Low Pressure Karya Sandra Brown Bagian 6
butuh bantuan. Kubilang aku akan memeriksanya.
"Dan kulakukan. Setelah ia berangkat lagi, aku
mengambil teropong. Si sinting itu mengira ia tersembunyi di balik ilalang, tapi truknya menghadap ke
selatan. Sepanjang siang matahari terpantul di kaca
depannya seperti lampu sorot."
"Mungkin pemburu kelinci, sedang melihat-lihat
pemandangan. Bagaimana kau bisa yakin itu orangku?"
"Tidak cuma sekali aku melihatnya. Tubuh besar.
Tegap. Rompi kulit hitam. Lengan kiri bertato. Tampang jelek juga."
"Apakah ia melihatmu?"
"Setiap mengawasi dia, aku melakukannya dari dalam. Dan ia punya teropong juga. Ia mengawasiku.
Aku tetap bekerja, pura-pura tidak tahu ia ada di luar
sana. Malam tiba. Ia masih di sana, dan kuduga ia
menunggu gelap sebelum mengunjungiku. Aku sudah
siap menyambutnya."
"Apa yang kaulakukan?"
Gall menggambarkan persiapan yang dibuatnya untuk pria yang mereka yakini sebagai Ray Strickland itu.
"Ia masuk perangkap. Ia menyerbu ke dalam hanggar,
menjerit seperti nenek sihir, dan menusukkan belati ke
411
apa yang dikiranya perutku. Sebetulnya cuma ban rusak. Tapi, kelihatan cukup mirip ketika dipakaikan
celana kerjaku. Sama melembungnya." Ia terkekeh.
"Gall, ini bukan bahan tertawaan."
"Ya, kurasa memang bukan."
"Apa yang dilakukannya waktu sadar ditipu?"
"Aku tidak tahu pasti. Ia bingung sendiri, kurasa.
Karena kumatikan sekering dan semua lampu pun
padam, juga radio, dan ia tenggelam dalam kegelapan
dan keheningan, tidak tahu apa yang barusan terjadi.
"Aku mendengar ia ribut menyumpah-nyumpah
ketika berusaha menarik belati dari ban yang ditikamnya, tapi akhirnya ia membawanya, bersama celana
kerjaku. Ia angkut semuanya dan lari terbirit-birit.
Sepatuku ketinggalan, dan aku bersyukur. Baru saja
kubereskan."
"Apakah ia kembali ke mobilnya?"
"Yep. Berhasil sampai di sana dengan selamat, kurasa, karena kulihat nyala lampu mobilnya waktu ia
pergi. Kabar baik, sebelum hari gelap, aku berhasil
mencatat nomor platnya."
"Sudah kaulaporkan?"
"Pada deputi sherif yang datang waktu pesawatmu
dirusak. Kukatakan padanya bahwa aku menduga pelakunya sama. Kuberitahu dia tentang deskripsi
Strickland. Ia bilang mereka mendapat puluhan sidik
jari parsial dari pesawatmu, saat ini sedang mereka
teliti."
"Mereka harus mencari anak hilang dan membong412
kar laboratorium obat bius. Aku ragu pesawat rusakku
diprioritaskan."
"Yeah, dan kalau mereka menangkap Strickland
hari ini, tuduhan yang bisa mereka ajukan cuma pencurian sepotong celana kerja. Ia mungkin sudah membuangnya sekarang. Brengsek. Itu celana favoritku."
Walaupun Gall terkesan mengentengkan kejadian
tadi, Dent tahu orang tua itu terguncang. Yang jelas,
Dent sendiri terguncang. Menyerang dirinya merupakan satu hal. Menyerang Gall jelas menunjukkan
betapa pendendamnya orang itu.
Karena mencemaskan keselamatan Gall, Dent bertanya apakah ia masih di hanggar.
"Tidak, aku mengunci tempat itu rapat-rapat, lalu
pergi. Belum terlalu malam sebetulnya, tapi kau tahulah."
"Orang itu tidak bakal suka dibodohi begitu. Kau
mungkin tidak aman juga di rumah."
"Aku tidak pulang ke rumah."
"Tempatku?"
"Tidak lebih aman daripada rumahku."
Dent teringat nomor penelepon yang tidak dikenalnya. "Nomor siapa ini?"
"Wanita kenalanku."
"Wanita?"
"Ia mau menampungku satu-dua hari."
"Kau kenal wanita?"
"Apa? Kaupikir cuma kau yang kenal wanita?"
"Akhir-akhir ini tidak," gerutu Dent, melirik tajam
Bellamy. Wanita itu sudah kembali ke kursi yang se413
malam didudukinya. Ia mendengarkan dengan cermat
perkataan Dent di telepon dan mungkin bisa mendengar Gall juga.
"Maaf meneleponmu dini hari begini," kata Gall.
"Tapi, aku baru sampai di sini. Kukira kau sebaiknya
langsung tahu kejadian tadi."
Dent setuju, ia hanya tidak tahu harus berbuat apa
dengan informasi tersebut. Ia menyandarkan kening
di tangan, lemas memikirkan apa yang bisa menimpa
Gall kalau pickup itu menghadap ke utara, bukan selatan. "Maaf aku tadi memaki waktu mengangkat teleponmu."
"Aku sudah terbiasa."
"Aku tetap minta maaf."
Lama terjadi keheningan, yang penuh dengan pemahaman namun tanpa basa-basi yang tidak perlu.
Akhirnya Gall bertanya tentang pertemuan mereka
dengan Moody, dan Dent menceritakannya. "Dia dan
aku tidak cocok."
"Kau tidak menembaknya?"
"Ya, tapi kutinju dia."
"Mestinya sejak dulu. Tapi, hebat juga dia."
"Hebat? Karena berencana menjebakku sebagai pelaku pembunuhan?"
"Karena mengakuinya."
Dent tidak berkomentar.
"Apa yang akan kaulakukan sekarang, Ace?"
"Tunggu." Ia menutup mulut telepon dan berkata
pada Bellamy, "Apakah kau akan mau bicara padaku
pagi ini?"
414
"Kau menepati janji."
"Yeah, aku memang anak baik. Yang ingin sekali
minum kopi. Bar swalayan di lobi buka pukul enam.
Maukah kau mengambilkan aku segelas?"
"Apa yang ingin kaurahasiakan dariku?"
"Tak ada."
"Kau bukan anak baik seratus persen. Kau tidak
bisa tampak tanpa dosa meskipun sudah berusaha,
terutama kalau kau berbohong. Tapi?" ia berdiri dan
mengambil tas?"Aku juga sangat ingin kopi. Lagi
pula, aku harus menelepon Olivia."
Dent memandangi pintu selama beberapa detik
setelah Bellamy keluar, lalu mengangkat telepon lagi
ke telinga. "Gall?"
Orang tua itu mendengus. "Tidak lagi kamar terpisah?"
"Diam dan dengarkan. Aku menyuruh dia pergi
untuk melakukan sesuatu, tapi ia akan segera kembali.
Aku tidak mau ia mendengar ini. Aku takkan menceritakan detailnya sekarang, namun Moody memberitahu kami kemarin bahwa hampir bisa dipastikan
Bellamy menyaksikan kematian kakaknya."
"Ya Tuhan."
"Bellamy sangat terguncang. Aku tidak paham
tetek-bengek psikologi, tapi menurutmu itu akan cukup traumatis sehingga menyebabkan kehilangan sebagian ingatan, bukan?"
"Jelas."
"Orang itu, Ray Strickland, punya alasan?alasan
kuat?untuk membalas dendam atas kematian abang415
nya. Tapi, aku takut bukan cuma dia yang mengintai
Bellamy." Ia memberitahu Gall tentang Jerry, penggemarnya. "Bellamy menganggap dia cuma kutu buku
yang tidak berbahaya, pengagum yang agak berlebihan."
"Bellamy barangkali benar."
"Barangkali. Mungkin. Tapi, di taman, lelaki itu
pura-pura tidak melihat kami. Di bandara Austin dia
cukup dekat untuk menyentuh Bellamy. Cukup dekat
untuk menyapanya, setidaknya. Kalau memang pengagum berat Bellamy, kenapa dia tidak menegurnya?"
"Mungkin dia takut. Kan sekarang ada kau, tinggi
besar, di samping Bellamy."
"Yeah, oke, mungkin. Namun, masukkan Jerry ke
semua hal lain, maka kehadirannya yang ganjil di
Texas tidak lagi terasa terlalu polos atau kebetulan."
"Tapi, katamu si Jerry ini penggemar."
"Kelihatannya penggemar. Tapi, bisa saja ia hanya
berpura-pura jadi penggemar dan sebetulnya punya
masalah?"
"Anggaplah begitu. Ia berdekatan dengan Bellamy
beberapa kali, betul? Bahkan waktu wanita itu masih
di New York. Mengapa ia belum menyerang?"
Dent tidak bisa menjawab. Dan ketika Gall bertanya apa hubungan yang mungkin ada antara Jerry
dan kematian Susan, Dent juga tak bisa menjawab.
Dent melirik pintu. "Ia sudah datang lagi. Aku
akan berpura-pura kita membicarakan masalah lain."
Ia menyambar bolpoin dan notes kecil di nakas. "Beritahu aku nomor plat pickup itu."
416
Ia mencatatnya ketika Bellamy melewati pintu sambil membawa baki karton berisi kopi dalam dua gelas
kertas tinggi. Ketika melihat dia juga membawa donat, Dent meniupkan ciuman jauh.
"Jangan kembali ke hanggar, Gall. Sampai kau tahu
kami dalam perjalanan pulang, tinggallah bersama
wanitamu. Kau akan lebih aman di sana."
Gall tertawa. "Kau tidak tahu saja bagaimana wanitaku."
"Tidak lama lagi cuaca membaik dan kami bisa
terbang lagi. Aku akan meneleponmu untuk memberitahukan perkiraan waktu kedatangan kami."
"Kau harus menghubungi nomor ini."
"Mana teleponmu?"
Orang tua itu mendengus kesal pada diri sendiri.
"Di saku celana kerjaku. Yang dibawa Strickland waktu kabur dari sini."
417
Bellamy bisa melihat bahwa Dent khawatir dan sibuk berpikir ketika pria itu menggigit donat berlapis
gula cair dan menyesap kopi.
"Aku mendengar hampir seluruh percakapan kalian," katanya. "Ia berniat membunuh Gall."
"Belati ditikamkan ke perut? Aku sependapat."
"Dan itu salahku."
"Bukan. Itu salah si sinting. Ia sebaiknya berharap
bertemu dengan polisi sebelum berhadapan denganku."
Bellamy berjalan ke jendela dan membuka tirai.
Badai sudah berlalu, tapi langit masih mendung, membuat hari terasa muram. Dan itu cocok, karena bukan
hanya ia menanggung beban karena merasa bertanggung jawab atas serangan terhadap Gall, hatinya juga
terasa berat karena laporan terbaru dari Houston yang
negatif.
Bab 21
418
Ketika ia menelepon Olivia dari lobi hotel, ibu tirinya itu melaporkan bahwa kondisi Howard turun
drastis dalam semalam. Masa ia tidak sadarkan diri
semakin panjang. Paru-parunya terisi cairan, dan ia
tidak lagi bisa menelan.
Seiring mulai berkurangnya metabolisme sang suami, kondisi emosi Olivia juga kacau.
"Apakah kau ingin aku datang sekarang juga?"
Bellamy mengajukan tawaran itu dengan tulus, meskipun bertentangan dengan permintaan ayahnya.
Olivia ternyata mendukung Howard. "Kalau
Howard ingin kau di sini, ia pasti tidak akan menyuruhmu pergi. Meskipun aku sangat ingin kau berada
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di sini untuk menemaniku, aku harus mengikuti kemauan Howard. Tapi, aku senang kau menawarkan
diri. Terima kasih."
Bellamy ingin tahu apakah ibu tirinya akan tetap
berterima kasih jika tahu bahwa penolakan suaminya
mungkin saja akibat percakapannya yang meresahkan
dengan Bellamy kemarin siang.
Bukannya menghilangkan keraguan dan kecemasan
berlarut-larut Howard mengenai kematian Susan,
Bellamy malah memperburuknya dengan memberitahukan apa yang dikatakan Moody padanya. Ia tetap
tidak tahu bagaimana harus memahami tanggapan
gusar ayahnya terhadap kemungkinan bahwa Bellamy
menyaksikan kejahatan itu, dan rasanya ia takkan punya kesempatan untuk bertanya pada sang ayah.
Melebihi kekhawatirannya mengenai semua itu, ia
sangat sedih karena akan kehilangan ayah. Selama ber419
bulan-bulan Bellamy menyiapkan diri menghadapi
akhir yang tak terelakkan ini. Tetapi, sekarang setelah
kematian Howard terasa dekat, Bellamy menyadari
betapa sia-sia usaha untuk bersiap menghadapinya.
Tak ada yang bisa melakukannya. Ia tidak bisa. Pokoknya kematian tidak boleh terjadi. Sekarang pun, ketika rasanya mustahil ia bisa bertemu ayahnya lagi, ia
ingin menolak inalitas dan kepastian perginya
Howard.
Namun, itu kenyataan yang harus dihadapinya.
Dengan tenang ia berkata, "Daddy akan segera meninggal."
Dent mendekat di belakangnya dan meletakkan
tangan di bahu Bellamy. "Kau ingin aku menerbangkanmu ke sana?"
"Aku menawarkan untuk datang. Olivia bilang tidak. Dan ia benar. Biarpun sangat ingin berada di
sana dan melihat Daddy untuk terakhir kali, aku tidak bisa melanggar janjiku padanya."
"Janji yang sangat berat untuk dibebankan padamu."
Bellamy cenderung menyetujui pendapat Dent. Makin banyak yang Bellamy ketahui tentang hari mengerikan tersebut, fakta-faktanya makin mengejutkan.
Dan pencarian kebenaran ini membahayakan ia dan
orang-orang di sekitarnya. Ia ingin memenuhi janjinya
pada sang ayah, namun takut pada konsekuensi yang
harus dibayarnya.
Ia berkata, "Kita tidak bisa diam saja, membiarkan
Ray Strickland melaksanakan pembalasan dendam."
420
"Polisi sudah mengetahui nomor plat mobilnya.
Semoga ia segera ditangkap."
"Tapi, sampai ia?"
"Kita akan terus waspada."
"Bukan cuma kita."
Dent memutar Bellamy sehingga menghadapnya.
"Keningmu berkerut. Apa yang kaupikirkan?"
"Kau takkan suka."
"Katakan dulu."
"Kita harus memperingatkan Moody."
"Kau benar, aku tidak suka."
"Ia menyebabkan abang Ray yang tidak bersalah?"
"Abang yang diduga tidak bersalah. Moody sendiri
tidak yakin."
"Oke, tapi kalau Allen Strickland tidak bersalah,
Moody akan jadi sasaran pembalasan Ray."
"Ia punya waktu bertahun-tahun untuk membalas
Moody. Ia tidak melakukannya."
"Bukuku yang menyebabkan semua ini." Ketika
Dent akan membantah, Bellamy menyentuhkan ujung
jemari ke bibir lelaki itu. "Tidak usah. Kau tahu. Aku
tahu. Pertama kau, sekarang Gall, hampir tewas karenanya. Aku tidak mau ada lagi yang terluka, Dent.
Perasaan bersalahku saat ini sudah cukup berat."
Dent melepaskannya dan berbalik.
"Menurutmu, aku salah?" tanya Bellamy.
"Tidak, sialan, kupikir kau benar. Aku hanya tidak
suka berbuat baik pada orang itu."
"Aku mengerti mengapa kau merasa demikian."
421
"Terima kasih. Mana ?tapi?-nya?"
"Tapi, ia mengakui kesalahan-kesalahan yang dilakukannya."
"Sebagian. Ada yang tidak diakuinya."
"Ia mungkin akan mengakuinya, kalau?"
"Apa?"
"Kalau kau tidak mencecarnya. Kurasa ia merahasiakannya karena keras kepala. Ia tidak?"
"Ia tidak mau kalah dariku."
Bellamy menatapnya.
Dent mengakui dengan menghela napas. "Oke, barangkali memang mestinya tidak kuhajar dia, tapi kita
sudah memberinya cukup banyak kesempatan untuk
mengakui dosa-dosanya sebelum rokok dan alkohol
menerbangkannya ke alam baka."
"Rokok, alkohol, atau pistol."
"Ia memang kelihatannya sangat menyukai benda
itu. Tidak bisa lepas dari tangannya." Dent memikirkannya beberapa lama lagi, kemudian berkata dengan
enggan, "Sebaiknya kau menelepon Haymaker. Suruh
dia menghubungi Moody dan?Kenapa tidak?" ia
bertanya waktu Bellamy menggeleng.
"Kita dapat memanfaatkan serangan Ray Strickland
pada Gall untuk memperkuat posisi tawar. Karena
kebaikan hati kita?"
Bellamy mengabaikan dengusan Dent.
"?kita akan memberitahu dia apa yang terjadi tadi
malam dan memperingatkannya supaya berhati-hati
terhadap Strickland. Sebagai imbalan, ia akan memberitahu kita apa pun yang dirahasiakannya itu."
422
"Dan kaupikir ia akan mau menerimanya." Jelas
kelihatan bahwa Dent ragu.
"Tidak ada salahnya dicoba. Kita harus tahu apa
yang ia ketahui, Dent."
"Oke, oke. Telepon bajingan itu. Sebutkan syaratsyaratmu."
"Aku tidak bisa meneleponnya. Aku tidak tahu nomornya. Haymaker menggunakan teleponnya untuk
menghubungi Moody, dan mengambilnya kembali
begitu aku selesai bicara dengan laki-laki itu."
"Minta nomornya pada Haymaker."
"Bicara di telepon dengan Moody takkan sepersuasif bicara langsung dengannya. Kita harus kembali ke
tempatnya."
"Tidak. Tidak bakal."
"Harus. Kau tahu kita harus melakukannya."
"Bellamy, jika ia meledakkan kepalanya hari ini
atau besok, atau jika ia terlalu lama menunggu untuk
melakukannya dan Strickland menghabisinya duluan,
aku sedikit pun tidak peduli."
"Aku tidak percaya."
"Percayalah."
"Bahkan walaupun tidak peduli pada nasib Moody,
kau tidak akan bisa menerima sampai tahu segalanya,
dan kau takkan tahu segalanya kalau kita tidak meyakinkan Moody untuk mengaku."
Dent menatapnya beberapa lama, dan Bellamy
tahu ia menang ketika pria itu menggumamkan serentetan makian. "Baik, kita kembali," kata Dent. "Tapi
ada satu syarat, dan aku tidak main-main."
423
"Apa?"
"Aku akan makan kue persik itu sebelum kita berangkat."
Hari yang mendung menyebabkan wilayah di sekitar
pondok Dale Moody tampak lebih muram. Dahan
pepohonan cypress yang layu karena kelembapan udara
terkulai begitu rendah sehingga menyapu atap sedan
ketika mobil itu lewat di bawahnya. Danau berair
keruh kelihatan datar dan suram.
Pondoknya sendiri kosong.
Saat mobil berhenti melaju, Dent punya irasat begitu buruk sehingga menyuruh Bellamy menunggu
sementara ia menaiki tangga, sampai di teras bobrok,
dan memasuki pintu kasa, setengah mengira akan menemukan jasad si mantan detektif.
Namun, tak tampak Moody di mana pun, hidup
atau mati.
"Dia tidak di sini!" ia berseru pada Bellamy, yang
bergabung dengannya di tempat menyedihkan yang
penuh bau tembakau, jamur, dan tikus.
"Aku lega kita tidak menemukannya terpuruk di
kursi dengan pistol di tangan," kata Bellamy.
"Aku juga," Dent mengakui.
Bellamy memandang sekilas ke belakangnya, ke
balik pintu kasa. "Danau?"
"Kalau ia memang menenggelamkan diri di danau,
berarti ia menceburkan mobilnya ke air. Mobilnya tidak ada."
424
"Aku tidak menyadarinya, tapi kau benar."
Di baki logam TV, yang sepertinya merupakan
titik pusat ruangan itu dan hidup Moody, tampak
asbak yang isinya tumpah ruah dan botol wiski kosong. "Kelihatan jelas bahwa .357-nya tak ada," Dent
berkomentar.
Bellamy masuk ke dapur dan memeriksa oven.
"Map arsipnya juga hilang. Bagaimana menurutmu?"
"Ia membawa bukti dan tidak akan kembali."
Ide itu muncul di benak Rupe ketika ia berusaha menyantap semangkuk Cream of Wheat, hanya itu makanan padat yang sanggup dikunyahnya.
Pada pagi kedua setelah dihajar Dale Moody, gusinya masih bengkak, merah, dan sakit setengah mati
akibat perbaikan gigi ekstensif. Hidungnya begitu
bengkak sehingga melebar dari telinga ke telinga dan
membuat matanya jadi sipit. Anak-anaknya sendiri
pasti bakal menjerit ketakutan kalau melihatnya.
Ia memasak sendiri Cream of Wheat, setelah menelepon pembantu rumah tangga pada malam terjadinya
serangan dan meliburkan wanita itu beberapa hari. Ia
tidak mau ada yang melihatnya dalam keadaan seperti
ini, bahkan tidak juga orang yang membersihkan rumahnya.
Setelah mengarang alasan dengan susah payah, ia
menyuruh asistennya membatalkan semua jadwal, termasuk syuting iklan-iklan TV yang mestinya makan
waktu seharian dan acara santap siang untuk para pe425
bisnis hebat di kediaman Gubernur. Ia mendorong
istrinya untuk tinggal satu-dua minggu lagi di pantai.
Rupe Collier akan beraksi diam-diam.
Namun, sambil menyantap sereal hangat dengan
hati-hati, ia berpikir lagi. Ia bisa menjadi si korban
yang merangkak masuk sarang dan bersembunyi sampai sembuh, yang, menurut dokter IGD sok akrab
itu, bisa menghabiskan waktu dua bulan.
Atau ia dapat memanfaatkan ini semaksimal mungkin.
Itu, setelah seharian penuh menyendiri, merupakan
pilihan yang jauh lebih menarik bagi Rupe.
Ia tampak seperti monster, tapi itulah sebabnya
perubahan drastis pada penampilannya akan sangat
efektif. Para pelanggan dan penonton TV yang terbiasa melihatnya berpakaian dan berpenampilan rapi jali
akan marah besar saat melihat penderitaannya. Korban-korban kejahatan dengan kekerasan akan mendapatkan simpati, bukan? Mereka pantas dan sering
mendapat perhatian, dan saat mereka bicara, orangorang mendengarkan. Alih-alih menyembunyikan
luka, ia akan memamerkannya. Ia akan menjadikan
wajahnya yang babak-belur sebagai cause celebre yang
menggemparkan.
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bersemangat memikirkan prospek itu, ia membuang
sisa sarapan ke tong sampah dan mencari kartu nama
yang tadinya akan dibuangnya, atau dihancurkan. Untung ia tidak melakukan keduanya. Ia menemukan
kartu itu di saku jasnya yang berlapis satin. Ia meng426
hubungi nomor ponsel yang tertera di situ dan teleponnya diangkat pada dering kedua.
"Bicaralah."
"Mr. Van Durbin? Rupe Collier."
Nada kesal si kolumnis berubah, langsung menjadi
lebih riang. "Aku tetap tidak berminat membeli mobil."
"Aku bisa mengusahakan harga yang bagus, tapi
bukan itu alasan aku menelepon."
"Ada apa?"
"Aku memikirkan pembicaraan kita."
"Begitukah?"
"Obrolan kita mengingatkanku pada beberapa
ambiguitas mengenai kasus Susan Lyston. Elemen-elemen tentang kasus itu, yang sebetulnya tidak ingin
kuingat, muncul, dan aku tak bisa berhenti memikirkannya. Terutama menyangkut" Rupe sengaja menggantung kalimatnya sebagai pemancing.
"Menyangkut apa?"
"Kau akan tahu saat menemuiku. Apakah kau punya waktu?"
Dua puluh menit kemudian si kolomnis EyeSpy
membunyikan bel pintu rumahnya, dan ketika melihat Rupe, ia berseru, "Ya Tuhan!"
Itulah reaksi kaget yang diharapkan Rupe. Jika ia
mendapatkan respons seperti itu dari penulis kawakan
koran kuning, pikirkan bagaimana reaksi orang terhormat biasa?dan calon pelanggan Collier Motors.
Ia menyilakan Van Durbin dan si fotografer masuk,
menjanjikan pada fotografer itu kesempatan untuk
427
memotretnya setelah ia bicara dengan Van Durbin. Ia
meninggalkan pemuda berpenampilan kusut itu di
ruang duduk bersama sekaleng Coke dingin dan
siaran ESPN di layar datar, kemudian membawa Van
Durbin ke ruang kerja, yang berperabotan lebih mewah ala Texas daripada kantornya di toko mobil.
Si penulis mengangkat pigura perak yang menjadi
pusat perhatian di sudut meja kerja Rupe. "Istrimu?"
"Mantan Miss Texas."
Van Durbin bersiul kagum dan mengembalikan
pigura ke tempatnya lalu duduk di kursi yang menghadap meja. Ia mengeluarkan pensil dan notes dari
saku dada jas dan berkata, "Jadi, bagaimana tampang
orang lain itu?"
Rupe berusaha tersenyum, dalam hati bertanya-tanya apakah senyumnya sekacau yang dirasakannya,
dan berpikir bahwa jika memang ya, lebih baik. "Aku
tidak menghajarnya."
"Kau menipu orang itu?"
Van Durbin dan si dokter IGD pasti masuk sekolah komedi yang sama. Rupe menampilkan cengiran
yang semestinya, lalu berubah serius. "Seandainya saja
cuma itu masalahnya." Ia bersandar di kursi, menyatukan jemari, dan mengamati manikurnya. "Sebelum
ini aku tidak jujur padamu, Mr. Van Durbin."
"Istrimu cuma juara dua?"
Kalau saja gusi Rupe belum terasa berdenyut-denyut, ia pasti mengertakkan gigi. Ia ingin menginjakinjak Van Durbin dengan sepatu botnya seperti melu428
mat kecoak. Ia harus mengerahkan segenap kontrol
diri supaya bisa tetap kelihatan tenang.
"Ketika kita berbincang-bincang beberapa hari lalu,
aku berusaha melindungi integritas Dinas Kepolisian
Austin dan para petugas jujur yang melayani komunitas ini."
"Kau ingin menyiratkan bahwa ada beberapa petugas tidak jujur juga di sana?" Van Durbin mengedipkan sebelah mata. "Biar kutebak. Dale Moody."
"Seperti yang telah kauketahui, ia dan aku bekerja
sama untuk mendakwa dan menghukum Allen
Strickland. Tapi?"
"Aku suka sekali tapi."
"?ada semacam taktik-taktik yang digunakan
selama investigasi polisi yang menurutku tidak pantas.
Aku pura-pura tidak tahu tentang taktik itu. Aku tidak bangga pada perbuatanku, namun waktu itu aku
masih muda dan ambisius, dan aku diyakinkan bahwa
uh"?
"Taktik?"
"Ya. Aku diyakinkan bahwa taktik-taktik seperti itu
sudah biasa dan diterima sebagai bagian cara kerja
polisi. Aspek tidak menyenangkan dari pekerjaan itu,
mungkin, tapi bisa dimaafkan karena, bagaimanapun,
polisi kan berhadapan dengan individu-individu pelanggar hukum. Sering hanya kekerasanlah bahasa
yang dipahami para pelaku kejahatan dengan kekerasan. Aku diberitahu?"
"Oleh Moody? Ia yang mengatakan semua ini padamu?"
429
"Benar. Setiap kali aku bertanya pada Dale bagaimana ia memperoleh informasi dalam interogasi, atau
bagaimana ia mendapatkan barang bukti, ia mengabaikan pertanyaanku. Semakin banyak aku bicara tentang
metode-metodenya, semakin kesal dia.
"Jadi," kata Rupe, mengangkat tangan sebagai tanda menyerah, "aku pasrah. Aku mundur. Kubiarkan
ia melakukan investigasi dengan caranya sendiri. Aku
berkonsentrasi pada apa yang bisa kukontrol, yaitu
menyiapkan kasus untuk persidangan dan mewakili
negara bagian di ruang sidang."
Van Durbin menyipitkan mata padanya. "Berubah
pikiran tentang vonis Strickland?"
"Tidak sama sekali. Aku sudah melakukan tugasku.
Nasibnya tergantung pada kedua belas anggota juri,
bukan aku."
"Kalau begitu, ada apa dengan pengakuan ini,
Rupe?"
"Aku yakin Bellamy Price sependapat denganku
mengenai cara investigasi Dale Moody. Dalam bukunya, kompetensi dan integritas si detektif dipertanyakan."
"Begitu juga menyangkut jaksa penuntutnya."
"Ia melakukannya demi efek dramatis, untuk menciptakan ketegangan dan konlik di antara kedua tokoh itu. Bagiku sih bukan masalah. Tapi, sepertinya
Dale Moody tersinggung dengan penggambaran tokohnya, sebab sejak kau dan aku bicara kemarin dulu, ia
keluar dari persembunyian."
430
Van Durbin dengan cepat memahami perkataannya.
"Astaga! Dale Moody yang melakukan itu padamu?"
"Dua malam lalu. Ia menyergap dan menyerangku
begitu ganas, aku sampai tidak bisa membela diri."
"Bukan kau yang menulis Low Pressure. Mengapa
ia menyerangmu?"
"Kolommu. Ia melihat ucapanku dikutip di situ."
"Kau tidak mengatakan apa pun yang memberatkan
dia."
"Ya, tapi?"
"Ia tahu kau bisa saja melakukannya."
Rupe tidak menjawab, hanya menampilkan ekspresi
yang terang-terangan mengatakan tebakan penulis itu
benar. Ia mengulurkan tangan dan menyentuh hidungnya yang terbalut perban. "Kurasa ini menunjukkan
betapa takutnya Moody bahwa kau akan menemukan
sesuatu yang bisa mempermalukannya. Mungkin
bahkan melanggar hukum," ia menambahkan dengan
suara pelan.
Van Durbin menggigit-gigit setip di pensilnya, seakan menimbang-nimbang keputusan, kemudian menaikkan pinggul dan mengeluarkan selembar kertas
dari saku belakang celana. Ia membuka lipatan kertas
itu dan menyodorkannya melintasi meja kepada Rupe.
"Kenal mereka?"
Ternyata itu foto hitam-putih kabur Bellamy Price
membungkuk di atas pagar balkon, tampak sangat
galau. Di belakangnya ada Denton Carter yang bertelanjang dada. "Di mana ini diambil? Kapan?"
"Di luar apartemen Carter, dua malam lalu."
431
"Ada apa di antara mereka?"
"Seandainya saja aku tahu," sahut Van Durbin, menggerak-gerakkan alis. "Tapi, menurutku, di sekitar pinggang Dent itu perban. Dan lihatlah mukanya. Tidak
sehancur mukamu, tapi ia sepertinya dihajar juga."
Ketika Rupe mengerutkan alis dengan ekspresi bertanya, Van Durbin mengangkat bahu.
"Aku tidak tahu siapa, apa, kapan, di mana, atau
mengapa." Mukanya cemberut karena kesal. "Juga tidak punya kesempatan bertanya padanya. Ia mengadukan aku dan fotograferku pada polisi."
Ia menceritakan apa yang terjadi dan Rupe tertawa
meski jadi kesakitan.
Kening Van Durbin berkerut. "Sekarang sih lucu.
Waktu itu tidak. Aku butuh waktu berjam-jam untuk
menghubungi editorku lewat telepon supaya ia bisa
memberitahu mereka bahwa aku bukan pedoil. Intinya, Denton Carter berkelahi dengan seseorang."
"Menurutmu, dengan Moody?"
Van Durbin balas bertanya. "Bagaimana menurutmu?"
Sambil berpikir, Rupe bersandar di kursi. "Entahlah. Jika ada di antara mereka yang menyimpan dendam pada satu sama lain, mestinya orang itu Dent.
Moody bersikap keras padanya, dan, kalau tidak ada
alibi Dent, laki-laki itu pasti sudah diadili karena kejahatan tersebut."
"Tunggu," kata Van Durbin, memajukan posisi duduk. "Apakah kau bermaksud mengatakan tersangka
pelakunya ada dua? Dent Carter atau Strickland?"
432
Rupe tidak menjawab, membiarkan penulis itu menarik kesimpulan sendiri dan berharap orang itu menangkap maksud Rupe tapi juga tidak begitu pandai
sehingga dapat melihat manipulasi yang dilakukannya.
Dengan memelankan suara sehingga bernada penuh
rahasia, Van Durbin berkata, "Bukankah itu bisa dibilang bertentangan dengan perkataanmu sebelumnya
yang meragukan vonis Strickland?"
"Kubilang nasib Strickland berada di tangan para
juri."
"Tapi, keputusan mereka berdasarkan apa yang kaukatakan pada mereka, dan kau memberitahu mereka
bahwa ia bersalah."
"Argumen-argumenku tentang itu berdasar pada
hasil penyelidikan Moody. Apakah semuanya faktual?
Waktu itu, aku menganggapnya demikian."
"Mungkin memang ya."
"Mungkin."
"Tapi, kau tidak seratus persen yakin?"
"Moody mendapat tekanan berat dari para atasannya untuk menangkap pembunuh gadis itu. Salah
satu tersangka yang diajukannya sudah terbukti tak
bersalah. Ia bakal terkesan makin konyol jika tuduhannya terhadap Strickland buyar juga. Orang itu bertekad membuat Strickland divonis."
"Dengan cara apa pun?"
Sekali lagi Rupe menghindar dari jawaban langsung. "Pokoknya aku cuma mengatakan Dale menda433
pat tekanan dari Balai Kota, Kepolisian, keluarga
Lyston yang berkuasa, dan masyarakat."
"Jadi ia membengkokkan aturan demi mendapat si
pelaku."
"Aku tidak bilang begitu."
"Tapi, kalau tidak ada yang ingin disembunyikannya, kenapa ia menyerangmu?"
Rupe memasang tampang menderita. "Itu juga
yang kupikirkan. Ini bukanlah perbuatan orang yang
sama sekali tidak bersalah. Ia juga mengancamku supaya tutup mulut tentang masalah ini. Padamu. Pada
siapa pun. Tapi, tutup mulut kok kesannya menutupnutupi, dan aku tidak mau terlibat."
Hidung lancip Van Durbin benar-benar bergerak-gerak seperti mengendus. Seakan sedang menyusun kalimat pembuka kolom berikutnya, ia berkata, "Moody
menghukum orang yang salah, dan pemuda yang tak
bersalah itu mati bersimbah darah di penjara."
"Aku tidak pernah bilang begitu, Mr. Van Durbin.
Kalau kau memuat itu di koran, aku akan mendesak
agar pernyataan tersebut ditarik dan menuntut koranmu. Aku berharap pada Tuhan bahwa keadilan telah
ditegakkan," ia menambahkan dengan sok alim.
"Tapi?"
"Kata itu lagi. Aku senang sekali."
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jika kau menginginkan kutipan eksklusif dariku,
ini dia. Dan hanya ini yang akan pernah kukatakan
mengenai topik ini: aku bersumpah demi kepala istriku dan anak-anakku yang cantik bahwa aku berusaha
sekeras mungkin melaksanakan tugas sebagai jaksa
434
penuntut, dengan integritas dan semangat berkobarkobar untuk memastikan Susan Lyston mendapatkan
keadilan yang merupakan haknya. Aku tidak bisa berbicara mengenai motif atau tindakan mantan detektif
Dale Moody."
"Kau bakal kecewa."
Dent menoleh pada Bellamy yang duduk di kursi
kopilot di kanannya. Wanita itu hampir tidak mengatakan apa-apa selama penerbangan, dan Dent membiarkannya tenggelam dalam pikiran. Ia menduga
Bellamy merenungkan kondisi ayahnya yang terus
memburuk dan bagaimana kematian Howard akan
memengaruhi hidupnya.
Tetapi, entah bagaimana Dent rupanya ada juga
dalam pikirannya dan cukup penting sehingga
Bellamy memasang headphone supaya bisa bicara dengannya sekarang.
"Kecewa?"
"Kalau kita melakukannya semalam, aku akan membuatmu kecewa."
"Aku memang kecewa."
"Ya, tapi tidak seburuk jika kita meneruskannya."
Bellamy menghadap ke depan lagi, tapi Dent tahu
pikirannya bukan pada pemandangan yang kelihatan
dari kaca kokpit. "Ketika aku menggambarkan pernikahanku padamu, kau berkomentar betapa membosankan kedengarannya pernikahanku."
"Aku cuma sok tahu."
435
"Tentu saja. Tapi, kau benar. Kecuali tentang satu
hal. Bukan suamiku yang salah, tapi aku. Bukan karena kesalahannya, ia jadi bosan padaku."
"Oke, aku ikut permainanmu. Kenapa ia jadi bosan padamu?"
"Aku punya masalah dengan keintiman."
"Dengan hubungan seks."
Bellamy meringis. "Itu salah satu aspeknya."
"Apa aspek lainnya?"
Bellamy tidak menjawab, membuat Dent percaya
tidak ada aspek lain, tapi kalaupun ada, inilah yang
menyebabkan pernikahannya gagal, inilah yang menyebabkan wanita itu panik ketika berhadapan dengannya
tadi malam, jadi inilah aspek yang menarik bagi Dent
untuk ditelusuri lebih jauh.
"Masalah apa?" ia bertanya. "Selain penggunaan
kata itu. Kau tidak menyukainya. Banyak yang menganggapnya ofensif, tapi tetap melakukannya. Jadi apa
yang membuatmu terjun bebas tadi malam? Napasku
bau? Kakiku bau?"
"Bukan apa pun yang kaulakukan atau tidak kaulakukan. Akulah yang harus disalahkan. Cukup sampai
di situ."
"Tidak, tidak mau."
"Aku tidak ingin membicarakannya."
"Jadi kenapa kau mengangkat topik itu tadi?"
"Untuk memberitahumu lagi bahwa aku minta
maaf peristiwa semalam terjadi."
"Permintaan maaf diterima. Sekarang beritahu
436
mengapa aku bakal kecewa. Menurutku itu cuma
omong kosong. Tapi, apa yang membuatmu mengira
aku akan kecewa?"
"Sekarang bukan saat yang tepat untuk membicarakannya."
"Sekarang saat yang sempurna. Aku harus menerbangkan pesawat ini. Jadi apa pun reaksiku, aku tidak
bisa berbuat apa-apa. Kau aman untuk mengatakan
apa pun."
Bellamy ragu-ragu selama hampir setengah menit,
kemudian berkata, "Ketika Susan?"
"Aw, ya ampun. Aku memang sudah merasa ini
bakal kembali pada Susan."
"Semua kembali padanya."
"Hanya karena kau membiarkannya."
"Kita membicarakan ini karena kau yang ngotot.
Mau diteruskan atau tidak?"
Dent memberi tanda agar Bellamy melanjutkan.
"Bagaimana Susan meninggal membuat banyak
orang berpendapat ia memang pantas meninggal seperti itu. Meski mereka tidak mengucapkannya keraskeras, kesan itu tersirat. Oleh media. Juga te-manteman dekat. Ucapan belasungkawa kadang diwarnai
kesan siapa yang menabur angin, akan me-nuai badai.
Kami semua merasakannya. Daddy, Olivia, Steven,
dan aku.
"Pada suatu hari semasa persidangan, pengacara
pembela Allen Strickland terang-terangan mengatakan
bahwa kalau Susan tidak melakukan seks bebas, ia
pasti masih hidup. Rupe Collier mengajukan keberat437
an. Ia dan si pengacara berdebat sengit sampai berteriak-teriak. Hakim dengan tegas menegur pengacara
itu, memerintahkan komentarnya tersebut dicoret dari
catatan sidang, dan memerintahkan juri mengabaikannya. Tapi, kerusakan telah terjadi.
"Sampai saat itu, yang dikatakannya tersebut hanyalah kesan tersirat yang kami?keluarga Susan?abaikan dengan terang-terangan. Tapi, begitu diungkapkan
dengan kata-kata, kami tidak lagi bisa berpura-pura
bahwa pikiran-pikiran seperti itu tak pernah melintas
di benak kami.
"Dan mengakui pengkhianatan semacam itu terhadap Susan sangat menyakitkan bagi kami. Olivia menangis berjam-jam. Daddy minum-minum malam itu,
dan hanya saat itulah aku melihatnya hilang kendali.
Steven menghilang ke kamar tanpa mengatakan apaapa pada siapa pun.
"Dan aku" Ia terdiam sejenak dan menarik napas dalam-dalam. "Aku juga mengurung diri di kamarku, dan setelah merenung berjam-jam sambil bercucuran air mata, aku menyimpulkan bahwa sumber
semua malapetaka ini adalah seksualitas Susan.
"Tidak seharusnya ia meninggal dengan cara keji
seperti itu, tapi kami tidak akan menderita seperti
sekarang kalau ia tidak menuruti dorongan seksualnya.
Karena itu, seksualitas pastilah buruk. Kotor. Destruktif. Itulah kesimpulan yang kubuat."
Ia tersenyum masam. "Ini terjadi pada masa aku
puber dan mulai merasakan berbagai keinginan misterius dan tak terkontrol yang menyebabkan nyawa
438
Susan melayang. Kukira hidupku pun akan berakhir
seperti dia jika aku menuruti keinginan-keinginan itu.
Karena itu aku bertekad mengabaikannya. Aku bersumpah tidak mau menjadi seperti kakakku."
Puluhan reaksi berbeda langsung muncul dalam
pikiran Dent, tapi semua kasar, tidak pantas, dan
menghina Susan. Ia mengambil pilihan yang lebih
aman dengan menyimpannya dalam hati.
"Selama SMA, aku naksir setengah mati pada beberapa cowok dan cukup banyak berkencan, tapi?untuk mengimbangi Susan dan reputasinya?kupertahankan keperawananku. Saat kuliah dan pada usia awal
dua puluhan, sesekali aku tidur dengan pria, tapi tidak kubiarkan diriku menikmatinya sehingga partnerku pun jarang menikmatinya. Seiring bertambahnya
usiaku, aku makin pandai berpura-pura, tapi laki-laki
pasti bisa merasa kalau wanita tidak melakukannya
sepenuh hati."
Ia melirik Dent, tapi, sekali lagi, Dent dengan
bijaksana tetap bungkam.
"Suamiku tidak pernah menanyakan sikap menahan
diriku, sebelum maupun sesudah kami menikah, walau ia merasakannya. Aku tak pernah menolak, tapi
aku tidak, hmm, "berani". Mungkin ia berharap akhirnya bisa mengalahkan apa pun yang menghalangi aku
menikmati dirinya sebagaimana mestinya. Tapi, itu
tak pernah terjadi, dan kurasa ia capek berusaha. Kepergian anak kami menambah kekecewaannya padaku."
Beberapa detik berlalu, Bellamy kemudian menoleh
439
padanya. "Begitulah. Sekarang setelah tahu semuanya,
kau seharusnya merasa lebih baik tentang kejadian
semalam. Tidak ada hubungan dengan kau atau teknikmu."
Dent menunggu sampai ia yakin Bellamy sudah
selesai bicara, lalu berkata, "Biar kuluruskan dulu.
Pada usia 12 tahun, kau melakukan sumpah konyol
untuk mengabaikan seksualitasmu sendiri, dan selama
18 tahun kau berusaha memegang sumpah itu?"
"Tidak, Dent," sahutnya sedih. "Selama 18 tahun
aku berusaha melanggarnya."
440
Ray marah sekaligus gugup.
Pria di lapangan terbang itu mempermalukannya.
Orang tua itu pasti menganggapnya sangat bodoh,
padahal ia kira dirinya sangat pintar.
Ia sadar mengenai keterbatasannya. Saat SMA, ia
diberitahu bahwa kemampuan membacanya di bawah
anak kelas dua SD. Tidak apa-apa. Ia bisa menerimanya. Tapi, sakit hati rasanya saat ia dianggap sebagai
idiot tulen.
Saat ini Dent dan Bellamy pasti sudah mendengar
cerita tentang bagaimana ia berjalan?menyerbu?masuk ke perangkap yang disusun rapi. Ray membayangkan si tua itu menghapus air mata, memukul-mukul
lutut karena geli ketika bercerita pada mereka. "Ia lari
ke dalam sini dan menikam ban. Dasar goblok."
Mereka pasti terbahak-bahak menertawakan dirinya.
Bab 22
441
Bukannya takut padanya, mereka malah menganggapnya si tolol yang kikuk. Pikiran itu membuat darahnya mendidih. Tetapi, ia terutama marah pada diri
sendiri. Ia tidak membuat Allen bangga.
Ia harus memperbaiki ini.
Dan itulah yang membuat Ray gelisah, sebab ia
tidak tahu pasti apa yang seharusnya ia lakukan selanjutnya.
Begitu sudah cukup jauh dari lapangan terbang, ia
menukar plat nomor truknya dengan plat nomor mobil lain yang didapatnya di toserba 24 jam. Ia memakai
topi koboi dari jerami supaya kepalanya yang hampir
botak tidak terlalu mencolok. Ia menukar rompi kulit
dengan kemeja lengan panjang yang menutupi tato
ular. Pria tua itu tidak mungkin melihat tatonya karena
bagian dalam hanggar terlalu gelap, tapi Dent Carter
mungkin menyadarinya ketika Ray menyerang lelaki
itu di IHOP. Ray jadi gampang dikenali.
Ia tidak suka harus menutupinya. Seperti perasaan
orang yang memakai kalung salib atau membawabawa kaki kelinci supaya mujur, Ray percaya bahwa
tato ularnya memberikan kekuatan khusus. Ia merasa
lebih kuat dan lebih pintar setiap kali memandang
atau menyentuhnya.
Karena takut tetap berada di apartemen kalau-kalau
polisi datang mencarinya, ia mengemudi berputar-putar sepanjang hari, tanpa tujuan, tidak pernah berhenti lama, selalu bergerak. Tetapi, ia tetap saja merasa
terjebak, seakan semua bergerak mengepungnya.
Namun, demi Tuhan, ia tidak mau tertangkap sebe442
lum Bellamy Price mati. Jadi apa pun yang ia lakukan
sekarang haruslah penting, sangat penting. Ia harus
berani.
"Taklukkan sapi jantan dengan memegang tanduknya." Pasti itu yang akan disarankan Allen.
Dengan kata-kata bijak sang abang terngiang di
telinga, ia keluar dari jalan I-35 dan berputar di bawah overpass, memasuki lagi jalan bebas hambatan itu
dari jalur yang menuju utara.
Ia tahu apa yang harus dilakukannya, dan tindakan
itu tidak harus rumit.
Dengan rasa percaya diri yang jauh lebih besar
sekarang, ia menggulung lengan kemeja dan menyandarkan lengan kiri yang terpapar di jendela mobil
yang terbuka, seolah menantang siapa pun untuk cari
masalah dengannya.
Gall langsung dapat merasakan ketegangan di antara
Dent dan Bellamy.
Begitu kakinya menyentuh landasan, wanita itu
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memisahkan diri untuk menelepon ibu tirinya. Gall
memandang Bellamy memasuki hanggar, kemudian
menoleh pada Dent, yang menuruni tangga pesawat.
"Bagaimana penerbanganmu?"
"Baik."
Gall menepuk sisi pesawat. "Si cantik ini bisa dibilang mampu terbang sendiri, bukan?"
"Tidak ada pesawat yang bisa terbang sendiri."
"Cuma istilah."
443
"Kau sudah bilang. Aku gila kalau tidak mau bekerja pada orang ini."
"Seperti kataku, cuma istilah." Gall menunjuk hanggar. "Dia kenapa?"
"Bellamy?"
"Bukan, Ratu Sheba. Siapa lagi?"
Dent melirik ke tempat Bellamy berada. "Kabar
dari Houston tidak bagus."
"Pantas saja." Sesaat kemudian, ia bertanya, "Kau
kenapa?"
"Aku? Tidak apa-apa."
"Pasti ada apa-apa."
Dent membuka kacamata hitam dan menggosokgosok mata dengan punggung tangan. "Aku cuma lelah, itu saja."
"Jangan bohong."
"Baiklah." Ia melipat gagang kacamata dan memasukkannya ke kantong kemeja. "Aku bosan mendengar pertanyaan-pertanyaanmu." Ia berjalan menuju
hanggar. "Punya kopi?"
"Bukankah biasanya begitu?"
"Yeah, dan kopimu selalu payah."
"Kau tidak pernah mengeluhkannya sebelum ini."
"Aku terlalu baik."
Gall mendengus. "Kau sama sekali tidak baik."
Dent bergumam. "Begitulah yang dikatakan orang
baru-baru ini."
"Ia tidak suka padamu, ya?"
Dent berhenti melangkah dan berputar, matanya
menatap tajam.
444
Gall mengambil cerutu dari mulut dan menggeleng
bingung. "Tidak biasanya kau begini, Dent."
"Jangan kaupikir aku sudah kehilangan pesona. Dia
tidak mau, itu masalah dia."
"Bukan itu maksudku."
"Kalau begitu, apa maksudmu?"
"Kalau ada wanita bilang tidak, biasanya kau tak
peduli."
Dent membuka mulut, namun menutupnya lagi
sebelum mengatakan apa-apa. Kemudian ia kembali
bergerak menuju hanggar.
Gall berkata, "Kubikinkan kau kopi baru."
Dent berseru sambil menoleh ke belakang, "Biar
kubikin sendiri!"
Ketika Gall selesai mengamankan pesawat sang senator dan bergabung dengan mereka, Dent menyerahkan segelas kopi yang mengepul-ngepul pada Bellamy.
Dengan dua tangan, Bellamy menerima gelas itu, melihat isinya, tapi tidak meminumnya.
"Bagaimana kabar ayahmu?" tanya Gall.
"Tak ada perubahan. Tetap tidak bagus."
"Aku ikut prihatin."
Bellamy tersenyum muram padanya. "Terima kasih
kau sudah bertanya."
Dent, sambil menyesap kopi, memberi tanda ke
arah pesawat miliknya. "Di mana kau meletakkan boneka ban konyol itu?"
"Di belakang ban kiri. Tapi, yang konyol sebenarnya si idiot itu."
"Orang tidak harus pintar untuk jadi berbahaya,"
445
sahut Dent. "Orang yang menyerangku menyimpan
banyak kemarahan. Aku merasakannya. Sudah ada
kabar dari deputi Sherif?"
"Ia meninggalkan pesan suara di telepon hanggar.
Ternyata memang Ray Strickland. Mereka memeriksa
plat nomor pickup itu. Tapi, waktu state trooper menghentikan pickup kecil dengan plat nomor tersebut, bukan Strickland yang mengemudikannya. Pengemudinya
wanita muda berkulit hitam, mahasiswa, berprestasi,
bekerja parowaktu di Walmart. Tidak punya catatan
polisi, nama baiknya tak bernoda setitik pun, dan ia
belum pernah mendengar tentang Strickland."
"Ray mengganti plat mobilnya."
"Sepertinya begitu. Jadi sekarang mereka mencari
truk dengan plat nomor mahasiswa itu."
"Apakah Ray punya pekerjaan?"
"Di pabrik kaca di sisi timur. Menurut deputi
Sherif, mereka mengecek ke sana, dan mandor Ray
bilang sudah beberapa hari orang itu tidak masuk
kerja. Tidak menjawab telepon. Dia juga tak ada di
rumah."
"Keberadaannya tidak diketahui," kata Dent.
"Tepat."
"Tidak ada tanda-tanda yang satu lagi?"
Gall, menyadari maksud Dent adalah penggemar
Bellamy yang bernama Jerry, memandang ke arah wanita itu, tapi Bellamy seperti tenggelam dalam pikirannya sendiri. Pikiran-pikiran yang pasti meresahkan.
Alisnya berkerut, matanya menatap kosong.
446
"Ya," kata Gall pada Dent. "Tetap saja, kalian berdua harus hati-hati."
"Rencananya sih begitu."
"Apa lagi rencana kalian?"
"Moody cukup jujur pada kami, tapi ia belum
mengatakan semuanya. Ia tidak memberitahukan sesuatu yang mungkin bisa memengaruhi vonis kasus itu.
Kami harus bicara pada Rupe Collier."
Gall meludahkan sepotong cerutu ke lantai. "Mungkin ini tidak ada artinya, tapi Rupe muncul di TV
hari ini. Aku melihat acaranya waktu masih di tempat
wanitaku."
"Acaranya?"
"Ia melakukan konferensi pers, bukan menjual mobil."
"Apa?" seru Dent.
Bellamy mendadak bereaksi. "Bicara tentang apa?"
"Tentang bagaimana wajahnya bisa babak-belur begitu. Kata-katanya tidak persis seperti itu, tentu saja.
Tapi, Ace ini tidak ada apa-apanya kalau dibandingkan
dengan penampilan Rupe." Ia menggambarkannya
pada mereka. "Ia menyatakan tidak melihat jelas penyerangnya dan samar-samar mengenai di mana penyerangan itu terjadi, tapi ia sangat memanfaatkan
perannya sebagai korban. Kalau kautanya aku, menurutku timing-nya mencurigakan."
"Amat mencurigakan." Dent menoleh pada
Bellamy. "Kita harus bertatap muka dengan mantan
Asisten Jaksa Wilayah itu. Apakah kau tahu di mana
kantornya?"
447
"Toko mobilnya. Di sanalah aku bertemu dia."
"Ia menggemparkan media saat konferensi pers
itu," kata Gall. "Lapangan parkir toko mobil tersebut
dipenuhi reporter yang berharap mendapatkan satu
atau dua informasi, dan Rupe memberikannya banyak-banyak. Kalian juga pasti bakal diserbu kalau
berada di dekatnya."
"Berarti tinggal rumahnya," ujar Bellamy pelan.
Ketika pria tua itu dan Dent berpaling padanya, ia
menambahkan, "Aku tahu di mana ia tinggal."
"Pantaslah kau tahu alamatnya," Dent berkomentar
saat belok ke jalan itu. "Kalian berada di lingkungan
kaya yang sama."
Lahan Lyston, tempat Bellamy dibesarkan, hanya
terpisah beberapa jalan. "Jangan salahkan aku."
"Kau pernah masuk rumah Rupe?"
Bellamy menggeleng. "Setelah vonis Strickland,
orangtuaku diundang ke open house Natal di rumahnya tiga tahun berturut-turut. Mereka selalu menolak,
dan kurasa ia serta istrinya akhirnya mengerti, sebab
undangannya tidak pernah datang lagi."
Rumah limestone Rupert Collier berada di bukit di
tengah hamparan rumput terawat, pepohonan ek berusia berabad-abad, dan petak-petak bunga yang subur.
Di depan rumahnya tampak mobil patroli Kepolisian
Austin.
Dent bertanya, "Bagaimana menurutmu?"
"Mereka mungkin kemari supaya media tidak me448
nyerbu istana ini." Ia berpikir sebentar, lalu berkata,
"Aku punya ide. Berhentilah dan turun seolah kedatangan kita memang sudah ditunggu."
Dent parkir di tepi jalan, persis di belakang mobil
polisi tersebut. Begitu ia mematikan mesin, dua polisi
turun dari mobil dan mendatangi mereka dari kedua
sisi.
"Idemu tidak termasuk masuk penjara, kan?" tanya
Dent.
"Kuharap begitu." Bellamy membuka pintu mobil
dan keluar, tersenyum cerah pada para polisi. "Halo.
Kami datang untuk menemui Mr. Collier."
Salah satu petugas berkata, "Maaf, Ma?am. Tidak
boleh ada tamu ke rumahnya."
"Tapi, kami sudah bikin janji."
"Kalian media?"
"Bukan," sahutnya disertai tawa ringan. "Kami kenalan pribadi."
Si petugas menyipitkan mata padanya, memandang
lebih cermat. "Bukankah kau penulis buku itu?"
"Benar. Mr. Collier menolongku waktu aku melakukan riset aspek legal."
Kedua polisi berpandangan di atas kap sedan. Yang
berdiri di dekat Dent menatap wajah pria itu, seakan
mencoba melihat ke balik kacamata hitamnya supaya
dapat memastikan penyebab lebam-lebamnya. Dent
bersikap sama sekali tidak terpengaruh meski dipandangi seperti itu.
Polisi yang tadi menoleh kembali pada Bellamy
449
dan berkata, "Mr. Collier tidak bilang akan kedatangan tamu malam ini."
"Yah, kalau mengingat bahwa ia habis dipukuli,
mungkin saja ia lupa pada janji temu kami. Mengerikan ya kejadian itu?" Bellamy menyentuhkan telapak
tangan ke dada. "Kuharap kalian menangkap orang
yang menyerangnya."
"Jelas kami akan menangkapnya, Ma?am."
"Oh, aku sama sekali tidak ragu tentang itu. Bagaimanapun, aku yakin Rupe uh, Mr. Collier ingin
bertemu dengan kami. Malah, ia yang meminta pertemuan ini diadakan. Aku punya informasi penting
tentang Dale Moody dan Jim Postlewhite."
Dent, yang berdiri di antara mobil dan pintunya
yang terbuka, tersentak menoleh pada Bellamy, namun reaksi terkejutnya itu tidak disadari kedua polisi,
yang terpesona pada Bellamy.
Salah satu polisi memandang partnernya dengan
tatapan bertanya, dan ketika si partner berkata, "Sebaiknya beritahu dia," polisi pertama memerintahkan,
"Tunggu di sini," dan berjalan menuju rumah.
Bellamy tersenyum pada polisi yang satu lagi, yang
tadi mengenalinya. "Apakah kau sudah membaca Low
Pressure?"
"Istriku membelinya waktu mendengar bahwa buku
itu berdasarkan kejahatan nyata yang terjadi di sini.
Pasti bagus. Sejak mulai membacanya, ia tidak bisa
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berhenti."
Bellamy tersenyum. "Aku senang mendengarnya."
Sementara melakukan percakapan itu, ia juga mem450
perhatikan pembicaraan yang berlangsung di pintu
depan rumah Rupe. Setelah berbicara sebentar, si polisi melakukan gerakan seperti memberi hormat dengan memiringkan topi pada Rupe, kemudian berpaling dari pintu dan mengisyaratkan pada mereka
supaya mendekat. "Ia bilang tidak apa-apa."
Setelah mengucapkan terima kasih pada petugas
yang tadi berbincang-bincang dengannya, Bellamy
mengitari mobil, lalu ia dan Dent menyusuri jalan
masuk. Dengan suara pelan Dent bertanya, "Sejak
kapan kau jadi nona centil begitu?"
"Kalau sedang perlu."
"Kenapa kau tidak pernah begitu padaku?"
"Karena aku tidak perlu melakukannya."
"Dan siapa sih Jim Postlewhite?"
"Percayalah."
Hanya itu yang sempat ia katakan. Mereka sekarang berada dalam jarak dengar dari pintu depan,
tempat Rupe Collier berdiri menunggu. Kerusakan
yang terjadi pada wajahnya begitu ekstensif sehingga
jika ia tidak menggerakkan bibirnya yang bengkak
dan tersenyum, ia tidak bakal bisa dikenali. Giginya
tak mungkin bisa salah dikenali meski gusinya merah
dan bengkak.
"Wah, wah, coba lihat siapa yang datang!" Ia purapura ceria begitu untuk mengelabui si polisi, yang
menepi supaya Bellamy dan Dent bisa melewati ambang pintu dan memasuki vestibule setinggi dua lantai. "Terima kasih, Oicer."
Rupe melambai menyilakannya pergi dan menutup
451
pintu depan, lalu menoleh pada mereka, bibirnya terus tersenyum. "Kaupikir aku akan marah, kan?
Mengamuk karena tahu kau menipu supaya bisa masuk ke sini?" Ia tertawa, lalu menggeleng-geleng. "Sebetulnya aku senang bertemu denganmu. Masuklah."
Ia berjalan melewati mereka dan memberi isyarat
agar mereka mengikutinya. Lorong rumahnya lebar,
panjang, dan di sana-sini terhampar karpet kualitas
menengah. Dari langit-langit berbentuk kubah tergantung tiga kandelir raksasa yang sebetulnya lebih cocok
untuk kastel Spanyol. Ruangan-ruangan yang mereka
lalui didekorasi dengan gaya berlebihan.
Akhirnya mereka sampai di ruangan yang perabotannya lebih berselera dan tampak memang digunakan,
bukan sekadar untuk dipamerkan. Ruangan itu dilengkapi jendela-jendela besar yang menghadap ke teras
dari batu limestone dan kolam renang berkilauan dengan air mancur di tengah.
Rupe menunjuk sofa. "Silakan duduk."
Mereka duduk bersebelahan. Di meja kopi di hadapan mereka tergeletak EyeSpy edisi hari ini. Foto
Bellamy dan Dent yang diambil di balkon gedung
apartemen menempati sepertiga halaman depannya.
"Nilainya sama dengan seribu kata. Minimal," ujar
Rupe.
Bellamy berusaha kelihatan tak terpengaruh oleh
foto itu maupun perkataan Rupe, dan itu sulit dilakukan karena pria tersebut menyeringai bagai hyena dan
menggerak-gerakkan alis dengan penuh arti.
"Istriku di luar kota dan kusuruh pengurus rumah
452
libur, jadi aku tidak bisa menawarkan apa-apa selain
minuman dingin."
"Tidak usah, terima kasih."
Dent, yang rahangnya kaku seperti batu granit,
menggeleng.
Rupe duduk di kursi santai di samping sofa. Ia
berkata pada Bellamy, "Selamat atas larisnya bukumu."
"Aku ragu kau senang bukuku laris."
"Mengapa tidak?"
Bellamy hanya menatapnya lama, tidak mengatakan
apa-apa.
Akhirnya senyum Rupe berubah jadi malu-malu.
"Oke, aku agak jengkel karena kau tidak menggambarkan Asisten Jaksa Wilayah sebagai sosok yang lebih
memesona, padahal aku sudah mengizinkan kau
mewawancaraiku saat kau menulis buku itu. Jaksa
seharusnya jadi pahlawannya. Ia yang membuat keadilan ditegakkan bagi si penjahat."
Berbicara untuk pertama kalinya, Dent berkata, "O
ya?"
Tatapan licik Rupe beralih padanya. "Menurutku,
ya." Ia memajukan tubuh sedikit. "Atau kau mau
mengaku? Apakah kau datang kemari hari ini untuk
menyerahkan celana dalam Susan padaku?" Dent melesat dari sofa seperti peluru, tapi Bellamy menyambar
ujung kemejanya dan menariknya duduk lagi.
Penjual mobil itu tertawa. "Kulihat kau masih gampang meledak. Tapi, aku tidak terkejut. Macan tutul
memang tidak bisa menghilangkan tutul-tutulnya.
453
Apa yang kaulakukan, mengamuk di kokpit? Itukah
sebabnya kau hampir menjatuhkan pesawat itu?"
Bellamy cepat-cepat bicara sebelum Dent sempat
bereaksi. "Bahwa kau bahkan bertanya pada Dent
apakah ia ingin mengaku menunjukkan kau tidak yakin Allen Strickland bersalah."
Rupe bersandar lagi di kursi dan meletakkan lengan di sandaran tangan yang empuk, rileks dan percaya diri bagai penguasa abad pertengahan di singgasana. "Memang."
"Bagaimana dengan Detektif Moody?"
Rupe mendengus kesal. "Mungkin ia juga, kalau
saja ia berpikir jernih." Sambil memandang Dent, ia
berkata, "Mestinya kau lebih tahu daripada aku betapa temperamental dan pemabuknya dia. Obeng itu?
Dia menceritakannya padaku. Tanpa penyesalan." Ia
menggeleng sedih dan berkata, "Orang itu penyakit
bagi kepolisian kami."
"Membuat orang bertanya-tanya mengapa ia yang
ditugaskan menjadi penyelidik utama kasus kakakku."
"Aku sendiri pun bertanya-tanya. Sebab, dari awal,
Moody telah mengacaukan penyelidikan. Beberapa
kali aku minta ia diganti dengan orang yang lebih
kompeten. Minimal, tidak mabuk. Permintaanku ditolak."
"Apakah kau diberitahu soal alasannya?"
"Politik birokrasi. Setidaknya, itulah yang dikatakan
padaku."
Bellamy tahu pasti bahwa pria itu berbohong.
454
Rupe tidak pandai melakukannya. Bellamy tidak membantah satu pun pernyataannya, merasa kalau ia membiarkan Rupe bicara terus, lama-lama kebohongan
lelaki itu akan terungkap juga. Di sisi lain, mereka
bisa berputar-putar begini sepanjang malam. Sikap
sok Rupe mulai menjengkelkan.
"Dent dan aku bertemu Dale Moody kemarin."
Rupe berkedip beberapa kali tapi segera memulihkan diri. "Di Austin sini?"
Bellamy mengabaikan pertanyaan itu dan berkata,
"Ia orang yang bermasalah."
"Mengejutkan."
"Ia bicara cukup banyak tentang kau."
"Aku terkejut ia cukup waras sehingga bisa bicara."
"Ia mencurahkan isi hatinya. Ia mengakui beberapa
perbuatannya yang tidak etis."
"Begitukah? Apakah ia juga mengakui ini?" Ia menunjuk wajahnya.
Bellamy kaget, meskipun, kalau mengingat kemarahan Moody saat membicarakan mantan rekannya
itu, mestinya Bellamy tidak terkejut. Yang mengejutkannya adalah bahwa Moody sendiri tidak memberitahu mereka.
"Serangan mendadak," Rupe melanjutkan. "Ia tahutahu menghajarku. Aku tidak berhubungan dengannya
sejak ia mengundurkan diri dari kepolisian dan meninggalkan Austin. Tiba-tiba, Buk! Ia berusaha meremukkan hidungku."
"Apa yang memprovokasi ia melakukan itu?"
455
"Bukumu. Ia tidak memberitahumu? Ia tidak menyukainya. Ia tidak suka penggambaran petugas penyelidik dalam ceritamu. Ia juga tidak suka aku mau diwawancara Rocky Van Durbin. Tapi, mengapa aku
tidak mau melakukannya? Tak ada yang ingin kusembunyikan," ia berkata, sambil membentangkan lengan
lebar-lebar.
"Rupanya tidak begitu dengan Dale Moody. Ketika
membaca wawancara Van Durbin denganku, ia murka. Merayap keluar dari balik batu persembunyiannya,
memburuku, menghajarku, dan memberiku peringatan."
"Tentang apa?"
"Tutup mulut mengenai kasus Susan Lyston dan
semua yang berhubungan dengan kasus itu. Kau
mungkin mendapat peringatan yang sama."
"Aku sih tidak," sahut Bellamy.
"Hmm. Yah, kurasa ia berpendapat kau sudah
mengatakan semua yang harus kaukatakan dalam
bukumu." Ia menatap Dent. "Apakah kau ada pada
pertemuan mereka?"
"Yeah, aku ikut."
"Hah. Melihat tampangmu sekarang, rupanya
Moody tidak menyukai kehadiranmu."
"Oh, maksudmu ini?" Dent menyapukan jari pada
salah satu luka di wajahnya. "Bukan Moody yang melakukannya. Ray Strickland."
Kepala Rupe tersentak ke belakang beberapa senti.
"Ray Strickland? Adik Allen? Si bangsat? Maafkan bahasaku, Ms. Price." Pandangannya kembali pada
456
Dent. "Terakhir kudengar, ia mengalami kecelakaan
mobil parah. Hampir menewaskannya."
"Ia segar bugar."
"Di mana kau berurusan dengannya?"
"Tempat parkir IHOP."
"Yang benar?"
"Tempat parkir IHOP," ulang Dent, lugas. "Ia menyimpan dendam."
"Padamu."
"Pada semua orang, kurasa. Kalau jadi kau, aku
akan berhati-hati, Rupe."
"Memangnya apa yang telah kulakukan?"
"Kau menjebloskan abangnya ke penjara, dan Allen
tewas di sana. Orang itu gila, dan jahat."
"Ia memang gila." Rupe memandang Bellamy dan
tersenyum mengejek. "Yah, itu sih tidak mengejutkanku. Bukumu bikin banyak orang marah, bukan?
Jika bisa mengulang segalanya, apakah kau akan menulis tentang pembunuhan kakakmu lagi?"
Bellamy tidak mau menjawab. "Ceritakan tentang
Jim Postlewhite."
"Kau menyebutkan nama itu pada polisi di luar.
Siapa dia?"
"Ia tadinya karyawan Lyston Electronics. Kepala
armada truk. Ia bos Allen Strickland."
"Kau bilang ?tadinya?."
"Ia sudah meninggal."
Rupe mengangkat bahu. "Aku tidak ingat nama
itu, padahal salah satu kehebatanku adalah mengingat
nama."
457
"Coba bongkar ingatanmu."
"Maaf, nama itu tidak berarti apa-apa bagiku."
"Bagi Dale Moody, ya."
"Kalau begitu, kau tanya saja dia."
"Aku memang bermaksud melakukannya." Bellamy
menelengkan kepala. "Apa yang membuat Moody yakin Allen Strickland tidak bersalah?"
"Kalau ia yakin Strickland tidak bersalah, aku baru
tahu."
"O ya?"
"Kalau Moody berpendapat sebaliknya, mengapa ia
memberikan semua yang kubutuhkan untuk membuat
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pria itu divonis bersalah?"
"Kau tidak menekannya?" tanya Dent. "Tidak ada
pemaksaan?"
"Tidak semua orang bermental berangasan seperti
kau."
"Bagaimana soal kecelakaan mobil Ray Strickland?"
Bellamy bertanya.
"Memangnya kenapa?"
"Kata Moody, kau mengatur kecelakaan tersebut
supaya Allen tidak bisa bersaksi meringankan abangnya."
Rupe menyemburkan tawa. Kemudian ia mencondongkan tubuh dan berkata, "Moody minum banyak
wiski. Ia delusional." Matanya lalu menyipit pada mereka. "Apa-apaan sih ini sebetulnya? Mengapa mencecarku? Kalian tidak bermaksud memercayai omongan
mantan polisi hancur itu lebih daripada omonganku,
kan? Kalau ya, kalian bodoh. Diriku bersih. Aku ha458
nya melakukan tugas dan menegakkan hukum negeri
ini."
"Coba katakan itu pada Ray Strickland sebelum ia
memburaikan isi perutmu."
Rupe memandang Dent dengan tatapan membara,
kemudian kembali pada Bellamy. "Supaya seimbang,
boleh aku menanyakan sesuatu padamu?"
Bellamy mengangguk sedikit.
"Kau menafsir ulang semua tokoh dalam bukumu,
termasuk kakakmu. Jangan tersinggung, tapi Moody
dan aku mengetahui hal-hal tentang dia yang bisa
membuat orang merah padam karena malu. Dia agak
lebih duniawi daripada rekaanmu tentang dirinya
di novel." Ia menatap Dent dan mengedipkan sebelah
mata. "Benar, kan?"
"Persetan kau."
Rupe hanya tertawa. Ia kembali pada Bellamy dan
bertanya, "Aku cuma ingin tahu, dengan menggambarkan Susan lebih bersih daripada sebenarnya, apakah kau menghormati yang telah tiada, atau hanya
naif?"
"Aku menggambarkan dia seperti yang kuingat."
"Benarkah?"
"Ya."
"Ayolah, kau bisa memberitahuku. Di antara kita
saja," ia berkata, mengedipkan sebelah mata lagi, "apakah kau memang begitu menyayangi Susan? Atau
bahkan menyukainya? Bukannya kau agak iri padanya?"
"Apa maksudmu?" tanya Bellamy dingin.
459
"Tidak ada. Cuma penasaran." Sambil berpikir, ia
mengetuk-ngetukkan ujung jemari ke bibir. "Kalau
kau lebih tua sedikit waktu itu, aku pasti ingin tahu
di mana persisnya kau berada ketika ia dibunuh."
Bellamy sadar Rupe cuma memancingnya, namun
lelaki itu berhasil. Telapak tangan Bellamy basah saat
ia menyampirkan tali tas di bahu dan berdiri. Dent
ikut berdiri dan memegang siku Bellamy, seolah merasakan kegoyahannya.
Bellamy berkata pada Rupe, "Kami takkan menghabiskan waktumu lagi."
"Tidak masalah." Dengan tampang sangat senang
karena berhasil membuat mereka gusar, Rupe memukul sandaran tangan kursi sebelum berdiri.
Ia mengikuti mereka meninggalkan ruangan dan
menyusuri koridor. Pria itu membuka pintu depan
dan, dengan ceria, menyilakan mereka melewatinya.
"Sering-sering mampir ya."
Bellamy melangkah melalui ambang pintu, lalu berbalik. "Moody minum banyak wiski, tapi ketika waras, ia membuat banyak catatan, terutama selama
penyelidikan yang dilakukannya mengenai kematian
kakakku."
"Benar, ia memang begitu," sahut Rupe. "Ia terkenal suka mencatat. Tapi, bersama semua dokumen
dan semacamnya, catatan Moody masuk arsip kasus,
yang?"
"Ia mengopinya. Sebelum kauhancurkan aslinya."
460
Dari mana kau dapat informasi tentang
Postlewhite?"
Dent dari tadi sudah gatal ingin menanyai Bellamy,
tapi ia menunggu sampai mereka berada di dalam
mobil. Seperti biasa, ia berkeras untuk mengemudi.
"Kemarin, waktu aku membaca cepat halaman itu
dalam arsip Moody, nama tersebut menarik perhatianku karena diberi tanda bintang di halaman aslinya
dan digarisbawahi dengan tinta merah di kopiannya.
Aku berniat menanyakan artinya tapi perhatianku teralih oleh hal-hal lain yang diberitahukannya pada kita
dan aku tidak ingat untuk bertanya lagi. Terpikir olehku bahwa jika nama tersebut diperhatikan Moody,
Rupe mungkin saja juga memperhatikannya."
"Tindakan hebat, A.k.a. Kau menyebut ?Postlewhite?
dan Rupe tampak hampir muntah."
Bab 23
461
"Ia jelas memucat di balik semua lebamnya."
"Aku cuma melirik sekilas lembaran itu dalam arsip Moody, namun ada bermacam-macam coretan di
situ. Catatan. Nama. Bagaimana kau bisa mengingat
Postlewhite?"
"Yah, selain karena nama itu diberi tanda bintang
dan digarisbawahi, aku ingat orang itu. Suatu hari
ketika aku mengunjungi Daddy di kantor, ia masuk
ke ruang kerja Daddy untuk menyerahkan surat. Setelah diperkenalkan, ia memintaku memanggilnya Mr.
P. dan senang dengan kehadiranku di sana, memperlakukan aku bagai tamu kehormatan, mengobrol denganku mengenai sekolah, menanyakan mata pelajaran
favoritku. Semacam itulah."
"Ia menyadari kehadiranmu."
"Pada masa dalam hidupku ketika hanya sedikit
yang melakukannya. Aku tak pernah melupakan kebaikan orang itu. Aku melihat dia dari kejauhan saat
barbekyu. Ia melambai padaku. Ia orang yang baik."
"Aku ragu itu sebabnya Moody memberi tanda
bintang pada namanya. Ada ide?"
"Tidak. Tapi, kurasa Rupe tahu."
"Aku berani taruhan." Ketika sampai di tanda Stop
di persimpangan, ia bertanya apakah Bellamy ingin
mampir ke rumah orangtuanya. "Mumpung kita di
daerah ini."
"Apakah kau tidak keberatan? Waktu pindah ke
rumahku, aku meninggalkan beberapa gaun untuk
kubawa belakangan." Dengan muram ia menambahkan, "Tidak lama lagi aku akan membutuhkannya."
462
Ketika mereka mendekati gerbang, Bellamy memberitahukan kodenya pada Dent dan Dent memasukkannya. Sambil menyusuri jalan masuk menuju rumah,
pria itu berkata, "Tempat ini tidak banyak berubah.
Tetap membuatku merasa harus masuk dari pintu
belakang, jadi kalau kau tidak keberatan, aku akan
menunggu saja di mobil."
"Aku takkan lama."
Bellamy membunyikan bel dan disambut pengurus
rumah berseragam, yang mengintip ke balik Bellamy
untuk memandang Dent dengan penuh rasa ingin
tahu. Ia menanyakan sesuatu, Bellamy menjawab, lalu
mereka berdua masuk. Tidak sampai sepuluh menit
kemudian, Bellamy keluar sambil membawa koper.
Dent turun dari mobil dan membantu Bellamy meletakkannya di bangku belakang.
"Pengurus rumahnya berbeda dari yang kuingat,"
ia berkomentar.
"Helena bekerja pada orangtuaku sudah sekitar
sepuluh tahun. Ia sangat prihatin tentang Daddy.
Olivia selalu mengabarinya, tapi aku juga berjanji
akan meneleponnya begitu mendapat kabar."
"Sekarang ke mana?"
"Haymaker."
"Setuju. Kita harus mendapatkan nomor ponsel
Moody darinya."
"Ia akan keberatan memberitahukannya pada
kita."
"Mental berangasanku mungkin akan ada gunanya."
463
Bellamy tersenyum. "Aku akan mengandalkannya."
"Perjalanan jauh dari sini ke tempatnya. Teleponlah
dulu, tanyakan apakah ia ada di rumah."
"Ia bakal tahu kita akan ke sana."
"Tidak kalau kau menutup telepon begitu ia mengangkatnya." Dent menyerahkan teleponnya. "Pakai
punyaku. Nama si penelepon tidak akan muncul."
Sebelum meninggalkan Haymaker kemarin dulu,
mereka berhasil memperoleh nomor telepon rumahnya, juga ponsel. Bellamy menelepon kedua nomor
itu masing-masing dua kali tapi selalu masuk ke voice
mail. "Sekarang bagaimana?" ia bertanya, kelihatan
jelas frustrasi.
"Kita mundur dan mengatur siasat."
Ray mengagumi stamina dan disiplin dirinya.
Sudah lima jam ia berada di dalam lemari pakaian
Bellamy Price, dengan sabar menunggu wanita itu
pulang. Ia tidak tahu kapan, namun Bellamy pasti
akhirnya akan kembali ke rumah. Kapan pun itu, ia
akan siap, secara isik maupun mental.
Mudah saja masuk ke rumah wanita itu, satu-satunya tantangan cuma menendang kucing penasaran
saat ia menyusup masuk lewat jendela tak terkunci
yang sebagian tertutup oleh semak tinggi. Rumahnya
sunyi, kosong, dan bau cairan pembersih serta cat
baru.
Pesan yang ditinggalkannya di dinding rumah
464
Bellamy sudah ditutup cat, tapi Ray tidak terlalu gusar melihatnya. Toh itu ide bodoh. Kali ini ia punya
rencana yang lebih baik. Dinding rumah Bellamy
akan berwarna merah, tapi bukan karena cat.
Sebelum mengambil posisi di dalam lemari, Ray
membuka laci-laci dan bermain dengan pakaian dalam
wanita itu. Hanya karena kepingin melakukannya,
hanya karena ia bisa melakukannya, hanya karena tindakan itu membangkitkan getaran nakal yang akan
mengejutkan gadis kaya dan sok seperti Bellamy.
Ia jarang bergaul dengan wanita, dan wanita-wanita
yang pernah bersamanya tak memakai benda-benda
sebagus ini. Ia menyukai rasa barang-barang dari sutra
dan renda milik Bellamy di wajahnya, tato ularnya,
perutnya. Namun, setelah beberapa lama, dengan
enggan ia melipat kembali semua yang telah disentuhnya, mengembalikan benda-benda tersebut ke tempat
semula, dan menutup laci-laci.
Ia mempertimbangkan untuk bersembunyi di kolong tempat tidur, lalu memilih lemari pakaian besar.
Di sana ia bakal lebih leluasa bergerak. Bellamy akan
membuka pintu gandanya dan di sanalah Ray berada.
"Kejutan!" Sambil membisikkannya dengan dramatis, ia melatih terkamannya beberapa kali.
Lemari pakaian Bellamy bahkan lebih harum daripada sachet-sachet yang ditemukannya di laci pakaian
dalam. Lemarinya wangi parfum. Ray menempelkan
salah satu blus Bellamy ke wajah dan menarik napas
dalam-dalam. Tetapi, ia tidak mau membuang-buang
465
waktu untuk kenikmatan semacam itu, tahu bahwa ia
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harus menyiapkan diri untuk apa yang akan dilakukannya.
Sebagai persiapan, ia melemaskan dan menggerakgerakkan jemari. Ia melakukan latihan angkat beban
dengan lengan kiri dan memutar-mutarnya untuk melemaskan otot bahu. Ia menggerakkan leher sampai
berderak, meregangkan tulang punggung, dan memutar-mutar bahu. Ia melakukan semua latihan itu setiap
dua puluh menit supaya tetap lincah dan sigap.
Cuma sekali ia meninggalkan lemari, ketika harus
buang air kecil. Ia dilanda gairah saat membuka ritsleting dan mengeluarkan anggota tubuh di kamar
mandi Bellamy. Dipandanginya dirinya di cermin wanita itu sambil membelai dan meremas. "Kau suka
monster ini, missy?" Disentakkannya panggulnya ke
arah cermin. Walaupun menyenangkan membayangkan reaksi Bellamy terhadap agresivitas seperti itu, ia
bertindak cerdas dengan menutup ristleting lagi dan
kembali ke tempat persembunyian.
Malam tiba, namun matanya sedikit demi sedikit
menyesuaikan diri dengan kegelapan yang makin pekat, jadi ia tidak keberatan tetap di dalam lemari dengan pintu tertutup. Dengan sabar ia menunggu.
Satu jam lagi berlalu. Lalu dua. Dengan rutin ia melakukan latihan-latihan agar tubuhnya tetap siap dan
pikirannya setajam mata pisaunya.
Ia menunggu.
Dan sekarang, ia mendengar kunci pintu depan
diputar.
466
* * *
"Si tukang cat pasti sudah ke sini," ujar Bellamy sambil mendorong pintu depan dan melangkah masuk.
"Aku bisa mencium bau catnya."
Dent mengikuti, membawa koper Bellamy, yang
diletakkannya di dekat pintu depan. "Apakah baunya
akan mengganggumu?"
"Karena aku capek sekali, tak ada yang bakal membuatku terjaga malam ini. Tapi, aku ingin ke tempat
Haymaker pagi-pagi sekali."
"Biar kuperiksa lantai atas."
Dent bergerak naik, tapi Bellamy menghentikannya.
"Si tukang cat sudah ke sini. Tukang kunci mengamankan rumah ini. Aku yakin semua beres. Tidak usah
repot-repot. Terima kasih kau sudah mengantarku."
"Aku tidak mau cuma mengantarmu. Sementara si
maniak pisau itu masih berkeliaran, tak mungkin aku
meninggalkanmu sendirian di sini malam ini."
"Aku akan baik-baik saja."
Dent mengamatinya beberapa detik, kemudian
pelan-pelan menuruni tangga. "Kau mengusirku?"
"Jangan memandangku dengan mata sok terluka
begitu."
"Mata seperti apa yang lebih kausukai?"
"Jangan begitu juga."
"Apa?"
"Menggoda. Senyum seksi. Tatapan membara.
Nada suara." Ia mendesah. "Apakah kau tidak memahami perkataanku hari ini?"
467
"Coba lebih spesiik."
"Yang kukatakan pada penerbangan pulang."
"Kau tidak akan berhubungan seks denganku."
"Benar. Jadi sebaiknya kau pamitan dan langsung
pergi saja."
"Kau betul-betul ingin aku pergi?"
"Ya."
"Aku tidak bisa."
"Tidak bisa?"
"Mobilku terkunci di garasimu."
Dengan jengkel Bellamy menunduk dan diam beberapa saat. Kemudian, "Ikut aku."
Ia membawa Dent ke dapur, tempat ia membuka
pintu yang mengarah ke garasi. Ia mengulurkan tangan melewati kusen dan menekan tombol di dinding, menghidupkan mesin penggerak pintu.
Setelah pintu naik, ia menoleh kembali pada Dent.
"Beres. Kau bisa pergi sekarang." Tetapi, pria itu bergeming. Ia menunggu sampai Bellamy berhenti melihat ke segala hal sebelum akhirnya wanita itu mengumpulkan keberanian untuk menatap matanya.
"Kita sudah membicarakan ini, Dent."
"Kita belum mengakhiri pembicaraannya."
"Aku sudah."
"Tanpa memberiku kesempatan untuk menanggapi."
"Kau tidak bisa menanggapi karena kita bukan beradu argumentasi. Sejak awal kukatakan padamu bahwa kau dan aku bahwa hubungan ini takkan terjadi. Sampai kapan pun."
468
"Dengan menggunakan Susan sebagai alasan."
"Susan bukan sekadar alasan, ia?"
"Jalang. Dan karena merasa berkewajiban atau
menginginkan keseimbangan atau apalah, kau mengabaikan dorongan seksualmu sendiri."
Bellamy berkacak pinggang. "Dan kau beranggapan
doronganku akan membawaku padamu."
"Begitulah tadi malam."
Bellamy menurunkan tangan. "Itu?"
"Aku tahu apa itu, dan rasanya terlalu meyakinkan
kalau kau bilang palsu."
Bellamy berharap wajahnya yang memerah tidak
mengungkapkan betapa malu dirinya. Namun, ia tidak keberatan menunjukkan kemarahan. "Apakah kau
menunggu ucapan terima kasihku? Ucapan selamat?
Apakah egomu?"
"Jangan kauputarbalikkan ini dan membuatnya jadi
tentang aku," tukas Dent, suaranya meninggi untuk
mengimbangi Bellamy. "Egoku baik-baik saja."
"Aku sangat tahu. Aku yakin wanita-wanitamu
yang lain?"
"Ini bukan tentang mereka juga. Ini tentang kau.
Tentang mengapa kau sedih dan kesepian seperti ini
sementara?"
"Aku?" seru Bellamy. "Aku sedih dan kesepian? Sudah kaucermati hidupmu akhir-akhir ini? Kau punya
satu teman. Satu," ia menekankan, mengangkat telunjuk. "Kau tidur dengan wanita-wanita yang namanya
tidak kauketahui. Kau tinggal di lubang tikus kumuh.
Dan kau berani bilang hidupku sedih dan kesepian?"
469
Kepala Dent tersentak seolah Bellamy memukulnya.
"Oh, bagus. Mainkan kartu yang itu."
"Kartu?"
"Kartu Lyston itu. Kartu orang kaya itu. Kartu
kau-kotoran-di-sepatuku. Mungkin mestinya aku tadi
memang pergi ke pintu pelayan di rumahmu."
Bellamy mendorongnya menepi ketika berjalan cepat melewati lelaki itu. "Nanti saja kututup pintu
garasinya. Saat ini, aku akan ke atas. Aku mau kau
sudah pergi dari sini waktu aku turun lagi."
Ia hanya berhasil mencapai tangga sebelum Dent
menyusul dan berdiri di antara Bellamy dan anak
tangga pertama. Pria itu berkata, "Boleh juga usahamu, tapi takkan berhasil."
"Aku tidak mengerti omonganmu."
"Yeah, kau mengerti. Kau mencoba membuatku
jengkel supaya aku pergi dengan marah dan kita tak
melanjutkan pembicaraan tentang apa yang perlu kita
bicarakan."
"Kita tidak perlu membicarakan apa pun. Kita tidak akan membicarakan apa pun. Bisakah kau pergi
saja?"
"Uh-uh. Jangan mengelak. Topiknya tetap kau dan
masalahmu."
"Kau tidak peduli pada masalahku. Kau cuma
menginginkan tubuh hangat untuk teman tidurmu
malam ini."
"Oke. Aku mengaku. Aku ingin tidur dengan tubuh hangatmu. Tapi, kau tidur denganku atau tidak,
masalah ini tetap harus dibicarakan."
470
Bellamy bersedekap. "Baiklah, apa? Tolong versi
singkatnya saja, supaya kau bisa segera enyah dari
sini." Ia berharap sikap, nada suaranya, akan menggentarkan Dent atau membuat laki-laki itu cukup marah
sehingga pergi.
Namun Dent bertahan, malah maju selangkah, dan
berkata pelan. "Ini omongan laki-laki yang telah menyentuhmu luar-dalam: tidak ada yang salah dengan
dirimu. Tapi kau tidak mau memercayainya."
Bellamy menelan ludah, namun tidak mengatakan
apa-apa.
"Aku tidak tahu apa yang ada di dalam benak
Bellamy Lyston saat berusia dua belas tahun, tapi kau,
wanita dewasa, harus mengikis semua omong kosong
soal tidak mau berada di jalan menuju kehancuran
yang dipilih Susan.
"Kalau pernikahanmu membosankan dan seksnya
payah, suamimu yang tak imajinatif itu punya andil
minimal lima puluh persen, karena kalau ia bisa membuatmu bereaksi seperti reaksimu padaku tadi malam,
ia takkan bosan. Karena menonton saja, merasa saja,
sudah menggairahkan. Dan, terus terang, menurutku
ia bajingan karena membiarkan kau berasumsi kau
yang bersalah sepenuhnya atas kegagalan pernikahan
kalian."
Bellamy akhirnya bisa bicara lagi. "Ia tidak tahu
aku berpikir begitu."
"Jangan membodohi diri sendiri. Ia tahu. Dan menurutnya, kau juga yang salah sehingga ia berselingkuh."
471
"Mengapa kau berpikir begitu?"
"Aku tidak berpikir, aku tahu. Dan alasan aku tahu
adalah karena aku laki-laki. Dan ketika kami keluyuran dan bercinta ke sana kemari, kami membenarkan
tindakan kami dengan mengatakan pada diri sendiri
dan siapa pun yang mau mendengarkan bahwa ?Salah
dia sendiri. Kalau saja dia melakukan ini, kalau saja
dia melakukan itu. Tapi, dia tidak melakukannya, jadi
dia tidak memberiku pilihan selain mencari kesenangan dengan wanita lain.? Banyak wanita yang percaya
omongan itu. Jangan. Karena semuanya omong kosong. Tapi, kita jadi melenceng dari topik utama
pembicaraan."
"Tidak ada topik utama pembicaraan."
"Ada. Ini: Kau menutup diri pada usia dua belas
tahun, dan itu patut disayangkan. Karena sebetulnya
kau cantik, berbakat, dan begitu cerdas sehingga kadang terasa menakutkan. Kau juga amat sangat seksi."
"Terima kasih untuk hujan pujiannya, tapi aku tetap tidak mau tidur denganmu." Bellamy berbalik.
Atau berusaha melakukannya. Dent menahannya tetap
di tempat dengan memegang lembut bahunya.
"Kau seksi, terutama karena tidak menyadarinya.
Kebiasaanmu menggigit bibir bawah?"
"Aku tidak melakukan apa pun?"
"Kau selalu melakukannya. Kau menggigitnya. Itu."
Ia menyentuhkan bantalan ibu jarinya ke bagian tengah bibir bawah Bellamy, menimbulkan rasa tergelitik di bawah sana.
472
"Oh, yeah, A.k.a. Seksi sekali. Kau tidak pernah
menyadarinya, tapi bokongmu membuat orang-orang
menoleh. Kalau kau memakai jins itu, aku betul-betul
tersiksa. Aku belum bicara tentang bintik-bintik di
wajahmu."
"Kau tidak bisa melihatnya. Aku menggunakan
concealer."
"Dan aku menyukaimu."
Segala rayuan itu tidak mengejutkan Bellamy. Bagaimanapun, ini Dent Carter. Namun, pernyataan
barusan menyentakkannya, dan, melihat reaksi
Bellamy, Dent tertawa ringan.
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku juga sangat terkejut. Aku tidak mengira akan
menyukaimu, karena kau anggota keluarga Lyston.
Tapi" Ia terdiam sementara tatapannya menjelajahi
wajah Bellamy, menikmati setiap bagiannya. "Kau
oke," katanya dengan suara pelan, serak.
Hanya selama sesaat, Bellamy tak berdaya terhadap
mata itu, kata-katanya, wajahnya, yang tidak pernah
jauh dari pikirannya dan bertahun-tahun begitu. Kemudian ia menguatkan diri dan ingat mengapa mereka melakukan pembicaraan ini.
"Kau bicara manis hanya untuk membawaku ke
tempat tidur."
"Yah, jelas." Dent menunjukkan senyumannya yang
paling mesum, lalu berubah serius. "Tapi, aku kebetulan juga sungguh-sungguh dengan semua yang kuucapkan tadi. Aku mengatakannya lebih untuk kebaikanmu daripada kebaikanku, dan aku jarang melakukan
sesuatu yang bukan demi diriku sendiri."
473
Mungkin pengakuan itulah yang membuat Bellamy
tetap di tempat, diam dan menunggu, padahal seharusnya ia pergi. Namun, ia tidak melakukannya. Jadi
Dent memeluk dan menariknya mendekat, dan, oh
Tuhan, rasanya sungguh menyenangkan.
Rasanya bahkan makin menyenangkan ketika pria
itu menyusurkan tangan ke bokong Bellamy dan menekannya supaya merapat padanya. Begitu tubuh
mereka menyatu, lutut Bellamy lunglai.
"Kau sungguh-sungguh tidak punya motif egois
melakukan ini?" Bellamy bergumam.
Sambil tertawa lembut, Dent menciumi telinganya.
"Tidak ini, tidak. Kaurasakan betapa pasnya kita? Sialan. Kau tak mungkin bikin kecewa."
Dent segera merasakannya. Bellamy sejak tadi merapatkan diri padanya, menggerak-gerakkan tubuh sehingga kontrol diri Dent berantakan.
Dan pada detik berikutnya wanita itu sekaku tiang
listrik. Tangannya mendorong dada Dent untuk mengakhiri pelukan, dan saat Bellamy menjauh, matanya
terbelalak lebar.
"Apa katamu?" ia bertanya dengan suara serak.
Dent tidak bisa memahami mengapa Bellamy mendadak menjauh, atau bagaimana wanita itu menatapnya. Dengan bingung ia membentangkan tangan.
"Apa?"
"Kau bilang kau bilang aku tidak mungkin
bikin kecewa. Itu yang kaukatakan. Secara spesiik.
474
Bikin kecewa. Mengapa kau menggunakan istilah
yang itu?"
"Karena itu istilah yang kauucapkan beberapa waktu lalu hari ini. Aku hanya mengulangi?"
"Tidak, tunggu!" Bellamy menekankan ujung telapak tangan ke pelipis, seolah berusaha mengeluarkan
pikiran dari benaknya. Atau mungkin menahan pikiran yang tak diinginkan di dalam, dan kemungkinan
itu membuat Dent resah.
"Bellamy" Ia maju selangkah mendekati wanita
itu, namun Bellamy mengulurkan tangan untuk menghentikannya.
"Kau menggunakan istilah itu karena Susan menggunakannya." Mata Bellamy menatapnya, tapi mata
itu melihat sesuatu yang lain, orang lain. "Ia mengatakannya saat barbekyu. Di rumah perahu. Dalam
pertengkaran kalian."
Dent tidak ingat istilah apa persisnya yang dipakai
Susan, namun ingatan yang membebaskan diri dari
alam bawah sadar Bellamy itu ingatan buruk, yang
tadinya diharapkan Dent tidak pernah diingat wanita
itu lagi. Detak jantung Dent meningkat, tapi ia bersikap tenang dan ringan, pura-pura tidak tahu. "Aku
tidak ingat apa yang dikatakannya."
"Kau ingat!" teriak Bellamy melengking. "Kau
ingat. Itu sebabnya kau menolak membicarakannya
dua malam lalu di apartemenmu. Aku tahu ada yang
kausembunyikan." Ia menutup mulut dengan kedua
tangan dan memejamkan mata. "Aku ingat. Oh
475
Tuhan, aku sekarang ingat apa yang ingin kausembunyikan dariku."
Napas Bellamy mulai pendek-pendek. "Kau dan
Susan bertengkar hebat. Kau mencoba menenangkannya, berbaikan dengannya, tapi Susan marah besar. Ia
bilang ia bilang kalau kau ingin bercinta dengan
gadis Lyston, kau bisa bercinta dengan ku." Napasnya tersentak begitu kuat sehingga ia meringis kesakitan. "Kemudian ia berkata, ?Tentu saja karena kau
pernah bersamaku, Bellamy akan sangat bikin kecewa.?"
Bellamy menggunakan istilah itu hari ini, jadi selama bertahun-tahun, kata tersebut pasti ada di benaknya, hanya menunggu terpicu. Dent mengutuki diri
sendiri karena menjadi pemicunya. Ia berdoa semoga
ingatan Bellamy berhenti sampai di situ. "Siapa yang
peduli pada perkataan Susan?"
Namun, Bellamy seperti tidak mendengarnya. Wanita itu bagai kembali berada di rumah perahu, mendengar sang kakak mengejeknya. "Setelah berkata begitu, ia tertawa. Ia menampilkan senyum yang diingat
Steven dan digambarkannya begitu tepat pada kita.
Senyum penuh kemenangan tersebut. Saat itulah kau
meninggalkan dia."
Ia memusatkan perhatian pada Dent, mencari veriikasi. Dengan enggan, Dent mengangguk. "Aku tidak
sanggup lagi menatapnya sedetik lebih lama. Kuputar
motor dan hampir melesat pergi. Saat itulah aku melihatmu berjongkok di balik semak-semak. Aku tahu
kau pasti mendengar apa yang dikatakan Susan, dan
476
hatiku mencelus. Ia selalu memperlakukanmu seenaknya. Dan kau?"
"Menyedihkan."
"Aku tidak akan bilang begitu, tapi kau sasaran
empuk ejekannya. Bagaimanapun, omongannya sangat
tidak pantas. Tapi, jadi sangat jahat karena ia tahu
kau ada di sana dan bisa mendengarnya."
"Ya, aku tahu ia senang dua kali lipat karena mengolok-olokmu dan mempermalukan aku."
Dent mengamati mata Bellamy, menyadari perubahan-perubahan emosi yang tampak di sana. Sesaat
ia tampak sangat sedih dan bingung, seperti anak praremaja kikuk dan tidak yakin yang dihina demikian
jahat. Selanjutnya, mata wanita itu menampakkan
kekalutan yang dirasakannya akibat kekejian tersebut
dan sifat kejam kakak yang mampu melakukannya.
Akhirnya, mata birunya mulai berkaca-kaca karena air
mata kemarahan.
Dent mengamati dari atas motor ketika transformasi yang sama terjadi di mata Bellamy pada usia dua
belas tahun.
Dengan pelan ia berkata, "Kau sangat pantas membencinya."
"Oh, aku memang membencinya." Suaranya bergetar akibat intensitas kebencian. Kedua tangannya
mengepal jadi tinju. "Ia tahu aku setengah mati jatuh
cinta padamu, karena itu ia mengatakan hal yang paling menyakitkan. Ia jahat sekali. Aku benci padanya.
Aku ingin mencakar matanya. Aku ingin?"
Dent langsung tahu ketika pikiran itu melintas di
477
benak Bellamy, karena Bellamy tampak terpukul.
"Aku ingin membunuhnya." Detik-detik berlalu sementara wanita itu terpaku memandangnya, bernapas
melalui bibir yang terbuka sedikit. "Aku ingin membunuh Susan, dan kaupikir aku memang melakukannya. Betul, kan? Karena itulah kau tidak memberitahu
polisi bahwa aku melihatmu meninggalkan taman negara bagian. Karena kalau kau memberitahu mereka,
kau harus menceritakan apa yang kau dan Susan ucapkan di rumah perahu, yang pasti dianggap polisi sebagai motifku untuk membunuh kakakku. Tapi, kau
tidak menceritakannya pada mereka. Kau melindungi
aku."
"Persetan. Aku bukan pahlawan, Bellamy. Kalau
harus memilih antara mengadukanmu atau menyelamatkan diriku, aku pasti bicara pada mereka. Namun,
ketika Moody datang ke rumahku keesokan paginya
dan mencecarku, ia tak pernah menyebut-nyebut tentang pertengkaran di rumah perahu, hanya pertengkaran antara Susan dan aku di rumahmu pagi itu.
"Jelaslah bagiku bahwa ia tidak tahu mengenai pertengkaran kedua tersebut, tak tahu aku bersama Susan
di rumah perahu, dan itu jelas menguntungkan bagiku. Jadi aku tutup mulut." Dent maju selangkah, tapi
Bellamy mundur selangkah juga, jadi Dent lantas bergeming. "Aku tidak mengerti mengapa kau tak memberitahu Moody tentang pertengkaran itu."
"Ingatanku tentang kejadian itu terblokir."
"Tapi, aku tidak tahu itu. Kukira kau merahasiakannya karena?"
478
"Karena aku membunuhnya."
Dent ragu-ragu, lalu dengan enggan bergumam,
"Terlintas di benakku."
"Dan sekarang?"
"Sekarang?"
"Apakah kau masih beranggapan aku melakukannya?"
"Otakku lebih nalar sekarang. Kau anak ceking.
Susan lebih berat tujuh, sepuluh kilo daripada kau."
Bellamy bersedekap dan memeluk siku. "Bagian
belakang kepalanya dihantam, ingat? Saat marah besar, bisa saja aku memukulnya dengan sesuatu yang
cukup keras sehingga menyebabkan ia pingsan."
"Aku merasa itu tak mungkin terjadi. Kau bagaimana? Serius?"
"Kalau ada aliran adrenalin, orang mampu mengambil tindakan isik yang mustahil mereka lakukan
pada saat lain."
"Hanya dalam ilm dan acara Ripley?s Believe It or
Not."
Kesal karena komentar itu, Bellamy berteriak, "Tidak lucu!"
"Kau benar, memang tidak lucu. Tapi, konyol rasanya memikirkan bahwa kau?"
"Jawab pertanyaanku, Dent."
"Apa tadi pertanyaannya?"
"Kau tahu pertanyaannya!"
"Apakah menurutku kau membunuh kakakmu?
Tidak!"
"Bagaimana kau tahu? Aku ada di lokasi kejadian.
479
Aku melihat Susan sebelum tasnya tersedot ke dalam
tornado. Bagaimana kau tahu aku tidak membunuhnya?"
"Buat apa kau ambil pakaian dalamnya?"
"Mungkin bukan aku. Mungkin saat aku menyusulnya di hutan, ia tidak memakainya. Susan bisa saja
memberikan celana dalamnya padamu."
"Tidak."
"Pada Steven. Pada Allen Strickland." Sambil memejamkan mata rapat-rapat, ia bertanya dengan suara
berbisik ketakutan, "Apakah aku melihatnya melakukan itu?"
"Hentikan, Bellamy. Ini gila. Kau tak bisa memaksa
dirimu mengingat hal-hal yang tidak terjadi."
Bellamy menggigit bibir bawah, tapi sekarang tindakan itu tidak terasa seksi. Itu tindakan orang yang
tersiksa. "Rupe Collier menganggapnya mungkin."
"Ia cuma mencoba memancingmu. Kau tahu itu."
"Kurasa Daddy curiga."
"Apa?"
"Sempat terpikir olehnya. Aku tahu."
"Demi Tuhan, apa maksudmu?"
Sementara Bellamy menceritakan percakapan mereka kemarin dulu, Dent makin lama makin kesal.
"Jangan ngawur. Kalau ia pikir kau yang melakukannya, ia pasti takkan minta kau mengabulkan keinginan terakhirnya dan membeberkan si pembunuh."
Bellamy tidak lagi bisa mendengarkan. Ia menyisirkan jemari ke rambut dan menariknya. Dent seakan
bisa melihat pikirannya berputar liar. "Ketika kita ber480
sama Moody dan aku mendeskripsikan lokasi kejahatan, kau gelisah. Kau menggigit-gigit bagian dalam
pipi. Kau tampak tegang, waswas, seolah siap melompat dari tempat tidur." Dent berusaha menjaga ekspresinya tetap netral, namun Bellamy terlalu perseptif.
"Kaupikir kalau aku bicara terlalu banyak, aku
akan memberatkan diriku sendiri. Itu sebabnya kau
khawatir, kan?"
"Bellamy, dengar?"
"Kau berpikir aku membunuhnya dan tak sanggup
menghadapi perbuatanku, jadi aku memblokir ingatan
tentang kejadian tersebut. Itulah yang ada dalam pikiranmu."
"Tak penting apa yang kupikirkan."
"Tentu saja penting!"
"Bagi siapa?"
"Bagiku!" teriak Bellamy. "Penting bagiku bahwa
kau menganggap aku pembunuh."
"Aku tidak pernah bilang begitu."
"Pernah."
"Kubilang pernah melintas di benakku."
"Sama saja."
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak."
"Berpikir begitu, kenapa kau ingin tidur denganku?"
"Apa hubungannya?"
Bellamy memandangnya, terpana, tak sanggup bicara, dan ngeri.
Dent menarik napas, mengembuskannya, kemudian
berkata, "Dengar, setelah apa yang dikatakan Susan
481
tentang kau, aku takkan menyalahkanmu kalau kau
menghunjamkan pasak kayu ke jantungnya. Aku tidak
percaya kau mencekiknya, tapi kalaupun ya, memangnya kenapa? Aku tak peduli."
Bellamy memeluk diri makin erat. "Kau berkalikali mengatakannya. Kau tidak peduli pada sikap tak
acuh ayahmu. Kau tidak peduli pada pendapat orangtuaku mengenai dirimu. Kau keluar dari maskapai
penerbangan tanpa memedulikan pendapat orang.
Kau tak peduli kalau Moody menembak dirinya. Kau
tidak peduli kalau aku menghabisi nyawa kakakku.
Kau. Tidak. Peduli. Tentang apa pun. Betulkah?"
Dent membisu dengan marah.
"Yah, ketidakpedulianmu merupakan masalah besar
bagiku." Ia menatap pria itu beberapa lama, lalu menuju tangga dan bergerak naik. "Aku ingin kau pergi
sekarang, dan aku tidak mau kau kembali sampai kapan pun."
Di dalam lemari kamar tidur utama, semangat Ray
Strickland berkobar-kobar. Ia mendengar semuanya.
Si jalang Bellamy itu membunuh Susan dan lolos
begitu saja! Allen membayar kejahatan wanita itu dengan nyawa, sementara Bellamy tidak tersentuh hukum, tetap menjalani hidup dengan bebas.
"Takkan lama lagi," bisiknya.
Ia mendengar pintu dibanting dan menduga Dent
Carter pergi dengan marah. Bukan masalah. Ray bisa
membereskannya nanti. Saat ini, ia ingin merasakan
482
darah penulis buku itu di tangannya. Ia ingin membasuh wajah, mandi, dengan darah itu.
Ditariknya belati dari sarung, senang dengan desirannya.
Ia dapat mendengar langkah Bellamy ketika wanita
itu naik. Tinggal beberapa detik lagi sekarang, maka
ketidakadilan yang menimpa Allen akan terbalaskan.
Ia mendengar wanita tersebut di puncak tangga.
Menyusuri koridor. Bellamy hanya beberapa langkah
darinya, beberapa detik lagi masuk ke kamar. Ia cuma
beberapa detak jantung dari kematian.
Lampu kamar menyala.
Ray menggenggam lebih erat gagang tulang belatinya dan menahan napas.
483
Dent tidak menikmati ciuman mereka. Ciuman
wanita itu basah.
Ia memutuskan melewati tahap pendahuluan dan
mempercepat segalanya. Ia meraih ke balik punggung
blus wanita itu dan melepaskan kaitan branya.
"Wah, wah. Kau tidak sabaran sekali," bisik wanita
tersebut dan menjilat telinga Dent.
"Memang."
"Aku sih tidak keberatan. Tunggu sebentar ya." Ia
masuk ke kamar mandi dan, setelah berhenti sejenak
untuk meniupkan ciuman jauh, menutup pintu.
Dent pergi ke tempat tidur dan duduk di pinggir
untuk menguji keempukan kasur. Tetapi, sebetulnya
tidak penting. Ia takkan lama di sini. Seperlunya
saja.
Ia berusaha membujuk Bellamy supaya tidak pergi
Bab 24
484
ke atas, tapi sepertinya semua emosi wanita itu sudah
tersumbat. Dia berhenti di tangga untuk memandang
Dent, berbicara dengan nada datar, ekspresinya tertutup, dingin, kosong.
"Begini saja, Dent, kalau ternyata akulah pelakunya, namamu akan bersih. Kau peduli tentang itu."
Dent pergi, berkata pada diri sendiri bahwa mestinya sejak lama ia menyingkir. Seharusnya sejak awal
ia memang tidak terlibat dengan Bellamy. Gall berusaha memberitahu, tapi apakah ia mendengarkan?
Tidak. Ia menerjunkan diri dan sekarang bosan dengan segala hal yang berhubungan dengan keluarga
Lyston.
Ia muak sekali dengan urusan salah-benar ini. Ia
tak lagi tertarik pada siapa mengatakan apa, siapa melakukan apa, dan ia capek berusaha memahami segalanya. Buat apa? Oke, untuk membuktikan bahwa ia
tidak bersalah. Namun, kalau dipikir-pikir, itu tidak
penting. Ia toh tetap bisa hidup tanpa cap tak bersalah membunuh Susan.
Jadi kalau Bellamy mau menyudahi hubungan mereka di sini, seperti ini, bukan masalah baginya.
Saat bersama wanita itu, ia melupakan semua pelajaran hidup yang diketahuinya. Seperti, jangan terlibat
dengan masalah orang lain. Jangan menawarkan nasihat pada orang yang jelas-jelas tak menginginkannya.
Jangan cengeng dan mengakui merasakan apa pun,
sebab apa manfaatnya untukmu? Nihil. Kau akhirnya
bukan cuma ditolak, tapi juga jadi terkesan tolol.
Seharusnya ia ingat itu. Toh ia dulu sering mena485
ngis sampai ketiduran karena merindukan ibu yang
tak memedulikannya sehingga meninggalkannya begitu saja. Atau betapa ia berusaha keras menarik perhatian ayahnya, dan akhirnya hanya diabaikan.
Ayahnya, si raja tak acuh, mengajarinya satu hal:
Orang hanya bisa memengaruhimu kalau kau mengizinkannya berbuat begitu.
Jadi ia berkata pada diri sendiri bahwa masalah
Bellamy bukan lagi masalahnya, bahwa hubungan
mereka sudah selesai, tamat, dan ia ngebut dari rumah wanita itu, sangat membutuhkan pengalih perhatian. Ia berhenti di bar pertama yang tampak menjanjikan. Ketika ia menghabiskan minuman kedua,
wanita itu?Dent tidak tahu namanya dan tidak mau
tahu?telah duduk di bangku sebelah.
Dia manis dan menggemaskan. Obrolannya sama
sekali tidak serius. Dia hanya menggoda, lucu, dan
menyenangkan, semuanya kebalikan dari apa yang
dialami Dent selama beberapa hari terakhir.
Dent tidak menyadari warna mata wanita itu, hanya tahu bahwa matanya tidak kosong. Atau marah
dan menuduh. Atau biru, dan sendu, dan cukup dalam sehingga bisa membuat orang tenggelam di dalamnya.
Tidak ada bintik-bintik pucat yang tersebar di tulang pipinya.
Bibir bawahnya tidak membuat Dent memikirkan
dosa sekaligus penyelamatan.
Rambutnya tidak gelap dan lurus.
Keunggulan utamanya hanyalah bahwa dia ramah
486
dan menyenangkan. Tak ada analisis, tak ada mengapa
dan kenapa, sama sekali tidak ada. Dalam waktu singkat, tangannya telah merayapi paha Dent, dan Dent
tidak bisa mengingat siapa persisnya yang mengusulkan mereka pergi ke motel, dirinya atau wanita itu,
namun di sinilah mereka sekarang, dan ia menunggu
wanita tersebut keluar dari kamar mandi supaya mereka bisa bercinta dan urusan ini pun selesai.
urusan ini pun selesai?
Tiba-tiba ia sadar bahwa ia tidak menginginkan hal
itu. Sedikit pun. Jadi apa yang ia lakukan di sini?
Dan di mana sih ia, sebetulnya?
Tatapannya yang mencari-cari berhenti pada bayangannya di cermin di atas bufet di seberang tempat
tidur. Sambil membayangkan semua luka dan lebam
di wajahnya lenyap, ia menatap pria yang balas menatapnya itu. Dengan seobjektif mungkin, ia memutuskan bahwa untuk ukuran laki-laki berusia hampir
empat puluh tahun, kondisinya cukup bagus.
Namun, sepuluh tahun dari sekarang, apakah ia
akan tetap memandang diri di cermin kamar motel
entah di mana, menunggu wanita yang bahkan tak
diminatinya, yang namanya tidak mau repot-repot ia
cari tahu? Pada usia enam puluh, apakah ia akan
tetap melakukan ini?
Prospek yang sangat menyesakkan.
Bahkan tanpa menyadari niatnya, ia meninggalkan
tempat tidur, pergi ke pintu, dan membukanya. Saat
melangkah ke luar, ia berhenti sejenak untuk memandang sekilas ke arah kamar mandi, berpikir bahwa
487
mungkin semestinya ia mengatakan sesuatu, memberi
alasan mengapa ia pergi mendadak. Namun, apa pun
yang dikatakannya pada wanita itu akan merupakan
kebohongan, dan dia pasti tahu, dan itu akan lebih
menghina daripada kalau Dent pergi begitu saja.
Itu hanya alasannya untuk membiarkan diri menyingkir dengan mudah. Tetapi, setidaknya kali ini ia
cukup beradab untuk mengakuinya.
Dent memacu Vette, tapi waktu masuk apartemen,
ia memandang berkeliling dan bertanya-tanya mengapa ia begitu terburu-buru untuk sampai di sini. Ini
lubang tikus kumuh, seperti kata Bellamy. Sedih dan
sepi, begitu wanita itu menyebut hidup Dent.
Bellamy benar mengenai itu juga.
Dent memandang kekosongan ruangan, tapi yang
sebetulnya ia lihat adalah betapa luas dan hampa hidupnya. Masalahnya?dan ini masalah yang paling
meresahkannya?ia tidak melihat ada apa pun di
masa depan yang bakal mengisi kehampaan tersebut.
Mendadak ia meraih ponsel dari saku jins dan menyalakannya, kemudian memeriksa daftar panggilan
telepon terbaru sampai menemukan nomor yang dicari. Ia menghubungi nomor itu, dan terdengar wanita menjawab dengan bertanya, "Apakah ini Dent?"
"Yeah. Gall ada?"
"Tunggu. Ia sudah sejak tadi berusaha menghubungimu."
Dent mendengar pembicaraan samar, lalu Gall datang. "Dari mana saja kau?"
"Tadi itu wanitamu?"
488
"Siapa lagi?" jawab Gall kesal. "Sudah lebih dari
sepuluh kali aku meneleponmu. Kenapa kau tidak
menjawab?"
"Teleponnya kumatikan."
"Kenapa?"
"Aku tidak ingin bicara dengan siapa pun."
Gall mendengus. "Bagaimana kabar Bellamy?"
"Ia baik-baik saja. Uh, dengar, Gall, aku ingin kau
memperbaiki pesawatku."
"Bukannya itu yang kulakukan selama ini?"
"Yeah, tapi terlalu lama. Bagaimana soal suku cadang-suku cadang yang kau tunggu itu?"
"Aku mendesak mereka supaya mempercepat pengiriman."
"Bagus. Aku perlu terbang lagi. Secepat mungkin."
"Bukankah aku sudah tahu?"
"Betul. Tapi, aku juga berpikir soal?"
"Dent?"
"Tidak, biarkan aku mencurahkan semuanya sebelum berubah pikiran. Aku sudah mempertimbangkan
tawaran si senator."
"Karena itukah kau meneleponku?"
"Aku tahu saat ini sudah malam, tapi kan kau
yang selalu merecoki aku tentang tawaran itu, jadi
aku menelepon sekarang untuk memberitahumu bahwa telah kuputuskan untuk bicara dengannya. Mungkin entahlah?barangkali tidak terlalu buruk jika
aku memiliki pekerjaan yang lebih mapan. Setidaknya
aku bisa mendengarkan apa mau orang itu dulu,
mengetahui keinginannya."
489
"Biar kuatur."
"Pertemuan informal. Aku tidak mau berdandan
demi dia."
"Biar kuatur."
Tiba-tiba Dent merasa senang. Mungkin agak bangga pada dirinya sendiri untuk pertama kali setelah
sekian lama. Ia sadar bahwa ia tersenyum sangat lebar.
Tetapi, sikap Gall yang biasa saja membuatnya bingung. "Kukira kau akan jauh lebih gembira daripada
ini."
"Aku gembira sekali. Kau akhirnya bersikap dewasa, mengambil keputusan yang tepat."
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jadi, apa masalahnya?"
"Aku cuma terkejut dengan pilihan waktunya."
"Sekali lagi, aku minta maaf menelepon semalam
ini. Kuharap aku tidak menginterupsi apa pun. Tapi,
aku memutuskan beberapa menit lalu dan ingin segera menindaklanjutinya. Telepon orang itu pagi-pagi
besok, oke?"
"Yeah, yeah." Hening sesaat, lalu, "Kau membicarakan ini dengan Bellamy?"
"Mauku begitu, tapi" Dent menarik napas dalam-dalam, mengembuskannya. "Ia tidak mau bicara
denganku."
"Oh. Aku paham sekarang. Kau tidak tahu."
Nada suara Gall menyebabkan Dent menggigil. Pecah sudah gelembung kebahagiaannya. "Apa yang tidak kuketahui?"
"Ayahnya meninggal. Ada di berita pukul sepuluh."
490
* * *
Steven melipat setelan jas garis-garis warna gelap dan
memasukkannya ke koper, yang tergeletak terbuka di
tempat tidur, dan menoleh ke balik bahu pada
William saat pria itu masuk ke kamar. Steven bertanya, "Ada masalah?"
"Tak ada. Semua shift sudah dibereskan. Chef akan
mengatur dapur. Bartender akan menangani ruang jamuan. Takkan ada yang tahu kita pergi."
"Semoga saja."
"Kita mempekerjakan orang-orang yang andal. Semua akan berjalan mulus, dan kalaupun ada gangguan, dunia tidak bakal kiamat. Begitu juga Maxey?s
Atlanta."
Steven ragu-ragu dan, bukan untuk pertama kali,
berkata, "Kau tidak harus ikut denganku."
William memandangnya sambil mengeluarkan kopernya sendiri dari lemari penyimpanan. "Memang
tidak harus, tapi aku ikut."
"Selama sepuluh tahun aku melindungimu dari keluargaku dan segala kebobrokannya. Mengapa kau
melibatkan diri sekarang?"
"Aku tidak melibatkan diri dengan keluargamu.
Aku terlibat denganmu. Titik. Akhir pembicaraan.
Jam berapa penerbangan kita besok?"
Steven sudah memesan tiket untuk penerbangan
pertama dari Atlanta ke Houston. "Kita sampai di
sana pukul sepuluh. Rumah duka di Austin mengirimkan mobil jenazah ke Houston untuk membawa jena491
zahnya. Kita ke Austin dengan Ibu, naik limusin yang
mengiringinya, lantas terbang pulang dari sana setelah
pemakaman."
"Yaitu kapan?"
"Lusa."
"Tidak lama, kalau begitu."
"Ibu merasa tidak ada alasan untuk menunda. Kematian Howard sudah berbulan-bulan diperkirakan.
Sebetulnya, tanpa sepengetahuan Ibu, Howard sudah
membereskan sebagian besar urusan pemakamannya,
bahkan untuk acara menunggui jenazah, yang akan
dilakukan besok malam." Ia menaruh beberapa kemeja
terlipat ke dalam koper. "Untuk menghormati
Howard, Lyston Electronics akan diliburkan tiga hari,
meski para karyawan akan tetap dibayar penuh."
"Siapa yang memutuskan itu? Bellamy?"
"Ibu. Ia menganggap itu tindakan yang pasti akan
disetujui Howard. Sedangkan mengenai Bellamy, waktu aku bicara dengan Ibu, ia belum mengabarinya."
"Kenapa, demi Tuhan?"
"Ibu gentar harus memberitahunya. Meskipun
Bellamy punya waktu lama untuk menyiapkan diri,
dia pasti sangat berduka." Ia duduk di tepi tempat
tidur, bahunya merosot. Sejak mendapat kabar itu, ia
sibuk mengurus masalah bisnis, membereskan urusan
perjalanan, mengatur ulang jadwal, mengemasi pakaian-pakaian berkabung.
Sekarang kesedihan situasi ini mulai menyusupinya,
dan, bersama itu, kelelahan luar biasa.
492
William mendatanginya. "Bagaimana denganmu?
Bagaimana perasaanmu?"
"Aku mengkhawatirkan Ibu. Dia terdengar baik-baik
saja, namun aku yakin dia menyembunyikan perasaan
dan menguatkan diri, menjadi janda tabah dan tegar
dari pria yang berkedudukan penting." Ia mengembuskan napas dengan berat. "Tapi, Howard pusat dunianya.
Hidup Ibu berputar di sekeliling pria itu. Ibu kehilangan pujaan hati sekaligus tujuan hidup."
William mengakui Olivia akan sulit melalui masa
transisinya. "Tapi, secara egois, aku lebih mencemaskan kondisi psikismu."
"Aku tidak luluh lantak karena kesedihan, kalau itu
maksudmu. Seperti apa pun hubunganku dengan
Howard, sekarang sudah terlambat untuk mengubahnya, dan aku pun tidak ingin melakukannya. Tidak
bisa."
Ia terdiam beberapa saat untuk memahami emosinya yang berubah-ubah. "Kurasa ia bisa lebih menjadi
ayah bagiku jika aku mengizinkannya. Ketika mereka
menikah, ia merangkulku menjadi anaknya, mengadopsiku secara legal. Dan bukan hanya untuk pencitraan atau menyenangkan Ibu. Aku yakin ia memang ingin menjadi ayahku. Tapi, aku tak bisa punya
hubungan seperti itu dengannya. Aku menjaga jarak
dari Howard."
"Sebab kau menyalahkan dia atas pelecehan yang
dilakukan Susan."
"Secara tidak langsung, kurasa," Steven mengakui.
Pendekar Gila 20 Tragedi Berdarah Joko Sableng 34 Dewi Bunga Asmara Jaka Sembung 2 Si Gila Dari Muara Bondet
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama