Istana Hantu Karya Batara Bagian 7
"Khi-bal-sin-kang, kau memiliki Khi-bal-sin- kang...!"
Dan ketika kakek ini terhuyung dan terbelalak memandang muridnya maka Siauw- jin kembali gemetar berseru.
"Dan ilmu meringankan tubuhmu itu... ah, bukankah Jing-sian-eng, Togura? Kau benar-benar telah mendapatkan Cermin Naga?"
"Hm,"
Togura tak menyembunyikan diri lagi.
"Jangan keras-keras, suhu. Aku memang telah mendapatkan cermin itu dan jangan kau melapor pada yang lain. Atau kau mampus dan kucekik di sini!"
Togura tiba-tiba berkelebat, tahu-tahu telah menangkap leher gurunya dan Siauw-jin tercekik.
Dia kalah cepat dengan gerakan muridnya ini, maklumlah, muridnya mempergunakan Jing-sian-eng, sebuah ilmu meringankan tubuh yang hebatnya memang bukan main, ilmu yang dimiliki Hu Beng Kui dan menantunya, juga puterinya, yang menjadi isteri Pendekar Rambut Emas itu.
Dan ketika kakek ini mengeluh dan untuk pertama kalinya terbelalak gentar maka Togura sudah melepaskan cekikannya itu.
"Awas, kuperingatkan kau, suhu. Jangan melapor atau kau kubunuh!"
"Setan!"
Sang guru menggeleng-geleng kepala, melemaskan tulangnya.
"Tenagamu hebat bukan main, Togur. Cekikanmu serasa tanggem baja!"
"Jangan ribut,"
Pemuda itu berkata.
"Aku tak ingin diketahui orang lain, suhu. Penemuanku ini kulakukan susah-payah dan cukup berbahaya."
"Dari mana kau mengambilnya?"
"Ce-bu."
"Ketika Hu Beng Kui masih hidup?"
"Bodoh! Siapa dapat melakukan itu? Tidak, justeru kuambil setelah jago pedang itu dihajar See-ong, suhu. Aku menipu pembantunya dan perempuan tua itu terkecoh!"
Togur tertawa berseri, teringat pengalamannya di Ce-bu dan kiranya pemuda ini yang mencuri Cermin Naga.
Memang ada kemiripan postur tubuh di antara Ituchi dan murid Hek-bong Siauw-jin.
Keduanya sama-sama tinggi besar dan berkulit kehitaman, sama-sama keturunan bangsa liar di luar Tiongkok, Ituchi keturunan dari Raja Hu sedang Togur ini adalah keturunan Gurba, raksasa yang menjadi suheng Kim-mou-eng, yang lahir dari ibu bernama Bi Nio dan kebetulan masing-masing dilahirkan oleh wanita-wanita Han.
Ituchi oleh Cao Cun sedang Togura oleh bekas selir mendiang kaisar lama (baca "Pendekar Rambut Emas"
Atau "Pedang Tiga Dimensi").
Masing-masing berayahkan orang liar yang oleh bangsa Han dianggap sebagai bangsa biadab, bangsa liar atau entah sebutan apalagi.
Maklumlah, mereka memang tidak atau belum memiliki peradaban setinggi peradaban bangsa Han, dianggap rendah dan kurang dihargai.
Dan ketika Siauw-jin terbelalak mendengar kata-kata muridnya mengangguk-angguk tiba-tiba kakek cebol ini menyeringai, tersenyum.
"Aih, aku dan guru-gurumu bodoh, Togur. Kalau tahu begitu barangkali aku yang akan mendahului!"
"Hm, kau menginginkan cermin ini?"
"Tidak,"
Sang guru tertawa, diam-diam bergidik melihat pandang mata muridnya, kejam dan amat dingin! "Aku si tua bangka ini tak menginginkannya lagi setelah berada di tanganmu, Togur.
Kami orang-orang tua tentu tak bernafsu lagi.
Jatuh di tanganmu sama saja artinya, kau muridku!"
"Hm, kalau kau ingin boleh saja, suhu, tapi tentu hanya bersifat pinjam!"
"Tidak... tidak!"
Sang kakek terkekeh.
"Kalau kau tak mengijinkannya tentu aku tak berani pinjam, Togur. Kecuali kalau kau yang memberikannya sendiri dan atas perkenanmu!"
"Hm, sementara ini aku belum berniat meminjamkannya, suhu. Aku belum semuanya mempelajari ilmu itu!"
"Tapi kau sudah memiliki Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng!"
"Benar, tapi Pendekar Rambut Emas dan isterinya memiliki Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang, suhu. Aku masih kalah!"
Hek-bong Siauw-jin terbelalak.
Memang benar dua suami isteri yang hebat itu memiliki Lu- ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang, dapat menggabung dua ilmu itu dengan Khi-bal-sin- kang atau Jing-sian-eng.
Tapi mengerutkan kening bertanya heran kakek ini memandang muridnya.
"Eh, yang kau dapat saja sudah hebat, Togur. Kau dapat mengalahkan kami semua gurumu!" **SF** (Bersambung
Jilid 10) Bantargebang, 21-10-2018,17.30 (Serial Bu-beng Sian-su) ISTANA HANTU
Jilid 10 * * * Hasil Karya . B A T A R A Pelukis . Soebagio Antonius S. * * * Percetakan & Penerbit U.P. DHIANANDA P.O. Box 174 SOLO 57101 ISTANA HANTU - BATARA KONTRIBUTOR . KOH AWIE DERMAWAN
Kolektor E-Book
REWRITER .
SITI FACHRIAH ? PDF MAKER .
OZ Hak cipta dari cerita ini sepenuhnya berada di tangan pengarang, di bawah lindungan Undang- undang.
Dilarang mengutip/menyalin/menggubah tanpa ijin tertulis pengarang.
CETAKAN PERTAMA U.P.
DHIANANDA ? SOLO 1987 ISTANA HANTU (Lanjutan "Sepasang Cermin Naga") Karya .
Batara
Jilid . 10 * * * "BENAR, tapi bukan See-ong, suhu. Aku masih tak puas!"
"Tapi kau sudah lihai, di atas kami!"
"Hm, betapapun aku belum puas, suhu. Aku masih ingin yang lebih tinggi lagi!"
"Kalau begitu apa yang mau kau perbuat?"
"Aku ingin keluar, mencari atau mencoba menangkap puteri Pendekar Rambut Emas!"
"He, maksudmu?"
"Sudahlah, kau lihat saja, suhu. Aku akan membuat kejutan dan kau pasti girang!"
"Hm, hati-hati,"
Sang kakek tak tertawa.
"Putera-puteri Pendekar Rambut Emas hebat semua, Togur. Dan kau bisa ketahuan bahwa kaulah pencuri Cermin Naga!"
"Goblok! Kenapa tak berotak? Kau bodoh, suhu, tolol melebihi kerbau! Lihat, kalau begini bagaimana?"
Togur tiba-tiba mengambil topeng, menutupi mukanya itu dengan topeng dan sang suhu pun terbelalak.
Kalau Togura tidak sedemikian lihai dan sudah mewarisi kepandaian dari Cermin Naga barangkali pemuda itu akan dihantam dan dibunuh si kakek cebol.
Bayangkan, dia dimaki goblok dan tolol, melebihi kerbau! Tapi karena pemuda itu sekarang bukan lawannya dan makian ini ditelan seperti orang menelan pil pahit maka Hek-bong Siauw-jin tertawa dan berkata, bahkan memuji.
"Setan, kau benar-benar cerdik, Togur. Rupanya semua ini sudah kau rencanakan dan diperhitungkan!"
"Tentu, kalau tidak masa aku berani melakukan semuanya ini, suhu? Kalau aku tak dapat mengalahkan gadis itu minimal kami seri!"
"Hm-hmm... kenapa kau memilih gadis itu? Kau suka padanya?"
"Ha-ha, sebagai laki-laki tentu saja aku menyukai gadis itu, suhu. Dia cantik dan gagah, lagi pula puteri Pendekar Rambut Emas. Kalau aku dapat menangkap dan mengawininya tentu aku sudah menjadi menantu Kim-mou-eng!"
"Tak mungkin,"
Sang suhu menggeleng.
"Mereka orang-orang golongan bersih, Togur. Kita orang-orang sesat yang selalu dimusuhi Kim-mou-eng!"
"Kenapa begitu bodoh? Kalau aku... ha-ha, kalau aku dapat menggauli gadis itu dan memaksanya sebagai kekasihku tak mungkin ayahnya menolak, suhu. Aku harus menjadi mantu Kim-mou-eng dan memaksa gadis itu!"
"Hm, kau mau memperkosanya?"
Sang guru terbelalak.
"Kau tak takut kemarahan gadis itu? Ingat, puteri Pendekar Rambut Emas itu galak dan ganas, Togur. Dia melebihi ibunya dan seperti harimau betina yang tak pernah makan!"
"Ha-ha, aku akan menundukkannya. Aku yang akan memberikannya makan. Kalau dia sudah jatuh di tanganku dan aku berhasil memilikinya tentu dia tak akan berdaya lagi!"
"Baiklah, kau pemberani, Togur. Pantas menjadi murid Enam Iblis Dunia!"
Hek-bong Siauw-jin tertawa, mengangguk-angguk dan puas dan tampaknya dia kagum akan tekad atau rencana muridnya ini.
Kalau puteri Pendekar Rambut Emas itu sudah berhasil digagahi muridnya dan tak mungkin ada pemuda atau laki-laki lain yang sudi menikahi gadis itu maka rencana muridnya ini agaknya berhasil, dapat menjadi menantu Pendekar Rambut Emas dan dunia akan tertawa.
Kim- mou-eng, pendekar pembela kebenaran itu akan jatuh mukanya berbesan dengan Enam Iblis Dunia, mau tak mau pasti menerima dan kakek itu geli.
Dan ketika ia terbahak dan memuji muridnya maka sebuah bayangan berkelebat dan nenek Naga, satu dari enam guru Togur yang tinggal lima mendadak muncul.
"Ada apa ini? Kenapa tertawa-tawa?"
"Ha-ha, aku geli mendengar rencana murid kita, nenek bau. Togur hendak mencari dan menangkap puteri Pendekar Rambut Emas!"
"Huh, dengan kepandaiannya yang seperti ini?"
Nenek itu mendengus.
"Jangan mimpi, Togur. Hayo kau membantu kami menjaga pulau!"
Si nenek mengebut, maksudnya mau menangkap dan melempar muridnya itu.
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Togur dan Hek- bong Siauw-jin dicarinya di mana-mana, mereka harus gantian berjaga tak tahunya dua orang ini kongkauw-kongkauw (bercakap- cakap) seenaknya sendiri, kini mendengar rencana muridnya dan nenek itu mengejek, tentu saja mengejek karena dia sendiri tak menang menghadapi gadis yang lihai itu.
Tapi ketika Togur berkelit dan cengkeraman atau sambarannya luput tiba-tiba nenek ini terbelalak, kaget.
"Eh, jangan main-main, Togur. Kau harus menjaga pulau dan pergilah ke selatan!"
Si nenek marah, bergerak dan berkelebat lebih cepat lagi namun sang murid tiba-tiba menghilang.
Jauh lebih cepat dan sebat lagi muridnya itu lenyap, mendahului gerakannya.
Dan ketika si nenek tertegun dan mendengar tawa di sebelah kiri tahu-tahu Togur menjewer telinganya dan berseru.
"Subo, jangan macam-macam. Sebaiknya kau yang pergi dan jangan ganggu aku!"
"Aduh!"
Si nenek menjerit.
"Bangsat keparat kau, Togur. Berani benar terhadap guru!"
Dan si nenek yang tentu saja naik pitam dan marah bukan kepalang tiba-tiba membentak dan menghantam muridnya itu, satu pukulan melayang keras namun si pemuda tiba-tiba melejit lenyap.
Togura tertawa dan kembali menghilang, kali ini memperdengarkan suara tawanya di sebelah kanan.
Dan ketika sang subo membalik dan menghantam ke situ maka pemuda ini lenyap lagi dan sebuah batu karang dihajar hancur.
"Blarr!"
Si nenek terkejut dan memaki-maki.
Togura mempermainkannya dan nenek itu masih belum sadar akan kepandaian muridnya, yang hebat luar biasa itu.
Dan ketika di sana Hek-bong Siauw-jin didengarnya terbahak- bahak dan nenek ini membentak dan berkelebatan cepat tiba-tiba pemuda itu sudah dikejarnya dan diberi pukulan bertubi-tubi, cepat dan kuat namun anehnya semua pukulannya luput.
Serangan-serangannya itu selalu mengenai angin kosong dan muridnya sudah lebih cepat menghilang.
Dan ketika nenek itu terkejut dan mulai sadar bahwa sesuatu yang lain mulai terjadi maka nenek ini terkejut ketika tamparan tangan kirinya kini ditangkis sang murid.
"Subo, berhentilah. Lihat apa ini.... dess!"
Sang nenek menjerit, terlempar berjungkir balik namun dia masih penasaran.
Tubuh yang ada di udara tiba-tiba memutar melayang turun, nenek itu melengking dan melepas satu pukulan jarak jauh, tidak tanggung-tanggung, yang dilepas adalah Tee-sin-kang atau Pukulan Bumi.
Dan ketika muridnya tertawa dan berani menangkis pukulannya itu maka nenek ini mencelat dan berseru tertahan, terguling- guling.
"Khi-bal-sin-kang...!"
Nenek itu terkesiap, melotot matanya dan kini terhuyung meloncat bangun.
Apa yang dilihat kali ini tak diragukannya lagi dan terpekiklah nenek itu menyebut ilmu itu, ilmu yang tentu saja dikenalnya baik karena ilmu itu adalah ilmu yang selama ini tak dapat dilawannya.
Khi-bal- sin-kang ...........
PARAGRAF HILANG ...............
( "Mangkenye...
beli bukunye yeee...) batuk, sesak napas dan kalau dia tidak cepat membuang pukulan itu tentu dia melontakkan darah segar! Dan ketika si nenek pucat memandang muridnya sementara sang murid tertawa bergelak maka Togura berseru gembira.
"Betul, kau tidak salah, subo. Yang kumiliki tadi adalah Khi-bal-sin-kang!"
"Dan ginkangmu (ilmu meringankan tubuh) tadi, ah... bukankah Jing-sian-eng? Keparat, aku tadinya tak percaya, bocah. Tapi kini sekarang aku yakin bahwa kau memiliki Khi- bal-sin-kang dan Jing-sian-eng! Jahanam, bagaimana kau dapat memiliki dua ilmu itu? Bukankah itu adalah milik Hu-taihiap dan anak serta mantunya?"
"Ha-ha, aku mendapat keberuntungan, subo. Kebetulan saja mendapatkan ilmu-ilmu itu..."
"Dia mendapatkan Cermin Naga!"
Siauw-jin, si kakek cebol berseru, menyambung kata-kata muridnya.
"Togur telah mampu mengalahkan kita, nenek bau. Dia sudah selihai dan sehebat Hu Beng Kui!"
"Apa?"
"Benar, nenek bau. Murid kita ini telah mendapatkan Cermin Naga dan dia sudah sama dengan mendiang Hu-taihiap. Kita tak dapat menandinginya, murid kita ini jauh lebih hebat daripada kita sendiri, ha-ha!"
Si nenek terkejut, terbelalak memandang muridnya dan bengong. Cerita yang disampaikan Siauw-jin ini serasa petir di siang bolong. Tapi ketika dia menjublak dan bengong memandang si murid tiba-tiba saja berkelebat tiga bayangan lain dan dengus marah.
"Siapa mendapatkan Cermin Naga? Bocah ingusan ini? Bohong, biar kucoba dia, Siauw- jin, dan lihat apakah benar dia selihai Hu- taihiap!"
Dan Cam-kong yang tiba-tiba muncul bersama Toa-ci dan Ji-moi tiba-tiba melepas Cam-kong-ciangnya (Pukulan Pembunuh Petir) dan ....................
hilang baris ................
tenaga, Siauw-jin dan nenek Naga terkejut karena pukulan itu adalah pukulan membunuh, Togur bisa terlempar oleh serangan atau pukulan yang amat hebat ini.
Tapi ketika pemuda itu melompat ke kiri dan tertawa mengejek tiba-tiba dia mengangkat tangan kirinya dan pukulan dahysat dari gurunya diterima dengan sebelah lengan.
"Dess!"
Cam-kong mencelat terguling-guling.
Kakek tinggi kurus ini terkejut karena pukulannya membalik, dia terlempar dan tergetar serta terguncanglah seluruh tubuh.
Namun ketika kakek itu membentak dan menyerang lagi tiba- tiba Cam-kiong lenyap berkelebat mengelilingi muridnya, melepas pukulan-pukulan atau tamparan yang bertubi-tubi.
Togura berlompatan mengelit sana-sini, kian lama kian cepat melebihi kecepatan gurunya sendiri, maklum bahwa sang guru hendak melihat Jing- sian-engnya dan tentu saja pemuda itu gembira, tertawa.
Dan ketika sang guru terbelalak dan kaget mengeluarkan seruan berulang-ulang maka pemuda ini menangkis dan sekali lagi gurunya mencelat terlempar, jauh terguling-guling dan kesombongan Togura muncul.
Dia menyuruh kakek itu maju lagi disertai yang lain, Hek-bong Siauw-jin dan ketiga nenek yang lain disuruh mengeroyok, dia akan menunjukkan pada semuanya bahwa dia sekarang bukanlah Togura yang dulu.
Dan ketika Toa-ci dan Ji-moi membentak berbareng dan kaget melihat kelihaian pemuda ini tiba- tiba mereka sudah berkelebat dan mengeroyok seperti kata-kata pemuda itu, melepas Mo- seng-ciang (Pukulan Bintang Iblis) dan segera nenek Naga serta Siauw-jin juga berseru keras.
Mereka gembira mendengar permintaan itu, sang murid berkata sendiri dan minta diuji, mereka bergerak dan sudah berkelebat lenyap.
Dan ketika Cam-kong di sana juga menubruk dan menyerang muridnya maka Togura sudah dikeroyok dan dikerubut lima orang gurunya, mendapat pukulan-pukulan dahsyat atau tendangan dan tamparan, semuanya tidak main-main lagi karena kelihaian pemuda ini segera membuat kelima gurunya penasaran.
Dan ketika Togura mengeluarkan Jing-sian- engnya dan segera berkelebatan mendahului gurunya maka pukulan-pukulan Khi-bal-sin- kang juga dilepaskan dan menjerit serta berteriak kagetlah tiga orang gurunya wanita, mendapat kenyataan bahwa murid mereka benar-benar mewarisi dua ilmu luar biasa itu, mereka terpental dan bayangan sang murid akhirnya balik mengelilingi mereka, jadi bukan pemuda itu yang dikelilingi! Dan ketika Togura tertawa-tawa dan mulai membagi tamparan atau tendangan maka lima gurunya kalang- kabut dihajar pemuda itu.
"Ha-ha, lihat. Ini bukti kepandaianku, suhu. Dan ini untuk kalian... des-dess!"
Sang guru tunggang-langgang, semua pukulan membalik dan baik Mo-seng-ciang maupun Cam-kong- ciang tak ada yang mempan.
Togura benar- benar mempermainkan kelima gurunya dan akhirnya Siauw-jin berteriak keras apakah boleh mengeluarkan senjata, bertanya pada muridnya itu penuh penasaran.
Dan ketika pemuda ........................
kalimat hilang...............
Dua senjata khas yang aneh maka nenek Naga Bumi juga mengeluarkan jarum dan benangnya, menusuk dan mencolok dan segera semuanya ramai bertanding seru.
Togura dikeroyok guru-gurunya namun pemuda ini enak saja ganda ketawa, menangkis atau juga membiarkan senjata- senjata itu mendarat di tubuhnya.
Dan ketika sabit atau garpu maupun sendok dan jarum mental semua bertemu kekebalan pemuda itu maka Siauw-jin terbahak-bahak sementara Cam-kong mengumpat kaget, juga kagum.
"Keparat, kau hebat, Togur. Hebat dan luar biasa sekali!"
"Ha-ha, apa kubilang!"
Si kakek cebol Hek- bong Siauw-jin terbahak-bahak.
"Dia seperti Hu-taihiap sendiri, Cam-kong. Dan murid kita ini dapat menjunjung nama kita!"
"Benar, Togur hebat sekali, Siauw-jin. Sungguh tak kukira kalau ia dapat memperoleh Cermin Naga!"
Toa-ci, yang kini mulai percaya dan hilang penasarannya akhirnya berseru memuji, memang tidak main-main muridnya itu dan semua serangan mereka tertolak.
Dan ketika pemuda itu berkata bahwa dia sekarang akan membalas dan merobohkan kelima gurunya maka Siauw-jin dan lain-lain terkesiap ketika senjata mereka diterima berbareng, menusuk dan membacok tubuh pemuda itu namun tiba- tiba semua senjata patah.
Rupanya kali ini Togura mengerahkan sebagian besar sinkangnya, menahan sekaligus mendemonstrasikan kehebatannya pada sang guru.
Dan ketika kelima gurunya kaget karena sabit maupun jarum patah menjadi beberapa potong maka di saat itulah Togura berseru keras, mendorongkan kedua lengannya ke kiri kanan dan pukulan Bola Sakti menyambar, tentu saja kelima gurunya terpekik karena mereka pasti terlempar.
Dan ketika benar saja mereka terbanting dan bergulingan dengan muka pucat maka Togura berkelebat lima kali dan...
masing-masing totokan telah melumpuhkan kelima gurunya itu, yang mengeluh tertahan.
"Aih... tuk-tuk-tuk!"
Lima orang itu roboh bergelimpangan.
Mereka, tokoh-tokoh sesat ternyata benar-benar harus terguling-guling dan roboh di tangan murid sendiri, Togura telah mengalahkan mereka sesuai janjinya.
Dan ketika lima orang itu terbeliak dan kaget serta gentar maka Togura tertawa membebaskan guru-gurunya kembali.
"Bagaimana, kalian masih tidak percaya, suhu? Atau subo barangkali ingin mencoba lagi?"
"Tidak,"
Nenek Ji-moi berseru melompat bangun, pucat namun berseri-seri.
"Aku sudah percaya, togur. Kau sungguh hebat dan bukan tandingan kami lagi!"
"Benar,"
Nenek Toa-ci juga menyambung.
"Kau sehebat dan selihai Hu-taihiap, Togur. Kami semua mengaku kalah!"
"Hm,"
Pemuda itu menggeleng.
"Aku belum sehebat Hu-taihiap, subo. Aku masih tak memiliki ilmu pedangnya Giam-lo Kiam-sut (Ilmu Pedang Maut)!"
"Ah, tak perlu. Giam-lo Kiam-sut tak akan menandingi Khi-bal-sin-kang atau Jing-sian- eng, Togur. Kau sudah hebat dan jauh di atas kami!"
"Betapapun aku tak puas,"
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pemuda itu menarik napas, menggeleng.
"Aku belum dapat mengalahkan See-ong atau Kim-mou-eng, subo. Kalau aku sudah dapat mengalahkan mereka atau minimal seri dengan mereka barulah aku puas!"
"Jadi kau mau apa?"
"Aku mau keluar dari Sam-liong-to, subo, mencari dan menangkap puteri Pendekar Rambut Emas!"
"Hendak kau apakan?"
"Ha-ha, kusuruh menyerahkan Lu-cian-hoat dan Cui-sian Gin-kang, agar aku setingkat dengan Kim-mou-eng. Dan juga sekaligus menjadikan gadis itu sebagai kekasihku!"
"Kau gila?"
Sang nenek terkejut.
"Kau akan berhadapan dengan ayahnya, Togur. Kim-mou- eng dan isterinya tentu akan melindungi gadis itu!"
"Hm, kau bodoh,"
Pemuda ini tak takut-takut memaki gurunya.
"Kau berotak kerbau seperti Siauw-jin, subo. Kalau mau menangkap anak gadisnya kenapa harus berhadapan dengan ayahnya? Tidak, aku akan memancing gadis itu keluar, subo, memanaskan hatinya dan kuajak menjauhi orang tuanya. Di sana dia akan kurobohkan dengan segala macam akal!"
"Tapi dia lihai!"
"Aku tak perduli. Aku akan menjebaknya karena meskipun lihai tapi gadis itu belum banyak pengalaman. Eh, kenapa kau cerewet sekali, subo? Bukankah banyak tipu-tipu busuk yang kau ajarkan kepadaku? Nah, akal atau tipu-tipu itu dapat kucari, subo. Kau jangan bertanya lagi karena kau semakin bodoh saja!"
Nenek Toa-ci merah padam.
Kalau bukan pemuda ini yang bicara tentu dia sudah melengking dan menghajar, sekali bergerak tentu dia akan membunuh pemuda itu.
Tapi karena Togur benar-benar lihai dan sekarang pemuda ini hebat bukan main maka si nenek menahan malu dan tidak berani bercuit, betapa bedanya ketika pertama kali dia datang dengan galak! Sang murid sering ditampar atau diperlakukan semena-mena.
Kini pemuda itu membalas dan nenek ini tak bercuap.
Dan ketika Siauw-jin tertawa bergelak sementara Cam-kong tak berkedip dengan sikap dingin maka pemuda itu berkata bahwa dia akan pergi.
"Jangan kalian beritahukan See-ong, diam- diam saja. Kalau ada di antara kalian yang membocorkan penemuanku ini maka dia akan kubunuh!"
"Ha-ha, pergilah!"
Siauw-jin terbahak-bahak.
"Tak mungkin di antara kami ada yang membocorkan Cermin Naga itu, Togur. Tapi lama-lama mereka tentu tahu sendiri kalau sudah melihat kepandaianmu!"
"Ya, tapi tak perlu kalian lapor. Diam saja dan biarkan semuanya itu terjadi!"
Lalu berkata bahwa dia akan berangkat dan tak usah gurunya menahan tiba-tiba Togura berkelebat menghilang meninggalkan Sam-liong-to, tak dicegah dan tentu saja tak dihalangi.
Kelima gurunya itu hanya memandang dan tiga di antaranya berseri-seri.
Mereka girang karena murid mereka tiba-tiba demikian lihai, memiliki Jing-sian-eng dan Khi-bal-sing-kang.
Dan ketika mereka mengangguk-angguk dan girang serta berseri, kecuali Toa-ci dan nenek Ji-moi, maka di sana pemuda itu sudah lenyap dan meninggalkan pulau, hendak mencari Soat Eng! **SF** Beberapa bulan setelah Pendekar Rambut Emas ditinggalkan puteranya.
Hari itu kebahagiaan melanda pendekar ini.
Swat Lian, isterinya, akhirnya melahirkan bayinya.
Seorang bayi laki-laki yang sehat dan montok, tangisnya nyaring hingga mengejutkan semua orang.
Tapi ketika bangsa Tar-tar tahu dan tentu saja bersorak gembira maka Kim-mou- eng memperkenankan ketika seorang pembantunya usul agar hadirnya bayi laki-laki itu, yang diberi nama Beng An, Kim Beng An, dimeriahkan dengan pesta adat seminggu penuh.
"Kami ingin menyambut pemimpin muda. Harap taihiap tidak menolak kalau kami memeriahkannya dengan pesta adat!"
"Baiklah, boleh, Kokthai. Tapi jangan mengurangi kewaspadaan dan sebagian tetap berjaga!"
"Ah, wilayah kita aman, lagi pula taihiap dan hujin serta siocia (nona) ada di sini. Siapa berani mengganggu, taihiap? Kami akan berpesta sepuas mungkin, mohon diperkenankan menyambung hang-siauw-hiap (pemimpin muda kecil)!"
"Baiklah, baiklah.., kalian boleh bersenang- senang dan silahkan bergembira!"
Kim-mou- eng tertawa, tentu saja ikut gembira dan percaya bahwa tak akan ada suku bangsa lain yang berani mengganggu bangsanya.
Dirinya ada di situ dan Soat Eng pun juga bersama ibunya, tak usah khawatir.
Dan ketika bangsa Tar-tar menyambut kelahiran Beng An dan pesta adat mulai berjalan ramai maka di dalam, di tempat kamar sang ibu Soat Eng tampak tertawa-tawa membopong si kecil, yang menangis dan berteriak-teriak, digoda.
"Ih, lengking tangisnya melebihi anak-anak kebanyakan, ibu. Suaranya keras dan nyaring sekali!"
"Tentu,"
Sang ibu tersenyum, tertawa bahagia.
"Tangismu pun dulu juga seperti ini, Eng-ji, mengejutkan dan nyaring. Sudahlah, bawa ke sini dan jangan digoda lagi. Adikmu minta emik, haus!"
Soat Eng tertawa-tawa.
Mendapat seorang adik laki-laki persis seperti yang selama ini didambakannya sungguh membuat gadis itu girang.
Soat Eng gembira dan menemani ibunya, ikut momong.
Dan ketika dia menyerahkan si kecil dan sang ibu cepat menyusui bayinya maka Soat Eng kagum dan agak tersipu melihat buah dadanya ibunya, masih montok dan segar! "Apa yang kau lihat?"
"Ah,"
Gadis ini terkejut, semburat.
"Aku... eh, aku kagum pada adikku ini, ibu. Minumnya lahap dan kuat benar!"
"Hi-hik, kaupun dulu juga begitu, Eng-ji. Kuat dan minum tak habis-habisnya. Kau dan minum tak habis-habisnya. Kau dan Beng An sama-sama membuat ibumu cepat lapar!"
Soat Eng tersenyum, kemerah-merahan dan bersinar.
"Ibu, kenapa kau namakan adikku ini Beng An? Bukankah nama itu adalah nama mendiang uwa-ku?"
"Benar, justeru inilah maksudnya, Eng-ji. Aku ingin mengenang dan mematri nama uwamu dalam adikmu. Lagi pula aku bermimpi ketemu mendiang kakekmu agar memberikan nama itu pada adikmu!"
"Ih, kong-kong (kakek) menemui ibu dalam mimpi?"
"Hm, begitulah. Dan aku mengikuti nasihatnya itu, Eng-ji. Orang yang sudah meninggal bukan berarti tidak ada hubungan lagi dengan kita. Setidak-tidaknya bekas kenangan atau pesan- pesannya masih selalu menyertai!"
Soat Eng terisak.
Bicara tentang kakeknya ini tiba-tiba membuat dia teringat peristiwa di Sam-liong-to.
Kakaknya belum kembali sementara beberapa bulan ini ia menemani ibunya.
Dan ketika ibunya menarik napas dan tersedak ketika tenggorokannya gatal maka ayahnya masuk dan Pendekar Rambut Emas tampak berseri-seri.
"Bagaimana, isteriku? Beng An tidak menangis lagi? Eh, kenapa Eng-ji menangis? Ada apa lagi?"
"Tak apa-apa,"
Sang isteri menghela napas.
"Kami baru membicarakan Beng An, suamiku, dan juga mendiang ayah..."
"He?"
"Eng-ji bertanya kenapa anak ini bernama Beng An, kujelaskan dan kuceritakan tentang mimpi itu."
"Ah,"
Pendekar Rambut Emas mengerutkan keningnya, memeluk pundak sang puteri.
"Tak usah kau berduka tentang hal itu, Eng-ji. Sudahlah keluar sebentar ayahmu mau bercakap-cakap dengan ibumu."
Soat Eng mengangguk.
Memang dia akan keluar setelah ayahnya masuk, sungkan kalau melihat ayahnya berdua dengan ibu.
Dan ketika dia keluar dan meninggalkan ayah ibunya maka Soat Eng berkelebat dan melihat- lihat keramaian.
Ada tambur dan tarian, suling dan segala macam lainnya lagi di mana suku bangsanya bergembira.
Soat Eng tersenyum dan mulai dapat melupakan kenangannya akan si kakek.
Tapi ketika dia berkeliling dan berputar-putar mendadak telinganya mendengar jerit tertahan dan seseorang berkelebat di kejauhan sana.
"Augh... uph!"
Suara itu cukup.
Bagi Soat Eng yang bertelinga tajam dan awas pandangan sedikit suara dan berkelebatnya bayangan itu sudah dilihatnya, tentu saja terkejut dan berkelebat menuju ke tempat itu, bergerak mengerahkan ginkangnya tapi bayangan yang dilihat tiba-tiba keluar perbatasan, menenteng seorang laki-laki yang segera dikenal sebagai Kokthai oleh Soat Eng, pembantu ayahnya dan yang usul tentang keramaian pesta.
Dan ketika Soat Eng membentak dan marah mempercepat larinya tiba-tiba Kokthai yang melihatnya berseru pucat, girang tapi menggigil.
"Siocia, tolong. Aku... aku dibawa orang gila..!"
Soat Eng gusar.
Melihat seorang pembantu ayahnya diculik dan dibawa kabur tentu saja dia marah.
Jing-sian-eng dikerahkan dan tubuh gadis ini tiba-tiba melesat melebihi larinya sebatang panah, menurut kebiasaan dia segera akan menangkap lawannya itu, berjungkir balik dan menghadang di depan.
Tapi ketika bayangan itu tertawa aneh dan menggerakkan tangan terkembang seperti dirinya tiba-tiba Soat Eng tersentak karena lawan juga terbang dan melesat melebihi sebatang anak panah, persis dirinya.
"Jing-sian-eng..!"
Soat Eng terpekik, segera mengenal gaya ilmu lari cepat itu dan gadis ini tentu saja kaget bukan main, tidak percaya dan mengerahkan lagi ilmu lari cepatnya itu namun lawan juga melakukan hal yang sama.
Tangan yang terkembang seperti burung hendak terbang jelas adalah permulaan dari gerakan Jing-sian-eng.
Dan ketika Soat Eng membentak dan terkesiap kaget maka lawan meluncur dan terbang mendahului dirinya.
"Keparat, berhenti, siluman busuk. Berhenti dan serahkan pembantu ayahku!"
"Ha-ha!"
Bayangan itu tertawa, suaranya bergetar.
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Coba kau tangkap aku, gadis siluman. Ayo kita berlomba dan lihat apakah kau bisa menangkapku!"
Soat Eng marah.
Melihat lawan menenteng pembantunya dan Kokthai berteriak-teriak maka Soat Eng gusar.
Tentu saja dia terus mengejar dan dibentaklah bayangan itu.
Dan ketika mereka berkelebatan seperti iblis dan bukit atau padang-padang rumput dilalui dengan cepat maka Kokthai yang ada di genggaman bayangan ini merintih, akhirnya pingsan, membuat Soat Eng semakin marah lagi dan bayangan itu dikejar dengan sepenuh tenaga.
Sekarang Soat Eng tancap gas dan mereka sudah empat kali mengitari gunung, bayangan mereka berkelebatan seperti siluman yang bukan main cepatnya, berkelebat di sini dan lenyap di sana.
Tapi ketika Soat Eng mengeluarkan Cui-sian Gin-kangnya dan menggabung itu dengan Jing-sian-eng maka lawan berseru tertahan ketika tubuh gadis itu sudah berjungkir balik dan berada di depannya, melewati atas kepala.
"Jahanam, tak tahu malu, berhentilah!"
Soat Eng melepas pukulan, menghantam bayangan itu dan tentu saja bayangan ini berhenti.
Dia terkejut dan menangkis.
Dan ketika Soat Eng terpental dan sebuah tenaga karet menolaknya terlempar maka gadis ini lagi-lagi terpekik dan berseru tertahan, berjungkir balik melayang turun.
"Khi-bal-sin-kang...!"
Gadis itu pucat, tertegun di atas tanah dan kakinya menggigil tak dapat tegak.
Soat Eng melihat bahwa ilmu yang dipakai bayangan ini adalah pukulan Bola Sakti, Khi-bal-sin-kang.
Dan ketika dia tertegun dan pucat memandang bayangan itu maka bayangan ini, seorang laki-laki bertubuh tinggi besar yang mengenakan topeng tertawa kepadanya.
"Ha-ha, benar, gadis siluman. Rupanya kau mengenal pukulanku dan ilmu lari cepatku pula."
"Tentu saja. Keparat, kau... ah!"
Soat Eng teringat cerita uwak Lu, tiba-tiba mendelik dan sadarlah dia bahwa inilah kiranya pencuri cermin itu.
Tanpa dicari tanpa susah payah tiba-tiba pencuri ini datang! Tentu saja Soat Eng girang bukan main.
Tapi melihat bahwa lawan ternyata amat lihai dan dapat mempergunakan Jing-sian-eng maupun Khi- bal-sin-kang tiba-tiba kegembiraan Soat Eng lenyap terganti kemarahan yang berkobar.
"Jahanam busuk!"
Bentakan itu sudah tak memerlukan jawaban lagi.
"Kiranya kau yang datang ke Ce-bu, siluman keparat. Kau pencuri Cermin Naga dan si maling hina itu!"
Soat Eng sudah menerjang, langsung melepas pukulan- pukulan dan tamparannya dan segera lawan tertawa.
Dengan suaranya yang aneh dan sengau bayangan itu mengaku bahwa dialah pencurinya, suaranya aneh karena tertutup topeng.
Dan ketika dia mengelak namun Soat Eng mengejar dan berkelebatan melancarkan serangannya maka bertubi-tubi bayangan ini sudah didesak dan dimaki-maki, dibentak dan diserang Soat Eng dengan penuh kemarahan.
Soat Eng benar-benar meledak dan karena yang dicari-cari ternyata datang, kini mengganggunya dan rupanya sengaja menangkap Kokthai, agar dia mengejar dan keluar dari wilayahnya, hal yang tak membuat gadis itu takut atau gentar.
Dan ketika lawan didesak dan terus diserang bertubi-tubi maka keluarlah ilmu-ilmu yang dipunyai keluarga Kim-mou-eng, Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian- eng itu dan tentu saja Soat Eng berteriak memaki-maki.
Orang ini berani benar mengajaknya bertanding, jadi memang menguji dan menantang.
Tapi ketika pukulan- pukulannya bertemu Khi-bal-sin-kang dan tentu saja tertolak balik sementara ilmu meringankan tubuhnya juga menghadapi Jing- sian-eng yang luar biasa maka Soat Eng menjadi gusar dan merah mukanya.
"Keparat jahanam! Keluarkan ilmumu sendiri, bedebah keparat! Jangan ilmu curian yang kau peroleh!"
"Ha-ha, inilah yang kupunyai,"
Bayangan itu, yang tentu saja Togura adanya berseru.
"Aku hanya mempunyai ilmu-ilmu ini, anak manis. Coba kau kalahkan aku dan lihat siapa yang roboh!"
"Bedebah!"
Dan Soat Eng yang tidak banyak bicara lagi menyerang lawannya lalu mengeluarkan Lu-ciang-hoat, menggabung itu dengan Khi-bal-sin-kang dan lawan tampak terkejut.
Lalu ketika dia juga mengeluarkan Cui-sian Gin-kang untuk digabung dengan Jing- sian-eng maka bayangan itu benar-benar tersentak dan berubah mukanya, terdesak! "Keparat, kau lihai, bocah she Kim.
Tapi jangan keburu girang.
Aku juga mempunyai simpanan ilmu-ilmu yang lain!"
Soat Eng mengerutkan kening.
Lawan tiba- tiba menggerakkan tangan kiri dengan pukulan-pukulan lain, Khi-bal-sin-kang tetap dipergunakan tapi kini dari tangan kiri lawannya itu keluar semacam bau amis.
Dan ketika tangan kiri itu juga meledak mengeluarkan kilatan cahaya biru maka Soat Eng terkejut ketika melihat lawan bertahan.
"Ha-ha, bagaimana, Kim-siocia? Benar tidak kata-kataku tadi?"
Soat Eng membentak.
Meskipun lawan dapat bertahan tapi lawan tak dapat membalas, bagaimanapun ilmu curian itu belum sematang dan selama seperti yang dimilikinya.
Tapi karena dia wanita sedang lawan adalah laki- laki maka jelas lawan bertenaga lebih besar dan untuk ini Soat Eng harus mengakui, tak dapat mendesak karena lawan dapat bertahan.
Kalau kakaknya ada di situ tentu lain, kakaknya lebih lihai dan pencuri ini dapat dibekuk.
Dan ketika pertandingan menjadi imbang karena Soat Eng tak dapat mendesak sementara lawan juga tak dapat membalas maka lawan tertawa-tawa dan Soat Eng geram memandang wajah di balik topeng itu.
"Pengecut, siapa dirimu dan buka topengmu itu. Jangan bersikap licik!"
"Ha-ha, kalau kau dapat merobohkan aku tentu kau akan tahu siapa aku, adik manis. Sekarang tak usah bertanya dan lihat saja aku akan merobohkanmu!"
"Kentut busuk! Membalas saja tak dapat bagaimana kau mampu merobohkan aku? Phuih, kau manusia sombong yang tak tahu diri, maling hina. Sudah mencuri Cermin Naga masih juga bicara sombong!"
"Ha-ha, memangnya tidak boleh? Eh, lihat sebentar lagi aku akan membuktikan omonganku, bocah she Kim. Dan hati-hati kalau kau tak ingin roboh!"
Lawan tiba-tiba mengeluarkan seruan keras, menangkis satu tamparan Soat Eng dan kembali mereka sama- sama terpelanting.
Maklumlah, Khi-bal-sin- kang sama-sama bertemu dan Soat Eng marah sekali.
Kejadian ini sudah berulang-ulang hingga dia gusar.
Namun ketika lawan terpelanting ke kanan sementara dia berjungkir balik mematahkan pukulan tiba-tiba Soat Eng membentak melepas satu tamparan miring, dari ilmu pukulan Lu-ciang-hoat.
"Dess!"
Lawan mengeluh.
Lu-ciang-hoat memang tidak dikenal lawan dan karena itu pukulan Soat Eng berhasil.
Namun karena lawan memiliki Khi- bal-sin-kang dan betapapun Bola Sakti itu melindungi si pemuda maka lawannya terlempar tapi dapat bangun berdiri lagi, dikejar dan menerima satu pukulan lagi namun lawan dapat berdiri terhuyung.
Lima enam pukulan membuat pemuda itu terbanting namun selalu dapat bangun, hal yang membuat Soat Eng gemas.
Namun ketika dia membentak lagi dan lawan mengeluh merasakan pukulan-pukulannya mendadak lawan melarikan diri dan memutar tubuhnya, rupanya kesakitan.
"Keparat, kau hebat, bocah. Baiklah lain kali saja kita bertemu lagi dan cukup main-main ini!"
"Bedebah, kau mau lari? He, tunggu dulu, siluman keparat. Serahkan Cermin Naga dan kau menyerahlah!"
Soat Eng tentu saja tidak membiarkan lawan kabur, girang karena lawan rupanya mulai menerima kekalahan, dia dapat mendesak dan "lupa"
Bahwa sebenarnya mereka seimbang, terbukti bahwa berkali-kali tadi pemuda itu dapat bertahan sementara dia tak dapat mendesak, jadi aneh kalau sekarang pemuda ini tiba-tiba kelihatan terdesak, hal yang tak dicurigai Soat Eng.
Dan ketika dia mengejar sementara lawan tampak terhuyung jatuh bangun akhirnya sebuah pukulan Soat Eng mendarat lagi di tengkuk laki-laki itu.
"Kau robohlah... dess!"
Lawan terlempar, kaget mengeluh terbanting dan Soat Eng siap menangkap, tubuh berkelebat tapi lawan tiba- tiba dapat bergulingan menjauh, melompat bangun dan lari lsagi, tak apa-apa! Dan ketika Soat Eng memaki dan tentu saja marah tapi juga kagum maka dia melengking dan membentak lawannya itu, mengancam.
"Siluman keparat, menyerahlah. Atau kau benar-benar akan kubunuh!"
"He-he, tak mungkin kau berani. Cermin Naga kusembunyikan, bocah she Kim. Berani membunuhku berarti kau kehilangan cermin itu!"
"Keparat, kau busuk!"
Dan Soat Eng yang tertegun dan marah serta bingung akhirnya tak berani meleps pukulan-pukulan mematikan, takut lawan benar-benar mati dan dia kehilangan cermin itu.
Lawan tinggal menangkap dan barangkali dia menunggu lelahnya lawannya ini, tentu akan roboh sendiri karena lawan sudah terhuyung-huyung.
Soat Eng tak tahu bahwa semuanya itu adalah tipuan belaka dan lawan sedang mengatur sesuatu, mendekati sebuah lubang jebakan di mana tiba-tiba lawan terguling ketika sebuah akar yang panjang menjerat kakinya, disangka Soat Eng lawan roboh karena sudah kehabisan tenaga.
Maka begitu dia berseru girang dan berteriak ke depan tiba-tiba akar yang menjerat pemuda ini ditendang ke samping dan terbukalah sebuah tutup lubang jebakan yang menjepret ke arah Soat Eng.
"Heii..!"
Soat Eng terkejut.
Saat itu dia sedang menubruk dan menerkam ke depan, lawan hendak ditotok karena toboh terguling.
Tapi begitu sebuah lubang jebakan menganga di depannya dan pemuda itu tertawa mencabut sesuatu tiba-tiba tiga sinar hitam berkelebat dan menyambarlah tiga pisau terbang ke arah gadis ini, tepat ketika Soat Eng terkesiap oleh lubang jebakan itu.
"Siut-bret-bret!"
Soat Eng menjerit. Dua pisau terbang itu menuju matanya, terpaksa ditangkis, dan dia kehilangan konsentrasi. Dan ketika pisau mental dan lawan terbahak maka tubuhnya meluncur ke bawah lubang dan sebuah lasso menyambar lehernya dari atas.
"Rrtt!"
Kejadian ini cepat sekali.
Soat Eng terkejut ketika tubuhhya harus meluncur ke bawah lubang, tiba-tiba disambar lasso dan lehernya terjirat, tentu saja tercekik! Dan ketika dia meronta namun tawa di atas itu disertai tarikan kuat tiba-tiba dia tersentak dan leher menghentikan semua jalan pernapasannya.
"Ngekk!"
Suara itu membuat Soat Eng hampir pingsan.
Cekikan yang terlalu kuat dan kebingungan serta kegugupan yang menjadi satu membuat gadis ini hampir kehilangan segala-galanya.
Dia sungguh tak menyangka bahwa di situ ada lubang jebakan, maklumlah, dia tak tahu kelicikan lawannya ini.
Tapi ketika Soat Eng tertarik ke atas dan keluar dari lubang jebakan dalam keadaan setengah pingsan tiba-tiba terdengar bentakan seseorang yang langsung menyerang bayangan itu.
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Manusia hina, lepaskan Kim-siocia!"
Bayangan itu terkejut.
Saat itu dia sedang menarik dan siap melakukan totokan tunggal, siap merobohkan puteri Pendekar Rambut Emas ini dan bayangan kegembiraan merona di wajahnya.
Tapi begitu sebuah bentakan terdengar di belakangnya dan pukulan yang amat dahsyat juga menyambar kepalanya maka bayangan ini kaget dan tentu saja terkesiap.
"Dess!"
Dia tak dapat mengelak lagi.
Pukulan itu mengenai kepalanya dan laki-laki ini terbanting, mengeluh dan terlempar bergulingan.
Soat Eng otomatis terlepas dan gadis itu berdebuk di atas tanah, terlempar dan terbanting pula karena lawan melepaskan lassonya.
Gadis ini pening dan mengeluh, sejenak tak dapat menguasai kesadaran karena saat itu bumi rasanya berputar.
Soat Eng hampir pingsan oleh cekikan lasso tadi, yang begitu kuatnya.
Tapi ketika di sana terdengar seruan tertahan dan penolongnya terlempar terguling-guling maka Soat Eng menggoyang kepalanya dan tampaklah seorang pemuda gagah dan tampan terpelanting oleh pukulannya yang membalik, maklumlah, bayangan itu dilindungi oleh Khi- bal-sin-kangnya.
"Siang Le...!"
Soat Eng tertegun.
Bayangan yang terlempar juga tampak terkejut, dia sudah melompat bangun dan melihat penyerangnya itu.
Dan ketika dia terbelalak dan seruan itu membuat dia menggeram tiba-tiba bayangan ini memaki dan mengumpat, berkelebat melarikan diri, gagal merobohkan Soat Eng.
"Hei!"
Siang Le, pemuda itu berteriak.
"Tunggu dulu, manusia licik. Kau berhutang sebuah kecurangan kepada Kim-siocia. Berhenti..!"
Dan pemuda ini yang mengejar dan sudah meloncat bangun ternyata tak mau membiarkan lawan melarikan diri, tentu saja membuat Togura atau bayangan itu marah.
Kalau Siang Le ada di situ dan menolong Soat Eng tentu lama-lama rahasianya bisa ketahuan.
Pemuda itu dapat mengenal suaranya dan juga bentuk tubuhnya.
Itulah sebabnya Togura tiba-tiba melarikan diri, bukan takut melainkan semata menjaga kedoknya, agar tidak terbongkar.
Maka ketika Siang Le mengejar dan melepas satu pukulan tiba-tiba pemuda ini membalik dan menangkis.
"Dess!"
Siang Le mencelat.
Khi-bal-sin-kang lagi-lagi melemparnya dan membuat dia berteriak kaget, lawan melarikan diri lagi dan mendengus.
Siang Le tertegun tapi membentak lagi, bangun dan sudah menyerang lawannya.
Tapi ketika lawan menangkis dan lagi-lagi ia mencelat maka Soat Eng berkelebat dan membentak.
"Biarkan ia berhadapan dengan aku, minggirlah... dess!"
Soat Eng menerima pukulan itu, mendorong Siang Le dan mengerahkan tenaganya dan Togura atau bayangan itu tentu saja kaget, terlempar dan bersama-sama Soat Eng ia bergulingan.
Kalau gadis ini sudah bangun dan menyerangnya lagi tentu ia repot.
Maka begitu berteriak dan melengking tinggi tiba-tiba Togura atau bayangan ini melempar granat tangan.
"Bocah she Kim, lain kali kita bertemu. Biarlah kutunda kemenanganku dan selamat tinggal... dar-dar!"
Dua granat tangan meledak di depan Soat Eng dan Siang Le, tentu saja membuat dua orang muda itu berjungkir balik dan Soat Eng memaki-maki, asap tebal menghalangi pandangan dan dia marah sekali.
Dan ketika asap sudah menipis dan dia mau mengejar namun lawan sudah menghilang maka Siang Le berkelebat dan tahu-tahu berada di sampingnya.
"Kim-siocia, lawan telah pergi. Syukur kau selamat!"
"Hm!"
Soat Eng membalik, menghadapi pemuda ini.
"Kau bagaimana bisa datang ke sini? Mau apa?"
"Eh,"
Pemuda itu terkejut.
"Aku datang secara kebetulan saja, nona, tak sengaja dan kebetulan melihat dirimu dicurangi lawanmu itu!"
"Hm, tak sengaja? Kebetulan saja?"
Gadis itu tak percaya.
"Kau bohong, Siang Le. Kau dusta. Kau pasti membawa maksud apa-apa dan jangan-jangan dia itu temanmu!"
"Eh!"
Pemuda ini terkejut, tersentak.
"Aku berani sumpah bahwa aku tak kenal-mengenal dengan si topeng buruk itu, nona. Aku tak perlu berpura-pura atau berbohong padamu!"
"Aku tak percaya, kau tentu ada maksud!"
Dan Soat Eng yang menerjang serta menyerang pemuda ini tiba-tiba membentak dan melakukan tamparannya, langsung mengerahkan Khi-bal-sin-kang dan Siang Le terpekik.
Pemuda itu bukannya mendapat terima kasih malahan dituduh sebagai teman atau komplot si bayangan bertopeng, tentu saja dia terkejut.
Dan ketika dia mengelak namun Soat Eng mengejar tiba-tiba tamparan itu mengenai pundaknya juga.
"Dess!"
Siang Le terlempar.
Sama seperti dulu ketika di Sam-liong-to pemuda ini tak melakukan balasan, dia sudah bergulingan meloncat bangun dan mengelak sana-sini ketika lawan berkelebat, mengejar dan melakukan tamparan-tamparan atau tendangan.
Soat Eng curiga jangan-jangan pemuda ini adalah teman si bayangan tadi, pura-pura menolong dan kini berbaik-baik dengannya, sebuah muslihat yang sering didengar dan dipergunakan orang-orang golongan sesat.
Dan karena guru pemuda itu adalah orang sesat dan ini membuat Soat Eng tak percaya maka diserangnya pemuda itu, gencar dan bertubi-tubi dan Siang Le pun akhirnya jatuh bangun.
Pemuda ini tak membalas dan berulang kali menyuruh si gadis berhenti, berani bersumpah dan segala macam kata-kata lagi untuk meyakinkan lawan.
Tapi karena Soat Eng tak percaya dan semua itu bahkan menambah kemarahannya akhirnya sebuah pukulan keras mendarat di tengkuk pemuda itu.
"Dess!"
Siang Le berteriak.
Dia sudah mengerahkan sinkang menahan, tak tahunya tetap terlempar dan terbanting juga.
Rupanya Soat Eng mengerahkan hampir semua tenaganya dan tentu saja pemuda itu mengeluh, kepalanya berputar dan tengkuk rasanya patah.
Dan ketika gadis itu berkelebat dan semua teriakannya rupanya sia-sia tiba-tiba Siang Le mengendorkan semua tenaganya ketika gadis itu menotoknya.
"Tuk!"
Robohlah murid See-ong ini.
Siang Le merintih dan pucat, dia menahan sakit karena lagi-lagi totokan itu dilakukan dengan keras, jari yang lentik itu berubah seolah baja dan tergulinglah dia sambil mengeluh.
Dan ketika Soat Eng tertegun karena merasa totokannya tak ditolak atau ditahan maka Siang Le berkata bahwa dia boleh dibunuh.
"Nah, puaskan hatimu. Boleh kau bunuh aku, nona. Hantam kepalaku dan pecahkanlah!"
Soat Eng terkejut, tiba-tiba marah.
"Siapa mau membunuhmu? Tidak, aku menangkapmu, Siang Le. Kau akan kubawa pada ayah ibuku untuk diperiksa. Kau harus mengaku bahwa si topeng buruk itu adalah kawanmu!"
"Ah, terserah. Aku sudah berkata sebenarnya, nona. Kalau kau tidak percaya dan tidak membunuhku maka aku juga akan mengatakan yang sebenarnya pada ayah ibumu!"
Namun, sebelum gadis itu membawa pemuda ini tiba-tiba berkesiur angin dingind an Pendekar Rambut Emas atau Kim-mou-eng muncul, seperti iblis! "Eng-ji, apa yang terjadi? Kau bertempur dengan siapa?"
"Aih, kebetulan!"
Gadis itu bersorak.
"Pencuri Cermin Naga sudah tertangkap jejaknya, ayah. Pemuda ini komplotan pencuri itu! Dia kutangkap, tak mau mengaku. Barangkali kau yang memeriksanya agar dia tahu rasa!"
"Hm,"
Kim-mou-eng terkejut.
"Bukankah ini murid See-ong?"
"Benar, kau sudah mengenalnya, yah? Kalau begitu bagus, bisa lebih cepat selesai!"
Namun sang ayah yang mengerutkan kening dan menggeleng kepala tiba-tiba menyambar dan mengamati pemuda itu.
"Kau... hm, kau Siang Le?"
"Benar, Kim-taihiap!"
Siang Le menjawab girang, wajahnya berseri-seri.
"Kau rupanya masih mengenal aku!"
"Hm, benar. Aku tak lupa wajahmu,"
Pendekar ini teringat segala kejadian di Sam-liong-to.
"Kau pemuda aneh dan rasanya tak pantas menjadi murid See-ong! Eh, ceritakan apa yang terjadi, Eng-j9i. Apa yang kau maksud dengan Cermin Naga tadi dan apa hubungannya dengan pemuda ini!"
"Aku tadi bertemu pencuri hina itu, pandai mainkan Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng!"
"Apa?"
"Benar, ayah. Aku juga terkejut. Pencuri itu datang dan menculik Kokthai. Dia..."
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku di sini,"
Kokthai tiba-tiba muncul, tersaruk-saruk.
"Ayahmu menolongku, siocia. Hampir mati aku dicekik siluman jahat itu!"
Soat Eng tertegun, tadi melupakan pembantu ayahnya ini.
"Maaf, kau tak apa-apa, paman? Kau tidak luka?"
"Tidak, tapi leherku sakit, siocia. Penjahat itu mencekikku serasa mempus. Bedebah, ke mana dia sekarang dan apakah Kim-taihiap sudah menangkapnya? Aku tadi melapor, mungkin kurang jelas... eh, apakah ini penjahatnya?"
Laki-laki itu terbelalak memandang Siang Le, melihat wajah yang gagah dan tampan dan rupanya dia terkejut bahwa wajah yang begitu gagah ternyata seorang penjahat! Tapi ketika Soat Eng menggeleng dan berkata bahwa penjahat sebenarnya kabur maka ayahnya menyela menyuruh Kokthai pulang.
"Sekarang kau selamat, pulanglah dan perintahkan teman-temanmu berjaga lebih ketat!"
Laki-laki itu mengangguk.
Setelah mengganggu sejenak dan lega melihat nona majikannya tak apa-apa maka Kokthai kembali ke tempatnya.
Suku bangsanya masih bersenang-senang dan tak tahu sama sekali kejadian itu, betapa dia diculik dan hampir dibunuh! Dan ketika laki-laki itu kembali dan Pendekar Rambut Emas kembali bersama puterinya maka pendekar ini minta agar puterinya bercerita sekali lagi.
"Aku mengejar pencuri itu, dijebak dan hampir celaka. Dan ketika maling hina itu mau mencelakai aku dan mencekik leherku dengan lasso panjang tiba-tiba pemuda ini muncul."
"Hm, begitukah?"
"Ya, begitu, ayah. Dan aku yakin bahwa pemuda ini berkomplot. Tentu dia pencuri cermin itu, sama seperti temannya pula!"
"Aku tak tahu apa-apa,"
Siang Le menyanggah, mendahului Pendekar Rambut Emas yang memandangnya tajam.
"Aku berani sumpah, taihiap, dan juga berani dibunuh!"
"Sumpah orang sesat macam kau tak dapat dipercaya!"
Soat Eng membentak.
"Aku tak percaya semua omonganmu, Siang Le. Lebih baik mengaku dan katakan terus terang bahwa kau teman si pencuri hina itu!"
"Hm, bagaimana harus mengaku? Kenal pun tidak, nona. Sungguh mati aku tak tahu siapa dia dan baru kali ini kudengar urusan cermin itu!"
Soat Eng berapi-api. Dia tetap tidak percaya, mau memaki dan menyambar ke depan, menghajar dan menyerang pemuda ini. Tapi ketika ayahnya batuk-batuk dan mengangkat lengan tiba-tiba ayahnya berseru.
"Nanti dulu, jangan tergesa-gesa, Eng-ji. Jangan sampai kejadian Ituchi terulang lagi!"
Soat Eng terkejut.
"Kau tidak mau ceroboh, bukan?"
"Apa maksud ayah?"
"Ingat, pemuda ini sudah berkata sebenarnya, Eng-ji. Kurasa aku percaya pada omongannya. Dia tidak bohong, mimik mukanya sungguh- sungguh. Hanya aku heran kenapa dia jauh- jauh ada di sini. Jangan-jangan gurunya berada di sekitar!"
"Tidak!"
Siang Le menjawab, lantang.
"Aku datang sendiri, taihiap. Aku tak bersama siapa- siapa!"
"Lalu apa maksudmu ke mari?"
"Aku... aku..."
Pemuda itu tiba-tiba gugup, melirik Soat Eng.
"Aku hanya ingin tahu apakah puterimu selamat."
"He?"
"Benar, taihiap. Dulu puteramu dan puterimu ini lari dari Sam-liong-to. Aku khawatir karena mereka dicari-cari suhu. Dan karena kupikir mereka pasti kembali ke sini dan ingin kubuktikan maka aku di sini dan sekarang kebetulan bertemu dengannya, malah bersama penjahat itu!"
"Hm!"
Kim-mou-eng melihat sesuatu yang aneh.
"Kau mencurigakan, Siang Le. Betapapun ada hal yang tidak kau katakan sebenarnya. Untuk ini aku curiga, kau terpaksa kutangkap."
"Boleh!"
Pemuda itu tiba-tiba gembira, berseru dengan suara nyaring.
"Aku memang bersalah, taihiap. Dan aku menyadari bahwa diriku telah menimbulkan kecurigaan. Kau tangkaplah, aku tidak menyesal!"
Kim-mou-eng melengak.
Kalau pemuda ini bicara seperti itu dan bahkan tampak gembira bukan main maka dia heran sekali, mengerutkan kening dan tentu saja menganggap murid See-ong ini luar biasa.
Bayangkan, ditangkap musuh bahkan menyatakan kegembiraannya! Dan melengak tapi tentu saja curiga akhirnya Pendekar Rambut Emas batuk-batuk dan mengerling puterinya, berhati-hati.
"Eng-ji, agaknya ada sesuatu yang disembunyikan pemuda ini. Kau bawalah dia, kita kurung di belakang rumah!"
"Baik, kuseret dia, ayah!"
Dan Soat Eng yang tidak banyak bicara dan sudah melompat ke depan lalu menyambar tali dan mengikat pemuda ini, menyentak dan akhirnya berkelebat mendahului.
Ayahnya mengawasi dan aneh sekali pemuda ini tersenyum- senyum.
Matanya sering menatap lembut wajah yang cantik itu, yang sering menunduk kalau mengencangkan tali simpul.
Dan ketika semuanya itu tak luput dari pandangan Pendekar Rambut Emas dan sang pendekar mengangguk-angguk maka pendekar ini berdehem dan sudah melihat puterinya berkelebat, menyeret pemuda itu.
"Ayah, mari pulang!"
Kim-mou-eng mengangguk.
Dia juga bergerak ketika puterinya meluncur terbang, menyeret dan tidak memperdulikan tawanan.
Siang Le sudah dibawa gadis ini dan untuk kedua kalinya Soat Eng menangkap pemuda.
Dulu Ituchi sekarang murid See-ong ini.
Dan ketika Siang Le juga tidak mengeluh atau kesakitan diseret di tanah yang berbatu maka Pendekar Rambut Emas bersinar-sinar.
"Hm, itukah kiranya?"
Pendekar ini menduga- duga.
"Murid See-ong jatuh cinta kepada puterinya?"
Namun tidak melanjutkan dugaannya dan mengikuti sang puteri akhirnya mereka tiba juga di perkemahan bangsa Tar- tar, cepat disambut dan orang pun gempar melihat ditawannya Siang Le ini.
Kokthai sudah bercerita pada mereka bahwa seseorang menculik dirinya, bertempur dan bertanding sengit dengan Soat Eng.
Dan ketika pemuda itu diseret dan sepanjang jalan tentu saja menjadi tontonan maka aneh sekali Siang Le bahkan tertawa-tawa.
"Hai!"
Pemuda itu memberi salam.
"Selamat berpesta, maaf aku mengganggu kalian!"
Bangsa Tar-tar heran.
Tidak adanya rasa takut atau cemas di wajah tawanan itu justeru membuat mereka kagum.
Mereka adalah orang-orang yang memang menghargai keberanian.
Meskipun musuh tapi kalau gagah dan berani tentu akan mendapatkan pujian, simpatik dan rasa kagum dari suku bangsa ini.
Maka ketika Siang Le memberi salam dan mengangkat lengannya maka beberapa di antara mereka juga membalas dan memuji.
"Hebat, kau gagah dan berani!"
Soat Eng yang mendongkol.
Akhirnya dia melepas pemuda itu dan menendangnya di belakang rumah, menotok dan robohlah Siang Le oleh perbuatan ini.
Dan ketika sehari dua hari dia menjadi bahan pembicaraan di situ maka Swat Lian, isteri Pendekar Rambut Emas telah mendengarkan cerita suaminya.
"Pemuda itu menolong, Eng-ji, seharusnya kita berterima kasih. Tapi karena keberadaannya mencurigakan dan sinar matanya aneh maka dia kutangkap!"
"Apanya yang aneh? Murid See-ong kenapa aneh?"
"Itulah, kau akan melihat sesuatu yang lain pada sinar mata pemuda ini, isteriku, pandangannya yang aneh dan luar biasa terhadap Soat Eng!"
"Hm, maksudmu?"
"Kau lihat sendiri saja, barangkali kau akan lebih tahu!"
Swat Lian mengerutkan kening.
Sebenarnya mendengar ditangkapnya Siang Le dia sudah tidak setuju kalau dibiarkan saja.
Pemuda itu murid tokoh sesat dan ayahnya tewas di tangan guru pemuda itu.
Jadi, pemuda ini pun harus dihukum, dibunuh! Tapi ketika suaminya tak setuju karena See-ong tetaplah See-ong dan muridnya tak tahu apa-apa maka nyonya ini menjadi penasaran dan marah.
"Aku ingin melihat apa yang aneh itu. Coba kubuktikan dan kuingin tahu!"
"Sst, jangan terang-terangan. Kau harus melihatnya secara sembunyi-sembunyi, isteriku. Kalau tidak justeru tak akan tahu."
"Maksudmu?"
"Suruh Eng-ji mengantar makanan, lihat sinar mata pemuda itu!"
Sang isteri tertegun.
"Maksudmu dia..."
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sudahlah, kau lihat dulu, isteriku. Siapa tahu dugaanku keliru dan kau lebih awas!"
Sang nyonya mendongkol.
Suaminya ini seakan berteka-teki, yang dibuat teka-teki adalah murid See-ong, musuh besarnya! Tapi mengangguk dan menyuruh puterinya melaksanakan perintah maka secara diam- diam nyonya ini mengintai, jauh di tempat tersembunyi dan tampaklah olehnya kegembiraan pemuda itu ketika didekati Soat Eng.
Puterinya memberi makan dan piring atau gelas setengah dilempar, sikap Soat Eng memang setengah kasar.
Tapi ketika mata itu tetap lembut dan berseri-seri maka Kim-mou- eng berbisik dan bertanya.
"Apa yang kau lihat? Betulkah dugaanku?"
"Keparat, tidak salah, suamiku. Pemuda itu jatuh cinta terhadap Eng-ji!"
"Nah, ini yang agaknya membuat dia datang ke mari. Betul kata-katamu, pemuda itu mencintai puteri kita!"
"Dan kau mau membiarkan hal ini terjadi?"
"Nanti dulu. Jangan marah, niocu, aku tidak bilang bahwa Eng-ji harus membalas cinta pemuda itu. Tapi aku terus terang merasa suka dengannya!"
"Suka? Kau...?"
"Ssst, jangan keras-keras, niocu. Suka bukan lalu hendak memberikan segala-galanya. Hanya aku tertarik karena pemuda ini lain dengan gurunya!"
"Aku tak perduli. Sebaiknya pemuda itu dibunuh, suamiku. See-ong dan muridnya adalah orang-orang terkutuk!"
"Ah, kenapa begini? Kulihat muridnya tak ikut campur masalah gak-hu (ayah mertua), niocu. Aku cenderung memiliki kesan baik terhadap pemuda ini."
"Aku tak perduli. Aku benci!"
Dan Swat Lian yang mau keluar menyambar pemuda itu tiba- tiba dicekal dan dicegah suaminya.
"Niocu, tahan kemarahanmu. Kalau pemuda itu kau bunuh maka See-ong tak akan datang!"
Muka yang merah dan jari yang menggigil itu tiba-tiba berhenti.
Nyonya ini tertegun dan tampak berubah, bibirnya digigit dan tinjupun terkepal.
Dan ketika suaminya berbisik bahwa dengan ditangkapnya pemuda itu berarti See- ong akan datang berkunjung maka Pendekar Rambut Emas menenangkan isterinya, membujuk.
"Kau bersabarlah, kekang sedikit kemarahanmu. Biarlah pemuda itu di sini dan kita ganti balas mengundang See-ong!"
"Hm!"
Bibir yang dingin itu dirapatkan.
"Baiklah, suamiku. Tapi kau harus berjanji bahwa pemuda ini harus dibunuh kalau gurunya sudah kita beresi!"
"Itu masalah nanti. See-ong memang musuh kita, niocu, tapi pemuda ini bukan. Kalau dia hendak membalas sakit hati atau dendam barulah kita bertindak!"
Hari itu sang nyonya cantik berhasil diredam.
Kemarahan Swat Lian memang tidak dikehendaki oleh Pendekar Rambut Emas.
Pendekar itu hanya hendak menunjukkan bahwa Soat Eng rupanya dicintai murid datuk sesat See-ong itu, hal yang menarik bagi Pendekar Rambut Emas karena murid See-ong ini dilihatnya lain dari yang lain.
Masih diingatnya dengan baik sikap pemuda itu yang bertolak belakang dengan gurunya, yakni ketika ia tiba di Sam-liong-to dan berhadapan dengan See-ong, juga Enam Iblis Dunia yang tinggal lima.
Tok-ong tewas terbunuh oleh mertuanya.
Dan ketika gerak-gerik atau sikap pemuda itu sama sekali tak menunjukkan sebagai pemuda jahat maka sebenarnya Kim- mou-eng tertarik dan heran juga, merasa aneh bahwa murid seorang tokoh sesat kok tidak seperti gurunya.
Siang Le sepantasnya menjadi murid seorang tokoh baik-baik, kaum pendekar umpamanya.
Maka ketika hari itu dia menangkap dan dapat mengurung pemuda ini maka ada beberapa hal yang hendak diselidiki pendekar itu.
Pertama tentang sikap atau watak pemuda itu, setelah tidak di Sam-liong-to.
Kedua tentang bagaimanakah atau kenapakah pemuda itu tiba-tiba dapat muncul di situ, padahal Sam- liong-to dengan tempat tinggalnya berjarak ribuan li.
Kalau tidak ada sesuatu yang istimewa tak mungkin pemuda itu datang, jauh-jauh dari Sam-liong-to.
Dan ketika hal kedua itu segera diketahuinya dari sinar mata atau pandangan lembut pemuda itu terhadap puterinya maka maklumlah Pendekar Rambut Emas bahwa kiranya pemuda ini datang karena kasmaran, rindu akan cinta! Tapi, karena pemuda itu adalah murid See-ong dan tentu saja dia tahu kebencian isterinya terhadap See-ong maka Pendekar Rambut Emas tidak bertindak lanjut kecuali ingin mengetahui apa yang tersembunyi di balik maksud pemuda itu, sebenarnya dia secara pribadi tak membenci pemuda ini.
Bahkan Siang Le dianggapnya sebagai pemuda yang baik karena dulu di Sam-liong-to pemuda itu berkali-kali mencegah gurunya, bersikap hormat dan ramah.
Tapi karena pemuda itu tak disukai isterinya dan perasaan isterinya harus dijaga maka pendekar ini menarik napas panjang dan mengangguk- angguk.
"Hm, biarlah,"
Katanya dalam hati.
"Biar dia lihat apa yang akan terjadi nanti. Isterinya betul, perasaan isterinya harus dijaga. Kalau dia keliru menyimpulkan pemuda ini dan ternyata pemuda itu berpura-pura maka dia bisa malu terhadap isterinya nanti. Biarlah, biar dia lihat sepak terjang pemuda ini lebih lanjut dan biarlah dia tak usah tergesa-gesa menilai. Dan begitu pendekar ini mengangguk dan menarik napas maka dia pun berkelebat dan sudah memasuki kamarnya. **SF** "Bagaimana, Togur, berhasil? Mana puteri Pendekar Rambut Emas itu?"
"Keparat, Siang Le menggagalkan niatku, suhu. Hampir saja aku berhasil tapi terpaksa gagal!"
Begitu Togura menjawab pertanyaan gurunya ketika dengan murung dia kembali ke Sam-liong-to.
Pakaiannya kusut, wajahnya muram dan berkali-kali pemuda ini meremas batu, yang seketika hancur dan luluh menjadi tepung.
Dan ketika gurunya, Hek-bong Siauw- jin menyambut paling awal maka pemuda ini menumpahkan kemarahannya.
"Apa yang terjadi? Kenapa dengan murid See- ong itu?"
"Hm, dia tiba-tiba muncul di sana, suhu, membantu dan menyelamatkan gadis itu!"
"Pemuda itu di tempat suku bangsa Tar-tar?"
"Benar."
"Ah, kalau begitu kita laporkan gurunya, muridku. See-ong beberapa hari ini marah- marah karena muridnya tak ada!"
"Jangan, nanti dulu,"
Togura mencegah, menggelengkan kepala.
"Aku tak mau See-ong tahu muridnya di sana, suhu. Nanti rahasiaku terbongkar."
"Maksudmu?"
"Aku telah menghajarnya, mempergunakan Khi-bal-sin-kangku. Kalau kita melapor dan Siang Le tahu tentu dia segera tahu bahwa yang bertempur dengannya adalah aku!"
"Hm, jadi bagaimana? Kalau begitu apa yang harus atau akan kau lakukan?"
"Aku penasaran, suhu, dan aku ingin mengulang. Kau sebaiknya ikut!"
"Jangan!"
Sesosok bayangan berkelebat, tiba- tiba muncul.
"See-ong hari ini marah besar, Togur. Semua dari kita harus menemuinya, dipanggil!"
Nenek Naga, yang kaget tapi girang bertemu muridnya berseru.
Dia muncul di situ mau memberi tahu Siauw-jin, eh, muridnya tiba-tiba datang dan mau mengajak iblis cebol itu pergi, tentu saja harus dicegah.
Dan ketika nenek itu berkelebat dan sudah berdiri di situ maka Togura mengerutkan kening memandang subonya (ibu guru) ini.
"Ada apa, subo? Apa yang mau dilakukan tua bangka itu?"
"Ssst, jangan keras-keras, Togur. Nanti makianmu didengar dan kita semua bisa celaka!"
"Aku tak takut, aku justeru ingin membebaskan kalian dari cengkeramannya!"
"Apa?? "Benar, kalian mau, bukan?"
Lalu melihat dua orang gurunya terbelalak antara girang tapi juga takut maka pemuda ini berkata.
"Subo, aku ingin mengadu kepandaian dengan kakek itu. Kalau aku menang akan kubunuh dia, kalian kubebaskan. Tapi kalau aku kalah, hmm... sebaiknya kalian membantu aku!"
Dua orang itu terkejut.
"Togur,"
Siauw-jin tiba-tiba berkata.
"Sebaiknya jangan terlampau bernafsu dulu menghadapi kakek itu. See-ong dan Pendekar Rambut Emas imbang. Kalau kau belum dapat mengalahkan Pendekar Rambut Emas dan kalah oleh kakek ini maka See-ong tentu membunuhmu. Sebaiknya coba dulu Pendekar Rambut Emas itu baru See-ong."
"Kenapa begini?? "Pendekar Rambut Emas orangnya murah hati dan lemah, Togur, lain dengan See-ong ini. Kakek itu kejam, telengas. Kalau kau kalah olehnya tentu tak ada ampun, lain kalau kau kalah oleh Kim-mou-eng misalnya, apalagi jelek-jelek kau masih murid keponakannya!"
"Ah, benar!"
Nenek Naga berseru, tiba-tiba menimpali.
"Apa yang dikata Siauw-jin tidak salah, Togur. Sebaiknya kau berhadapan dulu dengan Pendekar Rambut Emas daripada kakek iblis See-ong ini!"
"Tidak!"
Pemuda itu berkata berani.
"Kim-mou- eng atau See-ong bagiku sama saja, subo. Aku tidak takut. Daripada jauh-jauh kembali ke sana lebih baik di sini aku menguji kepandaianku dengan si tua bangka itu. Aku tidak takut, aku pnu akal!"
Dua gurunya terkejut.
Kalau pemuda ini sedemikian nekat dan berani menghadapi See- ong maka murid mereka itu sungguh mengagumkan.
Togura menyatakan tidak takut, dan juga katanya mempunyai akal.
Maka ingin tahu akal apa yang dipunyai pemuda itu tiba-tiba Siauw-jin bertanya.
**SF** (Bersambung
Jilid 11) Bantargebang, 24-10-2018,17.25 (Serial Bu-beng Sian-su) ISTANA HANTU
Jilid 11 * * * Hasil Karya . B A T A R A Pelukis . Soebagio Antonius S. * * * Percetakan & Penerbit U.P. DHIANANDA P.O. Box 174 SOLO 57101 ISTANA HANTU - BATARA KONTRIBUTOR . KOH AWIE DERMAWAN
Kolektor E-Book
REWRITER .
SITI FACHRIAH ? PDF MAKER .
OZ Hak cipta dari cerita ini sepenuhnya berada di tangan pengarang, di bawah lindungan Undang-undang.
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dilarang mengutip/menyalin/menggubah tanpa ijin tertulis pengarang.
CETAKAN PERTAMA U.P.
DHIANANDA ? SOLO 1987 ISTANA HANTU (Lanjutan "Sepasang Cermin Naga") Karya .
Batara
Jilid . 11 * * * "KAU mempunyai akal apa? Bagaimana?"
"Hm, mudah. Aku mempergunakan topengku kalau menghadapi tua bangka itu, suhu. Kalau aku kalah aku dapat ngacir tanpa diketahui. Kalau aku menang aku dapat membuka topengku dan menunjukkan siapa diriku!"
"Ah, bagus, ha-ha!"
Sang suhu tertawa bergelak.
"Kau pintar, Togur. Kau cerdik. Ah, kau dapat mencoba itu dan boleh hadapi See- ong!"
"Dan kalian melindungiku,"
Pemuda itu berkata, tajam bersinar-sinar.
"Kalau aku kalah kalian harus melindungiku, suhu, menyembunyikan aku kalau See-ong mengejar!"
"Tentu, kami dapat melakukannya. Bagaimana, nenek Naga?? Nenek Naga Bumi mengerutkan kening.
"Hm, bagaimana, ya? Asal See-ong tidak tahu tentu aku setuju, Siauw-jin. Tapi kalau See-ong tahu aku khawatir kita semua celaka!"
"Bodoh, murid kita mempergunakan topeng, tak perlu takut!"
"Benar, tapi kalau ilmu silat murid kita diketahui tentu berabe, cebol. Togur harus memperhitungkan itu kalau benar-benar ingin selamat!"
"Ah, aku tak akan mempergunakan ilmu silat kalian,"
Togur membantah.
"Aku hanya mempergunakan Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin- kang, subo. Selebihnya aku dapat berhati-hati sendiri!"
"Nah,"
Siauw-jin tertawa.
"Kau dengar sendiri kata-kata Togur, nenek siluman. Tak perlu berkecil hati atau takut mendukung rencana murid kita!"
"Aku tak takut, aku hanya berhati-hati.."
Dan ketika nenek itu merah mukanya mendengar tawa sang murid maka berkelebat bayangan lain dan Cam-kong muncul.
"Hei!"
Kakek tinggi kurus itu berseru.
"Kalian sedang apa di sini? Tak tahukah kalau See-ong memanggil?"
Lalu, tertegun melihat muridnya di situ tiba-tiba kakek ini mengerutkan kening, bertanya.
"Togur, kau sudah pulang? Mana puteri Pendekar Rambut Emas itu?"
"Dia gagal,"
Siauw-jin mendahului, menyeringai.
"Kini Togur hendak menantang See-ong, Cam-kong. Kau bantulah dia dan mari dengar rencananya!"
"Apa?"
Kakek itu terkejut.
"Mencari perkara?"
"Sst, dengar, Cam-kong. Togur penasaran tak berhasil membawa puteri Pendekar Rambut Emas itu. Dia digagalkan Siang Le. Kau dengarlah rencananya sekarang dan lihat apa yang akan dia lakukan!"
Siauw-jin lalu bercerita, menuturkan rencana muridnya dan Cam-kong tertegun. Tapi ketika semua itu didengarnya baik-baik dan Togur akan mempergunakan topeng untuk menyembunyikan mukanya maka kakek ini lega dan mengangguk-angguk.
"Baiklah, kita semua memang ingin bebas. Tapi harap Togur berhati-hati, jangan mempergunakan ilmu-ilmu kita!"
"Ah, itu semua sudah dipikirkannya, Cam- kong. Murid kita akan lebih berhati-hati daripada yang kau kira."
"Baiklah, dan See-ong memanggil kita semua. Kakek itu marah karena muridnya pergi tanpa memberi tahu!"
"Ha, dan kita akan disuruh mencarinya? Keparat, tidak enak benar tunduk di bawah kekuasaan orang lain, Cam-kong. Kalau murid kita dapat mengalahkan See-ong atau paling tidak sejajar dan setingkat dengannya tentu lebih baik kita menghamba pada murid sendiri!"
"Sudahlah,"
Togura berkata.
"Kalian pergi semua, suhu. Dan bantu aku kalau See-ong belum mampu kukalahkan. Kalian melindungi aku kalau aku terpaksa melarikan diri!"
Ketiga gurunya mengangguk.
Cam-kong akhirnya kagum melihat keberanian muridnya itu, mendengar kata-katanya dan semangatnya yang besar.
Keberanian seorang pemuda yang sedang panas-panasnya.
Dan ketika pemuda itu berkelebat dan pergi meninggalkan mereka maka Cam-kong dan dua temannya sudah berkelebat pula memenuhi panggilan See-ong.
**SF** "Heh, kalian tak tahu ke mana muridku itu pergi? Kalian benar-benar tidak tahu?"
Begitu See-ong marah-marah menegur tiga pembantunya ini ketika Siauw-jin dan lain-lain muncul.
Kakek tinggi besar itu melotot dan bertanya tentang muridnya, yang menghilang tak memberi tahu.
Dan ketika semua menggeleng dan menyatakan tak tahu maka kemarahan kakek ini memuncak dan Siauw-jin disambar serta dibanting, disusul yang lain-lain yang terkena tamparan dan tendangan.
"Kalian gentong-gentong kosong belaka. Kalian tak ada gunanya menjaga pulau. Heh, kalau begitu cari mereka, Siauw-jin. Cari muridku itu dan juga putera-puteri Pendekar Rambut Emas!"
Siauw-jin dan teman-temannya mengeluh.
Mereka jatuh bangun dihajar See-ong, Siauw- jin dibanting pantatnya dan keras bertemu batu, melesak dan bokong atau pantat setan cebol itu hilang separuh, lucu! Dan ketika kakek itu mengumpat caci tapi tentu sja tak berani mengeluarkannya dengan mulut maka lima iblis itu digebah agar mencari Siang Le, yang mungkin mengejar atau mencari putera- puteri Pendekar Rambut Emas, yang hilang seperti siluman.
Namun ketika See-ong marah- marah dan menggeram serta mengutuk tiba- tiba berkelebat sebuah bayangan yang langsung tertawa di belakang kakek ini.
"Heh, kau marah-marah seperti kambing kebakaran jenggot, See-ong. Muridmu telah kutangkap dan siap kubunuh!"
See-ong terkejut.
Dalam marah dan geramnya rupanya dia lengah, seorang pemuda muncul dan tahu-tahu berdiri di depannya, seperti iblis! Dan ketika kakek itu tertegun dan tentu saja terkejut maka sejenak dia tak mampu mengeluarkan kata-kata, kaget dan bengong.
"Kau siapa?"
Akhirnya bentakan itu terdengar juga, menggelegar bagai gunung dihantam petir.
"Bagaimana datang di tempat ini dan menyembunyikan muka? Heh, tunjukkan mukamu, anak muda, tak perlu bertopeng!"
"Ha-ha, kau bodoh. Orang yang datang seperti caraku ini jelas tak menghendaki dirinya dikenal, See-ong. Kalau kau ingin tahu siapa aku maka cobalah buka topengku dan lihat bisakah atau tidak!"
"Keparat, apa maumu?? "Menantang bertanding, aku ingin merobohkanmu..."
"Siut!"
See-ong tiba-tiba berkelebat, cepat luar biasa.
"Kau jahanam keparat, anak muda. Kalau begitu mampuslah!"
Dan pukulan dahsyat yang menyambar Togura, pemuda ini, tiba-tiba ditangkis dan langsung bertemu Khi- bal-sin-kang.
"Dess!"
See-ong berteriak kaget.
Kakek iblis itu terpental berjungkir balik, pukulannya membalik dan tertolak menghantam diri sendiri.
Tapi karena See-ong adalah kakek luar biasa di mana akhirnya dia dapat mematahkan daya-tolak serangan itu maka kakek ini sudah berjungkir balik melayang turun dengan muka berubah.
"Jahanam keparat. Khi-bal-sin-kang! Bedebah, siapa kau, anak muda? Kau memiliki Khi-bal- sin-kang?"
See-ong berseru, kaget mengumpat caci dan tentu saja dia terkejut oleh ulah Togura ini.
Sekarang kakek itu tegak kembali dengan mata sebesar jengkol, tangkisan Khi- bal-sin-kang yang menolak balik pukulannya tentu saja membuat kakek ini terkesiap, memandang lawannya itu dan tertawalah Togura di balik topengnya.
Dan ketika mereka kembali berhadapan dan See-ong tergetar dan tidak menyerangnya lagi maka pemuda ini berseru.
"See-ong, coba kau tebaklah aku. Aku enggan memperkenalkan nama. Kalau kau cerdas dan tidak berotak kerbau tentu kau mengenal siapa aku!"
See-ong tertegun.
Dalam gebrak kilat yang mengejutkan tadi kakek ini dibuat guncang, dia memandang terbelalak dan marah serta kaget.
Khi-bal-sin-kang adalah ilmu yang hanya diwarisi keluarga Pendekar Rambut Emas, isteri dan anak-anaknya.
Dan karena putera Pendekar Rambut Emas hanya satu dan dia mengenalnya sebagai Thai Liong maka kakek ini melotot dan mengira lawannya itu adalah Thai Liong, mengamati dan nyalang memandang tapi dia ragu.
Thai Liong tidak setinggi besar pemuda ini, putera Pendekar Rambut Emas itu langsing namun tegap, bentuk tubuhnya kokoh tapi tidak tinggi besar.
Dan ketika dia terkejut dan ragu memandang lawan, yang sama sekali tak diduganya sebagai Togura, maka pemuda itu tertawa berkata padanya.
"Nah, tidak tahu juga? Ha-ha, kau memang tolol, See-ong. Dan orang tolol macam kau ternyata bercokol di Sam-liong-to. Heh, aku ingin merebut pulau ini, See-ong, berganti tuan dan kau tua bangka sebaiknya minggir. Berikan baik-baik atau kau kutundukkan dan kuhajar dulu!"
Kemarahan See-ong meledak.
Setelah dia tidak tahu siapa lawannya ini dan menerima hinaan begitu rupa tentu saja kakek itu gusar.
See- ong mengeluarkan teriakan nyaring dan bentakan menggelegar keluar dari mulut kakek ini.
Dan ketika lawan terkejut dan dibuat waspada tiba-tiba kakek itu menghilang dalam ilmu hitamnya, Hek-kwi-sut (Lebur Bersama Iblis).
"Slap!"
Kakek itu lenyap.
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Togur berteriak keras karena dia tak tahu ke mana lawan menghilang, tahu-tahu dari belakang punggungnya menyambar angin dahsyat.
Tapi karena pemuda ini sudah mengetahui kesaktian lawannya dan kehebatan Hek-kwi- sut juga sudah dilihatnya maka satu-satunya jalan hanyalah melindungi dirinya dengan Khi- bal-sin-kang itu.
"Plak-dess!"
Togura terbanting.
Pemuda ini mengerahkan Khi-bal-sin-kang melindungi dirinya itu, mampu tapi dia terbanting bergulingan, si kakek mengeluarkan teriakan di balik ilmu hitamnya dan See-ong tampaknya terkejut juga.
Maklumlah, dia juga terpental.
Dan ketika kakek itu melengking tinggi dan Togura meloncat bangun maka pemuda itu sudah diserang lawan yang berkelebatan menyambar-nyambar, tak tampak tapi hebatnya bukan main.
Pemuda ini jatuh bangun dan memaki-maki, bergulingan terlempar ke sana-sini tapi hebatnya Khi-bal- sin-kang selalu melindungi.
See-ong sampai mendelik karena lawan selalu melompat bangun setiap dipukul, jatuh dan bangun lagi dan akhirnya kakek itu memekik.
Dan ketika lawan tak dapat membalas namun dia juga tak dapat merobohkan maka pemuda itu terbahak- bahak mengejeknya.
"Hayo, kerahkan semua tenagamu, See-ong. Pukulan-pukulanmu terlalu empuk dan ringan. Aih, selembut telapak tangan wanita!"
"Keparat, kurenggut topengmu, anak muda. Kubunuh kau dan kulihat siapa wajahmu nanti!"
Togura terkejut.
Setelah See-ong mengeluarkan ancamannya itu dan kakek ini benar-benar menujukan semua serangannya ke arah mukanya maka Togura terpaksa menangkis dan menolak.
Setiap angin pukulan yang menyambar mukanya kini dikibas atau ditampar, Togura tak dapat membalas karena lawan berlindung di balik ilmu hitam.
Dan ketika mereka sama-sama terpental dan See- ong memaki kalang-kabut maka kakek ini menggeram-geram seperti harimau dicabuti kumisnya.
"Bedebah, kubunuh kau, anak muda. Kubunuh!"
"Ha-ha, tak perlu mengeluarkan gertak sambal. Kau tak dapat membuktikan omonganmu, See-ong. Kau seperti macan tua yang ompong!"
See-ong menggeram-geram.
Setelah dia jadi kebingungan karena tak satu pun serangannya dapat merobohkan lawan maka kakek ini juga bingung dan marah.
Dia mulai letih sementara lawannya yang masih muda tampak masih perkasa, meskipun juga mandi keringat.
Dan ketika dia jengkel dan pemuda itu minta agar mereka bertanding secara berdepan maka kakek ini menampakkan diri dan membuang Hek-kwi-sutnya.
"Baik, coba kau robohkan aku, anak muda. Buktikan sesumbarmu pula dan kalahkan aku!"
"Ha-ha, kau tak berlindung lagi di balik ilmu setanmu? Baik, jaga ini, See-ong, dan mari lihat berapa jurus aku merobohkanmu... plak- dess!"
Togura membalas, membuat si kakek tergetar namun tidak roboh, sedikit bergoyang dan ganti kakek itu yang tertawa bergelak.
Togura merah mukanya dan menyerang lagi, menghantam.
Tapi ketika lagi-lagi pukulannya hanya membuat si kakek bergoyang dan tidak apa-apa maka pemuda itu mendengar tawa lawan yang terbahak-bahak.
"Ha-ha, ayo bocah, buktikan sesumbarmu!"
Togura membentak.
Dia naik pitam oleh ejekan si kakek, menghantam tapi kali ini See-ong mengelak, tubuh meliuk dan tiba-tiba jari kakek itu menyambar, cepat sekali, tak diduga-duga tahu-tahu merenggut topengnya.
Dan ketika saputangan itu terenggut tapi See- ong mendapat sebuah tendangan maka dua- duanya sama-sama terkejut dan Togura melempar tubuh bergulingan.
"Rrt-dess!"
See-ong memaki-maki.
Dia jadi tak dapat melihat wajah lawna karena keburu terlempar, lawan berjungkir balik di sana dan bergulingan pula.
Dan ketika kakek itu memaki-maki dan melompat bangun ternyata lawan melarikan diri dan takut dilihat wajahnya! "Hei, tunggu!"
Kakek itu membentak.
"Tunggu aku, bocah. Dan perlihatkan wajahmu... dess!"
Pukulan si kakek diterima tanpa menoleh, lawan terpelanting tapi kakek ini juga tertahan. Dan ketika kakek itu mengumpat dan marah mengejar lagi ternyata lawan mengajak berputar-putar di Sam-liong-to.
"Ha-ha, kau tak dapat selamat,"
Kakek itu teringat lima pembantunya.
"Pulau ini dijaga pembantu-pembantuku, anak muda. Lihat kupanggil mereka!"
See-ong bersuit, tinggi melengking dan berkelebatanlah Siauw-jin dan kawan-kawannya itu.
Mereka tentu saja tahu apa yang terjadi dan sesungguhnya mereka telah menonton, girang dan bangga karena murid mereka ternyata mampu menghadapi See-ong, meskipun See-ong juga tak dapat dikalahkan atau dirobohkan murid mereka.
Maka ketika suitan panjang memanggil mereka dan Siauw-jin muncul paling dulu tiba-tiba kakek cebol ini menyerang muridnya, tentu saja berpura-pura, membentak.
"Hei, siapa kau?"
Togura tertawa.
Pemuda ini menangkis dan tentu saja tahu siasat gurunya itu, membuat Siauw-jin terbanting dan kakek cebol itu memekik, terguling-guling.
Dan ketika yang lain juga muncul dan Cam-kong atau nenek Naga membentak dari kiri kanan maka nenek Naga berbisik.
"Togur, kau lari di bukit batu karang itu. Kami siapkan sebuah lubang untukmu... des-dess!"
Nenek inipun mencelat, pura-pura mengaduh dan berteriak ketika muridnya menangkis. Dan ketika Cam-kong juga dibuat terpental dan pemuda ini meneruskan larinya maka See-ong membentak di belakang memaki-maki lima pembantunya itu.
"Goblok, ayo kejar. Kejar lagi!"
Siauw-jin dan empat temannya mengumpat. Mereka pura-pura marah, mengejar dan memaki-maki. Dan ketika mereka sama tersenyum namun sang murid sudah menghilang di depan maka See-ong mengumpat caci tak keruan, tak menemukan lawannya.
"Haram jadah! Pemuda itu pasti bersembunyi. Ayo kalian cari dan temukan dia!"
Namun bagaimana kakek ini dapat menemukan Togura.
Nenek Naga Bumi dan kawan- kawannya memberikan tempat persembunyian bagi pemuda itu, tentu saja tak akan diberikan.
Dan ketika See-ong mengumpat caci dan marah-marah maka Togura tertawa-tawa dan sudah berkumpul bersama gurunya.
**SF** "Nah,"
Pemuda itu gembira.
"bagaimana, suhu? Kalian melihat pertandinganku?"
"Siluman! Kau hebat, Togur. Kau dapat menandingi See-ong. Tapi kau belum dapat mengalahkannya!"
"Hm, itu soal kedua. Yang penting sekarang kalian tak perlu takut kepada kakek itu, suhu. Aku dapat melindungi kalian. Sekarang aku ingin membawa kalian keluar dari Sam-liong- to!"
"Apa?"
"Benar, kalian mau bukan?"
"Ah, tentu kami tahu, Togur. Tapi kami ragu terhadap See-ong!"
"Eh, kalian mau tetap tinggal di sini atau bagaimana?"
Togura tak puas.
"Bukankah See- ong tak perlu ditakuti lagi? Kalau dia marah- marah aku dapat melindungi kalian, suhu, tak usah ragu atau takut!"
"Bukan begitu,"
Cam-kong tiba-tiba bicara.
"Di sana masih ada Siang Le, Togur. Siauw-jin hendak mengingatkan dirimu bahwa kakek itu masih mempunyai murid!"
"Hm, tak apa. Kalian rupanya berhati kerdil. Siang Le dan kalian tak akan menang, suhu. Kalau bocah itupun membuat kalian ketakutan maka biarlah kalian menjadi budak See-ong. Aku pergi sendiri!"
Togura tak senang, marah memandang kelima gurunya dan Siauw-jin serta kawan-kawannya terkejut.
Tentu saja mereka juga ingin bebas dan tak di bawah kekuasaan See-ong, yang merampas kemerdekaan mereka.
Maka begitu sang murid mau pergi dan siap berkelebat tiba-tiba serentak semuanya menahan dan berseru berloncatan.
"Nanti dulu. Tunggu, Togur, kami mau...!"
"Hm, begitu,"
Pemuda ini tertawa, bersinar- sinar.
"Kalian jangan penakut, suhu, terus terang aku jadi tak senang. Bukankah kalian diperintahkan mencari Siang Le? Nah, kita berangkat, sekalian pergi!"
Lima gurunya tertegun. Mereka teringat itu, mengangguk dan berseri-seri. Dan ketika semua setuju dan tentu saja tak keberatan maka Siauw-jin tertawa bergelak mendahului muridnya.
"Benar, sungguh tolol sekali. Bukankah kita mendapat kesempatan dengan perintah ini? Ha-ha, kita terlampau penakut, nenek Naga. Kita harus malu kepada murid sendiri yang demikian gagah!"
Yang lain tersenyum.
Memang mereka mendapat kesempatan keluar pulau, See-ong meminta agar muridnya dicari.
Siang Le telah meninggalkan Sam-liong-ton tanpa ijin.
Dan ketika mereka berlompatan dan sebentar kemudian sudah berkelebat menyambar perahu maka Togura sudah berada di tengah- tengah gurunya di dalam perahu.
"Heh-heh, kita memang pelupa, Siauw-jin. Agaknya kita semua pikun!"
"Benar, kita masih terlalu takut terhadap See- ong. Aih, kita tak boleh mengecewakan murid kita, nenek Naga. Togur sudah dapat diandalkan dan dapat melindungi kita!"
Demikianlah, kakek dan nenek-nenek iblis itu tertawa di dalam perahu mereka.
Mereka menepuk-nepuk dahi sendiri dan memaki, Togura tersenyum-senyum dan membiarkan dirinya disanjung-sanjung.
Dan ketika tak lama kemudian mereka sudah menyeberang dan Sam-liong-to tak kelihatan di belakang maka pemuda ini berkelebat keluar dan berjungkir balik mendahului gurunya.
"Suhu, kita berlomba!"
Gurunya terkejut.
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pemuda itu sudah lenyap terbang ke depan, mempergunakan Jing-sian- eng dan tentu saja kakek dan nenek-nenek iblis itu terbelalak.
Mereka tak mungkin menang.
Tapi karena sang murid sudah mengajak dan mau tak mau mereka harus mengejar maka nenek Naga Bumi berseru keras dan tertawa mengerahkan ginkangnya, berkelebat dan menyusul pemuda itu dan sebentar kemudian yang lain-lain juga meniru.
Mereka menggerakkan kaki dan terlihatlah lima bayangan yang berkelebat tidak lumrah manusia lagi, lenyap dan muncul di sana untuk akhirnya menghilang lagi.
Cepat dan melebihi siluman-siluman saja kakek-kakek dan nenek iblis ini keluar masuk hutan, muncul dan sebentar kemudian beterbangan di antara padang-padang rumput.
Tapi ketika mereka tak dapat mengejar sang murid dan Togura lenyap entah ke mana maka lima orang itu akhirnya cemas dan memanggil-manggil.
"Togur, tunggu. Kami tak dapat menyusulmu...!"
"Benar, jangan terlampau cepat, anak baik. Kami sudah letih dan mandi keringat!"
"Ha-ha!"
Suara itu tiba-tiba terdengar di depan.
"Aku di sini, suhu. Ayo susul dan percepat gerak kaki kalian!"
Lima orang tua itu terbelalak.
Mereka sudah ngos-ngosan seperti kuda memburu napasnya, tak kuat dan capai.
Tapi karena Togur ada di depan dan suara pemuda itu rupanya dekat maka lima orang ini memaki dan kembali berkelebat cepat.
Tapi apa yang dilihat? Tak ada apa-apa.
Murid mereka itu entah di mana dan kembali mereka memanggil.
Tapi ketika terdengar jawaban di depan sana dan mereka mengejar ternyata murid mereka itu tak ada lagi.
"Keparat, jangan permainkan kami, Togur. Kami sudah tua-tua!"
"Ha-ha, aku di sini, suhu. Lihat!"
Dan Togura yang berjungkir balik di belakang guru-gurunya tiba-tiba sudah ada di situ dan tertawa-tawa melihat gurunya melotot, tiba di dalam hutan dan tadi pemuda ini duduk di atas pohon, tinggi sekali, menunggu gurunya.
Dan ketika gurunya memaki-maki dan mereka jatuh terduduk dengan napas putus-putus maka Ji- moi memaki muridnya dengan marah.
"Togur, kami sudah tua-tua, jangan dipermainkan. Kalau kami mampus tentu kau juga rugi!"
"Ha-ha, tak usah sewot. Aku sengaja melatih kalian, subo. Sudah lama kalian tidak diuji dan perlu latihan fisik. Bukankah kalian tak pernah lari-lari?"
"Apa? Kau menyuruh kami yang tua-tua ini untuk latihan fisik?"
"Ya, untuk menghadapi pekerjaan besar ini, subo. Aku ingin menemui Pendekar Rambut Emas dan bertanding!"
"Gila!"
Kelima gurunya terbelalak.
"Kau bisa ditangkap, Togur. Cermin Naga bisa dirampas kembali!"
"Tapi aku ingin menjajal kepandaianku, setelah dengan See-ong."
"Benar, tapi kalau di sana lain, Togur. Pendekar Rambut Emas itu dibantu isterinya yang sama lihai!"
"Aku tidak takut, aku tak gentar!"
"Hm, bukan masalah gentar atau tidak,"
Siauw-jin tiba-tiba meloncat, memasuki percakapan.
"Tapi pencurianmu bisa segera diketahui, Togur. Dan sekali kau ketahuan tentu hidupmu akan dikejar-kejar!"
"Aku tidak takut, aku dapat menyembunyikan diri dalam topeng!"
"Ah, kalau begitu kami yang kesulitan, Togur. Kami tak dapat membantumu!"
"Eh, kenapa begitu?"
"Tentu, meskipun kau bertopeng tapi kalau kami muncul membantumu maka Pendekar Rambut Emas dapat menduga bahwa kaulah pencurinya, Togur. Karena yang menjadi murid Enam Iblis Dunia hanyalah kau!"
"Hm, jadi bagaimana?"
"Sebaiknya kita main-main dulu, ke istana mengobrak-abrik!"
"Ha-ha, watakmu!"
Togura tertawa bergelak.
"Kau selalu suka membuat onar suhu, tapi aku tak ingin ke sana!"
"Kalau begitu kita menjungkirbalikkan dunia kang-ouw saja, kita datangi ketua-ketua partai dan culik mereka!"
"Ah, aku tak setuju. Bagaimana kalau murid kita menjadi raja?"
Naga Bumi, nenek yang tampak bangga itu tiba-tiba berseru.
"Aku ingin murid kita sama dengan Kim-mou-eng, Siauw-jin, menjadi raja atau kaisar!"
"Maksudmu?"
"Kita tempatkan murid kita pada tempat yang tertinggi. Kita jadikan dia raja atau kaisar!"
"Hm!"
Togura bersinar-sinar.
"Kalau begitu kita ke kota raja?"
"Benar, kalau kau suka, Togur. Dan Kim-mou- eng ataupun See-ong akan kalah tinggi kedudukannya denganmu!"
"Ha-ha, boleh. Kalau begitu aku setuju!"
Pemuda ini tiba-tiba tertawa lagi, bergelak.
"Kalau ke kota raja ada maksud dan tujuannya tentu saja aku mau, subo. Tapi kalau hanya sekedar mengobrak-abrik aku tak suka!"
"Nanti dulu,"
Cam-kong tiba-tiba berkata.
"Kaisar dan para pembantunya boleh kita tundukkan, nenek Naga. Tapi rakyat dan orang-orang lain belum tentu dapat!"
"Ah, kau mengecilkan niat ini?"
"Bukan begitu, hanya harap diingat bahwa menguasai kaisar bukan berarti menguasai rakyat, nenek Naga. Dan menjadi raja atau kaisar tanpa pendukung rakyat tentulah tidak ada artinya!"
"Hm!"
Semua orang tertegun, teringat itu. Dan ketika mereka sadar bahwa menguasai kaisar belum tentu menguasai rakyat maka Naga Bumi termangu dan nenek ini tampak kecewa.
"Sialan, kau menghancurkan gagasanku, Cam- kong. Kau tua bangka keparat!"
"Ha-ha, tak perlu memaki!"
Siauw-jin tiba-tiba berjingkrak.
"Gagasanmu tetap dapat dilaksanakan, nenek bau. Aku tahu cara yang tepat untuk ini!"
"Bagaimana?"
"Kita mendatangi bangsa liar di utara, saingan bangsa Tar-tar. Kita kuasai mereka dan tundukkan pemimpinnya!"
"Huh, sama saja. Caramu setali tiga uang, cebol. Kita tak akan berhasil dan murid kita hanya menggigit jari!"
"Tidak, kau salah. Bangsa liar dan bangsa Han jelas berbeda, nenek goblok. Bangsa liar masih belum mapan sementara bangsa Han sudah mapan. Mengganggu yang mapan memang bisa menimbulkan masalah, tapi memasuki yang belum mapan justeru bisa menciptakan kemapanan. Ha-ha, kau bodoh tak dapat mencerna kata-kataku, nenek siluman. Tapi Cam-kong tentu tahu semua kata-kataku!"
Cam-kong tertegun.
Nenek Naga Bumi melotot karena dimaki sebagai nenek goblok, kalau bukan Siauw-jin tentu sudah dihajar dan dibantingnya mampus! Tapi ketika Cam-kong mengangguk-angguk dan rekannya yang tinggi kurus itu tersenyum aneh tiba-tiba kakek ini batuk-batuk.
"Ah, cerdik sekali,"
Kakek ini memuji.
"Kau patut menjadi penasihat kami, Siauw-jin. Kata- katamu betul dan baru aku sekarang sadar."
"Maksudmu?"
Nenek Naga Bumi penasaran.
"Coba jelaskan ucapan setan cebol ini, Cam- kong. Barangkali kami kaum wanita memang kurang cerdas!"
"Ha-ha, wanita memang goblok! Kami kaum lelaki memang lebih cerdas, nenek bau. Dan dengar apa kata-kata Cam-kong!"
"Diam kau!"
Nenek ini membentak.
"Jangan menjelek-jelekkan kaum wanita, cebol tengik. Atau kami akan menyerangmu dan membungkam mulutmu, tiga lawan dua!"
"Eh-eh, tak usah bertengkar,"
Togura melerai.
"Kita di sini untuk menyatukan pendapat, subo. Harap tak usah disimpan di hati kata-kata Siauw-jin ini. Dan kau..."
Katanya memandang Siauw-jin.
"Tak usah mengejek, suhu. Atau kalian semua kuhajar dan kucopoti lidahnya!"
Aneh, Siauw-jin menyeringai dan tertawa masam.
Nenek Naga Bumi juga melotot namun tidak banyak bertingkah lagi, murid memarahi guru agaknya lazim! Dan ketika semuanya diam dan Cam-kong tertawa geli maka kakek tinggi kurus itu mengurai kata-kata Siauw-jin.
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Siauw-jin benar, dan kata-katanya tepat. Terus terang aku kagum. Yang dimaksud si cebol ini adalah mendatangi suku-suku liar di utara, nenek Naga, menundukkan mereka dan menunjukkan kepada mereka kekuatan kita. Mereka adalah bangsa pengembara, liar dan sehari-harinya suka adu otot. Kalau kita dapat menundukkan mereka dengan kepandaian kita maka tak ayal lagi mereka pasti tunduk luar dalam kepada kita, semuanya, bukan hanya pemimpinnya saja melainkan beserta pengikutnya, rakyat! Bukankah mereka adalah orang-orang yang berwatak keras dan hanya tunduk kepada kegagahan? Nah, kalau kita mampu menunjukkan pada mereka kegagahan kita tentu mereka menjadi pengikut yang patuh, nenek Naga. Togur dapat menjadi raja di sana dengan dukungan penuh rakyatnya. Ini yang dimaksud Siauw-jin!"
"Oh!"
Nenek Naga tertegun.
"Jadi itu kiranya?"
"Ya, dan bangsa liar berbeda dengan bangsa Han, nenek Naga. Bangsa Han adalah orang- orang sombong yang sudah merasa senang dipimpin kaisarnya, yang katanya titisan Dewa. Dan kalau bangsa Han pongah dengan sikapnya itu maka bangsa liar seperti Khitan atau Uighur di luar tembok besar adalah bangsa yang hanya mau dipimpin oleh orang- orang yang kuat, lelaki-lelaki perkasa yang sanggup dan berani membuktikan dirinya sebagai laki-laki istimewa, tak percaya pada segala titisan yang banyak omong kosong itu!"
"Ha-ha, jelas?"
Si iblis cebol terbahak ketawa.
"Itu yang kumaksudkan, nenek siluman. Dan murid kita dapat menjadi raja dengan dukungan penuh. Apalagi dia adalah keturunan Gurba, pemimpin atau pahlawan bangsa Tar- tar, suheng Pendekar Rambut Emas!"
Semua sadar.
Tiba-tiba mereka menjadi gembira karena itulah maksud yang bagus, rencana yang baik dan tentu saja Togura sendiri mengangguk-angguk.
Diingatkan tentang ayahnya sendiri yang gagah perkasa dan bekas pemimpin bangsa Tar-tar maka pemuda ini bersinar matanya dan bangga, kelima gurunya juga bangga karena murid mereka bukanlah keturunan sembarangan.
Pemuda ini adalah putera mendiang Gurba, suheng Kim-mou-eng, yang kedahsyatan dan kesaktiannya sudah mereka dengar.
Tapi ketika mereka berseri-seri dan siap menyatakan setuju mendadak Toa-ci, nenek yang jarang bicara mengangkat lengannya.
"Nanti dulu, rencana ini memang bagus. Tapi bagaimana melaksanakan ini, Cam-kong? Apakah kita berlima harus maju berbareng? Maksudku apakah kita harus bergerombol seperti anak-anak kecil begini?"
"Hm, aku kurang jelas. Bagaimana maumu?"
"Heh,heh, sekarang pihak laki-laki yang tolol!"
Nenek Naga mengejek, mendahului temannya.
?Yang ditanyakan Toa-ci adalah apakah kita semua harus berbareng menghadapi bangsa- bangsa liar itu Cam-kong.
Bukankah seorang di antara kita saja cukup.
Kalau ini dapat dimengerti dan benar maka Toa-ci hendak memaksudkan bahwa sebaiknya kita melakukan sekali tepuk lima enam lalat tertangkap!"
"Aku tak mengerti,"
Cam-kong mengerutkan kening.
"Coba kau jelaskan, nenek siluman. Dan biar Siauw-jin atau Togur mendengarkan ceritamu."
"Kalian bodoh. Suku-suku bangsa liar di luar tembok besar amatlah banyak. Yang baru dapat bersatu hanya beberapa saja, di antaranya adalah bangsa Tar-tar itu. Kalau kita beramai-ramai menundukkan suku bangsa pertama untuk kemudian pergi dan mencari lagi suku bangsa yang lain maka pekerjaan ini terlalu lama. Toa-ci hendak meminta agar kita berpisah dan melaksanakan tugas sendiri- sendiri, tentu saja merencanakan dulu di mana kita berkumpul atau memusatkan diri, setelah semua tugas dilaksanakan masing-masing dari kita!"
"Ah, begitukah?"
"Ya, begitu, Cam-kong. Dan kau boleh tanya apakah betul atau tidak!"
"Memang betul,"
Nenek Toa-ci menjawab, bersinar-sinar.
"Aku hendak meminta itu kalau kalian setuju, Cam-kong. Dan kalau Togur suka maka sekali tepuk beberapa lalat tertangkap!"
"Ha-ha, cerdik!"
Siauw-jin akhirnya terbahak, gembira.
"Kau benar, nenek siluman. Aku setuju!"
"Dan aku juga,"
Cam-kong mengangguk, akhirnya kagum.
"Kau cerdas, nenek bau. Rupanya kaum wanita pembicaraannya hanya dapat dimengerti oleh kaum wanita pula!"
"Hih-heh, dan kau?"
Nenek Naga memandang muridnya.
"Bagaimana, Togur? Setujukah?"
"Aku setuju,"
Pemuda ini ternyata mengangguk.
"Kau benar, subo. Tapi beritahukan bagaimana selanjutnya."
"Tanya saja Toa-ci. Eh, bagaimana selanjutnya, Toa-ci?"
"Kita berpencar, masing-masing mencari atau mengumpulkan suku-suku Khitan dan lain-lain. satu di antara kita bergerak di tengah, yang lain akhirnya menuju ke sini dan menyatukan diri."
"Hm, bagaimana itu? Siapa yang di tengah?"
"Togur sebaiknya menuju suku U-min Naga Bumi, di situ bercokol pemimpinnya bernama Cucigawa. Kita yang lain-lain bergerak di luarnya menundukkan suku-suku Uighur atau Khitan, berkumpul dan akhirnya menyatu dengan bangsa U-min ini, setelah ditundukkan Togur!"
"Ha-ha, manis sekali!"
Siauw-jin tertawa bergelak.
"Kau cerdik dan ternyata pintar, Toa- ci. Bangsa U-min hampir setara dengan bangsa Tar-tar. Tapi kudengar suku bangsa ini dekat dengan kaisar, padahal kaisar dekat dengan Kim-mou-eng. Bagaimana ini?"
"Itulah, siapa yang dekat dengan Kim-mou-eng adalah musuh kita, Siauw-jin. Karena itu biarkan murid kita menguasai bangsa ini agar hubungannya dengan kaisar kacau, berarti membalas pula dendam kita kepada Kim-mou- eng!"
"Ah, ha-ha... cerdik sekali, pintar! Eh, aku lagi- lagi setuju, nenek siluman. Dan kita siapkan rencana matang untuk menggempur Kim-mou- eng!"
"Nanti dulu, jangan tergesa-gesa,"
Nenek Toa- ci tersenyum lebar.
"Rencana itu merupakan rencana jangka panjang, Siauw-jin, sebaiknya dibicarakan belakangan dan ini dulu."
"Benar,"
Cam-kong kini bicara.
"Dengan mengumpulkan atau menguasai suku-suku bangsa liar ini berarti kita telah menyiapkan pasukan yang besar, Siauw-jin. Dengan menguasai dan mengendalikan mereka maka mudah bagi kita untuk menggempur Kim-mou- eng ataukah kaisar!"
"Ha-ha, cocok. Kalau begitu kita tentukan siapa yang menundukkan bangsa-bangsa Khitan atau Uighur. Aku pilih ke Khitan, lebih dekat, ha-ha!"
"Hidungmu!"
Nenek Naga memaki.
"Kau selalu mau cari enaknya, Siauw-jin, tak mau bersusah payah sedikit atau apa!"
"Sudahlah,"
Toa-ci menjawab.
"Siauw-jin boleh ke Khitan, Naga Bumi. Kau ke Uighur dan aku serta yang lain ke suku-suku bangsa lain. Togur ke suku bangsa U-min, bagaimana?"
"Boleh,"
Pemuda ini menjawab, berseri-seri.
"Aku setuju, subo. Dan kalian semua nanti ke sini. Eh, siapa nama pemimpin bangsa ini?"
"Cucigawa, raja Cucigawa."
"Ha-ha, baik. Kalau begitu kita cepat saja berangkat!"
Dan Togur yang tak menunggu gurunya lagi lalu berkelebat dan meminta agar guru-gurunya tidak banyak bicara lagi, berangkat dan menaklukkan suku-suku bangsa kecil lainnya untuk disatukan dengan bangsa U-min ini, yang dipimpin Cucigawa.
Dan begitu pemuda itu berkelebat dan lenyap sambil tertawa maka berturut-turut Siauw-jin dan lain-lain menggerakkan kakinya, menuju masing-masing bangsa yang dipilih.
Siauw-jin sudah ke Khitan sementara nenek Naga Bumi ke bangsa Uighur, tentu saja geger di tempat- tempat itu.
Dan ketika nenek Naga Bumi dan lain-lain sudah menjalankan tugasnya dan semua bekerja sendiri-sendiri maka Togura mendatangi bangsa U-min menghadapi raja Cucigawa! **SF** "Hei, lepaskan aku.
Aduh, tolong...
tolong...!"
Togura sudah membuat ribut ketika mendatangi tempat Cucigawa ini.
Seorang gadis manis, yang sedang membawa air tiba- tiba disambar dan menjerit, berteriak-teriak karena Togura main remas dan cubit, gadis itu cukup bahenol dan montok, selera muda murid Enam Iblis Dunia ini bangkit dan segera saja Togura melakukan aksinya.
Dan ketika gadis itu menjerit-jerit dan pemuda tinggi besar ini membawanya lari ke perkemahan bangsa U- min itu maka ribut dan gemparlah semua orang melihat ulahnya.
"Hei, lepaskan kekasihku!"
Seorang pemuda tinggi tegap tiba-tiba muncul di kiri jalan, berlari dan sebatang lembing berada di tangan kanannya, bergetar.
Togura tertawa-tawa dan tentu saja tidak takut.
Dan ketika pemuda itu membentak dan menyerangnya tiba-tiba pemuda ini menggerakkan lengan menangkis.
"Krak!"
Tombak atau lembing itu patah.
Togura telah membuat kaget dengan tendangan kaki kirinya, yang langsung membuat lawannya terlempar.
Dan ketika pemuda itu berteriak dan Togura lari tertawa-tawa maka pemuda ini mulai memanggil-manggil atau menantang raja Cucigawa.
"Hei, aku ke sini ingin bertanding. Suruh raja kalian keluar dan hadapilah aku!"
Teriakan atau seruannya ini tentu saja membuat marah.
Bangsa itu geger dan semua orang ribut, keluar rumah dan senjatapun sudah siap di tangan.
Mereka mengira Ituchi, atau mungkin temannya, maklumlah, mereka baru saja diserang pemuda itu dan Ituchi juga tinggi besar seperti murid Siauw-jin ini.
Togura berkulit coklat dan kehitaman seperti putera raja Hu itu, dari kejauhan hampir mirip.
Namun ketika semua melihat bahwa pemuda ini bukan Ituchi maka terkejut dan heranlah semua orang, juga marah.
Istana Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hei, lepaskan gadis itu!"
Pemuda ini tertawa-tawa.
Lima orang tiba-tiba maju menerjang, pakaiannya seperti prajurit dan tahulah Togura bahwa penjaga mulai melihatnya.
Tadi dia masuk secara lihai dan mempergunakan ilmu meringankan tubuhnya, tak diketahui dan baru setelah dia menyambar gadis cantik itu dia memperlihatkan diri.
Dan ketika lima orang itu menusuk sementara pemuda yang menjadi kekasih gadis ini berteriak dan melompat bangun di sana maka Togura mempergunakan kepandaiannya yang luar biasa dan...
hilanglah pemuda itu dari pandangan lawan, melejit bersama Jing-sian- engnya (Bayangan Seribu Dewa).
"Haii..!"
"Siluman..!"
Orang-orang itu ribut.
Mereka terkejut dan tentu saja gempar karena lawan tahu-tahu menghilang, padahal mereka menusuk dan yakin bahwa lawan tak akan lolos, pemuda itu berada di tengah dan siap menjadi makanan empuk tombak atau lembing mereka.
Namun ketika lawan menghilang dan lenyap entah ke mana maka mereka mendengar teriakan di sebelah kanan dan jerit atau terlemparnya tubuh.
"Aduh..!"
"Bangsat... des-dess!"
Mereka menengok.
Ternyata pemuda yang mereka sangka siluman itu sudah berada di situ, mengibas dan meroboh-robohkan teman mereka yang lain, yang sudah berdatangan dan membentak pemuda itu.
Tapi ketika semua terdorong dan pemuda itu tertawa-tawa maka dia sudah berkelebatan di depan bagai siluman atau bayangan menyambar-nyambar.
"Aku mencari Cucigawa, hayo suruh raja itu keluar!"
Para perajurit menjadi marah.
Nama raja mereka disebut begitu saja oleh pemuda ini, yang bukan sanak atau kadang.
Dan ketika pemuda itu bergerak ke sana ke mari dan tangannya meroboh-robohkan teman mereka yang cepat berdatangan maka bangsa ini diobrak-abrik oleh Togura.
"Ha-ha, jangan halangi aku. Minggir... des- dess!"
Togura melempar-lempar mereka, menendang atau menggerakkan tangan menampar dan terpelantinglah orang-orang itu.
Mereka menjerit dan berteriak mengaduh, Togura terus bergerak dan akhirnya menuju kemah paling besar, tempat raja bersemayam.
Dan ketika semua tak ada yang menahan dan pemuda itu berjungkir balik tinggi di udara maka tibalah dia di puncak kemah, berdiri sama tinggi dengan bendera bangsa U-min yang berkibar.
"Cucigawa, aku ingin menemuimu!"
Seruan lantang dan nyaring ini disambut geraman.
Dua sosok tubuh berkelebat dan dua orang laki-laki muncul di situ, yang satu tua sedang yang lain muda.
Itulah panglima Horok dan Ramba, dua tulang punggung raja Cucigawa.
Dan begitu mereka keluar dan pasukan berkuda meringkik dari mana-mana maka ribuan orang sudah mengepung pemuda ini, delapan lapis! "Anak muda, tunjukkan siapa dirimu.
Terangkan kepada kami apa maksud sepak terjangmu!"
"Aku ingin menemui Cucigawa, kaukah orangnya?"
"Hm, apa maksudmu ingin menemuinya?"
"Ha-ha, ingin menantangnya bertanding, orang tua. Suruh dia keluar atau kau maju kalau kau adalah Cucigawa!"
"Keparat, kau kurang ajar. Raja tak ingin menemuimu dan turunlah, aku yang akan menerima tantanganmu!"
"Ha-ha, kau siapa?"
"Aku Horok, panglima di sini!"
"Dan aku Ramba!"
Pemuda di sebelah panglima Horok tiba-tiba melompat maju memperkenalkan diri.
"Turunlah, jahanam keparat. Dan lepaskan gadis itu!"
"Ah, kau juga panglima di sini?"
"Benar, dan sebutkan siapa dirimu!"
"Ha-ha, aku tak akan memperkenalkan diri kalau belum berhadapan dengan raja. Eh, kalian ke sini, Ramba. Mari bertanding di puncak kemah. Siapa jatuh dia kalah. Kau berani?"
Ramba marah.
"Kenapa tidak?"
Dia melayang berjungkir balik tiba-tiba pemuda ini sudah hinggap di puncak kemah, hampir di ujung dan orang pun kagum.
Apa yang telah ditunjukkan pemuda tinggi besar ini memang bermaksud pamer, ilmu meringankan tubuhnya diperlihatkan pada semua orang tapi Togura tertawa mengejek, melihat bahwa meskipun baik tapi atap kemah agak bergoyang, padahal dia tidak.
Dan ketika Ramba marah karena lawan mengejek maka Togura berkata.
"Ramba, ilmu meringankan tubuhmu cukup bagus, tapi hanya untuk orang-orang rendahan saja. Kenapa kau sendiri tidak dibantu temanmu itu? Panggil Horok ke mari, kalian berdua boleh tangkap aku yang hanya akan mengelak tanpa menggetarkan kemah!"
"Kau si mulut sombong!"
Dan Ramba yang tentu saja tidak menjawab pertanyaan ini karena sudah dekat dengan lawan tiba-tiba membentak dan melepaskan pukulannya, bergerak ke depan dan orang-orang di bawah melihat gerakan itu.
Serangan Ramba hebat, anginnya menderu sampai terdengar di bawah.
Tapi ketika lawan tertawa dan berkelebat ke kiri tiba-tiba Ramba kehilangan lawannya.
Dewa Arak 73 Pembantai Dari Mongol Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Hong In
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama