Ceritasilat Novel Online

Kisah Para Penggetar Langit 1

Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle Bagian 1

COVER Kisah Para Penggetar Langit Norman Duarte Tolle2

Kolektor E-Book

s Editing . D.A.S PDF . D.A.S3 Kisah Para Penggetar Langit Karya. Norman Duarte Tolle4 PEMESANAN VERSI CETAK . Whatsapp 08883800313 Email normannuno@gmail.com. Rekening Penulis BCA 0183296121 a.n Norman Tolle. Official Website

https.//kisahparapenggetarlangit.blogspot.com/ Facebook

https.//facebook.com/kisahparapenggetarlangit / PRAKATA Saya Norman Duarte Tolle.

Sahabat-sahabat saya biasa memanggil dengan nama Normie, Noku atau Oman.

Saya pemetik gitar pada sebuah band kecil bernama C-IV.

Saya sudah punya album gitar solo instrumental berjudul THE ZEN SESSION.

Saya pun seorang penulis! Iseng banget ya bikin cerita silat.

Tapi saya udah suka ama cerita silat sejak masih kecil.

Mulai dari video VHS, ama buku saku kecil yang disebut orang "Kho Ping Hoo".

Padahal salah kaprah banget, Kho Ping Hoo itu nama salah seorang penulis cerita silat.

Awal mula punya ide untuk menulis cerita silat, adalah ketika saya tahu nenek saya dari pihak ibu, adalah orang cina asli.

Marganya Tjio (dalam Ejaan Yang Disempurnakan.

Cio).

Seru juga.

Dari ibu saya, saya baru tahu lagi kalo nama buyut saya adalah Abdullah Tjio.

Dia seorang keturunan Cina muslim.

Saya kemudian tertarik untuk mempelajari asal-usul silsilah keluarga saya.

Siapa tahu buyut saya itu adalah jagoan Baijiquan (nama salah satu cabang bela diri kungfu yang awalnya hanya dipelajari komunitas Cina6 muslim).

Iseng-iseng saya browsing di internet, gak nemu juga keturunan Cina lain yang marganya Tjio juga.

Adanya cuma Tjio Wie Tay, beliau ini salah satu tokoh keturunan Cina yang berjasa juga bagi Indonesia.

Hmmm, siapa tahu, aku ada hubungan saudara dengan beliau.

Dari asal-usul inilah, saya jadi mengkhayal.

Siapa tahu nenek moyang saya dulu di Cina adalah tokoh-tokoh silat super sakti dan keren.

Punya ilmu meringankan tubuh kelas atas, pukulan sakti maha dahsyat, dan lain-lain.

Akhirnya lahirlah seorang tokoh fiktif dalam benak saya yang saya namain Cio San.

Saya gak tau cerita silat yang saya buat ini bakalan kayak gimana.

Semua mengalir saja.

Menulis cerita ini pun pada saat saya membuat blog ini.

Jadi iseng-iseng aja.

Tapi walaupun iseng, saya tetap akan bertanggung jawab atas apa yang saya tulis.

Entah ada yang mau baca atau tidak, saya tetap akan menghormati 'kontrak tidak tertulis' antara pengarang dan pembaca.

Sekedar informasi saja, cerita-cerita silat di Indonesia awalnya adalah terjemahan dari cerita silat pengarang China (dan Taiwan atau Hongkong).

Penjualan buku terjemahan ini termasuk fantastis di7 era tahun 70an, akhirnya merangsang pengarang lokal Indonesia untuk menulis cerita silatnya sendiri.

Lahirlah legenda pengarang cersil bernama Kho Ping Hoo.

Saking ngetopnya dia, hampir semua buku silat dinamaiin Kho Ping Hoo, padahal ada yang bukan karangannya.

Ini sama dengan kebiasaan kita menyebut "Honda"

Untuk segala jenis sepeda motor.

Di Indonesia, penerjemahan buku silat ini masih mempertahankan idiom-idiom bahasa aslinya.

Misalnya seperti nama orang, nama jurus, atau nama tempat dan lain-lain masih disebutkan dalam bahasa aslinya .

Tapi berhubung orang-orang keturunan cina yang tinggal di Indonesia itu menggunakan dialek Hokkian, maka idiom-idiom yang digunakan juga menggunakan dialek Hokkian, dan bukan Mandarin sebagai dialek resmi China.

Perlu diketahui, ada 3 dialek utama dalam bahasa China, yaitu Mandarin, Hokkian, dan Kanton.

Jadi, walaupun seumpama huruf-hurufnya sama, cara bacanya agak berbeda, menurut dialek masing-masing.

Ambil contoh kata "Wo"

Yang dalam dialek Mandarin berarti saya, dalam dialek Hokkian berbunyi "Gua". Atau kata "Jin"

Yang berarti emas, dalam dialek hokkian menjadi "Kim'.

Begitulah.

Hal ini menjadi membingungkan ketika banyak orang awam8 menganggap bahasa China itu cuma dialek Mandarin saja.

Padahal di Indonesia, dialek yang umumnya digunakan adalah dialek Hokkian.

Nama-nama orang pun masih menggunakan dialek Hokkian ini, seperti Kwik Kian Gie, Soe Hok Gie, dan lain-lain.

Karena itulah, saya juga tetap mempertahankan 'tradisi' ini dengan tetap menggunakan idiom-idiom Hokkian dalam cerita silat karangan saya.

Contoh seperti kata "Thay-Kek Kun", yang dalam mandarinnya disebut "Tai Chi Cuan", dan lain-lain.

Dalam perjalanan mempelajari dialek hokkian ini, saya malah menemukan banayk juga kata-kata bahasa Indonesia yang berasal dari dialek Hokkian, seperti "Gua / saya".

"Lauteng / Loteng".

"Lie Hay / Lihay". Dan masih banyak lagi. Ternyata juga, dialek hokkian itu deket banget dengan bacaan Kanji cara Onyomi dari Jepang. Misalnya kata Hokkian "Kiam-Sian"

Itu hurufnya sama dengan kata Jepang "Ken Shin"

Yang artinya sama.

Dewa Pedang.

Seru kan? Btw, Selain karena mempertahankan tradisi, ternyata memang membaca cerita silat itu lebih enak ketika kita menggunakan dialek Hokkian.

Entah kenapa.

Dulu di awal tahun 2000an sempat digalakkan lagi penerbitan cerita silat, namun kali ini menggunakan dialek Mandarin.

Ternyata banyak9 pembaca yang protes, karena merasa kesan 'silat'nya hilang.

Ok, moga-moga ada yang mau baca.

Karena ini adalah hal baru buat saya.

Semoga hasilnya gak mengecewakan.

Saya benar-benar membuka pintu kritik dan saran untuk penulisan ini.

Karena bagi saya ini bukan sekedar iseng.

Saya gak mau terlalu ge-er dengan mengganggap cersil karangan saya sebagai "titik kebangkitan cersil", karena sungguh masih jauh banget.

Tapi amat sangat menyenangkan jika kita menggalakkan lagi penulisan seperti ini oleh penulis- penulis muda.

Karena terus terang, walau banyak yang mengganggap cersil sebagai sampah, saya menganggapnya sebagai KARYA SASTRA.

Norman.10 DAFTAR ISI Kisah Para Penggetar Langit ..............................................................3 PRAKATA ............................................................................................5 DAFTAR ISI........................................................................................10 EPISODE 1 .....................................................................................17 Bab 1.................................................................................................18 Duka Datang Bertubi-tubi.................................................................18 Bab 2.................................................................................................43 Tan Hoat dan Cio San pergi ke Bu-Tong san.....................................43 Bab 3.................................................................................................74 Kehidupan di Bu-Tong-san................................................................74 Bab 4.................................................................................................88 Hukuman di Puncak Gunung ............................................................88 Bab 5...............................................................................................160 Pelajaran di Puncak Gunung...........................................................160 Bab 6...............................................................................................190 Berlarilah Mencari Kebenaran........................................................190 Bab 7...............................................................................................213 Kebenaran di dalam Kegelapan......................................................213 Bab 8...............................................................................................235 Kehidupan Cio San di dalam Goa....................................................235 Bab 9...............................................................................................26011 Tahun Berikutnya Di Dalam Goa ....................................................260 Bab 10.............................................................................................286 Persahabatan Yang Aneh................................................................286 Bab 11.............................................................................................295 Kedatangan dan Kepergian.............................................................295 Bab 12.............................................................................................318 Dunia Baru Yang Tidak Asing ..........................................................318 Bab 13.............................................................................................333 Di Sebuah Warung Kecil .................................................................333 Bab 14.............................................................................................352 Dua Orang Yang mencurigakan ......................................................352 Bab 15.............................................................................................362 Pekerjaan Yang Disukai...................................................................362 Bab 16.............................................................................................375 Pertemuan Setelah Perpisahan ......................................................375 Bab 17.............................................................................................386 Beng Liong dari Bu-Tong Pai...........................................................386 Bab 18.............................................................................................398 Nama Yang tidak Asing ...................................................................398 Bab 19.............................................................................................434 Sang Nyonya Besar .........................................................................434 Bab 20.............................................................................................451 Syair Tentang Cinta.........................................................................451 Bab 21.............................................................................................472 Pelajaran Yang Berharga.................................................................47212 Bab 22.............................................................................................479 Sang Dewa Kematian......................................................................479 Bab 23.............................................................................................490 Sebuah Teka Teki Yang Terkuak .....................................................490 Bab 24.............................................................................................498 Lima Pedang Bu-Tong Pai ...............................................................498 Bab 25.............................................................................................515 Perpisahan dan Perjalanan.............................................................515 Bab 26.............................................................................................535 Perjalanan Ke Markas Ma Kaw .......................................................535 Bab 27.............................................................................................557 Pertarungan Hidup dan Mati..........................................................557 Bab 28.............................................................................................569 Di Markas Rahasia Ma Kauw ..........................................................569 Bab 29.............................................................................................586 Persahabatan Baru .........................................................................586 Bab 30.............................................................................................597 Perjalanan Di atas Kapal .................................................................597 Bab 31.............................................................................................625 Kematian Yang Mencurigakan........................................................625 Bab 32.............................................................................................635 Pertemuan Dua Enghiong...............................................................635 Bab 33.............................................................................................657 Musuh Yang Tak Terlihat ................................................................657 Bab 34.............................................................................................67613 Sebuah Tugas Yang Berat ...............................................................676 Bab 35.............................................................................................700 Ke Istana Ular..................................................................................700 Bab 36.............................................................................................714 Seseorang Yang Menakutkan .........................................................714 Bab 37.............................................................................................741 Seorang Nenek Tua Yang Cantik.....................................................741 Bab 38.............................................................................................763 Bunga Merah Yang Cantik ..............................................................763 Bab 39.............................................................................................776 Hari Pertama Di Istana Ular............................................................776 Bab 40.............................................................................................805 Tamu dan Surat ..............................................................................805 Bab 41.............................................................................................828 Memulai Perjalanan .......................................................................828 Bab 42.............................................................................................846 Seorang Tamu di Tengah Malam....................................................846 Bab 43.............................................................................................858 Sebuah Undangan ..........................................................................858 Bab 44.............................................................................................869 Dua Orang Pendekar.......................................................................869 Bab 45.............................................................................................891 Surga atau Neraka? ........................................................................891 Bab 46.............................................................................................905 Dewi atau Manusia? .......................................................................90514 Bab 47.............................................................................................917 Di Tepi Sebuah Telaga ....................................................................917 Bab 48.............................................................................................927 Pertemuan Pertama .......................................................................927 Bab 49.............................................................................................944 Sekali Lagi .......................................................................................944 Bab 50.............................................................................................953 Di Tengah Hujan dan Di Tengah Malam .........................................953 Bab 51.............................................................................................971 Serigala ...........................................................................................971 Bab 52.............................................................................................987 Pertempuran Di Gerbang Kota .......................................................987 Bab 53...........................................................................................1009 Kejadian di Kay Pang.....................................................................1009 Bab 54...........................................................................................1025 Di Lembah Seribu Kupu-Kupu.......................................................1025 Bab 55...........................................................................................1056 Pernah Datang, Pernah Hidup, Pernah Cinta ...............................1056 Bab 56...........................................................................................1092 Lelaki Sejati...................................................................................1092 Bab 57...........................................................................................1125 Di Tepi Hutan Bambu....................................................................1125 Bab 58...........................................................................................1151 Sebuah Tongkat Hijau...................................................................1151 Bab 59...........................................................................................117315 Rahasia Cukat Tong ......................................................................1173 Bab 60...........................................................................................1193 Rahasia Mengejutkan di Bu-Tong Pai ...........................................1193 Bab 61...........................................................................................1217 Pertempuran Kecil........................................................................1217 Bab 62...........................................................................................1232 Pedang dan Cinta..........................................................................1232 Bab 63...........................................................................................1259 Ketika Manusia Menjadi Manusia ................................................1259 Bab 64...........................................................................................1274 Hujan Kematian ............................................................................1274 Bab 65...........................................................................................1303 Hanya Satu Orang.........................................................................1303 Bab 66...........................................................................................1338 Hati Pedang ..................................................................................1338 Bab 67...........................................................................................1354 Kejadian-Kejadian.........................................................................1354 Bab 68...........................................................................................1379 Pertarungan Dewa Pedang...........................................................1379 Bab 69...........................................................................................1412 Pengorbanan Sang Pahlawan .......................................................1412 Bab 70...........................................................................................1438 Pendekar Yang Sejati ....................................................................1438 Bab 71...........................................................................................1509 Naga dan Burung Hong.................................................................150916 Bab 72...........................................................................................1546 Sebuah Permintaan ......................................................................1546 Bab 73...........................................................................................1567 Bahagia .........................................................................................1567 SELESAI .........................................................................................1587 EPILOG..........................................................................................158917 EPISODE 118 Bab Duka Datang Bertubi-tubi Pemandangan dari atas gunung Bu-Tong san memang tiada duanya.

Saat ini musim semi, matahari sore bersinar dengan cerah.

Angin sepoi-sepoi menghembus menyejukkan hati siapa saja yang berada diatas gunung ini.

Tapi angin sejuk itu tidak mampu menembus ke dada ratusan murid Bu-Tong Pai1 saat ini.

Guru besar mereka, sekaligus pendiri perguruan Bu-Tong dan juga ketua partai itu, Thio Sam Hong, baru saja meninggal dunia.

Beliau adalah salah satu tokoh terbesar pada jamannya.

Bahkan kebesaran nama beliau tidak saja menggetarkan dunia kang-ouw2, tapi bahkan juga mampu menembus hati orang-orang biasa, dan rakyat jelata.

Thio Sam Hong memang adalah orang yang sangat dihormati.

Para pendekar aliran lurus sangat 1 Partai silat Bu-Tong, Pai artinya Partai 2 Dunia Persilatan19 mengagumi beliau.

Tokoh aliran sesat juga kagum, dan gentar mendengar namanya.

Thio Sam Hong adalah pencipta ilmu-ilmu hebat.

Salah satu ilmu ciptaannya adalah Thay Kek Kun.

Ilmu dahsyat ini menggetarkan dunia persilatan, dan jarang bisa ditemui lawannya.

Ia juga adalah seorang tokoh pendeta Tao yang kedalaman pengetahuan agama serta filsafatnya jarang mempunyai tandingan.

Banyak orang yang ketika mendengar namanya saja akan tunduk dan merasa takluk.

Selain itu, beliau juga memiliki umur yang sangat panjang.

Beliau mencapai umur lebih dari 170 tahun.

Konon kabarnya karena ilmu silatnya itu sangat hebat sehingga mempangaruhi usia dan kesehatan nya.

Kematian tokoh seperti ini sudah pasti akan menggemparkan seluruh Tionggoan3.

Sudah bisa diramalkan berita kematiannya akan membuat dunia kang-ouw gempar.

Proses penguburan jenazahnya akan mengundang keramaian besar.

Namun, Thio Sam Hong adalah tokoh bijaksana yang sangat rendah hati.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebelum kematiannya beliau menulis surat wasiat agar berita kematiannya baru 3 Cina Daratan20 disebarkan ke dunia kang-ouw 3 bulan setelah proses pemakaman beliau.

Surat wasiat itu juga menunjuk Lau Tian Liong sebagai Ciangbunjin4 partai yang baru.

Murid-murid Bu-Tong Pai menerima isi surat wasiat itu dengan rasa haru.

Mereka merasa guru besar mereka itu pantas mendapatkan pemakaman seperti seorang kaisar.

Namun sang guru memilih dikuburkan dengan suasana yang khidmat.

Memang proses pemakaman beliau sangat sederhana.

Walaupun dihadiri ratusan murid Bu-Tong Pai, pemakaman itu sakral dan sederhana.

Hanya diurusi beberapa orang yang sudah ditunjuk, dan beberapa pendeta Tao yang membaca kitab suci.

Bu-Tong Pai memang sedang bersedih.

Guru besar mereka meninggal.

Sedangkan murid-murid hebat mereka banyak yang gugur saat pertempuran melawan bangsa Goan.

Saat itu Bu-Tong, yang bergabung dengan berbagai perguruan persilatan dari berbagai aliran, memutuskan untuk menumbangkan bangsa penjajah.

4 Ketua Partai21 Gerakan perlawanan itu dipimpin oleh murid Bu-Tong yang paling hebat.

Murid legendaris itu berhasil menyatukan berbagai golongan bu-lim, dan berhasil memimpin perang melawan Goan5.

Padahal istrinya sendiri adalah putri dari jendral Goan yang masih punya hubungan saudara dengan Kaisar.

Sebuah penghianatan dari bawahannya, membuat murid terbaik Bu-Tong itu kecewa dan mengundurkan diri ke sebuah pulau terpencil beserta istrinya.

Kenyataan itu membuat Thio Sam Hong sangat terpukul karena ia menaruh harapan besar terhadap muridnya itu.

Selain bakat yang sangat besar, murid kesayangan Thio Sam Hong itu adalah orang yang sangat lurus sifatnya.

Ia juga memiliki ilmu tinggi dari berbagai macam aliran.

Namun kerendahan hati membuatnya ia disukai banyak orang, sehingga orang- orang mau mengangkatnya sebagai Bu-lim Beng-Cu6.

Murid lain asal Bu-Tong memang tidak sehebat murid kesayangan Thio Sam Hong itu, namun mereka juga memiliki ilmu yang dahsyat.

Sayang banyak sekali dari mereka yang gugur dalam peperangan sehingga 5 Mongol 6 Pemimpin Dunia Persilatan22 murid-murid yang tersisa di Bu-Tong memang bukan mereka yang terlalu istimewa.

Karena kenyataan ini Thio Sam Hong tidak mampu menurunkan ilmu-ilmunya yang paling hebat kepada murid-murid yang tersisa.

Ia memang berusaha menurunkan ilmu-ilmu itu, namun bakat dan pemahaman dari murid-muridnya memang tidak ada yang sedalam dan sebesar murid kesayangannya itu.

Setelah sang murid mengasingkan diri ke pulau terpencil, Thio Sam Hong yang sangat kecewa berusaha memendam kekecewaannya, mengucilkan diri dengan menciptakan ilmu-ilmu baru yang lebih dahsyat.

Para murid yang mengerti dengan keadaan ini, berusaha untuk tidak menyebut-nyebut nama murid kesayangan Thio Sam Hong itu.

Karena sering mereka lihat Thio Sam Hong berubah wajahnya menjadi sedih ketika ia mendengar nama muridnya itu disebut.

Akhirnya karena lama tidak disebut, nama murid kesayangan itu mulai terlupakan.

Bahkan mungkin kini tidak ada lagi orang yang tau siapa sebenarnya nama sang murid kesayangan itu.

Lau Tian Liong, sang ciangbunjin baru, adalah salah satu dari murid Thio Sam Hong yang paling hebat, yang masih hidup.

Ia sudah berusia 70 tahunan.23 Saat terjadi kejadian besar peperangan pengusiran penjajah Goan itu, ia mungkin baru berusia belasan tahun.

Thio Sam Hong sendiri sudah berusia sekitar 100 tahun lebih saat itu.

Lau Tian Long tidak ikut berperang, karena termasuk dalam golongan murid pemula yang masih belum cukup ilmu untuk turun ke kancah perang.

Ia memiliki bakat yang besar juga.

Thio Sam Hong sudah melihat hal ini, dan mengajarkannya ilmu-ilmu yang sangat tinggi.

Sekarang ini memang nama Lau Tian Long juga menggetarkan dunia kang-ouw, karena dianggap sebagai salah satu orang yang paling tinggi ilmunya.

Lau Tian Liong, sang Ciangbunjin baru Namun tingginya ilmu Lau Tian Liong ini tidak diikuti dengan tingginya ilmu murid-murid Bu-tong saat ini.

Oleh sebab itu, tepat setelah 3 bulan, batas yang diberikan Thio Sam Hong untuk memulai memberitakan kabar kematiannya ke dunia ramai, ia juga memerintahkan murid-murid utama Bu-tong untuk mulai mencari murid lebih banyak lagi.

Para calon murid ini harus memiliki bakat yang besar, dari keluarga yang lurus dan berasal-usul jelas.

Orang-orang yang ditugaskan untuk mengumpulkan24 murid ini adalah murid dari angkatan ketiga.

Mereka ini adalah terdiri dari murid-murid hebat yang ditugaskan untuk berkelana ke segala penjuru Tionggoan untuk menegakkan kebenaran.

Tegasnya, mereka adalah pendekar-pendekar yang turun langsung ke dunia kang-ouw.

Murid yang bisa tembus sampai angkatan ke 3, adalah murid-murid yang sangat hebat.

Dalam Bu- Tong Pai, ada 7 angkatan.

Angkatan ke 7 adalah angkatan pemula.

Begitu seterusnya sampai keatas.

Mereka yang ingin naik angkatan harus melewati ujian berat.

Jika tidak lolos maka ia diberi kesempatan mencoba sampai 3 kali.

Jika 3 kali itu tidak lulus, maka ia tidak bisa lagi naik tingkat, dan selamanya menjadi murid angkatan itu.

Mereka yang bisa lolos sampai angkatan ke 3, hanya beberapa orang.

Mungkin tidak sampai 20 orang.

Untuk bisa naik menjadi angkatan ke 2, mereka harus turun gunung.

Berkelana selama bertahun- tahun.

Membantu rakyat dengan ilmu yang sudah mereka miliki.

Setelah itu baru mereka berhak mengikuti ujian naik ke tingkat ke 2.

Tujuh orang terbaik dari angkatan ke 3 ini akan dilatih ilmu barisan pedang Bu-Tong yang sangat25 terkenal itu.

Ke 7 orang ini tidak turun gunung, dan menetap di Bu-Tong sebagai penjaga utama perguruan ini.

Sedangkan sisanya, diwajibkan turun gunung, mengabdi untuk rakyat.

Tugas baru untuk mencari murid-murid berbakat ini dibebankan kepada mereka yang turun gunung, termasuk Tan Hoat.

Dia adalah salah satu murid Bu-Tong yang namanya mulai terkenal di dunia kang-ouw.

Tindak tanduknya yang gagah membuat nama besar Bu-Tong semakin disegani.

Hari itu hari yang cerah, ia menyusuri padang rumput di sebuah desa terpencil.

Perintah dari ciangbunjinnya yang baru sudah ia dengar.

Cara anggota Bu-Tong menyampaikan berita memang unik.

Jika pusat perguruan menurunkan perintah atau berita, maka cukup satu orang saja membawa kabar itu ke sebuah desa di kaki gunung.

Tidak sampai 5 hari, berita itu sudah tersebar luas di bu-lim7.

Kebesaran dan ketenaran Bu-Tong memang jarang ada bandingannya.

Itu termasuk berita-berita rahasia.

Para murid angkatan Bu-tong memiliki sandi-sandi rahasia dan bahasa-bahasa tertentu yang hanya bisa dipahami 7 Kalangan kaum persilatan26 mereka.

Setiap angkatan memiliki sandi rahasia tersendiri.

Biasanya sandi atau pesan-pesan rahasia ini tertulis di tempat yang sering dilewati orang namun tidak mudah untuk diperhatikan.

Begitulah cara mereka bertukar berita.

Begitu pulalah cara Tan Hoat menerima berita kematian guru besar, dan perintah mencari murid.

Sebenarnya ia ingin pulang secepatnya untuk menziarahi makam gurunya, namun perintah ketua Lau mengharuskan nya mencari murid dulu.

Sebelum mendapatkan murid hebat, maka para murid tidak diijinkan naik ke Bu- Tong san.

Perasaannya sedih sekali.

Kecintaan rakyat jelata kepada mendiang Thio Sam Hong saja sudah besar sekali.

Apalagi kecintaan para muridnya sendiri.

Itulah mengapa Tan Hoat merasa terharu dan sedih sekali.

Ia bangga menjadi murid Bu-Tong.

Sepanjang jalan, ia mendengar nama Thio Sam Hong disebut- sebut dengan penuh rasa hormat.

Di mana-mana orang-orang berdoa untuk kedamaian arwah Thio Sam Hong.

Dimana-mana orang memuji-mujinya.

Tan Hoat bangga dan terharu.

Kabar beritanya sendiri ia lihat melalui goresan pedang di pintu sebuah rumah makan di kotaraja.27 Goresan pedang itu kecil saja.

Tidak akan kelihatan jika mata tidak awas.

Tapi sebagai murid Bu-Tong angkatan ketiga, hal-hal begini sudah menjadi bagian hidupnya sehari-hari.

Membaca pesan-pesan rahasia itu hatinya bagai teriris-iris.

Tapi sebagai pendekar, ia sudah mampu menahan perasaannya.

Ia tidak meneteskan airmata nya di tengah keramaian.

Ia berlari secepatnya.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun begitu sampai di luar gerbang ibukota, air matanya tumpah bagai air bah.

Butuh waktu lama sekali bagi Tan Hot untuk menguras air matanya.

Baru ketika ia sudah merasa tenang dan kuat.

Ia melanjutkan lagi perjalanannya.

Kali ini ia punya tugas baru dari sang pangcu.

Mencari murid baru.

Padahal ia sedang dalam perjalanan menumpas perampok-perampok yang mulai berani menggerayangi ibu kota.

Tan Hoat memutuskan untuk mengunjungi rumah salah seorang kerabatnya, bernama Cio Kim.

Cio kim adalah sahabat lama Tan Hot sejak mereka masih kecil.

Ayah Cio Kim adalah salah seorang pemimpin pasukan perlawanan yang berhasil mengusir penjajah.

Ia berfikir mungkin ayah Cio Kim28 belum mendengar kabar meninggalnya Thio Sam Hong.

Desa di mana rumah Cio Kim adalah sebuah desa yang terkenal.

Para penghuni desa ini adalah para petani yang berhasil membangun pertanian mereka menjadi sebuah perdagangan yang lumayan besar.

Mereka membentuk perkumpulan tani yang berhasil mengurusi hasil tani mereka dengan baik.

Pengelolaan yang baik ini membuat desa mereka makmur, dan sangat terkenal di Tionggoan.

Begitu menyusuri padang rumput yang luas, Tan Hoat teringat pada masa kecilnya.

Ia adalah anak seorang petani.

Keluarganya bukan asli orang desa itu, tapi merupakan perantauan dari daerah lain.

Karena mendengar nama desa itu yang terkenal, ayahnya memutuskan untuk memboyong keluarganya kesana dan mulai berusaha disana.

Di sanalah Tan Hoat yang baru berusia 10 tahun itu bertemu dengan Cio Kim.

Mereka yang memang seumur memang langsung akrab.

Setelah itu mereka menjadi sahabat dekat.

Ayah Cio Kim adalah kepala desa.

Pergolakan perang pengusiran bangsa Goan, membuat ayah Cio Kim yang bernama Cio Hong Lim29 bergabung dengan tentara perlawanan.

Dengan bakat dan kecerdasannya, Cio Hong Lim malah mempunyai pangkat tinggi dalam ketentaraan itu, padahal ia memang tidak bisa ilmu silat.

Cio Hong Lim memiliki otak yang sangat cerdas, sehingga ia diangkat menjadi ahli strategi.

Ia bahkan menjadi salah satu tokoh penting berhasilnya pengusiran itu.

Tidak seperti kebanyakan orang, ia memilih mundur dari jabatannya setelah perjuangan selesai.

Ia memilih bertani, membangun perkumpulan petani yang dulu sempat terbengkalai di jaman perjuangan itu.

Usahanya kemudian berhasil.

Desanya berkembang lagi.

Sejak saat itu Cio Hong Lim menjadi orang yang termasuk kaya.

Kekayaan yang didapatkannya secara jujur, melalui kerja keras.

Ayah Tan Hoat sendiri, yang bernama Tan Leng meninggal beberapa bulan setelah sebelumnya ibu Tan Hoat juga meninggal karena sakit.

Kepergian ayah Tan Hoat itu mungkin disebabkan rasa cinta yang mendalam dan kesedihan karena ditinggal ibu Tan Hoat.

Sejak saat itu Tan Hoat menjadi yatim piatu di usia 15 tahun.

Ia kemudian diasuh oleh keluarga Cio30 selama hampir setahun.

Oleh Cio Hong Lim, Tan Hot dikirimkan ke perguruan Bu-Tong Pai.

Posisinya dulu saat menjadi ahli strategi membuatnya dekat dan kagum dengan para pendekar Bu-Tong.

Cio Hong Lim sendiri, walaupun tidak menyukai ilmu silat, mempunyai pandangan yang luas.

Ia melihat Tan Hot memiliki bakat untuk mempelajari ilmu silat, sehingga mengirimkannya ke Bu-Tong.

Cio Hong Lim tidak memaksakan pandangannya yang anti ilmu silat itu terhadap Tan Hoat.

Bahkan juga kepada anaknya semata wayang, Cio Kim.

Namun Cio Kim memang tidak memiliki bakat ilmu silat.

Cio Kim malah memiliki otak cerdas sehingga Cio Hong Lim mengirimkannya belajar ke ibukota dan mendapat gelar siucai8.

Kini Tan Hot sudah berusia 32 tahun.

Ia belum menikah.

Pada jaman itu, usia begitu sudah dianggap sangat terlambat untuk menikah.

Tan Hoat sendiripun tidak perduli.

Walaupun tidak ada larangan menikah bagi anggota Bu-Tong angkatan ke 3, Tan Hoat sendiri memang lebih suka menjadi bujang.

Menurutnya itu malah membuatnya bisa lebih bebas dan tidak terikat.

8 Sastrawan, sarjana31 Walaupun sudah menjadi murid Bu-Tong Pai, dulu Tan Hot beberapa kali masih sempat mengunjungi desa itu.

Yang pertama, saat ia menemani salah seorang gurunya mengerjakan sebuah keperluan.

Dan yang kedua, saat ia menjadi murid angkatan ke 3 dan turun gunung untuk pertama kalinya.

Itu sudah 7 atau 8 tahun yang lalu.

Desanya pun tidak banyak berubah.

Walaupun ini desa yang makmur, penduduknya tidak serta merta langsung berubah gaya hidupnya bergaya seperti saudagar kaya.

Memang ada beberapa yang seperti itu.

Namun sifat sebagian besar penduduknya yang sederhana, membuat desa itu tetap asri walaupun diakui sebagai salah satu desa yang paling makmur di Tionggoan.

Setelah melintasi padang rumput, kini Tan Hoat menyusuri jalan setapak menuju desanya.

Tadi saat di padang rumput, desanya terlihat dari jauh.

Kini semakin dekat, rasa haru yang ada di hati Tan Hoat semakin menguat.

Begitu sampai di gerbang desa.

Ia sudah disambut oleh beberapa penduduk desa yang sedang menggarap sawah.

Sebagai 'bekas' penduduk desa itu,32 apalagi ia murid perguruan Bu-Tong, ia memang lumayan dikenal di desa itu.

Setelah mengucap salam, dan menanyakan kabar orang-orang yang tadi menyapanya, ia menanyakan kabar keluarga Cio.

Wajah orang-orang itu segera berubah.

Kata mereka.

"Tan-tayhiap9 belum dengar? Wah kalau begitu tayhiap secepatnya saja kesana"

"Memangnya ada apa?"

Tanya Tan Hoat penasaran "Lebih baik tayhiap kesana dulu. Nanti pasti ada yang bercerita disana..."

Jawab salah seorang penduduk desa dengan wajah khawatir.

Penasaran, Tan Hoat segera menggunakan Ginkang10.

Nalurinya sebagai seorang pendekar mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

Ia berlari.

Bahkan mungkin melayang.

Karena kakinya hanya menginjak tanah sekali-kali.

Orang- orang desa hanya melihat kelebatan bayangan.

Tapi mereka tidak tahu bayangan apa itu sebenarnya yang baru melewati mereka.

9 Pendekar Tan, Tayhiap berarti Pendekar 10 Ilmu Meringankan Tubuh33 Sebuah belokan lagi, Tan Hoat tiba di depan rumah keluarga Cio.

Begitu ia berbelok, ia kaget setengah mati.

Tempat yang dulunya berdiri rumah keluarga Cio sudah kosong melompong.

Tidak ada lagi rumah di tempat itu.

Berganti onggokan kayu-kayu kering bekas terbakar.

Seorang penduduk yang kebetulan lewat disitu mengenal Tan Hoat.

"Ah Tan-tayhiap baru datang rupanya"

"A apa yang sudah terjadi? Apakah ada kebakaran?"

Tanya Tan Hoat terbata-bata.

"Bukan kebakaran tayhiap... bukan kebakaran..."

Jawab orang itu.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lalu apa?"

Tanya Tan Hoat lagi penasaran.

"Bencana besar... rumah Cio-wangwe11 dirampok orang!"

Orang itu menjawab juga dengan terbata-bata.

"Siapa yang berani?"

Dalam amarahnya Tan Hoat mengerahkan tenaga dalamnya sambil menghentakkan kakinya. Orang di depannya merasa seperti sebuah gempa bumi dahsyat sedang terjadi 11 Saudagar Cio, wangwe berarti saudagar34

"Ti tidak tahu... tayhiap..., kejadiannya cepat, sekali"

Jawab orang itu kini ketakutan "Lalu dimana keluarga Cio sekarang?"

Tanya Tan Hoat lagi, kegarangannya belum berkurang "Su su sudah..."

Ia terbata-bata.

"Sudah apa?"

Tan Hoat sudah maju mendekat orang itu Orang itu ketakutan, tanpa sengaja ia mundur perlahan-lahan.

"Su...sudah..."

Ia ketakutan. Menyadari orang yang dihadapannya itu ketakuitan, Tan Hoat mulai menghaluskan bahasanya.

"Jawablah lopek12, tidak usah takut, maaf tadi saya tidak bisa menjaga aturan..."

Kata Tan Hoat.

"Su sudah meninggal semua tayhiap"

Jawab orang itu.

"Apa?"

Kata-kata itu keluar bersamaan dengan jatuhnya tubuh Tan Hoat ke tanah.

Ia berlutut matanya memandang ke tanah.

Ia seperti tidak percaya atas apa yang didengarnya.

12 Orang tua35 Berita kematian guru besar Thio Sam Hong saja sudah menguras tenaganya.

Ia butuh waktu lama untuk bisa menguasai hatinya.

Bahkan sepanjang perjalanan dari ibukota ke desa ini, yang membutuhkan waktu 5 hari, ia kadang menangis.

Kini ditambah lagi berita ini, Tan Hoat seperti kehilangan separuh nyawanya.

Kekuatan hati yang berusaha dikumpulkannya sepanjang perjalanan akhirnya hilang, buyar begitu saja.

Tan Hoat lemas seketika.

Lopek di depannya kemudian mengangkatnya dan menuntunnya ke dalam rumahnya.

Diletakkannya Tan Hoat diatas dipan, dan ia mengambil air dan memberikannya pada Tan Hoat.

"Minumlah, mungkin bisa membuatmu sedikit tenang"

Kata si orang tua itu "Maaf saya tidak bisa menahan diri lopek"

Jawab Tan hoat, ia masih berbaring diatas dipan. Tapi kesadaran jiwanya sudah mulai ia coba pulihkan, lanjutnya "Saya mengalami hal-hal besar akhir-akhir ini sehingga tidak mampu menguasai diri lagi, lopek. Maafkan saya lopek"

"Tidak apa-apa tayhiap. Sejak tayhiap masih kecil aku sudah kenal tayhiap. Aku dulu bekerja sebagai buruh Cio-wangwe. Tapi setelah punya uang,36 aku membuka sawahku sendiri"

Kata lopek itu, ia meneruskan.

"Tan-tayhiap adalah kebanggaan desa ini. Kau maafkanlah aku yang tidak bisa berbuat apa- apa atas kejadian keluarga Cio-wangwe"

"Sebenarnya bagaimana kejadiannya?"

Tanya Tan Hoat, ia bertanya sambil bangun untuk duduk.

"Kejadiannya berlangsung cepat. Ada rombongan perampok yang masuk desa ini. Jumlahnya puluhan orang. Mereka memakai topeng. Ilmu silat mereka tinggi sekali. Kami orang desa yang mencoba melawan tidak bisa melakukan apa-apa. Kami dibekuk dan diikat."

Kisah si lopek "Kapan kejadiannya? Kenapa aku tidak pernah mendengar"

Tanya Tan Hoat "Baru beberapa hari tayhiap. Mungkin baru 4 atau 5 hari. Kami sudah mengirim laporan ke kotaraja. Mungkin dalam beberapa hari mereka akan mengirimkan petugas-petugas kemari."

Jawab lopek itu.

Tan Hoat bertanya-tanya dalam hati.

Kenapa ia tidak mendengar kabar perampokan ini.

Cio wangwe adalah tokoh yang lumayan terkenal.

Jasa-jasanya dalam perjuangan membuat ia patut mendapat pemakaman layaknya pahlawan negara.

Tapi Tan Hoat37 akhirnya paham bahwa kabar ini tertutupi oleh kabar kematian mendiang guru besarnya sendiri, Thio Sam Hong.

"Benar tidak ada keluarga tersisa? Cio Kim bagaimana?"

Tanya Tan Hoat "Kami sudah mengirim orang untuk memberitahukan kabar ini kepadanya, dalam beberapa hari ini Cio-siucai pasti sudah kesini.

"Syukurlah. Kupikir ia berada disini juga menjadi korban. Dimana dia tinggal sekarang? Terakhir yang ku tahu ia tinggal di sini"

Tanya Tan Hoat lagi "Beliau pindah mengikuti istrinya"

"Ke tempat Li Swat Ing? Dimana itu? Apakah di Go-Bi Pai13 ?"

"Iya, beliau ikut Li-liehiap14 ke puncak Go bi. Dengar-dengar ketua Gobi sedang sakit keras dan memerintahkan seluruh murid Go-Bi Pai untuk kembali."

Jawab lopek itu 13 Partai Go-Bi 14 Pendekar Wanita Li, liehiap berarti pendekar wanita38

"Ah iya benar. Kenapa aku bisa lupa. Aku dengar Gobi-ciangbunjin15 memang sedang sakit keras beberapa tahun ini. Jadi Cio Kim ikut ke Gobi?"

"Iya benar. Menurut kabar yang saya dengar, mereka sekeluarga tinggal di kaki gunung Gobi, jadi bila ada apa-apa Li-liehiap bisa langsung naik ke atas"

Kata lopek. Tan Hoat menghela napas, pikirannya berkecamuk. Ia memikirkan langkah-langkah yang harus ia lakukan.

"Apakah penguburan Cio-wangwe sudah dilaksanakan?"

Tanyanya tiba-tiba.

"Sudah tayhiap. Kondisi mayat mereka mengenaskan. Mereka diikat dan dibakar hidup- hidup. Kami langsung menguburkan mayat mereka begitu para perampok itu kabur"

Jawab si lopek "Tolong antarkan aku ke kuburan mereka"

Kata Tan Hoat menahan kegeramannya. Hatinya membayangkan penderitaan Cio-wangwe sekeluarga.

"Baiklah. Mari ikut saya"

Kuburan anggota keluarga Cio-wangwe terletak di halaman belakang rumah mereka sendiri.

Mereka dikumpulkan dalam satu liang, karena kondisi mayat 15 Ketua partai Go-Bi39 mereka tidak lagi dapat dibedakan.

Si Lopek menceritakan hal itu kepada Tan Hoat, yang mendengarkannya sambil meneteskan air mata.

Hatinya teringat Cio Kim.

Bagaimana perasaannya mendengar kabar pembantaian ini.

Tan Hoat ikut bersedih pula memikirkan nasib Cio Kim Saat pikirannya melayang-layang itulah terdengar suara orang minta tolong.

"Tolong...tolong"

Gaduh sekali karena ketambahan lagi suara orang yang minta tolong.

Secepat kilat Tan Hoat berlari ke arah suara gaduh itu.

Ternyata suara itu berasal dari gerbang selatan desa.

Tan Hoat berlari kesana.

Nampak penduduk desa sedang mengelilingi kuda dan keretanya.

Alangkah kagetnya hati Tan Hoat ketika melihat isi kereta itu adalah Cio Kim beserta istrinya.

Mereka sudah berlumuran darah.

Tapi masih hidup.

Walaupun wajah Cio Kim berlumuran darah, Tan Hoat masih mengenal wajah saudara angkatnya ini.

"Cio Kim apa yang terjadi?.ya Tuhan..apa yang terjadi?"

Tan Hoat bertanya sambil menyalurkan tenaga murni ke dada Cio Kim40

"Jangan..salurkan ke istriku saja..."

Kata Cio Kim.

Walaupun tidak mengerti ilmu silat, istrinya adalah seorang pendekar, tentunya Cio Kim paham maksud tindakan Tan Hoat.

Segera Tan Hoat menyalurkan tenaga dalamnya melalui punggung Li Swat Ing.

Saat itu posisinya memang tidur tertelungkup.

Tubuh Li Swat Ing sudah penuh luka bacokan.

Darah ada dimana-mana.

Keadaannya mungkin lebih parah dari suaminya "Selamatkan anakku...

selamatkan anakku"

Kata Li Swat Ing terbata-bata. Ternyata ia menelungkup sambil memeluk anaknya. Beberapa penduduk langsung mengangkat anak ini. Ia menangis meraung-raung saat dipisahkan dari pelukan ibunya "Aku mau ibu... aku mau ibu "
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tangisnya "Sudahlah Tan-tayhiap... jangan memaksa diri... aku sudah tidak mungkin tertolong"

Kata Li Swat Ing. Dengan perlahan ia mendorong tangan Tan Hoat.

"Siapa yang melakukan ini semua?"

Tanya Tan Hoat.41

"Tidak tahu... kami diserbu orang ditengah jalan... enam sampai 8 orang. Koko16 terus menggeber kuda... aku menahan penyerang-penyerang itu..."

Jawab Li Swat Ing. Nafasnya sudah satu-satu.

"Aku titip anakku kepadamu. Bawa dia ke Bu- Tong..."

Kata Cio Kim.

"Thia17..."

Teriak sang anak yang sedang dalam gendongan salah seorang penduduk.

"San-ji18,...kau jadilah manusia yang baik... jangan jadi orang pendendam... tidak usah kau balas ini. Semua terjadi ada karmanya... tidak usah kau teruskan dendam mendendam..."

Kata Cio Kim kepada anaknya.

"Thia... thia... Cio san dengar thia..."

"Kau harus patuh kepada Tan-Gihu..mulai sekarang dia adalah Gihu19 mu..."

Kata Cio Kim.

"Iya thia..."

Si anak menjawab sambil menangis.

"Ayah pergi dulu... ingat kata-kata ayah ya..., Ing-moay aku pergi duluan... ku tunggu kamu 16 Kakak, Kanda, panggilannya terhadap Suami 17 Ayah 18 Ji adlah panggilan untuk anak 19 Ayah angkat42 adindaku sayang."

Cio Kim mengecup kening istrinya dengan bersusah payah, saat itu juga nyawanya melayang pergi. Li Swat Ing tersenyum, ia seperti berbicara kepada arwah suaminya.

"Aku bahagia bisa mati bersamamu koko..."

Ia lalu menoleh kepada Tan Hoat.

"Tan-tayhiap di Gobi-san ada ada "

Li Swat Ing terbata-bata.

"Ada apa Li-liehiap?"

Tanya Tan Hoat.

"Ada ada..."

Nafasnya berhenti.

"Ayah... ibu..."

Tangisan si kecil membahana.

Tangisan orang-orang desa pun membahana.

Hari ini adalah hari yang terlalu berat bagi Tan Hoat.

Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi.43 Bab Tan Hoat dan Cio San pergi ke Bu-Tong San Tan Hoat menyelesaikan segala proses pemakaman dengan dibantu orang-orang desa.

Cio San masih tetap menangis.

Tetapi ia berusaha tabah.

Sedikitnya Tan Hoat heran juga melihat kekuatan hati anak itu.

"Cio san,"

Kata Tan Hoat "

Kau sudah mendengar sendiri kata-kata ayah-ibumu bukan. Mulai sekarang aku adalah gihumu"

"Iya gihu..."

Kata Cio San.

"Karena kau sudah tak ada keluarga lagi, maka ikutlah kau ke Bu-Tong. Kau akan kuangkat menjadi muridku"

Kata Tan Hoat perlahan. Cio San menjatuhkan diri dan berlutut. Ia mengangkat tangan ke dada.

"Gihu...gihu adalah orang yang paling 'anak' hormati. Ayah dan ibu sudah sering bercerita tentang gihu."44 Lanjutnya.

"Bukannya 'anak' kurang ajar, tetapi 'anak' tidak menyukai ilmu silat. Ayah pun sering mengajarkan bahwa perkelahian itu tidak baik, gihu ampuni 'anak'..."

Tan Hoat hanya memandangnya, kagum. Ia tidak menyangka anak sekecil ini sudah begitu paham tata cara dan sopan santun. Cio San lalu melanjutkan lagi.

"Apakah boleh anak belajar ilmu sastra saja? Anak mendengar bahwa guru besar Thio Sam Hong adalah tokoh yang dalam sekali ilmu agama, ilmu surat, dan ilmu-ilmu lainnya selain ilmu silat. Sekali lagi maaf gihu"

Sambil berkata begitu ia bersujud "Sudahlah anakku, tidak ada yang akan memaksamu untuk belajar silat kalau kau tidak mau. Sudah.sudah bangunlah kau...bangunlah kau..."

Mereka kemudian tinggal disitu selama beberapa hari sebagai tanda berkabung.

Lalu berangkat menuju Bu-Tong san.

Para penduduk melepas mereka dengan hati haru dan sedih.

Entah apa lagi nanti yang akan dialami oleh anak sekecil itu.

Banyak penduduk yang memberikan bekal, dan sangu makanan.

Juga baju-baju untuk mereka pakai.

Tan Hoat dan Cio San menerimanya dengan hormat.45 Setelah mengucapkan salam perpisahan, akhirnya kedua orang itu berangkat.

Tan Hoat masih terkagum-kagum dengan sopan santun Cio San.

Tidak percuma ia menjadi anak dari Cio-siucay (sastrawan Cio) dan Li-liehap (pendekar wanita Li).

Perjalanan ke Bu-Tong san memakan waktu sekitar 7 hari.

Tan Hoat memilih menggunakan kuda supaya lebih cepat, dan juga mengingat ia sedang membawa anak kecil berusia 7 tahun.

Untunglah sepanjang perjalanan Cio San tidak rewel.

Hanya sekali-kali ia meneteskan airmata jika teringat nasib ayah-ibunya dan keluarganya.

Tapi jika menangis, Cio San melakukannya secara sembunyi-sembunyi.

Ia tidak ingin gihunya menganggapnya cengeng.

Lebih- lebih ia tidak ingin menyusahkan hati gihunya.

Tan Hoat bukan tidak tahu perbuatan Cio San ini.

Diam-diam ia kagum, dan menganggap anak kecil ini sungguh keras hatinya.

Tapi lama-lama ia berkata juga.

"Cio San, kehilangan keluarga itu adalah hal yang menyedihkan, maka tidak apa jika engkau menangis. Menangis bahkan membuat perasaan lebih lega, dan terasa lebih lapang"

Kata Tan Hoat.46

"Iya gihu. 'anak' hanya mencoba menguatkan hati. Biar nanti tidak menyusahkan gihu"

Jawab Cio San.

"Menyusahkan aku? mengapa aku harus susah melihatmu menangis"

Tanya Tan Hoat sambil tersenyum.

"Gihu baru kehilangan seorang guru besar, gihu juga baru kehalangan keluarga angkat gihu. Keluargaku bukankah juga keluarga gihu? Sudah begitu, gihu masih ketambahan lagi mengurusi seorang anak cengeng"

Kata Cio San.

"Hahahahahaahah, anak pintar..."

Tan Hoat terbahak-bahak, lanjutnya "Aku malah sama sekali tidak repot mengurusi engkau. Sekarang bukankah aku harusnya bahagia memiliki anak yang pintar?"

"Anak belum lagi melakukan apa-apa untuk gihu, sudah dibilang pintar."

"Ah kau ini memang pintar. Persis ayahmu..."

Ia lalu menatap langit dan berkata pelan.

"Cio Kim Cio Kim, umurmu pendek, tapi semoga kau bangga jika anakmu bisa menjadi orang besar nanti"

"Anak jadi teringat thia (ayah)."

Cio San menunduk.47

"Oh..maafkan gihumu ini anakku, aku..aku tak sengaja"

Tan Hoat terbata-bata.

"Tak apa gihu"

Cio San tersenyum.

"Anak cuma teringat kata-kata thia setelah mendengar ucapan gihu tadi..."

Lanjut Cio San.

"Ucapanku yang mana?"

Tanya Tan Hoat heran "Tentang anak menjadi orang besar kelak"
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jawab Cio San.

"Apa kata-kata thia mu itu?"

Tanya Tan Hoat lagi.

"Thia berkata, menjadi orang besar tidak lah harus melakukan perbuatan-perbuatan besar. Karena sejarah tidak ditentukan oleh orang-orang besar, para kaisar, para raja, para jendral perang, atau pendekar- pendekar ternama. Sejarah dilakukan oleh kita, orang- orang kecil, rakyat jelata yang namanya tidak tertulis dalam kitab-kitab."

Terang Cio San.

"...dalam sekali maknanya"

Tan Hoat berkata sambil menerawang.

"Anak sendiri tidak begitu mengerti artinya, tapi..."

"Tapi apa..."

Tan Hoat penasaran.

"Rasa-rasanya anak sudah menangkap sedikit..."48

"Coba jelaskan..."

Kata Tan Hoat "Waktu anak ditolong oleh orang desa.

Mereka itu orang-orang biasa, tidak punya ilmu silat.

Mereka dengan sukarela menolong.

Membersihkan anak, memberi pakaian, memberi makan.

Coba kalo mereka tidak ada, pasti gihu dan anak akan kelaparan, dan mengurusi pemakaman ayah-ibu sendirian saja"

"Hahahaha...pintar-pintar..., lanjutkan-lanjutkan"

Tan Hoat tertawa senang.

"Kalau nanti seumpama anak jadi orang besar, maka sebenarnya orang-orang desa itu punya andil paling besar. Karena jika mereka tidak ada, kan anak tidak mungkin bisa selamat dari lapar, dan haus, dan lainnya"

Lanjut Cio San.

"Bukan main!"

Saking senangnya Tan Hoat menepuk pundak Cio San keras sekali, sampai ia terbatuk-batuk.

"Maaf...maaf..ahhahaha..aku terlalu senang mendapatkan anak secerdas kau, Cio San"

Cio San pun tersenyum, senyumnya yang pertama sejak keluarganya dibantai.

Tan Hoat memilih untuk secepatnya sampai ke Bu-Tong sehingga ia tidak terlalu lama beristirahat.49 Istirahat hanya dilakukan jika mereka benar-benar lelah, atau kudanya yang butuh istirahat.

Suatu saat ketika mereka sedang beristirahat di sebuah penginapan, Tan Hoat terkaget-kaget mendengar cerita dari Cio San.

Ternyata Gobi-ciangbunjin sudah meninggal.

Kedudukannya digantikan oleh pangcu yang baru.

Sebelum meninggal ia telah menunjuk pangcu yang baru bernama Bu Goat?nikow20 , tetapi penunjukkan itu ditentang oleh banyak pihak dalam perguran Go-Bi Pai.

Bahkan pertentangan itu berubah menjadi perkelahian untuk memperebutkan posisi Ciang- bunjin.

Dalam Go-Bi Pai sendiri memang sudah terjadi pergesekan antar murid sejak lama.

Ini dimulai sejak jaman pengusiran bangsa Goan dulu, beberapa puluh tahun yang lalu.

Dulu, pangcu yang sekarang telah meninggal itu menemukan kitab rangkuman ilmu-ilmu tinggi sakti dan rahasia.

Ilmu-ilmu sangat tinggi, dan bahkan melegenda dalam dunia persilatan.

Pangcu itu kemudian memutuskan untuk mengajarkan ilmu-ilmu dalam perguruan Go-Bi Pai.

20 Bhiksu wanita = Bikhu50 Pertentangan timbul karena ternyata ilmu-ilmu tidak hanya berasal dari ilmu kaum lurus, tapi juga ada ilmu-ilmu kaum sesat.

Pihak yang menentang merasa bahwa, perguran Go-Bi Pai harus terus mempertahan kan ilmu asli mereka yang berasal dari leluhur pendiri Go-Bi Pai.

Sedangkan pihak yang setuju merasa bahwa ilmu adalah ilmu, tergantung siapa yang menggunakan nya, dan digunakan untuk apa.

"Lalu nikow Bu Goat itu berasal dari golongan mana?"

Tanya Tan Hoat "Dari golongan yang setuju untuk mempelajari seluruh ilmu termasuk diluar Go-Bi Pai. Karena beliau sendiri memang ditunjuk langsung oleh ketua Go-Bi Pai sebelumnya."

Jawab Cio San "Memang dari yang teecu dengar, pertentangan ini sudah berlangsung sejak ciangbunjin terdahulu.

Cuma karena ilmu beliau begitu sakti, tidak ada yang berani melawan.

Baru saat beliau meninggal dan menunjuk penggantinya, baru para penentang itu berani melawan.

"Ah..kacau juga ini..., eh lalu kau tau cerita ini dari siapa"

Tanya Tan Hoat lagi "Ayah dan ibu sering mengobrol"

Jawab Cio San51

"Lalu kau mencuri dengar bukan?"

Tanya Tan Hoat sambil tersenyum Cio san hanya tersenyum. Tan Hoat menjewer telinganya sambil tersenyum.

"Anak nakal, lain kali kau tidak boleh begitu. Laki-laki sejati. Tidak mencuri. Tidak mencuri barang orang. Tidak mencuri istri orang, tidak juga mencuri dengar pembicaraan orang"

"Anak mendengar gihu..."

"Sana tidur lah kau, besok pagi-pagi kita harus berangkat"

Tukas Tan Hoat "Baik gihu, selamat tidur gihu"

Tan Hoat mematikan penerangan kamarnya.

Besoknya, pagi-pagi sekali mereka sudah siap berangkat.

Perbakalan pun sudah disiapkan oleh pelayan.

Tan Hoat memang memesan kepada pelayan penginapan untuk menyiapkan bekal dan mem bangunkannya pagi-pagi sekali.

Malah Tan Hoat yang bangun duluan sebelum si pelayan.

Si pelayan kemudian tergopoh-gopoh mem bawakan bekal yang dipesan Tan Hoat, sambil meminta maaf karena dia sendiri terlambat bangun.52

"Tidak apa-apa, tapi lain kali jangan begitu, nanti kamu dimarahi tamu mu"

Kata Tan Hoat Setelah sarapan pagi, mereka berangkat. Naik satu kuda. Cio San duduk dibagian depan.

"Dulu thia-thia (ayah) suka sekali berkuda. Dia punya kuda yang bagus, tapi katanya sudah dijual. Sayang anak tidak sempat belajar berkuda pada thia- thia"

Kata Cio San "Ayahmu sempat mengajarkan apa saja padamu?"

Tanya Tan Hoat.

"Banyak. Yang paling sering ayah mengajarkan huruf-huruf. Anak sudah mengenal banyak sekali huruf. Ayah juga sering menyuruh anak membaca kitab-kitab kuno."

Selesai berkata begitu ia melafalkan banyak sekali ujar-ujaran. Yang ternyata itu merupakan isi kitab-kitab karya nabi Konghu Chu.

"Wah hafalanmu malah sepertinya lebih banyak dari gihu. Hahahahha"

Tan Hoat berkata sambil tertawa.

"Ibu kadang-kadang mengajarkan silat. Tapi anak tidak begitu tertarik"

Tukas Cio San "Kenapa tidak tertarik?"53

"Anak tidak suka memukul orang"

Jawan Cio San.

"Lalu, kalau kau dipukul orang apa kau tidak membalas?"

Tan Hoat bertanya.

"Kalau anak berbuat baik, mana mungkin dipukul orang?"

Jawab Cio San santai.

"Ah kau.."

Tan Hoat tidak bisa berkata-kata. Dia cuma bisa melanjutkan.

"Kau ini masih kecil. Masih polos. Belum tahu dunia seperti apa. Nanti kalau kau sudah besar, baru kau tahu bahwa ilmu silat itu penting sekali"

"Hmmm.."

Cio San cuma menngangguk-angguk "Lalu, apa saja yang sudah diajarkan ibumu?"

Tanya Tan Hoat "Cara berdiri, cara menangkis, cara memukul...lalu..."

Cio san terdiam sebentar, ia lalu melanjutkan "Banyak sekali gihu, hanyak anak yang bodoh karena tidak begitu memperhatikan"

"Ah..aku jadi tertarik, coba kita istirahat sebentar dibawah pohon itu. Lalu kau tunjukkan pada gihu, apa saja yang sudah diajarkan ibumu"

Tegas Tan Hoat "Baik gihu"

Tukas Cio San54 Setelah mengikat kuda dan meluruskan kaki sejenak, sambil duduk bersandar dibawah pohon, Tan Hoat memerintahkan Cio San untuk menunjukkan gerakan-gerakan yang pernah dipelajarinya.

Cio San melakukannya dengan baik.

Mulai dari Bhesi, atau "kuda-kuda", yang disebutnya sebagai 'cara berdiri', beberapa cara menangkis, dan jurus memukul.

Semuanya merupakan ilmu silat Go-Bi Pai.

"Wah bagus, tapi kamu melakukannya tidak sungguh-sungguh. Seharusnya begini"

Tan Hoat lalu bersilat. Kesemuanya gerakan yang tadi ditunjukkan Cio San, tapi lebih tegas, lebih kuat, dan lebih cepat.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa kau diam saja?"

Tanya Tan Hoat "Anak...anak cepat sekali capai jika disuruh bersilat.."

Jawab Cio San "Ah jangan berkilah, ayo cepat lakukan seperti yang kutunjukkan tadi"

Tegas Tan Hoat Cio san pun melakukan seperti yang diperintahkan. Namun tak beberapa lama, dia sudah mulai ngos-ngosan, dan pucat. Tan Hoat segera melihat hal ini dan menyuruhnya berhenti.55

"Ah ternyata betul kau lemah"

Sambil berkata begitu ia memegang urat nadi di pergelangan tangan anak itu "Hah?"

Tan Hoat heran.

"Organ dalam mu banyak yang lemah. Apakah kamu pernah dipukul orang? "Tidak. Tapi kata ibu, anak lahir sebelum sembilan bulan, sejak kecil anak sudah sakit-sakitan"

Jawab Cio San "Ah kasihan sekali kau"

Tak terasa Tan Hoat meneteskan airmata. Ia memeluk anak kecil itu.

"Sejak lahir kau sudah menderita. Sepanjang umurmu ini sudah sakit-sakitan. Malah kau sekarang yatim piatu..."

Sejak saat itu, rasa sayang Tan Hoat terhadap Cio San lebih bertambah lagi.

Ia bertekad sepenuh jiwa untuk melindungi anak itu.

Melakukan apapun demi kebahagiaan Cio San.

Anak dari saudara angkatnya.

Anak yang sekarang yatim piatu, anak yang sakit- sakitan, anak yang sungguh patut dikasihani.

Beberapa hari kemudian, mereka sudah sampai ke Bu-Tongsan.

Tan Hoat langsung menuju ke makam Thio Sam Hong.

Di sana ia berlutut dan bersujud lama sekali.

Di sana ia menumpahkan air mata.

Saudara-56 saudara seperguruannya pun membiarkan saja.

Sepertinya memang hal itu sudah sering terjadi saat anak murid Bu-Tong Pai yang baru mendengar kabar kematian itu setelah 3 bulan itu tiba di kuburan itu.

Setelah puas menumpahkan kesedihan dan penghormatannya.

Tan Hoat baru membersihkan diri dan beristirahan sejenak.

Lau ciangbunjin berada di biliknya, dan tidak keluar dari pagi sampai sore.

Berhubung saat itu masih pagi, Tan Hoat menggunakan waktunya itu untuk menemui murid- murid yang lain.

Bercengkerama dan bertukar cerita.

Sekaligus memperkenalkan Cio San sebagai muridnya, dan juga menceritakan asal-usulnya.

Semua orang kagum mendengar bahwa anak itu adalah cucu dari Cio Hong Lim.

Panglima terkenal yang taktik perangnya banyak berhasil mengusir pasukan penjajah Goan.

Cio San sendiri bersikap santun dan merendah.

Pada dasarnya dia memang anak yang tidak suka tampil menonjol.

Pembawaan yang sebenarnya diturunkan dari kakeknya itu.

Ayahnya, Cio-siucay, atau sastrawan Cio.

juga mewarisi sifat merendah itu.

Jika kakeknya lebih suka mengucilkan diri dan menjadi petani di desa, ayah Cio San ini malah lebih suka mempelajari kitab-kitab kuno,57 musik, dan sastra.

Ia tidak mau menjadi menjadi pegawai di ibukota.

Padahal dengan gelarnya, ia bisa saja memiliki jabatan yang tinggi, bahkan bekerja di istana kaisar, mengingat jasa-jasa Cio Hong Lim.

Tapi Cio-siucay malah lebih suka mendekatkan diri dengan keluarga.

Akhirnya sifat merendah dan tidak suka menonjolkan diri itu pun mengalir jugalah kedalam jiwa Cio San.

Ia paling tidak suka dipuji.

Paling tidak suka menjilat-jilat.

Tapi tutur katanya sopan, polos, dan jujur.

Itulah kenapa murid-murid Bu-Tong yang lain langsung suka padanya.

Padahal mereka baru beberapa saat kenal dengan dia.

Hari itu ternyata ada 3 murid Bu-Tong yang pulang ke Bu-Tongsan.

Selain Tan Hoat, ada juga Wan Siau Ji, dan Kwee Leng.

Keduanya turut membawa murid pula.

Dan yang mereka lakukan persis sama dengan yang dilakukan Tan Hoat ketika pertama kali sampai ke Bu-Tongsan.

Yaitu bersujud di makam Thio Sam Hong.

Lalu kemudian bercengkerama dan bertukar cerita.

Setelah agak siang murid-murid angkatan 3 yang baru pulang itu kemudian istirahat.

Sambil menanti sore untuk bertemu dengan Lau- ciangbunjin.

Ketua mereka yang baru.58 Sore pun tiba, Lau Tian Liong keluar dari biliknya.

Usianya sudah 70 tahunan, tapi raut mukanya terhiat lebih muda.

Benar juga kata orang yang bilang bahwa ilmu-ilmu Bu-Tong Pai bisa membuat orang jadi awet muda.

Ciangbunjin partai Bu-Tong ini malah berkeliling melihat keadaan perguruan.

Dari murid-muridnya ia mendengar bahwa 3 orang murid angkatan ketiga sudah pulang, dengan membawa murid masing- masing.

Ia lalu berkunjung ke kamar-kamar murid itu.

Hal ini menunjukkan kerendahan hati sang ciangbunjin.

Padahal sebagai ciangbunjin (kepala partai besar), ia bisa saja memerintahkan para murid menghadapnya di biliknya sendiri.

Pintu kamar Tan Hoat diketuk orang.

Padahal ia tidak mendengar langkah seorang pun yang mendekat.

Seperti tersadar, ia lalu berlari cepat membuka pintu, setelah itu ia berlutut, dan berkata.

"Teecu, Tan Hoat berlaku tidak sopan, tidak mengetahui kedatangan ciangbunjin. Apakah ciangbunjin sehat-sehat saja?"

"Ah jangan terlalu banya adat, berdirilah"

Sambil berkata begitu ia mengangkat Tan Hoat.59 Begitu tangannya menempel ke tangan Tan Hoat, seperti ada getaran tenaga besar yang menghantam Tan Hoat.

Ia sadar.

Rupanya sang ciangbunjin sedang mengujinya.

Tan Hoat tidak melawan desakan tenaga besar itu, ia malah menerimanya dengan ilmu Thay kek kun.

Ilmu lembut ciptaan Thio Sam Hong.

Desakan tenaga itu malah punah seperti hilang ditelan samudra yang luas.

Lau Tian Long tersenyum, ia berkata "Bagus, ilmumu meningkat.

Tidak percuma kau mengaku angkatan ke 3"

"Atas petuah-petuah suhu, teecu berhasil sampai ke tingkat 6 Thay Kek Kun"

"Bagus-bagus. Teruslah berlatih. Aku ini hanya berhasil mencapai tingkat 11. Aku sudah memutar otak mencari rahasia tingkat ke 12, tapi masih saja otak bebalku ini tidak bisa memecahkannya. Mudah- mudahan nanti kau yang bisa memecahkannya"

Kata Lau-ciangbunjin pelan Ketika Tan Hoat baru membuka mulut menjawab, Lau-ciangbunjin sudah memotong dengan pertanyaan 'Eh mana muridmu, aku belum melihatnya"60

"Dia sedang berkenalan dengan murid-murid yang lain. Teecu menyuruhnya memperkenalkan diri ke bilik-bilik murid angkatan 7, dan 6."

"Oh baiklah kalau begitu. Nanti malam aku akan kesini lagi untuk melihatnya"

"Teecu akan menyuruhnya ke bilik suhu saja"

Kata Tan Hoat cepat. Memang sudah menjadi kebiasaan di Bu-Tong Pai untuk memanggil ketua mereka sebagai 'Suhu' atau guru, dan membahasakan diri sendiri sebagai Teecu atau murid.

"Tidak usah biar aku saja yang kesini lagi, nah kau istirahatlah, nanti malam kita bercerita ya"

Lau Tian Liong pun pergi. Lebih tepatnya menghilang.

"Ilmu suhu semakin hebat saja"

Tan Hoat hanya menggeleng-geleng.

"Ah aku sampai lupa memberinya selamat atas pengangkatan menjadi ciangbunjin..."

Malamnya, Lau-ciangbunjin memang benar- benar mengunjungi kamar Tan Hoat untuk berbincang-bincang.

Cio San sudah menggunakan pakaian terbaiknya yang didapatkan dari pemberian orang-orang desa.

Setelah memberi salam dan penghormatan, Ia memperkenalkan dirinya,61

"Boanpwee21 bernama Cio San, ayah boanpwee bernama Cio Kim, dan ibu boanpwee bernama Li Swat Ing."
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Katanya.

"She Cio, ada hubungan dengan jendral Cio Hong Lim?"

Tanya Lau-ciangbunjin "Beliau adalah kong-kong22 boanpwee."

Jawab Cio San "Ah kau keturunan orang besar rupanya, bagus- bagus. Eh nafasmu kenapa berat, dan wajahmu pucat"

Sambil bicara begitu, Lau-ciangbunjin meraih tangan Cio San, dan memeriksa nadinya.

"Boanpwee dalam kandungan ibu tidak lengkap 9 bulan. Jadi kata ibu, tubuh boanpwee lemah dan sering sakit-sakitan"

Kata Cio San perlahan.

"Aih.., tak apa-tak apa..."

Lau-Ciangbunjin seperti membatin.

"Boanpwee sering terkena serangan sesak nafas, dan sering lemah. Harap ciangbunjin maafkan. Jika nanti dikira boanpwee merepotkan Bu-Tong Pai, 21 Artinya saya yang rendah, ini cara membahasakan diri yang sopan, jika berbicara dengan orang yang tingkatannya lebih tinggi. 22 kakek62 lebih baik boanpwee tidak..."

Ucapan Cio San itu dipotong Lau-pangcu.

"Ah bicara apa kau ini. Bu-Tong Pai punya ilmu hebat-hebat. Nanti pasti bisa menolong kesehatanmu jika kau rajin berlatih"

"Terima kasih ciangbunjin"

Cio San berkata dengan penuh hormat.

"Hmmm, kau sudah memperoleh ijin dari kedua orang tuamu bukan? Untuk menjadi anak murid Bu- Tong Pai?"

Tanya Lau-pangcu.

"Eh..orang tua boanpwee baru saja meninggal. Boanpwee lalu dititipkan kepada Tan-gihu (ayah angkat Tan)"

Cio San menjawab perlahan.

"Oh.."

Lau-pangcu merasa pasti sudah terjadi sesuatu, lalu ia melanjutkan.

"Kau istirahlah Cio San, nanti mudah-mudahan beberapa hari lagi kalau murid-murid baru sudah terkumpul semua, kita adakan upacara penerimaan murid. Untuk sementara, kau nikmati dulu suasana Bu-Tong san (gunung Bu- Tong) ini, dan berkenalan dengan yang lain"

"Baik ciangbunjin, terima kasih"

Kata Cio San.

"Tan Hoat, ikutlah ke bilikku, ada beberapa hal penting yang ingin kubicarakan"63 Setelah sampai di bilik, Lau Tan Liong mulai bertanya.

"Apa yang sebenarnya terjadi dengan Cio San?"

"Keluarganya semua dibantai, kakeknya, ayah ibunya, seluruh keluarganya dibantai dalam waktu yang hampir berdekatan"

Jawab Tan Hoat.

"Hmm...kau sudah tau siapa pelakunya?"

"Belum suhu..akan teecu selidiki nanti, teecu masih sungkan bertanya kepada Cio San. Khawatir dia jadi sedih"

Kata Tan Hoat.

"Ya..ya selidikilah setuntas mungkin. Aku khawatir banyak orang yang dendam terhadap keluarganya. Untunglah kau menemukannya dan cepat membawanya kesini. Di Bu-Tongsan kita bisa menjaganya"

Kata Lau Tian Liong, ia melanjutkan.

"Ada hal penting lain yang ingin kubicarakan denganmu."

"Teecu siap menerima perintah."

"Sebelum thay-suhu23 Thio Sam Hong meninggal, beliau sebenarnya berhasil menciptakan sebuah ilmu yang jauh lebih dahsyat dari Thay kek kun!" 23 Guru Besar64 Tan Hoat hanya berdecak kagum dalam hati Lau-ciangbunjin berkata.

"Aku sendiri sudah mencoba kedahsyatan ilmu itu. ah...kesaktian thay- suhu memang tak bisa diukur lagi..."

Ia berhenti sebentar "Sayangnya guru belum menurunkan ilmu itu kepada siapapun..."

"Ah..."

Tan Hoat tak bisa berkata apa-apa.

"Tapi beliau sempat memberi aku petunjuk, yang sampai sekarang tidak bisa kupecahkan, beliau berkata.

"Segala itu hampa. Memiliki ilmu sebenarnya tidak memiliki ilmu. Tidak memiliki ilmu sebenarnya yang paling sakti diantara semua."

"Bukankah itu ujar-ujaran kuno..suhu?"

Tanya Tan Hoat "Benar...tapi apa hubungannya dengan ilmu silat ciptaan guru itu? Eh tapi ada lagi sambungannya, beliau berkata. Segala yang bukan ilmu silat, adalah ilmu silat"

Tan Hoat diam karena berpikir keras tentang ujar-ujaran guru besarnya itu "Eh apakah suhu sempat melihat bagaimana jurus-jurusnya?"65

"Aku..aku, sebenarnya sempat mencoba ilmu itu. Aku memukul thay-suhu satu kali, hanya satu kali saja. Beliau tidak memasang kuda-kuda, tidak menangkis, juga tidak memukul..."

"lalu..."

Tan Hoat bertanya penasaran "Sebelum pukulanku sampai, beliau sudah menyentuh pundakku, saat itu sepertinya seluruh kekuatan hilang, beliau lalu berbisik. berlatihlah terus..."

"Hah?"

"Iya, ilmu beliau itu seperti tanpa jurus dan kuda-kuda. Sepertinya beliau hanya berjalan saja menuju aku, menyambut pukulan itu seperti...seperti pukulanku hanya berupa uluran tangan..."

Tan Hoat hanya menggeleng-geleng, memang kesaktian Thay-suhunya itu sudah tidak bisa diukur lagi.

Padahal Lau Tian Long sudah memiliki ilmu kelas tinggi yang menempatkannya di puncak nama-nama dunia kang-ouw, bahkan setara dengan pemimpin Siau Lim Pai (Partai shao lin) sekarang.

Nama Lau Tian Long mungkin sekarang termasuk 3 besar orang yang paling tinggi ilmunya di dunia kang-ouw.

Bisa66 dibayangkan betapa tingginya ilmu Thio Sam Hong yang mampu mengalahkan Lau-pangcu dalam satu pukulan saja! "Pikir-pikirkanlah ucapan thay-suhu yang tadi kuceritakan padamu.

Otakmu cerdas, dan pikiranmu tajam"

"Teecu sudah hafal dan akan teecu pikirkan terus suhu..."

Kata Tan Hoat "Baiklah, jangan kau ceritakan ini kepada murid lain. Aku menceritakan ini hanya kepadamu saja"

Kata Lau-pangcu "Eh..kenapa suhu?"

"Ah sungguh berat mengatakannya, aku tak tahu harus memulainya dari mana..."

Lalu Lau Tian Lioang melanjutkan.

"Sebelum thay-suhu meninggal, beliau bercerita bahwa di dunia kang-ouw ini, ada sebuah kitab rahasia ilmu silat yang sampai sekarang belum ditemukan orang. Kitab itu adalah kitab tulisan Tat-mo. Kita tahu bahwa Tat-mo sendiri adalah pencipta ilmu silat. Seluruh jurus, dan aliran ilmu silat yang ada sekarang, bersumber dari kitab itu. Kitab itu tersembunyi di suatu tempat rahasia. Thay-suhu Thio Sam Hong memerintahkan67 aku untuk menugaskan salah satu murid Bu-Tong Pai untuk menyelidiki keberadaan kitab itu. Bukan karena thay-suhu ingin kita menguasai isi kitab itu, tetapi untuk menjaganya dari tangan-tangan sesat. Bisa kau bayangkan betapa hebohnya jika kitab itu nanti jadi rebutan semua aliran"

Lau Tian Long melanjutkan.

"Semua pelajaran ilmu pernafasan, ilmu silat, dan ilmu-ilmu lainnya bersumber dari kitab itu. Dulu seratus tahun lebih, sempat ada kitab serupa yang jadi rebutan pendekar-pendekar kang-ouw. Tapi kitab rebutan itu hanya berupa ringkasan dari kitab tulisan Tat-mo itu. Bisa kau bayangkan, kitab ringkasan saja, sudah bisa menghasilkan ilmu-ilmu dahsyat yang tiada tanding, apalagi kitab aslinya"

"Thay suhu berkata, bahwa ilmu thay-suhu sendiri sebenarnya belumlah menyamai isi kitab Tat- mo itu. Tapi pemahaman beliau sebenarnya sudah bisa menjangkau isi kitab itu. Sayang sebelum beliau sempat memberi aku petunjuk-petunjuk, beliau sudah keburu meninggal. Hanya ujaran-ujaran yang tadi aku sampaikan padamu itu yang sempat disampaikan guru kepadaku"68

"Jadi sekarang, aku harus merepotkanmu untuk menyelidiki keberadaan kitab ini. Lakukan secara rahasia, jangan sampai menimbulkan kehebohan di dunia kang-ouw. Menurut thay-suhu, keberadaan kitab itu mungkin hanya diketahui tidak lebih dari 3 orang."

"Teecu siap berangkat saat ini juga, jika itu perintah suhu"

Tegas Tan Hoat "Jangan, beberapa hari lagi saja.

Nanti bisa menimbulkan kecurigaan jika kau langsung berangkat, padahal baru saja sampai di Bu-Tongsan.

Istirahatlah dulu.

Pergunakan waktumu untuk memberi petunjuk- petunjuk dasar ilmu Bu-Tong Pai pada muridmu.

Walaupun ia belum resmi diangkat menjadi murid Bu- Tong Pai, secara tidak langsung ia berhak belajar dasar ilmu Bu-Tong Pai karena ia sudah menjadi anak angkatmu"

"Teecu siap laksanakan perintah"

"Nah, pergilah"

Setelah mengucap salam dan menghaturkan hormat, Tan Hoat meninggalkan kamar Lau Tian Long.

Hatinya tidak enak mendengar adanya kabar kitab Tat- mo itu.

Dunia kang-ouw pasti akan heboh tidak lama lagi.69 Sekitar 10 hari kemudian, seluruh murid angkatan ketiga sudah kembali, dan membawa muridnya masing-masing.

Dua hari setelah itu diadakan upacara penerimaan murid.

Upacara ini merupakan salah satu acara besar di Bu-Tong Pai, oleh karena itu harus diikuti oleh seluruh murid Bu-Tong Pai, kecuali yang mendapat tugas lain seperti berjaga, ronda, atau mengurus pekerjaan 'rumah tangga' seperti memasak, mengurusi air, bersih-bersih, atau mengurus ternak.

Balai yang digunakan untuk upacara ini adalah balai utama.

Ukurannya besar, dan sanggup menampung seluruh murid Bu-Tong Pai.

Bahkan masih sanggup lagi menampung beberapa ratus orang lagi.

Banyak sekali kejadian di ruangan ini sejak dahulu.

Seperti kekacauan acara peringatan ulang tahun Thio Sam Hong ke 100.

Saat itu Bu-Tong Pai kedatangan banyak 'tamu' yang ingin memberi selamat, namun maksud sebenarnya untuk memperebutkan benda-benda perebutan dunia kang- ouw Ada juga penyerbuan yang dilakukan seorang putri Goan beserta anak buahnya.

Penyerbuan ini berhasil digagalkan murid kesayangan Thio Sam Hong dulu itu.

Malah akhirnya, murid kesayangan itu jatuh70 hati dan menikah dengan sang putri Goan, lalu menghilang dan menyepi entah kemana.

Banyak lagi cerita-cerita mengharukan yang terjadi di balai utama ini.

Maka memang ada suasana haru yang timbul di hati para murid jika memasuki ruangan ini.

Apalagi bayangan thay-suhu mereka masih membekas di ingatan mereka kala memimpin upacara-upacara.

Ada suasana syahdu, dan sendu yang mengiringi suasana sakral jika memasuki ruangan ini.

Murid-murid sudah berbaris rapi.

Para tianglo24 dari sang ciangbunjin sudah hadir, dan berada di posisi samping dari mimbar pangcu.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi pangcu sendiri belum datang.

Beberapa murid membaca ujar-ujaran dari kitab kuno, dan juga ujar-ujaran Thio Sam Hong.

"Ciangbunjin memasuki balai utama"

Terdengar teriakan dari sudut ruangan Semua orang lalu berlutut.

Ini adalah ciangbunjin pertama sejak kepergian Thio Sam Hong.

Wibawanya tidak seperti Thio Sam Hong.

Wibawa siapapun TIDAK AKAN mungkin seperti Thio Sam 24 Penasehat71 Hong.

Tapi Lau-ciangbunjin memiliki wibawa sebagai seorang ciangbunjin.

Itu saja sudah cukup.

"Murid-murid Bu-Tong Pai, kini kita berkumpul untuk melakukan upacara penerimaan murid baru. Murid baru ini adalah murid-murid pilihan, yang cara pencariannya agak sedikit berbeda, dari cara-cara dahulu."

"Seperti kita semua tahu, Bu-Tong harus menambah banyak murid berbakat. Kepergian Thay- Suhu membuat kita harus rajin berbenah. Tidak ada satupun murid yang bisa lulus ujian naik ke tingkat 4. Sehingga kami, memutuskan untuk mencari banyak murid berbakat, melalui cara yang sedikit berbeda, agar Bu-Tong tidak kekurangan murid-murid hebat nantinya."

"Bagi kalian yang sudah menjadi murid Bu-Tong. Berlatihlah lebih giat untuk bisa mengharumkan nama perguruan Bu-Tong. Yang terpenting, kalian harus bisa mengharumkan nama bangsa ini ke semua penjuru bumi"

"Saat ini, Bu-Tong kedatangan 15 murid baru. Mereka telah melewati syarat-syarat yang ditetapkan. Mereka berasal dari keluarga dan keturunan yang jelas. Memiliki bakat, dan tubuh, dan tulang yang72 cocok untuk belajar ilmu silat. Kecuali Cio San, yang memiliki masalah kesehatan. Ia diterima karena walaupun sering sakit, dan mempunyai tubuh yang lemah, ia memiliki susunan tulang yang bagus untuk belajar silat. Iya juga memiliki ketertarikan untuk belajar kitab-kitab kuno, dan kitab nabi-nabi. Kita sedang kekurangan murid-murid yang mempelajari ilmu surat, karena selama ini kita terlalu memusatkan perhatian untuk mempelajari ilmu silat. Ini mungkin disebabkan pergolakan perang pengusiran penjajah dulu."

"Sekarang kita harus menata lagi perguruan ini, karena kita sudah ditinggal oleh thay-suhu. Aku harap seluruh murid Bu-Tong Pai, mendukung rencana- rencana ini, dan melakukan yang terbaik untuk mendukungnya"

"Murid siap menaati perintah"

Jawaban ratusan murid Bu-Tong Pai menggema di dalam balai utama.

"Aku memanggil kelima belas calon murid Bu- Tong Pai..."

Lau Tian Long lalu menyebutkan nama- nama itu. Kelima belas nama murid itu, termasuk Cio San lalu maju kedepan. Mereka semua memang sudah73 diajarkan tata cara upacara penerimaan murid ini sebelumnya.

"Ucapkanlah sumpah setia Bu-Tong ini, tirukan kata-kataku..."

Perintah sang ciangbunjin.

Terdengar Lau Tian Long mengucapkan sumpah yang ditirukan oleh kelima belas murid baru itu.

Isi ucapan sumpah itu tidak begitu panjang.

Intinya semua murid Bu-Tong menyatakan tunduk dan patuh kepada semua aturan yang ada di Bu-Tong Pai.74 Bab Kehidupan di Bu-Tong-san Kelima belas murid pilihan itu ternyata memang tidak mengecewakan.

Hanya dalam beberapa tahun saja, ilmu silat mereka mulai terlihat istimewa.

Ini mungkin karena bakat mereka memang besar.

Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa hampir seluruh kelima belas murid itu sebelumnya memang sudah digembleng ilmu silat sebelum masuk ke Bu-Tong Pai.

Mereka sebagian besar berasal dari keturunan ahli silat, atau keluarga terpandang.

Hal ini berbeda dengan Cio San, yang sama sekali berbeda latar belakangnya.

Walaupun ia adalah anak dari seorang ahli silat Go-Bi Pai, ia tidak diajarkan silat secara mendalam oleh ibunya.

Karena tubuhnya memang lemah sejak lahir.

Memang ibunya pernah sedikit menunjukkan gerakan silat Go-Bi Pai padanya.

Tapi karena kondisi tubuhnya yang lemah, latihan silat itu tidak diteruskan.

Jadi, bisa dibilang Cio San itu memang tidak bisa ilmu silat.

Walaupun ia paham sedikit-sedikit gerakan silat.

Ayahnya pun juga bukan75 seorang ahli silat.

Malah ayahnya adalah seorang sastrawan, yang mana golongan sastrawan seperti ini memang dikenal lemah lembut tingkah lakunya.

Tidak menyukai kekerasan seperti adanya orang kang-ouw (dunia persilatan).

Namun walaupun tidak begitu berbakat dalam ilmu silat, Cio San sangat berbakat dalam ilmu surat (sastra).

Pengetahuannya tentang huruf-huruf kuno sangat banyak.

Ini mungkin karena sejak kecil ia memang sudah diajarkan ayahnya.

Karena pengetahuan dan bakat ini jugalah yang membuat ia kemudian diterima ke dalam rencana pencarian bakat Bu-Tong Pai.

Ditambah kenyataan bahwa dulu kakeknya adalah orang yang sangat dekat dengan Bu- Tong Pai.

Setiap anggota 15 murid pilihan ini, mempunyai guru pengawasnya sendiri-sendiri.

Guru pengawas adalah orang yang bertanggung jawab langsung atas masing-masing anggota 15

"naga muda"

Ini.

Guru pengawas ini adalah orang yang dulu membawa murid ke Bu-Tong Pai.

Seperti Tan Hoat yang menjadi guru pengawas bagi Cio San.

Guru pengawas berkewajiban untuk mendidik langsung, mengajari, dan memperhatikan kemajuan76 murid yang dibawahinya.

Jadi ada 15 guru pengawas, yang satu persatu bertugas untuk mengawasi dan mendidik masing-masing 15 murid tersebut.

Selain guru pengawas, ada juga guru umum, yang hanya bertugas melatih mereka.

Namun tidak berkewajiban untuk bertanggung jawab sepenuhnya terhadap 15 naga muda, seperti kewajiban guru pengawas Sekarang, beberapa tahun telah lewat.

Kelima belas murid pilihan Bu-Tong Pai itu telah berusia belasan tahun.

Yang paling tua diantara mereka berumur 18 tahun.

Sedangkan yang paling muda adalah Cio San, saat ini ia terlah berumur 16 tahun.

Sebutan '15 Naga Muda Bu-Tong Pai' adalah istilah yang dipakai untuk kelima belas murid istimewa ini.

Murid-murid pilihan ini walaupun mendapat perlakuan istimewa dari seluruh Bu-Tong, tidak serta merta membuat hidup mereka enak.

Mereka harus berlatih lebih giat, dengan lama waktu latihan yang jauh lebih lama dari murid biasa.

Latihan mereka pun lebih berat.

Mereka juga harus tunduk kepada murid yang lebih tinggi golongannya, dan yang lebih dahulu masuk77 sebelum mereka.

Jadi walaupun istimewa, kelima belas murid pilihan ini malah menjalani kehidupan yang lebih berat dalam Bu-Tong Pai.

Terutama Cio San.

Tubuhnya yang paling lemah diantara kelima belas orang itu.

Ilmu silatnya juga yang paling ketinggalan.

Apalagi, sang guru pengawasnya, Tan Hoat, sering naik turun Bu-Tong Pai karena tugas perguruan selama beberapa tahun ini, sehingga Cio San juga menjadi jauh tertinggal dengan 15 naga muda yang lain.

Posisinya sebagai salah satu dari kelima belas murid yang dianggap istimewa itu, malah menjadikannya sasaran empuk dari rasa iri murid- murid lain yang tidak termasuk dalam barisan 15 naga muda itu.

Seperti yang terjadi sekarang ini.

Cio San kebetulan lewat dihadapan sekumpulan murid yang sedang berlatih ilmu totok Bu-Tong Pai.

"Nah Cio San, mumpung sekarang kamu ada. Kami sedang berlatih ilmu totok yang baru kemarin bisa kami kuasai dengan baik. Bagaimana kalau kita berlatih bersama?"

Tanya A Pao, salah seorang murid Bu-Tong Pai yang bertubuh tinggi besar.78

"Ah maaf suheng25, saya capek sekali, kebetulan ini baru selesai latihan pernafasan tingkat 5, lain kali saja ya?"

Sambil bicara begitu dia tersenyum.

"Heh? Anggota '15 Naga Muda' baru sampai pada pernafasan tingkatan 5? kami saja yang murid 'Biasa' sudah sampai di tingkat 7. Kalian itu belajar apa saja sih?"

A Pao berkata sambil tertawa, yang juga ditimpali gelak tawa teman-temannya yang lain.

"Ah sebenarnya yang lain sudah sampai pada tingkat 11, cuma saya memang kurang bakat, jadinya yah harus mengulang-ngulang terus pelajarannya"

Jawab Cio San sambil mencubit-cubit kupingnya sendiri dan tertawa.

"Nah, karena kau itu suka mengulang-ngulang latihan, bagaimana jika sekalian kau mengulang juga latihan ilmu totok bersama kami?"

Kata A Pao.

"Aduh suheng, sungguh badan saya pegal-pegal semua. Saya takut malah tidak bisa latihan dengan baik"

Jawab Cio San.

"Alah sudahlah ayo latihan. Pasang kuda-kuda ya. Lihat jurus!"

Sambil berteriak, A Pao langsung 25 Kakak seperguruan79 melancarkan jurusnya tanpa menanti jawaban dari Cio San.

Gerakannya cepat.

Tidak malu sebagai anak murid Bu-Tong.

Ia mengincar sebuah titik di daerah dada kiri Cio San.

Diserang seperti itu Cio San tidak kaget.

Ia bersikap tenang dan menerima serangan itu dengan gerakan menyapu dengan tangan kiri.

Gerakan menyapu ini adalah bagian dari gerakan dasar Thay Kek Kun ciptaan mendiang Thio Sam Hong.

Dilakukan dengan lembut dan mengalir.

Saat serangan pertamanya berhasil dipunahkan, A Pao menggunakan tangan kirinya untuk mengincar sebuat titik di pelipis kanan Cio San.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat serangan ini, Cio San hanya memutar lehernya mengikuti aliran serangan, sehingga serangan totokan itu hanya lewat di depan matanya.

Melihat dua serangannya gagal, A Pao semakin bersemangat untuk menyerang.

Gerakannya semakin cepat, namun gerakan Cio San juga tak kalah cepat.

Setelah beberapa lama beradu silat, keringat mulai terliat di dahi Cio San.

Ia memang gampang sekali capek.

Sistem kerja organ dalam tubuhnya memang kurang baik sehingga membuatnya susah mengendalikan pernafasan, yang membuatnya80 mudah letih.

Itulah juga sebabnya ia masih mengulang-ngulang pelajaran pernafasan tingkah 5.

Melihat lawannya sudah mulai kedodoran, A Pao melencarkan serangannya lebih cepat lagi.

Bagi orang Bu-Tong, gerakan kedua orang ini biasa-biasa saja.

Tapi bagi orang luar, apalagi bagi orang yang tidak mengerti ilmu silat, kedua orang murid Bu-Tong ini bergerak sangat cepat dan juga indah.

Menghadap gerakan cepat ini, Cio San mulai terdesak.

Ia sudah tidak bisa menghindar seperti tadi lagi.

Ia tidak mencoba menyerang karena sibuk terus mempartahankan diri.

Karena kalah cepat, Cio San memilih langkah-langkah mundur sambil mengelak sebiasanya.

A Pao yang merasa dirinya diatas angin semakin mendesak Cio San yang terus merangsak mundur.

Sesekali tubuh Cio San terkena serangan totokan jari A Pao.

Tapi karena memang mereka belum terlalu menguasai penyaluran tenaga ke jari- jari, hasil serangan ini hanya cukup menyakiti saja namun tidak sampai menimbulkan akibat yang fatal.

Cio San lalu berkata.

"Suheng, saya mengaku kalah, seranganmu hebat sekali"

Sambil berkata begitu ia memberi hormat. A Pao yang masih81 penasaran karena belum bisa menjatuhkan anggota '15 Naga Muda' tidak menghentikan serangannya.

"Ah..."

Cio San hanya mendesah.

Sudah sering ia menerima perlakuan seperti ini.

Banyak sekali anggota Bu-Tong 'Biasa' yang ingin menjajal dan mengalahkan anggota '15 Naga Muda'.

Dan selalu yang menjadi sasaran adalah Cio San.

Ini mungkin karena dia dianggap yang paling lemah dan paling ketinggalan ilmunya.

Bagi murid 'Biasa'.

Menjatuhkan salah seorang anggota '15 Naga Muda' itu adalah sebuah kehormatan, maka dijajal lah anggotanya yang paling lemah.

Sudah amat sering Cio San mengaku kalah, namun mereka selalu ingin menjatuhkannya dulu.

Bagi sebagian orang, memang jauh lebih menyenangkan memukul jatuh lawan, ketimbang mendengar dia minta menyerah saja.

Sering juga Cio San babak belur karena dihajar mereka.

Apa daya? Dia memang paling lemah, dan merupakan sasaran empuk bagi mereka yang iri akan kedudukan '15 Naga Muda'.

Tapi Cio San memang tidak pernah mengeluh.

Perlakuan seperti itu malah semakin membuatnya rajin berlatih.

Terkadang ia ditertawai orang karena dianggap tidak pantas82 menjadi bagian '15 Naga Muda'.

Kadang ia malah terluka, karena serangan-serangan mereka selalu dilancarkan dengan niat melukai, bukan dengan niat berlatih.

Dalam '15 Naga Muda', ia sendiri juga mengalami hal yang tidak mengenakkan.

Ia selalu dimarahi dan dikerasi oelh guru-gurunya karena kemajuan ilmunya yang lambat.

Kadang-kadang gihu dan sekaligus guru pengawasnya, Tan Hoat bahkan kehilangan kesabaran dengan menghukumnya.

Memang bukan hukuman berat, cuma sekedar membersihkan dapur, atau mengurusi ternak-ternak babi milik Bu-Tong.

Cio San pun juga tidak mendendam terhadap gurunya itu, karena ia tahu gurunya bermaksud baik untuk memacunya lebih bersemangat latihan.

Kadang juga ia melihat pandangan 'menghina' dari sesama anggota '15 Naga Muda'.

Para anggota ini menilai Cio San tidak pantas menjadi murid unggulan seperti mereka dan sering memperlakukannya dengan tidak baik.

Seperti menertawainya, mengatakannya dengan berbagi perkataan yang menyinggung, bahkan juga mengerjainya saat latihan.

Seperti mempelorot kan celananya saat ia latihan kuda-kuda, menyirami83 nya dengan kotoran babi dengan alasan 'tidak sengaja' dan lain-lain.

Cio San tidak pernah melaporkan perlakuan ini kepada guru-gurunya.

Ia menganggap itu hanya candaan belaka.

Sering ia tersenyum dalam menghadapi semua itu.

Tapi kadang ia juga menangis sendirian saat sedang mandi, atau saat tidur.

Ia malu memperlihatkan kelemahannya.

"Seorang laki-laki harus sanggup menghadapi cobaan apapun dalam hidupnya". Begitu kata ayahnya dahulu. Kekuatan dan ketabahan hati Cio San ini, malah membuat orang semakin tidak suka padanya, dan semakin ingin mengerjainya, karena mereka tahu Cio San tidak akan mengadukannya kepada guru-guru mereka. Perlakukan mereka terhadap Cio San semakin tidak mengenakan. Ia bahkan lebih sering berlatih sendirian. Karena sepertinya kawan sesama 15 Naga Muda sudah tidak lagi menganggap dirinya. Semua kejadian tidak mengenakkan ini lewat di dalam pikirannya dalam sekejap mata, saat ia menghadapi serangan A Pao. Tidak terasa matanya berkaca-kaca, air matanya meleleh. Pemusatan pikiran terhadap pertarungan pun buyar seketika.84 Seluruh serangan A Pao pun tepat mengenai sasarannya. Cio San terjatuh dan mengeluh kesakitan. Ulu hatinya terasa sakit sekali. Dalam sekali serangan, A Pao menyerang lima titik di tubuhnya, hasilnya ulu hatinya seperti ditendang 10 kuda. Nafasnya tersengal-sengal. Tapi murid-murid lain malah menertawainya.

"Anggota 15 Naga Muda, menangis saat diserang, hahahahha"

Mereka berteriak sambil tertawa.

Suara teriakan, hinaan, dan tawa itu terasa jauh lebih menyakitkan daripada rasa sakit di ulu hatinya.

Ia hanya menutup mata, air matanya mengalir.

Sesudah itu dia pingsan Saat siuman, ia merasa perutnya sakit sekali.

Cio San kini sedang berada di biliknya sendiri.

Ia terbaring diatas tempat tidurnya.

Ada bau ramuan obat.

Mungkin juga bau ini yang membuatnya tersadar.

Di samping tempat tidur Cio San, Tan Hoat, sang gihu duduk disebuah bangku kayu kecil.

Raut wajahnya kelam sekali.

Biasanya gihunya ini tidak seperti ini wajahnya.

Tan Hoat baru kembali dari tugas perguruan.

Selama beberapa tahun ini, Tan Hoat memang sering sekali naik turun gunung untuk85 menunaikan tugas perguran.

Melihat ada gihunya di sampingnya, Cio San merasa senang sekali, namun kemudian gihunya bertanya dengan ketus.

"Kau sudah siuman?"

Kata gurunya "Iya gihu"

Jawab Cio San. Ada rasa tidak enak di ulu hatinya ketika ia berbicara.

"Orang-orang bilang kau menangis karena menerima serangan A Pao?"

Cio San menutup matanya.

Ia tidak menangis karena serangan A Pao.

Ia menangis karena merasa tidak diperlakukan dengan adil oleh saudara-saudara seperguruannya sendiri.

Tapi bagaimana ia menceritakan ini kepada gurunya.

Selama ini gurunya tidak pernah tahu akan perlakukan mereka terhadapnya.

Jika kemudian ia bercerita, bukankah nanti ia akan dianggap mencari-cari alasan.

Apalagi jika nanti kalau dia bercerita, dan semua orang itu menyangkal ceritanya, maka hasilnya akan lebih parah lagi.

Ia akan semakin tersudut.

"Iya gihu"

Cio San menjawab pelan. Gihunya juga hanya berbicara dengan pelan, namun kata-katanya menusuk sekali.86

"Kau...kau membuatku malu. Kau membuat semua murid Bu-Tong Pai malu. Seorang laki-laki lebih baik mati di dalam pertempuran, daripada menangis ketakutan dalam perkelahian"

"Maafkan teecu26, guru...teecu..."

Cio San juga sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Suhu27 sekaligus gihunya itu berdiri lalu keluar dari bilik itu.

Berjalan dengan gontai.

Cio San hanya menghela nafas.

Ia menangis lagi.

Ia sudah memper- malukan gurunya.

Ia tidak pernah menangis karena rasa takut.

Ia tidak menangis karena kesakitan.

Tidak.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia menangis karena kemarahan.

Karena perlakukan tidak adil.

Iya benar! Ia menangis karena melihat ketidakadilan.

Ia lalu teringat ayahnya lagi yang dulu pernah berkata.

"Laki-laki hanya pantas meneteskan airmata karena melihat penindasan."

Cio San berpikir, apakah memang ia menangis karena alasan itu.

Semakin lama ia berpikir.

Akhirnya ia tersadar.

Yang dimaksudkan ayahnya adalah 'penindasan' terhadap orang lain.

Jika penindasan itu terjadi kepada dirinya, maka itu bukanlah penindasan.

26 Murid 27 Guru87 Tapi itu karena ia tidak mampu membela dirinya sendiri.

Kesadaran berpikir seperti ini, bagi anak berumur 12 tahun sebenarnya boleh juga dibilang ajaib.

Biasanya anak-anak itu lebih suka mencari pembenaran dan membela diri.

Tapi Cio San sudah mulai paham bahwa, jangan-jangan ia memang hanya mencari pembenaran.

Dalam hati ia menguatkan dirinya.

Ia harus menerima resiko karena kelemahannya sendiri.

Apapun nanti hukumannya, harus ia terima dengan berani.

Ia tidak boleh menangis lagi.

Ia tidak boleh membuat gihunya kecewa dan marah lagi seperti tadi.

Dan yang lebih penting, ia tidak boleh LEMAH lagi.

Akhirnya ia tersenyum.

Senyum pahit yang selalu dilakukannya.

Tapi senyum seperti itu terkadang memang bisa mengobati luka hatinya.

Luka hati siapa saja.88 Bab Hukuman di Puncak Gunung Setelah mendapat sedikit perawatan dari gurunya, Cio San merasa lebih baik.

Selama 3 hari gihunya merawatnya dengan memberi obat-obatan dari ramuan-ramuan rebusan daun.

Pahit sekali rasanya.

Tapi Cio San merasa pahitnya obat itu masih kalah pahit dengan sikap gihunya.

Selama merawatnya 3 hari itu, Tan Hoat tidak pernah menyapa, atau berbicara dengan Cio San sama sekali.

Untuk menanyakan kabarnya saja tidak.

Tan Hoat cuma meraba nadi di pergelangan tangan Cio San untuk mengetahui kondisi kesehatannya.

Cio San mencoba memecah kebuntuan dengan mengajak gihunya berbicara, namun cuma dibalas dengan anggukan atau gelengan.

Walaupun begitu, Cio San tetap berusaha tersenyum kepada gihunya dan bersikap selalu hormat kepadanya.

Setelah 3 hari dirawat, pada pagi hari ke empat Cio San merasa tubuhnya sudah pulih sepenuhnya.

Merasa bosan selama 3 hari di kamar terus, Cio San89 memutuskan untuk keluar biliknya.

Suasana pagi itu sangat cerah.

Terdengar suara murid-murid Bu-Tong Pai yang sedang berlatih.

Cio San berjalan sebentar merasakan cahaya matahari di pagi yang indah itu.

Nyaman rasanya.

Ia menarik nafas sebentar, mencoba melatih ilmu pernafasan tingkat 5 nya.

Ia mengembangkan kedua tangannya kedepan.

Menekuk sedikit lututnya.

Inilah gerakan pembuka dari Thay Kek Kun.

Gerakannya mengalir, kesamping, melangkah ringan ke depan.

Melihat gerakan-gerakan ini, orang awam pasti mengira dia sedang menari.

Memang Thay Kek Kun ini terlihat mengalun pelan, dan gemulai.

Seperti orang menari.

Cio San pun sendiri seperti menikmati gerakan- gerakan itu.

Ia menutup matanya dan bergerak dengan indah.

Sepertinya seluruh tubuhnya seperti dituntun untuk bergerak.

Bukan ia yang menggerakkan tubuhnya, melainkan sebuah ombak atau angin yang menggerakaan tubuhnya.

Ia merasa nikmat sekali.

Perasaannya seperti dibawa terbang.

Ia sudah mulai merasa mabuk dan terbang ke dunia lain.

Sudah dilupakannya gerakan90 apa yang dia lakukan sekarang.

Sudah berapa jurus yang ia lakukan sekarang.

Perasaan hati yang riang karena ia telah sembuh total, suasana pagi yang indah, sinar matahari yang cerah, sejuknya udara pegunungan, kicau burung diatas pohon, dan semua rahmat Tuhan di alam ini seperti membuai Cio San.

Ia seperti menjadi tidak sadar atas gerakannya sendiri.

Entah sudah jurus keberapa! entah ia sedang melakukan apa! Ia tidak tahu sekarang berada dimana! Ia seperti terbang, ia seperti bermimpi! Ia bahkan tidak sadar ada orang berdiri dihadapannya.

Tapi dia tidak tahu.

Bahkan bisa dibilang dimana kini dia berada, sedang melakukan apa, pada hakekatnya Cio San sudah tidak tahu lagi.

Seketika terasa seluruh tubuhnya semakin segar.

Ada kehangatan aneh yang timbul di beberapa bagian tubuhnya.

Ada tenaga baru yang terkumpul di perutnya, ada tenaga di kedua tangannya, ada tenaga di kedua kakinya.

Perasaan seperti ini baru pertama kali ia rasakan.

Tenaga yang mulai terkumpul di seluruh tubuhnya, tiba-tiba mulai mendesak untuk keluar.

Ada apa ini? Mengapa sekarang seluruh tenaga ini mulai mendesaknya?91 Cio San mulai merasa dadanya sesak.

Gerakannya mulai kacau, ia mulai tersadar lagi.

Ah, ia kini sedang berada di halaman depan bilik para murid.Ia sedang melakukan gerakan dasar pernafasan.

Lalu kenapa kini dadanya sesak.

Kesadarannya mulai pulih, ketika itulah terdengar teriakan...

"Salurkan hawa panas di perut ke kedua tangan... jangan menahan nafas, tutup 'pintu belakang' jangan sampai ada tenaga yang bocor, dorong tenaga itu keluar...!!"

Seketika itu juga terdengar suara blarrr! Sekeliling Cio San seperti terasa bergetar.

Pohon besar yang berada di sebelahnya terasa bergetar dan bergoyang-goyang.

Cio San mulai melihat ke sekeliling.

Ada gihunya, Tan Hoat berdiri di hadapannya.

Cio San seperti baru terbangun dari tidur dan mimpi indah.

Namun bangunnya itu seperti orang disiram air.

Seperti orang gelagapan.

Cio San baru mulai menyadari keadaan sekitarnya.

Gihunya sedang berdiri di hadapannya, dengan tatapan mata yang aneh, beliau lalu bertanya.

"Dari92 siapa kau mempelajari ilmu silat Thay Kek Kun?"

Katanya menyelidik.

"Teecu..teecu.., tidak mengerti..."

Kata Cio San terbata-bata "Gerakanmu itu tadi adalah Thay Kek Kun jurus ke 8..., Siapa yang mengajarkannya kepadamu?"

Pandangan mata gihunya sungguh menusuk hatinya.

"Teecu..., ah..., teecu.., tidak ada yang mengajarkannya kepada teecu, gihuu. Teecu hanya mencoba melatih pernafasan tingkat ke 5... tahu-tahu teecu seperti lupa diri. Tahu-tahu sepertinya tubuh teecu bergerak sendiri, dan teecu tak tahu lagi teecu ada dimana. Lalu tahu-tahu seperti ada tenaga yang timbul...lalu..lalu teecu mendengar suara guru yang menuntun teecu..."

"Benarkah? Aku kan sama sekali belum mengajarimu ilmu itu..."

Gihunya sendiri juga heran, lalu melanjutkan.

"Atau apakah suhu-suhu yang lain pernah mengajarimu?"

"Tidak pernah gihu..."
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jawab Cio San "Atau apakah kau mencuri belajar dari murid- murid tingkatan 4?"

Tanya gurunya lagi93

"Demi Tuhan, tidak gihu. Teecu ingat betul dulu gihu mengingatkan kalau mencuri belajar adalah perbuatan yang hina, teecu tidak mungkin melakukannya..."

Jawab Cio San "Selama ini aku mendengar dari suhu-suhu yang lain bahwa tingkat ilmu silatmu mengalami kemajuan yang sedikit sekali.

Malahan ada yang bilang bahwa silatmu tidak maju-maju.

Itupun sudah aku perhatikan sendiri tanpa harus menerima laporan suhu yang lain.

Lalu bagaimana bisa kau menguasai jurus ke 8 Thay Kek Kun, padahal untuk bisa belajar Thay Kak Kun saja, kau harus menamatkan pelajaran pernafasan yang sampai tingkat 15.

Sampai tingkat berapa ilmu pernafasanmu?"

Tanya Tan Hoat cepat "Ba..baru..sampai tingkat 5 gihu"

Jawab Cio San sambil menunduk "Coba tunjukkan padaku, pernafasan tingkat 5 mu"

Perintah Tan Hoat Cio San mulai melakukan gerakan.

Sama indahnya dengan gerakan-gerakan yang tadi ia buat.

Namun kini ia memusatkan perhatian untuk melakukan gerakan ini sebaik-baiknya.

Tapi tidak sampai berapa lama.

Ia merasa nafasnya sesak.

Ada rasa sempit di dadanya.

Hal ini berbeda dengan94 perasaan dorongan tenaga yang tadi sempat dirasakannya.

Seketika Cio San merasa kepalanya pening.

Ia lalu berhenti.

Keringat dingin mengucur deras dari dahinya.

Tan Hoat memegang nadi di pergelangan tangannya.

Denyut itu agak sedikit kacau.

Sang gihu berkerut dahinya.

"Tingkatan 5 pernafasan saja belum kau kuasai, tapi kau sudah bisa mengeluarkan jurus ke 8 Thay Kek Kun ...aneh..."

Ia seperti berbicara kepada diri sendiri. Lalu meneruskan.

"Apa yang tadi kau lakukan sehingga bisa melakukan gerakan-gerakan jurus itu?"

Tanyanya "Teecu hanya bergerak seenaknya saja.

Tidak memikirkan macam-macam.

Teecu keluar kamar dengan perasaan riang karena sudah sembuh.

Teecu menikmati suasana pagi yang segar, dan harumnya bunga-bunga di pagi hari.

Lalu teecu pikir, ada baiknya mencoba gerakan-gerakan pernafasan, karena teecu merasa hawa pagi ini nikmat sekali.

Barangkali cocok untuk berlatih pernafasan..."

Jelas Cio San "Lalu?"

Tanya suhunya lagi "Lalu saat bergerak itu, tahu-tahu teecu seperti dibawa oleh ombak atau angin yang lembut.

Gelombang ini seperti menuntun teecu bergerak.95 Tahu-tahu teecu seperti tidak sadar.

Seperti mimpi dalam tidur.

Lalu tahu-tahu ada tenaga yang muncul dan mendesak dalam tubuh teecu.

Saat itu kemudian teecu mendengar ada suara yang menuntun teecu mengeluarkan tenaga itu.

Setelah itu teecu membuka mata, dan baru sadar bahwa itu ternyata suara gihu..."

Jawab Cio San.

"Hmmm...aneh juga"

Tan Hoat berkata begitu sambil berusaha berpikir.

Memang Cio San tidak mungkin bisa mencuri belajar dari murid atau suhu lain.

Karena tidak mungkin dia bisa menguasai jurus Thay Kek Kun tingkat pertama sedangkan ia belum bisa menguasai seluruh tingkat 15 pernafasan.

Padahal pernafasan itu adalah dasar dari ilmu Thay Kek Kun.

Ini bahkan Cio San sudah bisa memainkan jurus ke 8 Thay Kek Kun.

"Sudahlah", lanjutnya "Aku ke sini memberitahukan kepadamu bahwa nanti siang engkau dipanggil menghadap Ciangbunjin. Membahas kejadian kemarin"

"Baik suhu. Teecu siap menghadap"

Cio San tahu bahwa perbuatannya kemarin sangat memalukan.

Seorang murid Bu-Tong menangis karena diserang oleh lawan.

Itu adalah perbuatan yang sangat96 memalukan di dunia kang ow.

Jika dunia luar tahu bahwa ada murid Bu-Tong yang seperti itu, tentu saja nama Bu-Tong akan jatuh.

"Hari ini kau tidak usah latihan dulu, karena kau baru sembuh dari lukamu. Pergilah kau ke dapur dan ambil sarapanmu"

"Baik gihu, terima kasih"

Cio San menghaturkan salam dan membungkuk, saat ia selesai membungkuk suhunya sudah tidak berada di hadapannya.

Karena memang merasa lapar, Cio San menuju ke dapur umum.

Seharusnya para murid Bu-Tong makan di ruang makan yang besar menyerupai aula.

Namun ia memang bangun agak terlambat sehingga lewat waktu makan.

Biasanya murid yang terlambat makan, harus menunggu waktu makan berikutnya.

Tetapi kondisi Cio San yang baru sembuh dari luka ini merupakan pengecualian.

Begitu di dapur, suasana sudah sepi.

Tapi di bagian belakang memang masih ramai, karena ada beberapa murid yang kebagian tugas mencuci piring.

Saat Cio San masuk, ia disapa oleh tukang masaknya.

"Ah kau terlambat, tapi sudah kusediakan97 makanmu. Ambil saja di lemari kayu belakang. Di sebelah jendela besar itu."

Katanya ramah seperti biasa.

Cio San memang lumayan akrab dengan A Liang, si juru masak Bu-Tong.

Mungkin karena A Liang sendiri memang tidak bisa silat, mereka jadi mempunyai kedekatan tersendiri.

A Liang memang bukan murid resmi Bu-Tong.

Ia adalah seorang juru masak yang bekerja di Bu-Tong.

Ia tinggal di Bu-Tong sudah lama sekali.

Puluhan tahun malah.

Umurnya sekarang sudah lebih dari 70 tahun.

"Ah terima kasih Liang-lopek28

"

Kata Cio San ramah.

"Bagaimana lukamu? Sudah sembuh?"

Tanya A Liang.

"Sudah lopek, berkat perawatan Tan-suhu, teecu sudah segar bugar"

Cio San menjawab sambil tersenyum.

"Ah lain kali kalau berlatih hati-hatilah, jangan sampai terluka lagi. Ayo sana ambil makanmu. Kudengar perutmu sudah keruncongan begitu. Hahaha..." 28 Panggilan kepada orang yang sudah tua98 Mereka berdua tertawa. Memang kalau dibanding dengan berlatih ilmu silat, sebenarnya Cio San lebih suka bercanda seperti ini. Sifatnya memang periang suka bercanda. Cocok juga dengan si tua A Liang yang memang suka tertawa juga. Selesai makan. Cio San membantu A Liang bersih-bersih, dan menyiapkan makan siang. Pagi itu Cio San memang tidak ada kegiatan berlatih karena sudah disuruh beristirahat dulu oleh suhunya. Ia memutuskan untuk membantu A Liang. Sebenarnya A Liang juga mempunyai beberapa pembantu yang masih kecil-kecil, mungkin berumur 10an tahun. Tapi daripada nganggur, yah lebih baik membantu A Liang saja, begitu pikir Cio San. Setelah beberapa lama bekerja memotong sayur, mengiris daging, dan menyiapkan bahan-bahan lain, Cio San pun diajak A Liang untuk memasak. Walaupun selama ini berteman dengan A Liang, belum pernah sekalipun Cio San belajar masak dari sahabat tuanya ini. Pengalaman baru ini membuatnya tertarik dan senang. Membuatnya lupa akan masalah yang dihadapinya itu. Cio San pun juga ternyata baru tahu99 kalau dia itu memiliki bakat memasak. Setelah diajarkan sebentar Cio San mulai bisa. Dasar rasa tahunya memang tinggi, ia pun rajin bertanya mengenai semua langkah-langkah memasak. Apa guna bahan ini? Apa guna bumbu itu? Mengapa bahan ini harus dibungkus daun terlebih dahulu? Kenapa minyak ini harus dipanaskan lama? Dan lain- lain. Herannya, jika belajar silat kemajuan Cio San lambat sekali, belajar masak malah dia cepat bisa. Hanya hal memotong-motong atau mengupas yang dia perlu waktu untuk menyesuaikan. Tapi dalam hal mengolah, dan pemahamannya tentang bumbu, bahan, dan rasa, Cio San cepat sekali bisa. A Liang pun dengan sabar mengajarkan dan menunjukkan cara memasak kepadanya. Dari pagi sampai hampir siang Cio San membantu A Liang memasak. Jadi bisa dibilang banyak sekali pengetahuan yang ia dapatkan dalam setengah hari itu. Kadang-kadang banyak pertanyaan aneh-aneh yang keluar dari mulut Cio San, seperti 'Mengapa merebusnya tidak menggunakan bahan ini? Bukankah bahan ini lebih harum?"


X Files Host Karya Chris Carter Emptiness Of Soul Karya Andros Luvena Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Hoa

Cari Blog Ini