Ceritasilat Novel Online

From Paris To Eternity 4

From Paris To Eternity Karya Clio Freya Bagian 4

Namun kekesalan itu tidak bisa berlama-lama bercokol karena

mereka sudah tiba di tujuan. Dengan langkah lebar Reno masuk

ke dalam gedung.

Adik kecilnya makan siang ditemani orang asing yang ditemui?

nya di jalan? Dua kali pula?

Not acceptable, lil? sis.... Not acceptable at all!

From Paris-2.indd 183

Fay melangkah di foyer dengan benak yang masih memutar per?

temuannya dengan Enrique siang ini. A nice and simple lunch,

nothing more. Not yet, pikir Fay iseng saat mengingat secarik ker?

tas bertuliskan alamat e-mail Enrique di kantongnya dan po?

tongan kertas lainnya di kantong jaket Enrique. Fay tersenyum

ketika membayangkan akhirnya ada juga cerita yang bisa dibagi

kepada para sahabatnya. Sebenarnya ia tidak merasakan getaran

apa pun ketika berada di depan Enrique, tapi yang jelas dengan

cowok sekeren itu ceritanya dijamin bakal bikin heboh!

Di ruang tengah, melihat Reno dan Kent sudah duduk di sofa,

Fay langsung menyapa dengan riang, "Hai! Sudah lama ya datang?

nya?"

Langkah Fay langsung terhenti dan mulutnya langsung terkatup

rapat ketika melihat dua pasang mata yang menatap tajam tanpa

keramahan.

Reno berdiri lebih dulu dan menghampiri Fay.

"Kamu tadi makan di mana?"

Kening Fay berkerut. "Di Caf? du Temps... Kamu tahu kan,

di dekat sekolah kita dulu."

"Sama siapa?"

Fay mendongak. Harga dirinya baru saja diusik. "Memangnya

kenapa?"

"SAMA SIAPA?!"

Fay mengentakkan kaki dengan kesal. "Kenapa kamu ngomong?

nya bentak-bentak begitu sih??"

"Aku perlu tahu siapa pemuda bertopi yang tadi aku lihat! Se?

lama ini aku tidak pernah dengar kamu punya teman di Paris,

jadi kamu pasti baru kenal dengan pemuda itu.... Bagaimana

mungkin kamu belum satu minggu di Paris tapi sudah dua kali

kencan dengan pemuda yang baru kamu kenal!? Ingat, Fay, aku

From Paris-2.indd 184

dulu pernah bilang jangan percaya begitu saja pada orang

asing!"

Fay terdiam sejenak, berusaha menyatukan perkataan Reno de?

ngan fakta di benaknya, dan segera kemarahan menyergap. "Bagai?

mana kamu tahu aku sudah dua kali bertemu dia...? Kamu mem?

buntuti aku ya? Keterlaluan! Ini sama sekali bukan urusan kamu!"

Fay berhenti untuk menarik napas.

Kent yang sudah ada di samping Reno langsung menimpali

dengan keras, "Tentu saja ini urusan kami, karena bisa menyang?

kut keselamatan kamu juga!"

"What is going on?" suara Andrew yang tiba-tiba terdengar

membuat mereka bertiga menoleh.

Andrew masuk ke ruangan.

Fay mengatupkan mulutnya rapat-rapat, berusaha mengatur

napasnya yang memburu.

"Tidak ada apa-apa," jawab Reno datar.

"Tidak ada apa-apa? Suara kalian bertiga yang berteriak satu

sama lain terdengar hingga ke ruang makan dan kamu bilang

?tidak ada apa-apa??"

Reno tidak menjawab, masih memberikan ekspresi datar.

"Fay, ada apa?" tanya Andrew.

"Tidak ada apa-apa," jawab Fay dengan suara bergetar. Fay lalu

menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya yang masih me?

rengut.

Andrew menghela napas dan berkata lebih tenang, "Kent,

kamu tahu saya bisa mengorek informasi ini dengan cepat. Biasa?

nya otak kamu lebih jernih daripada Reno, jadi bisa tolong kata?

kan ada apa?"

Andrew melirik ke arah Fay sebelum kembali menatap Kent

dan menunggu.

Akhirnya Kent menjawab dengan enggan, "Reno dan saya se?

dang bertanya pada Fay mengenai acara makan siang Fay tadi."

Andrew menatap Kent sebentar lalu tersenyum sedikit sebelum

From Paris-2.indd 185

kembali berucap, "Pasti menarik sekali acara Fay siang ini hingga

kalian bertengkar seperti itu."

Fay akhirnya buka mulut, "Tidak juga. Saya hanya bercakapcakap sebentar dengan seseorang, tapi mereka ini marah-marah

tidak keruan!"

Andrew terlihat tertarik. "Teman kamu?"

"Bukan... well, sekarang iya. Saya baru kenalan dengan dia hari

Minggu kemarin." Fay terdiam sebentar saat pikirannya memberi

peringatan tentang kemungkinan tanggapan Andrew yang mung?

kin lebih parah daripada Reno, tapi karena sudah telanjur, akhir?

nya ia lanjutkan, "Tadi kebetulan saya ketemu lagi dengan dia

dan akhirnya kami mengobrol."

"Apa yang kalian perbincangkan?" tanya Andrew sambil lalu.

Fay buru-buru menjawab, "Tidak ada yang istimewa, hanya

hobi, buku, sekolah, dan kursus bahasa. Kebetulan dia sekarang

sedang kursus di L?ecole de Paris, jadi kami banyak bertukar

cerita."

"Well, tidak terdengar membahayakan. Selama kamu tidak bi?

cara tentang aktivitas dan alasan kamu ada di Paris, saya rasa ti?

dak ada masalah. Tapi, seperti yang bisa saya tangkap dari te?

riakan Reno tadi, tidak ada salahnya kamu berhati-hati.

Bagaimanapun juga, kalian baru kenal."

Fay buru-buru mengangguk.

"Baik kalau begitu. Lima menit lagi, masuk ke ruang kerja

saya, ada yang mau saya bicarakan. Boys, sampai jumpa nanti ma?

lam," ucap Andrew sebelum beranjak meninggalkan ruangan.

Begitu Andrew menghilang dari pandangan, Reno langsung

bersuara kembali, "Kamu dengar kata Paman tadi kan, hati-hati

dengan orang yang baru dikenal!"

"Tapi kan tidak dilarang!" balas Fay sewot. "Lagi pula, apa

urusannya sih sama kamu??"

Reno memajukan wajahnya ke arah Fay. "Kamu sudah aku

anggap adikku sendiri... Dan yang namanya keluarga dalam ka?

From Paris-2.indd 186

musku berarti mencampuri urusan satu sama lain kalau dianggap

perlu!"

Fay mengentakkan kakinya sambil mengepalkan kedua tangan?

nya kencang melihat Reno berlalu dari hadapannya dengan wajah

penuh kemenangan, diikuti Kent yang senyam-senyum nggak

keruan. Akhirnya sambil menggerutu Fay naik untuk menemui

Andrew.

"Hai, Fay, silakan duduk," sapa Andrew saat Fay masuk ke ruang

kerja.

"Saya tahu kamu sudah berusaha keras selama menjalani la?

tihan dengan Philippe. Sekarang saya akan mengizinkan kamu

mengecek e-mail dan membuat dua e-mail sebagai balasan, satu

ke teman kamu dan satu lagi ke orangtua kamu. Saya juga meng?

izinkan kamu menelepon satu kali ke rumah, untuk sekadar me?

nitipkan pesan atau mengecek kondisi rumah karena orangtua

kamu sedang tidak ada."

Fay sempat mengangkat alis sebentar, lalu buru-buru menerima

laptop yang disodorkan Andrew.

"Saya percaya kamu sudah tahu aturan-aturan dalam menulis?

kan e-mail kepada mereka dan akan melakukannya dengan bijak.

Setelah kamu kirim, e-mail itu akan singgah dulu ke komputer

lain untuk memastikan isinya tidak melanggar aturan yang sudah

ditetapkan, jadi pastikan saja kamu sudah melakukannya dengan

benar."

Fay mengangguk dan dengan cepat tangannya segera bergerak

di keyboard untuk mengecek e-mail-nya di Yahoo!.

Ada empat e-mail yang belum dibuka. Dua e-mail yang ber?

tanggal empat hari lalu datang dari Reno dan Cici, satu e-mail

bertanggal kemarin datang dari Dea, dan yang terakhir, bertanggal

hari ini, adalah dari mamanya.

From Paris-2.indd 187

Tangan Fay segera bergerak untuk mengecek e-mail dari Cici.

"Yapun, Fay... lo emang kacau deh! Baru aja lo bilang ke?

marin lo nggak pergi ke mana-mana, eh, tau-tau gue denger dari

Lisa, lo pergi ke Paris! Gue setujua Lisa, kalau lo kali ini nggak

cerita-cerita lagi, lo bakal kami musuhin! Bales ya, Non..."

Fay tersenyum lalu membuka e-mail dari Dea.

"Fay, apa kabar? Kok nggak ada kabar sih? Emang lo sibuk ba?

nget, ya? Kalau gue dan Lisa sih memang lagi sibuk banget karena

bimbingan belajarnya udah mulai lagi nih. Lo kok nekat banget ya,

mau ujian seleksi perguruan tinggi malah kabur ke Paris...? Ya udah

deh, pokoknya disempetin aja belajar sebisanya. Nanti kalau lo udah

balik, gue nggak keberatan kok ngajarin lo, secara kalau kita ban?

tuin teman kan berarti kita ikutan belajar juga."

Fay kembali tersenyum lalu membuka e-mail mamanya.

"Halo, Fay sayang, gimana kursusnya? Wah, di sini seru banget

lho. Mama dan Papa memperpanjang perjalanan, dua malam tam?

bahan di Lima. Wah, Papa jatuh cinta sekali dengan kota ini. Me?

mang tepat keputusan Papa untuk memulai bisnis di sini. Ceritanya

nggak bisa panjang-panjang karena Mama dan Papa cuma punya

waktu sepuluh menit. Ini pun kebetulan ketemu komputer yang ko?

song di lobi hotel.... Wah, biasanya sih berjubel. Sudah ya, Sayang,

nanti Mama sambung lagi ceritanya."

Senyum di wajah Fay lenyap. Bagaimana mungkin mamanya

hanya menyapa seadanya, dan lebih tertarik untuk menceritakan

apa yang dia lakukan bersama Papa tanpa peduli pada apa yang

sedang dialami anak gadis mereka sekarang ini? Tidak tahukah

From Paris-2.indd 188

mereka anak gadis mereka selama beberapa hari terakhir ini

begitu sengsara?

Tentu saja tidak tahu, Fay, pikir Fay kesal kepada diri sen?

diri.

Fay menghela napas. Tangannya menggerakkan mouse untuk

membuka e-mail balasan dari Reno yang belum sempat ia baca

karena keburu berangkat ke Paris.

"Hi, lil? sis! Senangnya mendengar kamu akan ke Paris lagi! Begi?

tu kamu sudah sampai di Paris, langsung kabari aku... lebih bagus

lagi kalau kamu punya nomor yang bisa aku kontak. Aku ke Quito

hari Rabu dan hari Sabtu sudah terbang lagi ke Zurich. Aku akan

coba mengubah penerbanganku supaya bisa singgah dulu di Paris.

Jadi, lil? sis, aku tidak terima alasan apa pun dari kamu untuk

menolak ketemu aku... Kalau alasan kamu sibuk atau jadwal padat,

well, kan bolos beberapa jam saja setiap hari tidak akan membuat

kamu dideportasi. Kalau kamu ada alasan lain, I?ll find a way.

Lebih baik begitu daripada aku sampai datang ke Jakarta dan meng?

obrak-abrik rumah kamu sambil marah-marah, kan?

So, see you soon, lil? sis! Don?t talk to strangers and stay away
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

from troubles!

Setitik air mata menetes di pipi Fay. Kekesalannya atas sikap

Reno tadi langsung menguap. Kalimat terakhir di e-mail Reno

tentang larangan bicara dengan orang asing yang biasanya di?

tanggapi hanya dengan senyum, kini mengusik keharuan sekaligus

kesedihan dalam hatinya?seorang pemuda yang baru menjadi

"kakaknya" selama satu tahun saja bisa menunjukkan perhatian

yang lebih besar daripada orangtua yang sudah membesarkannya

selama delapan belas tahun.

Tangan Fay bergerak cepat untuk membuat satu e-mail untuk

para sahabatnya, menceritakan bagaimana kursusnya berlangsung

dengan para teman baru. Ia juga menceritakan guru bahasa

From Paris-2.indd 189

Prancis yang mengajarnya tahun lalu sudah pindah ke Seychelles

dan gurunya yang sekarang sangat kaku dan galak. Philippe. Ia

juga bercerita tentang seorang cowok keren yang ditemuinya di

kafe. Enrique.

Setelah e-mail terkirim, Fay menutup layar Yahoo! dan menyo?

dorkan laptop ke depan Andrew.

Andrew menatap Fay lekat, hingga telepon genggamnya ber?

dering. Dia mengangkat telepon dan mendengarkan dengan sak?

sama lalu bertanya kepada Fay dengan alis terangkat, "Kamu

hanya mengirim satu e-mail?"

Fay mengangguk tegas.

Andrew mengatakan sesuatu di telepon kemudian menyodorkan

telepon genggamnya ke tangan Fay sambil berkata, "Satu kali sam?

bungan telepon ke rumah. Akan disambungkan oleh operator."

Fay menerima telepon genggam Andrew dan menunggu.

Berikutnya terdengar suara Mbok Hanim.

"Halo?"

"Halo, Mbok, ini Fay."

"Eh, Neng Fay, apa kabar, Neng? Waduuh, Mbok di sini ke?

sepian banget. Ibu dan Bapak nggak ada, Neng juga pergi. Kapan

balik, Neng? Mbok kangen juga ditemenin nonton tipi sama

Neng."

Dengan suara bergetar menahan air mata, Fay menjawab, "Be?

lum tau pulang kapan, Mbok. Mama dan Papa udah nelepon ke

rumah?"

"Belum, baru Neng aja yang nelepon ke sini. Mbok juga se?

benarnya mau ngomong ke Ibu dan Bapak... Tapi Neng duluan

yang nelepon."

"Ngomong apa, Mbok?"

"Gini, Neng, ibunya Mbok di kampung kan udah tua dan

sakit-sakitan... yang ngerawat kan adik Mbok, tapi sebentar lagi

dia mau pergi ikut suaminya dagang bakso. Jadi ibunya Mbok

minta supaya Mbok pulang."

From Paris-2.indd 190

"Jadi, Mbok nanti nggak balik lagi?"

"Ya kayaknya sih nggak, Neng. Tapi kan Mbok mau ngasih

tau Ibu dan Bapak dulu, jadi mudah-mudahan masih sempat ke?

temu Neng kalau Neng pulang duluan."

"Oke, Mbok, hati-hati ya di rumah." Tangan Fay bergerak me?

nyeka air mata yang sudah keluar.

"Ya, Neng, hati-hati ya. Mbok lihat di tipi kalau di luar negri

suka banyak orang jahat... namanya teroris."

"Dah, Mbok," ucap Fay sambil menutup telepon tanpa me?

nunggu jawaban dari seberang, lalu mengembalikan telepon geng?

gam ke tangan Andrew yang masih duduk di hadapannya sambil

menatapnya lekat.

Andrew bertanya, "Is everything okay? Kamu tampak agak pu?

cat."

Fay mengangguk. "Everything is fine."

Andrew berdiri, "Kamu bisa beristirahat sambil mempelajari

dokumen yang saya berikan tadi pagi. Are you sure everything is

okay?"

"Tidak masalah," tegas Fay lagi. Ia mencoba tersenyum. "Cuma

homesick biasa."

Andrew mengangguk. "Baik kalau begitu. Sore nanti Ms.

Connie akan datang dan membantu kamu menyiapkan diri untuk

acara nanti malam. Setelah itu kamu akan diantar oleh Lucas.

Sampai jumpa nanti malam."

Fay mengangguk dan meninggalkan ruang kerja Andrew de?

ngan perasaan yang belum sepenuhnya pulih. Sebagian hatinya

seperti kosong melompong dan ia tidak tahu sebelumnya bagian

itu terisi oleh apa. Akhirnya ia memutuskan kembali ke ruang

tengah untuk membaca dokumen yang diberikan Andrew.

Fay baru saja mengempaskan diri di sofa ketika Reno masuk

ke ruangan.

"Hi, lil? sis, kenapa kamu merengut begitu? Masih marah?" ta?

nya Reno.

From Paris-2.indd 191

Fay melirik Reno yang duduk tepat di sebelahnya. Melihat

ekspresi Reno yang nyebelin seolah tidak ada yang salah, Fay jadi

jengkel lagi. "Iya, aku masih kesal. Emang kenapa?!" jawab Fay

judes.

Di luar dugaan, Reno tertawa. "Baguslah."

Fay bengong sebentar melihat wajah Reno yang tampak puas

dan dengan nyolot ia bertanya, "Apanya yang bagus??"

Reno tersenyum menang. "Kalau kamu kesal, berarti sebenar?

nya kamu mengakui aku benar... bahwa kamu memang bertindak

ceroboh tadi siang."

Hah?

Reno melanjutkan, "Bukan tanpa alasan aku mengkhawatirkan

keselamatan kamu. Alasan pertama, kamu bukan penduduk

Paris.... Turis adalah sasaran empuk bagi mereka yang punya niat

tidak baik. Dengan waktu kunjungan yang terbatas, bila seorang

turis tertimpa kemalangan atau musibah, kemungkinannya kecil

untuk menyelesaikan masalah lewat jalur hukum. Alasan kedua,

kamu masih tampak sangat muda dan pergi seorang diri. Bila

diartikan dari sudut pandang negatif, kamu ibarat membawa iklan

di badan bertuliskan ?saya mudah ditipu?."

"Kalau aku sudah hati-hati dan tetap dijahatin juga, ya itu

namanya sedang sial!" tukas Fay.

"Yang namanya hati-hati itu tidak termasuk mengundang pen?

jahat untuk duduk di meja yang sama!"

"Kamu itu gimana sih! Kalau dia memang mau jahatin aku ya

pasti sudah dia lakukan sejak pertama dong. Aku bisa jaga diri

kok. Aku kan bisa memilah-milah mana yang bahaya mana yang

nggak. Kalau dia mau ngajak aku pergi malam-malam, ya pasti

aku tolak. Tapi kalau cuma ngajak makan siang, kenapa nggak?

Toh masih ramai dan aku nggak berduaan aja sama dia."

"Sejauh ini kalian sudah ke mana aja?"

"Cuma makan siang. Itu pun ketemu nggak sengaja!"

From Paris-2.indd 192

"Berarti bukan kamu yang menghampiri dia ke tempat kur?

sus?"

"Ya bukanlah..."

"AHA!" potong Reno puas. "Berarti kamu belum tahu kan dia

bohong atau tidak waktu dia bilang ikut kursus yang sama."

Fay terbelalak. "Ngapain juga dia harus bohong segala?"

"Aku sih bisa kasih seribu alasan kenapa seorang lelaki ber?

bohong kepada wanita...."

Fay melotot dan tangannya langsung menyambar bantal untuk

dilempar.

Reno menangkap bantal yang dilempar Fay sambil tertawa. Ia

lalu memajukan badannya dan melanjutkan dengan serius, "Fay,

aku benar-benar nggak sanggup membayangkan satu hal buruk

terjadi padamu, apalagi kalau hanya karena kesalahan bodoh yang

sebenarnya bisa dicegah."

Fay menarik napas panjang. "Apa itu berarti sikap kamu akan

seperti tadi untuk segala hal?"

"Begitulah."

Fay langsung mengeluh, dibalas tawa Reno.

"Get used to it, Fay," tambah Reno ringan. "Aku bersungguhsungguh waktu bilang kamu adalah bagian dari keluargaku dan

aku lebih serius lagi dengan ide mencampuri urusan kamu bila

aku anggap perlu."

Fay menggeleng frustrasi, tidak tahu lagi bagaimana harus me?

nanggapi ucapan Reno.

Reno melihat arlojinya. "Aku harus pergi sekarang. Sampai

jumpa nanti malam," ucapnya sambil mengucek-ucek rambut

Fay.

Fay menyaksikan Reno berlalu meninggalkan ruangan. Walau?

pun masih belum bisa menerima sikap Reno, ia tahu bahwa

bagian kosong dalam hatinya sedikit demi sedikit mulai terisi

kembali.

From Paris-2.indd 193

The McGallaghans

PUKUL 18.55, Lucas memperlambat laju limusin hitamnya

dan menghentikannya di depan gerbang yang dilengkapi kamera

di kedua sisi pintunya.

Fay menegakkan tubuh sambil membetulkan gaunnya dengan

gugup.

Ketika pintu gerbang terbuka, terlihat gerbang kedua; peng?

aturan keamanan untuk memastikan tidak ada yang bisa menero?

bos masuk dan meloloskan diri dari penjagaan.

Begitu gerbang kedua akhirnya terbuka dan mobil diizinkan

lewat, Fay langsung terperangah dengan pemandangan yang ter?

pampang. Jalan aspal yang kini ia lalui bagaikan dibangun mem?

belah hutan, dengan pohon-pohon yang tersebar rapat namun

tertata di sebelah kiri dan kanannya. Beberapa pohon bahkan

menjuntaikan sulur-sulur yang menaungi sebagian jalan. Tepat di

kedua sisi jalan aspal, terdapat tanaman semak bunga beraneka

warna yang pada akhir musim semi ini masih mekar memesona.

Di balik semak bunga, di sebelah kanan jalan aspal, sebuah jalan

From Paris-2.indd 194

dibangun khusus untuk pejalan kaki, lengkap dengan atap dan

jendela kaca yang bisa dibuka di sepanjang sisinya. Fay berdecak

kagum membayangkan betapa menyenangkannya berjalan kaki di

sana ditemani harum mawar yang melenakan saraf-saraf indra

penciuman.

Belum puas Fay mengagumi pemandangan di kedua sisinya,

hutan itu berakhir di hadapan sebuah air mancur besar, di depan

sebuah bangunan batu yang lebih cocok disebut kastil daripada

rumah. Tampak seperti dibangun berabad-abad silam, bangunan

batu ini kaya akan bentuk. Dari sisi depan tempatnya berada, Fay

bisa melihat permukaan dinding di sisi ini bukan hanya berupa

satu bidang rata yang memanjang, tapi terdapat bagian seperti

silinder, diselingi bentuk-bentuk kubus yang berjendela. Di bagian

atas terdapat bentuk seperti menara persegi. Di sana-sini terdapat

tanaman rambat yang mengisi kekosongan dinding kastil secara

acak namun tampak rapi, seakan ketidakberaturan itu merupakan
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pola yang ditorehkan oleh masa.

Fay tidak sempat mengamati lebih lanjut karena begitu mobil

berhenti di depan teras yang hampir seperti kubus yang menjorok

ke depan, pintu dibuka dari luar oleh seorang penjaga yang se?

pertinya memang selalu bersiaga di depan rumah.

Begitu kakinya menjejak lantai, Fay merasa ketegangan di da?

lam otot-otot perutnya meningkat. Dengan cepat ia melangkah

ke dalam rumah, mengikuti penjaga.

Sampai di dalam, lagi-lagi Fay berdecak kagum dengan apa

yang ia lihat. Area foyer yang dimasukinya merupakan sebuah

ruang berbentuk bujur sangkar yang sangat luas, dengan air man?

cur di tengah-tengah dan bukaan di bagian atas, dinaungi langit

yang malam ini masih cerah. Di beberapa tempat terlihat be?

berapa patung yang berdiri gagah, seolah tugasnya memang meng?

awasi tamu yang datang. Sinar matahari yang malam ini mengin?

tip malu-malu karena terlambat menghadirkan senja, masuk

sebagian melalui bukaan di atas ruangan tersebut, menegaskan

From Paris-2.indd 195

kemewahan ruang yang dibalut nuansa warna merah keemasan

dan memberi suasana hangat yang menyenangkan.

"Fay, you lookazing!"

Fay menoleh dan melihat Reno berjalan ke arahnya dengan

tatapan terperangah. Sampai di depan Fay, Reno tersenyum lebar

sambil menawarkan lengannya untuk digamit tangan Fay.

Reno sekilas berkata kepada penjaga, "Saya yang akan mengan?

tar ke ruang duduk." Fay tersenyum jengah dan menggamit le?

ngan Reno.

Reno menggandeng tangan Fay berjalan menyusuri selasar sam?

bil sesekali menoleh ke arah Fay.

"Kenapa sih?" tanya Fay risi.

"Nggak apa-apa. Aku cuma terkagum-kagum saja melihat

kamu malam ini sangat feminin dan dewasa, tidak seperti biasa?

nya. Kalau saja aku sudah melihat kamu seperti ini sejak tadi

pagi, pemuda yang tadi makan siang sama kamu sudah kukejar

dan kuhajar sekalian."

Fay melepas pegangan tangannya. "Reno! Kamu itu jahat se?

kali!"

Reno tersenyum simpul dan mengambil tangan Fay untuk di?

posisikan kembali di lengannya.

Sambil menghela napas, Fay membiarkan tangannya diambil

Reno. Ia tidak pernah benar-benar nyaman berada di lingkungan

baru dan bagaimanapun juga Reno satu-satunya orang yang bisa

membantunya mengurangi kecemasannya.

"Berapa jumlah anggota keluarga kamu yang datang sekarang?"

tanya Fay sambil meluruskan gaun yang ia pakai.

"Let?s see... lima orang pamanku sepertinya datang semua, dan

kami, para keponakan, ada enam orang... Sebelas."

Sebelas? Fay merasa ada yang menyangkut di tenggorokannya

dan ia terbatuk-batuk sedikit.

Di depan mereka kini terlihat sebuah pintu berukir yang tinggi

dengan dua daun pintu terbuka lebar. Fay menarik napas panjang

From Paris-2.indd 196

ketika merasa perutnya mulai mulas dan mengikuti Reno me?lang?

kah masuk ke ruang duduk yang besar dengan dua set sofa yang

diatur bersebelahan. Kesan megah di ruang ini diperoleh dari

nuansa merah keemasan yang mendominasi ruangan dan lukisan

di dinding yang hampir menggapai langit-langit yang juga ting?

Di sofa sebelah kiri terlihat Andrew dan dua pria lain yang

pastinya adalah para paman sedang berdiskusi santai, sedangkan

para keponakan sedang bergerombol di sofa sebelah kanan sambil

bertukar cerita dan tertawa-tawa, termasuk Kent. Sekilas Fay

melihat Philippe berdiri di sisi ruangan, sedang berbicara dengan

pria oriental yang ditemuinya di rumah Philippe hari Minggu,

Raymond.

Andrew menoleh dan langsung berdiri sambil menyapa hangat,

"Tamu kita sudah datang rupaya... Hai, Fay."

Semua yang sedang berbicara langsung diam dan menoleh ke

arah Fay.

"Selamat malam," sapa Fay gugup dengan dada berdebar. Ia

sama sekali tidak terbiasa menjadi pusat perhatian dan dihujani

tatapan seperti ini.

Andrew menyapukan pandangan ke arah Fay mulai dari ujung

kepala hingga ujung kaki, kemudian sambil tersenyum berkata,

"You look stunning, young lady." Andrew lalu menjulurkan tangan?

nya dengan telapak tangan terbuka mengarah ke atas, meminta

tangan Fay.

Fay menjulurkan tangannya yang sudah sedingin es sambil me?

ngeluh dalam hati, berharap secara sia-sia Andrew tidak bisa me?

rasakan suhu tangannya. Malu-maluin aja!

"Mari saya perkenalkan dengan yang lain," ucap Andrew sam?

bil mengarahkan Fay ke sofa tempat sebelumnya dia duduk. Ke?

dua pria yang tadi duduk di sofa kini sudah berdiri.

"Ini Steve Watson," ucap Andrew.

Fay langsung ingat cerita Kent sebelumnya tentang Sam yang

From Paris-2.indd 197

akan berhadapan dengan Steve. Tidak heran kalau Kent bilang

Sam sudah akan mintapun di hari ketiga.

Steve Watson bertubuh tinggi dan besar dengan wajah kaku

tanpa emosi ketika sedang diam. Rambutnya hitam dengan se?

pasang mata hitam yang begitu dalam, membuatnya tampak ber?

bahaya hanya dengan berdiri diam seperti ini.

Setelah berjabat tangan sambil menyebutkan namanya singkat,

Fay kemudian cepat-cepat mengalihkan pandangan kepada pria

yang satu lagi. Ia langsung tersenyum melihat pria ini. Bertubuh

relatif lebih kecil daripada yang lain, dengan rambut ikal ke?

putihan, senyum yang sangat ramah, dan kacamata yang bertengger

di hidungnya, pria ini langsung mengingatkannya pada Einstein.

Pria itu menjulurkan tangan. "Hai, Fay. Saya James Priscott.

Senang sekali akhirnya bisa bertemu dengan kamu." James kemu?

dian mengguncang tangan Fay dengan bersemangat.

"Easy, James, jangan menakut-nakuti Fay begitu," ucap Steve

santai dengan suara yang berat dan serak.

Seorang pemuda seumuran Reno mendekat, berambut pirang

ikal?hampir sama pirangnya dengan Kent. Wajahnya sangat tam?

pan dengan sebuah keangkuhan dalam setiap gerakannya. Entah

kenapa Fay merasa nyalinya ciut. Ia merasa seperti seekor itik

buruk rupa yang berada di sebelah seekor cheetah yang anggun?

begitu anggunnya hingga bahkan ketika sang cheetah sedang lapar,

dia tidak sudi memangsa sang itik buruk rupa.

"Jadi, ini yang namanya Fay...," ucap pemuda itu dengan

ekspresi yang tidak bisa diartikan oleh Fay.

Fay dengan gugup hanya menatap pemuda itu, hingga tangan

pemuda itu terjulur untuk menyalaminya. Buru-buru Fay men?

julurkan tangannya yang suhunya masih jauh di bawah normal,

dan detik berikutnya Fay menyumpah dalam hati melihat ekspresi

pemuda itu sedikit berubah saat tangan mereka bersentuhan.

"Larry, pleased to meet you," ucapnya sambil menyunggingkan

seulas senyum tipis.

From Paris-2.indd 198

James bersuara dengan nada tak sabar, "Larry, apa kamu tidak

bisa sabar sebentar saja. Saya belum bercakap-cakap dengan Fay."

"Sorry, Uncle, but you know the boys... they want to meet her."

Andrew menanggapi, "Makan malam sebentar lagi dimulai.

Nanti setelah makan malam kalian bisa berkenalan lebih lan?

jut."

Larry mengangkat bahu kemudian berbalik kembali ke sofa

tempat dia tadi duduk. Fay sekilas melirik dan langsung menyesal

ketika matanya menangkap sosok Kent yang sedang tertawa de?

ngan kepala yang agak mendongak sedikit mendengar lelucon

salah satu keponakan. Sebuah desiran halus kembali terasa di

dadanya melihat potongan gambar yang begitu sempurna untuk

diabadikan di benaknya, dan sudah pasti membuatnya semakin

sulit untuk mengenyahkan Kent dari dalam hatinya.

Suara Andrew menyadarkan Fay dari kesempurnaan mimpi.

"Fay, ini Raymond Lang."

Fay menoleh dan melihat Raymond, si pria oriental, sudah

berdiri di sebelahnya sambil tersenyum ramah.

"What a pleasant surprise. Andrew tidak bilang akan ada tamu

malam ini. Kita sudah bertemu, tapi belum sempat berkenalan.

Saya tadi sampai tidak mengenali kamu karena kamu tampak

berbeda sekali sekarang."

Philippe yang berdiri di sebelah Raymond sambil memegang

segelas anggur langsung menanggapi sambil tersenyum tipis, "Ten?

tu saja beda, Ray... Waktu kamu bertemu Fay, dia baru saja main

hujan-hujanan dalam hutan selama delapan jam."

Fay melongo sejenak ketika tidak menangkap nada sinis dalam

ucapan Philippe. Philippe malah terlihat seperti sedang berusaha

melucu?cukup berhasil, karena James tertawa pelan dengan suara

yang mirip orang tersedak berulang-ulang.

Terdengar suara gong dipukul dan Fay menoleh ke arah suara

dengan kaget. Seorang pelayan berseragam sedang membuka

sebuah pintu.

From Paris-2.indd 199

Andrew kembali mengambil tangan Fay dan mengarahkannya

ke pintu yang terbuka itu, yang ternyata adalah pintu ruang

makan. Terdapat sebuah meja panjang dengan lima kursi di setiap

sisi dan dua kursi lain di ujung-ujung meja. Andrew langsung

menempati kursi yang ada di ujung meja setelah mempersilakan

Fay duduk tepat di sebelahnya.

Setelah semua duduk, Andrew berbicara.

"Good evening, everyone. Malam ini adalah kesempatan yang

cukup langka, karena kita tidak hanya bisa duduk bersama setelah

sekian lama disibukkan oleh banyak hal, tapi kita juga kedatangan

seorang tamu." Andrew berhenti sebentar sambil menoleh ke arah

Fay. "Untuk Fay, saya ucapkan selamat datang. Semoga kamu

menikmati waktu yang kamu habiskan di sini malam ini."

Andrew kembali menyapukan pandangannya ke semua orang dan

berkata lebih tajam, "And for the boys, please behave accordingly for

the rest of the night since a young lady is present. Dengan ikutnya

Fay dalam jamuan makan malam kita, bukan berarti kalian bisa

dengan bebas memengaruhinya untuk rencana apa pun yang saya

yakin sekarang sudah berputar di benak kalian. Saya tahu kalian

sudah lama tidak berkumpul lengkap seperti sekarang, tapi saya

harap kalian juga ingat formasi kami juga sedang lengkap. So, stay

out of trouble."

Fay merasakan emosi yang bertolak belakang mendengar per?

kataan Andrew, campuran antara tersanjung, malu, dan tidak

nyaman, entah kenapa. Akhirnya ia hanya melihat ke sekeliling?

nya, mengamati reaksi yang berbeda-beda dari para keponakan

atas ucapan Andrew. Reno yang duduk di sebelahnya mengang?

guk-angguk dengan kesucian malaikat Jibril. Di sisi seberang,
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kent yang duduk di hadapan Reno hanya menatap gelasnya tan?

pa menunjukkan ekspresi apa pun, sementara Larry menatap

Andrew dengan wajah polos seperti bayi, dan Sam nyengir sambil

menatap entah siapa yang duduk di depannya.

Terdengar suara berat Steve berkomentar, "Maaf, Andrew, saya

From Paris-2.indd 200

tidak punya waktu untuk mengurusi mereka lagi karena akan si?

buk bercengkerama dengan Sam."

Cengiran di wajah Sam langsung hilang dan dia merengut.

Terdengar beberapa suara tawa ringan, termasuk dari Andrew,

dan dari Raymond yang duduk tepat di hadapan Fay. Reno me?

ngeluarkan suara tawa tertahan.

Andrew kembali bersuara, "Okay then, let the dinner be served.

Hope you all enjoy the humble serving... And the wine offering is

valid only for those above eighteen.... the only exception is for our

special guest....."

Terdengar suara gerutuan dari arah sebelah kanan Fay?entah

siapa.

"....who will be eighteen very soon...," tegas Andrew menanggapi

gerutuan itu.

Empat pelayan bergerak, mengisi gelas-gelas di meja dengan

wine. Fay hanya melongo ketika pelayan mengisi gelasnya.

Setelah semua gelas terisi, Andrew berdiri sambil mengangkat

gelasnya untuk bersulang. Semua ikut berdiri sambil mengangkat

gelas?termasuk Fay yang diberi kode oleh Reno untuk

melakukan hal yang sama.

Andrew berkata, "For the glory of the McGallaghans. The world

is in our hands." Dan dimulailah jamuan makan keluarga

McGallaghan.

Sepanjang makan malam, Fay lebih banyak diam mendengar?

kan. Ia masih begitu terpesona dengan segala macam ritual yang

dilakukan sepanjang malam ini, hingga benaknya melayang-layang

dan kadang bertengkar apakah ini kenyataan atau hanya mimpi?

mulai dari rumah sebesar dan semegah istana pangeran di cerita

Cinderella, pre-dinner gathering, gong tanda makan malam sudah

tiba, hingga kalimat Andrew saat bersulang yang entah kenapa

membuat bulu kuduknya berdiri. Benaknya sempat berpikir apa

jadinya kalau Mbok Hanim ia suruh memukul pantat panci se?

bagai pengganti gong untuk memanggilnya makan malam di ru?

From Paris-2.indd 201

mahnya di Jakarta, dan ia hampir saja cekikikan sendiri dengan

gila. Untung benaknya langsung sadar diri dan berhenti memikir?

kan hal yang tidak-tidak.

Raymond, yang duduk persis di hadapan Fay, beberapa kali

menanyakan beberapa hal seputar keluarga dan sekolah. Dia juga

bertanya tentang tugas yang dijalankan Fay tahun lalu, terutama

perasaannya saat menjalani itu semua.

Raymond tampak sangat tertarik saat mendengar usaha Alfred

Whitman mengorek informasi dari Fay, dan Fay merasa agak geli?

sah dengan tatapan Raymond ke arahnya yang seperti menilai.

Setelah akhirnya makan malam usai dan semua sudah bersiapsiap beranjak meninggalkan ruangan, Andrew memanggil Reno,

"Ajak Fay berkenalan dengan yang lain. Setelah itu Fay bisa pu?

lang untuk beristirahat."

Reno mengangguk dan berkata kepada Fay, "Ayo kita ke gu?

dang."

"Gudang apa?" tanya Fay dengan kening berkerut.

"Gudang itu istilah kami untuk ruang tempat kami biasa meng?

habiskan waktu kalau sedang kumpul. Nama resminya Ruang

Rekreasi."

Fay mengikuti Reno melangkah menyusuri selasar entah di ba?

gian mana dari kastil ini. Kalau tidak ada Reno, pasti sudah ter?

sesat, pikirnya.

Tiba di Ruang Rekreasi, Fay langsung ternganga dengan norak

ketika melangkah masuk?ia tiba di ruang seperti gudang yang

lebih cocok disebut taman hiburan. Terdapat sebuah mezanin di

sebelah kiri dan terlihat meja biliar, layar LCD, dan satu set sofa.

Di bagian sebelah kanan tempat langit-langitnya tinggi tanpa me?

zanin terdapat miniatur ring tinju, miniatur lapangan basket de?

ngan ringnya, dan climbing wall!

Dengan perasaan takjub, Fay mengikuti Reno menapaki tangga

ke bagian atas mezanin sambil sibuk berhati-hati supaya tidak

tersandung gaun sendiri.

From Paris-2.indd 202

Di atas, Sam dan Larry sedang duduk di sofa dan Fay lang?

sung merasa gugup melihat pemuda pirang berambut ikal itu

menatapnya tanpa ekspresi.

"Cuma keluarga yang boleh masuk ke sini," ucap Larry datar

ke Reno.

Fay merasa jantungnya berdegup kencang. Namun, sebelum ia

sempat bereaksi, Reno sudah menanggapi dengan tajam.

"Andrew yang meminta supaya dia dikenalkan dengan kita se?

mua. Lagi pula, secara resmi gudang kita ini bukan area tertu?

tup."

Sam menanggapi, "Betul. Lagi pula, aku ingin tahu..." Sam ti?

dak melanjutkan bicaranya dan menoleh kepada Fay. "Jadi, kenapa

kamu bisa ada di sini? Apa yang diminta Paman dari kamu?"

Larry melotot ke arah Sam dan tanpa berkata-kata tangannya

meraih ke bawah meja, mengambil sebuah benda seperti hand?

phone, mengaktifkannya sehingga terlihat lampu berwarna hijau,

kemudian meletakkannya kembali ke kolong meja. "Pakai otak

dong," ucap Larry kesal, "...sekalian saja kamu gedor kamar

Andrew!"

"Sorry," ucap Sam singkat sambil terkekeh.

Reno menjelaskan ke Fay tanpa ditanya, "Pengacak sinyal, ha?

nya jaga-jaga saja siapa tahu Paman menyadap pembicaraan

kita."

Fay memutuskan tidak bertanya lebih lanjut. Hubungan dan

aktivitas antara paman-keponakan yang ia dengar atau terjadi di

depannya selama ini terlalu rumit bagi otaknya.

Sam kembali mendesak Fay, "Kamu belum menjawab per?

tanyaanku. Apa yang diminta Paman untuk kamu lakukan?"

Fay megap-megap sebelum menjawab, "Aku..."

Reno memotong keras, "Fay, jangan pernah membicarakan tu?

gas dengan siapa pun! I mean it!"

Sam terkekeh. "Cuma coba-coba... siapa tahu dia keceplosan

dan diseret ke basement lagi."

From Paris-2.indd 203

"Damn you, Sam!" umpat Reno.

Larry tersenyum sopan dan berkata kepada Fay, "Jangan ditang?

gapi terlalu serius, Fay. Begitulah Sam kalau sedang bosan..."

Fay mengangguk dan merasa agak gelisah ketika menangkap

kesan berbeda di nada suara Larry, yang sebenarnya jauh dari so?

pan dan ramah.

Larry melanjutkan, "Omong-omong soal bosan..." Ucapannya

berhenti ketika terdengar suara pintu terbuka disusul suara-suara

bercakap-cakap.

"BOYS, up here!" teriak Larry.

Kent tiba terlebih dahulu disusul dua pemuda lain. Yang satu

tinggi dan kurus dengan muka kalem, sedangkan yang satu lagi

tampak sangat muda, berwajah ceria dan berkacamata, dengan

rambut lurus yang jatuh di bagian samping dan berdiri ke atas

tak beraturan di bagian atas kepala?seperti tokoh kartun habis

kesetrum.

Si kalem menghampiri Fay terlebih dahulu. "Aku belum kenal.

Lou," ucapnya sambil menjulurkan tangan.

Fay menyambut uluran tangan Lou sambil tersenyum tapi men?

dadak dikagetkan oleh gerakan si kacamata yang mendorong Lou

dari samping.

"Hei, sabar dong!" seru Lou.

"Maaf," ucap si kacamata. Dari cara mengucap?kannya kentara

sekali dia tidak merasa bersalah. Si kacamata tersenyum ra?mah,

lalu langsung meraih tangan Fay yang masih menggantung di

udara dan menciumnya. "Hai, Fay, aku Elliot. Pleased to meet

you."

Fay yang masih melongo baru saja akan membalas sapaan

Elliot ketika Elliot sudah membuka mulut lagi.

"Ada yang mau kutanyakan kepadamu... untuk memastikan

saja... kamu sudah menikah diam-diam dengan Kent, ya?" tanya

Elliot dengan sorot mata berbinar-binar.

Fay ternganga dengan muka panas.

From Paris-2.indd 204

Sebuah bantal melayang ke arah Elliot, dilempar oleh Kent

yang tampak sewot.

Terdengar suara Larry tertawa terbahak-bahak di sebelah Reno.

Reno sendiri langsung menghardik Elliot, "HEI, geek! Sopan se?

dikit, ya! Sekali lagi kamu mengganggu Fay dengan pertanyaan

tolol seperti itu, awas!"

Elliot langsung mundur sambil bersungut-sungut.

Reno berkata kepada Fay, "Maaf, Fay, Elliot adalah yang paling

muda, umurnya baru enam belas tahun. Walaupun menurut pa?

man IQ-nya tinggi sekali, menurut kami sebagian otaknya belum

berkembang sebagaimana manusia biasa yang tidak TOLOL."

Dengan kata terakhir itu, Reno kembali menyapukan pandangan

tajam ke arah Elliot yang sudah duduk terlindungi di belakang

Sam yang badannya memang besar.

Larry kembali berbicara, "Tadi aku baru saja akan membahas

tentang kemungkinan sebuah malam yang membosankan ketika

kalian masuk. Jadi, apakah kita akan membiarkan malam ini ber?

lalu begitu saja dengan meringkuk ketakutan atau ada yang punya

nyali lebih?"

Lou berkata, "Yakin mau membicarakannya sekarang? Apa Fay

termasuk bagian dari rencana?"

Fay kembali merasa seperti dipukul di dada, dan buru-buru

bicara, "Kalau aku nggak boleh dengar, aku rasa sebaiknya aku

keluar saja."

Reno menjawab cepat, "Tidak ada masalah kalau kita bicarakan

sekarang. Kamu bisa dengar, tapi aku tidak mau kamu terlibat

dan mendapat kesulitan yang tidak perlu."

Kent bersuara, "Aku tidak ikut dalam rencana apa pun malam

ini. Aku ada tugas besok."

Sam menyerukan suara ayam yang berkotek sambil menirukan

kepakan sayap ayam dengan menekuk dan menggerakkan lengan?

nya.

Larry menyeringai. "Ayolah, jangan jadi pengecut. Kamu bah?

From Paris-2.indd 205

kan belum dengar ada ide apa saja. Aku sedang perlu sesuatu

yang lebih gila. Bagaimana kalau kita balapan saja?"

"Balapan apa, mobil?" tanya Lou.

"Terlalu mudah." Larry tertawa mengejek. "Kita berlomba me?

lewati perbatasan Prancis?di titik mana saja?dan kembali se?

belum fajar. Kita bagi jadi dua tim. Setiap tim harus memberikan
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bukti berupa cap perbatasan yang diperoleh untuk setiap anggota?

nya. Tim yang kalah harus jadi bumper selama satu bulan."

"Kamu gila! Itu kan bisa masuk Daftar Oranye!" seru Lou.

"Masih ada harapan masuk ke Daftar Kuning, apalagi mereka

pasti tahu kita melakukannya cuma karena iseng... contohnya

waktu kita semua kabur ke Ibiza dulu. Lagi pula aku kan tadi

bilang lagi perlu sesuatu yang gila," ucap Larry lagi santai.

Fay menoleh ke Reno, mengharapkan penjelasan cuma-cuma.

Untungnya Reno mengerti arti tatapan Fay dan menjelaskan.

"Melewati perbatasan negara tanpa instruksi atau izin adalah

pelanggaran yang masuk kategori Daftar Oranye. Kalau tim yang

kalah jadi bumper, berarti mereka akan menjadi kambing hitam

bagi semua pelanggaran di rumah yang dilakukan tim pemenang

selama satu bulan ke depan. Itu berarti, mereka akan mengakui

kesalahan-kesalahan yang tidak mereka lakukan, yang sebenarnya

dilakukan tim pemenang, dengan risiko berhadapan dengan

empat algojo gila yang sekarang sedang ada di ruang duduk."

Sam mengumpat pelan, "Sialan! Kalau kita taruhan dari kema?

rin kan ada harapan aku tidak jadi terdakwa di hadapan Steve."

"Kamu kan belum tentu juga menang balapan," sahut Reno,

lalu berkata kepada Larry, "satu bulan terlalu lama. Kalau dua

minggu, aku setuju."

"Baik, dua minggu."

Sam, Lou, Elliot, bahkan Kent, langsung setuju.

Mereka membagi tim dengan melempar koin dan akhirnya

terbentuk dua tim Reno, Lou, dan Elliot di tim yang sama, se?

dang Larry, Sam, dan Kent di tim lain.

From Paris-2.indd 206

Larry berdiri. "Balapan dimulai setengah jam lagi dan berakhir

pukul enam besok pagi. Let?s gather, team!"

Terdengar dering bel dan Kent yang posisinya paling dekat

dengan tangga langsung beranjak turun. Tak lama, Kent kembali

ke atas dan berkata kepada Fay, "Paman memberi pesan supaya

kamu menemuinya sekarang."

Dengan gugup Fay buru-buru berdiri.

Reno berdiri, mendaratkan satu kecupan di kepala Fay dan

berkata, "Selamat istirahat. Take care, lil? sis!"

Larry juga berdiri lalu tersenyum sopan sambil berkata, "Aku

temani Fay turun."

Yang lain mengucapkan salam perpisahan pada Fay. Mereka

sekarang sudah duduk dalam formasi tim, bersiap-siap mengatur

strategi untuk memenangi balapan.

Larry mengantar Fay hingga ke pintu. Tepat sebelum Fay me?

langkah keluar melewati pintu ruang rekreasi, Larry mendekatkan

wajahnya ke wajah Fay dan berkata setengah berbisik, "Kalau Pa?

man sampai bertanya apa yang kami rencanakan dan kamu beri?

tahu, kami semua akan jadi mayat hidup. Dan percayalah, aku

sendiri akan membuat hidupmu sengsara, kalau itu yang terjadi."

Fay terpaku sesaat mendengar perkataan Larry yang diucapkan

dengan dingin. Akhirnya ia hanya mengangguk dan segera me?

ninggalkan ruangan mengikuti seorang pelayan yang sudah me?

nunggu di depan pintu. Fay diantar kembali ke ruang besar

tempat menunggu makan malam.

Andrew sedang duduk di sofa ketika Fay masuk dan langsung

tersenyum sambil bertanya, "Bagaimana perkenalan kamu dengan

Larry dan yang lain?"

"Baik," jawab Fay singkat. Pikiran pun melayang ke perlom?

baan yang disebutkan Larry. Siapa kira-kira yang akan menang?

"Apakah mereka menyulitkan kamu atau sedang merencanakan

sesuatu yang tidak normal?" tanya Andrew lagi dengan tatapan

tajam yang menyelidik.

From Paris-2.indd 207

Fay langsung merasa detak jantungnya melonjak drastis. "Ti?

dak... Semua normal," ucapnya sambil tersenyum sopan. Ancaman

Larry langsung terngiang-ngiang kembali di telinganya.

"Saya akan bermalam di sini untuk mengawasi para berandalan

itu, jadi malam ini kamu hanya berdua dengan Mrs. Nord di

apartemen saya. Apakah saya bisa percaya kamu tidak akan me?

lakukan hal-hal di luar protokol?"

"Seperti apa?" tanya Fay gugup.

"Seperti meninggalkan kediaman saya tanpa izin, menghubungi

teman atau keluarga, atau hal-hal lain yang bisa membuat saya

tidak nyaman dan mengambil langkah yang akan merugikan

kamu sendiri?"

Fay buru-buru menggeleng. "Saya tidak akan melakukan halhal seperti itu... Saya hanya mau beristirahat."

Andrew tersenyum. "Bagus. Istirahatlah yang cukup malam ini.

Besok pagi tugas kamu akan dibicarakan lebih detail. Good night,

Fay."

From Paris-2.indd 208

Pre-Job

FAY baru saja selesai sarapan ketika Andrew memanggilnya ke

ruang kerja. Ternyata Raymond dan Kent sudah ada di dalam,

dan tanpa basa-basi Raymond langsung memulai pengarahan.

"Untuk operasi ini, saya ada di posisi Pusat, pemegang garis

komando tertinggi, dan akan memonitor operasi ini dari kantor.

Berikutnya di garis komando ada Russel, yang akan memonitor

operasi dari Unit di lapangan.

"Tiga titik akan menjadi posisi Unit. Dua merupakan pick-up

point atau titik penjemputan dan yang satu adalah titik peman?

tauan.

"Titik penjemputan ada di Place Damesme sebagai Posisi Satu,

dan di Rue du Chateau sebagai Posisi Dua."

Raymond menekan tombol keyboard laptop dan di layar tam?

pak peta kota Fontainebleau. Ia lalu menunjukkan lokasi yang

disebutkan di peta. "Kalian harus hafal lokasi keduanya di luar

kepala karena dalam protokol komunikasi di lapangan, detail

informasi titik penjemputan tidak boleh disebutkan. Bila tidak

From Paris-2.indd 209

ada instruksi tambahan, jika Pusat atau Unit menyebut ?titik pen?

jemputan?, itu artinya Posisi Satu, atau Place Damesme. Hal yang

sama juga berlaku bila kalian menghadapi situasi genting.

"Titik pemantauan ada di area parkir di ujung Rue

Chancellerie, sebagai Posisi Tiga. Di tempat inilah Unit akan ber?

siaga dan memantau situasi selama kalian berada dalam ch?teau

Fontainebleau," lanjut Raymond sambil menunjukkan posisinya

di peta.

Fay mengamati peta dan mengingat-ingat posisi ketiganya.

Raymond bertanya, "Ada pertanyaan?"

Fay menggeleng.

"Sekarang, saya minta kamu berdiri," perintah Raymond.

Fay mengangkat alis sesaat sambil melirik Andrew yang ekspre?

sinya tidak berubah, lalu melakukan perintah Raymond. Jantung?

nya sedikit demi sedikit mulai mempercepat detak, tapi melihat

ekspresi Raymond yang tetap santai, ia tidak sepanik biasanya.

Raymond melirik Andrew sekilas, "Saya harap kamu tidak ke?

beratan."

Andrew tersenyum sopan. "Tentu saja tidak. Silakan."

Raymond tepat berdiri di hadapan Fay lalu bertanya, "Kalau

kamu ada di Rue des Sablons, mana rute tercepat untuk sampai

ke titik penjemputan? Sebutkan nama jalan dan arahnya."

Fay melongo. Mati gue! Susah-payah ia menggali otaknya,

berusaha melihat sisa-sisa peta yang tertempel di sela-sela ba?

yangan Kent, Reno, Enrique, Philippe, bahkan ingatan nggak

penting tentang Lucas.

Tebak, Fay, tebak! pikir Fay panik. Ia berdeham. "Mm... dari

Rue des Sablons ke arah timur laut hingga ujung... lalu belok kiri

sampai ujung, dan belok kanan... jalan terus sampai persimpangan

Place Damesme."

Raymond menggeleng. "Salah."

Fay melirik Andrew yang bersedekap sambil menatapnya de?

ngan wajah prihatin dan ia langsung merasa perutnya melintir,

From Paris-2.indd 210

lebih karena malu daripada takut. Siapa juga yang bisa hafal sam?

pai detail begitu! pikirnya kemudian sambil bersungut-sungut

dalam hati.

"Kent, berdiri dan jawab pertanyaan saya!"

Kent berdiri. "Dari Rue des Sablonsbil jalan yang mengarah

ke timur laut hingga bertemu dengan perempatan besar. Jalan

yang melintang adalah salah satu jalan utama, Rue de la Paroisse,

sedangkan jalan yang lurus adalah Rue des Pins. Seberangi Rue de

la Paroisse untuk masuk ke Rue des Pins dan jalan terus hingga

ujung sebuah pertigaan tempat jalan berakhir. Jalan yang me?

lintang adalah Rue de la Croche.bil arah ke kiri atau barat

laut hingga sampai di perempatan. Jalan yang melintang adalah

Rue Beranger,bil arah ke kanan. Begitu tiba di perempatan,

seberangi Rue des Bois, jalan terus hingga jalan berakhir.bil

arah ke kiri atau Barat, Rue Sergent Perrier. Bundaran pertama

adalah Place Damasme. Area parkir ada di sebelah kiri."

Raymond mengangguk dan Kent kembali duduk.

"Fay, saya ingin kamu menghafalnya hingga seperti itu. Tidak

hanya dari posisi Rue des Sablons tapi juga dari jalan-jalan lain di

sekitar perimeter, ke kedua titik penjemputan," ujar Raymond.

Fay mengangguk dan langsung mengembuskan napas lega

begitu Raymond memberi kode untuk duduk.

"Pukul dua siang kalian akan pergi ke sebuah rumah kosong

yang menjadi titik pemberangkatan. Di sana Russel akan memerik?

sa dan melengkapi barang-barang yang kalian bawa, kemudian

memberi pengarahan singkat. Saya juga bisa pastikan dia akan

memberi tes seperti yang saya berikan tadi. Jadi, Fay, kamu masih

punya waktu beberapa jam untuk mempelajari peta ini lagi."

Raymond melanjutkan, "Dari titik pemberangkatan, kalian

berangkat menuju hotel menggunakan taksi. Setelah check-in di

hotel dan masuk kamar, mendaftarlah untuk ikut tur Fontainebleu

di resepsionis hotel. Keesokan paginya, turun ke ruang makan

untuk sarapan dalam kondisi siap untuk berangkat ikut tur."

From Paris-2.indd 211

Kent bertanya, "Apa kami perlu melakukan intervensi...?" Kent

menatap Fay yang tampak bingung dan menambahkan, "...Mem?

buat kontak dengan target untuk mengenal target lebih dekat?"

Raymond menjawab, "Tidak dilarang, tapi tidak usah diusaha?

kan secara khusus. Biarkan saja semua berjalan secara alami?ka?

lau memang kondisinya mengharuskan kalian untuk berbasa-basi

atau bercakap-cakap, lakukan saja. Tapi jangan sampai hal itu

malah menggagalkan operasi.

"Beberapa peralatan komunikasi akan diberikan sebagai perleng?

kapan operasi. Untuk komunikasi dua arah, masing-masing akan

dilengkapi dengan telepon genggam. Kalian juga akan diberikan

satu iPod yang sudah dimodifikasi, bisa dipakai bergantian kalau

perlu. Untuk komunikasi satu arah dari pusat, kalian berdua akan

dipasangi ear tablet."

Fay bertanya, "Apa itu ear tablet?"
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sebuah benda seukuran tablet yang sangat kecil, yang di?

pasang agak dalam di telinga," jawab Raymond.

"Bagaimana dengan komunikasi ke pusat?" tanya Kent.

"Gunakan arloji kamu. Fay akan diberi kalung yang bandulnya

berfungsi sebagai mikrofon."

Raymond melanjutkan, "Karena kalian akan berada sangat de?

kat dengan target, pertimbangkan masak-masak sebelum kalian

menggunakan alat komunikasi yang tersedia. Saat tiba di tempat

tujuan dan melakukan acara bebas, kalian mungkin bisa meng?

gunakan telepon genggam kalau perlu. Tapi kalau kalian sedang

berada dalam kendaraan, saya tidak menganjurkan kalian meng?

gunakan iPod atau telepon genggam."

Fay bertanya, "Kenapa tidak boleh mendengarkan iPod kalau

sedang dalam kendaraan? Bukankah itu hal yang wajar?"

Raymond menjawab, "Tergantung apakah pemandu kalian ber?

bicara sepanjang jalan atau tidak. Lagi pula, bukan pemandangan

yang wajar bila sepasang kekasih kelewat asyik mendengarkan

From Paris-2.indd 212

musik di waktu senggang, terlebih di tempat seromantis Paris dan

Fontainebleau."

Apa? Fay merasa sejenak darahnya berhenti mengaliri wajah.

"A... apa?" terdengar suara Kent yang terperanjat di sebelah?

nya.

Raymond menoleh kepada Andrew dan bertanya, "Kamu be?

lum bilang apa peran mereka?"

"Belum," jawab Andrew singkat.

Raymond kembali menatap Fay dan Kent, lalu menjelaskan,

"Kalian berperan sebagai sepasang kekasih, mahasiswa tahun per?

tama University of Birmingham, England, yang sedang berlibur

ke Paris."

Fay membalas tatapan Raymond dengan jalur napas yang se?

akan tertutup rapat, membuat mulutnya membuka dan menutup

bagai kucing tenggelam yang megap-megap mencari udara segar?

setelah beberapa detik, barulah ia berhasil mengatupkan mulutnya

rapat-rapat. Tidak terdengar suara apa pun dari Kent dan Fay

sama sekali tidak punya keberanian untuk menoleh dan menatap

wajah cowok itu. Dengan horor Fay menyimak Raymond yang

melanjutkan pembahasan seakan tidak menyadari informasi tadi

hampir menyebabkan ia mati muda kena stroke!

"Dokumen identitas kalian akan diserahkan oleh Russel di titik

pemberangkatan. Pagi ini Ms. Connie akan datang membantu

Fay memilih baju-baju mana yang pantas dibawa supaya perannya

sebagai mahasiswa akhir tahun pertama meyakinkan. Ada per?

tanyaan?"

Kent bertanya, "Tidakkah aneh sepasang mahasiswa tinggal di

hotel berbintang empat dan mengikuti tur? Bukankah pada

umumnya mahasiswa punya keterbatasan finansial dan lebih me?

milih untuk backpacking?"

Raymond tersenyum, "Good catch, Kent! Kita punya dua kon?

disi yang bertolak belakang. Kondisi pertama, kalian harus ikut

tur yang sama dengan Blueray. Kondisi kedua, status kalian yang

From Paris-2.indd 213

masih mahasiswa sebenarnya membatasi pilihan itu. Untuk itu,

akan ada tambahan latar belakang supaya skenario tadi jadi ma?

suk akal. Fay akan menjadi mahasiswa dari Asia yang kaya raya,

sedangkan kamu pemuda dengan latar belakang keluarga yang

tidak istimewa."

Fay menatap Raymond dengan ekspresi tak mengerti yang su?

dah lebih mirip frustrasi, terlebih ia melihat Kent mengangguk

tanda mengerti.

Raymond membalas tatapan Fay dan melanjutkan, "Cukup

banyak kalangan atas dari Asia yang menghabiskan waktu di

Eropa dan mereka terkenal sebagai pembelanja yang sangat royal.

Sepanjang tur saya ingin kamu bertindak sebagai seorang anak

manja yang tidak punya keterbatasan uang. Bersikaplah royal,

egois, mau menang sendiri, dan selalu minta diprioritaskan."

"Saya masih tidak bisa terbayang seperti apa...," ucap Fay sam?

bil menggeleng. Ia mencoba membayangkan sikap Cici yang anak

konglomerat, tapi Cici selalu saja rendah hati... Tiara! Fay hampir

saja terlompat dari kursi ketika ingat kelakuan ketua geng borju

nyebelin itu. Sekonyong-konyong ia bagai mendapat pencerahan

bagaimana harus memerankan lakonnya.

Raymond mengangkat alisnya dan bertanya, "Bagaimana? Su?

dah terbayang atau kamu masih perlu bantuan?"

Fay mengangguk yakin, "Sudah!"

"Baik kalau begitu, selamat bertugas. Kalian akan berangkat

dari sini pukul dua siang dan secara resmi tugas kalian akan di?

mulai saat check-in di hotel. Saya akan memonitor dari Pusat."

Andrew dan Raymond meninggalkan ruangan.

Fay tetap terpaku di tempatnya dan dengan gugup melirik

Kent yang sepertinya juga merasakan hal yang sama.

Kent yang memecah keheningan terlebih dahulu, "Jadi tugas

kita dimulai sore ini ya...."

Fay mengatupkan kedua tangannya yang terasa dingin. Kalau

From Paris-2.indd 214

saja berita dari Raymond tadi tidak membuat ia jantungan, ia

mungkin sudah tertawa menang mendengar nada suara Kent yang

begitu gugup dan garing.

"Begitulah," jawab Fay singkat seolah sedang ikut lomba garing

melawan Kent. Mati gaya!

"Siapa yang menang balapan tadi malam?" tanya Fay buruburu untuk menutupi rasa gugupnya.

"Tidak ada pemenang karena balapan terpaksa dibatalkan. Pa?

man ternyata sudah curiga dan menugasi anak buahnya untuk

membuntuti kami. Tim Reno yang tersadar terlebih dahulu bah?

wa mereka dibuntuti saat masuk ke hanggar pesawat. Reno lalu

menghubungi tim kami tepat sebelum kami membeli tiket kereta.

Kami semua langsung kembali, untungnya sebelum jam malam

berlaku, jadi tidak ada masalah sama sekali."

"Ada jam malam?" tanya Fay melongo.

Kent tersenyum. "Ada. Jam satu pagi di hari kerja dan jam

tiga pagi di hari libur."

Fay menggeleng-geleng takjub.

Kent berdiri lalu membukakan pintu, mempersilakan Fay le?

wat. "Oke. Kalau begitu sampai jam dua siang nanti."

Fay melangkah lebar-lebar melewati Kent dengan detak jantung

yang hampir tak berjarak saking berderunya.

Kent dan dirinya?sepasang kekasih. Sama sekali bukan skenario

yang buruk. Tapi mungkin itu alasannya kenapa ia sedemikian

gugup?karena apa yang selalu diimpikannya dalam diam akan

menjadi nyata dalam sebuah kepura-puraan.

Fay mengomel dalam hati. Sebuah kepura-puraan. Sayang sekali

itu yang jadi kata kunci, ratapnya kesal dalam hati.

Ms. Connie datang tak lama kemudian, membantu Fay memilahmilah baju mana saja yang pantas dibawa dan mengajarkan kem?

From Paris-2.indd 215

bali cara berias supaya Fay terlihat lebih dewasa. Ms. Connie juga

membawa beberapa pakaian baru bermerek yang tampak mewah

yang sebenarnya agak kelewat mencolok, dengan logo-logo merek

tersebut tercantum sebesar gaban di mana-mana.

Ketika sedang melipat baju-baju untuk disusun di koper yang

akan dibawa Fay nanti sore, Ms. Connie berkata, "Jadi, Fay, bagai?

mana perasaan kamu sebelum tugas ini? Berdebar-debar tidak?"

Fay mendongakkan kepala untuk melihat Ms. Connie dan be?

ngong sebentar ketika melihat Ms. Connie menatapnya sambil

tersenyum simpul penuh arti. "Berdebar-debar kenapa?" tanya

Fay.

"Iya, saya dengar dari Andrew, kamu dan Kent akan berperan

sebagai sepasang kekasih."

Fay merasa mukanya panas dan menanggapi singkat, "Biasa

aja. Kenapa harus berdebar-debar?"

Ms. Connie mengangguk. "Baguslah kalau begitu. Kamu kan

masih sangat muda dan berasal dari Asia yang relatif lebih konser?

vatif; tadinya saya membayangkan kamu akan sedikit gugup ka?

rena harus tidur di kamar yang sama dengan Kent."

Fay terkesiap. Darah di wajahnya seperti surut ke arah jantung.

"Saya... satu kamar...?" Ucapan Fay tidak selesai. Jantungnya

seperti memutuskan berhenti berdetak secara sepihak. Mati deh!

Ms. Connie tersenyum geli. "Tenang, Fay, kan cuma tugas."

Fay tidak benar-benar mendengarkan ucapan Ms. Connie?pi?

kirannya langsung disibukkan dengan informasi tentang tidur se?

kamar yang disebutkan Ms. Connie. Bagaimana mungkin ia bisa

tidur kalau Kent ada di kamar yang sama? Dan, bagaimana kalau

ia ngorok? Gawat!

Pikiran itu memicu pikiran lain. Bagaimana kalau hanya ada

satu tempat tidur besar dan tidak ada sofa? Apakah Kent akan

berbaring di ranjang yang sama?

Fay terlonjak kaget oleh pikirannya sendiri. Dengan gugup ia

kembali menyambar satu baju.

From Paris-2.indd 216

Ms. Connie berseru, "Fay, itu sudah saya lipat tadi..."

"Maaf, Miss," gumam Fay. Pikirannya sibuk menggali lebih

dalam, mencoba mengingat apa ada komentar dari para sahabat?

nya kalau ia habis bermalam bersama mereka. Kalau ngorok sih

kayaknya nggak, tapi rasanya ada ucapan pedas Lisa tentang ke?

lakuannya saat tidur. Apa ia tidur dengan mulut mangap? Tidak,

tidak. Itu Dea.

Mendadak Fay ingat dan napasnya langsung tercekat. Lisa per?

nah mengomelinya di pagi hari karena Fay tidur menyeruduk ke

kiri dan kanan, bahkan sempat memeluk Lisa yang badannya

mungil karena menyangka Lisa guling!

AAAARRRGGHHHH, mati!

Suara Ms. Connie yang terdengar cemas menyadarkan Fay.

"Kamu nggak apa-apa, Fay? Kok kamu kelihatan pucat sekali.

Saya akan minta izin Andrew untuk memberimu vitamin, seperti?

nya kamu kurang darah."

Fay dengan nanar menatap Ms. Connie. Kurang darah? Tentu

saja ia kurang darah kalau semua darahnya melorot ke ujung jem?

pol kaki! Setelah dapat asupan vitamin penambah darah, mungkin

ia akan jauh lebih tenang menanggapi berita bahwa ia akan tidur

di ranjang yang sama dengan Kent... Yeah, right!

Jam dua siang, Fay dan Kent naik ke mobil boks dengan logo

kain pel dan ember?cleaning service. Dengan mobil inilah me?

reka akan dibawa ke titik pemberangkatan tempat mereka akan

menerima pengarahan dari Russel.

Begitu mereka berdua masuk, ternyata Russel sudah ada di

dalam mobil, sedang duduk sambil mengutak-atik laptop di depan

panel yang berisi berbagai peralatan. Selain laptop, di hadapan

Russel ada dua layar LCD, berbagai macam tombol, headphone,

dan layar-layar TV kecil.

From Paris-2.indd 217

Setelah Kent menutup pintu, mobil terasa berjalan dengan sta?

bil. Fay langsung duduk di bangku panjang di sisi mobil, tepat
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di sebelah Kent. Sekilas ia memperhatikan tidak ada jendela sama

sekali di bagian belakang mobil ini. Ventilasi diperoleh dari

lubang-lubang AC di langit-langit?lebih mirip sebuah ruang di

gedung daripada bagian belakang mobil boks.

Fay menyapukan pandangannya sekilas ke panel yang ada di

hadapan Russel, tapi pikirannya tidak bisa ia fokuskan sama se?

kali. Ucapan Ms. Connie tadi terngiang-ngiang terus di telinga?

nya. Ia sampai tidak berani menatap wajah Kent sejak mereka

bertemu lagi!

Laju mobil semakin melambat dan terasa mobil menepi dan

akhirnya berhenti.

"Ada apa?" tanya Kent pada Russel sambil mengerutkan ke?

ning.

Russel berdiri dan berkata, "Kita sekarang ada di persimpangan

menuju Champs-?lys?es. Saya ingin kalian turun dan berjalan

sepanjang Champs-?lys?es hingga saya memberi instruksi lebih

lanjut lewat telepon genggam. Tugas kalian dimulai sekarang."

Russel menyodorkan dua telepon genggam.

Kent tidak bertanya lebih lanjut dan langsung mengarah keluar

setelah mengambil telepon genggam yang disodorkan Russel. Fay

juga melakukan hal yang sama dan buru-buru mengikuti di bela?

kang Kent.

Fay dan Kent berjalan bersisian, melangkah perlahan-lahan di

trotoar lebar tanpa berkata-kata, masing-masing berusaha meng?

analisis perubahan rencana yang tidak terduga ini.

Akhirnya Fay tidak tahan lagi. "Apa sebenarnya rencana Russel?

Bukankah kata Raymond tugas kita secara resmi baru dimulai

nanti, saat check-in di hotel? Apa yang dia ingin kita lakukan

sekarang?" sembur Fay berikutnya.

Kent menjawab datar, "Aku tidak tahu. Yang jelas, di garis ko?

mando tugas ini, dia ada di urutan selanjutnya setelah Raymond,

From Paris-2.indd 218

jadi perintahnya harus kita ikuti. Seperti yang dia bilang tadi,

kita berjalan saja sampai dia menelepon."

Fay baru saja akan menanggapi ucapan Kent ketika terdengar

satu suara dari arah belakang memanggil namanya.

"FAY!"

Fay menoleh dan langsung terperangah. Enrique! Celaka!

Dengan gugup Fay melihat Enrique yang berlari-lari kecil

menghampiri sambil tersenyum.

"Hai, Fay, good to see you again."

Fay hanya bisa megap-megap melihat Enrique berdiri di ha?

dapannya sambil tersenyum lebar. Fay baru tersadar kembali ke?

tika Enrique menatap Kent dengan pandangan bertanya.

"Oh... ya... mm... good to see you too... This is Kent."

Kent menjulurkan tangan ke arah Enrique dengan ekspresi

kaku dan dingin.

Enrique tampaknya juga menyadari sambutan yang tidak ber?

sahabat itu karena setelah menyalami tangan Kent, ia langsung

menoleh kembali kepada Fay. "Mau jalan-jalan ke mana?"

"Mm... nggak ada tujuan khusus, menyusuri Champs-?lys?es

saja," jawab Fay garing. Ia buru-buru menambahkan, "Kamu sen?

diri bagaimana? Bukannya kemarin kamu bilang pagi ini akan

pulang ke Venezuela?"

"Perubahan rencana. Ibuku ada urusan mendadak dan pergi ke

rumah kerabat di Afrika Selatan, jadi aku mengubah penerbangan?

ku dan akan langsung ke Brazil saja nanti malam. Baru setelah

itu aku menyusul ibuku sekalian berlibur di Afrika Selatan," ja?

wab Enrique.

Fay mengeluarkan suara "o" bulat dari bibirnya, lalu terdiam.

Enrique yang tampak kikuk dengan adanya Kent juga terdiam

sejenak.

Fay memutuskan mengakhiri kekakuan di antara mereka de??

ngan kembali berbicara. "Eh, aku bisa minta alamat e-mail kamu

lagi? Kertas yang kemarin ada di kantong celanaku tercecer." Fay

From Paris-2.indd 219

mengeluh dalam hati mendengar kalimat itu meluncur dari mulut?

nya. Sama sekali tidak tepat, tapi ia benar-benar sudah keram

otak!

"Tentu saja boleh," jawab Enrique sambil merogoh tasnya un?

tuk mengambil secarik kertas dan pensil. Menggunakan telapak

tangannya sebagai alas kertas, ia menuliskan satu alamat e-mail

di Yahoo! dengan huruf cetak besar-besar.

Kent menggamit tangan Fay sambil berkata tajam, "Kita harus

segera pergi."

Enrique buru-buru memberikan secarik kertas itu kepada Fay

dan memasukkan pensil ke tas sambil berkata, "Fay, nanti e-mail

aku ya..."

Fay mengangguk dengan perasaan tidak enak. "Pasti. Sampai

nanti ya."

Enrique berbalik ke arahnya datang tadi sambil melambai,

"Bye!"

Kent langsung bertanya dengan tajam, "What was that all

about?!"

Fay berhenti melangkah dan menatap Kent yang wajahnya me?

rah padam. Benar-benar tidak masuk akal! Cowok di sampingnya

ini menolak memberi penjelasan yang masuk akal atas kepergian?

nya begitu saja tahun lalu dan hampir selalu memasang sikap

dingin dan kaku selama beberapa hari mereka menjalani latihan

bersama, tapi sekarang dia bersikap seperti pacar yang cemburu?

C?mon!

"Apa maksud kamu?" tanya Fay dengan nada meninggi.

Kent menyapukan pandangan ke sekeliling mereka. "Kita se?

dang bertugas. Simpan saja semua keramahan sosial kamu untuk

lain waktu!"

Fay terbelalak. "Dia yang memanggil aku duluan! Lantas aku

harus bagaimana, pura-pura tidak dengar atau tidak kenal? Itu

malah lebih aneh lagi!"

Kent kini menatap Fay dengan sorot mata menyala-nyala. "Ti?

From Paris-2.indd 220

dak perlu menanyakan e-mail-nya segala! Yang harus kamu laku?

kan hanyalah menyapa dia seperlunya, memberi kesan seolah ti?

dak mau diganggu sehingga akhirnya dia pergi sendiri!"

Fay baru akan membalas ucapan itu ketika terdengar dering

telepon genggam di kantongnya. Agak gugup ia mengeluarkan

telepon dari saku dan menjawabnya, "Ya?"

Terdengar suara Russel, "Unit ada di depan kalian, sekitar se?

ratus meter di sisi jalan. Kembali ke unit sekarang." Telepon di?

tutup.

"Ada apa?" tanya Kent.

"Russel menyuruh kita kembali," jawab Fay sambil menunjuk

mobil boks bergambar ember dan pel yang sudah terlihat di tepi

jalan.

Sampai di mobil, pintu dibuka dari dalam oleh Russel yang

langsung menyambut dengan ekspresi dinginnya yang biasa.

Fay masuk ke mobil dan langsung berdiri di hadapan Russel

sambil menyandarkan tubuh ke dinding mobil, sibuk bertanyatanya dalam hati apakah Russel pernah punya emosi lain?rasanya

tidak terbayang Russel bisa nyengir atau tertawa terbahak-ba?

hak.

Kent menutup pintu mobil, kemudian bersandar ke dinding

dekat pintu sambil menyilangkan kaki dan bersedekap.

Sesaat kemudian mobil bergerak perlahan.

Russel berkata tajam, "Saya tadi bilang tugas dimulai setelah

turun dari unit."

Fay menatap Russel dengan bingung. Ia lalu melirik Kent yang

tetap bersedekap sambil melihat ke bawah, seolah sibuk memper?

hatikan sepatunya sendiri. Setelah tidak melihat tanda-tanda Kent

akan bicara, Fay kembali menatap Russel dan berkata, "Saya tidak

mengerti... kami disuruh melakukan apa?"

"Saya perlu tahu apakah kalian mampu menjalankan rencana

yang sudah disusun. Kalau kalian melakukannya seperti cara ka?

From Paris-2.indd 221

lian berjalan tadi, orang yang paling bodoh pun tidak akan bisa

kalian tipu dengan kedok sebagai sepasang kekasih!"

Fay merasa mukanya panas.

Russel menoleh ke Kent dan berseru, "KENT! Kamu mengerti

maksud saya atau tidak?!"

"Mengerti," jawab Kent dengan suara parau, lalu membalas

tatapan Russel.

Russel menatap Kent tajam dan berkata, "Baik, mari kita lihat

apa kamu memang benar-benar mengerti. Sekarang juga saya min?

ta kamu mencium Fay!"

Apa???

"A... apa?" Kent terperangah. Ia berdiri tegak dan menurunkan

tangannya.

"Kamu dengar ucapan saya barusan. Cium Fay!" tegas Russel

lagi.

Wajah Kent mengeras sebelum berkata, "Saya... tidak bisa!"

Tatapan Russel langsung berpindah dari Kent ke Fay. Sontak

Fay megap-megap sambil menggeleng panik.

Tanpa berkata-kata, Russel melemparkan satu borgol ke Kent

yang dengan sigap langsung menangkapnya. "Pakai dan kaitkan

ke pegangan besi," ucap Russel lagi.

Kent tertegun sejenak, tapi tanpa membantah atau bertanya

langsung memasang borgol di kedua tangannya sambil menyelip?

kan borgol ke pegangan besi di atas kepala sehingga kedua tangan?

nya terkunci di atas kepala.

Russel melirik Kent lalu berkata, "Lihat baik-baik!"

Wajah Kent berubah tegang.

Detik berikutnya, Fay ternganga ketika tatapan Russel beralih

dari Kent ke dirinya.

Russel menatap Fay hangat dengan seulas senyum tipis yang

sangat lembut. Sorot mata Russel yang biasanya sangat dingin

tanpa emosi kini menatap Fay dengan pancaran penuh kasih, se?

olah dilanda rindu yang sedemikian dalam.

From Paris-2.indd 222

Fay merasa napasnya sesak dan perutnya seakan terpelintir. Tu?

buhnya langsung tegang dan kaku, berusaha menepis skenario

yang sama sekali tidak bisa diterima akal sehatnya.

Perlahan Russel maju mendekati Fay sambil tetap memampang?

kan senyum lembut.

Pria ini sudah gila!

Fay berusaha melangkah mundur, dan napasnya langsung ter?

sengal ketika merasakan dinding mobil yang dingin sudah me?

nempel ke punggungnya?ia sudah terpojok!

Dengan perut mual Fay menyaksikan Russel melangkah ke

arahnya dengan sorot mata seakan begitu haus akan dirinya. De?

bar jantungnya kini sudah tidak bisa diatur lagi dengan setiap

langkah Russel yang semakin mendekat. Ketika Russel sudah ber?

ada di depannya, Fay menahan napas.

Tangan Russel terulur dan mengelus pipi Fay lembut sambil
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata lirih, "I?m sorry for what I?m about to do. But I think you?ll

understand." Dengan perkataan itu Russel memajukan wajahnya.

"Tidak!" pekik Fay panik. Secara refleks kedua tangannya ia

posisikan di depan wajahnya sambil berusaha mengelak.

"JANGAN SENTUH DIA!" teriakan Kent membahana di da?

lam ruang mobil yang sempit ini. Kent maju dengan wajah me?

rah padam dan tangannya yang terborgol ke pelat besi mengepal

hingga urat-uratnya terlihat jelas.

Russel mencengkeram tangan Fay kemudian merentangkannya

ke samping dengan paksa.

Fay kembali memekik. Napasnya memburu karena rasa panik

dan takut. Kedua tangannya kini seperti terpaku ke dinding,

sama sekali tidak bisa digerakkan dengan cengkeraman Russel

yang sedemikian erat.

Wajah Russel tidak berubah dan tetap memampangkan kelem?

butan yang sama, seolah cengkeraman yang ia berikan ke kedua

pergelangan tangan Fay sama sekali tidak memengaruhi hasratnya.

Perlahan-lahan, Russel kembali mendekatkan wajahnya ke Fay.

From Paris-2.indd 223

"JANGAN!" Fay memalingkan muka sambil menahan napas

dengan dada yang rasanya sudah mau meledak.

"JANGAN COBA-COBA MENYENTUH DIA!" Teriakan

Kent kembali membahana, gerakannya semakin liar berusaha me?

nerjang dengan percuma. Terdengar bunyi gesekan logam pe?

gangan besi dan borgol yang menahan tubuhnya.

Fay menutup mata dengan air mata yang sudah mengintip dari

sudut matanya ketika merasakan desah napas Russel menyapu

pipinya dan perlahan-lahan mendekat ke arah bibirnya. Harga

dirinya terasa begitu direndahkan dengan pelecehan yang sama

sekali tidak pernah terbayangkan dan tubuhnya kini bergetar, ber?

usaha menahan segala emosi yang ada.

Mendadak napas itu tidak terasa lagi dan cengkeraman di ke?

dua pergelangan tangan Fay terlepas.

Fay membuka mata dan menyandar lemas ke dinding mobil.

Russel berjalan ke arah Kent yang wajahnya masih dipenuhi ko?

bar kemarahan. Begitu tepat berada di hadapan Kent, satu tangan

Russel mencengkeram leher pemuda itu.

Russel mendekatkan wajahnya ke depan wajah Kent hingga

hanya berjarak beberapa senti saja, kemudian berkata dengan

suara rendah, "Kalau kamu tidak mau saya yang menyentuhnya,

KAMU yang harus melakukannya."

Russel melepas cengkeramannya di leher Kent dan berbalik

menatap Fay dengan tatapan dingin yang membekukan. "Apa

kamu bisa melakukannya?" Ekspresi hangat Russel yang tadi

begitu melenakan sekaligus menakutkan sudah menguap entah ke

mana.

Fay mencoba menyelaraskan napasnya dengan degup jantung?

nya yang begitu kencang sambil menatap Kent. Belum sempat

Fay menjawab, Russel sudah melayangkan pukulan ke ulu hati

Kent.

Kent mengelurkan suara tertahan, sesaat kehilangan kendali

atas tenaganya dan jatuh, namun tertahan ikatan tangannya. Se?

From Paris-2.indd 224

gera Kent memijakkan kaki dan berdiri tegak, menatap Russel

dengan pandangan muak berbalutarah.

Russel menatap Fay kembali seakan menegaskan pertanyaannya

lagi lewat sorot matanya.

Fay buru-buru mengangguk dengan rasa panik yang sudah

mengaduk-aduk dada.

Russel mengeluarkan kunci dan menyelipkannya ke genggaman

Kent, yang dengan cepat langsung membuka borgolnya sendiri.

Setelah borgolnya terlepas, Kent menatap Russel dengan ko?

baran marah yang tidak berusaha ia sembunyikan. Wajah Kent

merah padam dan kedua tangannya terkepal di kedua sisi tubuh,

siap untuk dilayangkan ke arah Russel.

Russel menatap Kent tajam. "Ingat di mana posisi kamu dalam

operasi ini. Insubordinasi sama sekali tidak bisa diterima."

Kent terlihat berusaha keras menguasai emosinya hingga tubuh?

nya turut bergetar. Ia akhirnya berkata dengan suara rendah se?

perti menggeram, "Saya ingin bicara dengan Fay. Beri saya waktu

lima menit!"

Russel menuju interkom dan berbicara dengan pengemudi. Se?

telah mobil berhenti, Russel berjalan ke arah pintu dan tanpa

menoleh dia berkata, "Tiga menit, tidak lebih."

Begitu Russel keluar dari mobil, Fay merasa semua ototnya

sangat lemas dan ia pun membiarkan dirinya melorot ke lantai

sambil menyandar ke dinding mobil. Ia mengatupkan kedua ta?

ngannya ke wajah, berusaha menenangkan napasnya yang naikturun diterpa kelegaan yang datang tiba-tiba, sekaligus menghapus

air matanya yang sempat menyelinap keluar dari sudut mata.

Terdengar langkah kaki mendekat dan Fay mendongak. Kent

sudah ada di hadapannya.

Perlahan Kent jongkok di depan Fay, kemudian meraih tangan?

nya. Wajah Kent langsung terkejut ketika merasakan tangan Fay

sangat dingin. Kent meremas kedua tangan Fay lembut, menular?

kan kehangatan yang ia punya.

From Paris-2.indd 225

"Maaf, Fay...," bisik Kent dengan wajah terluka.

"Tadi itu... menakutkan sekali," ucap Fay lirih. Tangannya ia

lingkarkan untuk mendekap tubuhnya sendiri yang masih ge?

metar.

Kent berkata dengan suara parau, "Maafkan aku... Seharusnya

tadi aku tidak ragu dan langsung melakukan apa yang diperintah?

kan. Tapi rasanya sulit sekali untuk berpura-pura ketika apa yang

aku rasakan adalah nyata."

"Aku sudah tidak tahu lagi yang mana yang nyata," bisik Fay

dengan dada yang masih bergemuruh karena kecamukarah

bercampur takut.

Kent mengusap rambut Fay, "Maafkan aku, Fay... Semua yang

aku lakukan selama ini ternyata hanya menyakiti perasaanmu.

Bukan maksudku seperti itu..."

"Bagaimana sekarang?" tanya Fay lemah sambil menyandarkan

kepalanya ke dinding mobil. Badannya masih gemetar dan kepala?

nya masih belum mampu berpikir jernih.

"Aku tidak akan memberi kesempatan kepada keparat itu un?

tuk menyakiti kamu!" desis Kent.

"Aku rasa kamu tidak punya pilihan itu...," ucap Fay pelan,

"...kita tidak punya pilihan itu."

Kent menunduk dan tidak berkata-kata.

Fay mencoba menenangkan dirinya sendiri dengan menarik

napas panjang, lalu berkata, "Kita anggap saja satu hari keber?

samaan ini sebagai pemberian cuma-cuma..."

Kent mendongak tiba-tiba dan berseru, "Begitu semua berakhir,

kamu akan lebih sakit lagi!"

Fay balik bertanya dengan nada mulai tinggi, "Bagaimana de?

ngan kamu? Apakah akhir kebersamaan singkat ini akan menya?

kiti kamu juga atau kamu memang hanya berpura-pura?"

Kent tampak terluka dengan pertanyaan itu dan menjawab,

"Fay, tidak ada satu hari pun yang tidak kujalani selama satu ta?

From Paris-2.indd 226

hun ini tanpa rasa sakit itu. Aku memang memilih untuk merasa?

kannya, untuk mengenang apa yang pernah ada."

Angin sejuk serasa menyapu permukaan hati Fay yang sempat

tergores dan Fay mencoba tersenyum.

Kent tersenyum getir dan bertanya, "Jadi... kamu tidak ke?

beratan kalau aku mencium kamu sekarang?"

Fay menelan ludah yang tersangkut di tenggorokan. Dadanya

yang sedari tadi sudah berdegup kencang kini mulai kehilangan

irama. Berikutnya, ia tahu walaupun mulutnya belum bersuara,

sorot matanya sudah menyatakan perasaannya dengan tepat, ka?

rena Kent sudah memajukan wajah dan menempelkan bibirnya

dengan lembut. Bibir mereka pun bertaut dalam kepasrahan tan?

pa sebuah nafsu yang menggebu, dan sejenak keduanya menik?

mati rasa damai yang ada dalam hati mereka.

Sayup-sayup terdengar suara pintu terbuka dan ketika akhirnya

wajah Fay terlepas dari magnet wajah tampan bermata biru dalam

itu, ia baru menyadari mobil sudah bergerak.

Yang terjadi selanjutnya hanya seperti potongan film yang serasa

tidak nyata. Russel yang membawa mereka ke tempat pemberang?

katan?Russel yang membuka tas mereka dan memeriksa isinya

dengan sistematis?Russel yang mengganti arloji yang dipakai

Kent dengan arloji yang dilengkapi mikrofon?Russel yang me?

masang kalung dengan bandul mikrofon di leher Fay?Russel

yang menyodorkan satu tas berisi peralatan tambahan handycam,

kamera digital kecil, satu set peta dan brosur tentang Paris dan

Prancis, buku panduan wisata, sebuah novel, dan iPod, yang se?

gera mereka posisikan di tas masing-masing. Setelah itu, pema?

sangan ear tablet; Kent terlebih dahulu, di telinga kanan.

Ear tablet ternyata berbentuk seperti tablet cokelat yang sangat

kecil, mungkin seukuran ujung cotton bud. Fay melihat Russel

From Paris-2.indd 227

memasukkan benda itu ke telinga Kent menggunakan alat seperti

pistol mainan, dengan sebuah tuas di bagian tengah yang dimasuk?

kan ke telinga. Di ujung tuas itulah ear tablet menempel dengan

magnet. Tuas kemudian diputar oleh Russel untuk mengeluarkan

tiga buah "kaki" dari sisi-sisi ear tablet yang berfungsi sebagai pe?

nyangga ke dinding telinga. Setelah itu tuas ditarik keluar dengan

ujung yang sudah kosong dan ear tablet sudah berada di dalam

telinga.

Fay meringis dan mengaduh sedikit ketika Russel memasukkan

tuas ke telinga kirinya?rasanya seperti disodok! Dan setelah tuas

dicabut dari telinganya dengan ear tablet duduk manis di dalam,

rasanya seperti sehabis memakai cotton buds dengan ujung kapas

yang tertinggal di telinga... mengganggu sekali!

Russel berkata kepada Kent, "Usahakan untuk selalu berada di

sebelah kiri Fay supaya ear tablet kalian posisinya lebih terlin?

dungi." Russel lalu menyodorkan dokumen.

Fay menerima satu paspor negara Singapura, namanya adalah

"Ferina Sutomo".

Di paspor Kent tertera "Kenneth Briggs", kebangsaan New

Zealand.

Russel berkata, "Walaupun identitas kalian palsu, nama pang?

gilan kalian akan terdengar sama dengan nama asli kalian untuk

mencegah kesalahan kecil yang tidak perlu." Russel lalu mem?

berikan tes ke Fay tentang titik penjemputan, dan memberi

pengarahan singkat tentang teknis pelaksanaan serta protokol ko?

munikasi.

"Sepanjang komunikasi, saya akan menggunakan istilah Unit

untuk menyebutkan posisi saya. Pusat adalah Raymond. Bila saya

memberikan instruksi tanpa menyebut nama, itu berarti berlaku

untuk kalian berdua dan jika kalian sedang bersama-sama, ja?

waban dari Kent saja cukup. Bila saya menyebutkan nama,
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

instruksi itu hanya berlaku untuk nama yang disebut?kadang

From Paris-2.indd 228

saya hanya akan bicara ke ear tablet yang bersangkutan saja untuk

instruksi yang spesifik."

Russel menyodorkan kacamata hitam dengan logo Gucci se?

besar bagong di gagang kacamata kepada Fay. "Pakai ini. Jangan

lupa untuk bertindak-tanduk sesuai peran kamu."

Fay mengangguk dan keluar dari rumah bersama Kent. Di de?

pan rumah sudah ada taksi yang menunggu.

Kent membukakan pintu untuk Fay sambil bertanya pelan,

"Siap?"

Fay mengangguk agak gugup sambil tersenyum.

Begitu mereka berdua masuk, taksi langsung bergerak menuju

hotel.

Setengah jam kemudian, Fay dan Kent sudah tiba di depan hotel.

Turun dari taksi, Fay langsung berdiri di pelataran dan meman?

dang berkeliling dengan tak acuh. Di tubuhnya saat ini menempel

beberapa logo terkenal?selain kacamata yang tadi diberikan

Russel, ia juga memakai rompi dengan logo tipis Aigner, sepatu

kasual dari Tods, dan tas selempang Bally.

Kent sok sibuk menurunkan barang mereka?satu hal yang

sebenarnya tidak perlu dengan adanya petugas hotel yang siap

membantu asalkan diberi tip.

Fay berkata dengan jengkel ke Kent, "Ayo dong masuk, biar

aja barangnya diurus petugas."

Kent tergopoh-gopoh menghampiri Fay. Kontras dengan Fay,

di tubuhnya sama sekali tidak ada identitas logo apa pun selain

kacamata hitam Oakley. Sepatu olahraga putih yang dipakainya

juga semakin membuatnya tampak biasa, terutama karena dia

berdiri di sebelah Fay yang sudah seperti etalase berjalan.

Kent langsung merangkul Fay dan mencium kepalanya. "Kamu

lelah, ya?"

From Paris-2.indd 229

Fay menyandar sambil tersenyum manja. "Iya. Besok kan kita

akan sibuk sekali."

Mereka langsung check-in?tepatnya Kent yang mengurus se?

muanya di resepsionis sementara Fay hanya duduk di sofa lobi

sambil membaca sebuah novel ringan yang memang merupakan

pelengkap identitasnya. Tak lama kemudian, mereka sudah tiba

di kamar dan setelah koper mereka datang?Fay yang memberi

tip ke petugas tentunya?mereka pun turun kembali untuk men?

daftar ikut tur.

"Bonsoir, kami ingin mendaftar ikut tur ini besok pagi," ucap

Kent sambil menunjuk brosur yang ada di tangannya.

"Bonsoir, Monsieur. Tur Fontainebleau? Bisa. Untuk berapa

orang?"

"Dua orang," jawab Kent sambil tersenyum menatap Fay.

Fay membalas senyum Kent sambil menatap cowok itu dengan

campuran antara kagum dan terpesona?sama sekali bukan sandi?

wara!

"Seratus enam puluh euro," ucap petugas.

Kent menatap Fay sambil tersenyum mesra dan berkata, "Se?

ratus enam puluh euro, Sayang."

Fay memberikan uang sejumlah itu kepada Kent sambil ter?

senyum jaim, padahal ia sudah hampir mati menahan ketawa

melihat ekspresi Kent dan ekspresi petugas yang membelalak tidak

percaya.

Kent mengulurkan uang itu kepada petugas sambil bertanya,

"Apakah turnya padat?"

"Tidak, Monsieur, sejauh ini baru ada lima orang, termasuk

Anda dan kekasih Anda. Sebentar, Monsieur, saya catat nama

Anda dulu. Bisa saya pinjam identitas Anda?"

Kent memberikan paspornya dengan tak acuh, lalu menarik

Fay lebih dekat ke arahnya dan mendekatkan wajahnya ke wajah

Fay, bibirnya mencari.

Fay sempat gelagapan sebentar, tapi langsung ingat di sini wa?

From Paris-2.indd 230

jar saja berciuman di tempat umum, jadi akhirnya ia membalas

ciuman Kent dengan dada berdebar kencang, sebagian karena risi

melakukannya di depan petugas tur.

"Ehm, Monsieur... paspor Anda."

Kent melepas tautan bibirnya dengan bibir Fay dan mengambil

paspor yang disodorkan petugas.

"Harap berkumpul di depan concierge pukul setengah sembilan

pagi. Selamat menikmati kota Paris. Merci beaucoup."

Mereka pun naik kembali ke kamar sambil bercengkerama

layaknya sepasang kekasih dan masuk ke kamar dengan Kent me?

meluk Fay erat dari belakang seolah mereka tak terpisahkan.

Setelah pintu ditutup, Fay yang menduga Kent akan melepas

pelukannya, langsung tersentak ketika merasakan pelukan Kent

makin erat dan Kent mencium kepalanya dari belakang.

"Kent..."

"Ya...," jawab Kent enggan.

Fay bisa merasakan bibir Kent masih menempel di kepalanya.

"Kita kan sudah di kamar."

"Aku tahu...," jawab Kent tanpa melonggarkan pelukannya.

"Kent!"

"Oke... oke..." Kent melepas pelukannya sambil mendesah,

"Kenapa peran kita harus berhenti kalau sedang di kamar...?!"

Fay merasa pipinya panas. Sebagian perasaannya langsung me?

layang mendengar perkataan Kent barusan, tapi yang sebagian

lagi memberi peringatan tajam. Ingat, Fay, ini semua hanya se?

men?tara!

Perkataan terakhir itulah yang kini didengar oleh Fay?bukan

semata karena prinsip yang dipegang teguh olehnya, tapi karena

ia tidak sanggup kalau harus kembali terempas begitu keras se?

telah semua ini usai.

Fay menatap ranjang besar di tengah ruangan dengan perut

mulas. Sejak pertama masuk ke kamar ini setelah check-in tadi,

benda inilah yang pertama ia perhatikan dan benda ini meman?

From Paris-2.indd 231

cing rasa mulas yang sama. Bagaimana pengaturan tidur mereka

malam ini? Fay melirik sebuah chaise lounge?kursi malas?satusatunya kursi yang ada di kamar ini. Ukurannya terlalu kecil

untuk dijadikan tempat tidur, terlebih untuk tubuh sebesar

Kent.

"Fay, aku tidur di sisi kanan ya..."

Ucapan Kent membuat Fay terlonjak kaget dan Fay menoleh

dengan cepat ke arah Kent dengan ekspresi shock yang tidak bisa

disembunyikan.

Di luar dugaan, Kent tersenyum lebar dan akhirnya tergelak.

"Maaf, aku tidak tahan... Kamu harus lihat mukamu sendiri tadi,

lucu sekali." Setelah tawanya reda, Kent kembali berkata sambil

tersenyum simpul, "Aku bisa tidur di kursi atau di lantai. Jangan

khawatir."

"Ih, jahatnya! Aku bisa kena serangan jantung kalau begini te?

rus!" gerutu Fay.

Kent tersenyum lalu berbicara di arlojinya, "Kent ke Pusat.

Sudah mendaftar ikut tur." Ia menyimak suara di ear tablet-nya

sebentar, lalu berkata pada Fay, "Kita bereskan tas dulu."

Fay melirik arlojinya yang sudah menunjukkan pukul tujuh

malam. "Kita makan malam di mana?"

Tubuh Kent mendadak tegak dengan kaku.

Fay sempat terkejut melihat ekspresi Kent, tapi segera tersadar

Kent sedang mendengarkan suara yang berbicara di ear tabletnya.

Kent mengaktifkan arlojinya sambil berkata, "Blueray baru da?

tang. Kita ke bawah sekarang, sekalian makan malam."

Mereka pun turun dengan tergesa-gesa, sampai lupa berperan

sebagai sepasang kekasih hingga tiba di lobi. Kent langsung me?

rangkul pinggang Fay sambil mencium kepala Fay, sekaligus me?

nahan langkah Fay yang masih tergesa-gesa.

"Tenang, Fay... kita punya waktu sepanjang malam," bisik Kent

menggoda.

From Paris-2.indd 232

Fay mendelik sewot. "Awas kamu ya...!"

Kent tertawa lepas.

Fay tersentak melihat ekspresi Kent yang begitu bahagia. Apa?

kah ini perasaan Kent yang sebenarnya atau bagian dari sandi?

wara? Fay akhirnya mengomeli dirinya sendiri. Sudahlah, Fay,

lakukan saja tugas ini hingga selesai!

Mereka mengarah ke resepsionis dan terlihat sosok yang me?

reka cari sedang check-in dan berbicara dengan petugas.

Dengan jantung mulai berdebar, Fay berjalan di samping Kent

sambil tetap tersenyum dan tertawa-tawa menanggapi godaan Kent

hingga mereka berdiri tepat di sebelah Blueray. Kent memandang

ke arah petugas yang masih berbicara dengan Blueray, seolah-olah

sedang menunggu giliran untuk dilayani. Fay menggunakan ke?

sempatan ini untuk memperhatikan Blueray sejenak. Wajah

Blueray tidak istimewa, dengan hidung mancung yang agak beng?

kok, seperti pernah patah. Fay bergidik sedikit melihat mata

Blueray; bentuknya seperti mata elang, kecil dan tajam. Ada sorot

bengis yang ditangkap Fay dalam mata Blueray di balik keramahan

yang coba ditampilkannya saat berbicara dengan petugas hotel.

Petugas akhirnya mengulurkan kunci ke Blueray. "Kamar Anda

301, selamat beristirahat."

Blueray berbicara, "Saya sudah mendaftar untuk ikut tur

Fontainebleau besok pagi. Bisakah Anda cek status pendaftaran

saya?"

Petugas memainkan tangannya di keyboard. "Anda sudah ter?

daftar untuk ikut tur itu besok pagi. Harap berkumpul di

concierge pukul setengah sembilan pagi."

Kent menyela, "Pukul setengah sembilan? Anda yakin? Petugas

yang tadi melayani saya saat mendaftar berkata kami harus ber?

kumpul di concierge jam setengah sepuluh! Tur Fontainebleau,

kan?"

Fay menyimak dengan dada berdebar. Ia belum terbayang ke

arah mana pembicaraan akan dibawa oleh Kent.

From Paris-2.indd 233

Petugas itu mengerutkan kening kemudian mengecek komputer

sekali lagi.

Blueray menoleh ke Kent. "Anak muda, kamu ikut tur

Fontainebleau juga besok?"

"Ya. Kami baru check-in tadi sore dan langsung mendaftar ikut

tur itu atas rekomendasi teman," jawab Kent ramah. "Anda baru

tiba? Pasti bukan kunjungan pertama ke Paris, ya...?"

Blueray tampak tertarik. "Kenapa kamu berkesimpulan begi?

tu?"

Fay merapatkan tubuhnya ke Kent sambil tersenyum tipis de?

ngan perut yang makin melilit.

Kent menjawab dengan antusias, "Biasanya kalau baru pertama,

orang lebih suka ikut tur di dalam kota Paris. Kami sendiri se?

perti itu."
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Blueray bertanya, "Kalian sudah sering ke Paris?"

"Ini yang kedua untuk saya. Kalau kekasih saya ini sudah se?

ring sekali ke Paris untuk berbelanja. Karena kami sekarang pergi

bersama-sama, kami memutuskan untuk mencari tur yang lebih

sepi," jawab Kent sambil tersenyum penuh arti ke arah Fay.

Fay membalas senyum Kent, berusaha terlihat tersipu-sipu,

padahal perutnya sudah melintir.

"Kalian hanya berdua atau ikut rombongan?"

"Hanya berdua," ucap Kent sambil menjulurkan tangan.

"Kenneth Briggs. Panggil saya Ken. Ini kekasih saya, Ferina?sing?

katnya Fe."

Blueray menjulurkan tangannya. "Scott Preston. Pleased to meet

you. Kalian dari mana?"

"Kami mahasiswa di University of Birmingham, sedang li?

buran," jawab Kent. "Anda dari mana,erika ya kalau dari

logatnya?"

Scott mengangguk.

"Jadi, Scott, bagaimana? Tebakan saya benar ini bukan kali

pertama Anda ke Paris?" tanya Kent sambil nyengir.

From Paris-2.indd 234

Scott menjawab sambil tersenyum tipis, "Benar, ini entah su?

dah yang keberapa kali untuk saya. Bisnis saya mengharuskan

saya untuk bepergian ke Paris secara rutin."

Petugas menyela dan kembali menegaskan, "Messieurs, turnya

berangkat pukul setengah sembilan dari concierge."

Kent tampak panik dan menoleh ke Fay dengan takut-takut.

"Sayang, ternyata pukul setengah sembilan! Apakah kamu bisa

bangun sepagi itu? Atau kita batalkan saja?"

Fay hampir saja gelagapan dengan reaksi tak terduga itu, tapi

ia segera tersadar dan langsung membayangkan reaksi Tiara.

"Aduh, kamu gimana sih? Kalau tahu sepagi itu sih aku tidak

mau ikut!" ucapnya setengah merajuk.

Kent tampak semakin panik dan bertanya ke petugas, "Pukul

berapa turnya berakhir dan kami sampai kembali di sini?" tanya

Kent.

"Pukul setengah dua."

Kent kembali menatap Fay dan berusaha membujuknya,

"Nggak lama kok... Setelah itu kan kamu masih bisa belanja."

Scott tersenyum dan ikut berkomentar, "Saya sudah pernah ke

Fontainebleau, istana yang sangat indah. Kota Fontainebleau yang

ada di sekitar istana juga sangat menarik. Selain sangat apik, di

sana juga banyak toko kecil yang unik. A sophisticated young lady

like you will find the visit very interesting."

Fay mengeluarkan tampang ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya

mengangkat bahu dengan tak acuh. "Oke." Ia berusaha menahan

se?nyum ketika melihat ekspresi Kent yang tampak sangat lega

men?dengar jawaban itu.

Scott mengucapkan terima kasih kemudian meninggalkan re?

sepsionis sambil berkata, "Baik kalau begitu, selamat beristirahat,

Ken dan Fe!"

"Sampai besok," balas Kent sambil mengangkat tangannya.

Fay mengembuskan napas ketika mereka berbalik dan berjalan

menjauhi Scott. Ia langsung tertegun ketika mendengar suara

From Paris-2.indd 235

Russel di ear tablet-nya, "Bukan hal yang lazim mengunjungi tem?

pat wisata yang sama berkali-kali. Kalian harus lebih hati-hati be?

sok karena dia berarti lebih mengenal medan daripada yang kita

harapkan."

Kent berbicara, "Roger."

"Kalian bisa makan malam di kafe sebelah hotel. Saya akan

mengawasi pintu keluar hotel untuk berjaga-jaga bila Blueray me?

ninggalkan hotel. Stand-by."

Kent secara sambil lalu menyapukan tangannya ke atas arloji?

nya untuk mematikan mikrofon, kemudian berkata, "Yuk, kita

harus buru-buru nih," ucap Kent.

"Kenapa?" tanya Fay.

Kent menjawab dengan resmi, "Karena, Miss Ferina Sutomo

yang terhormat, sebagai seorang ?sophisticated young lady?, tentunya

Anda tidak ingin tidur terlambat. Dan di kota seromantis Paris ini

pasti Anda sudah tidak sabar lagi untuk segera kembali ke kamar

dan bercengkerama dengan kekasih tercinta, Mr. Kenneth Briggs."

Fay mencibir ke Kent, disambut gelak Kent.

Fay duduk di atas ranjang, menatap Kent melangkah keluar dari

kamar mandi. Kent baru saja selesai mandi dan rambut pirangnya

yang basah acak-acakan membuat wajahnya tampak begitu lucu.

Setelah makan malam, Russel memerintahkan mereka untuk

masuk ke kamar dan beristirahat, kecuali ada instruksi lebih lan?

jut.

Kent berjalan ke arah ranjang dan Fay cepat-cepat mengalihkan

pandangan ke TV yang kini memutar film Prancis. Sedari tadi

pikirannya sudah melayang-layang memikirkan semua kejadian

yang telah berlangsung beserta kemesraan yang menyertainya. Se?

lama mereka tadi keluar untuk membeli makanan saja, Kent

menciumnya dua kali, belum lagi kalau dihitung ciuman-ciuman

From Paris-2.indd 236

sebelumnya, atau gerakan-gerakan lain yang menyiratkan ke?

dekatan dan kemesraan mereka.

Itu saja sebenarnya belum membuat benak Fay bertanya-tanya,

karena ketika dilakukan di depan umum, Fay masih bisa mengang?

gap semua itu dilakukan semata karena alasan tugas.

Namun, bagaimana dengan keengganan Kent untuk melepas

pelukannya dan sikapnya yang masih saja hangat sesampainya

mereka di kamar? Tapi kalau kedekatan itu merupakan keinginan

Kent, kenapa Kent pergi begitu saja tahun lalu?

Fay menghela napas, berusaha membuang semua ketidakmenger?

tian atas semua sikap Kent yang bertolak belakang. Terlepas dari

sisi hatinya yang bersorak-sorai karena peran ini mengharuskan ia

bermesraan dengan cowok pirang tampan ini, sedikit bagian hati?

nya terusik?ia merasa telah dimanfaatkan oleh Kent, seakan co?

wok itu bersikap aji mumpung. Entah apa anggapan Kent, yang

jelas ia merasa... murahan!

"Ada apa, Fay?" tanya Kent sambil duduk di atas ranjang.

Fay tersentak. Mungkin helaan napasnya tadi terdengar oleh

Kent. "Tidak ada apa-apa," jawabnya buru-buru. Fay mengarah?

kan pandangan ke depan, seolah-olah ia menyimak setiap kata

bahasa Prancis yang diucapkan para tokoh di film. Lewat sudut

mata, Fay melihat Kent masih mengamati.

"Pasti ada apa-apa. Sejak kapan kamu tertarik melihat film ber?

bahasa Prancis? Seingatku tahun lalu saja kamu mengomel se?

panjang kursus. Apa aku mengucapkan sesuatu yang salah?" tanya

Kent sambil menegakkan tubuh.

Kent menggeser duduknya hingga berada tepat di sebelah Fay,

lalu mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah Fay.

Refleks Fay menyentakkan kepalanya ke samping untuk meng?

hindar. "Jangan!" ucap Fay keras. Apa sih maksud cowok ini se?

benarnya?!

Kent tampak kaget dan langsung menarik tangannya kembali.

"Apa salahku?"

From Paris-2.indd 237

Fay menegakkan tubuh. "Kita sudah tidak di depan umum

lagi, tapi kamu terus-menerus menunjukkan sikap seolah peduli

dan ingin berdekatan denganku. Apa sih sebenarnya mau kamu?!"

tanya Fay setengah berteriak. Kekesalan yang sudah lama ia pen?

dam kini sudah memuncak.

Kent menegakkan tubuh, wajahnya tampak bingung. "Kamu

yang bilang ingin menganggap kebersamaan kita yang singkat ini

sebagai pemberian cuma-cuma..."

"Maksudku dalam tugas!" potong Fay ketus.

Kent terdiam sesaat lalu berkata, "Maaf kalau aku terkesan me?

manfaatkan kamu. Selama satu tahun aku menanggung perasaan

bersalah karena telah mengecewakan kamu, dan mendadak hari

ini aku seperti diberi hadiah cuma-cuma untuk menebus semua?

nya. Bukan maksudku melakukan hal itu."

Fay melihat Kent dengan tatapan tak percaya. Kembali ter?

bayang olehnya malam demi malam sepulangnya dari Paris yang

ia habiskan dengan simbahan air mata karena seorang cowok me?

ninggalkannya begitu saja tanpa memberi penjelasan apa-apa...

rasanya lebih menyakitkan daripada diturunkan di tengah jalan

tol! Dan cowok yang sama yang duduk di depannya ini mengang?

gap satu hari cukup untuk menebus itu semua? Betul-betul nggak

punya perasaan!

"Kamu pikir satu hari ini bisa menebus apa yang telah kamu

lakukan?! Kamu nggak tahu betapa menyiksanya satu tahun ini

aku lewati! Aku bertanya-tanya apa salahku hingga kamu pergi

begitu saja?seakan aku tidak ada harganya! Sebegitu sulitkah

untuk memberi penjelasan yang masuk akal untukku?" Fay ber?

henti dengan napas terengah-engah, dipenuhi emosi yang selama

ini telah ia pendam. Wajah Kent tampak mulai mengabur, ter?

tutupi air mata yang sudah mendesak keluar dan berkumpul di

pelupuk mata.

"Fay, tidak ada hal yang tidak kutempuh untuk kebaikan

kamu!" balas Kent keras dengan wajah mulai merah.

From Paris-2.indd 238

"Mana buktinya!" ucap Fay setengah berteriak. "Cuma sekadar

memberi kabar atau memberi penjelasan saja kamu tidak bisa!"

Kent menatap Fay dengan wajah merah padam dan menjawab,

"BAIK! Kamu mau tahu apa alasan aku pergi begitu saja me?

ninggalkan kamu tanpa kabar? Aku diancam oleh Paman untuk

tidak mendekati kamu lagi..."

"Hanya itu jawaban terbaikmu?!" potong Fay dengan dada se?

rasa ingin meledak. "Kamu selalu saja menjadikan pamanmu se?

bagai alasan untuk setiap tindakanmu dan aku tidak akan pernah

tahu apakah memang itu alasan yang sebenarnya!"

Dengan satu gerak cepat, Kent membuka kaus yang ia pakai.

Fay terperanjat dengan gerakan tiba-tiba itu. Refleks ia mundur

dengan jantung yang langsung berdegup kencang, dan terkesiap

memandang Kent yang menatapnya dengan sorot mata menyalanyala.

Kent berkata dengan suara bergetar, "Dia meninggalkan jejak

ini, Fay! Tapi bukan jejak di dadaku ini yang membuatku mun?

dur, melainkan karena dia mengancam untuk meninggalkan jejak

yang sama padamu bila aku tidak melakukan perintahnya. Dia

bahkan akan memastikan jejak itu akan ditorehkan oleh tangan?

ku!"

Fay merasa jantungnya berhenti berdetak sejenak saat matanya

menangkap satu lingkaran berwarna gelap di dada Kent.

Kent melanjutkan, "Ancaman pamanku bukan hanya supaya

aku memupuskan perasaanku kepadamu, tapi dia secara khusus

melarangku untuk melakukan kontak denganmu dalam bentuk

apa pun. Aku tidak sanggup membayangkan apa yang akan ter?

jadi padamu kalau aku menempuh risiko dengan mengontakmu."

Kent memakai kembali kausnya, lalu bersandar ke kepala tempat
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidur. "Aku memang berutang penjelasan ke kamu. Maaf kalau

aku tidak punya nyali untuk itu," ucapnya seperti menggumam.

Hening sesaat.

Fay memeluk kakinya sendiri sambil mengarahkan pandangan?

From Paris-2.indd 239

nya yang kosong ke TV. Penjelasan Kent mulai tersusun di

benaknya, melengkapi pertanyaan demi pertanyaan yang selama

ini terserak. Ia tidak bisa membayangkan perlakuan macam apa

yang telah diterima Kent hingga bekas luka kecokelatan masih

menampakkan jejak walau satu tahun telah berlalu. Jadi, itukah

yang dilakukan Kent ketika menghilang begitu saja, melindungi?

nya? Fay menghela napas kembali, berusaha menghalau perasaan

bersalah yang sedikit demi sedikit mulai menyisip masuk ke

relung hatinya.

Akhirnya Fay berkata, "Selama satu tahun ini aku bertanyatanya, apakah semua yang terjadi di antara kita tahun lalu itu

nyata... atau bagi kamu aku cuma pelampiasan sementara di selasela tugas..." Ucapan Fay tidak bisa diteruskan. Air mata yang

sedari tadi berusaha ditahan kini sudah melesak keluar dan me?

netes satu demi satu.

Kent mendekat dan menarik Fay ke dalam pelukannya. "Fay,

perasaanku kepadamu tidak pernah berubah sedikit pun. Aku

tahu aku tidak pernah mengatakannya, but I love you... and will

always do."

Fay membiarkan air matanya tumpah dalam pelukan Kent,

merasakan sebuah kehangatan kembali menyelisip masuk ke da?

lam rongga hatinya, sedikit demi sedikit mengikis kekecewaan

atas dirinya sendiri, dan perlahan-lahan menepis kesedihan ten?

tang betapa tidak bernilai dirinya di hadapan Kent. Percikan-per?

cikan kebahagiaan mulai terasa kembali menyejukkan rongga ko?

song dalam hatinya. Tangisnya perlahan-lahan mereda dan ia

terdiam dengan perasaan begitu damai, membiarkan tangan Kent

mengusap-usap punggungnya.

Kent berbisik lembut di telinga Fay, "Apa pun yang dilakukan

pamanku tidak mungkin bisa menghapus perasaan yang pernah

ada di sana untukmu. Kebersamaan kita berdua memang tak bo?

leh ada, tapi sampai kapan pun aku tahu bahwa di hatiku kamu

akan selalu ada dan tidak ada yang bisa mengubahnya."

From Paris-2.indd 240

Kent meraih kepala Fay dengan dua tangan lalu mengecup ke?

ning Fay, membiarkan bibirnya beberapa saat menempel di sana.

Ia lalu berkata, "Seandainya akhirnya bisa berbeda, Fay... atau

kalau aku tahu akhirnya harus seperti ini, mungkin aku tidak

akan mengambil risiko sama sekali untuk mendekatimu."

"Kenapa waktu itu kamu lakukan?" tanya Fay.

"Mungkin karena kamu berbeda. Di mataku kamu begitu...

tulus. Perasaan itu menyergapku begitu saja saat melihat kamu

berhadapan dengan Paman tahun lalu akibat berusaha melindungi?

ku dengan cerita itu." Kent tersenyum. "Ceritamu itu benar-benar

tidak meyakinkan. Kamu memang tidak pernah pikir panjang

sejak dulu."

Fay menikmati wajah Kent yang sesaat begitu bersinar dengan

sudut bibir yang terangkat simetris ke samping, menampakkan

deretan giginya yang putih. Tapi yang paling ia sukai bukan itu,

melainkan mata biru Kent yang tampak begitu dalam dan jernih,

berbinar dengan keriaan yang langka.

Tangan Kent terulur, menyentuh pipi Fay dan menelusuri tepi

rambut Fay di sekitar telinga.

Fay tersenyum dengan perasaan yang sedikit demi sedikit mulai

tertata kembali dan berkata, "Kalau aku bisa kembali ke masa

lalu, pasti akan aku ulangi lagi hubungan kita walaupun sudah

tahu akhirnya seperti ini." Kenangan tentang Kent adalah sebuah

bab dalam kehidupannya yang tidak akan pernah ia sesali, apa

pun akhirnya.


Dewi Ular 66 Misteri Anak Selir Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung 03 Pelangi Di Langit Singosari Karya S

Cari Blog Ini