Shadow of The Moon Dark Guardian 4 Karya Rachel Hawthorne Bagian 2
"Aku cuma nggak terbiasa. Dari cowok, maksudku.
Dari Shifter. Cewek?cewek di sekolah berpelukan dan
semacamnya." Tapi itu tidak membuat kakiku lemas,
tidak membuatku bertanya?tanya bagaimana rasanya
berciuman dengannya.
"Biasakan dirimu. Aku nggak bisa membantumu me?
lewati transformasimu kalau aku nggak menyentuhmu."
55
Dan ketika dia menyentuhku, Harvester akan me?
nyentuhnya. Itu akan menjadi kebahagiaan dan neraka
pada waktu bersamaan. Setakut biasanya setiap kali aku
memikirkan tentang menghadapi transformasi pertamaku,
atau mungkin juga menghadapi Harvester, yang lebih
membuatku takut adalah memikirkan sesuatu terjadi pada
Daniel hanya karena dia berusaha membantuku.
Saat dia membenarkan posisi tanganku, pipinya berada
sangat dekat dengan pipiku sampai aku hampir bisa
merasakan ujung janggut di sepanjang rahangnya.
"Kudengar waktu Brittany memerlukan pasangan, para
tetua memasukkan nama?nama cowok yang memenuhi
syarat ke sebuah topi."
Sambil nyengir, dia mengangguk. "Ya. Layanan kencan
yang kuno banget."
"Apa mereka juga melakukannya untuk kasusku? Dan
kamu nggak beruntung lagi?"
"Aku mengajukan diri," katanya dengan amat pelan.
Jantungku bergetar. "Kenapa?"
"Ini sebuah tantangan. Aku juga nggak punya hal lain
yang lebih baik untuk dikerjakan."
Jadi bukan karena dia jatuh hati padaku. Sekali lagi,
aku merasakan emosi yang bertentangan. Kali ini adalah
lega dan kekecewaan.
"Kamu benar?benar tahu gimana caranya membuat
cewek merasa istimewa," kataku sinis. "Aku mulai me?
ngerti kenapa Brittany nggak mau menerimamu sebagai
pasangannya."
56
"Dia nggak menerimaku karena dia mencintai Connor.
Aku mengetahuinya hanya sepuluh menit setelah bicara
dengannya. Apa ada orang lain selain aku yang kamu
harapkan ada di sini?"
"Aku bahkan nggak mau kamu ada di sini."
"Itu bukan jawaban. Ini pertanyaan iya atau nggak."
Dia menyerangku dengan kata?kata yang kuucapkan
padanya tadi. "Ada nggak?" desaknya.
Satu?satunya orang yang bisa kupikirkan adalah ibuku.
"Nggak," aku mengakuinya dengan enggan.
"Kalau begitu, santai saja."
Aku melemparkan tatapan bertanya padanya.
"Itu akan membuat sodokan bolanya menjadi lebih
mudah," katanya, dengan cengiran yang sekarang sudah
sangat tidak asing untukku.
Dia melepaskan pegangannya padaku dan melangkah
mundur, tapi matanya tidak pernah lepas dari mataku dan
aku ingin tahu alasan sebenarnya dia mengajukan diri.
Mungkin dia ingin menjauh dari Wolford, seperti aku.
Atau mungkin dia hanya ingin melakukan sesuatu yang
berbeda. Yang jelas tidak mungkin karena dia tertarik
padaku. Berapa kali kami saling berpandangan sebelum
hari ini? Setengah lusin, mungkin? Tak ada satu pun dari
semua ini yang masuk akal.
Aku menyodok bola dengan keras. Membenturkannya
ke bola lain dan mengirimnya menuju salah satu lubang,
kemudian memantul dan mengenai bola lain, dan akhirnya
memaksanya masuk ke lubang samping. Aku gagal pada
57
bola berikutnya dan Daniel maju untuk mengosongkan
meja. Aku berutang sarapan pagi padanya.
"Aku akan menuangkan semangkok sereal yang nggak
enak," kataku saat kami menuju ruangan tempat band
tampil.
Dia menertawakannya. Aku berharap aku bisa santai
di dekatnya. Tapi ada sesuatu yang tidak beres. Aku hanya
belum tahu apa.
Kami bergabung dengan Lisa dan Eric, berbagi bir
mereka sampai aku santai. Musiknya terlalu keras bagi
kami untuk melakukan pembicaraan apa pun, tapi aku
sadar Daniel mengamatiku, tatapannya tidak pernah
beralih, seakan dia curiga aku punya kemampuan untuk
menghilang dalam satu kepulan asap.
Akhirnya aku berkata, "Aku siap untuk pulang."
Kami meraih jaket, mengucapkan selamat malam
pada Lisa dan Eric, dan berjalan keluar. Salju sudah mulai
turun. Aku tahu para pemain ski akan menyambutnya
dengan senang hati besok pagi. Aku berusaha untuk tidak
menyadari betapa nyamannya mendapati Daniel berjalan
di sampingku. Bahkan jika para tetua menunjuknya
sebagai orang yang menemaniku melewati bulan purnama
pertamaku, dan entah bagaimana kami berhasil selamat,
aku tak punya jaminan pagi berikutnya dia tidak akan
pergi begitu saja.
Melewati transformasi pertama merupakan penga?
laman intim di antara para pasangan. Kami tidak bisa
bertransformasi dengan pakaian melekat, jadi akan sangat
58
tidak nyaman dan canggung untuk melewatinya dengan
seseorang yang tidak benar?benar kamu cintai. Para tetua
bisa memerintahkan Dark Guardian untuk melakukan
banyak hal?tapi mereka tidak ada yang bisa memerintah?
kan hati seseorang untuk mencintai orang lain.
Dan masih ada Harvester untuk memperumit masa?
lah.
"Jadi, seperti apa rasanya transformasi pertamamu?"
tanyaku saat kami berjalan menuju kondominiumku.
Daniel membenamkan tangannya di saku dan aku
merasakan keraguannya untuk berbagi rahasia itu dengan?
ku. Aku tahu pertanyaanku bisa dibilang ikut campur. Para
Shifter tidak membicarakan transformasi pertama mereka.
Itu adalah pengalaman pribadi?terutama bagi para cowok
karena mereka melewatinya sendirian.
"Menakutkan," akhirnya dia berkata.
"Apa itu sebabnya kamu nggak menolak gagasan untuk
menjadi pasanganku?"
Dia mencondongkan bahunya ke depan, kemudian
menegakkannya lagi. "Ya. Kurasa kalau aku bisa mem?
bantumu melaluinya?kenapa nggak? Selain itu, aku
sudah berada di Wolford selama enam bulan sekarang.
Aku belum terikat dengan cewek mana pun. Aku hanya
orang luar. Mereka sama nggak percayanya padaku seperti
kamu."
Aku malu dengan betapa mudahnya dia membaca pera?
saanku. "Apa kamu yakin kamu bukan seorang empatis?"
tanyaku.
59
"Yakin banget." Dia menjadi sangat diam dan kemu?
dian, dia berkata dengan suara rendah yang penuh emosi,
"Itu sangat menyakitkan, Hayden. Saat pertama kali.
Tubuhmu terasa seperti tercabik?cabik dengan sendirinya.
Kurasa dalam satu hal memang itulah yang terjadi. Tapi
setelah itu, yang ada hanya tinggal keajaiban. Nggak ada
kata?kata yang bisa menggambarkannya."
Aku mendengar pesona dan kekaguman dalam suara?
nya, yang entah bagaimana malah membuat semuanya
semakin buruk. Aku tahu tanpa seorang pasangan, hidupku
dalam bahaya. Ada sebuah ikatan dan hubungan yang
dibangun dan diperkuat selama transformasi pertama, tapi
paling tidak semua itu harusnya dimulai sebelum malam
menakjubkan itu datang.
Aku tidak mau melewati pengalaman yang menak?
jubkan ini bersama seorang pengganti. Tapi hanya itu
yang ditawarkan Daniel padaku. Pengganti semalam
untuk menunggu orang yang tepat. Aku bahkan tidak
bisa memikirkan hubungan ini bisa berkembang menjadi
sesuatu yang lebih. Karena aku bahkan tidak akan mene?
rima tawarannya untuk menjadi pengganti satu malam.
Saat kami tiba di kondominium, dia berdiri di dasar
tangga sementara aku menaikinya menuju beranda. Aku
memasukkan kunci ke lubangnya dan membuka pintu.
"Selamat malam, Hayden."
Aku menoleh melewati bahuku dan memaksa diriku
tersenyum. "Jangan lupa mampir besok pagi untuk semang?
kuk sereal itu."
60
Tawanya yang rendah mengikutiku ke dalam kon?
dominium. Aku berharap kata?kata perpisahanku meya?
kinkannya bahwa aku tidak akan mencoba melarikan diri.
Karena sebenarnya aku tidak punya niat lain selain pergi
dari sini sebelum dia tiba untuk sarapan.
61
Rencana B memerlukan senter.
Di dalam kamarku di kondominium, aku menjejalkan
beberapa sweter, sepasang celana jeans, dan beberapa
keperluan penting lainnya ke dalam ransel.
Lama setelah tengah malam, kondominium dengan
menakutkannya sunyi senyap atau hanya terasa seram
karena persiapanku yang sembunyi?sembunyi untuk
kabur. Keheningan ini mengingatkanku pada kedatangan
Daniel yang diam?diam. Aku ingin tahu berapa lama dia
sudah memperhatikanku hari ini sebelum dia membuat
keberadaannya diketahui. Aku benar?benar jengkel
karena dia bisa menyelinap diam?diam dan aku tidak
mengetahuinya. Aku selalu membenci beban yang kupikul
EMPAT
62
ini dan sekarang, aku mengeluh karena sekali?kalinya aku
memerlukan kemampuanku itu, dia mengecewakanku.
Aku bahkan belum bertanya pada Daniel di mana dia
tinggal. Hotel dan losmen tersebar di seluruh kota ini.
Mungkin dia sudah menyewa salah satunya. Atau mungkin
dia hanya akan berubah menjadi serigala dan meringkuk
di hutan. Desa ini terletak di lembah, dikelilingi gunung
dan pepohonan. Dia bisa menemukan tempat untuk tidur.
Shadow of The Moon Dark Guardian 4 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku tidak akan merasa bersalah dengan kesulitan apa pun
yang mungkin dideritanya. Aku tidak menyuruhnya untuk
datang dan mencariku.
Setelah mengemasi semua peralatan yang mungkin
kubutuhkan di alam bebas, aku menyandang ranselku di
pundak. Aku memandang lama kamarku untuk terakhir
kalinya. Aku benar?benar merasa bahagia di sini. Aku akan
merindukannya.
Sambil membuka pintu, aku mengintip ke lorong.
Tidak ada orang. Menggunakan naluri berburu kaumku,
aku mengendap?endap ke tangga. Dengan hati?hati, aku
turun ke ruang tamu. Tidak ada yang menutup tirainya.
Cahaya bulan yang redup menembus ke dalam ruangan,
cukup terang untuk menuntunku.
Aku menyeberangi ruangan dan keluar dari pintu bela?
kang, menutup dan menguncinya, kemudian melangkah
di atas beranda. Aku bergegas turun dari tangga kayu dan
berjalan menuju gudang, tempat aku memarkir mobil salju
yang kucuri dari Wolford pada malam aku melarikan diri.
Sebagai antisipasi untuk melakukan pelarian tiba?tiba, aku
63
selalu memastikan tangkinya terisi penuh. Tapi saat aku
sampai ke gudang dan membuka pintunya, mobil salju
itu sudah tidak ada. Aku mengumpat dengan kasar sambil
menahan napas. Tentu saja. Para tetua pasti memberikan
Daniel kunci cadangannya dan dia tidak mungkin
percaya aku tidak mencoba kabur dengan menggunakan
sesuatu yang bergerak lebih cepat dari kakiku. Dia pasti
mengambilnya begitu dia tiba di sini.
Kemarahan bergelora dalam diriku. Aku ingin menjerit
dan mencabiknya. Aku mengentakkan kakiku ke salju,
tindakan yang hanya menghasilkan sedikit kepuasan karena
kecilnya suara yang dihasilkan.
"Bedebah," gumamku saat menatap berkeliling. Aku
tidak akan heran kalau Daniel bersembunyi di suatu tempat
dan memperhatikanku sekarang. "Bedebah sialan."
Aku berharap aku bisa merasakan keberadaannya.
Hanya saja aku tidak bisa. Bagaimana kalau dia tidak
terus mengawasiku? Bagaimana kalau dia berpikir dengan
mengambil mobil salju saja cukup untuk menghalangiku,
atau pesonanya cukup untuk menahanku?
Aku cukup keras kepala untuk memutuskan kalau aku
mulai berjalan sekarang, aku bisa mencapai kota berikutnya
saat subuh. Siapa yang tahu? Mungkin mereka bahkan
punya terminal bus.
Aku menarik senter dari kantong depan ranselku, lalu
mengatur tali ransel dan beratnya di bahuku. Aku berjalan
dengan susah payah ke arah pepohonan. Aku cukup
mengenal daerah ini untuk mengetahui bahwa hutan
64
akan menyediakan perlindungan bagi pelarianku daripada
jalan utama yang menuju ke kota. Pada akhirnya aku akan
mencapai jalan yang berkelok?kelok itu.
Aku tengah berjalan di antara pepohonan, tempat di
mana cahaya dari lampu kota tidak bisa menembusnya,
saat aku akhirnya menyalakan senter. Menakjubkan
melihat betapa kelamnya malam ketika hanya ada cahaya
perak bulan di langit. Aku bisa mengenali arah dengan
sangat baik, itu bagian dari naluri alami serigalaku. Aku
tidak takut tersesat.
Tapi udara sangat dingin dan aku tidak bisa merasakan
hidungku. Beberapa jam lagi seperti ini bukanlah hal
paling cerdas yang pernah kurencanakan. Dan Daniel
mungkin berpikir aku terlalu pintar untuk melakukan
sesuatu yang begitu bodoh, jadi ada kemungkinan dia
tidak mengawasiku. Hutan dipenuhi keheningan yang
mencekam. Di suatu tempat ada ranting yang patah?tidak
diragukan lagi, pasti karena beratnya salju dan es.
Aku selalu merasa nyaman berada di dalam hutan, tapi
mendadak rasa dingin menjalar di punggungku. Tadinya
napasku tidak terlihat di dalam udara kering yang sangat
dingin, tapi sekarang terlihat. Hanya gumpalan kabut
kecil. Kalau memang memungkinkan, sepertinya keadaan
menjadi semakin hening. Aku tidak bisa menjelaskannya,
tapi seakan?akan aku merasa seperti tiba?tiba menyelam ke
dalam air. Telingaku mendengar dengungan yang aneh.
Lalu aku melihat kabut abu?abu kebiruan yang me?
nyebar dengan lambat di sepanjang celah di antara pe?
pohonan. Aku berhenti, bergeming di tempatku berdiri.
65
Itu pemandangan aneh dalam daratan yang tertutup
salju segar. Kabut itu bergerak perlahan tanpa suara, tapi
tetap saja terlihat hampir seperti sesuatu yang hidup dan
bernapas. Mengancam. Menyeramkan. Tingginya hanya
selututku, tapi aku masih tetap tidak ingin berjalan me?
nembusnya.
Hal itu mengingatkanku pada saat Harvester mundur.
Tapi dia tidak mungkin ada di sini. Dia tidak mungkin
menemukanku.
Senterku berkedip?kedip dan mati. Yang kumiliki se?
karang hanya kilauan cahaya bulan. Tapi tetap saja, entah
bagaimana, kabutnya terlihat lebih jelas.
Waktunya untuk pergi.
Aku berbalik dan menabrak sesuatu yang keras. Lengan
yang kuat mendekapku.
Aku tak bisa menahan diri lagi, aku menjerit, me?
ronta?
"Hei! Tenang, tenang!"
Mengenali itu adalah suara Daniel, aku berhenti me?
mukul dan menendang?nendang. Aku tenggelam dalam
dekapannya, napasku terengah?engah. Menghirup dalam?
dalam udara dingin ke paru?paru membuat dadaku sakit.
"Apa kamu melihatnya?" tanyaku.
"Melihat apa?"
Aku mendongak untuk melihatnya dengan lebih baik,
tapi kegelapan membuat kami berdua tetap berada dalam
bayangan. "Di sana." Aku berbalik dan menunjuk, dan
segala sesuatu di dalam diriku menegang.
66
Tak ada kabut di sana, tidak ada apa pun. Hanya
senterku, yang sekarang menyala, tergeletak di tanah, di
tempat aku menjatuhkannya, cahayanya mengarah ke
dalam hutan dan tidak menampakkan apa?apa selain salju
dan batang?batang pohon. Seekor kelinci salju melompat
ke dalam cahaya yang menyorot dan jantungku hampir
keluar dari tempatnya.
"Kamu takut sama seekor kelinci?" goda Daniel.
"Aku nggak takut apa pun. Hanya saja ada sesuatu
di sana."
Sambil berjalan melewatiku, dia membungkuk dan
meraih senterku. "Seperti apa?"
Oke, kabut bahkan terdengar lebih tidak berbahaya
dari seekor kelinci. Dan karena Daniel tidak ada di sana
pada malam Harvester menyerang, dia tidak melihat apa
yang aku dan yang lainnya lihat. Tapi aku mengaku juga,
"kelihatannya seperti kabut." Datang untuk mengejarku.
Atau paling tidak, menghalangi jalanku. Dan sekarang
kabut itu sudah pergi.
"?Kelihatannya?? Menurutmu itu sesuatu yang lain?"
Aku seharusnya tidak terkejut dia memperhatikan
penggunaan kata?kataku. Kami datang dari dunia di mana
segala sesuatu tidak terlihat seperti yang terlihat.
"Aku nggak tahu. Maksudku, tadi ada di sana dan
kemudian nggak ada." Aku merasa sangat paranoid.
Dia melihat sekeliling. Aku mendengar dia menarik
napas dalam?dalam, tahu dia tengah membaui udara.
"Aku hanya mencium kelinci itu dan seekor burung
hantu. Kalau kelincinya nggak hati?hati, dia akan berakhir
67
sebagai camilan tengah malam." Dia menyerahkan senter
padaku. "Jadi apa yang kamu lakukan di sekitar sini?
Istirahat dari tidur?"
"Ha! Lucu banget," kataku sambil berbalik dan berjalan
kembali ke kondominium. "Aku cuma keluar jalan?jalan."
Tawanya yang dalam bergulir menembusku. "Kebo?
honganmu itu mulai terasa maksa, tahu nggak?"
"Aku bekerja sepanjang hari. Ini satu?satunya waktu
aku bisa menikmati alam terbuka."
"Ya, tentu saja. Kenapa kamu nggak bisa menerima saja
kalau kita akan menjalani ini bersama?sama?"
Karena kita nggak akan menjalaninya bersama. Aku
tidak menjawabnya. Alih?alih aku berhenti, berbalik, dan
mengamati pohon itu lagi. Segalanya terlihat damai dan
tenang. Alami.
"Kamu benar?benar ketakutan," kata Daniel.
"Tadi itu aneh banget. Rasanya seperti pada malam aku
melihat Harvester."
Seluruh bahasa tubuh Daniel berubah. Dia mendadak
sangat waspada. "Menurutmu dia ada di sini?"
"Aku nggak tahu. Aku nggak tahu bagaimana dia
menemukan kita. Aku cuma tahu untuk beberapa menit
di sana tadi, aku merasa seakan aku nggak sendirian."
"Kamu memang nggak sendirian. Aku mengikutimu."
Aku melirik padanya sebelum kembali berjalan ke
kondominium. "Kamu seharusnya menunjukkan keha?
diranmu lebih cepat."
"Aku cuma ingin melihat apa yang akan kamu laku?
kan."
68
Aku keluar dari hutan di dekat gudang. "Kamu
mencuri mobil saljuku," kataku kesal. "Aku seharusnya
melaporkanmu pada polisi."
"Kamu akan melaporkan?ku mencuri sebuah mobil
salju yang kamu curi?" tanya Daniel. "Kurasa nggak."
"Kapan kamu melakukannya?" tanyaku.
"Sebelum aku masuk untuk minum cokelat panas."
"Jadi kamu tahu di mana aku tinggal sebelum kamu
mengantarku pulang." Dia tidak mengatakan apa?apa.
"Apa ada yang nggak kamu ketahui tentangku?"
"Tentu saja. Mimpi?mimpimu. Siapa ciuman per?
tamamu. Film kesukaanmu. Ngomong?ngomong, ilm
Shadow of The Moon Dark Guardian 4 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kesukaanku Avatar. Special effect?nya keren banget."
Sulit untuk tetap merasa kesal padanya saat dia begitu
nyaman berada di sekitarku. Tapi aku memutuskan
untuk tidak membiarkan pesonanya mengalihkanku dari
tujuan yang sebenarnya. Aku berlari menaiki tangga.
Perasaan bersalah menusuk nuraniku. Aku berhenti dan
mengamatinya. "Jadi kamu tinggal di mana selama berada
di sini?"
Dia mengangkat bahu. "Di sekitar sini."
Jadi kurasa dia mungkin menjagaku dalam wujud
serigala dan berubah kembali saat melihatku masuk
ke dalam hutan. Dalam wujud serigala, kami memiliki
kemampuan untuk bertelepati dengan yang lain?
yang juga tengah berwujud serigala. Aku juga pernah
mendengar beberapa pasangan sejati bisa membaca
pikiran satu sama lain saat berwujud manusia. Tapi
69
untuk berkomunikasi denganku saat ini, Daniel harus
berwujud manusia.
Aku masih marah padanya karena mengambil mobil
saljuku, tapi sebenarnya dia hanya mematuhi perintah. Ada
pepatah lama yang mengatakan tentang dekatlah dengan
sahabatmu, tapi lebih dekat lagilah dengan musuhmu.
Daniel bukan musuh, tapi aku mulai berpikir mengetahui
persisnya dia ada di mana akan lebih baik untukku. "Kamu
bisa tidur di sofa kalau mau."
Dia nyengir. "Undangan yang manis banget."
Oke, mungkin aku terdengar sedikit marah. "Dengar,
aku marah tentang mobil salju itu, tapi aku cuma mencoba
bersikap baik."
"Kamu nggak perlu mencobanya."
Aku memutar bola mataku dan cengirannya melebar,
seakan dia sadar betapa picisannya kata?katanya itu.
"Kamu mau tidur di sofa apa nggak?" tanyaku. Aku
tahu keberadaannya di sofa berarti aku tidak bisa mencoba
kabur lagi malam ini, tapi aku mungkin memang tidak
bisa. Ini sudah terlalu larut dan aku lelah, dan Daniel
terlalu waspada.
"Oke, tentu saja," katanya.
Aku kembali melirik ke arah pepohonan. Kenapa aku
mendapat perasaan takut bahwa aku sedang diawasi? Dan
bukan oleh Daniel.
Aku bergegas naik tangga dan memasukkan kunci
ke dalam lubangnya. Aku membuka pintu dan Daniel
mengikutiku ke dalam.
70
"Menyenangkan," katanya.
Ruang tamu itu besar, dengan perapian dan TV layar
datar. Di depan perapian, ada sebuah sofa yang diapit dua
meja di ujungnya.
"Aku akan mengambilkan selimut," kataku sambil
berjalan ke lemari di lorong. Aku berjinjit untuk meraih
selimut dan luar biasa sadar saat Daniel mengulurkan
tangan di atasku, dadanya menempel di punggungku.
"Biar aku yang ambil," katanya.
Aku menyelinap dari bawah lengannya dan mengawasi
saat dia meraih selimut?selimut itu dan sebuah bantal.
"Aku benar?benar menghargai ini," katanya. "Aku
benar?benar nggak berpikir semua hotel dan losmen bakal
penuh. Bukan karena aku keberatan tidur di tenda, tapi
sofa lebih baik."
Para Dark Guardian menghabiskan musim panas
mereka menuntun para pekemah memasuki hutan lindung.
Mereka sangat terbiasa dengan alam terbuka. Aku tahu
Daniel mungkin melakukan perjalanannya dengan empat
kaki, tapi begitu sampai di sini, dia pasti harus membeli
semua keperluan yang dibutuhkannya. Cukup mudah
untuk membawa uang di dalam kalung anjing.
"Kutebak kamu datang dengan empat kaki," kataku,
ingin mendapat jawaban atas kecurigaanku.
"Sebisa mungkin, ya. Tapi kita akan menggunakan
mobil salju untuk kembali ke Wolford."
"Jadi kalau kamu ke sini dalam wujud serigala, di mana
kamu dapat pakaianmu?" tanyaku.
71
"Aku agak sedikit membobol dan menyelinap waktu
tiba di sini tadi pagi. Jangan khawatir. Aku meninggalkan
uang di kasir."
"Aku nggak khawatir. Cuma penasaran. Anggap saja
rumah sendiri."
Dia menuju ke sofa dan aku naik ke lantai atas. Lalu aku
mendengar pintu depan terbuka. Aku langsung bergegas
turun lagi tepat saat Lisa melewati ambang pintu.
"Hei," bisikku. "Aku mengizinkan Daniel tidur di
sofa."
"Sofa?" ulangnya saat bergabung denganku di tangga.
"Dia jelas pantas diajak ke tempat tidur. Kelihatannya dia
tahu apa yang harus dilakukan kalau dipeluk dengan kasih
sayang."
"Kami bahkan bukan teman," gumamku saat kami
menaiki tangga. Untuk mengubah topik, aku bertanya,
"Gimana dengan Eric?"
Sambil mengangkat bahu, dia melangkahi anak tangga
terakhir, "Dia baik, tapi kami nggak jadian. Melihatmu
bersama Daniel, aku jadi takut menginginkan lebih."
"Apa maksudmu?"
Kami sudah mencapai kamar masing?masing. Dia
bersandar pada tiang pintunya.
"Kalian berdua jelas punya ikatan yang nyata banget.
Seperti belahan jiwa atau sejenisnya."
Kalau itu benar, tidakkah aku akan merasakannya?
Dan tidakkah itu membuatku semakin sulit untuk menye?
rahkannya pada Harvester? "Dia cuma cowok biasa."
72
"Kamu entah lagi membodohiku atau membodohi
dirimu sendiri. Aku ingin tahu apa yang kamu rasakan
pada cowok keren itu."
"Aku nggak merasakan apa?apa."
"Kurasa kamu merasakannya, kamu cuma belum
menyadarinya. Selamat malam," katanya.
Lisa masuk ke dalam kamarnya dan aku masuk ke
dalam kamarku. Aku bersiap?siap tidur. Aku berbaring di
tempat tidurku untuk waktu yang lama, tidak bisa tidur.
Daniel bukan hanya seorang cowok biasa. Aku bahkan
tidak yakin dia hanya seorang Shifter biasa.
Jadi, dia itu apa?
73
Keesokan paginya aku terbangun dengan kelelahan. Tidak
seperti biasanya, keadaan di kondomunium sangat tenang
dan ketika aku memeriksa jamku, aku sadar aku bangun
kesiangan. Semua orang mungkin sudah ada di kafe.
Aku mandi dan mengenakan celana jeans dan sweter
hijau?pemburu. Setelah mengikat rambutku ke belakang,
aku mengamati bayanganku di cermin. Mataku berwarna
karamel mengilat, seperti yang dikatakan cowok kemarin.
Aku ingin tahu apa pendapat Daniel dan kemudian
memarahi diriku sendiri. Apa peduliku dengan apa yang
dipikirkannya?
Sambil meraih jaketku, aku menuju lantai bawah dan
berjalan pelan ke dalam ruang tamu. Dia masih tertidur,
LIMA
74
terlentang di sofa. Berbaring di sana, dia terlihat seperti
remaja cowok normal. Dia terlihat sangat manusiawi.
Aku ingin tahu apa di dalam mimpinya dia melihat
dirinya dalam wujud serigala atau manusia. Apa kami
bermimpi saat kami tertidur dalam wujud serigala? Seiring
dengan semakin dekatnya bulan purnamaku, pertanyaan?
pertanyaan bodoh mulai bermunculan.
Sepelan mungkin, aku berjalan ke dapur, mengambil
sebuah mangkuk dari tempatnya dan menuangkan bran
flakes ke dalamnya. Aku menempatkannya di atas meja dan
meletakkan satu pisang di sampingnya, bersama dengan
catatan: susu ada di lemari es. Nikmati sarapanmu.
Aku membeku. Apa yang sedang kulakukan? Bersikap
seolah kami adalah pasangan yang punya rahasia kecil
dan lelucon pribadi. Aku mulai meremas catatan itu, lalu
berubah pikiran. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan
tentang Daniel, tentang kembali ke Wolford, tentang
berhadapan dengan Harvester, atau tentang hidupku secara
umum. Yang kutahu adalah aku terlambat masuk kerja.
Aku menuju pintu depan. Saat aku menuruni tangga
depan, perasaan dingin menyapuku. Rasanya berbeda
dari apa yang kurasakan ketika Daniel mengawasiku hari
sebelumnya. Yang ini terasa mengancam. Tidak menye?
nangkan. Aku menatap berkeliling. Aku tidak melihat?
Gerakan. Kupikir aku melihat gerakan di pepohonan.
Sesuatu yang berkilau, sesuatu yang gelap. Dan kemudian
menghilang.
"Jangan jadi paranoid, deh," gumamku.
75
Saat aku sampai di kafe, aku masuk melalui pintu
belakang dan menggantung jaket dan ranselku di gan?
tungan. Lalu aku pergi ke konter, tempat semuanya sibuk
melayani keramaian pagi. Kebanyakan pesanan di bungkus
karena orang?orang membawa minuman hangat mereka
menuju lereng.
"Aku nggak percaya kamu membiarkannya tidur
sendirian di sofa," kata Lisa saat dia mengulurkan tangannya
melewatiku untuk mengambil sebungkus kopi.
"Sudah kubilang. Aku nggak begitu mengenalnya."
"Hal itu nggak pernah menghentikanku," dia me?
mainkan alisnya ke arahku.
Aku tertawa ringan. "Ini rumit."
"Buat jadi nggak rumit, dong."
Lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Ini
benar?benar percakapan yang tidak kuinginkan, jadi
aku mengalihkan perhatianku untuk mengisi ceret air
panas.
"Kamu masih bakal ikut Jelajah Jumat, kan?" tanyanya,
jelas memutuskan untuk meninggalkan kehidupan cintaku
Shadow of The Moon Dark Guardian 4 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk kuhadapi sendiri.
Aku melihatnya dengan tatapan kosong.
"Aku sudah mengatur supaya kita bisa menaiki kereta
ski sampai puncak gunung di tengah malam."
Semua yang ada di lereng ditutup saat menjelang
malam. Tapi Lisa punya koneksi. "Oh, ya. Tentu saja aku
ikut."
"Dengan si keren?"
76
Siapa tahu kesempatan untuk kabur menunggu di
puncak gunung?
"Tentu saja."
Tapi aku tidak memiliki banyak kesempatan untuk
menyusun rencana karena Spike membuka pintu depan
dan orang?orang berduyun?duyun melewatinya dengan
penuh semangat untuk mendapatkan pilihan minuman
panas mereka. Pagi ini ramai sekali seperti biasa, jadi
aku hanya punya sedikit waktu untuk bertanya?tanya di
mana Daniel berada. Walaupun aku agak sedikit kecewa
tidak melihatnya di antara lautan wajah yang meneriakan
pesanan, dan kenyataan itu menggangguku, bahwa seba?
gian diriku sebenarnya merindukannya, menanti untuk
melihatnya. Aku tidak mau menerimanya sebagai bagian
dari hidupku dengan semua bahaya yang menyertainya.
Mungkin setelah bangun, dia akan berubah pikiran
dan kembali ke Wolford tanpa aku.
Ya, benar, Hayden. Sepanjang kamu hidup di dunia
fantasi, kamu mungkin akan percaya kalau bulan purnama
juga nggak akan datang.
Menjelang siang, keramaian berlalu. Spike hanya me?
nahan salah satu dari kami untuk menjaga kafe?sampai
keramaian sore tiba. Dan syukurlah, hari ini bukan
giliranku.
Saat aku menuangkan cokelat panas ke dalam gelasku
yang bertutup, aku mempertimbangkan untuk kabur
lagi, mungkin meyakinkan Spike untuk mengantarku
dengan mobil ke kota berikutnya, tempat aku bisa naik
77
bus atau semacamnya. Hanya saja aku bahkan tidak
tahu apa kota berikutnya punya kendaraan umum atau
tidak. Aku bersedia mencobanya semalam, tapi sekarang
aku sadar, dengan tekad Daniel, aku perlu rencana yang
lebih solid. Membuatnya kehilangan jejakku bukanlah
hal yang mudah. Aku harus meminjam laptop Lisa dan
meneliti pilihanku, mungkin menemukan sebuah cara
untuk membuatnya tersesat dengan aromaku. Walaupun
kalau dilihat dari betapa seringnya dia berada di dekatku,
aromaku mungkin sudah mendarah daging sekarang. Aku
ingat saat dia mengecap darahku. Aku tidak pernah tahu
seekor serigala peduli pada bau darah. Daniel tidak seperti
Shifter mana pun yang pernah kukenal, tapi aku memang
tidak pernah membuka diri sepenuhnya kepada mereka.
Saat aku berjalan kembali ke kondominium, butiran?
butiran salju mulai turun. Serpihan?serpihan tebal jatuh
ke bulu mataku, lalu meleleh. Wolford juga pasti tertutup
salju. Hutan lindung itu terletak di dekat perbatasan
Kanada. Bermain ski menyeberangi perbatasan adalah olah?
raga yang populer di hutan. Kami juga memiliki beberapa
gunung, tempat para Shifter bermain ski, tapi tempat?
tempat itu tidak pernah dibuka untuk umum?yang
tidak menghentikan kami untuk menguji salju atau batas
kemampuan kami sendiri. Itulah satu?satunya kesempatan
saat aku tidak keberatan berada di antara Shifter lain karena
emosi mereka mencerminkan semangat petualangan.
Selama puncak musim dingin, hutan ditutup sepenuh?
nya bagi umum. Saat ini hutan pasti sangat indah dan
78
damai. Aku pernah menjelajahi hutan saat emosi di Wolford
memuncak. Baik bagiku untuk menikmati kesendirian
karena kadang, aku hanya punya diriku sendiri. Aku
menikmati kesunyian itu. Walaupun aku sangat tidak ingin
kembali ke Wolford, aku tidak bisa menyangkal kalau aku
merindukannya.
Aku memutar ke belakang kondominium dan menaiki
tangga ke atas teras kayu. Aku menyingkirkan salju dari
sebuah kursi Adirondack, duduk, menarik lututku ke
dada, dan menyesap cokelatku sambil menikmati apa
yang pastinya akan menjadi hari?hari damai terakhirku.
Aku mendapat pemandangan hutan yang bagus. Pohon
evergreen tersebar di antara pepohonan yang tidak berdaun.
Aku mengamati saat beberapa rusa berjalan lewat. Dan
kemudian, seakan mencium bau predator, mereka melom?
pat pergi.
Aku mendengar derap sepatu bot yang melangkah di
atas salju, semakin keras saat menaiki tangga. Walaupun
aku tidak bisa merasakan emosinya, aku tahu siapa yang
datang, tahu tatapannya akan terpusat padaku karena bulu
tengkukku berdiri, tapi perasaan ini tidak sepenuhnya
menyebalkan. Lebih mencerminkan harapan?dan
membuatku jengkel. Aku tidak mau dia mendekat. Aku
mengangkat gelas cokelatku yang mengepul mendekati
wajahku, membiarkan kepulan asapnya menggelitik
hidungku, apa pun untuk mengalihkanku dari sensasi
aneh yang kurasakan karena kedatangannya. Aku tidak
menoleh, hanya terus menatap menembus gumpalan uap.
79
Aku bertanya dalam hati kapan dia meninggalkan
kondominium, kenapa kami tidak berpapasan. Apa dia ada
di luar untuk mengawasiku.
"Nggak percaya aku bakal kembali?" tanyaku ketus.
"Aku nggak bodoh, Hayden," kata Daniel, suaranya
terdengar senang saat duduk di kursi di sampingku.
Aku kesal karena aku membuatnya gembira. "Aku
nggak melihatmu."
"Aku ada di sana mengawasi."
"Itu beneran mengerikan, tahu. Mereka menangkap
orang yang menguntit."
"Aku nggak perlu melakukannya kalau kamu janji
nggak bakal kabur."
Aku melirik ke arahnya. Dia mengenakan sweter merah
marun hari ini dan aku sadar dia menyimpan pakaian di
suatu tempat. "Memang kamu bakal percaya kalau aku
janji?"
"Dengan hidupmu pun nggak akan. Apa kamu mem?
bawakanku itu juga?" Dia menunjuk gelas bertutupku.
"Nggak. Aku bahkan nggak yakin kamu masih ada di
sini."
Dia tergelak. "Oh, ya."
Kemudian, dia mengambil gelasku dan menyesap
isinya. Aku ingin memarahinya, tapi untuk beberapa
alasan, suaraku tercekat, mungkin karena tenggorokan
dan dadaku terasa sesak. Mengamatinya?keintiman yang
terjadi karena kami berbagi minuman?benar?benar tidak
menenangkan. Dia terlihat sangat nyaman bersamaku,
80
amat rileks, tapi masih tetap terasa kewaspadaan dalam
dirinya saat tatapannya menjelajahi dataran yang terbentang
di depan kami. Aku bisa merasakannya mendengarkan
dengan saksama, seakan tidak terlalu percaya pada
kedamaian di sekeliling kami.
"Mengharapkan masalah?" tanyaku sambil mengulur?
kan tangan untuk mengambil kembali gelasku. Aku
hampir memutarnya supaya aku tidak perlu menyentuh
bagian yang tersentuh bibirnya, tapi aku bisa merasakan
tantangan di dalam tatapannya, jadi aku menyesap dari
tempat yang sama dengannya.
"Aku selalu mewaspadai masalah. Itu bagian dari
menjadi Dark Guardian."
Aku menggenggamkan tanganku yang bersarung di
gelas dan merasakan kehangatan yang meresap darinya.
"Aku nggak tahu harus gimana lagi membuatmu
mengerti betapa aku nggak mau kembali," kataku pada?
nya.
"Aku nggak tahu harus gimana lagi membuatmu
mengerti betapa pentingnya bagimu untuk kembali."
Sambil mendesah dalam?dalam, dia mencondongkan
badannya ke depan, menumpukan sikunya di paha dan
menatap pepohonan di hadapan kami, seakan dia memiliki
kemampuan untuk melihat apa yang ada di baliknya.
"Semalam kamu bertanya padaku apa yang kutahu ten?
tangmu. Apa yang kamu tahu tentangku?"
Tidak banyak, aku menyadarinya.
"Aku tahu kamu berasal dari Seattle."
81
"Bukan Seattle tepatnya, tapi daerah di sekitar sana."
Dia menundukkan kepalanya dan mengamati genggaman
tangannya.
Aku mengubah posisi dudukku, berusaha mencari
posisi yang lebih baik untuk memperhatikan Daniel dan
apa yang telah dialaminya. Dia sediam sebuah patung,
seakan dia berpikir kalau bergerak, dia mungkin retak atau
remuk. "Apa terjadi sesuatu?" tanyaku pelan.
"Keluargaku?orangtuaku, kakak laki?lakiku?mereka
semua dibunuh."
Empati membanjiriku dan membuatku meneteskan air
mata. Perasaan ini sungguh kuat dan begitu dalam. Aku
sendiri kehilangan orangtuaku dalam kecelakaan mobil.
Para Shifter memiliki kemampuan menakjubkan untuk
menyembuhkan diri dengan cepat?tapi hanya dalam
wujud serigala. Dan saat sebuah mobil berban delapan
belas menghantammu.
Itu adalah tabrakan yang mematikan. Tak ada waktu
untuk bertransformasi, tak ada waktu untuk menyembuh?
kan diri. Pihak berwenang mengatakan orangtuaku bahkan
tidak sadar apa yang menghantam mereka.
Aku tidak pernah dengan sukarela mengulurkan tangan
untuk menyentuh Shifter lain. Walaupun aku tahu aku tidak
akan meraskan emosi Daniel, kebiasaan lama tetap sulit
dilepaskan; keengganan yang sudah lama dipertahankan
sulit dihilangkan begitu saja. Tapi aku tetap memaksa
diriku melepaskan sarung tangan. Sambil menarik napas
Shadow of The Moon Dark Guardian 4 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam?dalam, aku meletakkan jari?jariku yang gemetaran
82
dan tidak bersarung ke atas tangannya. Tangannya terkatup
dengan sangat rapat sampai terasa seperti batu. "Maaf, aku
juga kehilangan orangtuaku saat masih anak?anak. Aku
tahu betapa sulitnya kehilangan keluarga."
Dia melepaskan tautan tangannya, membalik salah
satunya, dan menyusupkan jemarinya pada jemariku,
mengamati jalinan yang terjadi di antara tangan kami
seakan itu adalah hal paling mengagumkan yang pernah
dilihatnya. "Apa kamu merasakan emosi mereka?"
Tenggorokanku terasa kering dan aku mengangguk.
"Aku seharusnya nggak merasakannya. Mereka sangat jauh
waktu itu. Mereka meninggalkanku di Wolford karena
mereka pergi untuk merayakan ulang tahun pernikahan
mereka yang kesepuluh, kalau aku nggak salah. Entahlah,
aku cuma tahu aku marah mereka memutuskan untuk
meninggalkanku. Lalu aku merasakan mereka meninggal.
Para tetua bilang karena ikatan darah, bahkan jarak
bukanlah masalah. Aku terbangun sambil menjerit?jerit.
Rasa takutnya begitu kuat, tapi singkat. Untunglah, singkat
bagiku dan bagi mereka."
Daniel meremas jemariku. "Maaf. Aku nggak ber?
maksud mengungkit luka lama."
"Apa yang terjadi dengan keluargamu?"
Dia menggelengkan kepalanya. "Pada waktu itu,
aku nggak begitu yakin. Mereka sudah meninggal saat
aku tiba. Kami klan kami nggak seperti kalian.
Kalian semua merupakan satu kelompok yang menyatu.
Kami lebih terpencar?pencar. Kupikir kalau aku datang
83
ke Wolford, aku mungkin menemukan beberapa
jawaban."
"Apa kamu menemukannya?"
"Pada malam kematian Justin, iya. Seperti dia, kelu?
argaku nggak kembali bertransformasi."
"Ya Tuhan. Menurutmu itu perbuatan Harvester?"
"Aku nggak yakin. Mungkin. Seperti yang kukatakan,
mereka sudah meninggal saat aku tiba. Dan mereka nggak
kembali ke wujud manusia."
"Aku menyesal. Aku sungguh menyesal. Apa itu sebab?
nya kamu begitu berkeras untuk membawaku kembali ke
Wolford?"
"Salah satunya, iya. Mungkin aku merasa seperti harus
membayar utang. Aku nggak bisa melakukan apa?apa untuk
menolong keluargaku. Mungkin aku bisa menolongmu."
Dia mengangkat tanganku dan mencium ujung jariku.
Kehangatan membanjiri tubuhku.
"Apa yang kamu lakukan?" suaraku terdengar seperti
udara yang bocor dari sebuah balon.
Dia melirik melewati bahunya ke arahku dan tersenyum
miring. "Mengganti topik."
Kesal karena dia tidak bersedia bercerita lebih banyak,
aku menarik lepas tanganku darinya dan bersandar kembali
ke kursi. "Jadi apa yang akan kamu lakukan untuk sisa hari
ini?"
"Bergantung apa yang kamu lakukan."
"Aku cuma berencana duduk di sini dan menikmati
kedamaiannya. Sampai sekitar menjelang sore, waktu aku
84
harus kembali ke kafe untuk bersiap menghadapi keramaian
sore?menjelang malam."
"Kedengarannya menyenangkan. Aku mungkin akan
bergabung denganmu."
Karena dia tidak percaya aku tidak akan lari darinya.
Aku masih tetap berencana mencari cara untuk melaku?
kannya.
"Dan kata apa yang Lisa berikan untuk Jumat malam?"
tanyanya. "Karena aku bisa memikirkan beberapa kata
yang dimulai dengan huruf J."
Matanya berbinar?binar. Kupikir kalau bukan karena
semua keadaan yang disebabkan Harvester dan bulan
purnamaku yang mendekat, aku mungkin akan menikmati
keberadaan Daniel.
"Jelajah Jumat," jawabku. "Kami akan pergi ke lereng
malam ini."
"Untuk apa?"
Aku mengangkat bahu. "Mungkin main ski. Duduk di
puncak gunung. Apa saja. Lisa punya kenalan."
"Aku jelas akan bergabung denganmu."
"Siapa yang bilang kamu diundang?"
Dia tidak menjawab. Dia hanya tersenyum penuh arti
padaku dan aku sadar dia tidak akan pernah membiarkan?
ku lari darinya. Tapi kalau aku ingin selamat, aku harus
menemukan cara untuk lari darinya.
Saat cokelat panas sudah habis dan udara dingin mulai
membekukan tulang, kami masuk ke dalam. Salah satu
saluran TV menayangkan acara maraton tentang serangga,
85
jadi Daniel duduk di depan TV dan menonton saat semut,
lalu belalang, lalu semut lagi menyerang daerah pedalaman.
Aku meringkuk di kursi dengan sebuah novel. Walaupun
aku mendapati diriku lebih sering mengamatinya, alih?
alih membaca tentang sosialita terkemuka New York yang
angkuh di akhir abad ke?19.
Aku tidak bisa menyangkal kalau Daniel itu seksi,
kuat, dan kelihatannya tidak takut apa pun?termasuk
malapetaka yang mungkin disebabkan Harvester. Aku
tidak mau bersikap berlebihan, tapi sepertinya harapan
hidupku akan berada jauh di bawah usia rata?rata
nasional. Kalau aku melewati bulan purnama pertamaku
sendirian, aku mungkin akan tewas. Kalau aku bertahan
hidup, Harvester mungkin menungguku?dan aku akan
tewas juga. Harapan hidupku agak sedikit meningkat
kalau aku punya pasangan, tapi dengan begitu, dia juga
berisiko tewas kalau kami tidak berhasil menghindari
sang Harvester.
Pada dasarnya, aku merasa kacau, bingung, dan ber?
harap ada jawaban yang sederhana untuk semua ini.
Aku punya ide gila: kenapa tidak menghabiskan sedikit
waktu tersisa yang kumiliki untuk menikmati hidup
dengan gila?gilaan, terutama dengan seorang cowok? Dan
di sini ada satu cowok yang sedang duduk di sofa, tidak
lebih dari lima kaki jaraknya dariku.
Aku masih terganggu dengan kenyataan aku tidak
bisa merasakan emosinya. Begitu juga dengan kenyataan
dia tengah berpatroli pada malam Justin meninggal. Aku
86
memercayai kata?kata Daniel bahwa para tetua mengu?
tusnya. Bagaimana kalau dia utusan Harvester?
Perutku melilit, seakan baru saja mencapai puncak roller
coaster dan sedang meluncur ke bawah dengan kecepatan
cahaya. Aku tidak merasa aku akan aman di Wolford. Tapi
aku juga sudah tidak yakin aku akan aman di sini.
87
Siang ini terjadi badai salju ringan dan aku mengedipkan
mata ketika serpihan salju mendarat di bulu mataku saat
Daniel berjalan bersamaku menuju Hot Brew Caf?. Aku
membuatkannya cokelat panas double-chocolate, yang
dibawanya ke tempat duduk di dekat perapian. Sekali lagi
dia berbalik supaya bisa melihat langsung padaku. Aku
pasti sudah menjadi terbiasa dengan kehadirannya karena
perbuatannya itu tidak membuatku kesal.
Lalu keramaian dimulai dan aku tak punya waktu
untuk memikirkan Daniel, bulan purnama, atau Harvester.
Rasanya sedikit aneh kalau bekerja keras bisa membuatku
begitu rileks, tapi hal itu memang melepaskan tekanan
yang kurasakan.
ENAM
88
Perasaanku pasti tergambar di wajahku karena waktu
kami bersiap tutup, Daniel berjalan ke arahku dan berkata,
"Kamu benar?benar menikmatinya."
"Memang." Aku suka berada di antara banyak orang?
manusia. Aku berharap bisa merasakan hal yang sama
dengan kaumku sendiri.
Waktu kami selesai menutup kafe, Spike membiarkan
Lisa, Daniel, dan aku keluar dari pintu depan. Seseorang
yang mengendarai Range Rover perak sudah menunggu
kami. Namanya Chip, dan sepertinya dia adalah cowok
Lisa untuk malam ini. Tubuhnya tegap dan berjenggot,
yang membuatnya terlihat seperti manusia gunung tulen.
Setelah berkenalan, Daniel dan aku masuk ke tempat
duduk belakang dan Lisa di kursi penumpang di depan.
"Ini akan menyenangkan banget," kata Lisa. "Chip
membuatkan kita bekal piknik dan kita akan membawanya
ke puncak Cengiran Setan."
"Apa itu Cengiran Setan?" tanya Daniel.
"Lereng yang paling tinggi," jelas Lisa. "Yang main ski
di situ biasanya pemain ski berpengalaman. Kamu bisa
memutuskan mau mencobanya atau nggak waktu kita tiba
di sana."
"Jadi kita boleh main ski?" tanyaku.
"Kalau kita mau. Temanku Jake adalah petugas patroli
ski. Dia mau menggelar pesta diam?diam di lereng malam
ini. Penerangan cuma akan ada di lereng?lereng rendah.
Pacarnya, Trish, punya akses untuk penyewaan peralatan.
Jadi kita bisa ikut, gratis."
89
"Aku nggak percaya berapa banyak orang yang kamu
kenal," kataku pada Lisa, kagum satu orang bisa punya
begitu banyak teman. Atau betapa banyak yang bersedia
mereka lakukan untuknya.
"Oh, kamu tahulah. Aku, kan, cewek pesta. Kamu
nggak bisa berpesta sendirian."
Tapi saat kami tiba, ternyata pestanya dibatalkan.
Semua petugas patroli ski dikerahkan dan mereka jauh dari
kata santai. Beberapa dari mereka tengah menarik kereta
luncur.
"Maaf, Lisa," kata Jake. Cowok itu tinggi dan ram?
ping, dan sama seperti semua petugas patroli lain, dia
Shadow of The Moon Dark Guardian 4 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengenakan jaket merah sebagai tanda pengenal. "Tepat
sebelum kami menutup lereng, kami dapat laporan seorang
bocah berusia sembilan tahun terpisah dari ayahnya di atas
gunung. Kami sudah mengerahkan anjing pelacak, tapi
belum ada hasilnya. Kami menarik semua anggota untuk
melakukan pencarian."
"Itu buruk," kata Lisa. "Apa yang bisa kami lakukan?"
Dia tersenyum lelah pada Lisa. "Pulanglah, supaya aku
nggak perlu khawatir kamu tersesat."
Aku bertukar pandang dengan Daniel dan walaupun
aku tidak bisa membaca pikiran atau merasakan emosinya,
aku tahu apa yang dipikirkannya. Tapi kalau anjing?anjing
pelacak tidak berhasil, bagaimana dia bisa?
Aku melihat sekilas gerakan dari ujung mataku dan
menoleh ke sana. Sepasang pria dan wanita duduk di
kursi panjang. Yang pria melingkarkan lengannya pada
90
yang wanita, yang menatap kosong ke arah salju sambil
menggenggam sesuatu yang tampak seperti topi rajut
berwarna biru.
"Apa itu orangtuanya?" tanyaku.
"Yap," kata Jake. "Mr. dan Mrs. Smith, kalau kamu
bisa memercayainya."
"Apa yang dipegangnya itu topi putranya?"
"Ya, ayahnya menemukannya di dekat pohon. Sayang?
nya badai tadi siang menghapus semua jejak."
Aku kembali menatap Jake. "Pasti ada sesuatu yang bisa
kami lakukan. Paling nggak, kami bisa membuat cokelat
panas untuk para petugas."
"Itu gagasan bagus!" seru Lisa. "Ayo kita lakukan."
"Oke, ya, tentu saja," kata Jake. "Mereka sebenarnya
sedang mengisi termos di pos pertolongan pertama.
Pergilah untuk memperkenalkan diri. Trish ada di sana.
Aku harus kembali bertugas." Dia meluncur pergi di atas
skinya.
"Kalian duluan saja," kataku pada Lisa. "Kami menyusul
sebentar lagi."
Dia mengernyitkan dahinya dan aku menyentakkan
ibu jariku ke belakang punggung dan membentuk kata
kamar mandi dengan mulutku.
Aku bersyukur dia tidak bertanya kenapa aku memer?
lukan Daniel untuk menemaniku pergi ke kamar mandi.
Kurasa dia terlalu bingung dengan hilangnya bocah
itu sampai dia tidak bisa berpikir jernih. Dia dan Chip
melangkah pergi.
91
"Jadi kamu mau membantu mengisi termos?" tanya
Daniel.
"Nggak, itu cuma cara supaya Lisa pergi tanpa kita
dan kita dapat alasan untuk tetap di sini. Apa menurutmu
kamu bisa menemukan bocah itu?"
"Aku nggak tahu. Anjing pelacak nggak berhasil, tapi
aku bersedia mencoba. Tapi, aku perlu kamu tetap berada
di dekatku. Untuk membawa pakaianku, jadi aku nggak
telantar tanpa pakaian."
Aku mengangguk. "Oke."
"Kalau begitu, ayo bicara dengan orangtuanya."
Kami berjalan mendekati mereka. Mereka hampir tidak
menyadari kedatangan kami karena kekhawatiran yang
amat sangat. Daniel berjongkok di depan sang ibu dan
aku tahu dia melakukannya karena ingin mendekati topi
itu, untuk mencium aroma putra mereka. Serigala seperti
anjing, mereka memiliki indra penciuman yang luar biasa.
Mereka bisa membedakan aroma setiap individu. Itulah
alasan kenapa mereka sangat ahli dalam mencari jejak.
"Kami menyesal dengan apa yang terjadi pada putra
Anda," kata Daniel tenang.
Sang ibu, dengan bergelinang air mata, hanya meng?
angguk.
"Siapa namanya?" tanyaku.
"Timmy," jawab sang ayah.
"Tim," koreksi sang ibu dengan senyum terguncang.
"Dia memutuskan dia sudah terlalu besar untuk dipanggil
Timmy."
92
"Mungkin dia pikir dia cukup besar untuk pergi
sendirian," tambah sang ayah.
"Lereng mana yang kalian kunjungi?" tanyaku. Aku
bisa saja menanyakannya pada Jake, tapi aku berusaha
menyediakan waktu bagi Daniel untuk mengingat aroma
Timmy.
"Ekor Kabut."
"Aku yakin mereka akan menemukannya," kata
Daniel.
Sekali lagi orangtuanya hanya mengangguk. Aku
merasa sangat tidak berdaya saat kami melangkah pergi,
tapi aku bersyukur aku tidak bisa merasakan apa yang
sedang mereka rasakan. Kami berhenti di dekat sebuah peta
kawasan itu yang memiliki tanda pada semua lerengnya.
"Ini dia," kataku sambil menunjuk sebuah jalan di ujung
utara.
"Kita harus mencarikanmu senter, supaya kamu bisa
mengikuti jejak kakiku," kata Daniel.
"Aku punya senter pena." Daniel menatapku dan aku
mengangkat bahu. "Nggak pernah tahu, kan, kapan aku
mungkin memerlukannya."
Daniel, dengan indranya yang tajam, akan bisa melihat
dalam kegelapan. Aku tidak mau Lisa mengkhawatirkan
kami, jadi kami pergi ke pos pertolongan pertama. Aku
memberitahunya Daniel punya pengalaman dalam pen?
carian dan penyelamatan, dan kami akan bergabung
untuk membantu. Salah satu pekerja menunjukkan di
mana tepatnya sang ayah terakhir melihat putranya di
93
peta. Aku meraih sebuah termos panas dan kami berjalan
keluar sebelum siapa pun sadar kami bukan bagian dari
tim pencari Timmy.
Kami mulai mendaki gunung. Aku tidak khawatir
akan tersesat. Aku tahu Daniel akan menemukanku dan
aku tahu dia akan menuntun kami ke tempat yang aman.
Kalau dipikir?pikir, aneh juga bagaimana tadi siang aku
sempat berpikir Daniel mungkin tidak bisa dipercaya
dan sekarang aku menyerahkan keselamatanku ke dalam
tangannya.
Kami tiba di kereta ski yang akan membawa kami ke
puncak Ekor Kabut. Keretanya masih dioperasikan, jadi
para petugas patroli bisa menggunakannya. Kami naik dan
duduk di kursi panjang saat kereta itu mengenai bagian
belakang kaki kami. Aku tidak begitu yakin bagaimana
kejadiannya, tapi tahu?tahu lengan Daniel melingkari
bahuku. Aku bertanya?tanya apa semua cowok sangat
suka menyentuh seperti dia. Aku sudah melewati sebagian
hidupku tanpa sentuhan dari Shifter lain, yang dalam
beberapa hal membuatku sangat merindukan keintiman.
Dan Daniel kelihatannya sangat ahli menyediakannya.
"Apa kamu bisa ski?" tanyanya saat kami terayun di
atas lereng. Ada sedikit lebih banyak sinar bulan malam
ini. Bulan tengah hampir mencapai kuarter pertamanya,
yang membuat lebih banyak cahaya bulan berkedip di atas
salju. Aku terpesona melihatnya. Aku ingin berada di sini
lagi saat aku sedang tidak memiliki kekhawatiran seperti
sekarang ini.
94
"Ya, kamu?"
"Sedikit." Dia mengangkat tangannya dari bahuku
dan menepuk pipiku. "Kurasa malam ini akan menye?
nangkan."
Getaran menjalar di tubuhku saat aku sadar dia me?
musatkan perhatian pada bibirku, yang mendadak merekah
dengan kehendaknya sendiri. Aku pernah membaca tentang
tatapan yang membara, tapi wow, tatapannya cukup untuk
menghangatkanku dari atas kepala sampai ke ujung kaki.
"Bersiaplah," katanya.
"Untuk apa?" Aku tidak yakin ingin diberi peringatan
kalau dia mau menciumku. Aku hanya ingin dia melaku?
kannya.
"Untuk berdiri."
"Ap?"
Lalu kakiku menyentuh permukaan tanah. Kalau
Daniel tidak mengangkatku?dalam artian sebenarnya?
dari kursi itu dengan satu lengannya yang memelukku,
entah aku akan jatuh dengan wajah menghantam tanah
atau turun terus dan kembali dari lereng ketika kursinya
berayun memutar untuk memulai perjalanannya ke bawah.
Kemudian, dia mendorongku keluar dari jangkauan
ayunan kereta.
"Ke arah sini," katanya sambil menggenggam tanganku
yang bersarung tangan dan menuntunku menuruni
lereng.
Aku butuh beberapa saat untuk tersadar dari keter?
kejutanku, menguasai diri, dan mengingat kami sedang
95
mencari anak hilang. Sebagian diriku bertanya apa Daniel
sedang memanipulasiku untuk memastikan aku tidak
melarikan diri atau apa dia mendapati dirinya tertarik
padaku seperti aku tertarik padanya.
Bagaimana ini bisa terjadi hanya dalam satu hari?
Kemarin kami berdua masih tidak saling mengenal dan
sekarang, aku ingin tahu seperti apa rasa ciumannya. Ini
seperti dia sedang melakukan apa pun yang bisa dilakukan?
nya untuk membuatku mau menjadi pasangannya. Tapi
apa ini di luar rasa tanggung jawabnya kepada para tetua
atau dia memang tertarik padaku?
Kami berjalan beberapa menit sebelum kami tiba di
lereng yang kami cari.
"Oke," kata Daniel sambil melepaskan tanganku. "Aku
akan ke belakang semak?semak di sebelah sana. Beri aku
lima menit, lalu ambil pakaianku dan ikuti jejakku."
"Lima menit?"
"Hei, sampai kamu menerimaku sebagai pasanganmu,
aku nggak akan memberimu kesempatan untuk melihat
Shadow of The Moon Dark Guardian 4 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bokong telanjangku."
Walaupun dalam keadaan genting seperti ini, aku
tersenyum. Kami saling bertatapan untuk beberapa saat
dan aku ingin tahu apa dia akan menyelesaikan apa yang
sepertinya ingin dilakukannya di kereta salju.
Dia berbalik, lalu berputar kembali dan mengangkat
daguku, menahanku dengan kuat dengan matanya
memandang ke dalam mataku. Dia mencondongkan
badannya ke depan. "Kuperingatkan. Kalau kamu
96
menggunakan kesempatan ini untuk kabur, aku akan
menemukanmu."
Sebelum aku bisa menjawab, dia sudah melompat ke
balik semak?semak, kakinya yang panjang bergerak dengan
cepat. "Aku nggak kepikiran buat kabur, kok," teriakku
akhirnya.
Walaupun sebenarnya iya. Dengan konsentrasinya
untuk menemukan Tim, aku bisa pergi jauh sebelum dia
sadar aku tidak sedang mengikutinya. Tapi bagaimana aku
akan bisa bercermin lagi kalau aku mengambil kesempatan
dari peristiwa tragis seperti ini?
Aku mendengar gemerisik di semak?semak, tahu dia
sedang melepaskan pakaiannya. Ketika semuanya sudah
sunyi, aku menunggu beberapa menit. Lalu aku menyalakan
senterku, berjalan ke semak?semak dan mengumpulkan
pakaiannya. Aku memasukkannya ke dalam jaketku untuk
menjaganya tetap hangat dan memberi diriku sedikit lebih
banyak kain untuk memisahkan diri dari udara dingin.
Kemudian aku menyampirkan mantelnya ke atas bahuku.
Aku mulai mengikuti jejaknya. Saljunya tebal dan dia
bergerak cepat, jadi jejak cakarnya tidak terlalu kentara, tapi
aku bisa melihat jalan yang diambilnya dengan cukup jelas.
Aku mencari jauh ke depan, berusaha melihatnya, ingin
tahu seperti apa dirinya dalam wujud serigala. Sebelum
kemarin, aku hanya memiliki sedikit ketertarikan padanya.
Sekarang, aku ingin tahu segalanya tentang Daniel.
Perjalanan itu berat. Angin berderu turun dari pegu?
nungan. Sekali?kali aku menyesap sedikit cokelat panas
97
untuk mendapat sedikit kehangatan. Tapi aku ingin
menyisakan sebagian besar isi termos untuk Tim.
Aku sudah berjalan dengan langkah?langkah cepat
selama hampir satu jam ketika aku mendengar, "Hayden."
Aku langsung berbalik, menyorot senterku sampai
cahayanya menerangi Daniel yang berdiri di balik semak?
semak. "Apa kamu menemukannya?"
"Ya. Lemparkan pakaianku."
Aku melakukannya, dan walaupun aku tidak bisa
melihat apa?apa, aku berbalik membelakanginya untuk
memberi lebih banyak privasi. Aku tidak mau dia berpikir
aku sudah menerimanya sebagai pasanganku. "Apa dia
baik?baik saja?"
"Dia ada di gua kecil nggak jauh dari sini. Tadinya dia
ada di luar, dingin banget, tapi aku menyalakan api kecil
dan meringkuk di dekatnya sampai dia mulai bergerak."
Aku tahu setelah dia menyalakan api, Daniel kembali
ke wujud serigala untuk membuat Tim nyaman. Bulu
Daniel dan kehangatan badan serigalanya pasti membuat
anak itu seperti merasa di surga. Dia pasti sudah pergi saat
Tim mulai sadar.
Daniel keluar dari balik semak?semak dan meraih
tanganku. "Nggak lama untuk sampai ke sana."
Kurang dari sepuluh menit kemudian, aku melihat Tim
duduk di sebuah gua kecil, lengannya memeluk sekeliling
lututnya yang dilipat dan matanya membelalak.
"Hei, sobat," kata Daniel saat dia menyampirkan
mantelnya ke bahu bocah itu. "Siap untuk pulang?"
98
Tim menganggukkan kepalanya cepat?cepat. Aku
tidak pernah menjadi pemandu hutan, tapi banyak dari
para Dark Guardian melakukannya. Yang sebenarnya
merupakan pekerjaan samaran untuk menjauhkan para
pekemah dari Wolford, tapi mereka sering harus ikut
dalam pencarian pekemah yang tersesat. Melihat Daniel
dan Tim memberiku perasaan hangat yang tidak jelas dan
aku bertanya dalam hati berapa banyak pekemah yang
mungkin sudah ditolongnya.
Ketika aku memberi Tim cokelat panas yang hangat,
Daniel memastikan apinya sudah benar?benar padam. Lalu
dia menggendong Tim di punggungnya. Tim mengenakan
jaket Daniel di atas jaket skinya sendiri.
"Kamu akan kedinginan," kataku pada Daniel.
"Nggak, kita akan bergerak cepat."
Dan kami memang bergerak cepat. Aku berharap kami
sempat berpikir untuk meminjam radio seseorang tadi.
Jadinya, tidak ada yang tahu kami sudah menemukan Tim
sampai kami tiba di kereta ski. Beberapa anggota petugas
patroli ski tengah berdiri membentuk lingkaran sambil
berdiskusi, mencoba memutuskan langkah selanjutnya
ketika melihat kami. Mereka berteriak. Aku mendengar
bunyi di radio saat seseorang membuat panggilan ke pos
pertolongan pertama.
Jake mengambil Tim dari Daniel, menyerahkan man?
telnya, dan pindah ke daerah yang lebih terang supaya
mereka bisa memeriksa Tim sebelum membawanya turun
dari lereng dengan kereta ski.
99
"Mereka akan merawatnya sekarang," kata Daniel saat
membimbingku menuju kereta ski dan aku sadar dia sangat
ingin pergi sebelum kami menarik terlalu banyak perhatian.
Tidak diragukan lagi, mereka akan mulai menanyakan
pertanyaan?pertanyaan yang tidak benar?benar ingin kami
jawab.
Begitu aku duduk di atas kursi kereta ski, kelelahan
menguasaiku. Mungkin karena pacuan adrenalin untuk
mencari dan menemukan Tim akhirnya surut. Atau
mungkin karena usaha berjalan menembus salju dan
berusaha untuk tidak tertinggal jauh di belakang Daniel.
Entah bagaimana, lengannya sekali lagi merangkulku.
Kali ini aku menerimanya dan bersandar padanya,
meletakkan kepalaku di lekukan bahunya.
"Kamu hebat banget," kataku.
"Aku nggak akan bisa melakukannya tanpamu. Kamu
pandai mengikuti jejak."
"Itu karena aku mau melihatmu dalam wujud serigala,"
kataku lelah.
"Kamu pernah melihat seekor, berarti kamu pernah
melihat semuanya."
"Salah. Setiap serigala terlihat berbeda?beda. Apa
wujudmu hitam pekat?"
"Ya. Well, kecuali mataku."
"Berani taruhan kamu pasti indah banget."
Daniel tidak merespons kata?kataku. Mungkin dia
mengerti kelelahan membuatku mengatakan hal?hal
yang tidak akan kukatakan dalam keadaan normal. Aku
100
sangat lelah sampai aku merasa hampir seperti orang
mabuk.
Dia membelai daguku dengan ibu jarinya. Aku meng?
angkat wajahku untuk menatapnya dan mendapati mulut?
nya berada sangat dekat dengan mulutku.
"Aku berjanji pada diriku sendiri kalau aku mene?
mukannya, aku akan meminta hadiah," katanya lembut.
Aku mengernyitkan dahiku. "Orangtuanya menawar?
kan imbalan?"
"Nggak. Tapi aku sudah membuat diriku menyangkal
sesuatu yang kuinginkan."
Dan kemudian, bibirnya menyapu bibirku, begitu
halus, begitu lembut. Aku bisa merasakan dia menahan
diri. Aku tidak yakin aku ingin dia menahan diri, tapi
aku juga tahu aku tidak seharusnya memberi dorongan
padanya, aku tidak seharusnya membuat dia percaya aku
akan menerimanya sebagai pasanganku.
Aku masih menghadapi ketidakpastian dan bahaya saat
bulan purnama berikutnya tiba. Aku tidak mau dia ada di
sana, membahayakan hidupnya sendiri untukku.
Dia menarik diri, ekspresi posesif di wajahnya mem?
buatku terguncang dan takut. Aku tidak akan bisa lepas
darinya dengan mudah.
Masalahnya, aku tidak lagi yakin aku ingin melaku?
kannya.
Aku berbaring di tempat tidur sambil memandangi caha?
ya bulan yang menerobos masuk lewat jendela kamar.
101
Bagaimana bisa sesuatu yang terlihat begitu indah dan
tidak berbahaya, tapi disaat yang sama juga penuh dengan
maut?
Kami bergabung dengan Lisa dan Chip di pos perto?
longan pertama. Lisa luar biasa kagum karena Daniel yang
menemukan Tim. Daniel dengan rendah hati mengatakan
padanya itu bukan apa?apa, bahwa dia sudah melakukan
banyak pelacakan di hutan. Yang mungkin memang
dilakukannya.
Kami kembali ke kondominium dan mengadakan
piknik kami di lantai ruang tamu. Tidak terlalu romantis,
tapi aku bukan satu?satunya yang lelah dan kedinginan.
Tak lama setelah itu, Chip pergi, Daniel berbaring di sofa,
dan Lisa dan aku naik ke lantas atas.
Hanya saja, aku tidak bisa tidur. Sehari lagi. Semalam
lagi. Dan kami akan pergi.
Aku belum yakin kembali ke Wolford adalah tindakan
terbaik.
Aku bangun dari tempat tidur, mengenakan sweter,
dan mengendap menuruni tangga ke ruang tamu. Daniel
sedang memandangi langit?langit, tangannya terbenam
di belakang kepalanya. Tatapannya jatuh padaku. Aku
mendekat dan duduk di meja kopi.
"Aku takut kalau aku kembali ke Wolford, aku akan
menempatkan yang lain dalam bahaya. Aku takut kalau
aku punya pasangan, Harvester akan merenggut jiwanya
saat kami bertransformasi. Aku nggak yakin Wolford aman.
Shadow of The Moon Dark Guardian 4 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku cuma entahlah. Kalau aku menerimamu sebagai
102
pasanganku, kita bisa tinggal di sini. Aku bisa menghadapi
bulan purnamaku di sini."
Dengan pelan, teramat pelan, dia bangkit untuk
duduk, berbalik, dan menghadapku. "Apa kamu percaya
padaku?"
Percayakah aku? Dia tipe orang yang cukup pe?
duli untuk menyelamatkan seorang anak kecil. Aku
mengangguk.
Dia meraih tanganku. "Kalau Harvester datang
kemari, aku nggak bisa menyelamatkan satu pun dari
kita. Di Wolford, kita punya kesempatan bertarung untuk
mengalahkannya, untuk bertahan hidup. Para Dark
Guardian ada di sana. Para tetua juga. Kita tahu apa yang
kita hadapi sekarang. Mereka belum tahu itu saat Justin
diserang."
Apa yang dikatakannya masuk akal. Kalau Harvester
menemukanku di sini dan aku sendirian, aku tidak akan
memiliki kesempatan. Kami tidak bisa menghalangi trans?
formasi pertama kami. Hal itu terjadi begitu saja, tidak
peduli kami menginginkannya atau tidak, saat bulan
memberi perintah, itu akan terjadi. Satu?satunya yang bisa
kukendalikan adalah tempatku berada saat transformasiku
berlangsung.
"Oke. Aku akan kembali ke Wolford. Tapi aku nggak
akan menerimamu sebagai pasanganku."
Dia meremas tanganku. "Hayden?"
"Nggak. Aku nggak nyaman dengan kenyataan se?
seorang mungkin terluka karena aku."
103
"Kamu harus memiliki seseorang. Kalau bukan aku,
pilih orang lain."
Anehnya, aku tiba?tiba tidak bisa membayangkan
orang lain yang kuinginkan. Tentu saja aku tidak akan
mengakuinya di depan Daniel. Alih?alih, aku hanya
berkata, "Kita lihat saja apa yang terjadi waktu kita tiba di
Wolford."
"Cukup adil."
Kami duduk di sana selama beberapa waktu, dalam
keheningan, hanya berpegangan tangan. Akhirnya aku
melepaskan diri dari genggamannya dan memaksa diriku
berdiri. "Kami akan mengadakan pesta di sini nanti malam
setelah kerja. Itu idenya Lisa. Semacam pesta?akhir?libur?
musim?dingin."
"Apa aku diundang?"
Suaraku serak saat menjawab, "Ya."
Saat aku meninggalkannya di sana dan berjalan kembali
ke kamarku, yang bisa kulakukan hanya berharap pergi
bersamanya?dan tidak berusaha untuk melarikan diri
lagi?akan menjadi keputusan yang tepat.
104
Tidak banyak yang terjadi pada hari terakhirku di resort.
Daniel sudah pergi dari kondominium saat aku bangun,
dan walaupun aku tidak bisa melihatnya, aku bisa
merasakan dia mengawasiku?saat aku berangkat kerja dan
saat aku berjalan pulang. Sebagian kecil diriku berharap
dia ada di sampingku saat aku melangkah menembus salju.
Sebagian lainnya senang dengan jarak yang ada di antara
kami, sampai aku sadar hal itu hampir membuat malam
ini seperti kencan.
Tetap saja, aku tidak bisa melukiskan harapan yang
menerpaku saat aku bersiap?siap untuk pesta. Atau ke?
gelisahannya.
"Diam," perintah Lisa.
TUJUH
105
"Tapi aku mau lihat."
"Nanti waktu aku sudah selesai."
Lisa mendandani wajahku. Aku pernah belajar ber?
dandan sedikit dengan cewek?cewek di sekolah, tapi tidak
pernah benar?benar menguasai keterampilan itu.
"Kamu nggak akan membuatku terlihat seperti badut,
kan?" tanyaku.
Lisa menggeram dan kalau aku tidak lebih tahu, aku
akan berpikir dia seorang Shifter.
"Santai. Santai saja. Aku adalah make up artis untuk
semua produksi SMU?ku. Aku ini hidup di Sephora."1
Dia mengatakannya seakan hal itu seharusnya berarti
sesuatu bagiku.
Sambil mencondongkan badannya ke belakang, dia
mengamatiku sebentar. "Kamu bahkan nggak tahu aku
lagi ngomongin apa, kan? Apa kamu kabur dari semacam
komunitas agama atau semacamnya?"
"Nggak."
"Daniel?apa dia akan membawamu kembali? Apa
kamu butuh bantuan?"
Aku meraih tangannya. Jauh lebih mudah dilakukan
saat aku tahu tidak ada emosi yang akan menghantamku.
"Aku baik?baik saja. Aku cuma tumbuh di kota kecil,
masuk sekolah asrama putri, dan nggak pernah benar?
benar berkencan, itu saja."
1
Jaringan toko kosmetik dari Prancis
106
"Oke, kalau kamu bilang begitu. Tapi Daniel benar?
benar suka padamu." Dia bergerak mendekatiku dan aku
menghentikannya dengan menyentuh bahunya.
"Bagaimana kamu bisa tahu?"
"Yang bener aja! Dari cara dia menatapmu."
"Tepatnya bagaimana?"
"Intens banget. Seperti kamu berarti segalanya untuk
dia. Seperti dia nggak tahan kalau semenit aja nggak
memperhatikanmu. Dan malam ini, dia nggak akan bisa
mengalihkan matanya darimu." Dia memutarku untuk
menghadap cermin.
Aku melongo pada bayanganku dan berdiri pelan?
pelan. Lisa menggunting rambutku untuk membuat
poni. Aku tidak yakin dia sudah membubuhkan make
up, tapi mataku yang berwarna karamel jadi lebih besar,
lebih berkilau, dan terlihat eksotis. Dia entah bagaimana
memperkuat bentuknya yang oval. Bibirku terlihat lebih
penuh. Jelas terlihat siap dicium.
Pikiran itu membuatku mulai menghangat dan aku
memperhatikan rona merah merambat di dagu dan naik
ke pipiku. Mungkin mulainya dari perut, tapi karena aku
mengenakan sweter tebal cowl-necked yang jatuh ke satu
sisi bahuku, jadi sulit untuk memastikannya. Sweterku
berwarna ungu tua yang membuat rambutku terlihat
semakin pirang dan mataku semakin berkilau.
"Ini nggak kayak aku," kataku kagum.
"Tentu saja itu kamu," sahut Lisa untuk mengusir
ketakutanku. "Dan tunggu sampai Daniel melihatmu
dengan jelas. Dia bakal nggak bisa ngomong apa?apa."
107
Tebakan Lisa tepat.
Kendatipun udara musim dingin menyengat, kami
membiarkan pintu depan dan pintu Prancis yang menuju
serambi terbuka, jadi orang?orang bisa berkeliaran di
dalam dan di luar ruangan. Lampunya diredupkan dan
lilin?lilin beraroma cemara dinyalakan di seisi ruangan.
Musik dimainkan. Kami sudah memindahkan semua
perabotan dari tengah ruang tamu supaya ada banyak
ruang untuk berdansa. Beberapa orang duduk di sofa,
kursi untuk berdua, atau kursi?kursi yang dibariskan
di sepanjang dinding. Beberapa duduk di bantal. Kami
menyediakan kudapan, soda, dan bir. Tidak ada yang
mengawasi siapa pun, jadi aku meraih sebotol dan
meneguk minuman pahit itu. Aku gugup, menunggu
Daniel muncul.
Sambil menggosok tanganku ke celana jeans, aku
menyesal tadi aku berlari ke toko waktu istirahat siang
dan membeli sepasang sepatu bot hak tinggi. Sepatu itu
sangat tidak praktis dan aku tidak tahu kapan aku akan
pernah mendapat kesempatan untuk mengenakannya lagi.
Tapi sepatu itu membuatku merasa elegan, bahkan saat
kakiku terasa sakit. Dan kupikir kakiku terlihat panjang
dan ramping karenanya. Terutama pada waktu aku
menghabiskan birku yang pertama dan mulai untuk yang
kedua.
Aku ada di kamar mandi, tempat kami menuangkan
berton?ton es ke dalam baknya untuk dipakai sebagai
pendingin. Aku baru saja menarik botolnya ketika seorang
108
cowok yang bekerja bersamaku selama sebulan ini,
Mark, muncul di depanku, melingkarkan tangannya di
pinggangku, menarikku ke sampingnya, dan menangkup
bokongku. "Kamu kelihatan keren banget."
Bisa kutebak dari kata?katanya yang meracau dan dari
caranya bergerak kalau dia sudah minum terlalu banyak.
Aku juga tahu dia tidak berbahaya. Sebelum aku bisa
melepaskan diriku dari pelukannya dan menyingkirkan
tangannya dari bokongku, erangan rendah bernada mem?
peringatkan bergema di dinding.
Mark melepaskanku dan berbalik begitu cepat, yang
hampir membuatnya tersungkur. Berusaha mendapatkan
keseimbangannya kembali, dia bertanya, "Dude, apa itu
tadi suara kamu?"
Aku tidak terkejut melihat Daniel berdiri di depan
pintu. Yang membuatku terkejut adalah betapa senangnya
aku melihat dia. Dia terlihat mengancam, dan tepat pada
saat itu, tidak diragukan lagi, dia melindungi teritorinya?
aku.
Aku terbelah antara sakit hati atas sikapnya yang kuno
dan tersanjung dengan ketetapan hatinya. Dia terlihat
keren banget. Dia jelas sudah bercukur. Dia mengenakan
sweter kasmir hitam dan matanya yang sewarna zambrud
bersinar.
Menembus keheningan yang terjadi di kamar mandi,
Mark berkata, "Kamu mau bir?"
Baru setelah itu Daniel mengalihkan tatapannya
Shadow of The Moon Dark Guardian 4 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
padaku. Matanya melebar sedikit seakan terkejut dengan
109
kehadiranku, dan aku sadar dia mungkin melacakku di
kondominium hanya dengan aromaku. Baru sekarang
dia dapat melihatku dengan jelas. Hidungnya melebar,
matanya membara. Aku tidak bisa menahan sedikit getaran
kegembiraan yang mendadak melingkupiku.
Mark mengangkat tangannya, seperti seseorang yang
menghindari kemarahan massa. "Aku nggak tahu dia sudah
ada yang punya."
"Nggak ada, kok," aku merasa harus memberitahu?
nya. "Aku belum punya siapa?siapa," tambahku, yang ku?
alamatkan pada Daniel.
"Ya, well, aku nggak di sini untuk cari masalah, cuma
mau senang?senang." Mark meraih bir dan berjalan me?
nyamping untuk melewati Daniel supaya bisa keluar dari
ruangan.
"Itu agak kasar, tahu," kataku tersinggung.
"Apa yang kamu lakukan pada dirimu?"
"Kamu nggak menyukainya?"
Dia memiringkan kepalanya untuk mengamatiku
dengan lebih baik. "Aku suka. Tapi aku juga suka kamu
yang biasanya."
"Besok aku akan kembali seperti biasanya." Aku meng?
ibaskan jari?jariku ke poni. "Well, kecuali yang ini. Mau
bir?"
Dia masuk ke kamar mandi dan meraih bir dari bak.
Dia menyentakkan kepalanya ke arah pintu. "Kamu suka
cowok itu?"
Aku mengangkat bahu. "Ya. Dia baik."
110
Daniel menatap galak dan aku sadar tak ada hal
yang dilakukannya tanpa menunjukkan kegarangan.
"Maksudku, lebih dari suka," katanya.
"Kamu bilang suka."
Dia menghela napas tak sabar dan aku mendapati
diriku menikmatinya, sadar walaupun dengan semua
desakannya untuk menjadi pasanganku, dia tidak terlalu
nyaman dengan emosi?emosi yang menyertai proses ini.
Kurasa hal itu menggemaskan.
"Kata yang satunya lagi," gumamnya.
"Sayang?" bisikku.
"Lucu banget, deh."
Aku mengalah. "Aku nggak mencintainya, kalau itu
yang kamu tanyakan. Aku hampir nggak mengenalnya."
Tatapannya jatuh pada pinggulku. "Dia jelas berpikir
dia mengenalmu."
"Dia cuma bersikap ramah. Dia nggak berbahaya, kok."
Nggak seperti kamu, aku hampir menambahkannya.
Dia memicingkan matanya, kelihatan seakan ingin
membantah. Alih?alih, dia membuka tutup birnya, me?
neguk, dan kemudian mengamatiku. "Kamu nggak seha?
rusnya menggoda cowok lain."
"Kenapa? Karena aku milikmu?"
"Karena kamu membutuhkan seseorang yang bisa
melindungimu dan cowok itu nggak bisa melakukannya.
Aku yang akan melakukannya."
Dua orang berjalan ke dalam kamar mandi, meraih
beberapa botol, dan keluar.
111
"Ayo," kataku. "Aku nggak berniat menghabiskan
pestaku di dalam kamar mandi."
Aku melangkah ke lorong dengan Daniel tepat di
belakangku. Musik berdentum di ruang tamu yang remang?
remang. Banyak yang berdansa berputar?putar di lantai.
"Apa kamu bisa dansa?" tanya Daniel di dekat telinga?
ku, napasnya berembus di leherku dan mengirimkan
getaran hangat yang menyenangkan ke punggungku.
Bagaimana bisa dia membuatku merasakan sesuatu
yang begitu besar dengan usaha yang begitu kecil? Aku
menggeleng.
Dia mengambil botolku dan meletakkannya bersama
dengan miliknya di atas meja kecil terdekat. Lalu, dia
meraih tanganku dan mulai menarikku ke lantai dansa.
Aku bertahan di atas hak sepatu bot mahalku.
"Nggak mau!" Aku menggelengkan kepalaku sambil
tertawa. "Aku cuma akan membuat diriku terlihat bodoh."
Dia menunduk. "Kamu nggak akan melihat orang?
orang ini lagi setelah malam ini. Apa masalahnya? Lagian,
kupikir kamu mau berpesta. Apa yang lebih baik dari
sedikit kegilaan?"
Apa yang dikatakannya benar, tapi aku belum pernah
berdansa sebelumnya. Tidak pernah ikut berdansa. Ketika
aku memperhatikan orang?orang di Out of Bounds
berdansa, aku tidak pernah bergabung dengan mereka.
"Kamu cuma perlu menggerakkan badanmu. Nggak
susah, kok. Ini bukan acara Dancing with the Stars,"
katanya.
112
"Janji nggak akan tertawa?" tanyaku.
Dia membuat tanda silang di dadanya dan menarikku
ke lantai dansa. Bir yang kuminum tadi jelas sudah
mengendurkan beberapa pertahanan diriku, tapi tetap saja
aku melihat sekeliling.
"Jangan lihat mereka," kata Daniel. "Lihat aku saja."
Dengan anggun dan luwes, dia bergerak sesuai irama.
Aku mendapati diriku mengikuti gerakannya. Terasa
sangat mudah. Dan sangat menyenangkan. Aku terse?
nyum. Aku tertawa. Aku jelas melewatkan kesenangan yang
didapat dari berdansa. Perayaan terbesar kami di Wolford
dilaksanakan selama titik balik matahari musim panas dan
musim dingin, saat sebanyak mungkin keluarga datang
untuk merayakan keberadaan kaum kami. Ada permainan,
musik, dan dansa. Aku pernah mencoba untuk berbaur, tapi
lebih sering hanya menonton. Kaumku tidak bermaksud
kasar, tapi mereka semua tahu kemampuanku dan tidak
nyaman berada di dekatku. Bukannya aku menyalahkan
mereka. Ketika emosi?emosi yang menyerbuku terlalu
kuat, aku akan pergi ke ruang bawah tanah dan membaca
buku di sudut yang kubuat untuk diriku sendiri. Aku tidak
sepenuhnya terlindung di sana, tapi hanya perasaan yang
paling kuat yang akan mencapaiku.
Perasaan terburuk dari semuanya adalah milikku
sendiri saat aku berada di sana. Kesepian. Terasing. Aku
selalu lebih memilih berada di sekolah, berada di antara
para Static. Tapi ada hal?hal yang tidak bisa kubagi dengan
mereka, yang juga menciptakan perasaan bahwa tempat itu
bukan benar?benar tempatku.
113
Tapi malam ini aku bahagia. Aku berdansa. Aku berada
di tengah kerumunan. Begitu banyak orang. Paling tidak
ada seratus orang di sini. Para pekerja musim dingin, para
mahasiswa?mahasiswi perguruan tinggi yang akan kembali
ke universitas mereka besok, supaya mereka bisa masuk
kuliah hari Senin. Aku ingin pergi bersama mereka, ke
mana pun mereka pergi. Tapi, aku malah akan kembali ke
Wolford bersama Daniel.
Dia meraih tanganku dan menarikku mendekat.
"Jangan memikirkannya!" teriaknya di telingaku untuk
mengalahkan suara musik. Setelah memutarku, dia kem?
bali mendorongku menjauh darinya supaya kami bisa
melanjutkan tarian kami.
"Bagaimana kamu bisa tahu?" teriakku. Bagaimana dia
tahu apa yang sedang kupikirkan?
Aku cukup yakin dia mendengarku, tapi dia meng?
abaikanku, bergoyang mengikuti musik?yang tiba?tiba
berhenti. Orang?orang berteriak, mengeluh, mengerang.
Beberapa cowok mulai mengutuk. Lagu lembut mulai
mengalun. Teriakan girang dan tepukan tangan bergema
di seisi ruangan.
Sebelum aku bisa buru?buru keluar dari lantai dansa,
Daniel menarikku ke dalam pelukannya.
"Aku nggak pernah?" mulaiku.
"Santai saja, Hayden."
Dia meletakkan lenganku di sekeliling lehernya dan
melingkarkan lengannya di sekeliling pinggangku. Kami
tidak benar?benar berdansa. Hanya menggerakkan kaki,
114
tapi rasanya menyenangkan. Sangat menyenangkan.
Menyenangkan bisa berada begitu dekat dengan Shifter
lain tanpa merasakan emosinya dan hanya teralihkan oleh
perasaanku sendiri. Dan emosi?emosiku mengarah ke segala
arah. Kesenangan, yang dengan cepat disusul perasaan
takut lagi karena apa yang kurasakan ini, kurasakan dengan
amat kuat. Aku menikmati momen ini bersama Daniel.
Aku bahkan tidak perlu berpura?pura aku normal. Untuk
saat yang pendek ini, aku benar?benar normal.
Aku menempelkan wajahku di lekukan bahunya,
bersyukur sudah menghabiskan banyak uang hasil kerja
kerasku untuk membeli sepatu bot ini, yang membuatku
cukup tinggi untuk bersandar dengan tepat di tubuhnya.
"Bagaimana kamu tahu aku sedang berpikir tentang
kembali ke Wolford?" tanyaku pelan. "Apa kamu bisa
membaca pikiran?"
"Kamu berhenti tersenyum."
"Aku nggak pernah tersenyum di Wolford, kumohon
jangan bawa aku kembali ke sana, Daniel."
"Aku harus melakukannya, Hayden." Dia menunduk?
kan kepalanya, napasnya berembus di sepanjang kulit
sensitif di bawah telingaku. "Aku nggak akan bisa mene?
rimanya kalau sesuatu terjadi padamu. Aku benar?benar
percaya Wolford adalah satu?satunya tempat yang aman
untukmu."
Sampai saat itu, aku tidak pernah berpikir mungkin
membawaku kembali ke Wolford tidak lebih mudah
baginya, seperti yang kurasakan. Aku bisa saja terus menyu?
115
litkannya, dengan terus mencari cara untuk melarikan
diri. Atau aku bisa menerima sesuatu yang memang tidak
terelakkan seperti yang kukatakan padanya akan kulakukan
semalam.
Shadow of The Moon Dark Guardian 4 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku merasakan sisa pertahanan diriku menguap keluar
saat aku benar?benar menerima keputusanku untuk
kembali ke tempat perlindungan rahasia kami. Tubuhku
menjadi rileks saat bersandar di tubuh Daniel. Pelukannya
menjadi semakin erat dan dia menarikku lebih dekat.
"Terima kasih," bisiknya.
Aku bertanya dalam hati apa dia tahu apa yang ku?
putuskan?bahwa segalanya akan berubah begitu kami
kembali ke Wolford. Bahwa aku akan berubah. Bahwa
emosi?emosi yang lain, yang akan terus?menerus mener?
paku akan membuatku sedih. Bahwa aku tidak akan me?
miliki kedamaian. Kemudian bulan purnamaku akan
tiba.
Dia ingin aku percaya semuanya akan baik?baik saja.
Tapi aku hanya yakin pada apa yang kumiliki malam
ini. Jadi aku bertahan. Aku tidak menoleh saat orang?
orang menabrakku. Aku membiarkan musiknya mengalir
menembusku. Aku menyimak hiruk?pikuk obrolan. Suara
riuh rendah mengelilingiku, tapi semua itu berada di luar
diriku. Di dalam, aku hanya tahu pikiranku dan hanya
merasakan emosiku. Walaupun perasaanku sedikit takut?
kerena aku begitu menikmati berada dalam pelukan
Daniel?tapi pada saat yang bersamaan juga terasa sangat
menakjubkan. Karena semua ini milikku dan hanya
milikku seorang.
116
Alunan musik yang lembut sudah hampir menghilang
sebelum entakan yang lebih keras dan lebih cepat berden?
tum di seisi ruangan. Orang?orang memisahkan diri dan
kembali menari dengan lebih bersemangat.
Daniel meraih tanganku dan kami menyeruak pergi
melalui keramaian menuju pintu Prancis. Kami tidak
berhenti di beranda, dia menuntunku menuruni tangga
dan kaki kami melesak ke dalam salju. Sepatu bot berhak
benar?benar sulit untuk digerakkan saat kami menyebe?
rangi halaman. Cahaya bulan memancarkan sinar biru
redup ke semua yang ada di bawahnya. Hanya untuk
sesaat aku berpikir apa mungkin kami bisa mengalahkan
Harvester, tapi kemudian semua pikiran?kecuali yang
terpusat pada Daniel?meninggalkan benakku saat dia
memutar badanku untuk menghadapnya.
"Semua ketidakwarasan dan kegilaan di dalam sana,
semua suara itu, apa seperti itu rasanya bagimu ketika
emosi para Shifter menghantammu?" tanyanya, tatapannya
terkunci padaku.
"Nggak benar?benar seperti itu, tapi itu mungkin
yang paling dekat untuk menggambarkannya. Yang ku?
rasakan bukan suara, tapi luapan dan kekacauan. Lebih
ke mental, tapi isik juga karena aku nggak bisa menolak
untuk menanggapi apa yang kurasakan." Aku menggeleng.
"Mustahil untuk menjelaskannya."
Ketika musik mengalun keluar dari kondominium,
suaranya terlalu jauh untuk mengganggu. Bunyi ranting
atau cabang pohon yang patah?mungkin keberatan me?
117
nahan salju?menembus keheningan. Seekor burung
hantu berkoak.
Aku tidak mengambil jaketku sebelum keluar. Aku
seharusnya gemetaran karena rasa dingin. Tapi aku tidak
merasakannya. Kelihatannya yang bisa kulakukan hanya
menatap ke dalam mata Daniel dan menerima kehangatan
yang terpancar dari tubuhnya.
Dia menangkup wajahku dengan kedua tangannya.
Telapak tangannya hangat, kasar, dan kapalan. Dia
pernah membuatku mencurigainya karena aku tidak
bisa merasakan emosinya, sekarang aku menikmati ke?
nyataan ketika dia menyentuhku seperti ini, emosi yang
bergejolak di dalam diriku adalah milikku dan milikku
seorang.
"Aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi padamu,"
katanya pelan dan tegas.
Bibirnya menyentuh ujung mulutku dan hasrat mengu?
asaiku. Aku menggeser kepalaku untuk mencium, untuk
bertemu dengan bibirnya saat bibirnya meluncur di
bibirku, sebelum berhenti bergerak setelah menemukan
posisi yang tepat. Musim dingin melayang pergi dan aku
merasa seperti berada di pertengahan musim panas. Gelora
menguasaiku saat aku merasakan kegairahanku bangkit
dan melingkar menyelubungiku.
Ciuman ini berbeda dengan yang diberikannya di
atas kereta ski. Yang waktu itu terasa tak yakin, sebuah
percobaan, kebutuhan untuk merayakan apa yang kami
capai. Yang ini jauh, jauh melebihi semua itu. Aku tidak
118
pernah berani berharap aku bisa mengalami sesuatu yang
begitu intim dengan seorang Shifter tanpa dihancurkan
karenanya. Tapi walaupun aku tidak berpengalaman, aku
tahu tidak ada ciuman lain yang akan sama menggetarkan,
sama memuaskan, dan sama menakjubkan dengan yang
kurasakan saat ini.
Ketika Daniel menarik diri, aku menatap ke dalam
matanya, tersesat di sana, sama seperti aku tersesat di
dalam ciumannya. Untuk pertama kali sejak aku pertama
melihatnya, aku benar?benar ingin pergi bersamanya.
Dia membelai bibirku dengan ibu jarinya. Bibirku
sensitif, lembap, dan mengembang.
"Ucapkan perpisahanmu. Kita berangkat tepat sebelum
matahari terbit."
Kemudian dia melepaskan pelukannya padaku dan
menghilang di antara pepohonan, ke dalam hutan. Dia
tidak tidur di sofa malam ini dan aku ingin tahu apa itu
karena dia takut godaan untuk menaiki tangga menuju
kamarku akan terlalu berat untuk ditahan. Aku tidak
mau merasakan kedekatan seperti ini dengannya, tapi
aku tetap tidak bisa menyangkal keajaiban yang tercipta
karenanya. Aku tidak ingin berpikir dia mungkin bisa
menjadi pasanganku. Aku tidak pernah merasakan kerin?
duan sedalam ini sebelumnya. Aku tidak pernah mene?
rima kedekatan dari seorang Shifter lebih dari kedekatan
seorang Static seperti ini sebelumnya.
Kehangatan yang kurasakan dari berada di dekat
Daniel menghilang dan kedinginan menggantikannya.
119
Aku gemetar, melipat lenganku, dan buru?buru kembali
ke kondominium.
Untuk menikmati jam?jam terakhir kedamaianku
sebelum memulai perjalanan yang akan berakhir dengan
berdiri penuh kemenangan di bawah bulan purnama?
atau tewas.
120
Aku tidak tidur. Aku hanya berbaring di tempat tidur dan
mengamati bayangan yang menari?nari di langit?langit saat
cahaya bulan bermain?main di kamar. Saat aku bersama
Daniel, kembali ke Wolford tampak seperti keputusan
yang tepat. Ketika aku tidak bersamanya, hal itu kelihatan
seperti sesuatu yang gila. Sama seperti dirinya yang berjanji
bahwa dia tidak akan membiarkan apa pun terjadi padaku,
keinginanku sama besarnya untuk memastikan tidak
akan terjadi apa?apa padanya. Tak peduli apa yang harus
dikorbankan. Aku tidak mau dia atau Shifter lain tewas
karenaku.
Aku menyambut bayangan pertama datangnya fajar
dengan harapan dan ketakutan.
DELAPAN
121
Daniel tidak memberitahuku kapan tepatnya aku
harus menemuinya, tapi entah bagaimana aku merasakan
kehadirannya.
Aku turun dari tempat tidur dan berjinjit ke jendela.
Sambil mengintip keluar, aku melihatnya di tepi barisan
pepohonan, duduk di atas mobil saljuku yang belum
dinyalakan. Jalan menuju hutan lindung ditutup untuk
kendaraan. Dengan rute yang tidak langsung kami bisa
mencapainya dengan mengarungi salju.
Kalau dipikir?pikir, mungkin seharusnya aku terus
mengendari mobil salju itu sampai aku mencapai samudra
atau negara lain. Alih?alih, aku mencapai Athena dan
memutuskan untuk berhenti sebentar, untuk menghasilkan
sedikit uang, mengumpulkan keperluanku, dan membuat
rencana ke mana aku harus pergi selanjutnya. Aku tidak
pernah berpikir aku akan memutuskan untuk kembali ke
Wolford. Tapi sekarang, ke sanalah aku akan pergi.
Hujan salju mulai turun. Semakin cepat kami berangkat
semakin baik.
Dengan membulatkan tekad untuk melanjutkan ren?
cana ini, untuk menghadapi apa pun yang harus dihadapi,
aku meninggalkan jendela dan mengenakan pakaian: celana
jeans, kaus, sweter, jaket, sarung tangan, topi, dan sepatu
bot. Keperluan lain yang kubutuhkan sudah dijejalkan di
dalam ranselku.
Aku belum mengucapkan selamat tinggal pada siapa
pun, belum mengatakan pada siapa pun aku akan pergi. Itu
terlalu sulit untuk dilakukan dan mungkin memerlukan
122
penjelasan dan janji?janji. Aku tahu mereka akan mengerti.
Athena adalah tempat di mana persahabatan sama pen?
deknya dengan salju yang jatuh ke bumi. Mayoritas dari
orang?orang yang ada di sini sekarang akan pergi dalam
beberapa hari ke depan. Pikiran itu membuatku merasa
tidak terlalu berbeda.
Aku menyandang ranselku di punggung dan menuju
lantai bawah. Di atas meja dapur, aku meninggalkan
catatan yang bertulis: Kembali ke rumah. Terima kasih
untuk semuanya.
Terima kasih untuk menyimpan emosimu untuk dirimu sendiri, pikirku, tapi aku tidak menulisnya. Kata?kata
yang tertulis dengan rapi sepertinya tidak cukup, tapi
tidak ada hal lain yang kumiliki yang bisa kutinggalkan.
Aku menyelinap ke beranda dan mengunci pintu di
belakangku. Bulan mulai turun, sekarang lebih gelap dari
waktu aku keluar dengan Daniel semalam. Aku hanya
bisa melihat siluet garis tubuhnya dan cahaya samar dari
Shadow of The Moon Dark Guardian 4 Karya Rachel Hawthorne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jalan yang membayangi mobil salju. Keputusan Daniel
untuk melindungiku, bahkan dengan risiko bagi dirinya
sendiri, membuatku sangat terharu. Tapi bukan itu yang
kuinginkan. Aku tidak mau siapa pun mengorbankan diri
mereka untukku.
Mungkin aku tidak seharusnya lari dari Wolford.
Mungkin aku seharusnya menjelaskan keberatanku kepada
para tetua. Tapi malam itu aku terguncang dan ketakutan.
Melarikan diri adalah satu?satunya pikiran yang terlintas
di benakku. Aku masih tidak yakin kembali ke sana adalah
123
hal yang tepat untuk dilakukan. Tapi aku akan memberinya
kesempatan.
Aku bisa melihat jejak?jejak cakar yang berkeliling,
masuk dan keluar di antara pepohonan. Daniel, tidak
diragukan lagi, terus berjaga sepanjang malam. Aku
bertanya dalam hati kenapa dia merasa perlu melakukannya
semalam dan tidak pada malam sebelumnya. Mungkin dia
menduga aku akan mencoba usaha terakhirku untuk kabur.
Aku senang salju yang turun akan menutupi jejaknya. Aku
tidak mau ada yang mengangkat senapan dan pergi mencari
apa pun yang sudah membuat jejak itu.
Dia tidak mengatakan apa?apa saat aku mendekat. Apa
yang bisa dikatakan?
Dia menyalakan mobil salju saat aku naik dan duduk
di belakangnya. Aku melingkarkan lenganku di sekeliling
pinggangnya dan menempelkan pipiku di punggungnya.
Saat kami melaju ke depan, aku berjuang untuk tidak
melihat ke belakang.
Tapi nostalgia menguasaiku. Aku memandangi tempat
itu, tempat di mana aku pernah merasa bahagia dan aman,
menghilang di belakang tirai salju di kejauhan.
Kami terus melaju sampai jauh setelah malam tiba.
Bersamaan dengan transformasi pertama, kami memiliki
kemampuan untuk melihat di malam hari. Bahkan dalam
wujud manusia, kami bisa mempertahankan beberapa
kecenderungan sifat binatang kami. Walaupun mobil
salju memiliki lampu depan, aku tahu Daniel lebih
124
mengandalkan nalurinya untuk menembus pepohonan
dan menghindari bebatuan atau gundukan salju yang
mungkin merupakan bahaya terselubung.
Kami sudah berhenti tiga kali sepanjang hari ini di pom
bensin terpencil untuk mengisi ulang bahan bakar mobil
salju. Aku menggunakannya untuk ke toilet dan mendapat
kudapan serta minuman. Kami memilih berkendara di
jalan kecil yang menuju hutan lindung. Kami tidak mau
melewati kota kecil atau tempat?tempat lain yang memiliki
bukti peradaban di dalamnya. Semenit pun aku tidak ragu
Daniel bisa mencari makan untuk kami, tapi itu tidak
akan menjadi makanan pilihanku, jadi aku makan selagi
aku bisa.
Bulan sudah tinggi di langit malam saat Daniel akhir?
nya memutuskan untuk berhenti di tanah terbuka yang
kecil. Aku meluncur turun dari belakang kendaraan,
merenggangkan otot?ototku yang kram, dan menarik napas
dalam?dalam. Aku bisa mencium bau tajam pepohonan
evergreen.
Aku memperhatikan saat Daniel menarik sebundel
persediaan yang diikatkan di mobil salju ke tengah?
tengah tanah terbuka. "Aku nggak pernah berkemah," aku
mengakui, "Jadi kamu harus mengatakan padaku apa yang
harus kulakukan."
"Kamu nggak pernah berkemah? Terus waktu kamu
kabur waktu itu gimana?"
"Aku jalan terus sampai tiba di Athena."
"Apa kamu tahu betapa berbahayanya itu? Berapa banyak
kecelakaan yang terjadi karena orang yang tertidur?"
125
"Aku lagi nggak mau dikuliahi tentang apa yang
seharusnya kulakukan. Apa yang bisa kubantu?"
Dia mengambil sebuah senter besar. Setelah menya?
lakannya, dia menyerahkan padaku. "Arahkan sinarnya ke
arahku."
Aku tahu dia mungkin tidak membutuhkan cahaya,
tapi aku mendapati hal itu menenangkan. Dia mulai meng?
gali salju untuk mencapai tanah. Aku tahu dia membuat
persiapan untuk api unggun.
"Bukannya kamu akan bisa menggali lebih cepat kalau
menjadi serigala? Dengan menggunakan cakar untuk
Pendekar Rajawali Sakti 167 Pengemis The Spiderwick Chronicles 1 Panduan Lentera Maut Ang Teng Hek Mo Karya Khu
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama