Ceritasilat Novel Online

Kisah Para Penggetar Langit 13

Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle Bagian 13



"Masuklah, ayah menunggumu di dalam."

Cio San membuka pintu kain bilik itu.

Alangkah herannya ketika di lihat si dewa pedang itu sedang berbaring di atas tempat tidurnya.

Ia keracunan pula!1303 Bab 65 Hanya Satu Orang Wajah sang dewa pedang itu jauh lebih pucat ketimbang saat Cio San melihatnya tadi di depan tenda.

Ia baru mau akan bertanya, tapi si nona cantik sudah keduluan berkata.

"Apa yang tuan lakukan tadi kepada korban-korban di depan, sudah kami lakukan pula kepada ayahanda. Tapi mengapa sakitnya bertambah parah?"

Cio San hanya bisa mengangguk dan mulai memeriksa Kim Sin Kiam.

"Maaf, tayhiap"

Katanya sambil meletakkan jari-jarinya di pergelangan tangan si Dewa Pedang. Tak berapa lama ia memeriksa, Cio San bertanya.

"Apakah tayhiap merasa, ketika mengerahkan tenaga dalam, seluruh tenaga itu malah buyar dan menyerang diri sendiri?"

"Benar"

Jawab Kim Sin Kiam pendek. Cio San mengeluarkan sebuah botol kecil dari dalam sakunya.1304

"Silahkan minum tayhiap. Dan jangan kerahkan tenaga dalam sama sekali."

"Obat apa itu?"

Kali ini si nona yang bertanya sangsi. Cio San hanya bisa tersenyum kecut dan mengangkat bahu.

"Ayah, jangan di"

Terlambat. Si dewa pedang sudah meminumnya.

"Rasakan hawa hangat yang timbul di bawah perut. Gunakan hawa itu untuk menekan hawa dingin yang meliputi seluruh organ bagian dalam tayhiap."

Kata Cio San. Sambil duduk bersila, Kim Sin Kiam melakukan apa yang dikatakan Cio San. Perlahan-lahan wajah pucatnya memerah dan terlihat raut wajahnya berangsur-angsur segar. Si nona yang melihat perubahan ini segera langsung berkata.

"Terima kasih inhiap (tuan penolong)"

Katanya sambil menjura. Walaupun perempuan ini cerewet, setidaknya ia perempuan yang jujur. Hal ini saja sudah membuat rasa tidak suka di hati Cio San mulai mencair.1305

"Siocia tidak perlu sungkan"

Katanya balas menjura.

"Dalam beberapa hari tayhiap mungkin akan pulih. Sebenarnya jika penanganannya cepat, tidak akan ada masalah. Hanya saja tadi kita sedikit terlambat,"

Jelas Cio San kepada Kim Sin Kiam.

"Apa pengaruhnya jika pengobatannya telat?"

Tanya si dewa pedang.

"Tenaga dalam yang tayhiap himpun akan hilang. Semakin telat, semakin banyak hilangnya."

Dewa pedang itu hanya mengangguk pelan. Wajahnya mengeras. Bibirnya terkatup rapat. Raut muka seperti ini semakin menambah jelas kesan angkuh yang ada pada dirinya.

"Sebaiknya pertarungan ayah dengan Suma- tayhiap ditunda."

Saran si nona.

"Aku telah menantangnya duel, lalu meminta penundaan? Lebih baik pedangku ku pakai untuk memotong sayur di dapur"

Kata-katanya pelan namun tajam.

Semakin memperhatikan orang ini, semakin Cio San merasa betapa miripnya ia dengan Suma Sun.

Begitu dingin, jarang berbicara, pakaiannya pun sama putih-putih.1306 Apakah syarat untuk menjadi dewa pedang harus begini ini? Jika tidak ada perubahan, dalam 20 tahun tentunya Suma Sun pasti akan menjadi lebih aneh dari orang ini.

Dalam hati ia berpikir, alangkah hebatnya Suma Sun.

Dalam usia belum sampai 30 tahun, ia telah mencapai tahap dewa pedang.

Sedangkan menurut kabar yang ia dengar, Kim Sin Kiam ini mencapai tahap dewa pedang tanpa tanding saat berumur 40.

Secara bakat, Suma Sun lebih unggul.

Namun secara pemahaman dan pengalaman, Kim Sian Kim lebih unggul.

Persaingan antara ?semangat dan bakat orang muda? dengan ?pemahaman dan pengalaman kaum tua? selalu terjadi sepanjang zaman.

Sejak dahulu kala.

Pemenangnya pun bergiliran dari muda ke tua, dan tua ke muda.

Kali ini, apakah si muda yang menang, atau si tua yang berjaya? Cio San tidak bisa menjawab.

Karena si muda sedang asik mabuk-mabukan dan si tua sedang berbaring sakit.1307 Kejadiaan si muda yang bermabuk-mabukkan dan si tua yang berbaring sakit ini pun juga bukan kejadian baru.

Semenjak dahulu sudah ada kejadian macam begini.

Sejarah sebenarnya terus berulang, dan kejadian yang sama terus berlangsung.

Hanya pelaku, waktu, dan tempat yang berbeda.

Manusia yang bijak adalah yang belajar dari kejadian-kejadian ini.

Sayangnya manusia yang bijak jumlahnya tidak terlalu banyak.

Namun walaupun begitu, setidaknya dunia masih bisa menaruh sedikit harapan kepada jumlah yang tidak terlalu banyak itu.

Karena menurut ujaran kuno, nasib sebuah bangsa itu berada dalam genggaman semangat para pemuda, dan dalam kebijaksanaan orang tua.

"Boanpwee, mohon diri dulu tayhiap."

Kata Cio San menjura.

"Terima kasih."

Jawab Kin-tayhiap pendek. Wajahnya tetap mengeras, dan matanya pun tetap mencorong. Cio San melangkah keluar bilik dengan ringan. Senang rasanya bisa menolong orang.1308

"Tuan, harap sudi menerima bingkisan ini. Tidak seberapa, tapi mungkin bisa dipakai untuk bekal."

Emas! Cio San terseyum. Ia tidak pernah tertarik dengan emas. Kalau lapar tidak bisa dimakan, kalau haus tidak bisa diminum.

"Maaf nona, cayhe cuma menolong. Tidak ada niat untuk mencari upah."

Si nona cuma mengangguk dan tidak memaksa. Ia memang punya pembawaan yang lugas dan tanpa basa-basi. Ia pun tahu sifat-sifat orang Kang-ouw.

"Tuan, saya masih meminta satu bantuan lagi, apakah tidak keberatan?"

Tanya si nona.

"Nona meminta agar saya tidak menyiarkan kabar tentang ayah nona yang keracunan?"

"Benar."

"Jangan khawatir."

Kata Cio San sambil tersenyum. Ia lalu meminta diri dan segera bergegas pulang. Di luar beberapa orang masih berbaring beristirahat memulihkan tenaga. Begitu melihat Cio1309 San keluar, mereka segera menyapanya.

"Ah, tuan penolong"

Cio San hanya tersenyum, lalu berkata "Para orang gagah, harap beristirahat sampai benar-benar pulih. Acara kita masih panjang sampai pada pemilihan Bu-lim Beng-Cu nanti. Eh, kemana yang lain?"

Tanyanya.

"Mereka sudah pergi."

Jawab salah seorang.

Cio San kemudian duduk di sana.

Sekedar berkenalan dan mengobrol dengan mereka yang terluka.

Ternyata mereka ini terdiri dari golongan putih dan golongan hitam.

Lucunya, saat sehat kedua golongan ini bertarung terus, tapi saat sakit mereka ini malah terlihat akrab.

Mungkin itulah alasan langit menurunkan sakit.

Agar manusia berhenti sejenak dalam peperangan, lalu duduk merenungi bahwa sesungguhnya mereka adalah makhluk lemah yang saling membutuhkan.

Cio San memberi beberapa petunjuk tentang cara menghimpun tenaga dalam kepada mereka.

Racun 7 Raja ular yang tadi menyerang mereka.

Saat orang-orang ini mencoba melakukannya, mereka merasa tenaga mereka menjadi bebas dan semakin1310 menguat.

Dapat dibayangkan betapa berterima kasihnya mereka kepada si Lie Sat ini.

Sebenarnya, Cio San sudah ingin cepat-cepat pergi.

Tapi ia masih menunggu jangan sampai ada serangan kedua, atau terjadi kejadian-kejadian yang tidak mengenakkan.

Oleh sebab itu ia bertahan sampai pagi di sana.

Orang-orang lain sudah pergi seluruhnya dari situ.

Tentunya tak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Cio San.

Pagi menjelang.

Matahari mulai bersinar walau masih malu-malu.

Udara sejuk pegunungan membuat tubuhnya merasa begitu bersemangat.

Walaupun belum tidur seharian ia merasa tetap segar bugar.

Bahkan jika tidak tidur 7 hari pun ia masih akan tetap segar bugar.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Daerah tempat keluarga Kim mendirikan tenda ini lumayan sepi.

Tidak banyak orang yang lewat daerah ini, karena ini memang di luar jalur yang biasa dilewati orang.

Oleh karena itu Cio San merasa heran juga ada kereta kuda yang terlihat menghampirinya.

Siapa lagi kah yang datang? Urusan macam apa lagi kah yang harus dihadapinya?1311 Ia sudah tidak perduli lagi.

Orang yang mengalami berbagai macam kejadian seperti dirinya, tentu tak akan perduli lagi.

Mau terjadi, ya terjadilah.

Kalau harus dihadapi, kenapa tidak dihadapi? Maka ia kini tersenyum kepada kusir kereta.

Mungkin saja ini tamu yang ingin mengunjungi keluarga Kim.

Si kusir pun tersenyum dan bertanya.

"Apakah ciokhee yang bernama Lie Sat?"

"Benar"

Ia menjawab. Sedikit senyum tapi mengangkat alis.

"Ternyata mencari diriku". Tak perduli menyamar atau tidak, kenapa urusan selalu saja datang. Ia benci kesulitan, tapi herannya kesulitan seperti cinta mati kepadanya. Si kusir tidak menjawab, ia hanya tersenyum lalu turun untuk membuka pintu kereta.

"Tuan, dan nyonya, kita sudah ketemu orangnya"

Katanya kepada orang yang ada di dalam.

Lalu orang itu turun.

Dari seluruh orang yang ada di dunia, sekali pun tidak disangkanya bahwa orang ini yang datang.

Mey Lan!1312 Ia masih sangat cantik, seperti dahulu.

Masih anggun.

Jika berjalan masih terlihat seperti menjinjit.

Pinggulnya bergerak seperti orang menari, dan senyumnya.

Ah senyumnya.

Segala hal di dunia ini boleh ia lupakan, tapi ia mana mungkin bisa melupakan senyumnya? Pipinya masih kemerahan.

Lehernya masih bersih putih.

Seperti tidak ada yang berubah.

Yang berubah hanya sinar wajahnya.

Seperti ada duka dan kesusahan yang menutupi cerahnya sinar wajahnya yang cantik.

Namun demikian, segarnya embun dan udara pagi, masih belum sesegar suasana saat wanita itu hadir di depan matanya.

"Maaf, tuan Lie Sat kah?"

Tanya Mey Lan kepadanya. Cio San berdiri dan menjawab "Benar, nyonya"

Mey Lan menjura.

"Maaf merepotkan tuan, tapi cayhe mendengar tentang perbuatan tuan menyelamatkan beberapa orang semalam. Cayhe... eh... ingin meminta bantuan tuan"

"Bantuan apakah gerangan, nyonya?"1313

"Harap tuan menyembuhkan suami cayhe"

"Suami nyonya sakit apa?"

"Ia terluka dalam saat berkelahi dengan seorang bajingan."

Bajingan. Rupanya namanya sudah berganti menjadi bajingan.

"Baiklah. Mari kita lihat keadaan suami nyonya."

Mereka pun masuk ke dalam kereta. Melihat keadaan Lim Gak Bun, Cio San sungguh kaget. Pria gagah ini terbaring lumpuh tak berdaya. Wajahnya pucat pasi seperti mayat hidup. Tapi ia masih bisa tersenyum dan menyapa.

"Salam siansing (tabib sakti). Maaf tidak bisa menyambut dengan sepantasnya."

Cio San pun tersenyum dan memberi salam juga.

Segera ia memeriksa nadi pria malang itu.

Jalan darahnya kacau berantakan.

Belum pernah sekalipun Cio San menemui kejadian jalan darah orang seperti ini.

Saat dulu menyerang Lim Gak Bun, ia hanya bergerak sekenanya saja.

Tanpa dipikirkan terlebih1314 dahulu, karena saat itu dirinya sedang dalam bahaya.

Secara refleks, ia mengeluarkan jurus 18 Tapak Naga.

Ia tak menyangka, pukulan 18 Tapak Naga yang ia lancarkan akan menghasilkan akibat seperti ini.

Dengan sekuat tenaga ia menahan perasaan dan air matanya.

Bagaimanapun ia tidak memliki dendam kepada kedua orang ini.

Sesakit apapun perasaan yang ia rasakan saat hatinya patah dahulu, tidak mampu melawan rasa perih yang dirasakannya saat melihat keadaan suami Mey Lan ini.

Ia tak sanggup berkata apa-apa juga.

Mey Lan yang kemudian membuka suara.

"Bagaimana keadaan nya tuan, apa bisa disembuhkan?"

"Akan saya coba."

Ia mengerahkan tenaga dalamnya dalam menyalurkannya lewat punggung Lim Gak Bun.

Serta merta murid berbakat dari Kun Lun Pai itu merasakan betapa badannya kini terasa hangat.

Rasa hangat itu menyebar menembus seluruh tubuhnya, mengisi rongga dada, dan perutnya.

Sinkang (tenaga sakti) yang diperoleh Cio San dari tumbuhan jamur di dalam goa dulu memang1315 sungguh dahsyat dan tiada banding.

Memakan satu jamur itu saja sudah sanggup menambah tenaga berlipat-lipat.

Apalagi Cio San yang memakannya hampir tiap hari selama 3 tahun! Tenaga itu melindungi pemiliknya dari berbagai serangan racun dan luka dalam.

Oleh karena itu begitu tenaga itu ia salurkan, segera sinkang itu bergerak dengan sendirinya mengisi seluruh tubuh Lim Gak Bun.

Menyelimuti organ-organ bagian dalamnya yang terluka.

Segera ia merasa segar.

Wajahnya yang tadi seperti mayat hidup kini mulai memerah dan terlihat lebih hidup.

Melihat kenyataan ini Mey Lan berseru bahagia.

"Aih, tuan memang tabib dewa"

Tadi kau memanggilku bajingan, dan kini memanggilku tabib dewa? Tapi tentu saja itu tidak dikatakannya. Ia malah berkata kepada Lim Gak Bun.

"Tuan, coba pergunakan tenaga dalam sendiri untuk mendukung tenaga dalam yang cayhe salurkan. Apakah masih terasa sakit di ulu hati?"

Lim Gak Bun melakukannya.

"Masih terasa sakit sedikit, siansing."1316 Cio San mengangguk. Ia lalu bertanya kepada Mey Lan.

"Nyonya sudah mencoba ke berapa tabib?"

"Ada beberapa siansing, cuma kata mereka luka dalam ini hanya bisa disembuhkan oleh mereka yang mempunyai tenaga dalam tinggi dan memiliki pengetahuan pengobatan yang tinggi pula."

Pukulan maut 18 Tapak Naga ini memang tidak boleh dibuat main-main. Hasilnya kalau tidak mati, orang bisa cacat seumur hidup. Cio San merasa sangat bersalah sekali. Dia kini bertekad untuk menyembuh kan Lim Gak Bun sepenuhnya.

"Tuan sudah diberi obat apa saja?"

Tanyanya "Ini ada beberapa"

Jawab Mey Lan.

Ia lalu mencari-cari di dalam rak yang ada di dalam kereta itu.

Setelah ketemu, ia menunjukkan sebuah kotak kayu berwarna hitam kepada Cio San.

Cio San membukanya dan melihat isi kotak itu.

Berbagai macam obat yang berupa akar-akaran, dedaunan, dan biji-bijian.

Ada pula yang sudah berupa pil.

Ia mengangguk-angguk.

Pengobatannya memang sudah benar.

Hanya saja para tabib itu memang tidak memiliki sinkang seperti dirinya.1317

"Obat-obatan ini diteruskan saja tuan. Moga- moga dalam sebulan, akan ada perbaikan. Dalam 2 atau 3 bulan, semoga tuan akan sembuh seluruhnya. Tenaga dalam yang cayhe salurkan tadi harap dijaga. Dengan menggunakan tenaga dalam tuan sendiri, tenaga dari cayhe itu akan bisa dikendalikan."

"Baik, siansing. Terima kasih banyak, siansing."

Jawab sepasang suami-istri itu.

"Nah, cayhe permisi dulu."

Memangnya buat apa dia berlama-lama di sana? "Aih, siansing mengapa terburu-buru, ehm berapakah biaya yang harus kami bayar?"
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanya si nyonya.

"Ah, tidak perlu. Cayhe senang sudah sanggup membantu."

"Wah, jangan begitu siansing. Sebut saja harganya, mudah-mudahan kami sanggup membayar nya siansing. Jika kami belum sanggup, pasti akan kami carikan hutang untuk membayar."

"Sudahlan tuan dan nyonya, cayhe memang tidak pernah menerima uang. Hanya membantu orang saja."

Ia tersenyum kecut.1318

"Ah, kalau begitu kami tidak berani lancang memaksa."

Lalu Mey Lan membuka rak lagi dan mengeluarkan sebuah guci.

"Sudikah siansing menerima ini? Ini adalah arak yang paling terkenal dari kota Yan Sah. Namanya arak Hong Tong Ciu."

Tanpa perlu dijelaskan siapa-siapa, tentu Cio San tahu arak apa itu.

Bahkan ketika belum dikeluarkan dari rak pun, Cio San sudah mengendus baunya yang harum lembut bagai pewangi tubuh perempuan.

Khasiatnya jangan ditanya.

Selain berguna untuk menjaga kesehatan jalan darah, arak ini juga mengharumkan tubuh mereka yang meminumnya secara rutin.

Makanya arak ini disebut arak para dewa.

Sebuah arak yang sangat mahal dan langka! Emas dan uang pasti akan ia tolak.

Tapi tidak arak! "Ah baiklah.

Terima kasih banyak tuan dan nyonya."

Terimanya sambil tersenyum.

"Aih, kami yang sesungguhnya berterima kasih, siansing"

Kata mereka berdua.

"Eh, ngomong-ngomong apa yang membawa tuan dan nyonya kesini?"

Tiba-tiba pertnyaan itu timbul dihatinya lalu diutarakannya.1319

"Kami ingin melihat keramaian pemilihan Bu- lim Beng-Cu. Suami cayhe ini, memang snagat keranjingan ilmu silat. Bahkan dalam keadaan sakit pun, ia tetap mau pergi. Awalnya cayhe menolak, tapi setelah cayhe pikir-pikir, mungkin saja kami akan bertemu tabib-tabib sakti yang sanggup mengobati luka Bun-ko (kakak Bun)."

"Oh begitu. Baiklah cayhe mohon diri dulu. Terima kasih banyak atas araknya."

Ia tersenyum dan menjura.

"Terima kasih banyak siansing. Sampai berjumpa kembali. Dan terima kasih atas pertolongan nya."

"Sama-sama. Sampai jumpa."

Ia akhirnya pergi.

Ternyata pertemuan kembali dengan kekasih lamanya itu tidak semenyakitkan yang diperkirakan nya.

Kadang-kadang kita justru bahagia melihat kebahagiaan kekasih lama.

Kadang-kadang kita memang berharap yang terbaik bagi mereka.

Laki-laki yang tahu diri, memang adalah laki-laki yang merelakan kekasihnya pergi bersama orang lain yang1320 lebih baik.

Yang sanggup memberinya kebahagiaan lebih dari siapapun, bahkan lebih dari yang sanggup diberikannya sendiri.

Laki-laki memang harus seperti itu.

Dan Cio San adalah laki-laki.

Sekarang laki-laki itu berjalan dengan ringan karena ia merasa segala beban di hatinya telah terangkat.

Ia merasa telah memperbaiki seluruh kesalahannya.

Ia pun merasa Mey Lan telah berada dalam cinta laki-laki yang tepat.

Pria gagah yang tampan, dan juga punya penghidupan yang jelas.

Kereta mewah seperti tadi hanya sanggup dibeli oleh orang yang benar-benar punya banyak uang.

Kini ia berjalan kembali ke tempat rombongan Suma Sun berada.

Matahari sudah meninggi dan udara masih tetap sejuk.

Sepanjang jalan ia bertemu dengan orang-orang kang-ouw yang mendaki untuk sampai ke puncak Thay San.

Tak lama sampai lah ia di tempat rombongan Suma Sun.

Mereka ternyata belum pergi dari situ.

"Aih, Lie-ko. Kau kah yang melakukan perbuatan itu?"

Tanya Kao Ceng Lun begitu melihat kedatangan Lie Sat.

"Perbuatan apa?"1321

"Menyembuhkan banyak orang dari serangan racun."

Ia hanya tertawa dan mengangkat pundak.

"Hebat. Ternyata Lie-ko adalah seorang siansing. Wah, di tempat ini memang banyak sekali naga sembunyi, harimau mendekam."

Kata Kao Ceng Lun.

"Bagaimana keadaaan Suma-tayhiap?"

Tanya Cio San.

"Beliau sedang tidur. Itu di bawah pohon sana"

Katanya sambil menunjuk.

"Kao-enghiong mau ke mana?"

Tanya Cio San.

"Mandi biar segar"

Katanya sambil tersenyum lebar. Cio San tersenyum dan berjalan ke tempat Suma Sun tidur. Saat berjalan ke sana, ia bertemu Ang Lin Hua yang baru keluar dari warung. Sedikit mengangguk dan memberi salam.

"Selamat datang kembali, siansing"

Kata Ang Lin Hua menjura.

"Selamat bertemu kembali, Ang-liehiap"

Balas Cio San tersenyum pula.

"Di mana Luk tayhiap?"

"Beliau di dalam warung sedang sarapan."1322

"Oh"

Mereka berdua pun bergegas menuju tempat Suma Sun tidur. Ia tidur dengan pulas. Sepulas bayi yang baru saja menetek.

"Sepertinya sudah tak tertolong lagi ya?"

Tanya Ang Lin Hua sambil tersenyum kecut.

"Jika itu jalan pilihannya, ya sebagai sahabat kita tidak bisa menghalanginya"

Jawab Cio San.

Mereka lalu duduk di bawah pohon.

Selama beberapa hari ini, pekerjaan mereka memang hanya duduk di bawah pohon.

Kadang-kadang di dalam hidup ini, terdapat banyak hal yang tidak sanggup kita lakukan namun harus kita hadapi.

Kadang-kadang pula begitu banyak yang harus kita lakukan, dan begityu banyak yang harus kita hadapi.

Ada orang yang menghadapinya dengan penuh kecemasan dan rasa takut.

Ada orang yang menghadapinya dengan penuh keberanian dalam menghadapi tantangan.

Ada pula orang yang menghadapinya secara biasa-biasa saja.1323 Ang Lin Hua menghadapinya dengan penuh kecemasan.

Suma Sun menghadapinya dengan penuh gagah berani.

Cio San menghadapinya dengan biasa- biasa saja.

Semua orang berhak memilih jalan dan caranya sendiri-sendiri.

Kehidupan.

Begitu banyak yang tidak terjawab, begitu banyak rahasia.

Begitu banyak kenangan.

Ah, kenangan.

Begitu berarti, namun juga begitu tidak berarti.

Begitu berharga, namun begitu tak berguna.

Hal yang sering dilupakan manusia adalah kebahagiaan itu milik masa kini.

Bukan milik masa lalu, atau masa depan.

Jika tidak melakukan apa-apa untuk kebahagiaan masa kini, siapa yang menjamin kau akan bahagia di masa depan? Siapa yang menjamin sampai besok kau masih tetap hidup.

Berbahagialah untuk saat ini.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena kau tak akan tahu, apakah besok kau masih sanggup bernafas.

Suma Sun sudah bangun.

Sejak semalam ia telah puas tidur.1324

"Ah, kau"

Katanya melihat Cio San.

"Dilihat dari tampangmu. Sepertinya kau terbangun karena mencium bau arak ya?"

Canda Cio San.

"Bukannya bau arak itu berasal dari tubuhmu. Hanya gentong arak yang tubuhnya bau arak."

Balas Suma Sun.

"Hanya gentong arak pula yang bisa terbangun dari tidur pulas karena mencium bau arak"

"Kalau dua gentong arak sudah bertemu, apa gunanya bercakap-cakap? Bukankah lebih baik segera buka gucinya, dan menuangkan araknya?"

"Lama-lama kau seperti Cukat Tong."

Kata Cio San.

"Menjadi Cukat Tong juga tak ada ruginya."

"Apalagi menjadi Suma Sun."

"Betapa hebatnya Cukat Tong dan Suma Sun, toh hidup mereka bakalan sepi tanpa Cio San."

Balas Suma Sun.

Dan mereka berdua tertawa.

Tinggalah Ang Lin Hua yang bingung.1325 Tapi dia berotak cerdas, dan segera bisa memahami situasi.

Cara bicaranya, cara bercandanya, keakrabannya, orang ini tidak lain dan tidak bukan adalah kaucunya! Baru saja ia akan menjura, tapi sudah dipotong Cio San.

"Sudahlah, harap rahasiakan"

Katanya sambil berbisik.

Ang Lin Hua pun hanya bisa mengangguk- angguk sambil tersenyum.

Kao Ceng Lun dan Luk Ping Hoo pun sudah bergabung.

Guci arak dibuka dan baunya semerbak.

Lima orang di bawah pohon menikmati seguci arak paling enak sedunia.

Mereka minum sampai tengah hari lalu melanjutkan perjalan ke puncak Thay San.

Kira-kira masih ada dua hari lagi baru mereka bisa sampai ke puncak.

Perjalanan tidak mereka lakukan dengan buru-buru.

Pemandangan indah di Thay San ini terlalu indah untuk dilewatkan.

Sepanjang perjalanan pun meeka bertemu dengan berbagai rombongan.

Ada rombongan Bu-Tong Pai yang dipimpin oleh Beng Liong pula.1326 Rombongan ini terdiri dari sebuah kereta kuda, dan 10 orang murid berkuda.

Beng Liong berada di barisan paling depan memipin perjalanan ini.

Wajahnya bersinar berseri-seri.

Ketampanan wajahnya yang sudah sangat terkenal malah terlihat semakin tampan.

Harum tubuhnya semakin mewangi saat ia berkeringat tertimpa cahaya matahari.

Perempuan mana saja akan menyerahkan jiwa raga jika Beng Liong tersenyum sekali saja padanya.

"Bu-Tong Pai Beng-enghiong (Pendekar Beng dari Bu-Tong Pai) memang tampan seperti berita yang kita dengar"

Kata Kao Ceng Lun.

"Orang buta seperti aku pun mengakui jika ia tampan"

Kata Suma Sun sambil tertawa. Semua menimpali sambil tertawa.

"Menurut Suma-tayhiap, bagaimana ilmu silatnya?"

Tanya Kao Ceng Lun.

"Aku belum pernah melihat ia bertarung"

Kata Suma Sun "Oooo."

"Ya, bagaimana aku bisa melihat? Kan aku buta"1327 Semua orang tertawa.

"Coba kau tanyakan Lie-siansing"

Cio San kini sudah disebut sebagai siansing pula oleh Suma Sun. Perbuatannya semalam rupanya sudah menyebar ke seluruh orang yang berada di Thay San ini.

"Siansing pernah melihatnya bertarung?"

"Pernah"

Jawab Cio San "Bagaimana menurut siansing?"

"Harap jangan panggil aku siansing. Aku merasa seperti orang tua"

Katanya sambil tertawa.

"Panggil aku koko saja"

"Baiklah Lie-ko. Nah bagaimana ilmu silat Beng- enghiong menurut Lie-ko?"

"Menurutku, Beng Liong adalah salah seorang pendekar muda paling hebat pada jamannya."

"Jika diadu dengan Cio San kaucu dari Mo Kauw, kira-kira siapa yang lebih unggul?"

Keempat orang itu tertawa.

"Kenapa tuan-tuan tertawa?"

Tanya Kao Ceng Lun bingung.1328

"Kalau perkara silat sih, aku kurang tahu"

Kata Suma Sun "Tapi kalau perkara minum arak, aku yakin Cio San yang menang. Bahkan jika air laut menjadi arak, aku yakin keparat satu itu akan sanggup menghabiskannya"

Ia tertawa terbahak-bahak. Lie Sat pun tertawa. Hanya Ang Lin Hua yang tidak senang.

"Menurutku tentu saja kaucu kami yang lebih unggul. Ilmu beliau bermacam-macam. Pemahaman beliau pun mendalam. Sedangkan Beng-enghiong itu hanya paham ilmu-ilmu Bu-Tong Pai."

"Menurutku malah Ang-siocia keliru."

Sanggah Cio San.

"Orang yang ilmunya banyak belum tentu lebih unggul dari orang yang ilmunya cuma satu saja. Karena orang yang ilmunya banyak, pikirannya akan bercabang. Melatih jurusnya pun tidak akan sepenuhnya, karena ia pemahamannya pun berkembang ke mana-mana. Orang yang hanya memahami satu ilmu saja, akan sanggup mencapai tahap yang sangat tinggi, karena seluruh pemikiran, kemampuan, dan pemusatan pikirannya hanya mengacu ke satu ilmu saja. Karena itulah ilmunya akan mencapai tahap yang tinggi sekali"

Jelas Cio San.1329

"Hmmm, masuk akal juga"

Kata Ang Lin Hua.

"Ambil contoh, Suma tayhiap ini. Ilmu pedangnya cuma satu. Tapi Suma tayhiap telah mencapai kesempurnaan tertinggi. Itu karena ia melatih satu ilmu itu dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati."

Jelas Cio San lagi.

"Betul"

Suma Sun mengangguk menimpali.

Kao Ceng Lun juga manggut-manggut.

Pemahaman baru ini nampaknya membuatnya semakin bersemangat dalam ilmu silat.

Selama ini ia berpikir, semakin banyak ilmu, akan semakin tinggi pula ilmu silat seseorang.

Ternyata, memusatkan diri pada suatu ilmu saja, tetap akan membuat seseorang mencapai puncak tertinggi ilmu silat.

Dalam hati, ia memutuskan untuk lebih giat berlatih mematangkan ilmunya sendiri.

Perjalanan dari tengah hari itu mereka lakukan hingga hari menjelang sore dan langit mulai gelap.

Mereka memutuskan untuk berhenti dan beristirahat.

Tempat yang mereka pilih adalah sebuah tempat yang sepi dan banyak pohon rindang.

Di Thay san ini, walaupun dipenuhi puluhan ribu orang Kang-ouw, tetap saja tersedia tempat sepi bagi mereka yang ingin1330 beristirahat.

Memang gunung ini sangat luas, dan megah.

Sambil beristirahat, mereka menikmati makan malam yang sebelumnya mereka beli di warung sebagai bekal.

Arak dewa tadi sudah habis, sehingga mereka terpaksa menikmati arak kampung buatan warung.

Tapi rasanya enak juga.

Di suasana pegunungan yang indah dan sepi seperti ini, makanan dan minuman apapun akan terasa enak.

Sampai tengah malam mereka masih mengobrol dan bercanda.

Luk Ping Hoo menceritakan pengalaman-pengalamannya dan sejarah dunia persilatan.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebagai orang paling sepuh dalam rombongan itu, beliau memang yang paling banyak diam.

Tapi juga yang paling banyak tertawa mendengar gurauan teman serombongannya.

Orang tua di mana-mana memang sama saja.

Selalu tersenyum bahagia melihat semangat anak muda.

Tapi jauh di lubuk hati mereka, mereka sesungguhnya bersedih.

Karena merasa sudah kehilangan semangat itu.

Ang Lin Hua sudah tidur duluan.

Pendekar wanita seperti dirinya sudah terbiasa tidur di mana saja.

Satu persatu yang lain pun tertidur.

Luk Ping Hoo,1331 Cio San dan Suma Sun perlahan-lahan tertidur.

Hanya Kao Ceng Lun yang masih bertahan belum tidur.

Tapi karena bosan sendirian, akhirnya ia tertidur juga.

Menjelang shubuh, sesosok bayangan muncul di tempat yang sepi itu.

Gerakannya lincah dan sangat ringan.

Tapi seringan apapun langkah seorang manusia, tetap tak bisa menghindar dari telinga Suma Sun.

Maka Suma Sun telah terbangun.

Ia bisa tertidur dengan sangat pulas.

Namun bisa juga terbangun seperti tidak pernah tertidur.

Cio San juga sudah terbangun.

Telinga kedua manusia ini begitu menakutkan.

Si bayangan itu pun tersentak kaget.

Tidak menyangka kedua orang yang ia sangka sudah tertidur itu kini malah sudah bangun dan berdiri di hadapannya.

"Salam nona."

Lie Sat mengenalnya. Nona ini adalah anak dari Kim tayhiap.

"Eh, tuan ada di sini? Apakah tuan sahabat Suma tayhiap?"

"Benar."1332

"Heh? Lalu kenapa tuan menolong ayahku?"

Tanyanya. Tajam sekali pertanyaannya.

"Karena jika tidak kutolong, tentu sahabatku Suma Sun yang akan menyalahkanku."

"Ah."

Rupanya si nona puas akan jawaban itu. Sedikit banyak dia memang sudah mengerti sifat para dewa pedang.

"Apa yang membawa nona kesini?"

Tanya Suma Sun.

"Ehm Lie-siansing belum cerita kepada tayhiap?"

Si nona malah balik bertanya. Suma Sun dan Cio San sama-sama menggeleng.

"Bisakah kita pindah ke tempat yang lebih sepi?"

Tanya si nona. Ia melihat ketiga anggota rombongan yang lain sudah terbangun. Suma Sun mengangguk. Segera ia berkelebat dan menghilang dari situ. Si nona juga sudah berkelebat. Hanya Lie Sat yang tinggal.

"Kau tidak ikut?"

Terdengar suara Suma Sun. Ia baru bergerak beberapa detik yang lalu, tapi suaranya terdengar sudah jauh sekali.

"Memangnya siapa yang perduli urusanmu?"

Kata Cio San sambil tertawa.1333 Dalam hati ia berkata.

"Bertemu perempuan segalak itu cukup satu kali"

Di dunia ini memang yang paling sial adalah bertemu perempuan galak.

Yang lebih sial adalah bertemu perempuan buruk rupa yang galak.

Yang lebih sial lagi adalah bertemu dua perempuan buruk rupa yang galak sekaligus.

Untunglah Cio san belum pernah sesial itu.

Dalam hati ia berdoa agar dijauhkan dari hal yang demikian.

"Siapa nona itu?"

Tanya Ang Lin Hua "Putri dari Kim-tayhiap."

"Mau apa dia kemari?"

"Eh, kau cemburu ya?? untunglah kata-kata itu diucapkan Cio San dalam hati. Walaupun cukup berani menantang macan, ia masih harus berpikir dua kali untuk menggoda Ang Lin Hua.

"Kurang tau"

Jawabnya sambil tersenyum.

"Mungkin mewakili ayahnya untuk menyampaikan pesan."

Ang Lin Hua mengangguk-angguk.1334

"Kembalilah tidur nona. Urusan ini bukan urusan kita."

Kali ini Luk Ping Hoo yang berkata. Mendengar ucapan orang tua yang bijak dan berwibawa itu, Ang Lin Hua mengangguk dan kembali tidur. Kao Ceng Lun pun kembali tidur. Tak berapa lama Suma Sun sudah kembali.

"Bagaimana?"

Tanya Cio San.

"Kenapa kau tidak cerita?"

Tanyanya.

"Karena nona itu sendiri yang memintaku untuk merahasiakannya. Dan karena aku tahu, walaupun aku mengatakannya kau tak akan mau menunda pertarungan itu."

Suma Sun tersenyum puas.

Laki-laki jika merasa telah dimengerti oleh sahabatnya, akan tersenyum seperti ini.

Senyum itu berarti bahwa ia sendiri tak salah memilih teman.

Teman yang tidak menceritakan rahasia orang lain kepadamu, adalah teman yang tidak mencerita kan rahasiamu kepada orang lain.

"Nona itu menceritakan semuanya kepadamu?"1335

"Ia hanya menceritakan bahwa ayahnya terkena serangan salah satu dari ribuan jarum beracun. Dan meminta agar pertandingan ini diundur."

"Kau menolak diundur karena kau tahu, itu bukan keinginan Kim-tayhiap sendiri bukan? Dan kau pun tahu, jika kau memundurkannya karena hal ini justru Kim-tayhiap yang akan kehilangan muka, bukan?"

Suma Sun tersenyum.

"tepat!"

Ia sendiri tidak ada kemungkinan menang. Tapi ia menolak mengundurkan pertarungan guna menjaga muka lawannya. Orang seperti itu adalah manusia langka. Dan memang hanya manusia-manusia seperti ini yang mampu mencapai taraf dewa pedang.

"Kau tidak curiga bagaimana Kim-tayhiap terkena racun?"

Tanya Cio San "Tentu saja curiga. Kau saja bisa selamat dari jarum itu, kenapa beliau tidak"

"Benar. Berhubung kau pun sudah mengerti masalah ini. Lebih baik ku ceritakan saja kecurigaan ku."

Suma Sun mengangguk.1336

"Ketika aku pertama kali memasuki tendanya, aku melihat seorang anak buahnya yang mati terkena racun. Sekali pandang aku tahu, ia bukan mati karena racun jarum itu, melainkan karena sabetan pedang di tenggorokannya."

Kata Cio San. Lanjutnya.

"Awalnya kupikir ia dibunuh adalah untuk membantunya agar cepat meninggal. Racun itu begitu menyakitkan sehingga mungkin seseorang menyabet tenggorokan nya agar membuatnya cepat mati dan tidak begitu menderita."

"Tapi begitu aku masuk ke dalam bilik kamar Kim-tayhiap dan melihat bahwa beliu keracunan, aku curiga bahwa si anak buah yang mati itu lah pelaku sebenarnya yang meracuni Kim-tayhiap. Kecurigaanku semakin terbukti ketika setelah ku periksa, racunnya ternyata tidak sama dengan racun yang melukai puluhan orang di depan."

"Oh jadi kejadiannya adalah, seseorang menyamar atau menyusup menjadi anak buah Kim- tayhiap lalu menyerangnya secara membokong saat ia sibuk dengan ribuan jarum beracun itu?"

Kali ini Suma Sun yang berkata.

"Tepat. Mungkin begitulah kira-kira kejadiannya"1337

"Begitu liciknya ia menyusup di antara keributan itu. Cerdas dan licin. Pintar sekali mencari kesempatan dalam kesempitan."

Kata Suma Sun, lalu ia melanjutkan.

"Hanya ada satu orang yang bisa memikirkan hal demikan, bukan?"

"Hanya ada satu orang"

Tak terasa mereka bergidik.1338 Bab 66 Hati Pedang "Aku harus segera berlatih"

Kata Suma Sun.

"Berlatih?"

"Ya"
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia pergi sambil tersenyum.

Menenteng pedangnya dan hilang di balik kegelapan malam.

Heran.

Saat posisinya dulu kalah unggul dengan Kim-tayhiap ia malah mabuk-mabukan.

Kini saat posisinya lebih unggul, ia malah berlatih.

Karena tak tahu apa yang harus ia lakukan, Cio San pergi tidur.

Saat terang tanah, ia bangun.

Sejak tadi telinganya sudah mendengar suara pertempuran.

Ia tahu itu hanya berupa latihan biasa.

Luk Ping Hoo, Ang Lin Hua, dan Kao Ceng Lung sedang berlatih bersama- sama.

Memang jika ahli silat berkumpul, hal yang paling menarik bagi mereka adalah adu jotos.

Melihat latihan ini Cio San kagum juga.

Luk Ping Hoo yang sudah tua, tidak kehilangan tenaga dan1339 kelincahannya.

Ang Lin Hua mengalami banyak sekali kemajuan, dan Kao Ceng Lun memang memiliki bakat yang sangat besar.

Mereka bertiga saling menyerang satu sama lain, sehingga pertempuran ini terasa lucu.

Kadang Ang Lin Hua bahu-membahu dengan Kao Ceng Lun menyerang Luk Ping Hoo.

Kadang malah membantu Luk Ping Hoo menempur Kao Ceng Lun.

Kadang juga justru Kao Ceng Lun dan Luk Ping Hoo yang menyerang Ang Lin Hua.

Latihan ini walaupun terlihat aneh, tentulah sulit untuk dilakukan.

Karena kau tak akan tahu siapa kawan dan lawan.

Detik ini ia membantumu, detik berikutnya ia malah menyerangmu.

Dibutuhkan pemusatan pikiran yang tinggi, serta kemampuan membaca situasi.

Harus juga menguasai segala perubahan jurus.

"Lie-ko, ayo bergabung"

Kata Kao Ceng Lun. Kata-kata itu cuma 4 atau 5 kata, tapi ia keluarkan sambil memukulkan 10 sampai 15 tinjunya. Kecepatan pukulan tangan kosong keluarga Kao memang bukan omong kosong.

"Terima kasih, tapi, tidak, terima kasih"

Kata Cio San sambil tersenyum.

"Biar ku jenguk Suma-tayhiap dulu."1340 Segera ia bergegas ke arah Suma Sun pergi semalam. Dengan menggunakan ginkangnya, tak lama kemudian ia sudah menemukan Suma Sun. Pendekar pedang itu sedang duduk di sebuah batu besar. Tangan kanannya mengancungkan pedang setinggi dada. Kakinya bersila, dan matanya terpejam. Karena sungkan mengganggu, Cio San duduk di sebuah pojokkan tebing, agak sedikit jauh dari Suma Sun. Agak lama baru Suma Sun menurunkan pedang nya, dan membuka matanya.

"Sejak kapan kau berlatih seperti tadi?"

Tanya Cio San.

"Sejak semalam"

"Jadi sejak mulai latihan sampai sekarang, kau hanya begitu saja?"

Suma Sun mengangguk. Cio San lama berpikir. Lalu berkata "Kau ingin merasakan gerakan angin, ya?"

"Kau cerdas"

Kata Suma Sun sambil tersenyum.

Setiap hembusan angin yang datang padanya akan dihadapinya dengan gerakan.

Tapi ia tidak melakukan gerakan itu, ia hanya membayangkan1341 gerakan itu di dalam benaknya.

Karena membuat gerakan dan membuat jurus akan membatasi perubahan-perubahan.

Dan juga menghabiskan tenaga.

Begitu hematnya ia kepada tenaganya, bahkan untuk latihan saja ia tidak mempergunakan tenaga itu! "Mau kah kau berlatih denganku?"

Tanya Suma Sun.

"Tentu saja."

"Mari sini duduk di hadapanku."

Cio San pun duduk bersila di depan Suma Sun.

"Kau hafal jurus pedang nyonya muda keluarga Kim yang ku lawan beberapa hari yang lalu?"

"Aku tidak hafal. Tapi aku bisa memainkan jurusnya."

Kata Cio San.

"Hahaha. Kau memang manusia yang menakutkan."

"Nah, mari kita bErtarung. Kau tahu pertarungan macam apa yang aku inginkan bukan?"

Cio San diam sebentar, lalu tersenyum dan berkata.

"Tentu."

Dan mereka bertarung.1342 Siapapun yang memandang pertarungan mereka akan melongo.

Siapapun yang menyaksikan pertandingan mungkin tak akan percaya dengan pandangan matanya sendiri.

Karena pada hakekatnya mereka tidak bertarung.

Mereka hanya saling memandang.

Pertarungan dilakukan hanya melalui tatapan mata.

Saling memandang dan membayangkan apa yang dilakukan lawan.

Dalam benak masing-masing, lawan dihadapannya sedang melancarkan jurus silat terhebat yang harus dihadapi pula dengan kemampuan tertinggi diri sendiri.

Mereka saling membaca jurus dari padangan mata, dari sedikit gerak bahu, dari raut wajah, dan bahkan membaca jurus melalui hembusan nafas.

Pedangmu kesini, aku menghindar kesini.

Langkah kakimu kesini, aku menendang kesana.

Pukulanmu kutangkis, lalu aku maju ke depan.

Di dunia ini tidak ada pertarungan sehebat ini.

Walaupun Sum Sun buta, Cio San tetap bisa membaca matanya.

Karena bola matanya pun bergerak1343 mengikuti serangannya.

Pergerakan yang amat sangat tidak terlihat, namun mampu ditangkapnya.

Dan Suma Sun sendiri, walaupun buta, juga sanggup menangkap arah gerakan Cio San melalui hembusan nafasnya.

Pertarungan dahsyat yang terjadi di benak masing-masing.

Menyerang tanpa mengeluarkan jurus.

Bisa dibayangkan betapa tingginya ilmu kedua orang ini.

Masing-masing memasuki alam pemikiran lawan, dan bertarung di sana! Seperti bermain catur tanpa papan dan bidak catur.

Seperti bermain musik tanpa alat musik.

Semua berlangsung di benak masing-masing.

Dunia memang dipenuhi oleh cerita-cerita menakjubkan seperti pemusik tuli yang mampu menciptakan musik menakjubkan.

Aku pelukis buta yang mampu melukis dengan warna warna indah.

Dan kini dunia mempersembahkan pertarungan ahli silat kelas tinggi yang bergebrak tanpa bergerak! Pertarungan ini pun berlangsung lama.

Masing- masing pihak sudah berkeringat dengan deras.

Pertarungan seperti ini nampaknya lebih menguras1344 tenaga ketimbang pertarungan silat apapun di manapun.

"Wah, jurus apa itu?"

Tanya Suma Sun. Padahal tidak ada satu pun gerakan yang mereka buat. Cio San tidak berkata apa-apa. Ia sedang memusatkan pikirannya. Dari sini bisa dilihat bahwa dalam ilmu pedang, Suma Sun masih setingkat lebih tinggi.

"Hebat"

Suma Sun bergumam.

Cio San masih diam.

Ia merasa sangat terganggu dengan ucapan-ucapan Suma Sun.

Maka ia kemudian menutup jalan pendengarannya.

Dunia kini sunyi baginya.

Justru dengan begitu ia mampu mengatur lagi serangan-serangannya.

Entah kata-kata apa yang diucapkan Suma Sun.

Tapi si pendekar pedang ini rupanya sadar bahwa Cio San telah mengunci jalan pendengarannya sehingga Suma Sun akhirnya memilih diam.

Sesungguhnya jurus yang Cio San gunakan adalah jurus pedang dari pendekar kelana Can Li Hoa yang dipelajarinya di hutan bambu.1345 Jurus-jurus yang amat dahsyat jika diperagakan.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi justru menjadi lebih dahsyat ketika hanya dibayangkan.

Suma Sun mulai kesulitan.

Jurus pedang ini aneh dan tak masuk akal baginya.

Walaupun memiliki inti yang sama dengan jurus pedangnya sendiri, jurus pedang yang dilancarkan lawannya itu benar-benar terbalik dengan pakem jurus yang ada.

Jika gerakan seharusnya menikam, maka gerakannya malah menarik pedang.

Jika gerakan harus mundur, ia malah maju.

Jika harus menangkis, ia malah menyerang.

Justru dengan gaya jurus terbalik ini, mampu menghancurkan segala aturan jurus-jurus pedang yang ada.

Jurus Suma Sun yang sangat efektif dan hanya mengandalkan sebuah serangan utama, tanpa tipuan dan gerakan hiasan, menemui lawan seimbang dalam ilmu pedang yang dilancarkan Cio San ini.

Sampai pada tahap ini, tingkat kedua orang ini menjadi sama! Seri! Kedua orang itu masih duduk berhadap- hadapan.

Keringat membanjiri pakaian mereka.

Tubuh1346 mereka masih di sana, tetapi benak, jiwa, dan pikiran mereka sedang melanglang ke sebuah arena pertempuran di bawah alam sadar mereka.

Pertempuran benak ini masih terus berlangsung.

Pedang Cio san telah mengurung Suma Sun.

Jika dewa pedang lain memiliki jurus pedang seperti hujan lebat atau curahan air terjun yang dahsyat menghantam dan mengguyur bumi, jurus pedang yang dilancarkan Cio San malah sebaliknya.

Ringan, dan terasa tanpa beban.

Datangnya pun satu-satu.

Tapi yang satu-satu ini justru mengurung Suma Sun sehingga ia tak lagi memiliki tempat untuk menghindar.

Suma Sun pun hanya mampu bergerak sekedarnya agar pedang Cio san tidak mengambil nyawanya.

Jurus pedang yang aneh itu telah membuat begitu banyak luka di tubuhnya.

Kali ini pedang Cio San sudah dekat sekali dengan tenggorokannya.

Bukannya mundur, ia malah maju.

Kaget dengan gerakan Suma Sun, pedang Cio San agak meleset sedikit.

Tentu saja ia tidak ingin membunuh temannya.

Walaupun ini hanya1347 pertempuran yang terjadi di dalam benak masing- masing, tentu ia tak ingin membunuh musuhnya.

Oleh karena itu gerakan pedang Cio San terhenti sejenak.

Yang sejenak itu sudah cukup bagi Suma Sun.

segera pedangnya berkelebat, dan dahi Cio San pun tertusuk pedang.

Lalu mereka tersadar! Keringat sudah mengalir deras, dan tenaga pun terkuras.

Ini pertarungan terdahsyat yang pernah dialami oleh kedua orang ini.

Cio San tertawa.

Akhirnya ia mengerti perkataan Pendekar Pedang Kelana, bahwa ia tak akan menang melawan Suma Sun.

Karena Suma Sun selalu mempunyai cara untuk membunuh orang.

Walaupun ilmu pedangnya kalah tingkat dari ilmu lawannya.

Mau tidak mau ia akhirnya berbesar hati menatap pertarungan Suma Sun dengan Kim-tayhiap nanti.

Masih ada harapan, masih ada kemungkinan untuk menang!1348

"Terima kasih, itu tadi ilmu pedang yang sungguh hebat"

Kata Suma Sun.

"Jauh lebih hebat ketimbang ilmu pedang Kim-tayhiap"

"Tentu saja. Itu adalah ilmu milik Pendekar Pedang Kelana"

Kata Cio San. Mata Suma Sun terbelalak. Ia lalu bersujud. Tentu saja Cio San segera mencegahnya, tapi terlambat.

"Terima kasih telah memperlihatkannya kepadaku. Hidupku sekarang sudah terpuaskan. Melihat ilmu pedang itu sudah membuatku merasa tercerahkan."

Ia berkata begitu sambil berkaca-kaca. Dewa pedang yang dulu begitu dingin itu, kini begitu hangat oleh perasaan-perasaan manusiawi.

"Pendekar Pedang Kelana, menitipkan jurus pedang ini kepadaku. Jika ada murid yang pantas, aku boleh menurunkan ilmu ini kepadanya"

Suma Sun diam. Cio San pun diam. Lalu Cio San berkata.

"Tapi aku tahu aku tidak mungkin menurunkan ilmu ini kepadamu, karena pasti akan membuat ilmu pedangmu sendiri terganggu."1349 Suma Sun tersenyum. Jika dalam pertarungan bayangan saja mereka sudah saling mengerti, apalagi terhadap hal-hal yang menyangkut perasaan dan harga diri satu sama lain.

"Mari istirahat."

Sambil menikmati buah-buahan yang ada di sekitar situ mereka mengobrol dan membicarakan banyak hal.

"Aku sampai sekarang belum mengerti alasanmu mabuk-mabukan tempo hari."

Kata Cio San.

"Kau tentu paham jika aku sudah kalah pengalaman dan kalah ilmu dari Kim-tayhiap."

Jelas Suma Sun, lalu melanjutkan "Jika aku memikirkan hal untuk melawan kekuranganku itu, malah akan membuatku semakin kalah."

"Oleh sebab itu aku memilih berbahagia. Dengan orang-orang terdekatku. Aku memilih menjalani masa kini, dan menghilangkan ketakutan- ketakutan akan masa depan. Dengan berbahagia, pikiran jadi terang. Hati jadi lapang. Dengan begitu jiwaku menjadi lebih siap dalam menghadapi pertarungan. Apapun hasilnya akan ku hadapi. Kalah ya kalah, mati ya mati. Tapi hasil1350 itu baru ditentukan beberapa hari lagi. Hari ini? Hari ini aku ingin berbahagia. Ingin menjalani hidup yang lebih hidup. Jadi aku mengorbankan tenaga dengan minum arak. Tetapi hasilnya, aku mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan ini menjadi modal bagi jiwaku untuk menghadapi pertarungan nanti."

Orang yang bahagia, matanya menjadi terang dan jiwanya bercahaya. Pikirannya tajam, dan pemahamannya jernih. Mendengar itu Cio San menggut-manggut.

"Aku selalu percaya padamu, kepada apapun yang kau lakukan. Aku yakin kau akan mampu mengalahkan Kim-tayhiap. Kau selalu menemukan cara untuk mengalahkan lawan yang jauh lebih kuat dan lebih unggul darimu."

"Aha, kau lupa satu hal. Kim-tayhiap itu adalah dewa pedang. Tentunya ia pun mempunyai kelebihan itu."

Cio San tercekat.

Betul juga.

Entah mengapa pikirannya jarang bisa jernih jika menyangkut keselamatan orang-orang terdekat1351 nya.

Padahal ia memiliki kemampuan yang hebat dalam membaca situasi dan mencerna makna-makna.

Sayangnya jika menyangkut orang-orang yang dekat dengan dirinya, ia selalu gagal untuk tidak melibatkan perasaan.

Kadang-kadang perasaan memang selalu mampu menguasai akal.

"Sudahlah jangan pikirkan pertandingan itu. Biarkan ini menjadi urusanku semata. Yang ingin kutanyakan, apakah kau sudah memiliki rencana mengalahkan si otak besar?"

"Sudah?"

"Apa itu?"

"Jangan sampai jabatan Bu-lim Beng-Cu jatuh ke tangannya. Oleh karena itu kita harus berusaha agar jabatan itu benar-benar jatuh ke tangan orang yang bersih dan terpercaya"

"Setahuku orang yang bersih dan terpercaya cuma kau."

Tukas Suma Sun sambil tersenyum.

"Aku tidak memiliki kemampuan dan wibawa dalam memimpin. Tapi aku kenal satu orang yang punya"

"Siapa?"1352

"Beng Liong"

"Maksudmu kita harus mendukung dia?"

"Benar. Segala cara harus kita lakukan agar dia yang menjadi Bu-lim Beng-Cu. Dengan begitu, kita sudah menang satu langkah dari si otak besar."

"Kenapa bukan kau saja yang jadi Beng-Cu?"

"Kau lupa? Aku kan sudah jadi buronan seluruh Kang-ouw. Begitu ketahuan, pasti kepalaku segera dipenggal. Lagian, ilmu silat Beng Liong juga sudah mencapai taraf yang sangat tinggi. Ia pun berasal dari partai yang lurus. Walaupun Ciangbunjin nya terlibat dengan si otak besar, aku yakin partai Bu-Tong Pai masih merupakan partai yang lurus."

"Baiklah. Bagaimana cara kita mendukungnya?"

"Kita harus mengikuti pertandingan perebutan Bu-lim Beng-Cu itu. Menghalau siapa saja yang mencoba memperebutkannya. Gunanya untuk memuluskan langkan Beng Liong menjadi Beng-Cu."

"Aku setuju. Tapi malam sebelum pertandingan perebutan itu, aku kan masih harus bertarung melawan Kim-tayhiap. Aku masih belum bisa memastikan apakah aku bisa keluar dengan selamat atau tidak."1353 Cio San tidak bisa berkata apa-apa. Suma Sun tetap tersenyum dengan ringan.

"Ayo pulang"

Katanya sambil menepuk pundak Cio San.

Mereka pun pergi.

Tak jauh dari sana.

Di kegelapan pepohonan hutan yang lebat.

Seseorang tersenyum.

Senyum yang sungguh menakutkan.1354 Bab 67 Kejadian-Kejadian Bayangan hutan yang gelap.

Tapi bayangan orang ini terasa lebih gelap lagi.

Kekelaman jiwanya bahkan jauh lebih gelap daripada malam.

Semua itu terlihat dari sinar wajahnya.

Sinar kegelapan! Jika ada cahaya yang bersinar namun sinarnya membuat sekelilingnya terasa gelap, itulah cahaya sinar matanya.

Siapa pun yang dipandangnya akan merasa terlempar ke dalam jurang paling gelap di sudut bumi.

Senyumnya.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jika ular beracun bisa tersenyum, tentulah senyumnya akan seperti senyum orang ini.

Orang lain membunuh dengan pedang, namun ia bisa membunuhmu cukup dengan senyumannya.

Dengan perlahan ia mengeluarkan secarik kertas dari balik bajunya, Lalu ia menulis.

Tulisan1355 huruf-hurufnya walau jelas dan mudah dibaca, terasa kacau dan tak teratur.

Bunuh Beng Liong.

Sebelum pertarungan antara Suma Sun dengan Kim Sin Kiam, Beng Liong harus mati.

Gunakan racun.

Jika gagal, kirim pendekar paling hebat.

Jika gagal, gunakan perempuan.

Jika gagal lagi, aku sendiri yang akan turun tangan.

Jati diri tabib Lie Sat yang mencurigakan juga sudah ku ketahui.

Ia adalah Cio San.

Segera bongkar kedoknya saat pertarungan dua dewa pedang itu selesai.

Surat itu dilipatnya dengan rapih.

Lalu ia bersiul.

Sebuah siulan yang lirih dan nyaris tak terdengar.

Tak lama kemudian seekor burung merpati datang dan hinggap di lengannya.

Ia lalu mengikatkan surat itu di kaki burung tersebut, dan membiarkannya terbang tinggi.

Ia diam sejenak memandang sampai burung itu menghilang dari pandangan matanya.

Lalu ia pun1356 menghilang dari situ.

Tak ada yang tahu kapan ia bergerak.

*** Cio San dan Suma Sun sudah kembali.

Ang Lin Hua, Kao Ceng Lun, dan Luk Ping Hoo ternyata sudah selesai latihan pula.

Melihat kedatangan kedua orang ini, mereka tersenyum.

Senang rasanya melihat Suma Sun sudah kembali berlatih.

Bayangan wajah pemabuk yang kemarin hadir di wajahnya kini telah sirna.

Berganti dengan bayangan seorang pendekar gagah yang telah siap bertempur.

Pencerahan datang kepada manusia dengan tiba-tiba dan tak disangka-sangka.

Sepertinya begitu mudah dan begitu gampang.

Tapi sebelum pencerahan itu datang kepada seseorang, orang itu haruslah mengalami penderitaan yang dalam, serta perjuangan yang berat.

Orang yang telah mencapai pencerahan, adalah orang yang dulu batinnya terluka, jiwanya menangis, dan hatinya tersakiti.

Atau orang yang dulunya terhina1357 dan ditertawakan.

Orang-orang seperti ini jika bangkit, akan menjadi orang-orang besar yang mengagumkan.

Tapi siapa pun engkau, kau harus bisa menerima penderitaan besar sebelum mendapatkan pencerahan.

Mungkin karena itu pulalah Suma Sun membiar kan dirinya terlena dan bermabuk-mabukkan.

Hingga hampir semua orang menertawakan dirinya.

Hingga kawan-kawannya kehilangan kepercayaan padanya.

Tiada seorang pun berani menertawakan dewa.

Jika dewa ditertawakan, maka penderitaanya itu jauh lebih besar daripada kematianya.

Istilah laki-laki boleh dibunuh, tapi tidak boleh dihina nampaknya mereka pegang sungguh-sungguh.

Martabat Suma Sun sudah jatuh saat ia terlihat mabuk-mabukkan dan berpesta pora.

Ia tidak lagi dianggap dewa kematian yang menakutkan.

Tetapi hanya sebagai manusia penakut yang patut dikasihani.

Manusia yang lari kepada arak, saat jalan di depan terlihat buntu.

Entah bagaimana Suma Sun bisa mengalaminya.

Cio San sendiri menduga itu adalah siasat Suma Sun dalam menghadapi pertarungan.

Tapi Cio San1358 sendiri tak pernah menyangka bahwa Suma Sun sengaja menghancurkan diri sendiri, untuk kemudian membangun jiwa yang lebih kuat dan lebih tangguh.

Ujaran kuno berkata.

"Kadang-kadang dalam membangun bangunan yang kokoh, kau harus menghancurkan bangunan yang lama."

Cio San pernah mendengar ujaran itu dari ayahnya.

Tetapi melihat seseorang merusak diri sendiri untuk kembali bangkit sebagai manusia yang baru dan lebih tangguh, baru kali ini dialaminya.

Kini Suma Sun benar-benar terlihat sebagai manusia baru.

Dan terasa jauh lebih menakutkan dari sebelumnya.

Padahal ia kini telah menjadi seseorang yang hangat dan bersahabat.

Tapi Cio San merasa justru Suma Sun terasa lebih menakutkan.

"Mari sarapan dulu"

Kata Ang Lin Hua.

Bau kambing gunung yang dibakar memang sejak tadi memenuhi tempat itu.

Sahabat, makanan, dan arak.1359 Tiga hal yang tak akan pernah dilewatkan Cio San.

Dan rupanya teman-temannya pun memiliki pendirian yang sama.

*** Siang hari.

Beng Liong paling suka jika selesai latihan, ia duduk di bawah pohon sambil menikmati ikan panggang.

Ia memang suka ikan panggang.

Dan sungai kecil di Thay San ini penuh dengan ikan-ikan kegemarannya.

Bagian atas tubuhnya masih belum ia tutupi.

Dadanya yang bidang tegap berkeringat.

Keringatnya sangat harum sampai-sampai orang mengira keringat nya itu adalah minyak pewangi.

Ia telah keluar dari sungai, dan telah memperoleh sejumlah tangkapan.

Api bakaran sudah dipersiapkannya sebelum tadi turun ke sungai.

Tak berapa lama ia menanti, panggangannya sudah selesai.

Semerbak harum ikan membuatnya tersenyum.1360 Betapa nikmat menikmati makanan seperti ini di alam terbuka! Sesuatu yang sederhana jika ditempatkan di tempat yang pas, akan terasa jauh lebih indah dan bermakna.

Ia menikmati sendiri makanan itu.

Ia memang lebih suka sendirian.

Rombongan Bu-Tong Pai berjumlah puluhan orang, tapi ia memilih berlatih sendirian di kesunyian.

Baginya kesunyian jauh lebih merdu daripada lagu seindah apapun.

Kesunyian adalah tempatnya menumpahkan segala pemikiran yang ada di benaknya.

Ia telah terbiasa dengan kesunyian.

Oleh sebab itu, gerakan sekecil apapun akan mampu didengarnya.

Telinganya telah mendengar suara berdecit yang aneh.

Ribuan jarum sedang mengarah kepada dirinya dengan kecepatan tinggi! Ia tetap tenang.1361 Bahkan jika kiamat pun, ia akan tetap tenang.

Tangannya menggenggam pasir yang ada dihadapannya.

Sekali hentakan, sekali putaran badan.

Pasir- pasir itu telah menghalau ribuan jarum beracun yang datang menghujam.

Gerakannya begitu indah.

Begitu luwes.

Begitu tenang.

Begitu mengagumkan.

Hanya Beng Liong yang bisa bergerak seperti ini.

"Saudara siapakah? Mari silahkan muncul."

Bahkan ia pun masih bisa bertanya dengan santun kepada penyerangnya.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiada jawaban.

Sunyi dan hening.

Sekali melesat, Beng Liong sudah ada di arah tempat jarum-jarum tadi muncul.

Tak ada siapa-siapa.

Ia menoleh ke bawah.

Meneliti jejak kaki.

Siapa tahu ia bisa menemukan petunjuk.

Jejak kaki yang hampir tak terlihat mata, namun Beng Liong bisa menemukannya.1362

"Dari langkahnya, kedalaman telapaknya, keluwesan gerak, serta kelincahannya, orang ini mempunyai ginkang cukup tinggi."

Ginkang yang cukup mengagumkan.

Hanya sayangnya, orang yang berkata ini adalah salah seorang dari 3 manusia tercepat di muka bumi.

Ya.

Jika bicara tentang Ginkang, Beng Liong tidak kalah dari siapa pun juga.

Siapa pun juga tidak sanggup mengalahkan dia.

"Tuan. Saya yakin tuan masih berada di sini, silahkan keluar"

Ujarnya sopan.

Tidak ada balasan.

Yang muncul adalah suara decitan, yang dibarengi dengan datangnya ribuan jarum secepat kilat.

Namun kali ini Beng Liong tidak diam menerima jarum itu.

Ia malah bergerak maju.

Gerakan majunya ini bahkan mungkin lebih cepat daripada gerakan jarum-jarum itu.

Sambil maju ia mengeluarkan sebuah jurus.

Jurus indah milik Bu-Tong Pai.1363 Tanpa harus mengetahui nama jurusnya, orang tentu telah terkagum-kagum melihat gerakan jurus ini.

Beng Liong hanya menggunakan ranting pohon yang dipetiknya sekejap saja.

Sederhana dan luwes.

Tapi angin yang dihasilkan dari gerakan sabetan ranting pohon ini telah menghalau ribuan jarum itu.

Thay Kek Kiam Siut.

Ilmu pedang Thay Kek.

Thio Sam Hong menggubahnya dari ilmu tangan kosong Thay Kek Kun.

Kata orang ilmu pedang ini sampai sekarang belum ada tandingannya, jika Thio Sam Hong yang memainkannya.

Kini Beng Liong memainkannya.

Jika ada orang yang melihatnya, tentu akan percaya.

Sayangnya satu-satunya orang yang melihat ilmu pedang itu sudah terkapar tak bernyawa.

Beng Liong tidak pernah membunuh orang.

Orang itu mati bunuh diri.1364 Orang itu tentu saja penyerangnya yang tadi menggunakan ribuan jarum itu.

Si penyerang ini tidak menyangka bagaimana mungkin ada manusia bergerak secepat ini.

Bahkan menembus ribuan jarum pula.

Dan tahu-tahu telah menodong lehernya dengan sebuah ranting pohon.

Sayangnya si penyerang ini lebih memilih mati.

Ia tahu Beng Liong akan mengampuninya.

Tapi ia juga tahu, orang yang memerintahkannya tidak akan mengampuninya.

Oleh sebab itu lebih baik mati.

Kalau nanti pasti mati, kenapa tidak mati sekarang saja? Toh, sebelumnya tidak disiksa dulu.

Beng Liong hanya bisa menunduk dan menghela nafas.

Entah apa yang ia pikirkan sekarang.

Matanya hanya tertuju pada sebuah kotak perak sebesar kepala kambing di tangan orang mati itu.

Sekali pandang ia sudah tahu kotak apa itu.

Kotak itu digunakan untuk melontarkan ribuan jarum tadi.

Karena tidak mungkin si orang mati ini yang melontarkan jarum-jarum tersebut.

Karena jika ia yang melontarkan jarum-jarum itu, seharusnya ia bisa1365 melontarkan lagi jarum-jarun itu saat Beng Liong maju menyergapnya.

Rupanya kotak ini setelah melontarkan ribuan jarum, harus diisi lagi dengan sejenis peluru yang akan melontarkan lagi ribuan jarum.

Mungkin pada saat orang itu ingin mengisi ulang pelurunya, ranting pohon Beng Liong sudah mendahului menodong tenggorokannya.

Beng Liong memungut kotak itu dengan hati-hati.

Dengan wajah sedih ia memandang mayat itu.

Lalu dengan perlahan ia pergi.

*** Sore hari menjelang.

Beng Liong sedang berada di tendanya.

Rombongan Bu-Tong Pai membawa 3 tenda.

Sebuah tenda kecil untuk Ciangbunjin dan seorang pengawal nya.

Sebuah lagi agak sedang, buat murid-murid tingkatan agak tinggi, dan yang paling besar untuk murid-murid biasa.1366 Beng Liong kini menikmati tehnya.

Murid-murid yang lain tahu, jika Beng Liong sedang menikmati tehnya, orang lain sungkan mengganggu.

Ini bukan karena Beng Liong akan marah jika terganggu.

Ia tidak pernah marah jika terganggu.

Mereka hanya mengerti bahwa acara minum teh ini adalah acara yang paling disenangi Beng Liong.

Oleh karena itu mereka membiarkannya sendirian.

Acara minum teh jauh lebih disukai Beng Liong daripada minum arak.

Ia heran mengapa ada pendekar yang mengorbankan kekuatan tubuh mereka hanya untuk kesenangan minum arak.

Walaupun kemampuan minum arak adalah pembuktian kekuatan tubuh, Beng Liong jarang sekali mau minum arak.

Baginya pembuktian kekuatan tubuh yang sebenarnya adalah pada pertempuran.

Minum teh adalah bagian dari kebudayaan masyarakat Tionggoan.

Ada upacara-upacara khusus yang diadakan ketika minum teh.

Tapi Beng Liong sendiri saat ini hanya ingin menikmati sebuah teh yang nikmat.

Yang hangat dan wangi.

Kembali suara decit itu muncul kembali.

Ribuan jarung menyerang tendanya.

Untunglah tenda itu dibuat dari bahan khusus sehingga tidak1367 mampu ditembus jarum-jarum itu.

Bu-Tong Pai memang memiliki berbagai benda pusaka yang mengagumkan.

Ternyata tenda-tenda ini salah satu nya.

Dengan geram, ia segera melesat keluar.

Begitu tiba di luar suasana tenang dan biasa- biasa saja.

Beng Liong menajamkan telinga.

Ia berharap dapat mendengarkan sedikit saja suara.

Suara kecil itu bisa membuatnya menentukan posisi yang sebenarnya sang musuh.

Beberapa murid Bu-Tong Pai juga sudah menghambur keluar ketika mendengarkan suara itu.

"Liong-ko ada apa?"

Tanya mereka.

"Penyerang jarum itu lagi"

Jawabnya.

"Aih, di mana dia?"

"Aku pun sedang mencari"

Jawab Beng Liong tenang.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sirna sudah harapan Beng Liong mencari pelakunya.

Jika tempat itu sudah dipenuhi banyak orang, mustahil jejaknya ditemukan.

Jangan-jangan justru penyerangnya berada di dalam gerombolan orang ini?1368 Mereka semua siap siaga.

Menanti jangan- jangan serangan berikutnya akan datang lagi.

Lama mereka menanti.

Tapi suasana masih hening dan sepi.

Merasa bahwa tindakan ini percuma, Beng Liong kembali ke tendanya.

Tehnya rupanya masih sedikit hangat.

Dengan tersenyum ia meraih gagang cangkir tehnya.

Walaupun sudah tidak begitu panas, setidaknya teh ini masih enak diminum.

Tapi tangannya berhenti sebelum meraih gagang cangkir itu.

Ia tadi minum dengan tangan kanan.

Posisi minumnya menghadap pintu tenda.

Jika cangkir itu diletakannya kembali, seharusnya gagang itu ada di sebelah kanan.

Kini gagang itu agak bergeser sedikit ke sisi kiri! Dengan hati-hati ia melepas batu kecil yang menempel di cincin di tangannya.

Lalu dicelupkannya batu itu ke dalam cangkir.

Batu yang awalnya berwarna hijau itu dengan cepat berubah menghitam.

Seseorang telah menaruh racun di dalam cangkir tehnya!1369 *** Walaupun saat itu telah memasuki musim gugur, malam tetap cerah dan bintang bersinar terang.

Rembulan bercahaya.

Redup namun indah.

Ang Lin Hua memisahkan diri dari rombongan.

Perempuan selalu punya alasan untuk pergi.

Entah hanya sebentar, lama atau bahkan selamanya.

Jika sebentar, biasanya hanya sekedar merapi kan rambut, menebalkan bedak, atau mengoleskan gincu.

Jika lama berarti buang air.

Jika selamanya, berarti ia menemukan cinta yang baru.

Kali ini Ang Lin Hua memilih sebuah tempat yang agak sepi.

Urusan perempuan cuma perempuan yang boleh tau.

Lama juga ia menyelesaikan urusannya ini.

Setelah selesai ia beranjak pergi.

Alangkah kagetnya ia saat seseorang muncul di belakangnya dan langsung menotoknya.

Ia hanya bisa terbelalak.

Tak menyangka orang yang dikenalnya begitu dekat, tega melakukan ini kepadanya!1370 *** "Eh, mana nona Ang? Kenapa begitu lama?"

Tanya Kao Ceng Lun.

"Iya, biasanya tidak selama ini. Coba ku cari"

Kata Lie Sat alias Cio San. Lie Sat pergi. Termasuk lama juga. Ketika kembali, wajahnya yang pucat terlihat lebih pucat.

"Nona Ang, menghilang"

Katanya.

"Apa?"

"Lebih baik kita berpencar mencari nona Ang"

Kata Luk Ping Hoo.

"Baik"

Setelah menentukan arah, masing-masing berpencar.

Luk Ping Hoo kebagian mencari ke arah tadi Ang Lin Hua menghilang.

Dalam kegelapan malam ia mencari-cari sambil sekali-sekali memanggil nama Ang Lin Hua.

Tidak ada sahutan.

Tidak ada orang.1371 Yang ada hanya sebuah tangan yang menotok punggungnya.

*** Berjam-jam mereka mencari.

Ang Lin Hua tidak ditemukan.

Luk Ping Hoo pun bahkan ikut menghilang.

Terbayang sedikit kepanikan di wajah mereka bertiga.

"Apa yang harus kita lakukan?"

Tanya Kao Ceng Lun.

"Lebih baik kita jangan berpencar. Kita harus terus bersama sambil mencari mereka"

Usul Lie Sat. Suma Sun hanya mengangguk-angguk. Sampai pagi menjelang, kedua orang itu tidak kembali. Kao Ceng Lun nampak sangat bingung, dan Lie Sat pun tidak tidak tenang.

"Suma-tayhiap, sebaiknya tayhiap beristirahat. Pertarungan akan diadakan nanti malam. Saya takut hal ini bisa mengganggu pikiran tayhiap"

Suma Sun tidak berkata apa-apa. Ia nampak tenang saja.1372 Rupanya si manusia telah kembali menjadi dewa.

"Ahhh, aku sudah tak sabar lagi. Lebih baik aku pergi mencari mereka"

Kao Ceng Lun segera berdiri dan beranjak dari situ.

"Orang muda memang selalu tidak sabaran"

Batin Lie Sat.

Ia sendiri pun beranjak dari situ.

Meninggalkan Suma Sun sendirian.

Jika seluruh gunung Thay San ini runtuh pun, ia tidak khawatir meninggalkan Suma Sun sendirian.

Pencarian berlangsung tanpa hasil.

Kedua orang itu hilang bagai ditelan bumi.

Sampai tengah hari Kao Ceng Lun dan Lie Sat telah kembali.

Saat tiba kembali, ternyata anak perempuan Kim Sin Kiam telah berada di sana.

Herannya, ia cuma duduk di sana.

Tidak menyapa Suma Sun sama sekali.

Setelah ditengok, ternyata Suma Sun sedang tidur.

"Aku sungkan membangunkannya"

Kata wanita itu.

"Siocia ada pesan apa, biar nanti saya yang sampaikan"

Kata Lie Sat.1373

"Katakan pada Suma Tayhiap, ayah mengajukan 3 tempat untuk pertarungan tengah malam nanti. Pavilliun Langit di Puncak Kaisar Giok, di depan Kuil Awan Biru, atau di tebing Jembatan Abadi. Suma- tayhiap berhak memilih"

"Baik. Akan saya sampaikan"

"Cayhe mohon diri, siansing"

Ia lalu melesat menghilang.

"Sombong sekali. Bahkan mengucapkan terima kasih saja tidak"

Gerutu Kao Ceng Lun.

Cio San hanya tersenyum pahit.

Perempuan cantik memang kadang-kadang tidak perlu mengucapkan terima kasih.

Manusia lain yang harusnya berterima kasih kepadanya.

Karena setidaknya, kecantikannya sudah membuat dunia sedikit lebih indah.

Tak berapa lama kemudian Suma Sun sudah bangun.

Wajahnya terlihat segar.

Sinar wajahnya pun bersinar terang.

Ia duduk diam bersemedi sebentar.

Lalu begitu matanya dibuka, Cio San terpana.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Walaupun ia telah berkumpul cukup lama dengan Suma Sun, baru kali ini ia melihat cahaya1374 seterang itu.

Biarpun buta, cahaya matanya bersinar begitu terang.

Seperti kaisar yang memandang daerah kekuasannya yang luas.

Seperti elang yang terbang sendirian di angkasa.

Begitu gagah.

Begitu mengagumkan.

"Kau sudah siap?"

Tanya Cio San "Sejak dulu sudah siap"

"Baik. Ayo kita berangkat"

"Eh, kita tidak mencari Luk-tayhiap dan Ang- siocia dulu?"

Tanya Kao Ceng Lun Lie Sat menarik nafas.

"Siauya (tuan muda), segala cara sudah kita lakukan. Bertanya pun sudah kemana-mana. Memangnya apa yang bisa kita lakukan sekarang? Kita hanya bisa menunggu. Dalam beberapa saat, jawabannya pasti datang kepada kita."

"Baiklah"

Jawab kao Ceng Lun.

Mereka lalu berangkat.

Ketiga tempat yang diusulkan Kim-tayhiap letaknya berdekatan.

Butuh beberapa jam perjalanan dari tempat mereka berada sekarang.1375 Begitu sampai di sana, Suma Sun berkeliling memeriksa tempat.

Satu persatu tempat itu dikelilinginya.

Memperhatikan tanahnya, merasakan tiupan anginnya, memperhatikan keadaan pepohonan nya.

Tak ada satu pun yang terlewatkan oleh Suma Sun.

"Suma-tayhiap ini seperti seorang jendral perang. Ia mempelajari betul setiap tempat yang ada."

Tukas Kao Ceng Lun.

"Seorang ahli silat seperti dirinya, yang menghadapi duel seperti ini, harus benar-benar menyiapkan diri. Satu hal kecil terlewatkan saja bisa membuatnya kehilangan nyawa. Salah memperhitung kan arah angin saja, sudah membuatnya ketinggalan beberapa langkah"

Kata Cio San. Kao Ceng Lun mengangguk membenarkan.

"Tentunya Kim-tayhiap sudah memperhitung kannya pula sebelum mengajukan ketiga tempat ini"

Katanya.

"Tentu saja. Mereka berdua kan manusia sejenis."

"Manusia jenis dewa"

Sambung Kao Ceng Lun. Suma Sun lalu kembali.1376

"Sudah diputuskan?"

Tanya Cio San. Suma Sun mengangguk.

"Aku memilih Jembatan Abadi"

Cio San tersenyum.

Bertarung di tempat seperti itu.

Bahkan berjalan diatasnya saja sudah merupakan pertaruhan hidup.

Ini malah bertarung di atasnya.

Jembatan abadi adalah sebuah jembatan alami yang terbuat dari susunan batu-batu besar yang dulu runtuh ke dalam jurang.

Batu-batu ini tidak jatuh kedalam jurang, dan malah saling menumpuk membentuk sebuah jembatan alam.

Jembatan Abadi "Bagaimana cara kau memberitahukan pilihanmu ini kepada Kim-tayhiap?"

"Sejak awal dia sudah tahu pilihanku"

"Ah aku lupa, kalian adalah manusia sejenis"

Suma Sun tertawa. Dari seluruh suara menyenangkan yang ada di dunia ini, tawa Suma Sun adalah salah satunya.1377 Suma Sun lalu berkata.

"Aku butuh waktu untuk menyendiri sampai tengah malam nanti. Harap kalian maafkan aku."

"Tentu saja"

Jawab kedua sahabatnya ini.

Sore datang, dan malam pun menjelang.

Banyak manusia yang datang berkumpul di situ.

Entah bagaimana caranya mereka bisa tahu tempat ini.

Mungkin mereka mendengar pula usulan tempat dari Kim-tayhiap.

Beberapa anak buah Kim-tayhiap sudah datang di sana dan mulai menyalakan obor.

Tempat itu menjadi terang benderang dan indah sekali.

Tempat itu menjadi sangat ramai.

Suma Sun dan Kim-tayhiap sama sekali tidak terlihat.

Lalu ketika tengah malam tiba, kedua orang ini pun muncul.

Entah iblis atau malaikat.

Semua orang yang ada di sana merasa bulu kuduk mereka berdiri.

Suasana begitu hening.

Ratusan bahkan ribuan orang yang berada di sana tak berani buka suara.

Semua terpana melihat dua orang manusia dewa di hadapan mereka.1378 Lalu sebuah teriakan mengagetkan terdengar.

"Tolong! Tolong!"

Beberapa orang yang menoleh kaget. Sgera mereka berteriak pula "Mayat! Ada mayat!"

Semua menoleh ke arah yang ditunjuk.

Seseorang datang tergopoh-gopoh sambil menggendong sesosok tubuh.

Dari jauh pun Cio San mengenal tubuh siapa itu.

Beng Liong!1379 Bab 68 Pertarungan Dewa Pedang Dengan sekali lesatan Cio San sudah muncul di hadapan orang yang menggotong Beng Liong itu.

"Apa yang terjadi, enghiong?"

Tanyanya sambil menjura.

"Cayhe menemukan Beng Liong-tayhiap di pinggiran jurang di dekat sini. Sambil mengangguk Cio San memeriksa Beng Liong. Masih hidup! Nafasnya sangat lemah. Bahkan hampir tidak ada. Secepatnya Cio San langsung menyalurkan tenaga saktinya. Darah yang mengalir dari mulut Beng Liong masih segar. Itu berarti ia baru saja terluka. Melihat mantan kakak seperguruannya dalam keadaan seperti itu, hatinya merasa tergetar juga. Beng Liong kaku seperti mayat. Wajahnya pucat pasi. Begitu Cio San memeriksa jalan darahnya, segera ia menyadari1380 bahwa jalan darah Beng Liong telah terpukul sedemikan hebatnya sehingga alirannya menjadi kacau balau. Jika terlambat beberapa menit saja, Beng Liong pasti meninggal. Dengan segenap kekuatannya dan pengetahuannya, Cio San berusaha menyembuhkan Beng Liong. Saluran tenaga sakti yang Cio San berikan kepada Beng Liong setidaknya cukup berpengaruh karena tak lama kemudian Beng Liong sudah mulai pulih kesadarannya. Wajahnya pun perlahan-lahan mulai memerah.

"Jangan melakukan apapun, Liong-ko. Terima saja aliran tenaga ini"

Bisik Cio San.

Beng Liong pun menuruti saja perkataan orang di hadapannya itu.

Cio San meletakkan tangannya di dada Beng Liong.

Aliran tenaga saktinya itu langsung ia salurkan ke jantung Beng Liong yang hampir saja berhenti.

Semua orang yang ada di sana hanya bisa terdiam dan menyaksikan.

Beberapa orang ada yang sudah mengenal tabib sakti itu.

Mereka bahkan1381 mengangguk-angguk seperti mengagumi cara kerja tabib sakti itu.

Para murid Bu-Tong Pai yang berkumpul sejak tadi sudah mengerumuni Beng Liong dan Cio San.

Mereka ingin sekali membantu tetapi sadar bahwa ilmu pengobatan mereka masih rendah.

Lau-cianbgbunjin, sang ketua Bu-Tong Pai yang penuh wibawa pun hanya diam memperhatikan tindakan Cio San.

Begitu terlihat Beng Liong telah pulih kesadaran nya, semua orang menjadi lega.

Walaupun begitu, Cio San tetap meneruskan penyaluran tenaganya itu.

"Nampaknya keadaan Beng Liong-tayhiap sudah membaik, mari kita mulai pertarungan kita, Suma-tayhiap"

Kata Kim Sin Kiam. Suma Sun tersenyum dan mengangguk.

"Mari."

Tubuh mereka berdua lalu melayang turun ke jembatan batu.

Jembatan yang terlihat aneh namun gagah dan menyeramkan.

Cahaya rembulan ditambah ratusan cahaya obor yang menyinari sekeliling tempat itu membuat wajah kedua orang ini terlihat begitu dingin.1382 Kim Sin Kiam Suma Sun Tanpa menunggu aba-aba, mereka saling melemparkan pedang.

Suma Sun menangkap pedang Kim-tayhiap, sebaliknya Kim-tayhiap pun menangkap pedang Suma Sun.

Mereka saling memeriksa pedang.

"Pedang milik Suma-tayhiap begitu mengagum kan. Warnanya putih bercahaya seperti perak. Terbuat dari bebatuan khusus yang kemungkinan besar berasal dari langit. Ditempa dengan api kecil sehingga prosesnya memerlukan waktu bertahun-tahun. Pedang ini lalu ditanam di dalam es selama bertahun- tahun pula. Bahkan ketajaman anginnya saja sudah mampu membabat daging manusia. Pedang yang sangat ringan, karena pemiliknya mengandalkan kecepatan dan ketepatan."

Demikian Kim-tayhiap berkata sambil memeriksa pedang Suma Sun.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pedang milik Kim-tayhiap boleh dibilang hampir tiada bandingannya. Terbuat dari logam yang berada jauh di dalam tanah. Logam seperti ini adalah logam yang langka. Kemungkinan besar jumlah seluruh logam ini yang berada di seluruh dunia, tidak akan cukup untuk membuat 2 pedang. Walaupun1383 bobotnya lebih berat daripada pedang umumnya, pedang ini jika berada di tangan orang yang tepat, akan sanggup menembus pertahanan serapat apapun, akan mampu menembus dinding baja dan batu karang. Bahkan sekali sabetannya akan menebas hancur puluhan orang. Pedang yang cocok bagi mereka yang mengandalkan kekuatan dan pemusatan tenaga."

Demikan Suma Sun pun berkata sambil memeriksa pedang itu. Padahal ia buta.

"Untuk lebih serunya, bagaimana kalau pertarungan ini kita lakukan sambil bertukar pedang?"

Tawar Kim-tayhiap.

"Baik."

Kata Suma Sun sambil tersenyum.

Pedang telah mereka masukkan kembali ke dalam sarung.

Karena bagi dewa pedang, gerakan pedang yang paling berbahaya adalah gerakan ketika pedang meninggalkan sarungnya.

Kedua orang itu hanya saling menatap.

Tak bergerak.

Hembusan angin meniup rambut mereka.

Ratusan, bahkan ribuan orang yang menonton peristiwa ini dari bibir tebing, tidak ada satu pun yang berani bersuara.

Mungkin bernafas pun mereka tidak berani.1384 Di dalam kesunyian seperti ini, bahkan jarum jatuh pun bisa kau dengar.

Lalu saat yang ditunggu-tunggu pun tiba.

Kim-tayhiap bergerak.

Orang yang mampu melihat gerakannya pun mungkin tidak sampai sepersepuluh orang yang menonton.

Suara angin yang berat tentu saja bukan berasal dari gerakannya.

Gerakannya tanpa suara.

Suara itu berasal dari pedangnya.

Sudah bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan itu.

Pedang itu datang menusuk dengan sederhana.

Tapi kesederhanaan itu telah dilatih puluhan tahun, sehingga kesederhanaan itu telah menjadi sesuatu yang sangat menakutkan.

Satu tusukan.

Tanpa gerakan tipuan, tanpa gerakan hiasan.

Suma Sun telah terbiasa menghadapi serangan pedang yang dahsyat, cepat, dan mematikan.

Tapi serangan yang sedang dihadapinya ini, adalah sebuah serangan yang paling menakjubkan yang pernah dialaminya.

Jika gerakan pedang orang lain seperti1385 menutupi gerakan langkahnya dengan cara mengurung tubuhnya, gerakan pedang Kim-tayhiap ini hanya berupa satu gerakan tunggal tanpa ampun yang langsung menutup segala harapan untuk bisa tetap hidup.

Ia berusaha menghindar dengan cepat.

Gerakan yang sangat cepat.

Tidak kalah cepat dengan datangnya serangan itu.

Angin dari pedang Kim- tayhiap menghujam bebatuan di belakang tubuh Suma Sun.

Tebing karang yang kokoh itu bergetar dan menimbulkan suara menggelegar! Tubuh Suma Sun sendiri kini sudah berada di samping Kim-tayhiap.

Segera ia mencabut pedang dari sarungnya.

Namun belum sempat ia menarik pedang itu, pedang Kim-tayhiap bergerak menyamping dan mengincar tenggorokannya.

Entah bagaimana Kim-tayhiap bisa bergerak secepat itu.

Suma Sun hanya bisa menghindar lagi dengan cara menunduk.

Begitu ia menunduk, kaki Kim-tayhiap telah menyambutnya dengan sebuah tendangan keras.

Suma Sun menangkis tendangan itu dengan gagang pedang.

Kerasnya tendangan itu digunakannya untuk membantunya bergerak memutar ke belakang,1386 lalu terbang ke atas.

Tenaga dari tendangan Kim- tayhiap serta tambahan sedikit tenaganya sendiri, membuat Dewa Pedang Berambut Merah itu melenting tinggi dengan sangat cepat! Ia lolos dari serangan.

Seluruh kejadian ini membutuhkan waktu untuk menulisnya.

Padahal semuanya terjadi hanya dalam sekejap mata.

Saat Suma Sun melenting tinggi di udara, Kim- tayhiap pun melenting ke atas pula.

Sebuah gerakan pedang yang sama sederhananya dengan gerakan pertama tadi, kini telah mengincar perut Suma Sun.

Orang jika sedang berada di posisi melenting, maka ia berada dalam bahaya.

Karena posisi di udara seperti ini membuatnya tanpa kuda-kuda.

Tapi Suma Sun bukan orang.

Suma Sun adalah dewa pedang.

Disambutnya tusukan itu dengan tangkisan pedang sampai saat itu belum tercabut dari sarungnya.

Pedang berhasil ia tangkis, namun angin pedang yang tidak kalah dahsyat dengan serangan pedang itu sendiri, telah menghempasnya terlempar ke belakang.1387 Punggung Sum Sun membentur tebing batu yang ada di belakangnya.

Suara keras terdengar.

Bebatuan itu banyak yang pecah-pecah karena tumbukan tubuh Suma Sun.

Ia sendiri memang tidak terluka karena tenaga dalam melindungi tubuhnya.

Tapi dari kejadian ini saja, orang yang mampu melihat gerakan mereka telah bisa menyimpulkan bahwa ilmu Kim-tayhiap memang di atas Suma Sun.

Kim-tayhiap melihat Suma Sun tersudut di tembok tebing itu, tidak menyia-nyiakan kesempatan.

Tubuhnya yang masih melayang di udara, entah bagaimana kini meluncur deras dengan sebuah tikaman dahsyat ke jantung lawannya.

Serangan ini kembali ditangkis oleh Suma Sun tanpa melepas pedang dari sarungnya.

Tangkisan itu membuat serangan Kim-tayhiap melenceng ke samping dan membuat daerah dadanya terbuka.

Melihat daerah kosong itu, Suma Sun tidak menyia- nyiakannya.

Dengan kaki kanannya ia melakukan sebuah tendangan keras.

Sayangnya tendangan itu tidak menemui sasaran karena Kim-tayhiap telah menyambut tendangan itu dengan tangan kirinya.

Pertemuan1388 telapak tangan dengan telapak kaki itu menghempaskan tubuh Kim-tayhiap ke belakang.

Ia saat itu berada di udara sehingga tidak memiliki kuda- kuda untuk menahan benturan pertemuan kaki dan tangan tadi.

Melihat Kim-tayhiap terhempas ke belakang, Suma Sun tidak lantas bergerak maju menyerang Kim- tayhiap.

Ia tetap diam di tempatnya.

Ada perasaan puas di wajah Kim-tayhiap setelah melihat Suma Sun tidak bergerak maju.

Karena jika Suma Sun maju, ia sudah siap menghadapi serangan lawannya itu dengan lentingan aneh tubuhnya.

Kim- tayhiap memang memiliki sejenis ginkang aneh yang bisa membuatnya bergerak bebas di udara tanpa terpengaruh gaya tarik bumi.

Ia puas.

Karena lawan di hadapannya ini memang pantas menjadi lawannya.

Untuk sesaat mereka saling diam.

Hanya memandang sambil menyelami pikiran masing- masing.

Angin malam bertiup.

Dingin.

Tapi tidak sedingin hawa kematian yang melingkupi daerah pertempuran itu.1389 Jembatan abadi lebih pantas berganti nama menjadi jembatan kematian.

Kini Kim-tayhiap kembali menyerang.

Kecepatan, kekuatan, dan ketepatan serangannya bahkan jauh lebih mengagumkan daripada yang tadi diperlihatkannya.

Suma Sun tidak bergerak sama sekali! Ia diam di tempatnya.

Bersandar di tebing batu.

Setiap orang yang melihat keadaan Suma Sun merasa kasihan kepadanya.

Ia seperti kehabisan akal menghadapi gerakan Kim-tayhiap yang mengagum kan.

Kematian telah membayangi dewa pedang berambut merah.

Wajahnya pucat, dan gerakan tubuhnya menjadi kaku.

Sekejap mata kembali serangan Kim Sin Kiam menghujam.

Kali ini sabetan menyamping yang mengincar kepala Sum Sun.

Kembali Suma Sun hanya mampu menangkis.

Lalu dengan sangat mengagumkan, Kim-tayhiap dengan cepat melancarkan sepuluh serangan beruntun.

Begitu cepatnya sampai-sampai kesepuluh tusukan tunggal itu terlihat dilancarkan secara bersamaan.1390 Serangan pertama berupa tusukan di pundak kiri.

Suma Sun menurunkan sedikit pundaknya.

Pedang menusuk tembok.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Serangan kedua berupa sabetan ke telinga kiri.

Suma Sun memiringkan kepalanya.

Pedang lewat di atasnya.

Serangan ketiga berupa bacokan ke pundak kanan.

Suma Sun mengangkat tangan kanan untuk menangkis dengan pedang.

Bunyi logam beradu dengan logam terdengar melengking dan menyakitkan telinga.

Terlihat kilatan percikan api yang timbul darinya.

Serangan keempat adalah gerakan mengagumkan yang menusuk ke jantung Suma Sun.

Dewa pedang berambut merah ini sempat menghindar, tapi ia kalah cepat.

Tusukan itu untuk saja tidak menembus jantungnya.

Tapi sempat melukai lengan kirinya.

Serangan kelima menghujam perutnya.

Sekali lagi Suma Sun menggunakan pedang untuk menangkis tusukan ini.

Namun kembali ia kalah cepat.

Perutnya terluka! Walaupun bukan luka yang dalam, darah telah membasahi pakaian putihnya.1391 Ia terlihat tidak dapat bergerak ke manapun.

Bagian belakang adalah tebing karang.

Di depannya, ada seorang dewa kematian yang mengurungnya dengan serangan pedang paling dahsyat yang baru kali ini dihadapinya seumur hidup.

Serangan keenam mengincar kedua pahanya.

Dengan sekali sabetan, pedang Suma Sun yang berada di tangan Kim-tayhiap hampir saja membabat putus kedua kakinya.

Tetapi kali ini untunglah Suma Sun telah melompat ke atas sehingga kakinya mampu terselamatkan.

Begitu Suma Sun berada di udara, Kim-tayhiap segera menyerang pula dengan 3 sabetan sekaligus yang masing-masing mengincar leher, ulu hati, dan perut Suma Sun.

Karena serangan itu berada pada titik yang segaris, cukup dengan menyabetkan pedangnya saja, Suma Sun berhasil menepis ketiga serangan berbahaya itu.

Tapi karena ia harus menghadapi 3 serangan itu dengan satu kali gerakan, kekuatannya kalah besar dengan Kim-tayhiap.

Hal ini membuat pertahanannya terbuka.

Melihat ini, tusukan kesepuluh Kim-tayhiap telah masuk melukai paha kanannya.1392 Kesemua kejadian ini adalah berupa gerakan- gerakan sederhana yang hampir semua orang mampu melakukannya.

Tadi di dunia ini tidak ada yang mampu melakukannya secepat, sekuat, dan setepat Kim- tayhiap.

Apalagi, segala kejadian ini berlangsung hanya dalam sekejap mata pula.

Para penonton yang hadir menyaksikan pertarungan ini bahkan tidak berani mengedipkan mata.

Karena sekali berkedip saja, orang akan ketinggalan menyaksikan serunya pertarungan ini.

Di muka bumi ini, mungkin hanya Kim-tayhiap yang mampu menggunakan pedang sebegitu menakutkan nya.

Tapi di muka bumi ini pula, orang yang mampu keluar dalam keadaan hidup-hidup dari serangan semacam ini baru Suma Sun saja.

Ia telah melompat keluar dari ajang pembantaian itu.

Kini ia telah berada di belakang Kim- tayhiap.

Tapi ia tak mampu menyerang karena pahanya telah tertusuk dalam sekali.

Gerakannya menjadi melemah.

Dengan gerakan memutar ke belakang, Kim- tayhiap sudah mengirimkan sebuah jurus menyilaukan yang datang bagai angin puting beliung.1393 Siapakah di dunia ini yang mampu menghindari dari serangan demikian? Tentu saja hanya Suma Sun yang bisa.

Ia melenting ke belakang.

Serangan itu hanya lewat seujung kuku dari lehernya.

Angin pedang itu memotong sebagian rambutnya yang merah.

Untung lah tenaga dalam melindunginya sehingga tubuhnya tidak ikut terkoyak oleh anginnya.

Namun tak urung timbul pula luka-luka hanya karena dahsyatnya angin pedang itu.

Leher, wajah, dan pundak Suma Sun telah tergores angin! Angin macam apakah yang mampu menggores tubuh manusia? Tentu saja angin pedang Kim Sin Kiam.

Baju Suma Sun yang seputih salju, kini memerah oleh darah.

Cio San yang menyaksikan pertarungan itu mencoba untuk tetap tenang.

Ia masih meletakkan tangan di dada Beng Liong dan menyalurkan tenaga saktinya.

Sedikit saja pemusatan pikirannya kacau, maka nyawa Beng Liong akan melayang.1394 Saat ini nyawa Beng Liong pun tergantung pada Suma Sun.

Karena jika terjadi sesuatu pada Suma Sun, pikiran Cio San akan kacau.

Dan itu akan membunuh Beng Liong.

Untunglah penyaluran tenaga ini selesai.

Tanpa harus diberitahu pun, Beng Liong dapat mengatur sendiri tenaga yang disalurkan Cio San itu.

Thay Kek Kun memberikannya pengetahuan yang sangat mendalam tentang pengerahan tenaga.

"Tetaplah bersemedhi, enghiong. Dalam beberapa hari, luka dalammu akan pulih."

Kata Cio San alias Lie Sat.

"Terima kasih, siansing"

Kata Beng Liong pelan.

Ia lalu bersemedhi memulihkan tenaganya.

Tubuhnya yang tadi dingin, kaku, dan membiru kini terliat merah segar dan hangat.

Bahkan hangatnya bisa dirasakan Cio San yang duduk tak jauh darinya.

Dalam hati Cio San kagum.

Begitu terlatihnya tubuh Beng Liong, sehingga ia sanggup memulihkan luka dalam waktu yang sangat singkat.

Bahkan Cio San sendiri pun tidak percaya!1395 Bakat dan latihan yang keras.

Di kolong langit ini, tak ada yang sanggup mengalahkan Beng Liong dalam kedua hal ini.

Begitu nyawa Beng Liong terlepas dari bahaya, segera Cio San memusatkan diri menyaksikan pertandingan Suma Sun melawan Kim-tayhiap.

Kini Suma Sun telah tersudut lagi.

Tubuhnya hanya bisa menempel di tembok tebing tanpa bisa berbuat banyak.

Ia hanya mampu menghindar.

Walaupun begitu tetap saja ada beberapa serangan Kin-tayhiap yang melukai tubuhnya.

Entah sudah berapa puluh atau berapa ratus jurus yang terlewatkan oleh Cio San.

Keadaan Suma Sun yang sangat mengkhawatirkan membuat Cio San menyiapkan perasaannya untuk menghadapi kemungkinan terburuk.

Ia lalu berkata kepada Kao Ceng Lun.

"Kao- enghiong, mau kah kau melakukan permintaanku. Sebagai seorang sahabat?"

"Tentu saja. Katakanlah Sat-ko"

"Apapun yang terjadi pada Suma Sun atau padaku nanti, harap kau terus menjaga Beng Liong-1396 enghiong. Jangan jauh-jauh darinya dan terus melindunginya"

"Eh? Memangnya apa yang hendak kau lakukan?"

Tanya Kao Ceng Lun heran.

"Berjanjilah"

Pinta Lie Sat. Lama Kao Ceng Lun terdiam lalu berkata.

"Baiklah. Aku berjanji"

Lie Sat tersenyum lalu matanya sedikit berair.

Perasaan seperti ini hanya bisa kau rasakan jika kau menemukan sahabat yang mau melakukan sesuatu untukmu tanpa meminta imbal balik, atau tanpa meminta penjelasan sekalipun.

Sahabat seperti ini jika ditukar dengan gunung emas sekalipun masih terlalu berharga.

Kao Ceng Lun tak tahu apa yang ada di dalam benak Lie Sat.

Tak ada seorang pun yang tahu kecuali Lie Sat sendiri.

Mereka berdua tetap memusatkan pikiran menyaksikan pembantaian yang terjadi di hadapan mereka.

Betapa Suma Sun menjadi bulan-bulanan Kim-tayhiap.

Gerakan Suma Sun menjadi sangat1397 lambat, dan tak mampu mengimbangi kecepatan Kim- tayhiap.

Wajah dan tubuh Suma Sun sudah bersimbah darah.

Hanya dalam hitungan detik ia mungkin akan ambruk.

Pingsan atau mati.

Hanya tebing batu tempat nya bersandar yang membuatnya masih sanggup berdiri.

Kilatan pedang, dan semburan darah.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya itu yang mampu dilihat orang-orang saat ini.

Pedang Kim-tayhiap yang berada di tangan Suma Sun tidak pernah sanggup ia keluarkan dari sarungnya.

Sejak awal sampai sekarang belum pernah sekalipun Suma Sun mampu menyerang dengan pedang.

Ia terlalu sibuk mempertahankan dirinya dari serbuan pedang maha dahsyat dan maha mengagum kan itu.

Kini Suma Sun bahkan menggunakan pedang di tangannya sebagai tongkat untuk membantunya agar bisa tetap berdiri.

Kim-tayhiap melangkah mundur.

Ia seperti memberi kesempatan bagi Suma Sun untuk menghela beberapa nafasnya yang terakhir.1398 Suma Sun tak mungkin mau berkata.

"Menyerah."

Kim-tayhiap tahu itu. Oleh sebab itu ia bertanya.

"Suma-tayhiap punya permintaan terakhir? Jika permintaan itu tidak melanggar kehormatan kaum Bu- lim, maka cayhe akan memastikan permintaan itu terlaksana."

"Jika ada kesempatan, maukah tayhiap minum denganku?"

Kata Suma Sun sambil tersenyum. Kim-tayhiap tertunduk. Ia tahu ia tak mampu mengabulkan permintaan itu. Dalam beberapa detik orang yang meminta hal itu akan mati. Betapa menyedihkannya kata "jika ada kesempatan"

Itu, bukan? Kadang kau sering mendengar orang menyebut kannya.

Terlalu sering kalimat itu hanya sebagai basa- basi.

Tapi ada beberapa kali di dalam hidup kita, di mana kata-kata itu begitu terasa menusuk jiwa dan melemahkan hati.

Karena kau tahu, kesempatan itu tidak akan pernah datang.

Kim-tayhiap pun merasakan hal yang sama.

Kemana lagi aku akan menemukan lawan yang sanggup beradu ratusan jurus denganku?1399 Kapankah lagi aku akan bertemu lawan yang begitu berharga untuk mati oleh pedangku? Kawan berharga mudah dicari.

Lawan berharga amatlah sukar didapat.

Oleh karena itu orang sepertinya kadang lebih menghargai musuh daripada menghargai teman.

"Suma-tayhiap, harap kau terimalah jurus terakhirku. Jurus terbaru yang khusus kuciptakan untuk pertarungan ini"

"Silahkan"

Kata Suma Sun tersenyum.

Bahkan untuk tersenyum pun ia sudah kepayahan.

Tubuh Kim-tayhiap melesat cepat.

Meluncur bagai anak panah terlepas dari busurnya.

Begitu cepat.

Begitu mengagumkan.

Begitu dahsyat.

Begitu mematikan.

Satu tusukan saja.

Ia tidak perlu berbagai macam jurus yang indah- indah.

Ia tidak perlu segala macam gerakan yang menyilaukan mata.

Dewa pedang seperti Kim-tayhiap1400 tidak akan mau bergerak dalam kesia-siaan.

Jika satu gerakan kecil dapat membunuh, ia tidak membutuh kan dua gerakan kecil.

Suma Sun akhirnya berhasil mencabut pedang dari sarungnya! Tapi gerakannya begitu lambat.

Dalam jarak satu langkah, Kim-tayhiap telah mampu membaca gerakan pedangnya.

Lalu tangan Suma Sun pun putus! Tangan yang begitu mengagumkan memainkan pedang itu putus dan terkulai! Darah muncrat bagai air bah! Tapi entah bagaimana, Suma Sun bergerak maju dengan sangat cepat.

Sangat-sangat cepat! Bahkan Kim-tayhiap pun tidak menyangka ada makhluk di atas bumi yang bisa bergerak secepat itu.

Lalu jari tangan kiri Suma Sun telah menempel di kerongkongan Kim-tayhiap! Hanya beberapa orang yang mampu benar- benar melihat kejadian sekejap mata itu dengan jelas.1401 Suma Sun menggunakan tembok yang ada di belakang tubuhnya sebegai dasar pijakan lentingan kakinya.

Dengan menggunakan tebing karang itu, gerakannya menjadi dua kali lebih cepat.

Apalagi pedang berat yang tadi dipegangnya sudah jatuh berikut tangan kanannya yang memegang pedang itu.

Kini kecepatannya menjadi berlipat-lipat.

Dengan sisa tenaganya, ia menggunakan jurus yang ia pelajari saat beradu pikiran dengan Cio San.

Jurus milik Pendekar Pedang Kelana! Jurus terbalik yang menyerang saat harus menghindar dan menghindar di saat harus menyerang! "Kau kau...

kenapa tidak membunuhku?"

Tanya Kim Sin Kiam.

"Mau kah tay... hiap... minum denganku ji... ka a... da ke... sem... patan...?"

Ia berkata sambil tersenyum, lalu ambruk.

Kim Sin Kiam tidak sanggup berbuat apa-apa.

Ia hanya berdiri mematung.

Tidak sanggup untuk percaya akan kejadian yang barusan dialaminya.

Begitu besar pengorbanan Suma Sun.

Ia mengorbankan tangannya.

Hal yang paling berharga lebih berharga dari nyawa seorang pendekar pedang.1402 Untuk apa ia berkorban? Demi kesempatan untuk minum bersama? Tentu saja ia berkorban demi satu hal yang lebih berharga.

Persahabatan.

Hal itu jauh lebih berharga daripada tangan dan nyawanya.

Orang yang sudah mengalami pencerahan, akan memandang nyawa orang lain lebih berharga ketimbang nyawanya sendiri.

Akan lebih menghargai orang lain ketimbang menghargai dirinya sendiri.

Jika kau ingin dunia damai.

Kaulah yang harus berkorban lebih dulu.

Air mata menetes di pipi Kim-tayhiap.

Ia jatuh berlutut, tangannya menjura, kepalanya tertunduk malu.

Dengan bergetar ia berkata.

"Terima hormat kami, thay-suhu"

Thay-suhu.

Guru besar.1403 Selama ini orang yang pantas menyandang nama sebutan ini baru beberapa orang.

Thio Sam Hong adalah salah satunya.

Cio San sudah berada di sana.

Dengan cepat ia menotok jalan darah Suma Sun untuk menghentikan darahnya.

Lalu dengan sigap ia pun menyalurkan tenaga dalamnya.

Terdengar suara Kim-tayhiap bergetar namun menggelegar.

"Perhatikanlah wahai kalian para pendekar besar. Apa yang telah diperlihatkan oleh Suma-thay suhu. Perdamaian hanya bisa terjadi di dalam dunia kang-ouw, jika seteru saling mengasihi, musuh saling memaafkan, dan lawan saling merendah kan hati. Hari ini juga cayhe umumkan pengunduran diri cayhe dari dunia persilatan. Upacara Cuci Tangan akan cayhe lakukan secepatnya dengan mengundang semua kalangan Bu-lim."

Ia menangis. Tapi ia menangis bukan untuk dirinya. Ia menangis bagi pahlawan terluka di hadapannya yang pengorbanannya telah membuka mata hatinya itu.1404

"Bagaimana keadaan thay-suhu?"

Tanyanya kepada Lie-sat "Nyawanya masih bisa tertolong"

Kata Lie Sat.

"Tapi tang"

Kim-tayhiap tidak berani melanjut kan kata-katanya.

Lie Sat hanya menggeleng.

Tentu saja ia tidak bisa menyambung tangan itu.

Walaupun ia bisa sekalipun, tangan itu tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya.

Ia hanya bisa menyalurkan tenaga saktinya.

Untuk sekedar menghilangkan rasa sakit dan memulihkan tenaga sahabatnya itu.

Setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan terhadap sahabat yang sangat dikaguminya ini.

Semakin ia berpikir, semakin kagumlah ia.

Pertarungan tadi telah membuka pikirannya bagaimana Suma Sun mengubah Yin menjadi Yang.

Mengubah Yang menjadi Yin.

Mengubah kekurangan menjadi kelebihan dan merubah kelebihan menjadi kekurangan.1405 Rupanya sejak awal Suma Sun telah memikirkan semuanya.

Ia setuju untuk bertukar pedang dengan Kim-tayhiap.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pedangnya lebih ringan.

Jika dipakai oleh Kim- tayhiap akan membuat gerakan pendekar itu semakin cepat.

Jika dilihat sepintas, akan membuat Kim- tayhiap lebih unggul karena lebih cepat.

Tapi keunggulan itu serta merta berubah menjadi kerugian karena kekuatan serangannya akan berkurang lebih jauh.

Kim-tayhiap yang merasa dirinya menjadi lebih cepat, secara tidak sadar akan menggunakan kecepatan itu terus menerus.

Yang mengakibatkan tenaganya akan terkuras dengan cepat pula.

Di sisi lain, Suma Sun menggunakan pedang berat milik Kim-tayhiap akan menjadi lebih lamban.

Tapi karena dia hanya bergerak seperlunya saja, tenaganya tidak terkuras habis.

Memang ia akan sering terluka karena kalah cepat.

Tapi luka-luka itu hanya luka luar dan tidak terlalu membahayakan jiwa.

Ia dengan cerdas mampu merubah Yang menjadi Yin.

Merubah kelemahan menjadi kekuatan.

Dan merubah kekuatan lawan menjadi kelemahan lawan.1406 Suma Sun juga tidak bergerak dengan bebas.

Ia hanya berdiri menyandar di tembok tebing.

Ia sengaja membatasi dirinya untuk tidak terlalu banyak bergerak.

Sepintas, orang menyangka ia tersudut.

Padahal ia sengaja membatasi gerakannya, agar gerakan Kim-tayhiap juga ikut terbatas.

Jurus-jurus Kim-tayhiap pastilah sudah ia persiapkan dalam menghadapi gerakan tubuh Suma Sun yang cepat.

Tak dinyana justru Suma Sun tidak bergerak bebas, dan diam di satu posisi.

Hal ini akan menyebabkan Kim-tayhiap harus berpikir lagi untuk melancarkan jurus-jurus yang cocok dengan kondisi ini.

Secara tidak langsung, justru Suma Sun lah yang mendikte Kim-tayhiap! Bertukar pedang pasti akan membuat jurus Kim-tayhiap tidak sedahsyat aslinya.

Karena jurus- jurusnya, latihannya, pengerahan tenaganya terbiasa menggunakan pedangnya sendiri.

Menggunakan pedang orang akan membuatnya tidak maksimal.

Oleh sebab itu pula, Suma Sun sama sekali tidak menggunakan pedang Kim-tayhiap untuk menyerang.

Ia menyimpan seluruh tenaganya untuk saat yang paling dinantikan.

Yaitu jurus terakhir!1407 Dalam serangan terakhir ini, ketika Kim-tayhiap melancarkan jurus terbarunya itu, pikiran Kim-tayhiap sudah tidak lagi waspada.

Ia menganggap Suma Sun sudah pasti kalah.

Keadaan Suma Sun yang sangat memprihatinkan, ditambah lagi dengan kata-kata terakhirnya yang membuat hati Kim-tayhiap sedikit trenyuh, membuat serangannya tidak sedahsyat yang diharapkan.

Apalagi ditambah tenaga Kim-tayhiap yang sudah terkuras, pedang orang lain, serta rasa puas diri bahwa ia akan menang.

Dilihat dari segala sudut, Suma Sun pasti mati.

Tapi dewa pedang berambut merah itu telah memperhitungkan semuanya.

Semuanya.

Jadi begitu serangan terakhir itu datang, ia dengan mengurangi kecepatannya, menerima serangan Kim-tayhiap itu dengan jurus pedang pula.

Jurus yang lambat ini tentu saja dipikir orang sebagai bentuk keputusasaan atau usaha terakhir dalam menghadapi serangan Kim-tayhiap.

Tapi ia dengan sengaja mengorbankan lengan kanannya untuk ditebas.1408 Dengan begitu beban tubuhnya karena membawa pedang yang berat berkurang.

Selain itu, hal ini juga membuat Kim-tayhiap tak lagi bersiaga karena merasa telah berhasil membabat putus lengan Suma Sun.

Lalu dengan satu lentingan keras, dengan sisa tenaga yang benar-benar disimpannya dan dibantu daya dorong kaki yang bertumpu pada tembok tebing, Suma Sun melesat dengan sangat cepat menyerang kerongkongan Kim-tayhiap dengan jari tangan kirinya.

Cerdas! Gila! Tak terbayangkan! Mengagumkan! Cio San tetap dengan sabar menyalurkan tenaganya sampai Suma Sun sadar.

Begitu dilihatnya sahabatnya itu sudah siuman, dengan tersenyum ia berkata.

"Kau berhasil"

"Memangnya sejak kapan aku tidak pernah berhasil?"

Jawab Suma Sun sambil tersenyum.1409 Saat Cio San hendak beranjak berdiri, tiba-tiba terdengar suara lantang.

"Nanti dulu, Lie Sat-siansing. Aku hendak bertanya."

Rupanya suara Lau-ciangbunjin.

"Silahkan"

"Dari mana kau belajar ilmu pengobatan Bu- Tong Pai? Selama ini kami tidak pernah mengajarkan ilmu penyaluran tenaga murni Thay Kek Kun kepada orang luar."

Cio San tidak bisa menjawab. Yang ia lakukan saat menyembuhkan Beng Liong dan Suma Sun memang adalah menyalurkan tenaga dengan menggunakan Ilmu Penyaluran Yin Yang milik Bu-Tong Pai. Semua dilakukan dengan tanpa berpikir.

"Apakah kau mencuri ilmu kami?"

Tanya Lau ciangbunjin sengit. Cio San tetap diam.

"Mengapa tidak menjawab?"

Tanya Lau Ciangbunjin lagi. Lanjutnya.

"Kulit wajahmu yang aneh, membuatku curiga. Jangan-jangan kau memakai topeng untuk menyamar."1410

"Yah, sudahlah jika sudah ketahuan."

Cio San tersenyum. Lalu ia membuka topeng halus yang menutupi wajahnya. Semua orang kaget. Inilah wajah orang yang paling dicari-cari di dunia Kang-ouw.

"Cio San"

Tukas Lau Ciangbunjin pendek. Mendengar nama itu, terdengarlah seruan kaget dari ribuan orang yang hadir di situ.

"Murid-murid Bu-Tong Pai! Kepung dia! Jangan sampai lolos!"

Perintah Lau Ciangbunjin.

"Murid-murid Siau Lim Pai! Jangan biarkan dia kabur!"

Perintah Hong-taysu yang rupanya sudah berada di sana juga.

"Murid-murid Go-Bi Pai! Kepung Cio San."

Perintah Go-Bi Pai-Ciangbunjin.

Ia adalah seorang nikoh tua bernama Bi Goat.

Berturut-turut ketua perguruan kecil yang lain juga menyerukan hal yang sama.

Mulai dari Kun Lun Pay, Hoa San pay, dan lain-lain.

Total ada 7 perguruan kecil yang juga ikut serta dengan 3 perguran besar dalam mengepung Cio San.1411

"Jangan biarkan Suma Sun lolos juga!"

Terdengar perintah Lau-ciangbunjin.

"Suma-thay suhu sedang terluka. Ada urusan apapun bisa dibicarakan kepada Kim Sian Kiam dan keluarganya!"

Kali ini Kim-tayhiap maju membela Suma Sun. Serta merta anak buahnya beserta putrinya pun maju melindungi Suma Sun yang sedang duduk bersila.

"Wah, ramai sekali. Aku hanya akan berkata sekali saja. Aku bukan penjahat yang kalian cari. Dan jika kalian memaksa untuk menangkap atau membunuhku, aku akan melawan. Siapa yang nekat melakukannya harus menanggung resiko kematiannya sendiri."

Ia berkata dengan tenang. Tangan kanannya memainkan rambutnya. Tangan kirinya tersimpan di belakang.

"Aku Cio San. Ma-kau kaucu sekaligus Kay-pang pangcu. Siap menerima tantangan. Silahkan maju."1412 Bab 69 Pengorbanan Sang Pahlawan Tidak ada yang berani melangkah duluan. Mereka semua sudah mengurungnya. Tapi tak ada satu pun yang berani melangkah maju. Beberapa orang melangkah ke depan. Tapi mereka tidak menyerang.

"Biar bagaimanapun, Cio-siansing telah menolong nyawaku saat keracunan kemarin. Aku maju untuk membelanya"

Kata salah seorang. Beberapa orang yang lain pun ikut maju dan teriak.

"Benar!"

Puluhan orang yang maju ini adalah orang- orang yang beberapa hari yang lalu sempat ditolong Cio San saat mereka keracunan jarum beracun.

Orang-orang golongan bawah.

Kaum Liok Lim yang selama ini dianggap rendah, tidak terhormat, dan tidak masuk hitungan dalam dunia Kang-ouw.1413 Mereka semua kini di pihak Cio San.

Lalu kata Cio San kepada mereka.

"Para enghiong semua, ini bukan urusan para enghiong. Harap jangan menyia- nyiakan nyawa. Tidak ada hutang piutang di antara kita. Juga bagi Murid-murid Ma-kauw dan Kay Pang harap diam di tempat!"

"Hutang nyawa bayar nyawa. Masa urusan kecil seperti ini In-hiap (tuan penolong) tidak paham?"

Kata mereka. Kadang-kadang ketulusan terbaik hanya bisa ditemukan di antara orang-orang yang dianggap hina.

"Tuan-tuan sekalian memang lebih pantas disebut enghiong ketimbang para terhormat dari perguruan lurus ini"

Cio San sengaja mengeraskan suaranya.

"Cuih! Orang-orang seperti kalian masa ada harga di mata kami, mau jual kepandaian apa?"

Kata salah seorang. Ia adalah ketua Hoa San pay.

"Lalu kenapa Ciangbunjin (ketua) tidak segera maju menghajar kami?"

Kata Cio San sambil tersenyum.1414

"Maju ya maju saja, memangnya siapa takut"

Karena takut kehilangan muka, Ciangbunjin nya Hoa San Pai ini akhirnya melangkah ke depan. Cio San pun melangkah ke depan.
Kisah Para Penggetar Langit Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hati-hati Liong Kiam Enghiong, orang itu banyak tipu dayanya"

Kata Hong-taysu dari Siau Lim Pai memperingatkan.

"Sekalian serbu saja!"

Salah seorang memberi usul. Cio San tidak kenal namanya.

"Ayo maju bersama!"

"Ayo!"

"Ayo!"

Karena disemangati seperti itu, tentu saja mereka menjadi berani. Keberanian manusia akan timbul, kalau merasa jumlahnya banyak.

"Ciaaaaaaaatttttttt!!!"

Serangan mereka pun tumpah ruah.

Siapa orang di dunia yang bisa membayangkan betapa ganasnya serangan ini? Hampir seluruh murid perguruan terkenal dari partai lurus yang datang ke puncak Thay San mengerahkan1415 segala kemampuan terbaiknya untuk melancarkan satu serangan ini.

Jurus pedang terbaik Bu-Tong Pai.

Jurus tongkat terbaik Siau Lim Pai Jurus pedang terbaik Go-Bi Pai Dan seluruh jurus-jurus terbaik setiap partai.

Bersatu kepada satu titik.

Manusia menyebalkan bernama Cio San bersama kawan-kawannya.

Membayangkan ada serangan seperti ini saja membuat manusia sudah bergidik ketakutan.

Apalagi menyaksikan langsung.

Kilatan pedang, golok, tongkat, dan segala macam senjata bersatu padu dalam sebuah serangan yang teramat sangat dahsyat.

Suara menggelegar teriakan mereka bahkan sedemikian kerasnya sehingga mencapai bagian bawah gunung Thay San.

Jangankan manusia, naga jika mendengarkan gelegar itu pasti akan mengkeret ketakutan! Cio San melangkah ke depan.1416 Tangannya mengembang.

Jurus pembuka Thay Kek Kun.

Tangan kanannya berada di depan membentuk sebuah tinju.

Tangan kirinya meng- gantung kebelakang mengeluarkan bunyi derik yang menakutkan.

Para sahabat barunya pun sudah menerjang ke depan mengikutinya.

Ada pula yang menjaga daerah belakang.

Mereka semua berdiri saling memunggungi.

Mereka melesat lebih dulu.

Tapi entah bagaimana Cio San lah yang sampai lebih dulu menerima serangan.

"Duuuaaaaaaaaaaarrrrrrrrrr!"

Adu tenaga yang menggetarkan jiwa. Bahkan jantung manusia pun bisa copot mendengar dentuman tenaga ini. Tinju kanannya melontarkan jurus ketiga dari ilmu pukulan dahsyat 18 Tapak Naga.

"Naga Bertempur di Alam Liar"

Cio San tidak tahu nama jurusnya, karena itu ia tak mampu meneriakkannya.

Padahal konon, ilmu 18 Tapak Naga akan menjadi lebih dahsyat jika dilancarkan bersama teriakan.1417 Telapak kirinya mengeluarkan getaran dahsyat yang menangkis segala senjata yang menghujam dirinya.

Dengan sekali sapuan saja, sudah ada puluhan senjata yang tertangkap tangannya.

Para penyerang yang menerima serangan tangan kanan Cio San terlempar beberapa tombak jauhnya.

Darah segar muncrat dari mulut mereka.

Walaupun mereka murid utama perguran-perguran utama pula, masakan mampu menahan dahsyatnya 18 Tapak naga? Mereka yang senjatanya berhasil direbut Cio San hanya bisa melongo saat gerakan tangan kiri Cio San membentuk jurus Memetik Awan dari Bu-Tong Pai dan menghempaskan mereka pula! Begitu menoleh ke belakang, Cio San melihat betapa para sahabat barunya ini banyak yang berguguran.

Sehebat-hebatnya mereka toh tak bisa menahan gempuran dahsyat seperti ini.

Dengan marah Cio San melompat mundur untuk menghadapi gempuran yang datang dari arah belakangnya.

Di tangannya kini sudah ada sebuah tongkat dan juga ada sebuah pedang.

Dengan fasih ia melancarkan dua ilmu sekaligus, ilmu Tongkat1418 Pemukul Anjing dan Ilmu Pedang milik Pendekar Pedang kelana.

Langkah kakinya pun mengikuti jurus Melangkah Mendaki Awan-nya Bu-Tong Pai.

Betapa hebat hasilnya! Suara mendengung dari tongkatnya, bersatu dengan sering mencicit mendesing dari pedangnya.

Orang-orang hanya mampu melihat kilatan bayangan tubuhnya saja.

Bahkan kilatan senjata di tangannya tak ada seorang pun yang mampu melihat! Tahu-tahu telah timbul luka di tubuh mereka! Tahu-tahu mereka telah terhempas jauh ke belakang! Tanpa pernah tahu apa yang melukai mereka atau yang menyambar mereka! Para ciangbunjin yang berada di belakang menyaksikan pembantaian ini sama sekali tidak menyangka bahwa Cio San sanggup melakukan ini.


Dewa Arak 28 Teror Macan Putih Dewi Ular Parit Kematian Berita Ekslusif Exclusive Karya Sandra

Cari Blog Ini