Ceritasilat Novel Online

Low Pressure 3

Low Pressure Karya Sandra Brown Bagian 3

menyentuh tanah dengan jari kaki. "Biarkan aku turun."

Tetapi, Dent malah bergerak mendekat, menggunakan tubuhnya untuk menahan Bellamy di ayunan dan

menahan ayunan tetap melayang di atas tanah. "Apakah kau menemukan Steven? Apakah kau bisa memperingatkannya supaya mencari tempat berlindung?"

"Tidak."

"Kau yakin?"

"Tentu saja aku yakin. Itu sebabnya aku sendirian

saat mereka menemukanku di balik reruntuhan."

"Kau tidak mengejar Susan? Kau tidak melihatnya

setelah ia meninggalkan paviliun?"

"Ya dan ya."

167

"Apakah kau bersaksi tentang hal itu di bawah

sumpah?"

"Tidak perlu."

"Karena?"

"Karena tidak ada yang pernah menanyakannya

padaku. Sampai sekarang," ia berkata kesal.

"Jadi kalau kau tidak bersumpah sebaliknya, mungkin saja kau waktu itu membuntuti ia dan Allen ke

dalam hutan."

"Tapi aku tidak melakukannya."

"Tidak?"

Bellamy mengangkat dagu dengan keras kepala dan

tak mau menjawab.

Dent mengguncang rantai ayunan. "A.k.a.?" panggilnya dengan suara berirama. "Lidahmu dimakan

kucing?"

"Kenapa kau memaksa aku tentang ini?"

"Aku cuma berusaha mendapatkan kebenaran sejati."

"Aku sudah mengatakan kebenaran sejati."

"Kau tidak mengejar Susan."

"Ya."

"Aku tidak yakin."

"Sayang sekali."

"Kenapa masalah ini membuatmu ragu?"

"Tidak."

"Yeah. Ya. Bagaimana bisa? Pasti ada alasannya."

"Turunkan aku, Dent."

"Apakah kau lari menyusul Susan?"

"Tidak."

168

"Tidak?"

"Ya!"

"Bellamy?"

"Entahlah!"

Bellamy terkesiap karena kaget dan terpana mendengar pengakuannya sendiri, dan selama beberapa detik

mereka tetap terpaku, wajah hanya terpisah beberapa

sentimeter, saling menatap. Kemudian kepala Bellamy

tertunduk dan ia mengulangi dengan nelangsa, "Aku

tidak tahu. Dan itulah kebenaran sejatinya."

Dent memang menekannya supaya mendapatkan

klariikasi, namun tidak mengira jawabannya akan sepenting ini. Kalau harus mengulanginya, ia mungkin

akan menyerah lebih cepat. Tetapi sekarang, ia butuh

memahami implikasi-implikasinya yang mencemaskan.

Dilepaskannya cengkeraman pada rantai dan, dengan tangan yang sama, ditegakkannya kepala

Bellamy. Air mata mengalir di antara bintik-bintik di

tulang pipi wanita itu. Matanya basah, sangat risau,

takut.

"Aku tidak bisa mengingatnya," ia berkata parau.

"Demi Tuhan, aku sudah berusaha. Selama delapan

belas tahun aku mencoba mengisi kekosongan itu.

Tapi, rentang waktu tersebut hilang dalam ingatanku."

"Secara spesiik, apa yang kauingat?"

"Secara spesiik? Aku ingat pergi ke rumah perahu

lalu melihat Susan minum dengan teman-temannya.

Secara spesiik, aku ingat ia pulang, berdansa dengan

169

Allen Strickland, dan mempermalukan diri sendiri.

Aku ingat melihat mereka bersama-sama meninggalkan

paviliun."

Bellamy memandangnya dan berkata tanpa daya,

"Tapi rasanya seperti seperti bagian tengah jalan

raya yang terputus. Potongan-potongan waktu hilang,

aku tidak ingat apa yang kulakukan, atau apa yang

kulihat."

Ia tersedu pelan. "Kemarin aku memberitahumu

bahwa aku menulis buku itu supaya bisa membuang

dan melupakannya. Tapi, aku bohong. Aku menulisnya dengan harapan supaya ingat.

"Dan apa yang kupikir yang kutakutkan adalah ada yang membaca buku itu dan ia mengetahui

apa yang tidak kutulis. Ia tahu apa pun yang tidak

dapat kuingat itu. Dan ia tidak ingin aku mengingatnya."

170

Dent berharap bisa mengabaikan ketakutan

Bellamy, namun ia pun sampai pada kesimpulan meresahkan yang sama. Ada yang takut kisah yang berulang-ulang diceritakan kembali itu akan membongkar

kenangan yang tadinya terkunci jauh di dalam alam

bawah sadar Bellamy selama hampir dua dekade.

Bellamy sebagai anak kecil dengan ingatan sepotong-sepotong bukanlah merupakan ancaman berat

bagi individu itu. Tetapi, Bellamy sebagai wanita dewasa dengan buku yang laku keras jelas bisa mengancamnya. Kau akan menyesal sekarang terasa lebih mirip janji daripada sekadar peringatan.

Dent juga takut bahwa kenangan samar yang begitu ingin dibangkitkan lagi oleh Bellamy itu merupakan kenangan yang sebaiknya tetap tersimpan dalam

alam bawah sadarnya. Jiwa Bellamy pasti punya alasan

Bab 9

171

untuk membloknya. Bellamy mungkin nanti akan

menyesal tahu mengapa ia dilindungi dari hal itu.

Namun, Dent punya alasan-alasan egois sehingga

menginginkan wanita itu mengingat kembali semuanya, terutama demi meringankan Dent sendiri. Jadi

untuk sementara ini, ia akan menyimpan kecemasannya dan terus membantu Bellamy.

Dengan bantalan ibu jarinya, ia menghapus air

mata dari pipi wanita tersebut, lalu, menggunakan

paha untuk menahan ayunan supaya stabil, menyusupkan tangan ke ketiak Bellamy, mengangkatnya dari

bangku, dan menurunkannya ke tanah. Ia lalu menarik tangannya dengan enggan.

Dengan waspada ia memandang berkeliling. Lima

menit telah berlalu sejak sepasang kekasih itu berhenti

ciuman untuk menghirup udara. Paw-Paw dan istrinya berhenti main lempar bola dan memasukkan si

cucu ke van mereka lalu pergi. Pria usia empat puluhan yang memakai kaus tanpa lengan dan celana panjang memarkir sedan berdebunya, keluar, dan berjalan

langsung ke meja piknik, tempat ia duduk dan segera

membuka kerah dan ponselnya. Sambil berbicara di

telepon, ia memandangi para pemandu sorak, yang

melakukan koprol. Dent menduga orang itu mengatur

kedatangannya ke taman supaya pas dengan ketika

gadis-gadis itu ada di sana.

Tak ada yang tertarik pada dirinya dan Bellamy.

Ia kembali menghadap wanita itu dan bertanya,

"Siapa yang tahu soal masalah ingatanmu?"

172

Bellamy menatapnya dengan ekspresi yang mengatakan banyak hal.

Ketika menyadari apa yang tanpa kata diberitahukan wanita itu padanya, Dent ternganga. "Bercanda

kau."

"Tidak," ujar Bellamy pelan. "Cuma kau. Aku tak

pernah memberitahu siapa pun. Orangtuaku sangat

sedih karena kehilangan Susan, karena segalanya, jadi

aku tidak mau menambah beban pikiran mereka.

Waktu Moody bicara denganku, kuberitahu dia versi

yang akhirnya kutulis di buku, dan setahuku memang

itu yang benar.

"Aku mencoba mengingat. Sumpah. Tapi,

Strickland lalu ditangkap. Moody dan Rupe Collier

sangat yakin telah menyelesaikan misteri itu, jadi

rasanya tidak terlalu penting lagi kalau aku mengingat

kembali semuanya.

"Selama persidangan Strickland, aku hanya perlu

bersaksi tentang betapa sugestif ia dan Susan ketika

berdansa, dan aku dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan jujur. Aku tak bisa menuding

Strickland dan secara positif mengidentiikasinya sebagai pembunuh Susan. Tapi, aku juga tidak bisa bilang

bukan ia pelakunya. Begitu juga semua orang yang

ada di ruang sidang."

"Ia divonis hanya berdasarkan bukti tidak langsung."

"Jumlahnya banyak."

"Tapi, tidak ada bukti isik."

"DNA-nya cocok," Bellamy berargumentasi.

173

"Beberapa helai rambutnya. Di pakaian Susan juga

ada jejak ketombe si Ini dan sel kulit si Itu. Ia kan

berdansa dengan banyak orang. Ia dipenuhi DNA

dua belas orang atau lebih."

"Tapi, air liur Strickland?"

"Strickland mengaku menciumnya dengan bibir

terbuka dan bahwa ia juga mencium payudara

Susan."

"Kau bermaksud mengatakan bahwa menurutmu,

Allen Strickland membunuhnya."

"Tidak. Aku hanya mau bilang bahwa ia tebakan

terbaik Moody. Tapi, kalau Allen Strickland memang

bersalah dan dijebloskan ke Huntsville untuk merenungi dosanya selama dua puluh tahun yang panjang,

keadilan ditegakkan, bukan? Kalau begitu, mengapa

ada yang menakut-nakutimu karena membuat dunia

memperhatikan perbuatannya? Dan omong-omong

tentang" Ia merangkul bahu Bellamy dan mendekatkan wanita itu ke sisi tubuhnya ketika ia berbalik dan

melangkah menjauhi ayunan. "Aku ingin tahu siapa

laki-laki di pickup itu."

"Laki-laki apa? Di mana?"

"Jangan lihat." Ia memeluk Bellamy lebih erat supaya Bellamy tetap menghadap ke depan. "Pokoknya

jalan terus."

"Ada yang mengawasi kita?"

"Tidak bisa kupastikan. Tapi mobil yang sama lewat dua kali dalam beberapa menit terakhir. Aku

tadinya tak terlalu memikirkannya, tapi ia sekarang

lewat untuk ketiga kalinya. Ini taman yang indah,

174

tapi kurasa bukan kolam bebek atau gazebo yang

diperhatikannya. Ia bukan tipe seperti itu."

"Ia kelihatan seperti tipe apa?"

"Aku tidak bisa melihat raut mukanya, tapi mobilnya jelas-jelas menunjukkan ia bajingan tengik. Banyak stiker bumper, gambar tengkorak dan tulang

disilangkan di pelindung lumpur, ban yang menggentarkan. Aku berani taruhan uang bahwa ada rak senjata di kabin mobilnya."

"Kau memperhatikan semua itu?"

"Aku biasa memperhatikan horizon, mencari pesawat yang harus kuhindari, biasanya hanya tampak seperti titik bergerak. Pickup hampir sebesar apartemenku itu jelas gampang terlihat. Apakah kau kenal orang

yang mengemudikan mobil seperti itu?"

Bellamy memandangnya tajam.

"Sudah kukira." Dent berhenti lalu membungkuk,

seolah hendak memetik bunga, dan sambil melakukannya, ia melirik ke ujung jalan, tepat ketika pickup itu

berbelok di pojok beberapa blok dari sana. "Hilang."

Bellamy memandang ke arah yang sama, tapi sudah

terlambat untuk melihat mobil itu meskipun hanya

sekelebatan. "Bisa siapa saja."

"Memang, tapi aku sekarang gampang paranoid."
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kurasa kita berdua sama-sama paranoid."

"Buaya jangan dikadali, A.k.a. Kau menangis beberapa menit lalu. Kau ketakutan, dan memang beralasan. Kau sendiri bilang bahwa orang kita tidak ingin

kau mengingat apa yang sebetulnya terjadi."

175

"Aku bilang begitu, ya, sebab aku tahu tentang

hilangnya ingatanku. Ia tidak."

"Yang membuat ia makin nekat untuk mengetahui

apa yang akan kaulakukan, mengapa kau diam saja

selama ini."

"Kalau mengetahui informasi krusial bagi kasus ini,

aku pasti mengutarakannya selama penyelidikan waktu

itu. Aku pasti memberitahukan semua yang kulihat."

"Tidak kalau yang kaulihat membuatmu ketakutan

setengah mati." Ia menatap Bellamy dalam-dalam dan

mengatakan apa yang mungkin sebetulnya sudah diketahui Bellamy namun tak berani diakuinya, bahkan

pada diri sendiri. "Misalnya menyaksikan pembunuhan

kakakmu."

Bellamy bergidik. "Tidak."

"Mungkin ada yang mengira begitu. Aku mengira

begitu."

"Yah, kau salah. Aku pasti ingat kalau memang itu

yang terjadi."

"Oke," katanya, tidak mau menambah kekalutan

Bellamy. "Tapi, kita butuh memveriikasi semua yang

kau ingat, atau kaupikir ingat. Kita butuh orang yang

ada di sana untuk mengisi celah-celah yang kau dan

aku tidak bisa isi." Ia ragu sesaat. "Kita butuh bicara

dengan orangtuamu."

"Soal ini? Sama sekali tidak boleh, Dent."

"Mereka harus tahu."

"Aku tak mau mengungkit saat terburuk dalam

hidup mereka."

"Kau sudah melakukannya."

176

"Yah, terima kasih sudah mengingatkan aku tentang hal itu!" bentak Bellamy. "Saat mulai menulis

Low Pressure, aku tidak tahu buku itu akan diterbitkan ketika Daddy sedang berjuang mempertahankan

hidup."

"Tidak lama lagi kau yang akan berjuang mempertahankan hidupmu, dan mereka pasti ingin diberitahu."

"Kau melihat jagoan kampung naik mobil yang

dimodiikasi, seolah yang seperti itu langka di Texas.

Lalu mendadak hidupku dalam bahaya? Kau terlalu

membesar-besarkan masalah ini."

"Oh, sekarang pengingkaran. Sehat sekali."

Bellamy terpaksa membuang muka.

"Orangtuamu harus mengetahui bahaya yang mungkin terjadi."

Dengan keras kepala Bellamy menggeleng.

"Howard punya uang. Ia bisa menyewa pengawal

untukmu."

"Apakah kau sudah sinting? Aku tidak mau punya

pengawal."

Dent mengalah mengenai hal itu. "Beritahu mereka, Bellamy."

"Tidak."

"Membicarakannya dengan mereka mungkin bisa

menyegarkan ingatanmu."

"Kubilang tidak! Titik. Sudahlah."

Dent memang tidak berharap Bellamy bakal setuju,

tapi kengototan wanita itu menjengkelkan. Dent berkacak pinggang dan mengembuskan napas. "Baiklah

177

kalau begitu, Steven saja. Dan sebelum kau menyela

dengan segala alasan mengapa kita tidak akan melakukannya, dengarkan aku dulu. Kau dan dia setidaknya

berada di lokasi yang bisa dibilang sama waktu tornado menyerang, yang kebetulan sama dengan waktu

ingatanmu hilang. Dia pilihan logis berikutnya yang

sebaiknya kita ajak bicara."

Dengan segan Bellamy menggumam, "Mungkin."

"Apakah ia membantumu ketika kau menulis

buku, dengan memberitahukan fakta-fakta yang hilang?"

"Kami makan siang bersama satu kali di New

York."

Dent menunggu, mengira akan mendengar lebih

banyak, namun waktu Bellamy tidak berkata apa-apa,

ia melanjutkan, "Aku tidak tertarik pada apa yang

kau makan."

"Steven tidak terlalu berterus terang mengenai kesannya tentang Memorial Day tahun itu."

"Mengapa?"

"Ia tidak terlalu berterus terang juga mengenai hal

tersebut."

Dent mengerutkan kening.

"Jangan kautafsirkan macam-macam," kata Bellamy.

"Waktu itu mengerikan juga baginya. Sudah menjadi

masa lalu. Lewat. Terkubur. Aku tidak terlalu menyalahkannya karena tak mau membicarakannya."

"Kau bilang ia pergi ke timur waktu meninggalkan

Austin. Ke mana?"

178

"Sekarang ia di Atlanta."

"Atlanta." Dent melihat jam tangan, lalu kembali

berjalan, namun dengan langkah lebih cepat. "Kalau

bergegas, kita bisa naik penerbangan nonstop jam

setengah lima."

"Bagaimana kau bisa tahu ada?"

"Aku dulu jadi pilotnya."

Ray Strickland meluncur meninggalkan taman dan

lingkungan rumah Bellamy Price. Menurutnya, tadi

wanita itu dan Denton Carter tidak menyadari kehadirannya, dan ia memang tidak mau mereka sadar. Ia

ingin menunggu sampai dirinya siap beraksi. Lalu

barulah mereka boleh menyadari kehadirannya.

Menuruti perutnya yang keroncongan, ia mampir

di 7-Eleven di jalan akses selepas jalan raya antarnegara bagian dan membeli burrito serta Big Gulp. Ia

kembali ke mobil dan, sambil makan di balik setir,

merenungkan apa yang tadi disaksikannya dan tindakan yang harus diambilnya.

Si wanita murahan itu tidak lagi muncul di TV

berjualan buku setiap kali Ray menyalakannya. Tetapi,

apakah itu penting? Tidak juga. Menurut cara berpikir Ray, kerusakan telah terjadi pada hari buku tersebut dipasarkan. Buku itu masih beredar, dibaca ribuan

orang setiap hari.

Dengan geram ia menggigit burrito lagi.

Bellamy membuat abang Ray terkesan seperti orang

bodoh, dan pembunuh. Wanita itu harus mati kare179

nanya. Namun, karena tidak ingin mempermudahnya

bagi Bellamy, ia berencana bermain-main dulu dengan

wanita itu sebelum membunuhnya.

Ia terutama sangat menikmati masuk ke mobil

Bellamy dan mengusap-usap alas kursi kulit yang masih hangat sehabis diduduki wanita tersebut. Rasanya

hampir sama mengasyikkan dengan memilih-milih

celana dalam Bellamy di laci.

Tetapi, meskipun aksi-aksi kecil itu menyenangkan,

ia siap bertindak lebih lanjut. Ia seakan bisa mendengar Allen berbisik di telinganya, "Serang selagi besinya masih panas," dan Ray selalu mengikuti saran

Allen.

Pilot sok jagoan itu juga menjadi alasan tambahan

baginya untuk melanjutkan aksi. Ray rela menyerahkan salah satu tatonya?kecuali yang ular?demi

melihat tampang Dent Carter waktu menyaksikan apa

yang terjadi pada pesawatnya. Pria itu pasti marah

besar. Ray tidak takut padanya. Sama sekali tidak.

Tetapi, laki-laki itu komplikasi tambahan yang harus

diperhitungkan.

Ray mengamati rumah Bellamy sepanjang pagi,

dan benar saja, waktu ia pulang, Dent bersamanya.

Polisi datang dan pergi, tapi Ray tak terlalu mencemaskan hal itu. Saat berada di dalam rumah Bellamy,

ia sangat berhati-hati. Lagi pula, ia tidak pernah masuk catatan polisi. Sidik jarinya tidak pernah diambil.

Malah, selain di tempat kerja, hanya beberapa

orang yang tahu bahwa ia ada. Temannya tidak ba180

nyak. Ia berangkat kerja. Ia pulang. Ia berolahraga

dengan peralatan sendiri. Kalau berjalan-jalan, misalnya ke restoran, ke bioskop, ia selalu sendirian. Kalau

sedang ingin bicara dengan seseorang, ia berpura-pura

saja bahwa Allen bersamanya, mendengarkan, tertawa,

memberinya saran.

Ia terus mengawasi rumah Bellamy sementara berjam-jam berlalu. Ray penasaran apa yang mereka

lakukan di dalam sana. Membersihkan kekacauan

yang dibuatnya, atau berasyik-asyik? Dent-si-pejantantangguh mungkin mengincar si adik, ingin tahu bagaimana Bellamy kalau dibandingkan dengan kakaknya.

Tetapi, yang benar-benar menggusarkannya adalah

acara jalan-jalan mereka ke taman. Bellamy dan Dent

tampak begitu santai, padahal mestinya merasa terancam oleh Ray, merasa bahwa ia mengincar mereka,

meskipun mereka tidak melihatnya.

Main ayunan, ya ampun. Seperti sepasang anak

kecil yang tidak mengkhawatirkan apa-apa saja. Berbicara dengan kepala berdekatan. Bisik-bisik apa sih

mereka? Betapa menyebalkannya Allen Strickland?

Darah Ray langsung mendidih.

Ia ingin membalaskan dendam Allen, dan ia ingin

melakukannya sekarang. Tak ada lagi main manis. Ia

orang yang bicara dengan tindakan. Jean-Claude Van

Damme tidak akan menunggu. Vin Diesel tak bakal

menunda sampai besok apa yang bisa dilakukan hari

ini.

Ia menjejalkan sisa burrito ke dalam mulut, meremas bungkusnya, dan melemparkannya ke lantai mo181

bil, lalu menyesap setengah Big Gulp dengan sedotan

plastik.

Ia hampir menyalakan mesin mobil waktu ponselnya berdering. Bosnya, menelepon lagi. Hari ini sudah

sepuluh kali pria itu berusaha menghubunginya, namun Ray mengabaikan semua teleponnya sebab tahu

mengapa orang tersebut menelepon. Ia ingin tahu kenapa Ray bolos kerja tiga hari berturut-turut.

Karena ada hal-hal lebih penting yang harus dilakukan Ray Strickland, itulah sebabnya. Ia tidak harus

menjelaskan tindakannya pada siapa pun. Ia yang menentukan nasibnya sendiri.

Ray memungut telepon, berkata, "Persetan kau,"

pada caller ID, lalu mengubahnya menjadi nada getar

supaya tidak mengganggunya lagi.

Ia menghidupkan mobil, keluar dari lapangan parkir 7-Eleven, dan meluncur kembali ke daerah yang

barusan ditinggalkannya. Dikitarinya taman dua kali.

Mereka tidak lagi ada di sana. Ia menyetir menuju

rumah Bellamy, terdorong oleh amarah, tak ada rencana khusus di benaknya selain bahwa ia harus menghentikan napas Bellamy Price. Menghajar Denton

Carter brengsek itu akan jadi bonusnya. Poin tambahan. Allen pasti senang sekali.

Namun, ketika Ray berbelok ke blok Bellamy, mobil Vette itu ngebut melewatinya, hanya berupa bayangan merah kabur.

Ray hanya sempat melihat bahwa ada dua orang

di dalam.

Ia menginjak pedal gas kuat-kuat dan berputar begi182

tu ada kesempatan. Tetapi, pickup-nya bukanlah tandingan Vette dalam hal kecepatan dan kemampuan

bermanuver. Ketika Ray berhasil menuju ke arah yang

sama, Vette tersebut telah lenyap.

Begitu pesawat sudah mengudara, Bellamy berkata

pada Dent, "Aku tak habis pikir mengapa kubiarkan

kau membujukku untuk melakukan ini."

"Kelas satu?"

"Perjalanan ini."

"Sesampainya di sana, kita akan punya waktu untuk

makan malam, tidur sampai puas, menemui saudaramu
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

besok pagi-pagi, pulang. Tak sampai 24 jam."

"Selama itu aku berada terlalu jauh dari rumah.

Aku takut kondisi Daddy akan memburuk."

"Kalau kau ditelepon, kita carter jet untuk pulang."

"Kau sih gampang mengatakannya."

"Kau mampu. Kau kan kaya dan terus bertambah

kaya."

Bellamy tidak mengatakan apa-apa untuk menanggapinya. "Tapi, tidak memberitahu mereka bahwa kita

pergi terasa seperti berbohong."

Ia menelepon Olivia dalam perjalanan ke bandara

Austin dan berbicara dengan ayahnya juga. Mereka

berdua menenangkan Bellamy, mengatakan bahwa

Howard merasa nyaman, bahwa obat-obatan berhasil

mengurangi efek samping kemoterapi terbaru, dan

bahwa untuk saat ini ia baik-baik saja. Meski begitu,

183

dokter onkologi mendesaknya untuk tetap di-opname

supaya ia bisa dimonitor dengan cermat.

"Aku setuju itulah yang paling baik," Bellamy berkata pada ayahnya. "Tapi, aku rindu pada Daddy."

"Aku juga, Sayang. Aku sudah terbiasa melihatmu

hampir setiap hari."

Meskipun bersikap tegar, Howard terdengar lemah,

yang semakin menambah rasa bersalah Bellamy karena

meninggalkan Austin tanpa memberitahu mereka tentang perjalanannya untuk menemui Steven.

Karena Dent yang mengatur segalanya, mereka bisa

dibilang berlari dari taman ketika pulang ke rumah

Bellamy. Dent hanya memberinya waktu lima menit

untuk berkemas ala kadarnya lalu menggusahnya ke

mobil.

Ia ngebut di antara lalu lintas gila Austin dengan

kecepatan 100 kilometer/jam lebih, yang pasti akan

menyebabkan Bellamy sesak napas karena ketakutan

kalau ia tidak sibuk menghadapi saluran telepon pemesanan tiket pesawat yang sama gilanya.

Antrean pemeriksaan keamanan tidak pernah sepanjang atau selambat itu. Mereka sampai di pintu

boarding ketika waktu hanya tinggal beberapa menit.

Bellamy berkeras duduk di kursi dekat gang, memberitahu Dent bahwa ia tidak suka yang dekat jendela.

Kata Dent, Bellamy bisa pingsan kalau memandang

ke luar dan melihat awan.

Sejak saat itu mereka ribut terus. Sekarang Bellamy

berkata, "Kau bahkan tidak memberiku waktu untuk

memikirkannya."

184

"Kalau kaupikirkan, kau takkan ikut." Dent memandang ke sekeliling kabin kelas satu. "Mana pramugarinya?"

"Lampu pasang sabuk pengamannya belum dimatikan." Ia berbicara dengan nada datar karena pikirannya berada di tempat lain. "Laki-laki di pickup

itu?"

"Aku tidak melihatnya dengan jelas."

"Aku juga. Kau terlalu ngebut tadi. Aku hanya

sekilas melihat lengannya yang bertato, disandarkannya

di jendela pengemudi yang terbuka." Ia terdiam sejenak, lalu berkata, "Barangkali cuma kebetulan bahwa

ia melaju ke arah rumahku."

"Mungkin saja."

"Tapi, kau tidak beranggapan begitu."

"Kalau ada di suatu area di sekitar Austin, truk itu

akan pas. Tapi, di lingkunganmu, di taman kota"

Ia menggeleng. "Eh-heh. Mengapa laki-laki seperti itu

keluyuran di jalanan wilayah kulit putih? Mencari anjing pit bull-nya yang hilang?"

Omongan lain cuma akan bersifat spekulatif, jadi

percuma saja dibahas lebih lanjut. Lagi pula, keresahan Dent lama-lama menjengkelkan juga. "Kenapa sih

kau?" tanya Bellamy.

"Tidak apa-apa."

"Kau mau ke kamar mandi?"

"Tidak."

"Kalau begitu oh." Tiba-tiba Bellamy sadar

mengapa Dent begitu gelisah. "Kau tidak suka jadi

penumpang. Kau ingin jadi pilot pesawat ini."

185

"Betul sekali."

"Apakah kau masih qualiied?"

"Qualiied, ya. Tapi, tak lagi punya izin menerbangkan jet ukuran ini. Aku harus dites lagi."

"Tapi, kau bisa menerbangkannya."

"Jelas."

"Kedengarannya kau yakin sekali."

"Kau tidak bakal mau terbang bersama pilot yang

tidak yakin."

"Aku juga tidak mau terbang dengan orang yang

terlalu yakin."

Dent menatapnya beberapa lama. "Apa yang ada

dalam pikiranmu, A.k.a.?"

Bellamy ingin bertanya tentang insiden yang membuyarkan karier pria itu dalam dunia penerbangan

komersial, namun ekspresi garang Dent membuatnya

membatalkan niat. "Pramugari akan berkeliling sekarang."

"Memang sudah waktunya."

Ketika sampai di gang mereka, pramugari itu tersenyum pada Bellamy. "Senang ada Anda di pesawat

ini, Ms. Price. Saya sangat menyukai buku Anda."

"Terima kasih."

"Apakah Anda sedang tur mempromosikan

buku?"

"Tidak, saya sedang jeda."

"Jangan bikin kami terlalu lama menunggu buku

berikutnya. Mau minum?"

"Tolong Diet Coke."

Si pramugari mengulurkan tangan untuk meletak186

kan dua serbet koktail di sandaran tangan di antara

Bellamy dan Dent. "Dan untuk Anda, Sir? Minuman

yang lebih keras?"

"Anda bisa membaca pikiran saya."

"Saya memang jago soal itu."

"Saya yakin begitu," kata Dent, tersenyum perlahan

padanya. "Bourbon dengan es."

"Itu tebakan pertama saya."

"Bikinkan dobel."

"Itu tebakan kedua saya," katanya centil, lalu mundur dan mulai menyusuri gang menuju dapur.

Bellamy memandang Dent dengan alis terangkat.

Kata Dent, "Kalau tidak boleh pegang benang layangannya, aku minum saja."

"Bukan itu. Hanya" Ia memandang pramugari

seksi tadi sementara wanita itu berjalan ke dapur pesawat. "Selalu gampang ya buatmu?"

Memahami maksudnya, Dent berkata, "Merayu?

Bagimu juga gampang, kalau kau mau."

"Takkan pernah. Modalku kurang."

Dent memandang seluruh tubuhnya sekilas. "Modalmu cukup. Lebih dari cukup. Tapi kau punya

TFR?"

"TFR?"

"Temporary light restriction?pembatasan terbang

sementara?di sekeliling dirimu, yang melarang siapa

pun memasuki wilayah udaramu." Ia berputar sedikit

di kursi supaya bisa lebih jelas menatap Bellamy. "Kenapa ada penghalang?"

"Memang sifatku, kurasa."

187

"Coba lagi."

"Oke, salahkan faktor keturunan."

"Artinya?"

"Susan mewarisi semua gen bagus. Ketika aku lahir,

tak ada lagi yang tersisa."

"Omong kosong. Mau tahu pendapatku?"

"Sebetulnya, tidak."

"Menurutku, yang salah mantanmu."

Si pramugari kembali sambil membawa minuman

mereka sebelum Bellamy sempat menanggapi perkataan Dent. Pria itu sambil lalu mengucapkan terima

kasih, tapi perhatiannya tetap terpusat pada Bellamy,

yang gelisah karena dipandangi begitu. Bellamy menuangkan cola ke dalam gelas berisi es dan menyesapnya. Akhirnya, karena Dent pantang menyerah, ia

menoleh ke arah lelaki tersebut. "Kau sangat penasaran?"

"Hmm."

"Ia insinyur elektronik bermasa depan cerah di perusahaan kami. Brilian. Inovatif. Pekerja keras. Tampan

dalam caranya sendiri."

"Dengan kata lain, jelek."

"Tampan rata-rata."

"Kalau kau bilang begitu."

"Kami mulai pergi bersama setelah rapat-rapat bisnis, awalnya beramai-ramai, lalu berdua saja, kemudian berkembang jadi kencan sungguhan. Olivia dan

Daddy seratus persen menyetujui. Ia teman yang baik,

sopan, menyenangkan dalam situasi apa pun. Hubungan kami berjalan lancar. Kami tunangan saat Natal

188

dan menikah pada bulan Juni. Pernikahan indah dengan segala perniknya." Ia menunduk, memandang

sandaran tangan sekilas. "Esmu mencair."

Dent tidak menyadari hal itu sampai Bellamy

mengatakannya. Bellamy mengangkat dua botol kecil

bourbon tersebut dan menuangkannya ke gelas

Dent.

"Terima kasih."

"Sama-sama." Bellamy menyesap Coke. Dent menyesap minumannya.

Akhirnya pria itu berkata, "Kalau itu akhir ceritanya, berarti kau masih menikah dengan insinyur elektronik baik, pekerja keras, brilian yang menurutku

kedengaran membosankan setengah mati itu. Begitu

juga dengan pernikahanmu."

Bellamy menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Keadaan baik-baik saja selama beberapa

tahun. Kami serasi. Kami tak pernah bertengkar." Ia

tersenyum sayu. "Kalau kuingat-ingat, mungkin sebaiknya kami bertengkar. Kami bukan tidak bahagia."

"Tapi?"

"Tapi rasanya yang akan kami hadapi hanyalah

tahun-tahun berisi kesamaan."

"Monoton."

"Kukira anak mungkin bisa?"

"Menghilangkan kebosanan."

"Menciptakan ikatan baru yang lebih kuat di antara kami. Ia setuju. Malah, ia suka memikirkan akan

punya anak. Kami berusaha, dan dua bulan kemudian

dihadiahi dua garis pink pada alat tes kehamilan."

189

Bellamy mengangkat gelas dan menggoyang-goyang

es, tapi tidak meminumnya. "Olivia dan Daddy gembira sekali. Mereka sangat menginginkan cucu. Semua

orang senang. Kami mendiskusikan motif untuk

ruang bayi, memilih nama. Lalu?" Setelah lama terdiam, ia melanjutkan, "Pada minggu ke-10, aku keguguran."

Ia menatap gelas cola, tapi bisa merasakan pandangan Dent padanya. Akhirnya ia menengadah memandang lelaki itu dan mengangkat bahu, "Itulah akhir

segalanya. Aku dikuret. Suamiku punya pacar baru."

190

Dale Moody dengan curiga memelototi ponselnya

yang berdering, dan berdebat apakah ia mau repot-repot mengangkatnya. Setelah tiga deringan, ia mengecek nomor si penelepon. Haymaker. Yang baru-baru

ini memperingatkan bahwa Rupe Collier mencarinya.

Biasanya ada jarak berbulan-bulan di antara telepon

Haymaker. Dale tidak suka pria itu menghubunginya

lagi secepat ini.

Ia mengangkat telepon. "Ada apa, Hay?"

"Rupe Collier mengendus-endus lagi."

"Kapan?"
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siang tadi. Dan kali ini ia tidak menelepon. Ia

meluncur ke jalan masuk rumahku ketika aku menyirami halaman. Tak mungkin aku menghindar. Rambutnya sudah menipis. Di TV tidak kelihatan."

Bab 10

191

"Mau apa dia?"

"Sama seperti sebelumnya. Kau. Katanya sangat

penting?vital, itu kata yang dipakainya?bagi dia

untuk bicara denganmu sebelum besok."

"Ada apa besok?"

"Kau pernah dengar tentang EyeSpy?"

"Permainan anak-anak?"

"Tabloid."

Dale mendengarkan dengan perasaan makin kesal

saat teman lamanya mengulangi cerita Rupe tentang

kolumnis licik untuk tabloid yang dibaca banyak

orang itu. Sepertinya Dale Moody satu-satunya orang

di planet ini yang tidak membaca kolom Van Durbin

atau setidaknya familier dengan tulisannya.

"Menurut Rupe, kolom si Van Durbin ini besok

memuat tentang Low Pressure dan kisah nyata yang

mendasarinya. Ia akan mempertanyakan apakah orang

yang dipenjara itu memang pelaku kejahatannya. Ini

bikin Rupe nyaris terkencing-kencing ketakutan. Ia

menyebut kolumnis itu ular berkepala dua. Lucu juga

itu diucapkan orang selicik Rupe."

Dale tidak merasa ada yang lucu dalam urusan ini.

Malah, kalau tidak setegar dirinya, ia bakal menangis

meraung-raung.

"Begitulah," lanjut Haymaker. "Ia sangat ingin bicara denganmu sebelum si penulis dari New York itu

mencapaimu."

"Mencapaiku?"

"Aku belum memberitahumu bagian itu. Rupe bilang Van Durbin bertanya-tanya tentang kau. Ingin

192

tahu apakah Rupe mengetahui di mana kau berada,

bagaimana bisa menghubungimu. Ia punya orangorang riset yang memeriksa semua tempat yang bisa

mereka pikirkan."

"Sialan."

"Tiba-tiba kau sangat populer, Dale. Menurutku,

Rupe lebih tertarik mencegahmu bicara dengan Van

Durbin ini daripada ia bicara denganmu sendiri."

Mimpi terburuk Rupe adalah bicara dengan media

man pun tentang kasus Susan Lyston dan persidangan

Allen Strickland.

"Hay, apakah kau memberitahu dia?"

"Tidak sama sekali. Aku takkan melakukannya."

Setelah ragu sejenak, ia menambahkan, "Masalahnya

adalah Kau tahu, Dale"

"Apa?"

Mantan polisi itu mendengus kesal. "Rupe membawa surat menyangkut mobil bekas yang kubeli darinya

tahun lalu. Istriku menginginkan kendaraan itu. Aku

membencinya, tapi istriku ngotot. Bank tidak mau

meminjami kami cukup uang untuk membelinya, tapi

Rupe memberikan kemudahan sehingga kami bisa

langsung membawanya dari toko tanpa uang muka.

Bunganya gila-gilaan, tapi istriku Kau tahulah bagaimana. Lalu dua bulan setelah kami jadi pemilik mobil itu, istriku diberhentikan dari pertambangan. Aku

tidak bisa menjual?"

"Kau tidak membayar beberapa bulan dan Rupe

menggunakan itu sebagai alasan agar kau memberikan

informasi tentang aku."

193

Kebungkaman Haymaker membenarkan dugaan

Dale. Dale membuka tutup botol wiski Jack Daniel?s

di baki TV dan langsung menenggak isinya. "Berapa

lama waktu yang diberikannya?"

"Sampai jam 8 pagi."

"Ya Tuhan. Rupe pasti benar-benar takut pada si

Van Durbin."

"Sangat. Ia takut orang itu akan menghubungimu

lebih dulu daripada dia."

"Berapa utangmu padanya?"

"Dengar, Dale, jangan pikirkan soal itu. Aku takkan ?menjual? sesama polisi pada bajingan itu. Aku

memberitahumu hanya supaya kau paham seberapa

inginnya Rupe menemukanmu. Aku takkan bilang

apa-apa padanya, tapi kau harus tahu bahwa sumber

informasinya bukan cuma aku.

"Aku menduga ia menagih utang budi pada orangorang di Kepolisian Austin dan balai kota. Ada beberapa mantan rekan kita yang tidak sebaik aku padamu. Jadi anggaplah ini sebagai pemberitahuan agar

kau siap.

"Dan, Dale, Rupe mungkin juga tidak hanya akan

sekadar memelintir tangan. Saat masih bekerja di kantor Jaksa Wilayah, ia membuat banyak kesepakatan

dengan orang-orang tipe penjahat. Aku kenal salah

satu yang sekarang bekerja padanya sebagai juru sita.

Orang itu membawa gergaji mesin untuk menggertak,

dan aku tidak bercanda."

Dale mencamkan baik-baik peringatan Haymaker. Ia

memang menganggap mantan jaksa itu rela melakukan

194

segala cara untuk memperoleh apa yang diinginkannya.

"Aku berterima kasih kau memberitahu, Hay."

"Kau melindungi aku lebih dari sekali, dan aku tidak akan melupakan hal-hal seperti itu."

"Apakah kau akan baik-baik saja?"

"Maksudmu soal mobilnya? Tenang saja. Anakku

akan meminjami uang."

"Kau yakin?"

"Bajingan kecil itu selalu dengan senang hati menolong. Ia jadi punya kesempatan untuk mengingatkan

aku bahwa aku bukan pencari nafkah yang baik, sejak

dulu."

Sebelum mereka memutuskan hubungan, Haymaker

berjanji untuk meneleponnya jika ada perkembangan.

Dale melemparkan ponsel ke baki TV logam, menyalakan rokok, dan mengisapnya kuat-kuat sambil merenungi botol wiski yang telah setengah kosong.

Rupe Collier takut hidupnya akan kacau-balau.

Yah, baguslah. Sudah waktunya bangsat itu menyadari

konsekuensi-konsekuensi kesepakatan yang dibuatnya

dengan setan. Sudah 18 tahun Dale hidup bersama

konsekuensi-konsekuensi itu.

Pistol penuh peluru itu nyaris merupakan godaan

yang tak tertahankan.

Tetapi, untuk satu malam lagi, ia berhasil bertahan.

"Apa?"

"Atlanta."

195

"Texas atau GA?"

"Georgia."

Dent serasa memberitahu Gall bahwa ia pergi ke

Timbuktu di ujung dunia sana. Ia duduk di pinggir

tempat tidur hotel, siku bertumpu di paha, memandangi ujung sepatu bot. Menyadari itu postur anak

kecil yang menunggu dimarahi orangtua, ia menegakkan tubuh. "Kami pikir?"

"Kami? Siapa orang keduanya? Atau jangan-jangan

aku sudah tahu?"

"Apakah kau akan terus menyela? Karena kalau ya,

aku akan menutup telepon."

Dent bisa membayangkan mentornya menggigit

cerutu kuat-kuat dan mengerutkan kening.

"Terima kasih," kata Dent sopan, lalu melanjutkan

dengan penuh penekanan, "Bellamy dan aku mencoba

mereka ulang Memorial Day itu. Siapa melakukan

apa, dan kapan."

"Apa penyebabnya?"

Dent memberitahunya tentang Van Durbin yang

menyergap mereka dan apa isi kolomnya besok. "Tidak masalah apakah pertanyaan itu ada substansinya

atau tidak. Dengan diajukan saja sudah timbul kesan

bahwa ada yang tidak beres. Ia licik. Selalu nyengir

menyebalkan seolah ia pernah melihat ibumu telanjang. Aku bisa menghajarnya sampai babak-belur. Kau

bisa menghajarnya. Tapi, kolomnya terkenal di seluruh

negeri ini, dan, dengan sedikit mengotak-atik fakta, ia

bisa memperbaiki atau memperburuk keadaan."

"Situasinya makin lama makin bagus nih."

196

"Tepat." Dent menghela napas.

"Jadi mengapa kau melibatkan diri dalam lebih banyak masalah? Jauhi perempuan itu."

"Sudah kubilang, kami berusaha?"

"Yeah, yeah, tapi bukankah ia menceritakan detaildetail tentang hari itu dalam bukunya?"

"Ada masalah tentang itu."

Gall mendengus. "Aku tak sabar menanti. Beritahu

aku."

"Ada bagian-bagian yang hilang dalam ingatannya

tentang hari tersebut. Ia melupakan waktu-waktu tertentu." Ia menceritakan pada Gall versi singkat semua

yang diberitahukan Bellamy padanya.

Setelah ia selesai, Gall berkata, "Jadi apa yang ia

pikir diingatnya, dan apa yang ia yakin diingatnya,

bukan berarti apa yang sebetulnya terjadi?"

"Benar."

"Dan apa yang tidak diingatnya?"

"Rupanya merupakan ancaman bagi seseorang yang

menyimpan rahasia selama 18 tahun ini dan tidak

ingin rahasia itu terungkap sekarang. Yang berarti

Bellamy dalam bahaya."

Gall mengembuskan napas panjang, kehabisan napas sebelum kehabisan makian. "Yang sekali lagi menenggelamkanmu dalam masalah keluarga Lyston."

"Ini masalahku juga, Gall."

Orang tua itu tidak membantah. Bagaimana bisa?

Kasus Lyston sangat memengaruhi pandangan perusahaan penerbangan terhadap Dent setelah kecelakaan tersebut.

197

"Oke, jadi mengapa Atlanta?"

Dent menjelaskan alasan mereka pergi ke sana.

"Bellamy ingin menelepon Steven lebih dulu untuk

memberitahukan kedatangan kami, tapi kupikir serangan mendadak akan menghasilkan reaksi yang lebih jujur dari pria itu. Aku tidak mau memberinya

waktu untuk berpikir."

"Yah, itu omongan cerdas pertamamu sejak kita

memulai percakapan ini. Kapan serangan ini akan

dilakukan?"

"Besok."

"He-eh. Dan apa yang akan kalian berdua lakukan

untuk mengisi waktu antara sekarang dan saat itu?"

"Bukan urusanmu."

Gall mendengus. "Sudah kukira."

"Perkiraanmu salah."

"Tempat tidur terpisah?"

"Kamar terpisah. Puas?" Gall mengeluarkan suara

yang bisa diinterpretasikan macam-macam. Karena tak

ingin masalah ini dibahas lebih lanjut, Dent tidak

mengomentarinya. "Bagaimana dengan pesawatku?"

"Sudah sejak tadi aku bertanya-tanya kapan kau
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bakal ingat bahwa kau sendiri punya masalah besar."

Setelah adu mulut seperti itu selama beberapa menit lagi, Dent diberitahu tentang penilaian lengkap

kerusakan yang terjadi dan perkiraan lama waktu perbaikannya.

"Sementara itu, aku bakal bangkrut."

"Jangan bunuh diri dulu," kata Gall. "Aku sudah

bicara dengan orang ini."

198

Dent langsung curiga. "Orang apa?"

"Orang yang punya dana berlimpah. Ia meneleponku beberapa waktu lalu, mencari pilot pribadi."

"Tidak mau."

"Dengar dulu, Ace."

"Tidak perlu. Jawabanku, tidak."

"Ia punya pesawat luar biasa. King Air 350i amat

sangat baru. Semua yang bisa dibeli dengan uang, ada

di pesawat itu. Cantik sekali. Kau akan bercinta dengannya kalau bisa."

"Mengapa ia belum punya pilot?"

"Tadinya punya. Ia tidak suka pilot itu."

"Kenapa?"

"Ia tidak bilang."

"Pertanda buruk."

"Atau kesempatan baik untukmu."

"Kau tahu peraturan nomor satuku, Gall. Takkan

lagi aku terbang demi siapa pun kecuali diriku. Yang

jelas, aku tidak sudi jadi sopir orang kaya. Ia mungkin ingin aku pakai topi dan seragam konyol."

"Kau tidak harus jadi pilotnya seumur hidup. Hanya sampai pesawatmu selesai diperbaiki. Dan kau

bahkan belum mendengar bagian terbaiknya."

"Apa bagian terbaiknya?"

"Dalam masa jeda, untuk persentase masuk akal

dari setiap carter, ia akan mengizinkan kau memakai

King Air-nya. Apa pendapatmu?"

Dent menggigit-gigit bagian dalam pipi. "Seberapa

masuk akal persentasenya?"

"Aku minta 12. Ia bilang oke. Mungkin aku bisa

199

membuatnya setuju dengan 10. Uang bukan masalah

baginya. Ia ingin pesawatnya ditangani pilot yang bagus."

Perjanjian tersebut lebih daripada masuk akal, terutama kalau mengingat berapa yang bisa ditagihkan

Dent per jam untuk carter pesawat sekaliber itu. Tetapi, ia menahan godaan tersebut. "Aku bakal harus

selalu siap dipakainya. Juga dipakai istri dan anakanak berandalannya. Mungkin saja aku akan harus

menerbangkan anjing kecil bawelnya juga."

"Kan aku tidak bilang perjanjian ini sempurna,"

gerutu Gall. "Tapi, kau akan tetap bisa makan."

Dent benci memikirkan akan punya bos, menuruti

perintah, merelakan waktunya, hidupnya, diatur orang

lain. Tetapi, uang 2.500 dolar dari Bellamy takkan

bertahan lama. Ia bisa saja mengencangkan ikat pinggang dan tidak makan beberapa kali, namun ia kan

harus terus melunasi pinjaman kalau tidak mau pesawatnya disita bank.

"Kita bicarakan lagi nanti setelah aku kembali,"

katanya. "Begitu mendarat di Austin-Bergstrom, aku

akan datang."

"Kutunggu. Tidak seperti beberapa orang yang kukenal, aku tidak pergi begitu saja tanpa memberitahu

siapa pun."

Dent mengabaikan sindirannya dan, pada kesempatan lain, pasti langsung menutup telepon. Tetapi, masih ada yang harus dibahasnya dengan Gall. "Kolumnis ini, Rocky Van Durbin, ia ular. Tadi pagi ia tidak

tahu siapa aku, tapi sekarang pasti sudah tahu, dan ia

200

jelas akan mengorek-ngorek. Kalau ia datang untuk

bertanya-tanya?"

"Akan kutendang pantatnya."

Dent sampai nyengir mendengarnya, tidak sedetik

pun ragu bahwa Gall akan berbuat begitu, dan menikmatinya. Namun, cengirannya tak bertahan lama

karena ia harus menekankan betapa penting peringatannya yang berikutnya. "Dengar, Gall. Apakah kau

betul-betul mendengarkan? Ini serius." Ia menggambarkan truk pickup yang tadi dilihatnya. "Perasaanku

tidak enak. Mungkin saja bukan apa-apa. Tapi?"

"Tapi, kau memercayaiku nalurimu, dan begitu

juga aku."

"Kau tidak melihat truk seperti itu di sekitar rumahmu atau di dekat lapangan udara, kan?"

"Ya."

"Sumpah?"

"Buat apa aku bohong?"

"Keras kepala. Sok jago. Sangat jahat. Perlu kulanjutkan?"

"Aku tidak melihat truk seperti itu. Sumpah."

"Oke, tapi tetaplah pasang mata. Janji?"

"Aku akan berjanji, kalau kau memberitahuku sesuatu."

"Apa?"

"Apa yang kaulakukan dengannya?"

"Ya ampun, Gall, berapa kali aku harus memberitahumu?"

"Aku mendengar apa yang kaukatakan. Tapi, kalau

kau berkata jujur, dan kau tidak akan bercinta de201

ngannya karena melakukan ini, apa untungnya bagimu?"

"Kejelasan."

Setelah hening cukup lama, Gall berkata, "Cukup

adil, Ace."

Menjawab ketukan pelan, Bellamy pergi ke pintu

yang menghubungkan kamarnya dengan kamar Dent

dan menekankan telapak tangan, juga kening, ke kayu

yang sejuk itu. "Apa, Dent?"

"Ada yang ingin kutanyakan."

"Kau bisa bertanya dari balik pintu."

Bellamy agak terkejut juga bahwa Dent tidak mencecarnya tentang detail perceraiannya, tapi, setelah ia

memberitahu pria itu tentang akhir pernikahannya,

mereka memang sama-sama terdiam muram, hanya

bercakap-cakap sekadarnya selama sisa penerbangan.

Restoran ramai dan berisik tempat mereka makan

malam juga tidak kondusif untuk perbincangan intim,

jadi yang mereka bahas hanyalah hal-hal umum dan

seringan mungkin, mengingat situasinya.

Waktu mereka check in di hotel, Dent berkomentar

bahwa lebih ekonomis kalau mereka tinggal sekamar,

tapi Bellamy mengabaikan komentar itu, dan ketika

sampai di kamar-kamar yang bersebelahan tersebut,

mereka berpisah.

Lebih baik keadaan tetap seperti itu.

Tetapi, Dent mengetuk pintu lagi dan berkata,

202

"Aku harus menatap matamu ketika mengucapkan hal

yang harus kutanyakan ini."

Bellamy menghitung sampai 10 di dalam hati.

"Ayolah, A.k.a. Kau kan tinggal menjerit dan menendang pangkal pahaku kalau aku kelewatan. Tapi

aku takkan kelewatan kok."

Bellamy ragu-ragu sesaat lagi, tapi, sambil menghela

napas, ia menarik selot dan membuka pintu. "Apa?"

Dent menatap rambut Bellamy yang diikat seadanya di puncak kepala dan wajahnya yang sudah bersih. Bellamy memakai kaus longgar dan celana piama

lanel motif kotak-kotak yang menumpuk di kaki telanjangnya, yang disilangkannya dalam pose sopan.

Dent menahan tawa. "Kau tidur dalam pakaian

seperti itu?"

"Itu pertanyaanmu?"

Dent nyengir. "Bukannya tidak seksi."

"Aku memang tidak mau seksi. Aku mau yang nyaman."

Dent juga rupanya menginginkan kenyamanan. Ia

cuma memakai kaus kaki, Bellamy jadi sejajar dengan

dagunya, bukan pangkal leher. Beberapa kancing

kemeja pria itu terbuka. Bellamy berusaha tidak menatap dadanya yang kelihatan di bagian terbuka itu.

"Pertanyaanmu?"

Meraih ke balik punggung, Dent mengeluarkan sikat gigi dari saku belakang jins. "Boleh aku minta

pasta gigi?"

"Kenapa kau tidak membeli pasta gigi waktu membeli sikat gigi?"

203

"Kau punya, tidak?"

Bellamy berbalik, masuk ke kamar mandi cukup

lama untuk mengambil tube pasta gigi dari tas perlengkapan mandi, dan kembali sambil membawanya,

sadar bahwa Dent sudah melewati ambang pintu dan

masuk ke kamar. Dari jarak sepanjang lengan, ia

mengulurkan pasta gigi pada laki-laki itu. Dent mengambilnya, tapi bukannya membuka tutup tube, memencet pasta gigi ke sikat, dan pergi, ia malah

mengantongi keduanya dan bergeming.

"Aku memang butuh pasta gigi, tapi bukan itu

yang akan kutanyakan."

Bellamy bersedekap dan menunggu pria tersebut

melanjutkan.

"Apa rencana untuk besok?"

"Oh." Sesaat, kelugasan pertanyaan itu mengagetkannya. Ia tidak mengira akan ditanya tentang hal

praktis begitu. "Maxey?s sepuluh menit berkendara

dari sini. Restoran itu buka untuk makan siang sejak

jam 11.30. Menurutku, sebaiknya kita tiba sekitar

saat itu."

"Supaya Steven tidak sempat terlalu sibuk untuk

menemui kita atau menghilang dari pintu belakang."

"Kuarng-lebih begitu."

Dent mengangguk. "Rencana bagus. Mau bertemu

untuk sarapan dulu?"

"Aku minum kopi saja di kamar."

"Kau tidak sarapan?"

"Kadang-kadang ya."

"Tapi besok tidak."

204

"Dent."

"Oke. Baik. Tidak ada sarapan untukmu. Jadi

kita bertemu kapan? 11.15?"

"Persis."

"Di atas sini atau di lobi?"

"Apakah kau selalu detail begini?"

"Tentu. Pilot biasanya tidak punya kesempatan

mengulang. Pesawat bisa menggunakan autopilot, tapi

kau tidak mau pilotnya begitu, kan?"

Bellamy tahu Dent memancingnya, tapi ia menurut. "Lobi."

"Roger."

"Cuma itu? Kalau ya, sekarang sudah malam." Ia

menunjuk pintu terbuka di belakang pria itu, namun

Dent tidak memedulikan isyaratnya.

"Apakah kau bicara dengan Olivia?"

"Tidak ada perubahan."

"Baguslah."

"Kurasa begitu. Apakah kau bicara dengan Gall

mengenai pesawatmu?"

"Ia menambahkan setidaknya dua minggu lagi pada

waktu yang dibutuhkan untuk perbaikannya."

"Aku ikut prihatin."

"Yeah, aku juga."

Lalu selama beberapa detik, tidak ada yang bicara

maupun bergerak. Bellamy menelan ludah, mendengar

suaranya, dan tahu bahwa Dent mungkin mendengarnya juga. "Aku akan mohon diri sekarang, Dent."

Sekali lagi ia memberi isyarat ke arah pintu yang terbuka.
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

205

"Aku belum bertanya."

"Kau sudah beberapa kali bertanya."

"Tapi bukan pertanyaan utama."

"Aku capek. Tidak bisakah pertanyaanmu menunggu sampai besok?"

"Apakah hatimu hancur?"

Tentu saja ia tahu apa yang dimaksud Dent, dan

ia menduga lelaki itu takkan menyerah dan pergi

hingga ia menjawab. "Karena kehilangan bayiku, ya.

Sangat. Karena kehilangan suamiku, tidak. Berakhirnya pernikahan kami memang tak terelakkan. Lama

sebelum dokumen-dokumennya dibereskan, ia dan

aku sudah terpisah secara emosi.

"Rencana pernikahan keduanya diumumkan bahkan sebelum perceraian kami resmi. Ia dan mempelainya pindah ke Dallas. Aku pindah ke New York

dan mulai menulis draf bukuku. Tidak ada kehebohan, tidak ada ribut-ribut. Semua sangat sopan." Ia

berpikir sejenak, lalu menambahkan, "Seperti pernikahan kami."

Sementara ia bercerita, Dent memperkecil jarak di

antara mereka. Bellamy menghindari tatapannya yang

intens dengan menunduk, dan sekarang tahu-tahu

berhadapan dengan segi tiga menarik yang menampakkan bulu dada cokelat muda.

Dengan suara pelan, Dent berkata, "Aku ikut sedih

mengenai anakmu."

Bellamy cuma mengangguk.

Di sudut matanya, ia melihat pria itu mengangkat

tangan, dan sedetik kemudian jepit yang menahan

206

rambut Bellamy terbuka. Dent menggenggam rambut

Bellamy yang tergerai dan menyisirnya dengan jemari.

"Dent? Apa yang kaulakukan?"

"Melewati batas."

Lalu lengannya melingkari pinggang Bellamy dan

ia menunduk. Bibirnya menangkap entakan napas

kaget dari bibir Bellamy, dan kejutan karena sentuhan

itu membangkitkan kenangan jelas tentang saat pertama ia melihat Dent.

Ia dan Susan berada di drive-in Sonic. Motor Dent

berhenti di sebelah mobil mereka dan ia memandang

melewati Bellamy di kursi penumpang, menatap

Susan, yang berada di balik kemudi.

Senyum malas-malasan yang ditujukan Dent pada

kakaknya menimbulkan gelombang sensasi jauh di

dalam tubuh Bellamy yang masih berusia 12 tahun.

Ia bagai dibangunkan, dan meski tidak punya pengalaman sama sekali, ia tahu senyum itu sensual. Gelombang sensasi yang dirasakannya itu menggelitik dan

mengusiknya, tapi kekuatannya yang begitu dahsyat

membuat Bellamy takut.

Sampai sekarang pun masih.

Ia menyentuh dada pria itu dan berusaha mendorongnya.

"Kau tidak menjerit," bisik Dent di bibirnya sementara ia menyapu bibir Bellamy dengan gerakan majumundur, nyaris tidak menyentuhnya. Mula-mula.

Tetapi, waktu Bellamy tetap tidak menjerit, atau bahkan menggumamkan protes, ia memegang bagian

207

belakang kepala wanita itu, bibirnya beraksi, dan

ciumannya jadi panas.

Sebagai anak praremaja yang masih perawan, dan

sebagai wanita yang punya beberapa kekasih, Bellamy

pernah berkhayal mencium Denton Carter. Saat

Bellamy menulis buku, khususnya adegan-adegan seks

antara Dent dan Susan, bukan kakaknya yang dicium,

dibelai, dicumbu Dent dengan gairah remaja. Melainkan dirinya. Fantasi itu membangkitkan gairah

Bellamy, tapi juga membuatnya jengkel pada diri sendiri. Pasti imajinasinya melebih-lebihkan kedahsyatan

bercinta dengan Dent.

Tetapi sekarang ia sadar khayalannya ternyata tidaklah seberapa. Ciuman Dent dahsyat dan erotis. Ciumannya memuaskan. Menjanjikan lebih banyak. Dan

substansi yang dijanjikannya membuat Bellamy bergairah, mabuk, dan mendamba.

Tangan Dent bergerak ke pinggul Bellamy dan menyusup ke balik bagian pinggang piamanya yang longgar, menekan bokong, mendekatkannya, mengangkat

dan menempelkan Bellamy padanya.

"Sial," erang pria itu. "Aku tahu kau memang

menggairahkan."

Bibirnya menyusuri leher Bellamy, lalu makin turun, menyebabkan kaus Bellamy lembap di tempattempat ia mendaratkan ciuman saat bergerak menuju

payudaranya, yang begitu tegang dan lembut sehingga

Bellamy sadar ia harus menghentikan laki-laki itu.

"Dent, jangan."

Ia mendorong dada pria tersebut kuat-kuat. Tangan

208

Dent tersentak keluar dari celana piama Bellamy dan

Dent menjauh, memaki ketika punggungnya menabrak tepi pintu yang terbuka. "Apa-apaan?"

"Aku tidak mau."

"O ya?" Ia menatap payudara Bellamy yang tampak

jelas mencuat di balik bahan tipis kausnya. "Kalau

begitu tolong jelaskan?"

"Aku tidak harus menjelaskan apa pun."

"Yah, jelas harus. Sesaat kau membalas ciumanku

seolah besok kiamat dan merintih-rintih penuh gairah.

Sesaat berikutnya, kau mendorongku ke pintu. Maaf

kalau aku jadi bingung."

"Yah, jangan sampai kita membuatmu bingung,

bukan? Aku tidak mau berhubungan seks denganmu.

Apakah itu cukup jelas?"

Tubuh Dent bergoyang sedikit, seolah ia murka,

nyaris mengamuk. Bellamy sampai mengerut waktu

laki-laki itu menarik tube pasta gigi dari saku dan

melemparkannya ke tempat tidur. "Aku bohong. Aku

tidak butuh apa-apa darimu."

Ia lalu mundur ke kamarnya dan membanting pintu penghubung.

209

Waktu Bellamy keluar lift dan melangkah ke lobi

hotel beberapa menit sebelum waktu yang disepakati,

ia melihat Dent duduk di kursi santai, membaca koran bagian olahraga. Pria itu berdiri ketika ia mendekat. "Braves kalah tadi malam."

"Aku tidak mengikuti bisbol sebelum World

Series."

"Lalu ada ini." Ia menyerahkan EyeSpy edisi hari

itu. "Tajuk beritanya sudah menjelaskan segalanya.

Dalam artikel itu, aku ?orang asing kasar dan tampan

yang belakangan diketahui bernama Denton Carter?,

pacar kakakmu yang terbunuh."

Dengan perasaan tidak keruan, Bellamy mengamati

halaman depan, yang didominasi kolom Van Durbin.

Teksnya disertai foto dirinya dan Dent. Ia sadar foto

Bab 11

210

itu diambil kemarin di luar Lyston Electronics. "Fotografernya bersembunyi dan menggunakan lensa tele."

"Bukan sisi terbaikku," ujar Dent, meneliti foto

kabur itu. "Tapi, fotomu lumayan bagus."

Bellamy menjejalkan koran itu ke dalam tas sandang. "Aku tidak bisa membacanya sekarang, bisa

muntah."

Lalu lintas di sepanjang Peachtree Street padat

merayap karena ada galian. Mereka terjebak di perempatan, antre sampai lampu lalu lintas berganti tiga

kali. Dent memaki pelan dan ujung jemarinya mengetuk-ngetuk pelan kemudi. Kemeja chambray yang kemarin telah diganti dengan bahan oxford, warnanya

mirip dengan warna hijau lumut mata pria itu. Kemejanya dimasukkan ke celana. Jinsnya berikat pinggang.

"Di mana kau membeli kemeja dan ikat pinggang

itu?" tanya Bellamy.

"Toko Ralph Lauren di mal seberang hotel. Aku sudah di sana sebelum tokonya buka. Sialan! Kalau si

tolol itu mau maju ke perempatan untuk belok ke

kiri" Ia mengakhiri ucapannya dengan serentetan

makian, lalu sekali lagi lampu lalu lintas berubah jadi

merah sebelum mereka sempat melewati perempatan.

"Kau marah bukan pada lalu lintas atau pengemudi

lain. Kau marah padaku."

Dent menoleh padanya.

"Kunjungan ke Steven ini bisa terasa canggung.

Jangan sampai kau memperburuk suasana dengan

cemberut karena apa yang terjadi, atau tidak terjadi,

211

tadi malam. Nah. Sudah kuutarakan. Jangan jadikan

peristiwa itu kutil menjijikkan yang ada tapi semua

orang pura-pura tidak melihatnya."

"Jangan sok, A.k.a. Aku meminta, kau?"

"Lucu. Aku kok tidak ingat kau meminta."

"Mungkin tidak menggunakan banyak kata, tapi,

supaya kau tahu saja, dalam pelukan sangat erat, ketika lidah si pria beraksi saat menciummu dan tangannya di bokongmu, bisa dipastikan apa yang ada dalam pikirannya. Aku meminta, kau menolak." Ia

mengangkat bahu dengan gaya sangat tidak acuh dan

mengembalikan perhatiannya ke jalanan. Diangkatnya

kaki dari pedal rem. Mobil meluncur maju beberapa

meter dan ia harus mengerem lagi.

"Mestinya kau tahu untuk tidak mencoba," kata

Bellamy. "Kau yang bilang soal TFR-ku. Tapi larangan

itu tidak sementara. Aku tidak terlalu bisa berurusan

dengan pria dalam hal itu. Sejak dulu."

"Yah, berarti ada masalah komunikasi di antara

kita."

"Mengapa?"

"Karena ?hal itu? adalah satu-satunya cara aku berurusan dengan wanita."

Mereka menunggu dalam keheningan menyesakkan

sementara lampu lalu lintas berubah warna lagi. Kemudian Dent berkata dengan suara pelan, "Tapi, satu

hal. Tentang anakmu, bayimu bahwa sayang sekali

kau kehilangan dia?"

Bellamy menoleh untuk menatapnya.

"Aku bersungguh-sungguh. Aku tidak ingin kau

212

mengira aku mengatakannya hanya untuk melunakkanmu." Dent meliriknya sebentar. "Aku mungkin

memang bajingan, tapi tidak separah itu."

Maxey?s sudah ramai waktu mereka tiba. Hostess-nya,

mengenakan gaun hitam pendek dan sepatu berhak

10 sentimeter, bertubuh sangat kurus, berambut pirang platinum. Bellamy seolah tak ada, karena mata

biru muda wanita itu terpaku pada Dent. Dengan

suara mendesah semanis madu, ia bertanya apakah

Dent sudah memesan tempat.

"Kami cuma mau minum," Dent memberitahunya.

Begitu duduk di bangku yang tampak terlalu rapuh

untuk menyangga orang dewasa, mereka memesan es

teh berhias daun mint. Setelah minuman datang,

Dent berkata, "Minum pelan-pelan. Itu teh seharga

delapan dolar segelas. Entah berapa harga burger keju

di sini." Ia kemudian memandang berkeliling ruang

jamuan, dengan meja-meja bertaplak kain dan anggrek krem pucat di tengahnya, dan menambahkan,

"Kalau mereka punya burger keju."

"Itu dia."

Bellamy melihat saudara tirinya, yang membungkuk

di atas meja untuk menyalami dua tamu. Waktu masih kecil, Steven tampan tapi muram. Ia tumbuh

menjadi pria yang sangat menarik. Rambut warna

gelapnya disisir ke belakang dari keningnya yang tinggi dan dibiarkan tergerai hampir sebahu dalam ikal213

ikal halus dengan gaya berkesan Eropa. Ia mengenakan setelan jas hitam dengan kemeja sutra putih yang

tampak serasi dengan senyumnya ketika ia bergerak

dari meja ke meja untuk menyapa para tamu.

"Maaf? Apakah kau Bellamy, saudara tiri Steven?"
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bellamy berputar ke arah pria yang menegurnya

dari balik bar. Orang itu berambut kecokelatan dan

senyumnya ramah.

"Sudah kuduga," katanya. "Aku mengenalimu dari

televisi." Ia mengulurkan tangan. "Aku William

Stroud, salah satu pemilik restoran ini."

"Senang berjumpa denganmu." Ia memperkenalkan

Dent. Kedua lelaki itu bersalaman.

"Apakah Steven tahu kau ada di sini?" tanya

William.

"Aku ingin bikin kejutan."

William tetap tersenyum, namun Bellamy menyadari ada kilau tidak suka di matanya. "Ia pasti ingin

kalian mendapat meja terbaik. Tinggalkan minuman

kalian. Nanti kuantarkan."

Ia keluar dari ujung bar dan membawa mereka ke

bilik pojok di sisi jauh ruang jamuan. "Steven kadang

duduk di sini karena bisa melihat seluruh ruangan.

Akan kupanggilkan dia."

Bellamy memandangi ketika William Stroud berjalan di antara meja-meja dan berbicara pada Steven. Ia

baru mengucapkan beberapa patah kata ketika Steven

cepat-cepat melihat ke arah mereka. Matanya berbinar

sebentar waktu melihat Dent, lalu fokus pada Bellamy

dan terus menatapnya ketika ia mengatakan sesuatu

214

pada William, yang mengangguk dan kembali ke bar.

Steven lalu melangkah mendatangi bilik.

"Ia tidak tampak terlalu kaget melihat kita," gumam Dent. "Atau senang."

Bellamy, sebaliknya, senang sekali bertemu Steven.

Ia keluar dari bilik dan menunggu untuk memeluk

Steven ketika pria itu sampai di tempatnya. Ia memeluk Steven erat-erat dan terus memeluknya bahkan

ketika merasa saudaranya itu menjauh.

Ia sudah menyayangi Steven sejak hari Olivia memperkenalkannya pada kedua calon saudari tirinya. Ia

dan Steven langsung akrab dan tetap berteman baik

sampai terjadi peristiwa yang mengguncangkan hidup

mereka semua itu. Persahabatan mereka, walaupun

kuat sebelum kematian Susan, tidak sanggup menghadapi tekanan tragedi tersebut. Kesedihan yang menyelimuti keluarga, dan setiap anggotanya, bertahan selama persidangan Allen Strickland dan sesudahnya.

Steven lalu merencanakan pergi begitu lulus SMA.

Ketika ia pindah untuk kuliah, Bellamy sangat sedih, merasa bahwa kepergiannya untuk selamanya dan

bahwa perpisahan mereka bukan cuma masalah geograis. Sedihnya, irasatnya terbukti benar.

Ia menggenggam kedua tangan Steven. "Senang

sekali bertemu denganmu. Aku rindu."

"Howard?"

"Tidak, tidak, bukan karena itu kami datang," katanya, cepat-cepat menghapus kekhawatiran Steven.

"Prognosisnya tidak bagus, tapi ia masih bersama

kita."

215

"Ia menjungkirbalikkan perkiraan orang dengan

bertahan hidup selama ini."

"Ia tidak mau meninggalkan Olivia," kata Bellamy,

dan Steven mengangguk serius untuk menyetujuinya.

Bellamy memberi tanda ke arah Dent. "Kau ingat

Denton Carter."

"Tentu saja."

Dengan keengganan yang terlihat jelas, kedua pria

itu bersalaman. "Tempat yang keren," puji Dent.

"Terima kasih."

Bellamy menarik lengan jas Steven. "Bisakah kau

duduk sebentar bersama kami?"

Steven menoleh ke belakang, seolah mencari alasan

masuk akal untuk menolak, atau mungkin mencari

penyelamat, tapi waktu berbalik lagi, ia berkata, "Aku

bisa meluangkan beberapa menit."

Ia masuk ke bilik, duduk di samping Bellamy dan

di seberang Dent, tangannya dilipat di meja, dan memandang mereka bergantian. "Biar kutebak. Kalian di

sini karena kolom hari ini di koran gosip itu. Aku

berpikir?berharap?kita sekarang bukan berita

lagi."

"Aku juga berharap begitu," kata Bellamy. Steven

langsung ke pokok permasalahan, tanpa basa-basi,

tanpa menanyakan kabar, yang membuat Bellamy sangat sedih, tapi ia harus menghadapi kegusaran saudaranya itu. "Aku berusaha bersembunyi di balik nama

samaran, Steven. Aku ingin tetap anonim dan tak

mau siapa pun tahu bahwa buku itu ditulis berdasarkan pembunuhan Susan."

216

"Selama berhari-hari setelah identitasmu ketahuan,

aku harus menghindar dari pers. Van Durbin mengirim orang untuk mewawancaraiku. Aku menolak,

tentu saja. Semua kembali tenang waktu kau pulang

ke Texas. Lalu pagi ini"

"Aku tahu. Maafkan aku."

"Yah," katanya, sambil mengusap keningnya yang

berkerut, "bagaimanapun, kuucapkan selamat atas kesuksesanmu. Aku turut senang soal itu. Sungguh."

"Hanya saja kau berharap aku sukses tanpa mengorbankanmu."

"Aku tidak akan membantahnya, Bellamy. Aku lebih suka tidak jadi tokoh dalam kisahmu atau ketahuan bahwa kita berhubungan."

Bellamy memandang ruang jamuan yang ramai.

"Kelihatannya bisnismu tidak terpengaruh."

"Ya, harus kukatakan restoranku baik-baik saja."

"Kau harus diberi selamat juga karena sukses. Tiga

restoran sekarang, dan semua dipuji kritikus makanan."

"Kemitraan yang bagus. William mengurus dapur

dan bar. Aku menangani masalah bisnis dan pelatihan

servis."

"Pembagian kerja yang berhasil." Bellamy tersenyum pada William ketika pria itu mendatangi bilik

sambil membawa minuman di baki.

William meletakkan segelas teh di hadapan mereka

masing-masing. "Aku bisa membawakan minuman

lain kalau kalian mau. Bloody Mary? Anggur? Hidangan pembuka?"

217

"Ini sudah cukup, terima kasih," sahut Bellamy.

"Terima kasih juga karena telah meminjamkan Steven

sebentar."

"Sama-sama."

Ia meletakkan tangan di bahu Steven dan berbicara

langsung padanya. "Kalau kau butuh sesuatu, aku ada

di bar." Ia meremas bahu Steven sebelum pergi.

Steven memandangi Bellamy menatap William ketika laki-laki itu menjauh dan berjalan kembali ke bar.

Ketika tatapan paham saudari tirinya itu kembali

padanya, ia berkata, "Ya, sebagai jawaban atas pertanyaan yang tidak kauucapkan karena terlalu sopan

atau terlalu tidak suka. William dan aku lebih daripada rekan bisnis."

"Sudah berapa lama kalian bersama?"

"Malam Tahun Baru lalu kami merayakan hari jadi

ke-10."

"Sepuluh tahun?" Bellamy takjub. "Aku cuma tidak

suka karena tak diberitahu. Kenapa kau tidak mengabari aku?"

"Apa pentingnya?"

Kelugasan Steven amat menyakiti hatinya. Apakah

masa-masa mereka tertawa bersama dan berbincangbincang, masa-masa Steven membelanya saat berhadapan dengan Susan dan sebaliknya?apakah berbagai

pengalaman yang mereka lalui bersama itu tak berarti

bagi Steven?

Ketika Bellamy hampir tidak lulus ujian aljabar,

Steven-lah yang meyakinkannya bahwa ujian itu bukan penentu hidupnya, tapi ia lalu melatih Bellamy

218

sehingga bisa memperoleh nilai minimal untuk lulus.

Steven-lah yang berkeras bahwa kawat gigi Bellamy

tidak mencolok dan bahwa jerawatnya pasti akan hilang. Setiap kali Bellamy tidak percaya diri, Steven

mengatakan suatu hari nanti Bellamy akan jadi gadis

cantik dan masa depannya akan cerah. Bahkan lebih

cerah daripada Susan.

Ia menganggap Steven lebih sebagai saudara kandung daripada tiri, dan mengira pria itu merasakan

hal yang sama terhadapnya. Namun, Steven menyingkirkan Bellamy dari hidupnya dengan efektif dan

total. Bellamy ternyata bukan apa-apa baginya, dan

menyadari hal itu amat sangat menyakitkan.

"Kau penting, Steven," katanya, suaranya serak karena emosi. "Kau, hidupmu, orang-orang yang kausayangi penting bagiku."

Steven tampak malu. "Cobalah mengerti. Ketika

pergi dari Austin, aku harus meninggalkan segalanya.

Cuma itu cara agar aku bisa bertahan hidup. Aku

harus punya kehidupan untuk diriku sendiri, yang

terbebas dari kehidupan lamaku. Kalau kubawa aspek

apa pun dari kehidupan itu, kau sekalipun, aku akan

tetap terbelenggu. Aku harus memutuskan hubungan

secara total. Tak ada keterikatan. Selain Ibu, dan aku

pun menjaga jarak darinya."

"Itu sebabnya kau selalu mengelak setiap kali aku

mencoba bertemu denganmu di New York."

"Kau mengingatkanku pada tahun-tahun terburuk

dalam hidupku. Sampai sekarang pun."

"Dan kau masih tahi kucing."

219

Steven menatap tajam Dent, yang berbicara untuk

pertama kalinya sejak mereka bersalaman ala kadarnya.

"Kau dulu anak cengeng serta egois, dan sejauh ini

kulihat tak ada perubahan."

"Dent!" Bellamy berbisik keras.

Namun, Dent belum selesai. "Ia bersusah payah

datang ke sini. Kau setidaknya bisa berpura-pura senang bertemu dengannya."

Ketika Bellamy akan berbicara lagi, Steven mengangkat tangan. "Tidak apa-apa, Bellamy. Ia benar.

Aku memang tahi kucing. Itu taktik bertahan hidup.

Tidak kumaksudkan untuk menyakiti hatimu." Ia

tersenyum sendu saat mengulurkan tangan dan membelai pipi mulus Bellamy, dan, seakan membaca pikiran Bellamy beberapa saat lalu, bergumam, "Persis seperti ramalanku. Si anak itik buruk rupa telah

berubah menjadi angsa."

Kemudian ia menurunkan tangan, dan kilau sayang

yang dilihat Bellamy di matanya pun memudar. "Butuh waktu, terapi, dan tekad, tapi akhirnya aku berhasil menata ulang diriku. Aku puas dengan kehidupan

yang kubuat. Tapi, sekarang bukumu dan kehebohan

yang ditimbulkannya membawa kembali semua yang

kutinggalkan. Sekali lagi, aku menjadi anak kurus ketakutan yang dicecar polisi itu."

"Dale Moody?" tanya Bellamy.

"Tubuh besar. Dada bidang. Suara parau. Ia menanyaiku beberapa kali. Interogasinya tidak menghasilkan

220

apa pun, tapi jadi tersangka, biarpun cuma sebentar,

merusak hidupku."

"Dent juga bilang begitu."

Steven menoleh pada Dent, memandangnya lekatlekat. "Maafkan rasa ingin tahuku. Hubungan antara

kau dan keluargaku tidak bisa dibilang baik, tapi ternyata kau di Atlanta sini bersama Bellamy. Mengapa?"

Bellamy bicara sebelum Dent sempat buka mulut.

"Aku mencarter pesawat yang dipiloti Dent dengan

harapan bisa memperbaiki hubungan."

"Tidak berhasil. Malah, Ibu sangat gusar karena

melihat dia."

"Ya, aku tahu."

"Jadi kenapa ia di sini bersamamu sekarang?"

Setelah lama ragu-ragu, Bellamy menjawab, "Ada

yang menggangguku selama berminggu-minggu. Aku

perlu tahu siapa dan mengapa."
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia menceritakan semua yang telah terjadi pada

Steven dan mengakhirinya dengan mengatakan, "Aku

belum memberitahu Olivia atau Daddy. Tolong jangan kau sebut-sebut, sebab kita tidak perlu menambah kekhawatiran mereka. Tapi, kami?Dent dan

aku?berpendapat vandalisme yang dilakukan terhadap rumahku dan pesawatnya bukanlah tindakan acak

atau kebetulan. Siapa pun yang melakukannya entah

bagaimana terhubung dengan Memorial Day itu."

Steven mengerutkan kening dengan skeptis. "Hubungannya agak jauh, bukan?"

"Tak ada lagi persamaan antara Dent dan aku."

221

Steven lama memandangi mereka satu per satu.

"Aku terhubung dengan hari itu. Apakah kau datang

untuk menuduhku menulis ancaman di dinding kamarmu?"

"Tentu saja tidak." Bellamy meraih tangannya.

"Aku berharap kau bisa menceritakan kenangan dan

kesanmu tentang hari itu."

"Sampai mana? Kau kan sudah menulis buku tentang itu."

Dent tertawa mengejek mendengar komentar masam tersebut. Bellamy mengabaikannya. Ia memutuskan bahwa, untuk saat ini, ia takkan memberitahu

siapa pun tentang ingatannya yang hilang menyangkut

saat-saat tertentu. Tetapi, Steven harus mengisi beberapa kekosongan itu. "Maukah kau menjawab beberapa pertanyaan?"

Steven tampak jengkel. "Apa gunanya membahas

masalah itu?"

"Penuhilah permintaanku. Kumohon."

Steven mempertimbangkannya beberapa saat, lalu

mengangguk cepat.

Bellamy tidak buang-buang waktu. "Tidak lama

sebelum tornado, kau meninggalkan paviliun dan pergi ke rumah perahu."

Anggukan singkat lagi.

"Mengapa? Mengapa kau pergi ke rumah perahu?"

"Untuk cari bir."

"Bir? Kau kan benci bir. Kau memberitahuku pernah mencicipinya saat pesta dan membenci rasanya."

222

Steven mengangkat bahu. "Aku ingin mencobanya

lagi. Beredar kabar bahwa ada yang menyelundupkan

bir ke rumah perahu. Aku pergi untuk memeriksanya,

tapi tak ada siapa-siapa di sana. Hanya setumpuk kaleng. Aku dalam perjalanan kembali ke paviliun waktu seseorang melihat awan badai dan semua langsung

menjerit-jerit. Aku lebih dekat ke rumah perahu, jadi

aku lari kembali dan berlindung di sana."

Bellamy mengangguk tanpa sadar. "Waktu aku menyusulmu?"

"Waktu kau menyusulku?"

"Untuk memperingatkan tentang badai yang akan

datang."

"O ya?"

Reaksi saudaranya itu membingungkan Bellamy.

"Kenapa kau terkejut? Kalau kau membaca?"

"Aku membacanya. Tapi, kukira kau menceritakannya hanya untuk kejelasan naratif."

"Bukan begitu yang kauingat?"

"Setelah pergi dari paviliun, aku tidak melihatmu

lagi sampai kau diselamatkan dari reruntuhan rumah

perahu."

"Kau tidak melihatku di sana sebelumnya?"

Steven mengangguk. "Aku sama sekali tidak tahu

bagaimana kau bisa sampai di sana."

Bellamy melirik Dent. Pria itu memandangnya,

sebelah alis terangkat. Berpaling kembali pada Steven,

Bellamy berkata, "Setelah tornado lewat, kau berhasil

keluar dari bawah puing-puing."

"Aku mujur sekali karena tidak tertimpa dinding

223

roboh. Tapi, bagian rumah perahu yang itu memang

roboh ke luar, bukan ke dalam. Aku luka-luka dan

ketakutan, tapi tidak mengalami cedera serius. Aku

berhasil merayap ke luar reruntuhan dan kembali ke

paviliun. Howard dan Mom memelukku erat-erat.

Tapi, tentu saja mereka juga panik mencari Susan dan

kau."

Cerita Steven tentang kejadian setelah badai sama

dengan cerita Dent, jadi Bellamy tidak berlama-lama

membicarakannya. "Kenapa Detektif Moody menanyaimu?"

"Karena aura seksual kejahatan itu. Ia menginterogasi semua lelaki yang sudah akil balig, terutama yang

dekat dengan Susan. Pacarnya," ia berkata, mengangguk ke arah Dent. "Aku saudara tirinya, tapi tidak

dikecualikan. Bahkan Howard juga ditanyai."

Bellamy terperangah. "Daddy ditanyai? Kau tak

mungkin serius."

"Aku yakin Ibu dan Howard menyembunyikan fakta itu darimu untuk melindungimu, karena implikasinya yang meresahkan."

"Bukan meresahkan, menjijikkan."

Steven menunduk dan menyusuri pola tenunan

taplak meja putih dengan ujung jari. "Moody tidak

terlalu keliru."

Kata-kata yang diucapkannya dengan suara pelan

tersebut efeknya seperti batu bata runtuh. Bellamy

begitu syok sehingga membisu. Dent juga tidak berkata apa-apa, melainkan menumpukan siku di meja

dan mengatupkan tangan di mulut serta dagu. Steven

224

pasti merasakan tekanan tatapan tajamnya, sebab ketika berhenti memandangi taplak meja, Dent-lah yang

diajaknya bicara.

"Aku tidak perlu memberitahumu ia seperti apa,

kan? Kau tahu sendiri bahwa gairah seks Susan berlebihan. Pasti sangat menyenangkan bagimu. Tapi, bagi

adik tiri yang sedang bingung tentang identitas seksualnya, Susan bagai mimpi buruk yang jahat."

Bellamy menelan ludah dengan susah payah dan

berkata serak, "Apakah kau bermaksud memberitahu

kami bahwa kau dan Susan"

"Tidak," jawab Steven sambil menggeleng tegas.

"Tidak pernah mencapai grand inale. Tapi, bukan

berarti ia tidak berusaha. Kenyataannya, ia mendapat

kepuasan dengan menyiksaku."

"Dengan melakukan apa?"

"Kau yakin mau mendengar ini, Bellamy? Kisahnya

buruk."

"Kurasa aku harus mendengarnya."

"Baiklah." Ia menarik napas. "Susan sering menyelinap ke kamarku malam-malam. Dua, tiga kali seminggu. Kadang lebih."

"Kapan ini mulai terjadi?"

"Pada hari pernikahan Ibu dan Howard."

Bellamy terkesiap tak percaya.

"Ia berbaring di sampingku, menggosok-gosokkan

tubuh padaku, bicara kotor, menggambarkan padaku

semua hal yang bisa kami lakukan kalau saja aku tidak begitu takut ketahuan. Ia membuka bajunya dan

menantangku menyentuhnya."

225

Ia mendengus memarahi diri sendiri. "Kadang-kadang aku ingin melakukannya, karena saat itu aku

berjuang menerima kenyataan bahwa aku gay. Pada

titik itu dalam hidupku, aku sangat ingin membantah

kenyataan tersebut. Namun, sejujurnya, semakin keras

ia berusaha memikatku, semakin jijik aku padanya."

"Apakah ia tahu kau gay?"

"Mungkin. Barangkali. Yang membuat siksaannya

terasa makin menyenangkan baginya. Aku begitu benci padanya sehingga tidak tahan melihat atau mencium baunya dan aku tidak merahasiakan kebencianku. Ia malah makin agresif dan berani.

"Ia pernah masuk ke bilik pancuran bersamaku

dan bilang bahwa ada Ibu persis di seberang koridor.

Katanya, kalau aku sampai bersuara, dan Ibu memergoki kami, ia akan memberitahu Ibu dan Howard

bahwa aku memaksanya melakukan oral seks setiap

malam. Aku tahu ia bisa menangis dibuat-buat dan

mampu meyakinkan mereka tentang apa pun."

Ia menatap tajam Bellamy. "Aku minta maaf karena jadi orang yang menghancurkan delusimu tentang

keluarga sempurna kita, tapi mungkin memang sudah

waktunya kau tahu yang sebenarnya tentang almarhumah kakak kita tersayang."

"Seharusnya kau memberitahu aku."

"Supaya kau bisa menuliskannya di buku, membuatnya makin panas?"

Bellamy meringis seolah ditampar. "Aku tidak pantas kaubegitukan, Steven."

226

Steven tampaknya setuju, karena ia mengembuskan

napas dalam-dalam. "Maaf. Ucapanku tidak sopan."

"Kenapa kau tidak memberitahuku waktu itu? Aku

pasti di pihakmu kalau sampai terjadi apa-apa."

"Aku tidak mau terjadi apa-apa. Aku tidak ingin

ada yang tahu, tapi terutama kau. Kau begitu berbeda

darinya. Polos. Manis. Sang juru damai. Dan kau

sahabatku. Aku takut hal itu akan berubah kalau kau

tahu tentang aku dan Susan."

"Tak akan."

"Mungkin," katanya, tetap ragu. "Tapi, apa pun,

aku malu."

"Kau tidak berbuat salah."

"Ada saat-saat ketika tubuhku menanggapi Susan

meski aku sebenarnya tak mau, ketika aku tidak bisa

mengontrol ereksiku. Aku sedikit pun tidak bernafsu

padanya, tapi aku cuma remaja laki-laki dengan hormon bergolak dan tidak punya penyaluran lain. Susan

menyentuhku, aku meledak, dan ia menertawakan

perasaan maluku. Sebetulnya," ia menambahkan setelah berpikir, "aku heran ia tidak pernah menyombongkan diri padamu tentang apa yang terjadi. Ia iri padamu. Apakah kau tahu itu?"

"Mustahil."

"Benar. Ia iri pada hubungan istimewa antara kau

dan Howard. Kau anak emas Howard, dan ia mengetahuinya. Ia juga kesal bahwa waktu aku bergabung

dalam keluarga kita, kau dan aku menjalin hubungan

persaudaraan yang tidak pernah ada di antara aku dan

dia, juga tidak kuinginkan. Bukannya Susan meng227

inginkan persahabatanku, ia hanya tidak mau jadi

nomor dua dalam hal apa pun."

Ia memandang Dent lagi. "Kau bukan pacarnya

satu-satunya. Ia memberitahuku tentang semua cowok

yang ?diterimanya? di balik punggungmu. Ia perempuan murahan yang mau dengan siapa saja. Cocoklah

bahwa ia mati dicekik dengan celana dalamnya sendiri."

"Steven, kumohon," bisik Bellamy.

"Kau mau mendengar ini; kau akan mendengar

semuanya," balasnya sengit. "Pada suatu hari Minggu

saat acara makan malam keluarga, Susan menyerahkan

celana dalamnya padaku di kolong meja. Aku duduk

di antara dia serta Howard, dan ia meraih tanganku

lalu meletakkan celana dalamnya di tanganku. Aku

jadi begitu resah karena ketakutan dan malu sehingga

rasanya hampir pingsan. Dan sepanjang acara makan

malam itu, Susan tersenyum licik dan penuh kemenangan khas dirinya.

"Seperti itulah lelucon menghina yang suka ia lakukan. Banyak lagi perbuatannya yang mirip. Aku bisa

menceritakannya tanpa akhir, tapi tak ada gunanya.

Ia tidak lagi bisa mengacaukan hidupku. Ia sudah

mati. Dan aku senang."

Ia terdiam beberapa lama, lalu menggugah diri seolah terbangun dari mimpi buruk. Ia mengamati

ruang jamuan dan berkata, "Aku harus bekerja lagi.

Lagi pula, aku sudah mengatakan semua yang ingin

kukatakan. Kecuali ini." Sebelum bicara lagi, ia memastikan perhatian mereka terpusat padanya.

228

"Moody menanyaiku secara ekstensif, namun ceritaku tidak pernah berubah. Tak satu patah kata pun. Ia

tidak punya bukti untuk menempatkan aku di lokasi
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mayat Susan ditemukan. Ia juga tidak bisa menemukan kesempatan bagiku untuk membunuh Susan.

Tapi, apa yang tidak pernah ditanyakannya padaku,

apa yang tidak diketahuinya, adalah aku jelas punya

motif."

229

Tinju itu tahu-tahu muncul dan menghantam wajah

Rupe seperti bola penghancur gedung.

Ia jatuh terduduk dengan keras. Rasa sakit menyambar-nyambar bagai kilat di dalam kepalanya dan

berpantulan di dinding tengkorak. Telinganya berdenging, dan matanya buta sesaat.

Bahkan sebelum ia sempat berteriak, kerah kemejanya disambar dan ia disentakkan berdiri dengan kecepatan menggetarkan dan menggentarkan. Bumi terasa

goyah, lalu berputar keluar dari orbit, membuatnya

pusing sampai hampir muntah. Tenggorokannya bagai

tercekik. Kepalanya bergoyang-goyang tak terkontrol

di leher. Darah mengalir dari hidungnya yang patah ke

bibirnya yang ternganga.

"Hei, Rupe, lama tidak berjumpa."

Diguncang-guncang seperti boneka kain, Rupe berBab 12

230

kedip-kedip karena rasa sakit menusuk yang terus

meledak di dalam kepalanya. Bumi kembali normal

dan, akhirnya, gambar-gambar kabur yang bergoyang

beberapa sentimeter di hadapannya bergabung jadi

satu dan membentuk sosok Dale Moody yang lebih

tua, lebih gemuk, lebih jelek.

"Apa kabar, Rupe?"

Dale tahu seberapa kesakitan lawannya, karena ia

pernah diberitahu. Ia pernah mendaratkan tinju persis

seperti yang dihantamkannya pada Rupe. Polisi yang

dihajarnya itu belakangan bercerita panjang-lebar tentang berbagai tingkat kesakitan luar biasa yang dapat

ditimbulkan tinju kanan Dale.

Sebagai jawaban atas pertanyaan Dale, Rupe bergumam tidak jelas.

"Maaf? Aku tidak dengar."

Dale, terus mencengkeram bahan campuran sutra/

katun impor yang mahal itu, menyeret Rupe dengan

menarik kerah kemejanya ke mobil Dodge reyot miliknya dan menyandarkan pria itu ke bagian belakang

mobil yang sudah berkarat dan penyok. "Kau mau

tukar-tambah dengan rongsokan ini?"

"?angsat ?u." Dengan bibir mekar dan hidung bengkak, cuma itu yang bisa dikatakan Rupe dengan cukup jelas.

Dale tersenyum, tapi ekspresinya menyeramkan.

"Kuanggap kau bilang tidak." Dengan satu tangan

mencengkeram Rupe, ia menggunakan tangannya

yang lain untuk membuka pintu belakang mobil,

menggeser tutup kotak pendingin dari busa, dan

231

mengeluarkan sebungkus kacang beku yang dibawanya

untuk kesempatan ini.

"Mungkin ini bisa membantu." Ia menjejalkan

bungkusan itu di atas hidung Rupe yang hancur.

Rupe berteriak karena kesakitan lagi, tapi mengulurkan tangan dan menyambar bungkusan kacang itu

dari Dale. Ia menempelkannya dengan lebih lembut

dan melotot pada si mantan detektif dari balik Raksasa Hijau yang tersenyum. "Aku akan mengajukan

tuntutan karena telah terjadi penyerangan."

"Apakah kau akan melakukannya sebelum atau setelah matamu menutup karena bengkak? Kuharap kau

tidak harus syuting iklan TV minggu ini. Tampangmu

akan babak-belur selama beberapa hari. Mungkin kau

bisa membeli kemeja yang serasi dengan warna lebamlebammu."

"Kau"

"Aku tahu apa diriku," potong Dale cepat, hilang

sudah semua nada bercandanya. "Dan aku bahkan

lebih tahu apa dirimu. Nah, kita bisa berdiri di sini

semalaman, saling mengejek. Aku sih tidak punya kegiatan lain. Tapi, kau kan orang sibuk. Kau juga yang

berlumuran darah dan kesakitan setengah mati. Pilihan terbaikmu adalah bicara padaku seolah sudah lama

kau ingin melakukannya. Aku mengemudi melintasi

setengah negara bagian untuk sampai di sini. Jadi

bicaralah, bangsat."

Rupe terus memelototinya, namun Dale lebih tahu

daripada siapa pun bahwa mantan Asisten Jaksa Wilayah itu panjang akal. Bahkan meski terjepit seperti

232

sekarang, Rupe akan mencari cara untuk mengubah

situasi ini jadi menguntungkan baginya. Mengetahui

fakta ini tentang musuh bebuyutannya, Dale tak terkejut ketika Rupe bicara tanpa tedeng aling-aling.

"Putri bungsu Lyston. Ingat dia? Bellamy? Ia menulis buku."

"Berita basi, Rupe. Low Pressure. Aku tahu buku

itu. Aku juga tahu soal si penulis tabloid yang mengeksploitasinya. Aku berhenti untuk mengisi bensin

dalam perjalanan kemari dan melihat edisi hari ini di

rak dekat kasir. Aku yakin si kasir pasti sangat heboh

kalau tahu ia menjual tabloid tersebut pada salah satu

orang yang disebut-sebut dalam artikel itu.

"Nasibku lebih baik daripada kau, Rupe," Dale melanjutkan dengan santai. "Aku hanya ditulis sebagai

?mantan penyelidik utama, tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentar?. Tapi, Van Durbin agak berpanjang-panjang tentang dirimu. Kalau kubaca makna

tersiratnya, menurutku ia tidak terlalu terkesan oleh

layanan publikmu pada Travis County. Ia bilang kau

tak bisa memberinya jawaban ?deinitif? waktu ia bertanya tentang bukti isik, yang dalam kasus ini adalah

celana dalam berenda. Van Durbin menyukainya."

"Aku sudah membacanya." Rupe mengangkat kompres es darurat itu dari hidung, dengan jijik memandang bekas darahnya di situ, lalu melemparkannya.

Bungkusan kacang tersebut mendarat di trotoar dekat

kakinya dengan suara keras. Rupe menunduk memandangnya dan menggunakan kesempatan itu untuk

memandang berkeliling tempat parkir sekilas.

233

"Tidak ada siapa-siapa," Dale memberitahunya.

"Tak ada yang akan menolongmu. Salahmu sendiri

karena parkir di ujung lapangan begini. Apa? Kau takut ada yang melihatmu datang dan pergi dari apartemen perempuan muda itu di atas sana?

"Kau seharusnya memilih tempat pertemuan lain,

Rupe, kalau tidak bisa-bisa kau kena razia. Omongomong, berapa umurnya? Delapan belas? Sembilan

belas, maksimal? Atau jangan-jangan masih di bawah

umur? Kau ini memalukan, main-main dengan gadis

yang terlalu muda bahkan untuk membeli bir. Kau

kan aktif di gereja."

Kalau tatapan bisa membunuh, Dale mungkin

sudah mati. "Temanmu Haymaker?" desis Rupe. "Apakah ia mata-matamu?"

Dale mengabaikannya dan terus mengejek Rupe

hanya karena suka, hanya karena terasa menyenangkan. "Apakah istrimu tahu kau berselingkuh dengan

perempuan muda? Kalau dipikir-pikir lagi, mungkin

saja istrimu tidak akan marah. Ia mungkin senang

kalau mengetahui kau masih bisa ?bangun?." Dale

mencondongkan tubuh dan berbisik, "Tapi, sebaiknya

kau berharap Van Durbin tidak tahu."

Rupe mendengus. "Ia punya kolom di koran murahan yang dipakai orang jadi alas kandang burung.

Memangnya kenapa? Masalah apa sih yang bisa ditimbulkannya padaku?"

"Raja Mobil Austin?" ejek Dale.

Rupe mengusap darah yang menetes dari ujung

234

hidung dan mengibaskannya dari jari. "Itu usul orang

iklannya."

"Terserahlah, Rupe. Terserah. Kau sangat sukses.

Tapi, kesuksesanmu bisa hilang begitu saja." Ia menjentikkan jemari hanya satu sentimeter dari wajah

babak-belur Rupe.

"Kaupikir aku takut pada Van Durbin?"

"Tidak, tapi kau takut setengah mati padaku." Dale

memepetnya. "Pertama buku itu, dan sekarang Van

Durbin, telah membuka luka lama, namun aku yang

bisa membuatmu luka-luka."

"Kau juga akan luka."

"Tapi, aku tak akan rugi apa-apa ."

Dengan dua tangan, Rupe mendorong dada lebar

Dale. Dale mundur selangkah, dan Rupe memandang

pria itu serta mobilnya dengan tatapan menghina.

"Kelihatan jelas kok."

Dale tak memedulikan hinaannya. "Kau, di lain

pihak, menjadikan dirimu sendiri sasaran empuk. Kau

mudah dijadikan korban opini publik."

"Tidak usah mengancam segala. Kalau kau berusaha menghancurkanku, kau akan gagal."

"Kurasa tidak."

"Kau sudah kalah, kau cuma tidak mengetahuinya,"

ujar Rupe. "Itulah sebabnya aku beberapa lama ini

berusaha menghubungimu, untuk memberitahu bahwa kalau kau merasa sentimental tentang Allen

Strickland, hukum, keadilan, dan cara Amerika, berarti kau menggali kuburan sendiri."

"Kalau kasus Susan Lyston dibuka lagi?"

235

"Itu, itulah yang kumaksud. Kalah sebelum bertanding." Ia memandang Dale dan menggeleng muram.

"Apakah menurutmu aku akan membiarkan arsip kasus itu tergeletak begitu saja di Kepolisian seperti

bom waktu?" Ia tertawa terbahak-bahak, membuatnya

lalu meringis kesakitan. "Jelas tidak, Dale. Arsipnya

lenyap beberapa minggu setelah Strickland divonis."

Dale mengepalkan tangan dan mengertakkan gigi.

"Arsip itu berisi semua catatanku tentang kasus itu."

"Dan kau sangat kooperatif sehingga menyerahkan

semuanya padaku ketika kuminta, Dale. Aku sangat

berterima kasih karenanya."

Dale semakin maju ke dekatnya. "Di mana arsip

itu?"

"Aku bukan cuma menyelundupkannya ke luar Kepolisian, Dale. Kunyalakan korek api, kupandangi arsip

itu terbakar, lalu kusebar abunya ke empat penjuru

angin. Jadi kalau ada yang berusaha menemukannya

sekarang, siallah mereka."

Ia memandang Dale lagi dari atas ke bawah dan

tertawa. "Jadi sia-sia saja kau keluar dari persembunyian dan berpakaian rapi begini. Maaf, Dale." Ia

mengangkat dua tangan dan menggerakkan bahu dengan gaya berlebihan, sikap soknya itulah yang membuat Dale membencinya.

Tetapi, Dale menunggu, tahu yang dinantinya akan

datang. Ia menunggu. Menunggu.

Dan ketika sang Raja Mobil menampilkan senyum

lebarnya, Dale menghantamkan tinju ke hasil kerja

keras dokter gigi itu, menghancurkannya dengan ke236

palan sekeras besi dan kemarahan terpendam selama

hampir dua puluh tahun.

Rupe melolong, menutup mulut dengan dua tangan, dan merosot di samping mobil.

Dengan ujung sepatu bot, Dale menyingkirkannya

dari ban supaya ia tidak melindas orang itu waktu ia

meluncur pergi. Kemudian, berdiri menjulang di atas

Rupe, ia berkata, "Kau tekan Haymaker lagi, aku

akan kembali dan menyunatmu dengan gunting kuku

tumpul. Aku pernah punya kasus, ada yang melakukan itu pada teman main pokernya. Ia dihukum tiga

tahun karenanya. Tapi, si teman jadi dapat pelajaran

soal menipu yang takkan pernah dilupakannya."

Selama penerbangan kembali ke Austin, baik Bellamy

maupun Dent tidak banyak bicara. Berpisah dengan

Steven membuat Bellamy sangat sedih, karena sekarang ia tahu Steven memang sengaja mengasingkannya,

sementara sebelumnya Bellamy menipu diri sendiri

untuk percaya bahwa keadaanlah yang jadi penyebab

merenggangnya hubungan mereka.

Tetapi, suasana hatinya yang muram terutama timbul karena apa yang diungkapkan Steven tentang dia
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan Susan. "Bagaimana aku bisa tinggal serumah dengan mereka dan tidak tahu apa-apa?"

Ia bahkan tidak sadar mengucapkan pertanyaan itu

keras-keras sampai Dent menjawab, "Kau waktu itu

masih kecil. Mungkin kau merasakan sesuatu di antara mereka tapi tidak mengetahui apa itu."

237

"Aku cuma mengira mereka tidak saling menyukai."

Sesaat kemudian, Dent berkata, "Itu bisa saja hanya kebohongannya."

"Ia takkan mengarang kebohongan seperti itu. Terlalu menyakitkan dan memalukan baginya."

"Apakah ia bisa berbohong untuk hal lain?"

Bellamy memandangnya dengan tatapan bertanya.

Dent berkata, "Steven tidak melihatmu di rumah

perahu tepat sebelum badai. Tapi, kau juga tidak melihatnya di sana, kan?"

"Mungkin aku melihatnya. Aku tidak ingat."

"Oke. Namun, ia memberitahu kita bahwa ia pergi

ke rumah perahu untuk mengambil bir selundupan,

padahal ia tidak suka bir. Menurutku agak aneh."

"Kaupikir ia berbohong tentang di mana ia berada

waktu Susan dibunuh?"

Dent mengangkat bahu. "Pantas dipikirkan, itu

saja. Ia mengakui punya motif."

"Jadi kau percaya bagian itu, bahwa Susan melecehkannya secara seksual."

"Yeah, aku percaya."

Mereka terdiam. Akhirnya Bellamy berkata, "Susan

egois dan sombong. Tapi, aku sama sekali tidak menduga ia bisa sekeji itu."

"Masa?" Dengan suara tenang dan intens, Dent

melanjutkan, "Pencarian kebenaranmu mungkin akan

mengungkapkan lebih banyak kejutan pahit, Bellamy.

Apakah kau yakin ingin meneruskannya?"

"Aku harus melakukannya."

238

"Tidak."

"Aku tidak mau berhenti sekarang, Dent."

"Mungkin sebaiknya kau berhenti. Mengapa kaulanjutkan padahal mungkin ada lebih banyak ranjau di

luar sana?"

"Tak mungkin ada yang lebih buruk daripada rahasia yang kita temukan hari ini."

Lama Dent menatapnya, kemudian, tanpa mengatakan apa-apa lagi, pria itu berpaling ke depan.

"Cowok-cowok lain itu," kata Bellamy ragu. "Yang

kata Susan berhubungan dengannya"

"Ada apa dengan mereka?"

"Kau tidak tahu?"

"Jelas aku tahu." Ia menyandarkan kepala dan memejamkan mata. "Aku tak peduli."

Selama sisa penerbangan itu mereka berdiam diri dengan muram dan tidak bicara lagi sampai keluar dari

terminal Austin-Bergstrom menuju garasi parkir tempat Dent meninggalkan Corvette-nya.

Bellamy menawarkan untuk menyewa mobil guna

mengantarnya pulang. "Kalau kau tidak ingin mengantarku jauh-jauh ke Georgetown."

"Akan kuantar kau. Tapi lapangan terbang Gall ada

di antara sini dan sana. Aku ingin mampir sebentar."

Hanya ada pickup Gall di sana. Penanda angin

menjuntai lunglai di tiang dalam panas sore hari.

Dent mengemudikan mobil masuk ke hanggar, dan,

saat ia dan Bellamy turun, Gall berjalan mendatangi

239

mereka, sambil membersihkan tangannya yang berlumuran oli dengan lap kusam.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Dent, mengacu

pada pesawatnya.

"Makin bagus. Mau lihat?"

Dent pergi ke tempat pesawat. Gall memandang

Bellamy dan memiringkan kepala ke arah kantor. "Di

dalam sana lebih sejuk. AC-nya menyala. Hati-hati

dengan kaki belakang kursi waktu kau duduk."

"Terima kasih."

Bellamy masuk ke kantor dan pelan-pelan duduk

di kursi berkaki goyah itu. Sambil menatap Dent dan

Gall mendiskusikan pesawat, ia mengeluarkan ponsel

dari tas sandang.

Ternyata ada tiga missed call dari agennya, dua dari

publisis. Ia bisa membayangkan kehebohan yang ditimbulkan edisi terbaru EyeSpy. Mereka mungkin sedang merayakan publisitasnya yang terdongkrak.

Ia belum membaca tabloid yang diberikan Dent

tadi pagi. Ia mengakui sebenarnya penasaran juga tentang apa yang ditulis Van Durbin, dan hanya jika

tahu isi kolomnya ia bisa menyiapkan jawaban terhadap kebohongan apa pun yang ditulis di sana, namun

ia tak sanggup memaksa dirinya membaca artikel itu

sekarang. Setelah pertemuan dengan Steven, emosinya

terkuras.

Karena tidak ingin membalas telepon-telepon soal

pekerjaan, ia menekan nomor Olivia. Yang menjawab

ternyata voice mail. Ditinggalkannya pesan. Rasanya

masih mengganjal bahwa ia pergi menemui Steven

240

tanpa sepengetahuan ibunya. Olivia tak pernah merahasiakan bahwa ia merindukan anaknya itu dan sering

mengeluh bahwa ia kurang sering bertemu Steven.

Bellamy ingin tahu?yah, banyak yang ingin diketahuinya. Tetapi, ada beberapa pertanyaan yang tak

bisa diajukannya pada Olivia tanpa membocorkan

rahasia Steven. Meskipun penasaran tentang apa yang

diketahui Olivia tentang kehidupan pribadi Steven, ia

akan mematuhi perjanjian yang mereka buat saat masih kecil untuk saling menyimpan rahasia.

Gall dan Dent sekarang melihat pesawat lain yang

diparkir di dalam hanggar. Gall memberi isyarat pada

Dent agar mendatanginya. Pria itu tampak ragu, lalu

berjalan mendekat.

Gall berdiri bersamanya beberapa detik, kemudian

berbalik dan, meninggalkan Dent, masuk ke kantor.

Ia terkekeh sendiri waktu melangkah ke balik meja

kerja dan duduk. "Aku tahu ia takkan tahan."

"Apakah itu pesawat baru?" tanya Bellamy.

"Jam terbangnya kurang dari lima puluh jam."

"Milik siapa?"

Gall memberitahunya dan Bellamy mengenali nama

itu. "Ia senator negara bagian, kan?"

"Yep. Plus, ia memiliki sekitar sepertiga tanah di

antara Fredericksburg dan Rio Grande. Ternak sapi."

"Minyak dan gas juga, kalau aku tidak salah."

Gall mengangguk. "Ia menawari Dent pekerjaan

sebagai pilot pribadi, tapi Dent terlalu keras kepala

dan angkuh untuk menerimanya."

Bellamy memandang ke arah hanggar, tempat Dent

241

menyusurkan tangan di sepanjang sayap pesawat, mengikuti lekukannya. Seperti ia menyusurkan tangan mengikuti lekuk pinggul Bellamy tadi malam, di luar dan di

dalam piamanya. Tangan pria itu seberani ciumannya,

sama-sama mengambil apa yang diinginkan.

Ingatan tersebut membuat wajahnya terasa panas.

Karena tenggelam dalam kenangan erotis, ia tidak

mendengar pertanyaan Gall dan harus meminta orang

tua itu mengulanginya.

"Aku menanyakan pendapatmu tentang dia."

Bellamy berusaha memandang Dent dengan objektif, dan itu mustahil. "Pendapatku belum pasti."

"Orangtuamu tidak menyukainya."

"Aku bukan orangtuaku."

Gall tidak berkomentar.

"Kau sudah lama mengenalnya."

"Memang." Gall melemparkan sisa cerutunya yang

sudah basah ke tempat sampah dan membuka sebatang lagi yang baru.

"Apakah kau pernah menyalakannya?"

Gall mengerutkan kening dengan sebal. "Kau belum dengar? Merokok buruk untuk kesehatan. Ia

merecoki aku terus dengan omongan itu sampai aku

harus berhenti merokok atau membunuhnya hanya

supaya ia tutup mulut."

"Dent menceramahimu tentang bahaya merokok,

padahal ia sendiri sembrono?"

Gall menatapnya dengan mata kemerahan. "Sembrono? Kurasa ia memang sebaiknya lebih hati-hati

dalam bagian-bagian tertentu hidupnya."

242

"Ia terlalu cepat saat mengemudi."

"Yeah, ia suka kecepatan. Dan terkadang ia terlalu

banyak minum lalu terjaga di ranjang yang tidak

semestinya. Tapi, biar kuberitahukan satu hal padamu." Ia memegang cerutu dengan dua jari saat menggerak-gerakkannya pada Bellamy. "Ia pilot paling hebat yang pernah kutemui."

Ketika Bellamy tidak menanggapi, ia menganggapnya sebagai undangan untuk menjelaskan.

"Ada pilot yang sekolah untuk terbang, dan mereka

belajar cukup baik sehingga pesawatnya tidak jatuh.

Kalau mesinnya bagus, dan pilotnya tidak ngawur,

benda itu akan terbang. Kau harus menggunakan tangan, kaki, punya otak cerdas, dan minimal sedikit

akal sehat, supaya tidak melakukan kesalahan bodoh

atau mengambil risiko yang menyebabkan kau tewas.

Tapi, orang paling pintar sekalipun bisa jadi pilot paling buruk. Kau tahu kenapa? Mereka terlalu memikirkannya. Mereka tidak menggunakan naluri."

Ia memukul dadanya kuat-kuat. "Pilot yang baik

melakukannya dari sini. Mereka merasakannya. Mereka tahu cara melakukannya bahkan sebelum mempelajarinya. Tentu, kau harus belajar mengenai cuaca,

cara membaca peralatan. Banyak yang bisa diajarkan

untuk meningkatkan kemampuan alami, tapi, menurutku, kemampuan itu?yang kaumiliki sejak lahir?

itulah yang paling penting. Tapi, aku bisa tahu begitu

melihatnya."

Ia mencabut cerutu dari mulut dan mengamati

ujungnya ketika memutar-mutarnya di antara jemari.

243

"Aku pernah bersalaman dengan Chuck Yeager, di

pangkalan udara New Mexico. Waktu itu aku masih

kecil, cuma pesuruh, tapi selama masa kerjaku, aku

bergaul dengan banyak pilot yang belakangan menjadi

astronaut dan semacamnya. Pilot-pilot yang sangat

andal. Yang tadi kubicarakan. Pilot-pilot yang melakukannya dengan insting."

Ia menunduk sedikit dan memandang Bellamy dari

bawah alisnya yang lebat. "Tapi, aku takkan mau menukar Denton Carter dengan sepuluh orang yang seperti mereka." Seolah ingin menegaskan pernyataannya, ia menjejalkan cerutu lagi ke sudut bibir dan

menahannya di sana dengan gigi.

Dengan geli Bellamy berkata, "Aku tidak bermaksud membantahmu."

"Yah," gerutu Gall, "siapa tahu kau ingin melakukannya." Ia memandang ke belakang Bellamy. Bellamy

berputar supaya ia juga bisa melihat ke dalam hanggar, tempat Dent masih memeriksa pesawat. "Hanya

perempuan telanjang yang bisa menarik perhatiannya

seperti itu," si orang tua berkomentar lalu terkekeh.

"Waktu pertama datang ke sini, ia bajingan kecil

bermasalah, dengan segudang kemarahan dan kepahitan, tak kenal takut, siap mengamuk. Tapi, ketika ia

berada di dekat pesawat, kulihat muncul ekspresi itu

di wajahnya. Ada istilahnya. Uh Apa ya?" ia bertanya, dengan cepat menjentik-jentikkan jemari.

"Terpesona."

"Yeah. Terpesona. Seperti orang yang disinari cahaya matahari dari jendela kaca patri. Begitulah Dent

244

setiap kali memandang pesawat yang sedang terbang."

"Ia bercerita padaku tentang waktu kau pertama

kali mengajaknya terbang. Katanya ia langsung jatuh

cinta pada terbang."

Gall mengalihkan pandangan dari Dent ke Bellamy.

"Ia bilang begitu padamu?"

"Dengan kata-kata yang persis sama."

"O ya? Hah." Ia menelengkan kepala dan mengamati Bellamy beberapa saat. "Baru kali ini aku tahu
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia membicarakannya."

Bellamy menimbang-nimbang apakah sebaiknya

mengajukan pertanyaannya yang berikut tapi memutuskan ia tidak bakal tahu jawabannya kalau tidak

bertanya. "Apa yang terjadi di kokpit selama penerbangan yang hampir jatuh itu? Menurutku, baik media maupun publik tidak tahu yang sebenarnya terjadi."

"Apa yang diberitahukan Dent padamu?"

"Tidak ada. Ia mengubah topik pembicaraan."

"Yah, kalau begitu, kau takkan mendengarnya dariku. Kalau ia mau kau tahu, ia akan memberitahukannya sendiri."

Ponsel Bellamy berdering, dan ketika melihat nomor si penelepon di layar, ia sudah menjawab sebelum dering kedua. "Olivia? Kau menerima pesanku?

Bagaimana kabar Daddy?"

Untuk memberinya privasi, Gall keluar dari kantor

dan bergabung dengan Dent di hanggar.

245

* * *

"Akuilah, Dent, ini luar biasa."

"Ini memang pesawat yang bagus."

Gall mendengus mendengar pernyataan yang kurang tepat itu. "Yeah, dan Marilyn Mon-roe pirang."

Ia terus mengagumi pesawat itu ketika berkata, "Senator itu sangat menginginkanmu. Menurutnya, kau

diperlakukan tidak adil oleh maskapai penerbangan

tersebut."

"Tahu apa dia tentang?"

"Ia ingin memberimu kesempatan untuk memperoleh kembali?"

"Aku tidak perlu membuktikan?"

"Tutup mulutlah sebentar dan dengarkan aku, oke?

Ia sekarang bersedia menerima sepuluh persen dari

carteranmu, dan ia menaikkan tawaran gajimu. Sangat

menaikkannya. Ini kesepakatan yang bagus sekali.

Orang itu berusaha keras membuatmu menerima tawarannya, dan kau gila kalau?Kau mendengarkan?"

Tadinya ia mendengarkan, tapi sekarang perhatiannya teralih ketika Bellamy muncul dari kantor. Ia hanya perlu melihat wajah wanita itu untuk mengetahui

ada yang sangat tidak beres.

Bellamy berjalan cepat-cepat mendatangi mereka.

"Daddy. Aku harus ke Houston. Bisakah kau mengantarkanku pulang sekarang juga supaya aku bisa mengambil mobil?"

Dent segera menjawab dengan menggandengnya

246

dan membawanya ke Vette. "Kita akan sampai lebih

cepat kalau aku yang mengemudi."

"Aku punya ide lebih baik. Terbangkan ini ke

sana." Gall memberi isyarat ke arah pesawat baru. "Ia

mendesakku supaya kau masuk ke kokpit, agar kau

bisa mencobanya."

"Aku tidak diasuransikan."

"Ia mengasuransikanmu."

"Tanpa pernah terbang bersamaku? Atau bahkan

bertemu denganku?"

"Menunjukkan betapa yakinnya dia. Ia meninggalkan ini di sini supaya bisa kauterbangkan. Katanya,

kalau tidak, bisa berkarat. Dan wanita ini menghadapi

keadaan darurat."

Dent menoleh pada Bellamy dan memegang bahunya dengan dua tangan. "Terserah padamu. Aku berlisensi untuk menerbangkan pesawat ukuran ini, tapi

aku belum pernah berada dalam kokpitnya."

Bellamy menggeleng bingung.

"Seperti pertama kali mengemudikan mobil baru,"

Dent menjelaskan. "Kau harus membiasakan diri

dulu."

"Butuh waktu berapa lama?"

"Beberapa jam."

"Aku tak bisa menunggu selama itu."

"Atau beberapa menit." Dicengkeramnya bahu

Bellamy lebih kuat dan berkata tegas, "Aku bisa menerbangkannya, tapi keputusan ada di tanganmu."

* * *

247

Tak sampai dua jam kemudian mereka tiba di ruang

tunggu ICU, tempat Olivia duduk sendirian, memeluk diri, menerawang. Ia langsung berdiri begitu melihat Bellamy, tapi tidak bergerak mendekat ketika

Dent muncul di belakangnya.

Bellamy bertanya, "Apakah kami sudah terlambat?"

"Tidak." Olivia duduk kembali seolah kakinya tak

kuat lagi menahannya. "Kesadarannya hilang-timbul.

Mereka takut ia akan mengalami koma. Itu sebabnya

aku meneleponmu tadi. Ini mungkin kesempatan terakhirmu untuk bicara dengannya."

Bellamy melintasi ruangan dan memeluk ibu tirinya. Mereka berpelukan erat beberapa menit, menangis bersama. Akhirnya Bellamy menjauh dan menghapus air mata dengan tisu. "Kapan aku bisa bertemu

dengannya?"

"Dokter sedang bersamanya sekarang. Ia berusaha

memutuskan apakah ada tindakan yang bisa mereka

ambil. Perawat berjanji untuk menjemputku kalau

kita sudah boleh masuk."

Ia memandang ke belakang Bellamy, ke arah Dent,

yang masuk cuma sampai ambang pintu. "Dent menerbangkanku ke sini," Bellamy menjelaskan. "Untung

saja kami bisa berangkat segera setelah aku berbicara

denganmu."

Olivia mengucapkan terima kasih pada Dent dengan sopan.

Dent menanggapi ucapan terima kasihnya dengan

248

anggukan, kemudian berkata, "Aku butuh kopi. Mau

kuambilkan?"

Mereka menggeleng serentak. Lalu, begitu pria itu

tidak kelihatan lagi, Olivia memandang Bellamy dengan tatapan bingung bercampur kesal.

Bellamy menarik napas dalam-dalam, berpikir sebaiknya ia memang jujur saja. "Ia dan aku beberapa

hari ini bersama-sama dan jadi lebih akrab. Aku memang tidak mengharapkan kau mengerti."

"Yah, terima kasih, karena aku memang tidak mengerti. Sama sekali."

"Kalau begitu, hargailah aku sebagai orang dewasa

yang bisa punya pendapat sendiri tentang orang

lain."

Ia tidak bermaksud mengatakannya sekeras itu. Dengan penuh penyesalan ia meraih tangan Olivia dan

menggenggamnya. "Aku bisa mengerti mengapa kau

dan Daddy tidak menganggapnya sebagai pacar yang

ideal buat Susan. Ia tidak seperti anak teman-temanmu. Ia kasar dan suka meremehkan."

"Ketidaksukaan kami padanya bukan hanya karena

ia kurang tahu sopan santun, Bellamy. Kami menganggap ia ikut bertanggung jawab atas apa yang terjadi

pada Susan."

Pernyataan tersebut tidak tepat dan sangat tidak

adil, tapi Bellamy tidak mau membahasnya. Ia menanggapi dengan lebih diplomatis. "Ia juga terkena

imbasnya. Ia tak pernah bisa lupa pernah menjadi

tersangka." Ia diam sejenak, lalu berkata, "Begitu juga

Steven."

249

Olivia meringis. "Steven?"

"Dent dan aku menemuinya."

"Di Atlanta?"

"Kami terbang ke sana tadi malam dan bertemu

dia hari ini."

"Bagaimana kabarnya?"

"Ia tampak sehat. Yang jelas, ia senang. Restorannya luar biasa, dan penuh sesak pada jam makan

siang."

Olivia menatapnya beberapa lama, kemudian menunduk memandang tangan mereka yang saling menggenggam. "Apakah kau bertemu William?"

"Olivia." Bellamy menunggu sampai wanita itu menatap matanya. "Kenapa aku yang terakhir tahu bahwa Steven menjalin hubungan yang tampak solid dan

sangat bahagia?"

Bab 13

250

"Apakah kau bertanya padanya?"

"Ia bilang ia memutuskan semua hubungan dengan

kehidupan lamanya, termasuk aku."

"Kalau begitu, itulah jawabannya."

"Menyakitkan," bisik Bellamy.

Olivia mengelus punggung tangannya. "Jangan terlalu sakit hati. Aku sekalipun baru diperkenalkan


Dewa Arak 26 Raja Tengkorak Pendekar Rajawali Sakti 77 Misteri Naga Kisah Pengabdian Seorang Dokter

Cari Blog Ini