Raja Gendeng 12 Kisah Raja Pedang Bagian 2
Setelah keduanya sama berpandangan.
Ayudra Tirta memberi isyarat dengan anggukkan kepala pada saudaranya.
"Jahanam ini memang harus dihabisi!" geram Ayudra Bayu .
Sekali dua bersaudara kembar gerakan pinggul, Secepat kilat mereka melesat ke udara. Kemudian dengan gerakan ringan dan tidak menimbulkan suara keduanya jejakkan kaki satu tombak di depan Raja.
******
Di belakang, pondok yang menjadi tempat tinggal empu Balawa terdapat sebuah tempat rahasia bernama ruang Peristirahatan dan Ketenteraman. Ketika sang empu berhasil membuat lawannya terjungkal.
orang tua yang usianya genap seratus dua puluh tahun itu merasa perkelahian sengit yang terjadi antara dirinya dengan empu Saladipa tidak perlu dilanjutkan lagi. Dia yakin ajalnya sudah semakin bertambah dekat. Tapi yang membuatnya merasa kematiannya sudah dekat bukan akibat serangan kuku beracun yang mencidrai bahunya.
Racun yang mendekam pada bahunya telah musnah setelah meminum pel pemunah racun. Dia ingat dengan batas waktu hidup dan matinya yang ditetapkan dewa lewat mimpi.
Empu Balawa sadar segala persoalan apapun yang menyangkut kepentingan dunia harus ditinggalkannya. Dia kemudian berlari saat mendengar derap langkah kuda ke pondoknya. Sesampainya di belakang rumah sang empu segera mendekati dinding tebing yang tak lain adalah bagian kaki gunung Sumbing.
Karena dinding pondok berdekatan dengan dinding tebing maka di belakang pondok empu Balawa terpaksa berjalan dengan memiringkan tubuhnya. Langkah orang tua itu pun terhenti begitu sampai di depan dinding batu empat persegi yang seukuran pintu. Setelah menghela nafas, perhatian orang tua ini pun tertuju pada sebuah tonjolan batu yang ternyata merupakan alat rahasia untuk menggerakkan pintu. Tonjolan batu hitam dipermukaan tebing yang ukurannya tidak lebih dari ibu jari kaki di tekan.
Lalu terdengar suara bergemuruh dan bergesernya benda berat yang tak lain adalah pintu rahasia. Pintu batu membuka ke samping. Bagian dalam ruangan yang gelap terbentang di depan mata empu Balawa.
Kemudian dari dalam ruangan yang gelap ada angin sejuk berhembus. Angin yang menebarkan aroma bau harum semerbak seakan di dalam ruangan rahasia itu memang terdapat sebuah taman luas yang ditumbuhi beraneka jenis tanaman bunga.
Tanpa keraguan empu Balawa langkahkan kaki memasuki ruangan Peristirahatan dan Ketenteraman itu. Begitu kaki kanan menginjak lantai dimulut pintu terdengar suara klik....
Byar!
Ruangan yang gelap gulita berubah menjadi terang benderang. Empu melihat empat batu putih yang terdapat di empat penjuru dinding ruangan menyala. Si kakek melangkah lebih ke dalam. Langkahnya terhenti begitu kedua kakinya menyentuh batu bundar yang terdapat di tengah ruangan itu.
Sambil menghela nafas dalam-dalam orang tua ini selanjutnya duduk di atas batu bundar berwarna putih perak. Dan duduk bersila dengan dua tangan diletakkan di atas lutut selayaknya seseorang yang hendak melakukan tapa. Dia menyempatkan diri memperhatikan setiap sudut penjuru ruangan yang luas itu. Di sebelah kanan dinding ruangan Empu Balawa melihat ratusan gambar orang yang memeragakan jurus silat. Sang empu menggelengkan kepala. Sementara mulut berucap.
"Aku sudah tak membutuhkan semua itu. Mungkin bocah malang yang baru datang diluar sana yang masih membutuhkannya."
Setelah berkata demikian empu Balawa palingkan kepala ke bagian dinding sebelah kiri.
Pada dinding itu dia melihat gambar sebuah benda bulat benda yang tak lain adalah ujud dari dunia itu sebagian berwarna putih sebagian berwarna hitam dan sebagian lagi berwarna abu-abu.
Sekali lagi empu Balawa gelengkan kepala
"Gambar dunia.Dengan simbol tiga warna memiliki tiga arti. Yang putih melambangkan kehidupan di jalan yang lurus. Yang hitam melambangkan banyak yang hidup di jalan yang sesat, jalan keliru dan membolehkan segala cara. Sedangkan yang kelabu kuyakin melambangkan kehidupan antara hitam dan putih dan keduanya dijalani tanpa rasa bersalah.Untuk apa semua itu diperlihatkan kepadaku. Aku adalah orang yang hendak mati. Aku tidak pernah berbuat jahat apalagi melakukan tindakan tersesat.Lalu dimanakah taman impian yang pernah dijanjikan para dewa kepadaku?"
Tanya si kakek.
Orang tua ini kemudian menoleh ke belakang.
Tidak ada apa-apa yang terlihat di sana terkecuali gambaran kehidupan di masa lalu.
Dan ketika empu Balawa menatap ke depan.
Dia melihat kuda.
Melihat gambar kuda terpampang di dinding sang empu pun berucap.
"Kuda simbol dari kerja keras, tak menyia-nyiakan waktu, pandai memanfaatkan keadaan, sabar dan tekun. Siapa saja yang bisa memanfaatkan lima syarat itu, tidak dapat dipungkiri dunia berada dalam genggamannya. Ah, mengapa itu yang terlihat dan diperlihatkan padaku. Di manakah Kayangan, dimanakah Swargaloka yang menjadi impianku!"
Batin si kakek.
Lelah orang tua ini mencari.
Segala impian hidupnya untuk mencapai Swargaloka mungkin hanya tinggal angan-angan belaka.
Padahal seumur hidup hingga menjelang akhir hayatnya sang empu merasa tidak pernah melakukan kesalahan apa-apa.
Seluruh hidupnya dia baktikan untuk menebar kebajikan.
Apakah semua yang dilakukannya selama ini sia-sia?
Empu Balawa menjadi pasrah.
Perlahan matanya terpejam.
Baru saja mata dipejamkan.
Sayup-sayup empu mendengar suara mengiang ditelinganya.
Suara mengiang yang sama sebagaimana yang pernah dia dengar ketika berada di dalam pondoknya.
"Empu Balawa. Hidupmu seharusnya berakhir hari ini. Tapi berkat kemurahan dewa dan kebijaksanaan dewa-dewa dikayangan, usiamu diperpanjang hingga dua tahun ke depan. Selama dua tahun itu kau tak lagi diizinkan keluar dari dalam ruang Peristirahatan & Ketenteraman. Kau diharuskan bertapa, kau boleh mengucapkan doa-doa atau memuji kebesaran Pemilik Langit Bumi sebanyak banyaknya. Dengan begitu diakhir hidupmu nanti dewa berkenan mengangkat harkat dan martabat hidupmu setelah dirimu berada di alam keabadian."
Tak menyangka kesempatan hidupnya bertambah dua tahun, Empu Balawa yang sudah siap menghadapi kematian tentu saja terkejut. Perpanjangan usia itu kiranya tidak membuat sang empu merasa senang. Dengan masih tetap terpejam dia berkata.
"Seratus dua puluh tahun usiaku sudah cukup panjang. Mengapa harus ditambah lagi. Aku sudah merasa lelah menjalani hidup ini. Aku ingin menghadap gusti Pangeran yang telah menciptakan aku! Bagaimana menurutmu wahai Suara Kebenaran Yang Suci?"
Bertanya sang empu karena hatinya merasa tidak puas.
"Kau sudah melangkah sejauh ini. Semua kebaikanmu dicatat dalam kitab kebaikan pula. Sekarang kau harus menjalani tapa brata. Manusia harus menerima segala pemberian yang diatas dengan rela. Yang menjadi hak setiap manusia adalah berusaha. Hubunganmu dengan dunia luar sudah terputus. Tapi ingat satu hal. Sebelum pintu rahasia ruang Peristirahatan dan Ketentraman benar-benar tertutup dan sebelum hak bicaramu dengan manusia tertutup. Apakah kau pernah berpikir, mengingat atau merasakan beban batin penderitaan yang dialami oleh orang malang yang berjodoh dengan pedang saktimu?"
Empu Balawa terdiam. Dalam diamnya dia terus berpikir dan mengingat-ingat. Tanpa sadar air mata kemudian bergulir menuruni pipinya yang keriput.
"Topeng Hitam Selaksa Maut Raja Pedang?"
Desis empu Balawa tanpa sadar.
"Bencana hebat telah menimpa dirinya. Dia bahkan tak ingat namanya sendiri. Hidupnya penuh kesengsaraan dan penderitaan. Keluarganya lenyap, kekasihnya terbunuh. Harta kekayaan dirampas. Penderitaan kesengsaraan dan perlakuan keji yang dilakukan Gagak Anabrang itu yang membuatnya bertahan-hidup. Dia manusia yang malang. Dalam segala kemalangannya adalah aneh pedang sakti Penggebah Nyawa yang kubuat bisa berjodoh dengannya. Apakah berarti aku telah melakukan satu kekeliruan karena membuat pedang itu?"
Kata empu Balawa bertanya. Sebagai jawaban si kakek mendengar suara ngiang di telinganya.
"Tidak ada yang salah dengan tindakanmu membuat pedang itu. Mungkin memang sudah demikian jalan hidup yang harus dilalui Raja Pedang. Dia hidup dengan segala dendam kesumat yang menggunung di dalam hati. Dan hendaknya engkau ingat empu sebelum hak bicaramu dengan manusia terputus apakah kau tidak ingin mengatakan barang sepatah kata pada pemuda itu?"
"Bukankah aku sudah tidak diizinkan keluar lagi dari tempat ini."
"Memang."
"Lalu bagaimana aku bisa menemuinya?"
"Dia yang akan datang menemuimu. Saat ini dia menuju ke sini!"
Kata suara kebenaran.
Apa yang dikatakan suara kebenaran ternyata tidak berlebihan.
Tidak berselang lama di depan pintu rahasia muncul seorang laki-laki berpakaian hitam membekal sebilah pedang berangka hitam sedangkan wajahnya terlindung sebuah topeng yang juga berwarna hitam. Walau empu dalam keadaan memejamkan mata namun dia tahu di depan pintu batu duduk bersimpuh Topeng Hitam Selaksa Maut atau yang lebih dikenal dengan julukan Raja Pedang.
Dan Raja Pedang merasa lega begitu melihat empu Balawa tidak mengalami cidera setelah sempat bentrok dengan empu Saladipa.
"Orang tua yang sangat aku hormati. Maafkan diriku yang terlambat datang memberi bantuan."
Kata Raja Pedang dengan kepala tertunduk dan dua tangan merangkap ke depan dada. Empu Balawa tersenyum. Namun dia tetap memejamkan mata. Dengan mata terpejam pula dia menjawab.
"Aku tidak apa-apa wahai orang yang menyembunyikan wajah di balik topeng. Bagaimana nasib empu tua congkak dan rakus itu?"
Tanya si kakek. Suaranya datar tanpa dendam juga tidak menunjukkan rasa permusuhan.
"Aku hanya meminta sebelah tangannya. Tapi bila dia berani datang kemari mengganggu empu. Maka aku akan memenggal kepalanya,"
Jawab Raja tanpa keraguan.
"Dia tak mungkin datang lagi. Kurasa dia akan mencarimu karena pedang ditanganmu untuk diberikan pada Gagak Anabrang yang menjadi majikannya,"
Terang empu Balawa. Wajah yang tersembunyi dibalik topeng menyeringai .
"Majikan empu gila harta itu tak akan pernah mendapatkan pedang. Aku akan datang menghabisi Gagak Anabrang dan juga semua orang yang menjadi kaki tangannya. Mereka semua harus mati."
"Aku tahu bagaimana perasaanmu, pemuda malang. Aku tidak menganjurkan kau berbuat salah sepanjang hidupmu. Tapi aku juga tidak melarang kau untuk menuntut balas atas segala apa yang dilakukan oleh Gagak Anabrang padamu dan keluargamu. Sebelum kau pergi meninggalkan tempat ini. Satu hal ingin aku ketahui. Apa sebenarnya yang dicari Gagak Anabrang selain pedang Penggebah Nyawa?"
Kening di balik topeng berkerut. Sepasang mata menatap tajam pada empu Balawa. Walau tidak melihat empu Balawa sadar dirinya ditatap dengan pandangan penuh curiga. Tidaklah heran, buru-buru empu Balawa membuka mulut.
"Kau jangan salah sangka. Aku bertanya seperti ini karena ketika datang empu Saladipa ada mengatakan. Ada sebuah benda sangat berharga yang menjadi incaran Gagak Anabrang. Dia mengatakan benda itu ada padamu!"
"Hmm, soal benda itu saya tak dapat menceritakannya pada empu. Maafkan saya. Bukannya saya tidak mempercayai empu. Tapi biarlah sebuah rahasia saya simpan sampai akhir hayatku empu. Aku juga menjamin Gagak tak akan mendapatkan benda itu."
Empu Balawa manggut-manggut. Walau kecewa namun dia tak memaksa Raja Pedang menceritakan yang ingin diketahuinya. Kemudian tappa pernah menceritakan tentang tapa yang hendak dijalaninya. Empu Balawa berujar.
"Raja Pedang atau siapapun dirimu ini. Aku mengucapkan terima kasih atas kehadiranmu. Sekarang kau boleh pergi. Lakukanlah apa saja yang ingin kau lakukan. Aku berharap sekaligus memohon padamu jangan pernah datang lagi ke pondokku di gunung Sumbing ini."
"Eeh, apa maksudmu empu. Dan lagi pula mengapa kau berada di dalam ruangan ini. Apakah benar seperti yang empu katakan dulu. Empu benar-benar hendak pergi jauh?"
Tanya Raja Pedang kaget sekaligus merasa sedih. Sedih karena sebagai orang yang mewarisi pedang dia belum dapat membalas budi baik empu Balawa.
"Jangan katakan bahwa empu akan berpulang. Saya telah banyak kehilangan orang-orang yang begitu baik dan perhatian pada saya empu."
Kata Raja Pedang dengan suara bergetar mata berkaca-kaca menahan sedih.Empu Balawa tersenyum arif.
"Tak perlu risau. Banyak yang datang banyak pula yang pergi meninggalkan dunia ini. Yang Kuasa memberiku tambahan waktu membersihkan diri. Aku tidak jadi mati hari ini, Satu hal pesanku padamu, tidak semua manusia itu jahat. Pasti ada yang baik dan punya niat membantu, memberi dengan tulus. Kepada manusia seperti itu kau harus bersikap baik."
"Terima kasih empu. Aku merasa lega kau tidak pergi hari ini. Mudah-mudahan kita bisa bertemu lagi!"
"Pergilah! Aku selalu berdoa untuk keselamatanmu wahai manusia yang tak dapat mengingat nama sendiri."
Raja Pedang anggukkan. Setelah jatuhkan diri berlutut memberi penghormatan pada empu Balawa, Raja Pedang pun bangkit berdiri lalu tinggalkan sang empu. Si kakek tersenyum. Tak lama setelah senyumnya lenyap dia berujar.
"Suara Suci suara Kebenaran. Hakku untuk bicara telah kupergunakan. Sekarang hubungan telah kuputus. Semua urusan lainnya kuserahkan kepada para dewa dikayangan."
"Ucapanmu didengar. Permintaanmu dikabulkan!"
Terdengar ngiang ditelinga Empu Balawa.
Setelah suara mengiang lenyap.
Di depan pintu terdengar suara bergemuruh.
Pintu bergeser menutup.
Selanjutnya sunyi tak terdengar apa-apa lagi.
******
Halaman rumah gedung megah yang dinding dan lantainya berlapis emas nampak sunyi di malam hari.
Walau sepi namun beberapa penjaga yang kebanyakan adalah orang bayaran berkepandaian tinggi sedang berjaga di setiap penjuru sudut.
Raja Gendeng 12 Kisah Raja Pedang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak sembarang orang bisa mendekat apalagi memasuki gedung, terkecuali mereka yang sudah dikenal atau punya hubungan dekat dengan penghuninya yaitu Gagak Anabrang.
Ketika empu Saladipa memasuki pintu gerbang utama beberapa penjaga berada di tempat itu segera membuka pintu.
"Apakah junjungan ada di dalam gedung?"
Bertanya si kakek yang kehilangan tangan kirinya sambil meringis menahan sakit. Sang penjaga menatap ke arah kakek di atas punggung kuda dengan kening mengernyit heran.
Dia melihat tangan empu Saladipa yang berlumuran darah.
Penjaga ini ingin bertanya, namun dia tidak berani.
Karena itu sang penjaga segera menjawab.
"Yang mulia junjungan ada di dalam."
"Hm, tolong urus kudaku."
Lalu kakek berusia tidak kurang dari seratus tahun ini segera melompat turun dari kuda. Setelah membungkuk sebagai tanda penghormatan, penjaga itu menarik tali kekang kuda lalu menuntunnya ke tempat yang teduh tak jauh dari pekarangan yang terdapat di sebelah kiri gedung.
Setelah itu empu Saladipa bergegas menuju pintu depan. Sementara itu sepeninggalnya empu ahli pembuat keris ini, penjaga yang duduk di gardu berbisik kepada sesamanya.
"Pergi dengan tubuh utuh tak kekurangan sesuatu apa. Kini dia kembali dengan tangan kiri buntung. Apa yang terjadi dengan empu tengik itu?"
Kata penjaga yang bertubuh kurus. Sang temannya yang duduk didepannya tidak segera menjawab. Mata menatap ke arah empu yang melangkah menjauh dari gardu. Kemudian dengan hati-hati dia berucap.
"Mungkin sesuatu yang sangat hebat telah terjadi dengannya. Kita semua tahu empu Saladipa adalah tokoh sakti. Bukan cuma pandai membuat keris tapi juga memiliki jurus serta pukulan hebat. Orang sehebat dia jika sampai mendapat cidera berat apalagi kehilangan tangan sudah pasti mendapat lawan yang benar-benar tangguh."
"Sekarang dia kena batunya!"
Gumam penjaga ketiga.
"Heh, jangan sembarangan bicara. Kalau dia mendengar kita bisa mendapat masalah besar,"
Kata pengurus kuda empu Saladipa.
Rupanya dia sudah terbiasa mengurus kuda sehingga tak lama telah kembali lagi bergabung dengan teman-temannya
"Dia benar! Kita urus saja semua yang menjadi tugas kita," seru yang duduk di ujung gardu.
Semua parjaga di dalam gardu akhirnya saling diam.
Tidak berani lagi membicarakan sang empu.
Sementara Empu Saladipa setelah sampai di depan pintu segera mengetuk pintu.
Tak lama setelah pintu diketuk dari dalam ruangan terdengar suara jawaban berat tersendat.
"Siapa?"
"Ampun junjungan. Saya empu Saladipa ingin datang menghadap junjungan."
Jawab empu Saladipa sambil bungkukkan badan seolah sudah berhadapan dengan majikannya.
Dari sikap yang ditunjukkan empu Saladipa untuk menemui orang yang berada di ruang dalam, maka jelaslah bahwa empu Saladipa sangat menghormati dan takut pada Gagak Anabrang.
"Oh, monyetku ahli pembuat keris. Ternyata kau sudah kembali! Pintu tidak terkunci!" kata orang di dalam.
Si kakek mendorong pintu. Begitu pintu terbuka dia pun jatuhkan diri berlutut di depan seorang laki-laki berpakaian serba hijau berkumis tipis, dengan wajah selalu tersenyum selayaknya seorang bocah polos tanpa dosa. Laki-laki itu duduk diatas sebuah kursi. Karena kursi yang didudukinya berukuran lumayan besar sedangkan tubuhnya kecil pendek membuat dirinya terbenam tenggelam ke dalam sandaran kursi kebesarannya.
"Maafkan saya junjungan. Saya telah melakukan tugas seperti yang junjungan Gagak Anabrang perintahkan pada saya."
Kata empu Saladipa tanpa berani mengangkat wajah apalagi bertemu memandang kepada laki-laki bertubuh kecil yang tak lain Gagak Anabrang adanya.
"Kau telah kembali wahai monyet sahabatku."
Potong Gagak Anabrang sambil tersenyum. Belum sempat empu Saladipa anggukkan kepala, Gagak Anabrang lanjutkan ucapan.
"Pesanku telah kau sampaikan pada empu Balawa?"
"Benar junjungan."
"Lalu kau kembali tanpa membawa serta empu itu. Malah kulihat kau kehilangan sebelah tanganmu. Apa yang terjadi? Kau kalah hebat dengan empu tengik itu? Apa jawabmu monyet sahabatku?"
Kata Gagak Anabrang.
Kemudian selayaknya bocah yang polos dia pun tertawa.
Berkali-kali dirinya disebut 'monyet sebenarnya empu Saladipa risih juga.
Walau di lubuk hati dia merasa tidak bisa menerima, namun dia harus maklum dengan kebiasaan Gagak Anabrang yang selalu menyebut 'anjing atau monyet' pada orang-orang kepercayaannya.
Sebutan aneh seperti itu bagi Gagak Anabrang merupakan cara menyapa yang paling sopan.
Disamping itu empu Saladipa juga menyadari, Gagak Anabrang memang dikenal sebagai orang yang paling kaya di seluruh tanah Dwipa.
Selain mempunyai kekayaan yang luar biasa.
Dia juga mempunyai kaki tangan dan pengikut setia yang semuanya berkepandaian tinggi.
Tidak hanya sampai disitu Gagak Anabrang mempunyai seorang istri yang konon berasal dari kerajaan siluman kera Putih.
Sedangkan sembilan istrinya yang lain berasal dari manusia biasa.
Laki-laki itu justru banyak mendapat dukungan dari istrinya yang siluman.
Dengan segala kekayaan serta dukungan yang dimiliki Gagak Anabrang maka manusia hebat berilmu tinggi sekalipun akan berpikir dua kali untuk menentangnya.
Karena selalu mendambakan kehidupan mewah serba berkecukupan maka satu-satunya jalan bagi empu Saladipa untuk mendapatkan kesenangan dan benda-benda berharga dari Gagak Anabrang adalah dengan cara mengikuti apa saja yang diperintahkan padanya walau setiap ucapannya kadang menyakitkan.
"Junjungan yang saya hormati. Saya sebenarnya hampir dapat membawa empu Balawa kehadapan junjungan. Tapi tiba-tiba saja Raja Pedang manusia laknat itu muncul menolong empu Balawa. Kami terlibat perkelahian sengit. Empu pembuat pedang melarikan diri. Sedangkan saya cedera oleh Raja Pedang,"
Jawab empu Saladipa setelah sempat terdiam beberapa jurus lamanya. Dan tentu saja penjelasan empu Saladipa sebagian besar hanyalah dusta belaka.
Karena untuk menutupi rasa malu.
Jauh sebelum berangkat ke gunung Sumbing, Empu ini sesumbar dapat membawa empu Balawa secara paksa karena ilmu kesaktian yang dia miliki jauh lebih tinggi dari empu pembuat pedang.
Mendengar empu Saladipa menyebut nama Raja Pedang, Sepasang mata Gagak Anabrang yang bundar polos membulat besar.
"Raja Pedang! Dia adalah seonggok duri di dalam hidupku. Selama dia masih hidup tidurku tak pernah nyenyak, makan pun tak terasa enak," gumam laki-laki itu dengan mata menerawang, kemudian layangkan pandang ke arah si kakek.
"Empu...!"
"Saya junjungan!"
Empu Saladipa buru buru menyahuti.
"Aku berharap selagi aku bicara kau menatapku empu. Kalau kau terus menerus menunduk itu berarti adanya rasa takut ataukah ada suatu rahasia yang kau sembunyikan?"
Empu Saladipa diam-diam merasa kaget.
Namun dia cepat mengangkat wajah dan memandang laki-laki bertubuh kecil yang kini duduk diatas pangkuan istrinya yang baru.
Sekedar diketahui istri ke sepuluh Gagak Anabrang usianya terpaut lima puluh tahun dari suaminya.
"Junjungan. Tidak ada yang saya rahasiakan. Saya hanya merasa takut bertatap pandang dengan junjungan. Saya takut nanti junjungan menganggap diri saya tidak bersikap sopan."
"Ha ha ha! Untuk rasa kesopananmu itu kau pantas mendapatkan hadiah lima puluh keping emas!"
Berkata Gagak Anabrang disertai gelak tawa.
Dia merogoh saku celana hijaunya yang gombrang kedodoran seperti sarung.
Dari balik kantong dia keluarkan lima puluh keping emas dan langsung dilemparkan pada empu Saladipa.
Mendapat hadiah begitu banyak, dengan tangan kanan si kakek memunguti emas yang bertaburan di depannya.
Kepingan emas lalu dia masukkan ke balik kantong perbekalan.
Melihat sikap tamak sang empu, Gagak Anabrang malah tersenyum.
"Bagaimana monyetku. Kau bisa buktikan sendiri, betapa aku adalah orang yang paling pemurah di muka bumi. Sayang kau gagal membawa empu pembuat pedang itu kehadapanku. Padahal aku telah berjanji akan memberimu hadiah yang sangat besar bila kau berhasil melakukan tugasmu."
"Maafkan saya junjungan. Raja Pedang terlalu cepat dan terlalu tangguh bagi saya. Kalau saja dia tidak muncul disana, saya pasti dapat membawa kepala empu Balawa kehadapan junjunganmu,"
Jawab si kakek membela diri.
"Begitu?"
Gumam Gagak Anabrang sambil manggut-manggut. Setelah sempat menatap tangan si kakek yang buntung sebatas pangkal lengan Gagak Anabrang melanjutkan ucapannya!
"Empu, untuk tanganmu yang lenyap dipenggal Raja Pedang sudah jelas aku tak dapat menggantinya. Lalu apa permintaanmu sebagai imbalan atas tanganmu yang buntung itu? Kau tinggal menyebutkan nanti aku akan mengabulkannya."
Empu Saladipa terdiam sejurus lamanya.
Dia pun ingat dengan kebiasaan Gagak Anabrang.
Diam-diam berkata dalam hati.
"Aku tidak akan bersikap tolol mengulangi kesalahan orang terdahulu yang pernah dekat dengannya. Aku tak mungkin minta imbalan atau hadiah sebagai pengganti tanganku. Apalagi aku tahu tugas yang diberikan padaku mengalami kegagalan. Aku mengenal kebiasaan jahat lakilaki satu ini. Dia suka membunuh orang yang gagal melakukan tugas namun minta imbalan."
Maka buru-buru si kakek menjawab.
"Junjungan sekaligus sahabat kuhormati. Sebagai orang yang tak mampu melakukan tugas dengan baik. Saya sama sekali tidak mengharap imbalan apaapa. Cukup bagi saya persahabatan diantara kita tetap berjalan sebagaimana sebelumnya."
"Tapi kau telah kehilangan sebelah tanganmu. Apakah kau merasa tidak rugi?"
Potong Gagak Anabrang dengan sikap menunjukkan rasa simpati. Empu Saladipa menggeleng, Dia bahkan tersenyum.
"Tidak junjungan. Mungkin tangan kiri saya memang tidak berguna tak dapat melaksanakan tugas yang junjungan berikan. Tapi kehilangan tangan bagi saya tidak berarti apaapa dibandingkan harus kehilangan sahabat sebaik junjungan."
Jawaban empu Saladipa ternyata sangat melegakan Gagak Anabrang. Dalam hati dia berucap.
"Empu monyet pembuat keris yang satu ini ternyata cukup cerdik. Dia tak termakan ucapan dan jebakanku. Kalau saja dia berani menuntut meminta imbalan sebagai pengganti tangannya yang tak berguna, malam nanti aku pasti perintahkan Rai Nini istriku untuk menyeret sekaligus mempersembahkannya pada raja Kera."
Walau hati berkata begitu, namun mulut tetap berkata manis.
"Empu Saladipa. Hatimu mulia. Kau tidak tergiur tidak pula silau melihat kekayaanku yang menggunung. Aku suka bersahabat dengan orang sepertimu. Sekarang kau boleh istirahat. Aku akan memanggil beberapa tabib hebat untuk mengobatimu."
"Terima kasih junjungan. Budi baik dan kemuliaan hati junjungan tak akan saya lupakan Tapi bagaimana dengan Raja Pedang?!"
Raja Gendeng 12 Kisah Raja Pedang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tanya si kakek sebelum berlalu tinggalkan ruangan mewah itu.
"Hmm... Raja Pedang. Aku ingin dia tertangkap dalam keadaan hidup."
"Mengapa tidak dibunuh saja. Dia sangat berbahaya sekali. Lagi pula dia mengancam akan menghancurkan tempat ini."
"Dia berkata begitu padamu?"
Desis Gagak Anabrang tenang.
"Ya."
"Dia sengaja membiarkan kau hidup agar dapat menyampaikan pesan itu padaku?"
Dengan malu-malu empu Saladipa anggukkan kepala.
"Tidak mengapa. Bagus seandainya dia benar-benar berani datang ke tempat ini. Walau begitu aku tetap harus menunda kematiannya karena ada yang dibutuhkan oleh putriku darinya, rahasianya ada padanya. Aku menyayangi anakku Arum Dalu. Andai saja ada gadis lain yang mau menggantikannya..."
Gumam Gagak Anabrang.
"Maksud junjungan?1"
Tanya si kakek.
"Eeh, tidak! Lupakanlah. Sebaiknya sekarang tinggalkan ruangan ini. Para tabibku pasti akan membantu menyembuhkan lukamu!"
"Baiklah junjungan,"
Ujar si kakek.
Sekali lagi dia bungkukkan badan.
Setelah bungkukkan badan tiga kali, Empu Saladipa beringsut tinggalkan ruangan.
Dalam perjalanan menuju tempat penginapan yang tersedia diluar gedung empu ini terus saja memikirkan ucapan Gagak Anabrang.
"Gerangan apa yang dirahasiakan Gagak Anabrang. Dia mengatakan ada yang penting dalam diri Raja Pedang. Dan rahasia itu sangat dibutuhkan putrinya Arum Dalu. Apa yang terjadi dengan Arum Dalu. Gadis cantik jelita yang hanya memunculkan diri di tengah keluarganya di malam hari? Gagak Anabrang menyembunyikan sebuah rahasia penting menyangkut anaknya? Dia tidak mau mengatakannya padaku, mengapa? Padahal aku ini termasuk salah seorang sahabatnya,"
Pikir empu Saladipa. Dia terus berpikir sampai otaknya terasa panas dan rambutnya yang putih tambah gatal.
"Ah persetan. Rahasia apa pun yang disembunyikan jahanam kecil itu aku tak perduli lagi. Yang penting bagiku bisa hidup senang dan enak tanpa harus bekerja keras. Kalau aku pandai mengambil hati dan menyenangkan perasaannya, maka kehidupanku dimasa yang akan datang pasti jauh lebih baik,"
Gumam empu Saladipa sambil terus melangkah.
Sementara itu seperginya empu Saladipa. Gagak Anabrang yang pembawaannya selalu tenang dan bersikap ramah bersahabat ternyata tak dapat lagi berlama-lama duduk dipangkuan istrinya yang muda dan cantik.
Dia bergegas tinggalkan gedungnya yang megah lalu berjalan menuju ke arah selatan.
Dalam kegelapan laki-laki itu tidak jalan sendiri.
Saat menelusuri jalan berliku dipenuhi batu-batu licin dia ditemani oleh pengawalnya yang paling setia bernama Lor Gading Renggana.
Berkat manusia setengah mahluk bertubuh raksasa namun bodoh dan bisu itu pula setiap bepergian Gagak Anabrang tak perlu berjalan kaki, berlari ataupun menunggang kuda.
Dia cukup duduk diatas bahu Lor Gading....
Setelah itu manusia setengah mahluk itu akan mengantarkan Gagak Anabrang kemanapun yang diinginkan.
"Malam ini kau harus membawaku ke tempat rahasia di kali Boyo. Aku ingin membicarakan urusan yang sangat penting dengan sahabat dan kaki tanganku!"
Kata Gagak Anabrang sambil mengusap menepuk kepala Lor Gading yang diselubungi kain hitam. Tidak ada jawaban terkecuali suara lenguh seperti suara sapi.
Tapi begitu suara melenguh lenyap Gagak Anabrang segera dibawa berlari dengan kecepatan laksana terbang.
*****
Kedua laki-laki bersaudara kembar itu untuk sejenak lamanya sama berpandangan.
Setelah memandang tajam pada Raja dengan sorot mata penuh rasa benci kemudian mereka berpaling pada si gemuk berpakaian hitam bertubuh pendek.
Satu-satunya dari tiga Penjagal Iblis Teluk Santuang yang selamat.
Kepada laki-laki yang terus menangis sambil menggerung meratapi kepergian kedua sahabatnya itu. Ayudra Bayu si wajah burung hantu berkata.
"Rakatiri! buat apa kau memanggil orang yang sudah mampus dan gosong begitu. Apakah tidak ada keinginan dalam hatimu membalas dengan menghabisi pemuda gondrong yang telah membunuh mereka?!"
"Kau harus menebas leher pemuda aneh sialan itu dengan golok besarmu pengganti nyawa dua sahabatmu!"
Kata Ayudra Tirta memanasi.
Tetapi kemudian si gemuk pendek mengambil keputusan yang sungguh berada diluar dugaan Ayudra Bayu dan adiknya.
Rakatiri bangkit, namun cepat gelengkan kepala.
Kemudian dengan suara tersendat dia membuka mulut.
"Semua ini salahku. Aku tidak mendengar kata emak. Jika aku tidak bergabung dengan kalian, kedua temanku tidak akan menjadi korban?"
"Hah...!"
Ayudra Bayu dan Ayudra Tirta sama terkejut tak menyangka pengikut sekaligus pengawalnya bakal bicara seperti itu.
"Kau sadar dengan ucapanmu itu?"
Hardik Ayudra Tirta.
"Au bukan orang yang suka mabok, bagaimana mungkin aku tidak sadar dengan apa yang aku ucapkan!"
"Bangsat jahanam! Kami memberimu kehidupan yang layak kau malah tak tahu diri tak mengenal rasa terima kasih. Mampuslah..." teriak Ayudra Tirta.
Sekonyong-konyong dia hantamkan tangan kanannya yang teraliri tenaga sakti ke depan. Karena Ayudra Tirta tepat berada di belakang Rakatiri. Tentu saja serangan itu dapat mengenai punggungnya.
Tapi Rakatiri yang memegang golok tidak tinggal diam. Sambil memutar tubuh.dia kibaskan golok ke belakang berniat menghancurkan pukulan maut yang dilancarkan oleh Ayudra Tirta. Cahaya putih menyilaukan mata berkiblat saat golok melabrak deru pukulan ganas bekas majikannya itu. Tapi tebasan golok yang dilancarkan itu ternyata tak mampu menembus serangan Ayudra Tirta. Golok terpental hancur menjadi kepingan. Rakatiri keluarkan seruan kaget. Dia melompat kesamping lalu secepat kilat jatuhkan diri hindari kepingan golok yang berbalik menghantam dirinya.
Rakatiri selamat. Serpihan golok berdesing di atas kepala. Sebagian di batang pohon. Sebagian lainya terus berpentalan dalam kegelapan. Rakatiri segera bangkit, namun belum sempat dirinya tegak berdiri. Ayudra Tirta kembali lepaskan pukulan saktinya. Kali ini dari telapak tangan laki-laki berwajah mirip macan tutul itu menderu butiran putih bening tak ubahnya kepingan kaca. Puluhan kepingan berbentuk runcing seperti jarum itu sesungguhnya adalah butiran air membeku.
Berkat kesaktian yang dimiliki dan semuanya bersumber dari kekuatan air, bekuan air itu kini berubah menjadi senjata yang sangat dahsyat. Rakatiri yang sudah mengenal kehebatan ilmu pukulan yang dilancarkan Ayudra Tirta terbelalak sekaligus keluarkan seruan kaget
"Jarum Tirta Pembunuh!"
Sadar dengan ganasnya pukulan yang dilakukan bekas majikannya.
Tidak ada waktu lama bagi Rakatiri untuk berpikir.
Dia bertindak nekat siap mengadu jiwa.
Sambil melompat mundur satu tindak.
Dua tangan yang telah dialiri tenaga dalam segera dia dorong ke depan.
Wuus!
Wuus!
Dua larik cahaya ungu berkiblat menderu sedemikian rupa layaknya kipas raksasa.
Ketika dua cahaya ungu berbentuk kipas menyapu puluhan batangan putih tak ubahnya jarum, terdengar suara.
Tess!
Beberapa butiran air berbentuk jarum hancur tapi sisanya yang dapat menerobos menjebol cahaya berbentuk kipas ternyata jauh lebih banyak lagi.
Rakatiri terkesima.
Dia melepaskan pukulan susulan.
Namun pukulan yang dilepaskannya kalah cepat dengan serbuan bekuan air berbentuk jarum.
Brees!
Tep!
Tep!
"Wuargkh...!
Rakatiri menjerit keras, tubuhnya terjengkang ketika sedikitnya tujuh butiran air berbentuk jarum menghujam di sekujur tubuhnya.
Butiran air itu menembus tubuh dari bagian depan hingga ke belakang.
Ayudra mendengus disertai seringal mengejek
"Kadal gemuk tidak tahu diri.Ilmu baru seujung pucuk bambu hendak melawan diriku."
geram Ayudra Tirta.
Kembarannya Ayudra Bayu ikut pula menimpali.
"Bangsat tak tahu diri itu memang sudah sepantasnya mampus"
Kemudian mereka berdua dengan sikap tak perduli lagi segera melangkah maju. Empat langkah di depan Raja keduanya tegak berdiri. Sikapnya begitu congkak terkesan memandang enteng. Tapi Sang Maha Sakti Raja Gendeng sendiri nampak tenang dan acuh saja.
Malah pemuda itu menatap Rakatiri yang baru saja meregang ajal dengan mata mendelik.
"Tiga orang yang malang. Dua diantaranya sudah mati konyol, satunya lagi menemui ajal setelah sempat sadar diri dan ingin bertobat Sayang niat baik malah ditanggapi dengan kebencian dan kemurkaan hati. Ah... orang pendek bernama Rakatiri. Aku berdoa diakhir hayatmu. Semoga penguasa langit dan bumi memberi maaf mengulurkan pengampunan. Dan aku juga berdoa semoga kau bisa masuk surga dan bertemu dengan bidadari yang cantik cantik."kata pemuda itu dengan bibir tersenyum namun mata menunjukkan kesungguhan hati.
Perkataan Raja yang lirih itu ternyata terdengar juga oleh kedua Ayudra bersaudara kembar itu. Mereka menjadi tidak senang. Geregetan bercampur geram Ayudra Bayu berteriak.
"Apa maksud ucapanmu itu pemuda aneh bertingkah gila?"
Raja geleng kepala. Wajah tengadah, mata menatap ke langit yang biru dipenuhi taburan bintang. Kemudian sambil memandang langit, seakan ditujukan pada diri sendiri Raja membuka mulut.
"Malam indah di langit, begitu kelihatannya. Pasti banyak bidadari dan gadis gadis cantik merindukan pelukanku."
Sampai disini bibir Sang Maha Sakti lagi-lagi mengurai senyum.
"Di bumi manusia merusak keindahan dengan menghitamkan hari dan memerahkan tanah dengan darah, amarah dan kebencian. Sedikit manusia berhati putih polos, seperti bayi. Kesombongan dan keangkuhan manusia menjadikan hidup porak poranda diwarnai kekacawan. Setiap orang tentunya bebas bicara. Yang tidak bebas tentunya buang angin atau buang hajat sembarangan. Setiap langkah harus memiliki tujuan. Tanpa tujuan manusia seperti daun tua yang gugur lalu ditiup angin dan terbang entah kemana. Ucapanku sudah jelas Kalian seharusnya mengikuti langkah si gemuk pendek. Jelas dia menyadari kesalahannya. Tapi mengapa kalian malah membunuhnya?"
"Ah bicaramu indah sekali. Perlu apa kau mencampuri urusan kami. Apakah kau tidak menyadari bahwa kehadiranmulah yang membuat mereka terbunuh!"
Teriak Ayudra Tirta marah.
Raja Gendeng 12 Kisah Raja Pedang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau harus mempertanggung jawabkan semua ini!"
Kata sengit.
"Lalu?"
"Aku harus menghabisimu!"
Dengus Ayudara Bayu. Raja menyeringai dengan mulut terpencong.
"Aku ragu, apakah kalian mampu melakukannya!"
Sahut pemuda itu mengejek
"Bangsat! Kau terlalu meremehkan kami!"
"Dia harus dihabisi secepatnya! Setelah itu kita bisa kembali ke Kutoarjo!"
Timpal Ayudra Tirta pula.
Dua kembaran ini serentak bergerak .Tapi belum lagi mereka sempat gebrakan.
Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara raungan yang disusul dengan lolongan dahsyat.
Tidak hanya Raja yang dibuat terkejut.
Kedua kembaran itu juga terkesima.
Sudah sering mereka keluar masuk desa Tretes.
Selama itu belum pernah mereka mendengar suara aneh.
Ayudra Tirta dan Ayudra Bayu saling pandang.
Sedangkan Raja diam-diam alirkan tenaga dalam ke bagian tangan.
Tapi ketegangan yang menyelimuti diri Raja perlahan berangsur mereda ketika diluar dugaan terdengar ucapan yang ditujukan padanya.
"Sang Maha Sakti Raja Gendeng. Mengingat kedudukanmu sebagai seorang Pangeran pewaris tahta istana langka. Sebaiknya kau tak usah mengotori tangan dengan mengurus dua setan kembar di hadapanmu. Serahkan tugas Itu padaku! Aku akan mencabik-cabik tubuh mereka!"
Kata satu suara.
Belum lagi suara itu lenyap.
Dari dalam gelap diantara deretan rumah-rumah di kanan jalan berkelebat satu sosok hitam besar.
Demikian cepat gerakan sosok itu.
Tahutahu diantara Raja dan dua lawannya tel?h berdiri tegak satu mahluk besar berbulu hitam bermata merah dengan mulutnya yang terbuka dipenuhi gigi-gigi runcing tajam.
Raja yang mengenali mahluk besar berujud anjing itupun berseru.
"Kabut Hitam .Bagaimana kau bisa berada disini? Kau mengikuti aku? Maafkan waktu itu aku pergi belum sempat mengucapkan terimah kasih padamu untuk yang kedua kalinya."
Ujar Raja sambil nyengir.
Kabut Hitam, seperti diketahui ujud yang sebenarnya adalah seorang gadis cantik jelita yang mendapat kutukan dewa karena dengan segala kesaktiannya mencoba mencuri dengar kabar di kayangan, menyeringai.
"Lupakanlah semua budi dan kebaikan hai pewaris istana Pulau Es!"
Ucap Kabut Hitam selayaknya manusia saja. Melihat anjing besar seukuran anak kuda itu bisa bicara Ayudra Bayu dan adiknya tak kuasa menyembunyikan keterkejutannya.
"Bagaimana anjing itu bisa bicara!"
Desisnya berbisik
"Aku juga heran. Tapi yang cukup mengejutkan benarkah pemuda aneh itu pangeran pewaris sebuah kerajaan?"
Ucap Ayudra Tirta pula.
"Dibalik tingkahnya yang seperti orang gendeng dia memang ada tampang keturunan raja, tapi perduli apa? Kita harus menjalankan tugas. Kita juga telah disumpah hanya patuh pada junjungan Gagak Anabrang."
"Kalau begitu. Kau bunuh pemuda itu, sementara aku sendiri akan berusaha menghabisi anjing jejadian satu ini,"
Bisik Ayudra Tirta. Sang kakak anggukkan kepala. Sementara itu demi melihat dua bersaudara kembar siap melakukan serangan. Kabut Hitam cepat melompat menghadang.
"Apa yang hendak kau lakukan Kabut Hitam?"
Bertanya Raja sambil melangkah maju.
"Mereka hendak menyerangmu, Raja. Tapi biarlah aku yang akan melawan mereka! Tugasmu kuambil alih dan kau boleh duduk di tempat yang aman sambil bengong juga boleh,"
Kata Kabut Hitam.
"Aku tidak bisa diam saja. Kedua cecunguk kaki tangan Gagak Anabrang itu telah menimbulkan kesengsaraan dimana-mana. Desa ini adalah salah satunya. Mereka merampas membunuh dan menodai anak istri orang yang mereka anggap cantik. Karena itu sudah selayaknya mereka dapat ganjaran."
"Siapa Gagak Anabrang?"
Tanya Kabut Hitam sambil melirik ke arah Raja yang berada di sampingnya.
"Gagak Anabrang adalah majikan mereka. Dia orang paling kaya di seluruh tanah Dwipa. Tapi kekayaannya didapat karena memeras dan merampas harta benda yang dimiliki penduduk desa yang ada diseluruh tanah Dwipa ini."
Terang Raja.
"Hm, aku baru mendengarnya. Kalau begitu biarkan aku yang akan menghadapi mereka!"
"Jangan serakah. Sisakan satu untukku. Aku ingin menjajal sampai dimana kesaktian yang mereka miliki!"
"Baiklah. Aku ingin bermain-main dulu dengan bangsat berwajah mirip macan tutul itu."
"Aku yang mana saja. Yang berwajah mirip burung hantu itu boleh juga."
Sambut Raja.
"Saudaraku. Mari kita habisi dua kecoak kesasar ini bersama-sama !"
Seru Ayudra Tirta. Ayudra Bayu tidak menjawab. Namun sekali berkelebat tahu-tahu dia telah berada di hadapan Raja menyerang pemuda itu dengan satu jotosan diwajah disertai tendangan menggeledek.
"Wwwh! Ganas juga serangannya!"
Kata Raja pura-pura keluarkan seruan kaget namun cepat kibaskan tangan kiri ke atas menangkis serangan sambil menggeser kedua kaki kebelakang hindari tendangan.
Tendangan luput namun jotosan lawan berbenturan keras dengan lengannya.
Ayudra Bayu terhuyung sekaligus kibaskan jemari tangannya yang menjadi bengkak, mengembung.
Sambil menatap lawan diamdiam dia menjadi kaget.
Sedikitpun tak menyangka ternyata tenaga dalam lawan jauh lebih tinggi berada di atasnya.
Karena masih yakin dengan kemampuannya tanpa menghiraukan tenaga dan kesaktian lawannya Ayudra Bayu melompat ke depan.
Dua tangan dipentang, jemari terkembang.
Dia merangsak mencecar lawannya dengan menggunakan serangan ganas yang dikenal dengan nama jurus Deru Hujan Melabrak Segala.
Beberapa kejab kemudian saat Raja berada dalam jangkawannya Ayudra Bayu hunjamkan sepuluh jemari tangan ke dada lawan.
Begitu tersentuh dua tangan secepat kilat disentakkan kesamping dengan gerakan merobek.
Sang Maha Sakti yang ingin mengetahui kehebatan ilmu yang dipergunakan lawan melompat ke belakang.
Namun begitu kaki menjejak tanah sepuluh jari yang tetap melekat di dada menghentak
Stret!
"Hah..!"
Ayudra Bayu kali ini keluarkan seruan kaget.
Sedikitpun dia tak menyangka serangan ganasnya tak mampu mencabik sekaligus menjebol dada lawan.
Bahkan menembus baju di bagian dadapun tidak.
Sebaliknya dari dalam pakaian itu terlihat ada cahaya kelabu membersit keluar dan menyambar jemari tangan Ayudra Bayu dengan ganas sekali.
"Kurang ajar...! Pakaiannya terbuat dari apa? Mengapa aku tak sanggup merobeknya. Bahkan baju itu mempunyai kekuatan yang dapat menyerangku! Edan..."
Rutuk Ayudra Tirta.
Tidak ada waktu baginya berpikir lebih lama.
Untuk menyelamatkan jemari tangan dari sambaran cahaya kelabu, Ayudra Tirta terpaksa melompat tinggi.
Sambaran cahaya melesat di bawah kakinya lalu menghantam sebuah pagar dinding menjadi kepingan.
Raja menyeringai.
Dia mengusap bajunya sambil menggumam.
"Baju bagus, mempunyai banyak kegunaan. Terima kasih baju terima kasih dewa. Kalian baik semua telah sudi memberi berkah pada baju!"
Dees!
Selagi Raja memuji pakaian saktinya, rupanya Sang Maha Sakti ini berlaku lengah. Melihat kesempatan ini Ayudra Bayu tidak menyia-nyiakannya.
Setelah berjumpalitan di udara, tiba-tiba dia memutar tubuh sekaligus menghantamkan kaki ke wajah Raja.
Terkejut tak menyangka mendapat serangan seperti itu Raja berkelit dari tendangan. Namun gerakan menghindar yang dilakukannya terlambat.
Dengan keras tendangan menghantam bahu kirinya.
Raja terhuyung.
Dia nyaris jatuh terjengkang.
Namun dengan cepat dia dapat menguasai diri. Baru saja sempat berdiri tegak lawan telah kembali menerjang ke arahnya sambil dua tangan melepas pukulan ganas bertubi-tubi ke tubuh Raja.
Diserang dengan cara begitu rupa Raja segera gerakkan kaki, Kaki bergerak lincah tangan dan tubuh meliuk tak ubahnya ular menari.
Raja Gendeng 12 Kisah Raja Pedang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Anehnya walau gerakan yang dilakukan pemuda itu terkesan asal-asalan, namun tak satu serangan lawan yang mengenai tubuhnya.
Sebaliknya ketika Raja balas menyerang sambil mengumbar pukulan sakti Badai Serat Jiwa.
Dari kedua tangan pemuda itu menderu segulung cahaya menebar aroma harum disertai berkiblatnya cahaya kuning menyilaukan.
Melihat serangan cahaya yang bersumber dari pukulan Raja, Ayudra Bayu yang telah mengetahui tenaga sakti lawannya sangat tinggi tidak mau mengambil resiko.
Sambil berdiri tegak dua tangan lalu diputar di udara.
Sekejab kemudian tangan yang diputar ditarik ke belakang.
Setelah itu didorongnya ke depan lalu disilangkan ke dada.
Begitu dua tangan saling bersilangan Ayudra Bayu mengangkat tangan ke atas.
Dua tangan kemudian diputar.
Wuuus!
Dari dua tangan yang diputar diudara tibatiba muncul satu cahaya redup hitam berbentuk seperti induk badai lengkap dengan kepala disebelah atas dan ekor di bagian bawah.
"Bunuh.."
Teriak Ayudra Ayu ditujukan pada induk badai yang diciptakan.
Tidak menungga lama....
Wuuus!
Induk badai melesat meninggalkan pemiliknya lalu bergulung-gulung dengan ukuran makin bertambah besar.
Badai buatan itu kemudian menyapu sekaligus melabrak ke arah tempat dimana Raja berdiri.
"Nah, kalau yang satu ini benar-benar hebat!"
Desis Raja takjub.
Tanpa bergeser dari tempatnya berdiri pemuda ini menekuk kedua lututnya.
Sambil kerahkan tenaga dalam ke bagian tangan dan kaki. Raja melompat ke depan menyongsong datangnya badai.
Sementara tangan didorong melepas ilmu pukulan Cakra Halilintar.
Melihat tindakan nekat yang dilakukan lawannya. Ayudra Bayu yang yakin akan kesaktiannya menyeringai.
"Manusia tolol. Sekejab lagi tubuhmu akan hancur seperti daging dicacah."dengus laki-laki itu.
Tapi matanya kemudian mengernyit ketika melihat dari telapak tangan Raja tiba-tiba saja membersit cahaya merah membara berbentuk lingkaran dimana disetiap bagian sisinya dipenuhi gerigi.
"Heaaa...!"
Untuk yang kedua kalinya Raja melepaskan serangan susulan.
Dua cahaya seperti cakra kembali muncul sehingga kini ada empat cahaya cakra yang melabrak ke depan.
Tak dapat dihindari dua pukulan sakti bertemu, beradu di udara menimbulkan suara ledakan berdentum. Badai ciptaan Ayudra Bayu hancur menjadi kepingan dan tebaran asap.
Lelaki itu menjerit keras.
Tubuhnya terguncang, dada sesak seperti remuk.
Namun celakanya dua cakra yang tidak hancur bersama ledakan terus melibas tubuhnya dengan kecepatan sulit dikuti mata.
Untuk menyelamatkan selembar nyawanya, Ayudra Bayu terpaksa jatuhkan diri dalam keadaan terlentang sama rata dengan tanah.
Namun gerakan yang dilakukannya walau cepat namun masih kalah cepat dibandingkan dua cakra cahaya.
Akibatnya cahaya merah menghantam wajah dan juga lehernya.
Ayudra Bayu meraung, namun jeritannya terputus.
Darah menyembur dari wajah yang hancur dan tenggorokannya menganga hitam.
Ayudra Bayu berkelonjotan tak ubahnya seperti kerbau yang disembelih.
Namun akhirnya tubuh laki-laki ini diam tidak bergerak.
Dia tewas saat itu juga.
Ketika mengetahui saudara kembarnya terkapar menemui ajal. Ayudra Tirta menjadi sangat marah.
Karena itu dia merasa sangat benci pada Sang Maha Sakti Raja Gendeng dan ingin rasanya membalaskan segala rasa sakit hati pada pemuda itu secepat yang dapat dia lakukan.
Namun untuk mewujudkan itu ternyata memang tidak mungkin.
Perkelahiannya dengan anjing besar yang semula dia anggap menjadi lawan yang lebih lemah berlangsung seru dan sengit.
Ternyata anjing yang dikenal dengan nama Kabut Hitam itu sangat tangguh dan dapat membaca setiap gerakan serangan yang dilancarkannya.
Beberapa kali pukulan yang dilancarkan Ayudra Tirta dapat dielakkan oleh lawan.
Dua gebukan yang mengenai tengkuk tidak membuat sang anjing roboh.
Padahal pukulan saktinya dapat menghancurkan bukit karang.
Dan satu tendangan kaki Ayudra Tirta membuat Kabut Hitam terjajar.
Kabut Hitam keluarkan suara lolongan disertai suara mengeluh kesakitan.
Sebaliknya ketika Kabut Hitam balas menyerang dengan cakaran kuku dan sergapan taring-taringnya.
Leher dan perut Ayudra Tirta nyaris menjadi korban, Tak punya pilihan lain Ayudra Tirta melompat mundur ke belakang, Begitu jejakkan kaki dia menarik nafas panjang.
Sementara sepasang mata menatap nyalang silih berganti ke arah Raja dan Kabut Hitam
"Anjing terkutuk jahanam dan kau pemuda gondrong bernama Raja sialan! Aku muak melihat kalian. Kau dan anjing betina keparat ini sudah selayaknya mampus di tanganku!"
"Oh, aku menjadi takut mendengar ancamanmu itu. Tapi apakah kau mampu membunuh kami berdua sekaligus?"
Kata Raja yang berdiri tak jauh dari tempat terjadinya perkelahian.
"Kau jangan bergurau. Si kembar satu ini nampaknya akan menggunakan seluruh kekuatan yang dia miliki untuk menghancurkan kita!"
Kata Kabut Hitam.
Raja tertawa.
Tapi belum lagi dia sempat menanggapi peringatan mahluk kutukan dewa itu .Tiba-tiba Ayudra Tirta melakukan sesuatu yang tak pernah di duga oleh lawannya.
Diawali dengan teriakan melengking, lakilaki itu lambungkan tubuh ke udara.
Begitu melambung tinggi dan mengapung diketinggian.
Orang ini segera rebahkan diri, mulut berkomat kamit, tubuh terus mengambang dan tidak terlihat tanda-tanda akan jatuh.
Bersamaan dengan itu tangan dikibaskan ke bawah disertai teriakan lantang
"Inti Hujan Melanda Bumi! Bumi Tenggelam Lautan Meluap!"
Ayudra Tirta berseru menyebut dua serangan ilmu sakti yang dipergunakannya.
Teriakan lenyap.
Tubuh laki-laki itu masih berputar di udara tapi kini dalam keadaan menelungkup
Wuust!
Weer!
Seperti sebuah roda raksasa yang berputar tangan dan kedua kaki Ayudra Tirta membabat dan menghantam apa saja yang terdapat dibawah dan sekelilingnya.
Anehnya tubuh yang terus berputar itu dapat bergerak naik turun.
Sementara dari ujung jemari tangan dan jemari kaki tampak memancarkan air yang segera membeku berubah menjadi batangan jarum saat bersentuhan dengan udara.
Puluhan bekuan air ini laksana anak panah melesat menghantam ke arah Raja dan Kabut Hitam dengan kecepatan luar biasa.
Tak ingin celaka ditambus batangan bekuan air seperti jarum, Raja segera memutar tubuh lalu kibaskan kedua tangan menghalau serangan itu.
Puluhan cairan beku hancur berguguran begitu terhantam deru angin yang berasal dari kibasan tangan Raja.
Sementara tidak jauh dari tempat dimana Sang Maha Sakti berada, Kabut Hitam terus berjibaku hindari terjangan puluhan senjata yang menjadi andalan lawan.
Kabut Hitam akhirnya berhasil menerobos pertahanan lawan.
Sambil melesat diketinggian, mahluk itu gerakan kaki depannya ke wajah Ayudra Tirta.
Tapi serangan kuku-kuku yang tajam itu luput.
Kabut Hitam menggeram.
Dia memutar tubuh lalu lancarkan satu serangan berupa terkaman.
Wuus!
Grreek!
Terdengar suara kulit dan daging terenggut gigi-gigi yang tajam.
Ayudra Tirta sama sekali tidak menjerit atau keluarkan suara sedikitpun.
Tapi gerakan tubuhnya yang berputar sedikit oleng.
Laki-laki itu menggeram.
Bahu disentakkan, kaki melambung ke atas sekaligus menyambar bagian perut sang anjing.
Kabut Hitam jatuh terpelanting.
Setelah menggerung beberapa kali dia bangkit.
Raja Gendeng 12 Kisah Raja Pedang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun Kabut Hitam dan Raja dibuat terkejut ketika mereka melihat di atas sana lawan tiba-tiba mendorong kedua tangannya ke bawah.
Seketika itu juga terjadi sesuatu yang sulit dipercaya.
Dari kedua tangan laki-laki itu memancar air yang sangat panas luar biasa.
Pancaran air menebar kesegala penjuru arah laksana curah hujan.
"Celaka! Lindungi dirimu. Dia hendak memandikan kita dengan air mendidih!"
Teriak Raja. Tak punya pilihan lain Raja segera menghunus pedangnya.
Begitu Pedang dalam genggaman.
Senjata itu segera diputar diatas kepala cahaya kuning berkilau bertaburan diudara berkelebat mengerikan disertai suara deru aneh.
Butiran air yang menghantam ke bawah laksana anak panah berpentalan kesegenap arah menghantam apa saja yang terdapat disekeliling mereka.
Kabut Hitam sendiri terpaksa lindungi diri dengan mengerahkan tenaga sakti ke sekujur tubuh.
Sejauh itu dia juga berusaha melesat ke atas dengan maksud menyerang bagian perut lawan.
Belum lagi segala keinginannya terlaksana.
Diluar dugaan Raja telah melambungkan tubuhnya.
Menggunakan pedang yang terus diputar membentuk perisai yang melindungi diri dari curahan air yang memancar dari tangan lawan. Dengan kecepatan seperti kilat pedang ditusukkan ke dada Ayudra Tirta.
Melihat cahaya kuning berkelebat menyambar dada .Ayudra Tirta mencoba selamatkan diri dengan menyentakkan kaki ke bawah.
Gerakan kaki ini membuat kepalanya tersentak ke atas.
Namun sebelum tubuh yang mengapung itu sempat berdiri tegak sepenuhnya, ujung pedang yang seharusnya menembus jantung justru menghujam di bagian lambungnya.
Ayudra Tirta menjerit tertahan.
Tubuh yang mengapung itu menjadi limbung dan curahan air panas yang memancar dari kedua telapak tangannya terhenti seketika.
Raja menyentakkan pedang dari perut lawan.
Pedang Gila berkelebat di udara kemudian kembali masuk ke dalam rangkanya.
Begitu pedang terenggut. Ayudra Tirta jatuh bergedebukan di tanah.
Sungguh hebat daya tahan laki-laki yang satu ini.
Walau terluka parah dan bagian yang terluka banyak menyemburkan darah, namun dia masih berusaha bangkit.
Bersusah payah dia akhirnya dapat berdiri tegak.
Mata jelalatan nyalang menatap ke arah Raja dan Kabut Hitam.
Raja bersikap waspada dari segala kemungkinan terburuk.
Hal sebaliknya juga dilakukan Kabut Hitam.
Dan selagi mereka menduga duga gerakan apa kiranya yang hendak dilakukan lawan.
Tiba-tiba Ayudra Tirta berteriak
"Bumi Tenggelam Lautan Meluap! Maka celakalah kalian semua yang berada di sini!"
Teriakan Ayudra Tirta itu disusul dengan gerakan tangan yang mengacung ke langit
Trat!
Glar!
Kilat menyambar petir menggelegar.
Tubuh Ayudra Tirta yang terkena sambaran kilat bergetar hebat.
Tapi dia masih sempat menghampiri saudaranya.
"Apa yang akan dilakukannya?"
Teriak Raja
"Aku tak tahu."
Sahut Kabut Hitam tercengang. Dia menatap sekeliling tempat itu. Dia melihat penduduk desa berbondong bondong berlarian keluar dari rumah menyelamatkan diri. Mereka begitu ketakutan.
"Lihat! Langit menjadi gelap gulita. Dari berbagai arah terdengar suara aneh seperti gemuruh air!"
Seru Sang Maha Sakti.
Cepat dia menatap ke depan.
Dia melihat Ayudra Tirta yang tengah menggenggam jemari tangan saudara kembarnya tampak bergetar hebat.
Selain itu tubuh laki-laki itu kini sudah menggelembung besar.
Dalam keadaan aneh dan mengerikan Ayudra Tirta tiba-tiba berteriak.
"Musnahkan semuanya. Penuhi semua daratan dengan luapan air yang datang dari laut dan turun dari langit. Ha ha ha!"
Bum!
Bum!
Tubuh Ayudra Tirta meledak di tengah gelak tawanya.
Begitu meledak sosoknya berubah menjadi kepingan asap.
Raja dan Kabut Hitam tercengang.
Terlebih ketika melihat tubuh Ayudra Bayu juga ikut lenyap.
Sejurus kemudian yang terjadi adalah jerit ketakutan dimana-mana.
"Air... air.... Air meluap dan datang dari segala penjuru!"
Teriak kepala desa Kartadilaga yang tergopoh-gopoh keluar dari rumah sambil menggiring anak dan istrinya.
Tidak hanya air yang meluap dan bermunculan dari segenap penjuru.
Di tengah teriakan-teriakan para penduduk yang berusaha selamatkan diri dan keluarganya, hujan pun tiba-tiba turun dengan lebatnya.
Tak dapat dihindari lagi suasana pun semakin tambah kacau.
Melihat kejadian yang aneh. Raja segera berseru ditujukan pada penduduk desa itu.
"Lari cari tempat yang tinggi. Boleh naik ke bukit di ujung jalan ini. Yang lainnya sebaiknya, naik ke atap rumah atau memanjat pohon yang tinggi!"
Kemudian pada Kabut Hitam dia juga berseru.
"Entah keanehan apa yang terjadi. Tapi padamu aku minta tolong bantu anak-anak yang tidak berdaya. Bawa mereka naik mereka ke tempat-tempat yang aman!"
"Kau tak usah khawatir. Aku pasti membantu mereka!"
Jawab Kabut Hitam segera berkelebat dalam kegelapan membantu siapa saja yang ditemuinya.
Raja sendiri tidak membuang waktu.
Dengan kecepatan luar biasa dia segera menebang batang pohon yang kering. Setiap batang yang ditebang lalu segera diberikan kepada orang-orang di sekelilingnya yang tenggelam akibat tingginya air yang meluap.
"Naik dan bertahan di atas batang pohon itu. Kalian pasti akan akan selamat."
Teriak Sang Maha Sakti yang tidak mengerti bagaimana air bisa naik tinggi dan hampir menenggelamkan seluruh desa Tretes dalam waktu demikian singkat.
Bagaimana nasib Raja dan Kabut Hitam serta seluruh penduduk desa Tretes?
Darimanakah asal luapan air yang datang melanda?
Padahal puluhan tahun desa itu selalu dilanda kekeringan?
Apakah semua itu ada hubungannya dengan ucapan Ayudra Tirta?
Bencana apa yang terjadi selanjutnya?
Siapa Ayudra Tirta dan saudara kembarannya itu?
Ikuti Kelanjutannya.
Tamat
Episode Berikutnya
Misteri Perawan Siluman
(Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..
mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini.Terima kasih)
Situbondo,19 September 2019
Jodoh Rajawali 11 Geger Perawan Siluman Lima Sekawan 01 Petualangan Di Pulau Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama