Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo Bagian 2
- Ja, Tjindewangi, suara kami akan terbakar dan membakar
sularah Keradjaan manapun
Tiba-tiba sorak mendjadi gemuruh dan teriakan-2 tiba-tiba
meledak. Hingga tak dapat terdengar djelas apa jang diteriakan. Keadaan
mendjadi gontjang, sama sekali gontjang. Panglima Galing merasa bahwa
waktunja tiba dan memberi anda agar semua lampu dimatikan.
Tetapi sebelum obor sempat dimatikan, Prameswari jang sudah
memuntjak kemarahan dan kegusarannja, telah menarik tali busurnja
kuat-kuat. Udjung anak panah telah tepat terarah tubuh Tjindewangi.
***
Tjindewangi Melanda Istana ? Kolektor Ebook64
BAGIAN VIII
SEKARKEMBAR jang sedjak melihat pantjaran tjahaja mata
Tjindewangi telah mendjadi gusar, bertambah lagi gusar, setelah melihat
Majangkembar, makin bertambah gusar setelah Tjindewangi
rmengutjapkan kata demi kata jang langsung menjentuh hati nuraninja.
Kalau tidak ingat bahwa Sekarkembar berada disamping Prameswa, ingin
dia rasanja berteriak mendjawab setiap kata2 Tjindewangi, berteriak
sekuat tenaga, karena segala sesuatu ternjata adalah Seperti apa jang
diutjapkan olehnja. Ingin dia rasanja mendjerit.
-Ja, Tjindewangi. Aku tak pernah merasa damai dalam hidupku.
Hidupku selalu diudjung ketakutan, kesangsian dan dibajangi malapetaka.
Sedjak semula aku melhat ibuku direnggut oleh seorang pengawal istana,
kemudian diserahkan kepada seseorang bangsawan sebagai tawanan
pembangkang. Hinga achirnia ajahku harus menebus dengan mengangkat
sumpah untuk mendjadi pengawal istana. Aku terdampar Tjindewangi
dalam kegelisahan hidup matiku. Hingga aku terpisah dengan saudara
kandungku. Hingga harus menerima nasibku sehagai seorang selir
termuda. Selir termuda, rasanja hidup penh kemewahan. Tetapi hatiku,
hatiku Tjindewang selalu diliputi bajangan keruntuhan, djika saatku
mendjadi tua tiba atau datang kemudian seorang wanita jang lebih muda
dan lebih djelita. Dan aku tidak mempunjai hak untuk membela diriku.
Tidak ada hak itu Tjindewangi tidak ada kesempatan lain, ketjuali aku hanja
menjerah akan dilemparkan kemana. Dan kebanjakan dari mereka,
kemudian hanja ada satu, djalan. Hlidup mendjual diri kepada siapapun.
Djelas dalam hal ini jang paling suka membeli wanita2 jang terdampar ialah
pengawal2 Radja. Kau tahu Tjindewangi, bagaimanakah perangai
pengawal-pengawal.
Tetapi tiba-tiba Sekarkembar tersentak dari alam pikirannja jang
sedang bergontjang melondjak2, karena Prameswari membentak:
- Ingat perintahku Sekarkembar. Kau lepaskan anak panah sesaat
setelah kulepaskan anak panahku.
Bajangkan Tjindewangi. Aku jang merasa getir melihat kenjataan
bagaimana ibuku direnggut oleh bangsawan bangsawan Kini aku terpaksa65
melajani seorang bangsawan, karena aku tak tahu djalan keluar jang lebih
baik. Karena memang tak ada djalan keluar itu. Bajangkan Tiindewangi,
bajangkan betapa aku sebenarnja merasakan kegetiran jang harus kutelan
setiap hari, setiap waktu, setiap saat.
Kini makin djelas bagi Sekarkembar betapa perbedaan antara
Tjindewangi dan Prameswari, betapa perbedaan wadjah dan pantjaran
tjahaja dimatanja. Seorang memiliki pantjaran ketjintaan, ketulusan,
keberanian dan bersahadja.
Jang lain menggenggam pandangan penuh ketjemburuan hidup,
penuh ketjemburuan angan-angan, penuh kekcdjaman jang sangat
terlampau dingin dan terlampau dangkal apa jang selalu terutjapkan.
Lebih-lebih setelah melihat hadirnja Majangkembar .disisi
Tjindewangi terasa betapa artinja Majangkembar:
Sama sekali Sekarkembar sekarang dalam kekalutan batin jang
sangat rusuh, hingga bentakan jang terachir dari Prameswari tak
didengarnja. Sekalipun mendengar mungin akan mendjerit dalam hatinja:
- Djelas Prameswari, bagaimana hamba bisa melepaskan anak
panahku? Bagaimana Puteri? Hamba bisa membunuh saudara
kandungku? Dan mungkin djuga sebenarnja Prameswari tidak pada
tempatnja membunuh Tjindewangi.
Hingga achirnja Prameswari membentak lebih keras, karena tak
bisa lagi menguasai perasaan setelah melihat beberapa orang berteriak
berpaling kepada Tjindewangi.
Setelah mendengar bagaimana teriakan sebagian rakjat seakan
akan merupakan sebuah gunung jang petjah, dan mengalirkan lahar dalam
hatinja. Prameswari dengan perasaan gusar jang memuntjak.
- Sekarkembar. Siapkan panahmu. Siapkan, Djangan terlambat.
Tetapi teriakan ini achirnja menjebabkan Sekarkembar mendjadi
gelap pikirannja, dan panah jang teiah direntangkan terlepas. Tidak
mengarah kepada Majangkembar tetapi langsung menembus lambung
Prameswari jang seketika mendjerit dan rebah. sedangkan panah jang
telah direntangkan terlepas keatas hilang ditelan kegelapan.66
Tetapi djeritan Prameswari sama sekali hilang ditelan suara
gemuruh jang tiba tiba meledak bersamaan dengan padamnja obor-obor
disekeliling Tjindewangi:
- Hidup Tjindewangi.
Di susul dengan teriakan ribuan orang jang lain dari seluruh
pendjuru pedukuhan kaki lereng Gunung Tunggal.
- Hidup Tjindewangi. Hanjurkan Keradjaan Gunung Tunggal.
Teriakan gemuruh ini terdengar bertubi-tubi, bersamaan pula
dengan meluntjurkan anak2 panah jang telah disiapkan dan melajangnja
tombak-tombak kearah sasarannja. lalah pasukan-pasukan Keradjaan
Gunung Tunggal jang kurang bersedia uttuk melawan serangan besar jang
mendadak, tanpa diduga lebih dahulu.
Hanja Wu?ungseto samar samar masih mendengar djeritan itu.
karena berada ditempat jang terdekat dengan tempat Sekarkembar,
hingga setelah dljelas ia melihat Panglima Galing berhasil menjelamatkan
Tjndewangi dan Majangkembar, Wulungseto mentjari tempat dimana
djeritan itu berasal.
Betapa terkedjur Wulung seto menghadapi kenjataan ditempat
itu, seorang puteri rebah ketanah dengan anak panah menantjap
dilambungnja. Dan seoang lagi putri muda djelita jang sama rupa dengan
majangkembar, berdiri terpaku Seluruh tubuhnja gemetar. Wulungseto
menatap tidak mengerti
- Siapa kau. Dan siapa dia?
- Hamba Sekarkembar. Dan puteri ini Prameswari. Prameswari
hendak membunuh Tjindewangi. Hamba tidak sadar, panah jang harus
hamba arahkan Majangkembar terlepas beralih arah
- Dan kau siapa ?
- Aku pasukan Ki Ageng Tunggal, kekasih Tjindewangi. Trima
kasih atas tindakanmu
Dan kita memang memerlukan kau Sekarkembar. Ikutlah aku
kuminta kau bersedia,
- Kemana ?
- Memulai peperangan pengharapan.
- Tetapi siapa kau?-67
- Wulungseto.
- Oh Wulungseto, Wulungseto. Aku 1elah lama mendengarnja.
Kemanapun kau bawa aku kuserahkan djiwa ragaku. Kuserahkan
djiwaragaku Wulungseio, untuk pengharapan semua jang terdampar
dibawah kaki kekuasaan Radja.
Ditengah suara-suara gemuruh dan Suara , gemuruhnja dalam
hari sendiri, Wulungseto masih sempat memberikan kepada salah seorang
pengawalnja untuk memberitahu kepada Ki Ageng Tunggal, agar setelah
keadaan reda, menguburkan djenasah Prameswari Radja Gunung Tunggal
baik baik.
Kemudian tanpa menunggu keadaan selandjutnja, Wulngseto
telah mematju kudanja dengan memapah ?ekarkembar menudju
keibukota Keradjaan. Sekarkembar sama sekali belum mengetahui apakah
jang harus dikerdjakannja.
Dan kuda putih Wulu ngseto se-akan2 seperti anak panah jang
meluntjur dalam kegelapan malam, hanja meninggalkan derap. Derap
kejakinan bahwa akan tertjapai achirnja satu kemenangan dipihak Ki
Ageng Tunggal. Sekalipun Wulungseto merasa bahwa perdjalanan
menudju keibu kota bukan hal jang mudah malam itu, karena pasukan
pasukan Keradjaanpun telah menjiapkan Semua kekuatannja untuk
menjelamatkan Keradjaan Gunung Tunggal, karena pasti salah seorang
dari pasukan Keradjaan berhasil meloloskan diri dan memberitahukan
semua kedjadian dikaki gunung.
Pertempuran sengit seorang melawan seorang berlangsung
dikaki Gunung Tunggal, bahkan sampa mereka hampir tidak mengetahui
dengan djelas siapa lawan siapa kawan, disebabkan sama sekali kedua
pasukan itu sudah berbaur, bertjampur mendjadi satu. Pasukan-pasukan
Ki Ageng Tunggal hanja berpedoman bahwa pasukan Keradjaan
berpakaian lengkap. Tetapi tidak sedikit pula pasukan Panglima Galing jang
masih berpakaian lengkap dan tidak sempat memberi tanda sedikitpun.
Hingga achirnja Panglima Galing mengambil tindakan sejepatnja
- Pasukan Galing mundur keutara, Pasukan Galing undur
keutara._68
Ternjata Panglima Galing berhasil memisahkan pasukan2-nja
dengan bauran tentara Keradjaan jang makin terdesak keselatan. Karena
pihak rakjat jang meluap kemarahannja dan perasaan dendam, sama
sekali tidak bisa dikendalikan lagi.
Berteriak sekuat tenaga dan menjerang, menjerang dan
berteriak sekuat mungkin. Seakan-akan merasa datang waktunja untuk
melampiaskan semua isi hatinja jang selama ini terpendam. Terpendam
djauh kedalam oleh tekanan kekuasaan dan tekanan kekedjaman jang
tiada taranja.
Panglima Galiag sendiri kemudian terdjun kekantjah peperangan
kusus ingin menemukan Singopati uotok ditundjukkan djalan matinja.
Mungkin Singopati merasa maksud ini, waktu melihat sekilas kuda
Panglima Galing menjelinap ditengah tengah pertempuran. Singopati
mentjari djalan keluar meloloskan diri. Dan berhasil mematju kudanja
untuk memberitahukan semua kedjadian dikaki Gunung kepada pihak
Keradjaan.
Tetapi tiba2 tanpa terduga oleh Panglima Galing, seseorang
berkuda hitam menjilang dari arah samping sambil melontarkan sebuah
tombak sangat tjepatnja, tepat mengenai djarak hanja dua djari dari
lengan Panglima Galing. Langsung melajang mengenai seorang dari
pasukan Keradjaan jang sedang mengajunkan pedangnja kearah pasukan
Ki Ageng Tunggal Jang telah sedemikan terdesak keadaannja. Lelaki itu
meraung sekuat-kuatnja kemudian langsung rebah tanpa bisa bergerak
lagi.
Dan Panglima Galing seketika menoleh bersama dengan
meluapnja kemarahan dan perasaan terkedjut. Seketika Panglima Galing
ingat bahwa seorang Panglima berkudah hitam, tidak lain adalah
Wirodirjo. Seorang Panglima jang terkenal tangguh dan litjin dalam segala
hal. Litin dan litjik djika perlu, litik dan pendjilat djika lebih diperlukan,
pendjilat dan berhati dingin terhadap kekedjaman jang luar biasa sebagai
kemenangannja.
Hingga tanpa melihat lagi adanja bahaja kelitjikan Panglima
Wirodirjo, Panglima Galing membelokkan kudanja mengedjar kemana
larinja kuda lhitam itu dalam keadaan gelap, kamudian lebih gelap lagi69
karena kuda itu lari masuk kedalam hutan disebelah barat pedukuhan kaki
Gunung tunggal jang terkenal dengan nama Pedukuhan Tegalmajit. Karena
dikaki Gunung Tunggal itulah sedjak lama dipakai untuk melaksanakan
atau membuang djenazah-djenazah para terhukum dengan tjara jang lain
lain, menurut kemauan kekuasaan Keradjaan sepandjang djamannja.
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Panglima Galing merasa bahwa disinilah telah dimulai kelitjikan
Panglima Wirodirjo dengan masuk kedalam hutan jang sangat terlampau
gelap. Djelas bahwa keuntungan pertama telah diperolehkannja. Karena
Panglima Galing menaiki kuda putih sedangkan Panglima Wirodirjo
menaiki kuda hitam
Dan selama ini Panglima Wirodirjo terkenal seorang jang selalu
memakai tjara melompat keatas pohon bila dikedjar, dan kemudian
menjambar dari atas pohon terhadap siapa jang mengedjarnja.
Selama ini djarang orang jang bisa bertahan melawan Panglima
Wiro Dirjo bila dilarikan kudanja untuk memindahkan tempat berlaga,
kedalam hutan. Panglima sempat mempertimbangkan hal ini, hingga
kemudian sebelum sambaran Panglima Dirjo terdjadi terhadap dirinja,
Panglima Galing telah membelokan kudanja menghindari tjara demikian.
Bahkan kemulian Panglima Galinglah sekarang jang mengambil tempat
jang lebih baik, ialah merajap dari belakang melalui sebuah bukit ketjil,
setelah melepaskan kudanja.
Ternjata dugaan Panglima Galing tak meleset, Wirodirjo telah
menanti diatas pohon jang terlihat karena gemerlapan tjahaja ukiran keris
pusakanja jang dihiasi dengan intan permata. Panglima Galing achirnja
memutuskan tak perlu lagi menantangnja untuk perang tanding setjara
terbuka, karena ternjata Wirudirjo telah mendahului bersikap litjik.
Bersamaan dengan teriakan Panglima Galing memanggil Wirodirjo,
sebuah tombak telah melajang. Tepat mengenai djantung Wirodirjo,
seketika terguling terkapar ditanah tanpa utjapan sepatah katapun.
Pangima Galing segera kembali kedaerah pertempuran, tetapi
ternjata periempuran telah reda. Pasukan Keradjaan telah mundur
berantakan menudju keselatan, sebagian lari entah menudju kemana, dan
sebagian telah terkapar memenuhi tanah lapang dikaki Gunung Tunggal.70
Karangselo langsung memerintahkan pasukan untuk mengedjar
pasukan Keradjaan jang mundur keselatan. Sementara itu Ki Ageng
Tunggal memerintahkan pasukannja, bahkan seluruh pasukan jang tinggal
untuk berkumpul dan beristirahat.
Waktu itu hari telah mendjelang tengah malam. jang pasti
bahwa benteng batu besi akan segera selesai tertjiptakan oleh Keradjaan
Laut Selatan. Benteng satu-satunja jang djelas merupakan penghalang
paling besar bagi pasukan2 Ki Ageng Tunggal untuk merebut istana
Keradjaan. Waktu itulah sehilangnja suara Ki Ageng Tunggal
memerintahkan, meledaklah sorak gemuruh dari seluruh pasukan berbaur
teriakan rakjat jang merasa mendapatkan kemenangan gilang-gemilang
- Hidup Ki Ageng Tunggal, hidup Tjindewangi.
Sebaliknja Tjindewangi, Ki Ageng Tunggal dan Panglima Galing
terdesak perasaan haru, masing masing membasah air matanja sampai
kepipi masing masing.
Ki Ageng Tunggal mengutjapkan sesuatu jang hampir tidak
terdengar.
- Satu permulaan jang baik telah kita tjapai Tjindewangi. Tetapi
kurasa djalan masih terlampau djauh menudju Keradjaan Gunung Tunggal.
- Memang masih terlampau djauh Ki Ageng.
- Dimana Majangkembar?
- Mengaso Ki Ageng.
- Tak ada jang meninggal diantara pimpinan?
- Tidak.
- Sekarang panggillah Gondomino, agar dia memerintahkan
untuk menguburkan semua majat jang tertinggal disini. Baik kawan
maupun lawan. Djangan ada seorangpun jang masih tinggal terkapar.
Daerah pedukuhan Tegalmajit nampak sunji, diliputi kepedihan
dan perasaan terlampau getir, ternjata ribuan tentera dan rakjat telah
meninggal. Ratusan luka-Iuka dan bahkan sebagian tak bisa diketemukan,
hilang dalam kegelapan.
Tiba tiba Ki Ageng Tunggal dan Tjindewangi seakan2 disentakkan
dari keharuan masing masing, waktu pengawal Wulungseto datang
menghadap menjampaikan ;71
- Prameswari telah wafat Ki Ageng. Wulungseto telah
menemukan tempat didekat sebuah pobon besar.
_ Prameswari ?
- Ja, Prameswari berkenan hendak membunuh Tjindewangi,
tetapi terbunuh sendiri oleh puteri Sekarkembar.
- Sekarang dimana Sekarkembar?
- Bersama Wulungseto menudju ke istana.
Tjindewangi terdiam, betapapun ia telah pernah mengalami
sakit hati terhadap dirinja, perasaan harunja tak bisa tertahankan,
Sedangkan Ki Ageng Tunggal merasa bahwa segala sesuatu nampaknja
terdjadi atas satu djalan, djalan menudju Keradjaan Gunung Tunggal jang
dikehendaki rakjat.
Sekarkembar satu - satunja seorang wanita jang mengetahui
adanja terowongan dibawah istana Panglima Honggo. Telah bertemu pada
permulaannja.
- Ja, Tjindewangi. Kurasa semua djalan menudju kepada
pengharapan kita semua. Puteri Sekarkembar akan bisa mendekatkan
semua djalan.
- Tetapi tiba-tiba suasana hening itu dipetjahkan oleh
kedarangan Karangselo bersama kedua pengawalnja, nampak sangat
gusar dan marah
- Adjaib Ki Ageng. Disebelah utara istana Keradjaan Gunung
Tunggal tiba-tiba telah berdiri sebuah benteng besar.
- Benteng besar ?
- Benteng besar dari batu besi jang nampak sangat kuat dan
nampak dipertahankan hampir seluruh tentera Keradjaan- Sedangkan
djalan menudju ke ibukota sulit bila tidak melalui benteng itu Ki Ageng.
Seketika semuanja terpaku oleh berita itu. Hanja Tjindewangi
tidak, sebab ia telah mengetahui sebelumaja. Tetapi apakah sekarang
hendak dikatakan Ki Ageng Tunggal menatap Tiindewangi dan kemudan
Panglima Galing, seakan-akan bertanja Bagaimana kita akan melampaui
benteng itu ?
***72
BAGIAN IX
LEWAT TENGAH MAIAM, Singopati telah berhasil mentjapai
istana Gunung Tunggal dan langsung menudju kepos pengawal isana,
untuk dapat segera miata bertemu menghadap Radja atau Mamanda Patih
Kepala pengawal istana hanja bisa menghadapkan kepada Mamanda
Pat?h, jang berkata langsung kepada Singopati denqan nada sedih.
- Bagaimanapun pentingnja soal, kau tunggu disini dulu. Karena
sedang berada dalam puntjak-puntjak kemurkaannja,
Aneh memang kalau dipikirkan setjara sehat, dalam keadaan
demikian gawatnja. Bagaimana dalam puntjak kemarahannja mengenai
tidak adanja Prameswari.
- Murka bagaimana?
- Murka karena Prameswari pergi tanpa pamit entah kemana ?
Dan semua selirpun berbondong-bondong pergi ingin melihat arak arakan
Tjindewangi. Dan rereka semuanja tidak kembali sampai saat ini ?
- Tidak.
- Kalau tidak kembali sampai saat ini pasti puteri-puteri itu telah
mendjadi korban pertempuran.
- Pertempuran jang mana ?
- Pertempuran antara kita melawan pasukan2 Ki Ageng Tunggal
jang telah berbaur disana, bahkan kemudian hampir seluruh rakjat jang
ada berbalik kepada Tjindewangi,
- Dan sekarang tentera Keradjaan dalam keadaan bagaimana ?
- Sebagian besar gugur. Entah selandjutnja kalau aku setjepatnji
hendak menghadapkan persoalan ini. -73
Monjet Tunggal, betul-betul sekarang telah mendjadi monjet
Gunung Tungal. Tetapi bagaimana kau berani nenanggung akibatnja djika
Radja mendjadi kalap ?
- Mamanda Patih memandang perlu atau tidak persoalan
demikian kita hadapkan kepada Kadja Apakah kita akan membiarkan
sampai tentera kita semuanja hantjur sama sekali dan kita menunggu
sampai tentera Ki Ageng Tunggal menjerbu kemari, menghantjur leburkan
semua jang kita banggakan sepandjang djaman dan sepandjang anak
tjutju kita semuanja.
Mamanda Patih makin nampak gusar, karena dalam keadaan
demikian Baginda bisa terdjadi mengambi! tjambuk dan mengajunkannja
sepuas hati Baginda entah bagaimana. korban jang menggelepar setengah
mampus. Tetapi kemudian dengan nekad achirnja mengadjak Pangima
Singopati untuk mentjobanja :
- Baiklah, mari kita tjoba. Tetapi sediakan sadja punggungnja
kalau terdjadi hal-hal jang buruk bagi kita.
- Ja, mestinja tidak Mamanda. Karena saat ini soal jang paling
penting selamatnja Keradjaan Gunung Tunggal.
- Ja, memangi itu jang pling penting.
Kedua orang bangawan itu kemudian dengan menahan nafas
menjusuri gang-gang istana menudju keruangan dimana Radja sedang
marah marah kepada seorang bangsawan lain. Waktu keduanja hendak
mengetok, tiba-tiba dkedjutkan oleh. bentakan Baginda
- Djadi djelasnja bagaimana?
- Djelasnja hamba tidak bisa menemukan para puteri semuanja,
- Tidak bisa bagaimana. Kau tidak bisa menemukan
serombongan selir-selir jang berangkat berbondong bondong dan seorang
Prameswari jang hanja satu-satunja di Keradjaan. goblok. Kau betul2
sudah mendjadi goblok. Djelas tak mungkin mereka itu hilang atau lari.
Mereka akan lari kemana? Mereka akan menemukan hidup jang lebih baik
dimana? Dimana? ada tempat jang lebih baik dari istana pualam ini ?
Dimana ? Tjoba katakan? Oh apakah jang akan terdjadi atas istana ini.
Apakah jang akan terdjadi. Rasanja seakan akan bertambah gelap,
bertambah gelap dan sedemikian kalut didalam hati, kalut dimanapin. -74
- Nah tjoba katakan sekarang, katakan dengan pikiran jang agak
baik dan djangan dulu gemetar, aku tidak akan mengajunkan tjamtbuk
mal?m ini. Tjoba katakan kira - kira dimanakah perempuan-perempuan
itu.
- Bagaimana hamba bisa tahu Baginda
- Oh memang otakmu jang tidak bisa berdjalan lagi dengan baik.
- Pedukuhan Tegalmajit begitu luas Baginda, ribuan tentera dan
rakjat entah tentera dari mana berbaur mendjadi satu dalam satu keadaan
jang nampak akan mendjadi kalut. Bagaimana hamba akan bisa
menemukan serombongan selir Baginda.
- Kaupun tidak menanjakan kepada seseorang ?
Tiba tiba suara Baginda mendjadi rendah nadanja, dan terdengar
mulai lunak, hingga pengawal jang gemetar seluruh tubuhnja itu mulai
kembali tenang, merasa agak lega karena jakin akan terhndar dari
malapetaka, petjah kulitnja oleh tjambuk Baginda.
- Ja, ada kalanja seseorang memang mungkin sekali tidak berdaja
menghadapi suatu kenjataan. Aku memahami, maka djanganlah sekarang
kau mendjadi gusar. Ada saatnja Pula aku meraa tidak berdaja seperti
sekarang ini. Kau berapa anakmu ?
- Lima orang Baginda.
- Tjukup banjak, dan kuharap djangan kau tambah lagi. Sebab
mungkin keadaan Keradjaan ini akan berubah.
- Ja, Baginda. Hambapun telah sedjak lama tidak menginginkan
tambahan anak.
- Ibumu masih ?
- Masih Baginda.
- Tetapi aku jakin hahwa ajahmu telah tidak ada lagi.Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Betul Baginda, betul sekali dugaan itu.
- Tetapi tjoba tjeriterakan sekali lagi keadaan dipedukuhan
Tegalmajit. Betapakah kalutnja hingga kau tidak bisa menemukan apa jang
harus kau tjari.
BegItu perkataan Baginda sangat berubah mendjadi lunak.
hingga Mamanda Patih dan singopatipun merasa lega. Ada kemungkinan75
segala akan mendjadi baik dan mereka akan bisa melaporkan segala
kedjadian Jang baru terdjadi degan tenang dan terperintji.
Mamanda Patih telah sempat menjalakan rokok dan mengepul
asapnja tinggi tinggi, dan Singopatipun sempat memperbaiki pakaiannja
jang telah sangat kusut. Keduanja tersenjum. Mamanda Patih mengatakan
dengan suara jang sangat ringan:
- Nah, kita dapat segera akan menghadap. Djangan khawatir.
Baginda telah mendjadi lunak kembali.
Mereka berdua keasjikan hingga tidak mendengar apa jang
disampaikan pengawal itu kepada Baginda, hanja tiba- tiba kemudian
terdengar bentakan Baginda jang lebih keras.
Terlampau amat keras bersamaan dengan suara tjambuk jang
terajun dan mengelupaskan kulit punggung seorang, kemudian terdengar
suara tubuh orang jang rebah terbentur papan pintu.
- Itu namanja perbuatan jang goblok. Kau mungkin tidak
merasakan betapa aku mulai panas darahku, sesak nafasku dan seakan
akan telah mulai tersumbat karena tidak adanja seorang perempuan
dalam istana. Dan apakah ini bukanlah suatu pertanda bahwa Tjindewangi
lebih mempunjai arti dari Radja dihati mereka?
Suasana. tiba tiba terdiam, hanja terdengar suara langkah
Baginda jang terdengar mondar-mandir kesana kemari tidak menentu dan
kemudian terdengar lagi Baginda membentak entah kepada siapa:
-Apakah ini tidak berarti bahwa sebenarnja kekuasaanku tidak
sampai kehati mereka? Ja, tetapi tidak. Aku sudah memulai satu sedjarah
dan harus kuselamatkan, Aku harus rebut kembali mereka seluruh rakjat
Gunung Tunggal ketanganku, Tentu djalan jang terdekat hanjalah
kekerasan. Ja kekerasan jang halus, kehalusan jang getir dan paduan dari
keduanja agar kekuasaanku akan bisa dilaksanakan. Djelas rentjanaku
akan kususun satu persatu.
Waktu itu Baginda kemudian membuka pintu dan melangkah
terhujung keluar. Mamanda patih dan Singopati tjepat2 bersembunji
dibalik sebuah tiang besar untuk menghindari tjambuk Baginda jang masih
tergenggam ditangan. Mereka berdua djelas mendengar apa jang76
dikatakan Baginda sambil terhujung menudju kepintu gerbang istana,
diraba tangga istana membudjur kebawah begitu djauh dan megah:
- Ja, akan kususun sebuah rentjana terperintji. Bagaima
perempuan2 itu agar mendjadi kembali menjegani diriku, segan karena
takut, takut karena tahu bahwa siapa jang melawan kehendak Radja akan
mendapakan peladjaran jang manis ialah terkelupasnja kulit sepotong
demi sepotong, sampai seluruhnja. Sampai seluruhnja hingga nampak
tubuh mereka jang sebenarnja. Tubuh dalam telandjang alam sedjati. Dan
Prameswari sebaiknja jang paling dahulu menerima peladjaran. Sekalipun
kemudian peladjaran jang manis kemudian tidak berguna lagi baginja.
Karena dia pasti akan menemui adjalnja sebelum kulitnja terkelupas
seluruhnja.
Mamanda Patih makin gemetar sekarang, dan sama sekali tidak
bisa bergerak dari tempatnja sembunji. Begitu djuga Singopati mendjadi
gusar, tak tahu apa jang hendak dikerdjakan.
Setelah terdiam sesaat seakan akan berpikir sangat dalam
Baginda senjum senjum sambil membajangkan:
- Lalu sebaiknja. Peladjaran jang amat manis ini kuberikan
kepada Mamanda Patih sendiri. Ja, tentu sangat lutju akan terdjadinja.
Mamanda Patih jang telah ubanan dan mempunjai otak jang sudah kurang
baik itu. diberi peladjaran sematjam itu. Tetapi ada kalanja aku perlu
melihat bagaimana kumis Mamanda jang sebenarnja salah tempat
menurut keberaniannja itu. Bagaimana kumis itu akan rontok satu
persatu. Ja, memang benar seharusnja kumis itu sudah lama harus
dirontokkan djika ingat bahwa Mamanda sebenarnja tidak mampu
berbuat apapun, ketjuali sekarang kegemarannja main2 ditaman
keputrian. Oh Mamanda, kenapa semuanja ini harus terdjadi terhadap
Mamanda sendiri.
Tetapi djelas hal ini bukanlah hal jang lutju. Djelas bahwa
Mamanda mendengar utjapan-2 Baginda makin mendjadi terasa
membeku darahnja. Nafasnja Sama sekali terasa terhenti diudjung
tenggorokannja dan udjung djarinja terasa telah semuanja rontok satu
satu. Beberapa kali Mamanda menelan ludah, tetapi tidak ada jang77
tertelan karena terlampau kering. Sebaliknja keringatlah sekarang jang
mengalir dengan rasa dingin:
- Tidak Singopati. Aku tidak akan mau mendjadi permainan
sematjam itu. Aku lebih baik mati dengan tjaraku sendiri. Setelah rasa
ketjewa sedjak lama ini memburu hidupku.
- Ketjewa jang mana? Mamanda Patih ketjewa?
- Ja, karena kubajangkan bahwa Baginda tidak akan sampai
kepada ketjenderungan jang sangat memuakkan demikian. Semuanja jang
dikerdjakan, semuanja jang menudju kepada jang buruk dan lebih buruk.
Singopati merasakan pula bahwa hal itu benar, tetapi sekarang
bagaimana harus menjelamatkan keradjaan. Itu jang mendjadi soal.
- Ja tetapi sekarang Mamanda. Bagaimana nasib Keradjaan?
Apakab kita akan meninggalkannja?
- Apa jang akan bisa diselamatkan dari Keradjaan. Sekalipun
mungkin bisa menang? Apanja?
- Bagaimanapun Keradjaan misalkan sampai terdjadi menang,
akan rontok djuga dari dalam, eniah pelahan-pelahan entah terdjadi dalam
waku singkat.
- Tjoba katakan apanja? Apanja?
Perkataan Mamanda Patih ternjata tidak sadar mendjadi lebih
keras dari berbisik, hingga terdengar oleh Baginda jang telah melamun
dipuntak tangga-istana. Lamunan jang penuh mala petaka dan diburu oleh
perasaan sakit hati, tjemas dan sematjam tjemburu terhadap Tjindewaagi.
Baginda berpaling menoleh kearah datangnja suara, tetapi tidak
seorangpun nampak. Dan untunglah bahwa Baginda agak malas untuk
mentjarinja.
Dan kemudian Bagindapun sangsi akan pendengarannja.
Berpikir bahwa suara itu hanja bajangan suara jang memburunja. Baginda
kembali menudju ketengah:tengah ruangan jang terbesar dalam istana,
ruangan dimana Baginda biasa bertachta waktu diadakan hari-hari
menghadap. Tetapi waktu itu Baginda merasa sangat sunji, sangat
terlampau sunji setelah melihat kekanan dan kekiri. Hanja nampak
semuanja jang kosong, diam dan mati.78
Baginda merasakan sesuatu kesunjian jang makin gelap Makin
gelap meliang terlampau dalam:
- Achirnjapun aku sendiri disini. Oh, aku tinggal sendirii. Ja
memang aku tahu semua tentara Keradjaan ada disekelilingku, bahkan kini
tengah dikerahkan seluruhnja untuk mempertahankan istana dan
keradjaan. Tetapi terasa mereka tidak ada lagi. Oh, dimanakah kalian?
Masihkah kalian ada disekeliling istana?
Suara teriakan itu kemudian kembali terdengar sebagai gema:
-Oh, dimanakah kalian? Masihkah kalian ada disekitarku.
Sekali lagi Baginda berteriak lebin keras dan gema itu kembali
lebih keras pula:
-Tetapi kenapa kalian diam? Bajanganpun tak nampak.
Mamanda Patih makin lama makin gusar karena terasa bahwa
Baginda makin gelap hatinja, makin rusuh dan menjadii gusar dalam arti
sedalam-dalamnja.
Tetapi apakah jang akan dilakukan, Mamanda Patih sama sekali
diliputi kesangsian dan kekawatiran, djika tjambuk jang digenggam oleh
Baginda tiba-tiba terajun dan mengelupaskan seluruh kulit tubuhnja
Padahal djelas sudah bahwa pasukan-pasukan Ki Ageng Tunggal dan
Panglima Galing waktu itu telah menudju keIstana, begitu dalam pikiran
Mamanda. Hingga terlahir pertanjaannja :
- Tetapi seninggalmu, apakah kau jakin bahwa pasukan Ki Ageng
Tunggal akan menudju kemari dalam waktu singkat?
Singopati hanja bisa mengangguk dan menatap Mamanda Patih,
hingga pertanjaan terulang lagi:
- Dalam waktu singkat, artinja mungkin malam ini mereka akan
mentjapai istana?
- Mungkin.
Waktu inilah kegusaran Mamanda Patih benar - benar telah
mentjapai pada puntjaknja hingga tak ada kemungkinan lain keijuali
Mamanda mentjoba sesuatu, dengan hati jang telah bersedia meaerima
segala kedjadian jang mungkin ?kan menimpanja :79
- Baginda. Mamanda mobon didjinkan menghadap dan
menjampaikan sesuatu jang penting. Adakah Baginda dalam keadaan
berkenan hati'?
- Ja Mamanda.
- Hamba bersama Singopati.
- Ja sangat kebetulan. Dialah jang kutunggu-tungu. Tetapi kupikir
sekarang bahwa Mamanda tidak usah menjampaikan sesuatu. Aku telah
merasa bahwa hal itu hanja mengenai bahwa malapeta?a akan datang
pada waktu jang singkat. Apakah benar begitu?
- Ja. Baginda.
- Nah sudah ?jelas. Lalu apa jang hendak kau kerdjakan
sekarang?
Djelas bahwa Mamanda akan menjertai Baginda dalam keadaan
bagaimanapun.
- Oh. tetapi kupikir tidak Mamanda. Sebaiknja kau keluar
sekaiang, semuanja keluar. Aku merasa bahwa aku selama ini sebenarnja
sendirian. Aku akan merasakan kesendirian itu sampai kepada puntjaknja.
Dan mungkin sampai pada achir hajatku.
Tiba-tiba Baginda membentak lebih keras:
-Keluarlah kalian, sebelum kusobek muka kalian semuanja.
Mamanda Patih dan Singopati terpaksa menuruti perintah
Baginda, meninggalkan tempat mereka bersembunji dengan seluruh
tubuhnja gemetar. Baginda bergumam sendirian:
- Nah achirnja sampailah aku pada puntjak kesendirianku.
Puntjak kesunjian dan puntjak ketakutanku menghadapi kenjataan jang
sebenarnja.,
BERSAMBUNG DJILID II
Pulau Cemara, 01-07-19 / 09.46 WIB / Koleksi Kolektor Ebook80818283
DISCLAIMER
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi
para pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi
pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan
dipasaran dari kpunahan, dengan cara mengalih mediakan
dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan abjek alih
media diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan,
usia,maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh
dari kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek
buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan
kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital
sesua? kebutuhan.
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial
dari buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital
ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor Ebook84
TJINDEWANGI MELANDA ISTANA
Seri Tjindewangi
Jilid II
Karya KIRJOMULJO
Gambar Luar & Dalam Drs. OYI SOEDOMO
Penerbit SINTA RISKAN Jl Judonegaran 22 Jogja
Idjin Pemeriksaan Naskah
NO. POL: 6/ Btj./02 /69/ Intel Jogjakarta 3-2 1969
Credit Ebook:
Sumber Pustaka : Pak Gunawan AJ
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Editor Yons
first share in Kolektor E-book85
PRAKATA
TERDJADI ATAU TIDAK kisah Tjindewangi-Wulung seto
ini, seorang tidak bisa mengatakan dengan benar. Tetapi sampai
sekarang didaerah pegunungan pualam, jang memandjang tidak
kurang dari 30 km. dicaerah pantai Kediri Selatan masih sering
terlihat, bajangan seekor elang putih jang melajang lajang ditengah
malam. Disaat-saat akan terdjadi perubahan-perubahan besar,
baik perubahan kearah jang baik maupun jang buruk. Merupakan
bajangan pengharapan dari rakjat, merupakan bajangan
pengharapan djaman jang kekal.
Dan bajangan itu kata orang adalah pendjilmaan Wulung
seto jang menjesal, jang mengharapkan dan mendorong hati
nurani bangsa Indonesia untuk bisa kembali kepada kedjajaan dan
kebesarannja, seperti djaimannja. Dan terus mentjari siapakah
pendjilmaan Tjindewangi? Ja, sebab Tjindewangi berkata, bahwa
mereka akan bisa bertemu kembali satu saat, diwaktu bangsa
Indonesia kembali djaja dan besar. Entah kapan dan siapakah
pendjilmaan Tjindewangi? Djaman akan mengatakan.
Penulis86
BAGIAN I
TJAHAJA KEMERAHAN mulai membajang dilangit sebelah timur,
kehidupan terasa mulai merajap. Hanja dipedukuhan Tegalmajit, Sama
sekali belum nampak kesibukan mulai. Ketjuali beberapa pengawal jang
sedang bertugas, dan beberapa penduduk jang sengadja merebus air
untuk disumbangkan kepada pasukan pasukan Ki Ageng Tunggal jang
hampir seluruhnja masih tidur karena terlampau tjapai.
Sedangkan Ki Ageng Tunggal sendiri, bersama sama Panglima
Galing, Karangselo dan Tjndewangi Sama sekali beium dapat
memedjamkan matanja sedjak lewat tengah malam, untuk menentukan
langkah manakah jang akan diambil untuk mentjapai Keradjaan Gunung
Tunggal.
Nampak masing2 diliputi ketegangan jang mentjengkam karena
mengingat bahwa segala sesuatu jang direntjanakan tiba2, dihadapkan
satu kenjataan ada benteng jang terbangun dari batu besi, disebelah utara
Istana.
Apa jang lebih menjakitkan hati Ki Ageng Tunggal terutama, ialah
bukan adanja benteng itu sendiri. Tetapi benteng dibangun oleh Keradjaan
Laut Selatan jang harus dibel? dengan seribu gadis Gunung Tunggal.
Seribu gadis,sama halnja. mendjual sebagian dari rakjat Gurung
Tunggal, sama sekali sebagian dari bumi pertiwi sebagian martabat
Keradjaan, sebagian dari martabat rakjatnja.87
Hingga terutjapkan achirnja oleh Ki Ageng Tunggal,. jang terasa
sebagai satu sumpah
- Kita tidak terlambat. Kita harus mengedjar waktu sebelum
seribu gadis itu diserahkan.
Panglima Galing menjela
- Ja. tetapi seribu gadis itupun sempat dikumpulkan Ki Ageng.
Mereka merentjanakan dalam upatjara Tjindewagi ini dan ternjata
semuanja berantakan.
- Ja, tetapi dalam dua tiga hari ini akan terdjadi hal itu. Dijka kita
tidak setjepatnja menjerang istana-
- 'Tetapi dalam keadaan persendjataan kita sekarang ini tak
mungkin kita menjerang benteng batu besi itu Ki Ageng.
- Ja, memang tidak mungkin. Kita akan menjerang benteng batu
besi untuk mengelabui. Karangselo akan memimpinnja. Dan pasukan jang
lain akan menjerang mela?ui barat, dengan djalan memutari pegunungan
Anom dan gunung Kembar. Wulungseto akan mendjemput kita.
Tiba-tiba Tjindewangi menjela dengan suara jang sangat pasti
tetapi sangat mengedjutkan, hingga menjebabkan mereka saling menatap
tadjam-tadjam ?
- Dan saja akan memasuki Istana.
Ki Ageng Tunggal Terutama jang merasa terlampau sajang
kepada Tjindewangi dahinja berkerut, matanja bergetar.
- Dengan tjara bagaimana ? Istana dalam pengawalan jang
sangat kuat saat ini?
- Saja akan menjamar diantara pasukan. Tentu Ki Ageng tidak
keberatan bila sebagian pasukan jang belum dikenal barbalik kepada kita
perlu mengantarkan djenazah Prameswari kepada Radja. Kita bisa
memasuki istana dan kedatangannja djenazah Prameswari akan
meruntuhkan hati Radja,
- Ja, memang runtuh. Akan runtuh hati Baginda. Tetapi dua
kemungkinan akibat dari keruntuhan itu. Baginda akan mendjadi gusar
dan patah hatija atau sebaliknja terbakar kemarahannja dan akan
mendjadi kalap. Baginda akan mendjadi lebih kedjam. Bersediakah kau
menangung akibat keadaan Baginda jang akan berbahaya itu ? -88
- Kita telah memulai Ki Ageng. Harus menjelesaikan. Diatas satu
pengharapan. Panglima Galing menatap Tjindewangi. Karangselo menatap
Ki Ageng seakan akan ingin berkata agar Ki Ageng menjarankan lain. Ki
Ageng Tunggal merasakan hal ini hingga kemudjan menatap Panglima
Galing.
Masing2 tergontjang oleh satu perasaan. Berat bila Tjindewangi
sekali lagi hilang dari sisi mereka. Tetapi Ki Ageng Tunggal hanja bisa
mengatakan:
- Tak adakah renjana jang lain. Kupikir itu terlampau sangat
berbahaja. Tjoba katakan, dengan tjara bagaimana kau akan menjamar
dalam pasukan jang ketjil itu?
- Hal ini memang belum terpikir oleh Tjindewangi, bagaimana
akan menjamar ?
Bagaimana akan memasuki istana bila achirnja pasukan
pengantar tertahan diluar ? Kemudian Ki Ageng menjela:
- Ketjuali kalau kau bisa mendekati beberapa orang selir Baginda
jang masih selamat, kau bisa memakai pakaian serupa mereka. Sepintas
lalu akan tersamar. Kemudian terserah kepadamu djika telah sampai
dalam istana.
Tjindewangi mengangguk. Tetapi sebelum Tjindewangi
mendjawab, tiba tiba Ki Ageng Tunggal tertegun dan kemudian menoleh,
membersit kini tjahaja kemanusiaan dipandangannja:
- Tetapi Tjindewangi, dapatkah kau melakukan hal itu? Kau seret
djenazah seorang wanita sekalipun itu lawan kita, untuk meruntuhkan hati
seseorang? Dapatkah kau melakukan?
Tjindewangi memang merasakan bahwa hal itu sangat berat
dihatinja. Dia merasakan sesuatu hal jang sangat pahit dilakukan:
- Tetapi Ki Ageng. kalau ada djalan lain pati saja tidak akan
melakukan. Hanja disaat demkian, dimana kita dalam keadaan melawan
kekuasaan jang tiada taranja, kita melawan sesuatu jang akan
memusnahlan peradaban. Apakah itu salah?
- Salah memang tidak. Sebab satu permulaan bagi siapapun,
memulai dengan memaafkan perbuatan karena satu alasan, akan kembali89
terulang perbuatan itu. Tidak Tjindewangi aku tidak bisa melepaskan kau
membawa djenazah Prameswari untuk memasu?ki istana.
- Lalu manakah djalan jang lain? Kalau ada jang lebih baik tentu
saja akan memilihnja
Semuanja terdiam. Achirnja Panglima Galinglah jang melihat
suatu kemungkinan lain, untuk Tjindewangi.
- Saja pikir Ki Ageng. Maksud mengantarkan kembali djenazah
Prameswari keistana bukanah satu hal jang salah. Tergantung Baginda
sendiri, bagaimana menanggapi kedjadian itu. Kalau perlu djenazah kita
serahkan langsung ke Kepatihan. Mamanda Patih Keradjaan tjukup
mempunjai tanggung djawab atas djenazah itu. Waktu memang sangat
mendesak, Timdewangi harus masuk keistana. Sebelun Baginda
mengadakan perdjandjian2 lain dengan Keradjaan Laut Selatan.
Perdjandjian ini akan lebih berbahaja dan merupakan malapetaka jang
lebih lama dan mungkin tidak bisa dilenjapkan oleh sekian keturunan kita.
Saja jang minta Ki Ageng, djika Tjindewangi melakukan permu?aan jang
salah.
Ki Ageng Tunggal, terdiam. Pandangannja menatap djauh
kepuntjak Gunung Tunggal, mendjawab dengan suara jang penuh getaran
jang getir.
- Kalau tidak ada dja?an lain. Sedjarah menudju kebalikan selalu
dimulai dengan menggigit sesuatu jang getir. Berangkatlah Tjindewangi.
Ini sedjarahmu, sedjarah rakjat Gunung Tunggal.
***
Mendjelang tengah hari, dengan diam diarn pasakan2 berkuda
Ki Ageng Tunggal bergerak melalui djalan disebalik bukit Anorn dan Bukit
Kembar jang terletak; sebelah barat Keradjaan Gunung Tunggal sedang
pasukan- pasukan jang berdjalan kaki mrebes kehutan menudhu kebarat
untuk kemudian bertemu dipedepokan Kjai Anom. Dimana disana akan
bersatu dengan pasukan rakjat didaerah pedukuhan dimana Karangselo
berasal, pedukuhan Kembangsore dan seluhnja dari daerah barat, untuk90
segera bisa menjerbu ke Istana: Dimana pastkan-pasukan Wulungseto,
Wirosno dan Gondomino telah menanti didalam kota,
Karangselo langsung memimpin pasukannja untuk menjerang
benteng batu besi hanja sebagai serangan tipuan, agar seluruh perhatian
tentera Keradjaan dipusatkan kebenteng batu-besi. Sedangkan Panglima
Galing bersama beberapa pengawal terpertjaja, mengikuti perdjalanan
Tjindewangi menudju ibu kota dengan membawa djenazah Prameswari,
setelah berhasil membudjuk beberapa selir Radja jang selamat dari
peristiwa berdarah itu.
Setelah perdjalanan Tjindewangi jang diantarkan kira kira 20
tentera Keradjaan jang belum dikenal berpaling dari Baginda Radja
mendekati ibu-kota, segera Panglima Galing akan memisahkan diri
kemudian menjatukan diri dengan Ki Ageng Tunggal, dipadepokan Gunung
Anom.
Begitulah mereka meninggallkan pedukuhan Tegalmajit, dengan
perasaan haru jang sangat dalam. perasaan jang menjala karena satu
pengharapan dan sedih setelah melihat beberapa djumlah mereka jang
gugur dihari kemarin, baik dari kawan maupun lawan.
Tjindewangi meneteskan airmata waktu melepas Karangselo. Ki
Ageng Tunggal mengusap apa jang membasah dipipinja waktu melepaskan
Tjindewangi dan Ki Ageng Tunggal sendiri, berangkat paling belakang
menjertai pasukan berkuda menudju kepadepokan Gunung Anom.
Dan dalam sekedjap pedukuhan Tegalmajit telah mendjadi sunji.
Sebaliknja daerah sekelilingnja, seakan-akan digetarkan oleh langkah
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
langkah jang pasti dan bergedjolak kegembiraan jang meluap.luap. Hingga
terasa hutan-hutan belantara diarah barat, bergerak. Menjuarakan suatu
njanjian jang belum pernah terdengar, Njanjian kemanusiaan, njanjian
kebangsaan dan njanjian merasa satu nasib, satu arah dan satu
pengharapan. Adanja kehidupan jang lebih baik dihadapan mereka.
Perdjalanan Wulungseto menudju ibukota Keradjaan, sama
sekali tidak menemui kesulitan. Sekarkembarpun ternjata seorang wanita
periang dan banjak tjakap jang mempesonadan banjak tawa-tawa djika
Wulungseto menggoda atau sedang melutju untuk meringankan
perasaannja jang tegang itu, achirnja Sekarkembar:91
- Kau ternjata lelaki jang sangat menjenangkan. Sajang bahwa
telah mentjintai Tjindewangi.
Tjoba hal itu belum terdjadi. Aku akan berusaha sampai mati
untuk bisa kau tjintai.
Wulungseto bahkan kemudian menggodanja:
- Ja, misalkan, Misalkan aku akan beralih ketjintaan?
- Oh, djangan begitu Seto. Itu bukan seorang lelaki jang baik.
- Masak.
- Ja. Dan itu djelas satu perbuatan jang bodoh. Karena
Tjindewangi lebih dari aku dalam segala galanja.
- Tetapi misalaja, kenjataannja begitu. Karena kaupun ternjata
lebih mempesona?
- Tidak Wulungseto, tidak usah dimisalkan. Aku siapa
Wulungseto. Hanja seorang selir termuda hanja itu. Dan kemudian akan
mendjadi tua. Benar Panglima Honggo sudah tewas, akan datang djuga
nanti Panglima lain untuk mengambilnja.
- Ja, itulah misalkan aku jang mengambilnja?
- Kukatakan sudah tidak usah dimisalkan. ? Tetapi kalau memang
benar. Akan kutjintai kau sampai achir hajatku. Dan akan kurenggut tjinta
asmaramu habis habis, sampai aku merasakan satu hal jang tidak mungkin
dalam kenjataan. Ja, Wulungseto akan kurenggut nafasmu sampai titik
terachir kehidupanku Tetapi itupun hanja misal. Tidak Seto, Tjindewangi
merupakan tjahaja dalam kegelapanku. Kau djangan membuat misal.-.
Begitulah sepandjang perdjalanan malam itu Sama sekali djarak
tak terasa djauh. Tetapi tiba2 mendjelang subuh, tjahaja kemerahan mulai
membajang diantara ada dan tiada. Sekarkembar dikedjutkan oleh
kedjadian. Seorang wanita tengah ditangap beberapa kali menggelepar
oleh tjambuk dengan bentakan2:
- Ngakulah sekarang sebelum kupenggal lehermu. Kau jang
membunuh selir Pangeran Sendang. Karena kau tjemburu. Semua orang
tahu kau tjemburu dan ternjata kau lari sampai kemari.
Seketika tubuh Sekarkembar gemetar didekapan Seto. Sama
sekali gelap.92
Dan diuar dugaan Wulungseto jang tclah jakin Sekarkembar
satu-satunja penolong, tiba-tiba Sekarkembar berbalik alam pikirannja.
Berbalik bukan karena untuk berpaling bersama-sama kakak kandungnja,
berbalik melawan Baginda.
Tetapi ketakutan bahwa Sekarkembar telah membunuh
Prameswari, satu-satunja pekerdjaan jang belum pernah ia kerdjakan,
menjebabkan Sekarkembar mendjadi gusar dan rusuh hatinja.
- Tetapi Wulungseto. Aku tak bisa memasuki ibu-kota Keradjaan.
Seto aku tak berani.
Bajangan djenazah Prameswari seakan akan menghantui
perdjalananku. Seio tinggalkan aku disini, djangan aku kau bawa menasuki
ibukota.
Wulungseto tersentak dan mendjadi gelisah menghadapi
seseorang jang memang belum pernah mengalani hal. hal sematjam itu.
Menghadapi hati jang masih remadja
- Sekarkembar. Ketahuilah. Aku sangat memerlukan kau. Bukan
hanja aku Seluruh rakjat Gunung Tunggal mengharapkan kau.
- Apakah jang diharapkaa. Apakah aku harus membunuh
Baginda sama sekali? Itulah jang hendak kudjauhi. Membunuh,
membunuh. Aku tak bisa lagi membunuh siapapun Seto, tjukup sekali ini.
Tjukup Seto, tjukup sekali ini.
- Aku tidak menjuruh kau membunuh.
- Pokoknja tinggalkan aku disini, kebetulan peduluhan disebelah
barat ini asalku. Aku akan bisa kembali kepada saudara saudaraku jang
lain. Aku tidak bisa Seto, tidak membunuh lagi. Dan itu pasti bahwa aku
kau bawa ke ibukota Keradjaan,hanja untuk membunuh lagi. Mungkin
Baginda, munglin Patib Keradjaan.
Wulungseto terdiam, merasa bahwa Sekarkembar tidak bisa lagi
dengan uijapan apapun untuk bisa dibudjuk. Dipandangan matanja
benar.benar membajanglan ketakuan jang membelokkan mata arahnja
hingga nenudju Wulungeo kepedukuhan jang ditundjukkan Sekarkembar.
Sekedar untuk berpikir dan menenangkan kegontjangan hati
Sekarkembar.93
Padahal, seharusnja hari itu djuga ia harus mentjapai istana
Panglima Honggo, karena seorang jang telah didjumpainja ditengah djalan
jang mengabarkan bahwa istana Panglima Hoggo terkepung oleh pasukan
pasukan Radja. Wulungseto harus melepaskan pasukan jang terkepung
itu, dengan batu dan pasukan jang bersembunji dikampung-kampung.
Dan dalam hati Wulungseto sangat marah kepacda
Sekarkembar. Tetapi kenjataannja memang demikian. Hati Sekarkembar
gontjang karena tekanan dari dalam.
***
Koleksi Kolektor Ebook94
BAGIAN II
PEDUKUHAN dimana Sekarkembar dilahirkan dan hidup sedjak
anak2 sampai mendjelang masa remadja, ,memang ketjil. Tetapi tjukup
indah, terletak disebuah simpang anak sungai, ?itepian hutan dan tidak
terlampau lebat pepohonannja.
Bila tak ada jang mendjadi soal, mungkin Wulungseto akan
senang tinggal disana untuk beberapa waktu. Dan memang pedukuhan itu
nampak tenteram, karena kerusuhan-kerusuhan dan kegelapan timbulnja
pemberontakan hampir2 tidak terasakan oleh desa jang terasing.
Bahkan Wulungseto setiba dipintu desa, terkedjut mendengar
suara suara gamelan jang hanja terdiri dari beberapa gendang, nada2 jang
terdengar dari kaju dan beberapa dari bambu. Penduduk disitu sedang
mengadakan perajaan perkawinan salah seorang gadisnja. Jang
mengedjutkan lagi tiba2 Sekarkembar disambutnja sebagai gadis dari
keluarga desa itu, dimana Sekarkembar memang terkenal baik.
Lebih-lebih setelah terdengar oleh mereka bahwa Sekarkembar
berhasil diambil selir oleh seorang Panglima. Hingga dalam keadaan risau,
gontjang dan tegang Sekarkembar terpaksa mendjadi ramah dan nampak
girang sekali.
Wulungseto se-akan2 terbelah hatinja, menghadapi kenjataan
itu dan menghadapi bentjana baginja sebagai Seorang jang bertanggung
djawab atas keselamatan pasukan2 Ki Ageng Tunggal jang telah berada
didalam ibukota.
Pajahnja lagi tiba-tiba Wulungseto dipanggil oleh mereka itu
beramai - ramai sebagai Panglima Honggo dengan sikap hormat tetapi
gembira, kegembiraan jang terlampau bangga:95
- Aduh Paduka Panglima Honggo. Hamba seluruh penduduk desa
hamba, sangat bergembira dan sangat tidak menjangka segala galanja
Paduka. Karena Paduka telah berkenan menghadiri perajaan kami jang
sangat terlampau sederhana. Maafkan djika pelajanan hamba akan
mengetjewakan. Sebab ilu pasti mengetjewakan,
Wulungseto jadi merasa bingung, bertjampur perasaan geli,
tetapi jang paling mendesak bahwa Sekarkembar tiba2 tergontjang
hatinja. Ia berpikir bahwa djelas akan datang pengawal2 istana jang
menuduh bahwa dia memalsukan Panglima Honggo.
Wulungseto tak bisa mengelak akan sambutan dan sebutan
Panglina Honggo, dari pada sudah mendjadi kehebohan pada
permulaannja, djawabnjapun mendjadi menggelikan hatinja sendiri:
- Ja. ja, baiklah. Akupun hanja mampir. Tidak menduga kalian
sedang mengadakan perhelatan. Anggap sadja aku berdua sedang
menengok rumah. Djadi djangan disusahkan.
- Ja, tetapi bagaimanapun kundjungan paduka adalah satu
kehormatan bagi kami semua. ?
Tiba2 kepala desa itu tambah membingungkan lagi bagi
Wulungseto, karena tiba-tiba kepala desa berteriak, nampak marah
marah
- Hei, kenapa kalian mbengong. Memang Sekarkembar itu
bertambah tjantik. Tetapi ini kundjungan Panglima Honggo, adalah satu
kebanggaan buat kita semua.
Seketika hampir seiuruh penduduk desa itu, mendatangi dan
langsung menjerbu memanggul Wulungseto dan Sekarkembar diarak
beramal-ramai menudju ketempat mempelai perempuan dan didudukan
diatas tempat jang paling tinggi. Hingga Wulungseto sama sekal? makin
rusuh hatinja. Berpikir keras, bagaimana bisa melepaskan diri dari
kedjadian itu. Bagaimana bisa melepaskan Sekarkembar dari gontjangan
perasaannja.
Tetapi apa hendak dikerdjakan. Bahkan kemudian hidangan
keluar jang terdiri dari makanan2 ajam dalam segala matjam masakan
ajam. Sedulang kusus jang berisi seekor ajam utuh dan seekor angsa
langsung dihadapkan kepada Wulungseto dan Sekarkembar.96
Kemudian suara2 gendang makin riuh, penari2 wanita jang
belium waktunja keluar diminta keluar. Dan kepala desa itu tiba-tiba
bersembah:
- Hamba atas nama keluarga Sekarsemi, mohon atas
pengharapan jang sangat besar Paduka, agar Paduka berkenan memberi
nama tua kepada kedua mempelai. Ja memang hanba agak ter-gesa2.
Tetapi ini permohonan jang sangat berarti bagi hamba semuanja.
- Ja, saja tidak keberatan. Tapi harap kalian djuga tidak ketjewa
bahwa sebentar lagi aku harus kembali keistana.
- Ja, asalkan nama itu sudah Paduka berikan.
- Baiklah nama kedua mempelai semoga tidak mengetjewakan
ialah Wulungsekar. Itu kalau kalian semua tidak keberatan.
- Ah tentu tidak Paduka, tentu tidak.
- Nah dapatkah sekarang aku mengaso sebentar?
- Sudah hamba sediakan Paduka, sudah hamba sediakan.
Wulungseto agak merasa lega, seteiah kepala desa
menundjukkan sebuah ruangan.
Setelah berhasil Wulungseto masuk kedalam kamar,
Sekarkembar senjum2 mengalami kedjadian jang agak aneh sekalipun
dalam hatinja masih gontjang.
- Lalu bagaimana sekarang Paduka Panglima Honggo?
- Sekarang kukatakan jang sebenarnja Sekarkembar. Lebih dulu
tenangkan hatimu dan djangan takut kau kuadjak keibukota. Dan aku
ingatkan djangan lagi sebut aku Panglima Honggo. Nanti beliau hidup
kembali sungguh2.
Sekarkembar agak bisa reda kegontjangannja setelah berada
didalam kamar, kemudian merasa memang Wulungseto sangat menarik
dan mengagumkan.
- Ja Panglima, tetapi kenapa aku harus pergi ke ibukota. Sangat
berbahaja bagiku Seto. Aku harus bersembunji disini untuk sementara
waktu.
- Kalau belum tahu Sekar. Ingatlah seluruh nasib pasukan2 Ki
Ageng Tunggal ada ditanganmu.-97
- Bagaimana bisa ditanganku. Bahkan aku mungkin hanja akan
membuat kerepotan dan bentjana?Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Tidak, ada ditanganmu Sekar. Tenangkan hatimu dan segera
kita akan berangkat menudju kesana.
- Bagaimana bisa segera. Kita dalam sambutan penduduk disini.
- Bisa, harus bisa. Kita tidak bisa terlambat seharipun.
- Ja tetapi kenapa aku harus ikut kesana. Aku tidak ingin
membunuh orang lagi. Tidak ingin berperang Tidak ingin membuat
bentjana.
- Kau harus kesana. Tidak untuk membunuh orang.
- Pasti, kau akan bertempur disana. Dan aku tidak menjukai hal
itu. Aku membunuh Prameswaripun sudah merasa gelap hatiku. Oh, Seto.
Aku hanja seorang wanita jang tak berdaja Seto. Aku hanja ingin hidup
berbahagia, lepas dari gangguan2 jang menakutkan, Seto tinggalkan aku
dan biarlah aku kembali hidup sebagai seorang desa jang tidak mengenal
kemewahan Tetapi hatiku damai. Hati. hatiku Seto. Selalu merindukan
perdamaian itu. Seto kenapa kau diam, kau tidak ingin membebaskan aku
dari kegelapan ini?
- Aku tidak hanja harus membereskan kau sendiri Sekar. Seluruh
kegelapan rakjat Gunung Tunggal dibebaskan dari kegelapan, dan untuk
itu hanja kau bisa menolong Sekarkembar, kau mesti tundjukkan dimana
pintu terowongan istana Honggo jang menudju keistana Baginda.
Mendengar perkataan itu diluar dugaan Wulungseto Jang
mengharapkan Sekarkermbar akan menjadari keadaan dirinja, menjadari
kepentingannja. Tiba2 Sekarkembar menatap pandangan Wulungseto,
dan mendadak mendjadi pujat. Sama sekali putjat dan kemudian
membalikkan dirinja, mengutjapkan sesuatu jang terputus putus
- Seto. Satu itu tidak mungkin Seto. Satu itu. Mana mungkin ?
- Kenapa tidak mungkin ?
- Aku bisa tahu hal itu atas nama sumpah mati, Seto, Mana
mungkin aku menundjukkan. Mana mungkin?
- Oh. Jang lain kuserahkan diriku padamu. Kau ingin aku
mengerdjakan apapun. Tetapi satu itu Seto. Ob satu itu. Aku bersumpah
untuk bisa tahu dan sumpah itu dengan sangsi seluruh keluargaku akan98
dimusnakan. Oh, Seto. Aku belum reda dari perasaan gontjangku setelah
membunuh Prameswari, masih terbajang ?jenazah itu. Masih terbajang
dan terasa membajangi, memburuku, Dan kini kau hadapkan aku kepada
bajangan lain. Bajangan sumpah, sumpah mati Wulungseto untuk seluruh
keluargaku.
- Tetapi ingatlah bahwa keselamatanmupun tergantung kepada
berhasil tidaknja perdjuangan Ki Ageng Tunggal.
Wulungseto menjesal djuga sampai membentak Sekarkembar,
karena tidak dapat menguasai perasaannja lagi, hingga Sekarkembarpun
makin gontjang. Hingga meledaklah tangisnja:
- Seto, Bunuhlah aku, Itu jang sebaiknja bunuhlah aku. Tetapi
menundjukkan satu itu tidak mungkin. Tidak mungkin Seto. Bunuhlah aku,
itu mungkin jang lebih baik untuk membebaskan diriku dari segala
bajangan jang menakutkan itu. Seto, Seto, Seto, bunuhlah aku.
Wulungseto makin terdesak kini pada satu sudut, dimana terasa
keadaan akan mendjadi bertambah rumit. Sebaliknja diluar makin ramai
terdengar suara-suara riuh, karena tukang2 banjol mulai naik keatas dan
mengotjok perut mereka. Mereka bermain dengan penuh kesungguhan
dan semangat jang meluap2 karena mendapatkan kundjungan orang
besar jang mungkin akan berkenan mengambil mereka masuk keistana
Gunung Tunggal. Sedangkan jang diharapkan akan membawa keistana
dalam keadaan kebingungan sendiri kebingungan jang menanggung nasib
seluruh pemberontakan Ki Ageng Tunggal.
Wulungseto melihat kini satu kenjataan bahwa tidak ada djalan
lain ketjuali membangkitkan kembali keberanian Sekarkembar dan
mulailah dengan senjum, senjum seorang lelaki jang marasakan adanja
pesona. Ja memang kenjataannja. Sekarkembar jang bertubuh langsing,
tidak terlampau tinggi dengan muka jang bening. Tjahaja dimatanja
menbajang alam kegembiraan kekanak-kanakan, tangisnja begitu tulus
dan tidak mengandung apapun ketjuali tangis kebingungan, kerisauan hati
tetapi dju-ga tangis jang mempesonakan.
Nampaknja Sekarkembarpun merasa bahwa pandangan mata
Wulungseto mulai redup terdesak, sudut bibirnja mulai bergetar dan99
memb?jang kemudian senjumnja dari samar-samar terdesak oleh
pandangan mata jang tergetar oleh desakan pandangan Wulungseto.
Wulungseto mulailah membuka pertjaka panjang bernada lain:
-- ja. baiklah aku tidak akan memaksamu Sekar. Kenjataan
adanja sumpahmu memang berat. Akupun mungkin akan bisa
menemukan dimana pintu terowongan itu. Pasti akan bisa. Harus bisa,
Hanja mungkin agak terlambat djika tanpa bantuanmu Sekar.
- Ja aku pasti membantumu, apapun akan kukerdjakan. Ketjuali
melanggar sumpah itu. Satu itu Seto, jang lain katakan apa jang harus
kukerdjakan.
Sekarkembar mulai terpesona, darah kewanitaannja dalam usia
muda itupun mulai terasa pelahan-lahan terbakar oleh api tanpa njala,
terbakar dari udjung djarinja demi udjung djari jang seketika tersentak
lebih keras waktu terutjapkan oleh Wulungseto, kata2 jang menjentuh
hatinja:
- Aku baru merasakan benar-benar sekarang Sekarkembar.
- Merasakan apa?
- Pantas bahwa Panglima Honggo mentjintaimu. Hingga ia
serahkan satu2-nja rahasia istana
- Pantas bagaimana ?
- Pantas Panglima Honggo ambruk dipangkuanmu,
- Ah.
- Ah, apa jang kau herankan. Akupun misalkan belum
mengutjapkan djandji kepada Tjindewangi
- Misalkan belum bagaimana?
- Misalkan kau sudi
- Sudi bagaimana?
- Ja. sudi. Sudi. Sudi demikian
- Ah, d?elas dan terang itu sangat lutju. Aku siapa Seto. Hanja
seorang selir dari seorang jang telah meninggal. Dan itu musuhmu.
- Tetapi kaupun sekarang terpaksa memusuhinja. Djelas bahwa
Keradjaan kini akan mengedjarmu sebagai seorang jang bersalah.
Sekalipun kau tidak membuka rahasia atas sumpahmu. Tak ada djalan lain
bagimu, hanja memihak Ki Ageng Tunggal jang pasti akan mentjapai100
kemenangannja. Dan sumpahmupun kukira tidak sedemikian berat. Kau
ber sumpah atas nama siapa?
- Atas nama Keradjaan?
- Djika Keradjaan ini runtuh? Dan sekarang sedang dalam
perdjalanan keruntuhan itu. Terhadap siapa kau beraumpah?
- Terhadap hati nuraniku sendiri.
- Oh ingatlah Sekarkembar. Djika Radja menang dalam
pertarungan sedjarah sekarang ini Kaupun akan dibunuh Baginda.
Semuanja akan terbunuh, Ki Ageng Tunggal Tjindewangi, Majangkembar
kakakmu sendiri. Dan aku Sekar. Akupun akan terbunuh sebagai seorang
pengchianat jang dihinakan. Mungkin aku akan mati dengan pelahan
lahan, melalui siksaan jang luar biasa, Aku akan dibiarkan merasakan itu
selama mungkin. Sampai aku tidak mampu menahannja.
Seluruh rakjat, Sekarkembar jang menaruh setia kepada Ki
Ageng akan rnusnah sama sekali. Dan kenjataannja sukar, dua pertiga dari
rakjat Gunung Tunggal tetap setia kepada Ki Ageng Tunggal.
Kini Wulungseto mulai merasakan adanja kegontjangan dalam
hati Sekarkembar melandjutkan sambil mendekati bahkan menggenggam
udjung tangan Sekarkembar:
- Dan djika itu terdjadi Sekar, aku tidak dapat lagi
membuat satu misal lagi. Satu misal antara kau dan aku. Dan
misa! itu bisa mendjadi kenjataan, tanpa merusakkan djandjiku kepada
Tjindewangi. Oh, Sekarkembar, nasibku ditanganmu sekarang. Nasib rakjat
Gunung Tunggal ada ditanganmu. Sebalikaja nasibmupun tergantung
apakah rakjat menang atau tidak.
- Ja Seto. Aku tahu sekarang
- Lalu misalkan Ki Ageng Tunggal benar-benar mentjapai
kemenangannja. Apakah kau bersumpah menjelamatkan diriku?
- Djelas.
- Lalu bagaimana tentang misal itu
- Aku bisa bitjara kepada Tjindewangi. Bahwa tanpa kau Ki Ageng
Tunggal tak bisa mentjapai kemenangannja.
Sekarkembar merasakan betapa pandangan mata Wulungseto
sedemikian beratnja mendesak kedalam hatinja. Getaran dalam hatinja101
makin tidak tertahankan, genggaman pada udjung djarinja seakan akan
genggaman api dan terasa kini sesaat mendjadi gelap.
Nafasnja tersendat dan ia hanja mengutjapkan sesuatu jang
hampir tidak terdengar
- Oh Seto, Seto: Apapun jang terdjadi Seto. Tetapi dapatkah kau
kuharapkan mendjadi pelindungku selamanja?
Wulungsetopun kini benar-benar merasakan suatu kenjataan
dalam hatinja. Utjapan jang hanja sekedar tipu muslihat kini benar benar
menjebabkan hatinja runtuh terbakar oleh kenjataan tubuh Sekarkembar
jang tiba-tiba membalik dan memeluknja erat-erat. Nafas mereka masing
masing terasa dilanda oleh nafas kehidupan jang tidak dikenalnja.
Keramaian diluar makin hangat, hingga pepohonan seluruh desa
itu seakan digerakan udjung - udjung daunnja, terajun angin jang makin
keras bertiup. Hanja kepala desa jang makin bingung. Karena Wulungseto
dan Sekarkembar tidak lagi muntjul-muntjul, sedangkan hanja pamit
hendak berganti pakaian.
Tetapi kemudian salah seorang berbisik kepada kepala desa itu.
sama sekali tak terdengar bisikan. Hanja nampak djelas kepala desa itu
mendjadi tersenjum dan tertawa tawa ketjil.
- Ja masih muda bagaimana? Dimana tempatpun djadi. Kau dulu
djuga muda,
- Ja tetapi aku tidak sedemikian djauh. Belum pernah aku
terlampau lama dalam kamar kalau aku sedang mertamu,
Waktu itulah ketika sendja mulai memerah, Suara Suara
gendang makin memuntjak dan sampai kepada puntjaknja, tidak djauh
dari pedukuhan iu nampak debu berhamburan dari arah lereng Gunung
Tunggal menudju kearah istana.
Tidak lain debu itu dihamburkan oleh iring2an tentara berkuda
jang mengiring dua buah kereta. Kereta djenazah Pramewari dan kereta
para selir istana jang hendak dikembalikan kepada Baginda.
***102103
BAGIAN III
TJINDEWANGI TELAH berhasil menjamar diantara selir-selir
istana jang telah berdjandji melindunginja. Dan sebaliknjapun Tjindewangi
telah memberi djaminan kepada mereka, bahwa mereka akan
diselamatkan djika Ki Ageng Tungga berhasil merebut istana.
Bahkan salah seorang telah bersumpah setia, sekalipun Baginda
jang mendapatkan kemenangan misalnja, ia akan berbalik selamanja dan
lari bersama Tjindewangi meninggalkan istana. Atau terbunuh sama sekali.
Tjindewangi terkedjut bukan main, karena selir itu jang paling djelita.
termuda dan nampak paling pendiam. Berwadjah lembut dan
pandangannja sangat redup. Sama sekali tak nampak satupun dari
pantjaran2 seorang wanita jang berani, seorang wanita jang mempunjai
pendirian kuat dan bersedia menanggung satu akibat jang getir. Hingga
Tjindewangi sangat tertarik dan menatap tadjam2 sambil berkata:
- Siapa kau sebenarnja?
- Tjempakawangi.
- Ajahmu? Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Aku tak tahu siapa ajahku
- Ibumu?
- Ibukupun tak tahu.
- Oh. Lalu selama ini kau ikut siapa!
- Aku ikut ejang Guno. Seorang wanita pelajan istana.
- Dan bagaimana bisa terdjadi Baginda mengambilmu?
- Satu ketika waku Baginda sedang mengumpulkan gadis gadis
untuk dikirim kepada Keradjaan Laut Selatan, aku termasuk dalam
penggrebegan itu . Ejang Guno, wania jang telah tua itu melawan. Dan
meninggal.
- O ..-104
- Tetapi aku tidak dikirim kesana, diharuskan tinggal diistana.
Dan aku bersumpah Tjindewangi. Baginda belum berhasil merenggut
perawanku selama ini. Untuk itu aku akan dipantjung djika masih tetap
melawan sampai nanti lewat bulan gelap.
- Dan kau akan masih melawan?
- Ejang telah wafat untuk kesutjianku Tjindewangi. Apakah aku
akan menghina dan mengetjewakan ejang Guno
Tjindewangi tak bisa melandjutkan pertanjaannja. Matanja
mulai mengambang titik- tiik air mata. Airmata keharuan, kebanggaan dan
kekaguman akan kenjataan jang dihadapi.
Kenjataan pada seorang wanita, jang bersedia menerima akibat
apapun untuk kehormatan dan martabatnja. Hingga Tjindewangi merasa
kini, bahwa iapun tidak sendiri. Ia merasa bahwa dia berdiri di antara
wanita.wanita lain jang djuga mempunjai keinginan dan pengharapan jang
sama. Ia diantara wanita-wanita lain jang mempunjal nasib bahkan jang
lebih buruk. Bahkan kemudian ternjata bahwa pandangan-pandangan
wanita wanita dalam kereta itupun sama, ialah satu pengharapan akan
terlepasnja dari nasib jang buruk. Hidup ditengah2 tjengkeraman
ketakutan dan ketidak pastian akan masa depannja.
Malam mulai turun dan kegelapan malam, membajangi
perdjalanan iring iringan itu. Tetapi perdjalanan Tjindewangi ternjata tidak
mudah, seperti apa jang diharapkan. Malam itu djuga Baginda Radja
Gunung Tunggal jang 1elah mulai reda dari kebingungan, kegusaran dan
perasaan gelisah terlampau gelisah. Bisa kemudian merasakan bahwa dia
seorang Baginda jang mempunjai kekuasaan. Merasa bahwa dia harus
setjepatnja bertindak untuk menjelamatkan Keradjaan. Dan kegusaran
terhadap tidak kembalinja Prameswari bersama-sama selir-selir istana,
kini berbuah mendjadi kemarahan. Kemarahan sematjam dendam,
dendam sematjam putus asa. Putus asa jang terlampau gelap. Hingga
achirnja mendjadi kegontjangan jang membalikkan seluruh djiwaraganja.
Kegontjangan jang menjebabkan Baginda tiba tiba mendjadi lebih kedjam,
ganas dan haus akan pembunuhan Matanja bertambah liar dan
membajangkan kemurunga getir.105
- Pokolknja Maranda. Perintahkan seluruh tentara-tentara
keradjaan untuk membunuh setiap orang jang mengutjapkan atau terbukti
menaruh setia kepada Ki Ageng Tunggal monjet.
Perintahkan kepada pengawal pintu gerbang ibukota Keradjaan.
Pendjarakan Prameswari bersama-sama semua selir2 jang sekarang telah
mendjadi monjet semuanja. Hadapkan kepadaku, dan siapkan hukuman
mati buat mereka itu. Lalu kini siapkan rentjana rentjana bagaimana kita
bisa meminta bantuan Keradjaan Laut Selatan. Bagaimanapun sjaratnja.
- Ja, tetapi Baginda, Prameswari tidak berdosa. Selir2 istana
djuga hanja hanjut oleh arus keinginan melihat bagaimana Tiindewangi
meninggal. Hanja itu.
- Mereka itu sudah mendjad monjet. Dosa atau tidak, tidak lagi
pantas kembaii hidup mewah dalam istana. Mengenai perdjandjian kita
Keradjaan Baginda telah mempunjai tanggungan jang berat untuk
menukar pentjiptaan istana-istana pualam disepandjang pantai dan
benteng batu besi.
- Pokoknja apa sadja asalkan Keradjaan selamat.
- Tetapi Baginda ?
- Tetapi apanja? Pokoknja Mamanda sekarang berangkat dan
laksanakan perintahku ini. Atau perlu djuga aku siapkan sebuah tiang
gantungan buat Mamanda.
-Tentu tidak Baginda.
-Nah, kalau begitu sekarang berangkat dan djangan kembali
sebelum perintah itu terbukti. bahkan kalau perlu sebagian dari pengawal
istana, Supaja tjari itu monjet- monjet perempuan
Mamanda Patih tidak bisa lagi mendjawab sekalipun dalam
hatinja gelisah, karena sebenarnja Keradjaan dalam keadaan keliwat
gawat. Baginda memerintahkan mengurusi perempuan2. Achirnja dengan
atiuh tak atjuh, Mamanda Patih pergi meninggalkan istana. la benar2
sekarang tidak ada lagi hati sedikit pun untuk mati2an membela
Keradjaan. Bahtan kalau perlu ia akan benar berchianat dan berbalik sama
sekali. Hingga ketika bertemu Pimpinan Pengawal Istana dengan nada jang
tidak enak kedengaran, Mamanda patih memerintahkan106
- Perintah Baginda ini harus dikerdjakan. Pendjarakan djika
Prameswari dan seluruh selir istana kembali. Kedua, bunuh semua orang
jang setia kepada Ki Ageng Tunggal. Ketiga, kalau perlu sepasukan harus
tjari dimana Prameswari berada, dljika sampai besok tidak djuga kembali
keistana. Keempat, oh hanja itu. Belum ada lagi jang keempat.
Mamanda patih tanpa menanti djawaban dari Pimpinan
Pengawal Istana telah pergi menjebabkan Pimpinan Pengawal Istana
heran, bingung dan geli. Kemudian mendjadi sadar apakah perintah itu
benar atau main2. Tetapi kemudian Mamanda Patih menoleh dan
mengulangi
- Ini perintah betul2 tidak main2. Djangan mbengong begitu.
Perintah terpaksa didjalankan dan malam itu djuga seluruh
pengawal pintu gerbang ibu kota telah memperkuat pendjagaan dan
pengawalan untuk menangkap semua orang jang masuk ibu kota,
terutama mereka menanti kedatangan Prameswari dengan selir2 istana.
Pendjagaan berlipat ganda kuat dan ketatnja, lebih2 setelah
mendjelang pagi hari. Sebab mereka memperhitungkan bahwa paling
lambat siang hari itu akan datang kembali Prameswari keistana.
Surojudo jang diserahi oleh Ki Ageng Tunggal membawa
Tjindewangi dan djenazah Prameswari, langsung mendahului iring2an
untuk menemui pengawal pengawal pintu gerbang sebelah barat, dengan
tenangnja mengatakan.
- Kami tentera Keradjaan, perlu menghadapkan Sang
Prameswari kepada Radja. Prameswari telah wafat
Kepala pengawal Pintu Gerbang seketika mendjadi bingung,
apakah jang harus dikerdjakan djika Pramewari telah wafat.
- Perintah Baginda, kami harus menangkap Prameswari dengan
semua puteri.
- Menangkap bagaimana ?
Menangkap dan memendjarakan, sampai ada perintah lebih
landjut. Maka sebaiknja kau katakan kepada seluruh pengawalmu agar
djangan membuat kekisruhan,.
- Ini tidak mungkin Prameswari telah wafat.
- Ja. tetapi jang lain ?-107
- Jang masih hidup dan perlu setjepatnja menghadap Baginda
uniuk memberikan laporan2 jang sangat penting bagi Baginda.
- Pokoknja serahkan Prameswari dan semuanja. Kau tunggu
disini, sampai aku mendapat perintah selandjutnja
Surojudo terdesak kini, kepada masalah bagaimana
menjelamatkan Tjinlewangi. Pasti penggeledahan akan d?lakukan se
tjermat2nja. Surojudo kembali setelah mendjawab dengan ramah tanpa
mentjurigakan sedikitpun:
- Baiklah kalau itu memang perintah Baginda.
- Ja memang itu perintah Bapinda
- Dari kalian tak ada jang ingin mendjemput kesana?
Inilah satu2 nja akal Surojudo bagaimana bisa mengurangi
kekuatan pengawal - pengawal dipintu gerbang, sedang ia jakin bahwa
pasukan jang hendak mendjemput iring2an akan tidak banjak djumlahnja.
- Ja tentu2, aku pun tidak begitu pertjaja bahwa kalian akan
menurut perintahku. Siapkan pasukan, menjemput dan menggeledah
rombongan jang datang. Ingat djangan sampai lepas seorangpun.
Surojudo mendahului mematju kudanja sebelum pengawal
pengawal siap mendjemput dan ketika sampai langsung memerintahkan:
- Siapkan sendjata, lutjuti pasukan jang datang. Kemudian segera
pakai semua pakaiannja. Ingat djangan membuat gaduh. Semuanja
menjebar dan sembunji. Sampai ada perintah lain.
Pasukan pengawal segera menjusul dan dalam keadaan
gembira, karena mereka itu akan mendapatkan pemandangan jang sangat
menarik. ?etidak tidaknja mereka akan mengalami bagainana menjeret
puteri2 istana, bagaimana mereka akan bisa dan sempat menjentuh pipi
puteri. Hingga mereka beroatjuan tanpa kesiap siagaan jang penuh
menghadapi bentjana. Pengawal-pengawal dengan ganasnja turun dari
kuda dan mengepung dua kereta itu dengan bentakan:
- Awas, siapa lari akan kugantung sekarang djuga.
Bagaimanapun telah dinasehati oleh Surojudo dan Tjindewangi
sebagian besar dari mereka mendadak mendjadi putjat, dua orang
diantaranja menangis. Surojudo tinggal tenang bersama keempat tentera
jang sengadja tidak bersembunji. Sebaliknja pengawal2 perbatasan itu108
mulai liar matanja melihat puteri2 jang lusuh, tidak teratur dan hampir
sebagian besar pakaiannja robek, sehingga beberapa bagian tubuhnja
menggusarkan pengawal-pengawal jang haus akan hal sematjam itu.
Waktu itulah Surojudo memberi tanda penjerangan dimulai dan.
serentak seluruh anggota pasukan jang telah siap dan pilihan menjergap
pengawal-pengawal jang sedang kalap dibakar nafsu birahi. Sementara itu
Surojudo melarikan dua kereta dengan keempat pengawalnja untuk
menemui Kepala Pengawal
- Kita kedjar pasukan Wulungseto. Anak buahmu sedang
bertempur mati2-an disana. lbu kota dalam bentjana
- Masak?
- Lihatlah debu disana
Kepala Pengawal Perbatasan mendjadi gusar seketika. Lupa
memerintahkan untuk menahan kereta Prameswari dan memerintahkan
sebagian besar dari pasukan jang ada untuk menolong anak buahnja.
Surojudo melihat kesempatan jang baik, langsung melarikan dua
kereta itu menerobos pintu gerbang setelah sebagian besar pasukan
pengawal pergi. Sedangkan pasukannja sendiri telah diperintahkan kalah
atau menang agar setjepatnja mengundurkan diri, setelah mengadakan
pertempuran dengan pasukan pengawal jang menjusulnja.
Surojudo langsung menudju keistana Panglima Galing jang telah
dikuasai pasukan jang setia kepada Ki Ageng Tunggal untuk memikirkan
lebih landjut apakah jang larus dikerdjakan dengan djenazah Prameswari.,
Kepala pengawal dengan hati bangga kembali kepos semula
karena ternjata pasukan Wulungset telah lari sebelum mengadakan
perlawanan. Sekalipun ada sedikit dendam, dua puluh orang anak buahnja
semuanja tewas. Tetapi sampai diposnja Kepala pengawal seketika
tersentak setelah menanjakan dimana Prameswari ditempatkan
- Kami membiarkan mereka langsung keistana. Karena tidak ada
perintah menahannja lebih landjut.
- Bangsat.
Seketika pengawal itu menggelepar kena tendangan jang
terajun oleh perasaan marah dan gusar, langsung mematju kudanja untuk109
mengedjarnja, Tetapi sampai dipintu gerbang istana, terkedjut setelah
menanjakan. Karena didjawab dengan tertawa-tawa.
- Djenazah apa. Tak ada kereta sepotongpun datang kemari. Apa
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kau sudah ikut ikut djadi monjet?
- Monjet bagaimana? Sekarang tidak main main monjet. Ini
betul2. Prameswari wafat dan selir2 sudah masuk kelingkungan istana.
- Ja, tetapi tidak ada sepotongpun roda kereta datang kemari. Itu
jang djelas.
Baru setelah Kepala Pengawal Perbatasan mendjelaskan
kedjadiannja setjara terperintji mendadak pengawal2 istana mendjadi
gusar dan tjemas, djika hal ini sampai terdengar Baginda. Seketika tu
diper?ntahkan semua teniera Keradjaan jang tidak bertugas untuk
menggeledah seluruh rumah dalam ibukota. Terutam di-rumah2 jang
telah ditjurigainja.
- Tjepat, djangan terlambat. Kau tahu mesti bahwa dalam kereta
itu pasti ada salah seorang dari Ki Ageng Tunggai jang menjusup kedalam
lingkungan istana.
Sehari itu djuga keributan terdjadi dalam ibukota, dimana
beberapa orang kena pukul dan tendangan. Bahkan beberapa orang telah
menemui adjalnja karena mendjengkelkan tentera2 Keradjaan.
Sampai sendja tenggelam, sama sekali kereta Prameswari tidak
diketemukan. Djedjaknjapun bahwa Prameswari telah disembunjikan
kemana, seorang tidak dapat memberi tiik2 terang. Hingga malam itulah
Mamanda Patih memegangi kepalanja lebih keras, setelah mendengar
laporan mengenai hilangnja kereta Prameswari di dalam kota dan telah
mendjadi djenazah. Mamanda Patih hingga bergumam sendirian :
- Monjet. Siapakah sekarang sebenarnja telah mendjadi
monjet?
Dengan langkah terhujung-hujung, Mamanda Patih menudju
kekamar selirnja jang termuda, langsung merebahkan diri sambil
memegangi kepalanja:
- Oh, Rumi, Ruminingrum. pidjitlah kepalaku Rumi
Ruminingrum terkedjut, karena malam itu sebenarnja bukan
gilirannja Mamanda tidur bersama-sama dia. Malam itu giliran selir tertua,110
hingga tanpa persiapan jang rapi Rumi mendekati, mengerdjakan perintah
Mamanda Patih.
- Nah. oh agak ringan kepalaku sekarang. Dan Rumi, kemudian
djawablah pertanjaanku. Kau mungkin masih baik otakmu, masih muda
dan mungkin belum djadi monjet. Bagaimana sekarang. Tjoba pikir dan
berilah aku petundjuk. ?h malam ini, betul - betul aku tidak bisa lagi
berpikir. Otakku seakan-akan sudah remuk. Tjoba pikir. Baginda perintah
agar menangkap Prameswari. Ini sudah perbuatan gila, ja to. Ini jang
pertama ini sudah merupakan perbuatan jang tidak benar. Keduanja,
Baginda perintah agar menangkapi selir-selir istana. Tjoba pikirkan . Ini
lebih lutju, lebih dari perbuatan monjet sebagaimana Baginda tiap hari
memaki-maki siapapun, dengan kata kata monjet. Semua selir, tjoba kalau
mereka benar - benar dihukum mati, aku lagi jang merangkak-rangkak
mentjari gantinja. Lalu sekarang ternjata pengawal-pengawal perbatasan
ibu kota, lebih monjet lagi. Mereka sampai bisa terdjadi meloloskan kereta
Prameswari. Pada hal Prameswari sudah wafat. Nah, sebelumnja naik
sedikit memidjitnja. Nah. sekarang pikirlah lagi. Apakah aku harus
melaporkan kedjadian malam, ini atau tidak?
Ruminingrum belum sempat berpikir karena terkedjut dan
heran. Bertjampur kini perasaan sedih, bertjampur lagi perasaan tjemas
Karena berita berita adanja pasukan-pasukan Wulungseto telah
merembes kedalam ibukota:
- Ja. tentu harus dilaporkan. Besokpun Baginda akan murka lebih
murka.
- Ja tetapi malam ini murka Baginda sedang mentjapai
puntjaknja jang tertinggi. Aku tahu, Ini akan berakibat bahwa tjambuk
Baginda akan diajunkan, mengelupaskan kulit-kulitku jang sudah makin
berkerut ini.
Djelas akan sangat mudah Oh, kaupun ternjata sudah ikut serta
tidak benar otakmu Ja, semuanja sudah mulai tidak benar otaknja,
Mamanda Patih bangkit meninggalkan kamar Rumi dan kembali
memegangi kepalanja.
***111
- Wafat dan lolos. Bagaimana sebenarnja laporanmu itu? Apa
majat perempuan itu bisa berlari ?
- Tidak dernikian Baginda. Prameswari jang telah wafat itu
diangkut dibelakang dalam satu kereta.
- Dibelakang kereta jang mengangkut puteri2 selir istana. Tetapi
atas kisruhnja keadaan, karena pasukan Wulungseto, ja pasukan Ki Ageng
Tunggal menjerang. Maka dua kereta itu tidak terpikirkan dan tak sempat
ditahannja. Langsung menjerbu ke pintu gerbang, dalam wilajah ibu kota
ini.
- Nah djadi djelas pengawal-pengawal perbatasan itupun
sekarang sudah djadi monjet?
- Ja, ja, keadaan makin mendjadi gelap. Tjindewangi lepas, rakjat
berontak. Sekarang tentera Keradjaan jang disuruh menangkap
perempuan2pun tidak bisa lagi kerdja. Dan sekarang apa maunja
Mamanda. Tjoba aku ingin dengar apa jang sekarang harus dikerdjakan ?
- Ja, tentera Keradjaan telah hamba perintahkan menggeledah
seluruh tempat. Harus ketemu djenazah itu,
- Ja ja, itu sudah baik. Lalu jang lain?
- Benteng batubesi telah hamba pertahankan sampai titik darah
penghabisan?
- Dan sekarang darah mereka sudah habis?
- Belum Baginda. Pasukan Ki Ageng Tunggal ternjata hanja
menjerang benteng setjara ketjil2an. Tetapi terus menerus dengan
sendjata jang dilemparkan dari djauh.
- Lalu.
- Ibukota telah siap menghadapi segala kemungkinan jang
bagaimanapun gawatnja.
- Djadi menurut pendapatmu Istana tak mungkin diserbu?
- Tidak Baginda. Itu hal jang sangat mustahil.
- Kalau dalam kota ini sebenarnja sudah penuh dengan pasukan2
musuh ?
- Laporan resmi belum hamba terima mengenai soal itu.
- Oh, djadli Mamanda hanja akan bertindak setelah ada laporan
resmi. Baik, memang itu sikap jang bidjaksana. Tetapi akan lebih112
bidjaksana sekarang bila Mamanda mengaso. Lepaskan badju Kepatihan
dan istirahat untuk selamanja. Lepaskan sekarang dan djangan menunggu
aku makin mendjadi marah dan muak
Seketika Mamanda Patih mendjadi putjat, sama sekali putjat
pasi dan seluruh tubuhnja gemetar, Sebab tahu bahwa hal ini kemudian
akan dilandjutkan Baginda berteriak memanggil pengawal jang akan
menjeret dia kedalam pendjara, beberapa hari kemudian ia akan mendjadi
urusan algodjo-algodjo istana. Ternjata gambaran itu benar.
- Hei, Pengawal. Seretlah monjet tua ini. Terserahlah kepadamu
akan kau apakan. Pokoknja aku sudah mendjadi muak melihat mukanja.
Djelas.
Suasana mendjadi sunji seketika, hanja terdengar suara langkah
Mamanda Patih jang diseret oleh dua orang pengawal, langkah jang
meronta - ronta karena desakan rasa takut dan menggugat:
- Baginda. Apakah dosa hamba?
- Dosamu tidak besar. Sebab ternjata bahwa Mamanda Patih
tidak lebih dari seorang perantara. Perantara perintahku dan perantara
laporan dari para Panglima-panglima. Dan pekerdjan itu kukira sudah
tjukup lama, sekarang tak diperlukan lagi.
Baginda terduduk setelah Mamanda Patih pergi, memegangi
kepalanja. Terasa kini mulai pusing-pusing. Tiba - tiba seorang pengawal
melaporkan bahwa Surojudo hendak menghadap, soal Prameswari:
- Surojudo mohon melaporkan sesuatu jang sangat penting
Baginda.
- Soal mana jang penting. Kini semua orang sudah tidak tahu
mana jang penting mana jang tidak?
- Soal Prameswari Baginda.
- Suruh masuk.
- Ja, Baginda.
- Tetapi siapa Surojudo?
- Apakab Baginda lupa, Surojudo Panglima dari Gunung Timur.
- Oh ja ja, jang matanja tinggal satu itu?-113
- Ja Baginda. suruh masuk, Aku memang sedjak lama kagum dan
ingin bertemu sekarang. Mungkin dia bisa kuharapkan sesuatu jang lebih
besar dari para panglima jang lain.
Surojudo masuk, mentjoba menenangkan diri menghadapi
Baginda. Sebab hal ini akan menentukan apakah Tjindewangi akan berhasil
atau tidak masuk kedalam istana.
Baginda menatap dengan tadjam kepada Surojudo,memang ada
tersirat dalam hati Baginda sesuatu jang aneh. Kenapa bahwa djustru
Surojudo jang djarang sekali menghadap tiba-tiba muntjul dalam keadaan
dipuntjak kegawatan dewasa itu . Hingga Bagindapun djadi agak hati hati.
- Nah. Sebelumnja kusampaikan salamku. Rasanja sudah lama
kita tidak bertemu. Apa hendak kau sampaikan di saat-saat segenting ini?
- Sebelumnja hamba mohon maaf. Hamba hendak
menjampaikan berita jang sesungguhnja. Sang Prameswari telah wafat.
- Ja. aku sudah mendengarnja. hanja belum djelas terdjadinja
- Hamba jang membawa Sang Prameswari dari daerah
pertempuran dipedukuhan Tegalmajit.
- Kau tahu kenapa?
- Tidak, Hamba hanja menemukan djenazah disuatu tempat jang
terlindung sepohon buah pohon besar, dan tempat itu agak meninggi.
Beliau masih memegang sebuah busur.
- Lalu?
- Bersama Sama selir selir istana djenazah Prameswari hamba
bawa kembali keistana. Tetapi betapa terkedjut hamba, sampai
diperbatasan ditjegat oleh pengawal pengawal bahwa ada perintah dari
Baginda untuk menangkap semua selir istana, Tentu hamba tidak pertjaja.
Hal itu sangat mustahil. Masakan Baginda akan memerintahkan hal
sematjam ini disaat segenting ini. Terpaksa hamba mempergunakan akal
untuk meloloskan djenazah sang Prameswari. Tetapi kalau perintah ini
memang benar, terserah ditangan Baginda sekarang, segera djenazah
akan hamba persembahkan keistana,
Ketika itu Baginda merasa bahwa ada benarnja perkataan
Surojudo disaat segenting ini, penangkapan penangkapan para selir selir
istana dan Prameswari hanja akan menambah kekeruhan:114
- Ja, ja, Memang perintah itu benar. Tetapi kurasakan kini
perkataanmu benar. Hanja akan menambah kekeruhan. Baiklah sekarang
hadapkan semua jang kau bawa, aku akan menguburnja dalam keadaan
darurat, Tetapi bagaimana sekarang keadaan pasukan2 Keradjaan setelah
timbulnja pemberontakan Monjet Tunggal?
- Hampir seluruh tewas di Tegalmajit. Sebagian ketjil berhasil
melarikan diri keselatan. Berita selandjutnja hamba belum tahu, karena
hamba jakin membawa djenazah Prameswari lebih penting,
- Dimana sekarang Panglima Galing?.
- Hamba tidak tahu. keadaan mendadak mendjadi katjau. Kita
tidak tahu mana kawan mana lawan. Pasukan-pasukan Ki Ageng Tunggal
tiba tiba menjerang dan mereka berbaur dengan rakjat jang melihat.
Mungkin Panglima Galingpun tewas. Tjindewangi djuga hamba tidak tahu.
Kami diserang dalam waktu hari turun malam.
- Dan sekarang dimana kau berdiri?
- Djelas hamba berdiri dipihak Keradjaan Gunung Tunggal.
Hamba masih kembali untuk membawa djenazah, Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Baiklah. Hadapkan sekarang semua perempuan jang kau bawa.
Dan djenazah Prameswari setjara diam diam. Aku akan memanggil semua
Panglima jang masih tinggal. Kembalilah segera kuminta kau memberi
gambaran jang djelas. Agar mereka itu terbuka matanja. Agar mereka
terbuka matanja, bahwa Keradjaan menghadapi bentjana besar jang
mereka sangka hanja main2
Surojudo mundur dan meningalkan istana. Sedangkan Baginda
kini benar-benar merasakan adanja satu kemungkinan jang sangat getir.
Hingga berteriak sekeras-kerasnja memanggil pengawal.pengawal:
- Panggil semua Panglima sekarang djuga. Djangan seorangpun
tinggal dirumah.
Para Panglima termasuk Singopati telah lengkap menghadap
dan menunggu. Tetapi Baginda sama sekali tidak keluar dari kamarnja,
hanja Surojudo jang tahu kenapa? Karena para selir sudah kembali
keistana. Termasuk Tjindewangi jang langsung masuk kedalam taman
Keputrian tanpa diketahui Baginda. Hingga Surojudo achinja berbisik:115
- Harap bersabar sadja. Kalian tidak usah kawatir. Karena
Baginda tidak lagi dalam keadaan murka. Bahkan perintah membunuh
para selir telah ditjabut dan sekarang berdua bersama selinja jang
termuda. Karena Prameswari telah wafat.
Sebetulnja tidak, demikian Baginda dalam kamar menghadapi
Prameswari jang telah walat dalam keadaan gelap dan tak menentu
hatinja murung.
Wafatnja Prameswari benar-benar merupakan tekanan berat
dan merupakan titik titik kegelapan istana. Dan perkataan Surojudo dalam
keadaan jang buruk bagi Baginda menimbulkan kedjengkelan para
Panglima, Salah seorang melontarkan kata kata jang bernada pahit:
- Djadi maksudnja apa Baginda memanggil kita semuanja?
Surojudo merasakan adanja kesempatan jang makin baik untuk
menggontjangkan kepertjajaan para Panglima terbadap Baginda, pelahan
pelahan menusukkan djarumnja dengan nada-nada jang lebih mantap:
- Ja, djelas untuk merundingkan semua kesulitan Keradjaan
dewasa ini. Hanja tentu soal berpisah dengan para selir djuga merupakan
hal jang sangat menggelisahkan.
Para nglima makin berisikan, hampir semuanja melontarkan
kata-kata kedjengkelan dan kemarahan. Terutama Singopatl, kemudian
berisik lebih keras.
- Kalau begini tjaranja. Kupikir tak perlu lagi kita
mempertahankan istana. Selalu kita dilatalan monjet, apakah sekarang
kita ini memang benar-benar monjet?
Surojudo makin gembira dalam hati, kemudian menemukan akal
jang lebih halus, tiba-tiba mengeluarkan permainan sematjam dadu dari
kantongojia, sambil bergurau mengatakan:
- Sudahlah, kita perlu tunggu perintah. Sekarang dari pada
menganggur apakah tidak lebih baik kita bermain-main gundu? Pokoknja
djangan risau. Toh Ki Ageng Tunggal tidak akan sampai kedalam Istana,
Pertjajalah bahwa benteng batu-besi akan mampu menahan semua
serangan dari manapun,
Adjakan Surojudo achirnja mendapatkan sambutan jang baik
dan sama sekali mereka, melepaskan ketegangan-ketegangan dalam hati116
mereka masng-masing dan semuanja mengelilingi Surojudo jang mulai
bermain sebagai bandar:
- Pokoknja semuanja akan beres. Kita menanti sambil gembira
Apakah perlu kita djengkel atau tjemas. Nah. Kau lihat sekarang dadu ini
bergambar kidjang, harimau kambing dan monjet dua sisi jang lain
kosong.
- Apakah semua dari kalian membawa uang?
- Seribu untuk kidjang
- Seribu untuk kambing.
- Seribu untuk monjet. Aku kira tentu akan keluar monjet. Sebab
sudah banjak sekarang diantara kita didjadikan monjet oleh Baginda.
- Dua ribu untuk monjet.
- Lima ribu untuk monjet
Surojudo makin menghangatkan suasana agar mendjadi kalap,
dan makin kalap:
- Selirku boleh kau ambil kalau keluar monjet.
Suasana makin mendjadi riuh, karena jang keluar sisi jang
kosong. Menjebabkan mereka jang kalah mendjadi panas hati dan
berteriak:
- Dua selir untuk kidjang. Kupikir sekarang tak ada gunanja pula
selir banjak banjak, kalau keadaan makin katjau balau.
- Tiga selir untuk harimau.
Surojudo menjela diantara lontaran kata2 jang terdesak hati
panas:
- Lo. ?jangan banjak-banjak. Kalau kena aku tak adalagi selirku.
Sekarang tjari agak sulit, karena kalian tahu Baginda harus mengumpulkan
seribu gadis untuk sjarat perdjandjian dengan Keradjaan Laut Selatan.
- Pokoknja kalau berani? Kalau tak berani sini aku ambil alih djadi
bandar.
- Boleh2, sekarang kau pegang bandar.
Suasana riuh itu, makin djelas kedengaran hingga samar-samar
sampai kedengaran dari kamar dimana Baginda duduk merenung
memandangi wadjah Prameswari sambil bitjara tak menentu:117
- Pertanda apakah sekarang, pertanda apa jang kau bawa
Sekaragung Tanpa satu sebab jang djelas kau meninggalkan? Dan
bagaimana seorang bisa melepaskan anak panah kepadamu? Ini satu hal
jang mustahil. Kau djauh dari tempat dimana kerusuhan berlangsung dan
tersembunji. Anak panah itu djelas berasal dari samping. Oh, Sekaragung.
Atau ini pertanda akan datangnja keruntuhanku ?
Suara diluar makin riuh, bahkan kemudian disertai gelak
tertawa. Hingga Baginda meluap kemarahannja. Merasa adanja
penghinaan dan kegilaan dari mereka. Dengan langkah jang gemetar oleh
perasaan marah, Baginda menghempaskan pintu kembali sambil berteriak
keras.keras,
- Hei. Monjet-monjet. Tak dapatkah kau membuka matamu dan
telingamu. Bahwa Prarneswari telah wafat. Dan kau semuanja
mendjadikan istana ini sematjam pasar?
Suasana mati tiba-tiba, semuanja gemetar mendengar teriakan
teriakan itu, Kini Surojudo bisa mengetahui sampai dimana watak para
Panglima. Hatinja agak lapang, merasakan bahwa untuk meruntuhkan
Keradjaan Gunung Tunggal bukan hal jang sangat mustahil.
Teriakan Bag?nda makin dekat dan makin keras terdengar.
- Kalian sudah mencjadi bisu semuanja. sama sekali diam tak
mendjawab.
- Kami semuanja menanti perintah Baginda.
- Aku tahu sekarang apa jang kau rasakan Apakah kalian memang
menghendaki hanjurnja keradjaan?
-Tentu tidak Baginda. Kami semuanja hanja lupa.
Mungkin karena tekanan keadaan, hingga kami semuanja perlu
sedikit hiburan?
Baginda kini makin liar pandangan matanja, nampak bajangan
kemurungan dan kemarahantja, dan menatap satu-persatu para Panglima.
- Kalau kuberiahu sekarang kenjataan jang sebenarnja. Pasukan
- pasukan Ki Monjet Tungal, telah berhasl menewaskan118119
kan hampir semua pasukan Keradjaan jang mengiringi arak2-an
Tjindewangi. Dan pasukan itu jang menamakan dirinja Wulungseto, jang
sudah mendjadi kabar umum adalah tjalon suami Tjindewangi, telah
mengganggu pasukan-pasukan pengawal perbatasan. Entah siapa dari
para Panglima itu, djelas ada jang telah membalik. Sekarang aku bertanja.
Apakah dari antara kalian ada jang tidak lagi menaruh setia kepada
Keradjaan? Ada atau tidak ?
Baginda makin tadjam dan ganas menatap seorang demi
seorang. Memang waktu itu suasana seakan-akan ditjengkam oleh maut.
- Aku Radja Gunung Tunggal ingin mendengar sumpahmu sekali
lagi. Sumpah jang sedjati.
Djawablah seorang demi seorang. Masih setiakah kalian
terhadap Kekuasaan Radja Gunung Tunggal?
Satu persatu mereka achirnja menjatakan sumpahnja, sekalipun
dengan kata-kata jang bernada berat. Salah seorang nampak
mengutjapkan dengan tersendat-sendat, hingga Radja berteriak keras.
- Kau, sumpahmu kurasakan palsu. Pengawal, seret dia dan
bunuh sekarang djuga dimanapun djadi.
Sambil berkata demikian Baginda mendorong seorang Panglima
sampai hampir terdjatuh dan diterima oleh dua pengawal, diseret keluar.
Hingga ia berteriak.
-Baginda, hamta masih setia. Hanja hamba memang agak gentar
sekali ini, karena tjemas.
- Bunuh dia kalau perlu kubur hidup- hidup. Djangan dibiarkan
dia mengobra! kata-kata, Dan ingat. Siapa lagi jang hendak membangkang
Kekuasaan Radja Gunung Tunggal. Katakan terus terang.
Suasana makin sunji dan masing-masing menundukkan kepala,
ketjuali Surojudo jang mengikuti keadaan jang menguntungkan dengan
hati-hati.
***120
BAGIAN IV.
WULUNGSETO BARU behasil mendapatkan Sekarkembar
setelah hari turun malam, saat mana Sekarkembar memandangi dengan
tersejum, senjum dari puntjak perasaan bahagia dan damai. Waktu itu
pula Wu?ungseto meninggalkam desa itu menudju kearah ibukota
Keradjaan Gunung Tunggal. Dalam hati Wulungseto merasa adanja suatu
kesalahan terhadap Tjindewangi. Tetapi dapatkah ia menghindari?
Keadaan mendesak bagi Wulungseto mengerdjakannja. Kini
tingga! masa?ah bagaimana Wulungseto bisa meloloskan diri dari
pengawalan pintu gerbang ibakota jang makin diperkuat, setelah adanja
sunpah setia dari para Panglima.
Sedangkan Surojudo sendiri tidak tahu dari mana Wulungseto
akan memasuki ibukota, Wulungseto hanja bisa mengharapkan
Sekarkembar akan bisa mentjari djalan kcluar.
- Kau rasa dapatkah kita memasuki ibukota malam ini Sekar?
- Aku tak tahu. Tetapi melalui pintu selatan mungkin ada salah
seorang pimpinan jang mengenalku,
- Dengan tjara bagaimana?
- Kau tahu, adakalanja seorang lelaki bisa menundukkan hat?
wanita, hingga sumpahnja lebur. Tetapi adakalanja seorang lelaki
merangkak dikaki wanita. Dan aku ingin berbuat sesuatu untukmu. Ingat
Seto, aku ingin berbuat sesuatu untukmu. Tidak untuk orang lain.
Tetapi harapan Sekarkembar sebetulnja sama sekali meleset.
Pimpinan pengawal pintu selatan telah diganti. Seorang jag sama sekali
setia dan sangat besar keinginannja untuk mendapatkan nama. Kedjam
dan tidak mengenal ampun lebih dari itu Ia seorang| jang berhati
membatu terhadap perempuan. Sedangkan waktu sangat mendesak.121
Sebab subuh hari besok, telah ditentukan penjerangan besar2an terhadap
istana Panglima Honggo untuk membersihkan pasukan2 jang bersembunji
disana. Subuh hari besok dan segala persiapan telah dikerdjakan se
baik2nja.
Bahkan perintah Baginda agar sama sekali meratakan istana itu,
Meratakan sama sekali djangan ada seorang bisa lolos. Sebab hal itu
berarti memungkinkan pula Baginda melarikan diri melalui terowongan
djika keadaan memaksa. Mendjelang subuh, ja mendjelang subuh djika
Wulungseto terlambat, pasukannja akan sama sekali hantjur.
Sedangkan Tjindewangi sendiri, kemudian mendapatkan
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kenjataan bahwa Baginda telah mendjadi sedemikian berubah. Sama
sekali tidak mengatjuhkan selir2nja. Baginda tinggal merenung dalam
kamar djenazah Prameswari dan dalam keadaan gusar.Tentu hal itu akan
menghadapkan Tjindewangi dalam dua kemungkinan. Dapatkah ia
menundukan Baginda atau Baginda akan mendjadikan Tjindewangi
perangkap atau perisai bagi penjerangan jang menentukan, djika saatnja
tiba2 meleset. Sedangkan Surojudo sama sekali tidak nampak memberi
berita apapun.
Malam makin terasa mentjekam seluruh penduduk ibukota,
berita akan terdjadi peperangan besar telah merajap, Memang sengadja
disiarkan oleh pasukan Ki Ageng Tunggal setjara berlebihan. Djalan2
nampak mati, tak ada pendjual2 apapun jang berani keluar. lstana pualam
jang tjemerlang nampak muram, sama sekali nampak tanpa penghuni.
Hingga setelah malam lewat tengah malam, suasana telah mati sama
sekali, hanja terdengar suara - suara langkah para pengawal dan tentera
Keradjaan jang mempersiapkan diri untuk menghadapi segala
kemungkinan.
Baginda sendiri achirnja nampak keluar dari kamar, berdjalan
digang-gang istana tanpa tadjuan, dan langkah itu makin terasa berat,
makin berat dan seakan-akan terseret-seret.
Matanja mulai telah nampak tjekung oleh tekanan batin lebih
lebih setelah melihat dari tjelah djendela istana jang bisa langsung
memandang kedjauh lepas. Terlihat betapa kesunjian sekeliling istana,
sampai keperbatasan ibukota.122
Dan kesunjian makin mentjekam, merupakan kegelapan tanpa
udjung. Waktu itulah Tjindewangi memutuskan untuk menemui Baginda,
setelah berembug dengan Tjempakawangi untuk memberi tahu.
Tjempakawangi memberanikan diri mendekati Baginda jang
tengah djauh memandang dengan pandangan kosong dan menjapa :
- Baginda. Berkenankah Baginda. mengidjinkan hamba untuk
menjampaikan sesuatu.
- Baginda tanpa menoleh sedikipun dan mendjawab dengan
atjuh tak atjuh.
- Menjampaikan apa? Kabar bahwa semua selir kelaparan?
- Tidak Baginda.-
- Semua Panglima telah membalik?
- Tidak Baginda.
Baginda sesaat terdiam, kemuramannja agak surut seakan-akan
melihat suatu tjahaja, mendengar suara Tjempakawangi jang lembut
tetapi menggigit mendesakkan suatu perasaan mesra.
- Atau kau telah bersedia memberi sesuatu kepadaku malam
ini?
Tjempakawangi terdiam, hingga Baginda mempunjai
pengharapan bahwa tebakannja terachir ini benar. maka Baginda
menoleh menatapnja
- Ja, apa itu jang benar?
- Tjindewangi hendak menghadap Baginda.
- Hah.
Baginda seakan-akan tersambar petir jang tak bersuara. nalasnja
mendjadi kentjang oleh kegontjangan hati.
- Berkatalah jag benar. Apakah Tjindewangi telah mendjadi
majat dan majat itu masuk kemari?
- Tidak Baginda!
- Djelas itu hanja omorganmu. Atau kau jang melihat bajangan
dan karena kau telah mendjadi monjet, otakmu tidak lagi bekerdja dengan
baik.-123
- Tidak Baginda.Tjindewangi jang sebenarnja hendak menghada
djika Baginda berkenan?
- Perlunja?
- Hamba tak tahu,
- Baik, baiklah kau hadapkan sekarang. Tetapi djika kau man
main sekalipun kau jang paling djelita diantara jang lain. Besok kusediakan
untukmu sebuah tiang gantungan.
Tjempakawangi mundur meninggallkan Baginda dan Baginda
benar-benar sekarang mendjadi gusar oleh seribu satu matjam hal,
terutama dalam soal terachir ini dimana Tjindewangi jang harus telah
mendjadi majat, kini mohon untuk menghadap. Masih hidup. Dan
bagaimana bisa terdjadi? bagaimana bisa terdjadi Tjindewangi bisa masuk
keistana, melewati pengawalan istana jang telah ?iperintahkan meadjaga
sekuat kuatnja.
Hingga Baginda berkata-kata sendiri tanpa disadari
- Oh, keadaan apakah ini. Keadaan matjam apa sekarang ini.
Semuanja mengherankan. Semuanja menggusarkan. Semuanja
menjebabkan hatiku makin gelap. Tjindewangi, Tjindewangi, manusia
apakah dia in. Bisa membawa segala soal jang tidak masuk diakal sama
sekali. Oh. Siapakah kau Tjindewangi? Siapakah kau Tjindewangi. Atau
sebenarnja bajangan jang tak pernah ada.
***
Wulungseto jang hanja mengharapkan kemampuan
Sekarkembar untuk bisa lolos dari pintu gerbang sebelah selatan, achirnja
mendapatkan keadaan jang lebih baik dan sama sekali tidak terduga.
Waktu Wulangseto turun dari kudanja setelah hampir
mendekati pintu gerbang ibokota, tiba-tiba nampak didaerah sekitar pintu
gerbang terdjadi kebakaran besar, jang makin besar.
Ternjata kebakaran tersebut adalah akal dari Surojudo jang
setjara untung-untungan mungkin akan sangat berguna bagi pasulan
pasukan Ki Ageng Tunggal jang akan menjusup Kedalam kota,124
Keadaan ini digunakan setjepat jepatnja oleh Wulungseto,
dengan mematju kudanja menerdjang diantara keributan kebakaran dan
kedjar-kedjaran antara beberapa pengawal dengan orang-orang jang
ditjurigai. Pengawalan mendjadi katjau dan Wulungseto berhasil
meloloskan diri dati pendjagaan jang kuat tetapi dalam keadaan katjau itu.
Dan berhasil sampal ditempat jang telah ditentukan untuk mengetahui
keadaan dalam kota lebih djauh.
Tetapi betapa terkedjut Wulungseto setelah mendapatkan
keterangan bahwa istana Panglima Honggo jang telah diduduki pasukan
pasukan Ki Ageng Tunggal telah dikepung rapat oleh perintah Baginda.
Wulungseto merasakan hal ini memang djelas, karena di istana
Panglima Honggolah satu-satunja istana jang bisa menjelamatkan Baginda
djika keadaan bertambah buruk.
Maka sebelum teriambat mendjelang subuh, waktu ditentukan
penjerangan serentak, Wulungseto mengerahkan semua pasukan jang
bersembunji dalam kota untuk membobolkan kepungan itu.
Djelas bahwa pasukan-pasukan Keradjaan dalam lebih banjak,
lebih kuat dan lebih mengetahui keadaan tempatnja. Hanja karena sama
sekali tidak menduga bahwa akan ada penjerangan tiba-tiba. Pasukan
pasukan Wulungseto berhasil memboboikan kepungan dan hampir
seluruh pasukan berhasil masuk kedalam istana Panglima Honggo hanja
dengan beberapa korban.
Singopatilah jang paling menaruh dendam dan merasa malu,
saat itu djuga dikerahkan seluruh pasukan jang ada, untuk mengepung
kembali dan merebut istana Honggo. Seluruh pasukan jang ada, seluruh
kekuatan persendjataan dipusatkan untuk merebut kembali.
Tetapi sampai distana Honggo. Betapa terkedjut Singopati
setelah memasuki istana Honggo. Istana terdapat kosong. sama sekali
kosong dan ia tidak mengetahui sama sekali adanja rahasia jang terdapat
dalam istana. mereka hanja mendapatkan beberapa kamar jang terkuntji
dan setelah dibuka hanja diketemukan wanita- wanita jang terkurung dan
beberapa lelaki pegawai istana. Hingga Singopati mendjadi kalap dan
langsung memaksa mereka untuk bitjara
- Kau pasti tahu kemana pasukan-pasukan monjet itu lari.-125
- Bagaimana kita tahu, kita semuanja dalam kamar sedjak lusa
malam.
- Kalian mesti bitjara, apakah kalian memang sudah mendjadi
begundal Ki Ageng Tunggal pengchianat itu.
- Kami tidak tahu, sama sekali tidak tahu, tidak tahu.
- Beberapa lelaki dan wanita achirnja kena tjambuk hingga
beberapa orang menggelepar dan seorang wanita selir tertua Panglima
Honggo sendiri tewas karena terkedjut dan tidak tahan menahan beratnja
tjambukan itu.
Setelah ternjata memang nampak mereka itu tidak ahu, kini
berubah kegarangan tentera Keradjaan mendjadi kegusaran jang makin
mendjadi sangat kalap. Karena mereka berpikir bahwa pasukan pasukan
jang dihadapi bukan pasukan sebenarnja. Ini pasti tentera halus dari
kesaktian Ki Ageng Tunggal. Makin ketakutan jang kemudian sebaliknja
mulai merajapi hati mereka, ketakutan dan ketjemasan akan adanja
bahaja jang lebih besar. Hingga sebagian berlari kembali meningalkan
istana dengan meneriakkan kata kata deogan penuh ketakutan.
- Pasukan hantu menjerang kita. Pasukan hantu sudah masuk
kedalam kota.
Ketakutan sematjam ini kemudian dengan tjepatnja merajap
kedalam hmpir semua tentara Keradjaan dan kepada rakjat jang waktu itu
masih setia kepada Baginda.
Hingga Singopati sekalipun dia sendiri dalam keadaan heran dan
bingung, berteriak.
- Siapa lari meninggalkan istana kubunuh sendiri.
Tentara Keradjaan jang berada dalam istana terpaksa diam dan
tinggal ditempat masing.masing dalam keadaan ketakutan. Salah seorang
berbisik-bisik.
- Djelas kita ini sekarang dalam bentjana. Bajangkan., pasukan
jang berada di Tegalmajit hantjur sama sekali. Tiba-tiba daiam kota sudah
merajap tentara Ki Ageng Tunggal. Hilang lagi tanpa bekas sama sekali. Kau
lihat sendiri lewat mana, andaikan mereka itu lari karena melihat
kedatangan kita? -126
Mestinja djika Singopati tidak mendjadi gusar dan langsung
melaporkan kedjadian ini, dia akan tahu kemana larinja pasukan pasukan
Wulungseto jang tiba tiba menghilang tanpa bekas.
Tetapi kedjadian ini tidak dilaporkan, karena Singopati merasa
malu dan belum putus pengharapannja akan bisa mendapatkan kemana
pasukan-pasuk Wulungeeto lari.
Sementara itu, pasukan-pasukan Ki Ageng Tunggal jang telah
menjatukan diri dengan seluruh kota rakjat didaerah selatan, telah
merajap mendekati ibukota setelah berhasil menghantjurkan pos-pos
ketjil pasukan Keradjaan diluar kota.
Hal itu djelas dapat dilakukan dengan mudah karena sebelumnja
mereka telah dihinggapi perasaan takut dan gusar.
Hingga sebelum tjahaja merah membajang dilangit sebelah
timur. Seluruh pasukan Ki Ageng Tunggal telah mendekati ibukota, hanja
sedjauh kira-kira tiga empat desa. Dimana penjerangan akan dimulai djika
telah terdapat pertanda dari Wulungseto setelah berhasi memasuki
istana.
Dengan membakar salah satu manara dalam istana jang nampak
mendjulang tinggi, sebagaimana telah mereka rentjanakan terlebih
dahulu. Hanja satu hal Wulungseto sama sekali tidak mengetahui bahwa
Tjindewangipun telah berada dalam istana.
Rentjana baru muntjul setelah diketemukan djenazah
Prameswari dan perkiraan bahwa Baginda akan minta bantuan kepada
Keradjaan Laut selatan.
Keadaan pasukan pasukan Keradjaan makin mendjadi katjau
setelah pengepungan istana Galing bobol mendapatkan perlawanan jang
sangat gigih tanpa terduga sama sekali, dan pasukan pasukan itu langsung
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjerang keistana Honggo.
Singopati jang masih dalam keadaan gusar karena hilangnja
pasukan Wulungseto setjara mengherankan, mendjad? bujar
kepemimpinannja mendapatkan serangan mendadak dari Pasukan
pasukan jang bersembunji diistana Galing. Sama sekali mereka terdesak
mundur dan istana kembali dikuasai oleh pasukan-pasukan Panglima
Galing.127
Waktu inilah Singopati baru mengirimkan utusan untuk
menjampaikan kedjadian ini kepada Baginda.
Tetapi utusan ini tidak bisa menghadap Baginda, karena
pengawal-pengawal istana diperintahkan untuk tidak imenerima
siapapun. Ketjuali Singopati atau ?urojudo dan beberapa Panglima lain
jang terpertjaja.
Sementara itu pasukan Wulungseto jang telah berhasil
Takhta Bayangan Shadow Throne Karya The Beginning Karya Ariesta Nabirah Pengemis Binal 09 Bangkitnya Kebo Ireng
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama