Low Pressure Karya Sandra Brown Bagian 5
Olivia dan Daddy bahwa kau cemburu pada Dent dan
masuk ke kamarku saat aku telanjang lalu berusaha
memperkosaku."
"Memperkosamu? Lucu sekali."
"Menurutmu, siapa yang akan mereka percaya?"
Susan memandangnya dengan ekspresi yang mengatakan
ia mampu mengolah omongannya semaunya, dan Steven
tahu itu memang benar."
331
Dengan kebencian menggelegak pada gadis itu, ia
mendatangi Allen Strickland.
Seolah membaca pikiran Steven, ibunya berkata
lembut, "Pemuda itu seharian memandangi Susan dengan penuh nafsu. Ia dan adiknya. Cepat atau lambat
Allen akan mengumpulkan keberanian dan mengajak
Susan berdansa tanpa bantuan darimu."
"Barangkali. Tapi, faktanya tetap: bahwa ia memperoleh bantuanku."
"Kumohon jangan kaupikirkan terus sehingga menyiksa dirimu. Walaupun aku tahu sulit menyingkirkan hari itu dari benakmu ketika kau tidak bisa
menghindari buku Bellamy. Buku itu ada di manamana. Bahkan di toko hadiah rumah sakit ini."
"Nasi sudah jadi bubur, Ibu."
"Ya, namun waktu ia menghentikan publisitas, kukira suasana akan menenang. Ternyata kita malah
kembali terpampang di halaman depan tabloid jelek
itu. Dent Carter masuk lagi ke kehidupan kita,
Bellamy seperti wanita terobsesi, dan aku tidak bisa
menghilangkan perasaan bahwa misi misterius yang
dilakukannya untuk Howard ini ada hubungannya
dengan hal itu."
Steven cepat-cepat menyela sebelum Olivia menangis lagi. "Ibu, satu-satunya kejadian Howard melakukan sesuatu tanpa sepengetahuan Ibu adalah ketika
ia membeli hadiah istimewa atau merencanakan perjalanan seru. Kalau ia menyuruh Bellamy melakukan
misi rahasia, pasti agar tidak menambah sakit kepala
Ibu."
332
"Hatiku sudah sakit, Steven."
"Kanker memang kejam."
"Begitu juga ironinya."
"Ironi?"
"Howard dan aku tadinya menjalani hidup yang
nyaris sempurna. Lalu hidup kami dinodai satu peristiwa tragis. Namun sekarang, ketika kebersamaan kami
hampir berakhir dan kami mestinya menjalani harihari yang menyenangkan, semua orang membicarakan
pembunuhan Susan." Suaranya bergetar. "Mengapa?"
Dengan pelan Steven berkata, "Low Pressure."
333
Pesawat senator negara bagian itu sudah berada di
landasan ketika Dent dan Bellamy sampai di lapangan
terbang.
Gall memandang wajah babak-belur Dent sebentar
dan mengerutkan kening. "Siapa yang melakukan
itu?"
"Tidak sakit kok."
"Bukan itu yang kutanya."
"Aku akan menelepon Olivia. Permisi." Bellamy
pergi ke hanggar dan mengeluarkan ponsel.
Dent memberi isyarat ke arah pesawat. "Baik sekali
dia, menyediakan pesawat itu untuk kita. Tadi malam
dan hari ini."
"Sudah kubilang, ia mau kau membiasakan diri
dengan pesawat itu. Ia meneleponku pagi-pagi tadi,
ingin mengetahui pendapatmu tentang pesawatnya.
Bab 17
334
Katanya ia berharap kau akan begitu terpesona pada
pesawat tersebut sehingga mau bekerja padanya." Gall
menggigit cerutu. "Tentu saja kalau bisa melihatmu
sekarang, ia mungkin bakal berubah pikiran."
"Jangan sekarang, Gall."
Dent melewatinya ketika berjalan memasuki hanggar dan mendatangi pesawatnya sendiri. "Bagaimana
perkembangan perbaikannya?"
"Suku cadang-suku cadang pengganti sudah dipesan. Ada yang dijanjikan tiba akhir minggu ini. Yang
lain akan lebih lama sampai."
Dent menepuk sayap pesawat, lalu mendekati meja
komputer dan duduk. "Kau sudah memeriksa bandara
di Marshall?"
"Ada dua landasan. Salah satunya 1,5 kilometer.
Cukup panjang."
Saat Dent dan Bellamy meninggalkan rumah
Haymaker, Dent menelepon Gall, bertanya apakah
pesawat sang senator masih ada, dan kalau masih,
meminta orang tua itu menyiapkannya untuk terbang.
Ia juga minta Gall mengecek bandara milik county di
Texas timur, hampir 500 kilometer dari Austin.
Sementara Dent secara metodis melakukan pemeriksaan praterbang, Bellamy mondar-mandir di lantai
beton hanggar, ponsel menempel di telinga. Dent
ingin tahu siapa yang berbicara dengannya. Percakapan Bellamy dengan Olivia tidak pernah selama itu.
Setelah mendaftarkan rencana terbangnya, Dent
memberi isyarat pada Bellamy bahwa mereka sudah
siap berangkat. Bellamy menutup telepon dan pergi
335
ke toilet hanggar, meskipun toilet di pesawat seharga
dua juta dolar itu jauh lebih bagus. Namun, wanita
itu mungkin terlalu malu untuk menggunakannya
selama penerbangan.
Dent, berharap memperbaiki hubungan dengan
Gall setelah begitu ketus padanya beberapa saat lalu,
mendekati meja kerja tempat orang tua itu mengotakatik sepotong mesin. "Terima kasih kau membantuku
meskipun aku sangat mendadak memintanya."
Gall cuma menengadah, menunggu penjelasan untuk perjalanan tiba-tiba ini, dan menurut Dent, pria
itu memang pantas diberi penjelasan.
"Dari Marshall, kami akan mengemudi ke Danau
Caddo. Letaknya dekat dengan?"
"Aku tahu di mana." Gall menggerak-gerakkan cerutu dengan kesal. "Mau memancing?"
"Bisa dibilang begitu. Detektif Moody, sekarang
sudah pensiun, tinggal di tepi danau itu. Ia setuju
menemui kami. Dan aku tidak mau mendengar omelanmu."
Gall berhenti menggigit-gigit cerutu, menariknya
dari mulut, dan melemparkannya ke tempat sampah,
meleset 30 sentimeter. "Omelan," katanya jengkel.
"Bagaimana kalau kuberi kau akal sehat? Akhir-akhir
ini sepertinya kau tak memilikinya. Malah, kau bersikap seolah tak punya akal sehat secuil pun sejak kau
menempel pada wanita itu, bagian keluarga yang nyaris menghancurkan hidupmu. Pagi ini kau datang
dengan tampang seperti Rocky si petinju. Kau akan
menemui orang yang pernah bertekad membunuhmu.
336
Kau melakukan persiapan. Dan aku tidak boleh mengomelimu?"
"Bagaimana kau bisa tahu aku bawa senjata?"
"Aku tidak tahu. Sebelum ini. Ya Tuhan! Kau membawa pistol ke pertemuan dengan Moody?"
"Tenang sajalah. Aku takkan menembaknya. Kami
hanya akan bicara dengan laki-laki tua itu. Ia bukan
ancaman lagi bagiku. Ia sudah gaek, sakit-sakitan, konon takkan bertahan lama lagi."
"Bagaimana kau tahu semua ini?"
"Aku punya sumber-sumber info."
"Ia punya sumber-sumber info," gumam Gall. Ia
menggerakkan dagu ke arah luka-luka di wajah Dent.
"Siapa yang memukulmu?"
"Si preman kampung yang pernah kuceritakan."
Diceritakannya versi singkat serangan itu.
"Apakah ia habis-habisan menghajarmu?"
"Tidak apa-apa."
"Sudah ke dokter."
"Bellamy yang mengobati."
"Oh, dan ia memang punya kualiikasi untuk melakukan itu, kurasa."
"Lukaku tidak terlalu parah, Gall. Sumpah."
"Sudah kaulaporkan ke polisi?"
Dent menggeleng. "Kami takut bakal jadi berita.
Sudah cukup buruk bahwa Van Durbin mengintai
apartemenku tadi malam, dan ia bahkan tak tahu tentang perkelahian yang melibatkan pisau itu."
"Van Durbin melihatnya di sana bersamamu?"
"Ia punya foto-fotonya."
337
Kalau kerutan di dahi Gall bisa dijadikan indikator,
tak ada cerita Dent yang disukainya. "Kembali ke si
preman kampung?ia punya nama?"
"Kurasa mungkin Ray Strickland, adik Allen. Tapi,
itu cuma tebakanku."
"Mengapa ia mengincarmu?"
"Pembalasan, barangkali." Dent mengangkat sebelah
bahu. "Itu penjelasan paling logis menurut Bellamy
dan aku."
"Bellamy dan kau." Ia menyemburkan makian yang
tidak pernah didengar Dent sejak meninggalkan kemiliteran. "Dent, kenapa kau melakukan ini?"
"Sudah kubilang."
"Pembuktian bahwa kau tidak bersalah. Sampai
tuntas. Oke, aku mengerti. Tapi, apa? Belum cukup
banyakkah masalahmu? Kau butuh ini supaya masalahmu makin menggunung?" Ia tidak memberi Dent
kesempatan untuk membela tindakannya. "Kau bisa
terbunuh. Apa gunanya pembuktian bahwa kau tidak
bersalah kalau kau mati? Sedangkan mengenai
Bellamy, apakah menurutmu ia mau bermitra denganmu kalau tahu?"
"Ia tahu."
Gall, terdiam karena kaget mendengar pernyataan
Bellamy, berputar cepat dan mendapati wanita itu
berdiri di belakangnya.
"Aku tahu ia ada di taman negara bagian, bertengkar dengan Susan tidak lama sebelum dia terbunuh.
Aku melihat mereka. Ingatanku tentang kejadian itu
kembali tadi malam saat kami berdebat sengit."
338
Gall menelan ludah dengan suara keras dan sekalisekalinya seperti kehabisan kata-kata. "Yah"
Bellamy tersenyum, bahkan mengulurkan tangan
dan menyentuh lengan baju bengkel Gall. "Aku tahu
kau berbohong untuk melindungi Dent. Rahasiamu
aman bersamaku."
"Kau takkan memberitahu Moody?"
"Aku lebih tertarik untuk mendengar apa yang bisa
dikatakannya kepada kami."
"Omong-omong," sela Dent, "kalau kita tidak segera sampai di sana, ia mungkin akan berubah pikiran
dan menolak menemui kita."
Mereka pergi ke luar, tapi sebelum mereka naik ke
pesawat, Dent menarik Gall ke samping. "Si preman
kampung ini, siapa pun dia, tidak main-main, Gall.
Hati-hatilah."
"Jangan cemaskan aku, Ace."
"Aku tidak mencemaskan kau. Aku mencemaskan
diriku."
"Mengapa?"
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku berencana menyakitinya karena apa yang dilakukannya pada Bellamy dan aku. Tapi kalau ia sampai menyakitimu, berarti aku harus membunuhnya."
"Dengan siapa kau tadi bicara begitu lama?"
Bellamy menerima tawaran Dent untuk duduk di
kokpit, dan, meskipun mengeluh tentang headphone
yang tidak nyaman, ia memakainya dan mencolokkannya sehingga mereka dapat berkomunikasi.
339
Sambil memandang horizon, Bellamy mengembus
napas dengan lelah. "Dexter. Agenku. Ia ternyata telah
meninggalkan sekitar dua puluh pesan suara, pesan
yang terakhir mengancam akan melompat dari Jembatan Brooklyn kalau aku tidak membalas teleponnya.
Jadi kutelepon dia."
"Dan?"
"Ia membaca kolom Van Durbin kemarin. Tulisan
itu membangkitkan kehebohan lagi. Menurutnya, aku
sebaiknya kembali masuk ke arena dan melakukan
publisitas. Kubilang tidak. Buku itu sudah naik 2 peringkat di daftar buku laris tanpa aku harus melakukan
apa pun. Dexter mengatakan dengan sedikit saja liputan media, bukuku dapat naik lebih tinggi, bertahan
lebih lama. Perjanjian pembuatan ilmnya bisa bernilai
lebih mahal. Dan sebagainya. Kubilang tidak. Lagi.
Penuh penekanan."
"Apakah mereka akan mencari mayatnya di East
River?"
Bellamy tertawa. "Waktu aku meninggalkan New
York, ia mengancam bakal terjun dari Empire State
Building. Sampai sekarang belum dilakukannya."
Dent melakukan beberapa kontak radio dengan
para pengatur lalu lintas udara ketika mereka terbang
lintas wilayah. Tombol-tombol yang ada di kokpit itu
bagi Bellamy sama asingnya dengan permukaan Planet
Neptunus.
Ketika Dent sudah bisa bicara lagi dengannya,
Bellamy bertanya, "Bagaimana kau bisa hafal kegunaan berbagai instrumen ini?"
340
"Aku mempelajarinya karena sangat menghormati
gravitasi. Tanah selalu ada di sana, berusaha menarikmu ke bawah. Itulah yang harus selalu diingat."
"Mengapa pesawat jatuh selalu dikatakan karena
kesalahan pilot?"
"Sebab merekalah yang melakukan kesalahan terakhir, dan pilot sulit membela diri atau menjelaskan
tindakannya kalau sudah meninggal."
"Sangat tidak adil, bukan?"
"Bisa begitu, yeah. Pilot juga bukannya tak pernah
salah. Mereka bikin kacau juga kok. Tapi, biasanya
pesawat jatuh karena serangkaian kesalahan atau kesialan. Kesalahan-kesalahan itu menumpuk, dan itulah
yang akhirnya harus dibereskan awak kokpit. Pernahkah kau mendengar tentang model keju Swiss?"
"Kurasa, tapi tolong ceritakan lagi."
"Sebelum bencana besar, misalnya pesawat jatuh,
serangkaian peristiwa mendahuluinya. Anggap faktorfaktor terpisah ini sebagai irisan-irisan keju Swiss yang
dideretkan. Kalau salah satu lubang di keju-keju itu
tidak terhubung, rangkaian kejadiannya berubah atau
berkurang, dan bencana pun bisa dicegah."
"Namun, jika semua lubang terhubung?"
"Terbukalah pintu untuk bencana."
"Kesalahan pilot adalah lubang di irisan keju terakhir."
Dent mengangguk. "Misalkan ada mekanik pesawat
yang bertengkar dengan istrinya yang bawel. Ia pergi
dan mabuk-mabukan, sehingga keesokan harinya pusing di tempat kerja. Selama pemeriksaan praterbang,
341
petugas pertama?kopilot?menumpahkan kopi di
atas panel elektronik, yang bisa menimbulkan korstleting.
"Ia melaporkannya, si mekanik tadi dipanggil untuk mengganti panel. Tadinya kepalanya sudah pusing, sekarang ia bekerja di bawah tekanan pula, tahu
bahwa jam terus berdetik, dan bahwa semua orang
yang ada di pesawat menggerutu karena penundaan
ini. Yang bikin keadaan tambah parah, cuaca memburuk, dan mereka mau mengeluarkan burung ini dari
sana sebelum cuaca terburuk datang, yang bisa membuat para penumpang dan awak pesawat telantar berjam-jam lebih lama.
"Panel diganti. Mekanik pergi. Kapten dan kopilot
tahu ada badai, namun, di antara mereka berdua, mereka sudah sering lolos dari situasi gawat semacam
itu. Mereka meluncur di landas pacu, menara memberi izin untuk terbang, mereka mengecek radar untuk
terakhir kali, dan terbanglah mereka.
"Pada ketinggian sekitar 1.000 kaki, mereka menghadapi turbulensi berat. Dalam usaha mengeluarkan
mereka dari sana, ATC memerintahkan mereka belok
ke kiri. Kapten merespons. Tapi, saat mulai berbelok,
pesawat disambar petir, yang dalam realitas tidak akan
menyebabkan kecelakaan namun dapat membuat
semuanya jadi lebih sulit.
"Jadi sekarang, pesawat sangat miring ke kiri, terbang di dalam turbulensi, berusaha keluar dari hujan
lebat dan angin, pada malam hari, sebab penerbangan
342
tadi tertunda karena penggantian panel. Ketika" Ia
diam supaya terasa dramatis dan melirik Bellamy.
"Ketika peringatan kebakaran untuk mesin kiri berbunyi dan lampu merahnya menyala, Kapten segera
bereaksi dan berbuat persis dengan diajarkan padanya
dan sudah biasa dilakukannya selama bertahun-tahun
menerbangkan pesawat 727. Ia menarik tuas peringatan kebakaran, yang langsung mematikan mesin.
"Yang tidak diketahuinya adalah ia bereaksi terhadap peringatan palsu. Alarmnya berbunyi karena panelnya korsleting setelah ketumpahan kopi. Ini lolos
dari perhatian kedua pilot dan si mekanik. Turbulensi, atau sambaran kilat, sesuatu, menyebabkannya
berbunyi pada saat kritis itu. Tindakan cepat si kapten untuk mengatasi keadaan darurat, yang sebetulnya
tidak ada, malah menimbulkan keadaan darurat.
"Ingat, pesawat sudah mulai belok ke kiri. Yah, kau
tak pernah berubah jadi mesin mati karena mesin di
sisi yang berlawanan membuat kemiringan pesawat
makin tajam. Sayap dengan cepat jadi vertikal. Hidung
menukik. Tamatlah riwayat pesawat. Semua mati.
"Tapi, siapa yang disalahkan atas jatuhnya pesawat?
Kapten melakukan kesalahan terakhir. Namun, kau
juga bisa menyalahkan kopilot karena menumpahkan
kopi, atau si mekanik yang tidak sadar bahwa selain
panel yang digantinya, peringatan kebakaran juga rusak. Kau bisa menyalahkan istrinya karena cerewet
sehingga menyebabkan si mekanik minum-minum
malam sebelumnya, menyebabkan pria itu merasa tak
keruan dan tidak sewaspada biasanya. Kau bahkan
343
bisa menyalahkan Tuhan karena cuaca buruk dan sambaran kilat.
"Rangkaian kejadian itu terbukti berujung pada bencana, namun kalau saja salah satu faktor penyebabnya
ditiadakan, bencana itu mungkin saja tidak terjadi." Ia
terdiam sejenak dan mengangkat bahu. "Itulah pejelasan sederhana, awam, tapi kau pahamlah intinya."
Bellamy ragu sesaat, kemudian bertanya, "Apa yang
terjadi pada Penerbangan 343?"
Dent menoleh dan memandangnya selama beberapa
detik. "Aku baru saja memberitahumu."
Jalanan bertabur kerikil itu berkelok-kelok di tengah
hutan lebat pohon cypress dan berujung pada bagian
depan pondok Dale. Ia mendengar mobil mereka datang jauh sebelum melihatnya.
Ia tak bisa menjelaskan, bahkan pada diri sendiri,
mengapa ia menuruti bujukan sungguh-sungguh
Haymaker agar menemui mereka. Mestinya ia menutup telepon saja, bahkan mestinya tidak menjawab
telepon orang itu. Namun, ternyata Dale mendengarkan, dan memang omongan temannya itu ada benarnya juga.
Waktu Haymaker selesai berceramah, mengakhirinya
dengan omongan bahwa wawancara ini mungkin akan
bagus untuk kesehatan pikiran dan isik Dale, Moody
terkejut sendiri ketika ia meminta Haymaker menyerahkan telepon pada Bellamy.
Mereka tidak membuang-buang waktu dengan ber344
basa-basi. Bellamy menanyakan nama bandara regional
terdekat, dan saat Dale memberitahukannya, wanita
itu bertanya apakah ia akan menjemput.
"Tidak. Sewa mobil. Punya pensil?" Setelah memberikan petunjuk jalan dari bandara ke pondoknya, ia
berkata, "Datanglah sendirian."
"Dent Carter akan menemaniku."
"Aku akan bicara cuma padamu."
"Dent akan menemaniku."
Bellamy bergeming, dan Dale bisa saja menggunakan kondisi itu untuk membatalkan segalanya. Tetapi,
Dale merasa jika Dent memang bermaksud membunuhnya, seperti yang pernah dikatakan bocah itu, ia
takkan melakukannya kalau ada Bellamy sebagai saksi.
Sampai detik ini, hanya mereka berdualah di planet
ini yang tahu di mana ia berada, dan fakta itu sendiri
membuatnya resah. Namun, sekarang sudah terlambat
untuk berubah pikiran. Diiringi suara kerikil terlindas,
mobil itu berhenti.
Moody mengawasi dari teras yang sudah reyot ketika mereka turun, Bellamy lebih sigap dan bersemangat daripada Dent, yang mengemudi. Dale menduga
di balik kacamata hitam RayBan itu, mata bocah?
lelaki?tersebut setajam silet. Kemarahan menyelimuti
Dent bagai kabut di rawa-rawa.
Bellamy tidak setegang itu. Ia menaiki tangga seakan tidak menyadari betapa rapuh tangganya dan
mengulurkan tangan pada Moody tanpa ragu. Moody
menyalaminya.
345
"Terima kasih kau setuju untuk menemui kami."
Moody mengangguk sekali namun dengan waspada
terus mengawasi Dent, yang menaiki tangga menuju
teras dengan hati-hati. Mereka saling memandang bagai lawan, dan memang begitulah mereka.
Bellamy menepiskan nyamuk dari lengannya.
"Mungkin sebaiknya kita masuk saja," katanya. Dale
menoleh dan membuka pintu kasa, deritannya terasa
sangat keras. Sebetulnya seluruh panca indra Dale
menajam sejak kedatangan mereka. Ia sadar betapa
malas dirinya sekarang karena tidak lagi harus bergantung pada akal dan kewaspadaan terus-menerus terhadap sekitarnya, yang, saat masih menjadi polisi, merupakan hal alami baginya.
Dale menduga luka dan lebam di wajah Dent berumur tak lebih dari sehari. Bahwa Dent tidak memedulikan luka-lukanya menunjukkan bagaimana sifat
laki-laki itu. Pada usia 18 tahun, ia berandal yang
tangguh. Kedewasaan tidak melembekkannya sedikit
pun. Ini membuat Dale makin siaga. Karena dirinya
lembek dan kendor sementara Dent keras dan tegap,
ia bakal kalah kalau mereka berkelahi. Tepatnya, kalau
berkelahi dengan cara yang bersih.
Bellamy ternyata lebih cantik daripada di televisi.
Matanya lebih dalam, kulitnya memiliki kelembutan
yang tak bisa ditangkap kamera televisi. Ia juga wangi, seperti bunga. Dent dilanda kerinduan untuk
menyentuh wanita, yang telah berbulan-bulan tidak
dilakukannya. Sudah bertahun-tahun ia tidak berhubungan dengan wanita tanpa harus membayar.
346
Kesepian, bahkan karena kemauan sendiri, terasa
pahit. Seperti moncong baja biru pistol.
Begitu di dalam, Dent membuka kacamata aviator
dan menyelipkannya di saku. Dale berkata, "Kau juga
bisa melepaskan pistolmu. Taruh saja di meja."
Dent tidak bertanya bagaimana lelaki itu mengetahui ia membawa senjata. Dale menduga Dent tahu
tak ada gunanya bertanya. Mantan polisi pasti tahu.
Dent meraih ke balik punggung dan menarik pistol
dari sarungnya yang menempel di ikat pinggang.
"Kau juga, Moody." Ia menunjuk tangan kiri Dale,
tempat ia menggenggam pistol .357 yang dirapatkannya ke paha.
Waktu ia ragu-ragu, Bellamy berkata, "Kumohon."
Dale menunduk menatap mata Bellamy yang besar
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan ekspresif, barangkali satu-satunya bagian wajah
yang tersisa dari gadis kecil dulu, lalu Dale membalas
tatapan tajam Dent. Tak ada yang mau mengalah,
tepatnya, namun mereka bergerak serentak dan menaruh senjata di baki TV yang penuh sesak dengan botol wiski, bungkus rokok, pemantik, dan asbak.
Karena tidak punya kursi lagi, ia berkata, "Kalian
bisa duduk di tempat tidur, kurasa."
Sebetulnya ia bisa saja merapikannya dulu sebelum
mereka datang. Bedcover-nya ia beli di garage sale, kurang lebar sehingga tidak menutupi seprainya yang
bernoda. Di balik tepi seprai yang sudah terburai, pegas-pegas yang mencuat berderit ketika tamu-tamunya
duduk di kaki tempat tidur.
347
Dale mengacungkan botol Jack dengan memegang
lehernya. "Minum?" Mereka menggeleng. "Keberatan
kalau aku minum?" Namun, ia tidak menunggu jawaban mereka sebelum menuangkan wiski setinggi
tiga jari. Ia menenggak habis wiski itu, kemudian
meletakkan gelasnya supaya bisa menyalakan rokok,
dan setelah mengisapnya dalam-dalam, ia duduk di
kursi bersandaran tangan?lagi-lagi barang bekas?dan
memperhatikan mereka sepenuhnya.
Bellamy melirik Dent, dan ketika pria itu tidak
berkata apa-apa, ia mengangguk ke arah bukunya
yang ditaruh Dale di atas pesawat televisi. "Apakah
kau membacanya?"
"Yeah."
"Apa pendapatmu?"
"Kau menginginkan ulasan? Kau penulis yang bagus."
"Apakah aku secara akurat menuliskan kejadiankejadiannya seperti yang kauingat?"
"Kurang-lebih."
Dent mengubah posisi duduk, menyebabkan tempat tidur terguncang. "Jawaban apa itu. Kami jauhjauh datang kemari bukan untuk memperoleh jawaban main-main."
Dale menenggak wiski lagi. "Untuk apa kalian kemari?"
Bellamy mencondongkan tubuh ke arahnya. "Aku
ingin kau memberitahuku bahwa kau percaya sepenuh
hati Allen Strickland bersalah."
Dale membalas tatapan memohon Bellamy selama
348
yang ia bisa, kemudian menunduk dan memandangi
ujung rokoknya yang menyala.
"Mungkin ia masih mengira aku yang membunuh
Susan."
Dale, tahu Dent mengucapkannya hanya untuk
memancingnya, membalas. "Dulu, sekarang pun masih, aku mengira kau mampu melakukannya."
"Kau masih bisa mengancam mataku dengan obeng
lagi, melihat apakah kali ini aku bakal mengaku."
Bellamy menegurnya hanya dengan mengucapkan
namanya dengan lembut.
Tetapi, diingatkan pada taktik kekerasan dan ilegal
yang digunakannya untuk menginterogasi Dent membuat perut Dale bagai dipilin. "Tak sedetik pun aku
percaya pada alibi yang kau dan temanmu katakan."
"Kami terbang hari itu."
"Aku yakin begitu. Yang tidak bisa kubuktikan adalah jam berapa kau kembali."
"Ada di catatan Gall."
"Catatan, tahi kucing. Ia bisa menuliskan apa saja
di catatannya. Kaupikir aku bodoh?"
"Tidak, kupikir kau pandai. Cukup pandai untuk
memberitahu Rupe Collier bahwa ia tidak punya
kasus yang kuat terhadapku. Saat itulah kalian berdua
memutuskan Allen Strickland mungkin calon yang
lebih pasti untuk mendapatkan vonis."
Dale melesat berdiri begitu cepat sehingga nyaris
menumbangkan baki TV. Ia menyelamatkan botol wiski duluan, menyambarnya sebelum botol itu terjungkal. Lalu ia melumat puntung rokok di asbak yang
349
isinya tumpah ruah. Ia dapat merasakan tatapan mereka bagai tongkat besi panas yang menusuk pung-gungnya saat ia berjalan ke pintu kasa dan menera-wang ke
pemandangan yang sudah terlalu lama dilihatnya.
Dan tiba-tiba ia sadar betapa lelah dirinya, juga
betapa bosan ia pada pemandangan itu. Ia amat sangat capek, lahir dan batin. Benar-benar muak setengah mati terhadap itu semua. Pokoknya?seperti
istilah anak-anak zaman sekarang?habis. Ia nyaris
sudah terlambat untuk memperbaiki segalanya. Namun, ia masih punya satu kesempatan untuk mengoreksi dan saat itu juga memutuskan untuk mengambil
kesempatan tersebut.
"Aku sedang makan siang di salah satu restoran
Meksiko enak di timur kota. Haymaker menghubungiku untuk memberitahu bahwa Allen Strickland dibunuh di halaman penjara tadi pagi. Punggungnya ditikam tiga kali sebelum ia ambruk. Setiap tikaman
menusuk satu organ. Ia mati dalam waktu kurang
dari satu menit. Kelihatannya ia berselisih dengan kelompok jahat?"
Ia terdiam sejenak dan menoleh ke belakang, pada
mereka. "Harus kauakui ia tipe yang licik, sok jago.
Di penjara, ia bergaul dengan orang-orang yang mirip
dengannya." Ia menghadap ke depan lagi. "Pembunuhan itu dianggap terjadi karena perang antargeng di
dalam penjara, walaupun tidak ada yang pernah dijadikan tersangka.
"Begitulah, kutinggalkan makananku di meja, keluar, dan muntah-muntah. Lama. Sampai perutku
350
benar-benar kosong, setelah itu pun aku masih terus
muntah. Sebab kali terakhir aku melihat Allen
Strickland, ia dikawal ke luar ruang sidang setelah
dijatuhi vonis. Ia berpaling ke tempat aku duduk di
galeri, menatapku lurus-lurus, dan berkata, ?Aku tidak
membunuhnya. Tuhanlah saksiku.?
"Nah, aku pernah mendengar ratusan pria dan wanita bersalah bersumpah demi Tuhan dan semua malaikat bahwa mereka tidak bersalah. Tapi, aku percaya
pada Allen Strickland. Jadi, tidak, Ms. Price, aku tidak yakin sepenuh hatiku bahwa ia bersalah telah
membunuh kakakmu. Sejak dulu."
Ia berdiri diam cukup lama, menarik napas dalamdalam dan mengembuskannya secara perlahan. Anehnya, ia tidak merasa bersih, diampuni, seperti yang
dikiranya akan dirasakannya setelah membuat pengakuan tersebut, dan sadar bahwa ia naif kalau mengira
semua akan segampang itu.
Ia berbalik, menghadap ke ruangan lagi dan, setelah kembali duduk, mengambil gelas lalu meminum
habis isinya. Dua orang yang duduk berdekatan di
tempat tidur itu memandanginya.
Bellamy yang pertama bicara. "Kalau kau tidak percaya bahwa ia bersalah, bagaimana mengapa"
"Bagaimana dan mengapa aku membiarkan grand
jury mendakwanya, dan juri menjatuhinya hukuman?
Aku bisa saja menyebutkan sejuta alasan, tapi yang
utama? Kami harus membersihkan telur dari wajah
kami."
"Kami?" tanya Dent.
351
"Rupe dan aku."
"Jadi ia rusak juga?"
Dale terkekeh mendengar istilah halus Bellamy untuk menyebutkan kotor. "Bisa dibilang begitu. Bagaimanapun, kami mengungkapkan pada publik bahwa
tersangka utamanya ada satu." Ia memandang Dent.
"Tapi, kau punya alibi. Kami tidak percaya, tapi juga
tidak bisa membuktikan sebaliknya. Saat itulah Allen
Strickland mulai tampak sebagai calon pemenang.
"Kami kehabisan akal untuk memenuhi janji kami
pada keluarga Lyston, Kepolisian, semua orang, bahwa
kami akan menemukan pelakunya dan mengadilinya.
Kami tak bisa membiarkan kasus besar dan menggemparkan ini lepas dari tangan kami.
"Kami berurusan dengan putri keluarga penting
yang dibunuh saat acara barbekyu perusahaan, dalam
badai paling buruk selama lima puluh tahun terakhir.
Gadis itu cantik, ia kaya, ia ditemukan tanpa celana
dalam. Dan kau harus mengakui, Rupe suka tampil.
Ia menekankan faktor seks setiap kali bicara pada media.
"Kau tahu," ia melanjutkan dengan serius, "kurasa
ia sebetulnya senang kami tak pernah menemukan
celana dalam Susan, sebab masyarakat jadi memikirkannya terus. Apakah celana dalamnya jadi senjata
pembunuhan? Ada di mana sekarang? Apakah akan
ditemukan? Persis sinetron sialan. Tontonlah lagi besok untuk mengetahui episode berikutnya."
Ia mengusap wajah dengan dua tangan. "Pada satu
titik, Rupe bahkan mengusulkan kami menaruh cela352
na dalam untuk "ditemukan" polisi pemula, orang
yang tak tahu apa-apa, sehingga terasa meyakinkan.
Kami akan harus menunjukkannya pada orangtuamu
untuk identiikasi. Mereka akan membantah bahwa
itu celana dalam Susan, tentu saja, tapi tetap takkan
berefek bagus bagi orang yang ketahuan menyimpan
celana dalam tersebut. Ia akan terkesan sebagai kolektor."
"Kalian betul-betul akan menaruh barang bukti
palsu di properti Allen Strickland?" tanya Bellamy.
Tatapan Dale tanpa sadar beralih pada Dent. "Ini
terjadi pada tahap awal penyelidikan."
Dent menatapnya selama beberapa detik, dan ketika maksud tersirat pernyataan itu dipahaminya, ia
menggeleng tak percaya. "Ya Tuhan."
Ia berdiri dan mondar-mandir di ruangan, seakan
mencari sesuatu atau seseorang untuk dihajar. Dale
mengira mungkin saja ia jadi sasaran, tapi Dent pergi
ke jendela, tempat ia menyandarkan bahu pada kusen
dan memandangi air danau yang keruh. Dale menyadari ada setitik darah kering di bagian pinggang kemeja laki-laki itu.
Sebelum ia bisa menanyakannya, Bellamy berkata,
"Aku tidak suka padanya."
"Siapa?"
"Rupe Collier. Aku tidak suka padanya waktu ia
bicara pada orangtuaku selama persidangan, meyakinkan mereka bahwa ia akan memenjarakan pembunuh
Susan bertahun-tahun. Kemudian, waktu melakukan
riset untuk bukuku, aku menelepon dia dan meminta
353
wawancara dengannya. Aku membuat beberapa janji
temu dengannya, semua ia batalkan pada saat-saat
terakhir. Kurasa akhirnya ia kehabisan alasan, karena
aku akhirnya diberi waktu sepuluh menit. Ia?"
"Tidak perlu kauberitahu aku seperti apa dia," potong Dale. "Aku sangat kenal dia." Ia menggerakkan
jemari tangan kanan. Buku-buku jarinya lebam dan
sakit karena kontak dengan gigi Rupe, tapi ia menyukai rasa sakit itu dan cuma menyesal mengapa tidak
menghajar bajingan itu lebih keras. "Ia tidak memberitahumu apa-apa, kan?"
"Omongannya berubah-ubah dan tidak jelas," jawab Bellamy. "Akhirnya ia memberitahuku bahwa ia
lupa detail-detail kasus itu, dan bahwa daripada bicara
dengannya, aku lebih baik mencoba membujuk Kepolisian agar menunjukkan arsip kasus tersebut padaku."
Dale mengangkat dagu, pertanyaannya tersirat.
"Aku berusaha," kata Bellamy. "Sayangnya, arsipnya
hilang."
"Benar."
"Kau tahu?"
"Rupe terlalu ambisius dan terlalu pintar menutupi
kesalahannya sehingga takkan mungkin membiarkan
arsip itu tetap ada," katanya. Kemudian ia berdiri dari
kursi. "Dan aku terlalu pintar menutupi kesalahanku
sendiri sehingga mengopi segalanya."
354
Dengan terkejut Bellamy dan Dent saling melirik,
kemudian memandang Moody pergi ke area dapur
pondoknya, yang dibatasi oleh bar pendek dengan
permukaan Formica yang sudah gompal. Ia membuka
oven di bawah kompor berlapis lemak dan mengeluarkan map akordeon yang melembung kepenuhan. Tali
elastisnya telah digantikan karet gelang tebal.
"Aku selalu takut bahwa pada suatu malam aku
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sangat mabuk, lupa ada map ini di sana, dan menyalakan oven." Ia membawa map itu pada Bellamy dan
menyerahkannya, kemudian kembali ke kursi, menyalakan rokok baru, dan menuangkan minuman untuk
dirinya sendiri.
Dent bergabung lagi dengan Bellamy di tempat tidur saat wanita itu melepaskan karet gelang dan membuka tutup map. Map itu berisi materi yang sangat
Bab 18
355
banyak. Saat membolak-balik kertas-kertas kusam itu,
ia melihat salinan berbagai hal: formulir dan dokumen resmi, lembaran kertas buku tulis bergaris yang
penuh tulisan tangan, transkrip rekaman wawancara,
dan tak terhitung banyaknya potongan kertas berisi
hanya satu atau dua kata. Bakal butuh waktu berminggu-minggu untuk memeriksanya.
"Aku banyak mencatat," ujar Moody, "dan menyita
catatan detektif-detektif lain. Aku membutuhkan waktu beberapa hari untuk diam-diam mengopi semuanya
sementara Rupe mengejarku agar menyerahkan arsip
ini padanya. Di sana ada informasi dari Haymaker,
catatan-catatan yang dibuatnya sampai ia minta dipindah dari kasus ini dan ditugaskan menangani kasus
lain."
Dent mendongak dan memandangnya.
"Urusan dengan obeng itu membuatnya gelisah,"
Moody memberitahu.
"Bagaimana perasaanmu tentang kepergiannya?"
"Mungkin aku kesal, tapi aku tidak punya waktu
untuk memikirkannya." Ia menunjuk arsip. "Aku sibuk."
"Sibuk berusaha membuatku bicara," kata Dent.
Moody mengangkat bahunya yang besar. "Biasanya
memang sang pacar. Atau orang yang sama dekatnya
dengan korban."
"Ayahku dan saudara tiriku?" tanya Bellamy.
"Siapa saja yang termasuk kategori kenalan dekat
laki-laki."
"Tapi, ayahku?"
356
"Dengar, aku takkan minta maaf padamu karena
melakukan tugasku."
Karena tidak ingin membuat Moody kesal sehingga
bungkam, Bellamy tidak melanjutkan topik itu. "Aku
tidak mengerti mengapa Allen Strickland tidak segera
dicurigai. Bahkan menurut catatanmu sendiri Setidaknya kuduga ini tulisan tanganmu." Ia mengacungkan lembaran yang paling atas.
Dale mengangguk.
Lembaran itu salinan apa yang tampaknya merupakan halaman yang dirobek dari notes spiral, penuh
dengan tulisan tangan tegas. Sebagian besar berupa
steno yang hanya bisa dipahami Moody, namun sebagian lagi bisa dibaca. Pena merah digunakan untuk
menggarisbawahi salah satu catatan: nama dengan bintang di sampingnya.
Bellamy mengamati kertas itu. "Kau menulis nama
para saksi yang menyebut Allen Strickland ketika
kautanyai?"
Moody mengangguk.
"Setidaknya beberapa dari mereka pasti ingat bagaimana ia dan Susan berdansa," katanya. "Mengapa ia
bukan tersangka sejak awal?"
Jelaslah pertanyaan itu membuat Moody resah. Di
balik kelopak matanya yang berat dan keriput, matanya bergerak-gerak ke beberapa titik di dalam ruangan, termasuk Dent, sebelum kembali pada Bellamy.
"Mungkin saja, tapi aku bicara pertama kali dengan
orangtuamu. Mereka memberikan nama Dent dan
357
memberitahuku tentang perdebatan antara Dent dan
Susan pagi itu."
"Jadi aku langsung melejit ke puncak daftarmu."
"Yeah. Aku baru kembali pada Allen Strickland
setelah kau dicoret dari daftar."
"Allen calon lain yang kuat. Tapi, bahkan saat itu
pun kau tidak menganggap ia melakukan kejahatan
tersebut, bukan?" tanya Bellamy. "Kenapa?"
Dale menyesap minuman.
"Kenapa tidak?" ulang Bellamy.
"Waktu pertama kali aku menanyainya, ia memberitahuku bahwa Susan menolaknya mentah-mentah
dan mengolok-oloknya karena mencoba."
"Dan kau percaya?" Bellamy bertanya.
"Biasanya laki-laki, terutama penakluk wanita seperti dia, tidak mau mengakui pernah ditolak, jadi kupikir ia pasti bicara jujur. Setidaknya sebagian. Kemudian ada adiknya."
Bellamy dan Dent bertukar pandang.
"Apa?" tanya Moody.
"Kami ingin mendengar ini dulu," ujar Bellamy.
"Silakan lanjutkan."
Moody mengisap rokok dan mengembuskan asapnya ke langit-langit. "Aku menanyai mereka secara
terpisah. Adik Allen?namanya Ray?memberitahuku
bahwa ia tahu apa yang ada dalam benak Allen waktu
meninggalkan paviliun bersama Susan. Kedip, kedip.
Ray tidak ikut, minum bir lagi, main mata dan berusaha mencari pasangan juga. Tapi, waktu cuaca mem358
buruk, ia jadi khawatir. Ia enggan menginterupsi apa
pun yang sedang dilakukan Allen, tapi"
"Penjaga si abang," Dent berkomentar.
Moody mengangkat gelas, seolah bersulang dengannya. "Ray memberitahu kami, para detektif, bahwa ia
masuk ke hutan, tapi bertemu Allen di jalan setapak,
dalam perjalanan pulang." Ia memberi isyarat ke arah
arsip. "Catatan-catatan tentang beberapa wawancara
dengannya ada di situ. Tapi, dalam salah satu wawancara, ia bilang padaku Allen sangat marah."
"Ia mengakui itu?"
"Ya. Tapi, ia juga bilang tidak menyalahkan abangnya yang marah, sebab ia bisa mendengar suara tawa
kakakmu. Susan bahkan berteriak, ?Jangan pergi marah-marah begitu, Allen!? Kemudian Susan menyuruh
Allen pulang dan masturbasi sambil membayangkan
dirinya. Kira-kira begitulah perkataannya."
Bellamy merasa Dent menatapnya, mengamati untuk melihat bagaimana ia akan bereaksi. Bellamy berusaha menjaga ekspresinya tetap netral.
"Begitulah, kakak-beradik itu, dalam wawancara
terpisah, mengatakan hal yang sama. Bahwa Allen
meninggalkan Susan di hutan, menertawakannya."
"Mengapa kesaksian ini tidak muncul selama persidangan?" tanya Bellamy. "Karena kasusnya berdasarkan
bukti tidak langsung, kesaksian ini bisa menimbulkan
keraguan beralasan yang kuat."
"Ya, memang. Pengacara Allen, yang ditunjuk pengadilan, sangat mengandalkan kesaksian Ray," ujar
Dale. "Itu sebabnya ia marah besar waktu Ray tidak
359
datang pada pagi dia dijadwalkan tampil sebagai saksi.
Pengacara itu tidak bisa memberitahu di mana saksinya berada atau memberikan alasan atas ketidakhadirannya.
"Ia memohon pengertian pengadilan dan minta
penundaan sidang, sampai setelah makan siang saja,
supaya ia bisa melacak saksinya. Rupe tidak terima.
Ia berpidato panjang-lebar tentang usaha si pengacara
untuk mengganggu juri supaya memutuskan Allen tidak bersalah." Moody berdecak kesal. "Itu salah satu
penampilan terbaiknya."
"Aku pasti tidak ada di persidangan waktu itu,"
kata Bellamy. "Aku tidak ingat adegan tersebut."
Dent menimbrung. "Biar kutebak. Hakim menolak
permintaannya."
Moody mengangguk. "Dan Ray tak pernah bersaksi."
"Mengapa ia tidak ada di pengadilan hari itu?"
"Karena ia ada di rumah sakit. Ia luka parah akibat
tabrakan dalam perjalanan menuju pengadilan. Beberapa hari kemudian barulah ia cukup stabil untuk
menghadiri sidang, dan deposisinya dibacakan di pengadilan, namun efeknya tidak sedahsyat kalau ia bersaksi langsung. Ketika Ray cukup sehat untuk keluar
dari rumah sakit, semua sudah terlambat. Allen sudah
divonis dan dipindah ke Huntsville."
"Ya Tuhan," bisik Dent. "Pantaslah ia jadi sinting."
Moody duduk tegak. "Apa?"
"Ray Strickland belum memaafkan ataupun melupakan."
360
Moody segera paham maksud omongannya. Ia menunjuk wajah Dent. "Ia yang melakukan itu?"
"Tunjukkan punggungmu," kata Bellamy.
Dent berdiri dan mengangkat kemeja. Mereka bercerita pada Moody tentang berbagai peristiwa selama
beberapa hari terakhir yang akhirnya berujung pada
serangan tadi malam. "Ia tidak berkumis lagi," kata
Dent. "Ia sekarang botak."
"Kalau begitu, bagaimana kalian tahu itu Ray?"
"Kami tidak tahu. Tapi, siapa pun dia, dia ingin
membunuh Bellamy dan aku, dan satu-satunya persamaan antara Bellamy dan aku cuma Memorial Day
itu."
"Dan bukunya," tambah Moody, sinis.
"Kalau itu memang Ray, mungkin kebenciannya
mulai timbul ketika ia tidak bisa bersaksi pada persidangan Allen," kata Bellamy. "Ia mengecewakan
abangnya. Sampai hari ini, ia pasti dihantui oleh kecelakaan mobil itu."
"Bukan kecelakaan."
Moody berbicara begitu pelan sehingga mula-mula
Bellamy tidak yakin apakah yang didengarnya benar.
Ia menatap Dent, namun perhatian pria itu terpusat
pada si mantan detektif dan apa yang baru saja diucapkannya.
Moody mengangkat pandangan matanya yang merah kepada mereka dan berdeham. "Itu bukan kecelakaan. Rupe mengatur agar ada yang menabrak Ray di
perempatan. Orang itu melaksanakan tugasnya dengan
sungguh-sungguh dan menghantam Ray dengan kece361
patan tinggi. Aku ingat Rupe bilang bahwa tabrakan
itu tidak menewaskan mereka berdua bukan cuma
merupakan mukjizat tapi juga sangat disayangkan."
Ray meludahkan kuaci biji bunga matahari yang sudah hancur dan setengah dikunyah dari jendela pengemudi pickup-nya yang terbuka. Di kursi sebelahnya
ada teropong, dengan alat itu ia melihat Dent dan
Bellamy naik ke dalam pesawat biru-putih mengilap
dengan bendera Texas dicat di hidungnya, dan tinggal
landas menuju langit biru.
Ia kesal sekali karena tadi malam tidak membunuh
Dent saat ada kesempatan. Bukan cuma karena pria
itu merupakan halangan untuk mencapai Bellamy,
tapi juga bahwa tanpa pilot pribadi, wanita itu tidak
mungkin bisa terbang entah ke mana, meninggalkan
Ray yang bertanya-tanya kapan mereka kembali supaya ia bisa punya peluang lagi untuk membereskan
mereka.
Namun, jika ia berlama-lama untuk membunuh
Dent tadi malam, kemungkinan besar ia bakal tertangkap, dan itu berarti tidak ada pembalasan bagi Allen.
Ia harus terus mengingatkan diri tentang hal tersebut
dan berhenti mempertanyakan keputusan spontannya
untuk melarikan diri.
Kemarin ia akhirnya pulang, tidur, dan, sambil sarapan sereal, memutuskan untuk mengawasi lapangan
udara itu, tempat yang pasti akan didatangi Dent. Ia
362
baru mengintai kurang dari satu jam ketika, betul
juga, mereka muncul. Naik mobil Bellamy, ia mencatat dalam hati.
Meski hanya dilihat lewat teropong, perbuatannya
pada Dent tadi malam kelihatan jelas dan berdarah.
Senang hatinya melihat kerusakan yang diakibatkannya
pada wajah tampan si pilot. Ia terkekeh memikirkan
luka yang melintasi punggung pria itu pasti sakit
sekali.
Tetapi, baik luka maupun ketakutan yang ia timbulkan pada mereka belumlah cukup. Mereka harus
mati seperti Allen.
Ray melemparkan bungkusan kuaci biji bunga
matahari ke dasbor dan keluar dari mobil untuk melemaskan kaki dan mengalirkan darah ke bokongnya
lagi, yang kebas sejak berjam-jam lalu. Namun, ia
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan menanggung semua itu dan bertahan di sini
sampai mereka kembali, tak peduli betapa membosankannya.
Sejak mereka berangkat, pesawat-pesawat lebih kecil
datang dan pergi dari lapangan terbang itu. Dengan
teropong, Ray mengawasi si orang tua melakukan pekerjaannya, mengisi tangki bahan bakar, memasang
ganjal ketika pesawat diparkir, mengobrol dengan para
pilot sebelum mereka pergi. Kemudian ia menghilang
ke dalam hanggar. Ray menduga ia memperbaiki kerusakan pada pesawat Dent, dan pikiran tersebut tak
pernah gagal membuatnya tersenyum.
Bosnya terus menelepon. Pesan-pesan voice-mailnya makin galak. Persetan kau, pikir Ray. Ia tidak
363
mau lagi harus patuh pada siapa pun. Ia pria yang
punya misi, orang yang harus dihormati, seperti para
tokoh dalam ilm-ilm favoritnya.
Tangannya tak sadar mengusap-usap otot biseps
kiri, memijat jaringan yang kadang-kadang masih
membuatnya kesakitan. Di balik taring berbisa tato
ular, kulitnya berkerut-kerut karena bekas luka. Seluruh sisi kirinya, dari bahu sampai mata kaki, terluka
parah akibat tabrakan mobil itu.
Kerusakan paling parah terjadi pada lengan kirinya.
Bagian itu hancur dalam kecelakaan, lalu makin rusak
akibat berbagai operasi yang dibutuhkan agar lengannya bisa berfungsi kembali. Ia mungkin sudah
diamputasi kalau tak ada dokter bedah otot yang
ingin menggunakan Ray sebagai kelinci percobaan.
Begitu cangkok kulit terakhir cukup sembuh untuk
menahan jarum tato, Ray menutupi bekas lukanya
dengan tato ular. Ia membutuhkan beberapa sesi karena bekas lukanya yang luas dan ularnya besar serta
rumit, masing-masing sisik yang mendetail merupakan
karya seni.
Namun, penderitaan yang dirasakannya di rumah
sakit, dan selama terapi isik berbulan-bulan, juga sakit ketika ditato, bukan apa-apa dibandingkan dengan
penderitaan mental yang dialaminya karena gagal hadir di persidangan abangnya. Ia tidak ada bagi Allen
ketika Allen sangat membutuhkannya.
Dalam hidupnya, sang abang satu-satunya orang di
dunia ini yang disayangi Ray, karena, luar biasanya,
Allen juga menyayanginya. Ray jelek, kepribadiannya
364
juga tidak terlalu menyenangkan, tapi Allen tak memedulikan semua itu.
Mereka tidak kenal ayah mereka. Ibu mereka sangat jahat, dan ketika wanita itu meninggal, kakakberadik tersebut mabuk seminggu, bukan karena berduka, tapi karena merayakan kematiannya. Setelah
menguburkan si ibu, yang ada tinggal mereka berdua,
tapi Allen kelihatannya tidak keberatan berperan sebagai orangtua.
Allen merupakan sumber semangat, memberitahu
Ray bahwa dia oke, bahwa masih banyak orang yang
lebih jelek daripada dirinya, bahwa ia mungkin tidak
jago di sekolah, namun jagoan di jalanan, dan itu,
menurut Allen, lebih baik.
Allen membuat Ray bisa menerima dirinya apa adanya.
Setelah tidak naik saat di kelas 12, Ray akhirnya
mendapat ijazah SMA, dan Allen menolongnya mendapat pekerjaan yang sama dengan dirinya: mengemudikan truk pengantar barang Lyston Electronics. Hidup mereka sangat menyenangkan. Mereka bahkan
menanti-nantikan acara barbekyu Memorial Day itu.
Pesta tersebut awalnya seasyik yang mereka kira
dan berubah jadi tragis hanya setelah Allen mulai
main-main dengan anjing betina Lyston itu. Adik tiri
laki-lakinya yang banci menyampaikan ajakan Susan
untuk berdansa, dan dengan patuh Allen menerimanya. Sampai titik itu, Bellamy Price menggambarkan
hari itu dengan tepat dalam bukunya.
Namun, wanita itu mengesankan bahwa Allen yang
365
mendekati Susan duluan, bukan sebaliknya. Ia membuat ribuan pembaca percaya bahwa Allen membawa
Susan ke dalam hutan, berusaha memerkosanya, lalu
membunuh gadis itu ketika dia menolak.
Tetapi, Allen memberitahu Ray bahwa ia meninggalkan Susan dalam keadaan hidup dan menertawakannya, dan kalau Allen bilang begitu, itulah yang
terjadi.
Kalau saja kecelakaan mobil itu tidak terjadi, Ray
pasti bersaksi di pengadilan bahwa ia berpapasan dengan Allen saat abangnya itu berjalan di hutan, dalam
perjalanan kembali ke paviliun. Ia bahkan berani bersumpah di depan Alkitab. Tapi itu berarti ia berbohong.
Sebetulnya setelah tornado menyapu taman negara
bagianlah baru mereka berdua bertemu kembali. Ray
terhuyung-huyung kembali ke mobil dan jatuh berlutut saking leganya ketika melihat bahwa Allen juga
selamat dengan berlindung di kolong mobil Mustang
yang sedang mereka perbaiki. Kendaraan-kendaraan
lain tersedot pusaran angin dan terlempar sangat jauh.
Kendaraan-kendaraan itu terpuntir dan tercabik-cabik
sehingga tampak seperti gumpalan alumunium foil.
Tetapi, mobil mereka selamat, begitu juga Allen.
Abangnya menangis waktu menarik Ray ke dalam
pelukan, memeluknya begitu erat sampai napasnya
jadi sesak. Ia sangat lega melihat Ray masih hidup
dan utuh sehingga memukul-mukul punggung Ray
hingga terasa sakit. Ray tidak keberatan.
"Dari mana saja kau, adikku?"
366
"M-mencarimu."
Begitulah kejadiannya, tapi saat Moody muncul
dan menuduh Allen membunuh gadis itu, Ray memberitahu detektif tersebut, dengan tegas, bahwa ketika
mereka meninggalkan hutan, berdua, mereka meninggalkan Susan dengan tawa gadis itu terngiang di telinga mereka.
Juri tak pernah mendengar kesaksian itu darinya.
Allen divonis.
Tidak ada yang peduli ketika ia dibunuh kecuali
Ray, yang ketika dikabari, menangis tersedu-sedu seperti bayi. Di kubur abangnya, ia bersumpah akan
membalas dendam. Tetapi, bukan pada si narapidana
tak dikenal yang menusuk punggung Allen, melainkan
pada orang-orang yang membuat Allen dijebloskan ke
tempat itu.
Bagaimanapun, Ray segera tahu bahwa balas dendam tidaklah mudah dilaksanakan.
Keluarga Lyston seakan tak tersentuh. Mereka kaya
serta sangat terlindung, dan setelah beberapa usaha
payah untuk mendekati mereka, Ray jadi takut.
Ia punya masalah yang sama dengan Rupe Collier.
Orang itu magnet media, selalu ingin jadi pusat perhatian.
Dale Moody menghilang.
Seiring berjalannya waktu, bersama berlalunya
tahun-tahun, Ray malu mengakui ini, tapi ternyata
tekadnya melemah.
Lalu adik Susan menulis buku itu, dan kebencian
Ray pun mengkristal, menjadi murni dan sekeras ber367
lian lagi. Ia memfokuskannya pada gadis itu. Bellamylah yang paling buruk. Ia bahkan tidak menyebutkan
dalam bukunya betapa menyedihkan dan tidak adilnya kematian Allen.
Ray tak sudi menerimanya. Utang nyawa dibalas
dengan nyawa. Bellamy harus mati.
Ia siap mencabut nyawa wanita itu. Ia sudah menyiapkan diri sejak dikabari tentang kematian Allen.
Bertentangan dengan pendapat para dokter mengenai
kesembuhannya, ia berusaha sekuat tenaga mengembalikan fungsi lengannya hingga normal. Mengabaikan
rasa sakit, selama berjam-jam ia menggunakan barbel
dan stretching band, melakukan segalanya yang bisa
mengembalikan dan memperkuat otot-otot dan tendon-tendonnya. Dan, demi Tuhan, latihan serta kesabaran bertahun-tahun itu amat bermanfaat. Ia lebih
tua, lebih pintar, dan lebih sehat daripada sebelum
kecelakaan mobil.
Ia melirik kaki langit barat. Tidak lama lagi matahari akan terbenam. Lalu gelap. Lapangan terbang itu
terisolir, kejadian buruk bisa menimpa orang yang
sendirian setelah matahari tenggelam.
Bellamy dan Dent selalu bepergian semau mereka,
Ray jadi sulit menyusun rencana.
Tidak masalah. Ia punya ide yang bakal membuat
mereka menetap selama beberapa hari. Dan itu waktu
yang lebih dari cukup.
Bellamy terkejut saat mengetahui betapa busuk
368
Rupert Collier. "Ia mengatur terjadinya tabrakan mobil yang hampir menewaskan dua orang? Kukira ia
cuma orang brengsek egois, penjual mobil bekas yang
menggelikan."
"Itulah kesan yang ingin ditampilkannya," kata
Moody. "Ia begitu menyebalkan sehingga tidak terasa
berbahaya."
"Tidak bagiku," Dent berkata. "Aku tak sabar untuk bicara dengan bajingan yang ingin menaruh celana dalam di rumahku sebagai barang bukti palsu."
"Kau takkan berhasil," ujar Moody. "Ia telah menyiapkan segalanya. Untuk setiap rencana busuknya,
ia punya jaring pengaman yang tak tergoyahkan. Ia
begitu pandai melindungi diri sehingga CIA saja tidak
bisa mengotak-atiknya."
Dengan berat hati Bellamy mengakui bahwa orang
itu punya kekuasaan. "Bagaimana ia membuat orangorang menurut padanya?"
"Ia menemukan titik kelemahan orang dan memanfaatkannya."
Dent mengangguk ke arah botol wiski. "Apakah
itu titik kelemahanmu?"
"Ambisi," gumam Moody ke gelas saat mengangkatnya ke mulut.
Bellamy tak percaya, dan ia tahu Dent juga tidak.
Detektif yang ambisius akan membuat dirinya diperhatikan dengan memaparkan jaksa yang busuk, bukan
malah menutupinya.
Moody menurunkan gelas dan memandang mereka
bergantian, lalu mengembuskan napas dengan berat.
369
"Aku berselingkuh dengan wanita yang bekerja di
Kepolisian. Aku sudah menikah. Ia masih muda. Ia
hamil. Rupe berjanji membereskan masalah itu. Wanita tersebut mengundurkan diri dan aku tak pernah
melihatnya lagi."
"Apa yang dilakukannya pada wanita itu?" tanya
Dent.
"Aku tidak tahu. Tidak ingin tahu."
Dent menggumamkan makian.
Bellamy memusatkan perhatian pada arsip lagi dan
bertanya pada Moody, "Kalau kubaca semua yang ada
di dalam sini, apakah aku akan tahu siapa yang membunuh Susan? Apakah kau tahu?"
"Tidak. Dan aku sudah membaca setiap patah kata
yang ada di situ berkali-kali. Aku bahkan sampai hafal sebagian besar, tapi orang yang membunuh Susan
tetap sama misteriusnya dengan waktu aku meninggalkan kamar mayat dan pergi ke lokasi kejahatan untuk
pertama kalinya."
"Jadi, bagaimanapun," Dent menimbrung, "pembunuhnya bisa saja Allen. Ray mungkin saja berbohong
untuk melindungi si abang ketika ia bilang padamu
soal suara tawa Susan, dan sebagainya."
"Mungkin saja, kurasa. Semua orang berbohong,"
ia berkata, memandang Dent tajam. Lalu tatapannya
kembali pada Bellamy. "Kecuali mungkin kau. Kau
tidak banyak bicara tentang apa pun."
"Aku tidak ingat apa-apa."
Moody menyipitkan mata. "Apa maksudmu?"
Dengan suara pelan, Dent berkata, "Bellamy."
370
Tetapi, Bellamy mengabaikan peringatan halus itu.
"Aku kehilangan ingatan," ia berkata pada Moody.
Mantan polisi itu tidak minum atau mengisap rokok selama Bellamy menjelaskan soal ingatannya yang
hilang. Setelah wanita itu selesai, Moody mematikan
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rokok, yang sudah terbakar sampai ke ilternya, lalu
menyalakan sebatang lagi.
"Kau bersaksi di persidangan."
"Menjawab dengan jujur semua pertanyaan yang
diajukan kepadaku. Aku bersaksi melihat Susan dan
Allen meninggalkan paviliun bersama-sama. Rupe
Collier bertanya apakah itu kali terakhir aku melihat
kakakku dalam keadaan hidup, dan kubilang ya, sebab memang ya. Pengara pembela tidak melakukan
pemeriksaan silang. Ia pasti mengira tidak ada lagi
yang bisa kuceritakan, dan itu memang benar."
Moody mengembuskan gumpalan asap ke langit-langit, yang begitu penuh sarang laba-laba sehingga seperti diselubungi kanopi. "Pas sekali periode waktu
yang kaulupakan itu."
"Tidak bagiku. Aku ingin ingat."
"Mungkin tidak," katanya.
"Ingin." Bellamy bangun dari tempat tidur dan
berjalan menuju map tua negara bagian yang ditempelkan di dinding berpanel murahan. Dengan telunjuk, ia menyentuh bintang dalam lingkaran yang melambangkan Austin, lalu menggerakkan jari ke petak
hijau tua yang menunjukkan taman negara bagian.
"Selama delapan belas tahun, inilah episenter hidupku. Aku ingin keluar dari situ."
371
Ia berbalik lalu berkata, "Mungkin aku akan bisa
meninggalkannya jika Daddy dan Olivia mengizinkan
aku pergi ke lokasi ditemukannya Susan. Aku memohon supaya mereka mengajakku. Mereka menolak.
Kata mereka, aku cuma bakal jadi sedih di sana. Jadi
aku tak pernah melihat tempat kakakku meninggal.
"Bukannya aku ingin mengeramatkan tempat itu
atau semacamnya. Ia toh bukan orang yang terlalu
menyenangkan." Memusatkan perhatian pada Moody,
ia berkata, "Aku yakin kau sudah menarik kesimpulan
itu dari apa yang dikatakan orang-orang padamu mengenai dia. Aku memuja Susan karena dia cantik,
populer, dan percaya diri. Semua yang tidak ada pada
diriku. Tapi, aku tidak bisa mengatakan bahwa aku
menyayanginya."
Ia melirik Dent, yang menggigit-gigit bagian dalam
pipi dan tampak sangat tegang. Jelaslah Dent berharap ia tidak memberitahu Moody tentang ingatannya
yang hilang. Tatapan marah pria itu mengandung peringatan bahwa Bellamy sebaiknya tutup mulut.
Namun, Bellamy belum selesai bicara. "Aku ingin
mengetahui siapa yang membunuhnya, Mr. Moody.
Sebab, tidak peduli seperti apa kepribadiannya atau
gaya hidupnya, ia tidak pantas mati seperti itu, dengan rok tersingkap sampai pinggang, bokongnya
terpampang, tertelungkup di tanah, memegang tas
mungil yang dibawanya hari itu." Ia menunduk dan
menarik napas dalam-dalam dengan gemetar. "Harga
diri dan kehormatannya terenggut."
Ia memandangi suatu titik di lantai vinyl lengket
372
itu, baru mendongak ketika Moody berkata, "Yah,
kau salah tentang satu hal." Ia menuangkan wiski sampai habis ke gelas dan memutar-mutarnya sambil
berbicara. "Tas mungil itu ditemukan keesokan harinya di pucuk pohon, lima puluh meter dari tempat
jasadnya ditemukan. Namanya tersulam di bagian dalam tas, jadi tas itu diserahkan padaku. Aku memeriksanya untuk mencari sidik jari, tapi yang ada hanya
sidik jari Susan. Jadi kukembalikan tas tersebut pada
orangtuamu, dan mereka menangis, senang bisa memperolehnya kembali."
Ia diam sesaat agar perkataannya diresapi Bellamy
dan Dent. "Kalau kau melihatnya tertelungkup di
sana sambil memegang tas itu, berarti kau berada di
lokasi ia meninggal. Dan kau di sana sebelum tornado."
373
Keheningan yang meliputi pondok terasa begitu
panjang dan absolut sehingga Dent membayangkan
bisa mendengar gumpalan-gumpalan debu berputar di
udara yang pengap menyesakkan.
Bellamy berdiri kaku, tatapannya terpaku pada
Moody saat pria itu bersusah payah bangun dari kursi, terseok-seok menuju pintu kasa, membukanya, dan
melangkah ke terasnya yang hampir rubuh.
Sambil menengadah, ia berkata, "Kelihatannya
akhirnya kita bakal dikirimi hujan."
Dent memandang sekilas ke luar jendela terdekat
dan menyadari awan-awan berkumpul di barat, menutupi matahari yang terbenam. Suasana di dalam pondok muram, tapi lebih karena pernyataan Moody
yang mengguncangkan daripada karena cuaca.
Ketika laki-laki tua itu masuk lagi, pintu kasa terBab 19
374
banting menutup dengan suara keras yang menyebabkan Bellamy terlonjak. Seolah percakapan mereka tak
pernah terhenti, ia bertanya serak, "Kaupikir aku
membunuhnya?"
Moody berhenti melangkah dan, dengan kaki bergerak-gerak, memandang Bellamy dari atas sampai bawah. "Kau? Tidak."
"Tapi, tadi kau bilang kau bilang"
"Kubilang kalau kau melihatnya dalam keadaan
memegang tas, pasti kau melihatnya sebelum tornado
menyerang."
"Mungkin kau salah," Dent menimpali. "Mungkin
tasnya memang ditemukan di lokasi, dan kau sekarang terlalu mabuk untuk mengingat di mana kau
mendapatkannya dan kapan."
Moody memandangnya galak. "TKP-ku memang
rusak, tapi aku tahu kapan aku menemukan tas sialan
itu. Ada di catatanku," ia berkata, memberi isyarat
pada map yang tergeletak di tempat tidur. "Bertanggal."
Bellamy kembali ke tempat tidur dan duduk di
samping Dent. Dengan suara mendesah dan hampa,
ia berkata, "Aku pasti melihat tasnya di sana, di tangannya. Buat apa aku bilang melihat tas itu kalau
ternyata aku tidak melihatnya?"
"Kau cuma membayangkannya sebab tadinya melihat ia membawa tas tersebut," Dent berkata. "Dalam
beberapa hari, orang-orang mengetahui posisi jasadnya
ketika ditemukan. Diberitakan di mana-mana."
Bellamy menatap tajam pria itu seakan ingin sekali
375
menerima penjelasannya. Namun, Dent tahu Bellamy
tidak bisa melakukannya.
Moody duduk lagi di kursi. "Lebam di bagian depan lehernya karena pita." Ia menyapukan jari di
tenggorokan dalam garis lurus. "Pendapat pemeriksa
jenazah?dan aku setuju dengannya?adalah Susan
dijerat dengan semacam tali. Biasanya itu terjadi dari
belakang. Susan kalah kuat dan tidak melawan."
Dent merasa Bellamy gemetar. "Kau yakin?" tanya
wanita itu.
"Tidak ada serpihan kulit ataupun darah di bawah
kuku tangannya." Pada Dent, ia berkata, "Hal pertama yang kucari waktu menanyaimu adalah bekas cakaran di tangan dan lenganmu."
"Tidak ada. Bagaimana dengan Strickland?"
"Ada, tapi ia bilang karena merayap ke kolong
Mustang untuk menyelamatkan diri dari tornado."
"Mestinya kami tidak lagi dicurigai."
"Belum tentu. Bagian belakang kepala Susan juga
benjol, yang terjadi sebelum ia meninggal. Kami menduga ia dipukul dari belakang. Apa bendanya, kami
tak pernah bisa mengetahuinya. Ia jatuh tersungkur
dan tak sadarkan diri, atau setidaknya terlalu kaget
sehingga tidak bisa membela diri waktu si penjahat
menghabisinya."
"Dengan celana dalamnya," Bellamy menambahkan
perlahan.
"Menurutmu, ibu tirimu, dan pembantu rumah
tangga yang bertugas mencuci pakaian, Susan hanya
memakai satu jenis celana dalam. Terbuat dari renda
376
elastis. Cukup kuat untuk mencekik orang sampai
mati. Rupe mendemonstrasikan di pengadilan bagaimana hal itu bisa dilakukan. Itu salah satu saat penuh
kejayaan lagi baginya."
"Tidakkan kelakuan berlebihannya di ruang sidang
menjengkelkan pengacara pembela Strickland?" tanya
Dent. "Pernahkah ia mengajukan banding?"
"Begitu vonis dijatuhkan, namun sebelum pengadilan banding sempat mempertimbangkan kasusnya dan
mengambil keputusan, Strickland keburu terbunuh."
"Bagaimana reaksi si pengacara terhadap pembunuhan kliennya?" Dent bertanya.
Moody tertawa mendengus. "Ia pindah ke kantor
Jaksa Wilayah. Atas desakan Rupe. Ia masih di sana,
setahuku."
Bellamy berkata, "Allen mati sia-sia."
"Setahuku."
Belakangan, ketika memikirkannya lagi, Dent menduga tawa mendengus Moody-lah yang menyebabkan
ia lepas kendali. Ia melihatnya, dan tahu-tahu ia sudah menghilangkan jarak di antara tempat tidur dan
kursi Moody, berdiri menjulang di atas si mantan
detektif.
"Kau dan Rupe tim yang hebat. Ia otaknya dan
kau jongosnya. Kalian berdua sangat sukses, jadi
mengapa kau mengundurkan diri?"
"Minggir."
"Tidak, sampai kudengar darimu apa yang kuinginkan. Kau mengakui tahu sejak awal bahwa Strickland
tak bersalah. Bagaimana kau bisa tahu?"
377
"Sudah kubilang. Ia mengatakan Susan menertawakannya. Lelaki yang?"
"Sudahlah, Moody. Lelaki takkan mengakuinya lalu
menceritakannya ke mana-mana. Jika Susan menolaknya, ia pasti marah besar. Ia akan memaki gadis itu,
menjulukinya macam-macam. Itu fakta yang memberatkan, bukan meringankan. Jadi ceritakan logikamu
itu pada orang lain, karena menurutku semuanya
cuma omong kosong."
"Adiknya?"
"Yang kaubilang sendiri mungkin saja berbohong.
Kau pasti punya informasi lain yang meloloskan
Allen. Apa, Moody?"
Mantan detektif tersebut memandang Bellamy yang
masih duduk di ujung tempat tidur. Ketika tatapan
matanya yang berair kembali pada Dent, ia berkata,
"Kalau aku sudah siap."
"Kalau kau sudah siap? Apa maksudnya?"
"Maksudnya, aku sudah mengatakan semua yang
ingin kukatakan."
"Dasar brengsek. Ia harus tahu apa yang kauketahui!" Dent berteriak. "Sekarang juga."
"Hati-hati kau, Nak." Moody berjuang untuk bangun, namun ketika ia berhadap-hadapan dengan
Dent, Dent tidak mau mengalah, bahkan waktu
Moody mengambil pistol dari baki TV.
"Apa?" ejek Dent. "Kau akan menembakku?"
"Teruslah mendesakku, nanti kita lihat."
"Kurasa tidak. Kau terlalu pengecut." Dent mencon378
dongkan tubuh sampai moncong pistol menyentuh
kemejanya.
Bellamy berteriak tertahan.
"Tenang saja," Dent meyakinkannya. Sambil terus
membalas tatapan garang Moody, ia berkata, "Ia takkan menekan picunya."
"Jangan terlalu yakin."
"Satu-satunya yang kuyakini cuma betapa pengecutnya kau. Kau tidak punya nyali untuk melawan Rupe
Collier, dan kau tidak punya nyali untuk membuyarkan otakmu sekarang juga."
"Dent!"
Bellamy terdengar gentar dan takut, namun baik
Dent maupun Moody tidak menggubrisnya.
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wajah Moody penuh kemarahan. Napasnya terengah-engah. Dent merasa laras pistol bergetar, seakan
tangan yang memegangnya gemetar.
"Paling tidak hanya satu orang yang mati karena
aku," ia menggeram. "Aku bisa menerimanya. Sedangkan kau, kau harus hidup dengan fakta bahwa kau
nyaris membunuh pesawat yang penuh penumpang."
Dent meninjunya. Keras. Dagu Moody terhantam
dan ia terhuyung ke belakang, tangan berputar-putar,
sampai ia menabrak meja dapur. Mantan detektif itu
jatuh dan terpuruk di lantai.
Dent mendekatinya, menjambak rambut Dale, dan
menarik kepalanya hingga pria itu menengadah.
Moody menatapnya dengan mata membeku dan semerah darah. "Jangan bandingkan aku dengan kau, anjing buduk." Ia membungkuk dekat-dekat. "Kau mau
379
menjebakku sebagai pelaku pembunuhan kalau bisa.
Kau punya waktu hampir dua puluh tahun untuk
memperbaiki kesalahan menyangkut kesepakatan kotormu dengan Rupe Collier. Kau tidak melakukannya.
Kau malah mengurung diri di lubang busuk ini, berusaha menenggelamkan rasa bersalah dalam wiski.
Bellamy dan aku memberimu kesempatan untuk bertobat, tapi kau tetap tidak bisa mengakui perbuatanmu. Kau pengecut terkutuk."
Dent terang-terangan menunjukkan kekesalannya.
Ia melepaskan rambut Moody, kembali ke tempat tidur, meraih tangan Bellamy dan menariknya berdiri.
Dalam perjalanan ke pintu, ia berhenti sebentar. "Kau
tahu, Moody, Rupe Collier terbutakan oleh citranya
sendiri, begitu parah sehingga ia tidak lagi tahu mana
yang benar, mana yang salah. Yang membuatmu lebih
buruk daripada dia, kau tahu."
"Aku tidak mau terbang dalam keadaan seperti ini."
Baik Dent maupun Bellamy tidak mengucapkan
sepatah kata pun sejak Dent mengambil kembali
pistolnya dari baki TV yang sudah goyah, mendorong
pintu kasa, lalu menepi dan dengan cepat memberi
tanda pada Bellamy agar berlalu.
Bellamy meninggalkan map arsip itu di tempat tidur. Saat Dent menyeretnya melewati Moody, ia berhenti sebentar, merasa ia seharusnya mengatakan sesuatu. Namun, kenyataannya, kebenciannya sama dengan
Dent. Ia menatap detektif itu sesaat, lalu kepala
380
Moody tertunduk. Tanpa mengatakan apa-apa lagi,
Bellamy dan Dent meninggalkan pondok suram tersebut.
Selama dua puluh menit, Dent ngebut di jalan
raya menuju Marshall, memacu sedan sewaan itu seolah berharap mobil tersebut merespons dengan kecepatan Corvette-nya dan mengumpat waktu itu tidak
terjadi.
Langit semakin gelap. Butiran-butiran hujan mulai
menghantam kaca depan mobil. Tanpa musik dari
radio, atau percakapan di antara mereka, setiap tetesan terdengar keras dan menakutkan.
Sambaran kilat dan derak keras guntur sesudahnya
akhirnya memaksa Bellamy bicara. "Aku tidak mau
terbang dalam keadaan seperti ini," ia mengulangi,
karena Dent tidak menanggapi perkataannya yang
pertama.
Sekarang kepala Dent tersentak memandangnya.
"Kaupikir aku bisa?"
"Kalau begitu" Ia menunjuk papan tanda bandara saat mereka melesat melewatinya.
"Aku harus mengamankan pesawat itu. Kalau sampai terjadi apa-apa, bisa mampus aku." Dengan sengit
ia menambahkan, "Kecuali kalau kau mau bayar. Kau
kan punya banyak uang. Mungkin Daddy mau membelikannya untukmu."
"Tutup mulut, Dent. Kau cuma marah pada diri
sendiri."
"Diri sendiri?"
"Karena begitu kasar pada Moody."
381
"Salah. Kalau aku bersikap sekasar yang kuinginkan
padanya, sudah kubunuh dia."
Ketika mereka sampai di bandara, Dent ngebut
memasuki tempat parkir, gerakan-gerakannya menunjukkan emosi yang hampir meledak saat ia mematikan
mesin mobil, turun, dan membanting pintu. Di tengah guyuran hujan, ia lari menuju pintu terminal
bandara.
Bellamy meringis ketika gemuruh guntur menggetarkan seluruh isi mobil. Ia tidak ingin terdampar di
dalam mobil, tanpa pelindung dari badai selain jendela kaca dan beberapa panel logam tipis. Namun, meninggalkan mobil sehingga ia terpapar kilat dan guntur juga mustahil, bahkan meski cuma sebentar, hanya
selama ia berlari menuju terminal.
Sambil menenangkan diri untuk mengalahkan kepanikan yang memuncak, ia meraih ponsel dan menghubungi Olivia, yang langsung menjawab. "Kau di
mana? Suara ribut apa itu?"
"Petir." Namun, ia tidak mengatakan di mana ia
berada. "Bagaimana kondisi Daddy?"
"Membaik, sebetulnya." Menilai keceriaan tak wajar
dalam suara Olivia, Bellamy menduga wanita itu ada
di samping tempat tidur Howard dan berpura-pura
riang. "Ia ingin sekali bicara denganmu."
"Aku juga. Tapi, pertama-tama katakan bagaimana
kabarmu."
"Begitulah. Aku tadi bicara dengan Steven. Aku
jadi terhibur."
"Aku senang mendengarnya."
382
"Dan, ia gembira bertemu denganmu."
"Aku senang mendengar itu juga."
"Akan kuserahkan telepon pada Howard sekarang."
Di telepon, Bellamy dapat mendengar ayahnya
mendesak Olivia menggunakan kesempatan ini untuk
makan. Beberapa detik kemudian, terdengar suara lemahnya berbisik, "Hei, Cantik."
"Apa yang menarik?"
"Olivia takkan pergi lama. Ia tahu ada sesuatu, dan
itu membuatnya ketakutan."
"Mungkin sebaiknya Daddy memberitahu dia."
"Cuma akan bikin dia gelisah, padahal sudah cukup banyak beban pikirannya. Aku tadi mencoba
membicarakan pemakamanku dengannya. Ia menangis
begitu keras sehingga aku tidak tega melanjutkan."
Bellamy menggumam bahwa ia ikut prihatin. "Adakah yang bisa kulakukan?"
"Aku sudah bilang apa yang bisa kaulakukan untukku. Ada perkembangan?"
Bahwa Dent diserang dengan pisau tidaklah bisa
dibilang perkembangan. Begitu juga bahwa Van
Durbin dan fotografernya mengambil foto-foto mereka yang penuh informasi di bandara dan di luar apartemen Dent. Tetapi, eksploitasi tabloid tentang situasinya sekarang terasa kurang atau tidak penting
dibandingkan dengan situasinya sendiri.
"Apakah Daddy ingat pada adik Allen Strickland,
Ray?"
"Ya," jawab ayahnya. "Ia menjelek-jelekkan kita
383
pada persidangan, dan setelah Allen terbunuh, ia datang ke kantor perusahaan dan mencoba menerobos
penjaga. Ia diamankan dan dibawa pergi. Itulah yang
terakhir kudengar tentang dia. Mengapa?"
"Namanya disebut-sebut dalam percakapanku dengan Dale Moody hari ini."
"Jadi kau bertemu dia? Secepat ini?"
Ia tidak membuang-buang waktu ayahnya dengan
menjelaskan bagaimana pertemuan dengan mantan
detektif itu berlangsung. "Ia alkoholik perokok yang
hidup sendirian dalam keprihatinan. Ia mengakui tidak pernah menganggap Allen Strickland bersalah,
tapi tak mau mengatakan bagaimana persisnya ia dan
Rupe Collier merekayasa vonis laki-laki itu."
"Aku bahkan terkejut ia mau mengakui sebanyak
itu."
"Ia hancur. Kasus ini merusak karier dan hidupnya.
Ia menyatakan tetap tidak tahu siapa pembunuh
Susan." Bellamy ragu untuk memberitahukan lebih
banyak, tapi kemudian ingat betapa penting ini bagi
Howard. "Ada lagi, Daddy." Ia bercerita bagaimana ia
bisa menggambarkan lokasi kejadian.
"Tapi, kau kan tidak pernah berada di TKP," sahut
Howard.
"Kelihatannya pernah. Aku hanya tidak ingat."
Begitu banyak yang harus dijelaskan, tapi begitu
sedikit waktu yang ada. Sambil mengerut setiap kali
kilat menyambar, ia bercerita pada ayahnya secepat
mungkin.
"Waktu aku menyebut tas Susan, Moody langsung
384
menyambarnya. Benarkah ia menyerahkan tas itu
pada Daddy beberapa hari kemudian?"
"Ya," jawabnya parau. "Kami diberitahu bahwa tas
tersebut ditemukan di pohon."
Bellamy menghela napas. "Kalau begitu kelihatannya aku menyaksikan kejahatan tersebut atau menemukan jasad Susan tidak lama setelah ia dibunuh.
Yang mana pun, aku melihatnya sebelum tornado mengamuk di area itu."
"Ya Tuhan, Bellamy. Ya Tuhan."
Bellamy tadinya mengira ayahnya akan tegas-tegas
mengatakan bahwa ia tidak pernah berada di dekat
lokasi kejadian. Namun, Howard ternyata bereaksi
seolah impian terburuknya akhirnya jadi kenyataan.
"Daddy, apa?" Saat Howard diam saja, ia mendesak. "Apakah menurut Daddy aku sengaja menyimpan
informasi?"
"Tidak, tentu saja tidak."
"Kalau begitu, pernahkah terpikir oleh Daddy bahwa ingatanku ada yang hilang?"
"Tidak. Kalau aku tahu, pasti aku akan mencarikan
dokter untukmu."
"Benarkah?"
Bukannya menjawab, Howard malah berkata, "Ah,
Olivia sudah kembali dan ia membawa Apa itu?
Sup daging sayuran. Sebaiknya aku pergi sekarang,
Manis, untuk memastikan ia menghabiskan semuanya.
Terima kasih sudah menelepon."
Lalu ia mengakhiri pembicaraan, dan kepergiannya
yang mendadak membuat Bellamy terpana.
385
Seluruh percakapan tadi terasa aneh. Ia harus memikirkannya baik-baik dan memastikan apa artinya.
Tetapi, tepat pada saat itu, Dent datang. Ia masuk
dan cepat-cepat menutup pintu di tengah angin yang
menderu-deru.
"Sialan, kencang sekali."
"Bagaimana pesawatnya?"
"Manajer hanggar berpikir pesawat itu pasti punya
orang penting, jadi ia sudah memindahkannya ke dalam. Kuberi dia tip 20 dolar." Dipandangnya Bellamy
lama-lama. "Kau baik-baik saja?"
Bellamy berbohong dengan mengangguk.
"Aku juga mengecek radar cuaca," Dent melanjutkan. "Ini cuma bagian depan badai besar yang diramalkan baru akan pergi setelah tengah malam atau
lebih awal, jadi aku mampir ke kantor penyewaan
mobil dan memberitahu mereka kita akan menggunakan mobil ini semalaman." Diputarnya kunci mobil.
"Kulihat ada hotel beberapa kilometer dari sini."
Perjalanan ke sana cuma sebentar, namun ketika
menghentikan mobil di bagian depan hotel, Dent bisa
melihat bahwa Bellamy berjuang keras menahan emosi. Wanita itu memejam mata dan tidak mengucapkan
sepatah kata pun. Tubuhnya sekaku tali busur dan
bibirnya dirapatkan kuat-kuat sehingga bagian tepinya
memutih.
Dent memarkir mobil di tempat yang tidak menghalangi jalan, turun, dan mengitari mobil untuk mem386
bukakan pintu Bellamy. Dengan tangan di bawah
siku kanan wanita tersebut, dengan lembut ia membimbing Bellamy ke luar dan merangkul bahunya
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sambil membawa Bellamy melewati pintu masuk.
Hotel itu kelas menengah, lobinya biasa saja, dengan nuansa biru laut dan merah anggur, lampu kuningan mengilap, dan tanaman buatan. Karena
Bellamy sepertinya tak mampu bergerak, Dent memesan kamar dengan kartu kreditnya sendiri, yang ia
yakin masih mempunyai dana.
Beberapa menit setelah memasuki lobi, Dent membuka pintu kamar di lantai tiga dan membawa Bellamy
masuk. Ia langsung menuju jendela yang lebar dan menutup tirai, kemudian menggunakan remote di nakas
untuk menyalakan TV, yang membantu menyamarkan
suara badai. Dinyalakannya semua lampu.
Bellamy tak bergerak dari tempat Dent meninggalkannya. Ia mendatangi wanita itu dan menggosok-gosok lengannya. "Apakah kau seperti ini setiap kali ada
badai?"
"Sejak tornado itu."
"Pernahkah kau ke dokter?"
Dengan gigi menggemeletuk, Bellamy tertawa, tapi
bukan karena menganggap perkataan Dent lucu.
"Dokternya sudah menghabiskan ribuan dolar. Aku
telah mencoba berbagai bentuk terapi yang ada. Tak
satu pun berguna."
"Apakah ada obat yang harus kauminum?"
"Aku tidak lagi menebus resepnya."
"Mengapa?"
387
"Obat tidak berguna juga. Aku cuma jadi linglung,
selain ketakutan."
"Mungkin sebaiknya kau mencoba obat Dr.
Denton Carter." Lengan Dent memeluk Bellamy dan
menariknya mendekat.
Tetapi, waktu pria itu menunduk untuk menciumi
bagian samping lehernya, Bellamy mendorongnya.
"Itu obatmu untuk segala hal."
"Berguna untuk segala hal."
Walaupun meronta dari pelukan Dent, Bellamy tidak sepenuhnya lepas dari pria itu. Senyum menaikkan sudut bibir Bellamy, yang sekarang sudah memerah lagi sedikit.
"Aku harus memindahkan mobil," kata Dent. "Apakah kau akan baik-baik saja kalau kutinggal sebentar?"
"Aku biasanya sendirian ketika ini terjadi. Aku telah belajar cukup banyak untuk panik sendirian."
Dent menekuk lutut supaya matanya sejajar dengan
Bellamy dan menelengkan kepala. "Apakah kau akan
baik-baik saja?"
"Ya. Di dalam, dengan gorden tertutup dan lampu
menyala, rasanya lebih baik. Aku akan mandi air panas. Itu menenangkan juga."
"Baiklah kalau begitu." Dent melangkah ke pintu,
namun Bellamy menghentikannya. Waktu ia menoleh,
wanita itu berkata, "Kau tidak memesan kamar untuk
dirimu."
Dent mengacungkan kartu kunci. "Sudah. Jangan
habiskan air panasnya."
388
Ia menemukan tempat parkir tidak terlalu jauh
dari hotel. Ketika bergegas kembali, ia harus mencondongkan tubuh karena anginnya sangat kencang.
Batu-batu es kecil menghujaninya dan berderak di
trotoar. Kilat sambung-menyambung. Tetapi, hujannya
tidak terlalu deras, sehingga ketika memasuki lobi
lagi, ia relatif kering. Dan kelaparan.
Dari telepon di lobi, ia menghubungi kamar mereka. Saat Bellamy menjawab, ia bertanya apakah wanita itu mau bergabung dengannya di restoran. "Atau
kau lebih suka aku membawanya ke atas dan kita makan di kamar?"
"Aku lebih suka begitu."
"Aku perlu naik untuk menggosok punggungmu?"
Bellamy langsung menutup telepon.
Tangan Dent penuh barang waktu Bellamy membukakan pintu dua puluh menit kemudian, berpakaian rapi, tapi rambutnya masih basah dan wangi sampo. "Apa saja ini?"
"Sikat gigi dari mesin otomatis. Dan pasta gigi," ia
menambahkan penuh penekanan. "Dua burger keju,
dua kentang goreng, dua bir untukku, sebotol kecil
anggur putih untukmu. Kita bagi dua pai persiknya.
Hanya itu yang tersisa."
Sementara Bellamy menata makan malam mereka
di meja bundar, Dent mandi sebentar, berpakaian
lengkap saat kembali ke ruang utama tapi tidak memakai sepatu.
Bellamy tampaknya selapar Dent, dan mereka makan dengan cepat, memutuskan menyimpan pai per389
sik untuk nanti. Dent membawa botol bir keduanya
ke tempat tidur, melipat bantal sehingga jadi seperti
bola, dan merebahkan kepala di situ saat berbaring
telentang.
"Enak sekali." Ia menepuk tempat di sampingnya.
"Bisa lebih enak."
"Sudahlah, Dent. Aku takkan tidur denganmu."
"Tidur itu agenda kemarin. Malam ini bukan itu
yang ada di pikiranku."
Dengan gerakan tegas, Bellamy mematikan suara
TV. Lalu, bergelung di kursi santai, ia menyatukan
telapak tangan dan menyelipkannya di antara lutut,
seakan ingin menghangatkannya. Namun, itu juga
pose yang agak protektif, yang mestinya memperingatkan Dent tentang apa yang akan terjadi.
"Perkataan Moody?"
Dent menyelanya dengan erangan keras dan panjang. "Merusak suasana saja."
"Apa yang dikatakannya tentang kau yang harus
menerima apa yang hampir terjadi."
"Tapi kan tidak terjadi."
"Tetap saja, tidak mungkin mudah rasanya, mengetahui betapa nyaris kau?"
"Menewaskan 137 orang?" Sambil memandang
Bellamy dari atas botol, ia meneguk bir lagi, kemudian meletakkan botol di nakas dan bangkit dari tempat tidur, semua dalam satu gerakan. "Terima kasih
banyak. Aku sekarang resmi kehilangan semangat." Ia
pergi ke bufet dan mencondongkan diri ke cermin di
atasnya untuk memeriksa luka-luka di wajah.
390
"Mengapa kau sukarela mengundurkan diri dari
maskapai penerbangan itu setelah insiden tersebut?"
"Sayang sekarang bukan Halloween. Aku bisa ikut
trick-or-treat."
"Kenapa kau tidak mau membicarakannya?"
"Aku bahkan tidak perlu pakai topeng."
"Mungkin ada baiknya kalau kau menceritakannya."
"Kalau melihat parahnya lebam-lebam ini, mungkin
masih ada ketika Halloween nanti."
"Dent?"
"Apa?" Ia berbalik begitu cepat sehingga Bellamy
mengerut.
Namun, Bellamy tidak mau menyerah begitu saja.
"Kenapa kau tidak mau membicarakannya?"
"Mengapa sih kau begitu penasaran? Suka yang
berhubungan dengan kematian? Apakah kau termasuk
orang yang menonton di Internet video pesawat jatuh, orang terjun dari gedung, tabrakan beruntun di
jalanan?"
"Jangan lakukan itu."
"Apa yang kulakukan?"
"Membanting pintu. Bersikap defensif. Begitukah
sikapmu pada para penyelidik?"
"Tidak, kami sangat akrab. Saling mengirim kartu
Natal. Kartu ulang tahun. Mereka menamai bayi mereka seperti namaku."
Bellamy mengerutkan kening. "Kau bilang satusatunya cara kau bisa terhubung dengan wanita adalah
lewat seks."
391
"Semua bukti menunjukkan sebaliknya."
"Ini kesempatanmu untuk terhubung dengan wanita, denganku, melalui cara lain."
"Cara lain tidak asyik. Sama sekali."
Ia kembali ke nakas, mengambil botol bir, dan menenggak isinya banyak-banyak. Menurutnya, pembicaraan sudah selesai. Namun, Bellamy terus memandanginya dengan mata sendu yang memikat itu, dan,
sebelum Dent bahkan merencanakannya, ia bertanya,
"Apa yang ingin kauketahui?"
"Apakah kau kopilotnya?"
"Ya."
"Kau menumpahkan kopi?"
"Bukankah itu yang kukatakan padamu?"
"Si mekanik, yang mengganti panel listrik?"
"Benar."
"Cuaca?"
"Salah satu faktornya, tapi tidak cukup berpengaruh
sehingga penerbangan kami dibatalkan."
"Tapi, ketika kalian tinggal landas?"
"Saat paling kritis dalam penerbangan."
"?kau diperintahkan belok ke kiri untuk menghindari badai guntur."
"Tindakan yang tepat."
"Kilat menyambar pesawat."
"Merusak beberapa sekering jaringan, termasuk
yang mengontrol CVR. Perekam suara kokpit. Yang
baru relevan belakangan."
"Alarm kebakaran mesin kiri berbunyi, tapi tidak
ada api."
392
"Seperti yang kubilang. Peringatan palsu."
"Tapi, Kapten mematikan mesin kiri."
"Benar."
"Itu yang ia lakukan."
"Ya."
"Apa yang kaulakukan?"
"Aku menerbangkan pesawat sialan itu!"
Teriakannya diikuti keheningan mendadak yang
mencekam. Bellamy terduduk tegak. Dent memaki
diri sendiri dan kembali ke tempat tidur, duduk di
ujungnya, dan menekankan ibu jari ke rongga mata.
Ia bertahan dalam posisi itu selama satu menit atau
lebih, kemudian pelan-pelan menurunkan tangan dan
menatap Bellamy.
"Kapten tidak suka padaku, dan sebaliknya. Ia tipe
orang yang sangat patuh pada peraturan, begitu juga
sebagai pilot. Ia menganggapku kelainan, tidak cocok
dengan citra pilot dan tak pantas memakai seragamnya.
Kalau mengikuti skenario terbaik, kami tidak mungkin
dijadwalkan terbang bersama. Tapi itulah yang terjadi.
Itulah lubang di potongan keju Swiss pertama."
Ia berhenti untuk mengingat-ingat, mengulangi
saat ketika ia sadar bahwa si kapten melakukan kesalahan sangat besar. "Aku pernah memberitahumu
bahwa ia bereaksi seperti yang diajarkan saat menerbangkan pesawat 727. Masalahnya, bukan pesawat
tipe itu yang kami terbangkan. Kami menerbangkan
MD80. Ia sudah belajar menerbangkan 80, tentu saja,
namun belum lama. Ketika peristiwa itu terjadi, refleks yang lebih lamalah yang muncul. Ia bereaksi ter393
hadap alarm kebakaran itu tanpa mengecek instrumen-instrumen untuk indikasi kedua tentang adanya
kebakaran. Temperatur minyak. Tekanan minyak.
EGT. Suhu gas buang.
"Aku langsung memeriksa peralatan. Tak ada yang
menunjukkan adanya kebakaran atau kerusakan. Aku
pun sadar peringatan sialan itu salah. Saat itu kami
sudah sangat miring ke kiri, dan kecepatan udara
kami terus berkurang. Mesin kanan mendorong pesawat makin ke kiri. Hidung pesawat menukik, sayap
kanan naik. Pesawat ingin terbalik."
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau bereaksi terhadap hal itu."
"Yeah. Kutekan rudder kanan untuk mencoba
menghentikan putaran. Kutarik yoke untuk berusaha
menaikkan hidung dan menyeimbangkan pesawat,
sambil mengembalikannya ke kanan untuk meluruskannya. Dan semua itu harus dilakukan dengan segera dan simultan. Tidak ada waktu untuk memikirkan
atau membicarakannya. Tak ada pilihan.
"Nah, semua itu butuh waktu beberapa detik.
Detik. Selama waktu itu, ia dan aku saling berteriakteriak. Ia memarahiku karena itu pesawatnya, dan aku
memberitahunya bahwa aku hanya melakukan apa
yang memang harus dilakukan. Kami saling membentak. Untung saja sekering CVR terbakar. Kami berdua
jadi selamat dari perasaan malu sesudahnya.
"Begitulah, aku berhasil menyelamatkan kami. Ia
berhenti membentakku. Dalam 8, tidak lebih dari 10,
detik, ia memahami segalanya, menyadari kesalahannya
dan betapa nyarisnya kami mengalami bencana. Ia
394
bahkan berterima kasih padaku, kurasa. Pada saat itu,
kami sama-sama sangat sibuk.
"Para penumpang menjerit-jerit. Para pramugari sibuk menenangkan mereka. Kami sama sekali tidak
tahu seberapa luas atau seberapa parah kerusakan yang
terjadi di kabin. Kami masih terbang dalam turbulensi
menengah sampai buruk dengan hanya satu mesin.
"Kutanya apakah ia ingin menyalakan mesin kiri,
karena tampaknya tidak ada masalah dengan mesin
itu. Ia memilih tidak melakukannya. Ia mengambil
kontrol lagi dan kami kembali ke bandara. Berhasil
lolos dari musibah."
Ia menatap pola di karpet, di antara kakinya. "Tidak ada korban jiwa, namun banyak yang luka-luka
ketika kami menukik. Salah satunya bayi yang dipangku ibunya, tidak memakai sabuk pengaman. Tuntutantuntutan hukum diajukan dan maskapai penerbangan
harus membayar jutaan dolar untuk membereskannya."
Ia menoleh pada Bellamy dan berkata dengan kepahitan yang menyusup sampai ke tulang sumsum, "Kau
tahu sisanya. Jadi berita besar."
Ia berdiri dan berjalan ke jendela. Sambil menyibakkan gorden, ia memandang ke luar. "Kilatnya tidak
ada lagi."
"Tindakanmu menyelamatkan mereka."
"Aku mujur saja."
"Kau lebih tahu. Mengapa kau tidak dianggap pahlawan?"
Dent mengembuskan napas. "Karena kopilot tidak
boleh mengalahkan pilot yang menerbangkan pesawat.
395
Ia lebih berpengalaman dua puluh tahun daripada aku.
Ia anak emas maskapai penerbangan. Kalau diberi
waktu beberapa detik lagi, ia pasti menyadari apa yang
terjadi dan tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya. Ia pasti akan berbuat persis seperti aku."
"Tapi kalian tidak punya beberapa detik itu."
Dent mengangguk. "Kami akan jatuh, dan merupakan mukjizatlah bahwa itu tidak terjadi meskipun aku
sudah bertindak."
"Apakah si kapten mengakui kesalahannya?"
"Ya, tapi ia juga mengatakan ia memperbaiki kesalahannya dan menyelamatkan semua orang."
"Kau tidak memberitahukan apa yang sebenarnya
terjadi?"
"Ya, kami saling menutupi. Tidak ada rekaman suara untuk membantah keterangan kami."
"Jadi mengapa kau meninggalkan perusahaan penerbangan itu?"
"Saat NTSB masih menyelidiki peristiwa tersebut,
reporter salah satu jaringan televisi menyelidiki masa
laluku dan mendapati bahwa, pada masa mudaku,
ketika kekasihku ditemukan tewas, aku dijadikan tersangka oleh polisi. ?Ia belakangan dinyatakan tidak
bersalah?," kutipnya, menyeringai mengejek.
"Omong kosong. Implikasinya adalah, meskipun
memakai seragam keren, aku tetap orang yang meragukan. Kisah itu juga tidak bisa diterima maskapai penerbangan. Setelah laporan kecelakaan beres pun, aku
didesak untuk memperpanjang cuti. Itu sama saja dengan mengusirku. Jadi aku pun pergi."
396
"Membiarkan mereka dan orang lain mengira?"
"Biarkan saja mereka mengira semau mereka!" bentaknya.
"Kau tak peduli?"
"Ya." Ia melintasi ruangan menuju nakas, mengambil botol bir, dan meneguk habis isinya.
"Kau tidak terusik bahwa kau pergi begitu saja,
meski diperlakukan tidak adil?"
"Ya."
"Aku tidak percaya."
Dent berpaling padanya, siap berkelahi, siap berdebat, namun ekspresi Bellamy lembut serta sendu, dan
kemarahan Dent langsung padam. Ia duduk di pinggir tempat tidur, menunduk dalam-dalam, dan sesaat,
tidak mengatakan apa pun.
Kemudian, "Ada alasan mengapa perusahaan penerbangan memiliki peraturan dan perundangan. Dari
kaus kaki awak pesawat sampai cara menerbangkan
pesawat, ada standar yang harus dipatuhi semua
orang. Mereka bertanggung jawab atas nyawa ribuan
orang setiap hari. Supaya andal dalam menerbangkan
orang-orang itu, supaya melakukannya dengan eisien
dan aman, semua harus dilakukan secara seragam.
"Tapi, kata itu membuatku resah. Aku bisa menolerirnya saat di angkatan udara. Kami kan sedang
berperang. Aku paham. Perintah harus dipatuhi. Tapi,
di dunia sipil? Peraturan tentang kaus kaki?" Ia menggeleng. "Kapten itu benar: aku bukan orang yang tepat. Jadi aku tidak keberatan meninggalkan perusahaan tersebut." Sambil memandang Bellamy, ia berkata,
397
"Tapi, sulit meninggalkan dunia penerbangan. Berat
rasanya."
"Kau kan masih terbang."
"Dan aku menyayangi pesawatku. Namun, aku rindu pada pesawat-pesawat besar. Aku rindu pada pesawat jet."
"Kau bisa selalu kembali."
"Tidak. Bahkan kalau ada perusahaan penerbangan
yang mau mempertimbangkan untuk mempekerjakanku, yang hampir mustahil, aku sudah mengambil keputusan. Aku harus mempertahankannya."
"Kau dapat menerbangkan jet perusahaan."
Dent menunggu sesaat, kemudian, bertindak berdasarkan dorongan hati, ia melintasi ruang di antara
mereka. Ia menyelipkan tangan ke balik kemeja
Bellamy dan memegangi ban pinggang celana jins
wanita itu. Sambil menarik Bellamy dari kursi ke arah
dirinya, ia berkata, "Belilah pesawat. Biar aku yang
menerbangkanmu."
Ia memosisikan wanita itu di antara paha, mendorong ujung kemeja Bellamy ke atas, membuka kancing jinsnya, dan menyibakkan kedua ujung ban
pinggangnya dengan ibu jari.
"Dent"
"Selama ini kita bermain di tingkatanmu, Bellamy.
Sudah waktunya kita turun ke tingkatanku."
Lalu ia menekankan bibirnya yang terbuka pada
kulit yang pucat dan mulus itu.
398
Begitu kena sentuhan bibir Dent, tulang-tulang
Bellamy serasa mencair. Dengan releks ia mengulurkan tangan mencari pegangan agar tidak jatuh dan
akhirnya malah mencengkeram rambut laki-laki itu.
"Sakit?"
Sakit? Dent dengan lembut menciumi lebam gelap
di tulang pinggulnya, akibat tadi malam Bellamy menabrak pagar pengaman di luar apartemen laki-laki
itu. "Tidak."
"Bagus."
Ia mencium tempat itu lagi lalu menurunkan ritsleting jins Bellamy, bibirnya bergerak ke celah yang
melebar itu, melakukan hal-hal luar biasa yang menyebabkan jantung Bellamy berdebar makin cepat.
"Dent," gumamnya. "Kita tidak boleh melakukannya."
Bab 20
399
"Kita sedang melakukannya." Napas Dent terasa
hangat di kulitnya saat pria itu mengusap-usapkan
wajah ke tubuh Bellamy. "Kau terasa menyenangkan."
Isapan lembut bibir Dent menarik kulit Bellamy ke
gigi lelaki itu; Dent menggigitinya dengan ringan,
menyebabkan napas Bellamy tersengal.
Dent menengadah dan menatap matanya, lalu
memberikan perhatian penuh pada setiap kancing kemeja Bellamy saat ia meloloskannya dari lubang kancing. Ia beraksi dari bagian paling bawah dan, ketika
semua sudah terlepas, membuka kemeja Bellamy dan
mencium cekungan tipis di bawah tulang rusuknya,
tepat di bawah bra.
Menggunakan jemari kedua tangan, ia mengusap
helai-helai rambut yang menyapu payudara Bellamy.
"Ini sudah lama membuatku gila." Ia menyibakkan
rambut Bellamy dan mencondongkan tubuh, menggantikan jemarinya dengan bibir, menggigit lembut
dada wanita itu.
Ia lalu memegang pinggul Bellamy dengan tangannya yang kuat, membalik Bellamy, dan menariknya
ke tempat tidur, kemudian membungkuk dan menciumnya begitu dalam, begitu khas Dent, sehingga
wanita itu melupakan tekadnya untuk tidak pernah,
sampai kapan pun, membiarkan ini terjadi.
Lama mereka berciuman dengan penuh gairah. Sementara tangan Dent menyusuri tubuhnya, bibir lelaki itu menguasai dengan berani, manis, menggoda,
dan terus menciuminya sampai mereka kehabisan napas. Ketika mereka saling melepaskan diri, Dent mem400
benamkan wajah di lekuk lehernya dan berbisik,
"Kurasa kau punya bakat melakukan ini."
Dent menggerakkan salah satu tangannya ke balik
ritsleting jins Bellamy yang terbuka, dan berhenti
sebentar untuk menyentuh sebelum merenggangkan
paha Bellamy, sambil terus membelai-belai. Secara
naluriah Bellamy mengangkat lutut. Sambil menggeram puas, Dent menyusupkan jari.
Astaga! Inilah Dent. Dent yang ada dalam khayalan
paling polos masa remajanya dan fantasi paling erotis
masa dewasanya, membuatnya mengerang seiring setiap belaian intim jemarinya, setiap sapuan ibu jarinya
yang mengentakkan napas.
Rambut pria itu terasa lembut di dadanya, yang
sekarang terbebas dari bra. Dengan lembut dan sungguh-sungguh Dent menciumi bagian itu, sementara
dari tenggorokannya terdengar suara bergairah yang
sangat maskulin.
Dent menginginkannya, dan untuk saat ini, lakilaki itu miliknya. Seutuhnya.
Bellamy memeluk kepala Dent, dan melengkungkan
tubuh untuk menyambut gerakan jemarinya dan memohon tekanan nikmat ibu jarinya. Ia meneriakkan
nama pria itu saat gelombang pertama kenikmatan
melanda.
Lalu pasang pun menyerbu.
Ray tadi memandang matahari terbenam, kemudian
memberi waktu berjam-jam bagi matanya untuk ber401
adaptasi dengan kegelapan. Ia sekarang merasa mata
malamnya setajam coyote yang bisa didengarnya menyalak di perbukitan di sebelah barat lapangan terbang.
Saat senja, ada pesawat bermesin tunggal mendarat,
tapi cuma tinggal cukup lama untuk mengisi bahan
bakar lalu terbang lagi. Tidak lama setelah itu, lampulampu landasan dimatikan, hanya ada cahaya temaram
dari dalam hanggar.
Ray keluar dari mobil dan menggerak-gerakkan
kaki untuk menormalkan sirkulasi darah. Ia menekuk
lutut dalam-dalam beberapa kali, kemudian mengayun-ayunkan lengan kiri. Dibelainya sarung pisau
yang terpasang di ikat pinggang dan dibiarkannya tangannya tetap di sana saat ia berjalan menuju hanggar.
Tanahnya tidak rata, berbatu-batu, dan di sana-sini
ditumbuhi rumput liar serta kaktus. Karena takut jatuh, ia tidak berjalan cepat, namun bergerak segesit
dan sesenyap mungkin.
Ketika tinggal lima puluh meter dari hanggar, Ray
mengurangi kecepatan dan merunduk sangat rendah
untuk mengurangi tinggi dirinya sebagai target. Menurutnya, orang tua itu tidak akan bisa mendeteksinya,
tapi ia tak mau ambil risiko. Sudah lama ia menantikan kesempatan ini. Semangatnya berkobar. Ia tak
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mau ada yang menghalanginya melakukan tujuan
kedatangannya ke sini.
Setelah malam ini, Denton Carter dan Bellamy
Price akan tahu bahwa Ray Strickland pantas ditakuti.
Penyerangan di tempat parkir IHOP dulu bukan apa402
apa kalau dibandingkan dengan serbuan yang sebentar
lagi dilakukannya ini. Ini bakal menghancurkan mereka, mengguncang, jelas-jelas menunjukkan betapa
mengancamnya Ray, dan membuat mereka semakin
takut.
Dua puluh meter dari hanggar, ia tiarap dan berbaring di sana, membayangkan diri tidak kasatmata seperti para anggota pasukan istimewa. Ia suka sekali
menonton ilm tentang penembak jitu berkamulase
yang sanggup berbaring dalam posisi yang sama selama berjam-jam, berhari-hari kalau perlu, menunggu
kesempatan untuk melakukan tembakan yang sempurna.
Ia menganggap dirinya seperti itu sekarang: mematikan, tak kasatmata, dan tak terkalahkan. Senjata pilihannya bukan senapan berkekuatan tinggi melainkan
belati bermata ganda. Ia mengisi waktu berjam-jam
sepanjang siang dan sore tadi dengan mengasahnya
hingga setajam silet. Sekarang ia mengeluarkan belati
tersebut dari sarungnya, menyukai desisnya ketika bersentuhan dengan kulit, terdengar seksi sekaligus menakutkan.
Ray mencengkeram gagang tulang belati di satu
tangan ketika merayap menuju dinding luar hanggar.
Ketika menempelkan telinga pada logam bergelombang itu, ia mendengar denting gitar yang memainkan
melodi lagu Hank William.
Ray benci musik kampungan seperti itu, tapi ia
bersyukur si orang tua menyukainya. Lagu itu akan
menutupi suara apa pun yang ditimbulkan Ray. Ma403
kin berani, ia berdiri sambil menempelkan tubuh ke
logam bergelombang sampai berada pada posisi tegak,
kemudian mengendap-endap di sepanjang dinding,
menyusurinya hingga ke bagian depan bangunan dan
lantai beton berbentuk setengah lingkaran.
Saat ia tiba di pojok, jantungnya berdentam dan
napasnya cepat serta terengah-engah. Ia menunggu
beberapa saat untuk menenangkan diri, lalu menghitung sampai tiga dan menjulurkan kepala ke balik
dinding, mengintip ke dalam hanggar.
Ia melihat semuanya dalam sekali pandang yang
lamanya tidak lebih dari satu-dua detik. Orang tua
itu telentang di bawah pesawat Dent, kakinya menjulur ke luar. Sambungan kabel yang meliuk di lantai
beton mengalirkan arus listrik ke radio, yang diletakkan di sayap, juga ke lampu kerja yang tergeletak di
samping si laki-laki gaek itu, di bawah tangki bahan
bakar. Di sebelah lampu kerja ada kotak peralatan
yang terbuka dan lap kotor.
Ini bakal lebih gampang daripada yang dikiranya.
"Ini untukmu, Allen," ia bergumam. Kemudian,
dengan semangat menggelora, Ray menyerbu ke dalam hanggar. Sebelum si tua bahkan sempat menyadari kehadirannya, ia menikamkan belati, sampai ke
gagangnya, ke perut pria itu.
Ketika gelombang orgasme menyebabkan napas
Bellamy tersentak, Dent memosisikan diri dan cepatcepat membuka kancing celana, lalu menurunkan
404
tubuh untuk menikmati ciuman Bellamy yang terasa
seperti bercinta. Saat lidahnya menjelajah mulut wanita itu, erotisme tindakan tersebut menambah gairahnya.
Ia mengatur posisi di antara paha Bellamy dan menyapukan diri pada tubuh wanita itu, memaki pakaian yang menghalanginya. Pada suatu saat, mereka
harus berhenti dan menarik napas. Itulah saat mereka
melepas semua pakaian. Ia sangat ingin bersentuhan
langsung dengan Bellamy, melakukan ini dengan
benar. Tetapi, ia tidak mau repot-repot sekarang. Ia
harus menyatu dengan wanita itu, Bellamy pasti sehalus sutra, panas, dan siap menyambutnya. Ia tak menyangkanya.
Bellamy tidak menampilkan kesan sebagai wanita
yang bisa panas secepat itu dan berkobar sedahsyat
itu. Siapa kira bahwa Bellamy, yang selalu bersikap
tenang dan bermata serius, bisa demikian sensitif di
tempat-tempat yang penting?
Dan, wah, dia memang amat sensitif. Sentuhan ringan di tempat itu, dan tubuh Bellamy langsung tersentak-sentak. Membuat Dent merasa bagai gabungan
semua jago bercinta di dunia ini, membuatnya tak
tahan untuk tidak menguasai wanita itu, membuatnya
begitu ingin merasakan respons berdenyut-denyut
tersebut lagi. Hanya saja kali ini ia ingin menyatu
total dengan Bellamy. Sekarang.
Ia mengulurkan tangan ke antara tubuh mereka
untuk menyingkirkan celana dalam wanita itu.
"Tidak!"
405
Kepala Bellamy langsung menggeleng-geleng dan
tangan serta kakinya memberontak. Ia mendorong
Dent kuat-kuat lalu bergegas turun dari tempat tidur.
Ketika Dent menyadari apa yang terjadi, Bellamy sudah memunggunginya dan memakai celana jins lagi.
"Apa-apaan?"
"Aku tidak bisa. Tidak bisa. Sudah kubilang."
Rasa tidak percaya menahan Dent selama beberapa
detik, lalu ia melompat dari tempat tidur dan meraih
Bellamy. Begitu merasakan sentuhannya, wanita itu
terlonjak seperti ditembak. Dia berputar cepat. "Jangan sentuh aku. Jangan katakan apa pun. Pokoknya" Dengan panik ia memberi isyarat agar Dent
mundur dan menjaga jarak.
Entah bagaimana?tak bisa dijelaskan dengan akal
sehat, pikir Dent belakangan?Dent berhasil menahan
amarah yang memuncak. Itulah reaksi pertamanya.
Namun, ia segera sadar bahwa Bellamy tidak mainmain. Atau menggoda. Atau bersikap kejam.
Bellamy benar-benar ketakutan, dan kalau Dent
tidak ingin wanita itu menjerit hingga terdengar ke
seluruh penjuru hotel dan membuat detektif hotel
datang, sebaiknya ia menurut.
Dengan kaku Bellamy merapikan bra dan mengancingkan blus. Mungkin dia ingat perkataan Dent
tentang di mana rambutnya tergerai dan betapa hal
itu menggairahkan karena dia menyibakkannya dan
menyelipkannya ke balik telinga. Bellamy menarik
napas dalam-dalam beberapa kali dan mengibas-ngibaskan tangan seperti orang yang berusaha menenangkan
406
diri. Akhirnya, setelah agak tenang sedikit, dia memandang Dent.
"Aku tahu ini tidak adil." Ia memandang sekilas
ritsleting Dent yang terbuka, berkedip-kedip cepat,
menelan ludah. "Sangat tidak adil. Maafkan aku."
Dent mengucapkan satu-satunya hal yang langsung
muncul di benaknya. "Kau salah mengancingkan
baju."
Bellamy menatapnya beberapa detik seakan berusaha memahami perkataannya. Ia kemudian menunduk memandang kemejanya dan melihat bahwa ia
memasukkan kancing-kancing ke lubang yang salah.
Ia tidak memperbaikinya, hanya menyapukan tangan
untuk meratakan kemeja yang berkerut-kerut.
"Aku tidak pernah bermaksud Mestinya tidak
kubiarkan kau" Ia melihat sekilas tempat tidur di
belakang Dent, lalu mengangkat tangan ke pipi, yang
merah padam. "Kau pasti menganggap aku sangat
keterlaluan. Aku minta maaf karena tidak berhenti
lebih awal. Sebelum Seharusnya aku menghentikanmu sebelum Tapi, aku tidak melakukannya, dan
aku minta maaf. Aku hanya tidak bisa."
Dengan jemari, Dent menyisir rambutnya, yang
baru beberapa menit lalu nyaris direnggut Bellamy. Ia
mengembuskan napas keras-keras. "Yeah, aku tahu."
"Ini ide yang buruk. Aku akan pindah ke kamar
lain." Ia berjalan ke bufet tempat ia meletakkan tas
bahunya yang besar.
"Biarkan," kata Dent. "Kau tetap di sini."
"Tidakkah kau mendengar?"
407
"Yeah, aku dengar. Sekitar sepuluh kali. Kau tidak
bisa. Kaupikir aku ini apa? Semua batal. Aku mengerti. Oke? Oke?"
Masih waswas, Bellamy ragu, kemudian, setelah
beberapa saat, mengangguk.
"Oke. Tapi, aku takkan membiarkan kau sendirian
pada saat kau hampir gila begitu."
"Aku akan baik-baik saja. Aku tidak bakal?"
"Bellamy, malam ini kita akan bersama di kamar
ini, tempat tidur ini. Titik."
"Kau tidak berhak mengatur apa yang akan kulakukan."
"Malam ini aku berhak," balasnya sengit. "Dan kalau kau bertanya apa yang membuatku berhak, aku
akan memberitahumu dengan bahasa yang begitu gamblang sehingga kau tidak bakal bisa bersemu lebih
merah. Jadi silakan tanya kalau berani."
Bellamy tidak mengatakan apa-apa.
"Baik, kalau begitu." Dent menunjuk tempat tidur
di belakangnya. "Kau mau sisi yang mana?"
Lama baru Dent bisa tidur. Meskipun Bellamy sangat
ketakutan, yang mestinya lebih manjur dalam memadamkan semua keinginan bercinta daripada mandi
air dingin, ia tidak segera bisa mengatasi gairahnya
yang berdenyut-denyut. Sebab, walau telah berjanji
untuk tidak menyentuhnya, ia menyadari Bellamy
hanya sepanjang tangan darinya, menyadari segala hal
tentang wanita itu.
408
Ia tahu persis kapan Bellamy tertidur. Tubuh wanita itu, yang tadinya sekaku tiang, akhirnya rileks.
Napasnya jadi teratur, dalam, dan?Astaga, kenapa sih
dia??seksi.
Supaya merasa agak nyaman, Dent terpaksa membuka kancing celana lagi.
Yang bukan merupakan ide bagus, sebab ketika ia
terjaga karena suatu suara beberapa jam kemudian,
sepertinya ia masturbasi. Tapi, kemudian ia sadar itu
bukan tangannya, melainkan tangan Bellamy, yang
meraba-raba.
Ia mengerang penuh kenikmatan dan berbaring menyamping, menyampirkan tangan di pinggang wanita
itu, kaki di pinggulnya, dan menariknya mendekat.
"Dent."
"Selamat pagi," gumamnya, tersenyum malas, mata
terpejam.
Bellamy meletakkan tangan dengan tegas di dada
Dent. Sekarang wanita itu selalu ingin menyentuhnya.
Luar biasa.
"Dent."
Dent meraih tangan Bellamy yang meraba-raba,
meletakkannya di bukti gairahnya, menggenggamkan
jemarinya, dan mendesah panjang. "Lebih kencang.
Yeah. Begitu."
"Dent!" Bellamy menarik tangannya cepat-cepat.
"Teleponmu."
"Hmmm?"
"Teleponmu."
409
Kepala Dent tersentak tegak, mata terbuka lebar.
"Apa?"
"Aku tadi berusaha mengangkat teleponmu. Mungkin ada urusan penting."
Nada dering telepon menembus kabut gairah yang
menyelubungi pikirannya dan menulikan telinga. Ia
kembali telentang, terengah-engah, dan memaki-maki.
Sambil mencari-cari tanpa melihat, ia dengan marah
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencabut ponsel dari tempatnya terpasang di ban
pinggang celana jins dan mengedipkan mata supaya
bisa melihat nomor si penelepon.
Ia tak mengenalinya, tapi tahu harus mengatakan
apa pada orang di seberang sana itu. "Bangsat, siapa
ini?"
"Bangsat, kaupikir siapa?"
"Sialan, Gall! Kubunuh kau!"
"Silakan antre."
Dent, bersusah payah memadamkan gairah, menutup mata dengan lengan. "Apa maksudmu?"
"Preman kampungmu yang naik pickup itu?"
"Yeah?"
"Ia berkunjung. Ia memang haus darah."
Dent duduk tegak, mengayunkan kaki ke lantai,
dan menutupi pangkuannya dengan ujung kemeja.
Bellamy juga duduk tegak, matanya waspada dan khawatir, dengan tepat menilai keseriusan ekspresi wajah
Dent.
"Ceritakan," kata Dent pada telepon.
"Hampir seharian ia parkir beberapa ratus meter
dari lapangan terbang."
410
"Bagaimana kau bisa melihatnya?"
"Bukan aku. Orang dari Tulsa yang dalam perjalanan ke South Padre mampir ke sini untuk mengisi
bahan bakar. Ia melihat truk itu saat akan mendarat.
Karena mobil tersebut jauh dari mana-mana, ia mengira pengemudinya tersesat atau mobilnya rusak,
Si Jenius Dungu Charlie Flowers For Wiro Sableng 122 Roh Dalam Keraton Si Jenius Dungu Charlie Flowers For
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama