Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo Bagian 1
123
DISCLAIMER
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi
para pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi
pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan
dipasaran dari kpunahan, dengan cara mengalih mediakan
dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan abjek alih
media diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan,
usia,maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh
dari kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek
buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan
kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital
sesua? kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial
dari buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital
ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor Ebook4
TJINDEWANGI MELANDA ISTANA
Seri Tjindewangi
Karya KIRJOMULJO
Gambar Luar & Dalam Drs. OYI SOEDOMO
Penerbit SINTA RISKAN Jl Judonegaran 22 Jogja
Idjin Pemeriksaan Naskah
NO. POL: 6/ Btj./02 /69/ Intel Jogjakarta 3-2 1969
Credit Ebook:
Sumber Pustaka : Pak Gunawan AJ
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Editor Yons
first share in Kolektor E-book5
PRAKATA
TERDJADI ATAU TIDAK kisah Tjindewangi-Wulung seto
ini, seorang tidak bisa mengatakan dengan benar. Tetapi sampai
sekarang didaerah pegunungan pualam, jang memandjang tidak
kurang dari 30 km. dicaerah pantai Kediri Selatan masih sering
terlihat, bajangan seekor elang putih jang melajang lajang ditengah
malam. Disaat-saat akan terdjadi perubahan-perubahan besar,
baik perubahan kearah jang baik maupun jang buruk. Merupakan
bajangan pengharapan dari rakjat, merupakan bajangan
pengharapan djaman jang kekal.
Dan bajangan itu kata orang adalah pendjilmaan Wulung
seto jang menjesal, jang mengharapkan dan mendorong hati
nurani bangsa Indonesia untuk bisa kembali kepada kedjajaan dan
kebesarannja, seperti djaimannja. Dan terus mentjari siapakah
pendjilmaan Tjindewangi? Ja, sebab Tjindewangi berkata, bahwa
mereka akan bisa bertemu kembali satu saat, diwaktu bangsa
Indonesia kembali djaja dan besar. Entah kapan dan siapakah
pendjilmaan Tjindewangi? Djaman akan mengatakan.
Penulis6
BAGIAN I
TIBA-TIBA sorak-sorai terdengar gemuruh, seakan-akan
menggetarkan seluruh istana pualam dan menggontjangkan lapangan
depan istana jang penuh sesak oleh rakjat, waktu Tindewangi sampai
ditangga istana dan sedjenak berhenti, karena sorak-sorai itu makin
gemuruh.
Kemudian sorak sorai itu diseling oleh gelak-ketawa jang makin
lama makin keras, setelah badut-badut istana menaiki tangga istana,
sambil berdjumpalitan menari-nari sambil mengutjapkan perkataan
perkataan hinaan jang menggelikan:
- Oh Tjindewangi djelita, puteri kekasihku. Tidakkah kau berduka
akan meninggalkan kanda?
Seorang jang bertubuh kerdil dan hampir-hampir menjerupai
seekor monjet tiba-tiba membentak:
- Hei djangkung, siapakah jang menjaksikan bahwa Tjindewangi
kekasihmu? Aku jang telah melamarnja sedjak dia belum lahir. Tetapi
sayang, kenapa kau sekarang berchianat kepada Radja? Oh dengan
menjesal kanda terpaksa mengantarkanmu puteri djelita. keliang kubur.
Dan melompatlah sikerdil, kemudian berlari mendahului jang
lain menaiki tangga pualam, makin tinggi dan makin tinggi. Sampai
ditengah-tengah ia berhenti dan menoleh:
- Nah siapa sekarang jang masih mengatakan Tjindewangi
kekasihnja? Demi bumi langit jang elok, kutentang kalian sampai titik achir
hajatku.
Tetapi sajang kau Tjindewangi, kenapa kau kemudian mendjadi
lupa. Lupa sama kakanda. Lupa sama sumpah setia kepada Keradjaan
Agung Gunung Tunggal? Nah sekarang siapa jang menjesal, kalau kau akan
dilemparkan kelubang maut !-7
Sikerdil pura-pura menangis, terisak isak kemudian menangis
dengan kerasnja hingga gelak tertawa, meledak seketika hingga seluruh
lapangan istana.
- Tjindewangi, Tjindewangi kenapa Tjindewangi.
Tiba tiba sikerdil terkedjut karena seorang jang paling gemuk
dan bundar berteriak:
- Hei kerdil, monjet ketjil. Bilanglah sekali lagi bahwa kau
menantang ku?
-Ja memang aku menantangmu, demi tjinta asmaraku
- Tetapi tidak kerdi apalah gunanja merebutkan puteri jang
sebentar lagi akan lebur dadi abu?
- Masa kau tak akan sajang kepada djiwa ragamu?
Kemudian hampir semua badut badut istana sudah berada
ditangga istana, dan semuanja kemudian duduk seakan2 merasa sedih dan
mengusap usap air matanja. Gelak tertawa kemudian meledak kembli,
setelah sikerdal kembali berteria- teriak menangis nangis dan lari
menghampiri Tjindewangi jang masih berdiri tegak dipuntjak tangga
istana.
Hanja Panglima Galing waktu itu jang sebenarnja tidak bisa
tersenjum, karena perasaan dan pikirannja terlibat kegelisahan akan
kedjadian j?ng mendatang. Dimana saat akan menentukan sedjarah
hantjur dan tidaknja gerakan Ki Ageng Tunggal. Radja sendiri sampai
seolah olah perutnja membengkak menahan waktu sikerdil tiba tiba
mentjium kaki Tjindewangi sambil menangis:
- Oh, Tiindewangi kekasihku, kekasihku sepandjang djaman.
Apakah dikau tidak berduka puteri djelita meninggalkan kakanda? Tetapi
kenapa kau adinda sampai bersikap demikian? Apakah masih ada jang
kurang dari kebesaran keradjaan Gunung Tunggal? Atau mungkin adinda
tjemburu? Oh Tjindewangi Sadarlah bahwa wahju Radja hanja satu.
Gelak ketawa kemudian kembali meledak waku sikerdil makin
mendekat dan hendak mentjium tangan ljindewangi Jang terikat
kebelakang, djadi nampak dari depan mentjium pantat Tjindewangi.
Hingga sikerdil membentak kepada hadirin dibawah tangga8
- Hai..kenapa paduka paduka tertiwa. Apakah dikira hamba
mentjium pantat?
Tiba-tiba sikerdil benar.benar mentjium pantat Tjindewangi dan
kemudian berlari turun sambil tertawa-tawa dan menggerakkan tangannja
seakan akan mentjium bahu jang tidak enak. Gelak tertawa baru reda dan
kemudian Sunji, karena setelah badut2 itu semua ikut turun, keluar Pat?h
Keradjaan hendak menjampaikan amanat Radja:
- Hei ralkjat Gunung Tunggal. Atas nama Radja aku umumkan.
Lahwa Tjindewangi puteri istana dari Pangeran Damarwangi, terpaksa
harus m?nerima hukum keadilan keradjaan Gunung Tunggal. Karena
Tjindewangi telah melanggar. Ialah bersama sama Ki Ageng Tunggal
pemberontak Keradjaan Gurung Tunggal benar2 telah berusaha hendak
meruntuhkan Keradjaan Gunung Tunggal. Bukti bukti dan pengakuan telah
djelas. Dan Keradjaan Gunung Tunggalpundengan bidjaksana telah
menawarkan pengampunan, tetapi Tjindewangi dengan angkuhnja
menolak. Menolak mentah-mentah. Djadi terpaksa Keradjaan Gunung
Tunggal mendjalankan hukum keadilannja dengan mendjatuhkan
hukuman mati?
Sorak-sorai kembali gemuruh dan sekarang makin menggegap
gempita, benar - benar seluruh Istaaa terasa bergetar, sampai patih
keradjaan tak bisa melandjutkan perkataan2nja. Tjindewangi sesaat
terdesak pula oleh gemuruhnja sorak-sorai dari rakjat, sesaat mendjadi
sangsi. Apakah seluruh rakjat itu memihak Radja, artinja pasukan Ki Ageng
Tunggal sama sekali tidak mempunjai pengaruh ditengah-tenga ratusan
ribu rakjat dan tentara jang membandjiri itu?. Tiba2 terdengar suara
njaring:
- Sajang semestinja. Ia sangat djelita.
- Ja memang djelita. Tetapi apa boleh buat kalau dia memang
pengchianat
Tetapi kemudian suasana berubah sesaat Tjindewangi mulai
melangkah turun dari tangga ketangga, makin sunji dan makin sunji.
Kebentjian dan kemarahan terhadap Tjiadewangi pelahan-pelahan surut
setelah mereka melihat makin djelas wadjah dan tjahaja mata
Tjindewangi, bahkan Tjindewangi kemudian tersenjum seakan-akan9
menerima semua jang terdjadi itu sebagaimana hal jang wadjar, Satu
persatu mereka itu terdiam, sama sekali pandangan matanja terkait habis,
merasakan sesuatu jang gugur dalam hati mereka, merasakan sesuatu jang
tergontjang dan terharu, sedih, dan mengakui betapa kedjelitaan dan
pantiaran tjahaja jang tjemerlang, djauh dan mejakinkan dimata
Tindewangi.
Lebih-lebih waktu Tjindewangi telah diseret dilemparkan keatas
gerobak terbuka, hampir hampir seluruh jang membandjiri lapangan
istana mendjerit djika tak takut akan akibat jang akan menimpanja djika
hal itu dikerdjakan. Sunji dan sunji amat sunji seketika, mereka
seakan.akan terpukau oleh satu pemandangan gaib. Terpukau pada satu
titik, hingga beberapa pengawal jang ditugaskan mengawasi keadaan
seketika menudju keistana dan melaporkan dengan penuh perasaan
tjemas:
- Baginda. Keadaan sangat aneh achirnja. Seluruh rakjat terdiam
terpukau oleh Tiindewangi. Tak seorangpun meludahi, tidak seorangpun
menghina apa lagi menjiksanja.
Radja terkedjut bukan main, berbaur dengan perasaan gelisah.
Heran dan tjemas djika hal ini achirnja bisa merubah keadaan. Artinja
rakjat berbalik berpihak kepada Tjindewangi. Seketika Radja berteriak:
-Kapan sudah kuperintahkan agar beberapa pengawal
mendahului meludahi dan menjiksa Tjindewangi. Apa mereka itu sudah
mendjadi goblok?
- Sudah Baginda. Mereka itupun terpukau, seakan-akan terkena
kekuatan gaib dan terbungkam sama sekali. Bahkan tubuh mereka
nampak lumpuh, Sama sekali tidak dapat menggerakkan djarinja.
- Bangsat, perintahkan sekarang. Siapa jang tidak melakukan
akan dihkum mati sendiri.
Dan perintahkan beberapa algodjo istana, agar melepaskan
panah djika dirasakan bahwa Tjindewangi akan merebut hati rakjat. Tjepat
monjet. Keadaan akan mendjadi berbalik djika perintah ini terlambat,
- Ja, Baginda-10
- Kau djuga patih goblok, ikuti mereka dan perintahkan
seijepatnja apa jang perlu dikerdjakan setjepatnja. Apa kau tidak
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memikirkan bahwa keadaan ini bisa mendjadi malapetaka bagi keradjaan
- Ja laginda, satu malapetaka.
- Nah. kenapa kau membantu?
- Hambapun seakan akan terkena pesona Jang tidak hamba
kenal sedjak melihat Tjindewangi menuruni tangga.
- Monjet, semua orang sekarang sudah mendjadi monjet. Oh.
atau memang keadaan sudah akan harus berubah? O, semua panglima
dan semua bangsawan sudah mendjadi monjet, monjet semuanja monjet.
Mangkin termasuk aku sendiri. Hei, Panglima Galing harap menghadap
sebelum berangkat.
- Ja Baginda
- Hei. djangan lupa algodjo istana supaja membunuh
Tjindewangi djika keadaan akan dirasakan berbalik, lautan manusia iu
achirnja akan menjerbu istana.
- Ja, Baginda
- O. memang aku sendiri merasakan adanja keadjaiban itu. pada
diri Tjindewangi ada sesuatu jang luar biasa. Ada sesuatu jang tersembunji,
dan ada sesuatu jang terpantjar demikian djauhnja. O, oh. Atau ini saatnja
Keradjaan Gunung Tungga memulai sesuatu keburukan dan malapetaka?
Ataukah memang saatnja datang bagi sesuatu jang bermula? Tjindewangi,
Tjindewangi. Siapakah kau sebenarnja? Siapakah kau Tjindewangt, jang
sebenarnja bermukim dalam djiwaragamu?
- Bagaimana Mamanda? Bitjaralah Mamanda Patih Keradjaan
Gunung Tunggal. Bitjara lah apa jang terdjadi sebenarnja atas muntjulnja
Tjindewangi ditengal- tengah kita? Apakah sebenarnja dan siapakah
sebenarnja Tjindewangi?
Paiih Kcradjaan jang sudah mulai putjat pasi, makin mendjadi
putjat sama sekali putih dan gemetar
- Baginda. Hanba tidak tahu. Hanja memang terasakan bahwa
Tjindewang? bukan puteri biasa.
- Tidak biasa bagaimana? Apakah kau maksud dia bajangan dewa
dewa jang hendak meruntuhkan Keradjaan?-11
Atau bajangan roh-roh hitam jang hendak memusnahkan Keradjaan
Gunung Tunggal?
- Tidak Baginda. Tjindewangi adalah sebenarnja wanita,
sebenarnja puteri anak Pangeran Damarwangi. Hanja memang selama ini
Tjindewangi mendapatkan tempat dihati rakjat Keradjaan Gunung
Tunggal
- Djadi Tjindewangi djelas iebih mendapatkan tempat dihati
rakjat? Baginda.
- ltulah ketololanmu Mamanda, apakah tidak ada olakmu untuk
melawan pengaruh itu hingga bisa kembali terpaut keistana?
- Ada Baginda. Mengampuni Tjindewangi
- Mengampuni Tjindewangi tanpa penjerahan dari dia, akan
terjadi jang lebih buruk. Ialah bahwa Radja takut akan resiko pelaksanaan
hukuman mati bagi Tindewangi sebagai pemberontak.
- Tapi itu satu2 nja hingga rakjat mendjadi agak reda dan kita ada
kesempatan untuk bertindak setjara bidjaksana.
- Apakah kau berpikir bahwa membunuh Tjindewangi tidak lebih
baik?
- Tidak Baginda.
- Kau sudah mendjadi monjet sekarang.
Radja mendjadi makin gelisah dan benar2 kini merasa Tjemas,
melihat kenjataan bahwa seluruh rakjat jang melanda lapangan istana
bungkam. Sunji diliputi awan kepedihan, awan ketjintaan jang gugur oleh
satu sebab. Dan perasaan tjinta jang mulai membersit dan tersapukan oleh
angin jang bertiup dari lubuk hati nurani. Hinga waktu Panglima Galing
menghadap Radja nampak kegelisahannja.
- Menurut laporan keadaan sangat lain dengan jang seharusnja
terdjadi ? Apa laporan itu tid goblok ?
- Tidak baginda
- Monjet. Djadi sekarang siapa jang sebenarnja monjet?
Panglima atau rakjatku.?
- Tidak Baginda. Rakjapun hanja sekedar terdesak karena naluri
insani. Tetapi hamba kira tidak akan sampai kepada satu hal jang
menged)utkan. -12
- Djadi tidak berbahaja ?
- Mungkin tidak Baginda
- Ja, kau satu-satunja jang masilh berpikir paling baik. Tetapi
sekalipun demikian aku sudah perintahkan para algodjo untuk menebas
leher Tjindewangi djika keadaan tiba-tiba akan berubah, Artinja kalau tiba
tiba rakjat sama sekali terpikat oleh Tjindewangi dan komplotannja tiba
tiba mempergunakan kesempatan jang baik ini untuk membakar dan
memulai pemberontakannja. Kuidjinkan kau membunuh algodjoku sendiri
djika nanti mereka itu ikut terpukau dan terpikat,
- Ja, Baginda. Panglima Galing akan mendjamin segala sesuatu
berdjalan menurut rentjana.
- Nah sekarang arak-arakan boleh berangkat dan ingat sebelum
tengah maam nanti Tjindewangi harus sudah mendjadi abu dalam kawah.
- Ja Baginda.
Panglima mengundurkan diri dengan hati jang sangat lapang,
inilah jang diharapkan ia akan berhasil membunuh beberapa orang algodjo
istana dan mungkin beberapa Panglima tanpa ada resiko besar bagi
rentjana keseluruhannja. Seketika itu djuga Panglima Galing setelah
menemui beberapa pembantunja. Memerintahkan untuk melindungi
Tjindewangi dari antjaman pembunuhan algodjo-algodjo istana.
Wulungseto telah mendengar hal ini dan sengadja menjelinap
diantara rakjat dimana berada ditempat jang paling dekat dengan
Tjindewangi, sesudah barisan pengawal jang tak lain tak bukan adalah
pasukan Panglima Galing sendiri jang ditugaskan menjelamatkan
Tjindewangi dari antjaman maut. Sedangk?n pengawal-pengawal
Keradjaan sendiri Sama sekali sudah runtuh hatinja melihat kenjataan
Tjindewangi dan setelah melihat bagaimana achirnja sikap rakjat jang
membandjiri ibukota diluar dugaan mereka. Mereka hanja berpandangan
satu sama lain, mereka hanja saling bertanja dalam hati : apa jang harus
dikerdjakan ?
Waktu itulah, ketika badut-badut istana mulai kembali menari
nari dan mengedjek-edjek Tjindewangi untuk didjadikan permainan.
Tetapi tidak terdjadi seorangpun jang meludahi Tjindewangi, tiba-tiba
Tjindewangi berhasil mentjari pandangan dari ratusan ribu orang itu13
sepasang mata jang ditjarinja, dirindukan dan dibanggakan sebagai
sumber hidup matinja. lalah pandangan mata Wulungseto. Sebaliknjapun
Wulungseto seakan akan kembali tjerah, hari jang selama ini penuh
kegelapan dan mereka bertaut pandang selama beberapa saat. Bertaut
dan seakan akan masing- masing saling mengutjapkan sesuatu jang sudah
lama terpendamkan
- Tjindewangi pertjajalah Tjindewangi, pertjajalah segala sesuatu
akan sampai. Tjintaku, asmaraku dan rinduku Tjindewangi terimalah
melalui tjahaja mataku.
- Ja, Wulungseto. Rinduku Wulungseto, asmaraku tjintaku hati
hidup matiku Wulungseto tergantung dimatamu.
Iring iringan mulai bergerak didahului oleh rombongan badut
badut istana, rombongan pengawal Keradjaan, kemudian peradjurit
berkuda pilihan Radja dan barulah rombongan pengawal jang
diselundupkan Panglima Galing mendampingi Tjindewangi. Tetapi jang
berbahaja ialah barisan jang dibelakang pengawal-pengawal Panglima
Galing. Ialah pasukan Honggo, pasukan. pasukan jang lain jang sangat setia
membabi buta kepada Radja, pasukan pasukan jang mewah dan dianak
emaskan oleh Radja karena kebengisan serta kebengalan. mereka disegala
tempat dan waktu. Pasukan-pasuka jang tjukup lengkap persendjataannja
dan memang pasukan jang terlatih baik dalam olah perang ,Tetapi sampai
iring2an meninggalkan lapangan menudju kedjalan djalan raja sepandjang
wilajah ibukota, keadaan belum berubah. Tak seorangpun melakukan
penghinaan terhadap Tjindewangi, tak seorangpun meludahi, ataupun
menjiksanja. Tidak seorang terbakar kehentjian atau perasaan
merendahkan. Sama sekali berbalik dan sama sekali lenjap semua maksud
jang buruk. Para algodjlah jang diserahi hidap mati Tjindewangi, mulai
gelisah. Apakah harus sudah membunuh Tjindewangi sebelum sampai
dipuntjak kawah. Hingga mereka saling berpandangan: Kemudian salah
seorang berkata
- Baiklah kita tioba mulai meludahi dan menjiksanja. Itu lebih
baik dari kita membunuhnja,
***14
BAGIAN II
TIBA -TIBA dua orang algodjo istana mematju kudanja
mengedjar iring-iringan dimana gerobak berada. Panglima Galing jang
telah kembali diantara pasukannja melihat dan mengerdipkan matanja
kepada salah seorang pengawal jang terkenal pandai memainkan sendjata
berudjud tadi, menjelinap diantara pengawal jang mendjaga barisan.
sambil mengatur rakjat sepandjang djalan. Seorang dari algodjo istana
setelah sampai, sambil tertawa-tawa mendekatkan kudanja dengan
gerobak Tjindewangi:
- Lho, kenapa kau disini Tjindewangi? akan kemanakah puteri
djelita ini gerangan?
Tjindewangi mendengar dan mengenal, mereka berdua adalah
tukang-tukang siksa dipendjara jang terkenal paling kedjam. Tjindewangi
mengetahui sendiri waktu masih berada ditahanan pengawal perbatasan,
dua orang itu telah menggantung seorang wanita dengan kepala terbalik
setelah diperkosa dan hampir terkelupas seluruh kulitnja karena
tjambuknja.
- Kabarnja kau sudah punja kekasih Tjindewangi. Mana sekarang
tidak muntjul ekornjapun?
Seorang lagi menjahut:
- Ja, mana berani kekasih Tjindewangi muntjul disini. Akupun
belum pernah mendengar bahwa kekasih Tjindewangi berani melawan
monjet.
Wulungseto mendengar hinaan-hinaan ini, tetapi ia sadar bahwa
harus menguasai perasaanja agar tidak menimbulkan huru hara sebelum
waktunja. Ja hanja tersenjum pahit, hanja kemudian pikirannja terdesak
gelisah, djika dua orang algodjo memulai menjiksa Tjindewangi dan15
kemudian rakjat jang takut akan hukuman Keradjaan ikut-ikut meludahi
dan menjiksa Tjindewangi. Tetapi kedua orang algodjo itu kemudian
seakan-akan terdesak perasaan lain, setelah merasa bahwa semua
lelutjonnja tidak mendapat tanggapan apapun dari semua jang
mendengarjna, hingga tiba-tiba membentak;
- Hei kerdil badut. Tak ada otakmu sekarang? Kau bilang tadi
bahwa kau akan mendahului menjobek dada Tjindewangi
Sikerdil waktu itu masih bingung entah karena apa, tiba-tiba
seakan-akan urat - uratnja membengkak tak dapat digerakkan lagi untuk
menari-nari dan mengedjek-edjek menoleh dan tersenjum:
- Ja, tetapi kau masih banjak waktu kalau hanja untuk itu.
- Waktu jang mana, memang kamu sendiri jang menginginkan
sobek mukamu
Waktu itu tjambuk algodjo istana terajun dan sikerdil tiba-tiba
menggelepar, terdjungkir dari gerobak, mendjadi tertawaan teman
temannja dan rakjat jang melihatnja. Kemudian sikerdil bangkit kembali,
kakinja telah berdarah:
- Ja, ja hamba akan mengerdjakannja
Sikerdi bangkit dan meloncat hendak kembali menaiki gerobag,
tetapi sampai ditepian gerobag waktu tangan sikerdil memegang kaju jang
merupakan pagar gerobag, sekali lagi tjambuk algodjo terajun tepat
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengenai djari - djari sikerdil dan sekali lagi ia menggelepar ditanah,
s?mbil berteriak:
- |a, ja, hamba akan mengerjakannja.
. Tetapi sekali lagi tjambuk itu terajun dan kini sama sekali
sikerdil terkapar ditanah diantara penonton, tidak bergerak lagi. Iring2an
terus berdjalan dan tak seorangpun merawat sikerdil. Bahkan kemudian
salah seorang dari pasukan Ki Ageng Tunggal merasa bahwa hal itu perlu
dikerdjakan. Mungkin sikerdil bisa berguna besar untuk melawan Radja,
sikerdil ditolongnja dibawa pergi ketempat dimana pemusatan pasukan
sedang diatur, sebelah perbatasan utara. Luka sikerdil benar-benar agak
parah karena tulang pelipisnja petjah terkena udjung tjambuk jang
dilengkapi sepotong besi tadjam. Algodjo istana berteriak lagi;16
- Mana Tjidevangi kekasihmu? Apa mungkin kira-kira kau berani
melawanku?
Tjindewangi menahan gedjolak perasaan marah, hanja menatap
kepada algodjo istana itu dengan pandangan muak:
- Mana? Atau sudah mendjadi bisu djuga sekarang.
Waktu itulah tjambuknja terajun hendak menjobek muka
Tjindewangi, tetapi waktu itu pula sebah tadji melajang tepat mengenai
siku algodjo istana itu, ia terguling seketika karena terasa lengannja patah
dan berteriak
- Pengchianat. Tangkap dia dan bunuh
Tetapi tidak seorangpun bergerak untuk mentjari Siapa jang
melemparkan tadji itu. Semuanja seakan - akan terkena pesona oleh
pemandangan jang mengedjutkan. Bahkan algodjo jang menjertainja,
terpaku. Ia sendiri mendjadi tjemas. Karena mungkin temannja terkena
kekuatan Tjindewangi sendiri, hingga menggelepar sebelum tjambuk itu
mengenai Tjindewangi. Suasana mendjadi tegang seketika, masing-masing
bertanja karena apakah algodjo jang hendak mentjambuk Tjindewangi
terdjungkir dari kudanja dan tidak bangun lagi. Para pengawal Keradjaan
tidak mendengar teriakan itu, hingga sebaliknja ter-tawa2 melihat algodjo
istana terdjungkir dari kudanja:
- Kalau belum bisa naik kuda, beladjar dulu
Jang lain menjahut dengan gelak tertawa jang melepas:
-Ja, atau mestinja kau menaiki monjet agar tidak terguling.
Panglima Galing dan Wulungseto jang telah gelisah melihat
kedjadian karena mungkin akan menimbulkan suasana jang lain. Artinja
kalau timbul ketjurigaan dan rentjana akan bisa berubah seketika waktu
itu kembali bisa menarik nafas lega. Lebih-lebih setelah para pengawal
makin keras tertawanja melihat algodjo istana itu berteriak marah2:
- Ini ada pengchianatan. Kenapa kalian tertawa?
- Pengchianatan apa: Kau jang sudah mendjadi tolol untuk naik
kuda monjet.
Kini perhatian rakjat dan hampir seluruh iring - iringan kepada
algodjo jang sedang mulai bertengkar dengan pengawal-pengawal17
Keradjaan, seorang anggauta pasukan Wulungseto mengambil
kesempatan jang baik ini dan berteriak:
- ltu kesaktian Tjindewangi itu. Pasti karena saktinja Tjindewangi
Seketika orang-orang disekitar gerobag Tjindowangi makin
terpengaruh utjapan itu, tetapi algodjo-istana makin mendjadi marah:
- Ini pengchianatan. Tidakkah kau melihat sikuku petjah karena
sendjata-.
-Hei para pengawal, tidakkah kau buka matamu bahwa lenganku
sobek dan petjah sikuku ?
Para pengawal makin tertawa bergelak-gelak:
- Mana? Itu kan petjah digigit kudamu sendiri.
Algojo-istana tak dapat menguasai perasaannja lagi dan dengan
susah pajah bangkit mengajunkan tjambuknja dengan tangan kirinja.
Tetapi sebelum tjambuk itu terajun sampai kepada salah seorang
pengawal, sebilah pedang telah terajun lebih dulu dan lengan algodjo
istana itu terlepas dari tubuhnja Kemudian menggelepar tidak bangkit
kembali. Salah seorang pengawal berteriak:
- Tinggal sadja algodjo goblok itu
Keadaan mendjadi tenang kembali, hanja kemudian rakjat
benar-2 telah terpengaruh sama sekali, bahwa Tjindewangi memang
mempunjai kesaktian jang luar biasa. Hingga Sama sekali tidak seorangpun
berbuat apa apa terhadap Tjindewangi. Seorang algodjo jang menjertai
itupun, terpukau dan kemudian kembali kerombongannja untuk
melaporkan keadaan itu kepada kepala algodjo-istana. Kepala algodjo
istana itu tiba- tiba membentak memaki-maki setelah mendapatkan
laporan jang memalukan:
- Kau djuga sudah mendjadi monjet sekarang. Sermestinja kau
bisa periksa. Dan berpikir bahwa itu pasti karena sendjata rahasia dari
pasukan Ki Ageng Tunggal.
- Tetapi pengawal-pengawal Radjapun menertawakannja.
Mereka itu djuga djadi monjet. Apakah puteri Tindewangi datang dari
langit bisa mendjadi sakti?
Kepala algodjo istana mematju kudanja mendekati iring2-an
gerobag Tjindewangi. Sementara itu keadaan memang makin mendjadi18
gawat bagi pasukan pasukan pemberontak. Karena selir Panglima Honggo
jang termuda, kemudian berhasil meloloskan diri dari istananja melalui
terowongan rahasia jang sudah disediakan, berhasil masuki istana dan
berusaha menemui Prameswari jang telah berada dikamarnja karena
terlampau letih. kebetulan kedua puteri masih ada hubungan keluarga
sekalipun djauh, hingga selir Panglima Honggo berhasil menemui tanpa
rintangan apapun:
-- Panglima Honggo tewas Sang Puteri dan istana Panglima
Honggo sebenarnja telah diduduki pasukan - pasukan Ki Ageng Tunggal
jang telah berbaur dengan pasukan Panglima Galing.- Prameswari sangat
terkedjut menatapnja tadjam2:
- Apakah katamu itu benar?
-Ja, sama sekali seluruh istana ditawan, untung aku bisa
meioloskan diri melalui terowongan rahasia.
- Kalau begitu ini satu malapetaka
- Apakah Radja tidak mengira sesuatu dengan tidak hadirnja
Panglima Honggo?
-Tidak. Radja sedang murka terhadap Panglima Honggo
- Tetapi hal ini harus disampaikan kehadapan Radja, ini satu
malapetaka Sang puteri.
Disana penuh, sama sekali penuh Sang Puteri dengan pasukan
pasukan bersendjata dari Ki Ageng Tunggal dan mungkin djuga pasukan
pasukan Panglima Galing jang telah berhasil memakai pakaian-pakaian
pengawal istana Panglima Honggo. Gudang sendjata mungkin telah pula
mereka bongkar.
Prameswari sangat lebih terkedjut, kini terbajang sudah
malapetaka jang akan mungkin menimpa istananja. Terbajang kini
pasukan - pasukan jang akan lebih ganas melanda istana dan
menghantjurkan seluruh isinja, termasuk prameswari sendiri pasti
kemudian akan diseret kepengadilan pemberontak, disiksanja kemudian
digantung ditengah-tengah lapangan istana.
- Ja tetapi Radja sedang murka sekarkembar. Sedang murka
kepada Panglima Honggo, bahkan sedjak tadi pagi Radja selalu
mengutukinja. Apakah keadaan jang kau ketahui akan dipertjaja? -19
- Pertjaja atau tidak, harus dihadapkan peristiwa ini pasti.
Menurut hemat hamba, pasti ada pentingnja jang disampaikan.
-Kau bisa dengar apa pembitjaraan mereka?
- Tidak puteri
Sang Prameswari mulai terdesak perasaan tjemas, keliwat
jemas. iebih2 setelah kembali terbajang betapa kedjelitaan Tjindewangi.
Pasti ketjenderungan rakjat akan mudah dibakar, pasti Panglima
Galinepun akan mudah berbalik dan semuanja akan tjepat berbalik dan
menjerbu istana. Pasti, itu pasti.- Sang Prameswari mulai nampak akan
menangis, kini ketjemasannja mulai bertambah dengan kegusaran jang
berbaur dengan perasaan tjemburu jang terlampau besar.
- Memang harus kita hadapkan peristiwa ini, ini malapetaka.
benar benar malapetaka.
Tiba-tiba Sang Prameswari agak lapang hatinja, sebelum
melangkah keluar. Tiba-tiba Radja masuk, terkedjut melihat Sekarkembar
nampak putjat, bingung dan tjemas:
- Kamu? Kenapa kemari?. Mana itu Panglima monjet kekasihmu
- Sudah tewas Baginda
- Tewas bagaimana?
- Ja, tewas Baginda?
- Oh
Tiba-tiba Radja tertawa keras-keras, hingga membingungkan
kedua puteri itu.
- Nah sekarang makin kelihatan gobloknja. Hanja dapat marah
begitu sudah bunuh diri. Ini Panglima apa? Tjoba pikir, tjoba kalian pikir.
Panglima goblok itu benar-benar sudah mendjadi lebih goblok. Bunuh diri,
kena maki begitu sudah bunuh diri,
- Tidak Baginda. Panglima Honggo tewas, dalam pertarungan
melawan musuh istana.
Radja makin bergelak-gelak, menertawakan Sekarkembar jang
kebingungan:
- Panglima kekasihmu itu sedjak tadi malam berbuat goblok dan
makin bertambah goblok mendjelang pagi hari. Nah aku terpaksa maki2
dia, Istana Gunung Tunggal tidak mempunjai musuh keltjuali Ki Agung20
Tungal dan Tjndewangi jang telah tertawan itu musuh jang mana ? Kau
djuga djangan ikut ikut mendjadi monjet.
- Tidak Baginda
- Tjoba pikir, ini hari seharusnja Panglima hadir dan ikut
bergembira, sebab nanti tengah malam Tjindewangi harus telah hangus
ditelan kawalh Gunung Tunggal. Panglima Honggo sembunji, dan sekarang
ada kabar sudah mati
Sang Prameswari jang telah bingung bertambah bingung
memikirkan mana jang benar. Radja melihatnja dan bertambah tertawa
lepas2.
- Nah kau apa ingin ikut djuga mendjadi bingung dan goblok?
- Tidak Baginda, sebaiknja kabar dari Sekarkembar diperiksa lebi
djauh. Kalau hal ini benar djelas akan merupakan satu malapetaka besar
bagi Keradjaan.
- Malapetaka jang mana?/Keradjaan Gunung Tunggal tjukup
tentera, tjukup Panglima tjukup persendjataan. Ki Tunggal hanja punaj
orang beberapa gelintir. Djago pengikutnja Tjindewangi sudah ditanganku.
Mau apa sekarang? Apa kau lihat ada panglima jang bisa disangsikan
kesetiaannja ? Tjoba katakan apa ada? Jang ada disini hanja beberapa
panglina goblok dan Mamanda Patih jang sudah linglung. Pengchianat
kukira tidak akan ada.
Radja malahan kembali keluar kemudian, sebelum Sekar kembar
mendjawab lebih landjut, hingga kedua puteri itu makin kebingungan.
Sekarkembar mejakinkan:
- Benar. Sang Puieri, Semua kata kata Sekarkembar tidak
bohong. Tidak bohong. Itu benar, benar. Dan memang benar Keradjaan
Gunung Tunggal teranjam malapetaka.
- Ja tetapi bagaimana selandjutnja. Baginda terlandjur murka
dan tidak mempertjajai seorangpun ketjuali Panglima Galing.
Panglima Honggo tewas. tewas dalam pertarungan. Istana
dikuasai seluruhnja oleh pasukan2 liar. Ini benar puteri, Ini benar. Sekar
kembar menjampaikan apa jang sebenarnja -21
Prameswari dan Sekarkembar kemudian keluar mentjoba
mentjari Mamanda Patih keradjaan, agar setjepatnja mengusut kedjadian
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ini. Sebab waktu benar2 telah mendesak.
Tetapi waktu mereka melihat Mamanda Patih jang sedang
berdiri menghadap keluar djendela istana. kearah rakjat jang membandjiri
lapangan besar. Mereka berdua keduluan Baginda jang iteah menghampiri
Mamanda Patih dengan masih tertawa tawa:
- Oh . Mamanda nampaknja djuga makin bertambah linglung.
Menjesali Tjindewangi akan mati?
- Tidak Baginda.
- Memang istanaku sekarang penghuninja sudah harus
dirombak, Panglima panglimakupun mulai sudah mendjadi hampir
semuanja goblok. Kau tahu Mamanda ? Panglima Honggo bunuh diri. Sakit
hatinja barangkali karena ku-maki2 semalam. Sakit hatinja, merana
terlunta-lunta. hatinja remuk dan merasa tidak ada gunanja hidup diistana
Gunung Tunggal. Tjoba pikirkan Mamanda. Seorang Panglima besar
djagoan Gunung Tunggal, sakit hati dan sampai terdjadi bunuh diri. Apa itu
tidak lutju ? Apa itu satu pertanda bahwa orang2 Keradjaan Gunung
Tunggal sudah mulai rusak?
- Siapa jang menjampaikan kedjadian itu?
- Sekarkembar, selirnja jang paling tjant?k dan paling muda.
Tetaoi mungkin kau djuga akan merasa beruntung. Kalau2 Sekarkembar
bersedia pindah keistana kepatihan.
Mamanda Patih terkedjut, kini benar2 terpikir kerusakan istana.
Sama sekali Mamanda Patih tidak pertjaja bahwa Panglima Honggo bisa
melakukan bunuh diri. Pasti ada kedjadian jang lebih gawat, hingga
terlontjat djuga waktu itu perkataanja:
- Tetapi apakah bukan karena soal lain panglima Honggo tewas?
- Menurut Sekarkembar memang tewas, berkelahi. Tetapi
berkelahi melawan siapa? Tjoba lawan siapa Panglima Honggo jang sedang
sembunji dalam istananja sendiri? Tjoba pikirkan melawan siapa?
***22
BAGIAN III
TIBA TIBA Baginda memandang keluar bersamaan dengan
terdengarnja sorak jang mulai gemuruh:
- Nah lihat Mamanda. Itu semuanja rakjatku, rakjat jang patuh
kepadaku sepandjang djaman. Memang mungkin tadi sedjenak keadaan
mengejutkan bahwa rakjat diam, terharu. Itu djelas, karena Tjindewangi
seorang wanita djelita. Djelas bahwa mereka terdesak perasaanaja,
kasihan dan sajang. Tetapi kini djelas kalau para algodjo sudah mulai
menjiksa dia. Djuga rakjat kembali kesadarannja harus mematuhi
Keradjaan. Tjoba dengar sorak itu. Sorak itu sorak rakjat Keradjaan jang
mengantarkan Tjindewangi menudju ke kuburnja. Apakah bisa dipikirkan
bahwa semua rakjat dan semua orang membandjiri istana, tetapi
Panglima Honggo tewas bertempur?
Mamanda Patih bingung, karena ia merasa ada sesuatu jang
tidak beres dalam istana. tetapi melawan pikiran Baginda waktu itu sudah
sulit, hingga Patihpun diam dan terpaksa mengiakan selandjutnja
- Ja, Baginda mungkin demikian
- Nah, pasti. Itu pasti hanja karena sakit hati dan bunuh diri. Itu
lebih baik bagiku, artinja tidak usah memetjat dan menggantung dia. Nah
sekarang kukira semua persoalan sudak selesai. Aku akan tidur dan
laporkan nanti malam djika Semuaj'a sudah selesai
Radja berlalu meninggakan Mamanda Patih jang masih gelisah,
resah memikirkan segala kemungkina jang mungkin terdjadi mendadak. la
mendengar memang mendengar sorak-sorai itu lain. Lain sekali. Bukan
sorak kemegahan bagi Keradjaan. Hingga Mamanda Patih bergegas
meninggalkan djendela itu dan dtengah djalan bertemu Prameswari dan
Sekarkembar, jang nampak sangat gelisah djuga;23
- Mamanda, berhenti sebentar Mamanda
- Ja. puteri
- Panglima Honggo tewas dan istana panglima dikuasai pasukan2
jang tidak dikenal.
- Ah. Masak demikian
- Sekarkembar melihat sendiri dan satu2-nja jang selamat karena
bisa meloloskan melalui terowongan rahasia.
- Kau lihat sendiri?
- Ja Mamanda. Majat Panglima bahkan kemudian dilemparkan
kehalaman belakang istana, tanpa ditimbun.
Mamanda Patih seketika itu pergi meninggalkan kedua puteri itu
dan langsung mentjari Pimpinan Pengawal istana, dan mentjoba
mejakinkan bahwa keadan sangat gawat. Tetapi sampai dipos Pimpinan
Pengawal istana, terdapat kosong. Semuanja seakan-akan terkait oleh daja
tarik jang luar biasa ingin melihat Tjindewangi. Hingga Mamanda Patih
memaki maki:
- Memang semuanja sudah mendjadi monjet, seperti apa kata
Radja: Aku sendiri hampir mendjadi berubah demikian. Tetapi sekarang
benar2 ini hari sangat kentara akan terdjadi sesuatu malapetaka. Tetapi
kepada siapa sekarang kedjadian terachir ini bisa dibitjarakan? Monjet,
istana ini sudah mendjadi istana monjet.
Kemudian Mamanda Patih berteriak memanggil seorang
pengawal jang sedang berdjaga salah satu pintu istana.
- Hei, tjepat panggil Singalodra. Suruh mengumpulkan semua
pasukan jang ada. Istana dalam antjaman bahaja.
- Tetapi hamba berdjaga dipintu.
- Panggil Singalodra. Apakah kau sudah djadi ikut bujar otakmu.
- Tetapi hamba berdjaga dipintu dan akan dipantjung bila
meninggalkannja.
- Aku jang perintah. Suruh Singalodra memantjung leherku kalau
dia marah. Apa kau pikir dia lebih berkuasa dari aku?
- Ja, Tuanku.
- Lalu panggil semua perwira jang kau lihat, panggil semuanja.
Djangan ada jang tinggal, disana. ltu kan perempuan biasa. Oh , Betapa24
Tjindewangi mempunjai kekuatan demikian luar biasa mempengaruhi hati
seseorang. Tetapi ja memang tidak aneh. Aku sendiri hampir2 lupa bahwa
aku jang bertanggung djawab keselamatan Keradjaan Gunung Tunggal
Pengawal pintu istana itu bergegas melontjat, keluar dan
menghilang mentjari Singalodra dan perwira-perwira jang lain setjepatnja.
Mamanda Patih terduduk, kakinja terasa gemetar karena letih dan sangat
gusar. Memang kenjataan demikian, kepala agodjo sendiri jang hampir
meledak kemarahannja mendengar berita, dan langsung menjepak
kudanja untuk mengedjar gerobak Tiindewangi, setelah sampai disana
sesaat terdesak dan terpukau oleh pemandangan, betapa djelitanja
Tjindewangi. Betapa kenjataannja rakjat disekitar djalan-djalan dimana
gerobak itu kemudian lewat, semuanja terpaku dan tersenjum. Tidak
seorangpun kemudian melampiaskan dendamnja jang sudah mulai
terbakar sedjak berangkat dari tempat masing2. Tidak Seorangpun
berubah pendiriarnja untuk membentji atau menghinakan, apa lagi
menertawakan pemberontak jang tertawan.
Singopati, algodio kepala jang terkenal paling bengis sepandjang
djaman hidupnja Keradjaan Gunung Tunggal, Sesaat tidak bisa bernafas
dan hanja mendekati gerobak Tjindewangi. Sesaat itu pula orang2 jang
melihatnja sudah menahan nafasnja, mereka berpikir bahwa pasti akan
terdjadi sesuatu hal terhadap Tjindewangi. Tetapi tidak, Singopatipun
tidak meludahi setitikpun, tidak menjentuh tubuh Tjindewangl.
Bahkan menghinapun tidak. Sebaliknja kegusaran Mamanda
Patih makin besar, bertambah besar setelah pengawal pintu istana
kembali, menjampaikan
- Semua perwira ikut serta dalam arak arakan Tuanku. Hamba
sudah menjampaikan hal ini kepada salah seorang. Sebab hamba tidak
berani meninggalkan tugas mendjaga pintu istana.
Mamanda Patih kemudian memahami, bahwa memang
pengawal itu sudah semestinja tidak boleh meninggalkan pendjagaan
pintu istana, hingga kemudian mengangguk
- Ja ja ja, asalkan mereka segera akan tahu, Kau sempat melihat,
Sampai dimana arak.arakan Tjindewangi? dan bagaimana keadaan.
- Hampir sampai diperbatasan sebelah timur Tuanku.-25
- Sementara itu tidak terdjadi keributan2?
- Suasana nampak sunji Tuanku. Rakjat tidak meriah
menjambutnja. Bahkan nampak sedih dan terharu
- Semuanja?
- Hampir semuanja
- Rakjat Gunung Tunggal djuga sudah djadi monjet. Monjet,
betul2 keradjaan Gunung Tunggal sudah djadi Keradjaan Monjet.
Singopati dan beberapa perwira pengawal istana tiba2
mendadak mendjadi putjat, setelah ingat bahwa mereka itu meninggalkan
tugasnja. mengerti apa artinja panggilan itu pasti ada keadaan gawat dan
mereka pasti akan mendapatkan hukuman dan nasibnja tidak beruntung.
Seketika mereka itu memaju kuda mereka, melarikan setjepat-tjepatnja
untuk menghindari hukuman jang lebih berat, hingga ditengah djalan kuda
mereka menubruk beberapa pendjual minuman, bahkan salah seekor
kuda karena terkedjut oleh djeritan dan lolongan beberapa wanita,
terbelok arahnja dan sama sekali masuk kedalam sebuah warung makanan
jang sedang banjak pengundjungnja. Perwira itu terlempar dari kudanja
masuk ketengah tengah pengundjung, terdampar ditengah-tengah medja
jang penuh makanan.
Djeritan bertjampur ter-tawa2 meledak dalam warung itu dan
perwira itu bangkit memaki2 karena kedesak perasaan malu jang teramat
besar. Sesaat mereka itu terdiam, tetapi setelah perwira itu pergi tertawa
tawa kembali meledak hingga tukang warungpun lupa akan kerugiannja;
Salah seorang kemudian menirukan bagaimana perwira itu
terdjungkir menubruk makanan dimedja, hingga tertawa2 meledak lebih
keras
- Hei kan tadi dia terdjungkir disini? Dan mukanja sama sekali
tertutup ketan jang bertjampur kelapa?
Tiba2 terdengar dari warung wanita melolong, karena sama
sekali djualan tertumpah dan tak mungkin terdjual lagi:
- Mati aku mati. Bagaimana aku bisa makan besok?
Tiba tiba seketia itu salah seorang dari pasukan Ki Ageng Tunggal
entah karena terdesak perasaan bagaimana berteriak:26
- He , Tak usah menangis. Besok keadaan sudah berubah. Dan
aku berdjandji akan mengganti semua djualanmu jang tertumpah.
Sekarang kau boleh ambil ini uangku jang ada.
Beberapa orang terkedjut dan salah seorang bertanja
keheranan.
- Berubah bagaimana ? Maksudmu. Keradjaan ini akan bisa
bertambah baik?
- Ja, djelas djika Ki Ageng Tunggal berhasil menggulingkan
Keradjaan jang bobrok ini nanti malam?
- Nanti malam ? Bagaimaa kau tahu nanti malam?
Lelaki itu menjesal bahwa ia terlandjur melontarkan isi hatinja
tanpa memikirkan apakah akibatnja. Tetapi semua sudah terlandjur.
- Itu kira kira. Kabarnja Ki A geng Tunggal akan mulai
berontaknja. Itu kabarnja, mudah- mudahan benar kau?
Tetapi malang bagi lelaki itu, tiba-tiba sebuah tjambuk terajun
oleh seorang tentera Keradjaan jang kebetulan berada disebelah warung
makan, sambil berteriak :
- Monjet. Djadi kau tahu tentang Ki Ageng Tunggal?
Lelaki itu terguling, beberapa wanita mendjerit dan lelaki? jang
lain melontjat lari, takut akan terseret kena tjambuk.
- Ajo bitjara iang djelas. Kau tahu bahwa Ki Ageng Tunggal akan
memulai pemberontakan malam ini
Sekali lagi tiambuk itu terajun dan mengelupaskan kulit lelaki itu.
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi sesaat kemudian waktu tiatnbuk itu akan terajun lagi, sebilah pisau
melajang dan menantjap dipunggung tentara keradjaan. Seketika tentara
itu rebah tidak lagi berkutik, tjambuknja terkapar sebelum meletjut untuk
ketiga kalinja. Kemudian tjepat-tjepat mereka menarik tentara itu.
- Lemparkan kesebuah halaman kosong, untuk menghindari
penggerebegan tentera jang lain djika mereka itu ada jang meninggal-.
Lelaki itupun kemudian diangkat oleh teman temannja untuk
menghindari akibat jang djelas akan menimpanja. keadaan mendjadi
kembali reda, hanja mereka kemudian berbisik bisik mengenai
kenungkinan Ki Ageng Tunggal akan memulai pemberontakanja nanti
malm. Salah seorang kemudian meneriakkan:2728
Djelas aku akan mcnerdjunkan diri kedalam pemberontakan ini. Aku sudah
lama sakit bati. Sudah lama keluarga hantjur karena perbuatan-perbuatan
tentera Keradjaan jang kasar laknat ini
- Tetapi dari mana Ki Ageng Tunggal dapatkan tentera untuk
melawan Keradjaan jang punja tentera beribu2 ini.
- Pasti ada, Itu pasti. Semua orang sebenarnja masih mentjintai
Ki Ageng Tunggal
Tiba-tiba mereka bujar berlarian, karena achirnja beberapa
tentera mengetahui kedjadian itu dan hendak melandjutkan
penangkapan-penangkapan. Tetapi warung itu sudah kosong. Hanja
tinggal wanita pemilik warung jang gemetar dan putjat pasi mendjawab
teriakan2 tentera Keradjaan.
- Hamba tidak tahu Tuanku. Mereka ramai ramai disini kemudiaa
lari semuanja, semuanja lari entah kemana
Tetapi tentera jang sudah kalap itu tidak menghiraukan apa itu
hanja seorang wanita dan memang benar benar tidak mengerahui apa
apa. Dilemparkannja beberapa tali, warung ketjil itu ditariknja oleh dua
ekor kuda, seketika roboh berantakan.
Sebaliknja Singopati bersama perira-perwira jang terhindar dari
reruntuhan warung itupun tidak kurang gusarnja setelah mentjapai istana.
Hingga terpaksa mereka berhenti untuk menenangkan perasaannja
- Bagaimana ? Apakah nanti kita djawabkan djika beliau
menanjakan?
- Ja, sekarang ini pasrahkan sadja hidup mati kita. Kita akan
berputar-putar mentjari alasan, mungkin akan lebih memberatkan.
Pokoknja kita benar-benar tertarik, ingin meramaikan arak-arakan
Tjindewangi menudju maut. Habis perkara. Kalau hanja karena sebab
demikian kita harus di gantung. ja, memang Keradjaan ini Keradjaan jang
sudah remuk.
- Tetapi sekarang tjoba katakan dengan terang. Kenapa kau
sampai begitu ingin menonton?
- Entah, tetapi jang djelas aku belum pernah melihat
Tjindewangi. Dan setiap orang mempertjakapkan. Hingga hatiku sama
sekali tidak bisa tertahankan lagi.-29
- Oh kalau begitu sama. Memang sebaiknja kita pasrahkan.
Digantung atau tidak kita sudah nengatakan apa jang sebenarnja.
Sampai distana, mereka tidak bisa langsung menemui dan
menghadap Patih Keradjaan Karena diruangan semula tidak lagi
terdapatkan. Hingga achirnja mereka dengan lebih gusar mentjari-tjari,
achirnja ditemukan Mamanda Patih sedang ditaman keputerian, sedang
menggoda seorang wanita muda jang tengah membersihkan taman. Djelas
bahwa wanita muda itu bukan dari kalangan istana, hanja memang
nampak djelita dan kenes.
Seketika Mamanda Patih mendadak mendjadi putjat karena
malu, sesaat kemudian kemerahan dan sesaat mendiadi putjat kembali.
Hanja kemudian beliau berusaha menenangkan perasaannja dan untuk
menghilangkan kegusaran itu, Patih mendadak membentak :
- Kenapa kalian pergi? Kalian tinggalkan tugas diistana jang pada
hal saat ini istana sedang terantjam bahaja. Pasukan Ki Ageng Tunggal
sudah menjusup kedalam kota menurut laporan jang bisa dipertjaja:
Bahwa istana Panglima Honggo telah dikuasai mereka. Maka segera
perintahkan seiuruh pasukan bersiap, mendjaga istana, sebagian
mengepung istana Panglima Honggo dan sebagian menjertai Tjindewangi.
Ingat-Ingat. Kalau rakjat sekiranja meragukan kesetiaannja, bunuh
Tjindewangi sesampainja dikaki gunung.
- Tidak usah menunggu sampai dipuntjak?
- Tidak, itu sangat berbahaja. Mungkin dalam keadaan gelap itu
mungkinkah segera bisa terdjadi.
- Tetapi kalau keadaan tidak mengawatirkan ? -
- Boleh kau tunggu sampai Tjindewangi tiba di puntjak Gunung
Tunggal. Tetapi kukira keadaan sudah sangat gawat
Singopati dalam hati tersenjum, Mamanda Patih bisa berkata
demikian. Tetapi sampai sedemikian djauh Mamanda Patih jang telah
putih hampir seluruhnja dari rambut tuanja, waktu itu masih menggoda
seorang wanita muda. Tetapi untuk menanjakan hal itu, djelas tidak
mungkin terdjadi. Singopati hanja menegas:
- Apakah laporan itu bisa dipertjaja ?-30
- Puteri Sekarkembar melihat dan mengetahui dengan mata
kepala sendiri bahwa Panglima Honggo telah terbunuh.
Seketika Singopati mendjadi gusar, karena ia mengakui balwa
Panglima jang paling tangguh dari istana Gunung Tunggal tidak lain hanja
Panglima Honggo. Dan sekarang panglima Honggo tak ada lagi, hanja
tinggal mengharapkan Panglima Galing. Tetapi ia sendiri telah lama
menjangsikan kepada Panglima Galing apakah beliau tetap akan berpihak
keistana.
Mamanda Patih mengetahui gusarnja Singopati dan membentak
lebih keras :
- Kau tidak usah gusar, monjet. Tjepat laksanakan apa jang
kuperintahkan dan djangan sampai terlambat. Waktu hanja tinggal sehari,
untuk menentukan apakah kita bisa mempertahankan keradjaan Gunung
Tunggal.
- Ja Tuanku.
- Nah sekarang pergi, kenapa kau terdiam sambil matamu
melotot?
Singopati hampir terlondjak, karena memang sebenarnja ia
serang terpukau oleh wanita muda jang sengadja memasang perhatian.
Dan seketika melontjat langsung mundur, keluar dari taman, Sampai diuar
baru terlontar maki2annja:
- Kau kerdjakan sekarang waktu tinggal sehari. Tetapi dia sendiri
masih menggoda-goda perempuan. Bangsat. Semua sama sadja.
Semuanja dari Radja Gunung Tunggal.
***
Koleksi Kolektor Ebook31
BAGIAN IV
SINGOPATI sendiri achirnja jang memimpin pasukan Keradjaan
menudju kekaki Gunung Tunggal, dimana akan diadakan upatjara terachir
bagi pelaksanaan hukuman mati bagi Tjindewangi. Sebagian pasukan
mengepung istana Panglima Honggo dan sebagian besar jang lain
dipusatkan diistana untuk mendjaga kemungkinan penjerbuan keistana.
Singopati telah bulat tekatnja betapa pun ia sendiri tidak senang
achir achir ini dengan orang orang istana, tetapi iapun menjadari bahwa
djika Ki Ageng Tungal berbasil berkuasa. Ia pasti kehilangan kedudukan,
kehilangan segala-galanja. Dan memang kedatangan pasukan Singopati
dikaki Gunung Tunggal tidak terlambat.
Pasukan Ki Ageng Tunggalpun jang menjamar sebagai rakjat
biasa belum semuanja lengkap dipedukuhan dan wilajah sekitar kaki
Gunung Tunggal sebelah selatan. Hingga pasukan Singopati sempat
mengadakan pemusatan kekuatan ditempat baik untuk menghadapi
kemungkinan penjerbuan pasukan-pasukan KiAgeng Tunggal keistana.
Sebaiknja jang lain menjiapkan diri dilapangan dan sebagian bersembunji
untuk melepaskan panah: panah terhadap Tjindewangi djika keadaan
memaksa harus membunuh Tjindewangi ditempat itu. Disinilah
kenjataannja kedudukan pasukan KiAgeng Tunggal kalah baik, sebab
sebagian besar belum datang, masih menjertai iring-iringan Tjindewangi
dan sehagian bersembunji didalam kota untuk mengadakan perlawanan
dari dalam djika waktunja tiba.
Prameswari sendiri achirnja tidak dapat menaban perasaanja
jang tiba-tiba mendjadi sangat gusar, mendengar bahwa sebagian besar
berbalik menaruh perasaan senang terhadap Tjindewangi, perasaan32
hormat dan kagum. Seketika itu pula Prameswari mengadjak Sekarkembar
untuk menjamar menudju kekaki Gunung Tunggal sampai menegaskan:
- Djelas, bahwa Tjindewangi tidak boleh luput dari kematiannja.
Aku sendiri akan membunuh Tjindewangi djika termjata achirnja rakjat
dan pengawal istana tidak mau mengerdjakannja
- Sekarang djuga Puteri ?
- Ja, tidak ada waktu jang lain jang tak mungkin terlambat,
Tjindewangi harus setjepatnja dibunuh sebelum ketjintaan rakjat makin
bertambah dan kebentijiannja berbalik keistana.
- Mungkin harus begitu Patih.
Waktu itulah sebentar kemudian, dari istana berangkat dua ekor
kuda putih membawa dua orang wanita jang menjamar sebagai tentera
wanita, menudju kekaki Gunung Tunggal.
Mendjelang sore hari, ketika pasukan jang bermusuhan telah
saling menduduki daerah kaki Gunung Tunggal. Ialah pasukan Ki Ageng
Tunggal langsung dibawah pimpinan Karangselo, pasukan Singopati
langsung dipimpin oleh Panglima Dobos, dan sebagian pasukan Panglima
Galing jang nampaknja masih setia kepada Keradjaan. Sementara itu
Prameswaripun bersama Sekarkemhar telah menjelinap diantara mereka,
menunggu kesempatan jang terbaik untuk melepaskan panahnja
membunuh Tjindewangi.
Sebentar kemudian keadaan jang telah mereka tunggu2 datang.
Iring-iringan arak arakan Tjindewangi berhasil mentjapai kaki Gunung
Tunggal tanpa suatu keributan jang mengakibatkan kerusuhan jang lebih
besar Langsung Tjindewangi ditempakan ditengah - tengah tanah lapang,
dimana Radja Gunung Tunggal biasa mengadakan upatjara untuk
persembaban korban kepada Gunung Tunggal. Tetapi selama korban itu
hanja merupakan seekor kerbau, bukan seorang wanita djelita
sebagaimana kali terachir ini.
Tjindewangi masih tetap terikat dan tetap diatas gerobaknja
jang terbuka dalam keadaan telah sangat letih, lapar dan haus. Haus
terlampau haus, terlampau dahaga. Karena tidak seorangpun memberikan
minuman sehari itu.Padahal waktu itulah para pengiring, semuanja33
diperbolehkan mengaso dan telah disediakan makan dan minuman
berlimpahan.
Matahari telah tjondong dan hampir tenggelam dari arah
pegunungan sebelah barat Gunung Tunggal, tjahajanja mulai nampak agak
kemerahan, tersamarkan warna mendung. Pasukan-pasukan Ki Ageng
Tunggal telah menjelinap diantara rakjat dan sebagian telah berbaur
dengan pasukan2 panglima2 Keradjaan. Sedangkan sebagian jang lebih
besar lagi, bersembunji dihutan-hutan dan pedukuhan disekitar lapangan
luas itu. Ja. menurut perhitungan dengan mudah pasukan Ki Ageng
Tunggal akan mampu menjapu bersih pasukan-pasukan Radja jang ada
disitu. Tetapi Sang Prameswari ? Prameswari waktu itu telah mendapatkan
tempat jang sangat baik, tersembunji dan sangat leluasa untuk
melepaskan anak panah kearah Tjindewangi jang terkulai terikat diatas
gerobak, menghadap ke Gunung Tunggal. Hanja tinggal menarik tali busur
sekuat tenaga dan melepaskannja,
Waktu itulah Prameswari tersenjum senjum. Merasa jakin sekali
bahwa dia akan bisa mengachiri riwajat Tiindewangi, tanpa rintangan
apapun Prameswari jakin bahwa djika Tjindewangi mati, seketika pasukanCindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pasukan Ki Ageng Tunggal akan mendjadi lumpuh semangat dan
kehilangan kekuatan untuk melandjutkan perlawanan. Ini pasti Sebab
memang terasa bahwa seluruh kekuatan pemberontakan terletak di
pribadi Tjindewangi.
Kemudian atjara jang telah ditentukan dimulai, dimana badut
badut istana akan mengadakan pertundjukan pertundjukan jang aneh.
Tidak lain maksudnja untuk mempermainkan tjalon korban hukuman mati.
Sebelumnja Panglima Galing tidak tega hatinja memerintahkan, tetapi
sagala sesuatu harus berdjalan tanpa mentjurigakan sebelum saatnja
datang. Tetapi kemudian Wulungseto jang telah berada di tengah2 rakjat,
mempunjai akal. Akal jang berbahaja dengan persetudjuan Panglima
Galing. Wulungseto terdjun kedalam rombongan badut badut istana
dengan alasan ingin ikut memeriahkan pesta maut itu. Kepala badut-badut
dengan senang tanpa ketjurigaan sedikitpun, bahwa memberi sebuah
topeng dan pakaian selengkapnja, telah mendapatkan pula petundjuk2
apa jang harus dilakukan. Sigemuklah jang mula-mula keluar dengan34
langkahnja penuh gojang pantat, pura - pura sedih dan setelah melihat
kepada Tjindewangi, mulai menangis, Menangis dan makin keras hingga
achirnja meraung-raung dan berhasil merubah suasana jang agak sedih
mendjadi kembali riuh dan penuh gelak tertawa. Inilah jang dikehendaki
Panglima Galing dan Ki Ageng Tunggal agar semuanja lupa akan sega
kemungkinan malapetaka bagi mereka. Sigemuk mulai berhenti menangis
dan ber-kata2 dengan kalimat jang terputus-putus
- Oh. Tjindewangi anakku tersajang. Anakku terdjelita dan segala
machluk djelita didunia ini. Tetapi kenapa kau bersikap jang sangat
menjedihkan, ialah mentjoba melawan keluhuran dan kebesaran
Keradjaan Gunung Tunggal.
Tetapi belum sempat sigemuk melandjutkan ratapannja, tiba
tiba keluar sidjangkung dengan topeng raksasa mentjambuk sigemuk
hingga sigemuk terkapar dan meraung-raung. Si djangkung berteriak maki
maki.
- Kenapa kau menangis nangis disini ? Keradjaan Gunung
Tunggal tidak menghendaki tangismu.
Sekali lagi sidjangkung mengajunkan tjambuk dan sigemuk
bangkit. sebaliknja kemudian tertawa tawa:
- Apakah Keradjaan Tunggal menghendaki aku tertawa?
- Jah, begitu. Sebab keradjaan Gunung Tungga! Keradjaan jang
besar dan kuat, sarma sekali tidak mengenal kesusahan dan
kesengsaraan.
- Ja, aku akan tertawa sepandjang djaman, sepandjang djaman.
- Nah lihat gemuk. Seluruh rakjat Keadjnan Gunung Tunggal
selalu bersukaria. Tidak ada alasan sedikitpun untuk bersusah hati. Perkara
Tjindewangi. dia djelita memang benar. Tetapi dia pengchianat sudah
sewadjarnja mendapatkan hukuman maut.
Seketika setelah sidjangung berhenti bitjara keluar badut-badut
jang menari nari, berdjumpalitan dan masing2 bergaja Semua masing
masing dalam satu gerakan gerakan jang lutju, Seorang jang hertopeng
kerbau sama sekali menjerupai kerbau dan seorang jang bertopeng
monjet sama sekali bergerak dan menari seperti monjet dan semuanja
sesuai dengan topeng masing masing.35
Kemudian dari antara mereka keluarlah seorang dari rombongan
itu jang bertopeng raksasa, melihat ke Tjindewangi dan nampak kasmaran.
Benar-benar kasmaran makin kasmaran dan setelah melihat Tjindewangi
makin lama dan makin dekat. Gerakannja benar2 mempesonakan
sekalipun bersifat lutju. Lelaki bertopeng raksasa kemudian makin
mendekat, bahkan kemudian melonjat keatas gerobak. Nampak Sama
sekali tidak dapat lagi menguasai perasaan kasmarannja. Lelaki itu makin
dekat dan tiba2 mentjium pantat Tjindewangi pelahan2, lalu nampak se
akan2 pingsan. Tentu sadja geiak tertawa makin riuh dan sama meledak
memenuhi tanah lapang itu. Lelaki itu kemudian bangkit kembali, sekarang
ia mentjoba memegang tangan Tjindewangi, membelai belai. Mula-mula
Tjindewangi merasa muak melihatnja, tetapi kemudian terdengar suara
pelahan-lahan:
- Rentjana tetap berdjalan seperti semula Tjindewangi.
Tabahkan hatimu.
Tjindewangi terkedjut, menahan Semua perasan jang hendak
meledak mendengar suara itu, hanja terdengar utjapan jang lirih. sangat
lirih:
- Oh, Seto
- Tabahkan hatimu kasih. Aku selalu disampingmu dengan
segenap tjintaku, tjintaku kasih.
Tiba2 gelak tertawa sekali riuh, bertambah riuh karena lelaki
bertopeng raksasa itu kemudian, mendekati Tjindewangi se-akan2 ingin
mentjiumaja. Hingga salah seorang jang bengal berteriak keras-keras:
- Tjium sadlja, tjium. Djangan terlambat. Sebentar lagi dia mati
Lelaki bertopeng itu menoleh, dan tiba. tiba menggelengkan
kepalanja, hingga orang jang berteriak itu kembali berteriak
- Goblok. Tjium sadja. Apa aku jang harus naik? Lagi tjium lagi.
Djangan berhenti sebelum dia meninggalkan kau.
Wulungseto tersenjum dibalik topeng, merasa bahwa segala
sesuatu berdjalan lantjar, tanpa satu titik ketjurigaan darI semua orang
jang ada ditanah lapang, saimpai kepada Singopati jang memimpin
pasukan penjergapan, djika timbul hal2 jang buruk bagi keradjaan,3637
Wulungseto sekali lagi hendak mendekat kepada Tjindewangi,
tetapi sigemuk jang sedjak tadi memandang penuh tjemburu, berteriak
teriak dan melontjat keatas gerobak, menundjuk-nundjuk kepada lelaki
bertopeng raksasa dan menundjuk ke Tjindewangi lalu kepada dirinja
sendiri.
Kemudian nampak gerakan gerakan jang menundjukkan dia
marah2 dan memaki2. Tetapi waktu lelaki bertopeng raksasa itu menoleh
dan berganti memandang dan memaki maki. Sigemuk djadi gemetar,
hingga lututnja nampak berbenturan.
- Ja. Ampun. Ampun raksasa
Lelaki bertopeng kemudian membentak dan menggerakkan
tangannja hendak memukulnja, seketika sigemuk mendjerit menangis
sedjadi2.nja, lalu melontjat kebawah djatuh terguling, sambil terus
melandjutkan tangisnja, makin keras dan makin keras. Hingga Wulungseto
sendiri sebenarnja tertawa tak dapat menahan gelinja.
Tjindewangi sendiri hampir terlepas tertawanja, karena dalam
hatipun sudah terpantjar tjahaja kegembiraan. Hanja dengan sekuat
tenaganja ia menahan dan masih tetap bisa nampak muram, sedih, muak
dan penuh dendam terhadap Keradjaan Gunung Tunggal. Lelaki bertopeng
kemudian menoleh kepada orang2 jang berteriak, seakan-akan bertanja
apakah dia harus mentjium Tjindewangi lagi.
Tetapi orang2 kemudian berteriak sebaliknja
- Sudah, sudah, Kau pikir dia punjamu monjet? Kau kan hanja
badut-badut istana
Lelaki bertopeng itu kemudian nampak ketjewa dan langsung
mendjauh, kemudian melontjat kebawab. Kembali menghilang di-tengah2
badut-badut jang lain jaag mulai lagi dengan menari-nari dan
menggerakan tubuhnja semau mereka menurut irama gendang jang
dipukul makin keras, makin keras. Kemudian terdengar suara gendang jang
ditabuh lain, pertanda bahwa atjara badut2 ini sudah harus selesai,
seketika mereka itu kembali menghilang di tempat semula. Seketika
suasana tanah lapang itu mendjadi sunji. Mati dan nampak sedih setelah
ingat bahwa sebentar kemudian akan datang waktunja Tjindewangi harus
turun dari gerobak kaju dan langsung menudju puntjak Gunung Tunggal.38
Panglima Galing kemudian datang ketengah - tengah lapangan
dibarengi olehl sorak sorai jang gemuruh, kemudian naik keatas gerobak
mengumumkan sesuatu hal, hingga suasana tiba2 mendjadi kembali sunji.
-Atas nama Radja Gunung Tunggal, dengan ini saja akan
mengumumkan bahwa sudah tiba waktunjaa atjara terachir pelaksanaan
hukuman mati bagi Tjindewangi. Segera Tjindewangi akan dilepaskan dari
tiang gerobak dan akan segera diiring langsung menudju kepuntjak
Gunung Tunggal. Memang Radjapun dengan sedih hati memutuskan
hukuman mati ini, tetapi sedemikian djauh Tjindewangi menolak segala
kesediaan Radja untuk memberi pengampunan. Hingga terpaksa Radja
memutuskan hukuman dengan dilemparkan kedalam kawah Gunung
Tunggal hidup-hidup.
Suasana tiba-tiba mendjadi sunji, jang sebetulnja harus meledak
sorak sorai kegembiraan kalangan Keradjaan Gunung Tunggal terutama.
Sunji dan nampak diliputi kesedihan, Panglima Galing merasa sesuatu
pertanda jang baik, melandjutkan pembitjaraannja.
- Tetapi sebelumnja, dengan segala kebidjaksanaan dan
kemurahan hati Baginda, Tjindewangi masih diperkenankan untuk
mengutjapkan kata2 terachir dengan bebas. Djuga masih diperkenankan
seorang dari rakjat jang mentjintai Tjindewangi untuk mengutjapkan
selamat djalannja. Dan orang tersebut, dengan kemurahan hati Baginda
diperkenankan melepaskan tali pengikat untuk terachir kali, sebagai tanda
bahwa Radja Gunung Tunggal tetap bertindak bidjaksana. Nah, silahkan
bagi seorang dari jang mentjintai Puteri Tjindewangi untuk madju. Tetapi
ingat. Siapa Jang madju dan melepaskan tali pengikat Tjindewangi
terpaksa harus ikut serta menjertai Tjindewangi terlempar kedalam kawah
Gunung Tunggal.
Suasana mendjadi kembali sunji dan beberapa orang jang
sedianja ingin madju kedepan, nampak kembali mundur karena
pengumuman Panglima Galing jang terachir. Hingga seorang dari perwira
tentara Keradjaan berteriak
- Nah, madjulah siapa hendak madju. Saja ingin sekali melihat
seorang jang mentjintai Tjindewangi. Matjam mana tampang pentjintanja.
Tjoba madjulah, hei monjet pengchianat Gunung Tunggal?-39
BAGIAN V
SEORANG PERWIRA jeng lain bahkan berteriak lebih keras lagi
dengan nada suara jang lebih sumbang:
- Ja, matjam manakah jang akan membela Tjindewangi. Matjam
manakah djelitanja kalau perempuan?
Suasana mendjadi makin sunji, karena teriakan teriakan itu
seakan akan mengantjam dan mejakinkan bahwa tak seorangpun akan
madju kedepan, menjatakan bahwa mereka menaruh tjinta dan setia
kepada Tjindewangi. Tetapi kemudian dari antara teriakan- teriakan
perwira - perwira itu, muntjullah Majangkembar dengan pandangan jang
memantjar. seakan2 menantang antjaman antjaman dan edjekan-edjekan
terhadapnja. Menjebaban semuanja djadi terbungkam, karena tidak
menduga dan begitu terkedjut melihat ang madju kedepan, ketengah
tengah lapangan seorang wanita jang tjukup djelita, bahkan mungkin
paling djelita diantara jang ada sesudah Tjindewangi. Melangkah pelahan
pelahan tetapi pasti, dan berhenti sampai dibawah gerobak Tjindewangi,
kemudian menatap Panglima Galing:
- Hambalah Panglima jang hendak menjatakan ketjintaan dan
kesetiaan hamba kepada puteri Tjindewangi. Hambalah jang memohon
idjin melepaskan ikatannja, sekalipun hamba harus menjertai puteri
Tjindewangi terlempar kedaam kawah Gunung Tunggal
- Dengan hati jang tulus iklas?
- Dengan penuh keiklasan Panglima
- Siapa namamu?
- Majangkembar -40
Tiba-tiba suara mendjadi riuh karena nama Majangkembar
seakan-akan telah mendjadi milik mereka bagi rakjat dibagian tepian
hutan. Sekalipun banjak jang belum mengenalnja. Kemudian kembali sunji
karena Panglima Galing memberi tanda agar mereka diam dan
melandjutkan pertanjaannja;
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Tetapi kenapa kau iklas mengorbankan dirimu?
- Karena hamba jakin bahwa Puteri Tjindewangi bukanlah
pengchianat. Puteri membela kami semuanja. Puteri mentjinta kami
semuanja dan kami semua mentjintai. Hanja itu Panglima.
Panglima Galing berpikir, se-akan2 tidak tega hatinja
Majangkembar. Seakan - akan berat hati untuk mengorbankan
Majangkembar, hanja karena Majangkembar mentintai Tjindewangi.
Tetapi sebenanja Panglima Galing hanja ingin memantjing kesempatan itu
untuk menanti tanggapan rakjat dan para tentera Keradjaan jang masih
setia kepada Radja Gunung Tunggal. Dan jang diharapkan memang
terdjadi. Tiba-tiba salah seorang wanita jang tak dikenal berteriak dengan
lantang;
- Tidak hanja Majangkembar Paduka Panglima. Hamtba akan
menjertai terkubur dalam kawah Gunung Tunggal.
Kemudian salah seorang wanita jang lain berteriak lebih lantang
dan mengharukan:
- Hambapun mohon menjertai Paduka, Pangima
Kemudian beberapa orang lelakipun berteriak memohon agar
diperkenankan bela pati terhadap kematian Tjindewangi, hingga Panglima
Galing tersenjum dalam hati dan mentjoba menghindarkan ketjurigaan
kalangan istana:
- Diam dan berhenti ditempat kalian. Aku hanja mengatakan
bahwa hanja didjinkan Seorang.
Seorang, tidak akan diperbolehkan jang lain. Sebab apapun jang
terdiadi misalkan kalian mentjintai Tjindewangi. Tindewangi telah
mendapatkan keputusan dari Keradjaan, terhukum sebagai
pemberontak.
Tetapi teriakan salah seorang wanita mendjawab lebih keras dari
semula.41
- Puteri Tindewangi bukan pemberontak Paduka.
Susana tiba-tiba tidak bisa dikuasai karena beberapa wanita dan
lelaki kemudian ternjata masuk ketengah - tengah lapangan dan berdiri
dibelakang Majangkembar, hingga menjebabkan Panglima - panglima jang
masih setia kepada Radja untuk menguasai keadaan dan berteriak:
- Hei kalian djangan mengatjau disini. Djelas bahwa kalian pasti
anak buah Ki Ageng, Kubunuh kalian jang berani madju ketengah
lapangan.
Tetapi teriakan Panglima Singopati tidak mengedjutkan mereka
dan mereka tidak undur selangkahpun dari tempat mereka berdiri, hingga
menjebabkan singopati memerintahkan kepada arak buahnja:
-Angkat panahmu dan djika kuhitung sampai tiga mereka tidak
mundur. Iepas panahmu semuanja.
Hanja Majangk?mbar jang diidjinkan, menurut perintah Radia.
Perintah Radja hanja seorang dan jang paling dulu, kuidjinkan.
Majangkembar merasakan adanja satu hal jang buruk djika
panah-panah itu terpaksa dilepaskan, hingga majangkembar berbisik
kepada beberapa orang jang berdiri dibelakangnja:
- Mundurlah dulu. nanti kudjelaskan bila datang waktunja.
Keadaan akan mendjadi gelap dan mungkin putri Tjindewangi akan
menemui malapetaka jang lebih besar.
Mereka mengangguk dn kemudian kembali ketempat masing2
tinggal Majangkembar, kemudian diperintahkan kepadanja agar menaiki
gerobak untuk melepaskan tali pengikat Tjindewangi dari tiang gerobak.
Tjindewangi sendiri setelah bertemu Wulungseto dan mendengar
teriakan-teriakan dari beberapa orang, mendjadi lebih kuat hatinja. lebih
kuat dan kini terpantjar sesuatu jang bertjahaja dari matanja.
Majangkembar, djongkok menjembah kepada Tjindewangi. air
matanja mulai menitik dan memandang dengan penuh kepedihan
terhadap kedjadian jang akan menimpanja, menimpa Tjindewangi dan
menimpa seluruh rakjat djika rentjana Ki Ageng Tunggal melesed dari
semula.
- Hamba benar2 menjertai puteri, djika rentjana melesed puteri.
- Apakah ada kemungkinan kita melesed?-42
- Hamba tak tahu
-Ja, memang keadaan mungkin melesed dari rentjana jang telah
matang dan terperintji itu, karena ternjata Waktu itu Sang Prameswari
telah mempersiapkan panahnja setelah melihat keadaan mungkin
membahajakan bagi Kekuasaan Keradjaan Gunung Tunggal:
- Kau lihat Sekarkembar, keadaan mungkin memang bisa
mendjadi buruk bagi keradjaan, Tjindewangi memang mempunjai
kekuatan jang luar biasa, hingga tak seorangpun dari kalangan istana
mampu menjiksa dia. Bahkan kemudian ternjata terlontar suara-suara
rakjat Gunung Tunggal jang sanggup mati untuk Tjindewangi. Mungkin
memang hanja seorang wanita jang bisa membunuhnja. Wanita jang lebih
besar dari dia, wanita Jang mengerti bahwa memang bukan musuh
sembarangan. Wanita jang mentjintai kekuasaan Keradjaan Gunung
Tunggal dan tidak melepaskannja. Dengan demikian Sekarkembar, Radja
akan mendjadi tahu bahwa akulah jang mampu membendung pengaruh
Tjindewangi, Akulah jang mampu menandingi Tjindewangi, bukan orang
lain, bukan Panglima manapun.
Sekarkembar mengangguk tanpa dia sadari, karena sebenarnja
hatinja sama sekali telah terkait dipandangan mata Majangkembar dan
entah karena apa waktu itu timbul perasaan aneh dalam hati
Sekarkembar. Prameswari melandjutkan:
- Tetapi aku hendak bersabar hati, Sekarkembar Bagaimanapun
hatiku telah terbakar untuk setjepatnja melepaskan anak panah itu, ada
keinginanku djuga ?ntuk mendengar apakah jang dikatakan oleh
Tindewangi. Sebelum dia diseret kepuntjak Gunung Tunggal. Baginja akan
sama sadja, nanti atau sekarang. Tetapi bagiku barangkali lebih baik
mengetahui apa jang dikatakannja.
- Bagaimana? Dan sesudah aku melepaskan untuk Tjindewangi,
kau segera menjusuli untuk mentijabut njawa Majangkembar.
Sekarkembar masih mengangguk, sekalipun sebenarnja tidak
mendengar lagi apa jang diutjapkan Prameswari. Hatinja telah mendjadi
gusar tiba-tiba karena ia kemudian ingat ba?wa diapun menpunjai wadjah
seperti Majangkembar. Perasaannja kini mendjadi sangsi dan kemudian
mendjadi mungkin Majangkembar itulah seorang jang ditjarinja selama ini.43
Kakak kandungnja sendiri. Tetapi bagaimana bisa tahu. dalam waktu jang
singkat demikian? Bagaimana bisa mengetahui? Sebentar lagi
Majangkembar akan menjertai Tjindewangi dan sebentar lagi mungkin dia
harus meiepaskan anak panahnja untuk Majangkembar?
Sekarkembar makin mendjadi gusar setelah memandang lebih
dan tepat waktu itu Majangkembar menoleh kearah dimana ia sembunji.
Sekarkembar jakin sekali dialah kakaknja. dialah kakak kandungnja dan
dialah jang selama ini mendiadi tempat bergantung rindu hatinja. Tetapi
perintah Sang Prameswari, dia harus terpaksa membunuhnja. Sama sekali
tidak ada kesempatan, dan itupun tidak mungkin dikatakan kepada
Prameswari bahwa dia adik kandung Majangkembar. Seketika
Sekarkembar mendiadi lumpuh rasanja. Pandangannja mendjadi gelap
dan tak tahu apa jang harus dikerdjakan? Dan tiba - tiba Sekarkembar
mendjadi sangat terkedjut. karena Prameswari tiba-tiba membentak:
- Tetapi kenapa kau tiba2 mendjadi gusar Sekarkembar? Tak bisa
kah kau membunuh seseorang? lnilah djalannja untuk mendjadi puteri
istana. Kau tak akan mendjadi selir lagi sepulangmu dari sini.
- Hamba tidak bisa mengerdjakanja Sang Puteri. Tak tahu kenapa
rasaja mendjadi lumpuh tangan hamba.
- Perempuan goblok. Kau tahu hanja ini kesempatanmu untuk
mendjadi pahlawan istana. Dan kau sudah kehilangan Panglima Honggo,
akan menjebabkan kau mendjadi isteri siapapun dari istana.
Waktu itulah hati Prameswari telah mentjapai punjak
kemarahannja karena melihat bagaimana Tjindewangi telah berdiri
terlepas dari ikatannja dan djauh memandang kearah Gunung Tunggal,
kemudian memandangi keseluruh arah di mana orang2 mendjadi
terpukau, seakan akan dilanda pengaruh dan kekuatan gaib jang luar biasa
besarnja. Bahkan Panglima dan perwira Keradjaa Gunung Tunggal se
akan2 terkena tjahaja jang melumpuhkan hati mereka.
- Bangsat Tjindewangi, bangsat perempuan. Tetapi ingat
Tjindewangi usiamu hanja sampai saat kata2mu terachir terutjapkan.
Memang mungkin hanja hati jang sakit sanggup melawanmu Tjindewangi
dan akulah wanita itu.-44
Kemudian Panglima Galing jang telah jakin keadaan bisa
dikuasai, segala sesuatu tak ada jang disangsikan akan datangnja
malapetaka bagi Tjindewangi dan Majangkembar, dengan penuh perasaan
bangga. atas pantjaran tjahaja dimata Tjindewatgi dengan perlahan2 ia
berkata.
- ja, Tjindewangi. Telah tiba waktunja Tjindewangi. sampai pada
waktumu kau diidjinkan atas nama kebidjaksanaan Radja, untuk
berbitjara. Sebelum sampai saatmu terachir. Kau diidjinkan menjampaikan
apa jang terkandung dalam hatimu, ketjuali satu hal permohonan ampun.
Waktumu untuk memohon pengampunan tak ada lagi, waktu hanja untuk
mengutjapkan selamat tinggalmu dan mungkin kau ada pesan pribadi.
Kawah Gunung Tunggal terpaksa telah menantimu Tjindewangi. Dan agar
kau tahu pula bahwa akupun hanja menaati perintah Keradjaan Gunung
Tunggal.
Suasana mendjadi hening seketika, sunji dan mendebarkan.
Semua orang menanti dan menanti, utjapan apa hendak tersampaikan dari
bibir Tjindewasgi jang mulai senjum tanpa sebersitpun perasaan takut
atau menjesal. Semua menanti dan berdebar, dimana perasaan kasih
tjinta, perasaan kagum dan perasan sedih akan kehilangan mulai merajap
dan mendesak Jang lain. Ketjuali seorang Pramesvari. Waktu itu telah
disiapkan busurnja, tinggal merentang untuk melepaskan anak panah.
Sendja telah mulai kemerahan langit diarah barat, tjahaja mulai
tersamar dan semuanja mulai nampak remang-2. Waktu itulah Panglima
Gali merasa tergesa gesa, setelah ingat bahwa rentjana seharusnja jang
terachir ini harus terdjadi tepat seteah sendja tenggelam. Dimana orang2
akan segera menjalakan obor disekeliling Tjindewangi. tetapi tepat waktu
obor akan segera dimatian djika keadaaa telah tenang bagi Ki Ageng
Tunggal dengan seluruh pasukannja berbalik menjerbu istana Degan
begitu Wulungeo akan bisa menjelamatikan Tjindewangi dari segala
kemungkinan jang buruk. Ki Ageng Tunggal terkedjut karena melesednja
waktu Tjindewangi mulai bijara, hingga terlonjar2 kata katanja :
- Djika Tjindewangi selesai bitjara sebelum gelap mendatang.
Akan menemu kesulitan. Tetapi sikerdil iang telah merasa sehat-kembali
karena pertolongan dukun sahabat Ki Ageng Tunggal dan merasa bahwa45
selama ini ia benar2 mendjadi orang permainan,mendjadi boneka
tertawaan dan mainan penghinaan. Dia hidup sekedar mentjari selamat
dengan mendjual kekerdilan dan kelutjuannja tanpa harga sepeserpun
sebagai manusia:
- Djadi Ki Ageng menghendaki Tjindewangi bitjara sesudah
sendja tenggelam?
-Ja. itu sebaiknja.
- Hamba akan mengerdjakan sesuatu Ki Ageng.
- Djika kau bersedia.
Sikerdil melontjat dari tempatnja dengan masih agak susah
pajah, tetapi karena dorongan hatinja jang me-luap2 bisa lari keluar dan
berteriak dengan suara jang agak sumbang, melengking ditengah-tengah
kesunjian jang makin tegang dan sedih:
- Hei. Tunggu dulu. Kerdil belum kebagian. Kerdil belum kebagian
mempermainkan Tjindewangi.
- Hei tunggu dulu Paduka Panglima, tunggu. Kerdil belum
kebagian. Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kerdil berlarian sampai terdjatuh djungkir balik, menjebabkan
gelak ketawa kembali meledak. Panglima Galing merasa lega, mungkin
hanja seorang tiba-tiba mendjadi djengkel ialah Prameswari. Sampai
dibawah gerobak langsung sikerdil melontjat tersampir dipagar gerobak
terhenti tergantung, tak bisa melandjutkan pandjatannja. Hingga gelak
tertawa benar2 meledak pada puntjaknja, melihat sikerdil benar benar
merupakan seekor kera jang terkena pasangan, melekat tak bisa bergerak
dipagar gerobak, sedangkan kepalanja sudah terdjulur kedalam. Panglima
Galing tahu bagaimana mempergunakan kesempatan jang baik itu,
bertanja sikerdil.
- Hei, kau belum kebagian apa?
- Hamba mesti tjium Tjindewangi. Mesti, mesti, mesti,mesti
Panglima. Hamba sudah bersumpah sedjak hamba lahir harus pernah
sesekali mentjium puteri Tjindewangi.
Gelak-tertawa makin gemuruh berbaur dengan teriakan.2
kegembiraan karena kedjadian memang benar2 sangat menggelikan,
setelah agak reda Panglima Galing mendjawab:46
- Ja, kalau kau mau benar dan Tjindewangi bersedia?
-Ja, Panglima harus membantu hamba. Tetapi tidak dapatkah
Panglima menarik hamba untuk memasuki pagar ini?
Panglima Galing terpaksa tertawa dan membantu menarik
sikerdil melontjati pagar gerobak, tetapi sampai didalam terdjatuh
tersungur diatas gerobak dan agak lama tidak bangun kembali. Hingga
beberapa lelaki berteriak keras keras:
- Mampus kau kerdil. Mampus. Tidak usah bangun lagi.
Tetapi sikerdil tiba tiba bangun dan langsung me-nari2 dengan
sangat baiknja dalam arti kelutjuan tubuh jang ketjil, pendek dengan muka
jang menondjol dan kepala gundul. Lalu mendjawab dengan keras dan
nada meninggi:
- Siapa bilang aku mampus ? Aku sudah bersumpah bahwa
sebelum aku mati harus pernah sesekali mentjium Tjindewangi. Baginda
Radja telah mengidjinkan. Panglima Galing pun telah mengidjinkan. Segera
akan kukerdjakan.-
- Turun dan tidur sadja bersama ibumu kerdil.
Gelak tertawa makin mendjadi hangat kembali, setelah kerdil
nampak marah dan matanja melotot menatap kearah datangnja suara
suara edjekan itu
- Aku udah besar, harus tidur bersama wanita djelita
- Tidur sadia bersama behekmu kerdil.
Kerdl tiba-tiba membalik pura2 tidak mendengar teriakan
teriakan itu, kembali menari seolah-olah gandrung kasmaran terhadap
Tjindewangi. Tetapi dengan perlahan-lahan kerdil mengatakan
- Ki Ageng Tunggal menghendaki puteri bitjara setelah sendja
tenggelam. Bagaimana? Keadaan puteri baik2?
Tjindewangi hampir2 meneteskan air mata melihat sikerdil
sampai melakukan hal jang sematjam itu untuknja. Untuk semuanja..
Djuga Panglima Galing merasa agak lapang dadanja Kerdil sekali lagi
kembali menari, berdjumpalitan nampak terlampau sangat girang.
***47
BAGIAN VI
WAKTU ITULAH kira-kira ketika sikerdil berlarian ketengah
lapangan, Baginda Radja baru terdjaga dari tidurnja. Hatinja merasa
lapang, sekalipun ada djuga terasa menjesal bahwa sampai saat terachir,
Baginda tak dapat merasakan kedjelitaan Tjindewangi. Tetapi lega karena
merasa bahwa musuhnja terbesar selama ini sesudah Ki Ageng Tunggal
akan segera lenjap dalam satu upatjara hukuman mati jang belum pernah
terdjadi. Baru sekali ini dan Baginda Sangat bangga akan penemuan tjara
hukuman mati jang dirasa sangat mengagumkan.
Baginda menggeliatkan tubuhnja jang telah terlampau gemuk,
hingga hampir-hampir mendjadi bulat dan menoIeh. Betapa terkedjutnja
Baginda melihat kamar sama sekali kosong. Pada hal biasanja, saat - Saat
Baginda terbangun dari tidur Prameswarina telah berada disisinja dalam
pakaian serapi mungkin, seindah mungkin dan selalu sengadja dibuat
sedemikian rupa, untuk merangsang kelaki-lakian. Baginda jang selalu
terpanggang nafsu.
Biasanja sang Prameswari akan mengatakan:
- Bagaimana Baginda? Dapatkah Baginda mengaso dengan
nikmat?
Dan Prameswari itu akan membelai-belai dahi Baginda tubnhnja
akan sengadja menjentuh Baginda, dimana segera Baginda akan
menggeliat dan kemudian memeluk Prameswari.
Tetapi waktu itu kosong sama sekali kosong, selirnjapun seorang
tak nampak. Padahal djika tidak Prameswari, misalkan sedang dalam
kerepotan. Pasti ada seorang telah menunggu disisinja, dengan
mengatakan:48
- Baginda berkenan hendak minum apa?
Dan Baginda selalu mendjawab dengan hidungnja berkembarg
lebar:
- Aku ingin minum ketjantikanmu sajang.
Terang? Baginda dengan perasaan mendongkol bangkit,
melompat dari peraduan jang terselimutkan beludru, hingga rubuhnja
tergontang -gontjang, langsung keluar dari kamar dengan membentak
bentak:
- Mana Prameswari? Sudah meninggalkan aku puteri Sekar
Agung
Suasana tetap sunji, tak seorangpun mendjawab. Baginda heran
dan makin gusar berbaur dengan perasaan marah:
- Sudah matikah. semua perempuan istana? Hei, dimana
perempuan perempuan istana?
Baginda melangkah makin gusar, mondar-mandir menjusuri
kamar - - kamar jang telah terbuka lebar, karena semuanja kosong :
- Hei pengawal, Pengawal. Sudah tulikah kau. Atau Semua seisi
istana sudah mampus semuanja?
Dengan gemetar seorang pengawal istana kemudian datang
menghadap Baginda sambil menundukkan kepala karena takut, akan
tertimpa kemarahan Baginda jang biasanja berachir dengan hukuman
tjambuk bagi siapa jang kena marah.
- Dimana Prameswari?
- Keluar Baginda, bersama-sama puteri Sekarkembar
- Keluar kemana?
- Hamba tidak tahu Baginda
- Keluar kemana?
- Hamba tidak tahu Baginda, sama sekali tidak tahu karena sang
Puteri tidak mengatakan hendak kemana?
- Kau mestinja tahu. Prameswaripun sudah mulai mendjadi
monjet, benar-benar monjet pergi sendirian tanpa pamit. Dan selir-selir
dimana?.
- Semua pergi Baginda, tadi bersama-sama satu rombongan.-49
- Siapa jang mengantarkan ?
- Tidak ada Baginda, Mereka berangkat berkereta dengan tidak
ada hanja seorang kusir.
- Monjet-monjet itu pergi tanpa pengawal?
- Tanpa pengawal Baginda -
- Ja, tetapi kemana mereka?
- Menurut pembitjaraan para puteri-puteri istana, beliau-beliau
ingin melihat Tjindewangi.
Baginda makin gusar berbaur perasaan marah, marah sekali
karena merasa tersinggung, kenapa mereka melihat Tjindewangi. Belum
puaskah mereka melihat Tjindewangi selama distana ?
- Lalu Mamanda Patih? Masih disini?
- Beliau sudah kembali kemari Baginda. Tetapi hamba lihat
beliau langsung menudju ketaman Keputerian.
- Monjet tua itupun telah mulai sinting.
Baginda makin berkobar kemarahannja dan sampai lupa bahwa
Baginda mempunjai hak untuk memerintahkan memanggil. Tetapi
langsung dengan tubuh jang tergontjang-gontjang menjusul Mamanda
Patih sambil berteriak;
- Monjet tua, monjtt-monjet muda dalam istana ini semuanja
sudah mendjadi ling-lung,
Untunglah Mamanda Patih mendengar samar - samar teriakan
?agioda Radia, hingga sempat menghindar meninggalkan seorang wanita
jang sedang hendak digodanja. Dengan langkah gemetar meninggalkan
taman, tepat bertemu Baginda dipintu taman.
Baginda langsung membentak:
- kenapa Mamanda disini? Apa ditaman Kepatihan semua puteri
sudah mati ?
- Tidak Baginda. Hamba hendak mentjari Baginda untuk
melaporkan sesuatu jang sangat penting.
- Apa
- Hamba sudah bertindak dengan tjepat dan baik.- baik,
- bagaimana baiknja ?-50
- Seluruh pasukan sudah hamba kerahkan untuk mendjaga
istana, sebagian menjusul iring-iringan arak . - arakan Tjndewangi, untuk
menjergap mereka djika terdjadi hal2 jang buruk bagi istana. Dan sebagian
telah mengepung istana Panglima Honggo jang kabarja telah dikuasai
tentera Ki Ageng Tunggal.
- Ja, ja. Memang sudah sangat baik tindakanmu.
- Berkat keluhuran Baginda, hamba bisa berhasil bertindak tjepat
Baginda.
- Ja, ja. Memang kau scorang jang jakap.
Baginda terdiam, pandangannja benar2 makin menjala menatap
Mamanda Patih kemudian berteriak se-kuat2nja :
-Tetapi jang mana pengawal-pengawal istana itu ? Mana
orangnja. Dan semua apa telah mati, sampai mereka tidak tahu
prameswari lolos dari istana ? Mana mata mereka, sampai tidak tahu
semua selir-selir istana ber-bondong2 pergi melihat arak-arakan.
- Masakan Baginda?
- Apa kau jang sudah mendjadi monjet. Lihat semua kamar,
kosong. 'Tidak seekor njamukpun terikat.
Mamanda Patih tiba-tiba mendjadi gemetar seluruh tubuhnja,
karena Baginda benar nampak murka dan gusar, Ja memang dalam istana
sangat terlampau sunj? dan mati nampaknja.
Baginda Radja kemudian menundukkan kepalanja seakan-akan
merasa lumpuh hatinja, melihat satu kemungkinan jang buruk. Hingga
terutjapkanlah beberapa kata jang tiba tiba bernada metana dan patah
semangatnja,
- Mamanda Patih. Tidakkah Mamanda melihat sesua itu
bajangan jang buruk bagi istana?
Mamanda Patih terdiam, hanja menunduk. Karena memang
terasa ada suatu tjahaja suram bagi Keradjaan Gunung! Tunggal. Tetapi
apakah akan didjawabkan kepada Baginda. Apakah ia akan berbitjara
sebagaimana apa jang dirasakan ?
Hingga Baginda membentak lebih keras
- Mamanda. Tidak dapatkah Mamanda mengatakan apa jang
sebenarnja terdjadi ?-51
- Baginda tidak merasakan adanja kemuraman suatupun dlistana
Gunung Tunggal Hanja Tuhan tentunja jang mengetahui.
Radja kemudian dengan suara jang makin merendah, merasakan
adanja suatu titik tjahaja kemuraman istana dan Keradjaan Gunung,
Tunggal memandang djauh melalui sebuah djendala, kearah tangga istana
jang megah djauh menudju kebawah sampai dibatas lapangan istana,
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dimana Tjindewangi melangkah melewati tangga demi tangga, menudju
kearah ribuan rakjat jang berdjedjal ditanah lapang. Langkah itu pasti,
terlampau pasti dan menggontjangkan hati siapapun jang melihatnja
- Tetapi Mamanda. Tidakkah Mamanda melihat apa jang terdjadi
setelah Tjindewangi melangkah menurun tangga demi tangga?
- Ja, Baginda. Hamba merasakan adanja satu suara jang
membisu.
- Nah. Tangga demi tangga Tjindewangi melangkah dan ratuan
ribu rakjat Gunung Tunggal seakan-akan tersumbat nafasnja, sesaat demi
sesaat.
- Ja Baginda. Hamba mendengar suara suara jang hidup dalam
hati sanubari rakjat Gunung Tunggal. Tetapi hamba masih mendengar pula
suara-suara jang setia akan Keradjaan. Itu pasti Baginda.
-Ja tetapi berapa orang Mamanda. Dan berapa orang? Berapa
ratus ribu dan mungkin berdjuta hati nurani rakjat Gunung Tunggal
mendengar langkah Tjindewangi, seakan2 langkah pengharapan mereka?
- Hamba tidak merasa sampai sekian djauh.
- Aku merasa Mamanda. Aku mendengar dalam hatiku. Suara
?angkah Tjindewangi adalah suara langkah pengharapan mereka.
Pengharapan jang tidak tersampaikan oleh kebesaran Keradjaan. Aku
mendengar Mamanda. Hingga dalam tidurku tadipun aku mendengar
suara-suara langkah itu. Tjinewangi akan sampai kedalam hati nurani
rakjat. Dan aku mungkin tidak bisa membendungnja.
- Tetapi Tjindewangi akan mati sebentar kemudian Baginda.
Kalau terdjadi sesuaru jang buruk, bagi Keradjaan, Panglima Singopat?
akan segera membereskannja. -52
- Aku tidak jakin Mamanda Singopati tidak akan tergontang
hatinja melihat kenjataan Tjindewangi. Deluruh Kerajaan Gunung Tunggal
nampaknja tak mampu melawan pantjaran tjahajanja.
Baginda kemudian melibat keseluruh Istana, , kemegahan istana
pualam jang ia banggakan, seaan-akan mendjadi muram dan tak ada
artinja. tetapi kemudian Baginda ingat bahwa pembangunan benteng dari
batubesi akan segera selesai malam nanti,
- Tetapi Mamanda, tidak Mamanda ingat bahwa malam ini akan
selesai benteng dari batu besi itu disebelah utara istana Keradjaan?
- Ja, Baginda. Hambapun baru ingat.
- Djadi sekarang soalnja. Kerahkan semua pasukan untuk
mempertahankan benteng itu, djelas bahwa 1empat itu memang tepat
untuk mempertahankan kemungkin serbuan dari pasukan Ki Ageng
Tunggal jang mungkin sekarang telah berkumpul dilereng Gunung Tunggal.
O. ja Mamanda. Aku baru ingat Mamanda . Memang segala sesuatu
terdjadi bersama-sama kebesaran Keradjaan jang akan tetap abadi. Ja,
Mamanda.. benteng akan selesai malam ini dan sekarang Mamanda
sendiri akan memimpin seluruh pasukan jang tinggal untuk
mempertahankan istana dari benteng batu besi itu. Mamanda sendiri
harus memimpinnja.
- Ja Baginda..
-Tidak djadi apa sekalipun aku harus membajar ribuan gadis
untuk benteng itu , sudah sewadjarnja kita mengorbankan jang perlu
dikorbankan untuk mempertahankan apa jang harus dipertahankan.
-Ja, Baginda. Apa artinja seribu gadis Gunung Tunggal,
- Ja. Apa artinja? Tidak lama lagipun Gunung Tunggal akan segera
penuh dengan gadis-gadis djelita. Nah sekarang aku agak merasa lega.
Hanja tetap sangat mendjengkelkan, mengapa seluruh perempuan istana
pergi tanpa memberi tahu. Kenapa ? ah ini tanda- tanda djuga bahwa
perempuan-perempuan akan meninggalkan . istana ?
- Tidak Baginda. Ini hanja kebetulan puteri puteri terdorong ingin
melihat keanehan jang belum terdjadl, ialah hukuman mati didalam kawah
Gunung Tunggal.-53
- O ja ja, aku sampai lupa bahwa aku sendiri jang mentjiptakan
keanehan itu.
- Ja, ja tidak apa.
Demikian perasaan gembiranja Baginda Radlja hingga lupa
Baginda melontjat dan berlari kearah pintu gerbang istana, berdiri diatas
puntjak tangga jang megah dan menurun djauh kebawah, berkilauan dan
berkilatan terkena tjahaja sendja hari.
Baginda kemudian berteriak:
- Ja, aku lupa Mamanda bahwa benteng batu besi akan segera
selesai. Dan benteng itu pasti akan bisa digunakan untuk
mempertahankan istana Keradjaan.
Kemudian Baginda memandang kearah tjahaja kemerahan
sendja diarah barat dan kemudian kearah utara. kearah Gunung Tunggal
dimana Tjindewangi akan segera lenjap dari bumi Gunung Tunggal.
- Sekarang sendja hari hampir tenggelam Mamanda. Sebentar
lagi turun malam. nanti kemudian akan sampai ketengah malam. Waktu
itu lenjaplah Tjindewangi. Lenjaplah tjahaja jang menakutkan istana,
lenjaplah tjahaja jang memberi harapan rakjat dan lenjapah Suara Suara
langkah jang menjampaikan Suara suara pengharapan seluruh Gunung
Tunggal.
Mamanda Patin agak bingung karena melihat Baginda nampak
agak tidak sadar dan makin mendjadi gusar, sekalipun ujapan utjapannja
agak menggembirakan. Tetapi nampak tjahaja jang gelap dimata Baginda.
Gelap dan tjemas.
- Mamanda. Kenapa Mamanda diam ?
- Tidak apa-apa Baginda
- Tidak jakinkah kau Mamanda bahwa benteng batu besi akan
bisa mempertahankan serbuan tentara Ki Ageng Tunggal?
- Hamba jakin Baginda,
- Nah tetapi kenapa terdiam. Tjahaja dimatamu seakan-akan
mati dan tidak memberi pengharapan apapun.
-Hamba tidak merasakan hal itu Baginda. Mati hidup hamba
akan kuserahkan untuk mempertahankan kebesaran Keradjaan.-54
- Ja, ja aku bisa jakin sekarang. Tetapi kenapa tjahaja kemerahan
disebelah barat terasa menakutkan Mamanda. Tjahaja kemerahan itu
Mamanda, seakan-akan bitjara kearah jang lain.
Baginda kemudian nampak mendjadi makin gusar setelah makin
lama memandang tjahaja kemerahan dilangit diarah barat dan makin
gusar setelah langit mendjadi makin gelap, makin gelap.
Dan waktu langit diarah barat itu benar-benar mendjadi gelap
dan hilang tjahaja jang tinggal tersamar. Baginda berteriak
- Tetapi kenapa tjahaja itu hilang dan men?jadi gelap hatiku?
***
Tjindewangi Melanda Istana ? Kolektor Ebook55
BAGIAN VII
SENDJA MULAI tenggelam dan gelap telah pelahan2 turun.
Sikerdil jang masih mendapatkan sambutan gelak-tertawa sangat riuh,
karena tiba-tiba telah berdiri tepat didepan Tjindewangi, akan mentjium
tangan Tjindewangi mendjadi sedih, karena Panglima Galing
memerintahkan
- Maafkan saudaraku sikerdil. Waktu bagimu telah habis, karena
gelap telah mulai turun dan obor obor akan dinjalakan sebagai pengantar
Tjindewangi menudju kematiannja.
- Maafkan saudaraku.
Sikerdil menirukan dengan suara akan menangis
- Maafkan saudaraku. Tidak bisakah Panglima mengidjinkan
waktu bagi hamba untuk mentjium Tjindewangi. Dan menolong sama
sekali mengangkat tubuh hamba.
Panglima Galng tersenjum dan tak bisa menahan perasaan
gelinja. Tetapi masih mendjawab:
- Maafkan saudaraku. Waktu telah habis
- Ja, waktu telab habis. Waktu telah habis. Habis bagaimana?
- Habis untuk siapapun.
Kemudian keluarlah lelaki lelaki jang ditugaskan menjalakan
obor untuk dipasang disekeliling gerobak Tjindewangi, dan beratus obor
jang lain memenuhi hampir seluruh bagian tanah lapang itu sampai
dipedukuhan sekitarnja. Rakjat makin banjak, makin banjak dan hampir
sama sekali melanda seluruh lereng Gunung Tunggal. Sangat
mengharukan suasana waktu itu.56
Permaisuri mulai merasa lega setelah melihat keadaan tidak
membajangkan malapetaka, belum membajangkan dan ia berharap tidak
ada kedjadian apapun. Tetapi waktu obor-obor mulai menjala dan
Prameswari melihat betapa tjahaja jang terpantjar diwadjah Tjindewangi,
tjahaja jang terpantjar dimata Tjindewangi merasa suatu menggentarkan,
hingga waktu itulah Prameswari telah merentangkan busurnja untuk
seketika tinggal melepaskan pada waktu harus dilepaskan.
Puteri Sekarkembar, sama sekali gusar. Setelah makin lama
djelas melihat Majangkembar jang sama sekali bersamaan rupa dengan
dirinja sendiri. Sekarkembar berpikir sekarang bahwa Majangkembar pasti
tidak salah lagi, adalah saudaranja sekandung jang selama ini ditjarinja.
Tetapi apa jang akan dikerdjakan. Prameswari telah memerintahkan agar
dia membunuh Majangkembar.
Sang Prameswari tiba tiba berpaling, gusar melihat Sekarkembar
agak gelisah dan tangannja gemetar, hingga tak mengangkat busurnja
- Angkat busurmu Sekarkembar. Tunggu perintahku. Djangan
sampai terlambat sesaatpun,.
- Ja puteri.
Tetapi sama sekali tangan Sekarkembar sukar untuk digerakkan
mengangkat busur, hingga ia sekali lagi dibentak oleh Prameswari Gunung
Tunggal jang telah memuntjak ketegangan dalam hatinja. Ketegangan
bermatjam-matjam, ketegangan jang sangat gelap dan berbaur
ketjemburuan jang makin terbakar oleh pemandangan dimatanja.
- Angkat Sekarkemhar, apakah kau ingin kubunuh sendiri!
Seketika itu Sekarkembar tersentak, mendengar perkatan
Prameswari jang menganjam hendak membunuhnja. Apakah salahnja
djika ia tidak tega hati membunuh Majangkembar karena dirasanja
Majangkembar adalah kakaknja sendiri ? Tetapi untuk meredakan
Ketegangan itu Sekarkembar terpaksa mengangkat busurnja sambil
berpikir, apakah jang akan dilakukan djika perintah sang Prameswari itu
diutjapkan lagi.
Obor-obor beribu obor telah dinjalakan memenuhi daerah
lereng Gunung Tunggal, terutama disekitar gerobak Tindewangi.
Panglima Galing mulai menji?ahkan Tjindewangi berbitjara:5758
- Waktume datang Tjindewangi. Kau boleh berbitjara untuk
terachir kali. Silahkan.
Suasana mendadak djadi hening, hening dan seakan-akan
membeku. Angin terhenti. Semuanja menanti. Bahkan Singopati sendiri
jang diperintahkan untuk membunuh Tjindewangi terpaku, ingin
mendengarkan apakah jang hendak dikatakan Tjindewangi. Prameswari
sendiri menanti utjapan jang menggetarkan itu. Dan terutama
Sekarkembar menanti diatas ketegangan jang makin memuntjak. Sebab ia
tahu selesainja Tjindewangi bitjara ia harus melepaskan anak panahnja
untuk Majangkembar. Bagaimana bisa dia mengerdjakan ? Bagaimana ia
bisa melepaskan anak panahnja? Untukseseorang jang dirasakan saudara
sekandung? Bagaimana bisa. Bagaimana akan terdjadi dan dapatkah ia
akan melupakan kedjadian ini bila benar2 terdjadi
- O ajah, dimanakah ajah? Dapatkah ajah mengatakan apakah
dia sebenarmja saudara kandungku
- Apa Sekarkembar. Kau djangan mengigau, Djangan kendorkan
pegangan busurmu. Dan tunggu perintahku.
Sementara itu, ketika suasana sama sekali beralih perhatian
kepada tingkah laku sikerdil, dan sama sekali mereka dihanjutkan oleh
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kegembiraan karena lelution jang luar biasa itu.
Pasukan-pasukan Ki Ageng Tunggal. Pasukan Karangselo dan
Panglima Galing telah sama sekali berhasil berbuat diantara pasukan
pasukan Keradjaan. Hanja tinggal menanti perintah terachir bagi pertanda
penjerangan ialah matinja obor - obor disekeliling Tjindewangi.
Tak ada satu tanda apapun jang dapat diketahui oleh Panglima
panglima Keradjaan bahwa,akan terdjadi sescatu hal. Tak ada gerakan
seketjil manapun jang bisa merisaukan rentjana.
Waktu iulah setelah Ki Ageng Tunggal merasa bahwa segala
sesuatu akan berdjalan baik, dan kekuatan pasukan pasukan Keradjaan
jang ada disitu tidak terlampau besar maka Ki Ageng Tunggal
menjampaikan rentjana selandjunja
- Seto. Kukira keadaan disini tidak terlampau berat diselesaikan.
Ternjata bahwa Radjapun sudah merasakan sesuatu jang gelap, hingga
perlu memusatkan tenteranja di istana.59
sekarang tugasmu jang paling penting Wulungseto, memimpin pasukan
jang tinggal diibukota untuk merebut istana dari dalam. Ada sebuah
terowongan rahasia melalui bawah tanah istana Honggo, kau harus bisa
menemukannja. Mungkin akan sulit Wulungseto, karena terowongan itu
hanja dua orang jang tahu setelah Panglima Honggo. Ialah Radja sendiri,
dan kemudian selirnja jang paling ditjintai Sekarkembar. Hanja oleh
bantuan Sekarkembar terowongan itu bisa diketemukan. Pertjajalah,
Tjindewangi akan selamat,
Wulungseto mengangguk, hatinja berat sebenarnja
meninggalkan Tjindewangi dalam keadaan jang belum menentu, apakah
akan bisa diselamatkan dari penjergapan penjergapan tentara Radja jang
tidak sedikit djumlah disekitar Tjindewangi berada. Sedangkan Panglima
Galing hanja sendiri dalam gerobak ?
Pasukannjapun belum berhasil mendekati lebih dekat dari
pasukan-pasukan Keradjaan karena merekapun merasa penuh
bertanggung djawab akan tidak lolosnja Tjindewangi. achirnjapun
mengatakan:
- Bagaimanapun Seto akan menjelesaikan pekerdjaan Ki Ageng.
dan Tjindewangi kuserahkan ketangan ki Ageng
- Ja, djelas aku akan bertanggung djawab.
- Begitu lampu-lampu obor mati. berangkatlah.
Wulungeto merasa jakin bahwa akan berhasil memimpin
pasukan pasukan dalam kota, tetapi satu hal untuk menemukan
Sekarkembar bukanlah hal jang mudah. Karena menurut laporan dari
pasukan jang menguasai istana Panglima Honggo, satu - satunja jang
lolospun selirnja jang termuda. Pasti Sekarkembar sekarang telah berada
diistana, dan tentu telah membuntu terowongan itu untuk mendjaga
segala kemungkinan jang buruk bagi istana.
Sama sekali Wulungseto tidak mengetahui bahwa waktu itu ia
mentjari tempat persembunjian jang memungkinkan ia segera berangkat
meninggalkan wilajah lereng Gunung Tunggal menudju keibukota
Keradjaan, mengambil tempat jang tidak djauh dari tempat Sekarkembar
bersembunji bersama sama Prameswari. Sama sekali tak mengetahui dan60
sedikitpun tak mengira bahwa didekatnja adalah puteri jang seharusnja ia
tjari.
Waktu Wulungseto mendapatkan tempat persembunjiannja,
dan menoieh untuk melihat kearah Tjindewangi, Tjindewangi tepat
waktunja memulai utjapannja:
Satu kata demi satu merenggut kesunjian dan kegelapan malam
jang mulai turun:
- Sahabat2-ku, seluruh rakjat Gunung Tunggal. Bahkan seluruh
kalangan istana jang hendak mengantarkan kematianku. Apakah jang
hendak kusampaikan, kurasa semuanja telah kalian rasakan.Sedjak aku
melangkah menuruni tangga demi tangga istana Keradjaan Gunung
Tunggal, langkahku itu kurasa akan telah bersuara seperti suara jang
terkandung dalam hati sahabat sahabatku semuanja. Ialah langkah jang
menjuarakan pengharapan akan datang, suasana kehidupan jang lebih
baik bagi suatu bangsa. Langkah jang mejakinkan bahwa tjita tjita suatu
bangsa akan sampai pada suatu waktu, karena langkahku kejakinanku itu
merupakan tjita-tjita jang timbul dari hati nurani seluruh rakjat Gunung
Tunggal jang telah terlampau lama menderita. Menderita karena tidak
adanja ketenteraman, tidak adanja kepastian hidup dan kepastian hukum
bagi dirinja jang merupakan perlindungan bagi hak-2nja dan
kewadjibannja.
Sesaat Tjindewangi 1erdiam, airmatanja mulai membasah dan
menetes kepipinja, saat mana airmata beberapa orangpun mulai
membasah, dan makin banjak lagi bahkan kemudian beribu mata mulai
membasah air matanja, himgga sangat mentjengkan suasana waktu itu.
Mentjengkam dan menggetarkan.
Tjindewangi mempergunakan kesempatan jang baik itu
sebaiknja, mempergunakan suasana jang mulai terenggut oleh kata
katanja, tiba tiba Tjindewangi mengusap airmaia dari pipinja jang
tjemerlang terkena tjahaja obor jang tertiupkan angin, hingga seakan
akan selalu tergontjang.
-Sahabat - sahabatku. Memang benar aku didudukkan oleh
kalangan istana Keradjaan Gunung Tunggal, sebagai pengchianat. Benar
sahabat-sahabatku, aku pengchianat bagi Keradjaan, kareaa aku melawan61
kekuasan Radja jang hendak melumpuhkan suara hatiku. Aku tanpa
perasaan takut akan kekuataan jang membajangi hidup matiku melawan
kekuasaan Radja jang hendak melumpuhkan suara rakjatnja. Tetapi tidak
terhadap sahabat - sahabatku, karena aku jakin suaraku adalah suara
kalian
Sementara itu Panglima Galing makin hati hati meneliti segala
gerakan jang timbul dari rbuan tentara jang terpaku itu, bila terdjadi salah
seorang melepaskan anak panah kepada Tjindewangi atau Majangkembar.
Tetapi tidak ada tanda-tanda gerakan itu. Sama sekali tak ada,
hingga Panglima Galing merasa lega, lapang dan makin tentram hatinja.
Hanja, karena satu hal Panglima Galing tak mengetahui hadirnja
Prameswari dan Sekarkembar jang bersembunji tidak djauh dari tempat
Tindewangi berada.
Tjindewangi melandjutkan pembitjaraanja dengan makin tegas,
setelah meliliat tanggapan seluruh jang mendengarnja
- Tetapi aku iklas sahabat sahabatku. Aku rela dengan segenap
ketulusan hati mendjalani hukuman jang belum pernah terdjadi terhadap
seorang manapun. Belum pernah terdjadi sepandjang djaman sedjarah
Keradjaan Gunung Tunggal melemparkan seseorang kedalam kawah
dalam keadaan hidup. Aku bersedia sahabat2ku. Karena akupun jakin
bahwa sepeninggalku, akan lahir kembali sepuluh Tjindewangi. Mungkin
sepuluh Tjndewangi akan masih terpaksa mengalami hukuman matinja
seperti aku. karena kekuasaan Radja. Tetapi setelah itu akan muntjul
seribu Tjindewangi jang akan melanda kekuasaan Radja sampai achir
sedjarahnja,
Suasana makin sunji, perasaan haru dan merasakan bahwa apa
jang dikatakan oleh Tjindewangi benar makin merajap kedalam hati
sanubari mereka. Makin merajap djauh kedalam hati nurani.
Kemudian Tjindewangi melandjutkan perkataan dengan suara
terputus-putus karena terlampau dalam kepedihannja:
- Tetapi sahabatku, kuminta sebelum aku lenjap dalam kawah
Gunung Tunggal. Ingin aku mendengar suaramu jang sedjati. Ingin aku
mendengar suara hatimu jang terpendam sepandjang masa kekuasaan62
Radja? Benarkah sahabatku sekalian selama ini hidup dengan perasaan
damai?
Tjindewangi menanti beberapa saat, belum Seorangpun
mendjawab. Karena rakj?t masih diliputi ketakutan untuk berbitjara,
sedangkan rakjat jang telah berpaling kepada Ki Ageng sengadja bungkam.
Bahkan beberapa perwira Keradjaan sendiri mulai mengakui bahwa apa
jang dikatakan Tjindewangi adalah benar. Tetapi hendak melakukan apa?
- Ja, kalian belum bisa mendjawab. Karena bajangan kekuasaan
Radja masih terlampau besar dikuduk kalian. Tetapi sekarang aku ingin
bertanja jang agak lain. Dapatkah sahabatku selama ini merasa dilindungi
dan sebaliknja merasa mentjintai Keradjaan karena adanja pertalian jang
karib antara Radja dan seluruh rakjat?
Suasana masih sunji dan diam. Tak seorangpun mendjawab dan
meneriakkan apa jang sebenarnja terpendam dalam hati masing2.
Prameswari sendiri merasa kagum tetapi djuga lega karena seorangpun
tidak mendjawabnja. Hingga Prameswari agak reda ketegangan hatinja.
Tetapi niat akan membunuh Tjindewangi sebelum Tjindewangi mengachiri
kata2-nja sudah pasti.
Sekarkembarlah jang makin gusar karena mendengar
perkataan2 Tjindewangi jang sangat menjentuh hatinja, Semuanja itu
teralami selama hidupnja sebagai seorang puteri jang terdampar hingga
mendjadi selir seorang panglima jang kedjam. Tetapi apakah jang hendak
dikerdjakan? Djaraknja dengan Prameswari hanja sedjauh beberapa
langkah, tak mungkin ia melarikan diri dari antjaman Prameswari.
Sedangkan makin lama, terasa kini bahwa utjapan Tjindewangi
akan segera berachir dan ia harus melepaskan anak panahnja untuk
Majangkembar, hanja tinggal beberapa saat.
Tjindewangi agak gusar pula, sama sekali rakjat Gunung Tunggal
tidak bergontjang sedikitpun hatinja setelah menghadapi kenjataan
bahaja jang membajangi kemudian melandjutkan dengan segala
kekuatannja jang masih tersisa:
- Ja, sahabat sahabatku. Aku jakin kau ingin bitjara tetapi tidak
mungkin, Dan aku akan segera pamit. Tentu semua utjapanku achirnja kini
hanja merupakan pengharapan, pengharapanku jang akan kekal kepada63
rakjat Gunung Tunggal. Bahwa satu waktu akan sampai kepada djaman,
dimana rakjat akan bisa hidup dalam satu pemerintahan jang baik.. Satu
djaman dimana rakjat akan merasa mentjintai dan ditjintai oleh
kekuasaan. Dimana hidup terasa seperti hidup dialam terbuka, hidup
dialam pikiran dan merasaan jang terbuka, lepas dari bajangan ketakutan
dan ketjenderungan kearah patah hidup. Mungkin memang masih lama
sahabatku, karena kini kekuasaan Radja masih besar dan kuat. Tetapi tak
ada kekuatan manapun dapat membendung kehendak hati nurani, djika
kehendak hati itu merupakan kehendak bangsa, sahabatku. Nah. kukira
waktu akan tiba saatnja. Sebentar kemudian aku akan mendaki puntjak
Gunung Tunggal dan lenjap bersama suaraku, bersama hatiku dan
bersama seluruh tjita2.ku. Kuharap sahabat2. ku bisa mendengar suaraku,
suara hati jang kekal dan hidup sepandjang djaman. Sebagaimana
suaramu jang sebenarnja. Tetapi dapatkah kalian sekarang mengatakan
bahwa suara hati kita selamanja harus terpendam?
Suara Tjindewangi begitu mendesak dan menjajat seluruh jang
mendengarnja, hingga salah seorang tiba2 mendjadi kalap dan berteriak:
- Tidak Tindewangi Suara hati kami akan hidup dan sewaktu
waktu meledak sehebat2nja melawan kekuasaan manapun jang
membendungnja,
Pendekar Samurai 2 Rahasia Patung Hijau Pendekar Mabuk 110 Persekutuan Iblis Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama