Ceritasilat Novel Online

Istana Hantu 4

Istana Hantu Karya Batara Bagian 4


"Ha-ha, selamat datang, Hu-taihiap. Kau memenuhi undangan kami!"

Jago pedang ini menggeram.

Terhuyung dan nanar memandang tiga orang itu, jago pedang ini serasa terbakar.

Di sana Togura berlindung dan pemuda itu tampak berseri, tubuhnya letih namun pemuda ini girang.

Tiga orang gurunya sekaligus datang dan tenanglah dia.

Dan ketika jago pedang itu mendelik dan mendekap perutnya maka pemuda ini berkata.

"Suhu, Hu-taihiap telah menelan obat penghancur usus. Dia begitu bodoh menerima obatku dan kini marah-marah!"

"Heh-heh!"

Siauw-jin tertawa.

"Begitukah, Togur? Dan jago pedang ini menerima baik jasa baikmu?"

"Benar, dia terlihat sakit, suhu, terserang demam dan kutolong. Tapi karena dia begitu bodoh dan menerima begitu saja pertolonganku maka dia muntah-muntah dan sekarang mengejar-ngejar aku!"

"Tak usah khawatir,"

Kakek cebol itu berkata.

"Ada kami di sini Togur. Kalau dia mengejar- ngejarmu tentu kami akan menghalangi. Sudahlah, kau beristirahatlah di situ dan lihat kami akan membereskan jago buntung ini!"

Dan Siauw-jin yang terkekeh menghadapi Hu Beng Kui lalu mengejek.

"Eh, kau sudah muntah berak, Hu-taijin? Mau bertemu See- ong atau mencoba kami dulu?"

"Jahanam!"

Kakek itu menggeram.

"Berenam pun aku tak takut, Siauw-jin. Justeru aku akan membunuh kalian bertiga agar tidak mengganggu dunia lagi!"

"Eh, dalam keadaan begini? Ha-ha, kau tak mungkin dapat melakukannya, Hu-taihiap. Kalau dapat pun tentu di neraka. Lebih baik kubereskan kau dan menghadaplah Giam-lo- ong (Raja Akherat)!"

Siauw-jin berkelebat, tiba-tiba menyerang namun Hu Beng Kui menangkis.

Jago pedang itu mengerahkan Khi- bal sin-kang dan iblis cebol ini menjerit ketika tubuhnya terlempar tinggi jatuh terbanting dan terguling-guling di sana.

Dan ketika iblis itu melompat bangun dan pucat memandang lawan maka muridnya berteriak agar dia berhati-hati.

"Suhu, jangan memandang ringan padanya. Kakek itu masih berbahaya!"

"Heh-heh,"

Siauw-jin tertawa.

"Aku kira macan ini sudah ompong, Togur. Kalau dia masih garang biarlah dua gurumu yang lain membantu!"

Setan cebol itu mengedip, memberi tanda pada Tok-ong dan nenek Naga Bumi dan dua orang itu mengangguk.

Melilhat kehebatan Hu Beng Kui mereka jadi marah juga.

Namun karena jago pedang itu sudah menelan obat penghancur usus dan kini Togura memberi tahu bahwa jago pedang itu sudah menginjak hari ketiga maka Tok-ong berkelebat dan Naga Bumi pun mencelat melepas pukulannya.

"Baik, mari bereskan kakek ini, Siauw-jin. Kalian di depan dan biar aku di belakang!"

Nenek Naga cerdik, mendahului lawannya dan dia bergerak di belakang. Tee sin-kang menyambar dan Hu Beng Kui menggeram. Dan ketika Tok-ong serta Siauw-jin melejit dan menghantam dari kiri kanan maka tiga orang itu sudah susul-menyusul memberi pukulan.

"Plak-des-dess!"

Hu Beng Kui tergetar.

Jago pedang itu mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya dan lawan terpekik.

Mereka terlempar oleh pukulan yang membalik.

Namun karena Hu Beng Kui berkurang tenaganya dan racun yang mengamuk di perut bekerja lagi maka tiga orang itu tak terluka dan mereka menyerang lagi, berkelebatan dan terhuyunglah jago Ce- bu itu menghadapi lawannya.

Ganti-berganti mereka melepas pukulan, Hu Beng Kui marah dan menolak.

Tapi ketika lagi-lagi lawan hanya terpental tapi tidak terluka maka Siauw-jin terkekeh sementara nenek Naga juga tertawa nyaring.

"Hi-hik, macan ini ompong giginya, Siauw-jin. Galak di luar tapi lemah di dalam!"

"Benar, tapi tetap waspada, nenek siluman. Jelek-jelek dia memiliki Khi-bal-sin-kang!"

"Dan Jing-sian-eng!"

Tok-ong berseru.

"Awas kalau dia mengerahkan ilmunya itu, nenek Naga. Hati-hati dan jangan lengah!"

Tiga orang itu mengeroyok lagi.

Tertawa dan mengejek lawannya Hek bong Siauw-jin mau pun nenek Naga berkelebatan cepat, kini nenek itu mengeluarkan jarum emasnya dan Siauw- jin mengeluarkan sabitnya.

Tok-ong mempergunakan sepasang pukulannya dan Hek-tok-ciang menyambar-nyambar.

Hu- taihiap membentak dan melayani lawannya itu.

Dan ketika mereka selalu menyerang setiap terpental tiba-tiba jago pedang ini meledakkan lengannya dan keluarlah ilmu Bayangan Dewanya itu, berkelebatan dan lenyap mendahului lawan dan Khi-bal-sin-kang dikeluarkan segenap tenaga.

Lawannya terkejut karena jago pedang itu tiba-tiba seolah tak terpengaruh oleh bekerjanya racun, mendahului dan sudah membagi-bagi pukulan ke arah mereka.

Dan ketika Tok-ong menjerit dan terlempar oleh pukulan Bola Sakti tiba-tiba kakek iblis itu roboh bergulingan dan merintih- rintih.

"Aduh, tolong, Siauw-jin. Bunuh jago buntung ini!"

Siauw-jin terkejut.

Melihat keberingasan dan kehebatan Hu Beng Kui tiba-tiba dia menjadi gentar, nenek Naga terkesiap dan juga kaget, sebuah pukulan menghantam dan nenek itu pun menjerit.

Dan ketika nenek Naga terlempar dan Siauw-jin pucat maka kakinya tertangkap dan Hu Beng Kui membantingnya.

"Bress!"

Setan cebol itu berteriak mengaduh-aduh.

Kalau bukan dia yang dibanting barangkali sudah remuk punggungnya.

Siauw-jin seakan dicengkeram kuku rajawali dan tak sempat menghindar, roboh dan dibanting dengan punggung lebih dulu, tanah meledak dan amblong setengah meter lebih.

Tapi ketika iblis cebol itu bergulingan menjauh dan untung tenaga jago pedang itu tidak sedahsyat biasanya maka Siauw-jin meloncat bangun dan berjungkir balik menjauhi lawan, dikejar namun Hu Beng Kui terhuyung.

Sebenarnya dalam menghajar lawan-lawannya tadi dia memaksa diri, racun bekerja dan mendesislah jago pedang itu oleh rasa sakit yang amat sangat.

Tapi karena dia keras hati dan Siauw- jin serta dua temannya dibuat terkejut maka Hu-taihiap membentak dan mengejar Tok-ong, dikelit dan ganti menubruk nenek Naga, yang juga menghindar dan mau tak mau Siauw-jin kembali berseru keras ketika melihat pukulan Bola Sakti menghantar mukanya.

Dan ketika iblis itu mengelak dan tunggang langgang melarikan diri maka Hu-taihiap menggeram- geram dengan mata sebuas harimau kelaparan.

"Hayoh, antar aku ke Giam-lo-ong, Siauw-jin. Atau kau yang kuantar ke sana dan mendahului aku!"

Siauw-jin gentar.

Sekarang dia diburu dan menghadapi kemarahan lawannya ini, berjungkir balik dan bersembunyi di belakang Naga Bumi.

Dan ketika nenek itu diserang dan memaki Siauw-jin maka nenek ini ganti berjungkir balik dan bersembunyi di belakang Tok-ong, mengumpankan kawannya itu dan Tok-ong terkejut.

Kalau saja Hu Beng Kui masih tak sehebat ini tentu dia akan menyambut, menghantam dan melepas pukulannya.

Tapi karena jago pedang itu masih hebat dan Tok-ong mengelak maka kakek tinggi besar itu memaki nenek Naga dan ganti bersembunyi di belakang Siauw-jin, kucing- kucingan.

"Keparat, jangan lari kalian, iblis-iblis busuk. Hayo maju dan hadapi aku!"

Tiga iblis itu pucat.

Mereka main sembunyi di belakang punggung yang lain, mengumpankan kawannya dan tentu saja nenek Naga maupun Tok-ong marah.

Mereka mendongkol pada Siauw-jin yang licik, yang memulai itu dan mereka ikut-ikutan.

Tapi ketika pukulan Hu Beng Kui menyambar dan kebetulan Siauw-jin kembali yang dikejar mendadak iblis ini menarik baju Tok-ong untuk menyelamatkan dirinya.

"Hei!"

Tok-ong terkejut.

"Lepaskan bajuku, Siauw-jin. Pergi kau!"

"Aih, tidak. Lindungi aku, Tok-ong. Atau kita lari dan panggil See-ong!"

"Keparat, kau licik. Kau.... dess!"

Dan Tok-ong yang mencelat oleh hantaman lawan tiba-tiba memekik dan kaget menghentikan makiannya, diumpan Siauw-jin dan dia menjadi korban.

Hu Beng Kui memukulnya dan telak sekali mengenai leher.

Dan ketika Tok-ong mengeluh pendek dan muntah darah tiba-tiba jago pedang itu memburunya, berkelebat dan melepas satu pukulan lagi.

Tok-ong berteriak agar dua temannya membantu, celaka sekali Siauw-jin dan nenek Naga malah melarikan diri.

Dan ketika Hu Beng Kui mendengus dan kakek itu bergulingan namun tak dapat mengelak maka sebuah pukulan mengenai dadanya.

"Dess!"

Tok-ong menjadi korban.

Di sana Siauw-jin sudah memutar tubuh menarik Togura, pemuda ini pucat melihat kejadian itu.

Namun ketika setan cebol itu menyendal lengannya dan melarikan diri maka terdengar lagi dua pukulan menghantam Tok-ong, menjerit dan kakek iblis itu terlempar.

Dalam kemarahannya yang sangat Hu Beng Kui sekarang menimpakan geramnya pada iblis tinggi besar ini, Tok-ong coba berkelit namun gagal.

Dan ketika sebuah pukulan lagi menyambar kepala kakek itu dan Tok-ong berteriak tiba-tiba satu di antara Enam Iblis Dunia ini roboh, pecah kepalanya.

"Prakk!"
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Togura ngeri.

Dalam keadaan seperti itu masih saja jago Ce-bu itu dapat membunuh lawan.

Siauw-jin terbelalak dan kabur dengan cepat, terbang ke tengah pulau.

Dan ketika nenek Naga juga melengking ngeri dan kaget oleh tewasnya Tok-ong maka Hu Beng Kui menggeram mengejar mereka, mendekap perutnya.

"Heh, ke mana kalian lari, iblis-iblis busuk? Mau menyelamatkan diri? Tak bsa, aku akan mengantar kalian ke neraka dan berhentilah!"

Siauw-jin pucat.

Geram dan suara Hu Beng Kui yang dekat di belakangnya membuat setan cebol ini gentar.

Jago pedang itu hebat bukan main dan mereka ternyata tak boleh merendahkan.

Meskipun keracunan tetap saja jago pedang itu lihai.

Dan ketika Hu Beng Kui mengejar dan nenek Naga melengking ketakutan maka dua orang itu sama-sama terbang ke tengah pulau, memanggil See-ong.

"See-ong, tolong. Bantu kami!"

Nenek Naga dan Siauw-jin berlomba.

Mereka berkelebat saling mendahului untuk menghindari lawannya itu, Hu-taihiap menggeram-geram dan melepas pukulan, sayang kurang bertenaga dan tak sampai.

Padahal biasanya dalam jarak sepuluh tombak saja dia akan sanggup merobohkan lawan.

Dan ket?ka dua orang itu berteriak-teriak dan tiga bayangan berkelebat dari kiri kanan mendadak Toa-ci dan Ji-moi serta Cam-kong muncul.

"Ada apa? Kenapa?"

"Ah, Hu Beng Kui datang, Cam-kong. Bantu dan lindungi kami!"

"Mana dia?"

"Di belakang, lihat...!"

Dan Cam-kong yang mendengar geraman menggetarkan tiba-tiba melihat jago pedang itu.

"Hei!"

Serunya.

"Mana Tok-ong?"

"Mampus!"

Siauw-jin berteriak. '"Tok-ong tewas dibunuh olehnya, Cam-kong. Lekas panggil See-ong atau kau bantu kami!"

Cam-kong tertegun. Berita ini jelas mengejutkan iblis tinggi kurus itu, Cam-kong terbelalak dan tentu saja marah. Dan ketika Hu Beng Kui tiba dan menggeram padanya mendadak iblis ini lenyap berkelebat mempergunakan ilmu hitamnya.

"Hu-taihiap, kau manusia jahanam!"

Namun jago pedang itu mendengus.

Melihat Cam-kong lenyap mempergunakan ilmu hitam mendadak dia membentak, tangan bergerak ke kiri dan bertemulah lengannya dengan segulung asap hitam.

Dan ketika bunyi menggelegar terdengar di situ dan asap hitam ini terpental tinggi maka Cam-kong berteriak karena dia terbanting, kembali ujudnya seperti biasa dan Hu Beng Kui mengejar.

Kakek ini menghantam dan ganti Cam-kong menangkis.

Namun karena pukulan itu adalah pukulan Bola Sakti dan tangkisannya membalik mengenai diri sendiri maka iblis ini menjerit ketika terlempar lagi.

"Dess!"

Hu Beng Kui nyalang matanya.

Cam-kong sudah dibuat jatuh bangun namun Toa-ci dan Ji-moi menyambar.

Dua nenek kakak beradik itu berteriak pada Siauw-jin agar mereka kembali, mengeroyok jago pedang ini.

Dan ketika Toa-ci serta Ji-moi melepas pukulan dari kiri kanan maka Hu Beng Kui tergetar namun dua nenek itu mencelat.

"Heh, kubasmi kalian, manusia-manusia iblis. Tak akan kuampuni kalian dan semua akan kuantar ke akherat!"

"Keparat!"

Nenek Toa-ci berjungkir balik.

"Bantu kami, Siauw-jin. Panggil See-ong kalau kita berlima tak dapat mengalahkannya!" 'Benar!"

Cam-kong berseru, juga menambahi.

"Jangan lari dulu, Siauw-jin. Bantu kami dan keroyok si buntung ini!"

Dan karena hal itu dapat diterima dan Siauw-jin berhenti maka iblis cebol itu tertegun dan nenek Naga juga mengangguk, merasa sependapat dan betapapun jago pedang itu sudah terluka.

Obat penghancur usus pasti bekerja dan akan mengganggu dari dalam, terbukti berkali-kali jago Ce-bu itu meringis, tanda menahan sakit dan tentu konsentrasinya buyar.

Mereka sekarang berlima dan tak usah takut.

Maka membentak dan menyuruh temannya maju tiba-tiba nenek ini berkelebat menghantam lawan, disusul oleh yang lain-lain dan Siauw-jin mengikuti.

Kakek cebol ini bangkit keberaniannya dan menyerang lagi.

Dan ketika lima orang itu bergerak silih berganti dan serangan demi serangan dilancarkan ke tubuh lawannya maka Hu Beng Kui menerima beberapa pukulan atau pun hantaman.

"Plak-buk-bukk!"

Namun semua mental.

Berkat Khi-bal-sin-kang dan tubuhnya yang kuat ternyata Hu Beng Kui tak apa-apa, jago pedang itu hanya tergetar dan pukulan lawan justeru membalik, terpental oleh Khi-bal-sin-kang yang dimiliki jago pedang ini.

Dan ketika lima orang itu berteriak karena semakin kuat mereka menyerang semakin kuat pula daya tolak yang menghantam tubuh sendiri maka jago pedang itu bergerak dan keluarlah ilmunya Bayangan Seribu Dewa itu.

"Awas, semua menjauh....!"

Cam-kong dan teman-temannya mengerti.

Mereka hapal dan tahu kedahsyatan ilmu luar biasa ini.

Jing-sian-eng bekerja dan Hu Beng Kui lenyap membagi-bagi pukulan.

Cam-kong berteriak dan empat temannya mengeluh.

Untung, tenaga Hu Beng Kui tak sedahsyat biasanya karena terganggu oleh rasa sakit di perut.

Tapi ketika mereka tunggang-langgang dan jago pedang itu tetap menguasai keadaan maka Siauw-jin memutar tubuhnya dan lagi- lagi meninggalkan kawan-kawannya.

"Mundur, kita lari saja. Panggil See-ong!"

Cam-kong pucat.

Kalau Hu Beng Kui masih sehebat ini memang tak ada jalan lain kecuali meminta bantuan See-ong.

Siauw-jin lari sipat- kuping dan mendahului teman-lemannya, apa boleh buat dia pun memutar tubuhnya dan berkelebat menjauhi pendekar pedang itu.

Dan ketika Toa-ci serta yang lain juga berseru keras dan memutar tubuhnya maka Hu Beng Kui membentak mengejar mereka.

"Keparat, berhenti, manusia-manusia busuk. Berhenti kalian!"

Siauw-jin dan lain-lain panik.

Hu-taihiap menggeram dan mengejar mereka, melepas pukulan namun mereka mengelak, semua berteriak-teriak dan larilah mereka ke tengah pulau.

Dan ketika jago pedang itu menggeram- geram dan mereka berlima memanggil See- ong maka Siang Le berkelebat dan muncul di situ.

"Siapa ini? Ada apa?"

"Minggir!"

Siauw-jin berseru.

"Dia Hu-taihiap, Siang Le. Panggil dan datangkan gurumu!"

"Ah, Hu-taihiap?"

"Benar, dan jangan banyak cakap lagi!"

Dan Siauw-jin yang membentak menyuruh pemuda itu minggir tiba-tiba mendorong dan menyelinap di samping pemuda ini, meneruskan larinya dan berturut-turut empat yang lain berkelebat pula.

Siang Le tertegun namun dia tidak pergi, bahkan menunggu dan terbelalaklah dia melihat jago pedang yang kesohor ini, bengcu yang kini melotot matanya dan merah seperti saga.

Dan ketika Hu-taihiap juga tertegun tapi tidak mengenal pemuda itu tiba-tiba dia membentak dan mengayun lengannya, teringat Togura.

"Enyah kau.... dess!"

Siang Le terbanting.

Pemuda ini berseru keras dan melempar tubuh bergulingan, pukulan Hu- taihiap mengenai pundaknya namun Siang Le dapat bertahan, mengerahkan sinkang dan sesungguhnya pukulan Hu Beng Kui sudah lemah.

Dan ketika pemuda itu meloncat bangun namun Hu-taihiap mengejar kelima lawannya mendadak pemuda ini membentak dan mencegat jago pedang itu, melepas pukulan namun Hu Beng Kui mengibas, Siang Le selamanya belum pernah berhadapan dengan jago tua ini, tak mengenal Khi-bal-sin- kangnya dan otomatis berteriak ketika pukulannya membalik.

Dan ketika pendekar pedang itu menggeram padanya dan terpaksa berhenti maka pemuda ini dikejar dan menjadi sasaran, bak-bik-buk mendapat pukulan dan Siang Le berteriak mengaduh.

Dalam beberapa gebrakan saja dia tunggang-langgang, mengerahkan Sin-re-ciangnya namun lawan mendengus.

Dan ketika jari-jarinya yang mulur bahkan ditangkap dan dicengkeram tiba-tiba pemuda itu menjerit serasa dijepit baja panas.

"Aduh.....!"

Hu-taihiap membanting pemuda itu.

Dalam kemarahan dan kekalapannya jago pedang ini membentak, mengerahkan tenaga dan pemuda itu diangkat lalu dihantamkan ke tanah.

Tapi, ketika Siang Le dapat berdiri dan terhuyung meloncat bangun maka jago pedang ini terbelalak juga melihat ada pemuda sehebat itu, setelah Togura.

"Siapa kau?"

Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bentaknya.

"Mana cucuku Thai Liong dan Soat Eng?"

"Aduh...."

Siang Le masih kesakitan.

"Kau hebat, Hu-taihiap. Tapi kau tak dapat menolong kedua cucumu...!"

"Keparat! Kenapa? Kau tahu di mana mereka?"

"Aih, sabar, Hu-taihiap. Jangan menyerang dan dengarkan, kataku!"

Namun Hu-taihiap yang menggeram, melepas pukulannya lagi tiba-tiba mencengkeram dan melempar pemuda itu, berkelebat dan mengejar lagi Siauw-jin dan keempat kawannya.

Terhadap Siang Le jago tua ini tak seberapa perduli, dia melihat pemuda itu meskipun hebat namun sorot matanya lebih baik daripada Togura atau kelima Iblis Dunia itu, jadi dia mengejar lagi Siauw-jin dan kawan-kawannya itu, juga Togura pemuda yang telah meracuni perutnya! Namun ketika Siang Le menghadang dan berkelebat di depannya mendadak pemuda itu mengganggu lagi dengan pukulan di belakang pundaknya.

"Hu-taihiap, tunggu. Jangan ke tengah pulau.... bress!"

Hu Beng Kui membalik, menampar pemuda itu dan Siang Le terbanting, menjerit dan berteriak dan terbang lagilah jago pedang itu mengejar lawan- lawannya.

Tapi ketika dia tiba di tengah pulau dan terengah serta memburu napasnya mendadak berkelebat sesosok bayangan tinggi besar dan tergetarlah pulau oleh tawa yang bergelak.

"Ha-ha, selamat datang, Hu-taihiap. Tahan pukulan-pukulanmu dan berhenti.... dess!"

Hu- taihiap terguncang, mencelat ke belakang tapi lawan juga terpental.

Tadi sepasang lengan yang kokoh menahan pukulannya dan jago pedang itu mendelik, mengerahkan Khi-bal- sin-kang tapi lawan tiba-tiba lenyap, entah ke mana.

Dan ketika dia terhuyung dan berdiri dengan tegak tahu-tahu lawannya itu muncul lagi di sebelah kanan, seperti siluman.

"Hebat, kau luar biasa, Hu-taihiap. Selamat datang di Sam-liong-to!"

"Kau siapa?"

Hu Beng Kui membentak.

"See- ong?"

"Benar, aku See-ong, Hu-taihiap. Dan kau gagah sekali, ah!"

Dan See-ong yang kagum memandang lawannya tiba-tiba tertawa.

"Hu- taihiap, bagus sekali kau memenuhi undanganku. Tapi kau tampaknya tak sehat. Sakit?"

"Keparat, tak usah berbasa-basi, See-ong. Aku datang untuk mengambil cucuku. Hayoh, mana Thai Liong dan Soat Eng!"

"Tunggu!"

See-ong berseru.

"Aku mengundangmu memang untuk bertempur, orang she Hu. Tapi mana mantumu dan isterinya? Apakah kalian tidak datang bersama?"

"Kau mengundang mantuku pula?"

"Benar. Toa-ci dan Ji-moi kusuruh memberi tahu, Hu-taihiap. Dan aku mengharap kalian datang bertiga. Aku ingin merobohkan kalian!"

"Keparat, merobohkan aku saja belum tentu kau bisa, See-ong. Tak usah banyak cakap dan serahkan cucuku!"

Dan Hu-taihiap yang berkelebat membentak ke depan tiba-tiba menghantam dan menyerang See-ong, menggerakkan lengannya dan pukulan Khi-bal- sin-kang dilepas.

Angin yang dahsyat menderu menyambar kakek ini.

Tapi begitu See-ong menangkis dan mengerahkan tenaganya maka jago pedang itu terpental.

"Blarr!"

Si jago pedang terkejut. See-ong tiba-tiba lenyap dan berobah ujudnya, membentuk asap putih dan asap ini melayang-layang di udara. Dan ketika dia terbelalak dan lawan terbahak tiba-tiba See-ong muncul lagi dan berseru.

"Heh, hebat kau, Hu-taihiap. Tentu itu Khi-bal- sin-kang. Tapi kenapa tenagamu hilang di tengah jalan? Kenapa kau mendekap perutmu?"

"Dia keracunan!"

Siauw-jin terkekeh, maju berkelebat.

"Hu Beng Kui ini menelan pil pahit, See-ong. Dia menelan obat penghancur usus!"

"Apa?"

See-ong berkerut kening.

"Obat penghancur usus? Bukankah itu milik kalian?"

"Benar, dan muridku inilah yang melakukannya, See-ong. Orang she Hu itu terlalu bodoh dan akan mati tanpa diserang!"

"Keparat!"

See-ong tiba-tiba marah.

"Kau yang melakukannya, anak muda?"

Togura terkejut.

Dia mengangguk tapi See-ong tiba-tiba berkelebat, menyambar dan mencengkeram tengkuknya.

Dan ketika dia menjerit dan mengaduh kesakitan maka See- ong membantingnya dan pemuda itu berteriak, terguling-guling.

Siauw-jin dan empat temannya terkejut.

"Kenapa, See-ong? Kenapa kau menghajar muridku?"

"Terkutuk!"

See-ong memaki.

"Ini merendahkan diriku, Siauw-jin. Kemenanganku tak sepenuh hati karena kecurangan ini. Siapa suruh muridmu itu meracuni Hu-taihiap? Siapa suruh aku memperoleh kemenangan dengan cara begini?"

Siauw-jin tertegun.

Yang lain juga terkejut dan Hu Beng Kui sendiri tertegun, jago pedang itu memandang Togura dan dilahapnya pemuda itu dengan pandangan beringas.

Mata berapi- api dan mau rasanya pemuda itu ditelannya, bulat dan tidak dikunyah lagi.

Tapi mendengar See-ong bicara tentang kemenangan dan agaknya tanpa diracuni pun dia akan kalah maka Hu Beng Kui menggeram dan melotot maju.

"See-ong!"

Bentaknya.

"Jangan sombong dan bicara takabur. Biar pun aku terluka kau tak dapat mengalahkan aku. Heh, majulah, setan busuk. Dan boleh mereka mengeroyokku!"

"Tidak,"

See-ong menggeleng.

"Kau harus minum obat dulu, Hu Beng Kui. Biarlah pulihkan kekuatanmu dan terima obat ini!"

See-ong melempar sebotol obat, sungguh- sungguh namun si jago pedang justeru terhina.

Hu Beng Kui terang tak percaya pemberian tulus itu, membentak dan langsung menampar hancur botol obat yang dilempar ke arahnya.

Dan ketika See-ong tertegun dan merah mukanya maka Hu Beng Kui menggigil berkata.

"See-ong, tak perlu menipu aku si tua bangka. Belum pernah selamanya iblis-iblis macam kalian melepas budi kepada orang lain. Nah, lebih baik kau maju dan mari bertempur!"

"Nanti dulu!"

See-ong meloncat, mundur menjauhkan diri.

"Aku menantangmu bukan dalam keadaan, begini, Hu-taihiap. Aku ingin kau sehat dan kalah secara sempurna. Kau sebaiknya pulang dulu dan obati lukamu!"

"Apa, pulang? Kau menghina aku? Keparat, pantang pulang bagiku sebelum membasmi kalian, See-ong. Dan biar aku mati kalau sudah dikehendaki... wut!"

Dan Hu Beng Kui yang marah bukan main tiba-tiba menyambar dan berkelebat menghantam lawannya ini, tak perduli pada racun di perut dan sebisanya dia menahan.

See-ong terkejut mengerutkan kening.

Tapi melihat datangnya pukulan tiba- tiba kakek ini mengejek dan menangkis.

"Dukk!"

Hu Beng Kui terpental.

See-ong sendiri terpental namun sudah menghilang, secepat kilat kakek iblis itu mempergunakan Hek-kwi- sutnya dan lenyaplah dia dari hadapan lawan.

Dan ketika Hu-taihiap terguncang dan kaget oleh kesaktian lawan tiba-tiba See-ong muncul lagi dan berkata.

"Orang she Hu, tak perlu bersikeras. Kau tak dapat menang dan sebaiknya kembali. Pulihkan kesehatanmu atau kau mati di sini."

"Wut!"

Hu Beng Kui menerjang lagi.

"Lebih baik mati di sini daripada pulang, iblis busuk. Kubunuh kau dan jangan banyak bicara lagi!"

Dan si jago pedang yang marah menyerang lawan lalu bertubi-tubi menampar dan memukul, melepas Khi-bal-sin-kang dan See- ong mengelak.

Kakek tinggi besar ini berlompatan namun si jago pedang beringas, mendesak dan mempercepat gerakannya hingga terpaksa ia menangkis.

Dan ketika dua pukulan beradu dan Hu Beng Kui terpental sementara lawan terdorong dan lenyap entah ke mana maka jago pedang itu terbelalak karena ilmu aneh yang ditunjukkan See-ong ini lain daripada yang lain, tak mengenal Hek-kwi- sut dan See-ong tertawa mengejek.

Hu Beng Kui mengerahkan Jing-sian-eng dan tiba-tiba lenyap pulalah jago pedang itu, See-ong terkejut berseru tertahan.

Dan ketika dia mempergunakan Hek-kwi-sut namun lawan beterbangan mengelilingi tubuhnya maka kakek tinggi besar itu berseru keras memuji kagum.

"Hebat! Aih, luar biasa. Ini tentu Jing-sian- eng!"

Hu Beng Kui malah terkejut.

Lawan yang dapat berobah menjadi roh halus dan mampu mengelak atau mengimbangi Jing-sian-engnya baru kali ini dilihat.
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Dia mempercepat gerakannya namun See-ong tertiup sebelum disentuh.

Pukulan atau tamparannya bahkan mendorong kakek itu semakin jauh, tentu saja tak dapat dipukul! Dan ketika Hu Beng Kui terbelalak dan terkejut bukan main maka See- ong terbahak-bahak di balik ilmunya yang sakti itu.

"Ha-ha, kuperkenalkan padamu, Hu-taihiap. Inilah Hek-kwi-sut!"

"Hek-kwi-sut (Lebur Bersama Iblis)? Keparat, kau benar-benar iblis, See-ong. Pantas kalau begitu!"

Dan Hu Beng Kui yang menggeram menyerang lawan akhirnya melengking dan berkelebatan semakin cepat, sudah tak dapat diikuti lagi dan Siauw-jin serta kawan- kawannya kabur.

Terhadap Jing-sian-eng mereka memang harus mengakui kalah.

Bayangan Seribu Dewa itu akan melenyapkan tubuh si jago pedang, ginkang atau ilmu meringankan tubuh apapun tak ada yang dapat menandingi di dunia ini.

Tapi begitu See-ong mampu mengimbangi dan Hek-kwi-sut yang dipakai kakek tinggi besar itu sama cepat dengan Jing-sian-eng maka Siauw-jin mendecak dan kawan-kawannya yang lain juga terkagum-kagum.

"Hebat, ini pertandingan dua jago yang sama lihai. See-ong mengagumkan namun Hu- taihiap juga luar biasa!"

"Ya, dan jago pedang itu kuat benar, Siauw-jin. Seharusnya racun itu bekerja dan sudah membunuhnya!"

"Mungkin dia menahannya. Tapi Hu Beng Kui tak akan lama, Toa-ci. Kecepatan geraknya pasti berkurang!"

"Benar, lihat itu!"

Dan ketika benar saja gerakan Hu Beng Kui mengendor dan jago pedang itu menyeringai mendekap perut maka Jing-sian-eng surut dan jago tua ini terhuyung- huyung, lemah gerakannya dan See-ong muncul kembali.

Kakek tinggi besar itu tertawa bergelak dan menyuruh lawannya mundur, menyerah atau pulang dulu.

Tapi ketika Hu Beng Kui menggeram dan membentak maju tiba-tiba pukulannya menyambar dan Khi-bal- sin-kang dilepas.

"Dess!"

Hu Beng Kui jatuh terbanting.

Pukulan Bola Sakti yang biasanya mementalkan lawan mendadak berobah, See-ong menerimanya dengan tenaga lemas dan jago pedang itu terkejut, hilang pukulannya dan otomatis dia tertarik.

Dan ketika See-ong mendorong dan balas memukul pundaknya tiba-tiba jago pedang ini mengeluh dan terlempar.

"Ha-ha, lihat, Hu Beng Kui. Kau kehilangan tenaga dan lemah. Sebaiknya kembali atau kau menyerah!"

"Keparat! Menyerah padamu, See-ong? Lebih baik aku mampus dan mati di sini.... wut!"

Dan si jago pedang yang bangkit berdiri dan menyerang lagi tiba-tiba membentak namun mendesis kesakitan, perut didekap dan saat itu racun bekerja kembali.

Hu Beng Kui merasa usus kecilnya rantas, mengeluh namun nekat menyerang.

Dan ketika See-ong mengelak dan dia terhuyung maka See-ong marah menghantam tengkuknya, roboh namun jago pedang ini bangkit kembaili, menyerang.

Gagah jago pedang itu, lawan memuji dan terpaksa berkelit.

Dan ketika Khi-bal-sin-kang kembali menyambar namun pukulan sudah habis seperti pelita kehabisan minyak maka kakek tinggi besar itu berkata.

"Baiklah, kau minta mati, Hu Beng Kui. Jangan salahkan aku di neraka.... dess!"

Dan See-ong yang mendaratkan pukulan di dada jago pedang itu tiba-tiba mengerahkan tenaganya dan terjengkanglah jago Ce-bu itu roboh ke tanah, melontakkan darah segar dan Hu Beng Kui tidak bergerak-gerak lagi, tersungkur, tewas karena saat itu juga usus di dalam perutnya hancur, rantas dan putus akibat racun yang diberikan Togura.

Dan begitu jago pedang itu roboh dan tidak bergerak- gerak lagi maka Siauw-jin bersorak sementara empat temannya yang lain juga terkekeh senang.

"Baiklah, kau minta mati, Hu Beng Kui. Jangan salahkan aku di neraka.... dess!"

"Hi-hik, kau menang, See-ong, Mampus si sombong ini!"

"Benar, dan terbalaskan sakit hati ini, See-ong. Bagus!"

Namun See-ong yang berkerut kening dan tiba-tiba membalik mendadak membentak lima orang itu.

"Diam!"

Katanya.

"Aku tak puas dengan kemenangan ini, Toa-ci. Kalian memalukan dan merendahkan aku. Muridmu itu jahanam terkutuk!"

"Maaf,"

Siauw-jin menyeringai.

"Muridku salah, See-ong. Tapi betapapun kemenangan telah kau peroleh....."

"Dengan cara begini curang?"

Kakek itu membentak.

"Bedebah kau, Siauw-jin. Kau selalu membela muridmu dan memalukan aku.... dess!"

Dan Siauw-jin yang ditendang mencelat akhirnya terpekik dan kaget berjungkir balik, mau bicara tapi tak jadi diserukan.

See-ong betul-betul marah dan kini kakek itu uring-uringan pada yang lain.

Dan ketika Toa-ci dan tiga temannya juga didupak dan disuruh pergi maka Togura mendapat tamparan dan langsung pingsan.

"Pergi kalian. Semua pergi! Jaga pulau ini dan tunggu Kim- mou-eng!"

Dan marah serta memandang muridnya kakek itu berkata.

"Siang Le, bawa mayat ini dan kubur di dalam Istana Hantu. Tunjukkan pada dua bocah itu bahwa aku telah mengalahkan Hu-taihiap!"

Siang Le tertegun.

"Kau tidak segera pergi?"

"Maaf."

Siang Le terkejut.

"Mayat ini memang akan kukubur, suhu. Tapi sebaiknya tak usah memteri tahu dua orang muda itu. Mereka hanya akan membenci kita saja."

"Eh, kau membantah? Kalau begitu kau pun pergilah, biar mayat ini kubuang ke laut.... dess!"

Dan See-ong yang menggerakkan kaki menendang mayat jago pedang itu tiba-tiba membentak muridnya agar pergi.

Mayat Hu Beng Kui tercebur di laut dan langsung diterima ombak.

Dan ketika mayat itu timbul tenggelam dan Siang Le terkejut maka pemuda ini pucat berkelebat pergi.

"Suhu, kau terlalu. Biarlah dosa dan semua perbuatanmu kau tanggung sendiri!"

See-ong mendelik.

Dia mau menampar tapi muridnya lenyap di tengah pulau, uring- uringan karena sebenarnya dia tak puas dengan kemenangannya itu.

Hu Beng Kui kalah karena sebelumnya sudah terluka.

Maka begitu menggeram dan memaki muridnya kakek iblis ini pun berkelebat dan lenyap pula meninggalkan tempat itu.

**SF** "Bagaimana, isteriku? Seriuskah undangan itu?"

"Hm, kurasa serius, suamiku, dan kita harus ke Sam-liong-to! Tapi kita selidiki dulu kebenaran dua nenek itu. Bisa jadi mereka membohongi kita dan Thai Liong serta Soat Eng tak ada di sana!"

Dua suami isteri, yang duduk-duduk di sebuah taman luas tampak bercakap-cakap.

Mereka adalah seorang laki-laki gagah dengan seorang wanita cantik, usianya sekitar empat puluhan tahun dan baik yang pria maupun yang wanita tampak memiliki mata yang sama-sama tajam.

Yang lelaki rambutnya keemasan sedang yang perempuan masih hitam disanggul tinggi, gagah dan cantik dan mudah diduga keduanya bukanlah orang-orang sembarangan.

Dan ketika yang wanita tampak menggeleng dan menutup pembicaraan tiba-tiba yang pria, yang bukan lain Pendekar Rambut Emas adanya, bangkit berdiri.

"Hm, apa maksudmu, isteriku? Apa yang kau artikan dengan Soat Eng dan Thai Liong tak ada di Sam-liong-to?"

"Jelas, mereka bisa saja ke tempat lain, suamiku. Misalnya saja ke Ce-bu ke tempat kakeknya. Bukankah sudah lama kita tak bertemu ayah? Dan semalam aku bermimpi, dan aku takut dengan mimpiku itu!"

"Eh, mimpi apa?"

"Ayah hanyut di sungai, tenggelam!"

Si pria, Pendekar Rambut Emas tertegun. Mimpi macam begitu biasanya diartikan sebagai sebuah bencana. Kematian! Namun tersenyum dan tertawa kecil tiba-tiba pendekar ini merangkul bahu isterinya.

"Ah, kau seperti anak kemarin sore saja. Mimpi begitu bisa saja menjadi kembang tidur, isteriku. Tak perlu takut kalau bukan firasat murni."

"Tidak! Di samping itu aku masih kejatuhan cecak, suamiku. Tadi sewaktu mandi seekor cecak menimpa kepalaku. Aku takut! Aku khawatir...."

"Ha-ha, puteri si jago pedang Hu Beng Kui takut kepada segala macam mimpi dan tanda- tanda kosong? Eh, mana keberanianmu, isteriku? Bangkit dan pandanglah, lihat segala sesuatu tanpa pengaruh mimpi atau khayal pribadi. Ikut aku dan kita ke dalam!"

Pendekar Rambut Emas menarik isterinya, terkejut karena si isteri menolak, tak mau ditarik dan tiba-tiba wajah yang cantik itu memerah. Dan ketika Kim-mou-eng tertegun dan bertanya kenapa isterinya seperti itu tiba-tiba isterinya ini menangis.

"Suamiku, aku betul-betul takut, khawatir. Semalam rasanya ayah menemui aku dan minta sesuatu yang aneh...!"

"Apa yang diminta?"

"Perutku, kandunganku...."

"Heh?"

Pendekar Rambut Emas terkejut.

"Perutmu? Kandunganmu? Apa maksudmu, isteriku? Bagaimana kau buat aku bingung begini?"

"Entahlah, aku juga tak mengerti suamiku. Tapi seminggu ini aku.... aku terlambat...."

"Terlambat apa? Apa maksudmu?"

Swat Lian, wanita cantik ini tiba-tiba merah mukanya.

Ditanya dan ditatap suaminya seperti itu mendadak wanita ini semburat.

Perasaan malu dan jengah tiba-tiba timbul, sang suami tak dibalas dan tiba-tiba dia menubruk, terisak dan menangis di situ.

Dan ketika suaminya tertegun dan mengusap-usap rambutnya maka wanita ini terbata bicara, kepala disembunyikan di dada sang suami.

"Aku... aku rasa hamil lagi, Kim-ko. Kita akan punya anak!"

Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa?"

"Benar! Aku.... aku hamil muda, suamiku. Dan seminggu ini aku tak seperti biasanya!"

"Ha-ha!"

Kim-mou-eng tiba-tiba malah tertawa bergelak.

"Kalau begitu kebetulan, isteriku. Tambah anak tambah rejeki!"

"Hush!"

Sang isteri menarik tubuhnya.

"Kau tak malu, suamiku? Kau tak mencela kejadian ini?"

"Eh, kenapa mencela? Untuk apa malu?"

"Ah, aku hampir empat puluh tahun, suamiku. Dan anak kita Soat Eng sudah besar. Apa kata anak-anak kalau aku hamil lagi?"

"Ha-ha, itu urusan kita, isteriku. Soat Eng maupun Thai Liong tak akan menyalahkan kita. Malah kebetulan, Soat Eng ingin punya adik!"

"Apa?"

"Benar, puteri kita itu merindukan seorang adik, isteriku. Dia menginginkan adik laki-laki. Dan kebetulan sekali kau hamil!"

Dan Pendekar Rambut Emas yang memeluk serta menciumi isterinya tiba-tiba terbahak dan tampak gembira bukan main, tidak mencela malah memuji.

Swat Lian tertegun namun mengeluh, akhirnya membiarkan suami menciumi dan wanita itu pun bahagia.

Tapi teringat mimpinya tadi dan betapa ayahnya minta sesuatu yang aneh mendadak dia mendorong suaminya berkata perlahan.

"

Nanti dulu, tunggu!"

Dan merah memandang suaminya itu wanita cantik ini mengingatkan.

"Ingat, aku masih terpengaruh mimpiku, suamiku. Aku agak terganggu oleh bayangan ayah!"

"Hm...!"

Kim-mou-eng menarik napas, mencium kening isterinya.

"Kalau begitu apa yang kau maui, isteriku? Apakah perlu kita ke Ce-bu?"

"Benar, aku ingin menengok ayah, suamiku. Dua tahun ini kita tak berkunjung!"

"Baiklah, aku setuju. Tapi berita ini ingin kurayakan!"

"Kau mau apa?"

"Ha-ha, memanggang kelinci utuh, isteriku. Memasaknya di depanmu seperti dulu kita berbulan madu!"

"Ih....!"

Dan sang isteri yang melirik genit tiba- tiba disambar dan dipeluk suaminya, terbahak dan untuk sejenak masalah mimpi itu dapat dilupakan.

Swat Lian terlena dan mabok dalam pelukan suaminya.

Begitulah mereka selama ini, saling mencinta dan masih tetap mencinta.

Dan ketika Kim-mou-eng membawa isterinya ke kamar dan di situ pendekar ini menumpahkan segala rindu dan cintanya maka sang isteri terlena dan bahagia dalam pelukan suami, telah mendapatkan janji bahwa besok mereka ke Ce-bu.

Hari itu suaminya ingin bersenang-senang dulu menyambut berita kehamilan ini, memanggang kelinci utuh dan kegembiraan mereka bangkit lagi seperti dua puluhan tahun yang lalu, yakni ketika mereka berbulan madu dan menikmati kelinci panggang di hutan, asyik dan berdua dan tak ada orang yang mengganggu.

Dan ketika sehari itu Pendekar Rambut Emas memanja isterinya dan Swat Lian ternina bobok maka malamnya mereka bercumbu dan bercinta lagi.

"Ih, seperti anak muda saja,"

Sang isteri mengomel, tertawa.

"Bukankah siang tadi cukup, suamiku? Masa minta tambah?"

"Ah, aku lagi bahagia mendengar kehamilanmu, isteriku. Entahlah kenapa aku begini bergairah!"

Kim-mou-eng tertawa, merangkul isterinya itu dan untuk kedua kali mengajak bercinta.

Kiranya pendekar ini lagi in dan sedang hangat-hangatnya, didorong kegembiraan dan kebahagiaannya mendengar berita isterinya itu.

Dan ketika semalam mereka memuaskan diri dan keesokannya mandi dengan segar maka suami isteri itu berangkat ke selatan, ke Ce-bu.

"Kami hendak ke selatan, jaga baik-baik tempat ini."

Pendekar Rambut Emas itu meninggalkan pesan.

Bangsa Tar tar memaug sudah biasa ditinggalkan pemimpinnya itu, yang diwakili mengangguk dan berkelebatlah suami isteri itu meninggalkan padang rumput.

Dan ketika mereka bergerak dan melakukan perjalanan panjang maka Swat Lian teringat masa-masa manis mereka, sering berhenti di satu dua tempat dan sang suami mengikuti.

Urusan Thai Liong maupun Soat Eng tak begitu mengkhawatirkan mereka, anak-anak itu sudah dapat menjaga diri sendiri dan kepandaian mereka lebih dari cukup.

Dan ketika hari ketiga mereka baru tiba di Ce-bu mendadak mereka dibuat terkejut oleh lolong uwak Lu, yang datang-datang langsung menjerit.

"Aduh, celaka, Kim-taihiap.... celaka! Aku ditipu....!"

"Eh, ada apa?"

"Celaka, aku.... ah, aku tertipu, hujin (nyonya). Seseorang datang ke sini dan menipu aku. Ayahmu tentu marah-marah!"

Dan uwak Lu yang tersedu menjatuhkan diri berlutut lalu mengguguk dan meratap di bawah kaki Swat Lian, tadi melolong kepada Pendekar Rambut Emas tapi sekarang menangis di depan Swat Lian.

Tentu saja suami isteri itu heran dan tertegun.

Swat Lian tak melihat bayangan ayahnya di situ dan wanita ini berdebar, memberi isyarat pada suaminya dan Pendekar Rambut Emas tiba-tiba berkelebat, masuk dan menyelidiki isi rumah.

Tapi ketika pendekar itu tak melihat Hu Beng Kui dan mertuanya entah ke mana maka dia menggeleng dan kembali lagi ke situ.

"Gak-hu (ayah mertua) tak ada. Rumah ini sepi!"

Swat Lian memandang uwak Lu, membangunkannya.

"Ke mana ayah? Tak ada di rumah?"

"Tidak, dan... ah, celaka, hujin. Justeru karena ayahmu tak ada maka seorang pemuda menipu aku!"

"Apa yang terjadi? Bagaimana kau bisa tertipu?"

"Aku... aku..."

"Kita masuk ke dalam,"

Kim-mou-eng tiba-tiba berkata, menarik lengan uwak itu.

"Kau ceritakan kepada kami di dalam saja, uwak Lu. Jangan menangis di sini menarik perhatian orang!"

Dan menyambar uwak itu masuk ke dalam segera Swat Lian mengikuti, berkelebat dan suami isteri gagah itu telah memasuki tempat tinggal Hu Beng Kui.

Swat Lian melihat rumah ini masih bersih dan terawat, tanda uwak itu menjaga tempat tinggal ayahnya dengan baik.

Dan ketika mereka duduk dan suaminya menyuruh uwak itu bercerita maka uwak ini memukul-mukul kepalanya sendiri.

"Aku bodoh...... aku menyesal! Ah, aku takut kemarahan ayahmu, hujin. Aku takut dibunuh!"

"Apa yang terjadi? Kenapa kau menangis melulu? Sudahlah, tahan kesedihanmu, uwak Lu. Ceritakan yang baik dan hapus air matamu!"

"Tidak, aku.... ah!"

Dan uwak ini yang menangis lagi tiba-tiba menggerung dan memukul-mukuli kepalanya, pucat dan gemetar dan akhirnya Pendekar Rambut Emas menenangkan wanita tua ini.

Dengan tepukan halus di punggung Pendekar Rambut Emas itu menghibur uwak Lu, berkata bahwa dia dapat menolong dari kemarahan ayah mertuanya.

Dan ketika wanita itu bersinar-sinar dan menggigil memandang Pendekar Rambut Emas maka dengan penuh harap dia gemetar bertanya.

"Taihiap betul-betul dapat menolongku? Taihiap dapat melindungi aku dari kemarahan loya (majikan tua)?"

"Tentu, dan ada isteriku di sini, uwak. Tak perlu kau khawatir karena kesalahanmu tentu tidak disengaja."

"Benar! Memang tak kusengaja, taihiap. Dan pemuda itu, ah.... dia lihai namun jahat!"

"Siapa dia?"

Swat Lian bertanya.

"Kenapa kau selalu menyebut-nyebut pemuda ini? Lekaslah bercerita, uwak Lu. Dan katakan ke mana ayah pergi!"

"Hu-taihiap ke Sam-liong-to...."

"Apa?"

"Benar, loya ke Sam-liong-to, hujin. Entah ada apa dan aku sudah menasihatinya untuk ke tempat kalian dulu. Apakah tidak ke sana?"

"Tidak, kalau ke sana tentu kami tak akan ke sini!"

"Hm, apa yang terjadi?"

Kim-mou-eng mengambil alih percakapan.

"Kenapa belum kau ceritakan kepada kami kejadian di sini, uwak Lu? Apa yang menyebabkan kau menangis dan tampat ketakutan?"

Uwak itu tiba-tiba menangis lagi.

"Cermin Naga, taihiap... masalah Cermin Naga....!"

"Cermin Naga?"

Pendekar Rambut Emas terkejut.

"Ada apa dengan cermin itu?"

"Hilang, dicuri pemuda jahat itu!"
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Apa? Hilang dicuri orang?"

"Benar, hilang dibawa pemuda itu, taihiap. Dan aku tertipu!"

Dan uwak Lu yang lagi-lagi menangis sampai mengguguk akhirnya membuat Pendekar Rambut Emas tertegun dan isterinya bangkit berdiri, kaget oleh berita ini dan Swat Lian menggigil.

Berita itu hebat.

Hilangnya Cermin Naga berarti bahaya! Dan ketika wanita itu mendorong dan mengangkat bangun wanita ini segera Swat Lian bertanya, menggigil.

"Uwak Lu, bagaimana terjadinya? Kapan dan siapa pemuda itu?"

"Inilah celakanya,"

Wanita itu tersedu-sedu.

"Aku tak tahu dan tak mengenal pemuda itu, hujin. Dia bangsat keparat yang menipu aku. Jahanam pemuda itu, terkutuk dia!"

Dan wanita ini yang menangis tak dapat menahan marahnya tiba-tiba menubruk dan memeluk kaki Swat Lian, minta agar wanita itu melindunginya dari kemarahan Hu-taihiap.

Kelengahannya tak dapat menjaga rumah dianggapnya dosa tak berampun, apalagi menyangkut Cermin Naga, benda yang dulu menghebohkan dunia itu.

Dan ketika Swat Lian tertegun dan pucat memandang wanita ini maka Pendekar Rambut Emas menarik napas dan mengangkat bangun wanita itu.

"Uwak Lu, kau tak perlu menyesali diri berlebih-lebihan. Kau ceritakanlah siapa pemuda itu dan biar kami cari. Asal kau dapat memberikan ciri-cirinya tentu kami akan dapat menangkapnya. Bangunlah, dan jangan takut!"

"Taihiap mau menangkap pemuda itu?"

"Kalau kau memberikan data selengkapnya, uwak Lu. Bangun dan ceritakanlah kepada kami."

"Dia pemuda tinggi besar, kulitnya kehitaman!"

Uwak ini mengingat-ingat, bangkit berdiri dengan tinju terkepal.

"Dan dia menipuku habis-habisan, taihiap. Ah, terkutuk pemuda itu!"

"Hm, tak perlu memaki. Kami dapat mencarinya asal kau memberi keterangan, uwak Lu. Coba ceritakan dan tahan emosimu."

Uwak Lu lalu menceritakan.

Dia bercerita bahwa tiga hari yang lalu datang seorang pemuda, gagah dan tampan dan sikapnya simpatik.

Pemuda ini katanya diutus Hu-taihiap untuk mengambil sesuatu, minta agar uwak itu mengambilkannya.

Dan karena Hu-taihiap adalah bengcu dan sering kali murid-murid ketua partai datang dan diutus menemui jago pedang ini maka uwak Lu tak curiga.

Apalagi pemuda itu datang dengan maksud baik-ba?k, sikapnya ramah, dan wajahnya meskipun kehitaman namun gagah.

Uwak ini tak curiga dan bertanya barang apa yang diminta pemuda itu.

Dan ketika pemuda itu berkata bahwa yang diminta Hu-taihiap ada?ah sebungkus bungkusan yang ditaruh di kamar maka uwak ini agak terkejut meskipun heran.

"Bungkusan apa?"

"Entahlah aku diminta menemuimu, uwak Lu. Dan ini surat pengantar Hu-taihiap!"

Pemuda itu menunjukkan surat pengantar yang dibawa, terdapat tulisan Hu-taihiap dan dibawah terdapat pula cap dari seorang bengcu.

Jadi uwak itu percaya dan mengantar pemuda ini ke kamar si jago pedang.

Dia mempersilahkan pemuda itu memasuki kamar, bersamanya, tentu saja berhati-hati dan agak berdebar.

Maklumlah, tak biasa dia memasuki kamar jago pedang itu dengan seorang asing.

Dan ketika uwak itu mencari-cari bungkusan namun tak menemukannya maka pemuda itu memandang ke atas, ke langit-langit kamar.

"Barangkali di situ, uwak Lu. Dapatkah kau memeriksanya?"

"Ah tempat itu tinggi, anak muda. Aku orang tua jelas tak mungkin dapat memanjatnya!"

"Kalau begitu biarkan aku memeriksa,"

Dan si pemuda yang sudah meloncat dan melayang naik tiba-tiba memeriksa langit-langit ruangan, benar saja menemukan sesuatu dan pemuda itu berseru girang.

Dia berjungkir balik dan meloncat turun.

Dan ketika di tangannya terdapat sebuah bungkusan di mana cepat dia membuka maka uwak Lu terkejut melihat sepasang benda berkilau di tangan pemuda itu.

"Ha-ha, Cermin Naga!"

Pemuda itu berseru.

"Terima kasih, aku berhasil, nenek bodoh. Dan sekarang kau boleh pergi.... dess!"

Uwak Lu ditendang, mencelat dan terlempar dan uwak itu kaget.

Dia terpekik mendengar bahwa benda di tangan pemuda itu adalah Cermin Naga, benda yang amat dikeramatkan majikannya! Dan ketika dia mencelat dan terguling-guling ditendang pemuda itu maka pemuda ini berkelebat dan keluar dengan tawa yang aneh, luar biasa girang.

"Ha-ha, aku akan menjadi jagoan, suhu. Aku akan sejajar dengan Pendekar Rambut Emas atau See-ong!"

Uwak Lu memaki-maki. Wanita ini bangkit dan berlari tergesa-gesa, mengejar pemuda itu. Tapi ketika dia tiba di luar dan pemuda itu berkelebat tiba-tiba pemuda ini lenyap dan tertawa-tawa di kejauhan sana, entah di mana.

"Begitulah, aku menangis berhari-hari, taihiap. Dan aku takut kemarahan loya!"

"Hm, memang benar,"

Pendekar Rambut Emas mengangguk.

"Tapi kesalahanmu tak mutlak, uwak Lu. Dan aku tentu akan membantumu. Sekarang, ke manakah pemuda itu pergi?"

"Aku tak tahu, taihiap. Tapi dia ke timur!"

"Hm, Sam-liong-to?"

Sang pendekar menoleh, memandang isterinya.

"Bagaimana pendapatmu, isteriku?"

"Mungkin,"

Swat Lian menggigil, merah padam.

"Barangkali pemuda jahat itu ke sana, suamiku. Tapi kenapa dia harus ke sana? Apakah dia tahu akan Sam-liong-to?"

"Entahlah, aku hanya meraba-raba. Tapi betapapun kita harus mencari pemuda itu."

"Benar, dan aku akan membekuknya. Kita hajar pemuda itu dan harus dikembalikannya Cermin Naga!"

"Hujin mau pergi?"

Uwak Lu tiba-tiba meratap.

"Bagaimana kalau aku ikut?"

"Apa?"

Swat Lian mengerutkan kening.

"Ikut? Untuk apa?"

"Aku... aku takut, hujin. Takut ayahmu marah kalau kau tak ada di sini. Tentu Hu-taihiap akan menghajarku dan membunuhku!"

"Tidak,"

Wanita ini berkata.

"Ayah tak akan membunuhmu, uwak Lu. Aku akan memberi sepucuk surat sebagai pelindung!"

"Benar,"

Kim-mou-eng tiba-tiba teringat.

"Dan tunjukkan padaku surat dari pemuda itu, uwak Lu. Barangkali kami akan bisa mendapat petunjuk dari sini!"

Uwak itu tertegun.

Sekejap dia membelalakkan mata namun mengangguk, cepat merogoh dan mengambil sepucuk surat dari si pemuda.

Dan begitu menyerahkannya dan dibaca Pendekar Rambut Emas tiba-tiba pendekar ini bersinar- sinar dan ganti menyerahkannya kepada isterinya.

"Mirip, tapi palsu! Bagaimana keteranganmu, Lian-moi?"

"Hm,"

Swat Lian membaca, mengamati.

"Surat ini bukan tulisan ayah, suamiku. Dan pemuda itu ketahuan belangnya. Huruf ?S'-nya tak seperti ayah. Terlalu kokoh dan kaku!"

"Benar, tapi selintas kemiripannya tak ada beda, isteriku. Dan cap itu pun asli!"

"Ya, cap ini asli. Apa yang terjadi?"

Swat Lian bersinar-sinar, mengepal tinju karena cap di surat itu asli.

Dia jadi bingung dan khawatir, tak biasa ayahnya itu memberikan cap pada sembarang orang.

Dan ketika pertanyaan itu tak dapat dijawab karena mereka memang tak tahu apa yang terjadi maka Pendekar Rambut Emas mengajak isterinya berangkat.

"Nanti dulu!"

Uwak Lu tergesa-gesa.

"Kau belum memberikan suratmu, hujin. Bisa celaka aku nanti!"

Swat Lian teringat. Cepat dia menyambar kertas dan suaminya pun sudah menyodorkan pena, sebatang pit hitam dan wanita itu pun sudah mencorat coret di atas kertas ini. Dan ketika selesai dan menyodorkannya kepada wanita tua ini Swat Lian berkata.

"Nah, ini dapat melindungimu dari kemarahan ayah, uwak Lu. Simpan dan jaga baik-baik."

"Dan ji-wi (kalian berdua) tetap berangkat?"

Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentu, kami akan mencari ayah, uwak Lu. Juga pemuda siluman itu!"

"Ah, hati-hati di jalan, hujin. Semalam aku mimpi tak baik. Kalian...... ah, kalian dan loya......"

"Ada apa dengan loya?"

"Banjir! Semalam aku mimpi banjir, hujin. Loya hanyut dan tenggelam!"

Slap! Swat Lian terkesiap.

Tiba-tiba dia menoleh dan memandang suaminya, muka berubah dan Kim-mou-eng pun tertegun.

Mimpi yang dialami uwak Lu hampir mirip dengan mimpi isterinya, yang selama ini sudah membuat gundah.

Dan ketika isterinya menjublak dan muka yang cantik itu merah mau menangis tiba-tiba Pendekar Rambut Emas merangkul pundak isterinya.

"Sudahlah, mimpi hanya kembang tidur. Kita berangkat dan jangan hiraukan uwak Lu!"

Dan berkelebat meninggalkan uwak itu Pendekar Rambut Emas mengajak isterinya pergi, lenyap dan terbang meninggalkan Ce-bu dan wanita tua itu melongo.

Untak kesekian kalinya dia dibuat kagum oleh suami isteri yang hebat ini, tadi datang seperti siluman dan sekarang pun seperti siluman.

Tapi begitu sadar dan menjerit tertahan tiba-tiba uwak ini mengejar.

"Taihiap, hujin.... hati-hati. Awas di perjalanan!"

Kim-mou-eng tersenyum.

Dari jauh dia mengucap terima kasih dan menyuruh uwak itu menjaga rumah baik-baik.

Dia hendak pergi dan biarlah uwak itu menunggu majikannya.

Dan ketika Pendekar Rambut Emas terbang dan meninggalkan rumah mertuanya maka di sepanjang jalan isterinya menangis.

"Eh,"

Pendekar Rambut Emas menegur.

"Ada apa kau ini, isteriku? Kenapa menangis dan mengeluarkan air mata melulu?"

"Aku... aku khawatir akan ayah, suamiku. Aku takut oleh mimpi uwak Lu dan mimpiku sendiri!"

"Ah, mimpi tak dapat dipercaya, isteriku. Kadang-kadang cocok tapi kebanyakan tidak. Seharusnya kau tak terpengaruh mimpi dan bersikap wajar." **SF** (Bersambung

Jilid 6) Bantargebang, 17-10-2018,14.45 (Serial Bu-beng Sian-su) ISTANA HANTU

Jilid 6 * * * Hasil Karya . B A T A R A Pelukis . Soebagio Antonius S. * * * Percetakan & Penerbit U.P. DHIANANDA P.O. Box 174 SOLO 57101 ISTANA HANTU - BATARA KONTRIBUTOR . KOH AWIE DERMAWAN
Kolektor E-Book
REWRITER .

SITI FACHRIAH ? PDF MAKER .

OZ Hak cipta dari cerita ini sepenuhnya berada di tangan pengarang, di bawah lindungan Undang- undang.

Dilarang mengutip/menyalin/menggubah tanpa ijin tertulis pengarang.

CETAKAN PERTAMA U.P.

DHIANANDA ? SOLO 1987 ISTANA HANTU (Lanjutan "Sepasang Cermin Naga") Karya .

Batara

Jilid . 6 * * * "MANA BISA? Firasatku menggetarkan sesuatu, suamiku. Kalau ada apa-apa dengan ayah tentu akan kubunuh bedebah-bedebah itu!"

"Sudahlah, kau panik dan gelisah sendiri. Sebaiknya kita mempercepat perjalanan dan ke Sam-liong-to."

"Dan juga mencari pemuda siluman itu!"

"Ya, dia juga, isteriku. Dan mari kerahkan kepandaianmu agar kita cepat sampai!"

Dan Pendekar Rambut Emas yang mengajak isterinya memusatkan diri tiba-tiba menyendal dan menarik, berkelebat dan mereka berdua sudah terbang seperti siluman.

Tubuh keduanya melesat melebihi kecepatan iblis.

Dan ketika Kim-mou-eng berhasil membujuk dan menenangkan hati isterinya maka keduanya sudah lenyap meninggalkan Ce-bu menuju ke timur.

**SF** "Nah, ini Tung-hai,"

Pendekar Rambut Emas berhenti, mengusap keringat isterinya dan mereka tiba di tepi laut yang bergemuruh.

Ombak yang membukit dan bergulung-gulung di tengah seolah isi hati isterinya sendiri.

Swat Lian berombak dan menahan marah, tidak sabar namun mereka harus berhenti, mencari perahu.

Dan ketika kebetulan seorang kakek nelayan mereka temui dan sekaligus ditanya di mana kiranya pulau Sam-liong-to itu maka kakek ini tertegun dan berkedip-kedip.

"Sam-liong-to? Pulau Tiga Naga? Ah, jauh dari sini, taihiap. Seminggu perjalanan!"

"Hm, kami mau ke sana juga. Dapatkah kau menolong?"

"Bagaimana aku menolong?"

"Kami ingin mempergunakan perahumu, menyewa atau membeli. Dan kalau kau tahu letak pulau itu maka antarkan atau tunjukkan kami ke sana. Kami berani membayar mahal!"

"Tidak,"

Kakek ini tiba-tiba surut, gemetar.

"Pulau itu pulau siluman, taihiap. Siapa ke sana akan mati! Apakah taihiap tak sayang nyawa?"

"Hm,"

Swat Lian jadi tak sabar.

"Kalau begitu kami akan mencari sendiri, lopek. Dan berikan perahumu untuk kami ambil.... cring!"

Swat Lian melempar sepundi-pundi uang, besar dan banyak dan pemilik perahu terguncang.

Beberapa keping emas yang tercecer dari pundi-pundi itu membuat matanya terbela?ak.

Dari uang yang tercecer itu saja suami isteri ini sudah dapat membeli sepasang perahu seperti miliknya, belum lagi uang yang ada di dalam! Maka mengangguk dan tiba-tiba berseri mendadak kakek ini membungkuk dan mengiyakan.

"Baiklah, silahkan bawa, hujin. Tapi uangmu terlalu banyak. Yang tercecer ini saja sudah cukup untuk pengganti perahu."

"Tidak, kau bo?eh mengambilnya, lopek. Dan sekarang berikan dayungmu dan biar kami pergi.... wut!"

Nyonya itu berkelebat, menyambar dayung dan tahu-tahu sudah berada di atas perahu si kakek.

Dan ketika Pendekar Rambut Emas juga berkelebat dan duduk di atas perahu tiba-tiba kakek itu bengong melihat perahunya melesat dan terbang di atas permukaan air laut.

"Hei, silumankah kalian, ji-wi enghiong? Atau hantu?"

Pendekar Rambut Emas tak menjawab.

Isterinya telah mengerahkan tenaga dan perahu meloncat serta beterbangan di atas laut, menghindari ombak-ombak yang tinggi dan kakek nelayan itu tak berkejap.

Dan ketika bagai kecapung menari-nari perahu yang digerakkan isterinya ini melambung dan melejit seperti perahu siluman maka kakek di pinggir pantai itu tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut.

"Ah, aku rupanya bertemu dewa-dewi Rejeki. Terima kasih, dewa.... terima kasih, dewi. Semoga aku diberkati panjang umur dan dapat bertemu kalian lagi....!"

Pendekar Rambut Emas tak menghiraukan di sana.

Pendekar ini tersenyum saja melihat tingkah-polah si kakek, dia geli tapi cepat membantu isterinya.

Dan ketika dua suami isteri itu bergerak dan tangan maupun dayung di tangan mereka mengibas dan memukul permukaan laut maka Pendekar Rambut Emas ini lenyap jauh di tengah laut, tak kelihatan lagi karena sekejap saja mereka sudah meninggalkan pantai.

Ombak dan buih yang menyambut perahu mereka dapat mudah dilampaui, perahu melejit dan seperti capung menari-nari dua orang di atas perahu itu menguasai keadaan.

Dan ketika enam jam kemudian mereka mencari-cari dan mengelilingkan pandang ke segala penjuru maka tiga pulau berjajar mereka temukan dan Swat Lian menuding.

"ltu! Agaknya Sam-liong-to....!"

Pendekar Rambut Emas mengangguk.

Ternyata perjalanan yang menurut kakek nelayan itu membutuhkan waktu tujuh hari kiranya oleh suami isteri ini ditempuh dalam waktu seperempat hari saja, hal yang akan membuat kakek itu bengong kalau tahu.

Maklumlah, gerakan perahu melebihi kecepatan siluman dan darat maupun laut sama saja bagi suami isteri yang hebat ini.

Dan ketika mereka kian mendekat dan perahu mendarat di pulau paling ujung maka Pendekar Rambut Emas dan isterinya sudah berjungkir balik mendahului kendaraan air itu, tak sabar dan Swat Lian bergerak ke tengah.

Perahu terombang-ambing di pantai dan tak dihiraukan lagi, tak membuat dua suami isteri itu khawatir karena dengan kepandaian mereka yang tinggi itu mereka dapat bergerak leluasa di manapun, dalam keadaan apa pun.

Dan ketika dua orang itu bergerak ke tengah dan menyelidiki pulau ini mendadak sebuah kepala tersembul di atas sebuah gundukan pasir.

"Hei, apa itu?"

Swat Lian berkelebat, bergerak dan sudah melihat apa yang diamati. Dan begitu wanita ini berlutut dan memandang ternyata seorang laki-laki terpendam tubuhnya sebatas leher.

"Ah, dia masih hidup!"

Swat Lian bergerak, tidak menunggu suaminya lagi dan wanita itu pun membetot. Dan begitu dia menarik dan menyendal maka laki-laki ini terangkat dan membuka matanya.

"Siapa kau?"

Pertanyaan itu tak dapat dijawab.

Laki-laki ini rupanya terlampau lemah dan kehabisan tenaga, kurus dan pucat.

Tak ada sepatah pun kalimat yang meluncur terdengar, yang terlihat hanyalah kemak-kemik mulutnya yang tak jelas.

Dan ketika Swat Lian mengerutkan alis dan suaminya mengurut maka laki-laki ini ah- uh-ah-uh dan dapat mulai bicara.

"Kau kelaparan,"

Pendekar Rambut Emas kasihan.

"Siapa kau dan bagaimana dapat terpendam di tempat seperti ini?"

"Kalian... kalian siapa?"

"Aku Swat Lian, Hu Swat Lian."
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Dan aku Kim-mou-eng."

"Ooh!"

Laki-laki itu tiba-tiba terbelalak.

"Pendekar Rambut Emas? Ah, terima kasih, taihiap. Mataku tak melihat!"

Tapi terguling mengeluarkan seruan girangnya ini tiba-tiba laki-laki itu ambruk dan pingsan.

"Hm, dia kelaparan, terguncang dan kini kaget."

"Apa yang harus kita lakukan?"

"Menolongnya isteriku. Coba kau ambilkan air dan beri dia sepotong roti lunak."

Swat Lian bergerak.

Wanita ini sudah mengambil air dan sekerat roti kering, mencelupkannya ke dalam air.

Dan ketika hati- hati dan penuh iba ia menyuapkannya ke mulut laki-laki itu, yang sudah ditolong suaminya maka air dan roti kering ini tertelan sedikit demi sedikit.

"Aku... aku Ji Pin....!"

Laki-laki itu mulai bicara, siuman.

"Dan aku... aku telah bertemu putera- puterimu, taihiap. Mereka itu gagah dan hebat sekali....!"

"Hm,"

Pendekar Rambut Emas girang, berseri- seri.

"Di mana mereka itu sekarang, Ji Pin? Dan bagaimana kau bisa seperti ini?"

"Gempa, taihiap. Sam-liong-to diamuk gempa dan letusan gunung!"

"Gempa? Letusan gunung?"

"Ya, tidakkah kau tahu? Pulau di tengah itu bergemuruh, taihiap. Dan letusan-letusan dahsyat muncul dari pulau itu!"

"Hm, kau duduklah,"

Pendekar Rambut Emas membantu laki-laki ini.

"Ceritakan dan terangkan kepada kami, Ji Pin. Apa yang telah terjadi dan di mana putera-puteriku itu sekarang."

"Mereka pergi,"

Laki-laki ini, yang ternyata Ji Pin adanya menarik napas.

"Aku tak tahu mereka selamat atau tidak, taihiap. Tapi di pulau itu terdengar suara-suara aneh seperti orang bertempur!"

"Kapan kau mendengarnya?"

"Beberapa hari yang lalu, sebelum aku pingsan!"

"Hm,"

Pendekar Rambut Emas memandang isterinya, menoleh.

"Bagaimana, isteriku, apakah kita ke sana?"

"Tentu, Thai Liong dan Soat Eng harus kita temukan, suamiku. Dan di sana itu mungkin saja See-ong adanya!"

"Baiklah,"

Pendekar ini memandang Ji Pin lagi.

"Kapan kau bertemu putera-puteri kami terakhir kalinya? Apa yang mereka katakan dan terangkan padamu?"

"Mereka ke Istana Hantu, taihiap. Dan pulau di tengah itulah yang dituju dua putera- puterimu!"

"Lalu?"

Ji Pin menelan ludah.

"Kau masih lapar?"

"Ya,"

Laki-laki ini mengangguk, tak malu-malu.

"Aku lapar, taihiap. Dan aku tak ingin bicara dengan cara gemetar begini!"

Pendekar Rambut Emas tersenyum.

Tanpa banyak bicara ia mengambil buntalan roti kering, menyodorkannya semua dan lahaplah Ji Pin memakan roti kering itu.

Berkali-kali ia harus mendorongnya dengan air.

Dan ketika ia selesai dan roti kering itu hampir habis maka mukanya merah ketika ia menyadari kerakusannya.

"Maaf, hampir habis, taihiap. Aku benar-benar kelaparan!"

"Tak apa, sekarang ceritakan apa yang kau alami, orang she Ji. Dan bagaimana pula dengan dua anak kami."

Ji Pin lalu bercerita.

Ia menceritakan pertemuannya mula-mula dengan Soat Eng dan Thai Liong.

Betapa dua kakak beradik itu menolongnya dari amukan hiu-hiu ganas.

Dan ketika cerita demi cerita diselesaikannya dengan baik dan tiba pada masalah Istana Hantu maka laki-laki ini menutup.

"Kami gagal, nona dan kongcu akhirnya ke Istana Hantu untuk membalas kematian temanku. Juga sekalian mengambil harta karun itu!"

"Hm, tadinya kau berdua?"

"Benar, aku dan temanku ke pulau di tengah itu, taihiap. Tapi kami diserang gorila sakti yang kebal senjata. Temanku tewas dan Kim- kongcu serta Kim-siocia akhirnya ke sana!"

"Hm, kalau begitu kami pun akan ke sana. See-ong menunggu dan mengundang kami."

"Siapa itu See-ong?"

Ji Pin tak kenal, mengerutkan kening.

"Sudahlah, kau tak perlu tahu, orang she Ji. Pokoknya dia musuh kami dan kini rupanya tinggal di pulau yang tengah itu. Sebaiknya kau pulang dan jangan di sini lagi, tempat ini berbahaya."

"Ah, tidak,"

Ji Pin menggeleng.

"Aku terlanjur terkubur hidup-hidup di sini, taihiap. Kalau pun maut datang lagi aku tak gentar. Aku ingin ikut ji-wi berdua!"

Pendekar Rambut Emas tertawa "Tak mungkin kau mengikuti kami, Ji Pin. Kepandaianmu rendah dan terus terang saja merepotkan kami."

"Aku di belakang!"

Orang she Ji itu ngotot.

"Aku tahu kepandaian sendiri, taihiap. Tapi aku ingin bertemu Kim-siocia dan Kim-kongcu. Aku khawatir keadaan mereka berdua!"

"Hm!"

Pendekar Rambut Emas tertegun.

"Begitukah kiranya? Baiklah, kutanya isteriku."

Dan Swat Lian yang dpandang dan ditanya suaminya lalu menjawab.

"Kalau dia mengikuti di belakang tentu saja aku tak keberatan. Tapi resiko sebaiknya dipikul sendiri."

"Tentu!"

Ji Pin bersemangat.

"Aku menanggung semua resikoku, hujin. Kalau ada bahaya aku tak minta tolong ka?ian!"

Kim-mou-eng kagum. Tekad dan semangat orang ini besar, mau tak mau ia pun memuji. Dan karena semuanya dirasa cukup dan isterinya pun tak keberatan maka dia menepuk pundak laki-laki muda itu.

"Nah kami berdua mendahuluimu, Ji Pin. Kau berangkat belakangan dan susullah kami."

"Terima kasih. Aku menghaturkan terima kasih bahwa ji-wi berdua telah menyelamatkan diriku, taihiap. Tanpa kalian berdua tentu aku sudah tinggal nama!"

"Hm, tak usah berterima kasih. Itu adalah kewajiban kami sebagai pendekar!"

Dan membawa isterinya pergi mendahului Ji Pin, Pendekar Rambut Emas berkelebat dan menuju ke pantai, menyambar perahunya tapi tiba-tiba dia tertegun.

Di situ tak ada perahu lain dan teringatlah dia akan Ji Pin.

Bagaimana laki-laki itu menyusul dan ke pulau di tengah? Dengan apa? Dan ketika isterinya bertanya apa yang dia pikirkan maka Kim-mou-eng mengutarakan pikirannya itu.

"Jadi apa maumu?"

Sang isteri mengerling.

"Kau ingin memberikan perahu ini kepadanya, bukan?"

"Benar, dan kita berselancar isteriku. Kalau kau tidak keberatan."

"Ah, kau memang berwatak mulia. Pulau itu tak jauh dari sini, kalau kau ingin memberikan perahu ini kepada Ji Pin tentu aku tak keberatan. Silahkan."

Pendekar Rambut Emas tertawa.

Dia girang bahwa isterinya tak cemberut, begitulah biasanya isterinya ini, dapat membaca jalan pikirannya dan semua dapat dimusyawarahkan.

Dan ketika ia memanggil Ji Pin dan orang she Ji itu datang maka Ji Pin mengerutkan kening penuh tanda tanya.

"Taihiap mau bicara apa lagi? Ada yang kurang?"

Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm, tidak. Tapi kutanya kau bagaimana kau menyusul kami, Ji Pin? Adakah kau memiliki perahu di sini?"

Laki-laki itu terkejut.

"Tidak, tapi... hm, aku dapat membuatnya, taihiap. Tak usah dipikirkan."

"Bagaimana kalau kau mempergunakan perahu kami?"

"Apa? Taihiap hendak memberikannya kepadaku?"

"Benar, demi keselamatanmu, Ji Pin. Membuat perahu tentu makan waktu lama bagimu. Kau dapat menerima perahu kami dan pulang sekalian kalau kau suka."

"Tidak, ah.... terima kasih!"

Dan Ji Pin yang berlutut dengan muka berseri-seri tiba-tiba berkata lagi.

"Taihiap, kau persis puteramu. Begitulah Kim-kongcu adanya, selalu memikirkan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri!"

"Ha-ha, kau memuji? Eh, jangan banyak bicara lagi, Ji Pin. Kalau begitu kau terima perahu ini dan biar kami ke pulau di tengah itu dengan cara lain... wut!"

Dan Pendekar Rambut Emas yang berjungkir balik menghilang ke kiri tiba- tiba datang lagi dengan pelepah pisang, satu untuk isterinya dan satu lagi untuk diri sendiri.

Dan begitu Ji Pin melongo dan membuka mata lebar-lebar tiba-tiba pendekar ini berkelebat dan membuang pelepah pisang itu di laut.

Dan sekali menjejakkan kaki berjungkir balik tahu- tahu pendekar itu hinggap di sana dan...

meluncur seperti Thai Liong dulu menyeberangi laut.

"Ha-ha, cepat, isteriku. Hayo menyeberang dan ke pulau di tengah itu!"

Ji Pin ternganga.

Entah kapan bergeraknya tahu-tahu wanita di sampingnya itu pun lenyap.

Isteri Pendekar Rambut Emas ini berkelebat dan tahu-tahu sudah di atas pelepah pisang yang ditunjuk suaminya.

Dan begitu dia mengembangkan lengan dan menggerakkan kaki tahu-tahu wanita cantik itu sudah bergerak dan "terbang"

Ke tengah laut, meluncur dan tidak banyak bicara lagi kepadanya dan Ji Pin tentu saja terkagum- kagum.

Laki-laki itu bengong dan tak habis pikir.

Dia teringat cara Thai Liong dan Soat Eng, hampir mirip.

Begitulah cara aneh keluarga sakti itu.

Tapi begitu dia sadar dan berteriak girang tiba-tiba Ji Pin menyambar perahunya dan tertawa.

"Hei, aku akan mengejar kalian, ji-wi taihiap. Lihatlah!"

Kim-mou-eng tersenyum.

Berendeng bersama isterinya Pendekar Rambut Emas ini sudah meluncur dan berjalan di permukaan air, tentu saja tidak sembarang berjalan karena mereka mengerahkan Jing-sian-eng.

Cepat dan luar biasa tahu-tahu keduanya sudah lenyap di tengah laut.

Dan ketika Ji Pin mengejar namun kehilangan jejak dua orang sakti itu maka laki- laki ini tertegun dan mandi keringat.

"Wah, luar biasa. Kalau tidak menyaksikan dan membuktikan sendiri tentu aku tak percaya. Aih, benar-benar luar biasa!"

Ji Pin menggosok-gosok kepalanya, mendecak dan berkali-kali berseru memuji kagum.

Apa yang dilihat memang luar biasa mengagumkan.

Tapi sementara laki-laki itu menggerakkan dayungnya dan mandi keringat maka cepat dan menakjubkan Kim-mou-eng sudah mendekati pulau di tengah, tak lebih dari lima menit! "Hati-hati, kita mendekati sarang See-ong!"

"Aku tahu, tapi aku tak takut, suamiku. Justeru aku ingin tahu siapa itu See-ong dan biar kulihat tampangnya!"

"Hm, aku merasa diamati. Apakah kau merasa begitu?"

"Benar, sepasang mata mengamati kita, suamiku. Dan mungkin itu nenek Naga!"

"Kita mendarat"

Dan Kim-mou-eng yang berjungkir balik serta turun ke pantai akhirnya disusul isterinya yang juga melayang dan berjungkir balik dengan indah, hinggap dan turun di pantai di sebelah suaminya.

Dan begitu mereka mendarat dan melihat ke kiri maka tampaklah sesosok bayangan berkelebat menghilang.

"Benar, Nenek Naga!"

Kim-mou-eng berseru, berkelebat dan mengejar nenek ini.

Matanya yang awas melihat bahwa sebenarnya di empat penjuru pulau terdapat tidak hanya sepasang mata melainkan beberapa pasang, satu di antaranya adalah nenek ini yang berkelebat menghilang.

Kim-mou-eng membentak dan mengejar nenek itu, mengerahkan Jing-sian- engnya dan tahu-tahu nenek itu telah tersusul.

Dan ketika dia berjungkir balik dan melayang turun di depan nenek ini maka Kim-mou-eng tertawa.

"Nenek Naga, berhentilah. Jangan terburu- buru!"

Nenek itu terkejut.

Dia mendapat tugas jaga di wilayah utara, kebetulan melihat Kim-mou-eng dan isterinya, mau melapor tapi Pendekar Rambut Emas tahu-tahu telah berkelebat di depannya, melayang dan menghadang.

Dan karena pendekar itu adalah musuhnya dan nenek ini melengking maka dia membentak dan langsung mengayun pukulan.

"Kim-mou-eng, mampuslah!"

Pendekar Rambut Emas tertawa.

Dia mengerahkan Khi-bal-sin-kang dan nenek itu menjerit, pukulannya membalik dan tiba-tiba dia terbanting bergulingan.

Dan ketika dia meloncat bangun dan memaki gentar tahu- tahu Swat Lian, isteri Pendeker Rambut Emas itu telah berdiri di belakangnya dengan tawa dingin.

"Nenek keparat, tunjukkan kepada kami di mana putera-puteri kami!"

"Wut!"

Nenek ini membalik, melepas Tee-sin- kang namun Swat Lian mendengus. Dengan Lu-ciang-hoat dia menerima pukulan itu. Dan ketika nenek ini menjerit dan terbanting bergulingan maka untuk kedua kali nenek itu mengaduh dan pucat mukanya.

"Aih, jahanam kalian. Kalian datang sebagai perampok atau para undangan, Kim-mou-eng? Mau membunuh aku atau bagaimana?"

"Tahan,"

Kim-mou-eng mencegah isterinya.

"Biarkan dia bicara, isteriku. Dan kita tanya baik-baik."

"Tak ada yang baik!"

Nenek itu melengking.

"Kalian menyerang dan kurang ajar di sini, Kim-mou-eng. Biar kalian mampus dan rasakan ini... wut!"

Nenek itu menyerang lagi, mencabut jarum emasnya dan menusuk serta menikam.

Tangan kirinya bergerak pula dengan pukulan Tee-sin-kang.

Tapi ketika Kim- mou-eng mengelak dan menangkis maka nenek itu menjerit dan terlempar roboh, menyerang lagi namun Kim-mou-eng mendorong.

Dan ketika nenek itu tunggang- langgang dan menjerit gentar maka Naga Bumi melarikan diri dan berteriak-teriak.

"Siauw-jin, bantu aku...!"

Swat Lian mengejar.

Nyonya cantik ini membentak menyuruh nenek itu berhenti, melepas pukulan dan nenek ini terguling- guling.

Apa yang dilakukan dua orang itu memang membuat semangatnya terbang.

Tapi ketika beberapa bayangan berkelebat dan Siauw-jin serta teman-temannya muncul maka setan cebol itu terkekeh.

"Heh-heh, beginikah cara datangnya tamu? Menyerang dan tak tahu malu terhadap tuan rumah?"

Kim-mou-eng menahan isterinya.

Melihat bayangan Siauw-jin dan lain-lain dia cepat menangkap lengan isterinya itu.

Swat Lian meronta namun sang suami mencekal erat.

Dan ketika lima orang sudah mengurung mereka sementara Tok-ong tak kelihatan maka Pendekar Rambut Emas tersenyum menyambut lawan-lawannya ini, musuh lama.

"Bagus, kiranya kalian semua di sini. Siauw-jin. Mana Tok-ong dan kenapa tidak lengkap?"

"Keparat!"

Ji-moi membentak.

"Mertuamu membunuh kawan kami, Kim-mou-eng. Kalian berhutang satu jiwa yang harus diselesaikan!"

"Apa?"

Kim-mou-eng tertegun.

"Gak-hu (ayah mertua) sudah di sini dan membunuh Tok- ong?"

"Benar, dan kau datang mengantar nyawa, Kim-mou-eng. Kebetulan agar menyusul arwah mertuamu!"

"Jaga mulutmu!"

Swat Lian membentak.

"Di mana ayahku, Ji-moi? Dan mana putera- puteriku?"

"Hi-hik,"

Toa-ci, sang nenek tertua terkekeh.

"Mereka mampus, hujin. Dan kalian semua juga akan mampus...."

"Wut!"
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Swat Lian berkelebat, menampar dengan Lu-ciang-hoat.

"Kalau begitu kau menerima kematianmu, Toa-ci. Jaga dan kuhancurkan mulutmu!"

Toa-ci mengelak, dikejar dengan Jing-sian-eng dan nenek ini kaget.

Ke manapun dia pergi ke situ pula tangan lawan mengejar, tak ayal lagi mulutnya tertampar dan pecahlah mulut nenek itu.

Dan ketika Toa-ci bergulingan melempar tubuh dan baru bebas setelah teman-temannya yang lain bergerak maka nenek ini memekik meloncat bangun, merah padam.

"Keparat, serang nyonya ini, Ji-moi. Ayo bunuh dan kita dahului See-ong!"

Nenek itu berkelebat, disusul teman-temannya yang lain dan Swat Lian dikeroyok.

Dalam keadaan hamil muda begitu ternyata enak saja wanita ini melayani lawan, suaminya menonton dan tersenyum-senyum.

Menganggap omongan Toa-ci hanya main-main belaka dan dia kurang percaya bahwa ayah mertua dan anak-anaknya terbunuh.

Dan ketika semua menjerit karena isterinya berkelebatan dan membagi-bagi pukulan dengan Lu-ciang-hoat atau Khi-bal- sin-kang maka kelima iblis itu berpelantingan mundur dengan kulit matang biru.

"Nah!"

Swat Lian berdiri tegak, gagah menghentikan gerakannya.

"Siapa dibunuh siapa dihajar sekarang kalian semua tahu, Toa- ci. Hayo tunjukkan padaku di mana ayah dan anak-anakku!"

"Mereka mampus!"

Toa-ci melengking gusar.

"Kalau tidak percaya boleh kau lihat mayatnya, bocah she Hu. Datang ke tengah pulau dan temui See-ong!"

Dan berkelebat meninggalkan lawan karena jerih nenek ini meloncat pergi sambil memaki-maki.

Tadi mendapat hajaran dan dia marah namun tak dapat membalas.

Pendekar Rambut Emas masih di situ tak ikut bergerak.

Dapat dibayangkan kalau pendekar itu ikut membantu isterinya.

Dan ketika nenek itu pergi dan gentar meninggalkan lawan maka Siauw-jin dan teman-temannya juga berkelebat meninggalkan suami isteri itu.

"Benar, kalau kau ingin menemui anak atau orang tuamu datang saja ke tengah pulau, Kim-hujin (nyonya Kim). See-ong menunggu dan menantikan kalian!"

Apa boleh buat, karena mereka melarikan diri dan mengajak ke pulau maka Pendekar Rambut Emas menyambar isterinya, berkelebat ke tengah dan lima orang iblis itu memencar.

Mereka takut dikejar dan diserang, Cam-kong bahkan berseru memanggil See-ong.

Dan ketika Kim-mou-eng tiba di tengah pulau dan lima iblis itu lenyap lalu muncul lagi maka terdengarlah suara tawa bergelak yang menggetarkan bumi.

"Ha-ha, inikah Pendekar Rambut Emas? Dan itu Hu Swat Lian?"

Kim-mou-eng mengerutkan alis.

Di antara tawa dan bayangan lima orang itu tak tampak siapa pun, seorang pemuda berkelebat namun Kim-mou-eng menangkap segumpal asap putih yang aneh.

Isterinya digamit dan memandanglah dua orang itu ke belakang bayangan pemuda yang baru muncul ini.

Dan ketika pemuda itu berkelebat dan tiba di depan dua suami isteri ini maka Siang Le, murid See- ong menjura memberi hormat, matanya bersinar-sinar namun wajahnya agak kecut.

"Maaf, apakah ji-wi (anda berdua) Kim-taihiap dan isteri?"

"Hm, siapa kau?"

"Aku Siang Le, taihiap. Murid See-ong."

"Bagus, panggil gurumu. Kami datang memenuhi undangan!"

Swat Lian, yang tak sesabar suaminya membentak.

Wanita itu bahkan menepuk dan mendorong pundak si pemuda.

Tapi ketika Siang Le mengelak dan mundur dengan cepat maka asap putih di belakang pemuda itu, yang bukan lain See-ong adanya ketawa terbahak, mempergunakan Hek-kwi-sutnya.

"Ha-ha, muridku menyambut, Kim-hujin. Silahkan menerima dan selamat datang... wut!"

Tak ada gerak pukulan, tak terdengar suara apa-apa namun tiba-tiba berkesiur angin dahsyat.

Swat Lian merasa dihantam dan sekaligus ditampar dari depan, tepatnya dari asap putih yang samar-samar nampak di belakang pemuda gagah ini.

Dan ketika dia mempertajam pandangannya dan mengerahkan tenaga batin tiba-tiba dia melihat bayangan seorang kakek tinggi besar yang tubuhnya menyeramkan, langsung menggerakkan lengan baju dan disambutlah tenaga tamparan itu, sebuah pukulan yang bersembunyi di balik ilmu hitam.

Dan begitu pukulan ini berdua dan terdengar menggelegar tiba-tiba Siang Le terbanting dan tampaklah See-ong yang buyar dikebut pengaruh ilmu hitamnya.

"Ha-ha, hebat. Inikah Khi-bal-sin-kang?"

Kim-mou-eng dan isterinya tertegun.

See-ong, si kakek raksasa muncul seperti siluman, tadi didorong namun menghilang, lenyap dan muridnya yang menjadi korban.

Dan ketika Siang Le meloncat bangun bergulingan maka dua suami isteri itu memandang tajam ke depan, berhadapan dengan kakek gagah yang tinggi besar ini.

"Kau See-ong?"

"Benar."

"Yang mengundang dan menyuruh kami datang?"

"Ha-ha, benar pula. Akulah yang meminta kalian datang ke sini, Kim-mou-eng. Dan terus terang aku ingin mengalahkan dirimu!"

"Hm, mana putera-puteri kami? Kau menawan Soat Eng dan Thai Liong?"

"Keparat,"

Kakek itu mendesis.

"Putera- puterimu seperti siluman, Kim-mou-eng. Tak kusangkal pernah kutangkap tapi sekarang lari!"

"Bohong!"

Swat Lian membentak.

"Kau mengundang dan meminta kami datang, See- ong. Jangan sembarangan bicara dan menipu kami. Kau curang dan licik. Kau apakan mereka dan di mana sebenarnya sekarang?"

"Hm,"

See-ong bersinar-sinar.

"Kalau bukan kau yang bertanya tentu kutampar pecah mulutmu, Kim-hujin. Aku sesungguhnya mendongkol kenapa dua anak itu bisa lolos dari Istana Hantu. Mereka kukurung, tapi entah bagaimana tiba-tiba lenyap seperti siluman. Kalau kau tidak percaya itu hak-mu. Tapi aku menyesal tak dapat memperlihatkan mereka kepada kalian!"

"Benar,"

Siang Le, yang gembira namun tegang melihat dua suami isteri ini menyambung.

"Kim-kongcu dan Kim-siocia tak ada di sini, taihiap. Siauw-jin dan kawan- kawannya itu menjadi saksi!"

Orang-orang busuk macam kalian tak perlu menjadi saksi. Aku tak percaya dan akan mengambil anakku!"

Dan Swat Lian yang berkelebat menyambar pemuda ini tiba-tiba menampar, menggerakkan lengannya dan Siang Le terkejut.

Dia tak menyangka bakal diserang wanita ini, di depan gurunya.

Tapi karena dia bukan pemuda sembarangan dan jelek-jelek dia adalah murid See-ong maka Siang Le mengelak, dikejar dan pemuda ini menangkis.

Tapi begitu dia mengerahkan sinkangnya dan bertemu lengan wanita itu tiba-tiba Siang Le terbanting dan mengaduh- aduh.

"Plak!"

Siang Le menjerit. Belum, apa-apa tahu-tahu tubuhnya dicengkeram, diangkat dan dia pun sudah disambar wanita itu. Dan ketika dia terkejut dan gurunya juga terbelalak maka Swat Lian sudah menangkap pemuda ini dan mengancamnya di depan See-ong.

"Nah, lihat, See-ong. Aku juga menangkap muridmu dan membekuknya. Serahkan putera- puteriku atau muridmu kubunuh!"

See-ong terkejut.

Gerak cepat yang telah diperlihatkan wanita ini di depannya sungguh membuat dia tercengang.

Swat Lian menggabung Khi-bal-sin-kangnya dan Jing- sian-eng, merobohkan pemuda itu dan sudah menangkap Siang Le, tak lebih dari dua jurus! Dan ketika kakek itu terbelalak tapi tertawa mendongkol tiba-tiba See-ong mendengus.

"Hah, kau boleh percaya boleh tidak, hujin. Tapi menukar muridku dengan dua puteramu tak mungkin kulakukan di sini. Mereka betul- betul tak ada, kau bunuh pun tak dapat aku menunjukkannya!"

Dan kagum tapi juga gemas kepada muridnya kakek ini memaki.

"Nah, lihat kebodohanmu, Siang Le. Kalau kau mau mempergunakan Hek-kwi-sut tak mungkin musuhmu itu dapat menawanmu. Bagaimana sekarang? Kau siap mampus?"

Siang Le gentar bukan main.

Dalam dua jurus saja roboh di tangan isteri Pendekar Rambut Emas sungguh membuat dia kaget.

Hal itu dapat terjadi karena beberapa sebab, di antaranya ialah karena kurang siapnya dirinya menghadapi wanita itu dan juga karena ia belum mengenal betul kepandaian lawan.

Siang Le tak menduga bahwa wanita cantik ini memiliki gerakan yang begitu cepat, juga tenaganya begitu hebat hingga sekali tangkis dia malah terpental.

Dan karena dia juga mengandalkan gurunya tapi ternyata gurunya kalah cepat maka semuanya itu dapat terjadi dan pemuda ini meringis.

"Biarlah. Kalau aku hendak dibunuhnya aku rela juga, suhu. Kim-hujin memang hebat dan aku kagum!"

"Apa? Kau mengagumi musuh? Eh, kusambar mulutmu nanti, Siang Le. Jangan bikin malu gurumu di depan orang!"

"Hm!"

Pendekar Rambut Emas maju.

"Kami datang bukan untuk bunuh-bunuhan, See-ong. Melainkan mengambil dan membawa putera- puteri kami kembali. Muridmu tertangkap, sebaiknya kau serahkan dua anak itu dan pemuda ini kembali padamu."

"Kembali apanya?"

See-ong melotot.

"Aku bicara sungguh-sungguh. Kim-mou-eng. Kalau tidak percaya boleh periksa sendiri. Geledahlah seluruh pulau ini dan cari dua anakmu yang seperti siluman itu. Mereka melarikan diri dan entah ke mana perginya!"

Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm, kau takut atau apa?"

"Keparat!"

Kakek ini mendelik.

"Enam Iblis Dunia telah kurobohkan, Kim-mou-eng. Terhadapmu pun aku tak perlu takut. Lihat, aku menundukkan mereka!"

Dan membentak menyuruh Siauw-jin maju kakek ini bicara, suaranya keras penuh kemarahan.

"Setan cebol, apakah dua anak itu benar di sini? Apakah aku harus perlu takut terhadap Pendekar Rambut Emas ini? Heh, jawab sebenarnya, setan bau. Atau kau kuketok dan botak kepalamu nanti!"

See-ong mencengkeram kepala Siauw-jin, berang menciumkan lututnya dan Siauw-jin tampak gemetar.

Aneh bin ajaib iblis cebol yang tak takut terhadap siapa pun itu mendadak meringis, pucat dan menggelengkan kepala memberi tahu bahwa Thai Liong dan Soat Eng tak ada di situ, benar telah melarikan diri.

Dan ketika Kim-mou-eng tertegun dan heran memandang kejadian ini maka See-ong membanting dan melempar tubuh pembantunya itu.

"Lihat,"

Kakek ini masih geram.

"Siauw-jin telah menyuarakan suaraku, Kim-mou-eng. Kalau aku bohong biarlah pantat si cebol ini kujilat. Aku tak main-main dan bersungguh- sungguh kepadamu!"

"Kalau begitu ke mana mereka?"

"Mana aku tahu? Justeru aku menyesal tak dapat menangkap mereka, Kim-mou-eng. Kalau tidak tentu aku dapat berbangga di depanmu!"

Kim-mou-eng bersinar-sinar.

Setelah melihat dan menyaksikan sendiri semua sikap dan kata-kata kakek itu mau juga dia percaya omongan ini.

See-ong bersungguh-sungguh dan dia pun mengangguk.

Namun ketika dia mau bicara dan isterinya mendahului mendadak isterinya itu meloncat ke depan melempar Siang Le kepadanya.

"Aku tetap tak percaya. Boleh See-ong menjilat pantat kuda, suamiku. Tapi aku tak percaya kata-katanya dan tetap menuntut perbuatannya. Terimalah pemuda ini dan biar aku menghadapinya!"

Dan Swat Lian yang membentak dengan mata berkilat-kilat tiba- tiba telah berhadapan dengan kakek itu dan mukanya merah padam, menganggap rendah See-ong karena muridnya demikian mudah dapat dibekuk.

Kali ini Swat Lian terjebak keangkuhannya sendiri dan kakek itu terbelalak.

Dan ketika mereka berhadapan dan wanita itu mengangkat lengan maka Swat Lian berseru.

"See-ong, selamanya baru kali ini kita bertemu. Kau majulah, dan kurobohkan kau tak lebih dari dua belas jurus!"

"Hah, dua belas jurus?"

"Ya, dan anggap aku kalah kalau melewati itu, kakek busuk. Atau kau ke akherat dan aku membunuhmu!"

"Ha-ha!"

See-ong tertawa bergelak.

"Kau sombong dan jumawa, hujin. Tapi baiklah, aku menerima kata-katamu. Lebih dari dua belas jurus kau kalah tapi kalau aku tak dapat merobohkanmu dalam dua belas jurus juga biarlah kuanggap aku kalah. Nah, kita seri dan adil. Majulah dan seranglah aku...."

"Wut!"

Swat Lian tiba-tiba menghilang, lenyap dalam bayangan Seribu Dewanya.

"Kubunuh kau, kakek siluman. Dan kuhancurkan kepalamu!"

Namun See-ong yang berkelebat dan hilang pula dalam Hek-kwi-sutnya tiba-tiba membuat si nyonya terkejut dan tertegun, kehilangan sasaran dan tentu saja dia terkesiap.

Tapi ketika dia membalik dan sesosok asap putih tahu-tahu menyambar dan menghantam punggungnya tiba-tiba nyonya ini membalik.

"Dukk!"

Dua orang itu terpental.

See-ong muncul lagi dan tadi mengerahkan Sin-re-ciang, menghantam dengan Pukulan Karet namun si nyonya bergerak cepat, menangkis dan mereka sama-sama terdorong.

Dan ketika kakek itu terkejut dan menghilang lagi dalam Hek-kwi- sutnya tiba-tiba kakek ini membentak dan melepas pukulan, dari balik ilmu hitam dan Swat Lian terkejut.

Lawan seperti siluman saja namun cepat dia melengking, mengerahkan tenaga batin dan keluarlah pukulan putih dari lengan nyonya ini.

Dan ketika Swan Lian berkelebat dan mempergunakan Jing-sian- engnya tiba-tiba nyonya ini telah bergerak dan naik turun menghindari serangan lawan, yang hanya merupakan sosok asap putih dan Kim- mou-eng tertegun.

Pukulan isterinya membentur sesuatu yang lunak namun tak dapat ditembus, mental dan terkejutlah dia ketika isterinya terhuyung.

Dan ketika Khi-bal- sin-kang amblas di tubuh See-ong yang berubah ujud sebagai roh halus maka pendekar ini tercengang dan tersentak.

"Gunakan Beng-in-tong-sim (Awan Terang Getarkan Hati)!"

Mau tak mau Kim-mou-eng memberi petunjuk, berteriak namun isterinya kehilangan lawan.

See-ong tertawa bergelak dan lenyap tak dapat diserang, ilmunya Hek- kwi-sut itu melindungi dirinya dan ke mana pun pukulan menyambar ke situ pula dia menghilang.

Beng-in-tong-sim yang menderu dan menghantam dahsyat ternyata hanya malah mendorong dan meniup kakek itu, yang sudah berbentuk seperti roh.

Dan karena hal ini berarti sia-sia dan Pendekar Rambut Emas terkejut maka isterinya terbelalak dan pucat di sana, berkelebatan dan menyerang bertubi- tubi namun See-ong selalu terdorong.

Bobot atau berat tubuh See-ong sudah hilang, yang ada tinggallah semacam asap atau uap yang tipis selalu tertiup dan terdorong, sebelum terpukul.

Tentu saja gagal! Dan karena hal ini terjadi berulang-ulang dan selama hidup baru kali itu Swat Lian mengalaminya maka See-ong terbahak menghitung jurus-jurusnya.

"Ha-ha, enam jurus, hujin. Sudah enam jurus!"

"Keparat, kau siluman gila, See-ong. Kalau bukan orang macammu tentu tak pantas kau hidup di dunia!"

"Ha-ha, pantas atau tidak itu urusanku, hujin. Yang jelas tinggal enam jurus lagi dan kau kalah!"

"Tidak, kau pun berjanji dua belas jurus, See- ong. Dan selama itu kau pun tak dapat merobohkan aku maka kau juga kalah!"

Swat Lian berkelebatan sengit, melancarkan pukulan-pukulan tapi See-ong selalu terdorong mundur.

Hek-kwi-sut membuat kakek iblis itu tanpa bobot, tertiup dan selalu tertolak ke belakang setiap dipukul.

Dan karena ilmunya ini amat luar biasa dan tentu saja lawannya bingung maka cepat kemudian sembilan jurus lewat dan nyonya itu gelisah.

"Hayo, balas, See-ong. Jangan menghindar saja!"

"Tentu!"

Kakek iblis itu terbahak.

"Dan lihat, hujin. Inilah balasanku.... wut!"

Dan See-ong yang muncul dalam bentakannya tiba-tiba berkelebat dan sudah menjadi sepuluh orang, terbang dan berkelebatan mengelilingi lawannya itu dan Swat Lian kaget.

Sepuluh pasang lengan tiba-tiba menyerangnya dari segala penjuru, itulah Cap-liong-liap-sut, ilmu terhebat dari See-ong.

Dan karena nyonya ini sama seperti dikeroyok sepuluh lawan yang sama tangguh maka tepat pada jurus kesepuluh nyonya itu terpukul.

"Dess!"

Swat Lian bergulingan.

Wanita ini berteriak kaget dan mengerahkan Khi-bal-sin-kang, terpukul tapi See-ong juga terpukul.

Khi-bal- sin-kang, seperti yang kita ketahui, adalah ilmu Bola Sakti.

Ilmu ini akan memukul balik setiap pukulan yang mengenai tubuh.

Swat Lian terbanting tapi kakek itu juga tergetar, menahan daya tolak tapi tak sanggup.

Pukulannya membalik sendiri dan kakek ini melempar tubuh ke atas, berjungkir balik membuang gaya pental pukulannya.

Dan ketika dia terkejut namun menyambar lagi maka dari udara kakek itu menghantam nyonya ini lagi.

"Dess!"

Swat Lian terbanting.

Untuk kedua kali nyonya ini bergulingan dipukul Cap-liong-liap-sut.

Ilmu itu dapat berada di mana-mana dan dia terpekik.

Namun karena Khi-bal-sin-kangnya melindungi dan semakin keras pukulan mengenai tubuhnya berarti semakin kuat pula daya tolaknya maka See-ong mengumpat caci dan lagi-lagi membuang tubuh, menghindar tolak-balik tenaganya sendiri dan kakek itu terkejut.

Cap-liong-liap-sut menghadapi Khi- bal-sin-kang yang luar biasa pula, yang boleh diserang tapi akan balik menyerang! Dan karena nyonya ini bukan Hu Beng Kui karena jago pedang itu dulu sedang sakit atau keracunan maka tentu saja Khi-bal-sin-kang yang dikerahkan jauh lebih hebat daripada si jago buntung itu, dihajar tapi balik menghajar.

See-ong jadi bingung! Dan ketika dia memukul lagi namun kembali terpental dan terlempar maka dua belas jurus lewat dengan cepat dan keduanya tak ada yang kalah! "Ha-ha, hebat kau, Kim-hujin.

Hebat dan luar biasa, keparat!"

Swat Lian merah menyala-nyala.

Memang dia belum kalah tapi juga belum menang, keadaannya masih sama tapi dia lebih menderita malu.

Bayangkan, dia dihajar dan dibuat jatuh bangun, baru kali ini dia mengalami hal seperti itu.

Dan karena ini secara fisik lebih menguntungkan kakek itu daripada dirinya sendiri maka nyonya ini memaki dan membentak kakek itu, menerima hujan serangan lagi namun See-ong juga tak dapat merobohkannya.

Kakek itu bingung karena Khi-bal-sin-kang selalu membuat pukulannya membalik, meskipun lawan juga terguling-guling.

Dan ketika pertempuran kembali berjalan cepat dan seratus jurus lewat tanpa terasa maka tiba-tiba Swat Lian merasa perutnya sakit.

Nyonya ini, sebagaimana diketahui sedang hamil, hamil muda.

Kalau lawannya bukan See-ong tentu dengan mudah dia merobohkan.

Tapi See-ong, kakek itu keparat benar.

Tak dapat diserang karena selalu terdorong sebelum pukulan mendarat.

Kakek itu kehilangan bobot tubuhnya, karena mempergunakan ilmu setan, merobah ujud dari badan kasar ke badan halus.

Dan karena badan halus tak memiliki bobot dan tentu saja semua pukulan menjadi sia-sia maka wanita ini diamuk kemarahannya dan sang suami khawatir.

Pendekar Rambut Emas melihat sesuatu yang mulai lain dari isterinya.
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Isterinya sering memegangi perut dan terhuyung, pukulan bertubi-tubi dapat ditahan tapi janin yang masih muda agaknya tak kuat.

Kim-mou- eng terkesiap dan teringat itu.

Dan ketika benar saja isterinya mulai pening dan pengaruh dari dalam membuat nyonya itu mendesis tiba-tiba sebuah pukulan See-ong menyambar perutnya, daerah yang mulai diincar See-ong karena melihat lawan memegangi perutnya, tentu saja tak tahu bahwa nyonya ini sebenarnya sedang hamil muda, hal yang tak diduga See-ong.

Dan karena itu daerah berbahaya dan Kim-mou-eng tak dapat menunggu lagi tiba-tiba pendekar itu membentak dan sudah berkelebat bagai kilat menyambar.

"Tahan.... dukk!"

Bumi bagai diguncang gempa.

Pukulan atau tangkisan Kim-mou-eng membuat See-ong mencelat.

Kakek itu berteriak dan terlempar roboh, terguling-guling.

Tak menduga bahwa di saat seperti itu tiba-tiba Kim-mou-eng berkelebat menolong isterinya, dari samping.

Dan karena Kim-mou-eng juga mengerahkan Khi-bal-sin-kang dan See-ong tak kuat maka kakek itu terbanting dan bergulingan melompat bangun.

"Keparat! Kenapa kau curang begini, Kim-mou- eng? Mana kejantananmu?"

Kim-mou-eng mengerutkan kening.

Pendekar ini tak menjawab karena sudah menolong isterinya, menahan dan memegang pundak isterinya itu.

Maklum, Swat Lian terhuyung dan mau roboh, bukan oleh serangan See-ong melainkan oleh rasa sakit di dalam, oleh kehamilan itu.

Dan ketika suaminya memapah dan Siauw-jin serta lain-lain tunggang- langgang oleh suara benturan itu maka See- ong membentak kembali dengan muka merah padam, menyadarkan Kim-mou-eng.

"Pendekar Rambut Emas, kau tak tahu malu. Mana kegagahanmu menyerang orang dari samping? Kenapa nyelonong dan berbuat curang?"

"Hm,"

Pendekar Rambut Emas membalik.

"Aku tidak berbuat curang melainkan menolong isteriku, See-ong. Kalau aku curang tentu kau kuserang. Tapi aku hanya menangkis. Bukankah kau lihat sendiri?"

"Sama saja! Menangkis atau menyerang kau telah menunda kemenanganku, Kim-mou-eng. Isterimu kalah dan siap roboh!"

"Hm, memenangkan sebuah pertandingan melawan wanita hamil tak gagah, See-ong. Menang pun kau tak patut dipuji. Kalau ingin menang sebaiknya kau berhadapan dengan aku, biar isteriku beristirahat."

"Apa? Hamil?"

Swat Lian tiba-tiba muntah.

Wanita ini terhuyung bersandar suaminya, saat itu dia tak dapat bicara karena bumi rasanya berputar.

Pengerahan tenaga yang berlebihan membuat nyonya yang hamil muda ini tak kuat, muntah dan akhirnya terkejutlah See-ong melihat itu.

Baru dia tahu bahwa wanita ini hamil, kehamilan yang belum kelihatan karena memang masih muda.

Dan ketika yang lain juga tertegun karena baru tahu maka Siauw-jin tiba-tiba terkekeh dan berseru.

"Bagus, kalau begitu lebih mudah, See-ong. Kau bunuh yang laki-laki dan kami yang perempuan!"

"Hm, kalian mau bersikap pengecut?"

Kim- mou-eng marah, khawatir juga.

"Isteriku harus beristirahat, Siauw-jin. Atau aku akan menghajarmu!"

"Ha-ha, kau akan dihadapi See-ong, tak mungkin dapat menghadapi kami!"

"Benar,"

See-ong menjawab.

"Kau harus berhadapan dengan aku, Kim-mou-eng. Masalah isterimu nanti saja. Kalau dia kuat tentu tak perlu kau khawatir. Kalau tidak kuat salahmu sendiri mengapa membawa wanita yang sudah hamil!"

"Hi-hik, cocok!"

Nenek Naga terkekeh.

"Kau yang salah, Kim-mou-eng. Isteri hamil dibawa- bawa. Kenapa begitu bodoh? Heh, kau hadapi Pendekar Rambut Emas ini, See-ong. Dan biar kami yang perempuan!"

Ternyata, mempergunakan kesempatan itu tiba-tiba Enam Iblis Dunia ini malah merasa kebetulan.

Mereka dapat mengeroyok puteri Hu Beng Kui itu setelah dibuat jatuh bangun oleh See-ong, hal yang tak membuat mereka malu tapi justeru senang.

Dan ketika mereka bangkit keberaniannya dan See-ong terkekeh saja mendadak Siang Le, yang mendengar dan menyaksikan semuanya itu membentak, melompat maju.

"Tidak boleh. Menyerang Kim-hujin tak boleh kalian lakukan, nenek Naga. Dia sedang hamil, kalian harus malu!"

Semua terkejut.

See-ong terbelalak karena melihat muridnya lepas, memang dibebaskan totokannya oleh Kim-mou-eng dan kini pemuda itu mengancam, maju dan menegur Enam Iblis Dunia itu.

Tapi ketika Siauw-jin tak menjawab dan See-ong tertawa tiba-tiba kakek tinggi besar itu malah menyambar muridnya.

"Heh, kau ke sini, Siang Le. Jangan campuri mereka!"

"Tidak!"

Siang Le melepaskan diri.

"Perbuatan ini memalukan, suhu. Kalau mereka menyerang maka aku mencegah!"

Siang Le gagah bersinar-sinar, menentang gurunya dan tentu saja See-ong mendelik. Dan ketika pemuda itu mengejutkan yang lain karena sikapnya ini dinilai janggal maka kakek tinggi besar itu menampar muridnya dan Siang Le terbanting.

"Kau jangan kurang ajar, diamlah... plak!"

Dan Siang Le yang terlempar serta ditotok gurunya tiba-tiba malah tak dapat bicara karena sudah dilumpuhkan gurunya itu, tak dapat bangun pula dan kakek tinggi besar ini merah padam.

Sikap dan kata-kata muridnya itu memalukan dirinya di depan Enam Iblis Dunia.

Murid seorang sesat kok malah merupakan pemuda baik-baik! Dan ketika kakek itu menggeram dan membalik menghadapi Pendekar Rambut Emas maka kakek ini berkata.

"Nah, urusanmu denganku boleh diselesaikan, Kim-mou-eng. Urusan isterimu biarlah ditangani pembantu-pembantuku!"

"Hm!"

Kim-mou-eng merah, mukanya bersinar-sinar.

"Kau dan teman-temanmu ternyata iblis-iblis yang licik, See-ong. Kalau begitu biar aku menghadapi kalian semua, majulah!"

Pendekar itu mendorong isterinya melindungi dan Swat Lian bersila.

Wanita ini pening dan kelelahan oleh pertandingan yang menguras tenaga.

Pertempurannya tadi membuat dia gemetar karena agak berlebihan, wanita hamil tak seharusnya mengeluarkan banyak tenaga.

Dan ketika Pendekar Rambut Emas itu melindungi isterinya dan bersiap menghadapi semuanya tiba-tiba See-ong tertawa bergelak membentak lawannya itu.

"Kim-mou-eng, jangan sombong. Menghadapi aku seorang pun belum tentu kau dapat merobohkan. Bagaimana menyuruh yang lain- lain maju? Heh, jangan congkak, Pendekar Rambut Emas. Aku masih merasa cukup dan tak perlu dibantu. Kau majulah!"

"Tidak,"

Pendekar Rambut Emas mengejek lawan.

"Aku yang merasa terlalu ringan, See- ong. Sebaiknya kau maju atau menyesal belakangan!"

"Ha-ha, si mulut sombong....!"

Dan See-ong yang berteriak membentak lawan tiba-tiba lenyap dan menghantam ke depan.

"Dukk!"

Dua lengan mereka kembali beradu, langsung mementalkan yang lain karena Siauw-jin dan kawan-kawan terpelanting, tergetar dan terpeleset oleh adu pukulan ini karena See-ong mengerahkan tenaganya, delapan bagian namun tetap saja kakek tinggi besar itu terpental.

Kim-mou-eng mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya dan kakek itu berjungkir balik, terdorong namun kakek itu juga terlempar tinggi.

Dan ketika See-ong berteriak marah karena Khi-bal-sin-kang membuat dia sulit melawan maka kakek itu menghilang dalam Hek-kwi-sutnya dan menyerang sambil bersembunyi, menampar dan memukul dan cepat serta bertubi-tubi kakek itu mengelilingi lawan.

Yang tampak bukan bayangan See-ong melainkan bayangan roh halusnya, luar biasa kakek itu.

Dan begitu dia menyerang dan menyambar-nyambar maka pundak dan tengkuk Pendekar Rambut Emas menjadi sasaran, bak-bik-buk dipukul tapi semuanya itu membalik.

See-ong penasaran karena Khi-bal-sin-kang yang dipunyai Pendekar Rambut Emas ini lebih tangguh lagi dibanding isterinya, semakin kuat semakin dia terpental.

Namun karena See-ong mempergunakan badan halusnya dan cepat menghilang untuk menyerang di lain tempat maka pertandingan berjalan seru sementara Kim-mou-eng bertahan dan menjadi bulan- bulanan pukulan.

"Des-plak!"

Kim-mou-eng terhuyung.

Kali ini dia agak terdorong karena See-ong menambah pukulannya, tergetar tapi lawan juga berteriak.

Pukulan itu membalik dan menyerang See-ong sendiri.

Tapi karena kakek itu selalu membuang daya-pental pukulan itu dan berkelebatan serta mengelilingi lawan maka pertandingan berjalan lagi dan Kim-mou-eng menerima pukulan atau tamparan.

"Des-plak!"

Pendekar Rambut Emas tak bergeming.

Kali ini dia mengerahkan tenaga dan tak apa-apa, lawan terkejut dan See-ong berteriak marah.

Dan ketika kakek itu melancarkan serangannya dan dari balik ilmu hitam kakek ini menghantam dan menendang maka Kim-mou- eng maju mundur menerima pukulan-pukulan lawan, kian lama kian tak bergeming dan See- ong terbelalak.

Apa yang diperlihatkan itu memang hebat dan kakek ini penasaran, menambah tenaganya lagi namun Khi-bal-sin- kang selalu menolak balik.

Repot kakek itu.

Dan karena dia selalu menyerang sementara Pendekar Rambut Emas hanya bertahan dan menerima serangan maka kakek itu membentak menyuruh lawan membalas.

"Hayo, serang aku, Kim-mou-eng. Balas dan pukullah!"

Kim-mou-eng diam saja.

Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eh, kenapa diam? Takut? Ha-ha, tak dapat membalas berarti bukan seorang pendekar, Kim-mou-eng. Hayo serang dan pukul aku!"

"Hm,"

Kim-mou-eng menjawab.

"Aku belum mengenal ilmumu, See-ong. Biarlah keluarkan dulu segenap kepandaianmu dan balasan pasti datang."

"Ha-ha, kalau begitu kau kalah. Kau tak dapat menyerang aku karena aku berlindung di balik Hek-kwi-sutku!"

"Hm, ilmumu itu ilmu kotor. Pantas kalau kau seperti iblis dan licik menyerang secara gelap. Seranglah, kau boleh menyerang aku sesuka hatimu, See-ong. Robohkan aku dan coba kalau bisa."

"Keparat, kau tak mau membalas juga?"

"Untuk apa diperintah? Tanpa kau minta tentu kukerjakan apa yang harus kukerjakan, See- ong. Jangan banyak bicara lagi dan keluarkan semua kepandaianmu!"

See-ong melengking.

Menyerang dan menghantam Pendekar Rambut Emas ini seperti menyerang dan menghantam bola karet saja, selalu mental dan dia harus mengelak pukulannya sendiri yang membalik.

Dan karena Pendekar Rambut Emas tak mau menyerangnya karena pendekar itu lebih baik menerima pukulan daripada dipukul maka See- ong gusar dan lama-lama lelah, surut tenaganya dan Siauw-jin serta yang lain-lain terbelalak.

Mereka itu menonton pertandingan yang aneh.

Kim-mou-eng bertubi-tubi mendapat pukulan tapi See-ong yang justeru malah terpental, semakin kuat menyerang semakin kuat pula kakek itu terpental.

Kalau bukan See-ong tentu sudah roboh terbanting sejak tadi.

Kakek itu dapat menyelamatkan diri dalam ilmu hitamnya, Hek-kwi-sut, menghilang setiap pukulannya membalik.

Dan karena masing-masing teramat berhati-hati dan See- ong bingung tak dapat merobohkan lawan maka sesungguhnya Pendekar Rambut Emas juga bingung karena tak tahu bagaimana caranya menyerang kakek itu.

Maklum, sebelum diserang tentu kakek ini tertiup, tubuhnya yang tanpa bobot menjadikan kakek itu tak dapat diapa-apakan, berlindung dalam Hek-kwi-sutnya yang luar biasa ini.

Dan ketika dua orang itu menjadi bingung sendiri karena See-ong selalu membalik bertemu pertahanan yang kuat maka Siauw-jin dan lain-lain saling pandang.

"Keparat, pertandingan ini jadi tak ada habisnya. Dua orang itu berimbang!"

"Benar, dan Kim-mou-eng menemui batunya, Siauw-jin. Kali ini dia tak dapat bersombong karena bertemu lawan yang sama kuat!"

"Ya, dan kita tak tahu siapa menang siapa kalah. Bagaimana kalau pikiran Pendekar Rambut Emas itu dikacau?"

"Dikacau bagaimana?"

"Kita serang isterinya, Siauw-jin. Biar dia terpecah dan See-ong mendapatkan jalan keluar!"

"Ha-ha, bagus. Aku lupa!"

Dan Siauw-jin yang berjingkrak tertawa girang tiba-tiba mencabut sabitnya, mengangguk menyetujui nenek Toa- ci dan iblis cebol itu tiba-tiba bergerak.

Dan ketika empat temannya yang lain teringat dan menyusul perbuatan setan cebol itu maka Siauw-jin dan kawan-kawannya sudah menyerang isteri Pendekar Rambut Emas ini, yang masih duduk bersila.

"Ha-ha, mampus kau, Kim-hujin. Pergilah ke neraka!"

Kim-mou-eng terkejut.

Saat itu isterinya tak boleh diganggu karena sudah memulihkan rasa sakit.

Perut isterinya yang mulai membesar tak boleh diganggu, isterinya itu sedang hamil.

Maka melihat Siauw-jin menggerakkan sabitnya dan isterinya diam tak mengelak tiba- tiba pendekar ini membentak mendorong lengannya, melakukan pukulan jarak jauh.

"Siauw-jin, enyahlah!"

Iblis itu terpelanting.

Pukulan Pendekar Rambut Emas yang membantu isterinya ternyata mengenai sabitnya, tertolak dan melencenglah senjata tajam itu ke kiri.

Namun karena Toa-ci dan lain-lain juga menyerang dan sudah menggerakkan senjatanya masing- masing maka jarum dan sendok atau garpu menyambar isteri Pendekar Rambut Emas ini, membuat Kim-mou-eng bingung dan terpaksalah dia meninggalkan See-ong, berkelebat dan menampar semua senjata itu.

Dan ketika Toa-ci dan lain-lain menjerit terbanting bergulingan maka See-ong menyerang dan mengejar pendekar ini.

"Ha-ha, jangan lari, Kim-mou-eng. Maju dan hadapi aku!"

Kim-mou-eng sibuk.

See-ong telah menyambar dan menyerangnya lagi, mengerahkan Khi-bal- sin-kang dan kakek itu terpental.

Tapi ketika Siauw-jin dan lain-lain kembali menyerang isterinya dan dia harus melindungi maka berkelebat dan menamparlah pendekar itu, dikejar dan diburu See-ong lagi dan terpaksa Pendekar Rambut Emas menangkis.

Kejadian ini berulang tujuh delapan kali dan Kim-mou- eng betul-betul sibuk, juga marah.

Dan ketika satu saat pukulan See-ong mengenai tengkuknya dan Khi-bal-sin-kang pecah dikacau Enam Iblis Dunia itu maka Pendekar Rambut Emas terlempar dan terbanting roboh, terguling-guling.

"Ha-ha, bagus, See-ong. Bunuh dan serang dia!"

See-ong tertawa bergelak.

Untuk Swat Lian tentu saja dia tak perduli, jalan terbuka baginya dan Pendekar Rambut Emas dihajar lagi, menerima pukulan berat dan kali ini Kim- mou-eng terjengkang.

Namun ketika Siauw-jin dan kawan-kawannya mempergunakan kesempatan itu untuk menyerang Swat Lian ternyata Pendekar Rambut Emas masih dapat melancarkan dorongan jarak jauh hingga lima iblis itu pun terjengkang.

Goosebumps Rambut Setan Dewa Arak 49 Geger Pulau Es Zaman Edan Karya Richard Llyod Parry

Cari Blog Ini