Low Pressure Karya Sandra Brown Bagian 2
dirinya yang gampang bersemu merah.
Keheningan panjang membentang sementara gelombang kemarahan memancar dari diri Dent. Akhirnya
Bellamy berkata perlahan, "Sudah selesai?"
"Lebih tepatnya, kau sudah selesai?"
"Apa maksudmu?"
"Di sini." Ia membentangkan tangan mengelilingi
ruangan. "Apakah kau sudah selesai dengan urusan
yang membuatmu datang ke sini?"
"Ya," jawabnya, agak waswas. "Kenapa?"
Ia mengulurkan tangan dan mencengkeram lengan
Bellamy, menariknya bangun dari sofa. "Orang-orang
yang kesal karena bukumu tidak banyak. Aku ingin
kembali ke rumahmu, melihatnya dalam keadaan terang, siapa tahu kita bisa menemukan petunjuk soal
identitas si bajingan."
Bellamy awalnya menolak, tapi sebetulnya memang
itu yang ingin dilakukannya tanpa Dent, jadi ia membiarkan dirinya dibawa ke luar kantor. Begitu mereka
berada di dalam lift, pria itu bertanya apakah Bellamy
telah menerima kabar dari Houston dan ketika Bellamy
menjawab tidak, ia bilang mungkin itu bagus.
88
Percakapan tidak menarik itu membuat mereka
bisa bertahan di dalam lift yang sempit hingga mencapai lantai dasar.
Di luar, sinar matahari begitu terang sehingga
Bellamy silau sesaat, jadi ia tidak melihat Rocky Van
Durbin sampai laki-laki itu berdiri persis di hadapannya.
"Halo, Ms. Price. Lama tidak berjumpa." Ia tersenyum mengejek, lalu pelan-pelan memandang Dent
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sambil mengangguk ke arah Dent, ia bertanya pada Bellamy, "Siapa koboi ini?"
"Siapa si brengsek ini?"
89
Nyaris tak ada jeda antara pertanyaan Van Durbin
dan balasan Dent.
Bellamy tidak menjawab keduanya, malah bertanya
ketus pada Van Durbin, "Apa yang kaulakukan di
sini?"
"Ini kan negara bebas." Van Durbin memandang
ke belakang mereka, ke bagian depan gedung yang
terbuat dari kaca. "Jadi ini markas besar bisnis keluarga."
"Apakah itu pertanyaan? Kalau ya, aku yakin kau
sudah tahu jawabannya."
Van Durbin nyengir sombong. "Kau tahu dari
mana?"
Dengan kekesalan yang tampak jelas, Bellamy
menghindar darinya. "Permisi."
Namun, Van Durbin pantang menyerah. "Aku
Bab 5
90
cuma minta waktu sedikit. Tolonglah. Sudah beberapa
minggu berlalu. Banyak yang bisa kita bicarakan."
Pada malam Bellamy kabur dari New York, seorang
bintang rock internasional ditemukan tewas di suite
hotel Manhattan, akibat overdosis obat. Spekulasi tentang apakah ia meninggal karena bunuh diri atau
kecelakaan tragis mendominasi koran-koran skandal
seperti EyeSpy selama berhari-hari.
Berita itu tak lama kemudian diikuti klaim seorang
supermodel bahwa salah satu anggota keluarga kerajaan Inggris "yang tidak mau disebutkan namanya"
merupakan ayah anak kembarnya. Tuduhan itu lalu
ketahuan sebagai aksi publisitas untuk mendongkrak
kariernya yang mulai redup, namun berhasil membuat
orang-orang seperti Van Durbin di seluruh dunia sibuk melintasi benua demi berburu mangsa.
Bellamy tadinya mengira sementara Van Durbin
asyik meliput berita-berita itu, perhatian si jurnalis
pada dirinya akan luntur, kalau bukan malah lenyap.
Kemunculannya di sini menunjukkan Van Durbin
belum selesai berurusan dengannya.
Berusaha tidak menunjukkan seberapa gusar dirinya
karena kedatangan laki-laki itu, Bellamy berkata dingin, "Tak ada yang bisa kita bicarakan," dan bergegas melewati orang itu.
Dent mengikuti dengan lebih perlahan. Dipandanginya Van Durbin dengan tatapan tidak percaya dan
tidak suka, dan Bellamy berharap ia takkan melakukan atau mengatakan apa pun yang bisa membangkit91
kan rasa ingin tahu si kolumnis. Ia lega waktu Dent
menyusulnya tanpa insiden.
Tetapi, Van Durbin tidak mau menyerah segampang itu, terutama setelah berhasil menemukan
Bellamy jauh-jauh di Texas.
"Besok akan ada berita tentang kau dan Low
Pressure di kolomku," ia memberitahu. "Meskipun kau
tidak suka publisitas, bukumu masih berada di puncak daftar buku laris. Mau berkomentar?"
Sambil menoleh ke belakang, Bellamy berkata,
"Kau tahu kebijakanku soal kolommu. Tak ada komentar."
"Yakin?"
Nada memancing dalam suaranya cukup untuk
membuat Bellamy berbalik menghadapinya. Van
Durbin mengetuk-ngetukkan pensil di notes dengan
tampang puas.
"Benar atau salah?" ia berkata. "Kau pulang ke
Texas untuk merawat ayahmu selama hari-hari terakhirnya."
Bellamy hampir menyemprotnya karena mengajukan pertanyaan yang begitu tidak sensitif. Tetapi, ia
berpikir lagi, percaya bahwa kalau ia memberikan sesuatu pada Van Durbin, orang itu mungkin akan cukup puas sehingga tidak mengungkit masalah itu.
"Ayahku menjalani pengobatan untuk kanker ganas. Hanya itu yang akan kukatakan tentang hal tersebut, selain ini: Selama ia sakit, kuharap kau akan
menghargai privasi keluargaku."
"Baik, baik," sahutnya, mencatat di notes.
92
"Sekarang pergi sana." Dent memegang siku
Bellamy dan membawanya menuju tempat parkir.
"Satu pertanyaan lagi?"
Mereka terus melangkah.
"Apakah mereka memenjarakan orang yang benar
atas pembunuhan kakakmu?"
Bellamy berputar begitu cepat sehingga menubruk
Dent.
Van Durbin tertawa mengejek. "Aku akan menanyakan hal itu di kolomku besok. Mau berkomentar?"
"Olivia?"
Ia menutup telepon dan berpaling ke tempat tidur
rumah sakit Howard. "Maaf. Aku tidak menyangka
suaraku cukup keras sehingga membangunkanmu."
"Aku tidak tidur kok. Cuma beristirahat."
Howard berjuang melawan kantuk karena takut
takkan bangun kalau sampai tertidur. Ia ingin kabur
dari rasa sakit dan meninggalkan tubuh yang menghancurkan diri sendiri ini, namun ia belum siap mati.
Sebelum "pergi", ada urusan-urusan meresahkan yang
ingin dibereskannya dan pertanyaan-pertanyaan mengusik yang ia inginkan jawabannya.
"Kau bicara dengan siapa tadi?"
"Bellamy."
"Apakah ia di kantor?"
"Ia sudah selesai di sana dan minta kau diberitahu
bahwa semua beres." Ia meraih tangan Howard dan
93
menekannya di antara kedua tangannya sendiri. "Kurasa ia tahu maksudmu yang sebenarnya."
"Aku tahu ia akan tahu. Tapi aku juga tahu ia
akan mematuhiku demi menyenangkan perasaanku."
"Kalian berusaha saling menyenangkan, dan masing-masing mengetahuinya."
"Aku tidak mau ia di sini, melihatku mati." Ia meremas tangan istrinya dengan sisa tenaga yang masih
ada. "Aku tidak ingin membuatmu harus melalui itu
juga."
Olivia duduk di pinggir tempat tidur dan membungkuk untuk mencium kening Howard. "Aku takkan meninggalkanmu. Sedetik pun. Dan kalau bisa
melawan hal ini dengan tangan kosong, akan kulakukan dengan senang hati."
"Aku tak meragukannya."
Sesaat mereka terdiam, berpandangan dan berpurapura bahwa air mata mereka bukan air mata putus
asa.
Howard tidak meragukan cinta dan kesetiaan Olivia.
Tidak hari ini, dan tidak pada hari mereka berdiri di
altar dengan didampingi anak-anak mereka dan mengucapkan janji pernikahan. Hari mereka mempersatukan
keluarga, hidup mereka, adalah salah satu hari paling
membahagiakan sepanjang hidupnya.
Mereka bertemu setahun sebelumnya dalam acara
penggalangan dana formal. Ia penyumbang dana utama dan acara malam itu diadakan untuk menghargainya karena kemurahan hatinya. Olivia sukarelawan
yang mengecek daftar tamu ketika mereka tiba.
94
Ketika memberikan kartu berisi informasi tentang
meja yang disediakan bagi Howard, Olivia berkomentar bahwa dasi kupu-kupunya miring.
Howard menepuk dasinya dengan kikuk. "Saya tidak punya istri yang bisa memeriksa hal-hal seperti
ini sebelum saya keluar rumah."
"Almarhum suami saya bilang saya sangat pandai
merapikan dasinya. Boleh?" Olivia tidak bergenit-genit
atau bersikap tidak pantas ketika mengitari meja untuk membetulkan dasi Howard dengan eisien. Ia kemudian menjauh dan tersenyum pada pria itu. "Tidak
pantas kalau tamu kehormatan berdasi miring."
Howard dengan senang hati mau saja melanjutkan
perbincangan mereka, tapi ia dipanggil ke ruang jamuan, tempat acara akan dimulai. Ia tidak melihat
Olivia lagi malam itu.
Ia butuh waktu seminggu untuk mengumpulkan
keberanian lalu menelepon kantor kegiatan amal itu
dan menanyakan nama Olivia. Selama tujuh tahun
sejak istrinya meninggal, ia sesekali berkencan. Beberapa wanita yang dikencaninya juga ditidurinya, meski
tak pernah di rumah, karena ada Susan dan
Bellamy.
Namun, ia tidak pernah jatuh cinta sampai malam
itu, ketika ia bertemu Olivia Maxey, dan ia jatuh cinta seketika serta mendalam.
Belakangan, Olivia mengakui hal yang sama juga
terjadi padanya. Ia memang sengaja menyebutkan almarhum suaminya untuk memberitahu Howard bahwa ia sudah menjanda. "Hal paling berani yang kula95
kukan seumur hidup adalah mengitari meja itu untuk
meluruskan dasimu. Tapi aku ingin menyentuhmu,
memastikan kau memang nyata."
Setelah menjalin hubungan selama setahun, mereka
menikah.
Howard tidak takut pada kematian. Namun, ia tak
sanggup memikirkan akan meninggalkan Olivia. Ia
harus berdeham sebelum mampu bicara. "Apa lagi
yang kau dan Bellamy bicarakan?"
"Oh, ia bertanya apakah aku bisa istirahat tadi malam. Ia ingin tahu?"
"Olivia." Ia mengucapkan namanya dengan tenang,
tapi dengan cara yang menegur Olivia karena mencoba menyembunyikan sesuatu darinya. "Aku tidak
seteler itu. Aku merasakan kegelisahanmu waktu kau
bicara dengannya. Ada apa?"
Olivia mendesah menyerah dan menunduk memandang tangan mereka yang saling menggenggam erat.
"Reporter mengerikan itu?"
"Rocky Van Durbin? Ia tidak pantas disebut ?reporter?."
"Ia menemui Bellamy ketika Bellamy keluar dari
kantor."
"Dia di Austin? Kupikir Bellamy berhasil meloloskan diri darinya, bahwa kita sudah selesai berurusan
dengan semua itu."
"Sayangnya, tidak. Dia masih memantau Bellamy.
Dalam kolomnya besok, dia akan mengajukan pertanyaan pada para pembaca. Dan pada Bellamy, bisa
dikatakan begitu."
96
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pertanyaan apa?"
"Apakah yang dihukum karena membunuh Susan
adalah orang yang benar? Apakah mereka memang
menangkap pelakunya? Kira-kira begitulah."
Howard memikirkan hal itu, lalu menghela napas
berat. "Cuma Tuhan yang tahu diskusi liar macam
apa yang bakal ditimbulkan pertanyaan seperti itu."
"Keadaan sudah cukup buruk ketika identitas
Bellamy terpapar." Selama berminggu-minggu se-jak
pengungkapan itu mereka diganggu telepon yang meminta komentar dan wawancara. Beberapa reporter
regional bahkan datang ke rumah dan kantor mereka.
Mereka menolak semua permintaan dan akhirnya menyerahkan tanggung jawab menghadapi semua itu
pada pengacara.
"Yang paling kubenci," kata Olivia, "adalah hidup
kita sekali lagi dibahas di tabloid mengerikan tersebut."
Ia meninggalkan tempat tidur dan, rupanya terlalu
gusar untuk duduk, mondar-mandir di ruang sempit
di depan jendela. "Lyston Electronics dipilih Menteri
Perdagangan sebagai perusahaan panutan. Di mana
Van Durbin waktu itu terjadi? Atau waktu kau mengadakan program pembagian keuntungan bagi setiap
karyawan? Tidak satu pun jadi berita utama."
"Karena itu bukan topik menghebohkan."
"Tapi, situasi di sekitar tewasnya Susan, ya."
"Tragisnya begitulah."
"Bagi kita. Bagi orang lain, itu hiburan. Dan mulai
sekarang, keluarga Lyston hanya akan diingat gara97
gara pembunuhan mengerikan di Austin tersebut." Ia
mulai menangis tersedu-sedu. "Aku merasa hidup bersama kita mulai runtuh di bawah kakiku. Ini lebih
daripada yang bisa kutanggung saat ini."
Howard menepuk sisi tempat tidur dan membujuk
istrinya untuk kembali ke situ. Olivia mendatanginya
dan membungkuk untuk menyandarkan kepala di
bahu Howard. "Kau bisa menanggung ini," katanya
lembut. "Kau bisa menanggung apa saja. Dan kau
akan diingat sebagai istri paling penyayang, hebat,
cantik, idaman semua lelaki. Menjadikan kau sebagai
istriku dan ibu bagi putri-putriku merupakan keputusan paling tepat yang pernah kuambil." Ia menoleh
dan mencium rambut Olivia. "Ini akan berlalu. Aku
janji."
Beberapa lama mereka berpelukan. Howard mengucapkan semua hal yang ia tahu ingin didengar
Olivia. Ia memberitahu wanita itu bahwa Van Durbin
dan gerombolannya segera akan mengeksploitasi tragedi pribadi orang lain, dan bahwa, hingga saat itu tiba,
mereka akan saling mendukung seperti yang selama
ini mereka lakukan.
Akhirnya Olivia duduk tegak dan mengusap mata.
"Ada lagi. Aku tadi ragu memberitahumu sebab ini
hampir sama meresahkannya dengan urusan Van
Durbin."
"Apa yang bisa seburuk itu?"
"Bellamy bersama Denton Carter."
Howard sama sekali tidak menduganya. Ia sama
terkejut dan kesalnya dengan Olivia waktu Bellamy
98
memberitahu mereka bahwa ia memesan penerbangan
yang dipiloti pria itu. Ada situasi-situasi yang lebih
baik jangan diusik. Tetapi, setelah merasakan ketidaksukaan pada kedua belah pihak, ia mengira penerbangan kemarin merupakan perjumpaan terakhir mereka.
"Apa tepatnya maksudmu dengan ?bersama??"
"Aku bergidik membayangkannya. Ia memberitahuku bahwa Van Durbin mengkonfrontasi ia dan Dent
ketika mereka meninggalkan gedung kita. Kuduga ia
tidak sengaja mengatakannya, sebab suaranya tersendat
lalu ia bicara lagi cepat-cepat dan tidak menyebut-nyebut lelaki itu kembali."
Howard menekan tangan Olivia untuk menenangkannya. "Bisa saja ada penjelasan yang sederhana tentang mengapa Dent ada di sana. Mungkin soal pembayaran carter kemarin. Jangan suka cari masalah."
Olivia memandangnya dengan tatapan aneh.
"Apa?" tanya Howard.
"Kau mengucapkan kata-kata yang persis sama padaku waktu Susan mulai berhubungan dengan Dent
dan aku ingin menghentikannya. Aku tidak perlu
mencari masalah, Howard. Dialah masalahnya, dan
aku masih menyalahkan dia atas apa yang terjadi
pada putri kita."
"Mestinya ini bisa menahan dia." Si tukang kunci
mencoba kunci yang baru terpasang di pintu ruang
perlengkapan, lalu menepi dan mempersilakan Dent
mengujinya sendiri.
99
Setelah puas, Dent mengangguk. "Terima kasih sudah datang secepat ini. Berapa biayanya?"
Dent membayarnya dengan uang kontan dan memberi tip sepuluh dolar karena menganggap perbaikan
ini sebagai situasi darurat. Setelah mengantar tukang
kunci itu keluar lewat pintu belakang, ia masuk ke
ruang duduk, tempat Bellamy berbicara dengan dua
polisi yang menanggapi panggilan mereka.
Wanita itu duduk di sofa; para polisi berdiri di
antara kotak-kotak berisi pernak-pernik dan bukubuku yang belum dibongkarnya. Dent, yang dari dulu
tidak suka polisi, tidak masuk lebih jauh ke ruangan,
hanya bersandar di kusen pintu, tempat observasi
yang bagus.
Ia mengikuti Bellamy pulang dari Lyston
Electronics, memandang jalan sambil terus mengecek
spion. Ia tak percaya Van Durbin membuntuti mereka, tapi mungkin pria itu memang tidak perlu melakukannya. EyeSpy jelas punya sepasukan penggila
Internet dibayar murah, yang melakukan riset dan
investigasi elektronik. Pasti mudah saja menemukan
alamat rumah baru Bellamy.
Ketika mereka masuk rumahnya dan melihat lagi
bukti penyusupan tadi malam, Dent berkata, "Dengan
adanya Van Durbin di kota ini, lebih banyak yang
harus kaukhawatirkan daripada liputan media. Telepon polisi."
Bellamy menyerah tanpa bantahan lebih lanjut,
rupanya telah sadar bahwa lebih bijaksana kalau ia
melaporkan penyusupan itu. Dua polisi berseragam
100
datang beberapa menit kemudian. Mereka menanyai
Bellamy dan Dent, memasuki setiap kamar di rumah,
juga halaman belakang, memeriksa. Mereka memanggil petugas lain untuk mengambil sidik jari. Orang
itu datang dan sudah pergi.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada Bellamy
sekarang mirip dengan yang ditanyakan deputi Sherif
pada Dent di lapangan terbang, implikasinya bahwa
vandalisme itu pembalasan atas apa yang telah dilakukan Bellamy.
"Apakah Anda pernah bertengkar dengan tetangga?
Pembantu? Tukang kebun?"
Bellamy menggeleng.
"Rekan kerja?"
"Aku tidak punya rekan kerja."
Salah satu polisi menoleh ke arah Dent. "Anda bilang mengikutinya pulang tadi malam?"
"Aku menerbangkannya pulang-pergi ke Houston
kemarin. Ia meninggalkan sesuatu di pesawat. Aku
mengembalikannya."
Ia mengangguk dan, sambil mengangkat sebelah alis,
bertukar pandang penuh arti dengan partnernya. Kembali pada Bellamy, ia berkata, "Kami, uh, akan membawa celana dalamnya sebagai barang bukti. Menggunakan
pakaian pribadi seperti itu untuk mengecatkan katakatanya di dinding Yah, Ma?am, sepertinya si pelaku
memiliki pengetahuan, uh, intim tentang Anda."
"Atau ia membaca bukuku."
Wajah salah satu polisi berseri-seri dan ia menjentikkan jemari. "Saya memang sudah berpikir Anda tam101
pak familier. Anda ternyata penulis itu." Kepada
partnernya, ia berkata, "Dia terkenal."
Bellamy memberikan Low Pressure pada polisi yang
tidak mengenalinya. "Buku misteri pembunuhan. Berdasarkan fakta. Korbannya kakak perempuanku. Celana dalamnya jadi unsur kunci penyelidikan."
"Ada ide tentang maksud peringatan ini?"
"Bukankah artinya sudah jelas?" tanya Dent tak
sabar. "Ia dalam bahaya yang diakibatkan orang itu."
Kedua polisi tersebut mengabaikan komentar Dent,
tapi salah seorang bertanya pada Bellamy apakah ia
pernah menerima ancaman atau peringatan yang serupa. Bellamy memberitahu mereka tentang tikus dan
penyusupan ke mobilnya.
"Apakah Anda melaporkan insiden-insiden itu?"
"Tidak. Keduanya tidak mirip. Negara bagian yang
berbeda. Kukira kejadian acak. Tapi, setelah ini, aku
yakin semua bisa saja berhubungan, dan penghubungnya adalah bukuku."
"Kenapa Anda berpikiran begitu?"
"Salah satunya, masalah waktu. Peristiwa seperti ini
tidak pernah terjadi padaku sebelum buku itu diterbitkan. Lagi pula, kupikir tidak ada perbuatanku yang
bisa memancing tindakan keji seperti ini."
Setelah hening cukup lama, dan melirik Dent lagi,
salah satu polisi berkata, "Bisa saja tidak ada hubungannya dengan buku Anda. Mungkinkah seseorang
dalam kehidupan pribadi Anda menyimpan dendam
terhadap Anda? Mantan suami? Kekasih yang barubaru ini Anda putuskan? Orang seperti itu?"
102
Dent sendiri tertarik pada jawaban atas pertanyaanpertanyaan tersebut.
"Mantanku tinggal di Dallas," Bellamy memberitahu mereka. "Kami bercerai baik-baik. Ia sudah menikah lagi. Aku baru pindah kemari dari New York.
Aku belum menjalin hubungan dengan siapa pun."
"Bagaimana dengan di sana?"
"Tidak. Hanya hubungan paling platonis."
Kedua polisi saling memandang lagi dan tampak
sepakat bahwa mereka sudah menanyakan semuanya.
"Kami akan masukkan rumah Anda ke daftar patroli.
Petugas kami akan mengawasi rumah ini. Segera hubungi kami begitu terjadi sesuatu, yang paling sepele
sekalipun."
"Terima kasih, akan kulakukan."
"Sebaiknya Anda mempertimbangkan untuk memasang sistem alarm."
Bellamy memberitahu mereka ia akan melakukannya, lalu berdiri untuk mengantar mereka ke luar.
Saat melewati Dent, polisi-polisi itu memiringkan
topi sebagai salam, namun ekspresi mereka membuat
Dent jengkel. Mereka pergi setelah berjanji akan memberitahu Bellamy jika ada yang ditangkap akibat
penyelidikan mereka.
"Tunggu neraka membeku dulu deh," Dent berkomentar ketika Bellamy menutup pintu setelah mereka
pergi. "Tapi, setidaknya sekarang ada catatan polisi
tentang penyusupan itu, dan mereka mungkin memperoleh sidik jarinya. Mengingat kekacauan yang mereka timbulkan, kuharap ada hasilnya."
103
Ia menyapukan jari di noda yang tertinggal di
tiang tangga, lalu mengelapnya di kaki jins. "Deputi
juga mencari sidik jari di pesawatku. Kalau si bajingan itu tertangkap, mereka bisa menghubungkannya
dengan kedua kejahatan dan bahkan mungkin dengan
insiden tikus itu."
"Mungkin mestinya kita beritahu mereka tentang
pesawatmu."
"Dan mengungkit sejarah panjang?" Dent menggeleng.
"Aku juga tidak mau."
"Biarkan mereka punya tersangka dulu. Lalu kita
hubungkan fakta-faktanya buat mereka."
Bellamy bersedekap dan memeluk siku saat mendongak memandang tangga ke arah kamar. "Tadinya aku
mulai suka rumah ini. Sekarang tempat ini ternoda."
"Bisa bersih lagi. Tapi, bagaimana dengan induk
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
semangmu? Bukankah seharusnya kau beritahu dia?"
"Ia tidak ada di tempat."
"Keluar kota?"
"Afghanistan. Ketika ia ditugaskan ke sana, istrinya
pindah ke rumah orangtuanya di Arizona. Aku menyewa untuk setahun. Menurutku, tidak usah membuat
mereka khawatir. Akan kutanggung semua biayanya."
Dent mengeluarkan kartu nama dari saku kemeja.
"Ipar si tukang kunci melakukan bersih-bersih untuk
apartemen dan rumah. Termasuk mengecat. Untuk
harga yang pantas dan buku yang kautandatangani, ia
akan membuat rumah ini tampak baru. Dan aku
104
diberitahu bahwa ia mau memasang sistem alarm
dengan bayaran ala kadarnya."
Bellamy mengambil kartu nama itu. "Akan kutelepon dia."
"Pertama-tama, ikutlah ke dapur."
"Ada apa di sana? Kerusakan lagi?"
"Tidak. Aku lapar."
Lima menit kemudian mereka membuat makan
siang yang terdiri atas roti isi selai kacang dan jeli serta
bergelas-gelas es teh. Dent merobek sebungkus Fritos
yang ditemukannya di pantry dan ketika Bellamy menolak keripik itu, Dent menyantapnya.
Sambil mengunyah, ia bertanya, "Ada kabar dari
Houston?"
"Aku menelepon Olivia dalam perjalanan ke sini.
Daddy memilih menjalani kemo lagi. Mereka berpegang pada harapan bahwa pengobatan itu ada gunanya."
"Apakah kau bercerita tentang rumahmu?"
"Tidak. Aku tak mau menambah kekhawatirannya.
Tapi, kuceritakan tentang Van Durbin. Aku tidak
suka melakukannya, tapi setidaknya aku mempersiapkan mereka. Mereka takkan kaget waktu membaca
kolomnya besok."
"Kauberitahu dia mengenai pesawatku?"
"Tidak."
"Jadi, sepanjang yang ia ketahui, kita berpisah setelah mendarat tadi malam."
"Sebetulnya, ketika memberitahunya soal ditemui
Van Durbin, aku keceplosan bahwa kau bersamaku."
105
"Hmm. Aku ingin tahu apa yang lebih membuatnya gusar, mengetahui bahwa kau disergap, atau bahwa aku di sampingmu."
"Jangan memancing, Dent."
"Aku tidak memancing apa pun. Kemarin aku
betul-betul profesional, tapi ibu tirimu sejak dulu
memperlakukan aku seperti kotoran di mangkuk minuman, zat yang merusak, dan kemarin sama saja.
Bukannya aku peduli."
"Sikap seperti itulah yang memancing emosi."
Dent bisa saja bicara lebih banyak mengenai
Olivia, tapi memutuskan tidak melakukannya. Bagaimanapun, suami wanita itu hampir meninggal. Lagi
pula, ia tak pernah mau pusing-pusing memikirkan
apa pendapat Olivia Lyston tentang dirinya, dan ia
tidak berniat melakukannya. "Bagaimana reaksinya
soal berita tentang kolom Van Durbin yang akan datang?"
"Tidak suka." Bellamy mencuil sepotong kulit roti
lalu membulat-bulatkannya dengan ibu jari dan telunjuk, mengamati bola adonan roti yang terbentuk.
"Aku tak bisa bilang aku tidak mengerti kenapa ia
kesal."
"Kalau tidak mau membuat keluargamu kesal, seharusnya kau tidak menerbitkan buku yang membeberkan keburukan mereka."
Bellamy memandangnya dengan marah. "Aku sudah bilang mengapa aku menulisnya."
"Yeah, supaya kau bisa membuat periode buruk
dalam hidupmu jadi nyata, lalu meremasnya, mem106
buangnya, dan melupakannya. Terapi yang bagus
buatmu, mungkin. Tapi, menyebalkan bagi semua
orang lain yang terlibat. Kenapa kau tidak mencurahkan isi hatimu dalam jurnal, lalu menguncinya dan
melemparkan kuncinya, atau menguburkannya di halaman belakang, atau membuangnya ke laut? Kenapa
kau harus menjadikan terapimu best seller?"
Setelah menyingkirkan piringnya yang sudah kosong, Dent menumpukan lengan di tepi meja dan
mencondongkan tubuh ke arah Bellamy. "Kami yang
menjalani kisah itu agak jengkel ketika jadi sorotan
gara-gara kau, A.k.a."
Bellamy berdiri dari kursi. "Kau pernah bilang.
Aku tidak perlu mendengarnya lagi."
Dent ikut berdiri dan mengelilingi meja untuk berhadap-hadapan dengannya. "Yeah, kau perlu mendengarnya lagi. Karena ada yang tidak sekadar jengkel.
Ia marah besar. Dan ia akan lebih marah ketika besok
ketahuan bahwa mungkin kasus itu tidak setuntas
yang selama ini diyakini. Pembunuhan Susan bakal
ditelaah ulang dengan cermat. Aku punya irasat itu
takkan disukai siapa pun yang menuliskan peringatan
tersebut di dindingmu."
Bellamy mendongak memandangnya, menantang
dan membantah setiap kata.
"Kaupikir aku salah?" tanya Dent.
Ia membuka mulut untuk bicara, tapi mendadak
kehilangan semangat. Bellamy menunduk dan memijat-mijat pelipis dengan ujung jemari. "Kuharap kau
salah, tapi kurasa tidak."
107
Dent melunak. "Oke," katanya dengan suara lebih
lembut, "siapa tamu misteriusnya?"
"Aku tak tahu."
"Kau harus mencari tahu sebelum kejailan-kejailannya berkembang jadi sangat buruk."
Bellamy menurunkan tangan dari wajah dan mendongak menatap pria itu. "Ide bagus. Menurutmu,
bagaimana melakukannya?"
"Kita awali dengan orang-orang yang terlibat langsung. Mulai dari para pemain inti dan terus melebar,
mengeliminasi mereka satu per satu, sampai si bangsat
ketahuan."
"Kita? Bagaimana dengan polisi?"
"Apakah menurutmu si Starsky dan Hutch tadi
mau menggali-gali kasus pembunuhan yang sudah
berumur 18 tahun?"
"Mereka menyelidiki kasus-kasus lama."
"Tidak setelah si pelaku ditangkap dan dijatuhi hukuman."
"Vonis selalu bisa diubah."
"Tapi mereka harus punya alasan kuat untuk membuka lagi kasusnya. Bisakah kau memberi mereka
alasan itu?"
Bellamy menggeleng.
"Betul. Pendapatku? Mereka akan menunggu sampai kau diserang secara isik dan/atau mati barulah
mereka menganggap serius ancaman itu, sebab mereka
mungkin menyimpulkan ini ada hubungannya denganku. Dan kau percaya aku benar. Kalau tidak, kau
pasti sudah membeberkan semua kisah mengerikan
108
itu pada mereka mumpung mereka di sini. Kau tidak
melakukannya karena, seperti aku, kau tak percaya
mereka akan menuntaskan masalah ini. Aku sama
sekali tidak percaya polisi akan melakukannya. Berarti
semua tergantung pada kita."
"Apa yang kauketahui tentang polisi?"
"Hanya bahwa aku tidak memercayainya."
"Kau akan berhenti melakukan segalanya dan?"
"Aku didaratkan, ingat? Aku tak punya kegiatan
lain. Lagi pula, aku memang ingin menemukan si
bajingan. Dan setelah kutemukan, untuk membalas
perbuatannya pada pesawatku, akan kuremukkan
kepalanya."
"Bagus. Apakah kaukira aku mau jadi kaki-tanganmu?"
"Camkan ini." Ia maju selangkah, membuat mereka
makin dekat. "Aku tidak pernah main cantik,
Bellamy. Sejak dulu."
Setelah keheningan menegangkan beberapa lama,
Bellamy menyerah pada tatapan tajam Dent. "Baiklah.
Untuk saat ini, setidaknya, kita akan saling menolong.
Tapi kita mulai dari mana? Dari siapa?"
Dent mendekati kursi yang ditinggalkan Bellamy
beberapa saat lalu dan menyodorkannya pada wanita
itu. "Kita mulai dari kau."
109
AKu?" seru Bellamy.
"Kau lebih dekat pada Susan daripada siapa pun.
Kau bersamanya sepanjang hari itu sampai tepat sebelum ia terbunuh. Ceritakan segala yang terjadi dari
sudut pandangmu."
"Aku melakukan hal itu dengan tokoh utama bukuku. Aku menulisnya dari sudut pandang anak perempuan berumur 12 tahun."
"Aku melompati paragraf-paragraf panjang dan hanya membaca bagian dialog."
"Kau tetap tahu apa yang terjadi."
"Bukan hal-hal yang ada di balik layar."
"Itulah yang ada di dalam paragraf-paragraf panjang."
"Apakah ada yang kau ingin tidak kuketahui?"
"Tidak, tentu saja tidak ada."
Bab 6
110
"Nah, baiklah. Aku tidak hadir pada acara barbekyu, ingat? Aku butuh detail-detailnya."
"Kau bisa kembali ke buku dan membaca bagianbagian yang kaulompati."
"Atau kauberitahu saja aku."
Bellamy menggigit-gigit bibir bawah. Dent memiringkan kepala, menunggunya. Lalu Bellamy tiba-tiba
mulai bicara, seakan takut berubah pikiran.
"Daddy memulai barbekyu Memorial Day untuk
orang-orang seperusahaan dua tahun sebelumnya. Itu
pesta pertama yang ia dan Olivia selenggarakan setelah jadi suami-istri. Daddy menggunakan kesempatan
itu untuk memantapkan posisi Olivia sebagai Mrs.
Howard Lyston yang baru dan memperkenalkan
Steven sebagai anak angkatnya."
Dent mengangkat satu tangan. "Detail. Kalau ayahmu mengadopsinya, mengapa ia tidak mengubah
namanya jadi Lyston?"
"Olivia pasti lebih suka kalau ia berbuat begitu,
kurasa. Tapi, Steven ingin menghormati almarhum
ayahnya dengan mempertahankan namanya."
"Hmm. Oke. Nah, barbekyu itu jadi acara tahunan. Brisket dan iga, bergentong-gentong bir, pertunjukan musik, dansa. Bendera-bendera merah, putih,
dan biru."
"Es krim Blue Bell. Kembang api pada pukul
21.30."
"Seru juga."
"Tapi, ada yang tidak suka." Dengan ujung jari ia
mengikuti aliran embun yang meluncur menuruni sisi
111
gelas tehnya. "Pagi itu terjadi pertengkaran saat sarapan. Steven tidak mau datang ke barbekyu. Ia menyebut acara itu konyol. Olivia bilang padanya, konyol
atau tidak, ia harus datang. Susan bertingkah menjengkelkan karena" Ia mengalihkan pandangan pada
Dent. "Karena pertengkarannya denganmu."
"Aku datang naik motor pagi-pagi?"
"Membangunkan semua orang."
"Orang di dalam rumah harus membukakan gerbang supaya aku bisa masuk."
"Akulah orangnya."
"Betul, kan? Detail yang tidak kuketahui. Begitulah, aku harus datang pagi-pagi sebab Susan tidak
menjawab telepon. Aku tidak mau meninggalkan pesan, tapi aku harus memberitahunya bahwa aku akan
terlambat datang ke barbekyu."
"Kau akan terbang dengan Gall."
"Ia sudah beberapa lama memperbaiki pesawat
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang ini dan ingin menerbangkannya, mengecek berbagai hal. Ia bertanya apakah aku mau ikut. Aku
langsung menyambar kesempatan itu. Kuberitahu
Susan bahwa aku akan menyusulnya di barbekyu setelah kami kembali."
"Ia tidak suka."
"Istilah halusnya begitu. Ia mengamuk dan memberi ultimatum. Ajak Susan ke barbekyu sejak dimulai, atau tidak usah datang saja. Kukatakan aku akan
terbang dengan Gall. Ia bilang baik, ia akan lebih
bersenang-senang tanpa aku."
"Ia cemburu. Ia memberitahu aku" Bellamy
112
ragu, lalu melanjutkan, "Katanya ia lebih baik mati
daripada kalah dari laki-laki tua jelek itu."
Kata-kata kasar tersebut membungkam mereka selama beberapa saat, kemudian Bellamy meneruskan
ceritanya. "Ia bertekad memberimu pelajaran. Meskipun diprotes Daddy, ia menyetir sendiri mobilnya ke
taman. Ia berangkat mendahului kami, dan aku ingat
aku berpikir betapa memesonanya dia waktu melesat
keluar pintu.
"Ia memakai gaun baru, yang dibelikan Olivia untuk acara itu. Warna birunya menonjolkan mata
Susan. Kakinya mulus dan kecokelatan. Rambutnya
keemasan, mengilap, dan sempurna. Sebetulnya, semua yang ada pada dirinya tampak sempurna di mataku." Ia tertawa pelan. "Barangkali karena aku begitu
tidak sempurna."
"Kau makin bagus kok. Sangat." Ia menyertai pujian santainya dengan pandangan malas-malasan yang
menyapu sekujur tubuh Bellamy. Ia tahu tatapan itu
membuat Bellamy salah tingkah.
"Aku tidak bermaksud memancing pujian."
"Yah, kau tetap mendapatkannya."
"Terima kasih."
"Sama-sama." Dent nyengir jail padanya, lalu kembali ke topik serius yang tadi mereka bicarakan.
"Susan berangkat lebih dulu."
"Ya, biarpun Daddy dan Olivia ingin kami tiba
bersama dan menampilkan kesan keluarga yang solid.
Ia ngotot dengan maunya sendiri. Aku mengagumi
keberaniannya, karena aku sebaliknya. Aku tak pernah
113
membantah, tidak pernah menentang keinginan dan
harapan orangtua. Aku si anak baik-baik dalam keluarga."
"Penurut dari lahir?"
"Atau cuma pengecut. Aku juga begitu bahagia
karena akhirnya punya ibu. Aku tidak mau melakukan apa pun yang dapat merusak keluarga baruku."
"Kau berumur berapa tahun ketika ibu kandungmu
meninggal?"
"Tiga. Susan tujuh tahun. Ibu menitipkan kami
pada pengurus rumah sementara ia berbelanja ke supermarket. Ia ambruk di lorong toko. Pembuluh darah
otaknya pecah. Kata orang, ia langsung meninggal."
Setelah hening sesaat, ia menambahkan, "Kuharap begitu. Ibu pasti sangat menderita kalau sadar bahwa ia
akan meninggal sehingga kami tidak memiliki ibu
lagi."
"Apakah kau ingat bagaimana dia?"
"Kadang aku merasa ingat," ia menjawab sendu,
"tapi mungkin juga itu hanya bayangan-bayangan
yang terbentuk dari foto-fotonya dan kisah-kisah yang
diceritakan Daddy padaku. Ketika aku mulai bersekolah, tak punya ibu membuatku berbeda dari anakanak lain. Aku tidak suka itu. Aku senang sekali
waktu Daddy dan Olivia menikah."
"Bagaimana dengan Susan?"
"Ia lebih waswas karena lebih tua dan dapat mengingat ibu kami. Tapi, untunglah Olivia pintar dan
sabar menghadapi kami. Juga menghadapi Steven,
yang mendadak bukan anak tunggal lagi, melainkan
114
anak tengah yang harus berbagi ibu dengan dua saudari tiri. Sebagai orang dewasa, sekarang aku tahu
betapa penyatuan itu bisa jadi sulit. Namun, tidak
ada kekacauan yang berarti."
Latar belakang keluarga Dent sangat berbeda. Ia
tak mau memikirkan akan jadi apa dirinya jika Gall
tidak merengkuhnya.
Ia duduk lagi di kursi dan bersedekap. "Si anak
baik-baik pergi ke barbekyu."
Bellamy meringis. "Ingat, tidak mengenakan baju
baru, cuma celana panjang putih yang bagian bokongnya terlalu longgar dan blus merah yang talinya
melorot terus dari bahu kurusku." Ia tertawa mengejek diri sendiri. "Masa remajaku tidak indah."
Dent tersenyum, ingat betapa kikuk Bellamy dulu.
"Aku ingat Susan dan aku pernah lewat dapur saat
kau duduk di meja, mengerjakan PR. Susan bilang
kau payah karena jadi murid yang rajin begitu. Kau
menyuruhnya tutup mulut. Tapi, ia terus menggodamu. Kau mengambil tas?"
"Berisi pensil-pensil warna. Waktu itu aku sedang
menggambar benua Eropa."
"Kau menariknya ke belakang sebelum melemparkannya pada Susan, tapi malah menyenggol gelas
susu. Tangismu pecah dan kau lari ke luar dapur."
"Aku takjub kau ingat itu." Bellamy membenamkan
wajah di tangan. "Aku malu sekali saat itu."
"Kenapa? Susan pantas dimarahi karena mengolokolokmu. Menurutku, kau punya nyali karena berani
menentangnya."
115
"Tapi, aku mengacaukannya dengan menumpahkan
susu. Di depanmu. Itu yang paling buruk."
"Karena kau naksir aku."
Wajah Bellamy memerah. "Kau tahu?"
Dent mengangkat sebelah bahu. "Merasa."
"Ya Tuhan. Sekarang aku betul-betul malu. Kukira
kau bahkan tak tahu aku ada."
Dent tahu. Tetapi, ketertarikan Bellamy remaja tidak dipedulikannya sampai Memorial Day itu. Sejak
hari itu perasaan Bellamy padanya memiliki pengaruh
yang mengusik Dent bahkan hingga saat ini.
Tetapi, ia tidak akan menyinggung masalah itu.
Sampai Bellamy melakukannya sendiri.
Ia malah tersenyum. "Apa yang kau suka pada diriku?"
"Kau begitu jauh lebih tua. Delapan belas. Kau
naik motor, menerbangkan pesawat, memaki. Kau
melanggar semua peraturan dan orangtuaku menyebutmu serampangan, kasar, serta tak disiplin."
"Dan mereka memang benar."
Bellamy tertawa ringan. "Kau anak bandel yang
berbahaya. Khayalan semua anak baik-baik."
"Oh yeah?" Ia mencondongkan tubuh mendekati
wanita itu dan memelankan suara. "Bagaimana pendapatmu tentang aku sekarang?"
Bellamy langsung berubah serius dan membalas
tatapannya selama beberapa detik, lalu menjawab pelan, "Menurutku, kau tetap berbahaya."
Ia cepat-cepat memundurkan kursi dan mulai membersihkan meja. Dent memandangi ketika Bellamy
116
bergerak ke sana-kemari di dapur dan sadar betapa
bagian bokong celana wanita itu sekarang terisi dengan indah. Blusnya yang lembut dan ketat juga terisi. Tidak terlalu penuh. Secukupnya saja.
Hari ini rambut Bellamy tergerai. Rambutnya berwarna gelap, tebal, mengilap, dan setiap kali ia bergerak, helai-helai yang lebih panjang menyapu payudaranya yang tidak-terlalu-besar-tapi-cukup itu. Setiap
kali itu terjadi, Dent merasakan gelenyar hangat dan
menyenangkan di bawah ikat pinggangnya.
Kemarin, begitu Bellamy membuka kacamata hitam, Dent menyadari matanya biru muda, dengan
bulu mata hitam. Kulitnya putih, dan Dent sekarang
betul-betul menyukai bintik-bintik yang tersebar di
hidung dan tulang pipi wanita itu, yang kontras dengan wajahnya yang berekspresi serius. Kalau saatnya
tepat, ia akan menggoda Bellamy soal bintik-bintik
itu, juga semu merah kekanak-kanakan di wajahnya.
Ia ingin tahu ada masalah apa di antara wanita itu
dan mantan suaminya, dan apakah proses perceraian
mereka semulus yang dikatakannya.
Bellamy kembali ke kursi di seberang Dent dengan
meja di antara mereka dan, seolah menyadari pengamatan Dent dan isi kepalanya, ia segera melanjutkan.
"Barbekyunya persis seperti yang kaugambarkan.
Susan jadi ratu pesta, seperti biasa. Tapi, hari itu ia
seperti sibuk cari perhatian."
"Ia ingin memastikan aku mendengar soal itu."
Bellamy mengangguk kaku. "Ia tertawa keras men117
dengar apa pun dan berdansa tanpa henti, dengan
semua pria yang mengajaknya, tua maupun muda."
"Allen Strickland."
"Ya. Tapi mereka baru berpasangan belakangan hari
itu, setelah Susan minum cukup banyak. Ia dan sekelompok anak yang lebih tua meninggalkan paviliun
utama dan pergi ke rumah perahu. Mereka menyelundupkan bir ke sana dan Susan menenggaknya banyakbanyak.
"Karena penasaran dan, kuakui, agak iri, aku ikut
ke tempat itu untuk memata-matai mereka. Susan
melihatku mengendap-endap dan mengancam akan
membunuhku kalau aku mengadukannya pada Olivia
dan Daddy. Kubilang bahwa aku tidak perlu mengadu, bahwa kalau ia terus minum seperti itu, mereka
toh akan tahu dari kelakuannya. Ia mengusirku. Jadi
aku pergi."
"Apakah kau mengadukannya?"
"Tidak." Kali ini ketika ia tenggelam dalam pikiran, ujung jarinya mengusap bibir gelas teh. "Belakangan aku menyesal tidak melakukannya. Kalau tidak
semabuk itu, ia takkan melirik laki-laki seperti Allen
Strickland."
"Kenapa kau bilang begitu?"
"Ia kelas pekerja sekali."
"Dan aku tidak?"
"Yah, kau kau beda."
"Aku naik motor dan menerbangkan pesawat. Ia
mengemudikan truk perusahaan. Menurutku, perbedaan di antara kami cuma soal kendaraan."
118
"Kalau menyangkut pacar, itu besar artinya."
"Oke. Lanjutkan."
"Sampai mana aku tadi?"
"Kau menyalahkan diri karena perbuatan-perbuatan
Susan. Seharusnya jangan. Ia membuat pilihan-pilihan
sendiri hari itu."
"Tapi, ia kakakku. Mestinya aku menjaganya."
"Apakah ia menjagamu?"
Bellamy menurunkan pandangan dan pastilah memutuskan untuk tidak terlalu membahas masalah itu,
sebab ia melanjutkan cerita. "Aku kembali ke paviliun
dan berusaha tidak menarik perhatian. Kelompok
Susan akhirnya satu per satu mulai datang dari rumah
perahu. Aku jadi khawatir waktu ia tidak kembali
bersama yang lain. Aku bertanya-tanya apakah ia minum terlalu banyak sehingga muntah. Aku balik ke
rumah perahu untuk memeriksa keadaannya.
"Atau" Ia memejamkan mata dan memijat pelipis. "Atau apakah aku melakukannya belakangan?
Aku bingung." Ia menggeleng pelan. "Kejadiannya
sudah lama sekali, aku kadang sulit mengingat urutan
peristiwa-peristiwanya."
Sambil menatap tajam Bellamy, Dent berkata, "Kau
tidak sulit mengingat urutannya waktu menulis buku
itu. Tokoh gadisnya tidak kembali ke rumah perahu
sampai tornado melanda."
"Benar," jawab Bellamy samar. Lalu lebih tegas,
"Benar." Namun, dengan kening berkerut, ia toh
diam sejenak sebelum melanjutkan. "Susan termasuk
rombongan terakhir yang pulang ke paviliun. Ia tam119
pak lebih memesona dan cantik daripada biasanya.
Penampilan sebagian besar wanita tidak terlalu bagus
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setelah mereka minum terlalu banyak, tapi alkohol
membuatnya kelihatan berkilau.
"Allen Strickland mengajaknya berdansa. Pria itu
jagoan. Ia termasuk orang yang benar-benar bisa berdansa, setiap langkahnya tampak mulus dan luwes.
Sangat menguasai gerakannya dan pasangannya. Kau
tahu tipe seperti itu?"
"Tidak juga," sahut Dent datar. "Aku tak biasa memandangi laki-laki berdansa."
"Kalau begitu, percayalah padaku. Ia hebat. Susan
juga. Satu lagu berlanjut ke lagu berikut, dan Allen
Strickland tetap jadi pasangannya. Gerakan mereka
terang-terangan seksi dan semua orang menyadarinya.
Tangan pria itu menggerayangi dan Susan tidak berbuat apa pun untuk melarang. Sebaliknya, malah."
Ia lama terdiam, tenggelam dalam kenangan.
Kemudian, dengan suara pelan, ia berkata, "Mengingat bagaimana mereka berdua begitu seronok di
lantai dansa, tidaklah mengejutkan bahwa Allen
Strickland yang pertama ditanyai polisi."
"Kau salah, A.k.a.," ujar Dent pahit. "Aku yang
pertama."
Beberapa ratus kilometer dari sana, Dale Moody, mantan detektif bagian pembunuhan di Kepolisian Austin,
juga teringat pada interogasi pertamanya dengan
Denton Carter. Bertahun-tahun kemudian, ia masih
120
mengingatnya seolah peristiwa itu terjadi kemarin.
Kenangan tersebut berputar bagai ilm di dalam kepalanya.
"Nak, sebaiknya kau jujur saja pada kami, karena
kami toh akan tahu, cepat atau lambat. Kalau mengatakan yang sebenarnya sekarang, kau takkan buangbuang waktu dan mendapat penilaian postif dari kami.
Bagaimana?"
"Aku tidak ada hubungan dengan ini."
"Kau dan Susan diam-diam pergi ke hutan supaya
bisa berduaan, benar? Situasi jadi hot. Lalu, seperti
yang kadang dilakukan para gadis, ia menghentikannya.
Sialan, aku mengerti betapa mengesalkannya itu bagimu, Dent. Aku sendiri jengkel kalau itu terjadi."
"Aku yakin begitu. Dan aku yakin kau sering mengalaminya. Tapi, itu tidak terjadi padaku. Yang jelas, itu
tidak terjadi di barbekyu karena aku bahkan tidak ada
di sana."
"Kau ada, Dent, ada."
"Aku baru datang setelah tornado menyerang! Sebelumnya aku terbang dengan Gall. Tanya saja dia."
"Aku sudah menyuruh petugas ke sana, bicara dengannya."
"Yah, kalau begitu, persoalan selesai. Aku tidak ada
di barbekyu dan aku tidak membunuh Susan. Ia pacarku."
"Kau bertengkar dengan siapa pagi itu?"
Hening.
"Keluarganya memberitahu aku mengenai pertengkaran itu, Dent. Kata mereka, kalian berdua habis-habis121
an. Ia membanting pintu waktu kembali ke rumah.
Kau ngebut pergi naik motor dari tempat mereka. Betul
atau salah?"
"Betul. Memangnya kenapa?"
"Kau dan Susan bertengkar tentang apa?"
"Tentang aku yang tidak pergi ke barbekyu bersamanya. Itulah yang ingin kuberitahukan padamu. Aku tidak ada di sana, sialan."
"Jaga mulutmu, Nak. Kau tahu kau bicara dengan
siapa?"
"Oh, maaf. Biar kuubah kalimatku. Aku tidak ada
di sana bangsat."
Dale berdecak seolah mematikan mesin pemutar rekaman. Ia hafal dialog itu. Seperti semua hal lain yang
berhubungan dengan kasus Susan Lyston, dialog tersebut melekat dalam ingatannya. Ia terkutuk karena bisa
mengingat segalanya. Tetapi, jika ada yang sampai terlupa, ia tinggal membaca Low Pressure lusuh miliknya.
Itulah yang ia lakukan sekarang, membalik-balik
halaman sampai menemukan adegan di mana tokoh
yang ditulis berdasarkan dirinya berusaha mendapatkan pengakuan dari kekasih si korban. Bellamy Lyston
tidak hadir di ruangan interogasi itu, tapi ia menceritakannya sangat mirip dengan yang sebenarnya terjadi.
Sebetulnya, setiap adegan dalam buku Bellamy
anehnya sangat akurat. Wanita itu punya bakat bercerita sehingga membuat para pembaca tak bisa melepaskan buku dari tangan mereka. Dale hanya berharap
cerita memikatnya bukan cerita yang ini. Ceritanya.
Ia tahu mengenai buku Bellamy karena kebetulan
122
saja. TV-nya menyiarkan acara berita pagi. Waktu itu
ia sedang menunggu kopinya jadi dan tidak terlalu
memerhatikan apa yang dibicarakan si tamu dan pembaca acara. Tetapi, waktu sadar bahwa novelis cantik
itu Bellamy Lyston Price, telah dewasa dan berpakaian
bagus, ia berhenti melakukan apa yang dikerjakannya
dan menyimak.
Bellamy mengatakan bukunya tentang pembunuhan
gadis berusia 16 tahun saat barbekyu Memorial Day.
Saat itulah perut Dale mulai mulas dan, waktu wawancara selesai, ia bersusah payah menelan ludah supaya wiski yang diminumnya tadi malam tidak keluar.
Wiski itu terasa mendidih dan masam, membakar kerongkongan.
Ia menenangkan diri dan mengemudi ke toko
Walmart terdekat, membeli buku itu, dan mulai membacanya begitu sampai di rumah. Ternyata tidak seburuk yang ditakutkannya.
Lebih buruk.
Ia merasa perutnya bagai dirobek dengan alat penyiksaan Abad Pertengahan dan ususnya terburai sehingga siapa pun dapat mengaduk-aduknya untuk
mengetahui isinya.
Tangannya sekarang gemetar saat ia menyalakan
rokok, menuangkan segelas wiski, mengambil pistol,
dan membawanya serta minuman ke teras depan, istilah yang kurang pas bagi pelataran kayu menyedihkan.
Teras itu sesuai dengan bagian-bagian lain pondoknya:
tua, terbengkalai, dan setiap hari kelihatan jelas makin
buruk.
123
Yang sesuai juga dengan gambaran diri Dale
Moody. Pasti menarik untuk menyaksikan mana yang
menyerah duluan: teras, paru-paru, atau livernya.
Kalau ia mujur dan terasnya runtuh di bawahnya,
lehernya mungkin akan patah dan langsung membunuhnya. Kalau kena kanker paru, ia akan membiarkan
penyakit itu menang tanpa perlawanan. Begitu juga
dengan sirosis. Kalau tak satu pun dari semua itu terjadi dalam waktu dekat Yah, itulah sebabnya pistol
S&W kaliber .357 selalu dalam jangkauannya.
Suatu saat ia mungkin akan bisa mengumpulkan
keberanian untuk memasukkan laras pistol itu ke mulut dan menarik picunya. Beberapa kali, ketika mabuk
berat, ia bermain roulette Rusia dengan senjata tersebut, tapi ia selalu menang. Atau kalah. Tergantung
bagaimana kau memandangnya.
Sore itu panas dan pengap, keheningannya yang
menyesakkan hanya diusik oleh derit suara jangkerik.
Bayangan di bawah atap seng yang menjulur di atas
teras hanya memberikan sedikit keteduhan dari panas
membakar. Di antara pohon-pohon cypress, permukaan
datar Danau Caddo tampak seperti lempengan kuningan.
Pondok yang ditempatinya sendirian selama lima
belas tahun ini terletak di semenanjung berhutan lebat. Teluk yang dibentuknya kelihatan gelap dan berbahaya karena pepohonan rindang berlapis lumut dan
air keruh rawa-rawa. Hanya beberapa nelayan yang
berani masuk ke perairan tak menarik itu. Dale
Moody menyukai situasi ini. Kesendirianlah yang dica124
rinya waktu ia membeli tempat ini, membayar kontan, mengajukan dokumen-dokumen dengan nama
yang dicomotnya dari batu nisan berusia seratus tahun.
Ia duduk di kursi goyang reyot dengan alas dari
rotan yang mulai terurai, menyesap wiski, mengisap
rokok, dan menikmati berat meyakinkan revolver penuh peluru yang tergeletak di pahanya.
Ketika duduk di sana, nyaris tidak mau mengeluarkan tenaga untuk menggoyang kursi, ia bertanya pada
diri sendiri, seperti yang dilakukannya pada sebagian
besar hari, bagaimana hidupnya mungkin akan berbeda jika Susan Lyston tidak terbunuh hari itu. Apakah
ia akan sukses sebagai detektif bagian pembunuhan,
menerima pujian dan jabatan tangan dari Wali Kota,
tetap di Kepolisian Austin sampai pensiun? Apakah ia
akan masih menikah dan berhubungan dengan anakanaknya? Apakah ia akan tahu seperti apa cucu-cucunya?
Tetapi, Susan Lyston terbunuh pada Memorial Day
mengerikan 18 tahun lalu itu. Tanggal tersebut bukan
cuma menandai pembunuhannya, tapi juga penting
secara meteorologi. Tornado pertama yang menyerang
Austin setelah hampir setengah abad menerjang kota
dan meluluhlantakkannya, tanpa ampun menimbulkan
kehancuran dan kematian. Salah satu daerah yang
kerusakannya paling parah adalah taman negara bagian tempat keluarga Lyston mengadakan pesta tahunan perusahaan.
Para tamu begitu menikmati acara sehingga bebe125
rapa orang yang menyadari adanya awan gelap cuma
berharap hujan takkan membatalkan pertunjukan kembang api malam itu. Tetapi, akhirnya orang-orang
waswas karena senja yang terlalu cepat datang, tekanan udara yang berubah, kesenyapan alam, dan langit
yang bernuansa kehijauan.
Orangtua mulai mengumpulkan anak-anak, yang
tersebar di berbagai area taman untuk menikmati berbagai permainan dan kegiatan yang diadakan keluarga
Lyston. Wanita di stan melukis wajah mengemasi cat
dan kuas-kuasnya. Para anggota band berhenti bermain lalu mengemasi peralatan dan speaker ke dalam
van untuk menunggu badai berlalu. Petugas katering
menutup baki-baki salad kentang dan kacang panggang.
Namun, semua tindakan jaga-jaga ini tak ada artinya. Meski ada waktu untuk melakukan lebih banyak
usaha pencegahan, para ahli belakangan sepakat bahwa semua itu hanya berefek sedikit atau tidak ada
sama sekali terhadap angin puting beliung yang lebarnya 1,5 kilometer lebih dan penuh angin berpusar
dengan kecepatan hampir 320 kilometer per jam.
Austin terletak di selatan pita geograis yang dikenal sebagai Jalur Tornado, jadi banyak orang yang
tinggal di sana tidak terlalu mengenal bahayanya, tak
seperti tetangga mereka di utara. Mereka memang
pernah melihat gambar-gambar kehancuran akibat
tornado. Mereka menonton ilm di TV dan takjub
memandang gejala alam paling menakutkan dan tak
bisa ditebak itu.
126
Tetapi, tak ada yang siap menghadapi kedahsyatan
dan kemurkaan yang bisa ditimbulkan awan berbentuk corong tersebut. Orang harus mengalaminya sendiri baru betul-betul tahu, dan banyak yang mengalaminya tak bisa menceritakannya karena tidak lagi
bernyawa. Beberapa orang tolol mengabaikan sirene
peringatan dan pergi ke luar untuk menonton awan.
Dua dari mereka hilang tanpa jejak. Tak ada sisa
sama sekali.
Di seluruh penjuru kota, korban jiwa mencapai 67
orang. Sembilan dari para korban itu ditemukan di
lokasi barbekyu di taman negara bagian.
Dua belas jam sesudah badai, kota masih berada
dalam keadaan darurat. Seluruh Travis County dinyatakan sebagai daerah bencana. Semua polisi dikerahkan
untuk mencari dan menyelamatkan korban, bersama
dinas pemadam kebakaran, kantor Sherif, Garda
Nasional, Palang Merah, dan banyak sukarelawan.
Mereka sangat sibuk berusaha menyatukan keluarga
yang terpisah, mencari orang hilang dan tewas, membawa korban luka ke fasilitas medis, menegakkan hukum kembali di tempat-tempat para penjarah beraksi,
mendirikan penampungan bagi korban yang rumahnya hancur, dan membersihkan jalanan dari reruntuhan supaya kendaraan-kendaraan pertolongan darurat dan truk-truk pelayanan publik bisa lewat.
Pada fajar keesokan harinya, setelah semalaman berada di tengah kekacauan, Dale mendapat panggilan
untuk datang ke kamar mayat. Mengingat betapa
kacaunya situasi, panggilan itu terasa menyebalkan.
127
Namun, ia memenuhi panggilan tersebut. Ketika
tiba, ia disambut dokter kepala autopsi, yang juga
tampak kusut dan kelelahan. Stafnya kewalahan menghadapi banyaknya jenazah yang terus berdatangan,
beberapa tak utuh lagi, membuat identiikasinya menantang objektivitas petugas paling berpengalaman
sekalipun.
Menyebabkan Dale makin bingung mengapa dokter itu meminta detektif menghentikan kesibukannya
dan buru-buru datang.
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kita sama-sama sibuk, Detektif, jadi aku akan mengatakannya dengan cepat. Kami menerima seorang
gadis, usia remaja, yang jenazahnya ditemukan di taman negara bagian."
"Ia menghadiri pesta Lyston Electronics?"
"Ia keluarga Lyston. Putri mereka, Susan."
"Ya Tuhan."
"Aku diberitahu bahwa tubuhnya ditemukan di
bawah dahan-dahan pohon tumbang. Tapi, masalahnya, alasanku menghubungi detektif, adalah bahwa
bukan itu penyebab ia tewas. Luka-luka yang dialaminya selama tornado terjadi setelah ia meninggal."
"Apa?"
"Penyebab kematiannya asiksiasi. Ia dicekik."
"Kau yakin?"
Ia menunjukkan mayatnya pada Dale. "Memar di
leher ini menunjukkan pencekikan. Di tempat ia tergores dan terluka karena pohon tumbang, tak ada
darahnya. Beberapa organnya luka akibat benda tum128
pul, yang memang bisa berakibat fatal, namun ia sudah meninggal."
Dale kebagian tugas memberitahukan kabar itu
pada orangtua Susan, yang telah dilanda syok dan
duka karena kematian yang mereka kira berhubungan
dengan badai. Ia melihat Howard dan Olivia Lyston
hancur. Hati mereka remuk redam ketika mengetahui
bahwa anak mereka ternyata dibunuh.
Tragedi mereka memberi Dale Moody kasus pembunuhan.
Menyisiri lokasi kejahatan untuk mencari bukti bagai mencari jarum di tumpukan jerami. Tornado
menghancurkan seluruh wilayah itu. Pepohonan yang
tidak tumbang jadi gundul, dahan-dahannya yang
telanjang tercerabut dan terlempar ke tanah bagai tusuk gigi. Para penyelidik harus memotongi reruntuhan
pohon hanya supaya bisa mencapai lokasi kejahatan.
Area itu juga telah diinjak-injak para penolong pertama dan orang-orang panik yang mencari kenalan
mereka yang hilang.
Kalau si penjahat memang merencanakannya, ia sangat beruntung karena ada tornado berkekuatan F-5
menyapu tempat ia membunuh Susan Lyston.
Dale dan detektif-detektif lain berusaha menanyai
setiap orang yang menghadiri barbekyu dan berada di
tempat itu pada saat terjadi pembunuhan. Mereka
mewawancarai sebanyak mungkin orang yang bisa
mereka temukan. Namun, paviliun dan rumah perahu
sudah rata dengan tanah. Lapangan berkerikil tempat
129
lebih dari 200 kendaraan diparkir telah berubah menjadi hamparan baja terpuntir dan kaca hancur.
Puluhan orang yang lolos dari kematian mengalami
luka serius. Banyak yang dirawat di rumah sakit karena luka dalam, trauma kepala, patah tulang, luka dan
lebam, serta syok. Butuh waktu berminggu-minggu
untuk melacak dan menanyai orang-orang.
Tetapi, sementara itu, Dale mencecar Denton
Carter.
Sebagai kekasih yang bertengkar dengan Susan
Lyston pagi itu, namanya berada di puncak daftar
calon tersangka. Dale dan tim detektifnya langsung
mengira telah menemukan si pelaku. Pemuda berusia
18 tahun itu berandalan dan punya masalah dengan
pihak berwenang. Dale mendengarnya dari para pengajar SMA Dent, yang baru lulus minggu lalu.
"Ia anak pintar," guru pembimbingnya memberitahu Dale. "Ia lulus dengan nilai rata-rata 3,2 dan
mungkin bisa lebih tinggi kalau ia mau. Tapi, itulah
masalahnya. Ia tidak mau. Kelakuannya buruk. Anak
itu punya banyak masalah."
Dale mengetahuinya sendiri pada kali pertama ia
menyeret Dent Carter untuk ditanyai. Setelah bahasanya yang kasar itu, Dale menjebloskannya ke penjara,
mengira semalam di penjara bakal memperbaiki kelakuan bocah itu. Tetapi, keesokan harinya ia mengejek
Dale dan menunjukkan jari tengah padanya ketika
dibebaskan.
Dale tak suka melihat Dent pergi begitu saja, tapi
ia tidak punya bukti untuk menahannya. Tidak saat
130
itu, dan tidak beberapa hari kemudian, setelah ia
melakukan penyelidikan menyeluruh dan interogasi
berulang kali. Kisah anak itu tidak pernah berubah
dari yang diberitahukannya pada Dale sejak awal. Tidak ada yang bisa bersaksi melihatnya di acara barbekyu, dan si laki-laki tua dari lapangan terbang memberinya alibi. Dale tidak punya pilihan selain
membiarkannya pergi.
Perhatiannya beralih kepada Allen Strickland.
Sekarang, Dale menimang-nimang pistol di telapak
tangan sementara dalam hati menyebutkan fakta-fakta
yang memberatkan Strickland. Faktanya cukup banyak
sehingga pria itu bisa didakwa. Tetapi, tidak ada satu
pun bukti solid bahwa ia membunuh gadis itu.
Asisten Jaksa Wilayah yang ditugaskan menangani
kasus tersebut, Rupert Collier, si pengisap darah penuh semangat, kalau memang ada orang seperti itu,
membangun kasus berdasarkan bukti tidak langsung.
Pernyataan penutupnya disampaikan dengan menggebu-gebu bagai pengkhotbah jalanan. Seakan takut
masuk neraka kalau mereka tidak mengambil keputusan, juri menjatuhkan vonis bersalah dalam waktu tak
sampai dua jam.
Allen Strickland masuk penjara.
Dale Moody jadi pemabuk.
Delapan belas tahun kemudian, Bellamy Lyston
Price menulis buku yang menegaskan setiap keraguan
yang pernah dirasakan Dale tentang apa yang terjadi
di hutan hari itu, tepat sebelum tornado bersejarah
tersebut.
131
Dan yang membuatnya marah besar adalah buku
itu bisa saja menimbulkan keraguan di dalam pikiran
orang lain juga. Bagian akhirnya terbuka lebar untuk
spekulasi. Para pembaca mungkin akan mulai bertanya-tanya apakah mungkin penyelidikan kejahatannya dilakukan sembarangan, apakah mungkin ambisi
Asisten Jaksa Wilayah mengalahkan ambisi pembela
si terdakwa yang ditunjuk pengadilan, apakah mungkin Allen Strickland ternyata bukan orang terakhir
yang melihat Susan Lyston dalam keadaan hidup.
Bukan masalah kalau Dale memikirkan ulang kasus
Susan Lyston sepanjang hari, setiap hari. Tetapi, ia
tidak ingin orang lain melakukannya juga.
Ia hanya merasa sedikit senang ketika tahu bahwa
buku Bellamy Price membuat Rupe gelisah juga.
Rupe Collier sekarang jadi orang hebat di Austin. Ia
tak mungkin senang kalau dirinya digambarkan buku
itu sebagai jaksa penuntut muda tanpa ampun yang
rela melakukan apa saja demi memenangi kasus, meskipun memang persis dan tepat itulah yang dilakukannya.
Dan ia mencari Dale.
Donald Haymaker, teman Dale saat masih berdinas
yang masih punya koneksi di Kepolisian Austin dan
salah satu dari sedikit kenalannya yang tahu cara
menghubunginya, beberapa minggu lalu menelepon,
beberapa hari setelah identitas asli T. J. David ketahuan.
Setelah berbasa-basi sebentar, ia bertanya, "Uh,
Dale, kau pernah dengar tentang buku ini?"
132
Ia tak perlu menjelaskan buku yang mana. Dale
memberitahunya ia sudah membaca Low Pressure karangan Bellamy Price.
"Aku juga," Haymaker mengakui dengan kekikukan
yang tampak jelas. "Kurasa semua orang di negeri ini
sudah membacanya. Termasuk Rupe Collier. Ia, uh,
ia meneleponku, Dale. Ia mengoceh tentang ini-itu
selama sekitar sepuluh menit, lalu secara sambil
lalu?terlalu sambil lalu?bertanya apakah aku tahu
di mana kau berada dan cara menghubungimu."
"Kau tidak memberitahukan nomor teleponku,
kan?"
"Jelas dong! Tapi, menurutmu, mau apa si licik itu
denganmu setelah sekian tahun ini? Pasti ada hubungannya dengan buku itu, kan?"
Memang itulah dugaan Dale. Buku tersebut jelas
membuat Rupe kebat-kebit. Ia pasti lebih membencinya dan kehebohan yang menyelimutinya daripada
Dale, padahal Dale sudah amat sangat membencinya.
Bellamy Lyston Price, gadis sederhana dan kikuk
itu, telah menimbulkan kekacauan hebat. Ini berpotensi menambah kesengsaraan hidup Dale.
Ia menghabiskan wiski dalam sekali tenggak, membuang puntung rokok di teras, menimang-nimang
pistol, dan berharap dengan setiap senti dirinya yang
membusuk bahwa, sekali saja sebelum mati, ia dapat
menikmati momen ketika ia tahu dengan kepastian
seratus persen bahwa ia telah menghukum orang yang
tepat.
133
AKu yang pertama," ujar Dent, mengulangi dengan
penuh penekanan.
Ia membalas tatapan Bellamy beberapa lama, kemudian, sambil menggumamkan makian, bangun dan
mondar-mandir dengan gelisah di dapur. Ia meninju
kotak berisi peralatan remeh-temeh yang belum dibongkar Bellamy dan akhirnya berdiri di dekat bak
cuci piring. Ia memasukkan tangan, telapak menghadap ke luar, ke saku belakang jins dan menatap ke
luar jendela, ke halaman belakang.
"Ada pot bunga pecah di anak tangga," katanya.
"Aku menemukannya tadi malam."
"Pasti tidak enak bagimu."
"Ah, cuma pot bunga. Bisa kulupakan."
"Maksudku, kau dianggap tersangka."
Bab 7
134
Dent berpaling dan bicara pada Bellamy sambil
memandang ke balik bahu. "Sudah kulupakan."
"Benarkah?"
Mendengar keraguan dalam pertanyaan itu, ia berbalik lagi ke jendela, menarik tangan dari saku dan
meletakkannya di pinggir bak cuci, sambil mencondongkan tubuh. "Pernahkah kau ditanyai polisi?"
"Selain dihentikan karena ngebut, tidak."
"Kau jadi merasa bersalah, meskipun kau sebenarnya tidak bersalah. Itu perasaan paling sepi, paling
terasing di dunia."
"Ayahmu?"
"Tidak mau repot-repot menemaniku ke kantor
polisi."
"Kau kan punya Gall Hathaway."
"Polisi menanyai kami secara terpisah. Ia tidak dilibatkan dalam interogasi-interogasi awal."
"Kalau aku tidak salah ingat, ia yang membayar
pengacara untukmu."
"Tidak langsung begitu. Kami tadinya menganggap
tidak perlu pakai pengacara. Selama beberapa pemeriksaan pertama, aku betul-betul sendirian."
"Mereka habis-habisan denganmu."
"Bisa dibilang begitu, yeah. Ia yakin aku membunuh kakakmu."
"Si detektif, maksudmu?"
"Moody. Kau menyebutnya Monroe dalam buku,
tapi namanya Dale Moody. Begitu mendapat namaku
dari orangtuamu?yang juga beranggapan akulah pelakunya?ia datang ke rumahku, membangunkan aku
135
dan ayahku, bertanya apakah ia bisa bicara denganku
mengenai Susan. Tapi, ia jelas tak memintanya dengan sopan. Sampai saat itu aku bahkan tidak tahu
Susan dibunuh. Aku mengetahuinya ketika ia mulai
berusaha memaksaku mengaku."
"Seperti apa rasanya, ditekan supaya membuat
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pengakuan?"
Dent meninggalkan jendela dan pergi ke kulkas,
mengeluarkan seteko teh, dan membawanya ke meja.
Bellamy menggeleng waktu Dent mengangkat teko
itu di atas gelasnya, jadi Dent hanya mengisi gelasnya
sendiri, kemudian duduk lagi di seberang Bellamy.
Tetapi, alih-alih minum, ia menangkupkan sepuluh
jari di gelas dan menggerak-gerakkannya naik-turun.
"Dent?"
"Apa?"
"Aku tadi bertanya."
"Aku dengar kok."
"Yah, bagaimana perasaanmu?"
"Menurutmu bagaimana? Aku marah. Selesai."
"Kurasa tidak."
"Kenapa?"
"Karena aku mengajakmu meluapkan kemarahan,
dan kurasa kau mau melakukannya."
"Setelah sekian lama? Sudah agak terlambat."
"Kemarin kau bilang belum cukup lama."
Dent mengangkat kedua tangannya dari gelas dan
mengusapkan ujung jemarinya yang basah di kaki
celana. Ia mengerutkan kening dengan kesal pada
136
Bellamy, tapi wanita itu mempertahankan ekspresi tenang dan penuh perhatian di wajahnya.
Dent menggumamkan makian, lalu berkata, "Gadis
yang kucumbu dua hari lalu sekarang tergeletak di
kamar mayat. Kejadian seperti itu mengguncang jiwa,
bukan?"
"Ya."
"Aku masih berusaha membuat otakku menerima
bahwa Susan tewas karena tornado, ketika si jagoan
hukum ini muncul dan mulai menanyaiku tentang
apa yang kami pertengkarkan, kapan aku terakhir bertemu Susan, di mana aku berada ketika gadis itu dicekik sampai mati." Menyadari kengerian Bellamy, ia
menunjuk wajah gadis itu. "Yeah. Seperti itu. Begitulah perasaanku."
"Aku berusaha menangkap pertentangan emosi-emosi itu dalam bukuku."
"Kau sangat bagus menggambarkan adegannya, bahkan sampai tidak menyebut-nyebut ayahku."
"Aku menyisihkannya karena tidak bisa memahami
dia."
Dent tertawa keras. "Selamat bergabung. Aku tinggal bersamanya, tapi aku juga tidak bisa memahaminya. Bisa dibilang orang itu hantu."
Bellamy menganggap istilah itu aneh. "Jelaskan
maksud ucapanmu."
"Kenapa? Kau merencanakan buku lain?"
Bellamy memukul permukaan meja ketika berdiri
dengan cepat. "Oke, tidak usah kaujelaskan. Kau yang
137
mengusulkan kita kembali ke masa lalu, bukan aku.
Silakan pergi saja."
Ketika wanita itu berjalan melewatinya, lengan
Dent terulur dan memeluk pinggang Bellamy, membuat wanita tersebut berhenti di dekatnya.
Sentuhan itu mengagetkan Bellamy, napasnya jadi
tersekat. Mereka berada dalam posisi itu beberapa
lama, tak ada yang bergerak, kemudian lengan Dent
merileks, pelan-pelan menjauh, jemarinya menyusuri
rusuk Bellamy. Ia berkata lembut, "Duduklah."
Bellamy menelan ludah dan kembali bernapas.
"Apakah kau akan bertingkah menyebalkan?"
"Barangkali. Tapi, kau ingin mendengarkan ini." Ia
mengangguk ke arah kursi, meminta Bellamy duduk.
Bellamy kembali ke sana, menaruh tangan dengan
rapi di pangkuan dan menatapnya dengan pandangan
bertanya. Tetapi, setelah beberapa detik, Dent mengangkat bahu. "Well? Tanyalah."
"Aku harus mengoreknya darimu? Kau takkan sukarela menceritakan apa pun?"
"Apa yang ingin kauketahui?"
"Apa yang terjadi pada ibumu?"
Pertanyaan tersebut mengagetkan Dent, dan Bellamy
lega kali ini pria itu yang tampak limbung sesaat. Dent
membuang muka, mengubah posisi duduk, memutar
bahu dalam gerakan defensif. "Aku diberitahu bahwa
ia meninggal waktu aku masih bayi."
Bellamy terus memandanginya, menyiratkan puluhan pertanyaan lanjutan.
138
Akhirnya, Dent berkata, "Aku tidak pernah melihat
akte kematiannya. Ayahku tidak pernah mengajakku
berziarah ke makamnya. Kami tak pernah merayakan
ulang tahunnya atau memperingati hari kematiannya.
Tidak ada kakek-nenek dari pihak ibu. Sama sekali.
Aku bahkan tak tahu seperti apa wajah ibuku karena
fotonya tak pernah ditunjukkan padaku. Ia seolah tak
pernah ada. Jadi kuanggap ia meninggalkan aku pada
ayahku. Berpisah. Lenyap. Ayahku cuma tidak punya
nyali untuk memberitahuku."
"Mungkin ia sendiri tak pernah bisa menerima kenyataan itu."
"Entahlah. Itu misteri yang tak terselesaikan. Setiap
kali aku dulu merecokinya untuk mendapatkan informasi mengenai ibuku, ia berkata, ?Dia meninggal.?
Diskusi selesai."
"Jadi hanya ada kalian berdua?"
"Yeah, tapi aku takkan bilang hubungan kami
baik-baik saja."
"Kau bicara seolah ia sudah meninggal. Benarkah?"
"Ya." Lalu, dengan pahit, "Tapi ia juga tidak pernah bisa dibilang ?hidup?."
"Ia hantu," kata Bellamy, menggunakan kata yang
dipakai Dent untuk menggambarkan pria itu.
"Kau tahu, kalau dipikir-pikir lagi, itu bukan deskripsi yang cocok. Sebab ia punya wujud. Ia bukannya tak kasatmata. Ia hanya tak ada. Ia menafkahiku.
Menyediakan tempat tinggal, makanan untuk kusantap, pakaian untuk kukenakan. Ia memastikan aku
pergi ke sekolah setiap hari."
139
Ekspresi matanya yang berwarna hijau lumut itu
mengeras. "Tapi, ia tidak pernah sekali pun menghadiri acara sekolah. Ia tidak bertemu teman. Tak pernah menontonku bertanding olahraga padahal aku
ikut berbagai cabang. Aku menandatangani sendiri
raporku. Ia berfungsi. Hanya itu. Ia tak suka olahraga, wanita, agama, berkebun, mengoleksi prangko,
menganyam keranjang. Nol. Ia tidak minum alkohol,
tidak merokok.
"Pembicaraannya hanya terdiri atas mungkin tiga
kalimat, termasuk denganku. Ia berangkat kerja setiap
hari, pulang, menyajikan makanan, menonton TV beberapa jam, lalu masuk ke kamar dan menutup pintunya.
Kami tidak pernah berlibur. Tak pernah pergi ke mana
pun. Termasuk ke bioskop, pertandingan bola, tempat
biliar, tempat pembuangan sampah kota." Ia berhenti
bicara dan menarik napas dalam-dalam. "Kami tidak
melakukan kegiatan bersama-sama apa pun.
"Aku berbuat nakal, melakukan sesuatu yang sangat
buruk, hanya untuk melihat apakah aku bisa membangkitkan reaksinya atau, minimal, membuat ekspresi
wajahnya berubah. Kelakuan burukku tidak mengusiknya. Tapi, begitu juga kelakuan baikku. Ia sama sekali
tidak peduli pada apa pun yang kulakukan.
"Ia bajingan yang konsisten, itu bisa kukatakan tentang dia. Ia meninggal sebagai teka-teki yang tak pernah dapat kupecahkan dan telah tak kuminati lama
sebelum itu. Yang kutahu tentang dia adalah apa pun
yang telah membungkamnya secara permanen juga
membuatnya buta pada semua isi dunia lainnya."
140
"Termasuk kau."
Ia mengangkat sebelah bahu. "Bukan masalah."
Bellamy tidak percaya Dent tak peduli diabaikan
orangtuanya, meskipun pria itu menampilkan kesan
begitu. Tetapi, untuk saat ini, ia tidak bertanya lebih
lanjut. "Kapan kau pertama kali bertemu Mr.
Hathaway?"
"Ia bakal benci padamu kalau menyebutnya seperti
itu."
"Baiklah, kapan kau pertama kali bertemu Gall?"
"Pada umur dua belas, tiga belas. Sekitar itulah.
Suatu hari setelah sekolah, aku tidak ingin pulang,
jadi aku kabur naik sepeda. Tak ada tujuan. Hanya
ingin ada jarak antara aku dan rumahku. Setelah cukup jauh, aku melihat ada pesawat kecil menukik dan
lenyap beberapa detik, lalu melesat di atas horizon
lagi. Aku mengayuh ke sana dan sampai di lapangan
terbang Gall, tempat ia sedang mengajari muridnya.
Mereka latihan mendarat dan langsung tinggal landas
lagi, touch and go. Man, aku iri sekali pada mereka.
Aku sangat ingin berada dalam pesawat tersebut."
"Cinta pada pandangan pertama?"
Ia menembak Bellamy dengan jari. "Tepat, A.k.a.
Kau ternyata memang penulis."
"Kau jatuh cinta pada terbang hari itu."
"Tergila-gila. Aku tetap menonton di sana sampai
mereka mendarat. Si murid pergi. Gall melihatku memandangi mereka, ia melambai untuk mengajakku
masuk ke hanggar. Kukira ia akan memberitahuku
bahwa aku masuk tanpa izin dan harus segera pergi.
141
"Ternyata ia malah menawariku minum Dr Pepper.
Ia bertanya apakah aku suka pesawat, dan kujawab
ya?walaupun sampai siang itu, aku tidak tahu. Ia
mengajakku ke pesawat yang tadi mereka terbangkan
dan bertanya apakah aku pernah naik pesawat mesin
tunggal. Aku belum pernah naik apa pun, tapi aku
berbohong dan kubilang pernah.
"Ia menunjukkan semua bagian pesawat dan memberitahukan nama-namanya. Diizinkannya aku duduk
di kursi pilot, lalu ia memberitahuku secara singkat
kegunaan semua peralatan. Kutanya apakah sulit
menerbangkan pesawat. Ia memandangku dan tertawa.
?Kalau sulit, memangnya aku bisa melakukannya??
"Ia lantas bertanya apakah aku mau terbang. Aku
nyaris kencing di celana saking girangnya. Ia bertanya
apakah orangtuaku akan keberatan, dan kubilang tidak. Dan itu memang benar. Jadi kami bertukar tempat dan ia tinggal landas, terbang langsung menuju
matahari terbenam. Kami berputar dan mendarat lagi
tak sampai lima menit kemudian, tapi itulah saat paling hebat sepanjang hidupku sampai saat itu."
Ia tersenyum mengingatnya dan tenggelam dalam
kenangan selama beberapa saat sebelum melanjutkan
lagi. "Gall membiarkan aku membantunya mengamankan pesawat. Saat kami selesai, hari sudah gelap. Ketika aku menaiki sepeda, ia bertanya di mana aku
tinggal, dan waktu kuberitahukan daerahnya, ia berkata, ?Sejauh itu? Ya ampun, Nak, sepedamu bahkan
tidak berlampu. Bagaimana kau akan melihat jalan
142
pulang?? Aku membalas dengan jawaban yang kuranglebih seperti, ?Aku tadi bisa kan sampai di sini??
"Ia menyebutku anak tolol dan sok jago, naik ke
truk, dan mengemudi di belakangku supaya aku bisa
melihat jalan dengan lampu mobilnya. Itulah kali pertama?" Ia terdiam, tidak mengucapkan apa yang ada
dalam pikirannya.
"Kali pertama apa?"
Ia mengalihkan pandangan dan bergumam, "Kali
pertama ada yang mencemaskan aku."
Bellamy menduga Dent bukan cuma jatuh cinta
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pada terbang hari itu. Dent mulai mencintai Gall,
yang memperhatikannya, bicara dengannya, melindunginya. Tetapi, ia tahu pria yang tadinya bocah
remaja kurang kasih sayang itu takkan mau membicarakannya, jadi ia kembali ke topik awal mereka.
"Detektif Moody mengorek-ngorekmu."
Dent tersadar dari kenangan masa lalu dan mengerutkan kening. "Beberapa kali. Kukatakan berulangulang padanya bahwa Gall dan aku waktu itu menguji terbang pesawat, bahwa aku tidak menghadiri
acara barbekyu, dan bahwa aku baru ada di taman
setelah tornado melanda."
"Kenapa kau akhirnya ke taman?"
"Ada badai guntur yang memaksa Gall dan aku
kembali lebih awal, jadi kupikir tidak ada salahnya
aku berusaha berbaikan dengan Susan. Tapi, kalau
boleh memilih, aku lebih suka tetap di udara. Setiap
menit yang kuhabiskan di pesawat lebih baik daripada
di daratan."
143
"Bahkan lebih baik daripada saat kau bersama
Susan?"
Dent nyengir. "Pilihan yang sulit."
"Ia sehebat itu? Sama mengasyikkannya dengan
terbang?"
"Susan, tidak. Seks hmm. Cuma itu yang mendekati."
"Jam berapa kau sampai di taman?"
"Sebentar." Ia melipat lengan di meja dan mencondongkan tubuh ke arah Bellamy. "Mari kita bahas ini
sebentar."
"Bahas apa?"
"Seks dan terbang. Seks dan apa pun. Seks dan,
katakanlah menulis." Ia memfokuskan pandangan
pada bibir Bellamy. "Kalau harus memilih sekarang,
mana yang akan kaulakukan?"
"Apakah kau merayuku?"
"Menurutmu?"
Bellamy merasa pipinya begitu panas sehingga
Dent mungkin melihatnya memerah. Cengiran pria
itu sangat sugestif dan membuatnya merasa bagai gadis berusia dua belas tahun lagi. "Percuma saja," katanya. "Karena kalaupun aku mau membandingkan seks
dengan kehidupan kerjaku, aku takkan ingin dibandingkan dengan almarhum kakakku."
Cengiran pria itu memudar, dan matanya menatap
Bellamy lagi. "Aku takkan melakukannya."
"Ya."
"Tidak. Aku bahkan tidak ingat bagaimana rasanya
bersama dia."
144
"Karena begitu banyak setelahnya?"
"Aku bujangan dengan selera seks mendasar. Aku
terang-terangan pada para wanita yang kutiduri bahwa
aku tak mau terikat. Kami menyamakan tingkat hormon, lalu pergi mengikuti jalan masing-masing, tidak
ada yang sakit hati."
"Kau yakin? Pernahkah kau bertanya?"
Ia pelan-pelan duduk lagi di kursi. Beberapa saat
kemudian, ia berkata, "Begini saja. Akan kuceritakan
kehidupan seksku setelah kau bercerita tentang masalah pernikahanmu."
Tak mau terpancing, Bellamy berkata, "Jam berapa
kau sampai di taman negara bagian?"
Dent tertawa pelan. "Sudah kuduga." Lalu, "Jam
berapa aku sampai di taman? Entahlah. Aku tidak
pernah bisa memastikan waktunya bagi Moody juga,
yang dianggapnya faktor memberatkan. Dalam perjalanan ke sana, aku melihat awan yang berbentuk corong itu. Aku sadar taman berada di jalurnya. Aku
cuma beberapa menit di belakangnya, dan ketika aku
sampai di sana, semua kacau-balau.
"Tempat tersebut kelihatan?yah, kau tahu bagaimana. Orang menjerit-jerit. Banyak yang berlumuran
darah dan luka. Histeris. Panik. Syok. Selain perang,
itulah pemandangan terburuk yang pernah kulihat."
"Kau pernah ikut perang?"
"Angkatan udara. Irak. Markas kami dihajar roket
dan bangsat-bangsat itu mujur karena arah tembakan
mereka tepat. Kami yang masih hidup harus membersihkan banyak." Ekspresinya jadi merenung. "Pe145
rang tampak berbeda kalau dilihat dari beberapa
kilometer di atas daripada ketika kau menyekop gumpalan merah yang tadinya teman akrabmu."
Dent meraih gelas teh dan minum. Mereka tidak
berpandangan dan tak ada yang bicara beberapa lama,
lalu Bellamy bertanya apa lagi yang Dent ingat dilihatnya setelah tornado.
"Ayahmu. Ia berlarian ke sana kemari seperti orang
gila, tangan bagai corong di sekeliling mulut, memanggil-manggil kalian. Steven yang pertama muncul, tampak seperti zombi, berbuat seperti zombi juga.
Howard mengguncangnya, berusaha menyadarkannya.
Kemudian Olivia muncul.
"Ia yah, itulah satu-satunya saat aku melihat
emosi sungguhan pada wanita itu. Ia mencengkeram
Steven dan memeluknya seolah takkan pernah melepaskannya. Ayahmu memeluk mereka berdua. Ia dan
Olivia menangis lega karena masing-masing tidak terluka. Tapi, acara berpelukan itu tidak berlangsung
lama sebab nasib kau dan Susan masih belum ketahuan.
"Waktu mereka melihatku, Olivia lari mendekat.
Apakah aku tadi bersama Susan? Apakah aku melihatnya? Di mana dia? Ia berteriak-teriak padaku, omongannya sulit dipahami, memarahiku karena tidak jadi
berkencan dengan Susan, menyalahkan aku sebagai
penyebab hilangnya gadis itu, menuduhku sebagai
biang kerok seperti biasanya."
"Pikirannya pasti kacau karena khawatir."
Dent terdiam dan menerawang sesaat, lalu berkata,
146
"Yeah, tapi belakangan, setelah jasad Susan ditemukan,
aku memikirkan ucapannya. Dan bisa dibilang ia benar. Kalau hari itu aku bersama Susan seperti yang
direncanakan, ia takkan ke hutan dengan Allen
Strickland. Susan mungkin akan cedera atau bahkan
tewas akibat angin puting beliung itu, namun setidaknya ia takkan dicekik sampai mati."
"Kurasa kita sama-sama merasa bersalah karena masih hidup."
"Begitulah. Tapi, aku tidak pernah memberitahu
Moody tentang hal itu. Ia pasti akan salah menafsirkannya. Sudah cukup buruk bahwa aku tiga puluh,
mungkin empat puluh meter dari jenazah Susan waku
pemadam kebakaran menemukannya. Aku ikut mencari di hutan bersama mereka. Juga dua belas laki-laki
lain, tapi yang lain tidak ada yang jadi tersangka. Hanya aku. Belakangan, Moody bilang aku seperti kembali ke lokasi kejahatan, seperti yang biasa dilakukan
para pembunuh. Omong kosong seperti itu," ia menambahkan dengan bergumam.
"Bagaimanapun, waktu sadar bahwa Susan meninggal dan bukan cuma pingsan, aku muntah. Lalu aku
mencari orangtuamu, tapi waktu bertemu mereka,
aku gentar. Aku tak sanggup memberitahu mereka.
Aku hanya menunjukkan arah ke tempat Susan ditemukan."
Ia berhenti bicara dan, ketika kelihatan jelas bahwa
ia takkan melanjutkan bicara, Bellamy memancingnya.
"Lalu apa?"
"Lalu tidak ada apa-apa. Aku sedih kekasihku me147
ninggal, tapi aku tahu orangtuamu takkan mau menerima ucapan belasungkawa dariku dan tidak bakal
suka kalau aku tetap di sana seperti anggota keluarga.
Jadi aku pulang, tidur.
"Keesokan paginya, Moody datang sambil berteriak-teriak. Kau tahu sisanya. Ia bicara dengan orangtuamu dan memutuskan bahwa akulah pelakunya. Ia
tak punya bukti isik apa pun yang memberatkanku,
tapi aku diperlakukan seperti kriminal. Selama berminggu-minggu namaku muncul di semua koran dan
siaran berita setiap malam. Akulah ?tersangka dalam
pembunuhan Susan Lyston?.
"Sial, aku bahkan tidak bisa menghadiri pemakamannya karena takut diserang massa." Ia mengepalkan
sebelah tangan erat-erat dan memukulkannya ke permukaan meja. "Yang paling buruk adalah, semua itu
tidak berhenti, bahkan setelah Allen Strickland ditahan, bahkan setelah ia divonis," ia berkata dengan
kebencian mendalam.
"Kau lihat, A.k.a., bagaimana kejadiannya? Bahkan
setelah kau secara resmi tidak lagi dicurigai, noda
karena pernah jadi tersangka tetap melekat pada dirimu. Seperti bau busuk yang terus menyelubungimu.
Orang-orang harus menerima bahwa kau tak bersalah,
namun tetap ada keraguan bahwa kau bersih sepenuhnya.
"Aku jadi tahu fakta itu selama proses penyelidikan
penerbangan. Ada yang mengetahui berita-berita lama
tersebut, menyebarluaskannya. Setelah itu, maskapai
penerbangan malu mengakuiku. Pasti akan menimbul148
kan kesan sangat buruk bagi perusahaan kalau punya
pegawai yang tersangka pembunuh."
Bellamy jadi gelisah dipandanginya dan merasa wajib mengakui bahwa, sedihnya, pria itu memang benar. "Aku ikut prihatin, Dent."
"Bisakah kau lebih spesiik? Apa yang kauprihatinkan? Lautan sampah yang harus kuarungi saat itu,
atau lautan sampah baru yang harus kuarungi sekarang? Apakah kau menyampaikan keprihatinan lebih
dulu atas apa yang akan terjadi ketika koran Van
Durbin muncul di kios-kios besok dan semua spekulasi itu mulai mengitari aku lagi?"
"Mengapa harus begitu?"
"Kau harus bertanya? Sebelum Van Durbin menulis
kisah itu, kau boleh bertaruh ia pasti ingin mengidentiikasi ?si koboi?. Ia mungkin terkencing di celana
saking girangnya ketika tahu aku tak lain tak bukan
ternyata ?si tokoh utama?."
"Yang tidak lagi dicurigai."
"Mungkin begitu dalam bukumu, tapi tidak dalam
kehidupan nyata."
"Gall memberimu alibi yang meloloskanmu."
"Moody menganggap Gall bohong."
"Ia tidak bisa membangun kasus melawanmu."
"Benar. Satu-satunya penyelamatku adalah aku tidak ditemukan membawa celana dalam Susan."
149
Rupe Collier memandang bayangannya di cermin
sepanjang badan yang terpasang di balik pintu kantor.
Ia menepuk-nepuk rambutnya yang sudah menipis
untuk membantu menutupi botak di puncak kepala
yang terus melebar, mengusap ujung kemeja untuk
memastikan berlian di manset emas berbentuk Texas
itu berkilauan, tersenyum lebar untuk memeriksa apakah ada makanan terselip di giginya yang dilapis, lalu,
setelah puas dengan yang dilihatnya, keluar dari kantor.
Ia melangkah mantap ke ruang pamer, tempat lampu-lampu sorot yang dipasang secara strategis menyinari model-model mutakhir yang baru keluar dari
pabrik. Biasanya ia tidak turun langsung, tapi salah
satu salesman memberitahu bahwa ada pelanggan yang
ngotot ingin berurusan dengan "orang utama", dan
Rupe jelas sesuai dengan gambaran itu.
Bab 8
150
Pelanggan tersebut, ditunjukkan si salesman pada
Rupe, sedang membungkuk, mengintip ke balik kaca
jendela berlapis ilm?opsi dengan biaya tambahan?
melihat-lihat interior mewah sedan kelas premium.
"Rupe Collier. Saya berhadapan dengan siapa, ya?"
Pelanggan itu menegakkan tubuh dan membalas
senyum Rupe sambil menyalami tangan Rupe yang
terulur. Rupe senang bahwa mansetnya tidak lolos
dari pengamatan orang tersebut. Pria di hadapannya
itu tidak berpakaian atau berdandan serapi Rupe, dan
memang itulah yang disukai Rupe. Posisi tawarnya
jadi lebih tinggi. Kalau mau jadi pemenang, orang
harus tampak seperti pemenang.
Calon pembeli itu melepaskan tangan Rupe dan
memberi isyarat ke arah mobil. "Berapa yang harus
saya bayar untuk si cantik ini?"
"Kehebatannya sesuai dengan harga di stikernya,
tapi saya bisa memberi Anda kesepakatan terbaik di
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seluruh negeri ini."
"Garansi tiga puluh hari?"
"Untuk mobil mana pun di sini. Saya yakin pada
kualitas produk saya."
"Melanjutkan kebijakan layanan konsumen yang
merupakan dasar bisnis yang didirikan ayah Anda empat puluh tahun lalu."
Senyum Rupe melebar. "Anda tahu banyak."
"Iklan Anda muncul nonstop di TV."
"Saya percaya pada iklan, orang harus menjual
diri." Rupe meninju pelan bahu orang itu.
"Saya juga, Mr. Collier. Cara berpikir kita sama."
151
"Panggil saya Rupe."
"Senang bertemu denganmu, Rupe. Namaku Rocky
Van Durbin."
Perut Rupe bagai ditinju.
Si kolumnis tabloid mengeluarkan dan menyerahkan kartu nama dari saku dada jaket sport murahan.
Rupe langsung mengenali nama orang itu dan sadar
bahwa ia telah diserang dengan lihai. Tetapi, ia memutuskan untuk menghadapinya dan pura-pura membaca
kartu itu.
"New York City? Kami jarang dikunjungi pelanggan dari sana. Saya merasa tersanjung." Dikantonginya
kartu tersebut dengan sikap sesantai mungkin. "Kalau
Anda serius mencari mobil baru, Mr. Van Durbin,
sebaiknya Anda?"
"Tidak, terima kasih. Aku cuma lihat-lihat."
"Tentu, tentu," jawab Rupe santai. "Tetaplah di
sini selama yang Anda mau. Bob di sana itu, yang
Anda temui di lapangan luar tadi, akan dengan senang hati menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda dan
membantu sebisa mungkin. Tapi, Anda harus mengizinkan saya pergi dulu. Sayangnya, saya ada pertemuan lain dan sudah terlambat."
Van Durbin tertawa. "Aku sering dibegitukan." Ia
lalu menyipitkan mata kecilnya. "Oleh orang-orang
yang takut bicara denganku."
Ia bisa dibilang menyebut Rupe Collier pengecut,
dan Rupe tidak menganggap enteng penghinaan itu.
Ingin rasanya ia mencekik leher kurus kolumnis licik
itu dan mengguncangnya sampai otaknya kacau. Teta152
pi, tidak percuma ia latihan tersenyum di depan cermin setiap pagi. Ia berhasil tetap tenang.
"Saya suka mengobrol dengan siapa pun yang berasal dari Big Apple. Tapi, saya sudah ditunggu di
tempat lain. Mari kita bikin jadwal pertemuan?"
Van Durbin menyelanya. "Yah, itu dia masalahnya,
Rupe. Karena, aku juga harus segera berada di tempat
lain. Lagi pula" Ia meninju pelan bahu Rupe seperti yang dilakukan pria itu tadi padanya. "Kau bisa
dibilang pakar penjualan. Mumpung aku di sini? Minta waktumu beberapa menit saja? Bagaimana?"
Mulut Rupe jadi kaku karena terlalu lama tersenyum. "Bagaimana kalau kita bicara di kantorku?"
"Bagus! Terima kasih."
Rupe berjalan duluan, dan, walau ia tetap melangkah dengan gaya santai supaya tak terkesan takut,
terutama bagi Van Durbin sendiri, ia sebetulnya jauh
dari rileks.
Tamu tak diundangnya itu bersiul pelan ketika masuk ke ruang pribadi Rupe. "Hebaaat. Bisnis mobil
pasti bagus."
"Begitulah."
"Ibuku, semoga ia beristirahat dengan tenang, berusaha memberitahuku bahwa aku memilih karier yang
salah. ?Kau tak bakal punya uang di jurnalisme.? Ribuan kali ia mengatakan hal itu padaku. Kuberitahu dia
bahwa Hearst kaya raya. Murdoch. Tapi"?ia mendesah?"Mom benar. Mereka perkecualian."
Berusaha tidak kelihatan terlalu cemas, Rupe ber153
kata, "Bagaimana aku bisa membantumu, Mr. Van
Durbin?"
Perhatian Van Durbin telah teralihkan oleh buku
Low Pressure yang tergeletak di meja. Rupe mengertakkan gigi karena frustrasi. Mestinya ia menyingkirkan
benda sialan itu setelah selesai membacanya. Minimal,
ia seharusnya tidak meninggalkannya di tempat terbuka.
Van Durbin meluncur mendekat dan mengambilnya, lalu dengan dramatis membolak-balik halamannya
yang berjumlah sekitar empat ratus. "Nah, cewek lokal ini sukses di dunia tulis-menulis, bukan? Ia mendapat banyak uang dari buku ini."
Rupe aktor alami, dan ia seumur hidup memanfaatkan kemampuan aktingnya itu semaksimal mungkin.
Ia berharap bisa melakukannya juga kali ini. Ia mengitari sudut meja dan duduk di kursi kulit, memberi
tanda pada Van Durbin agar duduk di kursi di hadapannya.
"Aku punya irasat kau datang jauh-jauh dari New
York bukan untuk membicarakan mobil. Buku itulah
yang membawamu kemari. Kuberanikan diri untuk
menebak bahwa kau tahu aku jadi jaksa penuntut
dalam kasus pembunuhan Susan Lyston, dan itulah
yang ingin kaubicarakan denganku."
Van Durbin membentangkan lengan lebar-lebar.
"Tebakanmu tepat. Bolehkah aku mengajukan beberapa pertanyaan menyangkut kasusmu versus Allen
Strickland? Aku akan membahas kisah ini dari aspek
itu dalam kolomku besok."
154
Kerongkongan Rupe terasa tercekik, tapi ia berusaha kelihatan tak terpengaruh. "Kejadiannya sudah
lama. Akan kukorek ingatanku sebisa mungkin."
"Terima kasih, Rupe." Van Durbin mengeluarkan
notes spiral kecil dan pensil kuning yang penuh bekas
gigitan menjijikkan. "Jangan pedulikan ini. Aku harus
mencatat biar tidak lupa."
Rupe meragukannya. Ia merasa bajingan itu tidak
pernah melupakan apa pun. Ia licik dan berbahaya.
Rupe berpikir-pikir untuk memanggil penjaga keamanan toko dan mengusir Van Durbin dari sini. Tetapi,
akan timbul kesan bahwa ia menyembunyikan sesuatu. Ia juga akan kehilangan kontrol atas apa yang
ditulis Van Durbin tentang dirinya.
Tidak, lebih baik tetap berakting, bekerja sama,
dan memberi penulis itu sesuatu, dengan harapan
Rupert Collier akan digambarkan dengan positif di
kolomnya. Ia mulai dengan memberitahu Van Durbin
bahwa ia menyukai media. "Kau boleh menganggapku
kecanduan berita. Jadi dengan senang hati aku akan
menjawab pertanyaan apa pun yang kubisa. Tanyalah."
"Bagus, bagus. Mari kita mulai dengan mengapa
kau keluar dari kantor Jaksa Wilayah."
"Gampang. Menjual mobil menghasilkan lebih banyak uang. Jauh lebih banyak. Aku takkan punya
kantor hebaaat begini di pengadilan."
Van Durbin terkekeh. "Kau memutuskan tak ada
salahnya menikmati hasil kerja keras ayahmu."
Rupe menyadari ejekan tersembunyi dalam ucapan
155
itu, tapi ia menanggapinya dengan ramah. "Daddy
tidak membesarkan anak-anak yang bodoh."
"Betul. Kau bodoh sekali kalau tetap jadi pelayan
publik."
Itu pertanyaan menjebak, yang sebetulnya bukanlah
pertanyaan melainkan pernyataan. Rupe cukup pintar
untuk melihat jebakannya. "Aku melayani masyarakat
dengan cara lain sekarang."
"Oh, aku yakin begitu." Van Durbin menyeringai
kurang ajar padanya. "Tapi pada masa itu, kau bertekad ?menyapu bersih elemen kriminal dari jalanan
Travis County?. Aku membaca kutipan itu entah di
mana."
"Aku melakukan tugasku sebaik mungkin."
Van Durbin membalik notesnya beberapa lembar
ke belakang dan membaca catatannya. "Uh, aku menulis beberapa hal yang ingin kutanyakan padamu.
Oh, ini dia. Apakah buku Ms. Price akurat?
Strickland divonis atas pembunuhan tak direncanakan?
Bukan pembunuhan berencana?"
"Benar."
"Kenapa bukan pembunuhan berencana?"
"Aku yakin kejahatannya tidak diniatkan."
"Dengan kata lain, ia tidak punya rencana membunuh gadis itu. Susan melakukan sesuatu yang membuat Strickland marah dan jadi tewas karenanya."
Satu lagi jebakan yang dipasang dengan hati-hati.
"Mr. Van Durbin, kau tentunya tidak bermaksud mengatakan bahwa Susan ?minta diperlakukan begitu.?"
"Ya, ya, aku tidak pernah mengimplikasikan itu."
156
Tetapi, seringai jahatnya mengatakan sebaliknya.
"Strickland mengamuk, membunuh gadis itu karena
emosi, kurang-lebih begitu?"
"Kalau menginginkan klariikasi tentang perbedaan
antara pembunuhan berencana dan pembunuhan tidak direncanakan, silakan ke internet dan akses Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Texas."
"Terima kasih, mungkin aku akan melakukannya.
Hanya supaya otakku jelas." Ia mengetuk-ngetuk pelipis dengan penghapus di ujung pensil. "Kau dan detektif bagian pembunuhan itu siapa namanya?"
"Ya ampun yang menangani kasus itu?" Rupe
mengerutkan muka seakan memeras ingatan. "Aku
tidak bisa mengingatnya begitu saja. Aku Asisten
Jaksa Wilayah, bekerja banting tulang, tujuh puluh,
delapan puluh jam seminggu. Aku ditimbuni kasus
dari kanan-kiri. Banyak kasus penipuan. Bekerja dengan beberapa polisi, banyak detektif."
Van Durbin menjentikkan jemari. "Moody. Dale
Moody."
Yang ada dalam benak Rupe adalah Sialsialsial!,
tapi yang dikatakannya, "Kurasa kau benar. Kupikir
memang Moody."
"Memang. Asisten risetku memveriikasinya dan
sudah beberapa lama mencoba melacaknya. Ia mengecek pada Kepolisian Austin, namun Moody sudah
pensiun dan mereka tak mau memberinya informasi
apa pun tentang pria itu. Dia tidak punya alamat
Austin. Namanya tak ada di daftar wajib pajak county.
157
Kau tidak kebetulan tahu di mana aku dapat bertemu
dia, kan?"
"Aku bahkan baru ingat namanya beberapa detik
lalu."
"Berarti tidak?"
"Berarti "?Maaf, aku berharap bisa membantumu,
tapi ternyata tidak bisa?."
Van Durbin mencoret sesuatu di notes. "Jadi kurasa kalau mau bertanya padanya tentang penyelidikannya dan persidangan Strickland, aku tidak beruntung."
"Kupikir begitu."
Van Durbin menumpukan mata kaki sebelah kakinya di lutut kaki yang satu lagi dan menggoyang-goyangnya. "Kecuali kalau kau mau buka-bukaan tentang hal itu padaku. Menceritakan semuanya
padaku."
Rupe menunjuk buku. "Ms. Price sudah membeberkan segalanya."
Kening Van Durbin berkerut. "Tapi apakah menurutmu? Pahamlah, ini mungkin cuma pendapatku.
Tapi, menurutku ia membiarkan ending-nya bisa diinterpretasikan macam-macam. Apakah menurutmu begitu juga?"
Rupe memaksa ekspresi wajahnya berubah serius
sesaat, lalu menggeleng. "Tidak, aku tidak bisa bilang
begitu."
"Hmm." Van Durbin membaca sekilas semua yang
telah ditulisnya lalu menutup notes. Ia mengembalikan
notes itu bersama pensilnya ke saku kemeja dan ber158
diri. "Yah, kurasa sudah semuanya. Terima kasih banyak karena kau telah menyisihkan waktumu yang
berharga untukku."
"Sama-sama. Meskipun aku merasa tidak menyumbang terlalu banyak." Dengan senyum terpaku di wajah, Rupe berjalan ke pintu dan membukanya.
Van Durbin hampir melewati ambang pintu ketika
berhenti melangkah, berbalik, dan menyentuh dasi
sutra Rupe dengan telunjuk. "Kalau aku jadi kau,
Rupe, kau tahu apa yang paling mengganggu pikiranku?"
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rupe harus mengerahkan segenap kontrol diri supaya tidak menepiskan jari itu, yang kutikelnya lepas
dan kukunya habis digigiti. "Apa?"
"Aku akan sangat penasaran karena senjata yang
membunuhnya tak pernah ditemukan. Kau dan
Moody memutuskan ia dicekik sampai mati dengan
celana dalamnya, kan?"
Rupe mengangguk samar.
"Tapi, celana dalam itu tidak pernah ditemukan,
bukan? Padahal kalian sudah mencari ke manamana."
"Rupanya juri tidak menganggap celana itu diperlukan sebagai barang bukti untuk mengambil keputusan."
"Rupanya begitu," ujar Van Durbin, keningnya berkerut. "Tapi aku tak suka masalah yang menggantung
begitu. Ya, kan, Rupe?"
* * *
159
Pembicaraan tentang celana dalam Susan seolah meningkatkan temperatur di dapur Bellamy. Omongan
mengenai elemen vital itu memang tak terelakkan dalam diskusi mereka tentang kejahatan tersebut, tapi
sekarang Dent berharap ia tadi membiarkan Bellamy
yang mengungkitnya duluan.
Karena terlalu resah untuk duduk lebih lama dalam
keheningan yang tegang ini, ia berdiri dari kursi dan
berjalan ke sana kemari di dapur sampai perhatiannya
tertarik pada teko keramik di meja yang berisi bermacam-macam peralatan dari baja tahan karat.
Ia menarik salah satu, mengacungkannya, dan memutar-mutarnya di antara jemari. "Apa gunanya
ini?"
"Membuang biji apel."
"Kau tidak makan saja apelnya hingga yang tersisa
cuma bijinya?"
Tetapi, tak mau teralihkan, Bellamy bertanya, "Apakah rumahmu digeledah?"
Dent mengembalikan pembuang biji apel tadi ke
teko. "Kalau yang kaumaksud dengan menggeledah itu
menjungkirbalikkan segalanya, maka yeah. Rumahku
digeledah. Moody dan sepasukan polisi muncul sambil membawa surat perintah untuk secara spesiik
mencari celana dalam Susan.
"Mereka membongkar tempat itu. Bahkan menyita
motorku. Mereka mempretelinya. Aku menyusunnya
kembali, tapi hasilnya tetap berbeda, dan aku akhirnya terpaksa harus menyingkirkannya."
Ia memandang Bellamy, yang tampak seperti men160
dengarkan dengan cermat, tapi wanita itu tidak mengatakan apa-apa, jadi Dent melanjutkan.
"Celana dalam itu bagai Cawan Suci penyelidikan
Moody. Ia berpendapat bahwa orang yang ketahuan
memiliki benda itu adalah bajingan yang menggunakannya untuk mencekik Susan."
Bellamy menerawang sambil berpikir keras. "Di
antara segala penghinaan, kekejian, yang harus ditanggung Olivia dan Daddy atas kematian Susan, aku yakin aspek itulah yang paling berat bagi mereka. Yang
jelas, paling memalukan. Aspek itu menyiratkan halhal mengerikan. Entah apakah Susan dirusak secara
seksual atau"
"Atau," Dent menekankan, "ia secara sukarela membiarkan pria itu melepaskannya. Atau ia sendiri yang
melakukannya. Aku cenderung percaya pada yang terakhir."
"Mengapa?"
Dent berhenti mondar-mandir dan memandang
Bellamy penuh arti. "Kali pertama kami berkencan."
Bellamy menunduk memandangi permukaan meja.
"Juga, tidak ada indikasi lain tentang penyerangan
seksual," ia melanjutkan. "Ia tidak memar atau luka
di bawah sana. Tak ada bekas gigitan. Tidak ada sperma. Apa pun yang terjadi sebelum ia dibunuh dilakukan atas dasar suka sama suka. Moody sekalipun berpendapat begitu."
"Meski demikian, celana dalam yang hilang itu menambahkan elemen tak pantas pada kejahatan itu sehingga jadi makin mengerikan."
161
"Tapi" Menumpukan telapak tangan di meja,
Dent membungkuk rendah pada Bellamy dan berkata
dengan suara berbisik, "Gadis dalam novelmu dicekik
sampai mati dengan cara yang sama."
"Karena memang itulah yang terjadi."
"Tapi, bukankah bukumu jadi panas, yang berarti
mendongkrak penjualannya?"
Mata Bellamy berkilat marah. "Pergilah ke neraka."
"Sudah," balasnya.
Bellamy berdiri begitu mendadak sehingga kursinya
terpental jatuh, menghantam lantai dengan suara keras yang menggetarkan dan mengguncang mereka sehingga terdiam.
Bellamy berbalik untuk mengangkat kursi, tapi Dent
mengitari meja dan menegakkan kursi itu sebelum
Bellamy sempat melakukannya. Ia membuat emosi
wanita itu berkobar. Dent sengaja memancingnya, dan
ia tak tahu kenapa, namun ia tahu ia tidak menyukai
diri sendiri karena berbuat begitu. Ia mulai menyadari
betapa Bellamy tampak lelah. Mengingat kondisi
ayahnya dan keadaan rumahnya sepulang ia dari
Houston, Dent ragu wanita tersebut bisa tidur lama
malam itu. Bayangan ungu di bawah mata Bellamy
menunjukkan ia sudah lama tidak tidur nyenyak.
Tanpa alasan, ia bertanya, "Mau mencari angin?"
Bellamy memandangnya bingung.
"Di luar. Udara segar. Ayo kita jalan-jalan."
Bellamy pergi ke jendela, menyibakkan gorden, dan
mendongak memandang langit. "Mendung."
162
"Berkabut."
"Berawan."
"Iklim di dalam sini lebih buruk."
Ia menggandeng wanita itu dan membawanya ke
luar lewat pintu belakang, tidak memberinya banyak
pilihan. Begitu sampai di trotoar, mereka melangkah
santai. Bellamy bahkan menarik napas dalam-dalam
dengan puas.
"Betul, kan?" kata Dent. "Kita butuh keluar dari
sana sebentar. Suasananya terlalu tegang."
"Kita membangunkan macan tidur."
Sambil memandangnya ragu, Dent berkata, "Kita
bisa membangunkan yang lain juga." Ia menunggu
wajah Bellamy bersemu merah dan tidak dikecewakan.
Wanita itu membutuhkan warna tambahan tersebut
di pipinya. Wajahnya jadi menarik lagi. "Akan kubiarkan kau beraksi duluan," ia menawarkan sambil menggoda. "Kecuali kalau kau mau aku yang duluan. Aku
dengan senang hati akan melakukannya."
Bellamy memutar bola mata. "Ada taman beberapa
blok dari sini."
Lima menit kemudian, mereka duduk di ayunan
yang bersebelahan. Ayunan itu memiliki alas duduk
dari papan dan rantai penahan tebal. Hanya ada mereka di dekat ayunan tersebut. Jauh dari sana, ada pasangan separuh baya main tangkap bola dengan cucu
mereka yang masih kecil. "Lempar bolanya ke PawPaw," Dent mendengar si wanita berkata.
Lebih jauh dari sana, empat gadis remaja yang memakai celana superpendek dan tank top berlatih me163
mandu sorak. Di dekat Dent dan Bellamy, sepasang
kekasih berbaring di selimut di bawah pohon, asyik
sendiri.
Dent menggerakkan ayunannya ke samping sehingga menyenggol pelan ayunan Bellamy. "Aku sudah
memberitahumu pengalamanku hari itu dan apa yang
terjadi kemudian. Tapi, kau berhenti pada titik ketika
Susan kembali ke paviliun dari rumah perahu dan
mulai berdansa seksi dengan Allen Strickland."
Bellamy mendorong ayunannya. "Apa yang ingin
kauketahui?"
"Apakah kau benar-benar melihat Susan meninggalkan paviliun dengannya?"
"Ya."
"Apakah kau mengikuti mereka?"
"Tidak."
"Oke" Ia mengucapkan kata itu dengan dipanjang-panjangkan untuk memancing Bellamy.
Bellamy terus berayun, makin lama makin tinggi.
"Oke, apa?"
"Apa yang kaulakukan?"
Ia berusaha bicara beberapa kali sebelum kata-katanya akhirnya terucap. "Aku pergi ke rumah perahu."
"Kenapa rumah perahu?"
"Ku kurasa aku pergi mencari Steven."
"Kau rasa kau pergi mencarinya?"
Ayunan bergerak maju-mundur beberapa kali sebelum Bellamy berkata, "Langit makin gelap. Aku melihat Steven berjalan menuju danau dan ingin memas164
tikan anak itu tahu tentang badai yang mendekat.
Menurutku ia sebaiknya kembali ke paviliun."
"Tapi, tak satu pun dari kalian berhasil kembali ke
paviliun pada waktunya. Corong angin turun dari
awan, kalian berdua terperangkap di rumah perahu
dan harus berlindung di sana."
Bellamy mengangguk.
"Bagaimana dengan Susan?"
Bellamy menoleh ke arah Dent sementara ayunannya meluncur lewat. "Memangnya kenapa dengan
dia?"
"Kau tidak mencemaskan dia juga?"
"Tentu saja aku cemas."
"Tapi, kau tidak mengejarnya."
"Ia kan bersama Allen."
"Semakin kuat alasan untuk mengecek keadaannya."
"Mungkin aku melakukannya. Aku?"
"Katamu kau pergi mencari Steven."
"Ya, ya, persis seperti di buku."
"Lupakan buku sialan itu."
Dent membuat ayunannya bergoyang hebat ketika
ia berdiri dengan cepat lalu meninggalkannya. Ia melangkah ke depan ayunan Bellamy dan mencengkeram
rantainya, memberhentikannya secara mendadak dan
menyelipkan sebelah paha di antara paha wanita itu
supaya bangku ayunan tetap tinggi di atas tanah.
"Apa yang kaulakukan?"
"Lebih tepatnya, apa yang kaulakukan?" ia bertanya. "Hari ini sudah dua kali kau macet di sana. Ke165
napa? Bagaimana bisa ingatanmu begitu mendetail
tentang apa yang kaukenakan dan tali bahu yang
terus-menerus merosot, tapi kau jadi ragu dan terbata-bata ketika menceritakan apa yang kaulakukan
dan di mana kau berada antara waktu kau melihat
Susan kembali dari acara minum-minum di rumah
perahu dan waktu mereka menyeretmu dari balik atapnya yang runtuh?"
Bellamy balas menatapnya, terbelalak dan waswas.
"Aku bersaksi pada pengadilan Allen Strickland bahwa
aku mencari Steven. Aku berada di rumah perahu
ketika tornado mengamuk. Aku tidak terluka parah,
tapi mengalami trauma karena takut, syok. Itulah sebabnya aku termasuk orang yang terakhir ditemukan,
berjam-jam sesudah badai, bahkan setelah jasad Susan
ditemukan. Aku mendengar orang-orang?orangtuaku
sendiri?memanggil-manggilku dengan panik, namun
aku tak mampu menjawab. Aku betul-betul terpaku
ketakutan."
"Itu sesuai dengan yang kautulis di buku."
Ia mengangguk sekali.
"Jadi mengapa aku tidak percaya padamu?"
Dagu Bellamy naik sedikit. "Percaya atau tidak
padaku, itu masalahmu."
"Tepat sekali. Ada yang merusak pesawatku hanya
gara-gara kau dan kaleng cacing yang kaubuka. Dan
ini cacing yang besar, gemuk, menggeliat-geliat. Kau
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tergagap setiap kali aku bertanya apakah kau membuntuti Susan dan Allen Strickland atau tidak."
"Tidak."
166
"Kau yakin?"
"Tidak. Maksudku?Ya, aku yakin. Tidak, aku tidak mengikuti mereka. Kau dulu membuatku bingung dan sekarang kau berusaha melakukannya lagi.
Ketika meninggalkan paviliun, aku berlari menuju
rumah perahu."
"Oke, jadi mengapa kau memilih memperingatkan
Steven tentang badai, bukan kakakmu?"
"Aku tidak memilih seperti itu!" seru Bellamy.
"Tapi kau melakukannya, Bellamy. Kau sendiri
yang bilang. Kau pergi ke rumah perahu sebab kau
melihat Steven pergi ke arah itu."
"Memang benar."
"O ya?"
Bellamy bergerak maju di bangku ayunan, berusaha
Si Tangan Halilintar Karya Kho Ping Hoo Pasukan Mau Tahu 13 Misteri Penyamar Pencuri Petir Lightning Thief Percy
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama