Ceritasilat Novel Online

Penganugerahan Para Malaikat 7

Penganugerahan Para Malaikat Karya Siao Shen Sien Bagian 7



"Apa maksudmu ke mari?', tanyanya pada Heng Sun.

"'Di kota Cheng-liong-koan ada seorang bernama Tan Kie yang merupakan bawahan Khu In", Touw Heng Sun menerangkan.

"Apa hubungannya dengan kehadiranmu di sini?", tanya The Lun lagi.

"Dia memiliki kepandaian yang serupa denganmu", Touw Heng Sun menjelaskan lebih jauh.

"Dia dapat menyemburkan sinar dari mulutnya. Mertuaku telah ditangkapnya, kemudian dipenggal kepalanya. Itu sebabnya aku meminta izin dari pimpinan kita untuk ke mari. Tak tahunya kemarin aku pun ditangkapnya, untung dapat meloloskan diri".

"Aku tak percaya". The Lun menggelengkan kepala.

"sebab menurut guruku, di dunia ini tak ada orang lain yang memiliki ilmu sepertiku"."Aku tidak berdusta, bedanya kau menyemburkan sinar melalui hidung, sedang Tan Kie melalui mulut", Touw Heng Sun menegaskan.

"Bila demikian akan kuhadapi dia besok, ingin kulihat siapa yang lebih sakti di antara kami!". Tan Kie yang penasaran dirinya dilukai Teng Sian Giok, mendatangi kubu Chiu lagi, menantang Teng Sian Giok berperang tanding The Lun yang menyambut tantangannya sekali ini. Begitu saling berhadapan, The Lun langsung menyemprotkan sinar putih melalui lobang hidungnya. Tan Kie tak mau kalah, menyemburkan sinar kuning dari mulutnya. Akibatnya sungguh luar biasa! Keduanya roboh dari binatang tunggangan masing-masing! Pasukan pengiring sibuk menolong pimpinan mereka. Ketika keduanya telah siuman dari pingsannya, kembali menaiki binatang tunggangannya masing-masing, bukannya untuk melanjutkan pertandingan, tapi yang satu masuk ke dalam kota, lainnya kembali ke perkemahan Chiu. Keesokan harinya Tan Kie kembali menantang perang, yang disambut oleh The Lun pula. Namun, mereka telah bersepakat, bahwa dalam perang tanding sekali ini tidak menggunakan sinar sakti. Kesudahannya, sampai matahari condong ke Barat, keadaan mereka tetap seimbang, saling serang danmenangkis. Touw Heng Sun tak dapat lagi menahan sabar ketika menyaksikan pertarungan dua orang yang sama ilmunya. Dia ikut menceburkan diri ke gelanggang pertempuran, mengayunkan tongkatnya cukup ganas. Dengan dikerubuti berdua, maka Tan Kie agak kewalahan. Akhirnya punggungnya kena dipentung toya Touw Heng Sun, memaksanya harus cepat-cepat lari masuk ke dalam kota sambil menahan sakit. Sementara itu Khu In telah mendengar kabar mengenai jatuhnya kota Chia-beng-koan. Dia segera mengirim surat kekota-raja untuk meminta bala-bantuan.... Namun kesiagaan Khu In telah terlambat. Sebab pada malam harinya, Na Cha dengan mengendarai 'Hong Hwe Lun' (Roda Angin dan Api)nya, menerobos masuk ke dalam kota, membunuh petugas jaga, membuka pintu gerbang kota Chengliong-koan. Pasukan Chiu menyerbu dan membunuh lawan yang dijumpai. Di dalam kekalutan suasana, Touw Heng Sun berhasil membebaskan Oey Thian Lok. Mendengar suara hiruk pikuk, Khu In segera naik kuda sambil memegang tombak, namun ternyata dirinya telah terkepung. Touw Heng Sun yang berada paling dekat, memukul kepala kuda yang ditunggangi Khu In. Binatang itu melompat kesakitan, Khu In terlempar jatuh.Na Cha cepat menghampirinya sambil menusukkan tombaknya, tapi Khu In berhasil melarikan diri dengan menempuh jalan bawah tanah. The Lun ikut menyerbu, bertemu dengan Tan Kie. Na Cha melontarkan 'Kan Kun Choan'nya. berhasil melukai bahu kanan Tan Kie. Tan Kie berusaha meloloskan diri, tapi lambungnya tertembus tombak Oey Hui Houw, tewas seketika. Pasukan yang dipimpin Oey Hui Houw terus mengobrakabrik kubu pertahanan lawan, hingga menjelang pagi banyaklah prajurit Touw yang tewas, sebagian lagi menyerah. Hanya sejumlah kecil yang berhasil meloloskan diri.... Na Cha menyampaikan kabar kemenangan itu pada Kiang Chu Gie. Alangkah gembiranya Chu Gie menerima berita kemenangan tersebut. Sasaran berikutnya adalah kota Sie Sui-koan. *** Panglima yang dipercaya oleh Touw Ong menjaga kota Sie Sui-koan adalah Han Yong. Kiang Chu Gie menitah Shin Chia menantang Han Yong berperang tanding. Han Yong menyuruh seorang pembantunya yang bernama Ong Houw untuk menyambut tantangan tersebut. Ong Houw maju ke medan laga dengan bersenjatakan golok bergagang panjang.Kehadirannya disambut oleh Na Cha. Setelah bertanding beberapa jurus, Na Cha berhasil menamatkan riwayat Ong Houw. Han Yong menarik pasukannya ke dalam kota, mengirim kurir ke kota-raja memohon bala bantuan. Kemurungan Han Yong agak berkurang ketika seorang bawahannya melaporkan, bahwa Ie Hoa ingin bertemua dengannya. Dia segera menyilakannya masuk. le Hoa adalah bekas bawahan Han Yong yang cukup tinggi ilmunya, tapi dia terpaksa harus melarikan diri digempur Na Cha ketika dulu hendak menggiring Oey Hui Houw ke kotaraja. le Hoa malu menemui Han Yong karena gagal mengemban tugasnya, lalu pergi menemui gurunya di pulau Hong Lay. Ia memperoleh tambahan ilmu dari sang guru serta sebuah 'Hoa Soat To' (Pisau Pengubah Daral). Dengan memiliki pisau wasiat itu, barulah dia berani menemui atasannya, sekalian ingin membalas dendam. Siapa saja yang terluka oleh "Hoa Soat To'. takkan tertolong jiwanya. Han Yong berbesar hati ketika mendengar keampuhan senjata wasiat le Hoa, lantas menjamunya dengan rasa penuh harap dapat menyirnakan musuh. Keesokan harinya le Hoa menantang pihak See-kie. Na Cha yang menghadapinya. Melihat Na Cha yang muncul di medan tempur, le Hoasegera memajukan 'Kim Gan Souw' (Binatang Bermata Emas) seraya melontarkan 'Hoa Soat To'nya. Pisau wasiat itu meluncur cepat sekali dan memancarkan sinar yang menyilaukan pandang. Na Cha tak sempat mengelak, tertusuk pisau. Untung saja tubuh Na Cha terbuat dari bunga dan daun teratai, hingga keadaannya berbeda dengan manusia biasa. Namun begitu, tak urung dia menjerit kesakitan ketika tertusuk pisau wasiat lawan, cepat-cepat kembali ke perkemahan. Begitu tiba di kemah, dia langsung jatuh terkulai tanpa dapat berkata-kata lagi. (Riwayat Lo Chia (Na Cha) dapat anda baca dalam buku "DEWI KWAN IM SANG PENOLONG' terbitan kami juga --- Pen). Di pihak lain, le Hoa kembali ke dalam kota dengan wajah berseri. Pada esok harinya dia kembali menantang pihak See-kie. Lui Chin Cu maju menyambut tantangannya. Begitu berhadapan dengan lawan yang bermuka kuning dan berjenggot merah, Lui Chin Cu langsung menghantamkan pentungannya. le Hoa menangkis serangan si manusia bersayap, kemudian melontarkan 'Hoa Soat To'nya dan berhasil melukai sayap Lui Chin Cu. Chin Cu terpaksa kembali ke kemah, menemui Kiang Chu Gie.Chu Gie murung menyaksikan segalanya itu, segera memerintahkan memasang 'Papan penundaan perang'. Berulang kali le Hoa menantang perang, tapi tak dilayani oleh pihak See-kie. Beberapa hari kemudian Yo Chian tiba dengan membawa kereta ransum, dia meminta Chu Gie mengangkat 'Papan penundaan perang'. Keesokan harinya Yo Chian siap tempur melawan Ie Hoa. Tiada ayal lagi le Hoa langsung melontarkan 'Hoa Soat To' nya, yang melayang bagaikan meteor. Yo Chian segera mengerahkan ilmu 'Pat Kiu Hian Kong', menyalurkan tenaga saktinya ke sekujur tubuhnya, tapi tak urung lengan kirinya terluka oleh tusukan pisau wasiat lawan, membuatnya harus buron ke kemah menemui Chu Gie. Dia meminta izin pada pimpinannya untuk pergi berobat pada gurunya di Giok Choan-san. Kiang Chu Gie mengizinkan. Yo Chian berangkat ke goa Kim Chia-tong di gunung Giok Choan-san dengan menempuh jalan bawah tanah. Di hadapan sang guru, dia menuturkan keadaan dirinya. Giok Teng Cin-jin memeriksa luka muridnya, segera tahu kalau Yo Chian terkena senjata 'Hoa Soat To' milik le Goan yang bergelar It Kie Sian. le Goan yang bersemayam di pulau Hong Lay, setelah berhasil menciptakan pisau wasiat, juga berhasil meramu 3 butir pil mujarab yang dapat memunahkan racun bagi orang yang terluka oleh pisau 'Hoa Soat To'.Kemudian Giok Teng Cin-jin membisiki muridnya bagaimana caranya dapat memperoleh ketiga butir pil mujarab itu. Berseri wajah Yo Chian setelah mendengar siasat gurunya. Dia menemui le Goan di Hong Lay-to dengan menyamar sebagai le Hoa, mendustai le Goan dengan menyatakan bahwa Yo Chian amat sakti, hingga ketika dia melontarkan 'Hoa Soat To', dengan hanya menuding saja, pisau itu malah menjadi bumerang, balik menyerang dirinya dan melukai lengan kirinya. Kedatangannya adalah ingin meminta obat pada gurunya. le Goan percaya pada cerita 'murid'nya, memberikan ketiga butir pil mujarabnya. Setelah menerima pil, sang murid tetiron segera pamit. Sepergi sang 'murid', baru timbul kecurigaan le Goan, lantas meramalkan apa yang telah terjadi sesungguhnya. Barulah dia tahu kalau dirinya telah ditipu Yo Chian, karenanya ia sangat mendongkol, segera mengejar dengan menunggang onta saktinya. Namun Yo Chian telah melepaskan Anjing-wasiatnya, yang menggigit le Goan sedemikian rupa, hingga tak mampu melanjutkan pengejaran. Girang Chu Gie melihat kembalinya Yo Chian dengan membawa tiga butir pil penawar racun. Yo Chian makan sebutir, sedang dua butir lainnya diberikan kepada Lui Chin Cu dan Na Cha.Esok paginya Yo Chian menantang le Hoa, yang langsung mendapat sambutan. Sementara itu Lui Chin Cu yang baru sembuh dari lukanya, tak dapat lagi menahan marahnya, ikut terjun ke medan laga, menyerang lawannya bernafsu sekali. Suatu ketika dia berhasil memukul roboh binatang tunggangan lawan, yang mengakibatkan le Hoa jatuh terguling. Yo Chian tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu, menusukkan senjatanya ke dada le Hoa, membuat lawannya tewas seketika.... le Goan menemui Han Yong dengan menunggang 'Ngo In To' (Onta Lima Mega), mengungkapkan maksudnya yang ingin membalas dendam pada Yo Chian yang telah menipu dirinya dan membunuh muridnya, le Hoa. Han Yong amat senang mendengar maksud kedatangan le Goan, memperlakukannya sebagai tamu agung. Tidak membuang tempo lagi, pada esok harinya le Goan memimpin pasukan kerajaan Touw, menantang pihak See-kie. Kiang Chu Gie menyambut langsung tantangan tersebut. le Goan memberitahukan Chu Gie, bahwa dia ada persoalan dengan Yo Chian, mengharapkan Yo Chian yang pertama menghadapinya. Yo Chian memenuhi harapan le Goan, segera terjadi perang tanding yang cukup seru di antara mereka. Setelah berlangsung belasan jurus, le Goan bermaksudmengeluarkan ilmu hitamnya. Hal itu dapat diketahui Chu Gie, ia segera melontarkan "Ta Sin Pian' (Ruyung Pemukul Dewa)nya. Ie Goan tak sempat mengelak, terhajar telak punggungnya hingga muntah darah, segera melarikan diri. Pada saat itu Touw Heng Sun baru keluar dari dalam tanah, amat tertarik pada 'Ngo In To' yang jadi tunggangan le Goan. Maka begitu kembali ke perkemahan, dia langsung mengungkapkan isi hatinya pada Kiang Chu Gie, bahwa dia bermaksud mencuri 'Onta Lima Mega' milik le Goan. Kiang Chu Gie meluluskannya. Touw Heng Sun kembali ke kemahnya, memberitahukan sang isteri akan maksudnya mencuri 'Ngo In To'.

"Cepatlah kau kembali", kata isterinya agak cemas. **Jangan khawatir Nio-cu, aku akan kembali sebelum terang tanah", ujar Heng Sun sambil berlalu. Touw Heng Sun masuk ke kota Sie Sui-koan, ketika dia muncul dari dalam tanah, kebetulan berada di kamar le Goan. Terlihat le Goan sedang duduk termenung, murung sekali sikapnya, seakan tak menyadari kehadiran Heng Sun. Touw Heng Sun cepat masuk lagi ke dalam tanah, menuju ke tempat Onta ditambat, mencurinya dan keluar melalui belakang markas lawan. Ketika dia tengah membawa onta itu ke perkemahanpihak Chiu, tiba-tiba terlihat le Goan mengejarnya. Heng Sun berusaha mempercepat lari binatang curiannya. Namun begitu mendengar suara majikannya, 'Ngo In To' bukannya lari ke muka, malah mundur ke arah le Goan, membuat Touw Heng Sun jadi sangat gugup. Sebelum dia sempat berbuat apa-apa, rambutnya telah dijambak le Goan, mengang. kat tubuhnya, tak memberi kesempatan bagi si cebol menyentuhkan kaki ke bumi, membawanya ke markas Han Yong.

"Akan kita apakan dia?", tanya Han Yong yang keluar setelah mendengar suara ribut-ribut.

"Akan kumasukkan dia ke dalam kantong kain", le Goan menerangkan.

"Lalu membakarnya hidup-hidup". Han Yong memerintahkan mengambil kantong kain, kemudian memasukkan Heng Sun ke dalamnya tanpa memberinya kesempatan menyentuh tanah. Sementara itu le Goan telah menyuruh sejumlah prajurit untuk menimbun kayu bakar. Setelah cukup tinggi, kantong yang berisi tubuh Heng Sun diletakkan di atasnya dan kayu pun mulai dibakar. Touw Heng Sun memejamkan mata, menanti tiba ajalnya. Sekonyong-konyong dia merasa sejuk, ringan sekali tubuhnya, bersamaan terdengar desir angin. Dia tak tahu apakah dirinya telah meninggal atau masih hidup!? Ternyata Kie Liu Sun yang datang menolongnya.Kie Liu Sun di tempat persemayamannya mendadak tak keruan perasaannya. Lewat penujumannya, ia mengetahui kalau muridnya sedang menghadapi bahaya, maka segera meninggalkan tempat pertapaannya, melayang ke kota Sie Suikoan, menyambar kantong kain yang sedang dibakar, membawanya pergi. Kie Liu Sun membawa kantong itu ke hadapan Chu Gie, membebaskan muridnya. Baru pada saat itu Heng Sun tahu kalau dirinya telah diselamatkan oleh gurunya. Kie Liu Sun bersama Chu Gie merundingkan siasat menghadapi le Goan yang ternyata cukup tinggi ilmunya.... Dalam pada itu, le Goan yang tahu siapa yang mengambil kantong kainnya, keesokan harinya, pagi-pagi sekali dia telah mendatangi kubu Chiu, menantang Kie Liu Sun berperang tanding. Touw Heng Sun maju menyongsongnya. Setelah bertanding beberapa jurus, Heng Sun mulai kewalahan. Lie Cheng membantu Heng Sun menggempur le Goan. Namun kepandaian mereka berdua pun belum cukup menandingi kehebatan le Goan. Ternyata le Goan kebal terhadap senjata tajam. Kie Liu Sun terpaksa terjun ke medan laga. Menghadapi tiga lawan, le Goan mulai kewalahan juga, memutar onta saktinya, bermaksud melarikan diri.Kie Liu Sun segera melontarkan 'Kun Sian So' (Tali Pengikat Dewa)nya, yang berhasil menjerat tubuh le Goan, sehingga jatuh dari ontanya. Touw Heng Sun segera menangkapnya, membawanya ke hadapan Kiang Chu Gie. Kiang Chu Gie memerintahkan memenggal kepala le Goan. Tapi ketika hukuman mati dilaksanakan, telah terjadi keluar biasaan. Bukannya leher le Goan yang putus, malah golok algojo yang rompang.

"Kita masukkan saja ke peti besi dan menceburkannya ke Laut Utara", Kie Liu Sun menyarankan. Kiang Chu Gie menitah bawahannya menyediakan peti besi. Tak lama peti besi tersebut telah dibawa ke hadapan Chu Gie. le Goan dimasukkan ke dalam peti besi, digotong oleh beberapa prajurit See-kie ke atas gunung, lalu membuangnya ke Laut Utara. Sebentar saja peti besi itu telah tenggelam. le Goan memejamkan mata, menanti kematiannya. Akan tetapi pelemparan peti besi yang berisi le Goan itu sempat terlihat oleh Hwe Tong (Bocah Api) dan Sui Tong (Bocah Air), yang langsung menyelamatkan le Goan dari kematian. le Goan mengucapkan terima kasih pada kedua bocah sakti itu, pamit dan menuju ke istana Pek Yu untukmenemui gurunya, Kim Leng Seng Bo dan juga Tong Thian Kauw-cu. Dia menceritakan pengalaman getirnya pada gurunya dan sang Kauw-cu. Tong Thian Kauw-cu yang biasanya bersikap bijaksana, mendongkol juga mendengar penuturan le Goan, menganggap orang-orang Kun Lun-san terlampau menghina pintu perguruannya. Sebelumnya, Hwe Leng telah dibunuh Kong Seng Cu. Pada saat itu dia masih dapat bersabar, menganggap segalanya merupakan kesalahan sang murid. Kini cucu muridnya, le Goan, telah pula dihina dan hampir mati ditangan Kie Liu Sun, salah seorang dari kelompok Kun Lun juga. Ditambah kemudian dengan adanya hasutan para murid nya yang memang telah lama dendam terhadap orang- orang gagah Kun Lun, membuat sang Kauw-cu tak lagi dapat mengekang emosinya. **Kembalilah kau ke Sie Sui-koan, aku akan menyusul nanti", katanya kemudian pada le Goan. le Goan patuh. Sekembali ke Sie Sui-koan, le Goan muncul lagi menantang pihak See-kie. Tantangannya disambut serentak oleh Kie Liu Sun dan Touw Heng Sun. Setelah bertanding belasan jurus, le Goan kembali kena diringkus oleh tali wasiat Kie Liu Sun. Kie Liu Sun membawa le Goan ke dalam kemah, belumtahu dia langkah apa yang akan diambil terhadap musuhnya ini!? Tiba-tiba seorang prajurit jaga memberitahukan akan kedatangan Liok Ya yang ingin bertemu Chu Gie. Kiang Chu Gie segera menyilakan pertapa sakti itu masuk. le Goan amat terperanjat menyaksikan kehadiran Liok Ya, pucat wajahnya, memohon belas kasihan pada Liok Ya.

"Sesungguhnya aku kasihan kepadamu, tapi apa hendak dikata, kau termasuk dalam Daftar Penganugrahan Malaikat, hingga biarpun dengan hati berat, aku terpaksa harus melaksanakan kehendak Thian", kata Liok Ya. Dia meminta Chu Gie menyediakan meja sembahyang. Liok Ya bersembahyang sambil berlutut ke arah gunung Kun Lun. Kemudian mengeluarkan buli-buli (Cupu) dari dalam keranjang bunga, meletakkannya di atas meja sembahyang, membuka tutupnya. Dari dalam Buli-buli keluar sinar putih dan di dalam sinar itu melayang sebuah pisau. Hui-to (Pisau terbang) itu berputar-putar beberapa kali, kemudian meluncur ke leher le Goan. Di lain saat kepala le Goan telah pisah dengan badannya, jatuh menggelinding. Selesai melaksanakan tugasnya, Liok Ya pamit pada Kiang Chu Gie. Disusul dengan Kie Liu Sun. Di lain pihak, ketika mendengar le Goan tewas di tanganmusuh, Han Yong bermaksud meninggalkan kota Sie Sui- koan, untuk selanjutnya mengasingkan diri di daerah pegunungan. Namun maksudnya telah dicegah oleh kedua anaknya. Han Seng dan Han Pian. Mereka baru saja merampungkan 'Tin' (Barisan) yang dianggap cukup ampuh untuk menghadapi lawan.

"Jangan kalian pandang enteng kekuatan lawan", Han Yong tetap cemas. Han Seng mengeluarkan sebuah kereta kayu, yang di poros rodanya dipasang kayu bundar yang ditancapi golok. Demikian pula bagian depan dan atas kereta dorong itu. Di empat penjurunya terpancang panji yang ditempel dengan 'Leng Hu' (Surat jimat), masing-masing dengan huruf "Tee' (Bumi).

"Sui' (Air), 'Hwe' (Api) dan 'Hong' (Angin).

"Ini sih mainan anak-anak", kata Han Yong.

"Kami tidak main-main ayah". Han Seng dan Han Pian segera memperagakan kehebatan kereta kayunya di lapangan terbuka yang biasa digunakan sebagai tempat baris-berbaris. Mereka membiarkan rambut terurai lepas, di tangan masing-masing menggenggam sebilah pedang. Kemudian membaca mantera. Seketika gelap cuaca disertai tiupan angin kencang dan muncul kobaran api di angkasa. Disusul kemudian keretayang dikelilingi golok tajam itu bergerak maju sesuai dengan perintah Han Seng dan Han Pian.

"Cukup, ilmu kalian cukup hebat!". Han Yong kagum akan kesaktian yang dimiliki kedua puteranya.

"Dari mana kalian peroleh kesaktian itu?".

"Ketika ayah menghadap Kaisar pada beberapa waktu yang lalu, telah datang kemari seorang Padri, meminta makanan pada kami", Han Seng menerangkan.

"Padri itu mengaku bernama Hoat Kay, meminta kami mengangkatnya sebagai guru. Kami penuhi harapannya. Kemudian beliau berkata, bahwa pada suatu hari nanti Kiang Chu Gie akan menyerang ke mari. Kami diajarkan ilmu 'Kereta Golok ini untuk menangkis serangan Chu Gie". Han Seng bersama adiknya telah menyiapkan 3000 kereta semacam itu. Untuk menggerakkannya dibutuhkan tenaga manusia. Sebab, Han bersaudara ini belum mampu menggerakkan kereta sebanyak itu dengan kekuatan mantera. Maka mereka melatih tigaribu prajurit muda lagi kuat untuk keperluan itu. Setelah persiapan rampung. Han Seng dan Han Yong membawa pasukan istimewa mereka, menantang pihak See-kie. Wei Peng menyambut tantangan Han bersaudara. Biarpun dikeroyok oleh dua orang, tapi Wei Peng tidak gentar, bahkan sering melancarkan gempuran-gempuran dahsyat.Setelah bertarung beberapa jurus, tiba-tiba Han Seng memutar kuda, melarikan diri. Wei Peng mengejarnya. Han Seng mengacungkan tombak, tigaribu prajurit yang mendorong 'kereta Golok' menyerbu pihak See-kie dengan disertai angin keras dan semburan api! Kiang Chu Gie tak berdaya menahan majunya kereta- kereta maut tersebut, hingga menimbulkan banyak korban di fihaknya. Han Seng dan Han Pian yang sedang berada di atas angin, tidak menyia-nyiakan kesempatan baik tersebut, terus menggempur, membuat pasukan See-kie tambah kucar-kacir. Tiba-tiba Han Yong memerintahkan untuk menghentikan pertempuran. Han Seng dan Han Pian heran kenapa ayah mereka bersikap begitu!? Han Yong menjelaskan, bahwa dia bermaksud melancarkan serangan pada malam hari. Kiang Chu Gie yang tak menyangka akan datangnya serangan tersebut, akibatnya pasukannya kembali menderita kekalahan yang cukup parah dan dia sendiri terpaksa harus melarikan diri. Namun Han bersaudara tak sudi melepaskannya begitu saja, ke mana pun Chu Gie lari, terus saja dikejar. Keadaan itu membuat Chu Gie hampir putus asa. Untung pada saat itu dia bertemu dengan The Lun yang sedangmengangkut ransum. The Lun menanyakan sebabnya Chu Gie sampai dikejarkejar lawan. Chu Gie menceritakan mengenai kehebatan pasukan lawan.

"Biar nanti saya yang akan menghadapi mereka". Baru saja The Lun usai berkata, telah tampak Han Seng dan Han Pian mendatangi. Tanpa banyak bicara lagi The Lun langsung menyemburkan sinar dari lobang hidungnya ke arah kedua saudara itu. Han bersaudara langsung jatuh dari atas kuda dan ditawan pihak See-kie. Bersamaan dengan itu, Kereta Wasiat', juga tiupan angin kencang dan kobaran api segera lenyap. Kiang Chu Gie amat gembira menyaksikan perkembangan tersebut, membawa Han Pian dan Han Seng ke bawah benteng kota Sie Sui-koan. Hang Yong yang berada di atas benteng kota jadi sangat sedih menyaksikan kedua anaknya ditawan lawan. Kiang Chu Gie meminta penguasa kota Sie Sui-koan supaya segera menyerah.

"Bila kau bersedia membebaskan kedua puteraku, akan kuserahkan kota ini padamu", kata Han Yong dengan mata berlinang.

"Jangan ayah hiraukan diri kami, yang penting pertahankan terus kota, agar tidak dicap sebagai penghianat", seru Han Seng.

"Kami rela berkorban demikerajaan Touw!". Kiang Chu Gie amat mendongkol menyaksikan kekerasan kepala Han Seng, segera menitah memenggal kepala Han Seng dan saudaranya di hadapan ayah mereka. Hancur hati Han Yong ketika menyaksikan kedua anaknya mati dibunuh, dia langsung terjun dari atas benteng kota dan tewas seketika.... Maka jatuhlah kota Sie Sui-koan ke tangan pasukan Bu Ong.Han Yong le Goan Liok YaTIGA Pasukan Chiu telah tiba di batas kota Chieh-pay-koan. Tapi Kiang Chu Gie yang ingat akan pesan gurunya, bahwa dia akan dihadang oleh 'Chu Sian Tin' (Barisan Gaib Pembinasa Dewa) bila menyerang kota tersebut, menjadikannya ragu untuk melancarkan serangan. Padahal kota itu merupakan jalan penting menuju ke Kota-raja. Namun kehadiran Oey Liong Cin-jin telah menghilangkan keraguannya.

"Kita memang tak dapat sembarangan menyerang Chiehpay-koan, sebab di depan kota itu terdapat barisan gaib yang dibangun oleh Tong Thian Kauw-cu", kata Oey Liong Cin-jin.

"Bukankah Tong Thian Kauw-cu tidak bermusuhan dengan kita?", tanya Chu Gie.

"Mulanya dia memang tidak mencampuri persoalan ini, malah boleh dikata merestui kita merebut kerajaan Touw. Tapi belakangan ini ada beberapa muridnya yang membantu pihak Touw yang tewas di tangan kita. Ditambah pula hasutan beberapa murid lainnya, membuatnya jadi memusuhi kita", Oey Liong Cin-jin menerangkan.

"Tapi kau tak perlu cemas, sebab tak lama lagi para orang sakti dan Dewa, termasuk guru kita, akan tiba di sini. Maka seyogyanya kau perintahkan mendirikan panggung peristirahatan bagi mereka".Selanjutnya Oey Liong Cin-jin meminta Chu Gie menitah beberapa perwira untuk melindungi Bu Ong. Kiang Chu Gie memenuhi semua permintaan Oey Liong Cin-jin. Lam Kong Koa dan Bu Kie diserahi tugas membangun panggung untuk tempat beristirahat para orang suci dan Dewa. Hampir bersamaan waktunya, Na Cha berhasil mempertinggi kesaktiannya. Dia dapat merobah dirinya menjadi seorang yang memiliki tiga kepala dan delapan tangan. Kesaktiannya bertambah setelah meminum tiga cawan arak dan makan buah Sin merah yang diberikan oleh gurunya. Wajahnya berobah biru dan merah rambutnya. Di kedelapan tangannya masing-masing memegang gelang wasiat, sutera wasiat, kel?n?ngan emas wasiat, dua tombak (di tangan biasa), kotak sembilan Naga dan Api Suci, serta dua bilah pedang. Tiga benda wasiat yang disebut paling belakang diperolehnya dari gurunya setelah terjadi perobahan tubuhnya. Lam Kong Koa dan Bu Kie berhasil menyelesaikan panggung peristirahatan tersebut hanya dalam tempo sehari. Para orang suci dan Dewa mulai berdatangan. Diawali dengan pemunculan Kong Seng Cu, menyusul Pouw Hian Cin-jin, Jian Teng Tojin dan lain-lainnya. Kiang Chu Gie menyambut kedatangan mereka dengan hormat sekali.Setelah berbasa-basi sejenak, Jian Teng Tojin berkata.

"Di dalam 'Chu Sian Tin terdapat empat bilah pedang yang digantung di empat penjuru. Pedang yang digantung di sebelah Timur dinamakan 'Chu Sian Kiam' (Pedang Pembinasa Dewa). Di Selatan digantung pedang yang dinamakan 'Lu Sian Kiam' (Pedang Pembunuh Dewa); di Barat digantung pedang yang bernama Sian Sian Kiam' (Pedang Penjebak Dewa) dan di Utara tergantung pedang yang dinamakan 'Kiat Sian Kiam' (Pedang Pemusna Dewa). Di depan dan belakang barisan gaib itu terdapat pintu yang tertutup uap, hingga tak tampak bila tidak diperhatikan benar-benar. Mari kita melihat-lihat ke sana!". Jian Teng mengajak para orang suci menuju ke barisan gaib tersebut. Tak lama kemudian, dia berkata.

"Kita telah tiba di muka barisan lawan".

"Tapi kami tidak melihat apa-apa", kata sebagian orang suci.

"Seperti yang telah kukatakan tadi, pintu barisan gaib ini tertutup uap merah", Jian Teng menerangkan. Tiba-tiba terdengar suara orang bersenandung, selang sesaat To Po Tojin keluar dari pintu barisan gaib tersebut dengan naik menjangan. Kong Seng Cu dongkol menyaksikan ulah To Po Tojin yang angkuh, langsung menyerang lawannya dengan pedang.To Po Tojin menangkis dengan pedang pula. Pertandingan berlangsung cukup sengit, sampai beberapa jurus keadaan mereka dapat dikatakan seimbang, sama-sama tangguh dan tangkas. Kong Seng Cu kemudian mengeluarkan 'Poan Thian Eng' (Cap Wasiat), menimpuk lawan dan tepat menghajar punggung To Po Tojin, yang membuatnya cepat-cepat lari masuk ke dalam barisan gaibnya sambil menahan sakit. Jian Teng mengajak teman-temannya kembali ke panggung peristirahatan. in Baru saja mereka tiba di panggung, terlihat Goan Sie Tian Chun meluncur turun dari angkasa dengan duduk di atas kursi dorong/roda, dibarengi dengan terciumnya bau harum semerbak yang dipancarkan oleh bunga-bunga emas yang saling sambungmenyambung. Jian Teng dan lain-lainnya menyambut kehadirannya. Sementara itu, Tong Thian Kauw-cu telah pula tiba di barisan gaib, yang disambut oleh To Po Tojin dan murid- murid lainnya, menyilakan sang guru duduk di kursi Pat- kwa. Dari atas kepala Tong Thian Kauw-cu memancarkan sinar yang menjulang tinggi ke angkasa. Jian Teng segera tahu, bahwa Tong Thian Kauw-cu telah berada dalam barisan gaib .... Keesokan harinya Goan Sie Thian Chun mengajak para muridnya mendatangi 'Chu Sian Tin'. Terlihat sepasang panji yang terpancang di kiri kanan pintu masuk barisan gaib tersebut, terdengar bunyilonceng di bagian dalam, menyusul keluar Tong Thian Kauw-cu dengan menunggang kerbau saktinya, diikuti oleh para muridnya yang berjalan di sisi kiri dan kanannya. Begitu melihat Tong Thian, Goan Sie segera bertanya.

"Kenapa Sutee membentuk barisan gaib seperti ini?"

"Bila Suheng ingin tahu sebabnya, dapat ditanyakan pada Kong Seng Cu", sahut Tong Thian Kauw-cu.

"Apa yang telah terjadi sesungguhnya?", tanya Goan Sie pada Kong Seng Cu. Kong Seng Cu lantas menceritakan mengenai kedatangannya ke istana Pek Yu pada gurunya.

"Pada saat itu Susiok cukup maklum akan kehadiran Teecu", Kong Seng Cu menutup keterangannya.

"Ya, karena pada saat itu aku tak ingin terjadi pertikaian di antara kita. Tapi kenyataannya, semakin kudiamkan, tambah kurang ajar sikap murid-murid Kun Lun terhadap pintu perguruanku". Ujar Tong Thian menahan marah.

"mereka seakan tidak memandang mata padaku".

"Janganlah Sutee menyalahkan Kong Seng Cu dan lain- lainnya. Segalanya itu terjadi karena ulah muridmu, yang bertindak seenaknya sendiri", kata Goan Sie, tetap sabar sikapnya.

"Seharusnya kau tidak menerima mereka sebagai muridmu".

"Jadi kau anggap murid-muridku yang salah!?", mulai keras suara Tong Thian Kauw-cu. Bukan saja muridmu, malah langkah yang kau ambilsekarang pun keliru!", ucap Goan Sie.

"Bukankah sebelumnya kita telah bersama-sama menyusun Daftar Penganugrahan Malaikat, yaitu bagi mereka yang tekun melaksanakan tapanya, akan diangkat jadi Dewa. Bagi yang kurang begitu tekun, akan diangkat sebagai Malaikat dan bagi yang tak dapat menyelesaikan tapanya, akan tetap sebagai manusia --- Kini telah tiba waktunya melaksanakan apa yang kita susun itu. Sudah menjadi kehendak Thian, bahwa Kiang Chu Gie memimpin pasukan untuk menumbangkan kekuasaan Touw Ong yang lalim, untuk digantikan oleh Kaisar baru yang bijaksana. Dalam pertempuran itu tentu akan menimbulkan banyak korban dari kedua belah pihak dan bagi orang yang namanya tertera dalam Daftar Penganugrahan Malaikat, yang pada saatnya nanti akan diangkat sebagai Malaikat maupun Dewa. Tapi sikap Sutee sekarang benar-benar mengherankan, kau bukan saja tidak membantu Chu Gie melakukan misi sucinya, malah coba menghalangi dengan membentuk barisan gaib. Hal itu tidak sesuai dengan darma pertapa seperti kita!".

"Sudah jangan banyak bicara!", Tong Thian Kauw-cu tak dapat lagi membendung amarahnya.

"Bila kau anggap dirimu lebih sakti dariku, boleh kau coba menghancurkan barisan gaibku ini. Tapi seandainya kau merasa tak sanggup, sebaiknya lekas menyingkir dari sini!". Goan Sie Tian Chun menerima tantangan tersebut,masuk ke dalam pintu Timur sambil tetap duduk di kursi wasiatnya. Di situ tergantung 'Chu Sian Kiam'. Goan Sie meminta bantuan Malaikat untuk mengangkat naik kursinya. Dari keempat kaki kursinya keluar bunga-bunga teratai emas, yang melepaskan sinar-sinar terang. Dari sinar- sinar itu kembali muncul bunga-bunga teratai emas, hingga dalam sekejap saja angkasa penuh dengan bunga lotus emas. Tong Thian melepaskan gledek dari telapak tangannya. 'Chu Sian Kiam' (Pedang Pembinasa Dewa) segera berputar dan ternyata sangat sakti, banyak bunga teratai emas yang terbabat rantas dan lenyap, bahkan sekuntum lotus emas di atas kepala Goan Sie sirna pula oleh sabetannya.is Namun Goan Sie tak menghiraukan segalanya itu, kursi wasiat yang didudukinya terus bergerak ke arah Selatan dan Barat, kemudian keluar dari pintu Timur lagi sambil berpantun, yang intinya mengecam tindakan Tong Thian. Goan Sie mengajak para murid dan Dewa lainnya kembali ke Panggung Peristirahatan. Baru saja Goan Sie tiba di panggung, telah terlihat Thay Siang Loo-kun mendatangi. Goan Sie dan lain-lainnya menyambut kehadiran Loo-kun, menyilakannya naik ke panggung untuk berbincang- bincang .... Tong Thian Kauw-cu pada esok harinya mengajak paramuridnya keluar dari barisan gaibnya..To Po Tojin membunyikan lonceng di dalam 'Tin', lalu mengajak para saudara seperguruannya mengiringi sang guru keluar dari 'Chu Sian Tin'. Na Cha melaporkan perkembangan itu ke Panggung Peristirahatan orang suci dan Dewa. Thay Siang Loo-kun segera menuju ke 'Chu Sian Tin' dengan naik 'Cheng Gu' (Kerbau Hijau)-nya, menasehati Tong Thian Kauw-cu agar membongkar barisan gaibnya. Tong Thian Kauw-cu bukannya menuruti saran Thay Siang Loo-kun, malah jadi sangat marah, menantang Loo- kun mengadu kesaktian dengannya di 'Sian Sian Tin' (Barisan Gaib Penjebak Dewa). Loo-kun menerima tantangan tersebut, ikut Tong Thian Kauw-cu menuju panggung Pat-kwa di dalam barisan tersebut. Tiba-tiba dari arah Timur, Selatan dan Utara muncul tiga orang Tojin sambil berseru .

"Kami akan bantu Toheng menghancurkan 'Sian Sian Tin'!". Ketiganya segera mengurung Tong Thian. Ternyata ketiga Tojin itu adalah ciptaan Thay Siang Lookun, yang biasa disebut 'Sam Cheng' dan ketiganya berwujud diri Loo-kun juga. Digempur dari empat penjuru, sehingga Tong Thian Kauwcu hanya mampu menangkis tanpa dapat melancarkan serangan balasan. Dengan demikian tercapailah sudah maksud Thay SiangLoo-kun dengan menciptakan 3 Tojin yang mirip dirinya, yang membuat Tong Thian kebingungan. Namun duplikat dirinya itu takkan dapat bertahan lama Begitu tiga orang Tosu ciptaan itu lenyap, Thay Siang Loo-kun telah berhasil menghajar tubuh Tong Thian sebanyak tiga kali dengan tongkatnya, membuat sang Kauw-cu menjerit kesakitan dan melarikan diri. To Po Tojin mewakili gurunya menyerang Thay Siang Lookun dengan pedangnya. Loo-kun meminta bantuan Malaikat Oey Cheng Lek Su menangkap To Po Tojin dengan menggunakan 'Hong Hwe Po-to?n (Tikar Angin dan Api). 'Hong Hwe Po-toan' segera menggulung tubuh To Po Tojin. Oey Cheng Lek Su membawa To Po Tojin ke Hian Tu untuk dijatuhi hukuman yang setimpal. Thay Siang Loo-kun keluar dari barisan gaib lawan, kembali ke Panggung Peristirahatan. Setiba di panggung, Thay Siang Loo-kun melihat Chun Tie Siansu dan Kiat In Siansu tengah berbincang-bincang dengan Goan Sie Tian Chun dan lain-lainnya. Loo-kun menyalami mereka.

"Kedatangan saudara tentu bermaksud memusnakan barisan gaib Pembinasa Dewa, sekalian menjemput orang-orang yang memang ditakdirkan untuk jadi penganut Agama Buddha". ucapnya.

"Benar", Chun Tie mengangguk.Mereka merundingkan cara untuk menghancurkan barisan gaib yang diciptakan oleh Tong Thian Kauw-cu. Beberapa saat kemudian Goan Sie Tian Chun memanggil Giok Teng Cin-jin, To Heng Tian Chun, Kong Seng Cu dan Cie Cing Cu, menempelkan 'Hu' pada telapak tangan mereka masing-masing sambil berpesan .

"Besok, begitu kalian mendengar suara gl?d?k berbunyi 4 kali di dalam barisan gaib lawan dan melihat sinar terang menjulang tinggi di angkasa, segeralah menyerbu masuk dan mengambil 4 pedang pusaka yang tergantung di 'Chu Sian Tin'. Soal lainnya biar aku yang bereskan". Kemudian Goan Sie meminta Jian Teng Tojin melayang di angkasa, menanti sampai Tong Thian Kauw-cu hendak melarikan diri melalui angkasa, baru menghajarnya dengan "Teng Hay Cu' Keesokan harinya murid-murid Kun Lun-san mengiringi Goan Sie, Tay Siang Loo-kun, Chun Tie dan Kiat In menuju ke "Chu Sian Tin'. Terlihat Tong Thian Kauw-cu bersama para muridnya berdiri di depan pintu barisan Lusian Tin "Setelah Sie wie datang ke mari, marilah kita adu kesaktian", sambut Tong Thian. Goan Sie yang lebih dulu menerjang masuk ke pintu 'Chu Sian'. Tong Thian Kauw-cu yang berdiri di atas panggung Pat- kwa, segera melepaskan gledek dari telapak tangannya, membuat "Chu Sian Kiam' (Pedang Pembinasa Dewa)berputar, bergerak kian ke mari. Tapi di atas kepala Goan Sie muncul banyak sekali bunga teratai emas dalam mega-mega berwarna, yang menahan gerak maju pedang tersebut. Kiat In menerobos masuk melalui pintu 'Lu Sian' (Pembunuh Dewa) yang terletak di Selatan. Kauw-cu kembali melepaskan gl?dek dari telapak tangannya, yang menggerakkan 'Lu Sian Kiam' ke sana ke mari. Namun dari kepala Kiat In muncul tiga buah Li, yang menahan gerakan pedang tersebut. Tay Siang Loo-kun masuk ke dalam barisan dengan melalui pintu 'Sian Sian' yang terletak di Barat. Tong Thian Kauw-cu melepaskan gledek dari telapak tangannya.

"Sian Sian Kiam' (Pedang Penjebak Dewa) meluncur ganas, tapi segera tertahan oleh pagoda wasiat yang muncul di atas kepala Loo-kun. Pada ketika itu Chun Tie masuk melalui pintu 'Kiat Sian yang terletak di Utara. Kauw-cu kembali melepaskan gledek, yang menggerakkan 'Kiat Sian Kiam' (Pedang Pemusna Dewa). Chun Tie menggoyangkan 'Cit Po Su' (Dahan tujuh pusaka)nya, segera tercipta banyak sekali bunga teratai emas, yang menangkis pedang tersebut. Dengan demikian Goan Sie dan lain-lainnya berhasil menerobos masuk ke dalam barisan gaib ciptaan Tong Thian KauwCu. Tong Thian Kauw-cu kembali menggerakkan tangan,asap kuning menjulang ke angkasa, menutupi barisan gaibnya. Dia mulai menyerang Kiat In dengan pedangnya, tapi langsung ditangkis dengan kebutan. Thay Siang Loo-kun dan Goan Sie Tian Chun menghantam punggung Tong Thian Kauw-cu, membuat sang Kauw-cu meringis menahan sakit. Chun Tie juga tak mau ketinggalan, menghajar Tong Thian dengan 'Dahan Tujuh Pusaka'-nya, keras sekali hajarannya, sehingga sang Kauw-cu jatuh dari kerbau saktinya. Dia cukup gesit, begitu jatuh, langsung bangkit kembali, berusaha melarikan diri melalui angkasa. Namun sebelum dia sempat kabur, Jian Teng yang sudah lama menunggu di angkasa, tak ayal lagi menimpukkan 'Teng Hay Chu' (Mutiara Penentram Laut)-nya ke diri Tong Thian, memaksanya kembali jatuh ke dalam barisan gaibnya. Sesuai dengan pesan Goan Sie Tian Chun, setelah mendengar petir berbunyi empat kali, disusul dengan mengepulnya asap kuning, Giok Teng Cin-jin dan lain- lainnya menerobos masuk ke dalam barisan gaib, mengambil 4 pedang pusaka milik Kauw-cu Dengan tersingkirnya keempat pedang pusaka tersebut, maka pecahlah barisan gaib ciptaan Tong Thian Kauw- cu, Tong Thian segera melarikan diri dengan diikuti para muridnya. Sementara itu Goan Sie dan lain-lainnya kembali ke panggung peristirahatan, kemudian pamitan pada KiangChu Gie. Sesaat akan pergi, Thay Siang Loo-kun masih sempat memberitahukan Chu Gie, bahwa kini telah terbuka jalan baginya untuk menyerang Chieh-pay-koan. Kiang Chu Gie mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan para Dewa itu .... Di lain pihak, Tong Thian Kauw-cu yang merasa malu atas kekalahannya, memutuskan untuk mendirikan 'Panji Enam Arwah' di lembah Chi Chi-gay. Panji itu memiliki 6 sudut. Pada masing-masing ujungnya tertera nama Kiat In Tojin, Chun Tie, Thay Siang Loo-kun, Goan Sie Tian Chun, Bu Ong dan Kiang Chu Gie. Siang malam dia menyembahyangi panji dengan membaca mantera. Dia bermaksud mencabut nyawa penyandang nama tersebut. *** Chie Kay, Panglima kota Chieh-pay-koan, mulai ragu akan janji To Po Tojin. Sebab sampai saat itu dia tak melihat murid Tong Thian Kauw-cu mendirikan barisan gaib untuk menghadang pasukan See-kie. Malah dia memperoleh kabar, bahwa pasukan yang dipimpin Kiang Chu Gie sedang menuju ke Chiehpay-koan. Maka Chie Kay segera mengutus orang kepercayaannya ke kota-raja untuk meminta bala-bantuan. Utusan Chie Kay diterima Kie Cu. Kie Cu meminta sang utusan menanti di luar istana, dia sendiri menemui Kaisar, menyampaikan kabar buruktersebut. Touw Ong murung mendengar kabar itu. Sepergi Kie Cu, Souw Tat Kie dan Ouw Hie Moy menghadap Kaisar, menanyakan kenapa sikap Kaisar semurung itu.

"Kiang Chu Gie memberontak dan telah berhasil merampas tiga kota dan sekarang mulai mengurung kota Chieh-paykoan. Chie Kay mengirim utusan ke mari untuk memohon balabantuan. Bila tidak dibantu dapat membahayakan kerajaan".

"Jangan Baginda percaya pada para Panglima di perbatasan", kata Souw Tat Kie.

"Mereka telah bersekongkol dengan pejabat istana, sengaja melaporkan bahwa pasukan Chiu Bu Ong yang dipimpin Kiang Chu Gie telah berhasil merebut beberapa kota, dengan harapan Baginda mengirim bantuan uang dan makanan, yang nantinya akan dibagi di antara mereka. Saya yakin, bahwa sampai saat ini belum satu pun pasukan lawan yang berhasil menerobos masuk perbatasan kerajaan".

"Lalu apa jawaban kita terhadap permintaan mereka?", Touw Ong ragu.

"Tak perlu kita jawab, penggal saja batang leher utusan itu, sebagai peringatan bagi mereka!", Souw Tat Kie menyarankan. Utusan Chie Kay segera dipenggal batang lehernya. Kie Cu sangat terkejut ketika mendengar kabar tersebut,menghadap Touw Ong lagi.

"Semua itu hanya tipu muslihat untuk memeras uang dan ransum kita paman", kata Touw Ong.

"sesungguhnya keadaan di perbatasan cukup aman".

"Tapi telah banyak yang tahu, bahwa pasukan yang dipimpin Kiang Chu Gie ternyata berhasil merebut beberapa kota di perbatasan", Kie Cu menerangkan.

"Kiang Chu Gie hanya manusia biasa, tak mungkin dia dapat membahayakan kerajaan kita --- Sebaiknya paman banyak beristirahat, agar jernih pikiranmu dan tak termakan isyu yang bukan-bukan". Kie Cu terpaksa meninggalkan istana dengan perasaan sangat masgul. Chie Kay amat terperanjat ketika memperoleh kabar, bahwa utusannya telah dipenggal batang lehernya. Timbul niatnya untuk menakluk pada Bu Ong. Namun maksudnya ditentang oleh Ong Pao dan Pang Chun. Pihak See-kie yang diwakili Wie Pun mulai menantang pe rang. Pang Chun yang menyambut tantangan tersebut. Perang tanding berlangsung cukup seru, namun setelah berjalan belasan jurus, Pang Chun mulai ket?t?r, lantas lari meninggalkan medan tempur. Sambil buron dia menciptakan sebuah barisan gaib, masuk ke dalamnya. Wie Pun terus mengejarnya sampai ke dalam barisan gaib tersebut. Itu memang saat yang dinanti-nantikan Pang Chun, yanglangsung melepaskan gledek dan Wie Pun beserta kuda tunggangannya binasa menjadi abu. Keesokan harinya dari pihak See-kie muncul dua orang perwira muda, Chiao Peng dan Sun Chu Yu. Mereka dihadapi oleh ?ng Pao. Setelah bertanding beberapa jurus, Ong Pao berhasil menamatkan riwayat kedua perwira muda itu dengan melepaskan gled?k dari telapak tangannya. Hari berikutnya Pang Chun yang menantang pihak See- kie. Lui Chin Cu maju menghadapi musuh. Belasan jurus kemudian Pang Chun tak tahan menghadapi keperkasaan Lui Chin Cu, segera melarikan diri sambil menciptakan barisan gaib. Namun Lui Chin Cu mengejarnya melalui udara, hingga barisan gaib Pang Chun sama sekali tak membawa manfaat. Bahkan suatu ketika Lui Chin Cu berhasil memukulnya hingga jatuh dari kuda tunggangannya dan memenggal kepalanya. Ong Pao yang ingin membalas dendam atas kematian temannya, menantang pihak See-kie, Kiang Chu Gie menitah Na Cha menyambut tantangan tersebut. Na Cha keluar dari perkemahan dengan mengendarai 'Hong Hwe Lun' dan menenteng tombak 'Hwe Kong Tiang-nya. Begitu saling berhadapan, Na Cha langsung menusukkan tombaknya. Ong Pao cepat menangkis, kemudian melepaskan gled?k,tapi tak berhasil melukai Na Cha. Sebaliknya Na Cha telah melontarkan "Kan Kun Choan nya, yang berhasil menghantam kepala Ong Pao hingga jatuh dari atas kudanya. Na Cha tak menyia-nyiakan kesempatan itu, menghunjamkan tombaknya ke tubuh Ong Pao. Ong Pao tak sempat mengelak hingga tewas seketika. Dengan tewasnya Ong Pao dan Pang Chun, memperbesar maksud Chie Kay untuk menakluk pada Chiu Bu Ong. Namun sebelum dia sempat melaksanakan maksudnya, datang seorang Padri yang memperkenalkan diri sebagai Hoat Kay dari pulau Hong Lay, guru Pang Chun. Maksud kedatangannya adalah untuk membalas dendam atas kematian muridnya. Pada pagi harinya Hoat Kay mendatangi kubu Chiu, menantang Lui Chin Cu berperang tanding.de Lui Chin Cu menyambut tantangan sang Padri. Setelah bertanding beberapa jurus, Hoat Kay mengeluarkan sebuah panji dan mengebutkannya ke arah Lui Chin Cu. Lui Chin Cu terjatuh dan ditawan oleh prajurit yang mengiringi Ho?t Kay. Melihat Chin Cu tertawan. Na Cha maju untuk menolongnya, tapi segera dihadang Hoat Kay, hingga terjadi pertempuran yang cukup seru di antara mereka. Selang sesaat Hoat Kay mengebutkan panjinya ke arah Na Cha, tapi tidak membawa hasil, malah dirinya kenadihantam oleh gelang wasiat Na Cha, yang membuatnya harus melarikan diri. Setiba di dalam kota, Hoat Kay bermaksud membunuh Lui Chin Cu yang tertawan itu, tapi telah dicegah oleh Chie Kay.

"Sebaiknya kita bawa dia ke kota-raja", katanya. Dalam pertempuran pada keesokan harinya, 'Ta Sin Pian' Chu Gie kena dirampas Hoat Kay. Untung tiga perwira muda yang bertugas mengangkut ransum . Yo Chian, Touw Heng Sun dan The Lun, telah kembali tepat pada waktunya. Sang Padri melawan mereka, pada mulanya masih dapat mengimbangi, tapi berangsur-angsur ket?t?r, bahkan kemudian harus merasakan kemplangan Heng Sun dan jatuh tersungkur oleh sinar yang keluar dari lobang hidung The Lun, membuatnya tertawan. Kiang Chu Gie lalu memerintahkan untuk menabas batang leher Hoat Kay. Namun sebelum perintah itu dapat dilaksanakan, tiba- tiba datang Chun Tie, meminta Chu Gie mencabut perintahnya, sebab nama Hoat Kay tidak tertera di dalam Daftar Penganugrahan Malaikat. Di samping itu, dia telah ditakdirkan menjadi murid Buddha. Permintaan Chun Tie dikabulkan Kiang Chu Gie.

"Sebaiknya saudara ikut aku", kata Chun Tie pada Hoat Kay.

"Alam di Barat amat indah". Hoat Kay patuh.Chun Tie pamit, mengajak Hoat Kay meninggalkan tempat itu. (Di kemudian hari Hoat Kay dikenal sebagai penyiar Agama Buddha yang saleh di Tiongkok ---Pen). Bulatlah sudah niat Chie Kay untuk menakluk pada pihak Chiu, dia segera membebaskan Lui Chin Cu, mengajaknya menemui Kiang Chu Gie untuk menyerahkan kota Chieh-paykoan. Chu Gie memasuki kota tersebut, mengundang Bu Ong ke situ. Setelah beristirahat beberapa hari, Kiang Chu Gie memimpin pasukan menuju ke kota Choan-in-koan.EMPAT Pengusaha kota Choan-in-koan adalah adik kandung Chie Kay yang bernama Chie Hong. Chie Hong amat marah mendengar kabar kakaknya takluk pada Bu Ong. Pada saat itu pasukan yang dipimpin Kiang Chu Gie telah mendirikan kemah di luar kota Choan-in-koan, bersiap- siap menyerang. Chie Kay menawarkan diri untuk membujuk adiknya agar takluk pada Bu Ong. Kiang Chu Gie meluluskannya. Chie Kay mendatangi pintu gerbang kota Choan-in-koan, kepada penjaga dia menyatakan maksudnya ingin bertemu dengan Chie Hong. Ketika mendapat laporan dari penjaga, Chie Hong menitah bawahannya menyilakan kakaknya masuk. Tapi diam-diam dia menyiapkan sejumlah prajurit pilihan bersembunyi di balik pintu gerbang. Begitu Chie Kay masuk, Chie Hong memerintahkan para prajuritnya menangkap Chie Kay dan memenjarakannya. Maksud tindakannya itu adalah untuk menebus dosa keluarga Chie terhadap kerajaan Touw akan ulah kakaknya yang telah menakluk pada Bu Ong. Begitu mendengar Chie Kay ditawan, Kiang Chu Gie segera memerintahkan Lo Chia (Na Cha) untuk menggempur kota Choan-in-koan. Na Cha berangkat dengan mengendarai Hong Hwe Lun,menantang lawan berperang. Chie Hong bertanya pada para pembantunya, siapa gerangan yang bersedia melawan Na Cha. Seorang perwira yang bernama Be Chong bersedia mengemban tugas itu, Begitu berhadapan dengan lawan, tanpa banyak bicara lagi Be Chong langsung menyerang Na Cha. Segera terjadi pertarungan yang cukup sengit, saling serang dan menangkis, keadaan mereka dapat dikatakan seimbang. Kemudian Be Chong membuka mulut, menyemburkan asap hitam, yang makin lama makin tebal, hingga menutupi dirinya, Na Cha segera melayang ke angkasa dan mengubah diri yang memiliki tiga kepala dan bertangan delapan. Sewaktu kehilangan jejak lawan, Be Chong lantas menghentikan semburan asapnya. Dia sangat terkejut menyaksikan perubahan diri Na Cha, lalu melarikan diri. Akan tetapi Na Cha telah berhasil membakar lawannya dengan api saktinya hingga tewas seketika. Chie Hong amat marah mendengar kematian anak buahnya, lalu memerintah Liong An Kit menghadapi lawan. Pemunculan Liong An Kit disambut oleh Oey Hui Houw. Liong An Kit menerjang Hui Houw dengan menggunakan kapak, yang langsung ditangkis oleh Hui Houw dengan tombaknya.Pertarungan sengit berlangsung cukup lama, lebih dari 50 jurus, saling berusaha menjatuhkan lawan, tapi belum dapat diduga siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Liong An Kit tak sabar lagi melangsungkan pertempuran lebih lama dengan cara itu, segera melontarkan dua gelang wasiat yang dirangkai jadi satu. Benda itu meluncur ke angkasa dan memperdengarkan bunyi akibat gesekan satu dengan lainnya. Oey Hui Houw mengawasi benda wasiat tersebut, seketika lemaslah sekujur tubuhnya, jatuh dari kerbau saktinya dan ditawan musuh. Kiang Chu Gie kaget mendengar kabar itu. Keesokan harinya Liong An Kit menantang Chu Gie berperang tanding. Ang Kim yang menyambut tantangannya. la bazterte Setelah bertarung sesaat, Liong An Kit melontarkan dua gelangnya yang dirangkai jadi satu. Bunyi gelang itu membuat lemas sekujur tubuh Ang Kim, yang mengakibatkannya jatuh dari kuda dan ditawan Liong An Kit. Chie Hong menitah bawahannya memasukkan Ang Kim ke penjara. Di penjara Ang Kim bertemu dengan Oey Hui Houw, keduanya menghela nafas panjang, haru campur geram. Hari berikutnya Liong An Kit kembali menantang perang. Tantangannya sekali ini disambut oleh Lam Kong Koa. Namun Lam Kong Koa juga berhasil ditawannya dengancara yang sama, membuat perwira kerajaan Touw makin besar kepala, sesumbar menantang pihak See-kie lagi. Na Cha maju ke medan tempur, Liong An Kit menggunakan cara yang sama untuk menjatuhkan Na Cha, namun usahanya sekali ini gagal, bahkan kemudian Na Cha berhasil merobohkannya dengan 'Kan Kun Choan'-nya, membarengi menusukkan tombaknya, seketika lawannya menemui ajalnya. Dengan tewasnya pembantu yang diandalkan, Chie Hong terpaksa menulis surat ke kota-raja untuk meminta bala- bantuan. Untuk sementara dia menggantung 'Papan penunda perang di atas pintu gerbang kota. Hari itu datang dua orang pertapa menemui Chie Hong. Yang seorang bernama Lu Gak, lainnya bernama Tan Keng. Lu Gak pernah melarikan diri ketika bertempur dengan Kiang Chu Gie pada beberapa waktu yang lampau. Kedatangan Lu Gak bersama Tan Keng sekali ini adalah untuk membentuk 'Un Hong Tin' (Barisan Penyakit Menular) dalam menghadapi pasukan yang dipimpin Kiang Chu Gie. Chie Hong menyambut hangat kehadiran mereka. Lu Gak dan Tan Keng mulai membangun 'Un Hong Tin' di luar kota Choan-in-koan dan berhasil merampungkannya dalam tempo beberapa hari. Begitu rampung Lu Gak meminta Chie Hong mengangkat'Papan penunda perang', lalu mengajak Tan Keng untuk menemui Kiang Chu Gie. Kiang Chu Gie diiringi para pembantunya ke luar kemah. Lu Gak langsung menantang .

"Beranikah kau menghadapi barisan kami, Kiang Chu Gie?".

"Di mana barisanmu itu?", tanya Chu Gie.

"Tak jauh dari sini", sahut Lu Gak.

"'Mari!". Kiang Chu Gie mengajak Na Cha, Yo Chian, Wie Hok dan Lie Cheng mendatangi 'Un Hong Tin'. Setelah memperhatikan beberapa saat, Kiang Chu Gie masih belum dapat mengenali barisan apa yang dibentuk lawan. Kemudian barulah dia ingat akan ramalan gurunya yang menyatakan, di kala dia hendak menyerang kota Choan-in-koan, dia akan menghadapi 'Un Hong Tin'. Chu Gie lalu memberitahukan hal tersebut pada Yo Chian. Yo Chian langsung menyebut nama itu di hadapan Lu Gak. Lu Gak dan Tan Keng terkejut ketika mendengar lawan mereka menyebut nama barisan gaib ciptaannya.

"Barisan kalian ini belum rampung", kata Yo Chian lagi.

"Setelah selesai nanti, aku akan ke mari untuk menghancurkannya!". Sesungguhnya, baik Yo Chian maupun Kiang Chu Gie tak tahu cara apa menghancurkan barisan gaib lawan. Chu Gie mengajak para pembantunya meninggalkan daerah lawan. Baru saja mereka kembali ke kemah, seorang prajuritmemberitahukan bahwa In Tiong Cu dari Chong Lam-san ingin bertemu dengan Chu Gie. Kiang Chu Gie segera menyambut kedatangan pertapa sakti itu.

"Saudara sendirilah yang harus menggempur 'Un Hong Tin itu. Memang sudah ditakdirkan, bahwa saudara harus menderita selama 100 hari di dalam barisan gaib lawan. Setelah cukup waktunya, akan muncul seseorang yang akan menghancurkan 'Tin lawan", kata In Tiong Cu setelah mereka berbasa-basi sejenak.

"Aku sengaja ke mari untuk sementara menggantikanmu memegang pucuk pimpinan pasukan Chiu". Kiang Chu Gie lalu menyerahkan cap kebesaran dan pedang komandonya pada In Tiong Cu. Bu Ong sangat terperanjat dan gelisah mendengar kabar kalau Perdana Menteri yang juga sebagai ayah angkatnya, harus menderita selama 100 hari di dalam barisan gaib lawan.

"Lebih baik kita kembali saja ke See-kie", sabdanya kemudian. Namun In Tiong Cu menerangkan, bahwa segalanya itu sudah menjadi kehendak Thian. Lu Gak dan Tan Keng berhasil merampungkan 'Un Hong Tin' yang antara lain menggunakan 21 payung penyakit menular. Seorang Tojin bernama Lie Peng datang menemui Lu Gak dan temannya, menasehati mereka agar membatalkansaja niat itu, sebab apa yang dilakukan Kiang Chu Gie sesuai dengan kehendak Tuhan. Lu Gak dan Tan Keng tak menghiraukan saran itu. Bahkan kemudian Lu Gak segera menulis surat pada Chu Gie, menanyakan kapan panglima tertinggi See-kie itu akan datang ke 'Un Hong Tin!? Diperoleh jawaban, bahwa Chu Gie akan datang pada keesokan harinya. Sesaat Kiang Chu Gie akan berangkat ke barisan gaib lawan, In Tiong Cu menempelkan 'Hu' (Surat Jimat) di dada, punggung dan rambut di bawah karpus Chu Gie. Kiang Chu Gie berangkat ke 'Un Hong Tin' dengan naik 'See Put Siang', diiringi Bu Ong dan lain-lainnya. Di dalam barisan gaib tersebut terdengar tangisan hantu, sedang halilintar sebentar-sebentar menyambar. Butir- butir pasir berterbangan dan asap tebal bergulung naik. Lu Gak menyambut kedatangan Chu Gie di depan 'Un Hong Tin' dengan menunggang 'Kim Gan To' (Onta Bermata Emas)nya, tangannya memegang sebilah pedang. Terjadilah pertandingan cukup sengit antara Chu Gie dan Lu Gak, namun hanya berlangsung sebentar, sebab Lu Gak tibatiba lari masuk ke dalam barisan gaibnya. Kiang Chu Gie mengejarnya. Lu Gak turun dari 'Kim Gan To', naik ke atas panggung, membuka sebuah 'Un Hong Shan' (Payung Penyakit Menular), seketika keadaan di dalam barisan gaibtersebut menjadi gelap gulita. Kiang Chu Gie melindungi dirinya dengan mengembangkan 'Sin Huang Kie' (Panji Bunga Sin Kuning)-nya. Hanya saja dia tak dapat keluar dari barisan gaib tersebut. Lu Gak berseru .

"Kiang Chu Gie telah binasa! Suruh Bu Ong masuk ke mari untuk menerima kematiannya!". Bu Ong terperanjat mendengar seruan itu.

"Jangan percaya pada ocehannya, Tuanku", In Tiong Cu berusaha menenangkan Bu Ong.

"Mari kita kembali ke kemah". Setelah berhasil mengurung Chu Gie dalam barisan gaibnya, setiap hari, tiga kali Lu Gak masuk ke situ untuk mencelakai Chu Gie dengan menyebarkan penyakit menular, namun selama ini usahanya belum juga membawa hasil .... Pada suatu hari Lu Gak masuk ke dalam kota Choan- inkoan. Chie Hong mengungkapkan maksudnya untuk mengirim keempat tawanannya ke kota-raja, dengan demikian dia dapat membersihkan nama baik keluarga Chie lantaran menakluknya saudaranya pada pihak Bu Ong. Lu Gak menyetujui maksud itu.. Oey Hui Houw, Lam Kong Koa, Ang Kim dan Chie Kay segera dimasukkan ke dalam kerangkeng, digiring ke kota-raja dengan dikawal oleh salah seorang perwirakepercayaan Chie Hong dan sejumlah prajurit pilihan. *** Di depan goa Che Yang-tong di gunung Cheng Hong-san, terlihat Cheng Si To Tek Cin-kun tengah mengajari Yo Jim ilmu tombak. Yo Jim adalah bekas Menteri kerajaan Touw yang kini menjadi murid sang Dewa. Beberapa saat kemudian, Dewa Cheng Si To Tek berhenti melatih muridnya dan berkata.

"Hari ini kau harus turun gunung untuk menghancurkan barisan gaib Penyakit Menular dan membebaskan 4 perwira See-kie yang akan dibawa ke kota-raja. Untuk itu akan kubekali kau In Shia- souw sebagai tunggangan, juga 'Ngo Hwe Sin Yam Shan' (Kipas Sakti Lima Api). In Shia-souw adalah binatang bermuka dan berekor seperti Singa, tapi tubuhnya mirip Naga. Cheng Si To Tek Cin-kun juga memberitahukan apa yang harus dilakukan muridnya setelah berada di dalam barisan gaib. Selesai menerima wejangan sang guru, Yo Jim pun turun gunung. Binatang tunggangan Yo Jim ternyata dapat melayang di angkasa, sebentar saja dia telah tiba di luar kota Choan- in-koan. Kala itu Hui Houw bersama tiga perwira See-kie lainnya mulai digiring ke kota-raja oleh anak buah Chie Hong yang dipimpin oleh Phuy It Chin.Yo Jim menghadang mereka dan berusaha membujuk Phuy It Chin agar memihak Bu Ong. Namun It Chin ternyata amat setia pada atasan, bukan saja tidak mau menuruti saran Yo Jim, malah langsung menyerangnya. Yo Jim mengelak tanpa balas menyerang, masih berusaha membujuk. Tapi Phuy It Chin terus melancarkan serangan. Melihat sikap lawan yang keras kepala, habislah kesabaran Yo Jim, segera menggerakkan kipas saktinya ke arah Phuy It Chin dan tersemburlah api disertai ular- ular emas. Tubuh Phuy It Chin lenyap tanpa bekas! Anak buah It Chin yang semula memang telah ketakutan menyaksikan keadaan Yo Jim, yang dari lobang matanya menjulur tangan dan di telapak tangan itu ada juga matanya, bertambah seram ketika pimpinan mereka hilang dikebut kipas, tunggang langgang melarikan diri. Yo Jim membebaskan Oey Hui Houw dan lain-lainnya dari dalam kerangkeng tawanan, meminta mereka agar menyusup masuk ke dalam kota dan begitu mendengar tembakan meriam nanti, segera menghantam lawan dari dalam. Selesai berperan, Yo Jim melanjutkan perjalanannya untuk menemui In Tiong Cu. In Tiong Cu menyambut hangat kedatangan Yo Jim, mengajaknya menemui Bu Ong. Bu Ong heran melihat wajah Yo Jim yang aneh itu.Bekas Menteri kerajaan Touw itu menceritakan, bagaimana Touw Ong telah mengorek kedua biji matanya dan kemudian dirinya diselamatkan oleh Dewa Cheng Si (Cheng Hi To Tek Cin-kun, yang telah membuatnya dapat melihat kembali dengan cara yang luar biasa itu. Bu Ong terharu campur kagum mendengar pengalaman Yo Jim.

"Tiga hari lagi tepatlah 100 hari Kiang Chu Gie berada dalam barisan gaib lawan", In Tiong Cu memberitahukan Yo Jim. Setiba hari yang ditentukan, Yo Jim mendatangi 'Un Hong Tin', menantang Lu Gak berperang tanding. Bu Ong, In Tiong Cu dan lain-lainnya mengikuti dari belakang untuk menyaksikan Yo Jim menghancurkan barisan gaib lawan. Lu Gak keluar dari dalam barisan gaibnya dengan pedang! terhunus di tangannya. Kaget dia ketika melihat wajah Yo Jim yang luar biasa, namun di luarnya dia berpura-pura tenang, langsung menusuk Yo Jim. Yo Jim menangkis dengan pedang pula. Setelah bertarung beberapa jurus, Lu Gak lari ke dalam barisan gaibnya. Yo Jim mengejarnya. Lu Gak naik ke panggung Pat-kwa, membuka 'Un Hong Shan (Payung Penyakit Menular), melontarkannya ke arah Yo Jim. Dalam sekejap dia telah melontarkan lima buah 'Un Hong Shan'.Yo Jim menggerakkan kipasnya, seketika payung-payung Lu Gak lebur jadi debu. Kala itu Lie Peng yang kembali ingin membujuk Lu Gak agar membatalkan maksudnya mencelakai Chu Gie dengan barisan gaibnya, telah masuk pula ke dalam 'Un Hong Tin'. Justeru pada saat itu Yo Jim menggerakkan kipasnya lagi, hingga Lie Peng Tojin yang bermaksud baik tewas seketika! Tan Keng menyerang Yo Jim, tapi dia segera binasa oleh kebutan kipas sakti Yo Jim. Sementara itu Lu Gak masih penasaran, mengerahkan seluruh kekuatannya untuk memadamkan api, tapi api bukannya padam malah berkobar kian besar, yang memaksanya turun dari panggung, bermaksud melarikan diri. Yo Jim mengejarnya, dengan beberapa kali kebutan kipasnya, Lu Gak tak lagi dapat menyelamatkan nyawanya. Dengan demikian hancurlah barisan gaib penyakit menular ciptaan Lu Gak dan Tan Keng. Terlihat Kiang Chu Gie tertelungkup di atas 'See Put Siang'. pucat sekali wajahnya. Bu Kie segera menolong Panglima Besarnya, membawanya kembali ke kemah. In Tiong Cu memasukkan obat mujarab ke mulut Kiang Chu Gie. Beberapa waktu kemudian Chu Gie siuman daripingsannya. Selewat dua hari, setelah melihat kesehatan Chu Gie telah pulih benar, In Tiong Cu pamit, kembali ke Chong Lam-san. Kiang Chu Gie memberi komando untuk segera menyerbu Choan-in-koan. Chie Hong naik ke tembok pertahanan kota untuk melihat posisi lawan. Terlihat olehnya pasukan Chiu menyerang dari empat jurusan. Lui Chin Cu melayang di angkasa, menghancurkan menara pengawas dengan pentungannya, membuat para prajurit penjaga lari lintang pukang menyelamatkan diri. Na Cha yang mengendarai 'Hong Hwe Lun' berhasil menjebol pintu gerbang, pasukan Chiu menyerbu masuk. Chie Hong melompat ke atas kudanya, memimpin perlawanan. Oey Hui Houw, Lam Kong Koa, Ang Kim dan Chie Kay, begitu mendengar bunyi meriam, segera keluar dari tempat persembunyian mereka untuk melabrak musuh. Chie Hong menjadi panik ketika diserang dari luar dan dalam, tewas di ujung tombak Oey Hui Houw. Akhirnya jatuhlah kota Choan-in-koan ke tangan pasukan Chiu Sasaran berikutnya adalah kota Tong-koan. Panglima kota Tong-koan bernama Ie Hoa Liong, berputera lima orang . le Tat, le Chiao, le Kong, le Sian dan Ie Tek.Tapi anak bungsunya, le Tek, sedang pergi memperdalam ilmu. Ketika mendengar dentuman meriam, le Hoa Liong segera tahu bahwa pasukan Chiu telah tiba di luar kota Tong-koan. Keesokan harinya Ie Hoa Liong mengajak keempat puteranya menghadapi pihak Chiu. Pertempuran pertama berlangsung antara le Tat dan Tee Loan. Tapi selang sesaat le Tat lari dan Tee Loan mengejarnya. Tee Loan kena senjata-penyambit lawan hingga terpelanting dari kudanya dan berhasil dibinasakan le Tat. Hari kedua Souw Hok bertempur melawan Ie Chiao. Lewat beberapa jurus, le Chiao mengibarkan sehelai panji wasiat dan terpancarlah sinar emas yang menyilaukan pandang, disusul dengan lenyapnya le Chiao bersama kudanya. Namun Souw Hok merasakan seolah-olah di belakangnya memburu seekor kuda. Segera dia membalikkan tunggangannya, tapi telah kasip! Sebab saat itu juga dia tertusuk tombak le Chiao, tewas seketika. Souw Choan Tiong amat sedih atas kematian ayahnya. Tampil ke medan laga dengan penuh diliputi dendam. Yang menyambut kehadirannya bukanlah le Chiao, tapi le Kong, anak ketiga Ie Hoa Liong. Setelah bertanding sejenak, le Kong melarikan diri.Souw Choan Tiong mengejarnya, tapi dirinya terkena 3 timpukan senjata-penyambit lawan, membuatnya berteriak kesakitan dan kembali ke kemah. Dalam pertempuran keesokan harinya Souw Choan Tiong kembali kena disambit oleh le Tat hingga jatuh dari kuda tunggangannya, tapi untung sempat ditolong oleh Lui Chin Cu, yang langsung menyerang le Tat. Khi Kong cepat membawa Choan Tiong kembali ke kemah. Yo Chian yang baru kembali membawa ransum, langsung terjun ke medan tempur, menggempur le Hoa Liong. Selang sesaat Yo Chian melepaskan anjing saktinya, berhasil menggigit lawannya. Di lain pihak gelang wasiat Na Cha berhasil melukai bahu le Kong. Dalam pertempuran sekali ini, pihak Tong-koan menderita kekalahan cukup parah, langsung menggantung 'Papan Penunda perang di atas pintu gerbang kota .... Beberapa hari kemudian le Tek, putera bungsu le Hoa Liong, telah kembali dari tempatnya berguru. Dia berhasil menyembuhkan luka ayah dan saudaranya dengan memberi mereka pil mujizat. Kemudian le Tek meminta keempat saudaranya membersihkan badan. Setiba tengah malam le Tek mengeluarkan lima lembar kain yang masing-masing berwarna . Biru, kuning, merah,putih dan hitam. Membentangkannya di tanah. Lalu dia mengambil 5 takaran kecil yang berisikan kuman penyakit, menyerahkan pada saudaranya masing-masing sebuah, dia sendiri memegang sebuah.

"Bila aku bilang 'sebar, kalian harus berbuat seperti itu juga", kata Ie Tek kemudian.

"Dengan cara ini semua lawan kita akan binasa tanpa kita menggunakan senjata lagi". le bersaudara berdiri masing-masing di atas kain yang berlainan warna. le Tek mulai membaca mantera dan melontarkan selembar 'Hu' ke angkasa. Seketika bertiup angin kencang, yang mengangkat kelima helai kain tersebut, menerbangkannya ke perkemahan pasukan Chiu. Maksud le Tek adalah menyebarkan sejenis kuman penyakit kulit. Dia baru berhasil merampungkan pekerjaannya menjelang fajar. Akibatnya memang cukup fatal. Semua orang dari pihak Chiu terserang penyakit yang mengerikan. Hanya Na Cha yang tubuhnya terjelma dari bunga teratai dan Yo Chian yang malam itu berjaga di luar kemah, terhindar dari serangan penyakit tadi.

"Keadaan ini mirip dengan yang dilakukan Lu Gak tempo hari", kata Na Cha pada Yo Chian setelah menyaksikan keadaan itu.

"Pada saat itu kita berada di kota See-kie, tapi kini di lapangan terbuka. Keadaan ini lebih berbahaya", kata YoChian.

"Bagaimana kita dapat menangkis bila lawan melancarkan serangan!?". Kecemasan Yo Chian memang beralasan. Sesungguhnya le Tat menyarankan pada saudara-saudaranya untuk menyerbu perkemahan pihak Chiu, tapi ditolak oleh le Tek, yang menganggap mereka tak perlu berbuat begitu. Sebab dia yakin, tanpa mengerahkan pasukan pun, para prajurit See-kie akan binasa sendiri. Na Cha dan Yo Chian baru merasa lega ketika melihat kedatangan Giok Teng Cin-jin. Setelah memeriksa keadaan Chu Gie, Giok Teng berkata.

"Sering sudah kau menanggung sengsara, Chu Gie! Tapi kini telah berhasil kau lewati 7 bencana dan 3 celaka! Namamu akan jadi harum dan tercatat dalam sejarah!". Kemudian Giok Teng Cin-jin menyuruh Yo Chian pergi ke Hwe Hong Tong (Goa Angin dan Api) di gunung Tay Ku- san, untuk meminta 3 butir Sian-tan (pil Dewa) pada Dewa Sin Nung, guna mengobati penyakit kulit yang belum diketahui namanya. Yo Chian segera berangkat. Dewa Sin Nung memberikan 3 butir pil yang diminta Yo Chian. Sebutir untuk Bu Ong, sebutir untuk Chu Gie dan sebutir sisanya dilarutkan di dalam air untuk menyembuhkan para prajurit dengan memercikkan air kasiat itu ke empat penjuru perkemahan. Yo Chian menanyakan penyakit apa sesungguhnya yang diderita orang-orang dari kubu Chiu itu. Diperolehjawaban, bahwa itu adalah penyakit cacar. Pil pemberian Dewa Sin Nung ternyata sangat mujarab, semua orang yang terserang penyakit cacar dapat disembuhkan, tapi meninggalkan cacad di wajah mereka, bopeng. Kiang Chu Gie segera berdaya untuk merampas kota Tongkoan. Hari itu merupakan hari ke delapan bagi le Tek menggunakan ilmunya untuk membunuh para lawannya. Namun keadaan di kubu See-kie tampak tenang-tenang saja, segalanya berjalan seperti biasa. Sadarlah dia kalau usahanya menemui kegagalan. Dia terpaksa meminta ayahnya untuk menyerang kubu lawan. Tapi baru saja mereka hendak melancarkan serangan, telah didahului oleh pihak See-kie. Na Cha telah berhasil mendobrak pintu gerbang kota. Lui Chin Cu berhasil membunuh Ie Kong dengan pentungan. Wie Hok menamatkan riwayat le Tat dengan 'Ciang Mo Chu". Yo Jim menggerakkan kipas wasiatnya, seketika le Chiao dan Ie Sian menjadi abu. Ie Tek masih berusaha melakukan perlawanan, tapi dirinya tertembus pedang Lie Cheng, tewas seketika. Melihat kelima puteranya binasa, le Hoa Liong lantas bunuh diri. I Kiang Chu Gie memimpin pasukannya, menerobos masukke dalam kota Tong-koan, menenangkan rakyat, memeriksa gudang perlengkapan lawan. Kemudian Chu Gie memerintahkan untuk memakamkan jenazah Ie Hoa Liong beserta kelima puteranya. Berhubung di bagian depan terdapat 'Ban Sian Tin' (Barisan Gaib Puluhan Ribu Dewa), Giok Teng Cin-jin menyuruh Chu Gie meminta Bu Ong untuk sementara berdiam di Tong-koan. Sedang Chu Gie bersama sejumlah pasukannya boleh bergerak maju sampai jarak tertentu, kemudian membangun panggung peristirahatan para orang suci dan Dewa. Setelah panggung itu rampung, hanya murid-murid Kun Lun yang diperkenankan berkunjung ke situ. Sedangkan para prajurit See-kie ditempatkan sejauh 40 li di belakang panggung tersebut, menanti sampai 'Ban Sian Tin' berhasil dimusnakah, barulah mereka diperkenankan bergerak maju lagi. Tak lama kemudian, para orang suci dan Dewa mulai berdatangan ke panggung peristirahatan. Didahului oleh Kong Seng Cu, Chi Ching Cu, Bun Chiu Kong Hoat Tian Chun, Pouw Hian Cin-jin. Menyusul Tay It Cin-jin, Cheng Si To Tek Cin-kun. Kie Liu Sun. In Tiong Cu, Jian Teng Tojin dan lain-lainnya lagi. Kiang Chu Gie menyambut kedatangan mereka dengan sikap hormat benar. Kim Leng Seng-bo yang berada di dalam barisan gaib 'Ban Sian Tin', ketika melihat tiga tangkai bunga yangkeluar dari kepala Jian Teng, yang memancarkan sinar terang ke angkasa, segera menyadari, bahwa para Dewa dan orang suci itu telah datang. Dia segera melepaskan gledek, yang membuyarkan kabut yang semula menutupi 'Ban Sian Tin', hingga barisan gaib itu jadi terlihat jelas. Para orang suci dan Dewa itu menghampiri, untuk dapat melihat barisan gaib tersebut dari dekat. Tiba-tiba terdengar suara lonceng di dalam 'Ban Sian Tin', menyusul keluar seorang Tojin yang bernama Be Sui dengan pedang di tangannya. Oey Liong Cin-jin menyambut kehadiran Be Sui dengan membawa pedang juga. Be Sui tidak menyerang Oey Liong Cin-jin dengan pedangnya, tapi melontarkan gelang emas. Oey Liong Cin-jin tak sempat mengelak, hingga gelang emas itu menjepit kepalanya, membuat sang Cin-jin kesakitan, terpaksa kembali ke panggung peristirahatan. Dia berusaha melepaskan benda itu, tapi usahanya ternyata sia-sia belaka, malah gelang emas tersebut kian keras menjepit kepalanya. Saking menahan sakit yang amat sangat, dari kepala Oey Liong Cin-jin mengepulkan asap .... Goan Sie Tian Chun dan Lam Khek Sian Ang datang juga untuk melihat-lihat barisan gaib tersebut. Goan Sie naik 'See Put Siang' dan Lam Khek Sian Ang naik Bangau Saktinya.Begitu tiba, Goan Sie Tian Chun memanggil Oey Liong Cinjin, menuding kepala sang Cin-jin. Seketika lepaslah gelang emas yang menjepit kepala Oey Liong. Dia mengucapkan terima kasih pada Goan Sie Tian Chun. Tak lama kemudian Thay Siang Loo-kun telah pula tiba di situ. Di lain pihak, Tong Thian Kauw-cu juga tiba di dalam barisan gaib 'Ban Sian Tin'. Kehadirannya langsung disambut oleh para muridnya, mengajaknya naik ke atas panggung Pat-kwa. Begitu datang. Tong Thian Kauw-cu menyuruh Teng Kong Sian yang bertelinga panjang, untuk membawa surat tantangannya ke pihak Kun Lun. Kedatangan Teng Kong Sian disambut Yo Chian, yang menerima surat tantangan Tong Thian, lalu menyampaikannya pada Thay Siang Loo-kun. Selesai membaca surat itu, Loo-kun berkata pada Teng Kong Sian .

"Sampaikan pada gurumu, besok kami akan datang untuk menghancurkan barisan gaibnya!". Teng Kong Sian meninggalkan panggung peristirahatan para Dewa, kembali ke 'Ban Sian Tin'. Keesokan harinya Thay Siang Loo-kun (sering pula disebut orang sebagai Loo-cu) mengajak Goan Sie Tian Chun ke 'Ban Sian Tin'. Orang suci lainnya turut mengiringi. Terlihat Tong Thian Kauw-cu telah menanti di mukabarisan gaibnya.

"Kenalkah kalian pada "Tin' ciptaanku?", tanya Tong Thian.

"Apa sih sulitnya", Thay Siang Loo-kun tertawa.

"Ini adalah 'Thay Khek Liang Gie See Siang Tin' (Gabungan tiga barisan gaib)". Kemudian Loo-kun bertanya pada para orang suci .

"Siapa yang berminat memecahkan 'Thay Khek Tin' ini?". Chi Ching Cu tampil ke muka, yang langsung disambut oleh salah seorang murid Tong Thian yang bernama Ouw In Sian. Terjadilah perang tanding di antara mereka, saling menyerang dan menangkis dengan pedang, untuk sementara belum dapat diketahui siapa yang lebih unggul. Ouw In Sian tak sabar bertempur lebih lama dengan cara itu, mengeluarkan 'Kun Goan Chui' (Martil wasiat)-nya, menimpuk Chi Ching Cu. Chi Ching Cu tak sempat mengelak, terpukul hingga jatuh. Ouw In Sian bermaksud menghabiskan nyawa Ching Cu. Kong Seng Cu segera maju untuk membantu teman, tapi dirinya pun kena dihajar oleh Martil wasiat lawan, membuatnya harus melarikan diri ke arah Barat Laut.

"Tangkap dia!", titah Tong Thian Kauw-cu pada muridnya. Ouw In Sian segera mengejar Kong Seng Cu..Ketika dia hampir berhasil menangkap Seng Cu, tiba-tiba muncul Chun Tie yang menghalangi maksudnya. Ouw In Sian amat marah, mengayunkan pedangnya bermaksud menabas kepala Chun Tie. Chun Tie membuka mulut, keluar setangkai bunga lotus, yang langsung menangkis serangan tersebut.

"Janganlah kita bertikai, sebab kita telah ditakdirkan untuk bersahabat", kata Chun Tie dengan nada membujuk.

"Mari ikut aku ke Sorga Barat!".
Penganugerahan Para Malaikat Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ngaco!", seru Ouw In Sian dongkol, jangan kau bicara yang bukan-bukan!". Kembali dia melancarkan serangan. Tapi Chun Tie sempat mengeluarkan setangkai teratai putih, menangkis serangan In Sian.

"Jangan kau keras kepala, mari ikut aku!", kata Chun Tie pula. Ouw In Sian tetap tak peduli, kembali dia menusuk Chun Tie. Chun Tie menggerakkan jarinya dan setangkai bunga lotus emas menahan maju pedang tersebut. Chun Tie masih berusaha membujuk, tapi Ouw In Sian bukannya menurut, malah bertambah berang, lagi-lagi melancarkan serangan. Chun Tie mengebutkan lengan jubahnya, seketika pedang In Sian lenyap .... Ouw In Sian bukannya takut malah penasaran, mengeluarkan Martil wasiatnya, melontarkan ke diriChun Tie. Chun Tie cepat menghindar sambil berseru .

"Di mana kau. muridku?". Tiba-tiba muncul seorang bocah sambil membawa sebatang bambu. Dia menggerakkan bambu itu dengan gaya orang mengail, segera muncul sinar-sinar terang dari ujung bambu tersebut, yang langsung mengurung diri Ouw In Sian. Baru pada saat itu Ouw In Sian memohon belas kasihan. Chun Tie menyuruhnya memperlihatkan bentuk aslinya . Seekor kura-kura berjenggot emas! Murid Chun Tie langsung naik ke batok kura-kura tersebut, membawanya ke telaga delapan kebajikan di Sorga Barat untuk mengecap ketenangan dan kebahagiaan. Chun Tie sendiri menggabungkan diri dengan para Dewa yang bermaksud menghancurkan barisan gaib ciptaan Tong Thian Kauw-cu. Tak lama tiba pula Kiat In Taysu, pemimpin agama Buddha lainnya, ikut menggabungkan diri juga. Kala itu dari dalam barisan gaib keluar murid Tong Thian Kauw-ci lainnya yang bernama Chiu Shou Sian seraya menghunus pedang. Bun Chiu Tian Chun menerima panji "Pan Ku Kie' dari Goan Sie, lalu menyongsong Chiu Shou Sian. Setelah bertempur sebentar, Chiu Shou Sian lari masuk ke dalam barisan gaib.Bun Chiu mengejarnya. Begitu Bun Chiu berada di dalam barisan gaib, Chiu Shou Sian segera melontarkan "Thian Eng' (Cap atau Tera Langit). Bun Chiu menggerakkan panji 'Pan Ku Kie', seketika lenyaplah 'Thian Eng' lawan. Bersamaan, diri Bun Chiu telah berobah . Wajahnya menjadi biru, merah rambutnya dan sekujur tubuhnya bercahayakan sinar keemasan, sedang hawa di sekitarnya menjadi harum sekali. Chiu Shou Sian sadar kalau dirinya bukanlah tandingan lawannya yang amat sakti, bermaksud melarikan diri. Akan tetapi telah keburu diringkus oleh tali wasiat Bun Chiu, membawanya ke hadapan Goan Sie Tian Chun. Goan Sie memerintahkan Lam Khek Sian Ang memukul Chiu Shou Sian agar kembali ke bentuk aslinya. Lam Khek Sian Ang melaksanakan perintah itu, memukul Chiu Shou Sian sambil membaca mantera. Chiu Shou Sian menggoyangkan kepalanya beberapa kali, menyusul terguling tubuhnya dan memperlihatkan bentuk aslinya, yaitu berupa seekor 'Ceng Mao Say Cu' (Singa berbulu hijau). Goan Sie memberikan singa itu pada Bun Chiu untuk dijadikan tunggangannya. Keesokan harinya Thay Siang Loo-kun bersama Goan Sie dan lain-lainnya datang lagi ke muka barisan gaib Tong Thian Kauw-cu.Tong Thian ternyata telah berdiri di muka 'Tin'-nya, begitu melihat rombongan Thay Siang Loo-kun, segera bertanya .

"Kalian dapat menghancurkan 'Liang Gie Tin?- ku?". Baru selesai Tong Thian berkata, terlihat Leng Ge Sian keluar dari barisan gaib sambil menggenggam pedang. Goan Sie menitah Pouw Hian Cin-jin menghancurkan barisan gaib lawan. Setelah bertanding beberapa jurus, Leng Ge Sian lari masuk ke dalam barisan gaib. Pouw Hian memburu lawannya. Tapi baru saja dia masuk, segera disambar petir yang dilepaskan Leng Ge Sian. Pouw Hian merobah bentuk dirinya menjadi berkepala tiga dan bertangan enam. Tubuhnya dilindungi oleh untaian mutiara dan bunga teratai. Sedangkan keenam tangannya menggenggam senjata tajam. Leng Ge Sian terperanjat menyaksikan perobahan yang terjadi atas diri Pouw Hian, bermaksud melarikan diri. Namun sebelum dia sempat kabur, telah lebih dulu diringkus oleh tali wasiat yang dilontarkan Pouw Hian, membuatnya tak dapat bergerak lagi. Pouw Hian meminta tolong Malaikat Oey Cheng Lek Su membawa Leng Ge Sian ke panggung peristirahatan para Dewa. Thay Siang Loo-kun menugaskan Lam Khek Sian Ang mengembalikan ke bentuk asalnya. Sian Ang memukul tubuh Leng Ge Sian beberapa kalidengan 'Sam Po Giok Ju le' (Perhiasan Kumala Tiga Mustika). Leng Ge Sian terguling dan tampak bentuk aslinya, berwujud seekor gajah putih. Thay Siang Loo-kun menyerahkan gajah putih itu pada Pouw Hian untuk dijadikan tunggangannya. Sementara itu Tong Thian Kauw-cu telah memerintahkan Kim Kong Sian keluar dari dalam barisan gaib, untuk menghadapi lawan. Pemunculan Kim Kong Sian langsung dihadapi oleh Dewi Kwan Im. Tanpa bersusah payah, sang Dewi yang terkenal sakti dan welas asih itu, berhasil meringkus Kim Kong Sian dengan menggunakan 'Sam Po Giok Ju Ie', lalu meminta Malaikat Oey Cheng Lek Su membawanya ke bawah panggung peristirahatan para Dewa. Lam Khek Sian Ang menepuk punggung Kim Kong Sian beberapa kali, terwujudlah bentuk aslinya, seekor 'Kim Mao Kung' (Binatang 'Kung-mirip Singa-berbulu emas). Binatang ini diserahkan kepada Dewi Kwan Im untuk dijadikan tunggangannya. Pertarungan hari itu berakhir sampai di situ, Goan Sie Tian Chun menyerahkan 4 pedang pusaka milik Tong Thian Kauw-cu-yang berhasil dirampas dari barisan gaib 'Pembinasa Dewa' tempo hari-, kepada Kong Seng Cu, Chi Ching Cu, Giok Teng dan To Heng, seraya berpesan .

"Besok, setelah kami masuk ke dalam barisanTong Thian, kalian harus menerobos masuk dan menuju ke pagoda tinggi yang terdapat di barisan gaib itu. Setiba di sana lepaskanlah pedang-pedang ini. Dengan begitu kita membinasakan murid-murid Tong Thian dengan menggunakan senjata wasiatnya sendiri". Di lain pihak, Tong Thian Kauw-cu telah berpesan pada salah seorang muridnya yang bernama Teng Kong Sian .

"Selagi aku bertempur dengan kedua paman gurumu dan pemimpin agama Buddha, kau harus mengibarkan panji 6 arwah".

"Baik Sucun". Walau di mulut Teng Kong Sian berkata begitu, tapi di hati kecilnya berat untuk melaksanakan pesan itu, sebab dia tak ingin bertikai dengan Goan Sie dan lain-lainnya. Keesokan harinya, ketika kedua belah pihak sudah saling berhadapan, tiba-tiba datang Ang Kim dan Liong Kit Kiong-ciu, yang sebenarnya ditugaskan di kota Tong- koan, tapi mereka ingin ambil bagian dalam pemecahan 'Ban Sian Tin' dan hal itu mendapat perkenan dari Bu Ong. Mereka langsung menyerbu ke dalam barisan gaib. Liong Kit Kiong-ciu berhasil memukul roboh beberapa murid Tong Thian Kauw-cu. Tiba-tiba di dalam 'Tin' timbul angin kencang dan suasana pun menjadi gelap gulita. Kemudian Liong Kit Kiong-ciu bertemu dengan Kim Leng! Seng-bo yang duduk di atas kereta tujuh wewangian. Kim Leng segera turun dari kendaraannya danmenyerang! puteri Liong Kit. Berlangsunglah pertarungan sengit di antara kedua wanita sakti itu. Selang sesaat Kim Leng Seng-bo melontarkan 'See Siang Ta' (Pagoda Empat Gajah) dan berhasil memukul bahu sang puteri hingga jatuh dari kudanya. Begitu jatuh, Liong Kit Kiong-ciu langsung dibantai oleh murid-murid Tong Thian yang banyak berkumpul di situ. Kematian sang isteri telah membuat Ang Kim kalap, segera menyerang Kim Leng Seng-bo. Namun Seng-bo ternyata cukup sakti, dapat menangkis atau menghalau setiap serangan Ang Kim, bahkan kemudian berhasil menghancurkan kepala Ang Kim dengan senjata 'Liong Houw Jie Ie' (Perhiasan Naga dan Harimau). Menyaksikan kematian tragis tersebut, Thay Siang Loo- kun dan Goan Sie masuk ke dalam 'Ban Sian Tin'. Loo-kun lantas menciptakan 3 duplikat dirinya yang menempur sengit diri Kim Leng Seng-bo. Selagi seru-serunya berlangsung pertarungan itu, tiba- tiba muncul Jian Teng Tojin sambil melontarkan 'Teng Hay Chu' dan tepat mengenai kepala Kim Leng Sengbo hingga tewas seketika. Saat itu Kong Seng Cu, Chi Ching Cu, To Heng Tian Chun dan Giok Teng Cin-jin telah pula menyerbu masuk ke dalam barisan gaib, begitu masuk mereka segera melontarkan keempat pedang wasiat yang berhasildirampas tempo hari .

"Chu Sian Kiam', 'Lu Sian Kiam', 'Sian Sian Kiam' dan 'Kiat Sian Kiam'. Keempat pedang wasiat itu membabad murid-murid Tong Thian Kauw-cu. Orang-orang yang namanya tertera dalam Daftar Penganugrahan Malaikat, gugur dalam pertempuran sengit tersebut. Di pihak lain, Thay Siang Loo-kun dan Goan Sie Tian Chun bertempur dengan Tong Thian Kauw-cu. Walau agak keteter, tapi Tong Thian Kauw-cu masih dapat memaksakan diri menghadapi dua lawannya yang amat sakti. Tapi setelah lewat sesaat lagi, Tong Thian Kauw-cu benarbenar keteter, berseru .

"Teng Kong Sian, lekas bawa ke mari Panji Enam Arwah!". Namun sang murid yang kagum menyaksikan sinar-sinar terang yang dipancarkan oleh murid-murid Giok-sie, bertambah yakin kalau ilmu yang dimiliki Goan Sie dan lain-lainnya adalah murni. Sedangkan ilmu Tong Thian Kauw-cu jauh berada di bawahnya dan tidak murni lagi. Maka dia bukan saja tidak menyerahkan Panji Enam Arwah yang diminta gurunya, malah membawanya ke luar barisan gaib dan bersembunyi di bawah panggung peristirahatan para Dewa. Tanpa panji sakti itu, hilanglah sudah semangat Tong Thian Kauw-cu untuk bertempur lebih lama, bahkan keadaannya sudah seperti orang yang putus asa,penjagaan dirinya mengendor, akibatnya harus merasakan hajaran tongkat Thay Siang Loo-kun. Pukulan itu membuat Tong Thian amat marah, segera menimpuk Loo-kun dengan Martil wasiatnya, Tapi di kepala Thay Siang Loo-kun segera muncul 'Leng Long Ta' (Pagoda wasiat yang cantik), yang melindungi dirinya, sekali-gus memunahkan senjata wasiat lawan. Sementara itu Goan Sie telah pula menghajar Tong Thian dengan 'Ju Ie', yang tepat menghantam iganya. Sambil menahan sakit Tong Thian memutar Kerbau Saktinya, melarikan diri ke luar barisan gaibnya. Demikianlah, Thay Siang Loo-kun dan Goan Sie berhasil menghancurkan 'Ban Sian Tin' (Barisan gaib Laksaan/Puluhan Ribu Dewa)nya Tong Thian Kauw-cu. Thay Siang Loo-kun dan lain-lainnya kembali ke panggung peristirahatan. Mereka melihat Teng Kong Sian berdiri di sisi panggung sambil memegang 'Panji Enam Arwah'.

"Apa maksudmu ke mari?", tanya Loo-kun.

"Maaf kalau kehadiran Tee-cu telah mengganggu Jie-wie Supek", kata Teng Kong Sian sambil berlutut.

"Suhu telah membuat 'Lak Hun Kie' (Panji Enam Arwah) ini untuk membinasakan Supek berdua, juga dua pimpinan Agama Buddha, serta Bu Ong dan Kiang Chu Gie. Beliau telah mempercayai Tee-cu untuk memegang panji ini. Tapi berhubung Tee-cu melihat ilmu Supek berdua adalah bersih dan murni, saya langsung sadar, bahwa Suhu telahkena dihasut orang, hati kecil Tee-cu tidak mengizinkan Suhu mencelakai Jie-wie Supek dan lainlainnya dengan panji ini. Itu sebabnya, ketika dimintai tadi, tidak saya berikan, malah Tee-cu membawanya ke mari".

"Walau kau termasuk murid Kiat-kauw, tapi ternyata hatimu bersih, tidak seperti saudara-saudara seperguruanmu lainnya", Goan Sie Tian Chun yang bicara sekarang.

"Sesungguhnya panji ini tak ada pengaruhnya bagiku, juga bagi Loo-kun maupun kedua pemimpin agama Buddha. Tapi bagi Bu Ong dan Kiang Chu Gie mungkin akan merasakan akibatnya". Goan Sie memerintahkan murid Tong Thian mengibarkan panji itu dengan lebih dulu menghilangkan nama Bu Ong dan Kiang Chu Gie. Goan Sie dilindungi mega-mega berwarna, Thay Siang Lookun oleh Pagoda wasiat cantiknya. Sedangkan kedua pemimpin agama Buddha oleh buah-buah apel yang muncul di atas kepala mereka! Menyaksikan segalanya itu, tambah yakinlah Teng Kong Sian akan kesucian dan kesaktian mereka. Pertumpahan darah yang baru berlangsung adalah kesalahan gurunya. Dia segera melempar panji enam arwah, berlutut di hadapan Goan Sie dan lain-lainnya.

"Teng Kong Sian telah ditakdirkan menjadi pengikut agama Buddha", ujar Kiat In. Berseri wajah Teng Kong Sian, mengangkat Kiat In dan Chun Tie sebagai gurunya.*** Tong Thian Kauw-cu mengajak murid-muridnya, yang berhasil meloloskan diri dari serbuan Goan Sie dan lain- lainnya, beristirahat di kaki sebuah gunung. Tiba-tiba terlihat di arah Selatan memancar sinar kemilau dengan disertai mega-mega berwarna, disusul dengan tersiarnya hawa yang harum semerbak. Hong Kun Loo-cu yang merupakan guru Tong Thian Kauwcu, sekali-gus sebagai guru dari Thay Siang Loo-kun dan Goan Sie Tian Chun, mendatangi sambil memegang tongkat. Tong Thian Kauw-cu mengajak para muridnya berlutut di hadapan Hong Kun Loo-cu. Atas pertanyaan sang guru, Tong Thian menerangkan sebabnya dia membentuk "Ban Sian Tin', yang telah mengakibatkan jatuh banyak korban.

"Semua ini adalah salahmu, hingga menimbulkan pertikaian di antara saudara seperguruan sendiri", kata Hong Kun Loo-cu.

"Gila hormat dan nafsu serta tamak lazim menggoda manusia biasa. Marah adalah sifat kanak-kanak dan wanita. Kenapa kau yang telah cukup lama melatih diri masih membiarkan diri dikuasai segalanya itu? Aku tahu benar, bahwa kedua kakak seperguruanmu tidak memiliki cacad seperti itu, tapi mereka terpanggil oleh kealpaanmu yang tak berhasil mengendalikan murid-muridmu dengan baik. Seandainya aku tidak datang menengahi, pertikaian kalian akanterus berlanjut dan menimbulkan korban yang lebih besar pula!". Hong Kun Loo-cu menyuruh para murid Tong Thian kembali ke goa masing-masing untuk melanjutkan tapanya. Para murid Tong Thian pamit pada sang Guru Besar. Hong Kun Loo-cu mengajak Tong Thian ke panggung peristirahatan para Dewa. Tong Thian tak berani membantah, berjalan di muka dan Hong Kun Loo-cu mengikutinya. Setiba di panggung peristirahatan, Tong Thian meminta Na Cha mengabarkan pada Thay Siang Loo-kun dan lain- lain mengenai kedatangan sang Guru Besar. Thay Siang Loo-kun dan Goan Sie Tian Chun beserta para muridnya segera turun dari panggung, menyambut kedatangan Hong Kun Loo-cu.

"Memang sudah ditakdirkan, bahwa murid-murid beserta cucu muridku harus mengalami bencana perang, maka di antara kalian harus saling bertarung", kata sang Guru Besar.

"Se karang aku datang untuk mendamaikan, agar untuk selanjutnya kalian tidak saling bertikai lagi, juga tidak berdendam!".

"Kami selalu patuh pada perintah Sucun", kata Goan Sie dan Thay Siang Loo-kun dengan suara hampir bersamaan. Lalu mereka membimbing sang guru naik panggung peristirahatan.Di atas panggung Hong Kun Loo-cu disambut oleh kedua pemimpin agama Buddha. Hong Kun Loo-cu memuji kesaktian dan kebijaksanaan mereka. Setelah Thay Siang Loo-kun, Goan Sie Tian Chun dan ke- 12 murid berlutut sebagai penghormatan mereka terhadap Hong Kun Loo-cu, sang Guru Besar memanggil Thay Siang Loo-kun, Goan Shie dan Tong Thian agar lebih mendekat.

"Berhubung dinasti Chiu akan menggantikan kerajaan Siang (Touw) dan para Dewa ditakdirkan harus berperang, maka aku menitahkan kamu bertiga untuk menyusun Daftar Penganugrahan Malaikat, supaya dapat ditetapkan, Dewa Dewa mana yang mesti dimasukkan ke dalam golongan yang lebih tinggi atau lebih rendah. Siapa-siapa saja yang patut jadi Dewa dan siapa pula yang akan jadi Malaikat. Tapi tak sangka Tong Thian telah mendengar hasutan para muridnya, yang mengakibatkan pertempuran dahsyat. Aku mengatakan hal ini bukan lantaran aku berpihak --- Sekarang kalian harus pulang ke goa masing-masing, jangan bertikai lagi, apa lagi berdendam!". Selesai berkata, Hong Kun Loo-cu mengeluarkan Buli-buli (Cupu) dari lengan bajunya, mengeluarkan tiga butir pil dari dalam Buli-buli tersebut, memberikan pada muridnya masingmasing sebutir dan meminta mereka menelannya.

"Ini bukan obat atau pil panjang umur. Tapi bila kaliantidak memperbaiki kelakuan kalian, terus bertikai, pil ini akan segera memperlihatkan reaksinya dan dalam waktu singkat akan menewaskan kalian", kata Hong Kun Loo-cu setelah ketiga muridnya menelan pil tersebut. Tong Thian Kauw-cu, Thay Siang Loo-kun dan Goan Sie Tian Chun mengucapkan terima kasih. Mereka sadar, apa yang dilakukan sang guru adalah demi kebaikan bagi semua pihak. Hong Kun Loo-cu pamit, mengajak Tong Thian Kauw-cu meninggalkan panggung peristirahatan. Beberapa saat kemudian Chun Tie dan Kiat In juga memohon diri Terakhir Thay Siang Loo-kun bersama Goan Sie Tian Chun dan Dewa lainnya juga pada pamit pada Kiang Chu Gie.

"Dengan perpisahan kita sekali ini, sulitlah bagi kita untuk dapat saling bertemu lagi", kata Kong Seng Cu, yang seakan berat untuk berpisah. Kiang Chu Gie amat terharu mendengar ucapan itu.... *** Sin Kong Pa berusaha melarikan diri setelah barisan gaib "Ban Sian Tin berhasil dihancurkan oleh para Dewa. Namun kepergiannya sempat terlihat oleh Pek Hok Tong- cu yang sedang mengiringi Goan Sie Tian Chun pulang. Pek Hok segera memberitahukan gurunya.

"Sebelumnya dia telah bersumpah di hadapanku untuktidak mengganggu Chu Gie lagi, tapi nyatanya dia telah mengulangi pula perbuatan licik dan kejinya", kata Goan Sie. Dia segera memerintahkan Malaikat Oey Cheng Lek Su menangkap Sin Kong Pa. Sang Malaikat segera melaksanakan tugasnya dengan baik. Setiba Goan Sie di bukit Kie Lin, Oey Cheng Lek Su membawa Sin Kong Pa ke hadapannya.

"Bukankah sebelumnya kau telah bersumpah, bila kau melakukan kejahatan atau menghasut orang untuk memusuhi Chu Gie, badanmu akan menyumbat sumber Laut Utara?,"

Tanya Goan Sie.

Sin Kong Pa membisu.

Goan Sie Tian Chun menyerahkan 'Po-toan' (Tikar atau alas duduk pertapa) pada Oey Cheng Lek Su, menyuruhnya membungkus tubuh Sin Kong Pa dengan benda itu, membawanya ke Laut Utara sesuai dengan sumpahnya....

Sementara itu Kiang Chu Gie beserta pengikutnya kembali ke Tong-koan untuk menghadap Bu Ong.

Setelah beristirahat beberapa hari, Kiang Chu Gie mengerahkan pasukannya untuk menyerbu Leng-tong- koan.

Yo JimLu GakLIMA Kiang Chu Gie memerintahkan pasukannya berhenti di jarak 80 li dari kota Leng-tong-koan, mendirikan perkemahan di situ.

Penguasa kota itu, Ouwyang Sun, telah memperoleh informasi mengenai kehadiran pasukan Chiu, yang langsung melakukan persiapan untuk menyambut serangan lawan.

Dugaannya memang tidak meleset, dua hari kemudian Oey Hui Houw datang menantang perang.

Seorang prajurit jaga segera melaporkan hal itu pada pimpinannya.

Ouwyang Sun menitah Pian Kim Liong menyambut tantangan tersebut.

Pian Kim Liong keluar dari pintu gerbang bersenjatakan kapak bergagang panjang.

Setelah bertarung lebih dari 20 jurus, Oey hui Houw berhasil melihat kelemahan lawan, menusukkan tombaknya, yang mengakibatkan Pian Kim Liong jatuh dari atas kudanya dan tewas seketika.

Isteri Kim Liong menangis sedih benar ketika mendengar berita mengenai kematian sang suami.

Pian Kie, anak Kim Liong, panas hatinya tatkala menerima kabar kematian ayahnya, segera mendatangi markas komando, menanyakan siapa yang membunuh ayahnya!?Setelah jelas persoalannya, dia pulang dan kemudian berangkat ke luar kota dengan membawa sebuah kotak kayu.

Dia mendirikan tiang yang cukup tinggi di muka pintu gerbang, mengeluarkan isi kotak yang dibawanya, yang ternyata berupa panji yang terbuat dari tulang manusia, memasangnya di atas tiang.

Keesokan harinya Pian Kie menantang pihak Chiu berperang tanding.

Lam Kong Koa maju menghadapi lawan.

Pertempuran telah berlangsung lebih dari 30 jurus dan masih seimbang, tiba-tiba Pian Kie memutar kudanya, melarikan diri dengan melewati jalan di bawah panjinya.

Lam Kong Koa mengejarnya, tapi setibanya di bawah panji, mendadak dirinya berikut kuda tunggangannya jatuh tersungkur, segera diringkus oleh prajurit lawan.

Dibawa ke hadapan Ouwyang Sun.

Ouwyang Sun memerintahkan menjebloskannya ke dalam penjara.

Pian Kie kembali menantang perang pada esok harinya.

Tantangannya sekali ini disambut oleh Oey Hui Houw, Chiu Kie dan Liong Hoan.

Namun ketiga perwira See-kie itu mengalami nasib serupa dengan Lam Kong Koa, ditawan lawan.

Pian Kie bermaksud membunuh Oey Hui Houw untuk membalas sakit hati ayahnya, tapi dicegah oleh Ouwyang Sun.

Ia berpendapat, lebih baik mengirim Hui Houw dantawanan lainnya ke kota-raja....

30 Hari berikutnya kiang Chu Gie sendiri yang memimpin pasukan, memperhatikan panji lawannya.

Terlihat uap hitam meliputi panji tersebut.

Na Cha dapat melihat lebih jelas, bahwa panji yang terbuat dari tulang-belulang manusia itu ditempeli ?Leng Hu' (Surat Jimat).

"Jangan sekali-kali kalian lewat di bawah panji itu", pesan Chu Gie pada anak buahnya. Tak lama Ouwyang Sun yang didampingi Pian Kie keluar dari pintu gerbang. Pertempuran sengit segera terjadi antara Pian Kie melawan Lui Chin Cu. Kendati telah berlangsung puluhan jurus, masih belum diketahui siapa kiranya yang akan keluar sebagai pemenang. Lui Chin Cu tak sabar lagi, ingin cepat-cepat merobohkan lawannya, dia bermaksud menghancurkan panji lawan lebih dulu, kemudian baru menghadapi Pian Kie lagi. Maka terbanglah dia mendekati tiang panji, menghantamkan senjatanya... tapi bukan tiang panji yang roboh, malah dirinya yang jatuh dan ditawan oleh prajurit khusus yang disiapkan Pian Kie di sekitar tiang panji. Wie Hok melontarkan senjata-wasiatnya, namun sia-sia, senjata itu jatuh di bawah tiang panji.... Dalam pertempuran berikutnya, Na Cha berhasil melukaiPian Kie dengan 'Kan Kun Choan'nya dan dengan menahan rasa sakit Pian Kie lari masuk ke dalam kota. Di lain pihak, Lie Cheng menyerang Ouwyang Sun. Ouwyang Sun menangkis dengan tombak pula, hingga terjadi pertarungan sengit. Beberapa perwira See-kie datang membantu Lie Cheng mengurung Ouwyang Sun. Ouwyang Sun yang merasa tak mampu menghadapi lawan sebanyak itu, cepat-cepat melarikan kudanya ke dalam kota. Menulis surat ke kota-raja memohon bala- bantuan. Kaisar Touw amat terkejut menerima surat Ouwyang Sun, segera mengajak para Menterinya bermusyawarah. Di dalam pertemuan itu seorang Menterinya yang bernama Lie Tong mengusulkan, agar Touw Ong mengirim bantuan ke Leng-tong-koan di bawah pimpinan dua raja muda yang bernama Teng Kun dan Yui Kie. Touw Ong menyetujui usul itu, segera memanggil kedua raja-muda tersebut. Begitu Teng Kun dan Yui Kie datang menghadap, Touw Ong memberi mereka masing-masing tiga cawan arak, kemudian baru mengungkapkan maksudnya untuk mengutus mereka ke Leng-tong-koan, membantu Ouwyang Sun menghancurkan pasukan Chiu Bu Ong. Kedua raja-muda itu menerima tugas tersebut sambil berlutut. Mereka memilih 100.000 prajurit serta menyiapkanransum yang diperlukan. Setelah segalanya siap, berangkatlah mereka ke Leng- tongkoan dengan menyeberangi Huang-ho (Sungai Kuning). Ouwyang Sun menyambut gembira kedatangan mereka, menceritakan apa yang terjadi selama itu. Ketika mendengar Oey Hui Houw ditawan, timbul maksud Teng Kun untuk membebaskannya. Sesungguhnya isteri Teng Kun adalah saudara mendiang isteri Oey Hui Houw. Keesokan harinya kedua raja-muda ini memimpin pasukan menantang Kiang Chu Gie berperang tanding. Chu Gie menyambut tantangan tersebut, diiringi beberapa orang pembantunya yang perkasa. Begitu saling berhadapan, Na Cha dan Touw Heng Sun mewakili Chu Gie bertanding dengan Teng Kun dan Yui Kie. Pertempuran sengit segera terjadi. Sekira berlangsung 30 jurus, Teng Kun dan temannya menarik pasukannya kembali ke dalam kota. Touw Heng Sun heran menyaksikan ulah mereka, sebab dia melihat bahwa sesungguhnya pihak musuh masih sanggup mengadakan perlawanan, tapi kenyataannya mereka telah berpura-pura kalah dan melarikan diri. Mungkin mereka memiliki maksud-maksud tertentu. Maka Touw Heng Sun memutuskan untuk menyusup masuk ke dalam kota pada malam harinya.Sesungguhnyalah, baik Teng Kun maupun Yui Kie kagum melihat wibawa Chu Gie serta keperkasaan para pembantunya, juga para prajuritnya memiliki semangat tempur yang tinggi. Sekembali ke ruang peristirahatan, pada malam harinya Teng Kun dan Yui Kie memperbincangkan soal peperangan yang baru berlangsung dan setelah saling menjajaki isi hati masing-masing, barulah mereka mengungkapkan maksud sesungguhnya, bahwa lebih baik takluk pada Bu Ong. Hanya saja mereka belum memperoleh cara terbaik untuk mewujudkan maksud itu. Touw Heng Sun yang sejak tadi berada di bawah tanah mendengarkan perbincangan mereka, jadi sangat gembira ketika tahu akan maksud mereka, segera keluar dari tempat persembunyiannya. Teng Kun dan Yui Kie amat terkejut dengan munculnya Heng Sun yang tiba-tiba itu, bermaksud menyerang si cebol. Touw Heng Sun melompat menjauh seraya menjelaskan, bahwa kedatangannya bermaksud baik. Legalah perasaan kedua raja-muda itu, menyilakan Heng Sun duduk, mengajaknya berunding, mencari jalan terbaik bagi mereka untuk takluk pada pasukan Chiu. Touw Heng Sun menyarankan, sebaiknya mereka menulis surat pada Chu Gie, menjelaskan maksud mereka. Dia yang akan menyampaikan surat itu nanti. Teng Kun dan Yui Kie menyetujui usul itu, segeramenulis surat dan menitipkannya pada Touw Heng Sun untuk disampaikan kepada Kiang Chu Gie. Touw Heng Sun pamit, menyampaikan surat Teng Kun dan Yui Kie kepada pimpinannya. Kiang Chu Gie amat gembira setelah membaca surat itu. Keesokan harinya Teng Kun dan Yui Kie memilih sejumlah prajurit, menantang pihak See-kie lagi. Kiang Chu Gie menyambut tantangan tersebut dengan membawa sejumlah perwiranya, tapi sebelumnya dia telah berpesan untuk tidak melukai Teng Kun dan Yui Kie. Oey Hui Piao dan Oey Hui Pa yang melayani Teng Kun dan Yui Kie bertanding, sedang Kiang Chu Gie hanya berdiam di sisi. Tak lama kemudian pemimpin tertinggi pasukan Chiu ini menarik pasukannya, kembali ke kemah. Malam harinya Touw Heng Sun kembali masuk ke dalam kota Leng-tong-koan, menemui kedua raja-muda dari pihak Touw. Teng Kundan Yui Kie mengeluarkan dua lembar 'Surat jimat, menyerahkannya pada Heng Sung untuk disampaikan kepada Kiang Chu Gie. Kegunaan 'Leng Hu' itu adalah, orang takkan jatuh terguling bila lewat di bawah tiang 'Pek Kut Kie'(Panji Tulang Putih) yang dipancang di muka pintu gerbang kota Leng-tong-koan oleh Pian Kie. Touw Heng Sun mengucapkan terima kasih.Heng Sun dijamu oleh kedua raja-muda dari kerajaan Touw. Para penjaga di sekitar situ adalah orang kepercayaan Teng Kun, hingga Ouwyang Sun tak tahu kalau kota yang dijaganya telah diselundupi lawan. Di dalam perjamuan Heng Sun menanyakan, dari siapa kedua raja-muda itu memperoleh ?Leng Hu' tersebut!? Teng Kun menerangkan, bahwa 'Surat jimat'tadi diperolehnya dari Thio Kui, Penguasa kota 'Bien-chi-sian'. Touw Heng Sun pamit setelah kenyang perutnya, menyerahkan 'Leng Hu' itu pada Chu Gie. Kiang Chu Gie amat gembira, dia cukup faham akan pembuatan surat jimat semacam itu. Lalu memperbanyaknya, membagi-bagikannya kepada perwira dan prajuritnya. Keesokan harinya dia memimpin langsung pasukannya, menantang perang. Pian Kie diperintahkan menyambut tantangan pihak Seekie. Para perwira yang mendampingi Chu Gie segera mengeroyok Pian Kie, membuatnya kewalahan dan melarikan diri ke dalam kota dengan melewati bawah 'Pek Kut Kie'. Dia tak tahu kalau rahasianya telah bocor dan pasukan Chiu memakai penangkal 'Leng Hu', hingga tak seorangpun yang jatuh terguling ketika mengejar lewat di bawah 'Panji Tengkorak Putih'. Keadaan itu membuat Pian Kie amat terkejut, mendekati panik, cepat-cepat masuk ke kota.'Pek Kut Kie' berhasil dirobohkan oleh pasukan Chiu. Pian Kie amat murung menyaksikan perkembangan yang berada di luar dugaannya. Teng Kun menghampirinya seraya berkata.

"Tak usah kau berpura-pura sedih, segalanya ini hanya untuk menutupi rencanamu yang sesungguhnya".

"Apa maksud Paduka?", Pian Kie menatap heran campur dongkol.

"Percuma saja kau berpura-pura", kata Teng Kun.

"sesungguhnya kau telah bersekutu dengan lawan, dengan harapan ingin memperoleh pangkat yang lebih tinggi. Maka kau berlaku seakan-akan kalah perang dengan maksud memberi kesempatan pada pasukan lawan yang mengejarmu memasuki kota. Untung saja kami cepat menutup pintu gerbang kota!". Tentu saja Pian Kie terus menyangkal tuduhan itu. Namun Teng Kun tetap memerintahkan untuk memenggal kepalanya! Setelah itu barulah Teng Kun mengungkapkan maksudnya pada Ouwyang Sun, bahwa dia bersama Yui Kie ingin takluk pada Bu Ong. Ouwyang Sun langsung mengumpat Teng Kun dan Yui Kie sambil mencabut pedangnya. Tapi sebelum dia sempat menyerang, telah didahului oleh tusukan pedang Yui Kie hingga tewas seketika. Lalu kedua utusan Kaisar Touw ini membebaskan Oey Hui Houw, Lam Kong Koa dan lain-lainnya, kembali keinduk pasukan mereka untuk memberitahukan Chu Gie, bahwa keadaan di dalam kota telah berhasil dibereskan. Dengan demikian kota Leng-tong-koan jatuh ke tangan Bu Ong. Setelah beristirahat beberapa hari, Kiang Chu Gie memimpin pasukannya menuju ke kota 'Bien-chi-sian'. Kota ini hanya dipisahkan oleh Huang-ho (Sungai Kuning) dengan kota-raja. lds Thio Kui, Panglima kota Bien-chi-sian, begitu mendengar pasukan Chiu datang menantang perang, segera memerintahkan Ong Cho dan The Chun menyambut tantangan tersebut. Dalam perang tanding yang terjadi kemudian, golok bergagang panjang Lam Kong Koa berhasil menabas batang leher Ong Cho hingga kepalanya pisah dengan tubuhnya. Oey Hui Houw berhasil menusuk punggung The Chun hingga jatuh dari kudanya dan tewas. Pertempuran hari itu dimenangkan oleh pihak Chiu. Kala itu telah datang Chong Hek Houw bersama tiga saudara angkatnya . Bun Peng, Chui Eng dan Chio Hiong, menemui Chu Gie. Keesokan harinya Thio Kui langsung memimpin pasukannya, maju ke medan tempur. Chong Hek Houw bersama tiga saudara angkatnya tampil menyongsong lawan. Kiang Chu Gie menyuruh Oey Hui Houw maju juga kemedan laga, membantu keempat saudara angkatnya. Belum lama bertempur, Chong Hek Houw melarikan kuda tunggangannya, bermaksud mencari kesempatan untuk melepaskan Garuda saktinya. Keempat saudara angkatnya berpurapura kabur juga. T Thio Kui diam sejenak, kemudian menepuk tanduk Bu-inshou yang dijadikan tungangannya. (Bu-in-shou adalah binatang mirip Banteng). Binatang itu lari cepat sekali, dalam sekejap Thio Kui telah berada di belakang Bun Peng, segera membacoknya. Bun Peng yang tak menyangka binatang tunggangan lawan dapat bergerak secepat itu, tak sempat lagi mengelak dan mati seketika. Chong Hek Houw hendak membuka Buli-buli (Cupu) yang berisi Garuda sakti, tapi tak keburu, sebab Thio Kui telah berada dekat sekali dengannya, membacoknya hingga tubuh Hek Houw terpotong dua. Menyaksikan kedua saudara angkatnya tewas secara tragis, Chui Eng. Oey Hui Houw dan Chio Hiong serentak menyerang Thio Kui. Kho Lan Eng, isteri Thio Kui, datang membantu suaminya dengan melepaskan 49 batang 'Kim Kong Cin' (Jarum Sinar Emas) yang keluar dari Buli-buli merah. Serangan tersebut berhasil membutakan Hui Houw bertiga,hingga dengan mudahnya Thio Kui membantai mereka.Dengan demikian, lima saudara angkat yang di kemudian hari dikenal sebagai 'Ngo Gak' (Lima Gunung) ini, tewas di tangan seorang lawan. Arwah mereka melayang ke 'Hong Sin Tay' (Pesanggrahan Penganugrahan Malaikat). Kabut duka cita meliputi pihak See-kie atas kematian mereka..... Hari berikutnya, Oey Hui Piao dan Yo Chian - yang baru kembali dari mengangkut ransum-, menghadapi tantangan Thio Kui. Oey Hui Piao yang panas hati atas kematian Hui Houw berlima, bertempur dengan diiringi emosi, terus menerus melancarkan serangan hingga mengabaikan penjagaan diri, maka beberapa saat kemudian ia telah jadi korban golok Thio Kui. Sedang Yo Chian sengaja membiarkan dirinya ditawan. Setiba di dalam kota, Thio Kui langsung memerintahkan memenggal batang leher Yo Chian dan selanjutnya menggantung kepala Yo Chian di atas pintu gerbang kota. Tapi sebelum sempat kepala Yo Chian digantung, masuk seorang pembantunya dengan sikap gugup benar.


Kesatria Cahaya Karya Paulo Coelho Pedang Kilat Membasmi Iblis Karya Kho Pendekar Bayangan Sukma Iblis Berbaju

Cari Blog Ini