Ceritasilat Novel Online

Istana Hantu 10

Istana Hantu Karya Batara Bagian 10


"Hentikan semua gaduh ini. Siapa kalian dan mau apa mengganggu kami!"

"Eh, Li-kok terluka. Kulit tangannya terkelupas!"

Begitu jawaban ini menjawab bentakan atau seruan gadis itu.

Li-kok, laki- laki yang ditampar ternyata memang terluka, tangannya tidak hanya bengkak melainkan juga terkelupas kulitnya.

Kepretan kelima jari tadi kiranya seperti gosokan seterika listrik, menyengat dan mengelupas kulit lengannya, mulai dari pergelangan sampai ke siku.

Tentu saja laki-laki itu menjadi kesakitan, mengaduh- aduh.

Namun ketika temannya yang lain menolong dan sudah membebat luka ini maka si pemuda gagah yang rupanya memimpin rombongan itu tertegun menghadapi dua orang gadis ini, terkejut tapi juga marah, di samping kagum.

"Kalian hebat, kalian kiranya bukan gadis-gadis lemah! Eh, kami baik-baik mau memberi tahu kalian agar tidak melanjutkan perjalanan, nona. Di depan sana berbahaya karena bangsa liar sedang menyerang. Kalian berhenti dan jangan ke sana!"

"Hm, kau siapa? Dan ada hak apa mencegah atau menyuruh orang lain berhenti? Kami tak perduli di depan ada setan, orang usil. Kami mau pergi ke mana saja kami suka. Kami tak takut pada bahaya atau bangsa liar!"

"Eh, kau sombong. Kalau begitu tak dapat diberi tahu baik-baik, tak tahu terima kasih!"

"Hm, kami tak perlu berterima kasih. Kalian tak memberikan apa-apa!"

"Eh, bukankah pemberitahuan kami ini adalah pemberian bagi kalian? Di depan ada bahaya, nona. Di sana bangsa liar sedang menyerang dan membunuh siapa saja. Kami hendak menyelamatkan kalian!"

"Benar, dan kalian harus berterima kasih, nona. Atau kalian akan ditangkap dan dipermainkan bangsa liar itu!"

"Dan daripada dipermainkan mereka lebih baik kalian bersama kami. Kami dapat melindungi dan menjaga kalian!"

"Dan kalian pasti senang. Kami orang-orang yang pandai menjaga wanita, nona. Termasuk kalian yang cantik-cantik ini. Ayo, berhenti saja dan ikut bersama kami, ha-ha...!"

Suara-suara atau tawa yang mulai kurang ajar kembali terdengar.

Pembicaraan yang sambung-menyambung dan silih berganti itu tak pernah putus, dua gadis ini merah mukanya namun mereka masih menahan sabar, karena gadis baju hijau yang mau bergerak dan rupanya marah tiba-tiba ditahan temannya, dicekal.

Dan ketika suara-suara itu berhenti akhirnya karena gadis baju hitam ini melotot pada mereka maka gadis ini berkata, suaranya ditekan.

"Kalian sebaiknya tak usah kurang ajar. Kami dapat menjaga diri, dan terima kasih kalau kalian benar-benar bermaksud baik. Nah, sekarang kami ingin melanjutkan perjalanan, kalian minggirlah dan beri kami jalan!"

"Kau masih nekat?"

"Kau mau apa?"

Gadis baju hitam ini memandang si pemuda di depannya, balas mengeluarkan kata-kata dingin.

"Apakah kami tak boleh jalan?"

"Eh, aku Hui Liong bicara baik-baik, nona. Di depan ada bahaya dan sebaiknya kalian tunda perjalanan. Kalian pulang atau bersama saja dengan kami di sini!"

"Hm, apa maksudmu?"

"Ha-ha, maksudnya mengajak kalian bergembira, nona. Bersenang-senang, bercinta..."

"Plak!"

Orang itu tiba-tiba roboh, tersungkur dan menjerit ketika si gadis baju hijau berkelebat, cepat luar biasa dan yang lain pun terkejut.

Mereka tadi melihat bayangan hijau menyambar dan tahu-tahu teman mereka itu menjerit, pecah mulutnya dan mengeluarkan darah.

Gigi depannya rontok tiga buah.

Bukan main! Dan ketika bayangan hijau itu sudah kembali di tempatnya sementara teman mereka mengaduh-aduh melingkar di tanah maka orang pun gempar dan tahu bahwa gadis-gadis ini kiranya merupakan gadis-gadis yang lihai! "Dia melukai Bu-sing, merontokkan giginya!"

"Dan mulutnya pun ditampar pecah! Aih, kita tak boleh lagi bersabar, Hui Liong. Mereka ini gadis-gadis yang harus ditangkap!"

"Benar, dan kita telanjangi dia, Hui Liong. Ayo tangkap dan balas teman kita ini!"

Hui Liong, pemuda gagah bermata minyak itu terkejut.

Dia tadi tersentak ketika si gadis baju hijau berkelebat, lewat di depannya dan tersungkurlah Bu-sing, laki-laki yang mengeluarkan kata-kata kotor itu.

Dan ketika teriakan teman-temannya menuntut dan semuanya menghendaki gadis ini ditangkap maka Hui Liong, pemuda itu melangkah maju dan mukanya pun sudah merah membayangkan marah, di samping kagum dan heran.

"Nona, kau dengar permintaan teman- temanku. Kalian berdua sudah melukai dua orang di antara kami, sebaiknya kalian menyerah dan minta ampun!"

"Huh, minta ampun pada tikus-tikus busuk macam kalian? Heh, sebaiknya kalian yang harus minta maaf kepada kami, orang she Hui. Atau semua teman-temanmu ini kuhajar dan mereka pulang tinggal nama!"

"Sombong...!"

"Keparat!"

Dan orang-orang itu yang tentu saja marah dan gusar tiba-tiba menubruk dan yang ada di belakang gadis baju hijau ini mendadak menyerang, lengan mereka terulur dan mereka hendak menangkap pinggang langsing itu.

Hui Liong berteriak agar teman-temannya tidak ceroboh.

Namun karena dua orang itu sudah bergerak dan mereka tak dapat dicegah maka kejadian yang sudah diduga pemuda ini terjadi.

Si gadis baju hijau menjengek dan bergeraklah tangannya ke belakang, tanpa menoleh angin pun berkesiur dan dua orang itu berteriak kaget.

Mereka tahu-tahu terbanting dan terlempar, lengan mereka patah-patah dan tentu saja yang lain-lain pun semakin gempar, kaget dan marah.

Dan ketika dua orang itu merintih-rintih dan mengerang tak keruan maka belasan yang lain sudah mencabut senjatanya, bergerak tanpa dapat dicegah lagi dan Hui Liong pemuda di depan itu juga membentak.

Pemuda ini melihat sebentar saja empat orang anak buahnya sudah terkapar tak berdaya.

Mereka tak dapat lagi menyerang dan gadis baju hijau diserbu, dibentak dan hujan senjata berkelebatan ke arah gadis ini.

Tapi ketika gadis itu berseru keras dan menggerakkan tubuhnya tahu-tahu ia lenyap namun bayangan hijau sudah naik turun menyambar-nyambar belasan orang itu, termasuk Hui Liong.

"Awas... des-des-dess!"

Pekik dan jerit kesakitan terdengar susul- menyusul.

Belasan orang itu terlempar dan Hui Liong sendiri mengaduh, mencelat dan bersama yang lain-lain pemuda ini mendapat tendangan.

Gerakan bayangan hijau yang luar biasa cepat dan tak dapat diikuti mata itu ternyata telah mendahului mereka, pukulan dan tendangan mendarat tak kenal ampun.

Belasan orang itu terpekik dansemua berpelantingan, kaki atau bagian tubuh yang terkena tendangan itu serasa dihantam palu godam, tujuh di antaranya tertekuk dan tak dapat bangkit lagi.

Punggung mereka retak! Dan ketika senjata juga terlempar ke sana ke mari dan tentu saja belasan orang itu terkejut dan gentar, gentar karena tak menyangka kelihaian si gadis baju hijau yang demikian luar biasa maka gadis itu sudah berhenti berkelebatan dan menginjak dada Hui Liong, si pemuda bermata minyak.

"Hayo kau suruh teman-temanmu mundur. Atau aku akan membunuhmu dan membunuh yang lain-lain ini.... ngek!"

Pemuda itu mengeluh.

Diinjak dan ditekan seperti ini dia merasa tak dapat bernapas, lawan berapi-api memandangnya dan pemuda itu pun jerih.

Tapi ketika dia belum menjawab dan seorang pembantunya terdekat melihat kesempatan dan meraih sebuah golok, yang kebetulan juga berada di dekat gadis baju hijau itu tiba-tiba orang ini sudah menggerakkan goloknya membabat kaki gadis itu.

"Plak-augh!"

Kejadian ini mendirikan bulu roma.

Si gadis baju hijau yang diserang secara curang ternyata tahu, mendengus dan menggerakkan kakinya ke belakang.

Dan ketika tanpa menoleh ia menendang golok itu yang kontan membalik ke arah tuannya maka golok mencelat dan menghunjam dada laki-laki itu, tembus dan berteriaklah penyerang curang ini dengan jeritan tinggi.

Dia tak menyangka dan darah pun menyembur, ancaman si gadis baju hijau telah menjadi kenyataan dan laki-laki itu roboh, telungkup dan akhirnya tewas.

Dan ketika semua terbelalak dan pucat melihat kejadian itu, kelihaian gadis ini maka golok di dada laki-laki itu telah diungkit dan....

berpindah tangan ke tangan gadis baju hijau ini.

"Nah,"

Gadis itu berkata dingin.

"Siapa yang coba-coba main gila boleh lakukan kecurangan lagi, tikus-tikus busuk. Aku tak akan segan- segan menghabisi kalian kalau kalian menghendaki!"

Golok itu menodong leher pemuda she Hui ini, dicurigai sebagai orang yang memerintahkan kecurangan itu dan tentu saja pemuda ini pucat.

Dia gemetar menyangkal dan berkata tidak, yang lain-lain juga ngeri dan terbelalak.

Namun ketika gadis itu menekan ujung golok sehingga leher lawannya tergurat maka gadis baju hitam, yang sejak tadi menonton dan diam saja tiba- tiba berkelebat maju, menahan lengan temannya ini.

"Ling-moi, tahan. Jangan menumpahkan darah lagi!"

"Hm, aku tak akan menumpahkan darah,"

Gadis baju hijau berkata.

"Tapi aku tak dapat bersabar kalau ada di antara mereka ini yang coba-coba berbuat curang, enci. Siapapun yang coba melakukan itu tentu kukirim ke akherat!"

"Sudahlah,"

Si gadis baju hitam berkata, ternyata sang enci.

"Mereka semua tak mungkin berani melakukan itu lagi, Ling-moi. Buang golokmu dan kita pergi!"

"Tidak, aku minta agar kunyuk-kunyuk ini minta ampun dahulu, atau aku akan membabat telinga mereka satu per satu!"

"Ampun....!"

Suara itu tiba-tiba terdengar serentak.

"Kami minta ampun, nona. Kami tak tahu dengan siapa kami berhadapan dan kami mengaku bersalah!"

"Hm, hanya begitu saja?"

Gadis ini menjengek.

"Begitu enak? Tidak, kalian harus mencium sepatu kami, tikus-tikus busuk. Dan baru setelah itu boleh diampuni. Dan kau yang harus mulai dulu!"

Gadis baju hijau menendang Hui Liong, pemuda bermata minyak itu yang seketika merintih dan mengeluh, berdebuk di atas tanah tapi pemuda itu mengangguk- angguk.

Dan ketika temannya yang lain juga mengangguk-angguk dan serentak terseok maju, yang patah-patah lengannya menyeret tubuh mereka maka satu per satu orang-orang itu telah minta ampun sambil mencium sepatu si gadis baju hijau ini, bahkan ada yang menjilatinya dan gadis itu mendupak mereka agar melakukan hal yang sama pada encinya, si gadis baju hitam.

Dan ketika semua orang melakukan itu dan gadis ini tersenyum mengejek maka dia berseru.

"Nah, sekarang kalian telah mendapat pelajaran, kunyuk-kunyuk busuk. Kalau lain kali kalian bertemu kami lagi dan tidak tahu sopan tentu kalian akan kubunuh. Jangan kurang ajar kepada wanita!"

Dan begitu menggerakkan kakinya ke kiri tiba-tiba gadis ini telah lenyap, berkelebat entah ke mana dan belasan orang itu pun bengong karena si gadis baju hitam ternyata lebih dulu tak ada di situ.
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Gadis baju hijau ini kiranya menyusul dan akhirnya tampak bayangan di kejauhan sana, hijau dan hitam.

Namun ketika bayangan itu lenyap dan orang-orang ini mengeluh dan terguling dengan lemas maka Hui Liong, pemuda yang menjadi pemimpin itu telah pingsan karena tadi telah ditampar kepalanya! "Nah, sekarang aku lega,"

Gadis baju hijau berkata di sana, jauh dan sudah bergandengan tangan dengan si gadis baju hitam, encinya.

"Tikus-tikus busuk itu kalau tidak dihajar tak kenal sopan, enci. Sebenarnya aku masih ingin membuntungi telinga mereka untuk pelajaran seumur hidup. Sayang, kau mencegah dan aku harus menahan diri. Kalau tidak, hmm.... tentu mereka menjadi kelinci cacad yang putus sebelah telinganya!"

"Sudahlah,"

Sang enci tampak tak senang.

"Mereka itu pengganggu-pengganggu murahan, Ling-moi. Tugas kita sebenarnya bukan menghajar orang-orang macam begitu melainkan jahanam-jahanam bangsa liar itu, di depan!"

"Dan kita memang ke sana,"

Gadis baju hijau ini menggeget.

"Kita pasti menghajar mereka itu pula, enci. Dan aku ingin tahu seberapa lihai pemuda bernama Togura itu!"

"Hm, hati-hati. Jangan kau gegabah. Dia murid enam Iblis Dunia, Ling-moi. Nama ini sudah cukup menyuruh kita untuk tidak ceroboh atau tugas kita sia-sia. Ayah tak bisa mati meram!"

"Aku tahu,"

Dan mereka yang akhirnya terbang dan bergerak mengerahkan ilmu lari cepat tiba-tiba meluncur dan berendeng ke barat, membelok ke utara dan akhirnya dua gadis itu menghilang di balik bukit.

Dan ketika jauh di belakang orang-orang yang dihajar gadis baju hijau merintih dan mengerang tak keruan maka dua gadis yang ternyata enci adik itu sudah mendatangi atau justeru memapak pasukan bangsa liar yang dipimpin Togura.

Dari pembicaraan sejenak tadi dapat disimpulkan bahwa justeru mereka ini sengaja mendatangi pasukan besar itu, hanya berdua, tanpa kawan atau teman.

Dan karena ini jelas menunjukkan betapa berani dan gagahnya dua gadis itu maka orang tentu ingin tahu siapa mereka itu sebenarnya! **SF** "Nah, berhenti,"

Gadis baju hitam akhirnya menahan lengan adiknya.

"Pasukan itu sudah kelihatan, Ling-moi. Kita berhenti dulu di sini melihat keadaan!"

"Tapi aku ingin masuk,"

Gadis baju hijau bersinar-sinar.

"Kita dapat segera menyerang dan menghajar mereka, enci. Aku sudah tak sabar!"

"Jangan nanti dulu!"

Dan sang kakak yang menahan serta mencekal lengan adiknya lalu memberi tanda agar adiknya berhati-hati.

"Kita akan memasuki sarang harimau. Kita tak tahu bagaimana keadaan di dalam sana. Sebaiknya kita tunggu malam tiba, Ling-moi. Baru setelah itu masuk!"

"Menunggu malam?"

Sang adik terbelalak.

"Ah, terlalu lama, enci. Aku tak tahan. Kematian ayah selalu membayang di pelupuk mataku!"

"Tidak, jangan gegabah, Ling-moi. Kau harus turut kata-kataku atau aku akan marah padamu!"

"Hm, baiklah... baiklah...!"

Dan gadis baju hijau yang membanting tubuhnya di atas rumput lalu mendengar kakaknya menahan isak begitu dia menyebut-nyebut nama ayahnya, berapi-api memandang ke depan tapi akhirnya duduk mengambil buntalan, membukanya dan menarik napas dua kali sebelum mengeluarkan isi buntalan itu, roti kering dan air jernih, yang ditaruh dalam sebuah botol besar.

Dan ketika gadis baju hitam itu duduk menatap jauh dan kegembiraan suasana yang semula ada tiba- tiba buyar dan hancur oleh pengalaman pahit di belakang maka gadis ini menangis dan akhirnya menggigit bibirnya.

"Ling-moi, kita harus membalas kematian ayah. Kita dapatkan pemuda siluman itu dan kelima gurunya!"

"Ya, dan aku tak mau sudah kalau belum merobohkan pemuda itu, enci. Aku siap mati dan siap membela ayah!"

"Tapi kita harus berhati-hati. Ah, sudahlah, kau tahu itu dan mari kita isi perut dulu,"

Gadis baju hitam menjumput rotinya, membaginya dua untuk sang adik dan gadis baju hijau itu menerima.

Dan ketika air juga dituangkan dalam gelas kecil dan dua enci adik ini sudah menangsel perut mereka dengan roti sederhana dan air pembasah kerongkongan maka mereka pun akhirnya memandang ke depan ke tempat pasukan besar itu, musuh yang sudah bulat akan mereka serbu dan tinggal menunggu waktu saja.

Agaknya mereka tak akan bergerak di siang hari itu, cukup berhati-hati juga dan menyadari kekuatan lawan.

Dan ketika kegembiraan mereka lenyap terganti oleh pandangan berapi dan mata yang menyala-nyala penuh dendam maka dua enci adik itu menghabiskan waktu di semak gerumbul.

Siapakah mereka? Dari mana berasal? Bukan lain adalah puter-puteri Bu-ciangkun, panglima tinggi besar yang gagah dari kota raja itu, yang tewas dan akhirnya bertemu Kim-mou- eng sebelum ajal.

Inilah dua puterinya di mana yang tertua bernama Bu Mei Hoa, si gadis berbaju hitam itu.

Dan karena Bu-ciangkun ini mempunyai dua anak perempuan di mana si gadis baju hijau itu adalah adik Mei Hoa maka gadis yang telah menghajar belasan laki-laki di tengah jalan tadi adalah Mei Ling.

Kakak beradik ini akhirnya mendengar tewasnya ayah mereka, ketika menjalankan tugas.

Dan ketika tentu saja kematian ayah mereka itu amat memukul perasaan dan mereka menjadi marah maka Mei Hoa dan Mei Ling meninggalkan kota raja, tak menghiraukan nasihat sahabat- sahabat ayah mereka yang berniat mencegah kemauan enci adik ini, berkata agar mereka menunda dulu maksud itu karena kota raja juga akan menyambut serbuan bangsa liar ini, diajak bersama-sama menghadapi musuh- musuh mereka namun Mei Ling dan kakaknya tak mau.

Mereka ingin melampiaskan marah dan dendam sendirian, berdua tanpa teman, maksud yang tentu saja harus ditunjang oleh sebuah keberanian besar.

Dan ketika tiga hari lalu mereka meninggalkan kota raja untuk mencari musuh besar mereka, orang yang telah membunuh ayah mereka maka di tengah perjalanan mereka mencoba mengusir kedukaan dengan bercakap-cakap, melihat bunga warna-warni dan pemandangan indah di sepanjang jalan, hal yang sejenak melupakan kedukaan mereka, sedikit terhibur dan berguraulah mereka sejenak melupakan kematian sang ayah, karena sesungguhnya Mei Hoa dan Mei Ling ini adalah gadis-gadis yang periang.

Namun begitu gangguan pertama datang berupa laki-laki kurang ajar yang mengganggu mereka tadi mendadak saja kegembiraan mereka lenyap.

Mei Ling menghajar mereka dan sebagai puteri Bu- ciangkun tentu saja dia dapat merobohkan lawan-lawannya itu.

Dengan mudah gadis ini melepas kenangan yang seumur hidup tak bakalan orang-orang itu lupa lagi, apalagi setelah yang seorang dibunuh akibat kecurangannya sendiri, menendang golok yang menyambar di belakang di mana seketika senjata itu mencelat dan mengenai pemiliknya, roboh dan tersungkur mandi darah, tewas.

Dan ketika kegembiraan itu lenyap dan kini mereka sudah berada di depan musuh yang dicari-cari maka Mei Ling dan kakaknya tak dapat bergurau lagi, duduk tepekur dan Mei Hoa segera menerangkan pada adiknya apa yang akan mereka lakukan malam nanti, setelah matahari terbenam.

Dan ketika Mei Ling mengangguk-angguk dan percakapan menjadi serius karena malam nanti mereka akan melepas dendam maka Mei Hoa berulang-ulang memperingatkan adiknya agar tidak gegabah.

"Kau tahu,"

Sang kakak berkata.

"Pemuda itu dikabarkan lihai, Ling-moi. Katanya bahkan lebih lihai daripada kelima gurunya sendiri. Kita harus berhati-hati, kalau bisa malam nanti mencari musuh kita ini dan menyerangnya di tempat sepi!"

"Aku tahu,"

Sang adik menjawab.

"Dan aku selalu ingat nasihatmu, enci. Tak kalau dia bersama guru-gurunya pun aku tak takut menghadapi!"

"Bukan takut atau tidak,"

Sang kakak memberi tahu.

"Melainkan semata agar maksud kita tidak gagal, Ling-moi. Kita sendiri tak perlu takut namun kabar tentang kelihaian pemuda itu harus kita perhitungkan baik-baik!"

"Dan aku siap mati kalau gagal!"

Mei Ling berkata gagah.

"Aku siap dibunuh atau membunuh, enci. Malam nanti kita harus mengerahkan segenap kemaampuan kita dan bertarung mati-matian!"

"Ya, tapi sebelumnya timbulkan dulu kekacauan di sana,"

Mei Hoa mengangguk.

"Kita cari perbekalan makanan mereka, Ling- moi. Dan timbulkan kebakaran besar di mana- mana. Kalau kita gagal membunuh pemuda itu setidak-tidaknya kita telah mengacau ransum pasukannya agar mereka kelaparan!"

"Dan pasukan Ting-ciangkun mungkin bisa berlega sedikit. Ah, aku sependapat. Memang kita kacau dulu perbekalan pasukan itu sebelum kita mencari Togura dan gurunya!"

"Benar, tapi sekali lagi berhati-hatilah, Ling- moi. Kita dengar pemuda ini kejam dan suka menyiksa lawannya, terutama wanita. Kalau kita tertangkap dan kau diganggunya jangan lupa pesanku itu."

"Hm, aku selalu membawa Pil Iblis ini, enci. Kalau dia berani mengganggu atau memperkosaku maka sebelumnya aku sudah menjadi mayat. Pemuda itu tak dapat menggagahiku!"

Mei Ling mengeluarkan sebutir pil hitam, sebesar kelereng dan encinya mengangguk-angguk.

Pil itu adalah pil maut dan sang kakak pun juga mengeluarkan benda yang sama, pil hitam yang akan mengantar nyawa mereka ke akherat, kalau tugas mereka gagal.

Dan ketika mereka saling pandang dan sang kakak akhirnya terisak kecil tiba-tiba Mei Hoa memeluk dan mencium kening adiknya.

"Ling-moi, kita sehidup semati. Demi membalas kematian ayah kita tak perlu kita ragu. Tapi, ah... aku sebenarnya tak ingin kau mati muda!"

"Kenapa, enci?"

"Hm, aku ingin kau mendapatkan jodoh yang baik, Ling-moi, meneruskan generasi kita dan hidup bahagia bersama suamimu. Aku tak ingin keluarga Bu sama sekali musnah!"

"Ah, tak usah kau bicara seperti itu, enci. Aku tak ingin berumah tangga kalau kau tak ada!"

"Tapi Ting Han...."

"Hm, kenapa bicara ini lagi?"

Mei Ling tiba-tiba merah mukanya, memotong.

"Aku tak suka membicarakan pemuda itu, enci. Kita sekarang sedang bertugas membalaskan kematian ayah, aku tak ingin bicara tentang yang lain!"

"Tapi dia amat mencintaimu!"

Sang kakak memprotes.

"Dan kaupun tampaknya menaruh perhatian, Ling-moi. Kalau saja tak ada urusan ini kau tentu dapat berpacaran!"

"Ah!"

Dan sang adik yang tersipu merah tiba- tiba melengos dan tidak mau menjawab kakaknya ini, bangkit berdiri dan Mei Ling berkelebat ke sebuah hutan kecil, kembali dan sudah menenteng seekor kelinci gemuk yang tadi disambitnya dari jauh, kena dan gadis itu sudah duduk lagi menguliti binatang ini, yang sudah dibunuhnya.

Dan ketika Mei Ling membuat api unggun dan minta agar kakaknya memanggang kelinci itu maka Mei Hoa tersenyum dan bangkit memeluk adiknya ini, dari belakang.

"Ling-moi, kau tak marah akan kata-kataku ini, bukan? Kau tak menyimpannya di hati?"

"Sudahlah, aku tak apa-apa, enci. Hanya untuk saat ini aku tak suka membicarakan Ting Han. Aku ingin membalas kematian ayah, dan aku tak suka bicara yang lain selain itu!"

"Baiklah, aku tahu, Ling-moi. Dan mari kupanggang kelinci itu,"

Sang kakak sudah mengambil alih bagiannya, memanggang kelinci buruan dan akhirnya mereka pun bercakap-cakap yang lain.

Mei Hoa diam-diam menarik napas karena dia tahu bahwa adiknya ini sebenarnya menyambut cinta Ting Han, putera Ting-ciangkun.

Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun karena mereka ada masalah pribadi dan kematian ayah mereka mungkin saja dibayar dengan jiwa sendiri kalau mereka gagal maka Mei Hoa tahu bahwa adiknya ini sebenarnya tak berani mengecewakan Ting Han, pemuda yang gagah dan sudah diketahui jatuh hati pada adiknya ini.

Tak mau kalau kelak Ting Han gigit jari bila Mei Ling terpaksa tewas, dalam menuntut balas kematian ayahnya ini.

Dan ketika mereka duduk kembali dan sudah menikmati kelinci panggang itu maka percakapan kembali pada Togura, apa yang harus dilakukan nanti malam karena matahari pun kian condong ke barat.

Beberapa jam lagi mereka akan memulai pekerjaan mereka dan itu pun tak perlu lama ditunggu.

Dan ketika saat yang dinanti tiba dan malam pun mulai menyelimuti bumi maka Mei Hoa dan adiknya bergegas bangkit berdiri, tiba-tiba mencabut pedang dan membuang sisa-sisa makanan.

"Awas, sekali lagi berhati-hati, Ling-moi. Ingat pesanku dan jangan bertindak gegabah!"

"Aku tahu. Dan mari berangkat, enci. Aku sudah tak sabar dan ingin memenggal kepala pemuda itu!"

"Hm!"

Dan sang enci yang mengangguk dan sudah berkelebat menyambar tangan adiknya lalu melesat dan menuju ke benteng musuh di depan, melihat lampu-lampu yang mulai berkelap-kelip di sana dan enci adik ini sudah mengerahkan ilmu meringankan tubuh mereka mendekati sarang musuh.

Empat jam mengatur rencana dan duduk bercakap-cakap telah membuat masing-masing tahu apa yang harus dilakukan nanti.

Maka begitu tembok kota sudah semakin dekat di depan mata dan mereka berjungkir balik maka puteri-puteri Bu- ciangkun ini m,elayang dan terus meluncur ke dalam tembok.

"Hei!"

Seruan atau bentakan itu cepat terbungkam.

Mei Hoa dengan cepat telah menyambitkan sebatang jarum, menancap dan tepat sekali menghentikan teriakan ini, si penjaga yang kiranya melihat gerakan mereka.

Dan begitu penjaga roboh dan mereka sudah melayang turun di dalam, dengan ringan dan enteng maka Mei Hoa memberi isyarat pada adiknya agar semakin berhati-hati.

"Kita berpencar, kau ke kiri aku ke kanan. Tapi jangan jauh-jauh, kita menuju bangunan merah itu!"

"Tapi di sana ada dua penjaga lagi, enci. Sebaiknya kita menangkap mereka dan mencari tahu di mana lumbung makanan atau para pemimpin mereka!"

"Baik, awas...!"

Dan sang enci yang sudah melihat penjaga yang dimaksud dan bergerak menyambitkan jarumnya tiba-tiba hampir sama cepat dengan sang adik sudah merobohkan pengawal atau penjaga ini, yang rupanya mendengar teriakan tertahan temannya yang roboh, celingukan namun mereka pun juga roboh.

Dan ketika dua gadis itu berkelebat dan masing-masing sudah menangkap seorang penjaga dan menotok urat gagu mereka maka Mei Ling mengancam dengan bisikannya yang dingin.

"Di mana Togura. Apa yang dilakukan pemuda setan itu dan di mana pula kelima gurunya?"

"Dan kau!"

Mei Hoa juga membentak, perlahan.

"Di mana lumbung perbekalan, penjaga. Cepat beri tahu atau pedangku menabas putus kepalamu!"

Dua penjaga itu menggigil.

"Si.... siapa kalian?"

"Tak perlu tahu. Pokoknya jawab pertanyaan kami dan cepat sebelum kami membunuh kalian berdua!"

"Pemimpin... pemimpin ada di tengah-tengah, bersama gurunya...!"

"Dan ransum makanan di bangunan merah itu. Aduh, lepaskan aku, nona. Ampun....!"

Penjaga satunya juga segera menjawab, dibebaskan totokannya sejenak tapi bawah lehernya dijepit kuat.

Dia hampir tak dapat bicara kalau gadis- gadis itu tak melonggarkan sedikit jari-jari tangannya.

Dan ketika jawaban itu sudah didapat namun tentu saja dua kakak beradik ini tak gampang percaya maka Mei Hoa menampar kepala tawanannya sementara Mei Ling menendang dan membanting pengawal satunya, yang roboh terbanting dan pingsan.

"Kita telah mendapat tahu. Tapi hati-hati, siapa tahu mereka bohong!"

"Ya, dan aku ke tengah-tengah, enci. Kau ke bangunan merah itu tapi kita tetap tidak terlalu jauh!"

"Baik!"

Dan Mei Hoa yang berkelebat serta lenyap ke kanan lalu disusul adiknya yang berkelebat dan lenyap pula ke kiri, menuju pada sasaran masing-masing dan untuk sejenak mereka berpisah.

Hal itu memang telah diatur agar masing-masing dapat bekerja.

Dan ketika Mei Ling menghilang ke tengah-tengah sementara Mei Hoa sudah ke bangunan merah yang dicurigai maka tak lama kemudian timbul kebakaran besar di bangunan merah itu, yang ternyata gudang makanan adanya, benar.

"Kebakaran.... kebakaran....!"

Penjaga dan pengawal berteriak kaget.

Perbuatan Mei Hoa ini telah memancing keributan dan orang pun gaduh.

Dari mana- mana muncul para pengawal yang terbelalak marah, ransum itu adalah makanan mereka di mana kalau habis terbakar mereka bisa mati kelaparan.

Maka begitu semua berlarian dan berteriak menyambar air maka berkelebatlah sesosok bayangan tinggi kurus yang tertegun sejenak.

"Heh, dari mana api berasal? Siapa yang melakukan ini?"

"Tak tahu. Kami baru saja melihat kebakaran ini, locianpwe. Dan api tahu-tahu sudah menyala di tengah gudang!"

"Kalau begitu kalian minggir. Biar kupadamkan!"

Dan bayangan tinggi kurus ini yang bergerak melepas bajunya tiba-tiba menghilang dan sudah mengebut bajunya itu, lenyap di tengah-tengah apoi dan heran serta ajaib api padam bertemu hembusan angin kuat.

Begitu kuatnya hingga para pengawal atau orang-orang yang ada di luar terpelanting, kaget dan berteriak terlempar oleh hembusan angin itu.

Dan ketika api padam sebelum diguyur air seember pun maka bayangan tinggi kurus ini, yang bukan lain Cam-kong adanya, sudah berkelebat keluar dan memakai bajunya kembali, membuat penonton atau pengawal bengong! "Heh, yang menjaga gudang harap ke markas.

Terima hukuman untuk kebodohan ini!"

"Tapi.... tapi....."

"Kebakaran! Hei, itu lagi...!"

Dan seruan ini yang melenyapkan kegembiraan dan kekaguman semua orang tiba-tiba sudah disusul oleh berkobarnya api di tempat lain, mula-mula di kanan tapi akhirnya di kiri dan muka belakang.

Di empat penjuru tiba-tiba api berkobar dengan cepat.

Cam-kong tertegun dan segera matanya bersinar-sinar.

Kalau begitu ini perbuatan orang, musuh! Dan karena hal ini biasa maka Cam-kong melengking dan lenyaplah iblis itu memberi tahu teman- temannya yang lain, Siauw-jin dan nenek Naga atau Ji-moi serta Toa-ci itu.

"Wut-wut!"

Beberapa bayangan berkelebatan cepat.

Seperti siluman di tengah-tengah paniknya kebakaran dan keributan banyak orang tiba- tiba saja empat bayangan cebol dan nenek- nenek iblis berkesiur di empat penjuru.

Kentong tanda bahaya dipukul dan ramailah teriakan orang akan kebakaran.

Tapi ketika bentakan-bentakan terdengar di sana-sini dan kebutan atau tiupan mulut menghembus ke arah kebakaran yang berkobar tiba-tiba saja api padam dan orang pun bengong, takjub.

"Wush-wushh!"

Siauw-jin dan teman-temannya melakukan seperti apa yang dilakukan Cam-kong.

Mereka memadamkan kobaran api dengan cara masing-masing, semua mempergunakan kesaktian mereka dan Siauw Jin si cebol yang hebat itu bergelindingan di tanah, memadamkan api dengan tubuhnya yang bulat dan aneh serta luar biasa api atau kobaran api yang dilewati tubuh si cebol ini langsung padam.

Dan ketika iblis itu meloncat bangun dan berjungkir balik tertawa-tawa maka di sana nenek Naga maupun Toa-ci atau Ji-moi mengebutkan lengannya sementara Ji-moi mengebutkan lengannya sementara Ji-moi meniupkan mulut menghembus padam semua api di empat penjuru, hanya sekejap mata! "Keparat! Jahanam busuk!"

Nenek Naga mengumpat caci.

"Perbuatan siapa ini gerangan? Siluman dari mana berani membuat kebakaran?"

"Ha-ha, tak perlu marah. Ini tentu perbuatan musuh, nenek bau. Hayo tanya Cam-kong karena dialah yang lebih dulu keluar!"

Siauw- jin tertawa, mulut berseru namun iblis ini sudah melesat ke kiri, ke tempat di mana Cam- kong berdiri.

Dan ketika iblis itu berjungkir balik dan sudah turun di depan rekannya ini maka Cam-kong menggeleng dan meliarkan matanya ke sekeliling tempat itu.

"Aku tak tahu,"

Iblis tinggi kurus ini berkata.

"Aku di depan setelah api membakar gudang makanan, Siauw-jin. Siapa yang berbuat aku tak tahu tapi jangan-jangan Kim-mou-eng!"

"Weh, tak mungkin!"

Iblis cebol tampak gentar.

"Pendekar Rambut Emas tak pernah muncul lagi, Cam-kong. Ini tentu perbuatan orang lain karena Kim-mou-eng tak perlu melakukan ini kalau ingin mencari kita!"

"Benar!"

Nenek Naga berkelebat menimpali.

"Kalau Kim-mou-eng tak perlu melakukan semuanya ini, Cam-kong. Pendekar Rambut Emas dapat langsung mencari kita dan berhadapan. Aku menduga ini perbuatan bocah-bocah ingusan!"

"Dan Togur tak keluar!"

Toa-ci berkelebat di samping nenek Naga.

"Ada apa bocah itu tak menampakkan diri? Memangnya dia tak tahu?"

"Ha-ha!"

Suara tawa bergelak terdengar di dalam gedung.

"Aku di sini menghadapi dua nona yang cantik-cantik, subo. Merekalah yang melakukan kebakaran itu dan kini menemui aku! Hayo, kalian ke sini... duk-plak!"

Dan jeritan serta teriakan kaget yang disusul terbanting dan terlemparnya tubuh sudah membuat lima iblis itu tertegun, mendengar tawa muridnya dan para pengawal atau penjaga segera melihat dua bayangan berkelebatan cepat di dalam, menyerang tapi terpelanting ketika bertemu lengan Togura, pemuda yang menjadi Raja Muda di situ.

Dan ketika semua orang berlarian menuju ke sini tapi lima iblis itu mendengus dan sudah lenyap mendahului semua orang maka terlihatlah dua gadis cantik menerjang dan marah sekali menyerang pemuda tinggi besar itu.

"Togur, kau jahanam keparat. Kami datang memang untuk membunuhmu!"

"Benar, atau kau membunuh kami, pemuda siluman. Kami datang untuk mengadu jiwa.... duk-plak!"

Dan dua pedang yang ditangkis pemuda itu dan terpental ke atas akhirnya membuat Siauw-jin dan teman-temannya tertawa, melihat bahwa kepandaian dua gadis itu ternyata tak seberapa dibanding mereka.

Tentu saja sekali lihat segera mengetahui bahwa dua gadis itu tak selihai atau sehebat Kim Soat Eng umpamanya, atau Thai Liong, putera-puteri Pendekar Rambut Emas yang gagah dan memang hebat.
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Maka begitu mereka mengetahui bahwa pengacau liar ini kiranya dua orang gadis yang tak seberapa kepandaiannya tapi harus diakui memiliki keberanian yang amat besar maka Siauw-jin terkekeh-kekeh melepas kekagumannya.

"Heh-heh, kukira siapa, tak tahunya dua kupu betina yang berani namun tolol! Heh, serahkan pasukanmu saja, Togur, jangan layani sendiri dan bekuk mereka berdua itu. Atau kau mundur dan biar kutangkap mereka!"

"Tidak,"

Togur tertawa.

"Mereka datang sengaja mencari aku, suhu. Mereka ternyata puteri-puteri Bu-ciangkun. Aih, teringat aku sekarang. Memang Bu-ciangkun itu pemberani dan keberaniannya itu menurun pada puteri- puterinya ini. Ha-ha, kau mundurlah dan biar kupermainkan mereka.... plak-plak!"

Togur menangkis pedang yang membacok dari kiri, diayun oleh Mei Ling dan tentu saja dengan gampang dia mementalkan pedang itu ke atas.

Pemiliknya menjerit dan pedang hampir saja terlepas.

Dan ketika Mei Hoa berteriak marah dan berseru keras menusuk tenggorokan pemuda itu maka Togur membiarkan tenggorokannya ditusuk dan pemuda itu mengerahkan kekebalannya.

"Takk!"

Pedang melengkung bengkok! Mei Hoa terpekik dan gadis itu terhuyung, melihat para pengawal dan pasukan yang berdatangan memasuki gedung, berteriak-teriak dan bersorak mengejek mereka, yang dipermainkan Togura.

Dan ketika pedang kembali dluruskan dan adiknya sudah menyerang lagi di sana maka Togura membentak menyuruh pasukannya mundur.

"Hei, kalian manusia-manusia tolol. Jangan masuk dan tetap berjaga di luar. Siapa tahu gadis-gadis ini membawa temannya!"

Siauw-jin terkejut.

"Benar,"

Iblis cebol itu teringat.

"Kalian berjaga seperti biasa, tikus- tikus busuk. Tak perlu di sini dan tetap di luar sana!"

"Dan kau meronda sekilas,"

Togura berseru pada nenek Toa-ci.

"Lihat apakah ada pengacau lain selain dua gadis ini, subo. Beri tanda bila ada sesuatu yang mencurigakan!"

"Hm!"

Nenek itu berkelebat, mengomel.

"Siauw-jin dan Cam-kong perlu juga kau perintah, Togur. Jangan aku saja!"

"Baik!"

Togur tertawa.

"Kau juga, suhu. Maaf kalian pergi sebentar dan setelah itu kembali ke sini kalau benar-benar aman!"

"Huh!"

Si cebol menggerutu.

"Kau nenek sialan, Toa-ci. Selalu tak mau sendirian kalau diperintah!"

Tapi berkelebat dan menuruti perintah muridnya kakek ini lenyap dan sudah keluar gedung, disusul Cam-kong yang tidak mengomel namun mulutnya meludah.

Empat orang pengawal roboh menjerit ketika ludah kakek tinggi kurus itu mengenai muka mereka, bolong dan tentu saja mereka bergulingan menjerit-jerit.

Itulah tanda pelampiasan marah kakek ini, yang sebenarnya sama saja dengan Siauw-jin.

Dan ketika tiga orang itu keluar melihat keadaan sementara nenek Naga dan Ji- moi menjaga di situ, hal yang memang disengaja Togur kalau-kalau ada musuh lihai seperti Kim-mou-eng maka Mei Ling dan kakaknya mengeluh terhuyung-huyung menghadapi lawannya ini, akhirnya menusuk dan membacok namun tiba-tiba Togur berseru keras.

Pemuda itu menangkap dan terjepitlah pedang di antara dua jari telunjuk dan tengahnya.

Dan ketika pemuda itu tertawa dan menarik tiba-tiba tanpa dapat dicegah lagi dua gadis ini terjelungup ke depan dan roboh ke pelukan Togura.

"Ngok-ngok!"

Togura terbahak memberikan ciumannya.

Pemuda itu sudah menerima keduanya dan tentu saja Mei Ling maupun kakaknya kaget, mereka berteriak namun tiba-tiba lawan menggerakkan jarinya.

Dan ketika sebuah totokan lihai mendahului mereka dan pundak mereka tertotok maka dua enci adik ini roboh dan langsung diciumi Togura.

"Ha-ha, manis, subo. Manis sekali. Aih mereka boleh menjadi kekasih-kekasihku!"

Pemuda itu memeluk keduanya, mencium sana dan tertawa mempermainkan sini dan Mei Hoa maupun adiknya pucat.

Mereka tak menyangka bahwa lawan sedemikian lihainya, demikian hebat hingga mereka roboh dengan begitu mudah, padahal kelima guru pemuda itu tak bergerak dan pasukan di luar gedung juga digebah pergi! Dan ketika dua kakak beradik itu mengeluh di pelukan Togura dan pemuda ini menciumi tapi akhirnya melepaskan tangkapannya maka pemuda itu berseru melempar dua enci adik ini, pada gurunya.

"Subo, bawa mereka ke kamarku. Aku merasa ada sesuatu yang kurang beres di luar!"

Lalu berkelebat dan lenyap meninggalkan dua gadis itu pemuda ini sudah menghilang di luar, menangkap sesuatu yang tidak wajar dan nenek Naga yang menerima kakak beradik ini mengerutkan keningnya.

Dia juga merasa sesuatu yang tidak beres dan mencengkeram Mei Ling serta kakaknya.

Lalu membawa dua kakak beradik itu ke kamar Togura nenek ini berkata pada rekannya.

"Ji-moi, sebaiknya kita pun melihat keluar. Aku juga menangkap sesuatu yang mencurigakan!"

"Baik, aku juga merasakan begitu!"

Dan nenek Ji-moi yang berkelebat dan lenyap meninggalkan ruangan lalu menghilang dan menyumpah dalam hati, merasakan ada sesuatu yang tidak beres pula dan nenek ini mencari teman-temannya.

Dan ketika nenek Naga akhirnya berkelebat pula setelah meletakkan enci adik itu di kamar muridnya maka Mei Ling dan kakaknya menangis.

"Jahanam, kita gagal, enci. Dan kita tak dapat menelan Pil Maut!"

"Benar, dan kita sungguh ceroboh, Ling-moi. Togura sungguh lihai dan kita bukan apa-apa baginya!"

"Dan apa yang kita lakukan?"

"Apa lagi?"

Kakaknya mengeluh.

"Kita tak dapat berbuat apa-apa, Ling-moi. Kita telah berada di bahwa kekuasaan pemuda itu!"

"Hm, dan dia menaruh kita di kamarnya!"

Mei Ling pucat.

"Apa yang akan dia lakukan, enci? Apakah kita...."

"Tentu! Pemuda itu akan mempermainkan dan menghina kita, Ling-moi. Kita.... kita.... ah, kita benar-benar malang!"

Dan Mei Hoa yang menangis serta merasa tidak berdaya tiba-tiba mengguguk dan ngeri akan apa yang bakal dilakukan Togura, takut membayangkan ini dan gelisahlah gadis cantik itu.

Tapi ketika dia menangis dan merasa putus harapan mendadak terdengar suara disusul bisikan lembut.

"Ssst, jangan khawatir, Mei Hoa. Aku datang menolong!"

Mei Hoa tertegun. Dari balik lemari tiba-tiba muncul seorang pemuda, merangkak dari bawah. Dan ketika Mei Ling juga tertegun dan memandang pemuda itu maka hampir berbareng dua enci adik ini berseru.

"Ting Han!"

"Sst,"

Pemuda itu menaruh jari telunjuknya di bibir.

"Jangan berteriak, Mei Hoa. Nanti kita ketahuan. Tenanglah, aku akan membebaskan kalian dan pasti selamat!"

Lalu meloncat dan keluar dari balik lemari pemuda yang cakap dan gagah namun bertubuh agak kurus ini sudah menghampiri Mei Hoa, membebaskan totokan gadis itu namun gagal.

Dan ketika dia mencoba pada Mei Ling dan juga tidak berhasil maka pemuda ini pucat.

"Celaka, kepandaianku terlalu rendah. Ah, aku tak dapat membuka totokan kalian, Mei Hoa. Aku gagal!"

"Tak apa,"

Mei Hoa masih bersikap tenang, meskipun berdeburan cepat.

"Kau bawa saja kami dari sini, Ting Han. Keluarkan kami dan bawa kami berdua!"

"Dengan cara apa?"

"Pondong!"

"Hah?"

"Ya, pondong kami di atas pundakmu, Ting Han. Tak usah bertanya lagi dan jangan sungkan-sungkan. Ini keadaan darurat, atau kami tetap di sini dan kau pun salah-salah tertangkap!"

"Ah, baik!"

Dan Ting Han yang terkejut tapi sudah menyambar dua orang gadis itu lalu berseru dan meminta maaf, berkelebat keluar dan mulailah pemuda ini menyelamatkan puteri-puteri Bu-ciangkun itu.

Ting Han harus berkali-kali menyelinap atau menyembunyikan diri kalau bertemu pengawal, dag-dig-dug dan Mei Hoa serta adiknya pun tak kalah tegang.

Sebenarnya mereka ingin bertanya bagaimana pemuda itu tahu-tahu ada di balik lemari, di kamar Togura.

Tapi karena keadaan tak memungkinkan dan bisa selamat dari tempat itu saja sudah merupakan berkah maka Mei Hoa dan adiknya berkali-kali berseru perlahan agar Ting Han tidak merobohkan atau menghadapi pengawal, karena itu berarti mengundang penjaga-penjaga yang lain dan mereka bisa ketahuan.

"Tenang, jangan khawatir,"

Pemuda itu berkata dengan suara tegang.

"Aku akan selalu menghindari siapa pun, Mei Hoa. Tak usah kalian cemas dan tenang saja."

Langkah pemuda itu dilanjutkan.

Sebenarnya Ting Han sendiri tidak tenang dan berdebar, suaranya yang agak gemetar dan khawatir jelas menandakan itu.

Jadi lucu kiranya kalau pemuda ini menyuruh tenang temannya sementara dia sendiri tidak tenang! Tapi ketika penjagaan demi penjagaan dapat dilewati selamat dan mereka akhirnya tiba di tembok kota maka Mei Ling dan kakaknya girang.

"Aih, selamat, Ting Han. Kita rupanya berhasil!"

"Benar, tapi kali ini salah seorang di antara kalian harus mengalah, Mei Ling. Aku tak dapat melompati tembok yang tinggi itu sekaligus dengan dua beban!"

Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku mengerti,"

Mei Hoa tiba-tiba mendahului.

"Kau bawa dulu adikku keluar, Ting Han. Letakkan aku di sni dan kau melompatlah!"

"Tidak!"

Mei Ling tiba-tiba berseru.

"Kau yang keluar dulu, enci. Aku belakangan!"

"Tidak, aku belakangan, Mei Ling. Kau yang dulu karena kau lebih kecil!"

"Tidak, kau dulu!"

Namun ketika dua enci adik itu bertengkar sementara Ting Han bingung tiba-tiba terdengar suara-suara penjaga yang menyatakan bahwa tawanan hilang, disusul oleh lampu-lampu besar yang disorotkan ke tempat-tempat gelap.

Mei Hoa dan adiknya terkejut dan otomatis pertengkaran berhenti.

Dan ketika Ting Han juga tertegun dan terkejut melihat itu maka Mei Hoa sudah berseru padanya.

"Ting Han, tak ada waktu lagi. Kau bawa adikku atau kita semua tertangkap!"

Terpaksa, karena Ting Han lebih memberatkan Mei Ling karena inilah gadis yang dicintanya maka pemuda itu bergerak dan sudah berjungkir balik melompati tembok yang tinggi, sudah meletakkan Mei Hoa di sana dan pemuda ini bermaksud kembali setelah menyelamatkan Mei Ling di luar.

Tapi begitu pemuda itu berjungkir balik di atas tembok namun celaka sekali lampu sorot kebetulan diarahkan kepadanya maka pemuda ini kelihatan dan penjaga pun berteriak kaget, melihat pemuda itu tertimpa lampu sorot.

"Hei, dia di situ. Di sana!"

"Dan dia seorang laki-laki! Hei, awas, teman- teman. Ada pengacau lain yang membawa kabur tawanan...!"

Gegerlah tempat itu.

Ting Han panik dan Mei Ling mengeluh.

Pemuda itu berjungkir balik namun terbanting di luar, terguling-guling.

Dan ketika penjaga atau pengawal berteriak-teriak mengejar maka tanpa pikir panjang lagi pemuda ini kabur dan meninggalkan Mei Hoa, yang masih di dalam! "Hei, kembali, Ting Han.

Enciku masih di sana!"

"Maaf,"

Pemuda ini menjawab.

"Sementara ini kubiarkan dulu, Mei Ling. Aku harus menyelamatkanmu karena penjaga tahu!"

"Tapi enci bisa tertangkap!"

"Aku tak bisa berbuat apa-apa. Maaf yang paling penting saat ini adalah menyelamatkanmu!"

Dan Ting Han yang kabur dan mengerahkan segenap kekuatannya lalu lari sipat-kuping, tak menghiraukan lagi teriakan Mei Ling dan pemuda ini menulikan telinga.

Mei Ling berteriak-teriak dan marah besar kepada pemuda itu, yang dimaki dan diumpatnya habis-habisan.

Dan ketika Ting Han tetap tidak mendengarkan dan terus lari serta lari saja maka Mei Ling menunduk dan...

menggigit telinga pemuda itu.

"Jahanam, lepaskan aku kalau begitu, Ting Han. Atau putus telingamu nanti!"

"Aduh...!"

Ting Han menjerit, berteriak kesakitan.

"Kau gila, Mei Ling. Kau tidak waras!"

Dan pemuda ini yang terpaksa melempar kekasihnya berhenti berlari lalu mengaduh-aduh dan mendesis tak keruan.

Telinga rasanya putus dan saat itu berkelebatlah sebuah bayangan tinggi kurus.

Dan ketika Mei Ling terlempar di sana sementara Ting Han mendekap-dekap telinganya yang berdarah maka bayangan itu sudah berdiri di depan mereka dan tegak dengan mata yang bersinar-sinar menyeramkan, dingin dan bengis! "Heh, siapa kau, anak muda? Rangkap berapa nyawamu hingga berani melarikan tawanan?"

Ting Han terkejut.

Dia tidak tahu bahwa yang dihadapi ini adalah Cam-kong, kakek iblis yang amat lihai.

Maka begitu terkejut melihat seseorang berdiri di depannya dan kini menegur berapa rangkap nyawanya tiba-tiba pemuda ini membentak dan menerjang maju.

"Kau mampuslah!"

Namun Cam-kong tertawa aneh.

Iblis ini tentu saja tahu kepandaian Ting Han, tidak mengelak dan menerima pukulan itu.

Dan ketika dia mengerahkan sinkangnya dan pukulan Ting Han menghantam perut yang keras tiba-tiba pemuda ini menjerit dan roboh terpelanting, bergulingan berteriak-teriak mendekap tangannya yang bengkak! "Aduh! Keparat jahanam, aduh....!"

Cam-kong mendengus.

Melihat pemuda itu bergulingan menjerit-jerit sambil memaki- makinya tiba-tiba kakek ini menggerakkan tangannya.

Dari jarak empat meter tiba-tiba tangannya itu terulur.

Dan ketika pemuda itu tak tahu apa yang terjadi tahu-tahu lehernya terangkat dan tubuhnya pun sudah terhisap ke arah kakek itu.

"Kau ke sini, dan terima gamparanku ini.... plak-plak!"

Ting Han mengeluh, mendapat tamparan dua kali dan pemuda itu meronta, mau membalas namun si kakek sudah melemparnya tinggi.

Dan ketika pemuda itu berdebuk dan jatuh meringis maka pengawal atau pasukan di dalam benteng sudah tiba di situ, memanjat dan turun melalui tembok yang tinggi.

"Bunuh pemuda itu, tebas lehernya!"

"Tidak!"

Mei Ling tiba-tiba berteriak, kaget menjerit.

"Jangan bunuh pemuda itu, Cam- kong. Jangan bunuh dia dan biarkan dia hidup!"

Namun Cam-kong yang tertawa dingin dan menyambar tubuhnya tiba-tiba berkelebat dan membawa dia kembali ke dalam benteng.

"Tutup mulutmu, anak busuk. Kalau bukan muridku yang menghendaki dirimu hidup-hidup tentu kau sudah kubunuh!"

"Oh, tidak.... tidak....!"

Namun Mei Ling yang sudah dikempit dan dibawa si kakek melayang melewati tembok yang tinggi akhirnya tak dapat berteriak-teriak lagi, membungkam mulutnya dan sebuah totokan jengkel dilakukan Cam-kong untuk membuat gadis ini tak dapat bersuara lagi.

Namun ketika kakek itu menghilang ke dalam dan menyerahkan Ting Han untuk dibunuh para pengawal tiba- tiba terdengar jeritan dan pekik kaget di tempat pemuda itu.

"Aduh....!"

"Hei.... plak-des-dess!"

Cam-kong terkejut. Otomatis kakek ini menghentikan langkah, menoleh. Dan ketika dia melihat betapa belasan orangnya terlempar dan menjerit tak keruan maka di tempat Mei Hoa, di dalam benteng juga terdengar teriakan dan pekik kaget pasukan penjaga.

"Pergi kalian semua!"

Kakek itu menoleh melebarkan matanya.

Di sana enam orang pasukannya terpelanting oleh sebuah dorongan jarak jauh, rata-rata berteriak dan tidak dapat bangun lagi.

Dan ketika kakek itu terkejut karena samar-samar sesosok bayangan kuning emas berdiri di sana maka kakek ini terkesiap dan tiba-tiba mencelat kabur.

"Kim-mou-eng (Pendekar Rambut Emas)....!"

Orang pun terperanjat.

Seruan kakek itu disusul perginya yang seperti setan kesiangan tiba-tiba membuat pengawal gempar.

Mereka juga melihat sosok bayangan itu, laki-laki berambut keemasan yang menolong Mei Hoa.

Dan karena nama ini sudah cukup membuat nyali terbang dan orang selihai kakek iblis itupun lintang-pukang maka penjaga atau pasukan Togura berteriak melempar senjata dan ikut-ikutan lari! "Kim-mou-eng...

Kim-mou-eng...

Pendekar Rambut Emas datang...!"

Suasana tiba-tiba gaduh.

Bayangan yang disangka Kim-mou-eng itu tersenyum, sudah membangunkan dan membebaskan totokan Mei Hoa.

Namun ketika gadis itu bangkit berdiri dan menangis melihat adiknya dibawa Cam- kong tiba-tiba Mei Hoa yang juga mengira bertemu Pendekar Rambut Emas sudah menjatuhkan dirinya meratap.

"Paman, tolong rampas kembali adikku. Kami Mei Hoa dan Mei Ling puteri-puteri Bu- ciangkun!"

"Bangunlah,"

Pria berambut emas itu, yang disangka Kim-mou-eng menarik bangun gadis ini.

"Aku sudah tahu siapa kalian, Mei Hoa. Tapi lihat baik-baik bahwa aku bukan Kim- mou-eng!"

"Benar!"

Bayangan di sana, yang menolong dan menyelamatkan Ting Han juga berseru, berkelebat datang.

"Kami berdua sudah tahu siapa kalian, nona. Dan sahabatku ini adalah Thai Liong, putera Kim-mou-eng, bukan Pendekar Rambut Emas!"

Mei Hoa terkejut.

Di malam gelap di mana bulan kebetulan tidak menampakkan dirinya maka bayangan samar-samar dari pemuda berambut keemasan ini memang pasti akan disangka sebagai Kim-mou-eng, tak mungkin tidak.

Tapi begitu lawan menjelaskan siapa dirinya dan Mei Hoa bengong maka gadis itu tertegun bahwa orang yang dipanggilnya "paman"

Itu ternyata masihlah muda, bukan Kim-mou-eng! "Oh... ah...!"

Gadis ini tersentak, mundur dengan muka berubah.

"Aku... aku, eh... aku tak tahu, siauw-hiap (pendekar muda). Aku... aku mengira kau Kim-taihiap!"

"Tak apa,"
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Thai Liong menarik maju gadis ini.

"Aku puteranya juga, Mei Hoa, sama saja. Sekarang kau tak usah gugup karena aku akan menolong adikmu juga!"

"Dan kalian sebaiknya keluar dari sini,"

Pemuda di sebelah Thai Liong, yang bukan lain Ituchi adanya berkata.

"Kami akan menghadapi musuh-musuh yang berat, nona. Kau pergi bersama Ting Han dan biarkan kami menyelamatkan adikmu!"

"In-kong (tuan penolong) siapa?"

"Hush, namaku Ituchi, jangan panggil in- kong!"

Ituchi merah mukanya.

"Aku sahabat Kim-siauwhiap, nona. Dan aku sudah mengenal ayahmu yang gagah perkasa. Sudahlah, kau pergi bersama pemuda ini karena pengawal berdatangan kembali!"

Mei Hoa tertegun. Dia sekarang melihat jelas dua pemuda yang gagah-gagah ini. Ituchi tinggi besar dan tampak menyeramkan sementara Thai Liong atau "Kim-mou-eng"

Muda itu kelihatan halus namun tentu saja tak perlu disangsikan kepandaiannya.

Dua pemuda itu sudah menolong mereka dan Ting Han mengucap terima kasih berulang-ulang pada Ituchi, yang tadi menolongnya ketika golok pengawal siap menebas lehernya.

Kalau pemuda itu tidak datang dan lehernya bertemu golok tentu kepalanya sudah menggelinding di tanah.

Ngeri pemuda ini.

Namun ketika dia melihat bahwa pengawal berlarian balik dan kini empat bayangan berkelebatan menuju mereka maka Ting Han sadar dan menjadi gelisah.

"Mei Hoa, kita memang harus pergi. Ayolah, serahkan segalanya pada ji-wi siauw-hiap (dua pendekar gagah) ini!"

"Benar, dan tak perlu kalian menampakkan diri, nona. Kami akan menghadapi mereka dan kau pergilah!"

Ituchi tiba-tiba mendorong, Mei Hoa terangkat naik dan terlemparlah gadis itu melewati tembok kota yang tinggi.

Dan ketika Thai Liong juga mengangguk dan sudah mengibaskan lengannya maka Ting Han juga terlempar dan jatuh terguling-guling di luar sana.

"Hei... bluk-bluk!"

Ting Han dan Mei Hoa hampir berbareng mengeluarkan seruan kaget.

Mereka sudah diangkat dan terbanting di luar, yang anehnya tak merasa sakit sama sekali.

Dan ketika dua muda-mudi itu mengeluh girang karena mereka selamat tanpa cidera maka Thai Liong dan Ituchi sudah mendengar bentakan- bentakan dan makian musuhnya, yang segera mengenal bahwa dia bukan Kim-mou-eng.

**SF** (Bersambung

Jilid 16) Bantargebang, 25-11-2018,14.33 (Serial Bu-beng Sian-su) ISTANA HANTU

Jilid 16 * * * Hasil Karya . B A T A R A Pelukis . Soebagio Antonius S. * * * Percetakan & Penerbit U.P. DHIANANDA P.O. Box 174 SOLO 57101 ISTANA HANTU - BATARA KONTRIBUTOR . KOH AWIE DERMAWAN
Kolektor E-Book
REWRITER .

SITI FACHRIAH ? PDF MAKER .

OZ Hak cipta dari cerita ini sepenuhnya berada di tangan pengarang, di bawah lindungan Undang-undang.

Dilarang mengutip/menyalin/menggubah tanpa ijin tertulis pengarang.

CETAKAN PERTAMA U.P.

DHIANANDA ? SOLO 1988 ISTANA HANTU (Lanjutan "Sepasang Cermin Naga") Karya .

Batara

Jilid . 16 * * * "HEI, keparat jahanam. Bocah ini kiranya bukan Kim-mou-eng!"

"Ya, dan kau terkecoh, Cam-kong. Kau sudah lari terbirit-birit sebelum melihat dengan jelas, ha-ha!"

Bayangan-bayangan di depan itu sudah berkelebatan cepat.

Mereka sudah tiba dan tahu-tahu sudah mengurung dua anak muda ini, Cam-kong mendelik dan marah memandang Thai Liong, yang tadi disangka Pendekar Rambut Emas.

Dan ketika lima iblis itu datang mengurung sementara pengawal atau pasukan besar itu juga sudah berdatangan sambil berteriak-teriak maka Cam-kong menggeram dan memaki pemuda ini.

"Keparat, kiranya kau. Heh, apa maksudmu datang mengacau, bocah. Mana bapakmu dan bersama siapa saja kau datang?"

"Hm, aku datang sendiri,"

Thai Liong menjawab, bersikap tenang.

"Aku datang berdua dengan bnaggtemanku ini, Cam-kong. Dan sengaja mencari kalian atau Togura. Mana muridmu itu dan suruh dia keluar!"

"Ha-ha!"

Siauw-jin tertawa bergelak, berseru mendahului.

"Jangan percaya siluman muda ini, Cam-kong. Dia bilang sendiri tapi tahu-tahu bapak atau ibunya muncul di tempat lain! Heh, kita harus berhati-hati dan sebaiknya cepat tangkap atau bunuh pemuda ini!"

"Dan itu siapa?"

Nenek Naga melengking, memandang Ituchi.

"Siapa bocah berkulit hitam ini? Bukankah dia bukan bangsa Han?"

"Dia Ituchi!"

Seorang prajurit tiba-tiba berteriak, mengenal pemuda tinggi besar yang gagah ini.

"Dia putera mendiang Raja Hu!"

"Benar!"

Suara lain tiba-tiba menyambung, geram namun juga gentar.

"Pemuda itu adalah orang yang kuceritakan pada kalian, nenek Naga. Dia adalah putera Raja Hu yang hendak merebut kekuasaan!"

Ituchi menoleh.

Dengan cepat dia melihat raja Cucigawa ada di situ, bersama panglimanya yang gagah namun licik, Ramba dan Horok, dua orang yang katanya sudah menjadi pembantu-pembantu Togura dan Cucigawa sendiri kabarnya juga sudah turun derajatnya, di bawah pimpinan murid lima Iblis Dunia itu dan seketika merahlah muka Ituchi.

Pemuda ini marah karena itulah lawan yang membawa suku bangsanya ke dalam kehancuran.

Cucigawa tak dapat menjaga diri dan kini menyerah saja dipermainkan orang lain, Togura, murid lima Iblis Dunia itu.

Maka begitu melihat raja ini yang sudah turun kedudukannya di bahwa perintah Togura pemuda ini membentak.

"Cucigawa, kau raja yang tak tahu malu. Kau membiarkan bangsamu diperalat orang lain dan mandah menerima perintah! Cih, mana kegagahan dan kewibawaanmu sebagai raja? Bagaimana kau sudah menjadi anjing pesuruh bagi orang lain?"

Hebat kata-kata ini.

Cucigawa bagai ditampar dan raja tinggi besar yang kini tidak sedang menjadi raja itu marah.

Dia naik pitam dan tiba-tiba menyambar busurnya, terhina bukan main.

Dan ketika dia menjepret dan melepas sebuah anak panah besar maka Ituchi cepat menangkis dan meruntuhkan anak panah itu, berkata mengejek.

"Hm, begini kebisaanmu? Tak malu-malu menyerang lawan mumpung terlindung di balik orang-orang yang kau andalkan? Hebat, kau gagah, Cucigawa. Dan pantas sekali kalau kau berkawan dengan anjing-anjing buduk.... plak!"

Panah patah menjadi dua, ditampar pemuda itu dan Cucigawa menggereng. Raja itu mau menyerang lagi namun Cam-kong membentak. Dan ketika raja itu tak berani bercuit dan mengkeret nyalinya maka Ituchi tertawa dan berkata lagi, hinaan yang lebih pedas.

"Aih, cocok menjadi anjing piaraan. Gagah tampangnya tapi kerdil dan ciut nyalinya. Ah, kau semakin pantas bersahabat dengan kakek atau nenek-nenek iblis ini, Cucigawa. Tapi tak pantas dan semakin tak patut menjadi raja dari bangsa yang besar!"

"Hm, tutup mulutmu!"

Cam-kong membentak.

"Kau segera kami bunuh, anak muda. Dan jangan bercuap-cuap di sini. Sekarang mana gadis-gadis itu dan serahkan atau kalian mampus!"

Thai Liong tertawa.

"Cam-kong,"

Katanya, mendahului Ituchi.

"Kau dari dulu selalu melancarkan gertak sambal. Bisakah kau membunuh kami kalau menghadapi Khi-bal- sin-kang atau Jing-sian-eng-ku kau tak dapat menang? Hm, kaulah yang tak perlu bercuap- cuap, kakek busuk. Kami datang karena hendak meminta kembali suku bangsa U-min untuk diserahkan pada sahabatku ini, yang lebih berhak. Dan menghentikan sepak terjang kalian dengan menyetop serbuan besar- besaran ini. Kalian gila, tidak waras. Nah, kalian pergi dan serahkan pasukan ini atau kalian kuhajar dan semua menerima hukuman!"

"Ha-ha!"

Siauw-jin tiba-tiba tertawa.

"Ayahmu sendiri tak mampu mencegah kami, Thai Liong. Sungguh lucu kalau kau datang untuk maksud yang sama! Heh, ketahuilah. Beberapa waktu yang lalu ayahmu datang tapi melarikan diri. Kami sekarang tak takuti Khi-bal-sin-kang-mu ataupun yang lain karena kami juga punya. Karena itu pulanglah, bocah sombong. Atau kau bergabung bersama kami dan menjadi sahabat Togura!"

"Hm,"

Thai Liong mengejek, menganggap omongan ini main-main.

"Kau selalu membual, Siauw-jin. Dan di mana-mana pun kau rupanya pandai membual. Aku memang ingin bertemu Togura, suruh dia keluar atau kupaksa kalian untuk menunjukkannya!"

"Ha-ha!"

Suara tawa bergelak tiba-tiba menghantam tempat itu.

"Tak perlu banyak bicara, Siauw-jin. Tangkap dua pemuda itu dan bawa ke mari!"

"Togur!"

Thai Liong kaget, tergetar.

"Awas dia datang, Ituchi. Hati-hatilah dan ingat kata orang bahwa dia sekarang lebih lihai daripada gurunya!"

Benar saja, sesosok bayangan berkelebat.

Bagai hantu atau siluman saja tahu-tahu Togur, pemuda yang tinggi besar dan gagah seperti Ituchi muncul, begitu saja tanpa diketahui daari mana dia tadi.

Dan ketika Ituchi terkejut sementara Thai Liong tertegun karena serasa mengenal gerakan itu, ilmu luar biasa yang dipergunakan Togura maka pemuda ini tertawa bergelak berkacak pinggang, gagah dan sombong.

"Suhu, dua pemuda ini sudah datang di tempat kita. Tangkap dan bekuk mereka, bunuh!"

Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm!"

Thai Liong waspada.

"Kau sudah muncul, Togur? Kau mau menangkap dan membekuk kami? Kebetulah, kamilah yang akan menangkap dan membekuk dirimu!"

Dan Thai Liong yang berkelebat dan menyerang pemuda ini tiba-tiba mencengkeram dan menyambar pemuda itu, lewat di depan Siauw- jin dan kakek cebol itu kaget, berseru keras dan menggerakkan kedua tangannya namun Thai Liong lenyap, sudah berada di depan Togura dan akan menangkap lawannya itu.

Tapi ketika Togura tertawa bergelak dan mencelat ke belakang tiba-tiba pemuda itu lenyap dan menghilang.

"Jing-sian-eng!"

Thai Liong berseru tertahan, tersentak.

"Ah, kau mempergunakan Jing-sian- eng, togur. Keparat!"

Dan Thai Liong yang bergerak dan mengejar lawannya lagi tiba-tiba berkelebat dan mempegunakan ilmu meringankan tubuhnya, Jing-sian-eng dan lawan tertawa bergelak.

Untuk ketiga kalinya pemuda tinggi besar itu mengejek Thai Liong, berkelebat dan lenyap lagi, menghindar.

Namun ketika Thai Liong mengejar dan terus memburu ke manapun dia mengelak akhirnya murid lima Iblis Dunia ini menangkis.

"Dukk!"

Dan Thai Liong kaget bukan kepalang.

Mereka terpental dan sama-sama terdorong mundur, pukulannya tadi bertemu daya tolak yang besar dan Thai Liong hampir tidak percaya.

Maka membentak dan penasaran melepas pukulannya tiba-tiba Thai Liong melengking dan mengejar lawannya itu.

"Dukk!"

Thai Liong terpekik.

Sekarang dia terhuyung mundur dan membelalakkan matanya, dua kali merasa cukup dan kagetlah pemuda itu ketika mengetahui bahwa lawan mempergunakan Khi-bal-sin-kang, ilmu keluarganya.

Maka begitu dia terkejut dan pucat memandang pemuda tinggi besar itu Thai Liong berseru tertahan.

"Khi-bal-sin-kang!"

"Ha-ha!"

Lawan tertawa mengangguk.

"Memang benar, Thai Liong. Dan sekarang kau tahu kenapa guruku tadi bilang bahwa kami semua tak perlu takut lagi kepadamu!"

Dan Thai Liong yang menjublak dan bengong oleh kejadian ini tiba-tiba sadar dan menggigil, teringat kematian engkongnya (kakek).

"Jadi... jadi kau....?"

"Benar, aku yang pergi ke Ce-bu itu, Thai Liong. Tapi bukan aku yang membunuh kakekmu!"

"Ah, tapi... tapi kau pencurinya! Kau kiranya yang tak tahu malu mencuri Cermin Naga! Ah, terkutuk kau, Togur. Kau manusia iblis yang hina-dina!"

Dan Thai Liong yang sadar dan tahu apa yang terjadi tiba-tiba membentak dan menyerang lagi, marah sekali kepada pemuda ini namun Togur tiba-tiba mencelat ke belakang.

Pemuda itu berseru pada gurunya agar gurunya itu maju.

Maka ketika Thai Liong melengking dan mau menyerangnya lagi mendadak Siauw-jin dan lain-lain menghadang, iblis cebol itu langsung mengeluarkan sabitnya.

"Ha-ha, tunggu dulu, bocah. Di bawah raja masih ada pembantu-pembantunya.... siut- singg!"

Dan sabit yang bergerak serta menyambar ke depan tiba-tiba menuju ke mata Thai Liong, tentu saja dielak dan pemuda itu semakin marah.

Namun ketika dia membentak dan menghantam si cebol ini ternyata Siauw-jin berkelit dan empat temannya yang lain sudah berkelebat maju dan bertubi-tubi menyerangnya dari empat penjuru.

"Hih-heh, Siauw-jin benar, bocah. Kalau masih ada kami di sini kau tak boleh banyak tingkah.... klip-dar!"

Dan nenek Naga yang mengeluarkan jarumnya dan mencolok namun ditangkis sudah menyerang lagi dibantu Ji-moi maupun Toa-ci.

Kini lima bayangan bergerak silih berganti dan marahlah Thai Liong dikeroyok lima kakek dan nenek-nenek iblis itu.

Mereka semua mengeluarkan senjatanya sementara Togura sendiri meloncat mundur, tertawa dan mengamati jalannya pertandingan itu.

Dan ketika Thai Liong menangkis dan mengeluarkan Jing-sian-eng atau Khi-bal-sin- kangnya yang luar biasa maka lima kakek dan nenek-nenek iblis itu menjerit.

"Plak-duk-plak!"

Siauw-jin dan lain-lain terpelanting.

Memang mereka paling tak tahan terhadap Khi-bal-sin- kang.

Pukulan Bola Sakti itu akan mementalkan pukulan-pukulan mereka sendiri seberapa kuat pun adanya.

Semakin kuat atau hebat maka akan semakin kuat dan hebat pula mereka tertolak.

Bola Sakti atau Khi-bal-sin- kang memang ilmu yang luar biasa.

Tapi karena di situ ada murid mereka yang hebat dan mereka tentu saja malu kalau harus mundur dengan cepat maka Siauw-jin dan kawan-kawannya maju kembali, menerjang dan membentak Thai Liong dan pemuda itu berkelebatan membalas lawan.

Jing-sian-eng dikerahkan dan pusinglah Siauw-jin dan kawan-kawannya ketika bayangan Thai Liong mendahului, selalu menampar dan mendorong mereka.

Dan ketika pertempuran menjadi berat sebelah karena tampak betapa akhirnya lima kakek dan nenek-nenek iblis itu terdesak oleh Thai Liong, yang memang hebat dengan Khi-bal-sin-kang atau Jing-sian-engnya maka Siauw-jin berteriak ketika sabitnya patah, dihantam telapak pemuda itu dan disusul nenek Naga yang menjerit karena jarumnya mencelat, menyambar dan hampir saja mengenai matanya, kalau dia tidak melempar tubuh dan bergulingan menjauhkan diri.

Dan ketika Cam-kong maupun Ji-moi atau Toa-ci juga terdesak dan mendapat tamparan di pundak maka lima orang itu bergulingan mengeluh pucat, gentar.

"Togur, bantu kami!"

Togur bersinar-sinar. Pemuda itu menonton tapi akhirnya mengangguk-angguk, tahu bahwa kelima gurunya memang bukan lawan Thai Liong yang lihai. Tapi tertawa dan melirik Ituchi tiba-tiba pemuda ini berseru, pada pasukannya.

"Hei, kalian semua jangan mendelong. Serang dan tangkap pemuda satunya itu!"

Cucigawa sudah bergerak mendahului.

Begitu mendengar perintah dan aba-aba ini mendadak raja tinggi besar itu menggerakkan busurnya.

Panah yang berbahaya kembali menyambar, menjepret ke arah Ituchi.

Tapi ketika pemuda itu menangkis dan meruntuhkan panah ini maka Horok dan Ramba serta perajurit yang lain menyerang.

"Wut-wir-wirr!"

Panah dan tombak berdatangan.

Thai Liong terkejut tapi lega melihat temannya tidak berdiam diri, membentak dan merobohkan lawan-lawan yang mulai mendekat.

Dan ketika Cucigawa berteriak menyeramkan dan menerjang bersama para pembantunya maka Togura tertawa bergelak melihat semuanya ini.

"Bagus, tangkap dan bunuh dia, Cucigawa. Dia adalah musuhmu!"

Lalu kembali pada pertandingan antara guru-gurunya dengan Thai Liong pemuda ini tiba-tiba berkelebat ke depan.

"Suhu, subo, kalian minggirlah. Biar kuhadapi musuhku ini dan kalian menonton.... plak-plak-duk!"

Togur sudah menangkis pukulan-pukulan Thai Liong, menyelamatkan gurunya karena saat itu Siauw-jin dan lain-lain tunggang-langgang.

Thai Liong terpental namun Togura juga terhuyung.

Dan ketika pemuda itu tertawa bergelak dan kelima gurunya mundur maka pemuda ini sudah bergerak dan kembali berkelebat menyerang Thai Liong, melepas pukulan-pukulan Khi-bal- sin-kang dan Jing-sian-eng atau Bayangan Seribu Dewa dikeluarkan, lenyap mengelilingi Thai Liong dan marahlah putera Pendekar Rambut Emas ini melihat lawan menyerang dengan ilmu-ilmu curiannya.

Khi-bal-sin-kang sudah digabung dengan Jing-sian-eng dan hebatnya tentu saja bukan alang-kepalang.

Namun karena Thai Liong juga memiliki dua ilmu itu dan cepat serta marah pemuda ini memaki lawannya maka Thai Liong pun lenyap berkelebat mengimbangi lawannya itu.

"Togur, kau tak tahu malu dan busuk. Marilah, mari kita bertanding dan lihat bagaimana aku merobohkanmu!"

"Ha-ha, jangan sombong!"

Pemuda itu tertawa bergelak.

"Kau tak dapat merobohkan aku, Thai Liong. Kita memiliki ilmu yang sama dan paling-paling kita berimbang!"

"Tak mungkin. Aku akan merobohkanmu.... plak-dukk!"

Dan Thai Liong yang kembali melepas pukulannya dan berteriak marah tiba- tiba tergetar dan terhuyung mundur, sama seperti lawan yang juga terpelanting dan terdorong setindak, marah membelalakkan mata namun murid lima Iblis Dunia itu tak takut, membentak dan balas menyerang lawannya.

Dan ketika dua pemuda itu sama- sama marah dan Togura mengeluarkan Jing- sian-engnya berkelebatan mengelilingi lawan maka pertandingan dua anak muda ini tak dapat dicegah lagi.

"Plak-dukk!"

Masing-masing tak mau kalah.

Akhirnya Thai Liong mengakui bahwa lawan memang benar- benar telah mewarisi Khi-bal-sin-kang maupun Jing-sian-eng.

Semakin cepat dia mengerahkan gerakannya semakin cepat pula lawan mengimbangi.

Togur mengeluarkan Khi-bal- sin-kangnya pula hingga setiap pukulan- pukulannya mental, membuat Thai Liong merah mukanya dan marah.

Dan ketika pemuda tinggi besar itu tertawa bergelak dan selalu mengejek Thai Liong akhirnya apa boleh buat pemuda berambut keemasan ini mengeluarkan pukulan lainnya.

"Darr!"

Togur terpekik. Sinar putih menyambar dari tangan Thai Liong, meledak dan mengenai pundak pemuda itu. Dan ketika Togur terpelanting dan Thai Liong berkelebat lenyap tiba-tiba sebuah pukulan lagi mengenai bahu lawannya.

"Dess!"

Pemuda tinggi besar ini menjerit.

Sama seperti tadi diapun terpental dan terbanting, sudah mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya namun kali ini tak berhasil melindungi diri.

Thai Liong mengeluarkan Lui-ciang-hoatnya dan berkelebat menggabung Jing-sian-eng dengan Cui-sian Gin-kang (Ginkang Pengejar Dewa).

Dan karena untuk dua ilmu terakhir ini Togur tak memilikinya karena itu bukanlah ilmu-ilmu yang dimiliki mendiang Hu-taihiap maka pemuda tinggi besar itu mengaduh dan mendesis, bergulingan menjauhkan diri namun Thai Liong mengejar.

Kini dengan gabungan Jing-sian-eng dan Cui-sian Gin-kang dia mendahului lawan, memang tak mungkin dikelit karena kecepatan pemuda ini menjadi dua kali lipat dibanding lawan.

Togur hanya memiliki ilmu meringankan tubuh Jing-sian-eng itu saja, tidak Cui-sian Gin-kang.

Maka begitu Thai Liong mengeluarkan dua ilmu meringankan tubuhnya ini sekaligus sementara pukulan-pukulan Khi-bal-sin-kang digabung pula dengan tamparan atau pukulan-pukulan Lui-ciang-hoat maka Togura terdesak dan untuk pertama kali pemuda itu memaki-maki, tak tertawa lagi.

"Keparat, kau seperti ayahmu, Thai Liong. Licik dan pengecut karena menggabung dua ilmu jahanam itu. Aih, kau pengecut. Kau tak tahu malu menyerang orang yang hanya memiliki sebuah ilmu kepandaian saja. Kau curang, sama seperti mengeroyok!"
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Hm!"

Thai Liong marah.

"Kaulah yang tak tahu malu dan pengecut, Togur. Kau mencuri ilmu kong-kong untuk dipergunakan menghadapi keluargaku. Kau hina dan curang!"

"Ha-ha, terlalu banyak mulut!"

Dan Togur yang marah didesak hebat tiba-tiba membentak kelima gurunya agar maju membantu.

"Hei, kalian semua ke mari. Bantu aku!"

Siauw-jin terbelalak.

Sebenarnya mereka sudah melihat kejadian itu, terdesaknya sang murid karena keluarnya Lui-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang, dua ilmu dahsyat lain yang segera digabung dengan Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng, yang tentu saja lebih hebat bila dimainkan sendiri-sendiri.

Dan ketika sang murid berteriak dan menyuruh mereka maju membantu sementara secara perlahan tapi pasti murid mereka itu terdesak dan mundur- mundur maka apa boleh buat iblis cebol ini berkelebat maju.

"Weh, kami akan membantu, Togur. Tapi jangan salahkan kami kalau kami kelima gurumu masih tak dapat merobohkan lawanmu ini!"

"Tak apa. Kalian maju saja dan kita keroyok dia.... des-dess!"

Togur mengeluh, menghentikan kata-katanya karena satu pukulan Lui-ciang-hoat menghantam pundaknya, ditahan Khi-bal-sin-kang namun Thai Liong menahan Khi-bal-sin-kang lawannya itu dengan Khi-bal-sin-kang pula, jadi lawan tetap terpental dan terbanting bergulingan.

Dan ketika pemuda itu mengeluh dan memaki- maki namun dapat melompat bangun, berkat perlindungan Khi-bal-sin-kang maka Thai Liong menjadi gemas ketika Siauw-jin dan lain-lain sudah berkelebatan menyerang dari muka belakang.

"Plak-crit-dess!"

Lima orang itu berteriak.

Tadi sebelum Thai Liong mengeluarkan gabungan ilmunya maka kakek dan nenek-nenek iblis ini tak sebegitu terkejut.

Maklumlah, daya tolak pemuda itu tak sehebat sekarang.

Tapi begitu Khi-bal-sin- kang sudah digabung bersama Lui-ciang-hoat dan pukulan bersinar putih itu menghajar dan menolak mereka maka hawa panas luar biasa menyengat mereka bagai petir menyambar tubuh.

"Aduh...!"

"Tobat!"

Nenek dan kakek-kakek iblis itu bergulingan.

Mereka menjerit dan berteriak, tak kuat menahan pukulan atau tamparan Lui-ciang- hoat, yang masih ditambah dengan Khi-bal- sin-kang.

Dan ketika mereka pucat atau gentar maka di sana Togura tiba-tiba mencabut senjatanya, tombak bermata dua, nenggala, juga anak panah kuningan yang dulu juga dipunyai mendiang ayahnya.

"Bunuh pemuda ini, maju lagi!"

Bentakan atau teriakan beringas itu memaksa Siauw-jin dan lain-lain maju.

Mereka tak berani membantah karena murid mereka sekarang bukanlah seperti murid mereka yang dulu.

Namanya saja murid tapi kelima kakek dan nenek-nenek iblis ini sesungguhnya di bawah kekuasaan pemuda itu, setelah Togura berhasil memiliki ilmu-ilmu dahsyat dari Cermin Naga, yang dicurinya.

Dan ketika pemuda itu sudah maju kembali sementara di sana Thai Liong sudah menghadapi serangan-serangan kakek dan nenek-nenek iblis itu maka di tempat lain Ituchi juga menghadapi keroyokan hebat dari Cucigawa dan para pasukannya.

"Bunuh pemuda ini, lenyapkan dia!"

Ituchi mendengus.

Raja Cucigawa berteriak sambil menyuruh pembantunya maju, raja atau bekas raja itu sendiri mainkan gendewanya dan berkali-kali anak panah yang berat menuju Ituchi, ditangkis atau disampok runtuh.

Dan ketika yang lain maju menyerang sementara Horok atau Ramba juga mencabut senjata masing-masing untuk mengeroyok pemuda ini maka yang membuat Ituchi bingung adalah pasukan atau anak buah raja itu.

Sebagaimana diketahui, bangsa U-min atau pasukan Cucigawa ini adalah bangsa Ituchi juga.

Pemuda itu tak sampai hati kalau harus membunuh orang-orang ini, yang sebenarnya tak berdosa apa-apa dan hanya mengikuti perintah.

Maka ketika mereka menusuk atau membacok dan Ituchi banyak menangkis atau mementalkan senjata mereka maka berkali-kali putera Raja Hu ini berteriak agar pasukan mundur.

"Kalian tak tahu apa-apa. Mundur, dan jangan serang aku!"

"Ha-ha!"

Cucigawa tertawa bergelak.

"Mereka adalah pasukanku, Ituchi. Dan mereka adalah orang-orangku. Perintahku lebih manjur daripada perintahmu!"

Benar, Ituchi marah.

Pemuda ini bingung karena seruannya berkali-kali tak digubris.

Terpental seorang maju lagi dua orang, terbanting sepuluh maju lagi dua puluh! Dan ketika pemuda itu marah namun juga mendongkol maka apa boleh buat pemuda ini terpaksa bersikap keras.

"Baiklah,"

Katanya.

"Kalian tak dapat dinasehati baik-baik, manusia-manusia bodoh. Agaknya kalian harus dihajar baru tobat!"

Ituchi bergerak, menyelinap dan berkelebatan ke sana ke mari sementara tangan atau kakinya menendang atau menampar mereka.

Senjata dan tubuh mulai tersentuh kaki atau tangan pemuda ini, bak-bik-buk dan berteriaklah orang-orang itu ketika lengan atau kaki mereka patah-patah.

Namun karena jumlah pasukan amatlah besar dan mereka itu amat banyak jumlahnya maka Ituchi tertegun juga karena seolah-olah dia menghadapi musuh yang tak habis-habisnya.

"Ha-ha, lihat!"

Cucigawa berseru di balik jepretan anak panahnya.

"Kau tak dapat menghalau mereka, Ituchi. Kau akan tertangkap dan terbunuh oleh pasukanku!"

Ituchi marah.

Pemuda ini melihat bahwa orang-orang itu berani maju kembali karena sikapnya yang termasuk lemah, hanya mematahkan kaki atau tangan saja, jadi yang lain tak takut karena itu bukan kematian.

Maka melihat bahwa dia agaknya diharuskan bersikap lebih keras dan kejam lagi Ituchi tiba- tiba membentak dan merampas tombak seorang perajurit.

"Baiklah,"

Katanya gusar.

"Aku sekarang akan membunuh kalian, orang-orang tolol. Lihat siapa berani maju lagi untuk kubunuh.... crat!"

Perut seorang prajurit tertusuk luka, menjerit dan roboh mandi darah dan tewaslah prajurit itu oleh kemarahan Ituchi.

Sekarang pemuda ini berkelebatan dengan nafsu membunuh, apa boleh buat dipaksa bersikap kejam dan terkejutlah anak buah Cucigawa melihat keberingasan pemuda tinggi besar ini.

Ituchi yang marah dan tidak segan-segan lagi membunuh akhirnya membentak dan menangkis semua senjata-senjata musuhnya, tidak perduli panah atau tombak dan tentu saja lawan-lawannya ngeri.

Dan ketika sebuah anak panah kembali mendesing dari busur raja Cucigawa dan bersamaan itu raja membentak agar pasukannya tetap maju maka Horok dan panglima Ramba yang ada di kiri kanan tiba- tiba menggerakkan senjata mereka menusuk cepat.

"Wir-plak-dess!"

Dua orang itu menjerit.

Ramba yang bersenjata trisula mencelat, senjatanya bertemu tombak di tangan Ituchi dan terlepas dari tangannya, kaget dan masih mendapat sebuah tendangan pula.

Dan ketika anak muda itu terguling-guling sementara Horok juga terlempar dan terbanting oleh tangan kiri Ituchi maka panah yang menyambar dari busur Cucigawa dikibas terpental mengenai pangkal lengan raja tinggi besar itu.

"Crep-augh!"

Cucigawa terkejut.

Raja tidak menyangka bahwa anak panahnya yang menjepret berbalik arah, ditangkis pemuda itu dan menuju pangkal lengannya.

Dan karena dia tidak menyangka dan baru kali ini di sela-sela kesibukannya Ituchi dapat melukai raja maka Cucigawa terhuyung dan pucat mukanya, marah bukan main.

"Bunuh pemuda itu, keroyok lagi!"

Namun bentakan atau seruannya ini tak diikuti sepenuhnya.

Ituchi yang mengamuk dan meroboh-robohkan prajurit yang ada di depan akhirnya membuat prajurit atau pasukan itu gentar.

Tiga puluh orang yang akhirnya roboh binasa membuat orang-orang itu jerih, akhirnya mereka takut juga.

Maka ketika bentakan itu dikeluarkan Cucigawa sementara raja sendiri tak berani mendekat maka yang ada di depan tiba-tiba mundur dan melakukan serangan dari jauh.

"Keparat, kalian licik!"

Cucigawa marah.

"He, lepaskan panah kalian, orang-orang bodoh. Keluarkan jaring dan tangkap pemuda ini seperti dulu!"

Ituchi terkejut.

Pasukan tiba-tiba teringat dan mengangguk, semua mundur dan melepas panah dari jauh.

Ratusan panah berhamburan dan menyerang pemuda ini.

Dan ketika mereka juga mengeluarkan jaring dan mulai berteriak- teriak maka model serangan tempo dulu beraksi kembali.

"Rrt-crat-crat!"

Ituchi marah.

Dia sekarang membabat belasan jaring yang menyambar dari atas, di samping masih harus menangkis atau meruntuhkan anak-anak panah yang menyambar bagai hujan.

Dan karena gaya serangan itu memang bakal merepotkannya karena tak ada lawan yang berani menyerang dari dekat akhirnya Ituchi geram dan berkelebatan menangkis sana-sini.

"Ha-ha, kau repot, Ituchi. Mampus kau!"

"Keparat!"

Ituchi mengutuk, memaki raja yang licik ini.

"Kau curang dan pengecut, Cucigawa. Kau tak pantas menjadi seorang raja karena bisamu hanya berbuat curang!"

"Ha-ha, kau banyak mulut. Tak usah cerewet kalau ingin menyelamatkan dirimu, Ituchi. Atau kau bakal menyusul ayahmu di alam baka!"

Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ituchi marah bukan main.

Akhirnya dia merampas lagi sebuah pedang, mengamuk dengan dua senjata ini di tangan dan menerjang musuh-musuhnya.

Tapi karena jumlah musuh terlalu banyak dan betapapun dia masih ragu apakah semua suku bangsanya ini harus dibabat habis maka sebuah panah akhirnya menyambar bahunya.

"Crep!"

Itulah panah Cucigawa.

Sang raja tertawa bergelak melihat pemuda ini terhuyung, girang tapi diam-diam juga kagum karena anak panah hanya masuk sebatas kepalanya saja.

Pemuda itu telah mengerahkan sinkangnya dan dengan tenaga saktinya ini coba bertahan, memang berhasil tapi tidak seluruhnya.

Maklumlah, Ituchi telah mengeluarkan banyak tenaga dalam pertempuran tidak berimbang itu, satu dikeroyok ratusan, bahkan mungkin ribuan! Dan ketika pemuda itu terhuyung dan mendelik memaki raja, yang kagum dan bersinar-sinar di sana maka lemparan lembing atau tombak berluncuran menyambar tubuhnya.

"Plak-plak!"

Ituchi dapat bertahan.

Nyatalah di sini bahwa semua lontaran tombak atau lembing yang dilakukan orang-orang biasa tak dapat melukai pemuda itu, kecuali Cucigawa yang ternyata memiliki tenaga istimewa, lontaran yang kuat dan amat bertenaga.

Dan ketika jaring juga kembali menghujani pemuda itu dari ats di mana Ituchi dipaksa berlompatan mengelak maka sebuah anak panah kembali mendesing dan menancap di tubuh pemuda itu.

"Crep!"

Ituchi bergoyang.

Hanya terhadap panah dari raja tinggi besar ini pemuda itu tak berhasil sepenuhnya bertahan, anak panah menancap sebatas kepalanya.

Dan ketika raja kembali merasa kagum tapi menjepretkan anak panahnya lagi maka Ituchi membentak melepas marah.

"Cucigawa, kau jahanam busuk!"

Pemuda ini berkelebat ke arah lawannya, membiarkan tombak atau anak-anak panah lain untuk menghajar raja yang curang ini.

Ituchi marah sekali hingga melupakan sejenak bahayanya jaring, yang meluncur dan tiba-tiba dilepas tak kurang dari tujuh buah banyaknya.

Dan ketika pemuda itu mendekati raja namun tujuh jaring melingkup dari atas kepala maka Ituchi baru kaget dan sadar setelah terlambat.

"Rrt-bluk!"

Pemuda itu jatuh.

Ituchi terlampau mengkonsentrasikan perhatiannya pada Cucigawa, bernafsu dan kehilangan kontrol diri sejenak.

Maka begitu tujuh jaring melingkup kepalanya dan menjirat tubuhnya tiba-tiba tanpa dapat dicegah lagi pemuda ini tertangkap seperti harimau yang terjebak pemburu bengis! "Ha-ha, tarik dia.

Jerat semakin keras!"

Pekerjaan itu sudah dilakukan tujuh orang pembantu raja tinggi besar ini.

Dua di antaranya adalah panglima Horok dan Ramba, yang tadi marah dan mencelat senjatanya.

Maka begitu mereka menarik dan berseru bersama-sama maka Ituchi tercekik dan tak dapat bergerak.

"Ugh!"

Pemuda itu dalam bahaya.

Sehebat-hebatnya Ituchi kalau dia berada di dalam jaring dan tak dapat menggerakkan kaki tangannya tentu nasib buruk bakal menimpanya.

Dan ini rupanya bakal terjadi pada diri pemuda itu.

Namun sebelum semuanya terlambat dan Cucigawa serta pasukannya sudah bergerak mengangkat senjata masing-masing mendadak terdengar bentakan dan suara menggeledek.

"Lepaskan pemuda itu!"

Ramba dan lain-lain menjerit.

Bayangan kuning emas menyambar, cepat dan luar biasa dan tahu-tahu jaring yang mencekik Ituchi putus.

Dan ketika tujuh orang pemegang jaring terpelanting dan terlempar tak keruan maka Thai Liong sudah menarik pemuda ini dari dalam jaring.

"Ituchi, kita tak dapat membunuh-bunuhi orang-orang ini. Kita rupanya harus pergi.... plak-plak-plak!"

Thai Liong menangkis hujan golok atau tombak, menghalau mereka dan tertegunlah Ituchi melihat lawan-lawan Thai Liong lenyap.

Kiranya di saat pemuda tinggi besar ini menghadapi lawannya maka Togura dan guru-gurunya sudah menghilang, tak tahan oleh gabungan Khi-bal-sin-kang dan Lui- ciang-hoat, juga kalah cepat setelah Thai Liong mempergunakan dua ilmu meringankan tubuhnya sekaligus, Jing-sian-eng dan Cui-sian Ginkang itu.

Dan karena empat ilmu ini memang hebat sekali dan hanya See-ong seorang yang mampu menghadapi karena kakek iblis itu memiliki Hek-kwi-sut maka Togura dan guru-gurunya tak tahan, akhirnya harus lari setelah dihajar jatuh bangun.

Thai Liong mempergunakan tangan kerasnya untuk menghadapi enam orang lawannya yang licik ini, yang tunggang-langgang dan memang akhirnya harus mengakui kehebatannya.

Tapi ketika dia mengincar Togura dan menujukan serangan-serangannya kepada lawannya itu tiba-tiba Togura berteriak agar mereka semua melarikan diri, sama seperti dulu ketika menghadapi Pendekar Rambut Emas.

"Kita lari, jangan layani lagi jahanam ini!"

Thai Liong terkejut.

Nenek Naga tiba-tiba menghamburkan belasan jarum-jarum beracunnya, dikebut namun sabit di tangan Siauw-jin melayang menyambar, dilepas pemiliknya.

Dan ketika Thai Liong marah menangkis semuanya itu tiba-tiba Togura meledakkan granat tangan yang membuat keadaan menjadi gelap.

"Darr!"

Saat itulah Togur dan lain-lain lenyap.

Mereka licik melarikan diri, berlindung di balik asap tebal dan ledakan granat.

Dan karena Thai Liong tak dapat mengejar lawan-lawannya karena mereka semua menghilang dengan cepat maka saat itulah dia melihat keadaan Ituchi, kaget membelalakkan mata dan tentu saja dia tak akan membiarkan sahabatnya itu celaka.

Maka begitu membentak dan berkelebat ke depan tiba-tiba pemuda ini sudah menyelamatkan temannya, menabas putus semua jaring dan Ituchi dibetot keluar.

Thai Liong akhirnya melihat tubuh-tubuh yang bergelimpangan dibabat Ituchi, ngeri dan maklumlah dia bahwa banjir darah bisa terjadi di situ, kalau dia dan Ituchi mengamuk.

Dan karena tak ada maksud di hatinya untuk membunuh-bunuhi orang demikian banyak dan lagi Thai Liong termasuk pemuda yang lemah hati maka Ituchi cepat disambar dan diteriaki agar meninggalkan tempat itu, yang tentu saja membuat pemuda tinggi besar ini terbelalak, tak setuju.

"Tidak, kita datang memang bukan untuk membunuh-bunuhi orang-orang ini, Thai Liong. Tapi justeru menundukkan mereka dan membebaskan mereka dari tangan orang- orang jahat!"

"Tapi Togur melarikan diri!"

"Tapi Cucigawa ada di sini! Tidak, aku ingin menangkap atau membunuh musuhku itu dulu, Thai Liong. Kau bantu aku agar jahanam itu dapat kurobohkan!"

Ituchi marah, menggebrak tameng seorang prajurit dan robohlah prajurit itu dengan jeritan tinggi.

Dia terpelanting dan mandi darah, tamengnya menghantam dada sendiri dan prajurit itu tersungkur.

Kemarahan Ituchi tak dapat dibendung lagi.

Namun ketika pemuda itu menerjang dan memanggil-manggil Cucigawa ternyata raja tinggi besar itu lenyap! "Keparat!"

Ituchi marah sekali.

"Kau pengecut dan licik, Cucigawa. Hayo tampakkan dirimu dan ini aku!"

Namun sang raja keburu gentar.

Setelah Thai Liong datang dan menolong Ituchi maka raja itu pucat.

Tentu saja dia tahu kelihaian putera Pendekar Rambut Emas ini, tak berani main- main dan melihat Togur dan kelima gurunya melarikan diri, menghilang, sama seperti dulu ketika Kim-mou-eng datang.

Maka begitu Ituchi selamat dan pemuda itu kini mencari- cari dirinya maka sebelum repot raja itu buru- buru menyingkir! Ituchi menggigit jari karena lawan menghilang, mencari yang lain namun Ramba dan Horok juga tak ada.

Dua pembantu Cucigawa itu juga cepat-cepat pergi setelah melihat keadaan tak menguntungkan mereka.

Dan ketika Ituchi marah dan menghajar siapa saja akhirnya pasukan mawut dan lari lintang- pukang.

"Hei, kalian kembali. Jangan lari!"

Namun tak ada yang kembali.

Ituchi berteriak- teriak memanggil mereka, menyuruh pasukan itu kembali namun mereka justeru ketakutan.

Raja dan Togura serta guru-gurunya menghilang, masa mereka harus kembali? Maka begitu Ituchi berteriak-teriak dan menyuruh mereka kembali, disangka untuk menerima hukuman maka pasukan justeru lintang-pukang menyelamatkan diri, akhirnya bersih dan tempat itu tak ada seorang pun.

Ituchi membanting-banting kaki dan marah bukan main.

Dia merasa suku bangsanya itu tak dapat dididik, semuanya sudah jahat dan kotor seperti Cucigawa.

Dan ketika pemuda itu mengeluh dan melempar tubuh ke tanah maka Thai Liong berkelebat di sampingnya dan menarik napas panjang.

"Sudahlah, pasukanmu tak mau kembali padamu, Ituchi. Mereka takut dan jerih!"

"Tapi aku bukan mau menghukum mereka! Aku tidak mengapa-apakan mereka! Kenapa takut dan harus lari? Ah, mereka itu sudah jahat dan kotor seperti Cucigawa, Thai Liong. Mereka.... mereka....."

Pemuda ini menutupi mukanya, menangis dan kecewa karena suku bangsanya sendiri sudah tak dapat diatur.

Dia tadi mau mengumpulkan mereka dan menasihati baik-baik, tak tahunya mereka malah lari tunggang-langgang dan kabur.

Dan ketika pemuda itu mengepal tinju dengan muka merah padam mendadak Mei Hoa dan Ting Han muncul.

"Siauw-hiap, adikku.... adikku sudah kau selamatkan?"

Thai Liong tertegun.

Tiba-tiba dia teringat bahwa Mei Ling masih dibawa iblis-iblis itu.

Cam-kong tadi membawanya dan dia kelupaan karena pertandingan tiba-tiba menjadi sengit.

Dia dikeroyok sementara Ituchi juga menghadapi suku bangsanya sendiri, di bawah pimpinan Cucigawa.

Maka begitu teringat dan sadar tiba-tiba pemuda ini malah tak dapat bicara.

"Kau... kau belum menyelamatkannya?"

"Maaf,"

Thai Liong akhirnya berkata gemetar.

"Aku.... aku lupa, Mei Hoa. Aku tadi terlalu sibuk dan mengkonsentrasikan pikiranku pada Togura dan kelima gurunya. Ah, biar kucari adikmu dan kau di sini bersama Ituchi!"
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Dan menyesal melupakan tanggung jawabnya tiba- tiba Thai Liong berkelebat dan lenyap dari tempat itu, disambut keluhan pendek gadis ini yang gemetar membayangkan nasib adiknya.

Dan ketika Ting Han di sana juga tertegun dan pucat membelalakkan mata tiba-tiba Ituchi melompat bangun dan berseru.

"Thai Liong, tunggu...!"

Dan lenyap pula meninggalkan tempat itu pemuda tinggi besar ini sudah mengejar Thai Liong.

"He!"

Ting Han jadi terkejut.

"Kita kalau begitu ikut mencari, Mei Hoa. Mari kejar dan susul mereka!"

Mei Hoa mengangguk.

Memang setelah adiknya belum kembali dan Thai Liong melupakan itu maka gadis ini gelisah.

Dia menyayangkan kenapa putera Pendekar Rambut Emas itu melupakan adiknya.

Tapi ketika Ting Han juga mengumpat dan memaki- maki Thai Liong, yang dikata bodoh dan tak bertanggung jawab tiba-tiba gadis ini menegur, sadar.

"Ting Han, jangan memaki-maki Kim- siauwhiap. Dia datang menolong kita saja sudah syukur. Bukankah kita selamat dan kini dapat mencari sendiri? Kalau dia lupa hal itu dapat dimaklumi. Yang dihadapi pemuda itu bukan cuma adikku!"

"Eh, kau tak marah?"

"Tadinya begitu. Tapi sekarang tidak, Ting Han. Aku menyadari bahwa pekerjaan pemuda itu bukan hanya mengurus Mei Ling saja!"

Ting Han tertegun.

"Kita tak boleh egois,"

Gadis itu melanjutkan.

"Bukankah pemuda itu sudah membantu lebih dari cukup? Kalau dia lupa pada Mei Ling tak usah kita marah-marah, Ting Han. Lebih baik kita tahu diri dan coba mencari sendiri!"

"Kalau begitu mari, aku salah!"

Dan Ting Han yang menyadari kekeliruannya dan tidak memaki-maki Thai Liong lagi lalu berkelebat dan mencari bersama Mei Hoa, khawatir dan cemas karena Mei Ling adalah gadis yang dicintanya.

Gadis itu jatuh di tangan iblis-iblis yang berbahaya dan tentu saja dia cemas.

Maka begitu mengutuk dan mengumpat iblis- iblis ini segera pemuda itu berkelebat mencari Mei Ling.

**SF** "Haram jadah, terkutuk!"

Begitu Siauw-jin memaki-maki ketika bersama muridnya dia terpaksa melarikan diri.

Togur juga menggeram dan mengutuk Thai Liong, yang memaksa mereka kabur dan meninggalkan pertempuran, termasuk pasukan mereka yang mengeroyok Ituchi.

Tapi ketika mereka marah- marah dan semua mengutuk atau memaki Thai Liong maka Cam-kong batuk-batuk dan berkata.

"Tak usah marah. Kita masih memiliki sebuah pegangan kalau pemuda itu mengejar. Lihat ini!"

Kakek itu mengangkat tangannya tinggi- tinggi, memperlihatkan seorang gadis yang tak berdaya dan teman-temannya pun tertegun. Dan ketika Siauw-jin menyeringai dan berkelebat maju tiba-tiba iblis cebol ini menyambar gadis di tangan rekannya.

"Heh, kenapa tidak bilang sejak tadi, Bambu Kurus? Bukankah ini dapat membuat kita memaksa pemuda itu? Hayo kembali, kita ke sana, Cam-kong. Paksa pemuda itu menyerah pada kita dan suruh berlutut minta ampun!"

"Hih-heh, benar!"

Nenek Naga juga berseru.

"Kenapa tidak bilang sejak tadi, setan kurus? Kalau aku tahu dan ingat itu tentu kita tak perlu terbirit-birit!"

Yang lain mengangguk dan tertawa-tawa. Mereka memandang dan mengamati gadis di tangan Siauw-jin itu, yang sudah berpindah tangan. Tapi ketika Togur bersinar dan berkelebat maju tiba-tiba pemuda ini berkata.

"Tidak, tak perlu kembali. Kalau gadis ini sudah di tangan kita biarlah Thai Liong yang mencari dan kita yang menunggu. Heh, serahkan dia padaku, Siauw-jin. Kalian semua pergi dan biar gadis ini berdua bersamaku... tuk!"

Togur membebaskan gadis itu, yang bukan lain Mei Ling adanya dan tentu saja gadis cantik itu menjerit dan berteriak.

Dia meronta dan memukul-mukul Togur tapi lawan tertawa menamparnya.

Dan ketika dia roboh dan menangis tersedu-sedu maka Togur menjambak rambutnya.

"Heh, kau dengarkan aku, siluman betina. Gara-gara kedatanganmu maka kau mengundang Thai Liong dan putera Raja Hu itu. Kau seharusnya dibunuh. Tapi karena aku sayang padamu dan ingin menjadikanmu sebagai kekasih maka katakan bahwa kau tak akan macam-macam dan siap melayaniku dalam hal apa saja!"

"Tidak... tidak...!"

Mei Ling menangis menjerit- jerit.

"Kau bunuhlah aku, Togur. Kau bunuhlah aku dan biar aku mati! Aku tak takut mati, kau pemuda busuk dan jahanam!"

"Hm, kenapa begitu?"

Pemuda ini menyeringai, mengejek.

"Kau tak akan kubunuh kalau justeru berteriak-teriak begini, siluman betina. Lebih baik kau ikut aku dan secara baik-baik menyerah dan menjadi kekasihku. Atau, aku akan memaksamu dan kau tak dapat berbuat apa-apa!"

Togur tertawa, mencium gadis itu dan Mei Ling tak dapat mengelak.

Rambut yang dijambak dan kepala yang dicengkeram keras memang membuat gadis ini tak dapat berbuat apa-apa.

Namun ketika pemuda itu mencium mulutnya dan dia menggigit maka Togur berteriak dan menamparnya.

"Keparat, tak tahu diuntung... plak!"

Mei Ling terpelanting, disambar lagi dan Togur marah bersinar-sinar.

Mulutnya tadi digigit dan Siauw- jin tertawa, membuat pemuda itu membentak dan menghentikan tawa gurunya itu.

Dan ketika Mei Ling di sana mengguguk memaki- maki maka pemuda ini membalik, sekali lagi berkata, melihat gurunya tidak segera pergi.

"Kalian mau apalagi? Bukankah kusuruh pergi? Eh, biarkan aku dengan siluman betina ini, suhu. Dan kalian semua berjaga di sekitar kalau-kalau pemuda keparat itu datang!"

"Mau kau apakan gadis ini?"

Nenek Ji-moi tiba- tiba terkekeh.

"Bukankah mau kau permainkan?"

"Benar."

"Nah, permainkan di sini saja, Togur. Biar Siauw-jin yang pergi dan kami berempat menonton!"

"Hi-hik, benar!"

Nenek Toa-ci menyambung.

"Kami masih suka melihat keperkasaanmu, Togur. Kau lakukan saja hal itu sekarang dan kami menonton!"

"Weh-weh!"

Siauw-jin mencak-mencak.

"Kalian menonton dan aku disuruh pergi? Ha-ha, tak bisa, nenek buruk. Kalianlah yang pergi dan biar kami dua lelaki menonton di sini. Aku juga kepingin lihat!"

"Tidak!"

Togur berkata.

"Kali ini aku tak ingin ditonton, suhu. Kalian berjaga dan hati-hati terhadap Kim Thai Liong itu. Aku tak ingin kita semua lengah!"

"Tapi aku kepingin...."

"Aku juga..."

"Hm, kalian tak mau dengar omonganku?"

Togur tiba-tiba bangkit kemarahannya, berkelebat dan tiga kali menampar suhu dan subonya itu, Siauw-jin dan nenek Ji-moi serta Toa-ci.

Dan ketika tiga orang itu menjerit dan terpelanting roboh maka yang lain-lain segera berkelebat dan Cam-kong tertawa, aneh dan serak.

"Nah, rasakan itu, Siauw-jin. Kalau murid kita bilang jangan sebaiknya kita juga tidak memaksa. Atau kau akan dibunuhnya dan bocah she Kim itu benar-benar datang!"

Siauw-jin mengeluh dan mengutuk.

Mereka bertiga dihajar dan kakek cebol ini merintih tak berkesudahan.

Kalau saja bukan togur yang melakukannya mungkin dia akan mencabut senjatanya dan melawan.

Jelek-jelek dia adalah satu di antara enam Iblis Dunia.

Tapi karena Togur amatlah lihai dan dikeroyok berlima muridnya itu bukanlah tandingan maka setan cebol ini mendesis dan berkelebat menyusul Cam-kong, diikuti Ji-moi dan Toa-ci yang tadi ditampar pipinya.

Dua nenek itu pun tak berani bercuit dihajar muridnya sendiri.

Lucu! Dan ketika semua orang pergi meninggalkannya dan Mei Ling terbelalak melihat semuanya itu maka gadis ini terbelalak dan ngeri.

"Iblis, kau benar-benar iblis, Togur. Kau tak tahu malu dan keji. Ah, kau bunuhlah aku!"

Togur tertawa.

Kiranya Mei Ling menjadi ngeri dan takut mendengar semua kata-kata gurunya tadi, kata-kata yang memang mendirikan bulu tengkuk.

Dia, murid enam Iblis Dunia kiranya juga sering ditonton kalau bermain cinta.

Hal yang menunjukkan betapa bejat akhlak atau moral pemuda ini, yang tak malu-malu dan segan-segan ditonton gurunya sendiri, perbuatan yang tentu saja tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh puteri Bu- ciangkun itu.

Maka begitu Togur mengusir kelima gurunya dan kali ini tak mau diganggu, karena di belakang ada Thai Liong dan Ituchi yang tentu tak membiarkan mereka maka pemuda ini sudah melepas bajunya dan menyambar gadis cantik itu.

"Ha-ha, bagaimana, Mei Ling? Kau ingin kupaksa atau melayaniku secara baik-baik? Di sini jauh dari siapa pun, takkan ada yang mendengar jeritanmu kalau kau ingin minta tolong. Nah, katakan kau ingin menjadi kekasihku atau aku yang akan memaksamu menjadi kekasihku!"

"Tidak.... oh, jangan!"

Mei Ling ngeri.

"Jangan... jangan lakukan itu, Togur. Kau bunuhlah aku dan aku akan berterima kasih padamu!"

"Hm, kau cerewet!"

Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan Togur yang menyambar serta mencengkeram baju gadis ini tiba-tiba tak sabar lagi dan sudah membuat gadis itu menjerit, berteriak karena dengan kasar Togur menanggalkan pakaian atasnya.

Dan ketika pundak yang halus bersih tersingkap lebar mengundang berahi maka Togur sudah tertawa dan menubruk korbannya ini, menciumi dan menotok bawah rahang Mei Ling agar gadis itu tidak bisa menggigit lagi.

Dan ketika satu demi satu pemuda ini menggerayangi dan melepas pakaian lainnya yang masih menempel maka Mei Ling mengeluh dan meratap tak ada habis- habisnya.

"Tidak, jangan.... oh, jangan....!"

Namun siapa yang mendengar? Puteri Bu- ciangkun ini akhirnya melengking dan menjerit ketika sesuatu menyakitkan bawah tubuhnya.

Togur dengan kasar dan tertawa-tawa serta beringas menciumi gadis itu.

Sekarang dengan benar dan tidak perlu disangsikan lagi Mei Ling membuktikan kejamnya pemuda ini, berita perkosaan atau sejenisnya lagi yang dilakukan pemuda itu, setelah dia menyerbu dan menyerang dengan pasukannya, menangkap dan mempermainkan wanita-wanita cantik yang menjadi korbannya.

Dan ketika Mei Ling mengeluh dan menggeliat-geliat di bawah keperkasaan pemuda itu maka setan dan iblis menjadi saksi akan peristiwa biadab ini.

"Oh, tidak... jangan... jangan, Togur. Kau... kau pemuda keji.... ooh!"

Keluh atau rintihan itu tak ada yang mendengar.

Togur dengan buas dan kasar mempermainkan korbannya ini, Mei Ling menangis dan tak dapat berbuat apa-apa, akhirnya pingsan.

Dan ketika gadis itu mengerang dan menjerit lirih tiba-tiba sebuah tendangan menghantam pemuda itu.

"Keparat, kau mempermainkan kekasihku, Togur? Kau menggagahinya? Jahanam.... des- dess!"

Dan Togur yang mencelat serta kaget menerima tendangan ini tiba-tiba melihat datangnya Ting Han, bergulingan meloncat bangun dan Ting Han, pemuda itu merah padam melihat lawan yang telanjang bulat, terbelalak tapi tiba-tiba tertawa bergelak menyambar pakaiannya.

Togur kaget karena mengira yang datang adalah Thai Liong.

Tapi begitu melihat bahwa yang datang adalah pemuda tinggi kurus ini tiba-tiba murid Siauw- jin itu terbahak dan marah tapi juga geli.

"Eh, kau kiranya? Ha-ha, kekasihmu cantik sekali, bocah. Dan nikmat tiada tara. Ia masih perawan! Ha-ha, sungguh luar biasa dan menakjubkan!"

Tapi Togur yang berkelebat dan meninggalkan pemuda itu tiba-tiba menggeram karena marah kepada guru-gurunya.

Tadi disuruh menjaga tapi bocah ini bisa datang mengganggu, bahkan menendangnya tapi untung tidak apa-apa.

Kalau yang melakukan itu adalah Thai Liong tentu lain keadaannya.

Maka begitu sadar dan marah kepada guru- gurunya Togur tiba-tiba meninggalkan Ting Han sejenak untuk mencari sekaligus mendamprat kelima gurunya itu.

Tapi apa yang terjadi? Kiranya sebuah permainan lain.

Nenek Ji-moi, yang tadi ingin menonton muridnya ternyata mendengus-dengus di sana, di bahwa sebatang pohon.

Nenek itu sedang bergumul bersama Siauw-jin dan nenek Naga menonton.

Dan ketika nenek Naga terkekeh-kekeh karena hal itu dirasanya lucu maka tak jauh dari situ nenek Toa-ci bergulingan bersama Cam-kong, tua sama tua! "Hih, heh, terus, Siauw-jin.

Terus! Angkat naik kakimu yang pendek dan goyang pinggul sekuat-kuatmu!"

Togur tertegun.

Kiranya keempat gurunya itu sudah bermain cinta sendiri sementara nenek Naga menonton.

Tentu nanti akan tiba giliran nenek itu kalau teman-temannya sudah selesai.

Togur terbelalak tapi juga geli.

Pantas, ini kiranya yang membuat dia kecolongan musuh! Tapi membentak dan marah bahwa bagaimanapun juga perbuatan ini membahayakan dirinya tiba-tiba pemuda itu berkelebat ke depan dan....

des-des-dess, kelima orang itu pun mencelat dan berteriak kaget terlepas satu sama lain.

"Jahanam bedebah, kalian terkutuk! Eh, apa yang kuperintahkan pada kalian, suhu? Apakah aku menyuruh kalian bercinta? Lihat, seorang musuh datang menyerangku, dan kalian tak tahu karena asyik di sini bercinta-cintaan. Keparat, bedebah!"

Dan Togur yang tegak berdiri memandang dengan mata merah seketika membuat kelima gurunya terkejut berloncatan bangun, tubuh telanjang bulat dan lucu melihat keadaan mereka itu, kakek-kakek tua dan nenek-nenek kempot yang buah dadanya saja sudah bergelantungan kayak kates! Dan ketika semuanya terkesiap dan tertegun, tak jadi marah maka berkelebatlah bayangan Ting Han yang menyusul pemuda ini.

"Togur, kau iblis tak berjantung. Kau pemuda keparat!"

Dan Ting Han yang langsung menyerang dan membacok dengan pedangnya akhirnya membuat kelima kakek dan nenek- nenek itu terkejut, sadar bahwa kiranya kelengahan mereka menghasilkan datangnya pemuda ini.

Tapi melihat pemuda itu bukan Thai Liong dan gerakannya jelas bukan pemuda yang lihai maka Siauw-jin tiba-tiba terkekeh dan berkelebat maju.

"Togur, maafkan kami. Tapi aku dapat menyelesaikan pemuda ini.... plak-pletak!"

Dan pedang di tangan Ting Han yang seketika patah disusul jerit pemuda itu tahu-tahu sudah membuat pemuda ini terlempar, jauh tinggi di udara dan akhirnya terbantinglah pemuda itu di tanah.

Satu keluhan pendek terdengar sebelum tubuh itu jatuh berdebuk.

Dan ketika tubuh itu benar-benar menimpa tanah dan Siauw-jin tertawa ternyata pemuda ini telah tewas dengan hidung dan telinga mengeluarkan darah! "Ha-ha, lihat, Togur.

Kami telah menebus dosa!"

Togur mengerutkan kening.

Dia memang melihat bahwa pemuda tinggi kurus ini telah binasa.

Dalam sekejap saja gurunya yang cebol itu menghabisi lawan.

Tapi ketika terdengar bentakan nyaring dan seorang gadis melompat dan menyerang si cebol tiba-tiba Mei Hoa telah muncul di situ dengan teriakan kagetnya melihat tewasnya Ting Han.

"Aih, kalian iblis-iblis keji. Terkutuk, mampuslah!"

Dan pedang yang menyambar serta menusuk tenggorokan Siauw-jin tiba-tiba disambut kekeh kakek itu, menyampok tapi kali ini nenek Naga berkelebat, mendahului Siauw-jin.

Nenek itu membentak dan mau mendahului Siauw-jin.

Sekali turun tangan dia mau membunuh gadis itu, mencontoh temannya.

Tapi ketika Togur menghardik dan menyuruh nenek itu mengurangi tenaganya maka Mei Hoa terpelanting ketika pedangnya ditampar mencelat.

"Tahan.... plak-bluk!"

Mei Hoa menangis.

Tadi dia selamat karena nenek Naga tak jadi menampar kepalanya, turun ke pedang dan pedangnya itu pun mencelat, terpukul tamparan nenek iblis itu.

Dan ketika dia bergulingan meloncat bangun dan marah serta memaki-maki maka Ji-moi yang tersenyum dan berkelebat ke depan tiba- tiba mendahului nenek Naga berseru perlahan.

"Togur, kau agaknya menginginkan gadis ini. Baiklah, kutangkap dia untukmu dan terimalah!"

Mei Hoa terkejut.

Di saat dia marah dan memaki-maki mendadak nenek itu berkelebat ke arahnya, menangkap dan mengulurkan lengannya dan tentu saja gadis ini menangkis.

Tapi karena dia bukan lawan si nenek iblis dan gerakan Ji-moi jauh lebih cepat maka dia pun tertangkap dan sudah dilempar ke arah Togura.

Wiro Sableng 121 Tiga Makam Setan Pendekar Bayangan Sukma 24 Sepasang Kisah Cinta Karya Sherls Astrella

Cari Blog Ini