Ceritasilat Novel Online

Misteri Perawan Siluman 1

Raja Gendeng 13 Misteri Perawan Siluman Bagian 1


Raja Gendeng 13 Misteri Perawan Siluman

****

Karya Rahmat Affandi

Sang Maha Sakti Raja Gendeng 13 dalam episode

Misteri Perawan Siluman

*****


Team Kolektor E-Book

Buku Koleksi : Denny Fauzi Maulana

(https.//m.facebook.com/denny.f.maulana)

Scan,Edit Teks dan Pdf : Saiful Bahri Situbondo

(http.//ceritasilat-novel.blogspot.com)

Dipersembahkan Team
Kolektor E-Book

(https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook)


*****

Angin malam yang dingin menyelimuti kawasan Lor Candi Sewu.

Ditengah kesunyian yang mencekam, tepat di depan sebuah patung batu gadis yang menangis.

Seorang kakek bertubuh gemuk besar luar biasa duduk diam tak bergerak. Kakek berpakaian putih tak terkancing, berambut panjang digelung, berkumis dan berjanggut panjang yang juga telah memutih sedang menatap ke arah patung berparas cantik itu.

Sesekali si kakek menarik nafas, sekejab dia alihkan perhatian ke arah satu-satunya pelita yang menerangi tempat itu.

"Aku tidak bisa menunggu terlalu lama, wahai anak gadis yang bersedih!"

Dari mulut si kakek gendut tiba-tiba meluncur ucapan.

"Malam terlalu panjang untuk dilewati.Banyak orang yang perduli dan merasa iba atas takdir buruk yang terjadi pada dirimu.Untuk bisa datang ke Lor Candi ini pilihan yang sulit.Aku ingin kau mengakhiri semua kesedihanmu. Masa depanmu masih panjang. Sedangkan bagiku yang sudah uzur dan cukup umur, satu-satunya yang menjadi harapan tak lebih dari sepetak tanah kuburan. Tapi aku tak ingin menutup mata dalam ketidak tenangan. Ketenangan baru bisa kudapatkan bila segala urusanmu dapat diselesaikan dengan sebaik- baiknya."

"Wahai gadis.Jangan terus bersedih.Hentikan tangismu dan tataplah hari depanmu tanpa air mata. Aku berdoa, begitu yang selalu kutakukan, semoga para dewa di kayangan memberi restu atas segala usaha untuk kembali pada jati dirimu yang sebenarnya."

Tak lama Setelah selesai mengungkapkan segala ganjalan dihati.

Orang tua ini bangkit berdiri.

Lalu tanpa menoleh dia melangkah mundur ke belakang.

Tepat tiga tindak langkahnya terhenti.

Kemudian kaki kanan yang berada di sebelah depan ditekuk. Selanjutnya sambil membungkukkan badan, si kakek silangkan dua tangan di depan wajah.

Sambil mengucapkan kata-kata aneh tak ubahnya seperti orang yang meracau dia salurkan tenaga sakti ke arah kedua tangannya.

Tubuh orang tua itu secara perlahan namun pasti nampak bergetar.

Dua tangan yang bersilangan di depan wajah tiba- tiba memancarkan cahaya putih benderang berhawa sejuk. Hanya sesaat sebelum orang tua gemuk luar biasa ini mengibaskan kedua tangan ke arah patung gadis menangis dengan gerakan mengusap Dari mulutnya terdengar ucapan.

"Segala tabir gelap dan semua kekuatan jahat yang mengikat lenyap, hilang raib menjadi kepingan debu. Sesungguhnya kebaikan telah datang dan segala kejahatan pasti musnah. Lenyapkan segala belenggu yang membuat si anak perawan terbebas dari semua perangkap jahat tipu daya.Kembalikan dia kedunia ini tanpa tangis dan uraian air mata. Heaaa...!"

Selesai bicara mulut orang tua ini terkatub rapat, namun pada waktu yang sama dua tangan segera bergerak.

Dua kali gerakan mengusap patung dia lakukan.

Bersamaan dengan itu dari telapak tangannya menderu cahaya putih tak ubahnya seperti selubung kain.

Sreet!

Byar!

Byar!

Ketika dua cahaya putih menyentuh tubuh patung.

Satu guncangan disertai jerit menyayat yang berasal dari mulut patung menggema di udara.

Jeritan itu tidak hanya merobek kesunyian malam, tapi juga menimbulkan guncangan keras yang membuat si kakek gendut terhuyung.

Andai saja dia tidak lekas kerahkan tenaga dalam ke bagian kaki dan pergunakan dua kaki membuat gerakan aneh mengimbangi tubuh sebelah atas dapat dipastikan si kakek gendut akan jatuh terjungkal dengan wajah menyungsap menyentuh tanah terlebih dulu.

Sambil berdiri tegak dan nafas sedikit mengengah, si kakek menatap ke depan.

Pijaran cahaya bercampur kepulan asap putih lenyap.

Dibalik sisa kepulan asap, orang tua ini melihat satu sosok berupa seorang gadis berkulit putih berwajah cantik namun agak pucat berdiri tegak didepannya, Gadis itu berpakaian berupa gaun berenda selayaknya puteri seorang raja.

Baik penampilan maupun wajahnya sama persis dengan patung yang tadi disentuh oleh si kakek.

"Selamat datang di dunia kehidupan nyata, Dadu Sirah Ayu."ucap si gendut dengan menyebut nama si gadis.

Gadis yang disapa anggukkan kepala tanpa senyuman.

Wajahnya tampak murung namun tidak seperti saat menjadi patung, kini tidak lagi terlihat tetes air mata membasahi pipinya.

Sebaliknya sambil menatap si kakek dengan sorot mata terheran-heran, si gadis tiba-tiba saja ajukan pertanyaan.

"Orang tua sahabatku bernama Kelut Birawa, manusia aneh yang biasa di juluki Setan Racun Merah.Memangnya sudah berapa lama aku terperangkap dalam pembekuan diri menjadi patung batu?"

Mendapat pertanyaan seperti itu kakek gendut besar yang merasa sangat bersuka cita tersenyum karena mampu membebaskan sang dara dari Pembekuan Diri.

Dia melangkah maju dan baru berhenti setelah berada dua langkah di depan si gadis ayu

"Dadu Sirah Ayu sahabatku." berucap Kelut Birawa sambil membungkukkan kepala.

"Hampir lima belas tahun dirimu menjadi patung batu."

"Lima belas tahun?!" desis Dadu Sirah Ayu terkaget-kaget.

"Lima belas tahun aku terperangkap dalam kekuatan gila yang kau terapkan padaku. Dan baru malam ini kau memunahkan ilmu sirapanmu sendiri?"

"Semua ini kulakukan demi keselamatan dirimu gadis ayu."

"Kau menyebutku seorang gadis. Bukankah pada waktu kau membawaku ke tempat ini aku tak lebih hanya berupa bocah perempuan berumur tujuh tahun?"

Tanya Dadu Sirah Ayu terheran heran. si kakek anggukkan kepala, Namun cepat menerangkan.

"Benar, Dadu Sirah Ayu. Aku menyebut dirimu gadis ayu karena kini kau telah menjelma menjadi seseorang gadis cantik dan uslamu kini sudah dua puluh dua tahun"

"Aku tak mengerti. Mengapa aku tak merasakan perubahan itu. Mengapa aku tetap saja merasa seperti bocah perempuan berusia tujuh tahun?"

Tanya si gadis .Mendengar pengakuan Dadu Sirah Ayu.

Kelut Birawa pun tak kuasa menutupi rasa kejutnya.

Masih bagus saat itu nyala pelita yang tergeletak di tanah tak dapat menerangi wajah si kakek, Kalau tidak tentunya Dadu Sirah Ayu dapat melihat betapa wajah kakek sahabatnya itu berubah pucat

"Celaka! Aku sama sekali tak menyangka, ilmu pembekuan Diri yang kuterapkan padanya telah membuat perkembangan pikirannya berjalan di tempat. Sedikit pun aku tidak menduga Ilmu sirapanku itu hanya membuat tubuhnya berkembang dengan bebas. Bagaimana aku bisa membantu gadis ini agar cara berpikirnya sesuai dengan perkembangan usianya?"

"Sahabatku...mengapa kau diam"

"Eeh, tidak. Aku tidak apa-apa."

Sahut Kelut Birawa dengan suara terbata.

"Kau. Kau menatapku dengan cara yang aneh, seakan baru kali ini kau mengenalku."

"Tidak. Aku hanya merasa gembira karena kau telah menjadi gadis dewasa." ucap si kakek.

Dalam keremangan cahaya, sepanjang alis Dadu Sirah Ayu berkerut.

"Aku telah dewasa? Aku melihat tubuhku memang jauh lebih besar sekarang dari yang sudah-sudah." berkata si gadis sambil memperhatikan diri sendiri.

Setelah memperhatikan dirinya dengan merasa heran gadis ini ajukan pertanyaan.

"Kau mengatakan diriku gadis dewasa. Yang kurasa hanya pakaianku yang dulu kedodoran sekarang terasa sempit. Dan dadaku yang dulu rata mengapa kini ada munjung-munjungnya?"

Ujarrnya polos selayaknya bocah. Walau prihatin, Kelut Birawa tak urung merasa bingung untuk menjawab pertanyaan Dadu Sirah Ayu.

"Kakek sahabatku. Kau diam saja. Kau tidak menjawab mengapa kau bisa mengatakan diriku sudah menjadi gadis dewasa?"

Tanya si gadis berpikiran bocah tujuh tahun itu. Karena terus didesak. Sekenanya Kelut Birawa pun menjawab.

"Seorang anak perempuan dikatakan dewasa karena didadanya sudah ada munjung-munjungnya."

Dadu Sirah Ayu manggut-manggut.

Rupanya dalam pikirannya yang seperti seorang bocah itu ucapan Kelut Birawa dapat diterima oleh akalnya yang polos. Lalu tanpa terduga tanpa malu-malu dia meraba kedua dadanya.

Tingkah lugu yang dilakukan Dadu Sirah Ayu ini membuat Kelut Birawa merasa jengah dan buru-buru palingkan kepala ke Jurusan lain.

"Kakek sahabatku."

Ucap si gadis setelah turunkan dua tangannya.

"Aku sungguh merasa aneh dengan perkembangan diriku sendiri. Mengapa banyak yang berubah dalam diriku. Namun satu hal yang membuatku tak kalah heran. Mengapa rambut, kumis dan janggutmu yang dulu berwarna hitam bagus kini dipenuhi taburan kembang jambu?"

Ditanya begitu rupa, Kelut Birawa mula-mula hanya diam, namun kemudian dari mulutnya terdengar suara gelak tawa. Setelah puas mengumbar tawa, Kelut Birawa membuka mulut memberi jawaban.

"Gadis ayu. Rambut, jenggot dan kumisku ini memutih bukan karena kembang jambu. Kau tahu usiaku sudah semakin tua, karenanya janganlah heran bila semua rambutku berubah putih. Walau begitu aku tidak akan melupakan kewajiban dan tanggung jawabku atas segala keselamatanmu .Segala petaka yang selalu mengintai dihadapanmu harus dicari jalan keluarnya. Apakah kau masih Ingat lima belas tahun yang lalu aku pernah berjanji untuk membawamu menemui seseorang d Kaliwungu?"

Dadu Sirah Ayu terdiam. Hanya matanya yang bening polos berkedap-kedip memperhatikan si kakek. Tak lama kemudian dia anggukkan kepala.

"Aku ingat, Lima belas tahun yang lalu kakek perah mengatakan orang yang dapat membantuku terhindar dari tumbal korban persembahan hanya ada satu. Orang itu bernama Raden Pengging Ambengan. Dan orang tua sakti yang kau maksud- kan menetap di Kaliwungu. Tapi... apakah kakek yakin Raden Pengging Ambengan masih hidup hingga saat ini mengingat usianya yang sudah uzur dan sering sakit-sakitan?"

Tanya Dadu Sirah Ayu ragu

Raja Gendeng 13 Misteri Perawan Siluman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku yakin Hyang Jagad Dewa Bathara yang pemurah memberinya umur panjang. Karena itu kita harus segera bergegas menuju tempat tinggainya sekarang juga."

"Malam-malam begini?"

Dadu Sirah Ayu belalakan matanya.

"Mengapa kita tidak menunggu hingga esok pagi? Bukankah melakukan perjalanan di pagi hari akan terasa lebih menyenangkan?"

"Aku juga lebih senang berjalan disiang hari.Tapi kau harus ingat pengikut dan kaki tangan Gagak Anabrang berkeliaran dimana-mana. Malah lima belas tahun belakangan kedudukannya semakin kuat.Seiring dengan kekayaannya yang melimpah ruah. Dia dapat membayar siapa saja untuk menjadi pengikutnya.Aku tidak ingin perjalanan kita ke Kaliwungu diketahui oleh mereka."

"Kau tahu Lor Candi Sewu ini letaknya sangat jauh dari tempat yang kita tuju. Bila kita berangkat sekarang besok pagi kita telah berada jauh dari wilayah kekuasaan Gagak Anabrang."

Terang Kelut Birawa. Mendengar si kakek menyebut nama Gagak Anabrang wajah si gadis nampak merah kelam. Sampai kapanpun dia tidak akan pernah lupa pada manusia yang telah membuatnya sengsara itu. Karena itu tiba-tiba dia bertanya,

"Kapan aku bisa terlepas dari ancaman manusia jahanam yang satu itu kakek Kelut? "

"Untuk membunuh Gagak Anabrang bukan perkara mudah, Sirah Ayu. Kau dan aku tak mungkin bisa melakukannya.Kita butuh bantuan orang lain yang mempunyai ilmu dan kesaktian jauh lebih hebat dan lebih tinggi dari kita. Mudah-mudahan para dewa menolong kita. Dan aku selalu berusaha melindungi dirimu dengan taruhan nyawaku. Aku tak ingin kau tertangkap atau jatuh ke tangan Gagak Anabrang. Bila itu terjadi hidupmu bisa berakhir dengan tragis dan aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri."

Kata si kakek dengan suara parau.

Dadu Sirah Ayu merasa terharu.

Gadis ini sadar sejak kedua orang tuanya terbunuh di tangan Gagak Anabrang.

Kelut Birawa selalu melindunginya.

Bahkan saat pengikut Gagak Anabrang berusaha menangkapnya untuk dijadikan tumbal persembahan, kakek itu pula yang menyelamatkannya, Dan saat itu usianya baru tujuh tahun, Setelah lolos dari kejaran Gagak Anabrang dan pengikutnya.

Demi keselamatannya, Kelut Birawa kesudian membawah Dadu sirah Ayu ke Lor Candi Sewu di tempat ini. Kelut Birawa dengan ilmu kesaktiannya merubah ujud Dadu Sirah Ayu menjadi patung.

Mula-mula dia hanya patung biasa tanpa air mata.

Namun karena merasa tersiksa menjadi patung yang membuatnya selalu dihantui ketakutan dan tak dapat bergerak.

Si gadis pun selalu menangis.

Itulah sebabnya ketika dalam ujud patung.

Sang patung selalu keluarkan air mata.

"Kakek sahabatku. Aku berterima kasih atas segala budi pertolongan yang kau berikan selama inl. Aku juga berterima kasih atas penjelasanmu." kata si gadis sendu. Si kakek tersenyum.

"Jangan bicara seperti itu.. Aku telah menganggap dirimu seperti cucuku sendiri. Mari berangkat!"

Ujar Kelut Birawa. Layaknya bocah yang manja. Dadu Sirah Ayu ulurkan tangannya.

"Kek gendong aku ya?"

"Hus. Mana mungkin. Kau sudah dewasa. Kalau aku menggendong gadis secantikmu, Bisa- bisa aku tak kuat. Bukan tak kuat menggendong tapi tak kuat menahan diri."

Kata Kelut Birawa sambil tersenyum

"Apa maksud ucapanmu kek. Aku tak mengerti."

Tanya si gadis heran.

"Sudahlah, jangan banyak bertanya. Semua ini memang salahku. Lima belas tahun telah lewat. Pikiranmu masih pikiran bocah, hanya tubuhmu yang berkembang menjadi seorang gadis. Biarlah aku menggandeng tanganmu saja. Aku akan menuntunmu dan itu kuanggap sebagai cara yang paling baik"

"Uuh...kakek.." dengus sang dara cemberut.

Walau merasa kecewa namun Dadu Sirah Ayu mengikut saja ketika Kelut Birawa menarik tangannya .

******

Luapan air bah yang datang dengan tiba- tiba serta curah hujan dari langit memang sempat hampir menenggelamkan desa Tretes. Seperti telah dikisahkan pada episode sebelumnya. Sang Maha Sakti Raja Gendeng bersama seekor anjing hitam besar dikenal dengan julukan kabut Hitam dan aslinya adalah seorang gadis cantik bernama Bulan Perindu berusaha membantu menolong periduduk desa dar? bencana.

Tidak berselang lama setelah para penduduk berhasil diselamatkan. Satu kejadian yang sangat luar biasa dialami oleh Raja dan Kabut Hitam .

Dalam suasana gelap gulita satu gelombang muncul bersama pusaran air menyeret kedua orang itu. Sekuat tenaga Raja berusaha menyelamat- kan diri dengan berenang menjauh dari pusaran air yang demikian hebat. Segala upaya yang dilakukannya Ini ternyata tidak sia-sia. Raja berhasil lolos dan selamat. Namun dia gagal menalong Kabut Hitam.

Sambil berusaha menuju ke tempat yang dangkal. Sang Maha Sakti mencari Kabut Hitam, sang mahluk kutukan yang telah berkali-kali membantu dirinya dalam menghadapi lawan. Tapi Kabut Hitam sama sekali tidak terlihat .Keadaan yang demikian gelap menyulitkan pemuda ini untuk mencari keberadaan sahabatnya itu.

Tidak putus asa, Raja kemudian berseru, memanggil nama Kabut Hitam berkali-kali. Tapi teriakan Raja ternyata sia-sia saja. Sang Pendekar merasa lelah. Diapun hanya bisa berenang tanpa arah yang jelas. Selagi Raja berenang, mencari dan menjajaki tempat yang dangkal, sekonyong- konyong dari arah belakang satu gelombang air luar biasa dahsyat menghantam diri pemuda itu.

Terkejut sekaligus heran mendengar suara gemunuh sehebat itu. Secepat kilat Raja memutar kepala sekaliigus melihat ke belakang. Mata pemuda ini terbelalak lebar ketika mengetahui dibelakang sana datang ombak setinggi pohon kelapa bergulung siap melabraknya .Seperti diketahui sejak kecil di dalam gua Mayat Es dari kedua gurunya Raja mendapat gemblengan keras dan terus menerus dengan berbagai ilmu olah kanuragan, jurus-jurus sakti serta kesaktian yang sangat tinggi. Sungguhpun demikian ternyata Raja belum siap menghadapi malapetaka yang datang dari air.

Apalagi ombak raksasa itu datangnya tidak terduga. Tidak ada pilhan lain untuk menyelamatkan diri dari amukan ombak. Raja segera berenang dengan sekuat tenaga menjauh dari gemuruh ombak yang siap menggulungnya. Diluar dugaan sekuat apapun Raja menyelamatkan diri, kecepatan ombak yang datang ternyata dua kali kecepatan sang pendekar bergerak. Tanpa ampun satu hantaman yang keras mendera tubuh Sang Maha Sakti

"Wuarlh...!"

Raja terlempar jauh lalu melayang menembus kegelapan. Pemuda ini memekik tertahan, namun pada saat tubuhnya meluncur deras ke bawah. Dengan cepat dia berusaha mengimbangi diri agar tidak jatuh terhempas dengan kepala terlebih dulu menyentuh tanah.

Baru saja pemuda ini dapat menguasai diri dan selagi tubuhnya yang melayang itu mengapung dalam bentangan udara. Sekali lagi ombak yang lebih tinggi menghantam tubuhnya.
Brees!

Deesh!

Satu benturan keras menghantam tubuh disebelah belakang hingga ke bagian kepala. Pemuda itu jatuh terpelanting. Dia mengerang, berusaha bangkit berdiri. Namun pandangan matanya menjadi gelap, punggung dan kepala disebelah belakang seolah remuk. Raja pun kemudian jatuh tergeletak daiam keadaan tidak sadarkan diri .

Ketika Sang Maha Sakti sadar pada keesokan paginya. Saat itu matahari telah munculkan diri di ufuk sebelah timur. Langit cerah tanpa awan. Cukup lama Raja rebah diam tidak bergerak. Haya matanya memperhatikan, mengawasi keadaan disekelilingnya dengan heran. Pemandangan yang dilihatnya saat itu jelas sangat berubah.

Dia tidak melihat rumah-rumah buruk dikanan kiri jalan. Raja juga tidak melihat satupun penduduk desa Tretes. Keadaan yang dilihatnya saat itu tak lebih hanya berupa pepohonan tinggi, tanaman bunga yang meranggas tak terawat serta puing-puing bekas bangunan mewah yang sunyi.

"Aneh. Memangnya saat ini aku berada dimana? Mengapa keadaan disekeliling sama sekali berbeda? Kemana perginya penduduk desa Tretes?"

Batin Raja.

Penasaran dia berusaha duduk.

Setelah duduk menjelepok di atas tanah hijau ditumbuhi lumut dia menarik nafas dalam-dalam.

Tidak ada rasa sakit mendera punggungnya.

Nafas dan perut yang tadinya sesak bukan main kini menjadi enteng

"Banjir Air bah muncul. Semua orang sibuk menyelamatkan diri." kata Raja lagi.

Sekali lagi dia kitarkan pandang memperhatikan dengan lebih seksama.

Tidak terlihat sisa genangan air, tidak pula terlihat tanda-tanda bekas air meluap.

Merasa heran Raja menggaruk kepalarnya.

Sekarang dia baru menyadari telah terdampar disebuah tempat yang asing, sebuah tempat yang sama sekali belum pernah dia datangi.

Raja diam dan berpikir.

Dia ingat dengan Kabut hitam, anjing jejadian yang gagal ditolongnya dari musibah tenggelam

"Kemana gadis itu? Mudah-mudahan dia selamat." kata Raja.

Pemuda ini lalu memperhatikan diri sendiri.

Keningnya berkerut begitu dia mendapati pakaian kelabu yang melekat ditubuhnya kering.

Padahal seingatnya pakaian itu semalam basah karena terlalu lama berendam di air.

Pemuda ini lalu memperhatikan diri sendiri.

Keningnya berkerut begitu dia mendapati pakaian kelabu yang melekat ditubuhnya kering.

Padahal seingatnya pakaian itu semalaman basah karena terlalu lama berendam di air.

Dia tidak begitu yakin air bah datang karena ucapan Ayudra Tirta sebelum menemui ajal.

Semua ini adalah bencana biasa.

Dia harus keluar dari tempat asing ini secepatnya.

Raja ingin mencari tahu nasib Kabut Hitam.

Namun membantu penduduk di tanah Dwipa terlepas dari cengkeraman Gagak Anabrang menjadi kewajiban yang lebih penting. Tanpa menunggu berlama-lama pemuda itu segera bangkit.

Namun baru saja sang pendekar dapat berdiri tegak, mendadak dia dikejutkan dengan terdengarrnya suara orang bercakap-cakap serta suara gemertak ranting patah terinjak kaki. Cepat pemuda ini palingkan kepala lalu menatap kearah semak dan pepohonan lebat yang gelap.

Tidak ingin kehadirannya menyolok perhatian, pemuda ini segera bergegas mencari tempat perlindungan disebelah kirinya.

Raja berlindung dibalik semak tak jauh dari sebatang pohon besar. Dari tempat ini dia memasang mata memandang ke arah orang yang sedang bercakap-cakap.

Setelah cukup lama menunggu, akhirnya muncul dua sosok orang berjubah hitam menjela.

Kedua orang berjubah itu baik wajah maupun rambutnya tidak terlihat.

Mereka melindungi wajah dan bagian kepala dengan tepi jubah.

Namun dari nada suaranya sang pendekar dapat menduga kedua orang yang datang itu adalah seorang laki-laki dan perempuan.

"Kita kecolongan!"

Seru perempuan berjubah setelah kedua matanya yang terlindung jubah sibuk mencari-cari.

"Semua ini salahmu.Coba kalau kita tidak menolongnya, menyembuhkan luka dalam yang dia derita. Aku yakin pemuda gondrong itu tak bisa pergi kemana-mana.Seharusnya dia masih ada disini.Paling tidak kita masih bissa membawanya menghadap Gusti Ratu walaupun dalam keadaan hilang Ingatan." kata satunya lagi yang bersuara laki laki.

"Kau! Teganya menyalahkan diriku.Pemuda berpedang itu aku yakin bukan si Raja Pedang.Sesuatu yang sangat hebat telah terjadi padanya. Dia terluka parah.Tulang punggungnya retak, dibagian otaknya mengalami sumbatan karena ada darah yang membeku disana. Gusti Ratu telah memberi pesan pada kita agar kita bisa menolong siapa saja, apakah golongan jin maupun manusia. Jika mereka kesulitan kita harus menolong mengingatkan perempuan berjubah hitam

"Gusti Ratu terlalu baik. Kebaikan hatinya selalu dimanfaatkan orang.Aku sebenarnya menaruh curiga pada pemuda gondrong bersenjata pedang emas itu." menimpali laki-laki berjubah disamping si perempuan

"Pedangnya bukan pedang emas? Mungkin saja pedang itu palsu. Lalu apa yang membuatmu curiga?" tanya yang perempuan.

"Aku curiga tidak tertutup kemungkinan pemuda gondrong yang kau sembuhkan dari luka- tukanya itu sedang memata-matai kawasan tersembunyi dan tertutup bagi orang luar ini.Karena itulah Gusti Ratu meminta kita kembali kemari, menjemput pemuda yang kutolong lalu membawanya menghadap sang ratu." sahut si perempuan

"Dan ternyata setelah sampai disini pemuda itu minggat. Pergi diam-diam malah mengucapkan terima kasih pada kita pun tidak. Sungguh manusia yang tak tahu di untung"

Damprat laki laki berjubah hitam sengit.

Kedua orang berjubah itu pun kemudian bertengkar.

Raja yang sebelumnya mendengarkan pembicaraan diantara mereka sebenarnya bermaksud keluar dari persembunylan.

Namun ketika pertengkaran terjadi, Sang pendekar batalkan niatnya. Pertengkaran mulut antara mereka tidak berlangsung lama.

Raja Gendeng 13 Misteri Perawan Siluman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sejurus kemudian keduanya sudah berbaikan kembali, malah saling peluk dan umbar tawa.

"Orang-orang edan.Siapa mereka? Mereka ada menyebut-nyebut gusti ratu.Berarti tempat ini ada penguasanya?"

Batin Raja sambil pencongkan mulut

"Aku harus mencari tahu."

Pikir sang pendekar lagi.Selagi Raja siap hendak keluar dari tempat persembunylan, tiba-tiba saja terdengar suara teriakan bertanya namun setiap ucapannya terdengar seperti orang yang tengah bersyair dan berpantun.

"Datang dari tempat yang jauh membawa bakal. Bekal terlepas mendahului sang hujan. Hujan lebat di malam yang gelap baru datang tak tentu sebab. Adakah sahabat yang mau menjadi teman. Sebagai tempat bertanya apakah kawasan ini ada yang empunya?"

"Siapa yang bicara? Pertanyaan itu seolah ditujukan padaku. Apakah mungkin dia mengetahui apa yang telah kualami?" batin Raja.

Sekilas Sang Maha Sakti menatap ke arah jurusan dimana suara berasal.

Tidak ada tanda-tanda kehadiran orang lain terkecuali suara berdengung yang semakin keras.Ketika Raja menatap ke arah dimana kedua orang berjubah berdiri.

Dia melihat kedua orang itu saling pandang.

Dan anehnya kini Raja dapat melihat wajah mereka, wajah yang putih pucat seakan tidak berdarah itu tampak tegang dan gelisah. Malah tak berselang lama si perempuan berjubah tiba-tiba berucap menyebut nama,

"Celaka! Apa perlunya Penyair Sinting dari Makam Setan itu datang kemari?"

Tak kalah kaget laki laki berjubah menyahuti,

"Setiap kali dia munculkan diri di rimba persilatan. Biasanya ada perkara besar menggemparkan bakal terjadi. Lebih baik kita angkat kaki dari sini lalu melaporkan kehadiran orang gila satu itu pada Gust Raja"

"Bagaimana dengan pemuda yang kita tolong malam tadi? Bukankah kita diperintahkan oleh Gusti Ratu untuk menjemputnya?"

Tanya yang perempuan

"Persetan dengan pemuda itu. Kita bisa menjelaskan pada Gusti Ratu pemuda aneh itu lenyap dibawa hantu."

Sahut yang laki-laki.

Kemudian tanpa menunggu lagi laki-laki berjubah hitam segera sambar tangan di sampingnya.

Sekali dia membuat gerakan tahu-tahu tubuhnya melesat ke arah pepohonan yang gelap.

Gerakannya itu membuat perempuan berjubah yang berada dibelakangnya mengikuti.

Tapi selagi tubuh keduanya mengambang di atas ketinggian.

Gerakan mereka jadi terhenti karena tiba-tiba di depan mereka muncul tiga mahluk seukuran paha orang dewasa menghadang menghalangi.

"Wualah, nyamuk celaka dari Makam Setan!"

Pekik laki-laki berjubah sekaligus hantamkan tangannya kearah nyamuk sebesar paha orang dewasa itu.

Perempuan berjubah dalam cekalan begitu terkejut segera lepaskan diri dari cekalan temannya.

Dengan kedua tangan dia menghantam ke arah tiga ekor nyamuk yang menghadang di depan. Dari telapak tangan kiri laki-laki berjubah menderu segulung angin hitam berhawa panas luar biasa.

Sementara dari kedua tangan perempuan berjubah yang berada dibelakangnya bergulung dua larik cahaya hitam ganas .

Wuust!

Ngung!

Tiga serangan menderu menghantam ke arah binatang-binatang itu.

Tapi binatang yang menjad sasaran ternyata berlaku cerdik.

Begitu melihat ada deru hawa panas yang disertai kilatan dua cahaya menghantam ke arah mereka.

Secepat kilat ketiganya lambungkan diri lebih tinggi.

Tiga serangan yang seharusnya menghantam tubuh mereka tak mengenai sasaran.

Sebaliknya serangan-serangan itu malah menghantam semak belukar dan sebatang pohon tempat dimana ketiga nyamuk tadinya berada.

Terdengar suara bergemuruh dan derak pohon yang tumbang.

Api berkobar namun kedua orang berjubah tidak perduli. Dua orang yang telah jejakkan kaki ini memutar tubuh layangkan pandang.

Tiga nyamuk yang dicari tak terlihat lagi, hilang lenyap entah kemana.

Semua yang terjadi termasuk juga kehadiran tiga nyamuk raksasa itu tentu saja tidak lepas dari perhatian Raja.

Menyaksikan kehadiran tiga ekor nyamuk. Sang pendekar jadi tercengang. Seumur hidup dia belum pernah melihat nyamuk sebesar paha.

Karuan saja tanpa sadar Raja berucap.

"Sungguh aku tidak pernah menduga di dunia ini ternyata ada mahluk menghisap darah sedemkian besar. Aku yakin jika salah satu saja dari mereka menghisap seseorang.Maka seluruh darahnya bisa tersedot amblas ke dalam perut sang nyamuk. Dan korban bakal tewas seketika kehabisan darah. Dari mana tiga mahluk mengeriian itu berasal? Apakah dari Makam Setan? Dan apakah mereka mahluk piaraan?"

Sang Maha Sakti Raja Gendeng telan ludah basahi tenggorokannya yang mendadak kering .Tiga ekor nyamuk raksasa hilang raib.

Tidak jauh didepan sana. Raja melihat kedua orang berjubah celingukan mencari keberadaan tiga nyamuk yang menyerang mereka

"Mahluk-mahluk keparat itu telah pergi. Sebaiknya kita segera angkat kaki dari sini!"

Kata perempuan berjubah pada temannya.

"Aku setuju. Karena sejak dulu memang aku paling tidak suka berurusan dengan orang-orang dari Makam Setan!"

Sahut yang laki-laki.

"Wahai dua kacung suruhan, Meninggalkan tamu yang baru datang dan tidak berkenan menyambut bukankah suatu sikap yang tidak terpuji. Aku tidak bermaksud jahat. Aku hanya ingin mengajukan beberapa pertanyaan. Dengan segala hormat aku minta, sudilah menemui si buruk ini atau kalian semua akan menghadapi bendera Tanda?1"

Kata satu suara disertai gelak tawa menggelegar.

Belum lagi suara gelak tawa lenyap.

Di depan kedua orang berjubah berdiri tegak seorang laki-laki berpakaian serba merah berbadan kurus tinggi berwajah tirus.

Orang ini menutupi kepalanya dengan topi kupluk putih yang bagian atasnya dibuhul sedemikian rupa hingga bentuknya mirip pocongan.

Sedangkan matanya redup selayaknya mata orang yang sudah meninggal, wajah pucat pasi bibir kering memutih dan sekujur tubuh menebarkan aroma stanggi. Kedua orang berjubah mula-mula saling pandang sesamanya.

Setelah itu mereka alihkan perhatian pada laki-laki yang berdiri tegak di depannya. Setelah menatap cukup lama, perempuan berjubah tiba-tiba berseru.

"Sahabatku Jubah Api orang satu ini hanya lagak bicaranya saja seperti Penyair Sinting."

"Ya, aku tahu Jubah Sakti. Wajah dan penampilannya sama sekali berbeda dengan Penyair Edan Siapa dia? Apakah kembarannya"

Kata laki laki berjubah yang disebut Jubah Api.

"Ha ha ha! Ternyata kalian mengenal saudaraku senasib berjuluk Penyair Sinting?" ucap laki laki berpakaian serba merah bertopi pocongan.

"Tentu saja kami mengenal mahluk aneh yang selalu mencampuri urusan orang. Seperti dirimu biasanya dia selalu muncul tanpa di undang. Kau mengaku dirimu adalah saudara senasib Penyair Sinting penghuni Makam Setan. Lebih baik katakan siapa dirimu, mengapa kau datang ke kawasan Alas Sindang Pantangan ini?"

Tanys si Jubah Sakti disertai sorot mata curiga.

Sebelum menjawab orang berwajah pucat selayaknya orang mati itu dongakkan kepala.

Cuping hidung bergerak kembang kempis mengendus.

Tak terduga tiba-tiba dia palingkan kepala, melirik ke arah jurusan dimana tempat Raja mendekam. Di tempatnya bersembunyi Raja terkesiap.

Dia yakin laki-aki berpakaian merah mengetahui kehadirannya di tempat itu.

Raja menunggu sambil meningkatkan kewaspadaannya dari segala kemungkinan yang bakal terjadi.

Tapi pemuda ini merasa lega.

Walau kemungkinan tahu keberadaannya ternyata orang berpakaian merah itu seperti sengaja tidak menghiraukannya.

Terbukti tak berselang lama kemudian dia membuka mulut menjawab pertanyaan si Jubah Sakti

"Perempuan aneh yang melindungi wajah dibalik topi jubah. Ketahuilah aku yang terlahir tidak bernama ini biasa disebut dengan orang mati.Jangan kalian tanya siapa orang tuaku karena mungkin diriku anak gondoruwo atau tak tertutup kemungkinan aku putranya kuntilanak.Aku memang datang dari Makam Setan.Jauh-jauh datang menyambangi tempat yang tidak sedap ini karena ingin menemui beberapa orang yang kuanggap penting."

"Siapa orang yang kau maksudkan?" tanya si Jubah Api curiga.

Bibir yang putih pucat itu tersenyum.

Sekilas dia menatap ke arah Jubah Api dan Jubah Sakti.

Kemudian dengan tenang dia kembali membuka mulut,

"Pertama aku ingin bertemu dengan seseorang bernama Dadu Sirah Ayu.Aku telah mencari bocah perempuan yang mungkin sekarang telah menjadi seorang gadis dewasa. Tapi aku tidak bisa menemukannya. Aku yakin Gusti Ratumu mengetahui tempat keberadaan gadis itu. Aku harus menemukannya sebelum datangnya malam sabtu Klwon tepat malam ke tujuh munculnya bulan sabit merah."

"Gusti Ratu kami saat ini sedang tak ingin diganggu." menyahuti si Jubah Sakti.

"Tentang bocah gadis yang kau maksudkan, aku yakin tak ada kaitannya dengan Gusti Ratu. Mengapa kau ingin mencari gadis yang bernama Dadu Sirah Ayu itu? Apakah dia saudaramu,adik ataukah kekasih mu?!" tanya si Jubah Api lalu tertawa tergelak- gelak.

Merasa diremehkan, Orang Mati dari Makam Setan tundukkan kepala sambil menahan geeram. Tak lama setelah dapat menguasai diri, Orang Mati itu kembali berujar,

"Siapapun dia kalian tak perlu tahu. Satu yang harus kalian ketahui, nyawa gadis itu berada dalam ancaman bahaya bila aku tidak dapat menemukannya dalam waktu tiga hari,"

Terang si orang mati

"Oh kasihan sekali. Sayangnya kami tidak dapat mempertemukan dirimu dengan Gusti Ratu kami. Beliau sedang berada disuatu tempat yang tak bisa diganggu."

Jawab si Jubah Sakti ketus

"Apakah kau tidak salah berucap? Yang kudengar Gusti Ratu kalian adalah manusia paling baik hati, paling pemurah dan sering menolong terhadap sesama?!" tanya si orang mati dengan suara dingin.

Kedua orang berjubah saling bersitatap lalu sama-sama tersenyum.

Si Jubah Sakti melangkah maju .Sambil berdiri berkacak pinggang Si Jubah Sakti berkata,

"Semua yang kau katakan itu adalah kebiasaan Gusti Ratu kami yang dulu.Sayang...sekarang segalanya berubah.Sejak banyak orang datang meminta mengemis pertolongan, memohon belas kasihan. Tidak sedikit bantuan dan pertolongan diberikan oleh Gusti Ratu, namun orang kemudian menyalah gunakan budi pertolongan itu. Kini Gusti Ratu tidak pernah lagi mempercayai manusia manapun di dunia ini. Jadi anggaplah kedatanganmu sudah terlambat. Dan kau boleh angkat kaki minta petunjuk pada orang lain."

Lalu si Jubah Api buru-buru menambahkan,

"Sebelah pergi kami juga berharap kau tidak pernah lagi muncul di sindang Alas Pantangan.Kau mengerti?"

Orang Mati dari Makam Setan tersenyum. Sebagai orang yang telah melenyapkan segala rasa dan segala perasaannya dari semua naluri nafsu.Ucapan bernada menghina dan merendahkan martabatnya itu sama sekali tidak membuatnya tersinggung.

Malah dengan acuh dia berkata,
Raja Gendeng 13 Misteri Perawan Siluman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Jika segala maksud baik dan keinginan hendak membantu orang ditolak.Aku bisa berbuat apa? Namun segala alasan kalian tidak menyurutkan keinginanku untuk menemui Gusti Ratumu."

"Orang sudah menolak kau malah memaksa. Kalau begitu kau sengaja mencari perkara dengan kami!"

Geram Si Jubah Api tersinggung.

"Ha ha ha. Matahari selalu memberi harapan, hujan mengirimkan rejeki kepada bumi. Bulan timbul tenggelam dipermainkan perasaan. Di punggungku ada tiga bendera. Setiap satu bendera muncul mewakili satu kejadian satu musibah. Kalian tinggal memilih, bersedia mengantarku menemui ratumu ataukah lebih memilih berkelahi dengan diriku!"

Tanya Orang Mati dengan tatapan dingin. Mendengar ucapan orang yang seperti menantang apalagi mereka berada di wilayah sendiri tentu saja membuat kedua orang berjubah itu meradang Hampir bersamaan mereka melompat ke depan.

Setelah jejakan kaki sejarak satu tombak di depan Orang Mati keduanya sama berucap,

"Orang gila dari Makam Setan. Jangan mengira kami takut padamu. Apa saja yang kau bawa serta dari Makam Setan, termasuk nyamuk-nyamuk keparat tadi kami tidak takut.Kau tidak bisa memaksa kami. Sekali lagi kami mengingatkan jika kau tak mau angkat kaki dari tempat ini, kami terpaksa menempuh jalan kekerasan."

"Kalian bisa berbuat apa? Kau berdua aku sendiri, bahkan bila ditambah dengan temanmu yang mendekam bersembunyi dibalik semak itu tetap membuatku tidak merasa gentar."

Kata si Orang Mati sambil melirik kearah semak di mana Raja berada.

Si Jubah Api dan Jubah Sakti kenutkan kening

"Teman kami? Kau menyebut teman kami yang ketiga? Apakah kau tidak tahu kami hanya berdua?" Tanya Jubah Api, heran bercampur penasaran.

Belum lagi Orang Mati Makam Setan sempat membuka mulut memberikan penjelasan.

Dari semak tak jauh dari pohon besar .Sang Maha Sakti memunculkan diri.

Sambil keluar dari tempat persembunyiannya, dibawah pandangan kedua orang berjubah yang menatapnya dengan terheran-heran.

Raja berkata,

"Orang berpakaian merah yang mengaku biasa disebut Orang Mati. Ketahuilah, aku sama sekali tidak mengenal dua orang berjubah itu.
Yang kutahu dan turut apa yang kudengar mereka datang mencariku dan bermaksud membawaku menghadap Gusti Ratunya.Jika aku dengan mudah hendak dibawa dan hendak dipertemukan mengapa kau menemui kesulitan untuk menghadap ratu mereka?"

"Permuda aneh bermulut lancang.Kami telah menolongmu dari bencana hilang ingatan.Kami datang kembali ke termpat ini untuk menjemputmu. Gusti Ratu memintamu menghadapnya karena kau telah memasuki wilayah kekuasaannya tanpa seizinnya?" bentak si Jubah Sakti.

"Aku tidak tahu apa maksudmu, Jubah Sakti. Sesuatu yang sangat mengerikan telah terjadi sehingga aku terdampar, tersesat ke tempat ini."

Terang Raja berusaha menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya.

"Sesuatu itu apa?"

Si Jubah Api tiba-tiba ajukan pertanyaan.

"Aku tak dapat menjelaskannya. Saat itu aku berada di desa Tretes ketika tiba-tiba muncul air bah. Hujan tercurah dari langit. Aku berusaha menyelamatkan diri dan membantu penduduk desa dari musibah tenggelam. Lalu ada pusaran arus besar dan gelombang air setinggi raksasa menghantam diriku"

Jelas Raja membuat Jubah Api dan Jubah Sakti terperangah.

"Astaga! Itu pasti arus Perahu Setan?" desis si Jubah Sakti.

"Tretes letaknya sangat jauh dar Alas Sindang Pantangan ini.Jika air bah laknat itu tiba-tiba muncul menenggelamkan desa yang kau sebutkan, Berarti di desa itu telah terjadi pembunuhan"

"Tepatnya seseorang telah membunuh dua saudara kembar bernama Ayudra Bayu dan Ayudra Tirta."

Sentak Si Jubah Api tak kalah kaget.

Tidak tahu gerangan apa yang membuat kedua orang berjubah itu mendadak jadi khawatir.

Raja yang tidak mau menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya.

Setelah sempat melirik ke arah Orang Mati dari Makam Setan segera membuka mulut memberi penjelasan.

"Kuakui dua nama yang kau sebutkan memang termasuk mereka yang tewas terbunuh di desa itu. Dua orang saudara kembar yang terbunuh itu bukan orang baik-baik.Keduanya adalah pengikut sekaligus kaki tangan Gagak Anabrang. Kehadiran mereka hanya menyengsarakan penduduk.Mereka patut dihabisi. Dan aku yakin manusia seperti Gagak Anabrang juga harus disingkirkan dari kehidupan ini."

"Anak muda, siapa namamu?"

Tanya Jubah Sakti dengan suara keras menggeledek.

Walau dibentak, Raja menjawab dengan suara dan sikap yang tenang

"Namaku tidaklah penting. Namun jika kalian penasaran, namaku adalah Raja.Orang biasa menyebutku Sang Maha Sakti Raja Gendeng."

"Astaga! Jadi kau orangnya Sang Maha Sakti Dari Istana pulau Es itu? Aku sering mendengar namamu menjadi buah bibir orang. Tak kusangka hari ini bakal bertemu denganmu."

Desis si Orang Mati kaget. Berbeda dngan laki-laki berpakaian serba merah yang terkejut setelah mengetahui siapa adanya Raja.

Sebaliknya kedua orang berjubah itu malah bersikap tak perduli.

Sementara itu tanpa menghiraukan Jubah Sakti dan Jubah Api yang melangkah mendekat ke arahnya, Raja tersenyum lalu timpali ucapan si orang Mati.

"Sama sepert dirimu.Akupun tak pernah menyangka bakal bertemu dengan orang Mati.Seharusnya kau lebih baik menjadi penghuni tetap kuburan saja. Buat apa gentayangan meninggalkan Makam Setan?"

"Jangan berlagak tolol terkecuall kau memang tolol sungguhan. Kau sudah menguping pembicaraan kami. Sekarang ini aku hanya bisa memberimu saran, lebih baik selamatkan diri."

"Menyelamatkan diri dari apa?"

Tanya pemuda itu heran. Belum sempat Orang Mati menjawab.

Si Jubah Api ajukan pertanyaan.

"Entah siapa dirimu ini. Tidak perduli apakah cuma namamu saja yang Raja ataukah kau memang raja dari negeri antah berantah. Yang jelas ketika dua saudara kembar Ayudra Bayu dan Ayudra Tirta terbunuh, kau pasti berada di tempat kejadian. Apakah dugaanku ini benar adanya?"

"Benar.Jika demikian kau mengetahui siapa yang telah menghabisi mereka!"

Tanya si Jubah Sakti tak kalah sengit

"Ya..."

Jawab Raja. Dalam hati dia berkata,

"Andai aku berterus terang mengatakan siapa yang telah membunuh kedua kembaran itu. Apa pengaruhnya buat mereka?"

Selagi Raja berpikir sementara si Orang Mati berdiri diam mengawasi perkembangan yang terjadi.

Si Jubah Sakti kembali ajukan pertanyaan

"Katakan siapa yang membunuh mereka?"

Raja terdiam dalam kebimbangan. Sikap diam yang ditunjukkan Sang Maha Sakti ternyata menimbulkan kemarahan orang berjubah itu.

"Mengapa tidak segera menjawab? Ataukah kau sengaja hendak melindungi pembunuh murid kesayangan penghuni Perahu Setan?"

Hardik si Jubah Sakti. Setelah berpikir sejenak, muncul sekelumit pikiran cerdik Raja.

Untuk mengetahui bagaimana reaksi mereka. Raja pun ajukan pertanyaan.

"Apakah kallan berdua mempunyai ikatan darah atau mungkin jalinan sahabat dengan kedua orang itu?"

"Kami tidak punya hubungan apa-apa dengan dua saudara kembar itu, Tapi ketahuilah. Siapapun yang berani mengganggu apalagi menghabisi mereka. Orang itu bakal menuai badai malapetaka. Sebagai guru yang menyayangi muridnya Ayudra Bayu dan Ayudra Tirta, Penghuni Perahu Setan tak akan tinggal diam. Dia akan mengobrak abrik jagat rimba persilatan untuk mencari pembunuh kedua muridnya."

"Aku tak mengerti. Seorang guru yang membiarkan muridnya melakukan berbagai kejahatan, malah akan menuntut balas kematian muridnya. Guru seperti apa itu namanya?"

Kata Raja heran. Si Jubah Api menyeringai

"Tidak ada yang tahu pasti bagaimana watak perangai serta pendirian Penghuni Perahu Setan Yang pasti bila orang yang satu itu bergabung dengan Gagak Anabrang. Maka semua orang bakal dirundung masalah."

Ucap si Jubah Sakti cemas

"Kalau tidak mau mendapat masalah, jika tak mau hidup dalam kesengsaraan .Mengapa kalian berdua tidak mati saja, Lebih enak menjadi orang sepertiku yang tak pernah memikirkan apa-apa. Ha ha ha."

Celetuk Orang Mati dari Makam Setan diiringi tawa tergelak-gelak

"Orang sinting dari Makam Setan. Kau orang luar tahu apa?"

Hardik Jubah Api dengan mata mendelik. Setelah itu dia kembali menatap ke arah sang pendekar. Pada Raja dia ajukan pertanyaan,

"Cepat katakan siapa yang telah menghabisi mereka?"

Raja menghela nafas, namun kemudian tanpa ragu dia menjawab juga pertanyaan orang.

"Yang membunuh mereka orangnya berada dihadapan kalian. Bahkan bila didunia ini ada seribu manusia bejat seperti mereka aku pun tetap akan menghabisi mereka semua!"

Kejut dihati kedua orang berjubah bukan alang kepalang. Saking kagetnya mereka melompat mundur sejauh dua langkah.

Sepasang mata yang terlindung tepi jubah mendelik besar.

Wajah tegang menyimpan kemarahan bercampur khawatir.

Melihat ini Raja bukannya takut sebaliknya malah tertawa mengekeh.

"Ech, kalian berdua. Mengapa memandangku seperti menatap hantu jelek telanjang. Orang yang kubunuh bukanlah sanak bukan kadangmu, perlu apa marah? Apa yang kalian khawatirkan? Betapapun kedua saudara kembar itu tak mungkin bangkit dari kematian lagi yang bisa gentayangan membunuh dan mencekik kalian. Ha ha ha!"

"Manusia tolol! Apakah telingamu tuli? Kami sudah mengatakan kematian kedua manusia kembar itu telah menimbulkan murka dan kemarahan gurunya."

Hardik Si Jubah Sakti sengit .

"Bagaimana kalian bisa tahu gurunya murka?"

Tanya sang pendekar.

"Betul-betul goblok! Bukankah kau mengatakan tiba-tiba air meluap, Lalu ada ombak besar menghantammu? Kau tahu desa Tretes adalah desa tandus.Tidak air, sungai dan tempatnya pun jauh dari laut. Kau mengira luapan air itu datangnya dari mana he!"

Tidak kalah sinis si Jubah Api ikutan membentak. Raja menyeringai sambil menggaruk kepala. Melhat sang pendekar hanya berdiri cengengesan, si Orang Mati yang diam-diam bersimpati pada Raja cepat, membuka mulut.

"Semua air datangnya dari laut. Air hujan mata air dan tak terkecuall air mata yang asin juga bermuasal dari sana. Bukanlah begitu Sang Maha Sakti?"

Tanya Orang Mati sambil melirik pada sang pendekar.

Raja mengangguk membenarkan

"Mahluk dari Makam Setan. Kuharap kau tidak mencampuri urusan kami. Ketahuilah perbuatannya membunuh murid penghuni Perahu Setan tanpa disadarinya telah menimbulkan bibit malapetaka baru di rimba persilatan." hardik si Jubah Api.
"Munculnya air bah di desa Tretes sebagai suatu tanda sekaligus pesan yang diberikan oleh guru kedua kembaran itu."

Timpal Jubah Sakti.

"Hm begitu. Kalau kalian menganggap tindakanku salah. Lalu mengapa kalian jadi geger seperti monyet tua yang kebakaran jenggot?!"

Tanya Raja kesal.

"Orang aneh dari pulau es. Apakah kau tidak salah bicara? Menurutku mana ada monyet yang berjanggut .Bahkan perempuan berjanggut pun aku yakin tak pernah ada, entah kalau janggut yang disebelah bawah.Ha ha ha!" kata Orang Mati diringi tawa

Raja Gendeng 13 Misteri Perawan Siluman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ssst...!"

Raja tempelkan jari telunjuk di depan bibir.

"Kuharap kisanak tidak memperkeruh suasana. Engkau tahu yang sedang mereka ributkan semuanya menyangkut urusanku. Terkecuali kau masih ingin mengatakan sesuatu sehubungan dengan urusanmu. Aku memberimu kesempatan untuk bicara."

Ucap sang pendekar .Ketika bicara tak lupa Raja bungkukkan badan bersikap seolah menghormat pada Orang Mati. Padahal di dalam hati dia merasa geli.

Sementara melihat Raja memberinya kesempatan, orang Mati dari Makam Setan segera membuka mulut.

"Terima kasih kau telah berbaik hati. Urusanku bisa kutunda. Aku mempersilakan kau melanjutkan urusanmu dengan mereka!"

Jawabnya pelan sambil bungkukkan badan membalas penghormatan orang .Raja tertawa, sambil tertawa mulut berucap

"Diberi kesempatan tidak mau. Ya sudah."

Sang pendekar kemudian menatap ke arah si Jubah Api dan Jubah Sakti.

"Astaga!"

Mata pemuda itu membelalak lebar ketika menyadari betapa kedua orang di depan sana ternyata telah bersiap melakukan penyerangan.

Raja melihat si Jubah Api telah pentang kedua tangannya yang merah membara mengepulkan asap.

Sementara seluruh jubah yang membalut tubuhnya telah berubah menjadi bara menyala.

Kini Raja menjadi maklum mengapa laki-laki berjubah itu dijuluki si Jubah Api.

Ketika Raja menatap ke arah perempuan disebelah kirinya.

Dia melihat si Jubah Sakti memandang padanya dengan mata mendelik garang.

Dua tangan disilangkan ke depan dada pertanda dia siap menyerang Raja dengan pukulan mematikan, Walau jubah yang melekat ditubuhnya tidak mengalami perubahan, tapi dari rebawa aneh yang keluar dari jubah jelas perempuan ini tak hanya memiliki jubah sakti namun juga tingkat ilmu kesaktiannya lebih tinggi dibandingkan si Jubah Api.

"Kulihat wajah-wajah yang tegang! Aku yakin kalian pasti ingin melakukan sesuatu yang tidak baik terhadapku"

"Kami ingin membunuhmu!"

Dengus si Jubah Api.
"Olala..kalau dia dibunuh. Berarti akan ada dua orang mati di tempat ini."

Celetuk Orang Mati dari Makam Setan menyeringai. Tanpa menghiraukan ucapan si Orang Mati.

Sang pendokar kenbali ajukan pertanyaan.

"Kalian berdua sama sekali tidak punya ikatan tertentu dengan dua saudara kembar itu. Mengapa kalian hendak membunuhku?"

"Apakah kau tidak tahu, karena perbuatan tololmu kami bakal mendapat kesulitan. Kehadiranmu membawa kesialan bagi kami.Karena itu sekarang juga kau layak mati!"

Geram si Jubah Api.

Lalu..

Weert!

Wusst!

Sambil berteriak keras si Jubah Api hentakkan kaki hingga membuat tubuhnya melesat sekaligus melambung ke arah Raja.

Begitu dia berada di atas kepala sang pendekar.

Bagian ujung jubah segera dikibaskan ke arah Raja yang berada di bawahnya.

Seketika itu dari bagian ujung jubah yang mengembang bergulung semburan api berbentuk seperti jala yang bergerak sedemikian rupa untuk meringkus dan menggulung sang pendekar. Melihat serangan ganas yang dilancarkan lawan.

Tidak hanya Orang Mati saja yang dibuat terkesima.

Sebaliknya Raja sendiri juga jadi tercekat.

Namun serangan ganas yang datang demikian cepat tidak membuat Raja menjadi gugup .Sambil menyeringai disertal tawa

"ha...ha..hi...hi."

Pemuda ini segera alirkan tenaga dalam keseluruh tubuh.

Dengan menerapkan ilmu Selubung Inti Es pemuda ini diam tidak bergerak Dan sebelum semburan api berbentuk jala menyergap tubuhnya.

Setiap orang dibuat terkesima ketika melihat tubuh Raja kini seluruhnya telah terlindung lapisan es tebal.

Ada uap tipis putih bergulung meliuk diudara dari tubuh pemuda itu.

Melihat Raja kerahkan ilmu saktinya untuk melindungi diri.

Si Jubah Api sebaliknya lipat gandakan tenaga dalam, lalu kembali kibaskan jubah hitamnya yang telah berubah merah membara.

Untuk yang kedua kalinya kembali dari ujung jubah menderu segulung cahaya merah berbentuk bundar tak ubahnya seperti jala yang ditebar.

Cahaya ini menyentuh Raja, terdengar suara tak ubahnya seperti lempengan besi membara yang dicelupkan ke dalam air.

Jees!

Serangan cahaya merah pertama musnah begitu menyentuh tubuh Raja yang diselubungi es .Demikian pula serangan yang kedua ikut musnah tak mampu menghanguskan sang pendekar.

Si Jubah Api kaget bukan main, namun dia cepat membuat gerakan melompat ke samping.

Niatnya begitu jejakan kaki ke tanah hendak melakukan serangan dengan pukulan yang lebih ganas lagi.

Tapi di luar dugaan Jubah Api dan Si Jubah Sakti.

Raja yang diam tak bergerak seperti patung es itu tiba-tiba ulurkan tangannya.

Karena menggunakan Ilmu aneh bernama Tangan Dewa Menggapai Langit.

Tidaklah heran begitu tangan dijulurkan laksana karet segera berubah memanjang. Raja yang tidak berniat mencelakai lawan tiba-tiba susupkan jemarinya diantara kedua kaki lawan yang tidak terlindung jubah

"Eeh, apa ini lembek-lembek...ha..
ha.." kata pemuda itu diiringi gelak tawa.

Si Jubah Api menjerit kesakitan begitu bagian bawah perutnya diremas lalu disentil oleh Raja.

Sentakan yang dilakukan sang pendekar membuat si Jubah Api jatuh terbanting.

Dia menggerung sambil bergulingan, sedangkan dua tangan dipergunakan mendekap bagian bawah perutnya yang berubah dingin seakan beku disertal rasa sakit dan mulas luar biasa.

Melihat apa yang terjadi pada temannya, Si Jubah Sakti menggerung marah.

Dia melihat jelas kejahilan yang dilakukan Raja maka sambil mendamprat segera menyerang.

"Begitu lemahnya menjadi laki-laki.Kalau tidak ada yang bisa diremas dan disentil. Mana mungkin kau bisa dipermainkan orang!"

Mulut berucap demikian sedangkan dua tangan menghantam ke bagian wajah dan rusuk Raja.

Dua angin pukulan menyambar ganas mengancam keselamatan sang pendekar.

Tapi Raja yang sekujur tubuhnya terlindung es dan tampak kaku seolah patung tiba-tiba menggerakkan pinggul sekaligus menggeser kakinya.

Begitu kaki berpindah tempat dia meliukkan bagian tubuh sebelah atas. Lalu dengan tangan kiri yang terpentang dia menyerang.

Serangan yang dilakukan si pemuda meluncur deras ke arah dada membuat si Jubah Sakti yang melepaskan tendangan sesaat setelah pukulannya luput menjadi kaget.

Perempuan ini melompat kebelakang jauhkan diri dari jangkauan tangan lawan sementara mulut semburkan sumpah serapah.

"Keparat jahanam berotak kotor. Apakah hanya itu yang bisa kau lakukan terhadap orang yang menginginkan nyawamu?"

"Jubah Sakti.Aku yakin orang aneh dari istana Pulau Es itu tidak bermaksud mesum. Aku tahu dia hanya ingin memberimu ingat. Bukan cuma laki-laki saja punya kelemahan dan punya sesuatu yang bisa diremas sampai hancur. Perempuan juga punya kelemahan Ha ha ha..."

Seru si Orang Mati sambil tertawa terkekeh.

"Aku sependapat. Makanya jadi perempuan jangan sombong. Perempuan juga tak boleh melawan laki-laki. Sebab kalau sering melawan perutnya bisa masuk angin. He... he... he..."

Timpal Raja lalu ikutan tertawa tergelak-gelak.

Tak jauh didepannya si Jubah Sakti kertakkan rahang, mulut terkatub sedangkan pipinya menggembung.

Kemarahan dihati perempuan berjubah ini rupanya sudah meluap hingga ke ubun-ubun.

Apalagi setelah dia menyadari si Orang Mati berpihak pada Raja.

Penasaran dia melirik ke arah temannya.

Dia melihat si Jubah Api telah bangkit berdiri dan tampaknya telah terbebas dari pengaruh sakit akibat perbuatan jahil sang pendekar.

Tidak sabar pada sahabatnya dia berkata.

"Jangan biarkan ada orang mempermainkan kita. Apalagi orang itu adalah orang gila yang tak pandai membalas budi. Kau hadapi cecenguk dari makam Setan itu sedangkan aku akan mencabut jiwa busuk gondrong berpedang satu ini!"

"Aku juga sudah tidak sabar menyingkirkan orang-orang tolol ini dari wilayah kekuasaan Gusti Ratu.Heaa.." sambut si Jubah Api, tanpa menunggu jawaban temannya.

Si Jubah Api tiba tiba hentakkan kakinya.

Begitu kaki menghentak tanah, seketika tubuhnya melambung tinggi lalu meluncur deras ke arah si Orang Mati.

Saat tubuh meluncur dengan kecepatan luar biasa, tangan kiri dikibaskan ke arah perut sedangkan tangan kanan yang terkepal menjotos ke arah dada.

Dua serangan ganas ini masih disusul dengan tendangan menggeledak yang menimbullan deru angin panas membakar ke bagian kaki lawan.

Melihat tiga serangan datang tak terduga.

Si Orang Mati yang sebelumnya Cuma berdiri menonton mengawasi perkelahian antara Raja dan Si Jubah Sakti tidak tinggal diam.

Sambil tertawa tergelak-gelak dia lambungkan tubuhnya ke atas. Begitu mengapung diketinggian dua tangan disilangkan di depan dada lalu di dorong ke depan menangkis tiga serangan yang datang menggebu

Wuus!

Si Orang Mati terkesiap ketika menyadari tangkisan yang dilakukannya seperti menghantam angin.

Tak mau celaka dia lambungkan diri lebih tinggi. Namun walau dia berhasil menghindari tamparan dan jotosan lawan.

Tak urung serangan kaki lawan menghantam tubuhnya.

Buuk!
Raja Gendeng 13 Misteri Perawan Siluman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Dess!

Satu tendangan keras dan disusul oleh satu pukulan menggeledek membuat si Orang Mati jatuh terpelanting.

Belum lagi dia sempat berdiri tegak lawan yang terus meluncur ke bawah mengejarnya kini kebutkan jubahnya.

Sreet!

Dari kedua ujung jubah kiri kanan mencuat dua lidah api.

Lidah api meliuk bergulung seperti selendang besar siap melibat bagian kepala juga kaki si Orang Mati. Manusia penghuni Makam Setan ini menyadari bila kepala atau kakinya sampai terlibat api berbentuk selendang, kedua bagian tubuh yang diserang bisa hangus.

Dan sebagai orang memiliki ilmu kesaktian yang bersumber dari kekuatan bumi. Si Orang Mati bertindak cerdik.

Sebelum dua serangan melibat tubuhnya dia segera berputar. Begitu tubuh berputar, kedua kakinya ikut berputar dan tak ubahnya seperti mata bor kaki itu amblas tenggelam menembus tanah.

Hanya dalam waktu sekedipan mata .Sosok orang mati dari Makam Setan lenyap.

Buum!

Buum!

Terdengar suara berdentum.

Dua serangan ganas membakar mengenai tempat dimana si orang mati tadi berdiri. Tebaran api, tanah,pasir dan batu bermuncratan di udara.

Si Jubah Api yang tidak melihat lawan meloloskan diri dari serangannya menyeringai. Begitu kedua kaki menjejak tanah dia menatap ke arah lubang bekas ledakan, Laki-laki itu mendelik begitu melihat ada lubang lain seukuran tubuh manusia di tengah ledakan.

Begitu sadar serangannya sia-sia dia berteriak.

"Mahluk jahanam pengecut! Ternyata kau manusia menyedihkan yang tak punya daya apa-apa. Kau hanya mampu menghindar. Sungguh memalukan!" geram si Jubah Api penasaran.


*****

Untuk sementara kita tinggalkan dulu Raja, si Orang Mati dan lawannya. Sekarang marilah kita lihat keadaan di Kaliwungu tempat dimana Raden Pengging Ambengan menetap. Saat itu hari telah senja. Di ufuk langit sebelah barat matahari hanya tinggal berupa bola merah yang hampir memasuki bilik peraduannya.

Di tepi sebuah kali tak jauh dari sebuah pondok berdinding bambu beratap ilalang. Tepat diatas batu panjang pipih mirip batang pohon yang menjorok menggantung diatas sungai, duduk seorang kakek tua renta bertubuh kurus kering. Orang tua ini berpakaian lurik cokelat, bagian kepala yang telah memutih terlindung ikat kepala lebar berwarna hitam. Wajahnya tirus, sepasang mata menyorot tajam walau seolah tenggelam dibalik kelopak matanya yang cekung dalam.

Secara keseluruhan keadaan orang tua yang dikenal dengan nama Raden Pengging Ambengan Ini tidak ubahnya seperti jerangkong hidup. Sekujur tubuhnya nyaris tidak berdaging dan tampak seperti seonggok tulang belulang bersusun yang dibalut kulit tipis. Sungguhpun penampilan si kakek seperti orang tua rapuh tanpa daya. Namun orang tua ini sangat disegani di rimba persilatan. Disamping kesaktian yang dia miliki sulit dijajaki, sang Raden juga dikenal sebagal orang yang dapat membaca riwayat kehidupan dimasa lalu dan masa yang akan datang. Sayang sejak lima puluh tahun terakhir orang tua yang sepanjang hidupnya hanya memakan pucuk bambu dan air embun ini lebih banyak menutup diri dengan menetap di tepi Kaliwungu.

Bola merah di langit sebelah barat lenyap, DI atas batu pipih Raden Pengging Ambengan masih tetap ditempatnya dengan posisi duduk bersila. Saat itu kegelapan mulai menyelimuti sekelilingnya. Tiba-tiba angin dingin menusuk berhembus. Seiring dengan hembusan angin, jauh di bagian hulu sungai terdengar suara burung hantu. Di atas batu si kakek menghela nafas. Belum sempat dia membuka mata sayup-saup dia mendengar suara mengiang ditelinganya.

"Anak manusia yang terlahir dengan nama Raden Pengging Ambengan, putra darah biru Ageng Waton Segoro dari Kali Anget Madura. Malam bulan sabit ke tujuh hanya tinggal tiga hari lagi dari sekarang. Kembalilah keragamu. Waktu kematian bagimu belum tiba.Hidupmu masih panjang. Kau masih dibutuhkan di dunia fana. Uluran tanganmu sangat berarti banyak demi keselamatan jiwa yang tidak berdosa. Bantulah dia menyelesaikan perkara yang mengintai keselamatannya. Bocah itu dalam kesulitan besar, Bukankah dulu kau pernah berjanji akan membantunya, menolong dia dari segala penderitaan hidup. Dan kau menyadari sebenarnya dirimu tahu jalan keluar menuju keselamatan!"

Suara mengiang ditelinga si kakek datang dan pergi berulang kali. Membuat daun telinga si kakek yang lebar dan lancip disebelah atas selayaknya tellinga keledai bergerak-gerak.

Perlahan bibir yang tertutup kumis putih itu bergerak.

"Jantung masih berdenyut. Pikiran melewati ruang nafas yang kosong. Sesungguhnya aku sudah dan sedang merasakan mati dalam kehidupan ini. Siapa yang telah membangunkan hidupku dalam tidur yang panjang?"

"Raden Pengging.Kematian bagimu seperti sudah kukatakan belum saatnya. Tak usah bertanya siapa yang memanggilmu karena aku adalah bagian dari langit yang biru. Kau bukalah matamu karena tak lama lagi akan datang beberapa tamu dengan kepentingan yang berbeda."

Suara mengiang di telinga si kakek lenyap.Deru angin dan suara pekik burung hantu berhenti.

Tidak menunggu lama, selayaknya orang yang baru terjaga dari tidur yang panjang dia membuka matanya yang mengatup terpejam. Perlahan dua tangan yang ditompangkan pada lutut bergerak mengusap wajah sebanyak dua kali .Setelah itu si kakek menatap ke langit.

Dia melihat bulan sabit ke empat muncul di langit sebelah timur dengan warnanya yang kuning pucat

"Malam baru saja menggantikan siang."

berucap si kakek dengan suara parau.

Sementara dua matanya yang cekung dalam menatap keadaan disekelilingnya.

"Aku memang merasakan ada tamu penting pembawa amanat akan datang. Tapi aku Juga nampaknya bakal kedatangan tamu dengan membawa maksud buruk. Heh...aku lelah melihat darah, aku muak melihat kematian. Tapi mengapa selalu saja ada yang memaksaku menjatuhkan tangan jahat!"

Baru saja si kakek berkata begitu.

Tiba-tiba terdengar suara pekik riuh rendah.

Tak lama kemudian dari balik semak diseberang maupun dibibir Kaliwungu bermunculan mahluk- mahluk berbulu putih berekor panjang.

Mahluk- mahluk berujud kera putih itulah yang menimbulkan kegaduhan.

Si kakek menghela nafas, sepasang alisnya yang putih berkerut.

Sejak lama dia menetap di tempat itu.

Rasanya baru kali ini dia melihat belasan monyet putih muncul di depannya.

Sebagai orang berpengalaman dan mempunyai pandangan batin tajam Kehadiran monyet-monyet itu membuatnya curiga.

Apalagi si kakek menyadari begitu muncul mereka mengepungnya.

Dengan seksama dia memperhatikan kawanan monyet itu.

Dalam hati dia membatin,

"Ada sebuah titik berupa bulu putih lebih terang dibandingkan warna bulu dibagian tubuh lainnya. Dan aku tahu mereka bukan monyet biasa. Tapi monyet-monyet yang datang dari negeri siluman. Gagak Anabrang...hmm, pasti dia orangnya yang mengirim mahluk-mahluk itu ke tempat ini. Lalu siapa yang menjadi pemimpin monyet-monyet ini?" batin si kakek Kemudian ditujukan pada belasan monyet yang berjejer mengepungnya dalam keadaan siap menyerang. Raden Pengging Ambengan berkata,

"Kalian semua tidak selayaknya gentayangan di alam kehidupan manusia.Kembalilah ke alam siluman. Kalau tidak..."

"Kalau tidak kau hendak berbuat apa pada para pengawalku, Raden Pengging Ambengan? Kau hendak mengusir mereka atau ingin menghabisinya?! Hik hik hikmah!" potong satu suara diiringi tawa cekikikan.

Si kakek terdiam. Sepasang mata menatap lurus ke arah datangnya suara. Dia tahu yang baru bicara adalah seorang perempuan. Tapi perempuan itu bicara dengan menggunakan suara perut. Orang tua ini menjadi maklum, siapapun perempuan yang datang bersama kawanan monyet siluman itu jelas merupakan orang yang berkepandaian dan memilikd ilmu tenaga dalam sangat tinggi.

"Aku tidak suka melihat orang bergurau. Jika kau datang ingin bertemu dengan diriku. Mengapa harus malu dan menyembunyikan diri. Perlihatkanlah dirimu!"

Ujar si kakek tidak sabar.

"Raden Pengging. Lama hidup dalam kesendirian kiranya kau juga merasa rindu ingin melihat rupa wanita. Tapi kau tidak perlu berkecil hati. Dengan penuh ketulusan aku akan memperlihatkan rupaku yang cantik!" sahut suara dibalik kegelapan di tepi kali sebelah kiri.

Ucapan orang membuat si kakek diam tidak bergeming. Namun diam-diam dia meningkatkan kewaspadaannya. Dan ketika dari arah tepian kali ada hawa dingin menderu menerjang ke arahnya. Si kakek sadar orang telah melakukan serangan gelap. Tanpa bergerak tanpa bicara. Raden Pengging goyangkan bahu kiri kanan ke depan. Tidak terlihat cahaya atau suara deru angin dari kedua bahu yong digoyangkan. Namun dari arah depan tempat dari mana hawa dingin menghantam kakek itu tiba-tiba terdengar suara pekikan sekaligus letupan keras dua kali berturut-turut.
Begitu suara letupan lenyap terlihat ada cahaya putih memancar tak jauh di belakang terjadinya letupan. Cahaya itu membesar mencuat ke atas dan..

Byar!

Cahaya raib menjadi gumpalan asap putih bergulung. Setelah gumpalan asap sirna. Si kakek dapat melihat di depan sana sejarak tiga tembok dari atas batu putih tempat dimana dirinya berdiri terduduk setengah rebah seorang perempuan cantik berusia sekitar tiga puluh lima tahun .Perempuan itu memakai pakaian ringkas bervwarna keemasan, Kulitnya putih bersih, pinggul besar dada membusung, sepasang mata bening namun di sekujur tubuh ditumbuhi bulu-bulu putih halus cukup tebal.

Walau tak pernah bertemu atau mengenal perempuan ini, si kakek sudah dapat menduga siapa perempuan itu adanya. Namun untuk lebih meyakinkan diri agar dugaannya tidak keliru diapun berkata,

"Perempuan cantik datang dikawal belasan monyet. Aku sebagai pemilik tempat belum sempat mempersilakan tamuku duduk. Tahu-tahu tamu malah mendahului dengan duduk menjelepok di tempat yang kotor.Ah maafkan aku.Masih ada tempat duduk yang lebih nyaman di dalam pondokku.Atau kau lebih suka berada disitu sampai pagi?" ujar orang tua itu sambil mengurai senyum.

Perempuan di tepi kali itu menggeram.

Dia tahu Raden Pengging Ambengan menyindirnya.

Dia juga sadar orang tua didepannya pasti mengetahui bentrok tenaga dalam yang terjadi antara dirinya dengan si kakek saat melakukan serangan gelap tadi membuatnya jatuh terhempas.

"Tua bangka edan.Jaga mulutmu. Kau pikir aku sudah kalah?" bentak perempuan berpakaian emas.

Secepat kilat dia bangkit berdiri.

Sementara melihat orang yang dikawal dapat dijatuhkan lawan.

Kawanan monyet pengawal menjadi garang.

Belasan monyet putih menggeram, kaki depan ditekuk, mulut menyeringai memperlihatkan taring taring yang runcing.

Setiap saat bila mendapat perintah binatang ini pasti siap melakukan serangan. Sebaliknya bagi si kakek melihat kawanan kera putih menunjukkan sikap bermusuhan dia tetap tenang.

Malah sambil tersenyum pada perempuan berpakaian emas itu dia berkata,

"Tidak ada perkelahian disini.Aku baru saja hendak menyambutmu sebagai tamu.Mengapa kau beranggapan dirimu kalah? Nisanak, kuharap kau tidak bersikap bermusuhan.Kalau kau datang dengan membawa maksud dan kepentingan. Mengapa tidak segera mengatakannya? Dan kurasa kau sudah menyebut namaku. Kau mengenal aku tapi aku tidak mengenal siapa kau adanya?"

Ditanya orang dengan nada bersahabat.

Si cantik berpakaian emas berdandan menyolok ini rupanya merasa tidak enak hati.

Diapun segera rangkapkan kedua tangan di depan dada lalu bungkukkan badan sebagai tanda penghormatan.

Setelah turunkan dua tangan dan luruskan punggungnya.

Dia berujar,

"Orang tua. Untuk meyakinkan diri dan agar tidak sampai keliru dan salah bertemu orang.Apakah benar engkau orangnya yang bernama Raden Pengging Ambengan?"

"Begitu datang kau sudah menyebut namaku. Apa lagi yang kau ragukan nisanak. Aku memang Raden Pengging Ambengan."

Menerangkan sh kakek sambil menatap perempuan itu. Si cantik berbulu menghela nafas lega. Kemudian buru-buru dia memperkenalkan diri.

"Namaku Rai Nini. Aku adalah istri Gagak Anabrang."

"Aku sudah menduga. Dia adalah perempuan siluman yang diperistrikan oleh manusia licik bertubuh pendek itu." membatin si kakek dalam hati.

Walau sudah mengetahui siapa perempuan didepannya. Raden Pengging Ambengan tak urung pura-pura unjukkan wajah kaget

"Oh aku tak menyangka malam-malam begini mendapat kehormatan bertemu dengan puteri dari seorang raja siluman. Maafkan sekali lagi karena aku yang sudah tua ini tak dapat menyambut kehadiranmu secara layak. Kalau boleh aku tahu bagaimana kabar suamimu Gagak Anabrang?"

Sepasang mata Rai Nini berkedap-kedip.

"Kabarnya baik-baik saja. Ternyata kau mempunyai pengalaman luas, kau tahu Gagak Anabrang adalah suamiku."

"Siapa yang tidak mengenal Gagak Anabrang. Dia adalah orang paling kaya diseluruh tanah Dwipa ini. Dimataku suamimu tidak ubahnya seperti raja besar."

Puji si kakek walau dilubuk hati dia menggerutu,

"Orang tua."

Rai Nini cepat memotong.

"Jangan bicara tentang Gagak Anabrang walau kedatanganku kemari adalah atas perintahnya. Namun aku sendiri sebenarnya membawa maksud dan kepentingan pribadi.Kepentingan itu menyangkut keselamatan putriku."

Raden Pengging Ambengan tiba-tiba terdiam. Sebagai orang yang memiliki penglihatan batin tajam, Dia menatap lurus ke arah Rai Nini.

Tatapan mata si kakek tertuju ke bag?an tengah kening tepat diantara dua alis.

Seet!

Raja Gendeng 13 Misteri Perawan Siluman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya sekejaban saja si kakek segera mendapatkan gambaran sebenarnya.

"Aku melihat di dalam hatinya telah terjadi pertentangan batin yang hebat. Aku bisa merasakan ada amarah dan rasa cemburu. Mungkin Rai Nini cenburu karena Gagak Anabrang selalu mengambil istri baru. Dan kemarahan yang berkecamuk di dalam hatinya dapat kurasakan berasal dari dua hal. Rai Nini merasa diabaikan, kurang mendapat perhatian dan dia tak ingin anak tunggalnya dijadikan tumbal persembahan" kata si kakek di dalam hati.

"Raden..."

Rai Nini membuka mulut setelah melihat orang tua didepannya hanya berdiri diam memperhatikan.

Si kakek dongakkan kepala.

"Kau ingin mengatakan sesuatu?"

"Begitulah. Dan terus terang maksud kedatanganku ke Kaliwungu ini adalah ingin mengharapkan budi pertolonganmu."

"Bukankah kau mengaku kedatanganmu karena perintah Gagak Anabrang? Lagi pula kau telah memiliki segalanya. Budi pertolongan apa yang bisa kau harapkan dari tua bangka sepertiku?"

Tanya si kakek diringi senyum mencibir.

Sebelum menjawab Rai Nini melirik ke arah kawanan monyet yang datang menyertainya.

Melihat itu si kakek pun dapat menduga kiranya apa-apa yang ingin disampaikan adalah sesuatu yang bersifat rahasia.

"Aku punya tempat yang cukup luas .Ditempat itu kau bebas bicara apa saja tanpa harus khawatir rahasiamu di ketahui oleh orang lain.Perintahkan pada monyet-monyet pengawalmu itu untuk menjauh dari pondokku. Lebih baik mereka menjagamu atau mengawasi dari kejauhan."

Raden Pengging Ambengan memberi saran.

Dan ucapan itu dia sampaikan melalui ilmu menyusupkan suara hingga kawanan monyet tidak mendengarnya .Usul si kakek ternyata mendapat sambutan baik.

Terbukti Rai Nini kemudian memerintahkan kawanan monyet itu menjauh dari kawasan pondok. Tapi tidak semua mahluk pengawal itu patuh kepadanya.

Beberapa diantaranya tetap bertahan dan barangkali mereka takut dengan keselamatan Junjungannya.

"Aku tidak apa-apa.Orang tua ini bermaksud baik. Kami ingin membicarakan sesuatu yang sangat penting. Kalian boleh mengawasi tapi tidak boleh mendekat ke pondok"

Karena ketika bicara Rai Nini dengan mata mendelik.

Tentu para monyet pengawal ini maklum majikan mereka bersungguh-sungguh.

Tidak ingin mendapat marah mereka pun membubarkan diri lalu berlarian menuju ke pepohonan.

Setelah kawanan monyet pergi. Raden Pengging Ambengan memberi isyarat pada Rai Nini untuk mengikutinya.

Si kakek berjalan menuju ke bagian belakang pondok.

Di belakang pondok ternyata ada sebuah bangunan lain yang tertutup dari penglihatan orang.

Bangunan Itu berdinding batu dilapisi tumbuhan merambat dan lumut hijou. Ketika Rai Nini memasuki ruangan berukuran cukup luas namun tidak berkamar.

Dia merasakan suasana yang sangat sejuk.

Sementara sebuah pelita bercahaya biru tampak menggantung menerangi seluruh penjuru ruangan. Si kakek mempersilakan tamunya duduk diatas tikar lusuh namun bersih, Sementara tak Jauh didepannya sang pemilik tempat duduk berila. Setelah sempat menghela nafas sejenak, orang tua renta itu membuka mulut.

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Pendekar Naga Putih 25 Malaikat Gerbang Fear Street Sagas X Kebangkitan Roh

Cari Blog Ini