik-baik saja

dengan ini?"

"Tentu." Pada kenyataannya, sebenarnya aku sama sekali

tidak yakin, tapi aku tidak akan mengakuinya.

Dia melepaskan tanganku, dan aku tahu dari gerakannya

ketika dia mengangsurkan bajunya ke tanganku.

"Bagaimana kalau ini jebakan?" tanyaku.

"Itu darah manusia, Lindsey. Seseorang mungkin terluka."

Dan Connor bisa menemukan siapa dia jauh lebih cepat ketika

berwujud serigala. "Kita tidak akan bisa berkomunikasi, jadi

tetaplah berada dekat-dekat denganku. Kalau kau merasakan

bahaya, larilah secepat mungkin. Berteriaklah minta tolong

kalau perlu."

"Ya, ngerti."

Dia cepat-cepat menyapukan bibirnya ke bibirku, dan

aku hanya bisa berharap bahwa ini bukan ciuman terakhir

kami. Mungkinkah aku lebih bingung lagi? Dalam semenit

aku tidak yakin kami harus bersama dan menit berikutnya

aku berharap bahwa ciuman ini bukan yang terakhir.

Semacam aliran listrik memenuhi udara, lalu bulu-bulu

menyapu kulitku. Connor tidak terlalu sulit untuk dilihat dalam kegelapan karena warna bulunya pirang pucat,

sedikit lebih gelap daripada rambutku. Sebagai serigala dia

bisa membaca pikiranku, jadi aku memusatkan perhatian

pada tugas di hadapan kami. Aku mengelus bulunya. Saat

dia mulai berjalan sambil mengendus tanah dan udara, aku

134

menempel cukup dekat sehingga tidak akan terpisah darinya,

jari-jariku sekali-kali menyusup ke dalam bulunya.

Jadi aku sangat tahu ketika tiba-tiba dia menegakkan

bulunya seolah apa yang sedang kami cari telah ditemukannya.

Aku bisa menciumnya sekarang, bau logam yang menyengat

memenuhi udara dengan sangat tajam sampai-sampai membuatku mual. Aku bisa melihat sesosok bayangan tengkurap

di atas tanah.

Connor melolong panjang dan rendah. Entah kenapa

lolongan serigala bisa terdengar sampai begitu jauh dan

begitu efektif. Aku bisa saja menjerit karena melihat

pembunuhan berdarah ini dan sedikit yang akan mendengar

dan datang untuk menolong, tapi banyak dari kaum kami

yang bisa mendengar Connor. Mereka akan datang. Dan

dengan keberuntungan apa pun, mereka akan membawa

senter. Banyak informasi yang bisa dikomunikasikan melalui

sebuah lolongan.

Tiba-tiba saja Connor sudah tidak berbulu lagi, dan

jari-jariku menyentuh punggungnya yang hangat dan

telanjang. Dia dalam posisi berjongkok. "Dia sudah mati,"

katanya muram.

"Siapa dia?" aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Dallas. Aku mengenali baunya tadi, dan penglihatan

malamku cukup baik, jadi aku bisa melihat dia dengan

jelas sekarang."

Aku tertegun, sampai-sampai tak menyadari sentakan

pada pakaian yang sedang kupegangi. Aku melepaskan

pakaian itu. Dalam benakku menjerit, siapa yang melakukan

135

ini? Kenapa mereka melakukannya? Hanya ada satu jawaban

yang muncul dalam pikiranku: Bio-Chrome.

Connor melingkarkan lengannya padaku. Dia telah

memakai kembali celana jinsnya, tapi tidak memakai

baju. Aku bisa merasakan kehangatan kulitnya menyentuh

pipiku.
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kamu baik-baik saja?" tanyanya.

Karena dia begitu dekat, sekarang aku bisa menanyakan

jawaban yang kutakutkan. "Bagaimana dia meninggal?"

Pelukan Connor padaku semakin erat, seolah dia

memerlukan penenang sebanyak yang kubutuhkan.

"Sepertinya sesorang?atau sesuatu?mengoyak

lehernya."

136

Connor tidak memakai kausnya karena dia memakainya

untuk menutupi wajah dan bahu Dallas. Ketika Lucas, Rafe,

dan Zander, salah seorang shifter lain, datang dengan senter

untuk menerangi pemandangan mengerikan itu, aku bersyukur tidak melihat pemandangan yang lebih mengerikan

daripada kaus hunter hijau yang bernoda.

"Kamu tidak melihat siapa-siapa di sekitar sini?" tanya

Lucas.

"Tidak," jawab Connor.

Aku merasakan lenganku disentuh dan aku menoleh.

Rafe. Sulit dipercaya, betapa senangnya aku melihat

dia, mengetahui dengan pasti bahwa dia baik-baik saja.

Tatapannya perlahan menelitiku seakan ingin memastikan

bahwa tidak ada darahku yang mencemari udara.

SEPULUH

137

"Kamu baik-baik saja?" tanyanya, suaranya lebih serak

daripada biasanya, seperti suaraku ketika ketakutan.

Aku mengangguk cepat?terlalu cepat. "Ya, hanya

aku tidak apa-apa."

Lalu dia pergi dari sisiku, dan aku merasa sangat

kehilangan. Dia berlutut dan mengintip ke bawah kaus

itu. "Kelihatannya meyakinkan," kata Rafe.

Kata-katanya itu merujuk pada gigitan itu?nyata sekali,

bukan luka yang sengaja dibuat agar kelihatan seolah Dallas

telah diserang serigala.

"Kupikir kau seharusnya mengawasi dia," kata Connor,

ada kejengkelan dalam suaranya. Aku tidak yakin apakah

itu hanya karena Rafe telah melalaikan tugasnya.

"Tadinya kami mau makan burger di Sly Fox, tapi dia

mau mandi dulu. Kurasa, aku tak perlu harus menunggui

di kamarnya, maka aku menunggunya di bar saja. Ketika

dia tidak muncul juga, aku kembali ke hotel. Dia sudah

tidak ada di sana."

"Kira-kira apa yang terjadi," bisikku.

"Mungkin seseorang tahu dia hendak membantu kita?

dan tidak suka," kata Rafe dengan nada bersimpati. Aku

merasakan kekuatan tatapannya padaku dan tahu seharusnya

aku mengalihkan pandangan, tapi aku tidak bisa. "Kata

penjaga lobi seorang pria besar mencarinya."

"Salah satu tentara bayaran dari Bio-Chrome?" tanyaku

dengan suara pelan.

"Begitu dugaanku. Kalau benar, kelihatannya mereka

telah menemukan dia."

138

"Kita harus memperingatkan sheriff," kata Lucas.

"Apakah kita mau melibatkan polisi?" tanya Rafe.

"Aku tidak melihat pilihan lain. Dia bukan salah satu dari

kita. Mungkin dia punya keluarga di suatu tempat."

Sheriff Riley adalah kaum kami. Dia akan memainkan

perannya sebaik mungkin dengan tujuan untuk mencegah

timbulnya nada sumbang dan untuk memastikan penyelidik

nasional tidak mulai memunculkan cerita tentang serigala atau

manusia serigala buas yang merobek tenggorokan wisatawan

yang tidak menaruh curiga.

"Aku akan mengantar Lindsey kembali ke pondoknya,"

kata Connor.

"Oke," kata Lucas, bingung, memandangi mayat itu.

Aku tidak ingat apa-apa tentang perjalanan pulang ke

pondokku, kecuali suasana hening. Bahkan burung hantu

pun tak bersuara seakan seluruh penghuni hutan tengah

berkabung.

Sesampai di pondokku, aku membuka pintu dan

melangkah masuk. Connor mengikutiku.

Kayla sedang duduk di ranjang. Dia melemparkan

selimutnya dan bergegas menghampiriku. Entah apa yang

ditunjukkan oleh wajahku?mungkin dia melihat bahwa

semua darahku telah terkuras habis. Aku merasa seperti

mayat hidup yang berjalan. "Apa kau baik-baik saja?"

tanyanya.

Aku mulai berpikir bahwa itu pertanyaan paling tolol di

seluruh dunia. Kenapa orang-orang menanyakannya ketika

jelas-jelas aku tidak baik-baik saja?

139

"Ceritakan padanya, oke?" pintaku pada Connor. "Aku

mau mandi."

Aku masuk ke kamar mandi dan menutup pintu. Aku

memutar keran pancuran sepanas mungkin. Sekarang

musim panas dan malam hari terasa sangat dingin, tapi

aku merasa seolah baru saja berjalan melintasi tundra yang

beku. Tanpa melepaskan pakaian, aku melangkah ke bawah

pancuran, duduk di lantai, dan membiarkan air menerpaku.

Aku merasa bau darah telah memenuhi kulit dan pakaianku.

Aku menekuk kakiku dan memeluknya, menekankan

kening ke lutut dan mulai menangis.

Biasanya, aku bukanlah orang yang cengeng. Namun

Dallas tidak terlihat seperti orang jahat. Dia ingin menolong

kami. Kenapa kami tidak menyadari risiko yang diambilnya?

Kami pernah bertemu beberapa ilmuwan Bio-Chrome?

mereka hanya peduli pada satu hal dan hanya itu: mendapatkan DNA kami sampai ke akar-akarnya.

Aku mendengar pintu terbuka dan seberkas kesejukan

memasuki ruangan yang kini berembun karena uap. Aku

mungkin membuat diriku kepanasan, tapi sepertinya aku

tak mampu merasakan apa-apa.

"Lindsey?" panggil Kayla sambil sedikit menyibakkan

tirai ke samping.

"Kumohon jangan bertanya padaku apakah aku baik-baik

saja," kataku.

"Tidak." Dia mengulurkan tangan dan mematikan air.

"Ayo keringkan badanmu."

140

"Aku bisa melakukannya." Entah bagaimana aku melakukannya. Aku bersusah payah melepaskan bajuku yang

basah, mengeringkan diri, dan memakai piyama yang telah

disiapkannya di atas meja. Begitu selesai, aku meninggalkan

kamar mandi dan naik ke tempat tidurku di samping tempat

tidurnya.

"Di mana Connor?" tanyaku.

"Sudah pergi. Dia ingin kembali ke sana dan membantu

Lucas mencari tahu apa yang terjadi." Dia duduk di pinggir

tempat tidurku. "Kau mau membicarakannya?"

"Tidak."

"Ketika orangtuaku tewas terbunuh, aku tidak mau

membicarakannya," kata Kayla. "Trauma seperti itu bisa

mengacaukan pikiranmu."

"Kita hampir tidak mengenal orang itu," aku mengingatkan.

"Tapi kelihatannya dia baik." Bahkan kedengarannya bukan

aku yang berbicara. Dari mana kata-kata ini berasal?

"Connor bilang ini bukan serangan binatang yang

membabi buta. Menurutnya ini pembunuhan," kata Kayla.

"Salah satu dari kita telah menyeberang ke pihak lawan,

atau salah seorang dari Bio-Chrome telah melatih anjing

atau serigala."

"Hanya kita yang tahu kalau dia akan membantu kita,"

kataku. Tapi mau tidak mau, aku percaya kalau Bio-Chrome

terlibat.

Aku masih merasa kedinginan. Aku menyusup lebih

dalam lagi ke bawah selimut dan memandang Kayla. "Kurasa

141

kita akan menemukan jawabannya kalau kita menemukan

laboratorium Bio-Chrome itu," kataku.

"Seberapa besar kesulitan yang kita hadapi sekarang."

"Entahlah, tapi sulit bukan berarti tidak mungkin.

Setidaknya kita sudah tahu arah yang harus kita tuju."

"Kecuali kalau dia berbohong," kata Kayla pelan.

"Mungkin tugasnya adalah untuk memancing kita."

"Ya, kita tidak bisa memecahkan misteri malam ini juga.

Aku mau tidur."

"Apakah kau yakin kau?"

"Aku sungguh baik-baik saja," jawabku sebelum dia

menyelesaikan kalimatnya. Aku berbalik, memunggunginya.

Aku mendengar tempat tidurnya berderit saat dia berbaring.

Lalu lampu di tengah tempat tidur kami dipadamkan.

Aku berbaring lama sekali, kelelahan tapi tidak bisa

tidur. Aku benar-benar sadar Kayla telah menjadi sangat

tenang. Dia tidak pernah gelisah dalam tidurnya. Lalu aku

merasakan sesuatu di balik pintu?suara gemerisik, seperti

seseorang tengah melangkah ke beranda.

Aku bangkit dari tempat tidur, berjalan bertelanjang

kaki di dalam pondok, dan dengan pelan dan hati-hati aku

membuka pintu. Aku melangkah ke beranda dan menutup

pintu. Entah bagaimana aku tahu itu adalah Rafe. Aku tahu

begitu saja. Ingin aku melangkah ke dalam pelukannya,

untuk memeluk dan membiarkan dia memelukku. Aku

teringat akan pertengkaranku dengan Connor tadi. Apakah

dia bersungguh-sungguh dengan ucapannya? Apakah dia

142

benar? Apakah aku perlu menjelajahi perasaanku terhadap

Rafe ini?

"Aku tak bermaksud membangunkanmu," kata Rafe

pelan, berdiri dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam

saku celana jinsnya.

"Kau tidak membangunkanku."

"Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."

Aku merasakan air mataku merebak. "Rafe, kupikir

mungkin ini salahku sampai dia terbunuh."

"Apa? Bukan." Dia menjulurkan tangannya dan mengusap

pipiku dengan lembut. "Kalau ini karena kesalahan seseorang,

orang itu adalah aku."

"Tapi kalau saja aku tidak pergi mencari blackberry, kalau

dia tidak melihatmu dalam wujud serigala?"

Dia menyentuhkan jarinya ke bibirku agar aku tak

berkata-kata lagi, lalu menarikku ke pelukannya. Aku

merasakan kenyamanan tangannya yang mengelus

punggungku.
Full Moon Dark Guardian 2 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau saja dia menceritakan semuanya kepada kita pada

malam kita bertemu dengannya, segalanya mungkin akan

berbeda. Kita tidak pernah tahu. Segalanya berjalan sesuai

aturannya, tapi tak satu pun dari kita yang bisa mengendalikannya.

Satu-satunya yang kita tahu pasti adalah bahwa seseorang

sedang mencarinya dan sekarang dia sudah mati. Tapi kau

tidak bisa menanggung beban itu."

Aku bisa kalau aku mau, tapi aku tidak mengatakan

apa-apa karena aku tidak mau berdebat dengannya. Satu

143

malam ini aku telah mengalami cukup banyak ketegangan.

Kini, berada dalam pelukannya terasa menenangkan, sama

seperti dipijat di spa ibuku.

"Dengar, semalam?waktu aku menciummu," katanya

lirih, "aku minta maaf kalau telah membuatmu marah. Aku

hanya agak takut ketika melihat puma itu aku ingin lebih

dari sekadar memelukmu, untuk mengetahui kau baik-baik

saja. Kalau saja aku bisa langsung bicara padamu setelah

itu, mungkin akan beda jadinya, tapi apa yang kurasakan

telah berkembang?"

"Tidak apa-apa," potongku sebelum dia mengatakan

sesuatu yang akan kami sesali.

Dia mencium keningku, lalu dengan enggan, dia

melepaskan pelukannya dan melangkah mundur. "Yah,

seperti yang sudah kubilang, aku cuma mau memastikan kau

baik-baik saja sebelum aku berangkat."

"Kau mau ke mana?"

"Menemukan laboratorium itu."

Jantungku bertalu memukul dadaku. "Apakah Connor

dan Lucas pergi bersamamu?"

"Tidak, mereka sudah pergi menemui para tetua. Mereka

akan kembali besok pagi. Aku berangkat sekarang."

"Aku mau pergi bersamamu."

"Tidak, ini terlalu berbahaya."

"Rafe, aku merasa sepertinya ini salahku sehingga Dallas

meninggal, aku akan pergi sendiri mencari laboratorium itu

kalau perlu."

144

Dia menghela napas frustrasi. "Lindsey, ini bukan seperti

meninggalkan perkemahan untuk mencari blackberry."

"Aku tahu itu. Aku ingin melakukan ini."

"Connor tidak akan senang."

Connor adalah orang yang mengatakan padaku bahwa

mungkin aku perlu pergi bersama Rafe. Aku tahu ini

bukanlah apa yang ada dalam pikirannya, tapi tetap saja, dia

tidak bisa marah besar padaku. Dengan cara ini, aku bisa

membantu sekaligus menghabiskan sedikit waktu bersama

Rafe, seperti sarannya. "Aku harus melakukan ini."

Rafe terdiam, kelihatannya seperti lama sekali.

"Baiklah. Kau punya waktu sepuluh menit untuk berkemas."

Sambil mengangguk, aku kembali ke pintu.

"Lindsey?"

Aku menoleh.

"Pernahkan kau bertanya-tanya apakah ini ada gunanya?

harga yang harus kita bayar untuk merahasiakan keberadaan

kita?"

"Banyak hal yang kupertanyakan, Rafe." Terutama

tentang kau dan aku dan apakah perasaan yang kuat ini

benar-benar kurasakan untukmu. Apakah ini hanya kegilaan

atas sesuatu yang terlarang? Atau lebih dari itu?

145

Bukan hal yang mudah untuk menyelinap keluar dari

pondok ketika salah seorang teman sekamar kita baru

saja mengalami perubahan pertamanya dan indranya

menajam.

"Apa yang sedang kaulakukan?" tanya Kayla dengan

mengantuk saat dia bangkit dan duduk.

Aku tidak menyalakan lampu, tapi cahaya dari luar

menerobos masuk ke kamar kami melalui jendela yang

bertirai ketika aku berkemas. "Nggak ada. Tidurlah."

"Jelas-jelas ada sesuatu."

Setahun ini, Kayla telah menjadi sahabatku ketika

hubunganku dengan Brittany mulai menjadi sekaku

hubunganku dengan Connor. Aku tahu seseorang harus

SEBELAS

146

tahu ke mana aku pergi, dan aku bisa memercayainya. "Aku

akan pergi bersama Rafe mencari laboratorium tersembunyi

itu."

Tiba-tiba lampu kamar menyala, dan Kayla memandangku

dengan mata menyipit. "Kita masih harus memandu kelompok

lain besok."

"Mereka pengamat burung. Mereka hanya sehari di sini.

Kau bisa melakukannya tanpa aku."

Dia menyisirkan jari-jari ke rambut merahnya yang ikal

dan tebal itu sembari menggeleng. "Rafe mungkin bisa

mencari lebih cepat tanpamu, bukankah begitu?"

Dia benar; Rafe bisa lebih cepat. Akankah aku menghambatnya? Benarkah aku hanya ingin membantunya

dengan pergi secara sukarela bersamanya? Ataukah ada

sesuatu yang lebih egois daripada itu?

"Aku merasa bersalah atas apa yang menimpa Dallas. Aku

sebenarnya tidak terlalu percaya padanya, tapi mungkin dia

mati karena membocorkan informasi pada kita."

"Lindsey, ini aku. Yang sebenarnya?"

"Benar, kok. Hanya saja tidak semuanya." Aku menghela

napas dan memandang arlojiku. Aku hanya punya waktu

beberapa menit lagi, tapi aku benar-benar ingin menceritakan

semua keraguan yang kusimpan tentang pasangan takdirku.

Sambil duduk di pinggir tempat tidurku, aku berusaha

menenangkan detak jantungku. Aku belum pernah

mengungkapkan hal ini kepada siapa pun?pada diriku

sendiri pun tidak. Sungguh menakutkan menghadapi apa

147

yang sebenarnya kurasakan. "Kayla, akhir-akhir ini aku

terus-terusan memikirkan Rafe. Aku sering memimpikan

dia. Dan semalam dia menciumku."

"Dalam mimpimu?"

Aku menggeleng. "Bukan?betulan. Dan itu luar

biasa. Penuh kekuatan. Memabukkan. Aku tidak ingin

menyakiti Connor, tapi juga ingin tahu apa yang sebenarnya

kurasakan terhadap Rafe. Rasanya tidak seperti apa yang

pernah kualami sebelumnya. Dia mengisiku dengan ketakjuban

tapi sekaligus membuatku ngeri."

"Apakah kau mencintai Connor?"

Aku mendongakkan kepala dan memandangi papan di

langit-langit, membayangkan wajah Connor ada di sana.

"Aku mencintainya, tapi ."

"Tapi ?"

Aku menurunkan pandanganku dan menyambut

tatapannya. "Bagaimana rasanya mencintai Lucas?"

Dia mengerutkan alisnya. "Intens. Menyita seluruh

perhatian. Aku sama sekali tak ragu kalau dia itu

pasanganku."

"Itulah masalahku. Aku memperhatikan Connor, tapi

aku menyimpan keraguan. Dan dia tahu itu. Kami bertengkar soal itu sebelum kami menemukan Dallas. Dia ingin

aku menentang apa pun yang kurasakan terhadap Rafe, tapi

aku tidak bisa melakukannya tanpa menghabiskan waktu

bersama Rafe. Dan purnama tidak akan menungguku

sampai aku membuat keputusan. Purnama akan tiba?

148

segera?dan aku harus tahu. Mungkin beberapa hari di hutan

bersama Rafe akan membantuku menemukan jawaban

atas apa yang kurasakan terhadap mereka berdua. Dan

kami semua akan melakukan hal yang baik dalam waktu

bersamaan."

"Lindsey, ini nekat. Terlalu bahaya."

Memang?dalam banyak hal.

"Aku tahu, tapi aku harus berani ambil risiko." Bukan

hanya untuk menemukan laboratorium itu, tapi juga untuk

menemukan apa yang sebenarnya tersimpan di hatiku.

"Bagaimana kalau kau memutuskan dan itu bukan

Connor?"

Aku merasakan sakit yang menyesakkan dadaku. Aku

tak ingin menyakiti Connor. "Akankah adil buatnya kalau

aku menerima dia sebagai pasanganku, sementara aku tidak


Dewa Arak 81 Mustika Ular Emas Dewa Linglung 13 Iblis Seruling Maut Candika Dewi Penyebar Maut X I I I

Cari Blog Ini