Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle Bagian 12
"Seluruhnya benar. Aku memang pernah menggilainya. Ku serahkan hidup kepadanya. Hingga suatu saat aku sadar bahwa aku telah salah mencintai nya."
"Kau tak pernah salah karena jatuh cinta. Kau hanya salah memilih orang."
"Mungkin saja. Tapi setelah kusadari kesalahanku, aku berusaha lepas. Namun kau tahu sendiri, pengaruh Bwee Hua terhadap para lelaki yang menyukainya sungguh teramat besar. Belum lagi ditambah dengan bunga iblis yang dipakainya untuk meracuni otak kami semua. Jika aku melarikan diri, dalam hitungan hari aku pasti mencarinya kembali. Itu karena bunga iblis membuat kami ketagihan dan selalu bergantung kepada Bwee Hua."
"Hingga akhirnya, dalam pelarianku yang terakhir, aku diselamatkan oleh Khu Hujin. Ia sedang dalam perjalanan di tengah hutan. Aku disekapnya berhari-hari sehingga ketagihanku akhirnya menghilang seluruhnya. Dengan sabar beliau merawat ku dan menasehatiku. Karena sangat berhutang budi,1186 akhirnya aku mengabdikan diri kepada beliau."
Jelas Cukat Tong.
"Aku juga tahu, orang seperti kau tidak mungkin mau saja ku suruh-suruh kemana-mana. Haha. Kita tidak punya ikatan apa-apa, tapi kau sungguh patuh kepadaku. Tentulah pasti ada orang yang memerintah kanmu untuk patuh kepadaku. Kalau bukan Khu Hujin, aku tidak tahu siapa lagi."
Kata Cio San. Lanjutnya.
"Ketika dulu aku sempat diculik oleh Mo Kauw, aku sempat ditolong oleh serombongan orang yang menyamar menjadi tentara kerajaan. Ilmu mereka hebat dan bermacam-macam. Sejak lama aku memikirkan siapa mereka, dan aku kemudian mengambil kesimpulan bahwa mereka adalah orang- orangnya Khu Hujin yang bertugas mengawalku."
"Kau tahu kenapa Khu Hujin sangat tertarik denganmu?"
Tanya Cukat Tong.
"Ia membutuhkan tenagaku"
Jawab Cio San "Benar sekali. Pada awalnya aku heran mengapa kau begitu penting di matanya. Tapi setelah beberapa lama aku bersama denganmu, aku baru mulai melihat sebabnya. Pandangan Khu Hujin memang jarang salah."1187
"Kau berada di kapal juga karena perintahnya bukan?"
"Ya. Ia menyuruhku mengawalmu, karena pasukan yang dikirim untuk mendampingimu sudah mati semua. Tewas oleh mendiang Ang Soat. Tapi aku sama sekali tidak diperbolehkan turun tangan. Hanya mendampingi dan melaporkan saja."
Kata Cukat Tong. Lalu katanya.
"Menurutmu, mengapa ia begitu tertarik dengan masalah ini semua?"
"Setiap orang punya kepentingan. Dalam pandanganku, Khu Hujin hanya ingin kekuasaan. Tidak ada orang yang boleh lebih berkuasa daripadanya."
Cukat Tong hanya tersenyum. Cio San pun tersenyum.
"Tapi yang paling masuk akal adalah, sejak dulu ia memang sudah bersaing dengan Bwee Hua."
"Hahahaha. Tepat"
Kata Cukat Tong.
"Sepatu yang kau pakai itu, apakah pemberian Bwee Hua?"
Tanya Cio San.
"Benar."
"Kau masih mencintainya?"
"Benar."1188
"Kau jatuh cinta kepada wanita terkaya dan tercantik sedunia?"
Tanya Cio San "Kenapa? Lelaki yang jatuh cinta kepada wanita demikian, adalah lelaki yang merendahkan dirinya sendiri."
Jawab Cukat Tong.
"Lihat apa yang diperbuatnya kepadamu."
"Walaupun ia pernah menyakitiku, toh ia juga pernah membuat hatiku bahagia. Bahkan aku sempat berpikir apakah hidupku bisa terus berjalan tanpa dirinya. Bagi orang sepertiku, mendapat kesenangan seperti itu dari wanita tercantik dan terkaya di seluruh dunia, sudah cukup memberiku rasa syukur yang besar."
Kadang-kadang orang yang tersakiti hatinya juga suka melupakan bahwa di dalam hidup mereka, orang yang pernah menyakiti mereka itu dulu pernah memberikan kebahagiaan yang indah.
Sayangnya manusia sebagian besar memang lebih suka mengenang kepedihan daripada mengenang keindahan.
Untunglah Cukat Tong bukan orang seperti itu.
Cukat Tong adalah bagian dari yang disebut penggetar langit.
Orang-orang yang tetap melakukan1189 yang terbaik walaupun mereka disakiti dan dikecewa kan.
Yang tetap berdoa dan mengharapkan yang terbaik secara tulus dan ikhlas.
Jika kita bisa melupakan kebaikan orang, kenapa tidak juga sekalian melupakan keburukannya? Bukankah dengan begitu hidup menjadi tenang dan damai? Bukankah dengan begitu langkahmu menjadi ringan dan tatapanmu matamu menjadi terang? Orang-orang yang hidupnya ringan, tentulah jauh lebih berbahagia.
Karena hidup bahagia bukan hanya kau temukan dalam cinta.
Kebahagiaan yang paling hakiki adalah kebahagiaan yang tak bisa hilang walaupun kau tak memiliki apapun di dalam hidupmu.
Kau tak memiliki apa-apa, tapi kau tetap bisa bahagia.
Apalagi yang bisa diambil darimu? Karena segala asal muasal kesedihan adalah berawal dari kehilangan.
Jika kau tak memiliki apa-apa yang bisa hilang, memangnya kau bisa bersedih? Ini pemahaman yang mudah, namun sayangnya tidak banyak manusia yang mau mengakui.1190 Tentu saja.
Jika manusia mau mengakui, masakah masih ada kesedihan di muka bumi ini? Cio San memandang kagum kepada Cukat Tong.
Lelaki yang terluka oleh cinta memang biasanya menjadi bahan tertawaan.
Tetapi terhadap orang- orang seperti Cukat Tong mau tak mau Cio San harus kagum.
Tidak mudah menjadi orang baik-baik terhadap orang yang sudah menyakitimu.
Lama mereka saling diam, lalu Cio San berkata.
"Itulah sebabnya sejak awal aku pun mencurigaimu."
"Curiga apa?"
"Orang sepertimu tidak mungkin mau diperintah orang lain jika tidak memiliki alasan yang benar-benar kuat. Bahkan jika kaisar yang memberi perintah sekalipun, jika kau tak mau, tentu tak kau laksanakan."
"Kau pikir, aku mau melaksanakan permintaan- permintaanmu karena Khu Hujin menyuruhku untuk mematuhimu?"
Cio San mengangguk.
"Kau salah. Aku melakukan apa yang kau suruh, karena aku kagum kepadamu."1191
"Aku yakin kau memiliki alasan lain."
"Apa?"
Tanya Cukat Tong "Jika kau sudah bekerja untuk Khu Hujin, pertentangan batin dirimu tentu timbul jika kini kau harus berhadapan dengan Bwee Hua."
"Lalu?"
"Kau berusaha sekuat tenaga agar ia tidak mati bukan?"
"Setidaknya dengan kerja kerasku melayanimu dan melayani Khu Hujin, masa aku tak boleh meminta sedikit pengampunan kepadanya?"
"Tidak usah."
"Apakah dosanya sedemikian besar?"
"Bukan. Tapi karena persahabatan kita. Tanpa kau memberi hutang budi kepadaku pun, tanpa kau menuruti permintaan-permintaanku pun, aku tetap akan mengabulkan permintaanmu untuk mengampuni Bwee Hua."
Cukat tong menatap pemuda di depannya itu.
"Sepanjang hayatku, baru ku dengar ada manusia yang berkata ini kepadaku."
Kata Cukat Tong.1192
"Itu karena sepanjang hayatku pula, aku belum pernah menemukan sahabat seperti kau."
Tukas Cio San.
Mereka saling diam dan menenggak arak.
Kadang-kadang arak paling nikmat jika diminum di dalam kesunyian.
Kadang-kadang sahabat paling berarti jika ia bersamamu di dalam kesunyian.
Dua hal terbaik dalam hidup sudah ada di sana.
Apalagi yang mereka risaukan? "Untuk apa kita ke Bu-Tong Pai?"
Tanya Cukat Tong tiba-tiba.
"Segala sumber masalah ada di sana. Dari sanalah kita mulai penyelidikan."1193 Bab 60 Rahasia Mengejutkan di Bu-Tong Pai "Jika kita berangkat sekarang, kira-kira sampai di Bu- Tong San (pegunungan Bu-Tong) siang atau malam?"
Tanya Cio San. Cukat Tong berpikir sebentar lalu menjawab.
"Siang."
"Ah, kalau begitu kita berangkat nanti saja, biar sampainya bisa tengah malam."
Kata Cio San.
"Kau mau menyusup ke sana?"
Cukat Tong bertanya.
"Memangnya kau pikir aku mau datang ke sana secara baik-baik dan duduk mengobrol?"
Kata Cio San sambil tertawa. Cukat Tong pun ikut tertawa. Tiba-tiba ia berkata.
"Eh, aku melihat kejadian saat kau di jembatan bersama perempuan itu. Siapa namanya?"
"Maksudmu Mey Lan? Kau lihat semuanya?"
Tanya Cio San.1194
"Ya"
"Hahaha. Memalukan. Tidak perlu dibahas."
"Tidak memalukan. Aku justru bisa mengerti perasaanmu."
Hanya laki-laki yang bisa mengerti perasaan sahabatnya.
Mungkin itulah sebabnya persahabatan antar lelaki jauh lebih erat dan dalam, ketimbang persahabatan antar kaum perempuan.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Karena itu jugalah lebih banyak laki-laki yang lebih suka menghabiskan waktu bersama sahabat- sahabatnya ketimbang bersama kekasihnya.
"Yang tidak bisa kubayangkan adalah bagaimana perasaan Mey Lan setelah ia mengetahui siapa kau sebenarnya. Betapa tampan dan gagahnya kau, dan betapa terhormatnya kau di kalangan persilatan."
Tukas Cukat Tong.
"Mungkin hal inilah yang membuatnya semakin benci terhadapku. Ia kira aku membohonginya selama ini."
"Maka ia menyuruh suaminya untuk menghajarmu?"
"Ya"1195
"Aku sungguh tak mengerti perasaan wanita"
Kata Cukat Tong sambil geleng-geleng kepala.
"Kalau kau mengerti, tentunya kau sudah menjadi dewa."
"Dewa saja tidak mengerti."
"Kalau dewa saja tidak mengerti, lalu kira-kira siapa yang mengerti?"
Tanya Cio San.
"Tidak ada yang bisa mengerti. Bahkan mereka saja tidak mengerti perasaan mereka sendiri."
"Kalau mereka sendiri juga tidak mengerti, lalu kenapa mereka meminta kaum lelaki untuk mengerti perasaan mereka?"
"Justru karena mereka tidak mengerti maka mereka meminta orang lain untuk mengerti perasan mereka."
"Entah kenapa jika berbicara tentang perempuan, kepalaku jadi pusing."
Kata Cio San tersenyum.
"Bukan hanya kepala yang pusing, tapi jantung juga berdebar."
Tambah Cukat Tong.
"Peredaran darah menjadi tidak lancar. Badan meriang dan perut mendadak mulas."1196 Mereka berdua tertawa.
"Tapi entah kenapa, jika tidak ada perempuan, hidup terasa jauh lebih menderita."
Kata Cukat Tong.
"Begitulah."
"Ada perempuan berarti banyak masalah. Tidak ada perempuan rasanya hidup terasa hampa. Kira-kira kau pilih yang mana?"
Tanya Cukat Tong.
"Aku memilih perempuan yang tidak men- datangkan masalah."
Jawab Cio San.
"Perempuan cantik, jumlahnya tidak terhitung di kolong langit ini. Tapi kalau perempuan yang tidak mendatangkan masalah, baru kali ini aku mendengar ada perempuan macam demikian."
Kata Cukat Tong.
"Ang Lin Hua tidak mendatangkan masalah."
Kata Cio San.
"Itu karena dia anak buahmu, coba kalau dia jadi kekasihmu"
Dengan sendirinya Cukat Tong tak perlu melanjutkan kata-katanya.
Memang begitulah adanya.
Perempuan akan terlihat manis dan baik hati saat pertama kau mengenalnya.
Tapi jika ia sudah menjadi kekasihmu, dari hari ke hari ia berubah1197 semakin garang dan ganas.
Hal ini sudah menjadi rahasia umum.
Tapi jarang ada lelaki yang mau membahasnya.
Entah kenapa.
Mungkin karena takut ketahuan bahwa ia salah satu dari golongan yang kalah garang dengan istrinya.
"Bagaimana dengan Khu Ling Ling? Ku perhatikan dia pun tertarik kepadamu"
Tanya Cukat Tong lagi.
"Entahlah. Aku belum terlalu mengenalnya. Tapi ia terlihat garang dan ganas kalau berkelahi."
"Perempuan yang ganas dan garang di luarnya, jika di ranjang mungkin saja berubah manja dan aleman. Sebaliknya perempuan yang terlihat manis dan pendiam di luarnya, bisa jadi berubah ganas dan garang di atas ranjang. Masa hal ini saja kau tidak tahu?"
"Aku belum berbuat yang aneh-aneh dengan perempuan."
Jawab Cio San sambil tersenyum lebar.
"Hah?"
Cukat Tong hanya melongo. Tapi ia percaya. Jika Cio San bilang matahari terbit di barat dan tenggelam di timur pun dia akan percaya.
"Kau yang gagah dan menarik ini masa kalah dengan Suma Sun yang diam dan dingin seperti batu1198 itu? Dia kalau urusan perempuan memang sudah sangat ahli."
"Dari mana kau tahu? Memangnya kau sudah pernah tidur dengan Suma Sun?"
Tanya Cio San sambil tertawa.
"Haha. Setiap hari pekerjaannya kan mengunjungi rumah bordil."
"Mengunjungi rumah bordil kan tidak berarti ia tidur dengan perempuan"
"Jadi maksudmu dia ke rumah bordil hanya untuk sarapan dan minum teh?"
"Aku puluhan kali ke rumah bordil juga tidak berbuat apa-apa. Hanya mengunjungi markas rahasia Mo Kauw."
"Berarti maksudmu Suma Sun juga mengerjakan hal lain di rumah bordil?"
"Semua orang kan punya rahasia. Masa Suma Sun tidak boleh punya rahasia?"
Arak seperti tak pernah habis dan obrolan seperti tak pernah selesai.
Dua orang sahabat duduk santai menikmati sejuknya hutan dan hangatnya tawa dan canda.1199 Hal yang paling berharga adalah kenangan.
Karena itu selalulah berbuat baik agar kenangan yang tertinggal adalah kenangan indah.
Perpisahan dan kesedihan selalu mengintai hidup manusia.
Jika tidak menghargai apa yang kita miliki, Bukankah di masa depan akan menangis menyesal? "Saatnya berangkat"
Kata Cukat Tong.
"Baiklah"
Terbang.
Bumi terlihat begitu indah.
Manusia terlihat begitu kecil.
Hidup sedemikan rapuh, mengapa masih rakus meraih dunia? Satu persatu manusia mati.
Namun bumi dan alam tetaplah indah.
Nyawa manusia hanya bagai dedaunan yang rontok di musim gugur.
Begitu kecil, begitu hina, begitu tak berharga.1200 Dibandingikan alam seluas ini, apalah arti manusia? Yang terbaik adalah berbuat baik Karena dengan begitu barulah manusia memiliki sedikit arti.
Perjalanan itu akhirnya sampai juga.
Bu-Tongsan dengan segala keindahannya.
Dengan segala kemegahan, dan keagungannya.
Di gunung inilah berdiri salah satu partai persilatan yang paling dihormati dan disegani di muka bumi.
Bu-Tong Pai.
Mendengar namanya saja, orang akan tertunduk segan, dan berbinar kagum.
Mendengar namanya saja, hati orang jerih dan tangan gemetaran.
Kini malah ada dua orang bodoh menerobos dan menyusup masuk.
Jika bukan karena telah memakan nyali harimau, tentu hanya orang pikun yang berani menyusup ke sana.
Kedua orang ini tidak pernah makan nyali harimau, dan bukan orang pikun.
Memangnya kalau bukan dua orang ini yang menyusup Bu-Tong Pai, siapa lagi yang bisa?1201 Kedua orang ini sekarang telah berada di puncak tertinggi Bu-Tongsan.
Tempat dulu Cio San diasingkan dan dihukum.
Tempat terjadinya berbagai macam kejadian yang membentuk dirinya menjadi seperti sekarang ini.
Angin begitu dingin.
Malam begitu pekat.
Jika bukan karena kenangan indah, mungkinkah manusia bisa bertahan? Tak terasa airmata Cio San menetes.
Gubuk bambu ini tak berubah setelah sekian lama.
Pepohonan, bebatuan, dan pemandangan ini tidak berubah setelah bertahun-tahun ia pergi.
Teringat kenangan ia berlatih silat.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Teringat kenangan ia membaca buku sampai pagi.
Atau saat A Liang datang membawa khim dan mereka bernyanyi bersama.
Atau pada saat gihunya datang dan berbagi cerita.
Yang paling mengherankan dari kenangan adalah ia menguatkanmu, namun membuatmu lemah pada saat yang bersamaan.
Cukat Tong sangat memahami perasaan Cio San.
Karena itulah ia hanya duduk diam di atas sebuah1202 batu besar.
Membiarkan sahabat terbaiknya itu tenggelam dalam kenangan dan lamunan.
Cio San berdiri dengan gagah di atas sebuah batu.
Angin meniup rambutnya.
Mendatangkan sejuta gambar tentang masa lalu.
Matanya tertutup rapat.
Ia khawatir jika ia membuka mata, maka ia akan segera kembali kepada kenyataan.
Ia ingin, sebentar saja, merasakan kembali masa lalu.
Karena bagaimanapun, terkadang masa lalu terasa jauh lebih membahagiakan daripada masa kini.
Tapi memang masa lalu itu hanya indah untuk dikenang.
Karena sehebat apapun manusia, ia tidak dapat memutar waktu kembali.
Yang paling bijaksana memang adalah menjadikan kenangan masa lalu sebagai penguat dan pelajaran untuk menjalani masa kini.
Masa depan? Bukankah itu urusan langit? Hanya manusia sombong yang merencanakan masa depan.
Manusia bijaksana menggunakan waktu sebaik- baiknya untuk menghargai masa kini, dan berbuat1203 sebaik-baiknya kepada orang-orang yang dimilikinya saat ini.
Cio San akhirnya membuka matanya.
Kesenduan dan airmata telah menghilang dari raut wajahnya.
Sinar matanya berbinar dan mencorong tajam.
Inilah dia Cio San.
Pemuda terbaik pada masanya.
Pendekar paling hebat di jamannya.
Dan sahabat paling setia yang pernah ada.
Ia menoleh kepada Cukat Tong.
Cukat Tong pun tersenyum.
Karena ia pun pernah mengalami hal yang sama dengan Cio San.
Pergulatan batin untuk menghadapi kenangan-kenangan yang tidak mungkin dilupakan.
Karena memang kenangan itu bukan untuk dilupakan.
Cukat Tong tahu itu.
Karena ia sendiri pun pernah berjuang keras menghadapi masa lalu yang menghantuinya.
Manusia yang berhasil keluar dari ini semua, siapapun dia, lelaki atau perempuan, adalah manusia- manusia yang telah tercerahkan.1204 Oleh karena itu sinar wajah Cio San berubah menjadi begitu menyilaukan.
"Kau sudah berhasil mengatasinya?"
Tanya Cukat Tong.
Cio San mengangguk dan tersenyum.
Cinta, benci, dan dendam.
Hal yang terus menerus menggeregoti hidup manusia.
Jika kau berhasil menghadapinya, maka kau akan seperti Cio San.
Wajahmu bercahaya.
Langkahmu gagah, tubuhmu tegap, dan matamu bersinar terang.
"Apa yang bisa ku bantu?"
Tanya Cukat Tong lagi.
"Aku mencari sebuah pintu rahasia"
Jelas Cio San.
"Baik"
Cukat Tong pun bergerak. Cio San pun ikut mencari. Urusan bergerak mencari barang adalah urusannya Raja Maling. Siapapun yang berlomba dengan dia pasti akan tertunduk malu. Dalam waktu sepeminum teh, Cukat Tong sudah muncul sambil tersenyum.
"Aku sudah menemukannya"
Cio San tersenyum dan mengikuti Cukat Tong.1205 Pintu rahasia itu ternyata berada di dalam gubuk bambu itu.
Tepat di bawah tempat tidur.
Hanya berupa sebuah lubang kecil.
Tapi jika kau memasukkan jarimu kesitu, maka terbukalah sebuah pintu kecil di lantai.
"Tampaknya kau ahli sekali dalam memasukkan jari ke dalam lubang"
Kata Cio San tertawa.
"Aku banyak berlatih."
Tukas Cukat Tong sambil tertawa juga.
"Kau tak takut jika kau masukkan jari ke dalam lubang itu, lalu tiba-tiba tanganmu digigit sesuatu?"
Tanya Cio San.
"Lubang tempat aku berlatih tidak ada giginya"
Cukat Tong tertawa penuh arti. Ketika Cio San akan masuk ke dalam pintu rahasia di lantai itu, Cukat Tong mencegahnya.
"Biar aku duluan yang masuk. Bisa jadi ada bahaya di sana."
"Kau pikir aku takut?"
"Takut sih tidak, tapi apa kau ingin kita ketahuan dan perjalanan kita sia-sia?"1206
"Bahkan urusan masuk ke dalam lubang pun aku harus mempercayakannya kepadamu"
Cio San tertawa lebar.
"Ikuti semua langkahku. Di mana aku menginjakkan kaki, disitulah kau injakkan kaki. Ruangan rahasia ini mungkin memiliki banyak jebakan."
Cio San mengangguk.
Bahkan jika Cukat Tong menyuruhnya buka baju buka celana dan berlarian telanjang bulat pun dia akan mengangguk menurut.
Urusan menyusup begini memang Cukat Tong ahlinya.
Para pemula sebaiknya menurut saja.
Mereka menuruni lubang gelap di dasar lantai.
Setelah melihat sekeliling, baru Cukat Tong melangkah dengan penuh hati-hati.
"Kau perlu obor?"
Tanya Cukat Tong lirih sekali.
"Tidak. Aku sudah terbiasa dalam gelap"
Cukat Tong mengangguk. Setelah memastikan bahwa ia bisa membuka pintu dari dalam lubang, Cukat Tong lalu menutup pintunya.1207
"Ayo"
Katanya "Semua masih aman". Mereka berjalan menyusuri goa itu. Ternyata arahnya menurun. Panjang dan sangat berliku-liku.
"Dari mana kau tahu kalau diatas ada pintu rahasia"
Bisik Cukat Tong bertanya.
"Kau ingat ceritaku saat aku dulu terusir dari Bu- Tong Pai"
"Ya"
"Saat itu guruku Tan Hoat meninggal secara aneh. Tidak ada orang lain yang naik ke gunung ini, karena jika ada pasti sudah ketahuan. Pembunuhnya pasti turun naik gunung ini melalui jalan lain yang tersembunyi."
Lanjutnya.
"Aku juga ingat saat di markas utama Mo Kauw dulu, mendiang Ang-kaucu pernah berkata bahwa hampir di setiap perguruan mempunyai jalan rahasia yang berguna untuk mengamankan diri jika terjadi sesuatu."
"Oh karena itulah kau jadi curiga bahwa pasti ada sebuah pintu rahasia di atas tadi"
Kata Cukat Tong yang dijawab Cio San dengan anggukan.
"Kira-kira kau sudah menebak, siapa yang membunuh gurumu?"
Tanya Cukat Tong lagi.1208
"Tentu saja aku sudah tahu, aku kesini hanya memastikan."
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Siapa?"
"Lau-ciangbunjin"
"Hah? Ketua Bu-Tong Pai yang maha terhormat itu? Atas dasar apa kau menuduhnya"
"Kan biasanya hanya ketua yang mengerti jalan rahasia."
"Tapi bisa saja ada orang lain juga yang tahu."
Bantah Cukat Tong.
"Selain itu, hanya dia yang bisa membunuh Tan- suhu secara tiba-tiba seperti itu. Di Bu-Tong Pai hanya dia yang punya kemampuan itu. Ditambah lagi Liang- lopek juga tewas karena lemparan jarum beracun. Di muka bumi ini siapa lagi yang bisa punya kemampuan selihai itu untuk melukai Liang Lopek?"
Cukat Tong mengangguk-angguk. Perjalanan panjang sekali. Sudah berjam-jam mereka menuruni jalan goa yang sempit itu. Kini mereka sampai di sebuah bagian goa yang lumayan luas.
"Mari kita istirahat sebentar"
Kata Cio San.1209 Mereka berdua duduk di lantai goa dan menikmati keadaan goa yang dingin, gelap, namun menakjubkan itu. Tak lama kemudian, Cio San berkata dengan sedikit kaget.
"Eh, kau lihat itu?"
Katanya sambil menuding sebuah dinding goa. Cukat Tong memicingkan mata dan berkata.
"Ya"
Mereka berdiri lalu lari mendekat, Ternyata di tembok itu berisi banyak sekali lukisan. Lukisan yang digoreskan langsung di dinding goa dengan menggunakan benda tumpul.
"Ini lukisan-lukisan ini digambar dengan jari tangan!"
Kata Cio San.
Siapa gerangan orangnya yang sanggup melakukan hal demikian selain Thio Sam Hong? Lukisannya rapi dan halus.
Lukisan orang berkelahi.
Ternyata setelah diperhatikan dengan seksama dinding-dinding goa ini terdapat banyak sekali lukisan orang bersilat.
Tak lama kemudian Cio San melihat sebuah tulisan tangan yang halus dan indah sekali.
Setelah bertahun-tahun, aku akhirnya dapat memecahkan berbagai macam ilmu silat perguruan dan partai lain.
Gerakan-gerakan ini tidak kuajarkan kepada murid-murid Bu-Tong Pai dan kutuliskan di1210 goa rahasia ini dengan maksud agar jika mereka benar-benar terdesak oleh urusan-urusan Kang-ouw, mereka dapat mengasingkan diri di sini dan baru dapat mempelajari ilmu ini.
Siapapun yang berjodoh dengan ilmu ini, dipersilahkan untuk mempelajarinya.
Semoga Thian (langit) selalu melindungi Bu- Tong Pai dan seluruh umat manusia.
Thio Sam Hong Membaca itu, Cukat Tong dan Cio San berdecak kagum.
"Luas sekali pandangan thay-suhu"
Ia berkata begitu sambil menjatuhkan diri ke lantai, dan bersoja 3 kali di hadapan tulisan itu. Setelah bangkit ia berkata kepada Cukat Tong.
"Kau dipersilahkan melihat dan mempelajari gambar- gambar ini. Kata Thay-suhu siapapun yang berjodoh melihatnya, dipersilahkan untuk mempelajarinya."
"Aku tidak tertarik"
Kata Cukat Tong menggeleng.
"Kenapa?"
Tanya Cio San.1211
"Memangnya kau pikir aku tukang berkelahi seperti kau?"
"Ilmu itu akan berguna suatu saat nanti."
"Memangnya kau pikir diriku ini tidak berguna?"
"Hahaha"
Cio San cuma bisa tertawa. Dalam hati ia mengerti. Cukat Tong merasa dirinya bukan murid Bu-Tong Pai sehingga merasa tidak pantas untuk mencuri belajar ilmu-ilmu Bu-Tong Pai.
"Untuk ukuran maling, kau adalah maling paling terhormat yang pernah ku kenal"
"Maling juga punya harga diri."
Cukat Tong tersenyum.
Ia kini duduk santai di lantai setengah berbaring sambil menatap lukisan-lukisan di dinding goa.
Cio San menatap dan mempelajari lukisan- lukisan itu dengan seksama.
Tak berapa lama ia tersenyum dan ikut duduk di lantai bersama Cukat Tong.
"Selesai?"
Tanya Cukat Tong heran.
"Selesai."
"Semuanya?"1212
"Semuanya"
"Aku melihat saja belum selesai, kau malah sudah menghafal seluruhnya"
"Aku tidak menghafal sama sekali, bahkan mungkin kini sudah lupa dengan apa yang ku lihat."
Tukas Cio San.
"Lalu?"
"Tapi aku sudah paham"
"Ohh... ya... ya... aku tahu maksudmu."
Cukat Tong cuma bisa mengangguk-angguk.
Ia melihat begitu banyak ilmu partai dan perguruan lain yang telah terpecahkan oleh Thio Sam Hong.
Segala macam jurus tangan kosong, dan berbagai macam senjata mulai jurus pedang, jurus golok, jurus tombak, jurus melempar senjata rahasia, dan lain-lain milik perguruan dan partai-partai besar, semua telah terpecahkan.
Orang yang mempelajari semua ini sudah pasti akan merajai dunia persilatan.
Hanya tinggal memperdalam lweekang dan ginkang.
"Bagaimana cara supaya bisa paham tanpa harus menghapal?"
Tanya Cukat Tong.1213
"Paham dan hapal kan adalah dua hal yang berbeda"
Kata Cio San.
"Bagiku orang baru paham kalau sudah hapal, dan bisa hapal jika sudah paham."
"Itulah kesalahanmu. Jika kau bisa menghapus pemikiran itu dari otakmu, baru kau bisa paham tanpa harus hapal."
"Memangnya hanya dengan berpikir demikian saja bisa mengganggu proses pemahaman?"
Tanya Cukat Tong.
"Itu karena kau telah membentuk suatu pemahaman di benakmu, maka kau susah menemu kan kebenaran lain. Jika dalam hati kau sudah bilang ikan goreng itu tidak enak, maka jika orang lain bilang ikan goreng itu enak, kau tak akan percaya. Bahkan untuk mencoba saja kau tidak mau. Lalu bagaimana kau bisa merasakan kenikmatan ikan goreng yang sesungguhnya?"
Cukat Tong merenungi ucapan Cio San.
"Betul juga."
"Ayo kita jalan lagi."1214 Mereka berdua berjalan lama sekali. Hingga tiba di sebuah jalan buntu.
"Kau dengar ada sesuatu di atas?"
Tanya Cio San.
"Tidak dengar apa-apa"
Jawab si Raja Maling. Lalu katanya.
"Aku naik duluan, kau harus mengikuti setiap langkahku. Jangan sentuh apapun yang tidak ku sentuh. Mengerti?"
Cio San mengangguk. Perlahan-lahan Cukat Tong membuka tingkap pintu diatasnya. Ia buka sedikit saja. Tapi yang sedikit itu sudah mampu membuatnya memperhatikan semua keadaan di atas.
"Aman"
Dia lalu naik, diikuti Cio San.
"Ini kamar milik ketua."
Kata Cio San.
"Berarti dugaanmu tepat."
Mumpung berada di sana, mata Cukat Tong jelalatan memperhatikan isi ruangan. Padahal di bawah tanah tadi ia bertemu lukisan ilmu silat yang sangat berharga, matanya tidak sejelalatan ini.1215
"Apa yang kau cari?"
Tanya Cio San.
"Barang berharga."
Tidak banyak barang yang ada di dalam kamar itu. Hanya lemari pakaian, sebuah rak buku, meja makan, dan sangkar burung yang kosong. Cio San juga jelalatan seperti Cukat Tong. Jika sudah menyangkut rahasia, hatinya pasti akan tertarik.
"Apa yang kau temukan, kenapa kau tersenyum seperti itu?"
Tanya Cukat Tong. Cio San memungut sesuatu dari lantai.
"Abu"
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Katanya "Abu hitam, mungkin dari hasil bakaran kertas"
Kata Cukat Tong.
"Tepat. Untuk apa orang membakar kertas di dalam rumah?"
"Untuk menghilangkan jejak surat rahasia"
Kata Cukat Tong tersenyum.
"Dan sangkar burung itu?"
Tanya Cio San penuh arti.
"Tempat sang kurir surat beristirahat."
Cukat Tong pun tersenyum.1216 Lanjutnya.
"Diakah si otak besar?"
Cio San hanya tersenyum penuh arti.1217 Bab 61 Pertempuran Kecil "Kita harus memberitahukan Beng Liong perkara ini"
Kata Cukat Tong.
"Liong-ko (kakak Liong) adalah orang yang lurus dan agak sedikit kaku, kau pikir dia mau begitu saja percaya bahwa ketua partai yang sangat dicintainya itu adalah seorang bajingan?"
Jawab Cio San.
"Kalau kau yang bicara tentu dia percaya"
"Di dunia ini, manusia yang kata-katanya adalah emas, adalah Liong-ko sendiri. Omongan bau kentut dari mulutku ini masa mau disamakan dengan diri nya."
"Tapi aku percaya omonganmu."
"Sayangnya Liong-ko tidak sebodoh kau."
Mereka berdua tertawa mengikik. Heran. Di saat menyusup ke sarang macan seperti ini, mereka masih bisa bercanda.1218
"Ayo kita kembali."
Ajak Cukat Tong.
"Ah, tapi aku malas mendaki goa sempit tadi itu"
"Terus bagaimana?"
"Tidak bisakah kau memanggil burungmu kesini saja?"
"Kau pikir Bu-Tong Pai rumah bordil? Seenak perut saja keluar masuk?"
Mereka cekikan lagi. Tiba-tiba mereka terdiam.
"Kau dengar langkah-langkah itu?"
Tanya Cio San.
"Ayo kembali ke goa!"
"Tidak usah. Tutup muka saja"
Cio San merobek sebagian kain bajunya dan menutup bagian bawah wajahnya. Cukat Tong pun melakukan hal yang sama. Pintu kamar terbuka, orang yang masuk itu terbelalak ketika di lihatnya ada dua orang bertopeng di dalam kamar.
"Penyusup!!!!!"
Teriaknya lantang sambil meniup semprian tanda bahaya.1219
"Kau sudah tahu ada orang akan masuk, kenapa tidak segera menghentikannya?"
Tanya Cukat Tong santai.
"Aku kan suka keramaian"
Senyum Cio San di balik topengnya.
"Dasar tukang berkelahi"
Umpat Cukat Tong.
Dengan sekali gerak Cio San sudah berada di hadapan murid Bu-Tong Pai itu dan menotoknya.
Gerakan yang sangat cepat dan sangat tak terduga.
Si murid Bu-Tong Pai seperti tidak melihat apa-apa, tahu- tahu tubuhnya sudah tertotok.
Dari luar terdengar suara ramai puluhan murid Bu-Tong Pai berlari ke arah kamar itu.
"Panggil burung-burungmu."
Kata Cio San kepada Cukat Tong. Si Raja Maling mengangguk dan meniup juga sempritan tulangnya itu.
"Murid-murid Bu-Tong Pai! Hari ini kami berdua akan membunuh kalian semua!"
Kata Cio San dengan suara yang dibuat-buat. Cukat Tong hampir mati ketawa mendengarnya.1220
"Penyusup kurang ajar! Berani-beraninya kau!"
Umpatan dan makian sudah tak terdengar jelas karena kini mereka semua sudah menyerang dengan serentak.
Cio San menghadapi mereka dengan santai.
Ia tidak bergerak sebelum pedang-pedang itu mendekati dirinya.
Lalu dengan gerakan memutar seperti gasing, pedang-pedang itu semua terlepas dari tangan penyerang dan meluncur masuk ke putaran gasing itu.
Jika Cio San mau, pedang-pedang itu bisa dilontarkan balik dan menyerang para pemilik pedang nya sendiri.
Tapi ia tidak melakukannya.
Belasan orang itu terlongo! Bagaimana mungkin pedang begitu enak lepas dari genggaman mereka? Sekarang semua pedang itu telah berada di tangan si orang bertopeng, yang malah berdiri dengan santai.
"Jika murid Bu-Tong Pai hanya begini saja, pantas Bu-Tong Pai semakin tenggelam namanya."
Kata Cio San.
"Omongan busuk!"1221 Terdengan suara dari belakang murid-murid Bu- Tong Pai yang tadi sudah menyerangnya. Empat orang tetua Bu-Tong Pai, bersama 7 pendekar pedang pelindung Bu-Tong Pai! Cukat Tong geleng-geleng kepala, katanya "Kenapa kau mencari masalah?"
"Aku kangen bertemu mereka"
Bisik Cio San lirih.
"Kenapa tidak kau ajak makan dan minum arak saja"
Keduanya tertawa. Murid-murid Bu-Tong Pai yang ada di perguruan hampir seluruhnya sudah mulai berdatangan. Melihat kedua orang bertopeng ini ngobrol sambil tertawa- tawa, hati mereka mendongkol dan tambah marah.
"Manusia lancang! Berani-beraninya kau menyusup ke sarang naga!"
Kata salah seorang tetua. Cio San masih ingat, orang ini bernama Yo Ang.
"Cayhe adalah Kaisar Maling"
Kata Cio San berbohong,"
Dan ini adalah adik cayhe, Pangeran Maling."
Yang diikuti oleh suara aneh dari mulut Cukat Tong karena tidak kuat menahan tawa.
"Apa maksud kalian datang ke sini?"
Tanya Yo Ang tajam.1222
"Raja maling dan pangeran maling masuk rumah orang, tentu bukan ingin mengajak makan. Masa hal demikian saja kau tidak paham?"
Tukas Cukat Tong.
Entah kenapa Cio San dan Cukat Tong berbuat aneh seperti ini.
Bercanda dan tertawa-tawa.
Ternyata adalah supaya menutupi jati diri mereka yang sebenarnya.
Dalam hatinya, kedua orang ini jerih juga melihat banyaknya murid Bu-Tong Pai yang sudah berada di sana.
"Kurang ajar!"
Tujuh Pendekar Pelindung Bu- Tong Pai sudah maju menyerang Cio San yang memenag berdiri di depan Cukat Tong.
Barisan 7 Bintang adalah barisan pedang yang sangat disegani.
Jurus ini hanya boleh dikuasai oleh mereka yang masuk ke dalam 7 Pendekar Pelindung Bu-Tong Pai.
Murid yang lain tidak diperbolehkan mempelajarinya.
Jurus ini adalah ciptaan Thio Sam Hong khusus bertujuan untuk melawan serangan musuh dari luar.
Karena itu jurus ini lebih bersifat menyerang, agar musuh dengan segera dapat ditundukkan.
Berbeda dengan ilmu Bu-Tong Pai lain yang cenderung lebih bersifat bertahan dan menunggu.1223 Kesalahan terbesar para murid Bu-Tong Pai selama ini adalah mereka lebih sering menyerang duluan.
Padahal sifat alami ilmu-ilmu Bu-Tong Pai adalah bertahan dan menunggu serangan musuh.
Cio San mampu memahami ini sehingga ia mampu mengembangkan dan menggunakan ilmu-ilmu Bu- Tong Pai secara menyeluruh dan sampai kepada tahap tertinggi.
Barisan 7 Bintang kini telah menyerangnya! Jurus ini sangat hebat dan cepat.
Jarang ada orang yang sanggup menghindar dari kepungan ini.
Cio San pun terpana.
Seumur hidup inilah barisan pedang yang paling dahsyat yang dihadapinya! Tiada celah untuk menghindar.
Tak ada ruang baginya untuk mundur! Untungnya tadi Cio San masih memeluk puluhan pedang dengan tangan kirinya.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kini 7 dari puluhan pedang itu sudah melayang mengarah kepada 7 orang penyerangnya.
Walaupun jaraknya sangat dekat, Cio San masih sanggup melontarkan pedang-pedang itu.
Ini suatu keuntungan baginya karena Cio San sendiri1224 meragukan kemampuannya dalam melempar senjata untuk jarak jauh.
Ternyata ia sudah memikirkannya sejak tadi.
Itulah kenapa ia mengumpulkan pedang- pedang itu dari belasan orang yang pertama kali menyerangnya.
Karena ia sudah tahu ia akan berhadapan dengan Barisan 7 Bintang.
Dan ia pun sudah tahu cara menaklukkannya.
Mengalahkan Barisan 7 Bintang harus dengan cara tiba-tiba dan dengan jarak sangat dekat.
Juga harus secara bersamaan.
Dengan gerakan tiba-tiba, ia akan membuat para penyerangnya kaget.
Dan untuk sepersekian detik harus merubah serangan menjadi gerakan menghindar.
Dalam sepersekian detik itu ada kesempatan baginya untuk mundur dan mengatur langkah.
Dalam sepersekian detik itu, ia telah menotok hiat to ke tujuh orang itu.
Semua orang melongo.
Barisan 7 Bintang yang menggetarkan itu pun takluk hanya dalam satu jurus!1225 Cio San melakukannya seperti sangat gampang.
Tapi penempatan waktu, kecepatan, dan ketepatan tidak boleh salah dan meleset sedikit pun.
Justru di situlah kesulitannya.
Amat sangat sulit.
Karena jika salah perhitungan, tubuhnya sudah jadi daging cincang.
Perhitungan yang melesat sepersekian senti saja, atau terlalu cepat sepesekian detik saja, atau terlalu lambat sepersekian detik saja, maka tidak ada lagi orang yang bernama Cio San di muka bumi ini.
Tapi sudah menjadi pemahaman bahwa jika kita melihat orang yang ahli dalam melakukan sesuatu, rasanya terlihat seperti gampang saja.
Seperti ia melakukannya dengan sederhana dan alami.
Sedemikan gampangnya serasa kita pun bisa melakukannya.
Justru di situlah letak kehebatan para ahli.
Mereka bisa melakukan hal yang sangat sulit terlihat sangat mudah.
Kita lupa bahwa orang ahli itu telah melakukan latihan yang keras selama bertahun-tahun.
Yang kita lihat adalah hasil latihannya saja.
Cio San berdiri dengan santai.
Rambutnya melambai tertiup angin gunung.
Tangannya1226 memainkan rambutnya.
Tangan yang satunya lagi terlipat ke belakang.
Tujuh Pendekar Pelindung Bu-Tong Pai terkapar di lantai tak mampu bergerak.
Semua orang yang ada di sana melongo dan tak berani bergerak.
Jangan-jangan jika mereka bergerak, akan mengalami hal yang sama dengan ketujuh orang kawannya yang tergeletak di lantai? Kini yang berani bergerak cuma 4 orang tetua Bu-Tong Pai.
Tapi mereka melakukan kesalahan yang sama.
Mereka bergerak duluan.
Padahal Thay Kek Kun adalah ilmu yang baru terasa kedahsyatannya jika dipakai bertahan.
Cio San tadi sudah menjatukan beberapa pedang yang masih ada di pelukannya ke lantai.
Kini entah bagaimana dia sudah memegang pedang di kedua tangannya.
Satu di tangan kiri dan satu di tangan kanan.
Tangan kanan memainkan ilmu pedang pemberian Pendekar Pedang Kelana.1227 Tangan kiri memainkan jurus Tongkat pemukul Anjing.
Langkah kakinya, adalah Langkah Menapak Awan milik Bu-Tong Pai.
Ilmu silat mengalir dari tubuhnya secara alami dan sempurna.
Ia tidak perlu berpikir, tidak perlu mengatur langkah, tidak perlu mengingat jurus.
Karena jurus hanya tanaman, dan pemahaman adalah buminya.
Jika pemahaman telah subur, maka segala tanaman akan tumbuh di atasnya.
Jika pemikiran kosong dan hati telah bersih, semua hal mengalir bebas.
Tanpa ikatan.
Tanpa hambatan.
Gerakan harus mengalir bebas.
Justru juruslah yang membatasi gerakan.
Tangan harus kesini.
Langkah kaki harus begini.
Posisi tubuh harus seperti ini.
Bukankah iu membatasi? Bukankah akan lebih dahsyat jika tubuh bergerak secara alami dalam menghadapi semua serangan musuh.
Bergerak mengikuti aliran.
Seperti air yang tak tertahankan.1228 Seperti angin yang bebas.
Seperti tanah yang tulus.
Seperti awan yang megah.
Oleh karena itu 2 orang tetua telah tertotok oleh gagang pedang Cio San.
Sedangkan dua yang lain tak berani bergerak karena ujung pedang Cio San telah mengancam tenggorokannya.
"Perintahkan seluruh murid untuk mundur sampai ke Gerbang Tanpa Senjata."
Kata Cio San kepada 4 tetua itu. Gerbang Tanpa Senjata adalah gerbang depan perguruan Bu-Tong Pai. Siapapun tamu yang memasuki gerbang itu harus meninggalkan senjatanya. Gerbang itu jauh sekali di depan, karena Bu-Tong Pai amat sangat luas.
"Kalian semua, lakukan perintahnya!"
Kata salah seorang tetua. Dalam hati Cio San agak kecewa karena murid- murid Bu-Tong Pai itu benar-benar pergi semuanya. Kenapa mereka sepengecut ini?1229 Begitu suasana di sana sudah sepi, Cio San baru berbicara.
"Para totiang maafkan kelancangan cayhe. Sesungguhnya cayhe tidak bermaksud melakukan ini semua."
Ia lalu melepaskan totokan kedua totiang yang tadi, dan menurunkan pedangnya dari tenggorokan dua totiang yang lain.
"Pangeran Maling, tolong totok titik pendengaran beberapa murid terluka yang berada di sini supaya mereka tidak mendengar ucapanku"
Pinta Cio San kepada Cukat Tong. Cukat Tong pun melakukannya.
"Para totiang, maafkan cayhe tidak bisa memberitahukan jati diri cayhe sebenarnya. Tapi cayhe datang kemari untuk menyampaikan sebuah rahasia"
Cio San diam sebentar, lalu berkata.
"Di balik kamar ketua, terdapat jalan rahasia menuju ke puncak gunung."
Sambil berkata begitu ia ingin melihat reaksi para totiang. Cio San lalu tersenyum puas setelah melihat reaksi wajah dan tubuh mereka sesuai dengan keinginannya.1230
"Jalan rahasia ini berhubungan dengan kisah pembunuhan Tan hoat di atas gunung, dan beberapa rahasia lain yang harus totiang pecahkan sendiri"
"Mareka sudah datang?"
Tanya Cio San kepada Cukat Tong.
"Sudah sejak tadi mereka berputar-putar"
"Baiklah."
Lalu ia berkata kepada para totiang.
"Ketahuilah, Lau-ciangbunjin telah mengetahui jalan rahasia itu sejak lama. Nah, silahkan totiang berpikir sendiri memecahkan rahasia yang telah cayhe sampaikan."
Sambil berbicara begitu, tubuh Cio San melayang ke atas. Tangannya masih sempat menjura. Cukat Tong pun juga telah melayang ke atas, dan mereka berdua menghilang dalam kegalapan malam.
"Kedua orang itu apakah siluman?"
Tanya salah seorang totiang. Malam ini Bu-Tong Pai benar-benar terguncang. Para pendekar utama mereka takluk hanya dalam satu jurus. Tapi malam ini juga Cio San tersenyum.1231
"Bu-Tong Pai akan meraih puncak kejayaannya lagi, mulai saat ini."1232 Bab 62 Pedang dan Cinta "Aissh, aku lupa. Kita harus ke kotaraja"
Kata Cio San.
"Gampang saja. Kotaraja terletak di utara. Dua hari perjalanan dari sini"
Sahut Cukat Tong.
"Apakah kita masih sempat ke puncak Thay San?"
Tanya Cio San.
"Kotaraja ke puncak Thay San butuh 3 hari. Saat kita tiba di Thay San, pertemuan dan pertandingan pasti sudah di mulai."
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cio San berpikir sebentar lalu berkata.
"Begini saja. Bisakah kau antarkan aku ke Thay San, lalu kau pergi ke Kotaraja mengantarkan surat buat Cun- totiang?"
"Tentu saja."
"Ah, memang Thouw Ong (Raja Maling) bukan nama kosong"
Kata Cio San sambil tertawa.1233 Rembulan bersinar terang.
Langit berwarna hitam kebiruan.
Bintang bersinar dengan cerah.
Mereka terbang penuh kegembiraan.
Ada masalah atau tidak ada masalah mereka tetap bergembira.
Karena masalah toh tak akan hilang jika kau bersedih.
Tiga hari telah lewat.
Selama tiga hari itu Cio San banyak memberi petunjuk-petunjuk tentang ilmu silat kepada Cukat Tong.
Cukat Tong pun membagi banyak ilmu tentang penyusupan, cara membuka kunci, cara mengintai, dan lain lain.
Dalam 3 hari ini saja, ilmu mereka berdua semakin meningkat.
Ini juga sebagaian besar disebabkan mereka sempat menemukan ilmu dahsyat di dinding goa rahasia di Bu-Tong San.
Walaupun Cukat Tong awalnya sempat berkata bahwa ia tidak tertarik untuk mempelajari ilmu itu, nampaknya kini ia tertarik juga untuk memperdalam nya.
Mungkin karena dilihatnya Cio San bersemangat melatih gerakan-gerakan di sepanjang istirahat mereka di tengah perjalanan, makanya Cukit Tong ikut-ikutan tertarik juga.
Kini mereka telah sampai ke kaki gunung Thay San.
Cio San sengaja meminta mereka berhenti di kaki gunung agar ia bisa bergabung dan ribuan orang yang berjalan kaki menuju puncak Thay San.
Tentu saja Cio1234 San kini menyamar sebagai orang lain.
Cukat Tong yang juga ahli menyamar, kini telah mendandani Cio San sebagai seorang buruk rupa yang wajahnya bertotol-totol aneh.
Cio San saja hampir tidak mengenali lagi dirinya sendiri.
"Hey, jika setinggi ini ilmu menyamarmu, aku bisa ragu-ragu untuk mendekati wanita"
Tukas Cio San sambil tertawa saat melihat bayangan wajahnya di cermin kecil yang dibawa Cukat Tong.
"Memangnya kenapa?"
"Jangan-jangan wanita cantik itu adalah samaranmu"
"Hahaha"
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak.
"Eh, apakah kau bisa mendandani aku agar mirip seseorang lain? Misalnya mendandani aku menjadi dirimu, atau kaisar?"
"Tentu saja. Asal aku pernah bertemu dengan orang itu, aku bisa mendandanimu sepertinya."
"Wah hebat"
Puji Cio San.
"Tapi yang terpenting dari ilmu menyamar adalah ilmu peran. Kau harus bisa bersikap dan bertingkah laku seperti orang yang kau tiru itu. Jika tidak, maka samaran akan ketahuan dan terbongkar."1235 Cio San mengangguk-angguk. Ia lalu menulis sebuah surat kepada Cun-totiang yang kini bersiaga di kotaraja. Setelah menulisnya, ia lalu berkata kepada Cukat Tong.
"Sekali lagi aku harus merepotkanmu."
Cukat Tong sudah paham maksud Cio San, ia hanya berkata.
"Kau ingin aku berangkat sekarang?"
"Ya"
"Baiklah. Burung-burungku tadi sudah cukup beristirahat. Aku pergi"
"Setelah itu, kumohon kau kembali kesini untuk membantuku"
Kata Cio San.
Cukat Tong hanya mengangguk.
Sempritan sudah dibunyikan dan tak lama kemudian ia sudah melayang di angkasa.
Cio San pun memulai perjalanannya.
Ia tadi berada di pinggiran hutan yang sepi.
Kini ia telah berada di jalan utama menuju puncak.
Ribuan orang berjalan dengan ramai.
Suasana seperti ini bagaikan sebuah perayaan besar.
Ribuan orang dari berbagai macam perguruan, aliran, dan juga keluarga- keluarga terkemuka, datang membanjiri jalan itu.1236 Cio San jarang mengenal orang.
Ini karena pergaulannya di dunia Kang-ouw memang masih sempit.
Lagipula pengalamannya belum terlalu banyak di dunia Kang-ouw.
Jalanan ramai.
Ada pejalan kaki, ada yang menggunakan kuda, kereta, dan ada juga yang ditandu.
Acara ini seperti ajang bagi seluruh orang untuk menunjukkan kebesaran dan kemasyuran nama mereka.
Sejak tadi Cio San berharap bertemu dengan Suma Sun dan rombongannya, tapi ia masih belum bisa menemukan mereka.
Akhirnya dia menggunakan kesempatan ini untuk sekedar mengobrol dengan orang lain.
Walaupun semua orang ini datang untuk mengikuti acara pemilihan Bu-lim Beng-Cu, tidak semua datang untuk bertempur.
Kebanyakan dari mereka hanya datang untuk melihat keramaian.
Sekedar belajar dan memperthatikan ilmu silat orang lain.
Memang ada sedikit penyakit di hati orang Bu-lim untuk selalu membandingkan ilmu silat sendiri dengan orang lain.
Cio San kini sudah berkenalan dengan seorang pemuda ramah yang tadi menawarkan minum kepadanya.
Namanya Kao Ceng Lun.
Selain lumayan1237 tampan, sinar matanya pun jenaka.
Membuat orang yang melihatnya langsung suka kepadanya.
Nama keluarga Kao memang termasuk terkanal di kalangan Bu-lim.
Keluarga ini tinggal di Hokkian.
Oleh sebab itu dialek Kao Ceng Lun agak terdengar lucu.
Itu malah membuat orang yang mendengarnya semakin suka kepadanya.
Keluarga Kao terkenal sebagai keluarga yang ilmu tangan kosongnya disejajarkan dengan banyak ilmu perguruan besar.
Nama ilmu itu pun cukup menggetarkan, Hui Liong Ciang Hoat.
Ilmu Tangan Sakti Naga Terbang.
Cio San dan Kao Ceng Lun kini beristirahat di sebuah kedai.
Di sepanjang jalan, memang ada banyak kedai berjualan makanan.
Ada kedai yang memang sejak dulu buka di situ, ada juga kedai-kedai dadakan yang buka di sana karena keramaian pemilihan Bu-lim Beng-Cu ini.
"Lie-ko, ayo tambah lagi sayurnya. Ini dagingnya pun masih banyak"
Kata Kao Ceng Lun sambil mengunyah.
Cio San kini sudah berganti she (marga) menjadi Lie bernama Sat.1238 Orang bernama Lie Sat itu hanya tersenyum sambil makan.
Kao Ceng Lun memang adalah pemuda yang bersemangat sehingga semangatnya pun tertular kepada orang lain.
"Aku sudah kenyang Kao-siauya (tuan muda Kao). Terima kasih banyak"
Kata Lie Sat sambil mengelus-elus perut.
"Aih, sudah kubilang berapa kali jangan panggil aku siauya. Panggil aku Lun-te saja"
"Ah, mana mungkin saya berani. Siauya mau menjadikan saya teman saja, saya sudah senang sekali"
Kata Lie Sat.
"Haha. Sejak dulu aku memang suka berteman Lie-ko. Apalagi ini pertama kali aku bepergian jauh. Punya teman seperjalanan kan memang sangat menyenangkan"
Mulutnya sibuk berbicara dan sibuk mengunyah. Ia lalu lanjut bertanya.
"Lie-ko, kau datang untuk menonton atau ikut perebutan Beng-Cu juga?"
"Halah, saya mana punya kemampuan untuk ikut bertanding? Walaupun bisa silat sediki-sedikit, saya kesini hanya untuk menonton keramaian. Lumayan bisa banyak ilmu yang didapat jika kita1239 melihat pertandingan orang"
Kata Lie Sat. Lanjutnya.
"Siauya sendiri, apakah ikut bertanding?"
"Iya. Sekedar untuk menguji kemampuan"
Jawab Kao Ceng Lun sambil tersenyum.
Lie Sat tersenyum juga.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia suka melihat pemuda yang jujur, terbuka dan apa adanya.
Hampir seperti dirinya sendiri.
Umur mereka sendiri mungkin sebaya.
Mereka mengobrol panjang lebar menceritakan pengalaman masing-masing.
Lalu tak berapa lama kemudian masuk sebuah rombongan kecil ke kedai itu.
Suma Sun, Ang Lin Hua, dan Luk Ping Ho mantan pangcu Kay Pang.
Mereka duduk di sebuah meja kosong yang tak jauh dari meja tempat Cio San dan sahabat barunya itu berada.
Cio San ingin sekali menyapa mereka, tapi ia tahu ia sedang dalam penyamaran.
Karena itu ia bersikap biasa saja dan melanjutkan mengobrol dengan Kao Ceng Lun.
Rombongan Suma Sun sendiri juga mengobrol hal-hal kecil di sepanjang perjalanan.
Mendengar bahwa mereka baik-baik saja, Cio San merasa lega di hatinya.
"Eh, Lie-ko, kau lihat nona itu? Cantik sekali bukan?"1240 Lie Sat menoleh ke arah pandangan Kao Ceng Lun. Ang Lin Hua.
"Cantik sekali, siauya. Sayang rambutnya sudah memutih semua"
Kata Lie Sat sambil berbisik karena khawatir di dengar Ang Lin Hua. Suasana di kedai itu sangat ramai, tapi tentu saja pendengaran pendekar tetaplah tajam. Untung saja sepertinya Ang Lin Hua tidak tahu mereka sedang membicarakan dirinya.
"Ah, menurutku itu malah semakin menambah kecantikannya"
Lie Sat atau Cio San hanya mengangguk-angguk membenarkan.
"Dari kabar yang kudengar, berdasarkan ciri-ciri dan gerak-geriknya, tentulah nona itu adalah Ang Lin Hua, putri dari Mo Kau kaucu yang lama"
Kata Kao Ceng Lun. Mendengar ini Cio San kagum juga atas tajamnya penglihatan dan luasnya pengetahuan Kau Ceng Lun.
"Pendekar yang diam saja sejak tadi itu pasti adalah Ang Hoat Kiam Sian, Suma Sun-tayhiap."
Sekali lagi tebakan Kao Ceng Lun tepat.1241
"Dan kakek tua yang disebelahnya mungkin saja adalah si Raja Maling yang sedang menyamar"
Kali ini dia salah. Tapi tetap membuat Cio San kagum karena ia bisa mengambil kesimpulan yang baik.
"Ah. Orang-orang hebat"
Kata Cio San sambil mengangguk-angguk.
"Aku ingin mengundang mereka makan"
Kata Kao Ceng Lun sambil beranjak berdiri. Tapi ia terlambat. Seseorang telah terlebih dahulu datang ke meja rombongan Suma Sun.
"Kau pasti Suma Sun."
Kata orang itu. Badannya tegap dan usianya masih muda. Mungkin sekitar 20 tahun. Suma Sun tidak menjawab, dan hanya mengangguk.
"Namaku Bu Seng Ti. Aku adalah anak dari Bu Seng Lam."
"Kau ingin membalas dendam?"
Tanya Suma Sun.
"Benar. Aku memang sengaja datang ke Thay San ini hanya untuk mencarimu."1242
"Ilmu pedangmu masih jauh. Pulanglah dan berlatih selama 20 tahun. Setelah itu kau boleh mencariku."
Suma Sun berkata dengan sungguh-sungguh. Tapi orang yang bernama Bu Seng Ti itu malah tersinggung.
"Manusia sombong! Sekarang juga cabut pedangmu!"
Katanya setengah berteriak. Para pendekar di dalam kedai sudah berhenti mengobrol dan menonton keramaian kecil ini. Suma Sun tidak perduli dan tetap meneruskan makannya. Sringggg! Bu Seng Ti mencabut pedangnya. Kuda-kudanya sudah dikeluarkan.
"Kau murid siapa?"
Tanya Suma Sun.
"Apa perdulimu? Cepat cabut pedangmu dan hadapi aku"
"Ilmu pedangmu berbeda dengan ayahmu. Kau murid siapa?"
Terlihat Suma Sun sudah semakin tenang.1243 Ia pun sudah mampu membedakan ilmu orang. Padahal orang itu belum mengeluarkan jurus satu pun juga. Bu Seng Ti tidak menjawab. Ia menyerang.
"Awas serangan!"
Katanya.
Pedangnya menyambar cepat.
Kilatan pedang itu sederhana dan mantap.
Tak ada jurus tipuan atau gerakan percuma.
Jurus pedang ini diciptakan untuk membunuh.
Suma Sun hanya memundurkan badannya sedikit.
Sabetan itu lewat di depan tenggorokannya.
Tapi begitu sabetan itu luput, sabetan berikutnya datang dengan lebih cepat dan dari arah tak terduga.
Kali ini mengincar jantungnya.
Suma Sun tidak menggerakan tubuhnya sama sekali.
Hanya tangannya menangkis pedang itu dengan sebuah mangkok kosong.
Melihat serangan keduanya kembali gagal, Bu Seng Ti melompat tinggi dan menghujamkan pedangnya.
Gerakannya ini sangat cepat.
Bahkan bagi pandangan mata Cio San, gerakan Bu Seng Ti termasuk cepat.1244 Tapi memangnya ada pedang yang lebih cepat dari pedangnya Suma Sun? Tentu saja pedangnya Suma Sun telah menancap di dahi Bu Seng Ti.
Tanpa suara Tanpa darah Yang ada hanya kematian.
Suma Sun menatap mayat itu dengan penuh penyesalan.
"Kau punya bakat besar, tapi kenapa memilih kematian"
Kalimat ini terdengar seperti pertanyaan.
Tapi juga terdengar seperti penyesalan.
Bahkan juga terbayang sebuah perasaan sepi yang aneh.
Karena Suma Sun tahu, di masa depan nanti tak ada seorang pun yang mampu menandingi pedangnya.
Di manakah lagi ia akan menemukan lawan sebanding? Pemuda penuh bakat selalu menyenangkan hatinya.
Karena baginya ada sedikit harapan di masa depan bagi pedangnya untuk menemukan lawan.1245 Mungkin karena inilah ia merasa begitu kesepian.
Jika orang lain kesepian karena tak punya kawan, ia kesepian karena tidak punya lawan.
Rasa sepi yang hanya dimengerti oleh orang- orang seperti Suma Sun.
Orang-orang yang telah menyerahkan hidupnya kepada ketajaman pedangnya.
Suma Sun sendiri telah mengangkat mayat pemuda itu dan menggendongnya ke luar.
Ke sebuah tanah kosong.
Di situ ia menggali kuburan bagi pemuda itu.
Ang Lin Hua dan Luk Ping Hoo tidak membantunya.
Mereka paham dan mengerti bahwa bagi Suma Sun, apa yang dia lakukan adalah sebuah penghormatan bagi pemuda malang itu.
Sesuatu yang sakral.
Mereka berdua hanya duduk di tanah dan melihat dari dekat.
Banyak pula orang yang menonton, tapi idak tahu harus berbuat apa.
Menangisi kematian pemuda malang itu, atau mengagumi kecepatan pedang Suma Sun.
Mereka yang berharap mengambil banyak pelajaran saat bertanding nanti, tentu saja kemudian1246 berpikir dua kali.
Jika orang seperti Suma Sun ikut bertanding dalam perebutan Bu-lim Beng-Cu nanti, tentu saja pelajaran yang mereka dapatkan adalah pelajaran terbaik.
Pelajaran tentang kematian.
Oleh karena itu banyak dari pengunjung kedai itu yang telah mengambil keputusan saat itu juga.
Membatalkan keikutsertaan dalam pertandingan.
Karena pada hakekatnya, bagi mereka Suma Sun bukan manusia.
Ia adalah dewa kematian yang turun ke bumi.
Tapi Kao Ceng Lun malah semakin bersinar-sinar wajahnya.
Ia malah semakin ingin bertanding.
Tapi bukankah semangat ini, adalah semangat yang dimiliki Be Seng Ti tadi? Semangat khas anak muda yang cinta petualangan dan mara bahaya.
Itulah kenapa banyak pemuda mati sia-sia.
Tapi tentu saja hal seperti ini tak akan mengendorkan semangat mereka yang benar-benar pemberani dan mencintai tantangan.
Justru karena tantangan itu berbau kematian maka mereka tertarik melakukannya.1247
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau lihat tadi jurusnya, Lie-ko? Jurus yang mantap dan sungguh mematikan"
Kata Kao Ceng Lun.
"Jika aku bertarung dengannya, pasti akan sangat mengasyikkan."
"Kalau saya dibayar 1000 tael emas pun, tak akan mau bertanding dengannya"
Tukas Lie Sat sambil tersenyum kecut.
"Jika kau ku bayar 1001 tael emas, apa mau bertanding dengannya?"
Tanya Kao Ceng Lun sambil tertawa.
"Sepertinya mau."
Cio San menjawab sambil tertawa pula.
Tak berapa lama, kuburan itu pun selesai.
Suma Sun duduk sebentar dalam keheningan.
Jika ia membunuh, maka orang yang dibunuhnya adalah orang yang pantas mati.
Pemuda ini belum pantas unuk mati.
Suma Sun tidak mengenalnya.
Walau ayahnya adalah seorang bejat, pemuda itu belum tentu sebejat ayahnya.
Bu Seng Lam, ayah pemuda itu, dibunuh Suma Sun dua tahun yang lalu.
Sang ayah ketahuan telah banyak memakan uang rakyat.
Ia memang adalah seorang pejabat di sebuah daerah bagian timur.
Banyak orang yang menentangnya kemudian mati1248 menggenaskan.
Suma Sun yang mendengar hal ini kemudian mencarinya dan membunuhnya.
Orang seperti Suma Sun, walaupun sering kali tidak perduli dengan urusan orang lain, tetap akan tergerak hatinya jika mendengar rintihan rakyat jelata.
Itulah sebabnya ia menempuh perjalanan cukup jauh hanya untuk membunuh Bu Seng Lam.
Tapi Bu Seng Ti? Pemuda itu belum tentu bersalah.
Ia hanya membalaskan dendam keluarga nya.
Bagi Suma Sun, seorang anak yang membalas dendam kematian anaknya adalah anak yang berbakti.
Tak perduli seberapa bejat perbuatan ayahnya.
"Luk-totiang, apakah totiang mengenal ilmu pedang pemuda tadi?"
Tanya Suma Sun.
"Aku hanya bisa menebak. Gerakannya seperti jurus-jurus awal Pedang Pengacau Lautan milik keluarga Kim."
Jawab Luk Ping Hoo.
"Aku pernah mendengar tentang keluarga itu, tapi belum pernah bertemu dengan mereka. Ilmu pedang yang hebat."
Puji Suma Sun. Lanjutnya.
"Jika pemuda itu melatihnya selama 20 tahun, aku pasti akan sangat kesulitan menghadapinya.1249 Keluarga Kim adalah keluarga pejabat istana yang juga terkenal karena ilmu pedang dan goloknya. Hanya anggota keluarga yang boleh mempelajari ilmu itu. Berarti kemungkinan besar pemuda itu adalah menantu keluarga Kim. Suma Sun sendiri memang sangat tertarik menjajal ilmu pedang keluarga itu. Sayang karena berbagai urusan, ia belum sempat mencari mereka. Pertarungannya dengan pemuda Bu Seng Ti itu sedikit banyak membuatnya bisa mengira-ngira seberapa dahsyat ilmu pedang dan golok mereka. Kadang-kadang yang membuat Suma Sun semakin bersedih adalah, ilmu pedangnya. Ilmu pedangnya tercipta hanya untuk membunuh. Ia tidak mengenal cara lain dalam bertanding selain membunuh orang. Jurus pedangnya memang hanya untuk membunuh. Tiba-tiba muncul seorang wanita. Matanya sembab dan wajahnya memerah.
"Apakah aku terlambat?"
Tanyanya.
"Nona siapa?"
Tanya Ang Lin Hua.
"Di mana Ti-ko (kakak Ti)?"
Si nona malah balas bertanya.1250
"Maksudmu Bu Seng Ti?"
Tanya Ang Lin Hua.
"Ya."
"Dia"
Ang Lin Hua tidak berani menjawab. Matanya hanya menatap ke kuburan yang baru saja dibuat itu.
"Ti-ko"
Nona itu berlari menghambur dan menjatuhkan dirinya di atas kuburan.
"Ti-ko kenapa kau tidak mendengar aku oh Ti-ko bagaimana dengan calon bayi di perutku ini Ti- ko?"
Ia menangis lama sekali. Menimbulkan keharuan orang yang menonton. Orang-orang semakin banyak berkumpul melihat kejadian ini. Sebagian dari mereka berharap akan ada keramaian lagi. Si nona lalu bangkit berdiri.
"Kau pasti Suma Sun."
Sudah dua kali Suma Sun mendengar orang berkata seperti ini hari ini. Dan yang pertama sudah menuju alam baka.
"Benar."
"Kenapa kau membunuhnya?"1251
"Karena ia ingin membunuhku."
Jawab Suma Sun datar dan dingin.
"Ciiihh... pendekar besar membunuh seorang pemuda ingusan."
Kata nona itu dingin. Di pundaknya tersanding pedang. Ia telah mencabutnya.
"Kau anggota keluarga Kim?"
Tanya Suma Sun.
"Suma tayhiap, jangan membunuh orang."
Kata Luk Ping Hoo mencoba mengingatkan.
Tapi entah kenapa kata-kata ini terdengar lucu jika diucapkan kepada Suma Sun.
Seperti meminta matahari berhenti bersinar dan bumi berhenti berputar.
Nona itu pun melayang.
Lentingannya cepat.
Pedangnya sudah membentuk ratusan rintik-rintik pedang yang menghujam tubuh Suma Sun.
Sinar pedang ini seperti air bah yang tanpa celah, dan tanpa cela.
"Ilmu pedang hebat!"
Suma Sun tersenyum.
Entah bagaiman ia telah lolos dari serangan berbahaya itu.
Tapi si nona tidak memberikan kesempatan sedikitpun bagi Suma Sun untuk mengeluarkan1252 pedangnya.
Dalam sekejap mata, pedangnya telah menyabet tiga tempat sekaligus hampir secara bersamaan.
Tenggorokan, dada, dan pinggang.
Kilatannya membuat pedang ini bersinar ditimpa sinar matahari.
Sekali lagi Suma Sun mampu menghindari serangan itu.
Nona itu pun semakin memperhebat serangannya.
Kini pedangnya telah membentuk sebuah sinar lebar yang membelah dari sisi kiri ke bagian bawah sisi kanan.
Suma Sun tahu ilmu pedang seperti ini amat sangat susah dilatih dan dikuasai.
Karena gerakannya cepat dan tiba-tiba, serta memiliki perubahan yang sekejap mata.
Kedahsyatan tenaga yang terkandung di dalamnya pun bahkan bisa memotong sesuatu tanpa perlu menyentuhnya.
Sejumput rambut Suma Sun terpotong oleh angin pedang itu.
Ia malah tersenyum.
Sepanjang hidupnya baru kali ini ada orang yang bisa menyentuh bagian tubuhnya dengan pedang.
Walaupun hanya seujung rambut.1253 Ia menghindar dan menghindar.
Pedang itu bagaikan naga yang meliuk-liuk mengelilingi tubuh Suma Sun.
Tak ada celah kosong bagi Suma Sun untuk menyerang.
Bahkan untuk mengeluarkan pedang sekalipun ia tidak sempat.
Tubuhnya banyak tergores lecet karena angin dari pedang itu.
Tapi ia malah tertawa gembira.
Sepanjang hayatnya, baru kali ini Suma Sun tertawa gembira.
Ia bergerak meliuk-liuk mengikuti liukan pedang si nona.
Tubuhnya tergores disana-sini tapi ia menikmatinya.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seperti seorang pemusik handal yang menemukan teman bermain.
Seperti seorang sastrawan yang bertemu kawan diskusi.
"Ilmu pedang ini sudah sempurna."
Tukas Suma Sun sambil tertawa.
Ia memuji ilmu pedang lawan dengan bahagia.
Padahal pedang lawan sedang mengincar nyawanya.1254 Nona itu menyabet dan menyabet.
Sepertinya pekerjaan yang paling berarti dalam hidupnya adalah membunuh orang dihadapannya ini.
"Hebat!"
Suma Sun memuji.
Setiap serangan yang datang menggores tubuhnya.
Setiap goresan itu menghasilkan pujian yang keluar dari mulut Suma Sun.
Sepertinya ia tak menyangka, lawan tangguh yang sanggup menandingi nya adalah seorang perempuan yang bersedih baru ditinggal mati suaminya.
"Sempurna! Sempurna!"
Sudah puluhan jurus mereka lewati.
Puluhan kali pula Suma Sun memuji.
Sudah puluhan goresan pula di tubuhnya.
Hingga di suatu ketika, pedangnya keluar.
Saat yang ditunggu tunggu pun tiba.
Entah bagaimana kesempatan itu bisa datang.
Padahal tiada celah sedikit pun dari sejak pertama nona itu menyerang.
Satu kilatan pedang Suma Sun jauh lebih cepat, lebih ganas, dan lebih menakutkan ketimbang puluhan serangan si nona tadi.1255 Kilatan itu bersinar dengan terangnya.
Tidak ada darah dan suara.
Tapi kali ini juga, untuk pertama kalinya, tidak ada kematian.
Pedang nona itu telah terlepas dari tangannya.
Entah bagaimana caranya Suma Sun telah berhasil menepis jatuh pedang itu.
Baru kali ini sepanjang sejarah hidupnya, pedang Suma Sun tidak mencicipi kematian lawan.
"Kau pergilah nona. Berlatihlah lebih keras. Dalam dua belas tahun, kau mungkin akan bisa mengalahkanku."
Kata Suma Sun tenang.
Ia membalikkan tubuhnya.
Pergi meninggalkan nona itu.
Si nona dengan cepat memungut pedangnya dan menusukkan pedang itu ke punggung Suma Sun.
Sebuah gerakan yang teramat sangat cepat, dan datangnya dari belakang pula.
Tapi sebelum Suma Sun menghindar, pedang itu telah patah menjadi tiga.
Disambit sebuah senjata rahasia dari jarak jauh.1256 Seseorang setengah baya sudah muncul di situ.
"Ayah!"
Seru si nona.
"Diam kau! Mulai saat ini, kau kularang menggunakan pedang."
Kata pria setengah baya itu. Ia berbicara dengan tenang namun tatapan matanya tajam dan menusuk.
"Kim-tayhiap, salam."
Kata Suma Sun menjura.
"Salam"
Balas orang tua yang dipanggil Kim- tayhiap itu. Lanjutnya.
"Kau maafkanlah perbuatan putriku. Sejak saat ini, ku jamin ia tak akan menggunakan pedang lagi."
Sebagai pendekar pedang yang benar-benar mencintai ilmu pedangnya, Kim-tayhiap sangat menjunjung tinggi ilmu pedang. Pedang bukan untuk dipakai membokong dari belakang. Oleh karena itu Suma Sun hanya tersenyum.
"Tapi ayah, keparat itu yang membunuh Ti-ko."
Kata si nona sambil terisak.
"Suamimu itu mati karena kecerobohannya sendiri. Semua orang yang melatih ilmu pedang tahu, bahwa jiwanya sudah dijual saat ia memulai belajar1257 memainkan pedang."
Jawab Kam-tayhiap.
"Kau pulanglah bersamaku."
Sambil berkata begitu si kakek menjura, lalu berkata.
"Kita akan bertemu lagi nanti, Suma-tayhiap."
"Pasti, Kim-tayhiap"
"Ayah, bagaimana dengan jasad Ti-ko?"
"Suruh orang-orang kita mengurusnya"
Lelaki tua itu berkata tanpa menoleh dan menghilang di balik kerumunan orang-orang.
Dengan cepat orang-orang keluarga Kim telah membongkar kuburan baru itu dan mengurus jasad Bu Seng Ti.
Suma Sun memperhatikan dengan khidmat dan penuh hormat.
Nona itu beserta rombongan kemudian pergi dari situ.
Keramaian kemudian memudar dan semua orang kembali ke urusan masing-masing.
Suma Sun termenung.
Untuk pertama kalinya pedangnya menyelamat kan nyawa.
Bukan untuk mengambil nyawa.
Ada perasaan aneh yang timbul di hatinya.
Perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.1258 Ini bukan bukan hanya tentang pedang.
Tetapi juga tentang Ah, Suma Sun tidak berani berpikir lebih jauh.1259 Bab 63 Ketika Manusia Menjadi Manusia Matahari sore memerah.
Langit mulai menghitam.
Rembulan pun sudah mulai terlihat jelas.
Suma Sun masih terpaku duduk menatap kaki langit.
Walaupun daerah situ masih ramai, setidaknya ia sudah tidak menjadi pusat perhatian lagi.
Ia duduk di bawah pohon.
Luk Ping Hoo dan Ang Lin Hua membiarkannya sendirian.
Mereka berdua kini malah kembali ke warung tadi dan memesan arak.
Kao Ceng Lun berkata kepada Lie Sat.
"Hari sudah gelap, kau ingin kita melanjutkan perjalanan atau menginap saja?"
Cio San melirik Suma Sun sebentar lalu berkata.
"Kita menginap saja siauya, toh hari sudah gelap. Lebih baik beristirahat mengumpulkan tenaga."
Kata Cio San alias Lie Sat.
"Usul yang bagus."
Kata Kao Ceng Lun sambil tersenyum.
Ia memang hampir selalu tersenyum.1260 Senyumnya pun menyenangkan.
Seperti senyuman anak-anak.
Setelah membayar, mereka keluar dan menuju rimbunan pohon yang berada di samping warung tadi.
Suma Sun duduk tidak jauh dari situ.
"Eh, Lie-ko. Kira-kira apa yang ada dalam pikiran Suma Tayhiap?"
Kata Kao Ceng Lun sambil berbisik. Ia takut suaranya terdengar Suma Sun.
"Entahlah. Pendekar seperti dia, mungkin sedang menciptakan jurus-jurus baru hasil dari pertarungannya tadi"
"Bisa jadi"
Mereka duduk berbaring di bawah pohon. Menikmati hari yang telah perlahan menjadi malam. Tiba-tiba Suma Sun bangkit dan menghampiri mereka.
"Nama cayhe Suma Sun, siapa kah nama ji-wi (tuan berdua) yang terhormat?"
Tanyanya sopan. Baru kali ini Suma Sun bersikap ramah sepanjang hidupnya. Mereka lalu berdiri dan balas menjura.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nama boanpwee adalah Kao Ceng Lun dan ini adalah sahabat boanpwee, Lie Sat koko (kakak)"
Jawab Kao Ceng Lun.1261
"Lie-sat? haha, pilihan nama yang bagus"
Suma Sun tersenyum.
"Senang berkenalan dengan ji-wi."
"Wah, kamu sungguh merasa terhormat Suma- tayhiap mau menyapa kami dan berkenalan."
Kata Kao Cen Lung.
"Ah, tidak berani tidak berani... Menilai dari langkah Kao-enghiong yang hampir sulit terdengar, cayhe pastikan ilmu Kao-enghiong sudah tinggi sekali. Apakah enghiong punya hubungan dari keluarga Kao yang terhormat dari Hokkian?"
"Aih, memang pengetahuan tayhiap sangat luas dan berpikiran tajam. Memang boanpwee adalah salah satu putra dari keluarga Kao."
Katanya tersenyum. Suma Sun tidak bertanya tentang Lie Sat ia hanya tersenyum dan mengangguk.
"Eh bagaimana jika tayhiap bergabung dengan kami? Ada beberapa guci arak yang boanpwee bawa sebagai bekal"
Tawar Kao Ceng Lun.
"Terima kasih. Bolehkah ku undang 2 orang sahabatku juga?"
"Tentu saja, tayhiap"
Tukas pemuda ramah itu.1262 Suma Sun lalu berjalan memanggil Ang Lin Hua dan Luk Ping Hoo.
Ia tidak menggunakan ilmu mengirimkan suara seperti yang biasa digunakan pendekar-pendekar untuk bercakap-cakap dari kejauhan.
Kelima orang itu lalu duduk menikmati arak dan bercengkerama.
Kao Ceng Lun yang pembawaannya memang menyenangkan, selalu menceritakan kisah- kisah lucu dan menarik hati.
Cio San heran.
Baru kali ini ia melihat Suma Sun begitu gembira dalam hidupnya.
Setelah lama mengobrol mereka pun tidur.
Apa adanya beralaskan rumput dan beratapkan langit.
Hanya rimbunan pohon yang menaungi mereka.
Untungnya rombongan ini tidak sendirian.
Ada beberapa rombongan lain yang memutuskan untuk tidur di sekitar sana tak jauh dari mereka.
Setelah semua sudah tertidur, Suma Sun mengeluarkan Khi-kang (ilmu suara) nya.
Ilmu mengirimkan suara ini hanya bisa didengar oleh orang yang dimaksud oleh si pengirim suara.
Ilmu ini mengandalkan Khi-kang yang sangat tinggi.
Di dunia Kang-ouw, ilmu ini cukup umum.
Banyak pendekar kelas atas yang mampu melakukannya.1263 Tentu saja Suma Sun mengirimkan suara kepada Lie-sat alias Cio San.
"Mari ikut aku"
Suma Sun lalu beranjak dari situ.
Tak lama kemudian Cio San menyusulnya.
Gerakan Suma Sun sangat cepat dan terdengar suara.
Hanya sekejap saja ia sudah berada cukup jauh dari sana.
Setelah dirasa aman dan tak ada orang, ia baru berhenti.
Tak lama kemudian Cio San sudah berada di situ pula.
"Kau sudah datang? Mana Cukat Tong?"
Tanya Suma Sun sambil tersenyum.
"Haha. Tikus pun mungkin tidak bisa sembunyi dari kau"
Tukas Cio San sambil tersenyum.
"Sekali dengar suaramu, tentu ku tahu siapa kau. Kau sedang menyamar ya?"
"Ya."
"Pantas sejak tadi kau tidak menyapa kami, dan Kao Ceng Lun pun memanggilmu Lie Sat."
Cio San tersenyum. Suma Sun pun tersenyum.1264 Udara gunung yang dingin menusuk tulang serasa hangat ketika Suma Sun tersenyum. Karena senyumnya lahir dari jiwa. Bukan senyum kepura- puraan.
"Kau tadi menyaksikan pertarunganku bukan?"
Tanya si dewa pedang.
"Hmm."
"Bagaimana pendapatmu?"
Tanyanya lagi "Pertarungan itu merubah hidupmu."
"Benar sekali."
Dari seluruh makhluk yang ada di kolong langit, hanya kepada Cio San lah Suma Sun bertanya tentang ilmu silat.
Bukan karena Cio San adalah pesilat hebat, tetapi karena Cio San adalah sahabat baiknya.
Kadang-kadang di dalam hidup ini, hanya ada sedikit orang yang benar-benar bisa hidup menembus jantung, hati, dan pikiran.
Terhadap orang-orang ini, kau bahkan rela mempercayakan hidupmu.
"Bagaimana ilmu pedang kedua suami istri muda itu?"
Tanya Suma Sun.
"Sempurna."1265
"Kau benar lagi."
"Tapi kau sanggup mengalahkan mereka bukan? Itu berarti ilmumu jauh lebih sempurna dari mereka."
Kata Cio San.
"Yang kukalahkan adalah orangnya, bukan ilmunya. Jika ada pendekar lain yang menggunakan ilmu itu dengan sebaik-baiknya, aku pasti akan mati."
"Kau benar, tapi kau mungkin salah juga. Aku tahu kau tadi kewalahan menghadapi ilmu pedang mereka. Terutama ilmu pedang nona itu. Tapi kau berhasil mengalahkannya. Dengan memuji-muji ilmu dan gerakannya, kau membuat hatinya menjadi bangga. Sedikit kebanggaan itu membuat nona itu sedikit lupa daratan, dan ilmu pedangnya malah mengendur sedikit. Begitu celah yang sedikit itu ada, pedangmu lantas bergerak. Tapi kau tetap saja salah."
"Aku salah di bagian mana?"
Tanya Suma Sun tak mengerti.
"Ilmu baru bisa dibilang sempurna, jika orang yang menggunakannya bisa menggunakannya sebaik- baiknya"
Suma Sun mengangguk.
"Aku memang sejak tadi berfikir tentang itu."1266 Lama ia terdiam, lalu melanjutkan.
"Bahwa ilmu pedang ternyata bukan segala-galanya di dunia ini."
Jika kata-kata itu lahir dari bibir orang lain, Cio San tak akan sekaget ini.
Walaupun ia telah menyangka Suma Sun pasti akan sampai kepada pemahaman ini, mau tak mau ia tetap kaget.
Seorang dewa pedang mengatakan bahwa pedang bukanlah segala-galanya di dunia ini? "Jika pedang bukan segala-galanya, lalu apa?"
"Manusia."
Jawabnya singkat.
"Ketika ku lihat nyonya muda itu menyerangku dengan segenap jiwa raganya, aku baru mengerti ternyata di dunia ini ada hal yang lebih indah dari pedang."
"Ia mengorbankan dirinya. Ia rela melanggar kehormatan pendekar pedang, karena cintanya kepada suaminya"
"Kau yakin itu bukan karena dendam?"
Tanya Cio San "Dendam itu bukankah lahir dari cinta juga?"1267 Mereka berdua memandang jauh.
Jika cinta melahirkan dendam, lalu apakah cinta itu sendiri? Mampukah dendam melahirkan cinta juga? Inilah Yin-Yang.
Dua sisi berbeda yang saling terikat.
Saling mempengaruhi.
Berbeda tapi saling membutuhkan.
"Untuk pertama kalinya di dalam hidupku, aku merasakan cinta."
Ia tersenyum.
"Kau jatuh cinta pada nyonya muda itu?"
Suma Sun tersenyum lebih lebar.
"Kau pikir aku serendah itu? Aku hanya merasa, begitu dalam cinta nyonya itu kepada suaminya. Selama ini aku membunuh orang. Hanya karena mereka pantas dibunuh. Bagiku kematian adalah hukuman bagi mereka. Tapi aku tak pernah berpikir bahwa orang- orang yang kubunuh ini bisa saja memiliki istri, anak, atau sahabat yang mencintai mereka. Orang-orang yang kehilangan seseorang yang mereka cintai karena ketajaman pedangku."
Cio San tersenyum. Mungkin dalam hatinya ia berkata.
"Kenapa kau baru sadar sekarang?"1268
"Tahukah kau, aku sampai kepada pemahaman ini karena engkau dan Cukat Tong"
"Kami?"
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cio San bingung.
"Ya. Selama ini aku tidak punya siapa-siapa. Tak ada ayah dan ibu. Sahabat satu-satunya adalah pedangku. Setelah mengenal kalian berdua, melihat betapa akrabnya kalian, melihat bagaimana kalian memperlakukanku, aku baru merasa ternyata ada hal yang indah di dunia ini yang tidak kusadari sebelumnya."
"Selama ini kan aku terus yang merepotkan kau dan Cukat Tong. Selama ini belum pernah aku berbuat sesuatu pun untuk kalian"
Sanggah Cio San.
"Justru kalau kau tidak merepotkanku maka kau tak akan ku anggap sahabat."
Ia tersenyum.
Persahabatan mana yang lebih dalam daripada ini? Saat kau merasa senang bisa membantu sahabatmu, saat kau merasa bahagia ia meminta sedikit pengorbanan darimu.
Sahabat seperti ini akan tetap bahagia untukmu saat kau tidak mengundangnya datang ke pestamu.
Tapi ia akan bersedih jika kau tidak mengabarinya saat kau sedang sakit atau dalam kesulitan.1269
"Aku melakukannya untukmu, karena aku tahu kau akan melakukannya untukku pula jika aku memintanya"
Sambung Suma Sun.
Cio San terdiam.
Suma Sun pun diam.
Karena kadang persahabatan yang paling dalam tidak mungkin diungkapkan dengan kata-kata.
Kadang-kadang sahabat yang paling tulus kepadamu adalah sahabat yang jarang berbicara kepadamu.
Karena kau telah mengerti hatinya dan ia mengerti hatimu.
Lama sekali mereka berdua diam.
"Suatu saat, aku pasti akan berhadapan dengan Kam-tayhiap, menurutmu, dinilai dari permainan pedang putrinya, sanggupkah aku mengalahkannya?"
"Tidak."
Suma Sun tersenyum. Ia suka jawaban jujur. Apalagi dari sahabatnya.
"Apakah aku akan terbunuh?"
"Ya."
Ia tersenyum dan bertanya.
"Mengapa?"1270
"Karena kau telah kehilangan jiwa pedangmu. Seorang pendekar pedang harus tanpa perasaan. Yang ada dalam jiwanya hanya pedang. Sahabatnya hanya pedang. Jika dalam hatimu pedang sudah tergantikan oleh Cio San, Cukat Tong, atau Ang Lin Hua, maka kau akan kalah."
Sambung Cio San.
"Selama ini kau telah sampai kepada tahap puncak seorang pendekar pedang. Kau telah bersatu dengan pedang. Kau bahkan telah berubah menjadi pedang. Itu karena kau berhasil mengisi jiwamu dengan pedang, dan tidak dengan hal lain. Namun sekarang? Kau telah kembali menjadi manusia. Manusia biasa yang memainkan pedang. Kau bukanlah lagi dewa pedang."
Suma Sun malah semakin berseri-seri wajahnya.
"Jika itu harga yang harus ku bayar karena bersahabat dengan kalian, aku rela."
Air mata menetes di pipi Cio San.
Ia menyesal telah berkata terlalu jujur kepada sahabatnya ini.
Seharusnya ia menguatkan hati si sahabat.
Tetapi ia malah mengucapkan kata-kata yang menurunkan semangatnya.1271 Tapi ia tahu Suma Sun lebih menghargai kejujuran daripada kata-kata manis.
"Kali ini kau salah dalam satu hal"
Kata Suma Sun.
"Apa?"
"Puncak tertinggi ilmu pedang, tidak terletak pada Manusia Menjadi Pedang."
"Lalu?"
"Terletak pada Manusia Menjadi Manusia."
Cio San terhenyak.
Hanya orang-orang tercerahkan yang sanggup sampai kepada pemahaman ini.
Bukankah ini kembali kepada obrolan mereka di awal tadi? Bahwa kesempurnaan suatu ilmu terletak kepada orangnya, dan bukan kepada ilmunya.
Itulah mengapa manusia menjadi makhluk yang berkuasa di bumi.
Saat mereka menggunakan akal pikirannya.
Itulah yang membuat manusia lebih unggur daripada makhluk lain.
Saat manusia menjadi manusia.
Karena puncak tertinggi kemanusiaan, tidak terletak pada tingginya pangkatnya, banyaknya hartanya, dalamnya ilmunya.
Tetapi terletak pada1272 kemanusiaannya.
Pada kelemahannya.
Pada sifat- sifatnya.
Pada akal pikirannya.
Begitu sederhana! Tapi juga begitu sukar dipahami.
Cio San tak bisa berkata-kata.
Ia hanya bisa menjura.
Lalu bibirnya mengucap.
"Tayhiap."
Suma Sun menetaskan air mata.
Jika kata pendekar besar itu terucap dari bibir Cio San kepadanya, seolah-olah tuntaslah semua urusannya di muka bumi ini.
Seolah-olah lengkaplah arti kehidupannya di kolong langit ini.
Dua sahabat.
Empat tetesan air mata dari dua pasang mata yang tulus.
Malam semakin gelap dan udara semakin dingin.
Tetapi jika kau memiliki sahabat karib, rasa- rasanya cukup untuk menghangatkanmu sepanjang hayat.
"Mari kita kembali"
Mereka berjalan dengan santai dan sambil tersenyum.1273 Ketika mereka sampai kembali ke tempat rombongan mereka tidur, ternyata keadaan sudah ramai. Tentu saja semua orang sudah terbangun.
"Ada apa?"
Tanya Suma Sun "Kam-tayhiap mengirimkan surat terbuka kepada Suma-tayhiap."
Kata Ang Lin Hua.
"Apa isinya?"
Tanya si dewa pedang lagi "Beliau menantang tayhiap untuk duel hidup mati, di malam sebelum perebutan Bu-lim Beng-Cu."
Memangnya selain tersenyum, apa yang bisa dilakukan Suma Sun?1274 Bab 64 Hujan Kematian Menjelang tengah hari.
Udara di Thay San masih sejuk dan menyegarkan.
Ribuan orang Kang-ouw yang datang ke sana kini diributkan oleh surat terbuka Kam-tayhiap kepada Suma Sun.
Sekarang saja kabar ini telah menyebar sampai hampir meliputi seluruh pengunjung Thay San.
Suma Sun hanya duduk di sebuah batu karang besar yang menghadap ke tepi jurang.
Sahabat- sahabatnya pun tidak berani mengganggunya.
Mereka mengerti bahwa tantangan ini adalah tantangan kematian.
Mereka hanya bisa duduk bercengkerama di bawah sebuah pohon, tak jauh dari Suma Sun.
Dewa pedang berambut merah.
Julukan yang jika didengarkan saja membuat jiwa takluk dan hati tergetar.1275 Kini rambut kemerah-merahan itu tertiup angin pegunungan yang dingin.
Manusia yang dulu hatinya begitu dingin dan jiwanya begitu kesepian itu kini telah berubah menjadi begitu hangat.
Kehangatan itu bahkan menutupi angin yang menghembus tubuhnya.
Matanya bersinar terang.
Walaupun kegelapan menyelimuti kedua mata itu, namun bisa dibilang Suma Sun jauh lebih awas daripada manusia bermata manapun.
Wajahnya yang dulu kaku kini malah terlihat ramah dan bahagia.
Padahal sebuah tantangan terberat dalam hidupnya sedang dihadapinya.
Kim Sin Kiam atau yang lebih dikenal sebagai Kim-tayhiap, adalah dewa pedang terkemuka pada jamannya.
Sejak turun temurun keluarga Kim dikenal sebagai keluarga yang sangat menakutkan ilmu pedangnya.
Bahkan nama Kim Sin Kiam berarti adalah Pedang Sakti.
Sejak kecil Kim Sin Kiam telah berlatih ilmu pedang keluarganya dan telah benar-benar menguasainya.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di umurnya yang lebih dari setengah abad, pendekar besar ini boleh dikatakan sebagai pendekar pedang paling hebat setelah pendekar pedang kelana, Can Li Hoa.1276 Inilah lawan yang akan dihadapi Suma Sun.
Ilmu pedang keluarga Kim yang tersohor sejagad raya itu memang sungguh hebat.
Bahkan anak perempuan keluarga Kim saja hampir tidak mampu dilawannya.
Apalagi sang Kim Sin Kiam sendiri? Tapi Suma Sun tidak khawatir.
Ia pun tidak gentar.
Ia tidak sedih atau bahkan takut.
Ia malah sungguh berbahagia.
Karena sejak dulu ia memang merindukan lawan yang setara dengan dirinya.
Pertarungan-pertarungan yang sejak dulu sampai sekarang telah dilaluinya, sebenarnya adalah jalan untuk mengasah dirinya menghadapi pertemuan ini.
Pertemuan dengan dewa pedang yang lain.
Untuk menentukan siapa dewa pedang sesungguhnya.
Manusia siapapun jika menghadapi situasi seperti ini, pikirannya tidak boleh kacau.
Jiwanya harus tenang dan lapang.
Di dalam kepala hanya boleh terisi pertarungan ini.
Ia harus menyendiri sekian lama agar bisa mengosongkan pikiran dan jiwanya.
Suma Sun hanya punya waktu empat hari untuk melakukannya.
Kini ia pun sedang mengosongkan jiwa dan pikirannya di tepi jurang pegunungan ini.1277 Tapi ia tidak butuh empat hari.
Ia hanya butuh beberapa jam.
Karena sekarang ia telah bangkit dan berdiri.
Lalu ia tersenyum kepada sahabat-sahabat nya.
Senyum yang paling hangat yang pernah mereka lihat.
"Selesai?"
Luk Ping Hoo bertanya.
"Selesai"
Jawab Suma Sun. Senyumnya semakin lebar.
"Tayhiap telah memecahkan rahasia jurus-jurus Kim-tayhiap?"
Tanya Luk Ping Hoo lagi.
Suma Sun hanya tersenyum, dan tidak menjawab.
Pendekar pedang setingkat dewa seperti dirinya, sepertinya sudah paham bahwa ilmu pedang lawan hanya untuk dihadapi, bukan untuk dipikirkan.
Pendekar setingkat Luk Ping Hoo, yang bahkan telah pernah menjadi Pangcu dari Kay Pang pun sepertinya belum memahami rahasia ini.
Karena hanya orang-orang yang menjual hidupnya kepada pedang saja yang bisa memahaminya.
Hanya orang seperti Suma Sun dan Kim Sin Kiam lah yang benar-benar memahaminya.1278 Di muka bumi ini, selain mereka berdua tentunya tak ada seorang pun yang benar-benar memahaminya.
"Bagaimana kalau kita minum arak?"
Ajak Suma Sun masih tetap sambil tersenyum.
Para sahabatnya mengerutkan alis.
Pertarungan tingkat tinggi haruslah dihadapi dengan pemusatan pikiran tingkat tinggi.
Dengan kondisi tubuh paling baik.
Dengan keadaan hati paling tenang.
Karena pertarungan seperti ini, terlambat sepersekian detik saja atau salah perhitungan satu mili saja, maka akhirnya adalah kematian.
Mengapa ia malah memilih minum-minum? Pendekar sehebat apapun, sekuat apapun ia minum arak, pastilah akan mempengaruhi keadaannya.
Bagaimana mungkin ia malah minum- minum.
Jarak empat hari ini seharusnya diisi dengan latihan keras, meditasi mendalam, dan istirahat yang cukup.
Tapi Cio San cukup tahu diri untuk tidak memperingatkan Suma Sun.
Karena ia percaya sepenuhnya kepada Suma Sun.
Bahwa nanti kalah dan1279 menangnya Suma Sun, ia tidak berhak mencampuri keputusan apapun yang diambil oleh sahabatnya itu.
Karena baginya, kalah atau menang, mati atau hidup, salah atau benar, Suma Sun adalah sahabatnya.
Maka ia lah orang pertama yang bangkit berdiri menyambut ajakan Suma Sun untuk minum arak.
Ang Lin Hua, Luk Ping Hoo, dan Kao Ceng Lun pun akhirnya bangkit mengikuti mereka ke arah warung.
Warung yang memang tidak pernah sepi selama beberapa hari, kini ketambahan banyak orang yang mendengar kabar bahwa Suma Sun berada di sekitar situ.
Mereka tentunya sejak semalam telah mendengar kabar tantangan surat terbuka Kim Sin Kiam itu.
Semua orang itu kini memandangnya dengan heran, saat Suma Sun menenggak berguci-guci arak dengan bahagia.
Sebagian pandangan heran itu berubah menjadi kecewa, lalu berubah menjadi takut.
Sebagian pandangan heran lain, berubah menjadi senyum kecil dan tawa bahagia.
Kao Ceng Lun yang pertama kali membicarakan hal ini.
"Orang-orang ini tentunya telah bertaruh rupanya."
Katanya.1280
"Bertaruh?"
Tanya Ang Lin Hua.
"Ya. Begitu mendengar tantangan Kim-tayhiap kepada Suma Sun, mereka pasti bertaruh siapa pemenangnya"
Jelas Kao Ceng Lun.
Ang Lin Hua mengangguk mengerti.
Sifat dasar manusia ternyata sama saja.
Baik ia menyandang gelar pendekar atau tidak.
Selalu ada celah bagi mereka untuk menarik keuntungan.
Yang berwajah kecewa tentunya yang bertaruh atas nama Suma Sun.
Yang tertawa bahagia tentunya yang bertaruh atas nama Kim Sin Kiam.
Karena dalam pandangan mereka, Suma Sun kini bukan lagi pendekar besar yang tenang dan dingin dalam menghadapi pertarungan hidup matinya.
Melainkan seorang pengecut penakut yang menenggelamkan diri dalam arak guna menghilang kan ketakutannya.
Di lihat dari sudut manapun, Suma Sun tetap kalah.
Jika memang ia tidak takut, arak tetap akan melambatkan gerakannya.
Melambatkan pikirannya.1281 Jika ia memang penakut, tentu saja tidak ada lagi yang perlu dibahas.
Oleh karena itu begitu banyak orang kecewa, namun begitu banyak juga yang bahagia.
Begitu benar ujar-ujaran orang bijak jaman dulu, bahwa penderitaan orang lain bisa saja adalah kebahagian orang yang lainnya pula.
Tapi apapun pandangan orang lain terhadapnya, Suma Sun tidak perduli.
Beguci-guci arak telah ditelannya.
Wajahnya memerah.
Senyumnya semakin berkembang.
Tawanya pun semakin membahana.
Sahabat-sahabatnya pun tidak bisa tidak, harus pula mengiringnya minum.
Urusan minum memang urusan yang paling disukai Cio San.
Urusan mati atau hidup baginya mungkin bisa ditunda.
Tapi urusan minum tidak.
Apalagi jika minum bersama sahabatnya.
Luk Ping Hoo, Ang Lin Hua, dan Kao Ceng Lun pun tidak bisa menutupi kesedihan mereka.
Walaupun tetap mengiringi Suma Sun minum dan bercengkerama.
Mereka tidak bisa menutupi1282 kesedihan hati mereka yang telah paham bahwa Suma Sun kini sedang menghadapi akhir dari hidupnya.
Jika hidup harus berakhir, kenapa tidak memilih menjalaninya dengan bahagia? Jauh di lubuk hatinya pun Suma Sun tahu ia tidak mungkin menghadapi pedang Kim Sin Kiam.
Ia masih belum sampai pada tahap manusia menjadi manusia.
Keraguan sekecil apapun yang hadir di hati para dewa pedang, akan membawa mereka kepada kematian.
Tapi ia tidak takut.
Demi langit dan bumi ia tidak takut.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia minum-minum pun bukan untuk mengeraskan hati dan membuat dirinya lebih berani.
Ia minum-minum adalah untuk menghargai waktunya yang tersisa bersama sahabat-sahabatnya.
Ia minum-minum bukan untuk lari dari kenyataan.
Ia minum untuk bersenang-senang.
Karena ia telah mengerti arti dari kehidupan.
Ia benar-benar telah paham bahwa pada akhirnya manusia akan mati.
Sesakti dan sehebat apapun ia, ia toh akan mati.1283 Jadi mengapa berlomba-lomba menjadi yang paling kaya, yang paling hebat, yang paling dikagumi, jika pada akhirnya manusia akan mati? Selama ini ia membawa kematian kepada orang lain, jiwanya sepi dan dingin.
Kini saat kematian akan datang menghampirinya ia begitu hangat, bahagia, dan merasa damai.
Tidak ada seorang pun yang paham isi hati Suma Sun.
Mengapa manusia yang telah mencapai tingkatan dewa seperti itu malah rela menurunkan derajatnya kembali menjadi manusia biasa.
Karena untuk mencapai tahap dewa, seseorang harus bisa mematikan hatinya, medinginkan perasaannya, dan menjual kehidupannya kepada pedang.
Tidak mudah untuk menjadi orang seperti itu.
Karena hanya orang yang benar-benar berbakat yang mampu melakukannya.
Orang-orang seperti ini akan menjadi aneh di hadapan orang lain, tapi tidak ada satu pun manusia yang akan menyangkal betapa mereka telah berubah menjadi dewa.
Suma Sun telah mencapai tahap ini.
Tapi ia melepaskannya dan memilih menjadi manusia biasa.1284 Yang merasakan duka dan bahagia.
Yang memiliki sahabat, dan teman karib.
Dewa seharusnya berada jauh tinggi di atas sana.
Tak ada satu pun manusia biasa yang menyentuh mereka.
Ia seharusnya sendirian.
Satu-satunya sahabatnya adalah pedangnya.
Itulah sebabnya kenapa Suma Sun selalu terlihat kesepian.
Tapi kini ia telah memiliki sahabat, memiliki orang-orang yang ia cintai.
Ia telah menjadi manusia biasa lagi! Oleh karena itu, dalam pertarungan nanti ia pasti kalah.
Manusia biasa tak akan mampu mengalahkan dewa.
Pemahaman tentang Manusia Menjadi Manusia yang akan mampu mengalahkan Manusia Menjadi Pedang sampai sekarang belum pernah terbukti.
Pemahaman ini hanya berada di angan-angan tapi belum pernah ada kejadiannya.
Cio San sangat memahami ini.
Karena itulah saat Suma Sun mengatakan tentang pemahaman Manusia Menjadi Manusia ia sebenarnya sangsi.
Tapi ia percaya betul kepada Suma Sun.
Bahkan jika Suma Sun salah sesalah-salahnya, ia akan tetap percaya kepada Suma Sun.1285 Hari telah menjelang sore.
Mereka masih minum.
Masih bercanda tawa.
Pertaruhan telah berubah menjadi 3 banding 1.
Sudah jelas 3 untuk Kim Sian Kiam dan 1 untuk Suma Sun.
Mereka sudah mendengar pertaruhan ini dari obrolan orang-orang di warung.
Tapi mereka tidak perduli.
Karena sahabat yang baik adalah sahabat yang mengingatkanmu akan salahnya perbuatanmu.
Tetapi sahabat yang lebih baik lagi adalah sahabat yang percaya kepadamu.
Terhadap keputusan apapun yang kau buat.
Dan percaya bahwa kau akan bertanggung jawab sepenuhnya atas keputusan-keputusanmu.
Daya tahan orang minum arak itu ada batasnya.
Sayangnya batasnya minum arak Suma Sun dan teman-temannya masih belum terukur.
Arak, sahabat, makanan enak, dan candaan.
Rasa-rasanya sudah cukup sebagai alasan untuk menjadi bahagia.
Pengunjung warung datang dan pergi.
Melihat keadaan Suma Sun yang seperti ini, tentu saja mengundang kehebohan.
Banyak yang tidak percaya jika gentong arak di hadapan mereka ini adalah dewa pedang yang namanya begitu ditakuti.1286 Malam telah datang dan warung pun semakin ramai.
Kabar bahwa Suma Sun sedang mabuk- mabukan di warung ini dengan sahabatnya, membuat orang semakin berdatangan ke warung ini.
Pasar taruhan pun memanas.
Kini taruhan telah berubah menjadi 5 banding 1.
Melihat keadaan Suma Sun seperti ini, banyak orang yang menaruh harapan taruhan padanya yang kecewa, bahkan menjadi sedikit gila.
Awalnya banyak yang bertaruh atas namanya.
Taruhan pun berupa apa saja.
Uang, tanah, rumah, bahkan ada pula yang bertaruh dengan taruhan aneh seperti jika kalah akan jadi budak selama setahun kepada yang menang.
Ada juga yang bertaruh jika kalah akan salto sebanyak mungkin selama satu jam.
Orang-orang Kang-ouw memang sering berlaku aneh.
Jika kini taruhan menjadi 5 banding 1, seharusnya agak sedikit mengherankan.
Karena jika dilihat dari keadaan Suma Sun yang sedang bersenang-senang dengan arak, seharusnya tak ada seorang pun yang bertaruh atas namanya.
Tapi yang namanya orang bertaruh, selalu saja ada yang bertaruh dengan nasib.
Mereka ini memilih pilihan yang paling tidak dipilih orang, sehingga jika menang keuntungan mereka akan berlipat-lipat.1287 Suma Sun sendiri seperti tidak perduli.
Ia bahkan mentraktir minum orang-orang.
Mereka yang bertaruh atas nama Kim Sin Kiam malah juga ikut urun membelikannya arak agar dia semakin mabuk.
Ang Lin Hua yang kesal melihat keadaan itu, menegur .
"Tuan-tuan, harap jangan ikut menambah ruwet suasana."
"Ruwet bagaimana, Suma-tayhiap kan sedang bersenang-senang. Kami pun turut berbahagia jika beliau senang"
Kata salah seorang. Orang ini badannya ceking. Kukunya panjang dan menghitam. Jelas-jelas orang ini menguasai sejenis ilmu cakar beracun.
"Ang-siocia, biarkan saja, jangan kau usik teman-teman baruku"
Kata Suma Sun sambil tersenyum.
Karena tidak tahan, Ang Lin Hua pun pergi dari situ.
Ia keluar warung dan pergi ke padang rumput untuk mencairkan suasana hatinya.
Ia memang tidak tega melihat keadaan Suma Sun.
Jika menuruti kehendaknya, ia ingin sekali melarang Suma Sun untuk minum.
Tapi memangnya dia siapa?1288 Kao Ceng Lun bergegas menyusul nona berambut putih ini.
"Ang-liehiap"
Serunya pelan. Ang Lin Hua menoleh. Air mata mengembeng di matanya. Bagaimanapun ia tidak ingin kehilangan Suma Sun.
"Kao-enghiong"
Balasnya. Mereka hanya bisa saling menatap. Kao Ceng Lun pun hanya bisa tersenyum. Ia lalu berkata.
"Kira- kira apa yang bisa kita lakukan untuk menolong Suma- tayhiap? Keadaannya begitu memprihatinkan"
Ang Lin Hua tidak bisa berkata apa-apa.
Karena memang sesungguhnya tidak ada satu hal pun yang dapat mereka lakukan.
Rembulan di langit yang hitam.
Bersinar penuh kelembutan.
Dua orang manusia duduk tanpa suara.
Angin menghembus begitu dingin.
Tapi masakah mampu lebih dingin dari hati manusia? Rasa kehilangan atau takut kehilangan, kadang membuat manusia begitu rapuh.
Padahal jika manusia tahu bahwa pada hakekatnya mereka tidak memiliki apa-apa, bukankah dunia tak akan semuram ini? Lama mereka duduk di sana.
Hingga kini terdengar bahwa taruhan telah mencapai 7 banding 1.1289 Keadaan Suma Sun sudah hampir terdengar oleh seluruh orang Kang-ouw yang datang ke Thay San.
Mengetahui hal ini Kao Ceng Lun dan Ang Lin Hua segera kembali ke warung tadi.
Begitu kembali ternyata Suma Sun sudah tidur dengan nyenyaknya di atas sebuah bangku panjang.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Luk Ping Hoo tetap duduk di sampingnya menjaga pendekar itu.
Lie Sat entah ke mana.
"Tayhiap, ke mana sahabat boanpwee?"
Tanya Kao Ceng Lun.
"Entahlah. Ia buru-buru pergi. Katanya ada urusan yang harus ia selesaikan". Kemana perginya Cio San? Ia ternyata pergi mencari Kim Sian Kiam. Tidak susah mencari keberadaannya. Tenda mewah tempat ia beristirahat ternyata ramai di kelilingi orang-orang kang-ouw yang ingin tahu perkembangan cerita pertarungan ini. Ia sesungguhnya khawatir dengan nasib Kim Sin Kiam. Jika orang hampir seluruhnya bertaruh atas namanya, lalu kemudian ia celaka, bukankah yang1290 paling berbahagia adalah mereka yang bertaruh atas nama lawannya? Oleh sebab itu Cio San sungguh-sungguh khawatir. Orang-orang Kang-ouw yang sudah terlanjur bertaruh sudah sangat banyak. Orang-orang yang bertaruh atas nama Suma Sun pun tentunya ingin Kim Sin Kiam kalah. Bagaimana caranya ia kalah, padahal ilmu pedangnya telah mencapai tahap dewa, dan Suma Sun pun kini sedang berleha-leha dengan arak. Satu-satunya cara agar Kim Sin Kiam kalah adalah adalah dengan mencelakainya. Meracuninya. Atau apa saja. Agar ia lemah, dan kalah dalam pertarungan nanti. Orang yang berpikiran seperti ini untungnya bukan Cio San saja. Makanya di sekitar tenda Kim Sin Kiam sudah banyak sekali orang Kang-ouw yang berjaga-jaga. Daerah itu terang benderang dengan cahaya beberapa obor. Tenda mewah itu terlihat sangat mengesankan. Ukuran tenda itu besar juga. Cukup untuk menampung Kim Sin Kiam dan rombongan. Beberapa anak buahnya berjaga-jaga di sekeliling tenda.1291 Lama juga Cio San duduk di sana. Walaupun banyak orang berada di sana, suasana tetap langgeng dan khidmat. Siapapun memang tidak berani buka suara lantang-lantang jika ada Kim Sin Kiam di sekitarnya. Telingan Cio San yang sangat tajam mendengar suara desingan. Serta merta ia memperingatkan.
"Awas senjata rahasia!"
Ribuan senjata rahasia berupa jarum beracun yang sangat kecil disambitkan dengan sangat cepat.
Senjata ini datang bagaikan tumpahan air hujan lebat dari atas langit.
Walaupun semua orang yang berada di sana adalah mereka yang berada di tingkat silat kelas tinggi, tak urung banyak juga yang terkena sambitan ini.
Cio San walaupun sanggup menghindarnya dan menepis ribuan jarum yang menghujam mereka itu dengan angin pukulannya, tak urung merasa sangat kesulitan karena ia khawatir senjata itu akan mental dan melukai orang lain.
Ia hanya bisa menghindar dan sesekali menepis jarum-jarum laknat itu.1292 Terdengar teriakan kesakitan dari puluhan orang yang terkena sambitan.
Sedangkan mereka yang bisa menghindar hanya bisa mengeluarkan suara keluhan karena ribuan senjata itu seperti tak habis- habis banyaknya.
Secara refleks Cio San melihat ke arah tenda Kim Sin Kiam.
Tenda itu tak luput dari hujaman jarum beracun.
Malah jarum beracun itu banyak pula yang mental keluar dari tenda Kim Sin Kiam.
Bisa di tebak, pasti dewa pedang itu sedang menghalau jarum-jarum itu dengan pedangnya pula.
Ada beberapa saat lamanya baru serangan ganas itu berhenti.
Puluhan orang tergeletak dan mengerang kesakitan.
Jarum ganas itu saking beracunnya sampai meninggalkan bau busuk di udara.
Cio San berhati-hati.
Ia berjaga-jaga jangan sampai serangan itu berlanjut lagi.
Semua orang yang masih bertahan pun melakukan hal yang sama.
Sunyi.
Sepi.
Senyap.1293 Bahkan suara erangan kesakitan pun sudah mulai menghilang.
Racun itu sangat ganas sampai-sampai mengeluarkan suara pun sangat menyakitkan! "Saudara-saudara, harap tetap waspada.
Hati- hati melangkah karena jarum-jarum itu banyak yang menempel di tanah"
Kata Cio San memperingatkan yang dibalas dengan anggukan mereka yang masih selamat.
Tak ada seorang pun yang berani bergerak, karena keadaan di sana gelap gulita.
Beberapa obor yang ada di sana sudah padam.
Salah seorang kemudian menyalakan api, karena kebetulan ia memang membawa batu api.
Dengan sangat hati-hati ia menggunakan sobekan kain bajunya sebagai obor.
Dengan adanya tambahan cahaya sekecil ini, Cio San kemudian bergerak.
Hal yang pertama ia lakukan adalah menyalakan obor- obor yang lain.
Begitu daerah sana terlihat terang benderang, semua orang baru terasa agak lega.
Biarpun sampai sekarang mereka belum berani bergerak, setidaknya dengan adanya penerangan membuat mereka terasa lebih leluasa.1294 Hanya Cio San yang berani bergerak.
Ia duduk berjongkok dan mulai menggerakan tangan.
Gerakan tangan yang lembut itu adalah sebuah jurus Bu-Tong Pai bernama "Pelajar Memintal Huruf".
Sebuah jurus unik ciptaan Thio Sam Hong yang didasari gerakan menenun dan menulis huruf kaligrafi tionggoan.
Karena dulu Cio San tidak pernah mempelajarinya dengan tuntas, secara iseng ia menggabungkan jurus itu dengan jurus ular derik miliknya.
Dengan menggunakan angin pukulannya, ribuan jarum di tanah dengan lembut tercabut dari tanah.
Ia melakukannya sambil melangkah maju, sehingga gerakan jurus itu seperti membersihkan jalannya dari ribuan jarum beracun itu.
Cio San melakukannya dengan sangat hati-hati.
Jarum jarum terangkat dengan lembut dan perlahan- lahan.
Angin lembut dari gerakan tangan Cio San ini membuat jarum-jarum bergerak seperti ada tali yang menyambungkan jarum-jarum itu dengan jari-jarinya.
Segera setelah seluruh tempat itu ia bersihkan dari jarum-jarum laknat itu, baru semua orang lega dan bergerak, walaupun dengan agak sedikit berhati- hati.1295 Cio San segera mendekati orang-orang yang terkapar di tanah.
Keadaan mereka sungguh memperihatinkan.
Hampir semua sedang meregang nyawa.
Yang tenaga dalamnya lumayan bagus, masih sanggup bertahan.
Tapi keadaan mereka ini juga tidak terlalu baik.
Dengan tangan kosong Cio San mengambil jarum itu.
Ia memang kebal terhadap racun apapun, sejak tadi gerakan yang ia lakukan bukanlah untuk keselamatan dirinya sendiri, melainkan untuk keselamatan orang lain.
Diperhatikannya jarum itu.
Cio San tahu racun apa itu.
Dari pengetahuannya, racun itu adalah racun Cit Coa Ong Tok atau Racun 7 Raja ular.
Racun ini sangat mematikan karena dalam beberapa menit saja akan mencabut nyawa orang yang terkena racun itu.
Bahkan sebelum mati tubuh mereka akan lumpuh dan bagian yang terkena racun akan membusuk.
Racun ini walaupun termasuk kelas racun sangat berbahaya, bukanlah racun yang terlalu sulit untuk dipunahkan.
Oleh karena itu Cio San segera mengambil kesimpulan bahwa orang yang melontarkan ini bukan ahli racun kelas atas.
Hanya saja cara menyambitkan ribuan jarum beracun yang1296 sangat cepat dan sambung menyambung seperti itu sangat mengagumkan, dan dia sendiri belum pernah mendengar ada orang memiliki kemampuan seperti ini.
Semua orang yang berada di sana memang saat itu sedang panik, karena ada saudara, atau temannya yang menjadi korban serangan itu, sehingga mereka panik dan tak tahu harus berbuat apa.
Beberapa orang yang agak tenang, sempat memperhatikan perbuatan Cio San, sehingga bertanya.
"Apakah Ciokhee (tuan) ahli racun?"
Cio San menggeleng sambil tersenyum.
"Cayhe bukan ahli racun, tapi cayhe tahu racun apa ini. Ini adalah Cit Coa Ong Tok. Memunahkannya cukup mudah. Tapi cayhe harus merepotkan para enghiong yang ada di sini."
"Katakan saja apa yang bisa kami lakukan?"
Kata mereka srentak dengan semangat.
"Harap para enghiong mencari katak sebanyak- banyaknya"
"Katak apa saja?"1297
"Ya katak apa saja. Besar kecil tua muda. Harap secepat mungkin karena racunnya sudah mulai bekerja."
Jawab Cio San.
Mereka segera melesat dari sana meninggalkan Cio San.
Sambil menunggu Cio San mencari beberapa tanaman yang akan dipakainya untuk campuran obat.
Setelah lengkap ia kembali ke tempat tadi.
Di lihatnya Kim Sin Kiam sedang berdiri mematung di depan pintu tendanya.
Memandang dengan sedikit tidak percaya atas kejadian yang baru saja terjadi.
Wajahnya pucat dan kelam.
"Salam hormat, tayhiap"
Kata Cio San menjura.
Kim Sin Kiam hanya mengangguk.
Segera ia masuk kembali ke dalam tendanya.
Cio San tidak perlu heran melihat kekurangramahan sang dewa pedang itu.
Mereka yang berjulukan dewa pedang pasti akan bersikap seperti itu.
Dingin dan senyap seperti pedang.
Dalam hatinya ia membatin.
"Jika 100 orang saja di dunia ini yang menjadi dewa pedang, tentu bumi akan menjadi sunyi."
Tak lama kemudian orang-orang yang mencari katak sudah kembali.
Banyak juga hasil tangkapan mereka.1298 Cio San pun segera bergerak.
Ia mencabut jarum-jarum yang menembus kulit puluhan korban itu.
Gerakannya ringkas dan cepat, sehingga menimbulkan kekaguman mereka yang melihatnya.
Lalu setelah seluruh jarum itu ia cabut, ia lalu berkata.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Para enghiong, cayhe sudah mencabut seluruh jarum yang ada. Mohon para enghiong sudi menolong cayhe."
Tanpa banyak bicara orang-orang itu segera bergerak.
"Apa yang bisa kami lakukan?"
"Lihat apa yang cayhe lakukan lalu ikuti dan lakukan kepada korban-korban yang lain"
Cio San lalu menempelkan mulut sebuah katak kepada luka bekas tusukan jarum. Ajaibnya, katak itu lalu menghisap racun si koban. Melihat itu orang- orang kaget tapi mereka pun segera melakukan hal yang sama kepada korban yang lain.
"Jika tuan-tuan merasa katak yang tuan pegang menjadi dingin, segera buang katak itu jauh-jauh dan ganti dengan katak yang lain. Lakukan terus sampai katak yang tuan-tuan pegang tidak menjadi dingin setelah menghisap racun."
Mereka hanya mengangguk.1299 Tak berapa lama, usaha itu berhasil dan seluruh korban akhirnya membaik. Cio San lalu memasukkan tanaman obat yang tadi ia kumpulkan ke dalam mulut mereka.
"Coba bersemedi dan atur jalan darah. Dalam beberapa jam, saudara sekalian akan sehat sepenuhnya"
"Terima kasih In-Hiap (tuan penolong) terima kasih."
Ramai mereka mengucapkan terima kasih.
"Kalau boleh tahu, siapa nama in-hiap, dan berasal dari perguruan manakah tuan?"
Tanya salah seorang mewakili yang lain.
"Nama cayhe Lie-Sat. Cayhe tidak punya perguruan."
"Ah, jika Lie-tayhiap tidak mau menjelaskan asal-usul, kami pun tidak berani bertanya"
Kata mereka sambil menjura. Lalu terdengar suara dari arah tenda. Seorang perempuan.
"Atas apa yang telah terjadi, cayhe mewakili keluarga Kim mengucapkan turut berduka sekali. Semoga semua korban sehat sentosa. Keluarga kami hanya bisa memberikan 34 pil khusus milik keluarga kami yang berguna untuk memulihkan kesehatan.1300 Dalam sehari, orang yang minum pil ini akan mendapatkan kembali tenaganya."
Ia lalu menyambitkan pil-pil itu ke masing- masing korban.
Yang ditimpali dengan ucapan terima kasih para korban.
Hanya saja Cio San merasa cara ini agak kurang menghormat.
Orang-orang yang jadi korban ini kan terluka karena berada di situ.
Mereka berada di situ karena ingin menjaga keselamatan Kim Sin Kiam.
Setidaknya keluarga Kim bisa sedikit menghormati mereka dengan cara yang lebih baik.
Tapi jika nama keluargamu Kim, dan kau memiliki kemampuan pedang seperti mereka, mungkin kau berhak pula bersikap angkuh dan jumawa seperti mereka.
Perempuan cantik di depan pintu tenda kemudian melanjutkan.
"Atas kebaikan dan perbuatan Lie-tayhiap, ayahanda cayhe mengundang tayhiap ke dalam tenda."
Ingin ia berkata.
"Jika ayahmu memiliki keperluan, silahkan dia yang keluar". Tapi ia memang tidak punya bakat jadi orang sombong sehingga mau tidak mau ia lalu bangkit dan menuju tenda.1301 Tidak ada kata "mari silahkan". Si perempuan hanya bergeser sedikit memberi jalan kepada Cio San, lalu kemudian menutup pintu kain tenda itu setelah Cio San masuk. Suasana di dalam tenda itu mewah sekali. Permadani tebal, hiasan-hiasan, dan lain-lain. Cio San merasa seperti berada di dalam rumah mewah. Seorang pengawal tergeletak di lantai tenda. Dengan segera ia bergerak dan ingin menolong pengawal itu, tapi ia tahu sudah terlambat. Pengawal itu baru saja mati. Luka tempat jarum itu menempel sudah membusuk. Memang racun itu amat cepat dan ganas pergerakannya. Tapi di leher pengawal itu pun ada luka sabetan.
"Kenapa siocia (nona) tidak bilang kalau di dalam masih ada korban?"
Tanya Cio San sedih.
"Ia terkena racun karena ketidakbecusan diri sendiri, kenapa harus merepotkan orang lain?"
Kata si nona.
Ia berkata begitu dengan lantang seolah-olah ingin orang-orang di luar tenda mendengarkan juga.
Cio San cuma bisa mengerutkan kening.
Tidak ada satu pun hal dari keluarga ini yang membuatnya senang.1302 Si nona lalu menunjukkan sebuah bilik.
Pendekar Bloon 15 Api Di Puncak Sembuang Pendekar Pulau Neraka 38 Iblis Pulau Goosebumps 2 Jauhi Ruang Bawah Tanah
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama