From Paris To Eternity Karya Clio Freya Bagian 5
Kent juga tersenyum dan sambil melepas pegangannya ke Fay
ia mendesah, "Satu-satunya penyesalanku adalah karena ini harus
berakhir."
Setelah hening sesaat, akhirnya Fay bertanya pelan, "Kamu
tahu alasan paman kamu melarang hubungan kita? Aku ingat
Sam pernah berkata tentang hal ini?kamu ingat kan, waktu dia
bilang tidak mengerti kenapa Andrew bersikap sekeras itu atas
hubungan kita yang kurang dari dua minggu?"
From Paris-2.indd 241
Kent terdiam sesaat sebelum menjawab, "Aku tidak tahu per?
sis."
Fay menatap Kent yang tampak ragu, dan akhirnya memutus?
kan untuk tidak bertanya lebih lanjut.
Kent merebahkan diri di tempat tidur sambil menatap Fay,
dan melanjutkan dengan santai, "Sejak kecil aku diajari untuk
tidak memercayai orang lain, karena sebuah kepercayaan bisa me?
nurun?kan kewaspadaan. Kemunculan kamu dalam hidupku bagai
mengoyak nilai-nilai yang selama ini aku anut...."
Mendadak Kent berteriak sambil memegang telinga kanannya
dan mengumpat. Tubuhnya langsung tegak dengan kaku dan ia
langsung menekan tombol di arlojinya sambil berkata setengah
berteriak, "Don?t do that again!"
Kent menatap Fay kemudian menggumam, "Maaf aku tadi
mengumpat?bukan ditujukan ke kamu. Si Russel keparat itu
tadi membesarkan volume dan memberi frekuensi tinggi yang
menyakitkan telinga. Dia menegurku karena sedari tadi mikrofon
mati dan lampu kamar kita masih menyala." Kent nyengir sedikit
kemudian melanjutkan, "Aku rasa dia takut kita sedang melaku?
kan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan tugas." Kent melirik
arlojinya. "Memang sudah waktunya kita beristirahat. Kamu tidur
saja dulu, nanti aku yang menyalakan mikrofon di arlojiku."
"Aku merinding kalau mendengar nama Russel... Dia itu me?
ngerikan sekali!" ucap Fay sambil bergidik sedikit, kemudian
menyusup ke bawah selimut.
"Pendapat kamu tidak salah. Sebisa mungkin aku selalu meng?
hindari berurusan dengan dia di kantor, tapi sayangnya dia favorit
para pamanku, jadi... yah... suka atau tidak suka, dia selalu saja
muncul di hadapanku, di kantor dan di rumah."
Kent duduk di tepi tempat tidur, menatap Fay dengan sepa?
sang mata biru yang kembali memancarkan kehangatan yang dulu
pernah dirasakan Fay. "Aku ingin kamu tahu semua yang aku
From Paris-2.indd 242
lakukan hanyalah yang terbaik untukmu.... Yang harus kamu laku?
kan adalah percaya padaku."
Fay tersenyum tipis, membiarkan tangan Kent mengelus kepala?
nya.
"Good night, Fay," ucap Kent lembut, lalu mengecup kening
Fay.
"Good night, Kent."
Kent mulai menyusun bedcover dan bantal di lantai.
Fay menutup mata dengan perasaan damai yang untuk pertama
kalinya ia rasakan sejak meninggalkan Paris tahun lalu. Ketika ia
sudah di batasbang kesadaran, sayup-sayup ia merasa men?
dengar suara Kent yang semakin jauh, "...love you."
From Paris-2.indd 243
Tugas
PUKUL 08.20 keesokan harinya, Fay dan Kent sudah tiba di
depan concierge. Semua peralatan telekomunikasi dan mikrofon
mereka berdua kini dalam posisi aktif.
Sudah ada sepasang kakek-nenek yang menunggu untuk ikut
tur yang sama, ditemani seorang pria yang mengenakan topi ber?
logo perusahaan tur. Pria itu menyambut mereka ramah dan me?
nyapa dengan bahasa Inggris yang sempurna tanpa logat Prancis
sama sekali, memperkenalkan diri sebagai Alec Nicholas, pemandu
tur. Dia juga memberikan buku panduan tur yang tebal.
Scott datang tak lama kemudian, ikut bergabung dengan me?
reka bertiga.
Kedatangan Scott membuat Kent semakin membabi buta da?
lam bersandiwara. Kent terus-menerus menatap Fay dengan ta?
tapan mesra bercampur kagum, seolah Fay adalah dewi dari langit
yang dijatuhkan ke bumi khusus untuknya?benar-benar meng?
ada-ada!
Ingin rasanya Fay tertawa, tapi untung ia berhasil menahan
From Paris- 244
mulutnya. Fay akhirnya malah iseng dan sengaja meminta air pu?
tih kepada Kent di depan Scott dan Alec! Dengan tergesa-gesa
Kent langsung menjalankan titah yang diterima dengan menuju
konter minuman di hotel untuk membeli air minum dalam ke?
masan. Ketika melihat Kent kembali tak lama kemudian dengan
tergopoh-gopoh dan menyodorkan botol minuman, Fay benarbenar harus berusaha keras untuk tidak tertawa melihat tatapan
Alec dan Scott yang cenderung iba kepada Kent.
Alec akhirnya berkata mereka semua sudah siap untuk berang?
kat dan dia beranjak untuk mengambil mobil. Scott juga berlalu
dan beralih menyapa si kakek-nenek.
Kent merangkul Fay dari belakang; satu lengannya menutupi
bandul di leher Fay dan satu tangan lain diposisikan di atas arloji?
nya sendiri. Kent lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Fay dan
berbisik, "Awas kamu ya, nanti aku balas."
Fay tersenyum simpul menatap Kent yang masih memandangi?
nya dengan penuh kekaguman dan cinta.
Alec datang tak lama kemudian membawa mobil van berkapasi?
tas sembilan penumpang di bagian belakang, terdiri atas tiga baris
tempat duduk. Si kakek-nenek langsung duduk di baris pertama,
tepat di belakang Alec, yang ternyata tidak hanya menjadi pe?
mandu tapi juga merangkap sebagai pengemudi. Kent buru-buru
menarik tangan Fay untuk masuk mobil, mengambil baris ketiga
atau paling belakang; ketika Scott masuk, dia tidak punya pilihan
selain menempati baris kedua.
Begitu mobil bergerak, Alec langsung berceloteh tentang tujuan
pertama mereka yang akan ditempuh dalam waktu kurang-lebih
satu jam. Fontainebleau berjarak sekitar 60 km di sebelah selatan
kota Paris. Ada tiga atraksi utama yang akan mereka nikmati da?
lam kunjungan ini. Yang pertama adalah ch?teau atau istana
Fontainebleau yang kesohor sebagai tempat tinggal para raja
Prancis termasuk Napoleon. Yang kedua adalah berjalan-jalan di
kota kecil Fontainebleau yang sangat apik dan menjadi kediaman
From Paris- 245
bagi banyak kalangan atas Prancis. Yang terakhir adalah kota kecil
Barbizon, yang terkenal sebagai kota yang telah melahirkan ba?
nyak sekali pelukis beraliran impresionis.
Fay mendengarkan keterangan Alec dengan sepenuh hati dan
merasa agak aneh dengan fakta bahwa ia merasa sangat santai.
Mungkin perasaan itu karena ada Kent di sisinya, atau mungkin
juga karena ia sudah ditenangkan oleh penjelasan Kent semalam.
Memang bukan akhir yang diharapkan, tapi setidaknya ia tahu
Kent meninggalkannya bukan karena dia menganggap seorang
Fay Regina Wiranata tidak layak berada di sisinya.
Setelah mobil mulai bergerak, awalnya Fay masih berusaha
mengamati Scott dengan saksama, tapi lama-lama ia bosan juga.
Apalagi tidak ada yang aneh dengan aktivitas Scott?dia tampak
menyimak keterangan Alec dengan penuh minat, bahkan sesekali
bertanya.
Fay juga merasa konsentrasinya terganggu dengan kelakuan
Kent yang terus-menerus mendekatkan kepala untuk menggoda
atau menciumnya di sela-sela usahanya untuk membaca buku
panduan. Akhirnya ia menyibukkan diri dengan menanggapi
godaan dan ciuman Kent, sambil sesekali melihat ke luar atau
mendengar penjelasan Alec.
Kurang-lebih satu jam kemudian, mereka tiba di tempat tu?
juan.
"Selamat datang di kota Fontainebleau. Pagi ini kita akan ber?
sama-sama menuju ch?teau Fontainebleau. Saya akan memandu
Anda berkeliling di ch?teau kurang-lebih selama satu jam, lalu
Anda dipersilakan menikmati ch?teau sesuai kehendak Anda se?
lama setengah jam. Setelah itu Anda dipersilakan mengikuti pan?
duan yang sudah diberikan untuk berkeliling di kota kecil
Fontainebleau ini selama satu jam. Baru kita berangkat menuju
Barbizon," ucap Alec.
Si kakek bertanya, "Apakah kami tidak dipandu saat berjalan
di kota Fontainebleau nanti?"
From Paris- 246
"Tidak, Sir. Kota ini sangat kecil, Anda bisa dengan mudah
mengikuti panduan untuk berkeliling. Saya jamin tidak akan ter?
sasar," jawab Alec sambil tersenyum kocak.
Mereka semua bersiap turun dari mobil. Sekilas Fay mendengar
si kakek-nenek menggerutu sambil menyebutkan tentang betapa
sia-sianya membayar ikut tur kalau akhirnya harus berkeliling
mencari jalan sendiri sambil membaca panduan!
Fay tersenyum dalam hati. Di Paris memang tersedia banyak
sekali pilihan tur dengan kombinasi servis dan harga yang
beragam. Bila tidak jeli dalam memilih, apalagi bila hanya ber?
patokan pada harga dan kata-kata manis di brosur, konsumen
bisa merasa tidak puas dan bahkan merasa dirugikan. Pasangan
kakek-nenek ini pasti melewatkan keterangan tambahan di brosur,
bahwa tur yang mereka ikuti sekarang ini memang merupakan
kombinasi antara self-walking-tour (tur jalan mandiri) dan guidedtour (tur dipandu)?pemandu hanya bertugas di Istana Fontaine?
bleau, sedangkan untuk tujuan lainnya peserta tur dipersilakan
mengikuti rute yang diusulkan di buku panduan tanpa didam?
pingi pemandu.
Begitu Fay keluar dari mobil, yang pertama-tama terasa adalah
udara yang sangat segar dan dingin, menyapa kulit dan jalur
napasnya. Tidak heran, posisi kota ini persis di perbatasan hutan
Fontainebleau yang menjadi andalan untuk menyangga kota-kota
di sekitarnya. Mereka sekarang ada di Place Napoleon Bonaparte,
sebuah area terbuka yang di pinggirnya berderet stan penjual
suvenir dan makanan. Fay berdecak kagum melihat ch?teau
Fontainebleau berdiri megah di kejauhan. Dan begitu tersadar
bahwa statusnya saat ini adalah turis gadungan, matanya langsung
mencari Scott, yang ternyata sedang berdiri memperhatikan mer?
pati yang bercengkerama tanpa malu-malu.
Mereka semua kemudian berjalan perlahan, dipandu oleh Alec,
melintasi Jardin de Diane, taman yang tepat berada di depan
ch?teau, yang menyambut para pengunjung dengan anggun.
From Paris- 247
Selama satu jam berikutnya, di dalam ch?teau mereka masuk
ke ruang demi ruang yang tidak berkesudahan. Fay sibuk me?
nyimak penjelasan Alec sambil berdecak kagum di hampir setiap
ruangan melihat betapa mewah dan megah interior semua
ruangan itu, mulai dari ruang tidur, ruang kerja, ballroom, per?
pustakaan, kapel, hingga ruang singgasana. Hampir semuanya
didominasi warna keemasan dan tidak ada satu bagian pun yang
luput dari sentuhan tangan-tangan seniman berbagai zaman yang
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
meninggalkan jejaknya di ch?teau ini. Ornamen patung, ukiran,
dan lukisan memenuhi dinding hingga langit-langit.
Fay langsung membayangkan kehidupan zaman kerajaan dulu,
ketika para prianya memakai rambut palsu warna putih ber?
gulung-gulung dan para wanitanya mengenakan gaun-gaun yang
menyapu lantai dengan anggun.
Setelah satu jam menelusuri ruang yang tak ada habisnya, me?
reka tiba di area yang dinamakan Cour des Fontaines. Alec me?
ngatakan peserta tur bisa berjalan-jalan selama setengah jam.
Acara bisa dilanjutkan oleh peserta tur dengan berjalan-jalan di
kota Fontainebleau selama satu jam.
Scott langsung mengarah keluar, menuju Etang de Carpes, se?
buah telaga yang posisinya persis di belakang ch?teau. Di tengah
telaga ini terdapat sebuah paviliun yang berdiri tegak tanpa jalan
akses, sehingga tampak seakan muncul dari dalam air. Beberapa
perahu berseliweran di telaga, berisi turis-turis yang ingin melihat
paviliun lebih dekat.
Kent menggamit Fay untuk mengikuti Scott yang berdiri di
sisi telaga, mengagumi pemandangan yang indah di depan mata
ini.
Mendadak terlihat Scott seperti tersentak, lalu dia mengeluar?
kan telepon genggam.
"Kent ke Pusat. Scott mengambil telepon genggam, sepertinya
menerima panggilan."
"Roger.ati terus."
From Paris- 248
Scott memasukkan telepon genggam kemudian berbalik dan
berjalan dengan langkah lebar melewati Fay dan Kent, masuk
kembali ke bangunan ch?teau.
Kent langsung menggandeng Fay untuk mengikuti Scott yang
meninggalkan ch?teau dengan cepat, melintasi Jardin de Diane,
mengarah kembali ke Place Napoleon Bonaparte, tapi tidak ber?
henti di sana, melainkan berjalan terus menuju Rue Grande, yang
merupakan jalan utama yang membelah kota Fontainebleau.
"Menurut GPS, posisi kalian ada di Napoleon Bonaparte. Konfir?
masi?"
Fay tertegun sejenak mendengar suara Russel di ear tablet-nya
tapi ia lalu tersadar Russel pasti mengharapkan jawaban dari
Kent.
Kent merangkul Fay sambil tetap berjalan dan menjawab sambil
lalu, "Konfirmasi diberikan. Target tetap berjalan, mengarah ke
Rue Grande." Kent lalu mengeluarkan buku panduan dan meng?
gandeng Fay untuk berjalan sambil sesekali berpura-pura membaca
panduan dan menyapukan pandangan ke sekeliling. Di depan me?
reka terlihat sebuah taman kecil, Place Franklin Roosevelt, dan ti?
dak jauh dari sana, di sisi seberang, Hotel de Ville.
Scott mendadak belok ke kiri.
Dengan dada mulai berdebar Fay melirik Kent yang melapor
dengan tenang, "Scott belok ke Rue de La Corne. Posisi Scott
persis di depan kami."
"Roger. Hati-hati. Unit bergerak dari Posisi Tiga."
Fay memperhatikan jalan sepi yang kini mereka lalui. Jalan
berbatu ini khusus untuk pejalan kaki, dengan deretan bangunan
berlantai tiga hingga lima saling menyambung, membentuk ja?
jaran gedung yang rapi bagaikan berbaris, namun tidak kaku. Tak
jauh di depan terlihat sebuah persimpangan yang tidak simetris
mengarah ke beberapa jalan yang masing-masing mempunyai ka?
rakter tersendiri, baik ditandai ornamen jalan yang berbeda, mau?
From Paris- 249
pun oleh perbedaan lebar jalan atau gedung di sepanjang jalan.
Scott terlihat agak jauh di depan, tapi sama sekali tidak ada peng?
halang antara posisi mereka dan Scott.
Scott berbelok di persimpangan dan Kent kembali melapor
sambil mempercepat langkahnya.
Mereka kini ada di sebuah jalan berbatu yang agak lebar, juga
khusus untuk pejalan kaki, yang dipenuhi toko dengan etalase
yang mengundang lirikan para turis. Fay mengembuskan napas
lega sejenak melihat jalan ini lumayan ramai dengan gerombolan
turis di sana-sini yang berjalan pelan menikmati suasana khas de?
ngan keriaan seakan menggantung di udara.
Scott mengambil telepon genggam dan memperlambat langkah?
nya.
Kent langsung berbicara, "Scott mengambil telepon genggam,
sepertinya menerima panggilan." Kent lalu merangkul Fay dan
mencium kepala dan pipi Fay sambil memelankan langkah.
Scott menutup telepon dan mendadak berjalan dengan langkah
lebar dengan tergesa-gesa.
"Scott berjalan cepat ke arah Rue des Bouchers," lapor Kent
sembari menarik tangan Fay.
Fay mendengar suara Russel di ear tablet-nya, "Roger that, ja?
ngan sampai lepas."
Menghiraukan jajaran toko dan suasana yang begitu nyaman
untuk dinikmati, Scott berbelok kembali dan tak lama kemudian
sudah mencapai jalan raya. Dia menyeberang dengan cepat dan
berbelok ke sebuah jalan kecil.
Kent menarik tangan Fay dan setengah berlari ikut berbelok,
tapi begitu sampai di mulut jalan, mereka tertegun. Pintu berjejer
di kedua sisi, dan Scott tidak terlihat!
Kent mengumpat pelan.
"Apa yang terjadi? Laporkan!"
"Scott tidak terlihat lagi. Ada banyak pintu di jalan ini," lapor
Kent sambil menarik tangan Fay untuk menepi di mulut jalan.
From Paris- 250
"Jalan ramai?"
"Negatif."
"Tetap di posisi danati."
"Roger."
Fay menggenggam tangan Kent dengan erat dengan jantung
sudah berdebar kencang. Ia mengintip ke jalan kecil dan me?
nunggu sesuatu terjadi.
Mendadak satu pintu terbuka dan Fay sekilas melihat seorang
pria bertopi hijau keluar dan berjalan ke arah mereka. Berikutnya
Fay langsung gelagapan ketika Kent tiba-tiba mendorongnya ke
tembok dan langsung menciumnya.
Fay melingkarkan tangannya di leher Kent, berusaha terlihat
santai. Lewat sudut matanya ia melihat pria bertopi hijau itu ber?
jalan melewati mereka sambil sekilas melirik acuh tak acuh.
Kent melapor sambil menatap Fay mesra, "Seorang pria bertopi
hijau keluar dari pintu kedua di sebelah kanan. Bukan Scott."
Fay sempat tersenyum sedikit di sela-sela debaran jantungnya
mendengar laporan Kent yang diucapkan sangat datar, benarbenar bertolak belakang dengan ekspresi wajah Kent yang me?
natapnya dengan begitu berbunga-bunga.
Kent menarik tangan Fay untuk masuk ke gang. Scott sudah
berjalan menuju mulut gang di sisi berbeda. "Scott keluar dari
pintu yang sama dengan pria bertopi. Dia berjalan cepat menuju
Rue Grande... mengarah ke Rue Aristide Briand," lapor Kent.
"Unit ke Kent. Saya kehilangan posisi. Cek pemancar GPS
kamu."
Dengan kening berkerut Kent mengecek arlojinya dan berkata,
"GPS aktif."
"Unit ke Kent. Do you copy? Saya ulangi, saya kehilangan
posisi. Cek pemancar GPS kamu."
"Roger, GPS aktif," jawab Kent.
"Unit ke Kent. Do you copy?"
Kent mengumpat pelan, "Damn. Kita hilang kontak."
From Paris- 251
Terdengar kembali suara di ear tablet, kali ini suara Raymond,
"Pusat ke Kent. Do you copy?"
"Roger," jawab Kent.
"Pusat ke Kent. Do you copy?"
Kent mengeluarkan iPod dan mencoba menggunakannya tanpa
hasil, kemudian meraih telepon genggam untuk menelepon, juga
tidak berhasil.
Fay mendengar suara Raymond di ear tablet-nya, "Pusat ke Fay.
Do you copy?"
Fay mencoba menjawab, "Roger."
Kent mengumpat pelan sambil menggeleng ke Fay. "Percuma."
Terdengar kembali suara Raymond, "Komunikasi putus. Fre?
kuensi yang sama tetap saya buka. Posisi terakhir yang saya terima
berdasarkan laporan Kent, kalian ada di Rue Grande, menuju Rue
Aristide Briand. Saya akan secara berkala mencoba menghubungi
kalian. Lakukan hal yang sama bila keadaan memungkinkan. Tetap
ikuti Scott hingga tiba kembali di Paris. Unit pendukung akan ber?
siaga di Posisi Dua."
Scott berjalan dengan langkah lebar yang stabil namun tidak
tergesa-gesa dan Fay berdoa sepanjang jalan supaya Scott tidak
menoleh ke belakang. Walaupun jarak mereka cukup jauh, jalan
ini sepi dari pejalan kaki.
Di depan, terlihat Scott belok ke kanan dan Kent langsung
menarik tangan Fay untuk mempercepat langkah.
Saat belok ke kanan, Fay sekilas melirik ke jalan yang baru saja
mereka tinggalkan dan ia langsung terkesiap. Sekujur tubuhnya
langsung terasa dingin dan dengan panik ia berseru, "Kent, pria
bertopi hijau yang tadi kita lihat, sekarang ada di jalan raya,
persis sebelum kita belok ke jalan ini!"
Kent tidak berkata-kata dan setelah beberapa saat menyapukan
pandangannya ke kaca-kaca di sekeliling mereka, ia kemudian
menggumam, "Dia ikut berbelok ke jalan ini."
"Jadi bagaimana?" tanya Fay mulai panik.
From Paris- 252
"Kita sekarang belum tahu siapa target pria bertopi hijau ini,
kita atau Scott. Kita ikuti Scott dulu."
Di depan mereka terlihat Scott belok ke kiri.
Kent menarik Fay untuk berjalan lebih cepat, kemudian me?
reka ikut berbelok. Mereka tertegun ketika melihat Scott sudah
tidak ada. Tidak jauh di depan mereka jalan bercabang dua?
Scott bisa jadi belok ke kiri atau ke kanan.
"Ayo, Fay, kalau setelah persimpangan ini ada persimpangan
lagi, kita bisa kehilangan jejak Scott!" seru Kent dengan langkah
lebar.
Mereka hampir berada di ujung jalan ketika tiba-tiba Scott
muncul dari sebuah lekukan di pinggir jalan, berdiri menghadap
mereka dengan wajah tenang.
Kent menyapa ringan, "Hai, Scott, kamu tersesat, ya? Sejak
tadi kami mengikuti kamu."
Jantung Fay sempat lompat mendengar ucapan Kent, tapi akhir?
nya ia tersenyum santai mengikuti ekspresi Kent.
Scott mengangkat alis. "Oh ya? Kenapa kalian membuntuti
saya?"
Kent mengangkat bahu dengan tak acuh. "Kami pikir Anda
tahu tempat-tempat menarik di sekitar sini, jadi daripada repotrepot baca panduan, kami memilih untuk mengikuti Anda saja.
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi kelihatannya dugaan kami salah dan saya rasa kita samasama ter?sesat sekarang."
Fay mencoba mengatur napasnya yang mulai memburu dengan
merangkul Kent dan tersenyum ke arah Scott.
"Tapi jangan khawatir, Scott. Saya membawa peta. So, see you
at Place Napoleon," lanjut Kent sambil berbalik.
Fay mengikuti Kent berbalik sambil melambaikan tangan ke
Scott, dan tersentak ketika melihat pria bertopi hijau sudah ber?
diri di mulut jalan. Mereka terjebak!
"Tidak secepat itu," terdengar suara Scott dari belakang me?
reka.
From Paris- 253
Sebuah mobil van warna biru tua datang dari belakang Scott,
lalu berhenti di sisi jalan, tepat di sebelah mereka. Begitu pintu
belakang terbuka, satu pria berhidung melengkung seperti paruh
mengacungkan senjata.
"Masuk!" perintah Scott.
Fay meremas tangan Kent lebih erat dan bersiap masuk ke van
ketika terdengar kembali suara Scott, "Bukan kamu, Miss, tapi
teman kamu."
Fay tertegun.
Kent langsung bersuara, "Apa-apaan ini?! Dia bersama saya!"
"Tidak lagi," ucap Scott. "Fe akan ikut saya sebagai jaminan
supaya kamu tidak melakukan hal-hal bodoh yang tidak semesti?
nya."
Fay terpekik ketika mendadak Scott menarik lengannya hingga
pegangannya ke tangan Kent terlepas. Fay berusaha menggapai
Kent, tapi tidak berhasil karena Scott langsung memeluknya dari
belakang sambil menariknya menjauhi Kent.
Kent maju dengan muka merah padam. "Jangan sentuh dia!"
Langkah Kent terhenti ketika terdengar bunyi klik dari mobil,
suara senjata yang dikokang.
Scott berkata, "Seperti saya bilang tadi, jangan bertindak bo?
doh!"
Pria bertopi hijau mendorong Kent ke dalam van dan begitu
pintu ditutup, van langsung melaju.
Fay melihat van bergerak menjauh dengan perut mulas yang
berputar-putar.
Scott bertanya, "Apa kamu juga punya kecenderungan untuk
melakukan hal-hal bodoh? Kalau iya, bilang saja sekarang supaya
saya bisa menyuruh mereka menghabisi teman kamu sekarang
juga."
Fay menggeleng.
"Bagus," ucap Scott yang berdiri dengan santai, bahkan sempat
From Paris- 254
membetulkan posisi lengan kemeja rajutnya yang melorot ke per?
gelangan tangan.
Baru saja Fay bertanya-tanya dalam hati apa maksud pria di
depannya, sebuah Renault putih memasuki gang dan berhenti di
sebelah mereka. Scott langsung membuka pintu belakang, me?
narik lengan Fay untuk masuk, kemudian masuk ke mobil sambil
menyapa pengemudi, "Lama sekali. Saya sudah tidak sabar ingin
mengobrol dengan nona di sebelah saya ini." Scott lalu menye?
ringai ke arah Fay.
Fay merasa bulu kuduknya berdiri dan ia mengalihkan pan?
dangan ke jalan, berusaha mengamati jalan untuk mencari penun?
juk arah. Ia tidak tahu sebesar apa harapan untuk meloloskan
diri, tapi hatinya terus berdoa semoga ada keajaiban yang bisa
membuat Kent dan dirinya lolos.
Andrew melongokkan kepala di ruang komando COU, tempat
Raymond sedang memantau operasi pengintaian terhadap Blueray.
"Sudah berapa lama Pusat kehilangan kontak dengan Kent dan
Fay?"
"Setengah jam," jawab Raymond singkat.
"Saya akan berangkat ke lokasi sekarang. Semua di posisi?" ta?
nya Andrew lagi.
Raymond mengangguk. "Semua di posisi. Unit ada di Posisi
Dua."
"Perintahkan semua tetap bersiaga hingga saya datang."
Mobil Renault putih yang membawa Fay berhenti lima belas me?
nit kemudian di sebuah jalan sempit. Sepanjang jalan, Fay ber?
usaha menghafalkan petunjuk jalan tapi tidak ada nama jalan
From Paris- 255
yang bisa ia tangkap. Area yang ia lewati berada di luar lingkaran
perimeter yang ia hafalkan sebelumnya, apalagi sepertinya penge?
mudi sengaja berputar-putar, masuk dan keluar gang untuk me?
ngecoh arah. Yang ia tahu pasti, mobil ini sudah menyeberangi
terusan jalan besar Rue Grande yang membelah kota. Selanjutnya
ia hanya ingat mobil melewati sebuah sekolah, tidak jauh dari
tempat mereka berhenti sekarang ini.
Scott menyuruh Fay keluar dari mobil, kemudian masuk ke
gedung melalui salah satu pintu.
Fay hanya sebentar sempat memperhatikan ruangan tempat ia
berada, seperti toko yang masih belum jadi. Scott segera men?
dorong punggungnya, mengarahkannya ke belakang dan turun ke
basement dari tangga yang ada di sana. Terlihat juga tangga ke
bagian atas?Fay melihat sekilas, sepertinya ada dua tingkat lagi
di atas.
Di basement, ada dua pintu yang berseberangan. Scott mem?
buka pintu di sebelah kiri lalu mengambil tas selempang Fay
tanpa permisi. Scott kemudian mendorong Fay masuk ruangan
dan tanpa berkata-kata, menutup dan mengunci pintu.
Fay bergerak ke arah dinding, lalu duduk bersila di lantai
ruang yang seperti gudang ini. Beberapa kaleng cat bergeletakan
di lantai. Cahaya ruang hanya seadanya, diperoleh dari sebuah
lampu kuning yang ada di langit-langit dengan daya pas-pasan.
Pikiran Fay mulai menerawang dengan gelisah. Bagaimana
nasibnya kini? Apa yang terjadi pada Kent? Apakah Kent ada di
ruang seberang?
Pikiran yang terakhir itu membuat Fay terlonjak dan ia lang?
sung berdiri. Apa yang akan terjadi kalau ia menggedor pintu dan
meneriakkan nama Kent? Tidak ada salahnya dicoba, pikirnya
nekat.
Ia kemudian berdiri di depan pintu, dan setelah menarik napas
dalam-dalam, tangannya mulai terangkat menggedor pintu.
From Paris- 256
"Pusat ke Fay. Do you copy?"
Fay terlompat kaget dan sambil lalu ia menjawab, "Roger." Ta?
ngannya bersiap menggedor kembali ketika terdengar suara
Raymond, "Suara jernih. Harap laporkan situasi."
Fay merasa lututnya lemas saking leganya. Ia langsung melapor,
"Kami tertangkap oleh Blueray. Pria bertopi hijau yang sebelum?
nya kami lihat ternyata teman Scott dan dia membuntuti
kami."
"Di mana posisi kamu sekarang?"
"Saya tidak tahu persis, seperti di sebuah toko yang belum
jadi, atau malah sudah ditinggalkan, sepertinya tiga lantai. Tapi
saya tahu pasti posisinya tidak jauh dari sebuah sekolah, kalau
tidak salah namanya Ecole Lagrosse."
"Apakah Kent bersama kamu?"
"Tidak. Kami tadi dibawa dengan mobil terpisah. Saya dengan
Renault putih dan Kent dengan sebuah mobil van biru."
"Pelat nomor?"
"Tidak sempat lihat."
"Roger. Tunggu instruksi lebih lanjut."
"Baik... eh, roger that," kata Fay gugup. Untung belum sempat
gedor pintu, pikirnya sambil mendesah lega.
Kent mendengar suara langkah kaki yang mendekat, kemudian
suara pintu terbuka dan menutup kembali dari ruangan di se?
berang tempatnya disekap sekarang. Ini sudah yang kedua kalinya
ia dengar selama sepuluh menit ia ada di sini. Bisa jadi Fay ada
di sana, atau ruang itu malah merupakan pusat komando para
penyekapnya.
Kent mendekat ke pintu dan menempelkan telinganya di pin?
tu, berharap ada petunjuk suara-suara lain, tapi nihil. Ia juga ti?
dak menemukan celah yang bisa dipakai untuk mengintip ke
From Paris- 257
luar?tidak ada lubang kunci karena pintu diamankan mengguna?
kan gembok di sisi luar.
Akhirnya Kent kembali mengelilingi ruangan, berharap bisa
menemukan sesuatu yang bisa digunakan sebagai senjata bila ter?
paksa. Ruangan 4 x 5 m ini tidak berjendela. Cahaya terang
benderang diperoleh dari deretan lampu putih di langit-langit,
dengan bola lampu yang terlindung di balik kawat besi. Seperti
diperuntukkan bagi penyimpanan makanan, ruang ini dilengkapi
dengan sebuah lemari yang mempunyai rak-rak besi di satu sisi
yang memanjang, dan lemari penyimpanan anggur di sisi yang
lebih sempit?keduanya kosong. Kedua lemari itu ditanam ke
dinding dan tidak bisa digerakkan sama sekali. Besi-besi pe?
nyangga rak juga tidak bisa dibuka tanpa alat bantu?tadi sudah
ia coba. Setelah mengelilingi ruangan tanpa hasil, ia akhirnya ber?
henti dan bersandar ke dinding.
Tidak ada bedanya ada senjata di ruang ini atau tidak, pikirnya
muram. Senjata yang dipegang para penyekapnya jauh lebih ber?
harga?Fay-nya.
Terdengar suara dari ear tablet, dan tubuhnya langsung tegak.
"Pusat ke Kent. Do you copy?"
"Roger," balas Kent.
"Suara jernih. Komunikasi sudah pulih seperti sediakala, tapi
GPS belum. Ada informasi posisi?"
Kent mengembuskan napas lega dan langsung melapor, "Ne?
gatif. Tertangkap oleh target di Rue Comairas, terpisah dari Fay.
Dibawa ke lokasi lima belas menit dari posisi dengan van biru.
Jarak tidak bisa diperkirakan karena van mengambil jalan ber?
putar-putar."
"Informasi tentang perimeter?"
"Negatif. Mata ditutup kantong hitam sepanjang perjalanan,
baru dibuka kembali di tempat penyekapan, di sebuah basement.
Ruang seluas 4 x 5, dari dalam tidak ada gagang pintu dan tidak
ada lubang kunci. Di seberang pintu ruang ini ada pintu lain.
From Paris- 258
Ruang ini tidak berjendela, tidak ada cahaya masuk dari luar
sama sekali, cahaya ruang diperoleh dari lampu putih yang di?
amankan di langit-langit oleh kawat. Di ruang ini juga ada rak
makanan dan rak anggur, tapi tidak ada yang bisa dipakai sebagai
senjata."
"Lemari bisa digeser?"
"Negatif."
"Informasi tentang pihak lawan?"
"Sejauh ini ada empat orang. Scott, pria bertopi hijau yang
kami lihat sebelumnya, pria berhidung bengkok dengan senjata
SIG kaliber 9 mm, dan pengemudi van biru. Scott tadi bersama
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Fay sedangkan sisanya bersama saya. Sampai saat ini baru satu
senjata yang terlihat, tapi bisa diasumsikan yang lain juga pu?
nya."
"Roger. Tunggu instruksi lebih lanjut."
"Sebentar... ada kabar tentang Fay?"
"Serahkan ke Pusat. Standby."
Kent mengumpat dalam hati dan dengan galau ia duduk di
lantai, menunggu.
Di markas COU, di hadapan Raymond sudah duduk James
Priscott, sepupunya yang juga rekannya sesama Pilar COU, yang
bertanggung jawab atas semua urusan teknologi. Di sebelah James
duduk Elliot Phearson, keponakan mereka yang termuda. Elliot
tampak gugup dan sejak tadi sibuk membetulkan posisi kacamata?
nya yang melorot ke hidung. Dengan usianya itu, Elliot memang
punya jam terbang yang baru sedikit dan jarang sekali berhadapan
dengan Pilar COU selain James, yang memang adalah pengawas
utamanya kalau di rumah.
Raymond menjelaskan situasinya, "Kita perlu mematikan listrik
di satu area di Fontainebleau." Raymond menunjuk posisinya di
From Paris- 259
peta, kemudian bertanya kepada James, "Berapa lama waktu yang
kamu butuhkan?"
James menoleh ke Elliot. "Bagaimana? Apakah kamu bisa? Atau
kamu perlu bantuan?"
Elliot tampak sedikit tersinggung dan dia menjawab, "Saya
bisa! Hanya perlu waktu sepuluh detik!"
"Jangan sesumbar!" tegur James. "Sepuluh detik itu dihitung
dari sejak kamu tahu titik kontrol yang mengatur listrik daerah
itu. Itu sudah semudah main video game! Yang sulit adalah me?
nemukan letaknya setelah kamu masuk ke komputer kontrol di?
nas kelistrikan kota Fontainbleau."
Elliot tampak agak malu dan menjawab pelan, "Sepuluh me?
nit?"
James menjawab, "Tujuh menit. Anggap ini ujian buat kamu.
Kalau gagal, jangan harap kamu bisa menyentuh komputer satu
minggu ke depan!"
Elliot tampak panik, dan akhirnya mengangguk.
Raymond berkata, "Laporkan ke saya bila posisi sudah ditemu?
kan. Tunggu instruksi saya untuk eksekusinya."
James keluar ruangan diikuti Elliot yang bersedekap sambil
mengelus-elus lengannya sendiri seperti kedinginan.
Kent tersentak ketika pintu terbuka.
Fay!
Fay didorong masuk ke ruangan dengan kasar oleh si hidung
bengkok.
Kent langsung berdiri dengan tangan terjulur siap menangkap
Fay yang oleng karena kehilangan keseimbangan. Berhasil menahan
Fay sehingga tidak tersungkur di lantai, Kent langsung memeluk
gadis itu yang langsung meringkuk dalam rangkulannya. Kelegaan
langsung menyapu kerisauan Kent ketika melihat Fay tidak kurang
From Paris- 260
suatu apa pun. Namun perasaan itu tidak berlangsung lama. Si
hidung bengkok masuk, diikuti Scott dan si topi hijau.
Scott tertawa mengejek. "Wah, jahat sekali kita memisahkan
dua kekasih di ruang yang berseberangan." Kalimatnya langsung
disambut seringai si hidung bengkok, sedangkan ekspresi si topi
hijau tetap datar.
"Sekarang, pertanyaan sederhana untuk... Nona Fe."
Refleks, Kent menarik Fay hingga terlindungi di balik pung?
gungnya.
Si hidung bengkok maju sambil menodongkan senjata ke arah
Kent, sementara Scott berkata dengan wajah mengejek, "Jangan
bodoh! Begitu peluru ini menghancurkan kamu, peluru berikut?
nya pasti akan diarahkan ke gadismu, dan saya bisa menyarankan
beberapa tempat yang menyakitkan supaya kematiannya tidak
mudah."
Kent mengatupkan rahangnya dengan keras. Hatinya teriris
ketika merasakan tubuh Fay yang menempel ke punggungnya
gemetar. Tidak ada hal yang bisa membuat seseorang begitu tak
berdaya selain menyaksikan tangan-tangan nasib mempermainkan
orang yang disayangi tanpa bisa berbuat apa pun.
Si hidung bengkok menarik tangan Fay dan menyeretnya ke
samping Scott.
Scott menjambak rambut Fay dan bertanya, "Nona Fe, bisa
kamu katakan siapa kalian dan kenapa kalian membuntuti saya
tadi?"
Fay mendengar suara Raymond di telinganya, "Fay, karang
cerita."
Fay menjawab dengan suara bergetar, "Seperti yang dibilang
pacar saya tadi, kami tidak mau repot-repot membaca peta jadi
kami memilih mengikuti Anda yang sepertinya sudah familier
dengan lingkungan ini... Anda kan bilang sendiri Anda pernah
ke sini."
Scott memberi tanda ke si topi hijau dengan kepalanya. Si topi
From Paris- 261
hijau langsung mendekati Kent dan melayangkan satu pukulan
ke ulu hati. Kent jatuh ke lantai dan si topi hijau menendang
Kent.
Kent mengerang dan melihat semua mulai berputar. Sayupsayup terdengar teriakan Fay di kejauhan dan suara Raymond di
telinganya, "Bagus, Fay, gunakan terus cerita itu. Jangan terpenga?
ruh. Kent, bertahan."
Kent berusaha bangkit dengan susah-payah, dan terbantu de?
ngan sentakan di lengan kanan dan kirinya yang ditarik oleh si
topi hijau dan si hidung bengkok.
"Sekali lagi," ucap Scott.
"Jangan...," isak Fay mengiba.
"Baik, jadi kamu sudah siap untuk mengubah cerita kamu?"
tanya Scott.
Fay menggeleng. "Saya kan sudah bilang..."
Kent kembali mengerang ketika satu pukulan kembali terasa di
ulu hatinya. Terdengar kembali teriakan Fay yang mengiba me?
minta para pemukulnya berhenti.
Scott berkata, "Mari kita balik situasinya."
Tanpa berkata-kata, si topi hijau keluar ruangan dan kembali
membawa satu kursi. Setelah itu ia mendorong Fay ke kursi de?
ngan kasar, lalu membawa kedua tangan Fay ke belakang dan
mengikatnya dengan lakban, menyentak lengan Fay berkali-kali
ketika melakukannya hingga Fay berkali-kali mengaduh. Kedua
kaki Fay juga disatukan dengan lakban dan si topi hijau terlihat
seperti sengaja menendang kaki Fay.
Fay kembali mengaduh.
Kent merasaarah menguasainya dan tanpa pikir panjang ia
pun maju untuk menyerang si topi hijau.
Gerakannya disambut dengan gegap gempita oleh si topi hijau,
yang langsung menerjang balik hingga Kent terpelanting ke bela?
kang menghantam lantai, dengan si topi hijau menindihnya. Kent
megap-megap ketika lengan si topi hijau menekan lehernya se?
From Paris- 262
hingga jalur napasnya terblokir. Tekanan itu terasa semakin kuat
ketika tangan kiri si topi hijau sengaja diposisikan di pergelangan
tangan kanannya sehingga bisa menekan leher Kent lebih keras.
Tanpa kesulitan Kent mendorong si topi hijau dari atas tubuh?
nya.
Berhasil!
Kent melihat bedebah ini terduduk di lantai sejenak dengan
lutut tertekuk ke atas sebelum akhirnya bangkit dan kembali me?
masang kuda-kuda.
Terdengar suara Raymond yang tipis di telinganya, "Tindakan
yang ceroboh, Kent!"
Berikutnya, Kent dikejutkan bunyi pukulan disusul teriakan
Fay.
Scott menarik kepala Fay hingga menengadah dengan sepucuk
senjata ditekan di dagu gadis itu. Bersamaan dengan itu, si hi?
dung bengkok mengacungkan senjata ke arah Kent, lalu memaksa?
nya berlutut menghadap kursi tempat Fay duduk terikat dengan
wajah ketakutan yang memilukan hati.
"Kita coba sekali lagi," ucap Scott tajam. "Siapa kalian dan
kenapa kalian membuntuti saya?"
Terdengar suara Raymond, "Kent, jangan dijawab. Fay, bertahan?
lah."
Kent menunduk. Tangannya sudah terkepal di sisi badan, me?
nahanarah dan rasa putus asa yang sedemikan memenuhi
rongga batinnya.
Terdengar suara plak keras dari pukulan yang dilayangkan si
topi hijau dan Fay berteriak kesakitan.
"Kent, jangan bereaksi."
Scott berkata, "Mari kita buat atraksi menarik..." Dia mengang?
kat tangan ke kedua temannya, memberi kode, lalu menatap
Kent. "Kita lihat seberapa besar nyali kamu melihat pertunjukan
di depan."
Kent melihat si topi hijau mengeluarkan seutas tali lalu ber?
From Paris- 263
jalan ke belakang Fay dan saat itu juga ia merasakan rasa takut
perlahan merasuki dadanya. Dengan dada serasa diinjak-injak ia
melihat si topi hijau melingkarkan tali ke leher Fay lalu menarik
kedua ujungnya. Fay langsung megap-megap mencari udara.
"JANGAN!" teriak Kent. "Dia tidak bisa bernapas!" Kent ber?
gerak maju, tapi ditahan tangan si hidung bengkok yang men?
cengkeram bahunya dan senjata yang ditekan lebih keras ke peli?
pisnya.
"Easy, Kent.... Saya sudah bilang, jangan bereaksi!"
Kent menatap Fay yang megap-megap kehabisan udara dengan
perasaan remuk redam, dihancurkan ketidakberdayaan yang me?
nyakitkan. Setelah detik demi detik yang tidak pernah berakhir,
si topi hijau melonggarkan tarikan talinya. Fay langsung tersengalsengal, berusaha memanjakan paru-parunya dengan menarik udara
sebanyak-banyaknya.
Kent kembali menunduk. Badannya bergetar menahanarah.
Terdengar kembali suara pukulan dan teriakan Fay.
"Pusat ke Kent. Lingkaran perimeter lokasi kalian sudah di?
ketahui walaupun koordinat tepatnya belum. Elliot sudah menyusup
ke komputer kontrol dan akan mematikan listrik di area perimeter.
Dari deskripsi kamu tadi, ruangan akan menjadi gelap total dan
kamu bisa mengambil kesempatan untuk melarikan diri. Kamu pu?
nya sepuluh detik sebelum listrik kembali menyala."
Kent terdiam sesaat. Raymond tadi memanggil namanya secara
khusus, berarti ada kemungkinan Fay tidak mendengar instruksi
ini... apa artinya?
"Fay...?" tanya Kent pelan, diucapkan seperti memanggil Fay.
Scott sempat menoleh sesaat, tapi kembali memperhatikan Fay.
"Tidak ada back-up. Tinggalkan Fay!"
Kent merasa ruang berputar dan dirinya kehilangan pijakan.
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan nanar ia melihat Scott mengeluarkan pisau dan men?
dekati Fay. Ia melihat Fay-nya berusaha tegar walaupun ia tahu
sebenarnya gadis itu begitu ketakutan.
From Paris- 264
Scott kembali berbicara, "Nona, kamu lihat betapa tajamnya
pisau ini? Saking tajamnya, saya jamin tidak akan terasa kalau
benda ini menggores kulit.... Baru beberapa detik kemudian, saat
darah mulai menetes, rasa sakit akan datang."
"Tidak...," ucap Kent pelan. Scott menoleh kembali sambil
menyeringai, menganggap bahwa ucapan barusan ditujukan ke?
padanya.
Suara Raymond kembali menyentak di telinga, "Kent, ini perin?
tah Pusat! Insubordinasi tidak bisa diterima! Elliot perlu waktu se?
puluh detik untuk melakukannya dan ini satu-satunya kesempatan
yang kamu punya."
Gila! Tidak mungkin ia meninggalkan Fay begitu saja!
"Hitung mundur mulai dari... sekarang! Sepuluh..."
Kent menggeleng dengan dada yang rasanya sudah sangat se?
sak, serasa sudah akan pecah.
"Sembilan... delapan..."
"Jawab pertanyaan saya! Siapa kalian?" terdengar suara Scott.
"...tujuh... enam..."
Si topi hijau melingkarkan tali kembali ke leher Fay, menarik?
nya ke belakang hingga kepala Fay mendongak, memampangkan
leher yang terbuka. Scott mendekatkan pisau ke leher Fay, dan
terdengar suara rintihan bercampur isakan dari gadis yang di?
sayanginya itu.
"...lima... empat..."
Ruangan kini serasa berputar membentuk pusaran yang me?
nariknya ke dalam sebuah relung kosong.
"...tiga..."
Di sela-sela pusaran yang membungkusnya, Kent melihat Fay
menatapnya dengan sorot mata ketakutan yang begitu memilukan,
bagaikan sebuah permohonan terakhir di atas sebuah keputus?
asaan.
"...dua..."
Sebuah kesadaran perlahan menghampiri. D?j? vu!
From Paris- 265
"...satu..."
"SEKARANG!" suara Raymond terdengar begitu mendesak di
telinganya.
Lampu mendadak mati dan ruangan kini diselimuti kegelapan
nan pekat.
Dalam gelap, Kent meraih tangan si hidung bengkok yang ma?
sih menodongkan senjata, memelintirnya sehingga terdengar bu?
nyi "krak" dan bunyi senjata yang jatuh ke tanah, disusul suara
teriakan kesakitan. Kent langsung berlari menuju pintu. Terdengar
suara teriakan Scott yang mengeluarkan sumpah serapah.
Begitu berada di luar, Kent segera naik dan berlari keluar, me?
nuju limpahan sinar matahari yang menerangi penglihatannya,
tapi tidak hatinya. Tanpa menoleh sedikit pun ia segera lari me?
nuju jalan terdekat yang cukup ramai, kemudian menemukan
jalannya kembali ke Posisi Dua sesuai instruksi.
Fay tersentak ketika lampu mati. Seketika ia merasakan tali di
lehernya melonggar dan ia bernapas lega sejenak dalam gelap.
Dengan perasaan cemas ia mendengarkan derap langkah kaki
susul-me?nyusul, diiringi teriakan di sana-sini.
Apa yang terjadi?
Lampu mendadak menyala kembali dan saat itu juga Fay tahu
perasaannya yang sudah rapuh langsung pecah berantakan, ketika
melihat hanya ada Scott di ruang ini selain dirinya.
Setetes air mata menitik dari sudut mata Fay. Bagaimana mung?
kin Kent tega meninggalkannya sendirian menghadapi pria tak
kenal belas kasihan ini? Setelah semua yang mereka bicarakan tadi
malam, setelah Kent kembali meyakinkan hatinya bahwa perasaan
yang dia miliki nyata walaupun mereka tidak bisa bersama, Kent
lagi-lagi pergi meninggalkannya begitu saja!
Mungkinkah Kent pergi untuk meminta bantuan?
From Paris- 266
Pikiran itu berhasil menenangkan hati Fay sesaat, hingga ter?
dengar kembali suara Scott.
"Rupanya teman kamu merasa tidak terlalu penting untuk
mengajak kamu pergi bersamanya."
Setitik air mata kembali menetes ke pipi Fay. Ia terdiam, men?
coba mengumpulkan sisa-sisa hatinya yang kembali pecah beran?
takan. Apa artinya perkataan Kent tentang perasaannya yang tidak
akan pernah pupus? Apa makna kata sakral tentang cinta yang
keluar dari mulut Kent tadi malam? Apa maksud Kent ketika
meminta dirinya percaya bahwa apa yang dilakukan oleh Kent
adalah hal yang terbaik?
Scott mendekati Fay dan membuka ikatan di tangan dan kaki
gadis itu kemudian memaksa Fay berdiri. Scott lalu kembali
mengikat kedua tangan Fay ke belakang dengan lakban dan me?
nutup mulut Fay, juga dengan lakban.
"Pusat ke Fay, do you copy?"
Fay mencoba mengeluarkan suara dari mulutnya, berharap
Raymond bisa mendapat petunjuk mulutnya ditutup, tapi suara
paling keras yang bisa dikeluarkan mulutnya hanya terdengar se?
perti gumaman.
"Pusat ke Fay, do you copy?"
Percuma. Air mata frustrasi mulai keluar dan Fay mencoba
menahannya dengan menarik napas panjang. Dengan langkah
setengah terseret Fay mengikuti Scott yang menarik lengannya
dan berjalan dengan cepat menaiki tangga, menuju pintu keluar,
mengarah ke satu mobil warna hitam yang diparkir di pinggir
jalan, tidak jauh di belakang Renault putih. Scott membuka ba?
gasi dan mendorongnya masuk. Begitu pintu bagasi ditutup, ke?
adaan langsung gelap total dan udara terasa sangat pengap.
Ke mana Scott akan membawanya? Bagaimana ia bisa memberi?
tahu Raymond bahwa sekarang Scott membawanya pergi dari
lokasi? Bisakah ia memercayai langkah yang diambil Kent? Kalau
From Paris- 267
Kent pergi untuk meminta pertolongan, kenapa bantuan itu
sekarang belum datang untuk melepaskannya dari ketakutan?
Mobil bergerak.
Dalam gelap Fay berusaha mengusir semua ketakutannya de?
ngan menutup mata dan mencoba berkonsentrasi untuk meng?
hirup udara yang terasa sangat berat untuk ditarik. Ia membiar?
kan pikirannya berusaha berdoa, sementara hatinya sudah
menangis.
"Unit ke Pusat. Fay tidak ada di lokasi," lapor Andrew di headsetnya. Ia dan Russel sekarang berada di rumah tempat sebelumnya
Fay dan Kent berada. Ia memberi tanda pada Russel untuk ke?
luar, kembali ke Unit yang diparkir tidak jauh di mulut gang.
Russel membuka komputer kemudian membuka foto jalan
yang diambil tidak lama sebelumnya. "Gambar ini diambil pada
saat Unit menyisir lokasi beberapa saat yang lalu. Peugeot hitam
yang diparkir di pinggir jalan kini sudah tidak ada. Nomor pelat
terbaca dengan jelas."
Andrew mengangguk. "Raymond, do you copy?"
"Roger. Saya akan kerahkan unit pencarian."
Andrew kembali berkata di headset-nya, "Make it fast, Ray!"
Fay mengerjapkan mata ketika pintu bagasi dibuka; udara yang
segar langsung membanjiri paru-parunya. Sekilas terlihat ada ta?
ngan terjulur dan dengan kasar ia ditarik keluar. Ia sekarang berada
di ujung gang buntu yang diapit gedung bertingkat tiga. Bukan
pemandangan yang istimewa. Langit di atasnya sudah memasuki
senja?ia tidak tahu persis sudah berapa lama ia berada di dalam
bagasi, yang jelas sudah lama sekali rasanya mobil berhenti.
From Paris- 268
Scott menarik lengan Fay, membawanya masuk ke gedung le?
wat satu pintu yang posisinya persis di sisi mobil. Lewat tangga
sempit yang persis berada di balik pintu, dia membawa Fay ma?
suk ke satu ruangan di lantai dua yang tampak seperti apartemen
studio.
Scott mengambil satu-satunya kursi dari sebuah meja makan
kecil di tepi dapur yang juga mungil, kemudian mendorong Fay
dengan kasar hingga duduk. Dia kembali mengeluarkan lakban
dan tanpa repot-repot membuka ikatan tangan Fay terlebih dulu,
dia langsung saja melingkarkan lakban ke tubuh Fay hingga ter?
ikat ke sandaran kursi.
"Aww...!" Fay mengaduh ketika lakban yang menutup mulut?
nya tiba-tiba dicabut oleh Scott.
"Pusat ke Fay. We copy that. Usahakan mendeskripsikan po?
sisi."
Dengan dada seperti digedor dari dalam, Fay melihat Scott
yang berjalan pelan di dalam ruangan, kemudian mengitarinya
perlahan.
Fay berkata pelan, "Kenapa saya dibawa ke sini? Di mana
ini?"
Satu sengatan terasa di pipi kanan Fay, begitu keras, hingga
sejenak ia merasa dirinya dibaluti kegelapan. Begitu terang per?
lahan-lahan kembali menyapa, pipinya terasa sangat panas dan
telinganya berdenging.
"Bukan kamu yang dalam posisi bertanya!" hardik Scott yang
kini sudah berdiri tepat di hadapan Fay.
Fay merasa sangat mual karena rasa takut yang mengaduk-aduk
perut.
"Fay, coba bertahan tanpa menimbulkan kemarahan Scott. Kami
sedang berusaha mencari posisi kamu lewat kekuatan sinyal mikro?
fon. Usahakan supaya ada yang terus bicara di ruangan itu supaya
pelacakan lebih mudah."
Fay menelan ludah. Ia tidak berusaha melawan ketika ke?
From Paris- 269
takutan menguasainya dengan cepat dan ia pun memohon dengan
sangat memelas, "Tolong lepaskan saya." Suaranya terdengar se?
perti terpantul-pantul di telinga kanannya yang masih berde?
nging.
"Bagus, Fay."
Scott melengos. "Kamu belum menjawab pertanyaan saya. Mu?
dah sekali sebenarnya... Kita mulai dengan identitas kamu. Kamu
siapa?"
Fay kembali menelan ludah dan ia pun berkata, "Saya tadi bo?
hong..."
Scott menegakkan tubuh dan berkata, "Lanjutkan!"
"Nama saya memang Ferina, tapi saya bukan mahasiswi di
Universitas Birmingham..."
"Bagus, Fay."
"...saya hanyalah turis yang sedang berkunjung ke Paris hingga
bertemu dengan pemuda yang bernama Ken itu?Anda tahu
kan... pacar saya. Dia meminta saya untuk menjadi pacarnya dan
menemani dia ikut tur...."
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bohong!" hardik Scott. "Kalau kejadiannya seperti itu, tidak
mungkin sikap kamu ke dia seperti yang kamu tunjukkan!"
"Dia yang menyuruh saya seperti itu," ucap Fay sambil terisak.
"Dia bilang itu seperti permainan, supaya perjalanan kami lebih
seru. Dia bahkan membelikan saya semua pakaian dan barangbarang ini."
"Bagus, Fay, lanjutkan. Kamu atau dia harus tetap bicara. Sinyal
di Unit semakin jelas."
"Ceritakan tentang pacar kamu itu. Apa yang kamu ketahui
tentang dia?"
"Tidak banyak yang saya ketahui. Dia bilang dia mahasiswa di
University of Birmingham dan saya percaya saja."
"Kenapa dia membuntuti saya?"
"Saya tidak tahu..."
Plak!
From Paris- 270
Tangan Scott kembali melayang, kali ini menghantam pipi kiri
Fay.
Fay tersentak ketika mendengar suara gemeresik dari ear tablet
di telinganya diikuti dengan sesuatu yang terasa bergerak dalam
telinga. Gawat! pikir Fay panik, hingga ia bahkan tidak sempat
terlalu memikirkan rasa sakit di pipinya.
Scott mengerutkan kening kemudian mengulurkan tangannya
untuk mencengkeram rambut Fay. Tangan Scott memaksa kepala
Fay berputar sedikit, kemudian memiringkannya hingga telinga
kiri Fay menghadap ke bawah.
Fay menahan napas ketika terasa sesuatu tergelincir dari telinga?
nya dan jatuh ke lantai.
Scott membungkukkan badan, dan ketika berdiri kembali, wa?
jahnya terbelalak menatap benda berwarna cokelat seukuran tablet
yang ada di telapak tangannya. Ekspresi itu segera berubah men?
jadi suatu bentuk kemarahan yang tidak terkendali.
Scott melempar ear tablet itu ke dinding dengan murka. Ta?
tapannya langsung menghunjam Fay. "Siapa kamu sebenarnya?"
tanya Scott dengan suara seperti menggeram dengan kedua tangan
terkepal di sisi tubuh.
Fay menggeleng panik, tidak mampu bersuara sedikit pun. Se?
buah akhir yang tidak menyenangkan bagi nasib dirinya seperti
sudah tertera dengan jelas di wajah Scott.
Scott mengulurkan tangan ke leher Fay dan langsung menarik
kalung Fay dengan kasar.
Fay mengaduh ketika kalung itu lepas, meninggalkan rasa pa?
nas dan pedih di tengkuk dan kedua sisi lehernya.
Scott membanting kalung ke lantai dan menginjaknya, kemu?
dian tanpa berkata-kata mengeluarkan pisau lipat dari kantong
celananya. Ia menempelkan pisau ke leher Fay, tepat di bawah
dagu, dan menekannya dengan keras.
Fay merintih. Ia tahu pisau itu lagi-lagi sudah menggores leher?
nya.
From Paris- 271
"Saya tidak suka dibohongi," ucap Scott dengan mata merah
menyala penuh kobar kemarahan.
Tiba-tiba saja Fay tahu akhir sudah begitu dekat. Sorot mata
pria di depannya ini tidak sekadar berusaha membuatnya takut,
tapi juga menebarkan pesona sang maut yang sudah siap men?
jemput. Fay merasa dirinya begitu takut hingga ia merasa seperti
berada dibang batas kesadaran?semua yang terjadi bagaikan
mimpi buruk yang sedang menggantung, menunggu diakhiri.
Telinga Fay kembali terasa berdenging dan wajah Scott terlihat
semakin jauh dan mengabur.
Detik berikutnya, kesadaran Fay mendadak pulih seperti sedia?
kala, bersamaan dengan bunyi keras daun pintu yang mendadak
terbuka.
Scott melepas tekanan ke pisau Fay dan menoleh ke pintu, lalu
tertegun.
Andrew ada di pintu, mengacungkan senjata ke arah Scott.
Scott mengerutkan kening dan berusaha bicara, "Apa yang ter?
jadi...."
Terdengar suara letusan senjata berperedam.
Fay memekik ketika tubuh Scott jatuh menimpanya, kemudian
perlahan-lahan roboh ke lantai.
Andrew mendekat, masih mengacungkan senjatanya ke arah
Scott, lalu menunduk dan memegang leher Scott. Andrew ber?
bicara di headset-nya, "Unit ke Pusat. Misi tercapai. Kirim tim
pembersih."
Dengan tubuh masih gemetar, Fay menatap tubuh tak ber?
nyawa yang kini tergeletak dekat kakinya hingga sebuah suara
dari arah pintu menyadarkannya.
"Fay, are you okay?"
Kent!
Fay mengangguk lega, membiarkan Kent membuka lakban
yang mengikat tubuhnya, membiarkan rasa sejuk sebuah keper?
cayaan kembali mengisi hatinya.
From Paris- 272
Fay duduk di dalam Unit, tepat di sebelah Andrew. Kent sudah
pergi dengan mobil terpisah. Komando operasi di Unit sudah
kembali ke tangan Russel yang kini duduk di depan panel, masih
memakai headset untuk berkomunikasi dengan Raymond.
Mobil berjalan dengan kecepatan stabil dan Fay membiarkan
pikirannya menerawang dengan kosong, meresapi pertemuan sing?
katnya dengan sang maut yang berwujud seorang Scott Preston.
Suara Andrew memecah keheningan, "Bagaimana keadaan
kamu?"
Fay menghela napas dan menjawab, "Lumayan." Ia menatap
Andrew sejenak, membiarkan dirinya menyelami sepasang mata
biru yang begitu dalam dan menenangkan. Sepasang mata biru
yang menjadi dalang penculikannya, tapi sepasang mata biru yang
juga sudah berkali-kali datang di saat yang tepat untuk menolong?
nya. Tidak hanya membantunya saat harus menghadapi Philippe,
tapi juga menyelamatkan hidupnya dari tangan-tangan maut yang
siap merenggut nyawanya?milik Alfred Whitman dan Scott
Preston.
Andrew meraih kotak obat dan mengeluarkan sebuah plester.
"Tidak terlalu lebar," ucapnya sambil mengamati luka di leher Fay
dengan saksama, lalu menempelkan plester. "There you go," ucap
Andrew lagi sambil tersenyum menenangkan.
Fay mencoba membalas senyum Andrew dan akhirnya me?
mutuskan untuk menanyakan hal yang mengganggunya. "Saya
tidak sepenuhnya mengerti apa yang terjadi... Apakah chip ber?
hasil diperoleh?"
"Tidak," jawab Andrew singkat.
"Kenapa Scott Person ditembak?" tanya Fay lagi tanpa berpikir.
Ia langsung menyesal ketika Andrew menatapnya tajam.
"Ada pertimbangan tertentu di balik setiap pengambilan ke?
From Paris- 273
putusan dan tidak semuanya perlu diketahui oleh agen-agen yang
terlibat."
Fay terdiam sebentar, lalu kembali bertanya, "Bagaimana de?
ngan kejadian saat lampu mati?"
"Raymond ingin memecah kekuatan lawan dan mendapat infor?
masi posisi kalian, jadi dia mematikan listrik di area perimeter
dan memerintahkan Kent untuk melarikan diri saat lampu mati.
Begitu Kent melaporkan posisinya, unit pendukung langsung ber?
gerak untuk membantu Kent melumpuhkan dua pengejarnya.
Satu unit lain, dipimpin oleh saya, datang ke lokasi penyekapan
kalian, namun kamu sudah tidak ada. Kami punya informasi ten?
tang kendaraan Scott dan tempat-tempat yang pernah didatangi
oleh Scott sebelum kunjungan kali ini, jadi Unit mencoba me?
nyusuri lokasi-lokasi itu sambil memantau kekuatan sinyal yang
diterima dari mikrofon yang kamu pakai."
"Kenapa saya tidak diberitahu tentang rencana tersebut?" protes
Fay.
"Pusat tidak pernah punya kewajiban untuk menjelaskan apa
pun. Perencanaan tindakan adalah wewenang Pusat, sedangkan
agen lapangan adalah pelaku. Apa pun alasannya, perintah dari
Pusat dihasilkan dari pertimbangan yang matang dengan du?
kungan berbagai informasi, dan harus dilaksanakan tanpa ke?
raguan, tanpa mempertanyakan latar belakang atau tujuannya."
"Apakah Kent mengetahui rencana itu?" tanya Fay pelan.
"Tidak. Kent hanya diberi instruksi untuk melarikan diri ketika
lampu mati dan perintah itu harus dia laksanakan, apa pun risiko?
nya. Pembangkangan akan dikategorikan sebagai insubordinasi
dan hukumannya tidak ringan. Tidak ada pengecualian!" jawab
Andrew tajam.
Fay terdiam. Jadi Kent tadi memang meninggalkannya begitu
saja....
Keping-keping pertanyaan yang sebelumnya terserak kini mulai
tersusun dalam benak Fay. Ia tidak punya keraguan bahwa Kent
From Paris- 274
mengutarakan isi hati yang sebenarnya tadi malam, tapi ia kini
mengerti kenapa Kent menyebutkan tentang kebersamaan yang
tidak boleh ada. Bagi Kent, seorang Fay Regina Wiranata tetaplah
bukan siapa-siapa dan tidak akan pernah menempati urutan per?
tama dalam hidupnya; bukan karena perasaan Kent mengatakan
demikian, tapi karena keadaan memang tidak mengizinkan hal
itu terjadi.
Fay memalingkan muka ketika merasa butir-butir air mata mu?
lai keluar dari sudut matanya. Ia lalu menyeka air matanya tanpa
kentara dengan berpura-pura menutup mukanya sebentar untuk
kemudian menyapukan kedua tangannya ke kepala. Ia kini tahu,
Kent akan selalu ada dalam hatinya, namun dalam episode yang
sudah tertutup rapat?ia sudah tidak punya keberanian untuk
berpikir sebaliknya.
Fay menyandarkan kepala ke dinding mobil dan setelah me?
nerawang dengan kehampaan dalam hati, tak lama kemudian ja?
tuh tertidur.
From Paris- 275
Kejutan
FAY membuka mata dengan enggan ketika merasa sepasang
tangan mengguncang-guncang lengannya. Ketika mengenali suara
Andrew yang memanggil namanya, Fay tersadar ia tertidur di da?
lam Unit dan langsung tegak dengan wajah terasa sangat panas.
Memalukan, tidur kayak kerbau dibius!
Andrew berbicara dengan suara yang di telinga Fay terdengar
sayup-sayup. Perkataan itu seperti tertutup helaian kelambu tipis
di telinga, masuk dengan rambatan udara yang sangat lambat,
hingga Fay merasa setengah membayangkan perkataan itu.
"Maaf?" tanya Fay memastikan sambil mengucek-ucek mata.
Andrew mengulanginya dengan tenang, "Ada satu tugas lagi
yang harus kamu lakukan."
Apa? Jantung Fay serasa berhenti sejenak mendengar perkataan
Andrew. Ia bahkan tidak bisa bersuara karena otaknya sedang de?
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ngan susah-payah mencerna apa yang baru saja didengar telinga?
nya.
Andrew melanjutkan, "Saya ingin kamu mengambil satu ba?
rang dari sebuah gedung perkantoran. Interior gedung sedang
From Paris- 276
dalam renovasi, hanya lantai sepuluh dan lantai lima belas yang
terisi penyewa. Barang yang diinginkan ada di sebuah brankas di
lantai sepuluh, ruang 10-03." Andrew merogoh kantong jasnya
dan mengeluarkan sebuah foto. Terlihat satu kotak kayu berwarna
cokelat mengilap, seukuran kotak perhiasan yang ada di meja rias
mama Fay di rumah.
"Akses yang akan kamu pakai untuk masuk dan keluar dari
gedung itu adalah tangga darurat yang terhubung langsung ke
jalan servis di belakang gedung. Kamu akan diturunkan dan di?
jemput di mulut jalan."
Fay tidak bisa berkata-kata, hanya terperanjat menatap Andrew.
Orang ini sudah gila! Apakah Andrew pikir ia melakukan tugastugas ini karena hobi?!
Andrew meraih satu tas yang tergeletak di lantai dan menyodor?
kannya kepada Fay. "Kita akan tiba di perimeter dua puluh menit
lagi. Sekarang, saya dan Russel akan keluar dari Unit supaya
kamu bisa berganti pakaian. Setelah itu saya akan memberi peng?
arahan tugas."
Andrew beranjak diikuti Russel. Sebelum pintu ditutup,
Andrew melongokkan kepala kembali ke dalam Unit dan berkata,
"Lima menit, Fay, tidak lebih." Pintu ditutup.
Fay berdiri sambil memeluk tas yang diterimanya dari Andrew,
melihat pintu Unit yang sekarang tertutup. Perasaannya melayang,
tidak menapak sepenuhnya ke bumi. Perlahan-lahan Fay bergerak
ke bangku yang ada di sisi mobil, meletakkan tas di atas bangku,
lalu mengeluarkan dan menggeletakkan isi tas satu per satu di
bangku. Dengan nanar Fay melihat pakaian hitam-hitam, lengkap
dengan sepatu bot yang juga hitam. Ingin rasanya ia menyeruduk?
kan kepalanya ke dinding mobil untuk mengembalikan nyawanya
yang sekarang melayang-layang tak tentu arah supaya bisa kembali
ke dunia nyata?sayangnya, tak ada ruang yang lebih nyata, ka?
rena inilah dunia nyatanya sekarang.
Fay menarik napas panjang lalu mulai berganti baju.
From Paris- 277
Dua puluh menit kemudian, Fay sudah berdiri di tangga darurat
dan mulai menapaki tangga, berusaha mengabaikan detak jantung
yang terasa seperti menggedor dadanya dari dalam. Saat ini tidak
ada suara yang terdengar selain napasnya sendiri. Kakinya me?
napak anak tangga tanpa suara dengan sol karet di bagian bawah
bot. Ia sudah mengenakan pakaian hitam-hitam, lengkap dengan
headset terpasang erat di telinga kanannya. Di bagian depan dan
belakang bajunya terpasang kamera seukuran bros kecil. Pene?
rangan tangga darurat yang remang-remang diperoleh dari lampu
putih yang ditempelkan di dinding.
Sambil melangkah, Fay membiarkan pikiran membawanya ke
hidupnya yang normal di Jakarta. Dulu ia pernah berpikir betapa
membosankan hidup yang ia jalani. Selain kejutan-kejutan ringan
dari pertemanannya dengan Cici, Lisa, dan Dea, atau friksi-friksi
kecil dengan Tiara, Mayang, dan geng borju sialan, relatif tidak
ada kejadian yang luar biasa. Betapa ia kini merindukan ke?
hidupannya yang membosankan itu. Memang benar perkataan
Be careful with what you wish for.
Fay menggelengkan kepala mengusir pikirannya. Konsentrasi
pada tugas, Fay.
Pertanyaan demi pertanyaan mendadak menyerbu benak Fay.
Akankah semua ini usai? Setelah ia pulang ke Jakarta dan men?
jalani hidup normalnya, berapa lama ia bisa bernapas lega se?
belum akhirnya datang kembali sebuah panggilan dari Institute
de Paris dengan entah beasiswa apa lagi yang akan ia menangkan?
Akankah suatu hari nanti ia punya keberanian untuk menolak
permintaan itu? Apa yang akan terjadi bila ia menolak?
"Fay, kamu sudah tiba di lantai sepuluh," terdengar suara
Andrew di headset-nya.
"Saya keluar sekarang," jawab Fay dengan napas pendek278
From Paris- 278
pendek. Fay membuka pintu tangga darurat dan langsung disam?
but suasana gelap gulita. Ia hampir saja terserang panik ketika
terdengar kembali suara di headset-nya.
"Pakai kacamata kamu. Bergerak ke kanan, cari pintu kamar
mandi wanita."
Dengan perasaan agak malu Fay memasang kacamata yang se?
jak tadi menggantung di lehernya. Di Unit, Andrew sebenarnya
sudah memberitahukan apa saja yang akan ia temui dan apa yang
harus ia lakukan. Tapi, dengan pengarahan hanya lima belas me?
nit, tanpa ruang untuk mempersiapkan mental, jangan salahkan
ia kalau kena serangan lupa. Sudah bagus nggak jantungan!
Fay melangkah dengan hati-hati dalam ruangan yang kini tam?
pak jelas dalam pandangannya, seperti diterangi lampu bernuansa
kehijauan?kacamata yang dipakainya ini memang khusus untuk
melihat dalam gelap. Sambil berdoa dalam hati supaya tidak ada
bayangan-bayangan yang mendadak muncul dan menyebabkan
jantungnya berhenti, ia pun mempercepat langkah, berkonsentrasi
pada sebuah pintu yang terlihat ada di sebelah kanan. Setelah
dekat, ia melihat lambang toilet wanita tertempel di pintu dan
buru-buru masuk.
"Di dinding tepat di atas wastafel ada lubang ventilasi. Buka
penutupnya lalu masuk ke lubang itu. Tas terlebih dahulu."
Fay melihat penutup lubang ventilasi yang disebutkan Andrew
dan setelah membukanya, ia melongo sebentar. Pantas saja
Philippe mati-matian memaksanya latihan merayap! Dengan pe?
rasaan tertekan Fay masuk ke lubang ventilasi dan sedikit ber?
napas lega ketika menyadari lubang ventilasi ini agak lebih besar
sedikit dari rintangan yang dilaluinya saat latihan?tak ada kawat
berduri pula.
"Fay, lakukan dengan hati-hati, sebisa mungkin jangan sampai
menimbulkan suara."
Perlahan-lahan Fay merayap, berusaha meminimalisasi suara
yang ditimbulkan, terutama oleh geseran sepatunya yang berat.
From Paris- 279
Sepanjang jalan, terdengar instruksi Andrew di telinganya, mem?
beri petunjuk arah di tiga persimpangan, hingga akhirnya ia tiba
di depan sebuah jeruji. Dengan satu dorongan, jeruji itu terbuka
dan ia keluar dari lubang ventilasi. Seketika itu juga ia terpana.
Ia berada di sebuah ruang kerja berbentuk persegi panjang,
mungkin seukuran 5 x 8 meter. Dari interior dan bentuk meja
serta kursi yang ada di ruangan, ia langsung tahu ruang ini pasti
milik seorang direktur atau petinggi perusahaan. Tapi bukan itu
yang membuat dirinya ternganga dengan bego, melainkan sejenis
permainan cahaya yang tertangkap matanya tepat di sebelah ka?
nannya.
Terlihat garis-garis hijau bergerak terus-menerus secara acak,
saling melintang bersilangan, dari langit-langit ke lantai, dari sisi
kiri ke sisi kanan, memenuhi area selebar tiga meter di antara
posisinya berdiri sekarang hingga ke pintu masuk.
"Yang kamu lihat di sebelah kanan adalah laser dinamis. Kamu
akan langsung tercacah kalau melewati bagian itu. Fokuskan per?
hatian kamu ke seberang lubang ventilasi. Geser lukisan yang ada
di dinding."
Fay berjalan mendekati dinding yang disebutkan Andrew sam?
bil memperhatikan meja kerja berukuran besar dengan sebuah
kursi yang juga besar di baliknya. Ada satu papan nama bertulis?
kan "Nicholas Xavier" di atas meja. Setelah sampai di depan lu?
kisan, ia berhenti dan mengamati sebentar sebelum mencoba
menggesernya?ternyata lukisan bisa digerakkan ke kanan. Ter?
lihat satu lemari besi dengan dua kunci putar.
"Putar sesuai instruksi, seperti yang kamu lakukan tadi di dalam
Unit. Tiga putaran ke kanan, delapan ke kiri...."
Fay menahan napas ketika jari-jarinya yang terasa begitu kaku
dalam balutan sarung tangan berusaha memutar kunci kombinasi
mengikuti arahan Andrew di headset-nya. Tepat sebelum turun
dari Unit tadi, ia memang sudah berlatih melakukannya meng?
gunakan satu pelat besi dengan bentuk kunci yang persis sama.
From Paris- 280
Satu-satunya kesulitannya sekarang adalah dadanya yang ber?
gemuruh sangat kencang, membuatnya sulit menghitung putaran
tangannya sendiri. Ia memaksakan diri untuk berkonsentrasi pada
arahan Andrew dan akhirnya ketika selesai, ia merasa ketegangan?
nya memuncak.
"Hati-hati, Fay. Buka perlahan-lahan."
Fay menggigit bibirnya dan memutar gagang lemari besi?ter?
dengar bunyi klik keras yang membuatnya tersentak. Ia lalu me?
narik pintu lemari besi perlahan-lahan. Di dalam lemari besi ada
tiga rak. Di rak teratas terlihat kotak kayu seperti yang dilihatnya
di foto yang diberikan oleh Andrew.
"Buka sarung tangan kamu dan raba pinggiran kotak secara per?
lahan tanpa mengubah posisinya. Cari apakah ada kabel yang ter?
hubung dengan kotak itu. Jangan menyentuh benda lain."
Fay hampir tersedak mendengar perkataan Andrew. Apa mak?
sud Andrew dengan "kabel"? Apakah ada bom atau jebakan yang
dipasang di kotak ini? Dasar sinting!
Fay membuka sarung tangannya sambil setengah mengomel
dalam hati. Dengan dada sesak seperti akan pecah ia meraba ke?
empat sisi kotak. "Tidak terasa apa pun," ucapnya sambil me?
nahan napas.
"Pakai kembali sarung tangan kamu lalubil kotaknya dan
masukkan ke tas kamu. Setelah itu tutup kembali pintu lemari besi,
kembalikan lukisan ke tempatnya semula dan segera keluar dari
sana."
Fay mengembuskan napas lega dan dengan cepat melakukan
perintah Andrew. Tak lama kemudian ia sudah merayap di lubang
ventilasi untuk keluar dari tempat itu.
"Saya ingin mendengar pendapat kalian," ucap Andrew lewat
headset-nya ke Philippe dan Steve, yang sedari tadi ikut meng?
From Paris- 281
awasi jalannya operasi dari markas COU. Sekilas Andrew melirik
layar yang menampilkan gambar kamera yang dipasang pada tu?
buh Fay?terlihat Fay sudah tiba di kamar mandi dan sedang
memasang penutup lubang ventilasi. So far so good.
Philippe menjawab, "Harus saya akui, saya cukup terkesan.
Terus terang, sebelumnya saya berpikir kamu sudah gila karena
memberitahukan tugas ini ke dia hanya setengah jam sebelum
dimulai. Saya setuju ini cara yang paling tepat untuk menilai ba?
gaimana gadis ini bereaksi di bawah tekanan, tapi saya pikir
risikonya akan terlalu besar?kegagalan dalam operasi ini bisa
menyebabkan kerugian yang tidak sedikit, menyangkut opportunity
lost bagi Llamar Corp," ucap Philippe.
Steve langsung berkomentar, "Philippe, apa maksud kamu de?
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ngan kalimat, sebelumnya kamu pikir Andrew gila? Sekarang pun
saya pikir dia masih gila!"
Andrew tersenyum. "You know me very well, Steve. Ada pen?
dapat lain tentang Fay?"
Steve menambahkan, "Pendapat saya tidak berubah. Dia kan?
didat yang potensial."
"Tidak berubah sejak kapan? Maksud kamu saat berkenalan di
jamuan makan?" tanya Philippe. "Kalian praktis tidak berbicara
satu sama lain, bagaimana mungkin saat itu kamu sudah bisa
menarik kesimpulan dia kandidat yang potensial?"
"Intuisi, Philippe."
Philippe mendengus. "Kalau intuisi kamu berkata demikian
saat pertama kali melihat Fay, saya tidak tahu apakah intuisi itu
bisa dipercaya atau tidak!"
Steve berkata tajam, "Satu hal yang harus kamu ingat,
Philippe, jangan pernah meragukan intuisi saya! Intuisi yang
kamu ragukan ini telah menyelamatkan nyawa saya dan banyak
nyawa orang lain, termasuk kamu, dan sudah terbukti bisa
diandalkan dalam operasi seberat apa pun."
Philippe menimpali tidak kalah keras, "Kamu memang terlibat
From Paris- 282
operasi lapangan, tapi sayalah yang selama ini menangani agenagen baru yang terlibat operasi denganmu! Walaupun saya seka?
rang setuju Fay adalah kandidat potensial, bisa saya pastikan itu
keluar dari penilaian objektif, bukan semata mengandalkan..."
"Easy, gentlemen," potong Andrew. "Tidak masalah bagi saya
bagaimana cara kalian membentuk persepsi tentang Fay, yang
penting kesimpulan kalian sebenarnya sama kalian setuju Fay
kandidat yang potensial. That will be all. Thank you, gentlemen.
Out."
Andrew mematikan sambungan dan bersiap membukakan
pintu untuk Fay, yang di layar terlihat sudah berlari mendekati
Unit.
Fay mengempaskan diri ke bangku, tidak bisa menahan diri un?
tuk tidak mengembuskan napas lega di sela-sela tarikan napasnya
yang masih terengah-engah.
Unit bergerak tanpa kesan terburu-buru, menapak aspal dengan
kecepatan stabil dengan bunyi mesin yang terserap udara ma?
lam.
Sosok Andrew menyadarkan Fay untuk segera menuntaskan
apa yang sudah dimulainya malam ini, dan dengan tangan yang
masih bergetar Fay menyodorkan kotak berwarna cokelat yang ia
ambil.
Andrew menerima kotak tersebut, membuka isinya, mengamati?
nya sejenak.
Fay melirik isi kotak dan melihat sebuah tanaman yang diawet?
kan dalam kotak kaca serta beberapa kertas kecil berisikan coretan
tangan.
Andrew berkomentar, "Kerja yang bagus."
Fay memandang Andrew dengan tatapan kesal, tapi merasa
sedikit aneh ketika menyadari ada sebagian dirinya yang memang
From Paris- 283
mengecap rasa puas. Rasanya persis seperti ketika keluar dari
ruang kelas setelah mengerjakan ulangan dengan hasil yang ia
tahu pasti sukses, bahkan sebelum nilai diumumkan?biasanya
untuk mata pelajaran matematika dan bahasa Inggris.
"Thanks," jawab Fay singkat. Agak heran ia mendapati ke?
takutannya akan Andrew yang biasanya bercokol di setiap sudut
hati dan pikirannya saat ini raib entah ke mana.
Mungkin kemenangan atas pencapaian bisa menutupi sebuah
ketakutan, pikir Fay kemudian, yang langsung disanggah satu sisi
lain dari benaknya dengan marah. Bagaimana mungkin ia me?
ngategorikan ini sebagai pencapaian, mengingat yang dilakukannya
barusan tidak ada bedanya dengan apa yang dilakukan pencuri!
Kalau tertangkap melakukannya di tempat lain, mungkin tangan?
nya sudah dipotong!
Andrew menghampiri Russel kemudian menekan satu tombol
di panel. "Osiris Satu ke Pusat. Misi selesai. Konfirmasi diberikan
untuk mengaktifkan Osiris Dua. Komando Unit kembali ke
Russel." Andrew kemudian melepas dan meletakkan headset-nya
di meja dan duduk di samping Fay. "Tugas kamu sudah selesai,
jadi kamu bisa beristirahat dengan tenang malam ini. Kita akan
menuju titik pemberangkatan dan di sana Russel akan membantu
kamu melepas semua peralatan yang kamu pakai, lalu kamu bisa
berganti pakaian sebelum pulang. Saya tidak bisa menemani
kamu karena harus kembali ke kantor, jadi sampai jumpa be?
sok."
Andrew tersenyum lagi. "Good job, Fay."
Sudut bibir Fay terangkat sedikit mendengar pujian Andrew.
Ingatan akan rumah membuat dirinya mendadak dihinggapi rasa
lelah yang teramat sangat. Hari ini hari yang sangat panjang,
menguras tidak hanya fisiknya tapi juga emosinya hingga hampir
tak bersisa. Akhirnya Fay hanya menatap lurus ke depan sambil
menyandar ke dinding mobil dan tak lama ia pun kembali jatuh
tertidur.
From Paris- 284
Kent membiarkan jemarinya mengayun di tuts piano, mengalun?
kan nada lewat denting lembut yang mendamaikan hati.
Begitu tiba sepuluh menit yang lalu di rumah, ia langsung me?
nuju ruang duduk untuk mencari satu-satunya pelarian yang bisa
membuat benaknya sejenak meninggalkan lempengan realitas yang
semakin lama semakin membuat jiwanya terpuruk, membawa
gadis yang begitu ia cintai ke dalam keterpurukan yang sama.
Fay-nya.
Sebelum kejadian hari ini, ia masih punya sedikit harapan ter?
sisa akan sebuah kebersamaan dalam diam, membiarkan hatinya
dan hati Fay bertaut dengan sendirinya tanpa perlu ungkapan
kata-kata di bawah cengkeraman lempeng realitas yang sama,
yang tidak menginginkan kebersamaan antara mereka menjadi
nyata. Tapi ia kini tidak punya nyali untuk berharap, terlebih
setelah apa yang ia lakukan tadi.
Masih terbayang dengan jelas sorot mata Fay yang sangat ke?
takutan ketika berhadapan dengan penyekapnya. Dan ia bisa
membayangkan bagaimana sorot ketakutan Fay itu berubah men?
jadi semburat luka ketika gadis itu tahu bahwa lagi-lagi telah di?
tinggalkan begitu saja untuk berjuang dalam kesendirian.
Maafkan aku, Fay.
Kent menutup mata, membiarkan hatinya membimbing ke
mana jemarinya harus mengarah, sebagaimana hatinya telah mem?
bimbingnya untuk mengambil keputusan saat tugas tadi; mening?
galkan Fay di ruang itu bersama para penyekap yang tidak me?
ngenal belas kasihan adalah sesuatu yang tidak terhindarkan.
Keputusan yang harus iabil untuk memperpanjang napas hi?
dup Fay. Keputusan yang di saat bersamaan juga memorakporan?
dakan hati Fay, membuat napas hidup yang diperoleh gadis itu
tidak akan diperuntukkan bagi dirinya.
From Paris- 285
Kenapa garis nasib harus mempermainkan pertautan yang ber?
landaskan cinta, hingga bahkan perasaan tulus yang mengusung?
nya harus berkali-kali menyakiti dan tersakiti?
Kent mengakhiri denting nada yang dimainkan hatinya dengan
sebuah sentuhan lembut tanpa tekanan pada tuts, mengeluarkan
nada seperti bisikan lirih yang menggambarkan keengganan hati?
nya untuk merasakan cinta kembali.
Begitu nada penutup itu habis tertelan udara, Kent langsung
berdiri dan beranjak meninggalkan ruangan. Langkah Kent ter?
henti ketika melihat Reno berdiri menyandar ke dinding sambil
bersedekap dengan wajah kalut, menatapnya kosong.
Kent menjulurkan tangannya yang terkepal ke arah Reno.
Reno menatapnya sebentar, kemudian menjulurkan kepalannya
dengan cara persis sama hingga tangan mereka beradu. Salam se?
derhana dari The Groundhouse.
"Thanks," gumam Kent pelan.
Reno tidak menjawab. Ia berbalik dan meninggalkan ruangan.
Kent tetap berdiri di tempatnya menyaksikan Reno berjalan
menjauh dengan kepala tertunduk. Ia berutang budi selamanya
pada Reno.
Kent menghela napas. Malam panjang ini belum berakhir bagi?
nya. Ada satu tugas lagi yang harus ia lakukan di belahan dunia
lain, yang lagi-lagi akan menguras fisiknya.
Kent pun beranjak untuk bersiap-siap.
Reno mencuci tangannya di wastafel, membiarkan air di keran
mengalir deras membasahi tangannya. Tidak ada cukup air di
dunia ini yang bisa membasuh tangan kotornya setelah kejadian
hari ini. Sepasang tangan yang harus menyakiti... lagi dan lagi...
menyiksa tanpa henti, menghiraukan ikatan batin yang begitu
suci.
From Paris- 286
Betapa rendah dirinya di mata Maria!
Reno menyapukan tangannya yang basah ke kulit lehernya
yang agak gatal. Ia memilki alergi terhadap satu bahan kimia
yang ada di perekat topeng lateks yang kadang harus ia pakai saat
tugas. Seperti tadi; ia terpaksa memakai sebuah topeng lateks un?
tuk menyamar setelah diberikan tugas mendadak oleh pamannya
untuk menjadi "interogator pasif". Sebagaimana yang diisyaratkan
titel itu, ia akan terlibat dalam proses interogasi terhadap target,
namun perannya di situ hanyalah seperti boneka?selain tidak
diperkenankan berbicara, semua kontak fisik yang ia lakukan ke
target diatur sepenuhnya oleh Pusat, tanpa kebebasan untuk me?
nambah atau mengurangi.
Tugasnya tadi diawali dengan menyergap target yang akan di?
interogasi, yang sedang membuntuti kontak COU.
Setelah mengenakan samaran, ia mendapat instruksi untuk ber?
siap di posisi. Saat sedang berjalan menuju posisinya itulah ia
melihat Kent sedang mencium Fay di sudut jalan. Jantungnya
seperti terbakar dan menguap tiba-tiba! Satu-satunya yang me?
nahan dirinya supaya tidak menyerang Kent saat itu juga adalah
ingatan bahwa ia sedang berada di tengah-tengah tugas, dan
benar-benar butuh usaha keras untuk itu!
Ia pun berusaha meredam emosi dengan mempercepat langkah
menuju posisi yang diberikan Pusat, yang dipegang oleh Andrew.
Tak lama kemudian, terdengar suara Pusat di ear tablet-nya, mem?
beritahukan bahwa target yang harus disergap adalah Kent dan
Fay!
Sepanjang perjalanan mengikuti Kent dan Fay, otaknya berpikir
keras tentang maksud semua ini, tapi ia tidak bisa memahaminya
sama sekali. Dari ekspresi Kent saat tertangkap ia tahu sepupunya
itu juga tidak punya ide sama sekali apa yang terjadi di balik
skenario yang sedang dia mainkan tanpa sadar.
Dengan detik yang terus berlalu yang semakin lama semakin
membuntukan pikiran, akhirnya ia memutuskan untuk bertindak
From Paris- 287
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terlepas dari ketidakmengertiannya atas maksud sang paman.
Mengikuti aturan pertama dalam The Groundhouse sebisa mung?
kin saling melindungi satu sama lain. Reno harus membuat Kent
tahu bahwa pria bertopi hijau yang membuntuti Kent dan Fay
adalah dirinya.
Dengan kamera yang mengawasi ruang penyekapan Kent?dan
ia juga tahu persis bahwa mikrofon Fay dan Kent menyala?satusatunya cara yang terpikirkan olehnya adalah memberi tanda yang
mungkin dikenali Kent.
Sengaja ia memperlakukan Fay dengan kasar untuk membang?
kitkanarah Kent. Rencananya berhasil. Kent terpancing dan
langsung menyerang, dan ia pun menyerang balik dengan gerakan
yang persis sama dengan yang ia lakukan di istal kediaman
Philippe. Ia berharap Kent mengenali gerakan yang ia buat, ter?
utama saat ia membuat gerakan menekan leher Kent dengan
posisi tangan yang persis sama namun dengan tenaga yang hanya
seadanya, lalu mendudukkan diri di lantai setelah Kent berhasil
mendorongnya. Ia juga berharap Kent bisa membaca sorot mata?
nya saat wajahnya tepat berada di atas Kent?bukan sorot mata
seorang musuh.
Sempat merasa pusing dan ruangan berputar sendiri di luar
kendali, ia tidak punya pilihan ketika terdengar suara Andrew di
headset-nya dengan instruksi yang sangat detail seperti "pukul Fay
dengan tangan kiri kamu", atau "lingkarkan tali di leher Fay dan
tarik kedua ujungnya sehingga dia tidak bisa bernapas", atau "ta?
rik tali lebih kencang, kamu tidak sungguh-sungguh menariknya".
Atau yang membuat ia ingin muntah saat itu juga, "tahan kedua
tali itu hingga saya memerintahkan kamu untuk melonggarkan?
nya"?dan menjalani detik demi detik ketika tangan kotornya
menyiksa adik kecilnya, tidak punya daya untuk melawan karena
ia tahu akibatnya bisa lebih parah tidak hanya baginya tapi juga
bagi adik kecilnya.
From Paris- 288
Ketika lampu menyala kembali dan Kent sudah tidak terlihat,
kesadaran mendadak menyergap dan ia langsung bisa menebak
apa maksud sang paman. Untunglah Kent bisa pergi meninggal?
kan Fay.
Maaf, adik kecil?aku pernah bilang hubunganmu dengan
Kent tidak seharusnya terjadi.
Reno tercenung menatap air yang sudah membanjiri tangkupan
telapak tangannya, lalu membasuh mukanya dengan air yang ber?
kelimpahan. Penyesalannya belum selesai sampai di sini. Ada satu
tugas lain yang tak kalah berat yang harus ia lakukan.
Reno mematikan keran lalu beranjak sambil berdoa dalam hati
semoga Maria memaafkannya dari surga.
Andrew masih berada di ruang kerjanya di COU. Di komputer
di depannya terbuka tiga profil agen COU yang sedang dalam
masa evaluasi. Mereka bertiga telah terlibat dalam satu operasi
yang sama, yang ia gulirkan dengan satu landasan sederhana ke?
raguan.
Tangan Andrew bergerak untuk memperbesar profil pertama.
Scott Preston, agen level satu dari unit COU dierika Serikat.
Selama satu tahun belakangan ini Scott tidak berprestasi sesuai
harapan dan seperti kehilangan motivasi?kesalahan fatal bila ter?
jadi di jajaran COU. Di dunianya ini, motivasi adalah hal men?
dasar yang membuat seseorang tetap hidup. Tanpa motivasi yang
cukup, cepat atau lambat seorang agen akan melakukan kesalahan
yang bisa berakibat fatal tidak hanya bagi dirinya sendiri tapi juga
bagi anggota yang lain.
Sudah berkali-kali Scott tercatat melakukan kesalahan-kesalahan
kecil yang tidak selayaknya dilakukan oleh seorang agen Level
Satu. Setelah melakukan evaluasi yang mendalam atas profil dan
perjalanan karier Scott di COU bersama dua Pilar COU yang
From Paris- 289
lain, Philippe dan Raymond, akhirnya Andrew memutuskan un?
tuk memberi tes terakhir bagi Scott.
Scott diberi tugas untuk menemui seorang kontak yang me?
ngetahui informasi transaksi senjata ilegal, di sebuah rumah di
Fontainebleau?tentunya kontak palsu. Dia ikut tur yang mem?
bawanya ke Fontainebleau tanpa curiga sama sekali bahwa sedang
diawasi oleh Kent dan Fay. Dia bahkan sama sekali tidak sadar
telah dibuntuti oleh Kent dan Fay hingga dia masuk ke rumah
kontak, dan sampai harus diinformasikan oleh Russel bahwa dia
kemungkinan sedang dibuntuti.
Kelalaian Scott tidak berhenti di situ. Dia bahkan tidak repotrepot menggeledah Kent dan Fay ketika menangkap mereka ber?
dua dan Fay tetap dibiarkan memegang tasnya sampai mereka
tiba di rumah penyekapan?kesalahan yang bahkan sudah sulit
dimaafkan bagi agen Level Dua.
Satu hal lain yang menjadi puncak keraguan Andrew atas Scott
adalah nasib beberapa orang yang menjadi target operasi yang
dipimpin Scott. Ada beberapa kasus saat sebenarnya target tidak
perlu kehilangan nyawa, namun mereka malah berakhir tragis di
tangan Scott. Hal terakhir yang diinginkan di profil agen-agen
COU adalah kecenderungan penyimpangan perilaku yang meng?
arah pada kekerasan yang tak perlu.
Selama ini kasus-kasus itu tidak pernah menguak ke per?
mukaan karena operasi Scott sendiri berakhir sukses. Namun se?
karang, keraguan Andrew terbukti. Scott bertindak sendiri dengan
membawa Fay pergi tanpa instruksi Pusat dan tanpa melapor ke
Pusat?tindakan solo di luar protokol yang menyebabkan Pusat
kehilangan kontrol atas kejadian selanjutnya.
Andrew meraih keyboard untuk mengubah status Scott menjadi
"pasif " dan di kolom catatan ia menulis "rekomendasi terminasi
sudah dijalankan". Tangannya lalu bergerak untuk membuka dua
profil lain, Reno dan Kent, keponakannya sendiri.
Sudah sejak tahun lalu keraguan menggerogoti kepercayaan
From Paris- 290
Andrew kepada Reno, sejak Reno meracau di bawah serum ke?
benaran tentang bagaimana dia menganggap Fay sebagai adiknya
sendiri. Keraguan itu semakin nyata setelah ia memantau komuni?
kasi Fay selama satu tahun terakhir dan mendapati bahwa Reno
ternyata membuat kontak dengan Fay?pelanggaran protokol
yang berat, yang dengan penuh kesadaran tetap ditempuh oleh
Reno.
Demikian juga dengan Kent. Tidak butuh mata seorang ahli
untuk tahu bahwa keponakannya ini memiliki perasaan yang ti?
dak pada tempatnya terhadap Fay. Tahun lalu Kent berkali-kali
melanggar protokol untuk menemui Fay. Bahkan tahun ini dia
tetap menunjukkan sikap peduli dan berkorban untuk Fay walau?
pun selama satu tahun dia sudah menjalani hukuman yang tidak
ringan atas perbuatannya itu.
Keterlibatan emosional kedua keponakannya ini dengan Fay
sudah berada pada taraf yang mengkhawatirkan, hingga akhirnya
Andrew memutuskan untuk menguji mereka. Yang ingin di?
ketahui olehnya hanya satu, bila kedua keponakannya itu di?
hadapkan pada dua pilihan, COU atau Fay, mampukah mereka
memilih yang pertama?
Andrew lalu memasang Reno dan Kent di operasi Blueray.
Kedua remaja itu masing-masing diberi latar belakang tugas yang
berbeda. Reno diminta untuk menjadi agen pendukung bagi
Scott dan menyergap dua target yang dianggap membahayakan
operasi, sedangkan Kent diminta membuntuti Scott untuk
mengambil chip.
Untunglah mereka mengambil keputusan yang tepat. Reno
tanpa ragu menjalankan perintah demi perintah untuk melakukan
kontak fisik kepada Fay, dan Kent juga akhirnya meninggalkan
Fay demi mengikuti perintah Pusat, walaupun awalnya sempat
ragu.
Tangan Andrew bergerak untuk memperbarui hasil tes Reno
dan Kent, lalu ia membuka profil keempat, profil Fay.
From Paris- 291
Terlepas dari keyakinannya bahwa Fay merupakan kandidat
yang potensial, ia harus tahu dulu sejauh mana gadis ini mem?
bawa dampak negatif pada dua aset McGallaghan yang sudah
dipupuk sejak dulu, Reno dan Kent. Keputusan kedua keponakan?
nyalah yang sebenarnya menentukan nasib Fay?kalau saja pilihan
salah satu keponakannya salah, ia tadi akan membiar?kan Scott
menghabisi Fay dulu sebelum ia sendiri masuk dan menembak
Scott.
Andew menggerakkan jemarinya di keyboard dan membaca la?
poran Raymond tentang dua tugas Fay yang dia kepalai.
Andrew tersenyum puas, lalu menutup profil Fay, membiarkan
kolom status rekrutmen Fay tetap kosong.
Tidak ada yang perlu diperbarui sekarang. Belum.
Telepon berdering. Tangan Andrew terulur untuk mengangkat
telepon, "Andrew is speaking."
Terdengar suara James Priscott, sepupunya. "Hai, Andrew. Spe?
simen tanaman sudah diterima di laboratorium COU. Apa bisa
saya artikan tugas Fay sukses dan dia lolos?"
"So far so good, James," jawab Andrew santai. "Jadi, berapa
lama waktu yang kamu perlukan untuk menduplikasi BioticX di
laboratorium?"
"Yang agak memakan waktu adalah menemukan lokasi penye?
maian tanaman itu di daerahazon. Walaupun koordinatnya
sudah diketahui, saya tetap harus mengirim tim ke sana untuk
melihat secara langsung. Pembuatan BioticX sendiri tidak akan
lebih dari dua minggu. Dengan formula dan sampel bahan baku
di tangan kita, tidak ada yang istimewa dari apa yang akan saya
lakukan. Tidak ada bedanya dengan mengikuti resep brownies di
majalah wanita."
Andrew tertawa diikuti James. Semua tahu James tidak bisa
masak.
James melanjutkan, "Setelah berhasil diduplikasi, saya akan
langsung menyerahkan obat itu ke Llamar Health & Life supaya
From Paris- 292
bisa segera diproduksi massal. Harus saya akui, penemuan ini
benar-benar luar biasa. Kepala peneliti Llamar Health & Life bisa
mendapat hadiah nobel kalau penemuan ini dipublikasikan atas
namanya."
Andrew tersenyum. "Tidak perlu, James. Produksi obat itu de?
ngan jumlah terbatas di Laboratorium COU dan beri nama ju?
lukan lain, lalu peti eskan penelitian itu."
Hening sejenak.
James berseru, "Apa maksud kamu?! Di tangan kamu ada se?
buah obat ajaib yang bisa menggantikan hampir semua obat di
dunia dan kamu minta supaya ini dipetieskan?? Kamu gila!"
Andrew tertawa kecil. "James, lantas apa yang akan saya laku?
kan dengan Llamar Health & Life bila obat ini saya lepas ke
pasaran?"
"Apa maksud kamu? Llamar Health & Life akan mendominasi
pasar bila meluncurkan obat ini..."
"DAN membunuh beratus-ratus ratus merek obat yang sudah
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dikeluarkan oleh Llamar Health & Life yang saat ini diserap de?
ngan baik oleh pasar? Itu yang gila!" potong Andrew. "Penemuan
BioticX terlalu dini. Melepaskan produk itu ke pasar dalam waktu
dekat akan mengakibatkan guncangan serius, tidak hanya pada
Llamar Health & Life, tapi juga pada semua perusahaan obat di
dunia. Bayangkan kekacauan ekonomi yang terjadi kalau semua
perusahaan obat di dunia gulung tikar, hanya karena sebuah obat
yang ditemukan oleh penelitibisius yang tidak bisa melihat
masalah secara makro!
"Ada saatnya dunia akan membutuhkan BioticX dan dengan
persiapan yang matang Llamar Health & Life akan mendapatkan
keuntungan maksimal tanpa menimbulkan polemik dan keka?
cauan yang tidak perlu, tapi tidak sekarang. Belum."
James menarik napas panjang. "Saya pikir setelah mengenal
kamu selama ini saya sudah tidak bisa dikejutkan lagi."
Andrew tertawa. "Life is full of surprises, indeed."
From Paris- 293
James berkata, "Baik. Saya akan membatasi akses ke semua
data yang berhubungan dengan BioticX. Akses ke sana hanya bisa
dilakukan dengan otoritas kita berdua secara bersamaan."
Andrew tersenyum. "Thanks, James." Telepon ditutup.
Semua berakhir sesuai harapan, pikir Andrew. Dengan sukses?
nya Osiris Satu, BioticX ada dalam genggamannya. Dan setelah
Osiris Dua dijalankan, Nicholas Xavier tidak lagi menjadi an?
caman bagi kestabilan ekonomi dunia sebagaimana definisi Llamar
Corp. Bila Osiris Satu gagal, nasib Nicholas Xavier akan berbeda.
Namun, tentu saja kehidupan hanya berpihak pada orang-orang
yang mampu menggoreskan nasib, bukan pada mereka yang me?
nerima goresan nasib begitu saja?dan seorang Nichoas Xavier
tentu bukan tandingan bagi dirinya, penerus klan McGallaghan.
Keesokan harinya, Fay bangun tidur dengan perasaan ringan yang
sangat menyenangkan?rasanya seperti hari pertama liburan se?
kolah! Sekilas ia melirik jam dan hampir terlompat dari tempat
tidur ketika melihat angka 10.10 tertera di sana. Ternyata ia tidur
hampir sepuluh jam! Fay menggeliat sebentar, tapi ingatan bahwa
ia akan pulang hari ini membuatnya terlalu bersemangat, jadi ia
langsung bangun dan bersiap-siap.
Masuk ke ruang kerja Andrew setelah sarapan, Fay disambut
sapaan ramah dari Andrew, "Hai, Fay, silakan duduk."
Fay duduk di hadapan Andrew yang mengenakan busana ka?
sual nuansa putih-biru dan tampak sangat santai.
"Tugas kamu sudah selesai, jadi hari ini kamu bisa pulang.
Tiket kamu sudah diperbaharui untuk kepulangan hari ini," ucap
Andrew sambil menatap Fay lekat. "Saya yakin saya tidak perlu
lagi memberi penekanan tentang pentingnya menjaga kerahasiaan
semua aktivitas kamu di Paris ini kepada siapa pun."
Fay buru-buru mengangguk.
From Paris- 294
Andrew menyodorkan satuplop. "Sama seperti tahun lalu,
sebagai ungkapan terima kasih, sejumlah uang akan ditransfer ke
rekening kamu di Singapura dan kamu bisa menghubungi pe?
nasihat keuangan kamu untuk mengambilnya. Diplop ini ada
sebagian dari uang itu."
Fay menerimaplop yang diberikan Andrew dengan perasaan
campur aduk. Entah kenapa, kelegaan di dadanya tidak terasa
penuh seperti yang ia bayangkan saat bangun tidur tadi.
Andrew bersandar dengan santai. "Ada yang ingin kamu tanya?
kan sebelum kamu pergi?"
"Apakah Reno dan Kent akan datang ke sini?" tanya Fay
harap-harap cemas.
"Tidak. Mereka sedang melakukan tugas lain," jawab Andrew
singkat. "Ada pertanyaan lain?"
"Apakah saya diizinkan untuk berhubungan dengan Reno lewat
e-mail?" tanya Fay hati-hati.
Andrew menatap Fay sebentar lalu menjawab, "Tidak. Saya
membiarkan Reno melakukannya sepanjang satu tahun kemarin
karena kamu belum tahu identitas Reno yang sebenarnya."
Fay menelan kekecewaannya, lalu menarik napas dan bertanya,
"Apakah saya akan dihubungi lagi untuk... tugas-tugas semacam
ini?"
"Selama ada kebutuhan khusus yang memerlukan kamu, ke?
mungkinan itu selalu terbuka."
Fay menelan ludah dan menunduk, berpura-pura memperhati?
kanplop di tangannya. Ide bahwa ia bisa dihubungi kapan
saja oleh Andrew dan dikagetkan perintah-perintah ajaibnya sama
sekali tidak ingin diterima otaknya, tapi ada sebuah perasaan aneh
yang tidak ia mengerti?seolah-olah ia memang sedikit berharap
semua belum usai.
Andrew berdiri lalu berkata, "Sampai jumpa lagi, Fay. Have a
nice flight home."
Fay terpaku ketika Andrew memeluknya hangat sambil ter?
From Paris- 295
senyum. Ia akhirnya membalas pelukan Andrew dengan benak
yang belum sepenuhnya menyatu. Ia lalu melangkah keluar de?
ngan pikiran setengah melayang dan mengikuti Andrew ke pintu,
masih dengan otak yang rasanya kosong melompong.
Fay mengayunkan kaki tanpa tergesa-gesa, membiarkan ke?
sadaran perlahan-lahan merasuk kembali ke dalam otaknya.
Apakah ini artinya tidak akan pernah ada hidup yangan
untuknya... seumur hidup... sampai ia mati? Apakah berarti setiap
saat ia bisa saja dikagetkan telepon Andrew, dengan tugas-tugas
entah apa? Apa yang harus ia lakukan hingga saat itu tiba? Men?
jalani detik demi detik dalam ketegangan yang menunggu untuk
dipecahkan sebuah dering telepon? Tapi di sisi lain, bila Andrew
tidak memanggilnya, akankah ia berjumpa dengan Reno dan
Kent lagi?
"Sudahlah, Fay!" ucap Fay kepada diri sendiri sambil mencoba
menarik napas panjang untuk mengusir kekesalan atas pergulatan
batin yang terjadi. "Kan belum tentu tugasnya datang secepat
itu... Siapa tahu tidak ada tugas yang secara khusus membutuhkan
elo... Siapa tahu setelah lima tahun tugas semacam itu tidak ada,
Andrew memutuskan menghapus nama lo dan membiarkan lo
hidup tenang. Lagi pula, kalau sudah lulus kuliah dan kerja, lo
kan bisa pindah sehingga Andrew kehilangan jejak." Sisi hati Fay
yang lain berusaha menyuarakan nama Reno dan Kent yang ke?
mungkinan besar akan ikut hilang dari kehidupannya dengan
skenario tadi, tapi langsung ditepis.
Akhirnya Fay menuju kamar, menunggu saatnya pulang. Pu?
lang, Fay... pulang! ulangnya pada diri sendiri, masih dengan ke?
hampaan yang tidak ia ketahui penyebabnya.
Fay melayangkan sekilas pandangan ke para penumpang yang se?
dang berbaris mengantre untuk check-in di konter penerbangan?
From Paris- 296
rasanya ia masih tak percaya semua sudah usai dan ia akan pulang.
Ia masih ingat bagaimana sepertinya waktu tak kunjung bergeser
saat sedang mengayunkan kaki di bawah ancaman Philippe.
Sudut bibir Fay terangkat sedikit ketika menyadari bagaimana
waktu ternyata memang punya definisi yang aneh bagi setiap ma?
nusia?dan mengingat ada satu miliar penduduk dunia, berarti
bukan cuma dirinya yang mengalamai fenomena aneh sang
waktu!
Fay kembali membiarkan matanya melanglang buana meng?
amati para penumpang dengan kehebohan masing-masing yang
kadang memancing senyum, hingga matanya menangkap satu
wajah yang ia kenal.
Lucas!
Agak jauh di bagian belakang deretan antrean, terlihat Lucas
sedang berjalan pelan dengan mata mencari.
Dengan gugup Fay melihat antrean di depannya yang masih
juga belum bergerak, lalu kembali melihat Lucas yang mulai ber?
gerak mendekat namun masih belum menemukan apa yang di?
cari. Apa yang dilakukan Lucas? Apakah Lucas mencari dirinya?
Fay menggigit bibirnya, merasakan jantungnya mulai berdebar.
Bagaimana kalau iya? Kenapa Lucas mencari dirinya lagi, padahal
baru saja pria itu menurunkannya di pintu masuk bandara? Jadi
sekarang gimana, kabur?
Pada detik pertanyaan itu singgah, pada detik itu juga pan?
dangan Lucas terkunci ke arah Fay dan Fay akhirnya hanya ber?
diri dengan pasrah, menunggu Lucas yang berusaha keras me?
nyibak antrean dengan permohonan maaf yang sangat sopan
hingga tiba di sebelah Fay.
"Ada apa?" tanya Fay, berusaha tampak datar dengan kegeli?
sahan yang sebenarnya sudah tidak kira-kira.
"Sebaiknya kita keluar dari antrean sebentar. Ada yang ingin
saya sampaikan."
Fay mengangkat alis dan menatap Lucas sesaat, tapi tidak ada
From Paris- 297
yang bisa dibaca di raut wajah pria itu. Akhirnya Fay membiarkan
Lucas mengambil alih koper di tangannya dan mengikutinya ber?
gerak keluar dari antrean.
Begitu keluar dari antrean, Lucas tidak menunjukkan tandatanda memelankan langkah dan malah berjalan semakin cepat.
"Tunggu!" seru Fay.
Lucas berhenti dan menoleh. "Ada apa?"
Fay terbelalak. "?Ada apa?? Saya yang harusnya tanya kenapa
saya disuruh keluar dari antrean? Saya kan sudah diizinkan pu?
lang!"
Lucas berjalan mendekat dan berkata, "Ada hal penting yang
ingin disampaikan oleh Mr. McGallaghan."
Fay ternganga dengan bego dan akhirnya berkata setengah ber?
teriak, "Apa yang mau dia sampaikan? Tadi pagi saya sudah ke?
temu dia dan dia nggak ngomong apa-apa!"
Lucas mengangkat bahu dengan tak acuh. "Saya tidak tahu.
Saya cuma diminta membawa kamu kembali. Sisanya bisa kamu
tanyakan sendiri nanti."
Fay tetap berdiri tanpa berkata-kata dan akhirnya setelah mema?
tung beberapa saat, ia serta-merta membalikkan badan, kembali
menuju konter check-in. Bodoat! Kalau Lucas mau bawa ko?
per itu, bawa gih sana... siapa juga yang butuh koper! Dengan
atau tanpa koper, ia mau pulang!
Dengan perasaan berapi-api Fay kembali mengantre. Ia ber?
usaha ngomel-ngomel dalam hati karena harus mulai mengantre
dari awal, demi menutupi sisi lain dirinya yang mulai panik. Ia
berusaha tidak melihat di mana Lucas atau apa yang sedang di?
lakukan pria itu, tapi lewat sudut matanya mau tak mau ia me?
lihat Lucas berjalan mendekat.
Lucas menyodorkan telepon genggam kepada Fay. "Mr.
McGallaghan..."
Fay menerima telepon dengan kemarahan menggebu-gebu,
"Halo... kenapa saya..."
From Paris- 298
"Fay...," potong Andrew dengan sebuah tekanan lembut di
From Paris To Eternity Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nada suaranya.
Fay terdiam.
"Ada berita yang baru saja saya terima, yang harus saya sampai?
kan kepadamu. Percayalah, Fay, kalau ini bukan hal mendesak,
saya tidak mungkin memintamu kembali."
Kata-kata Andrew yang diucapkan dengan sebuah ketegasan di
satu sisi namun penuh kelembutan di sisi lain langsung me?
nyurutkanarah Fay. Fay kini dihinggapi kegelisahan dan ke?
cemaasan baru, yang belum bisa ia resapi alasannya. "Berita
apa?"
"Saya tidak bisa menyampaikan berita ini melalui telepon.
Lucas akan membawa kamu kembali. Kepulangan kamu bisa di?
urus dengan mudah begitu semua menjadi jelas."
"Baik," jawab Fay akhirnya. Ia pun menutup telepon dengan
sejuta pertanyaan mulai berseliweran dalam benaknya. Apa yang
menjadi "jelas"? Kenapa tidak bisa disampaikan di telepon? Kalau
ini tentang tugas, kenapa tidak ada kesan dingin yang biasanya
bisa ia tangkap dengan mudah di suara Andrew? Tapi kalau tidak
berkaitan dengan tugas, lalu tentang apa?
Setelah menghela napas panjang, Fay akhirnya meninggalkan
antrean dan mengikuti Lucas kembali ke mobil.
Sepanjang perjalanan kembali ke apartemen Andrew, Fay ber?
usaha tidak membiarkan otaknya melayani pertanyaan-pertanyaan
yang hilir-mudik dengan memperhatikan jalan dan mencoba
membaca semua tulisan yang tertangkap mata. Usahanya bisa di?
bilang cukup berhasil karena rasanya tidak terlalu lama kemudian
ia sudah mengenali jalan kecil tempat gedung kediaman Andrew.
Begitu mobil berhenti di depan gedung, Fay buru-buru masuk
dan menemui Andrew di ruang kerja.
"Kemari, Fay," ucap Andrew lembut sambil mengulurkan ta?
ngan saat Fay masuk ruangan.
Fay mendekat ke arah Andrew, perlahan-lahan meresapi pe?
From Paris- 299
rasaan aneh yang menyelisip ke dalam dada ketika melihat sorot
mata Andrew yang lembut.
Andrew mengambil satu tangan Fay dan menggenggamnya erat
dengan kedua tangan. "Fay, saya minta kamu menguatkan diri."
Fay bisa merasakan ketegangan tanpa alasan dan tubuhnya
langsung kaku. "Ada apa?" tanyanya pelan. Sensasi aneh yang
menyergap perasaannya kini membuat perutnya sangat mual.
Andrew sejenak menatap Fay, kemudian menjawab, "Salah satu
kenalan kamu di Jakarta baru saja menghubungi Institute de Paris
dan menyampaikan berita kurang baik. Saya sudah berusaha me?
ngonfirmasi berita itu dengan menghubungi kontak saya di Peru,
dan sayang sekali memperoleh hasil yang sama."
Fay merasa bulu kuduknya berdiri. Tubuhnya dirayapi rasa di?
ngin menggigit yang mencengkeram seluruh pori-porinya. Jantung?
nya berdebar kencang dan napasnya mulai sesak. "Berita apa...?"
tanyanya dengan suara tercekat.
Andrew mempererat genggaman tangannya ke tangan Fay dan
menjawab, "Pesawat yang ditumpangi orangtua kamu jatuh di
Amazon tadi malam.... Kemungkinan tidak ada yang selamat."
Fay merasa semua tampak kabur dan ruangan beserta segala
isinya berputar di pelupuk mata. Telinganya berdenging dan tu?
buhnya menggigil ketika sebuah kegelapan merayap dan melumat?
nya hingga semua menjadi gelap. Ia pun tumbang ke lantai.
From Paris- 300
Balutan Duka
FAY termenung dalam kesendirian di keremangan ruang tengah
Detektif Stop Teror Melanda Kelas 9a Gadis Misterius Karya Sherls Astrella Pendekar Bloon 12 Perjalanan Ke Alam
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama